KEBIJAKAN TRANSPORTASI BERKELANJUTAN : Suatu Penerapan Metodologi yang Komprehensif Oleh: R. Aria Indra P Kasubdit Lintas Sektor dan Lintas Wilayah, Dit. Wilayah Tarunas, Ditjen Taru, Kemen PU
Sustainability atau keberlanjutan merupakan konsep yang telah berkembang dan banyak dipergunakan untuk menyelesaikan suatu permasalahan secara menyeluruh, yang menyangkut aspek lingkungan, ekonomi maupun sosial. Aspek- aspek tersebut merupakan integrasi dari berbagai kegiatan manusia sehingga memerlukan koordinasi antar sektor maupun wilayah. Keberlanjutan kadangkala didefinisikan secara sempit yang hanya ditekankan kepada permasalahan lingkungan seperti penurunan kualitas sumber daya alam dan permasalahan polusi. Tetapi sesungguhnya, konsep keberlanjutan telah berkembang ke dalam berbagai isu lain secara komprehensif (lihat gambar 1). Penerapan kebijakan transportasi dan penurunan kadar emisi akan berdampak pada permasalahan ekonomi, sosial dan lingkungan. Karena itulah diperluakan analisis komprehensif yang memperhatikan seluruh aspek yang ada, agar menghasilkan strategi menyeluruh dan optimal. Contoh pola pikir sustainable dapat dijelaskan sebagai berikut.
Jika suatu kebijakan dilihat hanya dari satu sisi, misalnya dari sisi lingkungan, maka kebijakan untuk mengurangi konsumsi energi dan polusi udara bisa diterjemahkan menjadi kebijakan pemilihan penggunaan kendaraan yang efisien dan bersih lingkungan. Kebijakan pemilihan kendaraan hybrid merupakan suatu contoh kendaraan dengan karakteristik tiga kali lebih efisien dan kadar emisinya sangat rendah. Tetapi penggunaan kendaraan tersebut tidak akan mengurangi permasalahan kemacetan lalu lintas, kebutuhan jalan dan parkir. Kebijakan ini tidak mempengaruhi biaya konsumen, tingkat kecelakaan lalu lintas, aksesibilitas, atau dampak lingkungan dari jalan dan urban sprawl. Inilah mengapa penting untuk mempertimbangkan seluruh aspek secara komperehensif. Karena strategi untuk memperbaiki sistem transportasi secara keseluruhan akan berdampak pula kepada pengaturan tata guna lahan, bukan hanya mengurangi jumlah kendaraan bermotor. Langkah ini lebih efektif karena memperhatikan faktor-faktor sustainability. Di samping itu, analisis komperehensif juga dapat dipergunakan untuk menentukan sampai berapa besar suatu strategi dapat diimplementasikan. Sebagai contoh, kenaikan tarif (kenaikan pajak bahan bakar, retribusi parkir, kenaikan kepemilikan pajak kendaraan bermotor, dll.). Secara ekonomi dan lingkungan, hal ini sangat bermanfaat, tetapi berpengaruh negatif terhadap aspek sosial karena akan mengusik rasa keadilan masyarakat. Dengan demikian, dalam penentuan kebijakan, perlu adanya klasifikasi dalam pengenaan target kenaikan tarif, kompensasi terhadap kualitas sarana transportasi bagi kalangan berpenghasilan rendah dan penggunaan hasil pemasukan dari kenaikan tarif tersebut. Berdasarkan hal tadi, hasil kenaikan tarif perlu dikompensasikan dengan pemberian potongan tarif bagi yang tidak mampu, juga dengan memperbaiki fasilitas angkutan umum sehingga efek kenaikan tarif akan lebih
bermanfaat bagi semua pihak dan terasa adil. Dalam pola pikir keberlanjutan (sustainability), indikator- indikator yang ada dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori utama, yaitu indikator ekonomi, indikator sosial, dan indikator lingkungan. Indikator Ekonomi Indikator Ekonomi adalah indikator yang ditujukan kepada kesejahteraan masyarakat yang biasanya berkaitan dengan kenaikan penghasilan, kesejahteraan, tenaga kerja, produktivitas dan kesejahteraan sosial. Kebijakan ekonomi pada dasarnya adalah untuk memaksimalkan tingkat kesejahteraan, meskipun hal tersebut sangat sulit diukur secara langsung. Biasanya, ukuran yang dipergunakan adalah pemasukan keuangan atau Produk Domestik Bruto (PDB). Tetapi ada beberapa kritik mengenai indikator tersebut, di antaranya ialah pandangan bahwa PDB hanyalah mengukur kesejahteraan yang terdapat di pasar, sementara faktor-faktor yang berpengaruh terhadap kesejahteraan masyarakat seperti kesehatan, kepercayaan diri, kemasyarakatan, kemerdekaan, dan sebagainya tidak tersentuh. Di samping itu, indikator tersebut tidak menggambarkan distribusi kesejahteraan. Maka indikator perekonomian ini juga perlu dilihat secara komperehensif terutama yang berhubungan dengan aspek transportasi. Dalam Tabel 1 dapat dilihat kemungkinan-kemungkinan yang termasuk indikator ekonomi dalam kaitannya dengan transportasi yang berkelanjutan.
Indikator Sosial Indikator sosial dalam hal ini umumnya meliputi isu pemerataan, kesehatan (yang merupakan dampak ekonomi jika gangguan kesehatan berdampak kepada finansial atau menurunkan produktivitas), kemasyarakatan (kualitas lingkungan yang dirasakan oleh masyarakat dan kualitas interaksi kehidupan bermasyarakat yang berdampak pada sejarah dan budaya), serta faktor estetika. Polusi Udara sebagai salah satu indikator Aspek pemerataan dalam transportasi perlu dilihat dari berbagai perspektif dan dampaknya. Pertimbangan aspek tersebut umumnya meliputi kualitas pelayanan, dampak antar kelompok, terutama dampak terhadap masyarakat yang secara sosial, ekonomi maupun fisik tidak diuntungkan. Dampak kesehatan dalam transportasi umumnya meliputi akibat-akibat dari kecelakaan lalulintas, gangguan kesehatan akibat polusi dan permasalahan kesehatan yang diakibatkan oleh ketidaktersedianya prasarana transportasi. Contohnya adalah kebijakan untuk memperbaiki sarana pedestrian untuk orang-orang cacat. Upaya untuk meningkatkan kesehatan merupakan kebijakan yang menunjang transportasi yang berkelanjutan. Aspek kemasyarakatan dapat diukur dari survey lapangan, antara lain untuk mengetahui seberapa jauh fasilitas transportasi dan efektivitasnya mempengaruhi lingkungan dan seberapa jauh dampaknya mempengaruhi interaksi masyarakat. Unsur budaya tradisional dan benda-benda kesejarahan dapat dievaluasi melalui survey dengan melihat nilai-nilai yang berlaku pada tempat tersebut. Beberapa indikator sosial yang mungkin dapat digunakan dalam transportasi yang berkelanjutan bias dilihat pada tabel 2
Indikator Lingkungan Dampak transportasi terhadap lingkungan meliputi polusi udara (termasuk polutan gas yang mempengaruhi perubahan cuaca), polusi suara, polusi air, penurunan penggunaan sumber daya “non-renewable” dan degradasi lingkungan (meliputi penurunan produktivitas lahan, kerusakan lingkungan, dll.) Sepeda, salah satu kendaraan alternatif 26 Ada beberapa perhitungan dalam mengukur dampak lingkungan dan dilihat secara parsial. Sebagai contoh, kita menghitung biaya polusi udara hanya dari jenis emisi berbahaya yang diakibatkan oleh kendaraan bermotor. Sebaiknya biaya tersebut dinilai dari hal kesehatan, dampak ekologi maupun dalam estetika. Ada beberapa indikator lingkungan yang dapat dipergunakan dalam menganalisis kebijakan transportasi yang berkelanjutan, antara lain: emisi perubahan cuaca, polusi udara, polusi suara, dampak terhadap guna lahan, perlindungan hábitat, dan efisiensi sumber daya (lihat tabel 3).
Tak hanya itu, dalam pemilihan indicator kinerja – yang sesuai dengan kebutuhan kebijakan transportasi – ada hal-hal yang perlu diperhatikan. Yang petama adalah komprehensif, yaitu pemilihan indikator perlu merefleksikan keseluruhan aspek yang meliputi aspek ekonomi, aspek sosial, maupun aspek lingkungan. Ke dua adalah kebutuhan, yaitu pemilihan indicator harus disesuaikan dengan kebutuhan, baik dalam perencanaan maupun evaluasi. Ke tiga adalah mudah dimengerti, yaitu pemilihan indicator harus mudah dimengerti baik oleh kalangan pakar maupun kalangan umum. Ke empat adalah ketersediaan data dan biaya, yaitu pemilihan indikator seyogyanya sesuai dengan ketersediaan data yang ada dan biaya yang tersedia. Ke lima adalah komparabel, artinya jika memungkinkan, pemilihan indikator dan data dapat digunakan pula oleh wilayah dan waktu yang lain. Lalu yang treakhir adalah target kinerja, yaitu pemilihan indikator harus sesuai dengan target kinerja yang akan ditetapkan. Indikator-indikator dalam pola pikir keberlanjutan, dapat digunakan untuk menganalisis suatu kebijakan transportasi yang bersifat berkelanjutan. Sehubungan dengan hal tersebut maka terdapat indikator-indikator yang dapat dipergunakan untuk menganalisis suatu kebijakan transportasi yang bersifat berkelanjutan (lihat tabel 4).
Kebutuhan akan hasil indikator-indikator tersebut dapat diperoleh dari survey primer maupun sekunder. Data primer biasanya digunakan untuk mengetahui tingkat preferensi suatu kasus. Sedangkan untuk data sekunder dapat merupakan hasil dari suatu studi maupun data dan informasi dari instansi-instansi terkait dengan transportasi. Masingmasing indikator tersebut dapat diterjemahkan ke dalam kriteria-kriteria yang terukur sehingga akan dapat menjadi dasar dalam mengevaluasi kinerja suatu kebijakan transportasi. Kriteria terukur tersebut selanjutnya dapat dikembangkan sesuai dengan kebutuhan sesuai dengan kondisi dan ketersediaan data yang ada melalui parameterparameter untuk setiap indikator yang terpilih. Kesimpulannya, kebutuhan untuk menentukan parameter yang menyeluruh tersebut bertujuan agar penilaian terhadap kebijakan yang telah disusun dapat lebih terukur dan dipertanggungjawabkan.