Universitas Airlangga, Surabaya_22 September 2014
IUU FISHING DI WILAYAH PERBATASAN INDONESIA Oleh Prof. Dr. Hasjim Djalal 1.
Wilayah perbatasan dan/atau kawasan perbatasan atau daerah perbatasan Wilayah perbatasan: a.
Internal waters/perairan pedalaman. Ini masalah dalam negeri, dan tidak ada persoalannya dengan negara tetangga.
b.
Perairan kepulauan: telah dikonsultasikan dan telah ditetapkan batasnya dan telah didaftarkan di PBB, dan oleh PBB telah diedarkan ke seluruh dunia. Tidak ada tantangan dari negara manapun.
c.
Perbatasan antara kabupaten/provinsi di laut? Tidak ada batas yang jelas, walaupun dalam Undang-Undang dikatakan provinsi punya kewenangan dalam batas 12 mil dari pantai dan kabupaten punya wewenang sepertiganya/4 mil. Kecamatan tidak ada ketentuannya walaupun perbatasan di darat terletak pada kecamatan.
2.
Batas laut wilayah/territorial sea: sudah ada 3 (tiga) agreement/treaties antara Indonesia dan Singapura di sebelah barat, tengah dan timur Selat Singapura.
3.
Telah ada perjanjian perbatasan laut wilayah di Selat Malaka sebelah selatan antara Indonesia dan Malaysia.
4.
Belum ada perbatasan laut wilayah antara Indonesia dan Malaysia di Laut China Selatan maupun di Laut Sulawesi (antara Kalimantan Utara dan Sabah).
5.
Perbatasan laut wilayah Indonesia dan Malaysia di Selat Malak bagian selatan belum menyambung dengan perbatasan Indonesia dan Malaysia di Selat Singapura.
6.
Juga belum jelas apakah ada perbatasan laut wilayah Indonesia dan Malaysia di sebelah timur Selat Singapura. Perbatasan zona tambahan
7.
Menurut hukum laut, Indonesia juga berhak melaksanakan kewenangankewenangan tertentu di zona tambahan sejauh 12 mil lagi di luar laut teritorial yang 12 mil dari perairan kepulauan. Tapi sampai sekarang, Indonesia belum punya Undang-Undang tentang zona tambahan dan karena itu, belum ada agreement tentang perbatasan zona tambahan dengan negara tetangga.
8.
Dalam zona tambahan, negara pantai kewenangan/pengontrolan keuangan/bea cukai, pengawasan penegakan hukum di wilayahnya.
berhak imigrasi,
melaksanakan karantina, dan
1
Universitas Airlangga, Surabaya_22 September 2014
Perbatasan Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE) 9.
Sudah ada kesepakatan batas ZEE/pengontrolan kegiatan perikanan dengan Australia sejak 1997. Tapi agreement tersebut belum diratifikasi oleh kedua negara.
10.
Juga baru saja ada agreement tentang batas ZEE antara Indonesia dan Filipina di Laut Sulawesi dan Samudera Pasifik. Agreement ini juga belum diratifikasi.
11.
Pembahasan masalah perbatasan ZEE dengan tetangga Indonesia lainnya tidak berjalan lancar karena mereka merasa batas ZEE dan landas kontinen sebaiknya sama, sedangkan Indonesia berpendapat batasnya bisa berbeda karena kedua konsep tersebut berbeda (ZEE untuk airnya, sedangkan landas kontinen untuk dasar lautnya). Landas Kontinen/Continental Shelf
12.
Sudah ada perjanjian dengan batas landas kontinen antara Indonesia dengan India, Thailand, Malaysia, Vietnam, PNG, Australia.
13.
Perlu dicatat bahwa pengaturan sedentary fisheries adalah termasuk rezim landas kontinen.
14.
Indonesia belum banyak memikirkanlandas kontinennya di luar 200 mil ZEE, khususnya di Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, dan karena itu juga batas continental margin-nya di luar 200 mil juga belum jelas. Illegal Fishing
15.
Legal/illegal fishing activities banyak tergantung kepada berbagai faktor, antara lain: asal nelayannya, kawasan penangkapan ikan, jenis tangkapan, jenis alat tangkap, cara penangkapan, apakah nelayannya adalah nelayan kecil atau bukan, dan lainlain.
16.
Aturan yang dipergunakan dalam konteks illegal fishing, baik nasional, regional, maupun internasional. Menurut aturan nasional Indonesia: setiap kapal penangkapan ikan, harus punya izin kapal, dan setiap kapal tersebut harus punya izin penangkapan ikan, terutama menyangkut daerahnya yang jelas, tangkapan/ikan yang diizinkan, ukuran kapal yang jelas, ukuran jaring yang jelas, pemilik dan nasionalitas perusahaan yang punya kapal dan yang mendapat izin penangkapan, petugas yang melakukan penangkapan yang jelas, dan wewenangnya yang sah.
17.
Dalam hal ini, yang sering menjadi persoalan adalah kemampuan petugas, terutama kelengkapan alat-alat pengontrol dan pengawasan kapal terutama kapal-kapal ilegal yang modern.
18.
Undang-Undang Indonesia yang terkait dengan soal illegal fishing, antara lain adalah UU No. 45/2009 yang merevisi UU No. 31/2004 yang sebelumnya juga merevisi UU No. 5/1985 tentang Perikanan.
2
Universitas Airlangga, Surabaya_22 September 2014
19.
Di samping itu, juga ada UU No. 5/1983 tentang ZEE Indonesia dan UU No. 32/2004 tentang Otonomi Daerah yang juga mencakup kewenangan daerah di perairan.
20.
Sebagai ilustrasi, IUU Fishing terkait juga dengan kategori tangkapan yang dilakukan oleh, yang seringkali tidak memperhatikan sustainabilitas, seperti menangkap juvenile, ikan yang bertelur, ikan yang dilindungi, serta kategori alat tangkap, misalnya menggunakan pukat harimau, trawling, mempergunakan bom/sianida, ataupun membuang jala yang tidak dipakai lagi yang dapat merusak terumbu karang dan sustainabilitas perikanan. Aturan internasional
21.
Agreement FAO tentang compliance with international conservation by fishing vessel on the high seas 1963. Indonesia sebagai anggota FAO juga harus mengikuti agreement ini, dan telah menjadi anggotanya beserta 26 negara lainnya.
22.
International code of conduct for responsible fisheries dari FAO, Oktober 1995, yang mengandung 19 prinsip pokok perikanan yang harus ditaati.
23.
Agreement FAO on Ports State Measures to prevent, deter and eliminate IUU Fishing 2009 dimana Indonesia telah menjadi salah satu dari 25 negara pesertanya
24.
Regional Programme of Action (RPOA) tentang IUU Fishing bersama dengan negara-negara kawasan lainnya di Asia Tenggara, termasuk Australia, Brunei, Kamboja, Malaysia, PNG, Filipina, Singapura, Thailand, Timor Leste dan Vietnam.
25.
UNFA (UN Fish Stock Agreement, 1995) yang merupakan implementasi dari Konvensi Hukum Laut 1982 mengenai pengelolaan jenis perikanan straddling stocks antara ZEE dengan laut bebas atau ZEE tetangganya, dan highly migratory species yang bermigrasi ke seluruh samudera luas, seperti tuna. Indonesia juga sudah meratifikasi UN Fish Stock Agreement ini.
26.
Convention on the Conservation of Southern Bluefin Tuna (CCSBT) 1993, yang berpusat di Canberra. Indonesia sangat berkepentingan dengan konservasi SBT ini dan karena itu, telah meratifikasi CCSBT tersebut.
27.
WCPFC (West and Central Pacific Fisheries Convention, Honolulu, 2000) sebagai implementasi dari UN Fish Stock Agreement 1995, setelah melalui proses yang panjang, Indonesia juga telah meratifikasi Konvensi ini, yang antara lain juga mengatur hal-hal yang berkaitan dengan illegal fishing, termasuk masalah transhipment di laut, dan lain-lain. WCPFC berpusat di Ponape (FSM).
28.
Indonesia juga sudah menjadi pihak dari Indian Ocean Tuna Commission (IOTC), 1993 yang merupakan suatu konvensi tentang pengelolaan perikanan di Samudera Hindia di bawah naungan FAO dan bermarkas di Seychelles.
29.
Dalam pada itu, Indonesia juga ikut dalam pengelolaan perikanan di kawasan Asia Tenggara melalui SEAFDC (South East Asian Fisheries Development Cooperation)
3
Universitas Airlangga, Surabaya_22 September 2014
yang berkantor pusat di Bangkok, walaupun SEAFDC lebih banyak bertugas dalam pengembangan kemampuan perikanan daripada pencegahan IUU Fishing. 30.
Salah satu masalah dalam pencegahan IUU Fishing bagi Indonesia adalah mengembangkan koordinasi yang mantap/efektif antara penegak hukum/instansi di laut seperti PNS KKP, Bakorkamla, TNI AL, Bea Cukai, Imigrasi, dan pejabat-pejabat daerah yang terkait.
31.
UU No. 45/2009 tentang Perikanan antara lain menyebutkan bahwa setiap kapal perikanan harus mempunyai SIUP (Surat Izin Usaha Perikanan), SIPI (Surat Izin Penangkapan Ikan) dan SIKPI (Surat Izin Kapal Pengangkut Ikan).
32.
UU tersebut antara lain menyebut 21 poin yang bisa dianggap sebagai “illegal fishing”, antara lain: -
Melebihi jumlah tangkapan yang dibolehkan;
-
Menyalahi ukuran alat tangkap yang dibolehkan;
-
Menyalahi musim penangkapan ikan;
-
Melanggar ketentuan tentang pencemaran wilayah perikanan;
-
Menyalahi ukuran dan berat minimum ikan yang boleh ditangkap;
-
Menangkap ikan yang “dilindungi”;
-
Kapal ikan asing yang menangkap ikan di ZEE Indonesia yang tidak memiliki SIPI;
-
Kapal ikan berbendera Indonesia yang beroperasi di ZEE negara lain tanpa mendapat persetujuan dari pemerintah Indonesia;
-
Memiliki/mengoperasikan kapal pengangkut ikan yang tidak punya SIKPI;
-
Kapal berbendera Indonesia wajib menggunakan nahkoda dan anak buah kapal berkewarganegaraan Indonesia, dan kapal ikan asing yang beroperasi di perairan Indonesia wajib mempekerjakan paling tidak 70% awak kapal berkewarganegaraan Indonesia;
-
Kapal Indonesia yang beroperasi di laut lepas wajib didaftarkan terlebih dahulu sebagai kapal perikanan Indonesia;
-
Ikan tangkapan harus didaratkan di pelabuhan perikanan untuk mencegah transhipment di laut (Ketentuan ini kemudian menjadi persoalan di Indonesia yang kelihatannya membolehkan transhipment di laut untuk menghemat biaya);
-
Penuntut umum di bidang perikanan harus memiliki syarat dan pengetahuan di bidang perikanan;
4
Universitas Airlangga, Surabaya_22 September 2014
-
Sebagai kesimpulan, dapatlah dikatakan bahwa sudah cukup banyak ketentuan nasional, regional dan internasional yang mengatur perikanan, termasuk pencegahan IUU Fishing di laut, termasuk di daerah perbatasan. Yang sering menjadi masalah adalah pemahaman masyarakat tentang masalah hukumnya, terutama di daerah perbatasan, serta kemampuan peralatan alat-alat penegak hukum dalam melaksanakan berbagai ketentuan yang menyangkut IUU Fishing tersebut. ***
5