AKAN KITA APAKAN KAWASAN PERBATASAN NEGARA INDONESIA Oleh: Buyung Nazer Rauf Perencana Madya, Ditjen Penataan Ruang Wilayah IV, Departemen PU
Indonesia merupakan negara kepulauan yang berbentuk republik dan terletak dikawasan Asia Tenggara. Indonesia memiliki lebih kurang 17.000 ribu buah pulau dengan luas daratan 1.922.570 km² dan luas perairan 3.257.483 km². Berdasarkan posisi geografisnya, negara Indonesia memiliki batasbatas: Sebelah Utara berbatasan dengan Malaysia, Singapura, Filipina, dan Laut Cina Selatan. Sebelah Selatan berbatasan dengan Australia dan Samudera Hindia. Sebelah Barat dengan Samudera Hindia. Sedangkan sebelah Timur berbatsan dengan Papua Nugini, Timor Leste, dan Samudera Pasifik. Posisi geografis Indonesia terdiri atas letak astronomis dan letak geografis yang berbeda pengertian dan pandangannya. Letak Astronomis. Letak astronomis suatu negara adalah posisi letak yang berdasarkan garis lintang dan garis bujur. Garis lintang adalah garis khayal yang melingkari permukaan bumi secara horizontal, sedangkan garis bujur adalah garis khayal yang menghubungkan Kutub Utara dan Kutub Selatan. Letak astronomi Indonesia terletak diantara 6°LU - 11°LS dan 95°BT - 141°BT. Berdasarkan letak astronominya, Indonesia dilalui oleh garis ekuator, yaitu garis khayal pada peta atau globe yang membagi bumi menjadi dua bagian sama besarnya. Garis ekuator atau garis khatulistiwa terletak pada garis lintang 0°. Letak geografis. Letak geografis adalah letak suatu daerah atau wilayah dilihat dari kenyataan di permukaan bumi. Berdasarkan letak geografisnya, kepulauan Indonesia berada di antara Benua Asia dan Benua Australia, serta di antara Samudera Hindia dan Samudera Pasifik. Dengan demikian, wilayah Indonesia berada pada posisi silang, yang mempunyai arti penting dalam kaitannya dengan iklim dan perekonomian. Letak Geologis. Letak geologis adalah letak suatu wilayah dilihat dari jenis batuan yang ada dipermukaan bumi. Secara geologis wilayah Indonesia dilalui oleh dua jalur pegunungan muda dunia yaitu Pegunungan Mediterenia di sebelah Barat dan Pegunungan Sirkum Pasifik di sebelah Timur. Adanya dua jalur pegunungan tersebut menyebabkan Indonesia banyak memiliki gunung api yang aktif dan rawan gempa.
Perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia Sesuai dengan negara kepulauan Indonesia banyak memiliki wilayah perbatasan dengan Negara lain yang berada di kawasan laut dan darat. Walaupun kenyataannya demikian, sampai saat ini kedua kawasan wilayah perbatasan tersebut belum bisa dimanfaatkan oleh Indonesia secara minimal sekalipun, baik dari segi politis maupun ekonomis. Jika dilihat dari letak posisi geografis sebenarnya Indonesia sangat memungkinkan sekali untuk mengambil manfaat dari wilayah perbatasan tersebut. Namun dalam kenyataannya malah menjadikan beban dengan banyaknya wilayah perbatasan. Kalau kenyataannya demikian, kita akan berbuat apa dengan wilayah perbatasan yang kita miliki. Apa akan seperti selama ini, hanya menunggu dan terkesan membiarkan kita akan bereaksi apabila diwilayah tersebut diklaim sebagai wilayah negara tetangga. Sebagai contoh yang masih segar dalam ingatan kita adalah kasus P. Sepadan dan P. Ligitan yang kita perebutkan dengan negara tetangga Malaysia, dan berujung diselesaikan melalui jalur hukum Internasional. Akhir dari keputusan internasional adalah Indonesia dikalahkan dan harus rela melepas kepemilikan kedua pulau tersebut menjadi bagian dari negara jiran Malaysia. Dari kenyataan ini, dalam pergaulan antar bangsa, sebagai negara yang besarberdaulat kita telah dipermalukan dan tidak mempunyai harga diri sebagai suatu bangsa. Dari sudut pandang hukum Internasional, kita adalah negara yang lemah terhadap wilayah kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Kita telah menghianati perjuangan serta pengorbanan yang telah dipersembahkan para pahlawan sebagai pendiri bangsa dan negara ini.
National Character Building Sebagai Titik Tolak Pembangunan Bangsa Jika kita kembali pada program pembangunan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), kita telah banyak melakukan kegiatan pembangunan sarana dan prasarana yang bersifat fisik maupun non fisik. Akan tetapi, semua pembangunan yang kita lakukan selama ± 32 tahun semasa orde baru ditambah ± 10 tahun masa reformasi, masih belum bisa memberikan perbaikan tingkat kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, dimana jumlah penduduk Indonesia pada saat sekarang mencapai dua ratus tiga puluh juta. Yang lebih menyedihkan lagi adalah kita terperangkap masuk kedalam sistem perekonomian kapitalis. Bertitik tolak dari kenyataan yang sedang kita hadapi, tentu di dalam benak pemikiran masing-masing kita sebagai anak bangsa ini akan bertanya-tanya dimana letak kesalahan pembangunan yang kita lakukan ?... Jawabannya adalah sebagai berikut. Kalau kita boleh meminjam konsep pemikiran yang pernah dilontarkan Dr. Ir. Soekarno yang akrab disapa dengan panggilan Bung Karno sebagai salah seorang pendiri dari Negara dan Bangsa ini, beliau pernah mengemukakan sebagai berikut “bahwa membangun suatu bangsa itu tidak harus dimulai dari pembangunan fisik dan ekonomi semata. Akan tetapi yang lebih penting dibangun terlebih dahulu adalah keperibadian suatu bangsa itu sendiri. Apa itu kepribadian bangsa? Kepribadian bangsa adalah kepribadian yang telah ada sejak lama. Kepribadian tersebut tumbuh dan berkembang dalam kehidupan masyarakat sehari-hari, dalam adat istiadat peraturan hidup yang tumbuh berkembang sejak berpuluh-puluh tahun, beratus-ratus tahun, bahkan berabad abad tahun lalu, jauh sebelum keberadaan suatu bangsa. Jadi kepribadian bangsa Indonesia adalah jati diri bangsa Indonesia yang telah tumbuh berkembang di wilayah Negara Kesatuan Republik (NKRI), yang biasa juga disebut bumi Nusantara. Kita sebagai anak bangsa harus pandai menggali dan menumbuh kembangkan keperibadian tersebut, bahkan sari pati dari kepribadian tersebut telah menjadi dasar falsafah hidup bangsa Indonesia yaitu Panca Sila” Nationalism Character Building sebagai dasar pondasi pembangunan yang harus dimiliki. Kalau kita mau menjadi suatu bangsa yang besar dan diperhitungkan oleh pihak kawan maupun lawan, kita harus memiliki National Character Building yang baik. Apa itu National Character Building? Menurut Bung Karno “karakter building bangsa Indonesia itu baik apabila kita telah memiliki banyak: Insinyur, ahli Hukum, ahli Ekonomi, ahli Tata Negara dan ahli-ahli lainnya”. Para ahli ini harus memiliki nasionalisme yang tinggi, sehingga mereka ini benar-benar mempunyai rasa memiliki terhadap negara dan bangsa Indonesia. kalau kepribadian tersebut telah dimiliki, tumbuh dan berkembang, mereka tidak akan berhianat terhadap negara dan bangsa ini. Kalau kita tarik garis lurus dengan kondisi kita sekarang ini yang dimaksud dengan karakter building adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Kondisi sumber daya manusia bangsa Indonesia pada saat ini dibanding dengan pada saat dicetuskannya Nationalism Character Building sudah sangat berbeda. Kita sudah banyak memiliki sumber daya manusia tapi sayang tidak disertai dengan ideologi nasionalisme. Elit Indonesia memang tidak monolitik. Sepanjang sejarah Indonesia, kita memiliki beberapa pemimpin yang bermentalitas merdeka, mandiri, percaya diri dan begitu kuat melindungi kedaulatan, harga diri dan martabat bangsa. Akan tetapi, sayang sekali tidak sedikit pemimpin atau elit bangsa yang demikian gampang menggadaikan atau melacurkan harga diri, martabat dan kedaulatan bangsa kepada pihak asing. Yang terakhir ini melakukan penghianatan terhadap bangsa hanya karena menginginkan keuntungan jangka pendek dan hanya untuk kepentingan pribadi, keluarga, atau golongannya saja. Setelah lebih dari 62 tahun merdeka, semestinya para pemimpin (elit) Indonesia sudah berhasil secara relatif membawa Indonesia ke tahapan yang betul-betul merdeka. Alih-alih mencapai tujuan proklamasi yang mulia seperti yang diamanatkan dalam Pembukaan UUD 1945, secara sadar atau tidak, banyak diantara elit kita yang cenderung menghamba pada kekuatan dan kepentingan asing. Dengan kata lain, elit nasional kita justru menjadikan Indonesia sebagai bagian korporatokrasi internasional, di bagian paling bawah dalam struktur korporatokrasi itu.
Dalam kenyataannya, elit yang sedang diberi amanat rakyat justru membuka gerbang buat masuknya kekuatan korporatokrasi itu untuk mengacak-acak dan menjarah sumber daya alam kita, di daratan dan di lautan. Bahkan satelit Palapa kita di ruang angkasa telah dimiliki oleh Tamasek, ketika kepemilikan Indosat sudah beralih ke Singapura. Jadi, kalau kita melihat dari semua kenyataan yang kita hadapi sekarang ini semua upaya pembangunan yang kita laksanakan akan lebih banyak mudaratnya dari pada manfaatnya, karena niat awal dari perencanaan pembangunan itu sendiri kita ciptakan tidak berdasarkan pemikiran untuk kemajuan Negara dan Bangsa ini. Bahkan pemikiran kita berlawanan dengan tujuan dari pembangunan itu sendiri. Anggaran pembangunan yang direncanakan setiap tahun dalam pelaksanaannya banyak dimanfaatkan untuk kepentingan sekelompok orang tertentu menikmati gaya hidup bersenang-senang/berfoya-foya tanpa mau tau dengan kondisi kehidupan disekelilingnya, inilah gambaran dari karakter building/kepribadian sebagian besar dari anak bangsa mulai dari lapisan masyarakat paling bawah, hingga para tokoh masyarakat, kaum intelektual, cendekiawan, dan para pemimpin bangsa di negeri ini. Kalau kita tengok dari semua kenyataan ini, masih cukup membutuhkan waktu lama untuk merubah mentalitas enlander alias bangsa kuli ke karakter percaya diri dan mandiri. Kalau kita menengok lagi sejarah masa lampau bangsa ini, kita mengulang kembali masuk ke lubang yang sama. Anak bangsa ini terkotak kotak demi untuk kepentingan sesaat, menggadaikan semua potensi yang ada di Bumi Nusantara, sehingga generasi berikutnya akan mendapatkan sisa-sisa kekayaan alam yang pernah banyak kita miliki, baik itu yang terlihat di permukaan bumi kita (fauna, flora), di dalam lautan (aneka ragam macam sumber daya hayati dalam lautan, termasuk kandungan mineral tambang di dalamnya), maupun kandungan dalam perut bumi (seperti minyak/gas, uranium berbagai macam logam, seperti emas, perak, tembaga, timah, nikel dan lain sebagainya) yang semuanya menjanjikan untuk kemakmuran dan kejayaan bangsa Indonesia. Apabila kita total jumlah dari masing-masing kekayaan alam yang kita miliki, bukannya tidak mungkin jaminan kemakmuran sangat-sangat ada di negara Republik Indonesia yang kita miliki ini, bahkan kita bisa menjadi suatu negara yang serba berkecukupan di segala sisi kehidupan.
Pembangunan Wilayah Perbatasan Pembangunan wilayah perbatasan Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan salah satu jati diri dari kedaulatan dan keberadaan suatu bangsa di permukaan bumi. Untuk langkah pertama, pembangunan di wilayah perbatasan NKRI adalah suatu batas yang jelas wilayah negara ini baik yang berbatasan langsung dengan negara-negara tetangga maupun batas negara terhadap wilayah bebas (internasional). Tapi sayang, jika kita membicarakan tentang wilayah perbatasan negara ini kesannya sangatsangat tidak komitmen. Dalam hal ini yang lebih menonjol adalah mental jelek yang kita miliki, yaitu mental inlander alias mental kuli, Sumber gambar: www.koran-jakarta.com/.../ thum/18.2(15).jpg dimana kita akan terperanjat atau dengan kata lain seperti kehilangan jenggot apabila wilayah kita terancam keberadaannya. Kita tidak
mempunyai konsep yang jelas dengan wilayah perbatasan bahkan kesannya hangat-hangat tai ayam. Sebagai contoh yang pernah kita alami yaitu kepemilikan kita terhadap Pulau Sepadan dan Pulau Ligitan. Awal mulanya pemerintah kita pada waktu itu (rezim Orde Baru) beranggapan biasa-biasa saja terhadap aktifitas kegiatan yang dilakukan negara tetangga (Malaysia) pada dua gugus kepulauan tersebut, bahkan menteri penerangan Harmoko pada pemerintahan saat itu mengatakan tidak perlu khawatir ! Wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia tidak akan kita biarkan bergeser walaupun satu jengkalpun. Kegiatan yang berlangsung oleh negara Malaysia di kedua gugus pulau tersebut sudah ada semacam kontrak kerja sama (bagi hasil) dalam pengelolaannya. Akan tetapi, apa yang terjadi setelah tumbangnya rezim orde baru? Semua pernyataan dan kesepakatan itu tidak diakui keberadaannya oleh pemerintah Malaysia, karena tidak ada perjanjian yang tertulis. Bahkan Malaysia mengakui kedua pulau tersebut merupakan bagian dari wilayah kedaulatannya. Dari kejadian tersebut, Negara Indonesia sepertinya tidak mengambil pengalaman atau pengetahuan. Kita tidak melakukan suatu reaksi secara nyata terhadap wilayah perbatasan yang kita miliki. Reaksi selama ini hanya sebatas pembicaraan-pembicaraan di forum rapat-rapat dan seminar, kemudian menghilang. Begitu banyak bukti bahwa kita tidak begitu fokus untuk memberikan perhatian terhadap wilayah perbatasan. Sebagai contoh lainnya perbatasan negara Indonesia yang ada di Kalimantan, wilayah perbatasan di kepulauan Riau (gugus pulau nipah dan sekitarnya), dan perbatasan di sekitar pulau Sebatik. Dari semua kejadian yang nyata-nyata di depan hidung kita, tidak pernah diselesaikan secara terprogram dan berkelanjutan. Dalam menyikapi wilayah perbatasan, seharusnya kita memiliki prioritas dari sekian banyak kepentingan tersebut, dan jangan sekali-kali menyamaratakan semua program di wilayah perbatasan. Tahap pertama yang sangat urgen menurut penulis di wilayah perbatasan dan pulau terluar di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) adalah tanda yang dibuat haruslah betul-betul permanen (tidak mudah untuk dipindah atau di geser) dan posisi dari tanda tersebut harus dipetakan dan tercatat secara rinci letak koordinatnya. Khusus untuk pulau terluar, hendaknya dibuat semacam tanda khusus yang benar-benar paten dan permanen, serta terlihat dari jarak pandang di kejauhan tertentu (jarak berapa mil laut?) dan tercatat secara terperinci berupa dokumen negara. Setelah terpasangnya patok (tanda) di wilayah perbatasan maupun di pulau terluar, harus dibuat suatu program pelaksanakan monitoring secara priodik terhadap patok (tanda) tersebut. Kegiatan monitoring itupun hendaknya diikuti dengan suatu program terpadu dengan instansi terkait berupa studi kelayakan di kawasan perbatasan dan pulau terluar. Dari hasil monitoring secara rutin disertai studi khusus dikawasan tersebut, akan kita dapatkan suatu benang merah berupa rencana program lanjutan di suatu kawasan perbatasan dan kawasan pulau terluar. Seperti penulis kemukakan diatas, kita jangan menyamaratakan semua kegiatan pembangunan dikawasan perbatasan maupun kawasan pulau terluar, dikarenakan setiap kawasan tersebut mempunyai karakteristik tertentu sesuai dengan kondisi lingkungan masing-masing. Kebijakan pembangunan selama ini, khususnya di kawasan wilayah perbatasan darat (sebagai contoh Kalimantan), kita sepertinya kehilangan percaya diri dengan telah terbangunnya perekonomian di wilayah Serawak/Sabah Malaysia. Seharusnya kita dapat menyikapinya dengan lebih bijak seperti memanfaatkan wilayah kita sebagai penyangga untuk mencari peluang-peluang lainnya yang belum terpenuhi dikawasan itu. Sebagai contoh kita harus menertibkan atau memulihkan kembali kondisi lingkungan hutan kita yang terancam rusak di kawasan tersebut. Bersamaan dengan program tersebut, kita juga harus mempunyai program terpadu dengan instansi terkait yaitu pengelolaan objek wisata hutan tropis yang masih sangat langka dan cenderung akan semakin langka di masa depan. Untuk masyarakat kita yang telah sejak nenek moyang mereka bertempat tinggal di kawasan itu, diberikan pembinaan sesuai dengan kegiatankegiatan yang telah biasa mereka lakukan, seperti peladang berpindah diarahkan/dibina dan diberi modal awal oleh pemerintah untuk menjadi peladang yang menetap dengan menanam tanaman yang bernilai di kawasan perbatasan, seperti tanaman buah-buahan tropis (durian,
mangga, petai, dsb.) Penulis pernah membaca pada suatu artikel yang menuliskan bahwa durian, mangga, manggis, dan petai merupakan tumbuh-tumbuhan asli di hutan tropis Kalimantan (Borneo) dan banyak mempunyai spesies lokal yang cukup unggul. Kalau sejak saat ini kita telah memikirkan dan melakukan kegiatan yang menyentuh perekonomian masyarakat secara berkelanjutan dikawasan tersebut, bukan tidak mungkin sepuluh tahun mendatang kita telah melihat hasil awalnya. Demikian pula program-program kita pada pulau-pulau terluar. Mungkin ada kawasan-kawasan yang merupakan gugusan dari pulau terluar yang dapat dikelola sebagai objek wisata laut, atau mungkin sebagai tempat tempat pembuatan rumpon-rumpon penangkapan ikan yang dilaksanakan secara tradisi masyarakat yang berdiam disekitar wilayah pulau tersebut. Bila hasil dari studi yang dilakukan oleh instansi terkait merekomendasikan di suatu kawasan tertentu pulau terluar kita sangat baik untuk budi daya jenis ikan tertentu yang mempunyai harga jual cukup menjanjikan, kenapa tidak memberikan pembinaan dan pengarahan kepada para nelayan-nelayan anak negeri ini untuk memanfaatkan dan mengambil manfaat dari luasnya wilayah laut serta potensi kekayaan laut yang kita miliki. Jadi, masih banyak yang bisa kita perbuat di wilayah kawasan perbatasan maupun wilayah kawasan pulau terluar kita. Menurut pemikiran penulis, hanya keikhlasan dan ketulusan kitalah untuk membangun, serta memanfaatkan potensi Sumber Daya Alam yang kita miliki. Banyak bangsa lain mengambil manfaat dari wilayah yang kita miliki seperti: Singapura, Malaysia, Filipina, Vietnam, Taiwan, Cina, dan bahkan negara super power Amerika Serikat. Kita, sebagai negara yang berdaulat atas wilayah ini, tidak bisa banyak berbuat terhadap apa yang kita miliki, alias hanya berperan sebagai penonton. Kita selalu berdalih dengan alasan-alasan klasik: tidak cukup banyak memiliki dana, masih kurang tenaga ahli dan banyak lagi alasan lainnya. Ujung-ujungnya menurut penulis, hampir semua anak bangsa ini masih sangat kental dengan karakter kepribadian inlander alias mental kuli. Kalau kita tetap memakai pola-pola berpikir seperti yang kita lakukan selama ± 42 tahun terahir ini,maka sampai kapan pun kita membangun negeri ini kecil kemungkinan nasib anak bangsa ini akan berubah. Dari tulisan ini penulis menghimbau kepada semua anak bangsa ini, marilah kita berpola pikir yang lebih jauh ke depan demi untuk kelanjutan kita berbangsa dan bernegara. Tinggalkan kebiasaankebiasaan pola pikir jangka pendek hanya untuk kepentingan sesaat dan cepat tapi semu adanya. Wilayah negara kita ini cukup luas. Masih banyak potensi yang terkandung di dalamnya. Jangan kita serahkan dengan bangsa lain untuk menggali dan memanfaat semua potensi yang kita miliki, sedangkan kita hanya mendapatkan pembagian hasil dari pengelolaan.