SUPLEMEN 4 Asesmen terhadap Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) Propinsi Sumatera Selatan Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) menjadi topik sentral dalam beberapa tahun terakhir khususnya pasca terjadinya krisis ekonomi di berbagai belahan dunia. Pengalaman krisis keuangan tersebut telah mengedepankan kepentingan seluruh otoritas yang terkait keuangan di dunia untuk membangun SKK sebagai langkah pencegahan terjadinya krisis (crisis prevention). Dampak dan biaya pemulihan krisis yang begitu besar telah menyadarkan kita semua bahwa SSK adalah barang publik (public good) yang harus dibangun secara bersama-sama. Schinasi (2006) mendefinisikan SKK sebagai kondisi dimana sistem keuangan: (a) secara efisiensi memfasilitasi alokasi sumber daya dari waktu ke waktu, dari deposan ke investor, dan alokasi sumber daya ekonomi secara keseluruhan, (b) dapat menilai/mengidentifikasi dan mengelola risiko-risiko keuangan, (c) dapat dengan baik menyerap gejolak yang terjadi pada sektor keuangan dan ekonomi. SSK dibangun oleh empat faktor masing-masing: (a) lingkungan ekonomi makro yang stabil, (b) lembaga keuangan yang dikelola dengan baik, (c) pengawasan institusi keuangan yang efektif, (d) sistem pembayaran yang aman dan handal. Dalam tataran makro, pembahasan SSK selalu dengan dukungan sistem tersebut dalam menciptakan stabilitas moneter maupun makro ekonomi dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Seperti yang kerap Gubernur Bank Indonesia, Burhanuddin Abdullah, kemukakan, bahwa stabilitas makro ekonomi merupakan element of continuity dalam proses pembangunan. Diagram 1 memperlihatkan hubungan antara SSK dengan stabilitas moneter.
Sejauh ini bahasan mengenai SSK selalu berada pada tataran makro bukan makro regional. Namun demikian, analisa SSK lingkup regional tetap relevan untuk dilakukan mengingat otonomi daerah telah memberikan ruang yang semakin luas bagi masing1
7
masing pemerintah daerah untuk membuat keputusan-keputusan yang mempengaruhi alokasi sumber daya, baik finansial maupun non finansial. Untuk skala regional, khususnya Sumatera Selatan (Sumsel), SSK setempat dapat diamati melalui perkembangan beberapa variabel ekonomi yang masing-masing dikelompok sebagai; (i) Indikator Mikroprudential, dan, (ii) Indikator Makro Regionalprudential. Pengelompokan variabel-variabel dimaksud seperti yang terangkum pada tabel 1. Tabel 1 Asesmen Stabilitas Sistem Keuangan Sumatera Selatan INDIKATOR MIKRO PRUDENTIAL 1. Kualitas asset a. Non performing loan b. Kredit dalam valas 2. Pendapatan 3. Likuiditas a. LDR b. Rasio likuiditas 4. Efisiensi usaha a. ROA b. BOPO 5. Sensivitas kualitas kredit terhadap suku bunga
INDIKATOR MAKRO REGIONAL PRUDENTIAL 1. Pertumbuhan ekonomi 2. Pertumbuhan net ekspor-impor 3. Inflasi Palembang 4. Rata-rata keyakinan konsumen
Perkembangan variabel-variabel di tabel 1 setidaknya merepresentasikan dinamika perekonomian Sumsel beserta risiko-risiko yang melekat yang dapat mempengaruhi SSK di Sumsel. Sebagaimana kondisi pada saat ini, perbankan merupakan sektor keuangan yang sangat dominan dalam menggerakkan perekonomian daerah. Di sisi lain, sektor riel di Sumsel sejauh ini masih tergantung pada sektor pada sektor pertanian, dalam hal ini perkebunan, dan sektor pertambangan dan penggalian. Pertumbuhan ekonomi Sumsel sangat tergantung pada dinamika yang terjadi pada sektor pertanian, khususnya sub sektor perkebunan.
2
Secara garis besar sektor perbankan Sumsel masih berkembang secara normal, kendati menunjukkan sedikit tendensi penurunan kinerja. Berdasarkan perkembangan beberapa indikator yang berupa variabel-variabel dari sektor perbankan, secara garis besar tingkat non-performing loan (NPL) masih berada di bawah 5 persen, yakni sebesar 2,5 persen. Loan to deposit ratio (LDR) hingga triwulan II masih berkisar 72 persen. Angka LDR tersebut masih relatif rendah. Seiring dengan relatif tingginya rasio Beban Operasional dengan Pendapatan Operasional (BOPO) yakni sebesar 89,38 persen, pendapatan perbankan menunjukkan tendensi sedikit penurunan dalam tiga tahun terakhir. Hal yang sama berlaku pada perkembangan return on asset (ROA) yang menunjukkan pelandaian dalam kurun waktu tiga tahun terakhir. Di sisi makro regional, pertumbuhan ekonomi tahunan Sumsel dalam tiga tahun terakhir menunjukkan yang relatif baik, kendati masih belum berhasil menembus angka 6 persen sebagaimana pencapaian pertumbuhan ekonomi nasional. Dalam pada itu, tekanan inflasi pun secara berangsur mengalami penurunan, sehingga merupakan salah stau faktor memberikan dukungan bagi ekonomi untuk tumbuh. Pertumbuhan net ekspor juga masih relatif cukup tinggi. Hal tersebut didukung oleh perkembangan harga komoditas unggulan Sumsel, yakni karet dan sawit. Perkembangan, pertumbuhan kredit valuta asing dan net ekspor ditampilkan di sini untuk melihat eksposur perbankan dalam valas, namun secara komposisi masih jauh lebih rendah ketimbang kredit dalam Rupiah. 3
7
Dalam kurun waktu tiga tahun terakhir terus membaik. Pada tahun 2007 rata-rata tingkat keyakinan konsumen mengalami perbaikan dan secara rata-rata telah mencapai angka di atas 100 yang merupakan batas optimisme keyakinan konsumen. Perkembangan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) seiring dengan perkembangan inflasi yang merupakan representasi dari perkembangan harga-harga barang dan jasa secara umum. Setelah terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Oktober 2005, angka inflasi terus mengalami penurunan. Keterkaitan NPL dengan perkembangan suku bunga Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dalam asesmen in diperhitungkan dalam bentuk perhitungan elastisitas. Perhitungan elastisitas dengan menggunakan metode ordinary least squares (OLS) (dengan periode pengamatan 2003-Juni 2007) dengan NPL sebagai dependen dan SBI rate sebagai independen variabel. Berdasarkan simulasi perhitungan OLS dimaksud, didapat bahwa pengaruh kenaikan SBI secara signifikan mempengaruhi (dengan lag 3 bulan ) kenaikan NPL walaupun dalam magnitude tidak terlalu besar, yakni sebesar 0,057 persen. Sementara itu, nilai R2 dari model dimaksud sebesar 0,093 dan mengisyaratkan bahwa kemampuan menjelaskan (explanatory power) suku bunga SBI terhadap variasi NPL tidak besar. Atau dengan kata lain masih banyak faktor yang mempengaruhi kenaikan NPL perbankan Sumatera Selatan.
4
Berdasarkan analisa dari perkembangan beberapa variabel dan kondisi terkini di Sumsel, perekonomian Sumsel masih mencatat pertumbuhan yang moderat dalam beberapa tahun terakhir sehingga stabilitas sistem keuangan di Sumsel relatif dalam kondisi yang cukup aman. Namun demikian, belum adanya stimulus baru dalam perekonomian daerah berupa kenaikan realisasi investasi dalam jumlah signifikan dan deregulasi terkait dengan kegiatan investasi, serta persaingan antar bank yang semakin sengit, dikhawatirkan akan menyebabkan daya saing daerah semakin menurun dan hal tersebut lambat laut akan mempengaruhi kinerja sektor keuangan di Sumsel.
5