PERAN KABUPATEN/KOTA DI KAWASAN SUMATERA TENGAH TERHADAP EKONOMI REGIONAL PROPINSI SUMATERA SELATAN
Oleh: MUHAMMAD DEDY NIM. H14084015
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
i
RINGKASAN MUHAMMAD DEDY. Peran Kabupaten/Kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan. Dibawah bimbingan RINA OKTAVIANI. Sejak digulirkannya undang-undang tentang otonomi daerah, harapan yang muncul adalah kemandirian daerah dalam pelaksanaan pemerintahan maupun pembangunan guna meningkatkan pelayanan dan kesejahteraan masyarakat. Tetapi pada kenyataannya di Propinsi Sumatera Selatan masih terdapat pembangunan dan pendapatan dari hasil kekayaan daerah yang tidak merata. Hal ini menjadi pemicu munculnya aspirasi pemekaran wilayah di Kawasan Sumatera Tengah, dengan agenda utama pembentukan kawasan ini sebagai propinsi baru. Pembentukan Kawasan Sumatera Tengah sebagai propinsi baru akan membuat struktur perekonomian di Propinsi Sumatera Selatan mengalami perubahan. Ini dikarenakan kontribusi PDRB keenam kabupaten/kota diwilayah tersebut terhadap Propinsi Sumatera Selatan cukup besar. Kontribusi PDRB wilayah ini terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan tahun 2000 dan 2007 dengan migas sebesar 35,52 dan 31,24 persen, jika tanpa migas sebesar 25,21 dan 24,85 persen.Sektor yang memberikan kontribusi terbesar bagi pembentukan output di Propinsi Sumatera Selatan dan Kawasan Sumatera Tengah adalah sektor pertanian sub sektor perkebunan dengan komoditas unggulan kelapa sawit dan karet. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis disparitas pendapatan regional antar kabupaten/kota di masing-masing kawasan (region), peranan Kawasan Sumatera Tengah terhadap Propinsi Sumatera Selatan dalam hal pemerataan pendapatan baik secara regional maupun sektoral. Mengidentifikasi pergeseran pola dan struktur perekonomian kabupaten/ kota di masing-masing kawasan secara sektoral serta mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi dan kabupaten/kota yang paling dominan dalam meningkatkan output di Propinsi Sumatera Selatan dan Kawasan Sumatera Tengah. Penelitian ini menggunakan Indeks Williamson dan metode shift-share. Hasil penelitian menunjukkan dari nilai indeks Williamson Kawasan Sumatera Tengah ternyata tidak begitu berperan dalam menciptakan pemerataan pendapatan di Propinsi Sumatera Selatan walaupun tingkat pemerataan pendapatan di kawasan ini sudah cukup baik. Analisis pergeseran (Shift Analysis) dengan menggunakan empat kategori posisi relative dari nilai proportional shift (PS) dan different shift (DS) secara sektoral pada bidang kartesius menunjukkan bahwa terbentuknya Kawasan Sumatera Tengah tidak berpengaruh secara signifikan pada pergeseran pola dan struktur ekonomi juga daya saing sektoral kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan. Analisis Nilai Pangsa Regional (Share Analysis) menjelaskan bahwa sektor perekonomian yang paling dominan dalam pembentukkan output di Propinsi Sumatera Selatan sebelum dan sesudah pemekaran adalah sektor pertanian sub sektor perkebunan dengan komoditas
ii
unggulan kelapa sawit dan tanaman karet. Nilai PR juga menunjukkan kabupaten/kota yang paling dominan dalam pembentukkan output di Propinsi Sumatera Selatan dan Kawasan Sumatera Selatan adalah Kota Palembang dengan sektor perdagangan, hotel dan restoran sebagai sektor unggulan, sedangkan di Kawasan Sumatera Tengah di Kabupaten Musi Banyuasin dengan sektor pertanian sebagai unggulan. Secara sektoral perekonomian di Kawasan Sumatera Tengah menjadi relatif lebih baik jika di mekarkan dari Propinsi Sumatera Selatan, Namun perlu juga dilakukan kajian yang lebih mendalam tentang aspek-aspek dan syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik kewilayahan. Untuk menanggulangi disparitas pendapatan regional di Propinsi Sumatera Selatan, pemerintah hendaknya membangun prasarana perhubungan seperti jalan, jembatan, terminal atau pelabuhan laut/sungai untuk memperlancar mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah, mendorong dan memfasilitasi berkembangnya sarana perhubungan sesuai dengan kondisi geografis daerah. Juga mendorong dan memfasilitasi berkembangnya sarana telekomunikasi dan arus informasi sampai ke daerah terpencil. Untuk memacu pembangunan di sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan (kelapa sawit dan tanaman karet), maka diperlukan upaya-upaya peningkatan teknologi dan inovasi baru dalam diversifikasi kegiatan pertanian seperti penggenalan bibit unggul dan produk-produk kimia penunjang pertanian perkebunan.Memperbaiki kebijakan harga dan kelembagaan yaitu dengan penetapan regulasi yang adil yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup bagi petani dan pelaku bisnis perkebunan. Secara kelembagaan pemerintah juga dapat menfasilitasi berdirinya unit-unit usaha kecil seperti koperasi atau kelompok petani plasma yang lebih terkoordinir. Pemerintah melalui dinas terkait hendaknya terus mendorong peningkatan produktivitas hasil tanam terutama bagi petani perkebunan rakyat.
Peran Kabupaten/Kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan
Oleh: MUHAMMAD DEDY NIM. H14084015
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
iv
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh: Nama
: Muhammad Dedy
NIM
: H14084015
Departemen
: Ilmu Ekonomi
Judul
: Peran Kabupaten/Kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
Mengetahui, Ketua Departemen
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan:
v
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI MAUPUN LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, September 2008
Muhammad Dedy NIM. H14084015
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis bernama Muhammad Dedy lahir di Palembang Propinsi Sumatera Selatan pada tanggal 5 Agustus 1978. Penulis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara dari Bapak M. Syarief HS. (alm) dan Ibu Halimatussa’diah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SD Negeri 23, Palembang pada tahun 1991, selanjutnya menamatkan jenjang SLTP pada SMP Negeri 1 Palembang pada tahun 1994. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Palembang dan lulus pada tahun 1997. Setelah tamat SMU pada tahun 1997, penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta. Pendidikan tersebut diselesaikan pada tahun 2001. Setelah menyelesaikan kuliah di STIS, penulis langsung ditempatkan di BPS Propinsi Maluku Utara selama 4 tahun dan pada tahun 2006 mendapatkan mutasi ke BPS Propinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2008, penulis diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi penerimaan tugas belajar program S2 di Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen.
vii
KATA PENGANTAR Puja dan puji syukur yang tiada henti hanya terlimpah-curah kehadirat Allah Azza wa Jalla atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi yang berjudul “Peran Kabupaten/Kota Di Kawasan Sumatera Tengah Terhadap Ekonomi Regional Propinsi Sumatera Selatan” ini dengan baik. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian penyusunan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat. Bogor, September 2008
Penulis
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Puja dan puji syukur yang tiada henti hanya terlimpah-curah kehadirat Allah Azza wa Jalla atas segala rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan dan penulisan skripsi ini. Penulis berkewajiban mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moral-spritual dan material kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1.
Dr. Rusman Heriawan, M.S, sebagai Kepala BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kesempatan sangat berharga kepada penulis melanjutkan studi ke IPB.
2.
Dr. Satwiko Darmesto, M.Sc, sebagai Kepala Pusdiklat BPS beserta staf dan jajarannya yang telah memberikan kepercayaan kepada penulis guna melanjutkan studi ke IPB.
3.
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S, sebagai Ketua Departemen Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor sekaligus selaku dosen pembimbing, semoga Allah SWT senantiasa memberikan cucuran pahala atas kesabaran, ketelatenan dan kesungguhan dalam mendampingi penulis menyusun skripsi ini.
4.
D.S. Priyarsono, sebagai Koodinator Mayor Ilmu Ekonomi yang telah memberikan yang terbaik supaya kami dapat lebih maksimal ketika menempuh program S2 yang sebenarnya.
5.
Alla Asmara, M.Si, selaku dosen penguji dalam sidang skripsi ini. Terima kasih atas lontaran pertanyaan yang diberikan. Pertanyaan dan kritik yang diberikan tentu saja menjadi justifikasi ilmiah atas skripsi ini.
6.
Mamakku tercinta yang cucuran air mata dan rangkaian do’a dalam munajatnya tiada pernah terputus senantiasa mengisi malam sunyi untuk kebaikan penulis dan anak-cucunya. Doa dan Restumu adalah kunci surga bagiku.
ix
7.
Yang penuh kesabaran, ketabahan dan kesetiaan selalu memberi motivasi dan menyemangatiku, dinda Mukhlisa istriku terkasih, Nursarah Puan Delisa jundullah kecilku tersayang, semoga Allah SWT senantiasa melindungi dan meridhoi setiap langkah kita untuk mendekat pada-Nya. Bersama kalian hidupku semakin berwarna dan bermakna.
8.
Dosen dan staf pengajar selama matrikulasi; Pak Toni, Pak Alla, Pa Dedi, Pa Parulian, Pa Firdaus, Mbak Wit, Mbak Henny, Bu Tantri, Pa Fahmi, Bu Rina, Bu Wiwiek, Bu Sri, Uni Fifi. Ucapan terima kasih dari lubuk yang paling dalam atas keikhlasan kalian dalam menularkan ilmu pada kami semua. Tak lupa salam hangat buat Teh Win dan Teh Dian, yang dengan kesungguhan selalu mengurus keperluan kami semua
9.
Mas Guntur dan Kando Mukti yang selalu ceria everytime & everywhere, Mas Parno yang selalu serius dan teman-teman seperjuangan lainnya. Semoga kita selalu diberikan kesabaran, keikhlasan dan tercapainya apa yang telah kita cita-citakan…Amin.
x
DAFTAR ISI DAFTAR ISI ……………………………………………..…………….
x
DAFTAR TABEL………………………………………….…………..
xii
DAFTAR GAMBAR……………………………………….………….
xiv
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………..
xvi
I. PENDAHULUAN ………………………………………..……………
1
1.1
Latar belakang …………………………………………………..
1
1.2
Perumusan masalah ……………………………………………..
6
1.3
Tujuan penelitian ………………………………………………..
7
1.4
Kegunaan penelitian …………………………………………….
8
II. KERANGKA PEMIKIRAN …………………………………………
10
2.1
Tinjauan teoritis …………………………………….…………..
10
2.1.1 Otonomi Daerah …………………………………………
10
2.1.2 Pemekaran Wilayah ……………………………………..
10
2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Regional ………………...……...
11
2.1.4 Analisis Pangsa Regional dan Pergeseran Sektoral ……..
15
2.1.5 Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah ……
18
2.2
Penelitian Sebelumnya ………………………………………….
19
2.3
Kerangka Penelitian…….. ……………………………………...
21
III. METODE PENELITIAN …………………………………………….
22
3.1
Ruang Lingkup Penelitian ………………………………………
22
3.2
Jenis dan Sumber Data ……………………………….…………
23
3.3
Metode Analisis …………………………………………………
24
3.3.1 Indeks Williamson ……………………..........................
24
3.3.2 Analisis Shift Share ……………………………………….
25
Definisi Operasional Variabel ………………………….………
30
IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI SUMATER SELATAN…….….
33
3.4 4.1
Kondisi Umum Propinsi Sumatera Selatan………………….…..
33
4.2
Kondisi Perekonomian Propinsi Sumatera Selatan ……………..
34
4.3
Kondisi Umum Kabupaten/Kota di Kawasan Sumatera Tengah… 41
xi
V. PEMBAHASAN ………………………………………………………. 46 5.1 Analisis Disparitas Pendapatan Regional di Masing-masing 46 Kawasan ………………………………………………………… 5.2
Peranan Kabupaten/Kota terhadap Pembentukkan Output di Propinsi Sumatera Selatan ………………………………………
5.3
Perbandingan Pertumbuhan Output di Kabupaten/Kota Propinsi Sumatera Selatan…………………………………………………
5.4
48 56
Pergeseran Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan menurut Sektor………………………
58
5.4.1 Sektor Pertanian …………………………………………………
58
5.4.2 Sektor Pertambangan dan Penggalian …………………………...
60
5.4.3 Sektor Industri Pengolahan ……………………………………… 61 5.4.4 Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih ………………………………
62
5.4.5 Sektor Bangunan ………………………………………………… 63 5.4.6 Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran ………………………..
64
5.4.7 Sektor Pengangkutan dan Komunikasi …………………………. 66 5.4.8 Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan …………….
67
5.4.9 Sektor Jasa-jasa ………………………………………………….
68
5.4.10 Agregat Sektoral …………………………………………………
70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ……………………………………….
72
6.1
Kesimpulan ……………………………………………………… 72
6.2
Saran ……………………………………………………………..
73
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………….
76
LAMPIRAN …………………………………………………………… 78
xii
DAFTAR TABEL Nomor 1.1
1.2
Halaman
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Komponen Pembentuknya dirinci menurut Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Selatan tahun 2006……………………………………………………………………………….. Kontribusi PDRB Nominal Kabupaten/ Kota di Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000 dan 2007............................................................................................
4 5
Kontribusi PDRB Nominal Kabupaten/ Kota di Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan dengan Migas Menurut Lapangan Usaha Tahun 2007.........................................................
7
Distribusi PDRB Nominal di Propinsi Sumatera Selatan Dengan Migas Dirinci Menurut Lapangan Usaha Adhk Tahun 2000-2007 (persen).………………………………………………………………..
34
Distribusi PDRB Nominal di Propinsi Sumatera Selatan Tanpa Migas Dirinci Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2007 (persen).……….……………………………………………………….
36
Kontribusi Masing-masing Sub-Sektor Pertanian Terhadap Sektor Pertanian Dirinci Menurut Kabupaten Kota di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2007 (persentase) ……………………………………..
37
Produksi Produksi Sub-Sektor Perkebunan di Propinsi Sumatera Selatan Dirinci Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenis Tanaman Tahun 2006 (ton)…………..………………………………………………….
38
4.5
PDRB Nominal Sumatera Tengah Per Sektor Tahun 2000 dan 2007..
43
4.6
Distribusi PDRB Kabupaten/ Kota di Sumatera Tengah Terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan Adhb Tahun 2000 dan 2007………
44
Nilai Indeks Williamson Propinsi Sumatera Selatan Dan Kawasan Sumatera Tengah………………………………………………………
46
Kontribusi Kabupaten/kota terhadap Pembentukan Output di Propinsi Sumatera Selatan (Dalam Persen)…………………………………….
51
Kontribusi kabupaten/kota terhadap Pembentukan Output di Kawasan Sumatera Selatan (Dalam Persen)……………………………………
54
1.3
4.1
4.2
4.3
4.4
5.1 5.2 5.3
xiii
5.4
Kontribusi kabupaten/kota terhadap pembentukan output di Kawasan Sumatera Tengah (Dalam Persen)…………………………………...
55
xiv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
2.1
Kerangka Pemikiran …………………………………………………
21
3.1
Peta Kabupaten /Kota di Propinsi Sumatera Selatan dan Rencana Kawasan Pemekaran …………………………………………………
22
Posisi Relatif Suatu Sektor/ Wilayah berdasarkan Pendekatan PS … dan DS ……………………………………………………………….
30
4.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Selatan 2001-2007..
40
4.2
Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Selatan tahun 2000 – 2007………….…………………….
41
Pergerakan Indeks Williamson di Masing-masing Kawasan Tahun 2000 – 2006………………………………………………………….
48
Kontribusi Masing-masing Kawasan terhadap Pembentukan Output di Propinsi Sumatera Selatan menurut Sektor (Dalam Persen)……..
49
Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi terhadap Pembentukan Output di Propinsi Sumatera Selatan (Dalam Persen)………………………….
50
Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi terhadap Pembentukan Output di Kawasan Sumatera Selatan (Dalam Persen).………………………..
52
Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi terhadap Pembentukan Output di Kawasan Sumatera Tengah (Dalam Persen) ………………………..
55
Pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada sektor pertanian………………………………………..
59
Pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada sektor Pertambangan dan Penggalian………………….
60
Pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada sektor Industri Pengolahan………………………….…
62
Pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada sektor Listrik, Gas dan Air Bersih……………………..
63
3.2
5.1 5.2 5.3 5.4 5.5 5.6 5.7 5.8 5.9 5.10
Pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera
5.11 5.12
5.13 5.14 5.15
Selatan pada sektor Bangunan……………………………………….
64
Pola dan Struktur Ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran…………..…
65
Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi……………..…
66
Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan…..
68
Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Jasa-jasa……………………………………..…
69
Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan Secara Agregat…….……………………………………..…
71
DAFTAR LAMPIRAN Nomor 1 2 3 4 5 6
Halaman
Penghitungan Nulai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000–2007……………………………………………….……...
78
Penghitungan Nulai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Selatan Tahun 2000–2007……………………………………………….……...
85
Penghitungan Nulai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000–2007……………………………………………….……...
92
Nilai Indikator PR, PS dan DS menurut sektor di Propinsi Sumatera Selatan……………………………………………………..……………
99
Nilai Indikator PR, PS dan DS menurut sektor di Kawasan Sumatera Selatan……………………………………………………..……………
105
Nilai Indikator PR, PS dan DS menurut sektor di Kawasan Sumatera Tengah……………………………………………………..……………
111
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Sejak tanggal 1 Januari 2001 telah dilaksanakan otonomi daerah
sebagaimana yang diamanatkan dalam UU No. 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang telah direvisi dengan UU No. 32 tahun 2004 dan kemudian disusul oleh UU No. 25 Tahun 1999 perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah yang telah direvisi dengan UU No. 33 2004. Kedua Undang-Undang
otonomi
daerah
tersebut
telah
menetapkan
pemberian
kewenangan otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab kepada daerah. Implikasi dari pemberian kewenangan otonomi ini menuntut daerah untuk melaksanakan pembangunan disegala bidang secara mandiri baik dari sisi perencanaan, pembangunan, serta pembiayaanya.(Tambunan, 2006) Setelah dikeluarkanya Undang-undang tentang Otonomi Daerah, banyak daerah yang melakukan pemekaran wilayah terutama di tingkat kabupaten/kota. Hal ini dilandasi atas keinginan masyarakat dan beberapa hal-hal sebagai berikut: 1. Memperpendek rentang kendali (span of contol) pemerintah, sehingga azas efektifitas dan efisiensi pelaksanaan pembangunan bidang pemerintahan dapat terwujudkan. 2. Meningkatkan pelayanan terhadap masyarakat. 3. Meningkatkan kemampuan daerah melalui eksploitasi sumber daya alam yang ada pada daerah tersebut secara optimal, guna
2
meningkatkan
kesejahteraan
masyarakat
dan
mempercepat
pembangunan. 4. Meningkatkan fungsi pengawasan yang efektif terhadap sistem pertahanan dan keamanan wilayah sebagai bagian integral dari sistem pertahanan dan keamanan nasional. Begitu juga pemekaran
kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan
dilandasi hal yang sama. Namun yang terjadi dilapangan adalah masih adanya ketidakpuasan masyarakat di enam kabupaten kota di Propinsi Sumatera Selatan akan pemerataan dari hasil pembangunan dan kekayaan daerah. Kondisi ini melatar belakangi
berbagai tuntutan diadakanya kembali pemekaran wilayah
dengan membentuk propinsi baru yaitu Propinsi Sumatera Tengah. Sumatera
Tengah
didefinisikan
sebagai
propinsi
baru
yang
merupakan gabungan dari enam kabupaten/kota di wilayah Propinsi Sumatera Selatan yaitu
Kota Lubuk Linggau, Kabupaten Musi Rawas
(Mura), Kabupaten Empat Lawang, Kota Pagar Alam, Kabupaten Lahat, Kabupaten Musi Banyuasin (Muba). Ditambah dua kabupaten di Propinsi Bengkulu yaitu Kabupaten Lebong dan Kabupaten Rejang Lebong. Hal ini dikatakan oleh juru bicara Komite Persiapan Pembentukan Provinsi (KP3) Sumatera Tengah. Dalam orasinya, tuntutan KP3 akan pembentukkan propinsi baru tersebut dikarenakan adanya ketimpangan perekonomian dan pembangunan.Dalam kesempatan lain anggota DPD asal Sumsel Kafrawi Rahim dan Gubernur Sumatera Selatan Syahrial Oesman mendukung adanya pemekaran di wilayah Propinsi Sumatera Selatan. Namun mereka
3
menegaskan agar tidak perlu melibatkan wilayah dari propinsi lain karena hanya
akan
membebani
keuangan
Propinsi
Sumatera
Selatan
(Kompas,2007). Pembentukan
suatu
propinsi
atau
wilayah
baru
tentunya
membutuhkan berbagai kajian, sehingga di masadepan daerah baru tersebut dapat bertumbuh kembang sesuai yang diharapkan. Sebelum melakukan kajian teoritis yang lebih mendalam perlu juga dibuktikan apakah kondisi yang digambarkan masyarakat di keenam kabupaten/kota tersebut
benar-benar
beralasan.
Salah
satu
parameter
yang
dapat
digunakan untuk mengukur tingkat kesejahteraan dan pembangunan masyarakat
adalah
Indeks
Pembangunan
Manusia.
Disamping
itu
kontribusi PDRB masing-masing wilayah juga dapat memperlihatkan peran dari wilayah tersebut bagi pembangunan regional di Propinsi Sumatera Selatan. Indeks komposit pembangunan manusia (IPM) atau HumanDevelopment Index (HDI)digunakan untuk melihat tingkat kesejahteraan dan pembangunan manusia disuatu wilayah. IPM juga merupakan acuan untuk menentukan tingkat kesejahteraan dalam bentuk ranking kesejahteraan suatu negara atau daerah. Pada tabel 1.1 dapat kita lihat dari keenam kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah, hanya Kota Pagar Alam yang memiliki nilai IPM diatas ratarata Propinsi Sumatera Selatan. Artinya secara rata-rata tingkat pembangunan manusia yang disusun dalam tiga komponen yaitu tingkat pendidikan (diukur dengan angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah), kesehatan (diukur dengan
4
angka harapan hidup) dan standar hidup layak (diukur dengan daya beli) di Kawasan Sumatera Tengah masih tertinggal dibandingkan dengan kabupaten/ kota lain yang berada di Propinsi Sumatera Selatan. Bahkan 2 Kabupaten yang memiliki IPM terendah di Propinsi Sumatera Selatan terdapat di Kawasan Sumatera Tengah. Tabel
1.1
Kabupaten/Kota (1)
Indeks Pembangunan Manusia (IPM) dan Komponen Pembentuknya dirinci Menurut Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Selatan tahun 2006 Angka Harapan Hidup
Angka Melek Huruf
Rata‐Rata Lama Sekolah
Daya Beli (000)
IPM
Urutan
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
98.60 97.70 97.20
9.90 8.40 7.10
619.50 601.50 613.90
74.30 71.70 70.90
1 2 4
97.50
7.10
601.10
70.00
5
98.80
7.30
600.10
69.10
6
94.70 95.90 94.50 97.20
6.70 7.00 6.80 6.70
615.00 598.60 587.50 599.70
69.00 68.10 67.50 67.30
7 10 12 13
97.40
8.40
601.30
71.10
3
95.90
6.80
597.60
69.00
8
96.90 98.00
7.20 7.80
597.40 595.30
68.40 68.00
9 11
95.80
6.50
597.10
66.60
14
95.50
7.00
588.10
65.60
15
96.60
7.60
615.30
71.10
Kawasan Sumatera Selatan Kota Palembang 70.20 Kota Prabumulih 70.30 Kabupaten OKU 69.00 Kabupaten OKU 69.10 Selatan Kabupaten Muara 66.90 Enim Kabupaten OKI 67.10 Kabupaten Banyuasin 66.70 Kabupaten OKU Timur 68.10 Kabupaten Ogan Ilir 65.10 Kawasan Sumatera Tengah Kota Pagar Alam 69.30 Kabupaten Musi 68.80 Banyuasin Kabupaten Lahat 66.90 Kota Lubuklinggau 65.10 Kabupaten Empat 65.00 Lawang Kabupaten Musi 64.00 Rawas
Prop.Sumatera Selatan
68.80
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2006 (Diolah)
Adanya pemisahan enam kabupaten/kota menjadi Sumatera Tengah tersebut diperkirakan akan membuat struktur perekonomian di Propinsi Sumatera
5
Selatan mengalami perubahan. Ini dikarenakan kontribusi PDRB keenam kabupaten/kota tersebut terhadap Propinsi Sumatera Selatan atas harga berlaku adalah sebesar 35.52 persen pada tahun 2000 dan 31.24 persen pada tahun 2007 dengan migas. Jika tanpa migas kontribusinya adalah 25.21 persen pada tahun 2000 dan 24.85 persen pada tahun 2007. Tabel 1.2 Kontribusi PDRB Nominal Kabupaten/ Kota di Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000 dan 2007. (jutaan rupiah dan persen) Dengan Migas KAB/KOTA
Tahun 2000
Tanpa Migas
Tahun 2007
Tahun 2000
Tahun 2007
(juta Rp)
persen
(juta Rp)
persen
(juta Rp)
persen
(juta Rp)
persen
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1. Kab. Lahat
1,635,097
3.98
3,986,178
3.55
1,410,819
5.09
3,365,537
4.57
2. Kab. Mura
2,379,645
5.79
5,479,534
4.88
1,373,520
4.96
3,776,379
5.13
3. Kab. Muba
8,887,890
21.63
21,850,720
19.45
2,504,138
9.04
7,386,424
10.03
4. Kab. Empat Lawang
620,740
1.51
1,435,788
1.28
620,740
2.24
1,435,788
1.95
5. Kota Pagaralam
426,455
1.04
874,946
0.78
426,455
1.54
874,946
1.19
6. Kota Lubuk Linggau
646,134
1.57
1,455,563
1.30
646,134
2.33
1,455,563
1.98
Total Sumatera Tengah
14,595,961
35.52
35,082,730
31.24
6,981,806
25.21
18,294,637
24.85
Total Sumatera Selatan
26,495,986
64.48
77,235,576
68.76
20,710,358
74.79
55,317,543
75.15
Prop. Sumatera Selatan
41,091,947
100
112,318,306
100
27,692,164
100
73,612,180
100
(1)
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000‐2007 (Diolah)
Akibat pemisahan ini kontribusi dari daerah lain di luar keenam Kabupaten/Kota tersebut terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan, juga mengalami perubahan. Perubahan ini pada akhirnya akan mengakibatkan perubahan pada kebijakan yang akan dilakukan oleh pemerintah pusat dan pemerintah daerah.
6
1.2 Perumusan Masalah Sejalan dengan latar belakang dan uraian sebelumnya, pada tahun 2006 dari 6 kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah 5 diantaranya memiliki nilai IPM di bawah Propinsi Sumatera Selatan. Ini berari tingkat pembangunan manusia di Kawasan Sumatera Tengah lebih rendah dari rata-rata tingkat pembangunan manusia di Propinsi Sumatera Selatan. Dalam arti lain pembangunan di bidang pendidikan, kesehatan dan ekonomi di Kawasan Sumatera Tengah lebih tertinggal dari rata-rata kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Untuk melihat seberapa besar peranan/kontribusi yang diberikan Kawasan Sumatera Tengah terhadap Propinsi Sumatera Selatan dalam pembentukkan output, dapat dilihat dari besaran kontribusi PDRB kawasan ini. Kontribusi PDRB nominal Kawasan Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan dengan migas pada tahun 2007 sebesar 31.24 persen, sedangkan tanpa migas kontribusinya sebesar 24.85 persen. Secara sektoral, kontribusi terbesar Kawasan Sumatera Tengah terhadap pembentukan PDRB nominal di Propinsi Sumatera Selatan dengan migas pada tahun 2007 adalah di sektor pertambangan dan penggalian sebesar 56.63 persen. Secara agregat, sektor pertambangan dan penggalian di Kawasan Sumatera Tengah memberikan kontribusi terbesar bagi terbentuknya PDRB sektor ini di Propinsi Sumatera Selatan, yaitu sebesar 31.63 trilyun rupiah. Namun demikian kontribusi PDRB Kawasan Sumatera Tengah terhadap Propinsi Sumatera Selatan di delapan sektor lainnya lebih kecil dari Kawasan Sumatera Selatan.
7
Tabel 1.3 Kontribusi PDRB Nominal Kawasan Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan dengan Migas menurut Lapangan Usaha Tahun 2007 (jutaan rupiah dan persen) Lapangan Usaha (1) 1. Pertanian
Kawasan Sumatera Tengah
Kawasan Sumatera Selatan
Propinsi Sumatera Selatan
Agregat
Persen
Agregat
Persen
Agregat
Persen
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
7,391,459
37.39
12,375,352
62.61
19,766,810
100
17,913,280
56.63
13,720,446
43.37
31,633,726
100
2,394,191
9.86
21,879,849
90.14
24,274,041
100
30,158
4.62
622,629
95.38
652,787
100
5. Bangunan
1,682,900
24.85
5,088,502
75.15
6,771,402
100
6. Perd., hotel & restoran
2,447,408
19.36
10,195,602
80.64
12,643,011
100
7. Pengangkutan & komunikasi
398,534
8.72
4,172,671
91.28
4,571,205
100
8. Keu. Persewaan, & jasa perusahaan
750,244
21.25
2,780,675
78.75
3,530,919
100
2,074,555
24.48
6,399,850
75.52
8,474,405
100
35,082,730
31.24
77,235,576
68.76
112,318,306
100
2. Pertambangan & penggalian 3. Industri pengolahan 4. Listrik, gas & air bersih
9. Jasa-jasa Jumlah
Berdasarkan tiga kondisi diatas yaitu IPM yang relatif lebih rendah, Kontribusi PDRB Kawasan Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan yang relatif lebih kecil di bandingkan Kawasan lain, dan Kontribusi sektoral Kawasan Sumatera Tengah terhadap Propinsi Sumatera Selatan. Maka, tuntutan masyarakat di Kawasan Sumatera Tengah untuk memisahkan diri dan membentuk propinsi baru menimbulkan pertanyaan. Apakah Kawasan Sumatera Tengah mampu dan layak berdiri sendiri sebagai propinsi baru?
1.3 Tujuan Penelitian Sejalan dengan latar belakang dan permasalahan, secara spesifik tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
8
1. Menganalisis disparitas pendapatan regional di masing-masing kawasan (region). 2. Menganalisis peranan dari Kawasan Sumatera Tengah dalam hal pemerataan pendapatan di Propinsi Sumatera Selatan baik secara regional maupun sektoral. 3. Mengidentifikasi pergeseran pola dan struktur perekonomian kabupaten/ kota di masing-masing kawasan secara sektoral. 4. Mengidentifikasi sektor-sektor ekonomi dan kabupaten/kota yang paling dominan dalam meningkatkan output di Propinsi Sumatera Selatan dan Kawasan Sumatera Tengah.
1.4 Kegunaan Penelitian Adapun kegunaan penelitian ini adalah: 1. Bagi pemerintah, penelitian ini dapat dijadikan sebagai masukan dalam pengambilan kebijakan ekonomi di Propinsi Sumatera Selatan agar pembangunan di wilayah ini dapat berkembang dengan lebih baik di masa yang akan datang. 2. Bagi penulis, penelitian ini dapat dijadikan sebagai proses belajar yang memberikan banyak tambahan ilmu pengetahuan dalam meningkatkan kemampuan dan analisi penulis yang mungkin dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pribadi atau orang lain.
9
3. Untuk pihak-pihak lain yang berkepentingan, penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan bahan pertimbangan untuk penelitian yang sejenis.
10
II. KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teoritis 2.1.1 Otonomi Daerah Berdasarkan Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang pemerintahan daerah pasal 1 butir 5, yang dimaksud dengan otonomi daerah adalah hak, wewenang dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
2.1.2 Pemekaran Wilayah Berdasarkan penjelasan atas peraturan pemerintah republik indonesia
nomor 78 tahun 2007 tentang tata cara pembentukan, penghapusan, dan penggabungan daerah. Pembentukan daerah dapat berupa pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih, atau penggabungan bagian daerah yang bersandingan, atau penggabungan beberapa daerah. Proses pembentukan daerah didasari pada 3 (tiga) persyaratan, yakni administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. 1. Persyaratan administratif didasarkan atas aspirasi sebagian besar masyarakat setempat untuk ditindaklanjuti oleh pemerintah daerah dengan melakukan kajian daerah terhadap rencana pembentukan daerah. 2. Persyaratan secara teknis didasarkan pada faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah,sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan,
11
keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat,dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan. 3. Persyaratan fisik kewilayahan dalam pembentukan daerah meliputi cakupan wilayah, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan. Dengan persyaratan dimaksud diharapkan agar daerah yang baru dibentuk dapat tumbuh,berkembang dan mampu menyelenggarakan otonomi daerah dalam rangka meningkatkan pelayanan publik yang optimal guna mempercepat terwujudnya kesejahteraan masyarakat dan dalam memperkokoh keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Dalam pembentukan daerah, tidak boleh mengakibatkan daerah induk menjadi tidak mampu menyelenggarakan otonomi daerah, dengan demikian baik daerah yang dibentuk maupun daerah induknya harus mampu menyelenggarakan otonomi daerah, sehingga tujuan pembentukan daerah dapat terwujud.
2.1.3 Pertumbuhan Ekonomi Regional Keberhasilan pembangunan ekonomi dapat diukur melalui beberapa indikator seperti : petumbuhan ekonomi, struktur ekonomi, daya saing ekonomi, keunggulan komparatif dan keunggulan kompetitif. Menurut Thoha dan Soekarni (2000), pemilihan indikator-indikator tersebut didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut : -
Pertumbuhan ekonomi dan pendapatan perkapita merupakan indikator paling umum dan efektif untuk melihat kesejahteraan dan kemakmuran
12
masyarakat, karena tanpa pertumbuhan ekonomi yang memadai akan sangat sulit untuk mencapai beberapa sasaran pembangunan dibidang sosial ekonomi dan pengangguran -
Pergeseran struktur ekonomi dari sektor primer ke sektor skunder atau tersier merupakan salah satu cara untuk melihat tahap pembangunan dan kemampuan ekonomi suatu daerah
-
Daya saing merupakan indikator kemampuan ekonomi suatu wilayah mengingat faktor ini menentukan pertumbuhan ekonomi dalam jangka panjang
-
Keunggulan komparatif menunjukkan kecenderungan spesialisasi pada sektor-sektor ekonomi tertentu yang merupakan cermin efisiensi ekonomi di suatu wilayah.
-
Keunggulan kompetitif merupakan cerminan dari keunggulan pertumbuhan ekonomi baik secara sektoral maupun agregat terhadap daerah lainnya. Analisis ekonomi regional dapat ditinjau secara sektoral maupun makro.
Analisis makro dan sektoral perekonomian suatu wilayah antara lain meliputi analisis mengenai faktor-faktor yang menimbulkan pertumbuhan ekonomi disuatu daerah, kontribusi sektoral, masalah yang dihadapi oleh perekonomian suatu daerah dan corak maupun kebijaksanaan yang perlu dilaksanakan dalam pembangunan suatu daerah (Sukirno,1976). Sesuai
dengan
corak
dan
analisis
perekonomian
daerah,
maka
pembangunan daerah dapat ditinjau dari dua aspek. Pertama, pembangunan negara atau wilayah ditinjau dari sudut ruang atau wilayah. Kedua, pengertian
13
pembangunan daerah dalam arti strategi, yaitu sebagai suatu langkah untuk melengkapi strategi makro dan sektoral dari pembangunan nasional. Sebagaimana diketahui bahwa pada tingkat pembangunan nasional dipertimbangkan sedikitnya tiga dimensi, yaitu dimensi makro, sektoral dan daerah/wilayah. Dalam dimensi pembangunan wilayah, aspek-aspek yang perlu dipecahkan adalah programprogram apa yang tepat dilaksanakan di daerah. Dalam konteks perekonomian daerah, proses pembangunan daerah tidak dapat dipisahkan dari sistem ekonomi politik suatu negara. Perencanaan ekonomi di daerah selalu dimulai dengan pernyataan mendasar, “sektor apa yang perlu dikembangkan untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang diharapkan”, selanjutnya dalam jenis apa dan berapa banyak diproduksi, kapan produksi harus dimulai serta dimana tiap sektor akan dilaksanakan atau strategi apa yang perlu dilakukan (Azis, 1994). Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar tersebut diperlukan pemahaman mengenai teori pertumbuhan ekonomi. Dalam Teori pertumbuhan ekonomi akan di bahas mengapa suatu daerah dapat tumbuh cepat atau lambat dibandingkan dengan perekonomian nasional sedangkan yang lainnya cepat atau kurang berkembang, faktor apa yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah tersebut, sedangkan pertumbuhan ekonomi dibutuhkan untuk meningkatkan standar hidup masyarakat yang jumlahnya terus meningkat (Sachs dan Felipe, 1992). Menurut Syafrizal (1984), teori pertumbuhan ekonomi regional dapat dibagi atas empat kelompok besar, yang masing-masing didasarkan pada asumsi yang berbeda, sehingga memberikan kesimpulan yang berlainan pula. Kelompok
14
pertama dinamakan sebagai “export base models” yang di pelopori oleh North (1955). Dalam teori “export base” dijelaskan adanya perbedaan sumber daya dan keadaan geografis antara daerah, yang menyebabkan masing-masing daerah mempunyai keuntungan lokasi dalam beberapa sektor atau jenis kegiatan produksi. Keuntungan tersebut dapat dimanfaatkan menjadi kegiatan basis ekspor dan sebagai sektor kunci bagi pertumbuhan ekonomi yang bersangkutan apabila kegiatan tersebut dapat didorong pertumbuhannya. (Tibout, 1956). Untuk mengetahui keuntungan lokasi suatu wilayah, dapat dilakukan melalui studi terhadap sumber daya alam yang terdapat di wilayah yang bersangkutan seperti mengenai tingkat kesuburan tanah, keadaan geografis, jaringan jalan dan kualitas manusia. Selanjutnya untuk mengetahui secara kuantitatif dapat diketahui melalui teknik statistik antara lain dengan perhitungan Location Quotient (Syafrizal, 1983). Kelompok kedua lebih banyak berorientasi pada kerangka pemikiran “Neo Classic”. Teori ini dipelopori oleh Stein tahun 1964, kemudian dikembangkan lebih lanjut oleh Roman (1965) dan Siebert (1969). Model Neo-Classic mendasarkan analisisnya pada peralatan fungsi produksi. Sama halnya dengan analisis pada pertumbuhan ekonomi nasional, kelompok ini berpendapatan bahwa unsur-unsur yang menentukan pertumbuhan ekonomi daerah adalah modal, sumber daya alam dan manusia dan lalu lintas terhadap pertumbuhan ekonomi regional. Kelompok ketiga menggunakan jalur pemikiran ala
Keynes dan
menamakan pendekatannya sebagai “cumulative causation models”. Teori ini
15
dipelopori oleh Myrdal pada tahun 1957 dan kemudian diformulasikan lebih lanjut oleh Kaldor tahun 1970. Penganut Teori cumulative causation berpendapat bahwa peningkatan pemerataan pembangunan antar daerah tidak dapat hanya diserahkan pada kekuatan pasar sebagaimana yang dikemukakan oleh kaum NeoClassic. Bagaimanapun pemerintah perlu melakukan campur tangan secara aktif dalam bentuk program-program pembangunan wilayah, terutama untuk daerah yang tergolong masih terbelakang. Kelompok keempat yang lazim dinamakan ebagai “core periphery models” yang mula-mula diajukan oleh Friedman pada tahun 1966. Model core periphery menekankan analisisnya pada hubungan yang erat dan saling mempengaruhi antar pembangunan
kota (core) dan desa (periphery). Menurut teori ini gerak
pembangunan perkotaan akan lebih banyak ditentukan oleh keadaan desa-desa sekitarnya. Sebaiknya corak pembangunan
daerah pedesaan juga sangat
ditentukan oleh arah pembangunan daerah perkotaan. Dengan demikian aspek interaksi antar daerah sangat ditonjolkan.
2.1.4 Analisis Pangsa Regional dan Pergeseran Sektoral Menurut Aziz (1994), salah satu pendekatan yang sering digunakan untuk mengetahui keunggulan kompetitif suatu wilayah adalah melalui Analisis Shift Share. Metode ini dipelopori oleh James dan Leisure dan dikembangkan lebih lanjut oleh Dogmar dan Perlop di Amerika Serikat. Dalam pendekatan analisis ini digambarkan bahwa perkembangan ekonomi regional pada hakekatnya adalah proses evolusioner intern, dimana pertumbuhan regional ditafsirkan menurut
16
dinamika struktur industrinya. Kondisi ini menimbulkan kecenderungan untuk menarik suatu kesimpulan bahwa antara struktur industri dan pertumbuhan regional terdapat suatu hubungan kausal. Oleh karena itu sangat bermanfaat apabila pendekatan ini digunakan sebab analisis pergeseran-struktur (Shift Share Analysis), dapat menjelaskan hubungan itu. Penggunaan “shift-share analysis” untuk melihat perkembangan kegiatan ekonomi regional dapat memberikan gambaran dan mengidentifikasi sumbersumber pertumbuhan utama regional, karena dalam kenyataan sering ditemui bahwa pesatnya pertumbuhan beberapa sektor ekonomi suatu wilayah seiring pula dengan pertumbuhan sektor lainnya yang lebih lambat dibanding secara nasional (Tjekden, 2001). Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan karakteristik sektor ekonomi maupun kondisi daerah yang tidak persis sama dengan rata-rata tingkat nasional. Analisis
Shift-Share
merupakan
teknik
yang
sederhana
dalam
mengevaluasi keunggulan kompetitif dan perubahan struktur perekonomian suatu wilayah dalam hubungannya dengan perekonomian acuan (nasional, propinsi atau kabupaten/kota). Metode ini bertitik tolak pada asumsi dasar bahwa pertumbuhan ekonomi regional dipengaruhi oleh tiga komponen utama yakni, komponen pertumbuhan nasional (Nasional Growth Component), komponen pertumbuhan sektoral (proportional or industrial mix growth component) dan komponen pertumbuhan daya saing wilayah (competitive effect growth component). Komponen
pertumbuhan
nasional
adalah
perubahan
output
atau
pendapatan (atau indikator ekonomi lainnya seperti kesempatan kerja) yang
17
disebabkan oleh perubahan pada tingkat nasional secara umum seperti perubahan kebijakan ekonomi nasional maupun perubahan dalam hal-hal
yang
mempengaruhi perekonomian semua sektor dan daerah. Analisis komponen pertumbuhan nasional ini sering kali juga dikenal dengan istilah Analisis Share atau Regional Share. Komponen pertumbuhan sektoral yang juga dikenal sebagai komponen struktur atau “industrial mix component” mengukur besarnya pertumbuhan yang diakibatkan oleh komposisi sektor ekonomi di wilayah yang bersangkutan, yang timbul karena perbedaan permintaan output akhir, ketersediaan bahan baku, kebijaksanaan sektoral serta perilaku dan kinerja struktur pasar setiap sektor nasional. Dari ketiga komponen di atas maka penggunaan analisis shift-share dapat pula di bagi menjadi dua macam analisis, yaitu : 1. Analisis Pangsa Regional (Share Analysis) Bertujuan untuk melihat posisi relatif suatu wilayah dalam kaitannya dengan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh pada wilayah acuan dan untuk melihat kontribusi sektor yang signifikan di suatu wilayah. 2. Analisis Pergeseran (Shift Analysis) Dalam pertumbuhan regional, komponen pergeseran ini jauh lebih penting dari share analysis. Shift analysis terbagi atas dua , yaitu : -
Proportional Shift Analysis (PS) Berguna untuk menganalisis sejauh mana laju pertumbuhan sektoral di suatu wilayah, berbeda dengan pertumbuhan sektor yang sama pada
18
tingkat wilayah acuan. Jadi PS memperlihatkan struktur ekonomi dan perubahannya di suatu wilayah -
Different Shift Analysis (DS) Untuk menganalisis perbedaan pertumbuhan sektoral di suatu wilayah dengan pertumbuhan sektoral di wilayah acuan. Analisis ini dapat menggiring kepada posisi keuntungan lokasi (locational advantage position) dan daya saing wilayah.
2.1.5 Ukuran Ketimpangan Pembangunan Antar Wilayah Melihat ketimpangan pembangunan antar wilayah dalam suatu Negara atau suatu daerah bukanlah hal yang mudah, karena sering menimbulkan perdebatan. Hal yang dipersoalkan disini adalah perbedaan antara daerah maju dan daerah terbelakang. Ukuran ketimpangan pembangunan antar wilayah menggunakan Williamson Index, yang mulai digunakan sejak tahun 1966. Secara ilmu statistik indeks ini sebenarnya adalah coefficient of variation yang lazim digunakan untuk mengukur suatu perbedaan. Walaupun indeks ini mempunyai beberapa kelemahan, yaitu antara lain sensitif terhadap definisi wilayah yang digunakan dalam perhitungan, namun demikian indeks ini cukup lazim digunakan dalam mengukur ketimpangan pembangunan antar wilayah(Sjafrizal,2008).
19
2.2 Penelitian Sebelumnya Sjafrizal (1997-2000) menganalisa ketimpangan antara Indonesia Kawasan Barat (IKB) dan Indonesia Kawasan Timur (IKT) dan perbedaan ketimpangan antarpropinsi antara kedua kawasan tersebut dengan memakai indeks Williamson yang disebut weighted coefficient of variation (WCV). Dengan memakai data PDRB tanpa migas untuk periode 1972-1993, hasil studinya memperlihatkan bahwa tingkat ketimpangan ekonomi antarpropinsi di IKB ternyata lebih rendah dibandingkan dengan ketimpangan ekonomi rata-rata di Indonesia. Indeks ketimpangan ekonomi daerah di IKB selama periode yang diteliti adalah antara 0,179 paling rendah hingga 0,392 paling tinggi. Disamping itu, sejak 1990 mulai terlihat adanya tendensi menurun.Sedangkan indeks ketimpangan untuk IKT berkisar antara terendah 0,396 hingga tertinggi 0,544 dan cenderung terus meningkat. Hasil studi ini menandakan bahwa ketimpangan ekonomi di IKT lebih tinggi dan cenderung memburuk dibandingkan di IKB.(T.Tambunan, 2006) Melalui analisis shift-share yang diteliti oleh Tjekden (2001) diketahui bahwa berdirinya Kepulauan Bangka-Belitung sebagai propinsi tidak mengurangi daya saing sektoral dari kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan.
2.3 Kerangka Penelitian Sejak digulirkannya undang-undang tentang otonomi daerah dan perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, harapan yang muncul adalah daerah semakin mandiri didalam pelaksanaan pemerintahan maupun
20
pembangunan daerahnya masing-masing. Sehingga tercapainya peningkatan kesejahteraan dan pemerataan pendapatan masyarakat. Namun pada kenyataanya masih terdapat berbagai ketimpangan pemerataan pembangunan dan pendapatan dari hasil kekayaan daerah ke masyarakat. Karena itu timbul keinginan dari beberapa kabupaten/ kota tersebut untuk membentuk propinsi baru. Untuk melakukan pembentukan daerah baru harus diketahui berapa besar peran/ kontribusi daerah tersebut terhadap daerah induknya, sehingga pasca pemekaran daerah induk tidak dirugikan karena kehilangan potensinya dan daerah pemekaran tetap dapat mandiri. Namun demikian pemekaran juga dapat menimbulkan perubahan pada struktur perekonomian dan pemerataan pendapatan secara regional dan sektoral. Untuk itu dilakukan analisis perubahan struktur ekonomi daerah dibandingkan dengan daerah yang lebih luas (regionalnya) yaitu menggunakan metode analisis shift-share. Dasar pemikiran metode analisis empiris ini adalah bahwa pertumbuhan ekonomi suatu daerah dipengaruhi 3 komponen utama yang saling berhubungan satu dengan yang lain. Komponen pertama adalah pangsa dari suatu kabupaten/ kota dalam pertumbuhan ekonomi propinsi, atau disebut komponen pertumbuhan ekonomi propinsi atau pangsa regional (PR). Kedua adalah pergeseran proporsional atau pergesaran industrymix (PS). Ketiga disebut pergeseran daya saing atau pergeseran diferensial (DS).1 Untuk melihat pemerataan dari hasil pembangunan ekonomi sebelum dan sesudah pemekaran digunakan analisis disparitas pendapatan regional di Propinsi asal dan daerah pemekaran. Kerangka penelitian ini dapat dilihat pada gambar 1. 1
Tambunan,Tulus 2006. Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama Hingga Pasca Krisis. Pustaka Quantum, Jakarta.
21
UU No.32 tahun 2004 dan UU No.33 tahun 2004
Pembangunan dan pendapatan dari hasil kekayaan daerah tidak merata di Prop.Sumsel
Peran/ Kontribusi Kawasan Sumatera Tengah Terhadap Propinsi Sumatera Selatan
Struktur Perekonomian
Pemerataan Pendapatan
Indeks Williamson
Analisis Shift-Share • Pangsa Regional • Proportional Shift • Different Shift
Implikasi Kebijakan
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
III. METODE PENELITIAN
3.1 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dan lokasi, penelitian dilakukan di tiga wilayah (region), wilayah pertama mencakup seluruh (lima belas) kabupaten/ kota yang ada di Propinsi Sumatera Selatan. Wilayah kedua kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Selatan yang mencakup sembilan kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan
N
JAMBI
BANGKA BELITUNG
Musi Banyuasin Banyuasin Musi Rawas
Palembang
Lubuklinggau
Muara Enim
Ogan Ilir
OKI
Prabumulih Empat Lawang
Lahat OKU
Pagaralam
OKU Timur BENGKULU 100
0
OKU Selatan 100
LAMPUNG 200 Kilometers
Legenda: Kawasan Sumatera Selatan Kawasan Sumatera Tengah
Sumber : BPS Propinsi Sumatera Selatan,2006 (Diolah)
Gambar. 3.1 Peta Tematik Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan dan Rencana Kawasan Pemekaran. (Kabupaten OKU, Kabupaten OKI, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten OKUS, Kabupaten OKUT, Kabupaten Ogan Ilir, Kota
23
Palembang dan Kota Prabumulih). Wilayah ketiga kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah mencakup enam kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan (Kabupaten Lahat, Kabupaten Mura, Kabupaten Muba, Kabupaten Empat Lawang, Kota Pagar Alam dan Kota Lubuklinggau). Kawasan ini
terletak
disebelah barat dari ibukota Propinsi Sumatera Selatan dan berbatasan dengan Propinsi Bengkulu. Yang menjadi objek penelitian adalah disparitas pendapatan regional antar kabupaten/ kota dalam lingkup tiga wilayah tersebut tahun 2000 sampai dengan 2006. Pola dan struktur pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di masing-masing kawasan. Juga di bahas kontribusi masing-masing kabupaten/ kota terhadap pembentukan output Propinsi Sumatera Selatan, sebelum dan setelah pemekaran dirinci per sektor ekonomi. Objek penelitian diamati di dua titik yaitu tahun 2000 hingga tahun 2007. Hal ini dilandasi oleh tersedianya data hasil perhitungan PDRB seluruh kabupaten/ kota dan data PDRB Propinsi Sumatera Selatan pada tahun tersebut. Pengolahan data dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2007. Sedangkan penyajian peta tematik menggunakan program Sistem Informasi Geografic seri ArcView 3.1.
3.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang meliputi; data PDRB seluruh kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan (tahun 2000 -2007), data PDRB Propinsi Sumatera Selatan (tahun 2000 - 2007), baik
24
berdasarkan atas dasar harga berlaku (ADHB) maupun atas dasar harga konstan tahun 2000 (ADHK). Selain itu juga dikumpulkan data sekunder mengenai karakteristik wilayah, seperti kondisi geografis dan potensi sumber daya di Propinsi Sumatera Selatan. Seluruh data sekunder tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Selatan dan website Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan, baik dalam bentuk publikasi Sumatera Selatan dalam angka (2006 dan 2007) maupun data hasil kompilasi yang dikumpulkan oleh Badan Pusat Statistik Propinsi Sumatera Selatan dan Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan.
3.3 Metode Analisis 3.3.1. Indeks Williamson Indeks Williamson digunakan untuk mengukur nilai disparitas pendapatan regional. Besar kecilnya nilai indeks menggambarkan tendensi pemerataan pembangunan antar wilayah dalam suatu kawasan regional. Formula yang digunakan adalah sebagai berikut : (Sjafrizal, 2008) 2
n
Iw =
∑ (y i =1
i
− y ) pi y
dimana : 0 < Iw < 1 Iw= Nilai Indeks Williamson yi = PDRB per kapita kabupaten/kota ke-i
25
y = PDRB per kapita rata-rata seluruh kabupaten/kota di masing-masing wilayah pi = persentase penduduk kabupaten/kota ke-i di masing-masing wilayah i =1,2,…,n
dimana n menyatakan jumlah kabupaten/kota di masing-
masing wilayah Kriteria pengukuran adalah semakin besar nilai Iw, menunjukkan tingkat disparitas pendapatan regional semakin besar, sebaliknya jika nilai Iw semakin mendekati nol, menunjukkan tingkat kemerataan antar region membaik.(Sjafrizal, 1997)
3.3.2 Analisis Shift Share Analisis shift share merupakan teknik untuk menganalisis perubahan struktur ekonomi suatu daerah dibandingkan dengan perekonomian yang lebih luas. Tujuan analisis ini adalah menentukan kinerja perekonomian suatu daerah dibandingkan dengan daerah yang lebih besar (regional) atau nasional.(Lyncolin Arsyad,1999) Metode analisis shift share diawali dengan mengukur perubahan nilai tambah (value added) atau PDRB suatu sektor (i) di suatu region (j) antara dua periode, yaitu periode tahun dasar 0 dan periode tahun t. Formulanya adalah sebagai berikut: (Tambunan, 2006) Q t ij = Q 0ij + ∆ Qij atau ∆ Qij = Q t ij − Q 0ij …………………………… (1) Keterangan :
26
Q t ij = PDRB sektor i, region j pada tahun t Q 0 ij = PDRB sektor i, region j pada tahun 0 ∆ Qij = Perubahan PDRB sektor i, region j pada tahun t pada tulisan ini: i = 1- 9 (menyatakan sembilan sektor utama PDRB) j = 1 – 15 (menyatakan kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan) Persamaan (1) dapat diperluas menjadi : (Tambunan, 2006) Y Qti Y ∆ Qij = Q ij t −1 + Q 0 ij 0 − t + Q 0 ij Y0 Q i Y0 0
Q t ij Qti − ………… (2) 0 0 Q ij Q i
Persamaan (2) menandakan bahwa pertumbuhan PDRB suatu sektor pada suatu wilayah dipengaruhi oleh tiga komponen pertumbuhan. Ketiga komponen pertumbuhan tersebut adalah: 1. Komponen Pangsa Regional (PR) atau share analysis Y PRij = Q 0 ij t −1 Y0
………………………………………….…(3)
2. Komponen Pergeseran proporsional atau Proportional Shift (PS) Qti Y PS ij = Q 0 ij 0 − t ……………………………..….….…………….....(4) Q i Y0
3. Komponen pergeseran yang berbeda atau Different Shift (DS)
Q t ij Qti DSij = Q ij 0 − 0 …………………………………….…………....(5) Q ij Q i 0
27
dimana:
Y0
= PDRB propinsi pada tahun dasar (t=0)
Yt
= PDRB propinsi pada tahun t
Q t ij = PDRB sektor i, kabupaten/kota j pada tahun t Q 0 ij = PDRB sektor i, kabupaten/kota j pada tahun dasar (t=0) Q t i = PDRB sektor i propinsi, pada tahun t Q 0 i = PDRB sektor i propinsi, pada tahun dasar (t=0) Secara statistik persamaan (4) dan (5) adalah berbentuk deviasi, dimana rasio Yt / Y0 dianggap sebagai rata-rata Q t i / Q 0 i serta rasio Q t i / Q 0 i dianggap sebagai rata-rata Q t ij / Q 0 ij (Tambunan: 1997). Akibatnya, jumlah dari setiap persamaan (4) dan (5) untuk semua sektor dan kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan adalah bernilai 0 (nol).
∑∑ PS i
ij
j
=
0
dan
∑∑ DS i
ij
=
0 ………………………………..(6)
j
Jika persamaan (3) sampai dengan (5) digabung akan menjadi :
∆ Qij = PRij + PS ij + DS ij ……………………………………..…………………(7) Sehingga
∑ ∑ ∆Q
IJ
= ∑∑ PRIJ ………………………..……………………………...(8)
Analisis shift share dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu:
28
1.
Analisis Pangsa Regional (Share Analysis) Analisis ini digunakan untuk melihat struktur atau posisi relatif propinsi-
propinsi atau kabupaten/kota berkaitan dengan pertumbuhan ekonomi secara menyeluruh di Indonesia atau di tingkat propinsi. Sebagai indikator bisa digunakan nilai output, nilai tambah, atau jumlah tenaga kerja yang bekerja. Share
analysis akan mengukur proporsi dari, misalnya, PDRB kabupaten terhadap PDRB propinsi. Oleh sebab itu bila nantinya ditemukan satu atau beberapa kabupaten/kota di suatu propinsi memiliki pangsa yang tinggi maka kabupaten/kota tersebut dikatakan memiliki kontribusi yang tinggi terhadap pembentukan atau pertumbuhan PDRB propinsi. Selain itu analisis ini juga digunakan untuk melihat peranan/kontribusi sektor yang signifikan di suatu wilayah.
2.
Analisis Pergeseran (Shift Analysis) Dalam analisis pertumbuhan regional komponen pergeseran lebih penting
dibanding komponen Pangsa Regional. Total pergeseran (total shift) terdiri dari :
•
Perubahan secara proporsional atau Proporsionality Shift (PS) mengukur sejauh mana laju pertumbuhan suatu sektor di suatu wilayah berbeda dengan pertumbuhan sektor yang sama di tingkat wilayah.
•
Perubahan yang berbeda atau Different Shift (DS) terjadi apabila laju pertumbuhan pada suatu sektor di suatu wilayah lebih tinggi daripada laju pertumbuhan pada sektor yang sama di wilayah lain. Perbedaan ini
29
mencerminkan posisi keuntungan lokasi (locational advantage position) suatu wilayah yang mempunyai dampak positif terhadap pertumbuhan satu atau beberapa sektor tertentu di wilayah tersebut. Jika besaran PS dan DS seluruh kabupaten/kota dinyatakan dalam suatu bidang datar dengan nilai PS sebagai sumbu horisontal dan nilai DS sebagai sumbu vertikal, akan diperoleh empat kategori posisi relatif dari seluruh daerah kabupaten/kota tersebut. Keempat kategoi tersebut adalah:
•
Kategori I (PS positif dan DS positif) adalah wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat (rapid growth region).
•
Kategori II (PS negatif dan DS positif) adalah wilayah dengan kecepatan pertumbuhan
terhambat
tapi
berkembang
(depressed
region
yang
berkembang).
•
Kategori III (PS negatif dan DS negatif) adalah wilayah depressed region dengan daya saing lemah dan juga peranan terhadap wilayah rendah
•
Kategori IV (PS positif dan DS negatif) adalah wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (depressed region yang berpotensi).
30
Sumber: Tambunan, 2006 Gambar.3.2 Posisi Relatif Suatu Sektor/ Wilayah berdasarkan Pendekatan PS dan DS
3.4 Definisi Operasional Variabel Definisi dari masing-masing variabel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Pendapatan Domestik Regional Bruto Pendapatan Domestik Regional Bruto adalah nilai pasar hasil produksi barang dan jasa orang-orang dan perusahaan. Dinamakan bruto karena memasukkan komponen penyusutan. Disebut domestik karena menyangkut batas wilayah, untuk tulisan ini bisa Kabupaten/Kota atau propinsi. 2. Pendapatan Domestik Regional Bruto Per kapita PDRB per kapita menyatakan besarnya PDRB yang diterima oleh penduduk suatu wilayah dalam suatu waktu tertentu.
31
3. Disparitas Pendapatan (Income Disparity) Disparitas pendapatan mencerminkan kesenjangan pembagian hasil pembangunan suatu wilayah di kalangan penduduknya. Disparitas pendapatan pada tulisan ini ditinjau dari sisi regional (antar Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan) dan sektoral (9 sektor). 4. Sektor Ekonomi Sektor ekonomi menyatakan lapangan usaha pembentuk PDRB sektoral di suatu wilayah. Sektor/lapangan usaha pada tulisan ini terdiri dari sembilan sektor yaitu : sektor pertanian, pertambangan dan penggalian, industri pengolahan, listrik, gas dan air bersih, bangunan, perdagangan, hotel dan restoran, pengangkutan dan komunikasi, keuangan, persewaan dan perbankan dan sektor jasa-jasa. 5. Persentase jumlah penduduk di kabupaten/kota Persentase jumlah penduduk di kabupaten/kota menyatakan jumlah penduduk kabupaten/kota dibagi dengan jumlah penduduk di propinsinya. 6. Kawasan Sumatera Tengah Kawasan Sumatera Tengah terdiri dari enam kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Lahat, Kabupaten Mura, Kabupaten Muba, Kabupaten Empat Lawang, Kabupaten Empat Lawang, Kota Lubuklinggau dan Kota Pagar Alam 7. Kawasan Sumatera Selatan Kawasan Sumatera Selatan terdiri dari sembilan kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan yaitu Kabupaten OKU, Kabupaten OKI, Kabupaten Muara
32
Enim, Kabupaten
Banyuasin, Kabupaten OKUS, Kabupaten OKUT,
Kabupaten Ogan Ilir, Kota Palembang dan Kota Prabumulih.
33
IV. GAMBARAN UMUM PROPINSI SUMATERA SELATAN
4.1.
Kondisi Umum Propinsi Sumatera Selatan Propinsi Sumatera Selatan merupakan suatu kawasan seluas 87.017 kilometer persegi di Indonesia Bagian Barat yang terletak di sebelah Selatan garis khatulistiwa pada 1o-4o Lintang Selatan dan 102o-108o Bujur Timur. Bagian daratan provinsi ini berbatasan dengan Provinsi Jambi di sebelah Utara. Provinsi Lampung di bagian Selatan. Provinsi Bengkulu di sebelah Barat dan dibagian Timur dibatasi Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Sumatera Selatan beriklim tropis yang hanya dipengaruhi dua musim sepanjang tahun, yakni musim hujan dan musim panas, dengan suhu udara bervariasi 24 sampai 32 derajat celcius dan tingkat kelembaban 73 sampai 84 persen. Musim hujan relatif jatuh pada bulan Oktober sampai April dengan curah hujan berkisar 2,100 mm sampai 3,264 mm. Musim panas atau kemarau biasanya dimulai bulan Juni sampai September setelah masa transisi bulan Mei. Bagian daratan Sumatera Selatan yang terdiri dari dataran rendah dan tinggi serta pegunungan itu secara umum merupakan lahan yang potensial untuk tanaman perkebunan, pertanian dan hortikultura. Di kawasan ini terdapat perkebunan karet, kopi, teh, kulit manis, kelapa sawit, tanaman padi, sayur-mayur, aneka ragam buah-buahan dengan areal yang cukup luas. Propinsi Sumatera Selatan terdiri dari 15 Kabupaten/ Kota yaitu Kab.Ogan Komering Ulu (OKU), Kab. Ogan Komering Ilir (OKI), Kab. Muara Enim, Kab.Lahat, Kab. Mura, Kab. Muba, Kab. Banyuasin, Kab. OKU Selatan,
34
Kab.OKU Timur, Kab. Ogan Ilir (OI), Kab.Empat Lawang, Kota Palembang, Kota Prabumulih, Kota Pagar Alam dan Kota Lubuk Linggau. Pusat pemerintahan Propinsi Sumatera Selatan berada di Kota Palembang. 4.2 Kondisi Perekonomian Propinsi Sumatera Selatan Kondisi perekonomian suatu wilayah dapat tercermin dari besaran output yang dihasilkan dalam kegiatan produksi barang dan jasa pada waktu tertentu. Ini dapat dilihat dari besaran Produk Domestik Bruto (PDB) untuk nasional dan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) untuk wilayah yang lebih kecil. Tabel 4.1 Distribusi PDRB Nominal di Propinsi Sumatera Selatan dengan Migas Dirinci Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2007 (persen). LAPANGAN USAHA
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1. PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 5. BANGUNAN 6. PERD., HOTEL & RESTORAN 7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI 8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERSH 9. JASA‐JASA JUMLAH
18.22 31.98 17.36 0.43 6.10 11.81 3.14 3.35 7.60 100
18.51 31.13 17.64 0.44 6.28 12.11 3.23 3.41 7.26 100
18.79 30.27 17.66 0.45 6.42 12.37 3.33 3.43 7.28 100
18.96 29.70 17.57 0.46 6.57 12.56 3.41 3.45 7.33 100
19.16 28.91 17.48 0.47 6.71 12.79 3.64 3.51 7.32 100
19.41 27.92 17.34 0.48 6.85 13.07 3.92 3.58 7.42 100
19.59 27.11 17.13 0.49 7.02 13.30 4.18 3.63 7.53 100
19.80 26.21 16.95 0.50 7.20 13.56 4.43 3.72 7.63 100
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2006‐2007 (Diolah)
Tabel
4.1
memperlihatkan
bahwa
secara
sektoral
kontribusi
kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan (dengan migas) pada tahun 20002007 di dominasi oleh 4 sektor yaitu pertambangan dan penggalian, pertanian, industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran (besaran kontribusi berturut-turut besar ke kecil). Kondisi ini cukup menggambarkan keadaan Propinsi Sumatera Selatan secara umum yang masih menggandalkan 2
35
sektor primer: pertambangan dan penggalian serta sektor pertanian. Bahkan pada tahun 2006 Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan meluncurkan program Sumatera Selatan Lumbung Pangan Dan Energi Nasional untuk meningkatkan kontribusinya terhadap PDRB. Sampai dengan tahun 2007 terjadi pergeseran distribusi PDRB, dimana sektor pertanian dan sector perdagangan, hotel dan restoran dapat terus meningkatkan kontribusinya. Kontribusi sector pertanian meningkat dari 18.22 persen pada tahun 2000 menjadi 1.80 persen pada tahun 2007. Sedangkan Sektor perdagangan, hotel dan restoran mampu meningkatkan kontribusinya dari 11.81 persen pada tahu 2000 menjadi 13.56 persen pada tahun 2007. Kondisi yang berbeda terjadi pada 2 sektor utama lainnya, yaitu sektor pertambangan dan penggalian dan industri pengolahan. Sektor pertambangan dan penggalian dari tahun ke tahun menggalami penurunan outputnya, pada tahun 2000 sektor ini memberikan kontribusi sebesar 31.98 persen dari total PDRB Propinsi Sumatera Selatan. Pada tahun 2007 kontribusi sektor ini mengalami penurunan sehingga hanya mampu memberikan kontribusi 26,21 persen terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan.
Hal yang sama terjadi pada sektor industri
pengolahan, dimana pada tahun 2000 kontribusi sektor ini terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan sebesar 17.36 persen. Pada tahun 2007 kontribusinya hanya 16.95 persen saja. Untuk mengetahui kontribusi masing-masing sektor perekonomian tanpa migas disajikan dalam tabel 4.2. Setelah mengeluarkan sub sektor migas, yang menjadi leading sector dalam pembentukan output di Propinsi Sumatera Selatan
36
adalah sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 26.75 persen dari total PDRB tahun 2007. Sementara sektor perdagangan, hotel dan restoran terus mengalami peningkatan, pada tahun 2000
kontribusinya terhadap pembentukan PDRB
sebesar 17.53 persen. Pada tahun 2007 sektor ini memberikan kontribusi sebesar 18.32 persen terhadap pembentuka PDRB di Propinsi Sumatera Selatan. Tabel 4.2 Distribusi PDRB Nominal di Propinsi Sumatera Selatan tanpa Migas Dirinci Menurut Lapangan Usaha Tahun 2000-2007 (persen). LAPANGAN USAHA
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
27.04
27.16
27.22
27.14
27.07
27.01
26.88
26.75
6.68
6.49
6.26
6.25
6.02
5.69
5.52
5.35
18.15
18.32
18.30
18.25
18.24
18.15
18.00
17.85
1. PERTANIAN 2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN 3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH
0.64
0.65
0.66
0.66
0.67
0.67
0.68
0.67
5. BANGUNAN
9.06
9.22
9.30
9.40
9.48
9.53
9.63
9.73
17.53
17.77
17.92
17.98
18.08
18.19
18.25
18.32
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
4.65
4.74
4.82
4.88
5.15
5.46
5.73
5.99
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERSH
4.98
5.00
4.97
4.93
4.96
4.99
4.99
5.02
11.27
10.65
10.55
10.49
10.34
10.32
10.33
10.31
100
100
100
100
100
100
100
100
6. PERD., HOTEL & RESTORAN
9. JASA‐JASA JUMLAH
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000‐2007 (Diolah)
Sektor pertanian merupakan sektor unggulan di Propinsi Sumatera Selatan, ini tercermin pada tabel 4.2, dimana dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007 sektor ini memberikan sumbangan terbesar dalam pembentukan PDRB-nya. Untuk melihat sub sektor yang paling besar dalam membangun sektor pertanian dapat dilihat di tabel 4.3.
37
Tabel 4.3 Kontribusi Masing-masing Sub-Sektor Pertanian terhadap Sektor Pertanian Dirinci Menurut Kabupaten Kota di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2007 (persentase). Sub‐ Sektor Pertanian Tabama
Perkebunan
Peternakan
Kehutanan
Perikanan
Sektor Pertanian
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
Kawasan Sumatera Selatan
25.90
42.56
8.40
8.13
15.00
100.00
1. Kab. Ogan Komering Ulu
6.46
73.91
8.82
3.34
7.47
100.00
2. Kab. Ogan Komering Ilir
21.48
38.29
9.42
14.01
16.80
100.00
3. Kab. Muara Enim
21.28
53.65
7.15
10.57
7.35
100.00
7. Kab. Banyuasin
32.71
28.58
5.50
4.84
28.38
100.00
8. Kab. OKUS
19.74
48.07
4.05
17.46
10.68
100.00
9. Kab. OKUT
43.26
37.67
8.74
2.32
8.01
100.00
10. Kab. Ogan Ilir
27.44
35.02
9.93
9.25
18.36
100.00
12. Kota Palembang
20.95
0.00
45.64
0.00
33.41
100.00
13. Kota Prabumulih
25.10
54.87
12.12
0.00
7.91
100.00
Kawasan Sumatera Tengah
20.52
51.96
6.11
10.52
10.90
100.00
4. Kab. Lahat
30.65
51.97
6.28
3.10
8.00
100.00
5. Kab. Musi Rawas
24.90
57.17
7.08
2.99
7.86
100.00
6. Kab. Musi Banyuasin
9.76
47.47
5.41
23.14
14.22
100.00
11. Kab. Empat Lawang
30.01
48.24
7.24
3.89
10.62
100.00
14. Kota Pagaralam
18.76
66.30
1.98
4.90
8.06
100.00
15. Kota Lubuklinggau
22.64
32.31
8.97
1.97
34.11
100.00
Prop. Sumatera Selatan
23.92
46.03
7.56
9.01
13.49
100.00
Kabupaten/ Kota
Sumber : Sumatera Selatan Dalam Angka,2007 (Diolah)
Pada tabel 4.3 dapat dijelaskan bahwa penyumbang terbesar bagi terbentuknya PDRB di Propinsi Sumatera Selatan tanpa migas pada tahun 2007 adalah dari sub sektor perkebunan. Persentase total sumbangan sub sektor perkebunan sebesar 46.03 persen, diikuti sektor tanaman bahan makanan (tabama) sebesar 23,92 persen. Begitu juga jika kabupaten/ kota yang berada di Kawasan Sumatera Selatan maupun Kawasan Sumatera Tengah dipisahkan, maka subsektor perkebunan memberikan sumbangan terbesar bagi terbentuknya nilai
38
tambah di sektor pertanian. Untuk Kota Palembang nilai tambah yang dibentuk oleh sub-sektor ini adalah nol, hal ini dikarenakan keterbatasan
lahan yang
sebagian besar digunakan untuk perumahan, perkantoran dan berbagai fasilitas umum lainnya.
Tabel 4.4 Produksi Sub-Sektor Perkebunan di Propinsi Sumatera Selatan Dirinci Menurut Kabupaten/ Kota dan Jenis Tanaman Tahun 2006 (ton).
Kabupaten/ Kota (1)
Karet
Jenis Tanaman Perkebunan Kelapa Kelapa Kopi sawit
Tebu
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Kawasan Sumatera Selatan
567,113
15,908
521,056
67,431
55,755
1. Kab. Ogan Komering Ulu
27,727
888
63,054
15,203
0
2. Kab. Ogan Komering Ilir
94,262
9,143
274,572
814
0
3. Kab. Muara Enim
150,132
1,739
71,063
14,660
0
7. Kab. Banyuasin
121,112
56
84,899
1,152
0
140
2,626
0
33,716
0
9. Kab. Ogan Komering Ulu Timur
76,310
0
2,941
1,886
0
10. Kab. Ogan Ilir
10,356
0
17,883
0
55,755
12. Kota Palembang
0
0
0
0
0
13. Kota Prabumulih
87,074
1,456
6,644
0
0
Kawasan Sumatera Tengah
164,164
56,372
573,648
82,736
0
4. Kab. Lahat*
13,231
1,929
29,508
55,426
0
0
3,073
171,862
0
0
92,884
46,883
371,978
126
0
0
1,078
0
25,976
0
58,049
3,409
300
1,208
0
150,167
55,755
8. Kab. Ogan Komering Ulu Selatan
5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 11. (Kab. Empat Lawang) 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau
Prop. Sumatera Selatan 731,277 72,280 1,094,704 Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2006 (Diolah) *) Termasuk Kab. Empat Lawang
Tabel 4.4 menyajikan beberapa produksi dari komoditas unggulan dari sub-sektor perkebunan di Propinsi Sumatera Selatan. Kelapa sawit merupakan
39
komoditas unggulan dengan produksi melebihi satu juta ton pada tahun 2006, dimana daerah penghasil tanaman ini tersebar baik di Kawasan Sumatera Selatan maupun Sumatera Tengah. Komoditas sub-sektor perkebunan lainnya yang berproduksi sampai 700 ribu ton pada tahun 2006 adalah tanaman karet. Sementara tanaman tebu di produksi secara massal di Kabupaten Ogan Ilir oleh PT. Cinta Manis sebagai bahan baku pabrik gula. Pertumbuhan perekonomian Propinsi Sumatera Selatan dari tahun ke tahun terus mengalami pertumbuhan positif. Gambar 4.1 menunjukkan sejak tahun 2001 pertumbuhan perekonomian dan pembangunan di Propinsi Sumatera Selatan terus mengalami peningkatan. Kondisi ini sangat beralasan, karena pada awal tahun 2001 kondisi perekonomian Indonesia secara umum baru pulih dari dampak krisis moneter yang terjadi pada tahun 1997-1998. Sehingga ‘geliat’ pembangunan di Propinsi Sumatera Selatan dapat meningkatkan laju pertumbuhan perekonomian dari tahun ke tahun secara cepat. Selain itu sejak tahun 2001 terjadi percepatan pertumbuhan perekonomian di Propinsi Sumatera Selatan karena adanya pembangunan
berbagai infrastruktur, sarana dan prasarana dalam rangka
persiapan PON XVI.
40
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2001‐2007 (Diolah)
Gambar 4.1 Laju Pertumbuhan Ekonomi Propinsi Sumatera Selatan 2001-2007
Gambar 4.2 menunjukkan rata-rata pertumbuhan ekonomi kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan dari tahun 2000 sampai dengan tahun 2007. Tiga daerah yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi paling tinggi adalah Kota Palembang, Kabupaten OKU Timut dan Kota Lubuk Linggau. Kondisi ini dapat kita terima mengingat 2 kabupaten/ kota yaitu OKU Timur dan Lubuk Linggau merupakan daerah yang baru berkembang dan memiliki sruktur perekonomian berbasis pertanian yang memberikan kontribusi paling tinggi pada pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Selatan. Sedangkan Kota Palembang yang merupakan pusat perdagangan, jasa dan sentra-sentra industri pengolahan memberikan kontribusi terbesar kedua pada pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Selatan.
41
p e r s e n
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000‐2007 (Diolah)
Gambar 4.2 Rata-rata Pertumbuhan Ekonomi Kabupaten/ Kota di Propinsi Sumatera Selatan tahun 2000 – 2007. Kabupaten/ Kota yang memiliki rata-rata pertumbuhan ekonomi paling rendah adalah Kabupaten Muba. Kondisi ini menjadi menarik mengingat kabupaten ini memiliki kontribusi terbesar dalam pembentukan PDRB Propinsi Sumatera Selatan dari sektor Pertambangan karena kaya sumber-sumber minyak dan gas alam yang melimpah.
4.3 Kondisi Umum Kabupaten/Kota di Kawasan Sumatera Tengah Sumatera Tengah terdiri dari empat kabupaten yaitu Lahat Musi Rawas (Mura), Musi Banyuasin (Muba), Empat Lawang, dan dua kota yaitu Pagar Alam dan Lubuk linggau. Kabupaten Empat Lawang dan Kota Pagar Alam merupakan daerah pemekaran dari Kabupaten Lahat. Sedangkan Kota Lubuk Linggau adalah daerah pemekaran dari kabupaten Mura.
42
Secara geografis sebagian besar Kabupaten Mura, Lahat dan daerah pemekarannya berada di daerah dataran tinggi dengan ciri-ciri perekonomian masyarakat pertanian (perkebunan). Sedangkan
Kabupaten Muba berada di
dataran rendah dengan ciri perekonomian masyarakat pertanian (perkebunan dan perikanan). Kabupaten Muba merupakan daerah yang kaya akan Minyak bumi dan gas alam. Sehingga dengan bergabungnya keenam daerah ini menjadi satu propinsi cukup menjanjikan peningkatan kesejahteraan masyarakatnya. Tabel 4.5 memperlihatkan struktur perekonomian keenam kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah. Pada tahun 2000 sektor pertambangan dan pengalian memberikan kontribusi lebih dari setengah dari nilai output dari perekonomian di kawasan ini yaitu sebesar 55. 21 persen. Sedangkan kontribusi terbesar kedua dari sektor pertanian yaitu sebesar 18.80 persen sedangkan sektor lainnya hanya memberikan kontribusi masing-masing dibawah 10 persen terhadap pembentukan output. Ini menunjukkan bahwa pada tahun 2000 struktur perekonomian Kawasan Sumatera Tengah masih didominasi kelompok sektor primer. Secara agregat
PDRB Kawasan Sumatera Tengah terus mengalami
peningkatan dari 14.59 Trilyun pada tahun 2000 menjadi 18.40 Trilyun pada tahun 2007. Kontribusi terbesar masih dari sektor pertambangan dan penggalian namun secara persentase mengalami penurunan sampai dibawah 50 persen . Sektor lain yang mengalami peningkatan adalah sektor pertanian yang meningkat sampai dengan 22.12 persen. Kelompok sektor sekunder pada tahun 2007 juga mengalami peningkatan dibandingkan tahun 2000, misalnya industri pengolahan
43
yang mengalami peningkatan dari 6.63 persen menjadi 7.49 persen diikuti oleh sektor bangunan yang meningkat dari 4.30 persen menjadi
5.66 persen. Ini
menunjukkan terjadi pergeseran stuktur perekonomian di Kawasan Sumatera Tengah walau dalam skala kecil. Tabel 4.5 Distribusi PDRB Nominal Kawasan Sumatera Tengah Per Sektor Tahun 2000 dan 2007 LAPANGAN USAHA (1)
PDRB 2000
persen
2007
persen
(2)
(3)
(4)
(5)
1. PERTANIAN
2,744,444
18.80
4,080,490
22.17
2. PERTAMBANGAN & PENGGALIAN
8,058,251
55.21
8,676,023
47.14
967,913
6.63
1,378,818
7.49
9,254
0.06
14,459
0.08
627,909
4.30
1,042,488
5.66
3. INDUSTRI PENGOLAHAN 4. LISTRIK, GAS & AIR BERSIH 5. BANGUNAN 6. PERD., HOTEL & RESTORAN
1,003,991
6.88
1,520,113
8.26
7. PENGANGKUTAN & KOMUNIKASI
122,474
0.84
196,337
1.07
8. KEU. PERSEWAAN, & JASA PERUSAHAAN
330,990
2.27
481,966
2.62
9. JASA-JASA
730,735
5.01
1,015,850
5.52
14,595,961
100.00
18,406,544
100.00
JUMLAH
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
Tabel 4.6 menunjukkan besaran kontribusi PDRB Kawasan Sumatera Tengah dirinci menurut Kabupaten/ Kota terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan pada tahun 2000 dan 2007dengan migas dan tanpa migas. Kontribusi terbesar diberikan Kabupaten Muba dalam pembetukan PDRB dengan migas Propinsi Sumatera Selatan dari tahun 2000 yaitu sebesar 21.63 persen dan 19.45 persen pada tahun 2007. Secara total kontribusi PDRB kabupaten/ kota di daerah Kawasan Sumatera Tengah mengalami tren yang menurun yaitu dari 35.52 persen pada tahun 2000 menjadi 31.24 persen pada tahun 2007. Dengan kata lain jika
44
dilihat dengan migas pembentukkan nilai tambah total dari output perekonomian di Propinsi Sumatera Selatan tiga puluh persennya diciptakan di daerah Sumatera Tengah. Namun jika dilihat dari kontribusi tanpa migas, sumbangan keenam daerah tingkat dua di Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan hanya mencapai 25.21 persen pada tahun 2000 dan 24.85 persen pada tahun 2007. Bahkan kontribusi Kabupaten Muba terhadap Propinsi Sumatera Selatan mengalami perbedaan yang sangat mencolok jika dilihat sumbangan dengan migas (21.63 persen) pada tahun 2000 menjadi hanya 9.04 persen pada tahun yang sama jika tanpa migas. Hal ini menunjukkan tingginya ketergantungan Kabupaten Muba terhadap hasil migas dalam menggerakkan roda perekonomiannya . Tabel 4.6 Distribusi PDRBNominal Kabupaten/ Kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap PDRB Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000 dan 2007. Dengan Migas KAB/KOTA
Tahun 2000
Tanpa Migas
Tahun 2007
Tahun 2000
Tahun 2007
(juta Rp)
persen
(juta Rp)
persen
(juta Rp)
persen
(juta Rp)
persen
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
(7)
(8)
(9)
1. Kab. Lahat
1,635,097
3.98
3,986,178
3.55
1,410,819
5.09
3,365,537
4.57
2. Kab. Mura
2,379,645
5.79
5,479,534
4.88
1,373,520
4.96
3,776,379
5.13
3. Kab. Muba
8,887,890
21.63
21,850,720
19.45
2,504,138
9.04
7,386,424
10.03
4. Kab. Empat Lawang
620,740
1.51
1,435,788
1.28
620,740
2.24
1,435,788
1.95
5. Kota Pagaralam
426,455
1.04
874,946
0.78
426,455
1.54
874,946
1.19
6. Kota Lubuk Linggau
646,134
1.57
1,455,563
1.30
646,134
2.33
1,455,563
1.98
Total Sumatera Tengah
14,595,961
35.52
35,082,730
31.24
6,981,806
25.21
18,294,637
24.85
Total Sumatera Selatan
26,495,986
64.48
77,235,576
68.76
20,710,358
74.79
55,317,543
75.15
Prop. Sumatera Selatan
41,091,947
100
112,318,306
100
27,692,164
100
73,612,180
100
(1)
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
45
Untuk melihat sejauh mana kelayakan kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah untuk mandiri dalam membangun wilayahnya yang terlepas dari Propinsi Sumatera Selatan, dapat dilihat dari proporsi penciptaan outputnya. Namun demikian untuk mengetahui kekuatan murni masing-masing daerah pasca pemisahan akan lebih baik dengan membandingkan masing-masing potensi daerah dengan mengeluarkan kontribusi migas yang pada jangka panjang akan habis (tidak terbaharukan).
46
V. PEMBAHASAN
5.1 Analisis Disparitas Pendapatan Regional di Masing-masing Kawasan. Keadaan disparitas pendapatan regional di Propinsi Sumatera Selatan cenderung stabil jika kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai Indeks Williamson Kawasan Sumatera Selatan yang tidak mengalami perubahan secara signifikan terhadap Propinsi Sumatera Selatan dari tahun 2000 sampai tahun 2006. Pada tahun 2000, nilai Indeks Williamson Propinsi Sumatera Selatan adalah sebesar 0.3721 dan menjadi 0.3874 jika kabupaten/kota di Sumatera Tengah dipisahkan dari propinsi tersebut. Sedangkan untuk tahun 2006, nilai Indeks Williamson Propinsi Sumatera Selatan adalah sebesar 0.4204 dan menjadi 0.4611 jika kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah dipisahkan dari propinsi tersebut. Tabel 5.1 Nilai Indeks Williamson Propinsi Sumatera Selatan dan Kawasan Sumatera Tengah Kawasan (1)
Propinsi Sumatera Selatan Kawasan Sumatera Selatan Kawasan Sumatera Tengah
2000
2001
2002
Tahun 2003
(2)
(3)
(4)
(5)
2004
2005
2006
(6)
(7)
(8)
0.3721 0.3752 0.3590 0.3863 0.4036 0.4162 0.4204 0.3874 0.3932 0.3626 0.4036 0.4249 0.4382 0.4611 0.2947 0.2962 0.2930 0.3003 0.3060 0.3149 0.3132
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000‐2006 (Diolah)
Hal ini mengindikasikan bahwa peranan kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap pembentukan disparitas pendapatan regional di Propinsi
47
Sumatera Selatan relatif kecil, sehingga berdirinya Kawasan Sumatera Tengah sebagai Propinsi baru tidak banyak berpengaruh pada keadaan disparitas pendapatan regional di Propinsi Sumatera Selatan. Disparitas pendapatan regional di Kawasan Sumatera Tengah dari tahun 2000 sampai 2006 relatif lebih rendah daripada Kawasan Sumatera Selatan. Kondisi ini ditunjukkan dalam gambar 5.1 pergerakkan Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah yang selalu di bawah Propinsi Sumatera Selatan dan Kawasan Sumatera Selatan. Kondisi tersebut mengindikasikan bahwa disparitas pendapatan regional di Kawasan Sumatera Tengah lebih baik jika dibandingkan dengan disparitas pendapatan regional di Kawasan Sumatera Selatan. Sehingga berdasarkan keadaan disparitas pendapatan regional, berdirinya Kawasan Sumatera Tengah
sebagai
propinsi tidak akan berpengaruh buruk, baik terhadap keadaan disparitas pendapatan regional di propinsi induk maupun di daerah pemekarannya. Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan sebelum dan sesudah pemekaran berada di kisaran 0.2930 sampai dengan 0.4611, ini menunjukkan adanya ketimpangan walaupun dalam skala yang relatif rendah di kawasan ini. Keadaan ini dimungkinkan terjadi mengingat variasi potensi ekonomi yang cukup besar antara wilayah kabupaten dan kota sebagai sumber utama terjadinya disparitas pendapatan antar wilayah. Faktor lain yang memungkinkan adanya disparitas pendapatan antar wilayah adalah mobilitas dari faktor produksi antar kabupaten/ kota tidak lancar. Hal ini disebabkan minimnya sarana dan prasarana perhubungan dan komunikasi.
48
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000‐2006 (Diolah)
Gambar 5.1 Pergerakan Indeks Williamson di Masing-masing Kawasan Tahun 2000 - 2006 5.2 Peranan Kabupaten/Kota terhadap Pembentukan Output di Propinsi Sumatera Selatan Pada tahun 2007 terjadi peningkatan output sebesar 5.75 persen di Propinsi Sumatera Selatan dibandingkan dengan tahun 2000, dengan kontribusi Kawasan Sumatera Selatan sebesar 4.40 persen dan sisanya sebesar 1.35 persen disumbang oleh Kawasan Sumatera Tengah. Secara sektoral kontribusi kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap pembentukan output di Propinsi Sumatera Selatan adalah sebagai berikut: sektor pertanian sebesar 36.65 persen, sektor pertambangan dan penggalian sebesar 23.99 persen, sektor industri pengolahan sebesar 19.26 persen, sektor listrik, gas dan air minum sebesar 5.24 persen, sektor bangunan sebesar 25.04 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 20.68 persen, sektor pengangkutan dan komunikasi sebesar 9.50 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan sebesar 24.01 persen serta sektor jasajasa sebesar 23.41 persen. Secara total Kawasan Sumatera Tengah memberikan
49
sumbangan terhadap pembentukan output di Propinsi Sumatera Selatan sebesar 25.21 persen (Gambar 5.2) Hal ini menunjukkan bahwa kontribusi dari kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap pembentukan output Propinsi Sumatera Selatan cukup signifikan. Namun sebagian besar pembentukan output di Propinsi Sumatera Selatan terjadi di Kawasan Sumatera Selatan yaitu sebesar 74.9 persen.
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
Gambar 5.2 Kontribusi Masing-masing Kawasan terhadap Pembentukan Output di Propinsi Sumatera Selatan menurut Sektor (Persen) Jika dilihat dari sisi sektoral, sektor ekonomi yang paling dominan dalam pembentukan output di Propinsi Sumatera Selatan adalah sektor pertanian dengan kontribusi sebesar 27.04 persen diikuti sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran dengan kontribusi sebesar 18.15 persen dan 17.53 persen. Sedangkan kontribusi terendah disumbangkan oleh sektor listrik, gas dan air bersih dengan kontribusi sebesar 0.64 persen (Gambar 5.3).
50
Hal ini menunjukkan bahwa sektor ekonomi yang mempunyai peranan paling besar (leading sector) di Propinsi Sumatera Selatan adalah sektor pertanian. Sub sektor pertanian yang memberikan kontribusi terbesar dalam membangun sektor pertanian di Propinsi Sumatera Selatan adalah sub sektor perkebunan (46.03 persen) dengan komoditas unggulan kelapa sawit dan karet. Dominasi sektor pertanian di Propinsi Sumatera Selatan didukung oleh sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,hotel dan restoran.
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
Gambar 5.3 Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi terhadap Pembentukan Output di Propinsi Sumatera Selatan (Persen) Kontribusi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan dapat dilihat pada tabel 5.4. Kabupaten/ kota yang memberikan kontribusi terbesar di Propinsi Sumatera Selatan adalah Kota Palembang yaitu sebesar 29.04 persen. Sedangkan kontributor terkecil di Propinsi Sumatera Selatan adalah Kota Pagar Alam yang hanya memberikan sumbangan
sebesar 1.54 persen. Hal ini dapat dimengerti
51
mengingat Kota Palembang merupakan ibukota Propinsi Sumatera Selatan yang merupakan pusat perdagangan dan jasa di wilayah ini. Sementara Kota Pagaralam masih mengandalkan sektor pertanian terutama perkebunan teh dan kopi (39.87 persen), dalam pembentukan outputnya. Tabel 5.2. Kontribusi Kabupaten/kota terhadap Pembentukan Output di Propinsi Sumatera Selatan (Persen) KABUPATEN/ KOTA
KONTRIBUSI
(1)
(2)
Kawasan Sumatera Selatan 1. Kabupaten Ogan Komering Ulu 2. Kabupaten Ogan Komering Ilir 3. Kabupaten Muara Enim 7. Kabupaten Banyuasin 8. Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan 9. Kabupaten Ogan Komering Ulu Timur 10. Kabupaten Ogan Ilir 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih Kawasan Sumatera Tengah 4. Kabupaten Lahat 5. Kabupaten Musi Rawas 6. Kabupaten Musi Banyuasin 11. Kabupaten Empat Lawang 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Prop. Sumatera Selatan
74.79 4.90 7.15 11.68 8.24 2.80 5.01 3.94 29.04 2.03 25.21 5.09 4.96 9.04 2.24 1.54 2.33 100.00
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
Secara umum dapat dikatakan bahwa kabupaten/ kota yang paling dominan dalam meningkatkan output di Propinsi Sumatera Selatan adalah Kota Palembang, dengan sektor industri pengolahan sebagai penyumbang terbesar dalam pembentukkan outputnya.
52
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
Gambar 5.4 Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi terhadap Pembentukan Output di Kawasan Sumatera Selatan (Persen) Jika kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan, sektor ekonomi yang paling berperan dalam pembentukan output di Kawasan Sumatera Selatan masih di sektor pertanian, dengan kontribusi sebesar 22.90 persen. Sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan,hotel dan restoran menyumbangkan kontribusi cukup besar bagi Kawasan Sumatera Selatan yaitu sebesar 19.59 persen dan 18.59 persen. Sektor ekonomi yang memberikan kontribusi paling kecil di Kawasan Sumatera Selatan adalah sektor listrik, gas, dan air bersih sebesar 0.81 persen (Gambar 5.4). Kondisi ini disebabkan tujuh dari sembilan kabupaten/ kota di Kawasan ini masih menggandalkan sektor pertanian dalam pembentukkan outputnya (kecuali Kota Palembang dan Kota Prabumulih). Sedangkan sektor listrik, gas dan air sampai saat ini merupakan sektor yang memiliki kontribusi paling kecil karena sulitnya mengembangan sektor ini akibat
53
mahalnya investasi awal dalam menyiapkan sarana dan prasarananya. Disisi lain pemerintah tetap harus melakukan kebijakan subsidi untuk sub sektor listrik dan gas agar dapat dinikmati semua lapisan masyarakat. Kabupaten/kota yang paling berperan dalam pembentukan output di Kawasan Sumatera Selatan adalah Kota Palembang dengan kontribusi sebesar 38.83 persen. Sedangkan yang memberikan kontribusi terendah adalah Kota Prabumulih yaitu sebesar 2.71 persen.Seperti pembahasan sebelumnya diketahui bahwa Kota Palembang merupakan ibukota Propinsi Sumatera Selatan yang merupakan jantung
penggerak perekonomian diwilayah ini, sehingga tidak
mengherankan jika mendominasi pembentukan output di Kawasan Sumatera Selatan. Sementara Kota Prabumulih yang merupakan kota kecil yang sangat bergantung dengan sektor pertambangan migas, sehingga dalam perhitungan tanpa migas kontribusinya terhadap Kawasan Sumatera Selatan menjadi paling kecil. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan untuk meningkatkan output di Kawasan Sumatera Selatan sebaiknya dipusatkan pada peningkatan output di Kota Palembang, dengan menjadikan industri pengolahan dan sektor perdagangan,hotel dan restoran sebagai penggeraknya. Sedangkan sektor pertanian yang memberikan sumbangan sektoral terbesar dapat dibangun di sentra-sentra pertanian seperti di Kabupaten Banyuasin, Kabupaten OKI, Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten OKUT yang memiliki nilai PR yang cukup besar di sektor pertanian (lampiran 25.a).
54
Tabel 5.3 Kontribusi kabupaten/kota terhadap Pembentukan Output di Kawasan Sumatera Selatan (Persen) KABUPATEN/ KOTA
KONTRIBUSI
(1)
(2)
1. Kabupaten OKU 2. Kabupaten OKI 3. Kabupaten Muara Enim 7. Kabupaten Banyuasin 8. Kabupaten OKUS 9. Kabupaten OKUT 10. Kabupaten OI 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih Kawasan Sumatera Selatan
6.56 9.56 15.62 11.01 3.74 6.71 5.26 38.83 2.71 100.00
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan, 2000 dan 2007 (Diolah)
Untuk Kawasan Sumatera Tengah, sektor ekonomi yang paling dominan dalam pembentukan output di kawasan ini adalah sektor pertanian sebesar 39.31 persen diikuti sektor perdagangan,hotel dan restoran sebesar 14.38 persen, sementara kontributor terendah adalah sektor listrik, gas dan air bersih sebesar 0.13 persen (gambar 5.5). Artinya sektor ekonomi yang paling berperan di Kawasan Sumatera Tengah adalah sektor pertanian yang didukung oleh sektor perdagangan hotel dan restoran, sedangkan sektor yang peranannya paling kecil di Kawasan Sumatera Tengah adalah sektor listrik, gas dan air bersih. Sehingga sektor pertanian dapat dijadikan sebagai leading sector dalam membangun Kawasan Sumatera Tengah, didukung oleh sektor perdagangan hotel dan restoran.
55
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
Gambar 5.5 Kontribusi Sektor-sektor Ekonomi terhadap Pembentukan Output di Kawasan Sumatera Tengah (Persen)
Jika dilihat secara regional kabupaten/kota yang paling dominan dalam pembentukan output di Kawasan Sumatera Tengah adalah Kabupaten Musi Banyuasin dengan kontribusi sebesar 35.87 persen, diikuti Kabupaten Lahat sebesar 20.21 persen. Sedangkan kontributor terendah adalah Kota Pagar Alam, dengan kontribusi sebesar 6.11 persen.(tabel 5.4) Tabel 5.4 Kontribusi kabupaten/kota terhadap Pembentukan Output di Kawasan Sumatera Tengah (Persen) KABUPATEN/ KOTA
KONTRIBUSI
(1)
(2)
4. Kabupaten Lahat 5. Kabupaten Musi Rawas 6. Kabupaten Musi Banyuasin 11. Kabupaten Empat Lawang 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Kawasan Sumatera Tengah
20.21 19.67 35.87 8.89 6.11 9.25 100.00
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
56
Hal ini memberikan penjelasan bahwa kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah yang paling berperan adalah Kabupaten Musi Banyuasin, diikuti oleh Kabupaten Lahat dan Kabupaten Musi Rawas. Tingginya peran Kabupaten Musi Banyuasin dalam pembentukkan output dikawasan ini disebabkan kekayaan sumberdaya alam berupa sumur minyak dan gas alam yang terdapat di wilayah ini. Kondisi ini mengundang investor terutama perusahaan-perusahaan perminyakan menanamkan investasinya di Kabupaten Musi Banyuasin, sehingga memberikan efek domino ke sektor-sektor lain seperti sektor perdagangan, hotel dan restoran serta sektor bangunan.
5.3 Perbandingan Pertumbuhan Output di Kabupaten/kota terhadap Propinsi Sumatera Selatan Pertumbuhan output kabupaten/kota dibandingkan dengan pertumbuhan output di tingkat propinsi menunjukkan bahwa pertumbuhan output kabupaten/kota di Kawasan
Sumatera Selatan adalah lebih cepat dibandingkan dengan
pertumbuhan output di Propinsi Sumatera Selatan. Sedangkan pertumbuhan output kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah adalah lebih lambat dibandingkan dengan pertumbuhan output di Propinsi Sumatera Selatan. Hal ini berdasarkan nilai positif dari indikator PS untuk Kawasan Sumatera Selatan dan negatif untuk Kawasan Sumatera Tengah. Kondisi ini menunjukkan bahwa pertumbuhan output di Propinsi Sumatera Selatan banyak tergantung pada pertumbuhan output di Kawasan Sumatera Selatan. (lampiran 23.a dan b) Dari 9 kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Selatan, hanya 2 kabupaten/kota yang mempunyai pertumbuhan output yang lebih lambat
57
dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Selatan yaitu Kabupaten Muara Enim dan Kabupaten OKUT. Sedangkan 7 kabupaten/kota lainnya yaitu Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Banyuasin, Kabupaten OKUS, Kabupaten OI,
Kota Palembang serta Kota Prabumulih mempunyai
pertumbuhan output yang lebih cepat dibandingkan dengan Propinsi Sumatera Selatan. Pertumbuhan output di Kawasan Sumatera Tengah setelah pemisahan dengan Propinsi Sumatera Selatan tidak mengalami perubahan. Kondisi pertumbuhan dari ke-enam kabupaten/ kota di kawasan ini sebagai berikut; tiga kabupaten/kota memiliki pertumbuhan output lebih cepat dari daerah diatasnya (regional) dan tiga lainya memiliki pertumbuhan output lebih lambat.(lampiran 29 a dan b) Ini menunjukkan bahwa perkembangan ekonomi di Propinsi Sumatera Selatan sangat didukung oleh perkembangan ekonomi di wilayah Kawasan Sumatera Selatan. Sehingga dengan berdirinya Kawasan Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak akan berpengaruh terhadap perkembangan ekonomi di Propinsi Sumatera Selatan. Selain melihat kecepatan pertumbuhan ekonomi di kabupaten/kota dibandingkan dengan propinsi, analisis shift-share juga dapat melihat daya saing dari suatu kabupaten/kota terhadap kabupaten/kota lainnya, yaitu dengan melihat nilai indikator DS. Berdasarkan data indikator DS yang positif dapat diketahui bahwa ada 4 kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan yang mempunyai daya saing relatif baik yaitu Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Mura, Kabupaten Muba
58
dan Kota Palembang. Sedangkan 11 kabupaten/kota lainnya mempunyai daya saing yang relatif lebih buruk. Jika kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan, terjadi pergeseran pola dan struktur ekonomi di Kawasan Sumatera Selatan yaitu di Kabupaten Banyuasin dari posisi daya saing yang relatif buruk ke kondisi yang relatif baik , sementara Kabupaten Muara Enim mengalami sebaliknya. Daya saing dari kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah setelah pemisahan tidak mengalami perubahan. Ini menunjukkan pemisahan Kawasan Sumatera Tengah dari Propinsi Sumatera Selatan relative tidak mempengaruhi daya saing dari kabupaten/kota di propinsi ini.
5.4 Pergeseran Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan menurut Sektor Pergeseran pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota secara sektoral dapat dilihat dari indikator PS dan DS secara bersamaan. Secara rinci penjelasan masingmasing sektor adalah sebagai berikut: 5.4.1 Sektor Pertanian Pola dan struktur ekonomi kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan setelah pemisahan Kawasan Sumatera Tengah tidak mengalami pergeseran pada sektor pertanian. Tiga kabupaten berada di wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang dan enam kabupaten/ kota lainnya berada diwilayah dengan daya saing lemah dan peranan terhadap wilayah rendah
59
Pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah pada sektor pertanian bergeser ke arah yang lebih baik jika kabupaten/kota di Kawasan ini dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Pergeseran terjadi pada Kabupaten Mura, Kabupaten Muba dan Kota Lubuklinggau dari wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang ke wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat. Pergeseran juga terjadi di Kabupaten Lahat, Kabupaten Empat Lawang dan Kota Pagar Alam dari wilayah dengan daya saing lemah dan peranan terhadap wilayah rendah ke wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (Gambar. 5.6). Hal ini menunjukkan bahwa pada sektor pertanian, berdirinya Kawasan Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak berpengaruh pada kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Selatan.
Sebaliknya dengan pemisahan, pola dan struktur
ekonomi kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah bergeser kearah yang lebih baik. Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.6 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Pertanian
60
5.4.2
Sektor Pertambangan dan Penggalian Pola dan struktur ekonomi kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan
setelah pemisahan Kawasan Sumatera Tengah tidak mengalami pergeseran pada sektor pertambangan dan penggalian. Dari sembilan kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Selatan hanya Kabupaten Muara Enim yang berada di wilayah dengan daya saing lemah dan peranan terhadap wilayah rendah. Delapan kabupaten/ kota lainnya berada di wilayah dengan kecepatan terhambat namun berkembang. Tiga kabupaten di Kawasan Sumatera Tengah yaitu Kabupaten Lahat, Kabupaten Muba dan Kabupaten Empat Lawang mengalami pergeseran pola dan struktur ekonomi pada sektor pertambangan dan penggalian dari wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang ke wilayah dengan daya saing lemah dan peranan terhadap wilayah rendah. Sementara tiga kabupaten/ kota lainnya tidak menggalami pergeseran (Gambar.5.7). Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.7 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Pertambangan dan Penggalian
61
Sehingga dapat dikatakan bahwa pada sektor pertambangan dan penggalian, berdirinya Kawasan Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak berpengaruh pada potensi relatif dari kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan (Kawasan Sumatera Selatan). Namun sebaliknya, pemisahan ini menggeser pola dan struktur ekonomi beberapa kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah kearah yang lebih buruk yaitu Kabupaten Lahat, Kabupaten Muba dan Kota Lubuklinggau.
5.4.3
Sektor Industri Pengolahan Pada sektor industri pengolahan juga tidak terjadi pergeseran pola dan
struktur ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan jika kabupaten /kota di Kawasan SumateraTengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Muara Enim dan Kota Palembang merupakan daerah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang (Gambar 5.8). Sedangkan di Kawasan SumateraTengah, pemisahan ini menyebabkan Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muba
mengalami pergeseran dari wilayah
dengan daya saing lemah dan peran terhadap wilayah rendah menjadi wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang. Kondisi ini menunjukkan bahwa pada sektor industri pengolahan, berdirinya Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak akan berpengaruh terhadap pola dan struktur perekonomian di daerah kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Sedangkan untuk Kawasan Sumatera Tengah sendiri terjadi pergeseran kearah yang lebih baik setelah adanya pemisahan yaitu Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muba.
62
Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.8 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Industri Pengolahan
5.4.4
Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Pada sektor listrik, gas dan air bersih tidak terjadi pergeseran pola dan
struktur ekonomi pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan setelah pemisahan Kawasan SumateraTengah. Kabupaten Banyuasin, Kabupaten Ogan Ilir dan Kota Palembang merupakan wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat di sektor listrik, gas dan air bersih di Propinsi Sumatera Selatan pasca pemisahan (Gambar 5.9). Kabupaten/ kota di Kawasan SumateraTengah
juga tidak mengalami
pergeseran pola dan struktur ekonomi di sektor listrik, gas dan air bersih pasca pemisahan. Kabupaten Mura dan Kabupaten Muba adalah wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat di Kawasan Sumatera Tengah.
63
Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.9 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih Pada sektor listrik, gas dan air bersih, berdirinya SumateraTengah sebagai propinsi baru tidak akan berpengaruh pada pola dan struktur ekonomi pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Begitu juga dengan pola dan struktur ekonomi pada kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah pada sektor ini.
5.4.5
Sektor Bangunan Pada sektor bangunan, setelah pemisahan Kawasan Sumatera Tengah
terjadi pergeseran pola dan struktur ekonomi kearah yang lebih baik di Propinsi Sumatera Selatan. Ini dapat dilihat dari pergeseran Kota Prabumulih dari wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi menjadi wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat. Sementara Kabupaten Muara Enim, kabupaten Banyuasin dan Kota Palembang tetap berada diwilayah dengan pertumbuhan sangat pesat (Gambar 5.10).
64
Sedangkan kabupaten/ kota di Kawasan SumateraTengah tidak mengalami pergeseran pola dan struktur ekonomi pada sektor bangunan. Kabupaten Muba dan Kota Pagar Alam merupakan wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat yang berada di Kawasan SumateraTengah.
Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.10 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Bangunan Hal ini menunjukkan bahwa pada sektor bangunan, dengan berdirinya SumateraTengah sebagai propinsi baru akan menggeser pola dan struktur perekonomian kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan ke arah yang lebih baik. Sedangkan kabupaten/ kota di kawasan Sumatera Tengah tidak mengalami pergeseran pola dan struktur ekonominya.
5.4.6
Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran Pada sektor perdagangan, hotel dan restoran, pemisahan SumateraTengah
dari Propinsi Sumatera Selatan tidak menimbulkan pergeseran pola dan struktur
65
ekonomi pada kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan. Kabupaten OKUT dan Kota Palembang merupakan wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat di Kawasan Sumatera Selatan. Di Kawasan SumateraTengah juga tidak terjadi pergeseran pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota pada sektor perdagangan, hotel dan restoran jika SumateraTengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Muba merupakan wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat di Kawasan Sumatera Tengah. Hal ini menunjukkan untuk sektor perdagangan, hotel dan restoran, dengan berdirinya Kawasan Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak berpengaruh terhadap pola dan struktur perekonomian pada kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Sedangkan kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah tidak mengalami pergeseran pola dan struktur ekonominya. Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.11 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/Kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran
66
5.4.7
Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Pada sektor pengangkutan dan komunikasi juga tidak terjadi perubahan
pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan jika Sumatera Tengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Kota Palembang merupakan wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat disektor pengangkutan dan komunikasi di Kawasan Sumatera Selatan. Sementara Kabupaten Ogan Komering Ulu, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Kabupaten Muara Enim, dan Kota Prabumulih berada di wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi (Gambar 5.12).
Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.12 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi Kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah yang mengalami pergeseran dari wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat
namun cenderung
67
berpotensi menjadi wilayah dengan pertumbuhan sangat pesat adalah Kabupaten Muba,Kabupaten Empat Lawang dan Kota Pagar Alam. Sedangkan Kabupaten Lahat, Kabupaten Mura dan Kota Lubuklinggau tetap berada pada wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi. Hal ini menunjukkan bahwa pada sektor pengangkutan dan komunikasi, dengan berdirinya Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak berpengaruh pada pola dan struktur ekonomi relatif dari daerah-kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Namun berpengaruh secara positif pada pola dan struktur ekonomi di Kawasan Sumatera Tengah itu sendiri.
5.4.8
Sektor Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan juga tidak mengalami
perubahan pola dan struktur ekonomi jika Sumatera Tengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Kota Palembang dan Kota Prabumulih merupakan dua kota yang sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaannya berada diwilayah pertumbuhan sangat pesat. Sementara kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Selatan lainnya merupakan wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namu cenderung berpotensi (Gambar 5.13). Pergeseran pola dan struktur ekonomi kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah pada sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan terjadi pada Kabupaten Lahat dan Kabupaten Muba. Pergeseran terjadi dari wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat namun cenderung berpotensi ke wilayah
68
dengan kecepatan terhambat namun berkembang. Sementara tiga kabupaten lainnya di Kawasan Sumatera Tengah mengalami pergeseran ke arah lebih buruk. Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.13 Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Hal ini menunjukkan bahwa pada sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan dengan berdirinya Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak berpengaruh terhadap pola dan struktur ekonomi dari daerah-kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Sementara kabupaten/ kota di Kawasan Sumatera Tengah mengalami pergeseran pola dan struktur ekonomi di sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan.
5.4.9
Sektor Jasa-jasa Pada sektor jasa-jasa juga tidak terjadi pergeseran pola dan struktur
ekonomi dari kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan jika Sumatera Tengah dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Kabupaten Banyuasin, Kabupaten
69
Ogan Ilir dan Kota Palembang adalah tiga wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang di Kawasan Sumatera Selatan. Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.14. Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan pada Sektor Jasa-jasa Pergeseran pola dan struktur ekonomi di sektor jasa-jasa juga tidak terjadi di Kawasan Sumatera Tengah. Kabupaten Lahat, Kabupaten Mura, Kabupaten Muba dan Kota Lubuklinggau merupakan wilayah dengan kecepatan pertumbuhan terhambat tapi berkembang di Kawasan Sumatera Tengah (Gambar 5.14). Hal ini menunjukkan bahwa pada sektor jasa-jasa, berdirinya Sumatera Tengah sebagai propinsi baru tidak mengeser pola dan struktur ekonomi dari daerahkabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan. Berdasarkan kondisi dari kesembilan sektor ini dapat dikatakan bahwa, secara umum perekonomian di Propinsi Sumatera Selatan tidak bergantung pada Kawasan Sumatera Tengah. Sehingga dengan terbentuknya Kawasan Sumatera Tengah menjadi propinsi tidak berpengaruh secara signifikan pada pola dan
70
struktur perekonomian di Propinsi Sumatera Selatan. Ini dikarenakan sebagian besar output di Propinsi Sumatera Selatan terjadi di Kawasan Sumatera Selatan. Demikian juga daya saing sektoral dari Propinsi Sumatera Selatan tidak akan berubah jika Kawasan Sumatera Tengah terpisah dari propinsi ini.
5.2.3.2 Agregat Sektoral Pada total seluruh sektor terjadi pergeseran pola dan struktur ekonomi di 3 kabupaten di Propinsi Sumatera Selatan, dari daerah
depressed region yang
berpotensi ke daerah depressed region daya saing lemah dan peranan terhadap wilayah rendah yaitu Kabupaten OKI, Kabupaten Banyuasin dan Kabupaten Ogan Ilir. Sementara Kabupaten/ kota yang lain di di Propinsi Sumatera Selatan tidak mengalami perubahan pada pola dan struktur ekonominya. Pola dan struktur ekonomi kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah tidak mengalami perubahan jika wilayah ini dipisahkan dari Propinsi Sumatera Selatan. Artinya secara agregat sektor terpisahnya Kawasan Sumatera Tengah dari Propinsi Sumatera Selatan tidak mengurangi pertumbuhan dan daya saing sektoral terhadap daerah-daerah di kawasannya. Sehinggadapat dikatakan bahwa pada total seluruh sektor di kabupaten/kota di Propinsi Sumatera Selatan, jika Kawasan Sumatera Selatan dipisahkan akan menyebabkan tiga kabupaten di daerah ini mengalami penurunan pertumbuhan dan daya saing terhadap kabupaten/kota lain di wilayahnnya. Sedangkan di Kawasan Sumatera Tengah, jika kawasan ini dibentuk maka pertumbuhan dan daya saing secara agregat sektoral akan meningkat.
71
Prop. Sumsel
Kawasan Sumsel
Kawasan Sumteng
Gambar 5.15. Pola dan Struktur Ekonomi Kabupaten/kota di Propinsi Secara Agregat
72
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil pembahasan pada penelitian ini dapat disimpulkan: 1. Kawasan Sumatera Tengah tidak begitu berperan dalam menciptakan disparitas pendapatan secara regional di Propinsi Sumatera Selatan, karena disparitas pendapatan di Propinsi Sumatera Selatan tidak mengalami perubahan yang berarti jika kawasan ini dipisahkan. 2. Peran dari kabupaten/kota di Kawasan Sumatera Tengah terhadap pembentukan output Propinsi Sumatera Selatan sebesar (25,21 persen), dengan sektor pertanian sebagai leading sector. Namun sebagian besar pembentukan output di Propinsi Sumatera Selatan terjadi di Kawasan Sumatera Selatan. 3. Berdirinya Kawasan Sumatera Tengah tidak berpengaruh pada pergeseran pola dan struktur ekonomi juga daya saing sektoral kabupaten/ kota di Propinsi Sumatera Selatan. 4. Sektor perekonomian yang paling dominan dalam pembentukkan output di Propinsi Sumatera Selatan sebelum dan sesudah pemekaran adalah sektor pertanian sub sektor perkebunan dengan komoditas unggulan kelapa sawit dan tanaman karet. Kabupaten/ kota yang paling dominan dalam pembentukkan output di Propinsi Sumatera Selatan dan Kawasan Sumatera Selatan adalah Kota Palembang dengan sektor industri pengolahan sebagai sektor unggulan,
73
sedangkan di Kawasan Sumatera Tengah di Kabupaten Musi Banyuasin dengan sektor pertanian sebagai sektor unggulan.
6.2 Saran Berdasarkan tujuan dan hasil pembahasan dalam penelitian ini, beberapa hal dapat disarankan sebagai berikut: 1. Walaupun secara sektoral perekonomian di Kawasan Sumatera Tengah menjadi relatif lebih baik jika di mekarkan dari Propinsi Sumatera Selatan, Namun perlu juga dilakukan kajian yang lebih mendalam tentang aspek-aspek lain dari 3 syarat umum pembentukan daerah yakni syarat administratif, syarat teknis, dan syarat fisik kewilayahan yang tercantum pada PP No 78 tahun 2007. 2. Untuk menanggulangi disparitas pendapatan regional di Propinsi Sumatera Selatan, pemerintah hendaknya melakukan langkah-langkah berikut: a. Membangun Prasarana perhubungan seperti jalan, jembatan, terminal atau pelabuhan laut/sungai untuk memperlancar mobilitas barang dan faktor produksi antar daerah sehingga harga-harga barang yang ada di tingkat konsumen lebih rendah
yang pada akhirnya meningkatkan daya beli
masyarakat. Mendorong dan memfasilitasi berkembangnya sarana perhubungan sesuai dengan kondisi geografis daerah. Hal ini bertujuan untuk membuka akses perdagangan dengan masyarakat luar seperti dalam mengangkut hasil bumi untuk diperdagangkan dengan daerah lain dapat
74
berjalan.Pada akhirnya hal ini dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat juga mengurangi ketimpangan dan disparitas pendapatan. b. Mendorong dan memfasilitasi berkembangnya sarana telekomunikasi dan arus informasi sampai ke daerah terpencil. 3. Untuk memacu pembangunan di sektor pertanian khususnya sub sektor perkebunan (kelapa sawit dan tanaman karet), maka diperlukan upaya-upaya sebagai berikut; a. Peningkatan teknologi dan inovasi baru dalam diversifikasi kegiatan pertanian seperti penggenalan bibit unggul dan produk-produk kimia penunjang pertanian perkebunan misalnya pupuk, pestisida, insektisida dan lain-lain. Hal ini bertujuan untuk meningkatkan perbaikan tingkat output dan produktivitas, yang pada akhirnya meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan pemerintah. b.
Memperbaiki kebijakan harga dan kelembagaan yaitu dengan penetapan regulasi yang adil yang dapat meningkatkan kesejahteraan dan taraf hidup bagi petani dan pelaku bisnis perkebunan. Pemerintah secara kelembagaan juga dapat menfasilitasi berdirinya unit-unit usaha kecil seperti koperasi atau kelompok-kelompok petani plasma yang lebih terkoordinir. Hal ini dapat memudahkan dalam mengkoordinasikan kebijakan pemerintah sampai kelevel paling bawah.
c. Pemerintah melalui dinas terkait hendaknya terus mendorong peningkatan produktivitas hasil tanam terutama bagi petani perkebunan rakyat. Yaitu dengan mengaktifkan mantri tani yang ada di lapangan untuk selalu
75
membimbing, dan membantu petani perkebunan rakyat dalam pengelolaan lahan dan berbagai teknis penanaman yang masih menggunakan cara tradisional. Sehingga output dan produktivitas yang dihasilkan dapat terus meningkat.
76
DAFTAR PUSTAKA Arsyad, Lincolyn. 1999. Pengantar Perencanaan dan Pembangunan Ekonomi Daerah, BPFE, Yogyakarta Aziz, Iwan Jaya. 1994. Ilmu Ekonomi Regional dan Beberapa Aplikasinya Di Indonesia, Lembaga Penerbit FE-UI, Jakarta Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Selatan. 2008. Produk Domestik Regional Bruto Provinsi Sumatera Selatan Tahun 2007 (Draft Publikasi). BPS, Palembang __________________ 2007. Sumatera Selatan Dalam Angka Tahun 2007 (Draft Publikasi). BPS, Palembang Pemerintah Propinsi Sumatera Selatan.2008. Http://www.sumsel.go.id Sjafrizal. 1997. Pertumbuhan Ekonomi dan Ketimpangan Regional Wilayah Indonesia Bagian Barat. Prisma, No. 3, Tahun XXVI : 27-38, LP3ES, Jakarta ___________
2008. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Baduose Media,
Padang Tambunan, Tulus. 1997. Kontribusi Dari Peningkatan Total Faktor Produktifitas Terhadap Pertumbuhan Output Agregat. Jurnal Studi Indonesia, Vol 7, Nomor 1, UT, Jakarta ___________ 2006. Perekonomian Indonesia Sejak Orde Lama Hingga Pasca Krisis. Pustaka Quantum, Jakarta
77
Tarigan, Robinson. 2006. Ekonomi Regional Teori dan Aplikasi. Bumi Aksara, Jakarta Tjekden,Freddy. 2001. Analisis Perekonomian Propinsi Sumatera Selatan Mencakup dan Tidak Mencakup Propinsi Bangka Belitung 1995-1999. Skripsi (Unpublished). STIS, Jakarta Todaro, M.P. 2000. Economic Development. Seventh Edition, New York University, Longman, London and New York
78
LAMPIRAN 1. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Lahat 5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 11. Kab. Empat Lawang 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi (2) 5,080,030 3,118,569 5,511,011 3,703,530 3,043,036 5,981,216 3,393,240 2,677,793 2,712,601 3,204,820 3,185,095 6,597,515 4,714,504 3,686,187 4,082,815 4,046,131
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2000 (Diolah)
J pend
pi
(3) 267,350 635,091 586,972 319,618 451,365 418,667 672,264 289,128 511,940 340,087 194,889 1,218,871 119,063 115,690 158,257 6,299,252
(4) 0.042442 0.10082 0.093181 0.050739 0.071654 0.066463 0.106721 0.045899 0.08127 0.053988 0.030938 0.193495 0.018901 0.018366 0.025123 1
yi-y
(yi-y)2
(5) (6) 1,033,899 1.0689E+12 ‐927,562 8.6037E+11 1,464,880 2.1459E+12 ‐342,600 1.1738E+11 ‐1,003,095 1.0062E+12 1,935,085 3.7446E+12 ‐652,891 4.2627E+11 ‐1,368,338 1.8723E+12 ‐1,333,530 1.7783E+12 ‐841,311 7.078E+11 ‐861,036 7.4138E+11 2,551,384 6.5096E+12 668,373 4.4672E+11 ‐359,944 1.2956E+11 36,684 1345703395 0
(yi – y)2pi (7) 4.537E+10 8.674E+10 2E+11 5.955E+09 7.21E+10 2.489E+11 4.549E+10 8.594E+10 1.445E+11 3.821E+10 2.294E+10 1.26E+12 8.444E+09 2.379E+09 33808297 2.267E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1505495.942
0.372083
79
LAMPIRAN 2. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2001 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Lahat 5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 11. Kab. Empat Lawang 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi (2) 5,146,050 3,191,829 5,568,061 3,766,803 3,154,281 6,147,116 3,428,319 2,677,793 2,763,045 3,204,820 3,254,722 6,741,382 4,756,300 3,768,206 4,171,444 4,116,011
J pend
pi
(3) 272,250 643,110 595,466 323,884 454,845 427,472 686,953 294,911 521,323 344,304 194,889 1,242,588 122,138 116,086 161,277 6,401,496
(4) 0.042529 0.100462 0.09302 0.050595 0.071053 0.066777 0.107311 0.046069 0.081438 0.053785 0.030444 0.194109 0.01908 0.018134 0.025194 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2001 (Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(5) (6) 1,030,038 1.061E+12 ‐924,183 8.5411E+11 1,452,050 2.1084E+12 ‐349,209 1.2195E+11 ‐961,730 9.2492E+11 2,031,105 4.1254E+12 ‐687,693 4.7292E+11 ‐1,438,219 2.0685E+12 ‐1,352,966 1.8305E+12 ‐911,191 8.3027E+11 ‐861,290 7.4182E+11 2,625,370 6.8926E+12 640,289 4.0997E+11 ‐347,805 1.2097E+11 55,433 3072799611 0
(yi – y)2pi (7) 4.512E+10 8.581E+10 1.961E+11 6.17E+09 6.572E+10 2.755E+11 5.075E+10 9.529E+10 1.491E+11 4.466E+10 2.258E+10 1.338E+12 7.822E+09 2.194E+09 77415014 2.385E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1544274.571
0.375187
80
LAMPIRAN 3. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2002 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Lahat 5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 11. Kab. Empat Lawang 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi (2) 5,241,179 5,241,179 5,689,016 3,923,927 3,303,747 6,331,137 3,607,368 2,755,998 2,858,609 3,369,885 3,351,243 7,047,988 4,852,257 3,847,138 4,306,074 4,381,783
J pend
pi
(3) 277,806 643,898 603,931 325,745 456,228 436,306 686,953 300,809 528,725 345,832 199,039 1,265,577 125,292 117,420 164,238 6,477,799
(4) 0.042886 0.099401 0.093231 0.050286 0.070429 0.067354 0.106047 0.046437 0.081621 0.053387 0.030726 0.195371 0.019342 0.018127 0.025354 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2002 (Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(5) (6) 859,396 7.3856E+11 859,396 7.3856E+11 1,307,233 1.7089E+12 ‐457,856 2.0963E+11 ‐1,078,036 1.1622E+12 1,949,354 3.8E+12 ‐774,415 5.9972E+11 ‐1,625,785 2.6432E+12 ‐1,523,174 2.3201E+12 ‐1,011,898 1.0239E+12 ‐1,030,540 1.062E+12 2,666,205 7.1087E+12 470,474 2.2135E+11 ‐534,645 2.8584E+11 ‐75,709 5731833601 0
(yi – y)2pi
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(7) 3.167E+10 7.341E+10 1.593E+11 1.054E+10 8.185E+10 2.559E+11 6.36E+10 1.227E+11 1.894E+11 5.467E+10 3.263E+10 1.389E+12 4.281E+09 5.181E+09 145324807 2.474E+12
(8)
(9)
1572952.534
0.358975
81
LAMPIRAN 4. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2003 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Lahat 5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 11. Kab. Empat Lawang 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi (2) 5,390,618 3,489,242 5,951,463 4,079,048 3,447,462 6,605,903 3,778,410 2,819,882 2,927,280 3,489,517 3,375,742 7,384,217 5,081,444 3,926,889 4,459,171 4,413,753
J pend
pi
(3) 283,187 645,096 611,342 330,000 460,582 444,226 690,442 306,433 540,061 347,992 205,258 1,287,435 126,172 118,724 167,138 6,564,088
(4) 0.043142 0.098277 0.093134 0.050274 0.070167 0.067675 0.105185 0.046683 0.082275 0.053015 0.03127 0.196133 0.019222 0.018087 0.025462 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2003 (Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(5) (6) 976,866 9.5427E+11 ‐924,511 8.5472E+11 1,537,710 2.3646E+12 ‐334,704 1.1203E+11 ‐966,291 9.3372E+11 2,192,151 4.8055E+12 ‐635,343 4.0366E+11 ‐1,593,870 2.5404E+12 ‐1,486,472 2.2096E+12 ‐924,236 8.5421E+11 ‐1,038,011 1.0775E+12 2,970,464 8.8237E+12 667,692 4.4581E+11 ‐486,863 2.3704E+11 45,419 2062868571 0
(yi – y)2pi (7) 4.117E+10 8.4E+10 2.202E+11 5.632E+09 6.552E+10 3.252E+11 4.246E+10 1.186E+11 1.818E+11 4.529E+10 3.369E+10 1.731E+12 8.569E+09 4.287E+09 52525762 2.907E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1705021.651
0.386298
82
LAMPIRAN 5. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2004 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Lahat 5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 11. Kab. Empat Lawang 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi (2) 5,541,673 3,607,122 6,107,393 4,200,054 3,604,900 6,903,078 3,836,936 2,884,648 3,020,353 3,616,530 3,509,919 7,869,364 5,248,475 4,014,344 4,605,565 4,571,357
J pend
pi
yi-y
(3) 287,550 656,828 621,876 336,433 465,682 455,739 712,813 312,869 551,652 350,317 205,462 1,304,211 129,667 119,983 171,235 6,682,317
(4) 0.043031 0.098293 0.093063 0.050347 0.069689 0.068201 0.106672 0.04682 0.082554 0.052424 0.030747 0.195173 0.019404 0.017955 0.025625 1
(5) 970,316 ‐964,235 1,536,036 ‐371,303 ‐966,457 2,331,721 ‐734,421 ‐1,686,709 ‐1,551,004 ‐954,827 ‐1,061,438 3,298,007 677,118 ‐557,013 34,208 0
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2004 (Diolah)
(yi-y)2 (6) 9.42E+11 9.3E+11 2.36E+12 1.38E+11 9.34E+11 5.44E+12 5.39E+11 2.84E+12 2.41E+12 9.12E+11 1.13E+12 1.09E+13 4.58E+11 3.1E+11 1.17E+09
(yi – y)2pi
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(7) 40514679963 91388183457 2.19573E+11 6941085629 65091994536 3.70802E+11 57535851501 1.33204E+11 1.98593E+11 47795104499 34641258060 2.12287E+12 8896741231 5570880727 29986852.88 3.40345E+12
(8)
(9)
1844844.218
0.403566
83
LAMPIRAN 6. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2005 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Lahat 5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 11. Kab. Empat Lawang 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi (2) 5,754,880 3,769,710 6,264,997 4,442,672 3,732,175 7,244,461 3,919,448 2,978,902 3,122,093 3,715,726 3,583,811 8,329,335 5,580,405 4,138,701 4,791,284 4,757,907
J pend
pi
yi-y
(3) 291,274 663,790 632,222 336,406 478,189 469,175 733,828 317,277 564,225 356,983 209,345 1,338,793 130,340 120,482 174,452 6,816,781
(4) 0.042729 0.097376 0.092745 0.04935 0.070149 0.068826 0.10765 0.046544 0.08277 0.052368 0.03071 0.196397 0.01912 0.017674 0.025592 1
(5) 996,974 ‐988,196 1,507,090 ‐315,234 ‐1,025,732 2,486,554 ‐838,458 ‐1,779,005 ‐1,635,814 ‐1,042,181 ‐1,174,095 3,571,428 822,498 ‐619,206 33,377 0
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2005 (Diolah)
(yi-y)2 (6) 9.94E+11 9.77E+11 2.27E+12 9.94E+10 1.05E+12 6.18E+12 7.03E+11 3.16E+12 2.68E+12 1.09E+12 1.38E+12 1.28E+13 6.77E+11 3.83E+11 1.11E+09
(yi – y)2pi
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(7) 42470720799 95090678982 2.10654E+11 4904009212 73805359141 4.25551E+11 75679439089 1.47304E+11 2.21483E+11 56879311024 42334066062 2.50506E+12 12935059553 6776610010 28509273.25 3.92095E+12
(8)
(9)
1980139.758
0.416179
84
LAMPIRAN 7. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2006 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Lahat 5. Kab. Musi Rawas 6. Kab. Musi Banyuasin 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 11. Kab. Empat Lawang 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi (2) 6,859,830 3,948,017 6,530,690 4,668,115 3,912,865 7,552,592 4,029,942 3,188,584 3,321,284 3,818,084 3,701,945 8,830,124 5,859,641 4,478,975 4,975,780 5,045,098
J pend
pi
yi-y
(3) 259,292 672,192 643,924 339,321 484,281 484,245 757,398 322,307 564,824 365,333 211,243 1,369,239 132,752 115,553 178,074 6,899,978
(4) 0.037579 0.097419 0.093323 0.049177 0.070186 0.070181 0.109768 0.046711 0.081859 0.052947 0.030615 0.198441 0.019239 0.016747 0.025808 1
(5) 1,814,732 ‐1,097,081 1,485,592 ‐376,983 ‐1,132,233 2,507,494 ‐1,015,156 ‐1,856,514 ‐1,723,814 ‐1,227,014 ‐1,343,153 3,785,026 814,543 ‐566,123 ‐69,318 0
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2006 (Diolah)
(yi-y)2 (6) 3.29E+12 1.2E+12 2.21E+12 1.42E+11 1.28E+12 6.29E+12 1.03E+12 3.45E+12 2.97E+12 1.51E+12 1.8E+12 1.43E+13 6.63E+11 3.2E+11 4.8E+09
(yi – y)2pi
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(7) 1.23756E+11 1.17253E+11 2.05962E+11 6988853291 89974923143 4.41263E+11 1.13121E+11 1.60997E+11 2.43246E+11 79715039854 55231314652 2.84295E+12 12765007884 5367287070 124006946 4.49871E+12
(8)
(9)
2121017.231
0.420412
85
LAMPIRAN 8. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Selatan Tahun 2000 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 7. Kab. Ogan Ilir 8. Kota Palembang 9. Kota Prabumulih Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
(2) (3) 5,080,030 267,350 3,118,569 635,091 5,511,011 586,972 3,393,240 672,264 2,677,793 289,128 2,712,601 511,940 3,204,820 340,087 6,597,515 1,218,871 4,714,504 119,063 4,112,231 4,640,766
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2000 (Diolah)
pi (4) 0.058 0.137 0.126 0.145 0.062 0.11 0.073 0.263 0.026
yi-y
(yi-y)2
(5) 967,799 ‐993,663 1,398,779 ‐718,991 ‐1,434,439 ‐1,399,630 ‐907,411 2,485,284 602,273 0
(6) 9.3663E+11 9.8737E+11 1.9566E+12 5.1695E+11 2.0576E+12 1.959E+12 8.2339E+11 6.1766E+12 3.6273E+11
(yi – y)2pi (7) 53958592637 1.35121E+11 2.47472E+11 74885424464 1.28193E+11 2.16101E+11 60340455171 1.62226E+12 9306221466 2.53833E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1593213.752
0.387433
86
LAMPIRAN 9. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Selatan Tahun 2001 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Banyuasin 5. Kab. OKUS 6. Kab. OKUT 7. Kab. Ogan Ilir 8. Kota Palembang 9. Kota Prabumulih Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
pi
(2) (3) (4) 5,146,050 272,250 0.058 3,191,829 643,110 0.136 5,568,061 595,466 0.126 3,428,319 686,953 0.145 2,677,793 294,911 0.062 2,763,045 521,323 0.11 3,204,820 344,304 0.073 6,741,382 1,242,588 0.263 4,756,300 122,138 0.026 4,164,178 4,723,043 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2001 (Diolah)
yi-y (5) 981,872 ‐972,349 1,403,883 ‐735,859 ‐1,486,385 ‐1,401,132 ‐959,357 2,577,204 592,123 0
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(6) (7) 9.641E+11 55571968479 9.455E+11 1.28738E+11 1.971E+12 2.48483E+11 5.415E+11 78757937528 2.209E+12 1.37953E+11 1.963E+12 2.16692E+11 9.204E+11 67093564211 6.642E+12 1.74744E+12 3.506E+11 9066764613 2.68073E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1637294.383 0.393186
87
LAMPIRAN 10. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Selatan Tahun 2002 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Banyuasin 5. Kab. OKUS 6. Kab. OKUT 7. Kab. Ogan Ilir 8. Kota Palembang 9. Kota Prabumulih Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
pi
(2) (3) (4) 5,241,179 277,806 0.058 5,241,179 643,898 0.135 5,689,016 603,931 0.126 3,607,368 686,953 0.144 2,755,998 300,809 0.063 2,858,609 528,725 0.111 3,369,885 345,832 0.072 7,047,988 1,265,577 0.265 4,852,257 125,292 0.026 4,518,164 4,778,823 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,20002(Diolah)
yi-y (5) 723,015 723,015 1,170,851 ‐910,797 ‐1,762,166 ‐1,659,555 ‐1,148,280 2,529,824 334,093 0
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(6) (7) 5.228E+11 30388903483 5.228E+11 70435318802 1.371E+12 1.73249E+11 8.296E+11 1.19247E+11 3.105E+12 1.95463E+11 2.754E+12 3.04714E+11 1.319E+12 95420011532 6.4E+12 1.69492E+12 1.116E+11 2926420058 2.68383E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1638240.921
0.36259
88
LAMPIRAN 11. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Selatan Tahun 2003 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Banyuasin 5. Kab. OKUS 6. Kab. OKUT 7. Kab. Ogan Ilir 8. Kota Palembang 9. Kota Prabumulih Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
pi
(2) (3) (4) 5,390,618 283,187 0.059 3,489,242 645,096 0.133 5,951,463 611,342 0.126 3,778,410 690,442 0.143 2,819,882 306,433 0.063 2,927,280 540,061 0.112 3,489,517 347,992 0.072 7,384,217 1,287,435 0.266 5,081,444 126,172 0.026 4,479,119 4,838,160 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2003 (Diolah)
yi-y (5) 911,499 ‐989,877 1,472,343 ‐700,709 ‐1,659,237 ‐1,551,839 ‐989,602 2,905,097 602,325 0
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(6) (7) 8.308E+11 48630128299 9.799E+11 1.30649E+11 2.168E+12 2.73919E+11 4.91E+11 70068470491 2.753E+12 1.7437E+11 2.408E+12 2.68816E+11 9.793E+11 70438550106 8.44E+12 2.24578E+12 3.628E+11 9461166368 3.28267E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1811813.511 0.404502
89
LAMPIRAN 12. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Sumatera Selatan Tahun 2004 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Banyuasin 5. Kab. OKUS 6. Kab. OKUT 7. Kab. Ogan Ilir 8. Kota Palembang 9. Kota Prabumulih Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
pi
(2) (3) (4) 5,541,673 287,550 0.058 3,607,122 656,828 0.133 6,107,393 621,876 0.126 3,836,936 712,813 0.145 2,884,648 312,869 0.063 3,020,353 551,652 0.112 3,616,530 350,317 0.071 7,869,364 1,304,211 0.265 5,248,475 129,667 0.026 4,636,944 4,927,783 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2004 (Diolah)
yi-y (5) 904,729 ‐1,029,821 1,470,449 ‐800,008 ‐1,752,296 ‐1,616,590 ‐1,020,414 3,232,420 611,531 0
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(6) (7) 8.185E+11 4.7764E+10 1.061E+12 1.4136E+11 2.162E+12 2.7287E+11 6.4E+11 9.2579E+10 3.071E+12 1.9495E+11 2.613E+12 2.9256E+11 1.041E+12 7.4022E+10 1.045E+13 2.7654E+12 3.74E+11 9840449493 3.8815E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1970142.988 0.42488
90
LAMPIRAN 13. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Selatan Tahun 2005 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Banyuasin 5. Kab. OKUS 6. Kab. OKUT 7. Kab. Ogan Ilir 8. Kota Palembang 9. Kota Prabumulih Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
pi
(2) (3) (4) 5,754,880 291,274 0.058 3,769,710 663,790 0.132 6,264,997 632,222 0.126 3,919,448 733,828 0.146 2,978,902 317,277 0.063 3,122,093 564,225 0.112 3,715,726 356,983 0.071 8,329,335 1,338,793 0.266 5,580,405 130,340 0.026 4,826,166 5,028,732 1
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2005(Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(5) 928,714 ‐1,056,456 1,438,831 ‐906,718 ‐1,847,265 ‐1,704,073 ‐1,110,440 3,503,168 754,239 0
(6) 8.625E+11 1.116E+12 2.07E+12 8.221E+11 3.412E+12 2.904E+12 1.233E+12 1.227E+13 5.689E+11
(7) 4.9958E+10 1.4732E+11 2.6027E+11 1.1997E+11 2.153E+11 3.2581E+11 8.7535E+10 3.2672E+12 1.4745E+10 4.4734E+12
(8)
(9)
2115037.651 0.438244
91
LAMPIRAN 14. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Selatan Tahun 2006 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Ogan Komering Ulu 2. Kab. Ogan Komering Ilir 3. Kab. Muara Enim 4. Kab. Banyuasin 5. Kab. OKUS 6. Kab. OKUT 7. Kab. Ogan Ilir 8. Kota Palembang 9. Kota Prabumulih Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
pi
(2) (3) (4) 6,859,830 259,292 0.056 3,948,017 672,192 0.145 6,530,690 643,924 0.139 4,029,942 757,398 0.163 3,188,584 322,307 0.069 3,321,284 564,824 0.122 3,818,084 365,333 0.079 8,830,124 1,369,239 0.295 5,859,641 132,752 0.029 5,154,022 5,087,261
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2006 (Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(5) 1,705,808 ‐1,206,004 1,376,668 ‐1,124,080 ‐1,965,438 ‐1,832,738 ‐1,335,938 3,676,102 705,619 0
(6) 2.91E+12 1.454E+12 1.895E+12 1.264E+12 3.863E+12 3.359E+12 1.785E+12 1.351E+13 4.979E+11
(7) 1.6258E+11 2.1067E+11 2.6297E+11 2.0622E+11 2.6829E+11 4.0881E+11 1.405E+11 3.9872E+12 1.4243E+10 5.6472E+12
(8)
(9)
2376384.055 0.461074
92
LAMPIRAN 15. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah Tahun 2000 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Lahat 2. Kab. Musi Rawas 3. Kab. Musi Banyuasin 4. Kab. Empat Lawang 5. Kota Pagaralam 6. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
(2) (3) 3,703,530 319,618 3,043,036 451,365 5,981,216 418,667 3,185,095 194,889 3,686,187 115,690 4,082,815 158,257 3,946,980 1,658,486 23,681,879
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2000 (Diolah)
pi (4) 0.19272 0.27215 0.25244 0.11751 0.06976 0.09542
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(5) (6) (7) ‐243,450 59267668029 11421871225 ‐903,944 8.17114E+11 2.22382E+11 2,034,236 4.13812E+12 1.04462E+12 ‐761,885 5.80468E+11 68210950232 ‐260,793 68012805839 4744327964 135,835 18451089800 1760650448 1.35314E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1163246.462 0.2947181
93
LAMPIRAN 16. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah Tahun 2001 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Lahat 2. Kab. Musi Rawas 3. Kab. Musi Banyuasin 4. Kab. Empat Lawang 5. Kota Pagaralam 6. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
(2) (3) 3,766,803 323,884 3,154,281 454,845 6,147,116 427,472 3,254,722 194,889 3,768,206 116,086 4,171,444 161,277 4,043,762 1,678,453 24,262,572
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2001 (Diolah)
pi (4) 0.19297 0.27099 0.25468 0.11611 0.06916 0.09609
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(5) (6) (7) ‐276,959 76706547121 14801739046 ‐889,481 7.91176E+11 2.14401E+11 2,103,354 4.4241E+12 1.12674E+12 ‐789,040 6.22584E+11 72289703629 ‐275,556 75930924952 5251572343 127,682 16302735438 1566475953 0 1.43505E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1197935.577 0.2962428
94
LAMPIRAN 17. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah Tahun 2002 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Lahat 2. Kab. Musi Rawas 3. Kab. Musi Banyuasin 4. Kab. Empat Lawang 5. Kota Pagaralam 6. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
(2) (3) 3,923,927 325,745 3,303,747 456,228 6,331,137 436,306 3,351,243 199,039 3,847,138 117,420 4,306,074 164,238 4,177,211 1,698,976 25,063,266
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2002 (Diolah)
pi (4) 0.19173 0.26853 0.25681 0.11715 0.06911 0.09667 1
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(5) (6) (7) ‐253,284 64153012667 12300069637 ‐873,464 7.62939E+11 2.04873E+11 2,153,926 4.6394E+12 1.19142E+12 ‐825,968 6.82224E+11 79924084147 ‐330,073 1.08948E+11 7529628727 128,863 16605703055 1605253669 0 1.49765E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1223786.519 0.2929674
95
LAMPIRAN 18. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah Tahun 2003 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota (1) 1. Kab. Lahat 2. Kab. Musi Rawas 3. Kab. Musi Banyuasin 4. Kab. Empat Lawang 5. Kota Pagaralam 6. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
yi
J pend
(2) (3) 4,079,048 330,000 3,447,462 460,582 6,605,903 444,226 3,375,742 205,258 3,926,889 118,724 4,459,171 167,138 4,315,703 1,725,928 25,894,216
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2003 (Diolah)
pi (4) 0.1912 0.26686 0.25738 0.11893 0.06879 0.09684 1
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(5) (6) (7) ‐236,654 56005290910 10708294900 ‐868,241 7.53842E+11 2.01171E+11 2,290,201 5.24502E+12 1.34998E+12 ‐939,961 8.83527E+11 1.05074E+11 ‐388,813 1.51176E+11 10399163421 143,469 20583284632 1993274938 0 1.67933E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1295889.224 0.3002731
96
LAMPIRAN 19. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah Tahun 2004 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota
yi
J pend
pi
(1)
(2) 4,200,054 3,604,900 6,903,078 3,509,919 4,014,344 4,605,565 4,472,977 26,837,861
(3) 336,433 465,682 455,739 205,462 119,983 171,235 1,754,534
(4) 0.1917506 0.2654163 0.2597493 0.1171035 0.0683845 0.0975957 1
1. Kab. Lahat 2. Kab. Musi Rawas 3. Kab. Musi Banyuasin 4. Kab. Empat Lawang 5. Kota Pagaralam 6. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2004 (Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(5) (6) (7) ‐272,922 74486599457 14282852379 ‐868,077 7.53558E+11 2.00006E+11 2,430,101 5.90539E+12 1.53392E+12 ‐963,058 9.2748E+11 1.08611E+11 ‐458,633 2.10344E+11 14384301293 132,589 17579743276 1715707612 0 1.87292E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1368547.512 0.305959
97
LAMPIRAN 20. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah Tahun 2005 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota
yi
J pend
pi
(1)
(2) 4,442,672 3,732,175 7,244,461 3,583,811 4,138,701 4,791,284 4,655,517 27,933,105
(3) 336,406 478,189 469,175 209,345 120,482 174,452 1,788,049
(4) 0.1881414 0.2674362 0.2623949 0.1170801 0.0673818 0.0975656 1
1. Kab. Lahat 2. Kab. Musi Rawas 3. Kab. Musi Banyuasin 4. Kab. Empat Lawang 5. Kota Pagaralam 6. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
Sumber BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2005 (Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(yi – y)2pi
(5) (6) (7) ‐212,845 45302978443 8523364721 ‐923,343 8.52561E+11 2.28006E+11 2,588,944 6.70263E+12 1.75874E+12 ‐1,071,706 1.14855E+12 1.34473E+11 ‐516,816 2.67099E+11 17997617719 135,766 18432440794 1798371388 0 2.14953E+12
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(8)
(9)
1466128.85 0.314923
98
LAMPIRAN 21. Penghitungan Nilai Indeks Williamson di Kawasan Sumatera Tengah Tahun 2006 (Jutaan Rupiah)
Kabupaten/Kota
yi
J pend
pi
(1)
(2) 4,668,115 3,912,865 7,552,592 3,701,945 4,478,975 4,975,780 4,881,712 29,290,272
(3) 339,321 484,281 484,245 211,243 115,553 178,074 1,812,717
(4) 0.1871892 0.2671575 0.2671377 0.1165339 0.0637457 0.098236 1
1. Kab. Lahat 2. Kab. Musi Rawas 3. Kab. Musi Banyuasin 4. Kab. Empat Lawang 5. Kota Pagaralam 6. Kota Lubuklinggau Jumlah Rata‐rata
Sumber:BPS Propinsi‐Sumatera Selatan,2006 (Diolah)
yi-y
(yi-y)2
(5) (6) ‐213,597 45623621965 ‐968,847 9.38665E+11 2,670,880 7.1336E+12 ‐1,179,767 1.39185E+12 ‐402,737 1.62197E+11 94,068 8848743805 0
(yi – y)2pi
Sqrt (yi – y)2pi
Iw
(7) 8540248163 2.50771E+11 1.90565E+12 1.62198E+11 10339372465 869264868.3 2.33837E+12
(8)
(9)
1529173.514
0.313245
99
LAMPIRAN 22.a Nilai Indikator PR Kabupaten Kota Menurut Sektor di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Sumatera Selatan 1. Kab. OKU 2. Kab. OKI 3. Kab. Muara Enim 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih
2,332,939 203,903 458,913 415,380 493,303 129,912 349,304 180,819 55,727 45,679
691,932 15,058 17,590 591,924 20,575 4,593 19,577 21,095 0 1,519
1,995,715 104,284 81,633 181,934 210,241 42,089 56,898 61,899 1,229,842 26,895
82,311 1,958 634 11,767 458 432 812 603 64,520 1,127
924,640 65,480 132,200 86,730 93,495 53,206 51,745 73,142 328,065 40,576
Sumatera Tengah 4. Kab. Lahat 5. Kab. Mura 6. Kab. Muba 11. Kab. Empat Lawang 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau
1,349,811 236,820 395,746 453,481 143,820 98,611 21,332
218,422 144,153 25,994 36,449 5,696 2,995 3,134
476,052 58,036 81,878 275,609 30,422 2,467 27,640
4,551 843 725 698 529 326 1,431
308,827 62,365 37,389 98,435 26,881 17,066 66,692
Prop,Sumsel 3,682,749 910,353 Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
2,471,767
86,863
1,233,467
100
LAMPIRAN 22.b Nilai Indikator PR Kabupaten Kota Menurut Sektor di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
(1)
(7)
(8)
Sumatera Selatan 1. Kab. OKU 2. Kab. OKI 3. Kab. Muara Enim 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan (9)
Jasa‐jasa
JUMLAH
(10)
(11)
1,893,956 140,149 161,421 120,684 225,908 85,751 96,887 119,340 863,471 80,347
573,601 15,096 12,554 33,442 6,389 3,445 6,580 7,590 476,457 12,048
515,185 36,996 27,688 31,020 15,262 17,353 26,897 24,988 299,432 35,548
1,175,777 85,058 81,482 118,107 56,318 44,009 74,303 46,583 637,577 32,339
10,186,056 667,982 974,114 1,590,989 1,121,948 380,790 683,004 536,058 3,955,092 276,078
493,797 76,732 45,204 212,162 42,936 41,026 75,737
60,237 14,009 4,052 6,880 7,566 6,715 21,015
162,792 32,284 17,405 44,618 13,424 11,385 43,676
359,400 68,646 67,151 103,288 34,028 29,153 57,134
3,433,889 693,889 675,544 1,231,620 305,301 209,745 317,791
Prop,Sumsel 2,387,753 633,838 Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
677,977
1,535,177
13,619,944
Sumatera Tengah 4. Kab. Lahat 5. Kab. Mura 6. Kab. Muba 11. Kab. Empat Lawang 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau
101
LAMPIRAN 23.a Nilai Indikator PS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Sumatera Selatan 1. Kab. OKU 2. Kab. OKI 3. Kab. Muara Enim 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih Sumatera Tengah 4. Kab. Lahat 5. Kab. Mura 6. Kab. Muba 11. Kab. Empat Lawang 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Prop.Sumatera Selatan
‐74,621.33 ‐6,522.02 ‐14,678.78 ‐13,286.33 ‐15,778.78 ‐4,155.36 ‐11,172.84 ‐5,783.67 ‐1,782.47 ‐1,461.07 ‐43,175.01 ‐7,574.92 ‐12,658.32 ‐14,505.04 ‐4,600.23 ‐3,154.18 ‐682.33 ‐117,796.25
‐417,963.79 ‐9,095.83 ‐10,625.27 ‐357,553.61 ‐12,428.49 ‐2,774.67 ‐11,825.83 ‐12,742.66 0.00 ‐917.43 ‐131,938.36 ‐87,076.19 ‐15,701.72 ‐22,017.12 ‐3,440.94 ‐1,809.30 ‐1,893.08 ‐549,902.26
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
‐100,680.47 ‐5,260.96 ‐4,118.23 ‐9,178.28 ‐10,606.28 ‐2,123.32 ‐2,870.40 ‐3,122.71 ‐62,043.48 ‐1,356.81 ‐24,016.04 ‐2,927.81 ‐4,130.61 ‐13,904.03 ‐1,534.73 ‐124.46 ‐1,394.40 ‐124,696.79
13,786.11 327.90 106.26 1,970.84 76.78 72.30 135.92 100.98 10,806.32 188.81 762.29 141.11 121.50 116.88 88.55 54.62 239.63 14,548.58
208,330.24 14,753.33 29,785.81 19,541.20 21,065.34 11,987.84 11,658.72 16,479.61 73,916.27 9,142.11 69,581.64 14,051.43 8,424.03 22,178.26 6,056.47 3,845.05 15,026.38 277,911.92
102
LAMPIRAN 23.b Nilai Indikator PS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
258,384.26 19,119.86 22,021.95 16,464.36 30,819.60 11,698.67 13,217.85 16,280.98 117,799.60 10,961.39 67,366.56 10,468.21 6,166.98 28,944.33 5,857.52 5,597.04 10,332.47 325,750.42
500,173.83 13,163.99 10,946.58 29,161.29 5,570.73 3,003.59 5,737.91 6,618.35 415,465.27 10,506.13 52,525.87 12,216.05 3,533.49 5,999.05 6,597.37 5,855.42 18,324.50 552,699.98
Sumatera Selatan 1. Kab. OKU 2. Kab. OKI 3. Kab. Muara Enim 7. Kab. Banyuasin 8. Kab. OKUS 9. Kab. OKUT 10. Kab. Ogan Ilir 12. Kota Palembang 13. Kota Prabumulih Sumatera Tengah 4. Kab. Lahat 5. Kab. Mura 6. Kab. Muba 11. Kab. Empat Lawang 14. Kota Pagaralam 15. Kota Lubuklinggau Prop.Sumatera Selatan
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
13,900.75 998.24 747.09 836.98 411.79 468.22 725.75 674.23 8,079.31 959.15 4,392.47 871.10 469.62 1,203.89 362.20 307.19 1,178.46 18,293.80
‐303,912.10 ‐21,985.66 ‐21,061.18 ‐30,528.14 ‐14,557.07 ‐11,375.40 ‐19,205.75 ‐12,040.55 ‐164,799.43 ‐8,358.93 ‐92,896.92 ‐17,743.52 ‐17,356.92 ‐26,697.65 ‐8,795.48 ‐7,535.52 ‐14,767.83 ‐396,809.41
97,397.54 5,498.84 13,124.22 ‐342,571.74 4,573.57 6,801.86 ‐13,598.68 6,464.54 397,441.55 19,663.37 ‐97,397.54 ‐77,574.55 ‐31,131.94 ‐18,681.48 590.73 3,035.87 26,363.83 0.00
103
LAMPIRAN 24.a Nilai Indikator DS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
Sumatera Selatan ‐29,409.46 ‐89,869.62 1. Kab. OKU 35,996.50 6,933.85 2. Kab. OKI 1,395.80 3,455.33 3. Kab. Muara Enim 157,663.55 ‐137,078.95 7. Kab. Banyuasin ‐63,945.21 14,118.82 8. Kab. OKUS ‐14,084.66 7,089.90 9. Kab. OKUT ‐24,983.52 7,580.38 10. Kab. Ogan Ilir ‐47,859.13 6,722.41 12. Kota Palembang ‐51,154.27 0.00 13. Kota Prabumulih ‐22,438.51 1,308.64 Sumatera Tengah 29,409.46 89,869.62 4. Kab. Lahat ‐4,446.06 53,622.78 5. Kab. Mura 27,144.54 17,197.81 6. Kab. Muba 124,612.87 12,058.92 11. Kab. Empat Lawang ‐37,531.87 1,926.97 14. Kota Pagaralam ‐81,441.04 1,449.03 15. Kota Lubuklinggau 1,071.02 3,614.12 Prop.Sumatera Selatan 0.00 0.00 Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
41,131.24 ‐53,357.40 ‐2,075.39 35,860.01 ‐49,549.83 ‐16,732.10 ‐17,371.40 ‐20,578.55 168,020.05 ‐3,084.15 ‐41,131.24 ‐2,860.06 6,016.56 ‐22,475.06 ‐7,811.41 ‐1,216.58 ‐12,784.69 0.00
108.45 ‐1,019.22 ‐423.73 ‐8,659.97 153.81 ‐125.67 ‐542.45 239.33 11,344.43 ‐858.09 ‐108.45 ‐215.62 177.04 404.49 ‐180.28 ‐99.70 ‐194.38 0.00
‐36,170.44 ‐35,830.64 ‐55,883.35 865.32 40,558.63 ‐30,218.94 ‐25,805.07 ‐32,665.70 103,154.23 ‐344.92 36,170.44 ‐24,776.46 ‐3,667.75 80,415.09 ‐15,515.16 7,687.29 ‐7,972.57 0.00
104
LAMPIRAN 24.b Nilai Indikator DS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Propinsi Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
‐18,611.78 ‐11,364.58 ‐14,075.45 ‐12,041.26 ‐126.50 ‐1,582.65 ‐6,948.57 16,302.98 6,793.37 4,430.86 18,611.78 10,921.28 4,491.35 11,025.68 ‐5,713.54 ‐7,187.94 5,074.95 0.00
‐32,671.11 ‐131,500.19 ‐139,397.13 2.11 ‐155,227.41 ‐84,588.66 ‐56,422.64 ‐167,574.75 722,435.58 ‐20,398.03 32,671.11 ‐11,094.37 35,897.25 256,853.02 ‐98,168.50 ‐101,172.89 ‐49,643.40 0.00
Sumatera Selatan 45,041.35 38,899.58 1. Kab. OKU ‐45,098.42 ‐11,997.80 2. Kab. OKI ‐42,715.81 ‐13,829.15 3. Kab. Muara Enim ‐911.10 ‐29,200.53 7. Kab. Banyuasin ‐83,837.27 ‐2,978.47 8. Kab. OKUS ‐21,467.91 ‐2,250.54 9. Kab. OKUT 22,892.30 ‐653.15 10. Kab. Ogan Ilir ‐67,922.54 ‐5,984.23 12. Kota Palembang 285,534.45 113,966.03 13. Kota Prabumulih ‐1,432.36 ‐8,172.58 Sumatera Tengah ‐45,041.35 ‐38,899.58 4. Kab. Lahat ‐24,180.20 ‐16,475.44 5. Kab. Mura ‐9,379.94 ‐2,723.71 6. Kab. Muba 42,687.78 1,400.34 11. Kab. Empat Lawang ‐23,795.14 ‐4,428.25 14. Kota Pagaralam ‐15,893.37 ‐2,635.42 15. Kota Lubuklinggau ‐14,480.48 ‐14,037.09 Prop.Sumatera Selatan 0.00 0.00 Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
16,209.57 ‐15,762.47 ‐15,245.37 ‐6,494.95 ‐9,621.40 ‐5,216.10 ‐10,591.16 ‐15,829.34 84,777.29 10,193.06 ‐16,209.57 ‐2,684.57 ‐3,358.64 6,722.92 ‐5,119.82 ‐1,835.16 ‐9,934.30 0.00
105
LAMPIRAN 25.a Nilai Indikator PR Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Kab. OKU
205,198
15,154
104,947
1,970
65,896
2. Kab. OKI
461,829
17,702
82,151
638
133,040
3. Kab. Muara Enim
418,019
595,685
183,090
11,842
87,282
7. Kab. Banyuasin
496,438
20,706
211,577
461
94,089
8. Kab. OKUS
130,738
4,623
42,356
434
53,544
9. Kab. OKUT
351,524
19,702
57,259
817
52,074
10. Kab. OI
181,968
21,229
62,293
607
73,607
12. Kota Palembang
56,081
0
1,237,657
64,930
330,150
13. Kota Prabumulih
45,969
1,528
27,066
1,134
40,834
2,347,763
696,328
2,008,397
82,834
930,516
Sumatera Selatan
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
106
LAMPIRAN 25.b Nilai Indikator PR Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
1. Kab. OKU
141,039
15,192
37,231
85,599
672,227
2. Kab. OKI
162,447
12,633
27,864
81,999
980,304
3. Kab. Muara Enim
121,451
33,655
31,217
118,858
1,601,098
7. Kab. Banyuasin
227,343
6,429
15,359
56,676
1,129,078
8. Kab. OKUS
86,296
3,466
17,463
44,289
383,210
9. Kab. OKUT
97,503
6,622
27,068
74,775
687,344
10. Kab. OI
120,098
7,638
25,147
46,879
539,465
12. Kota Palembang
868,958
479,484
301,335
641,628
3,980,224
13. Kota Prabumulih
80,858
12,125
35,774
32,545
277,832
1,905,991
577,246
518,458
1,183,248
10,250,782
Sumatera Selatan
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
107
LAMPIRAN 26.a Nilai Indikator PS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Kab. OKU
‐10,388.14
‐11,147.28
‐3,774.35
318.04
11,775.76
2. Kab. OKI
‐23,380.04
‐13,021.67
‐2,954.53
103.07
23,774.33
3. Kab. Muara Enim
‐21,162.18
‐438,195.29
‐6,584.74
1,911.57
15,597.32
7. Kab. Banyuasin
‐25,132.10
‐15,231.58
‐7,609.23
74.47
16,813.85
8. Kab. OKUS
‐6,618.57
‐3,400.46
‐1,523.32
70.13
9,568.41
9. Kab. OKUT
‐17,795.86
‐14,493.00
‐2,059.30
131.83
9,305.71
10. Kab. Ogan Ilir
‐9,212.10
‐15,616.61
‐2,240.32
97.94
13,153.63
12. Kota Palembang
‐2,839.09
0.00
‐44,511.63
10,481.34
58,998.22
13. Kota Prabumulih
‐2,327.17
‐1,124.34
‐973.41
183.13
7,297.02
‐118,855.24
‐512,230.23
‐72,230.83
13,371.52
166,284.26
Sumatera Selatan
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
108
LAMPIRAN 26.b Nilai Indikator PS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
1. Kab. OKU
21,562.26
14,091.85
1,927.18
‐23,872.57
492.76
2. Kab. OKI
24,835.06
11,718.15
1,442.32
‐22,868.75
352.06
3. Kab. Muara Enim
18,567.54
31,216.72
1,615.87
‐33,148.21
‐430,181.40
7. Kab. Banyuasin
34,756.54
5,963.39
795.00
‐15,806.42
5,376.08
8. Kab. OKUS
13,193.07
3,215.30
903.93
‐12,351.69
3,056.80
9. Kab. OKUT
14,906.32
6,142.34
1,401.12
‐20,854.07
‐23,314.90
10. Kab. Ogan Ilir
18,360.73
7,084.85
1,301.66
‐13,073.93
144.14
12. Kota Palembang
132,847.49
444,749.28
15,597.81
‐178,943.28
436,380.14
13. Kota Prabumulih
12,361.61
11,246.65
1,851.73
‐9,076.33
19,438.89
291,390.63
535,428.52
26,836.62
‐329,995.25
0.00
Sumatera Selatan
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan, 2000 dan 2007 (Diolah)
109
LAMPIRAN 27.a Nilai Indikator DS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
1. Kab. OKU
38,567
8,890
‐55,507
‐1,022
‐33,269
2. Kab. OKI
7,181
5,740
‐3,758
‐425
‐50,712
3. Kab. Muara Enim
162,900
‐60,199
32,110
‐8,675
4,258
7. Kab. Banyuasin
‐57,727
16,791
‐53,883
153
44,216
8. Kab. OKUS
‐12,447
7,686
‐17,600
‐126
‐28,138
9. Kab. OKUT
‐20,580
10,123
‐18,544
‐544
‐23,781
10. Kab. OI
‐45,580
9,462
‐21,854
239
‐29,805
12. Kota Palembang
‐50,452
0
142,673
11,259
115,988
13. Kota Prabumulih
‐21,863
1,506
‐3,638
‐860
1,242
0
0
0
0
0
Sumatera Selatan
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
110
LAMPIRAN 27.b Nilai Indikator DS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Selatan Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
1. Kab. OKU
‐48,431
‐13,022
‐16,927
‐10,018
‐130,739
2. Kab. OKI
‐46,555
‐14,680
‐16,117
‐12,786
‐132,111
‐3,781
‐31,468
‐7,471
‐10,172
77,502
7. Kab. Banyuasin
‐89,210
‐3,412
‐10,102
765
‐152,407
8. Kab. OKUS
‐23,507
‐2,484
‐5,762
‐886
‐83,263
9. Kab. OKUT
20,588
‐1,099
‐11,437
‐5,772
‐51,046
10. Kab. OI
‐70,761
‐6,499
‐16,616
17,040
‐164,372
12. Kota Palembang
265,000
81,654
75,356
16,886
658,365
13. Kota Prabumulih
‐3,343
‐8,990
9,075
4,943
‐21,928
0
0
0
0
0
3. Kab. Muara Enim
0
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
111
LAMPIRAN 28.a Nilai Indikator PR Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Tengah Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
4. Kab. Lahat
232,356
141,436
56,942
827
61,189
5. Kab. Musi Rawas
388,286
25,504
80,335
712
36,684
6. Kab. Musi Banyuasin
444,933
35,762
270,414
685
96,579
11. Kab. Empat Lawang
141,109
5,589
29,848
519
26,374
14. Kota Pagaralam
96,752
2,939
2,421
320
16,744
15. Kota Lubuklinggau
20,930
3,075
27,119
1,404
65,435
1,324,368
214,304
467,079
4,466
303,006
Sumatera Tengah
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
112
LAMPIRAN 28.b. Nilai Indikator PR Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Tengah Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
4. Kab. Lahat
75,286
13,745
31,676
67,352
619,620
5. Kab. Musi Rawas
44,352
3,976
17,077
65,885
626,126
6. Kab. Musi Banyuasin
208,163
6,750
43,777
101,341
1,111,825
11. Kab. Empat Lawang
42,126
7,423
13,171
33,387
273,172
14. Kota Pagaralam
40,253
6,588
11,170
28,604
189,047
15. Kota Lubuklinggau
74,309
20,618
42,853
56,057
246,365
484,489
59,101
159,724
352,626
3,369,162
Sumatera Tengah
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
113
LAMPIRAN 29.a Nilai Indikator PS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Tengah Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
4. Kab. Lahat
2048.767566
-25047.18921
-6848.2189
136.9156622
22531.28942
5. Kab. Musi Rawas
3423.660018
-4516.549344
-9661.583924
117.8929374
13507.82794
6. Kab. Musi Banyuasin
3923.138167
-6333.155196
-32521.81487
113.4022803
35562.55236
11. Kab. Empat Lawang
1244.210675
-989.7764375
-3589.773912
85.9219713
9711.477762
14. Kota Pagaralam
853.1014295
-520.4402093
-291.109806
52.99187625
6165.493018
15. Kota Lubuklinggau
184.5492367
-544.5394111
-3261.520909
232.5088507
24094.6074
Sumatera Tengah
11677.42709
‐37951.6498
‐56174.02232
739.6335781
111573.2479
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
114
LAMPIRAN 29.b Nilai Indikator PS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Tengah Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
4. Kab. Lahat
4915.498768
3433.161145
-1734.993781
-12894.69352
‐13,459
5. Kab. Musi Rawas
2895.793761
993.0422229
-935.3599111
-12613.74345
‐6,789
6. Kab. Musi Banyuasin
13591.22239
1685.953628
-2397.817916
-19401.90143
‐5,778
11. Kab. Empat Lawang
2750.482629
1854.104687
-721.3964636
-6391.914322
3,953
14. Kota Pagaralam
2628.171742
1645.588721
-611.8376631
-5476.262849
4,446
15. Kota Lubuklinggau
4851.759735
5149.862247
-2347.175054
-10732.18176
17,628
Sumatera Tengah
31632.92903
14761.71265
‐8748.58079
‐67510.69733
0
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
115
LAMPIRAN 30.a Nilai Indikator DS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Tengah Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Pertanian
Pertambangan dan Penggalian
Industri Pengolahan
Listrik, Gas dan Air
Bangunan
(1)
(2)
(3)
(4)
(5)
(6)
4. Kab. Lahat
‐9,605.86
‐5,689.04
2,154.28
‐195.55
‐32,080.78
5. Kab. Musi Rawas
18,522.10
6,502.60
13,090.88
194.33
‐8,046.80
6. Kab. Musi Banyuasin
114,732.49
‐2,938.01
1,337.77
421.11
68,886.22
11. Kab. Empat Lawang
‐40,665.40
‐416.82
‐5,182.94
‐167.68
‐18,663.48
14. Kota Pagaralam
‐83,589.57
216.63
‐1,003.43
‐91.93
5,688.53
606.24
2,324.65
‐10,396.56
‐160.29
‐15,783.69
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
15. Kota Lubuklinggau Sumatera Tengah
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)
116
LAMPIRAN 30.b Nilai Indikator DS Kabupaten Kota Menurut Sektor di Sumatera Tengah Tahun 2000‐2007
KAB/KOTA
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Pengangkutan dan Komunikasi
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
Jasa‐jasa
JUMLAH
(1)
(7)
(8)
(9)
(10)
(11)
4. Kab. Lahat
‐17,181.14
‐7,428.49
530.07
7,366.39
‐62,130.13
5. Kab. Musi Rawas
‐5,256.69
‐106.88
‐1,625.59
1,013.91
24,287.87
6. Kab. Musi Banyuasin
62,039.99
5,843.11
11,165.65
5,676.84
267,165.17
11. Kab. Empat Lawang
‐19,878.80
457.63
‐3,783.20
‐7,475.70
‐95,776.40
14. Kota Pagaralam
‐12,151.18
1,700.98
‐701.53
‐8,697.67
‐98,629.17
‐7,572.18
‐466.34
‐5,585.40
2,116.23
‐34,917.34
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
15. Kota Lubuklinggau Sumatera Tengah
Sumber : BPS Kabupaten/Kota Se‐Sumatera Selatan,2000 dan 2007 (Diolah)