ARTIKEL SISTEM PENGELOLAAN KEUANGAN NEGARA “ Implementasi dan Akuntabilitas Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) “
Disusun Oleh : Widya Permana Nim. I2F015040
PROGRAM STUDI MAGISTER AKUNTANSI UNIVERSITAS MATARAM TAHUN 2016
IMPLEMENTASI DAN AKUNTABILITAS PENYUSUNAN ANGGARAN PENDAPATAN DAN BELANJA DAERAH (APBD)
Oleh : Widya Permana
Abstract Multidimensional crisis happens in Indonesia has awaken us to realize how important to reconcept decentralization and dictrict autonomy in real meaning. The idea of reorder district otonomy based on thinking to assure efficiency, effectiveness, transparency, accountability and democratization citizenry value in district governmental implementation. Accountability is one of the main focuses in achieving the good governance in Indonesia recently. The government will be asked to submit the report about the results of many programs which have already been undertaken. Then, the citizen and legislative committee can assess the government’s performance whether the government operates their job in an economic, efficient and effective ways. Techniques such as management by objectives, performance budget, operations research have provided tools for enhancing performance measurement. What happens is fiscal dependence and subsidy as well as central government aid as reflection of Pendapatan Asli Daerah (PAD) incapability in funding Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD). Local Government in Indonesia mostly already have implementating the use of performance budgetting, so the topic is about Implementations and Accountability of The Regional Budgetting (APBD) for Local Government. Keywords: accountability, otonomy, implementations, APBD.
1
PENDAHULUAN Memasuki Era Reformasi di negara Indonesia diantaranya ditandai dengan terjadinya perubahan di lingkungan birokrasi pemerintah. Reformasi ini telah mengubah sistem kehidupan negara dengan tuntutan untuk menciptakan good governance yang terbebas dari perilaku Korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Menurut Arie Soelendro (2000:13), unsur-unsur pokok upaya perwujudan good governance diantaranya adalah transparency, fairness, responsibility dan accountability. Sedangkan menurut Hadori Yunus (2000:1) unsur-unsur good governance adalah tuntutan keterbukaan (transparency), peningkatan efisiensi di segala bidang (efficiency), tanggung jawab yang lebih jelas (responsibility) dan kewajaran (fairness). Hal tersebut muncul sebagai akibat dari perkembangan proses demokratisasi di berbagai bidang serta kemajuan profesionalisme. Oleh karena itu pemerintah sebagai pelaku utama good governance dituntut untuk memberikan pertanggung jawaban yang lebih transparan dan lebih akurat. Salah satunya yaitu perubahan penting yang secara konsidental terjadi adalah reformasi manajemen keuangan pemerintah. Reformasi manajemen keuangan pemerintah tersebut diperlukan guna menghasilkan suatu manajemen keuangan pemerintah yang transparan, akuntabel dengan didukung peningkatan peran serta masyarakat dan supremasi hukum di bidang keuangan negara dan peningkatan kinerja pemerintah. Pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia pada tahun 2001 memunculkan jenis akuntabilitas baru, sesuai dengan UU Nomor 22 Tahun 1999 dan UU Nomor 25 Tahun 1999. Dalam hal ini terdapat tiga jenis pertanggungjawaban keuangan daerah yaitu (1) pertanggung jawaban pembiayaan pelaksanaan dekonsentrasi, (2) pertanggung jawaban pembiayaan pelaksanaan pembantuan, dan (3) pertanggung jawaban anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Penyusunan APBD merupakan langkah awal yang menjadi dasar untuk pelaksanaan dan pertanggung jawaban yang dilakukan oleh pemerintahan. Dalam penyusunan APBD berorientasi pada anggaran berbasis kinerja yaitu suatu pendekatan penganggaran yang mengutamakan keluaran / hasil dari kegiatan atau program yang akan atau telah dicapai sehubungan dengan penggunaan anggaran dengan kuantitas dan kualitas yang terukur. Pemerintah Daerah perlu memperhatikan perubahan – perubahan yang terjadi. Anggaran pendapatan dan belanja daerah yang merupakan penjabaran kuantitatif dari tujuan dan sasaran pemerintah serta tugas pokok dan fungsi unit kerja harus disusun dalam struktur yang berorientasi pada pencapaian tingkat kinerja tertentu. Artinya APBD harus mampu memberikan gambaran yang jelas tentang tuntutan 2
besarnya pembiayaan atas berbagai sasaran yang hendak dicapai, tugas - tugas dari fungsi pokok sesuai dengan kondisi, potensi, aspirasi, dan kebutuhan riil di masyarakat untuk suatu tahun tertentu. Sehingga dengan demikian alokasi dana yang digunakan untuk membiayai berbagai program dan kegiatan dapat memberikan manfaat dan pelayanan yang berorientasi pada kepentingan publik. Berdasarkan latar belakang diatas, maka dibuatlah tulisan ini dengan judul “Implementasi dan Akuntabilitas Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD)”.
3
PEMBAHASAN A.
Anggaran Daerah
1.
Pengertian Anggaran Daerah Anggaran merupakan pernyataan mengenai estimasi kinerja yang hendak dicapai
selama periode waaktu tertentu yang dinyatakan dalam ukuran finansial, sedangkan penganggaran adalah proses untuk mempersiapkan suatu anggaran. Menurut Mardiasmo (2002 : 62) anggaran sektor publik didefinisikan sebagai anggaran yang berisi rencana kegiatan yang dipresentasikan dalam bentuk rencana perolehan pendapatan dan belanja dalam satuan moneter. Kemudian, Bahtiar (2002 : 14) dalam buku Akuntansi Sektor Publik mendefinisikan anggaran sebagai catatan masa lalu, rencana masa depan, mekanisme pengalokasian sumber daya, metode untuk pertumbuhan, alat penyaluran pendapatan, mekanisme untuk negoisasi, harapan aspirasi strategi organisasi, suatu bentuk kekuatan kontrol, dan alat atau jaringan komunikasi. Berdasarkan beberapa definisi anggaran tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa anggaran sektor publik yaitu :
Rencana Keuangan mendatang yang berisi pendapatan dan belanja.
Gambaran strategi pemerintah dalam pengalokasian sumber daya untuk pembangunan.
Alat pengendalian
Instrumen politik
Disusun dalam periode tertentu.
Selanjutnya perlu dicari informasi lain yang menggambarkan kenyataan dari alokasi sumber daya. Sehingga perlu analisis alokasi dan stategi pembangunan yang tidak hanya mendasarkan pada anggaran, tetapi juga memperhatikan bagaimana realisasi dan anggaran tersebut. 2.
Fungsi dan Tujuan Anggaran Fungsi anggaran menurut Indra Bastian (2002 : 80) dalam buku Sistem
Perencanaan dan Penganggaran Pemerintah Daerah adalah sebagai berikut: a.
Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja.
b.
Anggaran merupakan cetak biru aktivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang. 4
c.
Anggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.
d.
Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
e.
Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi.
Adapun tujuan penyusunan anggaran, yang disebutkan oleh Mardiasmo (2002 : 68) yaitu sebagai berikut : a.
Membantu pemerintah mencapai tujuan fiskal dan meningkatkan koordinasi antar bagian dalam lingkungan pemerintahan.
b.
Membantu menciptakan efisiensi dan keadilan dalam menyediakan barang dan jasa publik melalui proses pemrioritasan.
c. 3.
Memungkinkan bagi pemerintahan untuk memenuhi prioritas belanja.
Prinsip- prinsip Anggaran Setiap satuan kerja hendaknya menggunakan anggaran secara efisien, tepat guna,
serta tepat waktu dalam mempertanggung jawabkannya. Indra Bastian (2006:66) menjelaskan beberapa prinsip dalam disiplin anggaran, yaitu: a.
Prinsip Kemandirian Mengupayakan peningkatan sumber - sumber pendapatan sesuai dengan potensi dalam rangka mengurangi ketergantungan kepada organisasi lain.
b.
Prinsip Prioritas Pelaksanaan anggaran hendaknya tetap mengacu kepada prioritas utama pembangunan di daerah.
c.
Prinsip Efisiensi dan Efektifitas Anggaran Menyediakan pendanaan dan penghematan yang mengarah pada skala prioritas. Sedangkan penyusunan anggaran dapat dikatakan baik apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut : 1.
Sesuai berdasarkan program
2.
Sesuai berdasarkan pusat pertanggung jawaban, pusat biaya, pusat laba, dan pusat investasi.
3.
Sebagai alat perencanaan dan pengendalian
4.
Sebagai alat motivasi kinerja pegawai.
5
B.
Anggaran Kinerja Reformasi pada sektor pubik yang salah satunya ditandai dengan munculnya
era New Public Management telah mendorong upaya untuk mengembangkan pendekatan anggaran yang lebih sistematis dalam perencanaan anggran pemerintahan. 1.
Pengertian Anggaran Kinerja Secara umum terdapat berbagai pekerjaan tentang anggaran kinerja. Indra Bastian
(2001:92) menjelaskan bahwa anggaran kinerja merupakan teknik penyusunan berdasarkan pertimbangan beban kerja (work load) dan unit cost dan setiap kegiatan yang terstruktur. Sjahruddin Rasul (2003:49) mengutip pengertian anggaran kinerja dari Government of Alberta, Canada bahwa Anggaran kinerja adalah suatu sistem perencanaan, penganggaran, evaluasi yang menekankan pada hubungan antara uang yang dianggarkan dengan hasil - hasil yang diharapkan. Intisari dari berbagai berbagai pengertian diatas pada dasarnya merujuk bahwa melalui penerapan anggaran berbasis kinerja yang menyajikan informasi kinerja secara bersamaan dengan jumlah dana yang dibutuhkan akan meningkatkan kualitas proses pengambilan keputusan (penganggaran). 2.
Ciri- ciri Pokok Anggaran Berbasis Kinerja Ciri - ciri pokok dari anggaran berbasis kinerja diantaranya : 1.
Secara umum sistem ini mengandung tiga unsur pokok, yaitu : (a). Pengeluaran pemerintah diklasifikasikan menurut program dan kegiatan, (b). Pengukuran hasil kerja (Performence Measurement), (c). Pelaporan Program (Program Reporting)
2.
Titik perhatian lebih ditekankan pada pengukuran hasil kerja, bukan pada pengawasan.
3.
Setiap kegiatan harus dilihat dari segi efisiensi dan memaksimalkan output.
4.
Bertujuan untuk menghasilkan informasi biaya dan hasil kerja yang dapat digunakan untuk penyusunan target dan evaluasi pelaksanaan kerja.
Berdasarkan dari ciri - ciri tersebut, maka penerapan anggaran yang berbasis kinerja dapat memberikan beberapa manfaat antara lain : 1.
Memungkinkan pendelegasian wewenang dalam pengambilan keputusan
2.
Merangsang partisipasi dan motivasi satuan kerja melalui proses pengusulan dan penilaian anggaran yang bersifat faktual.
3.
Membantu fungsi perencanaan dan mempertajam pembuatan keputusan. 6
4.
Memungkinkan alokasi dana secara optimal dengan didasarkan efisiensi satuan kerja.
5. 3.
Menghindarkan pemborosan.
Karakteristik Anggaran Berbasis Kinerja APBD dengan pendekatan anggaran kinerja harus memuat beberapa hal, yaitu : 1.
Sasaran yang diharapkan menurut fungsi belanja.
2.
Standar pelayanan yang diharapkan dan perkiraan biaya satuan komponen kegiatan yang bersangkutan.
3. 4.
Persentase dari jumlah pendapatan APBD yang mendanai pengeluaran APBD.
Indikator Kinerja Pengertian indikator kinerja diartikan sebagai ukuran kuantitatif atau kualitatif yang
menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Indikator kinerja juga dapat digunakan untuk melihat kemajuan dalam hal pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan oleh organisasi instansi pemerintahan. Secara umum, indikator kinerja memiliki beberapa fungsi sebagai mana yang disampaikan oleh Badrul Munir (2003 : 61) sebagai berikut : a.
Memperjelas tentang apa, beberapa, dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan.
b.
Menciptakan konsensus yang dibangun oleh berbagai pihak terkait untuk menghindari kesalahan interpretasi selama pelaksanaan kegiatan termasuk dalam menilai kinerja instansi pemerintah yang melaksanakannya.
c.
Membangun dasar bagi pengukuran, analisis, dan evaluasi kinerja organisasi. Sebelum menyusun dan menetapkan indikator kinerja, telebih dahulu perlu diketahui syarat - syarat dalam penyusunan indikator kinerja, dimana syarat ini berlaku untuk semua kelompok kinerja. Syarat tersebut adalah sebagai berikut :
Spesifik dan jelas, sehingga mudah dipahami dan meminimalisasi kemungkinan kesalahan interpretasi.
Dapat diukur secara objektif, baik yang bersifat kuantitatif maupun yang bersifat kualitatif yaitu dua atau lebih yang mengukur indikator kinerja mempunyai kesimpulan yang sama.
Relevan, indikator kinerja harus menangani aspek-aspek objektif yang relevan
7
Dapat dicapai dan bermanfaat, untuk menujukkan keberhasilan masukan, keluaran, hasil, manfaat, dan dampak.
Efektif, data yang digunakan berkaitan dengan indikator kinerja yang bersangkutan dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis dengan biaya yang tersedia.
Setelah
menetapkan
program
dan
aktivitas
dari
organisasi
dan
mengidentifikasikan elemen-elemen dari program tersebut, maka data dan informasi yang tersedia dapat digunakan untuk merancang indikator kinerja guna mengukur, menganalisa dan melakukan evaluasi kinerja organisasi. Indikator kinerja yang dimaksud adalah : 1.
Indikator masukan (Input). Indikator masukan mengukur jumlah sumber daya seperti dana, SDM, paeralatan, material, dan masukan lain yang dipergunakan untuk melaksanakan kegiatan.
2.
Indikator Keluaran (Output). Indikator keluaran merupakan hasil langsung yang dicapai dari input suatu kegiatan, Dengan membandingkan keluaran, organisasi dapat menganalisis sejauh mana kegiatan terlaksana dengan rencana.
3.
Indikator Hasil (Outcome). Indikator hasil merupakan pencerminan dari berfungsinya keluaran kegiatan jangka menengah (efek langsung).
4.
Indikator Manfaat (Benefit). Indikator manfaat menggambarkan manfaat yang diperoleh secara langsung dari indikator hasil. Manfaat baru tampak setelah beberapa tahun kemudian, khususnya jangka menengah dan panjang. Indikator manfaat menunjukkan hal-hal yang diharapkan untuk dicapai bila keluaran dapat diselesaikan dan berfungsi dengan optimal.
5.
Indikator Dampak (Impact). Indikator dampak memperlihatkan pengaruh yang ditimbulkan dari manfaat yang diperoleh dari hasil kegiatan.
C.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah
1.
Pengertian Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) merupakan inti pengurusan
umum keuangan daerah. Abdul Halim (2005 : 15) mendefinisikan APBD sebagai rencana operasional keuangan Pemerintah Daerah, dimana disatu pihak menggambarkan perkiraan pengeluaran setinggi-tingginya guna membiayai kegiatan-kegiatan dan proyek-proyek daerah dalam 1 tahun anggaran tertentu, dan dipihak lain menggambarkan perkiraan-
8
perkiraan penerimaan dan sumber - sumber penerimaan daerah guna menutupi pengeluaran-pengeluaran yang dimaksud. APBD disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Adapun definisi tentang APBD menurut peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 tahun 2006 adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Dari definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa anggaran daerah memiliki unsur sebagai berikut : a.
Rencana kegiatan suatu daerah beserta uraiannya secara rinci.
b.
Adanya sumber penerimaan yang merupakan target minimal untuk menutupi biaya-biaya sehubungan dengan aktifitas-aktifitas tersebut, dan adanya biayabiaya yang merupakan batas maksimal pengeluaran-pengeluaran yang akan dilaksanakan.
c. 2.
Periode anggaran biasanya 1 (satu) tahun.
Fungsi Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) juga mempunyai fungsi
otorisasi, perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi dan stabilisasi. Keterangannya sebagai berikut: a.
Fungsi otorisasi, berarti bahwa anggaran daerah menjadi dasar untuk melaksanakan pendapatan dan belanja pada tahun yang bersangkutan.
b.
Fungsi perencanaan, berarti bahwa anggaran daerah menjadi pedoman bagi manajemen dalam merencanakan kegiatan pada tahun yang bersangkutan
c.
Fungsi pengawasan, bahwa anggaran daerah menjadi pedoman untuk menilai apakah kegiatan penyelenggaraan pemerintah daerah sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
d.
Fungsi alokasi, berarti bahwa anggaran daerah harus diarahkan untuk menciptakan lapangan kerja / mengurangi pengangguran dan pemborosan sumber daya serta meningkatkan efisien dan aktivitas perekonomian.
e.
Fungsi stabilitasi, berarti bahwa anggaran daerah menjadi alat untuk memelihara dan mengupayakan keseimbangan fundamental perekonomian daerah.
9
3.
Prinsip Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 30 Tahun 2007, prinsip-prinsip
dalam penyusunan APBD, meliputi : a.
Partisipasi masyarakat Hal ini mengandung makna bahwa pengambilan keputusan dalam proses penyusunan dan penetapan APBD sedapat mungkin melibatkan partisipasi masyarakat, sehingga masyarakat mengetahui akan hak dan kewajibannya dalam pelaksanaan APBD.
b.
Transparansi dan Akuntabilitas Anggaran APBD yang disusun harus dapat menyajikan informasi secara terbuka dan mudah diakses oleh masyarakat meliputi tujuan, sasaran, sumber pendanaan pada setiap jenis belanja serta korelasi antara besaran anggaran dengan manfaat dan hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan yang dianggarkan.
c.
Disiplin Anggaran Dalam disiplin anggaran yang perlu diperhatikan antara lain: 1.
Pendapatan yang direncanakan merupakan perkiraan yang terukur secara rasional yang dapat dicapai untuk setiap sumber pendapatan, sedangkan belanja yang dianggarakan merupakan batas tertinggi pengeluaran belanja.
2.
Penganggaran pengeluaran harus didukung dengan adanya kepastian tersedianya penerimaan dalam jumlah yang cukup dan tidak dibenarkan melaksanakan kegiatan yang belum tersedia atau tidak mencukupi kredit anggarannya dalam APBD / perubahan APBD.
3.
Semua penerimaan dan pengeluaran daerah dalam tahun anggaran yang bersangkutan harus dianggarkan dalam APBD dan dilakukan melalui rekening kas umum daerah.
d.
Keadilan Anggaran Pajak daerah, retribusi daerah, dan pungutan daerah lainnya yang dibebankan
kepada masyarakat harus mempertimbangkan kemampuan masyarakat untuk membayar. e.
Efisiensi dan Efektivitas Anggaran Dana yang tesedia harus dimanfatkan dengan sebaik mungkin untuk dapat
menghasilkan peningkatan pelayanan dan kesejahteraan yang semaksimal guna kepentingan masyarakat.
10
f.
Taat Azas APBD sebagai rencana keuangan tahunan pemerintah daerah ditetapkan
dengan Peraturan Daerah dalam penyusunannya tidak boleh bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi, dan tidak boleh bertentangan dengan kepentingan umum dan peraturan daerah lainnya. D.
Sifat Akuntabilitas Pemerintah Laporan keuangan pemerintah harus menyediakan informasi yang dapat dipakai
oleh pengguna laporan keuangan untuk menilai akuntabilitas pemerintahan dalam membuat keputusan ekonomi, sosial dan politik. Akuntabilitas diartikan sebagai hubungan antara pihak yang memegang kendali dan mengatur entitas dengan pihak yang memiliki kekuatan formal atas pihak pengendali tersebut. Dalam hal ini dibutuhkan juga pihak ketiga yang accountable untuk memberikan penjelasan atau alasan yang masuk akal terhadap seluruh kegiatan yang dilakukan dan hasil usaha yang diperoleh sehubungan dengan pelaksanaan suatu tugas dan pencapaian suatu tujuan tertentu. Akuntabilitas dapat dipandang dari berbagai perspektif. Dari perspektif akuntansi, American Accounting Association menyatakan bahwa akuntabilitas suatu entitas pemerintahan dapat dibagi dalam empat kelompok, yaitu akuntabilitas terhadap : 1. Sumber daya finansial 2. Kepatuhan terhadap aturan hukum dan kebijaksanaan administratif 3. Efisiensi dan ekonomisnya suatu kegiatan 4. Hasil program dan kegiatan pemerintah yang tercermin dalam pencapaian tujuan,
manfaat dan efektivitas.
Sedangkan dari perspektif fungsional, akuntabilitas dilihat sebagai suatu tingkatan dengan lima tahap yang berbeda yang diawali dari tahap yang lebih banyak membutuhkan ukuran-ukuran obyektif (legal compliance) ke tahap yang membutuhkan lebih banyak ukuran-ukuran subyektif. Tahap-tahap tersebut adalah : 1. Probity and legality accountability Hal ini menyangkut pertanggungjawaban penggunaan dana sesuai dengan anggaran yang telah disetujui dan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku (compliance). 2. Process accountability Dalam hal ini digunakan proses, prosedur, atau ukuran-ukuran dalam melaksanakan kegiatan yang ditentukan (planning, allocating and managing). 11
3. Performance accountability Pada level ini dilihat apakah kegiatan yang dilakukan sudah efisien (efficient and economy). 4. Program accountability Di sini akan disoroti penetapan dan pencapaian tujuan yang telah ditetapkan tersebut (outcomes and effectiveness). 5. Policy accountability Dalam tahap ini dilakukan pemilihan berbagai kebijakan yang akan diterapkan atau tidak (value). Dari perspektif sistem akuntabilitas, terdapat beberapa karakteristik pokok sistem akuntabilitas ini yaitu : 1. Berfokus pada hasil (outcomes) 2. Menggunakan beberapa indikator yang telah dipilih untuk mengukur kinerja 3. Menghasilkan informasi yang berguna bagi pengambilan keputusan atas suatu program atau kebijakan 4. Menghasilkan data secara konsisten dari waktu ke waktu 5. Melaporkan hasil (outcomes) dan mempublikasikannya secara teratur Akuntabilitas pemerintahan di negara yang menganut paham demokrasi sebenarnya tidak lepas dari prinsip dasar demokrasi yaitu kedaulatan adalah di tangan rakyat. Pemerintah wajib memberikan pertanggungjawabannya atas semua aktivitasnya kepada masyarakat. Meliputi sistem anggaran pendapatan dan belanja, organisasi pelayanan pemerintah, manajemen wilayah yang profesional serta pengembangan praktik akuntansi dan pelaporan keuangan. Ternyata dalam pelaksanaannya, keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya dengan informasi keuangan saja. Masyarakat ingin tahu lebih jauh apakah pemerintah yang dipilihnya telah beroperasi dengan ekonomis, efisien dan efektif. Beberapa teknik yang dikembangkan untuk memperkuat sistem akuntabilitas sangat dipengaruhi oleh metode yang banyak dipakai dalam akuntansi, manajemen dan riset seperti management by objectives, anggaran kinerja, riset operasi, audit kepatuhan dan kinerja, akuntansi biaya, analisis keuangan dan survey yang dilakukan terhadap masyarakat sendiri. Teknik-teknik tersebut tentunya juga dipakai oleh pemerintah sendiri untuk meningkatkan kinerjanya.
12
E.
Managing for Results (Pengelolaan Pencapaian) Pelaporan pengukuran kinerja (performance measurement) berkaitan erat dengan
suatu proses yang dinamakan managing for results (pengelolaan pencapaian). Proses ini timbul terhadap tuntutan yang meningkat bahwa manajemen pemerintahan perlu memakai pendekatan yang sama dengan manajemen di sektor swasta maupun organisasi-organisasi nirlaba lainnya. Proses ini merupakan pendekatan komprehensif untuk memfokuskan suatu organisasi terhadap misi (mission), sasaran (goals) dan tujuan (objectives). F.
Akuntabilitas dan Pelaporan Keuangan Tujuan pemerintah adalah melayani kebutuhan masyarakat dengan sebaik-baiknya,
yang dilaksanakan dengan pembentukan departemen atau dinas yang melaksanakan program. Kinerja departemen atau dinas tersebut tidak dapat diukur dengan rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan seperti return on investment, jumlah sumber daya yang digunakan atau rasio pendapatan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena sebenarnya dalam kinerja pemerintah tidak pernah ada “net profit”. Kewajiban pemerintah untuk mempertanggungjawabkan kinerjanya dengan sendirinya dipenuhi dengan menyampaikan informasi yang relevan sehubungan dengan hasil dari program yang dilaksanakan kepada wakil rakyat dan juga kelompok-kelompok masyarakat yang memang ingin menilai kinerja pemerintah. Pelaporan keuangan yang ada hanya memaparkan informasi yang berkaitan dengan sumber pendapatan pemerintah, bagaimana penggunaannya dan posisi keuangan pemerintah saat itu. Jika hal ini dikaitkan dengan perspektif fungsional akuntabilitas, maka baru tahap probity and legality accountability (compliance) yang dipenuhi. Di sini tampak bahwa jika Indonesia hanya menerapkan pertanggungjawaban anggaran belanja dan pendapatan daerah atau negara, maka dalam kaitannya dengan penjelasan di atas, akuntabilitas pemerintahan di Indonesia baru sebatas tahap kepatuhan atau compliance. Harus diingat, tahap ini barulah tahap awal dari lima tahap akuntabilitas sesuai perspektif fungsional. Pembandingan tujuan pelaporan keuangan antara perusahaan (business enterprises) dengan organisasi nirlaba (not-for-profit organizations) sebagai berikut. Dalam perusahaan, pelaporan keuangan harus menyediakan informasi sehubungan dengan kinerja keuangan perusahaan (financial performance) dalam periode tertentu. Fokus utamanya adalah informasi mengenai kinerja perusahaan dengan mengukur pendapatan (comprehensive income) dan komponen-komponennya. Sedangkan dalam organisasi nirlaba pelaporan keuangan harus menyediakan informasi sehubungan dengan kinerja (performance) dalam 13
periode tertentu. Informasi yang paling dibutuhkan untuk menilai kinerja ini adalah pengukuran periodik atas perubahan jumlah dan sifat net resources dari organisasi yang bersangkutan dan informasi mengenai service efforts and accomplishment. G.
Elemen Pelaporan Pengukuran Kinerja Government Accounting Standard Board (GASB), dalam Concept Statements No.2,
membagi pengukuran kinerja dalam tiga kategori indikator, yaitu (1) indikator pengukuran service efforts, (2) indikator pengukuran service accomplishment, dan (3) indikator yang menghubungkan antara efforts dengan accomplishment. Service efforts berarti bagaimana sumber daya digunakan untuk melaksanakan berbagai program atau pelayanan jasa yang beragam. Service accomplishment diartikan sebagai prestasi dari program tertentu. Di samping itu perlu disampaikan juga penjelasan tertentu berkaitan dengan pelaporan kinerja ini
(explanatory
information).
Pembandingan
service
efforts
dengan
service
accomplishment merupakan dasar penilaian efisiensi operasi pemerintah (GASB, 1994). Measure of Efforts, Efforts atau usaha adalah jumlah sumber daya keuangan dan non keuangan, dinyatakan dalam uang atau satuan lainnya, yang dipakai dalam pelaksanaan suatu program atau jasa pelayanan. Pengukuran service efforts meliputi pemakaian rasio yang membandingkan sumber daya keuangan dan non keuangan dengan ukuran lain yang menunjukkan permintaan potensial atas jasa yang diberikan seperti populasi umum, populasi jasa atau panjang jalan raya. Contoh sumber daya keuangan adalah biaya gaji, fasilitas pegawai, peralatan, perlengkapan dan kontrak-kontrak pelayanan. Pengukuran yang berkaitan dengan sumber daya keuangan antara lain adalah dana yang digunakan untuk pendidikan dan dana pendidikan untuk per orang siswa, dana untuk transpor publik dan dana transpor publik per orang, dana untuk investigasi kejahatan dan dana investasi kejahatan per kapita. Contoh sumber daya non keuangan yang paling utama adalah jumlah personalia pemerintah. Ukuran yang paling sering dipakai adalah jumlah pegawai (ekuivalen dengan pegawai dengan jam kerja penuh) atau jumlah jam kerja per jasa yang diberikan. Misalnya jumlah guru untuk seluruh murid atau per murid. Selain personalia, contoh sumber daya non keuangan adalah fasilitas umum lainnya seperti kendaraan, gedung pemerintah atau jalan raya. Measures of Accomplishment. Ada dua jenis ukuran accomplishment atau prestasi yaitu outputs dan outcomes. Outputs mengukur kuantitas jasa yang disediakan, dan outcomes mengukur hasil dari penyediaan outputs tersebut.
14
Explanatory Information Dalam hal ini kepada para pengguna laporan diberitahukan juga explanatory information atau berbagai macam informasi yang relevan dengan layanan yang diberikan dan faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja organisasi pemerintah, yang dikelompokkan dalam dua elemen sebagai berikut. 1. Elemen di luar kontrol pemerintah seperti kondisi demografi dan lingkungan. Sebagai contoh adalah jumlah siswa dalam keluarga yang berada di bawah garis kemiskinan, tingkat kepadatan penduduk di area tertentu sebagai tempat program dilaksanakan, dan tingkat pengangguran 2. Elemen yang dapat dikontrol oleh pemerintah secara signifikan seperti pola dan komposisi personalia. Sebagai contoh adalah rasio jumlah guru dan murid, jumlah bis untuk jalur angkutan tertentu, jenis konstruksi yang disyaratkan untuk jalan raya, jumlah polisi per kapita. Indikator-indikator di atas dapat diringkas sebagai berikut. A. Indicators of Service Efforts 1. Inputs – adalah nilai uang yang dikeluarkan dalam periode tertentu, yang bisa dinyatakan dalam : a. Current dollar b. Constant dollar c. Satuan per rumah tangga atau per kapita dalam current atau constant dollar 2. Inputs – adalah satuan sumber daya non finansial, misalnya jumlah waktu yang digunakan, dalam tahun atau dalam jam kerja B. Indicators of Service Accomplishment 1. Outputs – adalah jumlah layanan, bisa pada kualitas layanan tertentu yang diselesaikan 2. Outcomes – adalah kualitas dan efektivitas layanan C. Indicators that relate service efforts to accomplishment (efficiency indicators) 1. Inputs/Outputs 2. Inputs/Outcomes 3. Indeks efisiensi. D. Explanatory information 1. Elemen di luar kontrol pemerintah 2. Elemen yang dapat dikontrol oleh pemerintah secara signifikan
15
H.
Manfaat Pengukuran Kinerja Wayne C. Parker (1996:3) menyebutkan lima manfaat adanya pengukuran kinerja
suatu entitas pemerintahan, yaitu: 1.
Pengukuran kinerja meningkatkan mutu pengambilan keputusan. Seringkali keputusan yang diambil pemerintah dilakukan dalam keterbatasan data dan berbagai pertimbangan politik serta tekanan dari pihak-pihak yang berkepentingan. Di samping itu dapat juga dipilih metode pengukuran kinerja untuk melihat kesuksesan program yang ada. Di sisi lain, adanya pengukuran kinerja membuat pihak legislatif dapat memfokuskan perhatian pada hasil yang didapat, memberikan evaluasi yang benar terhadap pelaksanaan anggaran serta melakukan diskusi mengenai usulan-usulan program baru.
2.
Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas internal. Dengan adanya pengukuran kinerja ini, secara otomatis akan tercipta akuntabilitas di seluruh lini pemerintahan, dari lini terbawah sampai teratas. Lini teratas pun kemudian akan bertanggungjawab kepada pihak legislatif.
3.
Pengukuran kinerja meningkatkan akuntabilitas publik. Meskipun bagi sebagian pihak, pelaporan evaluasi kinerja pemerintah kepada masyarakat dirasakan cukup menakutkan, namun publikasi laporan ini sangat penting dalam keberhasilan sistem pengukuran kinerja yang baik. Keterlibatan masyarakat terhadap pengambilan kebijakan pemerintah menjadi semakin besar dan kualitas hasil suatu program juga semakin diperhatikan.
4.
Pengukuran kinerja mendukung perencanaan stategi dan penetapan tujuan. Proses perencanaan strategi dan tujuan akan kurang berarti tanpa adanya kemampuan untuk mengukur kinerja dan kemajuan suatu program. Tanpa ukuran-ukuran ini, kesuksesan suatu program juga tidak pernah akan dinilai dengan obyektif.
5.
Pengukuran
kinerja
memungkinkan
suatu
entitas
untuk
menentukan
penggunaan sumber daya secara efektif. Masyarakat semakin kritis untuk menilai program-program pokok pemerintah sehubungan dengan meningkatnya pajak yang dikenakan kepada mereka. Evaluasi yang dilakukan cenderung mengarah kepada penilaian apakah pemerintah memang dapat memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat. Dengan adanya pengukuran, analisis dan evaluasi terhadap data yang berkaitan dengan kinerja, pemerintah dapat segera menentukan berbagai cara untuk mempertahankan atau meningkatkan efisiensi dan 16
efektivitas suatu kegiatan dan sekaligus memberikan informasi obyektif kepada publik mengenai pencapaian hasil (results) yang diperoleh. I.
Keterbatasan Pelaporan Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja bukan merupakan satu-satunya alat yang dipakai untuk menilai
akuntabilitas pemerintahan. Namun ada juga beberapa keterbatasan yang perlu dipahami oleh para pengguna pelaporan pengukuran kinerja ini agar informasi yang diperoleh dapat digunakan sebaik-baiknya. Keterbatasan-keterbatasan itu antara lain : 1.
Pemakaian satu ukuran tertentu tidak disarankan mengingat satu ukuran yang dipakai tidak dapat menggambarkan secara lengkap hasil yang dicapai oleh pemerintah. Pengguna laporan pengukuran kinerja diharapkan menggunakan juga lebih dari satu ukuran.
2.
Informasi mengenai kinerja ini tidak menjelaskan alasan yang membuat pemerintah hanya mencapai prestasi tertentu, bagaimana meningkatkannya dan sejauh mana pengaruh faktor-faktor lain dalam pencapaian kinerja tersebut.
3.
Proses dan strategi yang dipakai untuk menyediakan jasa seringkali tidak disampaikan dalam pelaporan ini walaupun hal tersebut merupakan informasi penting untuk memahami mengapa pemerintah hanya mencapai prestasi tertentu.
J.
APBD Pemerintah Daerah Penyusunan APBD di Pemerintah Daerah umumnya didasarkan prinsip sebagai
berikut : 1.
Sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan daerah;
2.
Tepat waktu sesuai dengan tahapan dan jadwal yang telah ditetapkan dalam peraturan perundang-undangan;
3.
Transparan, sehingga memudahkan masyarakat untuk mengetahui dan mendapatkan akses informasi seluas-luasnya tentang APBD;
4.
Melibatkan partisipasi masyarakat;
5.
Memperhatikan rasa keadilan dan kepatutan;
6.
Substansi APBD tidak bertentangan dengan kepentingan umum, peraturan yang lebih tinggi dan peraturan daerah lainnya. Akuntabilitas kinerja adalah kewajiban untuk menjawab dari pimpinan
instansi/lembaga atau pimpinan kolektif secara transparan mengenai keberhasilan atau kegagalan dalam melaksanakan misi organisasi kepada pihak-pihak yang berwenang 17
menerima
pelaporan
akuntabilitas/pemberi
amanah.
Dalam
Instansi/Lembaga
pemerintahan lebih jelasnya akan menyampaikan akuntabilitas kinerja sesuai dengan aturan dan tatanan pelaporan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Pemerintah Daerah selaku
pengemban amanah masyarakat, melaksanakan kewajiban menyampaikan
akuntabilitas melalui penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah yang dibuat sesuai ketentuan yang terkandung dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999 mengenai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Tata cara pertanggungjawaban kepala daerah sebagai diatur Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2000 dan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001, lebih lanjut disesuaikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007 yang menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah. Kerangka Evaluasi Kinerja Sesuai dengan PP No. 108 Tahun 2000 tentang Pertanggung jawaban Kepala Daerah yang antara lain menyatakan : 1.
Pertanggungjawaban akhir tahun anggaran merupakan pertanggungjawaban APBD dalam bentuk perhitungan APBD dan berikut penilaian kinerja berdasarkan tolak ukur Renstra.
2.
Pertanggungjawaban akhir masa jabatan merupakan pertanggungjawaban atas pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang merupakan kinerja Kepala Daerah selama masa jabatan Kepala Daerah berdasarkan tolak ukur Renstra.
Mengacu pada ketentuan yang berlaku dalam Inpres No. 7 Tahun 1999 dan Keputusan Kepala LAN No. 239 IX/6/8/2003 Tanggal 25 Maret 2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi. Pemerintah dan Peraturan Menteri Pendayagunaaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, Kinerja Pemerintah 18
Daerah diukur berdasarkan Tingkat Pencapaian Sasaran dan Program/Kegiatan. Untuk mengetahui gambaran mengenai Tingkat Pencapaian Sasaran dan Program/Kegiatan dilakukan melalui media Rencana Kinerja yang dibandingkan dengan realisasinya. Kinerja (performance) didefinisikan sebagai tingkat pencapaian tujuan organisasi yang mana tujuan tersebut adalah maksud yang telah disepakati bersama. Dengan adanya penilaian kinerja tersebut, maka organisasi dapat melakukan perbaikan secara terus menerus atau keberlanjutan dari suatu program atau kebijakan publik. Proses evaluasi kinerja Pemerintah Daerah ini mencakup : 1.
Pengumpulan informasi yang berasal dari LAKIP tiap-tiap instansi di lingkup Pemerintah Daerah. Lakip instansional Pemerintah Daerah ini didasarkan atas realisasi penggunaan dana yang bersumber dari APBD.
2.
Dari LAKIP tiap-tiap instansi tersebut, selanjutnya direkap sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Daerah.
3.
Aspek yang tercakup dalam evaluasi kinerja ini adalah : a. Aspek Administrasi publik, yaitu aspek yang berkaitan dengan posisi Pemerintah Daerah sebagai institusi yang mengemban fungsi utama pemerintahan yaitu pelayanan publik. b. Aspek Administrasi Keuangan, yaitu aspek untuk menilai seberapa besar biaya (cost) yang dikeluarkan dan seberapa jauh biaya tersebut dipertanggungjawabkan sesuai peraturan yang berlaku. c. Aspek Administrasi Pembangunan, dalam hal ini akan dievaluasi hasil – hasil fisik yang nyata sesuai dengan indikator pembangunan. d. Evaluasi dimulai dengan membuat formulir RKT yang dilanjutkan dengan PKK dan PPS yang masing-masing mengevaluasi Rencana kegiatan, kinerja kegiatan dan realisasi pencapaian sasaran.
Pencapaian Sasaran diperoleh dengan cara membandingkan Target dengan Realisasi Indikator Sasaran, Pencapaian Kinerja Program/Kegiatan diperoleh dengan cara membandingkan Target dengan Realisasi Indikator Kinerja Kegiatan yang terdiri dari Input, Output, dan Outcome.
Kelompok indikator outputs (keluaran) adalah sesuatu yang diharapkan langsung dapat dicapai dari hasil kegiatan dan program yang dapat berupa fisik maupun non fisik berdasarkan masukan yang digunakan.
19
Kelompok
indikator
outcomes
(hasil)
adalah
segala
sesuatu
yang
mencerminkan berfungsinya keluaran kegiatan pada jangka waktu menengah, outcomes merupakan ukuran seberapa jauh setiap produk jasa dapat memenuhi kebutuhan dan harapan masyarakat. Kemudian atas hasil evaluasi kinerja tersebut dilakukan evaluasi untuk mengetahui keberhasilan dan kegagalan pencapaian sasaran strategis yang terkait dengan Core Area Daerah sebagai pusat pelayanan jasa terpadu di bidang pendidikan kesehatan dan perekonomian. Media evaluasi kinerja terdiri dari : a. Formulir PKK (Evaluasi Kinerja Kegiatan) b. Formulir PPS (Evaluasi Pencapaian Sasaran) Setelah diperoleh nilai-nilai kuantitatif, maka analisis kualitatif akan digunakan untuk menjelaskan faktor-faktor yang mendukung ataupun memperlemah kinerja. Selanjutnya berdasarkan hasil evaluasi kinerja dilakukan analisa pencapaian kinerja untuk memberikan informasi yang lebih transparan mengenai sebab-sebab tercapai atau tidak tercapainya kinerja yang diharapkan. a.
Indikator Kinerja Indikator Kinerja adalah ukuran kuantitatif dan kualitatif yang menggambarkan tingkat pencapaian suatu sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan, dengan memperhitungkan indikator masukan (inputs), keluaran (outputs), hasil (outcomes).
b.
Indikator Sasaran Indikator Sasaran adalah sesuatu yang dapat menunjukkan secara signifikan mengenai keberhasilan atau kegagalan pencapaian sasaran. Indikator Sasaran dilengkapi dengan Target Kuantitatif dan satuannya untuk mempermudah evaluasi pencapaian sasaran.
c.
Indikator Kinerja Kegiatan Kinerja Kegiatan dikelompokan ke dalam : Kelompok indikator inputs (masukan), adalah segala sesuatu yang dibutuhkan agar pelaksanaan kegiatan dan program dapat berjalan untuk menghasilkan keluaran. Indikator masukan ini antara lain berupa sumber daya manusia, dana, material, waktu, teknologi dan peraturan.
20
PENUTUP Meskipun saat ini di Indonesia banyak dilakukan persiapan dan diskusi mengenai good governance, namun jika dicermati lebih lanjut, tampak bahwa akuntabilitas pemerintahan di Indonesia masih berfokus hanya dari sisi pengelolaan keuangan negara. Sedangkan dalam kenyataan sehari-hari keingintahuan masyarakat tentang akuntabilitas pemerintahan tidak dapat dipenuhi hanya oleh informasi keuangan saja. Kinerja departemen atau dinas tersebut tidak dapat diukur denga rasio-rasio yang biasa didapatkan dari sebuah laporan keuangan seperti return on investment, jumlah sumber daya yang digunakan atau rasio pendapatan dibandingkan dengan sumber daya yang digunakan. Hal ini disebabkan karena sebenarnya dalam kinerja pemerintah tidak pernah ada “net profit”. APBD disusun dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintah dan kemampuan pendapatan daerah. Adapun definisi tentang APBD menurut peraturan Menteri Dalam Negeri No.13 tahun 2006 adalah rencana keuangan tahunan Pemerintah Daerah yang dibahas dan disetujui bersama oleh Pemerintah Daerah dan DPRD dan ditetapkan dengan peraturan daerah. Pemerintah Daerah selaku pengemban amanah masyarakat di daerah melaksanakan kewajiban menyampaikan akuntabilitas melalui penyajian Laporan Akuntabilitas Kinerja Pemerintah Daerah yang dibuat sesuai ketentuan yang terkandung dalam Inpres Nomor 7 Tahun 1999 mengenai Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah dan Keputusan Kepala LAN Nomor 239/IX/6/8/2003 tanggal 25 Maret 2003 tentang Pedoman Penyusunan Pelaporan
Akuntabilitas
Kinerja
Instansi
Pemerintah
dan
Peraturan
Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 29 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Penetapan Kinerja dan Pelaporan Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah. Tata cara pertanggungjawaban kepala daerah sebagai diatur Peraturan Pemerintah Nomor 108 tahun 2000 dan Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah sebagaimana diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2001, lebih lanjut disesuaikan dalam Peraturan Pemerintah Nomor 3 tahun 2007 yang menyesuaikan dengan kondisi dan perkembangan masyarakat yang menuntut adanya transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
21
DAFTAR PUSTAKA Bastian, Indra. 2001. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Cetakan Pertama. Yogyakarta : BPFE. Budianas, Nanang (2013). Implementasi Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (Berdasarkan Peraturan Menteri dalam Negeri No.13 Tahun 2006) . Makalah, Makassar Direktorat Pengelolaan Keuangan Daerah, Direktorat Jenderal Otonomi Daerah. 2002. Keputusan Menteri Dalam Negeri Nomor 29 Tahun 2002, Jakarta : Departemen Dalam Negeri. Halim, Abdul. 2004. Akuntansi Keuangan Daerah. Edisi Revisi. Jakarta : Salemba Empat. Handjari J. (2000). Paradigma Baru dalam Akuntansi Sektor Publik. Makalah, Kongres Nasional Akuntan Indonesia IV. Jakarta. Jurnal Akuntansi & Keuangan Vol. 2, No. 2, Nopember 2000: 138 – 150 Jurusan Ekonomi Akuntansi, Fakultas Ekonomi Universitas Kristen Petra http://puslit.petra.ac.id/journals/accounting/ Lembaga Administrasi Negara dan BPKP, Akuntabilitas dan Good Gavermence : Modul Sosialisasi Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, modul 1 sampai 5, Jakarta : LAN dan BPKP. Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Edisi 1. Yogyakarta : Andi Yogyakarta. Munir, Badrul. 2003. Perencanaan Anggaran Kinerja, Memangkas Inefesiensi Anggaran Daerah. Yogyakarta : Samawa Center. Nordiawan, Deddi, 2005 Akuntansi Sektor Publik. Jakarta : Salemba Empat. Parker, Wayne C. (1993). Performance Measurement in the Public Sector. State of Utah. www.rutgers.edu/Accounting/raw/seagov/pmg/perfmeasure, September 2000. Rasul. Sjahruddin. 2003. Pengintegrasian Sistem Akuntabilitas dan Anggaran Dalam Perspektif UU No. 17 Tahun 2003 Tentang keuangan Negara. Jakarta Perum Percetakan Negara Republik Indonesia. Sadjiarto, Arya (2000). Akuntabilitas dan Pengukuran Kinerja Pemerintahan. Jurnal, Universitas Kristen Petra, Jakarta. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang Perimbangan Keuangan antara Pusat dan Daerah, Jakarta: Sinar Grafika. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 13 Tahun 2006 tentang Pedoman Pengelolaan Keuangan Daerah. Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta. Peraturan Menteri dalam Negeri Nomor 26 Tahun 2006 tentang Pedoman Penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun Anggaran 2008. Pemerintah Republik Indonesia, Jakarta. 22