APLIKASI TRANSFORMASI LAPLACE PADA PERSAMAAN KONSENTRASI OKSIGEN TERLARUT TITI YULIASTUTI dan WIDOWATI ABSTRAK Persamaan oksigen terlarut untuk reaksi kebutuhan oksigen orde pertama dikembangkan untuk reaksi orde 3/2 dan multiorde. Oksigen terlarut merupakan salah satu parameter kimia air yang berperan pada kehidupan biota perairan dan yang paling sering diukur dalam observasi pengaruh polusi organik pada perairan. Penentuan kebutuhan oksigen harus dipakai sebagai tambahan penentuan oksigen terlarut. Tes kebutuhan oksigen merupakan suatu metode untuk mengevaluasi kebutuhan oksigen secara biokimia. Pengembangan solusi persamaan oksigen terlarut untuk reaksi kebutuhan oksigen orde 3/2 diselesaikan dengan menggunakan transformasi laplace dan integral konvolusi untuk menyederhanakan solusi persamaan model. Kata Kunci: Transformasi laplace, Oksigen Terlarut (DO), BOD
PENDAHULUAN
Biochemical
Air sebagai sumberdaya alam
(BOD), Chemical Oxygen Demand
yang sangat penting bagi kehidupan
(COD), dan lain sebagainya. Jenis
makhluk hidup. Oleh karena itu
bahan pencemar yang berasal dari
kualitas air harus tetap dijaga demi
industri adalah bahan organik yang
kelangsungan
makhluk
degradable dan non
Pencemaran
pada
I.
hidup.
Oxygen
Demand
degradable
perairan
sehingga menyebabkan perubahan
disebabkan oleh masuknya zat-zat
DO, BOD, COD, TSS, dan bahan
asing ke dalam lingkungan, sebagai
organik yang tidak larut seperti
akibat dari tindakan manusia, yang
logam berat. Salah satu parameter
merubah sifat-sifat fisik, kimia, dan
untuk menentukan kualitas air sungai
biologis lingkungannya.
adalah Dissolved Oxygen (DO) atau
Kualitas air dipengaruhi oleh
oksigen terlarut, parameter ini cukup
beberapa faktor, antara lain: Suhu
memadai untuk mengetahui kondisi
air, Total Suspended Solid (TSS),
air sungai.
Dissolved
Oxygen
(DO),
1
Pemodelan kualitas air sungai
II.
Dissolved
pertama kali dipelopori oleh Streeter dan Phelps pada tahun 1925 yang
TEORI DASAR Oxygen
dan
Biochemical Oxygen Demand
menerapkan persamaan DO untuk reaksi BOD orde pertama yang
Dissolved Oxygen (DO) atau
kemudian reaksi BOD orde pertama
oksigen terlarut merupakan salah
dapat dikembangkan kembali untuk
satu
reaksi BOD orde 3/2 dan multiorde.
berperan
Pengembangan suatu solusi reaksi
perairan dan yang paling sering
BOD
diukur dalam observasi pengaruh
orde
pertama,
multiorde
akan
3/2
dan
melibatkan
parameter
polusi
kimia
pada
air
yang
kehidupan
biota
organik
pada
sungai.
pengintegrasian dari persamaan yang
Parameter ini cukup memadai untuk
tidak praktis.
melakukan observasi pada kondisi
Pada
paper
ini
dibahas
yang ada. Penurunan oksigen terlarut
bagaimana menentukan konsentrasi
dapat
DO untuk reaksi BOD orde pertama
pengambilan
dan
perairan
3/2
dengan
transformasi asumsi
yang
menggunakan
laplace.
Sedangkan
digunakan
adalah
mengurangi oksigen
sehingga
efisiensi bagi
biota
menurunkan
kemampuannya untuk hidup normal. Rendahnya kandungan DO dalam air
kondisi aliran yang terjadi mantap
berpengaruh
dan seragam sehingga pengaruh
kehidupan
dispersi pada BOD dan DO pada
akuatik lainnya dan kalau tidak ada
sungai diabaikan. Konstanta laju
sama
reaksi dan konstanta laju reaerasi
mengakibatkan munculnya kondisi
merupakan parameter yang tetap dan
anaerobik dengan bau busuk dan
tidak
permasalahan estetika.
dipengaruhi
lingkungan parameter lain.
serta
oleh
kondisi
parameter-
buruk
terhadap
dan
kehidupan
ikan
sekali
oksigen
Penentuan Oxygen
Demand
terlarut
Biochemical (BOD)
atau
kebutuhan oksigen dipakai sebagai tambahan penentuan DO, karena tes BOD merupakan salah satu metode
2
untuk
mengevaluasi
Operasi
kebutuhan
yang
baru
BOD
ditunjukkan yang menghasilkan F(p)
didefinisikan sebagai jumlah oksigen
dari suatu fungsi f(t) yang diberikan,
yang diperlukan oleh bakteri untuk
disebut transformasi Laplace.
oksigen
secara
biokimia.
mendekomposisikan bahan organik (hingga stabil) pada kondisi aerobik.
Teorema 2.2
Oleh karena itu, tujuan pemeriksaan
Tranformasi
BOD
penjumlahan (selisih) dua fungsi
adalah
pencemaran domestik
untuk air
atau
menentukan
akibat limbah
limbah industri.
Laplace
dari
adalah sama dengan penjumlahan (selisih)
transformasi
Laplace
Umumnya makin tinggi BOD makin
masing-masing fungsi.
tinggi tingkat pencemarannya.
£{f1(t) ± f2(t)} = £ [f1(t)] ± £[ f2(t)]
2.2
Transformasi Laplace
Teorema 2.3
Metode transformasi Laplace
Transformasi
Laplace
suatu
adalah suatu metode operasional
konstanta dikalikan dengan suatu
yang dapat digunakan secara mudah
fungsi adalah sama dengan konstanta
untuk
tersebut
menyelesaikan
persamaan
diferensial linier.
dikalikan
dengan
transformasi Laplace dari fungsi tersebut. £[kf(t)] = k£[f(t)]
Definisi 2.1 Misalkan f(t) merupakan suatu fungsi dari t terdefinisi untuk t > 0. ∞
Kemudian
∫e
− pt
f (t )dt ,
jika
ada
dinamakan suatu fungsi dari p, F(p).
Transformasi laplace dari e-at dikali dengan suatu fungsi adalah sama
0
katakan
Teorema 2.4
Fungsi
F(p)
ini
dengan transformasi laplace dari fungsi itu dengan p diganti oleh
dinamakan transformasi Laplace dari
(p+a).
f(t) dan dinotasikan dengan £{f(t)}.
£[ e-at f(t)] = = F(p+a)
∞
Jadi £{f(t)}= F(p) = ∫ e − pt f (t )dt 0
3
Teorema 2.5
Maka H(p) = F(p) G(p) = £ {h(t)}
d Jika £{f(t)}=F(p), maka £ f (t ) = dt
untuk p> a dimana :
pF(p) – f(0)
t
h(t)
=
∫ f (t − τ ) g (τ )dτ 0 t
=
Definisi 2.6
0
Jika £{f(t)} = F(p), dinamakan
∫ f (t ) g (t − τ )dτ
maka f(t)
transformasi
Laplace
invers dari F(p) dan dinotasikan dengan f(t) = £-1{F(p)}. Kemudian untuk mencari £
-1
{F ( p)} harus dicari
suatu fungsi dari t yang transformasi
Fungsi h(t) pada Teorema 2.7 adalah konvolusi pada f dan g dan integralnya integral
dikatakan konvolusi.
sebagai Integral
konvolusi dapat dituliskan sebagai h(t) = (f*g)(t).
Laplacenya adalah F(p). 2.4 2.3
Integral Konvolusi f(t)
Misalkan merupakan suatu Transformasi
Integral Eksponensial Integral
g(t)
dan
dituliskan sebagai berikut [1]
fungsi dari t.
Laplace
dari
eksponensial
x
Ei(x) =
f(t)
et ∫ t dt −∞
(2.1)
dituliskan dengan £{f(t)}= F(p) dan
Disini terdapat dua ekspansi deret
g(t)
pada integral eksponensial, yang
dituliskan dengan £{g(t)}= G(p).
pertama sering digunakan untuk
Transformasi Laplace h(t) dituliskan
perhitungan
sebagai £{h(t) }= H(p) = F(p)G(p)
argument (x), dan yang lainnya
transformasi
dimana
F(p)
Laplace
dan
dari
G(p)
yang
kecil
dari
adalah
adalah untuk menghitung nilai x
transformasi pada fungsi f dan g.
yang besar. Ekspansi deret yang
Akan tetapi £{f(t)g(t)} ≠ £f(t) £ g(t).
pertama adalah sebagai berikut [1] Ei(x) = γ + ln(x) +
Teorema 2.7 Misalkan F(p) = £ {f(t)} dan G(p) = £ {g(t)} untuk setiap
p > a ≥ 0.
dengan
∞
xn (2.2) ∑ n =1 n.n!
= Konstanta Euler = 0.577215…
4
Deret pada persamaan (2.2)
disungai sangatlah rumit. Untuk itu
konvergen untuk setiap nilai x,
diperlukan beberapa penyederhanaan
meskipun
dengan asumsi sebagai berikut
demikian
dia
secara
perlahan akan konvergen untuk nilai
1. Penentuan
DO
persamaan
x yang besar. Metode alternatif untuk
digunakan persamaan BOD, yaitu
menghitung Ei(x) untuk nilai x yang
persamaan
besar adalah dengan menggunakan
BOD orde pertama dan orde 3/2.
ekspansi deret asimptotik sebagai
2. Kondisi aliran yang terjadi adalah
DO
dengan
reaksi
berikut [1]
mantap dan seragam
e x 0! 1! 2! n! Ei(x) = 0 + 1 + 2 + ... + n x x x x x
pengaruh dispersi pada BOD dan
=
ex x
n
m! ∑ m m=0 x
(2.3)
Persamaan
(2.2)
dapat
DO pada sungai diabaikan. 3. Konstanta
laju
persamaan (2.3) ketika x<5 hal ini
lingkungan
dikarenakan
parameter lain.
terdapat
error
pada
dan
parameter yang tetap dan tidak dipengaruhi
sebagai
reaksi
konstanta laju reaerasi merupakan
pengganti
digunakan
sehingga
oleh serta
kondisi parameter-
ekspansi asimptotiknya, tetapi ketika x ≥ 5 kedua persamaan (2.2) atau
3.1.1 Persamaan BOD Orde Pertama
(2.3) dapat digunakan.
Persamaan model dasar dari III.
BOD
PEMBAHASAN
konsentrasi
Persamaan empiris BOD orde
dijelaskan oleh Streeter dan Phelps. BOD
pada
sungai
pertama pada model DO dalam suatu
Model
aliran telah dikembangkan secara
penguraian
dari
organik
luas pada tahun 1925 oleh Streeter
biodegradable
yang
dinyatakan
dan
sebagai
Phelps
dikembangkan
[7].
Kemudian
lagi untuk
reaksi
BOD orde 3/2 dan multiorde.
mendeskripsikan
persamaan
BOD
orde
pertama disajikan dalam persamaan berikut
Jika ditinjau dari kejadian alam sebenarnya, fenomena kejadian
5
dL = − k1 L , dt
dengan atmosfer terjadi pada tingkat
(3.1)
oksigen, dengan defisitnya adalah
yang proporsional terhadap defisit
dengan L
konsentrasi saturasi (Cs) dikurangi 3
= konsentrasi BOD (g/m )
dengan konsentrasi DO.
k1 = konstanta laju reaksi orde
Kemudian persamaan (3.1)
pertama (hari ), dengan k1 >0
diintegrasikan untuk mencari nilai L
Persamaan (3.1) merupakan
dan diperoleh
-1
penguraian
aerobik
yang
L = L0 e − k1t
mengkonsumsi oksigen. Selain itu terdapat pula pertukaran oksigen pada atmosfer dengan sungai, hal ini berhubungan
dengan
konsentrasi
DO. Persamaan diferensial yang menjelaskan konsentrasi DO pada sungai ke suatu reaksi BOD adalah sebagai berikut.
(3.3)
Pengujian
BOD
secara
konvensional memberikan nilai y, jumlah konsumsi DO dari suatu sampel (g/m3) merupakan fungsi terhadap waktu. Hubungannya dapat dituliskan sebagai L = L0 – y Kemudian
persamaan
(3.3)
dikombinasikan dengan y = L0 – L
dC = k s (C s − C ) − k1 f (t ) dt
(3.2)
sehingga menghasilkan persamaan y = L0 (1 − e − k t ) 1
dengan C Cs
= konsentrasi DO (g/m3) = nilai saturasi untuk DO (g/m3)
ks
= konstanta laju reaerasi (hari-1), dengan ks >0 k1 = konstanta laju reaksi orde pertama (hari-1), dengan k1 >0 t = waktu (hari) f(t) = fungsi yang menyatakan konsentrasi BOD sebagai suatu fungsi terhadap waktu Persamaan
(3.2)
meng-
asumsikan bahwa pertukaran oksigen
Persamaan (3.2) dimodifikasi dengan
menotasikan
diberikan dengan
f(t)
=
L,
persamaan (3.3)
diperoleh dC = k s C s − k s C − k1 L0 e −k1t dt
3.1.2 Transformasi untuk Persamaan
(3.5)
Laplace Menentukan DO
dengan
Reaksi BOD Orde Pertama
6
Transformasi
Laplace
dari
3.1.3 Konsentrasi DO Minimum
persamaan (3.5) adalah
C=
C0 + ( p + ks ) −
dengan Reaksi BOD Orde
k1 L 0 ( p + k s )( p + k1 )
(3.6)
transformasi transformasi
Laplace Laplace
diperoleh dari penurunan persamaan
dari
Apabila C”(tc)>0 maka C(tc) adalah DO
dan
konsentrasi
C(t)
Konsentrasi DO minimum terjadi
didefinisikan sebagai
minimum.
pada saat waktu kritis yaitu pada saat
∞
t=0
0
persamaan (3.7) dituliskan sebagai
£ C(t) = ∫ e − pt C (t )dt = C Transformasi
invers
dari
persamaan (3.6) dituliskan sebagai berikut:
C0 k s Cs + − £-1 ( C )=£-1 ( p + k s ) p( p + k s )
t=tc.
atau
Turunan
dari
f(tc), yaitu
k1 L0 f (t c ) = −k s e −k s tc C0 − C s − − ( k k ) 1 s 2 k L (3.8) − 1 0 e −k1tc ( k1 − k s ) C”(t) = f’(tc)
k 1 L0 ( p + k s )( p + k1 C (t )
Konsentrasi DO minimum
(3.7) dan terjadi ketika dC/dt = 0.
p adalah parameter pada
dengan
Pertama
k sC s − p( p + k s )
k1 L0 2 f’(tc)= k s e −k stc C0 − Cs − (k1 − k s )
=Cs+
3
+
kL e − k s t C0 − Cs − 1 0 (k1 − k s ) +
k1 L0 e − k1 t ( k1 − k s )
(3.7)
Persamaan (3.7) merupakan persamaan DO dengan reaksi BOD orde pertama.
k1 L0 −k1tc e ( k1 − k s )
3.2.1 Persamaan BOD Orde 3/2 Persamaan
(3.1)
dapat
dikembangkan ke dalam persamaan BOD orde 3/2 sebagai berikut 3 dL = −k 3 L 2 2 dt
(3.9)
dengan L
= konsentrasi BOD (g/m3)
7
k3/2 = konstanta laju reaksi orde 3
3.2.2
Transformasi
1/2
3/2 ((m /g) /hari), k3/2>0
untuk
Laplace
Menentukan
Persamaan DO dengan Kemudian persamaan (3.9)
Reaksi BOD Orde 3/2
diintegrasikan untuk mencari nilai L
Transformasi
diperoleh
persamaan (3.13) adalah
L=
4 L0 2 + k t L 3 0 2
Kemudian
(3.10)
2
persamaan
1 8 £ 2 3 k 3 2 (T + t )
dikombinasikan dengan L0 – y = L C =
y = L0 – L =L0 −
4 L0 2 + k t L 3 0 2
Misalkan T =
2 k 3 / 2 L0
−
2
(3.11)
C0 k s Cs + p + k s p( p + k s ) 1 £ 3 ( p + k s ) (T + t ) 8
k3
2 2
Transformasi
invers
(3.14)
balik
dari
persamaan (3.14) diperoleh dari tabel
Dengan T = suatu konstanta waktu (hari).
transformasi Laplace dan dengan menggunakan konvolusi
Sehingga y = L0 −
dari
dC £ = £ (k s Cs ) − £ (k sC ) − dt
(3.10)
menjadi
Laplace
4 2 2 k 3 (T + t )
(3.12)
2
C0 k s Cs + £-1( C ) =£-1 p + k s p( p + ks )
Persamaan (3.2) dimodifikasi
−
dengan menotasikan f(t) = L3/2,
k3
2 2
8 £ ( p + ks )
1 3 (T + t )
diberikan dengan persamaan (3.3)
Sesuai Teorema 2.7
diperoleh
1 8 £-1 2 = £ 3 k 3 ( p + k s ) (T + t ) 2
dC 8 1 (3.13) = k s (Cs − C) − 2 3 dt k 3 (T + t ) 2
1 8 e − kst ∗ 2 (T + t ) 3 k3 2
8
e − k st k3
diperoleh
2
C (t )
+
4k s
2
k3
2
s
2
− k st 1 1 1 − e 2 + 1 + 2 2 k T2 k T k s (T + t ) s k s (T + t ) s
−
{e
− ks (T +t )
4k s
2
k3
2
[Ei(k s (T + t ) ) − Ei(k sT )]}(3.15) (3.15)
(2.2). Sedangkan
terdapat pada persamaan (3.15) dapat dihitung dengan menggunakan deret ekspansinya. Deret ekspansi pertama telah dijelaskan pada persamaan (2.2). Kemudian disubstitusikan ke
+ C s (1 − e
− k st
4 )+ k3
telah
persamaan
ekspansi
dijelaskan
(2.3)
dan
pada
kemudian
disubstitusikan ke persamaan (3.15). Hal ini dilakukan ketika nilai ks(T+t) lebih besar dari 5. Nilai M dan N dipilih
sebagai
argument
dari
integral eksponensial yang dihitung dengan
persamaan (3.15) menjadi :
deret
yang kedua adalah deret divergen yang
Integral eksponensial yang
= C0e
merupakan
persamaan DO untuk reaksi BOD
merupakan
orde 3/2.
− kst
(3.16)
deret konvergen pada persamaan
persamaan DO dengan reaksi BOD
C (t )
Persamaan
orde 3/2 yang merupakan kombinasi
2
Persamaan
2
− k 2+k 3 2t L0 s k 3 L0 k s (2 + k 3 2 t L0 ) 2 ln e + 2k s n n ∞ k s ( 2 + k 3 t L0 ) − ( 2 k s ) 2 (3.16) ∑ n (k 3 L0 ) n.n! n =1 2
= C 0 e − k t + C s (1 − e − k t ) s
2
k L + 2k L − 4k s s 0 k3 2 32 0
menggunakan
fungsi
roundoff (pembulatan ke bilangan bulat yang terdekat) [7]. 2
k L (1 + k t ) + 2k L 3 0 s s 0 − 2 2 (2 + k 3 t L0 ) 2
Dengan M = round[ks(T+t)]
(3.17)
N = round[ksT]
(3.18)
9
C (t ) = C 0 e − k s t + C s (1 − e − k s t ) +
4 k3
2
k 3 / 2 L0 + 2k s L 0 + k s k 3 / 2 L0 t ) − ( 2 + k 3 / 2 L0 t ) 2 4k e −kst k 3 / 2 L0 + 2k s L 0 − s 4 k3
(
2 1 − 2 + 3 k s (T + t c ) 2 k s (T + t c )
[
2
4k + 2s k s e − k s (T +t ) [ Ei(k s (T + t c )) − k3 / 2
)
− Ei(k s T )] −
2
n k 3 L0 N L0 2 n! ∑ k t L ( 2 ) k ( 2 k 3 t L0 ) + + n = 0 3 0 s 2 2
e − kst L0 − 2
k 3 L0 2 n ! ∑ 2k n =0 s M
n
(3.19)
Persamaan (3.19) merupakan persamaan DO untuk reaksi BOD orde 3/2 yang merupakan kombinasi dengan
deret
divergen
pada
persamaan (2.3). Konsentrasi DO minimum diperoleh dari penurunan persamaan
Apabila C”(tc) > 0 maka C (tc) adalah konsentrasi DO minimum. Konsentrasi DO minimum terjadi pada saat waktu kritis yaitu pada saat atau
t=tc.
Turunan
dari
persamaan (3.15) dituliskan sebagai = k s (C s − C0 )e
2
4k + 2s k3 / 2
1 1 2 −k t − k s e s c 2 2 + ksT ks T
−
4 k s 2 −6 −2 2 + + 4 k s (T + t c ) 3 k 32/ 2 k s (T + t c )
[− k
2 − ks ( T +t ) s
e
[ Ei(k s (T + t c )) − Ei (k s T )] +
e ks ( T +tc ) 1 k s e − k s (T + t ) + (T + t c ) (T + t ) 2 3.3
Studi kasus Pada bagian ini dikaji dua
studi kasus. Pada kasus 1 data yang digunakan adalah data pada sungai Babon bagian Bendung Karang Roto Semarang[10] dan pada kasus 2 data yang diproses adalah data pada sungai Passaic New Jersey, USA[7]. Pada Lampiran 1 Tabel 5.1
− k s tc
2 4k s − ks tc 1 1 2 2 + + 2 k s e k 3 / 2 ks T ks T
(3.20)
2
f(tc), yaitu f(tc)
1 (T + t )
C” (tc) = f’(tc) = − k s (Cs − C0 )e − kstc
(3.15) dan terjadi ketika dC/dt = 0.
t=0
untuk sungai Babon bagian Bendung
Karang
Roto
tersebut
diketahui
bahwa nilai konsentrasi BOD awal
10
(L0) orde pertama adalah 3
g/m ,
sedangkan
18.80
konstanta
laju
secara
komputasi
menggunakan
software
dengan Maple.
reaksi yang dipakai untuk orde
Dalam tulisan ini digunakan Maple
pertama (k1) adalah 0.140/hari. Nilai
versi 9.5.
saturasi DO (Cs) adalah 9.2g/m3,
Dengan cara yang sama dapat
konsentrasi DO awal (C0) adalah 6.0
dilakukan perhitungan konsentrasi
g/m3 dan konstanta laju reaerasi (ks)
DO untuk reaksi BOD
adalah 0.6/hari.
untuk (3.15).
3/2 pada
Dari data sungai Passaic [7]
Nilai konsentrasi DO untuk
diketahui bahwa untuk konstanta laju
reaksi BOD orde pertama pada
reaksi orde 3/2 (k3/2) adalah 0.0259
sungai
(m3/g)1/2/hari dan nilai konsentrasi
Bendung Karang Roto dan orde 3/2
BOD awal (L0) reaksi BOD orde 3/2
pada sungai Passaic New Jersey,
3
sungai
Babon
bagian
adalah 23 g/m . Nilai saturasi DO
USA dengan Maple disajikan dalam
(Cs) adalah 9.2g/m3, konsentrasi DO
Tabel 3.1 sebagai berikut
awal (C0) adalah 6.0 g/m3 dan Tabel 3.1 Konsentrasi BOD dan DO
konstanta laju reaerasi (ks) adalah
Orde Pertama pada sungai Babon
0.6/hari.
Bagian Bendung Karang Roto Semarang
3.3.1 Perhitungan
konsentrasi
t
BOD dan konsentrasi DO untuk reaksi BOD orde pertama dan 3/2 Perhitungan konsentrasi BOD dan konsentrasi DO untuk reaksi BOD orde pertama dilakukan dengan penghitungan persamaan perhitungan
manual (3.7).
Oleh
secara
untuk
0 1 2 3 4 5 6 7
Perhitungan DO menggunakan reaksi BOD orde pertama C L (g/m3) (g/m3) 18.80 6.000 16.3439 5.6097 14.2087 5.6351 12.3524 5.857390 10.7387 6.1604 9.3358 6.4842 8.1161 6.7987 7.0558 7.0903
karena manual
membutuhkan waktu yang sangat lama, maka dilakukan perhitungan
11
pertama
Konsentrasi 3 DO (g/m )
dari
waktu
ke
waktu
semakin lama semakin menurun. Tabel 3.2 Konsentrasi BOD dan DO untuk reaksi BOD Orde pertama dan 3/2 pada sungai Passaic (data set 2)
t
0 1 2 3 4 5 6 7
Perhitungan DO menggunakan reaksi BOD orde pertama L (g/m3) 19.500 17.054 14.915 13.045 11.409 9.978 8.726 7.632
C (g/m3) 6 5.617 5.636 5.847 6.138 6.451 6.756 7.041
Perhitungan DO menggunakan reaksi BOD orde 3/2 L C (g/m3) (g/m3) 23.000 6.000 20.388 5.497 18.198 5.534 16.342 5.804 14.757 6.153 13.391 6.508 12.207 6.838 11.173 7.131
Waktu (hari)
Gambar 3.2 Grafik konsentrasi DO Orde pertama sungai Babon Karang Roto Semarang
Pada Gambar 3.2 konsentrasi DO minimum untuk reaksi BOD
Konsentrasi 3
BOD (g/m )
orde pertama pada sungai Babon bagian Bendung Karang Roto terjadi ketika
Konsentrasi BOD Orde Pertama
tc=1.382
sehingga
nilai
konsentrasi DO minimumnya adalah C(1.382)=5.5852. Konsentrasi 3 BOD (g/m )
Waktu (hari)
Gambar 3.1 Grafik konsentrasi BOD Orde pertama sungai Babon Karang Roto Semarang
Pada
Gambar
3.1
dapat Waktu (hari)
dilihat bahwa konsentrasi BOD orde
Gambar 3.3 Grafik konsentrasi BOD Orde pertama dan Orde 3/2
12
Sungai Passaic New Jersey
Pada
Gambar
3.3
semakin lama mendekati 9.2. Hal ini dapat
berarti bahwa nilainya akan selalu
dilihat bahwa konsentrasi BOD orde
dibawah
pertama dan orde 3/2 dari waktu ke
konsentrasi saturasinya.
waktu
semakin
lama
atau
mendekati
nilai
semakin
menurun.
IV.
PENUTUP Berdasarkan
Konsentrasi 3 DO (g/m )
pembahasan
pada bab sebelumnya, maka dapat ditarik
kesimpulan
Transformasi untuk
bahwa
Laplace
digunakan
mempermudah
penentuan
DO.
persamaan
Persamaan
konsentrasi DO untuk reaksi BOD orde
3/2
memuat
integral
eksponensial yang dapat dihitung dengan
dua
bentuk
deret
Waktu (hari)
ekspansinya. Pada persamaan DO Gambar 3.4 Grafik konsentrasi DO
untuk reaksi BOD orde 3/2, dapat
reaksi BOD Orde pertama dan 3/2
digunakan
sungai Passaic New Jersey USA
metode
transformasi
Laplace dan integral konvolusi.
Pada sungai Passaic New Jersey USA waktu kritis reaksi BOD orde pertama terjadi ketika tc=1.402 sehingga
nilai
konsentrasi
DO
minimumnya adalah C(1.402) = 5.591, sedangkan waktu kritis untuk reaksi BOD orde 3/2 terjadi ketika tc= 1.364 sehingga nilai konsentrasi DO minimumnya adalah C(1.364) = 5.469.
Konsentrasi
DO
nilainya
V.
DAFTAR PUSTAKA
[1] Abramowicz, M. and Stegun, I. A., 1965, Handbook of Mathematical Functions, Dover Publ., New York, 1046 pp. [2] Asmat. 2006. Penentuan Pengontrol yang Menstabilkan Sistem Berdasarkan Faktorisasi Koprima. Semarang: Jurusan Matematika Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Diponegoro.
13
[3] http://en.wikipedia.org/wiki/ List_of_integrals_of_exponenti al_function. Diakses tanggal 15 Desember 2008 [4] http://www.google.co.id/url? sa=t&source=web&ct=res&cd=8 &url=%3A%2F The_Convolution_Integral. Diakses tanggal 17 Desember 2008. [5] Jolankai, Geza. 1997. Basic River Water Quality Model. Paris : UNESCO. [6] Kartono. 1994. Penuntun Belajar Persamaan Diferensial. Yogyakarta : Andi Offset. [7] Le, Trieu Van. 2005. Water Quality Modeling for Unconventional BOD. The Department of Civil and Environmental Engineering.
[8] McIntyre, Neil. 2004. Analysis of Uncertainty in River Water Quality Modelling. London :Department of Civil and Environmental Engineering. [9] Monoarfa, Winarni. 2002. Dampak Pembangunan bagi Kualitas Air di Kawasan Pesisir Pantai Losari Makassar. Jurnal Science& technology vol.3 No. 3. [10] Wiwoho. 2005. Model Identifikasi Daya Tampung Beban Cemaran Sungai Dengan QUAL2E (Studi Kasus Sungai Babon). Semarang: Program Magister Ilmu Lingkungan Program Pasca Sarjana Universitas Diponegoro.
14