Linguistika Akademia Vol.2, No.2, 2013, pp. 224~235 ISSN: 2089-3884
APLIKASI TEORI MAKNA DALAM NOVEL THE SCARLET LETTER Shofa’i Maziyah e-mail:
[email protected] ABSTRACT Language has systematic and systemic characteristic, so system of language keeps speaker’s attitude to stay in his topic. But in conversation, speaker’ attitude becomes different at every situation that he is facing. It makes the topic shift of conversation happened. It is caused by subsystem of culture having different rules too speaker. This shift is also found in the novel of The Scarlet Letter by Nathalie Hawthorn. This paper is to know the meaning of conversation with topic shift in the novel of The Scarlet Letter. The method used in this research is the method of translational equality because this analysis concerns two different languages and the theory using for knowing the meaning in it is theory of meaning by John Ruppert Firth. The result of the analysis shows that the topic shift of conversation causes another statement having different topic occurred. It is like the words a boy invites his friend to play soccer. The boy said “let’s play soccer now” and his friend replays “who’s dare?” The answer has identifying that speaker attitude is changed, with the result that the topic shifts of conversation and another statement is happened. One of the causes of this shift is the culture’s differences between the both speakers.
ABSTRAK Bahasa mempunyai sifat sistematis dan sistemis. ini berarti sistem bahasa mengikat sikap penutur agar tetap berada pada jalur pembicaraannya. Akan tetapi dalam suatu pembicaraan, sikap penutur menjadi berbeda pada setiap situasi yang dihadapinya sehingga terjadi pergeseran topik pembicaraan. Hal ini disebabkan oleh subsistem kebudayaan yang memiliki aturan yang berbedabeda kepada si penutur. Pergeseran topik pembicaraan ini juga banyak ditemukan pada novel The Scarlet Letter karya Nathalie Hawthorn. Paper ini bertujuan untuk mengetahui makna dari percakapan pada novel The Scarlet Letter yang telah mengalami pergeseran topik pembicaraan. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah padan transisional karena analisinya difokuskan pada dua bahasa yang berbeda dan teori yang digunakan untuk mengetahui makna yang terkandung di dalamnya adalah teori makna yang dipopulerkan oleh John Ruppert Firth. Hasil analisis menunjukkan bahwa pergeseran topik pembicaraan menyebabkan munculnya pernyataan lain yang bergeser dari topik pembicaraan sebelumnya. Semisal: ketika ada seorang pemuda mengajak temannya bermain bola. Pemuda tersebut berkata “ayo kita main bola sekarang” dan temannya menjawab “siapa takut?” Jawaban tersebut telah mengidentifikasikan bahwa sikap penutur telah berbeda sehingga terjadi pergeseran topik pembicaraan sekaligus menjadi pernyataan lain. Salah satu
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
225
menyebab pergeseran ini adalah perbedaan budaya antara kedua penutur tersebut. Kata kunci: bahasa, budaya, The Great Gatsby.
A. PENDAHULUAN Sebagai makhluk sosial, manusia hidup saling membutuhkan antara satu dengan yang lainnya. Oleh karena itu, terciptalah hubungan interaksi diantara mereka melalui komunikasi dengan menggunakan bahasa. Bahasa sebagai alat komunikasi merupakan seperangkat sistem yang sistematis dan sistemis (Chaer, 2007:35). Dalam perkembanganya, kebudayaan mempunyai peran penting karena bahasa sebagai salah satu subsistem kebudayaan memiliki aturanaturan dalam pemakaiannya (Ida Bagus Putra Yadnya, 2009). Sebagai suatu sistem, bahasa itu sekaligus bersifat sistematis dan sistemis. Dengan sistemis, artinya, bahasa itu tersusun menurut pola; tidak tersusun secara acak, secara sembarangan. Sedangkan sistemis, artinya, bahasa itu bukan merupakan sistem tunggal, tetapi terdiri juga dari sub-subsistem (Chaer, 2007:35). Ini berarti sistem bahasa mengikat sikap penutur agar tetap berada pada jalur pembicaraannya. Akan tetapi dewasa ini, sikap penutur menjadi berbeda pada setiap situasi yang dihadapinya. Hal ini disebabkan oleh subsistem kebudayaan yang memiliki aturan yang berbeda-beda kepada si penutur (Ida Bagus Putra Yadnya, 2009). Contoh perbedaan sikap penutur dalam suatu pembicaraan yakni ketika ada seorang pemuda mengajak temannya bermain bola. Pemuda tersebut berkata “ayo kita main bola sekarang” dan temannya menjawab “siapa takut?”. Jawaban tersebut telah mengidentikasikan bahwa sikap penutur telah berbeda sehingga terjadi pergeseran topik pembicaraan. Salah satu menyebab pergeseran ini adalah perbedaan budaya antara kedua penutur tersebut. Hal serupa juga terjadi dalam bahasa Inggris. Kita dapat mengamati pergeseran-pergeseran topik pembicaraan yang terjadi dalam sebuah percakapan masyarakat yang menggunakan bahasa Aplikasi Teori Makna dalam Novel the Scarlet Letter (Shofa’i Maziyah)
226
Inggris dalam satu masyarakat tertentu ataupun pada masyarakat yang yang tercermin pada suatu karya sastra tertentu. Karya sastra yang berjudul The Scarlet Letter, misalnya, dapat menjadi objek yang menarik dalam mengamati perubahan-perubahan sikap penutur. Novel The Scarlet Letter ditulis oleh Nathalie Hawthorne yang dipublikasikan pada tahun 1850. Novel ini menceritakan derita seorang wanita imigran dari Inggris bernama Hester Prynne yang berdomilisi di Boston, Massachusetts, Amerika. Zaman Puritan adalah zaman ketika masyarakat ingin memurnikan kembali ajaran Kristen yang sempat tercemar di tempat asal mereka Inggris. Hester telah melakukan kesalahan besar yang membuat hidupnya menderita sampai akhir hayatnya. Dia hamil dengan pria yang bukan suami sahnya, yang tidak lain adalah seorang pendeta yang sangat disegani oleh masyarakat, Arthur Dimmesdale namanya. Demi menjaga nama baik si pendeta, dia diam akan perihal siapa nama pria yang telah menghamilinya saat dipengadilan. Karena ini, dia harus rela tinggal dipenjara selama hamil dan siap dikucilkan oleh masyarakat dengan mengenakan lambang huruf “A” yang berwarna scarlet didadanya. Penderitaan juga dialami oleh Arthur, selama bertahun-tahun dia hidup dengan rasa bersalahnya sehingga membuat tubuhnya menjadi rumah bagi berbagai penyakit. Kondisi ini mengantarkannya kepada seorang dokter yang bernama Roger Chilingworth yang sebernarnya adalah suami sah Hester. Perang dinginpun dimulai. Hal ini pun diperparah lagi dengan keadaan pemerintahan yang sedang mengalami konflik dengan penduduk asli Amerika. Cerita ini berakhir ketika Arthur mengakui kesalahnya dihadapan khayalak dan meninggal sesaat setelah itu. Akhirnya Hester beserta putrinya bisa hidup tampa diskriminai seperti perempuan pada umumnya. Pembahasan pergeseran topik pembicaraan akan dibahas lebih dalam penelitian ini. Penelitian ini difokuskan pada dua pokok pertanyaan, di antaranya adalah: (1) Percakapan mana sajakah yang mengalami pergeseran topik pembicaraan? (2) Apa maksud dari percakapan yang telah mengalami pergeseran topik tersebut? Karena penelitian ini berkaitan dengan dua bahasa, maka metode yang tepat digunakan dalam penelitian ini adalah metode padan translasional, yakni metode padan yang alat penentunya Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 224 – 235
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
227
adalah bahasa lain (Edi Subroto, 1992:59). Selain itu, untuk mengetahui maksud dari percakapan yang telah mengalami pergeseran topik pembahasan, penulis menggunakan metode padan pragmatik, yakni metode padan yang alat penentunya adalah lawan bicara. B. LANDASAN TEORI Penulis menerapkan teori makna Firth dalam menganalisa data bahasa tersebut. Teori ini dipelopori oleh John Ruppert Firth, seorang linguis yang sangat berperan dalam aliran linguistik London yang banyak dipengaruhi oleh Malinowski yang merupakan guru dari Firth dan pencetus teori konteks situasi. Teori makna ini ditekankan pada sosial dan behavioural. Yakni kata-kata itu adalah pola-pola tingkah laku, dan dalam pola ini kata-kata tersebut mempunyai fungsi koordinasi. Kata-kata itu mengacu kepada sesuatu dan situasi (directive reference) (Ubaidillah, 2012:44). Firth juga berpendapat bahwa telaah bahasa harus memperhatikan komponen sosiologis. Tiap tutur harus dikaji dalam konteks situasinya (Chaer, 2007:356). Lebih jauh mengenai peran konteks sosial dalam suatu ujaran, Firth menambahkan bahwa para linguis seharusnya mempertimbangkan tentang bagaimana cara bahasa itu dipakai dalam interaksi sosial, dan bagaimana bahasa itu bervariasi sesuai dengan fungsi sosialnya. Firth juga mengemukakan pentingnya melihat bahasa sebagai fenomena sosial sebagai berikut: Dalam menjalani hidup ini kita harus mempelajari bentukbentuk ragam bahasa kita dalam tahapan-tahapannya sebagai syarat pelibatan kita dalam perkumpulan-perkumpulan sosial. Kita tidak mencampuradukkan peran kita dan bermacam bentuk bahasa yang ditentukan untuknya dalam satu jenis campur aduk. Tindakan yang efektif dan sikap yang baik menghendaki kecocokan bahasa dan konteks situasional.
Maka, peran pembicara dalam masyarakat sangat mempengaruhi bentuk-bentuk ragam bahasa tersebut (Alwasilah, 1993:65-67). Firth juga berpendapat bahwa tuturan itu mempunyai fungsi sosial sebagai alat komunikasi dan mengidentifikasikan Aplikasi Teori Makna dalam Novel the Scarlet Letter (Shofa’i Maziyah)
228
kelompok-kelompok sosial. Oleh karena itu, studi tentang tuturan tanpa mempertimbangkan masyarakat penuturnya akan kehilangan kemungkinan-kemungkinan untuk menjelaskan struktur bahasa yang dipakai (Herniti, 2010). Berkenaan dengan teori yang dikemukakan oleh Firth ini, Kridalaksana juga memberikan definisinya mengenai konteks situasi, yaitu lingkungan nonlinguistis ujaran yang merupakan alat untuk memperinci ciri-ciri situasi yang diperlukan untuk memahami makna ujaran. Dalam teori ini makna merupakan hubungan yang kompleks antara ciri linguistik dari ujaran dan ciri situasi sosial (2008:135). Dari keterangan tersebut, jelas bahwa lingkungan sosial memiliki hubungan yang erat dengan ujaran yang dihasilkan oleh si penutur. Ketika suatu bahasa dihubungkan dengan situasi sosial yaitu masyarakat pengguna bahasa itu, maka kajian ini masuk dalam ranah sosiolinguistik karena sosiolinguistik merupakan studi bahasa dalam hubungannya dengan masyarakat (Hudson via Wardhaugh, 2006:13). C. ANALISIS Berdasarkan pada teori yang digunakan, maka deskripsi pada analisis data penelitian ini mengacu pada bahasa tutur, untuk mengetahui makna, ada tiga hal yang terlibat, yakni: (1) Sikap terhadap acuan (reference), (2) Sikap terhadap mitra tutur, dan (3) Sikap terhadap ujaran itu sendiri (Alwasilah, 1993:68), (Ubaidillah, 2012:44). Maka dalam menganalisisnya akan berdasarkan tiga aspek tersebut dan peristiwa yang telah terjadi sebelumnya. Karena penelitian ini mengacu pada bahasa tutur, maka data yang dianalisis berasal dari percakapan antara dua orang tokoh dalam novel The Scarlet Letter, khususnya tokoh yang mengalami perbedaan sikap sehingga terjadi pergeseran topik pembicaraan diantara mereka. Berikut contoh beserta analisinya. 1. Percakapan antara Hester Prynne dan Roger Chillingworth Percakapan ini berlangsung di penjara tempat dimana Hester menjalani masa hukumannya. Roger yang berprofesi sebagai dokter sekaligus suami sah dari Hester sengaja dipanggil ke penjara untuk mengobati Pearl putri Herter yang menderita demam tinggi. Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 224 – 235
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
229
Salama kunjungannya terjadi percakapan yang cukup serius antara mereka berdua perihal siapa ayah biologis dari buyi mungil itu. Pada akhir percakapan mereka, terdapat satu pernyataan yakni jawaban Roger akan pertanyaan Herster yang menarik untuk dianalisis. Percakapannya sebagai berikut. Hester
Roger Hester Roger
: “Art thou like the Black Man that haunts the forest round about us? Hast thou enticed me into a bond that will prove the ruin of my soul?” : “Not thy soul,” he answered, with another smile. “No, not thine!” : “Apakah kau seperti pria hitam yang menghantuiku dibelantara? Apakah kau akan menunjukkan bukti hancurnya hatiku”. : “Bukan jiwamu”, jawabnya, dengan senyum lain. “Bukan, bukan milikmu”.
Untuk memahami pernyataan Roger ini, kita perlu lihat bagaimana sikap terhadap acuan, yang dalam hal ini adalah sikap Roger terhadap pertanyaan Hester. Apakah Roger merasa terganggu atau senang pada pertanyaan Hester. Selanjutnya, sikap terhadap mitra tutur, dalam hal ini sikap Roger terhadap kepada Hester. Hal penting lainnya adalah sikap terhadap ujaran itu sendiri, apakah jawaban Roger bisa menjawab pertanyaan Hester sesuai yang di inginkan atau tidak. Kesimpulannya, makna akan jawaban Roger ialah aku tidak akan menghancurkan hatimu (Hester) tapi saya akan menghancurkan hati orang yang telah membuatmu menderita seperti sekarang ini. Kesimpulan ini didukung juga oleh perasaan Roger sebagai suami yang masih mencintai istrinya dan juga rasa bersalahnya karena telah lama meningalkanya seorang diri. 2. Percakapan antara Mss Hibbins dan Hester Prynne Percakapan ini berlangsung di rumah Gubernur Bellingham saudara laki-laki Mss Hibbins saat mereka akan kembali pulang. Banyak rumor yang berkembang di masyarakat bahwa Mss Hibbins adalah seorang penyihir. Kemunculan Mss Hibbins yang tiba-tiba serta penampilannya yang tidak biasa sempat membuat mereka
Aplikasi Teori Makna dalam Novel the Scarlet Letter (Shofa’i Maziyah)
230
terkejut. Jawaban Hester terhadap ajakan Mss Hibbins menarik untuk di analisis. Percakapam mereka sebagai berikut. Mss Hibbins
Hester
Mss Hibbins
Hester
: “Wilt thou go with us to-night? There will be a merry company in the forest; and I well nigh promised the Black Man that comely Hester Prynne should make one.” : “Make my excuse to him, so please you!” answered Hester, with a triumphant smile. “I must tarry at home, and keep watch over my little Pearl. Had they taken her from me, I would willingly have gone with thee into the forest, and signed my name in the Black Man’s book too, and that with mine own blood!” : “Apakah kau mau pergi dengan kami malam ini? Akan ada pertemuan di hutan dan aku akan berjanji pada orang hitam bahwa Hester Prynne yang terkenal akan datang.” : “Pamitkan aku padanya, tolong” jawab Hester dengan senyum penuh kemenangan. “Aku harus tetap berada dirumah untuk menjaga pearl kecilku! Bila mereka berhasil merebutnya dariku, aku pasti akan ikut bersamaku ke hutan, dan menuliskan namaku dalam buku Pria Hitam dengan darahku.”
Untuk memahami jawaban Hester ini, kita perlu memperhatikan bagaimana sikap terhadap acuan, yang dalam hal ini adalah sikap Hester terhadap ajakan Mss Hibbins. Apakah Hester merasa terganggu atau senang akan ajakan Mss Hibbins. Selanjutnya, sikap terhadap mitra tutur, dalam hal ini sikap Hester terhadap kepada Mss Hibbins. Hal penting yang terakhir adalah sikap terhadap ujaran itu sendiri, apakah jawaban Hester bisa membuat senang Mss Hibbins atau tidak. Kesimpulannya, makna tanggapan Hester ialah maaf aku tidak dapat ikut bersamamu Karena aku harus menjaga putriku. Aku akan datang sendiri ke hutan dan menjadi budak setan, jika mereka (orang-orang pemerintahan) mengambil anakku dariku. Kesimpulan ini didukung oleh tekanan-tekanan yang dialami Hester. Pemerintah berencana memisahkan Hester dan putrinya karena alasan tertentu. Hester Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 224 – 235
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
231
sebagai seorang ibu tidak akan melepaskan putrinya sampai kapanpun. Jika itu sampai terjadi dia rela menuliskan namanya dalam buku Pria Hitam dengan darahnya atau dengan kata lain menjadi budak setan demi mendapatkan kembali putrinya. 3. Percakapan antara Arthur Dimmesdale dan Hester Prynne Percakapan ini berlangsung ketika Arthur berdiri sendiri dengan waktu yang cukup lama di panggung yang berada di tengahtengah kota. Dia menenungkan tentang semua kesalahannya terutama kesalahan besar yang dia lakukan pada Hester. Dia memposisikan dirinya sebagai Hester yang sedang dihukum di tengah-tengah kota dengan ratusan mata menatapnya penuh kebencian. Tepat tengah malam datanglah Hester beserta putrinya dan Arthur menyapanya. Jawaban yang diberikan Hester ini menarik untuk dianalisis karena dia menggunakan istilah yang berbeda. Berikut percakapannya. Minister Hester Pendeta Hester
: “Whence come you, Hester?” asked the minister. “What sent you hither?” : “I have been watching at a death-bed,” answered Hester Prynne. : “Darimana kau, Hester?” tanya pendeta. “Apa yang telah membawamu kesini?” : “Aku baru saja menyaksikan ranjang kematian” jawab Hester Prynne.
Untuk memahami jawaban Hester ini, kita perlu memperhatikan bagaimana sikap terhadap acuan, yang dalam hal ini adalah sikap Hester terhadap pertanyaan Arthur. Apakah Hester merasa terganggu atau senang akan pertanyaan Arthur. Selanjutnya, sikap terhadap mitra tutur, dalam hal ini sikap Hester terhadap Arthur. Selanjutnya sikap terhadap ujaran itu sendiri, apakah jawaban Hester bisa membuat Arthur mendapat jawaban atau tidak. Jadi, maksud jawaban Hester ialah “aku baru saja melayat”. Kesimpulan ini didukung oleh keadaan ketika Gubernur Winthrop yang baru saja meninggal. Sebagai ahli sulam, Hester diundang untuk mengukur baju terakhir untuk Gubernur. Sebagai rakyat yang baik, dia juga tidak lupa mengucapkan bela sungkawanya kepada pihak keluarganya. Aplikasi Teori Makna dalam Novel the Scarlet Letter (Shofa’i Maziyah)
232
4.
Percakapan antara Hester Prynne dan Roger Chillingworth Percakapan ini berlangsung di hutan dimana Roger mencari tumbuhan untuk meramu obat dan Hester menemani putrinya bermain. Hester sengaja menyapanya untuk menanyakan tujuan apa yang direncanakannya kepada Arthur Dimmesdale, pasiennya. Jawaban Roger terhadap pertanyaan Hester menarik untuk dianalisis karena jawabannya sekaligus menjadi sekaligus pertanyaan lain bagi Hester. Percakapannya adalah sebagai berikut. Hester Roger Hester
Roger
: “Hast thou not tortured him enough?” said Hester, noticing the old man’s look. “Has he not paid thee all?” : “No, no! He has but increased the debt!” answered the physician, : “Apakah kau tidak cukup membuatnya menderita seperti sekarang ini?” kata Hester, memperhatikan pria tua itu. “bukankah ia sudah cukup membayarnya?”. : “Tidak, tidak!” ia hanya menambah hutanghutangnya” jawab si dokter.
Untuk memahami jawaban Roger, kita perlu memperhatikan bagaimana sikap terhadap acuan, yang dalam hal ini adalah sikap Roger terhadap pertanyaan Hester. Apakah Roger merasa terganggu atau senang akan pertanyaan Hester. Selanjutnya, sikap terhadap mitra tutur, dalam hal ini sikap Roger terhadap Hester. Yang terakhir yakni sikap terhadap ujaran itu sendiri, apakah jawaban Roger bisa membuat senang pendeta atau malah menjadi masalah baru bagi Hester. Maksud dari jawaban Roger ialah dia (Arthur) belum bertaubat atas semua kesalahannya tapi sebaliknya dia justru melakukan kesalahan lagi yang berarti membuat hutanghutang kesalahannya padaku semakin banyak. Kesimpulan ini didukung oleh rasa dendam Roger kepada orang yang telah merebut istrinya darinya, Arthur. Rasa benci ini semakin besar ketika dia mengetahui Arthur tidak mendapat hukuman sepeti yang dia harapkan bahkan melakukan kesalahan lagi. 5. Percakapan antara Hester Prynne dan Roger Chillingworth Melanjutkan percakapan sebelumnya antara Roger dan Hester di hutan. Jawaban Roger menarik untuk dianalisis karena Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 224 – 235
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
233
membuat lawan bicaranya tidak hanya mendapat jawaban atas pertanyaannya tapi juga mendapatkan pernyataan yang ingin disampaikan oleh Roger. Percakapannya adalah sebagai berikut. Hester Roger Hester Roger
: “It was myself,” cried Hester, shuddering. “It was I, not less than he. Why hast thou not avenged thyself on me?” : “I have left thee to the scarlet letter,” replied Roger Chillingworth. “If that has not avenged me, I can do no more!” : “Aku yang menyebabkannya, bukan dia. Lalu mengapa kau tidak membalas dendammu padaku?” : “Aku telah meninggalkanmu dengan huruf scarlet itu” jawab Roger Chillingworth. “Aku tidak dapat melakukan yang lebih banyak”.
Agar bisa memahami jawaban Roger ini, kita perlu memperhatikan bagaimana sikap terhadap acuan, yang dalam hal ini adalah sikap Roger terhadap pertanyaan Hester. Apakah Hester merasa senang atau tidak akan pertanyaan Hester. Selanjutnya, sikap terhadap mitra tutur, dalam hal ini sikap Roger terhadap kepada Hester. Hal penting yang terakhir yakni sikap terhadap ujaran itu sendiri, apakah jawaban Roger bisa menjawab pertanyaan Hester dengan baik atau tidak. Jadi, maksud jawaban Roger ialah aku telah membalas dendamku padamu dengan tetap meninggalkan huruf scarlet “A” itu, huruf yang membuatmu hidup menderita lahir dan batin. Makna diperoleh berdasarkan peristiwa-peristiwa sebelumnya. Huruf “A” yang berwarna scarlet itu sebagai lambang orang yang telah melakukan perzinaan yang harus dikenakan tepat didadanya dimanapun Hester berada. Dengan huruf itu, orang-orang akan mengetahui bahwa dia adalah seorang pendosa sehingga terjadi diskriminasi terhadapnya. Hal ini tentunya sangat menyakitkan terlebih dia seorang perempuan. D. KESIMPULAN Dari pembahasan tersebut, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa dalam novel The Scarlet Letter terdapat banyak percakapan yang sikap penuturnya menjadi berbeda sehingga terjadi pergeseran topik pembahasan. Penulis mengaplikasikan teori makna oleh Firth Aplikasi Teori Makna dalam Novel the Scarlet Letter (Shofa’i Maziyah)
234
serta mempertimbangkan konteksnya untuk mengetahui makna yang tersembunyi di dalamnya. Dalam sebuah percakapan terkadang terdapat sebuah jawaban sekaligus menjadi pernyataan lain yang bergeser dari topik pembicaraan sebelumnya. Dalam novel The Scarlet Letter terdapat beberapa jawaban terhadap suatu pertanyaan sekaligus mengandung pernyataan lain. Diantaranya adalah: (1) jawaban Roger tehadap pertanyaan Hester: “Bukan jiwamu”, jawabnya, dengan senyum lain. “Bukan, bukan milikmu”. Jawaban ini juga mengandung pernyataan bahwa aku tidak akan menghancurkan hatimu (Hester) tapi saya akan menghancurkan hati orang yang telah membuatmu menderita seperti sekarang ini. (2) tanggapan Hester terhadap ajakan Mss Hibbins: “Pamitkan aku padanya, tolong” jawab Hester dengan senyum penuh kemenangan. “Aku harus tetap berada dirumah untuk menjaga pearl kecilku! Bila mereka berhasil merebutnya dariku, aku pasti akan ikut bersamaku ke hutan, dan menuliskan namaku dalam buku Pria Hitam dengan darahku.” Makna tanggapan Hester tersebut ialah maaf aku tidak dapat ikut bersamamu Karena aku harus menjaga putriku. Aku akan datang sendiri ke hutan dan menjadi budak setan, jika mereka (orang-orang pemerintahan) mengambil anakku dariku. (3) jawaban Hester terhadap sapaan Arthur: “Aku baru saja menyaksikan ranjang kematian.” Dengan mempertimbangkan konteks sebelumnya, jawaban ini mempunyai arti bahwa aku baru saja melayat. (4) jawaban Roger terhadap pertanyaan Hester: “Tidak, tidak!” ia hanya menambah hutang-hutangnya” jawaban ini mempunyai pernyataan bahwa dia (Arthur) belum bertaubat atas semua kesalahannya tapi sebaliknya dia malah melakukan kesalahan lagi yang berarti membuat hutang-hutang kesalahannya padaku semakin banyak. (5) jawaban Roger terhadap pertanyaan Hester: Aku telah meninggalkanmu dengan huruf scarlet itu” jawab Roger Chillingworth. “Aku tidak dapat melakukan yang lebih banyak”. Jawaban ini mempunyai pernyataan lain yakni aku telah membalas dendamku padamu dengan tetap meninggalkan huruf scarlet “A” itu, huruf yang membuatmu hidup menderita lahir dan batin. Jadi kesimpulannya adalah salah satu menyebab pergeseran ini adalah perbedaan budaya antara kedua penutur tersebut.
Linguistika Akademia Vol. 2, No. 2, 2013 : 224 – 235
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
235
E. DAFTAR PUSTAKA Alwasilah, A. Chaedar. 1993. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Penerbit Angkasa. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Herniti,
Ening. 2010. “Sociolinguistik”. Dalam http://eningherniti.blogspot.com/p/sosiolinguistik.html Diunduh pada hari minggu, 30 desember 2012, pukul 10.30.
Kridalaksana, Harimurti. 2008. Kamus Lingistik. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Subroto, D. Edi. 1992. Pengantar Metode Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press. Ubaidillah. 2012. Diklat Mata Kuliah Teori Linguistik. UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. Howthorne, Nathaniel. 2008. The Scarlet Letter. The Pennsylvania State University. Hawthorne, Nathaniel. 2007. Scarlet Letter. Diterjemahkan oleh Olenka Munif. Penerbit Narasi. Wardhaugh, Ronald. 2006. An Introduction to Sociolinguistics. 5th Ed. Oxford: Blackwell Publishing Ltd. Yadnya, Ida Bagus Putra. 2009. http://staff.unud.ac.id/~putrayadnya/wpcontent/uploads/2009/06/konteks.pdf
Konteks.
Via.
Aplikasi Teori Makna dalam Novel the Scarlet Letter (Shofa’i Maziyah)