1
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
2
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
3
Karakterisasi Sherlock Holmes dalam A Study in Scarlet Novel: Sebuah Pendekatan Psikologi
Ditulis oleh : Maslihah (0806356074)
Dosen Pembimbing: Yudi Soenarto S.S., M.A (090603251)
FAKULTAS ILMU PENGETAHUAN BUDAYA UNIVERSITAS INDONESIA DEPOK, 2013
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
4 DAFTAR ISI
DAFTAR ISI ..................................................................................... ...................... ………………….1 ABSTRAK ......................................................................................... ...................... ………………….3 PENDAHULUAN ................................................................................................................. .............. 4 Naratologi, Teori Psikoanalisis Freud dan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow…………………...5 Metodologi……………………………………………………………………………………..….9 Karakterisasi Sherlock Holmes………………………………………………………………..….11 Menganalisis Sherlock Holmes dengan Pendekatan Psikoanalisis…………………………...….15 Aktualisasi Diri Sebagai Kebutuhan…………………………………………………………….17 Kesimpulan………………………………………………………………………………….….19 Referensi………………………………………………………………………………………..21
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
5
Karakterisasi Sherlock Holmes dalam A Study in Scarlet Novel: Sebuah Pendekatan Psikologi Penulis Maslihah Mahasiswa Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Kampus FIb UI, Depok, Jawa Barat – 16424 E-mail:
[email protected] Karakterisasi Sherlock Holmes dalam Novel A Study in Scarlet: Kajian Pendekatan Psikoanalisis ABSTRACT: A person’s personality influences others judgements to value that person. Psychological aspect is one tool to see the human personality. Literature deals with personality and psychological aspect of the character created by the author. Sherlock Holmes is an eccentric character in A Study in Scarlet, the first series of detective story which introduced him. The characterization of Holmes that has been attributed by the creator Sir Arthur Conan Doyle is very strong. There are two points this article attempts to discover. The first is because Holmes’ eccentric personality make him a distinguish character that would be prominent among others and it becomes one of the factors establishing him as an icon in the detective story. The Second is through the characterization known with his eccentricity yet intelligence; Holmes imaginary character could be an example to see the acceptance of the society towards ‘eccentric person’. Psychological approach is an attempt to have thorough understanding and pinpoint the structure of eccentric personality which affects Sherlock Holmes interaction with other characters in A Study in Scarlet novel.
ABSTRACT: Kepribadian seseorang mempengaruhi bagaimana pendapat orang lain terhadap dirinya. Aspek psikologi merupakan salah satu cara dalam melihat kepribadian seseorang. Dalam karya sastra penulis menciptakan karakterisasi yang dapat dilihat dari aspek kepribadian dan aspek psikologi salah satunya adalah Sir Arthur Conan Doyle. Doyle menciptakan tokoh Sherlock Holmes yang kuat. Novel A Study in Scarlet, Doyle memperkenalkan ke dunia karakter Sherlock yang eksentrik . Terdapat dua poin pembahasan dalam jurnal ini. Pertama, karakter eksentrik Sherlock Holmes membuatnya menjadi sosok berbeda dari tokoh lain dan menempatkannya sebagai salah satu ikon detektif. Kedua, dengan karakter ekstentrik namun cerdas; Holmes sebagai karakter rekaan Doyle dapat menjadi contoh bagaimana masyarakat menerima ‘orang ekstentrik’. Dengan mengkaji Holmes dari segi psikologi, jurnal ini berusaha untuk memahami dan menunjukan struktur kepribadian eksentrik yang mempengaruhi interaksi Holmes dengan tokoh-tokoh lain dalam novel A Study in Scarlet.
Keywords: Sherlock Holmes, Kepribadian eksentrik, A Study in Scarlet, detektif, pendekatan psikologi.
Jurnal ini menganalisis karakter Sherlock Holmes yang eksentrik dalam novel A Study in Scarlet dilihat dari sudut pandang psikologi. A Study in Scarlet adalah novel pertama tentang
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
6
Sherlock Holmes yang ditulis oleh Sir Arthur Conan Doyle. Di sinilah Holmes bertemu dengan kolega sekaligus sahabatnya yaitu John H. Watson. Seorang pensiunan dokter tentara yang menuliskan kasus-kasus yang ditangani oleh Holmes. Cerita dimulai dengan dibunuhnya Enoch J. Drabber dan Joseph Strangerson, anggota Mormon berasal dari Amerika Serikat di kota London oleh musuh bebuyutan mereka. Petualangan mencari sosok pembunuh yaitu Jefferson Hope menjadi kasus pertama dalam guratan pena Dr. Watson. Terdapat tiga hal pokok yang dikaji. Pertama, melihat bagaimana konstruksi karakter Holmes yang dibangun oleh sudut pandang Dr. Watson dengan konsep naratologi Gerard Genette. Kemudian, teori psikolanalisis Sigmund Freud mengenai konsep id, ego, and superego untuk melihat alam bawah sadar yang terbentuk dalam diri Holmes. Terakhir, teori motivasi Abraham Maslow digunakan sebagai indikator mengapa Holmes adalah karakter berbeda sehingga karakter lain melabelinya eksentrik. Dengan menggunakan tiga teori tersebut, saya berpendapat bahwa karakter Holmes membuatnya menjadi ikon detektif justru disebabkan oleh perbedaan karakternya dengan orang biasa. Novel ini diceritakan melalui sudut pandang orang pertama, Dr. Watson. Sudut pandang Dr. Watson mengarahkan pembaca untuk mempersepsikan Holmes sebagaimana ia menggambarkannya. Ia mengagumi karakter Holmes dan intelektualitasnya. Hal tersebut menggiring pembaca untuk mengaguminya juga. Dr. Watson merupakan representasi pembaca dalam mencari sesuatu yang berbeda dalam menjalani kehidupan, hidup yang penuh dengan petualangan dimana bagi Dr. Watson berarti melibatkan dirinya dalam kasus misterius yang ditangani Holmes. Ia merupakan pengamat aksi-aksi dan metode Holmes. Naratologi, teori psikoanalisis dan teori motivasi membantu memperlihatkan bagaimana Holmes dapat menjadi karakter ikon dalam cerita detektif. Analisis tentang kepopuleran Holmes dari sudut pandang budaya massa dan pendekatan modernitas ditulis oleh Micheal Saler (2003). Saler menyatakan bahwa Sherlock Holmes merupakan karakter pertama di zaman modern yang dianggap sebagai manusia nyata bukan rekaan fiksi karena penggunaan rasionalitas dan prinsip sekuler modernitas. McConnel (1987) menghubungkan kepopuleran Holmes dengan perubahan sosial dan ilmu pengetahuan. Jurnal kami membahas hal yang sama tetapi saya menggunakan pendekatan psikologi untuk menganalisis karakter Holmes.
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
7
Naratologi, Teori Psikoanalisis Freud dan Teori Hierarki Kebutuhan Maslow Pembahasan mengenai karakter membawa kajian sastra dan psikologi berpadu untuk mengungkap aspek psikologi dalam penelitian karya sastra. Teori pertama yang digunakan untuk membedah pembahasan ini adalah naratologi oleh Gerard Gennete. Ratna (2004) mengatakan bahwa naratologi adalah studi narasi, bentuk dan fungsi narasi. Menurut Luxemburg dkk (1984 dalam Ratna), terdapat tiga sifat naratif: a) penggunaan bahasa yang menentukan heterogenitas sebagai akibat intervensi pencerita primer (tukang cerita) dan sekunder (narrator), b) visi fiksionalitas, bagaimana suatu dunia dipandang (difokalisasi) dalam cerita, dan c) susunan dunia fiksi, bagaimana cerita disusun kembali sehingga menjadi plot (Ratna, 2006:241). Gennete dalam buku yang ditulis Ratna menyatakan bahwa analisis pernyataan naratif adalah metode yang tepat untuk pendekatan sosiologi karena metode tersebut membantu melihat karya sastra sebagai produk budaya yang melibatkan penulis, pembaca dan latar belakang karya sastra. Teori ini dapat menjadi subjektif jika aspek yang dianalisis hanya seputar penulis. Saya ingin menekankan fungsi narator atau unsur sudut pandang yang menentukan kualitas objek (sudut pandang) tentang ceita, tema, dan pandangan dunia. Oleh karena itu Pendekatan Psikologis dalam karya sastra meliputi tiga aspek yaitu penulis, karya sastra itu sendiri, dan pembaca. Arti, peranan sudut pandang Dr. Watson dalam novel ini sangat penting karena ia adalah karakter dalam cerita yang mentransfer pikiran penulis dan kemudian mempengaruhi pembaca dalam penilaian karakter Holmes. Sigmund Freud berpendapat bahwa manusia memiliki tiga unsur pembentuk kepribadian dikenal dengan istilah id, ego, dan superego yang bekerja sama dengan baik dalam sistem alam sadar, prasadar dan alam bawah sadar manusia. Interaksi ketiga unsur tersebut menciptakan kepribadian manusia yang kompleks. Id sebagai dorongan primitif dan perilaku naluriah selalu berusaha memenuhi keinginan dan kebutuhan. Id didorong oleh prinsip kesenangan. Namun terkadang permintaan terhadap pemuasan kebutuhan dengan segera tidak realistis sehingga jika seseorang diperintah oleh id-nya akan menimbulkan ketegangan dengan norma dan nilai sosial di dalam masyarakat. Sedangkan Ego merupakan komponen kepribadian yang berkaitan dengan penanganan realitas. Ego bekerja dalam prinsip realitas menjadi jembatan untuk memuaskan impuls dari id dengan pemenuhan kebutuhan sesuai dengan cara yang diterima oleh masyarakat. Ego memberikan objek nyata di dunia yang cocok dengan gambaran mental proses primer id.
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
8
Unsur kepribadian yang ketiga adalah superego. Superego adalah kepribadian yang berkaitan dengan internalisasi nilai dan moral yang diperoleh dari orang tua dan masyarakat. Superego menjadi acuan standar penilaian mengenai hal yang dianggap benar dan salah. Hal ini membuat superego menjadi semacam pengontrol seseorang supaya selaras dengan nilai dan norma dalam masyarakat (Minderop, 2010: 20-21). Interaksi antara ketiga unsur kepribadian tersebut menjadikan manusia sebagai makhluk yang unik. Formasi struktur psikologis Sherlock Holmes dapat memperlihatkan bagaimana karakternya dibentuk. Hal ini berkaitan dengan alasannya memilih untuk menjadi seorang detektif dari pada seorang criminal mastermind atau memilih profesi lain. Teori Freud dapat menjawab unsur kepribadian mana yang dominan. Sherlock Holmes merupakan tokoh fiksi yang dinilai oleh sahabatnya Dr. Watson dan masyarakat dimana ia hidup dalam novel A Study in Scarlet sebagai seorang yang ‘aneh’, ‘eksentrik’, ‘obsesif’. Karakter rekaan ini dapat menjadi gambaran bagaimana masyarakat menerima seseorang yang diangggap eksentrik dalam lingkungan mereka. Teori kepribadian kedua yang digunakan adalah teori hierarki kebutuhan yang dikemukakan oleh Abraham Maslow. Maslow adaha seorang humanistik yang percaya akan potensi manusia. Ia mengembangkan teori lima bentuk kebutuhan manusia yang tumbuh dan berkembang sesuai dengan perkembangan seseorang dipengaruhi oleh potensi diri dan lingkungan. Kebutuhan pertama yang harus dipenuhi menurut Maslow adalah kebutuhan fisiologis. Kebutuhan akan air, oksigen, makanan dan suhu tubuh relative konstan menjadi kebutuhan dasar seorang manusia yang harus dipenuhi. Setelah kebutuhan dasar terpenuhi, kebutuhan keamanan menjadi aktif. Orang dewasa tidak sepeka anak-anak dalam menampilkan rasa tdak aman namun mereka akan bereaksi terhadap kerusuhan besar. Level selanjutnya adalah kebutuhan ketiga yaitu kebutuhan terhadap cinta, kasih sayang dan kepemilikan. Hal ini dibutuhkan untuk mengatasi rasa kesepain dan keterasingan yang dialami oleh seseorang sehingga cinta dan kasih saying membuatnya merasa memiliki. Ketika ketiga kebutuhan dasar telah terpenuhi, muncul kebutuhan selanjutnya yaitu harga diri atau esteem. Manusia memilki kebutuhan untuk tegas berdasarkan kestabilan diri dan rasa hormat yang didapat dari orang lain. Jika kebutuhan esteem ini terpenuhi, manusia merasa percaya diri dan berharga sebagai manusia di dunia ini. Tahapan selanjutnya adalah kebutuhan aktualisasi diri. Pada tahap ini seseorang merasa harus melakukan apa yang seharusnya ia lakukan atau mencapai apa yang seharusnya ia
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
9
capai dengan mendayagunakannya potensi dirinya (kemampuan serta ketertarikan minta pribadi) ke tingkat maksimum (Hagerty,1999:1). Manusia harus memenuhi setiap kebutuhan yang dikemukakan dalam teori tersebut secara berurut sebelum memenuhi kebutuhan selanjutnya. Hagerty menggunakan teori Maslow untuk memprediksi Quality of life di berbagai Negara.teori Maslow ini menajdi alat pengukur perkembangan bangsa-bangsa untuk meningkatkan satu sektor sebelum melanjutkan pembangunan di sektor selanjutnya. Ia tidak melihat mekanisme kerja teori Maslow berjalan sesuai dengan tahapan. Tidak berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Hagerty, dalam penelitian literatur ini pun karakter Sherlock Holmes tidak mengikuti tahapan kebutuhan tersebut secara urut. Jurnal ini bertujuan untuk mencari jawaban terhadap karakter Holmes yang dikaji melalui naratologi, teori psikoanalisis dan teori hierarki kebutuhan mengapa ia mendapat label eksentrik dan bagaimana karakter-karakter lain menerima karakter individu seperti Holmes. Metodologi Alasan pemilihan A Study in Scarlet sebagai korpus penelitian adalah karena adanya minat khusus untuk menemukan jawaban mengapa detektif Sherlock Holmes menjadi ikon budaya yang mewakili rasa ‘keingintahuan’. Saya melihat iklan tepung ayam goreng Mama Suka di layar televisi. Aktrik yang berperan menjadi ibu menggunakan topi dan kaca pembesar menampilkan tindakannya menyelidiki mengapa ayam goreng yang tersaji di depannya terasa lezat. Topi dan kaca pembesar adalah bagian dari pencitraan Holmes. Lewat aksi dan atribut sang ibu dalam iklan tersebut penonton dapat menarik kesimpulan bahwa ia melakukan penyelidikan layaknya seorang detekif profesional ditunjang dengan atribut topi dan kaca pembesar Holmes. Hal ini telah memicu saya melakukan penelitian pertama saya untuk mata kuliah Bahasa Indonesia Akademik. Latar belakang Sir Arthur Conan Doyle menjadi sasaran analisis karena ia menulis begitu banyak seri baik berbentuk novel maupun cerita pendek mengenai petualangan Holmes dan Dr. Watson dalam memecahkan misteri kejahatan. Saya memilih A Study in Scarlet karena novel ini adalah cerita awal Doyle memperkenalkan Holmes sebagai detektif di dunia. Sherlock Holmes merupakan karakter yang terinspirasi oleh Profesor Joseph Bell ketika Doyle belajar kedokteran di Infirmary Edinburg. Bell mendorong murid-muridnya untuk mengenali pasien dengan apa
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
10
yang Doyle tulis sebagai deduksi Holmes. Misalnya, dengan pengamatan yang akurat dan deduksi rasional Bell mengidentifikasi pasien bertangan kidal dan menarik kesimpulan tentang siapa dia dan dari mana asalnya. Oleh Karena itu, Doyle termotivasi untuk memilih tokoh detektif, yang tidak biasa, jika tidak unik, dalam literatur Inggris dan menganugerahi Holmes dengan kemampuan untuk membuat deduksi (Wordsword Classics, 1993: V). Hal menarik yang perlu diperhatikan adalah profesi Dr. Watson dan Doyle yaitu seorang dokter, mempengaruhi penyampaian dan narasi cerita. Metode kualitatif digunakan untuk menginterpretasi teks. Kualitas deskripsi ditentukan oleh fakta yang diinterpretasikan oleh subjek (Ratna, 2006: 46). Pengumpulan data dilakukan dengan menya menyaring informasi data yang terkait dengan objek penelitian. Interpretasi dilakukan berdsarkan teks dan dialog yang terjadi antar karakter. Untuk menganalisis karakterisasi kepribadian Holmes naratologi, teori psikonanalisis dan teori hierarki Maslow dapat digunakan untuk memperlihatkan struktur kepribadiannya. Karakterisasi Sherlock Holmes Sherlock Holmes adalah karakter yang terlahir pada tahun 1887, tepat 28 tahun setelah Charles Robert Darwin menyatakan teori mengenai seleksi alam. McConnel (1976) mengatakan tulisan doyle telah mengejutkan masyarakat Victoria yang antroposentris. Doyle sendiri menuliskan bahwa London adalah kota yang mendekati tahap ekstrim dengan terjadinya ledakan penduduk, menyebabkan kebingungan atas pengaturan kota tersebut. Pada abad ke-20 kehidupan di kota London menjadi lebih keras. Hal ini ditandai dengan munculnya tiga ciri kota yaitu adanya daerah pinggiran kota, daerah pengangguran dan daerah kumuh. Selain itu, misteri pembunuhan yang dilakukan oleh Jack the Ripper terhadap lima orang pelacur di Whitechapel, London, terjadi setahun setelah AStudy in Scarlet diterbitkan. Ketidakpastian situasi di London menjadikan kota tersebut terlalu besar untuk dipahami. Segala hal mungkin saja terjadi di London. Masyarakat yang ingin mengobati rasa ingin tahu mereka, terhibur dengan keberadaan Holmes sebagai detektif karena kemampuan akal pikirnya memecahkan kasus kejahatan dengan penjelasan ilmiah. A Study in Scarlet tidak secara langsung sukses di pasaran tetapi buku ini mencuri perhatian (McConnel, 1987). Namun, karya sastra ini dapat diterima oleh pembaca karena Doyle
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
11
memenuhi keinginan mereka terhadap rasa ingin tahu. Novel ini ditulis dalam 110 halaman tidak seperti buku lainnya seperti Moby Dick Oleh Herman Melville (1851) yang memiliki lebih dari 300 halaman. Selain itu, Doyle menuliskan petulangan Holmes-Dr. Watson dalam cerita pendek yang diterbitkan oleh majalah Strand sehingga karakter Holmes akrab di telinga orang-orang yang setidaknya pernah membaca majalah tersebut. Meskipun orang tidak pernah membaca A Study in Scarlet, mereka masih bisa menikmati cerita Holmes dari titik manapun. Terlebih lagi, buku ini dirancang sebagai buku saku sehingga memudahkan pembaca dalam membaca karya tersebut. Menurut McConnel (2007) Sherlock Holmes dapat diterima oleh masyarakat pada masa Victoria karena konstruksi karakter Holmes dan gaya penulisan doyle, bukan semata-mata upaya Holmes dalam menemukan penjahat aneh dan misterius. Doyle menulis cerita petulangan Holmes sebagai jurnal yang dinarasikan oleh Dr. Watson. Dalam novel, jalan cerita dinarasikan memaparkan fakta-fakta kasus kejahatan yang dihadirkan secara logis sehingga dapat diterima oleh pembaca. Doyle menggunakan ilmu penalaran berseni dengan menggabungkan empirisme dan objektivitas nyata (Saler, 2003: 6110). Penggunaan sudut pandang orang ketiga (narasi Dr. Watson) telah berhasil menciptakan aspek misterius mengenai kepribadian Holmes sebagai karakte detektif yang menarik hingga saat ini, Saler (2003) menulis pernyataannya mengapa Holmes dapat mencapai jangkauan pembaca yang lebih luas, seperti: Cerita Holmes dengan cepat menarik perhatian pembaca yang sedang berkembang menjadi populasi terpelajar. Doyle memiliki talenta sebagai penulis dan kekhasan Holmes sebagai karakter yang tentu saja mejadi pusat popularitas. Beberapa komentator menekankan perbandingan kehidupan dengan detektif yang ditulis oleh Edgar Allan Poe dan Emile Gaboria. Doyle pun dapat memaksimalkan pemenuhan kebutuhan pembacanya yang tengah gemar dengan sosok Holmes dengan melanjutkan petulangannya menjadi ceita pendek berseri, memungkinkan pembacanya untuk terlibat dengan Holmes di poin mana pun dari petualangannya dan membangun pembaca menjadi antisipator yang ingin tahu tehadap cerita-cerita selanjutnya.
Saya percaya bahwa setiap karakter dalam cerita memiliki identitas yang berbeda sehingga membuatnya berbeda dengan karakter lain. Namun, ada banyak karakter terkenal yang memiliki kesamaan kualitas seperti karakter putri sebagai Cinderella, Snow White, dan Sleeping Beauty. Mereka adalah karakter terkenal karena kesamaan kualitas sebagai gadis baik hati, tertindas, dicintai dan diterima oleh orang-orang sekitar. Namun, karakter berbeda juga mempunyai tempat di hati masyarakat, karakter tersebut berbeda dari yang lain dan menarik perhatian. Poin menarik Holmes adalah karakterisasi Holmes sendiri yaitu sombong,
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
12
mengetahu segala hal ,egois, obsesif dan mencintai kebenaran. Holmes bukan saja menjadi karakter yang menampilkan deduksi jelas yang indah, tetapi juga, cukup mengejutkan, sebagai karakter yang sangat simpatik. Dia adalah orang yang bisa menjelaskan semuanya dengan baik (Symons, Seidman, dan Greene: 2009). Meskipun penulis tidak menempatkan karakternya sebagai pahlawan yang baik hati atau seorang pria berjuang untuk keadilan Holmes adalah karakter yang memiliki simpati tinggi terhadap orang-orang. Contohnya dalam novel ini dia menunjukkan simpatinya dengan mendengarkan kisah Jefferson Hope, pembunuh dalam novel ini, tentang latar belakang dan alasan mengapa pembunuhan terhadap Enoch J Drabber dan Joseph Stangerson dilakukannya. Doyle dipengaruhi oleh karakter Poe yang memperkenalkan C. Auguste Dupin, detektif fiksional pertama . Dupin merupakan karakter yang kasar, merendahkan polisi dan seperti mesin penalaran manusia (Symons, Seidman, dan Greene: 2009). Holmes dan Dupin mempunyai kesamaan yaitu dalam karakterisasi sebagai mesin penalaran. Holmes juga mempengaruhi banyak karakter lain dalam cerita detektif seperti Hercule Poirot oleh Agatha Christie yang juga memiliki kepribadian perfeksionis yang unik. Perbedaan yang membuatnya unik terletak pada pemikiran deduksi dan perilakunya. Deduksinya membangkitkan keheranan tidak saja bagi karakter lain dalam cerita tetapi juga mendapat perhatian pembaca untuk berpikir bagaimana bisa seseorang dapat menyimpulkan sesuatu dengan hanya melihat pakaian dan membaca karakteristik. Hal ini menarik karena ia mengamati setiap orang di depan matanya dengan pikiran dan mata terlatih. Ini adalah kutipan saat waktu pertemuan pertama Holmes dan Dr. Watson: “Dr. Watson, Mr. Sherlock Holmes,” said Stamford, introducing us. “How are you?” he said cordially, gripping my hand with a strength for which I should hardly have given him credit. “You have been in Afghanistan, I perceive.” “How on earth did you know that?” I asked in astonishment.
Dalam kutipan tersebut Dr. Watson terkejut dan takjub terhadap kemampuan Holmes menebak bahwa dirinya pernah berada di Afghanistan. Hal itu juga memancing rasa ingin tahu dan kekaguman pembaca. Doyle memaparkan penjelasan terhadap penilaiannya sebagai ilmu deduksi bukan alasan aneh atau supranatural. Hal inilah yang membuat Holmes dapat diterima oleh pembaca. Dia adalah seorang ilmuwan yang dapat diandalkan untuk dunia modern. Di sisi lain, meskipun Holmes diciptakan sebagai karakter yang ahli di bidangnya tetapi
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
13
perilakunya menunjukkan bahwa ia juga manusia biasa yang dapat merasa bosan dan malas pada satu waktu. Namun, cara yang ia gunakan untuk membunuh rasa jenuh dalam mengisi waktu luangnya sangat berbeda dan eksentrik. Ketika ia merasa jenuh, alih-alih berjalan-jalan atau menemui temen lama ia akan berdiam di rumah tanpa berbicara sepatah katapun dan terkadang ia memainkan revolvernya dengan menembaki dinding kamar sewaannya di Baker Street. Hal tersebut dipandang aneh dan menarik bagi Dr. Watson yang baru saja pindah dan tinggal bersama Holmes dalam satu atap. Dr. Watson memberikan penilaian subjektif yang mengarahkan pembaca untuk menerima Holmes. Ia adalah orang yang bisa menerima kepribadian Holmes dan baginya Holmes adalah karakter eksentrik yang menarik bukan saja mesin nalar deduksi. Sudut pandang orang ketiga selain mengarahkan pembaca untuk berpikiran serupa dengan Dr. Watson juga membantu untuk membangun cerita sehingga ketegangan misteri tidak hilang karena Dr Watson hanya menebak sesuai dengan proses pemikirannya.
bisa
Pada akhirnya pembaca akan menemukan
sesuatu yang benar-benar berbeda dan membangkitkan rasa takjub ketika mereka membaca penjelasan dari mulut Holmes yang tampaknya sederhana. Namun, hal itu menakjubkan untuk didengar Karakter Watson digambarkan sebagai orang biasa yang berprofesi sebagai dokter. Dr. Watson sebelumnya pernah bergabung dalam tentara Inggris dan bertugas di Afganistan. Ia familiar dengan kekerasan dan pembunuhan. Dr. Watson dan Holmes memiliki sifat rasa ingin tahu alasan dan latar belakang mengapa dan bagaimana peristiwa pembunuhan terjadi. Dr Watson mewakili pembaca yang haus akan pengetahuan untuk mengetahui apa penjelasan logis di balik kasus pembunuhan aneh yang tejadi pada Drabber dan Stangerson. Doyle menempatkan Dr. Watson sebagai penulis cerita A Study in Scarlet. Pembaca mengetahui fakta dan data berdasarkan laporan tulisan Dr. Watson. Holmes adalah karakter yang melihat petunjuk fakta dan data sebagai dasar pemikiran untuk membuat deduksi. Kekaguman Watson yang tumbuh karena kelihaian Holmes menyaring fakta dan memberikan penjelasan logis mengarahkan pembaca untuk melakukan hal yang sama. Doyle dengan brilian menciptakan karakter pendukung- Dr.Watson- yang membuat Sherlock Holmes sebagai karakter yang mengagumkan. Meskipun dalam penilaiannya Holmes mempunyai kepribadian eksentrik, Dr Watson dan pembaca menemukan Holmes sebagai karakter luar biasa dan menarik.
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
14
Selain Dr. Watson, Holmes mempunyai kenalan bernama Stamdford yang dikenalnya di rumah sakit St. Barthholomew. Pandangan Stamford terhadap karakter Holmes sangat berbeda dibandingkan dengan Dr. Watson. Di bawah ini adalah kutipan percakapan Stamford dan Dr. Watson: “Looking for lodgings,” I answered. “Trying to solve the problem as to whether it is possible to get comfortable rooms at a reasonable price.” “That’s a strange thing,” remarked my companion; “you are the second man to-day that has used that expression to me.” “And who was the first?” I asked. “A fellow who is working at the chemical laboratory up at the hospital. He was bemoaning himself this morning because he could not get someone to go halves with him in some nice rooms which he had found, and which were too much for his purse.” “By Jove!” I cried; “if he really wants someone to share the rooms and the expense, I am the very man for him. I should prefer having a partner to being alone.” Young Stamford looked rather strangely at me over his wineglass. “You don’t know Sherlock Holmes yet,” he said; “perhaps you would not care for him as a constant companion.” “Why, what is there against him?” “Oh, I didn’t say there was anything against him. He is a little queer in his ideas–an enthusiast in some branches of science. As far as I know he is a decent fellow enough.” “A medical student, I suppose?” said I. “No–I have no idea what he intends to go in for. I believe he is well up in anatomy, and he is a first-class chemist; but, as far as I know, he has never taken out any systematic medical classes. His studies are very desultory and eccentric, but he has amassed a lot of out-of-the-way knowledge which would astonish his professors.” “Did you never ask him what he was going in for?” I asked. “No; he is not a man that it is easy to draw out, though he can be communicative enough when the fancy seizes him.” “I should like to meet him,” I said. “If I am to lodge with anyone, I should prefer a man of studious and quiet habits. I am not strong enough yet to stand much noise or excitement. I had enough of both in Afghanistan to last me for the remainder of my natural existence. How could I meet this friend of yours?”(p.8-10)
Dari percakapan tersebut tersirat dan tersurat bagaimana Stamford melihat karakter Holmes. Stamford menyebut Holmes sebagai karakter yang sedikit aneh dengan ide-idenyasangat antusias terhadap cabang pengetahuan tertentu, teman yang baik, acak-acakan, eksentrik, mempunyai pengetahuan yang akan membuat profesornya kagum namun Holmes menurutnya adalah bukan tipe teman yang dapat dijadikan constant companion. Sedangkan Dr. Watson memandang Holmes dengan cara berbeda. Berikut adalah cuplikan gambaran Holmes menurut Dr. Watson:
Holmes was certainly not a difficult man to live with. He was quite in his ways, and his habits were regular. It was rare for him to be up after ten at night, and he had invariably breakfasted and gone out before I rose in the morning. Sometimes he spent his day at chemical laboratory, sometimes in the dissecting-rooms, and occasionally long walks, which appear to take him into the lowest portion of the city. Nothing could exceed his energy when the working fit was upon him; but now and again a reaction would seize him, and for days on ends
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
15 he would lie upon the sofa in the sitting-room, hardly uttering a word or moving a muscle from morning to night. On this occasion I have noticed such a dreamy, vacant expression in his eyes that I might suspected him of being addicted to the use of some narcotic, had not the temperance and cleanliness of his whole life forbidden such notion. As the weeks went by, my interest in him and my curiosity as to his aims of life. gradually deepened and increased. His very person and appearance were such as to strike the attention of the most casual observer. (p.22-23)
Dr. Watson berpendapat bahwa bukan hal yang sulit tinggal satu atap dengan Holmes. Ia tidak saja melihat namun juga menjadi pengamat karena minat rasa dan ingin tahunya yang semakin dalam tehadap Holmes. Dr. Watson menilai Holmes berdasarkan pengamatannya sedangkan Stamford menilai Holmes dari apa yang ia lihat saja. Di sisi lain, Dr. Watson dan Stamford sama- sama menilai karakter Holmes yang ekstentrik tetapi Watson justru tertarik karena Holmes bukan seperti kebanyakan karakter lain. Doyle sangat tepat menciptakan karakter Dr. Watson yang membuat Holmes telihat menarik pula di mata pembaca. Gaya penulisan Doyle yang mengambil sudut pandang orang ketiga-Dr. Watson- menjadi poin yang amat penting karena penggambaran Dr. Watson menciptakan pencitraan Holmes bagi pembacanya. Dr. Watson menjadi bagian dari Sherlock Holmes karena mereka disatukan oleh hubungan persahabatan mereka. Holmes banyak mengenal orang-orang di sekitarnya seperti Inspektur Lestrade, Inspektur Gregson dan tentu saja para kliennya. Namun, hubungan yang tejalin hanyalah sebatas karena terhubung dengan pekerjaannya sebagai konsultan detektif dan Dr. Watson adalah karakter yang dapat masuk dalam kehidupan Holmes lebih dari sekedar urusan pekerjaan. Holmes mempunyai karakter yang rumit dan Dr. Watson secara karakter kepribadian cocok berpasangan sebagai sahabat dengannya.Dr. Watson adalah karakter yang ramah dan ia teman yang penurut. Ia tertarik pada Holmes tidak saja karena profesi Holmes sebgai detektif namun juga karakternya sehingga mudah untuknya masuk dalam lingkup kehidupan Holmes sebagai sahabat. Dr. Watson adalah sahabat, pengamat dan penulis kisah-kisah petulangan kasus yang ditangani oleh Holmes yang kemudian mengantarkan ketenaran bagi Holmes. Dr. Watson merupakan karakter yang sangat tepat sebagai sudut pandang orang ketiga dalam menggambarkan Sherlock Holmes.
Menganalisis Sherlock Holmes dengan Pendekatan Psikoanalisis
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
16
Dalam kajian psikologi, para ahli mengajukan berbagai teori untuk memahami kepribadian manusia. Salah satunya adalah teori psikonanalisis yang dikemukakan oleh Sigmund Freud. Dia menyatakan perilaku manusia lebih banyak dipengaruhi oleh alam bawah sadar dari pada alam sadar. Menurut Freud, perilaku merupakan hasil dari konflik dan rekonsiliasi impuls dan drive (Minderop, 2010:20). Karakterisasi Sherlock Holmes cukup unik ditelaah sebagai kajian psikologi dengan teori psikoanalisis, meskipun ia hanya sekedar karakter yang diciptakan oleh Doyle. Freud menjelaskan pembagian unsur kepribadian pada manusia . Id, ego, dan superego menjadi unsur yang mempengaruhi perilaku seseorang untuk membentuk karakter, dalam hal ini, karakter eksentrik Holmes. Id terdapat dalam pikiran alam bawah sadar, memainkan peran sebagai impuls yang hanya perduli untuk mencapai kepuasan. Hal ini sama dengan motivasi seseorang melakukan sesuatu yang dia inginkan. Id Holmes adalah kepuasannya dalam memecahkan kejahatan menggunakan nalar, pengetahuan, dan kemampuannya ketika pihak yang berwenang-Scotland Yard- menemukan kebuntuan dan tidak dapat memecahkannya kasus tersebut.
Mengungkapkan kasus pembunuhan dan
kejahatan yang unik dan rumit merupakan pemenuhan dari id Holmes karena dengan begitu ia merasa puas diri akan deduksi yang ia genggam dibalik kasus yang terjadi. Holmes menyukai hal-hal yang berkaitan dengan peristiwa kriminal yang menggelitik nalarnya. ia hidup sebagai karakter yang mengejar kebenaran akan kejahatan yang terjadi di kota London. Oleh karena itu, Holmes memilih profesi yang ia ciptakan sendiri yaitu menjadi konsultan detektif. Kutipan berikut menjelaskan bahwa Holmes menciptakan pekerjaannya sendiri: “Well, I have a trade of my own. I suppose I am the only one the world. I’m a consulting detective, if you can understand what that it. Here in London we have lots of Government detectives and lots of private ones. When these fellows are at fault they come to me, and I manage to put them on the right sent. The lay all evidence before me, and I am generally able, by the help of my knowledge of the history of crime, to set them straight. There is a string resemblance family about misdeeds, and if you have all the details of thousand at your finger ends, it is odd if you can’t unravel the thousand and the first. Lestrade is a well-known detective. He got himself into a fog recently over a forgery case, and that was what brought him here.” (p.36)
Peristiwa kejahatan unik dan sulit diungkap adalah tantangan bagi kecerdasannya. ia melakukan pekerjaannya bukan hanya karena orientasi uang atau popularitas tetapi demi kecintaannya sendiri dalam memecahkan kasus kejahatan yang rumit. Dia menyukai
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
17
kebenaran dan
memecahkan peristiwa kejahatan yang menggelitik nalar deduksinya.
Kejahatan yang rumit memicu otaknya untuk berpikir dan merupakan pemuas kebutuhannya sehingga ia memilih profesi sebagai konsultan detektif. Kutipan berikut ini menunjukkan kepuasannya dalam menangani kasus kejahatan: “There are no crimes and no criminals in these days,” he said, querulously. “What is the use of having brains in our profession? I know well that I have it in me to make my name famous. No man lives or has ever lived who has brought the same amount of study and of natural talent to the detection of crime which I have done. And what is the result? There is no crime to detect, or, at most, some bungling villainy with a motive so transparent that even a Scotland Yard official can see through it.”
Adapun ego,
menjadi jembatan antara id dan superego, ego melayani id yang
mempunyai prinsip pemuasaan kesenangan namun ego bertindak pula sebagai bentuk penyesuaian terhadap superego yang berkaitan dengan nilai dan norma masyarakat. Ego Holmes menciptakan pekerjaan sebagai konsultan detektif dimana ia bisa bergerak bebas dalam memuaskan dirinya untuk memilih kasus yang ia inginkan tanpa aturan mengikat jika ia menjadi detektif dari kepolisian Scotland Yard. Holmes bersedia melibatkan diri dalam kasus rumit yang menurutnya menarik meskipun tanpa bayaran. Dalam karakter Holmes ego berfungsi dengan baik karena dapat memenuhi tuntutan dari superego dengan mengarahkan kemampuan, pengetahuan serta intelektualitas Holmes ke bentuk yang positif yaitu menjadi konsultan detektif. Ego yang bekerja baik menciptakak pekerjaan yang memuaskan baik bagi id maupun superego karena selain ia puas terhadap dapat menunjukan kemampuannya dalam memecahkan kejahatan rumit Holmes pun menolong orang lain.
Aktualisasi Diri Sebagai Kebutuhan Terdapat berbagai kebutuhan yang ingin dipenuhi oleh seseorang untuk membuat hidupnya utuh. Kita bisa menganggap tindakan Doyle menulis cerita detektif karena ia perlu aktualisasi diri selain menjalankan profesi utamanya sebagai dokter. Dia menemukan dirinya lebih memilih untuk menulis cerita daripada berlatih keterampilan sebagai dokter karena setelah lima tahun menulis tentang Sherlock Holmes ia meninggalkan prakteknya. Ada sebuah fakta menarik tentang Sherlock Holmes, Dr Watson, dan Sir Arthur Conan Doyle. Banyak pembaca mengambil cerita Dr Watson tidak hanya sebagai cerita yang
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
18
menghibur, tetapi mereka percaya keberadaan Holmes benar-benar nyata semenjak awal kemunculannya (Saler, 2003:609). Saler menulis bahwa setelah cerita kedua diterbitkan pada tahun 1890 ada seorang pria yang benar-benar menulis surat kepada Doyle meminta salinan monografi di mana Holmes menggambarkan perbedaan 140 jenis tembakau. Sherlock Holmes dan Dr. Watson diperlakukan seolah-olah mereka pernah benar-benar ada. Ada banyak contoh bagaimana penggemarnya menunjukkan keinginan mereka untuk percaya bahwa kedua laki-laki tersebut benar-benar nyata. Misalnya, Anthony Boucher (1940) membuat sebuah novel misteri The Case of Baker Street Irregulars menuliskan sebuah catatan : dedikasi pembaca 'Semua karakter digambarkan atau disebut dalam novel ini fiktif, kecuali Sherlock Holmes, kepadanya buku ini didedikasikan (Saler, 2003: 601). Terdapat contoh lain yaitu produksi animasi oleh Toho co., Ltd pada tahun 2002 berjudul The Phantom of Baker Street. Film ini memperlakukan seolah-olah Holmes dan Watson benar-benar hidup di London berurusan dengan kasus Jack the Ripper. Selain itu, orang yang percaya keberadaan Holmes nyata akan menolak keberadaan Sang Penciptanya, Doyle. Holmes adalah karakter pertama dalam sastra modern yang diperlakukan seperti ini. Contohnya terdapat 'biografi' ilmiah Holmes dan Watson tentang kehidupan mereka. Doyle sendiri terkejut betapa realistis orang mengambil karakter imajinernya menjadi kenyataan. Pencapaian karakter imajiner untuk diketahui secara luas adalah bentuk aktualisasi diri sebagai Holmes meskipun ia hanya sekedar karakter imajinatif. Gaya penulisan Doyle dan peran besar karakter pendukung, Watson, tidak dapat dipungkiri sebagai faktor pencapaian ini.
Abraham Maslow menyatakan bahwa manusia memiliki tahapan dalam memenuhi kebutuhan mereka. Holmes tidak merepresentasikan pernyataan Maslow akan kebutuhan hierarki manusia. Kebutuhan pertama atau kebutuhan pokok manusia terkait dengan kebutuhan psikologis, seperti udara, air, makanan dan seks. Tentu saja, Holmes membutuhkan udara, air dan makanan karena Doyle menciptakan karakter manusia namun Holmes tidak memiliki hasrat seksual baik terhadap wanita maupun pria. Holmes menggantikan hasrat seksualnya dengan kebutuhan akan bekerja dan berpikir. Yang kedua adalah kebutuhan untuk merasa aman. Tahap ini dilanggar olehnya menempatkannya
karena
bekerja
sebagai
konsultan detektif
lebih
banyak
dalam situasi berbahaya. Holmes bukanlah karakter orang biasa yang
menyukai ketenangan dan kehidupan kota London tanpa kejahatan yang menghantui. Kejahatan
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
19
yang rumit seringkali menempatkannya dalam bahaya. Bahaya bukan hal ia hindari namun hal ia cari karena merupakan tantangan bagi dirinya. Yang ketiga adalah kebutuhan kepemilikan dan cinta, termasuk keluarga dan teman-teman. Ia adalah tipe penyendiri dan sulit bergaul baginya teman adalah orang-orang di sekitar yang berbagi ketertarikan terhadap dunia kejahatan seperti Dr. Watson, Inspektur Lestrade, dan Inspektur Gregson. Dr. Watson adalah sahabatnya dalam berbagi pikiran dan petualangan
namun sahabat terbesarnya adalah kejahatan yang terjadi di
kota London. Dengan adanya kejahatan yang menghantui kota tersebut Holmes merasa memiliki arti karena dibutuhkan baik oleh pihak kepolisian Scotland Yard maupun warga London yang datang menemuinya untuk meminta nasehatnya. Yang keempat adalah harga diri, dimana seseorang perlu memiliki status tertentu dalam masyarakat untuk merasa percaya diri. Holmes memilki harga diri yang tinggi bahkan terkadang bersikap arogan dengan merendahkan kemampuan Inspektur Lestrade dan Inspektur Gregson. Kelima adalah kebutuhan aktualisasi diri, di mana setiap individu memaksimalkan kemampuan dirinya untuk menjadi apa yang bisa ia capai (Hagerty, 1999: 1). Harga diri dan kebutuhan aktualisasi diri mengambil porsi yang lebih besar dalam kebutuhan hierarki Holmes. Bentuk aktualisasi diri Holmes bukanlah popularitasnya yang didapat ketika ia bisa mengungkapkan kebenaran tetapi ditempatkan dalam kepuasan diri untuk mengetahui bahwa ia bisa memecahkan kasus rumit dan menarik untuk mengetahui kebenaran ketika orang lain tak bisa menjangkau kebenaran tersebut. Inilah sebabnya mengapa Holmes menjadi berbeda dari
orang
lain.
Kegemarannya terhadap
pemecahan kasus kejahatan yang ia selidiki dengan metodenya sendiri serta kesenangannya akan tantangan dan bahaya mencerminkan kepribadian Holmes yang dilihat sebagai karakter eksentrik oleh tokoh-tokoh lain.
Kesimpulan Holmes adalah contoh karakter yang ‘berbeda’
dalam literatur. Doyle menciptakan
sebuah mesin penalaran yang memenuhi keadaan tidak sadar pikirannya. Namun, karena menjadi berbeda, aneh, dan eksentrik, pembaca menyukai karakter Holmes yang mengabdikan hidupnya untuk mengejar kebenaran di balik kejahatan. Dalam kehidupan nyata pria tipe ini akan diterima oleh masyarakat karena ia adalah seseorang yang cerdas meskipun ia
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
20
bukan orang yang bisa berbaur dengan mudah dengan orang lain. Faktanya adalah bahwa orang cerdas yang eksentrik akan selalu dikagumi karena dia mampu melakukan dan memberikan kontribusi
terhadap
masyarakat
di
sekelilingnya.
Dengan
kata
lain,
meskipun
kepribadiannya eksentrik dan perilaku aneh di mata orang lain, Sherlock Holmes telah menggunakan kecerdasan yang terbaik untuk membantu orang lain dalam memecahkan masalah dengan kemampuan nalar deduksi. Sherlock Holmes adalah karakter fiksi yang diproduksi pada tahun 1887, tetapi hingga saat ini sosoknya masih banyak dikenal. Karena ketenarannya, ada banyak film hingga saat ini yang memproduksi petualangan Holmes dan Watson dalam memecahkan kejahatan. Sherlock BBC adalah versi Holmes yang hidup di abad ke-21 yang diluncurkan pada 2010. Selain itu, Hollywood juga memproduksi sekuel kedua dari Sherlock Holmes yang berjudul A Game of Shadow pada tahun 2010. Hal ini menjadi bukti bahwa sosok Holmes dapat diterima oleh masyarakat. Jurnal ini mencoba untuk menyoroti kepribadian eksentrik Holmes dan bagaimana orang melihatnya. Dengan menggunakan pendekatan psikologi, kepribadian Holmes dianalisis yang memperlihatkan bahwa sifat eksentrik yang dikombinasikan dengan kecerdasan dan dimanfaatkan bagi masyarakat merupakan daya tarik tersendiri. Sherlock
Holmes menjadi
detektif yang membuat orang kagum dengan kemampuan nalarnya sekaligus merasa bahwa ia sosok pribadi yang berbeda karena pilihan hidup dan perilaku sosialnya. Terkait dengan penerimaan
sosiaL kepribadian
Holmes yang eksentrik menyatakan masyarakat
bisa
menerimanya selama ia dapat berkontribusi dan berperan positif. Jurnal ini hanya berkaitan dengan interpretasi kepribadian Holmes dalam A Study in Scarlet dan
analisis
lain dapat dikembangkan dengan mengambil novel dan cerita pendek lain tentang Sherlock Holmes yang ditulis oleh Doyle.
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
21
References Doyle, Sir A. C. 1995. A Study in Scarlet. Hertfordshire: Wordsworth Edition Limited Hagerty, R. M. (1999). Testing Maslow's Hierarchy of Needs: National Quality-of-Life across Tim: Social Indicators Research, Vol. 46, No. 3 (Mar., 1999), pp. 249-271. http://www.jstor.org/stable/27522372 .Accessed: 19/10/2011 00:42 McBride, J. and Wilmington. (1971). Review[untitled]: Film Quarterly, Vol. 24, No. 3, 45-48. University of California. http://www.jstor.org/stable/1210092. Accessed on September, 29th 2011 01:36 McConnell, F. D. (1987). Sherlock Holmes: Detecting order amid disorder; The Wilson Quarterly, Vol. 11, No. 2, pp. 172-183. http://www.jstor.org/stable/40257858. Accessed: 29/09/2011 01:36 Minderop, A. (2010). Psikologi Sastra: Karya Sastra, Metode, Teori, dan Contoh Kasus. Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia Ratna, K.N. 2006. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Saler, M. (2003). ‘Clap If You Believe in Sherlock Holmes': Mass Culture and the ReEnchantment of Modernity, The Historical Journal, Vol. 46, No. 3 pp. 599-622. Cambridge University Press. http://www.jstor.org/stable/3133564. Accessed: 08/10/2011 04:28
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014
22
Saraswati, A. (2005). Analisis Penokohan The Cat in the Hat & The Cat in the Hat Comes Back” Karya Dr. Seuss Kajian Struktural Greimas & Psikoanalisa Freud. Depok: Universitas Indonesia Symons, Julian, Seidman, Michael, and Greene, Douglas G. "Detective Story." Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008. "G. K. Chesterton." Microsoft® Encarta® 2009 [DVD]. Redmond, WA: Microsoft Corporation, 2008.
Karakterisasi Sherlock…, Maslihah, FIB UI, 2014