Linguistika Akademia Vol.3, No.2, 2014, pp. 282~295 ISSN: 2089-3884
ANALISA MAKNA TERHADAP UJARAN KARAKTER ROBERT LANGDON DALAM NOVEL “THE DA VINCI CODE” Zulfa Nashihah e-mail:
[email protected] ABSTRACT Contextual meaning is a meaning which can be understood depend on the particular context of the utterance. The meaning of the utterance can’t be understood literally. To know the real meaning of each utterance, It should be interpreted contextually. It means that everyone should know the context and situation completely to find out the hidden meaning. This paper aims to analyze and to interprete some data about the real meaning by understanding context and situation completely. Some data is found in the novel entitled The Da Vinci Code by Dan Brown. This research used one of language method analysis called equivalent method. It uses some factors beside language itself such as situation and context. It also applies the idea of meaning by John Ruppert Firth. To understand Firth’s notion of meaning, we must examine the linguistic ideas of his colleague Bronistaw Malinowski. He clarifies his idea of meaning by appealing to a notion of ‘context situation’. For instance, the utterance of “You’re not coming” said by Robert Langdon to the Agent can’t be understood literally. It should be interpreted by understanding the context and situation. Key words: meaning, contextual meaning, context of situation, lexical meaning.
ABSTRAK Makna kontekstual adalah makna yang bergantung pada suatu konteks tertentu. Untuk mengetahui makna yang tersirat dari suatu ujaran harus terlebih dahulu memahami konteks dan situasi ketika ujaran tersebut diucapkan. Paper ini bertujuan untuk menganalisa dan menginterpretasikan makna sebenarnya dari beberapa ujaran dengan memperhatikan konteks situasinya. Beberapa data terdapat dalam novel yang berjudul The Da Vinci Code karya Dan Brown. Penelitian ini menggunakan salah satu metode analisa bahasa yaitu metode padan (Equivalent) yang menggunakan beberapa faktor selain bahasa itu sendiri seperti situasi dan konteks. Teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah teori makna yang dikembangkan oleh John Ruppert Firth. Untuk mengetahui pemikirannya, kita harus memahami pemikiran seniornya terlebih dahulu yaitu Bronistaw Malinowski. Ia menyatakan bahwa untuk menentukan makna harus memperhatikan konteks situasinya. Misalnya, ujaran “You’re not coming” yang diucapkan oleh Robert
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
283
Langdon kepada Agen tidak dapat dipahami secara harfiah. Namun harus memperhatikan konteks situasi ketika ujaran tersebut diucapkan. Kata kunci: makna, makna kontekstual, konteks situasi, makna leksikal.
A. PENDAHULUAN Bahasa adalah alat fundamental yang digunakan manusia untuk berkomunikasi baik dalam bentuk lisan ataupun tulisan. Dalam ilmu linguistik, bahasa merujuk pada beberapa hal, yakni langage,langue dan parole. Langage merupakan objek kajian yang paling abstrak yang berwujud sistem bahasa secara universal. Sedangkan langue merupakan sistem suatu bahasa tertentu secara keseluruhan. Dan parole merupakan objek yang paling konkret yang dapat diamati (Chaer, 2007:31). Ketiganya memilki ruang lingkup berbeda, seperti yang terdapat dalam kalimat berikut. 1. Andi belajar bahasa Indonesia, Ani belajar bahasa Cina. 2. Manusia memiliki bahasa, sedangkan tumbuhan tidak. 3. Jika dia member nasihat, bahasanya penuh dengan kata daripada dan akhiran ken. Dari ketiga contoh diatas, istilah bahasa dalam kalimat (1) sebagai langue karena berkenaan dengan bahasa tertentu. Sedangkan dalam kalimat (2) istilah bahasa adalah langage karena bersifat universal, dan dalam kalimat (3) istilah bahasa berarti parole karena berhubungan dengan ujaran atau pengucapannya yang dapat diamati. Menurut pandangan Stork, bahasa mempunyai sifat antara lain (i) rangkap dua, (ii) kreatif, (iii) arbitrer, (iv) dapat diganti, dan (v) berkembang (Pateda, 1991:21). Sifat yang pertama yaitu rangkap dua merujuk pada bentuk dan makna, lambang dan acuan. Misalnya, kambing acuannya adalah kambing. Lambang kambing, maknanya kambing. Sifat kedua, kreatif yang merujuk pada keterbukaan bahasa terhadap adanya istilah-istilah baru. Setiap bahasa terbuka untuk menerima kosakata baru dan terbuka untuk berubah. Sifat ketiga, arbitrer berarti menunjukkan bahwa tidak ada hubungan lambang dan acuan. Sebagai contoh adalah lambang Analisis Makna terhadap Ujaran Karakter Robert Langdon dalam Novel…(Zulfa N)
284
kuda dalam bahasa Indonesia, dikatakan wadala dalam bahasa Gorontalo, dan horse dalam bahasa Inggris. Sifat keempat, dapat diganti, berarti berhubungan dengan waktu dan tempat suatu bahasa digunakan. Sebagai contoh, kita dapat mengatakan Ali sedang duduk, namun kita juga dapat mengatakan Ali sedang menulis, berlari, berdiri dan lain-lain. Sifat kelima, berkembang merujuk pada sifat alamiah bahasa yang akan terus berkembang mengikuti arus. Dari sifat-sifat bahasa yang telah dijelaskan sebelumnya, bahasa cenderung sangat mudah untuk digunakan dan dipahami. Namun kenyataannya, beberapa orang tidak dapat memahami dengan baik ucapan orang lain secara keseluruhan. Bahkan, terkadang malah terjadi kesalahpahaman yang dapat memicu perselisihan diantara mereka. Hal ini dapat kita temui ketika seseorang terlibat kontak komunikasi dengan orang lain, kadang mereka tidak mengerti maksud dari perkataan orang tersebut atau malah timbul kesalahpahaman diantara mereka. Hal ini muncul karena ketika terlibat kontak komunikasi dengan orang lain, pengguna bahasa tidak memperhatikan hal-hal lain diluar bahasa. Contoh lain adalah ketika seseorang yang bukan native speaker bahasa Inggris membaca novel atau karya fiksi lain yang berbahasa Inggris, mereka kadang tidak memahami makna yang terkandung dari bacaan tersebut. Hal ini terjadi karena ketika seseorang membaca sebuah karya fiksi yang berbahasa Inggris, selain kurang menguasai bahasanya juga disebabkan karena tidak memperhatikan beberapa hal yang bersifat kontekstual dalam bacaan tersebut baik dari segi dialog ataupun narasi cerita. Fenomena tersebut dapat ditemui dalam novel The Da Vinci Code yakni pada ekspresi ujaran karakter Robert Langdon. Novel ini merupakan salah satu masterpiece dari penulis handal Dan Brown. Dalam novel tersebut, beberapa ujaran karakter Robert Langdon tidak dapat dipahami begitu saja secara harfiah namun harus memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan ujaran tersebut. Misalnya,”You’re not coming” jika secara harfiah memiliki makna “kamu tidak datang”. Namun, jika dianalisis dengan memperhatikan beberapa hal yang berhubungan dengan makna dalam suatu ujaran yakni (1) Sikap terhadap acuan (2) Sikap terhadap mitra tutur (3) Sikap terhadap ujaran, kalimat tersebut dapat diartikan menjadi “mengapa kamu tidak ikut masuk?” Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 282 – 295
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
285
Hubungan antara ekspresi ujaran dan konteks yang berpengaruh terhadap makna akan menjadi fokus utama dalam paper ini. Hal-hal yang dianalisis dalam paper ini antara lain (1) menentukan makna sebenarnya dari beberapa ujaran karakter Robert Langdon (2) menemukan hal-hal yang mempengaruhi makna dari beberapa ujaran tersebut. Metode yang digunakan dalam paper ini adalah salah satu metode analisa bahasa yaitu metode padan (Equivalent). Metode ini merupakan metode analisis bahasa yang menggunakan beberapa faktor pendukung diluar bahasa yang sedang diteliti. Selanjutnya, peneliti akan mengumpulkan beberapa data dari ekspresi ujaran karakter Robert Langdon dalam novel The Da Vinci Code kemudian menganalisisnya dan menarik kesimpulan dengan menemukan makna-makna kontekstual yang terdapat dalam beberapa ujaran tersebut. B. SEPUTAR NOVEL THE DA VINCI CODE “The Da Vinci Code” merupakan novel keempat Dan Brown yang menjadi novel terlaris pada tahun 2003 dengan total penjualan 5,7 eksemplar. Novel ini cukup kontroversial di kalangan penganut agama Kristen, karena memaparkan seputar sejarah Yesus dan gereja yang selama 2000 tahun dirahasiakan. Cerita dalam novel ini diawali dengan peristiwa terbunuhnya Jacquess Sauniere, seorang kurator di Museum Louvre,Paris. Ia ditemukan tergeletak dilantai dengan meninggalkan beberapa coretan simbol baik ditubuh atau disekitar lantai. Kemudian muncul Robert Langdon seorang pakar simbolisme religi dari Universitas Harvard, Amerika yang dibantu oleh Sophie Neveu, seorang yang ahli membaca sandi atau cryptographer yang tertarik dengan kasus tersebut. Hingga akhirnya mereka berdua sepakat untuk menguak misteri dibalik kematian sang kurator. Kemudian mereka mendapat informasi bahwa korban adalah seorang pemimpin komunitas rahasia, Biarawan Sion yang bertugas menjaga The Holy Grail atau cawan suci. Dalam penyelidikannya mereka menemui berbagai bukti yang membutuhkan penafsiran. Maka, bertemulah mereka dengan Sir Leigh Teabing, seorang sejarahwan yang kaya raya. Ia akhirnya berhasil mengungkap tanda tersembunyi diantara teks kitab suci, arsitektur, dokumen, mitologi, sejarah gereja, dan ajaran-ajaran sekte Kristen yang mengharuskan Analisis Makna terhadap Ujaran Karakter Robert Langdon dalam Novel…(Zulfa N)
286
mereka untuk terbang dari Paris menuju London. Tanpa mereka sadari, seorang rahib bernama Silas dari komunitas Opus Dei telah membuntuti mereka. Opus Dei yang didirikan oleh pastor asal Spanyol, Josemaria Escriva, 1928, merupakan sebuah sekte katolik yang sangat taat dan menimbulkan banyak kontroversi. Teabing juga menjelaskan bahwa Holly Grail yang dikenal oleh masyarakat secara umum adalah cawan suci yang digunakan Yesus kristus dalam perjamuan terakhir sebelum kematiannya. Namun, Holly Grail yang ditemukan oleh Knight Templar dibawah reruntuhan kuil Solomon adalah Grail yang sebenarnya. Cawan suci yang sebenarnya memiliki arti rahim wanita. Bahkan, ia juga menjelaskan perihal pernikahan Yesus dengan seorang wanita yang bernama Maria Magdalena, tetapi pernikahan tersebut menyalahi aturan gereja yang menyatakan Yesus adalah Tuhan, dan tuhan itu tidak menikah dan tidak memiliki anak. Namun, kenyataanya Yesus dikaruniai anak. Hal inilah yang mengancam eksistensi gereja katolik. Kemudian pihak gereja memerintahkan untuk membunuh semua keturunan Maria Magdalena. Oleh karena itu, Biarawan Sion dibentuk untuk melindungi keturunan Yesus. Beberapa kode yang ditinggalkan oleh Sauniere adalah sebuah peta sebagai petunjuk lokasi Grail. Dan diduga orang yang membunuh Saunierre adalah dari pihak gereja, sehingga mereka tidak ingin fakta ini tersebar luas. Akhirnya, setelah melewati perjalanan panjang, Sophie dan Robert Langdon menemukan fakta terakhir bahwa nenek dan adik kandung sophie yang dinyatakan telah meninggal dalam sebuah kecelakaan ternyata masih hidup. Bahkan, mereka menemukan fakta bahwa Sophie neveu adalah keturunan Merrovingian (keturunan langsung Yesus Kristus). Dan mereka juga mengetahui bahwa otak dari pembunuhan kakeknya, Saunierre adalah Sir Leigh Teabing yang menyuruh seorang pria albino bernama Silas. Teabing memperdaya Silas dengan mengatakan bahwa apa yang dilakukan Sylas adalah demi keselamatan gereja. Ia berhasil membunuh Saunierre namun gagal menemukan lokasi Hollly Grail yang sebenarnya. C. LANDASAN TEORI Penelitian dalam paper ini menggunakan teori linguistik struktural aliran London. Strukturalisme adalah sebuah teori yang berdasarkan Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 282 – 295
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
287
pada pemikiran behavioristik (Alwasilah, 1993: 68). Menurut Hadumod Bussmann dalam bukunya Dictionary of language and linguistics, ia berpendapat bahwa “language is explained as a learned behavior, as the sum of individual language habits developed and acquired through conditioning, reinforcement and generalization, as a circumstantial network of associative connections of linguistic expressions”. Menurut Bussmann, bahasa merupakan suatu bentuk tindakan manusia yang dapat diamati dan merupakan salah satu kebiasaan manusia sebagai makhluk individu. Aliran struktural ini juga dikenal dengan sebutan linguistik strukturalisme kontinental/Firthian/aliran London, yang menitik beratkan pada pembahasan di bidang fonetik dan fonologi. Namun, kemudian mengalami perkembangan pembahasan tentang kolokasi, konteks situasi, dan fonologi prosodi. Selain terkenal dengan teori prosodinya, Firth juga terkenal dengan teori bahasa dalam bukunya yang berjudul The Tongues of Man and Speech (1934) dan Papers in Linguistics (1951). Ia berpendapat bahwa dalam menganalisis suatu bahasa harus memperhatikan unsur-unsur sosiologis. Setiap ujaran harus dikaji dalam konteks situasi yang pernah dikembangkan oleh Malinowski yang kemudian digunakan Firth untuk mengetahui makna ujaran. Menurut Firth, beberapa hal yang perlu diperhatikan untuk mengetahui makna dari suatu ujaran adalah : 1. Sikap terhadap acuan (reference) 2. Sikap terhadap mitra tutur 3. Sikap terhadap ujaran itu sendiri (Alwasilah,1993:68). Dengan ketiga hal tersebut, peneliti akan mampu menganalisis ujaran dari karakter Robert Langdon dalam novel The Da Vinci Code yang kemudian menghasilkan sebuah kesimpulan berkaitan dengan makna sebenarnya dari setiap ujaran. D. SEKILAS TENTANG MAKNA LEKSIKAL DAN KONTEKSTUAL Dalam bagian ini, peneliti akan sedikit menjelaskan mengenai makna yang berhubungan tentang objek analisis yakni beberapa ujaran karakter Robert Langdon dalam novel The Da Vinci Code. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, makna adalah maksud pembicara atau penulis; pengertian yang diberikan kepada suatu bentuk kebahasaan. Sedangkan leksikal mengandung pengertian yang berhubungan dengan kata, leksem, atau kosakata. Jadi makna leksikal adalah makna yang dimiliki atau yang ada pada Analisis Makna terhadap Ujaran Karakter Robert Langdon dalam Novel…(Zulfa N)
288
suatu leksem atau kata tanpa dipengaruhi atau memperhatikan konteks apapun. Dengan kata lain, makana leksikal adalah makna hasil pengamatan indra kita. Misalnya, kata ‘sapi’ memiliki makna sejenis binatang berkaki empat dan menghasilkan susu. Makna kontekstual adalah makna sebuah leksem atau kata pada suatu konteks tertentu (Chaer, 2007:290). Untuk mengetahui makna dari suatu kata harus dihubungkan dengan situasi baik tempat, waktu, lingkungan penggunaan bahasa tersebut. Misalnya makna kepala dalam beberapa kalimat berikut : 1. Rambut di kepala bapak belum ada yang putih. 2. Pak Ibnu diangkat sebagai kepala sekolah pada tahun 2013. 3. Alamat rumahnya berada di kepala surat yang ia kirim. Dari beberapa contoh diatas, kata ‘kepala’ memiliki makna yang berbeda-beda tergantung konteks yang ada pada setiap kalimatnya. E. PEMBAHASAN Dalam bab ini, analisis mengenai ujaran karakter Robert Langdon dalam novel The Da Vinci Code mengacu pada konteks situasi (directive reference). Analisis difokuskan pada makna kontekstual yang terdapat dalam setiap ujaran. 1. “You’re not coming?” Data pertama terdapat dalam chapter 3 dalam novel the Da Vinci Code. Berikut adalah ilustrasi singkat ketika kalimat tersebut diucapkan. The agent pulled the car to a stop and pointed between two fountains to a large door in the side of pyramid. “There is the entrance.Good luck, monsieur.” “You’re not coming?” “My orders are to leave you here. I have other business to attend to.”
Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 282 – 295
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
289
Ilustrasi tersebut mempermudah dalam menganalisa makna kontekstual dengan memeperhatikan tiga unsur dalam bahasa tutur, Unsur pertama adalah sikap terhadap acuan (reference). Dalam situasi ini hal tersebut berhubungan dengan sikap Robert Langdon sa’at mengucapkan kalimat tersebut adalah dalam keadaan heran ketika agen yang menjemputnya telah mengantarnya di depan sebuah museum. Namun, ia tidak menemani Langdon masuk ke dalam museum untuk menemui bosnya, ia hanya mengantarkan Robert Langdon sampai di depan pintu masuk museum tersebut. Unsur yang kedua adalah sikap terhadap mitra tutur yaitu sikap Robert Langdon terhadap agen yang telah mengantarnya sampai di depan pintu masuk sebuah museum. Kemudian Robert Langdon segera bertanya kepadanya apakah agen tersebut tidak ikut masuk ke dalam museum tersebut. Unsur yang ketiga adalah sikap terhadap ujaran itu sendiri yaitu jawaban agen yang mengantar Robert Langdon beralasan bahwa bosnya hanya menyuruhnya untuk mengantarkan Robert Langdon sampai di depan pintu masuk museum. Agen tersebut juga mengatakan bahwa ia harus menyelesaikan urusannya yang lain. Dari analisa ketiga unsur tersebut dapat disimpulkan bahwa untuk menemukan makna sebenarnya dari ujaran “You’re not coming?” tidak dapat diartikan secara harfiah (kata per kata) namun harus memperhatikan konteks ketika kalimat tersebut diucapkan. Sehingga. Maksud dari ujaran tersebut bukanlah “Apakah kamu tidak datang?” tapi makna yang sebenarnya adalah “Apakah kamu tidak ikut masuk?” 2. “I was looking forward to picking his brain”. Data kedua terdapat dalam chapter 4 dari novel The Da Vinci Code. Berikut adalah cuplikan singkat ketika kalimat tersebut diucapkan : Fache made note of that fact in his book. The two men were now halfway up the Denon Wing’s entry tunnel, and Langdon could see the twin ascending escalators at the far end, both motionless. “So you shared interests with him?” Face asked. Analisis Makna terhadap Ujaran Karakter Robert Langdon dalam Novel…(Zulfa N)
290
“Yes, In fact, I’ve spent much of the last year writing the draft for a book that deals with Mr.Saunierre’s primary area of expertise. I was looking forward to picking his brain.” Face glance up.”Pardon?” Dari cuplikan tersebut, peneliti menganalisa kalimat I was looking forward to picking his brain jika diartikan secara harfiah/leksikal akan menimbulkan makna yang rancu menjadi Aku terus mencari untuk mengambil otaknya. Kemudian, peneliti memahami makna kontekstual dari ujaran tersebut dengan memperhatikan tiga faktor penting yang harus diperhatikan dalam bahasa tutur. faktor yang pertama adalah sikap terhadap acuan, dalam konteks cuplikan diatas, hal tersebut mengacu pada sikap Robert Langdon ketika mengucapkan ujaran tersebut adalah untuk memberikan informasi kepada Fache bahwa ia telah menghabiskan waktunya untuk menulis buku yang berhubungan dengan pemikiranpemikiran hebat Saunierre. Faktor yang kedua adalah sikap terhadap mitra tutur yakni sikap Robert Langdon terhadap Fache yang bertanya kepadanya seputar materi yang ia pelajari bersama dengan Saunierre. Kemudian Langdon segera menanggapi pertanyaan Fache bahwa ia sedang mencoba mempelajari pemikiran Saunierre yang berkaitan dengan ikonografi. Faktor yang ketiga adalah sikap terhadap ujaran itu sendiri yaitu sikap Fache atas jawaban Robert Langdon. Fache segera menanggapinya dengan mengatakan “Pardon” untuk memastikan apa yang ia dengar. Dari analisis tersebut dapat disimpulkan bahwa makna sebenarnya dari ujaran I was looking forward to picking his brain tidak dapat diartikan secara harfiah/leksikal. Dengan memperhatikan ketiga faktor dalam bahasa tutur, peneliti menginterpretasikan bahwa ujaran tersebut bermakna “Aku mencoba mempelajari pemikirannya”.
Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 282 – 295
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
291
3. “No body more so.” Data yang ketiga masih terdapat dalam chapter 4 dari novel The Da Vinci Code. Deskripsi singkat ketika kalimat ini diucapkan adalah sebagai berikut: Langdon hesitated, uncertain exactly how to put it.”Essentially, the manuscript is about the iconography of goddess worship- the concept of female sanctity and the art and symbols associated with it.” Fache ran a meaty hand across his hair.”And Sauniere was knowledgeable about this?” “No body more so.” (Robert Langdon) “I See.” Dari deskripsi singkat diatas, ujaran No body more so tidak dapat diartikan secara harfiah. Namun, peneliti menginterpretasi makna dari ujaran tersebut dengan memperhatikan 3 unsur dalam bahasa tutur. unsur yang pertama yaitu sikap terhadap acuan yang dimaksud dalam konteks ini adalah sikap Robert Langdon ketika mengucapkan kalimat tersebut adalah menegaskan pada Fache bahwa tidak ada orang yang lebih ahli daripada Sauniere mengenai ikonografi. Selanjutnya, unsur yang kedua adalah sikap terhadap mitra tutur yaitu sikap Robert Langdon terhadap Fache yang menanyakan tentang sejauh mana pengetahuan Sauniere tentang ikonografi. Robert Langdon dengan yakin menjawabnya secara singkat namun penuh dengan ketegasan bahwa Sauniere sangat ahli di bidang ikonografi. Unsur yang ketiga adalah sikap terhadap ujaran itu sendiri yaitu sikap Fache menanggapi jawaban Langdon yang penuh keyakinan. Fache kemudian mengatakan “I see” bahwa ia setuju dengan apa yang telah dikatakan oleh Langdon. Fache menyetujui bahwa tidak ada orang yang lebih ahli dari Sauniere mengenai ikonografi. Dari analisis tersebut, ujaran No body more so tidak bisa diartikan secara harfiah. Peneliti menginterpretasi dengan memperhatikan tiga hal dalam bahasa tutur kemudian memahami Analisis Makna terhadap Ujaran Karakter Robert Langdon dalam Novel…(Zulfa N)
292
ujaran tersebut memiliki makna sebenarnya yaitu “Tidak ada orang lain yang lebih ahli selain dirinya.” 4. “Are you okay? It’s a lot to take in.” Data ke-4 terdapat dalam chapter 105 dari novel The Da Vinci Code. Berikut adalah ilustrasi singkat ketika kalimat tersebut diucapkan: Langdon and Sophie watched her grandmother walk back toward the fieldstone house. When Sophie turned to him, her eyes were awash in deep motion.”Not exactly the ending I expected.” That makes two of us, he thought. Langdon could see she was overwhelmed. The news she had received tonight had changed everything in her life.”Are you okay? It’s a lot to take in.” She smiled quietly.”I have family.That’s where I’m going to start. Who we are and where we came from will take some time.” Dari ilustrasi singkat tersebut, peneliti menganalisa bahwa ujaran tersebut harus dipahami dengan memperhatikan 3 unsur dalam bahasa tutur. Meskipun dapat diartikan secara harfiah, namun akan menimbulkan makna yang rancu dan tidak sesuai dengan konteks ketika kalimat tersebut diucapkan. Jika diartikan secara harfiah, ujaran tersebut bermakna “Apakah kamu baik-baiksaja?” ini adalah pekerjaan yang banyak. Peneliti kemudian menganalisa dengan memperhatikan tiga unsure dalam bahasa tutur. unsure pertama adalah sikap terhadap acuan, dalam hal ini berarti sikap Robert Langdon ketika mengucapkan kalimat tersebut adalah dalam keadaan khawatir tentang keadaan Sophie setelah ia mengetahui fakta mengenai keluarganya yang selama ini ditutup rapat-rapat. Selanjutnya adalah mengenai sikap terhadap mitra tutur dalam konteks tersebut berarti sikap Robert Langdon terhadap Sophie yang merasa sangat senang setelah menemukan keluarganya. Kabar yang ia dengar telah mengubah seluruh kehidupannya. Ia kemudian segera bertanya kepada Sophie apakah ia baik-baik saja setelah melewati semua yang mereka perjuangkan bersama. Faktor yang ketiga adalah berkaitan dengan sikap terhadap ujaran itu sendiri Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 282 – 295
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
293
yakni sikap Sophie terhadap pertanyaan yang disampaikan oleh Robert Langdon. Ia menjawab dengan senyum kecil yang menunjukkan bahwa ia sangat bahagia mempunyai keluarga baru. Dari hasil analisis tersebut, ujaran ”Are you okay? It’s a lot to take in” akan menimbulkan makna rancu jika dipahami secara harfiah. Setelah mempertimbangkan tiga hal dalam bahasa tutur peneliti memepertimbangkan bahwa makna sebenarnya dari ujaran tersebut adalah “Apakah kamu baik-baik saja? kita telah melewati perjalanan panjang untuk menyelesaikan ini semua.” 5. “Do you know what it opens?” Data ke-5 terdapat dalam chapter 33 dari novel The Da Vinci Code. Berikut adalah cuplikan singkat ketika kalimat tersebut diucapkan : Langdon felt a chill to imagine what kind of secrets a man like Jacques Sauniere might keep. What an ancient brotherhood was doing with a futuristic key. Langdon had no idea. The Priory existed for the sole purpose of protecting a secret. A secret of incredible power. Could this key have something to do with it? The thought was overwhelming. “Do you know what it opens?” Sophie looked disappointed.” I was hoping you knew.” Dari ilustrasi tersebut, dapat dianalisa bahwa ujaran Do you know what it opens? jika diartikan secara harfiah menjadi Apakah kamu tahu ini terbuka? Namun tidak sesuai dengan konteks sa’at ujaran tersebut diucapkan. Dengan memperhatikan tiga hal yang berhubungan dengan bahasa tutur, yang pertama adalah sikap terhadap acuan yang berarti sikap Robert Langdon ketika mengucapkan ujaran tersebut adalah dalam keadaan takut namun juga diliputi rasa penasaran terhadap fungsi kunci yang sedang ia bawa. Yang kedua berkaitan dengan sikap terhadap mitra tutur yakni sikap Robert Langdon terhadap Sophie yang dikenal sebagai ahli pemecah kode atau sandi-sandi tertentu. Karena Robert Langdon tidak tahu fungsi kunci tersebut, maka ia segera menanyakannnya kepada Sophie. Jawaban Sophie berkaitan dengan unsur ketiga dalam bahasa tutur yakni sikap terhadap ujaran itu sendiri. Sophie Analisis Makna terhadap Ujaran Karakter Robert Langdon dalam Novel…(Zulfa N)
294
terlihat kecewa atas pertanyaan Robert Langdon kepadanya, karena ia menduga bahwa Langdon mengetahui fungsi dari kunci tersebut. Dari analisa tersebut, ujaran Do you know what it opens? Dapat diartikan secara harfiah namun tidak sesuai dengan konteks ketika ujaran tersebut diucapkan. Dengan memeperhatikan unsurunsur dalam bahasa tutur, peneliti menginterpretasi ujaran tersebut mempunyai makna sebenarnya yaitu “Apakah kamu tahu untuk membuka apa ini?” F. KESIMPULAN Berdasarkan analisa dari ujaran diatas, peneliti menyimpulkan bahwa beberapa ujaran karakter Robert Langdon dalam novel The Da Vinci Code tidak dapat dipahami begitu saja secara harfiah (kata per kata) sehingga makna yang terdapat dalam ujaran-ujaran tersebut bukanlah makna leksikal. Dengan memperhatikan unsur-unsur dalam bahasa tutur yakni sikap terhadap acuan (reference), sikap terhadap mitra tutur, dan sikap terhadap ujaran itu sendiri peneliti mampu menginterpretasi makna sebenarnya dari masing-masing ujaran. Karena ujaran tersebut diucapkan dalam suatu konteks maka makna sebenarnya yang terdapat dalam masing-masing ujaran adalah makna kontekstual yaitu makna yang tergantung pada suatu konteks tertentu. Dalam penelitian ini, ujaran yang dianalisa hanya sebagian kecil dari keseluruhan chapter dalam novel. Sehingga peneliti menyarankan adanya penelitian selanjutnya yang akan menemukan mengenai makna konterkstual dari ujaran-ujaran dalam novel The Da Vinci Code secara keseluruhan.
G. DAFTAR PUSTAKA rd
Cambridge Advanced Learner’s 3 Edition. Electronic Dictionary. Software. KBBI- Kamus Besar Bahasa Indonesia. Kamus Elektronik. Software. Alwasilah, A. Chaedar. 1992. Beberapa Madhab dan Dikotomi Teori Linguistik. Bandung: Angkasa. Linguistika Akademia Vol. 3, No. 2, 2014: 282 – 295
Linguistika Akademia
ISSN: 2089-3884
295
Bussmann, Hadumod. 2006. Dictionary of Language and Linguistics. New York: Taylor & Francis e-Library.pdf. Chaer, Abdul. 2007. Linguistik Umum. Jakarta: Rineka Cipta. Brown, Dan. 2003. The Da Vinci Code. Amerika: Doubleday Fiction. Malmkjaer, Kristen. 2005. The Linguistic Encyclopedia, Second Edition. New York: Taylor & Francis e-library.pdf. Pateda, Mansoer. 1991. Linguistik Terapan. Bandung: Nusa Indah. Sampson, Geoffrey. 1980. School of Linguistics Competition and Evolution. South Africa : British Library Cataloguing In Publication Data.pdf. Ubaidillah. 2013. Diktat Mata Kuliah Teori Linguistik. Yogyakarta : Fakultas Adab dan Ilmu Budaya UIN Sunan Kalijaga. http://www.lokerseni.web.id/2011/09/sinopsis-novel-de-davinci-codekarya.html.
Analisis Makna terhadap Ujaran Karakter Robert Langdon dalam Novel…(Zulfa N)