Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
1
DAMPAK PROGRAM DANA BERGULIR BRR NAD–NIAS MELALUI KOPERASI DAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO TERHADAP PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT PENERIMA MANFAAT DI PROVINSI ACEH
M. Haykal
Abstract: The objective of this research is to identify factors explaining an increase in beneficiaries’ income as an impact of revolving fund program of Badan Rehabilitasi and Rekontruksi (BRR) of Aceh and Nias through micro-finance enterprises and cooperatives in Aceh Province. Data utilized in this study were collected from various sources ranging from direct interview with related respondents and agencies to detailed analysis on financial reports of cooperative and micro-finance enterprises. Descriptive and linear regression method are carried out to quantify the impact of the BRR’s revolving fund on beneficiaries’ income. Besides, the statistical technique is designated as a tool to elaborate how dependent and independent variables interacts one another. The distribution of revolving fund has a positive impact upon beneficiaries’ income. The magnitude of impact of BRR’s revolving fund on beneficiaries’ average income is considerably higher than that before fund distributed. By undertaking a paired test, there existed a 82.09 percent value of correlation. Partial correlation test also showed that positive impact occurred after beneficiaries utilized the fund to support their economic activities. Since the revolving fund has a key role in helping the people to improve their welfare, local government is encouraged to deliver continuously the fund to the poor as a measure to boost their incomes. However, fund receivers must have been equipped with sufficient managerial skills to make use of the fund efficiently and effectively. Keywords: income education, age, and working hours
____________________________________________________________________ M. Haykal, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
2
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
PENDAHULUAN Dampak bencana gempa dan tsunami telah membawa sebagian besar masyarakat Provinsi Aceh (NAD) dan Kepuluan Nias Sumatera Utara kehilangan mata pecaharian. Kondisi ini tidak dapat segera dipulihkan. Demikian juga sarana dan prasarana ekonomi menjadi rusak atau bahkan hilang sama sekali. Dampak terparah dirasakan oleh para nelayan dan sektor perikanan. Oleh karena itu, program bantuan sosial kepada masyarakat pada dasarnya merupakan amanah untuk menanggulangi kondisi dari kenyataan yang disebutkan di atas, sekaligus sesuai dengan amanah “Blue Print” Pembangunan Masyarakat NAD dan Nias, yang harus dilakukan oleh BRR–Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi. Badan ini dibentuk dengan Keppres No 63 Tahun 2005 dan Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2005 yang bertujuan untuk mempercepat pembangunan kembali Aceh dan Nias pasca Gempa Bumi dan Tsunami 26 Desember 2004, dan Gempa 28 Maret 2005 yang melanda Aceh dan Nias. Bidang Ekonomi dan Usaha BRR mempunyai kegiatan dalam bidang pemulihan aset produktif dan microfinance, sistem pendukung usaha dan microfinance, pengembangan usaha rumah tangga dan kelompok usaha, dan kegiatan lainnya dalam mendukung pemulihan ekonomi Aceh dan Nias pasca bencana. Data memperlihatkan bahwa betapa besarnya kerusakan akibat gempa bumi dan tsunami, antara lain 130.000 jiwa meninggal dunia, 37.000 jiwa hilang, 500.000 kehilangan tempat tinggal, sekitar 100.000 usaha kecil dan menengah kehilangan mata pencahariannya, diperkirakan lebih dari USD 2,1 miliar sektor produktif mengalami kerusakan, 5 persen proyeksi penurunan ekonomi Aceh, 20 persen proyeksi penurunan ekonomi di Nias, 32 persen pendapatan perkapita menurun, 5.176 UMKM rusak/hancur, 7.529 warung usaha rusak/hancur, 1.191 restoran rusak/hancur, 25 unit bank umum rusak/hancur, 4 unit BPR rusak/hancur, 20 Lembaga Keuangan Mikro rusak/hancur, dan 195 pasar rusak/hancur (BRR Renstra 2005-2009). Program pemberdayaan ekonomi dan pengembangan usaha telah banyak dilakukan oleh BRR, antara lain melalui Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) dengan sistem dana bantuan (revolving fund) yang disalurkan melalui BRR Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah kepada Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro dalam rangka pemberdayaan usaha kecil dan menengah. Secara umum program dana bantuan bertujuan untuk (1) meningkatkan aktivitas ekonomi pedesaan, (2) meningkatkan volume usaha koperasi dan UKM, (3) meningkatkan penyerapan tenaga kerja, (4) meningkatkan semangat berkoperasi, (5) meningkatkan pendapatan anggota dan (6) membangkitkan etos kerja. Program dana bantuan yang dikembangkan BRR NAD–Nias sampai saat ada beberapa sumber, pada Tahun Anggaran 2005/2006-Luncuran dan 2006 BRR Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah telah membina sebanyak 146 LKM dengan jumlah dana yang telah disalurkan mencapai Rp 124,009,279,000,- miliar yang masing-masing LKM menerima dana berkisar antara Rp 410 juta sampai dengan Rp 2,03 miliar. Dari 146 LKM yang telah dibina sebagian besar bantuan dana bantuan disalurkan kewilayah yang mengalami musibah Tsunami. Program dana bantuan yang diamati dan dibahas dalam tulisan ini adalah program dana bantuan yang bersumber dari BRR NAD–Nias. Program dana bantuan ini diatur dalam beberapa petunjuk teknis yang berkaitan dengan dana bantuan untuk pengembangan usaha koperasi dan lembaga keuangan mikro. Berbagai permasalahan muncul dalam program ini, seperti tidak tepat sasaran penentuan LKM dan koperasi pengelola, penerima
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
3
manfaat, rendahnya kualitas SDM pengelola dana, tidak tersedianya laporan keuangan (sesuai yang diharapkan), bahkan sebagian dari dana tersebut diselewengkan oleh pengurus koperasi. Efektifitas dari program ini sangat diragukan, hal ini dapat dilihat dari sebagian besar dari LKM belum transparan dan akuntabel, dan jeleknya persepsi masyarakat terhadap koperasi (Hasil Evaluasi Dewan Pengawas BRR NAD–Nias tahun 2008). Kenyataan yang didapat tersebut mengundang banyak pertanyaan diantaranya kemungkinan program tersebut kurang tepat sasaran, atau tidak adanya kelanjutan dari program tersebut. Oleh karena itu penelitian ini difokuskan pada Dampak Program Dana bantuan BRR NAD–Nias Melalui Koperasi dan Lembaga Keuangan Mikro Terhadap Peningkatan Pendapatan Masyarakat Penerima Manfaat di Provinsi Aceh Darussalam.
TINJAUAN PUSTAKA Pendapatan Data mengenai pendapatan yang diperoleh rumahtangga sangat sulit diperoleh, sehingga biasanya data pendapatan didekati melalui data pengeluaran rumahtangga. Suatu rumahtangga yang pengeluaran per kapitanya di bawah garis kemiskinan maka dikatagorikan miskin (berpendapatan rendah). Penentuan yang digunakan BPS ini berdasarkan pada standar kecukupan pangan setara 2100 kilo kalori per kapita per hari (Widya Karya Pangan dan Gizi, 1978), ditambah dengan kebutuhan minimum bukan makanan (nonmakanan). Komponen kebutuhan nonmakanan antara lain kebutuhan perumahan (sewa rumah, pemeliharaan rumah, bahan bakar, penerangan, air, fasilitas jamban, perlengkapan mandi), sandang (pakaian dan alas kaki), pendidikan (seperti iuran SPP dan BP3, buku pelajaran, alat tulis), kesehatan (berobat sendiri, berobat ke Puskesmas, berobat ke dokter/mantri kesehatan), transportasi/ongkos angkutan, rekreasi, kasur, bantal, sapu, pisau, kompor, periuk, pajak bumi bangunan, dan kebutuhan dasar nonmakanan lainnya (BPS:2000). Tingkat Pendidikan Data yang ada membuktikan bahwa pendidikan memang memiliki pengaruh yang positif terhadap promosi pertumbuhan ekonomi. Tersedianya tenaga kerja terampil dan terdidik sebagai syarat penting berlangsungnya pembangunan ekonomi secara berkesinambungan tidak perlu diragukan lagi. Adanya korelasi positif antara tingkat pendidikan seseorang dengan pendapatan yang diperolehnya seumur hidup. Mereka yang berpendidikan sekolah menengah keatas mempunyai penghasilan 300-800 persen lebih tinggi daripada pekerja yang hanya berpendidikan sekolah dasar atau dibawahnya (Todaro dan Smith, 2003:458). Jam Kerja Berdasarkan Konsep Ketenagakerjaan (The Labour Force Concept) ILO seseorang dapat digolongkan sebagai pekerja penuh atau setengah penganggur berdasarkan jam kerjanya. Mereka yang bekerja 35 jam per minggu keatas digolongkan sebagai pekerja penuh, sedangkan yang bekerja kurang dari 35 jam seminggu dikatagorikan sebagai setengah penganggur (BPS, 2004).
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
4
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Usia Pekerja Penelitian Arya dan Antara (1993) menyatakan bahwa usia berpengaruh terhadap produktivitas tenaga kerja dan dalam batas-batas tertentu, semakin bertambah usia seseorang, semakin produktif tenaga kerja yang dimiliki (dalam Diliana, 2005).Lebih lanjut Becker (1993) menguraikan bahwa produktivitas marjinal dari mereka yang menerima tambahan pendidikan (pelatihan kerja, sekolah, dan tambahan pengetahuan lainnya) juga tergantung pada faktor usia. Tingkat pendapatan akan lebih banyak meningkat pada golongan usia muda daripada usia tua. Selama masa pelatihan pendapatan yang diterima akan lebih rendah daripada marjinal produk dan sesudah masa pelatihan. Hipotesis Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan dan hasil penelitian sebelumnya dapat diajukan hipotesis pada penelitian ini adalah : 1. Program dana bantuan BRR NAD – Nias berdampak positif dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat di Provinsi Aceh. 2. Faktor–faktor pendidikan, jam kerja, umur dapat menjelaskan peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat sebelum program. Jumlah dana, jam kerja, pendidikan, jumlah dana bantuan, umur dan menerima dana dari sumber lain selain BRR dapat menjelaskan pendapatan penerima manfaat setelah program dana bantuan BRR NAD–Nias di Provinsi Aceh.
METODE PENELITIAN Ruang Lingkup Penelitian Lokasi penelitian dilakukan di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dengan memilih sebanyak 11 kabupaten dari 23 kabupaten yang mendapat bantuan progaram dana bantuan. Penelitian ini dilakukan pada koperasi dan LKM binaan BRR NAD-Nias tahun anggaran 2005 dan 2006 di 11 Kabupaten/Kota dalam wilayah NAD. Teknik Penarikan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah masyarakat penerima program bantuan dana bantuan BRR NAD - Nias Tahun Anggaran 2005 dan Tahun Anggaran 2006. Teknik pengambilan sampel dilakukan dengan cara two stage cluster random sampling, yaitu pengambilan sampel yang dilakukan secara bertahap berdasarkan wilayah yang menjadi objek penelitian ini. Sesuai dengan masalah yang ingin dibahas dan mengingat keterbatasan waktu, tenaga dan biaya, maka pemilihan responden untuk menjadi responden dari populasi yang ada ditentukan secara two stage cluster random sampling. Nazir (2003: 315) mengemukakan bahwa dalam two cluster random sampling tidak semua unit elimenter dalam Primary Sampling Unit (PSU) digunakan. Akan tetapi ditarik lagi sample dari tiaptiap PSU dengan sampling fraction yang berimbang dengan jumlah anggota atau unit elimenter dalam tiap PSU. Pengambilan sampel dengan metode ini dianggap cukup untuk mewakili populasi yang akan diteliti.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
5
Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data Primer diperoleh dari wawancara dengan penerima manfaat. Sedangkan data sekunder diperoleh melalui laporan keuangan koperasi/LKM, data pendukung lainnya dari BRR Satker Koperasi dan Usaha Kecil Menengah dan Laporan Dewan Pengawas BRR NADNias. Model Analisis Dalam menganalisa dampak Program Dana bantuan BRR NAD–Nias melalui Koperasi dan LKM data yang telah terkumpul, terlebih dahulu ditabulasi dan kemudian diolah dengan menggunakan rumusan secara deskriptif melalui analisa cross tab, uji beda dua rata-rata dan uji statistik secara parsial melalui linear by linerar association dan pearson’s R. Sementara untuk mengetahui besarnya kemampuan variabel bebas dalam menjelaskan pendapatan usaha kepala keluarga penerima manfaat sebagai variabel dependen (Y) dihitung dengan model regresi linear berganda, yaitu sebagai berikut : Yi = f (dana bantuan, jamkerja, dik, FB, umur, dummy) Ln Yi = β0+β1 Lndana + β2 Lnjamkerja + β3 Lndik + β4 LnFB + β5 Lnumur +β6Lndummy+ εi Dimana : Y dana jamkerja dik FB umur Dummy
: Pendapatan usaha KK Penerima Manfaat sebelum dan sesudah (Rp.) : jumlah dana bantuan yang diterima terakhir (Rp) : Jam Kerja (jam) : Lama Pendidikan Penerima Manfaat (tahun) : Frekuensi dana bantuan diterima (kali) : Umur Penerima Manfaat (tahun) : Variabel dummy yang menerima dana bantuan lainnya (NGO, Pemda, dll = 1 ; tidak menerima bantuan lainnya = 0) β0 : Konstanta β1, β2, β3 …. β n. : Koefisien regresi εi : Faktor pengganggu (Error term). Yi : 1,2,3 1 = Pendapatan KK sebelum program 2 = Pendapatan KK sesudah program 3 = Pendapatan sesudah dikurangi pendapatan sebelum program
Definisi Operasional Variabel Adapun variabel yang digunakan sebagai bahan analisis dalam penelitian ini diartikan sebagai berikut: 1. Program Dana bantuan adalah bantuan penguatan masyarakat ekonomi lemah dalam bentuk uang atau barang yang disalurkan melalui koperasi/LKM kepada masyarakat untuk peningkatan pendapatan masyarakat desa terutama masyarakat miskin, dengan sumber dana dari BRR NAD–Nias, yang diukur dengan satuan rupiah.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
6
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
2. Frekuensi Dana bantuan Diterima adalah banyaknya dana tersebut mampu di gulirkan kepada masyarakat penerima manfaat, yang diukur dengan frekuensi penerimaan. 3. Umur Penerima Manfaat adalah usia penerima maanfaat pada saat menerima dana bantuan untuk menjalankan kegiatan ekonomi keluarga, yang diukur dalam tahunan. 4. Pendapatan usaha kepala keluarga adalah besarnya penghasilan yang diterima oleh kepala kelaurga dari usaha utama yang mereka kerjakan dan usaha ini pernah diberikan modal usaha oleh BRR NAD–Nias melalui lembaga keuangan mikro atau koperasi, yang diukur dalam satuan rupiah. 5. Jam Kerja adalah jumlah waktu yang dialokasikan untuk melakukan kegiatan ekonomi produktif, dalam hal ini adalah waktu yang dihabiskan untuk mengelola usaha yang pernah mendapatkan modal usaha dari BRR NAD–Nias melalui LKM/koperasi, yang diukur dalam satuan jam. 6. Lama pendidikan penerima manfaat adalah jenjang pendidikan yang ditempuh oleh penerima manfaat sebelum menerima dana bantuan BRR NAD–Nias, yang diukur dalam tahunan. 7. Frekuensi penerimaan dana bantuan dari BRR NAD–Nias adalah banyaknya kucuran dana bantuan yang diterima oleh koperasi/LKM setiap tahunnya, yang diukur dalam satuan. 8. Perkembangan Penerima Manfaat adalah selisih penerima manfaat sebelum dengan setelah penerimaan dana bantuan. 9. Pendapatan Selisih adalah Pendapatan setelah program dikurangi dengan pendapatan sebelum program yang diukur dalam satuan rupiah. 10. Menerima Bantuan Lainnya (Dummy) adalah bantuan yang diterima selain dari BRR NAD–Nias baik dari NGO maupun dari pemerintah.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Pendapatan Rata-rata pendapatan usaha penerima manfaat (laki-laki dan perempuan) sebelum menerima bantuan adalah Rp 2.275.863. Diantara mereka ada yang berpendapatan hanya Rp 200.000, sebaliknya disisi lain ada pula yang berpenghasilan hingga Rp 20 juta. Jika dikelompokkan menurut jenis kelamin, pendapatan usaha penerima manfaat pada kelompok perempuan rata-rata sebesar Rp 1.829.592 per bulan. Sedangkan kelompok laki-laki memperoleh pendapatan lebih besar, yaitu Rp 2.459.622. Setelah penerima manfaat memperoleh bantuan BRR NAD-Nias yang jumlahnya bervariasi, pada umumnya mereka memperoleh pendapatan yang lebih banyak sekitar Rp 625.000. Pendapatan penerima manfaat kelompok perempuan rata-rata meningkat menjadi Rp 2.466.327 dan kelompok laki-laki menjadi Rp 3.086.134. Pendapatan penerima manfaat pada umumnya meningkat setelah menerima bantuan. Peningkatan pendapatan terjadi pada penerima manfaat kelompok umur 60 tahun keatas. Kemudian pada kelompok umur setingkat di bawahnya (meningkat Rp 800 ribu), dan berturut-turut hingga kelompok umur 30-39 tahun (naik Rp 162 ribu).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
7
Tabel 1: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah Menerima Bantuan BRR Menurut Kelompok Umur kelompok Jenis kelamin Total Periode umur Laki-laki Perempuan < 30 sebelum 1.613.333 362.500 1.350.000 sesudah 793.333 462.500 723.684 30-39 sebelum 1.153.276 1.150.000 1.152.317 sesudah 1.319.655 1.300.000 1.313.902 40-49 sebelum 1.815.957 1.710.000 1.784.328 sesudah 2.240.000 2.150.500 2.213.284 50-59 sebelum 2.730.769 2.460.000 2.613.043 sesudah 3.653.846 3.099.000 3.412.609 >= 60 sebelum 7.613.333 5.200.000 7.211.111 sesudah 9.766.667 7.500.000 9.388.889 sebelum 2.459.622 1.829.592 2.275.863 Total sesudah 2.936.555 2.325.510 2.758.333 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Jam Kerja Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat perempuan, masing-masing tercatat 8,22 jam dan 7,88 jam per hari. Hal ini terjadi bisa terjadi akibat peran ganda perempuan, yaitu disamping bekerja mencari pendapatan di luar rumah, ia juga harus melakukan kegiatan wilayah domestik untuk mengurus keluarganya. Lama Pendidikan Penerima Manfaat Lama pendidikan penerima manfaat rata-rata 9,49 tahun, berarti mereka telah lulus sekolah lanjutan tingkat pertama (SMP) atau telah lulus pendidikan dasar 9 tahun. Antara laki-laki dan perempuan hampir sama masing-masing 9,38 tahun dan 9,76 tahun. Jika seorang penerima manfaat hanya menamatkan sekolah dasar, rata-rata pendapatan yang ia peroleh setelah menerima bantuan sebesar Rp 2,057 juta. Jika ia menamatkan SMA, pendapatan yang diperoleh sebesar Rp 3,2 juta. Andaikan ia menamatkan pendidikan hingga perguruan tinggi, ia dapat menghasilkan pendapatan Rp 5,2 juta setelah menerima program bantuan.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
8
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Tabel 2: Rata-rata Pendapatan Usaha Penerima Manfaat Sebelum dan Sesudah Menerima Bantuan BRR Menurut Tingkat Pendidikan Pendapatan Rata-Rata Pendidikan Total Sebelum Sesudah Laki-Laki Perempuan Laki-Laki Perempuan SD 2.079.865 845.000 2.270.270 1.270.000 1.616.284 SMP 1.976.857 1.405.000 2.505.714 1.802.500 1.922.518 SMA 2.244.643 2.080.000 3.244.643 3.080.000 2.662.322 Sarjana 4.405.263 3.588.889 5.510.526 4.588.889 4.523.392 Total 2.676.657 1.979.722 3.382.788 2.685.347 2.681.129 Sumber: Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Analisis Regresi Jika dilihat dari nilai koefisien determinasi, maka sekitar 74,7 persen variasi dari pendapatan penerima manfaat sesudah mendapatkan bantuan dapat dijelaskan oleh model ini. Sedangkan sekitar 25 persen lainnya dipengaruhi oleh variabel lain. Jika dilihat secara parsial setiap variabel bebas, hasil pengujian menunjukkan bahwa setiap variabel yang diduga mempengaruhi pendapatan penerima manfaat setelah memperoleh bantuan. Semua variabel tersebut dengan nyata mampu menjelaskan terhadap pendapatan penerima manfaat (Tabel 4.2). Variabel jumlah dana yang diterima misalnya, variabel ini paling besar pengaruhnya terhadap pendapatan sesudah menerima bantuan. Hal ini juga diperkuat oleh uji hubungan dan kekuatan hubungan itu. Lebih jauh secara teoritis, jika modal yang digunakan besar, semakin besar pula omset dan keuntungan yang diperoleh. Pada bahasan sebelumnya diketahui bahwa model regresi tersebut signifikan, pengujian dilanjutkan dengan uji masing-masing parameter dengan menggunakan statistik uji Wald yang mengikuti sebaran χ2(0,05;1), atau pada bagian coefficients dalam regresi. Nilai t hitung dapat dilihat pada kolom nilai t (Tabel 4.12 di bawah ini dan signifikansinya pada kolom Sig.). Jika suatu variabel mempunyai nilai Sig.<0,05, berarti dapat disimpulkan bahwa variabel tersebut mempengaruhi pendapatan. Penghitungan yang menghasilkan nilai t besar akan menunjukkan bahwa variabel tersebut sangat signifikan mempengaruhi pendapatan. Nilai statistik uji Wald berlawanan dengan nilai signifikansinya (Sig.), semakin besar nilai semakin kecil nilai Sig. dan artinya semakin signifikan mempengaruhi pendapatan. Pada model pendapatan penerima manfaat sebelum menerima bantuan, semua variabel bebas, kecuali variabel dummy secara signifikan mempengaruhi pendapatan. Berturut-turut variabel pendidikan mempunyai signifikansi paling kuat, diikuti variabel jam kerja, dan umur. Namun demikian ternyata variabel jam kerja mempunyai pengaruh sedikit lebih besar daripada variabel pendidikan. Ini terlihat dari nilai β yang tercatat 0,352 sedangkan β pendidikan 0,351.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
9
Tabel 3: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sebelum Menerima Bantuan Unstandardized Standardized Coefficients Variable Coefficients t Sig. Std. Beta β Error (Constant) 7.447 0.644 11.558 0.000 Lndik 0.677 0.133 0.351 5.092 0.000 lnjamkerja 1.393 0.294 0.352 4.740 0.000 Lnumur 0.658 0.253 0.200 2.598 0.010 Dummy 0.020 0.082 0.011 0.239 0.811 2 R = 814 R = 0,656 F = 107,243 A Dependent Variabel: lnYseb Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Parameter β pada model pendapatan penerima manfaat sesudah menerima bantuan untuk semua variabel signifikan termasuk dummy variable/penerimaan bantuan dari pihak lain. Pada model ini ternyata variabel jumlah dana bantuan yang diterima penerima manfaat mempunyai pengaruh paling besar dan paling kuat dibandingkan dengan variabel lainnya. Dengan β=0,329 menunjukkan bahwa pendapatan akan naik 33 persen dari peningkatan jumlah dana bantuan. Variabel berikut ini adalah jam kerja, pendidikan, umur, frekuensi bantuan, serta variabel penerimaan bantuan dari pihak lain yang merupakan variabel dummy. Tabel 4: Hasil Regresi Parsial Model Pendapatan Penerima Manfaat Sesudah Menerima Bantuan Unstandardized Standardized Coefficients Model Coefficients t Sig. Beta Std. Error β (Constant) 5.741 0.742 7.738 0.000 lndanaX 0.317 0.060 0.329 5.241 0.000 lnjamkerja 0.708 0.204 0.226 3.471 0.001 Lndik 0.340 0.095 0.223 3.566 0.000 lnFB 0.383 0.145 0.126 2.645 0.009 Dummy -0.181 0.056 -0.132 -3.247 0.001 Lnumur 0.535 0.179 0.206 2.986 0.003 R = 0,870 R2 = 0,747 F = 82,859 Dependent Variabel: A lnYsdh Sumber : Data Primer Hasil Penelitian (diolah) Pengujian Asumsi Regresi Multikolinearitas adalah hubungan yang sempurna antara beberapa atau semua variabel bebas (X) dalam model regresi yang digunakan. Jika terjadi multikolinearitas yang
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
10
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
serius di dalam model maka pengaruh masing-masing variabel bebas (X) terhadap variabel tidak bebas (Y) tidak dapat dipisahkan, sehingga estimasi yang diperoleh akan menyimpang (bias). Adapun cara untuk melihat ada atau tidaknya multikolinearitas dalam model adalah dengan cara membandingkan nilai koefisien korelasi antara sesama variabel-variabel bebas (r) dengan nilai koefisien korelasi antara variabel bebas dengan variabel tidak bebas (R). Apabila nilai R memiliki nilai yang lebih kecil dari nilai r maka dengan tegas dapat disimpulkan bahwa multikolinearitas yang terdapat dalam model dinyatakan sebagai masalah yang serius, tetapi apabila R memiliki nilai yang lebih besar dari nilai r maka dengan tegas dapat disimpulkan bahwa multikolinearitas tidak terdapat dalam model. Dari hasil regresi dapat dijelaskan bahwa r parsial baik sebelum maupun sesudah program dana bantuan sesama masing-masing variabel bebasnya ternyata lebih kecil dibandingkan dengan R (0,814: sebelum program), R (0,870: setelah program). Begitu juga halnya untuk model selisih dimana nilai R lebih besar dari r dimana nilai R mencapai 0,617 pada estimasi model regresi yang diperoleh. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat hubungan sempurna antar variabel bebas (multikolinearitas) pada ketiga model yang digunakan dalam penelitian ini. Hasil uji gejala multikolinearitas terhadap modal selisih juga memperlihatkan terbebas model ini terbebas dari gejala multikolinearitas karena r lebih kecil bila dibandingkan dengan nilai R. Asumsi heteroskedastisitas berkaitan dengan varian variabel pengganggu, yaitu menguji kekonstanan varian variabel pengganggu. Evaluasi terhadap keberadaan heteroskedastisitas dilakukan melalui analisis pada gambar scatterplot. Dari ketiga gambar (lampiran 3), terlihat bahwa sebelum, sesudah dan model selisih sesudah dengan sebelum dana bantuan scatterplot tidak berpola, sehingga disimpulkan tidak terjadi heteroskedastisitas pada model. Pengujian model regresi terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Uji Durbin-Watson (D-W test). Untuk autokorelasi, Disturbance terms atau variabel pengganggu yang terbentuk dalam model diasumsikan tidak mempunyai hubungan serial yang tinggi atau berbahaya, tingginya hubungan ini dievaluasi melalui koefesien Durbin Watson (DW) yang dihasilkan oleh model, bila besarnya berada diantara dU dan 4-dU dinyatakan tidak terjadi pelanggaran autokorelasi. Berdasarkan hasil regresi diperoleh besarnya koefesien DW masing-masing adalah 1,886 (model sebelum program), 1,917 (model setelah program) dan 1,799 (model selisih setelah dikurangi sebelum). Pada gambar dibawah ditunjukan koefesien tersebut berada di daerah tidak terjadi autokorelasi atau tidak terjadi pelanggaran. Sedangkan untuk mengevaluasi hubungan antar variabel bebas, bila diketahui memiliki hubungan kuat dinyatakan terjadi multikolinieritas. Kuatnya hubungan tersebut dilihat dari nilai koefesien Variance Inflation Factor (VIF), hasil pengujian menemukan nilai VIF masing-masing variabel bebas untuk model sebelum program berkisar antara sebesar 1,065 sampai dengan 2,830, untuk nilai VIF setelah program dari yang terendah sampai yang tertinggi adalah 1,086 sampai dengan 3,122 dan untuk model selisih nilai VIF berkisar antara 1,043 sampai dengan 1,789. Karena masing-masing variabel bebas VIFnya tidak lebih dari 10 maka dapat dikatakan tidak terjadi pelanggaran multikolinieritas, dengan kata lain model regresi linier berganda terbebas dari asumsi klasik dan dapat digunakan dalam model.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
11
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Penerima manfaat laki-laki umumnya bekerja lebih lama daripada penerima manfaat perempuan. Pendapatan responden lebih tinggi setelah menerima program dana bantuan dibandingkan dengan sebelum menerima dana bantuan walaupun penggunaan jam kerjanya sama. 2. Hasil survei menunjukkan bahwa lamanya pendidikan mempunyai pengaruh pada pendapatan yang diperoleh. Sesudah responden menerima bantuan, pendapatan yang diperoleh lebih besar dari sebelumnya. Semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang penerima manfaat, pendapatan yang diperoleh semakin besar. 3. Besarnya pengaruh dana bantuan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat dapat dilihat dari tingkat pendapatan rata-rata responden setelah program lebih besar dibandingkan sebelum program dana bantuan dijalankan, nilai uji statistik linear by linear association jauh lebih besar setelah program dibandingkan sebelum program dan nilai uji beda dua rata-rata yang membuktikan bahwa adanya dampak yang singnifikan antara pendapatan sebelum dengan sesudah program dengan nilai Thitung lebih besar dari Ttabel dengan korelasi mencapai 82,09 persen. 4. Pengujian parameter menggunakan statistik uji Wald/nilai t hitung menunjukkan bahwa program dana bantuan BRR NAD–Nias berpengaruh nyata dan signifikan terhadap peningkatan pendapatan masyarakat penerima manfaat, kecuali variabel dummy yang tidak signifikan. Saran Berdasarkan kesimpulan diatas, maka dapat disarankan kebijakan yang perlu dilakukan sebagai berikut: 1. Diharapkan kepada pemerintah daerah melalui instansi terkait agar meningkatkan kegiatannya dalam upaya mencerdaskan masyarakat terutama di sektor pendidikan dan pelatihan. Khusus untuk masyarakat dengan latar belakang ekonomi lemah ini diperlukan perhatian khusus dengan membina secara bertahap dan berkelanjutan dalam bentuk pendampingan, pelatihan manajemen/perencanaan termasuk teknik pembukuan/akuntansi sederhana untuk memastikan mereka dapat melakukan kegiatan ekonomi secara optimal. 2. Diharapkan kepada lembaga keuangan mikro untuk dapat meningkatkan pelayanan secara prima kepada masyarakat melalui perbaikan mekanisme administrif yang cepat, tepat dan efektif dengan tidak mengabaikan prinsip kehati-hatian agar tidak terjebak dalam kridit macet pasca penyaluran dana. 3. Diharapkan kepada dinas terkait dan koperasi/LKM untuk memperbaiki moral hazard, khusus untuk masyarakat penerima manfaat supaya memanfaatkan dana bantuan BRR NAD–Nias dalam bentuk modal usaha secara benar dan bertanggung jawab agar dana tersebut terus bergulir ditengah-tengah masyarakat dalam upaya peningkatan pendapatan masyarakat Aceh. 4. Diharapkan kepada koperasi/LKM untuk menjalin kerjasama baik dengan bank umum maupun LKM lainnya yang telah berpengalaman dan berhasil dalam pengelolaan dana bantuan. Bentuk kerjasama diutamakan dalam hal magang staff dan bidang lainnya
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
12
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
dalam upaya meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia Lembaga Keuangan Mikro pengelola dana bantuan BRR NAD – Nias.
DAFTAR PUSTAKA Agresti, Alan. 1990. Catagorical Data Analysis. Canada: John Wiley & Sons. Ananta, Aris. 1988. Ekonomi Sumber Daya Manusia. Jakarta: Lembaga Demografi Universitas Indonesia. Angkat, Marine Sohadi. 2004. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pengeluaran Makanan di Provinsi Sumatera Utara Tahun 2003. (Tesis). Banda Aceh: Universitas Syiah Kuala. Ackley, Gardener. 1986. Teori Ekonomi Makro. Terjemahan Paul Sihotang. Jakarta: Yayasan Penerbit Universitas Indonesia. Akhirmen. 1993. Pengaruh Karakteristik Terhadap Pendapatan Pedagang Kecil Sektor Informal di Pasar Raya Kotamadya Padang (Laporan Penelitian). Padang: Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Padang. Badan Pusat Statistik (BPS). 2004. Metodologi dan Profil Kemiskinan 2004. Jakarta: BPS. _______. 2004. Aceh Dalam Angka 2004. Banda Aceh: BAPPEDA dan BPS Provinsi NAD. _______. 2004. Data dan Informasi Kemiskinan Tahun 2004. Jakarta: BPS. _______. 2005. Press Release: Rumahtangga Penerima Kompensasi BBM. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. _______. 2005. Produk Domestik Regional Bruto Menurut Lapangan Usaha Tahun 20002004. Banda Aceh: BPS Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. _______. 2005. 60 Tahun Indonesia Merdeka. Jakarta: BPS. _______. 2005. Penduduk dan Kependudukan Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Hasil SPAN 2005. Jakarta: BPS. Becker, G.S. 1993. Human Capital A Theoretical and Empirical Analysis with Special Reference to Education. Chicago: The University of Chicago Press. DeWeever, Avis Jones. 2002. Marriage Promotion and Low-Income Communities: An Examination of Real Needs and Real Solutions. The Institute for Women’s Policy Research (IWPR). http://www.iwpr.org Diliana, Fransiska Bonita. 2005. Perbandingan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pendapatan Rumah Tangga di Kabupaten Klaten dan Kabupaten Magelang Tahun 2003. Jakarta: STIS. Djojohadikusumo, Sumitro. 1994. Perkembangan Pemikiran Ekonomi, Dasar Teori Pertumbuhan dan Ekonomi Pembangunan. Yogyakarta: LP3ES. Dornbush, R. dan S. Fisher. 1984. Ekonomi Makro. Terjemahan. Jakarta: Erlangga. Fein, David J. 2004. Married and Poor: Basic Characteristics of Economically Disadvantaged Couples in the U.S. Abt Associates. Virginia: MDRC. Fisher, Gordon M. 1994. From Hunter to Orshansky: An Overview of (Unofficial) Poverty Lines in the United States from 1904 to 1965. Washington D.C.: Census Bureau's Poverty Measurement. Friendly. M. 1995. Catagorical Data, Part 6: Logistic Regression.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
13
Harun, Tommy. 1997. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Tingkat Pendapatan Pekerja: Kasus Pekerja Migran di Indonesia (Analisis Data Sakerti 1993. (Tesis). Jakarta: Program Pasca Sarjana Universitas Indonesia. Howell, David C. 2001. Advance Statistical Method. Johnston, Richard A. and Dean W. Wichern. 1992. Applied Multivariate Statistical Analysis. New Jersey: Prentice Hall, Englewood Cliffs. Lanjouw, Jean Olson. 1995. Demystifying Poverty Lines. Mankiw, Gregory. 2002. Pengantar Ekonomi. Jakarta: Erlangga. Michaud, Pierre-Carl and Arthur van Soest. 2004. Health and Wealth of Elderly Couples: Causality Tests Using Dynamic Panel Data Models. Bonn: Tilburg University and IZA (The Institute of the Study of Labor) Bonn. Mukhyi, Mohammad A. 2002. Analisis Faktor Penentu Tingkat Gaji di Jakarta. Jurnal Ilmiah Ekonomi dan Bisnis 3. No. 7: 108-111. Nachrowi, Nachrowi Djalal dan Hardius Usman. 2002. Penggunaan Teknik Ekonometri. Jakarta: Raja Grafindo Perkasa. Neter, John, William Waserman, Michael H. Kutner. 1985. Applied Linear Regression Model. Boston: Irwin Richard D. Inc. Santoso, Singgih. 2001. SPSS versi 10: Mengolah Data Statistik Secara Profesional. Jakarta: Elex Media Komputindo. Simon, Steve. 2005. Using SPSS to Develop a Logistic Regression Model. Children’s Mercy. Subramanian dan Kawachi. 2004. Income Inequality and Health: What Have We Learned So Far? The Department of Society, Human Development, and Health, Harvard School of Public Health, Boston, MA. Tjiptoherijanto, Prijono dan Soesetyo. 1996. Sumber Daya Manusia Dalam Pembangunan Nasional. Jakarta: Lembaga Penerbit FE UI. Todaro, Michael P, Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. (Jilid 1 dan 2, Terjemahan Haris Munandar). Jakarta: Erlangga. Winkelried, Diego. 2005. Income Distribution and the Size of Informal Sector. Cambridge: St. John’s College and University of Cambridge. World Bank Institute. 2002. Dasar-dasar Analisis Kemiskinan. (Terjemahan Ali Said dan Aryago Mulia). Jakarta: Institut Bank Dunia. Wuensch, Karl L. 2004. Binary Logistic Regression with SPSS. http://www2.gasou.edu/edufound.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
14
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
THE INFLUENCE OF ORGANIZATIONAL CULTURE ON EPEROLEHAN DESIGN
Nor Hadza binti Nor Yadzid
Abstract: To cultivate a knowledge-rich society in Malaysia and take the country into the Information Age, the Malaysian Government embarked upon the Multimedia Super Corridor (MSC) initiative in 1996 and Malaysian government has initiated Electronic Government with a primary aim of to create a virtually paperless administration, with an eye towards the widespread use of electronic and multimedia networks in the Government. The electronic procurement system, better known as ePerolehan or eProcument by Malaysian government is a focus of this study to represent one of MIS used by the government. ePerolehan streamlines government procurement activities that hopes to improves the quality of service it provides. ePerolehan converts traditional manual procurement processes in the Government to electronic procurement on the Internet. Close co-operation with the users lead to good systems analysis and design allowing software developers to gain an understanding of the user requirements. However an organizational culture that bounding an organization and in this case the Malaysian government might also have an implication in understanding the users requirement and thus the designing of the required system. Therefore the objective of this study is to describe the relationship between organizational culture of Malaysian government agencies and the design of ePerolehan system in order for the system to run successfully in meeting its objectives and at the same time are able to meet the needs of all users. KeyWords: management information system, electronic procurement, organizational culture, culture dimension
____________________________________________________________________ Nor Hadza binti Nor Yadzid, Master of Accountancy Graduate School of Business, National University of Malaysia, Malaysia
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
15
INTRODUCTION Technology has created new information alternatives that may influence the way information system users make decisions. Accounting information systems (AIS) provide input for decision making. Technology has availed many new information alternatives such as a presentation features that could change the way decisions are made. An access to a database of basic transaction information makes it possible to acquire detailed accounting data and aggregate it differently for each decision situation. A good system can provide flexible, interactive user interfaces that immediately respond to a myriad of information requests. Management information system (MIS) is part of AIS and it is a subset of the overall internal controls of a business covering the application of people, documents, technologies, and procedures by management accountants to solve business problems such as costing a product, service or a business-wide strategy. Management information systems are distinct from regular information systems in that they are used to analyze other information systems applied in accounting and operational activities in the organization to support of human decision making. By referring to Malaysian perspective, in order to cultivate a knowledge-rich society in Malaysia and take the country into the Information Age, the Malaysian Government embarked upon the Multimedia Super Corridor (MSC) initiative in 1996 and set up the Multimedia Development Corporation (MDC) to oversee its development. The MDC aims to be a "one-stop super shop" focused on publicizing the advantages of the MSC worldwide, regulating laws and policies related to the development of the MSC, and overseeing the overall development of the MSC infrastructure. The MSC comprises seven flagship applications, designed to facilitate the development of the country towards becoming a key player in the Information Age. The Current waves of E-Government are rising through public organizations and public administration across the world. More and more governments are using ICT especially Internet or web-based network, to provide services between government agencies and citizens, businesses, employees and other non-governmental agencies (Zaharah, 2007; Ndou, 2004; Donnelly & McGruirk, 2003; Fang, 2002). The Malaysian government has envisioned a technologically advanced society and implicitly, a technologically enabled government through its Vision 2020 (Hazman et al.., 2006; Maniam, 2005). The move towards a digital government is progressing slowly along the government-to-government (G2G) route and also along the government-to-citizen (G2C) and government-to-business (G2B) path. Malaysian government has initiated Electronic Government with a primary aim of to create a virtually paperless administration, with an eye towards the widespread use of electronic and multimedia networks in the Government. Programmes under this initiative include Project Monitoring System, Human Resource Management Information System, Generic Office Environment, Electronic Procurement, E-Services, E-Government and ESyariah. Electronic and multimedia infrastructure will eventually encompass all levels of government, and it doing so, information flows and processes related to government affairs will be made faster and more efficient. The electronic procurement system, better known as ePerolehan by Malaysian government is a focus of this study to represent one of MIS in Malaysia. ePerolehan streamlines government procurement activities that hopes to improves the quality of service
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
16
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
it provides. ePerolehan converts traditional manual procurement processes in the Government to electronic procurement on the Internet. Through ePerolehan suppliers may present their products on the World Wide Web, receive, manage and process purchase orders and receive payment from government agencies via the Internet. The supplier's product catalogue is converted into the form of an electronic catalogue or eCatalogue, which can be viewed from any desktop with a web browser. Besides that, supplier is able to submit quotations, obtain tender document, submit tender bid and also to register or renew their registration with the Ministry of Finance through the internet via ePerolehan. Suppliers are also able to submit application, check application status and pay registration fees easily through ePerolehan. With a high competition in the private and public sector, organizations are demanded to provide a greater efficiency, quality and more flexibility of services. This condition imposes additional demands on the organization’s information processing capabilities. In trying to achieve these strategic objectives, organizations adopt more sophisticated and comprehensive management information systems (MISs) (Choe, 1996; Ghorab, 1997). These provide top managers with a comprehensive and broad range of information about multiple dimensions of the firm’s operations (Choe, 1996, 2004), facilitating decision-making and performance achievement (Kaplan & Norton, 1996; Kim & Lee, 1986). Government as an organizations would have different organizational culture that will affect the designing of ePerolehan that later will help them to achieve their strategic performance successfully. Malaysian government has developed its own MIS and by developing a tailor made information system, it is belief may increase the functionalities to meet specific user requirements. The success of a tailor made MIS depends very much on the co-operation between the users and the developers. Close co-operation with the users lead to good systems analysis and design allowing software developers to gain an understanding of the user requirements. However an organizational culture that bounding an organization and in this case the Malaysian government might also have an implication in understanding the users requirement and thus the designing of the required system. Culture refers to an organization's values, beliefs, and behaviors. In general, it is concerned with beliefs and values on the basis of which people interpret experiences and behave, individually and in groups. Firms with strong cultures achieve higher results because employees sustain focus on the way of doing things. Culture is shaped by corporate vision, shared values, beliefs, assumptions, past experience, learning, leadership and communication. Organizational culture on the other hand is an idea in the field of organizational studies and management which describes the psychology, attitudes, experiences, beliefs and values (personal and cultural values) of an organization. It has been defined as "the specific collection of values and norms that are shared by people and groups in an organization and that control the way they interact with each other and with stakeholders outside the organization. This definition continues to explain organizational values also known as beliefs and ideas about what kinds of goals members of an organization should pursue and ideas about the appropriate kinds or standards of behavior organizational members should use to achieve these goals. From organizational values develop organizational norms, guidelines or expectations that prescribe appropriate kinds of behavior by employees in
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
17
particular situations and control the behavior of organizational members towards one another. Organizational culture is also commonly held in the mind framework of organizational members. This framework contains basic assumptions and values. These basic assumptions and values are taught to new members as the way to perceive, think, feel, behave, and expect others to behave in the organization. Edgar Schein (1999) says that organizational culture is developed over time as people in the organization learn to deal successfully with problems of external adaptation and internal integration. It becomes the common language and the common background. So culture arises out of what has been successful for the organization. Culture starts with leadership, is reinforced with the accumulated learning of the organizational members, and is a powerful (albeit often implicit) set of forces that determine human behavior. An organization’s culture goes deeper than the words used in its mission statement. Culture is the web of tacit understandings, boundaries, common language, and shared expectations maintained over time by the members. These have arises to a questions of: • Is there any relationship between organizational culture with the design of ePerolehan? • Does organizational culture of Malaysian government agencies would have an influence of on the design of it ePerolehan? • What are the areas of organizational culture that have an influence on ePerolehan design? Therefore the objective of this study is to describe the relationship between organizational culture of Malaysian government agencies and the design of ePerolehan in order for the system to run successfully in meeting its objectives and at the same time are able to meet the needs of all users namely government agencies and suppliers.
LITERATURE REVIEW Management Information System and Culture Adapting an organization’s management systems, structure, and culture to rapidly changing requirements of the external environment is becoming more and more critical for organizations bound to the economy. This criticality is even more pronounced when the organization uses the Internet for interaction with its members and customers. MIS must be implemented to meet only the most important requirements plus those of the rest needed to ensure the coherence of the system containing the most important requirements C. McPhee (2002), F. Moisiadis (1998), B. Nuseibeh (2000). ePerolehan System Malaysian government has created Electronic procurement (ePerolehan) and was developed by commerce dot com. It is a system which enables suppliers to sell goods and services to Government agencies through the Internet. Suppliers may advertise their goods, present their pricing, process orders and deliveries, and make collections. The entire process is
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
18
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
done electronically, through the Internet, from the desktop. Malaysian Electronic procurement has four modules namely supplier registration (SR) module direct purchase module, quotation module tender module and Central Contract (CC) module. Potential supplier need to register their company and product or services offered under the supplier registration (SR) module. This module was first launched in 2000 and serves as a single point of registration for Government Suppliers. All approvals for the applications remain with the Ministry of Finance. Services available in the Supplier Registration module includes new registration, renewal, application for additional category, application for Bumiputera status and facility to update supplier profile. Direct purchase was launched in 2002 and this module is for procurements not exceeding RM100,000 in value. It begins with sourcing from selected suppliers and proceeds into the order fulfillment stage once all terms are agreed. A quotation module is for any purchase with a total value between RM100,000 to RM 200,000. Through the quotation process, an invitation is sent out to a minimum of 5 suppliers who are required to respond through the ePerolehan system within a specified time frame. Upon evaluation, one supplier will be awarded. A tender module was launched in 2003. This module was designed for both closed and open tenders for any purchase with a total value above RM200,000. The processes involved in tenders are requisition approval, formation of committees, specification preparation, tender notice, issuance of tender document, tender submission, evaluation decision and award, contract preparation and signing and order fulfillment. Central Contract (CC) module was launched in 2000 and it is a procurement mode used across ministries for specific products contracted to selected suppliers. Organizational Culture Dimension The theoretical basis drawn of developing this research is organizational culture theory and a framework by Detert et al.(2000). Detert et al. derived the dimensions of culture in their framework from a content analysis of synthesis of what have repeatedly emerged as the components of culture in other organizational culture research (Detert et al., 2000). One of their goals was to provide a basis upon which future theoretical and empirical work on organizational culture could be conducted. This framework supports assessment of dimensions of organizational culture and the practices or artifacts that arise out of those dimensions. It focuses on organizational culture as a system of shared values that define what is important and that guide organizational members’ attitudes and behaviors. The eight dimensions of culture included in Detert et al.’s theoretical framework can be used to identify behaviors related to cultural values that underlie system design in order to inform theory about the way these cultural dimensions influence the MIS design used by Malaysian government agencies. The term organization here refers to Malaysian government agencies. Orientation to change (stability vs. change) Some organizations are change oriented and are characterized by a focus on continuous improvement (S.J. Fox-Wolfgramm et al., 1998). Change is often more widely accepted in these firms because organizational members are accustomed to change and view it as positive (S.L. Brown et al., 1997) Others are more stability oriented. Change often requires
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
19
organizational members to understand a new way of performing processes, as well as how and why their processes have changed ( R. Jamieson and M. Handzic, 2003). Control, coordination, and responsibility (concentrated vs. autonomous decision making) Organizations vary in the degree to which the structure of decision making is concentrated or shared. Where decision making is fairly concentrated, the rules of a few guide the behavior and actions of the majority, and decisions making is centralized (P.D. Reynolds, 1986). In organizations where it is shared, organizational members are encouraged to be autonomous in their decision making (J. Pfeffer, 1998). An overriding norm in many organizations is silo behavior where individual divisions, units, or functional areas operate as silos or independent agents within the organization (B. Caldwell &T. Stein,1998; T.H. Davenport,1994; M.C. Jones,2001). Orientation to collaboration (isolation vs. collaboration) Perceptions about the relative value of working alone or collaboratively are motivated by underlying beliefs about how work is best accomplished (Detert et al., 2000). A culture that values individual efforts more than collaborative ones places more value on individual autonomy and believes that collaboration is inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998). On the other hand, organizations that believe collaboration is more efficient and effective than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people ( P.D. Reynolds, 1986). Orientation and focus (internal vs. external) Orientation and focus addresses the relationship between a firm and its environment. This includes ideas about the extent to which the firm is focused on its internal or external environment (P.D. Reynolds, 1986). For example, many firms assume that the key to organizational success is to focus on the processes and people within the organization, whereas others focus primarily on external constituents.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
20
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
A summary of these four dimensions is provided in Table 1. Table 1: Dimension of Organizational Culture Organizational Culture Dimension Orientation to change (stability vs. change)
Control, coordination, and responsibility (concentrated vs.
Detert et al.
Literature
An extent to which organizations have a propensity to maintain a stable level of performance that is good enough or a propensity to seek to always do better through innovation and change
Some organizations are change oriented and are characterized by a focus on continuous improvement and some are stable oriented (S.J. Fox-Wolfgramm et al., 1998).
An extent to which organizations have decision making structures centered around a few vs. decision making structures centered around dissemination of decision making responsibilities throughout the organization.
Where decision making is fairly concentrated, the rules of a few guide the behavior and actions of the majority, and decisions making is centralized (P.D. Reynolds, 1986).
An extent to which organizations encourage collaboration among individuals and across tasks or encourage individual efforts over team-based efforts.
A culture that values individual efforts more than collaborative ones places more value on individual autonomy and believes that collaboration is inefficient (C. O’Dell and C.J. Grayson,1998).
In organizations where it is shared, organizational members are encouraged to be autonomous in their decision making (J. Pfeffer, 1998).
autonomous decision making) Orientation to collaboration (isolation vs. collaboration)
Orientation to work (process vs. results)
Organizations that believe collaboration is more efficient and effective than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people ( P.D. Reynolds, 1986).
An extent to which organizational improvements are driven by a focus on internal process improvements or by external stakeholder desires.
A culture that values individual efforts more than collaborative ones places more value on individual autonomy and believes that collaboration is inefficient (C. O’Dell & C.J. Grayson,1998). Organizations that believe collaboration is more efficient and effective than individual effort encourage teamwork and organize tasks around groups of people (P.D. Reynolds, 1986).
CONCEPTUAL FRAMEWORK Using Detert et al.’s four dimensions of culture as a theoretical lens, an investigation on how these dimensions influence ePerolehan design can be made. The conceptual framework is provided in Figure 1.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
21
Orientation to change Orientation to collaboration
ePerolehan
Control, coordination and responsibility Orientation and focus
Figure 1: Conceptual Framework
CONCLUSION Organizational culture is a commonly held –in-the-mind framework of organizational members and organizational culture is developed over time as people in the organization learn to deal successfully with problems of external adaptation and internal integration. When e-Perolehan was introduced and implemented with the entire process of purchasing is done electronically through the internet, the success of the four modules namely supplier registration (SR) module direct purchase module, quotation module tender module and Central Contract (CC) module is still in question. A study on whether organizational culture would influence the designing of ePerolehan would help managers in facilitating them making a decision as managers ultimately responsible for strategy management and organizational performance. This study will also help to provide some clarification on the relationship between organizational culture and e-Perolehan design by using the four dimension of organizational culture by Detert et al.(2000).
REFERENCES B. Caldwell, T. Stein, Beyond ERP :New IT agenda, A second wave of ERP activity promises to increase efficiency and transform ways of doing business, InformationWeek 30 (1998 November) 34–35. B. Nuseibeh, S. Easterbrook, Requirements Engineering: A Roadmap, in: A. Finkelstein (Ed.), The Future of Software Engineering 2000, ACM, Limerick, Ireland, 2000.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
22
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
C. McPhee, A. Eberlein, Requirements engineering for time-tomarket projects, in: Proceedings of the Ninth Annual IEEE International Conference and Workshop on the Engineering of Computer- Based Systems (ECBS 2002), Lund, Sweden, 8–11 April 2002. Choe, J. M. (1996). The relationships among performance of accounting information systems, influence factors and evolution level of information systems. Journal of Management Information Systems, 215–239. D. Leonard, S. Sensiper, The role of tacit knowledge in group innovation, California Management Review 40 (3) (1998) 112– 132. E.W. Stein, B. Vandenbosch, Organizational learning during advanced systems development: opportunities and obstacles, Journal of Management Information Systems 13 (2) (1996) 115– 136. F. Moisiadis, A framework for prioritizing use cases, in: Proceedings of the Conference on Advanced Information Systems Engineering, CAiSE98, Pisa, Italy, 8–9 June 1998. Ghorab, K. E. (1997). The impact of technology acceptance considerations on system usage, and adopted level of technological sophistication: An empirical investigation. International Journal of Information Management, 17(4), 249–259. Issues of Accounting Information System in year 2000, Y. Chuck and Pak K. Auyeung J. Pfeffer, Seven practices of successful organizations, California Management Review 40 (2) (1998) 96 – 124 (Winter). J.R. Detert, R.G. Schroeder, J.J. Mauriel, A framework for linking culture and improvement initiatives in organizations, Academy of Management Review 25 (4) (2000) 850– 863. J.R. Hackman, R. Wageman, Total quality management: empirical, conceptual, and practical issues, Administrative Science Quarterly 40 (1995) 309– 342. J.V. Saraph, P.G. Benson, R.G. Schroeder, An instrument for measuring the critical factors of quality management, Decision Sciences 20 (1989) 810–829. Kaplan, R. S., & Norton, D. S. (1996). Using the scorecard as a strategic management system. Harvard Business Review, 75–85 Kim, E., & Lee, J. (1986). An exploratory contingency model of user participation and MIS use. Information & Management, 11, 87–97.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
23
M.C. Jones, The role of organizational knowledge sharing in ERP implementation, Final Report to the National Science Foundation Grant SES 0001C.
O’Dell, C.J. Grayson, If only we knew what we know: identification and transfer of internal best practices, California Management Review 40 (3) (1998) 154– 174.998, 2001. P.D. Reynolds, Organizational culture as related to industry, position, and performance: a preliminary report, Journal of Management Studies 23 (1986) 414– 437. R. Jamieson, M. Handzic, A framework for security, control, and assurance of knowledge management systems, in: C.W. Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge Management: Knowledge Matters, Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 477– 505. R.E. Quinn, J. Rohrbaugh, A spatial model of effectiveness criteria: towards a competing values approach to organizational analysis, Management Science 29 (1983) 363–377. S.J. Fox-Wolfgramm, K.B. Boal, J.G. Hunt, Organizational adaptation to institutional change: a comparative study of first order change in prospector and defender banks, Administrative systems. Information & Management, 41, 669–684. Schein, E. (1999). The corporate culture survival guide. San Francisco: Jossey Bass. Science Quarterly 43 (19 8) 87– 126. .T. Kayworth, D. Leidner, Organizational culture as a knowledge resource, in: C.W. Holsapple (Ed.), Handbook on Knowledge Management: Knowledge Matters, Springer-Verlag, New York, 2003, pp. 235– 252. T.H. Davenport, Saving IT’s soul: human-centered information management, Harvard Business Review (1994 March–April) 119– 131.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
24
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Abstrak: ANALISIS TERHADAP PERATAAN LABA: STUDY EMPIRIS PADA EMITEN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Nuraini A Rahmayana
Abstract: Earnings smoothing is the way management used to reduce fluctuations in reported earnings to match the desired target both artificial and real. The practice of income smoothing is considered as a common action undertaken by management to achieve certain purposes, but the practice of income smoothing can lead to disclosure in financial statements to be inadequate. As a result the financial statements do not reflect the real situation. This study aims to examine and analyze the factors that influence the practice of income smoothing that is a bonus plan, operating leverage, and earnings per share both together and partial. The study was a descriptive analytical study on the issuer which is manufacturing in Indonesia Stock Exchange (BEI) in 2006-2008. Data collection is by way of field research and library research with the sampling technique of purposive sampling method. Analysis of data for testing hypotheses using logistic regression analysis with the help of the program Statistical Package for Social Science (SPSS). The results showed that 13 companies were identified to income smoothing of the total sample of 35 companies. The test results showed that the bonus plan hypothesis, operating leverage, and earnings per share is jointly significant effect on income smoothing. Partially, only the bonus plan affects income smoothing, while operating leverage and earnings per share did not affect income smoothing.
Keywords: bonus plan, operating leverage, earning per share, earnings smoothing
____________________________________________________________________ Nuraini A, Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
25
PENDAHULUAN Laporan keuangan merupakan sarana utama untuk memperoleh informasi keuangan yang dikomunikasikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan dalam mengambil keputusan ekonomi. Salah satu informasi yang sangat penting untuk pengambilan keputusan adalah laba. Pentingnya informasi laba ini disadari oleh manajemen sehingga manajemen cenderung melakukan praktik perataan laba. Pengumuman laba perusahaan merupakan informasi penting yang mencerminkan nilai perusahaan di pasar (Mawarti, 2007). Dari deskriptif tersebut, penulis berasumsi bahwa tidak menutup kemungkinan terdapat indikasi perataan laba pada beberapa perusahaan-perusahaaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Fenomena menunjukkan bahwa laporan laba rugi dari PT Citra Tubindo Tbk dan PT Kalbe Farma Tbk terindentifikasi adanya perataan laba yang dilakukan oleh pihak manajemen, hal dapat dilihat dari besarnya laba yang relatif stabil dari tahun ke tahun yaitu Rp. 23.305.359, Rp. 23.404.730 untuk tahun 2006 dan 2007 sementara PT.Kalbe Farma Rp. 706.822.146.190 dan Rp. 705.694.196.679. Informasi laba sering menjadi perhatian investor tanpa memperhatikan prosedur yang digunakan untuk menghasilkan informasi laba tersebut. Kecenderungan sering memperhatikan laba inilah yang disadari oleh manajemen, dan mendorong manajer untuk melakukan manajemen atas laba (earning management) atau manipulasi laba (earning manipulation). Salah satu hipotesis yang dapat menjelaskan manajemen laba adalah earning smoothing hypothesis atau income smoothing hypothesis (Beattie et al, 1994) dalam Masodah (2007). Isu perataan laba telah banyak dibicarakan baik dalam teori maupun dalam penelitian beberapa dekade ini. Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba merupakan perilaku yang rasional yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting theory, dimana manajemen merupakan individual yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya dan melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan kepentingannya. Sedangkan menurut Belkaouli (2002:232) perataan laba didorong oleh keinginan untuk mempertinggi keandalan prediksi yang didasarkan pada laba dan untuk mengurangi risiko yang mengitari angka-angka akuntansi. Heyworth (1953) dalam Mursalim (2005), menyatakan bahwa motivasi yang mendorong dilakukannya income smoothing adalah untuk memperbaiki hubungan antara perusahaan dengan pihak luar perusahaan seperti: investor, kreditur, dan pemerintah serta meratakan siklus bisnis melalui proses psikologis. Gordon (1964) dalam Mursalim (2005) mengemukakan beberapa hal berkaitan dengan perataan laba, yang pada prinsipnya bahwa manajemen melakukan perataan laba dengan cara memilih metode akuntansi untuk memaksimumkan kepuasan dan kemakmurannya. Penelitian ini merupakan replikasi dari penelitian yang telah dilakukan oleh Masodah (2007) dan Chandra & Irawati (2005) yang menguji tentang isu perataan laba pada perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. Berdasarkan uraian diatas, maka penulis termotivasi untuk melakukan penelitian lebih lanjut dengan judul “Pengaruh Bonus Plan, Operating Leverage, dan Earning per Share terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia”.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
26
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Tujuan dan Kegunaan Penelitian Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji apakah bonus plan, operating leverage, dan earning per share berpengaruh terhadap perataan laba. Sedangkan kegunaannya adalah: 1. Memberikan bukti empiris mengenai pengaruh bonus plan, operating leverage, dan earning per share terhadap perataan laba yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur. 2. Bagi investor dapat memberikan informasi tambahan mengenai praktik perataan laba sebagai bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan investasi. 3. Memberikan referensi tambahan terhadap penelitian di bidang perataan laba bagi penelitian selanjutnya dan referensi guna meningkatkan pengetahuan mahasiswa akuntansi. Study Sebelumnya dan Hipotesis Penelitian Perataan laba merupakan tindakan yang dilakukan dengan sengaja untuk mengurangi variabilitas laba yang dilaporkan agar dapat mengurangi risiko pasar atas saham perusahaan, yang pada akhirnya dapat meningkatkan harga saham perusahaan (Assih dan Gudono, 2000). Perusahaan melakukan perataan laba dengan harapan dapat menghindari reaksi pasar yang terlalu besar pada saat perusahaan mengumumkan informasi laba. Hal ini dikarenakan dengan tingkat variabilitas yang kecil pada laba yang diumumkan, maka pelaku pasar dapat melakukan prediksi atas laba perusahaan mendatang dengan lebih baik, dan perusahaan dapat mengurangi reaksi pasar yang besar pada saat laba di umumkan. Bieldman dalam Belkaouli (2000:56) menyatakan bahwa perataan laba didefinisikan sebagai upaya yang sengaja dilakukan untuk memperkecil fluktuasi pada tingkat laba yang dianggap normal bagi perusahaan. Adapun tujuan perataan laba menurut Foster (1986) dalam Suwito dan Herawaty (2005) adalah sebagai berikut: a. Memperbaiki citra perusahaan di mata pihak luar, bahwa perusahaan tersebut memiliki risiko yang rendah. b. Memberikan informasi yang releven dalam melakukan prediksi terhadap laba di masa mendatang. c. Meningkatkan kepuasan relasi bisnis. d. Meningkatkan persepsi pihak eksternal terhadap kemampuan manajemen. e. Meningkatkan kompensasi bagi pihak manajemen. Subekti (2005) mengatakan bahwa perataan laba merupakan perilaku yang rasional yang didasarkan atas asumsi dalam positive accounting theory, dimana manajemen merupakan individual yang rasional yang memperhatikan kepentingan dirinya dan melakukan kebijakan tertentu untuk memaksimumkan kepentingannya. Perusahaan yang melakukan praktik perataan laba dapat diketahui dari nilai indeks perataan laba, yaitu nilai perbandingan perubahan laba dengan nilai perbandingan perubahan penjualan. Perusahaan yang melakukan prektik perataan laba memiliki indeks perataan laba lebih dari satu.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
27
Hubungan Bonus Plan dengan Perataan laba Bonus plan adalah salah satu faktor yang memotivasi manajemen untuk mengatur laba agar dapat membuat perencanaan bonus yang akan diterima dimasa yang akan datang, karena semakin meningkat laba yang akan dihasilkan perusahaan semakin meningkat bonus yang akan diterima. Manajer pada perusahaan dengan bonus plan cenderung menggunakan metode akuntansi yang akan meningkatkan income saat ini. Keberadaan rencana kompensasi (compensation plan) merupakan faktor yang memotivasi manajemen untuk meratakan laba (Healy:1985). kompensasi manajemen didesain dengan menggunakan laba sebagai dasar pembagian bonus maka manajemen cenderung memilih prosedur akuntansi yang menstabilkan bonus atau kompensasi yang diterimanya. Penelitian lainnya yang terkait dengan motivasi bonus menyatakan bahwa manajer berusaha memanipulasi laba untuk memaksimalkan nilai sekarang dari pembayaran bonus (Holhausen, 1995) dalam Astuti (2007). Penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz(1998) keberadaan perencanaan bonus di sektor industri merupakan salah satu faktor yang dapat mendorong praktik perataan laba. Earning menjadi hal utama dalam kaitannya dengan bonus untuk manajer. Angka laba memiliki kandungan informasi yang bermanfaat bagi pasar yang terlihat dari hubungan antara unexpected earning dengan abnormal return pada sekitar tanggal pengumuman informasi laba perusahaan (Masodah :2007). Berdasarkan kajian teoritis dan penelitian sebelumnya maka hipotesis I yang diajukan adalah : H1: Bonus Plan berpengaaruh terhadap perataan laba. Hubungan Operating Leverage dengan Perataan Laba Operating Leverage adalah suatu indikator perubahan laba bersih yang diakibatkan oleh besarnya volume penjualan (Suwito dan herawati :2005). Ashari et al, (1994) dalam Suwito dan Herawati (2005) berhasil membuktikan bahwa Operating Leverage merupakan salah satu pendorong terjadinya perataan laba. Zuhroh (1996) meneliti faktor-faktor yang dapat dikaitkan dengan terjadinya praktik perataan laba dengan kesimpulan bahwa hanya operating Leverage perusahaan saja yang memiliki pengaruh terhadap praktik perataan laba yang dilakukan perusahaan di Indonesia. Hasil penelitian Chandra dan Irawati (2005) menunjukkan bahwa operating leverage berpengaruh terhadap perataan laba perusahaan manufaktur pada masa sebelum krisis moneter tahun 1992-1996, sedangkan pada masa krisis moneter variabel operating leverage tidak berpengaruh terhadap perataan laba perusahaan manufaktur pada masa krisis moneter tahun 1998-2000. sehingga hipotesis 2 yang diajukan adalah : H2 : Operating Leverage berpengaruh terhadap perataan laba. Hubungan Earning per Share dengan Perataan Laba Earning Per Share (EPS) merupakan salah satu informasi akuntansi yang memberikan analisis rasio keuntungan bersih per lembar saham yang mampu dihasilkan oleh perusahaan. Kemampuan perusahaan menghasilkan laba bersih per lembar saham merupakan indikator fundamental keuangan perusahaan yang sering dipakai sebagai acuan untuk mengambil keputusan investasi dalam saham. Salah satu pusat perhatian pemodal adalah laba per lembar saham (Earning per Share/EPS) dalam melakukan analisis. Karena itu kita perlu memahami bagimana Earning per Share diperoleh dan menunjukkan apa
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
28
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
angka tersebut (Husnan, 2005:328). Bagi investor, informasi EPS merupakan informasi yang dianggap paling mendasar dan berguna karena biasanya menggambarkan prospek earning perusahaan dimasa depan (Tandelilin, 2001:233). Dalam hal ini manajer akan berusaha untuk memperlihatkan laporan keuangan dengan kinerja yang stabil untuk mencerminkan earning per share yang akan diperoleh oleh investor. Biasanya sebelum melakukan investasi investor akan melihat kemampuan laba serta earning per share yang tinggi pada perusahaan yang akan diinvestasinya. Oleh sebab itu adanya hubungan antara laba dengan earning per share. Sehingga hipotesis yang diajukan adalah: H3 : Earning Per Share berpengaruh terhadap perataan laba.
METODE PENELITIAN Sampel dan Data Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia periode tahun 2006-2008. Pemilihan sampel dilakukan dengan menggunakan purposive sampling dengan kriteria sampel sebagai berikut: 1. Perusahaan yang menerbitkan laporan tahunan lengkap dan telah diaudit dengan tahun berakhir per buku 31 Desember. 2. Perusahaan memperoleh laba berturut-turut untuk melihat praktik perataan laba. 3. Perusahaan yang menjadi sampel diasumsikan menerapkan program bonus plan atau compensation plan. Berdasarkan kriteria di atas maka jumlah sampel yang yang menjadi unit analisis sebesar 35 perusahaan. Analisis Data Model analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis adalah regresi logistik (logistic regretion). Regresi logistik digunakan karena variabel dependennya metric dan variabel independennya merupakan kombinasi antara metric dan nonmetric. Regresi logistik dapat digunakan tanpa memenuhi asumsi multivariat normalitas (Hair, 2006:19). Persamaan logistik regresi yang digunakan adalah : Ln PL/1-PL = a + b1(BP) + b2(OL) + b3(EPS) + e Adapun kriteria pengujian hipotesis sebagai berikut : 1. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value < 0,05), maka artinya bonus plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba. 2. Jika nilai Wald dengan tingkat signifikansi 5% (P value > 0,05), maka artinya bonus plan, operating leverage, dan earning per share secara parsial tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap perataan laba.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
29
Definisi Variabel Penelitian Definisi dan operasional variabel secara ringkas dapat dilihat pada Tabel 1 sebagai berikut: Tabel 1: Definisi dan Operasional Variabel Variabel Dependen (Y) Perataan Laba
Definisi Usaha manajemen untuk mengurangi variabilitas laba selama satu atau beberapa periode tertentu sehingga laba tidak terlalu berfluktuasi (Harahap:2007).
Indikator Indek perataan laba =
CV ∆I CV ∆S Dimana: CV ∆I atau CV ∆S =
Independen(X) Bonus Plan(X1)
Operating Leverage (X2)
Earning per Share (X3)
Bonus plan adalah salah satu faktor yang memotivasi manajemen untuk mengatur laba agar dapat membuat perencanaan bonus yang akan diterima dimasa yang akan datang, karena semakin meningkat laba yang akan dihasilkan perusahaan semakin meningkat bonus yang akan diterima.Variabel ini diproksikan pada jumlah angka laba bersih setelah pajak (Masodah :2007) Operating Leverage merupakan rasio antara total biaya depresiasi dan amortisasi dibagi dengan total biaya yang meliputi biaya harga pokok penjualan, biaya penjualan, dan biaya administrasi dan umum (Suwito dan Herawati :2005). Earning per Share merupakan laba per saham yang diperoleh dengan membagi laba yang telah dikurangi dividen saham preferen dengan jumlah tertimbang saham beredar (Irwansyah dan Puji Lestari: 2007)
∑(∆xi − ∆x ) 2 : ∆x n −1
Laba bersih setelah pajak
Total Biaya Depresiasi dan Amortisasi Total Biaya
Laba bersih Jumlah Saham Beredar
Hasil Pengujian Hipotesis dan Pembahasan Perataan laba diukur menggunakan indeks eckel. Perhitungan tersebut dimaksudkan untuk menemukan kategori suatu perusahaan melakukan tindakan perataan laba atau tidak melakukan perataan laba. Perusahaan dikategorikan melakukan tindakan perataan laba apabila memperoleh CV ∆S lebih besar dari CV ∆I, sedangkan perusahaan yang memperoleh CV ∆S lebih kecil dari CV ∆I maka perusahaan di kategorikan sebagai perusahaan yang tidak melakukan tindakan perataan laba. Berdasarkan hasil analisis data terdapat 13 perusahaan yang melakukan perataan laba, dan 22 perusahaan yang tidak melakukan perataan laba.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
30
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Hasil pengujian regresi logistik dapat dilihat pada Tabel 2 sebagai berikut: Tabel 2: Hasil Pengujian Regresi Logistik Nama Variabel B S.E Wald Sig. Bonus Plan .398 .119 11.193 .001 Operating Leverage .001 .004 .156 .692 Earning per Share .000 .000 .009 .925 Konstanta (a) 10.663 3.052 12.205 .000 2 Cox & Snell – R = .125 a. Predictors: (constant): Nagelkerke – R2 = .171 Bonus Plan, Operating Leverage, dan Earning Chi Square = 20.033 per Share. b. Dependent variabel: Sig. = .010 Perataan laba Berdasarkan hasil pengujian menunjukkan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap indek manajemen laba pada tingkat signifikasi 0,001 dengan koefisien regressi sebesar 0,398. Semakin besar bonus plan akan meningkatkan indeks perataan laba. Setiap kenaikan 1% bonus plan akan menaikkan indeks perataan laba sebesar 39.8%. sementara operating leverage dan Earning per share tidak berpengaruh terhadap indek manajemen laba. Sehingga hasil penelitian ini menerima H1 dan Menolak H2 dan H3. Bonus merupakan dorongan bagi manajer perusahaan dalam melaporkan laba yang diperolehnya sesuai dengan target bonus yang akan diperoleh (Mardiah:2003). Parameterparameter dari bonus plan disetting sesuai dengan bonus yang diberikan dalam beberapa tahun dan jika bonus diberikan dalam jumlah maksimum adalah sesuai dengan fungsi linear positif dari earning yang dilaporkan. Hal ini mengasumsikan bahwa kompensasi manajer berdasarkan bonus plan meningkat seiring dengan peningkatan earning (Alfiana, 2006). Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Jin dan Machfoedz (1998), yang menunjukan bahwa Bonus plan berpengaruh terhadap perataan laba. Kesimpulan Dari hasil penelitian yang dilakukan mengenai pengaruh bonus plan, operating leverage, dan earning per share terhadap perataan laba pada perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia menunjukkan bahwa: 1. Bonus plan berpengaruh positif terhadap tindakan perataan laba. Hal ini menunjukkan bahwa semakin besar tingkat bonus plan akan meningkatkan perataan laba. Dengan demikian, apabila perusahaan memiliki nilai bonus plan yang besar, maka nilai perataan laba juga semakin besar. 2. Operating leverage dan earning per share secara parsial tidak berpengaruh terhadap perataan laba. Keterbatasan dan saran Penelitian Penelitian ini memiliki keterbatasan-keterbatasan antara lain:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
31
1. Penggunaan model Indeks Eckel (1981) yang mungkin berpengaruh terhadap kesimpulan penelitian. Dalam metode ini kesederhanaan kriteria dan proses klasifikasi sampel menjadi perata dan bukan perata dapat mengaburkan sisi metodologi penelitian yang berkaitan dengan isu perataan laba, seperti tidak adanya tingkat batasan maksimum dan minimum rasio CV ∆s dan CV ∆I yang akan dibandingkan untuk mengklasifikasi sampel. 2. Pengambilan sampel menggunakan metode purposive sampling, akibatnya hasil penelitian ini tidak dapat digeneralisasikan secara luas untuk setiap perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia. 3. Dalam penelitian ini mengasumsikan bahwa semua sampel menerapkan atau melakukan program bonus plan/compensation plan, oleh karena itu diharapkan untuk penelitian selanjutnya dapat memeriksa apakah perusahaan yang menjadi sampel benar-benar menerapkan program bonus/compensation plan yang dapat dilihat dari annual report nya. Berdasarkan hasil penelitian dan kesimpulan, dapat dikemukakan saran-saran sebagai berikut: 1. Bagi Investor Sebaiknya lebih teliti dalam menilai laporan keuangan perusahaan khususnya yang berkaitan dengan informasi laba untuk menilai kinerja perusahaan, karena praktik perataan laba ini telah dilakukan oleh beberapa perusahaan di Indonesia. 2. Untuk Penelitian Selanjutnya Dapat menggunakan metode lain selain indeks Eckel, seperti model Michelson (1995) dalam mengklasifikasikan perusahaan yang melakukan perataan laba dengan perusahaan yang tidak melakukan perataan laba. Jika penggunaan indeks Eckel tetap dipertahankan, hendaknya penelitian selanjutnya menggunakan angka laba selain laba bersih setelah pajak, seperti laba operasi dan laba sebelum pajak. Agar dapat diperoleh perbandingan dalam setiap angka laba tersebut untuk menambah informasi dalam mengambil kesimpulan. Sebaiknya penelitian selanjutnya dapat menambah variabel lain yang berhubungan dengan perataan laba seperti harga saham, net profit margin, dan rasio profitabilitas mengingat variabilitas perataan laba yang dapat dijelaskan oleh bonus plan, operating leverage dan earning per share sangat rendah.
DAFTAR KEPUSTAKAAN Abdullah, Syukriy dan Abdul Halim (2000), Perataan Laba oleh Perusahaan Manufaktur di Indonesia: Analisis Hubungan Rasio-rasio Keuangan yang digunakan Investor, Jurnal telaah Bisnis, Vol 1, No.2. Achmad, Komarudin, Imam Subekti dan Sari Atmini (2007), Investigasi Motivasi dan Strategi Manajemen Laba pada Perusahaan Publik di Indonesia, Simposium nasional Akuntansi X, Makassar. Alfiana, Yeni (2006) Creative Accounting ditinjau dari Teori Akuntansi Positif dan Teori Keagenan. Mandiri, Vol.9, No,1.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
32
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Apristyana, Liza (2007), Pengaruh Total Aktiva, ROI, ROE, dan Leverage Operasi terhadap Perataan Laba pada Perusahaan Manufaktur yang terdaftar di BEI. Tesis Universitas Airlangga. Arfan, Muhammad (2006) Pengaruh Arus Kas Bebas, Set Kesempatan Investasi, dan Financial Leverage terhadap Manajemen Laba (Studi pada Emiten Manufaktur di BEJ). Disertasi, Universitas Padjajaran, bandung. Astuti, Dewi Saptantinah Puji (2007), Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi Motivasi Manajemen Laba di Seputar Right Issue, jurnal Universitas Slamet Riyadi Surakarta. Assih, P. & M. Gudono (2000), Hubungan Tindakan Perataan Laba dengan Reaksi Pasar Atas Pengumuman Informasi Laba Perusahaan yang Terdaftar di BEJ. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol.3, No.1. Atmini, Sari (2000) Standar Akuntansi yang Memberi Peluang bagi Manajemen untuk Melakukan Praktik Perataan Laba. MANDIRI, vol.1, No.8. Belkaouli, Ahmed Riahi (2001) Teori Akuntansi, Edisi pertama, Buku 2. Terjemahan Marwata, dkk. Jakarta: Salemba Empat. _____ (2002) Teori Akuntansi, Jilid 2. Terjemahan Herman Wibowo dan Marianus Sinaga. Jakarta: Salemba Empat. Chandra, Siuliany dan Irine Irawati (2005), Analisis Perbandingan Pengaruh Ukuran Perusahaan, Profitabilitas, Leverage Operasi terhadap Indeks Perataan Laba. Skripsi Universitas Kristen Petra. Garrison, Ray H dan Eric W.Noreen (2000), Jilid 1. Terjemahan A.Totok Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat. (2001), Jilid 2. Terjemahan A.Totok Budisantoso,SE,Akt. Jakarta: Salemba Empat. Hair, Joseph F, et al. (2006) Multivariate Data Analysis, Sixth Edition. New Jersey: Prentice-Hall International, Inc. Harahap, Sofyan Safri (2007) Teori Akuntansi, Edisi Revisi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Hendriksen, Heldon S (1999) Teori Akuntansi, edisi Keempat, Jakarta: Erlangga. Hidayati, Siti Munfiah dan Zulaikha (2003), Analisis Perilaku Earning management:Motivasi Minimalisasi Income Tax, Simposium Nasional Akuntansi VI, Surabaya. Ikatan Akuntan Indonesia (2007) Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat. Irwansyah dan Puji Lestari (2007), Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba, Jurnal Ekonomi, Bisnis, dan Akuntansi, Vol 9, No.2. Jin, Liauw She dan Mas’ud Machfoedz (1998), Faktor-faktor yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba pada Perusahaan yang Terdaftar di Bursa Efek Jakarta, Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, Vol 1, No.2. Kuncoro, Mudrajad (2007) Metode Kuantitatif Teori dan Aplikasi Untuk bisnis dan Ekonomi, Edisi Ketiga. Yogyakarta: UPP STIM YKPN. Kustiani, deasy dan Erni Ekawati (2006), Analisis Perataan Laba dan faktor-faktor yang Mempengaruhi, jurnal Riset Akuntansi dan Keuangan.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
33
Mawarti, Yuliana (2007) Pengaruh Income Smoothing (Perataan Laba) terhadap Earning Response (Reaksi Pasar) pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Jakarta(BEJ). Skripsi, Universitas Negeri Semarang. Masodah (2007) Praktik Perataan Laba Sektor Industri Perbankan dan Lembaga Keuangan Lainnya dan Faktor yang Mempengaruhinya. Procceeding PESAT Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus. Mursalim (2005) Income Smoothing dan Motivasi Investor: Studi Empiris pada Investor di BEJ. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo. Rivard, Richard. J., Eugene B dan Gay B.H. Morris (2003) Income Smoothing Behaviour of V.S Banks Under Revised International. Subekti, Imam (2005) Asosiasi Antara Praktik Perataan Laba dan Reaksi Pasar Modal di Indonesia. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo. Suwito, Edy dan Arleen Herawaty (2005) Analisis Pengaruh Karakteristik Perusahaan terhadap Tindakan Perataan Laba yang Dilakukan oleh Perusahaan yang Terdaftar di Bursa efek Jakarta. Simposium Nasional Akuntansi VIII, Solo. Tandelilin, Eduardus (2001) Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio, Edisi 1. Yogyakarta: BPFE. Yusuf, M. dan Soraya (2004), “ Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Praktik Perataan Laba Perusahaan Asing dan Non Asing Di Indonesia”, JAAI, Vol 8, No.1 Zuhroh, Diana (1997), ”Faktor-faktor yang Berpengaruh pada Tindakan Perataan Laba pada Perusahaan Go Public di Indonesia, Tesis, Program Pasca Sarjana Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
34
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
KOMITMEN PEKERJA DITINJAU DARI KUALITAS HUBUNGAN ATASAN-BAWAHAN DAN PERSEPSI TERHADAP PENGEMBANGAN KARIR KARYAWAN INDUSTRI KERAJINAN ENCENG GONDOK, MUARA BATU, KABUPATEN ACEH UTARA
Hafnidar
Abstract: The unemployment and poverty rate in Indonesia is higher and higher from year to year. The causal factor is because lack of Human Resources in their commitment on working. According to Tosi and friends (1990), the employees’ commitment on their work is related to the quality between underling and higher authority and so does perception of the employees themselves on career development. After a long conflict and tsunami raised Aceh couple years ago, the industrial of Enceng Gondok in Gampong Mane, Muara Batu is one of potential job demand on career development and skilled occupation for the communities. This research is purposed on knowing the relationship between employees’ commitment with the quality between underling and higher authority and perception on career development to the Engceng Gondok Industrial employees in Muara Batu subdistrict, North Aceh. The research is performed on workers of Enceng Gondok industrial in Muara Batu sub-District of North Aceh. The Likerty Model Scale is used as data collecting method that is commitment scale, quality scale on relationship quality between underling and higher authority and perception on career development. The additional data is earned by using qualitative research method by using filling analysis in indicative principle. Data analysis by using regression analysis for double predictor. The result is: 1) there is a positive relationship between a commitment and a perception on career development to Enceng Gondok Industrial workers at Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of North Aceh. 2) There is a positive relationship between a commitment and relationship quality on underling and higher authority to Enceng Gondok Industrial workers in Gampong Mane Tunong, Muara Batu sub-District of North Aceh. Key words: commitment, relationship quality between underling and higher authority
____________________________________________________________________ Hafnidar, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
PENDAHULUAN Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu Kabupaten Aceh Utara merupakan salah satu Industri kecil menengah yang sedang berkembang di Kabupaten Aceh Utara. Karyawan Industri ini diberi ketrampilan mengolah tumbuhan Enceng Gondok menjadi perabotan rumah tangga yang menarik dan unik.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
35
Konsumen perabotan produksi Industri Kerajinan Enceng Gondok ini sebagian besar masyarakat menengah ke atas, perkantoran dan hotel, bahkan banyak yang diekspor ke luar negeri. Industri Kerajinan Enceng Gondok ini memiliki harapan besar untuk terus berkembang, namun demikian Industri sering mengalami masalah dalam hal komitmen pekerja terhadap pekerjaan dan organisasi kerjanya. Karyawan mudah sekali meninggalkan pekerjaan untuk beberpa waktu dengan berbagai alasan. Padahal disisi lain tidak mudah bagi Industri untuk mendapatkan karyawan yang telah terlatih dan berpengalaman. Akibatnya Industri harus mengeluarkan banyak cost untuk rekuritment dan pelatihan. Tosi dkk (1990) mengatakan bahwa komitmen pekerja terhadap suatu pekerjaan ada hubungannya dengan kualitas hubungan atasan-bawahan serta persepsi pekerja itu sendiri terhadap pengembangan karir. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara komitmen pekerja dengan kualitas hubungan atasan-bawahan dan persepsi terhadap pengembangan karir pada pengrajin enceng gondok di Kecamatan Muara Batu.
METODOLOGI Subjek Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Karyawan pada Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Populasi penelitian berjumlah 42 orang. Dikarenakan populasi penelitian jumlahnya terbatas, maka sample penelitian adalah semua individu yang ada dalam populasi penelitian yang disebut dengan Subjek penelitian. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dengan menggunakan Skala atau Angket dengan model self report yaitu metode yang berdasarkan pada laporan tentang diri sendiri. Penyusunan alat ukur dimulai dari pemilihan aspek, indikator dan definisi yang tepat, kemudian dibuat suatu definisi operasional untuk mendapatkan penjelasan yang tepat dari variabel-variabel yang akan diteliti. Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan tiga Skala atau Angket dengan tambahan satu identitas diri pada awal pemberian Skala atau Angket. Ketiga Skala/Angket sebagai alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala/Angket Komitmen Pekerja; Skala/Angket Kualitas Hubungan Atasan – Bawahan; Skala/Angket Persepsi Pekerja Terhadap Pengembangan Karir. Skala/Angket ini disusun dalam bentuk Skala Likert yang terdiri dari pertanyaan yang diikuti oleh beberapa pilihan jawaban responden dengan menghilangkan alternative jawaban R (Ragu-ragu). Setiap aitem Skala/angket merupakan pertanyaan atau pernyataan yang bersifat favorable (mendukung) dan unfavorable (tidak mendukung). Pertanyaan atau pernyataan tersebut memiliki empat kemungkinan jawaban berdasarkan pertimbangan subjektif responden. Empat kemungkinan jawaban tersebut adalah SS (Sangat sesuai), S (Sesuai), TS (Tidak Sesuai) dan STS (Sangat Tidak Sesuai). Masing-masing aitem memiliki skor dengan rentang satu sampai empat. Semakin tinggi skor yang didapat, maka semakin tinggi pula komitmen; kualitas hubungan; dan persepsi terhadap pengembangan karir yan dimiliki oleh responden. Ketiga skala/angket di atas sebelum digunakan dalam penelitian dilakukan uji coba untuk mengukur seberapa cermat alat ukur tersebut melakukan fungsi ukurnya (uji validitas), mengetahui keterandalannya (uji realibilitas). Uji coba untuk mengukur kualitas
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
36
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
aitem pada kedua skala dilakukan dengan menggunakan uji korelasi aitem-total (daya beda aitem) dan Reliabilitas. Metode Analisis Data Analisis data inferensial yaitu pengambilan kesimpulan dengan pengujian hipotesis. Analisa data dilakukan dengan menggunakan program komputer Statistical Packages for Social Science (SPSS) versi 12.0. Teknik statistik yang dipakai adalah analisis regresi sederhana
HASIL DAN PEMBAHASAN Hasil Analisis dan Interpretasi Data Tabel 1: Gambaran Umum Hasil Skor Variabel-variabel Penelitian Variabel Statistik Hipotetik Empiris Komitmen
Persepsi Thd Pengemb Karir
Kualitas Hub Ataan-bawahan
Skor minimal Skor maksimal Mean SD Skor minimal Skor maksimal Mean SD Skor minimal Skor maksimal Mean SD
37 148 93 19 18 72 45 9 17 68 43 9
90 144 117,89 11,343 42 72 54,89 5,600 39 62 51,73 4.926
Dari table di atas dapat ditetapkan kategori dalam penelitian ini sebagai berikut : sangat rendah (≤ x – 1,5SD), rendah (x – 1,5 SD < X ≤ x – 0,5 SD), sedang (x – 0,5 SD < X ≤ x + 0,5 SD), tinggi (x – 0,5 SD < X ≤ x + 1,5 SD) dan sangat tinggi ( X ≥ x + 1,5 SD). Berikut penetapan kategorisasi variabel-variabel penelitian yang dibuat berdasarkan satuan deviasi standar dengan memperhitungkan rentangan angka-angka minimal dan maksimal teoritis menurut rumus di atas:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
37
Kategori Komitmen I
II 64,5
III 83,5
IV V IIIIIIIIIIIIIII 102,5 121,5
Kategori Persepsi terhadap Pengembangan Karir I
II 31,5
III 40,5
IV V IIIIIIIIIIIIIIII 49,5 58,5
Kategori Kualitas Hubungan Atasan Bawahan I II III IV V IIIIIIIIIIIIIII 29,5 38,5 47,5 56,5 Keterangan: I : Sangat rendah II : rendah III : sedang IV : tinggi V : sangat tinggi Pembagian kriteria di atas dilakukan untuk mengetahui baik tidaknya posisi subjek untuk masing – masing variable. Dari gambar di atas dapat diketahui bahwa Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong Kecamatan Muara Batu – Aceh Utara, memiliki tingkat Komitmen yang tinggi terhadap pekerjaannya, begitu juga dengan persepsi terhadap pengembangan karir dan kualitas hubungan atasan bawahan. Hal tersebut mengindikasikan bahwa karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunoeng memandang penting adanya pengembangan karir, begitu juga dengan kualitas hubungan atasan bawahan. Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampong Mane Tunoeng menilai penting adanya kualitas hubungan antara atasan dan bawahan dalam pekerjaannya.
Uji hipotesis Uji hubungan antara Komitmen dengan Persepsi Terhadap Pengembangan Karir Uji hubungan antara komitmen dengan Persepsi terhadap Pengembangan Karir ditunjukkan oleh skor korelasi sebesar (rxy) = 0,493 dengan signifikansi sebesar 0.000 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara komitmen dengan Persepsi Terhadap Pengmebangan Karir Pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampong Mane Tunoeng Kecamatan Muara Batu. Nilai (rxy) yang positif menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah positif
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
38
(rxy) 0,493
Signifikansi 0,000
Probabilitas p<0,05
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu ada hubungan positif antara Komitmen dengan Persepsi Terhadap Pengembangan Karir dapat diterima. Perhitungan statistik selengkapnya dengan menggunakan teknik regresi sederhana dapat dilihat berikut ini: Deskripsi Statistik Penelitian Mean Standar Deviasi
N
Komitmen
54,89
5,600
93
Persepsi Thd Pengemb Karir
117,89
11,343
93
Variabel
Rangkuman Analisis Regresi Sederhana Variabel Penelitian Model Sum of Df Mean F Square Square Regression 700,686 1 700,686 29,192 Residual 2184,239 91 24,003 Total 2884,925 92
Model
1
Total
Sig
0,000
Koefisien Determinasi Penelitian R Square Adjusted R Standard Eror of The Square Estimates 0,493 0,243 0,235 4,899 R
Tabel di atas terlihat bahwa koefisien determinasi yang ditunjukkan oleh R Square sebesar 0,243. Nilai tersebut menunjukkan bahwa komitmen memiliki sumbangan efektif sebesar 24,3% terhadap Persepsi terhadap Pengembangan karir. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel Persepsi terhadap Pengembangan karir dapat dijelaskan oleh variabel komitmen sebesar 23,4 %. Sisanya sebesar 75,7% ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Uji hubungan antara Komitmen dengan Kualitas hubungan atasan Bawahan Uji hubungan antara Komitmen dengan Kualitas Hubungan Atasan Bawahan ditunjukkan oleh skor korelasi sebesar (rxy) = 0,467 dengan signifikansi sebesar 0.000 (p<0,05), hal ini menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Komitmen dengan Kualitas Hubungan Atasan Bawahan pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampong Mane Tunoeng, Kecamatan Muara Batu-Aceh Utara. Nilai (rxy) yang positif menunjukkan bahwa arah hubungan kedua variabel adalah positif.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
(rxy) 0,467
Signifikansi 0,000
39
Probabilitas p<0,05
Hasil tersebut menunjukkan bahwa hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini dapat diterima. Perhitungan statistik selengkapnya dengan menggunakan teknik regresi sederhana dapat dilihat pada tabel berikut ini:
Variabel Komitmen Kualitas Hubub
Model
Regression Residual Total
Model
1
Total
Deskripsi Statistik Penelitian Mean Standar Deviasi 51,73 4,926 117,89 11,343
N 93 93
Rangkuman Analisis Regresi Sederhana Variabel Penelitian Sum of Df Mean F Sig Square Square 487,145 1 487,145 25,402 0,000 1745,135 91 19,177 2232,280 92 Koefisien Determinasi Penelitian R R Square Adjusted R Standard Eror of The Square Estimates 0,467 0,218 0,210 4,379
Koefisien determinasi yang ditunjukkan oleh R Square adalah 0,218. Nilai tersebut menunjukkan bahwa Komitmen memiliki sumbangan efektif sebesar 21,8%. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel Kualitas hubungan atasan bawahan dapat dijelaskan oleh variabel Komitmen sebesar 21,8%, sisanya sebesar 78,2 % ditentukan oleh faktor-faktor lain yang tidak diungkap dalam penelitian ini. Hasil penelitian ini sesuai dengan Landy (1989) bahwa Keterikatan personal dan sosial yang terjadi ini akan menghindarkan bawahan dari rasa keterasingannya di perusahaan, dan selanjutnya meningkatkan komitmen karyawan atau pekerja terhadap organisasi kerjanya. Sebaliknya pada kualitas hubungan atasan-bawahan yang rendah, komitmen kerja karyawan menjadi rendah pula. Bila hubungan atasan-bawahan yang terjadi berkualitas tinggi, maka seorang atasan akan sering berdiskusi dengan bawahannya tentang masalah-masalah pribadi dan pekerjaan. Atasan sangat tertarik untuk membantu kesulitan yang dialami bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterikatan personal dan sosial antara atasan dan bawahan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Mowday, dkk (dalam Kuntjoro, 2002) bahwa pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi akan merasakan adanya loyalitas dan rasa saling memiliki baik kepada organisasi maupun satu sama lain sesama anggota organisasi. Loyalitas dan rasa saling memiliki akan melahirkan perilaku saling membantu dan kerjasama yang baik.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
40
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Kesediaan menolong baik urusan organisasi maupun urusan pribadi merupakan salah satu aspek kualitas hubungan atasan bawahan menurut Landy (1989). Analisis Tambahan Berdasarkan analisis isi dari data observasi, wawancara dan angket didapatkan bahwa komitmen pekerja terhadap pekerjaannya cukup baik, hal ini dapat dilihat dari beberapa factor yang mempengaruhi Subjek untuk memiliki komitmen yang tinggi. Faktorfaktor tersebut adalah: Masa kerja Sebagian besar Subjek memiliki masa kerja diatas empat tahun yaitu sebanya Hasil penelitian ini sesuai dengan Landy (1989) bahwa Keterikatan personal dan sosial yang terjadi ini akan menghindarkan bawahan dari rasa keterasingannya di perusahaan, dan selanjutnya meningkatkan komitmen karyawan atau pekerja terhadap organisasi kerjanya. Sebaliknya pada kualitas hubungan atasan-bawahan yang rendah, komitmen kerja karyawan menjadi rendah pula. Lebih lanjut Landy (1989) menambahkan bahwa bila hubungan atasan-bawahan yang terjadi berkualitas tinggi, maka seorang atasan akan sering berdiskusi dengan bawahannya tentang masalah-masalah pribadi dan pekerjaan. Atasan sangat tertarik untuk membantu kesulitan yang dialami bawahan. Hal ini menunjukkan bahwa ada keterikatan personal dan sosial antara atasan dan bawahan. Hasil penelitian ini juga sesuai dengan apa yang dikatakan oleh Mowday, dkk (dalam Kuntjoro, 2002) bahwa pegawai yang memiliki komitmen yang tinggi akan merasakan adanya loyalitas dan rasa saling memiliki baik kepada organisasi maupun satu sama lain sesama anggota organisasi. Loyalitas dan rasa saling memiliki akan melahirkan perilaku saling membantu dan kerjasama yang baik. Kesediaan menolong baik urusan organisasi maupun urusan pribadi merupakan salah satu aspek kualitas hubungan atasan bawahan menurut Landy (1989). Karakteristik Pekerjaan Ditinjau dari karakteristik pekerjaan, Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok dituntut untuk memiliki ketrampilan khusus (skill) dalam menangani pekerjaannya. Skill ini dapat diperoleh Subjek dengan mengikuti pelatihan khusus yang diadakan oleh organisasi. Guna menghasilkan produk yang berkualitas, ketrampilan yang memadai mutlak dibutuhkan Subjek. Adanya pelatihan pengembangan skill, merupakan salah satu faktor yang mendukung komitmen Subjek terhadap organisasi kerjanya.Tabel berikut ini menjelaskan tentang jumlah Subjek yang pernah dan belum pernah mengikuti pelatihan. Gaji/Upah Sebagian besar Subjek yaitu sebanyak 54,76% menerima upah maksimal Rp.450.000 perbulan. Jumlah pendapatan yang demikian adalah dibawah standar upah minimum rakyat (UMR) yang ditetapkan Pemerintah. Namun demikian, pihak management atau pengurus Industri mengatakan bahwa Gaji/upah yang diterima sekarang ini sudah sesuai dengan produktifitas kerja yang dilakukan, dengan kata lain waktu yang digunakan karyawan untuk bekerja rata-rata kurang dari lima jam per hari.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
41
Kurangnya produktivitas kerja Karyawan disebabkan oleh kurang tersedianya bahan baku sehingga keinginan Subjek untuk bekerja maksimal tidak ditunjang oleh kesempatan yang ada. Padahal disisi lain, sebagian besar Subjek mengaku memiliki motivasi yang besar untuk meningkatkan produktifitasnya sehingga dapat meningkatkan pendapatan. Lapangan Kerja Faktor ketersediaan lapangan kerja yang memadai di Aceh juga menjadi pertimbangan utama bagi Karyawan untuk menentukan komitmennya terhadap pekerjaan. Ketersediaan lapangan kerja bagi Karyawan tersebut juga dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan skill yang mereka miliki. Rata-rata karyawan memiliki tingkat pendidikan akhir SD s/d SLTP. Sedikit sekali dari mereka yang pernah duduk di bangku SLTA. Kesimpulan 1. Ada hubungan positif antara komitmen dengan persepsi terhadap pengembangan karir pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Semakin kuat komitmen Karyawan, semakin baik pula persepsi karyawan tersebut terhadap pengembangan karirnya. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah komitmen karyawan semakin buruk pula persepsinya terhadap pengembangan karir. 2. Ada hubungan positif antara komitmen dengan kualitas hubungan atasan bawahan pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Gampoeng Mane Tunong, Kecamatan Muara Batu, Aceh Utara. Semakin kuat komitmen Karyawan, semakin baik pula kualitas hubungan atasan bawahan pada Karyawan. Begitu juga sebaliknya, semakin rendah komitmen Karyawan semakin buruk pula kualitas hubungan atasan bawahan pada Karyawan tersebut. Dalam hal ini Komitmen dan persepsi terhadap pengembangan karir pada Karyawan Industri Kerajinan Enceng Gondok di Kecamatan Muara Batu berada pada katagori tinggi. 3. Pengrajin Enceng Gondok di Kecamatan Muara Batu memiliki komitmen, persepsi terhadap pengembangan karir dan kualitas hubungan atasan bawahan yang tinggi. 4. Komitmen yang tinggi pada pengrajin Enceng Gondok di Kecamatan Muara Batu ditentukan oleh faktor Kualitas hubungan atasan bawahan sebanyak 21,8 %, faktor persepsi terhadap pengembangan karir sebanyak 23,4 %. Sisanya sebanyak 45,2 % ditentukan oleh faktor lain seperti karakteristik pekerjaan, masa kerja, gaji/upah dan ketersediaan lapangan kerja. 5. Berdasarkan hasil observasi dan wawancara, faktor karakteristik pekerjaan dan gaji/upah merupakan variabel lain yang dapat menurunkan komitmen Karyawan, sedangkan faktor masa kerja dan ketersediaan lapangan kerja merupakan variabel lain yang dapat mendukung Karyawan untuk tetap komitmen terhadap pekerjaannya. Saran Berdasarkan hasil penelitian di atas, terdapat beberapa saran yang bisa dikemukakan yaitu: 1. Bagi Subjek penelitian diharapkan dapat mempertahankan komitmennya, yang pada saat penelitian ini berada pada kategori Tinggi. Usaha tersebut diharapkan dapat mengarahkan Karyawan untuk
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
42
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
memiliki persepsi yang baik terhadap pengembangan karir dan kualitas hubungan atasan – bawahan. 2. Bagi pihak manajemen Industri Kerajinan Enceng Gondok di Kecamatan Muara Batu diharapkan dapat meningkatkan program kerja yang berkaitan dengan pembinaan ketrampilan pekerja dan penyediaan bahan baku, sehingga dapat mempertahankan komitmen Karyawan yang pada saat penelitian berada pada kategori tinggi. 3. Bagi Pemerintah, Swasta dan masyarakat umum. Diharapkan dapat memberi inisiatif program bagi peningkatan program kerja dan penyediaan bahan baku bagi peningkatan produktifitas karyawan. 4. Bagi Penelitian Selanjutnya a. Dapat meneliti hubungan variabel-variabel lain selain persepsi terhadap pengembangan karir dan kualitas hubungan atasan – bawahan yang berpengaruh terhadap komitmen seperti usia, masa kerja, karakteristik personal, peranan/jabatan, karakteristik pekerjaan dan karakteristik struktural. b. Menciptakan metode budidaya tanaman Enceng Gondok secara efektif dan efisien pada lahan kosong. c. Mempertimbangkan faktor pengembangan ketrampilan sebagai variabel moderator yang memungkinkan turut memperkuat hubungan komitmen dengan persepsi terhadap pengembangan karir. DAFTAR PUSTAKA Azwar, S., 1998. Metode Penelitian. Yogyakarta: Pustaka Pelajar Offset. Baker, M.A. 1987. People Produktivity: An Experience in positive living. Tokyo: Asian Produktivity Organization. Groberg, D.H. 1987. Inner productivity: Tapping the inner source of productivity through balancing vision, skill, and reinforcement. Tokyo: Asian Produktivity Organization. Hadi, S dan Pamardiyanto, S. 1994. Manual Seri Program Statistik (SPS). Paket Midi. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Hordes, M.W. 1987. White Collar productivity improvement. Tokyo: Asian Productivity Organization Krishnamurthy, V. 1987. Developing a work ethos for people productivity. Tokyo: Asian Productivity Organization. Lemme, B. H. 1995. Development in Adulthood. Boston:Allyn dan Bacon Mathieu, J.E. and Zajac, D.M. 1990. A Review and Meta Analysis of the Antecedents, Correlates, and Consequences of Organizational Commitment. Psychological Bulletin. 108, 171 – 194 Pfeffer, J. 1996. Keunggulan Bersaing Melalui Manusia (Terjemahan). Jakarta: Binarupa Aksara Shaw, M.E. 1971. Group dynamics: The psychology of small group behavior. Boston: Allin and Bacon Steers, R.M. and Porter, L.W. 1983. Motivation and Work Behavior. USA:McGrawHill Book Co. Sugiyono. 1999. Statistika untuk penelitian. Cetakan ke-2. Bandun: CV-Alfabeta Tosi, H.L., Rizzo, J.R., and Carroll, S.J. 1990. Managing Organizational Behavior. 2nd edition. New York: Herper Collins Publishers.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
43
PENGARUH PENGENDALIAN INTERN DAN AUDIT MANAJEMEN TERHADAP KINERJA MANAJERIAL PADA BUMN DI KOTA BANDA ACEH
Raida Fuadi Fakultas Ekonomi Universitas Syiah Kuala
Abstract: This study aims to examine the effect of internal control and audit the management of managerial performance in SOEs in the city of Banda Aceh. The population in this study is the State-Owned Enterprises are legal entities and Perum Persero PT or residing in the city of Banda Aceh's population of 31 companies. The withdrawal of a sample is performed using all elements of the so-called population census. The respondent for each firm is the head of branch (top management), managers and internal auditors as a source of information about internal control, audit and performance management. Data used in this study are primary data that is data obtained directly from respondents by means of field research (field research). obtained by circulating a questionnaire questions comprised 44 items statement, consisting of 18 statements for internal control, 18 a statement to the implementation of management audit and 8 statement to managerial performance, in order to gather information from respondents in the SOEs in the city of Banda Aceh. Data analysis method using statistical tools namely multiple linear regression analysis. The results found that simultaneously shows that the internal control variable (x1), and implementation of management audit (x2), jointly affect the managerial performance of the SOEs in the city of Banda Aceh. While the partial variable having the greatest regression coefficient value (dominant), is a management audit (x2) has a dominant influence on the managerial performance of SOEs, with a coefficient value of 0593, this shows that the implementation of management audit, which is one indicator that can improve managerial performance of SOEs in achieving the target company that has been determined. Keywords: internal
control, audit the management, managerial performance
PENDAHULUAN Dalam sistem perekonomian Indonesia, Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memegang peranan yang sangat penting jika dilihat dari sejarah perkembangannya. Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merupakan bagian dari perusahaan negara yang berbentuk Perseroan Terbatas (PT). BUMN telah memberikan andil yang tidak kecil, baik dalam menopang keuangan negara maupun dalam melayani peningkatan kesejahteraan rakyat Indonesia. Masih dapat dibayangkan, bagaimana ketika sektor swasta belum mempunyai kemampuan yang memadai untuk berperan di bidang produksi, distribusi, perdagangan, perbankan, transportasi, teknologi dan sebagainya. BUMN merupakan andalan perekonomian Indonesia disamping Badan Usaha Milik Swasta dan Koperasi. Baik atau buruknya kinerja perusahaan di BUMN terkait dengan pelaksanaan pengendalian intern didalam perusahaan. Dengan adanya persaingan, memaksa manajemen untuk lebih profesional dalam menjalankan operasi perusahaan agar unggul dalam
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
44
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
persaingan, dalam hal ini manajemen harus berjalan dalam fungsi manajemen yang telah ditetapkan. Salah satunya adalah fungsi pengendalian. Dalam fungsi pengendalian ini manajemen dapat memestikan bahwa tindakan yang dilaksanakan oleh karyawan perusahaan benar-benar masih dalam tujuan yang telah ditetapkan. Pengendalian terdiri dari pengendalian ekstern dan pengendalian intern. Pengendalian ekstern merupakan pengendalian dari pihak luar organisasi yang berkepentingan terhadap perusahaan, sedangkan pengendalian intern adalah pengendalian yang terdiri dari kebijakan dan prosedur-prosedur untuk menyediakan jaminan yang memadai bahwa tujuan-tujuan perusahaan dapat dicapai. Perusahaan telah memiliki sistem pengendalian internal yang menjamin keandalan sistem akuntansi. Sistem pengendalian internal diberlakukan untuk memberikan jaminan yang wajar dalam hubungannya menjaga asset dari penyalahgunaan dan peralihan kepemilikan secara tidak sah, menjaga keabsahan catatan akuntasi dan keandalan informasi keuangan yang dapat dipercaya yang digunakan Perusahaan maupun yang dipublikasikan. Dalam rangka meninjau keefektifan kinerja BUMN perlu ditinjau aspek ekonomisasi, efisiensi, dan efektifitas operasi BUMN seharusnya semakin ekonomis, semakin efisien dan semakin efektif suatu perusahaan dikelola maka akan semakin baik pula kinerja perusahaan tersebut. Untuk melihat sejauh mana perusahan dikelola secara ekonomis, efisisien, dan efektif diperlukan audit ekonomisasi, efesiensi,dan efektifitas operasi manajerial perusahaan yang dikenal sebagai audit manajemen dimana hal tersebut tidak bisa dipenuhi hanya dengan melakukan audit keuangan. Apabila dilakukan secara baik dan benar, audit manajemen secara potensial menjadi alat evaluasi yang sangat berguna. ( Pratolo 2007). Berdasarkan pemikiran di atas penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh pengendalian intern dan audit manajemen terhadap kinerja manajerial pada BUMN di kota Banda Aceh. TINJAUAN KEPUSTAKAAN Penelitian ini difokuskan pada variabel pengendalian interen dan audit manajemen yang dihubungkan dengan kinerja manajerial Kinerja Manajerial Menurut Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (2000) kinerja diartikan sebagai prestasi yang dicapai organisasi dalam suatu periode tertentu. Sedangkan kinerja manajerial merupakan kinerja individu anggota organisasi dalam kegiatan-kegiatan manajerial, (Mahoney, 1963) antara lain: a. Perencanaan, dalam arti kemampuan untuk menentukan tujuan, kebijakan dan tindakan/pelaksanaan, penjadwalan kerja, penganggaran, merancang prosedur, dan pemrograman. b. Investigasi, yaitu kemampuan mengumpulkan dan menyampaikan informasi untuk catatan, laporan dan rekening, mengukur hasil, menentukan persediaan, dan analisis pekerjaan. c. Pengkoordinasian, yaitu kemampuan melakukan tukar menukar informasi dengan orang lain di bagian organisasi yang lain untuk mengkaitkan dan menyesuaikan program, memberitahu bagian lain, dan hubungan dengan manajer lain.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
45
d. Evaluasi yaitu kemampuan untuk menilai dan mengukur proposal, kinerja yang diamati atau dilaporkan, penilaian pegawai, penilaian catatan hasil, penilaian laporan keuangan, pemeriksaan produk. e. Pengawasan (supervisi), yaitu kemampuan untuk mengarahkan, memimpin dan mengembangkan bawahan, membimbing, melatih dan menjelaskan peraturan kerja pada bawahan, memberikan tugas pekerjaan dan menangani bawahan. f. Pengaturan staff, yaitu kemampuan untuk mempertahankan angkatan kerja di bagian anda, merekrut, mewawancarai dan memilih pegawai baru, menempatkan, mempromosikan dan memutasi pegawai. g. Negosiasi, yaitu kemampuan dalam melakukan pembelian, penjualan atau melakukan kontrak untuk barang dan jasa, menghubungi pemasok, dan tawar menawar. h. Perwakilan (representatif), yaitu kemampuan dalam menghadiri pertemuanpertemuan dengan perusahaan lain. Pertemuan perkumpulan bisnis, pidato untuk acara-acara kemasyarakatan, pendekatan kemasyarakatan, mempromosikan tujuan umum perusahaan.
Seorang yang memegang posisi manajerial diharapkan mampu menghasilkan suatu kinerja manajerial. Kinerja dapat diartikan sebagai prestasi kerja yang dikaitkan dengan usaha mencapai tujuan yang telah diselesaikan. Setiap organisasi akan mendorong tingkat prestasi kerja manajerialnya secara maksimal untuk mencapai visi, misi dan tujuan bisnis yang telah direncanakan. Kinerja manajerial dapat digambarkan sebagai fungsi proses dari respon individu terhadap ukuran kinerja yang diharapkan organisasi yang mencakup desain kerja, proses pemberdayaan dan pembimbingan serta sesuatu dari individu itu sendiri yang mencakup keterampilan, kemampuan dan pengetahuan. Kinerja manajerial merupakan hasil suatu proses perpaduan kapasitas individual dengan sikap individu terhadap aspek pekerjaan dan organisasi. Pengendalian Intern Pengertian Pengendalian Intern Manajer bertanggung jawab untuk membentuk suatu lingkungan pengendalian pada organisasi, hal ini merupakan bagian tanggung jawab mereka dalam penggunaan sumber daya. Manajer pada organisasi harus memahami pentingnya menerapkan dan memelihara pengendalian intern yang efektif yang merupakan tanggung jawabnya. Pengendalian intern menurut COSO 1992 (Akmal, 2007:25-26). Adalah suatu proses yang dipengaruhi oleh dewan komisaris, manajemen, dan personal satuan usaha lainnya yang dirancang untuk mendapatkan keyakinan memadai tentang pencapaian tujuan, dalam hal-hal berikut ini: 1. Keandalan pelaporan keuangan 2. Kesesuaian dengan undang-undang dan peraturan yang berlaku 3. Efektivitas dan efisiensi operasi Definisi COSO tentang pengendalian intern memperjelas bahwa pengendalian intern bukan hanya mempengaruhi laporan keuangan yang reliabel tetapi juga menunjukkan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
46
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
bahwa pengendalian seharusnya efektif untuk semua operasi. Pengendalian Intern merupakan aktivitas yang berusaha untuk menjamin pencapaian tujuan dan sasaran organisasi. Tujuan utama dari Pengendalian intern adalah tercapainya: 1. Reliabilitas dan integritas informasi. 2. Kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan kebijakan. 3. Pengamanan asset. 4. Penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien. 5. Pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan untuk operasi dan progarm. Dari definisi di atas menjelaskan struktur pengendalian intern diterapkan untuk mencapai tujuan tertentu dari suatu usaha. Di dalam struktur pengendalian intern ini terdapat berbagai tujuan beserta kebijaksanaan dan produser yang diciptakan untuk memberikan jaminan yang memadai agar tujuan organisasi dapat dicapai. Pada umumnya kebijaksanaan dan prosedur tersebut adalah mengenai kemampuan suatu usaha untuk mencatat, memproses, mengikhtisarkan dan melaporkan data keuangan, sehingga mampu memberikan jaminan bahwa tujuan yang diinginkan dapat tercapai. Audit Manajemen Pengertian Audit manajeman Audit manajemen lahir di Inggris pada tahun 1932. Audit manajemen merupakan perkembangan audit keuangan, audit operasional dan konsultansi manajemen. Audit manajemen merupakan pemeriksaan untuk menilai apakah tujuan perusahaan telah dilaksanakan sebagaimana mestinya. Agar audit manajemen berhasil dilakukan maka dukungan dan akseptasi manajemen dan pemberian jasa kepada organisasi perlu didapatkan. Audit manajemen harus memiliki status pelaporan dalam perusahaan yang menjamin pertimbangan yang benar dari temuan rekomendasi pemeriksaan intern. Sejauh ini audit manajemen masih jarang dimanfaatkan oleh perusahaan-perusahaan di Indonesia, jika dibandingkan dengan audit keuangan. Hal ini terjadi karena tidak ada peraturan yang mengharuskan perusahaan menerapkan audit manajemen. Pemeriksaan manajemen berkaitan dengan penilaian pencapaian tujuan organisasi oleh manajemen. Secara tradisional pemeriksaan selalu berorientasi pada keuangan namun setelah bertahuntahun tekanannya berubah bahwa informasi yang dibutuhkan bukan hanya informasi keuangan. Bagian dari fungsi manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan, pengambilan keputusan serta tindakan manajemen yang cukup menentukan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, jadi titik utamanya adalah menilai kemampuan manajer untuk melaksanakan fungsinya. Dari definisi diatas dapat disimpulkan bahwa ada beberapa karkteristik pemeriksaan manajemen yaitu: 1. Memberikan informasi tentang efektifitas, efisiensi, dan ekonomisasi operasional perusahaan kepada manajemen. 2. Penilaian efektifitas, efesiensi dan ekonomisasi didasarka pada standar-standar tertentu. 3. Audit diarahkan kepada operasional sebagian atau seluruh struktur organisasi. 4. Audit ini dapat dilakukan oleh akuntan maupaun bukan akuntan. 5. Hasil audit manajemen berupa rekomendasi perbaikan kepada manajemen.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
47
Bayangkara (2008: 12-14) menyatakan manajemen audit merupakan pemeriksaan atas: ekonomisasi (kehematan), efisiensi (daya guna), dan efektivitas (hasil guna) merupakan tiga hal penting yang tidak dapat yang harus dicapai perusahaan dalam meningkatkan kemampuan bersaingnya. a. Ekonomisasi, merupakan ukuran input yang digunakan dalam berbagai program yang dikelola. Artinya, jika perusahaan mampu memperoleh sumber daya yang akan digunakan dalam operasi dengan pengorbanan yang paling kecil, ini berarti perusahaan telah mampu memperoleh sumber daya tersebut dengan cara yang ekonomis. b. Efisiensi, berhubungan dengan metode kerja (operasi) dalam hubungan dengan konsep input – proses – output. Efisiensi dalam rasio antar output dan input, merupakan proses. Efisiensi berhubungan dengan bagaimana perusahaan melakukan operasinya, sehingga dicapai optimalisasi penggunaan sumber daya yang dimiliki. c. Efektivitas, dapat dipahami sebagai tingkat keberhasilan suatu perusahaan untuk mencapai tujuannya. Merupakan ukuran dari output. Model Penelitian Adapun model penelitian untuk penelitian ini adalah: Pengendalian Intern Kinerja Manajerial Audit Manajemen Gambar 1: Model Penelitian
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
48
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Penelitian Sebelumnya Tabel 1: Penelitian Sebelumnya Peneliti Pratolo (2007)
Judul Penelitian Pengaruh audit manajemen, komitmen organisasional manajer, pengendalian intern terhadap penerapan prinsipprinsip good corporate governance dan kinerja badan usaha milik negara di Indonesia
Hasil Penelitian Terdapat hubungan antara audit manajemen, komitmen manajer pada organisasi, dan pengendalian intern menunjukan bahwa ketiga variabel tersebut saling mendukung dalam rangka pengaruhnya terhadap variabel penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dan kinerja perusahaan.
Prasetyono dan Nurul (2007)
Analisis kinerja rumah sakit daerah dengan pendekatan balanced scorecard berdasarkan komitmen organisasi, pengendalian intern dan penerapan prinsipprinsip good corporate governance (GCG)
menunjukkan hubungan yang signifikan antara variabel komitmen organisasi dan pengendalian intern terhadap good corporate governance. Dan secara parsial variabel komitmen organisasi, pengendalian intern dan good corporate governance berpengaruh positif terhadap kinerja Rumah Sakit Daerah.
Monarsyah (2003)
Pengaruh stuktur pengendalian intern terhadap kinerja BUMN di kota Banda Aceh.
stuktur pengendalian intern berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja.
Sumber: Olahan Penulis (2009) Hipotesis Hipotesis yang akan diuji pada penelitian ini adalah: H1: Pengendalian intern dan audit manajemen berpengaruh secara simultan terhadap kinerja perusahaan pada BUMN di Kota Banda Aceh. H2: Pengendalian intern dan audit manajemen berpengaruh secara parsial terhadap kinerja perusahaan pada BUMN di Kota Banda Aceh.
METODE PENELITIAN Populasi Penelitian Populasi dalam penelitian ini adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) berbadan hukum PT atau Persero dan Perum yang berada di Kota Banda Aceh yang berjumlah 31 perusahaan. Adapun Penarikan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan menggunakan seluruh elemen populasi yang disebut dengan sensus. sebaiknya peneliti mempertimbangkan untuk menginvestasikan seluruh elemen populasi jika elemen- elemen populasi relatif sedikit. Adapun responden untuk setiap perusahaan adalah kepala cabang (pimpinan perusahaan), manajer dan auditor internal sebagai sumber informasi tentang pengendalian intern, audit manajemen dan kinerja menajerial. Daftar nama perusahaan BUMN sebagai populasi dapat dilihat pada lampiran.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
49
Data dan Teknik Pengumpulan Data Jenis data yang dipakai dalam penelitian ini adalah data primer yaitu data yang diperoleh langsung dari responden dengan cara penelitian lapangan (field research). Data primer diperoleh dengan cara mengedarkan angket pertanyaan (kuesioner) yang disusun dengan kisi-kisi penulisan instumen yang telah disiapkan terlebih dahulu. Yaitu menggunakan daftar pernyataan terstruktur yang terdiri atas 44 item pernyataan, terbagi atas 18 pernyataan untuk pengendalian intern, 18 pernyataan untuk pelaksanaan audit manajemen dan 8 pernyataan untuk kinerja manajerial, dengan tujuan untuk mengumpulkan informasi dari responden pada BUMN di kota Banda Aceh. Sumber data dalam penelitian ini adalah skor masing-masing indikator variabel yang diperoleh dari pengisian kuesioner oleh responden tersebut. Pengumpulan data dilakukan dengan metode survey. Pengedaran kuesioner dilakukan dengan cara mengentarkan langsung kepada responden dan memberikan waktu pengisian. Kuesioner akan dikumpulkan kembali secara langsung oleh peneliti. Cara ini ditempuh dengan pertimbangan untuk menghindari kehilangan data tidak kembali. Defenisi dan Operasional Variabel Pertanyaan atau pernyataan dalam kuesioner untuk masing-masing variabel dalam penelitian ini diukur dengan menggunakan skala Likert yaitu suatu skala yang digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, persepsi seseorang atau sekelompok orang tentang fenomena sosial. Jawaban dari responden bersifat kualitatif dikuantitatifkan, dimana jawaban diberi skor dengan menggunakan 5 (lima) point jawaban atas pernyataanpernyataan, dengan skala Likert.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
50
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Tabel 3: Difinisi dan Operasional Variabel Variabel
Definisi
Indikator
1. Kinerja Manajerial (Y)
Merupakan hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing, dalam rangka mencapai tujuan organisasi.
Perencanaan, Investigasi, Pengkoordinasian, Evaluasi, Pengawasan, Pengaturan staff, Negosiasi, Perwakilan.
2. Pengendalian Intern (x1)
Proses yang dipengaruhi oleh dewan direksi, manajer, serta personil lini dalam suatu entitas, yang dirancang untuk memberikan jaminan yang layak berkaitan dengan pencapaian berbagai tujuan perusahaan.
Lingkungan pengendalian, Penilaian risiko, Aktivitas pengendalian, Informasi dan komunikasi, Pemantauan.
3. Audit Manajemen (x2)
Audit Manajemen yaitu Ekonomisasi, mencakup penelitian dan Efisiensi, evaluasi atas semua fungsi Efektivitas. dari manajer, untuk memastikan bahwa pelaksanaan operasi perusahaan telah dijalankan dengan cara yang efektiv dan efisien. Sumber: Olahan Penulis (2009)
Skala Pengukuran Interval
Interval
Interval
Pengujian Validitas dan Reabilitas Sebelum analisa data, dilakukan pengujian instrument penelitian dengan menggunakan uji validitas dan reliabilitas. Pengujian ini dimaksudkan memastikan bahwa instrument tersebut telah digunakan untuk mengukur apa yang seharusnya diukur dan keandalan kuesioner (Indriantoro, 1999 : 182). Pengujian validitas dilakukan dengan menggunakan uji pearson product moment coefficient of correlation. Instrumen akan dinyatakan valid jika memiliki tingkat signifikan dibawah 5%. Sedangkan pengujian reliabilitas dilakukan dengan menggunakan metode Gronbanch Alpha yang dapat menafsirkan korelasi antara skala yang dibuat dengan skala
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
51
variabel yang ada. Pengukuran reliabilitas ini dianggap handal berdasarkan koefisien alpha diatas 0,50 (Indriantoro dan Supomo,1999). Metode Analisis Data Data yang telah terkumpulkan kemudian dianalisis dengan menggunakan alat statistik yaitu analisis regresi linear berganda (multiple regression analysis). Adapun bentuk matematisnya adalah sebagai berikut: Y = α + β1X1 + β2X2 + e Keterangan: Y = Kinerja manajerial α = Konstanta β1- β2 = Koefisien regresi X1 = Pengendalian intern X2 = Audit manajemen e = Error term Analisis data dengan regresi linier berganda yang bertujuan untuk menguji dan menganalisis, baik secara simultan maupum parsial pengaruh pengendalian intern dan audit manajemen terhadap kinerja perusahaan pada BUMN di kota Banda Aceh. Data diolah dengan program Statistik Package For Social Science (SPSS), dengan model regresi linier berganda yang dituliskan diatas. Pengujian Hipotesis Setelah dilakukan pengukuran variabel dalam penelitian ini. Dilanjutkan melakukan pengujian untuk setiap hipotesisnya, untuk menentukan menerima atau menolak hipotesis yang diajukan. Dilakukan dengan 2 cara yaitu : uji secara simultan/bersama-sama dan uji secara parsial. Kesimpulan langsung diambil dari nilai koefisien regresi masing-masing variabel independen. Untuk menguji pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen, dilakukan dengan langkah-langkah berikut: 1. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (HA) sebagai berikut : H10 : β1 =β2= 0; Pengendalian intern dan audit manajemen secara bersama-sama tidak mempengaruhi kinerja manajerial. H1A : paling sedikit ada satu βi (i = 1,dan 2) ≠ 0 ; Pengendalian intern dan audit manajemen secara bersama-sama mempengaruhi kinerja manajerial. 2. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis. Jika β1 =β2 = 0 ; H0 tidak ditolak. Artinya variabel independen secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel dependen. Jika paling sedikit ada satu βi (i = 1, dan 2) ≠ 0 ; H0 ditolak atau mempengaruhi. Untuk menguji pengaruh variabel independen secara parsial terhadap variabel dependen dilakukan langkah-langkah sebagai berikut: a. Menentukan hipotesis nol (H0) dan hipotesis alternatif (HA). Hipotesis kedua (H2) H20 : β1 = 0 ; Pengendalian intern tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial. H2A : β1 ≠ 0 ; Pengendalian intern berpengaruh terhadap kinerja manajerial. Hipotesis ketiga (H3) H30 : β2 = 0 ; Audit manajemen tidak berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
52
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
H3A : β2 ≠ 0
; Audit manajemen berpengaruh terhadap kinerja manajerial.
b. Menentukan kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis. Kriteria penerimaan dan penolakan hipotesis adalah sebagai berikut : Jika β1 =β2 = 0 : H0 tidak ditolak. Artinya variabel independen tidak berpengaruh terhadap variabel dependen Jika β1 =β2 ≠ 0 : H0 ditolak. Artinya variabel independen berpengaruh terhadap variabel dependen. Selanjutnya untuk analisis data dari seluruh bentuk pengujian dalam penelitian ini diselesaikan dengan menggunakan fasilitas paket program komputer “Statistical Package for Social science (SPSS) vers. 15.0”.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Secara Simultan Hubungan antar sistem di dalam organisasi dalam hal ini pengendalian intern dan audit manajemen. Audit manajemen tanpa disertai pengendalian intern yang efektif memungkinkan audit manajemen tersebut tidak optimal, sebaliknya pengendalian intern yang bertujuan untuk menjaga reliabilitas dan integritas informasi, kepatuhan terhadap kebijakan, rencana, prosedur, hukum dan kebijakan, pengamanan asset, penggunaan sumber daya secara ekonomis dan efisien, pencapaian tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan untuk operasi dan program yang tidak disertai dengan pelaksanaan audit manajemen maka pengendalian intern tersebut tidak akan efektif (Pratolo, 2007). Dengan adanya pengendalian intern dan audit manajemen yang baik maka pengelolaan suatu perusahan akan semakin baik pula hal ini yang disebut dengan meningkatnya kinerja manajerial pada perusahaan. Dalam penelitian ini akan dilihat variabel-variabel yang mempengaruhi kinerja manajerial pada BUMN di kota Banda Aceh. Variabel-variabel tersebut meliputi pengendalian intern dan audit manajemen. Berdasarkan hasil pengujian hipotesis menunjukkan bahwa semua koefisien korelasi dari variabel yang mempengaruhi kinerja manajerial tidak sama dengan nol. Dengan demikian dapat diambil kesimpulan bahwa hipotesis yang diajukan dapat diterima. Hal ini berarti secara simultan pengendalian intern dan audit manajemen memiliki pengaruh terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian ini konsisten dan sejalan dengan hasil penelitian Suryo Pratolo (2007), Prasetyo dan Nurul (2007), Monarsyah (2003) dan Hiro Tugiman (2000), yang dilakukan pada BUMN di seluruh Indonesia, yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh signifikan variabel audit manajemen dan pengendalian intern terhadap kinerja perusahaan dengan pengaruh baik langsung ataupun tidak langsung.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
53
Tabel 6: Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat Standar Nama Variabel ß t Sig Error Konstanta 1.113 0.695 1.601 0.116 Struktur pengendalian intern (x1) 0.310 0.143 2.163 0.035 Pelaksanaan audit manajemen (x2) 0.593 0.133 4.462 0.000 0.626 a Predictors: (Constant), Audit Koefisien Korelasi ( R ) 2 0.392 Manajemen, Pengendalian Koefisien Determinasi ( R ) 2 0.366 Intern Adjusted ( R ) b Dependent Variable: Kinerja Manajerial Sumber: Data Sekunder (diolah), 2009
Pengaruh Pengendalian Intern dan Audit Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Secara Parsial Pengaruh Pengendalian Intern Terhadap Kinerja Manajerial Berdasarkan hasil pengujian hipotesis, hasil output menunjukkan nilai koefisien regresi dari pengendalian intern yaitu sebesar 0,310 (β≠0), maka dapat disimpulkan bahwa pengendalian intern berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Hasil penelitian ini sejalan dan konsisten dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryo Pratolo (2007), Prasetyo dan Nurul (2007), Monarsyah (2003),dan Hiro Tugiman (2000). yang menunjukkan bahwa pengendalian intern berpengeruh terhadap kinerja manajerial. Hal ini berarti kinerja manajerial pada BUMN akan meningkat dan optimal jika perusahaan dapat menerapkan pengendalian intern dengan baik. Pengendalian intern yang lemah akan berpengaruh kuat terhadap penerapan prinsip-prinsip good corporate governance dan kinerja (Pratolo, 2007). Pengaruh Audit Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial Hasil penelitian menunjukkan audit manajemen berpengruh secara positif dan signifikan terhadap kinerja manajerial. Hal ini dapat dilihat dari hasil output yang menunjukkan nilai koefisien regresi dari audit manajemen yaitu sebesar 0,593 (β≠0). Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Suryo Pratolo (2007) yaitu audit manajemen berpengaruh secara langsung terhadap kinerja. Temuan ini menunjukkan bahwa dalam rangka peningkatan kinerja pada BUMN maka audit manajemen perlu ditingkatkan. Artinya untuk memaksimalkan kinerja BUMN, maksimalisasi audit manajemen juga diperlukan. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Dari hasil pengujian yang telah dilakukan terhadap permasalahan yang dirumuskan dalam hipotesis penelitian dengan menggunakan uji regresi linier berganda, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
54
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
a. Dari hasil penelitian ini, maka dapat diformulasikan persamaan regresi linier berganda berikut ini: Y = 1.113 + 0,310x1 + 0.593x2 + e b. Berdasarkan hasil pengujian secara simultan diperoleh bahwa variabel Pengendalian intern (x1), dan Pelaksanaan audit manajemen (x2), secara bersama-sama berpengaruh terhadap kinerja manajerial pada BUMN di kota Banda Aceh. c. Sementara secara parsial variabel yang mempunyai nilai koefisien regresi paling besar (dominan), adalah pelaksanaan audit manajemen (x2) mempunyai pengaruh dominan terhadap kinerja manajerial BUMN, dengan nilai koefisien sebesar 0.593, hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan audit manajemen yang merupakan salah satu indikator yang dapat meningkatkan kinerja manajerial BUMN dalam mencapai target perusahaan yang telah ditentukan. d. Secara parsial variabel pengendalian intern (x1) berpengaruh terhadap kinerja manajerial (Y), e. Dalam penelitian ini juga disebutkan bahwa nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,626 yang menunjukkan bahwa derajat hubungan (korelasi) antara variabel dependen (Y) dengan variabel independen (x1 dan x2) sebesar 62,6%. Artinya kinerja manajerial BUMN mempunyai hubungan erat dengan pengendalian intern (x1), pelaksanaan audit manajemen, sedangkan koefisien determinasi (R²) sebesar 0,392. Artinya sebesar 39,2% perubahan-perubahan dalam variabel dependen kinerja manajerial (Y) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam variabel-variabel independennya pengendalian intern (x1), pelaksanaan audit manajemen (x2) dari para pimpinan perusahaan, manajer, danauditor internal pada BUMN di kota Banda Aceh. Sedangkan selebihnya yaitu sebesar 60,8% dijelaskan oleh faktor-faktor variabel lain diluar daripada penelitian ini. Keterbatasan Penelitian ini mempunyai beberapa kelemahan yang membatasi kesempurnaanya. Oleh sebab itu, keterbatasan ini perlu diperhatikan dalam penelitian selanjutnya. Adapun keterbatasan tersebut adalah sebagai berikut : a. Sampel penelitian ini masih terbatas pada responden tertentu, khususnya hanya pada pimpinan perusahaan, manajer, dan auditor internal pada BUMN di kota Banda Aceh dan yang menjadi sampel hanya sebanyak 49 orang responden pada BUMN di kota Banda Aceh, sehingga memungkinkan adanya perbedaan hasil penelitian dan kesimpulan apabila penelitian dilakukan menambah atau mengganti pada objek dan daerah penelitian yang berbeda. b. Instrumen yang digunakan dalam pengumpulan data adalah kuesioner. Kurangnya sikap kepedulian dan keseriusan dalam menjawab semua pertanyaan-pertanyaan yang ada, masalah subjektivitas dari responden dapat mengakibatkan hasil penelitian ini rentan terhadap biasnya jawaban responden. Keadaan seperti ini merupakan hal yang tidak dapat dikendalikan karena berada diluar kemampuan peneliti.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
55
Saran-saran Berdasarkan keterbatasan penelitian yang telah dipaparkan diatas, maka peneliti memberikan beberapa saran untuk penelitian selanjutnya sebagai berikut : a. Variabel yang mempengaruhi kinerja manajerial pada penelitian ini terbatas pada faktor pengendalian intern dan pelaksanaan audit manajemen saja. Penelitian selanjutnya disarankan untuk menambah variabel-variabel yang berpengaruh terhadap kinerja manajerial, seperti faktor internal dan faktor eksternal dari luar perusahaan. b. Pengukuran kinerja pada penelitian ini terbatas pada metode evaluasi diri sendiri sehingga kemungkinan responden yang baru bekerja pada BUMN di kota Banda Aceh, masih belum bisa mengukur kinerjanya sendiri, sehingga diharapkan kepada peneliti selanjutnya untuk menggabungkan metode antara evaluasi bawahan terhadap atasan dan evaluasi atasan terhadap bawahannya, agar penelitian yang dilakukan bisa digeneralisasikan dalam upaya memberikan dukungan empiris terhadap teori yang diajukan. c. Untuk penelitian selanjutnya diharapakan kepada calon peneliti untuk memasukkan variabel-variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap kinerja manajerial dalam mendukung peningkatan kinerja dalam mengelola BUMN di kota Banda Aceh.
DAFTAR PUSTAKA Akmal, (2007). Pemeriksaan Intern (internal Audit). Indeks Arens, Alvin A, (2003). Auditing dan Pelayanan Verifikasi. Jakarta: Indeks Bayangkara, IBK, (2008). Audit Manajemen Prosedur dan Implementasi. Jakarta: Selemba Empat Garisson / Norren, Budisantoso, A. Totok, (2000). Akuntansi Manajerial. Jakarta: Salemba Empat. Ghozali, imam, (2001). Aplikasi Multivariate dengan Program SPSS. Semarang: UNDIP. Ismaya, Sujana, (2005). Kamus Akuntansi. Bandung: Pustaka Grafika. Kamal, Maulana (2001) Hubungan Diantara Gaya Evaluasi Kinerja Anggaran, Tekanan Kerja dan Kinerja Manajerial. Jurnal Manajemen & Bisnis Vol.3, No. 1 Laksamana, Arsono, (2002). Pengaruh Teknologi Informasi, Saling Ketergantungan, Karakteristik Sistem Akuntansi Manajemen Terhadap Kinerja Manajerial. Surabaya. Muljono, Teguh Pudjo, (1999). Aplikasi Manajemen Audit dalam Industri Perbankan.Yogyakarta: BPFE Mulyadi, (2002). Auditing. Jakarta: Salemba Empat. Monarsyah, (2003). Pengaruh Struktur Pengendalian Intern terhadap kinerja BUMN Di Kota Banda Aceh. Prasetyono, dan Kompyurini Nurul, (2007). analisis kinerja rumah sakit daerah dengan pendekatan balanced scorecard berdasarkan komitmen organisasi, pengendalian intern dan penerapan prinsip-prinsip good corporate governance (GCG). Makasar: Simponsium Nasional Akuntansi X. Pratolo, Suryo, (2007). Pengaruh Audit Manajemen, Komitmen Organisasional Manajer, Pengendalian Intern Terhadap Penerapan Prinsip-Prinsip Good Corporate
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
56
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Governance dan Kinerja Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Surabaya: Pascasarjana UPNV Jatim. Samryn, L.M, (2001). Akuntansi Manajerial. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sekaran, Uma, (2006). Research Methods For Business (metodologi Penelitian Untuk Bisnis). edisisi 4, Jakarta: Penerbit salemba empat. Siagian, P. Sondang, (2001). Audit Manajemen. Jakarta: Bumi Aksara. Suharli, Michell, (2006). Audit Finansial, Audit Manajemen dan Sistem Pengendalian Intern. Jakarta: Universitas Katolik Indonesia. Tim Redaksi Kamus Besar Bahasa Indonesia, (2005). Edisi ketiga. Departemen Pendidikan Nasional: Balai Pustaka. Tim Studi Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah, (2000). Pengukuran Kinerja. Jakarta: Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Tjirosidojo, Soemarjono, (1980). Bunga Rampai Menuju Pemeriksaan Pengelolaan (Manejement Auditing). Jakarta: PT. Ichtisar Baru. Tunggal, Amin Widjaja (2000) Pemeriksaan Intern. Jakarta: Rineka Cipta.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
57
PENGARUH KUALITAS PELAYANAN TERHADAP KEPUTUSAN PASIEN MELAKUKAN PEMERIKSAAN KESEHATAN PADA LABORATORIUM BADAN PELAYANAN KESEHATAN RSU DR.ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH
Teuku Edyansyah
Abstract: One of the strategies done by the management of Health Laboratory in maintaining or increasing the number of consumer is by giving qualified service. By having the best qualified service, it is expected that Health Laboratory will be able to meet the consumer’s expectation on the services given by Health Laboratory, able to win the competition, and able to gain maximal profit. The problems of this study are: (1) how are the influences of service quality of health laboratory which consist of tangible, reliability, responsibility, assurance and empathy on the patient decision to have health examination at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh; (2) how the relation of health examination service system given to the patient at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh with the standard of health examination decided by Health Department of Republic of Indonesia. The research analyse results shows that R-Square = 0.683, it means that the variable of patient decision is able to be explained by service quality as 68.3%, while the rest as 31.7% is explained by other free variables which are not included in the research model. The result of all tests is service quality which consists of tangible, reliability, responsibility, assurance and empathy influence most significantly on the patient decision to have health examination at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh, and the variable of empathy is partially positive but it does not influence, while the variables of tangible, reliability, responsibility and assurance influence significantly on the patient decision to have health examination at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The variable which influence most dominantly on the patient decision to have health examination at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh is the variable of assurance. The service system of health examination at Health Service Body Laboratory RSU Dr. Zainoel Abidin Banda Aceh relates to the standard of health examination which is decided by Health Department of Republic of Indonesia. Key words : Service, Patient Decision, Health Laboratory
____________________________________________________________________ Teuku Edyansyah, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
58
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
PENDAHULUAN Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta naiknya tingkat pendapatan, telah membuka cakrawala pemikiran dan kesadaran masyarakat akan pentingnya hidup sehat. Dewasa ini, kesehatan dipandang sebagai salah satu indikator penting dari tingkat kesejahteraan dan kualitas hidup seseorang. Dalam hal pemilihan sarana kesehatan, baik berupa klinik, rumah sakit, dokter, paramedis, maupun laboratorium kesehatan, seorang pasien akan senantiasa memperhatikan kualitas. Sebahagian besar pasien bertindak selektif untuk menghindari resiko yang mungkin timbul akibat dari pelayanan yang seadanya. Terutama dalam hal pemilihan laboratorium kesehatan, resiko yang mungkin timbul akibat kesalahan hasil pemeriksaan akan sangat fatal karena dapat menyebabkan kesalahan diagnosis oleh dokter, yang akhirnya akan mengakibatkan kesalahan terapi. Laboratorium kesehatan dinyatakan baik apabila telah memiliki peralatan yang lengkap, modern dan cocok dengan jenis pemeriksaan, sehingga hasil menjadi akurat. Disamping itu juga memiliki tenaga-tenaga profesional, serta pelayanan yang menyenangkan. Salah satu strategi yang dilakukan oleh pengelola laboratorium kesehatan dalam mempertahankan atau meningkatkan jumlah pasiennya adalah dengan memberikan pelayanan yang berkualitas (service quality). Dengan kualitas pelayanan yang optimal, diharapkan laboratorium kesehatan akan mampu memenuhi harapan dari pasien terhadap jasa yang dihasilkan laboratorium kesehatan, mampu memenangkan persaingan, dan mampu memperoleh keuntungan yang maksimal. Laboratorium Badan Pelayanan Kesehatan Rumah Sakit Umum Dr.Zainoel Abidin (BPK RSUZA) Banda Aceh merupakan salah satu laboratorium kesehatan yang terlengkap dan terbesar di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam. Laboratorium kesehatan ini sempat rusak dan hancur pada tanggal 26 Desember 2004 akibat gempa dan gelombang Tsunami. Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh kembali aktif berfungsi pada awal Pebruari 2005, setelah mendapat bantuan baik dari dalam maupun dari luar negeri, sehingga pada tanggal 31 Maret 2005 tercatat 22 donatur dan 48 NGO yang telah membantu BPK RSUZA Banda Aceh. Hingga saat ini, laboratorium kesehatan (Patologi Klinik) BPK RSUZA Banda Aceh melayani pasien untuk lima jenis pemeriksaan, yaitu Urinalisa, Hematologi, Serologi, Kimia Klinik, dan Mikrobiologi. Laboratorium kesehatan ini juga didukung fasilitas tambahan lainnya seperti tempat parkir yang luas, taman yang asri, mesjid, kantin, dan minimarket. Jumlah kunjungan pasien ke Laboratorium Kesehatan (Patologi Klinik) BPK RSUZA Banda Aceh pada tahun 2007 berjumlah 18.491 orang, dengan rata-rata perbulan mencapai 1.541 orang. Pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh berharap, pasien yang datang untuk memeriksakan kesehatannya ke laboratorium ini tidak hanya bagi mereka yang sakit atau terganggu kesehatannya, melainkan juga bagi mereka yang sehat untuk diketahui perkembangan kesehatannya. Oleh karena itu kualitas pelayanan pada laboratorium kesehatan tersebut perlu ditingkatkan lagi. Disini peneliti melihat adanya fenomena yang menarik dari Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, dimana sejumlah pasien mengeluhkan kurangnya empati pegawai saat melakukan pemeriksaan kesehatan di laboratorium tersebut. Jika hal ini terus berlanjut, maka dapat dipastikan pasien yang datang untuk memeriksakan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
59
kesehatannya ke laboratorium ini akan menurun jumlahnya. Hal ini berlawanan dengan harapan pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh. Berdasarkan fenomena yang ada, penulis membuat rumusan masalah sebagai berikut: (1) Bagaimana pengaruh kualitas pelayanan laboratorium kesehatan yang terdiri dari ; bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati terhadap keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh?. (2) Bagaimana hubungan antara sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan yang diberikan kepada pasien pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia?. TINJAUAN PUSTAKA Armstrong dan Kotler (1996), menyatakan bahwa: “Service is any activity or benefit that one party can offer to another that is essentialy intangible and does not result in the ownership of anything”. Sedangkan Payne (2000), menyatakan bahwa ; “Jasa adalah suatu kegiatan yang memiliki beberapa unsur ketakberwujudan yang berhubungan dengannya, melibatkan beberapa interaksi dengan konsumen atau dengan properti dalam kepemilikannya, dan tidak menghasilkan transfer kepemilikan”. Stanton dalam Hurriyati (2005), menyatakan bahwa ; “Jasa merupakan sesuatu yang tidak berwujud, yang dapat memberikan kepuasan kepada konsumen karena dapat memenuhi kebutuhan dan keinginan mereka. Untuk memproduksi jasa dapat digunakan bantuan produk fisik, namun dapat juga tidak. Selain itu pada umumnya dikonsumsi bersamaan pada saat diproduksi, dan jasa tidak mengakibatkan terjadinya pemindahan kepemilikan secara fisik”. France et al. (1992), dalam “Journal of Health Care Marketing” menyatakan bahwa : “There are severall differences between health care and other consumer services : 1. Health care is probably the must intangible of all services. 2. Mismatch between customer expectations and actual delivery may be greater for the health care product. 3. Demand for a health care product is less predictable. 4. Distinguishing the decision maker from the customer may be more convoluted for the health care product. 5. More often than not, the patient does not directly exchange money for the health care product”. Menurut Kotler (2003), “Jasa memiliki empat ciri utama yang sangat mempengaruhi rancangan program pemasaran, yaitu sebagai berikut : a. Tidak berwujud (intangible) Hal ini menyebabkan konsumen tidak dapat melihat, mencium, meraba, mendengar dan merasakan hasilnya sebelum mereka membelinya. Untuk mengurangi ketidakpastian, konsumen akan mencari informasi tentang jasa tersebut, seperti lokasi perusahaan, para penyedia dan penyalur jasa, peralatan dan alat komunikasi yang digunakan serta harga produk jasa tersebut. Beberapa hal yang dapat dilakukan perusahaan untuk meningkatkan kepercayaan calon konsumen yaitu sebagai berikut: 1) meningkatkan visualisasi jasa yang tidak berwujud menjadi berwujud, 2)
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
60
b.
c.
d.
menekankan pada manfaat yang diperoleh, 3) menciptakan suatu nama merek (brand name) bagi jasa, atau 4) memakai nama orang terkenal untuk meningkatkan kepercayaan konsumen. Tidak terpisahkan (inseparability) Jasa tidak dapat dipisahkan dari sumbernya, yaitu perusahaan jasa yang menghasilkannya. Jasa diproduksi dan dikonsumsi pada saat bersamaan. Jika konsumen membeli suatu jasa maka ia akan berhadapan langsung dengan sumber atau penyedia jasa tersebut, sehingga penjualan jasa lebih diutamakan untuk penjualan langsung dengan skala operasi terbatas. Untuk mengatasi masalah ini, perusahaan dapat menggunakan strategi-strategi, seperti bekerja dalam kelompok yang lebih besar, bekerja lebih cepat serta melatih pemberi jasa supaya mereka mampu membina kepercayaan konsumen. Bervariasi (variability) Jasa yang diberikan seringkali berubah-ubah tergantung dari siapa yang menyajikannya, kapan dan dimana penyajian jasa tersebut dilakukan. Ini mengakibatkan sulitnya menjaga kualitas jasa berdasarkan suatu standar. Mudah musnah (perishability) Jasa tidak dapat disimpan atau mudah musnah sehingga tidak dapat dijual pada masa yang akan datang, keadaan mudah musnah ini bukanlah suatu masalah jika permintaannya stabil, karena mudah untuk melakukan persiapan pelayanan sebelumnya. Jika permintaan berfluktuasi, maka perusahaan akan menghadapi persoalan yang sulit dalam melakukan persiapan pelayanannya. Untuk itu perlu dilakukan perencanaan produk, penetapan harga, serta program promosi yang tepat untuk mengatasi ketidaksesuaian antara permintaan dan penawaran jasa”.
Griffin dalam Lupiyoadi (2001), menyatakan bahwa ; “Jasa memiliki karakteristik sebagai berikut : 1. Intangibility. Jasa tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, didengar atau dicium sebelum jasa itu dibeli. Nilai penting dari hal ini adalah nilai tidak berwujud yang dialami konsumen dalam bentuk kenikmatan, kepuasan atau rasa aman. 2. Unstorability. Jasa tidak mengenal persediaan atau penyimpanan dari produk yang telah dihasilkan. Karakteristik ini disebut juga tidak dapat dipisahkan (inseparability) mengingat pada umumnya jasa dihasilkan dan dikonsumsi secara bersamaan. 3. Customization. Jasa juga seringkali didisain khusus untuk kebutuhan pelanggan sebagaimana pada jasa asuransi dan kesehatan”. Albrecht dan Zemke dalam Ratminto (2007) menyatakan bahwa ; “Terdapat empat elemen dasar dalam memproduksi jasa (strategi, sistem, manusia, dan pelanggan)”. 1. Strategi. Strategi merupakan pandangan filosofi yang berguna untuk menuntun segala aspek pelayanan jasa. Strategi harus menemukan kebutuhan serta keinginan pelanggan, sistem harus mengikuti strategi secara logis, manusia (karyawan/ pegawai) harus mengikuti sistem dan menjalankan strateginya.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
61
2. Sistem. Sistem merupakan prosedur fisik yang digunakan. Sistem (prosedur dan peralatan/fisik) yang dirancang harus sesuai dengan keinginan pelanggan (konsumen). 3. Manusia. Manusia dimaksudkan adalah karyawan/pegawai yang memproduksi jasa (produsen), manusia harus mengikuti sistem dan strategi yang dijalankan dalam organisasi manajemen. 4. Pelanggan. Pelanggan merupakan konsumen yang menikmati kemasan bermacammacam jasa yang diberikan oleh produsen, strategi, sistem dan manusia/karyawan yang harus berfokus kepada pelanggan (customer focus). Kotler (1993), menyatakan bahwa faktor-faktor utama yang menjadi penentu mutu jasa adalah sebagai berikut ; 1. Akses. Jasa harus mudah dijangkau dalam lokasi yang mudah dicapai pada saat yang tidak merepotkan dan cepat. 2. Komunikasi. Jasa harus diuraikan dengan jelas dalam bahasa yang mudah dimengerti oleh konsumen. 3. Kompetensi. Karyawan yang memiliki keterampilan dan pengetahuan yang dibutuhkan. 4. Kesopanan. Karyawan harus bersikap ramah, penuh hormat dan penuh perhatian. 5. Kredibilitas. Perusahaan dan karyawan harus bisa dipercayai dan memahami keinginan utama yang diharapkan konsumen. 6. Realibilitas. Jasa harus dapat dilaksanakan dengan konsisten dan cepat. Menurut Simamora (2001) “Pelayanan adalah setiap kegiatan atau manfaat yang ditawarkan suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya tidak berwujud dan tidak mengakibatkan kepemilikan apapun”. Moenir (2004) “Pelayanan adalah proses pemenuhan kebutuhan melalui aktivitas orang lain”. Sedangkan menurut Ivencevich et al.(dalam Ratminto dan Winarsih, 2005) “Pelayanan adalah produk-produk yang tidak kasat mata (tidak dapat diraba) yang melibatkan usaha-usaha manusia dan menggunakan peralatan”. Menurut Hornby (2000) ”Service is a system that provides something that the public needs, organized by the government or a private company”. Yang artinya Pelayanan adalah suatu sistem yang memenuhi sesuatu kebutuhan publik, diorganisasikan baik oleh pemerintah maupun perusahaan swasta. Moenir (1992) menyebutkan mengenai komponen-komponen yang dapat mendukung suatu pelayanan agar lebih berhasil, yaitu ; 1. Kesadaran para pejabat serta petugas yang berkecimpung dalam pelayanan. 2. Aturan yang menjadi landasan kerja pelayanan. 3. Organisasi yang merupakan alat serta kerja pelayanan. 4. Pendapatan yang memenuhi kebutuhan hidup. 5. Keterampilan petugas. 6. Sarana dalam pelaksanaan tugas. Ada beberapa jenis pelayanan yang ditawarkan oleh suatu perusahaan pada pasar, pelayanan ini dapat merupakan bagian terkecil atau bagian utama dari keseluruhan penawaran tersebut. Penawaran biasa saja berupa barang pada satu sisi dan layanan murni pada sisi lain.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
62
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Penawaran dari suatu perusahaan dapat diklasifikasikan, menurut Simamora (2001) yaitu ; a. Produk berwujud murni, penawaran semata-mata hanya terdiri dari produk fisik misalnya sabun mand, pasta gigi, atau sabun cuci tanpa pelayanan lainnya yang menyertai produk tesebut b. Produk berwujud disertai dengan layanan pendukung, pada kategori ini penawaran terdiri dari suatu produk fisik disertai dengan satu atau beberapa layanan untuk meningkatkan daya tarik pada konsumennya. Disini layanan didefinisikan sebagai kegiatan yang dilakukan perusahaan untuk pelanggan yang telah membeli produknya. Misalnya seperti seseorang yang baru membeli sepeda motor Honda, maka konsumen tersebut akan diberi pelayanan(service) sepeda motor gratis untuk beberapa bulan c. Hybrid, penawaran yang terdiri dari barang dan layanan dengan proporsi yang sama d. Pelayanan utama yang disertai barang dan layanan tambahan, penawaran terdiri dari suatu layanan pokok bersama-sama dengan layanan tambahan(pelengkap) dan barang-barang pendukung lainnya e. Pelayanan Murni, penawaran seluruhnya berupa layanan, seperti konsultsi psikologi Fitz-Simmons dalam Soetjipto (1997), menyatakan bahwa ; “Service quality didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dan harapan para pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh”. Goetsh dan Davis dalam Yamit (2002), mendefinisikan bahwa ; “Kualitas merupakan suatu kondisi dinamis yang berhubungan dengan produk, jasa, manusia, proses dan lingkungan yang memenuhi atau melebihi harapan”. Pendekatan definisi di atas menegaskan bahwa kualitas bukan hanya menekankan pada aspek hasil akhir (produk dan jasa) tapi juga menyangkut kualitas manusia, kualitas proses dan kualitas lingkungan. Menilai kualitas jasa dapat dilihat dari faktor output jasa (spesifikasi) dan cara pemberian jasa (pelayanannya). Setiap perusahaan memerlukan pelayanan yang unggul yakni suatu sikap atau cara karyawan dalam melayani pelanggan secara memuaskan. Bagi perusahaan yang bergerak di bidang jasa, memuaskan kebutuhan pelanggan berarti perusahaan harus memberikan pelayanan berkualitas (service quality) kepada pelanggan. Menurut Kotler (1993), “Terdapat dua pendekatan pelayanan yang berkualitas yang populer digunakan di kalangan bisnis. Pendekatan pertama dikemukakan oleh Albrecht dan Zemke yang mendasarkan pada dua konsep pelayanan berkualitas yaitu: a. Segitiga layanan (service triangle) Merupakan model interaktif manajemen pelayanan yang menghubungkan antara perusahaan dengan pelanggan. Model tiga jenis pemasaran jasa, yang terdiri dari tiga elemen dengan pelanggan sebagai titik fokus, elemen tersebut adalah : 1. Strategi pelayanan (service strategy) Strategi pelayanan adalah strategi untuk memberikan pelayanan kepada pelanggan dengan kualitas sebaik mungkin sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Standar pelayanan ditetapkan sesuai keinginan dan harapan pelanggan sehingga tidak terjadi kesenjangan antara pelayanan yang diberikan dengan harapan pelanggan. Strategi pelayanan harus pula dirumuskan dan diimplementasikan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
63
seefektif mungkin sehingga mampu membuat pelayanan yang diberikan kepada pelanggan tampil beda dengan pesaingnya. Untuk merumuskan dan mengimplementasikan strategi pelayanan yang efektif, perusahaan harus fokus pada kepuasan pelanggan sehingga perusahaan mampu membuat pelanggan melakukan pembelian ulang bahkan mampu meraih pelanggan baru. 2. Sumber daya manusia yang memberikan pelayanan (service people) Orang yang berinteraksi secara langsung maupun yang tidak berinteraksi langsung dengan pelanggan harus memberikan pelayanan kepada pelanggan secara tulus (emphaty), responsif, ramah, fokus dan menyadari bahwa kepuasan pelanggan adalah segalanya. Untuk itu perusahaan harus pula memperhatikan kebutuhan pelanggan internalnya (karyawan) dengan cara menciptakan lingkungan kerja yang kondusif, rasa aman dalam bekerja, penghasilan yang wajar, manusiawi, sistem penelitian kinerja yang mampu menumbuhkan motivasi. Tidak ada gunanya perusahaan membuat strategi pelayanan dan menerapkannya secara baik untuk memuaskan pelanggan eksternalnya, sementara pada saa yang sama perusahaan gagal memberikan kepuasan kepada pelanggan internalnya, demikian pula sebaliknya. 3. Sistem pelayanan (service system) Sistem pelayanan adalah prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit dan sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu mendisain ulang sistem pelayanannya jika pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Desain ulang sistem pelayanan tidak berarti harus merubah total sistem pelayanan tapi dapat dilakukan hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas pelayanan. Misalnya dengan memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan pekerjaan secara general sehingga pelanggan dapat dilayani secara cepat dengan menciptakan one stop service. b. Pelayanan Mutu Terpadu (Total Quality Service) Merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas kepada orang yang berkepentingan dengan pelayanan (stakeholders). Pendekatan kedua adalah Conceptual Model of Service Quality yang dikembangkan oleh Parasuraman et al. yang berupaya mengenali kesenjangan (gaps) pelayanan yang terjadi dan mencari jalan keluar untuk mengurangi atau bahkan menghilangkan kesenjangan pelayanan tersebut. Secara umum, kesenjangan pelayanan dapat dibedakan ke dalam dua kelompok yaitu : 1. Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan (company gaps) Kesenjangan ini dapat menghambat kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan berkualitas. Kesenjangan yang muncul dari dalam perusahaan dapat dibedakan ke dalam empat jenis kesenjangan yaitu : a) Kesenjangan 1: tidak mengetahui harapan konsumen akan pelayanan. b) Kesenjangan 2: tidak memiliki disain dan standar pelayanan yang tepat. c) Kesenjangan 3: tidak memberikan pelayanan berdasar standar pelayanan. d) Kesenjangan 4: tidak memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
64
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
2. Kesenjangan yang muncul dari luar perusahaan. Disebut kesenjangan 5, terjadi karena ada perbedaan antara persepsi konsumen dengan harapan konsumen terhadap pelayanan”. Menurut Lupiyoadi (2001), “Salah satu pendekatan kualitas pelayanan yang banyak dijadikan acuan dalam riset adalah model SERVQUAL (service quality) yang dikembangkan oleh Parasuraman et al. SERVQUAL dibangun atas adanya perbandingan dua faktor utama yaitu persepsi pelanggan atas layanan yang nyata mereka terima (perceived service) dengan layanan yang sesungguhnya diharapkan/diinginkan (expected service). Jika kenyataan lebih dari yang diharapkan, maka layanan dikatakan bermutu sedangkan jika kenyataan kurang dari yang diharapkan maka layanan dikatakan tidak bermutu. Dan apabila kenyataan sama dengan harapan maka layanan disebut memuaskan. Dengan demikian, service quality dapat didefinisikan sebagai seberapa jauh perbedaan antara kenyataan dengan harapan pelanggan atas layanan yang mereka terima/peroleh”. Agar pelayanan memiliki kualitas dan memberikan kepuasan kepada pelanggan mereka, maka perusahaan harus memperhatikan berbagai dimensi yang dapat menciptakan dan meningkatkan kualitas pelayanannya. Menurut Parasuraman et al. dalam Lupiyoadi (2001), “Terdapat lima dimensi SERVQUAL, yaitu : 1. Tangibles, atau bukti fisik yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh pemberi jasa, meliputi fasilitas fisik (gedung, gudang, dan lain sebagainya), perlengkapan dan peralatan yang dipergunakan (teknologi) serta penampilan pegawainya. 2. Reliability, atau keandalan yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan terpercaya. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi. 3. Responsiveness, atau ketanggapan yaitu suatu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan dengan penyampaian informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya alasan yang jelas menyebabkan persepsi yang negatif dalam kualitas pelayanan. 4. Assurance, atau jaminan dan kepastian yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menimbulkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi (communication), kredibilitas (credibility), keamanan (security), kompetensi (competence), dan sopan santun (courtesy). 5. Empathy, yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Dimana suatu perusahaan diharapkan memiliki pengertian dan pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan secara spesifik, serta memiliki waktu pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan”.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
65
Perusahaan harus menyadari bahwa suatu sistem layanan pelanggan tidak ada yang sempurna, oleh karena itu perusahaan harus tetap bekerja untuk mengevaluasi setiap sistem yang diterapkannya. Tujuan perusahaan harus diarahkan untuk tetap menemukan pelanggan. Dalam hal ini, perusahaan perlu menyadari bahwa pelanggan saat ini lebih terdidik dari pada sebelumnya. Mereka lebih berhati-hati dalam setiap pembelian yang mereka lakukan dan uang yang mereka keluarkan. Pelanggan menginginkan nilai yang sebanding dengan uang yang dikeluarkannya. Pelanggan juga menginginkan layanan yang baik dan bersedia membayarnya. Ratminto (2007) menyatakan bahwa ; “Sistem merupakan prosedur fisik yang digunakan. Sistem (prosedur dan peralatan/fisik) yang dirancang harus sesuai dengan keinginan pelanggan (konsumen)”. Selanjutnya Albrecht dan Zemke dalam Yamit (2002), menyatakan bahwa; “Sistem pelayanan (service system) adalah : prosedur pelayanan kepada pelanggan yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang dimiliki perusahaan. Sistem pelayanan harus dibuat secara sederhana, tidak berbelit dan sesuai standar yang telah ditetapkan perusahaan. Untuk itu perusahaan harus mampu mendisain ulang sistem pelayanannya jika pelayanan yang diberikan tidak memuaskan pelanggan. Disain ulang sistem pelayanan tidak berarti harus merubah total sistem pelayanan tapi dapat dilakukan hanya bagian tertentu yang menjadi titik kritis penentu kualitas pelayanan. Misalnya dengan memperpendek prosedur pelayanan atau karyawan diminta melakukan pekerjaan secara general sehingga pelanggan dapat dilayani secara cepat dengan menciptakan one stop service”. Dalam rangka mempertahankan pelanggan, Mowen dan Minor (2002), memberikan tujuh langkah menuju sistem layanan pelanggan yang sukses, yaitu : 1. Komitmen manajemen total. 2. Kenalilah pelanggan anda. 3. Kembangkan standar kinerja layanan yang berkualitas. 4. Pekerjakan, latih dan berilah penghargaan kepada staf yang baik. 5. Berilah penghargaan atas penyelesaian layanan. 6. Tetaplah dekat ke pelanggan anda. 7. Bekerjalah menuju perbaikan yang berkesinambungan. Program layanan pelanggan tidak bisa sukses tanpa ada komitmen dari manajemen puncak perusahaan. Sampai tingkat managing director, kepala eksekutif bahkan pemilik perusahaan sendiri harus mengembangkan konsep yang jelas dan visi layanan yang terarah bagi perusahaan. Kemudian menejemen harus mengkomunikasikan visinya kepada seluruh karyawan, sehingga karyawan dapat mengerti dan dapat melaksanakannya. Perusahaan tidak hanya perlu mengenali pelanggannya tetapi juga harus memahami pelanggan secara menyeluruh. Perusahaan perlu mengetahui apa yang disukai pelanggan, apa yang tidak disukai, perubahan apa yang diinginkan, bagaimana mereka menginginkan perusahaan tersebut, kebutuhan apa yang mereka perlukan, dan apa harapan-harapan mereka. Layanan pelanggan bukanlah konsep yang tidak dapat dilihat. Setiap usaha memiliki kegiatan usaha yang khas serta dapat dikembangkan. Sebagai contoh, berapa kali telepon berdering sebelum seseorang mengangkatnya, berapa pemrosesan suatu pesanan, dan lain-lain. Jika
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
66
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
standar ditetapkan untuk kegiatan usaha yang teratur, maka karyawan juga akan menunjukkan kinerja yang superior. Layanan kebaikan pelanggan dan program mempertahankan keefektifan pelanggan, dapat dilakukan hanya oleh orang yang berkompeten dan mampu. Layanan perusahaan haruslah seprofesional orang yang memberikannya. Jika perusahaan ingin tampak baik dimata orang, maka harus memperkerjakan orang yang baik pula. Selanjutnya karyawan tersebut harus dilatih agar memberikan hasil terbaik dalam layanan dan program mempertahankan pelanggan. Perusahaan sebaiknya memberikan penghargaan kepada setiap karyawan, karena karyawanlah yang berhadapan langsung dengan pelanggan. Perusahaan seharusnya menyediakan penghargaan materi maupun psikologis secara intensif bagi stafnya. Kemudian perusahaan juga sebaiknya memberikan penghargaan kepada pelanggan yang berperilaku baik. Memberi perhatian kepada pelanggan akan menjadikan mereka bertahan dan akan memberi rujukan kepada orang lain. Tetaplah berhubungan dengan pelanggan, dan sebaiknya dilakukan riset yang berkesinambungan untuk mempelajari mereka. Hubungan perusahaan dengan pelanggan dimulai setelah transaksi selesai. Dalam hal ini perusahaan harus menjalankan program mempertahankan pelanggan dan pelanggan akan mengetahui sejauh mana perusahaan memperhatikan mereka. Perusahaan harus memahami bahwa sistem layanan pelanggan tidak ada yang sempurna, oleh karena itu perusahaan harus selalu mengevaluasi setiap sistem yang diterapkannya. Perusahaan perlu menyadari bahwa pelanggan saat ini lebih terdidik daripada yang sebelumnya. Mereka umumnya lebih berhati-hati dalam setiap pembelian yang mereka lakukan dan uang yang mereka keluarkan. Schiffman dan Kanuk (2000), menyatakan bahwa ; “The term consumer behavior can be defined as the behavior that consumers display in searching for purchasing, using, evaluating, and disposing of products, services and ideas which they expect will satisfy their needs”. The American Marketing Association dalam Peter dan Olson (2002), mendefinisikan perilaku konsumen sebagai berikut : “Consumer behavior as the dynamic interaction of affect and cognition, behavior and the environment by which human being conduct the exchange aspects of their lives”. Menurut Zaltman dan Wallendorf dalam Mangkunegara (2002), “Perilaku konsumen adalah tindakan-tindakan, proses dan hubungan sosial yang dilakukan individu, kelompok dan organisasi dalam mendapatkan, menggunakan, suatu produk, jasa dan sumber lainnya sebagai suatu akibat dari pengalamannya dengan produk, jasa dan sumbersumber lainnya tersebut”. Menurut Engel et al. dalam Sumarwan (2003), “Perilaku konsumen adalah tindakan yang langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi dan menghabiskan produk dan jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan mengikuti tindakan ini”. Menurut Mowen et al. dalam Hurriyati (2005), “Perilaku konsumen adalah studi tentang unit pembelian (buying units) dan proses pertukaran (exchange process) yang melibatkan perolehan, konsumsi dan pembuangan barang dan jasa, pengalaman serta ideide”. Definisi ini mengandung dua konsep penting. Pertama, proses pertukaran (exchange process) dimana segala sumber daya ditransfer diantara kedua belah pihak antar konsumen dengan perusahaan yang melibatkan serangkaian langkah-langkah dimulai dari tahap perolehan atau akuisisi, lalu ke tahap konsumsi dan berakhir dengan tahap disposisi produk atau jasa. Kedua, unit pembelian (buying units), hal ini dikarenakan pembelian dilakukan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
67
oleh kelompok ataupun individu, dimana keputusan pembelian dilakukan oleh individu atau sekelompok orang. Menurut Armstrong dan Kotler (2003), “Consumer purchases are influenced strongly by cultural, social, personal and psychological characteristics : 1. Cultural factors exert a broad and deep influence on consumer behavior. The marketer needs to understand the role played by the buyer’s culture, subculture and social class. 2. Social factors. A consumer’s behavior also is influenced by social factors, such as the consumer’s small groups, family and social roles and status. 3. Personal factors. A buyer’s decisions also are influenced by personal characteristics such as the buyer’s age and life-cycle stage, occupation, economic situation, lifestyle and personality and self-concept. 4. Psychological factors. A person’s buying choices are further influenced by four major psychological factors : motivation, perception, learning and beliefs and attitudes. Kanuk dalam Hurriyati (2005), menyatakan bahwa ; “Ada dua faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen dalam proses pengambilan keputusan dalam pembelian atau penggunaan suatu produk barang atau jasa, yaitu : 1. Faktor internal, mencakup karakteristik individu, yang terdiri dari sumber daya konsumen, motivasi, keterlibatan, pengetahuan, sikap, kepribadian, nilai dan gaya hidup. 2. Faktor eksternal, mencakup dua aspek yaitu aspek kinerja bauran pemasaran dan aspek lingkungan sosial budaya. Melalui input kedua aspek eksternal tersebut, individu secara komprehensif internal memproses input bersamaan dengan pengalaman kebutuhan dan keinginan psikologis yang dimilikinya. Setelah semua aspek dikaji, maka individu tersebut akan mengambil keputusan. Apabila cocok dengan jasa tersebut, maka ia akan cenderung mengulang pembelian produk jasa tersebut di masa yang akan datang”. Menurut Hawkins et al. dan Engel et al. dalam Tjiptono (2002), “Proses pengambilan keputusan dibagi dalam tiga jenis, yaitu : 1. Pengambilan keputusan yang luas (extended decision making) Proses pengambilan keputusan yang luas merupakan jenis pengambilan keputusan yang paling lengkap, bermula dari pengenalan masalah konsumen yang dapat dipecahkan melalui pembelian beberapa produk. Untuk keperluan ini, konsumen mencari informasi tentang produk atau merek tertentu dan mengevaluasi seberapa baik masing-masing alternatif tersebut dapat memecahkan masalahnya. Evaluasi produk atau merek akan mengarah kepada keputusan pembelian. Selanjutnya konsumen akan mengevaluasi hasil dari keputusannya. Proses pengambilan keputusan yang luas terjadi untuk kepentingan khusus bagi konsumen atau untuk pengambilan keputusan yang membutuhkan tingkat keterlibatan tinggi, misalnya pembelian produk-produk yang mahal, mengandung nilai prestise, dan dipergunakan untuk waktu yang lama, bisa pula untuk kasus pembelian produk yang dilakukan pertama kali. 2. Pengambilan keputusan yang terbatas (limited decision making)
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
68
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Proses pengambilan keputusan terbatas terjadi apabila konsumen mengenal masalahnya, kemudian mengevaluasi beberapa alternatif produk atau merek berdasarkan pengetahuan yang dimiliki tanpa berusaha (atau hanya melakukan sedikit usaha) mencari informasi baru tentang produk atau merek tersebut. Ini biasanya berlaku untuk pembelian produk-produk yang kurang penting atau pembelian yang bersifat rutin. Dimungkinkan pula bahwa proses pengambilan keputusan terbatas ini terjadi pada kebutuhan yang sifatnya emosional atau juga pada environmental needs, misalnya seorang memutuskan untuk membeli suatu merek atau produk baru dikarenakan ‘bosan’ dengan merek yang sudah ada, atau karena ingin mencoba/merasakan sesuatu yang baru. Keputusan yang demikian hanya mengevaluasi aspek sifat/corak baru (novelty or newness) dari alternatifalternatif yang tersedia. 3. Pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan (habitual decision making) Proses pengambilan keputusan yang bersifat kebiasaan merupakan proses yang paling sederhana, yaitu konsumen mengenal masalahnya kemudian langsung mengambil keputusan untuk membeli merek favorit/ kegemarannya (tanpa evaluasi alternatif). Evaluasi hanya terjadi bila merek yang dipilih tersebut ternyata tidak sebagus/sesuai dengan yang diharapkan. Menurut Armstrong dan Kotler (2003), “The buyer decision process consists of five stages : need recognition, information search, evaluation of alternatives, purchase decision and postpurchase behavior”. Menurut Setiadi (2003), “Pengambilan keputusan konsumen adalah proses pemecahan masalah yang diarahkan pada sasaran”. Pemecahan masalah konsumen sebenarnya adalah suatu aliran tindakan timbal balik yang berkesinambungan di antara faktor lingkungan, proses kognitif dan afektif, serta tindakan perilaku. Periset dapat membagi aliran ini ke dalam beberapa tahap dan subproses yang berbeda untuk menyederhanakan masalah (problem solving). Model generik pemecahan masalah konsumen terdiri atas lima tahap atau proses dasar, yaitu : pemahaman adanya masalah, pencarian alternatif informasi, evaluasi alternatif, pembelian, penggunaan pasca pembelian dan evaluasi ulang alternatif yang dipilih. “Laboratorium kesehatan adalah sarana kesehatan yang melaksanakan pengukuran, penetapan dan pengujian terhadap bahan yang berasal dari manusia atau bahan yang bukan berasal dari manusia untuk penentuan jenis penyakit, penyebab penyakit, kondisi kesehatan dan faktor yang dapat berpengaruh terhadap kesehatan perorangan dan masyarakat” (Depkes RI, 2004). Untuk mengoptimalkan fungsi pelayanan laboratorium, ada beberapa hal penting yang perlu diperhatikan, diantaranya : koordinasi dengan program-program kesehatan ; standardisasi peralatan, bahan-bahan kimia, dan regensia ; kebijakan pembelian dan pemasokan ; pemeliharaan dan perbaikan peralatan ; kepercayaan terhadap peralatan dan regensia produksi sendiri ; perencanaan personil, produksi dan manajemen ; standar teknis laboratorium ; pedoman laboratorium ; supervisi dan dukungan ; sistem rujukan ; laporan dan informasi ; fasilitas komunikasi dan transportasi ; serta program jaminan kualitas (Sharma, et al., 1994).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
69
Secara lebih terperinci hal-hal tersebut di atas dapat dijelaskan sebagai berikut: Koordinasi dengan program-program kesehatan Pelayanan laboratorium dapat memberikan kontribusi yang cukup besar dalam usaha pemeliharaan kesehatan dan mengurangi penyebaran penyakit, dengan cara selalu melakukan koordinasi dan kerjasama dengan program-program kesehatan yang dilakukan oleh pemerintah dalam hal ini di bawah koordinasi departemen kesehatan, serta badan-badan lainnya. Standardisasi peralatan, bahan kimia dan regensia Kualitas hasil pemeriksaan sangat ditentukan oleh peralatan, bahan-bahan kimia, dan regensia yang digunakan. Oleh karena itu setiap peralatan yang digunakan harus telah lulus uji kelayakan oleh badan-badan yang berwenang. Selain itu, semua bahan-bahan kimia, regensia, media, biological, dan alat diagnosis harus selalu dievaluasi dan distandarkan pemakaiannya oleh laboratorium pusat. Kebijakan pembelian dan pemasokan Untuk menjaga tersedianya peralatan dan berbagai kebutuhan diagnosis lainnya, perlu diusahakan sistem pembelian dan pemasokan yang baik, yang menyangkut pemilihan pemasok yang bonafit ; pengawasan persediaan ; sistem komunikasi ; dan fasilitas transportasi. Pemeliharaan dan perbaikan peralatan Umumnya laboratorium yang berada di negara-negara berkembang termasuk Indonesia cenderung mengabaikan aspek pemeliharaan dan perbaikan peralatan. Untuk itu perlu adanya instruksi terhadap manajemen laboratorium untuk melakukan pemeliharaan dan perbaikan peralatan, menjaga tersedianya suku cadang, dan melatih teknisi dengan baik. Percaya terhadap peralatan dan regensia produksi sendiri Peralatan-peralatan diagnosis laboratorium umumnya diproduksi oleh perusahaanperusahaan besar, tetapi harga dan biaya pemeliharaannya cukup mahal karena produksi umumnya diperuntukkan bagi negara-negara industri. Sementara negaranegara berkembang memerlukan peralatan dengan biaya yang lebih murah, karena itu diperlukan tersedianya peralatan yang diproduksi dari sumber-sumber lokal dengan biaya yang cukup murah. Perencanaan sumber daya manusia, produksi dan manajemen Kualitas personil sangat menentukan efektivitas dan efisiensi pelayanan laboratorium. Karena itu manajemen perlu merencanakan rekrutmen serta pelatihan ahli dan teknisi laboratorium dengan sebaik-baiknya. Standar teknis laboratorium Untuk menghindari akan adanya resiko kesalahan serta kebingungan pada saat penyediaan peralatan-peralatan dan bahan-bahan kimia baru diperlukan adanya suatu metode teknis yang standar. Pedoman laboratorium Dalam upaya menjaga keseragaman dengan laboratorium-laboratorium lain maka WHO Manual of Basic Techniques for a Health Laboratory dapat dijadikan pedoman dasar operasional laboratorium. Pedoman ini diantaranya meliputi ; program-program kesehatan laboratorium, pemeliharaan peralatan, jaminan kualitas, biosafety, serta pengumpulan dan pengemasan specimen.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
70
9.
10.
11.
12.
13.
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Pengawasan dan dukungan Pengawasan dari level atas kepada level bawah sangat penting untuk menjaga efektivitas dan efisiensi fungsi laboratorium. Supervisor mengontrol aktivitas level bawah laboratorium, dan level atas memberi dukungan baik ekonomi maupun manajemen. Sistem penyerahan Sistem penyerahan sampel dari level bawah ke level atas pada laboratorium, akan menentukan ketepatan waktu mendapatkan hasil test. Oleh karena itu instruksi yang jelas, dukungan bahan yang memadai, serta manajemen yang fleksibel sangat dibutuhkan untuk mempermudah pengiriman specimen. Informasi dan pelaporan Informasi dan laporan dari level bawah dan menengah menjadi dasar bagi pusat laboratorium dalam aktivitas diagnosis. Disamping itu berbagai informasi tersebut juga diperlukan untuk menyusun program-program pencegahan wabah penyakit, pengawasan kualitas, serta kontrol persediaan dan peralatan. Fasilitas transportasi dan telekomunikasi Sistem transportasi yang efisien dan komunikasi yang baik sangat dibutuhkan untuk mendukung penyediaan logistik, sistem penyerahan sampel, serta pengiriman laporan dan informasi kepada manajemen. Program jaminan kualitas Jaminan kualitas dalam laboratorium sangat penting untuk menyediakan hasil diagnosis yang terpercaya, tepat waktu dan akurat dalam rangka mendukung perlindungan pasien secara optimal, pencegahan wabah penyakit, dan keperluan riset.
Peningkatan mutu pelayanan laboratorium kesehatan dilaksanakan melalui berbagai upaya, antara lain peningkatan kemampuan manajemen dan kemampuan teknis tenaga laboratorium kesehatan, peningkatan teknologi laboratorium, peningkatan rujukan, dan peningkatan kegiatan pemantapan mutu. Pemantapan mutu laboratorium kesehatan adalah semua kegiatan yang ditujukan untuk menjamin ketelitian dan ketepatan hasil pemeriksaan laboratorium, dilaksanakan melalui berbagai kegiatan, antara lain pemilihan metode yang tepat, pengambilan spesimen yang benar, pelaksanaan pemeriksaan laboratorium oleh tenaga yang memiliki kompetensi dan pelaksaan kegiatan pemantapan mutu internal serta pemantapan mutu eksternal. Pemantapan mutu eksternal adalah kegiatan pemantapan mutu yang diselenggarakan secara periodik oleh pihak oleh pihak diluar laboratorium yang bersangkutan untuk menilai secara retrospektif adanya kesamaan hasil pada berbagai laboratorium dan mendeteksi adanya penyimpangan. Pemantapan mutu internal adalah kegiatan pencegahan dan pengawasan yang dilaksanakan oleh masing –masing laboratorium secara terus menerus agar diperoleh hasil pemeriksaan yang tepat dan teliti. Berbagai tindakan pencegahan perlu dilaksanakan sejak tahap pra analitik, tahap analitik sampai dengan tahap pasca analitik. Tahap pra analitik yaitu tahap mulai mempersiapkan pasien, menerima spesimen, memberi identitas spesimen, mengambil spesimen, mengirimkan spesimen, menyimpan spesimen sampai dengan menguji kualitas air/reagen/antigen-antisera/media. Tahap analitik yaitu tahap mulai dari mengolah spesimen, mengkalibrasi perlatan laboratorium, sampai dengan menguji ketelitian-
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
71
ketepatan.Tahap pasca analitik yaitu tahap mulai dari mencatat hasil pemeriksanan, interpretasi hasil sampai dengan pelaporan”.(Depkes RI, 1997). Menurut Donebean (1996) menyatakan bahwa “Standar laboratorium kesehatan adalah menaikkan ketepatan kualitatif atau kuantitatif yang spesifik dari komponen struktural dalam sistem pelayanan kesehatan yang didasarkan pada proses atau hasil suatu harapan”. Selanjutnya, Mahendrata (1995) mendefinisikan bahwa ; “Standar adalah suatu patokan pencapaian berbasis pada tingkat”. Manfaat Standar Kesehatan (Depkes RI, 2004) : 1. Standar kesehatan menetapkan norma dan memberi kesempatan anggota masyarakat dan perorangan mengetahui bagaimanakah tingkat pelayanan kesehatan yang diharapkan/diinginkan. Karena standar tersebut tertulis sehingga dapat dipublikasikan/diketahui secara luas. 2. Standar kesehatan menunjukkan ketersediaan yang berkualitas dan berlaku sebagai tolok ukur untuk memonitor kualitas kinerja. 3. Standar kesehatan berfokus pada inti dan tugas penting yang harus ditunjukkan pada situasi aktual dan sesuai dengan kondisi lokal. 4. Standar kesehatan meningkatkan efisiensi dan mengarahkan pada pemanfaatan sumber daya dengan lebih baik. 5. Standar kesehatan meningkatkan pemanfaatan staf dan motivasi staf. 6. Standar kesehatan dapat digunakan untuk menilai aspek praktis baik pada keadaan dasar maupun post-basic pelatihan dan pendidikan. Standar pemeriksaan pada laboratorium kesehatan (Depkes RI, 2004) adalah : 1. Tahap Pra Analitik a. Formulir permintaan pemeriksaan Identitas pasien, identitas pengirim (dokter dan laboratorium pengirim), No. laboratorium, tanggal pemeriksaan, permintaan pemeriksaan harus sudah lengkap dan jelas. b. Persiapan Pasien Persiapan pasien sesuai persyaratan. c. Pengambilan dan penerimaan spesimen Spesimen dikumpulkan secara benar, dengan memperhatikan jenis spesimen. 2. Tahap Analitik a. Pemeriksaan Alat/instrumen berfungsi dengan baik. 3. Tahap Pasca Analitik a. Pembacaaan Hasil Penghitungan, pengukuran, identifikasi dan penilaian sudah benar. b. Pelaporan Hasil Kecenderungan hasil pemeriksaan laboratorium dengan diagnosis dokter sesuai.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
72
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
METODE PENELITIAN Penelitian ini dilaksanakan di Laboratorium Kesehatan (Patologi Klinik) BPK RSUZA Banda Aceh, yang beralamat di Jalan Tgk. Daud Beuereueh No.108 Banda Aceh.Penelitian ini berlangsung pada bulan Agustus 2008 sampai dengan bulan Januari 2009. Pendekatan dalam penelitian ini adalah studi kasus dilakukan di Laboratorium Kesehatan (Patologi Klinik) BPK RSUZA Banda Aceh, didukung dengan survey pada pasien Laboratorium Kesehatan (Patologi Klinik) BPK RSUZA Banda Aceh. Menurut Umar (2000) “Studi kasus merupakan penelitian yang rinci mengenai suatu objek tertentu selama kurun waktu tertentu dengan cukup mendalam dan menyeluruh termasuk lingkungan dan kondisi masa lalunya”. Kerlinger (1995) mengemukakan “bahwa, penelitian survey adalah penelitian yang dilakukan pada populasi besar maupun kecil, tetapi data yang dipelajari adalah data dari sampel yang diambil dari populasi tersebut, sehingga ditemukan kejadian-kejadian relatif, distribusi dan hubungan-hubungan antar variabel sosiologis maupun psikologis”. Jenis penelitian ini adalah deskriptif kuantitatif, yaitu penelitian yang akan menguji pengaruh kualitas pelayanan yang terdiri dari ; bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan, dan empati terhadap keputusan pasien, serta hubungan antara sistem pelayanan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, kemudian menganalisisnya melalui rumus-rumus statistik. Menurut Sugiyono (2003) “Metode penelitian deskriptif kuantitatif dapat diartikan sebagai metode penelitian yang didasarkan pada filsafat positivisme, digunakan untuk meneliti pada populasi dan sampel tertentu, pengumpulan data menggunakan instrumen penelitian, analisis data bersifat kuantitatif/statistik dengan tujuan untuk menguji hipotesis yang telah ditetapkan ”. Sifat penelitian adalah menguraikan atau menjelaskan (descriptive explanatory research). Menurut Sugiyono (2003) “Penelitian deskriptif eksplanatory, yaitu penelitian yang bermaksud menjelaskan kedudukan variabel-variabel yang diteliti serta hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain”. Populasi dari penelitian ini adalah pasien Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh yang terdata pada Bagian Administrasi dan Pelayanan Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, yang pada tahun 2007 yang lalu berjumlah 18.491 orang. Umar (2003) menyatakan bahwa, “untuk menentukan minimal sampel yang dibutuhkan jika ukuran populasi diketahui, dapat digunakan rumus Slovin”. Adapun rumus Slovin adalah sebagai berikut : N n= 1+ N e 2 Dimana : n = jumlah sampel N = jumlah populasi e = asumsi taraf kesalahan = 10% (0,10) Dengan demikian jumlah sampel adalah : 18.491 n= = 99.46 1 + 18.491 (0.10) 2
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
73
Atau dibulatkan menjadi 100 pasien (responden). Pengambilan sampel dilakukan dengan menggunakan teknik sampling aksidental adalah “Teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan bagi siapa saja yang bertemu dengan peneliti dan dianggap cocok sebagai sumber data dapat dijadikan sampel”, (Sugiyono, 2003). Sampel penelitian ini adalah pasien yang sedang berkunjung ke Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh pada saat peneliti melakukan penelitian dan sampel dipilih secara acak. Wawancara dilakukan langsung kepada pihak yang berhak dan berwenang memberi data dan informasi sehubungan dengan penelitian. Daftar pertanyaan (questionaire) diberikan kepada pasien Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh yang dijadikan responden. Studi dokumentasi, dilakukan dengan mengumpulkan dan mempelajari data pendukung yang diperoleh dari Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, yang relevan untuk digunakan dalam penelitian seperti data tentang pendidikan dan jumlah pegawai, serta jumlah pasien. Data primer yang diperoleh langsung dari wawancara (interview) dan daftar pertanyaan (questionaire).Data sekunder yang diperoleh melalui pengumpulan data dari Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, berupa data pendidikan dan jumlah pegawai, serta jumlah pasien. Berdasarkan perumusan masalah, kerangka berpikir dan hipotesis yang diajukan maka variabel-variabel dalam penelitian ini diidentifikasikan sebagai berikut: 1. Identifikasi variabel hipotesis pertama Variabel bebas/Independent Variable (X), yaitu kualitas pelayanan yang terdiri dari; bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), jaminan (X4), dan empati (X5) yang mempengaruhi Variabel terikat/Dependent Variable yaitu keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh (Y). 2. Identifikasi variabel hipotesis kedua Sistem pelayanan (X) dihubungkan dengan standar pemeriksaan kesehatan (Y) yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Definisi operasional variabel adalah menjelaskan variabel penelitian dan skala pengukurannya, sebagai berikut : a. Bukti fisik (X1), yaitu bukti nyata yang dapat dilihat pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, meliputi peralatan laboratorium kesehatan yang lengkap dan canggih, peralatan fisik (gedung, fasilitas pendukung di laboratorium kesehatan) yang bersih dan nyaman, penampilan pegawai yang bersih dan rapi serta lokasi yang strategis, diukur dengan skala Likert. b. Keandalan (X2), yaitu kemampuan untuk mewujudkan jasa sesuai dengan yang telah dijanjikan secara tepat pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, meliputi ketepatan waktu layanan, pelayanan yang sama untuk semua pasien tanpa kesalahan dan keakuratan penanganan/ pengadministrasian dokumen serta hasilnya diukur dengan skala Likert. c. Daya tanggap (X3), yaitu keinginan untuk membantu pasien dan menyediakan jasa/pelayanan yang dibutuhkan pasien pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, meliputi kesediaan pegawai dalam membantu pasien, keluangan waktu pegawai untuk menanggapi permintaan pasien dengan cepat, dan kejelasan informasi waktu penyampaian jasa, diukur dengan skala Likert.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
74
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
d. Jaminan kepastian (X4), yaitu kemampuan sumber daya yang dimiliki laboratorium kesehatan dalam memberikan pelayanan yang sesuai dengan standar yang diharapkan pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, meliputi pengetahuan dokter ahli dan pegawai, kemampuan dokter ahli dan pegawai dan sifat dapat dipercaya yang dimiliki pegawai, diukur dengan skala Likert. e. Empati (X5), yaitu kemudahan dalam mendapatkan pelayanan, keramahan, komunikasi dan kemampuan memahami kebutuhan pasien pada laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, meliputi perhatian khusus kepada pasien, komunikasi yang baik dan kemudahan dalam menjalin relasi, diukur dengan skala Likert. f. Keputusan pasien (Y)¸ yaitu upaya atau tindakan pasien dalam mengambil keputusan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh meliputi inisiatif kebutuhan, pencarian informasi, mengevaluasi penawaran, ketepatan dalam memutuskan pilihan, dan dampak psikologis setelah memutuskan, diukur dengan skala Likert. g. Sistem Pelayanan (X), yaitu prosedur pelayanan kepada pasien yang melibatkan seluruh fasilitas fisik termasuk sumber daya manusia yang dimiliki Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh. h. Standar Pemeriksaan Kesehatan (Y), yaitu menaikkan ketepatan kualitatif atau kuantitatif yang spesifik dari komponen struktural dalam sistem pelayanan kesehatan yang didasarkan pada proses atau hasil suatu harapan, khusus dalam hal ini adalah tahap pra analitik, analitik dan pasca analitik. Teknik skala yang digunakan dalam penelitian ini adalah skala Likert yang merupakan bagian dari jenis attitude scales. Skala Likert adalah dimana responden menyatakan tingkat setuju atau tidak setuju mengenai berbagai pernyataan tentang perilaku, objek, orang atau kejadian (Kuncoro, 2003). Menurut Santoso (2005), skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau sekelompok orang terhadap fenomena sosial.
PEMBAHASAN HASIL PENELITIAN Uji Validitas Untuk mengetahui apakah instrumen angket yang dipakai cukup layak digunakan sehingga menghasilkan data yang akurat sesuai dengan tujuan ukurannya, maka dilakukan uji validitas. Sugiyono (2003), menyatakan “Pengukuran validitas internal menggunakan uji validitas setiap butir pertanyaan dengan cara mengkorelasikan skor item masing-masing variabel dengan skor total masing-masing variabel sehingga akan terlihat butir instrumen yang layak dan tidak layak untuk mengukur variabel penelitian ini”. Koefisien korelasi dikatakan baik atau valid apabila lebih r ≥ 0.3. Menurut Umar (2003), “Jumlah responden untuk uji coba disarankan minimal 30 orang, agar distribusi skor (nilai) akan lebih mendekati kurva normal”. Uji Reliabilitas Pengujian reliabilitas instrumen dilakukan dengan perangkat lunak Statistic Package for Social Sciences (SPSS) versi 10.00. Setelah uji validitas dilakukan, maka
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
75
selanjutnya terhadap kuesioner yang akan disebarkan kepada responden sampel dilakukan uji reliabilitas untuk melihat konsistensi jawaban. Pengujian dilakukan dengan cara mencobakan instrument sekali saja, kemudian data yang diperoleh dianalisis dengan teknik tertentu, dalam hal ini teknik yang digunakan adalah teknik Alpa Cronbach. Suatu variabel dikatakan reliabel jika memberikan nilai Cronbach Alfa > 0.60 (Ghozali, 2003). Tabel 1. Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Variabel N Variabel Cronbach’s Alpha Keterangan Of Items Variabel Bukti Fisik 0.755 5 Reliabel Variabel Keandalan 0.709 3 Reliabel Variabel Daya Tanggap 0.703 3 Reliabel Variabel Jaminan Kepastian 0.715 5 Reliabel Variabel Empati 0.743 3 Reliabel Variabel Keputusan Pasien 0.723 5 Reliabel Variabel Sistem Pelayanan 0.725 2 Reliabel Variabel Standar Pemeriksaan 0.883 7 Reliabel Kesehatan Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah) Menurut Sekaran (2006), bahwa “reliabilitas yang kurang dari 0.6 adalah kurang baik, sedangkan 0.7 dapat diterima dan reliabilitas dengan cronbach’s alpa 0.8 atau diatasnya adalah baik.” Berdasarkan output yang diperoleh pada tabel di atas, diperoleh nilai koefisien reliabilitas pada variabel standar pemeriksaan kesehatan lebih besar dari 0.8 (>0.8) adalah baik dan nilai koefisien reliabilitas pada variabel lainnya lebih besar dari 0.7 (>0.7) dapat diterima, maka variabel – variabel yang digunakan pada instrumen tersebut adalah reliabel untuk digunakan dalam penelitian. Hasil Uji Hipotesis Pertama Hipotesis pertama menyatakan bahwa kualitas pelayanan yang terdiri atas bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), dan jaminan kepastian (X4) berpengaruh terhadap keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, sedangkan empati (X5) tidak berpengaruh terhadap keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Jika pihak manajemen Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh meningkatkan kualitas pelayanan maka keputusan pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh akan semakin bertambah. Misalnya kualitas pelayanan ditingkatkan sebesar 1 kali, maka keputusan pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh bertambah menjadi 2.328. Berdasarkan pada Tabel 2 dibawah ini, maka persamaan regresi linier berganda dalam penelitian adalah: Ŷ = 1.266 + 0.207X1 + 0.205X2 + 0.170X3 + 0.385X4 + 0.095X5
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
76
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Tabel 2. Hasil Uji Koefisien Regresi Hipotesis Pertama Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model Std. B Beta Error 1 (Constant) 1.266 1.703 Bukti Fisik .207 .099 .197 Keandalan .205 .099 .225 Daya Tanggap .170 .084 .146 Jaminan Kepastian .385 .088 .413 Empati .095 .079 .073 a Dependent Variable: Keputusan Pasien Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah) Pada persamaan tersebut dapat dilihat bahwa bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), dan jaminan kepastian (X4) memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), dan jaminan kepastian (X4) mempunyai koefisien regresi positif yang membuktikan kontibusinya terhadap keputusan pasien. Sedangkan empati (X5) tidak memiliki kemampuan untuk mempengaruhi keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Nilai koefisien determinasi (R2) dipergunakan untuk mengukur besarnya pengaruh variabel bebas yakni bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), jaminan kepastian (X4), dan empati (X5) terhadap keputusan pasien (Y) melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Berdasarkan Tabel 3 diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0.683. Hal ini menunjukan bahwa 68.3% variabel bukti fisik (X1), keandalan (X2), daya tanggap (X3), jaminan kepastian (X4), dan empati (X5) menjelaskan terhadap variabel keputusan pasien (Y), sedangkan 31.7% adalah merupakan pengaruh dari variabel bebas lain yang tidak dijelaskan oleh model penelitian, antara lain seperti biaya pemeriksaan, rekomendasi lingkungan sekitar (keluarga, teman, tetangga dan lain-lain), dan lain-lain. Tabel 3. Hasil Uji Determinasi Hipotesis Pertama Adjusted R Std. Error of the Model R R Square Square Estimate 1 .826(a) .683 .666 .73742 a Predictors: (Constant), Empati, Bukti Fisik, Daya Tanggap, Jaminan Kepastian, Keandalan b Dependent Variable: Keputusan Pasien Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
77
Uji Serempak Hipotesis Pertama Hasil pengujian hipotesis pertama secara serempak dapat dilihat pada Tabel 4 sebagai berirkut: Tabel 4. Hasil Uji F Hipotesis Pertama Sum of Mean Model df F Sig. Squares Square Regressio 1 109.884 5 21.977 40.414 .000(a) n Residual 51.116 94 .544 Total 161.000 99 a Predictors: (Constant), Empati, Bukti Fisik, Daya Tanggap, Jaminan Kepastian, Keandalan b Dependent Variable: Keputusan Pasien Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah) Berdasarkan Tabel 4 di atas diperoleh bahwa nilai Fhitung (40.414) lebih besar dibandingkan dengan nilai Ftabel (2.31), dan sig. α (0.000a) lebih kecil dari alpha 5% (0.05). Hal ini mengindikasikan bahwa hasil penelitian menolak H0 dan menerima H1. Dengan demikian secara serempak kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan dan empati berpengaruh terhadap keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh, dengan tingkat pengaruh yang sangat signifikan. Dalam hal ini, berarti pihak Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh telah berhasil dalam menerapkan kualitas pelayanan yang baik terhadap pasiennya, sesuai dengan harapan dari pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh dapat dirasakan oleh semua pasiennya selaku pengguna jasa. Hal ini ditandai juga dengan banyaknya pasien yang mengambil keputusan untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
78
Uji Parsial Hipotesis Pertama Hasil pengujian hipotesis pertama secara parsial dapat dilihat pada Tabel 5 berikut: Tabel 5. Hasil Uji Parsial Hipotesis Pertama Unstandardized Coefficients
Model 1
(Constant) Bukti Fisik Keandalan Daya Tanggap Jaminan Kepastian Empati
B 1.266 .207 .205 .170 .385 .095
Std. Error 1.703 .099 .099 .084 .088 .079
Standardized Coefficients
t
Sig.
Beta .197 .225 .146 .413 .073
.743 2.098 2.064 2.028 4.390 1.198
.459 .039 .042 .045 .000 .234
a Dependen Variabel: Keputusan Pasien Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah)
Berdasarkan Tabel 5 di atas diperoleh hasil sebagai berikut: 1. Nilai thitung untuk variabel bukti fisik (2.098) lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel bukti fisik (0.039) lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini berarti bahwa setiap pasien menginginkan laboratorium pemeriksaan kesehatan yang akan dikunjunginya memiliki fasilitas laboratorium yang lengkap, canggih serta bersih sehingga akan menimbulkan kepercayaan pada dirinya bahwa hasil pemeriksaan yang diberikan itu benar. 2. Nilai thitung untuk variabel keandalan (2.064) lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel keandalan (0.042) lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini berarti bahwa kurangnya informasi akan jenis penyakit yang diderita akan menimbulkan keresahan dalam diri pasien. Keresahan itu merupakan perasaan yang harus segera dihilangkan melalui hasil pemeriksaan laboratorium.Semakin canggih fasilitas laboratorium kesehatan, maka hasil pemeriksaannya juga semakin cepat, jadi perasaan keresahaan tersebut akan cepat berlalu. Dengan demikian kecepatan dan ketepatan pemeriksaan serta memperoleh hasil pemeriksaan yang akurat sangat diperhatikan oleh pasien. 3. Nilai thitung untuk variabel daya tanggap (2.028) lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel daya tanggap (0.045) lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini berati bahwa pasien menginginkan pemeriksaan yang sesegera mungkin dari petugas laboratorium kesehatan ketika pasien tiba di laboratorium kesehatan tersebut. 4. Nilai thitung untuk variabel jaminan kepastian (4.390) lebih besar dibandingkan dengan nilai ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel jaminan kepastian (0.000) lebih kecil dari alpha (0.05). Hal ini berarti bahwa pasien sangat memperhatikan kredibilitas dan profesionalitas dari petugas laboratorium kesehatan. Semakin kredibel dan profesional petugasnya, maka pasien akan semakin yakin dengan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan serta ketepatan hasil pemeriksaannya.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
79
5. Nilai thitung untuk variabel empati (1.198) lebih kecil dibandingkan dengan nilai ttabel (1.66), atau nilai sig. t untuk variabel empati (0.234) lebih besar dari alpha (0.05). Hal ini berarti bahwa pasien menginginkan pemeriksaan secara langsung dan sesegera mungkin dari petugas laboratorium kesehatan, mereka tidak menginginkan untuk membicarakan atau melakukan hal-hal selain dari ketentuan pemeriksaan kesehatan. Dalam hal ini, berarti pihak Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh telah berhasil dalam menerapkan kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap dan jaminan kepastian yang baik terhadap pasiennya, sesuai dengan harapan dari pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh. Sehingga apa yang menjadi tujuan dari pihak manajemen BPK RSUZA Banda Aceh dapat dirasakan oleh semua pasiennya selaku pengguna jasa. Sedangkan variabel empati belum memenuhi harapan pasien. Namun demikian hal ini tidak mempengaruhi pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan. Oleh karena itu dipandang perlu oleh pihak manejemen BPK RSUZA Banda Aceh untuk lebih memperbaiki nilai empati dari pegawai yang ada pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh. Hasil Uji Hipotesis Kedua Pengujian hipotesis kedua dilakukan menggunakan statistik nonparametrik dengan teknik Korelasi Jenjang Spearman (Rank Correlation Spearman Method). Karena Metode Korelasi Jenjang Spearman adalah suatu metode untuk mengukur keeratan hubungan antara dua variabel, dimana dua variabel itu tidak mempunyai joint normal distribution dan conditional variance tidak diketahui sama kedua sampel bersifat independen dan datanya bersifat ordinal (Siegel, 1986). Tabel 6. Uji Nonparametric Correlations Hipotesis Kedua Sistem Standar Pelayanan Spearman's rho Sistem Pelayanan Correlation 1.000 .713(**) Coefficient Sig. (2-tailed) . .000 N 100 100 Standar Correlation .713(**) 1.000 Coefficient Sig. (2-tailed) .000 . N 100 100 ** Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). Sumber: Hasil Penelitian, 2009 (Data Diolah) Hasil pengujian dengan teknik Korelasi Jenjang Spearman (Rank Correlation Spearman Method) dapat dilihat pada Tabel 6. Berdasarkan pada tabel di atas diperoleh hasil dimana nilai rs hitung (0.713) lebih besar dari rs tabel (0.200) dengan Asymp. Sig (2tailed) 0.000 lebih kecil dibandingkan dengan nilai α (0.05). Hal ini berarti hasil penelitian menolak H0 dan menerima H1. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa Ada hubungan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
80
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
antara sistem pelayanan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Ini menunjukkan korelasi sedang (0.50 – 0.79) antara sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia yang berarti semakin tinggi standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia maka akan semakin tinggi/meningkat sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Hal ini menjelaskan bahwa selama ini sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan yang dilakukan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh telah baik dan ada hubungan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. KESIMPULAN Kualitas pelayanan mempengaruhi keputusan pasien untuk melakukan pemeriksaan R– Square = 0.683 kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Nilai mencerminkan bahwa variasi kualitas pelayanan mampu menjelaskan keputusan pasien sebesar 68.3 %. Secara serempak kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan kepastian dan empati berpengaruh sangat signifikan terhadap keputusan pasien untuk melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Secara parsial ada empat variabel kualitas pelayanan yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh, yaitu variabel bukti fisik, keandalan, daya tanggap, dan jaminan kepastian, sedangkan variabel empati tidak berpengaruh terhadap keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Dari kelima variabel bebas, yang paling dominan mempengaruhi keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh adalah variabel jaminan kepastian. Sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh berhubungan dengan standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia. Ini ditunjukkan oleh adanya nilai korelasi sebesar 0.713 yang merupakan korelasi sedang (0.50 – 0.79) yang berarti semakin tinggi standar pemeriksaan kesehatan yang ditetapkan oleh Departemen Kesehatan Republik Indonesia maka akan semakin tinggi/meningkat sistem pelayanan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Kualitas pelayanan yang terdiri dari bukti fisik, keandalan, daya tanggap, jaminan kepastian dan empati secara parsial memberikan pengaruh yang berbeda-beda terhadap keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh. Untuk itu pihak Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh sebaiknya mempertahankan perhatian terhadap variabel bukti fisik, keandalan, daya tanggap, dan jaminan kepastian kepada pasien, karena keempat variabel tersebut telah memberikan pengaruh yang signifikan terhadap keputusan pasien. Variabel empati walaupun tidak mempengaruhi keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium BPK RSUZA Banda Aceh namun harus ditingkatkan karena di masa yang akan datang variabel ini diharapkan dapat bersaing dengan Laboratorium kesehatan lainnya yang ada di Banda Aceh. koefisien determinasi atau R – Square = 68.3%, berarti variasi keputusan
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
81
pasien dapat dijelaskan oleh kualitas pelayanan sebesar 68.3%. Dengan kata lain masih banyak faktor lain diluar model yang perlu diperhatikan oleh pihak Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh sebagai upaya untuk meningkatkan jumlah pasien. Bagi peneliti selanjutnya yang berminat mengkaji keputusan pasien melakukan pemeriksaan kesehatan pada Laboratorium Kesehatan BPK RSUZA Banda Aceh agar meneliti variabel lain untuk mengetahui 31.7% lagi variabel lain yang dapat menjelaskan variasi keputusan pasien.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian : Suatu Pendekatan Praktik. Rineka Cipta, Jakarta Armstrong, Gary, dan Philip, Kotler. 1996. Principles of Marketing. International Edition, Seventh Edition, Prentice-Hall, New Jersey. _________________________. 2003. Marketing : An Introduction. International Edition, Sixth Edition, McGraw-Hill, New York. Djarwanto. 2003. Statistik Nonparametrik. BPFE-Yogyakarta, Yogyakarta Donebean, Sale. 1996. Quality Assurance for Nurses and Other Members of The Health Care Team. Second Edition. MacMillian, London. Ghozali, Imam. 2005. Analisis Multivariat dengan Program SPSS. Edisi Ketiga. Universitas Diponegoro, Semarang. Hornby, A. S. 2000. Oxford Advanced Learner’s Dictionary of Current English. Oxford University Press, New York. Hurriyati, Ratih. 2005. Bauran Pemasaran dan Loyalitas Konsumen. Cetakan Pertama, CV. Alfabeta, Bandung. Kerlinger, Fred N. 1995. Asas-asas Penelitian Behavioral. Edisi Ketiga. Cetakan Keempat. Penerjemah Landung R. Simatupang. Gadjah Mada University, Yogyakarta. Kotler, Philip. 1993. Manajemen Pemasaran Analisis Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Edisi Keenam. Jilid I dan II, Penerjemah Herujati Purwoko, Erlangga, Jakarta. Kuncoro, Mudrajad. 2003. Metode Riset untuk Bisnis dan Ekonomi Bagaimana Meneliti dan Menulis Tesis. Erlangga, Jakarta. Lupiyoadi, Rambat. 2001. Manajemen Pemasaran Jasa Teori dan Praktik. Edisi Pertama, Penerbit Salemba Empat, Jakarta. Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu. 2002. Perilaku Konsumen. Edisi Revisi, Refika Aditama, Bandung. Moenir, HAS. 1992. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Cetakan Kedua, Bumi Aksara, Jakarta. ___________. 2004. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Cetakan Ketujuh, Bumi Aksara, Jakarrta. Mowen, John C. dan Michael Minor, 2002. Perilaku Konsumen. Jilid I, Edisi Kelima, Erlangga, Jakarta. Payne, Andrian, 2000. Pemasaran Jasa (The Essence of Service Marketing). Terjemahan Fandy Tjiptono, Edisi Pertama, Cetakan Pertama, Penerbit Andi, Yogyakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
82
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Peter, J.Paul., Jerry C.Olson. 2002. “Consumer Behavior and Marketing Strategy”. Sixth Edition, McGraw-Hill, New York. Ratminto. 2007. Manajemen Pelayanan : Pengembangan Model Konseptual, Penerapan Citizen’s Charter dan Standar Pelayanan Minimal. Pustaka Pelajar, Yogyakarta. Santoso, Singgih. 2001. SPSS Versi 10 : Mengolah Data Statistik secara Profesional. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. _____________. 2005. SPSS Mengolah Data Statistik Secara Profesional. PT. Elex Media Komputindo, Jakarta. Schiffman, Leon G., Leslie Lazar Kanuk. 2000. Consumer Behavior. 7th Edition, PrenticeHall, New Jersey. Sekaran, Umar, 2006. Metode Penelitian Untuk Bisnis, Edisi Keempat, Penerjemah : Kwan Men Yon, Salemba Empat : Jakarta. Setiadi, Nugroho J., 2003. Perilaku Konsumen : Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Edisi Pertama, Penerbit Prenada Media, Jakarta. Siegel, Sidney. 1986. Statistik Nonparametrik untuk Ilmu-ilmu Sosial. Penerjemah Zanzawi Suyuti dan Landung Simatupang, PT. Gramedia, Jakarta. Simamora, Bilson. 2001. Memenangkan Pasar dengan Pemasaran Efektif dan Profitable. Gramedia Pustaka Umum, Jakarta. Sugiyono. 2003. Metode Penelitian Bisnis. Alfabeta, Bandung. Sumarwan, Ujang. 2003. Perilaku Konsumen : Teori dan Penerapannya dalam Pemasaran. Penerbit Ghalia Indonesia, Jakarta. Tjiptono, Fandy. 2002. Strategi Pemasaran. Penerbit Andi, Yogyakarta. Umar, Husein. 2000. Research Methods in Finance and Banking. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. ___________. 2003. Metode Riset Perilaku Organisasi. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Winardi.1993. Asas-asas Marketing. CV. Mandar Maju, Bandung. ______. 1994. Marketing dan Perilaku Konsumen. CV. Mandar Maju, Bandung. Yamit, Zulian, 2002. Manajemen Kualitas Produk dan Jasa, Penerbit Ekonisia, Yogyakarta. Zeithaml, Valarei A., Mary Jo Bitner. 2004. Services Marketing : Integrating Customer Focus Across The Firm. 3rd Ed., McGraw Hill, New York. Depkes RI. 1997. Petunjuk Pelaksanaan Pemantapan Mutu Internal Laboratorium Kesehatan. Pusat Laboratorium Kesehatan, Jakarta. Depkes RI. 2004. Pedoman Praktek Laboratorium Yang Benar. Dirjen Yanmedik Dirlabkes, Jakarta. France, Karen Russo, Grover, Rajiv. 1992. What Is the Health Care Product ?. Journal of Health Care Marketing, Vol. 12. Mahendrata, Yodi. 1995. Petunjuk Teknis Penyusunan Prosedur Tetap Kegiatan Rumah Sakit Swadana. Direktorat UMDK, Dirjen Yanmedik. DepKes RI, Jakarta. Sriwiyanti, Eva. 2006. Analisis Pengaruh Kualitas Pelayanan Terhadap Keputusan Pasien Memilih Untuk Dirawat di Rumah Sakit Harapan Pematangsiantar (Studi Kasus di Unit Instalasi Rawat Inap). Tesis. Program Magister Ilmu Manajemen, Sekolah Pascasarjana USU, Medan (Tidak Dipublikasikan).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
83
Sharma, K.B., et.al, 1994. Health Laboratory Services : in Support of Primary Health Care in Developing Countries. New Delhi : World Health Organization (WHO) Regional Office for South-East Asia. Soetjipto, Budi W. 1997. Service Quality, Manajemen Usahawan, FE UI, Jakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
84
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
ANALISIS DETERMINAN PENDAPATAN USAHA KECIL DI KOTA LHOKSEUMAWE
Nazir
Abstract: This paper explain which determine incomes of small bussines in Lhokseumawe. Factor which determine, for example; working capital , labour, and experience of effort (Winardi.1994, Nasution. 2002 Solossa. 2000, Nusantara. 2004, Nazir And Nasir. 2006. Sasmita. 2006). Problems faced small bussines in Lhokseumawe its minim made available working capital, is thereby expected to add the working capital which is more amount of with searching other external fund source, more and more working capital used ever greater hence income accepted. And the working capital represent the most dominant factor in determine mount its incomes. Andthen labour shall be more be improved again its work productivity because at the height of its productivity hence ouput yielded by more amount of thereby can improve the incomes, and also enhance the its effort experience, by enhancing experience hence can provide and serve the consumer requirement and in the end affect at of incomes. Key words: Small Bussines, Income, Lhokseumawe
____________________________________________________________________ Nazir, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
85
PENDAHULUAN Peran usaha kecil dalam suatu daerah bahkan negara memberikan andil yang besar terhadap pertumbuhan perekonomian. Bank Indonesia (2001) mencatat beberapa peranan strategis dari usaha kecil, antara lain jumlahnya yang besar dan terdapat dalam sejumlah sektor ekonomi dan potensi yang besar dalam penyerapan tenaga kerja karena setiap investasi pada sektor usaha kecil dapat menciptakan lebih banyak kesempatan kerja dibandingkan dengan investasi yang sama pada usaha menengah dan besar serta memiliki kemampuan untuk memanfaatkan bahan baku lokal dan manghasilkan barang dan jasa yang dibutuhkan masyarakat dengan harga yang terjangkau. Perekonomian suatu daerah dimulai dari kontribusi usaha kecil kemudian diikuti oleh usaha menengah dan besar. Usaha kecil mampu berdiri sendiri yang merupakan kinerja sektor riil yang berbasis perekonomian rakyat yang terdapat baik di perkotaan maupun di perdesaan, yang kehadirannya diharapkan mampu meningkatkan taraf hidup masyarakat, baik dari hasil kinerjanya dan kemampuan dalam penyerapan tenaga kerja dan mengurangi angka kemiskinan. Namun demikian pengembangan usaha kecil masih terkendala dengan terbatasnya sumber daya yang dimilikinya seperti terbatasnya modal kerja, sedikitnya jumlah tenaga kerja serta terbatasnya pengalaman dalam berusaha. Setiap entitas bisnis termasuk usaha kecil dalam menjalankan usahanya tentunya mengharapkan pendapatan. Adapun yang mendeterminasi pendapatan usaha kecil antara lain modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman dalam berusaha. Akan tetapi pendapatan yang akan diperoleh antara usaha kecil yang satu dengan usaha kecil lainnya berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan oleh bedanya dalam mengalokasikan modal kerjanya juga bedanya jumlah tenaga kerja yang digunakan serta berbedanya pengalaman dalam berusaha.
KAJIAN LITERATUR Teori Pendapatan Menurut Kuswadi (2008) “pendapatan adalah arus masuk bruto dari manfaat ekonomi yang timbul akibat normal perusahaan selama satu periode, arus masuk itu mengakibatkan kenaikan modal (ekuitas) dan tidak berasal dari kontribusi penanam modal. Arus masuk dimaksud adalah hasil dari penjualan produk perusahaan”. Kemudian Manurrung (2006) berpendapat bahwa pendapatan suatu perusahaan bisa merupakan penjualan barang dan jasa yang diberikan. Peningkatan penjualan barang dan jasa dapat disebabkan kenaikan harga barang yang ditentukan perusahaan karena adanya kenaikan bahan baku, upah buruh dan sebagainya atau kenaikan penjualan karena kuantitas barang yang meningkat. Selanjutnya Sukirno (2003) mengatakan pendapatan dalam kegiatan perusahaan, keuntungan ditentukan dengan cara mengurangi berbagai biaya yang dikeluarkan dari hasil penjualan yang diperoleh. Kemudian menurut Antonio (2002) “pendapatan adalah kenaikan kotor dalam asset atau penurunan dalam liabilitas atau gabungan dari keduanya selama periode yang dipilih oleh pernyataan pendapat yang berakibatkan dari investasi yang halal, perdagangan, memberikan jasa atau aktivitas lain yang bertujuan meraih keuntungan”. Simamora (2000) “Pendapatan merupakan potensi pasar yang paling indikatif bagi sebagian besar produk konsumsi dan industri serta jasa”. Sementara Nanga (2004) mendifinisikan “pendapatan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
86
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
perorangan yaitu pendapatan agregat yang berasal dari berbagai sumber yang secara aktual diterima oleh seseorang atau rumah tangga”. Menurut Mankiw (2004) “Pendapatan Perorangan (personal income) adalah pendapatan yang diterima oleh rumah tangga dan usaha yang bukan perusahaan. Selanjutnya Ningsih (2001) “pendapatan merupakan hasil kerja dari suatu usaha yang telah dilakukan”. Rizal (2001:13) mengemukakan bahwa ”setiap kegiatan seseorang mengharapkan imbalan atau pendapatan, pendapatan yang dimaksud disini adalah adalah pendapatan yang diterima dari hasil kerja dan hasil usaha yang dilakukan secara maksimal dalam suatu pekerjaan.Kemudian menurut Longenecker, et.al (2001:266) ”pendapatan merupakan jumlah yang dihasilkan oleh perusahaan selama periode tertentu, sering kali dalam waktu satu tahun”. Nudirman (2001:11) juga mengemukakan bahwa “pendapatan adalah nilai yang didapat dari suatu usaha yang telah dilaksanakan dalam waktu kurun tertentu”. Pengertian Usaha Kecil Pengertian usaha kecil di Indonesia masih sangat beragam. Sebelum dikeluarkannya Undang-undang No. 9 tahun 1995, setidaknya ada lima instansi yang merumuskan usaha kecil dengan caranya masing-masing. Kelima instansi itu adalah Biro Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian, Bank Indonesia, Departemen Perdagangan serta Kamar Dagang dan Industri (Kadin). Pada kelima instansi itu, kecuali BPS, usaha kecil pada umumnya dirumuskan dengan menggunakan pendekatan finansial. Biro Pusat Statistik (BPS) Indonesia manggambarkan bahwa perusahaan dengan jumlah tenaga kerja 1 sampai 4 orang digolongkan sebagai industri kerajinan dan rumah tangga, perusahaan dengan tenaga kerja 5 sampai 19 orang sebagai industri kecil, perusahaan dengan tenaga kerja 20 sampai 99 orang sebagai industri sedang atau menengah dan perusahaan dengan tenaga kerja lebih dari 100 orang sebagai industri besar. Winardi, (2002) menyatakan bahwa usaha kecil adalah usaha produktif, terutama dalam bidang produksi atau pemasaran tertentu yang menggunakan jasa-jasa, misalnya: transportasi, jasa perhubungan yang menggunakan modal dan tenaga kerja yang relatif kecil. Sedangkan dalam SK Menperindag No. 254 tahun 1997 dijelaskan, usaha kecil adalah sebagai suatu kegiatan usaha industri yang memiliki nilai investasi sampai dengan 200 juta rupiah, tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. Wheelen dan Hunger dalam Sugidarma (2002), berpendapat bahwa usaha kecil dioperasikan dan dimiliki secara independen, tidak dominan dalam daerahnya dan tidak menggunakan praktek-praktek inovatif. Tapi usaha yang bersifat kewirusahaan adalah usaha yang pada awalnya bertujuan untuk tumbuh dan menguntungkan serta dapat dikarakteristikkan dengan praktek-praktek inovasi strategis. Menurut Suryana, (2001) “ usaha kecil umumnya mencantumkan karakteristik perusahaan yang tergolong usaha kecil : 1) biasanya bersifat bebas, tidak terikat dengan identitas bisnis lain, misalnya sebagai cabang, anak perusahaan atau divisi dari perusahaan yang lebih besar, 2) biasanya sepenuhnya dikendalikan oleh pemiliknya yang biasanya adalah owner-manager yang memberikan kontribusi kepada hampir semua hal, tidak hanya terbatas pada modal kerja, 3) otoritas pengambilan keputusan dipegang penuh oleh pemilik usaha”.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
87
Determinan Pendapatan Usaha Kecil Winardi (1994) menyatakan bahwa “modal merupakan salah satu faktor produksi yang dapat mempengaruhi pendapatan”. Nasution (2002) berpendapat bahwa salah satu faktor determinan pendapatan adalah rutinitas yaitu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam hal ini pengalaman dalam berusaha. Nusantara (2004) dalam penelitiannya mencoba memasukkan variabel pengalaman kerja dalam mendeterminasi pendapatan. Nazir dan Nasir (2006) serta sasmita (2006) memasukkan variabel modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman sebagai faktor determinan pendapatan. Modal Kerja Alwi (1991) mengemukakan bahwa “modal kerja mengandung dua pengertian pokok yaitu gross working capital yang merupakan keseluruhan dari aktiva lancar dan net working capital yang merupakan selisih antara aktiva lancar dikurangi hutang lancar. Kemudian Ahmad (1997) mengemukakan modal kerja dari segi konsepnya yaitu modal kerja secara umum dapat berarti: 1). Seluruh aktiva lancar atau modal kerja kotor (gross working capital) atau konsep kuntitatif, 2). Aktiva lancar dikurangi utang lancar (net working capital) atau konsep kuantitatif, 3). Keseluruhan dana yang diperlukan untuk menghasilkan tahun berjalan atau functional working capital atau konsep fungsional. Noor (2007) mengartikan modal dari sudut sumber dananya, dikatakan bahwa sumber dana jangka panjang yang ada dalam perusahaan, terdiri dari modal sendiri (equity) dan utang jangka panjang. Kemudian Sartono (2001) berpendapat bahwa “ada dua pengertian modal kerja yaitu gross working capital adalah keseluruhan aktiva lancar, sementara net working capital adalah kelebihan aktiva lancar di atas hutang lancar. Lebih lanjut Sartono (2001) mengemukan bahwa “konsep modal kerjanol (zero working capital) merupakan selisih antara persediaan ditambah dengan piutang dikurangi dengan hutang jangka pendek”, konsep ini tidak termasuk di dalamnya alat-alat yang paling likuid dalam harta lancar, seperti kas, efek atau sekuritas, akan tetapi yang termasuk di dalamnya adalah persediaan dan piutang. Kasmir (2006) ”modal kerja yaitu modal yang digunakan untuk membiayai operasional perusahaan pada saat perusahaan sedang beroperasi”. Dengan demikian modal kerja selalu dipergunakan oleh suatu badan usaha untuk membiayai kegiatan usahanya sehari-hari secara terus menerus. Menurut Weston, et.al (1990) ”modal kerja adalah investasi perusahaan pada aktiva jangka pendek yaitu kas, sekuritas yang mudah di pasarkan, persediaan dan piutang usaha”. Modal kerja didefinisikan oleh para ahli bermacam ragam, mereka memandang dari masing-masing konsep modal kerja itu sendiri. Brealey, et.al (2004) yang menyatakan bahwa “Working capital is current assets minus current liabilities. Often called working capital” modal kerja adalah harta lancar dikurangi dengan hutang lancar yang sering disebut dengan modal kerja. Longenecker, et.al (2001) “modal kerja merupakan aktiva likuid yang dapat diubah menjadi kas dalam siklus operasi sebuah perusahaan”.
Tenaga Kerja Pengertian Ketenagakerjaan menurut Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan Pasal 1 ayat (1) adalah segala hal yang berhubungan dengan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
88
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja. Sedangkan pengertian Tenaga Kerja dalam Pasal 1 ayat (2) adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan/atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat. Menurut Soemitro (2010), ”tenaga kerja (man power) adalah bagian dari angkatan kerja yang berfungsi dan ikut serta dalam proses produksi serta menghasilkan barang atau jasa”. Sedangkan di dalam Data Statistik Indonesia (2010) dijelaskan bahwa tenaga kerja (man power) adalah seluruh penduduk dalam usia kerja (berusia 15 tahun atau lebih) yang potensial dapat memproduksi barang dan jasa. Sementara kerja merupakan sesuatu yang dibutuhkan oleh manusia. Kebutuhan itu bisa bermacam-macam berkembang dan berubah, bahkan sering kali tidak disadari oleh pelakunya. Seorang pekerja ada sesuatu yang rendah dicapainya dan orang berharap bahwa aktivitas kerja yang dilakukan akan membawanya kepada suatu keadaan yang lebih memuaskan dari pada keadaan sebelumnya (As’ad, 1999). Menurut Fran (1998), menyatakan pekerjaan adalah kegiatan yang direncanakan, jadi pekerjaan itu memerlukan pemikiran yang khusus. Kegiatan yang dilaksanakan tidak hanya karena pelaksanaan kegiatan itu sendiri yang menyenangkan melainkan karena kita mau dengan sungguh mencapai suatu hasil yang kemudian berdiri sendiri. Menurut Smith (2000) menyatakan bahwa tujuan dari kerja adalah untuk hidup. Sedangkan Miller dan form (1998) menyatakan bahwa motivasi untuk bekerja tidak dapat dikaitkan hanya pada kebutuhan-kebutuhan ekonomi sebab orang tetap akan bekerja walaupun mereka sudah tidak membutuhkan hal-hal yang bersifat materil jadi kerja merupakan bagian yang tidak bisa dipisahkan dari kehidupan manusia. Pengalaman Usaha Nasution (2002) berpendapat bahwa salah satu faktor determinan pendapatan adalah rutinitas yaitu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, dalam hal ini pengalaman dalam berusaha. Pengalaman usaha tentu tidak terlepas dari kegiatan wirausaha, lama waktu atau berbagai macam kegiatan usaha yang pernah dilakukan di masa lampau disebut sebagai pengalaman usaha. Kata wirausaha atau “pengusaha” diambil dari bahasa Perancis “entrepreneur” yang pada mulanya berarti pemimpin musik atau pertunjukkan (Jhingan, 1999). Kemampuan dan keahlian seseorang dilatarbelakangi oleh pendidikan dan pengalaman, karena pendidikan membutuhkan proses yang panjang, begitu juga dengan pengalaman. Pengalaman muncul akibat dari panjangnya waktu yang dipergunakan dalam bekerja atau berusaha pada lapangan usaha tertentu. Melalui pengalaman tersebut timbul keahlian, kemampuan dan keuletan serta pengetahuan. Pada umumnya semakin berpengalaman seseorang semakin mudah menjalankan usahanya kearah keberhasilan, dari pengalaman tersebut seseorang terus belajar dan berusaha memperbaiki dari keadaan yang tidak menguntungkan kepada arah yang lebih baik dan menguntungkan. Gitosudarmo (1999) mengemukakan bahwa “bertambahnya pengalaman pekerja maka dia mampu melakukan efisiensi atau menekan biaya seminimal mungkin yang pada akhirnya berdampak pada tingkat pendapatan yang diperoleh”. Faktor penentu produktivitas dari modal manusia ditujukan pada pengatahun dan keahlian yang diperoleh pekerja melalui pendidikan, pelatihan dan pengalaman. Modal manusia meliputi keahliankeahlian yang diperoleh, juga pelatihan-pelatihan kerja (Mankiw,2004).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
89
METODE PENELITIAN Populasi dan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh usaha kecil yang tersebar di wilayah Kota Lhokseumawe. Berhubung jumlah populasi tidak diketahui di kota Lhokseumawe maka teknik penarikan sampel dilakukan dengan non probabilty sampling dengan metode Purposive Sampling, yaitu suatu metode pengambilan sampel yang bersifat tidak acak dan sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan ataupun kriteria-kriteria tertentu (Arikunto, 1997). Adapun yang menjadi sampel dalam penelitian ini adalah pengusaha kecil yang tempat usahanya diwilayah kota Lhokseumawe yang berjumlah 100 orang. Model Analisis Data Adapun model analisis data yang digunakan untuk menjawab yang mendeterminasi pendapatan usaha kecil adalah multiple regresion analysis atau analisis regresi berganda dengan persamaan sebagai berikut LnY = ß0 + ß1LnX1 + ß2LnX2 + ß3LnX3 + e Dimana: Y = Pendapatan Usaha Kecil X1 = Modal Kerja X2 = Tenaga Kerja X3 = Pengalaman Usaha ß0 = Intercep atau Konstanta ß1 – ß3 = Parameter regresi e = Error term HASIL DAN PEMBAHASAN Analisis Determinan Pendapatan Usaha Kecil di Kota Lhokseumawe Koefisien Korelasi dan Determinasi Koefisien korelasi berguna untuk melihat sejauhmana hubungan antara variabel independen terhadap variabel dependen. Hasil analisis koefisien korelasi (R) ditemukan sebesar 0,829. Hal ini berarti hubungan variabel dependen yaitu pendapatan usaha kecil terhadap variabel independen yang terdiri dari modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman usaha sebesar 82,9%. Selanjutnya koefisien determinasi (R Square) digunakan untuk mengukur sejauhmana variabel independen dapat menjelaskan variabel dependen. Hasil analisis koefisien determinasi didapatkan (R Square) sebesar 0,687. Nilai ini menunjukkan bahwa kemampuan variabel independen yang terdiri dari modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman usaha dapat menjelaskan pengaruhnya terhadap variabel dependen yaitu pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe sebesar 68,7% , sedangkan sisanya 31,7% dipengaruhioleh variabel lain di luar dari model penelitian ini (Tabel. 1)
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
90
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Model
Tabel 1: Koefisien Korelasi dan Determinasi Adjusted R R R Square Square Std. Error of the Estimate .829(a)
.687
.678
.17522
a Predictors: (Constant), Modal Kerja, Tenaga Kerja, Pengalaman Usaha Sumber : Hasil Penelitian, 2010 (Data diolah) Pengujian Simultan (Uji F) Uji secara simultan (Uji-F) dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independen berpengaruh secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen secara statistik atau sebaliknya. Dari hasil pengujian secara bersama-sama (simultan) sebagaimana yang disajikan pada Tabel 1 di atas dapat dilihat nilai Fhitung sebesar 70,345 dengan signifikansi alpha sebesar 0,000 pada taraf kepercayaan 95%. Sedangkan Ftabel v1 = n-k (100 –4 = 96) dan v2 = k-1 (4 - 1= 3) diperoleh nilai sebesar 5,66 pada α = 0,05. Maka Fhitung > Ftabel, yaitu 70,345 > 5,66 dan nilai signifikansi lebih kecil dari 0,05. Dengan demikian menolak Ho dan menerima Ha, yang berarti modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman usaha secara bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe (Tabel 2). Tabel. 2 Hasil Pengujian Secara Simultan Sum of Model Squares df Mean Square F Regression 6.480 3 2.160 70.345 Residual 2.948 96 .031 Total 9.427 99 a Predictors: (Constant), Modal Kerja, Tenaga Kerja, Pengalaman Usaha b Dependent Variable: Pendapatan Usaha Kecil Sumber : Hasil Penelitian, 2010 (Data diolah)
Sig. .000(a)
Pengujian Secara Parsial (Uji t) Uji secara parsial (Uji t) dilakukan untuk mengetahui pengaruh variabel independen secara individual (parsial) terhadap variabel dependen secara statistik. Adapun hasil pengujian secara parsial dapat dilihat pada Tabel 3 di bawah ini.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
Model
Tabel. 3 Hasil Pengujian Secara Parsial Standardized Unstandardized Coefficients Coefficients B
Std. Error .623 .049
(Constant) 9.987 Modal Kerja .242 Tenaga .044 Kerja Pengalaman .040 Usaha a Dependent Variable: Pendapatan Usaha Kecil Sumber : Hasil Penelitian, 2010 (Data diolah)
t
91
Sig.
Beta .348
16.032 4.962
.000 .000
.008
.344
5.229
.000
.008
.342
4.939
.000
Berdasarkan Tabel 3 di atas, maka persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: LnY = 9,987+ 0,242LnX1+ 0,044LnX2+ 0,040LnX3 Dari hasil uji parsial sebagaimana di sajikan pada Tabel 3 di atas dapat dilihat bahwa semua variabel independen memiliki nilai thitung > ttabel dan signifikan pada taraf uji 95% dengan nilai signifikan < α = 0,05, di mana ttabel dengan (df)= n-k (100–4 =96) pada α = 0,05 diperoleh nilai 1,980. Dengan demikian seluruh variabel independen yaitu modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman usaha berpengaruh signifikan terhadap variabel dependen yaitu pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe pada taraf kepercayaan 95%. Dari ketiga variabel independen dalam penelitian ini yang paling dominan mempengaruhi pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe yaitu variabel modal kerja yang mempunyai nilai koefisien sebesar 0,242 dan niai signifikansi 0,000 pada α = 0,05. Variabel modal kerja (X1) mempunyai koefisien sebesar 0,242 yang berarti bahwa apabila menambahnya modal kerja Rp.1 maka akan meningkatnya pendapatan usaha kecil sebesar Rp. 0,25 dengan asumsi ceteris paribus. Hasil ini menunjukkan bahwa setiap penambahan modal kerja dalam berusaha maka dapat meningkatkan pendapatan. Modal kerja tersebut merupakan variabel yang paling dominan dalam mempengaruhi tingkat pendapatan usaha kecil di Kota Lhokseumawe, karena dengan menambahnya modal kerja tersebut dapat ditingkatkan lagi bahan bakunya dengan jumlah yang lebih besar lagi. Hasil penelitian ini sejalan dengan konsep Winardi (1994) modal merupakan salah satu faktor produksi yang dapat mempengaruhi pendapatan. Hasil penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian Nusantara (2004) yang menemukan bahwa pengalaman kerja berpengaruh terhadap pendapatan pekerja non farm. Kemudian juga konsisten dengan penelitian Nazir dan Nasir (2006) yang menemukan variabel modal usaha berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan pengrajin garam. Kemudian sejalan dengan hasil penelitian Sasmita (2006) yang menemukan variabel modal usaha berpengaruh signifikan terhadap tingkat pendapatan usaha nelayan. Variabel tenaga kerja (X2) mempunyai koefisien sebesar 0,044 yang berarti bahwa apabila menambahnya tenaga kerja 1 orang maka akan meningkatnya pendapatan usaha kecil sebesar Rp.0,05 dengan asumsi ceteris paribus. Dari hasil penelitian ini juga
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
92
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
menunjukkan bahwa menambahnya tenaga kerja dalam bekerja pada usaha kecil maka akan meningkatkan pendapatannya. Hasil penelitian ini juga sejalan dengan penelitian Nusantara (2004), Nazir dan Nasir (2006) dan Sasmita (2006) yang menemukan dalam penelitiannya tenaga kerja berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. Variabel pengalaman usaha (X3) mempunyai koefisien sebesar 0,040 menunjukkan bahwa apabila menambahnya pengalaman 1 tahun maka akan meningkatnya pendapatan usaha kecil sebesar Rp.0,04 dengan asumsi ceteris paribus. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa menambahnya pengalaman dalam berusaha maka dapat meningkatkan pendapatannya. Hasil penelitian ini juga sejalan sejalan dengan konsep Nasution (2002) yang menyatakan bahwa salah satu faktor determinan pendapatan adalah rutinitas yaitu kegiatan yang dilakukan secara terus menerus, rutinitas tersebut membutuhkan waktu yang lama, dalam hal ini pengalaman dalam berusaha. Penelitian ini juga konsisten dengan hasil penelitian Nusantara (2004), Nazir dan Nasir (2006) dan Sasmita (2006) hasil penelitiannya menunjukkan bahwa pengalaman dalam berusaha berpengaruh signifikan terhadap pendapatan. REKOMENDASI Pendapatan usaha kecil di kota Lhokseumawe sangat ditentukan oleh modal kerja, tenaga kerja dan pengalaman usaha. Untuk lebih meningkatkan tingkat pendapatan usaha kecil diharapkan agar mempergunakan modal kerja dengan jumlah yang lebih banyak lagi dengan mencari sumber-sumber dana lainnya, karena modal kerja merupakan variabel yang paling dominan dalam menentukan tingkat pendapatannya. Disamping itu agar lebih ditingkatkan lagi produktivitas kerja dari tenaga kerja, supaya dapat menghasilkan output atau produk yang lebih banyak lagi, dengan sendirinya dapat meningkatkan pendapatannya. Kemudian menambahkan pengalaman usahanya, dengan menambahkan pengalaman maka dapat menyediakan dan melayani kebutuhan konsumen dan pada akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan.
REFERENSI Ahmad, Kamaruddin. 1997. Dasar-Dasar Manajemen Modal Kerja. Rineka Cipta, Jakarta. Alwi, Syafaruddin. 1991. Alat-Alat Analisis Dalam Pembelanjaan, Edisi Revisi, Andi Offset, Yogyakarta. Antonio, Muhammad Syafi’i. 2002. Bank Syariah Dari Teori ke Praktek. Gema Insani Press, Jakarta. Arikunto, Suharsimi. 1997. Metode Penelitian, Penerbit Bina Aksara, Jakarta As’ad, Moh .1999. Kader Kesehatan Masyarakat, Penerbit Ege, Jakarta Ashari. 2006. Potensi Keuangan Mikro (LKM) Dalam Pembangunan Ekonomi Pedesaan Dan Kebijakannya Pengembangannya, Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian, Volume 4 No.2, Juni 2006 : 146-164, Bogor Badan Statistik Indonesia Index Artikel tentang Tenaga Kerja, http://www.datastatistik.indonesia.com/content/view/801/801, diakses hari Kamis, tanggal 17 Maret 2010.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
93
Bank Indonesia. 2001. Sejarah Peranan Bank Indonesia Dalam Pengembangan Usaha Kecil, Biro Kredit, Bank Indonesia, Jakarta Fran. 1998. Produktivitas Tenaga Kerja, Penerbit PT. Jaya Baya, Bogor Ghozali, Imam. 2007. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program SPSS. Penerbit Badan Penerbit Universitas Diponogoro, Semarang Gitisudarmo, Indriyo. 1999. Manajemen Operasi, Edisi Pertama, BPFE, Yogyakarta. Jhingan, M.L. 1999. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan, Penerbit Rajawali Pers, Jakarta Kasmir.2006. Kewirausahaan, Penerbit Raja Grafindo Persada, Jakarta Kuswadi. 2008. Memahami Rasio-Rasio Keuangan Bagi Orang Awam, Cetakan Kedua, Penerbit PT. Alex Media Komputindo, Jakarta Longenecker, et.al. 2001. Kewirausahaan “Manajemen Usaha Kecil, Buku 1,. Salemba Empat, Jakarta. Mankiw, N. Gregory. 2004. Principles of Economics ”Pengantar Ekonomi Makro , Edisi Ketiga, Alih Bahasa Criswan Sungkono, Salemba Empat, Jakarta Mankiw, N. Gregory. 2004. Principles of Economics ”Pengantar Ekonomi Makro” , Edisi Ketiga, Alih Bahasa Criswan Sungkono, Salemba Empat, Jakarta Manurung, Adler Haymans. 2006. Cara Menilai Perusahaan, Penerbit PT. Alex Media Komputindo, Jakarta Miller dan Form.1998. Motivasi Dalam Meningkatkan Produktivitas Kerja, Penerbit Gasindo, Bandung Nanga, Muana. 2004. Makro Ekonomi “Teori, Masalah dan Kebijakan”, Edisi Perdana, Raja Grafindo Persada, Jakarta. Nasution, Mulia. 2002. Teori ekonomi Makro “Pendekatan Pada Perekonomian Indonesia”, Djambatan, Jakarta Nazir dan Nasir. 2006. Analisis Determinan Pendapatan Pengrajin Garam di Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, Lembaga Penelitian Dan Pengabdian Masyarakat, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe Ningsih, Surya. 2001. Manajemen Pemasaran, Pelita, Jakarta. Noor, Henry Faizal. 2000. Ekonomi Manajerial. Raja Grafindo Persada, Jakarta Nurdirman. 2001. Manajemen Tugas, Tanggung Jawab, Praktek, Gramesia, Jakarta Nusantara, Ambo Wonua. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Pekerja Pada Sektor Non Farm Di Pedesaaan Jawa: Eksplorasi Data Sakerti 2000, Tesis Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta Rizal. 2001. Teknik-Teknik Manajemen Modern, Pena Tinta, Jakarta Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan “Teori dan Aplikasi, Edisi Empat, Badan Penerbit Fakultas Ekonomi,Yogyakarta Sasmita, Nanda. 2006. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Pendapatan Usaha Nelayan Di Kabupaten Asahan, Tesis, Universitas Sumatera Utara, Medan Simamora, Henry. 2000. Manajemen Pemasaran Internasional, Jilid 1, Salemba Empat, Jakarta. Smith, May. 2000. Efektifitas Tenaga Kerja, Penerbit Putra Bangsa, Surabaya Soemitro, Djojohadikusumo. Modul Online, Pengertian Kesempatan, Angkatan Kerja dan Tenaga Kerja, http://www.e-dukasi.net/mol/mo_full.php?moid= 6&fname=eko202_10.htm diakses hari Kamis, tanggal 17 Maret 2010.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
94
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Sukirno, S.1994. Pengantar Penelitian Bisnis, Penerbit Alfabeta, Bandung Surat Keputusan Menteri Perindustrian No. 286/M/SK/10/1989 dan Bank Indonesia, Jakarta Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan, Jakarta Weston, J Fred dan Eugene F Brigham. 1990. Dasar-Dasar Manajemen Keuangan, Jilid 1. Edisi Kesembilan, Alih bahasa Alfonsus Sirait, Erlangga, Jakarta. Winardi, J. 2002. Manajemen perilaku organisasi, Penerbit Kanisius, Jakarta
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
95
PENGARUH KOMPENSASI DAN PROMOSI TERHADAP PRESTASI KERJA KARYAWAN PADA PT. PLN (PERSERO) CABANG LHOKSEUMAWE Nurmala
Abstract: To possess high – achieving employee is an aim of every company. Whether it is achieved on will depend on the policy taken by a particular company. Employee’s work performances are influenced by some factors, nomely ability, work motivation, opportunity to achieve, job’s description clarity, hope certainty, job feed back & job repayment.This research aims to find out compasation and promotion toward employee’s work performance in PT. PLN Lhokseumawe, NAD.The object of the research employee in PT. PLN. The sample of this research is 54 respondents who are employee. Data are collected by using abservation techniques, interview and quetionaire. Double linear regression analysis and SPSS testing system are used. To find out the influence of compasation and promotion, a long with F test, and test on trust 95% or @ = 0,05.The f significantion value, hipothesis testing simultaneously is 0,000 compared with real level @ =0,05 which means f significant value is smaller than real level. This shows that simultaneously compensation variable and promotion has significant influences to employee’s work performance. Based on coefisien standardized value, it is found that partially compensastion variable has dominant influence.R-square or determination-coefficient of 0,514 showed that 51,4% of employees work could be cleared by both compensastion and promotion, 48,6% could be cleared by unobserved variables. The result of this research showed that ether by s simultaneoyusly or partially, compensation and promotion influence work performances significantly at PT. PLN Lhokseumawe- NAD. Key words: compasation, promotion, performance
____________________________________________________________________ Nurmala, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
96
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
PENDAHULUAN PT. PLN (Persero) Cabang Lhoseumawe merupakan perusahaan negara yang bergerak dalam bidang kelistrikan untuk memenuhi kebutuhan masyarakat, yang memiliki misi antaranya menjadikan yang terbaik dalam bisnis kelistrikan dan memenuhi tolak ukur mutakhir dan terbaik, serta mengelola usahanya dengan mengedepankan pemberdayaan potensi insane secara maksimal. Salah satu cara manajemen untuk meningkatkan prestasi kerja adalah dengan stimulus melalui kompensasi. Kompensasi adalah segala sesuatu yang diterima karyawan sebagai balas jasa untuk kerja mereka. Masalah kompensasi merupakan fungsi yang kompleks atas dasar logis, rasional, dan dapat dipertahankan. Hal ini menyangkut banyak factor emosional dari sudut pandang para karyawan. Bonus dari organisasi mungkin tak cukup membuat semua karyawan puas dan senang dalam bekerja. Mestinya manajemen mulai memahami keinginan karyawan. Kompensasi bisa dirancang secara benar untuk mencapai keberhasilan bersama sehingga karyawan merasa karyawan merasa puas dengan jerih payah mereka dan termotifasi untuk mencapai tujuan dan sasaran bersama manajemen. Tingkat kompensasi akan menentukan skala kehidupan ekonomi karyawan, sedangkan kompensasi relative menunjukkan status dan harga karyawan. Dengan demikian, apabila karyawan memandang bahwa bila kompensasi tidak memadai maka produktivitas, prestasi kerja, dan kepuasan kerja karyawan akan turun. Begitu juga dengan promosi akan memberikan peran penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkutan untuk menduduki suatu jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, promosi akan memberikan status social, wewenang (authority), tanggung jawab (responsibility), serta penghasilan (outcomes) yang semakin besar karyawan. Jika ada kesempatan bagi setiap karyawan dipromosikan berdasarkan asas keadilan dan objektifitas, karyawan akan terdorong bekerja giat, bersemangat, berdisiplin, dan berprestasi kerja sehingga sasaran perusahaan secara optimal dapat dicapai. Adanya kesempatan untuk dipromosikan juga akan mendorong penarikan (recruiting) pelamar yang semakin banyak memasukkan lamarannya ehingga pengadaan (procurement) karyawan yang baik bagi perusahaan akan lebih mudah. Sebaliknya, jika kesempatan untuk dipromosikan relative kecil tidak ada gairah kerja, semangat kerja, disiplin kerja, dan prestasi kerja karyawan akan menurun. Begitu besarnya peranan promosi karyawan maka sebaiknya manajer personalia harus menetapkan program promosi serta menginformasikannya kepada para karyawan. Program promosi harus memberikan informasi tentang asas-asas, dasar-dasar jenisjenis dan syarat-syarat karyawan yang dapat dipromosikan dalam perusahaan bersangkutan. Program promosi harus diinformasikan secara terbuka, baik asas, dasar, jenis, persyaratan, maupun metode penilaian karyawan yang akan dilakukan dalam perusahaan. Jika hal ini diinformasikan dengan baik, akan menjadi motivasi bagi karyawan untuk bekerja sungguhsungguh. Pencapaian prestasi kerja karyawan dipengaruhi oleh factor-faktor kemampuan, minat menjalankan pekerjaan, peluang bertumbuh dan maju, tujuan yang terdefinisikan dengan jelas, kepastian tentang apa yang diharapkan, umpan balik mengenai seberapa baik
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
97
mereka mengerjakan. Nilai yang dirasakan dari sebuah pekerjaan dan penghargaan yang diterima seseorang karyawan merupakan faktor yang penting untuk kepuasan atas kompensasi. Dengan demikian kompensasi merupakan penetu apakah seseorang bersedia untuk bekerja baik sehingga menghasilkan prestasi kerja yang tinggi.
KERANGKA KONSEP Kenyataan yang tidak dapat disangkal lagi, bahwa motivasi dasar bagi kebanyakan orang menjadi pegawai/karyawan pada suatu organisasi tertentu, adalah untuk mencari nafkah. Berarti apabila di satu pihak seseorang menggunakan pengetahuan, ketrampilan, tenaga dan sebagian waktunya untuk berkarya pada suatu organisasi/ perusahaan, di pihak lain ia mengharapkan menerima kompensasi tertentu. Berangkat dari pandangan demikian, dewasa ini masalah kompensasi dipandang sebagai salah satu tantangan yang harus dihadapi oleh manajemen suatu organisasi. Dikatakan merupan tantangan, karena kpmpensasi oleh para pekerja tidak dipandang semata-mata sebagai alat pemuas kebutuhan materinya, akan tetapi sudah dikaitkan dengan harkat dan martabat manusia. Peranan dalam mengembangkan suatusistem kompensasi tertentu, kepentiangan organisasi dan kepentingan para pekerja mutlak perlu diperhitungkan. Menurut Rivai (2004), menyatakan bahea kompensasi merupakan sesuatu yang diterima karyawan sebagai pengganti kontribusi jasa mereka pada perusahaan. Pemberian kompensasi merupakan salah satu pelaksanaan fungsi Manajemen Sumber Daya Manusia yang berhubungan dengan semua jenis penghargaan individual sebagai pertukaran dalam melakukan tugas keorganisasian Milkovich dan Newman (1999) menyatakan, bahwa, secara harfiah kompensasi berarti untuk member imbalan, mengganti¸memperbaiki. Hal ini berarti suatu pertukaran. Secara tradisional, kompensasi dianggap sebagai sesuatu yang diberikan oleh seorang atasan. “Leterally , compensation means to counterbalance, to offset, to make up for it Implies an exchange … Traditionally, compensation is thought of as something given by one”s supervisor”. Dessler dalan Molan (1997) menyatakan: Bahwa kompensasi karyawan merujuk pada semua bentuk upah atau imbalan yang berlaku bagi dan muncul dari pekerjaan mereka, dan mempunyai dua komponen. Ada pembayaran keuangan langsung dalam bentuk upah, gaji, insentif, komisi, bonus dan ada pembayaran yang tidak langsung dalam bentuk tunjangan keuangan seperti asuransi dan uang liburan yang dibayarkan majikan. Simamora (1997) menyatakan bahwa kompensasi sebagai imbalan-imbalan finansial (financial reward) yang diterima oleh orang-orang melalui hubungan kepegawaian dengan sebuah organisasi sebagai ganti bagi kontribusi kepada organisasi. Selanjutnya Davis and Wenther (1996) menyatakan: bahwa kompensasi mempunyai arti lebih dari gaji ataupun upah, tetapi juga termasuk insentif yang dapat mendorong karyawan untuk bekerja dan mempunyai hubungan dengan biaya produktivitas. Selain itu tunjangan dan services juga merupakan bagian kompensasi yang turut mempengaruhi seorang bekerja. Menurut Invacevich (1995), kompensasi adalah balas jasa yang berupa financial maupun non financial. Kompensasi finansial yang langsung berbentuk pembayaran pada karyawan yang dapat berupa upah, gaji, bonus dan komisi. Sedangkan kompensasi finansial
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
98
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
yang tidak langsung berupa tunjangan dan semua balas jasa yang bersifat tetap, tetapi balas bukan termasuk kompensasi financial langsung. Untuk balas jasa non financial dapat berupa pujian, harga diri, dan pengakuan terhadap prestasi yang telah dilakukan karyawan. Mondy dan Noe (1993) menyatakan bahwa: manajemen sumber daya manusia merupakan pemanfaatan sumber daya manusia untuk mencapai tujuan perusahaan. Sedangkan bagi pegawai, salah satu tujuan bekerja adalah untuk memperoleh imbalan (kompensai) sebagai timbale balik dari pekerjaan yang dilakukannya. Promosi Menurut Moenir (2001) promosi adalah kegiatan pemindahan pegawai dari suatu jabatan kepada jabatan yang lain yang lebih tinggi. Dengan demikian promosi akan selalu diikuti oleh tugas, tanggung jawab dan wewenang yang lebih tinggi daripada jabatan yang diduduki sebelumnya atau pengangkatan pegawai untuk memangku suatu tugas/jabatan tertentu. Rivai (2004) berpendapat bahwa”promosi terjadi apabila seorang karyawan dipindahkan dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lain yang lebih tinggi dalam pembayaran, tanggung jawab dan atau level”. Menurut sastrohadiwiryo (2002), promosi dapat diartikan sebagai proses perubahan dari suatu pekerjaan kepekerjaan lain dalam hirarki wewenang dan tanggung jawab yang lebih tinggi daripada dengan wewenang dan tanggung jawab yang telah diberikan kepada tenaga kerja pada waktu sebelumnya. Menurut suagian (2003) promosi ialah apabila seseorang pegawai dipindahkan dari satu pekerjaan ke pekerjaan lain yang tanggung jawabnya lebih besar, tingkatannya dalam hirarki jabatan lebih tinggi dan penghasilannya pun lebih besar pula. Hasibuan (2003) menyatakan bahwa promosi (promotion) memberikan peran penting bagi setiap karyawan, bahkan menjadi idaman yang selalu dinanti-nantikan. Dengan promosi berarti ada kepercayaan dan pengakuan mengenai kemampuan serta kecakapan karyawan bersangkuta untuk menduduki suatu jabatan yang lebih tinggi. Dengan demikian, promosi akan memberikan status social, wewenang (authority), tanggung jawab (responsibility), serta penghasilan (Outcomes) yang semakin besar bagi karyawan. Prestasi Kerja Menurut hasibuan (2003), “Prestasi kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu”. Selanjutnya Hasibuan menyatakan bahwa”Hasil kerja perlu dinilai. Penilaian prestasi kerja adalah kegiatan manejer untuk mengavaluasi perilaku dan prestasi kerja karyawan serta menetapkan kebijaksanaan selanjutnya”. Gibson skk (1992) menyatakan bahwa, pengertian prestasi kerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya. Menurut dharma (1985). “Prestasi kerja adalah suatu yang dikerjakan atau produk dan jasa yang dihasilkan atau diberikan oleh seseorang atau sekelompok orang. Dengan demikian prestasi kerja perlu dinilai untuk mengetahui bagaimana hasil kerja yang dicapai oleh karyawan. Schuler dan Jackson (1999) menyatakan bahwa: Dalam penilaian prestasi dengan mengacu kepada suatu system formal dan terstruktur yang mengukur, menilai, dan mempengaruhi sifat-sifat yang berkaitan dengan pekerjaan, perilaku, dan hasil, termasuk
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
99
tingkat ketidakhadiran, adalah untuk mengetahui seberapa produktif seorang karyawan dan apakah ia bisa berkinerja sama atau lebih pada masa yang akan dating, sehingga karyawan, organisasi, dan masyarakat semuanya memperoleh manfaat.
METODE PENELITIAN Penelitian dilakukan di PT. PLN (Persero) Cabang Lhokseumawe. Dengan jumlah sampel 54 orang karyawan. Data yang dikumpulkan terdiri dari data sekunder dan data sekunder dan data primer. Jenis penelitian yang dilakukan dengan metode survey. Sedangkan analisa data dilakukan secara deskriptif kualitatif. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil penelitian a. Uji Normalitas Untuk pengujian normalitas dala dalam penelitian ini dideteksi melalui grafik yang dihasilkan melalui perhitungan regresi dengan SPSS. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada gambar 1 berikut:
Sumber: Hasil pengolahan SPSS Gambar 1: Uji Normalitas Dari gambar grafik di atas, dapat disimpulkan bahwa data yang digunakan menunjukkan indikasi normal. Santoso (2000) menyatakan bahwa, jika data menyebar disekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas, dan sebaliknya jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan /atau
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
100
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
tidak mengikuti arah garis diagonal, mak model regresi tidak memenuhi asumsi-asumsi normalitas. Pengujian Hipotesis Berdasarkan hasil regresi dari data primer yang diolah dengan menggunakan program SPSS diperoleh hasil sebagai berikut: Tabel 1: Hasil Regresi kompensasi dan promosi terhadap prestasi kerja Unstandardized Standardized t Sig Collinearity Coefficients Coefficients Statistics Model B Std Beta Toleranc VIF Error e 1 (Constant) .870 .298 2.921 .005 Kompensasi .208 .074 Promosi .569 .090 a. Dependen Variabel: Prestasi Kerja Sumber: Hasil pengolahan SPSS
.249 .560
2.815 6.325
.006 .000
.756 .756
1.323 1.323
Tabel 2: Hasil Uji Determinasi R Square Adjusted R Stand.Error of Model R Square the Estimate 1 .717 .514 .502 .1758 Predictors: (Constant), Promosi, kompensasi b Dependent Variabel:Prestasi Kerja Sumber: Hasil Pengolahan SPSS Berdasarkan Tabel 2 di atas, dapat dibuat persamaan sebagai berikut: Y=0,870+ 0,208X1+ 0,569X2 Dari persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa koefisient regresi X1 (kompensasi) mempunyai tanda positif, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh kompensasi adalah searah dengan prestasi kerja. Dengan adanya kebijakan promosi mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja. Koefosien regresi X2 (promosi) mempunyai tanda positif, hal ini menunjukkan bahwa pengaruh promosi adalah searah dengan prestasi kerja. Dengan adanya kebijakan promosi mempunyai pengaruh pengaruh positif terhadap prestasi kerja. Sedangkan untuk mengetahui besarnya koefisien determinasi (R2) dapat dilihat pada tabel 4-2 tersebut, diketahui bahwa besarnya koefisien determinasi atau angka R Square adalah sebesar 0,514, hal ini berarti bahwa variable-variabel bebas dapat menjelaskan 51,4% terhadap variable terikatnya. Sedangkan sisanya 48,6% dijelaskan oleh variabel-variabel bebas lain yang tidak diteliti. Uji Serempak Hasil uji secara serempak pengaruh variable kompensasi dan promosi terhadap prestasi kerja karyawan dapat dilihat dalam Tabel 3 berikut:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
Tabel 3: Hasil Uji Serempak Sum of Df Mean Square Squares 1 Regression 2.679 2 1.339 Residual 2.535 82 3.092E-02 Total 5.214 84 a. Predictors: (Constant), Promosi, Kompensasi b. Dependen Variabel: Prestasi Kerja Sumber: Hasil Pengolah SPSS Model
F
101
Sig.
43.324
.000
Dari Tabel 3 diatas, diperoleh nilai F hitung sebesar 43,324 dengan tingkat signifikansi 0,000. Karena signifikansi 0,000 jauh lebih kecil dari 0,05 dan diperoleh nilai F hitung sebesar 43,324 lebih besar dari F tabel pada tingkat kepercayaan 95% @ = 0,05 adalah 2,43. Makah hal ini memberikan arti bahwa variable bebas kompensasi dan promosi secara serempak mempunyai pengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. PLN (persero) Cabang Lhokseumawe. Dengan demikian Ho yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh kompensasi dan promosi secara bersama-sama terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. PLN (Persero) ditolak, berarti Ha yang menyatakan terdapat pengaruh kompensasi dan promosi secara bersama-sama terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. PLN (Persero) diterima. Uji Parsial Hasil Uji pengaruh secara parsial variable kompensasi dan promosi terhadapprestasi kerja karyawan dapat dilihat dalam tabel 4. Tabel 4: Hasil Uji Parsial Model Unstandardized t Coefficients B 2.921 1 (Constant) .870 Kompensasi .208 2.815 Promosi .569 6.325 a. Dependen Variabel: Prestasi Kerja Karyawan Sumber: Hasil Pengolahan SPSS
Sig.
.005 .006 .000
Pengaruh Kompensasi Terhadap Prestasi Kerja Berdasarkan Tabel 4-4 diketahui nilai t hitung pengaruh variable kompensasi (X1) sebesar 2.815 dengan nilai signifikansi 0,006 , sedangkan t tabel pada tingkat kepercayaan 95% atau @ = 0,05 adalah 1.999 ini berarti bahwa t hitung lebih besar t tabel (2.815 > 1.999). Maka dapat dikatakan bahwa variable kompensasi mempunyai pengaruh yang siknifikan terhadap prestasi kerja karyawan. Dari hasil uji signifikansi tersebut maka Ho di tolak, dan sebaliknya Ha yang menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif yang signifikansi kompensasi terhadap prestasi kerja karyawan PT. PLN dapat diterima.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
102
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Pengaruh Promosi terhadap Prestasi Kerja Berdasarkan tabel 4 diketahui nilai t hitung pengaruh promosi (X2) sebesar 6.325 dengan nilai siknifikansi 0.000, sedangkan t tabel pada tingkat kepercayaan 95 % atau @ = 0,05 adalah 1,999. Oleh karena itu t tabel lebih besar dari t tabel (6.325 > 1,999). Maka dapat dikatakan bahwa variable promosi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap prestasi kerja. Dari hasil uji signifikan tersebut maka Ho di tolak, dan sebaliknya Ha yang menyatakan terdapat pengaruh promosi terhadap prestasi kerja karyawan pada PT. PLN di terima, hal ini menunjukkan bahwa kebijakan Promosi yang diterapkan oleh PT. PLN sangat mempengaruhi prestasi kerja karyawan yang terlihat melalui dedikasi, loyalitas dan prestasi karyawan. Berdasarkan dari hasil pengujian pada Tabel 4 - 4 dapat diketahui bahwa variable dominan terhadap prestasi kerja karyawan PT. PLN (persero) adalah promosi, dimana unstandardized coefficient promosi sebesar 0,569 lebih besar dari kompensasi sebesar 0,208.
KESIMPULAN 1. Kompensasi dan promosi berpengaruh positif terhadap prestasi kerja karyawan. Salah satu maksud orang bekerja disuatu perusahaan adalah untuk ikut berpartisipasi dalam mengimplementasikan kompetensi dan komitmennya secara maksimal dengan mendapatkan kompensasi, dengan dsemikian kebijakan kompensasi secara financial langsung seperti gaji, tunjangan dan financial tidak langsung seperti hak cuti, fasilitas serta kompensasi non finasial dapat mempengaruhi prestasi kerja karyawan. Kebijakan kesempatan promosi atas dasar criteria-kriteria promosi kepada pegawai mempengaruhi prestasi kerja karyawan 2. Promosi mempunyai pengaruh dominan terhadap kepuasan kerja pegawai dibandingkan dengan kompensasi terhadap prestasi kerja karyawan. Promosi akan memberikan status sosial, wewenang, tanggung jawab serta penghasilan yang semakin besar bagi karyawan.
DAFTAR PUSTAKA Arikunto, Suharsimin, 2002. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktek Penerbit Bumi Aksara Jakarta Sugiono, 2003, Metode Penelitian Bisnis, CV. Alfabeta, Bandung Sastrodiryo, B. Siswanto, 2002. Manajemen Tenaga Kerja Indonesia, Bumi Aksara, Jakarta Rivai, Veithzal, 2004. Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan, dari Teori ke praktek, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta Davis,Keith dan Newstorm, J.W, 1993, Perilaku dalam Organisasi, Edisi kesembilan, Terjemahan Agus Dharma, Penerbit Erlangga, Jakarta Gibson, James L. Invacevich, Jhon M, dan Donnely Jr.James H. 1992. Organisasi dan Manajemen: Perilaku Struktur dan Proses. Penerjemahan. Djerban Wahid. Penerbit Erlangga Jakarta.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
103
Hasibuan, Malayu S.P. 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit Bumi Aksara Jakarta. Milkovich, George T, and Boundreau, Jhon. B. 1997, Human Resouce Management, Eighth Edition, Irwin Bokk Team Simamora, Henry, 1995, Manajemen Sumber Daya Manusia. Penerbit sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN. Jakarta. Schuler, Randall S. dan Jackson, Susan E. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia Menghadapi Abad ke 21. Edisi keenam Jilid 2. Penerbit Erlangga
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
104
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
PENGARUH KERAGAMAN PRODUK DAN PELAYANAN TERHADAP LOYALITAS KONSUMEN PADA SUPERMARKET HARUN SQUARE DI KOTA LHOKSEUMAWE Mariyudi T. Zulkarnaen
Abstak: Abstract: This study aims to find out is any influence of the diversity of products and services to consumers on supermarket loyalty Harun Square in the city of Lhokseumawe. Primary data were collected by distributing questionnaires to 150 respondents who are a loyal consumer to Harun Square Supermarket in the city of Lhokseumawe. The sampling technique used to take samples is the technique of accidental (accidental sampling). Furthermore, these data were analyzed using statistical tools and methods of multiple linear regression test data is done using SPSS (Statistical Package For Social Science). The results showed that the correlation coefficient (R) of 0.840 or 84%. The coefficient of determination (R2) of 0.705 or 70.5%. Regression coefficient of product diversity (X1) and services (X2) has positive and significant impact on customer loyalty in the Harun Square in the city of Lhokseumawe Keywords: influence, diversity, products, services, loyalty
____________________________________________________________________ Mariyudi, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh T. Zulkarnaen, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
105
PENDAHULUAN Perkembangan bisnis ritel di Indonesia pada akhir-akhir ini semakin berkembang. Hal ini ditandai dengan semakin banyak investor yang melakukan investasi dibidang tersebut. Bisnis ritel di Indonesia berkembang dari gerai tradisional ke gerai modern berupa supermarket. Supermarket dan departemen store pertama di Indonesia adalah Sarinah, yang didirikan pada tahun 1962 di Jakarta. Supermarket dan departemen store baru berkembang beberapa tahun kemudian. Konsep yang muncul berikutnya dalam bisnis ritel adalah “one-stop shopping”, yaitu suatu tempat berbelanja yang memenuhi semua kebutuhan individu dan keluarga. Seiring dengan ini muncul suatu model yang berkembang, yaitu chainstore, yang merupakan bersatunya beberapa gerai yang beroperasi di wilayah-wilayah yang berbeda dalam suatu pengelolaan tim manajemen, gerai-gerai itu serupa dalam hal tampilan (luar dan dalam), barang-barang yang dijual, dan dalam hal sistem operasionalnya. Selanjutnya bisnis ritel berkembang lagi dengan munculnya pusat perbelanjaan dengan format baru yang lebih memikat konsumen, yaitu mall. Pusat perbelanjaan atau mall memberikan nilai tambah lain yaitu berupa hiburan dan kenyamanan berbelanja yang ditandai dengan gerai bermain, restoran yang beragam, bank atau anjungan tunai mandiri (ATM), ruang publik indoor yang nyaman dan menarik, serta area parkir yang luas, halal ini akan menimbulkan persaingan diantara perusahaan-perusahaan tersebut. Agar perusahaan dapat memenangkan persaingan mereka memanfaatkan peluang-peluang bisnis yang ada dan berusaha untuk menerapkan strategi pemasaran yang tepat dalam rangka untuk menguasai pasar. Penguasaan pasar merupakan salah satu dari kegiatan-kegiatan pokok yang dilaksanakan oleh para pengusaha dalam usahanya untuk mempertahankan kelangsungan hidup usahanya, berkembang dan mendapatkan laba semaksimal mungkin. Hal tersebut bisa tercapai bila konsumen merasa puas akan kinerja produk yang ditawarkan oleh pengusaha. Menurut Schanaars (dalam Tjiptono 2000:24) kepuasan pelanggan merupakan salah satu kunci keberhasilan suatu usaha, hal ini dikarenakan dengan memuaskan konsumen, organisasi atau perusahaan dapat meningkatkan tingkat keuntungannya dan mendapatkan pangsa pasar yang lebih luas. Sedangkan Tjiptono (1997:162) pada dasarnya tujuan dari suatu bisnis adalah menciptakan para pelanggan yang merasa puas. Terciptanya kepuasan pelanggan dapat memberikan beberapa manfaat, diantaranya hubungan antara perusahaan dan pelanggannya menjadi harmonis, memberikan dasar yang baik bagi pembelian ulang dan terciptanya loyalitas pelanggan, dan membentuk suatu rekomendasi dari mulut ke mulut (word-of-mouth) yang menguntungkan bagi perusahaan Tjiptono (2000:68). Konsumen yang loyal merupakan kunci sukses suatu bisnis atau usaha. Mempertahankan konsumen yang loyal memang harus mendapatkan prioritas yang utama dari pada mendapatkan pelanggan yang baru, kondisi ini disebabkan bahwa untuk merekut atau mendapatkan pelanggan baru bukanlah hal yang mudah karena akan memerlukan biaya yang banyak, maka sangatlah rugi bila perusahaan melepas konsumen yang loyal atau pelanggan secara begitu saja. Menurut Swatha dan Irawan (2002:122) faktor-faktor yang mempengaruhi akan loyalitas adalah harga, penggolongan dan keragaman barang, lokasi penjual yang strategis dan mudah dicapai, desain fisik toko, service yang ditawarkan pada pelanggan, kemampuan tenaga penjual dan pengiklanan serta promosi di toko. Salah satu unsur kunci dalam
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
106
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
persaingan diantara bisnis eceran adalah agam produk yang disediakan oleh pengecer. Oleh karena itu, pengecer harus membuat keputusan yang tepat mengenai keragaman produk yang dijual, karena dengan adanya macam-macam produk dalam arti produk yang lengkap mulai dari merk, ukuran, kualitas dan ketersediaan produk setiap saat seperti yang telah diuraikan diatas. Dengan hal tersebut maka akan memudahkan konsumen dalam memilih dan membeli berbagai macam produk sesuai dengan keinginan mereka. Sesuatu yang diinginkan oleh konsumen adalah bagaimana cara untuk mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan serta menyediakaan beranekaragam produk dan alternatif pilihan, harga yang bersaing, pelayanan dan fasilitas yang memuaskan serta suasana berbelanja yang nyaman semuanya terdapat dalam satu toko atau dengan nama lain yaitu pasar swalayan. Disamping memperhatikan keragaman produk perusahaan yang bergerak dibidang retail harus juga berupaya untuk memberikan pelayanan yang baik, sebab pelayanan yang berkualitas merupakan salah satu cara untuk menarik dan mempertahankan konsumen. Pelayanan harus diperhatikan karena dalam memilih suatu produk atau jasa konsumen selalu berupaya untuk memaksimalkan nilai yang dirasakan. Apabila konsumen merasa nilai yang dirasakan lebih tinggi dari pada yang diharapkan maka konsumen akan merasa puas dan cenderung akan loyal. Swalayan merupakan sebuah toko yang menganut operasi swalayan, volume harga barang tinggi, laba sedikit dan berbiaya murah. Toko ini dirancang untuk memenuhi kebutuhan konsumen baik makanan, minuman ataupun barang-barang rumah tangga yang lain yang tidak memerlukan keterangan lebih lanjut. Keberadaan supermarket Harun Square merupakan tempat perbelanjaan yang strategis dan terletak di pusat kota yang juga merupakan pusat keramaian kota. Konsumen dimungkinkan tidak mengalami kesulitan untuk datang, hal ini dikarenakan alat transportasi yang mudah ditemui sehingga Supermarket Harun Square mudah untuk dijangkau. Kepuasan konsumen yang menimbulkan loyalitas konsumen merupakan penentuan konsumen untuk berbelanja. Dalam penelitian ini, penulis akan menganalisis mengenai keragaman produk dan pelayanan. Sedangkan untuk penggolongan, lokasi, promosi tidak dijelaskan karena supermarket Harun Square tidak melakukan promosi dan tiap-tiap produk yang dijual di swalayan merupakan tanggung jawab produsen untuk melakukan promosi bagi produknya masing-masing. Masalah yang akan diteliti berdasarkan pada judul dan latar belakang permasalahan adalah sebagai berikut: adakah pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square di Kota Lhokseumawe. Secara garis besar, keragaman produk dan pelayanan mempengaruhi tingkat loyalitas konsumen dapat dilihat didalam bagan dibawah beriktu ini:
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
107
Keragaman Produk (X1)
Kelengkapan produk yang ditawarkan Merk produk yang ditawarkan Variasi ukuran produk yang ditawarkan Variasi kualitas produk yang ditawarkan
Pelayanan (X1)
Keandalan Keresponsifan Keyakinan Empati Berwujud
Loyalitas (Y)
Lamanya konsumen dalam berlangganan Frekuensi berbelanja konsumen dalam satu bulan Tingkat keinginan atau beralih pada pasar swalayan lain
Gambar 1. Kerangka Pikir Penelitian METODE Lokasi penelitian ini adalah di Kota Lhokseumawe, alasan pemilihan lokasi tersebut didasari pada data yang didapatkan lebih relevan dan tepat dengan judul yang dianalisis. Ruang lingkup penelitian ini hanya dibatasi pada pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen dalam berbelanja di Kota Lhokseumawe, guna untuk mendapatkan data-data yang relevan dengan judul yang dianalisis. Populasi merupakan keseluruhan subjek penelitian (Arikunto, 1996:115). Dalam penelitian ini tidak diambil seluruh pembeli atau konsumen Supermarket Harun Square sebagai responden karena selain memakan waktu juga terbatasnya tenaga dan dana. Jumlah konsumen Supermarket Harun Square tidak terbatas, sehingga populasinya tidak terbatas. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti (Arikunto, 1996:117). sampel yang diambil minimal 150 responden. Adapun sampel akan diambil berdasarkan hari berkunjung yang ramai dan sepi dari pengunjung. Teknik sampling yang digunakan untuk mengambil sampel dalam penelitian ini menggunakan teknik aksidental (accidental sampling). Dalam hal ini pengumpulan data dilakukan melalui konsumen yang saat itu dijumpai sedang melakukan pembelian di Supermarket Harun Square Lhokseumawe. Untuk mendapatkan data yang diperlukan dalam penelitian ini maka teknik yang digunakan adalah : 1. Library Research, yaitu dengan membaca buku-buku, majalah, artikel, informasi dari internet atau sumber bacaan lain yang relevan dengan penelitian ini. 2. Field Research, yaitu dengan mengumpukan data secara langsung pada lokasi dan objek penelitian. Proses ini di lakukan dengan cara : a. Observasi, yaitu dengan mengamati secara langsung objek penelitian
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
108
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
b. Interview, yaitu melakukan wawancara dengan Responden dan Pemberi Jasa. c. Kuisioner, yaitu memberi pertanyaan-pertanyaan secara tertulis kepada responden berhubungan dengan permasalahan yang di teliti. Aspek pengukuran terhadap data-data yang dianalisis dilakukan dengan pembentukan indikator pada setiap pertanyaan yang diajukan dengan menggunakan skala likert (likert scale) dimana setiap pertanyaan mempunyai interval jawaban antara 1 (Sangat Tidak Setuju) dan 5 (Sangat Setuju). Hal ini harus dilakukan mengingat dalam menganalisis model penelitian ini data yang digunakan adalah data primer yang bersumber dari kuisioner. Secara spesifik teknik pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut ini : Tabel 1: Aspek Pengukuran Indikator Penelitian Bobot/score nilai satu indikator Variabel SS S N TS STS Loyalitas Konsumen (Y) 5 4 3 2 1 Keragaman Produk (X1) 5 4 3 2 1 Pelayanan (X2) 5 4 3 2 1 Keterangan : Masing-masing variabel observasi terdiri dari 5 indikator Metode analisis data dalam penelitian ini menggunakan teknik statistika inferensial. Teknik ini digunakan untuk mengukur hubungan dan pengaruh terhadap variabel bebas terhadap variabel terikat. Untuk menguji sifat signifikansi pengaruh variabel tersebut digunakan uji-t dan uji-F. Penggujiannya dilakukan dengan menggunakan peralatan statistika berupa regresi linear berganda dan pengujian data dilakukan dengan program SPSS (Statistical Package for Social Science). Adapun peralatan statistik yang digunakan dalam penelitian ini, dengan pendekatan regresi linier berganda, yaitu mencari hubungan antara dependent variabel dengan independent variabel dengan formula sebagai berikut : Y = a + b1X1 + b2X2 + e Dimana : Y X1 X2 a b1,2,3, e
= = = = = =
Loyalitas Konsumen Keragaman Produk Pelayanan Konstanta (intersep) Koefisien arah regresi (slope) Error term
Data yang telah dikumpulkan, kemudian di analisa dan dilakukan pengujian terhadap hipotesis penelitian. Analisa dan uji hipotesis dilakukan dengan bantuan program SPSS (Statistic Package for Social Science).Pengujian Hipotesis secara simultan ( Uji F ) dilakukan untuk mengetahui apakah semua variabel independent mempunyai pengaruh yang sama terhadap variabel dependen. Untuk membuktikan kebenaran hipotesis digunakan uji distribusi F dengan cara membandingkan antara nilai F-hitung dengan F-table, apabila
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
109
perhitungan F-hitung > F-table maka Ho ditolak sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas dari regresi dapat menerangkan variabel terikat secara serentak. Sebaliknya jika Fhitung < F-table maka Ho diterima sehingga dapat dikatakan bahwa variabel bebas tidak menjelaskan variabel terikat. Pengujian hipotesis secara parsial (Uji t) dimaksudkan untuk mengetahui apakah variabel independent (X) secara individual dapat berpengaruh signifikan atau tidak terhadap variabel dependen (Y). Apabila nilai hitung t-hitung ≤ t-tabel maka Ho diterima artinya secara parsial variabel independen (X) tidak berpengaruh terhadap variabel dependen (Y). Dan sebaliknya apabila nilai t-hitung ≥ t-tabel maka Ho ditolak artinya secara parsial variabel independen (X) berpengaruh terhadap variabel dependen (Y).
HASIL Karakteristik Responden Berikutnya adalah uraian tentang karakteristik responden yang diringkas dalam Tabel 2. dengan indikator ciri-ciri seperti usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status perkawinan, dan lama menjadi pelanggan Supermarket Harun Square Lhokseumawe. Responden yang menjadi sampel penelitian dari segi usia terbanyak antara 31 – 40 tahun sebanyak 129 orang (86%), berjenis kelamin perempuan 126 orang (84%), tingkat pendidikian lulusan SLTA/SMK sebanyak 113 orang (75,33%), status menikah sebanyak 133 orang (88,67%) dan lama menjadi pelanggan pada Supermarket Harun Square lebih dari 7 bulan sebanyak 115 orang (76,67%).
No 1
2
3
Tabel 2. Karakteristik Responden Variabel Frekuensi Usia a. b. c. d. e.
Dibawah 20 Tahun 21- 30 Tahun 31- 40 Tahun 41- 50 Tahun Diatas 51 Tahun
Persentase
3 13 129 5 0
2,00 8,67 86,00 3,33 0
Jenis Kelamin a. Laki-laki b. Perempuan
24 126
16,00 84,00
Tingkat Pendidikan a. Lulus SD b. Lulus SLTP/MTS c. Lulus SLTA/SMK d. D1/D2/D3 e. Sarjana/S1 f. Pascasarjana S2/S3
0 20 113 3 14 0
0 13,33 75,33 2,00 9,33 0
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
110
4
5
Status a. Belum menikah b. Menikah c. Janda/Duda
17 133 0
11,33 88,67 0
Lama Menjadi Pelanggan a. Kurang dari 1 bulan b. 1 – 3 bulan c. 4 – 6 bulan d. Lebih dari 7 bulan
0 8 27 115
0 5,33 18,00 76,67
Sumber : Data diolah, 2009 Deskriptif Variabel Penelitian Analisis deskriptif persentase dilakukan untuk memberikan gambaran dari masingmasing variabel dalam penelitian ini yaitu keragaman dan pelayanan dalam pembentukan loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe sebagai berikut: Keragaman Produk Keragaman produk Supermarket Harun Square Lhokseumawe menggunakan 9 butir pertanyaan dan masing-masing pertanyaan skornya antara 1 sampai 5. Berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor keragaman produk adalah 82 % dan termasuk kategori baik. Secara lebih rinci ditinjau dari jawaban masing-masing responden diperoleh hasil seperti terlihat pada diagram batang berikut:
Gambar 2. Deskripsi Distribusi Keragaman Produk Berdasarkan Gambar 2. menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 82% menyatakan keragaman produk Supermarket Harun Square Lhokseumawe baik, sedangkan selebihnya yaitu 8% menyatakan sangat baik, 6,67% netral dan 3,33% menyatakan tidak baik.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
111
Pelayanan Pelayanan pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe menggunakan 8 butir pertanyaan dan masing-masing pertanyaan skornya antara 1 sampai 5, berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor pelayanan adalah 70,67 % dan termasuk kategori baik. Secara lebih rinci ditinjau dari jawaban masing-masing responden diperoleh hasil seperti terlihat pada diagram batang berikut:
Gambar 3. Deskripsi Distribusi Pelayanan Gambar 3. di atas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 70,67% menyatakan pelayanan Supermarket Harun Square Lhokseumawe baik, sedangkan selebihnya yaitu 24,67% menyatakan netral, 2,67% sangat baik dan 2% menyatakan tidak baik. Loyalitas Loyalitas pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe menggunakan 7 butir pertanyaan dan masing-masing pertanyaan skornya antara 1 sampai 5, berdasarkan data hasil penelitian menunjukkan bahwa rata-rata skor loyalitas adalah 86 % dan termasuk kategori baik. Secara lebih rinci ditinjau dari jawaban masing-masing responden diperoleh hasil seperti terlihat pada diagram batang berikut:
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
112
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Gambar 4. Deskripsi Distribusi Loyalitas Gambar 4. diatas menunjukkan bahwa sebagian besar responden yaitu 86% menyatakan loyalitas pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe baik, sedangkan selebihnya yaitu 8% menyatakan tidak bai, 3,33% netral serta 1,33% masing-masing menyatakan sangat baik dan sangat tidak baik. Pengaruh Keragaman Produk dan Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen Analisis regresi dalam analisis statistika digunakan dalam mengembangkan suatu persamaan untuk meramalkan hubungan antara satu variabel dengan variabel yang lain. Variabel yang dianalisis dalam regresi ini adalah faktor keragaman produk, pelayanan dan loyalitas konsumen. Berdasarkan hal tersebut maka dalam penelitian ini menganalisis pengaruh keragaman produk (X1) dan pelayanan (X2) yang menjadi variabel bebas (Independent Variable) sementara loyalitas konsumen dilambangkan dengan Y dan sekaligus merupakan variabel terikat (Dependent Variable) di samping itu, tentunya loyalitas konsumen juga dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak diteliti pada penelitian ini yang selanjutnya dinamakan dengan faktor pengganggu (error term). Berdasarkan hasil estimasi terhadap variabel yang diteliti melalui hasil perhitungan regresi berganda secara keseluruhan menggunakan program SPSS 11.0 diperoleh parameter untuk masing-masing variabel dapat dilihat sebagai berikut :
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
113
Tabel 3: Pengaruh Variabel Bebas Terhadap Variabel Terikat Standar Nama Variabel B thitung ttabel Sig Error Kostanta 3,823 1,361 2,809 1,960 0,107 Keragaman Produk (X1) 0,512 0,092 5,565 1,960 0,000 Pelayanan (X2) 0,364 0,073 4,986 1,960 0,002 a Koefisien Korelasi ( R) = 0,840 a. Predictors : (Constant) Koefisien Determinasi (R²) = 0,705 Keragaman produk (X1), Pelayanan Fhitung (X2) = 63,905 Ftabel = 2,60 b. Dependent Variabel : F Sig = 0.000a Loyalitas konsumen (Y). Sumber: Data Primer, 2009 (diolah) Berdasarkan hasil estimasi terhadap variabel yang diteliti melalui hasil perhitungan regresi berganda secara keseluruhan menggunakan program SPSS 11.0 diperoleh parameter untuk masing-masing variabel dapat dilihat sebagai berikut : Y = 3, 823 + 0, 512 X1 + 0,364 X2
Persamaan regresi diatas memiliki makna sebagai berikut: Konstanta a = 3,823. Apabila variabel keragaman produk dan pelayanan diasumsikan konstan atau 0, maka pembentukan loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe sudah ada sebesar 3,823. Koefisien X1 = 0,512. Keragaman produk memiliki koefisien regresi sebesar 0,512 dan signifikan pada α=5%, karena signifikan (0.000) lebih kecil dari 5% Ho ditolak dan Ha diterima. Jika variabel keragaman produk berubah (kenaikan) satu satuan maka loyalitas konsumen akan berubah sebesar nilai konstanta ditambah nilai koefisien keragaman produk dikali dengan perubahan variabel keragaman produk, sehingga perubahan keragaman produk terhadap loyalitas sebesar 2,335 poin. Koefisien X2 = 0,364. Pelayanan memiliki koefisien regresi sebesar 0,364 dan signifikan pada α =5%, karena signifikan (0,002) lebih kecil dari 5% Ho ditolak dan Ha diterima. Jika variabel pelayanan berubah (kenaikan) satu satuan maka loyalitas konsumen akan berubah sebesar nilai konstanta ditambah nilai koefisien pelayanan dikali dengan perubahan variabel pelayanan, sehingga perubahan pelayanan terhadap loyalitas sebesar 2,187 poin.
Uji Simultan (Uji-F) Berdasarkan hasil pengujian secara simultan diperoleh nilai Fhitung sebesar 63,905, sedangkan Ftabel pada tingkat signifikansi α = 5% adalah sebesar 2,60. Hal ini memperlihatkan, bahwa berdasarkan perhitungan uji statistik Fhitung menunjukkan bahwa nilai Fhitung > Ftabel, dengan tingkat probabilitas 0,000. Dengan demikian hasil perhitungan ini dapat di ambil suatu keputusan bahwa hipotesis alternatif (Ha) yang diajukan dapat diterima dan menolak hipotesis nol, artinya keragaman produk dan pelayanan secara
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
114
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
bersama-sama (simultan) berpengaruh signifikan terhadap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe. Derajat hubungan antara keragaman produk dan pelayanan terhap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga korelasi secara simultan atau R. Berdasarkan hasil analisis dengan menggunakan program komputasi SPSS for Windows release 11 diperoleh harga koefisien korelasi sebesar 0,840, dan berarti bahwa keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang tinggi sehingga model persamaan regresi yang diperoleh untuk memprediksi loyalitas baik. Besarnya pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga R² . Berdasarkan hasil analisis diperoleh R² sebesar 0,705. Dengan demikian menunjukkan bahwa keragaman produk dan pelayanan berpengaruh terhadap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe sebesar 70,5% dan sisanya yaitu 29,5% dari loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Uji Parsial (Uji-t) Untuk menguji pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen secara parsial (masing-masing variabel) dapat dilihat dari hasil uji-t. Dimana dapat diketahui besarnya nilai t-hitung untuk masing-masing variabel dengan tingkat kepercayaan atau signifikansi sebesar α = 5%. Variabel pengaruh keragaman produk (X1) mempunyai nilai t-hitung sebesar 5,565 sedangkan t-tabel sebesar 1,960, hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa t-hitung > t-tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 0.000 atau probabilitas jauh dibawah α = 5% Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel keragaman produk (X1) berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen Supermarket Harun Square Lhokseumawe. Variabel pelayanan (X2) mempunyai nilai t-hitung sebesar 4,986 sedangkan t-tabel sebesar 1,960, hasil perhitungan ini menunjukkan bahwa t-hitung > t-tabel dengan tingkat signifikansi sebesar 0.002 atau probabilitas jauh dibawah α = 5% (0,05). Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel pelayanan (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan 1. Variabel keragaman produk dan pelayanan berpengaruh positif dan signifikan terhadap loyalitas konsumen Supermarket Harun Square Lhokseumawe. 2. Derajat hubungan antara keragaman produk dan pelayanan terhap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga korelasi secara simultan atau R. Koefisien korelasi sebesar 0,840, berarti bahwa keeratan hubungan antara variabel bebas dengan variabel terikat yang tinggi sehingga model persamaan regresi yang diperoleh untuk memprediksi loyalitas baik.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
3.
4.
115
Besarnya pengaruh keragaman produk dan pelayanan terhadap loyalitas konsumen pada Supermarket Harun Square Lhokseumawe dapat diketahui dari harga R². Berdasarkan hasil analisis diperoleh R² sebesar 0,705 yang menunjukkan bahwa keragaman produk dan pelayanan berpengaruh terhadap loyalitas konsumen sebesar 70,5% dan sisanya yaitu 29,5% dari loyalitas konsumen dipengaruhi oleh faktor lain yang tidak dikaji dalam penelitian ini. Pengujian hipotesis menunjukkan hasil bahwa secara simultas maupun parsial variabel keragaman produk (X1) dan pelayanan (X2) berpengaruh secara signifikan terhadap loyalitas konsumen Supermarket Harun Square Lhokseumawe.
Saran-saran 1. Supermarket Harun Square Lhokseumawe hendaknya berusaha untuk senantiasa meningkatkan keragaman produk terutama pada ketersediaan produk secara lengkap baik dalam merek, ukuran, dan kualitas dan pelayananan yang diberikan kepada konsumen terutama dalam keamanan dan kenyamanan serta peningkatan kecepatan pramuniaga agar konsumen semakin puas dalam berbelanja. 2. Karyawan Supermarket Harun Square Lhokseumawe hendaknya selalu tanggap dengan segala kebutuhan pengunjung serta lebih cepat dan tepat, baik dalam memberikan bantuan yang dibutuhkan pengunjung khususnya untuk pengunjungpengunjung yang kesulitan dalam mencari produk yang diinginkan agar mereka mendapatkan kepuasan atas jasa yang dibelinya dan akan kembali untuk melakukan pembelian ulang. 3. Bagi peneliti selanjutnya, hendaknya untuk memperluas obyek penelitian, tidak hanya variabel keragaman produk dan pelayanan tetapi juga variabel-variabel lainnya (seperti harga, promosi, fasilitas, dan lain-lain) sehingga diperoleh informasi yang lebih lengkap tentang faktor-faktor yang mempengaruhi loyalitas konsumen pada supermarket.
DAFTAR RUJUKAN Arikunto, Suharsimi. (2000). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Rineka cipta. Jakarta. Assaury (1990). Manajemen Pemasaran. Liberti, Yogyakarta. Barner, G. James. (2001). Secret Of Customer Relationship Management : Rahasia Manajemen Hubungan Pelanggan. Bumi Aksara. Yogyakarta. Edi, N Prastyo. (2007). Pengaruh Keragaman Produk dan Pelayanan terhadap Loyalitas Konsumen pada Swalayan Assgros Sartika Gemolong di Kabupaten Sragen, Thesis pada Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Semarang, tidak dipublikasikan. Engel, James F dan Blacwell, Roger D dan Miniard, Paul W. (1994) Consumer Behavior. Penerbit Binarupa Aksara, Jakarta. Ghozali, Imam. (2005). Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS. Universitas Diponegoro. Semarang. Griffin, Jill. (2002). Customer Loyalty. Erlangga. Jakarta. Kotler, P dan Amstrong, (1992). Dasar-dasar Pemasaran, Jilid I, Penerbit Prenhalindo, Jakarta.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
116
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
_____________, (1997). Dasar-dasar Pemasaran, Jilid II, Penerbit Prenhalindo, Jakarta. _____________, (2001) Prinsip-Prinsip Pemasaran. penerbit Erlangga, Jakarta. Kotler, Philip. (1993) Manajemen Pemasaran. Penerbit Erlangga, Jakarta. _____________. (1999). Manajemen Pemasaran, Analisis, Perencanaan, Implementasi dan Pengendalian. Jilid I, Edisi keenam penerbit Erlangga, Jakarta. Lovelock (1992) Service Marketing:Text, Cases and Reading, Prentice Hall, engle wod clift, Penerbit Prenhalindo, Jakarta. Lupiyoadi, Rambat. (2001). Manajemen Pemasaran Jasa. Salemba Empat. Jakarta. Lytle, Jhon F. (1996). Cara Jitu Memuaskan Pelanggan (What Do Your Customers Really Wants) Terjemahan Agus Sharno. Abdi Tandur. Jakarta McCarthy, D. Perreault, Jr, (1994). Basic Marketing , Irwin 1984 eight edition homewood Ilionis 60430. Mursyid (1997) Manajemen Pemasaran dan Analisa Perilaku Konsumen, Penerbit Rineka Cipta, Bandung. Payne, Adrian (2000), The Essence Of Service Marketing Shadily dan M. Echols., (1995). Manajemen Pemasaran, Jilid Satu. Edisi Ketujuh, Binarupa Aksara, Jakarta Stanton, William J. (1985) Prinsip Pemasaran. Erlangga Jakarta. Swastha, Basu dan Irawan. (2002). Manajemen Pemasaran Modern. Liberty. Yogyakarta. Swastha, Basu dan T Hani Handoko. (1997). Manajemen Pemasaran: Analisis Perilaku Konsumen. BPFE. Yogyakarta. _____________. (1992) Manajemen Pemasaran Analisa Prilaku Konsumen BPFE, Yogyakarta. _____________. (1997). Manajemen Pemasaran Analisis Perilaku Konsumen. Liberti, Yogyakarta. Tjiptono, Fandy. (1997). Strategi Pemasaran. Edisi II. Andi Offset. Yogyakarta. _____________. (2000). Strategi Pemasaran. Andi Offset. Yogyakarta. _____________. (2005). Pemasaran Jasa. Bayu Media. Malang. Winardi (1991). Marketing dan Perilaku Konsumen. CV. Mandar Maju, Bandung. _____________. (1996). Aspek – Aspek Manajemen Pemasaran. Mandar Maju. Bandung. Zethaml, Valerie.A, Marry Jo, Bitner (1996) Service Marketing, The MC Grow Hill Companies, Penerbit Salemba Empat. Jakarta
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
117
PENGARUH RASIO FINANCIAL LEVERAGE TERHADAP RETURN ON EQUITY (ROE) PADA PERUSAHAAN MANUFAKTUR DI BURSA EFEK INDONESIA
Iswadi
Abstract: This study examines the effect of financial leverage ratio on return on equity in manufacturing Company in Indonesian Stock Exchange. The data used are secondary data in the form of financial statements in 2003-2006 for companies listed on the Indonesian Stock Exchange. To test the hypothesis the author using SPSS (Statistical Package For Social Science). Independent variable is a debt to ratio and debt to equity ratio and return on equity dependent variables. Results of analysis of data obtained by the coefficient of determination of 0.377 (37.7%). This reflects that the dependent variable can be explained by changes in the independent variable is the debt ratio and debt to equity ratio, while 62.3% explained by other causes of times interest earned ratio. While the correlation coefficient (R) of 0.614 (61.4%) which means that the independent variables had significant associations with the dependent variable. Keywords : debt ratio, debt to equity ratio dan return on equity
___________________________________________________________________
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
118
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Iswadi, Fakultas Ekonomi Universitas Malikussaleh
PENDAHULUAN Perusahaan yang mampu bertahan adalah perusahaan yang bisa bersaing dan mempertahankan kinerja perusahaannya. Kinerja perusahaan dapat diukur antara lain dari kemampuan manajemen dalam mengelola sumber dana yang bersumber dari hutang (leverage) dan modal. Perusahaan tidak mampu beroperasi jika modal sendiri yang dimiliki sedikit, karena kegiatan perusahaan semakin berkembang yang memerlukan modal dalam jumlah yang cukup besar, sehingga diharuskan untuk meminjam modal dari luar berupa hutang yang sering disebut financial leverage. Sumber-sumber dana tersebut harus dapat dikelola dengan baik sehingga dapat ditentukan kombinasi pembelanjaan yang terbaik bagi perusahaan dalam rangka peningkatan Return On equity (ROE) yang tinggi. Pengelolaan sumber dana jangka panjang dan modal sendiri yang digunakan untuk membiayai aktiva perusahaan diharapkan dapat meningkatkan keuntungan. Dengan pengelolaan sumber dana yang baik akan memberikan kepercayaan bagi investor untuk menginvestasikan dananya kepada perusahaan. Perusahaan manufaktur pada umunya masalah Return On Equity adalah lebih penting daripada masalah laba. Laba yang besar belum menjadi tolak ukur bahwa perusahaan itu telah dapat bekerja dengan efisien. ROE dapat dihitung dengan membandingkan laba yang diperoleh itu dengan kekayaan atau modal yang menghasilkan laba tersebut atau dengan kata lain ialah menghitung rentabilitasnya. Perusahaan dalam menggunakan sumber modalnya sebagian besar berasal dari saham yang disebut dengan modal saham. Modal tersebut merupakan modal sendiri (equity) yang pembiayaan berasal dari luar (eksternal) perusahaan. Di samping modal saham juga pembiayaan perusahaan berasal dari modal pinjaman khususnya dalam bentuk pinjaman jangka panjang. Dengan demikian semua perusahaan bisa dipastikan dalam membiayai operasionalnya juga sebagian besar berasal dari modal pinjaman, khususnya dalam bentuk pinjaman jangka panjang, dengan demikian timbullah financial leverage tidak terkecuali pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Jakarta. Financial Leverage merupakan salah satu faktor yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kinerja perusahaan dalam kaitannya dengan siklus bisnis, Financial Leverage dapat menjelaskan bagaimana penggunaan sumber dana yang memiliki beban tetap dengan harapan bahwa akan memberikan tambahan keuntungan yang lebih besar daripada beban tetapnya sehingga akan meningkatkan keuntungan yang tersedia bagi pemegang saham, dengan demikian alasan yang kuat untuk menggunakan dana dengan beban tetap adalah untuk meningkatkan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham. Keberhasilan perusahaan dalam menjalankan operasionalnya dapat dilihat dari keuntungan yang diperoleh dimana salah satu pengukuran kinerja keuangan adalah Financial Leverage dan Return on Equity (ROE). Rasio Financial Leverage digunakan untuk mengukur seberapa banyak dana yang disupply oleh pemilik perusahaan dalam proporsinya dengan dana yang diperoleh dari kreditur. Pengukuran Financial Leverage ini didasarkan pada rasio yang digunakan perusahaan yaitu Debt to Ratio, Debt to Equity Ratio, Time Interest Earned Ratio dan Fixed Charge Coverage. Pengukuran tingkat hutang
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
119
biasanya menggunakan Debt to Ratio dan Debt to Equity Ratio, semakin tinggi rasio-rasio ini semakin besar jumlah hutang yang digunakan dalam operasi perusahaan dan semakin lama perusahaan tersebut mengembalikan modal yang ditanamkan (Return on Equity). Sedangkan pengukuran kemampuan perusahaan untuk membayar kewajiban-kewajiban tetap yang timbul dari penggunaan modal pinjaman ataupun kewajiban financial lainnya seperti pembayaran lease atau sewa dan dividen saham preferen, dapat digunakan perhitungan Time Interest Earned Ratio dan Fixed Charge Coverage. Semakin tinggi rasiorasio ini maka semakin baik keadaan atau kemampuan suatu perusahaan dalam pengembalian atas Return on Equtiy. Debt Ratio adalah rasio leverage yang dihitung dengan membagi total hutang dengan total asset. Rasio ini menunjukkan seberapa banyak aset yang dibiayai oleh hutang. Hutang bisa berarti buruk bisa juga berarti bagus selama ekonomi sulit dan suku bunga tinggi, perusahaan yang memiliki debt rasio yang tinggi dapat mengalami masalah Keuangan, sebaliknya juga selama ekonomi baik dan suku bunga renndah hutang dapat meningkatkan keuntungan. Debt to Equity Ratio (DER) dipergunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap modal sendiri (equitas) yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi DER menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk deviden). Tingginya DER akan mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor pasti lebih tertarik pada perusahaan yang tidak menanggung terlalu banyaj hutang. Penggunaan kedua variabel tersebut Debt to rasio dan Debt to equity rasio disebabkan kedua variabel tersebut menggunakan total hutang sebagai alat ukur. Dimana rasio Financial Leverage adalah kemampuan perusahaan menggunakan biaya financial tetap untuk memperbesar pengaruh dan perubahan EBIT terhadap laba bersih atau pendapatan per lembar saham biasa (EPS). Rasio ROE untuk mengukur tingkat pengembalian pada ekuitas (Return on Equity). ROE adalah sebuah ukuran dari besarnya jumlah laba dari sebuah perusahaan yang dihasilkan dalam 1 tahun terakhir dibandingkan dengan nilai ekuitasnya. Tidak seperti yang lain, satuan dari ROE ini adalah persentase. ROE juga memberikan gambaran tentang besarnya keuntungan yang dapat dihasilkan dari penanaman modal sendiri. Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut berapa besar pengaruh debt to rasio dan debt to equity rasio terhadap return on equity?
KAJIAN KEPUSTAKAAN Pengertian Leverage Istilah Leverage biasanya dipergunakan untuk menggambarkan penggunaan assets dan sumber dana (sources of funds) oleh perusahaan yang memiliki biaya tetap (Fixed Cost) dengan maksud meningkatkan keuntungan potensial pemegang saham. Dengan memperbesar tingkat leverage maka hal ini akan berarti bahwa tingkat ketidakpastian (uncertainty) dari return yang akan diperoleh akan semakin tinggi pula, tetapi pada saat yang sama hal tersebut juga akan memperbesar jumlah return yang akan diperoleh. Tingkat
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
120
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
leverage ini bisa saja berbeda-beda antara perusahaan yang satu dengan perusahaan lainnya, atau dari satu periode ke periode lainnya di dalam satu perusahaan, dengan demikian semakin tinggi tingkat leverage akan semakin tinggi resiko yang dihadapi serta semakin besar tingkat return atau penghasilan yang diharapkan. Menurut Syamsuddin (1999:89) “Leverage merupakan kemampuan perusahaan untuk menggunakan aktiva atau dana yang mempunyai beban tetap (fixed cost assets of funds) dalam memperbesar tingkat penghasilan (revenue) bagi pemilik perusahaan”. Menurut Kartadinata (1993:89) “leverage adalah suatu alat atau sarana untuk sesuatu dengan sesuatu tujuan”, sedangkan menurut Riyanto (2001:48) “leverage adalah perbandingan rasio jumlah hutang dengan total aktiva”. Sementara Weston (1997:503) menyatakan “leverage merupakan total hutang terhadap jumlah aktiva atau total hutang terhadap modal sendiri”, dalam hal ini leverage menunjukkan sampai seberapa besar hutang dengan modal sendiri. Sedangkan menurut Horne dan Wachowict (1998:440) “leverage merupakan penggunaan biaya tetap dalam meningkatkan keuntungan”. Sedang menurut Harahap (2002:306) “leverage menggambarkan hubungan antara hutang perusahaan terhadap modal maupun asset”. Dalam hal ini leverage menunjukkan seberapa jauh perusahaan dibiayai oleh hutang atau pihak luar dngan kemampuan perusahaan yang digambarkan oleh modal (equity). Dari pengertian tersebut dapat kita pahami bahwa salah satu penyebab meningkatnya keuntungan (profit) melalui biaya tetap. Menurut Muslich (2003:21) ada tiga macam leverage sebagai berikut : 1. Operating leverage, yaitu kemampuan perusahaan dalam menggunakan biaya operasi tetap (fixed operating cost) untuk memperbesar pengaruh dari perubahan penjualan pendapatan sebelum dikurangi dengan bunga dan pajak (EBIT). 2. Financial leverage, yaitu kemampuan perusahaan menggunakan biaya financial tetap (fixed financial cost) untuk memperbesar pengaruh dan perubahan EBIT terhadap laba bersih atau pendapatan per lembar saham biasa (EPS). 3. Total Leverage, yaitu kemampuan perusahaan dalam menggunakan fixed cost baik operating maupun financial cost untuk memperbesar pengaruh dari perubahan penjualan terhadap laba bersih atau tingkat EPS.
Pengertian Financial Leverage Financial Leverage timbul karena adanya kewajiban-kewajiban finansial yang sifatnya tetap (fixed financial charges) yang harus dikeluarkan oleh perusahaan. Kewajiban-kewajiban finansial yang tetap ini tidaklah berubah dengan adanya perubahan tingkat EBIT dan harus dibayar tanpa melihat sebesar apapun tingkat EBIT yang dicapai oleh perusahaan. Ada dua kewajiban finansial yang sifatnya tetap yaitu bunga atas hutang dan deviden untuk saham preferen. Financial leverage berkenaan dengan perubahan EBIT dalam hubungannya dengan pendapatan yang tersedia bagi pemegang saham biasa (earning available for common stockholder) yang diasumsikan bahwa deviden untuk pemegang saham preferen selalu dibayar dalam setiap periode karena tujuan utama dari financial leverage adalah untuk mengetahui berapa jumlah uang yang sesungguhnya tersedia bagi pemegang saham biasa setelah bunga dan deviden untuk tingkat kepekaan return untuk setiap saham (EPS) karena perubahan dari pendapatan sebelum bunga dan pajak (EBIT).
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
121
Menurut Husnan (2000:319) “leverage financial menyangkut penggunaan dana yang diperoleh pada biaya tetap tertentu dengan harapan bisa meningkatkan bagian pemilik modal sendiri”. Sedangkan menurut definisi yang dikemukan oleh Syamsuddin (1992:109) “financial leverage merupakan kemampuan perusahaan dalam menggunakan kewajibankewajiban financial yang sifatnya tetap untuk memperbesar pengaruh perubahan pendapatan per lembar saham biasa”. Menurut Horne dan Wachowicz (1998:440) “pengungkit keuangan adalah penggunaan pendanaan biaya tetap perusahaan”. Pengukuran Financial Leverage Pengukuran Financial Leverage menunjukkan proporsi atas penggunaan hutang untuk membiayai investasinya. Menurut Sartono (2001:121) financial leverage dapat diukur dengan mempergunakan formula sebagai berikut : Total Hu tan g Debt to ratio = Total Aktiva Hasil dari rasio menunjukkan total aktiva yang dimiliki oleh perusahaan di biayai oleh hutang, semakin tinggi rasio ini maka semakin besar risiko yang dihadapi oleh perusahaan dan investor juga akan meminta tingkat keuntungan yang semakin tinggi. Total Hu tan g Debt to equity ratio = Total mod al sendiri Debt to Equity Rasio digunakan untuk mengukur tingkat penggunaan hutang terhadap equitas yang dimiliki perusahaan. Semakin tinggi Debt to Equity rasio menunjukkan tingginya ketergantungan permodalan perusahaan terhadap pihak luar sehingga beban perusahaan juga semakin berat. Tentunya hal ini akan mengurangi hak pemegang saham (dalam bentuk deviden). Tingginya Debt to Equity rasio akan mempengaruhi minat investor terhadap saham perusahaan tertentu, karena investor lebih tertarik pada perusahaan yang tidak menanggung terlalu banyak beban hutang. laba sebelum bunga dan pajak Time int erest earned ratio = beban bunga Time interest earned ratio adalah rasio antar laba sebelum bunga dan pajak (EBIT) dengan beban bunga. Rasio ini mengukur kemampuan perusahaan memenuhi beban tetapnya berupa bunga, atau mengukur seberapa jauh laba dapat berkurang tanpa perusahaan mengalami kesulitan keuangan karena tidak mampu membayar bunga. laba sebelum bunga dan pajak Time int erest earned ratio = bunga + pembayaran sewa Fixed cahrge coverage ratio, mengukur berapa besar kemampuan perusahaan untuk menutupi beban tetapnya termasuk pembayaran deviden saham preferen, bunga, angsuran pinjaman dan sewa. Karena tidak jarang perusahaan menyewa aktivanya dari perusahaan leasing dan harus membayar angsuran tertentu. Pengukuran Return on Equity (ROE) Return On Equity (ROE) merupakan suatu pengukuran dari penghasilan (income) yang tersedia bagi pemilik perusahaan (baik pemegang saham biasa maupun pemegang sahan preferen) atas modal yang mereka investasikan di dalam perusahaan. Secara umum
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
122
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
tentu saja semakin tinggi return atau penghasilan yang diperoleh semakin baik kedudukan pemilik perusahaan. Dalam perhitungannya secara umum Return On Equity (ROE) dihasilkan dari pembagian laba dengan equitas selama setahun terakhir. Secara umum Return On Equity (ROE) menurut Gitosudarmo (2001:233) dapat dianalisis dengan menggunakan formula sebagai berikut : Earnings After Taxe ROE = Jumla h& Modal Sendiri Laba yang diperhitungkan untuk menghitung Return On Equity (ROE) adalah laba usaha setelah dikurangi dengan bunga modal asing dan pajak perseroan atau income tax. Sedangkan modal yang diperhitungkan hanyalah modal sendiri yang bekerja didalam perusahaan (Riyanto, 1995:44) Sedangkan menurut Riyanto (2001:129) Return On Equity (ROE) dapat dirumuskan sebagai berikut : Keuntungan neto sesudah pajak ROE = Jumla h& Modal Sendiri Gie (1999:185) menyatakan bahwa seandainya rentabilitas seluruh perusahaan lebih rendah dari tingkat bunga modal pinjaman, adanya modal pinjaman di perusahaan merupakan kerugian. Ini jelas bahwa penggunaan modal pinjaman akan menaikkan/menurunkan Return On Equity kalau rentabilitas dari modal seluruhnya lebih tinggi/lebih rendah dari pada tingkat bunga modal pinajaman.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Return On Equity (ROE) Menurut Weston dan Copeland (1998:281). Hasil pengembalian atas modal ( Return on Equity) melibatkan tiga faktor pokok yaitu perputaran, margin dan leverage Perputaran Aktiva x Margin Terhadap Penjualan x Leverage Keuangan = Hasil Pengembalian atas Modal (ROE) Menurut Hinggins (1996:41), Return On Equity (ROE) di pengaruhi oleh 3 faktor yaitu : 1. Margin keuntungan (profit margin), mengikhtisarkan kinerja perhitungan rugi laba yang di peroleh dari perbandingan antara laba dengan total penjualan. Perbandingan tersebut sangat penting karena mencerminkan strategi penetapan harga jual yang di tetapkan perusahaan dan kemampuannya untuk mengendalikan beban usaha. 2. Perputaran aktiva (assets turnover), menggambarkan penjualan yang dicapai oleh tiap dollar aktiva, rasio perputaran aktiva ini memusatkan perhatian kepada sisi kiri neraca dan menunjukkan efisiensi penggunaan aktiva perusahaan oleh manajemen. 3. Struktur Modal (Financial Leverage) menggambarkan perbandingan penggunaan hutang jangka panjang dengan modal sendiri untuk pembelanjaan pasif perusahaan. Return on Equity memiliki keterkaitan antara faktor-faktor yang mempengaruhinya, karena pada dasarnya return on equity merupakan hasil perkalian antara profit margin, assets turnover dan financial leverage.
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
123
Hubungan Antara Rasio Financial Leverage dengan Return on Equity Menurut Riyanto (1995:51) pengaruh rasio hutang terhadap Return on Equity (ROE) dapat bersifat positif, dapat negatif ataupun dapat tidak mempunyai pengaruh sama sekali. Pengaruh positif artinya makin besar rasio ini mengakibatkan makin besarnya return on equity. Hal ini akan terjadi kalau rentabilitas ekonomi lebih besar daripada tingkat bunga. Pengaruh negative terjadi dalam keadaan ekonomi yang sebaliknya yaitu dalam keadaan rentabilitas modal sendiri. Hal ini akan terjadi kalau rentabilitas ekonomi lebih kecil daripada tingkat bunga. Tidak berpengaruh sama sekali apabila rentabilitas ekonomi sama besarnya dengan tingkat bunga pinjaman. Penggunaan hutang (leverage) mempunyai keuntungan dan kelemahan di mana perusahaan yang menggunakan hutang yang lebih besar akan semakin menguntungkan pemegang saham. Tetapi juga akan menurunkan return on equity tetapi jika ROA membaik perusahaan bisa memperoleh return on equity yang besar. Perusahaan yang mempergunakan leverage secara maksimal dapat memperoleh manfaat jika bunga yang dipinjam dengan bunga tertentu dapat digunakan untuk memperoleh tingkat keuntungan yang lebih tinggi daripada bunga pinjamannya. Sebab perusahaan yang mampu berinvestasi dengan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi daripada bunga yang berlaku, akan memperoleh manfaat besar jika “menukar modal sendiri” (trade on equity), artinya membuat pinjaman sebanyak mungkin berdasarkan perhitungan yang hati-hati, kemudian menumbuhkan modal sendiri menjadi besar karena tingkat keuntungannya yang lebih tinggi daripada bunga yang harus dibayar.
Hipotesis Berdasarkan apa yang telah diuraikan di atas, maka penulis cenderung mengemukakan hipotesis penelitian sebagai berikut : Ho : Diduga Debt to ratio dan Debt to equity ratio tidak berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Ha : Diduga Debt to ratio dan Debt to equity ratio berpengaruh terhadap Return On Equity (ROE) pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia.
METODE PENELITIAN Objek dan Ruang Lingkup Penelitian Dalam penelitian ini penulis membahas tentang Analisis Pengaruh Rasio Financial Leverage Terhadap Return on Equity pada Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia yang beralamat di Jln. Jend. Sudirman Kav. 52-53, telepon (021) 5150515 Jakarta 12190. dalam hal ini penulis membatasi objek pada perusahaan manufaktur di Bursa Efek Indonesia. Populasi Populasi merupakan sekumpulan orang atau objek yang memiliki kesamaan dalam suatu atau beberapa hal dan yang membentuk masalah pokok dalam suatu riset khusus. Populasi yang akan diteliti harus didefinisikan dengan jelas sebelum penelitian dilakukan
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
124
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
(Santoso dan Tjiptono, 2002, 79). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh perusahaan manufaktur yang Go Publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia, dengan laporan keuangan tahunan 2003,2004,2005 dan 2006, yang dimuat dalam Indonesia Capital Market Directory 2003 dan laporan keuangan perusahaan tahun 2006. Emiten yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia hingga Desember 2006 berjumlah 386 perusahaan, yang termasuk dalam industry manufaktur berjumlah 156 perusahaan yang terdiri dari 3 sektor yaitu: • Basic Industri And Chemical (Industri Dasar & Kimia) • Micelleneous Industry (Aneka Industri) • Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi)
Sampel Sampel adalah semacam miniature (mikrokosmos) dari populasinya (Santoso dan Tjiptono, 2002, 80). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini hanya satu sektor, yaitu sektor manufaktur dikarenakan untuk menghindari perbedaan karakteristik antara perusahaan manufaktur dan non manufaktur. Pemilihan sampel dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling yaitu metode yang dilakukan dengan pengambilan sampel dengan sudah ada tujuannya dan sudah tersedia rencana sebelumnya. Biasanya sudah ada predefinisi terhadap kelompok-kelompok dan kekhususan khas yang dicari. Adapun kriteria-kriteria dalam pemilihan sampel dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Laporan Keuangan perusahaan manufaktur yang dijadikan sampel dapat diakses di internet melalui situs www.jsx.co.id 2. Perusahaan telah mempublikasikan laporan Keuangan per 31 Maret 2006 dan telah diaudit. 3. Perusahaan manufaktur yang memperoleh laba dan tidak merugi pada tahun berjalan. Dari kriteria-kriteria di atas, maka didapat jumlah sampel dalam penelitian ini sebanyak 32 perusahaan (lihat lampiran 1), seperti tampak pada tabel berikut.
No
Tabel 1. Seleksi Sampel Kriteria Sampel
Jumlah
1
Kriteria 1
156 perusahaan
2
Kriteria 2
61 perusahaan
3
Kriteria 3
32 perusahaan
Teknik Pengumpulan Data Data dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa laporan keuangan perusahaan tahun 2003, 2004, 2005, 2006 untuk perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta. Menurut Indriantoro dan Supomo (2002 :47 ), data sekunder yaitu sumber data penelitian yang diperoleh peneliti secara tidak langsung melalui media perantara yaitu dengan mengakses internet di situs www.jsx.co.id serta mempelajari sumber-sumber terbitan, keputusan-keputusan dimana bahan-bahan penelitian ini dapat
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
125
juga diperoleh dari buku-buku, majalah, tabloid dan literature lainnya yang berhubungan dengan objek penelitian.
Definisi Operasional Variabel. Operasional Variabel yang digunakan didalam penelitian ini adalah: 1. ROE (Y) adalah kemampuan perusahaan untuk menghasilkan laba atau keuntungan dari seluruh modal yang dimilikinya. Rentabilitas dapat diukur dengan menggunakan alat ukur persentase rentabilitas. Keuntungan neto sesudah pajak ROE = Jumla h& Modal Sendiri Debt to Rasio (X1) adalah kemampuan perusahaan untuk mengukur berapa besar aktiva yang dimiliki dibiayai oleh hutang. Total Hu tan g Debt to ratio = Total Aktiva 2. Debt to Equity Rasio (X2) adalah kemampuan perusahaan untuk menggunakan hutang dan modal sendiri dalam pendanaan perusahaan untuk memenuhi seluruh kewajibannya. Financial Leverage dapat diukur dengan menggunakan rumus : Total Hu tan g Debt to equity ratio = Total mod al sendiri Metode Analisis Data Uji Asumsi Klasik Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi yang dipergunakan memenuhi asumsi regresi linear klasik. Hal ini penting dilakukan agar diperoleh parameter yang valid dan andal. Uji diagnostik terdiri dari : a. Uji Normalitas, uji ini dilakukan untuk mengetahui normalitas variabel penganggu (residual). Regresi linear normal klasik mengasumsikan bahwa tiap ± (residual) didistribusikan secara normal. Untuk 2 variabel yang didistribusikan secara normal, µ dan µ tidak hanya tidak berkorelasi tetapi juga didistribusikan secara independent (Gujarati, 1999 : 166). Residual variabel yang terdistribusi normal akan terletak disekitar garis horizontal (tidak terpencar jauh dari garis diagonal). b. Uji Multikolinearitas, Multikolinearitas yaitu adanya hubungan yang kuat antara variabel-variabel independent dalam persamaan regresi. Adanya multikolinearitas dalam model persamaan regresi yang digunakan akan mengakibatkan ketidakpastian estimasi, sehingga mengarahkan kesimpulan untuk menerima hipotesis nol. Hal ini menyebabkan koefisien regresi menjadi tidak signifikan dan standar deviasi sangat sensitive terhadap perubahan data (Gujarati, 1999). Dengan demikian, variabelvariabel yang mempunyai indikasi kuat terhadap pelanggaran asumsi klasik akan dikeluarkan dari model penelitian. Untuk mendeteksi apakah antara variabel-variabel independent yang digunakan mempunyai kolinearitas yang tinggi atau tidak digunakan variance inflation factor (VIP) dan tolerance. Batas nilai tolerance adalah 0,10 dan batas VIP adalah 10,00, jika nila tolerance < 0,10 atau nilai VIP > 10,00 maka terjadi multikolinearitas. c. Uji Autokorelasi
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
126
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Autokorelasi yaitu adanya hubungan antara kesalahan-kesalahan yang muncul pada data runtun waktu (time series). Apabila terjadi gejala autokorelasi maka estimator least square masih tidak bias, tetapi menjadi tidak efisien. Dengan demikian koefisien estimasi yang diperoleh menjadi tidak akurat (Gujarati, 1999). Pengujian autokorelasi dapat dilakukan dengan menghitung nilai Durbin Watson (d) dengan membandingkan nilai d terhadap dl dan du. Setelah menghitung nilai d statistic selanjutnya dibandingkan dengan nilai d dari tabel dengan tingkat signifikan 5%. Bila dihitung berada diantara : • d < du berarti ada korelasi • d > du berarti tidak autokorelasi • d diantara dl dan du, berarti tidak bisa dipastikan (meragukan) • d hitung berada diantara interval nilai du dan 4-du, maka tidak terjadi autokorelasi • d hitung berada di luar interval nilai du dan 4-du, maka terjadi autokorelasi.
Model Analisis Data Untuk menganalisis data dalam penelitian ini digunakan alat analisis regresi linear berganda dengan persamanaan : Y = a + b1 x1 + b2 x2 + ε Di mana : Y = Return on Equity (ROE) a = Konstanta b = Parameter yang dicari X1 = Debt to rasio X2 = Debt to equity rasio ε = Error term Pengujian hipotesis dilakukan dengan dua cara, yaitu: 1. Pengujian secara simultan Untuk menguji pengaruh rasio financial terhadap return on equity secara simultan dapat dilakukan dengan membandingkan Fhitung dengan Ftabel. Jika hasil penelitian dan pengolahan data dijumpai nilai Fhitung > Ftabel dengan tingkat signifikansi 5% maka Ha diterima. Artinya financial laverage (debt to ratio dan debt to equity ratio) secara simultan berpengaruh terhadap ROE. Sebaliknya jika Fhitung < Ftabel dengan tingkat signifikansi 5% maka penelitian ini harus menerima Ho dan menolak Ha. Artinya debt to ratio dan debt to equity ratio secara simultan tidak berpengaruh terhadap ROE. 2. Pengujian secara parsial Untuk menguji pengaruh rasio financial terhadap return on equity secara parsial dapat dilakukan dengan membandingkan Thitung dengan Ttabel. Jika hasil penelitian dan pengolahan data dijumpai nilai Thitung > Ttabel maka Ha diterima. Artinya debt to ratio dan debt to equity ratio secara parsial berpengaruh terhadap ROE. Sebaliknya jika
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
127
Thitung < Ttabel maka penelitian ini harus menerima Ho dan menolak Ha. Artinya debt to ratio dan debt to equity ratio secara parsial tidak berpengaruh terhadap ROE
HASIL PENELITIAN Perkembangan Financial Leverage Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia Berdasarkan data perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta, selama 4 (empat) tahun dapat diketahui bahwa perkembangan Financial Leverage perusahaan manufaktur berfluktuatif, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini. Tabel 2: Debt to Ratio 32 Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (2003– 2006) No
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9
ACAP AUTO BATA BRAM GDYR KOMI PBRX PRAS SMSM
10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
AQUA DLTA DNKS GGRM HMSP INDF KLBF MERK MLBI MRAT MYOR SHDA TCID TSPC ULTJ UNVR
26 27 28 29 30 31 32
EKAD INCI JPRS LION LMSH SMGR UNIC
Debt to Ratio 2003 2004 2005 Miscellaneous Industry (Aneka Industri) 2.944170269 2.307101997 1.657247283 2.454062181 1.520285732 1.411429911 1.261364379 1.24204832 0.748429262 2.505090809 1.143645182 1.235987704 5.463959472 4.189591576 0.573514528 1.055437886 1.06691444 1.261198102 1.245445395 1.898964111 2.428689348 3.97599654 6.443033263 0.690519933 1.297817524 1.602921715 1.383605268 Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi) 1.446377772 1.501096475 0.484573552 2.314955454 2.591967894 0.949144218 1.173322875 1.033698901 1.006524901 1.133982108 1.665922266 1.52074408 2.144436642 1.998169821 1.392249461 1.225447717 1.488269735 0.732580847 1.04220172 0.756929248 0.661427392 1.199766643 3.615569591 1.202153445 4.395438988 4.61456289 0.444524269 3.884280074 0.176265783 1.60928683 1.281117551 1.192754464 1.15226159 1.401868349 0.959873653 1.020275182 2.592776538 2.675609001 0.378285326 0.766823765 1.227641459 6.847270212 2.023253287 1.465846032 0.499750321 2.108043736 0.993612892 0.386566249 Basic Industry and Chemical (Industri Dasar dan Kimia) 5.245152906 1.024444927 1.825523082 1.36961646 0.764459974 0.379352578 2.471003856 1.254100265 1.246948885 1.34215371 1.050748325 0.98641057 1.769993006 1.824946237 0.750569414 1.529310291 0.528529234 0.491763645 1.603008026 0.558178198 1.591744683
2006 2.01760429 0.42601071 0.334781759 0.58444606 0.350933005 0.175566997 0.669017805 0.71484683 0.472818387 0.471773758 0.223550046 0.451439528 0.40830349 0.552302609 0.728377619 0.595873947 0.23168421 0.526544267 0.159003338 0.321247007 0.160963783 0.158003185 0.200369717 0.377085774 0.373125977 0.15143637 0.147251213 0.46965137 0.178541842 0.317192058 0.448788156 0.644614455
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
128
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Tabel 3: Debt to Equity Ratio oleh 32 Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (2003– 2006) No Kode Debt to Equity Ratio 2003 2004 2005 2006 Miscellaneous Industry (Aneka Industri) 1 ACAP 2.2647328 1.88617159 1.986519698 2.53142222 2 AUTO 2.09601765 2.08617485 1.475337468 1.457237468 3 BATA 1.27823158 2.07261916 2.359598129 1.648457987 4 BRAM 1.32893613 1.02307175 0.955812926 0.984333319 5 GDYR 2.82674141 0.42658181 4.545431884 1.239642847 6 KOMI 1.12300798 1.20255633 0.946293519 1.179127033 7 PBRX 4.21407282 1.36972209 1.881197061 1.8233835 8 PRAS 4.43288576 4.83777007 0.917097315 0.906302597 9 SMSM 1.01447937 1.2510354 1.330101665 0.896879509 Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi) 10 AQUA 2.07926647 2.34950824 0.940141032 0.893128209 11 DLTA 0.62269173 1.181990635 0.570897889 12.8154715 12 DNKS 10.7565023 11.4617035 0.84178438 1.169889208 13 GGRM 1.86015795 0.90043988 0.580448717 1.510814026 14 HMSP 3.1980677 0.88757469 0.411642724 0.902665127 15 INDF 3.56300671 0.90545399 1.02957894 1.271824924 16 KLBF 4.78562499 0.86875583 0.747242265 2.540754225 17 MERK 1.06064439 0.82478581 0.882901296 1.600068489 18 MLBI 7.62471833 7.7475516 0.800258669 0.960827924 19 MRAT 2.19226361 0.63037459 1.475633867 0.996812261 20 MYOR 1.43017798 0.79280574 0.597233256 1.048504056 21 SHDA 1.20110928 1.10798542 0.965914126 0.191843665 22 TCID 3.37048127 0.83215738 1.016559933 1.193362255 23 TSPC 1.09661865 0.27603991 0.889655197 0.834572832 24 ULTJ 0.91504572 1.88752491 0.999001784 1.840020005 25 UNVR 1.13055615 0.5803224 0.630167885 0.595216843 Basic Industry and Chemical (Industri Dasar dan Kimia) 26 EKAD 0.92828019 0.61602986 1.025101584 0.365263592 27 INCI 0.87348681 1.62588584 0.85646349 0.172678302 28 JPRS 2.74791824 1.91972885 2.411099893 0.885552152 29 LION 0.16732273 1.17067724 1.876950685 0.14556473 30 LMSH 7.31874721 9.87423894 0.227696645 1.348595663 31 SMGR 0.82282671 0.81536592 0.967588487 1.633776951 32 UNIC 1.04557056 0.86163853 0.938085984 0.978664073
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
129
Tabel 4: Return on Equity 32 Perusahaan Manufaktur di Bursa Efek Indonesia (2003– 2006) No Kode Return on Equity 2003 2004 2005 2006 Miscellaneous Industry (Aneka Industri) 1 ACAP 2.1832853 1.6855542 0.1135274 0.17695245 2 AUTO 1.1522311 1.2008295 0.1727604 0.15956794 3 BATA 1.752253 1.0959972 0.2267904 0.20076669 4 BRAM 1.6186872 0.8713702 0.116359 0.05968634 5 GDYR 1.9778738 0.608136 0.0614906 0.08733977 6 KOMI 1.1817082 1.5683474 0.0683386 0.15265214 7 PBRX 1.1146708 1.6520313 0.0792701 0.10680298 8 PRAS 2.5978865 4.4989593 0.104572 0.09592513 9 SMSM 1.6750356 1.7299396 0.1340462 0.16718577 Consumer Goods (Industri Barang Konsumsi) 10 AQUA 0.8976419 0.7524285 0.2344861 0.25850677 11 DLTA 2.5115645 1.1686112 0.1175923 0.1095044 12 DNKS 2.9237282 0.6955553 0.3181576 0.33512654 13 GGRM 1.1084592 0.9358569 8.714E-05 7.6331E-05 14 HMSP 1.4310506 1.3403629 0.1379561 0.40989416 15 INDF 1.1641825 0.2191371 0.1474106 0.08882792 16 KLBF 1.506814 1.5654314 0.3895066 0.30539472 17 MERK 1.2267096 1.2558649 0.317111 0.3716269 18 MLBI 0.6540262 0.3362766 0.32642262 11.009097 19 MRAT 1.7521203 1.5841666 0.0468242 0.05311253 20 MYOR 1.1651164 1.2372389 0.1051953 0.09790891 21 SHDA 0.91891 1.2862685 0.225749 0.17767666 22 TCID 1.309348 2.4981246 0.1813979 0.20740758 23 TSPC 1.0364755 1.2618301 0.2071747 0.1894887 24 ULTJ 1.4411089 1.5576399 0.0133487 0.00545013 25 UNVR 1.1498959 0.4843421 0.6187605 0.63937616 Basic Industry and Chemical (Industri Dasar dan Kimia) 26 EKAD 5.0722342 0.5815641 0.0872129 0.0835291 27 INCI 3.7292711 0.8652346 0.0552362 0.07709704 28 JPRS 1.2548477 0.2345947 0.1776631 0.48003903 29 LION 1.1163678 0.1256643 0.1206504 0.19544263 30 LMSH 2.5550345 0.8961113 0.2081161 0.37169971 31 SMGR 1.3655895 1.4881696 0.1117378 0.14222383 32 UNIC 0.890361 0.6715149 0.0744554 0.15268285
Deskripsi Data Penelitian Analisa dilakukan sesuai dengan hipotesis yang telah dirumuskan. Data yang diuji meliputi, laba bersih setelah pajak dan modal sendiri selama periode 2003, 2004, 2005 dan 2006. Data tersebut untuk melihat return on equity (ROE) sebagai variabel dependent (Y), debt to ratio (X1) dilihat dari total hutang dan total aktiva perusahaan selama periode 2003, 2004, 2005 dan 2006 (variable independent), sedang untuk debt to equity ratio (X2) dilihat
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
130
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
dari proposi total hutang dan total modal sendiri selama periode pengamatan (variable independent). Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ) pada tahun 2003 sampai dengan 2006 yang berjumlah 32 perusahaan. Data dalam penelitian ini merupakan pooling data dengan periode waktu 2003 sampai dengan 2006 sehingga dari 32 sampel perusahaan diperoleh 128 pengamatan (observasi) yaitu 32 perusahaan dikalikan dengan periode waktu 4 tahun pengamatan. Pada tabel 4.4.di bawah ini dapat dilihat statistic deskriptif dari data penelitian:
Tabel 5. Statistik Deskriptif Descriptive Statistics N Debt to Ratio Debt to Equity Return on Equity Valid N (listwise)
128 128 128 128
Minimum .1472512 .1455647 .0000763
Maximum 6.8472702 12.81547 11.00910
Mean 1.383117822 1.830363514 .887930613
Std. Deviation 1.243504093 2.150000616 1.267504442
Berdasarkan table di atas dapat dilihat nilai terendah, tertinggi dan rata-rata dari variabel yang diteliti dengan 128 observasi. Debt to ratio terendah 0,1472512 atau 14,725% oleh perusahaan PT. Intan Wijaya Chamical Industry Tbk (INCI) yaitu pada tahun 2006, tertinggi 6,8472702 atau 684,727% dimiliki oleh perusahaan PT. Tempo Scan Pacifik Tbk (TSPC) pada tahun 2003 dan rata-rata debt to ratio adalah 1,3831178 atau 138.312% dengan standar deviasi 1,243504093 atau 124,35%. Debt to equity ratio terendah 0,145564 atau 14,556 % dimiliki oleh perusahaan PT. Lion Metal Works Tbk (LION) pada tahun 2004, tertinggi 12, 81547 atau 1281,547% dimiliki oleh perusahaan PT. Delta Djakarta Tbk (DLTA) pada tahun 2003 dan rata-rata Debt to equity ratio 1,830363514 atau 183,0364% dengan standar deviasi 2,1500006 atau 215,00006%. Untuk return on equity terendah 0,0000763 atau 0,076% di miiki oleh perusahaan PT. Gudang Garam Tbk (GGRM) pada tahun 2006, tertinggi 11,00910 atau 1100,91% dimiliki oleh perusahaan PT. Multi Bintang Indonesia Tbk (MLBI) pada tahun 2003 dan rata-rata return on equity sebesar 0,887930613 atau 88,793% dengan standar deviasi 1,26754442 atau 126,7544%. Penelitian ini akan membahas mengenai pengaruh debt to ratio dan debt to equity ratio terhadap return on equity yang dilakukan oleh perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Jakarta (BEJ).
Hasil Pengujian Asumsi Klasik Dengan menggunakan regresi linier berganda pada pembahasan analisa data, maka dilakukan pengujian asumsi klasik terlebih dahulu. Uji asumsi klasik ini dilakukan untuk mengetahui apakah model estimasi yang digunakan memenuhi asumsi regresi linier klasik. Dimana dalam penelitian ini ada 3 jenis asumsi klasik yang digunakan yaitu: a. Uji Normalitas Asumsi klasik yang pertama diuji adalah normalitas. Uji ini dilakukan untuk mengetahui normalitas variabel pengganggu (residual). Regresi linier normal klasik
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
131
mengasumsikan bahwa ± (residual) didistribusikan secara normal. Untuk 2 variabel yang didistribusikan secara normal, µ dan µ tidak hanya tidak berkorelasi tetapi juga didistribusikan secara independent (Gujarati, 1999 : 166). Residual variabel yang terdistribusi normal akan terletak di sekitar garis horizontal (tidak terpencar jauh dari garis diagonal). Berdasarkan dari gambar normal partial regresi plot di bawah ini menunjukkan sebaran standarrized residul berada dalam kisaran garis diagonal, ini menandakan bahwa data terdistribusi secara normal. Jadi persyaratan normalitas bisa dipenuhi.
Gambar 6. Uji Normalitas Normal P-P Plot of Regression Standardized Residual Dependent Variable: Return on Equity 1.00
Expected Cum Prob
.75
.50
.25
0.00 0.00
.25
.50
.75
1.00
Observed Cum Prob
b. Pengujian Multikolinearitas Multikolinearitas berarti adanya hubungan yang kuat antara beberapa variabel atau semua variabel independen dalam model regresi. Untuk menguji ada tidaknya multikolinearitas di antara variabel independen maka digunakan nilai Varian Inflating Factor (VIF) dan nilai tolerance. Bila nilai tolerance < 0,10 atau nilai VIF > 10 maka terjadi multikolinearitas. Bila nilai tolerance > 0,10 atau nilai VIF < 10 maka multikolinearitas ditolak. Berdasarkan tabel di bawah ini nilai VIF untuk masing-masing variabel independen sebesar 1,087 dengan nilai tolerance sebesar 0,920 ini menunjukkan bahwa tidak adanya kolerasi yang cukup kuat antara sesama variabel independen. Dimana nilai VIF lebih kecil dari 10 dan nilai tolerance lebih besar dari 0,10 maka dapat disimpulkan tidak terdapat multikolinearitas diantara variabel independen.
Tabel 7. Uji Multikolinearitas Variabel Independen Tolerance VIF Keterangan Debt to Ratio (X1) 0,920 1,087 Non multikolinearitas Debt to Equity Ratio (X2) 0,920 1,087 Non multikolinearitas Sumber: Data Primer, (diolah)
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
132
c. Pengujian Autokolerasi Penjelasan buku Gujarati (1999:201) yaitu serangkaian observasi yang menurut waktu (seperti dalam deretan waktu) atau ruang untuk mengetahui apakah autokolerasi terdapat dalam kejadian tertentu yaitu dengan menggunakan test Durbin-Watson (DW). Dasar pengambilan keputusan dalam uji autokolerasi adalah jika du < d < 4-du maka tidak ada serial autokolerasi baik positif maupun negatif dari model regresi. Tabel 8. Uji Autokorelasi Model Summaryb
M o d el 1
Change Statistics
R .614a
R Square .377
Adjusted R Square .367
Std. Error of the Estimate 1.0085098
R Square Change .377
F Change 37.803
df 1 2
df2 125
Sig. F Change .000
DurbinWatson 1.810
a. Predictors: (Constant), Debt to Ratio, Debt ro Equity b. Dependent Variable: Return on Equity
Hasil pengujian menunjukkan bahwa pada tingkat signifikan 5% nilai d (DW) untuk 128 observasi dari 2 variabel yang menjelaskan dan termasuk dalam intersep adalah du (batas atas) = 1,66 dan 4-du adalah sebesar 2,34. Berdasarkan hasil pengujian pada tabel 4.7. menunjukkan d = 1,810 sehingga (1,66 < 1,810 < 2,34), dengan demikian tidak terdapat autokolerasi positif dan negatif dalam model penelitian, yang berarti tidak terdapat autokolerasi baik positif maupun negatif.
PEMBAHASAN Hasil Pengujian Regresi Linier Berganda Dalam upaya mengetahui pengaruh debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2) terhadap Return On Equity (Y), maka dapat digunakan regresi linier berganda. Berdasarkan lampiran 3 pengaruh masing-masing variabel independent terhadap variabel dependen secara terinci dapat dilihat pada tabel berikut ini: Tabel 9: Pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen Nama Variabel B Standar Thitung Ttabel Sig Error Konstanta (a) -0,080 0,143 -0,558 1,9787 0,578 Debt to Ratio (X1) 0,499 0,075 6,657 1,9787 0,000 Debt to Equity Ratio (X2) 0,151 0,043 3,483 1,9787 0,001 Koefisien Kolerasi (R) Koefisien Determinasi (R2)/R square Adjusted (R2) F hitung F tabel Sig
0,614a 0,377 0,367 37,803 3,067 0,000a
a. Predictor : (constant): Debt to Ratio, Debt to Equity b. Dependent variable: ROE
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
133
Dari hasil perhitungan statistik dengan menggunakan bantuan program SPSS (statistical package for social sciences) seperti terlihat pada tabel di atas, maka diperoleh persamaan regresi linear berganda sebagai berikut: Y = -0,080 + 0,499X1 + 0,151X2 + E Dari persamaan regresi di atas dapat diketahui hasil penelitian sebagai berikut: • Koefisien kolerasi (R) : 0,614a yang menunjukkan derajat hubungan (kolerasi) antara variabel independen dengan variabel dependen sebesar 61,4%. Artinya ROE (Y) mempunyai hubungan yang signifikan dengan faktor debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2), karena diperoleh nilai koefisien kolerasi lebih besar dari 0,5 atau 50%. • Koefisien determinasi atau R square (R2) sebesar 0,377 (adalah pengkuadratan dari koefisien korelasi artinya sebesar 37,7% perubahan-perubahan dalam variabel dependen (ROE) dapat dijelaskan oleh perubahan-perubahan dalam faktor debt to ratio(X1) dan debt to equity ratio(X2). Sedangkan sisanya (100% - 37,7% = 62,3% ) dijelaskan oleh sebab-sebab yang lain yaitu time interest earned ratio dan fixed charge coverage. R square berkisar pada angka 0 sampai 1, dengan catatan semakin kecil angka R square, semakin lemah hubungan kedua variabel begitu sebaliknya semakin besar R square mendekati 1 semakin kuat hubungan kedua variabel. Hal ini menunjukkan bahwa debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap (ROE) pada beberapa perusahaan yang dijadikan sampel. • Koefisien regresi (B): Konstanta sebesar -0,080, Artinya jika faktor-faktor debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2) dianggap konstan, maka besarnya tindakan ROE sebesar -8% • Koefisien regresi debt to ratio (X1) sebesar 0,499 Artinya setiap penambahan satu tahun debt to ratio, maka secara relatif akan meningkatkan hasil pengembalian ROE sebesar 49,9%. Jadi semakin lama perusahaan berdiri, maka akan semakin meningkat pengembaliannya (ROE). • Koefisien regresi debt to equity ratio (X2) sebesar 0,151 Artinya setiap 100% perubahan debt to equity ratio, maka secara relatif akan menurunkan tingkat pengembalian ROE sebesar 15,1%. Jadi dengan adanya debt to equity ratio, maka akan menurunkan hasil pengembalian ROE.
Hasil Uji Statistik secara Simultan (Uji-F) Untuk menguji apakah debt to ratio dan debt to equity ratio berpengaruh terhadap ROE pada perusahaan manufaktur yang tercatat di Bursa Efek Jakarta digunakan uji F statistik seperti tampak pada tabel di bawah ini:
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
134
Tabel 10. Pengujian Hipotesis secara Simultan ANOVA b
Model 1
Regression Residual Total
Sum of Squares 76.898 127.136 204.034
df
Mean Square 38.449 1.017
2 125 127
F 37.803
Sig. .000a
a. Predictors: (Constant), Debt to Equity, Debt to Ratio b. Dependent Variable: Return on Equity
Berdasarkan hasil pengujian secara simultan diperoleh nilai Fhitung sebesar 37,803 dengan tingkat signifikansi/probabilitas sebesar 0,000 (lebih kecil dari α = 0,05). Nilai ini akan dibandingkan dengan nilai Ftabel pada tingkat kepercayaan 95%. Dari tabel F untuk signifikansi ( α ) = 5% dan derajat bebas (2,125) adalah sebesar 3,0687, karena Fhitung > Ftabel atau (37,803) > (3,0687), dengan tingkat signifikansi/probabilitas maka hipotesis altenatif (Ha) yang diajukan dapat diterima dan hipotesis nol (Ho) ditolak. Artinya dengan tingkat kepercayaan 95% dapat disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan dari debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2) secara simultan terhadap ROE pada beberapa perusahaan yang dijadikan sampel dalam penelitian ini. Hal ini dikarenakan kedua variabel independen tersebut memiliki hubungan satu sama lain. Perusahaan yang telah lama berdiri atau beroperasi akan dapat menarik minat investor atau kreditor untuk melakukan investasi.
Hasil Pengujian Statistik Secara Partial (Uji-t) Pengaruh Debt to Ratio terhadap ROE Untuk menguji faktor-faktor yang mempunyai pengaruh terhadap ROE secara parsial (masing-masing variabel) dapat dilihat dari hasil uji-t. Hasil perhitungan ini diperlihatkan pada tabel di bawah ini. Tabel 11. Pengujian Hipotesis secara Parsial Coefficients a
Unstandardized Coefficients Model 1
(Constant) Debt to Ratio Debt to Equity
B -8.0E-02
Std. Error .143
.499
.075
.151
.043
a. Dependent Variable: Return on Equity
Standardi zed Coefficien ts Beta
Collinearity Statistics t -.558
Sig. .578
Tolerance
VIF
.490
6.657
.000
.920
1.09
.256
3.483
.001
.920
1.09
Aniek Indrawati dan Teuku Zulkarnaen, Analisis Faktor Lingkungan......
135
Hasil penelitian terhadap variabel dari debt to ratio (X1) menunjukkan bahwa signifikansi/probabilitas sebesar 0,000 (lebih kecil dari α = 0,05) maka Ha diterima dan menolak Ho. Kesimpulan yang sama juga didapat dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Dimana thitung (6,657) lebih besar dari ttabel (1,9787) yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel debt to ratio (X1) berpengaruh terhadap ROE. Berpengaruhnya faktor debt to ratio (X1) terhadap ROE karena debt to ratio (X1) dapat mencerminkan seberapa jumlah hutang yang dijamin oleh aktiva perusahaan untuk bertahan dalam lingkungannya.
Pengaruh Debt to Equity Ratio terhadap ROE Berdasarkan tabel 4.10. hasil penelitian terhadap variabel dari debt to equity ratio (X2) menunjukkan bahwa signifikansi/probabilitas sebesar 0,001 (lebih kecil dari α = 0,05) maka Ha diterima dan Ho ditolak. Kesimpulan yang sama juga didapat dengan membandingkan nilai thitung dengan ttabel. Dimana thitung (3,483) lebih kecil dari ttabel (1,9787) yang berarti Ha diterima dan Ho ditolak. Dengan demikian hasil perhitungan statistik menunjukkan bahwa secara parsial variabel debt to equity ratio (X2) berpengaruh secara signifikan dan positif terhadap ROE, atau dengan kata lain semakin besar debt to equity ratio maka rasio ROE juga akan semakin besar. Berpengaruhnya debt to equity ratio (X2) terhadap ROE dapat mencerminkan tingkat resiko perusahaan yang ditanggung dengan ketergantungan modal perusahaan terhadap pihak luar.
PENUTUP Kesimpulan. 1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa financial leverage yaitu debt to ratio (X1) dan debt to equity ratio (X2) mempunyai pengaruh yang signifikan positif terhadap ROE. 2. Pada model regresi yang digunakan untuk membuktikan hipotesis menunjukkan bahwa debt to ratio (X1= 0.499) dan debt to equity ratio (X2 = 0.151) secara simultan atau bersama-sama mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap ROE. 3. Pengujian secara parsial untuk empat tahun pengamatan menunjukkan bahwa debt to ratio (X1= 6.657) dan debt to equity ratio (X2 = 3.483) mempunyai pengaruh terhadap ROE artinya semakin besar proporsi utang perusahaan (debt to ratio X1 dan debt to equity ratio X2 maka rasio ROE juga semakin besar. Saran 1. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan keempat pengukuran financial leverage yang akan mempengaruhi ROE tersebut. 2. Penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan sample yang lebih luas. Hal ini dimaksudkan agar kesimpulan yang dihasilkan dari penelitian tersebut memiliki cakupan yang luas dan tidak hanya pada perusahaan manufaktur saja. 3. Penelitian selanjutnya hendaknya menggunakan rentang waktu yang lebih lama agar hasilnya dapat lebih menggambarkan kondisi yang ada dan memberikan hasil yang lebih baik.
STRUKTUR PEMBELANJAAN DAN KINERJA PERUSAHAAN................................... (APRIDAR)
136
Jurnal E-Mabis FE-Unimal, Volume 11, Nomor 2, Mei 2010
Keterbatasan Penelitian Penelitian ini mempunyai keterbatasan. Berkaitan dengan keterbatasan-keterbatasan yang ada antara lain sebagai berikut: 1. Rentang waktu data yang digunakan kurang optimal yaitu hanya 4 tahun pengamatan yaitu dari periode 2003 sampai 2006. 2. Sampel pada penelitian ini dibatasi hanya pada perusahaan manufaktur saja, sehingga tidak dapat dilakukan generalisasi untuk semua jenis industri.
DAFTAR PUSTAKA Gie, Kwik Kian (1999) Dasar-dasar Ekonomi Perusahaan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Gitosudarmo, H. Indriyo (2001) Manajemen Strategis, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta. Hanafi, Mamduh dan Halim Abdul (2005) Analisis Laporan Keuangan, Penerbit Unit Penerbitan dan Percetakan AMP – YKPN, Yogyakarta. Harahap, Sofyan Safri (2002) Analisis Atas Laporan Keuangan, penerbit PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta. Helfert, Erich A (1997) Teknik Analisis Keuangan, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta. Husnan, Suad (1998) Manajemen Keuangan, Teori dan Aplikasi, Penerbit BPFE UGM, Yogyakarta. Indiantoro, Nur dan Bambang Supomo (2002) Metodologi Penelitian Bisnis Untuk Akuntansi dan Manajemen, Penerbit BPFE-UGM, Yogyakarta. Kasmir (2003) Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Muslich, Muhammad (2003) Manajemen Keuangan Modern, Analisis Perencanaan dan Kebijaksanaan, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. Prawirosentono, Suyadi (2002) Pengantar Ekonomi Modern, Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta. Riyanto, Bambang (1994) Manajemen pembelanjaan, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta. Sawir, Agnes (2003) Analisis Kinerja Keuangan dan Perencanaan Keuangan Perusahaan, Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama, Jakarta. Syamsuddin, Lukman (2002) Manajemen Keuangan Perusahaan, Konsep Aplikasi dalam Perencanaan Pengawasan dan Pengambilan Keputusan, Penerbit PT. Radja Grafindo Persada, Jakarta. Undang-undang Pasar Modal Bab. 28, Instrumen Keuangan Derivatif. Gujarati, Damodar (1999) Ekonometika Dasar, Terjemahan, Penerbit PT. Erlangga, Jakarta