MASALAH PENEGAKAN HUKUM PIDANA LINGKUNGAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI Indiawan Prasetyo Fakultas Hukum Universitas Pawyatan Daha Kediri
ABSTRAK Proses penegakan hukum lingkungan baik pada tahap formulasi (tahap dimana peraturan itu dibuat, dirumuskan, ditetapkan oleh lembaga legislatif) maupun pada tahap aplikasi tidak dapat dilepaskan dari berbagai pengaruh yang ada di luar hukum. Hukum bukanlah suatu sistem yang berdiri sendiri, yang ada diluar ruang hampa, tetapi sangat dipengaruhi oleh berbagai hal seperti faktor internal dan eksternal. Faktor internal misalnya kemampuan para personal di dalam memahami hukum, moral, kecerdasan, dedikasi, visi dan misi, keterampilan, sifat welas asih, loyalitas terhadap tugas, komitmen akan tegaknya hukum dan keadilan. Faktor eksternal seperti, intervensi politik dan kekuasaan, sistem hukum itu sendiri, kedudukan hukum pidana dalam sistem hukum lingkungan, merosotnya kinerja peradilan, pendekatan positivistik, mafia peradilan, konflik kepentingan dan lain-lain.
Kata kunci : Penegakan hukum, Faktor- faktor yang mempengaruhi
PENDAHULUAN
hukum liberal tidak lebih dari suatu mitos saja dan
Terlebih dahulu perlu dijelaskan bahwa
“fase necessity”, karena tidak seperti
proses bekerjanya hukum bukanlah di ruang
dikonstruksikan oleh teorinya, proses-proses
hampa, seperti kritik yang disampaikan oleh CLS
hukum bekerja bukan diruang hampa melainkan
(Critical Legal Studies Movement) yang
bekerja dalam realitas yang tidak netral dan nilai
membongkar gagasan sentral yang ada pada
yang ada dibelakangnya adalah subyektif. Oleh
pikiran hukum modern. Merebaknya krisis yang
karenanya, praktek yurisprudensi (teori) hukum
sangat dalam pada tradisi hukum barat telah
liberal gagal menangani isu-isu seperti diskriminasi
menyebabkan doktrin, postulat, sistem penalaran,
ras dan gender, ketidak adilan, kemiskinan,
atau interpretasi hukum, yang terdapat dalam
penindasan, peperangan. Ketidak mampuan
tradisi hukum barat digugat dan dipertanyakan
hukum liberal dikarenakan teori hukum liberal itu
kembali relevansinya. Secara radikal CLS
mengandung apa yang mereka tuduhkan sebagai
(critical legal studies) menggugat netralis hukum
“Incoherent”, “Internally”, “Inconsistent” dan
(neutrality of law), otonomi hukum (autonomy
“Self Contradictory”.
of law), pemisahan hukum dengan politik (law
CLS mengembangkan pemikirannya dengan
politics distinction). Menurut CLS doktrin, azaz
bertolak dari suatu keprihatinan melihat kenyataan 39
betapa banyaknya problema sosial-politik dan
pernah ada. Hukum bekerja sebagai agenda politik
hukum yang disebabkan oleh pengambilan-
atau setidak-tidaknya bekerja dengan me-
pengambilan keputusan yang kontroversial oleh
nyembunyikan banyak agenda politik. Adalah
para eksekutif pengontrol kebijakan politik, yang
kenyataan bahwasanya hukum dalam praktik itu,
amat sepihak, demi kepentingan politik the
baik tatkala masih dalam tahap penerapannya
industrial and military establishment, yang tidak
sebagai hukum in concreto, selalu saja merupakan
mudah lagi dikontrol oleh rakyat pencari keadilan.
hasil proses yang amat sarat dengan muatan motif-
Aliran ini dengan merujuk ke teori-teori Neo-
motif politik yang tersembunyi.
Marxian, menyarankan perlunya mengkaji
Hasil penelitian dan pengamatan tersebut
permasalahan hukum sebagai permasalahan yang
dalam aplikasinya dapat dilihat dalam proses
sarat dengan persoalan politik. Pada akhirnya
penegakan hukum dalam arti luas yang mencakup
orang harus mau menyadari bahwa hukum dalam
tahap aplikasi dan tahap formulasi khususnya pada
prakteknya tidaklah senetral seperti yang
proses penegakan hukum lingkungan, dimana
dipersangkakan oleh paradigma-paradigma dan
aspek-aspek politis, intervensi dari berbagai pihak
teori alias doktrin hukum, yang ada sebelumnya,
baik pemerintah, masyarakat, pemilik modal dan
sebagai diyakini oleh kaum positivis yang juga
para pihak yang berkepentingan terhadap
liberalis itu. Sekalipun tidak bermaksud untuk
lingkungan senantiasa mempengaruhi pengambilan
menyatakan bahwa prinsip rule of law dan
keputusan, bisa itu hakim dalam proses
supremasi hukum itu sebagai suatu omong kosong,
menentukan pidana di pengadilan, pemerintah dan
aliran yang berakronim CLS ini tetap secara
lembaga legislatif dalam proses pembuatan
konsisten mengetengahkan pendapat bahwa setiap
kebijakan. Sampai sejauh mana, faktor-faktor apa
permasalahan hukum tidak akan menemukan
saja yang mempengaruhi dan dampaknya terhadap
pemecahannya yang realistis tatkala tidak dianalisis
proses penegakan hukum lingkungan akan dibahas
terlebih dahulu sebagai permasalahan politik.
lebih rinci dalam makalah ini.
Bagaimanapun juga hukum itu bukan terproses menuruti silogisme-silogisme logika yuridis para
FAK TOR-FAKTOR YANG MEMPE-
pakar saja, melainkan sesungguhnya merupakan
NGARUHI PROSES
sejumlah kepentingan politik yang manifes di dalam
HUKUM PIDANA LINGKUNGAN PADA
kehidupan yang kongkret sebagaimana yang dapat
TAHAP APLIKASI DARI ASPEK INTERN
disimak dalam kenyataan pengalaman sehari-hari.
A. Ketergantungan Penerapan Hukum Pidana
Formalisasi hukum itu sesungguhnya hanya
PENEGAK AN
Pada Hukum Administrasi
akan banyak berdaya guna untuk melegitimasi
Yang dimaksud dengan ketergantungan
dominasi para elit yang tengah berkuasa. Batas
hukum pidana pada hukum administratif yaitu
pemisah antara hukum dan politik sebenernya tidak
sifat dapat dipidananya pencemaran lingkungan
40
dibatasi sedemikian rupa, hingga yang
kasus-kasus dimana perbuatan yang dapat
dikenakan sanksi atau yang dianggap sebagai
dipidana dibatasi hanya pada perbuatan berupa
tindak pidana lingkungan adalah pelanggaran
pelanggaran kewajiban (pemberian) ijin/lisensi)
terhadap kewajiban-kewajiban administratif.
maupun oleh karena tersedianya ijin
Atau dengan kata lain peraturan perundangan
membenarkan perbuatan atau menghilangkan
hukum lingkungan untuk bagian terbesar terdiri
sifat melawan hukum dari tindak pencemaran
dari at uran-aturan yang menetapkan
dimaksud.
pencemaran lingkungan macam apa yang sama
Permasalahan yang lain adalah, dalam
sekali dilarang dan tindak pencemaran mana
hukum lingkungan ditentukan pencemaran mana
yang diperkenankan asalkan untuknya telah
yang secara mutlak dilarang dan perbuatan
didapatkan izin/lisensi administratif terlebih
mencemarkan yang dapat diserahkan kepada
dahulu. Ketergantungan tersebut menimbulkan
perijinan administrasi untuk menanganinya.
berbagai permasalahan, antara lain bahwa untuk
Perundangan lingkungan mengatur dengan
menentukan perbuatan apa yang dapat dipidana
syarat-syarat tertentu, pemerintah dengan
terutama pada pelanggaran aturan-aturan di
peraturan umum atau sistem perijinan dapat
dalam undang-undang lingkungan khusus
mengijinkan pencemaran tertentu, misalnya
dimengerti hanya sebagai pelanggaran
pembuangan limbah dengan ambang batas
kewajiban administratif. Dengan demikian bila
tertentu ke sungai. Dengan perijinan itu pejabat
terjadi suatu pencemaran lingkungan yang
administrasi mengeluarkan ijin yang biasanya
cukup serius, namun perbuatan yang sama tidak
sudah dibatasi dengan syarat-syarat tertentu
sekaligus merupakan pelanggaran atas
oleh pejabat undang-undang, dimana pejabat
kewajiban/syarat (pemberian) izin/lisensi, maka
administrasi mempunyai kebebasan secara de
dengan melihat struktur perumusan delik, kita
facto untuk mengeluarkan ijin dengan syarat-
tidak mungkin menjatuhkan sanksi pidana atas
syarat tertentu yang mengandung perbuatan
perbuatan tersebut. Pada lain pihak, struktur
pencemaran mana yang diijinkan dan tidak
rumusan delik juga mengakibatkan pemidanaan
boleh dilampaui. Timbul pertanyaan, jika ada
tidak mungkin dilakukan apabila perbuatan
ijin dan syarat dalam ijin itu dipenuhi, tetapi pada
boleh dilakukan sepanjang ijin telah diperoleh.
akhirnya juga timbul pencemaran, apalagi
Daya kerja (pembenaran) penghapus sifat dapat
sampai mengakibatkan orang mati atau luka,
dipidana dari suatu ijin/lisensi dapat
apakah ijin itu dapat dipakai sebagai dasar
mengakibatkan bahwa banyak perbuatan
peniadaan pidana (dasar pembenar). Untuk itu
pencemaran lingkungan yang cukup berat tidak
akan dikemukakan pengalaman dan pemikiran
lagi dapat dipidana, baik karena unsur-unsur
di negara lain dalam memecahkan masalah
rumusan delik tidak dapat dibuktikan (dalam
tersebut. Di Jerman walaupun ada ijin, tetapi 41
42
telah menimbulkan luka yang mematikan atau
Lingkungan/alam menikmati perlindungan
luka berat. Dan hal tersebut ijin tidak dapat
hukum pidana hanya sepanjang terjadi suatu
diterima sebagai alasan pembenar. Hal ini
pelanggaran terhadap kewajiban administratif.
diputuskan oleh Bundesgerichtsshof tanggal 13
Lebih jauh lagi, tidak semua tindak pencemaran
Maret 1975, dasar pemikirannya penguasa
daratan ataupun air dinyatakan sebagai tindak
administratif tidak boleh mengeluarkan ijin yang
pidana bila tindak tersebut pada saat yang sama
akan menimbulkan luka atau kematian. Di
juga merupakan pelanggaran terhadap suatu
Belgia lebih jelas lagi tentang jangkauan
aturan/persyaratan hukum administratif seperti
berlakunya dasar pembenar suatu ijin karena
kewajiban memiliki ijin/lisensi. Atau dengan kata
dengan yurisprudensi dan doktrin hakim biasa
lain, tindak pencemaran lingkungan dapat dilihat
diberikan wewenang menguji suatu ijin. Jika
sebagai tindak legal maupun illegal dan karena
ternyata suatu ijin bertentangan dengan norma
itu dapat dipidana, tergantung pada pemenuhan
yang lebih tinggi, maka akan batal dalam hal-
persyaratan yang ditetapkan oleh atau
hal kongkret dan tidak akan menjadi dasar
ketentuan yang terkandung dalam peraturan
pembenar. Ajaran hukum yang dianut
administratif. Dalam suatu sistem pengkaitan
mengatakan bahwa ijin yang dimiliki oleh para
hukum pidana-hukum administrasi seperti
pemegang tidak berarti ia berhak untuk
diatas, timbul bahaya pembalikan tujuan dan
merugikan pihak ketiga. Pengadilan kasasi juga
cara/sarana. Tujuan pembuatan peraturan
menegaskan bahwa ijin bukan merupakan
perundangan di bidang lingkungan, yaitu
kekebalan (imunitas) untuk menghadapi
perlindungan lingkungan hidup dan pencegahan
gugatan dalam pertanggung jawaban perdata.
pencemaran terdorong ke latar belakang dan
Permasalahan lain yang muncul
kedudukannya diambil alih oleh sarana yang
sehubungan dengan ketergantungan penerapan
dipergunakan
penguasa
(ket entuan
hukum pidana pada hukum administrasi, yaitu
administratif). Lebih jauh lagi, sarana
mengakibatkan perlindungan yang diberikan
administratif ini kemudian dilindungi oleh
oleh hukum pidana atas obyek hukum
ketentuan pidana dengan didasarkan pada
lingkungan hanya dapat dilaksanakan dengan
asumsi bahwa dengan cara ini lingkungan yang
cara yang sangat terbatas. Seperti perlindungan
ditundukkan pada kewenangan penguasa (di
terhadap air bersih, udara bersih dan daratan
bidang lingkungan) akan terlindungi dengan
yang bersih, diberikan sangat terbatas bila
aman.
dibandingkan dengan perlindungan yang
Dengan lahirnya Undang-Undang Nomor
diberikan terhadap obyek hukum klasik seperti
23 Tahun 1997, maka ketergantungan
nyawa, badan, milik, kehormatan yang
penerapan hukum pidana pada hukum
diberikan perlindungan secara langsung.
administrasi sudah agak bisa dieliminir, sebab
Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tidak
baru setelah itu sarana hukum pidana
hanya mengatur tentang delik materiil bagi
digunakan. Keterbatasan kemampuan hukum
generic crimes (Pasal 41 dan 42), dan delik
pidana dalam menanggulangi berbagai
formal bagi specifik crimes (Pasal 43 dan 44).
kejahatan dan pelanggaran telah diungkapkan
Pasal 41 dan 42 adalah jenis tindak pidana yang
oleh berbagai pakar, seperti dikemukakan oleh
tidak tergantung kepada hukum administrasi
Sudarto, bahwa penggunaan hukum pidana
(bersifat mandiri), atau diistilahkan dengan
merupakan penanggulangan sesuatu gejala
administrative independent crime (AIC).
(“Kurieren am Symptom”) dan bukan suatu
Berdasarkan konsep AIC perbuatan dapat
penyelesaian dengan menghilanghkan sebab-
dikategorikan sebagai perbuatan pidana tanpa
sebabnya. Keterbatasan kemampuan hukum
harus melihat ada/tidaknya terlebih dahulu
pidana juga disebabkan oleh sifat/hakekat dan
pelanggaran administratif. Sedangkan Pasal 43
fungsi dari hukum pidana itu sendiri. Sanksi
dan 44 merupakan jenis tindak pidana yang
(hukum) pidana selama ini bukanlah obat
tergantung dengan hukum administrasi atau
(remidium) untuk mengatasi sebab-sebab
diistilahkan administrative dependent crime
(sumber penyakit) tetapi sekedar untuk
(ADC). ADC mengandung pengertian bahwa
mengatasi gejala/akibat dari penyakit.
kriminalisasi pencemaran atau perusakan
Mengingat berbagai keterbatasan dan
lingkungan tergantung kepada ada/tidaknya
kelemahan hukum pidana sebagaimana
pelanggaran hukum administrasi (seperti
dikemukakan diatas maka dilihat dari sudut
pelanggaran ijin atau baku mutu limbah).
kebijakan, penggunaan atau intervensi penal
Apabila terjadi suatu kondisi dimana lingkungan
seyogyanya dilakukan secara hati-hati, cermat,
rusak atau tercemar akan tetapi tidak ada baku
hemat, selektif dan limitatif. Dengan kata lain
mutu standar atau ijin yang dilanggar, maka
sarana penal tidak harus selalu dipanggil/
ketentuan ADC sebagaimana diatur dalam Pasal
digunakan dalam setiap produk legislatif. Oleh
43 dan 44 tidak dapat diterapkan.
karena itu menurut Barda Nawawi Arief kebijakan kriminal (kebijakan penanggulangan
B. K e d u d u k a n H u k u m P i d a n a D a l a m Penyelesaian Kasus Lingkungan Hidup
kejahatan) seyogyanya ditempuh dengan pendekatan/kebijakan yang integral, baik
Selama ini hukum pidana dipahami
dengan menggunakan sarana “penal” maupun
sebagai upaya terakhir (ultimum remidium)
menggunakan sarana “non penal”, baik dengan
dalam menangani berbagai permasalahan
melakukan “pembinaan atau penyembuhan
kejahatan. Maksudnya hukum pidana itu baru
terpidana/ pelanggar hukum” (“treatment of
digunakan setelah berbagai upaya melalui
offenders”) maupun dengan “pembinaan/
hukum perdata, hukum administrasi dilakukan,
penyembuhan masyarakat” (“treatment of 43
society”). Pandangan seperti tersebut diatas
internasional atau transnasional, maka
terbentuk oleh opini masyarakat yang
tampaknya pandangan yang menempatkan
menganggap bahwa hukum pidana adalah
sarana hukum pidana hanya digunakan sebagai
hukum mengenai pidana (straf) dengan
upaya terakhir (Ultimum Remidium) telah
demikian orang dengan cepat akan berfikir
bergeser. Apalagi kejahatan di bidang
bahwa tujuan hukum pidana ialah penjatuhan
lingkungan dalam bentuk illegal disposal of
pidana. Hukum pidana pasti pada akhirnya
dangerous waste di pelbagai negara sudah
selesai dengan hal-hal yang negatif saja, yaitu
menjurus kearah kejahatan transnasional yang
nestapa atau sengsara bagi pelanggarnya, dan
terorganisasi (organized transnational crime)
lebih ekstrim lagi hukum pidana sulit dijadikan
dan dikategorikan sebagai “international
sarana pembangunan, bahkan menghambat
crimes”. Sehubungan dengan hal tersebut Andi
pembangunan. Padahal yang namanya sarana
Hamzah mengemukakan terhadap kejahatan
hukum pidana yang terdapat dalam UU No.
lingkungan yang sangat serius, menyebabkan
23 Tahun 1997 tidak hanya berupa sanksi
dampak yang sangat berbahaya bagi kehidupan
pidana penjara dan denda saja sebagaimana
manusia, “ultimum remidium” sebaiknya tidak
diatur dalam Pasal 41 sampai 46 UUPLH, tetapi
diterapkan, kecuali terhadap kejahatan
terhadap pelaku tindak pidana lingkungan hidup
lingkungan biasa, maka hanya terhadap pidana
dapat pula dikenakan tindakan tata tertib
penjara saja yang diberlakukan ultimum
sebagaimana diatur dalam Pasal 47 berupa :
remidium, sedang terhadap pidana denda dan
1. Perampasan keuntungan yang diperoleh dari
tindakan tata tertib sebagai mana diatur dalam
tindak pidana; dan/ atau 2. Penutupan seluruhnya atau sebagian perusahaan; dan/ atau
premum remidium. Bahkan dewasa ini dalam hukum lingkungan kepidanaan sanksi pidana
3. Perbaikan akibat tindak pidana; dan/ atau
yang dikenakan terhadap pencemaran
4. Mewajibkan apa yang dilalaikan tanpa hak;
lingkungan telah bergeser dari “ultimum
dan/ atau 5. Meniadakan apa yang dilalaikan tanpa hak; dan/ atau
44
Pasal 47 UUPLH tetap diberlakukan secara
remidium” menjadi instrumen penegakan hukum yang utama atau “primum remidium” sebagaimana di Belanda. Sanksi Pidana sebagai
6. Menempatkan perusahaan dibawah
upaya pencegahan dan penanggulangan
pengampuan paling lama 3 (tiga) tahun.
pencemaran lingkungan peranannya mulai
Dengan semakin pesatnya perkembang-
mengedepankan di samping sanksi administrasi.
an teknologi yang diikuti pula dengan
Dalam banyak kasus yang terjadi di pelbagai
perkembangan kualitas kejahatan yang semakin
negara seperti Belanda, Italia, Jerman dan
canggih, dan seringkali mempunyai dampak
beberapa negara Eropa Barat, ternyata hanya
penegakan hukum yang didukung oleh instrumen hukum pidana membuat orang-orang
(3) kecenderungan internasional yang diakui oleh bangsa-bangsa beradab.
lebih memberikan perhatian kepada perlindungan lingkungan, bahkan di Jerman sangat kuat pendapat yang memandang instrumen hukum pidana harus lebih diberikan peran.
C. Merosotnya Kinerja Peradilan Dalam Menangani Masalah Lingkungan Hidup Pada era reformasi sekarang ini
Di Indonesia persoalan lingkungan
masyarakat mendambakan Indonesia baru,
dikategorikan sebagai tindak pidana
yang mengedepankan penegakan hukum secara
administratif (administrative penal law) atau
demokratis dan agaliter. Semua orang berharap
tindak pidana yang mengganggu kesejahteraan
dengan terbentuknya pemerintahan baru,
masyarakat (public welfare offenses), yang
kepastian hukum di Indonesia segera terwujud
memberi kesan ringannya perbuatan tersebut.
lebih baik dari sebelumnya. Tapi tampaknya
Dalam hal ini fungsi hukum pidana bersifat
harapan itu semakin jauh dari kenyataan. Hal
menunjang sanksi-sanksi administratif untuk
ini ditandai dengan buruknya kinerja peradilan
ditaatinya norma-norma hukum administrasi.
dimulai dari Mahkamah Agung, Pengadilan,
Dengan demikian keberadaan tindak pidana
Kejaksaan, Kepolisian dan Advokat. Semua
lingkungan sepenuhnya tergantung pada hukum
memberi citra buruk dalam penegakan hukum
lain. Mengingat betapa pentingnya lingkungan
di Indonesia (upaya litigasi). Sedangkan upaya
hidup yang sehat dan baik yang kedudukannya
melalui non litigasi yang diharapkan mampu
sebagai tindak pidana ekonomi serta
memberi alternatif penyelesaian permasalahan
kompleksitas kepentingan yang dilindungi baik
dibidang lingkungan juga belum memberikan
yang bersifat antroposentris maupun ekosentris,
tanda-tanda menggembirakan. Sebab berbagai
maka meskipun kejahatan lingkungan
kasus dibidang lingkungan yang ditandai melalui
dikategorikan sebagai tindak pidana
prosedur non litigasi, seperti kasus Palur Raya
administratif, tapi jangan diartikan bahwa
meskipun sudah terjadi kesepakatan antara
hukum pidana hanya sebagai pelengkap bagi
pihak-pihak yang bersengketa, t etapi
ditegakkannya ketentuan-ketentuan administrasi
kesepakatan itu diingkari tidak dilaksanakan
saja. Dalam membicarakan muatan-muatan
oleh salah satu pihak, yaitu Palur Raya. Dan
hukum pidana serta penerapan harus
kendalanya, meskipun sudah terjadi
mempertimbangkan elemen :
kesepakatan antara pihak yang bersengketa dan
(1) cita-cita nasional sebagaimana tersurat dan
sudah didaftarkan ke pengadilan, tetapi
tersirat dalam ideologi bangsa; (2) kondisi manusia, alam dan tradisi bangsa dan
kesepakatan itu diingkari oleh pihak pengusaha, dan kelemahannya pengingkaran sepihak oleh pihak-pihak yang bersengketa tidak ada 45
sanksinya. Oleh karena itu upaya non litigasi
dalam kasus lingkungan terlibat pula PPNS di
juga mempunyai banyak kelemahan dan
Bapedal yang ada di daerah tingkat I,
hambatan.
Bapedalda ditingkat II, Kantor/ Dinas
Kondisi demikian sungguh sangat
Lingkungan Hidup ada di daerah tingkat II.
memprihatinkan karena tidak sesuai dengan
Selanjutnya adalah kejaksaan, Mahkamah
harapan seluruh rakyat untuk segera terciptanya
Agung, advokat dan lembaga pemasyarakatan.
penegakan hukum di bidang lingkungan dan
Kelima komponen ini diharapkan dapat
kondisi lingkungan yang bersih bebas dari
bekerjasama membentuk apa yang dikenal
pencemaran. Dengan demikian perlu dicari
dengan nama “integreted criminal justice
penyebabnya mengapa banyak kasus-kasus
administration” saling berhubungan dalam
lingkungan yang dilakukan oleh perusahaan
suatu sistem yang sering dipergunakan istilah
besar yang nyata-nyata telah terbukti
“sistem Peradilan Pidana”, yang terdiri atas sub-
melakukan pencemaran dan merugikan
sub sistem kepolisian, PPNS untuk kasus
kepentingan lingkungan serta masyarakat,
lingkungan, Pengadilan, Mahkamah Agung,
namun gagal dibawa ke Pengadilan juga tidak
advokat dan Lembaga Pemasyarakatan.
selesai melalui upaya non litigasi.
Dimana antar sub sistem yang satu dengan yang
Perlu dicari penyebabnya, benarkah hal
lainnya saling berhubungan, sehingga apabila
tersebut berhubungan dengan merosotnya
terjadi konflik dalam satu sub sistem akan
kinerja peradilan di Indonesia akhir-akhir ini.
menimbulkan dampak pada sub sistem
Untuk membahas permasalahan ini, harus
berikutnya.
terlebih dahulu dilihat tujuan sistem peradilan
Dengan demikian tidak adil kiranya bila
yang ada di negara kita, dimana menurut
hanya menyebut salah satu pihak yang
Marjono Reksodiputro dapat dirumuskan
mempunyai kontribusi terbesar atau yang paling
sebagai berikut :
bertanggung jawab atas buruknya kinerja
1. Mencegah masyarakat untuk menjadi
hukum kita saat ini, sebab buruknya kinerja
korban kejahatan. 2. Menyelesaikan kasus kejahatan yang terjadi
semua pihak baik itu Polisi, PPNS, Jaksa,
sehingga masyarakat puas bahwa keadilan
Hakim, Masyarakat (pengusaha, pemerintah,
telah ditegakkan dan yang bersalah dipidana.
masyarakat itu sendiri) yang mempunyai
3. Mengusahakan agar mereka yang pernah
kontribusi bagi jatuhnya wibawa hukum di
melakukan kejahatan tidak mengulangi lagi kejahatannya.
46
peradilan saat ini merupakan tanggung jawab
Indonesia. Pertama, Mahkamah Agung. MA adalah
Komponen-komponen yang terlibat dan
instansi tertinggi dalam penegakan hukum yang
bekerjasama dalam sistem ini adalah kepolisian,
mempunyai tugas yang sangat mulia, yaitu
menegakkan azas hukum secara independen,
dilakukan oleh polri maupun oleh PPNS tidak
jujur dan adil sehingga keadilan dan rasa
pernah berhasil diajukan ke pengadilan. Oleh
keadilan dapat ditegakkan serta kepastian
karena itu perlu dikaji dan dilihat satu persatu
hukum terjamin. Sebagai lembaga tertinggi
seluruh sub sistem yang ada di dalam sistem
negara, MA seharusnya berperan selaku
peradilan itu sendiri.
pemegang kekuasaan tertinggi di bidang
Kedua, Penyidik Polri atau PPNS. Polri
peradilan yang independen dan tidak dicampuri
atau PPNS adalah ujung tombak bagi
oleh pihak manapun, sebagaimana dikehendaki
pengungkapan kasus di bidang lingkungan.
oleh UUD 1945. Hal ini sebenarnya sudah
Artinya, berhasil tidaknya, terungkap tidaknya
dibuktikan oleh MA melalui putusannya dalam
kasus-kasus di bidang lingkungan, semua
kasus pencemaran kali Surabaya oleh PT. Sido
bergantung dari kejelian, kemahiran,
Makmur yang bergerak di bidang pengolahan
kemampuan dan komitmen dari penyidik.
makanan tahu dan PT. Sidomulyo yang
Apabila kita melihat kemampuan, kualitas dan
bergerak di bidang peternakan babi. Dimana
kuantitas penyidik dan PPNS saat ini, benar-
MA telah membatalkan putusan Pengadilan
benar jauh dari harapan. Hanya sekitar 10%
Negeri Sidoarjo karena putusan tersebut dinilai
dari seluruh jumlah penyidik/ PPNS yang telah
sebagai putusan yang salah menerapkan
mendapat bekal ilmu di bidang lingkungan.
hukum, sehingga harus dibatalkan dan
Itupun hanya tersebar di pusat dan di daerah
selanjutnya, MA mengadili sendiri perkara
tingkat I. Sedangkan di daerah tingkat II,
tersebut. Yaitu menyatakan bahwa Oei Ling
jumlahnya masih sangat memprihatinkan. Lebih-
Gwat terbukti secara sah dan meyakinkan
lebih daerah tingkat II yang ada di luar Pulau
bersalah melakukan kejahatan dan karena
Jawa. Berdasarkan wawancara dengan
kelalainanya, melakukan perbuatan yang
seorang pakar dan praktisi lingkungan dari
menyebabkan tercemarnya lingkungan hidup
Kalimantan Barat, untuk daerah tingkat II hanya
dan menghukum terdakwa dengan hukuman 3
dapat ditemukan 2 orang pegawai di
bulan penjara dan denda Rp 1.000.000,- (satu
Bapedalda/ Dinas Lingkungan. Itupun tidak
juta rupiah).
mempunyai kemampuan dan sertifikasi sebagai
Namun putusan-putusan seperti itu tidak
Penyidik/ PPNS.
pernah terdengar lagi, padahal banyak sekali
Ketiga, Kejaksaan. Lembaga Kejaksaan
kasus-kasus lingkungan yang dampaknya lebih
adalah instansi terdepan dalam mengungkap
besar dari kasus Sidoarjo bermunculan saat ini.
kasus-kasus kejahatan, baik kejahatan
Tetapi bagaimana MA akan berbuat bila dari
dibidang ekonomi, politik, lingkungan dan
tingkat yang paling rendah, yaitu di tingkat
kejahatan umum. Sebagai instansi terdepan,
penyidikan dan penyelidikan baik yang
kejaksaan mempunyai tugas yang sangat berat, 47
karena terungkap tidaknya suatu kasus
jaksa harus berpihak pada keadilan. Memang
tergantung dengan kemahiran dan kecermatan
terjadi tarikan ambivalen dalam menjalankan
jaksa dalam membuat tuntutan. Misalnya,
tugas. Oleh karena itu diperlukan independensi
proses pengungkapan suatu kasus akan
dalam menjalankan tugas.
dilanjutkan atau tidak sangat tergantung pada
48
Keempat,
Pengadilan.
Wibawa
lembaga kejaksaan. Tapi tampaknya lembaga
Pengadilan akhir-akhr ini juga merosot dan
ini sangat lamban, bahkan tidak siap untuk
mendapat sorotan yang sinis dari berbagai
menangani kasus-kasus lingkungan hidup yang
kalangan, khususnya dari masyarakat pencari
memang membutuhkan pengetahuan yang
keadilan. Hal ini dikarenakan, dari sekian
khusus tentang lingkungan dan inter disipliner.
banyak kasus pencemaran dan perusakan
Hal ini terbukti dengan lambannya pemberkasan
lingkungan yang tersebar di seluruh Indonesia
dan bahkan kegagalan di dalam membuat
pada Tahun 2001, yaitu kurang lebih sebanyak
pemberkasan dalam menangani kasus-kasus
147 kasus, yang berhasil diputus oleh
lingkungan yang seringkali melibatkan
pengadilan baru 7 kasus yang dikenakan sanksi
perusahaan-perusahaan kelas kakap.
pidana.
Ketidakmampuan dan kelambatan lembaga ini
Kondisi penegakan hukum lingkungan
disebabkan karena UU No.16 tahun 2004
tersebut menggambarkan masih rendahnya
tentang Kejaksaan RI telah memberikan ruang
kesadaran hukum para pengusaha, pemilik
yang teramat luas akan intervensi pemerintah/
modal, terhadap lingkungan. Selain itu
penguasa, terhadap lembaga kejaksaan. Yaitu
lambannya kinerja aparat penegak hukum di
menempatkan kejaksaan sebagai lembaga
dalam melaksanakan tugasnya. Hal ini tentu saja
pemerintah yang hanya menjadi salah satu
telah menghancurkan semangat untuk
komponen eksekutif. Hal ini dapat dimaklumi
melindungi, mencegah kerusakan dan
karena secara struktur ketatanegaraan
perusakan lingkungan yang sedang tumbuh
kejaksaan adalah bagian dari pemerintah, yang
dimasyarakat. Bagaimana tidak, di dalam negara
mewakili pemerintah dalam mengajukan kasus
hukum seperti di Indonesia penegakan hukum
ke pengadilan, sebagai penuntut terhadap
sangat ditentukan oleh Pengadilan. Jadi
tindakan melawan hukum. Sehingga wajar
meskipun kejaksaan sudah semaksimal mungkin
apabila lembaga tersebut dipersepsikan sebagai
membuat dakwaan yang lengkap dan akurat,
alat pemerintah. Sebagai lembaga yang berdiri
setelah pelaku perusakan lingkungan diajukan
pada dua kepentingan, di satu sisi dia bertindak
ke pengadilan tidak di vonis, hal in tentu menjadi
sebagai advokat pemerintah, tapi di sisi lain
bumerang bagi kejaksaan. Oleh karenanya
karena jaksa memiliki lat ar belakang
dibutuhkan hakim-hakim yang mempunyai
pendidikan hukum maka sebgaai orang hukum
empati, dedikasi dan determinasi untuk
menciptakan keadilan. Dengan kata lain harus
negara. Lembaga ini menjadi instrumen vital
ada keterkaitan yang jelas antara sub sistem
sekaligus refleksi bagi banyak hal, seperti
Pengadilan dengan Sub sistem Kejaksaan dan
penegakan hukum, pembangunan ekonomi,
sub sistem lainnya.
martabat dan moral bangsa, ketertiban, dan sebagainya. Undang-undang atau berbagai
D. Mafia Peradilan Dalam Proses Penegakan Hukum Pidana Lingkungan
kaedah hukum boleh tidak bagus, tapi penegakan hukumnya haruslah prima.
Penegakan hukum adalah pelaksanaan
Primanya penegakan hukum itu ditampilkan
kongkret hukum dalam kehidupan masyarakat
dalam berbagai putusan tepat dari institusi
sehari-hari. Peradilan bisa disebut sebagai suatu
pengadilan. Artinya, para hakim di pengadilan
macam penegakan hukum oleh karena
negeri dengan tepat dan extra bijak menjatuhkan
aktivitasnya yang tidak terlepas dari hukum
putusan yang kemudian menjadi cermin bagi
yang telah dibuat dan disediakan oleh badan
tegaknya hukum, munculnya law and order.
pembuat hukum. Peradilan menunjuk pada
Masalahnya, untuk menghasilkan putusan
proses yang mengadili, sedangkan pengadilan
pengadilan yang bagus, seorang hakim harus
merupakan salah satu lembaga dalam prose
memiliki kriteria yang lengkap. Harus cerdas,
tersebut. Lembaga-lembaga yang terlibat dalam
sebab dengan kecerdasan hakim dapat melihat
proses mengadili, yaitu kepolisian, kejaksaan,
suatu perkara dengan jernih dan tepat, hakim
advokad, pengadilan dan lembaga
harus menguasai bidangnya, punya kejujuran,
pemasyarakatan. Bagi ilmu hukum, maka
hati nurani, bermoral tinggi, manusiawi, welas
bagian penting dalam proses mengadili terjadi
asih yang kuat. Tanpa kriteria tersebut sulit
pada saat hakim memeriksa dan mengadili
diharapkan hakim dapat menjatuhkan putusan
perkara, dimana hakim melakukan pemeriksaan
yang memenuhi brasa keadilan masyarakat.
terhadap kenyataan yang terjadi, serta
Akan t etapi harapan t erciptanya
menghukum dengan peraturan yang berlaku.
pengadilan yang murah, cepat, bersih yang
Pada waktu diputuskan tentang bagaimana atau
sesuai dengan nurani dan rasa keadilan
apa hukum yang berlaku untuk suatu kasus,
masyarakat sepertinya jauh dari angan-angan.
maka pada waktu itulah penegakan hukum
Sebab dari 147 kasus pencemaran dan
mencapai puncaknya.
perusakan lingkungan yang terjadi diseluruh
Tugas utama peradilan adalah memberikan
Indonesia, hanya 7 kasus yang dikenai sanksi
keadilan kepada masyarakat tanpa pandang
pidana. Dalam aplikasinya, konflik kepentingan
bulu, peradilan dilakukan dengan sederhana,
yang mengakibatkan terhambatnya proses
cepat dan biaya murah. Sedang pengadilan
penegakan hukum lingkungan juga tidak bisa
merupakan salah satu pilar utama bagi suatu
dihindari. Berbagai kasus di bidang 49
pencemaran, kebakaran hutan belum bisa
Jakarta : PT. Citra Aditya Bakti.
terselesaikan. Bahkan dari 5 kasus yang berhasil
Greer, Jed. 1999. et.al, Kamuflase Hijau
dituntut oleh jaksa, hanya 1 yang berhasil
Membelah Ideologi Lingkungan
dilimpahkan ke pengadilan. Kenyataan ini
Perusahaan-Perusahaan
menunjukkan bahwa dalam proses aplikasi juga
Transnasional. Jakarta : Yayasan Obor.
terdapat kendala, adanya intervensi
Hamzah, Andi. 1991. Penerapan Instrumen
kepentingan, baik itu kepentingan pengusaha,
Hukum Pidana Dalam Penegakan
pemerintah maupun masyarakat.
Hukum
Lingkungan.
Makalah
Disampaikan Pada Seminar Hukum Lingkungan. Di Departemen Kehakiman.
PENUTUP Uraian-uraian diatas diharapkan akan
Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. 2001.
membuka wawasan kesadaran Kita betapa hukum
Rekapitulasi Penanganan Kasus
(termasuk hukum lingkungan) bener benar tidak
Lingkungan Hidup.
bekerja sendirian, hukum tidak jatuh ke ruangan
Muladi. 1998. et.al, Teori-Teori dan Kebijakan
hampa, sebaliknya hukum diberlakukan di tengah-
Hukum Pidana. Bandung : Alumni.
tengah masyarakat yang penuh dengan nilai dan
Rahardjo, Sutjipto. 2000. Rekonstruksi
kepentingan. Dalam kondisi demikian sulit
Pemikiran Hukum di Era Reformasi.
mendapatkan wajah hukum yang steril bebas dari
Reksodiputro, Marjono. 1994. Hak Azasi
akomodasi kepentingan banyak pihak. Penulis
Manusia Dalam Sistem Peradilan
menduga hanya komitmen dan integritas penegak
Pidana. Jakarta : Pusat pelayanan keadilan
hukum sajalah harapan terakhir penegakan hukum.
dan Pengabdian Hukum UI.
Peran masyarakat yang tergabung dalam LSM
Wignyosoebroto, Soetandyo. 2002. Hukum
Pemerhati lingkungan juga sangat berpengaruh
Paradigma, Metode dan Dinamika
dalam melakukan kontrol terhadap kinerja
Masalahnya. Jakarta : Lembaga Studi dan
Pemerintah dan Penegak hukumnya.
Advokasi Masyarakat (ELSAM). Undang-Undang No. 23 Tahun 1997. tentang
DAFTAR PUSTAKA
Pengelolaan Lingkungan Hidup.
Arief, Barda Nawawi. 1998. Beberapa Aspek Kebijakan
Penegakan
dan
Pengembangan Hukum Pidana. Bandung : Penerbit PT. Citra Aditya Bakti. Drupsteen, G. 1994. Kekhawatiran Masa Kini Pemikiran Mengenai Hukum Pidana Lingkungan Dalam Teori dan Praktek. 50
Undang-Undang No.4 Tahun 2004. tentang Kekuasaan Kehakiman. Undang-Undang No. 16 Tahun 2004. tentang Kejaksaan RI. Undang-Undang No. 32 Tahun 2004. tentang Otonomi Daerah