ANALISIS USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI BELIMBING DEWA PADA KELOMPOK TANI MAJU BERSAMA KELURAHAN TUGU KELAPA DUA KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK
SKRIPSI
FAITH AHMAD MAS’UD H34076062
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ANALISIS USAHATANI DAN FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI BELIMBING DEWA PADA KELOMPOK TANI MAJU BERSAMA KELURAHAN TUGU KELAPA DUA KECAMATAN CIMANGGIS KOTA DEPOK
FAITH AHMAD MAS’UD H34076062
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN FAITH AHMAD MAS’UD. Analisis Usahatani dan Faktor-faktor Produksi Belimbing Dewa pada Kelompok Tani Maju Bersama Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok. Skripsi . Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS). Indonesia merupakan negara agraris yang cocok untuk ditanami berbagai macam tumbuhan sehingga bidang pertanian sangat berpotensi untuk dikembangkan karena memiliki pengaruh cukup besar terhadap perekonomian Indonesia. Hortikultura merupakan salah satu sub-bidang pertanian yang berpotensi untuk dikembangkan. Kota Depok merupakan salah satu sentra produksi buah belimbing yang mengalami peningkatan paling signifikan. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani belimbing di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dan menganalisis rasio penerimaan dan biaya, serta menganalisis tingkat produktivitas dari tanaman Belimbing Dewa di Kota Depok. Penelitian ini menggunakan teknik nonrandom sampling dengan metode pengambilan sampel quota sampling yang dilakukan terhadap Kelompok Tani Maju Bersama dengan total jumlah petani responden adalah 50 orang. Pengolahan data dilakukan dengan bantuan software Minitab 14.0 dan Program Microsoft Office Excel. Pendapatan usahatani Kelompok Tani Maju Bersama diperoleh dari hasil selisih antara penerimaan dengan biaya produksi. Buah Belimbing dapat dipanen pada saat berumur 4 bulan. Dari hasil produksi yang dihasilkan oleh seluruh petani belimbing secara keseluruhan dalam satu tahun dengan demikian penerimaan seluruh petani adalah Rp 169.462.228,58 dengan rata-rata harga jual masing-masing petani Rp 5.461,14 per kilogram. Adapun biaya total yang dikeluarkan seluruh petani sebesar Rp 155.375.379,44. Dengan demikian maka pendapatan usahatani atas biaya tunai responden adalah sebesar Rp 40.131.316,56 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 14.086.849,14. Faktor produksi (variabel independen) yang diduga berpengaruh pada usahatani Belimbing Kelompok Tani Maju Bersama adalah pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja. Variabel tidak bebasnya adalah produksi buah Belimbing. Berdasarkan hasil pendugaan model menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 58,7 persen dengan nilai koefisien korelasi (R2 adj) sebesar 55,1 persen. Nilai R2 tersebut berarti bahwa 58,7 persen variasi produksi buah belimbing dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja, sedangkan 41,3 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Nilai pendugaan terlihat bahwa uji F signifikan pada selang kepercayaan 95 persen. Hal ini berarti bahwa faktor-faktor produksi secara bersama-sama mempengaruhi produksi buah belimbing. Pengaruh faktor produksi dapat dilihat dari nilai P-Value, dimana terdapat satu variabel bebas yang berpengaruh positif dan nyata (signifikan) terhadap produksi buah belimbing yaitu tenaga kerja, sedangkan variabel pupuk kimia berpengaruh negatif dan tidak nyata dan sisa dari variabel bebas berpengaruh positif tetapi tidak nyata. Berdasarkan hasil pemeriksaan uji asumsi klasik pada model tidak terdapat autokorelasi, error menyebar normal, Homoskedastisitas, serta tidak terdapat multikolinieritas.
LEMBAR PENGESAHAN Judul Skripsi : Analisis Usahatani dan Faktor-Faktor Produksi Belimbing Dewa pada Kelompok Tani Maju Bersama Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok Nama
: Faith Ahmad Mas’ud
NIM
: H34076062
Menyetujui, Pembimbing
Muhammad Firdaus, PhD NIP. 19730105 199702 1 001
Mengetahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr.Ir.Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1002
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN Dengan ini menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani dan Faktor-faktor Produksi Belimbing Dewa pada Kelompok Tani Maju Bersama Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Desember 2011
Faith Ahmad Mas’ud H34076062
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bangor, Wales, Inggris pada tanggal 16 Januari 1986. Penulis merupakan anak bungsu dari tiga bersaudara. Penulis lahir dari pasangan Bapak Ahmad Fauzi Mas’ud dan Ibu Yuhaeni Yahya Penulis memulai pendidikannya di TK Al-Wasliyah pada tahun 1990, kemudian Sekolah Dasar Negeri Pengadilan 2 Kota Bogor pada tahun 1992 hingga lulus tahun 1998. Penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri 4 Kota Bogor pada tahun 1998 hingga tahun 2001, kemudian pada tingkat Sekolah Menengah Atas penulis melanjutkan pendidikan di Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Kota Bogor pada tahun 2001 hingga lulus tahun 2004. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui Jalur Test pada tahun 2004 dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun 2007, penulis diterima pada Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana Agribisnis, Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas segala limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Usahatani dan Faktor-faktor Produksi Belimbing Dewa pada Kelompok Tani Maju Bersama Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat pendapatan usahatani yang dimiliki oleh petani buah belimbing di Depok Kelapa Dua dan menganalisis rasio penerimaan dan biaya serta menganalisis tingkat produktivitas dari tanaman Belimbing Dewa di Kota Depok. Penelitian ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada Program Sarjana Penyelenggataan Khusus Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil akhir yang maksimal dari kegiatan perkuliahan yang sudah diikuti oleh penulis. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi semua pembaca.
Bogor, Desember 2011
Faith Ahmad Mas’ud
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Muhammad Firdaus, PhD selaku dosen pembimbing yang telah membantu, mengarahkan, dan memberikan semangat untuk untuk menyelesaikan proses skripsi ini. 2. Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen evaluator pada saat seminar proposal (kolokium) dan penguji pada saat sidang, serta Ir. Netti Tinaprilla, MM sebagai Komdik (Komisi Pendidikan) atas saran dan arahan pada saat sidang berlangsung. 3. Orangtua dan keluarga tercinta atas segala doa, kasih sayang, serta pengorbanan yang tidak terbatas baik moril maupun materil dan atas segala doa dan dukungannya. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik. 4. Seluruh dosen Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana Agribisnis yang yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu, terima kasih atas formulasi, aplikasi, hingga evaluasi baik dalam perkuliahan hingga proses penelitian berlangsung. 5. Bapak/Ibu Dinas Pertanian Kota Depok yang telah memberikan pengarahan pada saat turun lapang. 6. Para petani di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok yang telah berbagi informasi pada saat dilakukan penelitian. 7. Rekan-rekan senasib seperjuangan Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana Agribisnis, terima kasih atas semua perasaan dan hubungan yang terjalin selama ini hingga perkuliahan dan proses penelitian berakhir. 8. Sekretariat Program Penyelenggaraan Khusus Sarjana Agribisnis terima kasih atas pelayanan dan kesabarannya hingga akhir studi.
9. Dan semua pihak yang turut berkontribusi pada proses penelitian yang cukup banyak bila disebutkan satu per satu, terima kasih atas semua doa, dukungan, dan harapan positif bagi penulis untuk menyelesaikan penelitian.
Bogor, Desember 2011 Faith Ahmad Mas’ud
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL...........................................................................................
Halaman xii
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... xiii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiv I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1.1 Latar Belakang .................................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................................ 1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................ 1.4 Kegunaan Penelitian............................................................................
1 1 5 6 7
II. TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 2.1 Keragaan Budaya Belimbing Manis ................................................... 2.2 Taksonomi Tanaman Belimbing ......................................................... 2.3 Konsep dan Peranan Kelompok Tani.................................................. 2.4 Usahatani Belimbing........................................................................... 2.5 Usahatani Hortikultura ........................................................................
8 8 8 10 12 13
III. KERANGKA PEMIKIRAN................................................................... 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .............................................................. 3.1.1 Konsep Fungsi Produksi.............................................................. 3.1.2 Teori Biaya .................................................................................. 3.1.3 Konsep Usahatani........................................................................ 3.1.4 Pemahaman Analisis Usahatani ................................................. 3.1.5 Penerimaan dan Biaya Usahatani ................................................ 3.1.6 Pendapatan Usahatani ................................................................. 3.1.7 Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya................................... 3.1.8 Petani sebagai Responden ........................................................... 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................
16 16 16 20 21 22 23 24 27 27 28
IV. METODE PENELITIAN....................................................................... 4.1 Tempat dan Waktu Penelitian ............................................................. 4.2 Metode Penentuan Sampel.................................................................. 4.3 Metode Pengumpulan Data ................................................................. 4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ............................................... 4.4.1 Analisis Penerimaan Usahatani .................................................. 4.4.2 Analisis Biaya Usahatani ........................................................... 4.4.3 Analisis Pendapatan Usahatani .................................................. 4.4.4 Analisis Rasio Penerimaan dan Biaya (R/C ratio) ..................... 4.5 Analisis Fungsi Produksi..................................................................... 4.6 Konsep Pengukuran Variabel..............................................................
30 30 30 31 31 32 32 33 33 34 39
V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN .................................... 5.1 Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kota Depok ............................ 5.2 Karakteristik Petani Responden .......................................................... 5.2.1 Status Usahatani Belimbing Dewa Petani Responden ............... 5.2.2 Usia Petani Responden...............................................................
42 42 43 43 45
5.2.3 Tingkat Pendidikan Petani Responden....................................... 5.2.4 Luas Areal Usahatani ................................................................. 5.2.5 Pengalaman Usahatani ............................................................... 5.2.6 Status Kepemilikan Lahan Belimbing Dewa Petani Responden 5.3 Penerimaan Usahatani......................................................................... 5.4 Pengeluaran Usahatani ........................................................................ 5.5 Pendapatan Usahatani ......................................................................... 5.6 Analisis R/C Rasio ..............................................................................
45 46 46 46 47 47 48 49
VI. ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA................................................................................... 6.1 Analisis Fungsi Produksi..................................................................... 6.2 Elastisitas Produksi dan Skala Usaha..................................................
51 51 52
VII. KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................. 7.1 Kesimpulan ......................................................................................... 7.2 Saran....................................................................................................
55 55 55
DAFTAR PUSTAKA .....................................................................................
57
LAMPIRAN....................................................................................................
59
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Nilai PDB sektoral dan kontribusinya terhadap PDB nasional Tahun 2002-2009 ...............................................................................................
2
2.
Nilai PDB Hortikultura Yahun 2003-2009.............................................
3
3.
Produksi Tanaman Hortikultura di Kota Depok Tahun 2007-2009 .......
4
4.
Jumlah Petani dan Jumlah Pohon di Kecamatan Cimanggis..................
5
5.
Varietas dan Karakteristik Belimbing yang terdapat di Indonesia .........
10
6.
Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya ........................................
15
7.
Karakteristik Responden Petani Belimbing di Tugu Kelapa Dua ..........
44
8.
Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Usahatani Belimbing Dalam Satu Tahun ..............................................................................................
48
Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Belimbing di Kelurahan Tugu Kelapa Dua ..............................................................
49
10. Penerimaan, Biaya dan R/C rasio Belimbing di Kelurahan Tugu Kelapa Dua..............................................................................................
50
11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Belimbing di Kelapa Dua
49
9.
DAFTAR GAMBAR Nomor Halaman 1.
Denah Produksi dan Elastisitas Produksi ...............................................
18
2.
Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total ..........................................
20
3.
Alur Kerangka Pemikiran Operasional...................................................
29
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Hasil Korelasi Faktor Produksi (Menggunakan Minitab 14.0) ..............
60
2.
Hasil Analisis Regresi dalam Model Fungsi Produksi Belimbing Dewa di Kelompok Tani Maju Bersama (Menggunakan Minitab 14.0) .................................................................
61
3.
Hasil Uji F, Uji t .....................................................................................
62
4.
Uji Asumsi Klasik...................................................................................
63
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara agraris, karena sebagian besar masyarakat Indonesia bermata pencaharian sebagai petani yaitu sebesar 43,029 persen pada pertengahan tahun 2009 (Daryanto, 2009). Keadaan ini menggambarkan bahwa lahan dan iklim di Indonesia sangat cocok untuk ditanami oleh berbagai macam tumbuhan sehingga agribisnis sangat berpotensi untuk dikembangkan di Indonesia. Sektor agribisnis mencakup tiga bidang, yaitu bidang pertanian, bidang peternakan, dan bidang perikanan. Salah satu bidang agribisnis yang mengalami perkembangan adalah bidang pertanian. Hal tersebut disebabkan, karena pada tahun 1998 terjadi krisis moneter yang melanda Indonesia sehingga banyak masyarakat yang menganggur sehingga tidak mampu membeli daging. Kemudian di tahun 2004 merebak isu flu burung di bidang peternakan dan isu formalin di bidang perikanan, sehingga banyak masyarakat yang memilih bidang pertanian sebagai usaha agribisnis. Bidang pertanian memiliki peran penting di dalam perekonomian di Indonesia, hal ini dapat dilihat dari nilai Produk Domestik Bruto (PDB) yang selalu meningkat setiap tahunnya, walaupun kontribusi PDB pertanian terhadap PDB nasional pada tahun 2002 hingga 2006 cenderung menurun setiap tahunnya. Bidang pertanian kembali menunjukkan perkembangannya pada tahun 2007 hingga 2009, angka ini terbilang cukup besar karena pertanian menempati urutan ketiga setelah industri pengolahan dan perdagangan. Pertanian merupakan salah satu bidang di dalam agribisnis yang mempunyai pengaruh cukup besar terhadap perekonomian Indonesia, setidaknya pertanian dapat memperluas lapangan tenaga kerja, memenuhi kebutuhan masyarakat, membantu di dalam pengentasan kemiskinan, mengurangi fluktuasi dengan mempertahankan stabilitas ekonomi serta meningkatkan devisa dengan ekspor.
Tabel 1. Nilai PDB sektoral dan kontribusinya tehadap PDB nasional tahun 20022009 PDB Nominal (Triliun Rupiah)
Lapangan Usaha (Sektor)
2005
2006
2007
2008
2009
363,9 (13,1)
430,5 (12,9)
541,9 (14,7)
716,1 (15,4)
858,3 (16,3)
308,3 (11,1)
354,6 (10,6)
440,6 (11,9)
540,6 (11,6)
591,5 (11,2)
Industri Pengolahan
771,7 (27,7)
936,4 (28,1)
1068,7 (28,9)
1380,7 (29,7)
1480,9 (28,1)
Listrik, Gas dan Air Bersih
26,7 (0,9)
30,4 (0,91)
34,7 (0,94)
40,9 (0,8)
46,8 (0,8)
Bangunan
195,8 (7,0)
249,1 (7,5)
305,0 (8,27)
419,6 (9,0)
555,0 (10,5)
Perdagangan Hotel dan Restoran
430,1 (15,5)
496,3 (14,9)
592,3 (16,0)
691,5 (14,9)
750,6 (14,2)
Keuangan, Persewaan dan Jasa Perusahaan
230,6 (8,3)
271,6 (8,1)
305,2 (8,27)
368,1 (7,9)
404,1 (7,6)
Jasa-Jasa
276,8 (9,9)
338,4 (10,1)
398,2 (10,8)
481,7 (10,3)
573,8 (10,9)
2.785,0 (100)
2976,7 (89,2)
3686,6 (100)
4639,2 (100)
5261,0 (100)
Pertanian,Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian
PDB Total
Keterangan: Angka dalam ( ) adalah persentase tehadap PDB Sumber: Badan Pusat Statistik (BPS)
Bidang pertanian terdiri dari beberapa sub-bidang seperti tanaman pangan, perkebunan dan hortikultura. Hortikultura merupakan salah satu sub-bidang yang sangat berpotensi untuk dikembangkan karena selain merupakan salah satu kebutuhan konsumsi yang dibutuhkan manusia, komoditas hortikultura juga memiliki kandungan gizi yang tinggi. Komoditas yang termasuk di dalam subbidang hortikultura yaitu buah-buahan, sayuran, biofarmaka dan tanaman hias. Dari data PDB hortikultura (Tabel 2) terlihat bahwa nilai PDB hortikultura setiap
tahunnya
perkembangan
meningkat,
PDB
berarti
pertanian
setiap
sumbangan tahunnya
hortikultura
terhadap
meningkat.
Melihat
perkembangannya, potensi pengembangan khususnya tanaman hortikultura memiliki prospek yang sangat cerah. Tabel 2. menunjukkan bahwa buah-buahan merupakan komoditas dari hortikultura yang memiliki kontribusi paling tinggi dalam PDB hortikultura sejak tahun 2003 hingga 2009, jika dibandingkan komoditas hortikultura yang lainnya. Maka dari itu diperlukan perhatian yang lebih baik lagi agar komoditas hortikultura, khususnya buah-buahan dapat lebih berkembang.
Tabel 2. Nilai PDB Hortikultura Tahun 2003-2009 Nilai PDB (Milyar Rp) Komoditas 2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
Buah-buahan
28.246
30.765
31.694
35.448
42.362
47.060
50.595
Sayuran
20.573
20.749
22.630
24.694
25.587
28.205
29.005
565
722
2.806
3.762
4.105
3.853
4.109
4.501
4.609
4.662
3.734
4.741
4.960
5.348
53.885
56.844
61.792
68.639
76.795
84.078
89.057
Biofarmaka Tanaman Hias Total
Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, Departemen Pertanian, 2010
Buah-buahan merupakan komoditas yang termasuk ke dalam sub-bidang hortikultura yang memberikan kontribusi tertinggi di dalam PDB hortikultura setiap tahunnya. Selain itu buah-buahan merupakan salah satu kebutuhan konsumsi yang dibutuhkan manusia dan memiliki kandungan gizi yang sangat penting bagi tubuh manusia. Oleh sebab itu buah-buahan layak untuk lebih diperhatikan di dalam pengembangannya. Salah satu jenis buah-buahan yang mulai dikenal dan diminati masyarakat adalah belimbing. Belimbing merupakan komoditas yang saat ini masih memiliki produksi ketiga terendah dari total produksi buah nasional, maka dari itu perlu dilakukan pengembangan, menyangkut peningkatan produksi buah belimbing. Diharapkan, peningkatan produksi tersebut akan berpengaruh terhadap hasil produksi nasional dan pada akhirnya akan meningkatkan nilai dari PDB hortikultura secara nasional. Salah satu sentra produksi buah belimbing di Jawa Barat yaitu kota Depok. Pada Tabel 3. dapat dilihat bahwa perkembangan buah belimbing di Depok mengalami peningkatan paling signifikan dibanding buah-buahan lain. Di Depok belimbing merupakan komoditas unggulan karena ukurannya yang besar dan rasanya yang manis. Belimbing yang dibudidayakan adalah Belimbing Dewa.
Tabel 3. Produksi Tanaman Holtikultura di Kota Depok Tahun 2007-2009 Produksi 2007
Produksi 2008
Produksi 2009
(Ton)
(Ton)
(Ton)
104,11
175,70
175,70
3.600,77
4.273,20
5.005,10
3 Duku
321,73
545,40
189,30
4 Durian
1.005,80
448,50
843,20
5 Jambu Biji
1.162,10
1.903,40
1.926,70
6 Jeruk Siam
1,30
42,00
22,70
7 Jeruk Besar
2,35
2,00
0,40
8 Mangga
256,05
284,20
270,10
9 Manggis
1,80
99,00
2,90
116,85
309,50
815,40
No.
Komoditi
1 Alpukat 2 Belimbing
10 Nangka
Sumber: Dinas Pertanian Depok (2011)
Berdasarkan Tabel 3 kita dapat melihat bahwa produksi belimbing di Kota Depok terbilang tinggi dengan jumlah produksi yang meningkat dari tahun 2007 sampai tahun 2009 dibandingkan dengan produksi komoditas lain yang memiliki peningkatan produksi lebih kecil dari belimbing. Berangkat dari pandangan tersebut banyak pelaku agribisnis yang tertarik untuk melakukan usaha pada bidang ini. Salah satu pelaku dalam usaha tanaman belimbing di Kota Depok adalah Kelompok Tani Belimbing Maju Bersama. Kelompok tani tersebut merupakan salah satu supplier belimbing di Pasar Keramat Jati. Kelompok Tani Belimbing Maju Bersama terletak di Kecamatan Cimanggis, Kelurahan Tugu Kelapa Dua. Kelompok tani ini merupakan salah satu kelompok tani terbesar di Kecamatan Cimanggis. Penelitian mengenai analisis usahatani diharapkan dapat memberikan gambaran tentang besarnya potensi yang dimiliki oleh Kelompok Tani Maju Bersama, sehingga dapat digunakan di dalam pengembangan usaha agribisnis dan peningkatan produksi tanaman belimbing.
Tabel 4. Jumlah Petani dan Jumlah Pohon di Kecamatan Cimanggis No.
Kelurahan
Kelompok Tani
1 Tugu – Kelapa Dua 2 Cimpaeun
Maju Bersama Cimpaeun Jaya Banjar Sari 3 Cilangkap Banjaran Pucung Jaya 4 Pasir Gunung Selatan Juang Tani
Jumlah Petani Jumlah Pohon 76 3 2 4 8
2940 200 183 470 128
Sumber: Dinas Pertanian Depok 2009 (Diolah)
1.2. Perumusan Masalah Di Indonesia, jumlah produsen yang mengusahakan tanaman holtikultura berkembang dari tahun ke tahun, terutama di daerah perkotaan seperti di Kota Depok. Di sana mulai banyak usaha tanaman hortikultura yang fokus kepada usaha buah belimbing dengan alasan usaha belimbing memiliki prospek yang cukup baik dan menjanjikan. Oleh karena itu untuk dapat memenuhi kebutuhan konsumsi terhadap buah belimbing diperlukan produsen yang mampu memenuhi permintaan komoditas tersebut. Kelompok Tani Belimbing Maju Bersama merupakan salah satu kelompok produsen yang bergerak di bidang pertanian, khususnya tanaman holtikultura yaitu buah belimbing. Kelompok Tani Belimbing Maju Bersama memasarkan produknya kepada tengkulak dan pasar tradisional. Jumlah keseluruhan produksi yang dihasilkan oleh Kelompok Tani Belimbing Maju Bersama sebesar 3.600 ton pada tahun 2007 dan meningkat hingga mencapai 4.273,2 ton pada tahun 2008. Berdasarkan fenomena itu dapat diasumsikan bahwa pada kondisi tersebut terdapat peningkatan permintaan jumlah belimbing. Peningkatan produksi belimbing masih memungkinkan, karena berdasarkan pengamatan awal di lokasi penelitian terdapat petani belimbing yang luas lahan berbeda tetapi hasil produksinya berbeda yang dapat diartikan bahwa produktivitas lahan di tempat penelitian ada yang rendah dan ada yang tinggi, dengan demikian dapat di perkirakan bahwa di lahan yang sama produktivitas yang rendah dapat lebih ditingkatkan Fenomena ini menimbulkan peluang yang besar dalam bagi sistem pertanian holtikultura, khususnya buah belimbing di Kota Depok. Dapat dilihat
bahwa buah belimbing memiliki prospek yang cerah dalam rangka meningkatkan pendapatan petani, sehingga diperlukan analisis mendalam yang berkaitan dengan pengembangan sistem produksi buah belimbing di Kota Depok. Pengembangan sistem produksi buah belimbing ini diharapkan dapat meningkatkan produksi buah belimbing sebagai pemenuhan kebutuhan konsumen di Kota Depok. Jadi pemenuhan
kebutuhan
konsumen
akan
dipengaruhi
oleh
peningkatan
produktivitas dan pengembangan usahatani. Usahatani Belimbing di Depok memiliki Potensi yang besar, hal ini dapat dilihat dari peningkatan hasil produksi di setiap tahun. Tetapi kurangnya peran serta dari petani saat dilakukan penyuluhan dari pemerintah karena keterbatasan waktu mereka bekerja, petani belimbing di Depok kecamatan Cimanggis tidak mendapatkan hasil optimal sehingga hasil produksi dari pertanian belimbing dinilai kurang memberikan keuntungan dan petani hidup dalam kekurangan. Dalam rangka pengembangan usahatani dan peningkatan produktivitas buah belimbing, maka diperlukan suatu analisis mengenai usahatani untuk mengetahui potensi usahatani buah belimbing dewa di Depok. Hasilnya dapat digunakan sebagai acuan untuk meningkatkan pendapatan dan meningkatkan produktivitas petani belimbing. Berdasarkan uraian di atas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu: 0. Berapa tingkat pendapatan yang diperoleh Kelompok Tani Belimbing Maju Bersama dari usahatani Belimbing Dewa di Kota Depok? 1. Bagaimana tingkat faktor-faktor produksi dari tanaman Belimbing Dewa di Kota Depok? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menghitung tingkat pendapatan yang diperoleh Kelompok Tani Belimbing Maju Bersama dari usahatani Belimbing Dewa di Kota Depok. 2. Menganalisis tingkat faktor-faktor produksi dari tanaman Belimbing Dewa di Kota Depok.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna untuk: 1. Menambah bahan masukan dan informasi dalam upaya peningkatan produksi, produktivitas dan pengembangan usahatani
Kelompok Tani
Belimbing Maju Bersama. 2. Penerapan ilmu dan teori tentang ilmu usahatani bagi mahasiswa. 3. Menambah informasi bila ingin melakukan penelitian di ranah yang sama.
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Keragaan Budidaya Belimbing Manis Belimbing manis (averrhoa carambola L) merupakan tanaman buah berupa pohon yang berasal dari kawasan Malaysia, kemudian menyebar luas ke berbagai negara yang beriklim tropis lainnya di dunia termasuk Indonesia. Meskipun belimbing bukan tanaman asli Indonesia, belimbing sudah sangat lama berkembang di Indonesia sehingga sudah dianggap sebagai tanaman asli Indonesia. Pada umumnya belimbing ditanam dalam bentuk kultur pekarangan (home yard gardening), yaitu diusahakan sebagai usaha sambilan sebagai tanaman peneduh di halaman rumah. Dikawasan Amerika buah belimbing yang populer dan digemari masyarakat adalah belimbing “Florida” (Sunarjono, 2004) Pertumbuhan belimbing manis dipengeruhi Oleh jenis tanah, sinar matahari dan pemupukan. Pada dasarnya belimbing dapat tumbuh pada semua jenis tanah, baik tanaman berpasir, pasir berlempung, lempung maupun lempung berpasir. Namun jika tanahnya tidak sesuai maka tanaman belimbing tidak tumbuh optimal atai tidak berbuah lebat. Tanaman belimbing dapat tumbuh optimal pada tanah lempung dengan curah hujan sedang yaitu 1.500-2500 milimeter pertahun dan memiliki PH tanah 5,5 – 6 (Sunarjono, 2004). pada lahan tersebut, belimbing akan berbuah ebat dan memiliki rasa buah manis jika dibandingkan tanaman belimbing yang ditanam di jenis tanah lain. Ketinggian tempat yang cocok untuk tanaman belimbing yaitu di dataran rendah sampai ketinggian 500 meter di atas permukaan laut. 2.2. Taksonomi Tanaman Belimbing Berdasarkan sistematika (taksonomi) tumbuhan tanaman belimbing manis secara lengkap diklasifikasikan sebagai berikut (Sunarjono, 2004) : Kingdom : Plantae Divisi : Sphermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas: Dicotyledonae Ordo :Oxalidales Famili : Oxalidaceae
Genus : Averrhoa dan Oxalis Species : Averrhoa carambola L. (Belimbing Manis) Terdapat dua jenis belimbing yaitu belimbing manis (Averrhoa carambola L.) dan belimbing wuluh (Averrhoa bilimbi L.), kedua jenis belimbing ini memiliki perbedaan dalam hal rasa dan penampakannya. Belimbing manis memiliki bentuk seperti bintang, berlekuk jika dilihat dari penampang melintangnya dan permukaannya licin seperti lilin. Rasa manis bervariasi sesusai dengan jenis dan varietasnya. Belimbing wuluh memiliki bentuk bulat lonjong dengan panjang lima sampai enam sentimeter, warnanya hijau pekat saan muda dan berubah kekuningan setelah matang. Rasa buahnya sangat asam dan daging buahnya sangat banyak mengandung air (Rukmana, 1996). Jenis belimbing yang banyak di budidayakan di Indonesia yaitu jenis belimbing manis, hal ini disebabkan jenis ini memiliki keunggulan yaitu : (1) dapat dibudidayakan di kebun pekarangan maupun pot, 2 cepat berbuah dan manisnya bervariasi sesusai dengan jeis dan varietasnya dan 4 buanya megandung kalori vitamin A dan vitamin C yang cukup tinggi (Tim penulis Penebar swadaya, 1998), arietas unggul adalah varietas yang telah mendapatkan pengakuan dari pemerintah melalui surat keputusan menteri Pertanian mengenai keunggulan keunggulan tertentu yang dimiliki oleh varietas tersebut baik dari sisi produksi, aroma dan rasa. Kondisi alam Indonesia yang subur membuat tanaman belimbing dapat tumbuh dengan baik, sehingga banyak ragam dan varietas belimbing manis, di antaranya Demak, Sembiring, Bangkok, Filipina, Paris, Dewi, Siwalan,Wulan, Wijaya, Taiwan, Malaya dan Penang berikut beberapa varietas belimbing yang terdapat di Indonesia beserta ciri-cirinya.
Tabel 5. Varietas dan Karakteristik Belimbing yang terdapat di Indonesia Varietas Kunir
Asal Demak
Kapur
Demak
Penang
Malaysia
Warna Buah Rasa
Buah Berat
Matang
Matang
Kuning
Sangat manis, 200-300
Merata
berair banyak
Kuning
Manis, berair 200-400
Keputihan
banyak
Oranye
Manis, berair 250-350
Buah
(gram)
sedang Dewi Murni Bangkok
Bekasi Thailand
Kuning
Manis, berair 200-500
Kemerahan
sedang
Merah
Manis,
agak 150-200
kesat Sembiring Filipina
Sumatera
Kuning
Manis sekali, 300-450
Utara
Mengkilap
berair banyak
Filipina
Kuning
Manis, berair 400-600 banyak
Wulan
Pasar
Merah
Manis, berair 300-600
Minggu,
Mengkilap
banyak
Pasar
Kuning
Sangat manis, 120-230
Minggu,
Kemerahan
berair sedikit
Depok,
Kuning
Manis, berair 300-450
Jakarta
Kemerahan
banyak
Jakarta Paris
Jakarta Dewa Baru
Sumber: Tim Penulis Penebar Swadaya, 1998 2.3. Konsep dan Peranan Kelompoktani Mardikonto (1993) seperti dikutip Uchrowi (2006) menyebut bahwa kelompok tani merupakan kumpulan orang-orang tani/petani yang terdiri atas petani dewasa (pria/wanita) maupun petani taruna (pemuda/pemudi) yang terikat secara informal dalam satu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama. Kelompok tani menurut Mosher (1987) seperti dikutip
Uchrowi (2006) umumnya dikembangkan sendiri oleh petani. Kelompoktani demikian disebutnya bergerak melampaui kerjasama secara informal berupa gotong royong. Kerjasama kelompok itu disebut sering terjadi tanpa mengikut sertakan oranglain dari luar masyarakat itu. Dan juga kerjasama kelompok tani bisa informal dan bersifat sementara seperti gotong royong. Kelompok tani dipandang efektif untuk memperjuangkan kepentingan petani. Pretty (1995) seperti dikutip Uchrowi (2006) menyebut kelompok dapat membantu proses pemberdayaan petani diantaranya melalui komunikasi dan pembelajaran antar petani seperti melalui pertukaran kunjungan mereka. Menurut Soebiyanto (1998) seperti dikutip Amrulllah (2004) kelompoktani dapat diartikan sebagai kumpulan petani yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok, atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama serta berada di lingkungan pengaruh dan pimpinan seorang kontak tani. Abbas (1995) seperti dikutip Ramdhani (2002) mengemukakan bahwa peranan kelompoktani adalah: (1) sebagai wahana belajar bagi petani dan anggotanya agar terjadi interaksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani yang lebih baik serta berperilaku lebih mandiri untuk mencapai kehidupan yang lebih sejahtera; (2) sebagai unit produksi, kelompoktani merupakan kesatuan unit usahatani untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang lebih menguntungkan; dan (3) sebagai wahana kerjasama antar anggota dan antar kelompoktani dengan pihak lain untuk memperkuat kerjasama dalam menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Kelompoktani sebagai wahana belajar mengajar, merupakan wadah bagi setiap anggota untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani yang lebih baik dan menguntungkan untuk mencapai kehidupan yang lebih baik, oleh karena itu petani perlu dilibatkan dalam proses belajar. Adjid (1994) seperti dikutip Ramdhani (2002) kelompoktani sebagai suatu kelompok diharapkan dapat mengembangkan kemampuan individu anggotanya sehingga memiliki kemampuan. Syawarni (1992) seperti dikutip Ramdhani (2002) menambahkan bahwa di dalam kelompok seseorang akan menemukan identifikasi pribadinya, karena bersama-sama dengan orang lain merasakan adanya saling kasih sayang, kesetiaan, tanggung jawab
bersama, sentimen, tradisi dan persahabatan yang diperoleh melalui komunikasi dan kegiatan bersama. Asngari (1996) seperti dikutip Ramdhani (2002) mengemukakan bahwa pada dasarnya orang mau berperan serta dalam kegiatan, bilamana: pertama, akan memperoleh manfaat atau kepuasan, motifnya adalah adanya kepuasan yang akan diperoleh dari kegiatan tersebut baik secara ekonomi maupun non ekonomi. Motif itu menjadi pendorong kuat baginya. Kedua, mengetahui makna kegiatan tersebut, seperti : program, tujuan, langkah, maupun prosesnya. Ndraha (1987) seperti dikutip Ramdhani (2002) menyebutkan bahwa bentuk keikutsertaan masyarakat dalam berpartisipasi adalah dalam bentuk: (1) partisipasi melalui kontak dengan pihak lain; (2) partisipasi memberi tanggapan/perhatian dalam bentuk respon menerima atau menolak; (3) merencanakan dalam bentuk pengambilan keputusan; (4) pelaksanaan; (5) partisipasi dalam mengembangkan hasil dan (6) mengevaluasi atau menilai. Mosher (1966) seperti dikutip Ramdhani (2002) menyebutkan bahwa salah satu syarat pelancar pembangunan pertanian adalah adanya kerjasama dalam kelompok tani. Unsur-unsur komunikasi adalah hal-hal yang menunjang tercapainya efek yang diharapkan pada situasi, kondisi, waktu dan tempat (Effendy, 1993 seperti dikutip Imami, 2003). Unsur komunikasi dalam bidang pertanian adalah komunikator, saluran, pesan dan komunikan (petani) sedangkan faktor dalam proses komunikasi adalah suatu saluran yang menunjang tercapainya tujuan penyampaian pesan (Soekartawi, 1988) seperti dikutip Imami 2003). 2.4 Usahatani Belimbing Penelitian tentang usahatani belimbing sudah dilakukan oleh Husen (2006) dengan judul Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok Varietas Dewa Dewi menyimpulkan bahwa hasil yang diperoleh dari perhitungan usahatani dengan sistem penjualan per buah (SPB) yaitu pendapatan atas biaya tunai pada usahatani belimbing depok adalah sebesar Rp 9.039.780,00 dan pendapatan atas biaya totalnya sebesar Rp 8.121.946,67. penerimaan yang diperoleh petani pada sistem penjualan perbuah adalah sebesar Rp.14.400.000,00. Nilai imbangan penerimaan dan biaya atau return and cost ratio (R/C) total pada
usahatani belimbing depok dengan sistem per buah adalah 2,29 yang artinya untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani sebesar Rp.1,00 maka petani tersebut akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 2,29. sedangkan R/C tunai setiap Rp 1,00 maka petani akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 2,69. Penerimaan yang diperoleh sistem penjualan per kilogram (SPK) pada usahatani belimbing adalah sebesar Rp 18.900.000,00. Sedangkan pendapatan atas biaya tunai adalah sebesar Rp 14.562.780,00 dengan pendapatan atas biaya total yaitu Rp 13.644.946,67. pada sistem penjualan perkilogram diperoleh R/C total usahatani belimbing depok sebesar 3,60, yaitu untuk setiap biaya yang dikeluarkan Rp 1,00 maka petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 3,60. ada pun R/C tunai untuk setiap Rp 1,00 maka petani akan mendapatkan penerimaan sebesar Rp 4,36. Analisis Sistem Pemasaran Belimbing Dewa di Kelurahan Pasir Putih, Kecamatan Sawangan, Kota depok dilakukan oleh Lubis (2009) memiliki hasil penelitian yang menunjukkan total marjin pemasaran terbesar terdapat pada saluran pemasaran empat sebesar Rp 8.500,00/Kg (62,69 persen) dengan volume penjualan sebesar 14.042 Kg/panen atau sebesar 13,85 persen dari total volume penjualan belimbing dewa. 2.5 Usahatani Hortikultura Kemudian dalam penelitian yang dilakukan Pertiwi (2008) yang berjudul Analisis Usahatani Sayuran Organik menyimpulkan bahwa pendapatan atas biaya total masing-masing sayuran untuk lahan seluas 14m2 dalam satu musim tanam yaitu horenso sebesar Rp 156.132,32 sedangkan pendapatan atas biaya total tomat dan brokoli organik masing-masing yaitu Rp 74.537,00 dan Rp 76.848,5. Pendapatan atas biaya total untuk hakusai dan kubis organik berturutturut yaitu sebesar Rp89.371,30 dan Rp 366.950,00.bila dilihat dari rasio penerimaan atas biaya tunai maupun totalnya, usahatani kelima sayuran organik sudah efisien untuk dilakukan. Nilai R/C atas biaya total horenso adalah memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,92. Sedangkan R/C rasio tomat yaitu 1,18. Nilai R/C atas biaya total brokoli adalah 1,30. Nilai R/C atas biaya total hakusai adalah 1,46. Nilai R/C atas biaya total terbesar yaitu kubis dengan nilai 2,55.
Dalam Maimun (2009) yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani Nilai Tambah dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik Aceh Tengah menganalisis bahwa penerimaan petani sebesar Rp 24.375.000,- dari 1.950 kg pertahun kopi yang merka jual. Dengan adanya peralihan dari usahatani kopi arabika non organik ke kopi arabika organik, maka didapatkan hasil R/C rasio. R/C atas biaya tunai sebesar 6,24 persen dan R/C atas biaya total sebesar 2,79 persen untuk kopi organik. Sedangkan R/C atas biaya tunai untuk kopi non organik sebesar 4,96 persen dan R/C atas biaya total sebesar 2,27 persen. Penelitian yang dilakukan oleh Siregar (2010) tentang Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji di Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor menganalisis bahwa tanaman yang paling efisien adalah umur tanaman enam tahun yaitu dengan R/C atas biaya total sebesar 2,22 dan R/C atas biaya tunai sebesar 3,98. Usahatani efisien dan menguntungkan untuk dijalankan karena pendapatannya bernilai positif. Pada penelitian ini disebutkan bahwa hal yang terkait dengan nilai R/C diantaranya didalam pemakaian tenaga kerja, jarak tanam, pemakaian pestisida, biaya yang diperhitungkan dan umur tanaman. Pada penelitian Sitepu (2010) yang berjudul Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor menganalisis bahwa keuntungan lebih ditentukan oleh jumlah log. Berdasarkan analisis pendapatan, maka diperoleh imbangan dan biaya (R/C rasio) total sebesar 1,57 sedangkan R/C rasio untuk biaya tunai adalah sebesar 1,84 sehingga dapat dikatakan menguntungkan karena R/C rasio lebih dari satu dan layak untuk dikembangkan.
Tabel 6. Perbandingan dengan Penelitian Sebelumnya No. 1
Judul Penelitian
Persamaan
Analisis Pendapatan Usahatani Nilai Alat
Perbedaan
analisis Komoditas
Tambah dan Saluran Pemasaran Kopi yang Arabika Organik dan Non Organik Aceh digunakan Tengah (Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh). 2
Analisis Usahatani Sayuran Organik di Alat
analisis Komoditas
PT Anugerah Bumi Persada “RR Organik yang Farm”, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. 3
Analisis
Pendapatan
Usahatani
Pemasaran
Buah
Belimbing
Varietas
Dewa-Dewi
carambola
L)
(Kasus
di
gunakan
dan Alat
analisis Lokasi
Depok dan komoditas
penelitian
(Averrhoa Kecamatan
Pancoran Mas, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat). 4
Analisis Usahatani Sayuran Organik di Alat analisis
Komoditas
Perusahaan Matahari Farm Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor. 5
Analisis Sistem Pemasaran Belimbing Komoditas
Alat analisis
Dewa
dan Lokasi
di
Kelurahan
Pasir
Putih,
Kecamatan Sawangan, Kota depok 6
Analisis
Pendapatan
Usahatani
dan Alat
analisis Komoditas
Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di yang
dan Lokasi
Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor 7
digunakan
Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Alat
analisis Komoditas
Biji di Desa Cimanggis Kecamatan yang
dan Lokasi
Bojong Gede Kabupaten Bogor
digunakan
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Fungsi Produksi Produksi adalah kegiatan menghasilkan barang dan jasa, adapun sumberdaya yang digunakan untuk memproduksi barang dan jasa disebut faktorfaktor produksi. Umumnya faktor-faktor produksi terdiri dari lahan, tenaga kerja, dan input-input lain seperti bahan mentah (raw material), dan lain-lain. Fungsi produksi menggambarkan hubungan antara input dan ouput yang menunjukkan suatu sumberdaya (input) dapat diubah sehingga menghasilkan produk tertentu (Doll dan Orazem, 1984). Mubyarto (1989) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menunjukkan hubungan antara hasil produksi fisik (output) dengan faktor-faktor produksi (input). Sedangkan Soekartawi (1990) menjelaskan bahwa fungsi produksi adalah hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dengan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan (Y) merupakan output, dan variabel yang menjelaskan merupakan input. Secara sistematis fungsi produksi dapat dituliskan sebagai berikut: Y = f (X1, X2, …., Xn)
(3.1)
Keterangan : Y = Hasil poduksi fisik/ output X1,X2, ….., Xn = Faktor produksi/ input Ada beberapa fungsi produksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian diantaranya adalah fungsi produksi Cobb-Douglas, fungsi produksi linear, fungsi produksi CES (Constant Elasticity of Substitution), dan fungsi produksi transedental. Bentuk fungsi produksi dipengaruhi oleh ”Hukum kenaikan Hasil yang Semakin Berkurang” (The Law of Deminishing Returns). Hukum ini menjelaskan bahwa jika faktor produksi variabel dengan jumlah tertentu ditambahkan terusmenerus pada sejumlah faktor produksi tetap, akhirnya akan dicapai suatu kondisi
dimana setiap penambahan satu unit faktor produksi variabel akan menghasilkan tambahan produksi yang besarnya semakin berkurang. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam memilih fungsi produksi (Soekartawi, 1986), yaitu: 1. Fungsi produksi harus dapat menggambarkan keadaan usahatani yang sebenarnya terjadi. 2. Fungsi produksi dapat dengan mudah diartikan khususnya arti ekonomi dan parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. 3. Fungsi produksi harus mudah diukur atau dihitung secara statistik untuk mengukur tingkat produktivitas dari suatu proses produksi terdapat dua tolak ukur yaitu produk marjinal dan produk rata-rata. Produk marjinal (PM) adalah tambahan produk yang dihasilkan dari setiap menambah satusatuan faktor produksi yang dipakai. Produk Rata-rata (PR) adalah tingkat produktivitas yang dicapai setiap satuan produksi. Kedua tolak ukur ini dapat dirumuskan sebagai berikut:
PM =
Δy Tambahan Output = ........................................ (3.2) Tambahan Input Tertentu Δxi
PR =
y Output Total = ................................................... (3.3) Input Total Tertentu xi
€ €
Untuk melihat perubahan dari produk yang dihasilkan disebabkan oleh faktor produksi yang dipakai dapat dinyatakan dengan elastisitas produksi. Elastisitas produksi (Ep) adalah rasio tambahan relatif produk yang dihasilkan dengan perubahan relatif jumlah faktor produksi yang dipakai atau presentase perubahan dari produk yang dihasilkan sebagai akibat presentase perubahan faktor produksi yang digunakan. Fungsi produksi klasik menunjukkan tiga daerah produksi yang berbeda. Daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu perubahan produk yang dihasilkan karena perubahan faktor produksi yang digunakan (Doll dan Orazem, 1984). Pada Gambar 1, ditunjukkan daerah-daerah berdasarkan elastisitas produksi.
ouput
Produk Total II
I
III
0<Ep<1
Ep>1
Ep<0
input
PM/PR
Produk Rata-Rata 0
X1
X2
X3
input Produk Marjinal
Gambar 1. Daerah Produksi dan Elastisitas Produksi Sumber: Soekartawi 1990
Daerah I memperlihatkan Produk Marjinal (PM) lebih besar dari Produk Rata-rata (PR), hal ini mengindikasikan bahwa tingkat rata-rata variabel input (X) ditransformasikan ke dalam produk (Y) meningkat hingga PR mencapai maksimal pada akhir daerah I. Daerah produksi I yang terletak antara 0 dan X2, memiliki nilai elastisitas lebih dari satu, artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu-satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Pada kondisi ini, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat ditingkatkan dengan menggunakan faktor produksi lebih banyak. Daerah produksi I disebut juga daerah irasional. Daerah II terjadi ketika PM menurun dan lebih rendah dari PR. Pada keadaan ini PM sama atau lebih rendah dari PR, tapi sama atau lebih tinggi dari 0. Daerah II berada diantara X2 dan X3. Efisiensi variabel input diperoleh saat awal daerah II. Daerah produksi II yang terletak antara X2 dan X3 memiliki nilai elastisitas produksi antara nol dan satu. Artinya setiap penambahan faktor produksi sebesar satu satuan akan menyebabkan penambahan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah ini menunjukkan tingkat
produksi memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini juga dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (deminishing return). Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukkan penggunaan faktor-faktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut juga daerah rasional (rational region atau rational stage of production). Daerah produksi III adalah daerah dengan elastisitas produksi lebih kecil dari nol. Pada daerah ini produksi total mengalami penurunan yang ditunjukkan oleh produk marjinal yang bernilai negatif yang berarti setiap penambahan faktor produksi akan mengakibatkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Penggunaan faktor produksi pada daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irasional (irrational region atau irrational stage of production). Soekartawi (1990), mendefinisikan skala usaha (return to scale) sebagai penjumlahan dari semua elastisitas faktor faktor produksi. Skala usaha dibagi menjadi tiga, yaitu: 1.
Kenaikan hasil yang meningkat (increasing return to scale). Pada daerah ini Σbi>1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi akan menghasilkan tambahan produksi yang proporsinya lebih besar.
2.
Kenaikan hasil yang tetap (constant return to scale). Pada daerah ini Σb i=1, yang berarti penambahan faktor produksi akan proporsional dengan penambahan produksi yang diperoleh. Pada daerah ini produk rata-rata mencapai maksimum atau produk rata-rata sama dengan produk marjinalnya.
3.
Kenaikan hasil yang menurun (decreasing return to scale). Pada daerah ini Σbi<1, yang berarti proporsi penambahan faktor produksi melebihi penambahan produksi. Pada situasi yang demikian produk total dalam keadaan menurun, nilai produk marjinal menjadi negatif dan produk rata-rata dalam keadaan menurun. Dalam situasi ini setiap upaya untuk menambah sejumlah input tetap akan merugikan bagi petani yang bersangkutan.
3.1.2. Teori Biaya Sudarsono (1995) Biaya tetap di definisikan sebagai biaya yang jumlahnya tidak tergantung atas dasar besar kecilnya kuantitas produksi yang dilaksanakan. Bahkan bila untuk sementara produksi dihentikan biaya tetap ini harus dibayar dalam jumlah yang sama, yaitu termasuk dalam biaya tetap ini adalah misalnya gaji tenaga administratif, punyusutan mesin, gedung dan alat-alat lain; dan keuntungan normal yang diperhitungkan sebagai persentase tertentu dari faktor produksi tetap. Jelas bahwa sifat tetapnya biaya tetap ini akan berubah dalam jangka panjang. Tenaga administratif dapat ditambah atau dikurangi. Instalasi pabrik, gedung dan tanah dapat ditambah atau dikurangi dalam jangka panjang. Akan tetapi dalam jangka pendek perubahan ini tidak mungkin. Biaya variabel didefinisikan sebagai biaya yang jumlahnya berubah-ubah sesuai dengan perubahan kuantitas produk yang dihasilkan. Makin besar kuantitas produksi, makin besar pula jumlah biaya variabel.yang termasuk kedalam biaya variabel ini adalah biaya bahan mentah, biaya tenaga kerja langsung dan biaya eksploitasi dalam rangka pemanfaatan faktor tetap misalnya bahan bakar minyak, kerusakan kecil dan biaya perawatan lain. Biaya ini mempunyai hubungan langsung dengan kuantitas produksi perilaku kedua jenis biaya ini dapat dirumuskan dalam bentuk fungsi yang polanya dapat dilihat pada Gambar 2. Rp
Rp
BTT
BVT BVT A BTT
φ
0
Biaya Tetap Total
Q
0
Biaya Variabel Total
Gambar 2. Biaya Tetap Total dan Biaya Variabel Total Sumber: Sudarsono (1995)
Q
3.1.3. Konsep usahatani Hernanto (1989) usahatani didefinisikan sebagai organisasi dari alam, kerja dan modal yang ditujukan kepada produksi di lapangan pertanian. Tatalaksana organisasi itu sendiri diusahakan oleh seorang atau sekumpulan orang-orang, dengan demikian dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (beserta keluarganya), tanah (beserta fasilitas di atasnya seperti bangunan-bangunan dan saluran air) dan tanaman ataupun hewan ternak. Usahatani merupakan subsistem dalam sistem agribisnis yang merupakan kegiatan pokok yang selanjutnya memiliki keterkaitan ke depan (forward linkage) dengan subsistem selanjutnya yaitu agroindustri dan pemasaran. Keberhasilan suatu usahatani tidak terlepas dari faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhinya. Pertama adalah faktor di dalam usahatani (intern) itu sendri yang meliputi petani pengelola, tanah usahatani, tenaga kerja, modal, tingkat teknologi, kemampuan petani mengalokasikan penerimaan keluarga dan jumlah keluarga petani. Kedua faktor diluar (ekstern) yang meliputi ketersediaan sarana angkutan dan komunikasi, aspek-aspek yang menyangkut pemasaran hasil dan input usahatani, fasilitas kredit dan penyuluhan bagi petani. Analisa usaha dimaksudkan untuk mengetahui kekuatan pengelola secara menyeluruh. Ini berarti meliputi kekayaan keluarga yang dapat dinilai dan sebagai jaminan atau agunan bank serta usahanya. Informasi ini penting bagi pengelola dalam kedudukannya yang berkaitan dengan kredit, pajak usaha dan kekayaan Soekartawi (2002) mengemukakan bahwa ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Ukuran dan jenis usahatani berkisar dari sebidang kecil usahatani dengan luas areal kurang dari satu hektar sampai dengan perusahaan pertanian yang meliputi semua lahan dari beberapa desa. Kegiatan usahatani dilaksanakan oleh seorang penggarap atau pemilik, seorang manajer yang dibayar sebuah perusahaan atau seorang pemilik yang tinggal jauh dari lahan yang dimilikinya.
3.1.4. Pemahaman Analisis Usahatani Ilmu usahatani biasanya diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Dikatakan efektif bila petani atau produsen dapat mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki (yang dikuasai) sebaik-baiknya dan dikatakan efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran (output) yang melebihi masukan (input). Efisiensi usahatani dapat diukur dengan cara menghitung efisiensi teknis, efisiensi harga dan efisiensi ekonomis. Ketiga macam efisiensi ini penting untuk diketahui dan diraih oleh petani bila ia menginginkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Umumnya memang petani tidak memiliki catatan usahatani (farm recording) sehingga sulit bagi petani untuk melakukan analisis usahataninya. Petani hanya mengingat-ingat cashflow (anggaran arus uang tunai) yang mereka lakukan walaupun sebenarnya ingatan itu tidak terlalu jelek karena mereka masih ingat bila ditanya tentang berapa output yang mereka peroleh dan berapa input yang mereka gunakan. Tentu saja teknik pengumpulan datanya harus baik dan benar. Perlunya analisis usahatani memang bukan untuk kepentingan petani saja tetapi juga untuk para penyuluh pertanian seperti Penyuluh Pertanian Lapangan (PPL), Penyuluh Pertanian Madya (PPM) dan Penyuluh Pertanian Spesialis (PPS), para mahasiswa atau pihak-pihak lain yang berkepentingan untuk melakukan analisis usahatani. Dalam melakukan analisis usahatani ini, seseorang dapat melakukannya menurut kepentingan untuk apa analisis usahatani yang dilakukannya. Dalam banyak pengalaman analisis usahatani yang dilakukan oleh petani atau produsen memang dimaksudkan untuk tujuan mengetahui atau meneliti (Soekartawi, dkk, 1990): a. Keunggulan komparatif (comparative advantage) b. Kenaikan hasil yang semakin menurun (law of diminishing returns) c. Subtitusi (subtitution effect) d. Pengeluaran biaya usahatani (farm expenditure)
e. Biaya yang diluangkan (opprtunity cost) f. Pemilikan cabang usaha (macam tanaman lain apa yang dapat di usahakan) g. Baku-timbang tujuan (goal trade-off) Maksud dari tujuh macam analisis usahatani tersebut pada dasarnya sama, yaitu mencari informasi tentang keragaaan suatu usahatani yang dilihat dari berbagai aspek. Kajian berbagai aspek ini sangat penting karena tiap macam tipe usahatani pada tiap macam skala usaha dan pada tiap lokasi terentu berbeda satu sama lain, karena hal tersebut memang ada perbedaan dalam karakteristik yang dimiliki pada usahatani yang bersangkutan. Usahatani pada skala usaha yang luas umumnya bermodal besar, berteknologi tinggi, manajemen modern, lebih bersifat komersial dan sebaliknya usahatani skala kecil umumnya bermodal pas-pasan, teknologi tradisional, lebih bersifat usahatani sederhana dan sifat usahanya subsisten, serta lebih bersifat untuk memenuhi kebutuhan konsumsi sendiri dalam kehidupan sehari-hari. Untuk itulah maka dalam melakukan analisis usahatani harus tetap memperhatikan tujuan dilakukannya analisis sehingga data yang terkumpul tidak salah. 3.1.5. Penerimaan dan Biaya Usahatani Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produk yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan ini mencakup suatu produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk bibit, digunakan untuk pembayaran dan yang disimpan (Soekartawi et al, 1986). Biaya adalah semua pengeluaran yang diperlukan untuk menghasilkan suatu produk dalam suatu periode (Hernanto 1989). Biaya dapat dibedakan atas: 1. Biaya tunai, meliputi biaya tetap misal pajak tanah dan biaya variabel misal pengeluaran untuk bibit, pupuk, obat-obatan dan biaya untuk tenaga kerja luar keluarga.
2. Biaya tidak tunai, meliputi biaya tetap misalnya biaya penyusutan alat-alat dan bangunan pertanian serta sewa lahan milik sendiri sedangkan biaya variabel meliputi biaya tenaga kerja dan keluarga. 3.1.6. Pendapatan Usahatani Komponen yang terdapat dalam usahatani terdiri dari alam, tenaga kerja, modal dan manajemen. Alam merupakan faktor yang sangat menentukan pada usahatani. Faktor alam dapat dibedakan menjadi dua, yaitu tanah dan lingkungan alam sekitarnya. Faktor alam berkaitan dengan jenis tanah dan kesuburan tanah. Sedangkan faktor lingkungan alam sekitar adalah iklim yang berkaitan dengan keadaan suhu, ketersediaan air dan sangat menentukan dalam pemilihan komoditas yang akan diusahakan. Dalam usahatani, tanah mempunyai peranan yang penting karena tanah merupakan tempat tumbuhnya tanaman, ternak, perikanan dan usahatani keseluruhan. Tenaga kerja adalah salah satu unsur penentu bagi usahatani yang tergantung pada musim tanam. Kelangkaan tenaga kerja berakibat mundurnya penanaman sehingga berpengaruh pada pertumbuhan komoditas pertanian, produktivitas dan kualitas produk. Menurut sumber tenaga kerja, dalam usahatani tenaga kerja berasal dari tenaga kerja keluarga dan tenaga kerja luar keluarga yang diperoleh dengan sistem upahan. Sedangkan menurut jenisnya, tenaga kerja dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja manusia, ternak dan mekanik (Hernanto 1995). Tenaga kerja manusia dibedakan atas tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak. Tenaga kerja ternak digunakan untuk pengolahan lahan dan pengangkutan. Tenaga kerja mekanik bersifat substitusi, yaitu digunakan sebagai pengganti tenaga kerja manusia dan ternak. Kebutuhan tenaga kerja dapat diketahui dengan cara menghitung setiap kegiatan produksi masing-masing pada komoditas yang diusahakan, kemudian dijumlah untuk seluruh usahatani. Satuan yang sering digunakan dalam menghitung kebutuhan tenaga kerja adalah man days atau HOK (Hari Orang Kerja) dan JKO (Jam Orang Kerja).
Modal adalah syarat utama berlangsungnya suatu usaha, demikian pula dengan usahatani. Dalam pengertian ekonomi, modal adalah barang atau uang yang dipergunakan bersama dengan faktor produksi tanah dan tenaga kerja serta dengan pengelolaan yang baik maka akan menghasilkan barang-barang baru, yaitu produksi pertanian (Hernanto 1995) Dengan modal, maka faktor produksi tanah dan tenaga kerja dapat memberikan manfaat yang lebih baik bagi manusia. Menurut sufatnya, modal dibedakan atas modal bergerak yaitu modal yang habis dalam satu periode produksi. Manajemen sebagai unsur pokok keempat dalam usahatani merupakan kemampuan petani dalam menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan input produksi yang digunakan dengan sebaik-baiknya dan dapat memberikan output seperti yang diharapkan (Hernanto 1995). Ukuran keberhasilan suatu manajemen usahatani adalah produktivitas yang diperoleh dari usahatani tersebut. Menurut Osburn (1978) dalam Lita (2009) bahwa manajemen usahatani terdiri atas tiga hal yang saling terkait, yaitu manajemen sebagai suatu pekerjaan, manajemen sebagai sumberdaya, dan manajemen sebagai prosedur. Manajemen sebagai suatu pekerjaan diartikan bahwa petani harus dapat menjelaskan dan merealisasikan idenya dalam mengelola usahatani untuk memperoleh hasil seperti yang diinginkan. Manajemen sebagai sumberdaya juga sangat penting karena menentukan keberhasilan suatu usahatani dari cara petani mengelola input produksi yang digunakan dan mendapatkan output seperti yang diharapkan, sedangkan manajemen sebagai prosedur diartikan bahwa dengan petani melakukan pengelolaan yang baik dan benar maka hasil yang diperoleh akan baik pula. Suatu usahatani dikatakan berhasil jika petani dapat membayar semua biaya-biaya yang dikeluarkan dan dapat menjaga keberlangsungan usahanya. Atau penerimaan yang diterima lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Penerimaan usahatani adalah semua nilai produk yang dihasilkan dari suatu usahatani pada periode waktu tertentu. Penerimaan mencakup produk usahatani yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan untuk bibit dan pakan, digunakan untuk pembayaran dan disimpan (Soekartawi et al. 1986). Penerimaan usahatani diperoleh dari perkalian antara total produksi dengan harga pasar yang
berlaku pada periode waktu tertentu. Menurut Hernanto (1995) dan Soekartawi (1986) biaya usahatani secara umum meliputi biaya tetap (fixed cost) dan biaya variabel (variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan tidak berpengaruh terhadap besarnya jumlah produksi. Biaya tetap terdiri dari pajak, penyusutan alat-alat produksi, bunga pinjaman, sewa tanah dan iuran irigasi. Sedangkan biaya variabel merupakan biaya yang jumlahnya selalu berubah dan besarnya tergantung dari jumlah produksi. Biaya yang termasuk biaya variabel adalah biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Pengelompokan biaya usahatani yang lain adalah biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan) (Hernanto 1995). Biaya tunai dan biaya tidak tunai berasal dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap yang termasuk dalam biaya tunai adalah iuran irigasi dan pajak tanah. Sedangkan untuk biaya variabel antara lain biaya input produksi dan upah tenaga kerja. Biaya diperhitungkan yang merupakan biaya tetap adalah biaya penyusutan dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Dan yang termasuk dalam biaya variabel yaitu sewa lahan. Pendapatan usahatani merupakan ukuran keuntungan yang digunakan sebagai pembanding dalam beberapa usahatani. Pendapatan usahatani diperoleh dari selisih antara penerimaan total dengan biaya total. Sehingga keuntungan yang didapatkan petani ditentukan dari besar atau kecilnya biaya yang dikeluarkan dan penerimaan yang diperoleh petani. Besarnya biaya dan pendapatan usahatani depengaruhi oleh dua faktor yaitu : 1. Faktor internal dan eksternal Faktor internal maupun eksternal akan bersama-sama mempengaruhi biaya dan pendapatan usahatani. Faktor yang dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan antara lain umur petani, pendidikan, luas lahan, dan modal. Sedangkan faktor eksternal yang dapat mempengaruhi biaya dan pendapatan adalah ketersediaan input, permintaan output dan harga input dan output.
2. Faktor manajemen Petani harus dapat mengatasi faktor eksternal yang selalu berubah. Petani sebagai juru tani harus dapat melaksanakan usahataninya dengan sebaikbaiknya dengan menggunakan faktor produksi dan tenaga kerja secara efisien sehingga akan memperoleh manfaat setinggi-tingginya. Selain sebagai juru tani, petani juga bertindak sebagai manajer yang harus dapat mengambil keputusan dengan berbagai pertimbangan ekonomis, sehingga didapatkan hasil yang akan memberikan pendapatan yang maksimal. Agar dapat mengantisipasi perubahan supaya tidak salah pilih dan merugi, petani memerlukan berbagai informasi tentang kombinasi faktor produksi dan informasi mengenai harga, baik harga input maupun output. 3.1.7. Konsep Imbangan Penerimaan dan Biaya Menurut Hernanto (1989), tingkat keuntungan relatif dari suatu kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial dapat diketahui dengan melakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Rasio). Nilai R/C rasio total menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk berproduksi. Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu rupiah biaya akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu. Semakin besar nilai R/C maka semakin baik kedudukan ekonomi usaatani. Kedudukan ekonomi penting karena dapat dijadikan penilaian dalam mengambil keputusan dalam aktifitas usahatani. 3.1.8. Petani sebagai Responden Dalam analisis usahatani peran petani sebagai responden sangat penting sehingga perlu untuk dilakukan identifikasi kelompok sasaran yaitu petani dan macam usahanya kemudian mengidentifikasi peran petani pelaku usahatani dalam keluarganya dan masyarakat apakah sebagai kepala rumah tangga, anak, perangkat masyarakat, serta identifikasi unit analisis seperti rumahtangga atau usahataninya sendiri.
3.3. Kerangka Pemikiran Operasional Melihat perkembangan usahatani dan produktivitas dari belimbing dewa dapat diketahui bahwa permintaan terhadap belimbing dewa cenderung terus meningkat. Dengan adanya permintaan yang terus meningkat maka belimbing dewa berpotensi untuk dikembangkan khususnya di Kelompok Tani Maju Bersama. Melihat hasil produksi yang tidak merata di dalam kelompok tani tersebut maka perlu dilakukan penelitian analisis usahatani dan analisis faktor produksi. Penelitian mengenai usahatani dilakukan untuk mendapatkan perhitungan mengenai analisis pendapatan dan R/C rasio, analisis pendapatan usahatani belimbing Dewa dapat diukur berdasarkan pendapatan biaya tunai maupun pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan tunai dengan pengeluaran tunai, dimana penerimaan tunai adalah nilai uang yang diterima dari hasi penjualan sedangkan pengeluaran tunai adalah semua nilai masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja petani. Pendapatan atas biaya total merupakan selisih antara penerimaan total dengan pengeluaran total. Pengeluaran total meliputi pengeluaran tunai, penyusutan alat-alat dan nilai tenaga kerja. Kemudian dengan R/C ratio dapat diukur mengenai seberapa menguntungkan usahatani yang dilakukan. Kemudian perhitungan mengenai faktor-faktor produksi dilakukan untuk mengetahui faktor produksi apa saja yang signifikan dan dapat di tingkatkan untuk menambah hasil produksi sehingga nantinya akan meningkatkan produktivitas. Diharapkan hasil perhitungan usahatani mengenai belimbing Dewa di kelompoktani Maju Bersama di kecamatan Cimanggis Depok ini dapat memberian gambaran kepada petani mengenai keuntungan yang akan didapatkan dari pertanian belimbing tersebut dan dari hasil perhitungan tersebut diharapkan petani dapat lebih menyadari besarnya potensi belimbing dewa yang mereka usahakan dan dapat lebih meningkatkan produktivitasnya. Gambar 3 menunjukan alur kerangka pemikiran operasional.
Usahatani dan Produktivitas belimbing Dewa
Permintaan belimbing yang meningkat
Pendapatan Petani Tingkat Produktivitas Petani
Analisis Usahatani 1. 2. 3. 4.
Analisis Faktor Produksi
Analisis Penerimaan Analisis Pengeluaran Analisis Keuntungan Pendapatan Analisis R/C Ratio
Pendapatan, R/C Ratio dan Produktivitas
Peningkatan Produksi, Produktivitas, dan Pengembangan Usahatani Belimbing Dewa Gambar 3. Alur Kerangka Pemikiran Operasional
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Kecamatan Cimanggis Kota Depok dengan memilih Kelompok Tani Maju Bersama sebagai responden. Kemudian pengambilan data di instansi pemerintah seperti Dinas Pertanian dan koperasi petani belimbing di Depok dan instansi yang terkait. Pemilihan
tempat
dilakukan
dengan
sengaja
(purposive)
dengan
pertimbangan Kecamatan Cimanggis merupakan salah satu kecamatan pelopor budidaya belimbing dewa di Depok. Pelaksanaan kegiatan penelitian sejak awal pembuatan proposal hingga penyerahan skripsi dimulai sejak bulan November 2009 sampai Desember 2011. 4.2. Metode Penentuan Sampel Pemilihan petani responden dilakukan dengan teknik nonrandom sampling dengan metode pengambilan sample metode quota sampling. Teknik quota sampling adalah metode pengambilan sampel berdasarkan kuota tertentu. Oleh karena itu dilakukan berdasar purposive (kesengajaan). Teknik sampling ini dipilih karena populasi sampel di depok merupakan populasi yang homogen hal ini dapat dilihat dari bidang usaha dan komoditas yang sama di setiap petani sampel. Karena populasi yang homogen maka jumlah sampel hampir tidak menjadi persoalan. Kelompok tani yang menjadi responden adalah Kelompok Tani Maju Bersama yang merupakan kelompok tani pelopor budidaya belimbing dewa di Depok dan merupakan salah satu kelompok tani yang paling lama dan berpengalaman di dalam budidaya belimbing sehingga ukuran pohon dan usia pohon pada kondisi yang produktif kemudian pemilihan petani juga di pengaruhi saran dari pihak dinas pertanian sebagai penyuluh lapangan.
Total jumlah petani responden adalah 50 orang semuanya berasal dari Kelompok Tani Maju Bersama dengan umur tanam pohon sama antara 10-15 tahun. Metode pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan petani belimbing dewa dipandu dengan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya dan mengadakan pengamatan terhadap keadaan usaha tani budidaya belimbing dewa di Kelompok Tani Maju Bersama. Kuisioner yang digunakan berisi pertanyaan mengenai jumlah pemakaian input, harga input, pemakaian tenaga kerja dan upah tenaga kerja, jumlah output, harga jual output dan pertanyaan lain yang berhubungan dengan analisis usaha tani budidaya belimbing dewa. Selain itu, pada kuisioner juga terdapat pertanyaan mengenai bagaimana cara petani menghadapi permasalahan yang muncul seperti hama dan harga pasar yang turun naik. 4.3. Metode Pengumpulan Data Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari pengamatan dan wawancara dengan menggunakan kuisioner terhadap petani responden. Data sekunder diperoleh dengan menelusuri berbagai literatur seperti buku, skripsi dan internet. Selain itu data sekunder juga diperoleh dari instansi pemerintash seperti Dinas Pertanian Kota Depok, Pusat Kajian Buah Tropika, Dirjen Hortikultura serta Badan Pusat Statistik. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang terkumpul akan dianalisa secara Kualitatif dan Kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mendeskripsikan gambaran umum lokasi penelitian, karakteristik petani dan gambaran umum mengenai usahatani Belimbing Dewa di lokasi penelitian. Analisis kuantitatif yang dilakukan adalah analisis usahatani, analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio) analisis faktor produksi analisis elastisitas faktor produksi dan analisis efisiensi penggunaan faktor-faktor produksi. Perhitungan analisis data kuantitatif menggunakan software Microsoft
Office Excel dan Minitab 14.0 kemudian disajian secara tabulasi, diintrepetasikan dan di uraikan secara deskriptif. 4.4.1. Analisis Penerimaan Usahatani Penerimaan merupakan hasil kali jumlah produksi total dan harga jual per satuan. Analisis penerimaan usaha tani merupakan analaisis penerimaan yang diperoleh petani sebelum dikurangi biaya-biaya. Panen yang dapat dilakukan oleh para petani belimbing dewa dalam kurun waktu satu tahun rata-rata 3-4 kali. Dengan melakukan perbaikan pada metode penanaman diharapkan petani dapat panen 4 kali dalam setahun dan mendapatkan hasil panen lebih banyak, sehingga akan mendapatkan penerimaan tambahan yang tentu akan menambah pendapatan. Adapun rumus penerimaan adalah sebagai berikut:
TR = Q x P
Dimana : TR = Penerimaan usahatani (Rp) Q = Hasil produksi (Kg) P
= Harga Jual produk per unit
4.4.2. Analisis Biaya Usahatani Biaya merupakan komponen penting dalam melakukan kegiatan usahatani. Biaya usahatani dapat berbentuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dibayar dengan uang tunai, komponen biaya tunai seperti biaya pupuk (Kg), pestisida (Liter), pembungkusan (buah) dan tenaga kerja luar keluarga (HOK). Biaya diperhitungkan untuk menghitung berapa besarnya pendapatan kerja petani dan modal. Komponen biaya diperhitungkan seperti, sewa tanah (Ha), alatalat pertanian yang digunakan (Rp) dan tenaga kerja dalam keluarga (HOK).
Adapun rumus biaya adalah sebagai berikut:
TC = TFC + TVC
Dimana : TC
= Total Biaya (Rp)
TFC = Total Biaya Tetap (Rp) TVC = Total Biaya Variabel (Rp) 4.4.3. Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi (1986), analisis pendapatan usahatani bertujuan untuk mengetahui besar keuntungan yang diperoleh dari usaha yang dilakukan. Untuk menghitung pendapatan usahatani dapat digunakan rumus:
r = TR - TC
Dimana : r
= Pendapatan usahatani (Rp)
TR = Total Penerimaan (Rp) TC = Total biaya produksi total (Rp) Jika Pendapatan sama dengan nol, usahatani tersebut gagal memperoleh keuntungan karena penerimaan sama dengan biaya. 4.4.4. Analisis Rasio Penerimaan dan biaya (R/C ratio) Soekartawi
(1986)
menjelaskan
bawa
suatu
usaha
dikatakan
menguntungkan secara ekonomi dari usaha lain apabila rasio output terhadap inputnya lebih menguntungkan daripada usaha lainnya. Return and Cost Ratio (R/C ratio) merupakan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya atau perbandingan antara penerimaan dan pengeluaran usahatani. Untuk mengetahui nilai R/C Ratio dihitung menggunakan rumus:
R /C ratio =
Jumlah Penerimaan ( Rp) Jumlah Biaya ( Rp)
€ Usahatani dikategorikan menguntungkan jika memiliki nilai R/C ratio >1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari pada tambahan biaya. Sebaliknya jika nilai R/C ratio < 1 bererti kegiatan usahatani yang dilakukan dikategorikan tidak menguntungkan karena setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih kecil atau kegiatan usahatani itu merugikan. Jika nilai R/C ratio = 1 berarti kegiatan usahatani berada pada kondisi keuntungan normal. Lahan sebagai salah satu faktor pendukung usahatani juga perlu dianalisis, dengan melihat berapa besar penggunaan lahan pertanian, sewa, harga jual tanah dan tingkat kesuburan. Modal dianalisis dengan melihat dari mana petani memperleh modal, tingkat kecukupan modal, ketersediaan kredit maupun bantuan modal dari luar usahatani. Tenaga kerja dianalisis dengan melihat seberapa besar penggunaan tenaga kerja, baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga. 4.5. Analisis Fungsi Produksi Soekartawi, et al. (1986) menjelaskan bahwa yang dimaksud dengan analisis fungsi produsi atau pendugaan hubungan kuantitatif antara masukan (input) dan produksi (output). Ada berbagai macam bentuk aljabar fungsi produksi, diantaranya adalah fungsi produksi linear, kuadratik (polinominal kuadratik), eksponensial, CES (Constant Elasticity of Subtution), Transcedental dan Translog (Soekartawi, 1990). Ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam memilih bentuk aljabar fungsi produksi yaitu: 1. Bentuk fungsi produksi harus dapat menggambarkan dan mendekati keadaan yang sebenarnya. 2. Bentuk aljabar fungsi produksi yang dipakai harus mudah diukur atau dihitung secara statistik.
3. Fungsi produksi itu dapat dengan mudah diartikan, khususnya arti ekonomi dari parameter yang menyusun fungsi produksi tersebut. Sistematika yang lazim diikuti dalam pembentukan model (model building) fungsi produksi menurut Soekartawi (1995) adalah sebagai berikut: 3. Menentukan variabel yang difungsikan sebagai variabel tidak bebas (Y) dan variabel bebas (X). Hubungan Y dan X harus searah yaitu bahwa X mempengaruhi Y dan sebaliknya Y dipengaruhi oleh X. 4. Menetapkan variabel X sebanyak yang relevan dengan teori dan logika bahwa memang variabel X tersebut diduga mempengaruhi Y. 5. Membuat diagram sebaran titik (scatter diagram) antara masing-masing X dan Y. 6. Menetapkan variabel X yang mempunyai hubungan korelasi relatif tinggi dengan Y dan menetapkan bahwa X tersebut dipakai dalam model. 7. Menetapkan bentuk fungsi produksi yang akan dipakai . Model fungsi produksi yang ditetapkan arus didasarkan pada sebaran titik yang diperoleh pada diagram sebaran titik tersebut. Model penduga fungsi produksi yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah: 1. Fungsi Produksi Linear Berganda Fungsi produksi linear berganda ini digunakan karena analisisnya mudah dilakukan dan hasilnya dapat lebih mudah di intrepetasikan. Secara matematis model fungsi produksi linear berganda dapat dirumuskan sebagai berikut: Y = a + b1X1 + b2X2 + … + biXi + … +bnXn Keterangan: a
= intersep
b
= koefisiensi regresi
X1, X2, Xi, Xn = variabel yang menjelaskan (faktor produksi) Y
= vaiabel yang dijlaskan (produksi)
2. Fungsi Produksi Cobb Douglas Soekartawi, et al. (1986) menganjurkan bahwa untuk menyelesaikan persamaan yang mempunyai variabel X lebih dari tiga sebaiknya menggunakan power fungtion sepert fungsi Cobb Douglas. Soekartawi (1990) menambahkan bahwa ada tiga pokok alasan mengapa fungsi Cobb Douglas lebih sering digunakan yaitu: a. Penyelesaian fungsi Cobb Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi lain. Fungsi Cobb Douglas dapat dengan mudah ditransfer ke bentuk linear. b. Hasil
pendugaan
garis
melalui
fungsi
Cobb
Douglas
akan
menghasilkan koefisien regresi yang sekaligus juga menunjukkan besaran elastisitas. c. Besaran elastisitas tersebut sekaligus menunjukkan besaran returns to scale. Secara matematis fungsi Cobb Douglas dapat ditulis sebagai berikut: Y = aX1b1X2b2 … Xibieu Untuk memudahkan pendugaan terhadap persamaan maka persamaan tersebut diubah menjadi bentuk linear berganda dengan cara melogaritmakan persamaan tersebut dan dapat dituliskan sebagai berikut: ln Y = ln a + b1 ln X1 + b2 ln X2 + … + bi ln Xi + u Keterangan: Y
= variabel yang dijelaskan (produksi)
X1, X2, Xi
= variabel yang menjelaskan (faktor produksi)
a, b
= besaran yang akan diduga
e
= bilangan natural (e = 2,7182)
u
= sisa (residual)
Penyelesaian fungsi Cobb Douglas selalu dilogaritmakan dan diubah dalam bentik fungsi linear, sehingga Soekartawi (1990) menyatakan bahwa penggunaan fungsi produksi Cobb Douglas harus memenuhi beberapa persyaratan diantaranya adalah: 1. Tidak ada nilai pengamatan yang bernilai nol, sebab logaritma dari nol adalah suatu bilangan yang besarnya tidak diketahui (infinite). 2. Harus memenuhi asumsi bahwa tidak ada perbedaan teknologi pada setiap pengamatan (non neutral difference in the perspective technologies). Artinya jika fungsi Cobb Douglas yang digunakan sebagai model dalam suatu pengamatan dan jika diperlukan analisis yang memerlukan lebih dari satu model maka perbedaan antar model terletak pada intercept dan bukan pada slope model tersebut. 3. Tiap variabel X adalah perfect competition. 4. Perbedaan lokasi (pada fungsi produksi) seperti iklim adalah sudah tercakup pada faktor kesalahan (u). Pemilihan fungsi produksi yang baik dan benar dari berbagai fungsi produksi yang ada sebenarnya merupakan pendugaan subjektif. Namun Soekartawi, et al. (1986) mengungkapkan bahwa ada beberapa pedoman yang perlu diikuti untuk mendapatkan fungsi produksi yang baik dan benar, yaitu: 1. Bentuk
aljabar
fungsi
produksi
yang
dipilih
harus
dapat
di
pertanggungjawabkan. 2. Bentuk aljabar fungsi produksi yang dipilih mempunyai dasar yang logis secara fisik maupun ekonomi. 3. Mudah dianalisis. 4. Mempunyai implikasi ekonomi. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh terhadap produksi belimbing Dewa yaitu pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja. Variabel-variabel tersebut kemudian akan dicoba ke dalam model penduga fungsi produksi.
Pengujian hipotesis secara statistik dilakukan untuk hasil regresi dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari pengolahan data. Dari analisis regresi akan diperoleh besarnya nilai t-hitung, F-hitung dan koefisien determinasi (R2). Nilai t-hitung digunakan untuk menguji secara statistik apakah koefisien regresi dari masing-masing parameter bebas (Xi) yang dipakai secara terpisah berpengaruh nyata atau tidak terhadap parameter tidak bebas (Y). apabila nilai thitung lebih besar dari t-tabel berarti parameter yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas dan bila t-hitung lebih kecil dari t-tabel berarti parameter yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. Nilai F-hitung digunakan untuk melihat apakah parameter bebas (X) yang digunakan secara bersama-sama berengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas (Y) atau dengan kata lain apakah model penduga yang digunakan sudah layak untuk menduga parameter dalam fungsi produksi. Bila F-hitung lebih besar dari Ftabel maka secara bersama-sama parameter bebas berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Sedangkan nilai R2 digunakan untuk melihat sampai sejauh mana keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y). Metode penduga yang digunakan adalah metode kuadrat terkecil atau Ordinari Least Square (OLS), sehingga ada beberapa asumsi yang harus dipenuhi. Kelayakan model diuji berdasarkan asumsi OLS yaitu multikolinearitas, homokedastisitas dan normalitas error. Peubah bebas yang dilibatkan dalam model fungsi produksi Belimbing Dewa petani Maju Bersama cukup banyak. Peubah-peubah bebas tersebut seharusnya saling bebas satu dengan yang lain sehingga model yang diperoleh tidak bias. Keterkaitan atau hubungan antar peubah bebas dikenal dengan istilah multikolinearitas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan pendekatan Varians Inflation Factors (VIF). Nilai VIF digunakan sebagai indikator dalam uji tersebut. Nilai VIF lebih besar dari 10 berarti terdapat kolinear antar peubah bebas (Gujarati 1978). Asumsi OLS tentang heterokedastisitas dan normalitas sisaan diuji dengan pendekatan grafis.
4.6 Konsep Pengukuran Variabel Variabel-variabel yang diamati merupakan data dan informasi mengenai usahatani belimbing yang diusahakan petani pada satu kali panen. Variabel yang diamati dalam menganalisis pendapatan usahatani belimbing adalah: 1. luas lahan adalah luas areal usahatani Belimbing Dewa yang diusahakan dalam satuan hektar. 2. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi Belimbing Dewa baik dyang berasal dai dalam keluarga maupun luar keluarga yang dinyatakan dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK). Tingkat upah berdasarkan tingkat upah per HOK yang berlaku di daerah penelitian. 3. Produksi total adalah hasil belimbing yang didapat dari luas tertentu, diukur dalam satuan kilogram. 4. Biaya total adalah semua jenis pengeluaran dalam usahatani Belimbing Dewa, baik yang tunai maupun yang diperhitungkan dinyatakan dalam satuan rupiah. 5. Biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyaknya produksi Belimbing Dewa yang dihasilkan dinyatakan dalam satuan Rupiah. 6. Biaya variabel adalah biaya yang dikeluarkan untuk pembelian sarana produksi yang jumlahnya berubah dengan dengan perubahan produksi usahatani Belimbing Dewa yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan Rupiah. 7. Biaya tunai adalah biaya faktor produksi untuk kegiatan usahatani Belimbing Dewa yang dibayarkan petani secara tunai dan dinyatakan dalam satuan rupiah. 8. Biaya diperhitungkan adalah biaya faktor produksi milik sendiri yang digunakan dalam usahatani Belimbing Dewa. Biaya ini sebenarnya tidak dikeluarkan secara tunai, namun hanya diperhitungkan saja untuk melihat pendapatan petani apabila faktor produksi milik sendiri dibayar dan dinyatakan dalam satuan rupiah. 9. Harga produk adalah harga Belimbing Dewa ditingkat petani. Satuan
yang digunakan adalah Rupiah per kilogram. 10. Penerimaan usahatani Belimbing Dewa merupakan nilai produksi total Belimbing Dewa dalam satu tahun dikalikan dengan harga jual Belimbing Dewa yang diterima petani. Satuan yang dipakai adalah rupiah. 11. Pendapatan usahatani Belimbing Dewa merupakan selisih antara penerimaan dan biaya usahatani Belimbing Dewa. Oleh karena ada dua macam biaya maka pendapatan terdiri dari pendapatan biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Untuk menganalisis penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani Belimbing Dewa di wilayah penelitian digunakan variabel-variabel sebagai berikut: 1. Produksi Belimbing Dewa (Y): Jumlah total produksi belimbing dewa yang dihasilkan petani dalam satu tahun yang dihasilakn petani pada luasan lahan tertentu. Produksi Belimbing Dewa dinyatakan dala satuan kilogram. Harga jual adalah harga yang diterima petani pada saat panen dan yang berlaku di daerah penelitian, dinyatakan dalam satuan rupiah per kilogram. 2. Jumlah pupuk kandang (X1) : jumlah pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi Belimbing Dewa dalam satu tahun dan diukur dalam satuan karung. Biaya korbanan marginalnya adalah harga pupuk kandang dalam satuan karung. 3. Jumlah Pupuk kimia (X2) : jumlah pupuk kimia yang digunakan dalam proses produksi Belimbing Dewa dalam satu tahun dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marginalnya adalah harga pupuk kimia dalam satuan kilogram. 4. Jumlah pestisida (X3) : jumlah pestisida yang digunakan dalam proses produksi Belimbing Dewa dalam satu tahun dan diukur dalam satuan kilogram. Biaya korbanan marginalnya adalah harga pestisida dalam satuan kilogram.
5. Jumlah tenaga kerja (X4) : jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam satu tahun baik yang berasal dari dalam kluarga maupun dari luar keluarga. Biaya korbanan marginalnya adalah tingkat upah yang dikeluarkan dalam setiap HOK.
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1. Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kota Depok Letak geografis Kota Depok berada pada 6,19 sampai 6,28 derajat Lintang Selatan dan 106,43 Bujur Timur. Kota Depok merupakan bentangan dataran rendah perbukitan dengan ketinggian antara 50 sampai 140 meter di atas permukaan laut dan kemiringan lerengnya kurang dari 15 persen. Bentuk kemiringan wilayah ini sangat menentukan jenis penggunaan lahan diantaranya untuk keperluan pemukiman, industri dan pertanian. Kota Depok beribukota di Kecamatan Pancoran Mas dengan luas wilayah 200,29 kilometer persegi yang mencakup enam kecamatan yaitu Beji, Limo, Cimanggis, Sawangan, Sukmajaya dan Pancoran Mas. Kota Depok memiliki batas gografis di antaranya: 1. Sebelah Utara : Kecamatan Ciputat, Kabupaten Tanggerang dan wilayah Kecamatan Pasar Minggu, Pasar Rebo, Cilandak, Propinsi DKI Jakarta. 2. Sebelah Timur : Kecamatan Pondok Gede, Kabupaten Bekasi dan Kecamatan Gunung Putri Kabupaten Bogor. 3. Sebelah Selatan : Kecamatan Cibinong dan Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. 4. Sebelah Barat Kecamatan Parung dan Kecamatan Gunung Sidur Kabupaten Bogor. Wilayah Kota Depok termasuk iklim tropis dengan perbedaan curah hujan cukup kecil yang dipengaruhi oleh angin muson. Musim kemarau jatuh pada periode April sampai September dan musim penghujan jatuh pada periode Oktober sampai Maret. Curah hujan rata-rata bulanan di Kota Depok sebesar 327 milimeter dan banyaknya hari hujan dalam satu bulan berkisar 10 sampai 20 hari . Kondisi iklim Depok yang tropis dan kadar curah hujan yang kontinyu sepanjang tahun, mendukung pemanfaatan lahan di Kota Depok sebagai lahan pertanian. Temperatur rata-rata harian di Kota Depok 24,3 sampai 33 derajat Celcius. Kelembaban udara rata-rata 82 persen, penguapan udara rata-rata 3,9 milimeter
BAB VI ANALISIS PRODUKSI USAHATANI BELIMBING DEWA DI KELAPA DUA 6.1. Analisis Fungsi Produksi Model fungsi produksi yang digunakan adalah model fungsi CobbDouglas. Faktor-faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam usahatani Belimbing Dewa adalah pupuk kimia, pupuk kandang, pestisida dan tenaga kerja. Berdasarkan data pada Tabel 11, maka model fungsi produksi Belimbing Dewa setelah dilinierkan dapat diduga dengan persamaan: Ln Produksi = 3.68 + 0.0552 LnX1 - 0.0264 LnX2 + 0.138 LnX3 + 0.800 LnX4 Dari hasil pendugaan model di tunjukkan juga bahwa nilai koefisien determinasi (R2) sebesar 58,7 persen dengan nilai determinasi terkoreksi (R2) adjusted sebesar 55,1 persen. Nilai koefisien determinasi tersebut berarti bahwa sebesar 58,7 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh faktor pupuk kandang, pupuk kimia, pestisida dan tenaga kerja, sedangkan 41,3 persen lagi dijelaskan oleh faktor-faktor lain di luar model. Faktor-faktor lain di luar model yang diduga berpengaruh terhadap produksi Belimbing Dewa adalah tingkat kesuburan tanah, pengaruh iklim dan cuaca serta intensitas serangan hama dan penyakit. Tabel 11. Hasil Pendugaan Fungsi Produksi Usahatani Belimbing di Kelapa Dua Variabel Konstanta Ln Pupuk Kandang (X1) Ln Pupuk Kimia (X2) Ln Pestisida (X3) Tenaga kerja (X4) R-sq = 58,7 persen R-sq (adj) = 55,1 persen F-hitung = 16,02
Simpangan TPBaku VIF Hitung Value Koefisien 3,6763 0,7990 4,60 0,000
Koefisien Regresi
0,05518
0,03895
1,42
0,163
1,114
-0,02645 0,1385 0,7998
0,05114 0,1313 0,1323
-0,52 1,05 6,04
0,608 0,297 0,000
1,394 1,729 1,550
per tahun, kecepatan angin rata-rata 3,3 knot dan penyinaran matahari rata-rata 49,8 persen. Jenis tanah yang ada di wilayah penelitian yaitu tanah dengan jenis lasotol merah dan lasotol coklat kemerahan. Kualitas tanah di wilayah Kota Depok cukup bervariasi dan cenderung memiliki nilai kesesuaian lahan yang cocok untuk beberapa jenis tanaman. Dengan kondisi kemiringan lerengnya yang kecil, komodita pertnian yang dapat dikembangkan adalah tanaman buah-buahan dan beberapa jenis sayuran dataran rendah. 5.2. Karakteristik Petani Responden Deskripsi petani responden dilihat dari beberapa kriteria diantaranya adalah status usahatani, usia petani, tingkat pendidikan petani, status kepemilikan lahan dan pengalaman berusahatani. Karakteristik tersebut dianggap penting karena mempengaruhi pelaksanaan usahatani belimbing terutama dalam melakukan teknik budidaya belimbing yang nantinya akan berpengaruh pada produksi yang dihasilkan oleh petani tersebut. Karakteristik petani responden untuk belimbing dapat dilihat pada Tabel 7. 5.2.1. Status Usahatani Belimbing Dewa Petani Responden Hampir seluruh responden petani menganggap bahwa kegiatan usahatani yang mereka lakukan adalah sebagai pekerjaan utama. Ada 80 persen petani responden yang beranggapan bahwa pekerjaan utamanya adalah bercocok tanam. Sisanya yaitu 20 persen menganggap bahwa aktivitas usahatani yang mereka lakukan hanya merupakan pekerjaan sampingan saja. Dapat dikatakan petani responden masih menggantungkan hidupnya pada usahatani belimbing dewa dan menganggap bahwa menjalankan usahatani belimbing dewa menguntungkan. Dari 40 orang (80 persen) responden petani yang status usahataninya adalah pekerjaan utama, 10 orang diantaranya memiliki pekerjaan sampingan. Adapun pekerjaan sampingan yang dilakukan yaitu beternak, ojek, menjadi buruhtani dan juga berdagang.
Tabel 7. Karakteristik Responden Petani Belimbing di Tugu Kelapa Dua No Karakteristik Responden 1
2
3
4
5
6
Status Usaha a Utama b Sampingan Umur a ≤20 b 21-40 c 41-50 d ≥51 Pendidikan a Tidak Berpendidikan b SD c SMP d SMA e S1 f S2 Pengalaman Bertani a ≤2 b 3-5 c 6-10 d ≥11 Luas Lahan (Hektar) a ≤ 0,5 b 0,51-1 c ≥1,01 Status Kepemilikan Lahan a Sewa b Milik Sendiri c Sewa dan Milik Sendiri
Jumlah Petani (Orang)
Persentase (%)
40 10
80 20
0 12 15 23
0 24 30 46
4 25 4 13 3 1
8 50 8 26 6 2
2 4 15 29
4 8 30 58
46 1 3
92 2 6
10 34 6
20 68 12
Responden yang pekerjaan utamanya adalah petani dan memiliki pekerjaan sampingan serta responden yang menganggap kegiatan usahataninya adalah sebagai pekerjaan sampingan, tentunya akan memperoleh tambahan pendapatan dari luar kegiatan usahatani yang dijalankan. Tambahan pendapatan ini dapat mereka gunakan sebagai modal dalam menjalankan aktivitas usahataninya untuk membeli sarana produksi pertanian yang dibutuhkan.
5.2.2. Usia Petani Responden Berdasarkan usia, petani yang melakukan kegiatan usahatani Belimbing Dewa sebagian besar didominasi oleh petani usia 21 hingga 50 tahun dengan demikian petani responden berasal dari kalangan petani usia produktif. Orangorang yang masih berusia produktif memiliki semangat yang tinggi untuk mengembangkan usahanya karena pada usia tersebut terdapat dorongan kebutuhan yang tinggi. Namun, ada beberapa petani yang telah berusia lanjut (lebih dari 50 tahun) masih tetap berusahatani. Mereka menganggap bertani merupakan matapencaharian pokok mereka yang telah turun temurun dan juga sebagai pengisi kegiatan di masa tua. 5.2.3. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan petani responden akan berpengaruh pada tingkat penyerapan teknologi baru dan ilmu pengetahuan dan tidak semua responden yang diwawancarai pernah mengikuti pendidikan formal. Data hasil wawancara menunjukkan bahwa ada beberapa dari responden (empat orang) yang tidak mengenyam pendidikan formal. Tingkat pendidikan tertinggi dari petani responden adalah lulusan S2 (satu orang). Dari data yang diperoleh di lapangan jumlah petani responden berdasarkan tingkat pendidikan formal didominasi oleh petani yang hanya merupakan lulusan Sekolah Dasar (SD), yaitu sebanyak 25 orang (50 persen) petani. Menurut Mosher (1987), petani berperan sebagai pengelola. Petani sebagai pengelola akan berhadapan dengan berbagai alternatif yang harus diputuskan dan harus dipilih untuk diusahakan. Beberapa hal yang harus diputuskan oleh petani diantaranya adalah menentukan cara-cara berproduksi, menentukan cara-cara pembelian sarana produksi, menghadapi persoalan tentang biaya, mengusahakan permodalan dan sebagainya. Petani yang memiliki tingkat pendidikan yang tinggi akan lebih mudah dalam mengadopsi teknologi dan hal-hal baru dalam kegiatan usahatani sehingga dapat meningkatkan produktivitas serta pendapatan usahatani. Tingkat pendidikan dan keterampilan serta pengalaman juga mempengaruhi petani dalam proses pengambilan keputusan dalam kegiatan usahatani yang dijalankan.
5.2.4. Luas Areal Usahatani Menurut Hernanto (1989) ada empat golongan petani berdasarkan luas lahan yang dimiliki, yaitu golongan petani berlahan luas (lebih dari 2 hektar), golongan petani berlahan sedang (0,5 sampai 2 hektar), golongan petani berlahan sempit (kurang dari 0,5 hektar) dan golongan petani yang tidak memiliki lahan. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa petani responden kebanyakan termasuk ke dalam golongan petani berlahan sempit. Semakin luas lahan yang dimiliki oleh petani, maka kemungkinan akan semakin banyak jumlah pohon belimbing yang dapat ditanam sehingga memungkinkan petani untuk menghasilkan buah belimbing yang lebih banyak. Luas lahan juga menggambarkan besarnya skala usahatani yang dijalankan. 5.2.5. Pengalaman Usahatani Data menunjukkan bahwa jumlah terbesar terdapat pada petani dengan lama pengalaman berusahatani lebih dari 11 tahun yaitu sebanyak 29 orang (58 persen) dan pengalaman usahatani terlama yang dilakukan oleh salah satu petani responden yaitu 45 tahun. Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani menunjukkan lamanya petani berkecimpung dalam usahatani belimbing dewa. Semakin lama pengalaman berusahatani maka dapat disimpulkan bahwa petani sedah memahami betul teknik budidaya dalam kegiatan usahatani yang dijalankan. 5.2.6. Status Kepemilikan Lahan Belimbing Dewa Petani Responden Sebagian dari total responden dalam hal kepemilikan lahan adalah responden dengan lahan sewaan sebanyak 10 orang (20 persen). Petani penyewa lahan ini biasanya tidak memiliki modal yang terlalu besar sehingga cenderung bekerjasama dengan pemilik lahan. Sebagian lagi dari responden memiliki lahan sendiri yaitu sebanyak 34 orang (68 persen). Sisanya memiliki lahan sendiri dan ditambah dengan menyewa lahan orang lain. Status kepemilikan lahan ini nantinya akan berpengaruh pada tingkat penerimaan yang akan diperoleh petani responden.
5.3. Penerimaan Usahatani Analisis pendapatan usahatani ini didasarkan atas luasan satu hektar dalam satu tahun (empat kali panen). Untuk data usahatani yang dianalisis adalah setiap kali panen, dimana dalam satu tahun rata-rata responden petani melakukan panen sebanyak empat kali. Total produksi usahatani adalah jumlah total belimbing yang diproduksi selama satu tahun, sedangkan penerimaan usahatani total (total revenue) adalah hasil kali antara total produk yang dijual dengan harga yang berlaku di pasar pada tahun tersebut. Produksi yang dihasilkan oleh seluruh petani belimbing secara keseluruhan dalam satu tahun adalah 31.030,54 kg per hektar dengan harga jual yang berlaku pada saat panen. Dengan demikian penerimaan usahatani seluruh petani yang menanam belimbing di Kelurahan Tugu Kelapa Dua adalah Rp. 169.462.228,58 Harga jual belimbing dewa pada masing-masing petani berbedabeda, dengan rata-rata harga yaitu Rp. 5.461,14 per kilogram. Sebagian besar petani menjual buah belimbing dewa kepada tengkulak namun ada pula yang menjual sendiri hasil panen dengan cara berdagang di pinggir jalan atau menjual langsung ke pasar seperti Pasar Keramat Jati atau Pasar Senen. 5.4. Pengeluaran Usahatani Pengeluaran usahatani dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan petani selama kegiatan usahatani berlangsung dari pengelolaan hingga dijual kepada tengkulak atau di jual sendiri, sedangkan biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam bentuk nilai tunai. Dari hasil wawancara dengan petani responden didapat bahwa biaya tunai yang dikeluarkan meliputi biaya pembelian pupuk organik, pupuk non organik, tenaga kerja luar keluarga, pestisida padat, pestisida cair. Total biaya tunai per hektar per tahun adalah Rp 129.330.912,02. Petani Belimbing Dewa di Kelapa Dua sebagian dari mereka menjual produk kepada tengkulak yang kemudian oleh tengkulak di jual ke Pasar Kramat Jati atau Pasar Senen. Namun ada juga sebagian dari petani yang menjual produk
mereka sendiri dengan cara menjajakan di pinggir jalan atau kios atau menjual langsung ke pasar Biaya diperhitungkan yang dikeluarkan petani responden meliputi biaya penyusutan alat dan tenaga kerja dalam keluarga. Total biaya diperhitungkan adalah Rp 26.044.467,42. Total biaya yang dikeluarkan per hektar yang merupakan
penjumlahan
biaya
tunai
(Rp.
129.330.912,02)
dan
biaya
diperhitungkan (Rp 26.044.467,42) adalah sebesar Rp 155.375.379,44 komponen biaya usahatani Belimbing Dewa secara rinci dapat dilihat pada Tabel 8 Tabel 8. Biaya Tunai dan Biaya Diperhitungkan Usahatani Belimbing per Hektar Tahun 2009 No.
Keterangan
Nilai (Rp)
A
Biaya Tunai
1.
Pupuk Kandang
1,135,535.09
2.
Pupuk Kimia
6,364,112.64
3.
Pestisida
9,723,242.93
4.
Tenaga Kerja Luar Keluarga
5.
Sewa
B
Total Biaya Tunai
C
Biaya Diperhitungkan
1.
Penyusutan Alat
2.
Tenaga Kerja Dalam Keluarga
26,028,467.42
D
Total Biaya yang Diperhitungkan
26,044,467.42
E
Jumlah Total Biaya
155.375.379,44
103,852,412.86 8,282,608.51 129,330,912.02 16,000.00
5.5. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai petani responden dalam penelitian ini per hektar adalah Rp 40.131.316,56 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 14.086.849,14 untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam Tabel 9.
Tabel 9. Penerimaan, Biaya dan Pendapatan Usahatani Belimbing per Hektar di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Tahun 2009 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komponen Penerimaan Biaya Tunai Biaya Diperhitungkan Biaya Total Pendapatan Atas Biaya Tunai Pendapatan Atas Biaya Total
Nilai (Rp) 169.462.228.6 129.330.912,02 26.044.467,42 155.375.379,44 40.131.316,56 14.086.849,14
5.6. Analisis R/C Rasio Hasil perhitungan analisis R/C rasio atas biaya tunai adalah 1,31. Nilai ini memiliki arti bahwa setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1.- menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,31. Nilai R/C rasio lebih dari satu menunjukkan bahwa usahatani Belimbing Dewa di Kelapa Dua mampu memberikan keuntungan karena penerimaannya lebih besar 1,31 kali dari biaya yang dikeluarkan. Jadi apabila petani mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000,00 maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1.310.000,00 sehingga petani memiliki keuntungan sebesar Rp. 310.000,00. R/C ratio atas dasar biaya total untuk usahatani Belimbing Dewa adalah sebesar 1,09 nilai ini memiliki arti bahwa setiap satu rupiah biaya total yang dikeluarkan petani memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,09. Jadi apabila petani mengeluarkan uang sebesar Rp. 1.000.000,00 maka akan memberikan penerimaan sebesar Rp. 1.090.000,00. Sehingga petani memiliki keuntungan sebesar Rp. 90.000,00. Penerimaan , biaya, pendapatan dan R/C Rasio usahatani per hektar per periode tanam petani dapat dilihat pada Tabel 10. Berdasarkan Tabel 10 dapat dilihat nilai R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total masing-masing yaitu 1,31 dan 1,09. Dilihat dari R/C rasio atas biaya total artinya bahwa usahatani Belimbing Dewa ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Melihat nilai R/C atas biaya tunai sebesar 1,31 Hal ini berarti bahwa setiap satu rupiah biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,3.
Tabel 10. Penerimaan, Biaya dan R/C rasio Belimbing per Hektar di Kelurahan Tugu Kelapa Dua Tahun 2009 No. Komponen
Nilai (Rp)
1.
Penerimaan
169.462.228,58
2.
Biaya Tunai
129.330.912,02
3.
Biaya Diperhitungkan
26.044.467,42
4.
Biaya Total
155.375.379,44
5.
R/C Atas Biaya Tunai
1,31
6.
R/C Atas Biaya Total
1,09
Berdasarkan hasil analisis model diketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh positif dan nyata pada selang kepercayaan 95 persen terhadap produksi belimbing adalah tenaga kerja, hal ini dapat dilihat dari nilai P-Value dari variabel tenaga kerja yaitu sebesar 0,000 dalam taraf lima persen hal ini menjelaskan bahwa dengan nilai P-Value di bawah nilai alpha maka tenaga kerja berpengaruh nyata. Sedangkan nilai koefisien regresi bernilai positif sebesar 0,7998 menjelaskan bahwa variabel tenaga kerja berpengaruh positif. Sisa variabel bebas lainnya berpengaruh positif dan tidak nyata serta berpengaruh negatif dan tidak nyata. 6.2. Elastisitas Produksi dan Skala Usaha Dalam model fungsi produksi Cobb-Douglas nilai koefisien regresi merupakan nilai elastisitas dari masing-masing variabel tersebut, sedangkan penjumlahan dari nilai-nilai elastisitas dapat digunakan untuk menduga keadaan skala usaha. Adapun model fungsi Cobb-Douglas-nya adalah: Y = 3,6763 X10,05518 X2-0,02645 X30,1385 X40,7998 e Keterangan: Y= Total Produksi Belimbing Dewa (Kg) X1= Pupuk Kandang X2= Pupuk Kimia X3= Pestisida X4= Tenaga Kerja Dari model produksi yang diduga menunjukkan bahwa jumlah nilai-nilai parameter penjelas adalah 0,96703 angka ini merupakan hasil dari penjumlahan koefisien regresi faktor produksi yang dalam hal ini dianggap sebagai elastisitas dari faktor tersebut. Besaran elastisitas dari nilai total koefisien regresi tersebut juga merupakan tingkat besaran returns to scale. Penjumlahan dari nilai elastisitas tersebut dapat digunakan untuk mengetahui keadaan skala usaha. Jumlah nilai elastisitas dalam model adalah 0,96703. Hal ini menggambarkan bahwa usahatani Belimbing Dewa yang dilakukan kelompok tani
Maju Bersama berada dalam skala decreasing returns to scale. Hal ini menandakan bahwa, jika input yang digunakan dalam proses produksi Belimbing Dewa secara bersama-sama ditambah sebesar satu persen, maka output yang diproduksi akan bertambah sebesar kurang dari satu persen, yakni 0,96703 persen. Model fungsi produksi tersebut juga menguji semua variabel bebas yang digunakan dalam input produksi terhadap hasil produksi, hal ini dilakukan dengan cara melakukan uji F. Nilai F-hitung pada model penduga fungsi produksi tersebut mencapai 16,02 dan nilai p-value 0,000 kondisi tersebut menjelaskan bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani Belimbing Dewa secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi Belimbing Dewa petani responden pada selang kepercayaan 95 persen. Analisis yang digunakan dalam menguji pengaruh nyata masing-masing variabel bebas (input produksi) yang digunakan secara terpisah terhadap variabel tidak bebas (output) adalah dengan melihat nilai dari p-value. Berdasarkan nilai dari p-value yang ada, variabel bebas yang berpengaruh nyata pada taraf lima persen adalah tenaga kerja. Hasil uji terhadap pupuk kandang, pupuk kimia dan pestisida memiliki p-value yang lebih besar dari alpha lima persen, kondisi ini menunjukkan bahwa variabel bebas tersebut tidak berpengaruh nyata dalam produksi Belimbing Dewa. Model Penduga fungsi produksi yang telah dilakukan analisis dapat menunjukkan tingkat kelayakan berdasarkan asumsi OLS. Asumsi tersebut meliputi multikolinieritas, homoskedastisitas dan normalitas error. Analisis mengenai multikolinearitas dapat dilihat dari nilai VIF (Variance Inflation Factors) yang kurang dari 10 hal ini menunjukkan tidak terdapat multikolinieritas. Untuk analisis asumsi homoskedastisitas digunakan pendekatan grafik, grafik menunjukkan plot antara residual dengan fitted value yang tersebar dan tidak menunjukkan pola yang sistematis. Hasil analisis model penduga fungsi produksi pada petani responden secara statistik telah memenuhi asumsi OLS, hal ini juga dapat di analisis dari nilai p-value yang bernilai nol dan mengindikasikan bahwa semua variabel atau salah satu variabel dalam model regresi secara statistik tidak bernilai nol. Terpenuhinya syarat asumsi ini menunjukkan bahwa model fungsi produksi
tersebut dapat digunakan dalam menduga hubungan antara variabel bebas (input produksi) yang digunakan terhadap hasil produksi (output) dalam kegiatan usahatani Belimbing Dewa. Elastisitas produksi adalah persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan input. Berdasarkan model fungsi produksi yang digunakan dapat dilihat nilai elastisitas input, sehingga dapat diketahui sejauh mana pengaruh input tersebut terhadap output. Berdasarkan hasil analisis model di ketahui bahwa variabel bebas yang berpengaruh positif dan nyata pada selang kepercayaan 95 persen terhadap produksi belimbing adalah tenaga kerja, sedangkan variabel bebas lainnya berpengaruh positif dan tidak nyata serta berpengaruh negatif dan tidak nyata. Nilai koefisien tenaga kerja adalah 0,7998 dimana nilai ini termasuk inelastis yang berarti pengaruh besar kecilnya perubahan input produksi tidak terlalu besar. Nilai dari koefisien tersebut juga menunjukkan bahwa setiap penambahan tenaga kerja sebesar satu persen maka akan meningkatkan hasil produksi sebesar 0,7998 persen dengan asumsi faktorfaktor produksi lainnya tetap. Berdasarkan informasi yang diperoleh tenaga kerja memang memiliki peranan penting di dalam produksi belimbing karena tenaga kerja berkaitan langsung dengan proses perawatan buah belimbing mulai dari penyiangan, sanitasi lahan, pembungkusan, penyemprotan, serta memetik hasil panen. Kegiatan yang membutuhkan tenaga kerja paling besar adalah kegiatan membungkus buah, karena kegiatan membungkus buah harus dilakukan satu per satu, harus teliti dan hati-hati karena bila kurang hati-hati di dalam melakukan proses pembungkusan maka buah akan mudah rontok. Tentu saja hal ini sangat membutuhkan tenaga kerja manusia yang cukup besar dan proses yang dilakukan cukup lama terutama bila buah yang dibungkus cukup banyak. Penambahan lahan pada tanaman belimbing dewa tidak akan memberikan pengaruh besar karena bila dilakukan penambahan lahan maka perlu dilakukan penambahan bibit, usia bibit belimbing hingga menjadi tanaman belimbing yang siap berproduksi optimal membutuhkan waktu hingga 10 tahun, maka perhitungan mengenai faktor produksi lahan dan bibit tidak dilakuk
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan 1. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani, diketahui bahwa penerimaan usahatani seluruh petani responden per hektar dalam satu tahun adalah sebesar 169.462.228,58. Pendapatan atas biaya tunai petani responden dalam penelitian ini per hektar dalam satu tahun adalah Rp 40.131.316,56 dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 14.086.849,14. Tingkat pendapatan Belimbing Dewa di Depok Kelapa Dua adalah menguntungkan. Hal ini dapat dilihat dari R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total usahatani belimbing yaitu masing masing sebesar 1,31 dan 1,09. Artinya bahwa usahatani belimbing ini menguntungkan untuk diusahakan karena memiliki R/C rasio lebih dari satu. 2. Produksi belimbing dipengaruhi oleh input-input atau faktor-faktor produksi . faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif pada selang kepercayaan 95 persen adalah tenaga kerja dan faktor produksi yang memiliki pengaruh positif namun tidak nyata terhadap produksi belimbing adalah pupuk kandang dan pestisida. Penambahan jumlah tenaga kerja akan meningkatkan jumlah produksi belimbing secara signifikan. Namun pupuk kimia merupakan faktor produksi yang memiliki pengaruh tidak nyata dan berpengaruh negatif terhadap produksi Belimbing Dewa. 7.2. Saran 1. Kegiatan usahatani Belimbing Dewa ini merupakan kegiatan usahatani yang positif dan menguntungkan
dapat dilihat dari hasil R/C rasio
kemudian berdasarkan analisis faktor produksi yang memiliki pengaruh nyata dan positif adalah faktor tenaga kerja sehingga secara teknis penambahan jumlah tenaga kerja yang digunakan akan meningkatkan jumlah produksi secara signifikan.
2.
Diharapkan petani dapat mengembangkan salah satu faktor produksinya yaitu tenaga kerja sehingga usahatani Belimbing Dewa tersebut dapat lebih berkembang kemudian petani juga meningkatkan fungsi kelompok tani sebagai wadah untuk bertukar informasi dan ilmu serta memudahkan petani dalam penyediaan faktor produksi.
DAFTAR PUSTAKA Amrullah, Imanuddin. 2004. Program Pemberdayaan Kelompok Tani di Desa Guntung Papuyu Kecamatan Gambut Kabupaten Banjar. Tesis. Sekolah Pascasarjana: Insitut Pertanian Bogor. Doll, John P dan Frank Orazem. 1984. Production Economics Theory With Application 2nd Edition. John Wiley & Sons, Inc. Canada. Daryanto, Arief. 2009. Posisi Daya Saing Pertanian Indonesia dan Upaya Peningkatannya. Pusat Analisis dan Kebijakan Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Departemen Pertanian. Gujarati D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Z, penerjemah; Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometric. Hernanto, F. 1989. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Hernanto, F. 1995. Ilmu Usahatani. Penebar Swadaya. Jakarta. Husen, Hana Angriani. 2006. Analisis Pendapatan Usahatani dan Pemasaran Buah Belimbing Depok Varietas Dewa-Dewi (Averrhoa carambola L) (Kasus Kecamatan Pancoran Mas, Kota Depok, Propinsi Jawa Barat). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Imami, Ahmad Ackron. 2003. Faktor-faktor Komunikasi yang Berhubungan dengan Keefektifan Komunikasi Kelompok Tani P4K (Kasus Penerapan P4K di Kabupaten Cianjur). Program Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor Juanda, Bambang. 2009. EKONOMETRIKA: Permodelan dan Pendugaan. IPB Press. Lita, Aryani. 2009. Analisis Pengaruh Kemitraan Terhadap Pendapatan Usahatani Kacang Tanah Kasus Kemitraan PT. Garudafood dengan Petani Kacang Tanah di Desa Palangan, Kecamatan Jangkar, Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Lubis, Hartati Utami. 2009. Analisis Sistem Pemasaran Belimbing Dewa. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Maimun. 2009. Analisis Pendapatan Usahatani Nilai Tambah dan Saluran Pemasaran Kopi Arabika Organik dan Non Organik Aceh Tengah (Kasus Pengolahan Bubuk Kopi Ulee Kareng di Banda Aceh). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3S Pertiwi, Dewi Mayang. 2008. Analisis Usahatani Sayuran Organik di PT Anugerah Bumi Persada “RR Organik Farm”, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Program Studi Ekonomi Pertanian dan Sumberdaya Fakultas Pertanian: Institut Pertanian Bogor. Rachmina, Dwi. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor Ramdhani, Dadang Rizal. 2002. Peranan Kelompok Tani dalam Upaya Meningkatkan Kemampuan Petani dalam Pengambilan Keputusan Usahatani (Kasus Petani Lada di Kecamatan Loa Janan, Kabupaten KutaiKaltim). Tesis. Program Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor. Rukmana. R. 1996. Belimbing. Penerbit Kanisius. Jakarta. Sitepu, Julianto Efendy. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani dan Saluran Pemasaran Jamur Tiram Putih di Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Siregar, Felix Bob Sanfri. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI Press. _________. 1990. Teori Ekonomi Produksi: dengan Pokok Bahasan Khusus Fungsi Produksi Cobb-Douglas. Jakarta : CV. Rajawali _________. 1995. Analisis Usahatani. Penerbit Universitas Indonesia. UI-PRESS _________. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Raja Grafindo Persada. Sunarjono. H. S. 2004. Berkebun Belimbing Manis. Penebar Swadaya. Jakarta. Tim Penulis Penebar Swadaya. 1998. 13 Jenis Belimbing Manis. Penebar Swadaya. Depok. Uchrowi, Zaim. 2006. Model Ketahanan Kelompok Tani di Jawa. Disertasi. Sekolah Pascasarjana: Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Hasil Korelasi Faktor Produksi (Menggunakan Minitab 14.0) Correlations: LnY, LnX1, LnX2, LnX3, LnX4 LnY 0.026 0.859
LnX1
LnX2
0.294 0.038
0.063 0.666
LnX3
0.499 0.000
0.126 0.383
0.513 0.000
LnX4
0.742 0.000
-0.181 0.208
0.382 0.006
LnX1
LnX2
LnX3
0.525 0.000
Cell Contents: Pearson correlation P-Value
Lampiran 2. Hasil Analisis Regresi dalam Model Fungsi Produksi Belimbing Dewa di Kelompok Tani Maju Bersama (Menggunakan Minitab 14.0) Regression Analysis: LnY versus LnX1, LnX2, LnX3, LnX4 The regression equation is LnY = 3.68 + 0.0552 LnX1 - 0.0264 LnX2 + 0.138 LnX3 + 0.800 LnX4 Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX3 LnX4
Coef 3.6763 0.05518 -0.02645 0.1385 0.7998
S = 0.744544
SE Coef 0.7990 0.03895 0.05114 0.1313 0.1323
R-Sq = 58.7%
T 4.60 1.42 -0.52 1.05 6.04
P 0.000 0.163 0.608 0.297 0.000
VIF 1.114 1.394 1.729 1.550
R-Sq(adj) = 55.1%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source LnX1 LnX2 LnX3 LnX4
DF 1 1 1 1
DF 4 45 49
SS 35.5159 24.9455 60.4614
MS 8.8790 0.5543
F 16.02
P 0.000
Seq SS 0.0401 5.1974 10.0328 20.2456
Durbin-Watson statistic = 1.84031 Hanya X4 yang berpengaruh nyata terhadap Y dilihat dari nilaip(0.000)
Lampiran 3. Hasil Uji F, Uji t Uji-F Menguji model secara keseluruhan H0 : Model tidak significant H1 : Model significant Dari hasil uji-f p-value(0.000)
5%-10%
maka
terima
H0
artinya
X1
2. Pengaruh X2 terhadap Y p-value (0.897 ) < alpha 10% maka tolak H0 artinya X2 tidsk berpengaruh nyata terhadap Y. 3. Pengaruh X4 terhadap Y p-value (0.000 ) < alpha 10% maka tolak H0 artinya X4 berpengaruh nyata terhadap Y. R-square 58.6% artinya 58.6% keragaman dari Y mampu dijelaskan oleh faktor2 dalam model sedangkan sisanya dijleaskan oleh factor lain di luar model
Lampiran 3. Uji Asumsi Klasik Uji Asumsi Klasik 1. Autokorelas Durbin-Watson statistic = 1.92030 Nilai DW mendekati 2 artinya tidak ada autokorelasi 2. Kenormalan H0 : error menyebar normal H1 : error tidak menyebar normal
p-value(0.150) > alpha 10% maka terima H0 artinya error menyebar normal 3. Homoskedastisitas H0 : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas Regression Analysis: absresid versus LnX1, LnX2, LnX4 The regression equation is absresid = 1.48 - 0.0118 LnX1 - 0.0069 LnX2 - 0.123 LnX4 Predictor Constant LnX1 LnX2 LnX4
Coef 1.4793 -0.01183 -0.00695 -0.12326
S = 0.473549
SE Coef 0.5078 0.02412 0.03014 0.07504
R-Sq = 7.4%
T 2.91 -0.49 -0.23 -1.64
P 0.006 0.626 0.819 0.107
R-Sq(adj) = 1.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error
DF 3 46
SS 0.8246 10.3155
MS 0.2749 0.2242
F 1.23
P 0.311
Total
49
11.1400
Berdasarkan uji-White p-value(0.311)> alpha 5% maka terima H0 artinya Homoskedastisitas
4. Multikolinieritas
Nilai VIF < 10 maka tidak terdapat multikolinieritas