VIABILITAS BIJI BELIMBING (Averrhoa carambola L.) KULTIVAR ‘DEWA BARU’ ASAL KECAMATAN CIMANGGIS, DEPOK PADA BERBAGAI SUHU PENYIMPANAN Agriana Ali, Nisyawati
[email protected] Departemen Biologi, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Indonesia Abstract This research is aimed to determine the quality of carambola seed (Averrhoa carambola L.). Seeds have been taken from fruits with a range of ripening index of 5—6. The initial moisture content of seed was 40% on fresh weight basis with 92% initial germination. The seeds were dessicated to 32%, 25%, 18%, 11%, 4%, and stored at ambient (27--30 °C), cold (5 °C), and freezing temperature (-15 °C) for 4 weeks. Several parameters were measured, including the capability of seeds to germinate, maximal growth potential, length of hypocotyle, length of epicotyle and leaves (dimension). The seeds were found to be tolerant to dessication up to 4% moisture content in any storage temperature. The favourable storage temperature was cold (5 °C) with 40% moisture content and ambient (27--30 °C) with 25% moisture content. Keywords : Averrhoa carambola, seed germination, viability
Belimbing
PENDAHULUAN
menurut
beberapa
Belimbing (Averrhoa carambola
peneliti berasal dari Sri Langka dan
L.) merupakan salah satu buah tropis
Pantai Maluku (Indonesia) (Ludders
asal Asia Tenggara (Ploetz, 2004).
2004; Oliveira et al., 2009). Kultivasi
Belimbing sering digunakan sebagai
belimbing sudah dilakukan sejak lama
konsumsi
industri
di Malaysia (Ludders, 2004) dan di
rumah tangga, seperti manisan buah,
Indonesia (Oliveira et al., 2009).
selai, dan minuman segar (Narain et
Kultivasi di Indonesia berasal dari
al., 2001; Supriati et al., 2006).
beberapa wilayah, seperti Depok (Jawa
Belimbing sebagai obat tradisional
Barat) (Dinas Pertanian Kota Depok,
juga digunakan untuk obat tekanan
2007). Wilayah Depok merupakan
darah tinggi (Supriati et al., 2006) dan
salah
memiliki kandungan vitamin C yang
membudidayakan beberapa kultivar
relatif cukup tinggi (35 mg/100 g
belimbing unggulan,
buah) di antara buah-buah lain, seperti
Baru’, ‘Dewi Murni’, ‘Demak Kunir’,
apel dan anggur (BAPPENAS, 2000).
‘Demak Kapur’, dan ‘Simanis’ (Dinas
segar
maupun
satu
daerah yaitu
yang ‘Dewa
195
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
Pertanian Kota Depok, 2007). Program
Penyimpanan biji yang sesuai
pembudidayaan belimbing di Kota
dapat dijadikan jenis konservasi ex situ
Depok memerlukan penanganan yang
yang aman, tidak mahal dan metode
tepat, yaitu tersedianya bibit belimbing
yang dapat diterima dalam konservasi
unggul dalam jumlah yang banyak
material genetik (Hong et al., 1998;
(Supriati et al., 2006). Penanganan
Leunufna, 2007). Konservasi plasma
tersebut meliputi penyimpanan biji
nutfah belimbing telah dilakukan di
pada kondisi yang optimum untuk
beberapa negara, seperti Malaysia
mempertahankan viabilitas biji pada
(Supriati et al., 2006), Brazil (Oliveira
saat akan ditanam kembali (Purwanto,
et al., 2009), dan Florida, Amerika
2009).
Serikat
Selain
itu,
diperlukan
(Campbel
et
al.,
1987).
penyimpanan biji yang tepat untuk
Pengelolaan belimbing untuk tujuan
mengetahui
konservasi
penting
kualitas
untuk
biji
sehingga
konservasi
plasma
nutfah (Schdmit, 2000).
di
Indonesia
masih
tertinggal dari negara lain, seperti Malaysia. Hal tersebut dikarenakan
Konservasi plasma nutfah dibagi
perkebunan belimbing di Indonesia
ke dalam 2 tipe, yaitu konservasi in
masih
situ dan ex situ. Konservasi in situ
keterbatasan bibit bermutu (Supriati et
merupakan konservasi yang dilakukan
al., 2006). Ketersediaan bibit dengan
di
untuk
kualitas yang baik dan jumlah yang
beserta
mencukupi menjadi prioritas dalam
dalam
habitat
melestarikan lingkungan lindung Konservasi
alami
organisme sekitar,
dan ex
seperti
taman situ
hutan
nasional. merupakan
konservasi yang dilakukan di luar habitat alami. Salah satu contoh dari
belum
pengelolaan
intensif
budidaya
karena
buah
memenuhi permintaan pasar cenderung
meningkat
untuk yang
(Wulandari,
2009). Pengelolaan
belimbing
yang
konservasi ex situ ialah kebun raya,
belum intensif juga dipengaruhi oleh
kultur jaringan secara in vitro, bank
terbatasnya informasi dan pengetahuan
gen, dan penyimpanan biji.
mengenai (Purwanto,
kualitas 2009).
biji
belimbing
Kualitas
biji 196
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
tersebut meliputi segi fisik, fisiologis
berkecambah
(Silomba, 2006) dan kemampuan biji
penyimpanan pada suhu dingin (5 ºC).
dalam
Daya berkecambah yang didapatkan
mempertahankan
viabilitas
dalam
selama periode penyimpanan tertentu
sebesar
(Purwanto, 2009).
penyimpanan di
Konservasi
plasma
nutfah
berbagai
penyimpanan.
macam Salah
kondisi
satu
tujuan
pada
suhu
lemari pendingin
selama 12 minggu.
belimbing meliputi penyimpanan biji di
26,67%
suhu
Biji
belimbing
(Averrhoa
carambola
L.)
berdasarkan
karakteristik
penyimpanan
biji
konservasi tersebut ialah mengetahui
merupakan biji intermediat (Hong et
kualitas
dapat
al., 1998). Biji intermediat pada
viabilitas
umumnya terdapat di daerah tropis
(Smith et al., 2003) dan daya simpan
(Hong et al., 1998; Djam’an et al.,
biji
Studi
2006), sehingga hanya dapat bertahan
viabilitas dan daya simpan biji dapat
disimpan selama periode yang singkat
memberikan
(mingguan
biji.
dilakukan
Kualitas
melalui
(Hong
et
biji
studi
al.,
1998).
informasi
penting
sampai
bulanan)
mengenai kualitas biji belimbing untuk
(Engelmann et al., 1995). Viabilitas
tujuan
biji jenis intermediat akan menurun
konservasi
plasma
nutfah
(Smith et al., 2003). Studi
yang
cepat dilakukan
oleh
apabila
disimpan
secara
konvensional (Djama’an et al., 2006).
Purwanto (2009) didapatkan hasil
Teknik
bahwa biji belimbing masih dapat
periode
berkecambah dengan baik pada kadar
mempertahankan viabilitas biji ialah
air di bawah kadar air minimum, yaitu
kriopreservasi
12%.
material genetik dalam suhu yang ultra
Pengeringan
biji
belimbing
penyimpanan yang
panjang atau
dengan
penyimpanan
rendah
menghasilkan
Berkecambah
merupakan
dan
Potensi
konservasi ex-situ (Efendi dan Litz,
Tumbuh Maksimum (PTM) sebesar
2003; Leunufa, 2007). Penyimpanan
80%. Biji belimbing juga masih dapat
biji juga dapat dilakukan dalam suhu
(DB)
sebesar
47%
ºC).
dalam
dengan kadar air biji sebesar 11,07% Daya
(-196
biji
salah
Kriopreservasi satu
bentuk
197
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
yang rendah (cold storage) dengan
itu, studi mengenai viabilitas biji dan
kisaran suhu 5 sampai 10 ºC dan -15
daya simpan biji belimbing perlu
sampai -20 ºC. Biji yang disimpan
dilakukan untuk menambah informasi
dalam kondisi tersebut harus mencapai
mengenai konservasi plasma nutfah
kadar air optimal sehingga selama
belimbing.
dalam penyimpanan tidak mengalami
Penelitian
dilakukan
untuk
kerusakan akibat suhu dingin (freezing
mengetahui kualitas biji belimbing
injury) (Schmidt, 2000).
(Averrhoa
Beberapa penelitian mengenai
‘Dewa
carambola Baru’
asal
L.) kultivar Kecamatan
penyimpanan biji dalam suhu rendah
Cimanggis,
telah banyak dilakukan, antara lain biji
penyimpanan biji dalam suhu ruang
tanaman hutan seperti damar (Agathis
(27-30 ºC), suhu dingin (5 ºC) dan
damara) (Djama’an et al., 2006), biji
suhu beku (-15 ºC) dengan kadar air
tanaman industri seperti kopi (Coffea
40%, 32%, 25%, 18%, 11%, 4%.
arabica) (Engelmann et al., 1995), dan
Hipotesis
penelitian
biji tanaman pangan berupa buah-
belimbing
dapat
buahan seperti alpukat (Efendi dan
viabilitas dengan kadar air 4% pada
Litz 2003), dan pepaya (Wulandari,
suhu penyimpanan dingin (5 ºC).
2009).
METODOLOGI PENELITIAN
Informasi
mengenai
penyimpanan biji belimbing belum bawah
0
setelah
adalah
biji
mempertahankan
1. Ekstraksi Biji
sampai pada penyimpanan dalam suhu di
Depok
Biji belimbing yang digunakan
ºC,
hanya
sebatas
berasal dari buah yang memiliki
di
dalam
lemari
indeks kematangan buah senilai 5-6
pendingin dengan suhu sekitar 5-7 ºC
yaitu buah sudah berwarna kuning atau
(Oliveira et al., 2009; Purwanto,
orange. Biji yang telah dipisahkan dari
2009).
Penyimpanan
buah
periode
yang
penyimpanan
biji
panjang
dalam
merupakan
kemudian
menghilangkan
diekstraksi salut
biji
untuk yang
pendekatan konservasi yang penting
berlendir. Ekstraksi biji dilakukan
untuk
tanaman
dengan direndam dalam air selama 1-2
(Djama’an et al., 2006). Oleh karena
jam. Biji yang telah bersih dari salut
plasma
nutfah
198
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
biji direndam kembali dalam air. Biji
(27-30 ºC), Suhu Dingin (SD) (5 ºC),
yang abnormal (bulat, pipih, dan
dan Suhu Beku (SB) (-15 ºC).
mengapung
4. Uji Viabilitas Biji
saat
direndam)
tidak
digunakan dalam penelitian karena
Biji dibagi ke dalam 3 kelompok
akan sulit untuk tumbuh.
ulangan
untuk
2. Penetapan Kadar Air
Masing-masing
setiap
perlakuan.
kelompok
ulangan
Biji dikeringkan menggunakan
terdiri atas 25 sampel biji. Biji
kipas angin di ruangan terbuka hingga
sebelumnya direndam dalam air hangat
mencapai kadar air yang diinginkan,
(55-60 ºC) selama 30 menit sampai 1
yaitu 32%, 25%, 18%, 11%, dan 4%.
jam
Kadar air awal yaitu 40% tanpa
kemudian
dikeringkan. Kadar air diukur terlebih
plastik ukuran 25 x 20 x 15 cm dengan
dahulu
dan
media pasir. Pengamatan dilakukan
dikecambahkan. Pengukuran kadar air
dengan mencatat beberapa parameter,
dilakukan dengan menggunakan oven
yaitu
dengan suhu 105 C selama 18 jam,
Potensi Tumbuh Maksimum (PTM),
kemudian dimasukkan dalam desikator
panjang hipokotil, panjang epikotil,
dan
ditimbang.
dan skala daun. Panjang hipokotil
Penimbangan dilakukan sebelum dan
diukur dari leher akar sampai pangkal
sesudah
oven.
kotiledon. Panjang epikotil diukur dari
Penentuan kadar air didasarkan pada
pangkal kotiledon sampai pangkal
berat basah.
tangkai daun pertama.
sebelum
disimpan
selanjutnya dimasukkan
ke
(BAPPENAS,
dikecambahkan
Daya
Skala
3. Penyimpanan Biji
2000).
Berkecambah
daun
diamati
Biji
di
bak
(DB),
dengan
masing-masing
mencatat panjang daun dari nodus
kadar air dimasukkan ke dalam plastik
sampai ujung daun pada hari ke-22 dan
zip lock. Biji kemudian disimpan di
ke-29 hari setelah tanam (hst). Skala
tiga suhu simpan, yaitu ruang, dingin,
daun 1 memiliki panjang 0-0,9 cm;
dan beku selama 4 minggu. Suhu
skala daun 2 memiliki panjang 1-1,9
penyimpanan
masing-masing
cm; skala daun 3 memiliki panjang 2-
perlakuan adalah Suhu Ruang (SR)
2,9 cm; skala daun 4 memiliki panjang
Biji
dengan
199
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
Tabel 1. Perlakuan biji belimbing kultivar ‘Dewa Baru’ Kadar Air Suhu Penyimpanan
40%
32%
25%
18%
11%
4%
40SR
32SR
25SR
18SR
11SR
4SR
Suhu Dingin (5 ºC)
40SD
32SD
25SD
18SD
11SD
4SD
Suhu Beku (-15 ºC)
40SB
32SB
25SB
18SB
11SB
4SB
(awal) Suhu Ruang (27--30 ºC)
3-3,4 cm; skala daun 5 memiliki
yaitu 11% dan 4% menunjukkan
panjang 3,5-3,9 cm; dan skala daun 6
adanya perkecambahan di masing-
memiliki panjang 4-4,4 cm.
masing
HASIL DAN PEMBAHASAN
belimbing
Pengamatan pertumbuhan biji
suhu
penyimpanan.
dengan
menunjukkan
kadar
air
perkecambahan
Biji 4% yang
belimbing (Averrhoa carambola L.)
cenderung lebih tinggi dibandingkan
meliputi pengamatan persentase Daya
biji belimbing dengan kadar air 11%.
Berkecambah (DB), persentase Potensi
Pengeringan biji belimbing dengan
Tumbuh Maksimum (PTM), panjang
kadar air 18% hanya menunjukkan
hipokotil, panjang epikotil, dan skala
perkecambahan
daun selama 22 dan 29 hari setelah
perkecambahan yang rendah di suhu
tanam (hst).
ruang dan dingin. Biji belimbing
1. Pengaruh penyimpanan biji belimbing pada kadar air yang berbeda-beda Biji belimbing dikeringkan
dengan kadar air 18% di suhu beku
berdasarkan kadar air yang diinginkan,
Biji belimbing dengan kadar air
dengan
persentase
tidak tumbuh dikarenakan sebagian besar biji dimakan oleh tikus.
yaitu 32%, 25%, 18%, 11%, dan 4%.
25%
Kadar air awal biji tanpa pengeringan
perkecambahan di suhu ruang dan
yaitu
40%.
menunjukkan
adanya
Berdasarkan
hasil
dingin. Perkecambahan biji belimbing
pengeringan
biji
di suhu beku tidak menunjukkan
belimbing dengan kadar air rendah,
adanya perkecambahan. Biji belimbing
pengamatan,
200
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
dengan kadar air 40% dan 32%
merubah lipid menjadi gliserol dan
menunjukkan adanya perkecambahan
asam lemak, dan protease dalam
hanya di suhu dingin, sedangkan di
merubah protein menjadi asam amino
suhu ruang biji menjadi busuk selama
(Mayer dan Poljakoff-Mayber, 1982).
penyimpanan dan di suhu beku biji menunjukkan
perkecambahan
yang
rendah.
Salah satu faktor yang berperan dalam
toleransi
kekeringan
Pengeringan
adalah
terhadap
protein
Late
belimbing
Embryogenic Accumulating/Abundant
dengan kadar air 4% menunjukkan
(LEA). Protein LEA terbentuk selama
perkecambahan yang cenderung lebih
masa perkembangan embrio dalam
baik dibandingkan kadar air lain.
biji. Protein tersebut berperan dalam
Penyimpanan biji dengan kadar air
resistensi tumbuhan terhadap kondisi
rendah untuk periode waktu yang
sekitar yang kering, salinitas yang
cukup lama (≥ 1 bulan) tergolong
tinggi, dan suhu dingin. Ekspresi gen
efektif karena mampu meminimalisir
protein LEA yang terbentuk berkaitan
kerusakan yang terjadi pada biji ketika
dengan hormon asam absisat (ABA).
disimpan (Cochrane et al., 2002). Hal
Hormon ABA selain berperan dalam
tersebut dikarenakan semakin rendah
pertumbuhan
kadar air biji, laju respirasi akan
tumbuhan,
semakin rendah, sehingga biji masih
respons toleransi tumbuhan terhadap
dapat berkecambah ketika disimpan
stres pada lingkungan, seperti suhu
dalam periode waktu yang cenderung
dingin atau kekeringan (Kobayashi et
lama (Zahrok, 2007).
al.,
Laju
respirasi
menyebabkan
kerja
biji
biji
yang enzim
rendah yang
berperan dalam merombak cadangan
dan juga
2008).
perkembangan
berperan
Protein
LEA
sebagai
pada
umumnya diinduksi oleh hormon ABA pada kondisi biji yang kering.
Kerja enzim tersebut meliputi enzim β-
2. Pengaruh penyimpanan biji belimbing pada masing-masing suhu penyimpanan Penyimpanan biji belimbing
amilase, α-amilase dalam merubah pati
dilakukan
menjadi
penyimpanan, yaitu ruang (27-30 ºC),
makanan dalam biji menjadi lambat.
glukosa,
lipase
dalam
di
3
macam
suhu
201
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
dingin (5 ºC), dan beku (-15 ºC).
(Syaiful et al., 2007). Selain itu,
Berdasarkan
tempat
hasil
pengamatan,
penyimpanan
tanpa
alat
penyimpanan biji di suhu dingin
pendingin (AC) juga memicu biji
cenderung
terserang kapang ketika disimpan.
menunjukkan
perkecambahan
yang
baik
Penyimpanan biji dalam AC memiliki
dibandingkan suhu ruang dan suhu
kelembaban yang tidak terlalu tinggi
beku. Biji belimbing dengan masing-
sehingga
masing kadar air dapat tumbuh di suhu
kapang selama penyimpanan.
mencegah
biji
terserang
dingin. Perkecambahan biji belimbing
Biji belimbing yang disimpan di
di suhu ruang terdapat pada kadar air
suhu beku dengan kadar air 32% dan
25%, 18%, 11%, dan 4%, sedangkan
25% selama masa penanaman menjadi
perkecambahan biji belimbing di suhu
lunak
beku terdapat pada kadar air 40%,
berkecambah.
11%, dan 4%.
sebelumnya oleh Anandalakshmi et
Biji belimbing yang disimpan di
al.,
sehingga
(2005)
tidak
Hasil
dapat penelitian
menunjukkan
bahwa
suhu ruang dengan kadar air 40% dan
penyimpanan biji Syzigium cuminii
32% terserang kapang selama masa
yang disimpan pada suhu 0 sampai -5
penyimpanan sehingga biji busuk. Hal
ºC
tersebut
perkecambahan yang rendah (16%)
dikarenakan
biji
masih
memiliki
memiliki kadar air yang cenderung
setelah
tinggi dan disimpan di suhu ruang
Penyimpanan selanjutnya selama 40
dengan kelembaban yang cukup tinggi
hari
(27-29 ºC; RH 50-60%) sehingga biji
menunjukkan tidak ada biji yang
mudah
kapang
berkecambah selama disimpan pada
(Anandalakshmi et al., 2005). Biji
suhu 0 sampai -5 ºC. Hal tersebut
terserang kapang dapat diakibatkan
dapat
kulit biji mengandung selulosa dari
freezing injury pada biji. Freezing
hasil proses respirasi biji, sehingga
injury
kapang
menjadi
pengkristalan air dalam biji terjadi
nutrisi
karena kandungan air dalam biji masih
substrat
terserang
menjadikan sebagai
biji sumber
disimpan
presentase
sampai
selama 170
diakibatkan atau
hari
karena
kerusakan
0
hari. juga
proses akibat
202
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
relatif tinggi dan disimpan pada suhu
karena penyerapan air ke biji terlalu
di
derajat.
cepat ketika proses perendaman biji
Kandungan air tersebut membentuk
dalam air, sehingga biji menjadi rusak.
kristal-kristal es yang terikat di antara
Kerusakan biji terjadi karena mucilage
sel dan komponen sel dalam biji (Hong
pada kulit biji. Mucilage merupakan
et al., 1998). Kristal es tersebut
bentuk polisakarida yang berperan
kemudian mencair dan menyebabkan
dalam proses pengangkutan air ke biji
membran
atau hidrasi (Moise et al., 2005).
bawah
proses
minus
sel
nol
mengerut
metabolisme
sehingga sel
Mucilage pada saat proses imbibisi
terganggu dan biji menjadi tidak dapat
menjadi penghalang difusi oksigen
berkecambah
dan
pada kulit biji. Selain itu, penyerapan
McDonald, 2000 dalam Wulandari,
air berlebih mendukung tumbuhnya
2009). Pembentukan kristal es tersebut
mikroorganisme di kulit biji sehingga
juga merusak jaringan-jaringan di
pertumbuhan
dalam biji sehingga biji menjadi tidak
embrio
dapat berkecambah (James, 1983).
mikroorganisme yang tumbuh bersaing
Semua kerusakan sel dan jaringan saat
untuk
dibekukan dapat dihindarkan apabila
tersedia (Mayer dan Poljakoff-Mayber,
sel mencapai keadaan tervitrifikasi.
1982).
Vitrifikasi
dalam
(Copeland
merupakan
peristiwa
dan
perkembangan
terhalang mendapatkan
Berdasarkan
karena
oksigen
hal
yang
tersebut
perubahan zat dari fase cair ke fase
penyimpanan di suhu dingin (5 ºC)
padat atau bentuk seperti gelas (glassy
pada biji
state) tanpa proses kristalisasi atau
perkecambahan
nukelasi.
dibandingkan suhu ruang dan suhu
Biji
yang
tidak
belimbing menunjukkan yang
lebih
baik
dapat
beku. Hal tersebut dipengaruhi oleh
berkecambah ketika ditanam juga bisa
hormon asam absisat (ABA) yang
diakibatkan oleh peristiwa imbibition
dapat menginduksi terjadinya toleransi
injury. Imbibition injury merupakan
biji terhadap suhu rendah. Hormon
kerusakan pada biji ketika proses
ABA dapat terakumulasi dalam biji
imbibisi. Kerusakan tersebut terjadi
ketika biji disimpan dalam kondisi 203
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
lingkungan yang dingin (Mohapatra et
intermediate. Biji dengan karakteristik
al., 1988). Hormon tersebut dapat
tropical
menginduksi dormansi biji ketika masa
sensitif ketika disimpan pada suhu di
penyimpanan di suhu dingin sehingga
bawah 0 ºC, sedangkan temperate
biji masih dapat mempertahankan
intermediate
viabilitasnya
mempertahankan
ketika
ingin
intermediate
umumnya
masih viabilitas
walaupun
1988).
tersebut. Biji belimbing termasuk ke
karakteristik
belimbing
berdasarkan
penyimpanan
pada
biji
dikecambahkan (Mohapatra et al., Biji
disimpan
dapat suhu
dalam tropical intermediate, sehingga
biji
biji tersebut sensitif ketika disimpan
termasuk ke dalam biji intermediat
pada suhu di bawah 0 ºC (Hong et al.,
(Hong et al., 1998). Biji intermediat
1998). Hasil penelitian yang dilakukan
memiliki karakteristik yaitu toleran
sesuai dengan teori yang disebutkan.
terhadap kadar air rendah, tetapi
Biji
sensitif terhadap suhu yang rendah,
mempertahankan viabilitasnya dengan
terutama suhu di bawah 0 ºC (Yang et
kadar air rendah, tetapi viabilitas biji
al., 2008). Biji belimbing dapat dibagi
menurun ketika disimpan di bawah 0
menjadi dua karakteristik khusus, yaitu
ºC.
belimbing
masih
dapat
tropical intermediate dan temperate 3. Pengaruh penyimpanan biji belimbing terhadap daya berkecambah dan potensi tumbuh maksimum
Gambar 1. Histogram persentase data perkecambahan 204
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
Gambar 2. Histogram persentase potensi tumbuh maksimum Persentase DB dan PTM paling
sebesar 96,5% (Anandalakshmi et al.,
besar terdapat pada perlakuan 40SD
2005).
dan 25SR, yaitu sebesar 75,33% untuk
belakang
nilai DB dan 81,33% untuk nilai PTM
menyebutkan bahwa biji dengan kadar
(Gambar 1 dan Gambar 2). Hal
air
tersebut
biji
menurunkan viabilitas biji (Carrillo et
belimbing masih dapat berkecambah
al., 2003). Hal tersebut dikarenakan
walaupun disimpan dalam keadaan
laju
kadar air yang cukup tinggi. Penelitian
dengan kenaikan kadar air biji.
menunjukkan
bahwa
sebelumnya
menggunakan
rekalsitran
Syzigium
Hasil
yang
penelitian
dengan tinggi
respirasi
biji
Respirasi
cuminii
menyebabkan
bertolak
teori
yang
cenderung
meningkat yang
dapat
sejalan
berlangsung
cadangan
makanan
menunjukkan bahwa penyimpanan biji
berupa karbohidrat, lemak, dan protein
dalam suhu ruang (28-30 ºC) dengan
lebih banyak digunakan. Respirasi
kadar air 24,1% memiliki persentase
yang aktif dan terus-menerus juga
perkecambahan sebesar 90%. Biji
menghasilkan
Syzigium
alkohol
cuminii
juga
memiliki
alkohol.
tersebut
dapat
sel,
sehingga
Senyawa merusak
persentase perkecambahan yang tinggi
membran
dapat
pada kadar air yang cukup tinggi, yaitu
menurunkan viabilitas biji (Syaiful et
24,1% ketika disimpan di suhu 10 ºC,
al., 2007). 205
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
Biji masih dapat berkecambah dapat
diakibatkan
pengaruh
Hal tersebut dikarenakan aktivitas
hormon giberelin (GA). Giberelin
enzim yang berperan dalam merombak
berperan penting dalam imbibisi air,
cadangan
laju respirasi, dan aktivitas metabolik.
pembentukan
Penyimpanan
sehingga
biji
oleh
laju respirasi biji selama penyimpanan.
pada
perlakuan
makanan
selama
embrio
terhambat
biji
masih
dapat
tersebut bisa dikatakan memicu kerja
berkecambah
hormon GA masih aktif ketika akan
dikecambahkan (Mayer dan Poljakoff-
dikecambahkan sehingga biji masih
Mayber, 1982).
dapat tumbuh (Eira et al., 2006). Hasil penelitian menunjukkan
ketika
ingin
Biji dengan kadar air rendah juga dipengaruhi oleh kerja hormon ABA
bahwa biji belimbing masih dapat
dan
berkecambah dengan kadar air rendah
tersebut
sebesar 4% setelah disimpan selama 4
tumbuhan, khususnya biji, terhadap
minggu pada suhu ruang (27-30 ºC),
kondisi
suhu dingin (5 ºC), dan suhu beku (-15
seperti kekeringan, atau suhu dingin
ºC) dengan nilai berturut-turut yaitu
dan beku. Biji ketika dalam kondisi
64,67%, 58%, dan 58%. Penelitian
kering mengaktifkan hormon ABA
oleh Purwanto (2009) menunjukkan
yang
bahwa biji belimbing juga masih dapat
terbentuknya protein LEA. Aktivasi
tumbuh dengan kadar air rendah
hormon
(6,89%) setelah disimpan selama 4
konsentrasi hormon tersebut. Kondisi
minggu di suhu ruang dengan nilai DB
lingkungan yang semakin kering akan
sebesar
meningkatkan
34,67%.
Hasil
tersebut
protein
LEA.
berperan
Kedua dalam
lingkungan
yang
kemudian ABA
faktor respons ekstrim,
menginduksi
dipengaruhi
konsentrasi
oleh
hormon
menunjukkan biji belimbing masih
tersebut. Oleh karena itu, biji dengan
dapat mempertahankan viabilitasnya
kadar air yang semakin rendah akan
dengan kadar air rendah. Hal tersebut
mengaktivasi
dikarenakan laju respirasi biji selama
semakin meningkat dan protein LEA
penyimpanan rendah. Semakin rendah
yang
kadar air biji maka semakin rendah
(Kobayashi et al., 2008).
hormon
terbentuk
juga
ABA
yang
meningkat
206
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
4.
Pengaruh penyimpanan biji belimbing terhadap panjang hipokotil dan epikotil
Gambar 3. Histogram data panjang hipokotil
Gambar 4. Histogram data panjang epikotil Panjang
hipokotil
tertinggi
Gambar 4). Panjang hipokotil terendah
terdapat pada perlakuan 25SR sebesar
terdapat pada perlakuan 18SR dan
3,24 cm; sedangkan panjang epikotil
11SR sebesar 0,62 cm; sedangkan
tertinggi terdapat pada perlakuan 40SD
panjang epikotil terendah terdapat
sebesar 1,08 cm (Gambar 3 dan
pada perlakuan 11SR dan 18SR, yaitu 207
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
sebesar 0,12 dan 0,05 cm. Panjang satu dari indikasi vigor biji. Vigor biji
5. Pengaruh penyimpanan biji belimbing terhadap pertumbuhan skala daun Skala daun diamati pada hari ke-
merupakan kemampuan biji untuk
22
tumbuh
pertumbuhan
hipokotil dan epikotil merupakan salah
normal
suboptimum
atau
pada
kondisi
menghasilkan
dan
ke-29
dengan
daun.
melihat
Pertumbuhan
diukur dari nodus sampai ujung daun.
pertumbuhan di atas normal pada
Pengamatan
dilakukan
dengan
kondisi optimum (Sadjad, 1993 dalam
menghitung jumlah pertumbuhan skala
Zahrok, 2007).
daun 1, skala daun 2, skala daun 3,
Vigor biji juga berhubungan
skala daun 4, skala daun 5, dan skala
dengan kualitas biji (Doijode, 2001).
daun 6. Pertumbuhan skala daun pada
Biji akan lebih cepat kehilangan vigor
hari
dibandingkan
daya
perlakuan 40SD, sedangkan pada hari
dalam
biji
arti
berkecambah
berkecambah masih
meskipun
dapat
vigor
biji
ke-22
tercepat
terjadi
pada
ke-29 terjadi pada perlakuan 25SR. Hal
tersebut
menunjukkan
bahwa
sudah menurun. Hal tersebut tampak
perlakuan dengan kadar air tinggi,
ketika
akan
yaitu 40% dan disimpan pada suhu
membutuhkan waktu yang relatif lama
dingin dan kadar air 25% disimpan
dan
pada suhu ruang masih dapat tumbuh
biji adanya
dikecambahkan pertumbuhan
yang
abnormal (Zahrok, 2007). Berdasarkan
dengan baik.
hasil tersebut, biji dengan perlakuan 25SR
dan
daun
berhubungan dengan vigor biji yang
mempertahankan vigor biji dengan
meliputi pertumbuhan panjang epikotil
kadar
tinggi.
dan jumlah daun (Syaiful et al., 2007).
Pertumbuhan panjang hipokotil dan
Seiring dengan pertumbuhan skala
epikotil yang baik dan normal juga
daun, maka panjang epikotil dan
menunjukkan kualitas biji yang dapat
jumlah
menghasilkan kecambah yang baik
Pertumbuhan skala daun yang lebih
(Syaiful et al., 2007).
cepat
yang
masih
skala
dapat
air
40SD
Pertumbuhan
relatif
daun dan
juga besar
lebih
besar.
menunjukkan
208
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
pertumbuhan dan kualitas kecambah
yang disimpan selama 4 minggu pada
yang baik (Syaiful et al., 2007).
suhu dingin (5 ºC) dengan kadar air
KESIMPULAN
40% dan biji yang disimpan pada suhu
Biji dengan kadar air rendah 4%
ruang (27-30 ºC) dengan kadar air
dapat tumbuh pada suhu simpan ruang
25%. Biji belimbing merupakan biji
(27-30 ºC), suhu dingin (5 ºC), dan
intermediat.
suhu beku (-15 ºC). Kualitas biji belimbing yang paling baik adalah biji DAFTAR PUSTAKA Anandalakshmi, R. V. Sivakumar, RR. Warrier, R. Parimalam, SN. Vijayachandran dan BG. Singh. 2005. Seed storage studies in Syzigium cuminii. Journal of Tropical Forest Science. 17(4): 566-573. BAPPENAS (Badan Pembangunan Nasional). 2000. Belimbing (Averrhoa carambola). 12 hlm. http://imadatainstiper.files.wordpres s.com/2008/01/belimbing.pdf Campbel, CA. DJ. Huber dan KE. Koch. 1987. Postharvest response ofcarambola to storage at low temperatures. Proceedings Florida State Horticultural Society. 100: 272-275. Carrillo, VP. A. Chaves. H. Fassola dan A. Mugridge. 2003. Refrigerated storage of seeds of Araucaria angstifolia (Bert.) O. Kuntze over a period of 24 months. Seed Science dan Tecnology. 31: 411-421. Cochrane, A. K. Brown dan A. Kelly. 2002. Low temperature and low moisture storage of seed of the endemic Australian genus Eremophilia R Br (Myoporaceae).
Hournal of the Royal Society of Western Australian. 85: 31-35. Copeland, LO dan MB. Donald. 2001. Principles of Seed Science and Technology. Fourth Edition, Chapmand and Hall. New York. 409 hlm. Dalam: Wulandari, R.R. 2009. Pengujian sifat benih pepaya (Carica papaya L.) dengan penyimpanan suhu dingin. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor: 37 hlm. Dinas Pertanian Kota Depok. 2007. Profil Belimbing: Potensi Investasi Hortikultura Kota Depok. Kegiatan Pengembangan Fatih Dana Pembangunan APBN. Depok: iii + 50 hlm. Djama’an, DF. D. Priadi dan E. Sudarmanowati. 2006. Penyimpanan benih damar (Agathis damara Salisb.) dalam nitrogen cair. Biodiversitas. 7(2): 164-167. Doijode, SD. 2001. Seed storage of horticultural crops. Food Products Press. Binghamton: xvi + 339 hlm. Efendi, D dan RE. Litz. 2003. Cryopreservation of avocado.
209
Jurnal Pro-Life Volume 3 Nomor 3, November 2016
Proceedings V World Avocado Congress: 111-114. Eira, MTS. EA. Amaral da Silva, RD. de Castro, S. Dussert, C. Walters, JD. Bewley dan HWM. Hilhorst. 2006. Coffee seed physiology. Brazilian Journals Plant Physiology 18(1): 149-163. Engelmann, F. D. Dumet. N. Chabrillange. A. AbdelnourEsquivel. B. Assy-Bahm J. Dereuddre dan Y. Duval. 1995. Factors affecting the cryopreservation of coffea, coconut and oil palm embryos. Plant Genetics Resources Newsletter. (103): 27-31. Hong, TD. S. Linington dan RH. Ellis. 1998. Compendium of information on seed storage behaviour. Vol. I A-H. Royal Botanic Gardens, Kew: xvii +400 hlm. James, E. 1983. Low temperature preservation of living cells. Dalam: Mantell, SH. dan H. Smith (eds.). 1984. Plant biotechnology. Cambridge Univ. Press. Cambridge: 163-186. Kobayashi, F. S. Takumi dan C. Nakamura. 2008. Increased freezing tolerance in an ABA-hypersensitive mutant of common wheat. Journal of Plant Physiology. 165(2): 224232. Leunufa, S. 2007. Kriopreservasi untuk konservasi plasma nutfah tanaman: Peluang pemanfaatannya di Indonesia. Jurnal AgroBiogen, 3(2): 80-88. Ludders, P. 2004. Karambole (Averrhoa carambola L.). Erwerbsobstbau. (46): 117-122. Mayer, AM dan A. Poljakoff-Mayber. 1982. The germination of seeds. Pergamon Press : 211 hlm.
Mohapatra, R. J. Poole dan RS. Dhindsa. 1988. Abscisic acidregulated gene expression in relation to freezing tolerance in Alfalfa. Plant Physiology. 87: 468473. Moise, JA. S. Han. L. GudyaitęSavitch. DA. Johnson dan BLA. Miki. 2005. Seed coats: Structure, development, composition, dan biotechnology. In Vitro Cellular dan Developmental Biology Plant. 41(5): 620-644. Narain, N. PS. Bora. HJ. Holschuh dan MA.DaS. Vasconcelos. 2001. Physical and chemical composition of carambola fruit (Averrhoa carambola L.) at three stages of maturity. Asociaciớn de Licenciados en Ciencia y Tecnologỉa de lis Alimentos de Galicia. 3(3): 144-148. Oliveira, MTR. de, PA. Herbert. HD. Vieira. JTL. Thiebaut. V.de O. Carlesso dan R. de C. Pereira. 2009. Avaliacao do vigor de sementes de carambola em funcao da secagem e do armazenamento. Revista Brasileira de Engenharia Agricola e Ambiental. 13 (4): 477-482. Ploetz, RC. 2004. Influence of temperature on Pythium splendensinduced root disease on carambola, Averrhoa carambola. Mycopathologia. 157: 225-231. Purwanto, E. 2009. Studi Karakteristik Benih Belimbing (Averrhoa carambola L.) dan Daya Simpannya. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi
210
Agriana Ali & Nisyawati: Viabilitas Biji Belimbing (Averrhoa carambola L.) Kultivar ‘Dewa Baru’ Asal Kecamatan Cimanggis, Depok pada Berbagai Suhu Penyimpanan.
Benih Fakultas Pertanian IPB, Bogor: 33 hlm. Sadjad, S. 1993. Dari benih kepada benih. PT. Gramedia Widiasarana Indonesia, Jakarta: 134 hlm. dalam: Yullianida dan E. Murniati. 2005. Pengaruh antioksidan sebagai perlakuan invigorasi benih sebelum simpan terhadap daya simpan benih bunga matahari (Helianthus annuus L.). Hayati. 12(4): 145--150. Schmidt, L. 2000. Seed storage. Danida Forest Centre. 40 hlm. Silomba, SDA. 2006. Pengaruh Lama Perendaman dan Pemanasan Terhadap Viabilitas Benih Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Joqc.). Skripsi. Program Srudi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB, Bogor: 41hlm. Smith, RD. JB. Dickie. SH. Linington. HW. Pritchard dan RJ. Probert. 2003. Seed conservation: Turning science into practice. Royal Botanic Garden, Kew: xxiv + 1023 hlm. Supriati, Y. I. Mariska dan Mujiman. 2006. Multiplikasi tunas belimbing (Averrhoa carambola) melalui
kultur In Vitro. Buletin Plasma Nutfah. 12(2): 50-55. Syaiful, SA. MA. Ishak, Jusriana. 2007. Viabilitas benih kakao (Theobroma cacao L.) pada berbagai tingkat kadar air benih dan media simpan benih. J. Agrivigor. 6(3): 243-251. Wulandari, RR. 2009. Pengujian Sifat Benih Pepaya (Carica papaya L.) dengan Penyimpanan Suhu Dingin. Skripsi. Program Studi Pemuliaan Tanaman dan Teknologi Benih. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor: 37 hlm. Yang, JC. SR. Kuo dan CM. Lee. 2008. Germination and storage behavior of seeds of Litsea coreana Levl. Taiwan J For Science. 23(4): 309-321. Zahrok, S. 2007. Pengaruh Kadar Air Awal dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Fisiologis Benih Kedelai (Glycine max (L.) Merill). Skripsi. Jurusan Biologi Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Malang. Malang: 79 hlm.
211