RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.)
RISKA DWI WAHYUNINGTYAS
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari Dosen Pembimbing Akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, September 2013 Riska Dwi Wahyuningtyas NIM F14090029
ABSTRAK RISKA DWI WAHYUNINGTYAS. Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) . Dibimbing oleh SUTRISNO dan EMMY DARMAWATI. Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan buah yang memiliki kulit yang sangat tipis sehingga perlu mendapat penanganan yang lebih dalam proses pendistribusiannya. Berdasarkan hal tersebut, dilakukan penelitian menggunakan kemasan karton bergelombang dengan dua macam bahan pengisi berupa net buah dan kertas pembungkus. Kemasan hasil rancangan terdiri dari dua bagian utama yakni kemasan luar (outer) dengan dimensi (36 x 36 x 14) cm dan kemasan dalam (inner) dengan dimensi (17 x 17 x 13) cm. Jumlah buah dalam satu kemasan sebanyak 16 buah. Jenis karton yang digunakan adalah flute C untuk kemasan outer dan flute B untuk kemasan inner dengan penambahan ventilasi sebesar 1% dari luasan dinding kemasan. Berdasarkan hasil tingkat kerusakan mekanis, buah yang dikemas dengan bahan pengisi berupa net buah lebih kecil dibanding dengan buah yang dikemas dengan bahan pengisi kertas pembungkus. Meskipun demikian, bahan pengisi kertas pembungkus mampu melindungi buah selama penyimpanan pada suhu 10 0C dan memberikan kondisi yang baik hingga akhir penyimpanan dibandingkan bahan pengisi net buah sehingga bahan pengisi berupa kertas pembungkus cocok untuk digunakan dalam pendistribusian buah belimbing. Kata kunci : kemasan, karton bergelombang, kerusakan mekanis, dan belimbing
ABSTRACT RISKA DWI WAHYUNINGTYAS. Design of Corrugated Fiberboard Packaging with Filler Materials for Star Fruit (Averrhoa carambola L.). Supervised by SUTRISNO and EMMY DARMAWATI. Star fruit (Averrhoa carambola L.) has very thin skin so that fruit need to get better handling in the distribution process. Based on the idea, this research conducted by using corrugated fiberboard packaging with two types of filler materials like foam net and paper wrap. Final design of packaging consist of two main parts namely outer packaging with the dimension (36 x 36 x 14) cm and inner packaging with the dimension (17 x 17 x 13) cm. The number of pieces in one package were 16 fruits. Type of fiberboard used for packaging is flute C for outer packaging and flute B for inner packaging with the addition 1% of ventilation area of the wall packaging. Based on the result of mechanical damage level, the damage level of star fruit which was packed with foam net was smaller than a fruit was packed with paper wrap. Nevertheless paper wrap material filler was able to protect the fruit during storage at temperature of 10 0C and give better conditions until the end of storage than foam net so the paper wrap material filler was suitable to be used for distributing star fruit. Keywords : packaging, fiberboard, mechanical damage, and star fruit
RANCANGAN KEMASAN KARTON BERGELOMBANG DENGAN BAHAN PENGISI UNTUK BUAH BELIMBING (Averrhoa carambola L.)
RISKA DWI WAHYUNINGTYAS
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknik Mesin dan Biosistem
DEPARTEMEN TEKNIK MESIN DAN BIOSISTEM FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) Nama : Riska Dwi Wahyuningtyas NIM : F14090029
Disetujui oleh
Dr Ir Sutrisno, MAgr Pembimbing I
Dr Ir Emmy Darmawati, MSi Pembimbing II
Diketahui oleh
Dr Ir Desrial, MEng Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Penelitian yang berjudul Rancangan Kemasan Karton Bergelombang dengan Bahan Pengisi untuk Buah Belimbing (Averrhoa carambola L.) dilaksanakan di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian sejak bulan Mei 2013. Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terimakasih kepada: 1. Bapak Dr. Ir. Sutrisno, M.Agr selaku Pembimbing I dan Dr. Ir. Emmy Darmawati, M.Si selaku Pembimbing II atas arahan dan bimbingannya selama proses pembuatan skripsi ini hingga selesai. 2. Prof. Dr. Ir. Bambang Pramudya N, M.Eng selaku dosen penguji. 3. Ayahanda Achmad Siwawi dan Ibunda Haryati, serta Kakakku Risa Martha Prasetyo atas doa, kasih sayang dan dukungannya. 4. Nur Rahman Haris Alfian terima kasih atas semangatnya. 5. Bapak Sulyaden dan mbak Sugi selaku teknisi laboratorium yang telah membantu dan memberikan semangat. 6. Teman-teman ORION 46 yang telah memberikan kenangan indah kepada penulis selama menimba ilmu di Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. 7. Nurul N, Rina, Ledy, Ina, Ni Wayan, Nurul R, Rouf, Fansuri, Zaki, Irvan dan Caesar terima kasih atas bantuannya selama penelitian. 8. Terima kasih kepada semua yang telah membantu, mendoakan dan menyemangati yang tidak dapat disebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, September 2013 Riska Dwi Wahyuningtyas
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL viii DAFTAR GAMBAR viii DAFTAR LAMPIRAN ix PENDAHULUAN 1 Latar Belakang 1 Tujuan Penelitian 2 TINJAUAN PUSTAKA 2 METODE 5 Waktu dan Lokasi Penelitian 5 Bahan 5 Alat 5 Prosedur Penelitian 5 Analisis Data 8 HASIL DAN PEMBAHASAN 8 Kemasan Hasil Rancangan 8 Sebaran Suhu Kemasan Selama Penyimpanan 12 Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi Transportasi 15 Pengaruh Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Belimbing 16 SIMPULAN DAN SARAN 22 DAFTAR PUSTAKA 23 RIWAYAT HIDUP 33
DAFTAR TABEL 1 2 3 4 5 6 7 8
Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing jenis flute Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah Tingkat kerusakan mekanis buah belimbing pasca simulasi Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap susut bobot buah belimbing Pengaruh suhu terhadap susut bobot buah belimbing Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap kekerasan buah belimbing Pengaruh suhu terhadap kekerasan buah belimbing Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap total padatan terlarut buah belimbing 9 Pengaruh suhu terhadap total padatan terlarut buah belimbing 10 Data goncangan truk
3 9 15 18 18 20 20 22 22 28
DAFTAR GAMBAR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
Penggolongan karton gelombang (sumber: www.tri-wall.co.jp) Tipe kemasan (A) RSC, (B) HTC, dan (C) FTC Simulasi transportasi pada meja getar Diagram alir prosedur penelitian Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan Skema penentuan dimensi kemasan Desain kemasan outer Desain kemasan inner Gabungan outer dan inner Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 0C Kerusakan buah pasca simulasi transportasi Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang 14 Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 0C 15 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang 16 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C 17 Perubahan TPT buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang 18 Perubahan TPT buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C
3 4 6 7 7 10 12 12 12 13 14 16 17 17 19 19 21 21
DAFTAR LAMPIRAN 1 Perhitungan ventilasi kemasan 2 3 4 5 6
Bahan pengisi dan kemasan hasil rancangan Gambar teknik rancangan kemasan outer Gambar teknik rancangan kemasan inner Perhitungan simulasi transportasi Kenampakan fisik buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang 7 Kenampakan fisik buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C
24 25 26 27 28 30 31
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara penghasil komoditas hortikultura yang potensial dan belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan salah satu buah eksotis yang memiliki nilai komersial tinggi dan memiliki segmen pasar tersendiri, mulai dari pasar tradisional hingga pasar modern. Buahnya yang segar, kaya vitamin C dan rasanya yang manis serta bentuknya yang unik seperti bintang banyak disukai oleh masyarakat. Biasanya buah ini dikonsumsi dalam keadaan segar dan digunakan sebagai penghias makanan maupun minuman sehingga diperlukan buah yang segar dan tidak rusak. Namun penanganan pascapanen dari buah ini kurang mendapat perhatian yang serius. Masalah yang sering dihadapi adalah kondisi buah yang kurang baik saat sampai di pedagang dan terkadang konsumen dikecewakan dengan kondisi buah belimbing yang ada di pasaran, yaitu kualitas jauh dari baik dan kadang sebagian sudah membusuk. Pada dasarnya pascapanen merupakan kegiatan yang dilakukan terhadap suatu komoditi sejak komoditi tersebut dipanen hingga sampai ke pengguna akhir. Kegiatan ini meliputi pemanenan, pemilihan, pengolahan, pengeringan, pengepakan, pengangkutan, pemasaran dan penyimpanan. Kualitas dan mutu buah belimbing sangat ditentukan oleh waktu dan cara pemanenan. Pemetikan buah di saat yang tepat menghasilkan buah dengan rasa yang enak dan warna yang menarik, berbeda halnya jika buah dipetik sebelum siap dipanen dapat menurunkan mutu dan kualitasnya. Selain itu, pengangkutan juga memiliki peran yang sangat penting terhadap kualitas buah agar tetap terjaga hingga sampai ke tangan konsumen. Diperkirakan komoditi hortikultura di Indonesia mengalami kerusakan setelah sampai di tangan konsumen. Umumnya, kerusakan-kerusakan selama pengangkutan adalah memar, hancur, dan mutunya tidak seragam. Penyebab utama kerusakan tersebut adalah pengemasannya yang tidak sesuai atau kurang tepat. Pendistribusian buah belimbing biasanya dilakukan dengan menggunakan peti kayu atau peti dari karton. Kedua bahan pengemas tersebut memiliki sifat dan cara perlindungan berbeda terhadap buah yang dikemas. Kebanyakan petani atau pedagang buah menggunakan peti kayu karena mudah ditemukan dan harganya yang murah. Buah belimbing yang diangkut dengan penyusunan yang tidak teratur ini menyebabkan buah mengalami kerusakan mekanis akibat gesekan antar buah maupun buah dengan kemasan. Kemasan yang baik adalah kemasan yang mampu melindungi produk yang dikemas dari kerusakan fisik, kimia maupun mikrobiologi selama penanganan, penyimpanan dan pendistribusian produk, sehingga sampai ke tangan konsumen dalam keadaan utuh. Kapasitas kemasan dapat mempengaruhi kualitas suatu produk akibat kerusakan setelah mengalami pengiriman jarak jauh seperti memar, luka, pecah maupun hancur. Jenis kemasan yang dipilih harus mampu melindungi produk dari kerusakan sehingga dapat mencegah atau mengurangi kemungkinan terjadinya perubahan selama didistribusikan. Untuk mengurangi tingkat kerusakan buah belimbing selama pendistribusian, maka akan dilakukan penelitian mengenai perancangan kemasan
2 buah belimbing dengan bahan pengisi yang berfungsi untuk melindungi buah dari kerusakan mekanis akibat gesekan dengan kemasan dan penggunaan inner di dalam kemasan.
Tujuan Penelitian Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk merancang jenis kemasan yang sesuai yang dapat mengurangi kerusakan buah belimbing selama transportasi dan distribusi serta melakukan perbaikan dari kemasan yang pernah diteliti sebelumnya. Secara khusus, tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Membuat rancangan kemasan untuk buah belimbing menggunakan bahan karton bergelombang. 2. Mengetahui pengaruh bahan pengisi terhadap tingkat kerusakan mekanis buah belimbing. 3. Menentukan jenis bahan pengisi yang dapat mempertahankan mutu buah belimbing.
TINJAUAN PUSTAKA Belimbing (Averrhoa carambola L.) merupakan tanaman yang tumbuh di daerah beriklim tropis. Belimbing manis memiliki ciri berwarna kuning kehijauan saat masih muda dan berwarna kuning kemerahan jika telah tua, bijinya kecil berwarna coklat, rasanya manis dengan sedikit asam dan banyak mengandung air. Berdasarkan ilmu botani, belimbing sering diklasifikasikan ke dalam : Kingdom : Plantae Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Ordo : Oxalidales Famili : Oxalidaceae Genus : Averrhoa Kebanyakan petani tradisional masih menggunakan wadah peti kayu dalam pendistribusiannya karena harganya yang murah dan mudah ditemukan bila dibandingkan dengan kemasan karton. Dilihat dari pengertiannya, pengemasan merupakan wadah untuk melindungi komoditas dari penurunan mutu dan kerusakan mekanis , fisik, kimia, dan mikrobiologi. Karton gelombang adalah karton yang dibuat dari satu atau beberapa lapisan kertas medium bergelombang dengan kertas liner sebagai penyekat dan pelapisnya. Kertas gelombang antara permukaan pada papan karton gelombang disebut flutting atau media bergelombang. Peleg (1985), mengklasifikasikan karton gelombang berdasarkan lapisan kertas (flat sheet) dan flute penyusunnya yaitu single wall board (flute berada di antara flat sheet), double wall board (dua lapis
3 single wall yang saling berhadapan), dan triple wall board (terdiri dari tiga flute dan empat flat sheet), untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1.
Gambar 1 Penggolongan karton gelombang (sumber: www.tri-wall.co.jp) Terdapat empat ukuran struktur flute (ketebalan kertas) yang digunakan pada karton gelombang komersial yaitu A (coarse), B (fine), C (medium), dan E (very fine). Flute tipe A, B, dan C banyak digunakan untuk keperluan industri, misalnya untuk transportasi. Keempat flute tersebut memiliki kelebihan masingmasing, flute A memiliki sifat bantalan yang baik karena ketebalannya dapat meredam daya tekan saat kemasan ditumpuk, flute B memiliki bantalan yang tidak terlalu tinggi tetapi memiliki ketahanan tekan datar yang paling baik, flute C memiliki daya bantalan yang tinggi seperti flute A dan memiliki ketahanan tekan datar yang baik seperti flute B dengan harga lebih murah, sedangkan flute E banyak digunakan untuk kemasan display dengan dinding luar terbuat dari white kraft sebagai karton printed. Ketebalan dan kekuatan tekan dari masing-masing flute dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1 Ketebalan dan kekuatan tekan tepi masing-masing jenis flute Jenis flute
Ketebalan (mm)
Kekuatan tekan tepi (kg/cm)
4.9-5.5 2.9-3.5 3.9-4.5
6.8-7.6 5.2-7.3 5.4-7.5
7.8-9.0 8.8-10.0
9.0-12.1 9.1-12.3
Single wall A B C Double wall A+B A+C Sumber : Peleg (1985)
Peleg (1985) menyatakan bahwa terdapat beberapa tipe kemasan karton gelombang yang umum digunakan yaitu : Regular Slotted Container (RSC) biasa disebut wadah celah teratur karena kedua tutup sama panjang dan bertemu di tengah pada saat ditutup, Half Telescopic Container (HTC) yang terdiri dari dua wadah yang ditumpuk dimana satu kotak sedikit lebih kecil dari kotak lainnya dan Full Telescopic Container (FTC) terdiri dari wadah yang tertutup yang terpisah antar wadah bagian atas dan wadah bagian bawah. Ketiga tipe kemasan tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.
4
Gambar 2 Tipe kemasan (A) RSC, (B) HTC, dan (C) FTC Selama transportasi dan penyimpanan, bahan segar dan kemasan akan mengalami beberapa kerusakan baik secara mekanis, lingkungan maupun biologis. Beberapa kerusakan tersebut dapat dihindari dengan meminimalisir ruang kosong yang terdapat dalam kemasan serta melindungi tekanan dan gesekan yang terjadi antara produk atau antara produk dengan kemasan selama kegiatan transportasi. Bahan yang digunakan untuk mengurangi ruang kosong tersebut dikenal dengan istilah bahan pengisi. Bahan yang umum digunakan adalah merang, daun-daun kering, pelepah batang pisang, potongan-potongan kertas, dan lain-lain. Sutrisno et al. (2011a) telah melakukan penelitian mengenai rancangan kemasan untuk individual buah belimbing menggunakan karton gelombang tipe flute BC, flute C untuk kemasan luar dan flute B sebagai kemasan dalam. Kapasitas individu untuk 4 dan 6 buah per kemasan kecil. Untuk memudahkan transportasi tiap kemasan kecil dikemas lagi dengan kemasan besar dengan total kurang lebih 6 kg sampai 8 kg per kemasan. Hasil pengujian terpilih kemasan karton berbahan flute C untuk outer kemasan dan flute B untuk inner kemasan dengan tingkat kerusakan mekanis buah rata-rata sebesar 1.39% untuk kemasan berkapasitas 48 buah dan 1.67% untuk kapasitas 60 buah. Novragiri (2011) juga melakukan penelitian menggunakan karton gelombang double flute untuk transportasi buah belimbing varietas Dewi. Tipe flute yang digunakan adalah flute BC dengan pemisah buah di dalam kemasan berupa sekat karton yang diberi perlakuan dengan penambahan ventilasi yaitu circle ventilation dan oblong ventilation. Kemasan yang dirancang berkapasitas 20 dan 40 buah yang disusun dalam 2 lapis. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kemasan berkapasitas 40 buah dengan tipe circle ventilation mampu beradaptasi lebih cepat dan stabil terhadap suhu refrigerator dibanding kemasan lainnya dengan tingkat kerusakan mekanis setelah simulasi transportasi adalah sebanyak 6 buah atau sebesar 15% dari total keseluruhan buah dalam kemasan. Kusuma (2010) telah melakukan penelitian mengenai pengaruh perlakuan kemasan belimbing dengan penggunaan bahan pengisi terhadap mutu fisik belimbing selama transportasi. Bahan pengisi yang digunakan adalah serutan kayu, serbuk gergaji dan cacahan kertas berlaminasi dengan penyusunan buah belimbing secara vertikal dan horizontal. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat kerusakan mekanis tertinggi dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serutan kayu yang disusun secara vertikal yakni sebesar 28.57% dan tingkat kerusakan mekanis terendah dialami oleh buah belimbing yang dikemas dengan kardus berbahan pengisi serutan kayu yang disusun secara horizontal sebesar 19.15%.
5
METODE Waktu dan Lokasi Penelitian Penelitian ini dilakukan mulai bulan Mei hingga September 2013 di Laboratorium Teknik Pengolahan Pangan dan Hasil Pertanian (TPPHP), Departemen Teknik Mesin dan Biosistem, Fakultas Teknologi Pertanian.
Bahan Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah belimbing Dewa yang dipanen setelah 40-45 hari dihitung dari masa pembungkusan yang diperoleh dari petani yang beralamat di kelurahan Pasir Putih gang jinjing Sawangan, Depok, net buah (foam net) dan kertas pembungkus (paper wrap) sebagai bahan pengisi untuk melindungi buah, karton bergelombang jenis RSC dengan tipe flute C sebagai outer dan flute B sebagai inner.
Alat Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah meja simulator dengan kompresor, rheometer CR-300DX untuk mengukur kekerasan buah, refractometer ATAGO untuk mengukur total padatan terlarut, timbangan metler, termokopel, hybrid recorder untuk membaca hasil pengukuran suhu yang diperoleh dari termokopel, jangka sorong untuk mengukur dimensi buah, ruang pendingin untuk penyimpanan serta peralatan lainnya yang menunjang terlaksananya penelitian ini.
Prosedur Penelitian Perkiraan kapasitas kemasan ditentukan berdasarkan kebiasaan eksportir dalam memasarkan buah belimbing dan dimensi kemasan ditentukan berdasarkan ukuran buah, jumlah layer, dan tebal bahan yang digunakan. Setelah dimensi kemasan ditentukan, maka dibuat kemasan dari bahan karton gelombang tipe RSC sebagai outer dengan tipe flute yang digunakan adalah flute C dan flute B sebagai kemasan inner yang merupakan modifikasi dari tipe RSC. Kemasan yang dibuat diberi tambahan ventilasi tipe circle sebagai tempat sirkulasi udara dengan masing-masing luasan ventilasi 1% dari luas kemasan dan setiap kemasan berisi 16 buah dengan berat sekitar 4 kg. Kemasan yang telah dirancang kemudian diisi dengan buah belimbing yang telah disortasi dan disusun secara vertikal pada setiap kemasan inner, di mana setiap kemasan diberi perlakuan dengan bahan pengisi yaitu kemasan pertama menggunakan net buah (KP1), kemasan ke-2 menggunakan kertas pembungkus (KP2), dan kemasan ke-3 tanpa bahan pengisi (KP3). Setiap buah di dalam inner diberi pengisi berupa net buah dan kertas pembungkus, karena di dalam satu kemasan inner terdapat 4 buah dengan jumlah 4 inner dalam kemasan outer maka pengisi yang digunakan sebanyak 16 buah.
6 Masing-masing kemasan kemudian diletakkan di atas meja simulator untuk simulasi transportasi (Gambar 3). Penggetaran dilakukan selama 2 jam yang didasarkan pada pengiriman buah dari Depok menuju pedagang-pedagang buah di Bogor maupun Jakarta dengan arah vertikal sebanyak 2 kali pengulangan sehingga diperoleh frekuensi rata-rata sebesar 3.07 Hz dan amplitudo rata-rata sebesar 4.76 cm. Setelah itu dilakukan pengamatan kerusakan mekanis untuk mengetahui jumlah dan persentase buah belimbing yang mengalami kerusakan akibat guncangan selama simulasi transportasi. Tahap selanjutnya pasca simulasi, buah belimbing disimpan pada suhu ruang (26-27 0C) dan suhu dingin (10 0C) , kemudian dilakukan pengamatan setiap 2 hari sekali selama 14 hari. Selain itu disimpan pula buah sebagai kontrol (KK) untuk pembanding apakah terdapat perubahan yang signifikan. Data-data yang diambil selama pengamatan adalah kerusakan mekanis, susut bobot, kekerasan, dan total padatan terlarut. Selama penyimpanan diamati pula sebaran suhu kemasan untuk mengetahui berapa waktu yang diperlukan masing-masing kemasan untuk beradaptasi dengan suhu lingkungannya. Tahapan prosedur penelitian secara lengkap dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 3 Simulasi transportasi pada meja getar
7 Perancangan kemasan
Pengisian dengan buah belimbing
KP1
KP2
KP3
KK
Simulasi transportasi di meja simulator
Pengamatan kerusakan mekanis
Penyimpanan pada suhu ruang dan suhu dingin (10 0C)
Pengamatan sebaran suhu*, susut bobot, kekerasan dan total padatan terlarut
Pengolahan data
Kemasan yang direkomendasikan Gambar 4 Diagram alir prosedur penelitian Keterangan * : Posisi titik pengamatan sebaran suhu dapat dilihat pada Gambar 5. T1
T4
T2
T3
T5 Gambar 5 Posisi titik pengukuran suhu dalam kemasan
8 Analisis Data Penelitian ini menggunakan rancangan acak lengkap dengan pola faktorial. Faktor perlakuan yang digunakan adalah kemasan dan suhu dengan bahan pengisi yang berbeda. Faktor kemasan terdiri atas foam net (KP1), paper wrap (KP2), tanpa pengisi (KP3) dan kontrol (KK), sedangkan faktor suhu terdiri atas suhu ruang (T1) dan suhu 10 0C (T2). Model umum rancangan percobaan ini adalah : Yijk = µ + Ki + Tj(KT)ij + Cijk Keterangan : Yijk = Pengamatan perlakuan suhu ke-i (T1, T2) dan jenis kemasan ke-j (KP1, KP2, KP3) pada ulangan ke-k µ = Nilai rata-rata Ki = Perlakuan jenis kemasan ke-i (KP1, KP2, KP3, KK) Tj = Perlakuan suhu ke-j (T1, T2) (KT)ij = Pengaruh interaksi jenis kemasan ke-i dengan perlakuan suhu ke-j Cijk = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan jenis kemasan ke-i dan jenis suhu ke-j pada ulangan ke-k
HASIL DAN PEMBAHASAN Kemasan Hasil Rancangan Kemasan distribusi dirancang untuk melindungi produk yang dikemas dari luka memar, getaran maupun berat wadah lain yang ditumpuk diatasnya karena mutu buah yang akan dipasarkan sangat ditentukan oleh jenis dan cara kemasannya. Penyusunan buah yang asal-asalan dapat memberikan kerusakan yang besar sehingga mengurangi harga jualnya. Menurut Syarief et al. (1989), berdasarkan ilmu kemasan, fungsi dari pengemasan itu sendiri adalah sebagai pelindung, sebagai sarana informasi dan promosi serta memberikan kemudahan kepada pedagang atau konsumen dalam pengangkutan dan distribusi. Saat ini kemasan distribusi buah belimbing untuk pasar lokal umumnya menggunakan peti kayu atau keranjang plastik dengan kapasitas kemasan sekitar 10-45 kg. Pengangkutan pada setiap buah belimbing biasanya dilakukan dengan atau tanpa pembungkusan. Untuk kemasan yang menggunakan pembungkus pada setiap buah biasanya petani menggunakan plastik. Penggunaan pembungkus secara tidak langsung dapat membantu mengurangi kerusakan selama pengangkutan. Meskipun demikian, penumpukan buah belimbing yang tidak teratur di dalam kemasan dapat mengakibatkan kerusakan akibat tekanan dari buah yang berada di atasnya dan kerusakan akan banyak terjadi pada buah belimbing yang tidak diberi pembungkus plastik baik berupa luka memar, gores, ataupun pecah. Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengurangi kerusakan buah selama pengangkutan seperti penggunaan bahan pengisi berupa serutan kayu, serbuk gergaji, dan cacahan kertas berlaminasi menggunakan kemasan karton (Kusuma 2010), penggunaan karton bergelombang double flute dengan pemisah
9 buah di dalam kemasan berupa sekat karton dan penambahan ventilasi (Novragiri 2011). Untuk meningkatkan upaya tersebut, maka dilakukan perbaikan terhadap kemasan distribusi buah belimbing dengan penggunaan bahan pengisi berupa net buah dan kertas pembungkus (Lampiran 2) pada setiap buah di dalam kemasan inner menggunakan karton bergelombang yang diberi penambahan ventilasi. Penentuan kapasitas kemasan didasarkan pada kebiasaan eksportir dalam memasarkan buah belimbing. Kemasan buah belimbing untuk ekspor umumnya menggunakan peti karton, terbagi dalam kemasan untuk kapasitas 14 kg yang terdiri dari dua layer dimana dalam satu kemasan berisi 70 buah dan kemasan berukuran kecil dengan kapasitas 15-20 buah dengan berat bersih 3.5 kg (Anonim 2008). Informasi yang dibutuhkan dalam perancangan kemasan adalah dimensi, berat, dan jumlah buah yang akan dikemas dalam satu kemasan. Selanjutnya adalah memilih bahan kemasan dengan karakteristik tertentu yang disesuaikan dengan kondisi buah yang akan dikemas dan menentukan tipe kemasan yang akan dirancang. Buah belimbing yang digunakan sebagai acuan untuk perancangan kemasan adalah belimbing yang tergolong dalam kelompok besar (large), dimana buah berukuran besar memiliki berat antara 181-220 g. Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah dapat dilihat pada Tabel 2. Tabel 2 Data hasil pengukuran berat dan dimensi dari 10 sampel buah No Data Pengukuran Rataan 1 Berat (gram) 219.50 2 Diameter (cm) 8.41 3 Tinggi (cm) 12.79 Kemasan hasil rancangan terdiri dari dua bagian utama yaitu kemasan luar (outer) dan kemasan dalam (inner). Kemasan luar menggunakan peti karton tipe RSC karena tipe kemasan tersebut banyak digunakan sebagai kemasan distribusi produk hortikultura dengan konstruksi yang sederhana dan kemasan inner merupakan modifikasi dari tipe RSC dengan penambahan sekat. Jenis karton yang digunakan untuk kemasan outer adalah karton jenis flute C yang memiliki ketebalan 4 mm, jenis flute ini memiliki daya bantalan yang tinggi dan ketahanan tekan datar yang baik. Sedangkan jenis karton pada kemasan inner adalah jenis flute B dengan ketebalan 3 mm yang memiliki ketahanan tekan datar yang paling baik diantara jenis flute lainnya. Berikut adalah skema (Gambar 6) dan perhitungan kapasitas kemasan outer dan inner. Untuk perhitungan ventilasi kemasan dapat dilihat pada Lampiran 1.
10
Inner
Outer
T P
L
Gambar 6 Skema penentuan dimensi kemasan Diketahui : Diameter rata-rata buah belimbing = 8.41 cm, tinggi = 12.79 cm, tebal outer = 0.4 cm, dan tebal inner = 0.3 cm Kemasan outer (Lampiran 2) 1. P = TDBP + TDVIP + TDVOP = (4x8.41) + (4x0.3) + (2x0.4) = 35.64 cm = 36 cm 2. L = TDBL + TDVIL + TDVOL = (4x8.41) + (4x0.3) + (2x0.4) =35.64 cm = 36 cm 3. T = TTB + TL + TAP = 12.79 + 0.3 + (0.4+0.4) = 13.89 cm = 14 cm Jadi, dimensi kemasan outer adalah (36 x 36 x 14) cm Kemasan inner (Lampiran 2) 1. P = TDBP + TDVIP = (2x8.41) + (1x0.3) = 17.12 cm = 17 cm 2. L = TDBL + TDVIL = (2x8.41) + (1x0.3) = 17.12 cm = 17 cm 3. T = tinggi buah = 12.79 cm = 13 cm Jadi dimensi kemasan inner adalah (17 x 17 x 13) cm Keterangan : TDBP = total diameter buah pada sisi panjang TDVIP = total tebal dinding vertikal inner pada sisi panjang TDVOP = total tebal dinding vertikal outer pada sisi panjang TDBL = total diameter buah pada sisi lebar TDVIL = total tebal dinding vertikal inner pada sisi lebar TDVOL = total tebal dinding vertikal outer pada sisi lebar TTB = total tinggi buah TL = tebal layer TAP = tebal alas penutup
11 Penambahan kemasan inner bertujuan untuk membatasi kontak antar buah di dalam kemasan sehingga gesekan antara buah belimbing dapat diminimalisasi karena gesekan tersebut dapat mengurangi mutu produk yang menyebabkan harga jual buah belimbing menjadi turun. Selain itu kemasan inner juga berfungsi membantu kemasan outer menambah kekuatan tumpuk dan dapat pula digunakan sebagai kemasan retail atau display. Menurut Sutrisno et al. (2011a) berdasarkan hasil pengujian kekuatan tekan, penambahan inner kemasan akan menambah kekuatan kemasan sebesar kurang lebih 50%. Masing-masing buah dalam kemasan inner disusun secara vertikal dan diberi tambahan bahan pengisi yang berfungsi untuk melindungi produk selama distribusi dan penyimpanan. Bahan pengisi yang digunakan adalah net buah (foam net) dan kertas pembungkus berlapis lilin (paper wrap) yang diharapkan mampu mengurangi gesekan antara buah dengan dinding kemasan. Berdasarkan penelitian Sutrisno et al. (2011a), penambahan inner pada kemasan buah manggis mampu memberikan perlindungan pada setiap buah. Selain mampu melindungi buah manggis, kemasan inner juga mampu memberikan perlindungan terhadap buah belimbing ditambah lagi adanya pengisi pada setiap buah memberikan perlindungan tambahan pada setiap buah yang dikemas. Setiap kemasan hasil rancangan diberi perlakuan ventilasi yang berfungsi sebagai tempat sirkulasi udara dan untuk menekan produksi etilen pada buah belimbing sehingga proses pematangan menjadi terhambat. Menurut Singh (2008), penggunaan ventilasi dan hand hole sebesar 2% dari bidang vertikal kemasan dapat mengurangi kekuatan kardus sebesar 10%, oleh sebab itu penggunaan ventilasi lebih dari 2% tidak disarankan. Ventilasi yang digunakan dalam perancangan adalah ventilasi tipe circle dengan luasan lubang 1% dari total luasan dinding vertikal pada masing-masing kemasan (outer dan inner) yang terletak di tengah-tengah sehingga udara dapat mengalir ke luar. Dari hasil perhitungan diperoleh dimensi kemasan outer sebesar (36 x 36 x 14) cm dan dimensi kemasan inner sebesar (17 x 17 x 13) cm. Setiap inner diisi sebanyak empat buah belimbing dengan jumlah empat inner dalam satu kemasan sehingga total buah dalam satu kemasan sebanyak 16 buah dan berat bersih kemasan sekitar 4 kg. Penentuan kapasitas kemasan didasarkan pada kebiasaan eksportir dalam memasarkan buah belimbing dan untuk memudahkan konsumen dalam proses pengangkatan serta untuk mengurangi respirasi yang dikeluarkan oleh buah belimbing yang dapat mempercepat proses pematangan sehingga mengakibatkan penurunan mutu dan mengurangi umur simpan buah. Untuk lebih jelasnya, desain kemasan outer, inner dan outer+inner dapat dilihat pada Gambar 7, 8 dan 9 serta Lampiran 3 dan 4.
12
Gambar 7 Desain kemasan outer
Gambar 8 Desain kemasan inner
Gambar 9 Gabungan outer dan inner
Sebaran Suhu Kemasan Selama Penyimpanan Penyimpanan buah pada suhu dingin biasa dilakukan untuk memperpanjang kesegarannya. Pada suhu dingin respirasi menjadi terhambat sehingga proses pematangan buah dapat diperlambat. Hal penting yang harus diperhatikan pada penyimpanan dengan suhu dingin adalah penggunaan suhu yang tepat. Suhu penyimpanan yang digunakan tidak boleh terlalu rendah karena dapat menyebabkan terjadinya kerusakan buah akibat suhu dingin (Satuhu 2004). Menurut Kitinoja dan Kader (2002), buah belimbing yang disimpan pada suhu 910 0C mampu bertahan hingga lebih dari 2 minggu. Pengujian sebaran suhu dalam kemasan selama penyimpanan digunakan untuk mengetahui kemampuan kemasan dalam beradaptasi terhadap suhu penyimpanan. Terdapat lima titik pengukuran pada masing-masing kemasan, empat titik yang terletak di bagian pinggir kemasan dan satu titik di bagian tengah. Pengukuran dilakukan sampai suhu di dalam kemasan mulai stabil, yakni mencapai suhu yang setara dengan ruang pendingin dan suhu ruang. Penempatan titik pengukuran suhu dapat dilihat pada Gambar 10.
13 Setiap kemasan disimpan pada suhu 28 ruang dan suhu 10 0C. Hasil pengukuran sebaran suhu pada masing-masing kemasan dapat dilihat pada T1 T1 26 Gambar 10 dan Gambar 11. 26 T2
24
T3 22 0 200 400 600 800 1000
Suhu (0C)
Suhu (0C)
28
T3 22
T4
T4 0 200 400 600 800 1000
T5
Waktu (menit)
Waktu (menit)
(a)
(b)
T5
28
T1
26
T2
24
T3
22
T4 0 200 400 600 800 1000
.
Waktu (menit)
T5
Suhu (0C)
28 Suhu (0C)
T2
24
T1
26
T2
24
T3 22
T4 0 200 400 600 800 1000
Waktu (menit)
(c) (d) Gambar 10 Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang. (a) KP1, (b) KP2, (c) KP3, (d) KK Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa sebaran suhu dalam kemasan pada ke-4 perlakuan suhu ruang menunjukkan pola yang serupa yaitu berfluktuasi di awal penyimpanan (menit ke-0 sampai menit ke-400). Pada awal penyimpanan suhu menurun kemudian meningkat. Hal ini disebabkan oleh perbedaan antara suhu bahan dengan suhu lingkungan dimana suhu pada saat itu lebih rendah dari suhu lingkungan. Selanjutnya pada menit ke-200, suhu dalam kemasan meningkat yang disebabkan oleh panas hasil respirasi buah belimbing yang ada dalam kemasan. Menurut Soesanto (2006) respirasi merupakan pengambilan oksigen dari udara menjadi air dan karbondioksida dan menghasilkan energi dalam bentuk panas, proses tersebut dipengaruhi antara lain oleh pasokan udara dan karbondioksida, pasokan udara yang baik akan mempengaruhi laju respirasi. Memasuki menit ke-400 terjadi penurunan suhu yang cukup rendah, hal ini disebabkan karena adanya operasi AC di ruang penyimpanan pada suhu ruang. Selain itu, pada saat penelitian bersamaan dengan penelitian komoditas lain yang memberi perlakuan suhu dengan on-off AC. Kemasan KP1 menunjukkan tren stabil pada kisaran suhu 26-27 0C pada menit ke-480, KP2 dan KP3 pada menit ke-490, dan KK pada menit ke-530. Hal tersebut menunjukkan bahwa waktu yang diperlukan masing-masing kemasan untuk menyesuaikan diri dengan suhu penyimpanan tidak berbeda jauh karena setiap kemasan mendapat perlakuan ventilasi yang sama. Selama penyimpanan, sebaran suhu masih mengalami fluktuasi pada masing-masing kemasan karena dipengaruhi oleh suhu lingkungan atau ruangan berpendingin (AC) yang tidak kontinyu.
T5
14
25 20 15 10 5 0
T1 T2 T3
Suhu (0C)
Suhu (0C)
Berbeda halnya dengan kemasan yang disimpan pada suhu 10 0C (Gambar 11). Kemasan KP1, KP2, KP3 menunjukkan tren stabil yaitu mengikuti suhu ruang pendingin pada menit ke-310 dan KK pada menit ke-330. Suhu di awal penyimpanan berada pada kisaran 25 0C kemudian mulai menurun mengikuti suhu penyimpanan dan masih mengalami fluktuasi, hal ini dikarenakan suhu pada refrigerator tidak konstan (berubah-ubah) tetapi masih pada kisaran 10 0C. Dengan demikian, ventilasi yang dirancang mampu mengalirkan udara dingin di dalam kemasan dan inner yang diberi ventilasi juga mampu mengalirkan udara dingin, hal tersebut terlihat pada grafik bahwa ke-3 kemasan lebih cepat menyesuaikan diri dengan suhu ruang dibandingkan dengan kontrol. Semakin cepat suhu dalam kemasan mencapai suhu penyimpanan, maka laju respirasi buah semakin cepat ditekan karena menurut Pantastico (1986) laju respirasi yang tinggi biasanya disertai dengan umur simpan yang pendek. Dalam hal ini bahan pengisi tidak memiliki pengaruh yang terlalu besar terhadap sebaran suhu kemasan karena ventilasilah yang berperan dalam proses pertukaran udara yang menentukan berapa waktu yang dibutuhkan kemasan untuk menyesuaikan diri dengan suhu penyimpanan. Hal tersebut sesuai dengan Sutrisno et al. (2011b) bahwa pada penyimpanan dingin suhu pada kemasan tanpa ventilasi lebih tinggi dibanding kemasan dengan ventilasi yang menunjukkan bahwa aliran udara dingin yang ada dalam ruang kemasan akan segera menyebar melalui lubang-lubang ventilasi yang ada pada kemasan, selain itu kemasan dengan tipe ventilasi lingkaran menunjukkan sebaran suhu dalam ruang kemasan lebih baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu dingin bila dibandingkan dengan ventilasi tipe oval dan ventilasi searah sekat.
T4 0 150 300 450 600 750
25 20 15 10 5 0
T5
T2 T3 T4 T5
Suhu (0C)
Suhu (0C)
T4 T5
(b)
T1
Waktu (menit)
T3
Waktu (menit)
(a)
0 150 300 450 600 750
T2
0 150 300 450 600 750
Waktu (menit)
25 20 15 10 5 0
T1
25 20 15 10 5 0
T1 T2 T3 T4 0 150 300 450 600 750
Waktu (menit)
(c) (d) Gambar 11 Sebaran suhu di dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 0C. (a) KP1, (b) KP2, (c) KP3, (d) KK
T5
15 Tingkat Kerusakan Mekanis Pasca Simulasi Transportasi Simulasi transportasi dilakukan menggunakan meja getar untuk memperoleh gambaran data kerusakan mekanis buah belimbing apabila terkena goncangan selama transportasi. Dalam simulasi menggunakan mobil goncangan dominan adalah goncangan vertikal sehingga goncangan lain berupa puntiran dan bantingan diabaikan karena jumlah frekuensinya kecil (Soedibyo 1992). Simulasi transportasi dilakukan selama 2 jam yang didasarkan pada pengiriman buah belimbing dari kota Depok menuju pedagang-pedagang buah di Bogor maupun Jakarta. Dari simulasi tersebut diperoleh frekuensi rata-rata sebesar 3.07 Hz dan amplitudo rata-rata sebesar 4.76 cm. Hasil konversi frekuensi dan amplitudo selama simulasi transportasi (Lampiran 5) berdasarkan konversi angkutan truk selama 2 jam pada alat simulasi transportasi setara dengan 163.84 km di jalan luar kota dengan kecepatan 60 km/jam. Pengukuran tingkat kerusakan mekanis buah belimbing dilakukan secara visual dengan melihat kerusakan pada buah berupa memar, goresan atau luka setelah simulasi. Tingkat kerusakan mekanis buah dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Tingkat kerusakan mekanis buah belimbing pasca simulasi Jumlah Rata-rata Total (%) Perlakuan Waktu Ulangan kerusakan (%) (buah) Kerusakan (buah) Kerusakan 1 16 5 31.25 KP1 2 jam 25.00 2 16 3 18.75 1 16 4 25.00 KP2 2 jam 34.37 2 16 7 43.75 1 16 8 50.00 KP3 2 jam 40.63 2 16 5 31.25 Buah belimbing di setiap kemasan mendapat perlakuan bahan pengisi yang berbeda yaitu KP1, KP2, dan KP3. Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa kemasan dengan bahan pengisi net buah mengalami kerusakan yang paling kecil yakni 25%, hal ini dikarenakan bahan pengisi net buah memiliki sifat yang cukup elastis sehingga saat terjadi gesekan dengan kemasan, pengisi ini menjadi bantalan yang baik bagi buah yang dikemas. Sedangkan KP3 lebih banyak mengalami kerusakan karena buah tidak terlindung oleh pengisi sehingga saat terjadi goncangan buah lebih rentan terhadap gesekan yang terjadi. Pasca simulasi transportasi, kerusakan yang paling banyak terjadi pada buah belimbing adalah memar (Gambar 12) pada bagian pangkal karena buah disusun secara vertikal yakni posisi pangkal berada di bagian bawah. Penelitian sebelumnya yang telah dilakukan oleh Kusuma (2010), menunjukkan bahwa kerusakan yang terjadi pada buah belimbing dengan pengisi kertas laminasi berupa luka memar, pengisi serutan kayu berupa luka gores, dan pengisi serbuk gergaji berupa luka gores, luka memar, dan luka pecah. Hal ini menunjukkan bahwa penambahan pengisi net buah dan kertas pembungkus pada setiap buah mampu mengurangi luka (gores dan pecah) pada buah belimbing selama pengangkutan.
16
Gambar 12 Kerusakan buah pasca simulasi transportasi Hasil pengamatan secara visual pada buah yang disimpan pada suhu ruang menunjukkan bahwa KP3 lebih cepat mengalami penurunan mutu. Salah satu penyebab cepatnya penurunan mutu tersebut adalah karena luka memar yang dihasilkan pasca simulasi transportasi. Luka tersebut menyebabkan peningkatan laju respirasi pada produk yang mengakibatkan meningkatnya produksi panas dari produk sehingga memacu pemasakan produk lebih awal. Secara keseluruhan, buah yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan hingga hari ke-4 dan pada hari ke-6 (Lampiran 6) buah mengalami pembusukan. Berbeda halnya dengan buah yang disimpan pada suhu 10 0C, buah pada KP3 masih memberikan kenampakan fisik yang cukup baik sampai penyimpanan pada hari ke-14 (Lampiran 7) karena pada penyimpanan dingin laju respirasi pada buah ditekan untuk mencegah kematangan yang lebih awal sehingga dapat memperpanjang umur simpan. Menurut Winarno (2002), refrigerasi merupakan suatu proses pemindahan panas dari suatu produk ke media pendingin sehingga suhu produk tersebut dapat ditekan turun dan dipertahankan pada tingkat yang diinginkan.
Pengaruh Kemasan dan Suhu Penyimpanan Terhadap Mutu Buah Belimbing 1. Susut Bobot Kehilangan berat pada buah selama penyimpanan disebabkan oleh hilangnya air dalam buah. Penurunan berat tersebut dapat memberikan kerugian bagi produk yang dijual dengan melihat ukuran atau beratnya karena semakin besar susut bobot yang terjadi maka harga jual produk menjadi berkurang. Kehilangan air pada buah selama penyimpanan tidak hanya menyebabkan penurunan berat tetapi juga dapat menyebabkan kerusakan yang pada akhirnya menyebabkan penurunan kualitas. Susut bobot terjadi akibat proses respirasi dan transpirasi pada buah. Laju transpirasi dapat dikurangi melalui penggunaan pembungkus atau kemasan sehingga pelayuan dapat dicegah. Kerusakan mekanis pasca simulasi transportasi yang relatif besar terhadap permukaan buah menyebabkan proses penguapan dan kehilangan air berjalan dengan cepat dan sebaliknya, bila kerusakan mekanis relatif kecil maka penguapan dan kehilangan air bahan akan berjalan lambat. Selama penyimpanan pada suhu ruang dan suhu 10 0C dilakukan pengamatan terhadap susut bobot setiap 2 hari sekali. Pola susut bobot buah belimbing dapat dilihat pada Gambar 13 dan 14.
Susut Bobot (%)
17 16 14 12 10 8 6 4 2 0
KP1 KP2
KP3 0
2
4
6
KK
Lama Penyimpanan (hari)
Susut Bobot (%)
Gambar 13 Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu ruang 16 14 12 10 8 6 4 2 0
KP1 KP2 KP3 0
2
4
6
8 10 12 14
KK
Lama Penyimpanan (hari) Gambar 14 Perubahan persentase susut bobot buah belimbing dalam kemasan selama penyimpanan pada suhu 10 0C Dari grafik di atas dapat dilihat bahwa selama penyimpanan, susut bobot buah pada setiap perlakuan mengalami peningkatan. Susut bobot pada suhu ruang hingga akhir penyimpanan mengalami peningkatan yang lebih besar dibanding dengan buah yang disimpan pada suhu 10 0C yaitu sekitar 14%. Hasil ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Novragiri (2011) bahwa susut bobot buah belimbing yang disimpan pada suhu 10 0C lebih rendah bila dibandingkan dengan buah yang disimpan pada suhu ruang ataupun buah kontrol. Persentase susut bobot buah belimbing tertinggi baik pada penyimpanan suhu ruang maupun suhu 10 0C adalah kemasan tanpa bahan pengisi (KP3) dengan rata-rata susut sebesar 14.26 % dan 8.14%. Hal tersebut disebabkan pasca simulasi transportasi buah banyak mengalami kerusakan mekanis yang berakibat pada meningkatnya laju respirasi, produksi etilen, dan kehilangan air dalam buah yang mempercepat penurunan mutu produk. KP1, KP2 dan KP3 menunjukkan susut bobot yang lebih kecil bila dibandingkan dengan buah kontrol yang berarti bahwa kemasan mampu memberikan kondisi yang ideal pada buah yang dikemas. Kemasan dengan bahan pengisi paper wrap memiliki susut bobot yang lebih kecil baik pada suhu ruang maupun suhu 10 0C berturut-turut sebesar 14.18% dan 4.20%. Secara visual, pengamatan buah belimbing KP2 pada suhu 10 0C (Lampiran 7) hingga akhir penyimpanan masih menunjukkan kondisi yang baik. Browning yang terjadi pada bagian tepi buah sangat kecil sekali bila dibandingkan dengan kemasan tanpa bahan pengisi karena lapisan lilin yang terdapat pada
18 kertas dapat menghambat keluarnya air dalam buah. Selain browning, penurunan susut bobot juga dapat menyebabkan pengeriputan pada buah akibat hilangnya air di dalam buah. Dari hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa pengisi kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap susut bobot buah selama penyimpanan karena P value > 0.05. Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Tabel 4 dan 5), hubungan antara suhu dengan waktu penyimpanan (Tabel 4) memberikan pengaruh yang signifikan terhadap susut bobot buah belimbing pada tiap suhu penyimpanan. Susut bobot pada buah belimbing baik pada suhu ruang maupun suhu 10 0C mengalami kenaikan dari hari ke hari. Tabel 4 Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap susut bobot buah belimbing Susut bobot (%)a Tipe kemasan H-2 H-4 H-6 H-8 H-10 H-12 KP1 2.7 a ± 2.4 5.7 a ± 4.5 11.4 a ± 9.4 3.7 a ± 0.5 4.8 a ± 0.7 6.0 a ± 0.9 KP2 1.7 a ± 1.3 3.7 b ± 3.1 7.9 b ± 6.9 2.4 a ± 0.4 3.1 a ± 0.5 3.7 a ± 0.5 KP3 2.4 a ± 2.1 5.1 ab ± 3.7 8.6 b ± 6.2 4.4 a ± 2.1 5.7 a ± 2.6 7.1 a ± 3.3 KK 1.9 a ± 1.8 5.1 ab ± 3.4 8.8 b ± 6.1 4.5 a ± 1.7 6.0 a ± 2.1 7.4 a ± 2.6 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
H-14 7.0 a ± 1.0 4.2 a ± 0.6 8.1 a ± 3.4 8.7 a ± 3.0
Tabel 5 Pengaruh suhu terhadap susut bobot buah belimbing Susut bobot (%)a Suhu penyimpanan H-2 H-4 H-6 H-8 H-10 H-12 H-14 T1 (26-27 0C) 3.7 a ± 1.4 8.2 a ± 1.8 15.7 a ± 3.1 T2 (10 0C) 0.6 b ± 0.1 1.6 b ± 0.7 2.6 b ± 1.1 3.8 ± 1.5 4.9 ± 1.9 6.1 ± 2.5 7.0 ± 2.8 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
2. Kekerasan Kekerasan merupakan salah satu parameter yang menentukan mutu suatu produk terutama pada buah-buahan. Menurut Pantastico (1986), ketegangan pada produk (buah-buahan dan sayur-sayuran) disebabkan oleh tekanan isi sel pada dinding sel dan bergantung pada konsentrasi zat-zat osmotik aktif dalam vakuola, permeabilitas protoplasma dan elastisitas dinding sel. Hilangnya air selama penyimpanan menyebabkan tekanan turgor menjadi semakin kecil dan menyebabkan komoditas menjadi lunak. Pengukuran kekerasan dilakukan setiap 2 hari sekali menggunakan alat rheometer yang memiliki jarum dengan diameter 5 mm, pengujian dilakukan pada 3 titik yang berbeda yaitu bagian ujung, tengah, dan pangkal. Sebelum dilakukan pengujian, alat terlebih dahulu di set pada mode 20 dengan kedalaman 10 mm dan tekanan 60 mm dengan beban maksimum 10 kg. Hasil pengukuran kekerasan masing-masing suhu dapat dilihat pada Gambar 15 dan Gambar 16.
Kekerasan (Kgf)
19 1,4 1,2 1,0 0,8 0,6 0,4 0,2 0,0
KP1
R² = 0,9707
R² = 0,8902
KP2 R² = 0,9478
KP3 R² = 0,8913
0
2
4
KK
6
Lama Penyimpanan (hari) Gambar 15 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang (26-27 0C) 1,2 Kekerasan (Kgf)
R² = 0,9538
0,8 R² = 0,9249
KP1 R² = 0,9668
0,4
R² = 0,9321
KP2 KP3 KK
0,0 0
2
4
6
8
10
12
14
Lama Penyimpanan (hari) Gambar 16 Perubahan kekerasan buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C Hasil pengukuran kekerasan pada Gambar 15 dan Gambar 16 menunjukkan bahwa selama penyimpanan, kekerasan pada buah belimbing mengalami trend yang menurun. Dari gambar di atas dapat dilihat bahwa kekerasan pada suhu 10 0 C lebih besar dibanding pada suhu ruang. Hal tersebut disebabkan oleh pengaruh udara dingin yang membuat laju respirasi pada buah menjadi lambat. Hasil ini sesuai dengan Novragiri (2011) dimana kekerasan pada suhu ruang lebih kecil dibanding kekerasan pada suhu 10 0C. Nilai kekerasan terendah terjadi pada akhir penyimpanan, baik pada suhu ruang maupun suhu 10 0C. Pengamatan secara visual, buah yang disimpan pada suhu ruang (Lampiran 6) mengalami pencoklatan di bagian tepi dan di akhir penyimpanan buah telah membusuk. Sedangkan buah yang disimpan pada suhu 10 0C (Lampiran 7) masih berada dalam kondisi baik hingga akhir penyimpanan. Dari hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa pengisi kemasan tidak berpengaruh terhadap kekerasan buah belimbing karena P value > 0.05.
20 Berdasarkan hasil uji lanjut Tukey (Tabel 6 dan 7), terdapat hubungan antara suhu dengan waktu penyimpanan terhadap kekerasan buah belimbing. Hal ini berarti suhu berpengaruh terhadap kekerasan buah, suhu yang tinggi dapat mempercepat proses pelunakan akibat banyaknya kehilangan air bahan. Tabel 6 Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap kekerasan buah belimbing Tipe kemasan KP1 KP2 KP3 KK
Kekerasan (Kgf)a H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10 H-12 0.95a±0.24 0.92a±0.29 0.70a±0.41 0.59a ±0.36 0.91a±0.06 0.75a±0.19 0.74a±0.21 1.08a±0.20 0.88a±0.28 0.77a±0.17 0.56a ±0.30 0.82a±0.19 0.72a±0.13 0.69a±0.23 1.03a±0.18 0.82a±0.24 0.58a±0.21 0.53a ±0.28 0.71a±0.25 0.67a±0.19 0.63a±0.02 0.92a±0.11 0.90a±0.11 0.62a±0.25 0.50a ±0.31 0.71a±0.19 0.70a±0.09 0.68a±0.23 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
H-14 0.67a±0.14 0.52a±0.07 0.57a±0.13 0.56a±0.21
Tabel 7 Pengaruh suhu terhadap kekerasan buah belimbing Kekerasan (Kgf)a Suhu penyimpanan H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10 H-12 T1(26-27 0C) 1.0a±0.22 0.84a±0.15 0.47b±0.18 0.27b±0.05 T2 (10 0C) 1.0a±0.17 0.93a±0.29 0.86a±0.21 0.82a±0.14 0.78±0.19 0.71±0.14 0.68±0.18 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
3. Total Padatan Terlarut (TPT) Kandungan total padatan terlarut (TPT) pada suatu bahan menunjukkan kandungan gula yang terdapat pada bahan tersebut. Pengukuran total padatan terlarut dilakukan menggunakan alat refractometer dengan cara menghancurkan buah belimbing hingga diperoleh cairan yang kemudian diletakkan pada prisma refractometer. Pengamatan dilakukan setiap 2 hari sekali. Hasil pengamatan dapat dilihat Gambar 17 dan 18.
H-14 0.58±0.14
Total padatan terlarut (0Brix)
21 R² = 0,9357 R² = 0,5795
7,2
R² = 0,863 R² = 0,5379
4,8 KP1 KP2
2,4
KP3 KK
0,0 0
2
4
6
Lama penyimpanan (hari)
Total padatan terlarut (0Brix)
Gambar 17 Perubahan TPT buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang (26-27 0C) R² = 0,3648 R² = 0,7052 R² = 0,0614
10,0 8,0
R² = 0,2857
6,0
KP1
4,0
KP2
2,0
KP3 KK
0,0
0
2
4
6
8
10
12
14
Lama Penyimpanan (hari) Gambar 18 Perubahan TPT buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C Hasil pengamatan total padatan terlarut pada Gambar 17 dan 18 menunjukkan bahwa buah belimbing mengalami perubahan selama penyimpanan. Gambar 17 menunjukkan bahwa total padatan terlarut tertinggi pada setiap kemasan terjadi pada hari ke-2 penyimpanan, sedangkan pada hari ke-4 hingga hari ke-6 terjadi penurunan total padatan terlarut, hal tersebut disebabkan karena hampir semua buah belimbing pada setiap kemasan telah mengalami pembusukan. Berbeda halnya dengan buah yang disimpan pada suhu 10 0C, nilai total padatan terlarut pada masing-masing kemasan mengalami fluktuasi dari hari ke hari dan trend menunjukkan bahwa TPT mengalami penurunan hingga akhir penyimpanan. Ketidakseragaman tersebut disebabkan karena sampel buah belimbing yang digunakan untuk pengamatan berbeda setiap harinya. Dari hasil analisis sidik ragam diperoleh bahwa pengisi kemasan tidak berpengaruh nyata terhadap total padatan terlarut karena P value > 0.05.
22 Berdasarkan uji lanjut Tukey (Tabel 8 dan 9), hubungan antara suhu dengan waktu penyimpanan memberikan pengaruh terhadap total padatan terlarut buah belimbing. Pada (Tabel 9) terlihat bahwa total padatan terlarut mengalami penurunan baik pada suhu ruang maupun suhu 10 0C. Hasil ini sesuai dengan Novragiri (2011) bahwa suhu mempengaruhi kandungan total padatan terlarut selama penyimpanan. Tabel 8 Pengaruh bahan pengisi kemasan terhadap total padatan terlarut buah belimbing Tipe kemasan KP1 KP2 KP3 KK
Total padatan terlarut(0Brix)a H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10 H-12 7.03a±0.76 6.76b±0.48 7.10a±1.01 7.29a±0.93 7.51a±1.03 8.21a±0.85 8.00a±0.68 7.06a±1.18 7.37ab±0.92 7.05a±1.10 7.53a±0.74 8.09a±0.33 8.08a±0.53 8.44a±0.86 7.05a±0.97 7.26ab±1.22 7.41a±1.69 7.62a±1.23 8.49a±0.22 8.84a±0.77 8.43a±0.92 7.27a±1.13 7.68a±1.09 7.20a±1.15 8.01a±1.34 8.40a±0.38 8.71a±0.36 9.55a±1.27 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
H-14 7.13b±0.11 7.82ab±0.63 8.93a±1.01 8.73a±0.79
Tabel 9 Pengaruh suhu terhadap total padatan terlarut buah belimbing Kekerasan (Kgf)a Suhu penyimpanan H-0 H-2 H-4 H-6 H-8 H-10 H-12 T1(26-27 0C) 6.31b±0.45 6.61b±0.42 6.19b±0.42 6.09b±0.35 T2 (10 0C) 7.89a±0.67 7.93a±0.94 8.18a±0.86 8.42a±0.79 8.12±0.66 8.46±0.68 8.61±1.04 a Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada taraf uji 5% (uji banding Tukey).
SIMPULAN DAN SARAN Simpulan 1. Kemasan hasil rancangan adalah karton bergelombang tipe RSC dengan tipe flute C untuk kemasan outer dan flute B untuk kemasan inner yang merupakan modifikasi dari tipe RSC. Dimensi outer hasil rancangan adalah sebesar (36 x 36 x 14) cm dan dimensi kemasan inner adalah (17 x 17 x 13) cm dimana buah yang digunakan memiliki diameter 8.41±0.60 cm dan tinggi 12.79±0.67 cm dengan jumlah buah dalam satu kemasan sebanyak 16 buah. Masing-masing kemasan mendapat penambahan perlakuan ventilasi sebesar 1% dari luasan dinding kemasan. 2. Berdasarkan hasil tingkat kerusakan mekanis, buah yang dikemas dengan bahan pengisi net buah memiliki tingkat kerusakan yang lebih rendah dibanding kertas pembungkus yakni sebesar 25%. Meskipun demikian, buah belimbing yang disimpan dalam suhu 10 0C menggunakan kertas pembungkus secara umum mampu menampilkan hasil mutu visual dengan kondisi baik dibanding kemasan dengan pengisi net buah sehingga bahan pengisi berupa kertas pembungkus (paper wrap) cocok untuk digunakan dalam pendistribusian buah belimbing. 3. Bila dibandingkan dengan suhu penyimpanannya, buah belimbing yang disimpan pada suhu ruang hanya mampu bertahan pada kondisi baik hingga
H-14 8.15±0.99
23 hari ke-4 penyimpanan, sedangkan pada suhu 10 0C buah mampu bertahan hingga hari ke-14. Dengan demikian, penyimpanan buah belimbing lebih baik dilakukan pada suhu dingin (10 0C) untuk mempertahankan dan memperpanjang umur simpannya.
Saran Buah yang digunakan dalam pengujian harus lebih seragam ukuran dan tingkat kematangannya karena ukuran buah yang lebih kecil dari inner berpengaruh terhadap tingkat kerusakan mekanis pasca simulasi transportasi. Selain itu, perlu dilakukan penelitian lanjutan tentang kapasitas buah dalam satu kemasan dengan jumlah inner yang berbeda yang tersusun dalam 2-3 layer untuk mengetahui pengaruh pengisi terhadap tingkat kerusakan mekanis pasca simulasi.
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2008. Tropical fruit global information system. http://www.itfnet.org [15 Mei 2013]. Kitinoja L, Kader AA. 2002. Praktik-praktik penanganan pascapanen skala kecil: manual untuk produk hortikultura. Volume ke-8. Utama IMS, penerjemah. Bali (ID): Universitas Udayana. Terjemahan dari: Postharvest Horticulture. Kusuma BN. 2010. Pengaruh perlakuan pengemasan belimbing (Averrhoa carambola L.) dengan penggunaan bahan pengisi terhadap mutu fisik belimbing selama transportasi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Novragiri TH. 2011. Rancangan kemasan karton bergelombang double flute untuk transportasi buah belimbing (Averrhoa carambola L.) varietas Dewi [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor. Pantastico EB. 1986. Fisiologi Pasca Panen, Penanganan dan Pemanfaatan Buahbuahan dan Sayur-sayuran Tropika dan Subtropika. Yogyakarta (ID): Gajah Mada University Pr. Peleg K. 1985. Storage and Preservation Techniques. Dalam Produce Handling, Packaging, and Distribution. Connecticut (US) : AVI Publishing Co. Inc. Satuhu S. 2004. Penanganan dan Pengolahan Buah. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Singh J, Olsen E, Singh SP. 2008. The effect of ventilation and hand holes on loss of compression strength in corrugated boxes. Jurnal of Applied Packaging Research. Sutrisno, Darmawati E, Sukmana D. 2011a. Rancangan kemasan berbahan karton gelombang untuk individual buah manggis (Garciana mangostana L.). Seminar Nasional PERTETA : 2011 Jul 21-22 ; Jember, Indonesia [internet]. [Tempat terbit dan nama penerbit tidak diketahui]. hlm 427-436 ; [diunduh 2013 Sep 5]. Sutrisno, Darmawati E, Kusniati D. 2011b. Rancangan kemasan berbasis individu buah alpukat untuk distribusi dan penyimpanan dingin. Seminar Nasional
24 PERTETA : 2011 Des 6-8 ; Bandung, Indonesia. Bandung (ID) : Universitas Padjadjaran. hlm 85-93. Soedibyo M. 1992. Alat Simulasi Pengangkutan Buah-buahan Segar dengan Mobil dan Kereta Api. J Hortikultura 2(1): 66-73. Soesanto L. 2006. Penyakit Pascapanen. Yogyakarta (ID): Kanisius. Syarief R, Santausa S, Isyana St. 1989. Teknologi Pengemasan Pangan. Bogor (ID): PAU Pangan dan Gizi IPB. Winarno G. 2002. Fisiologi Lepas Panen Produk Hortikultura. Bogor (ID): MBrio Pr.
Lampiran 1 Perhitungan ventilasi kemasan Kemasan outer Diketahui : Panjang = 36 cm, lebar = 36 cm, tinggi = 14 cm Luas ventilasi kemasan adalah 1% dari total luasan dinding kemasan - Total luasan dinding kemasan (LK) = 2 (p x t) + 2 (l x t) = 2 (36x14) + 2 (36x14) = 2016 cm2 - 1% dari total luasan dinding (LD) = 1% x 2016 = 20.16 cm2 - Karena dalam satu kemasan terdapat 8 lubang ventilasi tipe circle (LV) maka, LV = LD / 8 = 20.16 /8 = 2.52 cm2 LV = π r2 2.52 = π r2 r = 0.89 cm ≈ 0.90 cm Kemasan inner Diketahui : Panjang = 17 cm, lebar = 17 cm, tinggi = 13 cm Luas ventilasi kemasan adalah 1% dari total luasan dinding kemasan - Total luasan dinding kemasan (LK) = 2 (p x t) + 2 (l x t) = 2 ( 17x13) + 2 (17x13) = 884 cm2 - 1% dari total luasan dinding (LD) = 1% x 884 = 8.84 cm2 - Karena dalam satu kemasan terdapat 4 lubang ventilasi tipe circle (LV) maka, LV = LD / 4 = 8.84 /4 = 2.21 cm2 LV = π r2 2.21 = π r2 r = 0.83 cm ≈ 0.8 cm
25 Lampiran 2 Bahan pengisi dan kemasan hasil rancangan
Pengisi net buah
inner
Posisi ventilasi outer
Pengisi kertas pembungkus
Posisi ventilasi inner
Gabungan outer dan inner
26 Lampiran 3 Gambar teknik rancangan kemasan outer
27 Lampiran 4 Gambar rancangan teknik kemasan inner
28 Lampiran 5 Perhitungan simulasi transportasi Sebelum meja getar Menurut Soedibyo (1992), Bila alat simulasi dengan goncangan vertikal telah digunakan selama 1 jam, maka jarak yang ditempuh = y 𝐚 y=𝐛=c di mana : a = jumlah luas seluruh getaran vibrator, b = jumlah seluruh getaran bak truk dan c = jarak yang ditempuh oleh truk. Lembaga uji konstruksi BPPT tahun 1986 telah mengukur goncangan truk yang diisi 80% penuh dengan kecepatan 60 km/jam dalam kota dan 30 km/jam untuk jalan buruk beraspal dan jalan buruk berbatu. Hasil pengukuran dapat dilihat pada tabel berikut.
Jumlah Kejadian Amplitudo 1 500 1000 1500 2000 2500 3000 3500 4000 4500 5000 Amplitudo Rataan
Tabel 10 Data goncangan truk Amplitudo Getaran Vertikal (cm) Jalan dalam Jalan Luar Jalan Buruk Jalan Aspal Kota Kota Berbatu 3.5 3.9 4.8 5.2 3.2 3.6 4.2 4.1 2.9 3.3 3.9 3.8 2.5 3.0 3.5 3.6 2.2 2.8 3.1 3.2 1.8 2.5 2.8 2.6 1.6 2.1 2.8 2.6 1.5 2.0 2.0 2.0 1.1 1.7 1.2 1.1 0.9 1.3 0.8 0.7 0.0 0.1 0.2 0.1 1.3
1.74
1.85
1.71
Sumber : Lembaga uji Konstruksi, BPPT (1986)
Berdasarkan data tabel di atas maka : (𝑁𝑖 𝑥 𝐴𝑖) Amplitudo rata-rata getaran bak truk (P) = 𝑖 𝑁𝑖 Dimana: P = rata-rata getaran getaran bak truk N = jumlah kejadian amplitudo A = amplitudo gerakan vertikal (cm) jalan luar kota pada Tabel 10 Amplitudo rata-rata getaran bak truk bila melalui jalan luar kota 1𝑥3.9 + 500𝑥3.6 + ..+(5000 𝑥0.1) = 1+500+1000 +1500 +⋯+5000 = 1.742 cm 𝑇
Luas satu siklus getaran truk (L) = 0 𝑃 sin 𝑊𝑇𝑑𝑇 Dimana: W = kecepatan sudut dan T = periode Jika frekuensi bak truk = 1.4 Hz 1 1 Maka T = 𝑓 = 1.4 = 0.714 detik/getaran W = 2π/T = 2π/0.714 = 8.79 getaran/detik
29 Luas satu siklus getaran bak truk di jalan luar kota 0.714 = 0 1.742 sin 8.79𝑇 𝑑𝑇 0.714 = 1.742 −
1
8.79
cos 8.79𝑇 𝑑𝑇 0
1
= 1.742 – 8.79 (cos 8.79𝑥0.714 − cos 0) = 0.00118 cm2/getaran Jumlah luas seluruh getaran bak truk luar kota selama 30 menit = waktu x f x luas satu siklus getaran bak truk = 30 menit x 60 detik/menit x 1.4 getaran/detik x 0.00118 cm2/getaran = 2.9736 cm2 Kesetaraan simulasi untuk jalan luar kota menggunakan meja simulator selama 2 jam dapat dihitung menggunakan persamaan di bawah ini : f = 3.07 Hz A = 4.76 cm 1 1 T = 𝑓 = 3.07 = 0.3257 detik/getaran W = 2𝜋/T = 2𝜋/0.3257 = 19.29 getaran/detik Luas satu siklus getaran vibrator 𝑇 = 0 𝐴 sin 𝑊𝑇𝑑𝑇 =
0.3257 0
4.76 sin 19.29𝑇 𝑑𝑇
0.3257
1
= 4.76 − 19.29 cos 19.29𝑇 𝑑𝑇
0
1
= 4.76 − 19.29 (cos 19.29𝑥0.3257 − cos 0) = 1.482 x 10-3 cm2/getaran Jumlah seluruh getaran vibrator selama 1 jam = t x fm = 1 x 60 menit/jam x 60 detik/menit x 3.07 getaran/detik = 11 052 getaran/jam Jumlah luas seluruh getaran vibrator selama 1 jam = 11 052 getaran/jam x 1.482 x 10-3 cm2/getaran = 16.379 cm2/jam Berdasarkan konversi angkutan selama 1 jam di jalan luar kota 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑙𝑢𝑎𝑠 𝑠𝑒𝑙𝑢𝑟𝑢 𝑔𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑣𝑖𝑏𝑟𝑎𝑡𝑜𝑟 𝑠𝑒𝑙𝑎𝑚𝑎 1 𝑗𝑎𝑚 = x setara panjang jalan =
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 𝑔𝑒𝑡𝑎𝑟𝑎𝑛 𝑏𝑎𝑘 𝑡𝑟𝑢𝑘 16.379 𝑐𝑚 2/𝑗𝑎𝑚 2.999/0.5
x 30 km = 81.92 km/jam
Karena simulasi pengangkutan dilakukan selama 2 jam maka = 81.92 km/jam x 2 jam = 163.84 km
30 Lampiran 6 Kenampakan fisik buah belimbing selama penyimpanan pada suhu ruang (objek yang diambil adalah buah yang sama setiap 2 hari sekali) KP1 (foam net)
KP2 (paper wrap)
KP3 (tanpa pengisi)
Kontrol
Lampiran 6 Kenampakan fisik buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C (objek yang diambil adalah buah yang sama setiap 2 hari sekali)
31 Lampiran 7 Kenampakan fisik buah belimbing selama penyimpanan pada suhu 10 0C (objek yang diambil adalah buah yang sama setiap 2 hari sekali) KP1 (foam net)
KP2 (paper wrap)
32 KP3 (tanpa pengisi)
Kontrol
33
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Situbondo, Jawa Timur pada tanggal 2 Juni 1990 dari Bapak Achmad Siwawi, BcKn dan Ibu Haryati. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara (Risa Martha Prasetyo). Penulis menyelesaikan pendidikan akademik di SDN I Mimbaan, SMPN I Situbondo, SMAN I Situbondo, dan diterima di IPB pada tahun 2009 melalui jalur USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB) di Fakultas Teknologi Pertanian, Departemen Teknik Pertanian yang sekarang menjadi Departemen Teknik Mesin dan Biosistem. Selama duduk di bangku perkuliahan penulis aktif mengikuti berbagai kegiatan organisasi kemahasiswaan dan kepanitiaan. Kegiatan tersebut diantaranya adalah organisasi Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian (Himateta) sebagai staf public relation periode 2010-2011, Himpunan Mahasiswa Teknik Pertanian sebagai sekretaris public relation periode 2011-2012. Penulis mengikuti kegiatan praktik lapangan pada tahun 2012 di PTPN VIII Malabar, Pangalengan, Jawa Barat.