BIOLOGI Diacrotricha fasciola Zeller (LEPIDOPTERA: PTEROPHORIDAE) HAMA PADA TANAMAN BELIMBING (Averrhoa carambola L.)
ANDI DWI MANDASARI
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA* Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Biologi Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae) Hama pada Tanaman Belimbing (Averrhoa carambola L.) adalah benar karya saya dengan arahan dari pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2014 Andi Dwi Mandasari NIM A34100058
ABSTRAK ANDI DWI MANDASARI. Biologi Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae) pada hama tanaman belimbing (Averrhoa carambola L.). Dibimbing oleh NINA MARYANA. Belimbing (Averrhoa carambola L.) adalah salah satu anggota dari famili Oxalidaceae yang memiliki tujuh genus dengan lebih dari 200 spesies. Salah satu masalah dalam pembudidayaan tanaman belimbing adalah adanya ngengat Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari beberapa aspek biologi D. fasciola pada tanaman belimbing. Telur dan larva diambil dari lapang dan dipelihara di laboratorium. Stadium telur 2.38 ± 0.74 hari, stadium larva 5.72 ± 1.77 hari, stadium pupa 0.83 ± 0.40 hari, masa pra-oviposisi berlangsung selama 2 - 3 hari, masa oviposisi berlangsung selama 6 - 10 hari, dan lama hidup imago berlangsung selama 5 - 14 hari. Pada kondisi di laboratorium (30.9 ± 3.20°C), siklus hidup berlangsung selama 10 - 15 hari. Imago jantan dan betina memiliki panjang tubuh berturut-turut 4.13 ± 1.21 mm dan 4.53 ± 1.30 mm sedangkan rentang sayap berturut-turut 11.3 ± 1.32 mm dan 11.8 ± 1.56 mm. Imago betina meletakkan telur pada bakal bunga, sedangkan larva memakan daun belimbing yang masih muda juga bunga belimbing yang belum mekar sehingga daun dan bunga belimbing berlubang-lubang. Keyword: Averrhoa carambola, biologi, Diacrotricha fasciola, Pterophoridae, starfruit.
ABSTRACT ANDI DWI MANDASARI. Biology of Diacrotricha fasciola (Lepidoptera: Pterophoridae) on starfruit (Averrhoa carambola L.). Supervised by NINA MARYANA. Starfruit (Averrhoa carambola L.) is a member of family Oxalidaceae which have seven genera with over 200 spesies. One of the problems on cultivating this plant is incursion of moth (plume moth) Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae). The aim of this research was to study some biological aspects of D. fasciola on starfruit. The egg stage was 2.38 ± 0.74 days, the larval stage lasted 5.72 ± 1.77 days, the pupa stage lasted 0.83 ± 0.40 days, the pre-oviposition stage was 2 - 3 days, the oviposition period was 6 - 10 days, and adult stage was 5 to 14 days. At laboratory condition (30.9 ± 3.20°C), life cycle was completed in 14.78 ± 1.62 days. Male and female adult is about 4.13 ± 1.21 mm and 4.53 ± 1.30 mm in length and 11.3 ± 1.32 mm and 11.8 ± 1.56 mm in wing spaned. Eggs and larvae were collected from the field and then kept in the laboratory. Adult lays eggs on the carambola's new buds, and larvae feed on the young leaves and new buds causing the leaves and flowers perforated. Keyword:
Averrhoa carambola, biology, Diacrotricha fasciola, Pterophoridae, starfruit.
BIOLOGI Diacrotricha fasciola Zeller (LEPIDOPTERA: PTEROPHORIDAE) HAMA PADA TANAMAN BELIMBING (Averrhoa carambola L.)
ANDI DWI MANDASARI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada Departemen Proteksi Tanaman
DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2014
Judul Skripsi: Biologi Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae) Hama pada Tanaman Belimbing (Averrhoa carambola L.) Nama : Andi Dwi Mandasari NIM : A34100058
Disetujui oleh
Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si Dosen Pembimbing
Diketahui oleh
Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si Ketua Departemen
Tanggal lulus : ………………..
PRAKATA Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga skripsi ini dapat diselesaikan. Penelitian dengan judul Biologi Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae) hama pada tanaman belimbing (Averrhoa carambola L.) ini dilaksanakan dari bulan Januari hingga Maret 2014 Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Nina Maryana, M.Si. selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan pengarahan, saran, dan motivasi selama penelitian dan penulisan skripsi. Ucapan terimakasih juga diberikan kepada Prof. Dr. Ir. Damayanti Buchori, M.Sc. selaku dosen pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingan dan saran selama proses penentuan tugas akhir dan kegiatan belajar mengajar di Departemen Proteksi Tanaman. Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Dr. Ir. Abdul Muin Adnan, M.S. selaku dosen penguji tamu yang telah memberikan banyak saran dalam proses penulisan skripsi. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada teman-teman anggota Laboratorium Biosistematika Serangga yaitu Rizky M, M. Ridho, Vincentius HD, Johana, Sandy A, Bu Iis, Mba Atik, Mbak Yani, Mbak Dika, Mbak Lutfi, Kak Fatur, dan Kak Ciptadi yang telah memberikan bantuan dan saran selama pelaksanaan penelitian dan penulisan skripsi. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Departemen Proteksi Tanaman Angkatan 47, Angga Satria Firmansyah, Nadia Rehulina G, Suci R, Egi PS, Hagia SK atas dukungan dan bantuan yang telah diberikan. Terima kasih penulis ucapkan kepada ayahanda Drs. Usman Raidar, M.Si. dan ibunda Andi Sukmawati serta seluruh keluarga yang telah mencurahkan kasih sayang, doa, dan dukungan tiada henti selama ini, semoga karya ini menjadi persembahan kecil dari ananda. Semoga penelitian ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2014 Andi Dwi Mandasari
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Tujuan Penelitian
2
Manfaat Penelitian
2
BAHAN DAN METODE
3
Tempat dan Waktu
3
Metode Penelitian
3
Pengambilan Serangga dari Lapang
3
Pembiakan Serangga
4
Pengamatan Telur
4
Pengamatan Larva dan Pupa
5
Pengamatan Imago
5
HASIL DAN PEMBAHASAN
6
Biologi
6
Telur
6
Larva
7
Pupa
9
Imago Gejala Kerusakan KESIMPULAN DAN SARAN
9 11 13
Kesimpulan
13
Saran
13
DAFTAR PUSTAKA
14
LAMPIRAN
15
RIWAYAT HIDUP
16
DAFTAR TABEL 1 Ukuran dan stadium telur, larva, dan pupa D. fasciola
7
2 Lebar kepala larva D. fasciola
8
3 Ukuran tubuh dan lama hidup imago D. fasciola
11
4 Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina D. fasciola
11
DAFTAR GAMBAR 1 Pengambilan serangga di perkebunan belimbing, Bojonggede, Bogor
3
2 Wadah plastik yang digunakan dalam penelitian
4
3 Telur D. fasciola yang diletakkan di dinding wadah plastik
7
4 Telur D. fasciola
7
5 Larva D. fasciola
9
6 Pupa D. fasciola
10
7 Imago D. fasciola
11
8 Gejala serangan larva D. fasciola
12
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia adalah salah satu negara agraris yang sebagian besar perekonomiannya didukung oleh pertanian. Indonesia beriklim tropis dan memiliki curah hujan yang tinggi sepanjang tahun. Kondisi iklim ini yang menjadikan Indonesia berpeluang besar dalam pengembangan budidaya belimbing manis (Averrhoa carambola L.). Chrisnawati (2013) melaporkan bahwa salah satu propinsi penghasil belimbing manis terbesar di Indonesia adalah Jawa Timur. Hal ini ditunjukkan dengan banyaknya kota-kota sentra penghasil belimbing manis, salah satunya ialah kota Tuban, tepatnya di Desa Tasikmadu. Dengan berbagai ciri khas yang dimiliki oleh belimbing manis Tasikmadu, banyak konsumen yang tertarik untuk mengkonsumsinya. Tanaman belimbing tersebar luas di Asia Tenggara dan merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura dari jenis buah-buahan yang cocok dikembangkan di daerah tropis seperti Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Philipina. Diduga tanaman belimbing berasal dari Asia Tenggara. Samson (1997) menyatakan bahwa ada pula yang menduga bahwa belimbing berasal dari Amerika Selatan (Brasil). Ada dua jenis belimbing yang dikenal oleh masyarakat luas yaitu belimbing wuluh (A. blimbi L.) dan belimbing manis (A. carambola). Selain kedua jenis belimbing ini, beberapa ahli taksonomi tumbuhan telah mengenal beberapa taksa belimbing di bawah tingkat spesies, yaitu A. carambola var angusticepala (dari Amerika Selatan), A. carambola f. acida K & V dan A. carambola f. dulcis K & V (dari Jawa), serta A. blimbi f. papuana Kunth (dari Papua) (Saputra 2011). Belimbing manis (Averrhoa carambola L.) merupakan buah yang cukup populer di Indonesia dan sudah lama dibudidayakan untuk dimanfaatkan sebagai buah meja, sayur-sayuran, dan obat-obatan. Direktorat Gizi, Depkes RI (1989) melaporkan bahwa buah belimbing memiliki kadar air yang tinggi yaitu 90 g per 100 g buahnya dengan kandungan energi yang cukup tinggi yaitu sebanyak 86 kal. Tanaman belimbing juga bermanfaat sebagai stabilisator dalam menyerap gas-gas beracun buangan yang disebabkan oleh kendaraan bermotor (Rukmana 1996). Buah belimbing merupakan salah satu buah unggulan nasional yang ada di Indonesia. Menurut Sugito (1992), Indonesia mempunyai banyak varietas belimbing unggulan seperti Demak Jinggo, Demak Kapur, Demak Kunir, Sembiring, Wulan, Dewi, dan Siwalan. Dinas Pertanian Kota Depok (2007) mengungkapkan bahwa saat ini jenis belimbing yang sedang dikembangkan secara besar-besaran adalah varietas Dewa, bahkan belimbing varietas ini telah resmi dijadikan sebagai ikon kota Depok pada bulan Oktober 2007. Sunarjono (2004) menyatakan bahwa saat ini belimbing Dewa kota Depok mulai diminati oleh pasar ekspor. Negara yang berminat tersebut antara lain Arab Saudi, Singapura dan negara-negara Uni Eropa. Usaha pengembangan dan peningkatan produksi buah belimbing tidak terlepas dari gangguan hama dan penyakit pada tanaman tersebut. Hama yang biasanya terdapat pada pertanaman belimbing menurut Dinas Pertanian dan Kelautan Jakarta (2012) adalah lalat buah, penggerek buah, kutu putih, kutu daun, dan ngengat buah. Al (2012) melaporkan bahwa D. fasciola menyerang bagian
2 kelompok bunga tanaman belimbing dengan cara mengambil cairan nektar yang terdapat pada bunga belimbing yang mengakibatkan bunga belimbing layu dan gugur. Hal ini mengakibatkan bunga tidak dapat berkembang menjadi buah. Penelitian mengenai hama ini belum pernah dilakukan di Indonesia. Informasi mengenai biologi dan serangan hama D. fasciola pada tanaman belimbing sangat penting diketahui sebagai dasar untuk menentukan strategi pengendaliannya. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan mempelajari beberapa aspek biologi D. fasciola yaitu perkembangan siklus hidup, keperidian dan perilaku pada tanaman belimbing. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai biologi D. fasciola sebagai hama pada pertanaman belimbing.
3
BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Biosistematika Serangga, Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Suhu di laboratorium rata-rata 30.9 ± 3.20°C (Lampiran 1). Pengambilan sampel dilakukan di pertanaman belimbing di daerah Bojonggede, Kabupaten Bogor dan pertanaman belimbing di sekitar kampus IPB, Dramaga, Bogor. Penelitian ini berlangsung dari bulan Januari sampai Maret 2014. Metode Penelitian Pengambilan Serangga dari Lapang Pengambilan serangga dilakukan di pertanaman belimbing (Gambar 1) setiap satu minggu sekali. Serangga yang diambil dari lapangan adalah serangga dalam fase telur, larva berbagai instar, pupa dan imago. Telur dan larva yang baru keluar dari telur, diperoleh dari bagian kelompok bunga pada tanaman belimbing yang dipetik dan dimasukkan ke dalam kantung plastik transparan. Di laboratorium bagian pembungaan tersebut diamati di bawah mikroskop, bila ditemukan telur atau larva maka telur dan larva tersebut dijadikan sampel. Larva instar lanjut diperoleh dari bagian permukaan bawah daun belimbing muda sedangkan pupa diperoleh dari bagian permukaan bawah daun belimbing tua. Telur pada tangkai bunga, larva, dan pupa masing-masing dimasukkan ke dalam wadah plastik berdiameter 5 cm dan tinggi 7 cm. Bagian atas wadah diberi lubang dan ditutup dengan kasa sebagai tempat keluar masuk udara. Imago yang ditemukan di pertanaman belimbing dimasukkan ke dalam kantung plastik kemudian dipindahkan ke dalam kurungan plastik berkasa yang berdiameter 28 cm dan tinggi 50 cm. Di dalam kurungan tersebut sudah tersedia tanaman belimbing yang berbunga.
Gambar 1 Pengambilan serangga di perkebunan belimbing, Bojonggede, Bogor
4 Pembiakan Serangga Larva dari berbagai instar yang ditemukan dari lapang untuk pemeliharaan ditempatkan di dalam wadah-wadah plastik berkasa yang berdiameter 5 cm dan tinggi 7 cm (Gambar 2a). Ke dalam wadah plastik tersebut dimasukkan daun belimbing muda dan bunga belimbing sebagai pakan larva. Setiap hari pakan larva diganti agar tetap bersih dan segar. Larva dipelihara hingga menjadi pupa dan imago. Imago yang sudah keluar dari pupa dipindahkan ke dalam wadah plastik lain untuk diamati siklus hidup dan cara peletakan telur oleh imago betina. Sebagai makanan imago, pada wadah plastik diberi kapas yang dibentuk bola-bola kecil kemudian diresapi larutan madu dengan konsentrasi 10%. Bola kapas digantungkan pada penutup wadah dengan menggunakan benang.
Gambar 2
Wadah plastik yang digunakan dalam penelitian, (a) tempat pemeliharaan larva atau imago, (b) wadah plastik yang digunting untuk pengamatan telur
Pengamatan Telur Pengamatan telur dilakukan dengan mengamati bagian tangkai dan bunga belimbing yang diambil dari lapangam. Pengambilan tangkai dan bunga belimbing dari lapangan dilakukan dengan hati-hati karena ukuran telur yang relatif kecil. Tangkai dan bunga tersebut kemudian diamati di bawah mikroskop stereo apakah ada telur yang menempel pada tangkai dan bunga belimbing atau tidak. Bila ditemukan telur, maka telur tersebut dijadikan sampel. Pengamatan telur meliputi bentuk, ukuran, stadium, dan tahap perkembangan dengan 30 ulangan. Stadium telur diketahui dengan cara melakukan pengamatan intensif terhadap perkembangan telur mulai dari telur diletakkan hingga telur menetas. Pengamatan ini dilakukan dengan memasukkan imago betina dan imago jantan ke dalam wadah plastik agar imago betina meletakkan telur. Setelah imago betina meletakkan telur, imago jantan dan betina dipindahkan ke dalam wadah plastik lain. Karena telur diletakkan pada dinding wadah, bagian wadah plastik yang terdapat telur digunting untuk mempermudah pengamatan (Gambar 2b). Telur tersebut diamati secara intensif tahap perkembangannya di bawah mikroskop stereo sampai telur menetas.
5 Pengamatan Larva dan Pupa Larva dari berbagai instar yang digunakan untuk menentukan stadium, masing-masing dipelihara di dalam wadah plastik berkasa berukuran diameter cm dan tinggi 7 cm. Bagian dasar wadah plastik diberi daun belimbing muda sebagai pakan larva. Pergantian pakan dilakukan setiap hari dengan daun yang masih segar. Pengamatan larva meliputi panjang dan lebar tubuh, lebar kepala, jumlah instar dan stadium masing-masing instar. Panjang tubuh larva diukur dari ujung kepala hingga ujung abdomen, sedangkan lebar tubuh diukur pada bagian yang terlebar yaitu bagian tengah abdomen. Lebar kepala diukur dari lebar maksimum kepala larva. Pengukuran larva dilakukan dengan bantuan mikroskop stereo. Stadium larva dihitung dengan memperhatikan waktu ganti kulit masingmasing larva setiap instar. Pengamatan larva dilakukan dari instar pertama hingga instar terakhir. Pengamatan larva juga dilakukan terhadap perilaku setiap instar. Stadium pupa dihitung sejak larva menjadi pupa hingga pupa menjadi imago. Pengamatan terhadap larva dan pupa dilakukan dengan 30 ulangan. Pengamatan Imago Imago yang telah keluar dari pupa dipindahkan ke dalam wadah plastik berdiameter 5 cm dan tinggi 7 cm (Gambar 2a). Imago diberi makan larutan madu dengan konsentrasi 10% yang telah diserapkan pada bola kapas. Bola kapas digantungkan pada penutup wadah dengan menggunakan benang. Pengamatan terhadap imago meliputi bentuk, warna, panjang tubuh, rentang sayap, keperidian imago betina, dan lama hidup baik imago jantan maupun betina. Panjang tubuh imago diukur dari ujung kepala sampai ujung abdomen, sedangkan rentang sayap imago diukur berdasarkan rentang sayap terlebar. Keperidian imago betina diamati dengan cara memasukkan satu imago betina dan tiga imago jantan ke dalam wadah plastik berkasa berukuran diameter 5 cm dan tinggi 7 cm. Pengamatan dilakukan setiap hari, sampai imago betina meletakkan telur pada dinding wadah plastik. Setelah imago betina meletakkan telur dan mati, dilakukan pembedahan pada abdomen imago betina untuk mengetahui jumlah telur yang berada di dalam abdomen. Keperidian dihitung dengan cara menjumlahkan telur yang diletakkan dan telur yang berada di dalam abdomen. Pembedahan abdomen imago betina dilakukan di dalam cawan petri yang berisi larutan ringer dengan menggunakan jarum mikro bertangkai. Pengamatan terhadap imago dilakukan masing-masing dengan 30 ulangan. Pengamatan imago juga dilakukan terhadap dampaknya pada kerusakan bunga. Ke dalam kurungan plastik berkasa yang berdiameter 28 cm dan tinggi 50 cm dan telah berisi tanaman belimbing berbunga, dilepas sejumlah imago jantan dan betina. Pada kurungan berkasa tersebut diamati perilaku imago dalam menghisap nektar dan dampaknya terhadap bunga belimbing.
6
HASIL DAN PEMBAHASAN Biologi Telur Di laboratorium, telur diletakkan satu per satu pada dinding wadah plastik dan tersebar di seluruh bagian dinding. Karena diletakkan pada dinding wadah, telur berbentuk pipih. Mula-mula telur yang diletakkan berwarna kuning pucat, sehari kemudian telur berubah menjadi warna merah agak tua dengan bagian pinggirnya telur berwarna putih bening (Gambar 3a, b). Telur yang telah menetas meninggalkan cangkang telur yang berwarna merah muda (Gambar 3c). Telur yang diperoleh dari pertanaman belimbing di lapangan ditemukan pada bagian tangkai, tunas, dan permukaan bagian atas mahkota bunga (Gambar 4a). Telur berbentuk bulat, mula-mula berwarna putih, kemudian berubah warna menjadi kuning kecoklatan, selanjutnya berwarna merah agak tua. Telur yang akan menetas ditandai dengan bintik hitam yang merupakan bakal kepala larva (Gambar 4b). Cangkang telur yang ditinggalkan oleh larva instar I berwarna putih. Stadium telur berlangsung selama 2 - 3 hari. Diameter telur berkisar antara 0.09 0.21 mm dengan rata-rata 0.094 0.05 mm (Tabel 1).
0.1 mm
0.1 mm
0.1 mm
Gambar 3 Telur dan cangkang telur D. fasciola yang diletakkan di dinding wadah plastik, (a) telur yang berwarna kuning pucat, (b) telur yang berwarna merah, (c) cangkang telur yang berwarna merah muda.
0.1 mm
0.1 mm
Gambar 4 Telur D. fasciola, (a) telur yang baru diletakkan, (b) telur menjelang menetas
7
Tabel 1 Ukuran dan stadium telur, larva, dan pupa D. fasciola Panjang (mm) x̄ ± SD 0.094 0.05 * ( 0.09 - 0.21)**
Fase Telur
Lebar (mm) x̄ ± SD
Larva
Stadium (hari) x̄ ± SD 2.38 ± 0.74 (2 - 3)
N 30
I
4.30 ± 0.63 (4.00 - 5.50)
0.91 ± 0.19 (0.90 - 1.00)
5.72 ± 1.77 (5 - 8) 2.06 ± 0.53 (2 - 3)
II
4.42 ± 0.71 (4.30 - 6.00)
1.19 ± 0.29 (1.00 - 1.43)
1.08 ± 0.21 (1 - 2)
30
III
5.05 ± 0.40 (5.00 - 6.15)
1.16 ± 0.25 (1.11 - 1.50)
1.00 ± 0.00 (1 - 1)
30
IV
5.35 ± 0.50
1.27 ± 0.37
1.59 ± 0.58
30
(5.30 - 6.00)
(1.25 - 1.50)
(1 - 2)
5.50 ± 1.66 (5.05 - 6.50)
1.11 ± 0.25 (1.00 - 1.50)
0.83 ± 0.40 (0.5 - 1)
Pupa
30
30
x̄ = rata-rata, SD = standar deviasi, * = diameter, ** = angka di dalam kurung menunjukkan kisaran
Larva Larva terdiri dari empat instar. Larva instar I berwarna kekuningan dengan bagian kepala berwarna hitam (Gambar 5a). Setiap ruas larva memiliki duri-duri halus yang pendek dan tidak terlalu terlihat jelas. Larva instar I memiliki panjang dan lebar tubuh 4.30 ± 0.63 mm dan 0.91 ± 0.19 mm (Tabel 1). Lebar kepala larva instar I adalah 0.23 ± 0.04 mm (Tabel 2). Larva instar I yang baru keluar dari telur akan bergerak aktif menuju bagian pucuk bunga. Larva instar I ini seringkali membuat lubang pada bunga yang masih dalam keadaan kuncup dan berdiam diri di dalamnya. Kadangkala larva ini juga memakan bagian permukaan atas mahkota bunga sehingga mahkota bunga berlubang. Stadium larva instar I adalah 2.06 ± 0.53 hari. Larva instar II ditandai dengan adanya perubahan warna tubuh larva menjadi merah muda dengan bagian kepala yang berwarna putih. Duri pada setiap ruas tubuh larva mulai terlihat jelas dan berwarna putih (Gambar 5b). Perilaku larva instar II hampir sama dengan larva instar I, yaitu seringkali membuat lubang pada kuncup bunga. Panjang larva instar II adalah 4.42 ± 0.71 mm. Lebar kepala larva instar II adalah 0.32 ± 0.08 mm (Tabel 2). Stadium larva instar II adalah 1.08 ± 0.21 hari (Tabel 1). Larva instar III ditandai dengan perubahan warna tubuh menjadi merah tua (Gambar 5c). Duri pada setiap ruasnya terlihat lebih panjang dibandingkan dengan duri pada larva instar II. Larva instar III memakan daun belimbing yang masih
8
1 mm
1 mm
1 mm
1 mm
Gambar 5 Larva D. fasciola, (a) instar I, (b) instar II, (c) instar III, (d) instar IV muda. Pada pertanaman belimbing, larva instar III seringkali ditemukan di permukaan bawah daun belimbing yang masih muda dan berwarna coklat. Panjang tubuh larva instar III adalah 5.05 ± 0.40 mm (Tabel 1). Stadium larva instar III adalah 1.00 ± 0.00 hari. Jika dilihat pada tabel ukuran, panjang tubuh larva mengalami peningkatan yang cukup besar dari larva instar II ke larva instar III. Hal ini dapat disebabkan adanya peningkatan aktifitas makan larva instar III. Tabel 2 Lebar kepala larva D. fasciola (mm) Larva Instar I Instar II Instar III Instar IV
Lebar kepala x̄ ± SD
Kisaran
N
0.23 ± 0.04 0.32 ± 0.08 0.44 ± 0.11 0.67 ± 0.57
0.20 - 0.31 0.25 - 0.35 0.35 - 0.50 0.50 - 0.77
30 30 30 30
x̄ = rata-rata, SD = standar deviasi Larva instar IV berwarna kehijauan dan sering ditemukan pada permukaan bawah daun di pertanaman belimbing (Gambar 5d). Duri pada setiap ruasnya berubah menjadi lebih panjang dan berwarna kuning. Larva instar IV memakan bagian daun yang masih muda sama seperti larva instar III. Larva instar IV ini tidak terlalu aktif bergerak seperti larva instar I dan II. Panjang tubuh larva instar IV adalah 5.35 ± 0.50 mm. Lebar kepala larva instar IV tiga kali lebih besar dari larva instar I. Stadium larva instar IV rata-rata 1.59 ± 0.58 hari. Secara keseluruhan, rata-rata stadium perkembangan larva adalah 5.72 ± 1.77 hari (Tabel
9 1). Menjelang masa pra-pupa, tubuh larva berwarna hijau kekuningan. Masa prapupa ini ditandai dengan menurunnya aktifitas gerak dan larva tidak makan. Saat di lapangan, pra-pupa berada di bawah permukaan daun belimbing yang tua. Pengamatan di laboratorium menunjukkan bahwa pada fase ini larva mengeluarkan sutra dan dengan sutra tersebut bagian ujung abdomen ditempelkan pada dinding wadah plastik. Pupa Pupa yang baru terbentuk berwarna hijau kecoklatan, sedangkan pupa yang akan menjadi imago berwarna coklat gelap (Gambar 6a, b). Antara pupa betina dan pupa jantan tidak dapat dibedakan. Pupa bertipe obtekta dengan bakal sayap, bakal antena, bakal alat mulut, bakal tungkai menyatu dengan tubuh dan tidak dapat dipisahkan. Saat di lapang, pupa yang baru terbentuk seringkali ditemukan di bawah permukaan daun belimbing yang sudah tua. Panjang dan lebar tubuh pupa ratarata 5.50 ± 1.66 mm dan 1.11 ± 0.25 mm (Tabel 1). Stadium pupa dalah 0.83 ± 0.40 hari. Eksuvium pupa yang ditinggalkan oleh imago berwarna putih kekuningan (Gambar 6c). Pada keadaan di lapangan, eksuvium yang ditinggalkan ini melekat pada permukaan bawah daun dengan benang-benang sutra pada bagian ujung abdomen.
1 mm
1 mm
1 mm
Gambar 6 Pupa D. fasciola, (a) pupa yang baru terbentuk, (b) pupa yang akan menjadi imago, (c) eksuvia pupa yang ditinggalkan oleh imago Imago Imago yang keluar dari pupa berwarna putih kecoklatan dengan bagian sayap yang khas (Gambar 7a, b). Sayap depan terbagi menjadi tiga bagian, sedangkan sayap bagian belakang terdiri dari dua bagian. Selain famili Pterophoridae, sayap yang terbagi menjadi beberapa bagian ini terdapat juga pada ngengat famili Alucitidae dan Tineodidae (Gaedike 2013). Famili Alucitidae memiliki sayap depan dan sayap belakang yang terbagi menjadi enam atau tujuh bagian. Famili Tineodidae memiliki sayap depan yang terbagi menjadi dua bagian dengan sayap belakang satu bagian (Nielsen & Common 1996). Sayap didominasi oleh warna coklat tua dengan warna kuning krem kecoklatan pada bagian tepi sayap. Imago memiliki bagian kepala berbentuk segi tiga mengerucut pada bagian depan. Tipe antena yang dimiliki serangga ini adalah filiform dan tidak ada perbedaan antara antena jantan dan betina. Imago memiliki palpus labial yang ramping dan kokoh. Menurut Yano (1963), serangga dewasa memiliki probosis yang berkembang dengan tungkai yang panjang, ramping, dan
10
1 mm
1 mm
Gambar 7 Imago D. fasciola, (a) imago jantan, (b) imago betina, (c) ujung abdomen imago jantan, (d) ujung abdomen imago betina memiliki taji pada bagian dalam. Gielis (2003) menyatakan bahwa taji merupakan salah satu ciri khas dari famili serangga ini. Imago lebih banyak hinggap pada bunga belimbing yang mekar. Pada saat istirahat tungkai bagian depan dan tengah menopang seluruh tubuhnya, sedangkan tungkai bagian belakang terangkat ke atas. Posisi sayap horizontal dan sejajar dengan tubuh. Sayap bagian belakang direntang sejajar dengan bagian depan. Imago terbang dalam jarak yang sangat dekat dan kadang-kadang tertarik oleh cahaya. Perbedaan antara imago jantan dan betina dapat dilihat pada bagian ujung abdomen. Imago jantan memiliki ujung abdomen yang lebih runcing dibandingkan dengan imago betina (Gambar 7c, d). Ujung abdomen imago betina terlihat tumpul, lebih besar dan berwarna kecoklatan. Abdomen imago betina tampak lebih besar karena mengandung telur Serangga ini mempunyai rentang sayap dengan rata-rata 11.8 ± 1.56 mm untuk imago betina dan 11.3 ± 1.32 mm untuk imago jantan (Tabel 3). Panjang tubuh imago betina tidak terlalu berbeda dengan imago jantan. Lama hidup imago jantan adalah 10.9 ± 1.20 hari, sedangkan lama hidup imago betina adalah 10.7 ± 1.80 hari. Masa pra-oviposisi berlangsung selama 2 - 3 hari. Masa oviposisi berlangsung selama 6 - 10 hari. Waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan siklus hidup serangga ini adalah 10 - 15 hari. Siklus hidup D. fasciola berlangsung selama 11 - 17 hari dengan rata-rata siklus hidup serangga ini adalah 14.78 ± 1.62 hari. Penelitian Al (2012) melaporkan bahwa imago D. fasciola memiliki panjang tubuh sekitar 0.5 cm dengan rentang sayap sekitar 1.5 cm. Hal ini serupa dengan penelitian yang dilakukan oleh penulis, dimana panjang tubuh imago berkisar antara 4.00 - 5.75 mm dengan rentang sayap yang berkisar 10.8 – 13.2 mm. Pada saat pengamatan, jumlah telur yang diletakkan oleh imago betina di dinding wadah berkisar antara 10 - 28 butir. Dari hasil pembedahan abdomen
11
Tabel 3 Ukuran tubuh dan lama hidup imago D. fasciola Imago Jantan (x̄ ± SD)
Betina (x̄ ± SD)
Panjang tubuh (mm) 4.13 ± 1.21 (4.00 - 5.50)*
Rentang sayap (mm) 11.3 ± 1.32 (11.0 - 12.9)
Lama hidup (hari) 10.9 ± 1.20 (5 - 13)
4.53 ± 1.30 (4.00 - 5.75)
11.8 ± 1.56 (10.8 - 13.2)
10.7 ± 1.80 (6 - 14)
N 30
30
x̄ = rata-rata, SD = standar deviasi, * = angka di dalam kurung menunjukkan kisaran Tabel 4 Jumlah telur yang dihasilkan oleh imago betina D. fasciola (mm) Jumlah telur yang Jumlah telur di Total diletakkan dalam abdomen (x̄ ± SD) 16.6 ± 5.46 29.9 ± 9.84 41.6 ± 9.2 (10 - 28)* (25 - 46) (40 - 57) x̄ = rata-rata, SD = standar deviasi, * = angka di dalam kurung menunjukkan kisaran, N = 30 imago betina, diperoleh jumlah telur yang masih berada di dalam abdomen berkisar antara 25 - 46 butir. Bila diasumsikan semua telur dapat diletakkan, maka keperidian imago betina rata-rata 41.6 ± 9.2 butir telur (Tabel 4). Di laboratorium, tidak semua telur yang diproduksi oleh imago betina diletakkan di dinding wadah plastik. Hal ini diduga disebabkan oleh beberapa faktor yaitu suhu, kelembaban, lingkungan dan keterbatasan ruang gerak yang berbeda dengan keadaan di lapangan. Gejala Kerusakan Kerusakan yang ditimbulkan oleh larva D. fasciola instar I dan II adalah adanya lubang pada bunga yang masih kuncup (Gambar 8a, b). Kadangkala larva instar I dan II juga membuat lubang pada mahkota bunga belimbing. Larva instar III dan IV membuat kerusakan pada daun belimbing yang masih muda (Gambar 8c), dengan cara memakan seluruh jaringan daun belimbing hingga habis. Pada pertanaman belimbing, larva instar III seringkali ditemukan pada pucuk daun belimbing yang berwarna coklat.
a
b
c
Gambar 8 Gejala serangan larva D. fasciola, (a) pada kuncup bunga, (b) pada mahkota bunga, (c) pada daun belimbing muda
12 Gejala layu dan gugur pada pembungaan terlihat pada tanaman belimbing di dalam kurungan berkasa yang digunakan untuk memelihara imago. Bunga yang layu terlihat berwarna kecoklatan pada bagian mahkota. Lama kelamaan bunga belimbing yang layu akan gugur dengan bagian mahkota yang berwarna hitam. Menurut Al (2012), imago D. fasciola menyerang bagian pembungaan dengan cara mengambil cairan nektar yang terdapat pada bunga belimbing. Hal ini mengakibatkan bunga belimbing menjadi layu dan gugur atau bunga tidak dapat berkembang menjadi buah. Di laboratorium, imago terlihat lebih banyak hinggap pada bunga belimbing yang mekar untuk menghisap cairan nektar. Bunga belimbing di dalam kurungan berkasa menjadi layu dan gugur dalam waktu kurang dari satu minggu. Kelangsungan hidup imago D. fasciola sangat tergantung pada ketersediaan nektar bunga sebagai makanan. Oleh karena itu, ketika semua bunga belimbing di dalam kurungan telah gugur, maka kelangsungan hidup imago semakin menurun. Yano (1986) menyatakan bahwa musuh alami dari hama ini adalah laba-laba Argiope sp. (Araneae: Araneidae).
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Telur D. fasciola berbentuk bulat dan mengalami perubahan warna selama masa perkembangannya. Rata-rata diameter telur adalah 0.094 0.05 mm. Larva terdiri dari empat instar. Panjang larva instar I sampai dengan larva instar IV adalah 4.30, 4.42, 5.05, dan 5.35 mm. Secara keseluruhan, rata-rata stadium larva adalah 5.59 hari. Pupa bertipe obtekta. Rata-rata stadium pupa adalah 0.83 hari. Imago D. fasciola berwarna putih kecoklatan dengan bagian sayap yang didominasi oleh warna coklat. Rata-rata lama hidup imago jantan adalah 10.9 hari dan imago betina 10.7 hari. Masa pra-oviposisi berlangsung selama 2 - 3 hari, sedangkan masa oviposisi berlangsung selama 6 - 10 hari. Rata-rata keperidian imago betina adalah 41.6 ± 9.2 butir telur. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa rata-rata siklus hidup serangga adalah 14.78 ± 1.62 hari. Serangan larva pada tanaman belimbing mengakibatkan mahkota dan kuncup bunga berlubang serta habisnya seluruh jaringan daun belimbing muda. Saran Perlu penelitian lebih lanjut mengenai dampak imago D. fasciola terhadap pembungaan pada tanaman belimbing.
14
DAFTAR PUSTAKA Al HM. 2012. The morphological and biological characteristics of Diacrotricha fasciola Zeller (Lepidoptera: Pterophoridae) [abstrak] [dalam bahasa Mandarin]. J Wu Yi Science. 28(1):80-84. Chrisnawati. 2003. Analisis agribisnis belimbing manis (Averrhoa Carambola) studi kasus di desa Tasikmadu, Kecamatan Palang, Kabupaten Tuban. [skripsi]. Bogor (ID):Institut Pertanian Bogor. Dinas Pertanian dan Kelautan Jakarta. 2012. Pest list tanaman belimbing di DKI Jakarta. [Internet] [diunduh 2013 Jan 17]. Tersedia pada: http://www.distan. jakarta.go.id//. Dinas Pertanian Kota Depok. 2007. Buah dan tanaman holtikultura Indonesia. [Internet] [diunduh 2013 Sep 7]. Tersedia pada: http://www.distan.depok. go.id. Direktorat Gizi, Departemen Kesehatan RI. 1989. Daftar Komposisi 6 Bahan Makanan. Jakarta (ID): Bratara Karya Aksara. Gaedike, R. 2013. New U.S records and other interisting moths from Texas. J Lepidopterists' Society. 63(1):149-168. Gielis C. 2003. Pterophoridae and Alucitoidea. World katalog of Insect. 4(14):198. Nielsen E.S, Common I.F.B. 1996. Lepidoptera (Moth and butterflies). Di dalam: CSIRO, editor. The Insect of Australia. 2(2):544-1075. Victoria: Melbourne University Press. Rukmana R. 1996. Budidaya Belimbing. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Samson. 1997. Variasi Tanaman Belimbing Tropika. Ed ke-2. Jakarta (ID): Gramedia Pustaka Utama. Saputra F. 2011. Variasi dan kekerabatan genetik pada dua jenis baru belimbing (Averrhoa leucopetala Rugayah et Sunatri sp.nov dan Averrhoa dolichorpa et Sunarti sp.nov, Oxalidaceae). J Biol. 7(2):68-70. Sugito HS. 1992. Bertanam 30 Jenis Sayur. Ed ke-2. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Sunarjono. 2004. Berkebun Belimbing Manis. Jakarta (ID): Penebar Swadaya. Yano K. 1963. Taxonomic and biological studies of Pterophoridae of Japan (Lepidoptera). Pacific Insects. [Internet] [diunduh 2013 Okt 30]; 4(1):176179. Tersedia pada: www.theskepticalmoth.com. Yano K. 1986. Microlepidoptera. Pacific Insects. [Internet] [diunduh 2013 Okt 20]; 5(1):65-209. Tersedia pada: www.theskepticalmoth.com.
2
LAMPIRAN
3
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tangerang pada tanggal 07 Juli 1992 dari ayah Drs.Usman Raidar M.Si dan ibu Andi Sukmawati. Penulis adalah putri kedua dari tiga bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar AlKautsar Bandar Lampung tahun 2004, kemudian melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 19 Bandar Lampung dan lulus tahun 2007. Tahun 2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1 Bandar Lampung. Selama di SMA, penulis aktif dalam berbagai kegiatan menulis dan menjurai berbagai lomba di antaranya Juara II lomba karya ilmiah remaja “ Kimia untuk sekarang dan yang akan datang” Universitas Lampung (2009), Juara II Pekan Ilmiah Kelompok Ilmiah Remaja, KIR PRRP Bandar Lampung (2009), Juara II Lomba Cipta Produk Agroindustri Tingkat Nasional Universitas Indonesia (2009), Juara I Bussines Plan Eksotis Management UGM (2009), dan Juara III Sayembara menulis novel inspiratif (2010). Pada tahun 2010 penulis mengikuti seleksi masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB dan diterima di Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai pengurus Forum for Scientific Studies (FORCES) tahun 2010/2011. Pada tahun 2012/2013, penulis bertugas sebagai Bendahara II Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA). Selama mengikuti perkuliahan, penulis menjadi asisten praktikum Hama dan Penyakit Tanaman Holtikultura pada tahun ajaran 2012/2013 dan asisten praktikum Entomologi Umum pada tahun ajaran 2013/2014. Di samping berbagai kegiatan di atas, penulis aktif dalam kegiatan lain di antaranya sebagai editor freelance penerbit Gagasmedia grup (2013), sebagai model busana muslim Nurani Boutique Agency (2013), dan pengajar di lembaga bimbingan belajar Sciece Master Indonesia cabang Bogor (2014).