ANALISIS USAHATANI NANAS PADA KELOMPOK TANI MAKMUR DESA ASTOMULYO, KECAMATAN PUNGGUR, LAMPUNG TENGAH
SKRIPSI
ANNISA KUSUMA WARDANI H34080097
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012
iii
RINGKASAN ANNISA KUSUMA WARDANI. Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan HARIANTO). Indonesia memiliki kondisi agroklimat yang cocok untuk pengembangan berbagai jenis buah-buahan. Keanekaragaman buah dan keunggulan agro-klimat Indonesia tersebut merupakan potensi dalam menghadapi perdagangan internasional, mengingat saat ini buah sudah menjadi komoditas perdagangan internasional. Beberapa jenis buah unggulan Indonesia yang dapat bersaing di pasar internasional adalah jeruk, mangga, pepaya, nanas, manggis, duku, semangka, durian, dan pisang. Nanas merupakan salah satu komoditi holtikultura yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah permintaan nanas yang cukup tinggi. Lampung merupakan daerah yang menghasilkan nanas paling banyak di Indonesia. Salah satu daerah di Lampung yang menghasilkan nanas adalah Kabupaten Lampung Tengah khususnya Desa Astomulyo. Pemerintah Desa Astomulyo sedang melakukan program pengembangan lahan nanas, hal ini dilakukan karena pemerintah melihat masih terdapat potensi untuk pengembangan komoditas nanas. Namun terdapat satu kelompok tani di Desa Astomulyo yang mengalami penurunan jumlah luas lahan. Luas lahan diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Selain luas lahan tingkat pendapapatan petani juga dapat dipengaruhi oleh produktivitas tanaman. Produktivitas ini dipengaruhi oleh penggunaan faktor-faktor produksi dalam usahatani. Hal tersebut yang mendasari peneliti untuk melakukan penelitian mengenai analisis usahatani nanas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis perbedaan penggunaan faktor produksi yang digunakan petani pada lahan sempit dan lahan sedang serta menganalisis pendapatan dan efisiensi pada usahatani nanas berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani Kelompok Tani Makmur Desa Astomulyo Kecamatan Punggur Kabupaten Lampung Tengah. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra penghasil nanas terbesar di Lampung. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Februari sampai dengan bulan Maret 2012. Di dalam penelitian ini survey dilakukan dengan cara sensus, yaitu dengan menggunakan keseluruhan anggota dari Kelompok Tani Makmur. Responden pada penelitian ini adalah semua anggota Kelompok Tani Makmur yang sudah mengalami satu musim tanam yaitu sebanyak 42 petani dari total keseluruhan anggota yaitu 45 petani. kemudian responden dibagi menjadi dua kelompok, yaitu petani lahan sedang (0,5-2 hektar) dan petani lahan sempit (< 0,5 hektar). Data yang digunakan adalah data primer berupa wawancara langsung dengan petani dan data sekunder yang diperoleh dari berbagai instansi yang terkait yaitu Dirjen Hortikultura, Departemen Pertanian, Badan Pusat Statistika, BP3K serta kantor Kelurahan/Desa. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah
iv
analisis data kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif untuk mengetahui keragaan dari usahatani nanas. Sedangkan analisis kuantitatif terdiri dari uji-T, analisis usahatani, dan analisis efisiensi. Uji-T dilakukan untuk mengetahui perbedaan penggunaan faktor produksi yang digunakan oleh petani pada lahan sempit dan lahan sedang. Analisis usahatani yang dilakukan adalah analisis biaya dan analisis pendapatan berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki oleh petani. Analisis efisiensi terdiri dari efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, serta efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal. Analisis tersebut digunakan untuk mengetahui pendapatan petani serta mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani. Berdasarkan hasil analisis pendapatan diperoleh bahwa pada usahatani nanas pada lahan sedang lebih menguntungkan dibandingkan usahatani nanas pada lahan sempit. Hal ini dapat dilihat dari rata-rata nilai pendapatan total dalam setahun yang diperoleh pada usahatani lahan sedang adalah Rp 38.045.674,34 per hektar dan pada usahatani lahan sempit Rp 27.605.472,34 per hektar dalam satu tahun. Hasil analisis efisiensi menunjukkan bahwa usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur menguntungkan untuk dijalankan baik pada lahan sempit maupun lahan sedang. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai penerimaan terhadap biaya tunai maupun biaya total yang diperoleh lebih dari satu, yang berarti penerimaannya lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan oleh petani. Nilai R/C rasio berarti setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C rasio yang diperoleh. Pada lahan sempit diperoleh nilai R/C rasio atas biaya total 1,81 dan atas biaya tunai 4,31. Sedangkan pada lahan sedang nilai R/C rasio atas biaya total 2,26 dan atas biaya tunai 5,55. Efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja pada lahan sempit sebesar 26.451,29 dan pada lahan sedang sebesar 28.408,08. Hal ini berarti dalam satu hektar setiap satu HOK tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani nanas lahan sempit, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 26.451,29 dan pada lahan sedang Rp 28.408,08. Untuk analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal pada usahatani lahan sempit adalah 7,63 dan pada lahan sedang adalah 9,15. Hal ini berarti dalam setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani untuk investasi, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 7,63 pada lahan sempit dan Rp 9,15 pada lahan sedang. Efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, maupun efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal menunjukkan bahwa usahatani nanas pada lahan sedang lebih efisien dibandingkan pada lahan sempit. Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diberikan penulis adalah petani perlu memperhatikan bibit nanas yang digunakan, baik jumlah maupun kualitas. Selain itu, perlu adanya peningkatan intensitas pemberian materi dan informasi mengenai penggunaan faktor-faktor produksi nanas agar para petani mau mengikuti SOP dari para petugas penyuluh pertanian. Hal tersebut diharapkan dapat meningkatkan produktivitas tanaman, sehingga pendapatan petani juga dapat meningkat.
v
ANALISIS USAHATANI NANAS PADA KELOMPOK TANI MAKMUR DESA ASTOMULYO, KECAMATAN PUNGGUR, LAMPUNG TENGAH
ANNISA KUSUMA WARDANI H34080097
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2012 vi
Judul Skripsi
: Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah
Nama
: Annisa Kusuma Wardani
NIM
: H34080097
Disetujui, Pembimbing
Dr. Ir. Harianto, MS NIP. 19581021 1985 1 1001
Diketahui, Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus : vii
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis Usahatani Nanas Pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Juli 2012
Annisa Kusuma Wardani H34080097
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Metro pada tanggal 24 Oktober 1990 sebagai anak ketiga dari pasangan Bapak Yanto Sukamso dan Ibu Maryatun. Penulis mengawali pendidikan formal di TK Aisyah Metro pada tahun 1995. Kemudian pada tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SD Pertiwi Teladan Metro. Pendidikan berikutnya ditempuh di SMP Negeri 1 Metro sampai tahun 2005. Pada tahun 2005 sampai 2008 penulis melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Metro. Penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2008. Selama kuliah di IPB penulis pernah aktif dalam kegiatan organisasi mahasiswa diantaranya Koperasi Mahasiswa pada tahun 2008-2011, Gentra Kaheman pada tahun 2008-2009, dan Organisasi Mahasiswa Daerah Lampung pada tahun 2008-2011.
ix
KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari sepenuhnya bahwa dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, Juli 2012
Annisa Kusuma Wardani
x
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Dr. Ir. Harianto, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini. 2. Tintin Sarianti, SP, MM selaku dosen penguji utama dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan dalam penyempurnaan skripsi ini. 3. Etriya, SP, MM selaku dosen penguji komite akademik dalam sidang skripsi yang telah memberikan saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini. 4. Seluruh dosen serta staf Departemen Agribisnis atas bantuan dan kerjasamanya. 5. Kedua orangtua, Yanto Sukamso dan Maryatun, serta kakak penulis Dian dan Adit untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa yang diberikan. Semoga ini dapat menjadi persembahan yang terbaik. 6. Bapak lurah dan staf di Desa Astomulyo, Pihak Kelompok Tani Makmur, PPL serta BP3K Desa Astomulyo atas waktu, kesempatan, informasi dan dukungan yang diberikan. 7. Teman-teman satu bimbingan Gebry Ayu Diwandani dan Gebyar Surya Anik atas kerjasamanya selama penelitian hingga penulisan skripsi. 8. Agung Pratomo dan sahabat-sahabat tersayang Sartika Hana, Melisa, Rizky Tri, Sylvia Karina, Nia Kurniati, Dwi Rahmalia, Ayuningtyas, dan Diana Asmayanti yang selalu menyemangati dan membantu selama proses penelitian hingga penulisan skripsi. 9. Sahabat shambala Cherish Nurul, Evie Fitri, Dewi Regina, Hasti Purnasari, Ory Chyntia, Rissa Rahmadwiati atas semangat dan Sharing selama proses penulisan skripsi.
xi
10. Sahabat A2 (217-218) Sagita Nindyasari, Ismi Fatmawati, Rima Khaerani, Mutiara Ashri, Nurul Hikmawati, dan Ayu Wandarise atas semangat dan dukungan yang diberikan. 11. Teman-teman seperjuangan dan teman-teman agribisnis angkatan 45 Arini Prihatin, Listia Nurisma, Sistiana Kurnia, Jayanti Mandasari, Syifa Maulia, Dwi Endah atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya. Bogor, Juli 2012 Annisa Kusuma Wardani
xii
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii DAFTAR TABEL ............................................................................................... v DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... vii DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii I PENDAHULUAN ............................................................................................. 1 1.1. 1.2. 1.3. 1.4. 1.5.
Latar Belakang........................................................................................ 1 Perumusan Masalah ................................................................................ 5 Tujuan Penelitian .................................................................................... 6 Manfaat Penelitian .................................................................................. 7 Ruang Lingkup ....................................................................................... 7
II TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 8 2.1. 2.2. 2.3. 2.4.
Karakteristik Umum Nanas ..................................................................... 8 Tinjauan Analisis Usahatani Nanas ......................................................... 9 Tinjauan Analisis Usahatani Berdasarkan Luasan Lahan ....................... 12 Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu .............................................. 14
III KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................................... 16 3.1. Konsep Ekonomi .................................................................................. 16 3.1.1. Fungsi Produksi ................................................................................. 16 3.1.2. Skala Produksi ................................................................................... 18 3.2. Konsep dan Definisi Usahatani ............................................................. 19 3.3. Konsep Biaya Usahatani ....................................................................... 22 3.4. Konsep Penerimaan Usahatani .............................................................. 24 3.5. Analisis Efisiensi .................................................................................. 25 3.6. Kerangka Operasional ........................................................................... 26 IV METODOLOGI PENELITIAN.................................................................. 29 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian ................................................................. 29 4.2. Jenis dan Sumber Data .......................................................................... 29 4.3. Metode Pengumpulan Data ................................................................... 29 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data .................................................. 30 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani .......................................................... 32 4.4.2. Analisis Efisiensi ............................................................................... 33 4.5. Definisi Operasional ............................................................................. 34 V GAMBARAN UMUM................................................................................... 36 5.1. 5.2. 5.3. 5.4.
Gambaran Umum Desa ......................................................................... 36 Gambaran Umum Kelompok Tani ........................................................ 37 Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian ............................................ 38 Kondisi Pertanian ................................................................................. 39
iii
5.5. Karakteristik Petani Responden ............................................................ 40 5.5.1. Umur Petani Responden .................................................................... 40 5.5.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden ............................................... 41 5.5.3. Pengalaman Usahatani Nanas Petani Responden ................................ 42 5.5.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan .................................................. 42 5.5.5. Sifat Usahatani Nanas ........................................................................ 43 VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 45 6.1. Standart Operating Procedure (SOP) Usahatani Nanas di Desa Astomulyo .................................................................................. 45 6.2. Keragaan Usahatani Nanas.................................................................... 52 6.2.1. Persiapan Sarana Produksi ................................................................. 52 6.2.2. Budidaya Nanas ................................................................................. 59 6.2.3. Pasca Panen Nanas ............................................................................ 66 6.3. Analisis Pendapatan Usahatani.............................................................. 67 6.3.1. Biaya Usahatani Nanas ...................................................................... 67 6.3.2. Penerimaan Usahatani Nanas ............................................................. 72 6.3.3. Pendapatan Usahatani Nanas ............................................................. 73 6.3.4. Analisis Efisiensi ............................................................................... 76 VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................... 78 7.1. 7.2.
Kesimpulan........................................................................................... 78 Saran .................................................................................................... 79
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 80 LAMPIRAN ...................................................................................................... 83
iv
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2008-2011 ................................. 1 2. Perkembangan Produksi Nanas dan Buah-Buahan Lainnya di Indonesia Tahun 2006-2010 ................................................... 2 3. Produksi Nanas di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2010 ................ 3 4. Produksi Buah Nanas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010 .................................................... 4 5. Lima Besar Kecamatan Yang Memiliki Produksi Nanas di Kabupaten Lampung Tengah pada Tahun 2009 .................................... 5 6. Jenis Penggunaan Lahan di Desa Astomulyo tahun 2011 ........................ 37 7. Sebaran Usia Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011 ............................ 38 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011 .................. 38 9. Jumlah Penduduk Desa Astomulyo Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011 ................................................................ 39 10. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Desa Astomulyo pada Tahun 2012 ..................................................... 41 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Astomulyo Tahun 2012 ........................................... 41 12. Karakteristik Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Nanas di Desa Astomulyo Tahun 2012 ....................................... 42 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Astomulyo Tahun 2012 .......................................................................... 43 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan pada Usahatani Nanas Per Hektar Berdasarkan Luas Lahan ............................ 55 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas Per Hektar Per Musim Tanam Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Kelompok Tani Makmur ............................................ 58 16. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas Per Hektar Per Musim Tanam di Kelompok Tani Makmur ........... 60 17. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Pupuk pada Usahatani Nanas Per Hektar dalam Setahun Menurut Luas Lahan ........................... 69
v
18. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Obat-Obatan Kimia pada Usahatani Nanas Per Hektar Selama Satu Tahun Menurut Luas Lahan .............................................................................. 70 19. Rata-rata Penerimaan Per Hektar Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur Berdasarkan Luas Lahan Selama Satu Musim Tanam.......................................................... 73 20. Analisis Pendapatan Usahatani Nanas Per Tahun pada Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 75
vi
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Hubungan antara faktor produksi x dengan jumlah produksi y ............... 17
2.
Kerangka Pemikiran Operasional .......................................................... 28
vii
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Karakteristik Petani Anggota Kelompok Tani Makmur .......................... 84 2. Data Penggunaan Input Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 85 3. Data Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ................................................................ 86 4. Biaya Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ........................... 88 5. Penerimaan Tunai Petani Nanas pada Kelompok Tani Makmur .............. 90 6. Penerimaan Diperhitungkan Petani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 93 7. Data Pendapatan Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ........................................................................ 94 8. Independent Samples Test ...................................................................... 95 9. Kuisioner Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur ..................... 96
viii
I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Pertanian merupakan sektor yang sangat penting dalam perekonomian di Indonesia. Hal tersebut dibuktikan dari peranannya sebagai penghasil devisa negara, sumber ketahanan pangan, pendapatan masyarakat petani di pedesaan serta penyedia lapangan pekerjaan. Dalam penyediaan lapangan pekerjaan sektor pertanian menyerap tenaga kerja lebih banyak dibandingkan sektor lainnya. Penyerapan tenaga kerja disektor pertanian mencapai 39,32 juta orang pada Agustus tahun 2011 (BPS 2011). Pertanian di Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk dikembangkan, hal ini dilihat dari kekayaan alam Indonesia yang berlimpah. Salah satu subsektor dari sektor pertanian yang memberikan kontribusi cukup tinggi adalah subsektor hortikultura. Subsektor hortikultura meliputi buah-buahan, sayur-sayuran, tanaman hias, dan tanaman obat-obatan. Dari keempat jenis komoditi hortikultura tersebut, buah-buahan memiliki kontribusi yang paling besar. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1, dimana nilai PDB dari subsektor hortikultura pada tahun 2011 mencapai Rp 88.851,00 milyar dan kontribusi dari produk buah-buahan sebesar Rp 46.735,62 milyar atau sekitar 52,60 persen dari total PDB subsektor hortikultura. Tabel 1. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2008-2011 Rataan
Nilai PDB (Milyar Rp) Komoditi
Pertumbuhan 2008
2009
2010
2011
(%)
Buah
47.059,78
48.436,70
45.481,89
46.735,62
(0,14)
Sayuran
28.205,27
30.505,71
31.244,16
33.136,76
5,54
Tan. Hias
5.084,78
5.494,24
6.173,97
5.983,89
5,78
Biofarmaka
3.852,67
3.896,90
3.665,44
2.994,73
(7,69)
84.202,50
88.333,56
86.565,49
88.851,00
1,85
Total
Sumber : Direktorat Jenderal Hortikultura (2012)
Indonesia memiliki kondisi agroklimat yang cocok untuk pengembangan berbagai jenis buah-buahan. Keanekaragaman buah dan keunggulan agroklimat
1
Indonesia
tersebut
merupakan
potensi
dalam
menghadapi
perdagangan
internasional, mengingat saat ini buah sudah menjadi komoditas perdagangan internasional. Beberapa jenis buah nusantara yang menjadi unggulan Indonesia dan dapat bersaing di pasar internasional diantaranya mangga, manggis, pisang, nanas, salak, stroberi, jambu air, sawo, dan jambu biji1. Pada Tabel 2 dapat dilihat tingkat perkembangan produksi beberapa buahbuahan yang bersaing di pasar internasional. Buah-buahan tersebut mengalami pertumbuhan yang berfluktuasi begitu pula dengan nanas. Pada tahun 2010 produksi nanas Indonesia mencapai 1.406.445 ton atau sekitar 9,36 persen dari total produksi buah di Indonesia dan menempati urutan kedua dalam kontribusi terhadap produksi buah nasional. Tabel 2. Perkembangan Produksi Nanas dan Buah-Buahan Lainnya di Indonesia Tahun 2006-2010 Jambu biji Mangga Salak Nanas Pisang Tahun (ton) (ton) (ton) (ton) (ton) 2006
196.180
1.621.997
861.950
1.427.781
5.037.472
2007
179.474
1.818.619
805.879
1.395.566
5.454.226
2008
212.260
2.105.085
862.465
1.433.133
6.004.615
2009
220.202
2.243.440
829.014
1.558.196
6.373.533
2010
204.551
1.287.287
749.876
1.406.445
5.755.073
2
Sumber : Badan Pusat Statistika (2010)
Nanas merupakan salah satu komoditi holtikultura yang memiliki potensi untuk dikembangkan. Hal ini terlihat dari jumlah permintaan nanas segar dari luar negeri yang cukup tinggi. Nilai ekspor nanas Indonesia mencapai US$ 139 juta per tahun dengan negara tujuan diantaranya Amerika Serikat, kawasan Eropa, Timur Tengah, Peru, Uruguay, Panama, dan India 3. Namun saat ini produksi nanas Indonesia masih berada di bawah produksi pisang. Untuk dapat meningkatkan produksi nanas dan memenuhi permintaan tersebut diperlukan
1
Sinar Tani. Promosi Hortikultura Unggulan yang Berdaya Saing I Pasar Internasional. Diperta.jabarprov.go.id [15 Januari 2012] 2 BPS. Produksi Buah-buahan di Indonesia. www.bps.go.id [15 Januari 2012] 3 Jusuf, Widodo. Eksportir Nanas Terbesar. http://medanbisnisdaily.com/news/read/2012/01/05 [4 Juni 2012]
2
upaya yang serius, seperti dengan melakukan pengembangan lahan atau peningkatan produktivitas nanas. Penyebaran tanaman nanas di Indonesia hampir merata terdapat di seluruh daerah, dikarenakan wilayah Indonesia memiliki keragaman agroklimat yang memungkinkan pengembangan berbagai jenis tanaman, baik tanaman hortikultura tropis maupun hortikultura subtropis4. Terdapat beberapa daerah yang menjadi sentra produksi nanas, diantaranya Sumatera Selatan, Lampung, Jawa Barat, Sumatera Utara, dan Jawa Timur. Daerah tersebut merupakan daerah yang cocok dengan agroklimat pembudidayaan nanas. Lampung merupakan daerah yang menghasilkan nanas paling banyak yaitu sekitar 469.034 ton pada tahun 2010 (Tabel 3). Tabel 3. Produksi Nanas di Beberapa Provinsi di Indonesia Tahun 2010 Produksi nanas Provinsi Ton Persen (%) Sumatera Selatan
114.305
8,13
Lampung
469.034
33,35
Sumatera Utara
102.438
7,28
Jawa Timur
72.404
5,15
Jawa Barat
385.640
27,42
1.406.445
100,00
Indonesia Sumber : Badan Pusat Statistika (2010)5
Diantara berbagai komoditas buah-buahan, nanas merupakan salah satu komoditas buah-buahan yang bernilai ekonomi dan potensial untuk dikembangkan di daerah Lampung (Kalsum 2009). Lampung terdiri atas 2 kota dan 12 kabupaten, dimana di dalam setiap kota dan kabupaten tersebut terdapat pembudidayaan nanas. Nanas yang diproduksi di daerah tersebut cukup tinggi. Lampung sebagai salah satu sentra penghasil nanas harus bisa mengembangkan potensi yang ada untuk meraih pangsa pasar lokal maupun pasar internasional.
4 5
BPTP. Kawasan Horti. Sumsel.litbang.deptan.go.id [15 Januari 2012] BPS. Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi (ton). www.bps.go.id [15 januari 2012]
3
Lampung Tengah merupakan kabupaten yang paling banyak menghasilkan nanas, seperti terlihat pada Tabel 4, produksinya mencapai 4.409.522 kw pada tahun 2009. Jumlah produksi nanas di Lampung Tengah mengalami fluktuasi dari tahun ke tahun. Meskipun mengalami penurunan produksi, yaitu pada tahun 2007 berproduksi 12.375.712 kw dan pada tahun 2008 menurun menjadi 4.847.611 kw, Lampung Tengah tetap unggul dalam kemampuannya berproduksi nanas dibandingkan kabupaten atau kota lainnya. Tabel 4. Produksi Buah Nanas Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi Lampung Tahun 2006-2010 Kabupaten/ 2006 2007 2008 2009 2010 Kota
(kw)
Lam-Bar
(kw)
(kw)
(kw)
(kw)
107
846
3.378
2.455
3.403
53
88
90
119
230
Lam-Sel
2.936
4.703
1.630
1.417
1.769
Lam-Tim
1.240
1.367
1.286
840
1.162
3.010.789
12.375.712
4.847.611
4.409.522
4.677.690
Lam-Ut
5.856
3.074
2.268
3.584
1.988
Way Kanan
2.781
1.462
1.068
881
2.952
Tlg. Bawang
13.813
3.744
4.131
3.326
416
4.369
2.058
174
Tanggamus
Lam-Teng
Pesawaran
-
-
Pringsewu
-
-
-
-
19
Mesuji
-
-
-
-
368
Tuba
-
-
-
-
50
B.Lampung
62
45
99
59
47
Metro
23
22
42
47
75
3.037.660
12.391.063
4.865.972
4.424.308
4.690.343
Total Keterangan
Sumber
: Tahun 2006-2007 Kabupaten Pesawaran masih bergabung dengan Kabupaten Lampung Selatan Tahun 2010 Terjadi Penambahan Kabupaten yaitu Pringsewu, Mesuji, dan Tuba : Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung
Terdapat dua macam budidaya nanas di Lampung Tengah yaitu budidaya oleh perusahaan pengolahan nanas (PT Great Giant Pineapple) dan budidaya oleh rakyat. Sentra nanas yang dibudidayakan oleh rakyat terletak di Kecamatan
4
Punggur, Lampung Tengah. Pada tahun 2009 produksi nanas di Kecamatan Punggur menempati urutan pertama yaitu mencapai 12.010 kw (Tabel 5). Tabel 5. Lima Besar Kecamatan Memproduksi Nanas di Kabupaten Lampung Tengah Tahun 2009 No. Kecamatan Produksi (kw) 1.
Punggur
12.010
2.
Rumbia
5.000
3.
Bandar Mataram
703
4.
Gunung Sugih
540
5.
Kalirejo
386
Sumber : Dinas Pertanian, Tanaman Pangan, dan Hortikultura Kabupaten Lampung Tengah (2009)
Desa Astomulyo merupakan salah satu desa yang dijadikan sebagai sentra nanas di Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Saat ini Desa Astomulyo masih memiliki lahan yang berpotensi untuk dilakukan pengembangan sebagai lahan nanas. Pemerintah setempat memperkirakan terdapat 500 hektar lahan yang berpotensi untuk budidaya nanas di Desa Astomulyo. 1.2. Perumusan Masalah Desa Astomulyo memiliki delapan kelompok tani yang khusus membudidayakan nanas. Dari delapan kelompok tani tersebut terdapat satu kelompok tani yang mengalami penurunan luas lahan nanas, yaitu Kelompok Tani Makmur. Pada tahun 2011 terdapat 36,25 hektar, namun saat ini hanya tinggal 25,875 hektar lahan nanas. Banyak petani yang sudah menkonversikan lahan nanasnya. Lahan merupakan faktor produksi yang sangat penting di dalam usahatani. Luas lahan dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani, karena luas lahan akan mempengaruhi jumlah produksi. Lahan petani yang sempit akan menyebabkan jumlah produksi yang sedikit, sehingga tingkat pendapatan petani pun rendah. Hernanto (1989) membagi golongan petani berdasarkan luas lahan menjadi empat, yaitu petani lahan luas (> 2 hektar), lahan sedang (0,5-2 hektar), lahan sempit (< 0,5 hektar), dan petani penggarap (tidak memiliki lahan). Petani
5
di lokasi penelitian termasuk ke dalam golongan petani lahan sedang dan sempit karena lahan yang dimiliki antara 0,25-1,5 hektar. Tingkat pendapatan petani selain dipengaruhi oleh luasan lahan juga dapat dipengaruhi oleh produktivitas dari tanaman yang diusahakan. Produktivitas yang rendah akan menyebabkan penerimaan yang diperoleh petani rendah sehingga tingkat pendapatan petani juga akan rendah. Rendahnya produktivitas tanaman dapat disebabkan oleh penggunaan bibit yang tidak berkualitas atau penggunaan pupuk yang tidak optimal. Sampai saat ini, petani responden belum mau mengikuti Standart Operational Procedure (SOP) dalam penggunaan faktor produksi yang dianjurkan oleh penyuluh lapang di desa tersebut. Petani masih enggan mengubah sistem budidaya yang dilakukannya. Sehubungan dengan hal yang telah diungkapkan sebelumnya, maka masalah yang dapat dirumuskan adalah: 1. Apakah ada perbedaan penggunaan faktor produksi pada petani lahan sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo? 2. Apakah ada perbedaan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan petani nanas pada petani lahan sempit dan petani lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo? 3. Bagaimana pendapatan dan efisiensi usahatani nanas yang diterima petani nanas, berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki petani pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang telah dirumuskan sebelumnya, maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Mengidentifikasi keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo. 2. Menganalisis perbedaan penggunaan faktor produksi yang digunakan petani pada lahan sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo. 3. Menganalisis perbedaan biaya-biaya yang dikeluarkan petani pada lahan sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo.
6
4. Menganalisis pendapatan petani dan tingkat efisiensi dari usahatani nanas berdasarkan luas lahan garapan usahatani pada Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo. 1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi beberapa pihak, yaitu: 1. Membantu petani untuk dapat mengetahui permasalahan yang dihadapi dalam pengembangan usahatani nanas. Dengan begitu diharapkan petani dapat mengoptimalkan sumberdaya yang dimilikinya sehingga usahatani tersebut benar-benar memberikan hasil yang maksimal. 2. Menjadi sarana pembelajaran bagi penulis dalam mengidentifikasi masalah yang dihadapi oleh para petani. Selain itu juga dapat meningkatkan kemampuan penulis sebagai perwujudan dari aplikasi ilmu yang telah diperoleh. 3. Menjadi media informasi bagi pembaca mengenai kondisi usahatani nanas di salah satu sentra penghasil nanas di Kabupaten Lampung Tengah. 1.5. Ruang Lingkup Penelitian ini dilakukan pada petani nanas yang telah melakukan minimal satu kali musim tanam yang tergabung dalam Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Analisis usahatani yang dilakukan adalah analisis pendapatan usahatani dan analisis efisiensi berupa efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi. Perhitungan tersebut didasarkan pada kendala mendasar yang dihadapi petani yaitu dilihat dari luas lahan yang dimiliki petani. Di dalam analisis pendapatan hanya dilakukan analisis berdasarkan biaya tunai dan biaya diperhitungkan.
7
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Karakteristik Umum Nanas Nanas merupakan tanaman buah berupa semak yang memiliki nama ilmiah Ananas comosus. Nanas berasal dari Brazilia (Amerika Selatan) yang telah didomestikasi di sana sebelum masa Columbus. Pada abad ke-16 orang Spanyol membawa nanas ini ke Filipina dan Semenanjung Malaysia, dan masuk ke Indonesia pada abad ke -15 (tahun 1599). Di Indonesia pada mulanya nanas hanya sebagai tanaman pekarangan dan meluas hingga menjadi tanaman yang di kebunkan di lahan kering (tegalan) di seluruh nusantara. Tanaman nanas kini dipelihara di daerah tropik dan subtropik. Varietas kultivar nanas yang banyak ditanam di Indonesia adalah golongan Cayenne dan Queen. Klasifikasi tanaman nanas adalah sebagai berikut: tanaman ini berasal dari kingdom Plantae; divisi Spermatophyta; kelas Angiospermae; ordo Farinosae; Famili Bromiliaceae; genus Ananas; dan spesies Ananas comosus (L) Merr. Dalam skripsinya, Maulana (1998) menyatakan bahwa ciri-ciri nanas Cayenne adalah (1) daun halus, tidak berduri, dan kalau berduri hanya pada ujung daun saja, (2) ukuran buah besar, berbentuk silindri, mata buah datar berwarna hijau kekuningan, rasanya agak asam, cocok untuk bahan baku buah kalengan. Sedangkan ciri-ciri nanas Queen adalah (1) daun berbentuk pendek dan berduri tajam yang membengkok kebelakang, (2) buah berbentuk lonjong seperti kerucut, mata buah menonjol, warna kuning kemerahan, rasanya manis sehingga cocok untuk dikonsumsi sebagai buah. Nanas dapat tumbuh baik pada daerah dengan curah hujan yang merata sepanjang tahun. Di daerah tropis nanas cocok ditanam dan dibudidayakan di dataran rendah sampai ketinggian 800 meter di atas permukaan laut. Curah hujan yang ideal untuk tanaman nanas berkisar antara 1.000-3.000 mm per tahun, dengan suhu optimum 32°C. Menurut Siregar (2010), biasanya nanas berwarna hijau sebelum masak dan menjadi hijau kekuningan apabila masak. Nanas memiliki 30 atau lebih daun yang panjang, berserat, dan berduri tajam yang mengelilingi batangnya yang tebal. Kulit buahnya bersisik dan ”bermata” banyak. Biasanya nanas dibudidayakan di lahan kering. Penyebaran tanaman nanas terbilang cukup cepat, hal ini 8
dikarenakan tanaman nanas memiliki daya tahan yang tinggi selama perjalanan. Selain itu untuk mendapatkan bibit nanas tidak terlalu sulit, hanya dengan memperbanyaknya dengan cara vegetatif menggunakan tunas-tunasnya. Buah nanas rasanya enak, asam sampai manis. Bijinya kecil dan sering tidak jadi. Buah nanas termasuk buah nonklimakterik dimana buah tidak mengalami proses pematangan selama penyimpanan jika dipetik dalam kondisi muda. Buah nanas yang dipanen terlalu muda rasanya akan kurang enak, rasa buah asam kurang manis dan hambar, sebaliknya buah yang dipanen pada tingkat kemasakan yang optimal akan mempunyai rasa yang enak, rasa manis sangat menonjol dan rasa asam yang berkurang. Menurut Kurniawan (2008), buah nanas mengandung vitamin (A dan C), Kalsium, Fosfor, Magnesium, Besi, Natrium, Kalium, Dekstrosa, Sukrosa (gula tebu) dan Enzim Bromelain. Bromelain berkhasiat sebagai antiradang, membantu melunakkan makanan di lambung, mengganggu pertumbuhan sel kanker, menghambat agregasi platetet, dan mempunyai aktivitas fibrinotik. Kandungan seratnya dapat mempermudah buang air besar pada penderita sembelit. Selain itu buah nanas juga berkhasiat sebagai antioksidan alami, mengatasi penuaan dini, wasir, serangan jantung, penghalau stres, memperlancar buang air, mencegah katarak, mempercepat penyembuhan luka operasi serta pembengkakan dan nyeri sendi6. 2.2. Tinjauan Analisis Usahatani Nanas Usahatani merupakan suatu jenis kegiatan pertanian rakyat yang diusahakan oleh petani dengan mengkombinasikan faktor alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang ditujukan pada peningkatan produksi. Peningkatan produksi pertanian akan berpengaruh pada pendapatan petani. Pendapatan yang diperoleh petani berbeda-beda tergantung dari komoditas yang dibudidayakannya. Tingkat pendapatan petani dapat diukur dengan melakukan analisis pendapatan usahatani dan analisis efisiensi. Terdapat beberapa penelitian yang sudah melakukan analisis pendapatan usahatani terhadap komoditas nanas yaitu yang
6
Kurniawan, F. Sari Buah Nanas Kaya Manfaat. www.pustaka.litbang.deptan.go.id/new/ [4 Juni 2012]
9
dilakukan oleh Siregar (2010), Maulana (1998), dan Dalimunthe (2008) dengan alat analisis yang sama yaitu analisis pendapatan dan analisis R/C rasio, untuk mengetahui apakah usahatani tersebut menguntungkan atau tidak. Siregar (2010) menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C rasio untuk menganalisis usahatani nanas di Desa Sukaluyu, Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor. Dari penelitian yang dilakukan tersebut, didapat tingkat keuntungan petani yang sangat rendah, yaitu Rp 9.364.214,00 per hektar untuk masa produksi satu tahun, dengan nilai R/C Rasio adalah sebesar 1,59. Keuntungan dipengaruhi oleh penerimaan yang diperoleh petani dan biaya yang dikeluarkan petani. Keuntungan petani rendah dikarenakan tingkat penerimaan yang diperoleh petani juga rendah dan biaya yang dikeluarkan cukup tinggi. Usahatani nanas di Desa Sukaluyu membutuhkan tenaga kerja yang cukup banyak dikarenakan karakteristik lahan yang tidak datar dan mudah ditumbuhi alang-alang, sehingga biaya yang dikeluarkan untuk tenaga kerja cukup tinggi. Hal tersebut akan mengakibatkan biaya total yang dikeluarkan petani semakin tinggi. Penerimaan petani dipengaruhi oleh penggunaan input dalam usahatani. Bibit yang digunakan dalam usahatani ini masih rendah baik dari sisi kuantitas maupun kualitasnya. Petani hanya menggunakan 10.000 bibit dalam satu hektar. Penggunaan bibit yang semakin sedikit dapat mengakibatkan semakin rendahnya produktivitas. Selain itu, rendahnya produktivitas ini juga dipengaruhi oleh sistem budidaya yang dilakukan petani di Desa Sukaluyu yang masih rendah. Produktivitas tanaman yang rendah akan berdampak pada rendahnya penerimaan petani. Maulana (1998) melakukan penelitian mengenai analisis pendapatan usahatani nanas di Desa Bunihayu, Kecamatan Jalan Cagak, Kabupaten Subang. Hasil yang didapat untuk tingkat keuntungan petani nanas adalah Rp 11.724.500,00 per hektar per tahun dengan R/C rasio 5,24. Penerimaan yang diperoleh petani di Desa Bunihayu lebih sedikit dibandingkan penerimaan petani di Desa Sukaluyu. Namun tingkat pendapatan petani di Desa Bunihayu lebih besar, hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan oleh petani Desa Bunihayu lebih rendah. Dalam satu tahun biaya
10
yang dikeluarkan petani di Desa Sukaluyu sebesar Rp 15.828.094,00 sedangkan di Desa Bunihayu hanya sebesar Rp 2.765.500,00. Namun biaya yang dikeluarkan oleh petani di Desa Bunihayu belum termasuk biaya diperhitungkan karena Maulana (1998) hanya menghitung biaya tetap dan biaya variabel, sedangkan pada usahatani di Desa Sukaluyu, Siregar (2010) menghitung biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Selain itu, perbedaan harga pada tahun 1998 dan 2010 juga menyebabkan perbedaan penerimaan dan biaya yang harus dikeluarkan oleh petani. Selain karena usahatani di Desa Bunihayu menggunakan biaya yang lebih rendah, produktivitas tanaman nanas di Desa Bunihayu juga lebih tinggi. Hal itu terlihat dari jumlah nanas yang dihasilkan setiap tahunnya. Di Desa Bunihayu dalam setahun petani dapat menghasilkan nanas sebanyak 28.980 buah sedangkan di Desa Sukaluyu hanya mencapai 25.192 buah. Analisis usahatani yang dilakukan Siregar (2010) dan Maulana (1998) sebenarnya dapat dikembangkan lebih lanjut. Analisis usahatani dapat dilakukan dengan
membandingkan
usahatani
berdasarkan
cara
pemeliharaannya
(Dalimunthe 2008). Pengembangan yang dilakukan Dalimunthe (2008) pada penelitiannya adalah analisis usahatani nanas menggunakan standar prosedur operasional (SPO) di Desa Cipelang, Kecamatan Cijeruk, Kabupaten Bogor. Penelitian tersebut membedakan antara usahatani nanas yang menggunakan SPO dengan usahatani nanas non SPO. Hasil yang didapat adalah keuntungan usahatani nanas dengan SPO lebih tinggi dibandingkan dengan non SPO, yaitu keuntungan usahatani nanas non SPO sebesar Rp 8.445.000,00 dengan R/C rasio 1,57 dan keuntungan dari usahatani nanas dengan SPO sebesar Rp 10.430.500,00 dengan R/C rasio 1,67. Penerimaan yang diperoleh pada usahatani nanas SPO lebih tinggi dibandingkan nanas non SPO, dikarenakan jumlah produksi nanas SPO lebih tinggi dibandingkan nanas non SPO. Selain itu terjadi perbedaan didalam penentuan harga nanas, dimana dalam usahatani nanas non SPO buah yang akan dijual tidak dibedakan berdasarkan mutu, sedangkan untuk usahatani nanas SPO nanas yang akan dijual sudah dikelompokkan berdasarkan mutunya. Hal tersebut dikarenakan dalam pemeliharaan pada usahatani nanas SPO dilakukan secara
11
intensif dengan melakukan perencanaan dana yang jelas, sedangkan pada usahatani nanas non SPO masih dilakukan secara sederhana dan belum menganggarkan dana yang jelas, sehingga akan berpengaruh terhadap jumlah produksi yang dihasilkan dan kualitas buahnya. Kualitas buah akan berpengaruh terhadap harga buah nanas, semakin baik kualitasnya maka semakin tinggi harga yang diperoleh petani sehingga penerimaan petani pun semakin tinggi. Dalam menggunakan input, pada usahatani nanas non SPO lebih sedikit dibandingkan usahatani nanas SPO. Hal ini akan berakibat pada total biaya yang dikeluarkan petani, sehingga petani nanas SPO mengeluarkan biaya lebih banyak dibandingkan petani non SPO. Perbedaan penggunaan input tersebut dikarenakan pola pikir petani non SPO yang masih menggunakan teknik bercocok tanam secara tradisional sedangkan petani SPO sudah melakukan teknik bercocok tanam dengan pemeliharaan yang optimal. Penerimaan dan biaya akan mempengaruhi tingkat pendapatan yang diperoleh petani. Pendapatan yang diperoleh petani di Desa Cipelang yang menggunakan SPO lebih tinggi dibandingkan petani non SPO walaupun biaya yang dikeluarkan petani SPO lebih besar. Hal tesebut dikarenakan produk yang dihasilkan berbeda dalam jumlah maupun kualitas. 2.3. Tinjauan Analisis Usahatani Berdasarkan Luasan Lahan Penelitian mengenai analisis usahatani yang membandingkan berdasarkan luasan lahan dilakukan oleh Handayani (2006) dan Warsana (2007). Handayani (2006) melakukan analisis usahatani padi sawah berdasarkan luas dan kepemilikan lahan di Desa Karacak, Kecamatan Leuwiliang, Kabupaten Bogor. Analisis usahatani dalam penelitian tersebut dibedakan menjadi empat kelompok yaitu petani pemilik lahan sempit, petani pemilik lahan luas, petani sakap lahan sempit, dan petani sakap lahan luas. Pengelompokkan petani lahan luas dan lahan sempit berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Petani lahan luas adalah petani yang memiliki lahan lebih dari sama dengan satu hektar (≥ 1 hektar), sedangkan petani lahan sempit adalah petani yang memiliki lahan kurang dari satu hektar (< 1 hektar). Hasil penelitian menunjukkan bahwa usahatani milik jauh lebih menguntungkan dibandingkan usahatani sakap. Hal ini dapat dilihat dari nilai R/C 12
rasio dan tingkat keuntungannya. Keuntungan yang diperoleh oleh petani milik dengan lahan sempit adalah Rp 2.468.795,83,00 dengan R/C rasio 1,97 dan keuntungan untuk petani milik dengan lahan luas sebesar Rp 2.503.573,51,00 dengan R/C rasio 2,12. Sedangkan untuk keuntungan yang diperoleh oleh petani sakap dengan lahan sempit adalah Rp 1.293.314,84 dengan R/C rasio 1,36 dan keuntungan untuk petani sakap dengan lahan luas sebesar Rp 1.051.217,18 dengan R/C rasio 1,32. Keuntungan tersebut adalah keuntungan yang didapat untuk satu kali musim tanam. Penerimaan yang diperoleh petani lahan sempit lebih banyak dibandingkan dengan petani lahan luas. Hal tersebut dikarenakan produktivitas tanaman padi pada petani lahan sempit lebih tinggi. Petani pada lahan sempit menggunakan input usahatani yang lebih banyak, seperti dalam penggunaan bibit dan pupuk. Hal ini akan berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani. Sehingga biaya yang dikeluarkan petani pada lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan luas. Pendapatan dipengaruhi oleh penerimaan dan biaya dalam usahatani. Pendapatan yang diperoleh petani lahan luas lebih besar dibandingkan lahan sempit, walaupun penerimaan yang diperoleh lebih sedikit pada lahan luas. Hal ini dikarenakan biaya yang dikeluarkan petani lahan sempit lebih besar dibandingkan petani lahan luas. Berdasarkan nilai R/C yang diperoleh pada seluruh usahatani tersebut baik dengan status kepemilikan lahan milik maupun sakap dan dengan garapan luas atau sempit menunjukkan bahwa nilai R/C lebih dari 1. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani padi sawah masih menguntungkan dan memberikan keuntungan bagi petani. Warsana (2007) melakukan penelitian yang berjudul analisis efisiensi dan keuntungan usahatani jagung (studi di kecamatan Randublatung, Kabupaten Blora). Analisis ini dilakukan dengan membandingkan usahatani jagung berdasarkan luasan lahan yang dimiliki petani, yaitu petani kecil (≤ 1,0 hektar) dan petani besar (> 1,0 hektar). Penggolongan ini berdasarkan buku inventarisasi pajak bumi dan bangunan yang ada di lokasi penelitian. Analisis dilakukan dengan menggunakan model fungsi keuntungan Cobb-Douglas yang berguna
13
untuk mengetahui hubungan input dan output serta mengukur pengaruh dari berbagai perubahan harga input terhadap produksi. Penerimaan yang diperoleh petani kecil lebih besar dibandingkan petani besar karena jumlah jagung yang diproduksi pada petani kecil lebih banyak. Rendahnya produksi jagung pada petani besar disebabkan teknik penanaman yang digunakan petani lahan besar terlalu jarang sehingga produksi yang diperoleh lebih sedikit. Selain itu juga petani pada lahan besar kurang efisien dalam menggunakan faktor produksi yang ada, seperti luas lahan, jumlah benih serta pupuk. Hal ini berakibat pada biaya yang dikeluarkan petani, pada petani besar biaya yang dikeluarkan lebih banyak karena penggunaan faktor produksi yang tidak efisien. 2.4. Keterkaitan dengan Penelitian Terdahulu Persamaan penelitian yang dilakukan dengan penelitian Siregar (2010), Maulana (1998), Dalimunthe (2008), dan Handayani (2006) yaitu dalam penggunaan alat analisis untuk mengetahui tingkat pendapatan petani. Untuk mengukur tingkat pendapatan petani digunakan analisis pendapatan usahatani dan efisiensi output input (R/C rasio). Selain itu pada penelitian Siregar (2010), Maulana (1998), dan Dalimunthe (2008) menggunakan komoditas yang sama dengan penelitian yang dilakukan yaitu tanaman nanas. Penelitian ini sama dengan penelitian Handayani (2006) dan Warsana (2007) karena lebih memperdalam analisis pendapatan usahatani yaitu berdasarkan luas lahan. Perbedaan penelitian dengan kelima penelitian sebelumnya adalah lokasi tempat dilakukannya penelitian. Penelitian ini dilakukan pada Kelompok Tani Makmur, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah. Selain itu penelitian yang dilakukan Handayani (2006) dan Warsana (2007) menggunakan komoditas yang berbeda yaitu komoditas padi sawah dan jagung. Perbedaan lainnya adalah pada penelitian Siregar (2010) dan Maulana (1998), selain menganalisis pendapatan usahatani juga dilakukan analisis pemasaran seperti saluran pemasaran, marjin pemasaran, dan farmer’s share. Analisis efisiensi yang dilakukan dalam penelitian ini terdiri dari tiga, yaitu efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi. Selain itu, dalam 14
penelitian ini dilakukan uji-T untuk mengetahui apakah terdapat perbedaan dalam penggunaan input yaitu bibit, pupuk kandang, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk phonska, Gramaxone, Protephon, dan tenaga kerja berdasarkan kelompok luasan lahan yang berbeda, yaitu pada lahan sempit (< 0,5 hektar) dan lahan sedang (0,52 hektar). Dengan begitu dapat diketahui usahatani mana yang lebih efisien dan memberikan keuntungan bagi petani.
15
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Konsep Ekonomi 3.1.1. Fungsi Produksi Dalam proses produksi terkandung hubungan antara tingkat penggunaan faktor-faktor produksi dengan produk atau hasil yang akan diperoleh. Hal ini disebut dengan hubungan antara input dengan output (Suratiyah 2009). Nicholson (2001) dalam Chaerningrum (2010) menyatakan bahwa dalam suatu kegiatan usahatani keberadaan fungsi produksi memperlihatkan jumlah output yang maksimal yang bisa diperoleh dengan menggunakan berbagai alternatif kombinasi kapital dan tenaga kerja. Soekartawi (2006) mendefinisikan fungsi produksi sebagai suatu fungsi yang menggambarkan hubungan fisik antara variabel yang dijelaskan (Y) dan variabel yang menjelaskan (X). Variabel yang dijelaskan biasanya berupa output dan variabel yang menjelaskan biasanya berupa input. Secara matematis fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut: Y = f (X1, X2, ....., Xn) Keterangan: Y
= output (hasil fisik)
X1, ..., Xn
= input (faktor-faktor produksi).
Setiap input mempunyai kontribusi yang berbeda terhadap output dibandingkan input lainnya dan setiap penggunaan input mempunyai konsekuensi biaya. Untuk studi mengenai hubungan input-output dengan pendugaan fungsi produksi, diperlukan spesifikasi mengenai faktor-faktor produksi yang digunakan (Hotimah 2000). Suratiyah (2009)
menjelaskan
bahwa
hubungan
faktor
produksi
menerangkan hubungan antara produksi dan satu faktor produksi variabel yang disebut sebagai fungsi produksi. Gambar 1 menggambarkan fungsi produksi hubungan antara satu output dan satu input. Dari fungsi ini dapat digambarkan pula produk marginal (PM) dan produk rata-rata (PR). PM adalah tambahan produk per kesatuan tambahan input, sedangkan PR adalah produksi per kesatuan input. 16
Gambar 1. Hubungan antara faktor produksi x dengan jumlah produksi y Fungsi produksi ini biasanya dibagi menjadi tiga daerah yaitu daerah I, II dan III. Daerah I di sebelah kiri titik PR maksimum dengan elastisitas lebih besar dari satu (Increasing Return to Scale), yang berarti bahwa setiap kenaikan faktor produksi sebesar satu persen akan menyebabkan kenaikan produksi lebih besar dari satu persen. Keuntungan maksimum masih belum tercapai karena produksi masih bisa diperbesar dengan cara pemakaian faktor produksi yang lebih banyak. Pada daerah I disebut daerah tidak rasional. Daerah II antara titik PR maksimum dan PM = 0 dengan elastisitas diantara nol dan satu (Decreasing Return to Scale), yang berarti setiap kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi paling tinggi satu persen dan paling rendah nol persen. Pada keadaan ini perusahaan bisa untung dan rugi sehingga perusahaan harus memilih atau menetapkan tingkat produksi yang tepat agar mencapai keuntungan maksimum. Nilai elastisitas produksi sama dengan satu terjadi pada saat PM = PR, hal ini berarti setiap
17
kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan kenaikan produksi sebesar satu persen. Kondisi ini disebut sebagai Constant Return of Scale. Elastisitas produksi sama dengan nol dicapai saat produksi total mencapai maksimum atau PM = 0. Daerah III di sebelah kanan PM = 0 dengan elastisitas kurang dari nol (Increasing Return to Scale). Kondisi ini dicapai saat produksi total menurun atau saat PM negatif. Pada daerah ini, kenaikan satu persen faktor produksi akan menyebabkan penurunan jumlah produksi yang dihasilkan. Daerah ini disebut juga daerah tidak rasional. Pada umumnya dalam proses produksi pertanian, hubungan antara faktor produksi (input) dengan produksi (output) mempunyai bentuk kombinasi antara kenaikan hasil bertambah dan kenaikan hasil berkurang. Mula-mula mengikuti bentuk kenaikan hasil bertambah kemudian mengikuti bentuk kenaikan hasil berkurang atau mengikuti ”The Law of Deminishing Return”. Oleh karena itu, pada umumnya kalau kita menambah satu macam faktor produksi terus menerus hasilnya akan naik tapi kenaikannya makin lama main kecil dan berkurang. 3.1.2. Skala Produksi Menurut Theory of Scale, semakin besar skala usaha pertanian maka akan semakin efisien usahatani tersebut. Pengukuran skala usahatani salah satunya adalah penguasaan lahan pertanian sebagai salah satu faktor produksi. Sehingga dalam teori ini, semakin sempit lahan usaha maka akan semakin kurang efisien usahatani tersebut (Daniel 2002). Soekartawi (1993) dalam Harahap (2007), luas kepemilikan atau penguasaan lahan yang ditanami sangat berhubungan dengan efisiensi usahatani dan juga usaha pertanian, penggunaan input seperti pupuk, obat-obatan, bibit akan semakin efisien bila luas lahan yang dikuasai dan ditanami semakin besar, disamping itu penggunaan tenaga kerja juga lebih efisien karena sudah ada takaran dan perhitungan menurut teknologi yang dipakai, namun sering juga ketidakefisienan dalam penggunaan teknologi karena kurangnya manajemen yang terarah. Penentuan skala usaha menjadi penting karena bertujuan agar perusahaan dapat mengetahui sejauh mana usaha tersebut harus berproduksi berdasarkan 18
keadaan skala usaha yang dimilikinya. Skala usaha menunjukkan hubungan antara biaya produksi rata-rata dengan perubahan dalam ukuran usaha. Suatu usaha dikatakan mencapai skala ekonomis (economies of scale) apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih rendah dan dikatakan tidak mencapai skala ekonomis (diseconomies of scale) apabila pertambahan produksi menyebabkan biaya produksi rata-rata menjadi lebih tinggi. 3.2. Konsep dan Definisi Usahatani Ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengusahakan dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi berupa lahan dan alam sekitarnya sebagai modal sehingga memberikan manfaat yang sebaikbaiknya. Sebagai ilmu pengetahuan, ilmu usahatani merupakan ilmu yang mempelajari
cara-cara
petani
menentukan,
mengorganisasikan,
dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi seefektif dan seefisien mungkin sehingga usaha tersebut memberikan pendapatan semaksimal mungkin (Suratiyah 2009). Selain itu Soekartawi (2006) mengatakan bahwa ilmu usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Soekartawi (1988) di dalam Siregar (2010) menyatakan bahwa tujuan usahatani dapat dikategorikan menjadi dua yaitu memaksimumkan keuntungan dan meminumkan pengeluaran. Konsep memaksimumkan keuntungan adalah bagaimana mengalokasikan sumberdaya dengan jumlah tertentu seefisien mungkin, untuk memperoleh keuntungan maksimum. Sedangkan konsep meminimumkan pengeluaran berarti bagaimana menekan pengeluaran produksi sekecil-kecilnya untuk mencapai tingkat produksi tertentu. Menurut Hernanto (1989) terdapat empat unsur pokok di dalam usahatani, unsur tersebut juga dikenal dengan istilah faktor-faktor produksi, yaitu: 1. Tanah Tanah merupakan tempat dimana hasil produksi pertanian diperoleh. Tanah merupakan faktor produksi yang khusus, oleh sebab itu tanah kemudian dianggap sebagai salah satu faktor produksi pertanian. Sifat khusus tanah, antara lain: 19
a. Relatif langka dibandingkan dengan faktor produksi lainnya, b. Distribusi penguasaan di masyarakat tidak merata. Tanah yang biasa digunakan untuk usahatani adalah tanah pekarangan, tegalan, ataupun sawah. Tanah yang dapat dikelola tersebut dapat diperoleh dengan cara membeli, menyewa, menyakap, pemberian Negara, warisan, wakaf, atau dengan membuka lahan sendiri. Berdasarkan luas kepemilikan lahan, petani dapat digolongkan menjadi empat golongan, yaitu : a. Golongan petani luas (> 2 hektar), b. Golongan petani sedang (0,5-2 hektar), c. Golongan petani sempit (< 0,5 hektar), d. Golongan buruh tani (tidak memiliki lahan). 2. Tenaga Kerja Jenis tenaga kerja dibedakan menjadi tenaga kerja manusia, tenaga kerja ternak, dan tenaga kerja mekanik. Untuk tenaga kerja manusia dibedakan lagi menjadi tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, dan tenaga kerja anak-anak. Tenaga kerja ini dapat berasal dari dalam maupun luar keluarga. Tenaga kerja dihitung dalam satuan Hari Orang Kerja (HOK), yakni 8 jam kerja per hari. Satuan HOK sama dengan satuan hari kerja pria. Terdapat perbedaan perhitungan satuan kerja bagi tenaga kerja pria, tenaga kerja wanita, tenaga kerja ternak dan tenaga kerja anak. Yang (1955) dalam Hernanto (1989), menyatakan bahwa perbedaan dalam perhitungan tenaga kerja tersebut adalah: 1 pria
= 1 hari kerja pria
1 wanita
= 0,7 hari kerja pria
1 ternak
= 2 hari kerja pria
1 anak
= 0,5 hari kerja pria
3. Modal Modal merupakan unsur usahatani yang penting. Pada usahatani yang dimaksud dengan modal adalah tanah, bangunan-bangunan, alat-alat pertanian, tanaman, ternak, bahan-bahan pertanian, piutang di bank, ataupun uang tunai. Modal berupa uang tunai dapat disebut juga sebagai
20
modal operasional, yaitu modal yang dapat ditukarkan dengan barang modal lain seperti sarana produksi dan tenaga kerja, bahkan untuk membiayai pengolahan. Modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (bank/tetangga/keluarga), hadiah warisan, dari usaha lain, dan kontrak sewa. 4. Pengelolaan (Manajemen) Pengelolaan usahatani adalah kemampuan petani menentukan, mengorganisir, dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai sebaik-baiknya dan mampu memberikan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Ukuran dari keberhasilan pengelolaan itu adalah produktivitas dari setiap faktor maupun produktivitas dari usahanya. Untuk dapat
menjadi pengelola
yang berhasil,
maka
pemahaman mengenai prinsip teknis dan prinsip ekonomi menjadi syarat bagi seorang pengelola. Pengenalan dan pemahaman prinsip teknis meliputi: perilaku cabang usaha yang diputuskan, perkembangan teknologi, tingkat teknologi yang dikuasai, daya dukung faktor yang dikuasai, serta cara budidaya dan alternatif cara lain berdasarkan pengalaman orang lain. Sedangkan pengenalan dan pemahaman prinsip ekonomis antara lain: penentuan perkembangan harga, kombinasi cabang usaha, pemasaran hasil, pembiayaan usahatani, penggolongan modal dan pendapatan, serta ukuran-ukuran keberhasilan yang lazim. Suratiyah (2009) mengklasifikasi usahatani menurut corak dan sifat, organisasi, pola serta tipe usahatani. 1. Corak dan Sifat Menurut corak dan sifat dibedakan menjadi dua, yaitu komersial dan subsisten. Usahatani komersial memperhatikan kualitas serta kuantitas produk sedangkan usahatani subsisten hanya untuk memenuhi kebutuhan sendiri. 2. Organisasi Menurut organisasinya, usahatani dibagi menjadi tiga, yaitu individual, kolektif, dan kooperatif. Usahatani individual adalah usahatani yang seluruh proses dikerjakan petani sendiri beserta keluarga. Usahatani
21
kolektif adalah usahatani yang seluruh proses produksinya dikerjakan bersama oleh suatu kelompok, kemudian hasilnya dibagi dalam bentuk natura maupun keuntungan. Sedangkan usahatani kooperatif adalah usahatani yang tiap prosesnya dikerjakan secara individual, hanya pada beberapa kegiatan yang dianggap penting dikerjakan oleh kelompok, misalnya pembelian saprodi, pemberantasan hama, pemasaran hasil, dan pembuatan saluran. 3. Pola Menurut polanya, usahatani dibagi menjadi tiga yaitu khusus, tidak khusus, dan campuran. Usahatani khusus adalah usahatani yang hanya mengusahakan satu cabang usahatani saja, misalnya usahatani perikanan. Usahatani tidak khusus adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang usaha bersama-sama, tetapi dengan batas tegas. Dan usahatani campuran adalah usahatani yang mengusahakan beberapa cabang secara bersama-sama dalam sebidang lahan tanpa batas tegas, contohnya tumpang sari dan mina padi. 4. Tipe Menurut tipenya, usahatani dibagi menjadi beberapa macam berdasarkan komoditas yang diusahakan, misalnya usahatani ayam, usahatani kambing, dan usahatani nanas. 3.3. Konsep Biaya Usahatani Menurut Suratiyah (2009) terdapat tiga pendekatan yang dapat digunakan untuk menghitung biaya dan pendapatan didalam usahatani yaitu pendekatan nominal, pendekatan nilai yang akan datang, dan pendekatan nilai sekarang. 1. Pendekatan nominal Pendekatan nominal tidak memperhitungkan nilai uang menurut waktu tetapi yang dipakai adalah harga yang berlaku, sehingga dapat langsung dihitung jumlah pengeluaran dan jumlah penerimaan dalam suatu periode proses produksi. 2. Pendekatan nilai yang akan datang Pendekatan ini memperhitungkan semua pengeluaran dalam proses produksi dibawa ke nanti pada saat panen atau saat akhir proses produksi. 22
3. Pendekatan nilai sekarang Pendekatan yang memperhitungkan semua pengeluaran dan penerimaan dalam proses produksi dibawa ke saat awal atau sekarang saat dimulainya proses produksi. Menurut
Hernanto
(1989),
Klasifikasi
biaya
penting
dalam
membandingkan pendapatan untuk mengetahui kebenaran jumlah biaya yang tertera pada pernyataan pendapatan (income statement). Ada empat kategori mengenai biaya, yaitu: 1. Biaya tetap adalah biaya yang penggunaannya tidak habis dalam satu masa produksi. Besar kecilnya biaya tetap tidak tergantung kepada besar kecilnya produksi. Yang termasuk biaya tetap adalah pajak tanah, pajak air, penyusutan alat, dan bangunan pertanian. 2. Biaya variabel adalah biaya-biaya berubah. Besar kecilnya tergantung kepada biaya skala produksi, misalnya biaya untuk pupuk, bibit, herbisida, biaya panen, biaya pengolahan tanah, dan biaya tenaga kerja. 3. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar tunai. Biaya tunai dari biaya tetap dapat berupa air dan pajak tanah, sedangkan untuk biaya variabel antara lain biaya untuk pemakaian bibit, pupuk, obat-obatan, dan tenaga luar keluarga. 4. Biaya tidak tunai meliputi biaya tetap dan biaya untuk tenaga kerja keluarga. Sedangkan yang termasuk biaya variabel antara lain biaya panen dan pengolahan tanah dari keluarga dan jumlah pupuk kandang yang dipakai. Soekartawi (2006)
menyatakan bahwa
biaya usahatani
biasanya
diklasifikasikan menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Biaya tetap adalah biaya yang relatif tetap jumlahnya dan terus dikeluarkan walaupun produksi yang diperoleh banyak atau sedikit. Besarnya biaya tetap tidak tergantung pada besar kecilnya produksi yang diperoleh. Sedangkan biaya tidak tetap didefinisikan sebagai biaya yang besar kecilnya dipengaruhi oleh produksi yang diperoleh. Menurut Soekartawi dkk. (1986) pengeluaran usahatani mencakup pengeluaran tunai dan tidak tunai. Pengeluaran tunai atau biaya tunai usahatani 23
(farm payment) adalah jumlah uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani, tidak mencakup bunga pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Sedangkan pengeluaran total atau biaya total usahatani (total farm expenses) adalah nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau berdasarkan kredit harus dimasukkan sebagai biaya. Apabila di dalam usahatani menggunakan alatalat pertanian, maka harus dihitung penyusutannya dan dianggap sebagai pengeluaran atau biaya. Penyusutan merupakan penurunan nilai inventaris yang disebabkan oleh pemakaian selama tahun pembukuan. 3.4. Konsep Penerimaan Usahatani Soekartawi dkk. (1986) menyatakan bahwa penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual. Penerimaan tunai usahatani (farm receipt) adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani. Produk usahatani yang dikonsumsi tidak dihitung sebagai penerimaan tunai usahatani dan nilai kerja yang dibayar dengan benda tidak dihitung sebagai pengeluaran tunai usahatani. Penerimaan tunai dan pengeluaran tunai usahatani tidak mencakup yang berbentuk benda. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Terdapat dua macam pendapatan usahatani, yaitu pendapatan kotor usahatani dan pendapatan bersih usahatani. Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi, digunakan dalam usahatani untuk bibit atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, ataupun disimpan di gudang. Dalam bukunya Suratiyah (2009) menyatakan bahwa pendapatan kotor usahatani atau penerimaan adalah seluruh pendapatan yang diperoleh dari usahatani selama satu periode diperhitungkan dari hasil penjualan atau penaksiran kembali. Selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan biaya total usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan bersih 24
usahatani mengukur imbalan yang diperoleh petani dari penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani. Selain itu juga terdapat pengukuran pendapatan lainnya, yaitu pendapatan tunai usahatani (farm net cash flow) yang merupakan selisih antara penerimaan tunai usahatani dengan biaya tunai usahatani. Pendapatan tunai usahatani merupakan ukuran kemampuan usahatani untuk menghasilkan uang tunai (Soekartawi dkk. 1986). Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa analisis pendapatan usahatani mempunyai kegunaan bagi petani maupun bagi pemilik faktor produksi. Ada dua tujuan utama dari analisis pendapatan, yaitu menggambarkan keadaan sekarang suatu keadaan usahatani dan menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan. Bagi seorang petani analisis pendapatan membantu untuk mengukur apakah kegiatan usahanya pada saat ini berhasil atau tidak. Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur dengan nilai efisiensinya. Alat untuk mengukur efisiensi pendapatan adalah analisis R/C rasio yaitu penerimaan untuk setiap biaya yang dikeluarkan petani dalam berproduksi. Selain itu juga dapat diukur efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal. 3.5. Analisis Efisiensi Di dalam bukunya, Hernanto (1989) mengatakan bahwa terdapat beberapa nilai bandingan (rasio) untuk mengukur kedudukan ekonomi suatu usahatani. Salah satunya adalah tingkat keuntungan relatif dari kegiatan usahatani berdasarkan perhitungan finansial yaitu dengan melakukan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C rasio). Analisis (R/C rasio) dapat mengukur efisiensi output input, dimana dihitung berapa banyak perbedaan antara produksi dan angka total. R/C rasio akan menguji sejauh mana setiap nilai rupiah yang dikeluarkan untuk keperluan usahatani dapat memberikan sejumlah nilai penerimaan sebagai manfaatnya. Nilai R/C rasio total menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap satu rupiah yang dikeluarkan petani untuk berproduksi. Nilai R/C rasio yang lebih besar dari satu menunjukkan bahwa penambahan satu rupiah akan 25
menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar dari satu rupiah. Semakin tinggi nilai R/C rasio menunjukkan semakin besar penerimaan yang diperoleh dari setiap rupiah yang dikeluarkan, sehingga perolehan nilai R/C rasio yang semakin tinggi maka tingkat efisiensi pendapatan semakin baik. Dalam bukunya Soeharjo dan Patong (1973) membagi ukuran efisiensi menjadi tiga, yaitu : 1. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan. 2. Penerimaan untuk setiap pekerja. 3. Penerimaan untuk setiap rupiah yang diinvestasikan. 3.6. Kerangka Operasional Kelompok Tani Makmur merupakan salah satu kelompok tani penghasil nanas yang terdapat di Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Pada kelompok tani ini terjadi penurunan luasan lahan nanas dari tahun 2011 ke tahun 2012 sebesar 10,375 hektar. Hal tersebut bertentangan dengan program pemerintah setempat yang melakukan pengembangan luasan lahan nanas. Lahan yang sempit diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Selain luas lahan, produktivitas tanaman juga diduga dapat mempengaruhi tingkat pendapatan petani. Oleh karena itu, dalam penelitian ini dilakukan uji-T untuk mengetahui perbedaan penggunaan faktor produksi, analisis usahatani untuk mengetahui tingkat pendapatan, dan analisis efisiensi berdasarkan luasan lahan pada usahatani nanas. Analisis tersebut dilakukan dengan membandingkan luas lahan yang digunakan dalam usahatani nanas. Luas lahan dibagi menjadi dua yaitu lahan sedang (0,5-2 hektar) dan lahan sempit (< 0,5 hektar). Sebelum melakukan analisis pendapatan, peneliti melakukan analisis deskriptif mengenai keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur. Uji-T dilakukan untuk melihat apakah terdapat perbedaan dalam penggunaan input (bibit, pupuk, pestisida, karbit, dan tenaga kerja) terhadap dua kelompok luasan lahan yang berbeda. Pendapatan usahatani dapat diukur dengan mengurangi penerimaan usahatani nanas yang merupakan hasil kali jumlah fisik output dengan harga yang terjadi, dengan biaya usahatani yang dikeluarkan yaitu biaya saprotan, sewa lahan, pajak lahan, biaya alat-alat produksi, dan biaya tenaga 26
kerja. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran total usahatani. R/C rasio merupakan rasio penerimaan atas biaya yang digunakan untuk mengukur efisiensi output input, dimana dihitung dengan membandingkan total penerimaan yang diperoleh dengan total biaya yang dikeluarkan dalam proses produksi. Selain analisis efisiensi R/C rasio, juga dilakukan analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, dan analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal. Dari beberapa analisis tersebut akan terlihat apakah usahatani nanas masih memberikan keuntungan terhadap petani atau tidak. Selain itu juga dapat diketahui usahatani mana yang lebih efisien untuk dilakukan. Alur kerangka pemikiran operasional ini dapat dilihat pada gambar berikut:
27
Perbedaan luas lahan usahatani nanas yang dilakukan petani
1. Apakah ada perbedaan penggunaan faktor produksi pada petani lahan
sempit dan lahan sedang di Kelompok Tani Makmur? 2. Apakah ada perbedaan mengenai biaya-biaya yang dikeluarkan petani nanas pada petani lahan sempit dan petani lahan sedang di Kelompok Tani Makmur?
3. Bagaimana pendapatan dan efisiensi usahatani nanas yang diterima petani nanas, berdasarkan luas lahan garapan yang dimiliki petani pada Kelompok Tani Makmur?
Keragaan Usahatani
Lahan Sedang (0,5-2 Ha)
Lahan sempit (< 0,5 Ha)
Penerimaan Total
Biaya Total
Biaya Tunai
Biaya Tidak Tunai
1. Uji T 2. Analisis Pendapatan Usahatani : Analisis Pendapatan a. Pendapatan atas biaya tunai b. Pendapatan atas biaya total Analisis Efisiensi Rasio a. R/C atas biaya tunai dan total b. Penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja c. Penerimaan terhadap jumlah investasi awal Rekomendasi Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional
28
IV METODOLOGI PENELITIAN 4.1. Lokasi dan waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kelompok Tani Makmur, Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Lampung. Pemilihan lokasi dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa lokasi tersebut merupakan salah satu sentra nanas di Lampung. Waktu pengambilan data dilaksanakan mulai bulan Februari 2012 sampai dengan Maret 2012. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini berupa data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh secara langsung melalui pengamatan dan wawancara dengan para petani nanas di Desa Astomulyo yang merupakan anggota dari
Kelompok Tani
Makmur.
Wawancara dilakukan dengan
menggunakan alat bantu kuisioner yang telah disiapkan sebelumnya. Data sekunder digunakan untuk melengkapi data primer. Data ini diperoleh dari catatan-catatan serta dokumentasi dari para petani dan juga dari instansi-instansi yang terkait seperti Kantor Desa, BP3K, Departemen Pertanian, Dirjen Hortikultura, serta BPS. Selain itu dilakukan juga penelusuran melalui buku, skripsi, jurnal ataupun artikel yang dapat dijadikan sebagai bahan rujukan yang berkaitan dengan teori maupun materi penelitian. 4.3. Metode Pengumpulan Data Pengambilan sampel dilakukan dengan cara mendata kelompok tani yang terdapat di Desa Astomulyo. Berdasarkan data yang diperoleh dari ketua Gapoktan di desa tersebut terdapat delapan kelompok tani yang menghasilkan nanas. Dari delapan kelompok tani tersebut hanya dipilih satu kelompok tani yang dijadikan tempat penelitian yaitu Kelompok Tani Makmur. Pemilihan kelompok tani dilakukan secara sengaja dengan alasan karena kelompok tani tersebut mengalami penurunan jumlah luasan lahan nanas. Kemudian dilakukan pendataan mengenai petani nanas anggota Kelompok Tani Makmur. Informasi mengenai populasi petani diperoleh dari ketua kelompok tani. Di dalam penelitian ini survey dilakukan dengan cara sensus. Sensus adalah proses investigasi dengan mengamati semua anggota individu yang 29
menyusun populasi penelitian (Juanda 2009). Berdasarkan data populasi petani nanas yang merupakan anggota kelompok tani berjumlah 45 petani, yang akan menjadi responden pada penelitian ini. Data diperoleh dengan cara melakukan pertemuan langsung yaitu dengan melakukan wawancara dengan petani di lokasi penelitian. Namun setelah dilakukan proses wawancara hanya 42 petani yang dapat dijadikan responden, karena penelitian ini berfokus pada petani yang sudah mengalami satu musim tanam. Kemudian dari populasi tersebut dikelompokkan berdasarkan luasan lahan yang dimiliki. Dalam penelitian ini, peneliti membagi populasi menjadi dua sub populasi, yaitu petani dengan lahan sedang (0,5-2 hektar) dan petani dengan lahan sempit (< 0,5 hektar). Pembagian populasi tersebut berdasarkan aturan yang dikemukakan Hernanto (1989) dalam bukunya. Jumlah responden untuk setiap sub populasi tidak sama, hal ini dikarenakan pada penelitian ini responden yang digunakan adalah semua anggota dari Kelompok Tani Makmur. Untuk sub populasi petani dengan lahan sedang terdiri dari 27 responden dan 15 responden untuk petani lahan sempit. Data primer diperoleh melalui pengamatan dan wawancara langsung terhadap responden dengan menggunakan kuisioner. Data primer yang dikumpulkan berupa data biaya yang meliputi biaya tunai dan biaya diperhitungkan, produksi, dan penerimaan dalam usahatani nanas, serta data penggunaan input usahatani seperti bibit, pupuk, herbisida, obat-obatan, dan tenaga kerja. Data sekunder digunakan untuk mendukung data primer. Data sekunder diperoleh melalui pengajuan permintaan data kepada pihak Kelompok Tani Makmur, kantor desa, BP3K, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Dirjen Hortikultura serta informasi dan hasil penelitian yang berkaitan dengan usahatani nanas. 4.4. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini adalah analisis data kulitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif digunakan untuk mengetahui keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, mulai dari penyiapan sarana produksi pertanian hingga proses setelah pemanenan yang diuraikan secara deskriptif. Sedangkan analisis kuantitatif dilakukan dengan pengujian secara statistik. Analisis yang dilakukan adalah uji-T, analisis pendapatan, dan analisis 30
efisiensi. Dalam menghitung pendapatan petani nanas dilakukan tabulasi sederhana dengan menghitung pendapatan nanas atas biaya tunai dan atas biaya total. Pada penelitian ini dilakukan uji perbandingan keadaan usahatani nanas menurut luas lahan garapan yang dimiliki petani. Hal ini dilakukan untuk mengetahui apakah keadaan rata-rata antara kedua jenis responden berbeda nyata secara statistik atau tidak, maka dilakukan uji T dengan dua sampel bebas pada taraf nyata 0,05. Uji T sampel bebas digunakan untuk membandingkan rata-rata dua kelompok kasus (Sarwono 2009). Dalam skripsinya Handayani (2006) menyatakan bahwa penguasaan lahan yang relatif sempit akan berdampak pada efisiensi hasil panen. Petani yang hanya memiliki dan menggarap lahan sempit tidak akan berproduksi secara optimal, bahkan seringkali penerimaan petani saat panen akan lebih kecil dibandingkan total biaya usahatani yang harus dikeluarkan. Berdasarkan hal tersebut di dalam melakukan uji T digunakan hipotesis statistik, yaitu: H0
: Tidak ada perbedaan dalam penggunaan faktor produksi pada usahatani lahan sempit maupun lahan sedang.
H1
: Ada perbedaan dalam penggunaan faktor produksi pada usahatani lahan sempit maupun lahan sedang.
Kriteria keputusan, jika : Probabilitas atau signifikansi > 0,05 maka H0 diterima Probabilitas atau signifikansi < 0,05 maka H0 ditolak T tabel < T hitung maka H0 diterima T tabel > T hitung maka H0 ditolak Uji T dilakukan untuk mengetahui apakah ada perbedaan pada usahatani nanas dalam menggunakan faktor produksi. Hal tersebut dibandingkan pada dua kelompok usahatani, yaitu lahan sedang dan lahan sempit. Sehingga dapat diketahui usahatani mana yang lebih efisien dalam penggunaan faktor produksi. Data yang terkumpul kemudian dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Data kuantitatif yang diperoleh akan diolah secara manual menggunakan
31
kalkulator dan program komputer yaitu microsoft excel dan SPSS 17. Data kualitatif akan diolah dan disajikan secara deskriptif. Pengolahan dan analisis data disesuaikan dengan data yang tersedia dan tujuan yang hendak dicapai. 4.4.1. Analisis Pendapatan Usahatani Menurut Soekartawi dkk. (1986), penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual. Penerimaan total usahatani (Total Farm Revenue) merupakan nilai produk total dalam jangka waktu satu musim tanam baik yang dijual maupun dikonsumsi sendiri. Biaya usahatani adalah semua nilai faktor produksi yang digunakan untuk menghasilkan suatu produk dalam periode tertentu. Pendapatan total usahatani adalah selisih antara penerimaan total dan pengeluaran total. Tujuan dilakukannya analisis pendapatan usahatani adalah untuk membantu perbaikan pengolahan usahatani. Total biaya yang dikeluarkan petani dianalisis berdasarkan biaya tunai dan biaya tidak tunai (diperhitungkan). Pendapatan usahatani dibedakan menjadi dua, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Perhitungan penerimaan, total biaya, dan pendapatan usahatani dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut:
TR P Q TC TVC TFC TR TC PQ (TVC TFC ) Keterangan : TR
= penerimaan total petani nanas (Rp)
P
= harga nanas (Rp)
Q
= total produksi (Kg)
TC
= biaya total usahatani nanas (Rp)
TFC
= total fixed cost / total biaya tetap (Rp)
TVC
= total variable cost / total biaya variabel (Rp)
= pendapatan petani nanas (Rp)
Penyusutan
alat-alat
pertanian
termasuk
ke
dalam
biaya
yang
diperhitungkan atau biaya tidak tunai. Penyusutan dapat dihitung dengan
32
menggunakan metode garis lurus, yaitu biaya penyusutan yang dikeluarkan setiap tahunnya relatif sama. Biaya yang diperhitungkan adalah biaya penyusutan alat yang digunakan pada kegiatan usahatani nanas seperti cangkul, sabit, sprayer, sarung tangan, ceret, dan ember. Rumus penyusutan yang digunakan adalah :
Keterangan : = penyusutan per tahun = nilai beli = nilai sisa = umur pemakaian barang Umur pemakaian barang dapat diketahui dari hasil wawancara langsung dengan petani dan juga dari penelitian terdahulu. 4.4.2. Analisis Efisiensi Pendapatan selain diukur dengan nilai mutlak juga dapat diukur analisis efisiensinya. Salah satu ukuran efisiensi adalah penerimaan untuk tiap rupiah yang dikeluarkan yaitu revenue cost rasio (R/C rasio). R/C rasio digunakan untuk mengukur efisiensi usahatani dan keberhasilan dari suatu usahatani. Menurut Soekartawi (2002), analisis R/C rasio merupakan selisih perbandingan (nisbah) antara penerimaan dan biaya. R/C rasio yang dihitung dalam analisis ini terdiri dari R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total. R/C atas biaya tunai dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya tunai dalam satu periode tertentu. R/C atas biaya total dihitung dengan membandingkan antara penerimaan total dengan biaya total dalam satu periode tertentu. Rumus analisis R/C rasio menurut Soekartawi (2006) adalah: R/C atas biaya tunai = TR / Biaya Tunai R/C atas biaya total = TR / TC Keterangan : TR = total penerimaan usahatani nanas (Rp) TC = total biaya usahatani nanas (Rp)
33
Nilai R/C rasio menunjukkan bahwa setiap satu rupiah yang dikeluarkan akan memperoleh penerimaan sebesar nilai R/C rasionya. Suatu usahatani dikatakan efisien dan menguntungkan apabila nilai R/C rasionya lebih dari satu (R/C rasio > 1), semakin tinggi nilai R/C rasio berarti penerimaan yang diperoleh semakin besar. Dan apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu (R/C rasio < 1) maka usahatani tersebut dikatakan tidak menguntungkan sehingga tidak efisien jika dilakukan sedangkan apabila nilai R/C rasio sama dengan satu (R/C rasio = 1) artinya usahatani tersebut tidak untung dan tidak rugi. Menurut Soeharjo dan Patong (1973) ukuran efisiensi dibagi menjadi tiga, yaitu : 1. Penerimaan untuk setiap rupiah yang dikeluarkan
2. Penerimaan untuk setiap pekerja
3. Penerimaan untuk setiap rupiah yang diinvestasikan
4.5. Definisi Operasional Untuk melakukan analisis usahatani dalam penelitian ini, maka masingmasing definisi diberi batasan sehingga dapat diketahui dengan jelas indikator pengukurnya. 1. Responden adalah petani yang merupakan seluruh anggota Kelompok Tani Makmur yang sudah mengalami satu musim panen. 2. Lahan garapan sedang adalah luas lahan garapan 0,5-2 hektar. 3. Lahan garapan sempit adalah luas lahan garapan < 0,5 hektar. 4. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi baik persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pengarbitan, pemanenan, dan pembongkaran. Tenaga kerja dibedakan menjadi dua yaitu tenaga kerja dalam keluarga dan tenaga kerja luar keluarga. Hari Orang Kerja (HOK) dihitung dengan lama kerja 4 jam kerja per hari.
34
5. Sewa lahan yang digunakan dalam penelitian sebesar Rp 3.000.000,00 per hektar per tahun. 6. Harga input dan output yang digunakan dalam penelitian ini disesuaikan dengan harga yang berlaku saat penelitian berlangsung yaitu pada bulan Februari hingga Maret tahun 2012. 7. Perhitungan yang dilakukan adalah perhitungan dalam satu musim tanam yang terakhir dilakukan oleh responden. 8. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi pada panen raya, yaitu produk total dikalikan dengan harga jual di tingkat petani. 9. Pengeluaran atau biaya total usahatani adalah penjumlahan biaya tunai dengan biaya diperhitungkan. 10. Biaya tunai adalah biaya yang dikeluarkan dalam bentuk nilai uang yaitu biaya pupuk, herbisida, obat-obatan, tenaga kerja luar keluarga, dan pajak lahan. Di dalam biaya tunai terdapat biaya tetap (pajak lahan) dan biaya variabel (pupuk, obat-obatan, dan tenaga kerja luar keluarga). 11. Biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk uang seperti biaya bibit, tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan, dan sewa lahan. Di dalam biaya diperhitungkan terdapat biaya tetap (sewa lahan) dan biaya variabel (bibit, tenaga kerja dalam keluarga, dan penyusutan). 12. Pendapatan usahatani terdiri atas pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. 13. Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan total usahatani dikurangi biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah selisih antara penerimaan total usahatani dikurangi biaya total.
35
V GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Umum Desa Kabupaten Lampung Tengah merupakan salah satu kabupaten yang terletak di Provinsi Lampung. Lampung Tengah terletak pada 104°35’-105°50’ BT dan 4°30’-4°15’ LS yang memiliki luas 478.983,34 km2. Lampung tengah terbagi menjadi 28 kecamatan. Lokasi yang dipilih untuk penelitian ini adalah Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah, Provinsi Lampung. Desa Astomulyo merupakan salah satu dari sembilan desa yang terletak di Kecamatan Punggur. Desa ini terletak kurang lebih 2 km dari Ibukota Kecamatan, 8 Km dari Ibukota Kabupaten, dan 48 Km dari Ibukota Provinsi. Berdasarkan batas wilayahnya Desa Astomulyo berbatasan dengan beberapa desa. Sebelah utara berbatasan dengan desa Buyut Ilir, sebelah selatan berbatasan dengan desa Ngestirahayu, sebelah barat berbatasan dengan desa Mojopahit, dan sebelah timur berbatasan dengan desa Tanggul Angin. Posisi desa Astomulyo mendukung aksesibilitas petani yang cukup mudah untuk memperoleh bahanbahan pertanian dan dalam melakukan pemasaran nanas. Wilayah ini terletak diketinggian 55 meter di atas permukaan laut, dengan suhu udara rata-rata adalah 30°C-35°C. Iklim di desa Astomulyo terbagi menjadi dua musim, yaitu musim hujan dan musim kemarau. Desa ini memiliki curah hujan
rata-rata per tahun 1.200 mm dengan 6 bulan basah dan 6 bulan kering. Jenis tanah di desa Astomulyo termasuk jenis tanah podzolik merah kuning dengan drainase sedang sampai cukup baik. Derajat keasaman tanah (pH) di desa Astomulyo adalah 5,5-7,5. Kondisi tersebut membuat Desa Astomulyo cocok dijadikan sebagai daerah pertanian. Desa Astomulyo memiliki luas wilayah 3.050 hektar yang sebagian besar digunakan untuk kegiatan pertanian oleh masyarakat setempat. Luasan lahan yang digunakan sebagai persawahan sekitar 640 hektar atau sebesar 20,98 persen dari luas total sedangkan luasan lahan bagi perladangan atau lahan kering adalah sekitar 360 hektar atau sebesar 11,80 persen dari luas total (Tabel 6).
36
Tabel 6. Jenis Penggunaan Lahan di Desa Astomulyo tahun 2011 No. Lahan Luas (ha) Persentase (%) 1.
Sawah
640
20,98
2.
Lahan Kering
360
11,80
3.
Luas Kampung
2.050
67,22
Jumlah
3.050
100,00
Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo (2011)
5.2. Gambaran Umum Kelompok Tani Desa astomulyo memiliki satu gapoktan yaitu Gapoktan Pada Makmur, dengan anggota 31 kelompok tani dan satu kelompok tani wanita. Dari 31 kelompok tani tersebut terdapat delapan kelompok tani hortikultura khususnya tanaman nanas. Kelompok Tani Makmur merupakan salah satu kelompok tani yang melakukan budidaya nanas. Kelompok Tani Makmur didirikan pada tahun 2007 dan saat ini diketuai oleh Bapak Musiran. Kelompok tani ini beranggotakan 45 petani. Jumlah lahan yang dimiliki oleh anggotanya adalah 25,875 hektar. Kelompok Tani Makmur cukup aktif dalam melakukan pertemuan rutin yang diadakan sebulan sekali. Pertemuan tersebut sering dihadiri oleh petugas penyuluh lapang (PPL). Pertemuan yang dilakukan biasanya membahas mengenai budidaya tanaman nanas, penggunaan pupuk, cara pengendalian hama dan penyakit, serta cara bercocok tanam yang baik. Kelompok Tani Makmur belum memiliki anggaran dasar dan anggaran rumah tangga. Hak dan kewajiban anggota pun belum begitu jelas, hanya saja petani yang merupakan anggota berkewajiban untuk membayar iuran setiap kali diadakan pertemuan. Uang yang dikumpulkan tersebut dapat dipinjam oleh para anggota untuk membantu mereka dalam proses usahatani. Namun hal tersebut juga belum berjalan dengan efektif. Selain itu jika kelompok tani mendapat bantuan dari pemerintah, anggota mempunyai hak untuk mendapatkan bantuan tersebut. Bantuan yang sudah pernah diterima kelompok tani adalah bantuan dalam hal penyediaan pupuk. Hal ini memudahkan anggota dalam memenuhi kebutuhan pupuk untuk usahatani mereka. Anggota kelompok tani juga memiliki hak untuk mendapatkan informasi dan pembelajaran mengenai budidaya nanas yang benar.
37
5.3. Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian Desa Astomulyo terdiri atas 10 Dusun, 35 Rukun Tetangga, dan 31 Kelompok Tani. Jumlah penduduk desa ini adalah 6.577 orang yang terdiri dari penduduk laki-laki 3.616 orang dan penduduk perempuan 2.961 orang. Untuk jumlah penduduk menurut sebaran usia dapat dilihat pada Tabel 7. Sebaran usia penduduk paling banyak terdapat pada usia 20-54 tahun yaitu sebanyak 3.608 orang atau sebesar 54,86 persen. Mayoritas penduduk Desa Astomulyo memeluk agama islam. Tabel 7. Sebaran Usia Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011 No. Umur (tahun) Jumlah (orang) Persentase (%) 1.
0-19
2.122
32,26
2.
20-54
3.608
54,86
3.
> 55
847
12,88
Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo 2011
Tingkat pendidikan penduduk desa Astomulyo secara umum masih tergolong rendah, rata-rata lulusan Sekolah Dasar dan masih banyak penduduk yang tidak mengenyam pendidikan. Jumlah penduduk yang hanya lulusan SD sebanyak 2.441 orang atau sebesar 37,11 persen. Sebaran tingkat pendidikan penduduk Desa Astomulyo dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Astomulyo Tahun 2011 No. Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1.
Tidak Sekolah
343
5,20
2.
Belum Sekolah
686
10,43
3.
SD
2.441
37,11
4.
SMP
1.750
26,61
5.
SMA
1.158
17,61
6.
Perguruan Tinggi
199
3,03
6.577
100,00
Total Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo
Sebagian besar mata pencaharian penduduk di desa ini adalah petani yaitu sebanyak 1.980 orang atau sebesar 35,40 persen. Selain sebagai petani,
38
masyarakat juga bekerja sebagai buruh dan wiraswasta masing-masing sebanyak 123 orang atau sebesar 2,20 persen dan 1.438 orang atau sebesar 25,70 persen. Sisanya adalah sebagai PNS sebanyak 67 orang atau sebesar 1,20 persen, TNI/Polri sebanyak 6 orang atau sebesar 0,10 persen, dan lain lain sebanyak 1.979 orang atau sebesar 35,30 persen (Tabel 9). Tabel 9. Jumlah Penduduk Desa Astomulyo Menurut Mata Pencaharian Tahun 2011 No. Pekerjaan Jumlah (Orang) Persentase (%) 1.
Petani
1.980
35,40
2.
PNS
67
1,20
3.
Wiraswasta
1.438
25,70
4.
TNI/Polri
6
0,10
5.
Buruh
123
2,20
6.
Dll
1.979
35,30
Total
5.593
100,00
Sumber : Laporan Tahunan Desa Astomulyo 2011
5.4. Kondisi Pertanian Petani di Desa Astomulyo sebagian besar melakukan budidaya tanaman pangan dan tanaman hortikultura. Tanaman pangan yang sering dibudidayakan oleh petani adalah padi dan jagung, sedangkan untuk tanaman hortikultura adalah sayur-sayuran dan buah-buahan khususnya nanas. Keadaan agroklimat desa Astomulyo sangat mendukung dalam pembudidayaan nanas. Tanaman nanas dahulu merupakan tanaman pekarangan yang luasnya ± 5 hektar dan kurang dibudidayakan. Akan tetapi setelah ada pembinaan dari Dinas Pertanian setempat terjadi pengembangan areal lahan nanas dan nanas memiliki nilai ekonomis yang tinggi. Saat ini lahan nanas di desa Astomulyo mencapai ± 309,27 hektar. Lahan pertanian di desa Astomulyo yang memiliki potensi untuk dikembangkan masih tersedia cukup luas, sehingga pemerintah setempat melakukan program pengembangan areal lahan nanas sampai 500 hektar. Luas areal penanaman nanas di Desa Astomulyo menempati urutan ketiga setelah padi dan jagung. Namun saat ini banyak petani yang sudah mengonversi lahan jagung menjadi lahan nanas. Hal ini dikarenakan, berdasarkan pengalaman 39
petani yang sudah melakukan budidaya nanas, pendapatan yang diperoleh dari budidaya nanas jauh lebih besar dibandingkan budidaya jagung. Ini sangat mendukung rencana pemerintah dalam pengembangan areal lahan nanas. 5.5. Karakteristik Petani Responden Responden dalam penelitian ini adalah petani nanas yang merupakan anggota Kelompok Tani Makmur di Desa Astomulyo yang sudah melakukan minimal satu kali musim tanam yaitu berjumlah 42 orang. Beberapa karakteristik petani yang dianggap penting dan berpengaruh terhadap usahatani mencakup umur, tingkat pendidikan, pengalaman dalam bertani nanas, luas lahan, status kepemilikan lahan, dan sifat usahatani. 5.5.1. Umur Petani Responden Umur petani merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi tingkat kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Seperti yang terlihat pada Tabel 10, umur petani responden berkisar antara 31-75 tahun dengan rata-rata umur 49,70 tahun. Petani tersebut dikelompokkan menjadi petani responden berumur 31-40 tahun, 41-50 tahun, 51-60 tahun, dan lebih dari 60 tahun. Jika dilihat dari sebaran umur petani responden, sebagian besar adalah petani usia 5160 tahun yang berjumlah 18 orang atau sebesar 42,86 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani nanas yang dilakukan di Desa Astomulyo banyak dikembangkan oleh petani yang masih berusia produktif yang tergolong potensial serta memiliki kemampuan dalam mengelola usahataninya. Namun ada beberapa petani yang sudah memiliki usia tidak produktif yaitu petani yang usianya lebih dari 60 tahun berjumlah 4 orang (9,52 persen). Mereka menganggap bahwa bertani merupakan mata pencaharian yang telah turun temurun.
40
Tabel 10. Karateristik Petani Responden Berdasarkan Umur di Desa Astomulyo pada Tahun 2012 Kelompok Umur (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 31-40
9
21,43
41-50
11
26,19
51-60
18
42,86
≥ 60
4
9,52
Total
42
100,00
5.5.2. Tingkat Pendidikan Petani Responden Tingkat pendidikan seorang petani sedikit banyak memberikan pengaruh terhadap kemampuan petani dalam mengelola usahataninya. Semakin tinggi tingkat pendidikan petani diharapkan petani semakin mudah dalam menerima dan mengadopsi inovasi-inovasi baru mengenai teknik budidaya maupun pengelolaan pasca panen. Petani responden memiliki tingkat pendidikan formal yang beragam, antara lain Tidak Sekolah (TS), Sekolah dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA). Tingkat pendidikan petani responden paling tinggi hanya sampai Sekolah Menengah Atas (SMA). Pada Tabel 11 dapat dilihat bahwa petani responden memiliki tingkat pendidikan yang masih rendah. Jumlah petani yang hanya mengenyam pendidikan Sekolah Dasar (SD) melebihi setengah dari jumlah keseluruhan responden yaitu 54,76 persen. Sedangkan petani yang memiliki pendidikan formal sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) hanya 7,14 persen. Tabel 11. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan di Desa Astomulyo Tahun 2012 Tingkat Pendidikan Jumlah (Orang) Persentase (%) Tidak Sekolah (TS)
5
11,90
Sekolah dasar (SD)
23
54,76
Sekolah Menengah Pertama (SMP)
11
26,19
3
7,14
42
100,00
Sekolah Menengah Atas (SMA) Total
41
Rendahnya tingkat pendidikan petani dapat diatasi dengan adanya para penyuluh pertanian setempat yang memberikan informasi-informasi terbaru mengenai usahatani nanas. Oleh karena itu petani responden yang memiliki tingkat pendidikan rendah tetap memiliki pengetahuan usahatani yang baik. 5.5.3. Pengalaman Usahatani Nanas Petani Responden Rendahnya tingkat pendidikan para petani responden belum tentu mencerminkan rendahnya pengetahuan mereka terhadap budidaya nanas. Pengetahuan tersebut dapat diperoleh secara turun temurun dari orang tua, informasi dari penyuluh pertanian, ataupun berdasarkan pengalaman petani nanas lainnya. Pengalaman dalam budidaya nanas merupakan salah satu faktor dalam keberhasilan suatu usahatani. Petani yang lebih berpengalaman seharusnya dapat meningkatkan produktivitas dibandingkan petani yang kurang berpengalaman. Rata-rata petani responden telah melakukan usahatani nanas selama 10,8 tahun. Pada Tabel 12 dapat dilihat bahwa persentase pengalaman usahatani nanas terbesar berada pada pengalaman usahatani antara 0 sampai 9 tahun yaitu sekitar 57,14 persen. Tabel 12. Karakteristik Petani Responden Menurut Pengalaman Bertani Nanas di Desa Astomulyo Tahun 2012 Pengalaman (Tahun) Jumlah (Orang) Persentase (%) 0-9
24
57,14
10-19
12
28,57
20-29
6
14,28
Total
42
100,00
5.5.4. Luas dan Status Kepemilikan Lahan Luas lahan merupakan faktor penting dalam usahatani, karena luas lahan akan mempengaruhi besar kecilnya jumlah produksi dan pendapatan yang akan diterima petani. Luas lahan garapan petani responden bervariasi, mulai dari petani luas lahan garapan kurang dari 0,5 hektar hingga petani yang memiliki luas lahan garapan 1,5 hektar dengan status kepemilikan lahan milik sendiri. Rata-rata luas lahan yang digunakan oleh petani responden sebesar 0,62 hektar. Persentase luas lahan yang digunakan untuk usahatani nanas tertinggi berada pada luas lahan 0,542
1,0 hektar yaitu sebesar 38,10 persen. Petani nanas yang memiliki lahan lebih dari sama dengan 1,0 hektar berjumlah paling sedikit yaitu sebanyak 11 orang atau 26,20 persen. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani nanas di daerah penelitian masih tergolong dalam skala usahatani kecil. Sebaran luas lahan yang digunakan oleh petani responden untuk usahatani nanas dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Karakteristik Petani Responden Berdasarkan Luas Lahan di Desa Astomulyo Tahun 2012 Luas Lahan (Ha) Jumlah (Orang) Persentase (%) < 0,5
15
35,71
0,5-1,0
16
38,10
≥ 1,0
11
26,20
Total
42
100,00
5.5.5. Sifat Usahatani Nanas Seluruh petani responden menyatakan bahwa usahatani nanas merupakan usaha pokok, artinya bahwa penghidupan mereka sangat tergantung dari usahatani nanas. Alasan petani menjadikan usahatani nanas sebagai usaha pokok adalah karena menurut mereka pendapatan yang diperoleh lebih besar daripada mereka melakukan usahatani padi, singkong, ataupun jagung. Namun sebagian besar petani juga memiliki lahan untuk usahatani padi, singkong, atau jagung. Usahatani padi yang dilakukan oleh petani responden termasuk ke dalam usahatani subsisten, karena tujuan utama petani adalah hanya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya bersama keluarga. Hasil pertanian tidak ada yang dijual melainkan hanya untuk konsumsi pribadi. Namun untuk usahatani jagung dan singkong termasuk ke dalam usahatani komersial, karena seluruh hasilnya dijual. Dalam satu tahun terdapat petani responden yang melakukan dua macam usahatani secara bergantian pada lahan yang sama yaitu usahatani padi dan jagung, namun ada juga yang hanya melakukan satu macam usahatani yaitu usahatani singkong. Rata-rata lahan yang dimiliki petani adalah 0,45 hektar. Dalam satu hektar, tanaman padi dapat menghasilkan 6,5 ton gabah kering sedangkan tanaman jagung menghasilkan 8 ton jagung dan tanaman singkong menghasilkan 25 ton singkong. Harga yang berlaku untuk gabah kering adalah Rp 3.000,00 per kg, jagung Rp 1.500,00 per kg, dan singkong Rp 750,00 per kg. 43
Karena hasil yang diperoleh tidak sebanding dengan pendapatan yang diperoleh apabila petani mengusahakan nanas, maka petani menjadikan usaha tersebut sebagai usaha sampingan.
44
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Standart Operating Procedure (SOP) Usahatani Nanas Desa Astomulyo Dalam rangka pengembangan usaha agribisnis nanas dan tantangaan menghadapi persaingan dalam era perdaganagan bebas maka pasar menuntut produk yang bermutu tinggi, keseragaman hasil, berkesinambungan, aman terhadap kesehatan, dan ramah lingkungan. Untuk mengantisipasi hal tersebut maka perlu adanya suatu pedoman atau standar yang dijadikan acuan dalam pengembangan agribisnis komoditas nanas. Terdapat Standart Operating Procedure (SOP) pada usahatani nanas yang mencakup proses budidaya hingga pasca panen. 6.1.1. Pemilihan Lokasi Lokasi yang cocok untuk budidaya nanas adalah daerah yang memiliki suhu rata-rata 25°C-31°C dengan curah hujan 200-300 mm per tahun. Kondisi tanah yang baik adalah tanah yang memiliki pH berkisar antara 5,5-7 dengan jenis tanah podzolik merah kuning. Lahan yang baik adalah lahan yang bebas hama dan penyakit endemis, subur dengan lapisan top soil tanah yang cukup tebal, dan banyak mengandung unsur hara. 6.1.2. Pemilihan Varietas Nanas yang dibudidayakan adalah varietas nanas yang dapat memberikan keuntungan bagi petani. Varietas tersebut juga harus memiliki produktivitas tinggi dan mutu yang prima sehingga mempunyai prospek untuk dikembangkan. Saat ini varietas yang dibudidayakan di Desa Astomulyo adalah nanas dengan varietas Queen. Bibit yang digunakan dalam budidaya harus berkualitas dan mempunyai daya tumbuh tinggi, ukuran seragam, bebas dari hama dan penyakit, serta dapat berproduksi tinggi. Bibit dikelompokkan berdasarkan kelas bibit, yaitu : a. Bibit yang berasal dari tanaman induk, ciri-ciri:
Pertumbuhan normal dan sehat.
Daun berduri dan berwarna hijau kebiruan.
Buah bermahkota tunggal.
45
Bentuk buah normal sesuai varietas.
Jumlah anakan 2-4 buah.
Mata buah seragam.
b. Bibit yang berasal dari pangkal buah (siwilan), ciri-ciri:
Ukuran benih untuk
Kelas A : panjang 25-30 cm. Kelas B : panjang 20-24 cm.
c. Bibit yang berasal dari batang (sogolan), ciri-ciri:
Ukuran benih untuk
Kelas A : panjang 45-60 cm. Kelas B : panjang 35-44 cm.
6.1.3. Pembuatan Persemaian Pembuatan persemaian dilakukan untuk benih nanas yang seragam dan berkualitas dengan pertumbuhan yang cepat, ukuran seragam, tidak mengandung penyakit, dan memiliki potensi berproduksi tinggi. Prosedur pelaksanaan persemaian adalah: a. Bibit yang dipergunakan berasal dari tunas pangkal buah atau tunas batang dengan varietas Queen : ukuran bibit sesuai yang diinginkan, titik tumbuh tidak dihilangkan, dan kelopak daun paling bawah daun kering dibuang 12 helai (0,5 cm). b. Bibit diukur dari pangkal batang bibit sampai titik tumbuh. c. Bibit disortasi, dikumpulkan berdasarkan kelompok ukuran dan varietas (jenis). d. Sebelum ditanam sebaiknya bibit terpilih dipotong bagian ujung akar 1-2 cm agar cepat terbentuk untuk merangsang pertumbuhan bibit. 6.1.4. Persiapan lahan Pembersihan Persiapan lahan dilakukan agar lahan siap untuk ditanami dan tanaman tumbuh optimal yaitu dengan membersihkan lahan dari bahan-bahan yang dapat menganggu pertumbuhan tanaman. Alat-alat yang digunakan seperti parang/golok untuk memotong dan membersihkan semak serta cangkul untuk membersihkan tanah dari rumput dan sisa-sisa semak yang tertinggal dan juga untuk mengolah tanah secara manual. Prosedur pelaksanaan dalam kegiatan persiapan lahan adalah: 46
a. Buang dan bersihkan gulma, semak, tunggul, dan sisa-sisa akar dari lahan yang akan mengganggu sistem perakaran tanaman maupun menghambat penyerapan unsur hara. b. Buang kotoran-kotoran, daun-daun, dan ranting bekas pangkasan yang dapat menjadi sumber penularan yang dapat menjadi sumber penularan hama dan penyakit. c. Setelah dibersihkan dibiarkan selama dua minggu untuk perlakuan manual atau satu bulan untuk perlakuan kimiawi. Dengan dilakukannya kegiatan persiapan lahan, diharapkan lahan bebas dari gulma, tunggul, semak belukar, sisa-sisa akar, dan dahan-dahan yang dapat menganggu pertumbuhan tanaman. Pembuatan Bedengan Pada tahapan ini dilakukan pembentukan gundukan pada areal lahan sesuai dengan jarak tanam sehingga memudahkan penanaman, pemeliharaan, dan panen. Alat yang digunakan adalah cangkul untuk menaikkan atau mengangkat tanah agar terbentuk sebuah gundukan dan handtraktor atau bajak sapi untuk membajak tanah dan membuat parit. Prosedur pelaksanaan: a. Membuat bedengan dengan membentuk gundukan tanah yang berpola dan sesuai dengan ukuran yang diperlukan. b. Ukuran bedengan dibuat dengan lebar sesuai dengan jumlah baris dalam kelompok. Pengajiran Pengajiran adalah kegiatan yang dilakukan untuk memperoleh posisi tanam sehingga diperoleh populasi tanam sesuai dengan varietas dan standar yang ditetapkan. Dengan adanya jarak tanam dapat menjamin tanaman tumbuh dengan optimal. Prosedur pelaksanaan yaitu dengan membuat tanda dengan menggunakan patok dengan mengacu pada jarak tanam. a. Pola tanam satu alur dengan ukuran: Jarak dalam baris
: 20-25 cm
Jarak antar baris
: 80-100 cm
b. Pola tanam ganda (2-1 atau jejer legowo), dengan ukuran: Jarak dalam barisan
: 20-25 cm
47
Jarak antar baris terdekat
: 50 cm
Jarak antar baris terjauh
: 100 cm
6.1.5. Penanaman Penanaman dilakukan dengan meletakkan bibit pada lubang tanam atau alur yang telah dipersiapkan sesuai dengan jarak tanam sehingga dapat memberikan lingkungan tumbuh yang optimal terhadap pertumbuhan tanaman. Prosedur pelaksanaan: a. Bibit ditanam dengan cara ditugal dengan kedalaman 5-10 cm. b. Bibit yang berasal dari satu kelas dan satu sumber ditanam dalam satu blok agar ukuran buah seragam. c. Maksimal bibit yang dapat ditanam dengan pola satu alur adalah 40.000 bibit. d. Lakukanlah penyulaman maksimum satu bulan setelah tanam. 6.1.6. Sanitasi Lahan Lingkungan tanaman nanas perlu dijaga kebersihannya agar tanaman dapat tumbuh dengan optimal dan bebas dari hama dan penyakit. Alat yang digunakan dalam kegiatan ini seperti cangkul untuk membantu penyiangan gulma sekaligus penggemburan lahan, pisau/parang untuk memotong batang/daun yang tua, herbisida untuk membunuh gulma, handsprayer untuk menyemprotkan herbisida, dan ember untuk menuangkan air ke dalam handsprayer. Prosedur pelaksanaan: a. Penyiangan dilakukan agar pertanaman bebas dari gulma sampai menjelang panen (2-3 kali selama pertanaman). b. Pembuangan daun batang tua pada pertanaman setelah panen untuk memicu tumbuhnya tunas baru. c. Disisakan 1-2 tunas baru yang baik. 6.1.7. Pemupukan Pemupukan perlu dilakukan untuk memenuhi kebutuhan unsur hara tanaman dan perakaran agar tanaman dapat berkembang lebih baik, pertumbuhan optimal, produksi tinggi, dan kualitas yang sesuai dengan standar yang ditetapkan. Prosedur pelaksanaan:
48
a. Pemupukan untuk siwilan
Pemberian pupuk kandang dilakukan kurang dari satu bulan setelah tanam.
Pemberian pupuk susulan pertama diberikan dua bulan setelah tanam dengan dosis: Urea = 200 kg/ha SP 36 = 200 kg/ha Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk kedua diberikan enam bulan setelah tanam, dengan dosis: Urea = 200 kg/ha SP 36 = 200 kg/ha Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk susulan ketiga diberikan 10 bulan setelah tanam, dengan dosis: Urea = 200 kg/ha SP 36 = 200 kg/ha Phonska = 200 kg/ha
Penambahan PPC dengan dosis empat liter/ha yang diberikan pada umur tanaman tiga dan delapan bulan setelah tanam.
b. Pemupukan untuk sogolan
Pemberian pupuk kandang dilakukan kurang dari satu bulan setelah tanam.
Pemberian pupuk susulan pertama diberikan dua bulan setelah tanam dengan dosis: Urea = 200 kg/ha SP 36 = 200 kg/ha Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk kedua diberikan empat bulan setelah tanam, dengan dosis: Urea = 200 kg/ha SP 36 = 200 kg/ha Phonska = 200 kg/ha
Pemberian pupuk susulan ketiga diberikan enam bulan setelah tanam (sebelum forcing), dengan dosis:
Urea = 200 kg/ha SP 36 = 200 kg/ha Phonska = 200 kg/ha
49
Penambahan PPC dengan dosis empat liter/ha yang diberikan pada umur tanaman tiga dan delapan bulan setelah tanam.
6.1.8. Pengendalian OPT Upaya yang dilakukan dengan mengamati dan melakukan pengendalian terhadap hama dan penyakit pada tanaman sehingga diketahui jenis hama dan penyakit yang mempunyai potensi akan merusak tanaman, dapat melindungi tanaman dari serangan OPT, dan dapat meningkatkan kualitas produk. Prosedur pelaksanaan: a. Lakukan pengamatan OPT secara dini dan berkala, dengan melakukan identifikasi potensi timbulnya hama dan penyakit. b. Identifikasi jenis OPT yang membahayakan produksi dan mutu. c. Identifikasi jenis dan cara pengendalian. d. Lakukan pengendalian hama dan penyakit secara terpadu, yaitu:
Teknik bercocok tanam yang baik dan benar.
Pengendalian secara mekanis.
6.1.9. Forcing Kegiatan pengarbitan atau forcing dilakukan untuk mengatur pembungaan dan waktu panen dengan menggunakan zat pengatur tumbuh sehingga pembungaan dan pembuahan terjadi pada waktu yang dikehendaki serta dapat meningkatkan ukuran dan bobot buah. Dengan begitu buah dapat dipanen pada waktu yang diharapkan dan serentak. Prosedur pelaksanaan: a. Pengarbitan dilakukan pada waktu tanaman berumur 10 bulan atau memiliki daun sebanyak 40 helai. b. Ethrel diberikan bersama dengan urea. c. Satu kilogram urea dilarutkan ke dalam 600-800 liter air dengan karbit delapan kg per ha untuk menyiram 40.000 tanaman. d. Setiap tanaman mendapat 15-20 ml larutan dengan cara disiramkan pda titik tumbuh. e. Perlakuan ini akan menyebabkan tanaman berbunga 40 hari setelah pengaplikasian. f. Pemberian dilakukan pada waktu pagi hari (jam 05.00-08.00) dan sore hari (16.00-selesai).
50
g. Perlakuan tidak dapat dilakukan pada waktu hujan. 6.1.10. Panen Panen merupakan proses pengambilan buah yang sudah menunjukkan ciri matang panen. Prosedur pelaksanaan: a. Panen dilakukan 4-5 bulan setelah pengarbitan. b. Masak fisiologis atau tingkat kematangan pada buah adalah 10-25 persen, warna kuning pada dasar buah, dan pangkal batang buah telah keriput. c. Pangkal mata buah telah menguning. d. Tangkai dipotong atau dipangkas, tidak dipotes. e. Waktu panen sebaiknya pagi setelah embun mengering dan sore hari untuk menghindari kelembapan atau panas. f. Buah jangan dilempar atau dibanting. g. Pengumpulan hasil panen dilakukan di tempat teduh atau diberi lindungan (atap/terpal) dan diberi alas. h. Untuk nanas segar, sebelum dilakukan perlakuan lebih lanjut diupayakan untuk menghilangkan panas lapang dengan diangin-anginkan lalu ditutup dengan terpal. 6.1.11. Sortasi dan Pengkelasan Buah Proses ini dilakukan untuk memilih dan memisahkan buah berdasarkan tingkat kematangan buah dan ukuran buah sehingga buah sesuai dengan ukuran/kelas untuk mendapatkan buah yang seragam. Selain itu juga agar didapat pengelompokkan buah yang baik dan yang rusak. Prosedur pelaksanaan: a. Pisahkan buah yang bentuknya abnormal, cacat, luka, atau busuk dari buah yang bentuknya normal dan baik. b. Buah yang muda, terlalu matang, atau terlalu kecil, serta buah yang memar dan cacat dikategorikan sebagai ”out of grade” atau di luar kelas. c. Pengkelasan buah dilakukan dengan memilah-milah buah sesuai ukuran berat yang ditentukan, yaitu: Grade A
: 1,5-2,0 kg
Grade B
: 1,0-1,49 kg
Grade C
: 0,6-1,0 kg
51
6.1.12. Pengangkutan Buah Pengangkutan buah dilakukan setelah buah disortir di lapang berdasarkan ukuran dan kelas buah sehingga buah dapat diterima oleh konsumen. Prosedur pelaksanaan: a. Setelah dikelaskan, buah disusun dalam alat angkut. b. Buah dengan mahkota utuh disusun pada posisi tidur. c. Tumpukkan buah dalam alat angkut ditutup terpal. Hal tersebut dilakukan agar buah dapat sampai ke tangan konsumen dalam keadaan yang baik. 6.2. Keragaan Usahatani Nanas Sistem agribisnis terdiri dari beberapa subsistem, yaitu pengadaan sarana produksi, usahatani, pengolahan hasil pertanian, pemasaran hasil, dan lembaga penunjang. Usahatani merupakan bagian inti dari sistem agribisnis karena menyangkut sekumpulan kegiatan dalam proses produksi yang akan menghasilkan produk pertanian primer. Usahatani nanas dikaji untuk mengetahui gambaran mengenai keragaan budidaya nanas di lokasi penelitian. Para petani responden melakukan beberapa tahapan kegiatan di dalam usahatani nanas, dimulai dari tahap penyiapan input atau faktor produksi, proses budidaya, dan pasca panen. Petani di lokasi penelitian tidak melakukan pengolahan pasca panen, dikarenakan buah nanas dijual dalam keadaan segar. 6.2.1. Persiapan Sarana Produksi Sarana produksi merupakan salah satu faktor yang dapat menentukan produksi usahatani. Sarana produksi yang digunakan dalam usahatani nanas di Kelompok Tani Makmur terdiri dari bibit, pupuk, obat-obatan, lahan, tenaga kerja, dan alat-alat pertanian yang berupa cangkul, sabit, ember, sprayer, sarung tangan, dan ceret. 6.2.1.1. Bibit Bibit merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi produksi suatu tanaman. Untuk mendapatkan hasil yang optimal, maka petani harus menggunakan bibit yang berkualitas. Bibit nanas yang digunakan petani di 52
Kelompok Tani Makmur berasal dari desa itu sendiri yaitu Desa Astomulyo. Petani mendapatkan bibit tersebut dari hasil produksi tanaman nanas sebelumnya yang mereka tanam sendiri atau hasil produksi dari petani lain tanpa harus membayar. Di sekitar daerah penelitian belum terdapat pasar untuk bibit nanas. Hal ini dapat menjadi kendala bagi petani, karena ketersediaan bibit tidak pasti. Petani harus menunggu sampai panen untuk dapat memperoleh bibit nanas. Terdapat dua macam bibit nanas yang biasa digunakan oleh petani yaitu sogolan dan siwilan. Sogolan merupakan bibit yang diperoleh dari tunas batang yang hanya dapat diperoleh satu kali dalam satu musim tanam yaitu pada saat petani melakukan pembongkaran. Sedangkan siwilan merupakan bibit yang diperoleh dari tunas pada buah nanas dan dapat diperoleh setiap petani melakukan panen yaitu sekitar 2-3 kali dalam satu kali musim tanam. Tunas yang dipilih petani untuk dijadikan bibit adalah tunas yang masih muda. Jika tunas yang dipilih sudah terlalu tua, maka tanaman nanas akan cepat berbuah namun ukuran buahnya kecil. Perbedaan sogolan dan siwilan adalah pada ukuran bibit dan jarak waktu panen. Sogolan memiliki ukuran 45-60 cm untuk kelas A dan 35-44 cm untuk kelas B. Siwilan memiliki ukuran yang lebih kecil yaitu 25-30 cm untuk kelas A dan 20-24 cm untuk kelas B. Jarak waktu panen untuk sogolan hanya memerlukan waktu 12 bulan sedangkan siwilan memerlukan waktu 24 bulan. Namun sebagian besar petani lebih banyak menggunakan bibit siwilan, hal ini dikarenakan bibit siwilan lebih mudah untuk diperoleh dan juga buah yang dihasilkan biasanya lebih baik. Bibit nanas yang digunakan oleh Kelompok Tani Makmur adalah nanas golongan Queen dengan jenis varietas nanas batu. Ciri-ciri nanas ini adalah daun pendek berduri tajam, buah lonjong mirip kerucut, dan berukuran kecil sekitar 0,5-1,3 kilogram. Daging buahnya berwarna sangat menarik yaitu berwarna kuning keemasan tua, sehingga cocok untuk dikonsumsi segar. Penggunaan bibit yang dianjurkan oleh petugas penyuluh lapang berdasarkan Standart Operasional Procedur (SOP) adalah 40.000 per hektar namun pada lokasi penelitian rata-rata bibit yang digunakan belum mengikuti standar tersebut. Pada usahatani lahan sempit bibit yang digunakan sebanyak 37.867 per hektar dan pada lahan sedang
53
sebanyak 38.371 per hektar. Menurut uji statistik perbedaan sebesar 565,19 bibit adalah tidak nyata pada taraf α = 0,05. Dilihat dari t hitung yang lebih kecil dari ttabel (-0,333 < 2,021) dan P value lebih kecil dari α (0,741 > 0,05) (Lampiran 8). 6.2.1.2. Pupuk dan Obat-obatan Kimia Pupuk merupakan sarana produksi pertanian yang sangat penting. Di dalam usahatani keberadaan pupuk sangat dibutuhkan oleh petani, hal ini karena pupuk dapat meningkatkan produktivitas dan jumlah produksi pertanian. Pupuk terdiri dari dua macam, yaitu pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik adalah pupuk yang berasal dari alam seperti kompos, pupuk kandang, humus, dan pupuk hijau sedangkan pupuk anorganik adalah pupuk yang berasal dari bahan kimia seperti urea, phonska, TSP, KCL, dan ZA. Petani responden menggunakan kedua jenis pupuk tersebut dalam budidaya nanas. Pupuk yang sering digunakan adalah pupuk kandang, urea, phonska, dan TSP. Pupuk kandang yang digunakan petani berasal dari kotoran sapi. Di sekitar daerah penelitian belum terdapat pasar pupuk organik dan seluruh petani responden tidak memiliki ternak berupa sapi, sehingga petani harus mencari langsung ke peternak-peternak atau ke petani yang memiliki hewan ternak. Kotoran sapi yang digunakan biasanya dijemur terlebih dahulu, karena penggunaan pupuk kandang dalam keadaan mentah dapat menyebabkan tanaman menjadi layu bahkan mati. Ciri-ciri pupuk kandang yang sudah siap pakai adalah tidak berbau, warnanya lebih gelap, mudah hancur, dan terasa dingin jika dipegang7. Proses penjemuran dilakukan oleh petani, karena biasanya petani membeli kotoran sapi dalam keadaan mentah. Petani hanya melakukan satu kali pemupukan organik yaitu beberapa saat setelah penanaman. Jumlah pupuk kandang yang digunakan berbeda-beda tergantung dari kemampuan petani dalam membeli pupuk. Rata-rata penggunaan pupuk kandang per hektar pada usahatani lahan sempit lebih banyak dibandingkan dengan usahatani lahan sedang, yaitu 7.405,33 kilogram pada lahan sempit dan 4.771,2 kilogram pada lahan sedang. Perbedaan penggunaan pupuk kandang sebesar 2.634,13 terbukti nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 13).
7
Abrianto, PWW. Pupuk Kandang Sapi. http://duniasapi.com/id/limbah/ [4 Juni 2012]
54
Selain pupuk kandang petani juga menggunakan pupuk kimia, yaitu pupuk urea, TSP, dan phonska. Pupuk kimia dapat diperoleh dari kelompok tani atau dari toko pertanian di sekitar desa. Tidak semua petani menggunakan ketiga jenis pupuk tersebut, biasanya petani hanya menggunakan dua saja, misalnya urea dengan phonska atau urea dengan TSP. Sebagian besar petani melakukan pemupukan kimia sebanyak tiga kali setiap tahunnya. Rata-rata penggunaan pupuk kimia yaitu urea, TSP, dan phonska pada usahatani lahan sempit juga lebih banyak dibandingkan pada lahan sedang dapat dilihat pada Tabel 14. Pupuk kimia yang digunakan pada usahatani lahan sempit dalam setiap hektarnya adalah 1.513,33 kilogram untuk urea, 650 kilogram untuk TSP, dan 650 kilogram untuk phonska. Sedangkan pada lahan sedang adalah 1.396,30 untuk urea, 636,36 untuk TSP, dan 591,30 untuk phonska. Perbedaan penggunaan pupuk urea sebesar 117,03 kilogram, pupuk TSP sebesar 13,64 kilogram dan pupuk phonska sebesar 58,70 kilogram. Hasil uji statistik menyatakan bahwa perbedaan pada penggunaan pupuk urea, TSP dan phonska tidak terbukti nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 14). Penggunaan pupuk kandang, urea, phonska, dan TSP yang lebih banyak pada usahatani lahan sempit disebabkan karena petani menganggap semakin banyak pupuk yang digunakan dalam usahatani maka produksi yang dihasilkan juga semakin banyak. Sehingga petani lahan sempit dapat menghasilkan produk yang banyak dari lahannya yang terbatas. Hal ini juga disebabkan oleh ketidaktahuan petani mengenai penggunaan pupuk yang benar (sesuai SOP). Tabel 14. Rata-rata Penggunaan Pupuk dan Obat-Obatan pada Usahatani Nanas Per Hektar Berdasarkan Luas Lahan Lahan Sempit Lahan Sedang (< 0,5 Ha)
( 0,5 - 2 Ha)
Jumlah
Jumlah
Pupuk Kandang (Kg)
7.405,33
Urea (Kg)
Keterangan
t hitung
P value
4.771,20
3,453
0,003
1.513,33
1.396,30
0,188
0,851
TSP (Kg)
650,00
636,36
(1,450)
0,155
Phonska (Kg)
650,00
591,30
0,182
0,857
Gramaxone (L)
7,71
7,55
0,255
0,800
Protephone (Kg)
11,13
9,04
1,237
0,223
55
Petani responden menggunakan obat-obatan kimia berupa herbisida dan zat pengatur tumbuh. Herbisida digunakan untuk memberantas rumput (gulma). Namun
tidak
semua
petani
responden
menggunakan
herbisida
dalam
memberantas rumput. Ada beberapa petani yang memberantas rumput secara manual yaitu menggunakan cangkul atau sabit. Herbisida yang digunakan oleh petani seragam dan hanya satu macam yaitu Gramaxone. Dalam satu tahun petani responden rata-rata menggunakan Gramaxone pada usahatani lahan sempit sebanyak 7,71 liter dan pada lahan sedang 7,55 liter per hektar. Perbedaan sebesar 0,16 tidak nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 14). Penggunaan Gramaxone tidak berbanding lurus dengan jumlah luasan lahan. Semakin luas lahan usahatani belum tentu menggunakan Gramaxone dengan jumlah yang semakin banyak. Hal ini dikarenakan Gramaxone hanya digunakan pada saat lahan ditumbuhi rumput-rumput liar (gulma) sehingga penggunaannya tidak pasti. Seperti yang terjadi pada Kelompok Tani Makmur, penggunaan Gramaxone pada usahatani lahan sempit lebih banyak dibandingkan dengan usahatani lahan sedang. Petani pada Kelompok Tani Makmur juga menggunakan zat pengatur tumbuh pada tanaman nanasnya, hal ini dikarenakan pertumbuhan bunga pada nanas tidak dapat serentak. Zat pengatur tumbuh yang digunakan petani adalah Protephon. Protephon merupakan zat pengatur tumbuh yang diberikan pada tanaman agar memacu pembentukan hormon tumbuhan yang sudah ada di dalam tumbuhan atau menggantikan fungsi dan peran hormon bila tanaman kurang dapat memproduksi hormon dengan baik8. Pada tanaman nanas Protephon berfungsi untuk merangsang pembungaan nanas, sehingga nanas dapat berbunga lebih cepat dan serentak. Seluruh petani responden menggunakan Protephon sebagai karbit pada tanaman nanas mereka. Nanas dapat dipanen enam bulan setelah petani memberikan Protephon. Rata-rata zat Protephon yang digunakan petani dapat dilihat pada Tabel 14, pada usahatani lahan sempit adalah 11,13 kilogram dan pada lahan sedang adalah 9,04 kilogram untuk setiap hektarnya. Perbedaan jumlah
8
Ependi, Irfan. Zat Pengatur Tumbuh. http://asgarsel.blogspot.com/2009/11 [2 Mei 2012]
56
Protephon yang digunakan petani pada lahan sempit dan lahan sedang adalah 2,09 kilogram yang terbukti tidak nyata pada taraf α = 0,05 (Tabel 13). Selain untuk merangsang pembungaan pada tanaman nanas, Protephon juga dapat meningkatkan ukuran buah, sehingga petani pada lahan sempit menggunakannya dalam jumlah yang lebih banyak. Petani menganggap dengan begitu mereka akan memperoleh penerimaan yang lebih banyak pada lahan yang terbatas karena buah yang dihasilkan berukuran besar. Namun, sebenarnya penggunaan Protephon yang lebih banyak 2-3 kali dari takarannya akan menyebabkan pertumbuhan bunga tertahan. Berdasarkan uji statistik yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa perbedaan penggunaan pupuk kandang, urea, TSP, phonska, Gramaxone, dan Protephon tidak semuanya terbukti nyata pada taraf α = 0,05. Hanya perbedaan penggunaan pupuk kandang yang berbeda secara nyata pada taraf 0,05. Dilihat dari nilai t hitung pada pupuk kandang yang lebih besar dari t tabel dan P value lebih kecil dari α = 0,05 (Tabel 14). 6.2.1.3. Lahan Lahan yang terdapat di Desa Astomulyo memiliki potensi dalam pengembangan usahatani nanas. Lahan yang digunakan oleh seluruh petani responden dalam usahatani nanas adalah lahan milik sendiri. Di lokasi penelitian luasan lahan yang dimiliki petani beragam, mulai dari 0,25 hektar sampai 1,5 hektar. Rata-rata luas lahan yang dimiliki petani adalah 0,62 hektar. Sebagian besar petani di lokasi penelitian merupakan petani dengan luas lahan sempit. Dalam mengolah lahan yang digunakan petani untuk kegiatan usahatani nanas dikenakan biaya pajak namun tidak dikenakan biaya sewa. Hal ini dikarenakan lahan yang digunakan para petani responden merupakan lahan pribadi. 6.2.1.4. Tenaga Kerja Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani terdiri dari tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga dan tenaga kerja luar keluarga yaitu tenaga kerja upahan. Sebagian besar petani responden menggunakan tenaga kerja dari dalam keluarga dan tenaga kerja dari luar
57
keluarga. Jumlah anggota keluarga yang terlibat dalam usahatani biasanya sebanyak 1-3 orang. Untuk penggunaan tenaga kerja dari luar keluarga menyesuaikan proses tahapan di dalam usahatani. Tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani nanas adalah tenaga kerja wanita, tenaga kerja pria, dan tenaga kerja hewan. Tenaga kerja pria diukur setara dengan hari orang kerja (HOK), sedangkan tenaga kerja wanita adalah 0,7 dari tenaga kerja pria. Namun biaya yang dikeluarkan untuk upah tenaga kerja tidak dibedakan antara tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita yaitu Rp 20.000,00 per hari dengan waktu kerja dari pukul 07.00 sampai pukul 11.00 (empat jam kerja). Tenaga kerja hewan digunakan pada saat proses pengolahan lahan. Di lokasi penelitian upah yang diberikan pada proses pengolahan lahan berbeda dengan upah pada kegiatan lainnya. Pembayaran dilakukan secara borongan, yaitu Rp 600.000,00 per hektar. Kegiatan pengolahan lahan dilakukan oleh satu tenaga kerja pria dan dua tenaga kerja hewan. Upah tersebut diperhitungkan untuk sepasang ternak dan tenaga kerja operatornya. Tabel 15. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas Per Hektar Per Musim Tanam Berdasarkan Luas Lahan Garapan di Kelompok Tani Makmur Lahan Sempit Lahan Sedang No. Kegiatan Usahatani (<0,5 Ha) (0,5 - 2 Ha) 1. Persiapan Lahan (HOK) 50,95 41,39 2. Penanaman (HOK) 42,32 48,09 3. Pemeliharaan (HOK) 2.078,65 2.151,28 4. Pemanenan (HOK) 47,44 52,03 5. Pembongkaran (HOK) 112 106,32 Total (HOK) 2.331,36 2.399,11 T hitung (0,338) P value 0,737 Pada Tabel 15 dapat dilihat rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur berdasarkan luas lahan garapan. Rata-rata total tenaga kerja yang digunakan dalam seluruh proses budidaya pada usahatani lahan sempit lebih sedikit dibandingkan pada usahatani lahan sedang. Pada lahan sempit tenaga kerja yang digunakan adalah 2.331,36 HOK dan pada lahan sedang adalah 2.399,11 HOK selama satu musim tanam. Perbedaan sebesar
58
67,75 HOK tidak terbukti nyata pada taraf α = 0,05. Hal tersebut terlihat pada Tabel 15 bahwa t hitung lebih kecil dari t tabel (-0,338 < 2,021) dan P value lebih besar dari α (0,737 > 0,05). 6.2.1.5. Alat-alat Pertanian Alat-alat pertanian digunakan untuk membantu petani dalam budidaya nanas. Alat-alat yang digunakan diantaranya adalah cangkul, sabit, ember, sprayer,
ceret,
dan
sarung
tangan.
Cangkul
digunakan
petani
untuk
menggemburkan tanah pada saat pengolahan lahan ataupun digunakan untuk menyiangi rumput-rumput. Sabit digunakan untuk memanen buah nanas dan memotong bibit nanas. Ember digunakan sebagai tempat membawa pupuk. Ceret digunakan untuk menyiramkan Protephon ke tanaman nanas. Sprayer digunakan untuk menyemprotkan herbisida ke rumput (gulma). Sedangkan sarung tangan digunakan pada saat panen, agar tangan terlindungi dari duri-duri yang terdapat pada buah nanas. Seluruh petani responden memiliki masing-masing alat pertanian tersebut. Jumlah peralatan tidak berbanding lurus dengan luas lahan yang dimiliki oleh petani. Hal ini dikarenakan pada saat pengerjaan biasanya tenaga kerja dari luar keluarga membawa alat masing-masing. Petani di lokasi penelitian tidak selalu membeli alat pertanian setiap musim tanamnya karena beberapa alat ada yang bisa digunakan untuk beberapa kali musim tanam. Namun setiap tahunnya terdapat biaya diperhitungkan untuk alat pertanian yaitu biaya penyusutan. Nilai penyusutan dihitung dengan menggunakan metode garis lurus dengan asumsi bahwa peralatan tersebut tidak dapat digunakan lagi setelah melewati batas umur teknis sehingga tidak terdapat nilai sisa. 6.2.2. Budidaya Nanas Budidaya merupakan kegiatan yang paling penting di dalam usahatani, karena sangat menentukan jumlah output yang akan dihasilkan. Proses budidaya akan menghasilkan produk pertanian primer. Budidaya tanaman nanas tidak memerlukan proses yang sulit. Proses budidaya yang dilakukan oleh petani responden adalah persiapan lahan, penanaman, pemeliharaan, pemanenan, dan pembongkaran. Terdapat beberapa tahapan pada SOP yang belum dijalankan oleh
59
petani responden, yaitu pembuatan persemaian dan pengangkutan buah. Jumlah tenaga kerja (HOK) yang digunakan selama proses budidaya nanas dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Rata-Rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas Per Hektar Per Musim Tanam di Kelompok Tani Makmur Kegiatan Penggunaan Tenaga Kerja (HOK) Total (%) No. Usahatani Dalam Keluarga Luar Keluarga (HOK) 1.
Persiapan Lahan
13,63
32,53
46,17
1,95
2.
Penanaman
33,67
11,53
4,21
1,91
3.
Pemeliharaan
1.850,15
264,81
2.114,96
89,42
4.
Pemanenan
6,78
42,95
49,73
2,10
5.
Pembongkaran
21,43
87,73
109,16
4,61
1.925,67
439,56
Total
2.365,23 100,00
Kontribusi tenaga kerja dalam keluarga lebih besar dibandingkan dengan tenaga kerja dari luar keluarga yakni sekitar 1.925,67 HOK atau sekitar 81,41 persen dari total pemakaian tenaga kerja. Hal ini disebabkan karena sebagian petani responden tidak memiliki modal untuk membayar tenaga kerja dari luar keluarga. Penggunaan tenaga kerja dalam usahatani nanas di Kelompok Tani Makmur paling banyak terletak pada kegiatan pemeliharaan yaitu sekitar 89,42 persen dari total penggunaan tenaga kerja secara keseluruhan. Sedangkan tenaga kerja paling sedikit digunakan pada proses penanaman yaitu hanya sebesar 1,91 persen (Tabel 16). 6.2.2.2. Persiapan Lahan Persiapan lahan adalah proses yang dilakukan sebelum petani melakukan penanaman. Petani melakukan proses ini pada saat musim kemarau. Kegiatan yang dilakukan dalam persiapan lahan adalah pembukaan lahan, penggemburan tanah,
dan
pembuatan
bedengan.
Pembukaan
lahan
diperlukan
untuk
membersihkan lahan dari tanaman-tanaman liar atau sisa-sisa akar tanaman sebelumnya dengan cara membabat atau membakarnya. Kegiatan ini dilakukan agar tidak terjadi persaingan antara tanaman nanas dengan tanaman liar dalam penyerapan pupuk maupun unsur hara tanah. Sebagian besar petani responden
60
lebih memilih untuk melakukan pembabatan dengan menggunakan cangkul, karena rumput yang dibabat dapat dijadikan pupuk kompos. Kegiatan ini dilakukan secara manual menggunakan tenaga kerja manusia yang biasanya dilakukan bersamaan dengan proses pembongkaran. Hampir semua petani responden menggunakan tenaga kerja pria yang berasal dari luar keluarga dalam kegiatan tersebut. Setelah melakukan pembukaan lahan, petani melakukan kegiatan penggemburan tanah. Penggemburan tanah dapat dilakukan dengan cara dicangkul atau dibajak. Pada umumnya petani lebih memilih membajak lahannya karena membutuhkan waktu yang lebih sedikit, namun untuk petani yang kurang memiliki modal lebih memilih untuk melakukan pencangkulan. Pembajakan dilakukan secara tradisional menggunakan tenaga kerja manusia dan hewan. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses pembajakan merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga yaitu tenaga kerja pria dan tenaga kerja hewan, sedangkan proses pencangkulan biasanya menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Penggemburan tanah dilakukan agar aerasi dan drainase tanah menjadi lebih baik. Setelah tanah selesai dibajak, maka proses selanjutnya adalah pembuatan bedengan. Bedengan dibuat dengan cara meratakan tanah yang kemudian di sekelilingnya dibuat saluran air. Bedengan dibuat sesuai pola dan ukuran yang diperlukan. Proses pembuatan bedengan dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga ataupun dari luar keluarga, tergantung dari modal yang dimiliki oleh petani. Pembuatan bedengan ini dilakukan secara manual dengan menggunakan cangkul. Proses ini berfungsi untuk memudahkan petani dalam proses penanaman dan menghindari terjadinya penggenangan air di sekitar tanaman. Selanjutnya adalah pembuatan lubang pada bedengan dengan jarak 20-25 cm. Pengolahan lahan dilakukan secara bersama-sama oleh tenaga kerja dalam keluarga dan luar keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja dalam keluarga adalah 13,63 HOK dan tenaga kerja luar keluarga 32,53 HOK. Jumlah tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan ini rata-rata adalah 46,17 HOK atau sekitar 1,95 persen dari seluruh tenaga kerja untuk kegiatan usahatani (Tabel 16).
61
6.2.2.3. Penanaman Terdapat dua macam pola tanam pada tanaman nanas, yaitu pola tanam satu alur dan pola tanam ganda (jejer legowo). Pola tanam satu alur berbentuk persegi panjang dengan jarak dalam baris 20-25 cm dan jarak antar baris 80-100 cm. Sedangkan pola tanam ganda memiliki jarak dalam baris 20-25 cm dan jarak antar baris terdekat 50 cm dan antar baris terjauh 100 cm. Pola tanam yang banyak digunakan oleh petani responden adalah pola tanam satu alur. Pola ini dipilih petani karena akan mengurangi kompetisi antar tanaman dalam menyerap cahaya, unsur hara, dan air. Dengan menggunakan pola tanam tersebut bibit yang dapat ditampung sebanyak 40.000 per hektar. Bibit yang digunakan petani responden adalah golongan Queen dengan varietas nanas batu. Penanaman bibit nanas tidak boleh terlalu dalam ataupun terlalu dangkal. Jika bibit ditanam terlalu dalam akan menyebabkan pertumbuhan yang lambat, sedangkan jika bibit ditanam terlalu dangkal dapat menyebabkan tanaman nanas kurang kuat. Setelah bibit ditanam, bagian tanah disekitar bibit dipadatkan agar bibit tidak roboh. Bibit dapat ditanam pada musim kemarau ataupun musim hujan. Namun penanaman yang baik dilakukan pada saat awal musim hujan. Tanaman nanas yang ditanam oleh petani responden dilakukan secara monokultur di lahan sawah atau tegalan. Dalam satu kali musim tanam waktu yang diperlukan sekitar 3-4 tahun. Hal ini berarti, petani dapat melakukan panen 2-3 kali dalam satu kali musim tanam. Panen dapat dilakukan setiap tahunnya dalam musim tanam. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan penanaman adalah 45,21 HOK atau sebesar 1,91 persen (Tabel 16). 6.2.2.4. Pemeliharaan Proses pemeliharaan merupakan proses yang membutuhkan tenaga kerja paling banyak. Rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan pada proses pemeliharaan adalah 2.114,96 HOK yaitu sekitar 89,42 persen dari total penggunaan tenaga kerja dalam usahatani nanas (Tabel 16). Pemeliharaan tanaman nanas terdiri dari pemupukan dan penyiangan. Petani melakukan pemupukan organik dan pemupukan kimia. Pemupukan organik menggunakan kotoran ternak, hanya dilakukan satu kali dalam satu musim tanam, yaitu setelah 62
tanaman berumur kurang dari satu bulan. Jumlah pupuk organik yang diberikan oleh petani responden tidak sama, tergantung dari kemampuan setiap petani. Pemupukan organik dilakukan dengan cara diratakan dengan tanah atau dimasukkan di setiap lubang tanaman. Selain pemupukan organik mereka juga melakukan pemupukan kimia dengan menggunakan pupuk urea, phonska, atau TSP. Rata-rata petani melakukan pemupukan kimia sebanyak tiga kali setiap tahunnya. Pemupukan ini dilakukan untuk menambah ketersediaan unsur hara di dalam tanah. Rata-rata penggunaan pupuk kimia setiap tahunnya oleh petani responden relatif banyak yaitu urea 1.414 kilogram per hektar, TSP 638 kilogram per hektar, dan phoska 591,9 kilogram per hektar. Hal tersebut melebihi batas Standar Operasional Procedure (SOP) yang diberikan oleh Dinas Pertanian setempat. Dinas pertanian memberikan standar penggunaan pupuk kimia baik urea, TSP, maupun phonska dalam satu tahun adalah sama yaitu 600 kilogram per hektar. Tingginya penggunaan pupuk kimia dipengaruhi oleh karakteristik petani. Petani beranggapan bahwa dengan menggunakan dosis pupuk yang lebih banyak akan menghasilkan produksi yang tinggi pula. Pemupukan kimia dilakukan dengan cara membenamkan pupuk ke dalam tanah atau dapat juga dilakukan dengan menyemprotkannya. Penyiangan merupakan kegiatan yang membutuhkan waktu cukup lama. Dalam proses penyiangan terdiri dari beberapa kegiatan yaitu penyemprotan herbisida Gramaxone, pembersihan tanaman liar, dan pembubunan. Penyiangan dilakukan untuk menghilangkan rumput liar dan gulma pesaing yang tumbuh pada lahan pertanian. Hal ini dilakukan agar tidak terjadi persaingan dalam hal kebutuhan air, unsur hara, dan sinar matahari. Selain itu juga rumput liar sering menjadi sarang penyakit. Kegiatan penyiangan biasanya dilakukan lima kali dalam satu tahun, namun tidak ada jadwal yang pasti karena penyiangan dilakukan tergantung dari pertumbuhan tumbuhan liar pada lahan. Penyemprotan herbisida dilakukan petani karena dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya. Namun tidak semua petani di lokasi penelitian melakukan penyemprotan herbisida. Rata-rata penggunaan herbisida oleh petani adalah 7,62 liter per hektar. Pembersihan tanaman liar dilakukan dengan secara manual, yaitu menggunakan cangkul dan sabit. Setelah lahan bersih dari rumput liar, maka
63
dilakukan pembubunan. Pembubunan perlu dilakukan karena biasanya tepi tanah pada bedengan longsor. Kegiatan ini berfungsi untuk memperbaiki struktur tanah dan akar yang keluar di permukaan tanah sehingga tertutup kembali dan tanaman nanas dapat berdiri kuat. Petani responden melakukan kegiatan pengarbitan dengan menggunakan Protephon. Protephon merupakan zat pengatur tumbuh yang dapat merangsang pembungaan, agar tanaman nanas dapat berbuah secara serempak sesuai keinginan. Selain itu Protephon juga dapat meningkatkan ukuran dan bobot buah nanas. Rata-rata penggunaan Protephon oleh petani responden adalah 9,5 kilogram per hektar. Sedangkan SOP yang dianjurkan oleh penyuluh adalah 8 kg protephon ditambah 1 kg urea dicampur dengan 600-800 ml air. Kegiatan pengarbitan tidak boleh dilakukan pada siang hari atau pada saat hujan. Waktu yang tepat adalah pada pagi hari yaitu pukul 05.00 sampai 08.00. Hal ini dikarenakan, pengarbitan memerlukan bantuan air atau embun yang terdapat pada tanaman sehingga dapat bereaksi mengeluarkan gas etilen yang dapat merangsang pembungaan. Di lokasi penelitian para petani melakukan kegiatan pengarbitan pada waktu pagi hari yaitu pukul 06.00 hingga pukul 10.00. Pengarbitan dapat dilakukan setelah tanaman berumur enam bulan untuk bibit sogolan dan berumur 18 bulan untuk bibit siwilan. Dari proses pengarbitan hingga proses pemanenan diperlukan waktu 5-6 bulan. Dalam waktu enam bulan tersebut diperlukan satu kali pemupukan kimia. Hal ini dilakukan untuk memenuhi ketersediaan unsur hara tanah yang mulai berkurang sehingga tanaman dapat meningkatkan produktivitas buah. 6.2.2.5. Pemanenan Tanaman nanas dapat dipanen pada saat berumur 12 bulan jika menggunakan bibit sogolan dan 24 bulan jika menggunakan bibit siwilan. Buah nanas yang siap dipanen memiliki ciri-ciri antara lain mahkota buah terbuka, tangkai buah mengkerut, mata buah mendatar dan bentuknya bulat, warna dasar kuning, serta timbul aroma harum yang khas. Pemanenan dilakukan secara manual yaitu dengan memotong tangkai buah secara mendatar atau miring menggunakan pisau yang tajam. Buah yang sudah dipanen dikumpulkan di suatu lokasi kemudian dilakukan kegiatan grading. Grading, adalah mengelompokkan 64
buah berdasarkan ukuran buah. Buah nanas dikelompokkan menjadi tiga kelompok, yaitu grade A, grade B dan grade C. Buah nanas yang sudah dipanen langsung dijual kepada pedagang pengumpul yang ada disekitar desa. Petani tidak perlu mengangkut buah dari kebun ke tempat pengumpul karena pedagang pengumpul langsung membeli di tempat panen. Sebagian besar petani responden menggunakan tenaga kerja luar keluarga dalam proses pemanenan. Terdapat dua macam tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan pemanenan, yaitu tenaga kerja yang dibayar oleh pemilik lahan dan tenaga kerja yang dibayar oleh pihak pedagang pengumpul. Dalam satu musim tanam tenaga kerja yang dibutuhkan dalam kegiatan pemanenan sekitar 49,73 HOK yaitu sekitar 2,10 persen dari total tenaga kerja keseluruhan (Tabel 16). Tanaman nanas dapat dipanen 2-3 kali dalam satu kali musim tanam. Budidaya nanas untuk tahun selanjutnya sama saja dengan budidaya pada tahun pertama yang membedakan adalah proses pengolahan lahan, penanaman, dan pemupukan organik yang hanya dilakukan pada tahun pertama. Pada proses pemanenan sekaligus dilakukan proses pembibitan. Bibit yang sudah diambil dari tanaman nanas kemudian dikumpulkan berdasarkan kelompok ukuran di suatu tempat yang terkena sinar matahari yang cukup. Bibit dibiarkan selama kurang lebih satu minggu, hal ini bertujuan untuk mengurangi jumlah tanaman yang mati setelah ditanam. Dengan melakukan penjemuran bibit nanas sampai kering petani dapat melihat bibit mana yang bagus dan bibit mana yang berpotensial mengalami kebusukan setelah ditanam. 6.2.2.6. Pembongkaran Tanaman nanas yang sudah berumur 4-5 tahun atau sudah dilakukan pemanenan 2-3 kali perlu diremajakan karena pertumbuhannya sudah lambat dan buahnya kecil. Peremajaan dilakukan dengan cara membongkar seluruh tanaman nanas untuk diganti dengan bibit yang baru. Kegiatan pembongkaran merupakan kegiatan pencabutan tanaman sebelumnya, dimana kegiatan ini dapat juga dikatakan sebagai kegiatan pembukaan lahan. Rata-rata tenaga kerja yang dibutuhkan sekitar 109,16 HOK atau 4,61 persen dari total penggunaan tenaga kerja (Tabel 16). 65
6.2.3. Pasca Panen Nanas Buah nanas yang telah dipanen langsung dijual kepada pedagang pengumpul yang berada di sekitar desa. Proses jual beli ini dilakukan di kebun nanas, sehingga petani tidak perlu mengeluarkan biaya untuk pengangkutan. Jalur pemasaran yang biasa digunakan oleh petani responden adalah petani – pedagang pengumpul – pedagang besar – pedagang pengecer – konsumen. Harga nanas yang diberlakukan berfluktuatif karena disesuaikan dengan harga dipasaran. Biasanya harga nanas akan tinggi pada saat menjelang lebaran, karena permintaan nanas sangat tinggi. Pada saat penelitian berlangsung harga nanas ditingkat petani untuk grade A Rp 2.000,00, grade B Rp 1.000,00, dan grade C Rp 500,00. Hampir semua petani responden menjual hasil panennya kepada pedagang pengumpul. Hal ini dikarenakan adanya keterikatan antara petani dengan pedagang pengumpul. Keterikatan itu terjadi karena biasanya pada saat proses budidaya petani meminjam modal ke pedagang pengumpul, sehingga petani harus menjual hasil panennya ke pedagang pengumpul tersebut. Sampai saat ini di Lampung belum terdapat industri yang mengolah nanas segar menjadi keripik nanas. Namun terdapat perusahaan yang sudah mengolah nanas menjadi produk jadi yaitu PT Great Giant Pineapple (GGP). PT GGP merupakan perusahaan terbesar ketiga di dunia yang memproduksi dan mengolah nanas menjadi nanas kalengan, jus buah, clarified pineapple juice, dan tropical fruit cocktail yang di ekspor ke 47 negara9. Perusahaan ini didukung dengan bahan baku nanas dari perkebunan sendiri. Pasar dari PT GGP bukan di dalam negeri, semua produk yang dihasilkan di ekspor ke luar negeri. Varietas nanas yang dibudidayakan oleh PT GGP berbeda dengan nanas yang dibudidayakan oleh petani. Saat ini PT GGP sudah memiliki perkebunan nanas sendiri seluas 33.000 hektar10. Hal tersebut mengakibatkan petani tidak dapat menjual hasil panennya ke PT GGP.
9
Alessandra, Sari. Mereka Sang Penakluk Pasar Global. http://sherlanova.blogspot.com/2009/10 [4 Juni 2012] 10 Kurniawan, Ibnu. Perusahaan Agribisnis. http://www.scribd.com/doc/62225071/ [4 Juni 2012]
66
6.3. Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan usahatani dengan biaya produksi yang dikeluarkan. Usahatani dikatakan menguntungkan apabila pendapatan usahatani tersebut bernilai positif dan merugikan apabila pendapatan usahatani bernilai negatif. Pendapatan usahatani dapat dibagi menjadi dua, yaitu pendapatan usahatani atas biaya tunai dan pendapatan usahatani atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan penerimaan usahatani dengan semua komponen biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani seperti pupuk, herbisida, biaya tenaga kerja luar keluarga, dan pajak lahan. Sedangkan pendapatan usahatani berdasarkan biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan usahatani dengan seluruh biaya yang dikeluarkan petani, termasuk biaya yang diperhitungkan seperti biaya bibit, tenaga kerja dalam keluarga, penyusutan peralatan, dan sewa lahan. Di dalam melakukan analisis pendapatan usahatani nanas diperlukan data mengenai biaya yang dikeluarkan oleh petani dan total penerimaan yang diperoleh petani. Setelah menghitung pendapatan usahatani dapat dilakukan analisis efisiensi yaitu efisiensi penerimaan terhadap biaya, efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja, dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi. 6.3.1. Biaya Usahatani Nanas Analisis biaya usahatani perlu dilakukan untuk mengetahui biaya-biaya yang dikeluarkan petani dalam usahataninya. Biaya usahatani meliputi biaya bibit, pupuk, herbisida, tenaga kerja baik tenaga kerja dalam keluarga maupun tenaga kerja luar keluarga, penyusutan peralatan pertanian, sewa lahan, dan pajak lahan. Biaya usahatani dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. 6.3.1.2. Biaya Tunai Biaya tunai merupakan biaya yang dikeluarkan secara tunai oleh petani. Biaya yang dikeluarkan petani dalam usahatani nanas adalah biaya sarana produksi (pupuk, herbisida, karbit), biaya tenaga kerja luar keluarga, dan biaya pajak lahan usahatani.
67
a. Biaya Pupuk Pupuk yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani nanas adalah pupuk organik dan pupuk kimia. Tingkat rata-rata penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia serta biaya yang dikeluarkan petani dapat dilihat pada Tabel 17. Terdapat dua petani yang tidak menggunakan pupuk organik. Alasan petani tidak menggunakan pupuk organik adalah karena penggunaan pupuk organik dianggap kurang praktis. Pupuk organik yang digunakan berupa kotoran sapi. Petani memperoleh pupuk organik dari para peternak di sekitar Desa Astomulyo. Rata-rata kotoran sapi yang digunakan pada usahatani lahan sedang adalah 4771,2 kilogram per hektar, sedangkan pada usahatani lahan sempit 7.405,33 kilogram per hektar. Kotoran sapi ini dibeli dengan harga Rp 500,00 per kilogram, sehingga rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani dalam satu tahun untuk lahan sedang adalah Rp 2.385.600,00 per hektar dan untuk lahan sempit adalah Rp 3.702.666,67 per hektar. Harga tersebut sudah termasuk harga pengiriman dan pengangkutan. Pupuk kimia yang digunakan antara lain pupuk urea, TSP, dan phonska. Seluruh petani responden menggunakan pupuk urea, namun tidak semua petani menggunakan pupuk TSP dan phonska. Petani yang menggunakan pupuk urea, TSP, dan phonska sekitar 19 persen, yang menggunakan urea dan TSP sekitar 11,9 persen dan petani yang menggunakan pupuk urea dan phonska sekitar 69,04 persen. Alasan petani yang tidak menggunakan ketiga pupuk tersebut adalah karena harga pupuk TSP dan phonska relatif lebih mahal dibandingkan pupuk urea. Harga pupuk urea hanya Rp 1.900,00 per kilogram sedangkan harga pupuk phonska Rp 2.600,00 per kilogram dan untuk pupuk TSP Rp 2.200,00. Biaya rata-rata untuk pupuk kimia yang harus dikeluarkan petani dalam usahatani nanas lahan sempit adalah Rp 5.995.333,33 per hektar dalam satu tahun, dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebesar 1.513,33 kilogram, pupuk TSP sebesar 650 kilogram, dan pupuk phonska sebesar 650 kilogram. Pada usahatani nanas lahan sedang rata-rata biaya untuk pupuk kimia sebesar Rp 5.590.354,26 per hektar dalam satu tahun, dengan rata-rata penggunaan pupuk urea sebesar
68
1.396,30 kilogram, pupuk TSP sebesar 636,36 kilogram, dan pupuk phonska sebesar 591,30 kilogram. Tabel 17. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Pupuk pada Usahatani Nanas Per Hektar dalam Setahun Menurut Luas Lahan Lahan Sempit (< 0,5 ha) Lahan Sedang (0,5-2 ha) Jenis Pupuk Jumlah (Kg) Biaya (Rp) Jumlah (Kg) Biaya (Rp) Pupuk kandang
7.405,33
3.702.666,67
4.771,20
2.385.600, 00
Urea
1.513,33
2.875.333,33
1.396,30
2.652.962,96
TSP
650
1.430.000,00
636,36
1.400.000,00
Phonska
650
1.690.000,00
591,30
1.537.391,30
b. Biaya Herbisida dan Karbit Herbisida yang digunakan oleh petani responden adalah Gramaxone. Herbisida ini berfungsi untuk memberantas rumput (gulma). Namun tidak semua petani responden menggunakan Gramaxone dalam memberantas rumput. Sebagian dari mereka melakukannya secara manual yaitu dengan mencabut rumput menggunakan cangkul atau sabit. Rata-rata penggunaan Gramaxone dan biaya yang dikeluarkan petani selama setahun dapat dilihat pada Tabel 18. Dalam satu tahun rata-rata penggunaan Gramaxone oleh petani lahan sedang adalah 7,55 liter per hektar dan petani lahan sempit adalah 7,71 liter per hektar. Harga Gramaxone per liter adalah Rp 35.000,00, sehingga biaya yang harus dikeluarkan dalam satu hektar dalam satu tahun oleh petani lahan sedang adalah Rp 264.275,36 dan petani lahan sempit Rp 270.000,00. Selain herbisida petani responden juga menggunakan zat pengatur tumbuh pada tanaman nanas, hal ini dilakukan agar tanaman nanas dapat berbuah secara serentak. Zat pengatur tumbuh yang digunakan adalah protephon. Rata-rata protephon yang digunakan petani dalam satu tahun untuk lahan sedang adalah 9,04 kg per hektar dan untuk lahan sempit adalah 11,13 kg per hektar. Harga per liter Protephon adalah Rp 15.000,00 sehingga biaya selama satu tahun yang harus dikeluarkan petani lahan sedang adalah Rp 135.555,56 per hektar dan petani lahan sempit Rp 167.000,00 per hektar (Tabel 18).
69
Tabel 18. Rata-rata Penggunaan dan Biaya Obat-Obatan Kimia pada Usahatani Nanas Per Hektar Selama Satu Tahun Menurut Luas Lahan Lahan Sempit (< 0,5 ha) Lahan Sedang (0,5-2 ha) Keterangan Jumlah Biaya (Rp) Jumlah Biaya (Rp) Gramaxone (L)
7,71
270.000,00
7,55
264.275,36
Protephon (Kg)
11,13
167.000,00
9,04
135.555,56
c. Biaya Tenaga Kerja Luar Keluarga Upah rata-rata buruh tani di lokasi penelitian adalah Rp 20.000,00 per HOK dengan lama kerja rata-rata empat jam setiap harinya. Di lokasi penelitian tidak terdapat perbedaan upah antara tenaga kerja laki-laki dan tenaga kerja perempuan. Namun terdapat perbedaan pada upah yang diberikan saat proses pengolahan lahan yang menggunakan bajak. Pembajakan dilakukan oleh tenaga kerja ternak dan tenaga kerja pria yang dibayar secara borongan, yaitu sebesar Rp 600.000,00 per hektar. Pada usahatani nanas lahan sedang rata-rata biaya yang dikeluarkan oleh petani untuk tenaga kerja di luar keluarga selama satu tahun adalah sebesar Rp 3.856.130,70 per hektar dan pada usahatani lahan sempit sebesar Rp 4.136.666,67 per hektar. d. Biaya Pajak Lahan Biaya pajak lahan yang harus dikeluarkan petani di tempat penelitian adalah Rp 50.240,00 per hektar dalam satu tahun. Biaya pajak lahan dalam setahun untuk lahan sedang sama dengan biaya pajak pada lahan sempit. Pembayaran pajak dilakukan secara koordinir melalui aparat desa. 6.3.1.3. Biaya yang Diperhitungkan Biaya yang diperhitungkan adalah biaya yang diperhitungkan dalam usahatani namun tidak langsung dibayarkan secara tunai. Yang termasuk biaya diperhitungkan pada usahatani nanas di lokasi penelitian adalah bibit, tenaga kerja dalam keluarga, sewa lahan, dan penyusutan peralatan pertanian. a. Biaya Bibit Bibit yang digunakan oleh petani responden dalam usahatani nanas diperoleh dari hasil panen sebelumnya baik yang dihasilkan oleh petani itu sendiri ataupun petani lainnya. Di lokasi penelitian tidak terdapat petani yang membeli
70
bibit nanas. Rata-rata penggunaan bibit oleh petani responden adalah 39.117 bibit per hektar. Dalam analisis biaya ini, harga per bibit disamakan dengan harga bibit apabila petani membeli dari desa lain yaitu Rp 100,00 untuk siwilan dan Rp 200,00 untuk sogolan. Rata-rata biaya yang diperhitungkan dalam setiap hektarnya untuk penyediaan bibit pada usahatani lahan sedang adalah Rp 3.940.740,74 dan Rp 4.533.333,33 untuk usahatani lahan sempit. b. Biaya Tenaga Kerja dalam Keluarga Kegiatan usahatani nanas di lokasi penelitian lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga. Hal ini dikarenakan keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Tenaga kerja dalam keluarga umumnya terlibat dalam keseluruhan tahapan dalam usahatani nanas kecuali pada tahap pemanenan. Ratarata biaya yang diperhitungkan dalam satu tahun untuk tenaga kerja dalam keluarga pada usahatani lahan sedang adalah Rp 10.771.690,82 per hektar dan pada usahatani lahan sempit adalah Rp 11.929.555,56 per hektar. c. Biaya Penyusutan Petani responden tidak melakukan pembelian alat pertanian pada setiap musim tanam, karena alat-alat tersebut masih dapat digunakan kembali. Hal ini menyebabkan dalam analisis pendapatan hanya digunakan nilai penyusutan dari penggunaan peralatan tersebut. Penyusutan alat-alat pertanian diukur berdasarkan harga beli dan umur ekonomis masing-masing alat. Pada penelitian ini hanya menetapkan penggunaan alat-alat pertanian yang paling banyak digunakan oleh para petani responden, yaitu cangkul, sabit, sarung tangan, ceret, ember, dan sprayer. Rata-rata biaya penyusutan yang dikeluarkan petani adalah Rp 81.939,00 setiap tahunnya. Biaya penyusutan yang dikeluarkan petani berbeda-beda tergantung dari jumlah peralatan yang dimiliki oleh petani tersebut. Pada usahatani nanas rata-rata biaya penyusutan yang harus dikeluarkan dalam satu tahun pada lahan sedang adalah Rp 113.855,50 dan pada lahan sempit adalah Rp 277.323,10. d. Sewa Lahan Sewa lahan termasuk ke dalam biaya diperhitungkan karena di lokasi penelitian semua petani responden berstatus sebagai pemilik lahan. Pada umumnya biaya sewa lahan di daerah tersebut adalah Rp 3.000.000,00 per hektar
71
dalam satu tahun, sehingga dalam satu musim tanam biaya sewa lahan yang harus dikeluarkan sekitar Rp 9.000.000,00 sampai Rp 12.000.000,00 setiap hektarnya tergantung musim tanam yang dianut oleh para petani. 6.3.2. Penerimaan Usahatani Nanas Penerimaan usahatani adalah nilai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani yang merupakan penerimaan tunai. Penerimaan tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani (Soekartawi 1986). Penerimaan usahatani nanas diperoleh dari hasil rata-rata panen dikalikan dengan harga jual nanas yang diterima petani. Harga nanas di lokasi penelitian dibagi menjadi tiga tingkatan berdasarkan kualitas nanas. Harga yang diterima petani untuk grade A adalah Rp 2.000,00, grade B Rp 1.000,00 dan grade C Rp 500,00. Terdapat kesamaan harga yang diterima petani karena pedagang pengumpul yang membeli hasil usahatani merupakan warga setempat. Penerimaan yang diterima petani tergantung dengan luas lahan dan jumlah output nanas yang dihasilkan. Rata-rata penerimaan yang diperoleh petani untuk satu musim tanam berdasarkan luas lahan dapat dilihat pada Tabel 19. Pada usahatani lahan sedang rata-rata penerimaan yang diperoleh petani adalah Rp 180.666.500,00 per hektar dan pada usahatani lahan sempit adalah Rp 158.890.000,00 per hektar. Hal tersebut membuktikan bahwa semakin luas lahan yang digunakan untuk usahatani maka semakin banyak produksi yang dihasilkan sehingga penerimaan yang diperoleh petani semakin tinggi. Tingkat penerimaan yang diperoleh petani pada lahan sempit lebih sedikit dibandingkan pada lahan luas. Hal tersebut dapat terjadi karena penggunaan input pada lahan sempit sangat berlebihan jika dibandingkan dengan SOP yang dianjurkan oleh penyuluh lapang di desa tersebut. Penggunaan input pada usahatani lahan sedang juga berlebihan jika dibandingkan dengan SOP, namun masih berada di bawah penggunaan input pada lahan sempit. Padahal penggunaan input yang berlebihan akan berdampak pada produktivitas tanaman yang semakin menurun. Penerimaan petani masih bisa ditingkatkan, salah satunya dengan cara menggunakan input sesuai dengan SOP yang ada. Selain penerimaan yang diperoleh dari buah nanas, petani juga memperoleh penerimaan dari bibit yang diperoleh dari tanaman nanas. Terdapat 72
dua macam bibit yang dapat dihasilkan oleh tanaman nanas, yaitu siwilan yang berasal dari tunas buah dan sogolan yang berasal dari tunas batang. Penerimaan ini termasuk ke dalam penerimaan diperhitungkan, karena bibit yang dihasilkan tidak dijual oleh petani, melainkan digunakan untuk usahatani selanjutnya atau digunakan oleh petani lainnya. Rata-rata penerimaan diperhitungkan yang diperoleh petani untuk lahan sedang adalah Rp 5.750.617,28 dan pada lahan sempit Rp 5.760.000,00 per hektar dalam satu musim tanam. Tabel 19. Rata-rata Penerimaan Per Hektar Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur Berdasarkan Luas Lahan Selama Satu Musim Tanam Ket. Lahan Sempit (< 1 ha) Lahan Sedang (0,5-2 ha) Grade
A
B
C
A
B
C
Produksi (buah)
61.467
27.556
16.800
76.023
22.119
13.003
Harga (Rp)
2.000
1.000
500
2.000
1.000
500
Penerimaan
122.934
27.556
8.400
152.046
22.119
6.501,5
(Rp 000)
6.3.3. Pendapatan Usahatani Nanas Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan usahatani dan biaya usahatani. Pendapatan usahatani dikatakan menguntungkan apabila bernilai positif. Terdapat dua macam pendapatan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran tunai sedangkan pendapatan atas biaya total diperoleh dari pengurangan penerimaan total dengan pengeluaran total. Analisis pendapatan dapat mengukur sejauh mana keberhasilan suatu usahatani dan dapat diketahui gambaran usahatani saat ini sehingga dapat digunakan untuk evaluasi dalam perencanaan kegiatan usahatani pada masa yang akan datang. Hasil perhitungan pendapatan usahatani nanas dapat dilihat pada Tabel 20. Terlihat bahwa pendapatan bersih terbesar diperoleh pada usahatani lahan sedang. Rata-rata pendapatan bersih yang diperoleh pada usahatani lahan sedang sekitar Rp 38.045.674,34 per tahun per hektar, sedangkan pada usahatani lahan sempit hanya sekitar Rp 27.605.472,34 per tahun per hektar. Pendapatan yang diperoleh
73
petani pada dasarnya masih dapat ditingkatkan lagi dengan cara menekan biaya produksi, khususnya dalam penggunaan pupuk dan tenaga kerja luar keluarga. Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan dengan biaya usahatani. Pendapatan petani pada lahan sempit lebih sedikit dibandingkan pada lahan sedang. Hal ini disebabkan karena penerimaan pada usahatani lahan sempit yang lebih sedikit dibandingkan usahatani lahan sedang. Selain itu juga karena biaya pada usahatani lahan sempit lebih banyak dibandingkan usahatani lahan sedang. Tingginya biaya usahatani pada lahan sempit adalah akibat dari penggunaan input yang berlebihan.
74
Tabel 20. Analisis Pendapatan Usahatani Nanas Per Tahun pada Kelompok Tani Makmur Uraian A. Penerimaan Penerimaan Tunai 1. Jumlah Produksi (buah)
2. Harga Jual (Rp)
3. Penerimaan
Total Penerimaan Tunai Penerimaan Diperhitungkan 4. Total Penerimaan B. Biaya Usahatani 1. Biaya Tunai a. Pupuk Kandang (Rp) b. Pupuk Kimia (Rp) c. Gramaxone (Rp) d. Protephon (Rp) e. TKLK (Rp) f. Pajak Lahan (Rp) Total Biaya Tunai (Rp) 2. Biaya Tidak Tunai a. Bibit (Rp) b. TKDK (Rp) c. Sewa Lahan (Rp) d. Penyusutan (Rp) Total Biaya Tidak Tunai (Rp) C. Biaya Total Usahatani D. Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B1) E. Pendapatan Atas Biaya Total (A-C) F. R/C rasio Atas Biaya Tunai G. R/C rasio Atas Biaya Total
Usahatani Lahan Sempit (< 1 hektar) Nilai %
Grade A Grade B Grade C Grade A Grade B Grade C Grade A Grade B Grade C
21.689 9.600 5.859 2.000,00 1.000,00 500,00 43.378.000,00 9.600.000,00 2.929.500,00 55.907.500,00 5.760.000,00 61.667.500,00
Usahatani Lahan Sedang (0.5-2 hektar) Satuan %
26.187 7.737 4.585 2.000,00 1.000,00 500,00 52.374.000,00 7.737.000,00 2.292.500,00 62.403.500,00 5.750.617,28 68.154.117,28
3.702.666,67 5.995.333,33 270.000,00 167.000,00 4.136.666,67 50.240,00 14.321.906,67
10,87 17,60 0,79 0,49 12,14 0,15 42,05
2.385.600,00 5.590.354,26 264.275,36 135.555,56 3.856.130,70 50.240,00 12.317.848,32
7,92 18,57 0,88 0,45 12,81 0,17 40,79
4.533.333,33 11.929.555,56 3.000.000,00 287.318,69 20.105.540,92
13,31 35,02 8,81 0,81 57,95
3.940.740,74 10.771.690,82 3.000.000,00 115.502,04 17.943.489,16
13,09 35,78 9,96 0,38 59,21
34.062.027,66 47.345.593,33 27.605.472,34 4,31 1,81
30.108.442,94 55.871.961,40 38.045.674,34 5,55 2,26
75
6.3.4. Analisis Efisiensi Dari analisis R/C rasio yang telah dilakukan menunjukkan bahwa usahatani nanas yang dilakukan petani pada Kelompok Tani Makmur memiliki penerimaan yang lebih besar daripada biaya usahatani yang dikeluarkan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai R/C rasio yang lebih dari satu. Hasil analisis R/C rasio atas biaya tunai pada usahatani nanas lahan sedang sebesar 5,55 dan lahan sempit 4,31. Nilai R/C rasio tersebut berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan maka petani akan memperoleh penerimaan atas biaya tunai sebesar nilai R/C rasio yaitu Rp 5,55 untuk usahatani lahan sedang dan Rp 4,31 untuk usahatani lahan sempit. Sedangkan nilai R/C rasio atas biaya total pada usahatani lahan sedang adalah 2,26 dan lahan sempit 1,81. Nilai R/C rasio total berarti bahwa setiap Rp 1,00 biaya yang dikeluarkan oleh petani maka akan memberikan penerimaan total sebesar Rp 2,26 untuk lahan sedang dan Rp 1,81 untuk lahan sempit (Tabel 20). Penerimaan yang diperoleh petani pada lahan sedang lebih besar dibandingkan pada lahan sempit. Hal tersebut dikarenakan pada usahatani lahan sedang petani sudah hampir mengikuti SOP yang ada, sehingga produksi yang dihasilkan semakin baik. Sedangkan pada usahatani lahan sempit, petani lebih banyak menggunakan input seperti pupuk dan obat-obatan kimia. Padahal penggunaan pupuk yang berlebihan tanpa mempertimbangkan keadaan tanah dapat menyebabkan unsur hara yang diserap tanaman tidak optimal sehingga produksi dan kualitas buah menurun. Hal ini akan mengakibatkan penerimaan yang diperoleh petani semakin sedikit. Selain analisis R/C rasio (penerimaan terhadap biaya), dilakukan juga analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja dan efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi. Efisiensi penerimaan terhadap jumlah tenaga kerja dalam usahatani nanas di Kelompok Tani Makmur adalah pada lahan sempit sebesar 26.451,29 dan pada lahan sedang sebesar 28.408,08. Hal ini berarti dalam satu hektar setiap satu HOK tenaga kerja yang digunakan dalam usahatani nanas lahan sempit petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 26.451,29 dan pada lahan sedang Rp 28.408,08.
76
Untuk analisis efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi dihitung dengan membagi penerimaan dengan jumlah investasi awal yang dilakukan oleh petani. Investasi yang dilakukan petani pada lahan sempit adalah Rp 8.075.888,89 dan pada lahan sedang Rp 7.444.474,07. Efisiensi penerimaan terhadap jumlah investasi awal pada usahatani lahan sempit adalah 7,63 dan pada lahan sedang adalah 9,15. Hal ini berarti dalam setiap Rp 1,00 yang dikeluarkan petani untuk investasi, petani akan memperoleh penerimaan sebesar Rp 7,63 pada lahan sempit dan Rp 9,15 pada lahan sedang. Dari ketiga analisis efisiensi tersebut dapat disimpulkan bahwa usahatani nanas dalam lahan sedang ataupun lahan sempit yang dijalankan petani memberikan keuntungan dan efisien, karena penerimaannya lebih besar dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan, baik biaya untuk penggunaan tenaga kerja maupun biaya untuk investasi awal. Usahatani pada lahan sedang lebih efisien dibandingkan pada lahan sempit. Hal tersebut terlihat dari hasil analisis efisiensi pada usahatani lahan sedang lebih tinggi dibandingkan usahatani lahan sempit. Semakin luas lahan dalam usahatani maka semakin efisien usahatani tersebut, khususnya dalam hal biaya. Hal ini sesuai dengan teori economics of scale, dimana semakin luas lahan yang digunakan dalam usahatani akan menyebabkan biaya yang dikeluarkan semakin sedikit.
77
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis pendapatan dan profitabilitas usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Keragaan usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah belum sepenuhnya mengikuti teknik budidaya yang sesuai dengan Standar Operasional Procedure (SOP) yang dianjurkan oleh penyuluh. Keragaan usahatani nanas yang dilakukan oleh petani responden menggunakan sistem tanam monokultur yang terdiri dari beberapa tahapan, yaitu: pengolahan lahan, penanaman, pemupukan, penyiangan, pengarbitan, pemanenan, dan pembongkaran. 2. Faktor produksi yang digunakan pada usahatani lahan sedang lebih efisien dibandingkan pada usahatani lahan sempit. Pada usahatani lahan sedang petani sudah hampir mengikuti SOP yang ada. 3. Biaya yang digunakan dalam usahatani nanas terdiri dari biaya tunai (pupuk, obat-obatan, TKLK, pajak lahan) dan biaya tidak tunai (bibit, TKDK, sewa lahan, penyusutan). Biaya yang dikeluarkan pada usahatani lahan sempit lebih banyak dibandingkan pada usahatani lahan sedang. Hal ini terjadi karena penggunaan faktor produksi pada usahatani lahan sempit yang kurang efisien (lebih banyak). 4. Usahatani nanas dibedakan menjadi dua, yaitu usahatani lahan sedang dan usahatani lahan sempit. Hasil analisis pendapatan menunjukkan bahwa pada lahan sedang ataupun lahan sempit pendapatan yang diperoleh atas biaya tunai dan atas biaya total lebih besar dari nol. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani nanas mampu memberikan keuntungan bagi petani. Keuntungan yang dihasilkan pada usahatani lahan sedang lebih besar dibandingkan dengan usahatani lahan sempit. 5. Analisis efisiensi juga menunjukkan bahwa usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur menguntungkan untuk diusahakan karena nilai efisiensi penerimaan terhadap biaya, jumlah tenaga kerja, maupun jumlah investasi lebih besar dari satu. Usahatani nanas lahan sedang lebih efisien 78
dibandingkan usahatani lahan sempit. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai efisiensi yang diperoleh pada lahan sedang lebih besar dibandingkan dengan lahan sempit. 7.2. Saran Berdasarkan hasil penelitian analisis usahatani nanas pada Kelompok Tani Makmur, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dan diperbaiki dalam upaya meningkatkan produktivitas nanas, antara lain : 1. Petani perlu memperhatikan sarana produksi pertanian nanas yang digunakan baik kualitas maupun kuantitas, agar produktivitas dapat ditingkatkan. 2. Petugas penyuluh lapang (PPL) perlu meningkatkan intensitas pemberian materi dan informasi mengenai penggunaan faktor-faktor produksi usahatani nanas agar para petani mau mengikuti SOP yang ada.
79
DAFTAR PUSTAKA Anonim. 2010. Pedoman bertanam buah nanas. Bandung: CV Nuansa Aulia. Abrianto, PWW. 2011. Pupuk Kandang Sapi. www.duniasapi.com. [4 Juni 2012] Alessandra, Sari. 2009. Mereka Sang Penakluk http://sherlanova.blogspot.com [4 Juni 2012].
Pasar
Global.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Produksi Buah-buahan Menurut Provinsi (Ton), 2010. www.bps.go.id [15 Januari 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2010. Produksi Buah-buahan di Indonesia. www.bps.go.id [15 Januari 2012]. [BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. 2011. Lampung dalam Angka 2010. Lampung: Badan Pusat Statistik Provinsi Lampung. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2011. Penyerapan Tenaga Kerja Berdasarkan Lapangan Pekerjaan Tahun 2009-2011. www.bps.go.id [15 Januari 2012]. Balai Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan. 2011. Program Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan Kampung/Kelurahan Astomulyo. Lampung Tengah: BP3K. BPTP. 2011. Kawasan Horti. Sumsel.litbang.deptan.go.id [15 Januari 2012]. Chaerningrum, Rina. 2010. Analisis Usahatani Papaya California [Skripsi]. Bogor: Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Dalimunthe, SF. 2008. Analisis Usahatani Nanas dengan Standar Prosedur Operational (SOP) di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor [skripsi]. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Daniel, M. 2002. Pengantar Ekonomi Pertanian. Bumi Aksara: Jakarta. Dinas Pertanian TPH Kabupaten Lampung Tengah. 2010. Standart Operating Procedure (SOP) Nanas Punggur Lampung Tengah. Lampung Tengah: Dinas Pertanian Lampung Tengah. Dinas Pertanian TPH Kabupaten Lampung Tengah. 2010. Profil Sentra Nanas Kampung Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah. Lampung Tengah: Dinas Pertanian Lampung Tengah. Ependi, Irfan. 2009. Zat Pengatur Tumbuh. http://asgarsel.blogspot.com/2009/11/zat-pengatur-tumbuh.html [2 Mei 2012]. Handayani, DM. 2006. Analisis Profitabilitas dan pendapatan usahatani padi sawah menurut luas dan status kepemilikan lahan di Desa Karacak
80
Kecamatan Leuwiliang Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Harahap, PYN. 2007. Analisis Optimasi Penggunaan Tenaga Kerja pada Usahatani Nanas di Kabupaten Simalungun [Skripsi]. Medan: Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara. Hernanto, F. 1989. Ilmu usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya. Hotimah. 2000. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kubis [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Juanda, Bambang. 2009. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. Bogor: IPB press. Jusuf, Widodo. 2012. Eksportir Nanas Terbesar. www.medanbisnisdaily.com [4 Juni 2012]. Kalsum, U. 2009. Analisis usahatani nanas dan prospektif petani terhadap usahatani nanas di Kecamatan Kotabumi Lampung Utara. Jurnal Ilmiah Esai 3: 355-361. [KEMENTAN] Kementerian Pertanian. 2011. Perkembangan PDB Hortikultura Tahun 2006-2010. Jakarta: Kementerian Pertanian Direktorat Jenderal Hortikultura. Kurniawan, F. 2008. Sari Buah Nanas Kaya www.pustaka.litbang.deptan.go.id/new/ [4 Juni 2012].
Manfaat.
Kurniawan, Ibnu. 2010. Perusahaan Agribisnis. www.scribd.com. [4 Juni 2012]. Maulana, A. 1998. Analisis Pendapatan dan Pemasaran Usahatani Nanas di Desa Bunihayu Kabupaten Subang Propinsi Jawa Barat [skripsi]. Bogor. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sarwono, Jonathan. 2009. Statistik Itu Mudah. Yogyakarta: CV Andi Offset. Sinar tani. 2012. Promosi Hortikultura Unggulan yang Berdaya Saing I Pasar Internasional. Diperta.jabarprov.go.id [15 Januari 2012]. Siregar, EL. 2010. Analisis pendapatan usahatani dan pemasaran nanas bogor di Desa Sukaluyu Kecamatan Taman Sari Kabupaten Bogor [skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Siregar, FBS. 2010. Analisis Pendapatan Usahatani Jambu Biji Desa Cimanggis Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Suratiyah, Ken. 2009. Ilmu Usahatani. Depok: Penebar Swadaya.
81
Soeharjo, A. dan D. Patong. 1973. Sendi-sendi Pokok Ilmu Usahatani. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker JB. 1986. Ilmu usahatani dan penelitian untuk pengembangan petani kecil. Jakarta: UI Press. Soekartawi. 2006. Analisis Usahatani. Jakarta: UI Press. Warsana. 2007. Analisis Efisiensi dan Keuntungan Usahatani Jagung (Studi Kecamatan Randiblatung Kabupaten Blora) [Tesis] Semarang: Magister Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan, Universitas Diponegoro.
82
LAMPIRAN
83
Lampiran 1. Karakteristik Petani Anggota Kelompok Tani Makmur
No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Nama Responden Sutaji Soimin Suparmo Romlan Mashluh B Yamroni Musiran Jumingin Supangat Ponimin Nardi Ngatijo Mujiono Suroso Arifin Slamet L Rohadi Tukiyat Dalijo Ngatimin Wito Sutris Mardiyanto Seno Slamet R Ngadimi Sukaji Sutomo Mukari Puji Sukiman Toyiman Sutar Woko Wahyudi Widarso Edi Sumardi Hasim Suryadi Jaenal Sawal
Jenis Umur Kelamin (Tahun) L 48 L 55 L 59 L 59 L 42 L 52 L 58 L 54 L 37 L 48 L 39 L 63 L 57 L 59 L 58 L 52 L 57 L 56 L 35 L 55 L 48 L 48 L 45 L 60 L 53 L 50 L 64 L 37 L 55 L 61 L 45 L 42 L 75 L 38 L 31 L 37 L 34 L 35 L 47 L 42 L 44 L 56
Luas Lahan (Hektar) 0,5 1,5 0,75 0,5 0,5 1,5 0,75 0,75 0,75 0,75 0,25 1 0,25 0,75 0,375 1 1 0,5 0,25 0,25 1 1 0,375 0,25 1 0,375 0,25 0,25 0,25 0,25 0,5 0,25 1 0,5 0,5 0,5 0,25 0,25 0,5 0,5 1 1,25
Tingkat Pendidikan SD SD TS TS SMA SD SD SD SMP SD SMP SD SD SD SD SD SD SD SD SD SMP SD SMP TS SD SD TS SMP SD SD SMP SD TS SMP SMP SMA SMA SD SMP SMP SMP SD
Pengalaman Bertani Jumlah Nanas Tanggungan 8 5 7 3 14 3 4 4 5 3 12 3 29 2 16 3 3 4 8 4 7 3 11 2 21 3 18 5 17 2 16 4 23 1 8 2 4 2 22 1 15 3 7 4 3 4 19 4 6 2 6 3 3 2 3 4 13 2 3 3 22 3 7 2 7 1 5 3 9 2 9 3 5 3 8 2 15 3 10 3 8 3 21 2
84
Lampiran 2. Data Penggunaan Input Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Luas Lahan (Ha) 0,5 1,5 0,75 0,5 0,5 1,5 0,75 0,75 0,75 0,75 0,25 1 0,25 0,75 0,375 1 1 0,5 0,25 0,25 1 1 0,375 0,25 1 0,375 0,25 0,25 0,25 0,25 0,5 0,25 1 0,5 0,5 0,5 0,25 0,25 0,5 0,5 1 1,25
Bibit (Batang) 20.000 42.000 30.000 20.000 20.000 60.000 30.000 30.000 30.000 30.000 10.000 40.000 10.000 30.000 12.000 40.000 40.000 20.000 10.000 10.000 36.000 40.000 17.000 8.000 20.000 10.000 10.000 8.000 10.000 10.000 20.000 10.000 40.000 20.000 16.000 20.000 10.000 10.000 20.000 20.000 40.000 50.000
Pupuk Kandang Urea (Kg) (Kg) 2.000 2.400 0 10.800 0 3.600 2.400 2.400 2.800 1.800 8.000 10.800 3.000 2.700 3.600 2.700 3.000 2.700 4.000 4.800 1.350 1.600 4.000 4.800 1.400 900 4.000 2.700 1.200 1.350 5.200 3.600 4.000 3.600 2.400 1.800 1.200 900 1.350 1.600 2.880 6.400 4.200 4.800 3.200 1.800 2.400 2.000 3.200 4.800 3.200 3.000 1.600 1.350 3.600 1.600 2.400 1.200 1.520 1.500 2.400 1.600 1.600 675 4.000 7.200 3.200 1.800 2.400 3.600 3.200 1.800 1.600 900 1.350 900 2.700 1.800 3.200 2.400 4.000 9.600 6.750 10.000
TSP (Kg) 1.200 5.400 900 2.400 600 5.400 0 0 900 0 0 4.800 0 900 0 1.200 0 0 300 0 0 0 0 1.000 0 0 0 0 0 0 800 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Phonska (Kg) 1.200 0 0 0 600 5.400 900 1.350 900 2.400 800 4.800 300 900 675 1.200 1.200 600 300 800 3.200 1.600 900 0 1.600 1.200 450 800 600 750 0 225 3.600 1.200 1.200 600 300 300 600 800 4.800 5.000
Gramaxone (L) 24 54 0 8 8 12 24 6 36 0 0 0 4 12 13,5 16 16 8 4 4 48 16 6 4 36 16 6 8 12 6 16 6 36 0 24 24 12 8 24 16 16 40
Protephon (L) 12 18 24 24 12 54 18 15 24 24 9 24 9 24 20 24 24 12 6 6 36 24 6,5 9 36 12 6 3 9 9 8 6 16 12 6 12 6 6 12 12 24 30
85
Lampiran 3. Data Penggunaan Tenaga Kerja dalam Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25.
a 20 0 0 0 0 0 0 45 0 0 0 0 0 0 0 0 0 97,2 0 0 0 0 0 0 0
Dalam Keluarga (HOK) b c d e 20 516 0 56 0 1.638 0 0 28 1.093,6 0 0 6 1.308 0 0 18,2 1.055,8 0 0 50,4 3.280,8 18 0 6 1.441,4 0 0 27 1.711,2 22,8 75,6 0 530 0 0 45 1.850,4 0 0 15 618,6 0 0 21,6 2.307,6 0 0 5,2 598,4 0 0 0 1.487,4 0 28 0 0 0 0 32 2.208,8 0 0 45 2.338,4 0 0 7,2 1.231,2 12 0 8 544,8 0 0 8 454,2 0 0 14,4 2.360,4 0 0 57,6 2.563,2 0 0 11,2 606 5,6 42 6,4 113,8 0 0 22,4 2.514,6 0 0
Total 612 1.638 1.121,6 1.314 1.074 3.349,2 1.447,4 1.881,6 530 1.895,4 633,6 2.329,2 603,6 1.515,4 0 2.240,8 2.383,4 1.347,6 552,8 462,2 2.374,8 2.620,8 664,8 120,2 2.537
a 30 45 22,5 15 15 45 22,5 0 22,5 22,5 7,5 30 7,5 22,5 11,25 30 30 0 7,5 7,5 30 30 15 7,5 30
Luar Keluarga (HOK) b c d e 30 12 36 0 151,2 684 72 168 0 0 22,5 42 24 24 24 56 0 12 24 56 72 324 54 168 13,8 462 45 84 0 0 0 0 18 1.176 54 84 0 0 45 84 0 0 15 28 0 0 72 112 0 0 15 28 16,8 27 45 0 10,8 529 18 42 0 0 48 112 0 24 48 112 8 0 12 56 0 0 12 28 0 0 15 28 0 0 45 112 0 0 72 112 0 0 6 0 0 585 9 28 0 36 36 112
Total 108 1.120,2 87 143 107 663 627,3 0 1.354,5 151,5 50,5 214 50,5 111,3 611,1 190 214 76 47,5 50,5 187 214 21 629,5 214
TOTAL 720 2.758,2 1.208,6 1.457 1.181 4.012,2 2.074,7 1.881,6 1.884,5 2.046,9 684,1 2.543,2 654,1 1.626,7 611,05 2.430,8 2.597,4 1.423,6 600,3 512,7 2.561,8 2.834,8 685,8 749,7 2.751
86
No. a b 26. 0 13,8 27. 54 14,4 28. 12,6 5,4 29. 0 19,6 30. 0 12,6 31. 0 22,8 32. 0 11,2 33. 0 0 34. 0 0 35. 0 7,2 36. 0 36,8 37. 0 7,8 38. 0 28 39. 0 36,8 40. 0 3 41. 0 0 42. 0 88 Keterangan : a : Pengolahan Lahan b : Penanaman c : Pemeliharaan d : Pengarbitan e : Pemanenan
Dalam Keluarga (HOK) c d e 888,2 0 0 563,6 0 0 567 10,8 28 558,2 0 0 395,4 12 28 902 22,8 53,2 618,8 84 28 1.600 0 0 650 0 0 1.258,2 6 0 1.157,4 0 0 481,4 0 0 590,4 0 0 1.101 0 0 663,8 0 0 312,8 0 0 3.001 0 0
Total 902 632 623,8 577,8 448 1.000,8 742 1.600 650 1.271,4 1.194,2 489,2 618,4 1.137,8 666,8 312,8 3.089
a 11,25 0 0 7,5 37,8 15 7,5 30 42 15 15 7,5 7,5 15 15 30 37,5
b 0 0 0 0 0 0 0 60 42 8 0 0 0 0 12 64,8 0
Luar Keluarga (HOK) c d e 12 9 42 0 8 28 0 0 0 0 12 28 0 0 0 0 0 0 0 6 0 608 60 112 56 16 56 0 12 56 12 30 56 15 15 28 6 15 28 0 24 56 518,4 30 56 2.208 60 112 42 75 140
Total 74,3 36 0 47,5 37,8 15 13,5 870 212 91 113 65,5 56,5 95 631,4 2.474,8 294,5
TOTAL 976,25 668 623,8 625,3 485,8 1.015,8 755,5 2.470 862 1.362,4 1.307,2 554,7 674,9 1.232,8 1.298,2 2.787,6 3.383,5
87
Lampiran 4. Biaya Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26.
Luas Lahan (Ha) 0,5 1,5 0,75 0,5 0,5 1,5 0,75 0,75 0,75 0,75 0,25 1 0,25 0,75 0,375 1 1 0,5 0,25 0,25 1 1 0,375 0,25 1 0,375
Saprotan (Rp) 12.340.000 34.560.000 9.180.000 11.680.000 8.115.000 51.670.000 10.080.000 10.920.000 12.570.000 17.720.000 5.930.000 34.520.000 3.465.000 12.230.000 5.722.500 16.120.000 12.880.000 6.640.000 3.980.000 6.025.000 24.140.000 16.300.000 7.630.000 7.475.000 16.680.000 11.160.000
TKLK (Rp) 4.920.000 31.560.000 7.110.000 5.800.000 5.200.000 22.560.000 17.940.000 3.540.000 26.390.000 8.270.000 2.510.000 9.800.000 2.480.000 6.630.000 12.545.000 5.430.000 10.120.000 7.280.000 4.990.000 2.330.000 6.220.000 9.860.000 2.340.000 14.390.000 10.520.000 2.685.000
Pajak (Rp) 100.480 226.080 150.720 100.480 100.480 301.440 150.720 113.040 150.720 150.720 50.240 200.960 50.240 150.720 56.520 200.960 200.960 100.480 50.240 50.240 200.960 200.960 56.520 50.240 200.960 75.360
Bibit (Rp) 2.000.000 8.400.000 3.000.000 2.000.000 2.000.000 6.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 3.000.000 1.000.000 4.000.000 1.000.000 3.000.000 2.400.000 4.000.000 4.000.000 2.000.000 1.000.000 1.000.000 3.600.000 4.000.000 1.700.000 800.000 2.000.000 1.000.000
TKDK (Rp) 12.240.000 32.760.000 24.060.000 26.280.000 23.780.000 69.400.000 28.540.000 40.260.000 10.600.000 37.980.000 13.600.000 51.760.000 12.100.000 32.420.000 0 47.120.000 50.840.000 29.080.000 11.580.000 9.640.000 52.720.000 55.600.000 13.860.000 1.140.000 53.160.000 19.340.000
Sewa (Rp) 6.000.000 13.500.000 9.000.000 6.000.000 6.000.000 18.000.000 9.000.000 6.750.000 9.000.000 9.000.000 3.000.000 12.000.000 3.000.000 9.000.000 3.375.000 12.000.000 12.000.000 6.000.000 3.000.000 3.000.000 12.000.000 12.000.000 3.375.000 3.000.000 12.000.000 4.500.000
Penyusutan (Rp) 184.607 241.794 313.443 289.976 354.900 431.469 300.643 156.931 384.005 304.767 324.323 289.976 319.727 504.483 136.931 440.358 384.323 358.865 298.865 307.754 309.531 397.123 143.611 313.656 349.976 289.976 88
No. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Luas Lahan (Ha) 0,25 0,25 0,25 0,25 0,5 0,25 1 0,5 0,5 0,5 0,25 0,25 0,5 0,5 1 1,25
Saprotan (Rp) 4.835.000 7.245.000 5.595.000 5.905.000 6.650.000 2.967.500 26.540.000 8.380.000 12.090.000 7.600.000 3.800.000 3.535.000 7.350.000 8.980.000 33.640.000 33.850.000
TKLK (Rp) 1.810.000 1.740.000 2.330.000 2.580.000 3.180.000 1.770.000 21.000.000 6.260.000 4.580.000 5.230.000 2.870.000 2.510.000 4.780.000 16.450.000 55.640.000 13.690.000
Pajak (Rp) 37.680 50.240 50.240 37.680 100.480 37.680 150.720 75.360 100.480 100.480 50.240 50.240 100.480 100.480 200.960 251.200
Bibit (Rp) 1.000.000 800.000 1.000.000 2.000.000 2.000.000 2.000.000 4.000.000 2.000.000 1.600.000 2.000.000 1.000.000 1.000.000 2.000.000 2.000.000 4.000.000 5.000.000
TKDK (Rp) 14.040.000 13.540.000 12.780.000 9.420.000 13.760.000 14.180.000 32.000.000 13.000.000 27.140.000 26.520.000 16.880.000 13.720.000 24.460.000 13.300.000 6.880.000 65.700.000
Sewa (Rp) 2.250.000 3.000.000 3.000.000 2.250.000 6.000.000 2.250.000 9.000.000 4.500.000 6.000.000 6.000.000 3.000.000 3.000.000 6.000.000 6.000.000 12.000.000 15.000.000
Penyusutan (Rp) 188.131 423.434 287.843 194.251 289.976 167.611 214.251 163.571 289.976 291.754 333.211 373.656 371.523 281.087 324.323 577.818
89
Lampiran 5. Penerimaan Tunai Petani Nanas pada Kelompok Tani Makmur No. 1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Grade A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B
Total Produksi (Buah) 26.000 23.000 9.000 136.000 27.500 9.500 62.000 29.000 6.000 48.000 5.000 4.000 25.000 24.000 10.000 122.000 31.000 20.000 69.000 9.500 10.000 33.000 18.000 8.000 71.000 13.000 7.000 70.000 10.000 6.500 15.000 8.500 6.500 67.000 31.000 18.000 16.000 7.000 6.500 70.000 9.000 9.000 15.000 7.500
Harga (Rp) 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00
Penerimaan (Rp) 52.000.000,00 23.000.000,00 4.500.000,00 272.000.000,00 27.500.000,00 4.750.000,00 124.000.000,00 29.000.000,00 3.000.000,00 96.000.000,00 5.000.000,00 2.000.000,00 50.000.000,00 24.000.000,00 5.000.000,00 244.000.000,00 31.000.000,00 10.000.000,00 138.000.000,00 9.500.000,00 5.000.000,00 66.000.000,00 18.000.000,00 4.000.000,00 142.000.000,00 13.000.000,00 3.500.000,00 140.000.000,00 10.000.000,00 3.250.000,00 30.000.000,00 8.500.000,00 3.250.000,00 134.000.000,00 31.000.000,00 9.000.000,00 32.000.000,00 7.000.000,00 3.250.000,00 140.000.000,00 9.000.000,00 4.500.000,00 30.000.000,00 7.500.000,00 90
No. 16.
17.
18.
19.
20.
21.
22.
23.
24.
25.
26.
27.
28.
29.
30.
Grade C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B
Total Produksi (Buah) 6.500 104.000 9.000 6.500 104.000 6.000 5.500 44.000 4.000 5.500 20.000 4.000 3.500 18.000 6.000 5.000 72.000 27.000 15.000 95.000 14.000 8.000 21.000 8.000 5.000 11.500 14.500 7.000 56.000 32.000 28.000 12.000 6.000 5.000 13.000 4.000 2.500 17.000 9.000 3.000 18.000 6.000 3.000 14.000 10.000
Harga (Rp) 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00
Penerimaan (Rp) 3.250.000,00 208.000.000,00 9.000.000,00 3.250.000,00 208.000.000,00 6.000.000,00 2.750.000,00 88.000.000,00 4.000.000,00 2.750.000,00 40.000.000,00 4.000.000,00 1.750.000,00 36.000.000,00 6.000.000,00 2.500.000,00 144.000.000,00 27.000.000,00 7.500.000,00 190.000.000,00 14.000.000,00 4.000.000,00 42.000.000,00 8.000.000,00 2.500.000,00 23.000.000,00 14.500.000,00 3.500.000,00 112.000.000,00 32.000.000,00 14.000.000,00 24.000.000,00 6.000.000,00 2.500.000,00 26.000.000,00 4.000.000,00 1.250.000,00 34.000.000,00 9.000.000,00 1.500.000,00 36.000.000,00 6.000.000,00 1.500.000,00 28.000.000,00 10.000.000,00
91
No. 31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
Grade C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C A B C
Total Produksi (Buah) 5.000 28.000 12.500 7.500 17.000 6.500 3.500 55.000 13.000 12.000 19.000 11.000 9.000 24.000 17.000 9.000 46.000 8.000 5.500 22.000 5.500 3.500 17.000 8.000 3.000 25.000 22.000 9.000 31.000 15.000 8.500 102.000 10.000 8.000 117.000 19.000 18.000
Harga (Rp) 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00 2.000,00 1.000,00 500,00
Penerimaan (Rp) 2.500.000,00 56.000.000,00 12.500.000,00 3.750.000,00 34.000.000,00 6.500.000,00 1.750.000,00 110.000.000,00 13.000.000,00 6.000.000,00 38.000.000,00 11.000.000,00 4.500.000,00 48.000.000,00 17.000.000,00 4.500.000,00 92.000.000,00 8.000.000,00 2.750.000,00 44.000.000,00 5.500.000,00 1.750.000,00 34.000.000,00 8.000.000,00 1.500.000,00 50.000.000,00 22.000.000,00 4.500.000,00 62.000.000,00 15.000.000,00 4.250.000,00 204.000.000,00 10.000.000,00 4.000.000,00 234.000.000,00 19.000.000,00 9.000.000,00
92
Lampiran 6. Penerimaan Diperhitungkan Petani Nanas pada Kelompok Tani Makmur No Bibit yang digunakan Bibit yang Dihasilkan Penerimaan (Rp) 1 20.000 40.000 6.000.000,00 2 42.000 28.000 4.066.666,67 3 30.000 40.000 6.000.000,00 4 20.000 40.000 6.000.000,00 5 20.000 40.000 6.000.000,00 6 60.000 40.000 6.000.000,00 7 30.000 40.000 6.000.000,00 8 30.000 40.000 6.000.000,00 9 30.000 40.000 6.000.000,00 10 30.000 40.000 6.000.000,00 11 10.000 40.000 6.000.000,00 12 40.000 40.000 6.000.000,00 13 10.000 40.000 6.000.000,00 14 30.000 40.000 6.000.000,00 15 12.000 32.000 4.800.000,00 16 40.000 40.000 6.000.000,00 17 40.000 40.000 6.000.000,00 18 20.000 40.000 6.000.000,00 19 10.000 40.000 6.000.000,00 20 10.000 40.000 6.000.000,00 21 36.000 36.000 5.400.000,00 22 40.000 40.000 6.000.000,00 23 17.000 45.333 6.800.000,00 24 8.000 32.000 4.800.000,00 25 20.000 20.000 3.000.000,00 26 10.000 26.667 4.000.000,00 27 10.000 40.000 6.000.000,00 28 8.000 32.000 4.800.000,00 29 10.000 40.000 6.000.000,00 30 10.000 40.000 6.000.000,00 31 20.000 40.000 6.000.000,00 32 10.000 40.000 6.000.000,00 33 40.000 40.000 6.000.000,00 34 20.000 40.000 6.000.000,00 35 16.000 32.000 4.800.000,00 36 20.000 40.000 6.000.000,00 37 10.000 40.000 6.000.000,00 38 10.000 40.000 6.000.000,00 39 20.000 40.000 6.000.000,00 40 20.000 40.000 6.000.000,00 41 40.000 40.000 6.000.000,00 42 50.000 40.000 6.000.000,00
93
Lampiran 7. Data Pendapatan Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42.
Luas Lahan (Ha) 0,5 1,5 0,75 0,5 0,5 1,5 0,75 0,75 0,75 0,75 0,25 1 0,25 0,75 0,375 1 1 0,5 0,25 0,25 1 1 0,375 0,25 1 0,375 0,25 0,25 0,25 0,25 0,5 0,25 1 0,5 0,5 0,5 0,25 0,25 0,5 0,5 1 1,25
Pendapatan Tunai (Rp) 61.954.913,00 237.662.125,73 139.245.837,48 85.129.544,12 65.229.619,72 210.037.090,80 124.028.637,48 73.270.028,59 119.005.274,92 126.804.513,04 32.935.437,48 129.189.064,12 35.935.033,00 133.984.797,48 17.289.048,57 198.058.681,92 193.704.717,48 80.370.655,24 36.430.895,24 35.787.006,36 147.629.508,56 181.241.917,48 42.329.868,59 18.771.104,12 130.249.064,12 18.289.664,12 24.379.188,56 35.041.326,36 35.236.917,48 31.783.068,59 62.029.544,12 37.307.208,56 81.095.028,58 38.621.068,57 52.439.544,12 89.527.766,36 44.196.548,56 37.031.104,16 63.897.997,48 55.438.433,00 128.194.717,48 213.630.981,60
Pendapatan Total (Rp) 41.714.913,00 183.002.125,73 103.185.837,48 50.849.544,12 33.449.619,72 116.637.090,80 83.488.637,48 23.260.028,59 96.405.274,92 76.824.513,04 15.335.437,48 61.429.064,12 19.835.033,00 89.564.797,48 10.014.048,57 134.938.681,92 126.324.717,48 43.290.655,24 20.850.895 ,24 22.147.006,36 79.309.508,56 109.641.917,48 21.894.868,59 13.831.104,12 63.089.064,12 (8.800.335,88) 7.089.188,56 17.701.326,36 18.456.917,48 18.113.068,59 40.269.544,12 18.877.208,56 36.095.028,58 19.121.068,57 17.699.544,12 55.007.766,36 23.316.548,56 19.311.104,16 31.437.997,48 34.138.433,00 105.314.717,48 127.930.981,60
94
Lampiran 8. Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
t-test for Equality of Means 95% Confidence Interval of the Difference
F bibit
Equal variances assumed
Sig. .963
.332
Equal variances not assumed kandang
Equal variances assumed
5.068
.030
Equal variances not assumed urea
Equal variances assumed
.004
.948
Equal variances not assumed tsp
Equal variances assumed
3.783
.059
Equal variances not assumed phonska
Equal variances assumed
1.170
.286
Equal variances not assumed gramaxone
Equal variances assumed
2.830
.100
Equal variances not assumed protephone
Equal variances assumed
1.800
.187
Equal variances not assumed TK
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.502
.483
Sig. (2tailed) Mean Difference
t
df
-.333
8940
.741
-503.704
-.328 27.780
.745
4.012
40
3.453 19.215
Std. Error Difference
Lower
Upper
1512.389
-3560.355
2552.948
-503.704
1535.566
-3650.291
2642.884
.000
2639.407
657.826
1309.891
3968.924
.003
2639.407
764.304
1040.910
4237.905
40
.851
104.444
554.220
-1015.676
1224.565
.190 29.754
.851
104.444
549.694
-1018.569
1227.458
40
.155
-645.926
445.509
-1546.333
254.481
-1.609 37.916
.116
-645.926
401.550
-1458.879
167.027
40
.857
74.815
411.110
-756.069
905.699
.198 36.477
.844
74.815
377.741
-690.933
840.562
.255
40
.800
1.304
5.108
-9.019
11.627
.272 34.583
.788
1.304
4.799
-8.443
11.051
40
.223
3.467
2.803
-2.199
9.132
1.152 23.645
.261
3.467
3.010
-2.750
9.683
-.338
40
.737
-48.447
143.345
-338.158
241.264
-.333 27.712
.742
-48.447
145.662
-346.962
250.069
.188
-1.450
.182
1.237
95
Lampiran 9. Kuisioner Usahatani Nanas pada Kelompok Tani Makmur KUISIONER USAHATANI NANAS Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Kabupaten Lampung Tengah 2012 Kuisioner ini digunakan sebagai bahan penyusunan skripsi “Analisis Pendapatan Usahatani Nanas Kelompok Tani Makmur Desa Astomulyo, Kecamatan Punggur, Lampung Tengah” oleh Annisa Kusuma Wardani (H34080097), mahasiswa Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Hari/Tanggal : Waktu
:
A. Identitas Diri Nama responden
:
Alamat responden
:
Umur
:
Jenis Kelamin
:L/P
Pendidikan
: ( ) Tidak Sekolah
Jumlah tanggungan
:
Jenis usaha yang dilakukan
:
Lama usahatani nanas
:
Alasan berusahatani nanas
:
tahun
( ) SMA/sederajat
( ) SD
( ) Diploma
( ) SMP/sederajat
( ) Sarjana
tahun
Keterlibatan anggota keluarga dalam usahatani nanas
:
Luas lahan yang dimiliki
:
hektar
Jumlah tanaman
:
pohon
Sifat usahatani nanas
: utama / sampingan
Pekerjaan di luar usahatani nanas : Pendapatan di luar usahatani nanas : Permasalahan yang sering dihadapi (budidaya, teknologi, modal, hama, dsb) :
96
B. Investasi Modal awal
: Rp ................................
Sumber kepemilikan modal : ( ) Pribadi ( ) Pinjaman Sumber Pinjaman
: ( ) Bank ( ) Koperasi
( ) Pengumpul ( ) Lainnya ...................... ( ) Pengumpul ( ) Kelompok tani
( ) Lainya ................................... Bunga pinjaman
: Rp .................../ bulan
Luas lahan untuk usahatani nanas
: ...................................................................hektar
Status kepemilikan lahan
: ( ) pribadi
( ) Sewa
( ) Lainnya ...................................... Besarnya biaya sewa
: Rp .................../ tahun
C. Sarana Produksi Usahatani Nanas No.
Uraian
Satuan
Jumlah fisik
Harga per satuan
Nilai total
Total D. Pengeluaran Usahatani Lainnya No.
Jenis Pengeluaran
Jumlah (Rp)
Total
97
E. Peralatan Yang Digunakan Dalam Usahatani Nanas Jenis Peralatan
Jumlah (buah)
Harga Beli (Rp)
Masa Pakai (Tahun)
F. Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Usahatani Nanas Jumlah Tenaga Kerja (JK) Periode
Dalam Keluarga L
P
A
T
Upah (Rp/JK)
Luar Keluarga M
L
P
A
T
M
G. Penanganan Pasca Panen Jumlah Tenaga Kerja (TK) Periode
Dalam Keluarga L
P
A
T
Upah (Rp/JK)
Luar Keluarga M
L
P
A
T
M
98
H. Penerimaan Usahatani Nanas 1. Hasil penjualan nanas ( jumlah produksi x harga jual nanas) = .....................................buah x Rp ...................../buah = Rp................................... 2. Hasil Penjualan Bibit (jumlah bibit x harga jual bibit) = ....................................buah x Rp ...................../buah = Rp .................................. I. Pemasaran Cara Pemasaran Nanas
Persentase (%)
Harga Jual (Rp)
Sistem Pembayaran
99