ANALISIS TINGKAT KESEJAHTERAAN PENSIUNAN PADA KANTOR PUSAT PT (PERSERO) PELABUHAN INDONESIA I MEDAN Fahru Izhar & Edward
Abstract The goal of research about retired state company officials welfare is shows the fact how is the level of welfare of retired state company in centre office of Pelabuhan Indonesia I PT in Medan. The life style of retired officials contribute to reach the happiness and welfare retired time for officials. The happiness and welfare mention that they are good in health, have money enough, and well in social interaction and their environment. This is a descriptive research shows how are their condition in 5 years later. The research data collected from 46 retired officials of centre office Pelabuhan Indonesia I in Medan. The research result shows that retired state company officials have economy activities in formal and informal field. They have house good for lived, good in social interaction and environment, and have two income resources are the company and new economy activity. Keywords: welfare, happiness
Pendahuluan Kemajuan zaman yang diiringi dengan kemajuan teknologi memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap generasi tua. Teknologi maju telah menciptakan ribuan pekerjaan baru yang menuntut pendidikan dan keahlian, tetapi teknologi maju juga membatasi dan menurunkan kebutuhan ribuan pekerjaan yang membutuhkan keahlian rendah. Salah satunya adalah pekerja tua. Pekerja tua cenderung memiliki pendidikan dan keahlian yang terbatas dan keahlian mereka mungkin tidak sesuai dengan industri modern, sehingga para pekerja tua sering menjadi hasil penolakan dari pasar tenaga kerja. Hal ini dikarenakan para pekerja tua dianggap sebagai manusia yang memiliki produktivitas yang rendah, bahkan sama sekali tidak produktif. Dari segi umur dan produktivitas, data yang ada menunjukkan bahwa menurut kelompok umur, mereka yang produktivitasnya rendah ditentukan di kelompok umur 60-64 tahun (www.depnaker.co.id). Ini menunjukkan bahwa pada umur tersebut kekuatan manusia mulai
berkurang untuk meneruskan aktivitas bekerja. Data di atas menunjukkan bahwa pada umur tertentu manusia akan mengalami penurunan produktivitas, penurunan produktivitas tersebut mengharuskan manusia untuk mengurangi, bahkan melepaskan keterlibatan diri dari berbagai pekerjaan. Di Indonesia, golongan karyawan merupakan salah satu faktor yang ikut menentukan di dalam gerak roda ekonomi bangsa. Jika diperhatikan pada saat ini, kecenderungan yang terjadi adalah semakin meningkatnya penduduk berusia 55 tahun ke atas dan meningkatnya batas umur produktif. Pada masa aktif bekerja karyawan memiliki jadwal kerja yang terencana dan ketat, menghabiskan waktu, tenaga dan pikiran untuk menyelesaikan pekerjaan dengan baik. Pekerjaan dilakukan untuk kemajuan karier dan perusahaan serta demi mendapatkan upah atau gaji guna memenuhi kebutuhan hidup. Setelah memasuki masa pensiun, aktivitas bekerja seorang karyawan akan berkurang, bahkan putus sama sekali. Setelah berhenti dari
Fahru Izhar adalah Staf di Centra Mitra Remaja Medan, Edward adalah Staf Pengajar Departemen Ilmu Kesejahteraan Sosial FISIP USU
151
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
pekerjaan, pensiunan akan kehilangan aktivitas kesehariannya. Tidak ada lagi rutinitas kerja yang padat dan terencana. Status dan peranan dalam lingkungan kerja pun ditinggalkan. Sebagian besar karyawan mengimpikan kebahagiaan di masa pensiunnya (adanya jaminan pendapatan dari berbagai sumber, seperti dana pensiun, jaminan sosial, tunjangan pribadi, dan lain-lain), tetapi hanya sebagian kecil yang mengalami hal itu. Sebagian lagi karyawan “tidak makmur” pada masa pensiunnya (Coleman, 1987: 253). Karyawan yang tidak makmur masa pensiunnya merasa khawatir menghadapi masa pensiun. Kekhawatiran ini semakin besar, ditambah lagi terdapatnya unsur pokok yang menjadikan dasar untuk tetap melakukan hubungan kerja. Pada umumnya, mengingat keadaan ekonomi dan tingkat ekonomi masyarakat tenaga kerja, pemutusan hubungan kerja karena usia lanjut tidaklah diterima dengan gembira (Poerwono, 1982: 150). Ditinjau secara harfiah, kesejahteraan (sejahtera) mempunyai arti “aman, sentosa, makmur atau selamat (terlepas dari sagala macam gangguan, kesukaran, dan sebagainya). Sedangkan istilah “sosial” menurut Dr. J. A Ponsion mempunyai dua arti yang berbeda, yaitu: 1. Sebagai suatu indikasi dari kehidupan bersama makhluk manusia, umpama dalam kebersamaan rasa, berpikir, bertindak dan dalam hubungan dengan manusia. 2. Sejak abad ke-19 istilah sosial mempunyai konotasi yang berbeda, lebih sentimental dan karena itu menjadi agak kabur, seperti istilah yang serupa yang dikaitkan dengan persoalan kemiskinan dan ketelantaran orang, sebagai contoh: pekerja sosial, pelayanan sosial, aksi sosial dan semacamnya (Coleman, 1987: 23). Dari konotasi ini, kemudian berkembang dalam segala arah yang bersangkut paut dengan pembaharuan masyarakat yang bertujuan menanggulangi kemiskinan dan ketelantaran. Permasalahan kesejahteraan sosial yang begitu luas dan kompleks telah menyebabkan timbulnya beraneka pemahaman konsepsi dan usaha perwujudan kesejahteraan itu dalam masyarakat setiap negara. Setiap negara mempunyai batasan pengertian sendiri tentang kesejahteraan sosial dan penggunaannya dipengaruhi oleh sejarah, nilai budaya dan faktor 152
lainnya yang hidup dan tumbuh dalam masyarakat tersebut. Dalam uraian ini akan dikutip beberapa definisi kesejahteraan sosial, yang dimaksudkan untuk mencari landasan yang jelas tentang pengertian kesejahteraan sosial. Secara umum yang dimaksud dengan “kesejahteraan sosial” adalah keadaan sejahtera, pada umumnya meliputi jasmani, rohani dan sosial. Menurut Walter A. Friedlander (dalam Nurdin, 1990: 26) mengatakan: “Kesejahteraan sosial adalah sistem yang terorganisir dari pelayanan-pelayanan sosial dan lembaga-lembaga yang bertujuan untuk membantu individu dan kelompok untuk mencapai standar hidup dan kesehatan yang memuaskan, dan relasi-relasi pribadi dan sosial yang memungkinkan mereka mengembangkan kemampuannya sepenuh mungkin dan meningkatkan kesejahteraan selaras dengan kebutuhan keluarga dan masyarakat.” Undang-Undang Dasar 1945 merumuskan bahwa perjuangan bangsa Indonesia antara lain bertujuan untuk mencapai kesejahteraan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia, karena itu setiap warga negara Indonesia berhak atas kesejahteraan sosial yang sebaik-baiknya. Agar kesejahteraan sosial itu dapat dicapai, maka setiap warga negara Indonesia berhak dan wajib menurut kemampuannya masing-masing untuk sebanyak mungkin ikut serta dalam usaha-usaha kesejahteraan sosial. Dalam penjelasan umum tentang Ketentuan-Ketentuan Pokok Kesejahteraan Sosial, yang dituangkan dalam Undang-Undang No. 6 Tahun 1974, bahwa setiap warga negara berhak hidup layak, bebas dari penindasan dan penghisapan, bebas dari kehinaan dan kemiskinan. Maka dalam hal ini usaha-usaha kesejahteraan sosial harus dilaksanakan oleh pemerintah dan seluruh masyarakat secara bersama-sama atas dasar kekeluargaan. Perkembangan perikehidupan sosial yang sehat akan tumbuh dari masyarakat itu sendiri, tanpa adanya paksaan dari luar. Sebaliknya pemerintah wajib memberikan pengarahannya serta menetapkan garis-garis kebijaksanaan yang diperlukan untuk mencapai sasaran-sasaran tertentu. Usaha-usaha kesejahteraan sosial itu mewujudkan sarana utama untuk secara
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
langsung dapat memperbaiki syarat-syarat kehidupan dan penghidupan rakyat, sehingga rakyat akan lebih mampu dan bersedia untuk aktif ikut serta dalam usaha-usaha pembangunan nasional. Oleh karena itu usaha-usaha kesejahteraan sosial tersebut perlu diselenggarakan sebagai bagian integral dari usaha-usaha pembangunan nasional ke arah mempertinggi taraf hidup seluruh rakyat Indonesia. Usaha kesejahteraan sosial merupakan usaha untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia. Elizabeth Nicholds mengemukakan empat dasar kebutuhan manusia, yaitu: kebutuhan akan kasih sayang, kebutuhan akan rasa aman, kebutuhan untuk mencapai sesuatu dan kebutuhan agar diterima dalam kelompok. Sedangkan Laird (dalam Ellinor, 1995: 217) menguraikan lima tingkat kebutuhan manusia sebagai berikut: 1. Kebutuhan untuk hidup 2. Kebutuhan merasa aman 3. Kebutuhan untuk bertingkah laku sosial 4. Kebutuhan untuk dihargai 5. Kebutuhan melakukan pekerjaan yang disenangi Pengelompokan lain yang cukup dikenal adalah dari Maslow, yaitu: 1. Kebutuhan-kebutuhan fisik (udara, air, makan dan sebagainya) 2. Kebutuhan akan rasa aman 3. Kebutuhan untuk disayangi dan menyayangi 4. Kebutuhan untuk penghargaan 5. Kebutuhan untuk aktualisasi diri dan bertumbuh (Maslow, 1982: 24). Oleh karena itu maka usaha kesejahteraan sosial merupakan usaha serta strategi untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan manusia, seperti kebutuhan-kebutuhan yang disebutkan di atas. Untuk mengatasi keadaan dan tingkat ekonomi dari tenaga kerja terlihat pemerintah menetapkan upah minimum yang cenderung naik setiap tahun. Sasarannya adalah paling sedikit cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup karyawan dan keluarganya. Seperti yang dikatakan Hadi Poerwono (1982: 5): “Kalau pada umumnya upah yang diterima buruh di Indonesia belum merupakan upah buruh, maka penghentian dari pekerjaan disertai dengan berkurangnya pendapatan dan terputusnya sumber hidup akan
menempatkan buruh dan keluarganya dalam penghidupan yang sangat sulit.” Gaji yang diterima pada masa aktif kerja pada umumnya cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup. Memasuki masa pensiun jumlah pendapatan yang diterima sejumlah karyawan mengalami pengurangan yang cukup besar. “.... Hanya sebagian kecil penduduk di Indonesia yang menerima tunjangan di hari tua, yaitu pegawai negeri dan sebagian kecil pegawai swasta. Untuk golongan ini pun pendapatan yang diterima tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.” (Simanjuntak, 1985: 16). Pada umumnya para karyawan pada Perusahaan Badan Usaha Milik Negara yang memasuki masa pensiun mendapatkan penghasilan yang jauh lebih rendah dibandingkan pada masa aktif bekerja. Pada masa aktif bekerja gaji yang diterima disesuaikan dengan golongan dan jabatan pada perusahaan yag bersangkutan, sedangkan pada masa pensiun, gaji yang diterima oleh karyawan disesuaikan pada tingkat golongan di kalangan pegawai negeri (Peraturan Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan dan Pengerukan, 2001). Pendapatan yang rendah tersebut dapat dikatakan cukup untuk memenuhi kebutuhan hidup apabila ada penambahan dari berbagai sumber dana seperti dana pensiun, jaminan sosial, tabungan pribadi, dan lain-lain. Akan tetapi hanya sebagian kecil yang dari mereka mengalami hal itu. Ada beberapa perusahaan yang hanya memberikan gaji tanpa ada penambahan sumber dana lain kepada karyawannya yang memasuki masa pensiun. Permasalahan dari segi lain adalah faktorfaktor sosial-ekonomis. Bagaimanapun pemutusan hubungan kerja akan membuat perubahan-perubahan kemasyarakatan dan ekonomis dari karyawan yang bersangkutan. Tidak semua karyawan yang telah lanjut usianya telah selesai dengan tugas kemasyarakatannya, misalnya menyiapkan anak-anaknya menjadi anggota masyarakat sepenuhnya. Pemutusan hubungan kerja akan mempengaruhi tugas kemasyarakatannya. Juga, tidak semua karyawan karena mencapai usia lanjut berkurang kebutuhan hidupnya. Berkurang atau berhentinya hasil-hasil yang diterima setelah terjadinya pemutusan hubungan kerja akan mempengaruhi juga kehidupannya (Poerwono, 1982: 150).
153
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti tertarik untuk meneliti lebih lanjut mengenai tingkat kesejahteraan pekerja pada masa pensiun. Oleh sebab itu peneliti akan meneliti mengenai Analisis Tingkat Kesejahteraan Pensiunan pada Kantor Pusat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan. Menurut Undang-Undang No. 11 Tahun 1969 tentang Pensiun Pegawai dan Pensiun Janda/Duda Pegawai, pensiun adalah pemberhentian dengan hormat kepada pegawai atau karyawan yang telah mencapai batas ketentuan usia dan masa kerja sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Beberapa ahli sosiologi mencoba memahami tahap-tahap kehidupan setiap manusia. Adapun tahap-tahap tersebut adalah: 1. Tahap Masa Mempersiapkan Pensiun (preretirement) Tahapan ini adalah masa persiapan hingga sampai tibanya masa pensiun yang sesungguhnya. Di kalangan instansi pemerintah tahapan ini dikenal dengan Masa Persiapan Pensiun (MPP). Tahapan ini dibedakan atas dua, yaitu: a. Tahap Jauh (Remote) Pada tahap ini karyawan berada di beberapa tahun sebelum tibanya masa pensiun. Suatu kenyataan adalah tidak ada karyawan yang ingin lebih awal untuk pensiun, dan tidak ada karyawan yang tetap bekerja terus sampai mati. Di dalam pikiran karyawan telah terlintas pikiran bahwa akan tiba saatnya bagi mereka untuk keluar dari tempat bekerja. Dengan demikian antisipasi dan penyesuaian diri terhadap masa pensiun dilakukan. b. Tahap Dekat (Near) Di tahap ini, karyawan berada di mana tibanya masa pensiun, karyawan merasa teman-teman di sekeliling memandangnya dalam perspektif jangka pendek. Beberapa pekerjaan dikurangi, adakalanya diminta untuk melatih/membimbing penggantinya. 2. Peristiwa Pensiun a. Tahap Bulan Madu (Honeymoon) Tahap ini terjadi setelah pensiunan memasuki masa pensiun. Pada tahap ini pensiunan merasakan masa pensiun sebagai suatu masa yang menyenangkan, meraih kebebasan untuk mengisi 154
waktunya dengan hal-hal yang digemari. Biasanya pensiunan akan melakukan aktivitas liburan dan bepergian. b. Tahap Kesengsaraan (Disenchantment) Tidak semua pensiunan melewati tahap ini. Hanya mereka yang tidak mempersiapkan diri yang biasanya mengalami tahap ini. Setelah tahap bulan madu mulai membosankan, banyak pensiunan yang mengalami kekecewaan hidup depresi, “post power sidrom” dan merasa tidak punya apaapa lagi, ditambah dengan lingkungan sosial baru yang membuat pensiunan merasa asing. 3. Pensiun a. Tahap Reorientasi (Reorientation) Pada tahap ini pensiunan mulai mengadakan kaji ulang dan melakukan penyesuaian diri terhadap kehidupan yang baru. Bantuan yang diterima dari lingkungan sekitar dan lembagalembaga yang mempunyai program untuk itu. b. Tahap Stabilitas (Stability) Pada tahap ini, pensiunan mulai menyadari bahwa ia harus dapat menyesuaikan diri dengan gaya hidup dan peran-peran sosialnya yang baru. Pensiunan akan melakukan rutinitas kegiatan yang baru. 4. Akhir Pensiun (Termination) Tidak semua pensiunan mengalami tahap ini dikarenakan kematian. Di dalam tahap ini ditandai dengan semakin bertambahnya umur, kondisi fisik yang semakin lemah. Kegiatan rutin dalam tahap stabilitas berkurang yang berangsur-angsur lepas. Hidup yang tergantung pada orang lain atau lembaga. Pensiunan semakin dekat dengan kematiannya. Dari tahap-tahap pensiun di atas terlihat bahwa masa pensiun tidaklah datang secara tiba-tiba. Karena itu, sebenarnya dapat dilakukan berbagai persiapan yang direncanakan sebelum masa pensiun (Flippo, 1992: 285) Kelangsungan bekerja, untuk sebagian pensiunan merupakan hal yang tidak diinginkan lagi. Meskipun, mereka telah menyadari bahwa telah mencapai usia jauh di bawah batas produktivitasnya, bahkan
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
kadang-kadang telah segan untuk terus bekerja. Tetapi demi mempertahankan kelangsungan sumber penghidupan, mereka terpaksa mempertahankan untuk tetap bekerja. Dalam hal ini bagaimanakah potensi dan kemampuan karyawan yang bekerja setelah pensiun? Alsop dan Wojahn mengatakan kita tidak perlu menghilangkan bakat dan produktivitas karyawan dan rencana pensiun di masa depan. Mungkin terlalu dini tidak perlu membebani dengan peningkatan jam kerja penuh. Dengan menciptakan pemecahan seperti pilihan pekerjaan yang sebagian waktu atau kurang mementingkan fisik (Craig, 1984: 545). Hadi Poerwono mengatakan di dalam masyarakat bentuk-bentuk usaha di Indonesia kini tampak gejala-gejala untuk sedapat mungkin mempertahankan tenaga kerja lama, terlebih lagi dalam tugas-tugas pekerjaan yang memerlukan kemahiran dan keahlian. Bahkan tampak pula kecenderungan untuk menerima tenaga baru yang berasal dari perusahaan lain atau instansi pemerintah yang telah diberhentikan (Poerwono, 1982: 153). 5. Pendapatan Pensiunan Seperti yang telah diutarakan di atas bahwa kendala utama dari seorang karyawan untuk pensiun salah satunya adalah pendapatan. Di mana pendapatan akan mempengaruhi faktor-faktor yang lain seperti aktivitas bekerja, kebutuhan sandang dan pangan, biaya pengobatan, perlengkapan rumah, penampilan. Menurut David Popenoe dan Robert C. Athcly bahwa pendapatan pensiunan akan berkurang dengan tibanya masa pensiun. Umumnya sebesar setengah dari pendapatan mereka sebelum pensiun (Coleman, 1987: 256). Namun Grace Craig mengatakan untuk sebagian besar orang, pensiun tidaklah berarti benar-benar kehilangan secara ekonomis, tetapi dibutuhkan untuk hidup setengah dari pendapatan mereka terakhir. Berarti pensiunan harus belajar untuk hidup sesuai dengan pendapatan beberapa tahun sebelum pensiun. Biasanya pendapatan beberapa tahun sebelum pensiun merupakan titik puncak pendapatan masa kerja (Craig, 1984: 542).
Dengan adanya masalah yang dihadapi dalam hal pendapatan di masa pensiun, untuk sebagian besar pensiunan mengalami ketakutan. James Coleman mengatakan cukuplah beralasan bagi sebagian besar orang untuk takut mengenai keuangan (Coleman, 1987: 252). Untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, pensiunan mengandalkan dari satu atau beberapa sumber pendapatan. Menurut Bernard Benjamin rumah tangga pensiunan mengandalkan dari antara beberapa sumber yaitu pekerjaan, tabungan, sumber yang dimiliki, tunjangan jaminan sosial (Benjamin, 1987: 159). James Coleman dan Donald Cressey mengemukakan mayoritas terbesar dari orang tua menerima sebagian besar pendapatan mereka dari tunjangan jaminan sosial dan pensiun pribadi atau pemerintah (Coleman, 1987: 26). 6. Hubungan Antar-pribadi Pensiun Salah satu unsur yang mempengaruhi dalam masa pensiun adalah hubungan antarpribadi. Hubungan antar-pribadi merupakan gambaran dari status dan peranan seseorang. Hubungan antar-pribadi dalam masa pensiunan artinya adalah bagaimana pensiunan membawa diri dalam hubungan dengan orang lain, terutama dengan mereka yang hampir selalu berada di dekatnya. Robert C. Atchly mengatakan sebagian besar interaksi yang dihargai untuk sebagian besar usia lanjut adalah dengan anggota keluarganya, khususnya anak dewasa mereka. Keintiman antara anak dan orang tua dapat dilihat dalam beberapa cara. Pertama, jarak rumah anak dan rumah orang tua tidak lebih dari satu jam perjalanan. Dua, sering mengunjungi untuk melihat dan berbicara pada anak cucu. Tiga, orang tua sering memberi nasehat, hadiah, bahkan uang (Thio, 1986: 272). Pensiunan juga berhubungan dengan lingkungan sosialnya terutama dengan kelompok seumur. Logino, Mc Celland dan Peterson (dalam Thio, 1986: 275) mengatakan : “Ditemukan bukti bahwa usia lanjut lebih sering senang berinteraksi dengan orang tua lain. Usia lanjut berinteraksi dengan kelompok seumur
155
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
mereka daripada dengan orang-orang dari usia lain, membentuk orientasi kesadaran-kesadaran politis sebagai kelompok mereka sendiri, dan mengembangkan suatu kekuatan, gambaran diri yang lebih positif.”
Metode Penelitian Penelitian ini bersifat deskriptif. Dengan menggambarkan atau melukiskan keadaan objek penelitian berdasarkan fakta-fakta yang ada, yang dikumpulkan melalui penyebaran kuesioner dan wawancara. Adapun yang digambarkan dalam penelitian ini adalah gambaran beberapa faktor sosial dan ekonomi dari karyawan dalam masa pensiun. Gambaran pensiunan melakukan aktivitas bekerja, pendapatan pada waktu pensiun, hubungan pribadi yang dilakukan dan kondisi rumah tempat tinggal di masa pensiun. Lokasi penelitian dilakukan di Kantor Pusat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan dan pada alamat pensiunan yang dijadikan sampel penelitian, yaitu hanya para pensiunan yang berdomisili di Kota Medan. Populasi dari penelitian ini adalah seluruh pensiunan di Kantor Pusat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan, terhitung dari tahun 2000 – 2005, menurut data dari pihak Pelabuhan Indonesia adalah sebanyak 187 orang. Sampel adalah sebagian atau wakil populasi yang diteliti. Jika peneliti mempunyai beberapa ratus subjek dalam populasi, maka dapat ditentukan sampel sebesar 25 – 30% dari jumlah subjek tersebut (Suharsini, 2003: 125). Maka sampel yang diambil adalah 25% dari 187 orang, yaitu sebanyak 46 orang. Teknik yang digunakan dalam pengambilan sampel adalah dengan Teknik Purposive Sampling, di mana sampel dipilih berdasarkan pertimbangan-pertimbangan tertentu sesuai dengan variabel penelitian (Singarimbun, 1989: 155). Untuk menjaring data dari responden dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik sebagai berikut: memperoleh data sekunder, melalui studi kepustakaan yaitu penelitian yang dilakukan untuk mendapatkan data-data yang diperlukan dan diperoleh dari buku-buku, artikel, surat kabar, dan lain-lain sesuai dengan masalah yang diteliti. Memperoleh data primer dilakukan penelitian lapangan, yaitu suatu cara yang dilakukan dengan turun ke lapangan untuk
mengumpulkan data melalui wawancara yang juga dipandu dengan kuesioner dan observasi. Data yang dikumpulkan dianalisis secara deskriptif kualitatif, di mana pengolahan data dilakukan dengan manual. Data dikumpulkan dari hasil kuesioner dan wawancara, kemudian ditabulasikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan kemudian dianalisis. Data penelitian dianalisis berdasarkan perhitungan persentase dari setiap tabel. Dalam hal ini tidak dilakukan perhitungan yang bersifat uji statistik karena analisis ini hanya bersifat deskriptif.
Hasil Penelitian dan Pembahasan Dalam bagian ini, penulis mencoba menganalisis data-data yang diperoleh dari hasil kuesioner dan wawancara yang diajukan kepada responden, yaitu para pensiunan Kantor Pusat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan terhitung mulai 5 (lima) tahun terakhir yaitu dari tahun 2000 – 2005 yang berjumlah 187 orang, yang diwakili oleh 46 orang. Adapun data-data yang dianalisis dalam bab ini adalah: Tabel 1. Identitas Responden Berdasarkan Usia No 1 2 3
Usia 58 – 62 63 – 67 68 – 72 Jumlah
% 58,7 28,3 13,0
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data dari Tabel 1 di atas menunjukkan bahwa 27 responden (58,70%) berada pada kelompok usia 58 – 62 tahun, 13 responden (28,26%) berada pada kelompok usia 63 – 67 tahun, dan 6 responden (13,04%) berada pada kelompok usia 68 – 72 tahun. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa responden didominasi pada kelompok usia 58 – 62 tahun. Tabel 2. Identitas Responden Berdasarkan Jenis Kelamin No
Jenis Kelamin
F
%
1 2
Laki-laki Perempuan
41 5
89,1 10,9
46
100,0
Jumlah Sumber: Data Primer
156
F 27 13 6
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
Data temuan jenis seperti yang digambarkan pada Tabel 2 di atas bahwa responden laki-laki terdapat sebanyak 41 orang (89,13%) dan hanya 5 orang perempuan (10,87%). Responden laki-laki merupakan jumlah terbanyak dibandingkan dengan perempuan dari keseluruhan responden.
Tabel 5 menyajikan bahwa 100% dari responden mempunyai pendidikan formal. Responden yang mempunyai tingkat pendidikan tinggi sebanyak 21,74%. Responden yang mempunyai tingkat pendidikan SMU sebanyak 78,26%. Tabel 6. Identitas Responden Berdasarkan Kelas Terakhir
Tabel 3. Identitas Responden Berdasarkan Tahun Pensiun No No
Tahun Pensiun
F
%
1. 2.
2000 – 2002 2003 – 2005
3 43
6,5 93,5
46
100,0
Jumlah Sumber: Data Primer
Data temuan tahun pensiun dari responden menggambarkan bahwa 3 orang (6,52%) berada pada kelompok tahun pensiun 2000 – 2002, sedangkan sebanyak 43 orang (93,48%) responden berada pada kelompok tahun pensiun 2003 – 2005. Tabel 4. Identitas Responden Berdasarkan Masa Kerja No
Masa Kerja (tahun)
F
%
1 2
31 – 33 34 – 36
9 37
19,6 80,4
46
100,0
Jumlah Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 4 di atas menunjukkan bahwa masa kerja responden berkisar antara 31 tahun sebagai masuknya yang paling singkat dan 36 tahun sebagai masa kerja yang paling panjang. Masa kerja 35 tahun sebagai masa kerja yang paling banyak dijalani responden. Masa kerja 31 – 33 tahun (19,57%) merupakan masa kerja yang paling sedikit dijalani responden.
1 2 3
Tingkat Pendidikan Pendidikan Tinggi SMU SLTP SD Jumlah
F
%
10 36 -
21,7 78,3 -
46
100,0
%
1–5 6–9 10 - 16 Jumlah
2 14 30 46
4,4 30,4 65,2 100,0
Data pada Tabel 6 menyajikan kelas terakhir yang diduduki responden semasa aktif bekerja di PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan. Sebanyak 65,22% dari responden menjawab bahwa kelas terakhir pensiunnya adalah kelas 10 – 16. Responden yang menduduki kelas 6 – 9 sebanyak 30,43%. Responden yang menduduki kelas 1 – 5 sebanyak 4,35%. Tabel 7. Identitas Responden Berdasarkan Status Perkawinan No 1 2 3 4
Status Kawin Belum Kawin Cerai Janda Jumlah
F 45 1 46
% 97,8 2,2 100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa 98% responden masih didampingi pasangan perkawinannya. Hanya 2% dari responden yang tidak mempunyai pasangan perkawinannya lagi yaitu status janda. Tabel 8. Lama Persiapan Menghadapi Pensiun No
1 2 3 4
F
Sumber: Data Primer
Tabel 5. Identitas Responden Berdasarkan Pendidikan Terakhir No
Kelas
1 2 3 4
Waktu Sejak mulai bekerja 2-5 tahun < 2 tahun Tanpa persiapan Jumlah
F
%
3 22 16 5
6,5 47,8 34,8 10,9
46
100,0
Sumber: Data Primer Sumber: Data Primer
157
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
Di dalam menjawab pertanyaan tentang lama mengadakan persiapan untuk menghadapi masa pensiun ada beberapa variasi jawaban yang diberikan. Terdapat 16 responden (34,78%) menyatakan melakukan persiapan kurang dari 2 tahun sebelum masa pensiun, 22 responden (47,83%) menyatakan melakukan persiapan 2–5 tahun sebelum pensiun, 5 responden (10,87%) menyatakan melakukan persiapan setelah pensiun dimulai, dan 3 responden (6,52%) menyatakan melakukan persiapan jauh hari sebelum masa pensiun atau sejak mulai bekerja. Dari hasil wawancara dengan responden, yaitu Bapak Slamet A. Sumka, SE (55 tahun), Kelas: 12, Staf Ahli Bidang Administrasi dan Kesejahteraan SDM, beliau mengatakan bahwa sebagian besar responden melakukan persiapan pada Masa Persiapan Pensiun (MPP). Hal ini dilakukan karena pada Masa Persiapan Pensiun itulah responden baru benar-benar memikirkan masa pensiunnya. Tabel 9. Jenis Persiapan yang Dilakukan No 1 2 3
Jenis Persiapan
F
%
Menabung di bank Membeli tanah Membangun rumah
16 3 27
34,8 6,5 58,7
Jumlah
46
100,0
Tabel 10. Pendapat Umur Pensiun 56 Tahun No 1 2 3
Jumlah
F
%
45 1 -
97,8 2,2 -
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 10 di atas menunjukkan pendapat responden mengenai peraturan perusahaan yang menetapkan umur 56 tahun sebagai batas usia pensiun. Tabel tersebut menggambarkan bahwa ada 2 pendapat responden mengenai penetapan umur pensiun. Sebanyak 45 responden (97,83%) di antaranya menyatakan setuju dengan peraturan tersebut, sedangkan hanya 1 responden (2,17%) saja yang menyatakan tidak setuju. Sebagai pertimbangan, menurut hasil wawancara dengan responden, yaitu Bapak Slamet A. Sumka, SE (55 tahun), Kelas: 12, Staf Ahli Administrasi dan Kesejahteraan SDM, beliau mengatakan bahwa batas usia pensiun tersebut tergantung dari kondisi kesehatan karyawan. Jika kondisi kesehatan mereka tidak memungkinkan untuk pensiun pada usia yang telah ditetapkan, mereka dapat mengajukan pensiun dipercepat atau pensiun muda dengan alasan kesehatan. Tabel 11. Perasaan Menjelang Pensiun
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 9 di atas menunjukkan bahwa 16 responden (34,78%) melakukan persiapan menabung di Bank untuk mempersiapkan masa pensiunnya, 3 responden (6,52%) membeli tanah, dan sebanyak 27 responden (58,70%) melakukan persiapan untuk rumah tempat tinggal. Tetapi persiapan yang paling dini yang dilakukan oleh responden adalah rumah tempat tinggal, sesuai dengan hasil wawancara dengan responden, yaitu Bapak Drs. Ridwan Kadri (58 tahun), Kelas: 10, pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, beliau menyatakan bahwa rumah tempat tinggal lebih dini dipersiapkan. Hal ini terjadi karena, ada responden yang pada awal bekerja, tinggal beberapa lama di rumah perusahaan sebelum pindah ke rumah sendiri.
Jawaban Responden Setuju Kurang setuju Tidak setuju
No 1 2 3
Jawaban Responden Gelisah/takut Biasa-biasa saja Gembira Jumlah
F
%
4 36 6
8,7 78,3 13,0
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 11 di atas menunjukkan bahwa 4 responden (8,70%) memiliki perasaan gelisah/takut menjelang pensiun. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, hal ini terjadi karena mereka merasa belum memiliki persiapan yang matang untuk menghadapi masa pensiun. Terutama bagi responden yang pada masa aktif bekerja menempati rumah dinas dari perusahaan lengkap dengan fasilitasnya. Tabel di atas juga menunjukkan bahwa sebanyak 36 responden (78,26%) memiliki
158
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
perasaan biasa-biasa saja, karena mereka tidak terlalu menghiraukan masa pensiun, dengan alasan masa pensiun dapat dipikirkan nanti setelah pensiun itu tiba. Sedangkan terdapat sebanyak 6 responden (13,04%) memiliki perasaan gembira menjelang datangnya masa pensiun. Hal ini dikarenakan oleh anggapan mereka akan segera bebas dari rutinitas seharihari di kantor yang menurut mereka sangat melelahkan, baik fisik maupun pikiran. Perasaan tersebut terutama dijumpai pada responden yang sewaktu aktifnya memegang jabatan penting di perusahaan atau yang menduduki kelas 1–5. Tabel 12. Keikutsertaan dalam Program Persiapan Pensiun dari Perusahaan No 1 2
Jawaban Responden Mengikuti Tidak mengikuti Jumlah
F
%
46 -
100,0 -
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 12 di atas menunjukkan keikutsertaan responden dalam program persiapan pensiun dari perusahaan. Seluruh responden 100% menyatakan bahwa mereka mengikuti Program Persiapan Pensiun yang diselenggarakan oleh perusahaan. Hal itu berarti seluruh responden menyadari betapa pentingnya persiapan untuk menghadapi dan menjalani masa pensiun. Tabel 13. Kegiatan pada Masa Persiapan Pensiun (MPP) No 1 2 3
F
%
Santai di rumah Mempersiapkan diri Rekreasi
Kegiatan
11 27 8
23,9 58,7 17,4
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 13 di atas menunjukkan kegiatan-kegiatan apa yang dilakukan responden pada Masa Persiapan Pensiun (MPP). Jawaban responden terdapat 3 variasi, yaitu santai di rumah, mempersiapkan masa pensiun, dan melakukan rekreasi. Pada tabel di atas terdapat 11 responden (23,91%) melakukan kegiatan pada masa persiapan pensiun dengan santai di rumah saja, 27 responden (58,70%) menyatakan
mengisi masa persiapan pensiun dengan mempersiapkan segala sesuatu untuk masa pensiun seperti membangun rumah dan mencari peluang usaha. 8 responden (17,39%) menyatakan mengisi masa persiapan pensiun dengan melakukan rekreasi. Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, yaitu Bapak Martumpal Lumbangaol, SE (56 tahun) Kelas: 10, dan Bapak Drs. Ridwan Kadri (58 tahun) Kelas : 10, pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, mengatakan bahwa rekreasi dapat mereka lakukan karena mereka telah mempersiapkan hal-hal yang penting untuk masa pensiun sejak beberapa tahun setelah bekerja. Tabel 14. Perasaan pada Minggu Pertama Pensiun No 1 2 3
Jawaban Responden
F
%
Gembira Biasa-biasa saja Gelisah dan bingung
4 35 7
8,7 76,1 15,2
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 14 di atas menunjukkan bahwa pada minggu-minggu pertama masa pensiun, 4 responden (8,69%) menyatakan gembira, karena seperti yang telah disebutkan bahwa mereka telah terbebas dari rutinitas pekerjaan yang melelahkan, 35 responden (76,09%) menyatakan biasa-biasa saja, dan 7 responden (15,22%) menyatakan gelisah dan bingung, karena mereka tidak tahu apa yang harus dikerjakan selanjutnya untuk mengisi hari-hari pensiun dan mengatasi masalah keuangan. Tabel 15. Kegiatan yang Dilakukan pada Masa Pensiun No 1 2 3
Kegiatan
F
%
Santai di rumah Keagamaan Menyalurkan hobi
3 17 26
6,5 37,0 56,5
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 15 di atas menunjukkan bahwa 3 responden (6,52%) hanya santai di rumah, 17 responden (36,96%) menyatakan mengisi hari-hari pensiun dengan mengikuti kegiatan-kegiatan keagamaan, dan 26 responden
159
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
(56,52%) mengisi hari-hari pensiun dengan menyalurkan hobi mereka, seperti bercocok tanam, beternak dan berkebun, di mana kegiatan tersebut hanya sebatas untuk menyalurkan hobi dan mengisi waktu luang, bukan sebagai sumber pendapatan.
F
%
formal setelah mereka pensiun (misalnya bekerja di kantor dan lain-lain). Berdasarkan hasil wawancara dengan responden, yaitu Bapak Drs. Ridwan Kadri (58 tahun), Kelas: 10, pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, mengatakan bahwa pada umumnya para pensiunan sudah jenuh dengan rutinitas di kantor, dan ingin beristirahat sambil menikmati hari tua. Mereka hanya bekerja di sektor informal yang mana tidak membutuhkan terlalu banyak tenaga dan tidak terikat dengan waktu.
Bekas teman sekerja Warga sekitar rumah Anggota keluarga
8 16 22
17,4 34,8 47,8
Tabel 18. Keterampilan/Keahlian Khusus yang Dimiliki
Jumlah
46
100,0
Tabel 16. Rekan Berinteraksi Sosial Sehari-hari No
Jawaban Responden
1 2 3
No
Sumber: Data Primer
Data dari Tabel 16 di atas menunjukkan bahwa untuk menjalani hari-hari pensiun, responden perlu berinteraksi. Sebanyak 8 responden (17,39%) lebih banyak melakukan interaksi dengan bekas teman sekerjanya, 16 responden (34,78%) melakukan interaksi sosial lebih banyak dengan warga masyarakat sekitar tempat tinggal, sedangkan 22 responden (47,83%) lebih banyak melakukan interaksi sosial sehari-hari dengan anggota keluarganya di rumah, seperti dengan istri, anak dan cucu. Aspek ini memainkan peran yang sangat penting dan menentukan dalam kehidupan masa pensiun. Berinteraksi sosial bagi pensiunan artinya adalah bagaimana pensiunan membawa diri dalam hubungan dengan orang lain, terutama dengan mereka yang hampir selalu berada di sekitarnya, dengan pasangan, dengan anggota keluarga lainnya, dengan teman serta dengan masyarakat sekitar. Bagaimanapun juga, dalam pensiun kemungkinan besar lebih dari separuh waktu akan dijalani dengan pasangan.
1 2 3 4
1 2
Jawaban Responden Ya Tidak Jumlah
Keterampilan
%
7 2 13 24
15,2 4,4 28,3 52,1
Jumlah
46
100,00
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 18 di atas menggambarkan tentang keterampilan/keahlian khusus yang dimiliki oleh responden. Dari tabel di atas juga dapat dilihat bahwa 7 responden (15,22%) menyatakan mereka mempunyai keterampilan dibidang elektronik, 2 responden (4,35%) mempunyai keterampilan di bidang otomotif, 13 responden (28,26%) mempunyai keterampilan di bidang pertanian dan 24 responden (52,17%) tidak mempunyai keterampilan khusus. Walaupun sebagian dari mereka mempunyai keahlian khusus di bidang tertentu, yang jika dimanfaatkan akan sangat membantu, tetapi seperti yang telah dijelaskan pada tabel sebelumnya bahwa mereka tidak ingin bekerja kembali dengan alasan faktor usia dan hanya ingin beristirahat dan menikmati masa pensiun.
Tabel 17. Apakah Setelah Pensiun Bekerja Kembali dalam Sektor Formal No
F
Bidang elektronik Bidang otomotif Bidang pertanian Tidak ada
Tabel 19. Jumlah Uang Pensiun per Bulan
F
%
No
46
100,0
1 2
46
100,0
Jumlah (Rp) 500.000– 1.000.000 > 1.000.000,00 Jumlah
F
%
44 2
95,6 4,4
46
100,0
Sumber: Data Primer
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 17 di atas dapat diketahui bahwa seluruh responden (100%) tidak ada yang bekerja kembali dalam sektor
Data pada tabel di atas menunjukkan bahwa sebanyak 2 responden (4,35%) yang mendapatkan uang pensiun per bulannya di atas Rp 1.000.000,00. Mereka adalah yang pada
160
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
masa aktif bekerjanya menduduki kelas 1 – 5. Sedangkan selebihnya sebanyak 44 responden (95,65%) mendapatkan uang pensiun per bulannya Rp 500.000,00 – 1.000.000,00. Uang merupakan syarat yang akan menopang kehidupan para pensiunan beserta keluarga. Jadi uang merupakan salah satu sumber kehidupan, tetapi sumber ini pasti akan habis. Oleh sebab itu sudah semestinya pensiunan memiliki sumber keuangan lain dalam masa pensiun, seperti tabungan, deposito, investasi dan sebagainya. Berdasarkan wawancara dengan responden, yaitu Bapak Binsar Marupa Sibuea (58 tahun), Kelas: 11, pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, beliau mengatakan selain uang pensiun per bulannya, mereka mendapat bantuan keuangan dari sumber lain. Tabel 20. Pendapatan dari Sumber Lain No 1 2 3 4
Sumber Keuangan Bantuan anak Dana pensiun Sewa rumah Angkutan kota Jumlah
F
%
34 5 5 2
73,9 10,9 10,9 4,4
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 20 di atas menunjukkan bahwa selain uang pensiun per bulannya, responden juga memiliki pendapatan dari sumber lain. Sebanyak 34 responden (73,91%) memiliki pendapatan lain dari bantuan anak setiap bulannya, 5 responden (10,87%) memiliki pendapatan lain dari uang pensiun suami/istrinya, 5 responden (10,87%) memiliki pendapatan lain dari hasil penyewaan rumah, dan sebanyak 2 responden (4,35%) memiliki pendapatan lain dari hasil angkutan kota yang dimilikinya. Berdasarkan wawancara dengan responden, yaitu Bapak Martumpal Lumbangaol, SE (56 tahun), Kelas: 10, dan Bapak Drs. Ridwan Kadri (58 tahun), Kelas: 10, pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, mengatakan bahwa mereka senang dengan adanya pendapatan lain ini, yang dapat menunjang pendapatan selain uang pensiun.
Tabel 21. Jumlah Pengeluaran Rumah Tangga per Bulan No 1 2 3
Jumlah (Rp)
F
%
100.000 – 500.000 500.000 – 1.000.000 1.000.000 keatas
37 9
80,4 19,6
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Pada Tabel 21 di atas dapat dilihat berapa besarnya jumlah pengeluaran responden ratarata per bulan, 37 responden (80,43%) menyatakan bahwa mereka memiliki pengeluaran Rp 500.000,00 – 1.000.000,00 per bulan, dan 9 responden (19,57%) menyatakan mereka memiliki pengeluaran rumah tangga Rp 1.000.000,00 ke atas. Dapat kita lihat dari data terdahulu, dapat ditarik kesimpulan bahwa semakin besar pendapatan responden maka semakin besar pula pengeluarannya, karena semakin banyak kebutuhannya. Tabel 22. Status Kepemilikan Rumah Tempat Tinggal No 1 2
Status Milik sendiri Kontrak / sewa Jumlah
F
%
43 3
93,5 6,5
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 22 di atas menunjukkan bahwa seluruh responden telah memiliki rumah tempat tinggal pada masa pensiun dengan berbagai status. Dapat dilihat bahwa 43 responden (93,48%) menyatakan bahwa status kepemilikan rumah mereka adalah milik sendiri, yang telah mereka beli sebelum mereka pensiun, 3 responden (6,52%) menyatakan bahwa status kepemilikan rumah mereka adalah kontrak/sewa, karena berdasarkan hasil wawancara dengan responden, yaitu Bapak Martumpal Lumbangaol, SE (56 tahun), Kelas: 10, dan Bapak Drs. Ridwan Kadri (58 tahun), Kelas: 10, pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, mereka lebih mementingkan biaya pendidikan anak-anak mereka yang cukup tinggi.
161
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
Tabel 23. Tipe Rumah yang Dimiliki No 1 2 3
Bentuk
F
%
Permanen Semi permanen Permanen bertingkat
33 2 11
71,7 4,4 23,9
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Dari data pada tabel di atas dapat dilihat terdapat bentuk-bentuk rumah responden, seperti permanen, semi permanen dan permanen bertingkat. Sebanyak 33 responden (71,74%) memiliki rumah permanen, 2 responden (4,35%) memiliki rumah semi permanen dan sebanyak 11 responden (23,91%) memiliki rumah permanen bertingkat. Rumah tempat tinggal setelah pensiun merupakan salah satu unsur pokok yang mempengaruhi kesejahteraan diri. Rumah tempat tinggal pada dasarnya tempat yang paling banyak waktu untuk menghabiskan sisa hidupnya. Terlebih bagi pensiunan yang tidak beraktivitas bekerja kembali. Rumah tempat tinggal erat hubungannya dengan kondisi pendapatan sebelum ataupun setelah pensiun. Beberapa hal yang dipertimbangkan di dalam menentukan rumah tempat tinggal. Sebagian besar rumah yang dibutuhkan usia lanjut adalah jarak ke pelayanan, dekat dengan fasilitas kesehatan, pusat hiburan, pasar, transportasi, relatif aman dari tindakan kriminal, yang dapat mengembangkan dan melanjutkan minat dan pengalaman mereka. Tabel 24. Luas Rumah yang Dimiliki No 1 2 3
Luas (m²)
F
%
50 – 100 m² 100 – 150 m² > 150 m²
4 10 32
8,7 21,7 69,6
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 24 di atas menunjukkan bahwa 4 responden (8,70%) memiliki luas rumah 50 – 100 m2, 10 responden (21,74%) memiliki luas rumah 100 – 150 m², dan sebanyak 32 responden (69,56%) memiliki luas rumah di atas 150 m². Menurut responden, dari hasil wawancara ada sebagian rumah yang sudah dimodifikasi dari bentuk awalnya sehingga jauh lebih besar. Responden yang 162
memiliki luas rumah cukup besar menyatakan bahwa mereka sangat kesepian karena satu per satu anak mereka mulai meninggalkan rumah untuk membina rumah tangga yang baru (menikah). Tetapi sebagian responden ada yang menyewakan rumah mereka dan tinggal bersama anak mereka yang sudah menikah. Hal ini dilakukan untuk menekan biaya hidup masa pensiun. Tabel 25. Luas Halaman yang Dimiliki No 1 2 3
Luas (m²) 500 – 1000 m² 1000 – 1500 m² > 1500 m² Jumlah
F
%
12 31 3
26,1 67,4 6,5
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data di atas menunjukkan bahwa mayoritas responden memiliki halaman rumah yang cukup untuk dikatakan sebagai tepat tinggal yang layak. Dapat diketahui bahwa 12 responden (26,09%) memiliki luas halaman 500 – 1000 m², 31 responden (67,39%) memiliki luas halaman 1000 – 1500 m², dan sebanyak 3 responden (6,52%) memiliki luas halaman rumah di atas 1500m². Menurut responden, luas tanah yang mereka miliki ada yang berasal dari warisan orang tua dan ada yang memang khusus dibeli untuk masa pensiun. Selain memiliki tanah untuk rumah, ada beberapa responden yang memiliki tanah diluar tempat tinggal mereka, yang dijadikan sebagai kebun atau sawah. Tabel 26. Alat Penerangan Rumah No 1 2
F
%
PLN PLN dan genset
Alat Penerangan
44 2
95,6 4,4
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Untuk alat penarangan rumah, seluruh responden sudah berlangganan dengan PLN, hal ini terlihat dari sebanyak 44 responden (95,65%). Sedangkan sebanyak 2 responden (4,35%) memiliki mesin penbangkit listrik sendiri, dengan alasan sebagai sumber listrik cadangan jika PLN melakukan pemadaman aliran listrik di permukiman mereka.
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
Tabel 27. Sumber Air yang Digunakan No 1 2
F
%
Air PDAM Sumur bor
Sumber Air
46 -
100,0 -
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Keseluruhan dari responden telah menggunakan sumber air yang berasal dari PDAM, hal ini terlihat dari data pada Tabel 27 di atas. Mereka menggunakan sumber air tersebut dengan alasan lebih bersih.
(80,43%) menyatakan hal tersebut. Sedangkan 9 responden (19,57%) lebih sering ke tempattempat rekreasi sebagai tujuan perjalanan atau rekreasi. Alasan mereka lebih memilih ke rumah anak atau famili adalah di sana mereka dapat bertemu dengan anggota keluarga mereka, terutama dengan cucu-cucu mereka. Sedangkan bagi mereka yang memilih tempat-tempat rekreasi sebagai tujuan perjalanan dengan alasan di sana mereka dapat menikmati suasana yang tidak mereka dapatkan di rumah, melihat pemandangan indah, menghirup udara segar, merupakan sesuatu yang mereka idamkan. Tabel 30. Frekuensi Memeriksakan Kesehatan
Tabel 28. Frekuensi Rekreasi No No 1 2 3
Jawaban Responden Sering Kadang-kadang Tidak pernah Jumlah
F
%
11 35 -
23,9 76,1 -
46
100,0
Sumber: Data Primer
Rekreasi merupakan hal yang sangat penting dalam menjalani hidup. Dengan melakukan perjalanan atau rekreasi dapat menenangkan pikiran, jiwa dan perasaan seseorang. Dari data pada Tabel 28 di atas dapat dilihat 11 responden (23,91%) menyatakan sering melakukan perjalanan, 35 responden (76,09%) menyatakan kadang-kadang/jarang melakukan perjalanan, dan tidak satupun responden yang menyatakan tidak pernah melakukan perjalanan/rekreasi. Menurut responden yang jarang melakukan perjalanan/rekreasi, hal ini dikarenakan dalam usaha untuk menekan biaya hidup. Tabel 29. Tujuan Perjalanan/Rekreasi No 1 2
F
%
Tempat rekreasi Rumah anak/famili
Tujuan
9 37
19,6 80,4
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Perjalanan ke rumah anak atau ke rumah famili merupakan tujuan yang paling banyak ditempuh oleh para responden, hal ini terlihat pada Tabel 29, sebanyak 37 orang responden
1 2 3
Jawaban Responden Sering Kadang-kadang Tidak pernah Jumlah
F
%
36 8 2
78,3 17,4 4,3
46
100,0
Sumber: Data Primer
Bagi pensiunan yang memiliki gangguan kesehatan berat maupun ringan pasti selalu memeriksakan kesehatan mereka secara berkala. Apalagi di usia mereka yang tergolong lanjut ini, tubuh mereka dapat mudah terserang penyakit. Untuk itu pemeriksaan kesehatan sangatlah penting. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 30, 36 responden (78,26%) menyatakan sering memeriksakan kesahatan mereka, walaupun tidak ada gejala-gejala penyakit tertentu yang mereka alami. Sedangkan 8 responden (17,39%) menyatakan kadangkadang/jarang memeriksakan kesehatan, mereka hanya memeriksakan diri jika sudah mengalami suatu gejala penyakit tertentu. Berdasarkan data pada tabel di atas juga hanya 2 responden (4,35%) yang tidak pernah memeriksakan kesehatannya dengan alasan kesehatan mereka sudah cukup baik. Tabel 31. Tempat Pemeriksaan Kesehatan/Berobat No 1 2 3
Tempat
F
%
RS Perusahaan RS Swasta RS Pemerintah
37 3 6
80,4 6,5 13,1
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
163
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
Berhubung para pensiunan masih diberikan fasilitas pengobatan gratis, maka berdasarkan Tabel 31 di atas, poliklinik/rumah sakit perusahaan masih merupakan pilihan utama sebagai tempat untuk melakukan pemeriksaan kesehatan/berobat, hal ini terlihat pada data di atas sebanyak 37 responden (80,43%) memilih poliklinik/rumah sakit perusahaan sebagai tempat pemeriksaan kesehatan, 3 responden (6,52%) memilih rumah sakit swasta dan 6 responden (13,04%) memilih rumah sakit pemerintah sebagai tempat untuk memeriksakan kesehatan atau berobat. Responden yang memilih rumah sakit swasta beralasan bahwa di sana kualitas pengobatannya lebih baik, sedangkan responden yang memilih ke rumah sakit pemerintah beralasan di sana biaya lebih murah dengan kualitas yang tidak kalah dibandingkan rumah sakit swasta. Tabel 32. Jenis Pemeriksaan yang Dilakukan No 1 2 3
Jenis Pemeriksaan Gula darah Tekanan darah Kolesterol Jumlah
F
%
26 12 8
56,5 26,1 17,4
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 32 di atas menunjukkan bahwa 26 responden (56,52%) memeriksakan kadar gula dalam darah mereka, 12 responden (26,09%) memeriksakan tekanan darah mereka, dan 8 responden (17,39%) memeriksakan kadar kolesterol dalam darah mereka. Hal ini membuktikan bahwa tingkat kesadaran akan kesehatan pada diri pensiunan sudah cukup tinggi. Tabel 33. Jenis Penyakit yang Diderita No 1 2 3 4
F
%
Diabetes Tekanan darah tinggi Kolesterol tinggi Tidak ada penyakit
Jawaban Responden
11 8 4 23
23,9 17,4 8,7 50,0
Jumlah
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 33 menunjukkan bahwa 11 responden (23,91%) mengidap penyakit diabetes, 8 responden (17,39%) mengidap 164
penyakit tekanan darah tinggi, 4 responden (8,70%) menyatakan tingkat kolesterol tinggi, dan 23 responden (50,00%) menyatakan kondisi kesehatan mereka cukup baik. Tabel 34. Apakah Sudah Merasa Bahagia pada Masa Pensiun No 1 2 3
Jawaban Responden Bahagia Kurang bahagia Tidak bahagia Jumlah
F
%
39 7 -
84,8 15,2 -
46
100,0
Sumber: Data Primer
Data pada Tabel 34 di atas menunjukkan bahwa 39 responden (84,78%) menyatakan bahagia pada masa pensiun, bahagia di sini artinya tidak mengalami gangguan, baik fisik, keuangan maupun gangguan dalam bersosialisasi. Sebanyak 7 responden (15,22%) menyatakan masa pensiun mereka kurang bahagia, dikarenakan masalah keuangan dan kesehatan.
Kesimpulan Berdasarkan analisis data yang telah diuraikan, maka dapat diambil beberapa kesimpulan yaitu: 1. Pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I lima tahun terakhir yaitu dari tahun 2000 – 2005, berdasarkan hasil penelitian lebih didominasi oleh kaum pria, mayoritas beragama islam, berstatus menikah, berusia antara 58 – 62 tahun dan mempunyai masa kerja rata-rata 35 tahun. 2. PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I sebagai perusahaan pengelola pelabuhan aktif memberikan perhatian yang besar terhadap kesejahteraan karyawannya pada masa pensiun. Hal ini terbukti dengan adanya Masa Persiapan Pensiun sebagai masa latihan untuk menghadapi pensiun. 3. Persiapan masa pensiun sedini mungkin sangatlah penting, jika pensiunan ingin menikmati masa pensiun yang bahagia, dalam arti menjalani masa pensiun tanpa adanya sesuatu yang dirisaukan. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, 48% pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia di Medan telah melakukan persiapan 2 – 5 tahun sebelum pensiun.
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
4. Dimasa pensiun, pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I di Medan tidak melakukan aktivitas bekerja kembali pada suatu instansi ataupun lembaga formal. Hal ini dibuktikan dengan hasil penelitian bahwa tidak ada seorangpun pensiunan yang bekerja kembali. Mereka hanya beraktivitas untuk menyalurkan hobi dan mengisi waktu luang, seperti berkebun, bercocok tanam, beternak dan kegiatan lain yang sifatnya non-profit. 5. Uang merupakan salah satu syarat yang akan menopang kehidupan para pensiunan. Jadi uang merupakan sumber kehidupan pensiunan dan sebagaimana yang kita ketahui sumber dapat habis, karena itu perlu pengelolaan yang baik. Dalam masa pensiun, pensiunan harus memiliki sumber keuangan lain seperti dana bantuan dari anak, dana pensiun pasangannya (bagi pasangan yang bekerja) dan hasil usaha mereka lainnya. 6. Kehidupan seseorang dalam masa pensiun sangat dipengaruhi oleh kondisi kesehatan fisik dan mentalnya. Akan tetapi sebagaimana kita ketahui bahwa kondisi kesehatan bersifat dinamis bukan statis, jadi kesehatan seseorang itu, terutama yang berusia 50 tahun keatas, semakin menurun dan renta terhadap penyakit. Hasil penelitian membuktikan bahwa tingginya kesadaran pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I akan kondisi kesehatannya. Sebanyak 50% pensiunan tidak memiliki penyakit tertentu. Mereka sering memeriksakan kesehatan, tetapi hanya sebatas pemeriksaan bukan pengobatan. 7. Sikap positif sangat diperlukan terutama ketika seseorang menghadapi masa pensiun dan dalam kehidupannnya masa pensiun itu sendiri. Mereka yang bisa meraih usia 56 tahun dan pensiun haruslah disyukuri dan mencintai apa yang dimiliki. Mencintai apa yang dimiliki artinya selalu menjaga dan memeliharanya, tidak ada yang disia-siakan. Dengan demikian seseorang akan lebih mudah memandang segala sesuatunya lebih positif, lebih konstruktif artinya mengarah kesegi yang bermanfaat dan bermakna. Pandangan dan sikap positif sangat berguna dalam memandang dan merencanakan hari esok, dalam manjalani masa pensiun. 8. Rumah tempat tinggal setelah pensiun merupakan salah satu unsur pokok yang
mempengaruhi kesejahteraan diri. Rumah tempat tinggal pada dasarnya tempat yang paling banyak waktu untuk menghabiskan sisa hidup. Rumah tempat tinggal erat hubungannya dengan kondisi pendapatan sebelum ataupun sesudah pensiun. Hasil penelitian membuktikan pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I telah memiliki rumah sebelum mereka pensiun, 72% responden memiliki rumah permanen, 24% responden memiliki rumah permanen bertingkat dan hanya 4% responden yang memiliki rumah semi permanen. 9. Hubungan antarpribadi (interaksi sosial), aspek ini memainkan peran yang sangat penting dan menentukan dalam kehidupan masa pensiun. Interaksi sosial artinya di sini adalah bagaimana pensiunan membawa diri dalam hubungan dengan orang lain, terutama dengan mereka yang di sekitar orang yang ada di sekitar lingkungannya. Pensiunan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, berdasarkan hasil penelitian, persentase terbesar 48%, lebih sering berinteraksi dengan keluarga mereka. 10. Mereka yang berhasil menjalani masa pensiun yang bermakna dan bahagia karena mereka mempunyai tekad dan berupaya dengan sungguh-sungguh. Mereka mempunyai kemampuan untuk belajar terutama dari pengalaman orang lain, memperoleh gagasan dan informasi dari berbagai sumber, menganalisisnya, memanfaatkan peluang yang mereka jumpai, meyesuaikan dengan situasi dan kondisi, menyusun menjadi suatu rencana masa pensiun lalu mengaplikasikannya, mengarahkan sepenuh daya dan upaya, waktu dan energi mereka untuk mewujudkannya. Keberhasilan para pensiunan disebabkan oleh kesungguhan hati mereka dalam mencapai apa yang diinginkan.
Saran 1. Kantor Pusat PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan yang berpartisipasi aktif dalam peningkatan kesejahteraan para pensiunannya, hendaknya dapat memberikan pembekalan dalam persiapan menghadapi masa pensiun. Pembekalan ini diberikan kepada para pensiunan pada 165
Jurnal Pemberdayaan Komunitas, Mei 2006, Volume 5, Nomor 2, Halaman 151-167
Program Persiapan Pensiun. Adapun pembekalan yang dapat diberikan seperti: Pengembangan keterampilan dan potensi diri yang dimiliki para pensiunan. Hal ini dimaksudkan agar para pensiunan dapat mengisi masa pensiunnya dengan aktivitas yang bermanfaat dan tidak merasakan kebosanan. 2. Untuk para pensiunan, hendaknya dapat memanfaatkan masa pensiun dengan melakukan berbagai aktivitas yang bisa menghasilkan, jika kondisi kesehatan masih memungkinkan. Hal ini dimaksudkan agar para pensiunan dapat berkarya pada masa pensiunnya dan dapat memenuhi kebutuhan dari hasil karyanya tersebut.
Daftar Pustaka Allen, Jr, Everett J., et al, Pension Planning, Sixth Edition, Irwin, Illnois, 1988. Benjamin, B., et al, Pensions ; The Problem of Today and Tomorrow, Allen & Unwin, Inc, London, 1987. Coleman, James, Cressey, Donald, Social Problem, Third Edition, Harper & Row Publishers, New York, 1987. Craig, Grace, Human Development, Fourth Edition, Prentice Hall, New Jersey, 1984.
Nurdin, Fadhil, Drs, Pengantar Studi Ilmu Kesejahteraan Sosial, Angkasa, Bandung, 1990. Parkison C. Northcote, Rustomji, M K, Walter E, Masa Pensiun Yang Bahagia, Binarupa Aksara, Jakarta, 1990. Simanjuntak, Payaman J. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia, LPFE VI, Jakarta, 1985. Singarimbun, Masri, Metode Penelitian Survay, LP3ES, Jakarta, 1989. Soemodiwirjo, Soegiono, Pensiun Yang Bermakna, CV. Gino, Jakarta, tanpa tahun. Soepomo, Pensiun Tanpa Kegelisahan, Rimbow, Medan, tanpa tahun. Suharsini, Arikunto, Manajemen Penelitian, Rineka Cipta, Jakarta, 2003. Sumarnonugroho, Sistem Kesejahteraan Sosial, PT Yogyakarta, 1987.
Intervensi Hanindita,
Thio, Alex, Sociology an Introduction, Harper & Row Publishers, New York, 1986.
Elinor Lenz & Adams Linda, Be Your Best, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1995.
"Undang-undang Republik Indonesia No. 03 Tahun 1992 Tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja.
Flippo, Edwirn B., Manajemen Personalia, Jilid 2, Edisi Enam, Erlangga, Jakarta, 1992.
Poerwono Hadi, Tata Personalia, Cetakan V, Djambatan, Bandung 1982
Haradi Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial, Cetakan III, Gajah Mada University Press, Yogyakarta, 1987.
Sumber-sumber lain:
Hughes, Fergus P., Neppe, Moyd D., Human Development; A Cross Life Span, West Publishing, Minnesota, 1985. Ichsan Achmad, Kekaryawanan, Jakarta, 1992.
Tata Administrasi Penerbit Djambatan,
Maslow A. Motivasi dan Kepribadian, PT Pustaka Biman Pressindo, Jakarta, 1982. 166
Buku Kerja, PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, “Pendirian Perusahaan”, 1997. Pedoman Peraturan Perusahaan Bidang Sumber Daya Manusia (Administrasi & Kesejahteraan Sumber Daya Manusia PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I Medan), 2002.
Izhar & Edward, Analisis Tingkat Kesejahteraan...
Peraturan Dana Pensiun Perusahaan Pelabuhan & Pengerukan (DP4), 12 / 2001
Profil Organisasi Perusahaan PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I, 2002 Situs http://www.inaport1.com
PT (PERSERO) Pelabuhan Indonesia I, “Daftar Pensiun Pegawai, Pensiun Janda/Duda/Yatim-Piatu PT (Persero) Pelabuhan Indonesia I”, 2004.
Situs www.depnaker.co.id
167