Analisis Strategis Optimalisasi Serap Gabah di Petani oleh Bulog I Putu Cakra P.A ,SP. MMA, Dr. Saleh Mukhtar, Mardiana, SP. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian NTB Jl Raya Peninjauan Narmada Lombok Barat NTB E-mail:
[email protected] Abstrak Puncak panen pada musim hujan (MH) 2015/2016 terjadi pada Bulan Maret – Mei 2016. Data serapan gabah oleh Bulog Propinsi NTB sampai dengan tanggal 10 Mei 2016 adalah sebesar 93.313 ton GKP atau 45.070 ton setara beras (18.66%) dari total target 241.500 ton beras. Angka ini lebih rendah dari target yang ditetapkan. Sehingga perlu dikaji bagaimana mengoptimalkan serapan gabah di tingkat petani (SERGAP). Tujuan pengkajian ini adalah mendapatkan opsi kebijakan untuk mengoptimalkan serap gabah petani di NTB. Metodologi adalah menggunakan pendekatannya partisipatif melibatkan seluruh stakeholder. Analisis kebijakan dengan metode deskstudy, FGD, survey / wawancara kemudian dianalisis secara deskriptif, dan Analisis SWOT. Kegiatan ini dilaksanakan sejak Januari sampai dengan Juni 2016 di Kabupaten/Kota se NTB. Hasil dari pengkajian adalah Bulog memiliki faktor kelemahan dan ancaman yang tinggi dalam mengoptimalkan SERGAP sehingga perlu adanya kerjasama semua stakeholder terkait, perlu adanya akurasi data luas tanam, panen, produksi padi dan data gabah yang disimpan petani yang dicatat secara sistemastis oleh dinas pertanian bersama penyuluh, perlu merevitalisasi cara pembelian gabah oleh bulog dengan membeli GKP, serta memberi modal awal ke mitra kerja untuk membeli GKP, Perlu merevitalisasi sarana dan prasarana Bulog, pendampingan tentang teknologi budidaya padi perlu ditingkatkan oleh penyuluh dan peneliti, TNI perlu melakukan pendampingan dalam mempercepat serapan gabah oleh bulog, perlu merevitalisasi aturan HPP, sosialisasi HPP di petani, meningkatkan kapasitas SDM Bulog. Kata kunci : gabah, optimalisasi, serap, strategis. Pendahuluan Latar Belakang Luas lahan pertanian padi di Nusa Tenggara Barat (NTB) mencapai 433.712 Ha dengan produksi pangan mencapai 2.116.637 ton per tahun (BPS NTB, 2015). Konstribusi sektor pertanian mencapai 23,54 persen tahun 2014 meningkat 10,46 persen pada tahun 2013. Dengan kenyataan tersebut masyarakat di NTB bisa dikatakan sebagai masyarakat pertanian. Dalam hal ketersediaan konsumsi pangan khususnya padi pemerintah berencana menjadikan Perum Bulog sebagai badan penyangga untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Pada tahun 2003, laju impor pangan di Indonesia sebesar 3,34 Milyar USD dan di akhir-akhir tahun 2013 laju impor pangan menjadi 14,9 Milyar USD. Ini merupakan angka yang sangat signifikan dan cukup ironis mengingat target swasembada yang dicanangkan pemerintah, bahkan impor beras sampai tahun 2015/2016 masih tetap berlanjut untuk menjaga stok cadangan beras Bulog. Perubahan status Bulog dari Lembaga Pemerintah Non Departemen menjadi Perusahaan Umum(Perum) membuat Bulog memiliki dua fungsi yang bertentangan yaitu fungsi sosial dan fungsi komersil. Perubahan tersebut menjauhkan harapan akan terwujudnya kedaulatan pangan (Erico Leonard Hutauruk, 2014). Pada tahun 2016 propinsi NTB melalui Bulog dalam memenuhi pengadaan pusat tersebut pada tahun 2016 ini ditargetkan untuk mampu menyediakan sebesar 500.000 ton GKP atau setara dengan 241.500 ton beras (211.500 ton untuk PSO dan 30.000 ton untuk komersil). Bulog membeli gabah dalam bentuk kering giling dengan harga Rp. 4.600 per kg (terima di gudang
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
527
Bulog), atau membeli beras dengan harga Rp.7300/kg. (Bulog Divre NTB, 2016). Perkiraan produksi gabah di Pulau Lombok pada tahun 2016 ini yakni sebesar 1.146.846 ton. Sedangkan perkiraan produksi gabah di Pulau Sumbawa sebanyak 1.261.424 ton. (Dinas Pertanian Propinsi NTB, 2016). Puncak panen pada musim hujan (MH) 2015/2016 akan terjadi pada Bulan Maret – Mei 2016 sehingga produksi padi tertinggi akan terjadi pada rentang waktu tersebut. Data serapan gabah oleh Bulog Propinsi NTB sampai dengan tanggal 10 Mei 2016 adalah sebesar 93.313 ton GKP atau 45.070 ton setara beras (18.66%) dari total target 241.500 ton beras) (Bulog NTB, 2016). Angka ini terbilang masih cukup rendah dari target yang ditetapkan Bulog sebagai lembaga yang ditunjuk pemerintah untuk melakukan penyerapan gabah/beras di NTB. Sehingga perlu dikaji bagaimana mengoptimalkan serapan gabah (SERGAP) ditingkat petani sesuai dengan Inpres yang baru dalam upaya mewujudkan pertanian tangguh untuk pemantapan kedaulatan pangan, peningkatan nilai tambah dan daya saing produksi pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani. Tujuan, Keluaran, Manfaat Tujuan dari kajian ini adalah untuk mendapatkan opsi kebijakan mengoptimalkan serap gabah petani di NTB, sehingga diperoleh keluaran opsi kebijakan mengoptimalkan serap gabah petani di NTB. Adapun manfaat dari kajian ini adalah sebagai referensi pemerintah dalam mengotimalkan serap gabah petani untuk stok atau pengamanan beras nasional di NTB. Agar petani dapat menerima harga sesuai HPP dan kepastian pembelian gabah/jaminan pasar Metodologi Pendekatan, Ruang lingkup kegiatan Pendekatannya partisipatif melibatkan seluruh stakeholder yang terilbat dalam SERGAP (ex: petani, KTNA, pedagang, Bulog, dinas pertanian, dinas perdagangan, Dandim, penyuluh). Analisis kebijakan dilaksanakan dengan metode deskstudy, FGD, survey / wawancara mendalam yang kemudian dianalisis secara deskriptif, dan Analisis SWOT (Rangkuti, 1998). Kegiatan ini dilaksanakan sejak Januari sampai dengan Juni 2016 di Kabupaten/Kota se NTB.
Hasil dan Pembahasan Strategi adalah rencana yang disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan strategi perusahaan dengan lingkungan dan yang direncanakan untuk memastikan bahwa tujuan utama perusahaan dapat dicapai melalui pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan (Glueck dan Jauch dalam Rangkuti, 1998); (Michael E Porter, 1990). Analisis SWOT adalah adalah alat analisis yang mengidentifikasi kekuatan, kelemahan, peluang dan ancaman (Rangkuti, 1998). A. Kekuatan Gudang Divre & Subdivre Bulog NTB sebanyak 16 komplek Gudang yang terdiri dari 60 unit gudang dengan Kapasitas 108.500 ton. Kapasitas gudang 108.500 ton realisasi serapan 2015 GKP 237.289 ton sedangkan realisasi distribusi beras 202.680 ton sedangkan target beras 2016 241.500 ton (500.000 ton GKP atau 380.315 ton GKG) (Bulog NTB,2016).
528
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Garfik 1 menunjukkan jumlah akumulasi tertinggi sisa gabah/beras di gudang pada bulan agustus sebesar 107.698 ton sedangkan kapasitas gudang 108.500 ton sehingga dilihat dari pola ini kapasitas gudang sudah mencukupi untuk tahun 2015 (Bulog NTB, 2016). Jika terjadi penambahan target stok beras 2016 sebesar 19,15% dari realisasi 2015 maka perlu adanya penambahan kapasitas gudang sekitar menjadi 129.115 ton, sehingga penambahan kapasitas gudang melalui sewa gudang sekitar 25.000 ton sudah cukup tepat, namun hal ini berdampak pada meningkatnya biaya operasional. Jumlah SDM Divre dan subdivre NTB : 113 orang. Kualitas SDM pendidikan SMA, D3 dan S1. Jumlah Satgas sergap sangat sedikit terdiri dari 2-4 orang masing-masing divre dan subdivre. Kualitas satgas sergap pendidikan SMA, D3 dan S1. Diklat berkala selalu dilakukan oleh perum Bulog (Bulog, 2016. NTB). Anggaran dalam menyerap gabah/beras selalu tersedia dalam jumlah yang banyak. Biaya serap gabah dan beras melalui mitra dan bulog biasanya membayar harga beras atau gabah terima digudang. Biaya operasional satgas dibiayai dari anggaran manajemen kantor bulog. Pengadaan gabah atau beras melalui Mitra Kerja Pengadaan (MKP) sesuai SOP pengadaan SOP-20/DA300/02/2016. Dimana sesuai SOP ada mitra dengan kontrak terikat dan ada yang terputus. Mekanisme kerja bulog dengan mitra kontrak terikat sebagai berikut: mitra menjual gabah seharga Rp 4.650/ kg GKG ke bulog, kemudian GKG dikirim ke gudang bulog. Selanjutnya mitra ini berkewajiban menggiling gabah tadi menjadi beras untuk bulog. Bulog tidak lagi mengeluarkan biaya penggilingan. Namun bulog hanya menerima beras dengan nilai rendemen 63,5 %. Mitra mendapat keuntungan dan biaya giling dari dedak dan kelebihan rendemen. B. Faktor Kelemahan Lantai jemur Divre NTB tidak memiliki lantai jemur, Bulog subdivre Lombok timur tidak memiliki lantai jemur dan dryer, Bulog subdivre sumbawa memiliki lantai jemur, Bulog subdivre bima tidak memiliki lantai jemur namun Bulog subdivre bima menyewa gudang mitra yang dilengkapi fasilitas lantai jemur sebagai tempat menyimpan gabah kering giling maupun gabah kering panen. Divre/Subdivre NTB memiliki 3 unit Penggilingan Gabah (UPGB) dengan kapasitas masing masing 10 ton/hari terdiri dari : 1 UPGB lembar di divre NTB, 1 UPGB Bolo di subdivre Bima sebenar punya namun sudah 3 tahun tidak aktif karena sensor penggerak rusak. UPGB untir malang di subdivre Sumbawa belum berfungsi optimal karena RMU belum digunakan dari awal tahun rencana difungsikan bulan agustus-oktober. Subdivre lotim tidak punya UPGB. Divre/subdivre memiliki masing-masing 1 alat pengering kapasitas 10 ton/hari kecuali Subdivre Lombok timur tidak memiliki alat pengering/dryer, sedangkan di subdivre Bima Alat
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
529
pengering/dryer tidak aktif digunakan karena kendala pengoperasian UPGB yang rusak, begitu juga dryer di subdivre sumbawa dan divre NTB yang belum difungsikan dari awal tahun. Transportasi serap gabah jumlahnya sangat terbatas: Subdivre Bima tersedia 3 unit pick up, subdivre di lotim tidak punya, subdivre Sumbawa punya 1 unit truk. Divre NTB tidak punya. Biaya pemeliharaan sarana dan prasarana tersedia rutin setiap 1 bulan dan 3 bulan untuk pemeliharaan gudang dan fasilitas bulog, contoh subdivre Lombok timur Rp 16.000.000/bulan. Mekanisme penyerapan beras melibatkan mitra perjanjian terputus yaitu mitra yang jual gabah ke bulog tidak ada kewajiban melakukan penggilingan gabah menjadi beras. Cara ini tidak optimal dalam menyerap karena Bulog tidak turun membeli gabah GKP di petani melainkan menggunakan pedagang atau RMU lokal untuk mendapatkan gabah petani sehingga rantai pembelian tetap panjang dan jumlah gabah yang didapatkan kecil. Pembelian GKP oleh mitra menggunakan dana mitra sendiri bukan dana bulog. Hasil penelitian Notonegoro (2014) menjelaskan bahwa pedagang pengumpul membeli gabah dan beras di tingkat petani yang kemudian menjual ke mitra Bulog yang selanjutnya menjual ke Bulog. Teknologi bulog up to date mendukung sergap: saat ini menggunakan bantuan teknologi HP dan WA untuk info panen dan komunikasi lain. R dan D tidak dilakukan ditingkat divre dan subdivre NTB. C. Faktor Peluang Mitra Kerja Pengadaaan (MKP) memiliki 110 gudang tersebar di NTB Kualitas MKP 88,2% yang kalsifikasi C dan hanya 11,8% yang klasifikasi B. Kapasitas 116.400 ton. Bentuk kerja sama berupa sewa gudang penyimpanan gabah atau beras, pemasok gabah atau beras bagi bulog. Keuntungan yang diperoleh adalah dengan keterbatasan sarana dan fasilitas, keberadaan mitra ini menjadi penting dalam membantu Bulog menjalankan tupoksinya. TNI bagian tim sergap memiliki fungsi pengamanan, info panen dan sekaligus membantu proses serapan gabah petani. Dinas pertanian memberikan informasi data luas lokasi panen. BPTP sebagai salah satu tim sergap juga berbagi informasi tentang data penelitian. KTNA bentuk kerjasama dalam hal info panen. Sedangkan PPL sampai saat ini belum menjalin kerja sama dengan Bulog. Padahal PPL adalah tenaga lapangan yang ada di setiap desa yang mengetahui kondisi desa yang dibinanya. Bulog dalam menyerap atau membeli gabah petani harus mengacu pada HPP yang telah ditetapkan oleh pemerintah sesuai Inpres No.5 Tahun 2015 dan Permentan No.21/Permentan/ PP.200/4/2015, sedangkan pada saat musim kemarau harga GKP sudah meningkat diatas HPP sehingga Bulog tidak mampu membeli GKP. Hal ini, dapat mengganggu proses penyerapan gabah untuk memenuhi stok nasional dan stok NTB khususnya. Secara keseluruhan keamanan kondisi dalam mendukung sergap adalah baik. Tidak ada ancaman dan hambatan yang berarti. Sejauh ini belum ada laporan penyalahgunaan dan kehilangan atau kondisi tidak aman. Data serap gabah oleh Bulog NTB sampai dengan tanggal 25 mei 2016 sebanyak 64.820 ton beras (134.203 ton setara GKP) atau 26,84% dari total target beras 241.500 ton atau 500.000 ton GKP (Bulog NTB, 2016).
530
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Grafik 2. Model Waktu Penyerapan Gabah Tahun 2015 dan 2016 Berdasarkan grafik 2. waktu serapan yang paling baik pada tahun 2015 dan 2016 adalah pada bulan April - Mei karena harga gabah GKP di petani rendah 2,70 - 8,11% < HPP, supply gabah banyak, bulog membeli seharga HPP dan petani dapat terbantu untuk mendapatkan harga yang baik. Produksi padi pada panen raya menimbulkan surplus yang demikian besar, maka akan menekan harga gabah yang dibeberapa daerah sering dibawah harga HPP (Anonim, 2007). Berdasarkan data survey mei-juni tahun 2016 Petani menyimpan hasil panen padi mereka sebesar 39% dari total produksi yang mereka hasilkan sisanya dijual ke pedagang. Menurut Dawe (1997) dab Tsuji (1998) Pada umumnya volume beras yang diperdagangkan merupakan sisa konsumsi dalam negara, semakin tidak stabil harga beras suatu negara semakin besar tingkat swasembada (self sufficiency) yang dianut oleh suatu negara demikian juga rumah tangga tani di asia (Amang dan Sawit, 1999). Berdasarkan Data Bulog : harga Beras konsumen NTB termahal Tahun 2016 Rp 7.800 Rp 10.300/kg, sedangkan HPP Rp 7.300/kg sehingga tidak menjual ke Bulog lebih tertarik jual ke pasar. Distribusi beras oleh Bulog Divre NTB bulan januari sampai mei tahun 2016 beras baru mencapai 28.272 ton terjadi keterlambatan distribusi raskin karena penyerapan gabah petani yang lambat. Keterlambatan disrtibusi beras raskin ini bisa memicu peningkatan harga beras di pasar sesuai dengan penelitian Yuli Triadi, (2011) bahwa faktor yang menyebabkan meningkatnya harga beras adalah terlambatnya penyaluran raskin. Sosialisasi HPP gabah dan beras umumnya disosialiasikan dalam kegiatan operasi pasar dan ditingkat kabupaten. Sosialisasi HPP gabah dan beras kurang dirasakan petani karena sosialisasi hanya tingkat kabupaten, dimana hasil survey menunjukkan sekitar 90% petani tidak menerima informasi HPP gabah dan beras, yang tahu hanya pedagang. Petani kurang mengenal Bulog dan manfaat Bulog. D. Faktor Ancaman Regulasi pemda berupa instruksi lisan Gubernur NTB yaitu mengeluarkan larangan memasukkan dan mengeluarkan beras dari dan ke luar pulau atau propinsi NTB untuk menjaga kestabilan stok pangan daerah, menurut data karantina kelas I Mataram tahun, (2016) sampai dengan bulan mei 2016 belum ada beras yang keluar maupun yang masuk NTB. Kebijakan ini berdampak pada kekosongan stok Bulog NTB diawal tahun 2016. Bila regulasi ini tidak
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
531
diterapkan secara bijaksana maka akan mengganggu distribusi pemasaran beras secara nasional ditambah adanya MEA yang meminimalisasi/menderegulasi aturan-aturan yang membatasi perdagangan antar daerah dan antar negara. Luas panen Produksi padi 2016 diramalkan lebih rendah 19,53 % dari Produksi padi (Asem 2015) hal ini berdampak pada penurunan produksi gabah GKG sebesar 19,25 pada tahun 2016 akibat kekeringan yang berkepanjangan MH 2015/2016 mulai dari bulan Desember 2015 sampai Februeri 2016 (BMKG, 2016). Penurunan produksi dan kualitas padi ini juga disebabkan oleh penggunaan varietas lama serta tidak bersertifikat. Adapun sebaran varietas di NTB sd maret 2016 terdapat 24 varietas padi, tertinggi masih varietas lama yaitu varietas ciliwung dan cigeulis tersebar di sentra produksi padi salah satunya Lombok tengah sedangkan varietas unggul baru belum digunakan secara luas sehingga bisa mempengaruhi kualitas gabah tahun 2016. Hal ini sesuai dengan pendapat Tambunan, (2003); Malian dkk (2004) dan Rethna Hessie, (2009), bahwa penurunan produksi dipengaruhi oleh cuaca, luas lahan, harga beras domestik, harga pupuk, intensifikasi, irigasi. Hasil survey lapangan banyak ditemukan gabah hampa dengan rata-rata 11.50%, rata-rata rendemen GKP ke GKG 82%, sedangkan kadar air GKP 31.58% lebih tinggi dibandingkan kadar air GKP yang ditetapkan pemerintah sebesar 25 %. Kadar hampa GKP juga lebih tinggi 11.5% dibandingkan kadar hampa GKP yang ditetapkan pemerintah sebesar 10%. Rata-rata rendemen giling GKG ke beras sebesar 62.8 dibawah rendemen yang ditetapkan dalam pemerintah sebesar 63.5%, sedangkan kadar air GKG sebesar 14% sesuai dengan yang ditetapkan pemerintah. Persaingan dalam penyerapan gabah baik antar MKP atau MKP dengan pedagang lainnya, ditambah lagi tidak adanya komunikasi yang baik antar MKP menyebabkan MKP berlomba-lomba menaikkan harga namun kemudian menjual gabahnya ke pasar, bukan ke Bulog untuk menutupi harga beli yang tinggi. Selain itu, untuk menutup kerugian mitra melakukan kecurangan, seperti misalnya mencampur beras kualitas baik dengan beras yang tidak baik sehingga kuotanya ke Bulog dapat tercapai. E. Analisis Space Matrix Berdasarkan analisis space matrik garis vector bersifat negative baik untuk kelemahan maupun ancaman, sehingga dapat dikatakan bahwa Bulog memiliki faktor kelemahan dan ancaman yang tinggi dalam mengoptimalkan serap gabah di petani. F.
Strategi-strategi dalam mengoptimalkan serap gabah. Strategi merupakan alat untuk mencapai tujuan dalam kaitannya dengan tujuan jangka panjang, program tindak lanjut serta prioritas alokasi sumber daya (Chandler, 1962 dalam rangkuti, 1998 : 3). Adapun strategi dalam optimalisasi serap gabah petani adalah: kerjasama semua stakeholder terkait, akurasi data luas tanam, panen, produksi padi dan data gabah yang disimpan petani yang dicatat secara sistemastis oleh dinas pertanian bersama penyuluh, merevitalisasi cara pembelian gabah oleh bulog dengan membeli GKP, serta memberi modal awal ke mitra kerja untuk membeli GKP, Perlu merevitalisasi sarana dan prasarana Bulog, pendampingan tentang teknologi budidaya padi perlu ditingkatkan oleh penyuluh dan peneliti, TNI perlu melakukan pendampingan dalam mempercepat serapan gabah oleh bulog, perlu merevitalisasi aturan HPP, sosialisasi HPP di petani, meningkatkan kapasitas SDM Bulog.
532
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
Kesimpulan Adapun kesimpulan yang dapat diambil adalah Bulog memiliki faktor kelemahan dan ancaman yang tinggi dalam mengoptimalkan SERGAP sehingga perlu adanya kerjasama semua stakeholder terkait, perlu adanya akurasi data luas tanam, panen, produksi padi dan data gabah yang disimpan petani yang dicatat secara sistemastis oleh dinas pertanian bersama penyuluh, perlu merevitalisasi cara pembelian gabah oleh bulog dengan membeli GKP, serta memberi modal awal ke mitra kerja untuk membeli GKP, Perlu merevitalisasi sarana dan prasarana Bulog, pendampingan tentang teknologi budidaya padi perlu ditingkatkan oleh penyuluh dan peneliti, TNI perlu melakukan pendampingan dalam mempercepat serapan gabah oleh bulog, perlu merevitalisasi aturan HPP, sosialisasi HPP di petani, meningkatkan kapasitas SDM Bulog. Daftar Pustaka
Amang, B. Dan Sawit, M.H. 1999. Kebijakan beras dan pangan Nasional Pelajaran dari Orde Baru dan era reformasi. Jakarta. IPN press. Anonim. 2007. Kajian Kemungkinan Kembali ke Kebijakan Harga Dasar gabah, Kenaikan Harga Gabah dan tarif tahun 2007. http://pse.litbang pertanian.go.id/ BMKG, 2016. Buletin Iklim. Stasiun Klimatologi Klas I Kediri Mataram. Lombok Barat BPS NTB, 2013, NTB Dalam Angka. NTB BPS NTB. 2015. Nusa Teggara Barat dalam Angka. Nusa Tenggara Barat. Bulog NTB. 2016. Laporan Perkembangan serapan gabah di propinsi NTB. Bulog Divre NTB Dinas Pertanian Prov NTB, 2016. Data base. Mataram Erico Leonard Hutauruk, 2014. Jurnal; Tinjauan Yuridis Kedudukan Dan Fungsi Bulog Pasca Dikeluarkannya Keppres Nomor 166 Tahun 2000 Dalam Rangka Mewujudkan Kedaulatan Pangan. Universitas Atma Jaya Yogyakarta Fakultas Hukum Inpres
no 5 2015. http://setkab.go.id/jaga-stabilitas-presiden-terbitkan-inpres-pengadaangabahberas-dan-penyaluran-beras/
Karantina Kelas 1 Mataram, 2016. Data beras/gabah yang keluar masuk lewat lembar. mataram Michael E Porter, (1990). The Competetive Advantage of Nations, New York. The Free Press. Notonegoro, W. J. 2014. Analisis Kebijakan Ketersedian Stok Beras Studi Kasus Pada Pergudangan Beras Perum Bulog Kota Palu). Agrotekbis 2 (1) : 62-68. Permentan No.21/Permentan/PP.200/4/2015 Rangkuti, Freddy, 1998. Analisis SWOT, teknik membedah kasus BIsnis. Penerbit PT Granedia Pustaka Utama, Jakarta. Rethna Hessie, 2009. Analisis produksi dan konsumsi beras dalam negeri serta implikasinya terhadap swasembada beras di Indonesia. Skripsi. Departemen ekonoomi Sumberdaya dan lingkungan. Fakultas ekonomi dan manajemen. IPB.
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016
533
Tambunan, 2003. Perkembangan sector pertanian di Indonesia. Beberapa isu penting. Jakarta. Ghalia Indonesia. Malian A. H. dkk. 2004. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, konsumsi, dan harga beras serta inflasi bahan makanan. Di dalam jurnal Agro Ekonomi. Volume 22 Nomor 2. Pusat penelitian dan Pengembangan Sosial Ekonomi Pertanian. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertani Departemen Pertanian. Yuli Triadi, 2011. Skripsi ; Evaluasi kinerja perum bulog dalam pengendalian harga beras. Universitas negeri Semarang. 2011.
534
Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Banjarbaru, 20 Juli 2016