i
ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT KETERSEDIAAN, DAN DAYA TERIMA MENU MAKANAN KATERING SEKOLAH
MURNI MUTIA TRESNAWATI
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
ii
ABSTRACT MURNI MUTIA TRESNAWATI. Analysis Management, Availability Level, and Acceptance of School Meal Service Food. Under Direction of KATRIN ROOSITA and EDDY S. MUDJAJANTO. School age children are the national investment, so that they need optimal nutrition intake. School meal service is an alternative to overcome nutritional problems of school age children which should contribute about one third of total energy requirement per day. The aim of this study were (1) to analyze food service management at school catering, (2) to assess of hygiene and sanitation in food processing, (3) to evaluate energy and nutrients availability level from food school catering, and (4) to evaluate respondents acceptance of school meal. The cross sectional design was used in this study. The samples of this study were school meal services of Aliya (SDA) and Pertiwi (SDP) elementary school. The respondents of this study were students of fifth grader who consume school meal, catering employee, and headmaster. Food menu divided into monthly and daily. The menu of school meal services of SDA and SDP was produce in household kitchen. Menu planning at catering SDA was based on energy requirement (400-500 Calorie), while at catering SDP was not. In both school meal services, parents of the students were not involved in menu choice. Food service frequency at SDA was five times, while at SDP was four times a week. Food production was done during three and half hour in both school meal services. The period of food distribution to lunch time was 100 minutes at SDA, and 30-115 minutes at SDP. SDA did supervision at the lunch time, menu evaluation, and visit to catering periodically, while SDP did not. The average percentage of SDA employee school meal services who applied hygiene personal was 64.6%, while SDP employee was 53.8%. Average percentage of sanitation prerequisite that applied at catering SDA was 68%, while at catering SDP was 64%. Average energy availability level from food catering SDA and SDP were not yet fulfill one third energy requirement of students, but average energy availability level of monthly food catering SDP approach one third energy requirement (31.2%). The highest average percentage of acceptance toward food catering based on entire acceptance component was daily food menu catering SDP (57.5%). Keywords : management, availability level, acceptance, food catering.
iii
RINGKASAN MURNI MUTIA TRESNAWATI. Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. Dibimbing oleh KATRIN ROOSITA dan EDDY S. MUDJAJANTO. Tujuan Umum penelitian adalah menganalisis sistem pengelolaan, tingkat ketersediaan, dan daya terima menu makanan katering sekolah. Tujuan Khusus penelitian ini adalah : (1) Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan katering sekolah, (2) Mengetahui penerapan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan makanan, (3) Menilai tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah, (4) Mengevaluasi daya terima responden terhadap menu makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan di sekolah. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study. Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor dari bulan April sampai bulan Juni 2009. Contoh dalam penelitian ini adalah katering yang melakukan penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar (SD). Pemilihan SD untuk lokasi penelitian dilakukan secara simple random sampling. Kriteria SD tempat katering tersebut berada adalah : (1) terdaftar di Kota Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan, (3) belum pernah dijadikan tempat penelitian sejenis, (4) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian, dan (5) menyediakan makanan untuk sekolah secara kontinyu. Katering yang terpilih adalah katering SDIT Aliya (SDA) dan SD Pertiwi (SDP). Responden dalam penelitian ini adalah pengelola katering, pihak sekolah, dan siswa kelas 5 di SD yang terpilih. Kriteria responden yang diteliti di SDA dan SDP adalah siswa yang mengonsumsi makanan katering. Jumlah siswa kelas 5 SDA yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 42 orang pada hari pertama dan 33 orang pada hari kedua. Jumlah siswa kelas 5 SDP sebanyak 31 orang pada hari pertama dan 30 orang pada hari kedua. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi : (1) sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan, (2) menu makanan katering, (3) karakteristik responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan aktifitas fisik (4) daya terima responden terhadap menu yang disajikan. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah dan siklus menu makanan katering. Data diolah dengan menggunakan Microsoft excel 2008 dan SPSS 16 for Windows. Data penyelenggaraan makananan dianalisis secara deskriptif. Penilaian higiene dan sanitasi dilakukan dengan cara membandingkan hasil pengamatan dengan Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715 tahun 2003. Data ketersediaan energi dan zat gizi dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Katering SDA dan SDP menghasilkan menu makan siang lebih dari 100 porsi/hari untuk warga sekolah, mempekerjakan pegawai, dan menggunakan dapur rumah tangga. Keanggotaan katering di SDP dibedakan menjadi katering bulanan dan harian, sedangkan di SDA hanya bulanan. Manajemen penyelenggaraan makanan terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. Dasar perencanaan menu di katering SDA didasarkan pada kebutuhan kalori (400-500 Kalori), sedangkan di katering SDP tidak. Siklus menu adalah satu bulan. Kedua katering tidak melibatkan orang tua dalam pemilihan menu, memiliki standar resep dan standar porsi, serta melakukan pendataan terhadap alergi makanan pada responden.
iv
Tujuan diadakannya penyelenggaraan makanan di SDA adalah menyediakan layanan paket makanan bagi anak dalam rangka menanamkan kemandirian dan menerapkan suasana kekeluargaan bagi anak, sedangkan di SDP adalah untuk memilih dan menyediakan makanan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi anak. Manajer katering berperan hampir dalam seluruh aspek penyelenggaraan makanan. Keterlibatan pihak SDA dalam penyelenggaraan makanan lebih tinggi dibandingkan dengan pihak SDP. Katering SDP melakukan pembelian bahan makanan lebih sering daripada katering SDA. Produksi makanan dilakukan selama 3.5 jam di kedua katering. Tempat penyimpanan bahan makanan dibedakan menjadi tempat penyimpanan kering dan basah. Frekuensi penyelenggaraan makanan di SDA lima kali seminggu dan di SDP empat kali seminggu. Waktu makan siang di SDA adalah pukul 12.10 WIB, sedangkan di SDP pukul 11.00 WIB hingga 12.25 WIB. Rentang waktu pendistribusian makanan di sekolah dengan pelaksanaan makan siang adalah 100 menit di SDA dan 30-115 menit di SDP. Makan siang dilakukan secara bersama-sama di SDA, sedangkan di SDP tidak. Pihak SDA melakukan pengawasan pada saat bersama oleh wali kelas dan evaluasi menu oleh tata usaha. Pihak SDA mengunjungi katering setiap akhir semester. Pihak SDP tidak melakukan pengawasan pada saat makan bersama maupun pada saat produksi makanan. Pengawasan pada saat produksi makanan dilakukan oleh manajer kedua katering. Katering SDP tidak dapat melakukan evaluasi sisa makanan karena tempat penyajian makanan menggunakan Styrofoam yang langsung dibuang oleh anak setelah makan. Keluhan disampaikan melalui telepon. Usia pengelola katering SDA dan SDP berkisar antara 15 hingga 57 tahun, tidak memiliki penyakit kronis, dan lama bekerja mulai dari satu bulan hingga 12 tahun. Persentase rata-rata pengelola katering SDA yang menerapkan prinsip higiene personal sebesar 64.6%, sedangkan pengelola katering SDP 53.8%. Persyaratan sanitasi yang diterapkan di dapur katering SDA adalah 68%, sedangkan katering SDP 64%. Umur responden siswa kelas lima berkisar antara 10-13 tahun. Lebih dari 50% responden adalah laki-laki. Menu makanan yang banyak dikonsumsi oleh responden katering harian SDP adalah mie goreng dan ayam krispi. Tingkat ketersediaan energi makanan katering SDA kurang dari 1/3 dari kebutuhan energi total responden. Tingkat ketersediaan energi makanan katering bulanan SDP hari pertama memenuhi 1/3 kebutuhan energi hampir seluruh responden. Ketersediaan energi makanan katering harian SDP yang mencapai 1/3 kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi. Rata-rata tingkat ketersediaan vitamin C makanan katering SDA lebih banyak berasal dari buah dan sayur yang disajikan setiap hari. Persentase rata-rata daya terima responden terhadap seluruh komponen daya terima makanan teringgi adalah makanan katering harian menu pilihan SDP (57.5%), makanan katering bulanan SDA 40.2%, dan makanan katering bulanan SDP 41.1%. Hal ini dikarenakan responden katering harian SDP memilih makanan sesuai dengan keinginannya. Saran untuk katering sekolah SDIT Aliya adalah sebaiknya porsi makanan diperbanyak untuk meningkatkan sumbangan energi untuk contoh. Saran untuk katering SD Pertiwi adalah sebaiknya sayur dan buah disediakan setiap hari. Pelaksanaan makan siang sebaiknya dilakukan di satu tempat agar lebih teratur. Orang tua dan anak sebaiknya dilibatkan dalam pemilihan menu, agar makanan katering sesuai dengan makanan kesukaan anak. Penerapan higiene personal dan sanitasi jasa boga sebaiknya lebih diperhatikan oleh kedua katering agar menu makanan yang dihasilkan terjamin kebersihannya dan terhindar dari kemungkinan kontaminasi.
v
ANALISIS SISTEM PENGELOLAAN, TINGKAT KETERSEDIAAN, DAN DAYA TERIMA MENU MAKANAN KATERING SEKOLAH
MURNI MUTIA TRESNAWATI
Skripsi Sebagai salah syarat untuk meperoleh gelar Sarjana Gizi pada Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
vi
Judul Skripsi : Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. Nama : Murni Mutia Tresnawati NIM : I14050757
Disetujui :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Katrin Roosita, SP, M.Si
Ir. Eddy Setyo Mudjajanto
NIP.19710201 199903 2 001
NIP. 19601119 198803 1 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS NIP. 19621204 198903 2 002
Tanggal Lulus :
vii
PRAKATA Assalamu’alaikum Wr. Wb. Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Alloh SWT karena atas rahmat dan hidayah-Nya penulis mampu menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah” dengan baik. Pada kesempatan ini, penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Ibu Katrin Roosita, SP, MSi dan Ir. Eddy S. Mudjajanto selaku dosen pembimbing skripsi yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktu dan pikirannya, memberikan arahan, masukan, semangat, doa, dan dorongan untuk menyelesaikan skripsi ini. 2. Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, MKes selaku dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi atas masukan dan saran yang diberikan. 3. Dr. Yekti Hartati Effendi selaku dosen pembimbing akademik atas doa dan bimbinganya selama ini. 4. Ketua Departemen Gizi Masyarakat beserta staf pendidik dan kependidikan atas bimbingan, arahan, dan bantuannya selama penulis menjadi mahasiswi. 5. Bapak, Mamah, Fajar, Fauzy, Sabili dan seluruh keluarga besar H. Edjon Ma’ruf atas doa, semangat, kasih sayang, dan keceriaan yang diberikan kepada penulis. 6. Teman-teman yang terlibat dalam penelitian ini Sofya, Luthfi, Janwar, Adhis, Echie, Yanni, Agnita, dan kokom atas bantuan dan kekompakannya. Temanteman kosan (Sarjul, Maya, Weni, dan Risma), Ibu Hj. Muhtar, dan Teh Heni atas doa dan semangatnya. 7. Inda, Dias Hervi, Nur, Yulan, Jesa, Ardi, Dina, Rettha, Yanni, Martha, Deni, Sarah, Esta, DENITE, Nien, Dede, Iwan, Nyits, Nca, Ima, Nur, Rama, chiko, dona dan semua teman-teman GM 42, yang tidak bisa disebutkan satu persatu atas kebersamaan, kekeluargaan, dan kekompakannya selama ini. Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Bogor, September 2009
Murni Mutia Tresnawati
viii
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Kota Tasikmalaya pada tanggal 26 November 1987. Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, puteri pasangan Syarif dan Een Nurhendarsih. Pendidikan SMU ditempuh pada tahun 2002 sampai 2003 di SMA Al-Ma’soem Kabupaten Bandung dan tahun 2003 sampai 2005 di SMAN 1 Ciwidey Kabupaten Bandung. Pada tahun 2005, penulis diterima sebagai mahasiswa di Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Pada tahun 2006, penulis diterima menjadi mahasiswa Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia IPB dengan Mayor Ilmu Gizi dan Minor Perkembangan Anak. Selama menjadi mahasiswa, penulis tercatat sebagai bendahara HIMAGITA periode 2006/2007, staf divisi PSDM HIMAGIZI periode 2008/2009, bendahara UKM Merpati Putih periode 2007/2008, redaktur pelaksana majalah Emulsi periode 2008/2009, serta staf divisi Infokom Badan Konsultasi Gizi (BKG) periode
2008/2009.
Penulis
juga
aktif
dalam
kepanitiaan
acara
yang
diselenggarakan oleh HIMAGIZI. Penulis pernah menjadi juara tiga dalam lomba menulis cerita pendek islami IPB pada tahun 2005. Pada tahun 2009, penulis menjadi ketua tim Program Kreativitas Mahasiswa bidang kewirausahaan (PKMK) yang berjudul “Starfruit Jelly Drink, Minuman Enak Sehat dan Terjangkau” yang didanai oleh DIKTI. Penulis pernah menerima beasiswa Supersemar pada tahun 2006, beasiswa Peningkatan Prestasi Akademik (PPA) pada tahun 2007, dan beasiswa Tanoto Foundation pada tahun 2008.
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL .............................................................................................. x DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... xi DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xiii PENDAHULUAN Latar Belakang ..................................................................................... 1 Tujuan .................................................................................................. 2 Kegunaan Penelitian ............................................................................ 2 TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan Sekolah Dasar ................................................................... 3 Karakteristik Anak Usia Sekolah........................................................... 3 Makanan Anak Usia Sekolah .............................................................. 4 Penyelenggaraan Makanan Institusi ..................................................... 5 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ............................ 12 Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan .................... 13 Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan ..................... 16 Penilaian Ketersediaan Pangan ......................................................... 17 Daya Terima Makanan ....................................................................... 18 KERANGKA PEMIKIRAN .............................................................................. 19 METODE PENELITIAN Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian .............................................. 21 Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh ................................................... 21 Jenis dan Cara Pengumpulan Data.................................................... 21 Pengolahan dan Analisis Data ........................................................... 22 Definisi Operasional ........................................................................... 24 HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sekolah ......................................................................... 26 Katering Sekolah ................................................................................ 28 Manajemen Penyelenggaraan Makanan ............................................ 29 Perencanaan (Planning) ............................................................ 29 Pengorganisasian (Organizing) ................................................. 32 Pelaksanaan (Actuating) ........................................................... 33 Pengawasan (Controlling) ......................................................... 39 Penerapan Higiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan..................... 41 Karakteristik Responden .................................................................... 44 Tingkat Ketersediaan Energi dan Zat Gizi .......................................... 45 Daya Terima Makanan ....................................................................... 51 KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ........................................................................................ 59 Saran ................................................................................................. 59 DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 61 LAMPIRAN .................................................................................................... 64
x
DAFTAR TABEL Tabel 1
Halaman
Angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak usia sekolah ........................................................................................................ 13
2
Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................... 22
3
Perhitungan faktor aktivitas rata-rata 24 jam pria dan wanita usia 10-19 tahun ........................................................................................................... 23
4
Sebaran siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari .............................................................................. 26
5
Sarana dan prasarana yang ada di SDA ...................................................... 26
6
Sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari .............................................................................. 28
7
Sarana dan prasarana yang ada di SDP ...................................................... 28
8
Profil katering SDA dan SDP ....................................................................... 29
9
Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA dan SDP .............................................................................................. 30
10 Fungsi perencanaan di katering SDA dan SDP (menu bulanan) .................. 31 11 Fungsi pengorganisasian di katering SDA dan SDP .................................... 32 12 Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP ............................................ 34 13 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDA ............................................................................ 34 14 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDP ............................................................................ 35 15 Peralatan dapur yang digunakan di katering SDA dan SDP ......................... 37 16 Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP .......................................................... 38 17 Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan higiene personal .......................................................................................... 42 18 Hasil penerapan sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering SDA dan SDP berdasarkan Kepmenkes R1 Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 ............................................................................. 49 19 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering ............ 44 20 Sebaran responden menurut jenis menu yang dikonsumsi .......................... 44 21 Rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas, dan kebutuhan energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2 .......................... 45
xi
22 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering bulanan SDA dan SDP ...................................................................................................... 46 23 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering harian SDP ........ 46 24 Tingkat ketersediaan energi makanan terhadap kebutuhan energi responden SDA dan SDP ............................................................................ 47 25 Rata-rata ketersediaan, kebutuhan, dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi ......................................................................................................... 47 26 Sebaran responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak menghabiskan, dan menambah makanan katering ...................................... 51 27 Sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan kebiasaan menghabiskan menu makanan katering setiap hari ..................................... 52 28 Persentase alasan responden katering bulanan SDA dan SDP tidak menghabiskan makanan katering setiap hari ............................................... 52 29 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap menu makanan katering ........................................................................................................ 53 30 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap rasa makanan katering..... 53 31 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap aroma makanan katering ........................................................................................................ 54 32 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap tekstur makanan katering ........................................................................................................ 54 33 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap suhu penyajian makanan katering ........................................................................................ 55 34 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan katering ........................................................................................................ 56 35 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap variasi makanan katering ........................................................................................................ 56 36 Kebosanan responden SDA dan SDP terhadap makanan katering.............. 57 37 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap kebersihan makanan katering ........................................................................................................ 57 38 Persentase Persentase rata-rata daya terima responden terhadap makanan katering berdasarkan komponenya pada hari ke-1 dan hari ke-2 ............................................................................................................. 58
xii
DAFTAR GAMBAR Gambar
Halaman
1
Kerangka Pemikiran.....................................................................................20
2
Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDA .........................................33
3
Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDP .........................................33
4
Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDA ..................36
5
Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDP ..................36
6
Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan peralatan di dapur katering SDA ..................................................................43
7
Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan peralatan di dapur katering SDP ..................................................................43
xiii
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran
Halaman
1 Siklus menu katering SDA dan SDP ...............................................................65 2 Tata tertib katering/snack yang ditetapkan oleh SDA ......................................66
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Anak usia sekolah merupakan investasi bangsa. Tumbuh kembang anak usia sekolah yang optimal antara lain dipengaruhi oleh jumlah dan kualitas asupan zat gizi diberikan dalam makanan. Makanan yang sehat adalah makanan yang mengandung semua zat gizi yang diperlukan oleh tubuh. Makanan seimbang diperoleh dari beragam makanan, baik bahan hewani maupun nabati (Rositawaty 2007; Rusilanti 2007). Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan makanan pada anak usia sekolah. Di Amerika Serikat, program penyelenggaraan makanan di sekolah (The National School Lunch Program) sudah mulai dirintis sejak tahun 1946. Makanan yang disajikan dalam penyelengggaraan makanan harus dapat menyumbangkan energi 1/3 dari total kebutuhan energi anak (Mahan & Stump 2004). Selain kebutuhan energi, perlu diperhatikan variasi makanan, kesukaan anak, dan jumlah makanan yang disediakan. Program penyelenggaraan makanan untuk anak usia sekolah di Indonesia sudah mulai dilakukan terutama di sekolah dengan jumlah jam belajar yang lebih panjang. Penambahan jam belajar membuat pihak sekolah harus menyediakan makan siang bagi siswanya. Makanan yang disediakan dalam program tersebut dapat berupa makan utama (meal) atau makanan selingan (snack time). Makanan selingan (snack) biasanya diberikan 1.5 - 2 jam sebelum makan utama (Marotz et al. 2005). Menurut Hanes et al. (1984), siswa yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan makanan di sekolah memperoleh intake energi dan zat gizi yang lebih baik dari siswa yang tidak berpartisipasi dalam penyelenggaraan makanan. Kegiatan penyelenggaraan makanan di sekolah diharapkan dapat menghilangkan kekhawatiran orang tua mengenai makanan yang dimakan anaknya di sekolah. Selain itu kegiatan ini dapat menjadi media dalam memperkenalkan berbagai jenis bahan makanan yang mungkin tidak disukai anak ketika disajikan di rumah. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk meneliti sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan katering sekolah, tingkat ketersediaan energi dan zat gizi, serta daya terima menu makanan yang disajikan oleh katering sekolah.
2
Tujuan Tujuan Umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis sistem pengelolaan, tingkat ketersediaan, dan daya terima menu makanan katering sekolah. Tujuan Khusus Tujuan khusus penelitian ini adalah : 1. Menganalisis sistem penyelenggaraan makanan katering sekolah. 2. Mengetahui penerapan prinsip higiene dan sanitasi pengolahan makanan. 3. Menilai tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah. 4. Mengevaluasi daya terima responden terhadap menu makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan di sekolah. Kegunaan Penelitian Kegunaan penelitian ini adalah : 1. Bagi sekolah yang bersangkutan, penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan evaluasi untuk melaksanakan penyelenggaraan makanan yang lebih baik. 2. Bagi pemerintah daerah diharapkan dapat menjadi masukan dalam menyusun kebijakan yang berhubungan dengan proses penyelenggaraan makanan di sekolah.
3
TINJAUAN PUSTAKA Pendidikan Sekolah Dasar Pelaksanaan pendidikan nasional berlandaskan kepada Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat
dalam rangka mencerdaskan
kehidupan bangsa. Tujuan pendidikan nasional adalah untuk mengembangkan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Depdiknas 2009). Jalur Pendidikan yang ada di Indonesia terdiri atas jalur pendidikan formal, nonformal, dan informal. Jenjang pendidikan formal terdiri atas pendidikan dasar, pendidikan menengah, dan pendidikan tinggi. Menurut Departemen Pendidikan Nasional, jenis pendidikan dasar di Indonesia adalah Sekolah Dasar (SD)/ Madrasah Ibtidaiyah (MI). SD berada di bawah Departemen Pendidikan, terdiri dari SD negeri dan swasta, sedangkan MI berada di bawah Departemen Agama. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009), jam belajar SD lebih panjang dari Taman Kanak-Kanak (TK). Normalnya, siswa masuk kelas pukul 07.00 dan keluar pukul 12.00. Sebagian SD ada yang menambah jam belajarnya baik untuk kegiatan belajar mengajar (KBM) maupun kegiatan ekstrakurikuler, sehingga siswa pulang lebih lambat. Beberapa SD unggulan kadang memperpanjang jam belajarnya hingga sore hari atau biasa dikenal dengan full day school. Sarana dan prasarana yang memadai diperlukan dalam rangka menunjang kegiatan belajar dan mengajar di sekolah. Standar sarana dan prasarana untuk SD/ MI diatur dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Indonesia Nomor 24 tahun 2007. SD/MI sekurang-kurangnya memiliki ruang kelas, ruang perpustakaan, laboratorium IPA, ruang pimpinan, ruang guru, tempat beribadah, ruang UKS, jamban, gudang, ruang sirkulasi, serta tempat bermain dan olahraga. Karakteristik Anak Usia Sekolah Menurut RSCM dan Persagi (1994), dalam bidang ilmu gizi dan kesehatan, anak dikelompokkan menjadi usia prasekolah (1-6 tahun), anak usia sekolah (7-12 tahun), dan remaja (13-18 tahun). Pada anak usia sekolah, gigi geligi susu tanggal secara berangsur dan diganti dengan gigi permanen. Anak
4
sudah mulai aktif memillih makanan yang disukai. Kebutuhan energi lebih besar dari anak usia prasekolah karena mereka lebih banyak melakukan aktivitas fisik, misalnya berolah raga, bermain, atau membantu orang tua. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktifitas fisik, sehingga membutuhkan energi yang lebih banyak. Golongan anak usia sekolah biasanya mempunyai banyak perhatian dan aktivitas di luar rumah, sehingga sering melupakan waktu makan. Makan pagi (sarapan) perlu diperhatikan untuk mencegah hipoglikemi dan supaya anak lebih mudah menerima pelajaran. Keterbatasan waktu menyebabkan anak tidak sarapan pagi. Padahal menurut Khomsan (2005), tidak sarapan pagi menyebabkan kekosongan lambung selama 10-11 jam karena makanan terakhir masuk ke tubuh adalah pada saat makan malam. Anak usia sekolah senang dengan warna-warna yang menarik, sehingga menyediakan makanan dengan yang bervariasi sangat penting. Akan tetapi penggunaan zat pewarna sintetik yang berbahaya harus dihindari karena dapat menyebabkan gangguan kesehatan anak (Marotz et al. 2005). Makanan Anak Usia Sekolah Moehji (1980) menyebutkan bahwa kebiasaan makan anak usia sekolah mulai berubah. Hal ini dikarenakan anak mulai berinteraksi dengan orang-orang di luar keluarganya dan lingkungan baru dalam hidupnya. Menurut Hidayat (2007), anak sekolah kadang malas untuk makan dan lebih senang makan bersama dengan teman sekolahnya. Frekuensi makan yang sesuai untuk anak usia sekolah adalah lima kali waktu makan, yaitu tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan. Makan pagi adalah hal yang penting karena merupakan sumber energi untuk melakukan berbagai kegiatan sepanjang hari. Menurut Khomsan (2005), makanan sarapan pagi dapat menyumbangkan 25% dari kebutuhan energi. Menurut Jelliffe (1994), anak usia sekolah harus mendapatkan makanan untuk mengatasi rasa lapar, seperti makanan kecil yang disediakan oleh para orang tua maupun pihak sekolah. Menurut Khomsan (2005) makanan ringan dapat menyumbangkan 5% dari kebutuhan energi dan 2% dari kebutuhan protein anak sekolah. Setiap kali makan, umumnya seseorang dapat mengkonsumsi 400-500 Kalori. Makanan yang dikonsumsi anak haruslah merupakan sumber zat gizi yang baik dan diperlukan oleh mereka. Makanan seperti gula kurang baik bagi
5
anak-anak, karena makanan ini miskin zat gizi kecuali energi. Selain itu, jika tertinggal dalam mulut cenderung mengundang tumbuhnya bakteri pada gigi dan akhirnya menyebabkan kerusakan gigi (Nasoetion & Riyadi 1995). Untuk menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang optimal, makanan untuk anak usia sekolah harus mengandung zat gizi yang lengkap. Penyelenggaraan Makananan Institusi Penyelenggaraan menyelenggarakan
makananan
makanan
bagi
institusi
merupakan
kelompok
individu
suatu yang
proses biasanya
diselenggarakan di perusahaan dan industri, sekolah, universitas, asrama, rumah sakit,
akademi
keperawatan,
panti
jompo,
institusi
khusus
(lembaga
permasyarakatan, asrama atlet, dan asrama haji), childcare centre, dan akademi militer. Penyelenggaraan makananan institusi dilaksanakan dalam jumlah besar dengan jumlah 50 porsi atau lebih. Pendapat lain menyatakan bahwa penyelenggaraan makananan institusi atau masal minimal 1000 porsi sekali penyelenggaraan (Mukrie et.al 1990). Menurut Wirakusumah et. al (1989), tujuan umum penyelenggaraan makananan di sekolah adalah memperbaiki status gizi anak yang pergi ke sekolah tanpa sarapan dan tanpa membawa bekal, meningkatkan kehadiran, memperbaiki prestasi belajar, dan mendukung pendidikan gizi di sekolah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Mukrie (1990) menyebutkan institusi dituntut untuk dapat menyediakan makanan yang baik, memberikan pelayanan yang cepat dan menyenangkan, menyediakan menu seimbang dan bervariasi dengan harga layak dan sesuai dengan pelayanan yang diberikan, serta memiliki standar kebersihan yang baik. Bentuk dan cara penyelenggaraan makanan di masing-masing negara berbeda-beda. Di Jepang, menu yang disajikan pada penyelenggaraan makanan berupa makanan lengkap dengan frekuensi pemberian makan minimal satu kali dalam
sehari
(Moehji
1980).
Hanes
(1984)
menyebutkan
bentuk
penyelenggaraan makanan sekolah di Amerika Serikat adalah makan pagi (school breakfast), makan siang (school lunch), dan susu (school milk program). Pemberian susu untuk anak usia sekolah di Indonesia pernah dilakukan melalui program Pemberian Makanan Tambahan (PMT), namun dihentikan sejalan
dengan
pelaksanaan
otonomi
daerah
(Khomsan
2004).
Kini
penyelenggaraan makanan di sekolah kembali berkembang seiring dengan menjamurnya sekolah full day. Menurut Achmadi dan Shobahiya (2009),
6
penambahan jam belajar pada sekolah full day menyebabkan anak harus membawa bekal ke sekolahnya agar tidak jajan sembarangan. Alternatif lain yang
dapat
dilakukan
adalah
dengan
mengikutsertakan
anak
pada
penyelenggaraan makananan di sekolah yang biasanya dikelola oleh katering. Katering Katering berasal dari kata to cater yang berarti menyiapkan dan menyajikan makanan dan minuman untuk umum. Seseorang yang menyiapkan makanan dan minuman tersebut caterer (Fadiati 1988). Menurut Pramudji (1996), usaha katering adalah suatu usaha dalam bidang jasa boga yang memberikan jasa pelayanan terhadap pemesanan makanan dan minuman untuk jamuan makan. Terdapat dua jenis katering, yaitu inside katering dan outside katering. Inside katering adalah pelayanan pemesanan makanan dan minuman di tempat makanan itu diolah, misalnya hotel, restoran, dan motel. Outside katering adalah pelayanan pemesanan makanan dan minuman yang dibawa keluar dari tempat makanan itu diolah ke tempat pemesan, misalnya pelayanan rantangan, resepsi pernikahan, dan pesta ulang tahun. Menurut Fadiati (1988), ditinjau dari jenis tempat usaha katering dibedakan menjadi restoran hotel, restoran, katering transportasi, outside katering service, katering rumah sakit, school meal service, katering panti asuhan, katering panti jompo, dan katering lembaga permasyarakatan. Katering school meal service adalah pelayanan makanan yang menyajikan hidangan untuk anak-anak sekolah. . Prinsip Manajemen dalam Penyelenggaraan Makanan Manajemen dalam lingkungan pengelolaan makanan dapat diidentifikasi sebagai suatu kesatuan dan pengetahuan yang sistematis berdasarkan prinsipprinsip umum dalam organisaisi (Uripi & Santoso 1995). Menurut Yuliati dan Santoso (1995) fungsi manajemen dibagi menjadi empat, yaitu perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, dan pengawasan. a. Perencanaan Kegiatan
perencanaan
yang
dilakukan
manajer
pada
usaha
penyelenggaraan makananan dimulai dengan menentukan garis-garis besar untuk memulai usaha. Pada dasarnya kegiatan perencanaan ini harus dapat merumuskan apa dan bagaimana suatu pekerjaan akan dilakukan (Yuliati & Santoso 1995).
7
Kegunaan dari perencanaan adalah : 1) Memberikan arah dan tujuan suatu organisasi. 2) Dapat dijadikan suatu standar kerja, karena suatu perencanaan yang baik menjelaskan apa yang akan dilakukan. 3) Memberikan
suatu
kerangka
pemersatu
dalam
pengambilan
keputusan dalam organisasi. 4) Memberikan peluang di masa depan. Menurut Sullivan dan Atlas (1998), fungsi perencanaan dibedakan menjadi perencanaan jangka pendek dan perencanaan jangka panjang. Perencanaan menu untuk waktu yang akan datang termasuk ke dalam perencanaan jangka pendek, sedangkan perencanaan jangka panjang meliputi perencanaan untuk 10 tahun ke depan. Perencanaan Menu Menu berasal dari bahasa Perancis Le Menu yang berarti daftar makanan yang disajikan kepada tamu di ruang makan. Dalam lingkungan rumah tangga, menu diartikan sebagai susunan makanan atau hidangan tertentu (Arnawa & Astima 1995). Pada dasarnya karakter hidangan yang disajikan sangat berhubungan dengan waktu penghidangan makanan. Oleh karena itu, dikenal dengan adanya beberapa menu sesuai dengan waktu penyajiannya, yaitu hidangan makan pagi, hidangan makan siang, dan hidangan makan malam. Makan pagi biasanya disajikan antara pukul 06.00-10.00 pagi. Hidangan makan siang biasa disajikan pada pukul 12.00-15.00 siang, sedangkan hidangan makan malam biasa disajikan pada pukul 19.00-23.00 malam (Arnawa & Astima 1995). Jenis menu yang biasa disajikan pada penyelenggaraan makanan di sekolah adalah makan siang dan selingan (snack). Marotz et al. (2005) menyebutkan dalam merencanakan menu harus diperhatikan berapa total sumbangan energi dan zat gizi lainnya dalam menu. Kecukupan vitamin dan mineral juga perlu diperhatikan. Makanan baru dan bergizi penting untuk diperkenalkan pada anak, namun makanan yang disiapkan pun harus familiar bagi anak. Untuk dapat merencanakan menu dengan benar, seorang perencana menu sebaiknya berkonsultasi dengan orang tua untuk berbagi informasi mengenai resep makanan yang disukai anak.
8
Marotz et al. (2005) juga menyebutkan kariteria lainnya yang harus diperhatikan selain kecukupan gizi adalah penampakan fisik menu yang disajikan. Menu harus disajikan semenarik mungkin untuk membangkitkan selera dan kesukaan anak. Agar terselenggara suatu hidangan yang memuaskan, maka penting untuk memperhatikan : 1) keterampilan dalam memasak, 2) kemudahan penyelenggaraannya, 3) tenaga kerja dan waktu yang tersedia, 4) peralatan yang tersedia, dan 5) waktu makan (Nasoetion & Riyadi 1995). Langkah-langkah yang harus dilakukan dalam perencanaan menu untuk anak usia sekolah adalah sebagai berikut (Nasoetion & Riyadi 1995) : 1. Menentukan kebutuhan energi dan zat gizi anak usia sekolah. 2. Menentukan hidangan dengan memperhatikan variasi atau kombinasi bahan makanan yang digunakan, rasa, rupa dan warna, bentuk, dan konsistensi
dari
masing-masing
hidangan,
serta
kesukaan
atau
kegemaran anak. 3. Menentukan jenis serta jumlah bahan makanan yang akan dipilih untuk diolah dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM), sehingga dapat diketahui kandungan energi dan zat gizi yang terdapat pada setiap jenis bahan makanan. 4. Pengolahan bahan makanan, meliputi persiapan, pemasakan, dan penyajian makanan. Pada perencanaan menu penting pula untuk menentukan siklus menu. Siklus menu merupakan suatu paket menu yang digunakan untuk beberapa hari dan kemudian diulang kembali (Endres et al. 2004). Penetapan siklus menu ini
dilakukan
untuk
mencegah
kebosanan.
Siklus
menu
umumnya
direncanakan pada waktu tertentu, biasanya 10-15 hari. Siklus menu tergantung dari ketersediaan bahan makanan (Yuliati & Santoso 1995). b. Pengorganisasian Setelah menetapkan rencana, maka kegiatan yang dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi adalah kegiatan pengorganisasian. Kegiatan pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan dengan jelas, pembagian tugas sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing, serta pendelegasian tugas dan tanggung jawab dari atasan ke bawahan sehingga masing-masing akan mendapatkan wewenang dan beban kerja yang sesuai. Selain itu diperlukan pula penetapan koordinasi serta sistem
9
pengawasan untuk menjamin bahwa setiap orang menjalankan tugas secara serentak untuk mencapai tujuan organisasi (Yuliati & Santoso 1995; Sullivan & Atlas 1998). Rumit atau sederhananya proses pengorganisasian tergantung dari besar kecilnya pekerjaan yang harus dilakukan. Agar proses pengorganisasian dapat berjalan lancar, maka perlu dibuat suatu bagan organisasi. Menurut Fadiati (1988), organisasi personalia untuk pelayanan orang banyak pada dasarnya meliputi bagian persiapan dan pengolahan hidangan, bagian penyajian, dan bagian administrasi. c. Pelaksanaan Pelaksanaan meliputi berbagai kegiatan, yaitu pembelanjaan bahan makanan, penerimaan dan penyimpanan, pengolahan, penyajian, distribusi makanan, serta higiene dan sanitasi. Pelaksanaan penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan media pendidikan, maka perlu peran serta orang tua dalam membina kebiasaan makan yang baik dan dapat diterapkan di keluarganya (Yuliati & Santoso 1995). Petugas pembelian bahan makanan harus memiliki pengetahuan tentang prioritas kebutuhan, cara membeli, tempat membeli dan bagaimanan bahan makanan tersebut ditangani setelah dibeli. Marotz et al. (2005) menyebutkan, sebelum melakukan pembelian bahan makanan penting untuk mencatat nama produk, harga pasar, kemasan produk, prosedur pemeriksaan produk, satuan, dan jumlah produk yang akan dibeli. Standar resep sebaiknya dibuat untuk mencagah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Pembelian bahan makanan beku sebaiknya dilakukan di akhir pembelian untuk mencegah terjadinya proses thawing selama perjalanan. Terdapat tiga prinsip utama dalam penerimaan bahan makanan yaitu jumlah bahan yang diterima harus sesuai dengan yang tercantum dalam faktur pembelian, mutu bahan makanan yang diterima harus sesuai dengan spesifikasi bahan makanan yang diminta, dan harga bahan makanan harus sesuai dengan kesepakatan awal (Fadiati 1988). Kegiatan penyimpanan bahan makanan dimulai setelah barang pesanan diterima. Menurt Endres et al. (2005), dalam menyimpan bahan makanan penting untuk memeriksa dapur dan gudang untuk mencegah kehilangan bahan makanan. Bahan makanan harus segera disimpan di tempat yang sesuai dengan keadaannya bila tidak langsung diolah. Terdapat dua jenis
10
tempat penyimpanan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan tempat penyimpanan basah. Dapur sebaiknya tidak terlalu penuh dengan bahan makanan. Tujuan
pengolahan
pengolahan.
Proses
mempertimbangkan
nilai
makanan
perlu
pengolahan gizi
diperhatikan
makanan
makanan,
dalam
proses
sebaiknya
dapat
memperbaiki
daya
cerna,
mengembangkan dan meningkatkan rasa, rupa, aroma dan tekstur, serta membebaskan makanan dari mikroorganisme yang membahayakan (Yuliati & Santoso 1995). Metode pengolahan yang baik dapat menjaga kualitas gizi makanan serta mengontrol biaya produksi (Marotz et al. 2004). Tarwotjo (1998) menyebutkan bahwa waktu yang digunakan untuk menyelesaikan tugas mengolah makanan sangat tergantung dari keadaan tempat, alat, tenaga, ketersediaan bahan yang akan diolah, serta cara kerja dan keterampilan pegawai. Tarwotjo (1998) juga melanjutkan waktu yang digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap hari sekitar 2-4 jam, tergantung dari jumlah dan jenis masakan yang diproduksi, tenaga, dan alat yang digunakan. Proses penyajian dilakuakan setelah proses pengolahan selesai. Porsi yang diberikan kepada anak sebaiknya disesuaikan dengan kebutuah gizi dan jumlah yang biasa dikonsumsi di rumah (Marotz et al. 2004). Endres et al. (2005) membagi pelayanan makanan untuk anak ke dalam beberapa jenis, meliputi family style (prasmanan), modified family style, cafeteria style, buffet style, picnic style (out door), dan big lunch. Jenis big lunch menyediakan paket makanan dalam satu wadah dilengkapi dengan sendok dan garpu. Peralatan Dapur Peranan alat dapur sangat penting dalam proses pengolahan makanan. Tanpa adanya peralatan dapur yang lengkap, pengolahan makanan tidak dapat berjalan dengan baik (Widyati 2001). Berdasarkan fungsinya, peralatan dapur dapat dibagi menjadi alat persiapan dan alat pengolahan. Berdasarkan ukuran dan pengoperasiannya, alat dapur dibagi menjadi peralatan dapur besar, peralatan dapur kecil dan peralatan dapur bermesin. Fungsi utama alat persiapan adalah untuk membantu memudahkan menyiapkan bahan makanan yang akan diolah. Pengoperasian dapat secara manual atau menggunakan energi listrik. Adapun yang termasuk jenis alat persiapan adalah sebagai berikut :
11
1. Alat persiapan untuk daging, unggas, dan hasil laut. Contohnya meja kerja, talenan, mesin pemotong tulang, mesin pengiris daging (slicer), mesin penggiling daging (mincer), mesin pelunak daging (tendizer), pisau ikan, pisau daging, dan gunting ikan. 2. Alat persiapan untuk sayuran. Contohnya meja kerja, talenan, pengupas sayuran (vegetable peeler), dan pisau pemotong sayuran. 3. Alat persiapan untuk kue dan roti. Contohnya mixer, rolling pan, alat pemuas adonan roti (proof box), cetakan kue, loyang, pastry brush, spatula, dan pisau roti. 4. Alat persiapan untuk menghaluskan bumbu. Contohnya cobek dan blender. 5. Alat persiapan lain. Contohnya wadah, pengocok telur, ballon whisker, spiral whisker, ayakan (strainer), dan saringan untuk santan. Alat pengolahan adalah alat-alat dapur yang langsung digunakan untuk mengolah makanan, seperti kompor, oven, pengukus (steamer), dan pemanggang (griller). Macam-macam panci dan wajan, diantaranya stock pot, frying pan, omellete pan, souce pan, dan braise pan. Ukuran peralatan tersebut bermacam-macam tergantung kebutuhan. Bahan-bahan peralatan tersebut dapat terbuat dari stainless steel, alumunium, dan kaca tahan panas. Alat pengaduk dapat berupa sendok sayur, sendok pengambil nasi, sothil, spatula wood, iron spatula, dan serok yang terdapat dalam berbagai ukuran. Bahan dasar peralatan tersebut terbuat dari stainless steel, alumunium tebal dan kayu (Widyati 2001;Fadiati 1988). Menurut Tarwotjo (1998) alat penghidang makanan adalah semua alat yang digunakan untuk menghidangkan makanan di meja makan, sedangkan alat makan dan minum adalah seperangkat alat yang biasanya diatur di atas meja makan sebelum makanan dihidangkan. Alat makan terdiri dari alas piring, piring kecil, sendok dan garpu, mangkuk air untuk cuci tangan, dan serbet. Alat minum terdiri dari cangkir, sendok teh, dan gelas. d. Pengawasan Pengawasan adalah suatu teknik yang menentukan apakah perencanaan kegiatan dapat dilaksanakan. Seorang manejer harus mengetahui apa yang menjadi perencanaan, tujuan, dan standar. Pada dasarnya teknik-teknik pengawasan adalah sama untuk berbagai hal.
12
Terdapat tiga proses dasar dalam pengawasan, yaitu penentuan standar, pengukuran hasil kerja, dan tindakan koreksi. Penentuan standar harus dilaksanakan terlebih dahulu sebelum pelaksanaan evaluasi. Standar dapat dilakukan melalui ruang, waktu, berat barang atau lainnya. Standarisasi perlu ditentukan sebaik dan seketat mungkin. Setelah penentuan standar, dapat dilakukan pengukuran hasil kerja, dengan demikian dapat diketahui apakah pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan rencana. Jika diketahui ada penyimpangan, maka dengan cepat perlu dilakukan koreksi. Tindakan koreksi atas penyimpangan merupakan tahap akhir dari pengawasan (Uripi & Santoso 1995). Penilaian menu dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah tujuan perencanaan menu tercapai, sumber daya sudah dilakukan secara efisien, dan menu tersebut menarik. Setiap makanan harus konsisten dengan pola menu yang ditetapkan termasuk kandungan gizi (Uripi & Santoso 1995). Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah Angka kecukupan gizi adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi yang diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan kondisi fisiologis tertentu, seperti hamil dan menyusui (Muhilal & Muhilal 2004). Angka Kecukupan Gizi (AKG) berbeda dengan angka kebutuhan gizi (dietary requirements). Almatsier (2004) menyebutkan bahwa angka kebutuhan gizi (requirement) adalah banyaknya zat gizi minimal yang diperlukan oleh seseorang (individu), agar terhindar dari munculnya gejala-gejala defisiensi. Nilai ini berbeda untuk setiap individu, sehingga ada yang tinggi dan ada yang rendah. Menurut Pudjiadi (1997), kebutuhan energi anak dipengaruhi oleh metabolisme basal, umur, aktifitas fisik, suhu lingkungan dan kesehatannya. Komponen
utama
yang
menentukan
kebutuhan
energi
adalah
Angka
Metabolisme Basal (AMB) dan aktivitas fisik. Menurut FAO/WHO/UNU (2001), kebutuhan energi diperoleh dengen cara mengalikan AMB dengan PAL (physical activity level) dalam sehari. Menurut Hardinsyah dan Martianto (1992), pada prinsipnya angka kebutuhan energi bagi remaja (10-18 tahun) adalah penjumlahan antara Energi Kegiatan (EK) dengan Energi Pertumbuhan (EP). Energi kegiatan dipertoleh dengan mengalikan AMB dengan PAL. Energi pertumbuhan untuk anak usia 10-19 tahun adalah 1.9 kali
13
berat badan (kg). Rumus yang digunakan untuk menghitung AMB anak usia sekolah usia 10-18 tahun adalah sebagai berikut : Pria : AMB (Kalori/hari) Wanita : AMB (Kalori/hari) Kebutuhan Energi
= 17.686 (berat badan) + 658.2 = 13.384 (berat badan) + 692.6 = (AMB X PAL rata-rata) + EP
Kebutuhan protein menurut Almatsier (2004) adalah 10-15% dari kebutuhan energi total, kebutuhan lemak 10-25% dari kebutuhan energi total, dan kebutuhan karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total. Tabel 1 menunjukkan angka kebutukan zat gizi mikro, yaitu vitamin dan mineral menurut Angka Kecukupan Gizi (AKG) Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) 2004. Tabel 1 Angka kecukupan vitamin dan mineral yang dianjurkan untuk anak usia sekolah Golongan Berat Tinggi Vit A Vit B1 Vit C Umur Badan Badan (mg) (mg (gRE) (tahun) (kg) (cm) 4-6 18 110 450 0.6 45 7-9 25 120 500 0.9 45 Pria 10-12 35 138 600 1.1 50 Wanita 10-12 38 145 600 1.1 50 Sumber : Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi LIPI 2004
Ca (mg)
Fe (mg)
Posfor (mg)
500 600
8 10
400 400
1000
13
1000
1000
14
1000
Mahan dan Stump (2004) menyebutkan bahwa selain energi dan zat gizi makro (protein, lemak, karbohidrat), zat gizi mikro yang penting untuk pertumbuhan anak usia sekolah adalah zat besi dan kalsium. Selain untuk tumbuh kembang, zat gizi tersebut juga berperan dalam mencegah timbulnya penyakit akibat kekurangan gizi. Higiene dan Sanitasi dalam Penyelenggaraan Makanan Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan dan hidup manusia (Widyati dan Yuliarsih 2002). Dengan demikian sanitasi makanan adalah salah satu usaha pencegahan dari penyakit yang menitikberatkan pada kegiatan dan tindakan yang perlu untuk membebaskan makanan dari segala macam bahaya yang dapat merusak kesehatan, mulai dari sebelum makanan diproduksi hingga siap dikonsumsi (Uripi & Santoso 1995).
14
Menurut Purnawijayanti (2001), sanitasi meliputi kegiatan-kegiatan aseptik dalam persiapan, pengolahan dan penyajian makanan, pembersihan dan sanitasi lingkungan kerja, serta kesehatan pekerja. Secara lebih terperinci sanitasi meliputi pengawasan mutu bahan makanan mentah, penyimpanan bahan, suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan dari lingkungan, peralatan, dan pekerja pada semua tahapan proses. Sanitasi makanan tidak dapat dipisahkan dari sanitasi lingkungan karena sanitasi makanan adalah usaha untuk mengamankan dan menyelamatkan makanan agar tetap bersih, sehat, dan aman. Sanitasi makanan yang buruk dapat disebabkan oleh tiga faktor, yaitu faktor fisik, kimia, dan mikrobiologis (Widyati & Yuliarsih 2002). Faktor fisik adalah ruangan yang kurang mendapat pertukaran udara yang kurang lancar, suhu yang panas atau lembab, dan lain-lain. Kerusakan makanan yang disebabkan oleh faktor fisik dapat dihindari dengan memperhatikan beberapa hal sebagai berikut : 1. Sanitasi Ruang Dapur Sanitasi ruang dapur dipengaruhi oleh susunan dan konstruksi dapur. Lantai dapur hendaknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan, tidak licin, tidak menyerap minyak goreng atau bahan makanan lain yang berlemak, dan tidak retak. Alat dan obat pembersih lantai diperlukan untuk membersihkan lantai. Alat-alat tersebut antara lain sapu, sikat bertangkai, ember, kain pel yang menggunakan tangkai, pembersih air yang terbuat dari karet dan bertangkai, mesin penyikat lantai, dan mesin pengering lantai, disinfektan, detergen, serta amoniak. Cairan atau bahan makanan yang tumpah
hendaknya
segera
dibersihkan.
Pembersihan
lantai
secara
keseluruhan dilakukan setelah dapur selesai beroperasi, kecuali untuk dapur tertentu yang bekerja selama 24 jam. Dinding harus terbuat dari bahan yang kuat agar mudah dibersihkan. Pada umumnya dinding terbuat dari keramik. Alat pembersihnya ialah sikat bertangkai atau mesin penyikat bertangkai, mesin pengering bertangkai atau kain pel, ember, detergen, dan disinfektan. Langit-langit sebaiknya dibuat dari bahan yang mudah dibersihkan dan sederhana desainnya. Cara membersihkannya adalah dengan sikat bulat bertangkai panjang. Pembersihannya dilakukan satu hari dalam sebulan, pada saat dapur tidak beroperasi.
15
Ventilasi yang baik berperan penting dalam penyelenggaraan makanan dalam jumlah yang besar. Ventilasi yang baik ditandai dengan adanya jendela, lubang angin, extractor fan, dan penghisap asap (exhauster hood) yang diletakkan tergantung di langit-langit yang posisinya tepat berada di atas pusat pengolahan. Jendela, pintu dan lubang angin sebaiknya dilapisi dengan kawat kassa untuk menghindari lalat dan binatang lainnya masuk ke dapur. Cahaya yang baik juga sangat penting dalam penyelenggaraan makananan. Ada dua macam cahaya, yaitu cahaya alam dam cahaya buatan. Ruangan yang memiliki pencahayaan cukup umumnya tidak disukai oleh kecoa, tikus, dan insekta lainnya. Saluran pembuangan air, baik air sisa pencucian bahan makanan maupun pembuangan sisa makanan yang cair, serta air kotor dari pencucian alat dapur dan alat saji sedapat mungkin berjalan lancar (Widyati & Yuliarsih 2002). 2. Sanitasi pembuangan sampah Sampah merupakan salah satu penyebab tercemarnya makanan. Umumnya bak sampah terbuat dari plastik ringan lengkap dengan penutupnya. Sebelum digunakan terlebih dahulu dilapisi dengan kantong plastik sampah agar mudah diangkat, dibersihkan, dan bila sampah telah penuh diganti dengan yang baru. Sampah yang terbungkus plastik tidak terlalu banyak mengundang lalat dan bau dibanding dengan sampah dalam keadaan terbuka (Fadiati 1988). 3. Sanitasi tempat penyimpanan bahan makanan Bahan makanan yang akan disimpan harus berada dalam keadaan bersih. Ruang penyimpanan sebaiknya dibersihkan secara rutin. Seandainya ada bahan makanan yang busuk pada saat disimpan, maka sebaiknya segera dibuang dan sebaiknya ruang penyimpanan disemprot dengan disinfektan pada waktu-waktu tertentu (Fadiati 1988). 4. Sanitasi alat dapur Bahan makanan atau makanan dapat terkontaminasi oleh alat-alat dapur yang kotor. Oleh karena itu pencucian alat dapur juga harus diperhatikan. Pencucian perlengkapan dapur dapat dilakukan dalan dua cara, yaitu secara manual dan dengan menggunakan washing machine (Widyati & Yuliarsih 2002).
16
5. Sanitasi wilayah steward Lemari dan rak penyimpanan alat-alat masak dalam gudang (stewarding store room) perlu diawasi sehingga kemungkinan adanya kerusakan karena berkarat dapat dihindari. Tempat cuci tangan sebaiknya berada di dekat kamar mandi dilengkapi dengan sabun, serbet kertas, atau hand dryer (Widyati & Yuliarsih 2002). Selain faktor fisik, faktor kimia dan mikrobiologis pun berpengaruh terhadap sanitasi. Faktor kimia yang mempengaruhi sanitasi dapat disebabkan karena adanya pencemaran gas atau cairan yang merugikan kesehatan atau adanya partikel-partikel yang beracun, obat penyemprot hama pada bahan makanan, zat-zat kimia yang digunakan untuk mempertahankan kesegaran bahan makanan, zat pewarna, dan penggunaan wadah bekas obat-obat pertanian untuk kemasan makanan dan lain-lain. Faktor mikrobiologis dapat disebabkan oleh pencemaran bakteri, virus, jamur, dan parasit (Fadiati 1988). Higiene Personal dan Higiene Perlengkapan Karyawan Higiene petugas penyelenggara makanan adalah sikap bersih perilaku petugas penyelenggara makanan agar makanan yang ditangani tidak tercemar oleh petugas. Higiene personal terdiri dari pemeriksaan kesehatan, kebersihan tangan dan jari tangan, kebersihan rambut, kebersihan hidung, kebersihan mulut dan gigi, serta kebersihan telinga. Higiene perlengkapan karyawan terdiri dari pakaian karyawan dan sepatu (Fadiati 1988). Sebelum seseorang diterima menjadi karyawan, sebaiknya dilakukan pemeriksaan kesehatan untuk menghindari adanya penyakit menular yang dapat mengkontaminasi makanan. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya pakaian khusus dan diganti setiap hari, karena pakaian merupakan salah satu sumber bakteri. Pakaian yang digunakan di dapur sebaiknya dipilih dari bahan yang berwarna terang, mudah menyerap keringat, tidak panas, dan tidak ketat, sehingga tidak mengganggu pada waktu bekerja. Sepatu yang digunakan sebaiknya memiliki hak pendek, tidak licin, ringan dan enak dipakai. Dengan standar higiene personal yang tinggi seorang petugas dapat menyadari bahwa yang dilakukannya adalah menyangkut kesehatan orang banyak dan mencegah terjadinya keracunan makanan (Widyati & Yuliarsih 2002). Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 tentang cara pengolahan makanan menyebutkan bahwa semua kegiatan pengolahan makanan harus dilakukan dengan cara terlindung dari kontak
17
langsung dengan tubuh. Perlindungan kontak langsung dengan makanan dilakukan dengan : 1) Sarung tangan plastik sekali pakai 2) Penjepit makanan 3) Sendok garpu Untuk melindungi pencemaran terhadap makanan digunakan : 1) Celemek 2) Penutup rambut 3) Sepatu dapur Perilaku karyawan selama bekerja : 1) Tidak merokok 2) Tidak makan atau mengunyah 3) Tidak memakai perhiasan, kecuali cincin kawin yang tidak berhias (polos). 4) Tidak menggunakan peralatan dan fasilitas yang bukan untuk keperluannya 5) Selalu mencuci tangan sebelum bekerja dan setelah keluar dari kamar kecil 6) Selalu memakai pakaian kerja dan pakaian pelindung dengan benar 7) Selalu memakai pakaian kerja yang bersih yang tidak dipakai di luar tempat jasaboga Penilaian Ketersediaan Pangan Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), terdapat dua pengertian tentang penilain konsumsi pangan. Pertama, penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dalam makanan (ketersediaan), dan kedua membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang atau kelompok dengan angka kebutuhan gizi. Lebih lanjut Hardinsyah dan Briawan (1994) menambahkan bahwa dalam menghitung kandungan energi dan zat gizi pangan, sebaiknya dicatat informasi tentang bentuk olahan pangan. Hal ini terkait dengan koreksi kandungan vitamin dan mineral, terutama vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan mineral Fe karena adanya kehilangan zat gizi selama pengolahan Data
aktual
tentang
jumlah
makanan
diperoleh
dengan
cara
penimbangan menggunakan timbangan makanan. Timbangan yang digunakan adalah timbangan yang mempunyai kapasitas 1 kg dan 4 kg (Kusharto & Sa’diyyah 2007). Penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dari beragam pangan merupakan penjumlahan masing-masing energi dan zat gizi pangan komponennya (Hardinsyah & Briawan 1994).
18
Daya Terima Makanan Daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan yang timbul dari makanan melalui panca indera penglihatan, penciuman, perasa, bahkan pendengar (Nasoetion 1980). Faktor utama yang mempengaruhi daya penerimaan terhadap makanan adalah rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan itu. Kualitas cita rasa mempunyai pengertian seberapa jauh daya tarik makanan dapat menimbulkan selera seseorang (Nasoetion 1980). Daya terima anak usia sekolah terhadap makanan dapat dilihat dari jumlah makanan yang dihabiskan. Selain itu daya terima dapat juga dilihat dari jawaban atas pertanyaan-pertanyaan yang diberikan terkait dengan penilaian sensori. Daya terima terhadap makanan menunjukkan hasil penilaian seseorang terhadap menu makanan. Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu menu berhubungan dengan beberapa karakteristik menu yaitu pola menu, warna dan penampakan, terkstur, aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu penyajian. Selain itu penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh kesukaan (Uripi & Santoso 1995; Marotz 2005). Marotz
(2005)
menyebutkan
bahwa
kualitas
sensori
sangat
mempengaruhi pilihan makanan pada anak. Warna merupakan komponen sensori yang paling berpengaruh. Lebih lanjut Marotz menyebutkan bahwa penting untuk memperkenalkan jenis-jenis makanan baru pada anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat mengenal berbagai jenis makanan. Faktor-faktor yang secara tidak langsung mempengaruhi penilaian seseorang terhadap makanan diantaranya suku bangsa, lingkungan hidup, kebudayaan, agama, serta faktor fisiologis dan psikologis (Nasoetion 1980).
19
KERANGKA PEMIKIRAN Makanan Anak Usia Sekolah (AUS) dapat berasal dari makanan yang disediakan di rumah, makanan yang ada di sekolah dan makanan jajanan. Makanan anak di sekolah dapat berasal dari makanan jajanan di kantin atau pedagang kaki lima, makanan bekal yang dibawa dari rumah, dan makanan yang disediakan oleh sekolah melalui Penyelenggaraan makanan (PM). Masingmasing makanan tersebut memiliki ketersediaan energi dan zat gizi yang berbeda-beda. Penyelenggaraan menyediakan
makanan
makanan bagi
di
siswa
sekolah yang
merupakan
diselenggarakan
suatu di
proses sekolah.
Penyelenggaraan makanan di sekolah biasanya melibatkan katering. Dalam pelaksanaannya proses penyelenggaraan makanan ini memerlukan prinsipprinsip manajemen agar dapat mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Yulianti dan Santoso (1995) fungsi manajemen dalam penyelenggaraan makanan
dibagi
menjadi
empat,
yaitu
perencanaan,
pengorganisasian,
pelaksanaan, dan pengawasan. Makanan yang disajikan dalam penyelengggaraan makan harus dapat menyumbangkan energi 1/3 dari total kebutuhan energi anak (Mahan & Stump 2004). Penyajian menu makanan harus mempertimbangkan kesukaan anak, selain mempertimbangakan ketersediaan energi dan zat gizi yang sesuai dengan kebutuhan anak usia sekolah. Daya terima terhadap menu makanan, meliputi penilaian sensori dapat mempengaruhi jumlah makanan yang dikonsumsi anak. Jumlah makanan yang dikonsumsi pada akhirnya akan memberikan kontribusi terhadap konsumsi energi dan zat gizi anak usia sekolah. makanan yang Ketersediaan energi dan zat gizi dari penyelenggaraan makanan di sekolah memberikan kontribusi terhadap konsumsi energi dan zat gizi total anak usia sekolah.
1
Makanan Anak Usia Sekolah Makanan di sekolah
Penyelenggaraan Makanan : Makanan katering
Jumlah dan jenis makanan yang disediakan katering
Daya terima Rasa Warna Aroma Tekstur suhu penyajian porsi kebersihan
Jajanan (kantin, warung, pedagang kaki lima) Ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan jajanan
Makanan di rumah
Bekal
Ketersediaan energi dan zat gizi dari bekal makanan
Ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan di rumah
Ketersediaan energi dan zat gizi dari makanan katering
Jumlah makanan katering yang dikonsumsi
= variabel yang diteliti = variabel yang tidak diteliti
Gambar 1 Kerangka Pemikiran.
Konsumsi Energi dan zat gizi anak usia sekolah
20
21
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study karena pengambilan data dilakukan pada suatu waktu. Penelitian dilaksanakan di Kota Bogor selama 3 bulan dari April sampai Juni 2009. Jumlah dan Cara Pemilihan Contoh Contoh
dalam
penelitian
ini
adalah
katering
yang
melakukan
penyelenggaraan makanan di Sekolah Dasar (SD). Pemilihan SD untuk lokasi penelitian dilakukan secara simple random sampling. Berdasarkan daftar SD yang berasal dari Dinas Pendidikan Kota Bogor (tahun ajaran 2008/2009), terdapat 289 SD dan hanya empat SD yang memenuhi seluruh kriteria. Setelah itu dipilih dua SD dari empat SD yang memenuhi seluruh kriteria tersebut. Kedua SD yang terpilih itu adalah SDIT Aliya (selanjutnya disebut SDA) dan SD Pertiwi (selanjutnya disebut SDP). Kriteria SD tempat katering tersebut berada adalah : (1) terdaftar di Kota Bogor, (2) mengadakan penyelenggaraan makanan, (3) belum pernah dijadikan tempat penelitian sejenis, (4) bersedia dijadikan sebagai tempat penelitian, dan (5) menyediakan makanan untuk sekolah secara kontinyu. Responden dalam penelitian ini adalah pengelola katering, pihak sekolah, dan siswa kelas lima di SD yang terpilih. Kriteria responden yang diteliti di SDA dan SDP adalah mengonsumsi makanan katering pada hari pengamatan. Jumlah siswa kelas lima SDA yang memenuhi kriteria tersebut sebanyak 42 orang pada hari pertama dan 33 orang pada hari kedua. Jumlah siswa kelas lima SDP sebanyak 31 orang pada hari pertama dan 30 orang pada hari kedua. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan sekunder. Data primer meliputi : 1) sistem pengelolaan penyelenggaraan makanan, 2) menu makanan katering, 3) karakteristik responden yang mencakup nama, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, serta aktifitas fisik. 4) daya terima responden terhadap menu yang disajikan. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah dan siklus menu makanan katering. Siklus menu katering dapat dilihat pada Lampiran 1. Data mengenai penyelenggaraan makanan diperoleh dengan melakukan wawancara kepada pengelola katering dan pihak sekolah. Satu porsi makanan ditimbang menggunakan timbangan digital untuk mengetahui jumlah dan kontribusi makanan yang disediakan katering sekolah untuk anak SD. Data
22
aktifitas fisik diperoleh dengan cara pengisian kuesioner oleh responden mengenai jenis aktifitas fisik 1x 24 jam. Data daya terima diperoleh dengan memberikan kuesioner daya terima dan evaluasi menu kepada responden kelas lima yang mengonsumsi makanan katering pada waktu pengamatan. Data sekunder diperoleh dengan melakukan wawancara dengan kepala sekolah. Data sekunder meliputi karakteristik sekolah, jumlah siswa, jam belajar, serta sarana dan prasarana. Tabel 2 menunjukkan Jenis data, dan cara pengumpulan data. Tabel 2 Jenis dan cara pengumpulan data No 1.
2
3.
5.
6.
Jenis Data Penyelenggaraan makanan (PM) - Sistem pengelolaan PM - Tujuan PM - Jenis menu yang dihidangkan - Waktu dan frekuensi PM - Fasilitas fisik - Higiene dan sanitasi PM - Evaluasi menu (kandungan gizi, rasa, variasi, harga) Menu makanan katering (berat makanan, cara pengolahan) Karakteristik responden - Nama, umur, jenis kelamin, aktifitas fisik - Berat badan, tinggi badan Daya terima makanan - Sisa makanan, porsi, pola menu - Rasa, aroma, tekstur, suhu penyajian - Warna, variasi, kebersihan makanan Karakteristik sekolah - Jumlah murid dan guru - jam belajar - Sarana dan prasarana
Cara Pengumpulan Data Pengisian kuesioner, wawancara dan pengamatan langsung
Alat Kuesioner
Penimbangan dan pengamatan
Timbangan makanan digital
Pengisian kuesioner dan wawancara Pengukuran langsung
Kuesioner Timbangan badan digital dan mikrotoise Kuesioner
Wawancara dan pengisian kuesioner
Pengisian kuesioner, wawancara, pengamatan langsung
Kuesioner
Pengolahan dan Analisis Data Data yang telah diperoleh diperiksa terlebih dahulu agar kelengkapannya sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data meliputi beberapa tahap yaitu pengeditan, pengkodean, pengentrian dan analisis. Data penyelenggaraan makananan dianalisis secara deskriptif.
Data kemudian dientri dengan
menggunakan Microsoft excel 2008 dan dianalisis menggunakan SPSS 16 for Windows. Penilaian higiene dan sanitasi dilakukan dengan cara membandingkan
23
hasil
pengamatan
dengan
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
715/MENKES/SK/V/2003. Data angka kebutuhan energi contoh dihitung dengan cara mengalikan AMB (angka metabolisme basal) dengan faktor aktivitas (FA) rata-rata ditambah dengan energi pertumbuhan. Angka kebutuhan energi responden dihitung dengan rumus : KE = (AMB x FA rata-rata) + EP Keterangan : KE = kebutuhan Energi (Kalori) AMB = angka Metabolisme Basal anak usia 10-18 tahun (Pria : 17.686 (BB) + 658.2 Wanita : 13.384 (BB) + 692.6) FA = faktor Aktifitas EP = energi Pertumbuhan (Kalori) BB = berat Badan Ideal (Kg) AMB diperoleh dengan menggunakan rumus FAO (2001), EP diperoleh berdasarkan Hardinsyah dan Martianto (1992) yaitu 1.9 kali Berat Badan (BB). Kebutuhan protein, karbohidrat, dan lemak diperoleh berdasarkan Almatsier (2004), yaitu masing-masing 15%, 75%, dan 10% dari kebutuhan energi total, dimana 1 gram protein, karbohidrat, dan lemak masing-masing adalah 4, 4, dan 9 Kalori. Perhitungan faktor aktifitas rata-rata dihitung berdasarkan Tabel 3. Tabel 3 Perhitungan faktor aktivitas rata-rata 24 jam pria dan wanita usia 10-19 tahun Jenis Aktivitas a b c
Waktu (jam) W1 W2 W3
Pria
Tidur (1.0x W 1/24) Sekolah (1.6x W 2/24) Kegiatan ringan (duduk, berdiri, (1.6x W 3/24) kegiatan sosial, bermain ringan) d Kegiatan sedang (berjalan, W4 (2.5x W 4/24) pekerjaan rumah tangga, pekerjaan pertanian, bermain sedang) e Kegiatan berat (mengangkat air, W5 (6.0x W 5/24) mencari kayu, pekerjaan pertanian, olah raga berat) FA Rata-rata a+b+c+d+e Sumber : Dirangkum dari Hardinsyah dan Martianto (1992)
Wanita (1.0x W 1/24) (1.5x W 2/24) (1.5x W 3/24) (2.2x W 4/24) (6.0x W 5/24)
a+b+c+d+e
Angka kebutuhan zat gizi mikro responden didasarkan pada kecukupan energi dan zat gizi menurut Widya Karya Nasional Pangan dan Gizi (WKNPG) 2004 menurut kelompok umur. Ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang disediakan SD dihitung dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan (DKBM). Menurut Hardinsyah dan Briawan (1994), seringkali dalam penilaian konsumsi pangan dijumpai makanan dalam keadaan olahan
24
atau masak. Jika terdapat jenis makanan yang tidak ditemukan dalam DKBM, maka dapat digunakan DMM (Daftar Konversi Mentah Masak) yaitu daftar yang memuat perbandingan berat bahan pangan dalam bentuk mentah dengan bentuk yang sudah diolah atau dimasak. Untuk menaksir berat mentah dari bahan makanan olahan (masak) adalah dengan menggunakan rumus berikut : Fj = (BMj)/(BOj) BMj = Fj x BOj Keterangan : Fj = faktor konversi mentah masak makanan j BMj
= berat bahan makanan j dalam bentuk mentah
BOj
= berat bahan makanan j dalam bentuk masak (olahan) Untuk menghitung ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan
digunakan rumus sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994) : KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan : KGij = kandungan zat gizi i dari bahan makanan j dengan berat B gram Bj = berat bahan makanan j yang dikonsumsi (g) Gij = kandungan zat gizi i dalam 100 gram BDD bahan makanan j BDDj = persen bahan makanan i yang dapat dimakan (% BDD) Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan katering sekolah dihitung dengan cara membandingkan ketersediaan energi dan zat gizi makanan yang disediakan dengan angka kebutuhan energi dan kecukupan zat gizi responden dalam sehari.
Definisi Operasional Contoh adalah katering yang menyediakan menu makan siang untuk warga SD terpilih. Responden adalah siswa kelas lima SD terpilih yang mengonsumsi makanan katering pada hari pengamatan. Penyelenggaraan makanan sekolah adalah penyelenggaraan makanan bersama yang dilakukan di sekolah berupa makan siang yang melibatkan katering. Manajemen penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang terdiri dari perencanaan (menu), pengorganisasian (pembagian tugas), pelaksanaan (frekuensi, waktu, tempat, orang), dan pengawasan (pada saat penyajian dan makan bersama).
25
Katering sekolah adalah pelayanan pemesanan makanan untuk anak sekolah dimana makanan tersebut diolah di tempat katering dan disajikan di sekolah. Menu makan siang katering adalah susunan hidangan makanan yang dikonsumsi responden mulai pukul 11.00 hingga 13.00 WIB.. Ketersediaan energi dan zat gizi makanan katering adalah jumlah energi dan zat gizi dari makanan yang disediakan katering per porsi. Angka kebutuhan energi responden adalah jumlah energi yang dibutuhkan responden per hari berdasarkan berat badan, umur, jenis kelamin, dan aktifitas fisik. Angka kecukupan zat gizi responden adalah jumlah zat gizi yang harus dipenuhi oleh responden per hari beradasarkan, umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, dan kondisi fisiologis. Aktifitas fisik responden adalah seluruh aktifitas yang dilakukan oleh responden dalam sehari (24 jam). Daya terima makanan adalah reaksi atau tanggapan responden terhadap rangsangan yang timbul dari makanan melalui indra penglihatan, penciuman, dan perasa. Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi adalah persentase perbandingan energi dan zat gizi dalam menu makanan yang disediakan terhadap kebutuhan energi dan zat gizi responden.
26
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Sekolah A. SDIT Aliya (SDA) SDA berdiri pada tahun 2003 dengan jumlah siswa sebanyak 579 orang, terdiri dari 305 laki-laki dan 275 perempuan. Jumlah guru di SDA sebanyak 53 orang terdiri dari 27 laki-laki dan 26 perempuan. Jumlah staf kependidikan sebanyak 17 orang, terdiri dari 4 orang staf Tata Usaha (TU), 6 orang petugas kebersihan, dan 6 orang petugas keamanan (security). Jam belajar per hari berkisar antara tujuh hingga sembilan jam. Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan pada Hari Senin hingga Jumat. Tabel 4 menunjukkan sebaran siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari. Tabel 4 Sebaran siswa SDA menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari Kelas 1 2 3 4 5 6
Jumlah siswa L P 48 23 53 46 62 51 65 52 44 36 33 26
Jumlah kelas paralel 4 4 4 4 3 2
Jam sekolah per hari 7 7 7-9 7-9 7-9 7
Terdapat tiga gedung utama yang ada di SDA. Masing-masing gedung terdiri dari tiga laintai. SDA memiliki fasilitas sarana dan prasarana yang cukup lengkap. Sarana dan prasarana yang ada di SDA dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Sarana dan prasarana yang ada di SDA No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sarana Prasarana Ruang kelas Ruang perpustakaan Laboratorium IPA Ruang Pimpinan Ruang Guru Tempat Ibadah Ruang UKS Jamban Gudang Ruang Sirkulasi/koridor Tempat bermain/ olah raga Laboratorium computer Ruang Audio Video Kantin Koperasi
Jumlah 24 1 1 1 1 1 9 10 1 9 1 1 2 1 1
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
27
Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SDA sudah memenuhi ketentuan minimum sarana dan prasarana yang harus tersedia di sebuah SD/MI menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007. Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, dua buah loker siswa, kursi guru, meja guru, whiteboard, jam dinding, kipas besar, lemari, dan dua buah karpet besar. Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan dengan jumlah murid. Selain itu di depan ruang kelas juga terdapat rak sepatu dan tong sampah. Tempat mencuci tangan tidak tersedia di sekitar ruang kelas. Siswa mencuci tangan di toilet siswa yang terletak di masing-masing lantai gedung. Menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007, ruang kelas adalah tempat kegiatan pembelajaran teori, praktek yang tidak memerlukan peralatan khusus. Banyak minimum ruang kelas sama dengan banyak rombongan belajar atau kelas paralel. Kapasitas maksimum ruang kelas adalah 28 peserta didik. Kapasitas peserta didik kelas lima di SDA berkisar antara 26 hingga 28 siswa. B. SD PERTIWI (SDP) SDP berdiri pada tahun 1972 dengan jumlah siswa sebanyak 627 orang, terdiri dari 298 laki-laki dan 329 perempuan. Jumlah guru di SDP sebanyak 29 orang terdiri dari 12 laki-laki dan 17 perempuan. Jumlah staf kependidikan sebanyak 8 orang, terdiri dari 2 orang staf Tata Usaha (TU), 3 orang petugas kebersihan, 2 orang petugas keamanan (security), dan 1 orang petugas perpustakaan. Jam sekolah per hari berkisar antara tiga hingga tujuh jam. Pada hari Jumat kegiatan belajar mengajar dilaksanakan dari pukul 7.00 hingga pukul 10.00 WIB. Kegiatan belajar mengajar diselenggarakan pada Hari Senin hingga Jumat atau selama lima hari. Kegiatan Keagamaan Taman Pendidikan Al-Quran (TPA) dilaksanakan pada Hari Senin hingga Rabu pada pukul 13.00-14.00 WIB, sedangkan kegiatan ekstrakurikuler dilaksanakan pada Hari Sabtu. Tabel 6 menunjukkan sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari. Terdapat tiga gedung bangunan di SDP. Masing-masing gedung terdiri dari dua lantai. Sarana dan prasarana yang terdapat di SDP cukup lengkap. Alat bantu proses pembelajaran yang tersedia di SDP adalah televisi, infokus, OHP, dan VCD.
28
Tabel 6 Sebaran siswa SDP menurut kelas, jenis kelamin, jumlah kelas paralel, dan jam sekolah per hari Kelas 1 2 3 4 5 6
Jumlah siswa L P 52 61 55 52 52 59 45 51 51 48 43 58
Jumlah kelas parallel 5 3 3 3 3 3
Jam sekolah per hari 3-5.5 3-5.5 3-6.5 3-7 3-7 3-7
Sarana dan prasarana yang ada di SDP dapat dilihat pada Tabel 7. Fasilitas sarana dan prasarana pendidikan yang ada di SDP sudah memenuhi ketentuan minimum sarana dan prasarana yang harus tersedia di sebuah SD/MI menurut Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 tahun 2007. Fasilitas yang ada di ruang kelas adalah meja siswa, kursi siswa, meja guru, kursi guru, whiteboard, blackboard, jam dinding, lemari, papan jadwal pelajaran, mading kelas, alat permainan edukatif, televisi, alat kebersihan, dan kotak P3K. Tabel 7 Sarana dan prasarana yang ada di SDP No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Sarana Prasarana Ruang kelas Ruang perpustakaan Laboratorium IPA Ruang Pimpinan Ruang Guru Tempat Ibadah Ruang UKS Jamban Gudang Ruang Sirkulasi/koridor Tempat bermain/ olah raga Laboratorium komputer Laboratorium Bahasa Kantin Koperasi Ruang Serbaguna Ruang Musik
Jumlah 18 1 1 1 1 1 1 2 1 4
Kondisi Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik Baik
1
Baik
1 1 1 1 1 1
Baik Baik Baik Baik Baik Baik
Jumlah meja dan kursi siswa yang ada di ruang kelas disesuaikan dengan jumlah murid. Terdapat satu buah tong sampah di depan masing-masing kelas. Tempat mencuci tangan tersedia di koridor kelas. Fasilitas ini memudahkan siswa untuk mencuci tangan. Kapasitas peserta didik kelas lima di SDP berkisar antara 31 hingga 34 siswa. Katering Sekolah Menurut Kepmenkes RI Nomor 715/MENKES/SK/V/2003, katering SDA dan SDP termasuk golongan jasa boga A2, dimana jumlah menu yang dihasilkan
29
per hari adalah 100-500 porsi, menggunakan dapur rumah tangga, dan mempekerjakan tenaga karja. Kedua katering menyediakan menu makan siang untuk warga sekolah, karyawan swasta, dan pesanan. Profil masing-masing katering dapat dilihat pada Tabel 8. Katering SDP lebih lama melayani makan siang sekolah daripada katering SDA. Jarak SDA ke katering lebih jauh daripada jarak SDP ke katering. Jumlah porsi yang dihasilkan katering SDA untuk sekolah lebih banyak. Seluruh peserta katering SDA merupakan peserta katering bulanan. Perserta katering bulanan SDP mendapatkan menu yang telah ditetapkan oleh pihak katering. Paket menu bulanan ditawarkan pada orang tua murid pada awal bulan. Tabel 8 Profil katering SDA dan SDP No
Profil katering
1
Tahun bergabung dengan sekolah Jarak dari sekolah (km) Jumlah porsi/hari (porsi) Jumlah porsi untuk SD (porsi) Total pegawai (orang) Jumlah pegawai pengolah makanan (orang) Keanggotaan katering Periode keanggotaan Penyajian menu makanan
2 3 4 5 6 7 8 9
Katering SDA 2003
SDP 2009
5 200-250 192 6 5
2 250 145 6 3
Bulanan 3 bulan Rantangan
Harian dan bulanan 1 bulan Rantangan, prasmanan
Siswa katering harian SDP terdiri dari siswa katering menu lengkap dan siswa katering menu pilihan. Siswa yang mengikuti katering harian menu lengkap mendapat menu makan siang yang sama dengan menu siswa katering bulanan, namun jika mereka tidak suka dengan menu pada hari tersebut diperbolehkan untuk memilih menu yang lain. Siswa yang terdaftar sebagai anggota katering harian menu pilihan adalah siswa yang bebas membeli makanan di tempat katering sesuai keinginan dan pembayaran dilakukan secara langsung. Manajemen Penyelenggaraan Makanan Penerapan fungsi manajemen diperlukan untuk mengadakan suatu penyelenggaraan makanan yang baik. Menurut Yuliati dan Santoso (1995), fungsi manajemen dalam penyelenggaraan makan institusi dikelompokan menjadi empat bagian, yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating) dan pengawasan (controlling). Perencanaan (planning) Menurut Nasoetion dan Riyadi (1995), tahapan perencanaan menu meliputi menetapkan kebutuhan energi dan zat gizi, menentukan hidangan menu
30
makanan, memilih dan membeli bahan makanan yang baik, dan mengolah bahan makanan menjadi menu makan siang. Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 9. Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA telah sesuai dengan yang dikemukakan oleh Nasoetion dan Riyadi (1995). Manajer katering memperhatikan keragaman makanan yang disajikan meliputi makanan utama (nasi), lauk hewani, lauk nabati, sayur, dan buah. Pemilihan buah disesuaikan dengan ketersediaan buah-buahan di pasar. Jeli atau agaragar digunakan sebagai pengganti buah jika buah tidak tersedia. Tabel 9 Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDA dan SDP No 1
Tahapan Perencanaan Menu Menetapkan kebutuhan energi dan zat gizi anak 2 Menentukan hidangan menu makanan 3 Memilih dan membeli bahan makanan yang baik 4 Mengolah bahan makanan menjadi menu makan siang Keterangan : √ = ya - = Tidak
SDA √
SDP -
√ √
√ √
√
√
Tahapan perencanaan menu yang dilakukan oleh manajer katering SDP tidak didasarkan pada kebutuhan kalori anak, tetapi didasarkan pada prinsip makanan beragam. Satu paket menu yang direncanakan berupa makanan pokok (nasi, kentang), lauk (daging, ayam, ikan, telur), gorengan, sop/tumisan sayuran, dan buah. Buah dan sayur tidak selalu disertakan dalam menu makan siang setiap hari. Katering terkadang menyediakan jeli sebagai pengganti buah. Kesulitan yang dialami oleh manajer dalam merencanakan menu adalah sulitnya menyesuaikan antara menu yang telah direncanakan dengan kesukaan anak. Pada dasarnya menu direncanakan berdasarkan prinsip keragaman makanan misalnya selalu menyertakan sayur dalam menu makan siang, namun banyak siswa yang tidak menghabiskan makanannya tersebut bahkan ada yang menukarnya dengan menu yang lain seperti ayam krispi atau spaghetti. Perencanaan menu dan biaya untuk makanan katering bulanan didasarkan pada ketetapan biaya yang telah disepakati oleh pihak sekolah dan katering. Penetapan harga untuk makanan katering harian menu pilihan SDP dilakukan oleh manajer katering. Perencanaan menu diserahkan sepenuhnya kepada pihak katering. Fungsi perencanaan yang dilakukan oleh katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 10.
31
Tabel 10 Fungsi perencanaan di katering SDA dan SDP (menu bulanan) No
Fungsi Perencanaan
1 2 3 4 5 6
Dasar perencanaan menu Siklus menu Harga makanan bulanan (Rp) Standar resep dan porsi Keterlibatan orang tua Pendataan alergi makanan
Katering SDA 400-500 Kal 1 bulan 5500 Ada Tidak ada Ya
SDP Makanan beragam 1 bulan 7500 Ada Tidak ada Ya
Harga makanan katering bulanan SDA lebih rendah daripada SDP. Harga menu makanan katering harian SDP tergantung dari lauknya Harga nasi per porsi adalah Rp. 1500, sedangkan harga lauknya berkisar antara Rp. 2500-6000 per porsi. Lauk yang dijual di stand katering diantaranya telur balado, ayam serundeng, ayam krispi, ati ampela, kentang balado, dan rending daging. Harga makanan jajanan, seperti spaghetti, mie goreng, kwetiaw goreng, dan chicken strip berkisar antara Rp. 2000-5000 per porsi. Menu favorit di stand katering SDP adalah ayam krispi dan spaghetti. Perencanaan menu di katering SDA didasarkan pada kebutuhan gizi anak, sedangkan di SDP tidak. Menu makanan favorit di SDP akan mengalami pengulangan yang lebih sering. Menu untuk siswa dan guru berbeda di kedua sekolah. Menu makan siang baik di katering SDA maupun SDP tidak selalu berdasarkan siklus menu tetapi disesuaikan dengan ketersediaan bahan makanan di dapur katering dan di pasar. Orang tua siswa tidak dilibatkan dalam perencanaan menu baik di SDA maupun di SDP. Menurut Marotz et al. (2005), seorang perencana menu sebaiknya berkonsultasi dengan orang tua untuk berbagi informasi mengenai resep makanan yang disukai anak. Walaupun tidak melibatkan orang tua, pihak katering SDA tetap memperhatikan makanan kesukaan anak. Salah satu cara yang dilakukan untuk mengetahui makanan yang disukai anak adalah dengan mendatangi siswa dan menanyakan secara langsung apa makanan yang diinginkan oleh anak. Anak yang memiliki alergi terhadap makanan tertentu mendapatkan menu yang berbeda. Standar resep dan standar porsi ditetapkan oleh pihak katering untuk mencegah pembelian bahan makanan yang berlebihan. Siklus menu yang direncanakan oleh pihak katering adalah satu bulan, dan siklus menu akan terulang pada bulan selanjutnya. Menu makanan katering SDA dan SDP tidak dilengkapi dengan air minum. Air minum tersedia di setiap koridor kelas SDA, sedangkan di SDP tidak.
32
Sebanyak 81.8% responden siswa SDA selalu membawa minum setiap hari dan 18.2% kadang-kadang membawa minum. Sebanyak 59.6% responden siswa SDP selalu membawa minum setiap hari dan 38.3% kadang-kadang membawa minum. Pengorganisasian (organizing) Kegiatan pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan yang jelas, pembagian tugas, serta pendelegasian tugas dari atasan ke bawahan (Yuliati dan Santoso 1995; Sullivan & Atlas 1998). Tujuan diadakannya penyelenggaraan makan siang di SDA adalah menyediakan layanan paket makanan bagi anak dalam rangka menanamkan kemandirian dan menerapkan suasana kekeluargaan bagi anak. Tujuan diadakannya penyelenggaraan makanan di SDP adalah untuk memilih dan menyediakan makanan yang dapat mencukupi kebutuhan gizi anak. Pembagian tugas yang dilakukan oleh SDA dan SDP meliputi perencanaan menu, penetapan biaya, pembelian dan penerimaan bahan makanan,
pengolahan
bahan
makanan,
pemorsian
dan
penyajian,
pendistribusian makanan, pengawasan, evaluasi menu, serta petugas pencucian peralatan makan dan kebersihan. Fungsi pengorganisasian yang dilakukan katering SDA dan SDP disajikan pada Tabel 11. Tabel 11 Fungsi pengorganisasian di katering SDA dan SDP No
Pembagian Tugas
1. 2.
Perencanaan menu Penetapan biaya
3.
Pembelian dan penerimaan bahan makanan Pengolahan bahan makanan
4. 5. 6. 7. 8. 9. 10.
Pemorsian dan penyajian makanan Distribusi makanan dari tempat katering ke sekolah Distribusi makanan di sekolah Pengawas makan bersama Evaluasi Menu Petugas cuci peralatan makan dan kebersihan
Pelaksana SDA SDP Manajer Katering Manajer katering Manajer katering dan Manajer katering dan Tata Usaha (TU) kepala sekolah Manajer dan pegawai Manajer dan pegawai Katering Katering Manajer dan pegawai Manajer dan pegawai katering Katering Pegawai katering Pegawai katering Sopir katering
Sopir katering
Petugas kebersihan
Pegawai katering
Wali kelas Tata Usaha dan Manajer katering Pegawai katering
Manajer katering Pegawai katering
Manajer katering berperan hampir dalam seluruh aspek penyelenggaraan makanan. Keterlibatan pihak SDA dalam penyelenggaraan makanan lebih tinggi
33
dibandingkan dengan pihak SDP. Hal ini dapat dilihat dari keterlibatan sekolah dalam melakukan pengawasan pada saat makan bersama, melakukan evaluasi menu, dan mengunjungi katering setiap akhir semester untuk mengawasi proses produksi makanan.Bagan organisasi penyelenggaraan makanan SDA dan SDP dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3. Yayasa n Kepala sekolah Tata Usaha (TU) Manajer Katering Pegawai
Pegawai
Pegawai
Petugas kebersihan
Gambar 2 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDA Kepala sekolah Wakil Kepala Sekolah Manajer Katering Pegawai
Pegawai
Pegawai
Petugas kebersihan
Gambar 3 Bagan organisasi penyelenggaraan makan SDP Pelaksanaan (actuating) Pelaksanaan Di Katering Pelaksanaan di katering SDA dan SDP dimulai dari proses pembelian bahan makanan hingga pendistribusian makanan dari katering ke sekolah. Jumlah makanan yang akan dibeli didasarkan pada standar resep yang telah ditetapkan. Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 12. Frekuensi pembelian bahan makanan di katering SDP lebih sering dari pada SDA. Pihak SDP jarang menyimpan bahan makanan lebih dari 3 hari kecuali untuk pangan hewani yang dibekukan. Tempat membeli BM disesuaikan dengan kedekatan dapur katering dengan pasar.
34
Tabel 12 Fungsi pelaksanaan di katering SDA dan SDP Pelaksanaan Frekuensi Pembelian Bahan Makanan (BM) BM Kering BM Basah Tempat pembelian BM Cara membeli BM Tempat penyimpanan kering Tempat penyimpanan basah Tampat penyajian makanan Waktu produksi makanan Waktu distribusi makanan
SDA
SDP
5x/mg 1x/hr – 2x/bn P. Bogor, P. Laladon, warung Langsung dan tidak langsung Lemari Lemari es Kotak makan plastik 6.30-10.00 WIB 10.30 WIB
1x/hr 1x/hr – 3x/mg P. Bogor, P. Jambu Dua, Tajur Langsung dan tidak langsung Lantai, rak, meja Lemari es, box freezer Styroform 4.30 – 8.00 WIB 8.00 – 10.30 WIB
Produksi makanan di katering SDA dan SDP dilakukan selama 3.5 jam. Menurut Tarwotjo (1998), waktu yang digunakan ibu-ibu untuk memasak setiap hari sekitar 2-4 jam tergantung dari jumlah dan jenis makanan yang diproduksi, tenaga kerja, dan alat yang digunakan. Pembelian bahan makanan secara rinci yang dilakukan oleh katering SDA dan SDP dapat dilihat pada Tabel 13 dan Tabel 14. Tabel 13 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDA Frekuensi Pembelian (hari/minggu/bulan) 5x/minggu 5x/minggu
3. 4. 5. 6.
Jenis Bahan Makanan Beras Bumbu, minyak, gula Daging Ayam Telur Ikan basah
7 8. 9.
Pangan Nabati Sayur Buah
1x/hari 5x/minggu 5x/minggu
No. 1. 2.
2x/bulan 1x/minggu 1x/minggu 1x/minggu
Tempat Membeli
Cara Membeli
Pasar Bogor Pasar Bogor
L L
Pasar Laladon Pasar Laladon Koperasi Aliya PT. Mutiara Sejahtera, warung Warung Pasar Bogor Pasar Bogor
TL TL TL L, TL L L L
Katering SDA biasa melakukan pembelian bahan makanan di pasar Bogor dan pasar Laladon. Katering SDA juga menjalin kerjasama rekanan dengan pihak lain dalam pembelian telur dan ikan basah. Pembelian daging hanya dilakukan dua kali sebulan. Hal ini dikarenakan daging dapat bertahan lebih dari satu bulan jika disimpan dalam keadaan beku (Fadiati 1988). Penerimaan bahan makanan dilakukan oleh manajer katering. Kedua manajer katering selalu memeriksa jumlah bahan makanan, mutu bahan makanan, serta harga bahan makanan yang sudah dibeli/dipesan. Terdapat dua
35
jenis tempat menyimpan bahan makanan, yaitu tempat penyimpanan kering dan tempat penyimpanan basah. Tabel 14 Jenis, frekuensi pembelian, tempat membeli, dan cara membeli bahan makanan di katering SDP
3.
Jenis Bahan Makanan Beras Bumbu, minyak, gula Daging
4. 5. 6. 7 8.
Ayam Telur Ikan basah Pangan Nabati Sayur
9.
Buah
No. 1. 2.
Frekuensi Pembelian (hari/minggu/bulan) 1x/hari 1x/hari 3x/minggu 3x/minggu 1x/hari 1-2x/minggu 2-3 kali/minggu 1x/hari 1x/hari
Keterangan : L = langsung
Tempat
penyimpanan
TL
kering
Tempat Membeli
Cara Membeli
Pasar Bogor Pasar Bogor
L L
Pasar Bogor/supermarket Katulampa Pasar Bogor Tajur Pasar Bogor Pasar Bogor/pasar jambu dua Pasar Bogor/pasar jambu dua = tidak langsung
di
katering
SDA
L TL TL TL L L L
digunakan
untuk
menyimpan bumbu, tepung terigu, gula, minyak, gula, kecap, dan bahan kering lainya. Tempat penyimpanan basah digunakan untuk menyimpan pangan hewani, pangan nabati, kaldu, sayur dan buah. Tempat menyimpan bahan makanan basah adalah lemari es. Tempat menyimpan beras adalah lemari khusus beras. Di katering SDP, telur disimpan di peti kayu yang diletakkan di lantai. Penyimpanan bahan makanan disatukan dengan tempat menyimpan alat-alat dapur.
Tidak
ada
tempat
penyimpanan
khusus
untuk
beras.
Tempat
penyimpanan basah adalah lemari es dan box freezer. Lemari es terisi penuh oleh wadah dan bahan makanan, sehingga terlihat menumpuk. Meja kerja tidak terdapat di dapur katering SDA, sedangkan di katering SDP terdapat 2 buah meja kerja yang bentuknya memanjang dilapisi keramik. Proses persiapan seperti pemotongan bahan makanan di katering SDA dilakukan di lantai dapur, sedangkan di katering SDP dilakukan di lantai ruangan samping dapur. Ruangan tersebut terdiri dari satu buah kamar mandi, tempat mencuci piring, dan tempat tidur karyawan di bagian atasnya. Meja kerja tidak digunakan sebagai tempat persiapan bahan makanan karena terisi penuh oleh peralatan dapur seperti magic jar dan wadah air.
36
Gambar 4 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDA
Gambar 5 Dapur dan tempat penyimpanan bahan makanan katering SDP Pengolahan bahan makanan di katering SDA dan SDP dilakukan di dapur rumah manajer katering. Ukuran dapur katering SDA adalah 10m x 3m, sedangkan katering SDP 5m x 3m. Peralatan dapur yang digunakan dalam pengolahan makanan dapat dilihat pada Tabel 15. Alat yang digunakan sebagai wadah penyajian di katering SDA adalah tempat makan plastik/rantangan dilengkapi dengan sendok dan garpu. Tempat makan ditempeli label nama anak yang berpartisipasi dalam penyelenggaraan makanan di sekolah. Pemorsian bahan makanan dilakukan oleh petugas tetap sehingga petugas tersebut sudah terbiasa melakukan pembagian porsi untuk masing-masing anak. Alat yang digunakan sebagai wadah penyajian di SDP adalah styroform dilengkapi dengan sendok plastik (sendok bebek). Wadah penyajian untuk makanan katering harian adalah plastik dan styroform. Pemberian nama pada tempat makan anak dilakukan langsung di sekolah oleh petugas penjaga stand makanan katering. Pemorsian bahan makanan tidak dilakukan oleh petugas tetap. Menurut manajer katering SDP, sebelum digunakan styroform, pihak ketering menggunakan rantangan sebagai tempat penyajian. Rantangan yang disediakan sering tidak kembali karena dibawa oleh anak ke rumah, sehingga
37
merugikan katering. Penggunaan styroform dinilai lebih praktis dan ekonomis oleh manajer katering SDP. Tabel 15 Peralatan dapur yang digunakan di katering SDA dan SDP Peralatan Dapur Persiapan Pisau Talenan Pengupas sayuran Baskom Cobek Blender Nampan Saringan Pengolahan Kompor Oven Wajan Presto Pengukus Panci Sodet Saringan minyak Centong Teflon Cetakan Penyajian Baskom besar Wadah nasi Corong Plastik Rantangan Styroform Sendok logam Garpu logam Sendok plastik
Katering SDA
Katering SDP
-
-
Distribusi makanan dari tempat katering ke sekolah dilakukan dengan menggunakan mobil pribadi manajer katering. Pendistribusian makanan di SDA dilakukan pada pukul 10.30 WIB. Setelah sampai di sekolah, makanan didistribusikan oleh petugas kebersihan atau penanggung jawab masing-masing gedung. Pendistribusian makanan di sekolah dilakukan pada pukul 11.30 WIB. Setelah jam makan siang, petugas kebersihan kembali mengumpulkan tempat makanan untuk diambil oleh petugas katering pada pukul 13.30 WIB. Distribusi makanan katering harian dari tempat katering ke sekolah di SDP dilakukan pada pukul 8.00-10.00 WIB. Pendistribusian makanan katering bulanan dilaksanakan pada pukul 10.30 WIB.
Makanan disimpan di stand
katering sekolah untuk diambil oleh masing-masing anak, sehingga pada saat
38
pengambilan makanan menjadi kurang tertib. Setelah jam makan siang, wadah makanan tidak dikumpulkan karena dapat langsung dibuang. Pelaksanaan Di Sekolah Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP dimulai dari pendistribusian makanan
di
sekolah
hingga
waktu
makan
siang
selesai.
Frekuensi
penyelenggaraan makan siang di SDA ditentukan oleh pihak sekolah, yaitu setiap hari Senin sampai Jumat. Frekuensi penyelenggaraan makan siang di SDP ditentukan oleh pihak sekolah selama empat hari dalam seminggu, yaitu pada
hari
Senin
sampai
Kamis.
Pada
hari
Jumat
tidak
dilakukan
penyelenggaraan makan siang karena jam belajar mengajar lebih pendek, yaitu hanya sampai pukul 10.00 WIB. Walaupun begitu, pihak katering SDP tetap menyediakan makanan di stand kantin pada hari Jumat. Fungsi pelaksanaan yang dilakukan oleh SDA dan SDp dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16 Fungsi pelaksanaan di SDA dan SDP Pelaksanaan Hari pelaksanaan PM Waktu distribusi makanan Waktu makan siang Ruangan makan siang Pemimpin doa Pendamping makan siang
SDA Senin – Jumat 11.30 WIB 12.10 WIB Koridor kelas Satu orang siswa Wali kelas
SDP Senin – Kamis 11.00 dan 12.25 WIB 11.00 dan 12.25 WIB Kantin, kelas, koridor Masing-masing siswa -
Waktu pelaksanaan makan siang bersama di SDA yaitu pada istirahat kedua pukul 12.10 WIB. Pada saat makan siang, anak dikelompukan menjadi dua, yaitu putra dan putri. Pada saat kelompok putra makan, kelompok putri melaksanakan solat dzuhur dan sebaliknya. Makan siang didistribusikan oleh petugas kebersihan dan disimpan di depan kelas. Sebelum dan setelah jam makan siang petugas kebersihan mengepel lantai koridor kelas. Anak dapat langsung mengambil tempat makan yang telah diberi nama pada saat jadwal makan siang. Makan siang di SDP tidak dilakukan secara bersama-sama karena SDP tidak mempunyai ruangan khusus untuk makan siang. Anak dapat mengambil makan siang mulai pukul 11.00 WIB pada saat istirahat kedua. Anak dapat makan di kantin sekolah, di kelas, atau di koridor kelas. Pada saat makan siang, wali kelas tidak melakukan pengawasan dan tidak makan bersama dengan anak. Menurut kepala sekolah SDP anak sudah cukup mandiri dan tidak perlu diawasi lagi ketika makan. Selang waktu antara pendistribusian makanan dengan waktu makan siang di SDA adalah 100 menit dan 30-115 menit di SDP.
39
Berdasarkan hasil pengisian kuesioner, 29.5% responden siswa SDA dan 72% responden SDP selalu mencuci tangannya sebelum dan setelah makan. Sisanya menjawab kadang-kadang. Terdapat tempat mencuci tangan di depan kelas dilengkapi dengan sabun cuci tangan di SDP. Kegiatan makan bersama di SDA dimulai dengan melakukan doa bersama dan dipimpin oleh salah seorang siswa secara bergiliran. Wali kelas mendampingi anak saat makan siang. Sabun cair (hand wash) tersedia di dalam ruangan kelas untuk cuci tangan anak. Di masing-masing koridor kelas juga telah tersedia galon air untuk minum anak. Walaupun sabun cair telah tersedia di masing-masing kelas, masih ada anak yang tidak mencuci tangan sebelum makan dengan alasan makan menggunakan sendok dan garpu. Menurut wali kelas, terkadang ada anak yang membawa sabun cuci tangan sendiri. Setelah selesai makan, anak mencuci tangannya dan menyimpan tempat makannya kembali di depan kelas. Pada saat makan bersama di SDA, anak yang membawa bekal dari rumah ikut makan bersama dengan anak yang mengikuti katering. Terkadang anak saling mencoba makanan masing-masing. Suasana pada saat makan bersama sangat tertib dan menyenangkan. Menurut Hidayat (2007), anak sekolah lebih senang makan bersama dengan temannya. Anak yang membawa bekal di SDP makan di kelas masing-masing. Pengawasan (controlling) Pengawasan makan bersama di SDA dilakukan oleh wali kelas. Pengawasan pada saat pengolahan tidak selalu dilakukan oleh pihak sekolah karena proses pengolahan dilakukan di dapur katering. Pihak sekolah melakukan pengawasan (supervisor) pada saat pengolahan makanan kepada pihak katering enam bulan sekali, yaitu pada saat akhir semester. Pengawasan selama proses pengolahan setiap harinya dilakukan oleh manajer katering. Selain itu setiap akhir semester juga dilakukan rapat kerja yang dihadiri oleh pihak yayasan SDA, kepala sekolah, seluruh guru, komite sekolah dan manajer katering. Rapat kerja salah satunya membahas kinerja katering dalam memberikan pelayanan terhadap anak, guru, dan staf kependidikan. Pengawasan tidak dilakukan pada saat makan siang di SDP. Pihak sekolah tidak melakukan pengawasan ataupun kunjungan secera rutin ke tempat pengolahan makanan. Pihak sekolah pernah melakukan kunjungan ke katering
40
dan memberikan penyuluhan bekerjasama dengan Puskesmas setempat pada pedagang kantin dan pihak katering mengenai keamanan pangan. Menurut Uripi dan Santoso (1995), terdapat tiga proses dasar dalam pengawasan, yaitu penentuan standar, pengukuran hasil kerja, dan tindakan koreksi. Uripi dan Santoso juga melanjutkan penilaian menu dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah tujuan perencanaan menu sudah tercapai dan menu tersebut menarik. Standar pelaksanaan pengolahan makanan telah ditetapkan oleh manajer kedua katering, namun tidak secara tertulis. manajer katering memberikan penjelasan kepada pegawai bagaimana cara mengolah makanan yang benar, mulai dari persiapan hingga penyajian, serta higiene dan sanitasi makanan. Pegawai sudah terbiasa dan mengerti mengenai tahapan yang harus dilakukan selama proses pengolahan. Terdapat peraturan tertulis yang dibuat oleh pihak sekolah SDA mengenai tata tertib yang harus diikuti oleh pihak katering (Lampiran 2). Tata tertib tersebut diantaranya mengatur tentang standar menu yang sebaiknya disediakan oleh pihak katering. Pihak SDP tidak menetapkan peraturan secara tertulis mengenai tata tertib yang harus diikuti oleh pihak katering. Pihak sekolah SDP memberikan arahan kepada pedagang kantin dan pihak katering mengenai makanan yang sehat untuk anak. Pengukuran hasil kerja dapat dilihat dari ada tidaknya protes/keluhan dari anak, sekolah, atau orang tua siswa. Menurut manajer katering dan pihak sekolah SDA maupun SDP, katering jarang mendapatkan complain dari pihak manapun karena menu yang disajikan sudah bervariasi. Jika terdapat complain, maka dengan segera pihak katering akan melakukan tindakan koreksi. Penilaian menu di SDA dilakukan setiap hari oleh staf Tata Usaha (TU) untuk mengetahui kualitas menu, terutama dalam hal rasa. Jika terdapat salah satu makanan yang kurang enak, pihak sekolah akan segera menghubungi dan memberi terguran kepada pihak katering. Jika terdapat makanan yang kualitasnya kurang baik, misalnya basi, maka pihak katering harus mengganti makanan tersebut pada hari yang sama untuk semua anak. Evaluasi menu dilakukan oleh pihak katering dengan cara melihat sisa makanan pada rantangan. Jika terdapat banyak sisa makanan di rantangan, maka menu hari itu dinilai kurang menarik bagi anak.
41
Pihak SDP tidak melakukan penilaian atau evaluasi menu. Evaluasi dilakukan oleh pihak katering dalam hal rasa, namun katering tidak dapat melakukan evaluasi terhadap sisa makanan karena makanan yang tersisa langsung dibuang oleh anak. Penerapan Higiene dan Sanitasi Pengolahan Makanan Higiene adalah suatu pencegahan penyakit yang menitikberatkan pada usaha kesehatan perseorangan atau manusia beserta lingkungan tempat orang tersebut berada. Sanitasi adalah suatu usaha pencegahan penyakit yang menitikberatkan kegiatan pada usaha kesehatan lingkungan dan hidup manusia (Widyati dan Yuliarsih 2002). Jumlah pengelola katering yang terlibat langsung dalam pengolahan makanan adalah lima orang di katering SDA dan tiga orang di katering SDP. Usia pengelola katering SDA dan SDP berkisar antara 15 hingga 57 tahun, tidak memiliki penyakit kronis, dan lama bekerja sekitar satu bulan hingga 12 tahun. Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan higiene personal dapat dilihat pada Tabel 17. Persentase rata-rata pengelola katering SDA yang menerapkan prinsip higiene personal adalah 64.6%, sedangkan di SDP 53.8%. Keseluruhan pengelola di kedua katering tidak menggunakan celemek, sarung tangan, pelindung kepala, dan alas kaki pada saat proses produksi makanan. Alasan pegawai tidak menggunakan alas kaki di katering SDA adalah karena lantai dapur bersih dan selalu dibersihkan sebelum proses produksi berlangsung. Alasan pegawai tidak menggunakan celemek adalah karena merasa repot dan panas pada saat mengolah makanan. Sarung tangan plastik digunakan pada saat mengolah bumbu-bumbu tertentu seperti kunyit dan cabai. Alasan pegawai mengunyah makanan pada saat memasak adalah mencicipi rasa makanan tersebut. Sebelum dan setelah melakukan produksi makanan dapur katering SDA dibersihkan dengan cara disapu dan dipel. Dinding terbuat dari tembok. Bagian dinding yang terkena cipratan air dan minyak dilapisi dengan keramik. Ventilasi dapur hanya berasal dari satu sumber, tetapi pintu dapur selalu terbuka sehingga udara di dapur tidak pengap. Pencahayaan buatan dilakukan untuk menambah pencahayaan dan menghindari kecelakaan kerja. Dapur katering SDP dibersihkan hanya satu kali dalam sehari, yaitu setelah proses pengolahan makanan selesai sekitar pukul 21.00 WIB. Tidak
42
terdapat ventilasi yang cukup di dapur. Aliran udara di ruangan dapur kurang lancar sehingga terasa panas. Dinding dilapisi dengan keramik setinggi 1.5 m. Sumber cahaya yang digunakan adalah cahaya buatan dengan menggunakan satu buah lampu neon. Ruangan dapur tampak padat oleh alat-alat dapur. Tabel 17 Persentase pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan higiene personal No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Perilaku
Katering SDA n % 5 100 5 100 0 0 5 100 0 0 5 100 0 0 0 0 5 100 4 80
Memakai pakaian cerah Menggunakan penjepit makanan Memakai sarung tangan Mengganti pakaian setiap hari Memakai pelindung kepala Memakai pakaian yang nyaman di badan Menggunakan alas kaki yang tidak licin Menggunakan celemek Tidak merokok selama pengolahan makanan Tidak makan/mengunyah selama pengolahan 11 Tidak memakai aksesoris 3 12 Berkuku pendek 5 13 Mencuci tangan dengan sabun sebelum 5 bekerja dan setelah keluar kamar mandi Rata-rata (Dirangkum dari Kepmenkes RI No 715/MENKES/SK/V/ 2003)
60 100 100 64.6
Katering SDP n % 2 67 2 67 0 0 2 67 0 0 3 100 1 33 0 0 3 100 1 33 1 3 3
33 100 100 53.8
Sampah organik dan anorganik tidak dipisahkan di kedua katering. Di katering SDA, semua jenis sampah dikumpulkan dalam satu plastik besar (trashbag) tanpa tutup. Menurut Widyati dan Yuliarsih (2002), sampah harus ditampung dalam bak sampah yang terbuat dari plastik ringan lengkap dengan penutupnya untuk menghindari lalat. Sampah dibuang setiap hari sehingga tidak menumpuk dan mengundang penyakit. Terdapat empat buah tempat sampah plastik di katering SDP. Tempat sampah terbuat dari plastik, diletakkan di dekat tempat produksi sampah, namun tidak dilengkapi tutup. Pencucian peralatan dapur di kedua katering dilakukan secara manual. Pencucian wadah makanan di katering SDA langsung dilakukan ketika wadah diantarkan dari sekolah. Peralatan makanan yang telah dibersihkan dijaga kebersihannya dengan cara ditutupi terpal sehingga terhindar dari kontaminasi tikus dan kecoa. Keseluruhan bahan makanan disimpan di tempat tertutup atau didalam lemari, kecuali beberapa jenis buah-buahan seperti semangka dan pisang. Terdapat lemari tempat menyimpan peralatan dapur. Peralatan dapur yang berukuran besar dan tidak dapat disimpan di lemari disimpan di gudang.
43
Kondisi gudang peralatan bersih dan memiliki pencahayaan yang cukup. Tempat mencuci tangan tidak terpisah dengan bak cuci piring.
Gambar 6 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan peralatan di dapur katering SDA
Gambar 7 Tempat mencuci piring, tempat sampah, dan tempat menyimpan peralatan di dapur katering SDP Pencucian wadah tempat penyajian makanan di stand kantin SDP dan alat-alat masak dilakukan di dapur katering. Peralatan yang telah dicuci dan dikeringkan disimpan di beberapa tempat. Perlatan besar di simpan di bawah meja kerja dan digantung di dinding, sedangkan peralatannya kecil seperti spatula, pisau disimpan di wadah plastik dan di rak yang ditempel di dinding. Tempat menyimpan peralatan tidak tertutup. Terdapat gudang peralatan dapur di samping rumah manajer katering yang memiliki pencahayaan yang cukup baik. Tempat mencuci tangan merangkap dengan tempat mencuci bahan makanan. Persyaratan sanitasi jasa boga yang diterapkan di dapur katering SDA adalah 68%, sedangkan di katering SDP 64%. Delapan dari 25 persyaratan sanitasi tidak dipenuhi oleh katering SDA. Sembilan dari 25 persyaratan sanitasi tidak dipenuhi oleh pihak katering SDP. Permukaan dinding yang terkena percikan air di dapur katering dilapisi oleh keramik setinggi satu meter. Jendela dan lubang ventilasi katering SDA tidak dilengkapi dengan kassa. Terdapat dua jenis pencahayaan di dapur katering SDA, yaitu pencahayaan alami dan pencahayaan buatan dengan menggunakan satu buah lampu neon. Hanya terdapat satu buah lampu neon sebagai sumber pencahayaan buatan di dapur katering SDP. Tidak terdapat alat pembuangan asap dan tempat mencuci tangan (washtafel) di dapur kedua katering. Tabel 18 menunjukkan Hasil penerapan
44
sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering SDA dan SDP berdasarkan Kepmenkes R1 Nomor 715/MENKES/SK/V/2003. Karakteristik Responden Umur responden berkisar antara 10 hingga 13 tahun. Tabel 19 menunjukkan sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering. Tabel 19 Sebaran responden menurut jenis kelamin dan jenis menu katering Jenis Menu Katering Katering bulanan
Katering harian
Jenis kelamin Pria Wanita Jumlah Pria Wanita Jumlah
Total
SDA Hari 1 Hari 2 27 19 15 14 42 33 0 0 0 0 0 0 42 33
SDP Hari 1 Hari 2 13 11 3 1 16 12 7 8 8 10 15 18 31 30
Lebih dari 50% responden adalah pria. sedangkan Tabel 20 menunjukkan sebaran responden berdasarkan jenis menu katering dan menu makanan yang dikonsumsi pada hari pengamatan. Tabel 20 Sebaran responden menurut jenis menu yang dikonsumsi Hari Ke 1
Jenis Menu Ketering
Menu Makan Siang
Katering bulanan SDA
Nasi, ayam tepung, bihun goreng, sayur sop, pepaya
Jumlah Katering bulanan SDP
Jumlah Katering harian menu pilihan SDP
2
Jumlah Katering bulanan SDA Jumlah Katering bulanan SDP Jumlah Katering harian menu pilihan SDP
Jumlah
n
Jumlah %
42
100
42
100
Nasi goreng bungkus telur dadar, nugget, semangka, kerupuk.
16
100
Nasi dan ayam krispi Nasi dan kentang balado Mie goreng Nasi goreng Spaghetti
16 1 1 10 2 1 15
100 6.7 6.7 66.7 13.3 6.7 100
Nasi, ayam suwir, tempe orek, sayur sop, semangka
33
100
33
100
Kentang goreng, udang goreng tepung
12
100
Nasi dan ayam krispi Nasi dan semur ati ampela Mie goreng Chicken stip Nasi goreng Spaghetti Ayam krispi
12 2 1 2 3 4 1 5 18
100 11.1 5.6 11.1 16.7 22.2 5.6 27.8 100
45
Pada hari pertama, persentase responden yang mengonsumsi makanan katering bulanan SDP lebih besar (52%) daripada yang mengonsumsi makanan katering harian (48%), sedangkan pada hari kedua sebaliknya. Menu makanan katering harian SDP yang paling banyak dikonsumsi adalah mie goreng dan ayam krispi. Tabel 21 menunjukkan rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas dan kebutuhan energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2. Ratarata kebutuhan energi tertinggi adalah responden katering bulanan SDP. Ratarata berat badan dan tinggi badan tertinggi adalah responden SDA. Tabel 21 Rata-rata berat badan, tinggi badan, faktor aktifitas, dan kebutuhan energi responden SDA dan SDP pada hari ke-1 dan ke-2 Rata-rata
SDA
Berat badan (Kg) Tinggi badan (cm) Faktor aktifitas Kebutuhan energi (Kalori) Keterangan : KB = katering bulanan
35.5 146.9 1.6 2089
Responden KB SDP KH SDP 35.1 33.6 143.5 141 1.7 1.7 2269 2030 KH = katering harian
Tingkat Katersediaan Energi dan Zat Gizi Katering SDA menyediakan menu makan siang katering berupa makanan lengkap yang
terdiri dari makanan pokok,
lauk
hewani,
lauk nabati,
sayur/tumisan, dan buah. Katering SDP menyediakan beberapa menu, yaitu menu makanan katering bulanan berupa makanan lengkap dan menu makanan katering harian. Tabel 22 menunjukkan ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering bulanan SDA dan SDP. Ketersediaan energi, protein, lemak, zat besi, dan fosfor makanan katering SDA pada hari kedua lebih besar daripada hari pertama. Ketersediaan energi dan zat gizi selain zat besi dan fosfor makanan katering bulanan SDP pada hari pertama lebih besar dari pada hari kedua. Ketersediaan energi, protein, lemak, zat besi, dan fosfor makanan katering SDA pada hari kedua lebih besar daripada hari pertama. Ketersediaan energi dan zat gizi selain zat besi dan fosfor makanan katering bulanan SDP pada hari pertama lebih besar dari pada hari kedua. Rata-rata ketersediaan vitamin A dan vitamin C SDA lebih besar daripada SDP. Ketersediaan vitamin C SDA yang lebih besar berasal dari buah yang selalu disajikan setiap hari.
46
Tabel 22 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering bulanan SDA dan SDP Ketersediaan energi dan zat gizi E P L KH Vit A Vit B1 Vit C Ca Fe (Kal) (g) (g) (g) (mg) (mg) (mg) (mg) (g) 1) 1 489 12.8 18.8 65.9 732 0.28 46 47 2.5 2) SDA 2 539 17.7 26.0 58.0 681 0.22 4 29 6.1 Rata-rata 514 15.2 22.4 62.0 706 0.25 25 38 4.3 3) 1 872 20.7 27.8 85.2 691 0.47 11 96 3.4 4) SDP 2 484 20.6 23.9 45.9 502 0.11 2 113 8.3 Rata-rata 678 20.6 25.8 65.6 596 0.29 7 104 5.9 Keterangan : 1) Nasi, ayam goreng tepung, bihun goreng telur, sayur sop, papaya 2) Nasi, ayam suwir, tempe orek, sayur sop, semangka SD
Menu Hari ke
P (mg) 140 174 157 232 209 221
3) Nasi goreng, Telur dadar, Nugget ayam, Kerupuk, semangka 4) Udang goreng tepung, Kentang goreng, Saos tomat
Rata-rata ketersediaan energi menu makan siang katering SDA (514 Kal) dan SDP (678 Kal) telah sesuai dengan pernyataan Khomsan (2004), yaitu setiap kali makan, umumnya seseorang dapat mengkonsumsi 400-500 Kalori. Tabel 23 memperlihatkan ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering harian SDP. Tabel 23 Ketersediaan energi dan zat gizi menu makanan katering harian SDP Menu Mie goreng Chicken strip Nasi Goreng Spaghetti Kwetiaw goreng Kentang balado Ayam serundeng Semur ati ampela Rending daging sapi Nasi putih Ayam krispi Telur balado Rata-rata
Ketersediaan energi dan zat gizi KH Vit A Vit B1 Vit C Ca (g) (mg) (mg) (mg) (g) 38.5 71 0.15 8 21 27.4 469 0.09 2 11 38.3 12 0.20 2 5 36.1 75 0.53 1 200 20.2 471 0.04 7 23
E (Kal) 327 365 369 249 175
P (g) 6.8 9.0 5 13.9 4.1
L (g) 15.9 24.3 5.6 5.5 8.6
Fe (mg) 1.7 1.9 1.1 7.3 2.6
P (mg) 37 115 25 112 40
259
3.5
14.0
30.1
38
0.08
5
8
1.9
56
545
22.0
50.0
0.5
1630
0.10
0
17
1.9
838
53
9.0
1.4
5.4
0
0.22
0
142
30.5
5418
140
7.8
11.5
1.2
405
0.03
0
13
1.4
74
285 586 125 283
3.4 23.7 6.3 10.0
0.2 52.5 10.7 17.7
65.0 3.1 0.3 20.7
1738 552 495 495
0.08 0.11 0.06 0.13
0 0 0 2
8 19 27 44
0.8 2.0 1.3 4.8
35 260 89 643
Rata-rata ketersediaan energi makanan katering harian SDP tidak mencapai 50% dari ketersediaan energi makanan katering bulanan SDP. Hal ini karena porsi menu makanan katering harian SDP lebih kecil daripada menu makanan katering bulanannya. Komposisi makanan makanan katering harian tidak selengkap makanan katering bulanan. Menu makanan katering harian hanya terdiri dari makanan pokok dan lauk hewani saja.
47
Frekuensi makan rata-rata responden SDA dan SDP adalah tiga kali makan utama dan dua kali makan selingan. Menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan (snack food) sebaiknya tidak lebih dari 200 Kalori atau sekitar 10% dari kebutuhan energi responden, sehingga dalam sehari selingan menyumbangkan energi 20%. Sisanya 80% diperoleh dari makan pagi, siang, dan malam dengan perbandingan 1:2:2. Dari perhitungan tersebut persentase kebutuhan energi yang direkomendasikan untuk makan siang adalah 32% atau 1/3 dari kebutuhan energi total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahan dan Stump (2004), yaitu makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan makanan sebaiknya menyumbangkan energi 1/3 dari kebutuhan energi total. Tabel 24 menunjukkan tingkat ketersediaan energi makanan katering terhadap kebutuhan energi responden SDA dan SDP. Tabel 24 Tingkat ketersediaan energi makanan terhadap kebutuhan energi responden SDA dan SDP SDA
Jenis menu katering
Energi
Katering bulanan Katering harian
1/3 <1/3 1/3 <1/3
Hari 1 n % 0 0 42 100 -
Hari 2 n 1 32 -
% 3.0 97.0 -
SDP Hari 1 Hari 2 n % n % 15 93.8 0 0 1 6.2 12 100 1 6.7 2 11.1 14 93.3 16 88.9
Berdasarkan Tabel 24, tingkat ketersediaan energi makanan katering SDA belum memenuhi 1/3 kebutuhan energi responden. Tingkat ketersedian makanan katering bulanan SDP pada hari pertama memenuhi syarat kebutuhan hampir seluruh responden. Ketersediaan energi makanan katering harian SDP yang mencapai 1/3 kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi. Tabel 25 Rata-rata ketersediaan, kebutuhan, dan tingkat ketersediaan energi dan zat gizi Energi dan Zat Gizi Energi (Kal) Protein (g) KH (g) Lemak (g) Vit A (g) Vit B1 (mg) Vit C (mg) Kalsium (mg) Zat besi (mg) Posfor (mg)
Ket 514 15.2 62.0 22.4 706 0.25 25 38 4.3 157
SDA Keb TK (%) 2089 25.0 78.3 19.7 391.7 16.1 23.2 97.6 596 120.7 1.09 23.4 50 51.2 993 3.9 13.3 32.7 994 16.1
Keterangan : Ket = ketersediaan
Katering Bulanan SDP Ket Keb TK (%) 678 2269 31.2 20.6 85.1 24.8 65.6 425.4 16.1 25.8 25.2 105.2 596 599 100.7 0.29 1.10 27.3 7 50 13.4 104 998 10.5 5.9 13.1 44.6 221 998 22.3
Keb = kebutuhan TK = tingkat
Katering Harian SDP Ket Keb TK (%) 425 2030 21.3 11.5 76.1 15.1 37.9 380.7 10.3 22.0 22.6 97.4 471 560 82.6 0.18 1.03 17.6 4 47 8.8 32 934 3.5 2.9 12.6 23.2 252 934 26.9
ketersediaan
48
Perbandingan rata-rata ketersediaan energi dan zat gizi makanan katering, kebutuhan energi dan zar gizi responden, serta tingkat ketersediaan dapat dilihat pada Tabel 25. Rata-rata tingkat ketersediaan energi makanan tertinggi adalah makanan katering bulanan SDP (31.2%). Rata-rata tingkat ketersedian zat gizi makanan katering SDA dan SDP yang telah memenuhi 1/3 kebutuhan adalah lemak dan vitamin A.
49
Tabel 18 Hasil penerapan sanitasi jasa boga yang dilaksanakan oleh katering SDA dan SDP berdasarkan Kepmenkes R1 Nomor 715/MENKES/SK/V/2003 No 1.
Fasilitas Dapur dan Tempat Penyajian : Lantai
-
Dinding
-
Langit-langit
-
Pintu dan jendela
-
-
Intensitas cahaya
Ventilasi udara
Syarat
Katering SDA
Katering SDP
a. Bahan: tegel, porselen, keramik b. Kondisi : lantai rapat air, halus, kelandaian cukup, tidak licin dan mudah dibersihkan c. Luas: Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan sedikitnya 2 (dua) meter persegi untuk setiap orang bekerja. a. Permukaan dinding sebelah dalam halus, kering / tidak menyerap air dan mudah dibersihkan. b. Bila permukaan dinding kena percikan air, maka setinggi 2 (dua) meter dari lantai dilapisi bahan kedap air yang permukaannya halus, tidak menahan debu dan berwarna terang. a. Bidang langit-langit harus menutup atap bangunan. b. Permukaan langit-langit tempat makanan dibuat, disimpan, diwadahi dan tempat pencucian alat makanan maupun tempat cuci tangan dibuat dari bahan yang permukaannya rata mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang. c. Tinggi langit-langit tidak kurang 2,4 meter diatas lantai. a. Pintu-pintu pada bangunan yang dipergunakan untuk memasak harus membuka ke arah luar. b. Jendela, pintu dan lubang ventilasi dimana makanan diolah dilengkapi kassa yang dapat dibuka dan dipasang. a. Intensitas pencahayaan harus cukup untuk dapat melakukan pemeriksaan dan pembersihan serta melakukan pekerjaan-pekerjaan secara efektif. b. Semua pencahayaan tidak boleh menimbulkan silau dan distribusinya sedemikian sehingga sejauh mungkin menghindarkan bayangan.
-
-
-
-
a. Bangunan atau ruangan tempat pengolahan makanan harus dilengkapi dengan ventilasi yang dapat menjaga keadaan nyaman. b. Sejauh mungkin ventilasi harus cukup (+ 20% dari luas lantai) c. Pembuangan asap dapur harus dilengkapi dengan alat pembuangan
-
-
-
47
50
No
Syarat asap yang membantu pengeluaran asap dapur sehingga tidak mengotori ruangan. a. Ruang pengolahan makanan tidak boleh berhubungan langsung dengan jamban, peterasan dan kamar mandi. b. Ruang pengolahan makanan harus dipisahkan dengan dinding pemisah yang memisahkan tempat pengolahan makanan dengan ruangan lain.
Katering SDA -
Katering SDP -
a. Pencucian peralatan harus menggunakan bahan pembersih / deterjen. b. Peralatan yang telah dibersihkan disimpan dalam tempat yang terlindung dari kemungkinan pencemaran tikus dan hewan lainnya
-
a.Terpisah dengan tempat cuci peralatan maupun bahan makanan yang dilengkapi dengan air kran, saluran pembuangan tertutup, bak penampungan, sabun dan pengering. 5. Rak peralatan Terlindung dari kemungkinan pencemaran oleh tikus dan hewan lainnya. 6. Kamar mandi a. Jumlah harus mencukupi kebutuhan paling sedikit 1 (satu) buah untuk 1 – 10 orang dengan penambahan 1 (satu) buah setiap 20 orang. b. Kamar toilet dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup sempurna, dinding rapat air, dipelihara secara fisik dan kebersihannya, serta tidak pernah ada kotoran di lubang WC. 7. Tempat Sampah a. Tempat-tempat sampah seperti kantong plastik / kertas, bak sampah tertutup harus tersedia dalam jumlah yang cukup dan diletakkan sedekat mungkin dengan sumber produksi sampah, namun dapat menghindari kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah b. Bak sampah tersedia cukup memadai dan diberi tutup, dipelihara kebersihannya, tidak dapat dijamah lalat, tikus atau hewan lainnya. Dibersihkan sesering mungkin dan setiap hari dikosongkan dari sampah. Keterangan : = memenuhi syarat - = tidak memenuhi syarat
-
-
-
-
-
2.
3.
4.
Fasilitas
Letak dapur
Tempat cuci peralatan
Tempat cuci tangan
48
51
Daya Terima Makanan Daya terima terhadap makanan menunjukkan hasil penilaian seseorang terhadap menu makanan. Daya terima makanan dapat dilihat dari jumlah makanan yang dihabiskan oleh responden. Tabel 26 menunjukkan sebaran responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak menghabiskan, dan menambah makanan katering pada hari pengamatan. Tabel 26 Sebaran responden SDA dan SDP yang menghabiskan, tidak menghabiskan, dan menambah makanan katering Responden
Makanan yang dikonsumsi
n Habis SDA Tidak Menambah Jumlah Habis KB SDP Tidak Menambah Jumlah Habis KH SDP Tidak Menambah Jumlah Keterangan : KB = katering bulanan
Hari ke Hari 1 14 25 3 42 9 7 0 16 15 0 0 15
Rata-rata
Hari 2 % n 33.3 15 59.5 18 7.1 0 100 33 56.2 8 43.8 4 0 0 100 12 100 18 0 0 0 0 100 18 KH = katering harian
% 45.5 54.5 0 100 66.7 33.3 0 100 100 0 0 100
% 39.4 57 3.6 100 61.5 38.6 0 100 100 0 0 100
Lebih dari 50% responden SDA tidak menghabiskan makanan. Pada hari pertama, terdapat 7.1% responden yang menambah nasi, sedangkan pada hari kedua tidak terdapat responden yang menambah makanan. Jenis makanan yang tidak dihabiskan responden SDA pada hari pertama adalah buah (16%), sayur (52%), serta kombinasi antara nasi, lauk, sayur, dan buah (32%). Jenis makanan yang tidak dihabiskan responden pada hari kedua adalah sayur (55.56%), buah (16.67%), dan kombinasi antara nasi, lauk, sayur, dan buah (27.78%). Lebih dari 30% responden katering bulanan SDP tidak menghabiskan makanan. Pada hari pertama, makanan katering bulanan yang tidak digabiskan oleh responden adalah nasi goreng (42.9%) dan semangka (57.1%). Pada hari kedua, makanan katering bulanan yang tidak dihabiskan oleh responden adalah kentang goreng (75%) dan udang goreng tepung (25%). Seluruh responden katering harian menghabiskan makanan katering baik pada hari pertama maupun kedua. Tabel 27 menunjukkan sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan kebiasaan menghabiskan menu makanan katering setiap hari. Alasan responden
52
katering bulanan SDA dan SDP tidak menghabiskan menu makan siang setiap hari dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 27 Sebaran responden SDA dan SDP berdasarkan kebiasaan menghabiskan menu makanan katering setiap hari Responden
SDA
KB SDP
KH SDP
Kebiasaan menghabiskan makanan setiap hari Ya Tidak Jumlah Ya Tidak Jumlah Ya Tidak Jumlah
Hari ke Hari 1 Hari 2 n % n % 24 57.1 17 51.5 18 42.9 16 48.5 42 100 33 100 10 62.5 6 50 6 37.5 6 50 16 100 12 100 12 80 15 83.3 3 20 3 16.7 15 100 18 100
Rata-rata % 54.3 45.7 100 56.25 43.75 100 81.65 18.35 100
Persentase rata-rata tertinggi responden yang selalu menghabiskan makanan katering setiap hari adalah responden katering harian SDP (100%). Responden katering harian SDP selalu meghabiskan makanan setiap hari karena memilih sendiri makanan yang disukai. Menurut Mahan dan Stump (2004), anak usia sekolah sebaiknya diberi kebebasan dalam memilih makanan. Tabel 28 Persentase alasan responden katering bulanan SDA dan SDP tidak menghabiskan makanan katering setiap hari Alasan Tidak suka menunya Tidak selera Kenyang Kurang enak Terlalu banyak Tidak sempat Membawa bekal Kurang hangat Total
Responden SDA Hari 1 (%) Hari 2 (%) 38.9 43.8 11.1 12.5 16.7 12.5 22.2 31.3 5.6 0 5.6 0 0 0 0 0 100 100
Responden SDP Hari 1 (%) Hari 2 (%) 0 0 0 0 55.6 44.4 22.2 22.2 0 0 0 0 11.1 11.1 11.1 11.1 100 100
Lebih dari 38% responden SDA tidak menghabiskan makanan katering setiap hari dengan alasan tidak suka menunya. Lebih dari 44% responden katering bulanan SDP setiap hari dengan alasan kenyang. Porsi menu makan siang yang disajikan dapat mempengaruhi sisa makanan yang tidak dihabiskan oleh responden. Tabel 29 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap porsi makanan katering.
53
Tabel 29 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap menu makanan katering Hari ke Responden
Porsi
Hari 1 n
SDA
KB SDP
KH SDP
Cukup Terlalu banyak Kurang banyak Jumlah Cukup Terlalu banyak Kurang banyak Jumlah Cukup Terlalu banyak Kurang banyak Jumlah
% 78.6 9.5 11.9 100 93.8 6.2 0 100 86.7 0 13.3 100
33 4 5 42 15 1 0 16 13 0 2 15
Rata-rata
Hari 2 n 22 3 8 33 12 0 0 12 15 1 2 18
% 66.7 9.1 24.2 100 100 0 0 100 83.3 5.6 11.1 100
% 72.7 9.3 18.1 100.0 96.9 3.1 0 100 85 2.8 12.2 100
Lebih dari 70% responden SDA dan SDP menyatakan bahwa porsi makanan katering cukup, artinya tidak terlalu banyak dan tidak terlalu sedikit. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab cukup adalah responden katering bulanan SDP. Daya terima responden terhadap rasa, aroma, dan tekstur menu makanan Penilaian anak usia sekolah terhadap suatu menu berhubungan dengan beberapa karakteristik menu yaitu siklus menu, warna, penampakan, terkstur, aroma, bentuk potongan, popularitas makanan, dan suhu penyajian. Selain itu penilaian terhadap makanan juga dipengaruhi oleh kesukaan (Uripi & Santoso 1995; Marotz 2005). Tabel 30 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap rasa makanan. Tabel 30 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap rasa makanan katering Hari ke Responden
SDA
KB SDP
KH SDP
Rasa Enak Biasa Tidak enak Jumlah Enak Biasa Tidak enak Jumlah Enak Biasa Tidak enak Jumlah
Hari 1 n 22 18 2 42 9 6 1 16 10 5 0 15
% 52.4 42.9 4.8 100 56.25 37.5 6.25 100 66.7 33.3 0 100
Hari 2 n % 19 57.6 14 42.4 0 0 33 100 3 25 6 50 3 25 12 100 9 50 9 50 0 0 18 100
Rata-rata % 55 42.7 2.4 100 40.6 43.8 15.6 100 58.4 41.7 0 100
Lebih dari 40% responden SDA dan SDP menyatakan makanan katering enak. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menyatakan enak terhadap
54
rasa makanan katering adalah responden katering harian SDP. Persentase responden katering bulanan SDP yang menjawab enak pada hari pertama lebih besar daripada hari kedua. Tabel 31 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap aroma makanan. Tabel 31 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap aroma makanan katering Hari ke Responden
Aroma
Hari 1 n
SDA
KB SDP
KH SDP
Mengundang selera Tidak beraroma Jumlah Mengundang selera Tidak beraroma Jumlah Mengundang selera Tidak beraroma Jumlah
% 50 50 100 50 50 100 93.3 6.7 100
21 21 42 8 8 16 14 1 15
Rata-rata
Hari 2 n 13 20 33 6 6 12 13 5 18
% 39.4 60.6 100 50 50 100 72.2 27.8 100
% 44.7 55.3 100 50 50 100 82.8 17.3 100
Berdasarkan Tabel 31 lebih dari 40% responden SDA dan SDP menyatakan aroma makanan mengundang selera. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab mengundang selera adalah responden katering harian SDP. Lebih dari 49% responden katering bulanan SDA dan SDP menyatakan rasa makanan tidak beraroma. Menurut Winarno (2002), tekstur dan konsistensi suatu bahan makanan akan mempengaruhi citarasa yang ditimbulkan oleh makanan tersebut. Daya terima responden terhadap tekstur makanan disajikan pada Tabel 32, sedangkan daya terima terhadap suhu penyajian disajikan pada Tabel 33. Tabel 32 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap tekstur makanan katering Hari ke Responden
Tekstur
Hari 1 n
SDA
KB SDP
KH SDP
Sesuai Terlalu keras Terlalu lembek Jumlah Sesuai Terlalu keras Terlalu lembek Jumlah Sesuai Terlalu keras Terlalu lembek Jumlah
% 34 7 1 42 12 3 1 16 15 0 0 15
Rata-rata
Hari 2 81 16.7 2.4 100 75.0 18.8 6.2 100 100 0 0 100
n 28 5 0 33 6 2 4 12 17 1 0 18
% 84.8 15.2 0 100 50 16.7 33.3 100 94.4 5.6 0 100
% 82.9 15.95 1.2 100 62.5 17.75 19.75 100 97.2 2.8 0 100
55
Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab tekstur makanan sesuai adalah responden katering harian SDP, responden SDA, dan yang terendah adalah responden katering bulanan SDP. Responden katering bulanan SDA dan SDP yang menyatakan tekstur makanan terlalu keras pada hari pertama lebih besar daripada hari kedua. Tabel 33 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap suhu penyajian makanan katering Hari ke Responden
SDA
KB SDP
KH SDP
Suhu Penyajian Sesuai Kurang hangat Terlalu panas Jumlah Sesuai Kurang hangat Terlalu panas Jumlah Sesuai Kurang hangat Terlalu panas Jumlah
Hari 1 n 13 29 0 42 8 8 0 16 9 6 0 15
% 31 69 0 100 50 50 0 100 60 40 0 100
Hari 2 n 7 26 0 33 5 7 0 12 8 9 1 18
% 21 78 0 100 41.7 58.3 0 100 44.4 50 5.6 100
Rata-rata % 26 73.5 0 100 45.9 54.2 0 100 52.2 45 2.8 100
Lebih dari 50% responden katering bulanan SDA dan SDP menyatakan makanan katering kurang hangat. Hal ini disebabkan jarak waktu antara pendistribusian makanan ke sekolah dengan pelaksanaan makan siang yang terlalu panjang, yaitu 100 menit di SDA dan 30-115 menit di SDP. Daya terima responden terhadap warna, variasi, dan kebersihan makanan Menurut Marotz (2005), warna merupakan komponen sensori yang paling berpengaruh. Anak usia sekolah senang dengan warna-warna yang menarik, sehingga menyediakan makanan yang memiliki warna yang bervariasi sangat penting. Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan disajikan pada Tabel 34. Persentase rata-rata responden SDA dan SDP yang menyatakan suka terhadap warna makanan katering kurang dari 25%. Sebagian besar (>50%) responden SDA dan SDP menjawab biasa. Hal ini dapat menunjukkan bahwa warna makanan katering SDA dan SDP masih belum menarik bagi responden. Warna yang menarik diperoleh dari kombinasi warna makanan dalam menu. Tidak terdapat responden katering harian SDP yang menjawab tidak suka.
56
Tabel 34 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap warna makanan katering Responden
SDA
KB SDP
KH SDP
Warna Suka Biasa Tidak suka Jumlah Suka Biasa Tidak suka Jumlah Suka Biasa Tidak suka Jumlah
Hari ke Hari 1 Hari 2 n % n % 9 21.4 4 12.1 29 69 25 75.8 4 9.5 4 12.1 42 100 33 100 5 31.2 2 16.7 8 50 8 66.7 3 18.8 2 16.7 16 100 12 100 4 26.7 2 11.1 11 73.3 16 88.9 0 0 0 0 15 100 18 100
Rata-rata % 16.8 72.4 10.8 100 24 58.4 17.8 100 18.9 81.1 0 100
Tabel 35 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap variasi makanan katering. Menu makanan katering harian SDP lebih bervariasi daripada menu makanan katering bulanan. Lebih dari 55% responden SDA dan SDP menyatakan makanan katering cukup bervariasi. Tabel 35 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap variasi makanan katering Hari ke Responden
SDA
KB SDP
KH SDP
Variasi Makanan Bervariasi Cukup bervariasi Kurang bervariasi Jumlah Bervariasi Cukup bervariasi Kurang bervariasi Jumlah Bervariasi Cukup bervariasi Kurang bervariasi Jumlah
Hari 1 n 15 22 5 42 3 13 0 16 1 11 3 15
% 37.5 52.4 11.9 100 18.8 81.2 0 100 6.7 73.3 20 100
Rata-rata
Hari 2 n 6 20 7 33 2 8 2 12 4 12 2 18
% 18.2 60.6 21.2 100 16.7 66.7 16.7 100 22.2 66.7 11.1 100
% 27.9 56.5 16.6 100 17.8 74.0 8.4 100 14.5 70.0 15.6 100
Tabel 36 menunjukkan kebosanan responden terhadap makanan katering. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab bosan terhadap makanan katering adalah responden SDA (13.2%). Sebagian besar (>50%) responden SDA dan SDP menjawab biasa. Lebih dari 20% responden SDA dan SDP menyatakan tidak bosan terhadap makanan katering. Walaupun lebih dari 50% responden menyatakan makanan katering telah bervariasi, namun responden tetap saja bosan. Hal ini disebabkan variasi menu yang dilakukan oleh katering hanya sebatas pada cara pengolahan makanan, namun bahan makanan yang digunakan tetap sama.
57
Tabel 36 Kebosanan responden SDA dan SDP terhadap makanan katering Responden
Kebosanan terhadap makanan
SDA
KB SDP
KH SDP
Bosan Biasa Tidak bosan Jumlah Bosan Biasa Tidak bosan Jumlah Bosan Biasa Tidak bosan Jumlah
Hari ke Hari 1 n
% 14.3 54.8 31 100 0 81.2 18.8 100 6.7 60 33.3 100
6 23 13 42 0 13 3 16 1 9 5 15
Rata-rata
Hari 2 n 4 25 4 33 1 8 3 12 2 12 4 18
% 12.1 75.8 12.1 100 8.3 66.7 25 100 11.1 66.7 22.2 100
% 13.2 65.3 21.6 100 4.2 74.0 21.9 100 8.9 63.4 27.8 100
Tabel 37 menunjukkan daya terima responden SDA dan SDP terhadap kebersihan makanan katering. Persentase rata-rata tertinggi responden yang menjawab bersih adalah responden katering harian SDP. Persentase responden SDA dan SDP yang menjawab bersih pada hari pertama lebih besar daripada hari kedua. Tabel 37 Daya terima responden SDA dan SDP terhadap kebersihan makanan katering Responden
SDA
KB SDP
KH SDP
Kebersihan Makanan Bersih Cukup bersih Kurang bersih Jumlah Bersih Cukup bersih Kurang bersih Jumlah Bersih Cukup bersih Kurang bersih Jumlah
Hari ke Hari 1 n 12 28 2 42 6 10 0 16 9 6 0 15
% 28.6 66.7 4.8 100 37.5 62.5 0 100 60 40 0 100
Hari 2 n % 8 24.2 22 66.7 3 9.1 33 100 3 25 8 66.7 1 8.3 12 100 9 50 9 50 0 0 18 100
Ratarata % 26.4 66.7 7 100.0 31.3 64.6 4.2 100 55 45 0 100
Marotz (2005) menyebutkan bahwa penting untuk memperkenalkan jenisjenis makanan baru pada anak. Hal ini dimaksudkan agar anak dapat mengenal berbagai jenis makanan. Sebanyak 19% responden SDA pada hari pertama dan 12.1% responden pada hari kedua menyatakan pernah memakan makanan baru yang disajikan katering dan belum pernah mencoba makanan tersebut sebelumnya. Sebanyak 12.5% dan 8.3% responden katering bulanan SDP pada hari pertama dan kedua menyatakan pernah memakan makanan baru serta
58
sebanyak 26.7% responden katerin harian SDP pada hari pertama dan 33.3% hari kedua menyatakan pernah memakan makanan baru yang disajikan katering. Kebersihan makanan pada saat disajikan penting untuk diperhatikan. Hal ini terkait dengan keamanan pangan dan pencegahan keracunan makanan. Persentase daya terima responden terhadap makanan katering secara keseluruhan dapat dilihat pada Tabel 38. Tabel 38 Persentase rata-rata daya terima responden terhadap makanan katering berdasarkan komponenya pada hari ke-1 dan hari ke-2 Komponen Daya Terima Makanan Kebiasaan menghabiskan makanan (Ya) Porsi (Sesuai) Rasa (Enak) Aroma (mengundang selera) Tekstur (sesuai) Suhu penyajian (sesuai) Warna (suka) Variasi makanan (bervariasi) Kebosanan (tidak bosan) Kebersihan (bersih) Kesukaan (suka) Kepuasan (puas) Rata-rata
Persentase rata-rata daya terima makanan SDA (%) KB SDP (%) KH SDP (%) 54.3 56.3 81.7 72.2 96.9 85.0 55.0 40.6 58.4 44.7 50.0 82.8 82.9 62.5 97.2 26.0 45.9 52.2 16.8 24.0 18.9 27.9 17.8 14.5 21.6 20.5 27.8 15.4 31.3 55.0 37.7 29.2 68.4 28.6 18.8 48.9 40.2 41.1 57.5
Persentase rata-rata daya terima responden terhadap seluruh komponen daya terima makanan teringgi adalah makanan katering harian SDP (57.5%). Hal ini karena responden katering harian SDP bebas memilih makanan sesuai dengan keinginannya.
59
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sistem penyelenggaraan makanan sekolah di katering SDA dan SDP sudah berjalan dengan baik, namun ada beberapa hal yang perlu ditingkatkan, diantaranya keterlibatan orang tua dalam pemilihan menu makanan katering. Jarak waktu antara pendistribusian makanan ke sekolah dan waktu pelaksanaan makan siang di kedua sekolah terlalu panjang sehingga makanan yang tersaji menjadi kurang hangat. Persentase rata-rata pengelola katering SDA dan SDP yang menerapkan prinsip higiene personal lebih dari 50%, sedangkan persentase persyaratan sanitasi jasa boga yang diterapkan di dapur katering SDA dan SDP lebih dari 60%. Rata-rata tingkat ketersediaan energi makanan katering SDA dan SDP belum mencapai 1/3 kebutuhan energi responden, namun rata-rata tingkat ketersediaan makanan katering bulanan SDP hampir mendekati (31.2%). Ketersediaan energi makanan katering harian SDP yang mencapai 1/3 kebutuhan energi adalah nasi dan ayam krispi. Rata-rata tingkat ketersediaan vitamin C makanan katering SDA lebih banyak berasal dari buah dan sayur yang disajikan setiap hari. Persentase ratarata daya terima responden terhadap seluruh komponen daya terima makanan teringgi adalah makanan katering harian menu pilihan SDP (57.5%). Hal ini karena responden katering harian SDP memilih makanan sesuai dengan keinginannya. Saran Saran untuk katering sekolah SDIT Aliya adalah, sebaiknya jumlah makanan per porsi ditingkatkan. Standar makanan per porsi yang disarankan adalah dua centing nasi (150g), satu potong lauk hewani (50g), satu potong lauk nabati (50g), satu porsi sayuran (50g tanpa kuah), dan satu potong buah (50g). Hal ini sangat berpengaruh terhadap sumbangan energi untuk contoh. Saran untuk katering SD Pertiwi adalah sebaiknya sayur dan buah disediakan setiap hari baik sebagai menu makanan katering bulanan maupun menu makanan katering harian untuk meningkatkan konstribusi vitamin larut air dan serat. Pelaksanaan makan siang sebaiknya dilakukan secara bersama-sama di satu tempat dan dalam satu waktu agar pelaksanaan makan siang lebih teratur.
60
Kebutuhan gizi untuk anak usia sekolah sebaiknya disosialisasikan kepada pihak katering agar katering dapat menyajikan hidangan sesuai dengan kbutuhan gizi anak. Orang tua dan anak sebaiknya dilibatkan dalam menentukan pilihan menu, agar makanan katering sesuai dengan makanan kesukaan anak. Evaluasi menu sebaiknya dilakukan oleh kedua dengan cara memberikan angket/form daya terima makanan secara berkala. Jenis bahan makanan yang digunakan sebaiknya lebih bervariasi agar anak tidak merasa bosan. Waktu pendistribusian makanan sebaiknya tidak terlalu jauh dari pelaksanaan makan siang, agar makanan tersaji dalam keadaan hangat. Penerapan higiene personal dan sanitasi jasa boga sebaiknya ditingkatkan oleh pengelola kedua katering agar menu makanan yang dihasilkan terjamin kebersihannya dan terhindar dari kemungkinan kontaminasi.
61
DAFTAR PUSTAKA Achmadi, Shobahiya M. 2009. Sistem pendidikan studi antara Indonesia dan Jepang. http://eprints.ums.ac.id/928/1/Artikel_Ishraqi5.rtf.html [12 Februari 2009] Almatsier S, editor. 2004. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia. Arnawa IGPP dan Astina ING. 1995. Tata Hidangan. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II. Depdiknas. 2009. Sistem pendidikan nasional. http://www. Depdiknas.go.id.html [12 Februari 2009]. Endres JB, Rockwell RE, Mense CG. 2004. Food Nutrition and The Young Child 4th Edition. New Jersey : Paerson Education, Inc Upper Saddle River. Fadiati A. 1988. Pengelolaan Usaha Boga (katering management). Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Pengembangan Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan. FAO. 2001. Human Energi Requirement: Report of a Joint FAO/WHO/UNU Expert Consultation. Food and Nutrition Technical Report Series No. 1. Roma. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia IPB. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi Institut Pertanian Bogor. Hidayat AAA. 2007. Siapa Bilang Anak Sehat Pasti Cerdas. Jakarta : PT. Elex Media Komputindo. Hanes S, Vermeersch J, Gale S. 1984. The national evaluation of school nutrition programs: program impact on dietary intake. The American Journal of Clinical Nutrition 1984;40:390-413. Khomsan A. 2005. Pangan dan Gizi Untuk Kesehatan 2. Bogor : Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Kusharto CM, Sa’diyyah NY. 2007. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat Fakultas Ekologi Manusia Institut Pertanian Bogor. Mahan LK, Stump SE. 2004. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th Edition. USA : Elsevier. Marotz LR, Cross MZ, Rush JM. 2005. Health, Safety, and Nutrition for Young Child 6th Edition. USA : The Thompson Coorporation.
62
Menteri
Kesehatan. 2003. Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 715/Menkes/SK/V/2003 tentang persyaratan higiene dan sanitasi jasa boga. http://www.depkes.go.id. [12 Februari 2009].
Menteri Pendidikan Nasional. 2007. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional RI Nomo5 50 tahun 2007 tentang standar pengelolaan pendidikan oleh pemerintah daerah. http://www.depdiknas.go.id. [12 Februari 2009] Moehji S. 1980. Ilmu Gizi Jilid 2. Jakarta : Bhratara Karya Aksara. Muhilal, Hardinsyah. 2004. Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia Tenggara. Di dalam : Ketahanan Pangan dan Gizi di Era Otonomi Daerah dan Globalisasi. Prosiding Widya Karya Pangan dan Gizi VIII; Jakarta, 17-19 Mei 2004. Jakarta : Organisasi di Bidang Pangan dan Gizi. hlm 301-303. Mukrie NA et al. 1990. Manajemen Pelayanan Gizi Institusi Dasar. Jakarta : Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat bekerja sama dengan Akademi Gizi Depkes RI. Nasoetion A, Riyadi H. 1995. Gizi Terapan. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah. Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II. Nasoetion,
A. 1980. Penilaian Citarasa I. Bogor : Departemen Ilmu Kesejahteraan Keluarga Pertanian Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor.
Pamudji D. 1996. Petunjuk Praktis Usaha Katering. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Purnawijayanti HA. 2001. Higiene, Sanitasi, dan Keselamatan Kerja Dalam Pengolahan Pangan. Yogyakarta : Kanisius. Rositawaty S. 2007. 25 Kiat Sehat Bugar. Bandung : PT. Karya Kita. Rusilanti. 2007. Sehat Dengan Jus Buah. Jakarta : PT. Agromedia Pustaka. RSCM dan Persagi. 1994. Penuntun Diit Anak. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Sizer FS, Whitney E. 2008. Nutrition Concept and Controversies. USA : The Thomson Corporation. Sullivan CF, Atlas C. 1998. Health Care Food Service Sistems Management 3rd edition. USA : Jones & Bartlett Publishers. Tarwotjo CS. 1998. Dasar-Dasar Gizi Kuliner. Jakarta : PT Gramedia Widiasarana Indonesia. Uripi V, Santoso H. 1995. Pengelolaan Makanan di Rumah Sakit. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah.
63
Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II. Widyati R, Yuliarsih. 2002. Higiene dan Sanitasi Umum dan Perhotelan. Jakarta: PT. Grasindo. Widyati R. 2001. Pengetahuan Dasar Pengolahan Makanan Indonesia. Jakarta : PT. Grasindo. Wirakusumah ES, Santoso H, Roetidjo D, Retnaningsih. 1989. Diktat Manajemen Gizi Institusi. Bogor : Jurusan GMSK Faperta IPB. Yuliati LN, Santoso H. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta : Depdikbud Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Nonteknik II.
64
65
Lampiran 1 Siklus menu katering SDA dan SDP Siklus Menu Katering SDA Bulan April 2009 Minggu Ke
1
2
3
4
Senin Nasi Krecek Semur telur Bakwan sayur Sop sayuran Buah Nasi Nugget Tumis jamur Tempe kecap buah
Selasa
Rabu
Kamis
Jumat
Nasi Rolade Capcay Bihun goreng buah
Nasi Sop jagung Mie goreng Sosis buah
Nasi Ayam tepung Sayur kari Buah
Nasi Ayam suwir Tempe balado Sop sayuran buah
Nasi Semur daging Macaroni tumis Tahu buah
Nasi Perkedel Telur Soto buah
Nasi ikan pesmol Urab Tahu tauco Buah
Nasi Sayur asem Ayam goreng Tempe goreng buah
Nasi Tahu kare Sayur toge Pepes tongkol Buah
Nasi Ikan teri Sayur kate Tehu pepes Buah
Libur
Nasi Ayam suwir Tempe orek Sayur sop Buah
Nasi Acar timun Ikan terbang Pepes tahu Buah
Nasi Daging semur Mie goreng Buah
Nasi Telur bumbu bali Tumis buncis Bakwan jagung Buah
Nasi Bistik daging Capcay Kering kentang buah
Nasi Telur balado Buncis gule Tempe tepung buah Nasi Ayam goreng tepung Bihun goreng Sayur sop Buah
Siklus Menu Katering SDP Bulan Mei 2009 Minggu Ke
1
2
3
4
Senin Nasi Gulai ayam Tumis kc. Panjang Bakwan sayur Kerupuk Buah Nasi Paru goreng Lodeh Ikan asin Kerupuk Buah Nasi Pepes ayam Sambal gadok Bakwan rebon Kerupuk Buah Nasi Rending telur Cak kangkung Cumi Gorengan Kerupuk Buah
Selasa Nasi Ikan balado Gado-gado Gorengan Kerupuk Buah Nasi pepes Ayam kremes Tempe cabe ijo Sambal lalab Buah Nasi Ikan asem manis Sop jagung Tempe kering Kerupuk Buah Nasi Semur ayam Sambal goreng kentang Buncis Gorengan Kerupuk Buah
Rabu Nasi Dendeng ragi Sop sayur Gorengan Kerupuk Buah
Kamis Nasi Opor ayam Gulai daun singkong Gorengan Kerupuk Buah
Nasi Soto betawi Perkedel Gorengan Emping Buah Nasi Rollade Cap cay kuah Gorengan Kerupuk Buah
Nasi Chicken teriyaki Tumis toge Balado terung Kerupuk Buah
-
-
Nasi Teri balado Sayur asem Goreng oncom Sambel lalab
66
Lampiran 2 Tata tertib katering/snack yang ditetapkan oleh SDA