ANALISIS TINGKAT KETERSEDIAAN DAN DAYA TERIMA MAKANAN DI SEKOLAH TERHADAP TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI PADA SISWA-SISWI SD MARSUDIRINI, PARUNG, BOGOR
NADYA BELLATRIX PARAMITA
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
ABSTRACT NADYA BELLATRIX PARAMITA. Analysis of the Availability Level and Food Acceptance in School Meals to the Nutrients Adequacy Level of Students at Marsudirini Elementary School in Parung, Bogor. Under the guidance of BUDI SETIAWAN and IKEU EKAYANTI. The general objective of this study was to analyze the availability level and food acceptance in school meals to the energy, protein, and other nutrients adequacy level from students. This study used cross-sectional design with methods of observation and interviewing using the questionaire at Marsudirini Elementary School in Parung, Bogor from May until June 2011. Sampling was done in purposive sampling. There were no significant diference (p>0.05) based on sex to the food acceptance in school meals. The nutritional status, family size, parental employmentare and maternal education were also not related significantly (p>0.05) to the food acceptance in school meals. Only the education of father had a negative related significantly (p<0.05) to the food acceptance in school meals (r=-0.272) and some aspect of food preference, such as appearance of food (r=-0.347), and the smell of food (r=-0.268). There were a significant (p<0.05) relationship between food acceptance in school meals to energy adequacy level, but there were no significant (p>0.05) relationship between food acceptance in school meals to protein adequacy level from students.
Keyword: school-meal, food acceptance, food preference, availability of food, energy and protein adequacy level
RINGKASAN NADYA BELLATRIX PARAMITA. Analisis Tingkat Ketersediaan dan Daya Terima Makanan di Sekolah terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada SiswaSiswi SD Marsudirini, Parung, Bogor. Di bawah bimbingan BUDI SETIAWAN dan IKEU EKAYANTI. Secara umum penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat ketersediaan dan daya terima makanan di sekolah terhadap tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi lainnya dari tiap siswa. Tujuan khususnya yaitu (1) mengetahui sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Sekolah Marsudirini, (2) mengetahui karakteristik siswa (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, sosial ekonomi keluarga) dan preferensi makanan siswa, (3) mengetahui daya terima siswa terhadap makanan yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini, (4) mengetahui tingkat ketersediaan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari menu makan siang dan selingan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini, (5) mengetahui asupan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari makanan yang dikonsumsi di sekolah dan kontribusinya terhadap total konsumsi sehari dan angka kecukupan gizi siswa, (6) menganalisis hubungan karakteristik siswa (jenis kelamin dan sosial ekonomi) terhadap daya terima terhadap makanan yang disajikan oleh Sekolah Marsudirini, (7) menganalisis hubungan daya terima terhadap tingkat kecukupan energi dan protein siswa. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional study dengan metode observasi, wawancara, dan pengisian kuesioner secara mandiri di Sekolah Marsudirini, Telaga Kahuripan, Parung, Bogor dari awal bulan Mei-Juni 2011. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling. Populasi contoh merupakan siswa kelas 5 SD yang totalnya sebanyak 66 siswa, terdiri dari 4 kelas. Kriteria inklusi dalam pengambilan contoh adalah merupakan siswa-siswi Marsudirini kelas 5 SD (berusia 10-12 tahun), tidak sedang sakit, tidak mengalami gangguan/ alergi terhadap makanan yang disajikan oleh sekolah, serta mampu mengikuti penelitian secara lengkap dari awal hingga akhir. Berdasarkan kriteria inklusi tersebut, diperoleh contoh sebanyak 55 siswa. Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi sistem penyelenggaraan makanan sekolah, menu makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan, karakteristik fisik siswa (berat badan dan tinggi badan), daya terima siswa terhadap menu yang disajikan, preferensi makanan siswa, ketersediaan makanan yang disediakan oleh sekolah, konsumsi siswa terhadap makanan yang disajikan sekolah, total konsumsi siswa dalam satu hari. Data sekunder meliputi gambaran umum sekolah dan karakteristik siswa (mencakup nama, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi keluarga) berdasarkan informasi dari pihak sekolah. Data-data yang diperoleh, diolah dan dianalisis secara statistik dengan menggunakan Microsoft Excel 2007 dan SPSS Statistics 16.0 for windows. Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Sekolah Marsudirini swakelola, tanpa menggunakan catering dari luar (on-site food service). Penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini yang dilakukan pada jam sekolah menyajikan selingan pagi, makan siang dan selingan sore. Proses perencanaan menu yang dilakukan dalam sistem penyelenggaraan makanan belum melibatkan ahli gizi sehingga belum memperhitungkan kecukupan gizi tiap murid. Pembagian kerja karyawan dapur terbagi menjadi tiga bagian yaitu unit dapur, pemorsian dan distribusi, serta kebersihan. Pelaksanaan
penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan pembelian bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan dan pemasakan, distribusi, serta penyajian makanan. Pengawasan penyelenggaraan makanan dilakukan secara internal oleh kepala penyelenggaraan makanan, namun belum ada pengawasan secara eksternal. Rata-rata umur siswa yaitu 10,7 tahun dan lebih dari separuh siswa berumur 11 tahun, dengan siswa berjenis kelamin wanita sebanyak 23 orang dan laki-laki sebanyak 32 orang. Rata-rata berat badan siswa adalah 38 kg dan tinggi badan siswa adalah 142 cm. Sebagian besar siswa memiliki status gizi normal, termasuk keluarga berukuran menengah dan beragama Katolik. Sebagian besar pendidikan orang tua siswa yaitu perguruan tinggi. Lebih dari separuh siswa memiliki ibu dengan pekerjaan ibu rumah tangga dan separuh siswa memiliki ayah dengan pekerjaan pegawai swasta. Menu makanan sekolah yang paling disukai oleh siswa yaitu menu lauk hewani sate sosis-baso dan ayam fillet goreng tepung, sedangkan menu makanan sekolah yang paling tidak disukai oleh siswa yaitu menu selingan donat coklat. Persentase rata-rata preferensi makanan siswa terhadap warna, aroma, rasa, tekstur, porsi dan variasi makanan belum mencapai 50%. Daya terima siswa terhadap makanan yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini cenderung baik. Evaluasi kebersihan cenderung baik untuk alat dan cara penyajian, dan kurang baik untuk tempat makan. Tingkat ketersediaan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari menu makan siang dan selingan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini belum mencapai 1/3 dari kebutuhan total anak berumur 10-12 tahun sehari. Rata-rata konsumsi makanan sekolah siswa terhadap total konsumsi sehari menyumbang asupan energi sebanyak 444 Kal (34%), protein sebanyak 11,5 g (28,2%), kalsium sebanyak 118,2 mg (35%), zat besi sebanyak 2,6 mg (30,7%), dan vitamin C sebanyak 6,2 mg (35,4%). Sedangkan kontribusi makanan sekolah terhadap angka kecukupan gizi siswa yaitu 22,7% untuk energi; 24,2% untuk protein; 11,8% untuk kalsium; 17,4% untuk zat besi; dan 12,4% untuk vitamin C. Hasil analisis menunjukkan bahwa tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05) berdasarkan jenis kelamin terhadap daya terima makanan sekolah. Status gizi, besar keluarga, pekerjaan orangtua dan pendidikan ibu juga tidak berhubungan nyata (p>0,05) terhadap daya terima makanan sekolah. Hanya pendidikan ayah yang berhubungan nyata yang negatif (p<0,05) terhadap daya terima makanan sekolah (r=-0,272) dan terhadap beberapa aspek preferensi makanan siswa, yaitu warna/penampilan makanan (r=-0,347), dan aroma makanan (r=-0,268). Terhadap hubungan yang nyata (p<0,05) antara daya terima makanan di sekolah terhadap tingkat kecukupan energi, namun tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara daya terima makanan di sekolah terhadap tingkat kecukupan protein siswa.
ANALISIS TINGKAT KETERSEDIAAN DAN DAYA TERIMA MAKANAN DI SEKOLAH TERHADAP TINGKAT KECUKUPAN ZAT GIZI PADA SISWA-SISWI SD MARSUDIRINI, PARUNG, BOGOR
NADYA BELLATRIX PARAMITA
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi Departemen Gizi Masyarakat
DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
LEMBAR PENGESAHAN Judul
: Analisis Tingkat Ketersediaan dan Daya Terima Makanan di Sekolah terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada SiswaSiswi SD Marsudirini, Parung, Bogor. : Nadya Bellatrix Paramita : I14069001
Nama NIM
Disetujui :
Dosen Pembimbing I
Dosen Pembimbing II
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes NIP. 10660725 199002 2 001
Diketahui, Ketua Departemen Gizi Masyarakat
Dr. Ir. Budi Setiawan, MS NIP. 19621218 198703 1 001
Tanggal Lulus :
KATA PENGANTAR Pertama-tama penulis haturkan puji dan syukur atas karunia dan lindungan yang diberikan oleh Yang Maha Kuasa kepada penulis sehingga skripsi dengan judul “ Analisis Tingkat Ketersediaan dan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan Zat Gizi pada Siswa-siswi SD Marsudirini, Parung, Bogor” dapat diselesaikan. Penyusunan skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Gizi pada Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Terselesaikannya penulisan skripsi ini tidak terlepas dari bantuan dan dukungan banyak pihak, sehingga penulis mengucapkan terima kasih kepada: 1.
Bapak Dr. Ir. Budi Setiawan, MS. dan Ibu Dr. Ir. Ikeu Ekayanti, M.Kes yang telah sabar meluangkan waktu, tenaga dan pikiran untuk membimbing penulis dalam pelaksanaan penelitian dan penyelesaian penulisan skripsi.
2.
Ibu Tiurma Sinaga, B.Sc, MFSA sebagai dosen pemandu seminar dan dosen penguji skripsi atas saran dan perbaikan untuk skripsi ini.
3.
Sr. Rosali sebagai kepala sekolah dan kepala penyelenggaraan makanan di Marsudirini yang telah memberikan ijin penelitian, Ibu Muji, para guru serta karyawan di Marsudirini atas bantuannya selama penelitian.
4.
Rekan-rekan yang membantu dalam penelitian ini (Diana, Anton, Ica, Imam, Yosepin, Melda) atas bantuan saat pengambilan data.
5.
Rekan-rekan pembahas seminar (Mutia, Nur Ashifa, Yunica, Mona) atas saran dan masukan untuk penyempurnaan skripsi ini.
6.
Diana Lestari, Riksa Aditya, Nadia Tiara Putri, Atirah, Diah Irma, dan Monalisa atas pengalaman KKP yang tidak terlupakan.
7.
Teman-teman GM, THH serta pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu atas bantuan dan dukungan selama penyusunan skripsi ini. Ucapan terima kasih terutama penulis haturkan pada mama dan papa, koko
Jaya Mulya, dan adik-adik tercinta (Leonardo, Nikola, Elvina) yang senantiasa memberikan doa, dukungan dan semangat dengan penuh kasih sayang. Penulis menyadari bahwa penelitian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun sangat penulis harapkan. Penulis juga berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua. Bogor, September 2011 Nadya Bellatrix Paramita
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 14 Desember 1987. Penulis adalah anak pertama dari empat bersaudara dari Sariputra Sumana dan Dewijana Widjaja. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Petra Jakarta pada tahun 2000. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan ke SMP Sang Timur Jakarta dan lulus tahun 2003. Pendidikan selanjutnya ditempuh penulis di SMA Sang Timur Jakarta dan lulus pada tahun 2006. Tahun yang sama, penulis melanjutkan pendidikan tinggi di Institut Pertanian Bogor melalui Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SMPTN). Kemudian pada tahun 2007, penulis diterima di Mayor Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Pada tahun 2008, penulis baru diterima di Mayor Ilmu Gizi, Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Selama menempuh pendidikan di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif di berbagai organisasi kemahasiswaan, diantaranya anggota divisi Olahraga dan Kesenian Keluarga Mahasiswa Buddhis-IPB (KMB-IPB) periode 2007-2008, anggota Gentra Kaheman-IPB tahun 2007-2008, anggota klub Kebijakan Pangan, Himpunan Mahasiswa Ilmu Gizi (HIMAGIZI) periode 2008-2009. Selain itu penulis juga aktif dalam berbagai kepanitiaan, antara lain seksi dana usaha makrab KMB-IPB tahun 2007, seksi acara Dies Natalis KMB-IPB tahun 2007, koordinator divisi pubdekdok Vegetarian Day KMB-IPB tahun 2007, kepanitian pengumpulan cap 1000 tangan Indonesia World Heritage Youth Network (INDOWYN) tahun 2007, seksi dana usaha Dhammapada Reading Competition, KMB-IPB tahun 2008, seksi hubungan masyarakat seminar nasional gizi (SENZATIONAL), Departemen Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor tahun 2010. Penulis pernah menjadi asisten mata kuliah metabolisme zat gizi pada semester ganjil tahun 2010. Penulis melaksanakan Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Desa Ciadeg, Kecamatan Cigombong, Kabupaten Bogor pada bulan Juni-Agustus 2010. Penulis juga melaksanakan kegiatan Internship Dietetic (ID) di RS Ciawi, Bogor pada bulan Februari-Maret 2011.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................................. xi DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xiii DAFTAR LAMPIRAN .........................................................................................xiv PENDAHULUAN.................................................................................................. 1 Latar Belakang ................................................................................................ 1 Tujuan ............................................................................................................. 3 Tujuan umum.............................................................................................. 3 Tujuan khusus ............................................................................................ 3 Kegunaan penelitian ....................................................................................... 4 TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 5 Anak Usia Sekolah .......................................................................................... 5 Penyelenggaraan Makanan di Sekolah ........................................................... 6 Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi ............................................ 7 Perencanaan .............................................................................................. 8 Pengorganisasian ..................................................................................... 10 Pelaksanaan ............................................................................................. 10 Pengawasan ............................................................................................. 12 Penilaian Konsumsi Pangan.......................................................................... 13 Weighing method ...................................................................................... 13 Recall Method........................................................................................... 14 Food Record (Catatan Pangan) ................................................................ 14 Preferensi Pangan ........................................................................................ 15 Daya Terima Makanan .................................................................................. 17 Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah ....................................... 18 Konsumsi Energi dan Zat Gizi ....................................................................... 20 Energi dan Pangan Sumber Energi .......................................................... 20 Protein dan Pangan Sumber Protein ........................................................ 21 Fe (Zat Besi) dan Pangan Sumber Zat Besi ............................................. 21 Ca (Kalsium) dan Pangan Sumber Kalsium .............................................. 22 Vitamin C dan Pangan Sumber Vitamin C ................................................ 22 KERANGKA PEMIKIRAN .................................................................................. 23 METODE ........................................................................................................... 25 Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian ......................................................... 25 Jumlah dan Cara Penarikan Contoh.............................................................. 25 Jenis dan Cara Pengumpulan Data ............................................................... 25 Pengolahan dan Analisis Data ...................................................................... 29 Batasan Istilah............................................................................................... 32 HASIL DAN PEMBAHASAN .............................................................................. 33 Gambaran Umum Sekolah Marsudirini .......................................................... 33 Karakteristik Siswa ........................................................................................ 34 Umur dan Jenis Kelamin ........................................................................... 34 Berat Badan dan Tinggi Badan ................................................................. 34
x
Status Gizi ................................................................................................ 34 Karakteristik Sosial Ekonomi Siswa............................................................... 35 Besar Keluarga ......................................................................................... 35 Agama ...................................................................................................... 36 Pendidikan Orangtua ................................................................................ 37 Pekerjaan Orangtua.................................................................................. 37 Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Marsudirini ....................................... 38 Input Penyelenggaraan Makanan ............................................................. 39 Proses Penyelenggaraan Makanan .......................................................... 41 Output Penyelenggaraan Makanan .......................................................... 53 Daya Terima Makanan di Sekolah................................................................. 56 Preferensi siswa terhadap warna, tekstur, aroma, porsi dan rasa ............. 58 Evaluasi variasi dan persepsi kebersihan makanan sekolah..................... 63 Konsumsi Energi dan Zat Gizi ....................................................................... 65 Tingkat Kecukupan Energi ........................................................................ 66 Tingkat Kecukupan Protein ....................................................................... 67 Tingkat Kecukupan Kalsium ..................................................................... 68 Tingkat Kecukupan Zat Besi ..................................................................... 69 Tingkat Kecukupan Vitamin C ................................................................... 69 Kontribusi Makanan Sekolah terhadap Total Konsumsi Energi dan Zat Gizi . 70 Kontribusi Makanan Sekolah terhadap Kebutuhan Zat Gizi Siswa ................ 71 Kontribusi Energi dari Makanan Sekolah terhadap Kebutuhan Energi ...... 72 Kontribusi Protein dari Makanan Sekolah terhadap Kebutuhan Protein .... 72 Kontribusi Kalsium dari Makanan Sekolah terhadap AKG Kalsium ........... 73 Kontribusi Zat Besi dari Makanan Sekolah terhadap AKG Zat Besi .......... 74 Kontribusi Vitamin C dari Makanan Sekolah terhadap AKG Vitamin C ..... 74 Hubungan Karakteristik Siswa terhadap Daya Terima terhadap Makanan yang Disajikan oleh Sekolah Marsudirini ....................................................... 75 Hubungan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Siswa ............................................................................................................ 76 Hubungan daya terima terhadap tingkat kecukupan energi siswa............. 76 Hubungan daya terima terhadap tingkat kecukupan protein siswa ............ 76 KESIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 77 Kesimpulan ................................................................................................... 77 Saran ............................................................................................................ 78 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................... 80
xi
DAFTAR TABEL Tabel Halaman 1 Estimasi AKE untuk remaja usia 10-12 tahun ........................................... 19 2 AKP dan faktor koreksi mutu protein ......................................................... 19 3 Angka kecukupan gizi untuk remaja usia 10-12 tahun .............................. 19 4 Jenis dan cara pengumpulan data ............................................................ 28 5 Kategori dan Kriteria untuk setiap variabel penelitian................................ 31 6 Sebaran siswa berdasarkan status gizi ..................................................... 35 7 Perencanaan menu 1 minggu ................................................................... 44 8 Jenis, frekuensi, tempat pembelian, dan cara membeli bahan makanan .. 46 9 Ketersediaan makanan yang disediakan oleh sekolah.............................. 53 10 Perbandingan ketersediaan zat gizi sekolah dengan standar ................... 55 11 Konsumsi makanan yang disediakan oleh sekolah ................................... 56 12 Konsumsi makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin ........................... 56 13 Daya terima siswa terhadap makanan sekolah ......................................... 57 14 Daya terima makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin........................ 58 15 Preferensi siswa terhadap penampilan (warna) makanan sekolah............ 59 16 Penilaian siswa terhadap penampilan (warna) makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin ........................................................................ 59 17 Preferensi siswa terhadap tekstur makanan sekolah ................................ 60 18 Penilaian siswa terhadap tekstur makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin ..................................................................................................... 60 19 Preferensi siswa terhadap aroma makanan sekolah ................................. 61 20 Penilaian siswa terhadap aroma makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin ..................................................................................................... 61 21 Preferensi siswa terhadap porsi (jumlah) makanan sekolah ..................... 61 22 Preferensi siswa terhadap porsi (jumlah) makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin ............................................................................................. 62 23 Penilaian siswa terhadap rasa makanan sekolah ..................................... 62 24 Preferensi siswa terhadap rasa makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin ..................................................................................................... 63 25 Penilaian siswa terhadap variasi dan persepsi kebersihan makanan sekolah ..................................................................................................... 63 26 Penilaian variasi makanan dan persepsi kebersihan siswa berdasarkan jenis kelamin ............................................................................................. 64 27 Persentase rata-rata preferensi makanan siswa ....................................... 64 28 Alasan menghabiskan makanan yang disajikan oleh Sekolah Marsudirini 65 29 Kebutuhan, Konsumsi, dan tingkat kecukupan energi siswa ..................... 66 30 Sebaran tingkat kecukupan energi siswa .................................................. 66 31 Sebaran tingkat kecukupan protein siswa ................................................. 67 32 Rata-rata konsumsi, AKG dan tingkat kecukupan zat gizi siswa ............... 68 33 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan kalsium .................................. 68 34 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan zat besi.................................. 69 35 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan vitamin C ............................... 69
xii
36 37 38
Nilai statistik konsumsi energi dan zat gizi siswa berdasarkan sumber makanan sekolah dan luar sekolah terhadap total konsumsi. ................... 70 Kontribusi makanan sekolah terhadap total konsumsi berdasarkan jenis kelamin ..................................................................................................... 70 Nilai statistik konsumsi energi dan zat gizi siswa berdasarkan sumber makanan sekolah dan luar sekolah terhadap kebutuhan .......................... 71
xiii
DAFTAR GAMBAR Gambar Halaman 1 Bagan kerangka pemikiran ......................................................................... 24 2 Sebaran siswa menurut besar keluarga ...................................................... 35 3 Sebaran siswa menurut agama................................................................... 36 4 Sebaran siswa menurut tingkat pendidikan orangtua .................................. 37 5 Sebaran siswa menurut tingkat pekerjaan orangtua.................................... 38 6 Alur penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini ................................. 41 7 Struktur organisasi penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini .......... 45 8 Kontribusi energi terhadap total kebutuhan energi ...................................... 72 9 Kontribusi protein terhadap total kebutuhan protein .................................... 73 10 Kontribusi kalsium terhadap total kecukupan kalsium ................................. 73 11 Kontribusi zat besi terhadap total kecukupan zat besi ................................. 74 12 Kontribusi vitamin C terhadap total kecukupan vitamin C ............................ 75
xiv
DAFTAR LAMPIRAN Lampiran Halaman 1 Denah dapur Sekolah Marsudirini ............................................................. 85 2 Denah ruang makan Sekolah Marsudirini ................................................. 87 3 Master menu makan siang........................................................................ 88 4 Master menu snack .................................................................................. 89 5 Master menu asrama Marsudirini.............................................................. 90 6 Daftar tenaga kerja penyelenggaraan Sekolah Marsudirini ....................... 90 7 Preferensi menu makanan sekolah siswa secara keseluruhan ................. 91 8 Daya terima siswa per menu makan ......................................................... 91 9 Ketersediaan zat gizi dari makanan sekolah (Hari 1) ................................ 92 10 Ketersediaan zat gizi dari makanan sekolah (Hari 2) ................................ 93 11 Ketersediaan zat gizi dari makanan sekolah (Hari 3) ................................ 94 12 Angka kebutuhan dan kecukupan gizi individu.......................................... 95 13 Dokumentasi............................................................................................. 96 14 Data hasil uji statistik independent sample T-test antara jenis kelamin dan daya terima ...................................................................................... 101 15 Data hasil uji Spearman antara karakteristik individu dan sosial ekonomi keluarga terhadap daya terima makanan sekolah ................................... 102 16 Data hasil uji statistik antara daya terima dengan tingkat kecukupan energi dan protein siswa ......................................................................... 103 17 Rekomendasi.......................................................................................... 104 18 Penjabaran AKG dalam bentuk takaran konsumsi sehari menurut golongan umur........................................................................................ 106
PENDAHULUAN Latar Belakang Kualitas sumber daya manusia (SDM) merupakan salah satu faktor utama yang
diperlukan
dalam
melaksanakan
pembangunan
nasional.
Untuk
meningkatkan kualitas SDM tersebut maka harus dilakukan upaya-upaya yang saling berkesinambungan. Dari beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas SDM, faktor kesehatan dan gizi memegang peranan penting, karena seseorang tidak akan dapat mengembangkan kapasitasnya secara maksimal apabila tidak memiliki status kesehatan dan gizi yang optimal (Azinar 2005). Upaya peningkatan kualitas SDM harus dilaksanakan sedini mungkin, yaitu sejak masa kanak-kanak. Anak merupakan sumber potensi dan penerus cita-cita bangsa, sehingga wajar bila seorang anak mendapatkan kesempatan seluas-luasnya untuk tumbuh dan berkembang dengan wajar (BPS 2001) serta memperoleh pendidikan secara formal di sekolah. Pendidikan formal yang diterima oleh seorang anak di sekolah, membuatnya lebih banyak menghabiskan waktunya di sekolah, mulai dari pagi hari hingga siang hari, terutama pada sekolah dengan jumlah jam belajar yang lebih panjang. Penambahan jam belajar di sekolah membuat pihak sekolah harus menyediakan makan siang dan juga selingan bagi siswanya. Makanan yang disajikan dalam program tersebut dapat berupa makanan utama (meal) dan makanan selingan (snack). Makanan selingan sebaiknya diberikan 1,5-2 jam sebelum makanan utama untuk menghindari siswa terlalu lapar juga untuk meningkatkan selera makannya pada saat makan utama (Marotz et al. 2005). Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah-masalah yang berhubungan dengan makanan pada anak usia sekolah dan sudah merupakan praktik yang telah diterima di sebagian besar negara maju (Snyder et al. 1999). Kegiatan penyelenggaraan makanan di sekolah diharapkan dapat menghilangkan kekhawatiran orang tua mengenai makanan yang dimakan oleh anaknya di sekolah. Hal ini dikarenakan anak usia sekolah hampir selalu ingin mencoba makanan yang mudah dijumpai dan berpenampilan menarik, seperti makanan jajanan yang biasa dijual di sekitar sekolah yang tidak selamanya mengandung kandungan gizi yang baik dan biasanya tinggi gula dan lemak. Keamanan makanan jajanan baik dari segi mikrobiologis maupun kimiawi juga masih dipertanyakan. Pada penelitian yang dilakukan di Bogor ditemukan Salmonella
2
Paratyphi A di 25% - 50% sampel minuman yang dijual di kaki lima. Penelitian lain
yang
dilakukan
suatu
lembaga
studi
di
daerah
Jakarta
Timur
mengungkapkan bahwa berdasarkan uji laboratorium, terdapat penggunaan bahan tambahan pangan (BTP) ilegal seperti borax (pengempal yang mengandung logam berat boron), formalin (pengawet yang digunakan untuk mayat), rhodamin B (pewarna merah pada tekstil), dan methanil yellow (pewarna kuning pada tekstil) pada jenis jajanan yang sering dikonsumsi anak sekolah, yaitu pada otak-otak, bakso, tahu goreng, mie kuning basah, dan es sirop merah. Bahan-bahan ini dapat terakumulasi pada tubuh manusia dan bersifat karsinogenik yang dalam jangka panjang menyebabkan penyakit-penyakit seperti kanker dan tumor pada organ tubuh manusia (Judarwanto 2010). Hasil penelitian Prell et al. (2005) juga menggambarkan pentingnya sekolah dalam perubahan kebiasaan makan siswa di sekolah. Menurut Riyadi (2006), berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pemberian makanan tambahan pada anak sekolah dapat memperbaiki prestasi di sekolah, baik anak-anak di negara berkembang maupun negara maju. Anakanak
yang
lapar
pada
saat
sekolah tidak
dapat
berkonsentrasi
dan
melaksanakan tugas-tugas yang kompleks, meskipun keadaan gizi mereka baik. Selain itu, menurut Yuliati dan Santoso (1995), penyelenggaraan makanan di sekolah bertujuan untuk memperbaiki status gizi terutama bagi anak sekolah yang tidak sempat sarapan dan membawa bekal, memperbaiki prestasi akademis, sebagai bahan pendidikan gizi untuk anak sekolah dan membiasakan memilih makanan bergizi. Sekolah menjadi tempat yang penting, terutama sebagai rumah kedua bagi para murid. Selain itu juga untuk dapat memenuhi gizi para murid, penyelenggaraan makanan yang dilakukan di sekolah juga harus memperhatikan aspek kandungan gizi serta kesesuaian jumlahnya dengan kebutuhan dari siswasiswinya. Makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan makanan (makan siang) di sekolah harus dapat menyumbangkan energi sekitar sepertiga dari total kebutuhan energi anak (Mahan & Stump 2004). Selain kebutuhan energi, juga perlu diperhatikan variasi makanan, kesukaan anak, serta jumlah makanan yang disediakan (Tresnawati 2009). Sekolah Marsudirini merupakan salah satu sekolah yang mengadakan penyelenggaraan makanan baik untuk siswa dan seluruh karyawannya. Sekolah ini terletak di kawasan Telaga Kahuripan, Parung, Bogor. Lokasi Sekolah
3
Marsudirini cukup jauh dari keramaian, sehingga kondusif untuk melakukan kegiatan belajar mengajar. Selain itu, lingkungan sekolah juga terbebas dari penjual
jajanan
dan
makanan
lainnya.
Hal
ini
dikarenakan
tujuan
penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh sekolah salah satunya adalah mencegah siswa-siswi jajan sembarangan dan ingin menyajikan makanan yang bergizi dan sehat bagi siswa-siswi. Sekolah Marsudirini dalam penyelenggaraan makanannya melakukan pemorsian makanan, untuk makanan pokok, lauk hewani, dan sayur (tingkat SD) dan lauk hewani (SMP-SMA) pada tiap siswanya. Berdasarkan uraian di atas, penulis tertarik untuk melihat seberapa besar zat gizi dari makanan yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini dan daya terima dari siswa terhadap pemenuhan konsumsi energi dan protein dari tiap siswa. Tujuan Tujuan umum Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk menganalisis tingkat ketersediaan dan daya terima makanan di sekolah terhadap tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi lainnya dari tiap siswa. Tujuan khusus 1. Mengetahui sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Sekolah Marsudirini. 2. Mengetahui karakteristik siswa (umur, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, sosial ekonomi keluarga) dan preferensi makanan siswa. 3. Mengetahui daya terima siswa terhadap makanan yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini. 4. Mengetahui tingkat ketersediaan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari menu makan siang dan selingan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini. 5. Mengetahui asupan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari makanan yang dikonsumsi di sekolah dan kontribusinya terhadap total konsumsi sehari dan kebutuhan serta kecukupan gizi siswa. 6. Menganalisis hubungan karakteristik siswa (jenis kelamin dan sosial ekonomi) terhadap daya terima terhadap makanan yang disajikan oleh Sekolah Marsudirini. 7. Menganalisis hubungan daya terima terhadap tingkat kecukupan energi dan protein siswa.
4
Kegunaan penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran dan informasi tentang
daya
terima
siswa
terhadap
makanan
yang
dihasilkan
oleh
penyelenggaraan makanan yang dilakukan oleh sekolah, selain itu juga mengetahui seberapa besar kontribusi penyelenggaraan makanan yang dilakukan di sekolah terhadap pemenuhan angka kecukupan gizi anak usia sekolah.
Bagi
sekolah
yang
bersangkutan,
diharapkan
dapat
menjadi
rekomendasi dan bahan evaluasi dalam melaksanakan penyelenggaraan makanan yang lebih baik.
TINJAUAN PUSTAKA Anak Usia Sekolah Usia sekolah dimulai pada usia 6 tahun dan berakhir saat individu menunjukkan kematangan seksualnya antara usia 13-14 tahun. Usia sekolah ini merupakan awal seorang anak belajar bertanggung jawab terhadap sikap dan perilakunya (Hurlock 1980). Terjadi perkembangan sosialisasi yang menonjol pada anak selama periode usia sekolah. Di antaranya adalah pergaulan anak menjadi lebih luas, tidak hanya terbatas hanya dengan anggota keluarga di rumah. Masa sekolah memberikan kesempatan kepada anak untuk lebih banyak bergaul dengan teman sebayanya. Selain itu, pada usia sekolah terjadi perkembangan intelegensi, minat, emosi, dan kepribadian. Perkembangan pada aspek-aspek tersebut membentuk karakteristik khas pada anak usia sekolah (Akbar 2005). Menurut teori perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004), anak usia 7-12 tahun termasuk dalam tahap konkret operasional. Hal yang termasuk tahap ini diantaranya yaitu kemampuan memahami konsep-konsep, hubungan sebab akibat, hubungan yang majemuk, serta kemampuan diri yang menyangkut proses berpikir, daya ingat, pengetahuan, tujuan, dan aksi yang meningkat. Karakteristik anak sekolah di antaranya yaitu gigi susu yang berangsur tanggal digantikan dengan gigi permanen, serta lebih aktif memilih makanan yang disukai. Kebutuhan energi anak golongan umur 10-12 tahun relatif lebih tinggi daripada anak golongan 7-9 tahun dikarenakan pertumbuhan yang lebih cepat, terutama penambahan tinggi badan. Kebutuhan energi anak laki-laki mulai umur 10-12 tahun berbeda dengan anak perempuan. Anak laki-laki lebih banyak melakukan aktivitas fisik sehingga membutuhkan energi lebih banyak, sedangkan anak perempuan biasanya sudah mulai haid, sehingga membutuhkan protein dan zat besi yang lebih tinggi (RSCM dan Persagi 1990). Faktor-faktor yang mempengaruhi keadaan gizi anak sekolah menurut Moehji (1980) adalah: (1) Anak dalam usia sekolah sudah dapat memilih dan menentukan makanan apa yang disukai dan tidak disukai, sehingga seringkali anak-anak salah memilih terutama jika orang tua tidak memberikan informasi mengenai makanan sehat dan bergizi. (2) Anak dalam usia sekolah memiliki kebiasaan untuk jajan. Hal ini banyak dipengaruhi oleh pergaulan dengan teman di lingkungan sekolah. (3) Anak tiba di rumah dalam keadaan letih karena belajar dan bermain di sekolah sehingga kurang nafsu makan sesampainya di rumah.
6
Pilihan makanan kesukaan anak sangat dipengaruhi oleh teman, orang tua, serta media massa melalui iklan/reklame. Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Penyelenggaraan makanan di sekolah termasuk dalam pelayanan gizi makanan kelompok yang bertujuan untuk menyediakan makanan bergizi bagi anak di sekolah dalam rangka meningkatkan status gizi dan kesehatannya (Depkes 1991). School-feeding merupakan tindakan umum yang biasa dilaksanakan untuk memperbaiki gizi anak sekolah. Praktik penyelenggaraan makanan di sekolah sudah lama dan sudah banyak diselenggarakan di negaranegara baik di Eropa maupun Asia. Bentuk dan cara penyelenggaraan makanan berbeda-beda untuk masing-masing negara (Moehji 1980). Penyelenggaraan makanan di sekolah adalah suatu rangkaian kegiatan mulai dari perencanaan menu sampai dengan pendistribusian makanan pada siswa, dalam rangka pencapaian status kesehatan yang optimal melalui pemberian makan siang di sekolah. Penyelenggaraan makanana anak sekolah diselenggarakan di sekolah, dapat dilakukan oleh sekolah itu sendiri atau oursourcing ke pihak lain/jasa boga yang mampu mengadakan penyelenggaraan makanan tersebut sesuai dengan peraturan yang berlaku di sekolah yang bersangkutan (Sinaga 2007). Tujuan dari penyelenggaraan makanan di sekolah yaitu menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi anak sekolah yang membutuhkan. Tujuan utama yang langsung dapat dilihat pada penyelenggaraan makanan anak sekolah adalah memenuhi kebutuhan gizi anak selama berada di sekolah, agar dapat meningkatkan status gizi yang baik sehingga mampu mengikuti kegiatan belajar mengajar yang diberikan di sekolah dengan baik juga (Sinaga 2007). Ciri-ciri penyelenggaraan makanan anak sekolah antara lain yaitu dilaksanakan selama anak berada di sekolah. Penyelenggaraan makanan ini dapat dilakukan oleh sekolah sendiri/out-sourcing. Ketersediaan makanan di sekolah setidaknya memenuhi kebutuhan gizi anak 1/3 dari kecukupannya dalam sehari. Makanan yang diberikan di sekolah tidak berorientasi kepada keuntungan, melainkan lebih diarahkan untuk pendidikan dan perubahan perilaku anak terhadap makanan, juga memiliki standar sanitasi dan kebersihan yang tinggi. Pemilihan menu yang disajikan di sekolah disesuaikan dengan kesukaan/preferensi anak serta memiliki lokasi/tempat makan yang dibuat
7
sedemikian rupa sehingga anak dapat mengembangkan kreasi dan dapat mendiskusikan pelajarannya (Sinaga 2007). Menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan (snack) sebaiknya tidak lebih dari 200 Kalori atau sekitar 10% dari kebutuhan energi siswa, sehingga dalam sehari selingan menyumbangkan energi sebanyak 20%. Sisanya 80% diperoleh dari makan pagi, siang, dan malam dengan perbandingan 1:2:2 (Moehyi 1992). Menurut Mahan dan Stump (2004), makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan makanan sebaiknya menyumbangkan energi 1/3 dari kebutuhan energi total dan zat gizi lainnya. Manajemen Penyelenggaraan Makanan Institusi Penyelenggaraan makanan adalah sebuah ilmu dan seni perencanaan, persiapan, pemasakan, dan pelayanan yang berkualitas sesuai kebutuhan. Jika dilihat dalam sebuah sistem, penyelenggaraan makanan adalah penggabungan dari beberapa komponen/bagian yang bekerja bersama untuk mencapai tujuan. Palacio dan Theis (2009) mengungkapkan bahwa tujuan utama penyelenggaraan makanan adalah untuk menyajikan makanan agar konsumen/klien merasa puas. Menurut Moehyi (1992) penyelenggaraan makanan institusi mempunyai ciri-ciri sebagai berikut: (1) Penyelenggaraan makanan dilakukan oleh institusi itu sendiri dan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. (2) Dana yang diperlukan untuk penyelenggaraan
makanan
sudah
ditetapkan
jumlahnya
sehingga
penyelenggaraan harus menyesuaikan pelaksanaannya dengan dana yang tersedia. (3) Makanan diolah dan dimasak di dapur yang berada di lingkungan tempat institusi itu berada. (4) Hidangan makanan yang disajikan diatur dengan menggunakan menu induk (master menu) dengan siklus mingguan atau sepuluhharian. (5) Hidangan makanan yang disajikan tidak banyak berbeda dengan hidangan yang biasa disajikan di lingkungan keluarga. Penyelenggaraan makanan institusi terdiri atas dua macam yaitu penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pada keuntungan (bersifat komersial) dan penyelenggaraan makanan institusi yang berorientasi pelayanan (bersifat non komersil). Penyelenggaraan makanan yang berorientasi pada keuntungan dilaksanakan untuk mendapatkan keuntungan yang sebesarbesarnya. Bentuk usaha ini seperti restaurant, snack bar, cafetaria, catering. Usaha penyelenggaraan makanan ini tergantung pada bagaimana menarik konsumen sebanyak-banyaknya dan manajemennya harus bisa bersaing dengan institusi yang lain (Moehyi 1992).
8
Penyelenggaraan makanan non komersil dilakukan oleh suatu institusi baik dikelola pemerintah, badan swasta ataupun yayasan sosial yang tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini biasanya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah dan lain-lain. Frekuensi makan dalam penyelenggaraan makanan yang bersifat non komersil ini 2-3 kali dengan atau tanpa selingan (Moehyi 1992). Manajemen penyelenggaraan institusi adalah penyelenggaraan dan pelaksanaan makanan dalam jumlah banyak (melebihi ukuran rumah tangga). Tujuan manajemen penyelenggaraan makanan institusi yaitu menyediakan makanan yang berkualitas tinggi yang dipersiapkan dan dimasak secara baik serta dihidangkan secara menarik; pelayanan yang tepat, cepat, dan ramah; gizi seimbang dengan menu yang bervariasi; harga tepat dan layak sesuai dengan pelayanan yang diberikan; serta fasilitas yang cukup dan nyaman (Yuliati & Santoso 1995). Kegiatan penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan/subsistem penyusunan
anggaran
belanja
makanan,
penyediaan/pembelian
bahan
makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan, pelaporan, dan evaluasi, yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di suatu institusi (Depkes 1991). Fungsi manajemen menurut Terry diacu dalam Yuliati & Santoso (1995) dibagi menjadi 4 yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Perencanaan Kegiatan perencanaan yang dilakukan pada usaha penyelenggaraan makanan dimulai dengan menentukan garis-garis besar untuk dapat memulai usaha. Pada dasarnya kegiatan perencanaan ini harus dapat merumuskan suatu pekerjaan yang akan dilakukan (Yuliati & Santoso 1995).
9
Perencanaan Menu. Menurut Yuliati & Santoso (1995), menu adalah susunan makanan yang lengkap yang terdiri dari berbagai jenis makanan yang disajikan pada waktu tertentu, misalnya pagi, siang, dan malam. Salah satu faktor yang mempengaruhi
keberhasilan
penyelenggaraan
makanan
institusi
adalah
tersedianya menu yang baik, secara kualitas maupun kuantitas. Untuk itu menu perlu direncanakan secara matang. Perencanaan menu merupakan proses yang bertahap yaitu terdiri dari apa yang akan disajikan dan kapan makanan itu disajikan. Perencanaan menu yang baik antara lain berfungsi agar konsumen menjadi senang dan puas karena kualitas maupun kuantitas makanan yang disajikan sesuai dengan keinginan dan seleranya, bagi pegawai akan memudahkan melaksanakan pekerjaan yang sudah pasti, dan bagi pengelola akan memudahkan terlaksananya segala sesuatu sesuai dengan rencana sehingga tujuan institusi yang telah ditetapkan dapat tercapai. Dalam merencanakan menu harus sesuai dengan tipe institusi, bahan makanan yang mudah didapat di pasar atau musimnya, anggaran yang tersedia, dan sesuai dengan kemampuan pekerja. Selain itu, pegawai yang ditugaskan merencanakan menu harus mengetahui pengetahuan yang luas tentang seluk beluk bahan pangan, penyediaan bahan pangan meliputi jenis bahan pangan yang tersedia di pasar dan sesuai dengan musim, fluktuasi harga bahan pangan di pasar, serta metoda dan prosedur mempersiapkan makanan mulai dari belanja, pengolahan, sampai dengan penyajian (Yuliati & Santoso 1995). Perencanaan menu disusun oleh suatu tim yang terdiri dari ahli gizi, juru masak, pengelola dan konsumen. Menu dapat disusun untuk satu rangkaian waktu 5, 7, 10, atau 21 hari dan selanjutnya diputarkan (siklus) selama 3 atau 6 bulan setelah itu diganti dengan rangkaian menu baru. Harus ada standar untuk setiap porsi hidangan, sehingga macam dan jumlah bahan makanan per porsi menjadi jelas. Standar porsi dinyatakan dalam berat bersih bahan makanan yang digunakan. Harus ada resep standar, dilengkapi dengan macam, jumlah, harga bumbu yang dapat dikembangkan di berbagai institusi, serta jumlah porsi per satu resep (Depkes 1991).
10
Perencanaan Biaya. Menurut Depkes RI (1991), perencanaan biaya atau anggaran belanja untuk suatu penyelenggaraan makanan dalam jumlah banyak seharusnya direncanakan setahun sebelumnya dan umumnya didasari atas pengalaman-pengalaman masa lalu. Anggaran belanja yang diperhitungkan adalah untuk bahan makanan, peralatan, tenaga, dan pengeluaran lain yang disebut biaya overhead (bahan bakar, air, listrik, kerusakan, sabun, pembersih, dsb). Pengorganisasian Kegiatan pengorganisasian meliputi identifikasi kegiatan dan tujuan dengan jelas, pembagian tugas sesuai dengan keterampilan dan keahlian masing-masing atau penempatan tenaga yang sesuai dengan bidangnya, pendelegasian tugas dan tanggung jawab dari atasan ke bawahan sehingga masing-masing akan mendapat wewenang dan beban kerja yang sesuai. Adanya pendelegasian tugas akan menggambarkan garis instruksi dari atas ke bawah dan garis pertanggung jawaban dari bawah ke atas juga jelas (Yuliati & Santoso 1995). Dalam mengorganisir penyelenggaraan makanan, baik dalam jumlah kecil maupun besar dibutuhkan berbagai jenis tenaga yang dapat dibedakan atas pegawai yang ahli dan pegawai yang tidak ahli. Pegawai yang ahli adalah tenaga yang telah mendapatkan pendidikan dasar khusus seperti Sarjana Gizi, Sarjana Muda Gizi, serta tenaga menengah gizi atau Pembantu Ahli Gizi/ Pengatur Gizi. Tenaga-tenaga ini bertanggung jawab atas pengelolaan makanan banyak di berbagai institusi. Kebutuhan akan tenaga ahli ini belum ada standar yang pasti, tetapi sudah disepakati bahwa untuk institusi yang menyediakan makanan 300 porsi diperlukan seorang Sarjana Muda Gizi dan dua Pengatur Gizi. Tenaga yang tidak ahli adalah juru masak, pembersih, tenaga administrasi, dan tenaga khusus bila diperlukan (Muchatob et al. 1991). Pelaksanaan Untuk melaksanakan secara fisik kegiatan dan aktivitas penyelenggaraan makanan, maka manajer atau pimpinan akan mengambil tindakan antara lain memberi pengarahan kepada bawahan agar dapat bekerja dengan lancar, memberikan konsultasi atau nasehat bila diperlukan, mengadakan supervisi yang efektif untuk unit khusus atau keseluruhan, dapat memotivasi bawahan sehingga mereka bersemangat dalam bekerja (Yuliati & Santoso 1995). Menurut Fardiaz (2000), selama pengolahan, penanganan, penyimpanan, dan transportasi perlu diperhatikan hal-hal sebagai berikut: (1) bahan makanan
11
dan ingredien harus terpisah dari bahan-bahan berbahaya, yaitu menghindari dari kontaminasi oleh hama, bahan-bahan fisik, kimia, dan mikroba yang membahayakan kesehatan, (2) bahan-bahan yang tidak terpakai harus dibuang dengan cara yang higienis, dan (3) perhatian harus diberikan untuk mencegah terjadinya kerusakan atau kebusukan makanan, termasuk pengendalian suhu, kelembaban, dan pengendalian lainnya. Selain itu, fasilitas dan prosedur yang tepat harus dilakukan untuk menjamin bahwa pembersihan dan pemeliharaan dilakukan secara efektif, serta tingkat higienitas karyawan dipertahankan dengan baik. Pembelian Bahan Makanan. Menurut Depkes RI (1991), dalam pembelian bahan makanan diperhatikan kebijakan institusi, standar bahan makanan yang ditetapkan, penetapan spesifikasi bahan makanan, serta penetapan syarat jual beli bahan makanan. Standar bahan makanan adalah ketetapan macam dan jumlah bahan makanan yang dipakai sebagai patokan dalam penyediaan makanan yang disusun atas dasar kecukupan gizi yang telah ditetapkan. Prosedur pembelian bahan makanan dapat berupa pelelangan terbuka, pelelangan terbatas, penjualan langsung, pengadaan langsung, pembelian ke pasar, atau pembelian musyawarah. Penetapan syarat jual beli bahan makanan yaitu cara penanganan, cara pengiriman, waktu pengiriman, cara pembayaran, dan sanksi pelanggaran yang disepakati. Penerimaan Bahan Makanan. Penerimaan bahan makanan didasarkan atas pesanan bahan makanan, yang menyatakan macam, jumlah, dan kualitas bahan makanan. Pada saat menerima bahan makanan, pesanan tersebut diteliti dan diamati pula cara pengepakan/pembungkusan/penanganan menurut yang tercantum dalam perjanjian jual beli, termasuk ketepatan waktu pengiriman bahan makanan. Selanjutnya bahan makanan dikirim ke gudang/ruang penyimpanan. Petugas mencatat dan melaporkan pemasukan bahan makanan. Prosedur
penerimaan
bahan
makanan
dapat
dilakukan
dengan
cara
konvensional seperti yang telah diuraikan, atau secara blind (tanpa diperiksa), karena rekanan sudah dipercaya, baik kualitas, cara pelayanan dan harga (Depkes 1991). Penyimpanan Bahan Makanan. Penyimpanan bahan makanan dimaksudkan untuk
mempertahankan
kondisi
bahan
makanan,
mencegah
kerusakan/gangguan lingkungan bahan makanan, melayani kebutuhan macam dan jumlah bahan makanan dengan kualitas dan waktu yang sesuai untuk unit
12
yang memerlukan. Penyimpanan bahan kering dan basah harus dipisahkan dan memiliki perlakuan masing-masing yang berbeda dengan memperhatikan macam, golongan, urutan pemakaian, kartu stock, jam buka, petugas penjaga, pembersihan, suhu dan kelembabannya (Depkes 1991). Persiapan Bahan Makanan. Dalam mempersiapkan bahan makanan, harus dihindari kemungkinan-kemungkinan yang dapat merusak/melarutkan zat-zat gizi dalam bahan makanan. Perlakuan terhadap bahan makanan ini selain selama persiapan juga harus diperhatikan selama proses pemasakan, penyajian serta perlakuan selama masakan disimpan. Persiapan bahan makanan meliputi kegiatan pencucian bahan makanan, pemotongan, perendaman, penggilingan, penumbukan, pengadukan, pengasaman, pengasinan, pengayakan, pencetakan, dan perlakuan lain sebelum bahan makanan dimasak. Kegiatan-kegiatan ini sebaiknya mengikuti prosedur yang benar agar kehilangan zat-zat gizi dapat diatasi (Depkes 1991). Pemasakan. Menurut Depkes RI (1991), pemasakan adalah proses kegiatan terhadap bahan makanan dan bumbu yang telah dipersiapkan, dengan menggunakan mengukus,
berbagai
menggoreng,
cara
pemasakan
mengetim,
dan
seperti
membakar,
sebagainya
dalam
merebus, rangka
meningkatkan cita rasa, nilai cerna bahan makanan, dan menghilangkan/ mematikan kuman-kuman yang berbahaya. Pendistribusian dan Penyajian. Ada dua cara yang dapat digunakan dalam mendistribusikan makanan yang disesuaikan dengan keadaan dapur penyedia makanan tersebut. Cara sentralisasi yaitu makanan langsung dibagikan pada rantang makanan masing-masing konsumen ataupun dalam kotak makanan. Cara desentralisasi berarti penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, di ruang makan ini makanan disajikan dalam bentuk porsi (Depkes 1991). Pengawasan Pimpinan pada umumnya menganggap perlu untuk mengecek apa yang telah dilakukan guna dapat memastikan apakah semua kegiatan berjalan dengan memuaskan dan sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Bila terjadi kesalahan, kekurangan, kesalahpahaman dalam tugas atau adanya kendala yang tiba-tiba muncul, maka akan dapat segera diperbaiki dengan cara merevisi atau rencana yang telah dibuat baik secara total atau sebagian tergantung
13
keadaan yang ditemukan saat pengawasan berlangsung (Yuliati & Santoso 1995). Pengawasan termasuk di dalamnya yaitu pencatatan, pelaporan, dan evaluasi. Pencatatan, pelaporan, dan evaluasi ini meliputi: (1) pemasukan, pemakaian bahan makanan harian, (2) pencatatan tentang pemasukan dan pemakaian peralatan dapur, (3) pencatatan kegiatan macam dan jumlah konsumen yang dilayani setiap hari, (4) perhitungan harga makanan per orang sehari, rata-rata dalam tiap bulan, dan setiap tiga bulan, serta (5) laporan tribulan untuk pimpinan. Pencatatan yang dibuat harus teliti dan benar, dilengkapi dengan bukti/informasi nyata, sehingga pengendalian kegiatan dapat berjalan dengan baik (Depkes 1991). Penilaian Konsumsi Pangan Penilaian konsumsi pangan merupakan salah satu penilaian keadaan gizi masyarakat secara tidak langsung (Kusharto & Sa‟diyyah 2008). Menurut Hardinsyah & Briawan (1994), terdapat dua pengertian tentang penilaian konsumsi pangan yaitu pertama penilaian terhadap kandungan energi dan zat gizi dalam makanan, kedua membandingkan kandungan zat gizi makanan yang dikonsumsi seseorang
kelompok dengan angka kebutuhan gizi. Dalam
menghitung kandungan zat gizi pangan, sebaiknya dicatat informasi tentang bentuk olahan. Hal ini terkait dengan koreksi kandungan vitamin dan mineral, terutama vitamin A, vitamin B, vitamin C, dan mineral Fe karena adanya kehilangan zat gizi selama pengolahan. Survei konsumsi pangan bertujuan untuk mengetahui konsumsi pangan individu, keluarga maupun masyarakat. Survei konsumsi tingkat individu dapat menggunakan metode-metode berikut ini yaitu: penimbangan (weighing method), metode mengingat-ingat (recall method), riwayat makan (dietary history), frekuensi pangan (food frequency) dan metode kombinasi (Kusharto & Sa‟diyyah 2008). Weighing method Prinsip metode ini adalah mengukur secara langsung berat setiap jenis pangan yang dikonsumsi (Suhardjo 1989). Metode penimbangan langsung ini dilakukan dengan pengamatan, penimbangan dilakukan sendiri oleh tenaga pengambil data. Metode ini merupakan metode yang paling akurat, karena dilakukan penimbangan secara cermat dan tepat terhadap makanan yang dikonsumsi. Disamping kelebihan tersebut ada beberapa kekurangannya, yaitu
14
mahal, memakan banyak waktu, kadang-kadang responden segan atau malu atau tidak memperkenankan bila makanannya harus dipindah-pindahkan dari tempatnya untuk ditimbang, serta mungkin responden mengubah-ubah pola konsumsi pangan dari kebiasaannya sehari-hari dengan kehadiran peneliti (Kusharto & Sa‟diyyah 2008). Kelebihan metode penimbangan adalah data lebih teliti karena benarbenar merupakan penimbangan langsung. Kekurangannya adalah waktu dan biaya cuku mahal, responden dapat mengubah kebiasaan mereka apabila dilakukan dalam waktu yang cukup lama, tenaga penimbang harus terampil dan harus ada kerjasama yang baik antara responden dan peneliti (Supariasa et al. 2001). Recall Method Metode mengingat-ingat (recall method) merupakan salah satu metode penilaian konsumsi pangan pada tingkat individu. Metode ini dapat menaksir asupan gizi individu (Gibson 2005). Pada metode ini dicatat mengenai jumlah dan jenis pangan yang dikonsumsi pada waktu yang lalu (biasanya recall 24 jam). Pengukuran konsumsi pangan diawali dengan menanyakan jumlah pangan dalam URT (Ukuran Rumah Tangga), setelah itu baru dikonversikan dalam satuan berat (Kusharto & Sa‟diyyah 2008). Kelebihan metode recall ini antara lain mudah, cepat, murah dan dapat digunakan untuk menanyakan responden yang buta huruf. Kelemahannya yaitu mengandalkan daya ingat dari responden dan recall 1 x 24 jam belum dapat menggambarkan rata-rata konsumsi siswa dalam 1 hari (Supariasa et al. 2001). Menurut Owen et al. (1993), metode recall ini membutuhkan enumerator yang terlatih dalam mengumpulkan informasi konsumsi makanan dalam satu hari. Food Record (Catatan Pangan) Food record sering juga disebut dengan food diary atau buku harian pangan. Cara ini menuntut motivasi dan pengertian kedua belah pihak, di samping itu juga membutuhkan waktu yang lebih lama. Responden diminta mencatat semua makanan dan minuman yang dikonsumsi selama paling sedikit 3 hari dalam seminggu, 2 hari biasa dan 1 hari libur. Catatan harus rinci, termasuk cara makanan dipersiapkan dan dimasak, jika terdiri dari berbagai bahan pangan, misalkan untuk gado-gado atau capcai, jenis dan jumlah bahan mentahnya perlu ditulis disamping resep pembuatannya dan jumlah orang yang menyantap masakan tersebut. Ukuran porsi makanan sebaiknya dicatat dengan
15
mengacu pada ukuran rumah tangga (URT). Makanan yang telah terukur ini kemudian disalin dalam „gram‟. Zat gizi yang terkandung dicari pada DKBM dan jika merupakan makanan kemasan, kandungan gizi dilihat pada label. Kesalahan yang banyak terjadi yaitu responden tidak mampu mengkuantifikasi dengan tepat. Kekeliruan ini dapat diatasi dengan cara meminta responden untuk menimbang sendiri makanan dan minuman yang telah dikonsumsi pada waktu tertentu (Arisman 2010). Kelebihan metode food record adalah murah, cepat dan dapat menjangkau sampel dalam jumlah besar, dapat mengetahui sampel dalam jumlah besar, hasil cukup akurat. Kelemahannya yaitu membebani responden, tidak cocok untuk responden yang buta huruf, memerlukan kejujuran dan kemampuan responden dalam mengkuantifikasi jumlah konsumsi (Supariasa et al.). Selain itu, menurut Owen et al. (1993), kualitas pengumpulan data menggunakan food record dapat ditingkatkan dengan melakukan review secara individu tentang record yang telah dilakukan. Review juga harus dilakukan oleh enumerator yang terlatih untuk mengklarifikasi data-data yang telah ditulis responden dan untuk mengetahui data-data yang lupa ditulis oleh responden. Preferensi Pangan Menurut Assael (1992) preferensi terbentuk dari persepsi terhadap suatu produk. Preferensi adalah derajat kesukaan, pilihan, atau sesuatu hal yang lebih disukai oleh konsumen. Preferensi juga dapat diartikan sebagai tingkatan kesukaan. Tingkat kesukaan yang dimaksud yaitu secara kualitas dan atau bila dibandingkan dengan tingkat kesukaan terhadap sesuatu yang lain (Martiani 2000). Menurut Gregoire & Spears (2007), preferensi pangan menggambarkan tingkat kesukaan terhadap suatu makanan. Suhardjo (1989) menyatakan bahwa preferensi pangan diasumsikan sebagai sikap seseorang terhadap makanan, suka atau tidak suka yang akan berpengaruh terhadap konsumsi pangan. Oleh sebab itu, penting untuk mempelajari makanan yang disukai dan tidak disukai. Sanjur (1982) juga menjelaskan bahwa fisiologi, perasaan dan sikap terintegrasi membentuk preferensi terhadap pangan dan akhirnya membentuk perilaku konsumsi pangan. Lyman (1989) menyatakan bahwa preferensi dipengaruhi oleh waktu dan kondisi makanan yang disediakan, seperti kondisi lapar, perasaan dan saat terakhir mengkonsumsi. Suatu makanan tidak akan disukai bila belum pernah
16
dicoba. Selain itu, suatu makanan bisa tidak disukai jika setelah dicoba terasa membosankan, terlalu biasa dikonsumsi, menyebabkan alergi atau reaksi fisiologis, dan berhubungan dengan efek penyakit setelah mengkonsmsinya. Sikap suka atau tidak suka terhadap pangan hanyalah salah satu alasan yang membentuk preferensi pangan. Preferensi pangan lebih menunjuk pada keadaan ketika
seseorang
harus
melakukan
pilihan
terhadap
pangan
dengan
menunjukkan reaksi penerimaan hedonik atau rasa makanan yang data diukur secara verbal, dengan skala atau dengan ekspresi wajah (Rozin & Volmecke 1986 dalam Prasatya 1998). Preferensi terhadap makanan dipengaruhi oleh karakteristik individu, lingkungan dan karakteristik produk pangan (Ellis 1976 dalam Sanjur 1982). Karakteristik individu meliputi umur, jenis kelamin, pendidikan, pendapatan, kesehatan dan pengetahuan gizi. Karakteristik produk meliputi rasa, warna, aroma dan kemasan. Karakteristik lingkungan meliputi keluarga, tingkat sosial, musim dan mobilitas. Karakteristik makanan meliputi penampilan, bumbu, tipe makanan, kombinasi makanan,
harga.
Semua
variabel
tersebut
saling
mempengaruhi dan berkaitan satu sama lain (Sanjur 1982). Menurut Suhardjo (2003), jumlah dan jenis makanan yang dikonsumsi selain dipengaruhi oleh hasil budaya setempat, juga dipengaruhi oleh preferensi terhadap makanan tersebut. Makanan dianggap memenuhi selera atau tidak, tidak hanya bergantung pada pengaruh sosial budaya. Selain pengaruh reaksi indera terhadap pemilihan pangan, kesukaan pangan pribadi makin dipengaruhi oleh pendekatan melalui media massa seperti radio, TV, pamflet dan iklan. Harper et al. (1985) juga mengemukakan bahwa preferensi terhadap makanan tidak hanya bergantung pada pengaruh sosial dan budaya, tetapi juga dari sifat fisik makanan itu sendiri. Pengukuran data preferensi menggunakan skala (sangat tidak suka, tidak suka, suka dan sangat suka). Contoh ditanya untuk mengidentifikasi seberapa besar contoh menyukai makanan berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Skala hedonik adalah salah satu cara untuk mengukur derajat suka atau tidak suka seseorang. Derajat kesukaan seseorang diperoleh dari pengalamannya terhadap makanan yang akan memberikan pengaruh yang kuat pada angka preferensinya (Sanjur 1982). Evaluasi sensori yang banyak digunakan untuk mengukur menu makanan secara individual yaitu rasa, warna, suhu dan jumlah porsi (Gregoire & Spears 2007).
17
Daya Terima Makanan Makanan yang bergizi tidak bermanfaat apabila tidak dimakan dan diterima dengan baik (Moehyi 1992). Menurut Gregoire & Spears (2007), daya terima suatu makanan dapat diukur dengan menggunakan sisa makanan di piring (plate waste). Sisa makanan sering ditimbang untuk menyediakan data secara kuantitatif yang dapat digunakan di berbagai studi, khususnya pada penyelenggaraan makan siang di sekolah. Sisa makanan ini dapat digunakan untuk menimbang jumlah menu yang tidak dimakan pada individu/kelompok atau total sisa makanan. Menurut Moehyi (1992), daya terima terhadap suatu makanan ditentukan oleh rangsangan cita rasa yang ditimbulkan oleh makanan melalui berbagai indera dalam tubuh manusia, terutama indera penglihatan, indera penciuman, dan
indera
pengecap.
Penampilan
makanan
ketika
disajikan
dapat
mempengaruhi selera makan. Faktor-faktor yang menentukan penampilan makanan antara lain warna, tekstur, bentuk, konsistensi dan rasa makanan (Palacio & Theis 2009), selain itu juga dipengaruhi oleh porsi, penyajian makanan, dan penghias hidangan (Moehyi 1992). Warna merupakan daya tarik dari suatu makanan. Setidaknya dalam suatu hidangan makanan harus terdiri dari dua atau tiga warna makanan yang berbeda. Sayuran hijau dapat dikombinasikan dengan ikan dan kentang yang dipanggang, juga dapat menggunakan tomat dan lobak sebagai garnish (Palacio & Theis 2009). Kombinasi warna yang menarik dapat meningkatkan penerimaan terhadap makanan dan secara tidak langsung menambah nafsu makan (Sinaga 2007). Marotz (2005) juga menyatakan bahwa warna merupakan komponen sensori yang paling berpengaruh, terutama bagi anak sekolah yang senang dengan warna-warni yang menarik. Penyajian makanan juga merupakan aspek yang dapat mempengaruhi indera penglihatan. Hal ini dikarenakan penyajian merupakan hal pertama yang terlihat dari suatu makanan, sehingga diperlukan penyajian yang baik dari segi alat saji maupun cara penyajiannya (Sinaga 2007). Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan (Moehyi 1992). Komponen-komponen yang berperan dalam menentukan rasa makanan antara lain aroma, bumbu dan penyedap, keempukan, kerenyahan, tingkat kematangan, serta temperatur makanan. Variasi berbagai rasa dalam suatu makanan lebih disukai daripada hanya terdiri dari satu rasa (Palacio & Theis 2009). Rasa makanan bisa berupa
18
asin, asam, pahit dan manis. Perpaduan rasa dengan perbandingan yang sesuai menimbulkan rasa yang enak dalam suatu makanan (Sinaga 2007). Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera (Sinaga 2007). Tekstur makanan dipengaruhi oleh cara memasak dan lama waktu pemasakan makanan. Tekstur makanan juga mempengaruhi penampilan makanan, dimana bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan (Moehyi 1992). Tekstur makanan dirasakan oleh indera pengecap, kerenyahan, kelembutan, dan kekenyalan menggambarkan tekstur makanan. Variasi di dalam tekstur sebaiknya disesuaikan dengan jenis makanan. Variasi dalam pengolahan makanan juga harus diperhatikan dalam perencanaan suatu menu makanan. Pengolahan makanan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti digoreng, dibakar, ditumis, ditim, dan sebagainya (Palacio & Theis 2009). Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Anak Usia Sekolah Angka kecukupan gizi (AKG) adalah nilai yang menunjukkan jumlah zat gizi diperlukan tubuh untuk hidup sehat setiap hari bagi hampir semua populasi menurut kelompok umur, jenis kelamin, kondisi fisiologis tertentu seperti kehamilan dan menyusui. Angka kecukupan gizi berguna sebagai nilai rujukan (reference values) yang digunakan untuk perencanaan dan penilaian konsumsi makanan
dan
asupan
gizi
bagi
orang
sehat,
agar
tercegah
dari
defisiensi/kekurangan ataupun kelebihan asupan zat gizi (IOM 2002 dalam WNPG 2004). AKG merupakan istilah yang digunakan di Indonesia, sebagai terjemahan dari RDA (recommended dietary allowance). Bila diterapkan dalam kehidupan sehari-hari, AKG akan memenuhi 97-98% populasi sehat (Muhilal & Hardinsyah 2004 dalam WNPG 2004). Kebutuhan energi anak dipengaruhi oleh metabolisme basal, umur, aktivitas fisik, suhu lingkungan, dan kesehatannya. Komponen utama yang menentukan kebutuhan energi adalah angka metabolisme basal (AMB) dan aktivitas fisik. Proses metabolisme basal adalah proses metabolisme yang terjadi dalam tubuh dalam keadaan istirahat dan energi untuk metabolisme basal ini boleh dianggap tetap (Poedjiadi & Supriyanti 2007). Menurut FAO/WHO/UNU (2001), kebutuhan energi diperoleh dengan mengalikan AMB dengan PAL (physical activity level) dalam sehari.
19
Angka kecukupan energi (AKE) untuk kelompok anak usia 10-14 tahun dalam Tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 2050 kkal (WNPG 2004). Jumlah tersebut diperoleh berdasarkan formula meta analisis untuk kelompok usia 9-19 tahun dikembangkan oleh IOM (2002) dalam WNPG (2004) dari berbagai studi yang luas cakupannya. Berikut ini disajikan proses estimasi untuk AKE remaja usia 10-12 tahun. Tabel 1 Estimasi AKE untuk remaja usia 10-12 tahun Jenis kelamin Formula Pria (88,5 – 61,9U)+26,7B(AkF*)+903TB+25 Wanita (88,5 – 61,9U)+26,7B(AkF**)+903TB+25 * AkF yang digunakan bagi anak pria 9-18 tahun yang sangat aktif = 1,42 dan wanita 918 tahun yang aktif = 1,31 (Torun et al. 1996 dalam WNPG 2004)
Kebutuhan protein menurut Almatsier (2004) adalah 10-15% dari kebutuhan energi total, kebutuhan lemak 10-25% dari kebutuhan energi total, dan kebutuhan karbohidrat 60-75% dari kebutuhan energi total. Berdasarkan hasil Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VIII tahun 2004, Angka kecukupan protein (AKP) untuk kelompok anak usia 10-14 tahun dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 50 gram. Jumlah angka kecukupan protein ini ditetapkan berdasarkan koreksi mutu protein didasarkan pada kenyataan bahwa pangan hewani hanya berkontribusi sekitar 4% terhadap total energi, artinya mutu protein makanan penduduk Indonesia masih rendah, sehingga diasumsikan mutunya 85%, sehingga melahirkan faktor koreksi secara umum 1,17 yang dibulatkan menjadi 1,2. Besar nilai AKP diperoleh berdasarkan perolehan secara umum dari kebutuhan protein (EAR) ditambahkan dengan safe level (24%). Faktor koreksi mutu secara khusus pada tiap golongan umur juga berbeda-beda. Berikut ini disajikan AKP dan faktor koreksi protein dari remaja usia 10-12 tahun. Tabel 2 AKP dan faktor koreksi mutu protein Jenis kelamin AKP Faktor koreksi mutu Pria 0,95 g/kg BB/hari 1,52 Wanita 0,85 g/kg BB/hari 1,56 * Perhitungan kebutuhan protein= AKP x BB x faktor koreksi mutu (WNPG 2004)
Selain energi dan protein, AKG untuk zat gizi lainnya yang dianjurkan untuk anak usia sekolah (10-12 tahun) disajikan pada Tabel 3. Tabel 3 Angka kecukupan gizi untuk remaja usia 10-12 tahun Zat gizi Ca Fe Vitamin C
Perempuan Laki-laki 1000 mg 1000 mg 20 mg 13 mg 50 mg 50 mg Sumber: Hardinsyah & Tambunan (2004) dalam WNPG (2004)
20
Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi pangan merupakan informasi tentang jenis dan jumlah pangan yang dikonsumsi seseorang atau sekelompok orang pada waktu tertentu (Hardinsyah & Briawan 1992). Zat gizi merupakan unsur-unsur yang terdapat dalam makanan dan diperlukan oleh tubuh untuk berbagai keperluan menghasilkan energi, mengganti jaringan rusak, memproduksi substansi tertentu (misalnya hormon, enzim, antibodi). Zat gizi dapat dibagi menjadi kelompok makronutrien yang terdiri atas karbohidrat, lemak, protein dan kelompok mikronutrien yang terdiri atas vitamin dan mineral (Hartono 2004). Perbandingan antara konsumsi zat gizi dengan angka kecukupan gizi yang dianjurkan disebut sebagai tingkat kecukupan gizi. Penilaian untuk mengetahui tingkat kecukupan zat gizi dilakukan dengan membandingkan antara konsumsi zat gizi aktual (nyata) dengan kecukupan gizi yang dianjurkan. Hasil perhitungan kemudian dinyatakan dalam persen. Secara umum, tingkat kecukupan dirumuskan sebagai berikut (Hardinsyah & Briawan 1994): Tingkat kecukupan zat gizi=
Konsumsi zat gizi aktual AKG
X 100
Klasifikasi tingkat kecukupan energi dan protein menurut Depkes (1996) adalah (1) defisit tingkat berat (<70% AKE); (2) defisit tingkat sedang (70-79% AKE); (3) defisit tingkat ringan (80-89% AKE); (4) normal (90-119% AKE); kelebihan (>120% AKE). Sedangkan klasifikasi tingkat kecukupan vitamin dan mineral menurut Gibson (2005) yaitu (1) kurang (<77
AKG); (2) cukup (≥ 77
AKG). Energi dan Pangan Sumber Energi Energi merupakan salah satu hasil metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Energi berfungsi sebagai zat tenaga untuk metabolisme, pertumbuhan, pengeturan suhu dan kegiatan fisik. Kelebihan energi disimpan sebagai cadangan energi jangka pendek dan dalam bentuk lemak sebagai cadangan jangka panjang (Hardinsyah & Tambunan 2004). Tingkat kecukupan energi (TKE) adalah rata-rata tingkat kecukupan energi dari pangan yang seimbang dengan pengeluaran energi pada kelompok umur, jenis kelamin, ukuran tubuh (berat) dan tingkat kegiatan fisik agar hidup sehat dan dapat melakukan kegiatan ekonomi dan sosial yang diharapkan (WNPG 2004). Pangan sumber energi adalah pangan sumber lemak, karbohidrat dan protein. Pangan sumber energi yang kaya lemak antara lain lemak/gajih dan
21
minyak, buah berlemak (alpokat), biji berminyak, santan, coklat, kacangkacangan dengan kadar air rendah dan aneka pangan produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya karbohidrat antara lain beras, jagung, oat, serealia lainnya, umbi-umbian, tepung, gula, madu, buah dengan kadar air rendah (pisang, kurma dan lain-lain) dan aneka produk turunannya. Pangan sumber energi yang kaya protein antara lain daging, ikan, telur, susu dan aneka produk turunannya (Hardinsyah & Tambunan 2004). Protein dan Pangan Sumber Protein Protein adalah bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar tubuh sesudah air. Protein merupakan molekul makro yang mempunyai berat molekul antara lima ribu hingga beberapa juta. Protein terdiri atas rantairantai panjang asam amino, yang terikat satu sama lain dalam ikatan peptida.molekul protein lebih kompleks daripada karbohidrat dan lemak dalam hal
berat
molekul
dan
keanekaragaman
unit-unit
asam
amino
yang
membentuknya. Terdapat dua puluh jenis asam amino yang diketahui, yang terdiri dari sembilan asam amino esensial (asam animo yang tidak dapat dibuat tubuh dan harus didatangkan dari makanan) dan sebelas asam amino nonesensial (Almatsier 2004). BPS (2006) dalam WNPG (2004) menyatakan bahwa konsumsi makanan masyarakat dikatakan memadai jika memenuhi dua kriteria kecukupan, yaitu kecukupan energi dan protein. Angka kecukupan protein untuk kelompok anak usia 10-12 tahun, baik pria maupun wanita dalam tabel angka kecukupan gizi 2004 adalah 50 g per hari (WNPG 2004). Tingkat kecukupan protein dikategorikan berdasarkan Depkes (1996) menjadi defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119
AKG) dan lebih (≥120 ).
Fe (Zat Besi) dan Pangan Sumber Zat Besi Zat besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat dalam tubuh manusia dan hewan, yaitu sebanyak 3-5 g dalam tubuh manusia dewasa. (Almatsier 2003). Tidak semua zat besi yang berada dalam makanan dapat diserap oleh tubuh karena bioavailabilitas yang rendah atau kurangnya asupan pangan hewani. Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan dapat berasal dari hewan maupun tumbuhan (UNICEF 1998). Besi yang berasal dari sumber hewani (heme) dapat diserap 30% lebih baik dibandingkan dari nabati (5%). Sumber heme (ikan, ayam dan daging) sendiri mengandung non-heme 60% dan
22
heme 40%. Konsumsi heme mempunyai keuntungan ganda, selain mudah diserap juga membantu penyerapan non heme (Kartono & Soekatri 2004). Kekurangan besi menyebabkan anemia gizi besi yang ditandai dengan kulit pucat, lemah/letih, dan nafas pendek akibat kekurangan oksigen. Anemia dapat menurunkan kinerja fisik, hambatan perkembangan dan menurunkan kognitif, selain itu dapat menurunkan daya tahan tubuh (Kartono & Soekatri 2004). Ca (Kalsium) dan Pangan Sumber Kalsium Kalsium yang terdapat di dalam tubuh hampir seluruhnya terdapat di dalam tulang yang berperan sentral dalam struktur dan kekuatan tulang dan gigi. (IOM-FNB 1997). Anak yang masih tumbuh dan berkembang memerlukan kalsium untuk pembentukan tulang lebih banyak daripada orang yang sudah tua. Usia dewasa mementingkan kalsium di tulang, sedangkan pada usia tua kalsium diperlukan untuk mengganti kehilangan kalsium di tulang (WNPG 2004). Sumber utama kalsium untuk masyarakat dengan tingkat sosial ekonomi tinggi adalah susu dan hasil olahannya (mengandung sekitar 1150 mg Kalsium per liter). Sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacang-kacangan, dan ikan yang dikalengkan. Roti dan biji-bijian menyumbang asupan kalsium yang nyata dengan konsumsi yang sering. Ikan dan sumber laut lainnya mengandung kalsium lebih banyak dibandingkan daging sapi maupun ayam (Goulding 2000). Vitamin C dan Pangan Sumber Vitamin C Vitamin C merupakan vitamin larut air. Dalam keadaan kering vitamin C cukup stabil, tetapi dalam keadaan larut, vitamin C mudah rusak karena bersentuhan dengan udara (oksidasi) terutama bila terkena panas. Oksidasi dipercepat dengan kehadiran tembaga dan besi. Vitamin C tidak stabil dalam larutan alkali, tetapi cukup stabil dalam larutan asam. Vitamin C merupakan vitamin yang paling labil. Vitamin C umumnya terdapat di dalam pangan nabati, yaitu sayur dan buah terutama yang asam seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat. Selain pada buah, vitamin C juga banyak terdapat dalam sayuran daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2004). Vitamin C mempunyai banyak fungsi di dalam tubuh, sebagai koenzim atau kofaktor. Asam askorbat merupakan bentuk vitamin C yang berfungsi sebagai antioksidan yang mampu menangkal radikal bebas. Fungsi vitamin C di dalam tubuh antara lain sintesis kolagen, sintesis karnitin, noradrenalin, serotonin, dan lain-lain, meningkatkan absorbsi dan metabolisme besi, membantu absorbsi kalsium, meningkatkan daya tahan terhadap infeksi,
23
mencegah dan menyembuhkan kanker dan penyakit jantung (Almatsier 2006). Sumber utama vitamin C adalah buah dan sayuran segar. Biasanya sumber vitamin C dikaitkan dengan jeruk, walaupun buah dan sayuran berdaun lainnya juga merupakan sumber vitamin C yang baik (WNPG 2004).
KERANGKA PEMIKIRAN Penyelenggaraan makanan di sekolah merupakan salah satu kegiatan di sekolah yang bertujuan menyediakan makanan bagi seluruh penghuni sekolah. Penyelenggaraan makanan di sekolah biasanya melibatkan katering, namun dapat dilakukan oleh sekolah itu sendiri. Salah satunya yaitu penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini. Penyelenggaraan makanan merupakan suatu sistem, di mana terdiri dari input (tenaga kerja, dana, sarana) melalui suatu proses (perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan) sehingga menghasilkan output yaitu berupa makanan. Penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini menyediakan makanan juga untuk pegawai, dan khususnya untuk siswa yang di sekolah maupun tinggal di asrama. Pemorsian makanan dilakukan dikhususkan pada siswa yang di sekolah, terutama siswa TK dan SD (makanan pokok dan lauk hewani). Makanan yang disajikan oleh sekolah akan mempengaruhi ketersediaan zat gizi dari makanan yang disediakan oleh sekolah. Penyelenggaraan makanan yang baik dalam segi kualitas dan kuantitas akan menghasilkan makanan yang berkualitas dan dapat memenuhi kecukupan gizi masing-masing siswa. Makanan yang disajikan dalam penyelenggaraan makanan di sekolah harus dapat menyumbangkan energi sepertiga dari total kebutuhan energi anak (Mahan & Stump 2004) serta harus disesuaikan dengan kebutuhan gizi anak sesuai dengan umurnya. Setiap siswa memiliki karakteristik yang berbeda serta preferensi yang berbeda terhadap makanan. Hal ini mempengaruhi daya terima makanan yang disediakan oleh pihak sekolah. Apabila makanan yang disajikan oleh sekolah bergizi, namun tidak dapat diterima dengan baik oleh siswa, maka akan mempengaruhi besarnya konsumsi dari makanan yang disediakan oleh sekolah. Makanan yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini berupa selingan pagi, makan siang, serta selingan sore. Oleh karena itu untuk mengetahui total konsumsi siswa juga dipengaruhi dari konsumsi dari luar sekolah. Tingkat kecukupan energi dan protein siswa dapat dihitung berdasarkan perbandingan total konsumsi siswa dibandingkan dengan angka kecukupan gizi siswa. Tingkat kecukupan energi dan protein siswa lebih lanjut dapat berpengaruh terhadap status gizi siswa. Bagan kerangka pemikiran dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
24
Penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini
Proses Perencanaan menu Pelaksanaan Pencatatan dan pelaporan
Input Tenaga Anggaran dana Sarana fisik dan peralatan
Ketersediaan makanan (zat gizi) sekolah
Konsumsi anak di luar sekolah
Karakteristik anak Umur Jenis kelamin Status gizi Sosial ekonomi
Konsumsi anak di sekolah
Total konsumsi anak AKG Tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi
Gambar 1 Bagan kerangka pemikiran
Output (warna, aroma, rasa, tekstur, porsi, variasi makanan)
Preferensi makanan anak
Daya terima makanan
METODE Desain, Tempat, dan Waktu Penelitian Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional study, yaitu data dikumpulkan pada satu waktu yang tidak berkelanjutan untuk menggambarkan karakteristik dari sampel (Singarimbun & Effendi 1995). Penelitian ini dilakukan di Sekolah Marsudirini, Telaga Kahuripan, Parung, Bogor. Pengambilan tempat dilakukan secara purposive dengan mempertimbangkan bahwa
Sekolah
Marsudirini
merupakan
sekolah
yang
melakukan
penyelenggaraan makanan untuk sekolah itu sendiri, serta letaknya yang mudah dijangkau. Penelitian dilakukan selama 1 bulan dari awal bulan Mei-Juni 2011. Jumlah dan Cara Penarikan Contoh Populasi dalam penelitian ini adalah Sekolah Marsudirini. Sekolah Marsudirini merupakan sebuah yayasan pendidikan yang terdiri dari TK, SD, SMP,
dan SMA.
Contoh yang
diambil adalah tingkat
SD,
di mana
penyelenggaraan makanan untuk siswa-siswi tingkat SD di Sekolah Marsudirini tersebut dilakukan dengan pemorsian baik makanan pokok maupun lauknya. Sekolah Marsudirini memiliki 550 orang siswa. Contoh yang diteliti adalah siswa-siswi SD Marsudirini. Pengambilan sampel dilakukan secara purposive sampling, dimana sampel memperoleh makanan yang sudah diporsikan oleh sekolah. Populasi contoh merupakan siswa kelas 5 SD yang totalnya sebanyak 66 siswa, terdiri dari 4 kelas. Kriteria inklusi dalam pengambilan contoh adalah merupakan siswa-siswi Marsudirini kelas 5 SD (berusia 10-12 tahun), tidak sedang sakit, tidak mengalami gangguan/ alergi terhadap makanan yang disajikan oleh sekolah, serta mampu mengikuti penelitian secara lengkap dari awal hingga akhir. Berdasarkan kriteria inklusi tersebut, diperoleh contoh sebanyak 55 siswa. Alasan
pemilihan
contoh
dari
kelas
5
SD
berdasarkan
teori
perkembangan Piaget diacu dalam Hidayat (2004) yakni pada usia ini tingkat perkembangan kognitif anak berada pada akhir masa konkrit operasional, sehingga anak-anak sudah dapat diajak berkomunikasi dengan baik, mampu mengingat kejadian 24 jam yang lalu, dan sudah diikutkan dalam kegiatan sekolah yang menuntut tanggung jawab. Jenis dan Cara Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data primer meliputi: (1) sistem penyelenggaraan makanan sekolah, (2) menu
26
makanan yang disediakan dalam penyelenggaraan makanan, (3) karakteristik fisik siswa (berat badan dan tinggi badan), (4) daya terima responden terhadap menu yang disajikan, (5) preferensi makanan siswa, (6) ketersediaan makanan yang disajikan oleh sekolah, (7) konsumsi siswa terhadap makanan yang disajikan sekolah, (8) total konsumsi siswa dalam satu hari. Pengambilan data di awal penelitian dan pada hari penimbangan makanan dilakukan oleh tim yang berjumlah 5-6 orang. Pengambilan data dilakukan oleh mahasiswa gizi masyarakat IPB yang mengerti dan sudah diberikan pengetahuan sebelumnya mengenai cara penimbangan, pengukuran, serta wawancara. Hal ini dilakukan untuk menghindari bias pada pengambilan data. Sistem
penyelenggaraan
makanan
sekolah
diketahui
dengan
menggunakan wawancara dan observasi langsung. Data menu makanan yang disediakan dilihat berdasarkan daftar standar menu. Karakteristik fisik yang mencakup berat badan dan tinggi badan siswa diukur secara langsung. Data berat badan diperoleh dengan penimbangan langsung menggunakan timbangan injak dengan ketelitian 1 kg, data tinggi badan diperoleh dengan pengukuran langsung di lokasi menggunakan mikrotoise dengan ketelitian 1 cm. Daya terima responden terhadap menu yang disajikan diketahui dari habis/tidaknya konsumsi siswa terhadap makanan sekolah. Pemilihan menu untuk diteliti daya terimanya dilakukan berdasarkan jenis lauk hewani pilihan (ayam, telur, olahan daging) yang disajikan oleh sekolah. Preferensi makanan siswa merupakan pilihan makanan kesukaan dan penilaian makanan yang disajikan sekolah oleh siswa. Ketersediaan makanan yang disediakan oleh sekolah dilihat melalui penimbangan satu porsi makanan yang akan disajikan (sebelum dikonsumsi) dengan timbangan digital dan juga melalui wawancara dengan tenaga pengolah makanan. Penimbangan makanan dari sekolah dilakukan sebanyak 3 kali, disesuaikan dengan jenis lauk hewani yang berbeda yang disediakan oleh sekolah (menu ayam, telur, dan olahan daging). Makanan awal atau sebelum penimbangan sudah dalam bentuk porsi yang disediakan dengan ukuran yang relatif sama dalam plato yang terdiri dari nasi, lauk pauk dan sayur sehingga penimbangan makanan dilakukan untuk mendapatkan konversi berat makanan sesuai porsi yang tersedia. Konsumsi siswa secara keseluruhan selama mengonsumsi makanan dari sekolah sama sesuai makanan yang disediakan pada hari tersebut. Namun, yang
27
membedakan adalah penambahan porsi nasi, lauk dan sayur dari tiap siswa. Untuk membedakan antara satu contoh dengan yang lain, maka pada hari penimbangan, ditempelkan kertas sesuai dengan nomor absen dan kelas contoh pada meja dimana contoh akan makan. Pada kertas tertulis nama, kelas, nomor absen dan berapa centong tambahan nasi, lauk dan sayur yang diambil, sehingga memudahkan dalam pencatatan hasil penimbangan sisa makanan. Total konsumsi siswa dalam satu hari diketahui berdasarkan gabungan dari tiga buah metode, yaitu metode pencatatan (food record) dengan cara memberikan responden formulir konsumsi makanan satu hari sebelum hari dilakukan penelitian. Setelah itu, responden diberikan penjelasan cara pengisian kuesioner, kemudian membawa pulang kuesioner dan mengisi secara mandiri di rumah (hanya untuk makan pagi). Sedangkan konsumsi siswa terhadap makanan yang disajikan oleh sekolah (selingan 1, makan siang dan selingan 2) dilihat dari penimbangan langsung (food weighing) dari sisa makanan siswa menggunakan timbangan digital berkapasitas 5 kg dengan ketelitian 1 g. Setelah responden pulang, responden diminta kembali untuk menuliskan semua jenis makanan serta URT-nya setelah pulang sekolah. Data kemudian dikumpulkan seluruhnya keesokan harinya. Setelah data terkumpul seluruhnya, dilakukan recall ulang kepada tiap siswa untuk mengetahui lebih detail mengenai besar URT dan pengolahan yang dilakukan. Data sekunder meliputi lokasi sekolah, karakteristik sekolah, jumlah siswa dan jam belajar, karakteristik siswa (mencakup nama, umur, jenis kelamin, sosial ekonomi keluarga), serta sarana dan prasana yang dimiliki oleh sekolah. Data sekunder diperoleh berdasarkan wawancara dengan kepala sekolah, kepala dapur dan bagian tata usaha.
28
Tabel 4 Jenis dan cara pengumpulan data No
Variabel
Jenis Data
Cara Pengumpulan Data
Alat
1.
Penyelenggaraan makanan (PM) - Sistem pengelolaan PM - Tujuan PM - Jenis menu yang disediakan - Ketenagaan/ SDM - Fasilitas fisik - Higiene dan sanitasi PM
Primer
Wawancara, pengamatan langsung
Kuesioner
2.
Daya terima makanan (Habis/tidak habisnya makanan dari sekolah)
Primer
Wawancara
Kuesioner
Primer
Wawancara
Kuesioner
Primer
Pengamatan langsung, wawancara, Food weighing
Timbangan digital
Primer
Food weighing
Primer
Food record 3 x 24 jam, food weighing dan recall
3.
4. 5.
Preferensi makan - Penilaian menu makanan secara keseluruhan yang disajikan di sekolah (Warna, aroma, rasa, tekstur, porsi, keseluruhan) - Persepsi kebersihan (tempat,alat, cara penyajian), variasi makanan Ketersediaan makanan - Variasi menu makanan - Berat makanan Konsumsi makanan dari sekolah
Timbangan digital Form food record, timbangan digital, wawancara langsung
6.
Total konsumsi dalam satu hari
7.
Karakteristik sekolah - Jumlah karyawan - Jam belajar - Sarana prasarana
Sekunder
Wawancara dengan pihak sekolah
Kuesioner
8.
Karakteristik sosial ekonomi keluarga individu
Sekunder
Data pribadi siswa dari Tata Usaha
Catatan
9
Karakteristik fisik individu berat badan, tinggi badan
Primer
Pengukuran secara langsung
Mikrotois, timbangan berat badan
29
Pengolahan dan Analisis Data Data-data yang diperoleh dari hasil penelitian pertama-tama diperiksa terlebih dahulu kelengkapannya sesuai dengan tujuan penelitian. Pengolahan data dilakukan melalui beberapa tahapan yaitu pengeditan, pengkodean, pengentrian, pengecekan ulang dan analisis. Pengolahan data menggunakan Microsoft Excel 2007 dan dianalisis lebih lanjut menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Sistem penyelenggaraan makanan akan dianalisis secara deskriptif. Data karakteristik responden terdiri atas nama, jenis kelamin, berat badan, tinggi badan, sosial ekonomi keluarga akan dianalisis menggunakan tabulasi. Angka kebutuhan zat gizi responden didasarkan pada kecukupan energi dan dan zat gizi menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 menurut kelompok umur. Data jumlah makanan yang disediakan dan dikonsumsi dari sekolah serta dari luar sekolah dikonversikan ke dalam bentuk energi, protein, kalsium, zat besi, dan vitamin C dengan menggunakan Daftar Komposisi Bahan Makanan sehingga diperoleh konsumsinya sehari (Hardinsyah & Briawan 1994). Secara umum rumus untuk menghitung kandungan energi dan zat gizi yang dikonsumsi adalah sebagai berikut: KGij = (Bj/100) x Gij x (BDDj/100) Keterangan : Kgij
= Kandungan zat gizi i dalam bahan makanan j
Bj
= Berat makanan j yang dikonsumsi
Gij
= Kandungan zat gizi dalam 100 gram BDD bahan makanan j
BDDj = Bagian bahan makanan j yang dapat dimakan Jika dalam penilaian konsumsi pangan dijumpai makanan dalam keadaan olahan atau masak dan tidak terdapat di DKBM, dapat digunakan DMM (Daftar Konversi Mentah Masak). DMM merupakan daftar yang memuat perbandingan berat bahan pangan dalam bentuk mentah dengan bentuk yang sudah diolah atau dimasak (Hardinsyah & Briawan 1994). Selain itu, jika makanan yang dikonsumsi berupa makanan kemasan, kandungan gizi dilihat berdasarkan nutrition fact dari label makanan tersebut. Berat mentah dari bahan makanan olahan (masak) dapat dihitung dengan menggunakan rumus berikut :
30
Fj = (BMj)/(BOj) BMj = Fj x BOj Keterangan : Fj
= Faktor konversi mentah masak makanan j
BMj = Berat bahan makanan j dalam bentuk mentah Boj
= Berat bahan makanan j dalam bentuk masak (olahan) Tingkat ketersediaan energi dan zat gizi dari menu makanan yang
disediakan oleh sekolah dihitung dengan cara membandingkan ketersediaan energi dan zat gizi makanan yang disediakan dengan kebutuhan gizi masingmasing responden. Kebutuhan gizi masing-masing responden didasarkan pada kecukupan energi dan dan zat gizi menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (WNPG) 2004 menurut kelompok umur, dengan koreksi berat badan dan tinggi badan, sementara faktor aktivitas dianggap seragam. Tingkat kecukupan energi dan zat gizi dihitung berdasarkan angka kecukupan zat gizi yang dianjurkan menurut umur dan berat badan sehat (WNPG 2004). Tingkat kecukupan energi diperoleh dengan menggunakan cut-off point Depkes (1996) yang dibedakan menjadi defisit tingkat berat (<70%), defisit tingkat sedang (70-79%), defisit tingkat ringan (80-89%), normal (90-119%), dan kelebihan (>120%). Tingkat kecukupan energi (TKE) dapat diketahui dengan cara membandingkan total konsumsi energi siswa dengan angka kebutuhan energi siswa (AKE). Tingkat kecukupan protein (TKP) diketahui dengan membandingkan antara konsumsi protein dengan angka kebutuhan protein siswa. Tingkat kecukupan vitamin dan mineral dapat diketahui dengan cara membandingkan konsumsi mineral dan vitamin dengan angka kebutuhan vitamin dan mineral (AKG). Tingkat kecukupan vitamin dan mineral diperoleh dengan menggunakan cut-off point Gibson (2005) yang dibedakan menjadi kurang (<77 ) dan cukup (≥77 ). Analisis data yang digunakan adalah deskriptif dan inferensia yang terdiri dari: 1. Deskriptif (Persentase dan rata-rata) a. data karakteristik individu, b. karakteristik sosial ekonomi, c. preferensi dan daya terima makanan siswa, d. tingkat kecukupan energi dan zat gizi siswa, e. kontribusi makanan dari sekolah terhadap total konsumsi sehari.
31
2. Inferensia: Uji korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui hubungan antara: a. karakteristik dan sosial ekonomi siswa (status gizi, besar keluarga, pendidikan dan pekerjaan orangtua siswa) terhadap daya terima makanan di sekolah. b. daya terima terhadap tingkat kecukupan energi dan protein siswa. Uji beda independent sample T-test digunakan untuk mengetahui perbedaan antara jenis kelamin terhadap: daya terima, preferensi makanan, konsumsi, kontribusi makanan sekolah dan tingkat kecukupan energi dan protein siswa.
Pengkategorian variabel dan kriteria untuk setiap variabel dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5 Kategori dan Kriteria untuk setiap variabel penelitian No. 1
Variabel Besar keluarga (BKKBN 1998)
2
Pekerjaan orangtua (ketentuan peneliti)
3
Pendidikan orangtua (ketentuan peneliti)
4
Tingkat kecukupan energi (Depkes 1996)
5
Tingkat kecukupan protein (Depkes 1996)
6
Tingkat kecukupan vitamin dan mineral (Gibson 2005)
Kategori keluarga kecil keluarga sedang keluarga besar
defisit tingkat berat defisit tingkat sedang defisit tingkat ringan Normal Lebih defisit tingkat berat defisit tingkat sedang defisit tingkat ringan Normal Lebih Kurang Cukup
Kriteria ≤ 4 orang 5 – 7 orang ≥ 8 orang Tidak bekerja Pegawai swasta Guru PNS/ABRI/Polri Wiraswasta Ibu rumah tangga Lainnya Tidak sekolah SD/sederajat SMP/sederajat SMA/sederajat Perguruan tinggi < 70% Kebutuhan 70-79% Kebutuhan 80-89% Kebutuhan 90-119% Kebutuhan ≥120 Kebutuhan < 70% Kebutuhan 70-79% Kebutuhan 80-89% Kebutuhan 90-119% Kebutuhan ≥120 Kebutuhan < 77% AKG ≥ 77 AKG
32
Batasan Istilah Menu
makanan
sekolah
adalah
makanan
yang
disediakan
oleh
penyelenggaraan makanan yang dilakukan secara mandiri oleh sekolah pada jam sekolah, terdiri dari selingan pagi, makan siang dan selingan siang. Penyelenggaraan makanan adalah serangkaian kegiatan yang saling berkaitan dalam penyediaan makanan bagi murid dan karyawan di Sekolah Marsudirini. Contoh adalah siswa kelas 5 SD Marsudirini yang terpilih berdasarkan kriteria yang telah ditentukan. Ketersediaan energi, protein dan zat gizi lainnya adalah jumlah energi, protein, dan zat gizi dari makanan yang disediakan oleh sekolah per porsi makanan per siswa. Food record adalah catatan konsumsi makanan yang diberikan kepada siswa untuk mengetahui total konsumsi makanan pada satu hari. Catatan tersebut diberikan pada hari sebelum dilakukan penimbangan makanan di sekolah dan kemudian dikembalikan pada hari setelah penimbangan makanan di sekolah. Daya terima makanan adalah penerimaan (habis/tidaknya konsumsi) siswa terhadap makanan yang disajikan oleh sekolah. Preferensi makanan adalah tanggapan/penilaian subjektif yang dilakukan oleh siswa (kualitas) terhadap makanan yang disediakan oleh sekolah (rasa, aroma, warna, dan tekstur), yang dikategorikan dari sangat tidak suka sampai sangat suka. Konsumsi zat gizi sehari adalah jumlah makanan yang dikonsumsi oleh siswa berdasarkan ketersediaan makanan di sekolah dan daya terima siswa terhadap makanan tersebut terhadap pemenuhan kebutuhan sehari siswa. Kebutuhan gizi siswa dari makanan sekolah adalah besarnya zat gizi yang diperlukan oleh siswa yang seharusnya diperoleh dari makanan yang disediakan oleh sekolah. Tingkat kecukupan energi, protein, dan zat gizi lainnya adalah persentase energi dan zat gizi dalam menu makanan yang diperoleh oleh siswa berdasarkan total konsumsi siswa terhadap kecukupan zat gizi siswa dari makanan sekolah.
HASIL DAN PEMBAHASAN Gambaran Umum Sekolah Marsudirini Sekolah Marsudirini Bogor merupakan cabang dari Sekolah Marsudirini yang berpusat di Semarang yang telah ada sebelum kemerdekaan RI. Sekolah ini merupakan yayasan pendidikan yang didirikan sejak tahun 2003. Sekolah Marsudirini terletak di Telaga Kahuripan, Kecamatan Kemang, Kabupaten Bogor. Telaga Kahuripan, Kemang. Letak Sekolah Marsudirini diapit oleh BSD, Ciputat, dan Sawangan di sebelah utara, dan Bojong, Semplak dan Ring Road Tol Yasmin di sebelah selatan. Sekolah Marsudirini berlokasi di Jln. Raya Parung km 47,5. Letak dari jalan Raya Parung ke dalam kompleks sekolah sekitar 4 km. Lingkungan sekolah yang jauh dari keramaian dan tidak bising merupakan lingkungan sekolah yang kondusif untuk belajar. Selain itu karena letaknya yang jauh dari jalan raya juga adanya peraturan dari sekolah membuat lingkungan sekolah terbebas dari pedagang jajanan sekolah. Sekolah Marsudirini merupakan sekolah swasta Katolik di kabupaten Bogor, yang juga terbuka bagi siswa yang bukan Katolik. Sekolah ini merupakan sekolah National Plus, yang menerapkan kegiatan pembelajaran dengan sistem full day (full day system learning). Kegiatan sekolah dimulai dari pukul 7.30 sampai 15.30 dan berlangsung selama 5 hari dari hari Senin sampai Jumat. Keistimewaan sekolah ini selain sistem full day yaitu adanya beragam ekstrakurikuler, tradisi makan bersama, serta keterbukaan terhadap anak-anak terbelakang (dengan pendampingan khusus). Visi Sekolah Marsudirini yaitu mewujudkan pribadi yang bersaudara, beriman dan perduli terhadap ciptaan Allah dalam kegembiraan. Sedangkan misinya antara lain (1) Membantu mengembangkan pribadi yang seimbang dalam kecerdasan intelektual, emosi dan rohani; (2) Mengembangkan potensi diri secara terus menerus; (3) Menerapkan kemampuan yang dimiliki untuk perkembangan kehidupan bersama Sekolah Marsudirini memiliki luas tanah 3,7 ha, dengan bangunan 3 lantai yang terdiri dari biara, asrama (guru, karyawan dan beberapa siswa), bangunan sekolah 4 lantai untuk TK, SD, SMP, dan SMA serta memiliki lapangan parkir yang luas serta lapangan basket dan olahraga lainnya. Pada bangunan SD terdapat perpustakaan, tempat bermain, ruang pertemuan, gedung perlengkapan
34
olahraga, toilet untuk pria dan wanita, ruang makan-minum bersama, serta dapur umum. Ruang makan-minum bersama memiliki luas 16 x 45 m2, dilengkapi alat sound system untuk pengumuman dan doa bersama sebelum makan
dan
minum bersama, 30 meja makan besar yang masing-masing dapat ditempati 14 siswa yang duduk berkeliling di 2 bangku panjang 1,8 m masing-masing untuk 4 siswa dan 2 bangku panjang 1,2 m masing-masing untuk 3 siswa. Di ujung selatan terdapat 11 meja makan untuk siswa SMP. Ruang cuci piring memiliki luas 4 x 8 m2. Seluruh siswa, guru dan karyawan mencuci piring, gelas, sendok dan garpu secara mandiri, namun untuk alat makan yang digunakan anak-anak sekolah dilakukan pencucian ulang oleh petugas. Ruang dapur umum memiliki luas 8 x 15 m2, menjadi satu dengan ruang cuci piring dan ruang makan (dibatasi dinding). Karakteristik Siswa Umur dan Jenis Kelamin Umur siswa berkisar antara 10 sampai 12 tahun. Siswa berjenis kelamin laki-laki sebanyak 32 orang (58,2%) dan perempuan sebanyak 23 orang (41,8%). Rata-rata umur siswa adalah 10,7 tahun dengan standar deviasi sebesar 0,50 tahun. Lebih dari separuh siswa (67,3%) berada pada 11 tahun; 30,9% berada pada umur 10 tahun, dan 1,8% berumur 12 tahun. Menurut tingkat kedewasaan, golongan umur ini tergolong ke dalam kategori anak-anak yaitu antara 0-14 tahun (Notoatmodjo 2007). Secara lebih khusus, menurut WHO/UNFPA dalam Soekirman et al. (2010), anak-anak berusia 10-15 tahun sudah digolongkan sebagai remaja dengan masa pertumbuhan cepat (growth spurt). Berat Badan dan Tinggi Badan Berat badan siswa berkisar antara 23-69 kg. Rata-rata berat badan siswa adalah 38 kg dengan standar deviasi sebesar 9 kg. Sedangkan tinggi badan siswa berkisar antara 132-161 cm. Rata-rata tinggi badan siswa adalah 142 cm dengan standar deviasi sebesar 6,21 cm. Status Gizi Status gizi siswa didasarkan pada indeks masa tubuh menurut umur (IMT/U) yang mengacu pada Kepmenkes RI nomor 1995/MENKES/SK/XII/2010 tentang standar antropometri penilaian status gizi anak, yaitu pengkategorian status gizi IMT/U untuk anak usia 5-18 tahun dibagi menjadi lima kategori yaitu
35
sangat kurus (z skor< -3 SD), kurus (-3 SD < z skor < -2 SD), normal ( -2 SD < z skor < 1 SD), gemuk ( 1 SD < z skor< 2 SD), dan obesitas (z skor> 2 SD). Penentuan nilai z skor untuk IMT/U menggunakan software anthroplus 2007. Data status gizi siswa disajikan pada Tabel 6. Tabel 6 Sebaran siswa berdasarkan status gizi Status Gizi Sangat kurus Kurus Normal Gemuk Obesitas Total
n 1 4 27 18 5 55
% 1,8 7,3 49,1 32,7 9,1 100
Tabel 6 menunjukan bahwa hampir separuh jumlah siswa (49,1%) berada pada kategori normal dan sebanyak 32,7% termasuk dalam kategori gemuk. Hanya sebagian kecil yaitu sebanyak 7,3% siswa termasuk ke dalam kategori obesitas, 7,3% termasuk dalam kategori kurus dan 1,8% termasuk dalam kategori sangat kurus.
Karakteristik Sosial Ekonomi Siswa Besar Keluarga Besar keluarga dikategorikan berdasarkan BKKBN (1998) menjadi tiga, yaitu keluarga kecil (≤4 orang), menengah (5-7 orang), dan keluarga besar (≥8 orang). Gambaran sebaran besar keluarga dalam bentuk diagram dapat dilihat pada Gambar 2. 70
60
Persentase
60 50 38,2
40 30 20 10
1,8
0 1-4 (kecil)
5-7 (menengah)
>7 (besar)
Besar keluarga
Gambar 2 Sebaran siswa menurut besar keluarga Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari separuh siswa (60 ) memiliki jumlah anggota keluarga ≤4 orang, yaitu terdiri dari ayah, ibu, dan
36
2 orang anak. Jumlah anggota keluarga rata-rata adalah 5 orang dengan standar deviasi sebesar 1,0 orang. Jumlah anggota keluarga minimum adalah 3 orang, sedangkan maksimum adalah 10 orang. Menurut Suhardjo (1989) besar keluarga akan berpengaruh pada konsumsi pangan. Keluarga yang miskin pemenuhan kebutuhan makanan menjadi lebih mudah jika memiliki anggota keluarga sedikit. Jumlah anak yang sedikit dalam suatu keluarga akan mengurangi risiko gizi kurang. Agama Secara umum, agama mempengaruhi pemilihan terhadap makanan sehari-hari. Hal ini dikarenakan agama merupakan salah satu aspek budaya yang berhubungan dengan kebiasaan dan pemilihan makanan seseorang. Tiaptiap budaya memiliki peraturan tentang makanan yang boleh/tidak boleh dimakan dan bagaimana pandangan terhadap suatu jenis makanan. Hal ini berkaitan dengan tabu makanan yang berkaitan dengan kepercayaan yang dianut (Drummond & Brevere 2007). Berikut ini disajikan sebaran agama siswa. 56,4
60
Persentase
50 40 30,9 30 20 7,3
10
3,6
1,8
Hindu
Konghucu
0 0 Islam
Kristen
Katolik
Buddha
Agama
Gambar 3 Sebaran siswa menurut agama Berdasarkan hasil penelitian didapatkan bahwa lebih dari separuh siswa (56,4%) beragama Katolik; 30,9% beragama Kristen; 7,3% beragama Buddha; 3,6% beragama Hindu; 1,8% beragama Konghucu dan tidak ada siswa yang beragama Islam. Menurut Drummond & Brevere (2007), penganut agama Katolik tidak memiliki pantangan untuk mengonsumsi makanan apapun, kecuali pada waktu-waktu tertentu (pantang daging dan puasa sebelum hari raya tertentu). Agama Kristen dan Konghucu juga tidak memiliki pantangan apapun dalam hal makanan. Beberapa sekte dari agama Buddha memiliki kepercayaan untuk menjadi lacto-ovo vegetarian, namun tidak seluruhnya. Agama Hindu secara
37
umum memiliki pantangan untuk mengonsumsi daging sapi. Agama Islam memiliki beberapa pantangan makanan yang dianggap tidak halal, seperti babi, binatang berkaki empat yang menangkap mangsanya dengan mulut, hewan yang disembelih tanpa melalui ritual dan minuman beralkohol. Pendidikan Orangtua Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi keadaan gizi, karena dengan tingkat pendidikan yang lebih tinggi diharapkan pengetahuan atau informasi gizi yang dimiliki menjadi lebih baik. Pendidikan formal dan pendidikan non-formal sangat penting dalam menentukan status kesehatan, fertilitas dan status gizi keluarga seperti halnya pelayanan kesehatan dan keluarga berencana (Sukarni 1994). Tingkat pendidikan orang tua berkisar dari tingkat sekolah dasar menengah atas atau sederajat. Berikut ini disajikan sebaran tingkat pendidikan orangtua siswa. 65,5
70
58,2
Persentase
60 50 34,5 32,7
40 30 20
7,3
10
0
0
0
0
1,8
0 Tidak sekolah
SD
SMP
SMA/SMK
PT (D3/S1/S2/S3)
Pendidikan
% ibu % ayah
Gambar 4 Sebaran siswa menurut tingkat pendidikan orangtua Gambar 4 menunjukan lebih dari separuh siswa memiliki ayah dan ibu dengan pendidikan perguruan tinggi, dengan 65,5% untuk ayah dan 58,2% untuk ibu. Sisanya yaitu sebanyak 34,5% ibu dan 32,7% ayah memiliki pendidikan SMA/SMK.
Sedangkan
hanya
sebagian
kecil,
yaitu
1,8%
ayah
yang
berpendidikan SMP dan 7,8% ibu yang berpendidikan SD. Secara umum, sebagian besar siswa memiliki orangtua dengan pendidikan perguruan tinggi sehingga diharapkan pengetahuan atau informasi gizi yang dimiliki menjadi lebih baik dan dapat memberikan asupan gizi yang baik untuk anak-anaknya. Pekerjaan Orangtua Pekerjaan merupakan salah satu unsur yang menentukan kelas sosial (Notoatmodjo 2007). Berikut ini disajikan sebaran pekerjaan orangtua siswa.
38
65,5
70 60 49,1
Persentase
50
38,2
40 30 20 20 10
3,6
0 1,8
0
5,53,6
7,3
5,5 0
0
0 tidak berkerja
pegawai swasta
Guru
PNS/ ABRI/ wiraswasta Polri
IRT
Pekerjaan
lainnya % ibu % Ayah
Gambar 5 Sebaran siswa menurut tingkat pekerjaan orangtua Gambar 5 menunjukan lebih dari separuh siswa (64%) memiliki ibu dengan pekerjaan ibu rumah tangga dan sebanyak 21% memiiliki ibu dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta. Separuh siswa (50%) memiliki ayah dengan pekerjaan sebagai pegawai swasta dan sebanyak 38% memiliki ayah dengan pekerjaan sebagai wiraswasta. Masing-masing sebanyak 5% ibu siswa bekerja sebagai PNS dan wiraswasta, dan sisanya 4% bekerja sebagai guru. Hanya 7% ayah siswa yang memiliki pekerjaan sebagai lainnya (advokat, developer, dan peneliti), 4% sebagai PNS/ ABRI/ Polri dan 2% ayah siswa yang tidak bekerja. Secara umum, sebagian besar siswa memiliki ibu dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga. Diharapkan dengan pekerjaan sebagai ibu rumah tangga, ibu lebih sering di rumah dan lebih memperhatikan kebutuhan gizi anaknya. Sedangkan pekerjaan ayah siswa cenderung sebagai pegawai swasta dan wiraswasta sehingga diduga besar pendapatannya cukup tinggi untuk memenuhi kebutuhan keluarganya.
Penyelenggaraan Makanan di Sekolah Marsudirini Sekolah Marsudirini mengelola penyelenggaraan makanan untuk para siswa, karyawan dan pihak kesusteran setiap hari. Penyelenggaraan makanan ini mulai dilaksanakan sejak tahun 2006. Penyelenggaraan makanan dilaksanakan dalam sekolah tersebut (on-site food service), sekolah menyediakan dapur dan pengolah makanan sendiri, tidak menggunakan catering. Setiap hari kerja, penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini menyediakan makanan untuk 863 orang, dengan rincian siswa TK-SD (kelas 1 dan 2) sebanyak 157 orang,
39
siswa SD (3-6) sebanyak 240 orang, siswa SMP-SMA beserta karyawan dan guru sebanyak 360 orang, serta dari pihak kesusteran sebanyak 6 orang. Makanan lengkap (makan pagi hingga makan malam) disajikan bagi siswa dan karyawan yang tinggal di asrama, sedangkan pada jam sekolah, makanan yang disajikan adalah selingan 1, makan siang dan selingan 2. Input Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan
hasil
wawancara
dengan
kepala
penyelenggaraan
makanan, tujuan diadakannya penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini adalah menyediakan makanan yang terjamin kebersihan dan kesehatannya, menghindari siswa jajan sembarangan, juga dikarenakan jam sekolah yang cukup lama hingga sore hari, pihak sekolah merasa perlu untuk menyediakan makanan bagi siswa. Dapur yang disediakan oleh Sekolah Marsudirini memiliki luas sebesar 12 X 8 m2 dengan jumlah karyawan sebanyak 15 orang. Status pegawai yang bekerja di dapur tersebut adalah pegawai tetap, dengan jam kerja dari pukul 07.00-17.00. Akan tetapi, khusus untuk bagian memasak biasanya datang dari pukul 03.30-04.00 pagi karena harus menyediakan makan pagi untuk siswa dan karyawan yang tinggal di asrama. Seluruh pegawai dapur tinggal di asrama khusus untuk karyawan. Daftar tenaga kerja di dapur beserta tingkat pendidikannya dapat dilihat pada Lampiran 6. Mengacu pada Lampiran 6, terlihat bahwa secara umum pendidikan akhir tenaga kerja di dapur adalah SMP. Jumlah tenaga pengolah makanan adalah 7 dan 1 tambahan pemasak nasi. Pengolahan bahan makanan untuk makan di sekolah dilakukan oleh penanggung jawab masak tiap kelas, yang terbagi menjadi TK-SD (1,2), SD (3-6), SMP-SMA-guru dan karyawan, serta pengolah snack. Penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini ini merupakan salah satu bentuk penyelenggaraan makan institusional (non-profit) dikarenakan tidak bertujuan untuk mencari keuntungan. Bentuk penyelenggaraan ini biasanya berada di dalam suatu tempat yaitu asrama, panti asuhan, rumah sakit, perusahaan, lembaga kemasyarakatan, sekolah dan lain-lain (Moehyi 1992). Sekolah Marsudirini belum dapat memberikan informasi secara rinci mengenai dana (untuk biaya karyawan, biaya belanja, dll). Anggaran dana untuk penyelenggaraan makanan tersebut berasal dari uang SPP. Pemasukan dalam sebulan untuk penyelenggaraan makanan yaitu sekitar 20% dari uang SPP sebesar Rp. 1.000.000,- dari tiap siswa, sehingga proporsi dari SPP untuk
40
makanan ditetapkan sebesar Rp 200.000/20 hari atau dengan kata lain Rp 10.000/hari/3X makan. Biaya makan untuk siswa yang tinggal di asrama tidak dijelaskan lebih mendetail oleh kepala sekolah, karena sudah menjadi satu dengan biaya tinggal di asrama. Menurut wawancara dengan kepala sekolah, pengeluarannya seimbang dengan pemasukan karena Sekolah Marsudirini tidak berorientasi mendapatkan keuntungan (non-profit oriented). Dapur yang digunakan pada penyelenggaraan makan di Sekolah Marsudirini adalah dapur khusus (denah dapur terlampir pada Lampiran 1). Terdapat gudang penyimpanan dan bahan bakar yang digunakan adalah LPG. Terdapat beberapa ruangan di Sekolah Marsudirini yaitu ruang penyimpanan (kering dan segar) yang dipisah, ruang persiapan dan ruang pengolahan yang digabung, dan ruang pencucian. Tidak terdapat ruang penerimaan bahan di Sekolah Marsudirini tersebut. Ruang untuk mencuci sayur dan alat besar di dapur sedangkan ruang untuk mencuci alat-alat makan di luar dapur. Alat untuk mencuci alat besar menggunakan semprotan dengan air panas, serta untuk peralatan makan dicuci secara manual. Penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini juga dilengkapi dengan wastafel untuk mencuci tangan. Untuk daerah ruang makan dan dapur, disediakan tempat cuci tangan yang cukup banyak, yaitu berdasarkan hasil pengamatan terdapat sebanyak 20 buah. Begitu pula dengan tempat sampah, tersedia sebanyak 4 buah di ruang makan SD-SMA (3 terbuka, 1 tertutup), 3 buah di ruang makan PG-TK (2 terbuka, 1 tertutup) dan 3 buah di dapur (seluruhnya terbuka). Letak tempat sampah di ruang makan SD-SMA yaitu di pojok-pojok dekat tempat cuci piring dan jalan keluar dari ruang makan, letak tempat sampah PG-TK di dekat tempat cuci piring dan di dalam ruang makan, sedangkan letak tempat sampah dapur yaitu dekat pintu masuk, di bawah tempat cuci sayur, dan di tempat cuci peralatan besar. Jamban terletak terpisah/tidak menyatu dengan dapur. Jumlah jamban yang tersedia di dekat ruang makan yaitu sebanyak 10 dimana 5 untuk wanita dan 5 untuk pria. Pembuangan limbah/sampah akhir jauh dari dapur dan tempat penyajian. Terdapat obat-obatan P3K di UKS, namun tidak terdapat pemeriksaan kesehatan pada karyawan. Terdapat kamar mandi dan tempat cuci piring yang terpisah dan terdapat tempat cuci tangan (wastafel). Alat masak yang digunakan yaitu: kompor, rice cooker 8 liter, wajan, panci, pisau, talenan, ulekan, blender, alat pengaduk adonan kue khusus dan lain-lain.
41
Proses Penyelenggaraan Makanan Berdasarkan mencakup
Depkes
(1991),
kegiatan/subsistem
penyediaan/pembelian
bahan
proses
penyusunan makanan,
penyelenggaraan
anggaran
penerimaan,
belanja
makanan makanan,
penyimpanan
dan
penyaluran bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan, pencatatan, pelaporan, dan evaluasi, yang dilaksanakan dalam rangka penyediaan makanan bagi kelompok masyarakat di suatu institusi. Proses penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini memiliki alur sebagai berikut. Perencanaan pembelian bahan makanan sesuai dengan jenis menu
Perencanaan menu 1 minggu
Pembelian makanan
bahan
Persiapan bahan makanan
Stock bahan makanan
Pencucian alat masak
Penyimpanan bahan makanan
alat-
Pengolahan bahan makanan
Pendistribusian makanan Pemorsian makanan Pencucian alat makan
alat-
Penyajian makanan
Gambar 6 Alur penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini Apabila dilihat berdasarkan fungsi manajemen menurut Terry diacu dalam Yuliati & Santoso (1995), secara garis besar terbagi menjadi 4 yaitu perencanaan (planning), pengorganisasian (organizing), pelaksanaan (actuating), dan pengawasan (controlling). Perencanaan
(planning).
Berdasarkan
wawancara
dengan
kepala
penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini, perencanaan yang dilakukan di Sekolah Marsudirini lebih kepada perencanaan menu. Perencanaan menu makanan pokok dan snack ditentukan oleh Sr. M. Rosali, OSF sebagai kepala
42
sekolah SD sekaligus kepala penyelenggaraan makanan dan Katarina Mujinem sebagai penanggung jawab (manajer) dapur. Proses perencanaan menu belum melibatkan ahli gizi dan belum memperhitungkan kecukupan gizi tiap murid. Standar resep tertulis untuk makanan pokok belum ada. Pengolah makanan pokok mengandalkan keterampilannya dalam mengolah makanan. Standar resep tertulis dalam sebuah buku resep hanya untuk menu snack. Hal ini dikarenakan tenaga pengolah snack ada yang pernah memperoleh pelatihan/ kursus dari Bogasari. Standar porsi secara tertulis untuk masing-masing makanan juga belum ada, tetapi tenaga pengelola makanan sudah mengetahui standar porsi yang diperkirakan, sehingga kepala dapur merasa tidak perlu membuat standar porsi tertulis. Pemorsian dilakukan khusus untuk kelas TK-SD (contoh: nasi putih 1 centong, ayam 1 potong, tempe 1 potong kecil, dll). Perencanaan menu yang dilakukan di Sekolah Marsudirini terdiri dari 20 jenis menu makanan dan snack, ditulis di kertas dan ditempel di dapur sebagai master menu untuk menentukan pilihan menu tiap minggu. Setiap minggu, pihak manajer dapur akan merencanakan menu berbeda yang mengacu pada perencanaan menu yang dibuat oleh kepala sekolah dan disesuaikan dengan jenis bahan pangan yang masih banyak tersedia. Setiap satu tahun diadakan evaluasi menu, yaitu menu mana saja yang dihilangkan atau diadakan penambahan menu baru pada master menu tersebut. Pihak sekolah kemudian memberitahukan jenis menu-menu yang akan diberikan ke siswa kepada orang tua siswa. Berdasarkan hasil wawancara dengan manajer dapur, penentuan evaluasi menu baru dilihat berdasarkan keseimbangan dan keberagaman menu, serta dari menu yang disukai oleh siswa atau tidak. Menu dalam satu hari pada jam sekolah terdiri dari menu makan siang dan menu makanan selingan (snack). Menu yang diolah tiap harinya berbedabeda tergantung jenjang pendidikannya. Tabel master menu makan siang berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 3. Berdasarkan master menu makan siang pada Lampiran 3 tampak bahwa menu untuk siswa PG, TK, SD, dan SMP-SMA-karyawan berbeda-beda namun terdapat beberapa jenis menu yang sama. Master menu untuk siswa PG-TK-SD (1-2) terdiri dari 10 jenis menu, sedangkan untuk SD (3-6) dan SMP-SMA terdiri dari 20 jenis menu. Apabila dilihat dari susunan dan variasinya secara umum dari master menu Sekolah Marsudirini, menu tersebut cukup beragam yaitu terdiri dari sumber karbohidrat, protein hewani, protein nabati, dan sayuran. Akan tetapi
43
tidak ada tambahan buah dalam menu tersebut. Variasi menu untuk 1 hari belum secara lengkap beragam (terdapat sumber karbohidrat, protein hewani/nabati, dan sayuran). Sekolah Marsudirini hanya memorsikan lauk dan sayur bagi konsumen TK dan SD. Apabila lauk masih tersisa di dapur, mereka diperbolehkan
menambah
porsi
makanan
sehingga
jumlah
pemenuhan
kebutuhan gizi dari tiap siswa tidak dapat terkontrol. Selain menu makan siang, Sekolah Marsudirini juga menyediakan menu selingan (snack). Siswa PG, TK, dan SD (1-2) mendapatkan 1 kali menu selingan setiap harinya, sedangkan siswa SD kelas 3 sampai SMA mendapat 2 kali menu selingan yang bervariasi jenisnya, baik dalam bentuk snack manis (kue-kue) maupun snack asin (makanan sepinggan). Tabel master menu snack berdasarkan tingkat pendidikan pada tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 4. Berdasarkan master menu snack pada Lampiran 4 tampak bahwa jenis menu snack yang dijadikan master menu tersebut bervariasi bukan hanya dari bahan baku yang digunakan, tetapi juga jenis pengolahannya. Jenis snack untuk siswa PG, TK, SD kelas 1 dan 2 terdiri dari 14 menu, untuk SD kelas 3-6 terdiri dari 15 menu dan untuk siswa SMP dan SMA terdiri dari 18 macam menu. Seluruh menu snack berbeda antara snack pagi dan sorenya. Selain pada jam sekolah, penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini juga dibuat untuk penghuni asramanya, yaitu karyawan dan siswa yang tinggal jauh dari sekolah. Lauk bagi penghuni yang tinggal di asrama juga memiliki master menu tersendiri (selain makan siang dan snack) yang terdiri dari makan pagi dan sore. Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab dapur, khusus bagi siswa yang tinggal di asrama diberikan buah-buahan sebanyak satu kali dalam seminggu. Variasi jenis menu bagi penghuni asrama (makan pagi dan malam) tidak sebanyak variasi menu pada jam sekolah (makan siang dan snack). Tabel master menu makan pagi dan sore asrama Marsudirini tahun 2010 dapat dilihat pada Lampiran 5. Perencanaan menu selama 1 minggu dilakukan oleh penanggung jawab dari tiap unit tenaga pengolah makanan (unit makanan pokok dan unit snack). Perencanaan menu dalam 1 minggu ini berpedoman pada master menu yang dibuat oleh kepala penyelenggaraan makanan. Berikut ini adalah contoh perencanaan menu selama 1 minggu ketika penelitian dilakukan.
44
Tabel 7 Perencanaan menu 1 minggu Kelas
PG-TK-SD (1-2)
SD (3-6)
Hari ke1 2 3 4 5 1 2 3 4 5 1 2
SMP-SMAgurukaryawan
3 4 5
Makan Siang Sop, bakwan jagung Nasi goreng istimewa Sayur bening, nugget Ayam kecap (dirajang), kerupuk Telur kecap, keripik kentang Sup sayur, telur dadar Capcay, ayam fillet goreng tepung Sapo tahu, bakwan jagung Nasi uduk, tempe orek, telur dadar Semur tahu, kerupuk udang Sop timlo, sate sosis baso Sayur asem, tempe goreng, ikan asin Oseng-oseng kacang panjang, telur dadar Sapo tahu, telur ceplok Sambel goreng, tempe kering
Snack Snack 1 Snack 2 Bakso Bolu kukus Bolu panggang Brownies kukus Bubur ayam Bubur ayam Pukis Bolu kukus Roti coklat Brownies kukus Puding Bolu panggang Donat coklat Bakso Muffin choco chip Brownies kukus Pastel Donat Muffin choco chip Capcay manis Spaghetti Bolu kukus Mie ayam
Bakso Lontong opor
Sekolah Marsudirini memiliki peraturan yang mengharuskan muridmuridnya untuk menghabiskan makanan yang sudah disediakan dan memberi kesempatan kepada murid yang ingin menambah nasi atau lauk ke loket di dapur selama lauk dan sayur di dapur masih tersisa. Pihak sekolah juga memiliki peraturan agar siswa tidak membawa menu makanan dari luar dan hanya mengonsumsi makanan yang disediakan oleh sekolah. Beberapa siswa yang memiliki permasalahan kesehatan (seperti alergi dengan makanan yang disajikan oleh sekolah), diperkenankan untuk membawa menu khusus dari luar sekolah. Hal ini dikarenakan pihak sekolah tidak menyediakan makanan khusus. Namanama siswa dan alasan membawa menu khusus dari luar sekolah ditempel di dinding ruang makan. Pengorganisasian (organizing). Pembagian kerja karyawan dapur di Sekolah Marsudirini terbagi menjadi 3 yaitu unit dapur, pemorsian dan distribusi, serta kebersihan. Setiap unit memiliki kepala regu/penanggung jawab masing-masing. Pada unit dapur, tidak ada peraturan tertulis yang mengatur pembagian kerja pada tiap karyawan. Sedangkan untuk bagian pemorsian dan kebersihan, pembagian kerjanya dituliskan per waktu dan ditempel di dinding dapur (terlampir). Gambar 7 adalah struktur organisasi unit penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini.
45
Kepala Penyelenggaraan Makanan (Sr. M. Rosali, OSF.)
Kepala Dapur (Katarina Mujinem)
Pengolah makanan pokok TK, SD (1,2): Rosmini SD (3-6): Dina Octaviani SMP, SMA, karyawan Katarina Mujinem
Pengolah snack Anton Yosep Warti Thomas Jumali
Tenaga Kebersihan Adjie Andika Mursyid
Tenaga Pemorsian Siswanto Yuni Yunita Tedy Wisnu Heru
Gambar 7 Struktur organisasi penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini Tugas kepala penyelenggaraan makanan meliputi tanggung jawab atas semua aktivitas yang dilakukan di ruang makan baik mulai perencanaan menu sampai pada monitoring dan evaluasi. Kepala penyelenggaraan makanan membawahi kepala dapur, tenaga kebersihan dan pemorsian. Tugas kepala dapur di Sekolah Marsudirini diantaranya yaitu bersama-sama dengan kepala penyelenggaraan makanan ikut memberikan masukan pada perencanaan menu, mengontrol dan mencatat semua makanan yang dibeli, dipakai, dan bersisa, juga ikut mengolah makanan untuk siswa SMP, SMA, serta guru dan karyawan. Tenaga pengolah makanan dibagi menjadi bagian makanan pokok (makan siang, serta pagi dan sore khusus untuk penghuni asrama) dan snack. Tugas pengolah makanan pokok yaitu mempersiapkan, menyiapkan bumbu, serta memasak sayur dan lauk-pauk sesuai dengan bagiannya (menurut tingkatan kelas). Untuk pemasak nasi, dilakukan oleh 1 orang terpisah. Begitu juga dengan bagian snack, yaitu dalam 1 tim bertugas membuat menu selingan. Akan tetapi, pembagian tugas secara mendetail tidak dilakukan sehingga dalam 1 tim terkadang melakukan persiapan dan pengolahan bahan bersama-sama agar lebih cepat selesai. Tugas bagian pemorsian (deken) yaitu menyiapkan peralatan makan, membersihakan meja dan kursi, serta menyiapkan sayur, lauk-pauk, buah dan pelengkap (kerupuk, dll) serta snack ke dalam setiap plato (tempat makan siswa) bagi siswa TK-SD, menyajikan sayur dan lauk untuk siswa SMP-SMA serta guru, serta melayani siswa/karyawan yang ingin menambah nasi/lauk/sayur/snack di
46
loket dapur. Tugas bagian kebersihan antara lain mencuci piring, membersihkan meja dan kursi, menyapu dan mengepel lantai, serta merapikan dan membersihkan ruang pemorsian. Akan tetapi bagian pemorsian dan kebersihan terkadang saling membantu agar pekerjaan cepat terselesaikan. Pelaksanaan (actuating). Pelaksanaan penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan penyediaan/pembelian bahan makanan, penerimaan, penyimpanan dan penyaluran bahan makanan, persiapan dan pemasakan makanan, penilaian dan distribusi makanan. Pembelian bahan makanan. Berdasarkan hasil wawancara dengan penanggung jawab dapur, diketahui bahwa penentuan jumlah bahan makanan yang akan dibeli ditentukan berdasarkan kebutuhan dari perencanaan menu yang dibuat seminggu sekali yang disesuaikan dengan jumlah porsi yang dilayani. Sesuai dengan bagan alur penyelenggaraan makanan pada Gambar 6, pembelian bahan makanan selain berdasarkan kebutuhan bahan makanan dari menu yang dibuat seminggu sekali, juga dilakukan dengan mengacu kepada masih ada/tidaknya stock bahan makanan (khusus untuk bahan makanan yang disimpan di gudang penyimpanan kering dan freezer). Secara umum, pembelian bahan makanan dilakukan langsung oleh kepala dapur dengan frekuensi yang berbeda untuk setiap bahan makanan. Bahan makanan diperoleh dari pembelian langsung ke pasar dan tempat lainnya (langganan). Jenis, frekuensi pembelian, tempat pembelian, dan cara membeli bahan makanan ditunjukan pada Tabel 8. Tabel 8 Jenis, frekuensi, tempat pembelian, dan cara membeli bahan makanan No
Jenis Bahan Makanan
1
Beras
2 3 4 5
Bumbu, Minyak, Gula Daging Ayam Telur Pangan Nabati (tempe, tahu) Sayur Olahan daging/ayam (sosis, nugget, baso) Buah
6 7 8 9
Frekuensi Pembelian
Tempat Membeli
2 mingguan
Langganan
2 mingguan Tergantung kebutuhan Tergantung kebutuhan 1 mingguan
Pasar Induk Kemang RPH RPH Pasar Induk Kemang
Cara Membeli Langsung dikirim Belanja Memesan Memesan Belanja
Harian
Candraloka
Memesan
1 mingguan
Pasar Induk Kemang
Belanja
1 bulanan
JAPFA
Memesan
1 mingguan
Pasar Induk Kemang
Belanja
Pembelian bahan makanan (belanja) oleh kepala dapur dilakukan tiap seminggu sekali, yaitu setiap hari Senin, pukul 13.00 WIB. Bahan-bahan makanan yang sudah dibeli tersebut kemudian diangkut menggunaan mobil dari sekolah menuju dapur, yang berjarak sekitar 50 km dari pasar. Sedangkan untuk bahan makanan yang dibeli di langganan diantarkan sendiri oleh supplier ke
47
Sekolah Marsudirini menggunakan mobil (untuk olahan daging) dan motor (untuk daging, ayam dan pangan nabati). Beras langsung dikirim dari langganan tiap 2 minggu sekali, kecuali ada pemberitahuan dari pihak sekolah (berkenaan dengan hari libur). Perbelanjaan bumbu, minyak dan gula dilakukan setiap 2 minggu sekali dari pedagang di Pasar Induk Kemang. Pemesanan daging sapi dan ayam disesuaikan dengan menu yang direncanakan, ketika akan mengolah, baru dipesan. Pembelian telur tiap 1 mingguan (setiap belanja). Hal ini dikarenakan dalam 1 minggu, telur sangat sering digunakan untuk mengisi menu. Menu berbahan daging sapi utuh tidak pernah dibuat dan hanya digunakan sebagai kaldu dalam semur tahu/telur, sop, dll. Pemesanan pangan nabati seperti tahu dan tempe, dilakukan setiap hari ketika ingin menggunakan, pemesanan
dilakukan
satu
hari
sebelum
bahan
makanan
digunakan.
Pembelanjaan sayur-sayuran dan buah-buahan dilakukan 1 minggu sekali (ketika belanja ke Pasar Induk). Setelah belanja, sayur-sayuran dan buah-buahan langsung disimpan di lemari es. Penerimaan
bahan
makanan.
Secara
umum,
penyelenggaraan
makanan di Sekolah Marsudirini belum dilengkapi ruang penerimaan bahan. Setelah belanja atau ketika datang dari rekanan, bahan makanan langsung diterima di ruang dapur dan disimpan di tempat penyimpanan. Tidak ada pemeriksaan secara rinci untuk tiap bahan makanan yang diterima dari rekanan. Ketika akan diolah dan tenaga pengolah mengganggap bahan tersebut tidak baik, maka akan menelpon pihak langganan untuk diganti dengan yang baru. Pemeriksaan/pemilihan bahan makanan dari belanja dilakukan ketika pembelian dilakukan. Berdasarkan wawancara dengan kepala dapur, Sekolah Marsudirini telah memiliki toko langganan di Pasar Induk Kemang tersebut, dan apabila ternyata bahan makanan yang dibeli kurang baik (seperti tepung berkutu, dsb), komplain akan dilakukan minggu depan ketika melakukan perbelanjaan lagi dan biasanya akan mengganti dengan toko langganan yang lainnya. Penyimpanan bahan makanan. Ruang penyimpanan bahan makanan terletak di dalam dapur dan dipisahkan untuk bahan makanan kering, sayursayuran dan olahan ayam dan daging. Bahan makanan kering (mie kering, makaroni, beras, minyak goreng dalam kemasan, bumbu penyedap, dan sebagainya) disimpan di dalam gudang penyimpanan kering dan diletakkan di rak-rak terbuka yang terbuat dari stainless stell. Gudang tersebut memiliki
48
dinding tembok dan pintu tertutup, di dalamnya juga memiliki ventilasi (exhaust fan) dan pencahayaan dari lampu. Sayur-sayuran diletakkan dalam kulkas, dicampur dengan bahan-bahan nabati (tempe, tahu, dll). Sedangkan untuk olahan ayam dan daging diletakkan dalam freezer besar. Tidak ada pengaturan suhu untuk kulkas dan freezer secara khusus. Buah-buahan sebagian diletakkan di kulkas dan sebagian diletakkan di dapur (suhu kamar). Pengolahan snack untuk pagi hari terkadang dilakukan sejak sore hari kemarin. Setelah diolah, makanan jadi tersebut pun disimpan. Penyimpanan makanan jadi setelah diolah, diletakkan di fermenting box yang juga digunakan untuk memfermentasi roti. Fermenting box ini, ketika berfungsi sebagai lemari penyimpanan, suhu dan waktunya tidak diatur (mesin dalam keadaan mati). Penyimpanan bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan/sisa bumbu seluruhnya diletakkan di dalam kulkas. Persiapan bahan makanan. Sebelum diolah, dilakukan kegiatan persiapan/penanganan bahan makanan. Penanganan bahan baku sebelum diolah yaitu merupakan hal yang cukup penting untuk mencegah terjadinya proses pencemaran makanan. Hal-hal yang dilakukan pada penanganan bahan baku makanan di Sekolah Marsudirini lebih difokuskan pada perilaku pegawai sebelum mengolah makanan yaitu diharuskan terlebih dulu mencuci tangan. Akan tetapi, ketika mengolah makanan, pegawai tidak menggunakan pelindung rambut, baju kerja khusus di dapur serta pelindung tangan karena memang tidak diwajibkan dan tidak disediakan oleh sekolah. Pelindung tangan hanya digunakan pada saat memindahkan makanan berupa snack ketika akan disajikan. Pelindung tangan yang digunakan berupa sarung tangan plastik. Bahan-bahan makanan yang akan diolah, terutama sayur-sayuran sebelumnya
dicuci
terlebih
dahulu
menggunakan
air
mengalir
untuk
menghilangkan sisa-sisa tanah dan pestisida yang terdapat dalam sayur tersebut.
Begitu
juga
dengan
bumbu-bumbu/rempah-rempah,
setelah
dibersihkan, dicuci terlebih dahulu atau ada juga yang langsung digunakan. Mengenai keamanan bahan pangan, pihak sekolah menetapkan batasan untuk bahan tambahan pangan yang dipakai atau tidak. Berdasarkan hasil wawancara, hal-hal yang diperhatikan di antaranya yaitu penggunaan gula yang aman (gula yang digunakan hanya gula pasir dan gula aren), makanan halal, serta menggunakan pewarna makanan yang aman. Makanan yang disajikan pun
49
tidak menggunakan pengawet, BTP (bahan tambahan pangan) yang digunakan pun tergolong dalam kategori aman. Pengolahan bahan makanan. Setiap harinya jam mulai proses pemasakan ditentukan oleh seberapa kompleks menu makanan yang akan diolah. Proses pemasakan dilakukan pada pukul 03.00 jika menu yang akan diolah agak kompleks atau pukul 03.30 jika menu yang diolah lebih mudah. Pembagian tugas bagi karyawan yang terdapat di dapur, yaitu penanggung jawab menu makan pagi (khusus asrama), snack, makan siang (terbagi berdasarkan kelas) dan makan sore (khusus asrama). Menu snack pagi dan makan siang dibuat bersamaan, namun beda jam penyajiannya. Oleh karena itu, setengah sampai satu jam sebelum disajikan, menu untuk makan siang dipanaskan terlebih dahulu untuk mencegah kontaminasi makanan. Menu
makan
siang dibuat
oleh karyawan
yang
masing-masing
bertanggungjawab atas tiap kelas (TK-SD kelas 1-2,SD kelas 3-6, dan SMPSMA-karyawan).
Masing-masing
mempersiapkan,
membuat
bumbu
dan
mengolah sendiri untuk tiap kelas. Setelah makanan selesai diolah, pihak pemorsian yang selanjutnya mengambil alih tugas. Penerangan di ruang pengolahan makanan dilengkapi lampu dan cahaya matahari masuk, akan tetapi ventilasi kurang baik sehingga ketika proses pengolahan dilakukan agak pengap dan panas di dalam dapur tersebut. Pintu dapur yang selalu dibuka juga langsung berbatasan dengan lingkungan luar, sehingga ketika agak siang banyak lalat yang masuk ketika proses pengolahan. Proses pengolahan makanan di Sekolah Marsudirini dilakukan di dapur khusus yang dilengkapi dengan gudang penyimpanan. Sumber air bersih menggunakan
sumur
bor,
sedangkan
bahan
bakar
untuk
memasak
menggunakan LPG. LPG diletakkan di luar ruangan dan disambungkan dengan selang ke dalam ruangan (kompor gas terletak di dekat pintu). Ruang persiapan dan pengolahan terletak di dalam dapur, sedangkan ruang pencucian terdapat di dapur. Ruang pencucian sayur dan alat besar terletak di dapur, sedangkan ruang pencucian alat makan terletak di luar dapur. Pencucian sayur dilakukan di air
mengalir
dari
keran,
sedangkan
pencucian
alat
makan
dilakukan
menggunakan tangan dengan sabun dan air bersih dengan bantuan spons pencuci piring menggunakan bahan pembersih sabun cuci piring cair. Cara pencucian alat-alat makan yaitu: 1) disiram dengan menggunakan air dingin
50
kemudian direndam sebentar; 2) disabuni dengan spons; 3) dibilas dengan air dingin; 4) dilap menggunakan lap kering; 5) dijemur di bawah sinar matahari. Pencucian alat makan dilakukan oleh tiap siswa (setelah makan, siswa diwajibkan mencuci piring dan alat makan masing-masing). Alasan tiap siswa harus mencuci piringnya masing-masing yaitu untuk melatih kemandirian siswa, walaupun terkadang piring yang dicuci oleh siswa kurang bersih. Untuk menjaga sanitasi, piring dan alat makan tersebut dicuci kembali oleh karyawan agar lebih bersih dan tidak tersisa kotoran. Cara pencucian alat-alat besar adalah menggunakan sabun + air bersih + spons/ alat bantu cuci dan bahan pembersih yang digunakan yaitu detergen. Cara pencucian menggunakan tangan dimana pencucian alat besar dengan cara: 1) direndam menggunakan air panas hingga minyak yang menempel pada alat terlepas; 2) disiram dengan menggunakan air dingin kemudian direndam sebentar; 3) disabuni dengan spons; 4) dibilas dengan air dingin; 5) dilap menggunakan lap kering dan diletakkan di bawah sinar matahari. Pendistribusian dan penyajian makanan. Makanan yang sudah selesai dimasak, kemudian disajikan berdasarkan jadwal makan. Makanan untuk siswa PG, TK, dan SD kelas 1 dan 2 disajikan pada pukul 09.00 untuk selingan pagi, pukul 11.30 untuk makan siang, serta pukul 14.00 untuk selingan siang. Makanan untuk siswa SD kelas 3, 4, 5, dan 6. Disajikan pada pukul 09.30 untuk selingan pagi, pukul 12.00 untuk makan siang, serta pukul 15.00 untuk selingan siang. Makanan untuk siswa SMP, SMA, serta guru dan karyawan disajikan pada pukul 10.00 untuk selingan pagi, pukul 12.00 WIB untuk makan siang, serta pukul 14.00 untuk selingan siang. Pendistribusian makanan tersebut ada yang menggunakan conveyor dari kayu dan ada yang menggunakan nampan. Conveyor dari kayu digunakan untuk membawa barang yang berat seperti nasi dalam termos besar dan sayur dalam panci. Untuk lauk (ayam, gorengan, dll) diletakkan di nampan. Tenaga pendistribusian makanan juga termasuk melakukan penyediaan alat-alat makanan dan melayani siswa yang ingin menambah/menukar makanan. Pemorsian dilakukan hanya untuk siswa TK dan SD saja, di mana siswa TK makan di dalam ruang makan yang terpisah sehingga makanan telah diporsikan terlebih dahulu sebelum disajikan di ruang makan TK. Berbeda dengan pemorsian untuk siswa SD, masing-masing tenaga pemorsi berjalan ke tiap-tiap
51
meja untuk memorsikan makanan. Pembagian tugas tenaga pemorsi yaitu nasi, sayur dan lauk diporsikan oleh orang yang berbeda. Penyajian makanan untuk siswa PG, TK, dan SD dilakukan dengan meletakkan makanan yang sudah diporsi di atas meja, kemudian ditutup dengan tudung saji sedangkan penyajian makanan untuk siswa SMP, SMA, karyawan, dan guru disajikan dengan model prasmanan, sehingga konsumen dapat mengambil sendiri nasi serta sayur sesuai dengan porsi yang dia inginkan, namun untuk lauk tetap disediakan oleh petugas dengan porsi yang sama (masing-masing satu) setiap orangnya. Berdasarkan penjelasan tentang distribusi dan penyajian makanan di Sekolah
Marsudirini,
dapat
dikatakan
bahwa
cara
distribusi
pada
penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini adalah desentralisasi. Hal ini sesuai dengan Depkes (1991) yang mengatakan bahwa distribusi desentralisasi yaitu penanganan makanan dua kali. Pertama dibagikan dalam jumlah besar pada alat-alat yang khusus, kemudian dikirim ke ruang makan yang ada. Kedua, di ruang makan ini makanan disajikan dalam bentuk porsi. Sanitasi Dapur dan Fasilitas Fisik. Setiap penyelenggaraan jasa makanan seharusnya mempunyai papan nama perusahaan dan nomor Izin Usaha serta Sertifikat Laik Hygiene Sanitasi, namun Sekolah Marsudirini belum. Sanitasi dapur dan fasilitas fisik penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini dinilai berdasarkan Kemenkes RI nomor 715/MENKES/SK/2003. Pertama yaitu fasilitas dapur dan tempat penyajian untuk lantainya tergolong baik terbuat dari bahan keramik dan kondisinya tidak licin serta mudah dibersihkan. Luas lantai dapur yang bebas dari peralatan belum mencapai 2x2 meter persegi untuk tiap orang yang berada di dalam dapur (denah dapur dapat dilihat pada Lampiran 1). Dindingnya juga termasuk dalam kategori baik dikarenakan terbuat dari tembok namun dilapisi keramik (bahan kedap air) berwarna putih setinggi 2 meter dari lantai. Langit-langit menutupi atap bangunan, serta tingginya tidak kurang dari 2,4 meter dari atas lantai. Permukaan langit-langit tempat makanan dibuat, maupun tempat cuci tangan terbuat dari bahan yang permukaannya rata, mudah dibersihkan, tidak menyerap air dan berwarna terang. Pintu-pintu yang terdapat di dapur seluruhnya membuka ke arah luar, akan tetapi tidak dilengkapi dengan kassa yang dapat dibuka dan dipasang. Pintu ketika pengolahan dilakukan selalu dibuka karena panas, hal ini mengakibatkan lalat masuk ke dalam dapur ketika pengolahan dilakukan.
52
Jendela dan lubang ventilasi dapur dilengkapi kassa yang dapat dibuka dan dipasang, namun pembersihannya dilakukan hanya ketika libur sekolah. Intensitas cahaya di dapur cukup baik dan tidak menimbulkan silau dan bayangan, kecuali pada pagi hari ketika sinar matahari masuk. Ventilasi udara di dalam dapur menggunakan exhaust fan yang diletakkan di atas kompor, namun tidak seluruhnya dinyalakan pada saat pengolahan sehingga udara dalam dapur masih panas. Pembuangan asap dapur yang menggunakan alat pembuangan asap hanya pada kompor utama. Berikutnya untuk letak dapur sudah baik yaitu tidak berhubungan langsung dengan jamban dan kamar mandi. Ruang pengolahan makanan tergabung dalam satu dapur dengan ruang persiapan makanan dikarenakan tenaga pengolah dan tenaga persiapan adalah orang yang sama, namun terpisah dengan ruang penyajian dan pencucian alat besar dan alat makan. Pencucian peralatan makan menggunakan cairan pembersih, dan peralatan besar menggunakan detergen. Setelah dicuci, peralatan yang telah dibersihkan dijemur di luar ruangan, dimana terkadang ada lalat dan burung yang hinggap. Setelah dicuci, dilap terlebih dahulu dan disimpan di rak yang terbuka (dekat dengan tempat pencucian alat besar). Rak peralatan makan yang ada terkadang dalam keadaan terbuka, karena sering dibuka-tutup selama jam sekolah berlangsung. Tempat cuci tangan terletak di ruang makan untuk para murid, guru dan karyawan yang akan makan dan dilengkapi dengan sabun cuci tangan. Tempat cuci tangan di dapur digabungkan dengan tempat cuci bahan-bahan makanan dan tidak dilengkapi dengan sabun cuci tangan. Tempat cuci tangan yang ada dilengkapi dengan air keran, saluran pembuangan yang tertutup, bak penampungan, namun tidak ada lap pengering khusus untuk setelah cuci tangan. Kamar mandi yang ada terletak terpisah dengan dapur dan dilengkapi dengan pintu yang dapat menutup sempurna, dinding rapat air, dipelihara secara fisik dan kebersihannya, serta tidak pernah ada kotoran di lubang WC karena disediakan air bersih yang cukup. Jumlah jamban yang tersedia di dekat ruang makan sebanyak 10, dimana 5 untuk wanita dan 5 untuk pria. Tempat sampah terletak di beberapa tempat, yaitu dapur, ruang makan, dan kamar mandi. Tempat sampah yang ada tidak seluruhnya tertutup. Jumlah tempat sampah yang ada yaitu sebanyak 4 buah di ruang makan SD-SMA (3 terbuka, 1 tertutup), 3 buah di ruang makan PG-TK (2 terbuka, 1 tertutup), 3 buah
53
di dapur (seluruhnya terbuka), 1 buah di tiap kamar mandi pria dan wanita (tertutup). Letak tempat sampah di ruang makan SD-SMA yaitu di pojok-pojok dekat tempat cuci piring dan jalan keluar dari ruang makan, letak tempat sampah PG-TK di dekat tempat cuci piring dan di dalam ruang makan, sedangkan letak tempat sampah dapur yaitu dekat pintu masuk, di bawah tempat cuci sayur, dan di tempat cuci peralatan besar. Jumlah tempat sampah cukup memadai dan selalu dikosongkan tiap selesainya jam makan. Letak tempat sampah juga cukup dekat
dengan
sumber
produksi
sampah
sehingga
dapat
menghindari
kemungkinan tercemarnya makanan oleh sampah. Pengawasan
(actuating).
Pengawasan
internal
terhadap
seluruh
tahapan produksi makanan di Sekolah Marsudirini dilakukan langsung oleh kepala penyelenggaraan makanan. Namun, belum ada pengawasan dari pihak luar sekolah mengenai penyelenggaraan makanan. Mengenai pencatatan dan pelaporan mengenai perlengkapan atau peralatan dapur yang rusak tidak secara tertulis melainkan langsung melapor kepada kepala penyelenggaraan makanan. Output Penyelenggaraan Makanan Ketersediaan makanan. Ketersediaan makanan dilihat berdasarkan banyaknya jumlah makanan yang disediakan oleh pihak sekolah untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dari siswa. Berdasarkan hasil penelitian terhadap makanan yang disediakan oleh pihak sekolah selama 3 hari, berikut disajikan rata-rata ketersediaan makanan untuk tiap siswa per hari. Tabel 9 Ketersediaan makanan yang disediakan oleh sekolah Menu hari ke1 (a) capcay goreng (b) nasi putih, sop timlo, sate sosis baso (c) pastel isi sayuran Total hari 1 2 (a) bolu kukus (b) nasi putih, sayur capcay, ayam fillet goreng tepung (c) roti coklat Total hari 2 3 (a) bolu panggang (b) nasi uduk, telur dadar, tempe orek (c) donat coklat Total hari 3 Rata-rata total per hari
E (Kal) 239
Ketersediaan energi dan zat gizi P (g) Ca (mg) Fe Vit.C (mg) (mg) 2,1 69,1 1,5 15,3
333 79 651 44
6,3 0,8 9,2 0,6
37,7 9,9 116,7 6,4
1,1 0,4 2,9 0,3
12,8 3,2 31,2 0,7
356 94 495 58
5,2 2,8 8,6 1,1
78,9 217,0 302,4 9,8
1,7 0,7 2,7 0,4
0,0 2,1 2,8 0,0
390 106 555
13,6 1,5 16,2
68,4 105,9 184,1
5,1 0,1 5,6
0,0 5,1 5,1
567
11,3
201,1
3,7
13,0
Keterangan: (a) selingan 1, (b) makan siang, (c) selingan 2
54
Berdasarkan Tabel 9, terlihat bahwa ketersediaan energi dan zat gizi yang berasal dari menu makanan yang disajikan oleh sekolah pada hari yang berbeda dan menggunakan jenis lauk hewani yang berbeda belum memiliki kandungan gizi yang seragam. Rata-rata ketersediaan energi paling tinggi berasal dari hari pertama, dimana selingan 1 menyumbang lebih banyak dibandingkan dengan selingan di hari kedua dan ketiga. Selingan 1 di hari pertama adalah berupa capcay goreng dengan menggunakan tepung terigu yang digoreng dengan minyak, telur, serta sayur-sayuran sehingga energinya cukup tinggi dibanding snack lainnya. Ketersediaan energi tertinggi terdapat pada makan siang di hari ketiga, dimana menunya yaitu nasi uduk, telur dadar dan tempe orek. Ketersediaan energi yang tinggi berasal dari bahan pangan beras, kelapa dan minyak. Rata-rata ketersediaan protein terbesar yaitu pada hari ketiga, dimana makan siang menyumbang lebih banyak protein daripada hari pertama dan kedua. Menu makan siang adalah berupa nasi uduk dengan tempe orek dan telur dadar, yang merupakan protein nabati dan hewani, sehingga ketersediaan proteinnya paling tinggi. Rata-rata ketersediaan kalsium terbesar yaitu pada hari kedua, dimana menu selingan 2 menyumbang paling banyak kalsium dibandingkan dengan menu-menu lainnya. Menu selingan 2 adalah roti coklat, dimana bahan makanan yang menyumbang kalsium paling banyak adalah susu indomilk. Rata-rata ketersediaan zat besi terbesar yaitu pada hari ketiga, dimana makan siang pada hari ketiga menyumbang paling banyak zat besi dibandingkan dengan hari pertama dan kedua. Bahan makanan yang menyumbang zat besi paling banyak berasal dari tempe. Ketersediaan vitamin C terbesar yaitu pada hari pertama, dimana selingan 1 dan makan siang menyumbang paling banyak vitamin C dibandingkan dengan hari kedua dan ketiga. Menu selingan 1 adalah capcay goreng, sedangkan menu makan siang adalah nasi, sate sosis-baso dan sop timlo. Bahan makanan yang menyumbang vitamin C terbanyak berasal dari wortel. Menurut Sinaga (2007), salah satu ciri-ciri penyelenggaraan makanan anak sekolah yaitu memenuhi gizi anak sebesar 1/3 dari kecukupannya sehari. Jika diterjemahkan untuk siswa-siswi kelas 5 SD Marsudirini dengan kebutuhan total rata-rata 1968 Kal, makanan dari sekolah harus menyediakan rata-rata energi sekitar 656 Kal. Hal ini menunjukkan bahwa rata-rata ketersediaan
55
makanan di Sekolah Marsudirini (567 Kal; 28,8%) belum memenuhi standar, kecuali untuk ketersediaan pada hari pertama, yaitu sekitar 650 Kal. Akan tetapi, untuk menu makan siang sendiri (tanpa selingan) belum mencapai standar tersebut. Ketersediaan zat gizi lainnya apabila diperbandingkan dengan standar kandungan gizi yang harus terdapat dalam menu makan siang untuk anak di sekolah dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10 Perbandingan ketersediaan zat gizi sekolah dengan standar Zat gizi
Protein (g) Kalsium (mg) Zat besi (mg) Vitamin C (mg)
Rata-rata ketersediaan sekolah 11,3 201,1 3,7 13
Tingkat ketersediaan (% terhadap kebutuhan)
% standar ketersediaan (Sinaga 2007)
23,2 20,1 23,3 26
30
Berdasarkan Tabel 10, tampak bahwa rata-rata ketersediaan Sekolah Marsudirini belum mencapai standar gizi minimum untuk makanan anak sekolah. Apalagi untuk menu makan siang saja (tanpa selingan) masih cukup jauh untuk mencapai standar tersebut. Rata-rata ketersediaan zat gizi yang masih cenderung di bawah standar, terutama untuk kalsium dikarenakan makanan yang disediakan di sekolah kurang menggunakan bahan pangan sumber kalsium, seperti susu, ikan, dan daging. Ketersediaan protein dan zat besi yang masih kurang dikarenakan untuk sumber protein hewani yang disediakan oleh sekolah masih kurang dalam hal jumlah (porsi). Sedangkan untuk vitamin C yang masih kurang dikarenakan buah-buahan sangat jarang diberikan dalam menu makanan di sekolah. Sebaiknya sekolah menyediakan standar porsi lauk hewani disesuaikan dengan
kebutuhannya
yang
dibedakan
menurut
tingkatan
kelas
dan
menyediakan buah-buahan setidaknya 1 porsi tiap makan siang. Hal ini dapat dilakukan untuk memenuhi kebutuhan zat gizi siswa-siswinya. Konsumsi Makanan di Sekolah. Konsumsi siswa terhadap makanan di sekolah memiliki rata-rata sebesar 444 ± 72 Kal, dengan jumlah terbesar adalah 678 Kal dan jumlah terkecil adalah 250,9 Kal. Rata-rata konsumsi diperoleh dengan menggunakan penimbangan sisa makanan siswa dan pencatatan langsung (bagi yang menambah makanan). Konsumsi siswa dilakukan sebanyak 3 kali untuk menggambarkan konsumsi siswa selama di sekolah ketika mengonsumsi 3 jenis lauk hewani yang berbeda yang disediakan oleh sekolah. Berikut disajikan rata-rata konsumsi makanan di sekolah.
56
Tabel 11 Konsumsi makanan yang disediakan oleh sekolah Konsumsi energi dan zat gizi Menu hari keE (Kal) P (g) Ca (mg) Fe (mg) 1 (a) 153 ± 34 4,9 ± 1,3 25,2 ± 8,7 1,0 ± 0,3 (b) 273 ± 107 5,9 ± 2,1 7,3 ± 2,9 0,7 ± 0,3 (c) 87 ± 14 1,6 ±0,2 5,9 ± 0,8 0,4 ± 0,1 Total 513,6 ± 118,3 12,4 ± 2,6 38,4 ± 9,9 2,0 ± 0,4 2 (a) 51 ± 14 0,9 ± 0,2 2,6 ± 0,7 0,1 ± 0,0 (b) 266 ± 132 4,3 ± 2,0 17,9 ± 9,2 0,8 ± 0,4 (c) 110 ± 18 3,0 ± 0,5 28,4 ± 4,5 0,6 ± 0,1 Total 423,8 ± 140,3 8,1 ± 2,3 48,4 ± 11,8 1,6 ± 0,5 3 (a) 53 ± 1 2,4 ± 0,0 194,8 ± 0,0 1,5 ± 0,0 (b) 283 ± 97 9,8 ± 3,3 66,1 ± 24,6 2,8 ± 0,9 (c) 59 ± 21 1,8 ± 0,6 6,8 ± 2,4 0,0 Total 394,1 ± 103,3 14,0 ± 3,5 267,8 ± 25,1 4,4 ± 0,9 Rata-rata 444 ± 72 11,5 ± 1,7 118,2 ± 10,2 2,6 ± 0,4 per hari Keterangan: (a) selingan 1, (b) makan siang, (c) selingan 2 Menu hari 1 (a): capcay goreng (b): nasi putih, sop timlo, sate sosis-baso (c): pastel isi sayuran Menu hari 2 (a): bolu kukus (b): nasi putih, sayur capcay, ayam fillet goreng tepung (c): donat coklat Menu hari 3 (a): bolu panggang (b): nasi uduk, telur dadar, tempe orek (c): roti coklat
Vit.C (mg) 4,5 ± 2,3 0,6 ± 0,2 5,0 ± 0,8 10,0 ±2,7 0,0 4,8 ± 2,9 2,8 ± 0,5 7,5 ± 3,0 0,5 ± 0,0 0,0 0,5 ± 0,2 1,0 ± 0,2 6,2 ± 1,2
Konsumsi energi dan zat gizi siswa dari makanan yang disediakan oleh sekolah juga dianalisis perbedaannya berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 12 bahwa konsumsi energi dan zat gizi pada siswa laki-laki lebih tinggi daripada siswa perempuan. Akan tetapi, berdasarkan hasil analisis uji beda independent sample T-test, tidak terdapat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan dalam mengonsumsi makanan di sekolah. Tabel 12 Konsumsi makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin Konsumsi energi dan zat gizi Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin C
Jenis kelamin Laki-laki Perempuan 435±68 426±69 11,3±1,6 11,0±1,6 115,1±9,5 113,6±9,5 2,6±0,4 2,6±0,4 6,1±1,0 6,0±1,1
Rata-rata total 444±72 11,5 ±1,7 118,2±10,2 2,6±0,4 6,2±1,2
Daya Terima Makanan di Sekolah Daya terima suatu makanan dapat diukur menggunakan sisa makanan di piring (plate waste). Sisa makanan sering ditimbang untuk menyediakan data secara kuantitatif yang dapat digunakan di berbagai studi, khususnya pada penyelenggaraan makan siang di sekolah. Sisa makanan ini dapat digunakan
57
untuk menimbang jumlah menu yang tidak dimakan pada individu/kelompok atau total sisa makanan (Gregoire & Spears 2007). Tabel 13 menunjukkan sebaran siswa yang menghabiskan, tidak menghabiskan, atau menambah makanan dari sekolah pada hari pengamatan. Tabel 13 Daya terima siswa terhadap makanan sekolah % Rata-rata
Hari ke1 2 3 Rata-rata
Habis 53 64 73 63
Sisa 28 23 17 23
Tambah 20 7 10 12
Berdasarkan Tabel 13, tampak bahwa persentase siswa menghabiskan makanan beragam dari hari ke hari. Namun, apabila dilihat dari rata-rata konsumsi siswa dalam tiga hari, lebih dari separuh siswa (63%) menghabiskan makanannya atau dapat dikatakan secara umum siswa menghabiskan makanan yang disajikan oleh sekolah. Rata-rata persentase terbesar siswa menghabiskan makanan yaitu pada hari ketiga (73%), dimana konsumsi selingan 1 habis sebanyak 100%, makan siang habis sebanyak 27%, dan selingan 2 habis sebanyak 71%. Persentase rata-rata siswa menyisakan makanannya yaitu sebanyak 23%. Rata-rata persentase terbesar siswa menyisakan makanan yaitu pada hari pertama (28%), dimana sisa konsumsi selingan 1 sebanyak 58%, sisa konsumsi makan siang sebanyak 13%, dan sisa konsumsi selingan 2 sebanyak 13%. Data daya terima secara rinci per menu makan dapat dilihat pada Lampiran 7. Hanya beberapa siswa yang menambah makanan dari yang diporsikan oleh pihak sekolah, yaitu dengan persentase rata-rata sebesar 12% siswa menambah dari porsi yang disajikan oleh sekolah. Rata-rata persentase terbesar siswa menambah makanan yaitu pada hari pertama (20%), dimana tambahan terbesar pada makan siang (40%), dengan rincian yang menambah nasi sebanyak 4%; nasi dan lauk sebanyak 9%; nasi, lauk dan sayur sebanyak 7%; lauk sebanyak 5%; dan sayur sebanyak 15%. Apabila dilihat secara umum, siswa biasa menambah makanan pada waktu makan siang. Hal ini dikarenakan pemorsian lauk dan sayur oleh sekolah pada waktu makan siang tidak terlalu banyak dan beberapa siswa yang merasa kurang, mengantri di loket untuk diberi tambahan. Daya terima makanan yang disediakan oleh sekolah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 14 bahwa
58
perempuan lebih banyak yang menghabiskan dan menambah makanan daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji beda independent sample T-test, tidak terdapat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan dalam habis/tidaknya makanan di sekolah. Tabel 14 Daya terima makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin Keterangan Sisa Habis Menambah
Laki-laki 21,9% 69,1% 9,0%
Perempuan 13,0% 74,9% 12,1%
Rata-rata 17,5% 72,0% 10,6%
Preferensi Makanan Siswa terhadap Makanan di Sekolah Penilaian daya terima siswa terhadap menu makanan dapat dipengaruhi oleh kesukaan (preferensi) dari siswa. Berdasarkan uji kesukaan pada siswa secara keseluruhan (Lampiran 6), terlihat bahwa secara umum menu makanan yang paling disukai berdasarkan makanan yang disediakan oleh sekolah adalah menu lauk hewani sate sosis baso dan ayam fillet goreng tepung dengan alasan rasa yang enak, sedangkan menu yang paling tidak disukai di sekolah adalah menu selingan yaitu donat coklat dengan alasan rasa tidak enak dan terlalu berminyak. Meskipun secara umum penilaian kesukaan terhadap menu makanan sekolah pada laki-laki lebih tinggi daripada perempuan, hasil uji beda independent sample T-test menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata antara preferensi laki-laki dan perempuan. Penilaian preferensi terhadap makanan disekolah dilakukan dengan menggunakan uji kesukaan terhadap tiap menu yang disajikan sekolah selama 3 hari, yang terdiri dari penilaian warna, aroma, tekstur, kesesuaian porsi, rasa, variasi, serta persepsi kebersihan siswa yang terdiri dari tempat, alat dan cara penyajian makanan di Sekolah Marsudirini. Preferensi siswa terhadap warna, tekstur, aroma, porsi dan rasa Makanan yang memiliki cita rasa tertinggi adalah makanan yang disajikan secara menarik, menyebarkan bau yang sedap, dan memberikan rasa yang lezat. Cita rasa makanan mencakup dua aspek utama, yaitu penampilan makanan sewaktu dihidangkan dan rasa makanan waktu dimakan (Moehyi 1992). Faktor-faktor yang menentukan penampilan makanan antara lain warna, tekstur, bentuk, konsistensi dan rasa makanan (Palacio & Theis 2009), selain itu juga dipengaruhi oleh porsi, penyajian makanan, dan penghias hidangan (Moehyi 1992).
59
Menurut Moehyi (1992), warna makanan memegang peranan utama dalam penampilan makanan. Marotz (2005) juga menyatakan bahwa warna merupakan komponen sensori yang paling berpengaruh, terutama bagi anak sekolah yang senang dengan warna-warni yang menarik. Secara umum (44,4%) siswa menilai warna makanan yang disajikan oleh Sekolah Marsudirini biasa. Menurut wawancara dengan siswa-siswi Marsudirini, biasa yang dimaksud adalah tampilan makanan yang disajikan masih bisa diterima, walaupun tidak merasa suka maupun tidak suka. Hal ini kemungkinan dikarenakan makanan yang disajikan tidak diberikan hiasan karena penghias hidangan juga dapat menambah menarik penampilan makanan yang disajikan. Kombinasi warna yang menarik dapat meningkatkan penerimaan terhadap makanan dan secara tidak langsung menambah nafsu makan (Sinaga 2007). Sisanya sebanyak 22,7% suka dengan warna makanan yang disajikan, 17,3% sangat suka, dan hanya sebagian kecil, yaitu 8,0% tidak suka dan 7,6% sangat tidak suka. Tabel 15 menyajikan data mengenai penilaian siswa terhadap penampilan (warna) makanan sekolah. Tabel 15 Preferensi siswa terhadap penampilan (warna) makanan sekolah Warna
1
Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
n 10 12 24 5 4 55
% 18,5 21,5 43,6 9,1 7,3
Hari ke2 n % 11 19,3 14 24,7 23 41,8 5 9,5 3 4,7 55
3 n 8 12 26 3 6 55
% 14,2 21,8 47,6 5,5 10,9
Rata-rata (%) 17,3 22,7 44,4 8,0 7,6 100
Penilaian siswa terhadap warna makanan yang disediakan oleh sekolah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 16 bahwa penilaian biasa hingga sangat suka lebih banyak diberikan oleh siswa perempuan daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji beda independent sample T-test, tidak terdapat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan dalam penilaian warna (penampilan) makanan di sekolah. Tabel 16 Penilaian siswa terhadap penampilan (warna) makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin Warna Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
Laki-laki 22,1% 21,7% 37,7% 8,8% 9,8% 100%
Perempuan 10,7% 24,1% 53,6% 7,0% 4,6% 100%
60
Tekstur makanan dipengaruhi oleh cara memasak dan lama waktu pemasakan makanan. Tekstur makanan juga mempengaruhi penampilan makanan, dimana bentuk makanan yang serasi akan memberikan daya tarik tersendiri bagi setiap makanan yang disajikan (Moehyi 1992). Variasi di dalam tekstur sebaiknya disesuaikan dengan jenis makanan (Palacio & Theis 2009). Sama seperti warna, tekstur makanan yang disediakan oleh Marsudirini secara umum (40,6%) dinilai biasa, diikuti dengan 23,6% suka, 14,9% sangat suka, 11% tidak suka dan 9,8% sangat tidak suka. Tabel 17 menyajikan data mengenai penilaian siswa terhadap tekstur makanan sekolah. Tabel 17 Preferensi siswa terhadap tekstur makanan sekolah 1
Tekstur
n
Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
7 12 25 7 4 55
% 12,7 21,5 45,1 12,7 8,0
Hari ke2 n % 9 17,1 13 23,3 23 42,2 6 10,5 4 6,9 55
3 n 8 14 19 5 8 55
% 14,9 26,2 34,5 9,8 14,5
Rata-rata (%) 14,9 23,6 40,6 11,0 9,8 100
Penilaian tekstur makanan yang disediakan oleh sekolah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 18 bahwa penilaian biasa hingga sangat suka lebih banyak diberikan oleh siswa perempuan daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji beda independent sample T-test, tidak terdapat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan dalam penilaian tekstur makanan di sekolah. Tabel 18 Penilaian siswa terhadap tekstur makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin Tekstur Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
Laki-laki 18,1% 21,7% 36,3% 11,7% 12,3% 100%
Perempuan 10,4% 26,4% 46,7% 10,1% 6,4% 100%
Aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera penciuman sehingga membangkitkan selera (Sinaga 2007). Sama seperti warna dan tekstur, aroma makanan yang disediakan oleh Marsudirini secara umum (44,1%) dinilai biasa oleh siswa-siswi Marsudirini. Sisanya yaitu 22,2% menilai suka, 14,5% menilai sangat suka, 10,8% tidak suka, dan 8,4% sangat tidak suka. Tabel 19 menyajikan data mengenai penilaian siswa terhadap aroma makanan sekolah.
61
Tabel 19 Preferensi siswa terhadap aroma makanan sekolah Aroma
1 n
Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
% 13,8 18,5 47,6 13,5 6,5
8 10 26 7 4 55
Hari ke2 n % 8 14,5 14 25,8 23 42,2 6 11,3 3 6,2 55
3 n
% 15,3 22,2 42,5 7,6 12,4
8 12 23 4 7 55
Rata-rata (%) 14,5 22,2 44,1 10,8 8,4 100
Penilaian aroma makanan yang disediakan oleh sekolah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 20 bahwa penilaian biasa hingga suka lebih banyak diberikan oleh siswa perempuan daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji beda independent sample Ttest, tidak terdapat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan dalam penilaian aroma makanan di sekolah. Tabel 20 Penilaian siswa terhadap aroma makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin Aroma Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
Laki-laki 17,5% 21,0% 41,0% 10,4% 10,0% 100%
Perempuan 10,4% 23,8% 48,4% 11,3% 6,1% 100%
Porsi (jumlah) berkaitan dengan bentuk makanan yang serasi saat disajikan. Pentingnya porsi makanan bukan saja berkenaan dengan penampilan makanan waktu disajikan, tetapi juga berkaitan dengan perencanaan dan perhitungan pemakaian bahan. Secara umum (42,2%) siswa menilai porsi yang diberikan oleh Marsudirini biasa atau masih dalam batas jumlah yang dapat diterima oleh siswa-siswi Marsudirini. Sisanya sebanyak 23% menilai porsi yang disediakan sesuai, 14,4% sangat sesuai, 11,4% sangat tidak sesuai dan 9,0% sangat tidak sesuai. Tabel 21 menunjukkan penilaian siswa terhadap porsi makanan sekolah. Tabel 21 Preferensi siswa terhadap porsi (jumlah) makanan sekolah Porsi
1 n
Sangat sesuai Sesuai Biasa Tidak sesuai Sangat tidak sesuai Total
6 12 28 5 5 55
% 10,2 21,5 50,5 8,7 9,1
Hari ke2 n % 10 17,8 13 23,6 20 36,4 5 9,8 7 12,4 55
3 n 8 13 22 5 7 55
% 15,3 24,0 39,6 8,4 12,7
Rata-rata (%) 14,4 23,0 42,2 9,0 11,4 100
62
Penilaian porsi makanan yang disediakan oleh sekolah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 22 bahwa penilaian biasa hingga suka lebih banyak diberikan oleh siswa perempuan daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji beda independent sample Ttest, tidak terdapat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan dalam penilaian porsi makanan di sekolah. Tabel 22 Preferensi siswa terhadap berdasarkan jenis kelamin Porsi Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
porsi
Laki-laki 17,1% 21,3% 39,8% 9,6% 12,3% 100%
(jumlah)
makanan
sekolah
Perempuan 10,7% 25,5% 45,5% 8,1% 10,1% 100%
Rasa makanan merupakan faktor kedua yang menentukan cita rasa makanan setelah penampilan makanan. Rasa makanan dipengaruhi oleh berbagai bumbu dan penyedap yang digunakan untuk membangkitkan selera. Sebanyak 33,3% siswa menilai biasa untuk rasa makanan sekolah. Menurut wawancara, yang dimaksud dengan biasa adalah makanan yang disajikan tidak begitu istimewa rasanya, namun masih dalam batas dapat diterima. Sebanyak 20,8% suka, 19,9% sangat suka, 14,1% tidak suka, dan 11,9% sangat tidak suka dengan rasa makanan yang disajikan oleh Marsudirini. Tabel 23 menunjukkan penilaian siswa terhadap rasa makanan sekolah. Tabel 23 Penilaian siswa terhadap rasa makanan sekolah Rasa Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
1 n 11 11 17 10 6 55
% 19,6 20,0 31,3 17,8 11,3
Hari ke2 n % 13 22,9 12 21,8 18 32,4 8 14,2 5 8,7 55
3 n 9 11 20 6 9 55
% 17,1 20,7 36,4 10,2 15,6
Rata-rata (%) 19,9 20,8 33,3 14,1 11,9 100
Penilaian rasa makanan yang disediakan oleh sekolah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 24 bahwa penilaian biasa hingga suka lebih banyak diberikan oleh siswa perempuan daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji beda independent sample Ttest, tidak terdapat perbedaan nyata antara laki-laki dan perempuan dalam penilaian rasa makanan di sekolah.
63
Tabel 24 Preferensi siswa terhadap rasa makanan sekolah berdasarkan jenis kelamin Rasa Sangat suka Suka Biasa Tidak suka Sangat tidak suka Total
Laki-laki 22,9% 20,0% 30,0% 12,9% 14,2% 100%
Perempuan 15,7% 22,0% 38,0% 15,7% 8,7% 100%
Evaluasi variasi dan persepsi kebersihan makanan sekolah Variasi dan persepsi kebersihan dinilai berdasarkan keseluruhan menu yang disajikan selama ini oleh sekolah. Variasi dalam pengolahan makanan juga harus diperhatikan dalam perencanaan suatu menu makanan (Palacio & Theis 2009).Penilaian variasi makanan dinyatakan tidak bervariasi oleh sebagian besar siswa (45,5%). Hal ini menunjukkan bahwa menurut penilaian siswa, makanan yang disediakan oleh sekolah masih kurang bervariasi. Persepsi kebersihan siswa dinilai berdasarkan penilaian tempat makan, alat makan, dan cara penyajian makanan. Penilaian terhadap tempat makan, dinyatakan tidak bersih oleh sebagian besar siswa (49,1%). Hal ini setelah dilihat berdasarkan komentar siswa dikarenakan ruang makan di Marsudirini terbuka, sehingga banyak binatang yang dapat masuk, terutama burung dan terkadang membuang kotoran di meja atau tempat duduk siswa di ruang makan. Penilaian terhadap alat makan, sebagian besar siswa menilai bersih (65,5%). Hal ini dikarenakan proses pencucian alat-alat makan menggunakan air hangat dan cairan pencuci piring sehingga tidak meninggalkan kotoran. Sebagian besar siswa (58,2%) menilai cara penyajian makanan di Marsudirini bersih. Hal ini dikarenakan penyajian makanan di meja makan menggunakan tudung saji. Namun sebanyak 32,7% menilai penyajian makanan di meja kadang-kadang bersih dan 9,1% menilai tidak bersih. Penilaian terhadap variasi dan persepsi kebersihan makanan sekolah ditunjukkan pada Tabel 25. Tabel 25 Penilaian siswa terhadap variasi dan persepsi kebersihan makanan sekolah Penilaian Ya Tidak Kadang-kadang Total
Variasi n 16 25 14 55
% 29,1 45,5 25,5 100
Tempat n % 8 14,5 27 49,1 20 36,4 55 100
Persepsi kebersihan Alat Cara penyajian n % n % 36 65,5 32 58,2 2 3,6 5 9,1 17 30,9 18 32,7 55 100 55 100
Penilaian variasi dan persepsi kebersihan terhadap makanan yang disediakan oleh sekolah juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin (Tabel 26).
64
Tabel 26 Penilaian variasi makanan dan persepsi kebersihan siswa berdasarkan jenis kelamin Variasi (%) Penilaian Tidak Kadangkadang Ya Uji beda
Tempat makan
Persepsi kebersihan (%) Alat makan Cara penyajian
Lakilaki
Perempuan
Lakilaki
Perempuan
37,5
56,5
53,1
43,5
31,3 31,3
17,4 26,1 p>0,05
21,9 25,0
56,5 0,0 p>0,05
Lakilaki
Perempuan
Lakilaki
6,3
0,0
15,6
28,1 65,6
34,8 65,2 p>0,05
Perempuan
0,0
34,4 30,4 50,0 69,6 p=0,031
Berdasarkan Tabel 26, untuk variasi makanan, secara umum perempuan menilai makanan yang disajikan oleh sekolah tidak bervariasi lebih tinggi daripada laki-laki. Namun berdasarkan uji beda independent sample T-test, tidak terdapat perbedaan nyata antara penilaian variasi makanan antara laki-laki dan perempuan. Penilaian persepsi kebersihan juga tidak terdapat perbedaan nyata antara penilaian laki-laki dan perempuan terhadap kebersihan tempat dan alat makan, namun terdapat perbedaan nyata antara penilaian laki-laki dan perempuan terhadap kebersihan cara penyajian, dimana tidak ada perempuan yang menyatakan bahwa cara penyajian tidak bersih. Berdasarkan komponenkomponen preferensi siswa yang telah dipaparkan sebelumnya, berikut disajikan total persentase rata-rata
preferensi
siswa terhadap makanan sekolah
berdasarkan komponennya. Tabel 27 Persentase rata-rata preferensi makanan siswa No. 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Komponen preferensi makanan Warna makanan (suka dan sangat suka) Tekstur makanan (suka dan sangat suka) Aroma makanan (suka dan sangat suka) Porsi (jumlah) makanan (sangat sesuai dan sesuai) Rasa makanan (suka dan sangat suka) Variasi makanan (bervariasi) Rata-rata
Presentase daya terima (%) Laki-laki Perempuan Rata-rata 43,8 34,8 39,3 39,8
36,8
38,3
38,5
34,2
36,4
38,3
36,2
37,3
42,9
37,7
40,3
31,3
26,1
28,6
39,1
34,3
36,7
Persentase rata-rata preferensi siswa terhadap seluruh komponen adalah 36,7% atau belum mencapai 50%. Menurut Gregoire & Spears (2007), preferensi pangan menggambarkan tingkat kesukaan terhadap suatu makanan. Sehingga walaupun daya terima makanan siswa berdasarkan konsumsi makanan dari sekolah cenderung habis dan menambah (75%), namun hal
65
tersebut tidak hanya dikarenakan preferensi terhadap makanan yang tinggi dari siswa-siswi Marsudirini. Hal ini juga ditunjukkan melalui uji hubungan Spearman antara preferensi dan daya terima makanan yang menunjukkan bahwa tidak terdapat hubungan yang nyata antara daya terima dan preferensi makanan siswa (p>0,05). Berdasarkan wawancara dengan siswa-siswi SD Marsudirini, berikut ditampilkan alasan menghabiskan makanan yang disajikan oleh Sekolah Marsudirini. Tabel 28
Alasan menghabiskan makanan yang disajikan oleh Sekolah Marsudirini
Alasan Biasa Lapar Suka Terpaksa Total
Berdasarkan
1 25,1 1,5 46,7 26,8 100
Tabel
Rata-rata hari ke2 18,2 4,6 57,2 19,9 100
28,
tampak
Rata-rata total 3 23,3 5,4 44,7 26,6 100
bahwa
rata-rata
22,2 3,8 49,5 24,4 100
siswa
yang
menghabiskan makanannya memiliki alasan suka dengan makanan yang disediakan sebanyak 49,5%. Sebanyak 24,4% siswa menghabiskan makanan dengan alasan terpaksa. Hal yang termasuk dengan kategori terpaksa yaitu karena sayang dengan makanan yang sudah dibuat, takut dimarahi guru, dan karena alasan mengikuti peraturan. Sebanyak 22,2% siswa menghabiskan makanan karena rasanya biasa (masih bisa diterima, walaupun tidak terlalu suka/tidak suka). Sisanya, yaitu 3,8% menghabiskan makanannya dengan alasan lapar. Adanya peraturan di sekolah yang mengharuskan menghabiskan makanan yang disajikan oleh sekolah sebenarnya merupakan hal yang positif karena menurut Sinaga (2007), makanan yang diberikan di sekolah lebih diarahkan untuk pendidikan dan perubahan perilaku anak terhadap makanan sehingga anak tidak menyia-nyiakan makanan yang sudah disediakan. Akan tetapi sebaiknya pihak sekolah juga menyediakan makanan yang disesuaikan dengan preferensi dan kebutuhan siswa-siswinya sehingga selain daya terima meningkat, hal ini juga membantu murid untuk mencukupi kebutuhan gizinya. Konsumsi Energi dan Zat Gizi Konsumsi siswa terdiri dari konsumsi sekolah dan luar sekolah. Rata-rata total konsumsi diperoleh dengan menggunakan data recall 3x24 jam untuk menggambarkan konsumsi siswa ketika mengonsumsi 3 jenis lauk hewani yang
66
berbeda yang disediakan oleh sekolah. Hal ini dilakukan untuk menggambarkan menu yang disajikan oleh sekolah secara umum. Rata-rata total konsumsi energi adalah 1307±328 Kal atau sekitar 66,9% angka kebutuhan energi (AKE). Ratarata konsumsi siswa dari makanan sekolah sebesar 444±72 Kal atau sekitar 22,7% dari AKE yang terdiri dari selingan 1 (4,4%), makan siang (14,0%), dan selingan 2 (4,3%). Sedangkan rata-rata konsumsi energi siswa dari makanan luar sekolah adalah sebesar 863 ± 293 Kal atau sekitar 44,2% dari AKE yang terdiri dari makan pagi (17%), jajanan (8,6%), dan makan malam (31,1%). Tabel 29 Kebutuhan, Konsumsi, dan tingkat kecukupan energi siswa Variabel Kebutuhan (kkal/ hari) Konsumsi (kkal/ hari) Dari sekolah Dari luar sekolah Total sehari Tingkat kecukupan (%) Dari sekolah Dari luar sekolah Total sehari
Rata-rata ± SD 1968 ± 202 443,8 ± 72,1 863,3 ± 293,3 1307 ± 328 22,7 ± 4,2 44,2 ± 14,9 66,9 ± 17,0
Tingkat Kecukupan Energi Tingkat kecukupan energi diperoleh dari perbandingan total konsumsi energi sehari dengan kebutuhan energi berdasarkan perhitungan menggunakan rumus estimasi AKE untuk remaja usia 10-12 tahun (Torun et al. 1996 dalam WNPG 2004). Kebutuhan energi dihitung menggunakan faktor koreksi umur, berat badan dan tinggi badan aktual (untuk status gizi normal), serta menggunakan umur, tinggi dan berat badan ideal menurut umur (untuk status gizi kurang/lebih dari normal). Tingkat kecukupan dikategorikan berdasarkan Depkes (1996) menjadi defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90-119% AKG) dan lebih (≥120 ). Berikut disajikan tingkat kecukupan energi siswa. Tabel 30 Sebaran tingkat kecukupan energi siswa Tingkat Kecukupan Energi Defisit tingkat berat ( <70% ) Defisit tingkat sedang ( 70-79% ) Defisit tingkat ringan ( 80-89% ) Normal/cukup ( 90-119% ) Diatas tingkat kecukupan ( > 120%) Total Rata-rata ± SD (%) Uji beda
Laki-laki Perempuan n % n % 18 56 17 74 9 28 3 13 3 9 2 9 1 3 1 4 1 3 0 0 32 100 23 100 69,6±18,9 63,2±13,6 p>0,05
n 35 12 5 2 1 55
Total % 64 22 9 4 2 100
66,9±17,0
67
Berdasarkan Tabel 30, terlihat bahwa lebih dari separuh siswa (64%) mengalami defisit tingkat berat dalam pemenuhan energi, sebanyak 22% siswa mengalami defisit tingkat sedang, 9% defisit tingkat ringan, hanya 4% siswa yang berada dalam tingkat normal/cukup, serta 2% berlebih. Konsumsi energi yang defisit tingkat berat ini terlihat dari data konsumsi siswa yang cenderung mengonsumsi makanan dengan proporsi sumber karbohidrat yang masih kurang. Selain itu, berdasarkan uji beda independent sample T-test, tidak ada perbedaan yang nyata antara tingkat kecukupan energi laki-laki dan perempuan. Tingkat Kecukupan Protein Tingkat kecukupan protein didapatkan dari perbandingan total konsumsi protein sehari dengan kebutuhan protein berdasarkan perhitungan kebutuhan protein menggunakan faktor koreksi mutu, berat badan aktual (untuk status gizi normal) dan berat badan ideal per umur (untuk status gizi kurang/lebih dari normal) dan AKP pada golongan umur 10-12 tahun. Tingkat kecukupan berdasarkan Depkes (1996) menjadi defisit tingkat berat (<70% AKG), defisit tingkat sedang (70-79% AKG), defisit tingkat ringan (80-89% AKG), normal (90119
AKG) dan lebih (≥120 ). Berikut disajikan tingkat kecukupan protein
siswa. Tabel 31 Sebaran tingkat kecukupan protein siswa Tingkat Kecukupan Protein Defisit tingkat berat ( <70% ) Defisit tingkat sedang ( 70-79% ) Defisit tingkat ringan ( 80-89% ) Normal/cukup ( 90-119% ) Diatas tingkat kecukupan ( >120%) Total Rata-rata ± SD (%)
Laki-laki n % 9 28 7 22 7 22 6 19 3 9 32 100 85,1±30,2
Perempuan n % 12 52 3 13 2 9 3 13 3 13 23 100 86,6±56,5
Total n % 21 38 10 18 9 16 9 16 6 11 55 100 85,7±42,7
Berdasarkan Tabel 31, terlihat bahwa besarnya konsumsi protein cukup beragam. Akan tetapi, sebagian besar konsumsi protein masih defisit, dimana 38% mengalami defisit tingkat berat, 18% siswa mengalami defisit tingkat sedang, dan 16% defisit tingkat ringan. Sebanyak 16% siswa yang berada dalam tingkat normal/cukup dan 11% berlebih. Besarnya presentase konsumsi protein yang defisit tingkat berat ini merupakan masalah yang cukup serius dimana siswa-siswi tersebut masih dalam masa pertumbuhan yang membutuhkan banyak asupan protein. Berdasarkan data konsumsi, terlihat bahwa rendahnya tingkat kecukupan protein siswa dikarenakan masih rendahnya jumlah konsumsi pangan sumber protein hewani
68
seperti daging, ikan, telur dan susu serta sumber protein nabati seperti tahu, tempe dan lain-lain terutama dalam menu makanan sekolah. Tingkat kecukupan zat gizi (kalsium, zat besi, dan vitamin C) siswa ditentukan berdasarkan acuan pada AKG 2004 (Tabel 32). Tabel 32 Rata-rata konsumsi, AKG dan tingkat kecukupan zat gizi siswa Zat gizi Kalsium
Zat Besi
Vitamin C
Variabel Konsumsi (mg/hari) AKG (mg/hari) Tingkat kecukupan (%) Konsumsi (mg/hari) AKG (mg/hari) Tingkat kecukupan (%) Konsumsi (mg/hari) AKG (mg/hari) Tingkat kecukupan (%)
Konsumsi zat gizi 337,0 ± 208,3 1000 ± 0,0 33,7 ± 20,8 8,6 ± 4,0 16,0 ± 3,0 57,4 ± 32,0 17,4 ± 14,7 50,0 ± 0,0 34,9 ± 29,4
Berdasarkan Tabel 32, tingkat kecukupan kalsium rata-rata adalah 33,7% AKG, tingkat kecukupan zat besi rata-rata adalah 57,4% AKG, dan tingkat kecukupan vitamin C rata-rata adalah 34,9% AKG. Hal ini mengindikasikan bahwa tingkat kecukupan kalsium, zat besi dan vitamin C siswa masih tergolong kurang. Tingkat Kecukupan Kalsium Tingkat kecukupan kalsium dikategorikan menjadi dua, yaitu TK<77% dan TK≥77
(Gibson 2005). Sebagian besar siswa (96 ) berada dalam tingkat
kecukupan kalsium yang termasuk kategori defisit (<77%) dengan tingkat kecukupan kalsium rata-rata sebesar 33,7 % (Tabel 33). Hal ini dikarenakan konsumsi bahan pangan sumber kalsium masih kurang. Bahan pangan sumber kalsium antara lain yaitu susu dan hasil olahannya (mengandung sekitar 1150 mg kalsium per liter), sumber lain kalsium adalah sayuran hijau, kacangkacangan, dan ikan yang dikalengkan (Goulding 2000). Berdasarkan data recall konsumsi pangan, frekuensi konsumsi susu pada siswa cukup baik, akan tetapi jumlahnya masih belum mencukupi untuk memenuhi angka kecukupan kalsium. Selain itu, konsumsi kacang-kacangan dan sayuran hijau juga masih kurang. Tabel 33 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan kalsium Tingkat kecukupan kalsium Defisit (TK<77%) Normal/ cukup (TK≥77 ) Total Rata-rata ± SD (%) Rata-rata ± SD (mg)
n 53 2 55
% 96 4 100 33,7 ± 20,8 337,0 ± 208,3
69
Tingkat Kecukupan Zat Besi Tingkat kecukupan zat besi dikategorikan menjadi dua, yaitu TK<77% dan TK≥77
(Gibson 2005). Sebagian besar siswa (82 ) berada dalam tingkat
kecukupan zat besi yang termasuk kategori defisit (<77%) dengan tingkat kecukupan zat besi rata-rata sebesar 53,8% (Tabel 34). Hal ini dikarenakan konsumsi bahan pangan sumber zat besi masih kurang. Bahan pangan sumber zat besi terbagi menjadi dua jenis, yaitu sumber zat besi heme (ikan, ayam dan daging) dan non-heme (sayur-sayuran hijau), dimana zat besi heme lebih mudah diserap juga membantu penyerapan non-heme (Kartono & Soekatri 2004). Berdasarkan data recall konsumsi pangan, konsumsi sayur-sayuran hijau masih kurang. Frekuensi konsumsi daging pada beberapa siswa cukup baik, akan tetapi tidak semua siswa mengonsumsi daging sehingga rata-rata konsumsi zat besi belum mencukupi untuk memenuhi angka kecukupan zat besi. Tabel 34 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan zat besi Tingkat kecukupan zat besi Defisit (TK<77%) Normal/ cukup (TK≥77 ) Jumlah Rata-rata ± SD (%) Rata-rata ± SD (mg)
n 45 10 55
% 82 18 100 57,4 ± 32,0 8,6 ± 4,0
Tingkat Kecukupan Vitamin C Tingkat kecukupan vitamin C dikategorikan menjadi dua, yaitu TK<77% dan TK≥77
(Gibson 2005). Sebagian besar siswa (93 ) berada dalam tingkat
kecukupan vitamin C yang termasuk kategori defisit (<77%) dengan tingkat kecukupan vitamin C rata-rata sebesar 34,9% (Tabel 35). Bahan pangan sumber vitamin C antara lain buah dan sayuran segar (WNPG 2004). Vitamin C banyak terdapat dalam sayur dan buah terutama yang asam seperti jeruk, nenas, rambutan, pepaya, gandaria, dan tomat (Almatsier 2004). Berdasarkan data recall konsumsi pangan, konsumsi buah-buahan siswa sangat kurang, bahkan jarang sekali mengonsumsi buah-buahan, baik di rumah, maupun di sekolah sehingga belum memenuhi angka kecukupan vitamin C. Tabel 35 Sebaran siswa menurut tingkat kecukupan vitamin C Tingkat kecukupan vitamin C Defisit (TK<77%) Normal/ cukup (TK≥77 ) Jumlah Rata-rata ± SD (%) Rata-rata ± SD (mg)
n 51 4 55
% 93 7 100 34,9 ± 29,4 17,4 ± 14,7
70
Kontribusi Makanan Sekolah terhadap Total Konsumsi Energi dan Zat Gizi Siswa-siswi SD Marsudirini bersekolah dari pukul 7.30 hingga 15.30, yang berarti hampir setengah hari menghabiskan waktunya di sekolah, sehingga harus memenuhi sebagian kebutuhan zat gizinya di sekolah. Konsumsi pangan siswa dari sekolah memberikan kontribusi energi sebesar 34%, protein sebesar 28,2%, kalsium sebesar 35%, zat besi sebesar 30,7%, dan vitamin C sebesar 35,4% dari total konsumsi sehari (Tabel 36). Tabel 36 Nilai statistik konsumsi energi dan zat gizi siswa berdasarkan sumber makanan sekolah dan luar sekolah terhadap total konsumsi. Zat Gizi
Variabel
Energi Protein Kalsium Zat Besi Vitamin C
Konsumsi (kkal) Kontribusi (%) Konsumsi (g) Kontribusi (%) Konsumsi (mg/hari) Kontribusi (%) Konsumsi (mg/hari) Kontribusi (%) Konsumsi (mg/hari) Kontribusi (%)
Sekolah 444±72 34,0 11,5±1,7 28,2 118,2±10,2 35,0 2,6±0,4 30,7 6,2 ± 1,2 35,4
Nilai rata-rata±SD Luar sekolah Total 863±293 1307±328 66,0 100.0 29±20 40,8±20,3 71,8 100.0 219,0±206,0 337,0±208,3 65,0 100 6,0±3,9 8,6±4,0 69,3 100,0 11,3 ± 14,5 17,4 ± 14,7 64,6 100.0
Kontribusi makanan sekolah terhadap total konsumsi sehari juga dibedakan berdasarkan jenis kelamin. Secara umum nampak pada Tabel 37 bahwa makanan sekolah terhadap total konsumsi menyumbang zat gizi lebih banyak pada perempuan dibandingkan laki-laki. Hal ini dikarenakan total konsumsi perempuan lebih sedikit daripada laki-laki sehingga makanan sekolah pada perempuan menyumbang zat gizi lebih banyak daripada laki-laki. Akan tetapi, berdasarkan hasil uji beda independent sample T-test, tidak terdapat perbedaan nyata dalam kontribusi makanan sekolah terhadap total konsumsi antara laki-laki dan perempuan. Tabel 37 Kontribusi makanan sekolah terhadap total konsumsi berdasarkan jenis kelamin Zat gizi Energi Protein Kalsium Zat besi Vitamin C Uji beda
Kontribusi terhadap makanan (%) Sekolah Luar sekolah Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 34 35,7 66 64,3 30 32,5 70 67,5 42,6 46 57,4 54 32,6 35,5 67,4 64,5 48 51,2 52 48,8 p>0,05 p>0,05
71
Secara umum terlihat bahwa kontribusi makanan sekolah menyumbang sekitar 30-48% terhadap total konsumsi sehari siswa. Tingkat kecukupan zat gizi siswa juga belum dapat terpenuhi dengan baik dari total konsumsi sehari. Oleh karena itu, penyelenggaraan makanan di sekolah seharusnya sangat berperan penting untuk memenuhi kebutuhan siswanya. Menurut Sinaga (2007), seharusnya penyelenggaraan makanan di sekolah memiliki dampak positif, terutama bagi para muridnya yaitu diantaranya sebagai bahan pendidikan untuk melakukan kebiasaan makan yang
baik dan sehat dan mampu menerapkan
makanan yang baik dan tepat dalam memilih makanan bagi siswa sendiri. Kontribusi Makanan Sekolah terhadap Kebutuhan Energi dan Zat Gizi Konsumsi sehari siswa berasal dari makanan dari sekolah dan luar sekolah. Makanan sekolah seharusnya menyumbangkan kontribusi tertentu terhadap kebutuhan energi dan zat gizi siswa. Menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan (snack) yaitu 10% dari kebutuhan energi siswa, sehingga dalam dua kali sehari selingan menyumbangkan energi sebanyak 20%. Sisanya 80% diperoleh dari makan pagi, siang, dan malam dengan perbandingan 1:2:2 (Moehyi 1992). Berdasarkan perhitungan tersebut, persentase kebutuhan energi yang direkomendasikan untuk makan siang adalah 32% atau 1/3 dari kebutuhan energi total. Hal ini sesuai dengan pernyataan Mahan dan Stump (2004) dan Sinaga (2007), yaitu makanan dalam penyelenggaraan makanan sebaiknya menyumbangkan 1/3 dari kebutuhan. Berikut disajikan kontribusi energi dan zat gizi dari makanan sekolah terhadap kebutuhan (Tabel 38). Tabel 38 Nilai statistik konsumsi energi dan zat gizi siswa berdasarkan sumber makanan sekolah dan luar sekolah terhadap kebutuhan Zat Gizi Energi
Protein
Kalsium
Zat Besi
Vitamin C
Variabel
Sekolah 444 ± 72
Konsumsi (Kal/hari) Kebutuhan (Kal/hari) Kontribusi (%) 22,7 ± 4 Konsumsi (g/hari) 11,5 ± 1,7 Kebutuhan (g/hari) Kontribusi (%) 24,2 ± 5,3 Konsumsi (mg/hari) 118,2 ± 10,2 Kecukupan (mg/hari) Kontribusi (%) 11,8 ± 1,0 Konsumsi (mg/hari) 2,6 ± 0,4 Kecukupan (mg/hari) Kontribusi (%) 17,4 ± 4,6 Konsumsi (mg/hari) 6,2 ± 1,2 Kecukupan (mg/hari) Kontribusi (%) 12,4 ± 2,5
Nilai rata-rata±SD Luar sekolah Total 863 ± 293 1307 ± 328 1968 ± 202 44,2 ± 15 66,9 ± 17 29 ± 20 40,8 ± 20,3 49 ± 8 61,5 ± 40,5 85,7 ± 42,7 219 ± 206 337,0 ± 208,3 1000 ± 0,0 21,9 ± 20,6 33,7 ± 20,8 6,0 ± 3,9 8,6 ± 4,0 16,0 ± 3,0 40,1 ± 29,5 57,4 ± 32,0 11,2 ±14,5 17,4 ± 14,7 50,0 ± 0,0 22,5 ± 9,0 34,9 ± 29,4
72
Secara umum terlihat bahwa total konsumsi energi siswa belum memenuhi kebutuhan total sehari, melainkan hanya 66,9% dari kebutuhannya, dengan persentase kontribusi makanan sekolah sebanyak 22,7%. Hal yang sama juga terjadi pada total konsumsi protein, zat besi, kalsium dan vitamin C yaitu belum mencukupi 100% kebutuhannya. Kontribusi Energi dari Makanan Sekolah terhadap Kebutuhan Energi Gambar 8 merupakan kombinasi kontribusi energi antara makanan dari sekolah dan makanan dari luar sekolah serta kekurangan (gap) yang masih harus dipenuhi untuk memperoleh konsumsi 100% kebutuhan. Berdasarkan Gambar 8, dapat dilihat bahwa sekolah memberikan kontribusi sebesar 22,7% dan luar sekolah sebesar 44,2% terhadap kebutuhan energi sehari sehingga masih diperlukan konsumsi sebanyak 33,6% dari total kebutuhan.
energi 33,6%
22,6% konsumsi sekolah konsumsi luar sekolah gap dengan kebutuhan
43,9%
Gambar 8 Kontribusi energi terhadap total kebutuhan energi
Total konsumsi energi dari sekolah sebanyak 33,6%, diperoleh dari 4,4% selingan 1, 14% makan siang, dan 4,3% selingan 2. Sedangkan menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan masing-masing sekitar 10% dari kebutuhan
energi
siswa,
serta
persentase
kebutuhan
energi
yang
direkomendasikan untuk makan siang adalah 32%. Total konsumsi sekolah yang seharusnya adalah 52%, sehingga konsumsi dari luar sekolah yaitu sekitar 48% sudah hampir dapat dipenuhi oleh konsumsi aktual luar sekolah siswa (43,9%). Sehingga untuk mengatasi gap terhadap kebutuhan, total konsumsi energi siswa dapat ditingkatkan dari makanan sekolah, dimana selingan 1 di sekolah ditingkatkan sebanyak 5,6%, makan siang ditingkatkan 18%, serta selingan 2 ditingkatkan 5,7% dari total kebutuhan yang seharusnya. Kontribusi Protein dari Makanan Sekolah terhadap Kebutuhan Protein Gambar 9 merupakan kombinasi kontribusi protein antara makanan dari sekolah dan makanan dari luar sekolah serta kekurangan (gap) yang masih harus dipenuhi untuk memperoleh konsumsi 100% kebutuhan. Berdasarkan Gambar 9, dapat dilihat bahwa sekolah memberikan kontribusi sebesar 23,5%
73
dan luar sekolah memberikan kontribusi sebesar 59,2% terhadap kebutuhan protein sehari. Sedangkan untuk mencapai kebutuhan 100%, hanya diperlukan konsumsi sebanyak 17,3% dari total kebutuhan.
17,3%
protein
23,5%
konsumsi sekolah konsumsi luar sekolah
59,2%
gap dengan kebutuhan
Gambar 9 Kontribusi protein terhadap total kebutuhan protein Total konsumsi protein dari sekolah sebanyak 23,5%, diperoleh dari 5,7% selingan 1, 14,1% makan siang, dan 4,4% selingan 2. Sedangkan menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan masing-masing sekitar 10% dari kebutuhan
protein
siswa,
serta
persentase
kebutuhan
protein
yang
direkomendasikan untuk makan siang adalah 32%. Total konsumsi sekolah yang seharusnya adalah 52%, akan tetapi konsumsi dari luar sekolah sudah melebihi 48% (59,2%). Untuk mengatasi gap dengan kebutuhan, total konsumsi protein siswa dapat ditingkatkan dari makanan sekolah, dimana selingan 1 dan 2 ditingkatkan sebanyak masing-masing 5%, serta makan siang ditingkatkan sebanyak 7,4% dari total kebutuhan yang seharusnya. Kontribusi Kalsium dari Makanan Sekolah terhadap AKG Kalsium Gambar 10 merupakan kombinasi kontribusi kalsium antara makanan dari sekolah dan makanan dari luar sekolah serta kekurangan (gap) yang masih harus dipenuhi untuk memperoleh konsumsi 100% kebutuhan. Berdasarkan Gambar 10, dapat dilihat bahwa sekolah memberikan kontribusi sebesar 11,8% dan luar sekolah memberikan kontribusi sebesar 21,9% terhadap kebutuhan kalsium sehari. Sedangkan untuk mencapai kebutuhan 100%, masih diperlukan konsumsi sebanyak 66,3% dari total kebutuhan. 11,8% 21,9% 66,3%
kalsium konsumsi sekolah konsumsi luar sekolah gap dengan AKG
Gambar 10 Kontribusi kalsium terhadap total kecukupan kalsium
74
Total konsumsi kalsium dari sekolah sebanyak 11,8%, diperoleh dari 7,4% selingan 1, 3,1% makan siang, dan 1,4% selingan 2. Sedangkan menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan masing-masing sekitar 10% dari kebutuhan zat gizi siswa, serta persentase kebutuhan zat gizi yang direkomendasikan untuk makan siang adalah 32%. Total konsumsi sekolah yang seharusnya adalah 52% dan sisanya (48%) dapat dipenuhi dari konsumsi luar sekolah. Untuk mengatasi gap dengan kebutuhan, total konsumsi kalsium siswa harus ditingkatkan, terutama dari makanan sekolah dan juga makanan luar sekolah. Kontribusi Zat Besi dari Makanan Sekolah terhadap AKG Zat Besi Gambar 11 merupakan kombinasi kontribusi zat besi antara makanan dari sekolah dan makanan dari luar sekolah serta kekurangan (gap) yang masih harus dipenuhi untuk memperoleh konsumsi 100% kebutuhan. Berdasarkan Gambar 11, dapat dilihat bahwa sekolah memberikan kontribusi sebesar 16,3% dan luar sekolah memberikan kontribusi sebesar 37,5% terhadap kebutuhan zat besi sehari. Sedangkan untuk mencapai kebutuhan 100%, masih diperlukan konsumsi sebanyak 46,3% dari total kebutuhan.
16,3% 46,3%
zat besi konsumsi sekolah
37,5%
konsumsi luar sekolah gap dengan AKG
Gambar 11 Kontribusi zat besi terhadap total kecukupan zat besi Total konsumsi zat besi dari sekolah sebanyak 16,3%, diperoleh dari 5,8% selingan 1, 9,2% makan siang, dan 2,2% selingan 2. Sedangkan menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan masing-masing sekitar 10% dari kebutuhan zat gizi siswa, serta persentase kebutuhan zat gizi yang direkomendasikan untuk makan siang adalah 32%. Total konsumsi sekolah yang seharusnya adalah 52% dan sisanya (48%) dapat dipenuhi dari konsumsi luar sekolah. Untuk mengatasi gap dengan kebutuhan, total konsumsi zat besi siswa harus ditingkatkan, terutama dari makanan sekolah dan juga makanan luar sekolah. Kontribusi Vitamin C dari Makanan Sekolah terhadap AKG Vitamin C Gambar 12 merupakan kombinasi kontribusi vitamin C antara makanan dari sekolah dan makanan dari luar sekolah serta kekurangan (gap) yang masih
75
harus dipenuhi untuk memperoleh konsumsi 100% kebutuhan. Berdasarkan Gambar 12, dapat dilihat bahwa sekolah memberikan kontribusi sebesar 12,4% dan luar sekolah memberikan kontribusi sebesar 22,4% terhadap kebutuhan vitamin C sehari. Sedangkan untuk mencapai kebutuhan 100%, masih diperlukan konsumsi sebanyak 65,2% dari total kebutuhan.
12,4% 22,4% 65,2%
vitamin C konsumsi sekolah konsumsi luar sekolah gap dengan AKG
Gambar 12 Kontribusi vitamin C terhadap total kecukupan vitamin C Total konsumsi vitamin C dari sekolah sebanyak 12,4%, diperoleh dari 3,3% selingan 1, 3,5% makan siang, dan 5,5% selingan 2. Sedangkan menurut Sizer dan Whitney (2008), makanan selingan masing-masing sekitar 10% dari kebutuhan zat gizi siswa, serta persentase kebutuhan zat gizi yang direkomendasikan untuk makan siang adalah 32%. Total konsumsi sekolah yang seharusnya adalah 52% dan sisanya (48%) dapat dipenuhi dari konsumsi luar sekolah. Konsumsi vitamin C dapat diperoleh melalui bahan pangan sumber vitamin C seperti buah-buahan dan sayur-sayuran. Secara umum, siswa kurang mengonsumsi buah-buahan baik di sekolah maupun di luar sekolah. Maka, untuk mengatasi gap dengan kebutuhan, total konsumsi vitamin C siswa harus ditingkatkan, terutama dari makanan sekolah dan juga makanan luar sekolah. Hubungan Karakteristik Siswa terhadap Daya Terima terhadap Makanan yang Disajikan oleh Sekolah Marsudirini Hasil analisis uji beda independent sample T-test menunjukkan bahwa hubungan jenis kelamin terhadap daya terima tidak berbeda nyata baik siswa dengan jenis kelamin laki-laki maupun perempuan (p>0,05). Namun demikian, rata-rata daya terima siswa laki-laki sedikit lebih tinggi daripada siswa perempuan. Hal ini menunjukkan bahwa siswa memiliki daya terima makanan sekolah yang hampir sama baik pada siswa perempuan maupun laki-laki. Hasil analisis uji korelasi Spearman menunjukkan bahwa status gizi, besar keluarga, pekerjaan orangtua dan pendidikan ibu juga tidak berhubungan nyata (p>0,05) terhadap daya terima terhadap makanan sekolah. Hanya pendidikan ayah berhubungan nyata yang negatif terhadap daya terima makanan
76
sekolah (p=0,045; r=-0,272) dan terhadap beberapa aspek preferensi makanan sekolah siswa, yaitu warna/penampilan makanan (p=0,009; r=-0,347), aroma makanan (p=0,048; r=-0,268). Pendidikan ayah berhubungan negatif dengan daya terima siswa terhadap makanan di sekolah. Hal ini menggambarkan bahwa makin tingginya pendidikan ayah, maka standar penilaian anak makin bertambah. Kemungkinan dikarenakan ayah dengan pendidikan tinggi lebih sering mengajak anak makan di luar sehingga penilaian anak terhadap makanan cenderung lebih tinggi. Selain itu hubungan negatif antara pendidikan ayah dengan preferensi siswa terhadap penampilan makanan kemungkinan dikarenakan ayah dengan pendidikan tinggi cenderung lebih mengajarkan anaknya untuk memilih makanan dengan penampilan yang baik. Hal ini mengakibatkan siswa yang memiliki ayah dengan pendidikan yang tinggi cenderung memiliki penilaian penampilan makanan yang rendah terhadap makanan yang disajikan di sekolah. Hubungan Daya Terima terhadap Tingkat Kecukupan Energi dan Protein Hubungan daya terima terhadap tingkat kecukupan energi siswa Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan hubungan yang nyata (p=0,03; r=0,293) antara daya terima terhadap aroma makanan terhadap tingkat kecukupan energi siswa. Hal ini kemungkinan dikarenakan aroma yang disebarkan oleh makanan merupakan daya tarik yang sangat kuat dan mampu merangsang indera
penciuman
(Moehyi 1992)
sehingga mempengaruhi
konsumsi siswa terhadap makanan di sekolah, terutama makanan pokok (nasi) yang menyumbang energi yang paling tinggi. Aroma lauk makanan yang enak dapat meningkatkan konsumsi terhadap makanan pokoknya. Hubungan daya terima terhadap tingkat kecukupan protein siswa Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara daya terima dan tingkat kecukupan protein siswa. Hal ini dapat dikarenakan walaupun siswa menyukai lauk hewani/nabati yang disediakan oleh sekolah sebagai sumber protein, sebagian besar siswa tetap tidak dapat menambah karena sudah diporsikan. Hal ini mengakibatkan daya terima tidak berhubungan dengan tingkat kecukupan protein siswa.
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Sistem penyelenggaraan makanan yang dilakukan di Sekolah Marsudirini swakelola, tanpa menggunakan catering dari luar. Penyelenggaraan makanan Sekolah Marsudirini pada jam sekolah menyajikan selingan 1, makan siang dan selingan 2.
Proses perencanaan menu yang
dilakukan dalam sistem
penyelenggaraan makanan belum melibatkan ahli gizi dan kecukupan gizi tiap murid. Pembagian kerja karyawan dapur terbagi menjadi tiga bagian yaitu unit dapur,
pemorsian
dan
distribusi,
serta
kebersihan.
Pelaksanaan
penyelenggaraan makanan mencakup kegiatan pembelian bahan makanan, penyimpanan bahan makanan, persiapan dan pemasakan, distribusi, serta penyajian makanan. Pengawasan penyelenggaraan makanan dilakukan secara internal oleh kepala penyelenggaraan makanan, namun belum ada pengawasan secara eksternal. Rata-rata umur siswa yaitu 10,7 tahun dan lebih dari separuh siswa berumur 11 tahun, dengan siswa berjenis kelamin wanita sebanyak 23 orang dan laki-laki sebanyak 32 orang. Rata-rata berat badan siswa adalah 38 kg dan tinggi badan siswa adalah 142 cm. Sebagian besar siswa memiliki status gizi normal, termasuk keluarga berukuran menengah dan beragama Katolik. Sebagian besar pendidikan orang tua siswa yaitu perguruan tinggi. Lebih dari separuh siswa memiliki ibu dengan pekerjaan ibu rumah tangga dan separuh siswa memiliki ayah dengan pekerjaan pegawai swasta. Secara umum daya terima siswa terhadap makanan cenderung baik. Akan tetapi preferensi anak terhadap makanan sekolah cenderung biasa. Menu makanan sekolah yang paling disukai oleh siswa yaitu menu lauk hewani (sate sosis-baso dan ayam fillet goreng tepung), sedangkan menu makanan sekolah yang paling tidak disukai oleh siswa yaitu menu selingan (donat coklat). Evaluasi penilaian kebersihan cenderung baik untuk alat dan cara penyajian, dan kurang baik untuk tempat makan. Tingkat ketersediaan energi, protein, zat besi, kalsium, dan vitamin C dari menu makan siang dan selingan yang disediakan oleh penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini belum mencapai 1/3 dari AKG anak berumur 1012 tahun sehari. Rata-rata konsumsi makanan sekolah siswa terhadap total konsumsi sehari menyumbang asupan energi sebanyak 444 Kal (34%), protein sebanyak
78
11,5 g (28,2%), kalsium sebanyak 118,2 mg (35%), zat besi sebanyak 2,6 mg (30,7%), dan vitamin C sebanyak 6,2 mg (35,4%). Sedangkan kontribusi makanan sekolah terhadap angka kecukupan gizi siswa yaitu 22,7% untuk energi; 24,2% untuk protein; 11,8% untuk kalsium; 17,4% untuk zat besi; dan 12,4% untuk vitamin C. Tidak ada perbedaan yang nyata (p>0,05) berdasarkan jenis kelamin terhadap daya terima makanan sekolah. Status gizi, besar keluarga, pekerjaan orangtua dan pendidikan ibu juga tidak berhubungan nyata (p>0,05) terhadap daya terima makanan sekolah. Hanya pendidikan ayah yang berhubungan nyata negatif (p<0,05) terhadap daya terima makanan sekolah (r=-0,272) dan terhadap beberapa aspek preferensi makanan siswa, yaitu warna/penampilan makanan (r=-0,347), aroma makanan (r=-0,268). Terhadap hubungan yang nyata (p<0,05) antara daya terima makanan di sekolah terhadap tingkat kecukupan energi, namun tidak terdapat hubungan yang nyata (p>0,05) antara daya terima makanan di sekolah terhadap tingkat kecukupan protein siswa. Saran Sebaiknya sekolah lebih memperhatikan lagi mengenai jumlah dan jenis makanan yang disediakan untuk siswa. Ketersediaan makanan untuk siswa sebaiknya disesuaikan dengan angka kebutuhannya menurut umur dan tingkat aktivitas sehingga tingkat kecukupan zat gizi siswa dapat terpenuhi dengan baik. Hal ini dikarenakan tujuan penyelenggaraan makanan di sekolah yaitu menyediakan makanan yang kualitasnya baik dan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan serta pelayanan yang layak dan memadai bagi anak sekolah yang membutuhkan. Hal ini dapat dilakukan dengan melakukan penyusunan menu seimbang tiap minggu yang terdiri dari nasi, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah-buahan. Jumlah nasi juga dapat dibedakan berdasarkan tingkatan kelas menggunakan cetakan nasi yang berbeda-beda bagi tiap kelas. Untuk meningkatkan penerimaan makanan, penampilan makanan dapat dipercantik dengan menggunakan tambahan garnish berupa sayuran atau buah yang dapat dimakan. Selain itu, untuk meningkatkan penerimaan rasa makanan, selain menu snack, sebaiknya dilakukan standarisasi resep agar rasa makanan tidak berubah-ubah. Sekolah Marsudirini sebaiknya memiliki tenaga gizi/ahli gizi dalam penyelenggaraan makanannya. Hal ini dikarenakan Sekolah Marsudirini merupakan suatu institusi yang besar yang menyelenggarakan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi banyak orang dengan berbagai kelompok umur, juga
79
dikarenakan Sekolah Marsudirini merupakan sekolah National Plus yang memiliki keterbukaan dengan anak yang memiliki kebutuhan khusus yang memerlukan makanan yang khusus pula. Saran untuk penelitian selanjutnya yaitu dilakukan penelitian lanjutan tentang penyelenggaraan makanan di asrama Sekolah Marsudirini serta aspek sanitasi dan higiene dari penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini. Hal ini ditujukan agar dapat memberikan gambaran secara menyeluruh tentang penyelenggaraan makanan di Sekolah Marsudirini.
DAFTAR PUSTAKA Akbar R, Hawadi. 2005. Identifikasi Keterbakatan Intelektual melalui Metode Non-tes dengan Pendekatan Konsep Keterbakatan Renzulli. Jakarta: Grasindo. Almatsier S. 2004. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Gramedia. Almatsier S. 2006. Penuntun Diet Edisi Baru. Jakarta: Gramedia. Arisman. 2010. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC. Assael H. 1992. Consumer Behaviors and Marketing Action. Boston. Azinar M. 2005. Tingkat Konsumsi Energi dan Konsumsi Protein serta Hubungannya dengan Status Gizi Anak Asuh Usia 10-18 Tahun (Studi pada Penyelenggaraan Makanan di Panti Asuhan Pamardi Putra Kabupaten Demak). [Skripsi]. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Universitas Negeri Semarang. [BKKBN]. Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1998. Gerakan Keluarga Berencana dan Keluarga Sejahtera. Jakarta. BPS (Biro Pusat Statistik). 2001. Indikator Kesejahteraan Anak. Jakarta: Badan Pusat Statistika Republik Indonesia. Depkes RI. 1991. Pedoman Pengelolaan Makanan bagi Pekerja. Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Direktorat Jenderal Pembinaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Depkes RI. 1996. 13 Pesan Dasar Gizi Seimbang. Jakarta: Direktorat Bina Gizi Masyarakat. Drummond KE, Brevere LM. 2007. Nutrition for Foodservice and Culinary Professionals. Sixth Edition. Canada: John Willey & Sons Company. FAO/WHO. 2001. Human vitamin dan mineral requirement. Teport of a joint fao/who expert consultation. Bangkok, Thailand Food and Nutrition Division- FAO, Rome. Dalam: [Prosiding]. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2004. Fardiaz D. 2000. Pengendalian Mutu dan Keamanan Pangan : Praktek Pengolahan Pangan yang Baik. Bogor: Perhimpunan Peminat Gizi dan Pangan (PERGIZI PANGAN), Perhimpunan Ahli Teknologi Pangan Indonesia (PAPTI), dan Institut Pertanian Bogor bekerjasama dengan Proyek CHN-3, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Gibson RS. 2005. Principle of Nutritional Asessment. Second Edition. New York: Oxford University Press.
81
Goulding A. 2000. Major Mineral: Calcium and Magnesium. Dalam: Essensial of Human Nutrition (eds. Jim Mann and Steward Truswell). New York: Oxford University. Gregoire MB, Spears MC. 2007. Foodservice Organization, A Managerial and System Approach. 6th Edition. New Jersey: Pearson, Prentice Hall. Hardinsyah, Martianto D. 1992. Gizi Terapan. Bogor: Kerjasama DepdikbudDirjen Dikti dengan PAU Pangan dan Gizi IPB. Hardinsyah, Briawan D. 1992. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Briawan D. 1994. Penilaian dan Perencanaan Konsumsi Pangan. [diktat]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hardinsyah, Tambunan V. 2004. Angka Kecukupan Energi, Protein, Lemak, dan Serat Makanan. [Prosiding]. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2004. Hardinsyah, Muhilal. 2004. Penentuan Kebutuhan Gizi dan Kesepakatan Harmonisasi di Asia Tenggara. [Prosiding]. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2004. Harper LJ, Deaton BJ, Driskel JA. 1985. Pangan, Gizi, dan Pertanian. (Soehardjo, penerjemah). Jakarta: UI Press. Hartono A. 2004. Terapi Gizi dan Diet Rumah Sakit. Jakarta: EGC. Hartog AP, Staveren WA, Brouwer ID. 2006. Food Habits and Consumption in Developing Country. Netherland: Wagenigen Academic Publisher. Hidayat AAA. 2004. Pengantar Ilmu Keperawatan Anak. Surabaya: Direktorat Pembinaan Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi. Institute of Medicine, Food and Nutrition Board (IOM-FNB). 1997. Dietary Reference Intakes for Calcium, Phosphorus, Magnesium, Vitamin D and Fluoride. Washington: National Academy Press. Dalam: [Prosiding] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2004. Institute of Medicine (IOM). 2002. Dietary Reference Intakes: Application in Dietary Assessment. Washington DC. Dalam: [Prosiding] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2004. Judarwanto W. 2010. PERILAKU MAKAN ANAK SEKOLAH. PICKY EATERS CLINIC (Klinik Khusus Kesulitan Makan pada Anak). http://kesulitanmakan.bravehost.com. [7 April 2010]. Kartono D, Soekatri M. 2004. Angka Kecukupan Mineral Besi, Iodium, Seng, Mangan, dan Selenium. Dalam Soekirman, Kusumaseta, Pribadi, Ariani, Jus‟at, Hardinsyah, Dahrulsyah, Firdausy (Eds), [Prosiding] Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. 2004.
82
Kusharto CM & Sa‟diyyah NY. 2008. Penilaian Konsumsi Pangan. Bogor: Departemen Gizi Masyarakat. Fakultas Ekologi Manusia. Institut Pertanian Bogor. Kementerian Kesehatan RI nomor 1995/MENKES/SK XII/2010. 2010. Standar Antropometri Penilaian Status Gizi Anak. Direktorat Jenderal Bina Gizi dan Kesehatan Ibu dan Anak: Direktorat Bina Gizi. Lyman B. 1989. Phsycology of food. More than a matter taste. AVI books van nostrand reinhold. Martiani D. 2000. Kebiasaan Jajan dan Preferensi terhadap Makanan Jajanan pada Mahasiswa IPB di Wilayah Dramaga, Bogor. Skripsi Sarjana Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Mahan LK, Stump SE. 2004. Krause’s Food, Nutrition, & Diet Therapy 11th Edition. USA: Elsevier. Marotz LR, Cross MZ, Rush JM. 2005. Health, Safety, and Nutrition for Young Child 6th Edition. USA: The Thompson Coorporation. Moehji S.1980. Ilmu Gizi. Jakarta: Bhatara Karya Aksara. Moehyi S.1992. Penyelenggaraan Makanan Institusi dan Jasa Boga. Jakarta: Bhratara Niaga Media. Muchatob E, Gani N, Herlinawati, Helma M. 1991. Buku Pedoman Manajemen Pelayanan Gizi Makanan Kelompok. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Tenaga Gizi Pusat bersama dengan SPAG Depkes RI. Notoatmodjo S. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta. Owen AL, Splett PL, Owen GM. 1993. Nutrition in the Community. Boston: WCB McGraw Hill. Palacio JP, Theis M. 2009. Introduction to Foodservice. 11th Ed. Ohio: Pearson Education. Poedjiadi A, Supriyanti FMT. 2007. Dasar-dasar Biokimia. Jakarta: UI Press. Prasatya ER. 1998. Faktor-faktor yang Berhubungan dengan Preferensi dan Frekuensi Konsumsi Buah pada Golongan Lanjut Usia di Lembaga Seni Pernafasan Satria Nuasantara Bogor. [Skripsi]. Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas Pertanian, IPB, Bogor. Prell HC, Berg MC, Jonsson LM, Lissner L. 2005. A School-Based Intervention to Promote Dietary Change. Journal of Adolescent Health 36 (2005) 529.e15–529.e22. Penerbit Elsevier. Riyadi H. 2006. Materi Pokok Gizi dan Kesehatan Keluarga. Jakarta: Universitas Terbuka.
83
Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo dan Persatuan Ahli Gizi Indonesia.1990. Penuntun Diet Anak. Jakarta: Gramedia. Sanjur D. 1982. Social and Cultural Perspectives in Nutrition. New York: Prentice-Hall. Singarimbun M, Effendi S. 1995. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES. Sizer FS, Whitney EN. 2000. Nutrition Concept and Controversies, 8th edition. USA: Wadsworth, Thompson Learning. Snyder P, Anliker J, Cuningham-Sabo L, Dixon LB, Altaha J, et al. 1999. The Pathway Study: A Model for Lowering Fat in School Meals. American Journal Clinic Nutrition, 69:810S-5S. Soehardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Dirjen Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Pangan dan Gizi, IPB, Bogor. Soekirman, Afriyansyah N, Erikania J. 2010. Sehat dan Bugar Berkat Gizi Seimbang. Nakita, Panduan Tumbuh Kembang Anak. Yayasan Institut Danone, Kompas Gramedia Group of Magazine. Bab VI (Gizi Seimbang untuk Remaja Usia 10-19 tahun). Supariasa IDM, Bakri B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC. Tresnawati. 2009. Analisis Sistem Pengelolaan, Tingkat Ketersediaan, dan Daya Terima Menu Makanan Katering Sekolah. [Skripsi]. Departemen Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi VII. [Prosiding]. 2004. “Ketahanan Pangan dan Gizi Era Otonomi Daerah dan Globalisasi”. Jakarta, 17-19 Mei 2004. Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. [WHO]. World Health Organization. 2009. WHO Anthroplus for Personal Computer Manual. Geneva: Department of Nutrition for Health and Development. Sinaga T. 2007. Penyelenggaraan Makanan Anak Sekolah. Diktat Pelatihan Gizi untuk Anak Sekolah (11-13 Desember 2007). Jakarta: Yayasan Gizi Kuliner. Yuliati LN, Santoso H. 1995. Manajemen Gizi Institusi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Proyek Peningkatan Pendidikan dan Kejuruan Non Teknik II.
LAMPIRAN
85
Lampiran 1 Denah dapur Sekolah Marsudirini Ke ruang cuci piring
17b 22 Ruang pencucian dan penyimpanan alat-alat besar
2c 7d
Ruang pemorsian dan penyimpanan alatalat makan
Lapangan tempat menjemur
3
18
17a
20
5
19
7c 14
7b
4
21b 23 15 6b
2b
7a
23
4a
Ke ruang tempat makan
16
Ruang persiapan dan pengolahan
14
8
1
14 8
6a
14 2a Gudang Kering
14 Rice Cooker
13 21a
12 10 1
9
11
86
Lampiran 1 (lanjutan) Keterangan: 1. Lemari penyimpanan beku (freezer) 2a. Tempat pencucian sayur dan peralatan memasak 2b. Tempat pencucian peralatan untuk snack. 2c. Tempat pencucian alat-alat besar 3. Meja pemorsian dan loket tempat menambah lauk/sayur 4a. Rak aluminium tempat penyimpanan makanan matang untuk diberikan di loket 4b. Rak aluminium tempat penyimpanan makanan matang (khusus snack) 5. Kitchen set dan meja penyimpanan bahan snack 6a. Meja persiapan makanan pokok 6b. Meja persiapan dan pengolahan snack 7a. Lemari penyimpanan panci, teko tempat minum, tempat saji untuk prasmanan 7b. Lemari penyimpanan sendok, gelas, piring, plato, piring saji, mangkok 7c. Lemari penyimpanan piring kecil, mangkok kecil (untuk snack), tissue 7d. Lemari penyimpanan gelas, nampan, toples, panci. 8. Lemari penyimpanan dingin (kulkas) untuk sayur-sayuran 9. Lemari penyimpanan dingin (kulkas) 1 pintu 10. Lemari penyimpanan dingin (kulkas) 2 pintu 11. Rak kayu 12. Tempat penyimpanan telur mentah 13. Kompor khusus untuk rice cooker 14. Kompor gas 2 tungku 15. Kompor gas 4 tungku 16. Oven 17a.Kitchen set (penyimpanan alat-alat mengolah snack) 17b. Kitchen set (penyimpanan alat-alat besar) 18. Fermenting box 19. Alat pengaduk adonan kue/roti 20. Alat pemarut kelapa 21a. Peralatan kebersihan (sapu, rinso, pengki) 21b. Peralatan kebersihan (sapu dan pengki) 22. Keranjang tempat penyimpanan bola basket 23. Tempat sampah terbuka
87
Lampiran 2 Denah ruang makan Sekolah Marsudirini jalan
Taman
Dapur
Taman
jalan
Tempat cuci piring
Taman
T. cuci tangan
jalan Taman
Jalan T. cuci tangan
Taman
Taman
Tempat sampah terbuka Tempat sampah tertutup Dispenser
jalan
Taman
88
Lampiran 3 Master menu makan siang No
Menu PG-TK-SD (1-2)
Menu SD(3-6)
1
Sayur bening Nugget
Soto bergedel kentang
2
Nasi Goreng Istimewa
Ayam kecap Kerupuk bawang
Sop (wortel, ayam, jagung muda) Telur dadar Sayur asem Tempe goreng
Sup jagung Tahu telur
Tahu opor Kerupuk kentang Nasi uduk
Nasi goreng istimewa
7
Timlo Sate sosis
Sayur bening Ayam bacem
8
Soto ayam Bergedel kentang
Pecel Tempe tahu bacem
9
Ayam kecap (dirajang) Kerupuk
Opor tahu Kerupuk udang
10
Sop (wortel, sosis, macaroni) Bakwan Jagung
Timlo Sate sosis bakso
3
4
5 6
Sapo tahu Bakwan jagung
Sayur asem Tempe ikan
11
Sup jawa Ayam tepung
12
Semur tahu Kerupuk udang Sup sayur Telur dadar
13
14
Sup jawa Tempe mendoan
15
Telur kecap Keripik kentang Sup nasi uduk Kering tempe telur Oseng kacang Ayam goreng Sup ayam buncis wortel Bakwan sayur Sup sayur Telur dadar Cap cay Ayam filet
16 17 18
19 20
Menu SMP-SMAKaryawan Bubur Tahu telur Sambal kecap Daun singkong Ayam goreng Sambal hijau Sup Jawa Tempe mendoan Sambal kecap Lodeh Ikan asin Kerupuk Nasi goreng istimewa Kerupuk bawang Sayur bening Bakwan jagung Sambal kecap Sup sayur Ayam tepung Sambal kecap Soto Bergedel kentang Sambal kecap Oseng-oseng kacang Telur dadar Sambal kecap Gori Tahu isi Sambal kecap Timlo Sate Baso sosis Sambal Kecap Pecel Tempe tahu bacem Sayur daun singkong Ayam kecap Sambal kecap Sup wortel ayam Bakwan jagung Sambal kecap Sapo tahu Telor ceplok Soto Sate ati keplo Opor tahu Kerupuk udang Sayur asam Ikan asin Tempe Sambal goreng tahu Kering tempe Semur tahu Kerupuk udang
89
Lampiran 4 Master menu snack No 1 2 3 4
PG-TK-SD (1-2) Pagi Roti tawar Donat
SD kelas 3-6 Pagi Siomay Spaghetti
Sore Pisang sate Puding
Bolu kukus Bakso
Kue kering Cake
Bihun goreng Cap cay manis Hamburger Lontong opor Arem-arem
SMP-SMA Pagi Mie ayam Bubur sambal goreng Roti tawar Roti donat
Sore Es teler Cake
Spaghetti Lontong opor
Pisang sate Roti manis
Sandwich Bihun goreng Arem-arem
Kolak Kue kering Utri/Gethuk
Bakso Siomay Tahu campur
Ketan bubuk Es campur Roti isi
5 6
Puding Brownies kukus Cake Susu biscuit
7 8 9
Pukis Roti manis Bolu kukus
10 11 12
Roti tawar Sandwich Susu biscuit
13
Bakso Bubur ayam Bolu panggang Bihun goreng
Sate donat Es teler sederhana Roti isi Patel Sosis solo/martabak Donat Cake Pukis
Bubur ayam
Es buah
Hamburger
14
Spaghetti
Brownies kukus Bolu panggang
Roti manis
Brownies kukus
Semar mendem Puding
Janggelot
Donat
Sus
Cap cay manis Bolu kukus Bolu panggang
Cake Pastel Janggelot
15 16 17 18
Sosis Solo Pukis
90
Lampiran 5 Master menu asrama Marsudirini No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Menu Telur rebus Tahu bacem Telur dadar Tempe bacem Telur ceplok Tahu isi Telur pidang Tahu goreng Telur balado Tahu goreng Telur kecap Tahu tempe oseng-oseng Telur rolade Tahu Opor telur Kerupuk Oseng-oseng daging, wortel, buncis, jagung muda Kerupuk Kering tempe Bakwan sayur Kerupuk Tempe mendoan Bergedel telur puyuh
Lampiran 6 Daftar tenaga kerja penyelenggaraan Sekolah Marsudirini No. 1
Nama Katarina Mujinem
2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
Rosmini Dina Octavia Anton Yosep Warti Thomas Jumali Agustinus Indarto Adjie Andika Mursyid Siswanto Yuni Yunita Tedy Wisnu Heru
Jabatan Kepala dapur, tenaga pengolah makanan, belanja bahan makanan Tenaga pengolah makanan Tenaga pengolah makanan Tenaga pengolah makanan Tenaga pengolah makanan Tenaga pengolah makanan Tenaga pengolah makanan Tenaga pemasak nasi Tenaga kebersihan Tenaga kebersihan Tenaga kebersihan Tenaga pemorsian/distribusi Tenaga pemorsian/distribusi Tenaga pemorsian/distribusi Tenaga pemorsian/distribusi Tenaga pemorsian/distribusi Tenaga pemorsian/distribusi
Pendidikan akhir SMP
SD SMP SMP SMP SD SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP SMP
91
Lampiran 7 Preferensi menu makanan sekolah siswa secara keseluruhan Menu nasi putih nasi uduk sate sosis-baso ayam fillet goreng tepung telur dadar tempe orek sayur timlo sayur capcay capcay goreng Pastel bolu kukus roti coklat bolu panggang donat coklat
laki-laki perempuan rata-rata 3,3 3,2 3,3 3,3 3,5 3,4 4,1 3,8 3,9 4,1 3,8 4,0 3,4 3,5 3,4 3,4 3,4 3,4 3,2 3,3 3,2 2,9 3,1 3,0 2,3 2,2 2,3 2,6 3,1 2,8 3,1 3,0 3,0 3,2 3,0 3,1 2,9 2,9 2,9 2,3 2,1 2,2
Lampiran 8 Daya terima siswa per menu makan Hari ke1 2 3 Ratarata
Selingan 1 (%) Habis Sisa Tambah 42 58 0 85 15 0 100 0 0 76
24
0
Waktu makan Makan siang (%) Habis Sisa Tambah 49 13 40 25 35 22 49 22 29 41
23
30
Selingan 2 (%) Habis Sisa Tambah 67 13 20 82 18 0 71 29 0 73
20
7
92
Lampiran 9 Ketersediaan zat gizi dari makanan sekolah (Hari 1) Selingan 1 Menu
Bahan
Berat matang (g) 10 5 4 5
Wortel Caisim Kol Telur dadar Tepung 50 Minyak Telur TOTAL selingan 1
capcay goreng
Berat/ porsi (g) 10 5 4 5 30 5 15
E (Kal)
P (g)
Ca (mg)
Fe (mg)
Vit C (mg)
2 7 29 1 142 45 12 239
0 1 0 0 1 0 0 2
22 23 1 2 19 0 2 69
0 0 0 0 1 0 0 1
10 0 0 3 0 0 3 15
3 0 0 0 1 2 0 333
Ca (mg) 7 28 0 0 2 1 0 6,3
Makan siang Menu
Bahan
nasi putih
Nasi Wortel sop timlo Jamur kuping Bihun Sosis sate sosis baso Baso Minyak TOTAL makan siang
Berat/ porsi (g) 140 13 0,4 0,4 11 15 5
E (Kal) 249 3 1 2 13 21 45 310
P (g)
Fe (mg) 1 0 0 0 0 0 0 37,7
Vit C (mg) 0 13 0 0 0 0 0 521,1
Selingan 2 Menu
Pastel
Bahan
Berat/porsi (g)
Terigu 7,5 Telur 2,0 Margarin 1,5 Minyak 4,0 Kentang 6,0 Wortel 6,0 Telur 7,5 TOTAL selingan 2
Berat mentah (g)
berat matang (g)
25
29 g 4g 12 g 1/8 bh
E (Kal)
P (g)
Ca (mg)
Fe (mg)
Vit C (mg)
32 1 2 32 5 0 6
0 0 0 0 0 0 0
4 0 1 0 0 4 1
0 0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 2 1
91
1,6
6,1
0,4
79
93
Lampiran 10 Ketersediaan zat gizi dari makanan sekolah (Hari 2) Selingan 1 Menu
Bolu kukus
Bahan
Berat (g)
Terigu 7,5 Gula pasir 2,0 Sprite 1,5 Telur 4,0 TOTAL selingan 1
Berat matang (g)
E (Kal)
P (g)
35 5 1 3 44
42
Ca (mg)
Fe (mg)
Vit C (mg)
5 1 0 0 6
0 0 0 0 0
0 0 0 1 1
Ca (mg)
Fe (mg)
Vit C (mg)
1,3 0,0 0,0 26,6 0,0 0,7 0,0 28,7
0,3 0,2 0,0 0,0 0,0 0,2 0,2 0,9
0,0 0,0 0,0 3,0 0,1 0,0 0,0 3,1
0 0 0 0 1
Makan siang Menu
Bahan
Nasi putih
Nasi Wortel Jagung muda Capcay Sawi Kembang kol Ayam Ayam Telur ayam fillet goreng Terigu tepung Minyak TOTAL makan siang
Berat (g) 140 12,5 8,3 8,3 12,5 15 1 2 2,4
E (Kal) 249 3 3 12 3 55 1 9 22 356
P (g) 3 0 0 1 0 0 0 0 0 5,2
Ca (mg) 7 28 1 39 3 1 0 1 0 78,9
Fe (mg) 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1,7
Vit C (mg) 0 13 1 0 9 0 0 0 0 0
Selingan 2 Menu
Roti coklat
Bahan
Berat (g)
Terigu cakra Terigu segitiga Gula pasir Susu indomilk Margarin Telur ayam Coklat TOTAL selingan 2
10 6,7 3,3 3,3 1 12 2
Berat matang (g)
39
E (Kal) 35 23 30 15 1 34 1 138
P (g) 1,1 0,7 0,0 0,4 1,0 1,3 0,0 4,5
94
Lampiran 11 Ketersediaan zat gizi dari makanan sekolah (Hari 3) Selingan 1 Menu
Bahan
Berat/ bh (g)
Terigu Maizena Kuning telur Gula pasir Mentega TOTAL selingan 1
Bolu panggang
Berat matang (g)
7,5 2,0 1,5 4,0 4,0
32
E (Kal)
P (g)
35 7 5 10 29 58
0 0 0 1 0 1
Ca (mg)
Fe (mg)
Vit C (mg)
0 0 0 0 0 0
0 0 0 0 0 0
5 0 2 2 1 10
Makan siang Berat/porsi (g) Beras 31 Nasi uduk Kelapa 12,40 Telur dadar Telur dadar 14 Tempe 33 Tempe orek Minyak 8 Kecap 5 TOTAL makan siang Menu
Bahan
E (Kal) 113 81 45 50 72 30 390
P (g) 2 1,9 2,1 6,1 0,0 1,4 14
Ca (mg) 2 11,4 9,1 43,0 0,0 3,0 68
Fe (mg) 0 1,0 0,5 3,3 0,0 0,1 5
Vit C (mg) 0 0,0 0,0 0,0 0,0 0,0 0
Selingan 2 Menu
Donat coklat
Bahan
Berat/ bh (g)
Terigu cakra 11,67 Terigu segitiga 5 Gula pasir 2 Susu indomilk 0,67 Telur ayam 1,67 Coklat 2 minyak goreng 4 TOTAL selingan 2
Berat matang (g)
34
E (Kal) 40 18 5 3 1 7 32 106
P (g) 0,4 0,6 0,3 0,0 0,0 0,2 0,0 1,5
Ca (mg)
Fe (mg)
Vit C (mg)
16,3 40,0 1,2 47,9 0,2 0,3 0,0 105,9
0,0 0,0 0,1 0,0 0,0 0,0 0,0 0,1
0,2 4,5 0,0 0,1 0,2 0,0 0,0 5,1
95
Lampiran 12 Angka kebutuhan dan kecukupan gizi individu no resp 1002 1003 1004 1005 1006 1008 1009 1010 1011 1012 1013 1014 1015 1016 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2012 2014 2015 2016 2017 2018 3001 3002 3003 3004 3005 3006 3007 3008 3009 3010 3011 3014 3015 3016 4001 4002 4003 4005 4006 4007 4008 4009 4010 4012 4013 4014 4016
Kebutuhan energi protein 1966 49,1 1879 45,3 2031 38,5 2031 50,4 2031 59,7 2013 51,0 1785 41,9 2013 51,0 2165 53,0 2042 50,4 2244 55,7 2013 51,0 1578 36,1 1884 45,1 2106 50,4 1852 47,7 1930 44,8 1879 45,3 2031 57,0 2031 50,4 1763 40,4 1879 45,3 2248 56,3 2013 51,0 1770 43,3 2097 51,7 1830 42,4 1780 43,3 1896 43,3 2013 51,0 1879 45,3 1664 39,0 1879 45,3 2225 56,3 2031 38,5 1852 55,7 2166 54,9 2135 53,4 1919 46,2 2670 67,9 1852 50,4 2031 71,6 1879 45,3 1661 37,1 2229 57,5 2031 67,6 2181 51,7 1478 31,8 2013 51,0 2013 51,0 2331 57,8 1878 42,4 2013 51,0 1886 44,8 1541 30,5
Kecukupan Ca Fe Vit C 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50 1000 13 50 1000 13 50 1000 20 50
96
Lampiran 13 Dokumentasi Proses persiapan dan pengolahan bahan makanan
Ruang penyimpanan kering
97
Lampiran 13 (Lanjutan) Ruang penyimpanan dingin
Tempat pencucian alat besar, alat makan dan pengeringan alat besar
Peralatan makan dan fasilitas dapur
98
Lampiran 13 (lanjutan)
Peralatan makan dan fasilitas dapur
Proses pemorsian makan siang dan snack
99
Lampiran 13 (lanjutan) Penyajian makanan untuk siswa SD, SMP-SMA, dan karyawan
Proses makan bersama dan mengantri tambahan lauk/sayur di loket
Contoh menu makan siang dan selingan siswa kelas 3-6
100
Lampiran 13 (lanjutan) Penimbangan sisa makanan siswa
Penilaian siswa terhadap makanan
101
Lampiran 14 Data hasil uji statistik independent sample T-test antara jenis kelamin dan daya terima Group Statistics JK DT1.warna DT1.aroma DT1.tekstur DT1.porsi DT1.rasa DT2.habis
N
Mean
Std. Deviation
Std. Error Mean
1
32
9.9250
2.01446
.35611
2
23
9.6043
1.41308
.29465
1
32
9.6000
1.81783
.32135
2
23
9.3391
1.64310
.34261
1
32
9.6281
2.06245
.36459
2
23
9.5522
1.80828
.37705
1
32
9.5094
1.96721
.34776
2
23
9.4000
2.08654
.43507
1
32
9.5469
2.28261
.40351
2
23
9.3696
1.76312
.36764
1
32
6.3250
1.02705
.18156
2
23
6.2043
1.00972
.21054
Independent Samples Test Levene's Test for Equality of Variances
F DT1.warna
Equal variances assumed
Sig.
2.112
.152
.164
.687
Equal variances not assumed DT1.aroma
Equal variances assumed Equal variances not assumed
DT1.tekstur
Equal variances assumed
.249
.620
Equal variances not assumed DT1.porsi
Equal variances assumed
.074
.787
Equal variances not assumed DT1.rasa
Equal variances assumed
3.315
.074
Equal variances not assumed DT2.habis
Equal variances assumed Equal variances not assumed
.051
.822
t-test for Equality of Means
t
Sig. (2Mean Std. Error tailed) Difference Difference
df
95% Confidence Interval of the Difference Lower
Upper
.655
53
.515
.32065
.48920
-.66055
1.30186
.694
52.983
.491
.32065
.46220
-.60642
1.24772
.546
53
.587
.26087
.47768
-.69724
1.21898
.555
50.176
.581
.26087
.46973
-.68253
1.20427
.142
53
.888
.07595
.53605
-.99924
1.15114
.145
50.834
.885
.07595
.52450
-.97710
1.12901
.198
53
.844
.10938
.55154
-.99687
1.21562
.196
45.819
.845
.10938
.55698
-1.01188
1.23063
.311
53
.757
.17731
.56935
-.96467
1.31929
.325
52.679
.747
.17731
.54587
-.91773
1.27235
.433
53
.667
.12065
.27880
-.43855
.67986
.434
48.035
.666
.12065
.27801
-.43832
.67962
102
Lampiran 15 Data hasil uji Spearman antara karakteristik individu dan sosial ekonomi keluarga terhadap daya terima makanan sekolah Correlations Spearman's rho Zskor
DT1.warna DT1.aroma Correlation Coefficient
-.040
-.085
-.056
-.073
-.096
.335
.772
.539
.684
.598
.484
55
55
55
55
55
55
Correlation Coefficient
.127
.137
.100
.043
.049
.120
Sig. (2-tailed)
.354
.318
.470
.753
.722
.383
55
55
55
55
55
55
-.195
-.016
-.020
-.053
-.050
-.027
.153
.908
.883
.700
.717
.845
55
55
55
55
55
55
-.347**
-.268*
-.254
-.253
-.242
-.272*
.009
.048
.061
.062
.075
.045
55
55
55
55
55
55
-.143
-.105
-.203
-.013
-.106
-.142
.296
.447
.137
.925
.440
.300
55
55
55
55
55
55
-.037
-.071
-.088
.148
-.076
-.070
.787
.609
.524
.280
.580
.609
55
55
55
55
55
55
N
N pddkn.ibu
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pddkn.ayah
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pek.ibu
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
pek.ayah
DT1.rasa DT2.habis
-.133
Sig. (2-tailed) Bsrkeluarga
DT1.tekstur DT1.porsi
Correlation Coefficient Sig. (2-tailed) N
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
103
Lampiran 16 Data hasil uji statistik antara daya terima dengan tingkat kecukupan energi dan protein siswa Correlations Spearman's rho DT1.warna
TKE .120
.070
Sig. (2-tailed)
.383
.609
55
55
N DT1.aroma
Correlation Coefficient
*
.293
.210
Sig. (2-tailed)
.030
.125
55
55
Correlation Coefficient
.255
.191
Sig. (2-tailed)
.060
.162
55
55
Correlation Coefficient
.253
.191
Sig. (2-tailed)
.063
.162
55
55
Correlation Coefficient
.206
.131
Sig. (2-tailed)
.131
.341
N DT1.tekstur
N DT1.porsi
N DT1.rasa
N DT2.habis
TKP
Correlation Coefficient
55
55
Correlation Coefficient
.242
.183
Sig. (2-tailed)
.075
.181
55
55
N **. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed). *. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
104
Lampiran 17 Rekomendasi Secara garis besar, manajemen makanan di Sekolah Marsudirini tergolong sudah bagus. Tetapi, masih terdapat beberapa kekurangan secara teknis. Berikut adalah beberapa rekomendasi yang diberikan: NO
KONDISI
1
Karyawan tidak memakai sarung tangan pada saat bekerja di dapur
2
Karyawan tidak memakai masker dan penutup kepala
REKOMENDASI Karyawan mengenakan sarung tangan pada saat pengolahan dan penyajian makanan. Hal ini dilakukan untuk: menghindari kontaminasi yang tidak diinginkan. Karyawan mengenakan masker dan tutup kepala pada semua proses pengolahan dan penyajian makanan. Hal ini dilakukan untuk: menghindari kontaminasi yang tidak diinginkan. Sebaiknya, untuk menunjang dan meningkatkan kualitas manajemen makanan, disediakan seorang ahli gizi (S1) atau teknisi gizi (D3).
3
Belum ada ahli gizi di sekolah
4
Tidak ada porsi standar untuk makanan, siswa boleh menambah makanan
5
Tidak ada hitungan kandungan gizi pada menu makanan
6
Ruang makan yang terbuka sehingga burung dan lalat dapat masuk dan menyebabkan banyak kotoran burung dan tidak terdapat tissue atau lap d atas meja
Hal ini dilakukan karena: sekolah merupakan institusi besar yang menyelenggarakan makanan untuk memenuhi kebutuhan gizi banyak orang dengan berbagai kelompok umur dan beberapa siswa yang berkebutuhan khusus. Sebaiknya, terdapat porsi standar dan siswa hanya boleh menghabiskan sesuai dengan porsi yang ditetapkan , sehingga konsumsi zat gizi siswa dapat terkontrol. Hal ini dilakukan agar: tidak terdapat kelebihan atau kekurangan kebutuhan gizi siswa. Sebaiknya, kandungan gizi setiap menu makanan dihitung. Hal ini dilakukan agar: sekolah dapat menyediakan makanan yang sesuai dengan kecukupan zat gizi bagi siswa. Disediakan lap atau tissue di meja saji agar siswa dapat membersihkan meja yang kotor (kotoran burung). Pembersihan meja dan kursi dapat dilakukan menggunakan cairan karbol. Hal ini dilakukan agar: kontaminasi makanan.
tidak
terjadi
105
NO
KONDISI
7
Pengeringan tangan setelah mencuci menggunakan lap yang digunakan bersama-sama
8
9
Kerangka menu makanan yang belum lengkap setiap hari
Tempat menjemur piring dan peralatan makan tidak tertutup (di lahan lapang)
10
Kurang ventilasi pada gudang penyimpanan bahan pangan kering
11
Masih terdapat kompor gas yang diletakkan di lantai
12
Ruang dapur panas
13
Terdapat lalat di dalam ruang pengolahan bahan makanan
REKOMENDASI Sebaiknya dipasang hand dryer washing machine atau tissue untuk mengeringkan tangan. Hal ini dilakukan karena:menggunakan lap bersama-sama memungkinkan terjadinya kontaminasi. Sebaiknya dibuat kerangka menu makanan yang terdiri dari makanan pokok, lauk hewani, lauk nabati, sayur dan buah-buahan yang disajikan setiap makan siang. Hal ini dilakukan agar: makanan yang dikonsumsi siswa beragam, bergizi dan berimbang. Selain itu juga sebagai bahan pendidikan gizi siswa dalam memilih makanan yang akan dikonsumsi. Sebaiknya digunakan penutup (kotak pengeringan) Hal ini dilakukan agar: alat makan dan peralatan lainnya terhindar dari debu, lalat, kotoran burung, dan lain-lain. Sebaiknya exhaust fan di dalam gudang dinyalakan Hal ini dilakukan agar: udara dalam gudang penyimpanan bahan kering tidak pengap sehingga mengurangi resiko pertumbuhan jamur. Sebaiknya kompor gas diletakkan di atas meja yang yang dilapisi ubin. Hal ini dilakukan agar: posisi tubuh (ergonomik) tenaga pengolah makanan lebih baik dan keselamatan kerja lebih terjaga. Sebaiknya exhaust fan dan cerobong asap dinyalakan seluruhnya ketika proses pengolahan dilakukan. Hal ini dilakukan agar ruangan tidak panas sehingga pekerja menjadi lebih nyaman. Sebaiknya seluruh pintu yang ada di dapur diberikan kasa/kawat nyamuk yang dapat dibongkar pasang dan pintu kawat nyamuk selalu ditutup selama pengolahan. Hal ini dilakukan agar: mencegah lalat masuk dan mencemari makanan.
106
Lampiran 18 Penjabaran AKG dalam bentuk takaran konsumsi sehari menurut golongan umur 1. Balita 1-3 tahun Nasi/pengganti : 1-1½ piring Lauk Hewani : 2-3 potong :1 gls susu Lauk nabati : 1-2 potong Sayuran :½ mangkuk Buah : 2-3 potong
2. Anak 2-4 tahun Nasi/pengganti : 1-3 Lauk Hewani : 2-3 : 1-2 Lauk nabati : 1-3 Sayuran :1-1½ Buah-buahan : 2-3
3. Anak 7-9 tahun Nasi/pengganti Lauk Hewani Lauk nabati Sayuran Buah-buahan
4. Anak 10-12 tahun Nasi/pengganti : 2-4 piring Lauk Hewani : 2-4 potong Lauk nabati : 2-3 potong Sayuran : 1-1½ mangkuk Buah-buahan : 2-3 potong
: 2-3 piring : 2-4 potong : 2-3 potong : 1-1½ mangkuk : 2-3 potong
piring potong gls susu potong mangkuk potong
5. Anak 13-15 tahun Nasi/pengganti : 3-4 piring Lauk Hewani : 3-4 potong Lauk nabati : 2-4 potong Sayuran : 1½-2 mgkuk Buah-buahan : 2-3 potong
6. Remaja 16-19 tahun Nasi/pengganti : 3-5 piring Lauk Hewani : 3-4 potong Lauk nabati : 2-4 potong Sayuran : 1½ -2 mgkuk Buah-buahan : 2-3 potong
7. Dewasa 20-59 tahun Nasi/pengganti : 4-5 piring Lauk Hewani : 3-4 potong Lauk nabati : 2-4 potong Sayuran : 1½-2 mgkuk Buah-buahan : 2-3 potong
8. Ibu Hamil Nasi/pengganti : 4-5½ piring Lauk Hewani : 4-5 potong Lauk nabati : 2-4 potong Sayuran : 2-3 mgkuk Buah-buahan : 3 potong
9. Ibu Menyusui Nasi/pengganti : 5-6 Lauk Hewani : 4-5 :1 Lauk nabati : 3-4 Sayuran : 2-3 Buah-buahan : 3
10.Usia Lanjut > 60 tahun Nasi/pengganti : 1½-2 piring Lauk Hewani : 2 potong Lauk nabati :3 potong Sayuran : 1-2 mgkuk Buah-buahan : 3 potong
piring potong gls susu potong mgkuk potong