Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
1
ANALISIS PPH PASAL 21 DENGAN METODE GROSS UP SEBAGAI ALTERNATIF DAN REKONSILIASI FISKAL Devi Gustia
[email protected]
Yazid Yud Padmono Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi Indonesia (STIESIA) Surabaya
ABSTRACT Tax is something which should be paid by the company in accordance with the income that has been earned on certain period. Income tax is a tax which levied on the subject of taxes or income received or earned in a tax year. To maximize the investors’ welfare which is carried out by maximizing company’s value is one of the company’s ways. Minimizing tax burden without violating tax regulations and tax laws is commonly known as tax planning. Gross up method is a method of calculating the amount of article 21 income tax by recognizing it as an expense that is charged to the employees. This research is meant to analyze the implementation of article 21 income tax with Gross Up method as an alternative and fiscal reconciliation. This research is carried out at PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya. The result of the research shows that fiscal reconciliation has been conducted by PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya in presenting profit and loss statement. The recognition of revenues and expenditures has been recorded in accordance with the prevailing tax regulation. Net Basic method is still used by the company in the calculation of article 21 income tax. When using the gross up method in calculating of article 21 income tax, the company managed to reduce the amount of corporate income tax. Keyword : Fiscal Reconciliation, Article 21 Income Tax, Profit and Loss Statement, Gross Up ABSTRAK Pajak adalah sesuatu yang wajib di bayar oleh Perusahaan sesuai dengan penghasilan yang diperoleh pada periode atau masa tertentu. Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak. Salah satu tujuan perusahaan adalah memaksimalkan kesejahteraan investor dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan. Meminimalisasi beban pajak dengan tidak melanggar undang-undang atau peraturan perpajakan dikenal dengan Perencanaan Pajak (Tax Planning). Metode Gross Up adalah metode perhitungan besarnya PPh Pasal 21 dengan diakui sebagai biaya yang dibebankan kepada karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis penerapan PPh Pasal 21 dengan metode Gross Up sebagai alternatif dan rekonsiliasi fiskal. Penelitian ini dilaksanakan pada PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya telah melakukan pencatatan laporan keuangan sesuai dengan Standar Akuntansi Keuangan. Selain itu, pengakuan pendapatan dan biaya telah dicatat sesuai dengan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku. Dalam perhitungan PPh Pasal 21, perusahaan masih menggunakan metode Net Basic. Apabila menggunakan metode Gross Up dalam menghitung PPh Pasal 21, perusahaan dapat mengurangi jumlah PPh Badan karena besarnya penghasilan atas gaji dan upah dapat diperhitungkan sebagai biaya. Kata kunci: rekonsiliasi fiskal, PPh pasal 21, laporan laba rugi, gross up
PENDAHULUAN Pajak mempunyai kontribusi dari Wajib Pajak kepada negara yang terutang oleh Orang Pribadi atau Badan yang bersifat memaksa dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk keperluan negara bagi kemakmuran rakyat. Perkembangan peraturan perpajakan Indonesia senantiasa dinamis dan cepat mengalami perubahan-perubahan yang disesuaikan dengan iklim usaha dan kondisi
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
2 perekonomian. Pemerintah baru-baru ini mengeluarkan Undang-undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan.Undang- undang Perpajakan Tahun 2008 tersebut menerapkan sistem self assessment sebagai sistem pemungutan pajak dimana Wajib Pajak diwajibkan mendaftar, menghitung, membayar, dan melaporkan sendiri jumlah pajak yang terhutang. Kita mengenal bermacam-macam pajak di Indonesia. Salah satu jenis pajak yag dipungut oleh pemerintah adalah pajak penghasilan (PPh), yang dikenakan terhadap wajib pajak baik terhadap pribadi maupun badan. Di Indonesia, potensi terbesar bagi peneriaan pajak adalah pajak penghasilan (PPh) badan. Salah satu tujuan pengusaha adalah memaksimalkan kesejahteraan pemegang saham atau investor, dengan cara memaksimalkan nilai perusahaan dengan cara memperoleh laba maksimum. Salah satu upaya yang dapat dilakukan oleh pengusaha adalah dengan meminimalkan beban pajak dalam batas yang tidak melanggar aturan, karena pajak merupakan salah satu faktor pengurang laba. Besarnya pajak seperti kita ketahui, tergantung pada besarnya penghasilan. Semakin besar penghasilan, semakin besar pula pajak yang terutang. Oleh karena itu perusahaan membutuhkan perencanaan pajak atau tax planning yang tepat agar perusahaan membayar pajak dengan efisien. Pajak Penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak Orang Pribadi Subjek Pajak Dalam Negeri, yang selanjutnya disebut PPh Pasal 21, merupakan pajak atas penghasilan berupa gaji, upah, honorarium, tunjangan, dan pembayaran lain dengan nama dan dalam bentuk apa pun sehubungan dengan pekerjaan atau jabatan, jasa, dan kegiatan yang dilakukan oleh Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri. Pembayaran PPh ini dilakukan dalam tahun berjalan melalui pemotongan oleh pihakpihak tertentu. Pihak yang wajib melakukan pemotongan, penyetoran, dan pelaporan PPh Pasal 21/26 adalah pemberi kerja, bendaharawan pemerintah, dana pensiun, badan, perusahaan, dan penyelenggara kegiatan. Di dalam perencanaan pajak (tax planning) terdapat beberapa cara untuk menurunkan jumlah PPh Badan yang harus dibayar oleh perusahaan. Salah satunya adalah dengan cara menghitung besarnya PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode Gross Up. Perusahaan dapat membebankan biaya tunjangan pajak sebagai deductible expenses, sehingga menggunakan metode Gross Up di dalam perhitungan PPh Pasal 21. Metode Gross Up adalah metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang dipotong dari karyawan. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis PPh Pasal 21 dengan metode Gross Up sebagai alternatif dan rekonsiliasi fiskal pada PT Multi Clean Jaya Lestari. TINJAUAN TEORETIS Pajak
Sejak pajak mulai diperhitungkan sebagai salah satu pemasukan paling penting bagi sebuah negara, banyak ahli ekonomi mengemukakan pendapatnya tentang definisi pajak. Definisi pajak menurut Prof.Dr. Rochmat Soemitro, S.H adalah Pajak sebagai iuran rakyat kepada kas negara berdasarkan undang-undang (yang dapat dipaksakan) dengan tidak mendapat jasa-jasa timbal (kontraprestasi) yang langsung dapat ditunjukkan dan yang digunakan untuk membayar pengeluaran umum. Fungsi Pajak Terdapat dua fungsi pajak, yaitu (1) fungsi budgetair (sumber keuangan negara) artinya pajak merupakan salah satu sumber penerimaan pemerintah untuk membiayai pengeluaran baik rutin maupun pembangunan; (2) fungsi regularend (pengatur) artinya pajak
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
3 sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan pemerintah dalam bidang sosial dan ekonomi, serta mencapai tujuan-tujuan tertentu di luar bidang keuangan. Pajak Penghasilan Pajak Penghasilan (PPh) adalah pajak yang dikenakan terhadap Subjek Pajak atas penghasilan yang diterima atau diperolehnya dalam suatu tahun pajak Subjek Pajak Subjek Pajak Penghasilan adalah segala sesuatu yang mempunyai potensi untuk memperoleh penghasilan dan menjadi sasaran untuk dikenakan Pajak Penghasilan. Subjek Pajak akan dikenakan Pajak Penghasilan apabila menerima atau memperoleh penghasilan sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku. Berdasarkan Pasal 2 ayat 1 UU No. 36 Prinsip Taxable dan Deductible merupakan prinsip yang lazim dipakai dalam perencanaan pajakyang pada umumnya mengubah biaya yang tidak boleh dikurangkan menjadi biaya yang boleh dikurangkan atau sebaliknya mengubah penghasilan yang merupakan objek pajak menjadi penghasilan yang tidak objek pajak, dengan konsekuensi terjadinya perubahan pajak terutang akibat pengubahan tersebut. (Zain, 2008:75). (1) Deductible Expense, berdasar Pasal 6 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan Bentuk Usaha Tetap, ditentukan berdasarkan penghasilan bruto dikurangi biaya untuk mendapatkan, menagih, dan memelihara penghasilan; (2) Non Deductible Expense adalah adalah prinsip yang digunakan untuk menentukan besarnya PKP bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dengan biaya–biaya sesuai dengan Pasal 9 ayat 1 UU Nomor 36 Tahun 2008. Untuk menentukan besarnya Penghasilan Kena Pajak bagi Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap tidak boleh dikurangkan. Tahun 2008, Subjek Pajak dikelompokkan sebagai (a) Subjek Pajak orang pribadi; (b) Subjek Pajak warisan yang belum terbagi sebagai satu kesatuan, menggantikan yang berhak; (c) Subjek Pajak badan; (d) Subjek Pajak Bentuk Usaha Tetap (BUT). Objek Pajak Penghasilan Objek pajak merupakan segala sesuatu (barang, jasa, kegiatan, atau keadaan) yang dikenakan pajak. Objek pajak penghasilan adalah penghasilan, yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. Pengurangan Penghasilan Penghasilan Tidak Kena Pajak Penghasilan tidak kena pajak (PTKP) merupakan jumlah penghasilan tertentu yang tidak dikenakan pajak. Untuk menghitung besarnya Penghasilan Kena Pajak Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, penghasilan netonya dikurangi dengan jumlah Penghasilan Tidak kena Pajak. Penyesuaian PTKP dapat dilihat pada table berikut:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
4 Tabel 1 Besaran PTKP (dalam rupiah)
Keterangan
Pasal 7 UU No.17 PMK PMK Pasal 7 UU No.36 PMK Tahun 2000 No.564/KMK03 No.137/PMK.03/2 Tahun 2008 162/PMK.011/201 /2004 005 2 (mulai berlaku (mulai berlaku (mulai berlaku (mulai berlaku (mulai berlaku 1 Januari 2001) 1 Januari 2009) 1 Januari 2005) 1 Januari 2006) 1 Januari 2013)
WP Sendiri
2.880.000
12.000.000
13.200.000
15.840.000
24.300.000
Tambahan untuk WP kawin
1.440.000
1.200.000
1.200.000
1.320.000
2.025.000
Tambahan untuk penghasilan istri digabung
2.880.000
12.000.000
13.200.000
15.840.000
24.300.000
Tanggungan (maks.3org)
1.440.000
1.200.000
1.200.000
1.320.000
2.025.000
Sumber: (Resmi, 2009)
Menghitung Pajak Penghasilan Pajak penghasilan yang terutang dihitung dengan mengalkikan tarif tertentu terhadap Penghasilan Kena Pajak (PKP). Penghasilan Kena Pajak digunakan sebagai dasar mjenghitung PPh tersebut dihitung dengan cara yang berbeda-beda tergantung pada jenis Wajib Pajak. Secara umum, pajak penghasilan yang terutang dihitung dengan formula sebagai berikut: PPh Terutang = Tarif Pajak x Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Tarif pajak merupakan presentase tertentu yang digunakan untuk menghitung besarnya PPh. Tarif PPh yang berlaku di Indonesia dikelompokkan menjadi dua yaitu tarif umum sesuai Pasal 17 UU No.17 Tahun 1983 (sebagaimana telah diubah beberapa kali dan yang terakhir adalah dalam UU No. 36 Tahun 2008) dan tarif lainnya. Sistem penerapan tarif Pajak Penghasilan sesuai dengan Pasal 17 UU PPh dibagi menjadi dua, yaitu Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri, dan Wajib Pajak dalam negeri badan dan bentuk usaha tetap. a. Tarif PPh untuk Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri (Pasal 17 ayat (1) huruf a UU PPh), yaitu:
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
5 Tabel 2 Tarif PPh untuk WP Orang Pribadi dalam Negeri
Lapisan Penghasilan Kena Pajak Tarif Pajak Sampai dengan Rp 50.000.000 (lima puluh juta rupiah) Di atas Rp50.000.000 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) Di atas Rp250.000.000 (dua ratus lima puluh juta rupiah) sampai dengan Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah) Di atas Rp500.000.000 (lima ratus juta rupiah)
Tarif Pajak 5% (lima persen) 15% (lima belas persen)
25% (dua puluh lima persen)
30% (tiga puluh persen)
Sumber: (Resmi, 2009)
b. Tarif PPh untuk Wajib Badan Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap (Pasal 17 ayat (1) huruf b UU PPh) adalah 28% (dua puluh delapan persen). Tarif tersebut menjadi 25% (dua puluh lima persen) berlaku mulai Tahun Pajak 2010. (Pasal 17 ayat (2a) UU PPh). Tarif pajak untuk Wajib Pajak Badan Dalam Negeri yang berbentuk perseroan terbuka yang paling sedikit 40% (empat puluh persen) dari jumlah kleseluruhan saham yang disetor diperdagangkan di bursa efek di Indonesia dan memenuhi persyaratan tertentu lainnya dapat memperoleh tarif sebesar 5% (lima persen) lebih rendah daripada tarif untuk Wajib Pajak Badan pada umumnya. (Pasal 17 (2b) UU PPh). Perhitungan PPh terutang berdasarkan Pasal 31E dapat dibedakan menjadi dua yaitu: 1. Jika Peredaran bruto sampai dengan Rp 4.800.000.000 maka perhitungan PPhterutang yaitu sebagai berikut: PPh Terutang = 50% X 25% X Seluruh Penghasilan Kena Pajak 2. Jika Peredaran bruto lebih dari Rp 4.800.000.000 sampai dengan
Rp 50.000.000 penghitungan PPh terutangnya adalah sebagai berikut : ( 50% X 25% ) X Penghasilan PPh Kena Pajak dari bagian Terutang = Peredaran bruto yang + memperoleh fasilitas
25% X Penghasilan kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas
a. Cara menghitung Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas yaitu : Rp 4.800.000 ------------------------- X Penghasilan Kena Pajak Peredaran Bruto b. Perhitungan Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang tidak memperoleh fasilitas yaitu Penghasilan Kena Pajak dari bagian peredaran bruto yang memperoleh fasilitas.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
6 Metode Perhitungan PPh Pasal 21 Terdapat 3 macam metode pemotongan pajak PPh Pasal 21, yaitu: (1) Net Method merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan menanggung pajak karyawannya; (2) Gross Method merupakan metode pemotongan pajak dimana karyawan menanggung sendiri jumlah pajak penghasilannya; (3) Gross-Up Method merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Gross-up method diformulasikan untuk menyamakan jumlah pajak yang akan dibayar dengan tunjangan pajak yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya. Rumus metode Gross-Up Terdapat 4 lapisan dalam perhitungan gross-up menurut pasal 17 UU PPh No.36 Tahun 2008 : 1) Lapisan pertama PKP Rp 0,0 s/d Rp 50.000.000 Tarif pajak penghasilan 5% dan tidak memiliki komponen pengurang Tunjangan PPh = (PKP x 5%) 0,95 2) Lapisan kedua PKP Rp 50.000.000 s/d Rp 250.000.000 Tunjangan PPh = (PKPx15%) – Rp 5.000.000 0,85 3) Lapisan ketiga PKP Rp 250.000.000 s/d Rp 500.000.000 Tunjangan PPh = (PKPx25%) – Rp 30.000.000 0,75 4) Lapisan keempat PKP lebih dari Rp 500.000.000 Tunjangan PPh = (PKP x 30%) – Rp 55.000.000 0,70
Manajemen Pajak Manajemen pajak adalah sarana untuk memenuhi kewajiban perpajakan dengan benar tetapi jumlah pajak yang dibayar dapat ditekan serendah mungkin untuk memperoleh laba dan likuiditas yang diharapkan (Sophar Lumbantoruan, 1996). Tujuan manajemen pajak dapat dicapai melalui fungsi-fungsinya yaitu: (1) Perencanaan pajak adalah langkah awal dalam manajemen pajak. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Pada umumnya penekanan perencanaan pajak (tax planning) adalah untuk meminimumkan kewajiban pajak; (2) Pelaksanaan kewajiban perpajakan apabila pada tahap perencanaan pajak telah diketahui faktor-faktor yang akan dimanfaatkan untuk melakukan penghematan pajak, maka langkah selanjutnya adalah mengimplementsikannya baik secara formal maupun material; (3) Pengendalian pajak bertujuan untuk memastikan bahwa kewajiban pajak dilaksanakan sesuai dengan yang telah direncanakan dan telah memenuhi persyaratan formal maupun material. Hal terpenting dalam pengendalian pajak adalah pemeriksaan pembayaran pajak.
Perencanaan Pajak (Tax Planning) Pada tahap ini dilakukan pengumpulan dan penelitian terhadap peraturan perpajakan agar dapat diseleksi jenis tindakan penghematan pajak yang akan dilakukan. Ada tiga hal yang harus diperhatikan dalam suatu perencanaan pajak: (1) Tidak melanggar ketentuan perpajakan. Bila suatu perencanaan pajak dipaksakan dengan melanggar ketentuan perpajakan, bagi Wajib Pajak merupakan risiko dan yang sangat berbahaya dan justru
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
7 mengancam keberhasilan perecanaan pajak tersebut; (2) Secara bisnis masuk akal karena perencanaan pajak merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari perencanaan menyeluruh (global strategy) perusahaan, baik jangka panjang maupun jangka pendek, maka perencanaan pajak yang tidak masuk akal akan memperlemah perencanaan itu sendiri; (3) Bukti-bukti pendukungnya memadai, misalnya dukungan perjanjian, faktur dan juga perlakuan akuntansinya.
Motivasi Perencanaan Pajak Motivasi yang mendasari dilakukannya suatu perencanaan pajak umumnya bersumber dari tiga unsur perpajakan, yaitu: (1) Kebijakan Perpajakan (tax policy) merupakan alternatif dari berbagai sasaran yang hendak dituju dalam sistem perpajakan. Dari berbagai aspek kebijakan pajak, terdapat faktor-faktor yang mendorong dilakukannya suatu perencanaan pajak; (2) Subjek Pajak adanya perbedaan perlakuan perpajakan atas pembayaran deviden badan usaha kepada pemegang saham perseorangan yang menyebabkan timbulnya usaha untuk merencanakan pajak dengan baik agar beban pajak rendah sehingga sumber daya perusahaan dapat dimanfaatkan untuk tujuan lain. Disamping itu ada pertimbangan untuk menunda pembayaran deviden dengan cara meningkatkan jumlah laba yang ditahan. Bagi perusahaan yang juga akan menimbulkan penundanaan pembayaran pajak; (3) Objek pajak adanya perlakuan perpajakan yang berbeda atas objek pajak yang secara ekonomis hakikatnya sama, akan menimbulkan usaha perencanaan pajak agar beban pajaknya rendah.Sebagai contoh, transaksi modal perseroan atas dividend dan keuntungan modal; di mana atas pembyaran dividen kepada pemegang saham perorangan diterapkan tariff progresif Pasal 17 Undang-Undang Pajak Penghasilan, sedangkan keuntungan modal dikenakan pajak dengan tariff tetap sebesar 0,1% atau 0,6% dari jumlah bruto nilai penjualan saham. Karena objek pajak merupakan basis perhitungan (tax bases) besarnya pajak, maka untuk optimalisasi alokasi sumber dana, manajemen akan merencanakan pajak yang tidak lebih (karena bisa mengurangi optimalisasi alokasi sumber daya) dan tidak kurang (agar tidak harus membayar sanksi yang berarti pemborosan dana). Tahapan Dalam Membuat Perencanaan Pajak Agar perencanaan pajak dapat berhasil sesuai dengan yang diharapkan, maka rencana itu seharusnya dilakukan melalui berbagai urutan tahap-tahap berikut in: (1) Menganalisis informasi (basis data) yang ada. Hal ini hanya biasa dilakukan dengan mempertimbangkan masing-masing elemen dari pajak, baik secara sendiri-sendiri maupun secacar total pajak yang harus dapat dirumuskan sebagai perencanaan pajak yang paling efisien; (2) Membuat satu model atau lebih rencana kemungkinan besarnya pajak; (3) Penggunaan satu atau lebih negara tambahan; (4) Mengevaluasi pelaksanaan perencanaan pajak. Perlu dilakukannya evaluasi untuk melihat sejauh mana hasil pelaksanaan suatu perencanaan pajak terhadap beban pajak, perbedaan laba kotor, dan pengeluaran selain pajak atas berbagai alternatif perencanaan; (5) Mencari kelemahan, kemudian memperbaiki rencana pajak. Perbandingan berbagai rencana harus dibuat sebanyak mugkin sesuai bentuk perencanaan pajak yang diinginkan. Kadang suatu rencana harus diubah mengingat adanya perubahan peraturan/perundang-undangan. Tindakan perubahan (up to date planning) harus tetap dijalankan walaupun diperlukan penambahan biaya atau kemungkinan keberhasilannya sangat kecil. Sepanjang penghematan pajak masih besar, rencana tersebut harus tetap dijalankan, karena bagaimanapun juga kerugian yang ditanggung merupakan kerugian minimal. Pembuatan suatu rencana sebaiknya disertai dengan gambaran atau perkiraan berapa peluang kesuksesan dan berapa laba setelah pajak yang akan diperoleh jika berhasil maupun kerugian jika terjadi kegagalan; (6) Memutakhirkan rencana pajak yaitu engan
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
8 memberikan perhatian terhadap perkembangan yang akan datang maupun situasi yang terjadi saat ini, seorang manajer akan mampu mengurangi akibat yang merugikan dari adanya perubahan, dan pada saat yang bersamaan mampu mengambil kesempatan untuk memperoleh manfaat yang potensial. Perencanaan Pajak untuk Pajak Penghasilan Sebelum melakukan strategi perencanaan pajak, terlebih dahulu harus dipahami adanya perbedaan antara laba akutansi dan penghasilan kena pajak, perbedaan disini baik dalam pengakuan pendapatan maupun biaya. (1) Laba Akuntansi (accounting income) atau disebut juga laba komersial adalah pengukuran laba yang lazim digunakan dalam dunia bisnis. Laba akuntansi dihitung berdasarkan prinsip akuntansi yang berlaku umum, di Indonesia diatur dalam Standar Akuntansi Keuangan (SAK); (2) Penghasilan Kena Pajak Penghasilan Kena Pajak atau PKP (taxable income) merupakan laba yang dihitung berdasarkan peraturan perpajakan yang berlaku, yaitu Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 sebagaimana yang diubah terakhir kali dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008 tentang Pajak Penghasilan, beserta peraturan pelaksanaannya. Strategi untuk Mengefisienkan Beban PPh Badan 1. Pemilihan Alternatif Dasar Pembukuan Seperti halnya akuntans dasar pembukuan yang diakui oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) adalah basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi (modified cash basis). Pada basis akrual, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat timbulnya hak dan kewajiban, meskipun uangnya belum diterima atau dibayar. Sedangkan pada basis kas, pendapatan dan biaya dicatat dan dilaporkan pada saat terjadinya penerimaan dan pengeluaran uang.Basis kas yang dimodifikasi dalam rangka menghitung PPh Badan sebagai berikut: (a) Penghitungan jumlah penjualan dalam suatu periode harus meliputi seluruh penjualan, baik yang tunai maupun yang nontunai; (b) Biaya-biaya yang boleh dibebankan adalah biaya-biaya yang telah dibayar; (c) Dalam perolehan harta yang dapat disusutkan dan hak-hak yang dapat diamortisasi, biaya yang boleh dibebankan hanya dapat dilakukan melalui penyusutan dan amortisasi. Jadi, perbedaan antara basis akrual dan basis kas yang dimodifikasi menurut versi perpajakan terletak pada biaya administrasi dan umum. Pada basis akrual, biaya administrasi dan umum dibebankan pada saat timbulnya kewajiban; sedangkan pada basis kas, biaya tersebut baru dibebankan pada saat terjadinya pembayaran. Dengan demikian, dari sisi efisiensi beban pajak lebih menguntungkan memilih basis akrual. 2. Pengelolaan Transaksi yang Berhubungan dengan Pemberian Kesejahteraan Karyawan Perusahaan memiliki banyak peluang untuk melakukan efisiensi PPh Badan terhadap biaya-biaya yang berkaitan dengan kesejahteraan karyawan yang sangat tergantung dari kondisi perusahaan sebagai berikut: (a) Pada perusahaan yang memperoleh penghasilan kena pajak yang telah dikenakan tarif tertinggi (di atas Rp100.000.000) dan pengenaan PPh Badannya tidak final, diupayakan seminimal mugkin memberikan kesejahteraan karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan karena pengeluaran ini tidak dapat dibebankan; (b) sebagai biaya. Untuk perusahaan yang PPh Badannya dikenakan pajak secara final, sebaiknya memberikan kesejahteran karyawan dalam bentuk natura dan kenikmatan karena pemberian natura dan kenikmatan kepada karyawan tidak termasuk objek PPh Pasal 21, sedangkan pengeluaran untuk pemberian natura dan kenikmatan tersebut tidak memengaruhi besarnya PPh Badan karena PPh Badan Final dihitung dari presentase atas penghasilan bruto sebelum dikurangi dengan biaya-biaya; (c) Bagi peusahaan yang masih rugi, pemberi natura dan kenikmaan akan menurunkan PPh Pasal 21 sementara PPh Badan tetap nihil.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
9 3. Pemilihan Metode Penilaian Persediaan Penentuan metode penilaian persediaa cukup penting dalam perencanaan pajak terutama untuk perusahaan yang bergerak di bidang manufaktur dan perdagangan. Untuk efisiensi pajak, terutama dalam kondisi perekonomian yang inflasi dimana harga barang cenderung naik, maka metode rata-rata akan menghasilkan harga pokok penjualan yang lebih tinggi dibanding dengan metode FIFO. Harga pokok penjualan (HPP) yang lebih tinggi akan mengakibatkan laba kotor menjadi lebih ecil sehingga penghasilan kena pajak akan menjadi lebih kecil. 4. Pemilihan Metode Penyusutan Aset Tetap atas Aset Tak Berwujud Penyusutan aset tetap dan amortisasi aset tak berwujud yang diakui oleh fiskus sejak tahun 1995 terdiri atas dua metode yaitu metode garis lurus dan metode saldo menurun, yaitu: (a) Terhadap aktiva yang termasuk kelompok I s.d IV, wajib pajak diperkenankan untuk memilih antara metode garis lurus (straight line method) atau metode saldo menurun (decline balance method); (b) Terhadap aktiva kelompok bangunan, wajib pajak harus menerapkan metode garis lurus; (c) Penggunaan metode penyusutan harus dilakukan secara taat asas; (c) Masa mafaat dan tarif penyusutan aktiva untuk masing-masing kelompok telah ditetapkan sebagai berikut : Tabel 3 Tarif Penyusutan
Kelompok Harta Berwujud Non Bangunan Kelompok 1 kelompok 2 kelompok 3 kelompok 4 Bangunan Permanen Non Permanen
Masa Manfaat
Tarif Garis Lurus
Tarif Saldo Menurun
4 Tahun 8 Tahun 16 Tahun 20 Tahun
25% 12,5% 6,25% 5%
50% 25% 12,5% 10%
20 Tahun 10 Tahun
5% 10%
-
Sumber: (Resmi, 2009)
Untuk efisiensi beban pajak, sebelum menentukan metode mana yang akan digunakan, terlebih dahulu seorang perencanaan pajak (tax planner) harus melihat kondisi dari perusahaan yang bersangkutan. Jika kondisi perusahaan adalah laba dan besarnya penghasilan kena pajak sudah mencapai tarif pajak yang tinggi atau tertinggi, maka metode saldo menurun akan lebih menguntungkan. Sebaliknya jika kondisi perusahaan rugi maka lebih baik memilih metode garis lurus. 5. Transaksi yang berkaitan dengan perusahaan sebagai Pemungut Pajak Selain sebagai pembayar pajak, perusahaan juga sebagai pemotong pajak tehadap pihak ketiga (withholding tax). Masalah yang sering kali timbul adalah pihak yang bersangkutan tidak bersedia dipotong pajaknya. Apabila perusahaan tidak memotong withholding tax (misalnya PPh pasal 23 atas jasa konsultan), maka perusahaan akan menanggung akibatnya jika dilakukan pemeriksaan oleh fiskus karena perusahaan akan dikenakan kewajiban untuk membayar withholding taxdimaksud ditambah denda bunga atas keterlambatan penyetoran sebesar 2% (dua persen) sebulan dari pokok pajak.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
10 Untuk mengatasinya, perusahaan sebaiknya me-mark up nilai transaksi supaya nilai tersebut sudah termasuk pajak, karena jika perusahaan hanya membayar PPh Pasal 23 maka PPh yang dibayar oleh perusahaan tidak dapat dibebankan sebagai biaya. 6. Optimalisasi Pengkreditan Pajak Penghasilan yang Telah Dibayar Pajak Penghasilan yang dapat dikreditkan selain angsuran masa bulanan (PPh Pasal 25) atas PPh Badan yang terutang pada akhir tahun adalah Pajak Penghasilan yang dibayar maupun yang dipungut oleh pihak lain yang bersifat tidak final. 7. Rekonsiliasi SPT Sebaiknya perusahaan melakukan rekonsiliasi secara periodik antara rekeningrekening yang ada di SPT PPh Badan, SPT PPh Pasal 21, dan SPT PPN. Jika ada perbedaan segera dapat dilakukan koreksi, hal ini untuk menghindari pengenaan sanksi berupa berikut ini: (a) Rekonsiliasi SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 21 adalah prosedur pengecekan yang dilakukan oleh KPP terhadap jumlah biaya gaji dan tunjangan serta biaya lainnya yang dibayarkan kepada pihak perorangan lainnya yang berkaitan dengan hubungan kerja, yang tercantum dalam SPT PPh Pasal 21. Dasar Pengenaan Pajak (DPP) ini terdiri atas gaji dan tunjangan yang dibayarkan kepada karyawan dan penghasilan lain yang diberikan kepada pihak perorangan lainnya yang menjadi objek PPh Pasal 21, apakah jumlahnya telah sama antara yang ada dalam SPT PPh Badan dengan SPT PPh Pasal 21; (b) Rekonsiliasi SPT PPh Badan dengan SPT PPN berkaitan dengan prosedur pengecekan yang dilakukan oleh KPP untuk mengecek apakah jumlah omzet penjualan dalam SPT PPh Badan dengan jumlah omzet menurut SPT PPN bulan Desember tahun yang bersangkutan sudah sama. Perlu diperhatikan mengapa omzet oenjualan antara yang tercantum dalam SPT PPh Badan dengan SPT PPN bisa berbeda. METODE PENELITIAN Jenis Penelitian dan Gambaran Obyek Penelitian Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dan analisis yang digunakan adalah metode deskriptif.Metode Deskriktif adalah metode analisis yang menggambarkan suatu keadaan secara objektif, sehingga memperoleh penyelesaian dari suatu masalah yang dihadapi oleh perusahaan.Selain itu penelitian ini tidak dimaksudkan untuk menguji hipotesa atau teori, tetapi hanya menerapkan pengamatan dan penelitian yang memberikan penjelasan terhadap suatu keadaan kemudian berusaha memberikan kesimpulan atas pengamatan tersebut. Sedangkan objek penelitian ini adalah perusahaan yang bergerak di bidang jasa cleaning service. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Panjang Jiwo No. 178-180 Surabaya. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan aktivitas ilmiah yang sistematis, terarah dan bertujuan. Maka data atau informasi yang dikumpulkan harus relevan dengan persoalan yang dihadapi, artinya data itu berkaitan, mengena dan tepat.Didalam penelitian ini untuk dapat memperoleh data yang relevan agar sesuai dengan permasalahan yang dihadapi, maka digunakan tekhnik pengumpulan data sebagai berikut : 1. Observasi, yaitu mengadakan peninjauan langsung ke objek penelitian untuk mendapatkan data primer. 2. Wawancara, yaitu upaya mendapatkan informasi secara lisan yaitu dengan melakukan tanya jawab kepada beberapa pejabat perusahaan yang berwenang dan yang bersangkutan dengan penelitian.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
11 3. Dokumentasi, yaitu mencatat data-data yang diperlukan berupa data perusahaan atau laporan keuangan dan profil perusahaan yang berhubungan dengan masalah yang diteliti. Satuan Kajian 1. Penghasilan adalah setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak, baik yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia, yang dapat dipakai untuk konsumsi atau untuk menambah kekayaan Wajib Pajak yang bersangkutan, dengan nama dan dalam bentuk apapun. 2. Metode Gross Up merupakan metode pemotongan pajak dimana perusahaan memberikan tunjangan pajak yang jumlahnya sama besar dengan jumlah pajak yang akan dipotong dari karyawan. Gross-up method diformulasikan untuk menyamakan jumlah pajak yang akan dibayar dengan tunjangan pajak yang diberikan perusahaan terhadap karyawannya. Teknik Analisis Data Sesuai dengan metode penelitian, teknik analisa data yang dipergunakan dalam penelitian ini dengan menggunakan teknik analisis deskriptif kualitatif. Tujuannya adalah menganalisis data studi kasus dengan cara membuat suatu penjelasan tentang kasus yang bersangkutan.Teknik analisis yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Mengumpulkan data-data yang diperlukan mengenai analisis PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode Gross Up sebagai alternative dan rekonsiliasi fiskal PT Multi Clean Jaya Lestari. 2. Mengolah data yang telah diperoleh, sebagai bahan untuk menganalisa masalah. 3. Menyusun laporan analisis PPh Pasal 21 dengan menggunakan metode Gross Up sebagai alternatif dan rekonsiliasi fiskal PT Multi Clean Jaya Lestari 4. Membuat kesimpulan hasil pembahasan serta memberikan saran kepada PT Multi Clean Jaya Lestari. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Biaya gaji karyawan dikoreksi sebesar Rp. 28.252.000, karena karyawan outsourcing memiliki pinjaman kepada perusahaan sebesar Rp. 28.252.000. 2. Biaya bahan bakar kendaraan dikoreksi sebesar Rp. 6.118.469. Biaya bahan bakar kendaraan digunakan untuk kepentingan digunakan untuk kepentingan pribadi karyawan bukan untuk kepentingan perusahaan. 3. Biaya pemeliharaan kendaraan dikoreksi sebesar Rp. 10.003.158. Biaya pemeliharaan kendaraan dikoreksi karena salah satu karyawan diluar jam kerja menggunakan kendaraan perusahaan digunakan untuk kepentingan pribadi dan keluarganya dan mengalami kerusakan, sehingga biaya tersebut sepenuhnya dibebankan oleh karyawan yang bersangkutan. 4. Biaya penyusutan dikoreksi sebesar Rp. 3.692.923, biaya tersebut disusutkan menyesuaikan dengan kondisi peralatan kantor yang sudah terpakai. 5. Biaya administrasi dikoreksi sebesar Rp. 3.839.505, karena terdapat pengurangan biaya administrasi perusahaan. 6. Biaya umum dikoreksi sebesar Rp. 225.190.974, karena terdapat pengurangan biaya umum yang dikeluarkan perusahaan. 7. Biaya diluar usaha dikoreksi sebesar Rp. 1.178.589. karena biaya tersebut oleh perusahaan sengaja dikurangi untuk menekan pengeluaran perusahaan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
12 Pemberian tunjangan pengobatan sebagai fasilitas kesehatan yang diberikan perusahaan kepada karyawan. Atas tunjangan tersebut merupakan biaya yang boleh menjadi pengurang penghasilan bruto bagi perusahaan karena biaya tunjangan tersebut merupakan penghasilan bagi karyawan. Akan tetapi pemberian tunjangan kesehatan tersebut akan lebih baik jika menggunakan metode Gross Up karena akan membuat karyawan tidak membayar pajak lebih banyak dan juga bagi perusahaan tetap busa menjadi biaya. Jadi akan sama-sama menguntungkan. Dalam hal ini peneliti memberikan perhitungan analisa biaya yang akan dikeluarkan sebelum tunjangan kesehatan diberikan, sesudah tunjangan kesehatan diberikan dengan metode Gross Up terhadap pajak terhutang karyawan dengan asumsi jumlah karyawan tetap sejumlah 15 orang dan karyawan outsourcing sebanyak 15 orang. Asumsi lain adalah tunjangan kesehatan setiap karyawan diberikan tunjangan sebesar Rp. 600.000 setiap tahunnya. Untuk melakukan perhitungan PPh karyawan dengan menggunakan Metode Gross Up, maka harus ditentukan dahulu penghasilan kena pajak dari masing-masing karyawan berdasarkan UU No. 36 tahun 2008. Karena dalam perhitungan mulai tahun 2009 digunakan formulasi Gross Up PPh Pasal 21 yang terbagi menjadi 4 lapisan serta sesuai dengan lapisan tarif yang terdapat dalam Pasal 17 UU Pajak Penghasilan (Taris Progresif) UU No. 36 Tahun 2008. Strategi yang digunakan adalah dengan perhitungan PPh Pasal 21 dengan metode Gross Up juga dapat mengakibatkan gaji bruto karyawan akan naik yang mengakibatkan laba perusahaan menjadi turun, sehingga pajak yang ditanggung oleh perusahaan akan turun, serta tidak terdapat selisih antara biaya fiskal dan komersial yang ditanggung perusahaan. Menerapkan metode Gross Up pada perhitungan PPh Pasal 21 karyawan, penambahan beban gaji pada perusahaan tidak menjadi beban bagi perusahaan karena kenaikan ini akan menurunkan laba sebelum pajak, sehingga Pajak Penghasilan Badan perusahaan akan turun. Berikut ini peneliti jelaskan cara perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Metode Gross Up: Perhitungan PPh Pasal 21 dengan Metode Gross Up: A. K/1 Gaji setahun Tunjangan kesehatan Penghasilan bruto 1 tahun Pengurang Biaya jabatan Penghasilan Netto 1 tahun PTKP WP K/1 PKP Pajak terhutang 5% x Rp 44.239.000 = Rp 2.211.950 Metode Gross Up
Rp 63.100.000 Rp 600.000 Rp 63.700.000 Rp
981.000 Rp 981.000 Rp 62.719.000
Rp 15.840.000 Rp 2.640.000 Rp 18.480.000 Rp 44.239.000
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
13 Rp 44.239.000 x 5% 0,95
= Rp 2.328.368
Diaplikasikan dalam PPh Pasal 21 A. K/1 Gaji setahun Tunjangan pajak Tunjangan kesehatan Penghasilan bruto 1 tahun Pengurang Biaya jabatan
Rp 63.100.000 Rp 2.328.368 Rp 600.000 Rp 66.028.368 Rp
981.000 Rp 981.000 Rp 65.047.368
Penghasilan Netto 1 tahun PTKP WP K/1
Rp 15.840.000 Rp 2.640.000 Rp 18.480.000 Rp 46.567.368
PKP
Pajak terhutang 5% x Rp 46.567.368 = Rp 2.328.368 Tabel 4 Perbandingan perhitungan PPh Pasal 21 Metode Net Basic dengan metode Gross Up PT Multi Clean Jaya Lestari Tahun 2012 (dalam rupiah)
No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Nama A B C D E F G H I J K L M N O P Q R S
Status K/1 K/0 K/2 TK K/2 TK TK TK K/2 K/2 K/2 K/2 K/3 K/3 K/3 K/1 K/0 TK TK
Metode Net Basic Rp 2.211.950 Rp 2.249.250 Rp 2.014.350 Rp 2.038.100 Rp 1.761.650 Rp 1.926.000 Rp 1.900.350 Rp 1.611.550 Rp 1.704.650 Rp 1.696.100 Rp 1.924.100 Rp 1.902.250 Rp 1.697.050 Rp 1.878.500 Rp 1.716.050 Rp 160.550 Rp 229.650 Rp 236.400 Rp 243.150
Metode Gross Up Rp 2.328.368 Rp 2.367.632 Rp 2.120.368 Rp 2.145.368 Rp 1.854.368 Rp 2.027.368 Rp 2.000.368 Rp 1.696.368 Rp 1.794.368 Rp 1.785.368 Rp 2.025.368 Rp 2.002.368 Rp 1.786.368 Rp 1.977.368 Rp 1.806.368 Rp 169.000 Rp 241.737 Rp 248.842 Rp 255.947
Selisih Rp 116.418 Rp 118.382 Rp 106.018 Rp 107.268 Rp 92.718 Rp 101.368 Rp 100.018 Rp 84.818 Rp 89.718 Rp 89.268 Rp 101.268 Rp 100.118 Rp 89.318 Rp 98.868 Rp 90.318 Rp 8.450 Rp 12.087 Rp 12.442 Rp 12.797
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
14 20. 21. 22. 23. 24. 25. 26. 27. 28. 29. 30.
T U V W X Y Z AA BB CC DD Total
TK K/0 K/1 TK TK TK K/1 K/1 K/1 TK TK
Rp 225.850 Rp 233.300 Rp 197.400 Rp 184.800 Rp 146.650 Rp 206.050 Rp 134.950 Rp 115.650 Rp 183.300 Rp 276.300 Rp 267.450 Rp 31.273.350
Rp 237.737 Rp 245.579 Rp 207.789 Rp 194.543 Rp 154.368 Rp 216.905 Rp 142.053 Rp 121.560 Rp 192.947 Rp 290.542 Rp 281.526 Rp 32.918.859
Rp 11.887 Rp 12.279 Rp 10.389 Rp 9.743 Rp 7.718 Rp 10.855 Rp 7.103 Rp 5.910 Rp 9.647 Rp 14.242 Rp 14.076 Rp 1.645.509
Berdasarkan tabel diatas dapat dijelaskan bahwa perhitungan PPh Pasal 21 dengan menggunakan Metode Gross Up lebih menguntungkan perusahaan dibandingkan dengan Metode Net Basic. Sebagai bahan analisis pada penelitian ini, maka berikut ini peneliti memberikan ringkasan dampak penerapan Metode Gross Up atas perhitungan PPh Pasal 21. Tabel 5 Ringkasan Dampak Penerapan Metode Gross Up Atas Perhitungan PPh Pasal 21 PT Multi Clean Jaya Lestari Tahun 2012 (dalam rupiah)
Klasifikasi Penghasilan bruto PKP PPh Pasal 21 terutang Tunjangan pajak dengan Gross Up
Sebelum Metode Gross Up Rp 1.175.469.000 Rp 625.467.000 Rp 31.273.350 -
Sesudah Metode Gross Up Rp 1.180.165.000 Rp 630.163.000 Rp 32.918.859 Rp
32.918.859
Selisih
Selisih
Rp 4.696.000 Meningkat Rp 3.987.000 Meningkat Rp 1.645.509 Meningkat -
-
Dari hasil analisa dan pembahasan dapat dijelaskan bahwa dengan penggunaan Metode Gross Up, tunjangan pajak yang diberikan oleh perusahaan sebesar Rp. 31.273.350; besarnya nilai tersebut sama dengan PPh Pasal 21 terutang karyawan. Dapat dirumuskan : Tunjangan Pajak = PPh Pasal 21 Dengan diterapkannya metode Gross Up maka beban PPh Pasal 21 pada perusahaan digantikan oleh tunjangan PPh Pasal 21. SIMPULAN Berdasarkan pembahasan tersebut dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya sudah melakukan koreksi fiskal, sesuai dengan peraturan perpajakan. Selisih koreksi yang dilakukan sebesar Rp 1.408.800 dan berpengaruh pada PPh Badan. 2. PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya dalam menghitung PPh Pasal 21 masih menggunakan metode Net Basic. Apabila PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya menggunakan metode Gross Up, maka terdapat perbedaan perhitungan PPh Pasal 21 sebesar Rp 1.645.509. Tujuan penggunaan metode Gross Up adalah besarnya PPh Pasal 21 dengan diakui sebagai biaya yang dibebankan kepada karyawan.
Jurnal Ilmu & Riset Akuntansi Vol. 3 No. 10 (2014)
15 SARAN Dari hasil analisis dan pembahasan, peneliti memberikan saran diantaranya sebagai berikut: 1. Laporan keuangan yang disajikan oleh PT Multi Clean Jaya Lestari Surabaya supaya tetap dipertahankan karena telah sesuai dengan peraturan perpajakan yang berlaku. 2. Bagi peneliti selanjutnya yang diharapkan menambahkan variabel dan objek penelitian. DAFTAR PUSTAKA Agoes, S. 2013. Akuntansi Perpajakan. Edisi ke-3. Salemba Empat. Jakarta. Muljono, D dan B. Wicaksono. 2009. Akuntansi Pajak Lanjutan. Andi Yogyakarta. Pohan, C. A. 2013. Manajemen Perpajakan. PT.Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Republik Indonesia. Undang-undang Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat atas Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan. Resmi, S. 2009. Perpajakan Teori dan Kasus. Edisi ke-5. Salemba Empat.Jakarta. Silitonga, L. 2013. Penerapan Tax Planning Atas Pajak Penghasilan Badan Pada CV. Andi Offset Cabang Manado. Jurnal EMBA 1 (3):829-839. Suandy, E. 2011. Perencanaan Pajak. Edisi ke-5. Salemba Empat. Jakarta. Soewadji, J. 2012. Pengantar Metodologi Penelitian. Mitra Wacana Media. Jakarta. Zain, M. 2007. Manajemen Perpajakan. Edisi ke-3. Salemba Empat. Jakarta.
●●●