ANALISIS PERENCANAAN PEMBANGUNAN DAERAH DENGAN PENDEKATAN SISTEM LUNAK (SOFT SYSTEM)
Nana Abdul Aziz Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Brawijaya, Jl. MT Haryono No. 163 Malang e-mail :
[email protected]
Abstract: Analysis of Regional Planning With Soft Systems Approach. Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) have not been able address the needs of the community, lead apposite planning pattern as Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No. 50 Tahun 2008 and combined all substance of the document planning. Data collection technique is interviews, observations, and document study. Data analysis tool is interactive model qualitative. The result of the research is indicate that the arrangement process of RKPD have complexity problem. This was seen through from Musrenbang in Kelurahan, Musrenbang in Kecamatan, SKPD arbitration, and Musrenbang in Kota. To understanding the complexity of the problem and discover the solution, this research is conducted by soft systems methodology approach. The phase of this methodology divides into three stages; structure the problem, defines the problem and defines the problem and build a conceptual model. Keywords: Local development planning, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), Soft systems methodology Abstrak: Analisis Perencanaan Pembangunan Daerah Dengan Pendekatan Sistem Lunak (Soft System). Penyusunan dokumen Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) masih belum berdasarkan kebutuhan masyarakat, belum mempunyai alur perencanaan yang jelas dan tepat sebagaimana mengacu kepada Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.50 Tahun 2008 dan serta keterkaitan substansi antar dokumen perencanaan yang satu dengan yang lain. Metode penelitian yang digunakan adalah metode kualitatif dengan pendekatan deskriptif. Dengan teknik pengumpulan data dari wawancara, observasi, dan studi dokumen serta menggunakan analisa data kualitatif. Kesimpulan yang didapat bahwa proses penyusunan RKPD menunjukan masih terdapat kompleksitas permasalahan. Kompleksitas yang dimaksudkan adalah tahap penyusunan mulai dari musrenbang tingkat kelurahan, musrenbang tingkat kecamatan, forum SKPD, sampai musrenbang tingkat kota. Pendekatan soft systems methodology mengelompokan kompleksitas tersebut dalam tiga tahap. Strukturisasi permasalahan, mendefinisikan sistem permasalahan dan mendefinisikan sistem permasalahan dan membangun model konseptual. Kata Kunci : Perencanaan pembangunan daerah, Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD), soft systems methodology
keterhubungan
PENDAHULUAN
yang
melekat,
karena
Frase perencanaan dan pembangunan
pembangunan membutuhkan perencanaan
merupakan suatu kesatuan yang tidak dapat
dan perencanaan harus mewujud dalam
dipisahkan, ibarat satu tubuh yang diantara
pembangunan, mulai dari pemerintahan
satu organ dengan organ lainnya memiliki
pusat sampai pada tingkat pemerintahan 340
341 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
daerah. Dalam struktur pemerintahan pusat
pembangunan
dikenal
proses perencanaan pembangunan, mulai
dengan
Badan
Perencanaan
tentu
dari
dalam struktur pemerintahan daerah pada
Panjang
umumnya
Badan
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
Daerah
(RPJMD), Rencana Strategis Satuan Kerja
Perencanaan
dengan
Pembangunan
Pembangunan
beberapa
Pembangunan Nasional (BAPPENAS) dan
disebut
Rencana
melalui
Daerah
(RPJPD),
Perangkat
sistem perencanaan pembangunan yang
Rencana
ideal, maka dibutuhkan apa yang disebut
(RKPD) sampai pada Rencana Kerja
dengan tahapan-tahapan, sebagaimana juga
Satuan Kerja Perangkat Daerah (Renja
sudah terdefinisikan di dalam Undang-
SKPD), hal tersebut adalah merupakan tata
Undang No.25 Tahun 2004 tentang Sistem
urutan hierarki yang bersifat bottom up-top
Perencanaan
Nasional
down. Sebagaimanan juga disebutkan di
(SPPN) disebutkan bahwa tahapan tersebut
dalam Peraturan Menteri Dalam Negeri
meliputi penyusunan rencana, penetapan
(PERMENDAGRI) No.54 Tahun 2010.
rencana, pengendalian pelaksana rencana,
Pada umumnya perencanaan pembangunan
dan evaluasi pelaksanaan rencana.
daerah di Indonesia
Perencanaan seharusnya realitas
pembangunan
mencerminkan
suatu
daerah,
Kerja
(Renstra
Rencana
(BAPPEDA). Dalam rangka mewujudkan
Pembangunan
Daerah
Jangka
Pembangunan
SKPD), Daerah
mengenal empat
daerah
pendekatan, sebagaimana juga disebutkan
kebutuhan
di dalam PERMENDAGRI No.54 Tahun
sebagaimana
2010
Pasal
6,
diantaranya
adalah
dinyatakan Kuncoro (2012, h.3), bahwa
teknokratis, partisipatif, politis dan top
perencanaan pembangunan daerah tidak
down-bottom up.
hanya perencanaan dari suatu daerah, tetapi perencanaan
suatu
daerah.
RKPD nampaknya masih sebatas pada
pembangunan
daerah
retoris dan belum sepenuhnya tercermin
untuk
dalam keseluruhan proses penyusunan
memperbaiki penggunaan sumber daya-
RKPD. Bahkan yang menjadi catatan
sumber daya publik yang tersedia di daerah
penting adalah pola pikir dan cara pandang
tersebut. Sehingga menjadi penting dalam
lama masih cukup kental mewarnai proses
proses
bersifat
RKPD, misalnya cenderung liniear dan
aspiratif dan menggunakan pendekatan
belum mampu melihat masalah secara
perencanaan
yang
Badan
holistik. Kualitas RKPD di Kota Malang
Perencanaan
Pembangunan
Daerah
sendiri bisa dikatakan belum holistik
dalam mengejawantahkan
karena belum mampu menjawab kebutuhan
Perencanaan berfungsi
untuk
Mindset dalam proses penyusunan
sebagai
perencanaan
penyusunannya
(BAPPEDA),
harus
tepat.
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 342
masyarakat,
belum
perencanaan
yang
alur
wholes. It is a framework for seeing
tepat
interrelationships rather than things, for
sebagaimana mengacu kepada Surat Edaran
seeing patterns of change rather than static
Menteri Dalam Negeri No.50 Tahun 2008
"snapshots."
tentang
pedoman
mempunyai jelas
dan
penyusunan
RKPD.
Berangkat dari pengembangan analisa
Mekanisme perencanaan masih didominasi
system thinking, penulis lebih spesifik akan
usulan kegiatan secara hirarki dari birokrasi
menggunakan
yang berorientasi lebih kepada fisik dan
methodology. Soft systems methodology
belum secara komprehensif mengangkat
(SSM)
merupakan
isu-isu
untuk
memecahkan
strategis
yang
muncul
masyarakat,
sehingga
perencanaan
pembangunan
inkrimental,
padahal
di
menyebabkan cenderung
didalam
proses
kompleks
yang
soft
sebuah
system
pendekatan
situasi tidak
masalah terstruktur
berdasarkan analisis holistik dan berpikir sistem. Soft system methodology adalah
menyusun dokumen RKPD ada beberapa
proses
tahapan-tahapan dan sub
merumuskan
sistem-sub
pendekatan
untuk
mengidentifikasi,
akar
permasalahan
sistem, merupakan bagian yang tidak
pemecahannya,
terpisahkan
mempertemukan pendapat para pihak yang
Proses
dalam
tahapan
menyusun tersebut
RKPD.
merupakan
terlibat
seperti
menemukan
dan
pelaksana,
fenomena yang sistemik. Pada wilayah
keputusan,
inilah
mempertimbangkan
penulis
ingin
mengungkapkan
dengan
menggunakan
system
methodology
yang
bagian
dari
thinking.
system
pendekatan
soft
merupakan
dan
pengguna,
pengambil
dan
kondisi
dengan lingkungan
pandangan
masyarakat/politik/sosial
dan
umum budaya,
dalam
System
pengertian yang lebih sederhana dapat
thinking merupakan sebuah metode yang
diartikan bahwa soft systems methodology
mampu menggambarkan masalah secara
merupakan pendekatan yang terstruktur
holistik, dimana system thinking merupakan
untuk menyelesaikan masalah yang tidak
suatu
proses untuk memahami suatu
terstruktur, sebagaimana diungkapan oleh
fenomena dengan tidak hanya memandang
Checkland and Scholes (1990, h.1) “soft
dari satu atau dua sisi tertentu. System
systems methodology (SSM) helps such
thinking berarti bagaimana memahami
managers, of all kinds and at all levels, to
bahwa suatu fenomena akan dipengaruhi
cope with their task. It is organized way of
oleh banyak fenomena lainnya, Seperti
tackling messy situations in the real world.
halnya dinyatakan oleh Senge (1990, h.53)
It is based on systems thinking, which
“systems thinking is a discipline for seeing
enables it to be highly defined and
343 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
described, but flexible in use and broad in METODOLOGI
scope”. Cara pandang system thinking dengan
Metode penelitian yang digunakan
pendekatan soft system methodology sangat
adalah kualitatif yang diarahkan untuk
relevan untuk menganalisis perencananaan
mendeskripsikan
pembangunan daerah dengan studi proses
fenomena
penyusunan Rencana Kerja Pembangunan
dalam tiga dimensi permasalahan. Pertama,
Daerah
proses
(RKPD).
Penelitian
tentang
dan
menganalisis
perencanaan
pembangunan
penyusunan
Rencana
perencanaan pembangunan daerah telah
Pembangunan
banyak dilakukan oleh para pakar dari
Pemerintah Daerah Kota Malang. Kedua,
berbagai disiplin ilmu. Namun penelitian
peran Satuan Kerja Perangkat Daerah
mengenai
(SKPD) dalam proses penyusunan Rencana
RKPD
dalam
perencanaan
Daerah
Kerja
Kerja
koridor disiplin administrasi publik masih
Ketiga, setelah hal tersebut dilakukan
tergolong langka terlebih lagi dengan
kemudian proses penyusunan Rencana
menggunakan
Kerja
soft
system
Pembangunan
Daerah
pada
pembangunan daerah yang berada dalam
pendekatan
Pembangunan
(RKPD)
Daerah
(RKPD).
(RKPD)
methodology yang merupakan bagian dari
dianalisis dengan pendekatan soft system
system thinking.
methodology. Gambar 1 Tujuh Tahapan Soft Systems Methodology 7. Action to improve the problem situation
1.The problem situation : unstructured
6. Feasible, desirable, changes
2. The problem situation : expressed
5. Comparison of 4 with 2
Real world Systems thinking
4. Conceptual models
3. Root definitions of relevant
4a. Formal system concept
4b. Other systems thinking
Sumber : diadaptasi dari Checkland (1999, h.163)
kecamatan PEMBAHASAN Kota Malang yang secara administratif pelayanan kepada masyarakat terdiri dari 5
dan
57
kelurahan,
instansi
administratif pelayanan tersebut merupakan satu kesatuan yang tersistem serta bersifat hierarki.
Berdasarkan
data
dari Badan
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 344
Kepegawaian Daerah Kota Malang tercatat
Pelaksanaan musrenbang diawali mulai
10.173 Pegawai Negeri Sipil yang berada
dari tingkat kelurahan, musrenbang tingkat
dibawah Pemerintahan Kota Malang.
kelurahan pada dasarnya berjalan dengan baik jika parameternya dilihat dari perspektif
Proses
Penyusunan
Pembangunan
Daerah
Rencana
Kerja
(RKPD)
Kota
Malang
tahap penyusunan rancangan awal RKPD, sampai pada tahap penyusunan rancangan RKPD di Kota Malang dibentuk berdasarkan Walikota/188.45/103/35.73.112/2012,
didalam SK tersebut dituliskan tim persiapan diantaranya sebagai Ketua Tim adalah BAPPEDA Kota Malang, Sekretaris Ketua Tim adalah Bidang Pendataan dan Evaluasi BAPPEDA Kota Malang, dan anggota adalah Kabag Keuangan Sekda Kota Malang, Kabag Bagian Hukum Sekda Kota Malang serta unsur BAPPEDA Kota Malang. Hal yang dibicarakan tim tersebut adalah terkait dengan sesuatu hal yang bersifat teknis dan tidak membicarakan hal-hal yang bersifat subtansial lebih mendalam. Fenoma tersebut menunjukan bahwa belum adanya sebuah konsistensi untuk melakukan proses tahapan penyusunan RKPD secara menyeluruh serta sesuai dengan ketentuan (mulai dari hal yang strategis sampai pada hal yang praktis). Padahal secara ketentuan yang didasarkan menurut Surat Edaran Menteri Dalam Negeri No.050/200/II/BANGDA/2008 Pedoman
karena
terlihat
dari
tingkat
kehadiran perwakilan masyarakat dalam musrenbang kelurahan, akan tetapi secara
Tahapan proses penyusunan RKPD,
SK
partisipasi
Penyusunan
Rencana
Pembangunan Daerah (RKPD).
Tentang Kerja
subtantif dan juga beberapa hal yang bersifat teknis belum berjalan optimal bahkan tidak diimplementasikan.
Mulai
dari
ketidaktepatan jadwal, ketidakfahaman akan urgensi musrenbangkel, tidak melaksanakan pra musrenbangkel, delegasi yang disepakati untuk
diikutsertakan
di
musrenbang
kecamatan mayoritas tidak mencerminkan keterwakilan perempuan karena didominasi oleh kaum laki-laki, beberapa musrenbang kelurahan di dalam pelaksanaannya tidak ada narasumber yang mewakili dari BAPPEDA Kota Malang, padahal BAPPEDA menjadi lembaga inti dalam proses penyusunan musrenbang
RKPD
yang
tugasnya
memberikan informasi dan gambaran terkait fokus
perencanaan pembangunan.
Hasil
akhir dari musrenbang kelurahan belum bisa dikatakan berupa dokumen akan tetapi masih berupa bentuk laporan pembangunan yang mayoritas orientasinya adalah pembangunan fisik. Setelah
tahap
musrenbang
tingkat
kelurahan selesai dilaksanakan, berikutnya adalah
musrenbang
tingkat
kecamatan.
Fenomena yang tergambar dalam proses musrenbang kecamatan tidak jauh berbeda
345 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
dengan
yang
terjadi pada
musrenbang
dokumen RKPD. Berdasarkan data sekunder
kelurahan. Musrenbang tingkat kecamatan
menunjukan bahwa hasil dari musrenbangkot
hanya
belum dapat
sebagai
aktivitas
yang
bersifat
dikatakan dalam kategori
formalitas, seolah-olah kegiatan tersebut
perencanaan
bersifat bottom-up tapi realitanya lebih
terlihat
kecenderungan
pemaknaan
pembangunan yang bersifat fisik. Usulan
formalitas dalam konteks yang lain diartikan
dari masyarakat juga tidak terakomodir.
bahwa
Peran BAPPEDA sangat
dominan dan
seremonial termasuk peran SKPD hanya
memiliki
penuh
bersifat mengakomodir. Selanjutnya adalah
mengendalikan proses musrenbangkot. Tentu
kegiatan forum SKPD. Secara teknis forum
fenomena tersebut sedikit keluar dari koridor
SKPD hanya melakukan konfirmasi dan
semangat musrenbangkot yang merupakan
penyesuaian antara hasil musrenbangcam
sebagai wahana untuk mensinkronisasikan
dengan
sederhananya
dan merekonsiliasikan pendekatan top-down
memberikan ruang untuk terjadinya proses
dengan bottom-up, pendekatan penilaian
tanya jawab antar seluruh peserta forum
kebutuhan masyarakat (community need
SKPD. Memang dalam prosesnya diberikan
assessment) dengan penilaian yang bersifat
ruang untuk saling konfirmasi terkait dengan
teknis (techical assessment); resolusi konflik
prioritas kegiatan akan tetapi karena kendali
atas berbagai kepentingan pemerintah daerah
ada pada Kepala SKPD, akhirnya proses
dan non government stakeholders untuk
dinamika itu hanya sampai pada titik
pembangunan daerah,
konfirmasi dan tidak terjadi proses diskusi
program pembangunan dengan kemampuan
yang subtansial. Hal tersebut jelas sudah
dan kendala pendanaan, dan wahana untuk
keluar dari ketentuan dalam poin pertama
mensinergikan berbagai sumber pendanaan
prinsip-prinsip
forum
pembangunan. Proses penyusunan RKPD
SKPD bahwa forum SKPD merupakan
juga tidak terlepas dari unsur kepentingan
forum
yang
politik, dimana DPRD menjadi institusi yang
mempertemukan pendekatan teknokratis dan
memiliki nilai tawar karena perannya yang
top-down dengan pendekatan partisipatif dan
bisa melakukan untuk tidak memberikan
bottom-up. Hasil akhir dari forum SKPD
dukungan
akan dibahas di forum musrenbang tahap
RKPD.
top-down.
musrenbangcam
program
hanya
SKPD,
penyelenggaraan
pembahasan
strategis
bersifat
akhir yakni musrenbang tingkat kota. Musrenbang tingkat kota merupakan finalisasi yang akhirnya akan menghasilkan
komprehensif,
dari
hal
tersebut
kecenderungan
proses
otoritas
terhadap
yang
dalam
antara kebutuhan
proses
penyusunan
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 346
Peran Satuan Kerja Perangkat Daerah
atau theory of planning. Seharusnya dalam
(SKPD) dalam proses penyusunan RKPD
praktek, seharusnya tidak dipisahkan antara
Kota Malang
theory of planning dan theory in planning.
Pada prinsipnya SKPD berperan pada setiap
tahapan
musrenbang
musrenbang,
mulai
kelurahan,
tingkat
tingkat
Justru
diharapkan
keduanya
akan
membentuk suatu kolaborasi yang oleh Faludi
(1973)
disebut
juga
sebagai
kecamatan, forum SKPD sampai pada tahap
perencanaan efektif. Posisi teori perencanaan
akhir yakni musrenbang tingkat kota. Sifat
yang berada pada domain publik memaksa
dari peran SKPD sekedar memberikan
adanya
gambaran dan mengakomodir setiap usulan
penyusunan Rencana Kerja Pembangunan
yang disampaikan di musrenbang terutama di
Daerah (RKPD) dalam perspektif Kumar
tingkat kecamatan. Pada tahapan forum
(2001)
SKPD maupun musrenbang kota peran
planning connotes a better perception of the
SKPD memiliki pengaruh yang signifikan,
needs of local areas, makes better informed
karena memiliki otoritas yang penuh dalam
decision-making possible, gives a greater
menentukan
voice in decision-making to the people for
skala
prioritas
rencana
pembangunan.
disebut
tersebut.
sebagai
Proses
Decentralized
whom the development is meant, and serves to
Proses Penyusunan Rencana Kerja
achieve
better
co-ordination
and
integration among programmes enabling the
Pembangungan Daerah (RKPD) Kota Malang
felt needs of the people to be taken info account. Desentralisasi diartikan sebagai
Persiapan Proses Penyusunan Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Proses
kolaborasi
penyusunan
Pembangunan
Daerah
Rencana (RKPD)
Kerja dalam
perspektif Faludi (1973) disebut sebagai subtantive theory. Hal tersebut dikarenakan adanya penyerapan substansi metode dari disiplin ilmu lain, berdasarkan hal tersebut maka perspektif substantive theory lebih tepat atau dalam teori perencanaan dikenal dengan theory in planning. Sementara teori perencanaan disebut sebagai teori prosedural
upaya
mengolah
terhadap
persepsi
kebutuhan
secara
masyarakat
tepat lokal,
membuat keputusan yang berdasarkan data dan informasi yang lebih akurat, memberikan kesempatan
yang
masyarakat
dalam
lebih
besar
proses
kepada
pembuatan
keputusan, mencapai koordinasi yang lebih baik dan terintegrasi diantara programprogram yang ada sehingga pada akhirnya memungkinkan masyarakat untuk memenuhi kebutuhannya. Persiapan proses penyusunan RKPD di Kota Malang tidak berjalan sesuai dengan
347 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
ketetapan
pada
kerangka
sistem
yang
diterjemahkan dalam bentuk aturan secara
memfasilitasi
dalam
melakukan
musyawarah pembangunan kelurahan.
teknis berdasarkan Surat Edaran Mendagri No.50/200/II/BANGDA/2008.
LPMK
Dari keterangan tersebut dapat dipahami
Padahal,
bahwa meskipun musrenbang benar-benar
kualitas suatu perencanaan akan dipengaruhi
mampu membawa aspirasi masyarakat dalam
oleh sejauhmana kematangan dalam tahap
proses pembuatan keputusan namun peran
persiapan, rancangan awal dan sampai pada
besar dalam proses tersebut tetap berada
tahap rancangan RKPD itu sendiri sedangkan
ditangan pemerintah daerah. Banyaknya
legitimasinya dari sisi partisipasi ditentukan
usulan pembangunan masyarakat yang tidak
oleh
terakomodir disebabkan oleh adanya posisi
seberapa
jauh
keterlibatan
para
pemangku kepentingan. Realitas yang terjadi
rencana
juga menunjukan bahwa persiapan proses
kompleks dari pemkot dan terlalu banyaknya
penyusunan RKPD tidak dilandaskan dengan
usulan masyarakat yang masuk sehingga
menggunakan
harus
kaidah
berpikir
holistik
pembangunan
dipilah
dan
yang
dipilih
bersifat
berdasarkan
dengan menjalankan proses tahapan secara
kategori pembidangan dan prioritas atas
konsisten.
dasar kategori tersebut. Seperti halnya dinyatakan oleh Riyadi dan Bratakusumah
Pelaksanaan Musrenbang Rencana Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Intervensi
dan
penting dalam perencanaan pembangunan
besarnya
peran
pemerintah daerah dilihat dari pengendali sesungguhnya dari musrenbang tersebut. Secara keseluruhan, Badan Perencanaan Pembangunan (BAPPEDA) Kota Malang merupakan
lembaga
yang
paling
bertanggung jawab terhadap berlangsungnya musrenbang.
BAPPEDA
melakukan
koordinasi seluruh jajaran perangkat daerah untuk menjalankan musrenbang. Di tingkat kecamatan, peran kantor kecamatan sangat besar
bagi
berlangsungnya
(2004, h.8), bahwa orientasi holistik menjadi
musrenbang
tingkat kecamatan. Di tingkat kelurahan, kantor kelurahan memiliki peran besar untuk
daerah, karena dengan tingkat kompleksitas yang besar tidak mungkin kita mengabaikan masalah-masalah
yang
muncul
sebagai
tuntutan kebutuhan sosial yang tak teralakkan. Selain hal tersebut, gambaran lain yang terlihat adalah peran pemerintah daerah dalam hal ini BAPPEDA begitu kuat dalam musrenbang. bahwa
Hal
pada
tersebut akhirnya
menunjukan musrenbang
kehilangan ruh hakikat dasarnya yakni bersifat
bottom
up.
Kuatnya
peran
BAPPEDA dalam proses musrenbang dalam perspektif Faludi (1973,
h.1) diartikan
sebagai para pembuat rencana melakukan
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 348
usaha
untuk
mengurangi
gejolak
di
forum
SKPD,
sebagaimana
dalam
masyarakat akibat suatu kejadian dengan
diungkapkan
memberikan arahan yang rasional dan logis
penelitian. Hal tersebut
tentang kejadian tersebut dimana arahan
sebagai formalitas partisipatif, sebagaimana
tersebut tidak dengan pola pikir masyarakat
Abe (2005, hal.88) mengungkapkan bahwa
pada umumnya
selama
proses
data
sudah
primer
hasil
bisa dikatakan
transformasi
kapasitas
Belum holistiknya proses penyusunan
masyarakat dan keterampilan masyarakat
rencana kerja pembangunan daerah terlihat
tidak dilakukan, maka partisipasi hanya akan
dari beberapa proses tahapan musrenbang,
terlihat
mulai dari musrenbang tingkat kelurahan,
sedangkan realitas sesungguhnya adalah
musrenbang
hegemoni dan manipulasi.
tingkat
kecamatan,
forum
SKPD, sampai tahap musrenbang tingkat
sebagai
formalitas
Selanjutnya
partisipatif,
adalah
gambaran
kota seperti yang telah penulis gambarkan
musrenbang yang terlihat nuansa politiknya
dibeberapa fenomena penyajian data diawal.
terutama pada tahapan forum SKPD dan
Perjalanan
musrenbang
dari
musrenbang
tiap
lebih
tahapan
terlihat
proses
formalitas
diplenokan
kota di
atau
bahkan
ketika
DPRD,
seperti
sudah
dikarenakan keputusan akhir dari hasil setiap
diungkapkan dalam poin hasil penelitian. Hal
tahapan
tersebut seperti yang digambarkan oleh
proses
musrenbang
otoritas
keputusannya berada pada pemerintahan
Conyer dan Hill.
daerah dalam hal ini adalah BAPPEDA serta Gambar 2. Hubungan Politik, Perencana, Administrator dan Publik NGO/LSM
Kepala Daerah DPRD
Sumber : Conyer and Hill (1990)
BAPPEDA
Peran Satuan Kerja Perangkat Daerah
pendekatan partisipasi. Para pemimpin
(SKPD) dalam Proses Penyusunan
daerah atau politisi sering memberikan
Rencana Kerja Pembangunan Daerah
respons politik atas partisipasi secara cepat,
(RKPD) Kota Malang
begitu
Peran SKPD pada hakikatnya terlibat pada
setiap
berlangsung.
dengan
masyarakat
Sementara
pendekatan
musrenbang,
teknokrasi membutuhkan proses translasi
diantaranya tahap musrenbang kecamatan,
melalui analisis yang lama, senada dengan
tahap forum SKPD, dan tahap musrenbang
lamanya waktu yang dibutuhkan oleh
kota, dari setiap tahapan tersebut dengan
proses partisipatif. Tetapi ada sebuah
berdasarkan data sekunder dan data primer
prinsip dasar bahwa siapapun yang sabar
menunjukan bahwa peran SKPD yang
mengikuti proses maka akan membuatnya
paling menonjol adalah pada musrenbang
menjadi
tahap forum SKPD. Berdasarkan perspektif
pendekatan teknokrasi dimasukkan dalam
pendekatan perencanaan, forum SKPD
proses partisipasi maka akan menghasilkan
lebih tepat disebut sebagai perencanaan
perencanaan yang lebih bermakna dan
teknokratis yang bersifat top down yang
berkualitas. Hal ini misalnya ditempuh
diselaraskan dengan hasil dari pendekatan
dengan analisis masalah dan penentuan
partisipatif yang bersifat bottom up. Secara
skala prioritas dalam setiap tahapan proses
konseptual seperti yang diungkapkan oleh
penyusunan RKPD.
Sutoro
tahapan
dialog
Eko
mengungkapkan
(www.ireyoga.org), bahwa
lebih
bijak.
Sehingga
jika
Sama halnya seperti yang terjadi dalam
perencanaan
proses musrenbang bahwa dalam forum
teknokratis mengandung dimensi teori dan
SKPD juga terlihat nuansa formalitas dan
metodologi
politis
untuk
mengelola
data,
dalam
melakukan
proses
informasi dan aspirasi secara logis, tepat,
penyusunan rencana pembangunan. Serta
dan
berdasarkan
cermat.
Teori
mengharuskan
dan
agenda
metodologi
data
primer
bahwa
para
perencanaan
delegasi yang berada dalam pemerintahan
membuat analisis masalah dan tujuan
dibawahnya tergambar lebih mengambil
secara
pada posisi yang aman sehingga tidak
tepat,
sehingga
mampu
menghasilkan kebijakan yang tepat atau
muncul
menjawab masalah dengan benar.
dilakukan proses pembaharuan. Abe (2005,
Pendekatan
kritis.
Maka
harus
dengan
hal.88) memberikan beberapa perspektif
pendekatan partisipasi sejatinya tidak saling
agar muncul keseimbangan dalam proses
bertentangan.
mempengaruhi
berupaya
teknokratis
dinamika
Pendekatan
melakukan
teknokratis
translasi
atas
ditetapkan. 349
sebelum Beberapa
kebijakan hal
itu
tersebut
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 350
diantaranya adalah (1). Perubahan budaya,
realitas (real-world problem). Mengenali
pembaruan kultur politik di masyarakat,
permasalahan
agar bisa lebih menerima kejujuran politik
(problem situation unstructured) dengan
dan menentang segala bentuk tekanan
cara
politik, dan (2). Perubahan tata politik,
menggambarkan
sehingga perpolitikan lebih bersifat “poli”
munculnya masalah, dan memahami situasi
dan berorientasi akar rumput, bukan lagi
munculnya suatu masalah berdasarkan
berorientasi elitis. Melibatkan masyarakat
struktur dan proses yang terjadi dalam
secara
berbagai
langsung akan
membawa tiga
yang
tidak
terstruktur
mengungkap
masalah,
berbagai
aktivitas.
kemungkinan
Strukturisasi
dampak penting : (1). Terhindar dari
permasalahan proses penyusunan RKPD
peluang terjadinya manipulasi. Keterlibatan
pada
rakyat
standarisasi serta konsistensi menjalankan
akan
memperjelas
apa
yang
dasarnya
berkaitan
perencanaan
dengan
sebetulnya dikehendaki masyarakat. (2).
proses
sesuai
Member nilai tambah pada legitimasi
ketentuan.
rumusan perencanaan. Semakin banyak
permasalahan tersebut baik menyangkut
jumlah masyarakat yang terlibat akan
struktur maupun proses penyusunan RKPD
semakin baik. (3). Meningkatkan kesadaran
dapat dirinci sebagai berikut :
Rumusan
dengan
strukturisasi
dan keterampilan politik masyarakat. Analisis
Soft
Systems
Methodology
Strukturisasi
Permasalahan
Proses
Terhadap Proses Penyusunan Rencana
Penyusunan
Rencana
Kerja
Kerja Pembangunan Daerah
Pembangunan Daerah (RKPD) Kota
(RKPD)
Kota Malang
Malang
Operasionalisasi soft systems methodology
Strukturisasi
permasalahan
proses
terhadap kompleksitas proses penyusunan
penyusunan Rencana Kerja Pembangunan
RKPD dikelompokan menjadi tiga tahap.
Daerah (RKPD) pada intinya berkaitan
Pertama,
dengan pemahaman secara subtansial akan
strukturisasi
Kedua,
mendefinisikan
permasalahan. sistem
permasalahan.
Ketiga,
permasalahan
sistem
mendefinisikan dan
membangun
standarisasi
proses
pembangunan
yang
mekamisme
yang
perencanaan sesuai
telah
ditetapkan.
model konseptual.
Rumusan
Strukturisasi Permasalahan
tersebut baik menyangkut struktur maupun
Strukturisasi permasalahan dimaksudkan
prosesnya dapat dirinci menjadi delapan
untuk
belas masalah.
memahami
masalah
secara
mendalam sesuai proses yang terjadi dalam
strukturisasi
dengan
permasalahan
351 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
1.
2.
Dalam tahapan penyusunan RKPD
dalam
RKPD, penyusunan rancangan awal
narasumber
RKPD sampai pada tahap penyusunan
BAPPEDA,
rancangan
berjalan
menjadi lembaga inti dalam proses
sebagaimana sesuai ketentuan yang
penyusunan musrenbang RKPD yang
telah ditetapkan.
tugasnya memberikan informasi dan
Proses tahapan tersebut di point 1
gambaran terkait fokus perencanaan
masih berjalan secara formalitas, hal
pembangunan sehingga secara tidak
tersebut
langsung akan berpengaruh terhadap
RKPD
tidak
terlihat
dari
penjelasan
sekretaris
Bidang
Pendataan
Evaluasi
yang
tidak
dan
mampu
ada
mewakili
dari
padahal
BAPPEDA
cara pandang peserta musrenbang. 8.
Hasil akhir dari musrenbang kelurahan
yang
akan tetapi masih berupa bentuk
telah
dilakukan untuk
serta
menjawab
Belum
adanya
untuk
melakukan
laporan pembangunan. 9.
sebuah
konsistensi
proses
tahapan
Mayoritas
orientasinya
adalah
pembangunan fisik yang dari tahun ke tahun seringkali ada kesamaan. 10. Proses musrenbang kelurahan memiliki
point 1 secara menyeluruh serta sesuai
banyak
dengan ketentuan (mulai dari hal yang
masyarakan akan tetapi tidak semua
strategis sampai pada hal yang praktis).
bisa terakomodir.
Pelaksanaan
usulan
pembangunan
dari
kelurahan
11. Pelaksanaan musrenbang kecamatan
yang tidak sesuai dengan jadwal yang
yang tidak sesuai dengan jadwal yang
sudah ditentukan.
sudah ditentukan.
Tidak
musrenbang
adanya
pelaksanaan
pra
musrenbang kelurahan. 6.
yang
tidak
belum bisa dikatakan berupa dokumen
penyusunan RKPD yang disebutkan di
5.
pelaksanaannya
menunjukan dokumen proses tahapan
beberapa konfirmasi.
4.
Beberapa musrenbang kelurahan di
mulai dari tahap persiapan penyusunan
ketidakmampuan
3.
7.
Terkait
dengan
disepakati untuk musrenbang
musrenbang kecamatan.
delegasi
yang
diikutsertakan
di
13. Pelaksanaan musrenbang kecamatan ada yang tidak dihadiri
narasumber
mayoritas
yang mewakili dari BAPPEDA dan
keterwakilan
Anggota DPRD, padahal BAPPEDA
perempuan karena didominasi oleh
menjadi lembaga inti dalam proses
kaum laki-laki.
penyusunan musrenbang RKPD yang
tidak
kecamatan
12. Tidak semua kecamatan melakukan pra
mencerminkan
tugasnya memberikan informasi dan
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 352
gambaran terkait fokus perencanaan
menyeluruh kepada semua organisasi
pembangunan
pemerintahan
DPRD
dan
sebagai
musrenbang
juga
Anggota
penyelaras
proses
organisasi
kemasyarakatan.
yang
18. Tidak optimalnya dukungan sarana dan
sehingga secara tidak
prasarana yang didalamnya termasuk
langsung akan berpengaruh terhadap
dokumen kebijakan pemerintah dan
pola pikir dan dalam pengambilan
pembiayaan
keputusan.
dipersiapkan secara matang dan jelas.
dilakukan,
kecamatan
dan
14. Musrenbang kecamatan secara umum pelaksanaannya formalitasnya
lebih
terlihat
karena
hanya
kelurahan
sehingga
yang
telah
Poin ini seperti yang disampaikan dalam laporan musrenbang kecamatan oleh
menyelaraskan beberapa usulan dari musrenbang
kegiatan
Tim
Murenbang
Kecamatan
Blimbing. Strukturisasi
Permasalahan
Peran
prosesnya belum mengarah kepada
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD)
diskursus yang bersifat subtansi.
dalam
15. Peran pemerintah daerah dalam hal ini BAPPEDA
begitu
kuat
dalam
musrenbang
Penyusunan
Rencana
Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) Kota Malang
musrenbang, hal tersebut menunjukan bahwa pada akhirnya
Proses
Strukturisasi terkait
permasalahan
kedua
peran Satuan Kerja Perangkat
kehilangan ruh hakikat dasarnya yakni
Daerah (SKPD) dalam proses penyusunan
partisipatif yang bersifat bottom up
Rencana
tapi prakteknya top down.
(RKPD). Permasalahan yang dihadapi pada
16. Proses penyusunan RKPD juga tidak
Kerja
Pembangunan
Daerah
intinya berkaitan dengan pemahaman dan
terlepas dari unsur kepentingan politik,
konsistensi
dimana DPRD menjadi institusi yang
perencanaan pembangunan yang sesuai
memiliki nilai tawar karena perannya
dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
yang bisa melakukan untuk tidak
Strukturisasi permasalahan tersebut baik
memberikan dukungan terhadap proses
menyangkut struktur maupun prosesnya
penyusunan RKPD.
dapat dirinci menjadi lima masalah yang
17. Tidak
adanya
sosialisasi
terkait
petunjuk baku baik petunjuk pokok maupun
petunjuk
teknis
pelaksanaan
penyusunan
perencanaan
pembangunan
terkait dokumen secara
akan
standarisasi
proses
dihadapi, diantaranya sebagai berikut. 1.
Implementasi dari kegiatan
forum
SKPD adalah proses partisipasi top down, hakikatnya adalah bottom up
353 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
2.
Pembahasan di forum SKPD sekedar
Mendefinisikan
menyelaraskan, tidak ada diskusi yang
dan Membangun Model Konseptual
bersifat subtansial 3.
4.
5.
Sistem
Permasalahan
Setelah strukturisasi permasalahan
Kendali penuh forum SKPD ada pada
dilakukan, tahap berikutnya yang dilakukan
Kepala SKPD sehingga
dalam
hasil akhir
penggunaan
soft
systems
dari forum SKPD tidak mengakomodir
methodology adalah membangun model
seluruhnya
konseptual melalui kerangka erpikir sistem
usulan
dari
musrenbangcam
(system thinking).
Belum adanya pemahaman yang utuh
model ini untuk memecahkan masalah yang
secara strategis terkait standarisasi
dihadapi secara sistemik mengingat pada
forum SKPD yang didalam prosesnya
dasarnya setiap masalah sosial adalah
idealnya
bersifat sistemik, sehingga pemecahannya
mempertemukan
semua
Tujuan
membangun
pendekatan.
harus dilakukan dengan cara sistemik pula.
Masih tercermin nuansa formalitas dan
Model
politis
permasalahan
dalam
mendefinisikan tersebut
dikenal
sistem dengan
istilah CATWOE. Gambar 3. Kerangka Mendefinisikan Sistem Permasalahan Environmental Contrains
Worl-view Client Transformationprocess Actors Owners
CATWOE C : pihak-pihak yang diuntungkan A : pihak-pihak yang melaksanakan aktivitas pemecahan masalah T : aktivitas yang merubah masukan menjadi keluaran W: pemahaman mendalam dari berbagai pihak tentang situasi permasalahan O : pihak yang dapat menghentikan aktivitas E : hambatan lingkungan yang tidak dapat dihindari
Sumber : Checkland and Scholes (1990, h.35-36)
Menggali persepsi dari berbagai pihak dengan
bantuan
model
analisis
dapat
menghentikan
aktivitas
tersebut
sistem
(owners). Actors dan Owners merupakan
CATWOE sebagaimana terlihat pada gambar
elemen dasar dalam model konseptual
7 dapat membantu upaya
memecahkan
berpikir sistem. Actor adalah pihak-pihak
masalah yang telah distrukturisasi. Prinsip
yang memiliki keterampilan teknis dan
dasar yang dibangun dalam model ini adalah
diperlukan
dalam
menentukan siapa yang melakukan aktivitas
masalah,
sedangkan
(actors) pemecahan masalah dan siapa yang
pengambil keputusan yang lebih diperlukan
aktivitas
pemecahan
owners
adalah
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 354
untuk berpikir strategis daripada sebagai
Sesuai
dengan
strukturisasi
teknisi. Pihak-pihak yang memanfaatkan
permasalahan, definisi sistem permasalahan
aktivitas bertujuan, pendorong dan penarik
berkaitan
proses transformasi adalah Clients. Proses
Rencana
transformasi
process)
(RKPD). Rumusan ini dibuat berdasarkan
menyangkut aktivitas yang dapat merubah
wawancara dengan stakeholders yang terlibat
status quo kedalam suatu kondisi yang
dalam proses penyusunan RKPD, mulai dari
diharapkan. Sedangkan kendala lingkungan
penyusunan rancangan awal, musrenbangkel,
(environmental
menyangkut
musrenbangcam
berpengaruh
Stakeholders
(transformation
constrains)
kekuatan
eksternal
terhadap
proses
yang
transformasi
dengan Kerja
proses
penyusunan
Pembangunan
dan
Daerah
musrenbangkot.
tersebut
diantaranya
secara
BAPPEDA, Anggota DPRD, serta pihak
menyeluruh dan dapat merubah pandangan
yang terlibat dalam musrenbangkel dan
dalam menyikapi persoalan yang dihadapi.
musrenbangcam. Merujuk pada kerangka
The world view merupakan representasi
analisis CATWOE, rumusan definisi sistem
dalam mendefinisikan masalah serta upaya
permasalahan proses penyusunan Rencana
pemecahannya.
Kerja Pembangunan Daerah (RKPD) dapat dilihat pada tabel 2.
Tabel 1. Penggabungan Dari Dua Definisi Sistem Permasalahan Proses Penyusunan RKPD dan Sistem Permasalahan Peran SKPD Dalam Proses Penyusunan RKPD No 1 2 3
Komponen Definisi Sistem Permasalahan (CATWOE) Pihak-pihak yang diuntungkan atau dirugikan (Clients) Pihak-pihak yang melaksanakan pemecahan masalah (Actors) Aktivitas yang merubah masukan jadi keluaran (Transfotrnation Process)
4
Pemahaman mendalam dari berbagai pihak tentang situasi permasalahan (World-view) 5 Pihak yang dapat menghentikan aktivitas (Owners) 6 Hambatan lingkungan yang tidak dapat dihindari (Environmental contrains) Sumber : Data Primer
Bagian ini menjelaskan tentang proses telah
dilakukan
dalam
Masyarakat setempat, institusi pemerintah daerah, pihak swasta, pemerintah DPRD, Kepala Daerah, dan Perangkat Daerah, Akademisi Forum SKPD, Kebijakan mengintegrasikan semua pendekatan (politik, partisipasi, teknokratis, bottom up top down) Perencanaan pembangunan yang disusun secara komprehensif, Kebersamaan Institusi dalam Setiap Proses Kepala Daerah, BAPPEDA dan DPRD Political will pemerintahan daerah melakukan perubahan, Kesadaraan Masyarakat
penting
Penyempurnaan Model Konseptual
yang
Hasil Definisi Sistem Permasalahan
penggunaan
untuk
memahami
analisis
soft
proses systems
upaya
methodology yang telah dilaksanakan, dan
menyempurnakan model konseptual proses
membantu memahami model sistem proses
penyusunan Rencana Kerja Pembangunan
penyusunan RKPD. Penyempurnaan model
Daerah (RKPD). Penjelasan ini dipandang
konseptual dilakukan dalam dua tahap.
355 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
Pertama, membandingkan model konseptual
perbandingan model konseptual, maka hasil
dengan realitas permasalahan yang dihadapi
penyempurnaan model konseptual tersebut
dalam proses penyusunan RKPD. Kedua,
berupa dua model sistem proses penyusunan
mendefinisikan perubahan yang diinginkan
RKPD.
stakeholder agar model yang dibangun dapat ditindaklanjuti dengan kegiatan aksi.
Model
Sistem
Proses
Penyusunan
Perubahan model konseptual ini sangat
Rencana Kerja Pembangunan Daerah
dimungkinkan dan diperlukan mengingat soft
(RKPD) Kota Malang dan Model Sistem
systems
Peran SKPD dalam Proses Penyusunan
methodology
esensinya
adalah
membandingkan antara kerangka berpikir sistem (systems thinking) dengan dunia
RKPD Komponen
model
sistem
proses
nyata (real world) untuk menganalisis dan
penyusunan Rencana Kerja Pembangunan
memecahkan masalah secara sistemik. Hasil
Daerah (RKPD) meliputi tiga komponen
perbandingan menunjukan bahwa model
dasar. Pertama, komponen realitas yang
proses
dihadapi.
penyusunan
Rencana
Kerja
Kedua,
komponen
kerangka
Pembangunan Daerah (RKPD) yang telah
berpikir sistem dalam rangka memecahkan
dilakukan masih terdapat perbedaan dengan
masalah yang dihadapi. Ketiga adalah
realitas yang dihadapi. Merujuk kepada hasil
konsistensi terhadap tahapan RKPD.
Gambar 4 Penggabungan Dua Model Sistem Proses Penyusunan Rencana RKPD dan Model Sistem Peran SKPD dalam Proses Penyusunan RKPD Real World Memahami proses tahapan penyusunan RKPD oleh semua
Systems Thinking Pemahaman akan aturan (strategis maupun teknis) terkait proses penyusunan RKPD secara
Memahami keinginan dan kebutuhan masyarakat,
Pemilahan proses penyusunan RKPD menjadi tiga bagian (proses teknokratis, proses partisipatif dan
Proses tahapan penyusunan RKPD yang sesuai dengan ketetapan dan
Forum/diskusi tentang arah perencanaan (proses bottom-up)
Melakukan proses orientasi perencanaan (5)
Pengumpulan data dan informasi serta analisis kondisi dan
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 356
Memahami dijelaskan
Gambar
bahwa
upaya
4
dapat
bagian (proses teknokratis, proses partisipatif
memecahkan
dan proses legislasi dan administratif) hal
masalah proses penyusunan RKPD perlu
tersebut
diawali dengan memahami realitas masalah.
membangun sebuah sistem (wilayah kerja
Realitas
mana yang harus melakukan pendekatan
yang
dihadapi
adalah
proses
untuk
memudahakan
penyusunan RKPD yang tidak holistik dan
partisipatif,
terstruktur sesuai dengan ketentuan yang
(teknokratis), serta proses kekuatan hukum).
telah ditetapkan. Upaya pemecahan masalah
Langkah selanjutnya adanya ketetapan dan
tersebut
kesepakatan terhadap proses tahapan RKPD
perlu
diawali
dengan
proses
pemahaman akan aturan (strategis maupun
hal
teknis) terkait proses penyusunan RKPD
terhadap
secara
holistik.
menyeluruh
sampai
tingkat
ini
pemerintahan yang paling bawah hal tersebut
membutuhkan
dalam
untuk alur
konsultasi
mewujudkan yang
Langkah
konsistensi
komprehensip
berikutnya
dan
adalah
dimaksudkan agar semua lapisan masyarakat
melakukan proses orientasi perencanaan, hal
yang terlibat dalam proses perencanaan
ini dalam rangka agar proses penyusunan
pembangunan memahami secara subtansi
RKPD
maupun teknis. Langkah selanjutnya adalah
dokumen
memahami
keinginan
memahami pola-pola pendekatan dalam
masyarakat,
pemerintah daerah
swasta,
langkah
ini
dan
kebutuhan maupun
tidak
menyusun
bertentangan
dengan
RKPD.
antara
dokumen
Berikutnya
satu
lainnya,
adalah
dimaksudkan agar
pengumpulan data dan informasi serta
tercipta keselarasan pembangunan baik dari
analisis kondisi permasalahan daerah dalam
perspektif pengelolaan maupun perspektif
rangka melakukan review terhadap Rencana
pendanaan sehingga semua usulan rencana
Pembangunan Jangka Menengah Daerah
pembangunan bisa diakomodir. Langkah
(RPJMD), membuat skema prioritas dan
berikutnya adalah melakukan pemilahan
target
proses penyusunan RKPD menjadi tiga
dilakukan kembali lagi kepada
program.
Setelah
langkah
itu
proses
357 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
tahapan
ketetapan
dan
kesepakatan
pembangunan daerah,
antara kebutuhan
stakeholders. Langkah berikutnya adalah
program pembangunan dengan kemampuan
melakukan forum atau diskusi tentang arah
dan kendala pendanaan, dan wahana untuk
perencanaan (proses bottom up) hasil yang
mensinergikan berbagai sumber pendanaan
diinginkan,
perspektif
pembangunan. Dalam dimensi lain SKPD
pembangunan secara kolektif dalam rangka
juga tidak melakukan peran advokasi untuk
mencari langkah terbaik. Hasil dari langkah
memperjuangkan
tersebut
pembangunan
menyamakan
adalah
adanya
tolok
ukur
setiap dari
usulan-usulan
masyarakat
yang
komprehensip dan holistik RKPD dilihat dari
dihasilkan dari musrenbangkel maupun
segala dimensi. Sehingga lankah berikutnaya
musrenbangcam sehingga dapat dikatakan
adalah melakukan monitor, kontrol dan
bahwa
evaluasi
berperan seutuhnya
untuk
melihat
sejauh
mana
konsistensi terhadap proses tahapan RKPD.
secara
subtansial
SKPD
tidak
Fakta lain menggambarkan juga bahwa proses
penyusunan
RKPD
juga
tidak
terlepas dari unsur kepentingan politik, dimana dalam hal tersebut DPRD menjadi SIMPULAN
institusi yang memiliki nilai tawar karena
Peran BAPPEDA secara keseluruhan
perannya yang bisa melakukan untuk tidak
sangat dominan dan memiliki otoritas yang
memberikan dukungan terhadap proses
penuh
proses
penyusunan RKPD. Dari keseluruhan fakta
pembangunan
tersebut diatas menunjukan bahwa dalam
dalam
penyusunan
mengendalikan
perencanaan
termasuk di dalamnya prose penyusunan
proses
musrenbang
RKPD. Tentu fenomena tersebut sedikit
antara
partisipasi
keluar
proses
seharusnya proses musrenbang bisa bersifat
pembangunan
partisipasi seutuhnya, akan tetapi realitasnya
dari
penyusunan
koridor
semangat
perencanaan
terjadi
pertarungan
dengan
teknokratis,
yang merupakan sebagai wahana untuk
keputusan
mensinkronisasikan dan merekonsiliasikan
teknokratis karena faktor pemerintah daerah
pendekatan top-down dengan bottom-up,
dalam
pendekatan penilaian kebutuhan masyarakat
pengendali. Hasil penelitian yang penulis
(community
dengan
lakukan ada satu variabel yang tahapannya
penilaian yang bersifat teknis (techical
tidak dilalui secara utuh yaitu focus group
assessment); resolusi konflik atas berbagai
discussion (FGD) dikarenakan pada saat
kepentingan pemerintah daerah dan non
melakukan penelitian segala proses tahapan
government
perencanaan RKPD terutama musrenbang
need
assessment)
stakeholders
untuk
hal
ditetapkan
ini
berdasarkan
BAPPEDA
sebagai
Nana Abdul Aziz, Perencanaan Pembangunan Daerah dengan Sistem Lunak 358
sudah selesai dilaksanakan, atas dasar hal tersebut maka rekomendasi bagi yang akan melakukan
penelitian
terhadap
proses
perencanaan pembangunan daerah dengan pendekatan soft systems methodology maka focus group discussion (FGD) menjadi variabel penting karena dalam rangka untuk mendapatkan
informasi
dan
perspektif
secara utuh dan komprehensif.
DAFTAR PUSTAKA Abe, Alexander. 2005. Perencanaan Daerah Partisipatif. Yogyakarta : Pustaka Jogja Mandiri. Balle, Michael. 1994. Managing With Systems Thinking. Berkshire : McGRAWW-HILL Book Company Europe Bratakusumah, Riyadi. 2004. Perencanaan Pembangunan Daerah : Strategi Menggali Potensi dalam Mewujudkan Otonomi Daerah. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. Budiman, Arief. 2000. Teori Pembangunan Dunia Ketiga. Jakarta : PT.Gramedia Pustaka Utama. Cavana, Maani. 2000. Systems Thinking Modelling. Auckland : Pearson Education New Zealand Limited. Checkland, Peter. 1999. Systems Thinking, Systems Practice : Includes a 30-year retrospective. Chichester : John Wiley & Sons. Checkland, Scholes. 1990. Soft Systems Methodology in Action. Chicester : John Wiley & Sons. Conyers, Hills. 1990. An Introduction To Development Planning In The Third World. Chicester : John Wiley & Sons. Kumar, Arvind. 2001. Encyclopedia Of Decentralised Planning and Local Self Governance. New Delhi : J.L.Kumar For Anmol Publications Pvt.Ltd. Kuncoro, Mudrajad. 2012. Perencanaan Daerah, Bagaimana Membangun
Ekonomi Lokal, Kota, dan Kawasan. Jakarta : Salemba Empat. Moleong, Lexy J. 2007. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : PT Remaja Rosda Karya. Muluk, Khairul. 2007. Menggugat Partisipasi Publik dalam Pemerintahan Daerah (Sebuah Kajian dengan Pendekatan Berpikir Sistem). Malang : Bayumedia Publishing. Rustiadi, Ernan. 2008. Perencanaan dan Pengembangan Wilayah. Bogor : IPB. Soesilo, Aminullah, Muhammadi. 2001. Analisis Sistem Dinamis (Lingkungan Hidup Sosial, Ekonomi, Manajemen). Jakarta : UMJ Press. Sugiyono. 2007. Metode Penelitian Kuantitatif Kualitatif dan R&D. Bandung : Alfabeta. Khairul, Muluk. 2006. Partisipasi Masyarakat Dalam Pemerintahan Daerah Dengan Pendekatan Berpikir Sistem. Depok : FISIP UI. Supriyono, Bambang. 2007. Pembangunan Institusi Pemerintahan Daerah Dalam Penyediaan Prasarana Perkotaan di Kota Malang. Depok : FISIP UI. Syaifullah. 2007. Analisis Perencanaan Pembangunan Tahunan Daerah di Kota Magelang (Studi Kasus Perencanaan Pembangunan Tahun 2007). Semarang : FISIP UNDIP. Brenton RMN, Kevin, MSc. 2007. Using soft system methodology to examine communication difficulties. Journal of Mentah Health Practice. Vol 10, No 5. Dibia, Ifechukwude K, Hom Nath Dakai, Spencer Onuh. 2011. A ‘Lean’ Study using the Soft Systems Methodolgy. Durant Law, Graham. 2005. Soft system methodology and grounded theory combined – a knowledge management research approach. actKM Online Journal of Knowledge Management. Volume 2, Issue 1. Gati, Patria Kurnia, Mahmud Imrona dan Saufiah. 2010. Analisis Soft System Methodology (SSM) Untuk Excellent Service Management : Studi Kasus
359 Jurnal Ilmiah Administrasi Publik, Volume 13, Nomor 2, Nopember 2012, hlm. 340-359
Spee- Dy PT.Telkom Divre III Jabar Dan Banten. Raguphati, Wullianallur, Amjad Umar. 2009. Integrated digital Health system Design : A Service-Oriented Soft System Methodology. International Journal of Information Technologies and system approach. Volume 2, Issue 2. Turner, Mike. 2008. Using Mode 2 soft system methodology in the teaching and assessment of the “practical” content in undergraduate hospitality degrees. Journal of hospitality, Leisure, Sport and Tourism education. Volume 7, No. 2. Undang-Undang No.25 Tahun 2004 Tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Daerah Undang-Undang No.32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah