ANALISIS PERBANDINGAN PERATURAN DAERAH PAJAK KENDARAAN BERMOTOR PROVINSI LAMPUNG Riana Deswanti1 dan Milla Sepliana Setyowati2 Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia,
[email protected]
Abstrak Penelitian ini membahas mengenai perbandingan peraturan daerah pajak kendaraan bermotor di Provinsi Lampung. Penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan gambaran mengenai peraturan daerah Pajak Kendaraan Bermotor Provinsi Lampung terkait dengan perluasan objek Pajak Kendaraan Bermotor dan perubahan tarif Pajak Kendaraan Bermotor. Skripsi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan jenis penelitian deskriptif. Hasil penelitian menunjukan bahwa perbedaan antara Perda No. 10 tahun 2008 dengan Perda No. 2 tahun 2011 terletak pada perlusan objek pajak dan perubahan tarif, dimana kendaraan dinas milik instansi pemerintah merupakan objek pajak dan diberlakukannya pajak progresif. Peningkatan Jumlah kendaraan bermotor merupakan faktor yang mendukung pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung, sedangkan faktor penghambat pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung adalah kesiapan sistem, kurangnya pemahaman Wajib Pajak mengenai pajak progresif. Kata Kunci: Pajak Kendaraan Bermotor; perluasan objek pajak; tarif pajak. Abstract This undergraduate thesis focused to compare the local regulations about vehicle tax in Lampung Province. The study was conducted to gain insight about the local regulations of vehicle tax related local tax empowerment and change rate about vehicle tax. This undergraduate thesis used qualitative approach with descriptive analyzes. The result showed that there are some differences between Local Regulation No. 10 year 2008 and No. 2 year 2011 on expansion of local tax object and changes in vehicle tax rates, where the vehicles of government institution become an object of local taxation and progressive taxes are applied. Increasing the number of vehicle is supporting factor of taxation and the restricting factors are the readiness of the system, lack of understanding taxpayer about progressive tax rate. Keyword: Vehicle tax; broadening local tax object; tax rate.
1
Peneliti
2
Pembimbing
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
1.
Pendahuluan Ketentuan mengenai Pajak Kendaraan Bermotor diatur dalam UU No. 28 tahun 2009 tentang
pajak daerah dan retribusi daerah yang selanjutnya di atur kembali dalam Peraturan Daerah (Perda). Ketentuan yang mengatur tentang Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung sebelumnya diatur dalam Peraturan Daerah No. 10 tahun 2008 tentang Pajak Kendaraan Bermotor yang kemudian digantikan dengan Peraturan Daerah No. 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Berdasarkan Perda No.2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah yang menjadi wewenang pemerintah provinsi Lampung adalah Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB), Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB), Pajak Air Permukaan (PAP) dan pajak rokok. Peraturan Daerah tersebut mulai di berlakukan pada maret tahun 2012. Dengan diberlakukanya perda ini diharapkan akan mampu memberikan peluang pendapatan daerah yang lebih besar3. Selain sebagai amanat undang-undang, diberlakukannya perda pajak daerah tersebut adalah dalam rangka untuk meningkatkan PAD Provinsi Lampung. Terutama untuk sektor Pajak Kendaraan Bermotor. pemberlakuan UU No.28 tahun 2009 sangat berpengaruh terhadap kebijakan mengenai Pajak Daerah khususnya Pajak Kendaraan Bermotor. Salah satu bentuk kebijakan dari UU No.28 tahun 2009 adalah mengenai perluasan objek pajak dan perubahan tarif pada Pajak Kendaraan Bermotor. Amanat dari UU No.28 tahun 2009 mengharuskan pemerintah daerah untuk memperluas objek Pajak Kendaraan bermotor dan melakukan perubahan tarif Pajak Kendaraan Bermotor. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan perbandingan peraturan daerah mengenai Pajak Kendaraan Bermotor pada Perda Provinsi Lampung No. 10 tahun 2008 dan perda No. 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah dan untuk menjelaskan faktor pendukung dan penghambat pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung
2.
Tinjauan Teoritis Salah satu tujuan dari pemungutan pajak dari masyarakat yang dilakukan oleh pemerintah
adalah untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Berdasarkan fungsinya pajak dapat dibagi menjadi dua yaitu fungsi budgeter dan fungsi regulerend.
3
http://www.rribandarlampung.co.id/?p=5733, Berlalukan Pajak Progresif. diakses pada 23 april 2012
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
1. Fungsi penerimaan (budgeter) Pajak berfungsi sebagai sumber dana yang diperuntukan bagi pembiayaan pengeluaranpengeluaran pemerintah. Fungsi budgeter merupakan fungsi utama pajak, yaitu pajak digunakan sebagai alat untuk memasukan dana secara optimal ke kas Negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku, yang akan dipakai untuk pengeluaran umum oleh Negara, yang dimaksud dengan memasukkan dana secara optimal ke kas negara berdasarkan undang-undang perpajakan yang berlaku adalah jangan sampai ada Wajib Pajak dan Subyek Pajak yang tidak memenuhi sepenuhnya kewajiban perpajakan dan jangan sampai ada Obyek Pajak yang lepas dari pengamatan atau penghitungan fiskus ataupun yang tidak dilaporkan oleh Wajib Pajak kepada fiskus4 2. Fungsi mengatur (regulerend) Fungsi pajak bukan hanya budgeter saja, namun ada pula fungsi non budgeter, yaitu sebagai pengatur. Pajak berfungsi sebagai alat untuk mengatur atau melaksanakan kebijakan di bidang sosial ekonomi. Fungsi regulerend merupakan fungsi tambahan dimana pajak digunakan oleh pemerintah untuk campur tangan dalam hal mengatur atau untuk mencapai tujuan tertentu. Musgrave mengungkapkannya sebagai berikut: “Although particular tax or expenditure measures affect the economy in many ways and may be designed to serve a variety of purposes, several more or less distinct policy objectives may be set forth.” Untuk dapat mencapai kedua tujuan tersebut, maka fiscal policy sebagai suatu alat pembangunan harus didasarkan atas kombinasi pajak yang tinggi (baik pajak langsung maupun pajak tidak langsung) dengan suatu fleksibilitas yang lazim ada dalam sistem pengenaan pajak berupa pembebasan pajak dan pemberian insentif (dorongan-dorongan) untuk merangsang private investment yang diharapkan. Menurut Adam Smith, dasar-dasar pemungutan pajak yang adil yang dinamai “The Four Maxims” yaitu Equality and Equity, Certainly, Convenience of Payment dan Efficiency5. Dalam penelitian ini menggunakan teori Equity. Mansury menjelaskan bahwa dalam asas Equity pembagian tekanan pajak diantara Subjek Pajak hendaknya dilakukan seimbang dengan 4 5
Nurmantu, Safri. 2003. Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit, hal 30 Judisseno, Rimsky K. 1997. Pajak dan Strategi Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, hal 10
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
kemampuannya, yaitu seimbang dengan penghasilan yang dinikmati masing-masing, dibawah perlindungan pemerintah. Dalam asas ini tidak diperolehkan suatu Negara mengadakan diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak, dalam keadaan yag sama Wajib Pajak harus dikenakan pajak yang sama6. Azas keadilan lebih lanjut dikembangkan oleh Adolf Wagner, yang dikutip oleh Mansury. Menurut Adolf Wagner pemungutan pajak yang adil adalah pemungutan pajak yang diberlakukan secara umum kepada semua Wajib Pajak dan dibebankan kepada setiap wajib pajak yang mempunyai kemampuan untuk membayar (ability-to-pay) secara merata, bahwa satu struktur tarif pajak berlaku kepada setiap Wajib Pajak yang mempunyai kemampuan membayar 7. Keadilan pemungutan pajak berdasarkan kemampuan membayar (ability to pay) dapat dirumuskan menjadi dua konsep yaitu keadilan horizontal dan keadilan vertikal. Keadilan horizontal diartikan sebagai pengenaan pajak dimana semua orang yang mempunyai penghasilan yang sama, harus membayar pajak dalam jumlah yang sama, sedangkan keadilan vertikal menyangkut kewajiban membayar pajak dimana semakin besar kemampuannya untuk membayar pajak harus semakin besar pajak yang harus dibayar8. Dalam pemungutan pajak, prinsip keadilan haruslah terpenuhi. Berikut adalah syarat-syarat yang harus dipegang teguh agar pajak yang diinginkan sesuai dengan asas keadilan vertikal dan horizontal. Dalam penelitian ini yang digunakan dalam menganalisis adalah keadilan vertikal. Keadilan vertikal dapat dicapai jika dipenuhi dua syarat sebagai berikut: 1. Unequal treatment for the unequal: yang membedakan besarnya tarif adalah jumlah seluruh penghasilan atau jumlah penghasilan atau jumlah seuruh tambahan kemampuan ekonomis. 2. Progression: semakin besar ability to pay maka semakin besar beban pajak yang harus dipikul.
6
Mansury, R 2000. Pembahasan Mendalam Pajak atas Penghasilan. Jakarta: YP4, hal 4 ibid., hal 3 8 Musgrave, Peggy B dan Richard A Musgrave. (1991). Keuangan Negara dalam teori dan Praktek, edisi kelima. Jakarta: Erlangga, 7
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
Dalam teori Pajak Daerah, ada beberapa karakteristik dari pajak daerah, seperti yang diungkapkan oleh Bird9, yaitu: “a truly local tax might be defined as one of that is: a. Assessed by a local government b. At rates dedicated by that government c. Collected by that government, and d. Whose proceeds accrue to that government” Berdasarkan kriteria tersebut, terlihat bahwa peran pemerintah daerah sangat penting dalam penetapan pajak, penetapan tarif pajak, dan pemungutan pajak. Pajak daerah dipungut oleh pemerintah daerah dan digunakan sebenar-benarnya untuk kepentingan daerah sebagai sumber pendapatan daerah. Pada kenyataannya, pajak daerah tidak memenuhi semua kriteria tersebut. Karakteristik yang paling penting menurutnya adalah kebebasan pemerintah daerah untuk menentukan tarif pajak daerah. Pemerintah daerah akan mendapatkan penerimaan pajak yang besar bila dapat menentukan tax base dan tarif pajaknya dengan benar 10. Untuk menilai potensi pajak dari suatu daerah agar dapat menjadi penerimaan daerah diperlukan beberapa kriteria yang dikemukan oleh Davey (1988, 40), yaitu: 1.
Kecukupan dan elastisitas Hal yang menjadi persyaratan utama untuk suatu sumber pendapatan adalah dimana sumber pendapatan tersebut harus menghasilkan pendapatan yang benar dalam kaitannya dengan seluruh atau sebagian biaya pelayanan yang akan dikeluarkan. Jika biaya meningkat maka pendapatan juga harus meningkat. Paling tidak dari sudut pemerintah dikehendaki agar pajak-pajak tersebut menunjukan elastisitasnya, yakni kemampuan untuk meghasilkan tambahan pendapatan agar dapat menutup tuntutan yang sama akan kenaikan pengeluran pemerintah, Dasar pengenaan pajaknya dapat berkembang secara otomatis. Apabila hargaharga meningkat, penduduk di suatu daerah berkembang dan pendapatan individu bertambah. Dalam hubungan tersebut elastisitas mempunyai dua dimensi. Pertama adalah pertumbuhan potensi dari dasar pengenaan pajak itu sendiri. Kedua kemudahan untuk memungut pajak tersebut.
9
Bird, Richard. 1999. Threading the Fiscal Labyrinth: Some Fiscal issues in Fiscal Desentralization, Tax Polacy in real word. ed. Joel Slemrod, Malbourne: Cambridge University Press, 147 10 ibid., hal 213
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
2.
Keadilan Prinsipnya adalah bahwa beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan dalam masyarakat sesuai dengan kekayaan dan kesanggupan masing-masing golongan. Keadilan dalam pajak daerah mempunyai tiga dimensi (Davey, 1988, 43). Pertama keadilan secara vertical yaitu hubungan dalam pembebanan atas tingkat pendapatan yang berbeda-beda. Dimensi kedua dari keadilan adalah keadilan horizontal yaitu hubungan pembebanan pajak dengan sumber pendapatan. Dimensi ketiga adalah keadilan secara geografis yaitu pembebanan pajak harus adil antar penduduk di berbagai daerah. Masyarakat seharusnya tidak dibabani pajak lebih berat di suatu daerah tertentu seperti misalnya mereka tinggal diperbatasan kota.
3.
Kemampuan administratif Sumber pendapatan berbeda-beda dalam jumlahnya, Sangat memerlukan integritas dan keputusan yang dapat dipertanggung jawabkan dalam administrasinya. Untuk menilai suatu pendapatan yang berjenjang atas gaji pegawai memerlukan lebih banyak ketelitian.
4.
Kesepakatan politis Tidak ada pajak yang popular. Meskipun demikian beberapa pajak lebih tidak popular dibanding dengan yang lain. Kemauan politis diperlukan dalam mengenakan pajak, menetapkan struktur tarif, memutuskan siapa yang harus membayar dan bagaimana pajak tersebut ditetapkan, memungut pajak secara fisik, dan memaksakan sangsi kepada para pelanggar. Hal ini pada gilirannya tergantung pada dua faktor yaitu kepekaan dan kejelasan dari pajak tersebut dan adanya keleluasaan dalam menggambil keputusan.
3.
Metode Penelitian Penelitian ini dilakukan di Provinsi Lampung pada bulan November sampai dengan
Desember 2012. untuk menyusun penelitian ini, penulis melakukan penelitian yang bersifat deskriptif, yaitu untuk menggambarkan suatu fenomena atau gejala, dimana fenomena tersebut adalah perbandingan peraturan daerah mengenai pajak kendraaan bermotor di Provinsi Lampung antara Perda No.10 tahun 2008 tentang Pajak Kendaraan Bermotor dengan Perda No.2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Pendekatan yang digunakan dalam penulisan penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Proses analisis data kualitatif dalam penelitian ini dilakukan dengan menelaah data dari hasil wawancara dengan informan penelitian, catatan lapangan, dan dokumentasi terkait dengan
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
perdandingan regulasi perda No.10 tahun 2008 dengan perda No.2 tahun 2011. Dalam analisis data, peneliti melakukan tahapan reduksi data sehingga peneliti tidak menggambarkan semua temuan yang didapat dari lapangan, melainkan hanya data penting dan relevan untuk membantu memecahkan masalah penelitian. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data, yaitu: 1. Studi Kepustakaan (Library Research) Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kepustakaan. Studi ini dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan data dan informasi dari Undangundang perpajakan, peraturan-peraturan perpajakan, buku-buku terkait dengan perpajakan, makalah-makalah, jurnal, majalah, surat kabar, dan internet untuk mendapatan data-data yang relevan dengan tujuan penelitian. 2. Studi Lapangan (Field Research) Data dan informasi penelitian didapat melalui Studi Lapangan (Field Research). Dalam studi lapangan, teknik pengumpulan data yang digunakan adalah melalui wawancara mendalam (in depth interview) dengan menggunakan pedoman wawancara. Peneliti akan menggunakan pertanyaan terbuka dan melakukan one by one interview dengan audio tape. Wawancara mendalam dilakukan kepada pihak-pihak yang berkompeten di bidang perpajakan dan memahami permasalahan penelitian serta kenyataan yang terjadi di lapangan. 4.
Pembahasan Pajak Kendaraan Bermotor merupakan salah satu sektor Pajak Daerah yang sangat potensial
guna peningkatkan PAD. Dengan meningkatnya jumlah kendaraaan bermotor setiap tahunnya membuat selalu digalinya potensi dari Pajak Kendaraan Bermotor agar dapat lebih meningkatkan penerimaan daerah untuk membiayai pembangunan daerah. Ketentuan mengenai Pajak Kendaraan Bermotor Provinsi Lampung saat ini diatur dalam peraturan daerah No. 2 tahun 2011 tentang Pajak Daerah. Sebelum diberlakuknnya peraturan daerah No. 2 tahun 2011 tentang pajak daerah, peraturan mengenai Pajak Kendaraan Bermotor diatur dalam Peraturan Daerah No. 10 tahun 2008 tentang Pajak Kendaraan Bermotor. Secara substansi, perubahan yang terjadi pada perda No.2 tahun 2011 adalah perubahan mengenai perluasan objek pajak dan perubahan tarif pajak kendaraan bermotor. Hal ini juga diungkapkan oleh kepala seksi pajak dinas pendapatan daerah: “yang berubah pada perda No.2 tahun 2011 itu yang paling utama adalah perubahan tarif PKB dan BBNKB … Substansinya, pertama tarif BBNKB dan PKB, kemudian plat
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
merah itu objek pajak, ketiga pengennaan pajak progresif” (Wawancara dengan Syamsurilsyah, tanggal 13 november 2012) Perluasan objek pajak dan perubahan tarif pada Pajak Kendraan Bermotor yang tertuang dalam perda No.2 tahun 2011 merupakan amanat dari UU No. 28 tahun 2009. Karena undangundang memiliki kedudukan tertinggi dalam hirarki hukum, Oleh karena itu segala ketentuan mengenai yang tercantum dalam undang-undang diikuti oleh Perda. Berdasarkan perda No.2 tahun 2011 tentang pajak daerah, Kendaraan dinas TNI/Polri dan seluruh instansi pemerintah di Provinsi Lampung termasuk dalam objek pajak dan akan dikenakan pajak kendaraan bermotor. Pengenaan PKB atas kendaraan milik dan/atau yang dikuasai polri berhubungan dengan salah satu tujuan dari perubahan UU No.28 tahun 2009 yaitu local taxing empowerment melalui perluasan basis pajak yang salah satunya adalah memperluas objek PKB dengan memasukkan kendaraan milik dan/atau yang dikuasai oleh instansi pemerintah menjadi objek pajak daerah. Kendaraan tersebut menjadi objek pajak yang baru dan belum pernah dipajaki sebelumnya. Karena merupakan kebijakan baru, maka pemerintah daerah harus dapat mengoptimalkan pemberlakuan atas pajak kendaraan dinas milik instansi pemerintah. Jika dilihat dari fungsi pajak, fungsi pajak dibagi menjadi dua yaitu pajak sebagai budgeter dan pajak sebagai fungsi regulerend. Fungsi budgeter adalah pajak sebagai alat untuk memasukan dana ke kas daerah, sedangkan fungsi regulerend adalah pajak sebagai alat untuk mengatur. Pengenaan pajak atas kendaraan dinas milik instansi pemerintah daerah Provinsi Lampung sebenarnya lebih mendekati pada fungsi regulern yaitu pajak berfungsi sebagai pengatur. Hal tersebut karena jika dilihat dari fungsi budgeter penerimaan pajak atas kendaraan dinas tidaklah signifikan jumlahnya. Karena pendanaan pajak atas kendaraan dinas milik instansi pemerintah daerah Provinsi Lampung, mengambil dana dari APBD. Seperti yang diungkapkan oleh Marcellina, Akademisi dan tim ahli dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “ya itu sebenernya pembiayaan untuk pajak kendaraan dinas ini pake uang daerah ya, bayarnya itu kan pakai dana dari APBD” (Wawancara dengan Marcellina, 27 November 2012) Pajak atas kendaraan dinas milik instansi pemeritah berasal dari dana APBD. Pemerintah daerah lampung menganggarkan dana untuk pembayaran pajak atas kendaraan dinas. Hasil pungutan PKB atas kendaraan dinas akan masuk pada PAD dari sektor Pajak Daerah dan akan kembali lagi menjadi penerimaan dalam APBD. Dengan kata lain dana yang dikeluarkan dari
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
APBD akan kembali menjadi penerimaan dalam APBD. Dalam hal ini peneliti menilai bahwa pungutan PKB atas kendaraan dinas milik instansi pemerintah daerah lampung tidak begitu memberikan penerimaan yang signifikan bagi penerimaan Provinsi Lampung, karena hanya akan terjadi perputaran dana di APBD Lampung. Pengenaan pajak atas kendaraan dinas milik instansi pemerintah daerah Provinsi Lampung sebenarnya lebih mendekati pada fungsi regulerend yaitu pajak berfungsi sebagai pengatur. Kendaraan dinas milik instansi pemeritah juga sebagai pemakai jalan yang menimbulkan polusi udara dan kerusakan jalan. atas kendaran tersebut maka akan adil jika kendaraan dinas milik instansi pemerintah dikenakan pajak. Seperti yang diungkapkan oleh Marcellina, Akademisi dan tim ahli dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “pengenaan pajak kan tidak boleh diskriminasi ya, jadi semua ya harus kena pajak biar adil. kendaraan dinas kan juga memakai fasilitas jalan raya, jadi sudah seharusnya kena pajak” (Wawancara dengan Marcellina, 27 November 2012) Mengacu teori keadilan (equity) yang kemukakan oleh Adam Smith, bahwa tidak diperolehkan mengadakan diskriminasi diantara sesama Wajib Pajak, dalam keadaan yang sama Wajib Pajak harus dikenakan pajak yang sama. Kendaraan dinas merupakan kendaraan yang juga menggunakan fasilitas jalan raya dan atas penggunaannya juga menimbulkan polusi udara, sehingga sangat tepat jika kendaraan dinas juga menjadi objek pajak. Sejak diberlakukannya otonomi daerah, daerah diberikan kewenangan dalam menentukan tarif pajaknya sendiri sesuai dengan kondisi daerahnya masing-masing. Menurut teori Bird (1990) menyebutkan bahwa salah satu karakteristik dari pajak daerah adalah bahwa daerah diberi kebebasan untuk menentukan tarif pajaknya sendiri. Namun demikian, daerah tetap harus mengacu pada Undang-Undang yang kedudukannya lebih tinggi. Dalam hal ini pemerintah Provinsi Lampung dalam menetapkan tarif Pajak Kendaraan Bermotor mengacu pada UU No. 28 tahun 2009. Dalam UU No. 28 tahun 2009 diatur mengenai batasan maksimum penetapan tarif Pajak Kendaraan Bermotor. Dalam tabel 5.7 dapat dilihat batasan maksimum tarif pajak kendaraan bermotor yang ditetapkan oleh UU No. 28 tahun 2009.
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
Tabel 1 Batasan Maksimum Penetapan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor No Objek Pajak 1
Tarif Maksimum
Kendaraan Bermotor Pribadi a. Kepemilikan pertama
1% - 2%
b. Kepemulikan kedua dst
2% - 10% (tarif progresif)
2
Angkutan umum, ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah/TNI/POLRI, Pemerintah Daerah, dan kendaraan lain yang ditetapkan dengan peraturan daerah
0,5% - 1%
3
Kendaraan Bermotor Alat-alat Berat dan Alat-Alat 0,1% - 0,2% Besar Sumber: UU No.28 Tahun 2009 yang diolah kembali oleh peneliti
Berlakukanya perda No.2 tahun 2011 tentang pajak daerah juga mengubah tarif pajak kendaraan bermotor. Sebelum diberlakukan Perda Pajak Daerah No.2 tahun 2011, tarif pajak kendaraan bermotor yang berlaku berdasarkan Perda Pajak Kendaraan Bermotor No.10 tahun 2008 adalah tarif tetap. sedangkan setelah diberlakukannya perda No.2 tahun 2011 tentang pajak daerah, terdapat pemberlakukan tarif pajak progresif untuk kendaraan pribadi. Selain itu perda No.2 tahun 2011, terdapat penurunan tarif atas alat-alat berat. Untuk mempermudah analisis, berikut tabel perbandingan perubahan tarif pajak kendaraan bermotor antara perda No.10 tahun 2008 tentang pajak kendaraan bermotor dan perda No.2 tahun 2011 tentang pajak daerah.
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
Tabel Perbandingan Tarif Pajak Kendaraan Bermotor Jenis Kendaraan Bermotor Kendaraan Bermotor Pribadi
Perda No.10 Tahun 2008 Tantang Pajak Kendaraan Bermotor 1,5% -
Kendaraan Bermotor Umum 1% kendaraan ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI/POLRI; dan Kendaraan Bermotor Alat0,5% alat Berat dan Alat-Alat Besar Sumber : Hasil olah peneliti
Perda No.2 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah Kepemilikan Pertama 1,5% Kepemilikan Kedua 2% Kepemilikan Ketiga 2,5% Kepemilikan Keempat dst 3% 1,0% 0,5%
0,2%
Pada Perda No. 10 tahun 2008, tarif Pajak Kendaraan Bermotor yang ditetapkan adalah sebesar 1,5% (satu koma lima persen) untuk kendaraan bermotor bukan umum, 1% (satu persen) untuk kendaraan bermotor umum, 0,5% (nol koma lima persen) untuk kendaraan bermotor alatalat berat dan alat-alat besar. Dalam hal ini yang dimaksud dengan Kendaraan Bermotor Bukan Umum adalah setiap kendaraan bermotor yang dimiliki dan/atau dikuasai oleh orang pribadi atau badan yang digunakan untuk kepentingan sendiri. Sedangkan yang dimaksud dengan Kendaraan Bermotor Umum adalah kendaraan bermotor yang dipergunakan untuk mengangkut orang atau barang dengan dipungut bayaran, dan memiliki izin, antara lain, izin usaha angkutan, izin operasi atau izin trayek. Dalam Perda No. 2 Tahun 2011 tarif Pajak Kendaraan Bermotor ditetapkan sebesar 1,5% untuk kepemilikan pertama kendaraan bermotor pribadi, 1,0% untuk kendaraan bermotor angkutan umum, 0,5% untuk kendaraan ambulans, pemadam kebakaran, sosial keagamaan, lembaga sosial dan keagamaan, Pemerintah, Pemerintah Daerah, TNI/POLRI dan 0,2% untuk Kendaraan Bermotor alat-alat berat dan alat-alat besar. Pada kepemilikan kedua dan seterusnya Kendaraan Bermotor pribadi roda 2 (dua) dan roda 4 (empat) atau lebih dikenakan tarif secara progresif. Besarnya tarif progresif pada kepemilikan kedua sebesar 2%, kepemilikan ketiga
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
sebesar 2,5%, dan kepemilikan keempat dan seterusnya sebesar 3%. Kepemilikan Kendaraan Bermotor didasarkan atas nama dan alamat yang sama serta jenis kendaraan. Menurut Davey (1988), ada beberapa kriteria suatu jenis pajak daerah dapat menjadi potensi penerimaan daerah yang potensial, yaitu pertama kecukupan dan elastisitas, dimana sumber pendapatan yang diterima pemerintah harus benar ada kaitannya dengan seluruh atau sebagian biaya pelayanan yang dikeluarkan. Dalam hal ini dapat dibandingkan antara penerimaan dari sektor PKB dengan Pajak Daerah untuk melihat seberapa besar kontribusi PKB terhadap Pajak Daerah. Tabel Kontribusi Pajak Kendaraan Bermotor Terhadap Penerimaan Asli Daerah Lampung Tahun PKB PAD Kontribusi 2009
251,696,070,311
887,877,189,449.00
35.27%
2010
297,395,426,967 1,135,581,997,298.10
38.18%
2011
360,173,551,621 1,403,425,997,340.66
38.96%
2012
425,507,000,000 1.600.273.135.552.00
37,60%
Sumber: Hasil olah peneliti Dari tabel tersebut dapat terlihat kontribusi PKB terhadap Penerimaan Asli Daerah pada tahun 2009 adalah sebesar 35,27%, pada tahun 2010 meningkat menjadi 38,18%, tahun 2011 meningkat pula menjadi 38,96%, sedangkan pada tahun 2012 peneliti mengukur menggunakan target karena untuk tahun 2012 belum dilakukan tutup buku. kontribusi PKB terhadap Pajak Daerah pada tahun 2012 di prediksi mencapai 37,60%. Untuk biaya pungut, penulis tidak memperoleh data secara faktual terkait dengan biaya yang dikeluarkan oleh Dinas Pendapatan Daerah Lampung yang berkaitan dengan pemungutan pajak kendaraan bermotor. Dengan demikian syarat untuk kriteria ini sulit diukur. Kedua, yaitu keadilan, dimana beban pengeluaran pemerintah haruslah dipikul oleh semua golongan. dilihat dari sisi keadilan, pengenaan pajak atas kendaraan dinas dan pemberlakuan objek pajak sudah sesuai dengan prinsip keadilan secara umum. Dimana tidak boleh ada diskriminasi dalam pemungutan pajak. semua pengguna fasilitas jalan raya sudah seharusnya dikenakan pajak. sedangkan untuk tarif pajak progresif sudah sesuai dengan prinsip keadilan vertikal yaitu Unequal treatment for the unequal, dimana atas kondisi yang berbeda seharusnya dikenakan pajak dengan tarif yang berbeda pula. Wajib pajak yang memiliki kendaraan lebih dari
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
satu, mencerminkan kekayaan wajib pajak. Sehingga atas kondisi tersebut wajib pajak yang memiliki kendaraan lebih dari satu dikenakan tarif pajak yang berbeda. Dalam hal ini yang berlaku adalah tarif pajak progresif. Hal yang membedakan besarnya tarif pajak adalah jumlah kekayaan dan tarif pajak progresif berlaku untuk kendaraan kedua sampai keempat yang terdaftar dengan nama dan alamat yang sama. Ketiga adalah kemampuan administratif. Dalam pengadministrasian pajak daerah, diperlukan kemampuan administratif, yaitu bagaimana daerah mengelola potensi penerimaan daerahnya agar terealisasi melebihi target yang telah ditentukan. Dalam hal ini pengelolaan SDM atau administrator di samsat dan di Dinas Pendapatan Daerah harus di optimalkan agar realisasi penerimaan dapat optimal. Setiap administrator harus memperhatikan kemungkinan adanya penghindaran atau penipuan yang dilakukan wajib pajak. karenanya setiap administrator atau sdm yang mengelola pendapatan daerah harus memahami masalah yang terjadi. pelatihan dan diklat sangat diperlukan untuk menjang pengetahuan SDM. Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa di dinas pendapatan daerah lampung belum pernah melakukan diklat atau sosialisasi terkait dengan pemberlakuan perda pajak daerah. hal ini ungkapkan oleh Syamsurilsyah, kepala seksi pajak dinas pendapatan daerah lampung dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “em… kalo di dispenda belum ada diklat tapi kalo perorangan udah ada dua orang yang waktu itu dipanggil ke DPRD sosialisasi perda itu. tidak ada lanjutannya sih setelah itu” Diklat atau sosialisasi di Dispenda sebenarnya sangat penting karena sebagai pemungut pajak, dispenda dan samsat harus memahami dan menguasai permasalahan yang terjadi dan memberikan pelayanan yang baik pada masyarakat. Selain administrator, hal lain yang menjadi indikator adalah teknologi informasi (IT). Teknologi informasi merupakan sarana yang menunjang administratif daerah. Teknologi informasi seperti komputerisasi merupakan sarana penunjang yang dapat menjadi pendukung terealisasinya penerimaan daerah. Berdasarkan penelitian yang dilakukan, didapat hasil bahwa sistem komputerisasi di Dinas Pendapatan Daerah Lampung belum memadai. Sistem komputerisasi diperlukan untuk pendatan dan membuat laporan pengeluaran dan penerimaan daerah. Jika sistem tersebut tidak memadai, maka akan menghambat proses pelaporan. keempat adalah kesepakatan politis. Adanya perluasan objek pajak kendaraan bermotor dan perubahan tarif pajak kendaraan bermotor merupakan hasil dari kesepakatan politis. Dalam hal perluasan objek pajak kendaraan bermotor dan perubahan tarif ketentuannya diatur dalam UU
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
No.28 tahun 2009. Untuk besaran tarif ditetapkan oleh pemerintah daerah. daerah diberi kewenangan untuk menentukan besaran tarif pajaknya sendiri dengan batasan yang telah ditetapkan dalam undang-undang. Dalam menetapkan besaran tarif pajak kendaraan bermotor harus dapat diterima masyarakat luas dan kalangan pengusahan otomotif. Besaran tarif yang ditetapkan pemerintah daerah provinsi lampung melalui kesepakatan politis, dimana dalam perumusannya melibatkan semua kalangan yang berkaitan dengan kendaraan bermotor, seperti Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), pengusaha kendaraan bermotor, perusahaanperusahaan industry, dan pihak-pihak lain yang terkait. hal tersebut dikemukakan oleh Marcelina, Akademisi dan tim ahli yang mendampingi pembuatan perda pajak daerah Provinsi Lampung dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “… yang pertama adalah dinas bagian hokum di secretariat, bagian komisi, pengusaha terutama pengusaha pemilik perusahan motor, mobil, konsumen, akademisi dan asosiasi. Jadi semua terwakil .yang menjadi terkena dampaknya adalah dealer-dealer, perusahaan otomotif, kemudian juga tokoh-tokoh masyarakt itulah. Jadi ya asosiasi, perusahaanperusahaan perkebunan yang punya banyak mobil itu juga kena. YLKI juga iya” (wawancara dengan Marcellina, 27 november 2012) Berdasarkan keempat kriteria tersebut, terlihat bahwa secara garis besar terdapat kelemahan dalam administrasi pelaksanaan pemungutan pajak kendaraan bermotor yang berasal dari kemampuan administratif, namun dari segi penerimaan, adanya perluasan objek pajak dan pemberlakuan tarif progresif dapat menjadi potensi penerimaan daerah Lampung. Faktor pendukung pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung adalah adanya peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang jumlahnya cukup signifikan dari tahun ke tahun. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Provinsi Lampung semakin tinggi dari tahun ke tahun, hal ini dikarenakan tingginya pertumbuhan ekonomi saat ini. Berikut adalah tabel peningkatan jumlah kendaraan bermotor di Provinsi Lampung tahun 2006 sampai dengan tahun 2011:
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
Tabel Jumlah Peningkatan Kendaraan Bermotor di Provinsi Lampung Tahun 2006 – 2011 No. 1 2 3 4 5 6
Tahun 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Sepeda Mobil Mobil Mobil Motor Penumpang beban Bus 758,947 59,735 59,618 3,525 933,202 67,434 64,004 3,583 1,160,294 75,908 70,323 3,679 1,521,330 83,659 74,335 3,761 1,600,030 93,758 81,678 3,824 1,874,742 106,571 93,764 3,845 Sumber: Kepolisian Daerah Lampung
Total 881,825 1,068,223 1,310,204 1,683,085 1,779,290 2,078,922
Dari empat jenis kendaraan tersebut, kendaraan bermotor merupakan jenis kendaraan yang jumlahnya lebih banyak dibandingkan dengan kendaraan lain. Pada tahun 2011 jumlah kendaraan bermotor adalah 90% dari total 2,078,922 unit kendaraan yang ada di Provinsi Lampung. Peningkatan jumlah kendaraan bermotor ini berdampak pada kemacetan dan polusi udara. Selain itu banyaknya kendaraan bermotor yang menggunakan jalan raya juga dapat merusak infrastuktur jalan. Karenanya kebijakan mengenai pajak kendaraan bermotor sangat diperlukan agar dapat menekan laju pertumbuhan kendaraan. Selain itu diberlakukanya pajak progresif pada kendaraan bermotor diharapkan dapat mengurangi daya beli masyarakat terhadap kendaraan bermotor. Sedangkan yang menjadi faktor penghambat dalam pemungutan Pajak Kendaraan Bermotor adalah kesiapan sistem dan kurangnya pemahaman masyarakat tentang pemberlakuan pajak progresif. 1. Kesiapan sistem komputerisasi menjadi salah satu faktor penghambat dalam masa awal penerapan perda pajak daerah terkait dengan pajak kendaraan bermotor. Pemberlakuan tarif pajak progresif membuat data base di samsat harus diperbaiki. Pajak Kendaraan Bermotor selama ini dikenakan pada wajib pajak dengan tarif tetap yaitu 1,5% dan tidak terlalu memperhatikan data wajib pajak berupa nama dan alamat yang sama. Namun setelah ditetapkannya pemberlakuan pajak progresif, dimana syarat utama ketentuan tersebut adalah kepemilikan kendaraan bermotor harus berdasarkan dengan nama dan alamat yang sama dan tarif juga mengalami perubahan, maka database wajib pajak harus diperbaiki. Hal ini juga sampaikan oleh Syamsurilsyah, Kepala seksi pajak dinas pedapatan daerah lampung dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “ya ada hambatan pada sistem komputerisasinya. Kerena itu harus dirubah total, yang ada si samsat itu harus di ubah total, dulu kan tidak mengenal pajak progesif sekarang
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
ini harus dipilah data kendaraan/kempilikan. Intinya harus di data ulang…” (Wawancara dengan Syamsurilsyah, tanggal 13 november 2012) Database wajib pajak yang terdapat di samsat sangat berperan penting dalam pemberlakukan tarif progresif pajak kendaraan bermotor. Apabila database yang terdapat disamsat tidak terstruktur atau tidak tertata dengan rapi maka kemungkinan akan ada nama wajib pajak yang nantinya tidak terjaring dalam pengenaan pajak progresif. Database samsat harus memiliki nilai akurasi dan validitas yang lebih baik karena adanya kerawanan atas nama dan alamat yang sama. Database samsat Lampung sampai saat ini masih terus diperbaharui dan masih dilakukan pembaharuan data. 2. Tarif pajak progresif PKB merupakan suatu kebijakan pajak yang terbilang baru di Provinsi Lampung. Hal ini membuat masyarakat terutama wajib pajak yang memiliki kendaraan lebih dari satu dan kendaraan tersebut terdata dengan nama dan alamat yang sama, harus dikenakan pajak lebih tinggi. Pengenaan pajak progresif ini menuai berbagai pendapat dari masyarakat. Masyarakat umumnya merasa keberatan dengan diberlakukannya tarif pajak progresif, karena mereka harus membayar pajak lebih mahal dari sebelumnya. Seperti yang diungkapakan Murdasih, Wajib Pajak yang dikenakan tarif pajak progresif dalam kutipan wawancara sebagai berikut: “ya saya baru tau itu tentang pajak progresif. kalau dari saya pribadi sih ya keberatan ya… karena saya punya motor 2, dua dua nya itu atas nama saya, berarti kan saya kena pajak progresif kan? ya keberatan lah sebenernya.” (wawancara dengan Murdasih, tanggal 28 november 2012) Keberatan dari masyarakat umumnya karena masyarakat tidak mengerti dan memahami tentang pemberlakuan pajak progresif serta tujuan diberlakukannya tarif pajak tersebut. Hal tersebut dikarenakan kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh Pemerintah Daerah Lampung terkait dengan pemberlakuan pajak progresif. Terutama untuk kabupaten/kota, sosialisasi sangat minim dilakukan.
5.
Kesimpulan Perbedaan antara Perda No.10 tahun 2008 dengan Perda No.2 tahun 2011 terletak pada perlusan objek pajak dan perubahan tarif, dimana kendaraan dinas milik instansi pemerintah merupakan objek pajak dan diberlakukannya pajak progresif. Pengenaan pajak atas
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
kendaraan dinas milik instransi pemerintah daerah Lampung dan diberlakukannya tarif pajak progresif menjadi potensi penerimaan dari sektor PKB. Terdapat faktor pendukung dan penghambat diberlakukannya perda pajak daerah faktor pendukung diberlakukannya Perda Pajak Daerah Provinsi Lampung adalah peningkatan jumlah kendaraan bermotor yang semakin tinggi dari tahun ke tahun. Sedangkan faktor penghambat diberlakukannya Perda Pajak Daerah terkait dengan Pajak Kendaraan Bermotor adalah terkait dengan kesiapan sistem dan database di samsat, dan kurangnya pemahaman wajib pajak terkait dengan pemberlakuan pajak progresif yang disebabkan karena kurangnya sosialisasi yang dilakukan oleh dinas pendapatan daerah tentang adanya pemberlakuan pajak progresif. 6.
Saran Pemerintah Daerah Lampung harus lebih intensif dalam memungut pajak kendaraan
bermotor agar penerimaan dari sektor tersebut dapat lebih optimal. Hal itu dapat dilakukan dengan melakukan memberikan diklat atau melakukan sosialisasi pada staff dan jajarannya di dinas pendapatan daerah selaku pemungut pajak, agar penerimaan pajak dapat lebih optimal. Selain itu sebaiknya Dinas Pendapatan Daerah Lampung menambah jumlah sistem komputerisasi agar dapat mendata dan membuat laporan terkait dengan penerimaan dan pengeluaran dengan cepat dan akurat. Dalam pemberlakuan perda pajak daerah, sebaiknya pemerintah daerah provinsi lampung lebih intensif dalam hal melakukan sosialisasi perda pajak daerah tersebut. terutama untuk pemberlakuan tarif progresif pajak kendaraan bermotor agar dapat lebih meyakinkan Wajib Pajak. Sosialisasi sebaiknya tidak hanya dilakukan dengan menggunakan media koran dan radio, tetapi juga bisa dilakukan dengan menggunakan seperti reklame dan flayers sehingga pesannya dapat langsung sampai ke masyarakat. sehingga masyarakat tidak bingung ketika harus dikenakan pajak lebih besar.
7.
Kepustakaan
Bird, Richard M. (2000). Taxation in developing countries fourth edition. Baltimore and London: The John Hopkins University Press Bird, Richard. (1999). Threading the Fiscal Labyrinth: Some Fiscal issues in Fiscal Desentralization, Tax Polacy in real word. ed. Joel Slemrod, Malbourne: Cambridge University Press, 213
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
Creswell, John W. (1994). Research Design:Qualitative and Quantitative Approach. California: Sage Publication Darwin. (2010). Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Jakarta: Mitra Wacana Media Judisseno, Rimsky K. (1997). Pajak dan Strategi Bisnis. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama Mansury, R (2000). Pembahasan Mendalam Pajak atas Penghasilan. Jakarta: YP4 Musgrave, Peggy B dan Richard A Musgrave. (1991). Keuangan Negara dalam teori dan Praktek, edisi kelima. Jakarta: Erlangga Nurmantu, Safri. (2003). Pengantar Perpajakan. Jakarta: Granit Prasetyo, Bambang & Lina M Jannah. (2005). Metode Penelitian Kuantitati: Teori da Aplikasi. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada http://www.rribandarlampung.co.id/?p=5733, Berlalukan Pajak Progresif. april 2012)
Analisis Perbandingan ..., Riana Deswanti, FISIP UI, 2013
(Diakses pada 23