Analisis Kebijakan Earmarked Tax Pada Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor (PBBKB) Di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta Aditya Maulana, Achmad Lutfi Ilmu Administrasi Fiskal, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
This thesis explain about the Earmarked Tax Policy which applied in Motor Vehicle Fuel Tax in D.I. Yogyakarta. As Indonesian Republic Statute 2009 Number 28 about Local Tax and Local Retribution isn’t stating that Motor Vehicle Fuel Tax should be earmarked, but the local government of D.I. Yogyakarta is. Therefore, a question about earmarked tax policy on motor vehicle fuel tax in D.I. Yogyakarta was established. The purpose of this study is to find out what is the background of applying earmarked tax and illustrate how to formulate this policy. The type of approach used is qualitative, with the method of data collection of literature study and field study conducted by in-depth interviews. Results of this study illustrate the background of the reason why this earmarked tax policy implemented by the local government.
Keywords : Earmarked Tax, Formulation Policy, Motor Vehicle Fuel Tax.
1.
Pendahuluan Jumlah kendaraan bermotor di Indonesia selalu meningkat setiap
tahunnya. Hal ini dapat dirasakan secara langsung, terutama bagi penduduk di kota besar seperti DKI Jakarta, bahwa kemacetan sering ditemui si seluruh sudut kota. Hal tersebut berdampak kepada eksternalitas yang tinggi, seperti kepadatan jalan, potensi kecelakaan, dan kerusakan lingkungan. Data dibawah ini menunjukkan bahwa kendaraan bermotor di Indonesia selalu bertambah:
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
Tabel 1 Kenaikan Jumlah Kendaraan di Indonesia (2005-2011) Jenis Kendaraan
2005
2011
Mobil Penumpang
5.076.230
8.891.041
Bus
1.110.255
2.250.119
Truk Besar
2.875.116
4.687.789
Sepeda Motor
28.561.831
61.078.188
Sumber: Badan Pusat Statistik (www.bps.go.id, 2013) Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat bahwa selama enam tahun berselang penambahan jumlah kendaraan bermotor di Indonesia meningkat sekali, yang paling terlihat signifikan adalah sepeda motor dimana mengalami kenaikan sebesar 213,8% selama enam tahun. Meningkatnya
jumlah
kendaraan
bermotor
juga
diiringi
dengan
meningkatnya jumlah pengkonsumsian bahan bakar kendaraan bermotor. Berdasarkan data statistik minyak bumi yang dibuat oleh Ditjen Migas, peningkatan
yang paling signifikan berasal
dari jenis
mogas
(Motor
Gasoline).Jumlah peningkatan dari tahun 2005 (101 juta barel) hingga tahun 2011 (165 juta barel) lebih dari 61%1. Seperti yang dikatakan sebelumnya, bahwa bertambahnya jumlah kendaraan bermotor dan konsumsi bahan bakar kendaraan bermotor memiliki dampak berupa eksternalitas-eksternalitas negatif. Beberapa daerah merasakan dampak dari hal tersebut, terutama daerah yang memiliki tingkat produktivitas ekonomi yang tinggi. Salah satu daerah yang memiliki tingkat produktivitas ekonomi yang tinggi adalah Yogyakarta.
1
http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17¬ab=12 diakses pada tanggal 6 Maret 2013 pukul 14.21
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
Dalam rangka penyelenggaraan pemerintahan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, salah satu unsur pendukung untuk terlaksananya kewenangan dimaksud harus dibarengi dengan pembiayaan daerah yang memadai. Salah satu sumber pembiayaan daerah yang dapat diperoleh dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta adalah melalui penerimaan pajak daerah, dimana Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor termasuk didalamnya. Pada tahun 2011, jumlah panjang jalan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta sebesar 4.592,05 km, dimana jalan tersebut dipenuhi oleh kendaraan bermotor sebanyak 1.618.457 unit. Jumlah kendaraan bermotor tersebut meningkat tiap tahunnya (8,76% dari tahun 2010). Terdapat sebuah fakta dimana konsumsi bahan bakar subsidi (Premium dan Solar) di sebagian besar kota di Indonesia sudah melewati batas kuota, tidak terkecuali di provinsi D.I. Yogyakarta. Hingga saat ini, Daerah Istimewa Yogyakarta
mengkonsumsi
Premium
sebesar
337.512
kiloliter,
dimana
seharusnya hanya diberi kuota sampai 316.560 kiloliter saja. Dan untuk konsumsi Solar sebesar 82.504 kiloliter, diatas kuota yang sebesar 75.052 kiloliter2. Diketahui, jumlah pendapatan atas PBBKB yang dianggarkan di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta pada tahun 2008 adalah sebesar Rp 106.023.171.841,00 atau 20,51% dari Pendapatan Asli Daerah di Yogyakarta. Sedangkan jumlah realisasinya di tahun yang sama sebesar Rp 109.829.732.718,35 atau 18,14% dari Pendapatan Asli Daerah di Yogyakarta3. Apabila melihat Peraturan Daerah Daerah Istimewa Yogyakarta mengenai PBBKB, yakni Perda Provinsi D.I. Yogyakarta Nomor 3 Tahun 2011 Tentang Pajak Daerah, terdapat suatu fakta yang agak sedikit berbeda. Pada ayat 75 dikatakan bahwa hasil penerimaan Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor paling sedikit 10% dialokasikan untuk penanggulangan pencemaran udara dan
2
http://www.tempo.co/read/news/2011/10/12/090361041/Konsumsi-BBM-Subsidi-di-Yogyadan-Jawa-Tengah-Lampaui-Kuota diakses pada tanggal 7 Maret 2013 pukul 21.54 3 Ibid
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
kerusakan lingkungan, termasuk yang dibagihasilkan kepada Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal tersebut menjadi pertanyaan bagi beberapa kalangan yang mendalami peraturan tersebut. Karena menurut Undang-undang Republik Indonesia dan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2011 Tentang Perubahan Tarif PBBKB tidak diatur mengenai earmarked tax PBBKB. Masalah ini menjadi perhatian khusus oleh Penulis untuk mengkaji lebih lanjut atas dasar apa kebijakan penerapan earmarked tax yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tersebut dan bagaimana proses formulasi kebijakannya.
2.
Kerangka Teori Kebijakan publik adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh pelaku atau sekelompok pelaku guna memecahkan masalah tertentu. Kebijakan publik dapat disebut juga didefinisikan sebagai tindakan yang didesain secara sengaja yang relatif stabil yang dilakukan oleh aktor atau sejumlah aktor untuk menyelesaikan masalah atau hal-hal yang menjadi perhatian bersama. Kebijakan publik dikembangkan oleh badan dan pejabat pemerintah serta memiliki dampak secara substansial terhadap masyarakat. Proses penyusunan kebijakan publik dapat dibilang merupakan proses yang rumit dan kompleks, hal tersebut dikarenakan adanya keterlibatan dari bermacam proses maupun variabel. Pemahaman oleh para ahli dianggap penting dalam proses pembuatan kebijakan publik sebagai menilai kualitas kebijakan tersebut. Para ahli tersebut nantinya membagi proses penyusunan kebijakannya kedalam beberapa tahap, sehingga dapat memudahkan masyarakat untuk
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
memahami (policy process) kebijakannya. Menurut Gary Brewer4, tahapantahapan dalam pembuatan kebijakan publik meliputi hal berikut dibawah ini:
Gambar 1 Tahapan Dalam Pembuatan Kebijakan Publik
Initiation
Estimation
Selection
•Proses pembuatan tim kerja dan kebijakan
•Penghitungan kemungkinan yang akan terjadi
•Pemilihan opsi kebijakan yang akan dilaksanakan
Termination
Evaluation
Implementation
•Penghentian kebijakan publik
•Penilaian atau evaluasi
•Pelaksanaan kebijakan publik
sumber: politik.kompasiana.com
Perumusan sebuah kebijakan sejatinya melibatkan pemeran atau aktor. Menurut Anderson5, dalam proses pembuatan kebijakan publik, aktor dibagi kedalam dua jenis, yakni aktor resmi (official policy-makers) dan aktor tidak resmi (nongovernmental participants). Aktor resmi sebagai pembuat kebijakan yang sah adalah pihak yang memiliki kewenangan legal untuk terlibat dalam perumusan kebijakan publik. Aktor resmi tersebut terdiri dari legislatif, eksekutif, 4
http://politik.kompasiana.com/2013/04/07/konsep-dan-teori-kebijakan-publik-543743.html diakses pada 26 Februari 2014 pukul 16.29 5 Kurniawan, Teguh. 2010. Perumusan Kebijakan Publik: Sumbang Saran Pemikiran Dari Berbagai Perspektif Teori Yang Ada. http://www.academia.edu/617983/Perumusan_Kebijakan_Publik_Sumbang_Saran_Pemikiran_d ari_Berbagai_Perspektif_Teori_yang_ada diakses pada 24 Februari 2014 pukul 09.13
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
badan administratif, serta pengadilan. Aktor tidak resmi yang dimaksud disini adalah peserta lain yang terlibat dalam proses kebijakan, diantaranya kelompok kepentingan, partai politik, organisasi penelitian, media komunikasi, serta individu masyarakat. Sebagai nongovernmental participants, para aktor tidak resmi ini tidak memiliki kewenangan legal untuk membuat kebijakan yang mengikat, walaupun terkadang memiliki peran yang dominan dalam beberapa situasi perumusan kebijakan publik. Menurut Rosdiana dan Tarigan6, Earmarked tax adalah pajak yang dipungut untuk membiayai pengeluaran-pengeluaran tertentu yang sudah spesifik. Earmarked sering dikaitkan dalam konteks perpajakan, sehingga kemudian muncul dan populer istilah earmarked taxes. Hy dan Waugh berpendapat bahwa yang menjadi pertanyaan didalam kebijakan earmarked tax adalah bagaimana cara pendistribusian penerimaan pajak tersebut. Hy dan Waugh, pajak bahan bakar kendaraan
bermotor
dikenakan
oleh
pemerintah
atas
penyimpanan,
pendistribusian, penjualan, dan penggunaannya terhadap kendaraan bermotor itu sendiri. Penerimaan dari Earmarked tax atas PBBKB mampu menjadi kebijakan yang mendapat perhatian sebagai aplikasi yang berguna sebagai benefits received concept, dimana yang dibebankan adalah individu yang mendapatkan manfaat dari kebijakan tersebut7.
3.
Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif. Dalam hal
ini, peneliti bertujuan untuk mendapatkan suatu jawaban/pemahaman atas kebijakan yang dibuat oleh Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta tentang PBBKB sebagai salah satu sumber pendapatan daerah. Berdasarkan tujuan penelitian, penelitian ini merupakan penelitian deskriptif karena penelitian ini dilakukan untuk memberikan gambaran yang lebih rinci mengenai sebuah gejala 6
Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Grafindo. Hy, Ronald John and William L. Waugh, Jr. 1995. State And Local Tax Policies. Connecticut: Greenwood Press. 7
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
atau fenomena. Jadi, penelitian dari penelitian deskriptif adalah untuk menggambarkan mekanisme sebuah proses formulasi kebijakan. Teknik pengumpulan data bertujuan untuk mengumpulkan data atau informasi yang dapat menjelaskan permasalahan suatu penelitian secara obyektif. Data kualitatif terbagi menjadi dua bentuk, yaitu studi lapangan (field research) dan studi kepustakaan (library research).
4.
Analisis Kebijakan earmarked tax terhadap PBBKB ini merupakan sebuah inovasi
terhadap perpajakan daerah di Indonesia. Munculnya kebijakan daerah yang masih dapat bilang terbilang baru di Indonesia ini dilatarbelakangi oleh adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk memberikan kontribusi lebih terhadap apa yang dialokasikan secara khusus terhadap Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yakni pencemaran udara dan kerusakan lingkungan, dimana dicantumkan sebesar 10% dari penerimaan PBBKB sesuai dengan Perda No. 3 Tahun 2011. Pencemaran udara dan kerusakan lingkungan memiliki kaitan yang cukup erat dengan bahan bakar karena sebagian besar pencemaran lingkungan yang terjadi merupakan hasil dari sumber bergerak, yakni kendaraan bermotor yang menggunakan minyak bensin sebagai bahan bakarnya. Sumber pencemaran udara secara umum terdiri atas sumber bergerak dan sumber tidak bergerak. Sumber bergerak terkait dengan kegiatan transportasi yang menggunakan bahan bakar, seperti minyak. Sementara, sumber tidak bergerak terkait dengan pembakaran bahan bakar industri, produksi kimia dan produk terkait, pengolahan logam dan bahan lainnya, serta pembakaran barang-barang sisa. Menurut Kepala Bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Badan Lingkungan Hidup (BLH), Agus Setianto, bahwa terdapat satu jenis lagi sumber pencemaran udara, yakni berupa sumber dari manusia yakni melalui asap rokok.
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
Menurut Setianto pula, sumber bergerak merupakan penyumbang polutan udara terbesar di Provinsi DIY, yakni sekitar 80%8. Untuk mengatasi kerusakan lingkungan, dengan menggunakan anggaran dari APBD DIY tahun 2012, BLH melaksanakan program Reklamasi Lahan Bekas Penambangan, Penanaman Pohon sekitar telaga, Penanaman Pohon di daerah Rawan Longsor, dan Pembuatan Sumur Peresapan Air Hujan (SPAH)9. Utnuk membiayai program-program penanggulangan pencemaran udara dan kerusakan lingkungan, pemerintah mengalokasikan penerimaan daerah dari PBBKB sebesar 10%. Berikut adalah tabel berisikan target dan realisasi penerimaan PBBKB di Provinsi DIY selama beberapa tahun terakhir: Tabel 2 Target dan Realisasi Penerimaan PBBKB di Provinsi DIY (2011-2012) 2011 Bulan
2012
Target
Realisasi
Januari
8.793.122.900
9.705.302.605
Persen (%) 110,37
Target
Realisasi
9.865.121.050
10.963.657.762
Persen (%) 111,14
Februari
7.616.724.150
9.516.000.008
124,94
9.337.229.150
10.589.322.160
113,41
Maret
7.901.271.200
8.638.872.075
109,34
8.599.766.800
9.417.094.864
109,50
April
8.772.895.450
9.665.937.965
110,18
9.549.096.285
11.315.333.569
118,50
Mei
8.600.717.800
9.281.225.255
107,91
9.390.040.350
9.510.844.301
101,29
Juni
8.963.480.250
9.790.768.916
109,23
9.813.149.850
10.877.505.739
110,85
Juli
8.657.531.510
9.892.112.740
114,26
9.365.061.450
10.815.970.493
115,49
Agustus
9.403.161.000
10.674.377.730
113,52
10.267.126.253
11.143.029.070
108,53
September
8.676.366.800
10.060.851.159
115,96
9.728.559.681
11.484.760.294
118,05
Oktober
8.997.026.600
10.114.160.537
112,42
10.136.236.550
11.187.802.076
110,37
November
8.687.492.300
10.509.729.440
120,98
10.005.752.150
11.124.716.594
111,18
Desember
9.019.127.993
10.318.822.376
114,41
9.310.040.430
11.492.074.771
123,44
TOTAL
104.088.917.953
118.168.160.806
113,53
115.467.180.000
129.922.111.693
112,62
Sumber: Laporan DPPKA Provinsi DIY 2011 (diolah kembali oleh peneliti)
8 9
Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah DIY 2012. BLH Provinsi DIY, 2012. Laporan SLHD DIY 2012.
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
Tabel diatas menunjukkan bahwa realisasi penerimaan PBBKB di Provinsi DIY dalam dua tahun terakhir selalu memenuhi target walaupun terkadang tidak terlalu signifikan. Mengingat lagi bahwa penerimaan 10% dialokasikan untuk penanggulangan pencemaran udara dan kerusakan lingkungan. Itu berarti pada tahun 2012 saja terdapat alokasi sebesar Rp 12,99 milyar untuk hal tersebut, bukan angka yang kecil. Namun, anggaran yang dibutuhkan untuk menanggulangi pencemaran udara dan kerusakan lingkungan juga tidak sedikit. Melihat kondisi diatas, Pemerintah DIY menggunakan sistem partial earmarking tax, dimana penerimaan pajak dari PBBKB didesain bukan hanya sebagai satu – satunya sumber pembiayaan, namun masih terdapat sumber pendapatan lain yang dialokasikan untuk pembiayaan program tersebut. Oleh karena biaya untuk penanggulangan kerusakan lingkungan dan pencemaran udara terlalu besar daripada yang dialokasikan sehingga sumber pembiayaan tidak hanya berasal dari alokasi Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, maka earmark yang terkait dengan kegiatan program tersebut termasuk dalam partial earmarking tax. Kebijakan earmarked tax pada PBBKB di Provinsi DIY melalui beberapa tahapan. Tahapan awal, pihak eksekutif, dalam hal ini adalah DPPKA, menyampaikan
draft
yang
berisi
peraturan
yang
sudah
membutuhkan
penyesuaian, namun masih sesuai dengan peraturan yang ada di Undang-undang. Inisiatif tentang adanya kebijakan pengalokasian khusus terhadap PBBKB belum tercantum didalam draft ini. Setelah itu draft tersebut disampaikan ke DPRD, namun sebelumnya draft tersebut dikaji lebih dulu oleh Gubernur bersama dengan biro hukum. Dalam proses ini, terjadi proses harmonisasi yang berisi proses pengkajian dan pembulatan. Setelah itu, biro hukum tadi melakukan forum konsultasi hukum, dimana disana muncul usulan 10% untuk pengalokasian khusus PBBKB. Setelah dari biro hukum, usulan tersebut sampai pada DPRD, dengan dihantarkan oleh Gubernur. Setelah menerima draft tersebut, Pimpinan Dewan
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
langsung memberikan kepada Baleg untuk dikaji, cuma tidak sampai pada substansi isinya. Setelah itu, apabila draft tersebut sudah memenuhi syarat, maka draft tersebut akan dikembalikan kepada Pimpinan Dewan dan menyampaikan bahwa usulan ini siap diteruskan ke pembahasan di dewan. Melalui surat rekomendasi dari Baleg, Pimpinan Dewan membuat surat untuk menindaklanjuti kedalam proses rapat paripurna. Setelah itu diputuskanlah untuk membuat sebuah alat kelengkapan dewan yang sifatnya adhoc berupa panitia khusus (pansus). Pansus ini terbentuk dalam keputusan dari DPRD. Surat Keputusan Pimpinan (Kepim) nantinya akan dibuat dengan tujuan agar biaya-biaya yang keluar pada setiap kegiatan dalam proses perumusan kebijakan nanti (rapat, makan minum, kunjungan kerja ke provinsi lain, konsultasi ke pemerintah pusat, dan lain-lain) ada dasar perizinannya berupa surat keputusan kelembagaan berupa surat kepim tadi. Pihak eksekutif juga akan membuat tim asistensi yang nantinya akan bekerjasama dalam membahas peraturan yang dibuat. Tim asistensi ini dibentuk berdasarkan surat keputusan gubernur, yang dikeluarkan oleh biro hukum. Tahap berikutnya yang dilakukan setelah rancangan peraturan daerah (Raperda) selesai dibuat adalah mengirimkan kembali ke Pimpinan Dewan sehingga nantinya bisa diharmonisasikan kembali oleh Baleg dengan alat kelengkapan dewan yang lainnya agar tidak bertabrakan dan dapat dipelajari oleh komisi-komisi yang ada di DPRD. Setelah itu, Raperda tersebut disampaikan ke Kementrian Dalam Negeri agar dapat memberikan evaluasi dan catatan-catatan. Lalu, melalui catatan-catatan tersebut nantinya akan diubah draft tersebut bersama dengan Pimpinan Dewan. Ada lima urusan perda yang harus dievaluasi oleh menteri, dan menteri memiliki hak prerogatif akan hal tersebut. Selanjutnya, dari catatan-catatan yang diberikan tadi akan dilakukan perubahan oleh pihak DPRD (pansus). Sampai dirasa sudah lengkap tanpa evaluasi lagi, maka Raperda tersebut dapat disetujui bersama dengan penandatanganan Naskah Rancangan Persetujuan Bersama oleh Gubernur DIY dan Pimpinan DPRD Provinsi DIY. Berdasarkan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 Tentang Perubahan Kedua atas Undang-undang Nomor 32 Tahun
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
2004 Tentang Pemerintahan Daerah (selanjutnya disebut UU No. 12 Tahun 2008), maka Raperda yang telah disetujui bersama tersebut dapat ditetapkan secara sah sebagai Peraturan Daerah. Seperti yang dibahas sebelumnya mengenai teori kebijakan publik, bahwa pemeran atau aktor yang tergabung kedalam perumusan kebijakan publik terdiri dari aktor resmi (official policy-makers) dan aktor tidak resmi (nongovernmental participants). Pada perumusan Perda No. 3 Tahun 2011 dimana kebijakan earmarked tax terhadap PBBKB di Provinsi DIY berada didalamnya, terdapat pula para aktor resmi dan aktor tidak resmi. Untuk aktor resmi, terdapat pihak dari Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset (DPPKA), Gubernur DIY, DPRD Provinsi DIY, Kementerian Dalam Negeri. Sedangkan untuk aktor tidak resmi, terdapat pihak dari biro hukum dan individu masyarakat.
5.
Kesimpulan dan Saran Kesimpulan yang didapat melalui penelitian ini adalah munculnya
kebijakan daerah yang masih dapat bilang terbilang baru di Indonesia ini dilatarbelakangi oleh adanya keinginan dari Pemerintah Daerah untuk memberikan kontribusi lebih terhadap apa yang dialokasikan secara khusus terhadap Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor, yakni pencemaran udara dan kerusakan lingkungan. Formulasi kebijakan earmarked tax pada PBBKB di Provinsi DIY terdiri dari berbagai tahapan. Pada tahap awal, pihak eksekutif, dalam hal ini adalah DPPKA, menyampaikan draft yang berisi peraturan yang dikira sudah mulai tidak sejalan dengan yang terjadi di lapangan. Setelah itu draft tersebut disampaikan ke DPRD, namun sebelumnya draft tersebut dikaji lebih dulu oleh Gubernur bersama dengan biro hukum. Setelah proses tersebut, draft dihantarkan kepada Pimpinan Dewan oleh Gubernur. Pimpinan Dewan langsung menyampaikan draft kepada Baleg untuk dikaji lebih lanjut. Apabila sudah memenuhi syarat, maka Baleg akan mengembalikan draft tersebut kepada Pimpinan Dewan agar dapat segera
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
dilanjutkan ke proses pembahasan di dewan, dengan catatan bahwa draft ini sudah melalui proses pengkajian oleh Baleg. Pada saat itu, Pimpinan Dewan membuat surat untuk menindaklanjuti kedalam proses rapat paripurna. Setelah itu diputuskan untuk membuat sebuah alat kelengkapan dewan yang sifatnya adhoc berupa pansus. Setelah proses pembuatan Raperda oleh pansus selesai, tahap berikutnya yang dilakukan adalah mengirim Raperda tersebut kepada Pimpinan Dewan untuk diharmonisasi dengan alat kelengkapan dewan lainnya agar ketentuan-ketentuan yang sudah dibuat tidak bersinggungan dan bertolakbelakang serta dapat dipelajari oleh komisi-komisi yang ada di DPRD. Setelah itu, Raperda akan disampaikan kepada Kementrian Dalam Negeri agar dapat diberikan evaluasi, sehingga nantinya Pimpinan Dewan akan memperbaiki Raperda tersebut berdasarkan evaluasi yang diberikan oleh menteri. Sesudah dilakukan revisi dari evaluasi yang diberikan oleh kementrian, maka Raperda tersebut memasuki tahap akhir, yakni penandatanganan Naskah Rancangan Persetujuan Bersama oleh Gubernur DIY dengan Pimpinan DPRD Provinsi DIY, sehingga menunjukkan bahwa seluruh pihak telah setuju untuk meresmikan Raperda tersebut menjadi Perda. Saran yang dapat peneliti berikan dalam penelitian ini adalah terdapat permasalahan terkait lahirnya kebijakan earmarked tax pada PBBKB di Provinsi DIY dimana pihak-pihak terkait serta masyarakat masih belum mengetahui adanya kebijakan ini, sehingga keuntungan dari kebijakan ini masih tidak terlalu terasa. Adapun solusi yang dapat Penulis berikan adalah perlunya dibuat sosialisasi yang dapat memberikan perhatian lebih terhadap keberadaan kebijakan ini, salah satunya dengan forum dengar pendapat yang lebih intens. Seperti yang dapat dilihat pada pembahasan mengenai proses formulasi yang terjadi pada kebijakan earmarked tax pada PBBKB di Provinsi DIY, proses ini memiliki birokrasi yang cukup panjang, namun sudah dirasa benar karena tiap prosesnya dirasa memiliki kelebihan dan kepentingan yang kuat. Yang perlu diperhatikan lebih adanya kebiasaan waktu perumusan oleh pansus yang suka melewati deadline yang sudah ditentukan oleh DPRD. Maka dari itu, solusi yang
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
dapat diberikan adalah dibutuhkannya suatu kegiatan perumusan secara garis besar sebelumnya agar dapat saat proses perumusan kebijakan oleh tim pansus dapat lebih mudah dan cepat selesai. Sebenarnya hal ini sudah ada di perencanaan DPRD dengan nama Program Legislasi Daerah (Prolegda). Namun pada akhirnya yang diperlukan saat ini adalah penelitian lanjutan dari penelitian ini, melihat bagaimana kebijakan ini diimplementasikan, apakah tujuan awal dibentuknya kebijakan earmarking tax pada PBBKB di Provinsi DIY sudah tercapai atau tidak.
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014
DAFTAR PUSTAKA Buku Hy, Ronald John and William L. Waugh, Jr. 1995. State And Local Tax Policies. Connecticut: Greenwood Press. Rosdiana, Haula dan Rasin Tarigan. 2005. Perpajakan Teori dan Aplikasi. Jakarta: Grafindo. Publikasi Elektronik Kenaikan Jumlah Kendaraan Di Indonesia. Diakses pada tanggal 6 Maret 2013 pukul 14.21 http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=17 ¬ab=12 Konsumsi BBM Subsidi Di Yogya dan Jawa Tengah Lampaui Kuota. Diakses pada tanggal 7 Maret 2013 pukul 21.54 http://www.tempo.co/read/news/2011/10/12/090361041/Konsumsi-BBMSubsidi-di-Yogya-dan-Jawa-Tengah-Lampaui-Kuota Konsep dan Teori Kebijakan Publik. Diakses pada tanggal 26 Februari 2013 pukul 16.29 http://politik.kompasiana.com/2013/04/07/konsep-dan-teori-kebijakanpublik-543743.html Kurniawan, Teguh. 2010. Perumusan Kebijakan Publik: Sumbang Saran Pemikiran Dari Berbagai Perspektif Teori Yang Ada. Diakses pada tanggal 24 Februari 2014 pukul 09.13 http://www.academia.edu/617983/Perumusan_Kebijakan_Publik_Sumbang _Saran_Pemikiran_dari_Berbagai_Perspektif_Teori_yang_ada Lain-lain Laporan Status Lingkungan Hidup Daerah DIY 2012. BLH Provinsi DIY, 2012. Laporan SLHD DIY 2012.
Analisis kebijakan..., Aditya Maulana, FISIP, 2014