ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT-OUTPUT SISI PERMINTAAN
OLEH HASNI H14102023
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN
HASNI. Analisis Peningkatan Investasi Pemerintah di Sektor Konstruksi terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output Sisi Permintaan (dibimbing oleh SAHARA)
Peranan sektor konstruksi terhadap pembangunan di Indonesia dapat dilihat dari peningkatan nilai pendapatan bruto sektor konstruksi. Selama periode tahun 2000-2004 nilai pendapatan bruto sektor konstruksi mengalami pertumbuhan yang cukup baik dengan pertumbuhan sektor konstruksi terhadap PDB rata-rata sebesar 8,16 % per tahun. Dari sisi lapangan kerja, sektor konstruksi juga menyerap tenaga kerja yang cukup besar, hal ini terjadi karena jumlah perusahaan konstruksi yang beroperasi di Indonesia cukup besar, yaitu sekitar 81 ribu perusahaan pada tahun 2004. Namun peningkatan pendapatan bruto dan penyerapan tenga kerja, serta peningkatan nilai output di sektor konstruksi ini belum didukung oleh tingkat investasi yang memadai untuk menghasilkan pembangunan yang optimal khususnya di sektor konstruksi. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis nilai kepekaan dan koefisien penyebaran sektor konstruksi di Indonesia, menganalisis efek multiplier yang dihasilkan oleh sektor konstruksi yang meliputi sisi output, pendapatan dan tenaga kerja di Indonesia. Selain itu akan dianalisis dampak investasi sektor konstruksi terhadap perekonomian Indonesia baik dari sisi output, pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Model analisis yang digunakan untuk mengkaji dampak investasi pemerintah terhadap perekonomian Indonesia dalam penelitian ini adalah Analisis Input-Output Sisi Permintaan. Perangkat lunak yang digunakan dalam mengolah data Input-Output ini adalah Microsoft Excel. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang diperoleh dari BPS Pusat. Data yang akan diolah merupakan data Input-Output Indonesia tahun 2003. Tabel Input-Output 2003 tersebut terdiri dari 66 sektor, yang kemudian dalam penelitian ini diagregasi menjadi 17 sektor. Simulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan shock pada nilai investasi sektor konstruksi. Shock ini dilakukan untuk mengetahui sektor mana yang memiliki dampak yang paling besar terhadap peningkatan investasi di sektor konstruksi. Besarnya shock diperoleh dari nilai persentase rata-rata pengeluaran pembangunan pada sektor konstruksi. Nilai pengeluaran pembangunan sektor konstruksi diperoleh dengan menjumlahkan pengeluaran pembangunan berbagai sub sektor konstruksi. Nilai rata-rata pertumbuhan pengeluaran pembangunan di sektor konstruksi periode tahun 2000-2004 adalah 28,73 %. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sektor konstruksi sangat bergantung pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri semen dan sektor pengilangan minyak bumi. Sementara sektor yang paling banyak memanfaatkan output sektor konstruksi adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan, sektor usaha bangunan dan sektor pertambangan. Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor konstruksi lebih mampu untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya.
Analisis multiplier menunjukkan bahwa kemampuan sektor konstruksi untuk mempengaruhi pembentukan output, pendapatan dan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian cukup kuat. Berdasarkan analisis investasi, tiga sektor yang paling tinggi peningkatan output dan pendapatannya akibat peningkatan investasi sektor konstruksi adalah sektor konstruksi, sektor industri pengolahan dan sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedangkan dari sisi penyerapan tenaga kerja tiga sektor yang paling besar peningkatan penyerapan tenaga kerjanya adalah sektor konstruksi, sektor pertanian, serta sektor perdagangan, hotel dan restoran. Berdasarkan hasil penelitian ini, maka pemerintah harus lebih memperhatikan sektor konstruksi, karena dari hasil pembahasan menunjukkan bahwa peningkatan investasi di sektor konstruksi ternyata dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Hal ini tentu saja akan menekan angka pengangguran di Indonesia. Selain memperhatikan sektor konstruksi, pemerintah juga harus memperhatikan sektorsektor yang terkait dengan sektor konstruksi itu sendiri. Di sektor hulu terdapat sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri semen dan sektor pengilangan minyak bumi, sedangkan di sektor hilir terdapat sektor jasa-jasa, sektor usaha bangunan dan sektor angkutan.
ANALISIS PENINGKATAN INVESTASI PEMERINTAH DI SEKTOR KONSTRUKSI TERHADAP PEREKONOMIAN INDONESIA: ANALISIS INPUT OUTPUT SISI PERMINTAAN
Oleh HASNI H14102023
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Hasni
Nomor Registrasi Pokok : H14102023 Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Peningkatan Investasi Pemerintah di Sektor Konstruksi
terhadap
Perekonomian
Indonesia:
Analisis Input-Output Sisi Permintaan
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Sahara, SP, M.Si NIP. 132 232 456
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr.Ir. Rina Oktaviani, MS NIP.131 846 872
Tanggal Kelulusan:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Juni 2006
Hasni H14102023
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Hasni, lahir pada tanggal 28 Januari 1984 di Padangsidimpuan, Tapanuli Selatan, Sumatera Utara. Penulis anak terakhir dari lima bersaudara, dari pasangan Ridwan dan Darwati. Penulis memulai pendidikan formal di SD Negeri 2 Padangsidimpuan. Tahun 1996 penulis melanjutkan ke SLTP Negeri 3 Padangsidimpuan dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMU Negeri 1 Padangsidimpuan dan lulus tahun 2002. Pada tahun 2002 penulis diterima sebagai mahasiswa pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis pernah aktif di beberapa organisasi yaitu HIPOTESA, FORMASI dan HMI Komisariat FEM. Selain itu, penulis juga berkesempatan menjadi Asisten Dosen Ekonomi Dasar 2 tahun 2005 dan Asisten Dosen Ekonomi Umum tahun 2004-2006.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kehadirat Allah SWT karena atas rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Peningkatan Investasi Pemerintah Di Sektor Konstruksi Terhadap Perekonomian Indonesia: Analisis Input-Output Sisi Permintaan”. Skripsi ini menganalisis dampak peningkatan investasi sektor konstruksi terhadap perekonomian nasional baik dari sisi output, pendapatan maupun tenaga kerja. Di samping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya, terutama kepada Sahara, SP, M.Si, yang telah sabar membimbing dan mengarahkan penulis agar dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Ucapan terima kasih penulis ucapkan kepada Wiwiek Rindayanti, MS yang telah menguji hasil karya ini. Selain itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Syamsul Hidayat Pasaribu, M.Si atas perbaikan tata cara penulisan skripsi ini. Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan kepada kedua orang tua penulis, yaitu Ayahanda Ridwan dan Ibunda Darwati serta saudara-saudara penulis, Ni Zia, Wan Zul, Ni Za dan Husna. Do’a dan dorongan motivasi yang mereka berikan sangat besar artinya dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada Tuti, Rini, Herlin, Rezi, Hafzil, Tami dan Jefry yang telah membantu mengoreksi penulisan skripsi ini. Akhirnya, penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan
Bogor, Juni 2006
Hasni H14102023
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ...............................................................................................
iii
DAFTAR GAMBAR ..........................................................................................
v
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
vi
I. PENDAHULUAN ..............................................................................................
1
1.1. Latar Belakang .............................................................................................
1
1.2. Permasalahan ...............................................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian .........................................................................................
9
1.4. Kegunaan Penelitian ....................................................................................
10
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................
10
II. TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................
12
2.1. Investasi dalam Pembangunan .....................................................................
12
2.2. Teori Investasi ..............................................................................................
13
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Analisis Input-Output........................................
16
2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Sektor Konstruksi..............................................
19
2.5. Kerangka Pemikiran Teoritis .......................................................................
21
2.5.1. Teori dan Model Input-Output ...........................................................
21
2.5.2. Struktur Tabel Input-Output .............................................................
24
2.5.3. Keterbatasan Tabel Input-Output ......................................................
28
2.6. Analisis Input-Output ...................................................................................
28
2.7. Kerangka Pemikiran Konseptual .................................................................
32
III. GAMBARAN UMUM SEKTOR KONSTRUKSI ............................................
35
3.1. Peranan Sektor Konstruksi dalam Pembangunan .........................................
35
3.2. Kebijakan Pemerintah terhadap Sektor Konstruksi ......................................
38
3.3. Tujuan Strategis Sektor Konstruksi Indonesia..............................................
41
IV. METODE PENELITIAN ...................................................................................
42
4.1. Jenis dan Sumber Data ................................................................................
42
4.2. Metode Analisis .........................................................................................
43
4.2.1. Koefisien Input .................................................................................
43
4.2.2. Analisis Dampak Penyebaran ..........................................................
45
4.2.3. Analisis Multiplier ...........................................................................
46
4.2.4. Koefisien Pendapatan .......................................................................
51
4.2.5. Koefisien Tenaga Kerja ....................................................................
52
4.2.6. Analisis Investasi ..............................................................................
52
4.3. Defenisi Operasional ...................................................................................
54
V. HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................
58
5.1. Peranan Sektor Konstruksi Terhadap Perekonomian Indonesia ..................
58
5.2. Analisis Dampak Penyebaran ......................................................................
62
5.3. Analisis Multiplier .......................................................................................
63
5.3.1. Multiplier Output ...............................................................................
63
5.3.2. Multiplier Pendapatan ........................................................................
64
5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja .....................................................................
65
5.4. Analisis Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perekonomian Indonesia ...
67
5.4.1. Dampak Terhadap Output ..................................................................
67
5.4.2. Dampak Terhadap Pendapatan ...........................................................
69
5.4.3. Dampak Terhadap Tenaga Kerja .......................................................
70
VI. KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................................
72
6.1. Kesimpulan .................................................................................................
72
6.2. Saran ............................................................................................................
73
DAFTAR PUSTAKA .........................................................................................
74
LAMPIRAN ........................................................................................................
76
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Ringkasan Pendapatan Bruto dan Pengeluaran Perusahaan Konstruksi Periode Tahun 2000-2004 di Indonesia (miliar rupiah) .......
2
1.2. Perkembangan Jumlah Perusahaan, Karyawan Tetap dan Nilai Konstruksi yang Diselesaikan Tahun 2000-2004 di Indonesia .............
4
1.3. Perkembangan Beberapa Nilai Konstruksi Yang Diselesaikan Menurut Jenis Pekerjaan Tahun 2001-2004 (juta rupiah) .....................................
7
1.4. Perkembangan Nilai PMDN Yang Telah Disetujui Pemerintah Menurut Sektor Ekonomi Periode Tahun 2003-2004 (miliar rupiah) ....
8
2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Keterkaitan Sektor Konstruksi ...................
16
2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Dampak Penyebaran Sektor Konstruksi ...............................................................................................
17
2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Multiplier Sektor Konstruksi .....................
18
2.4. Struktur Umum Tabel Input-Output ......................................................
26
3.1. Jumlah Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2001-2004 (orang) ......................................................................
36
3.2. Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha tahun 2001-2004 (miliar rupiah) ........................................................................................
37
4.1. Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja .....................
51
4.2. Anggaran Pengeluaran Pembangunan Sektor Konstruksi Tahun 2000-2003 (miliar rupiah) ......................................................................
53
5.1. Nilai Permintaan Akhir, Permintaan Antara dan Jumlah Permintaan di Indonesia Tahun 2003 (juta rupiah) ...................................................
58
5.2. Alokasi Permintaan Sektor Konstruksi di Indonesia Tahun 2003 (juta rupiah).............................................................................................
59
5.3. Struktur Input Sektor Konstruksi di Indonesia Tahun 2003 (juta rupiah).............................................................................................
60
5.4. Keterkaitan Sektor Konstruksi di Indonesia Tahun 2003 (juta rupiah) 61 5.5. Analisis Dampak Penyebaran Perekonomian Indonesia Tahun 2003.....
62
5.6. Nilai Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja di Indonesia Tahun 2003 .............................................................................................
66
5.7. Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perubahan Output (juta rupiah) ............................................................................................
68
5.8. Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perubahan Pendapatan (juta rupiah).............................................................................................
69
5.9. Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perubahan Tenaga Kerja (orang) ...........................................................................................
70
DAFTAR GAMBAR
2.1. Kurva Investasi ........................................................................................
14
2.2. Hubungan Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran dan Pendapatan Nasional ...................................................................................................
15
2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual ..............................................................
34
DAFTAR LAMPIRAN
1. Tabel Klasifikasi 17 Sektor Tabel Input-Output Indonesia 2003 ..............
77
2. Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen 17 Sektor Tahun 2003 (juta rupiah).......................................................................................
79
3. Matriks Koefisien Input .............................................................................
83
4. Matriks Kebalikan Leontif Terbuka ..........................................................
84
5. Matriks Kebalikan Leontif Tertutup .........................................................
85
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara di kawasan Asia Tenggara yang
sedang giat melaksanakan pembangunan di segala bidang termasuk pembangunan di
sektor
ekonomi.
Pembangunan
ekonomi
adalah
usaha-usaha
untuk
meningkatkan taraf hidup suatu bangsa yang biasanya diukur dengan tinggi rendahnya pendapatan riil per kapita (Irawan dan Suparmoko, 1992). Sementara itu menurut Lemhanas (1997) pembangunan ekonomi merupakan kemampuan suatu negara untuk memanfaatkan sumber daya yang dimiliki secara optimal dan efisien sebagai bagian dari suatu sistem perekonomian nasional. Pembangunan ekonomi yang baik dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara berkesinambungan. Karakter pembangunan baik arah, langkah maupun cara manusia memanfaatkan ditentukan oleh bagaimana suatu negara mengelola investasi sumber dayanya. Hampir di setiap negara, baik negara yang sedang berkembang maupun negara yang sudah maju menjadikan kegiatan sektor konstruksi sebagai pemacu pembangunan ekonominya. Hal ini terjadi karena sektor konstruksi memiliki keterkaitan yang sangat erat terhadap sektor-sektor ekonomi lainnya. Menurut BPS (2004) sektor industri pengolahan, sektor pertambangan non migas merupakan sektor-sektor penyedia bahan baku konstruksi, sedangkan sektor pertanian, pertambangan migas dan sektor jasa merupakan pengguna hasil kegiatan sektor konstruksi yang cukup besar. Data mengenai kontribusi sektor
2
konstruksi terhadap pembangunan ekonomi nasional disajikan pada Tabel 1 berikut ini.
Tabel 1.1. Ringkasan Pendapatan Bruto dan Pengeluaran Perusahaan Konstruksi (miliar rupiah) Periode Tahun 2000-2004 di Indonesia Uraian 2000 Pendapatan Bruto 32.652,9 Pekerjaan konstruksi 28.190,6 yang diselesaikan Pendapatan lain 3.929,9 Bahan bangunan 532,3 diselesaikan oleh pemilik Pengeluaran/biaya 16.784,2 antara Bahan bangunan 11.834,5 yang dipakai Pemakaian bahan 522,1 bakar listrik Biaya bahan dan jasa 2.758,5 lainnya Pekerjaan yang 1.668,9 disubkontrakkan kepada pihak lain Sumber : BPS, 2005 (a). Keterangan : * : angka sementara.
2001 33.506,6 30.750,1
2002 37.546,4 35.080,2
2003 41.832,0 39.050,6
2004 * 44.571,0 41.957,1
2.006,1 750,3
2.221,1 245,1
2.597,5 183,8
2.432,4 163,4
17.638,4
19.808,4
21.274,5
22.257,5
12.900,7
14.545,8
16.253,3
17.281,5
588,7
649,7
696,7
760,5
2.205,5
2.396,3
2.914,6
2.918,4
1.943,4
2.216,4
1.409,7
1.297,0
Berdasarkan Tabel 1.1. terlihat bahwa selama periode tahun 2000–2004 nilai pendapatan bruto sektor konstruksi mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 pendapatan bruto sektor konstruksi senilai Rp 37,5 triliun dengan pertumbuhan sebesar 12,06 %, pada tahun 2003 nilainya menjadi sekitar Rp 41,8 triliun dengan pertumbuhan sebesar 11,41 %. Turunnya tingkat pertumbuhan sektor konstruksi tahun 2003 dibandingkan tahun 2002 karena adanya fluktuasi jangka pendek perekonomian Indonesia selama tahun 2003. Pertumbuhan PDB triwulan IV tahun 2003 dibandingkan dengan PDB triwulan III tahun 2003 menurun sebesar 2,78 %. Penurunan ini sebagian besar disebabkan oleh pola musiman di sektor pertanian
3
yang turun sebesar 22,29 %, kemudian PDB triwulan III dibanding triwulan II meningkat sebesar 3,04 %, dan PDB triwulan II terhadap triwulan I meningkat sebesar 1,12 %. Demikian juga pada tahun 2004 pertumbuhannya melambat menjadi sebesar 6,55 % dengan nilai pendapatan bruto sekitar Rp 44,5 triliun, ini disebabkan oleh peningkatan PDB Indonesia pada triwulan I tahun 2004 sebesar 3,54 persen dibandingkan triwulan IV tahun 2003 hanya terjadi pada beberapa sektor ekonomi yaitu sektor pertanian, sektor perdagangan-hotel-restoran, sektor industri pengolahan, sektor keuangan, sektor jasa-jasa dan sektor pengangkutankomunikasi. Pada periode tahun 2000-2004 pertumbuhan sektor konstruksi terhadap PDB rata-rata sebesar 8,16%. Sejalan dengan kenaikan nilai pendapatan bruto, biaya antara (biaya bahan bangunan dan bahan lainnya) juga mengalami pola yang sama, dimana pada periode tahun 2000 sampai 2004 mengalami peningkatan 7,25% per tahun. Jika pada tahun 2002 biaya antaranya senilai Rp 19,8 triliun, pada tahun 2003 menjadi Rp 21,2 triliun dan pada tahun 2004 naik menjadi Rp 22,2 triliun. Peningkatan sektor konstruksi atau bangunan juga tercermin dari perkembangan konsumsi bahan-bahan bangunan yang dipakai. Dari Tabel 1.1. di atas terlihat bahwa selama tahun 2000 hingga 2004 bahan bangunan ynag dipakai memiliki trend naik. Pada tahun 2002 nilai bahan bangunan yang dipakai sekitar Rp 14,5 triliun dengan pertumbuhan sebesar 12,75 %, sedangkan tahun 2003 nilainya mengalami peningkatan menjadi Rp 16,2 triliun dengan pertumbuhan
4
sebesar 11,73 %, dan data sementara tahun 2004 nilainya kembali meningkat menjadi Rp, 17,2 triliun dengan pertumbuhan yang melambat yaitu sebesar 6,32 %.
Tabel 1.2. Perkembangan Jumlah Perusahaan, Karyawan Tetap dan Nilai Konstruksi yang Diselesaikan Tahun 2000-2004 di Indonesia Uraian Jumlah perusahaan Jumlah karyawan tetap (orang) Nilai konstruksi (miliar rupiah)
2000 67.763 326.743
2001 72.421 346.155
2002 78.074 361.281
2003 79.867 377.940
2004 * 81.036 379.550
28.190,6
30.750,1
35.080,2
39.050,6
41.975,1
Sumber : BPS, 2005 (b). Keterangan : * : angka sementara.
Berdasarkan Tabel 1.2. tampak bahwa peningkatan jumlah perusahaan konstruksi berimplikasi pada peningkatan jumlah karyawan tetap yang diserap. Pada tahun 2004 jumlah perusahaan konstruksi yang beroperasi di Indonesia sekitar 81 ribu perusahaan dan jumlah karyawan tetap yang diserap pada tahun yang sama sebanyak 379 ribu orang. Selama periode tahun 2000 hingga 2004 jumlah karyawan tetap yang diserap oleh sektor konstruksi memiliki trend naik dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 3,75 %. Di samping tenaga kerja tetap juga tidak kalah penting adalah penyerapan tenaga kerja harian lepas, seperti tukang batu, tukang kayu, tukang gali, tukang cat dan lain sebagainya, ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi memiliki peran yang signifikan dalam penyerapan tenaga kerja Selain itu, nilai konstruksi yang diselesaikan setiap tahun juga mengalami peningkatan. Ini menunjukkan bahwa kebutuhan bangsa Indonesia akan sektor konstruksi memang sangat besar untuk menunjang kegiatan perekonomiannya.
5
Jika pada tahun 2002 nilai konstruksi mencapai sekitar Rp 35,0 triliun, pada tahun 2003 menjadi sekitar Rp 39,0 triliun dan tahun 2004 meningkat menjadi sebesar Rp 41,9 triliun. Pertumbuhan rata-rata nilai konstruksi selama periode tahun 2000 hingga 2004 adalah sekitar 10,25 %. Namun peningkatan pendapatan bruto dan penyerapan tenga kerja, serta peningkatan nilai output di sektor konstruksi ini belum didukung oleh tingkat investasi yang memadai untuk menghasilkan pembangunan yang optimal khususnya di sektor konstruksi. Infrastruktur merupakan bagian dari output yang dihasilkan oleh sektor konstruksi. Studi yang dilakukan oleh Bank Dunia memperkirakan bahwa untuk mendukung laju pembangunan secara berkelanjutan, antara tahun 1995–2004 Indonesia membutuhkan dana investasi sekitar US $ 200 miliar bagi perluasan infrastruktur ekonomi (Ramelan, 1997).
1.2.
Permasalahan Indonesia dengan jumlah penduduk yang besar sangat membutuhkan
sektor konstruksi untuk memperlancar kegiatan perekonomiannya. Selain itu diperkirakan dampak multiplier kegiatan di sektor konstruksi sangat besar, sejak dari proses perizinan, pembebasan tanah, perencanaan, pembiayaan, rancangan bangunan dan lain sebagainya. Setiap tahapan dari aktivitas sektor konstruksi melibatkan berbagai jasa profesi dan usaha, antara lain ahli hukum,
pejabat
pertanahan, biro perencanaan, konsultan teknik, biro arsitek, akuntan dan kontraktor.
6
Adanya keterkaitan ke depan dan ke belakang (forward and backward linkages) kegiatan sektor konstruksi dengan berbagai sektor ekonomi lainnya terjadi pada setiap tahapan tadi. Keterkaitan sektor konstruksi dengan berbagai sektor ekonomi lain terjadi pula pada berbagai sektor hulu hingga hilirnya. Menurut Ismail dalam Rafitas (2005) untuk membangun sektor konstruksi dibutuhkan jutaan pekerja, ratusan juta ton semen, puluhan juta meter persegi keramik, puluhan juta meter kabel, dan lain-lain. Pengadaan dan pengembangan infrastruktur merupakan bagian dari sektor konstruksi
yang sering mendapat
perhatian dari para investor. Indonesia harus menyadari bahwa keadaan infrastruktur negeri ini masih kurang memadai untuk menopang perekonomian nasional. Untuk menutup hutang luar negeri yang besar kita harus memacu ekspor dan menarik investor asing. Namun bagaimana kita dapat menarik investor asing secara besar-besaran jika kondisi infrastruktur masih kurang memadai. Perkembangan infrastruktur dengan pembangunan ekonomi mempunyai hubungan yang sangat erat dan saling ketergantungan satu sama lain. Perbaikan infrastruktur pada umumnya akan dapat meningkatkan mobilitas penduduk, meningkatkan kualitas dan kuantitas berbagai prasarana pembangunan, semakin tingginya kecepatan pengangkutan barang-barang, dan perbaikan kualitas dari jasa-jasa pengangkutan tersebut. Salah satu contoh infrastruktur yang berpengaruh besar terhadap perekonomian suatu daerah adalah pengadaan jalan. Menurut Basri (2001) infrastruktruktur jalan yang baik akan meningkatkan rangsangan peningkatan pendapatan masyarakatnya, karena aktivitas ekonomi yang meningkat sebagai
7
akibat mobilitas faktor produksi dan aktivitas perdagangan daerah tersebut yang semakin tinggi. Berikut disajikan tabel perkembangan beberapa nilai konstruksi yang diselesaikan menurut jenis pekerjaan di Indonesia periode tahun 2001-2004.
Tabel 1.3. Perkembangan Beberapa Nilai Konstruksi Yang Diselesaikan Menurut Jenis Pekerjaan di Indonesia Periode Tahun 2001-2004 (juta rupiah) No. 1. 2.
Jenis Pekerjaan Bangunan tempat tinggal Bangunan bukan tempat tinggal 3. Pemasangan listrik 4. Pekerjaan jalan dan jembatan 5. Pekerjaan lapangan terbang, pelabuhan dan terminal Sumber: BPS, 2005 (b).
2001 4.352.406 8.690.856
2002 4.891.746 9.653.059
2003 6.155.685 10.547.568
2004 6.943.839 11.549.848
1.211.073 8.605.257 273.007
1.387.860 9.696.851 728.708
1.099.642 10.460.761 637.340
1.241.396 11.476.246 663.920
Dari Tabel 1.3. terlihat bahwa nilai konstruksi dari berbgai jenis pekerjaan tersebut memiliki nilai pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan rata-rata nilai bangunan tempat tinggal adalah 17,00 %, bangunan bukan tempat tinggal 9,94%, pemasangan listrik 2,24 %, pekerjaan jalan dan jembatan 10,08 %, sedangkan lapangan terbang, pelabuhan dan terminal memiliki nilai pertumbuhan rata-rata paling besar yaitu 52,85 %, sehingga dapat disimpulkan bahwa rata-rata nilai konstruksi yang diselesaikan pada periode 2001-2004 mengalami trend naik. Hal ini akan memberikan dampak baik secara langsung maupun tidak langsung bagi perekonomian nasional. Jalan yang dibangun sebagai prasarana sangat bermanfaat bagi investor yang bermaksud membangun suatu pabrik, dengan didirikannya pabrik tersebut maka akan meningkatkan kesempatan kerja bagi masyarakat dan akan meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Selain itu jalan juga sangat bermanfaat bagi pengusaha yang akan membangun perusahaan
8
angkutan, secara tidak langsung hal ini akan membantu perkembangan kegiatan ekonomi yang lain. Demikian juga dengan pembangunan jembatan, lapangan terbang, pelabuhan dan terminal secara langsung akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja, dan akhirnya akan meningkatkan pendapatan daerah tersebut. Selain itu pembangunan jembatan, lapangan terbang, dan pelabuhan akan menyebabkan arus distribusi barang di suatu daerah akan semakin lancar, yang selanjutnya akan berpengaruh positif bagi perkembangan daerah tersebut. Namun di sisi lain, jika dilihat dari tingkat investasi terutama Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor konstruksi masih sangat rendah, ini menunjukkan bahwa masih rendahnya perhatian yang diberikan pemerintah pada sektor konstruksi.
Tabel 1.4. Perkembangan Nilai PMDN Yang Telah Disetujui Pemerintah Menurut Sektor Ekonomi (miliar rupiah) Periode Tahun 20032004 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Sektor ekonomi
Pertanian, perburuan, kehutanan dan perikanan Pertambangan dan penggalian Perindustrian Listrik, gas dan air Konstruksi Perdagangan, restoran dan hotel Transport, pergudangan dan perhubungan Lembaga keuangan, perasuransian, real estate dan jasa perusahaan 9. Jasa-jasa Total Sumber: BPS, 2005 (a). Keterangan: (*) : angka sementara, (**): angka sangat sementara.
2003*
2004**
1.929,1 752,8 40.442,7 466,3 1.773,7 974,4 2.022,0 1,4
1.847,9 662,4 20.644,5 8.797,5 1.473,0 764,1 1.887,7 -
122,4 48.484,8
1.063.3 37.140,4
Berdasarkan Tabel 1.4. diketahui bahwa PMDN sektor konstruksi tahun 2003 bernilai sekitar Rp 1,7 triliun atau hanya sekitar 4 % dari PMDN sektor
9
perindustrian pada tahun yang sama. Sedangkan pada tahun 2004 nilai PMDN sektor konstruksi malah mengalami penurunan sehingga hanya bernilai Rp 1,4 triliun atau sekitar 7 % dari nilai PMDN sektor perindustrian. Rendahnya nilai PMDN sektor konstruksi akan berpengaruh pada sektor perekonomian yang lain, ini disebabkan oleh peranan sektor konstruksi yang penting sebagai pemacu perkembangan sektor lain. Oleh karena itu investasi sektor konstruksi harus lebih ditingkatkan agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan latar belakang tersebut di atas maka ada beberapa masalah yang dapat diidentifikasi dalam menganalisis dampak investasi sektor konstruksi terhadap perekonomian Indonesia yaitu: (1.) besar kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran sektor konstruksi di Indonesia; (2.) besar efek multiplier yang dihasilkan oleh sektor konstruksi yang meliputi sisi output, pendapatan dan tenaga kerja di Indonesia; (3.) besar dampak investasi sektor konstruksi terhadap perekonomian Indonesia baik dari sisi output, pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
1.3.
Tujuan Penelitian Sesuai dengan perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini
adalah: 1. menganalisis nilai kepekaan penyebaran dan koefisien penyebaran sektor konstruksi di Indonesia;
10
2. menganalisis efek multiplier yang dihasilkan oleh sektor konstruksi yang meliputi sisi output, pendapatan dan tenaga kerja; 3. menganalisis dampak investasi sektor konstruksi terhadap perekonomian Indonesia baik dari sisi output, pendapatan maupun penyerapan tenaga kerja di Indonesia.
1.4.
Kegunaan Penelitian Ada tiga kegunaan yang diharapkan dari penelitian ini.
1. Bagi penulis, untuk menambah pengetahuan tentang perkembangan sektor konstruksi terhadap perekonomian Indonesia. 2. Bagi
pembaca,
untuk
menambah
informasi
dan
wawasan
tentang
perkembangan investasi, khususnya investasi pada sektor konstruksi. 3. Bagi pemerintah dan swasta dapat dijadikan sebagai masukan dan bahan pertimbangan agar dapat meningkatkan kinerja sektor konstruksi, sehingga diharapkan perkembangan sektor konstruksi akan lebih baik di masa yang akan datang.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian mengenai analisis investasi sektor konstruksi terhadap
perekonomian Indonesia ini menggunakan data yang terdapat pada Tabel InputOutput Indonesia tahun 2003. Oleh karena itu penelitian ini memiliki keterbatasan karena analisis yang dilakukan mencakup wilayah nasional atau secara umum, tidak memperhatikan wilayah khusus atau regional. Penelitian ini lebih
11
menekankan pada bagaimana dampak kenaikan investasi sektor konstruksi terhadap perekonomian nasional. Besarnya kenaikan investasi sektor konstruksi ini diperoleh dari persentase kenaikan anggaran belanja pembangunan di sektor konstruksi selama periode tahun 2000-2004, berdasarkan hal tersebut maka penelitian ini mengasumsikan kenaikan investasi sektor konstruksi sebesar 28,73 % dari nilai investasi sektor konstruksi pada Tabel Input-Output Indonesia tahun 2003, sehingga diperoleh nilai kenaikan investasinya sebesar Rp 87.656.351. Penulis mengharapkan di masa yang akan datang ada penelitian yang lebih lanjut dan spesifik baik dari segi wilayah maupun dari segi subsektor sektor konstruksi itu sendiri agar dapat dianalisis dampaknya dengan lebih rinci.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1.
Investasi Dalam Pembangunan Investasi sering memiliki pengertian yang berbeda-beda di kalangan
masyarakat atau para ahli ekonomi. Menurut Suratman (2002) investasi atau penanaman modal menyangkut penggunaan sumber-sumber yang diharapkan akan memberikan imbalan (pengembalian) yang menguntungkan di masa yang akan datang. Investasi juga dapat diartikan sebagai penggunaan sumber keuangan atau usaha dalam waktu tertentu dari setiap orang yang menginginkan keuntungan darinya. Menurut Muljana (1995) pembangunan dilaksanakan oleh pemerintah dan masyarakat, semua kegiatan pembangunan baik yang dilaksanakan oleh pemerintah maupun masyarakat merupakan investasi. Pembangunan yang dilaksanakan oleh pemerintah umumnya bersifat infrastuktur atau prasarana yaitu bangunan fisik atau lembaga yang mempunyai fungsi yang esensial sebagai pembuka peluang dan pendukung kegiatan-kegiatan produksi, logistik dan pemasaran barang dan jasa serta kegiatan lain dalam bidang ekonomi, sosial budaya, politik dan pertahanan dan keamanan. Sementara pembangunan yang dilaksanakan oleh masyarakat umumnya bersifat directly producing atau yang langsung menghasilkan barang dan jasa untuk memenuhi permintaan konsumen, baik perorangan, rumah tangga maupun industri. Secara umum tujuan dari keputusan investasi khususnya investasi yang
13
berorientasi laba adalah untuk memaksimumkan tingkat keuntungan perusahaan Investasi itu sendiri dapat dibedakan menjadi tiga golongan yaitu; (1)
investasi yang tidak menghasilkan laba,
(2)
investasi yang tidak dapat diukur labanya,
(3)
investasi yang dapat diukur dari labanya.
2.2.
Teori Investasi Setiap pelaku ekonomi selalu ingin menambah investasi, agar investasi
menguntungkan hasil penerimaan dari kenaikan produksi barang atau jasa di masa depan harus melebihi biaya pembayarannya. Jika suku bunga meningkat maka akan lebih sedikit investasi yang menguntungkan, dan jumlah barang-barang investasi yang diminta akan mengalami penurunan. Para ekonom membedakan antara tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil. Tingkat bunga nominal (nominal interest rate) adalah tingkat bunga yang biasa dilaporkan, itulah tingkat bunga yang dibayar investor ketika meminjam uang. Tingkat bunga riil mengukur biaya pinjaman yang sebenarnya oleh karena itu ia menentukan tingkat investasi. Sedangkan tingkat bunga riil (real interest rate) adalah tingkat bunga nominal yang dikoreksi karena pengaruh inflasi. Persamaan yang menggambarkan hubungan antara tingkat inflasi dengan suku bunga rii adalah: I = I(r)
(2.1)
Menurut Mankiw (2000) investasi bergantung pada tingkat bunga riil karena tingkat bunga adalah biaya pinjaman. Berikut ini adalah kurva yang
14
menggambarkan hubungan antara jumlah investasi (I) pada suku bunga riil (r) tertentu.
Suku Bunga Riil (r)
Fungsi Investasi I (r)
Nilai investasi (I) Gambar 2.1. Kurva Investasi Sumber: Mankiw (2000).
Dari Gambar 2.1. terlihat bahwa kurva investasi memiliki slope negatif, sehingga jika suku bunga naik maka akan semakin sedikit proyek investasi yang menguntungkan. Salah satu faktor yang bisa meningkatkan permintaan investasi adalah inovasi teknologi. Sebelum menikmati manfaat inovasi, perusahaan dan rumah tangga harus membayar barang-barang investasi. Penemuan jalan tol tidak bernilai sampai mobil diproduksi dan jalur jalan dibuat. Gagasan tentang komputer tidak produktif sampai komputer berhasil diproduksi. Jadi, inovasi teknologi akan meningkatkan permintaan investasi. Permintaan investasi juga bisa berubah karena pemerintah mendorong atau membatasi investasi melalui undang-undang pajak. Jika pemerintah menaikkan pajak pendapatan perseorangan dan menggunakan penerimaan tambahan untuk memberlakukan pemotongan pajak bagi orang-orang yang ingin menginvestasikan
15
dananya dalam modal baru, ini akan membuat lebih banyak proyek investasi yang menguntungkan.
AE
AE=Y AE 2 AE1 Y
r
r
r1 r2
r1 r2 I1
I2
I
Y1
Y2
Y1
Y2
IS Y
Gambar 2.2. Hubungan Suku Bunga, Investasi, Pengeluaran dan Pendapatan Nasional Sumber: Mankiw (2000).
Berdasarkan Gambar 2.2. tampak bahwa kurva investasi dan suku bunga berslope negatif sehingga penurunan suku bunga (r) akan meningkatkan investasi dari I1 ke I2. Peningkatan investasi ini mengakibatkan pengeluaran akan meningkat dari AE1 ke AE2 dan pada akhirnya peningkatan pengeluaran ini akan menyebabkan peningkatan pendapatan nasional yaitu dari Y1 ke Y2. Di sisi lain jika terjadi kenaikan dalam tingkat bunga akan menyebabkan rumah tangga mengkonsumsi lebih sedikit dan menabung lebih banyak. Penurunan dalam konsumsi membuat sumber daya bisa diinvestasikan, sehingga investasi akan mengalami peningkatan.
16
2.3.
Hasil Penelitian Terdahulu Analisis Input-Output Penelitian dengan Analisis Input-Output pada umumnya memiliki tujuan
yang sama yaitu mempelajari keterkaitan antar sektor, dampak penyebaran dan nilai multiplier sektor perekonomian suatu daerah. Dalam rangka mencapai sasaran pertumbuhan ekonomi yang tinggi, sektor konstruksi sebagai roda penggerak ekonomi memiliki peran yang sangat penting dan strategis. Mengingat pentingnya peran sektor konstruksi, maka perlu mengestimasi nilai kontribusi sektor konstruksi terhadap perekonomian nasional, Berikut data hasil penelitian terdahulu di Indonesia, Naggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Jawa Tengah dengan menggunakan Analisis Input-Output.
Tabel 2.1. Hasil Penelitian Terdahulu Keterkaitan Sektor Konstruksi Lokasi Penelitian Indonesia NAD Jawa Tengah
Tahun yang Diteliti 2000 2002 2000
Keterkaitan Langsung ke Depan 0,257 0,257 0,693
Keterkaitan Tidak Langsung ke Depan 1,356 0,476 1,119
Keterkaitan Langsung ke Belakang 0,488 1.338 0,404
Keterkaitan Tidak Langsung ke Belakang 1,749 1,713 1,574
Sumber: 1. Ilmalia, 2005, 2. Prastyoningroom, 2005, 3. Mustikasari, 2005.
Berdasarkan Tabel 2.1. yang disajikan di atas terlihat bahwa nilai keterkaitan tidak langsung ke depan sektor konstruksi di ketiga lokasi penelitian lebih besar bila dibandingkan dengan nilai keterkaitan langsung ke depannya, masing-masing bernilai 1,356; 0,476 dan 1,119. Angka-angka tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor konstruksi maka akan berdampak secara tidak langsung dalam pengalokasian output sektor tersebut ke sektor-sektor lain maupun ke sektor itu
17
sendiri sebesar nilai keterkaitannya. Sementara jika dilihat dari nilai keterkaitan langsung dan tidak langsung ke belakang, penelitian yang memiliki nilai keterkaitan terbesar adalah hasil penelitian Ilmalia (2005) di Indonesia yaitu sebesar 1,749 artinya jika terjadi kenaikan permintaan akhir sebesar satu satuan maka sektor konstruksi ini akan membutuhkan input dari sektor lain secara tidak langsung sebesar nilai keterkaitan tersebut.
Tabel 2.2 Hasil Penelitian Terdahulu Dampak Penyebaran Sektor Konstruksi Lokasi Penelitian Indonesia NAD Jawa Tengah
Tahun Yang Diteliti 2000 2002 2000
Koefisien Penyebaran
Kepekaan Penyebaran
1,116 1,222 1,144
0,865 0,954 0,814
Sumber: 1. Ilmalia, 2005, 2. Prastyoningroom, 2005, 3. Mustikasari, 2005.
Berdasarkan Tabel 2.2. terlihat bahwa untuk ketiga lokasi penelitian nilai koefisien penyebarannya lebih besar dari satu, ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi ini mempunyai kemampuan yang baik untuk menarik sektor hulunya. Nilai koefisien penyebaran terbesar adalah hasil penelitian Prastyoningroom (2005) di NAD yaitu sebesar 1,222 ini berarti jika terjadi kenaikan permintaan akhir sektor konstruksi sebesar satu satuan nilai maka akan menarik pertumbuhan sektor hulunya sebesar nilai koefisiennya. Sedangkan bila nilai kepekaan penyebaran kurang dari satu artinya sektor tersebut memiliki kemampuan yang rendah untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Nilai kepekaan penyebaran terbesar diperoleh Propinsi NAD yaitu 0,954 ini artinya jika terjadi kenaikan permintaan akhir sektor konstruksi sebesar satu satuan di NAD akan mendorong pertumbuhan sektor hilirnya sebesar nilai kepekaan penyebarannya.
18
Pada Tabel 2.3. terlihat bahwa analisis multiplier sektor konstruksi pada sisi output, pendapatan dan tenaga kerja hasil penelitian Ilmalia (2005) di Indonesia paling besar diantara penelitian lainnya. Nilai-nilai multiplier tersebut menunjukkan kemampuan sektor konstruksi dalam mendorong peningkatan output, pendapatan dan tenaga kerja.
Tabel 2.3. Hasil Penelitian Terdahulu Multiplier Sektor Konstruksi Multiplier Penelitian Output Lokasi Tahun Tipe Tipe Penelitian yang I II Diteliti Indonesia 2000 1,749 2,208 NAD 2002 1,713 Jawa Tengah 2000 1,573 1,954 Sumber: 1. Ilmalia, 2005, 2. Prastyoningroom, 2005, 3. Mustikasari, 2005.
Multiplier Pendapatan Tipe Tipe I II
Multiplier Tenaga Kerja Tipe Tipe I II
1,565 0,227 1,428
1,860 0,031 1,659
1,975 1,725
2,916 2,159
Perbedaan yang mendasar dari penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah penelitian ini memfokuskan pada sektor konstruksi atau bangunan dan dampak investasinya terhadap perekonomian Indonesia. Selama ini belum ada yang meneliti sektor konstruksi secara khusus, melainkan hanya mengkaitkan sektor-sektor lain dengan sektor konstruksi, yaitu Ilmalia (2005) Analisis Peranan Sektor Pendidikan Terhadap Perekonomian Indonesia, Prastyoningroom (2005) tentang Dampak Bencana Gempa Bumi Dan Tsunami Terhadap Perekonomian Propinsi Nanggroe Aceh Darussalam, dan Mustikasari (2005) membahas Peran Sektor Industri Pengolahan Dalam Perekonomian Di Propinsi Jawa Tengah.
19
2.4.
Hasil Penelitian Terdahulu Sektor Konstruksi Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (Kimpraswil) juga
melakukan kajian sektor konstruksi khususnya infrastruktur. Dalam mencari kontribusi agregat, dihitung nilai moneter dari setiap peningkatan investasi infrastruktur sebesar 10 %. Data yang digunakan dalam mensimulasi dampak dari peningkatan investasi sebesar 10 % merupakan data dari tahun 2001 sampai 2003. Kajian dilakukan dengan menggabungkan kajian-kajian sebelumnya yang telah meneliti peran infrastruktur dari berbagai aspek namun masih secara parsial. Dari rencana strategis Kimpraswil diketahui bahwa tujuan obyektif ekonomi dari pembangunan infrastruktur kimpraswil meliputi dukungan ketahanan pangan, dukungan kelancaran distribusi hasil produksi dan penciptaan lapangan kerja serta peluang usaha. Dalam kajian ini, sektor-sektor yang diikutsertakan adalah sektor transportasi (jalan dan jembatan), sektor SDA (irigasi), sektor perkotaan perdesaan (air bersih dan sanitasi), serta sektor perumahan dan permukiman. Pembangunan jaringan irigasi telah membantu peningkatan produktivitas sawah secara signifikan dengan menjamin ketersediaan air. Sawah konvensional pada umumnya menghasilkan 9 ton per hektar per tahun dengan masa panen dua kali setahun, sementara penggunaan benih hibrida yang telah dilakukan oleh banyak petani dapat meningkatkan produktivitas menjadi 6-8 ton per hektar per panen. Maka, dapat dilihat bahwa produktivitas rata-rata sawah irigasi di Indonesia
adalah
sebesar
11,5
ton
per
hektar
per
tahun.
Pembangunan jaringan irigasi membutuhkan biaya sebesar Rp 4 juta per hektar dengan biaya perawatan dan operasional sebesar Rp 1 juta per hektar per tahun.
20
Dalam kajian ini, investasi yang dihitung hanya biaya pembangunan dan biaya perawatan dalam tahun pertama agar dapat digabungkan dengan data lainnya. Berdasarkan hal itu, maka diketahui bahwa setiap Rp 5 juta investasi irigasi dapat memproduksi 11,5 ton beras. Dari jumlah produksi tersebut, kemudian nilainya diukur menggunakan harga dasar gabah yang ditetapkan Bulog yaitu sebesar Rp 1.500 per kg, sehingga nilai total pendapatan adalah Rp17.250.000. Untuk setiap Rp 5 juta investasi di sektor infrastruktur, kontribusi terhadap ekonomi nasional melalui dukungan ketahanan pangan adalah sebesar Rp 17.250.000. Apabila dikonversikan untuk menunjukkan kontribusi setiap investasi sebesar Rp 1, nilai kontribusinya adalah sebesar Rp 3,45. Penghematan biaya pengguna jalan sebesar 1 %, diperlukan peningkatan investasi prasarana jalan sebesar 79,6 %. Efek dari pengurangan biaya pengguna jalan terhadap perekonomian nasional dari hasil analisis diperoleh pengurangan biaya pengguna jalan sebesar 1 % dapat meningkatkan PDRB rata-rata sebesar 0,99 %. Untuk mempermudah kajian kontribusi lewat dukungan kelancaran hasil produksi diubah menjadi nilai untuk setiap peningkatan investasi jalan sebesar 10%, sehingga kontribusi dari peningkatan investasi jalan sebesar 10 % terhadap PDRB adalah sebesar 0,12 %. Kesempatan kerja dan peluang usaha yang diciptakan melalui proses konstruksi dapat diukur dengan menganalisa efek multiplier, berdasarkan simulasi diketahui bahwa dengan peningkatan investasi sebesar 10 % dari anggaran infrastruktur secara rata-rata akan mendorong pertumbuhan PDRB dari segi
21
penyerapan tenaga kerja di sektor konstruksi dan penciptaan peluang usaha pada sektor-sektor lainnya sebesar 0,32 %. Kesimpulan yang diperoleh dari hasil kajian tersebut adalah kontribusi agregat untuk investasi sebesar Rp 1 di sektor infrastruktur pada ekonomi nasional adalah sebesar Rp3,64. Kontribusi diperoleh melalui dukungan terhadap kelancaran distribusi hasil produksi, ketahanan pangan, dan penciptaan lapangan kerja, serta peluang usaha di sektor terkait konstruksi. Uraian tersebut menunjukkan seberapa besar kontribusi sektor konstruksi khususnya bidang Kimpraswil sebagai satu sistem dalam mendukung pertumbuhan ekonomi. Peran tersebut pada kenyataannya cukup signifikan, disamping juga dapat mengurangi angka pengangguran dan lesunya aktifitas perekonomian serta menciptakan lapangan kerja baru. Pemerintah pusat dan daerah masih mempunyai tanggung jawab untuk menyelenggarakan pelayanan infrastruktur dasar yang masih bersifat public goods, berdasarkan prinsip optimal dari kepentingan publik dan investor.
2.5.
Kerangka Pemikiran Teoritis
2.5.1. Teori dan Model Input-Output Input-output merupakan teknik baru yang diperkenalkan oleh Wassily W. Leontif pada tahun 1930-an. Teknik ini dipergunakan untuk menelaah hubungan antar industri dalam memahami saling ketergantungan dan kompleksitas perekonomian serta kondisi untuk mempertahankan keseimbangan antara penawaran dan permintaan. Pada hakikatnya, analisa input-output mengandung arti bahwa dalam ekuilibrium, jumlah nilai uang output agregat dari keseluruhan
22
perekonomian harus sama dengan jumlah nilai uang input antar industri dan jumlah uang output antar industri (Jhingan, 2004). Semenjak dirintis oleh Leontif input-output adalah metode yang paling luas diterima, tidak hanya untuk mendeskripsikan struktur industri suatu perekonomian saja tetapi juga untuk memprediksi perubahan-perubahan struktur tersebut. Karakteristik dari Tabel Input-Output diantaranya adalah: (1) Keseluruhan perekonomian dibagi ke dalam dua sektor yaitu sektor antar industri dan sektor permintaan akhir, yang masing-masing dibagi ke dalam subsektor; (2) Output total setiap sektor antar industri pada umumnya dapat digunakan sebagai input oleh sektor industri lain, oleh sektor itu sendiri dan oleh sektor permintaan akhir; (3) Masing-masing industri hanya memproduksi satu produk homogen; (4) Harga, permintaan konsumen dan persediaan faktor adalah tertentu; (5) Perbandingan antara hasil dan skala bersifat konstan; (6) Di dalam produksi tidak terdapat ekonomi dan disekonomi eksternal; (7) Kombinasi input diterapkan dalam proporsi yang ditetapkan secara ketat, proporsi input terhadap output senantiasa konstan.
Menurut Nazara (1997) teknologi produksi yang digunakan oleh perekonomian memegang peranan penting dalam analisis Input-Output, khususnyan tekonologi dalam penggunaan input antara. Input primer dianggap sebagai variabel eksogen dan permintaan akhirsebagai variabel endogen. Secara umum tabel input-output itu sendiri dapat dibagi ke dalam 4 kuadran yaitu;
23
1.
Kuadran I (Intermediate Quadrant) merupakan kuadran transaksi antara, yaitu transakasi barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi.
2.
Kuadran II (Final Demand Quadrant) menunjukkan penjualan barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor perekonomian untuk memenuhi permintaan akhir.
3.
Kuadran III (Primary Input Quadrant) menunjukkan pembelian input yang dihasilkan di luar sistem produksi oleh sektor-sektor dalam kuadran antara.
4.
Kuadran IV (Primary Input-Final Demand Quadrant) menunjukkan transaksi langsung antara kuadran input primer dengan permintaan akhir tanpa melalui kuadran antara.
Menurut Jhingan (2004) PBB telah mengkaji beberapa penggunaan model Input-Output dalam perencanaan pembangunan. 1. Model-model ini memberikan kepada masing-masing bidang perekonomian perkiraan tentang produksi dan tingkat impor yang sesuai satu sama lain dan sesuai dengan perkiraan permintaan akhir. 2. Solusi model ini membantu di dalam pengalokasian investasi yang diperlukan untuk mencapai tingkat produksi dan model ini memberikan pengetesan yang lebih tajam mengenai kecukupan sumber investasi yang tersedia. 3. Kebutuhan akan buruh terdidik juga dapat dievaluasi dengan cara yang sama. 4. Dengan adanya pengetahuan tentang penggunaan bahan baku impor dan kemungkinan substitusi yang rendah.
24
5. Sebagai imbalan terhadap kebutuhan langsung akan modal, buruh dan impor, kebutuhan tidak langsung pada sektor-sektor lain perekonomian juga dapat diperkirakan. 6. Model input-output secara regional juga dapat dibuat untuk tujuan perencanaan, menganalisis implikasi program pembangunan wilayah tertentu dan untuk perekonomian secara keseluruhan.
2.5.2. Struktur Tabel Input-Output Menurut Glasson (1977) Tabel Input-Output adalah suatu kelompok akun mengenai suatu perekonomian wilayah atau negara yang biasanya dalam bentuk moneter. Kerangka tabel input-output biasanya adalah suatu matriks berukuran “n X n” dimensi yang dibagi menjadi 4 bagian dan tiap bagian mendeskripsikan suatu hubungan tertentu. Keseluruhan sistem adalah
suatu seri yang
mengkorelasikan baris (output) dan kolom (input). Isian sepanjang baris ke-i menunjukkan pengalokasian output yang dihasilkan sektor-i untuk memenuhi permintaan antara sektor-sektor lainnya dan permintaan akhir. Isian sepanjang kolom ke-j menunjukkan struktur input yang digunakan oleh sektor-j dalam proses produksinya, baik input antara maupun input primer. Suatu sektor yang memproduksi output akan mendistribusikan output tersebut kepada dua pemakai yaitu (1) sektor produksi yang menggunakan sebagai bahan baku atau input antara dan (2) pemakai akhir yang menggunakan output tersebut sebagai permintaan akhir. Perpindahan input antara bukan hanya terjadi dari suatu sektor ke sektor yang lain, melainkan juga terhadap sektor itu sendiri atau yang disebut dengan perpindahan intrasektor. Jika nilai uang arus barang dari
25
sektor i ke sektor j diberi notasi zij, total output sektor i diberi notasi Xi dan total permintaan akhir dari sektor i diberi notasi Yi, maka persamaan output total sektor i dapat dituliskan sebagai berikut: Xi = zi1 + zi2 + zi3 + … + zin + Yi.
(2.2)
Output sektor i tersebut dialokasikan ke sektor-sektor produksi lain dan ke pemakai akhir. Jika dalam suatu perekonomian terdapat n sektor, maka akan terdapat n persamaan seperti persamaan (3.1) untuk seluruh sektor dalam perekonomian tersebut, yaitu: X1= z11 + z12 + z13 + … + z1n + Y1, X2= z21 + z22 + z23 + … + z2n + Y2, Μ Xn= zn1 + zn2 + zn3 + … + znn + Yn.
(2.3)
Berdasarkan persamaan di atas dapat disusun suatu vektor kolom. Dimana vektor kolom z dalam suatu persamaan disajikan sebagai berikut: z 1i z 2i Μ z ni
. (2.4)
Vektor kolom di atas menunjukkan struktur input sektor 1 dimana koefisien z1i mencerminkan jumlah input yang diperlukan sektor i yang berasal dari sektor i, demikian juga z2i merupakan jumlah input sektor i yang berasal dari sektor 2. sektor produksi ini membutuhkan input lain yang biasa disebut input promer. Faktor produksi tenaga kerja, tanah dan modal merupakan contoh input
26
primer. Balas jasa dari faktor-faktor produksi tersebut yaitu upah atau gaji, sewa tanah dan bunga modal merupakan nilai tambah proses produksi tersebut. Dalam suatu perekonomian selain menggunakan input primer dan input antara proses produksi terkadang juga membutuhkan input yang berasal dari luar negeri yang biasa disebut dengan barang impor. Asumsikan dalam perekonomian hanya terdapat 2 sektor produksi yaitu sektor 1 dan sektor 2, terdapat 4 komponen permintaan akhir yaitu konsumsi rumah tangga (C), investasi perusahaan (I), pengeluaran pemerintah (G) dan pengeluaran ekspor (E). Faktor produksi yang digunakan dalam perekonomian itu hanya ada 2 yaitu tenaga kerja (L) dan kapital (N), sedangkan sektor produksi yang membeli input dari luar negeri diberi notasi M.
Tabel 2.4. Struktur Umum Tabel Input-Output
Sektor Produksi
1 2
Sektor Produksi 1 2 z11 z12 z21 z22
Nilai Tambah Impor Total Input
L N M X
L1 N1 M1 X1
L2 N2 M2 X2
Permintaan Akhir C C1 C2
I I1 I2
G G1 G2
E E1 E2
Total Output X X1 X2
LC NC MC C
LI NI MI I
LG NG MG G
LE NE ME E
L N M X
Sumber: Miller dan Blair (1985)
Dari Tabel 2.4. terlihat bahwa total output yang diproduksi pada perekonomian tersebut dapat diperoleh dengan menjumlahkan baris secara horizontal yaitu dengan persamaan: X = X1 + X2 + C + I + G + E.
(2.5)
27
Nilai total input perekonomian itu sendiri dapat diketahui dari penjumlahan kolom ke bawah yaitu dengan persamaan: X = X1 + X2 + L + N + M.
(2.6)
Dalam Tabel Input-Output berlaku hukum keseimbangan sehingga total input yang digunakan akan sama dengan total output yang dihasilkan. Hal ini dapat ditulis dalam persamaan berikut: X1 + X2 + L + N + M = X. X1 + X2 + C + I + G + E.
(2.7)
Dengan mengeliminasi variabel yang sama maka akan dapat diperoleh persamaan berikut:
L + N = C + I + G + (E – M).
(2.8)
Pada Tabel 2.4. matriks dengan elemen kelompok di kiri atas disebut dengan matriks input antara, sehingga dapat dibuat suatu matriks input antara (Z) yang isinya:
Z=
z11
z12
z21
z22
(2.9) .
Matriks dengan elemen kelompok di kiri bawah disebut dengan matriks input primer. Matriks ini berisi balas jasa faktor produksi masing-masing sektor dalam perekonomian, sehingga dapat dibuat suatu matriks input primer (W) yang isinya:
28
W=
L1
L2
N1
N2
(2.10) .
Matriks dengan elemen kelompok di kanan atas disebut dengan matriks permintaan akhir. Matriks ini berisi permintaan akhir untuk masing-masing sektor. Biasanya matriks ini dijadikan sebuah vektor kolom yang setiap elemennya adalah total permintaan akhir dari masing-masing sektor dalam perekonomian yaitu: Y1
C1 + G1 + I1 + E1 Y=
C2 + G2 + I2 + E2
=
Y2
(2.11) .
2.5.3. Keterbatasan Tabel Input-Output Analisis input-output memiliki keterbatasan terutama pada asumsiasumsinya yaitu: 1. Homogenity (Keseragaman) artinya setiap sektor hanya memproduksi satu jenis barang atau jasa dengan susunan input tunggal (seragam) dan tidak ada substitusi otomatis terhadap input sektor yang berbeda. 2. Proportionality (Kesebandingan), ini berarti hubungan antara input dan output pada setiap sektor produksi merupakan fungsi linear, artinya kenaikan dan penurunan output suatu sektor akan sebanding dengan kenaikan dan penurunan input yang digunakan oleh sektor tersebut. 3. Additivity (Penjumlahan) ini artinya total efek dari kegiatan produksi di berbagai sektor merupakan penjumlahan dari efek masing-masing kegiatan.
29
2.6.
Analisis Input-Output
1.
Analisis Dampak Penyebaran Analisis dampak penyebaran dibagi dua yaitu koefisien penyebaran (daya
penyebaran ke belakang/daya menarik) bermanfaat untuk mengetahui distribusi manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap perkembangan sektor-sektor lainnya melalui mekanisme transaksi pasar input, dan kepekaan penyebaran (daya penyebaran ke depan/daya mendorong) bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor-sektor lainnya melalui mekanisme pasar output. 2.
Analisis Multiplier Analisis multiplier dapat dikategorikan atas tiga jenis yaitu:
1)
Multiplier Output Multiplier output dihitung dalam per unit perubahan output sebagai efek
awal (initial effect) yaitu kenaikan atau penurunan output sebesar satu unit satuan moneter. Setiap elemen dalam matriks kebalikan Leontif (matriks Invers) menunjukkan total pembelian input baik langsung maupun tidak langsung dari sektor-i yang disebabkan karena adanya peningkatan penjualan dari sektor-i sebesar satu unit satuan moneter ke permintaan akhir. 2)
Multiplier Pendapatan Multiplier pendapatan mengukur peningkatan pendapatan akibat adanya
perubahan output dalam perekonomian. Dalam tabel input-output yang dimaksud dengan pendapatan adalah upah dan gaji yang diterima oleh rumah tangga. Pengertian pendapatan di sini tidak hanya mencakup beberapa jenis pendapatan
30
yang umum diklasifikasikan sebagai pendapatan rumah tangga, tetapi juga dividen dan bunga bank. 3)
Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja menunjukkan perubahan tenaga kerja yang
disebabkan oleh perubahan awal dari sisi output. Multiplier tenaga kerja tidak diperoleh dari elemen-elemen dalam tabel input-output pada multiplier output dan pendapatan karena dalam tabel input-output tidak mengandung elemen-elemen yang berhubungan dengan tenaga kerja. Untuk memperoleh multiplier tenaga kerja maka pada Tabel Input-Output harus ditambahkan baris yang menunjukkan jumlah tenaga kerja untuk masing-masing sektor dalam perekonomian suatu wilayah atau negara. Penambahan baris ini untuk mendapatkan koefisien tenaga kerja, cara untuk memperoleh koefisien tenaga kerja adalah dengan membagi setiap jumlah tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian di suatu wilayah atau negara dengan jumlah total output dari masing-masing sektor tersebut. 4)
Multiplier Tipe I dan Tipe II Multiplier Tipe I dan Tipe II digunakan untuk mengukur efek dari output,
pendapatan maupun tenga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah. Efek multiplier ini dapat diklasifikasikan pada lima bagian yaitu: (a) dampak awal (initial impact), dampak ini merupakan stimulus perekonomian yang diasumsikan sebagai peningkatan atau penurunan penjualan dalam satu unit satuan moneter, dari sisi output dampak awal ini diasumsikan sebagai
31
peningkatan penjualan ke permintan akhir sebesar satu unit satuan moneter, peningkatan output tersebut akan memberikan efek terhadap peningkatan pendapatan dan kesempatan kerja, (b) efek putaran pertama (first round effect), efek ini menunjukkan efek langsung dari pembelian masing-masing sektor untuk setiap peningkatan output sebesar satu unit satuan moneter, dari sisi output efek putaran pertama ditunjukkan oleh koefisien langsung, sedangkan efek putaran pertama sisi pendapatan menunjukkan adanya peningkatan pendapatan dari setiap sektor akibat adanya efek putaran pertama dari sisi output, demikian juga efek putaran pertama sisi tenaga kerja menunjukkan peningkatan penyerapan tenaga kerja akibat adanya efek putaran pertama sisi output, (c) efek dukungan industri (industrial support effect), efek dukungan industri dari sisi output menunjukkan efek dari peningkatan output putaran kedua dan selanjutnya yang diakibatkan oleh adanya stimulus ekonomi, dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek ini menunjukkan adanya efek peningkatan pendapatan dan penyerapan tenaga kerja putaran kedua dan selanjutnya akibat adanya dukungan industri yang menghasilkan output, (d) efek induksi konsumsi (consumption induced effect), efek ini jika dilihat dari sisi output menunjukkan adanya suatu pengaruh induksi atau peningkatan konsumsi rumah tangga akibat pendapatan rumah tangga yang meningkat. Dari sisi pendapatan dan tenaga kerja, efek induksi konsumsi diperoleh masing-masing dengan mengalikan efek induksi konsumsi output dengan koefisien pendapatan rumah tangga dan koefisien tenaga kerja,
32
(e) efek lanjutan (flow-on effect), efek ini merupakan efek (dari output, pendapatan dan tenaga kerja) yang terjadi pada semua sektor perekonomian dalam suatu negara atau wilayah akibat adanya peningkatan penjualan dari suatu sektor. Efek lanjutan ini diperoleh dari pengurangan efek total dengan efek awal.
2.7.
Kerangka Pemikiran Konseptual Jumlah penduduk Indonesia yang meningkat dengan laju pertumbuhan
yang pesat menyebabkan masyarakat Indonesia membutuhkan berbagai lapangan pekerjaan untuk dapat memenuhi kebutuhan hidupnya. Pembangunan di segala bidang menghendaki adanya peningkatan sarana di sektor riil yaitu berupa pembangunan berbagai fasilitas umum, jalan, pelabuhan, lapangan terbang, gedung perkantoran, perumahan dan berbagai output sektor konstruksi lainnya, demi memperlancar kegiatan perekonomian. Semakin tersedianya infrastruktur dengan baik maka pertumbuhan ekonomi akan terpacu menuju ke arah yang lebih baik pula. Pembangunan yang berjalan cepat akan menuntut tersedianya infrastruktur yang memadai guna memudahkan mobilitas faktor produksi, barang dan jasa serta memperlancar perdagangan antar daerah. Peran konstruksi dalam perekonomian dapat dilihat dari kontribusinya terhadap PDRB dan kualitas hidup. Kualitas hidup dapat meningkat karena terjadinya
peningkatan
kesejahteraan
masyarakat
yaitu
nilai
konsumsi
produktivitas tenaga kerja dan akses terhadap lapangan pekerjaan. Menurut Iskandar
(2005)
secara
makro
ketersediaan
output
sektor
konstruksi
33
mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan secara mikro ketersediaan berbagai output sektor konstruksi dapat berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Oleh karena itu investasi yang terus meningkat di sektor konstruksi diperkirakan akan terus memberikan efek yang sangat berpengaruh terhadap perekonomian Indonesia. Basri (2001) mengungkapkan bahwa ada dua kendala utama dalam pengadaan infrastruktur yaitu (1) kemungkinan terjadinya kegagalan pasar (2) menyangkut aspek pembiayaan, yaitu memerlukan dan investasi sangat besar dan merupakan investasi jangka panjang. Analisis ini akan mengkaji dampak investasi sektor konstruksi terhadap sektor ekonomi lain dalam menunjang perekonomian Indonesia dan keterkaitan serta dampak penyebaran yang ditimbulkannya. Analisis ini menggunakan Tabel Input-Output Indonesia 2003, yang mana kerangka pemikiran konseptualnya dapat digambarkan sebagai berikut:
34
KERANGKA PEMIKIRAN
Pembangunan Ekonomi
Peningkatan jumlah penduduk
Peningkatan kebutuhan infrastruktur
Peningkatan kebutuhan sektor konstruksi
Peningkatan investasi sektor konstruksi
Tabel Input-Output Indonesia 2003
Analisis InputOutput dengan Microsoft Excell
Pendekatan Demand Side
Analisis Penyebaran
Analisis Multiplier: - sisi output - sisi pendapatan - sisi tenaga kerja
Analisis Investasi Sektor Konstruksi
Dampak investasi sektor konstruksi terhadap sektor ekonomi lainnya
Gambar 2.3. Kerangka Pemikiran Konseptual
III. GAMBARAN UMUM SEKTOR KONSTRUKSI
3.1.
Peranan Sektor Konstruksi dalam Pembangunan Sektor konstruksi peka terhadap pergerakan dunia usaha secara umum,
pergerakan sektor konstruksi cenderung dapat menjelaskan pergerakan ekonomi secara keseluruhan. Meningkatnya kegiatan pada sektor konstruksi sebenarnya merupakan cerminan langsung perpindahan dari konsumsi ke investasi atau pembentukan barang modal, dan sebaliknya (BPS, 2004). Nilai Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) sektor konstruksi pada tahun 2000 adalah sekitar Rp 843,4 miliar, pada tahun 2001 mengalami kenaikan menjadi sekitar Rp 2.021,8 miliar. Namun pada tahun 2002 mengalami penurunan, sehingga nilainya hanya sebesar Rp 1.623,9 miliar, kemudian tahun 2003 kembali mengalami penurunan menjadi Rp 1.73,7 dan pada tahun 2004 semakin menurun menjadi Rp 1.473,0 miliar. Hal ini menunjukkan masih kurangnya minat investor dalam negeri untuk menanamkan modalnya di sektor konstruksi. Nilai Penanaman Modal Asing (PMA ) di sektor konstruksi pada tahun 2000 adalah sekitar US $ 225,2 juta, pada tahun 2001 sempat mengalami penurunan menjadi hanya sekitar US $ 47,6 juta, ini disebabkan oleh terganggunya stabilitas internasional karena tragedi WTC yang terjadi pada tahun tersebut. Namun pada tahun 2002 nilai PMA sektor konstruksi mengalami peningkatan menjadi US $ 282,1 juta, dan pada tahun 2003 meningkat tajam menjadi sekitar US $ 787,7 juta. Tahun 2004 kembali mengalami peningkatan
36
sehingga nilainya menjadi US $ 954,0 juta. Jika dibandingkan dengan PMA sektor perindustrian yang pada tahun 2004 memiliki nilai sebesar US $ 6.336,4 juta nilai investasi sektor konstruksi masih jauh lebih rendah. Jika dilihat dari tingkat investasinya, PMA berkontribusi lebih besar dibandingkan PMDN. Ini membuktikan bahwa investor asing lebih berani mengambil
resiko
dalam menanamkan
modalnya
di
sektor
konstruksi
dibandingkan dengan investor dalam negeri. Sedangkan penyerapan tenaga kerja sektor konstruksi dan sektor lainnya disajikan dalan tabel berikut ini.
Tabel 3.1. Jumlah Tenaga Kerja Sektor-Sektor Perekonomian di Indonesia Tahun 2001-2004 (orang) No. 1.
Lapangan Usaha
Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan 2. Industri Pengolahan 3. Konstruksi 4. Perdagangan, Hotel dan Restoran 5. Pengangkutan dan Komunikasi 6. Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan 7. Jasa-jasa 8. Lain-lain (Pertambangan dan Penggalian; Listrik, Gas dan Air Bersih) Total Sumber: BPS, 2005 (a).
2001
2002
2003
2004
39.743.908
40.633.627
42.001.437
40.608.019
12.086.122 3.837.554 17.469.129
12.109.997 4.273.914 17.795.030
10.927.342 4.106.597 16.845.995
11.070.498 4.540.102 19.191.156
4.448.279 1.127.823
4.672.584 991.745
4.976.928 1.294.832
5.480.527 1.125.056
11.003.482 1.091.120
10.360.188 810.081
9.746.381 885.405
10.513.093 1.265.585
90.807.417
91.647.166
90.784.917
93.722.036
Berdasarkan Tabel 3.1. diketahui bahwa kontribusi sektor konstruksi dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia pada tahun 2001 adalah sebesar 4,2 %, tahun 2002 meningkat menjadi 4,6 %. Namun pada tahun 2003 mengalami penurunan menjadi 4,5 %, sedangkan pada tahun 2004 kontribusi sektor konstruksi dalam penyerapan tenaga kerja di Indonesia kembali meningkat 4,8 %, sehingga diperoleh nilai rata-rata kontribusi tenaga kerja sektor konstruksi selama
37
periode tahun 2001-2004 sebesar 4,5 % per tahun. Menurut BPS (2004) pada tahun 2004 kontribusi sektor konstruksi nilai PDB pada tahun 2004 adalah sebesar Rp 97,4 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 8,17. Pada tahun yang sama nilai PDB sektor perindustrian sebesar Rp469,1 triliun dengan laju pertumbuhan sebesar 6,19
Tabel 3.2. Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha tahun 2001-2004 (miliar rupiah) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bersih Konstruksi Perdagangan, Hotel dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan dan jasa Perusahaan Jasa-jasa Total
2001
2002
2003
2004
225.385,7 (4,08)
232.973,4 (3,23)
243.076,0 (4,34)
252.952,9 (4,06)
168.244,3 (0,33) 398.323,9 (3,30) 9.058,3 (7,92) 80.080,4 (4,58) 234.273,0 (4,38) 70.276,1 (8,10) 123.085,5 (6,60) 133.957,4 (3,24) 1.442.984,6 (3,83)
169.932,0 (1,00) 419.388,1 (5,29) 9.868,2 (8,94) 84.469,8 (5,48) 243.409,3 (3,90) 76.173,2 (8,39) 130.928,1 (6,37) 138.982,3 (3,75) 1.506.124,4 (4,38)
168.426,7 (-0,89) 441.754,7 (5,33) 10.448,1 (5,88) 90.103,4 (6,67) 256.299,5 (5,30) 84.979,0 (11,56) 140.117,3 (7,02) 144.354,2 (3,87) 1.579.559,0 (4,88)
160.655,2 (-4,61) 469.118,2 (6,19) 11.066,1 (5,91) 97.466,6 (8,17) 271.176,6 (5,80) 95.772,1 (12,70) 150.935,8 (7,72) 151.435,1 (4,91) 1.660.578,7 (5,13)
Sumber: BPS, 2005 (a). Keterangan: Angka dalam kurung menyatakan laju pertumbuhan PDB Atas Dasar Harga Konstan 2000 Menurut Lapangan Usaha (persen).
Jika dilihat dari Tabel 3.2. kontribusi sektor konstruksi dalam PDB nasional dari tahun 2001-2004 cenderung mengalami peningkatan, pada tahun 2001 kontribusi sektor konstruksi terhadap PDB sekitar Rp 80,0 triliun. Pada tahun 2002 meningkat menjadi sekitar Rp 84,4 triliun kemudian tahun 2003
38
meningkat lagi menjadi sebesar Rp 90,1 triliun sedangkan pada tahun 2004 mengalami peningkatan yang signifikan yaitu menjadi sebesar Rp 97,4 triliun. Laju pertumbuhan sektor konstruksi dari tahun ke tahun juga mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 laju pertumbuhan sektor konstruksi sebesar 4,58 sedangkan pada tahun 2004 laju pertumbuhannya meningkat hampir dua kali lipat dari tahun 2000 yaitu sebesar 8,17. Dari laju pertumbuhan yang terus meningkat ini seharusnya sektor ini mendapatkan investasi yang besar agar dapat memacu pertumbuhan ekonomi nasional.
3.2.
Kebijakan Pemerintah Terhadap Sektor Konstruksi Lahirnya UU No.18/1999 tentang jasa konstruksi didasarkan atas beberapa
pertimbangan seperti adanya tuntutan diwujudkannya good governance, tuntutan liberalisasi perdagangan internasional termasuk bidang jasa konstruksi dan kondisi lingkungan srategis serta kemampuan jasa konstruksi nasional. Tujuan yang ingin dicapai dari UU No. 18/1999 adalah: 1) Memberikan arah pertumbuhan dan perkembangan jasa konstruksi untuk mewujudkan struktur usaha yang kokoh, andal, berdaya saing tinggi dan hasil pekerjaan konstruksi yang berkualitas. 2) Mewujudkan tertib penyelenggaraan pekerjaan konstruksi yang menjamin kesetaraan kedudukan antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam hak dan kewajiban, serta meningkatkan kepatuhan pada ketentuan peraturan prundangundangan yang berlaku. 3) Mewujudkan peningkatan peran masyarakat di bidang jasa konstruksi.
39
Pembinaan pemerintah dalam sektor konstruksi mencakup tiga kegiatan yaitu pengaturan, pengawasan dan pemberdayaan. Pengaturan dilakukan dengan penerbitan
peraturan
perundang-undangan
dan
berbagai
standar
teknis.
Pengawasan dilakukan terhadap penyelenggaraan pekerjaan sektor konstruksi untuk menjamin terwujudnya ketertiban jasa sektor konstruksi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku, sedangkan pemberdayan dilakukan
terhadap
usaha
jasa
konstruksi
dan
masyarakat
untuk
menumbuhkembangkan kesadaran akan hak, kewajiban, dan perannya dalam melaksanakan jasa konstruksi. Pembinaan yang dilakukan oleh pemerintah dilakukan bersama-sama dengan Asosiasi dan Penyedia Jasa Konstruksi. Selain itu pembinaan pemerintah juga dapat dilimpahkan kepada Pemerintah Daerah sebagai tugas dekonsentrasi pada
Pemerintah
Provinsi
atau
tugas
pembantuan
kepada
Pemerintah
Provinsi/Kabupaten/Kota. Secara garis besar pembinaan yang dilakukan pemerintah diarahkan kepada: 1) Restrukturisasi usaha jasa konstruksi Dukungan terhadap akses permodalan di bidang usaha jasa konstruksi sangat kecil, ini dapat dilihat dari kecilnya investasi bidang properti yang sangat berpengaruh terhadap usaha jasa konstruksi. Sebagian dari usaha jasa sektor konstruksi merupakan golongan kecil dan menengah, struktur seperti ini menjadi tidak seimbang dan kurang kondusif untuk membentuk suatu usaha yang kokoh sehingga arah pembinaan yang dituju adalah membentuk
40
komposisi yang seimbang antara perusahaan besar dan kecil ataupun spesialis dan umum. 2) Profesionalisme penyedia jasa sektor konstruksi Sebagai dasar dari pencapaian tujuan yang diamanatkan dalam UU 18/1999, profesionalisme dari pelaku jasa konstruksi baik sebagai perorangan maupun sebagai badan usaha. 3) Kemandirian masyarakat jasa konstruksi Arah pembinaan kemandirian dari jasa konstruksi ini lebih ditujukan kepada kemampuan dari masyarakat jasa konstruksi untuk mengurus dirinya sendiri. Kemandirian ini harus didasarkan pada peran serta aktif dari seluruh unsur masyarakat jasa konstruksi dan keinginan yang kuat untuk maju bersama serta mendahulukan kepentingan bersama. Beberapa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan berbagai subsektor konstruksi di antaranya: 1) UU No. 13 Tahun 1980 tentang pengusahaan jalan/jembatan tol, Peraturan Pemerintah No.26 Tahun 1985 tentang jalan dan Peraturan Pemerintah No. 8 Tahun 1990 tentang jalan tol dan perarturan tambahan/perubahannya. 2) UU No. 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman dan Keputusan Menteri Permukiman dan Prasarana Wilayah selaku Ketua Badan Kebijaksanaan Pengendalian Pembangunan Perumahan dan Permukiman Nasional (BKP4N) No. 217/KPTS/M/2002 tentang Kebijakan dan Strategi Nasional Perumahan dan Permukiman (KSNPP).
41
3) UU No. 11 Tahun 1974 tentang Pengairan menyatakan bahwa badan hukum, badan sosial dan atau perorangan dapat melakukan pengusahaan air.
3.3.
Tujuan Strategis Sektor Konstruksi Indonesia Sektor konstruksi di kawasan Asia-Pasifik semakin banyak diminati oleh
para investor. Kondisi ini membuka peluang untuk bangkitnya kembali secara bertahap sektor yang selama ini berperan penting sebagai lokomotif ekonomi tersebut. Oleh karena itu Indonesia harus segera membenahi berbagai kebijakan yang melandasi perkembangan sektor konstruksi ini agar dapat tercapai hasil yang maksimal sesuai dengan tujuan strategis yang telah ditetapkan. Adapun tujuan strategis konstruksi Indonesia adalah: 1) Membuka jaringan bisnis dan konektifitas antara manufaktur, pemasok dengan Pemerintah, BUMN, Badan Usaha Swasta baik dalam maupun luar negeri. 2) Mempromosikan perkembangan industri dan teknologi konstruksi. 3) Memperlihatkan eksistensi dan kemampuan usaha jasa & industri konstruksi yang profesional. 4) Membangun aliansi serta jaringan bisnis untuk memperluas pangsa pasar. 5) Meningkatkan potensi SDM jasa konstruksi secara maksimal menjadi profesional terampil dan berdaya saing tinggi.
42
IV. METODE PENELITIAN
4.1.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang
diperoleh dari BPS. Data yang akan diolah adalah data Input-Output Indonesia Updating 2003. Data tabel Input-Output yang digunakan merupakan data Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen (ADHP). Tabel Input-Output Indonesia Updating 2003 selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2. Tabel Input-Output 2003 tersebut terdiri dari 66 sektor yang kemudian diagregasi menjadi 17 sektor. Dasar pengagregasian tersebut adalah keterkaitan yang erat antar sektor tertentu dan asas kesatuan jenis komoditi, yaitu asas yang mendasarkan pengelompokkan pada keseragaman wujud fisik komoditi (BPS, 2004). Daftar nama sektor dan pengagregasiannya menjadi 17 sektor dapat dilihat pada Lampiran 1. Pada Tabel Input-Output Indonesia Updating tahun 2003 yang terdiri dari 66 sektor, sektor konstruksi (kode 52) mencakup kegiatan konstruksi yang dilakukan baik oleh kontraktor umum, khusus maupun individu. Sementara pada Tabel Input-Output Indonesia tahun 2000 klasifikasi 175 sektor, sektor konstruksi dipecah menjadi lima sektor yaitu: a) Bangunan tempat tinggal dan bukan tempat tinggal (kode 144), b) Prasarana pertanian (kode 145), c) Jalan, jembatan dan pelabuhan (kode 146), d) Bangunan dan instalasi listrik, gas, air minum dan komunikasi (kode 147),
43
e) Bangunan lainnya (kode148). Menurut BPS (2004) kontraktor umum adalah kontraktor yang melakukan pekerjaan konstruksi untuk pihak lain, sedangkan konstruksi khusus adalah unit usaha yang melakukan kegiatan konstruksi untuk dipakai sendiri seperti misalnya kantor pemerintah, kantor swasta, rumah tangga dan unit-unit perusahaan bukan perusahaan bangunan.
4.2.
Metode Analisis Alat analisis yang digunakan untuk menganalisis dampak investasi sektor
konstruksi terhadap perekonomian di Indonesia adalah Tabel Input-Output. Dari tabel ini dapat diketahui peranan sektor konstruksi dalam pembentukan output, nilai tambah bruto, permintaan antara dan permintaan akhir. Investasi dinyatakan dalam tingkatan yang tidak dapat dibagi-bagi dalam artian barang investasi tertentu dan dianggap bersifat endogen. Model input-output memberikan informasi yang perlu mengenai koefisien struktural berbagai sektor perekonomian selama suatu jangka waktu tertentu yang dapat dipergunakan seoptimal mungkin untuk mengalokasikan sumber daya ekonomi (Jhingan, 2004).
4.2.1. Keofisien Input Sebagaimana yang telah dijelaskan sebelumnya, zij adalah aliran input dari sektor-i ke sektor-j, dan Xj merupakan output total dari sektor j, sehingga dapat diperoleh rasio input terhadap output yang dinotasikan sebagai aij yaitu; aij =
z ij Xj
.
(4.1)
44
Rasio ini disebut dengan koefisien teknik atau koefisien input langsung. Dalam model Leontif persamaan di atas dapat ditulis menjadi aij =
z1 j X1j
=
z2 j X2j
=...=
z nj X nj
.
(4.2)
Jika dalam suatu perekonomian terdapat n sektor maka koefisien teknis di atas dapat dinyatakan dalam sebuah matriks. Matriks ini disebut dengan matriks teknologi yang berbentuk:
A=
a11 a21 Μ an1
a12 a22 Μ an2
… … …
a1n a2n Μ ann .
(4.3)
Nilai matriks koefisien teknis pada penelitian ini selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3. Dengan demikian persamaan (2.3) dapat dituliskan menjadi:
A=
a11 a21 Μ an1
a12 a22 Μ an2
… … …
a1n a2n Μ ann
A X + Y = X Æ Y = (I-A) X.
X1 X2 Μ Xn
+
Y1 Y2 Μ Yn
=
X1 X2 Μ Xn (4.4)
dimana: A : matriks koefisien teknis, X : jumlah output, Y : permintaan akhir, I : matriks yang elemennya memuat angka satu pada diagonalnya dan nol pada selainnya, (I-A) : matriks Leontif.
45
Dari persamaan 3.4 dapat diperoleh persamaan: X = (I–A)–1 Y.
(4.5)
Elemen matriks kebalikan Leontif (I-A)–1 diberi notasi α ij dimana matriks ini dapat mencerminkan efek langsung dan tidak langsung perubahan permintaan akhir terhadap output sektor-sektor yang ada dalam perekonomian. Matriks tersebut digunakan dalam menghitung nilai koefisien dan kepekaan penyebaran serta nilai multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja (Miller dan Blair, 1985). Nilai matriks kebalikan Leontif terbuka dan tertutup selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5.
4.2.2. Analisis Dampak Penyebaran 1.
Koefisien Penyebaran Koefisien penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung
ke belakang yang dihubungkan dengan jumlah sektor dan jumlah seluruh koefisien matriks kebalikan Leontif, koefisien ini biasa disebut dengan indeks kemampuan penyebaran. Koefisien ini juga sering diartikan sebagai kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan industri hulunya. Sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang tinggi apabila Pdj mempunyai nilai lebih besar dari satu, sebaliknya sektor j dikatakan mempunyai kaitan ke belakang yang rendah jika Pdj mempunyai nilai lebih kecil dari satu Rumus dari koefisien penyebaran ini adalah: n
∑α Pdj = n
i =1
n
ij
.
n
∑∑α i =1 j =1
ij
(4.6)
46
dimana: Pdj = indeks daya penyebaran sektor j,
α ij = unsur matriks kebalikan Leontif terbuka, n = jumlah sektor.
2.
Kepekaan Penyebaran Kepekaan penyebaran merupakan keterkaitan langsung dan tidak langsung
ke depan, yang biasa disebut dengan indeks kepekaan penyebaran. Indeks ini bermanfaat untuk mengetahui tingkat kepekaan suatu sektor terhadap sektor lain dalam perekonomian melalui pasar output. Sektor i dikatakan mempunyai kepekaan penyebaran yang tinggi jika nilai Sdi lebih besar dari satu, jika lebih kecil dari satu artinya sektor i mempunyai kepekaan penyebaran yang rendah. Rumus dari indeks kepekaan penyebaran ini adalah: n
∑α
Sdi = n
j =1 n n
ij
∑∑αij
.
(4.7)
i =1 j =1
dimana; Sdi = indeks derajat kepekaan sektor i,
α ij = unsur matriks kebalikan Leontif terbuka, n = jumlah sektor. 4.2.3. Analisis Multiplier Model analisis input-output dibagi dua yaitu model analisis input-output terbuka yang memperlakukan rumah tangga sebagai suatu faktor yang eksogen
47
dan model analisis input-output tertutup yang memperlakukan rumah tangga sebagai suatu faktor yang endogen. Analisis multiplier yang dilakukan dengan menggunakan model analisis input-output terbuka akan menghasilkan angka munltiplier biasa (simple multiplier), angka multiplier biasa ini memasukkan dampak langsung dan dampak tidak langsung dari suatu perubahan eksogen. Sedangkan analisis multiplier yang dilakukan dengan menggunakan model analisis input-output tertutup akan menghasilkan multiplier total (total multiplier), multiplier total ini selain memasukkan dampak langsung dan tidak langsung juga memperhitungkan dampak akibat masuknya rumah tangga (induced effect) sebagai suatu sektor produksi dalam perekonomian.
1. Multiplier output tipe I (biasa) Analisis multiplier output tipe I bermanfaat untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap output sektor lain. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai multiplier output tipe I adalah n
Oj =
∑α i =1
ij
(4.8)
dimana:
O j = Multiplier output tipe I sektor j,
α ij = Matriks kebalikan Leontif terbuka. 2. Multiplier output tipe II (total) Analisis multiplier output tipe II bermanfaat untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap output sektor lain, baik secara
48
langsung maupun tidak langsung ditambah dengan efek induksi rumah tangga (induced effect). Rumus untuk menghitung nilai multiplier output tipe II adalah: n +1
Oj =
∑α i =1
(4.9)
ij
dimana: O j = Multiplier output tipe II sektor j,
α ij = Matriks kebalikan Leontif tertutup. 3. Multiplier pendapatan tipe I (biasa) Analisis multiplier pendapatan tipe I bermanfaat untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap pendapatan semua sektor. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai multiplier pendapatan tipe I adalah: n
Hj=
∑a i =1
Yj =
n +1,i
α ij
Hj
(4.11)
a n +1, j
dimana:
H j = Multiplier pendapatan biasa sektor j, Yj
(4.10)
= Multiplier pendapatan tipe I sektor j,
α ij = Matriks kebalikan Leontif terbuka, a n +1, j = Koefisien pendapatan sektor j. 4. Multiplier pendapatan tipe II (total)
49
Analisis multiplier pendapatan tipe II digunakan untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap pendapatan semua sektor baik secara langsung maupun tidak langsung ditambah dengan efek induksi rumah tangga. Rumus untuk menghitung nilai multiplier pendapatan tipe II adalah: n +1
Hj=
Yj =
∑a i =1
n +1,i
α ij
Hj
(4.12)
(4.13)
a n +1, j
dimana: H j = Multiplier pendapatan total sektor j,
= Multiplier pendapatan tipe II sektor j,
Yj
α ij = Matriks kebalikan Leontif tertutup, a n +1, j = Koefisien pendapatan sektor j.
5. Multiplier tenaga kerja tipe I (biasa) Analisis multiplier tenaga kerja tipe I digunakan untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perubahan tenaga kerja pada semua sektor. Rumus yang digunakan untuk menghitung nilai multiplier tenaga kerja tipe I adalah: n
Ej =
Wj =
∑w i =1
n +1,i
Ej wn +1, j
dimana:
α ij
(4.14)
(4.15)
50
W j = Multiplier tenaga kerja tipe I sektor j, Ej
= Multiplier tenaga kerja biasa sektor j,
α ij
= Matriks kebalikan Leontif terbuka,
wn +1, j = koefisien tenaga kerja sektor j.
6. Multiplier tenaga kerja tipe II (total) Analisis multiplier tenaga kerja tipe II digunakan untuk mengetahui akibat dari peningkatan permintaan akhir suatu sektor terhadap perubahan tenaga kerja semua sektor baik secara langsung maupun tidak langsung ditambah dengan efek induksi rumah tangga. Rumus untuk menghitung nilai multiplier tenaga kerja tipe II adalah n +1
Ej =
Wj =
∑w i =1
n +1,i
α ij
Ej
(4.16)
(4.17)
wn +1, j
dimana:
W j = Multiplier tenaga kerja tipe II sektor j, Ej
= Multiplier tenaga kerja total sektor j,
α ij
= Matriks kebalikan Leontif tertutup,
wn +1, j = koefisien tenaga kerja sektor j. Nilai multiplier tipe I akan lebih kecil dibandingkan nilai multiplier tipe II, karena pada multiplier tipe II, rumah tangga dianggap sebagai suatu sektor
51
produksi tersendiri. Berikut disajikan tabel yang memuat ringkasan dari rumus multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja baik tipe I maupun tipe II.
Tabel 4.1 Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Rumus Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Kerja Multiplier Output
Tipe I (Biasa) Tipe II (Total)
n
Oj =
∑α i =1
ij
n +1
Oj =
∑α
Hj=
∑a
Hj=
∑a
i =1
ij
Multiplier Pendapatan
Biasa Total Tipe I
n
i =1
n +1,i
α ij
n +1,i
α ij
n +1
Yj =
Tipe II Yj =
i =1
Hj a n +1, j Hj a n +1, j
Multiplier Tenaga Kerja
Biasa Total Tipe I Tipe II Sumber: Miller dan Blair (1985).
4.2.4. Koefisien Pendapatan ( δ )
n
Ej =
∑w i =1
n +1,i
α ij
n +1,i
α ij
n +1
Ej =
Wj = Wj =
∑w i =1
Ej wn +1, j Ej wn +1, j
52
Koefisien pendapatan merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah pendapatan yang diterima oleh pekerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien pendapatan dirumuskan sebagai berikut:
δ j=
Sj Xj
.
(4.18)
dimana:
δ j = koefisien pendapatan sektor j, S j = jumlah upah dan gaji sektor j, X j = jumlah output total sektor j. 4.2.5. Koefisien Tenaga Kerja ( β ) Koefisien tenaga kerja merupakan suatu bilangan yang menunjukkan besarnya jumlah tenaga kerja yang diperlukan untuk menghasilkan satu unit output. Koefisien tenaga kerja dapat dirumuskan sebagai berikut:
βj =
Tj Xj
.
(4.19)
dimana:
β j = koefisien tenaga kerja sektor j, T j = jumlah tenaga kerja sektor j, X j = jumlah output total sektor j. 4.2.6. Analisis Investasi Simulasi yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan melakukan
shock pada bagian investasi sektor konstruksi. Shock ini dilakukan untuk
53
mengetahui sektor mana yang memiliki dampak yang paling besar terhadap peningkatan investasi di sektor konstruksi. Besarnya shock diperoleh dari nilai persentase rata-rata pengeluaran pembangunan pada sektor konstruksi. Nilai pengeluaran pembangunan sektor konstruksi diperoleh dengan menjumlahkan pengeluaran pembangunan berbagai subsektor konstruksi. Berikut disajikan tabel pengeluaran pembangunan di sektor konstruksi selama periode tahun 2000-2004.
Tabel 4.2. Anggaran Pengeluaran Pembangunan Sektor Konstruksi Tahun 2000-2004 (miliar rupiah) Tahun Anggaran Pengeluaran Pembangunan 2000 6.158 2001 8.664 2002 12.658 2003 15.669 2004 16.352 Rata-rata pertumbuhan per tahun Æ Sumber: BPS, 2005 (b).
Pertumbuhan (%) 40,69 46,09 23,78 4,35 28,73
Dari Tabel 4.2. diperoleh nilai rata-rata pertumbuhan pengeluaran pembangunan di sektor konstruksi adalah 28,73 %. Nilai pertumbuhan ini digunakan untuk melakukan shock pada investasi sektor konstruksi yang terdapat dalam Tabel Input-Output Indonesia tahun 2003. Nilai investasi yang dimaksud adalah penjumlahan antara pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok. Rumus dari analisis investasi dapat ditunjukkan sebagai berikut (Miller dan Blair, 1985): 1) dampak terhadap pembentukan output, ∆ X = (I- A) -1 ∆Y
(4.20)
2) dampak terhadap pendapatan rumah tangga, ∆ I = an+1 (I- A) -1 ∆Y
(4.21)
54
3) dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, ∆ L = wn+1 (I- A) -1 ∆Y
(4.22)
dimana: ∆ X : dampak terhadap pembentukan output, ∆ I : dampak terhadap pendapatan rumah tangga, ∆ L : dampak terhadap penyerapan tenaga kerja, ∆ Y : investasi sektoral, (I-A)-1: matriks kebalikan Leontif terbuka, an+1 : koefisien pendapatan, wn+1 : koefisien tenaga kerja.
4.3. Defenisi Operasional 1) Konstruksi Konstruksi adalah suatu kegiatan yang hasil akhirnya berupa bangunan atau konstruksi yang menyatu dengan lahan tempat kedudukannya. Hasil kegiatannya antara lain gedung, jalan, jembatan, rel kereta api, terowongan, bangunan air dan drainase, bangunan sanitasi dan bandara. 2) Output Output dalam Tabel Input-Output merupakan nilai dari barang dan jasa yang dihasilkan oleh sektor-sektor produksi. Unit usaha yang produksinya berupa barang, maka outputnya merupakan hasil perkalian kuantitas produksi barang yang bersangkutan dengan harga produsen per unit barang tersebut. Unit usaha yang bergerak di bidang jasa, outputnya merupakan nilai penerimaan dari jasa yang diberikan kepada pihak lain.
55
3) Transaksi antara Transaksi antara adalah transaksi yang terjadi antara sektor yang berperan sebagai konsumen dan produsen. Sektor yang berperan sebagai produsen atau sektor produksi merupakan sektor pada masing-masing baris. Sektor sebagai konsumen ditunjukkan pada sektor masing-masing kolom. Transakasi yang dicakup dalam transaksi antara hanya transaksi barang dan jasa yang terjadi dalam hubungan dengan proses produksi. Isian sepanjang baris pada transakasi antara memperlihatkan alokasi output suatu sektor dalam memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi dan disebut sebagai input antara. Isian sepanjang kolomya menunjukkan input barang dan jasa yang digunakan dalam proses produksi suatu sektor dan disebut sebagai input antara. 4) Permintaan akhir Permintaan akhir merupakan permintaan atas barang dan jasa untuk keperluan konsumsi, bukan untuk proses produksi. Permintaan akhir terdiri dari pengeluaran konsumsi rumah tangga, pengeluaran konsumsi pemerintah, pembentukan modal tetap bruto, perubahan stok dan ekspor. 5) Pengeluaran rumah tangga Pengeluaran rumah tangga adalah pengeluaran yang dilakukan rumah tangga untuk semua pembelian barang dan jasa dikurangi dengan penjualan netto barang bekas. Barang dan jasa dalam hal ini mencakup barang tahan lama dan barang tidak tahan lama, kecuali pembelian rumah tempat tinggal. 6) Pengeluaran konsumsi pemerintah
56
Pengeluaran konsumsi pemerintah mencakup semua pengeluaran barang dan jasa untuk pelaksanaan kegiatan-kegiatan administrasi pemerintah dan pertahanan, baik yang dilakukan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. 7) Pembentukan modal tetap bruto Pembentukan modal tetap bruto meliputi pengadaan, pembuatan atau pembelian barang-barang modal baru baik dari dalam maupun impor, termasuk barang modal bekas dari luar daerah. 8) Perubahan stok Perubahan stok merupakan selisih antara nilai stok barang pada akhir tahun dengan nilai stok barang pada awal tahun. Nilai investasi merupakan penjumlahan antara pembentukan modal tetap bruto dan perubahan stok. 9) Ekspor Ekspor barang dan jasa meliputi transaksi barang dan jasa antara penduduk suatu negara atau daerah dengan penduduk negara atau daerah lain. Transaksi tersebut terdiri dari ekspor untuk barang dagangan, jasa pengangkutan, komunikasi, asuransi dan berbagai jasa lainnya. 10) Input primer Input primer merupakan balas jasa atas pemakaian faktor-faktor produksi yang terdiri dari tenaga kerja, tanah, modal dan kewiraswastaan. Input primer disebut juga nilai tambah bruto dan merupakan selisih antara input total dengan input antara. 11) Upah dan gaji
57
Upah dan gaji mencakup semua balas jasa dalam bentuk uang maupun barang dan jasa kepada tenaga kerja yang ikut dalam kegiatan produksi selain pekerja keluarga yang tidak dibayar. 12) Surplus usaha Surplus usaha adalah balas jasa atas kewiraswastaan dan pendapatan atas pemilikan modal. Surplus usaha antara lain terdiri dari keuntungan sebelum dipotong pajak penghasilan, bunga atas modal, sewa tanah dan pendapatan atas hak kepemilikan lainnya. Besarnya nilai surplus usaha adalah sama dengan nilai tambah bruto dikurangi dengan upah atau gaji, penyusutan dan pajak tak langsung netto. 13) Penyusutan Penyusutan yang dimaksudkan adalah penyusutan barang-barang modal tetap yang digunakan dalam proses produksi. Penyusutan merupakan nilai penggantian terhadap penurunan nilai barang modal tetap yang digunakan dalam proes produksi. 14) Pajak tak langsung netto Pajak tak langsung netto adalah selisih antara pajak tak langsung dengan subsidi. Pajak tak langsung mencakup pajak impor, pajak ekspor, bea masuk, pajak pertambahan nilai, cukai dan sebagainya. 15) Subsidi Subsidi adalah bantuan yang diberikan pemerintah kepada produsen. Subsidi pada dasarnya adalah tambahan pendapatan bagi produsen, subsidi disebut juga sebagai pajak
tak
langsung
negati
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Peranan Sektor Konstruksi Terhadap Perekonomian Indonesia Peranan sektor konstruksi terhadap perekonomian Indonesia dapat dikaji
dengan menggunakan analisis Tabel Input-Output, sehingga akan diperoleh nilai permintaan antara, permintaan akhir, input antara, impor, input primer atau nilai tambah bruto serta dampak kenaikan investasi pada sektor konstruksi terhadap sektor lain dalam perekonomian Indonesia. Berdasarkan Tabel Input-Output 2003 klasifikasi 17 sektor, total permintaan barang dan jasa yang dihasilkan Indonesia sebesar Rp 4.655 triliun, jumlah tersebut terdiri atas permintaan antara sebesar Rp 2.095 triliun dan permintaan akhir sebesar Rp 2.559 triliun.
Tabel 5.1. Nilai Permintaan Akhir, Permintaan Antara dan Jumlah Permintaan di Indonesia Tahun 2003 (miliar rupiah) Sektor Permintaan Antara Permintaan Akhir Jumlah Permintaan Pertanian 194.354 98.879 293.233 Peternakan 52.215 55.066 107.281 Kehutanan 22.849 1.183 24.033 Perikanan 16.063 44.728 60.791 Pertambangan 140.612 105.731 246.344 Industri Pengolahan 788.446 899.328 1.687.775 Peng. Minyak Bumi 83.426 110.950 194.376 Industri Semen 15.003 958 15.962 Industri Dasar Besi dan Baja 36.062 6.068 42.130 List.,gas & air 44.518 25.912 70.431 Bangunan 25.990 305.103 331.094 Perdg., Htl &Rstran 264.473 344.482 608.956 Angkutan 140.302 111.933 252.235 Komunikasi 29.198 23.304 52.502 Lembaga Keuangan 85.036 50.308 135.344 Usaha Bangunan 76.415 80.032 156.447 Jasa-jasa 80.581 295.589 376.170 Total 2.095.549 2.559.562 4.655.112 Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
59
Berdasarkan Tabel 5.1. diketahui bahwa sektor konstruksi memberikan kontribusi sekitar Rp 331 triliun atau sekitar 7,22 % terhadap perekonomian Indonesia untuk memenuhi keperluan produksi dan konsumsi. Sektor konstruksi menyediakan sekitar Rp 25 triliun atau hanya sekitar 1,28 % dari total permintaan antara untuk memenuhi kebutuhan input sektor-sektor lain untuk keperluan produksi, sementara untuk memenuhi permintaan barang dan jasa untuk keperluan konsumsi sektor konstruksi menyediakan Rp305 trilun atau 11,92 % dari total permintaan akhir.
Tabel 5.2. Alokasi Permintaan Sektor Konstruksi di Indonesia tahun 2003 (juta rupiah) Alokasi Permintaan Permintaan Antara Permintaan Akhir Konsumsi RT Konsumsi pemerintah Pembentukan Modal Tetap Bruto Perubahan Stok Ekspor Barang Dagangan Ekspor jasa Total
Nilai (juta rupiah) 25.990.943 305.103.901 305.103.901 331.094.844
Persen 7,85 92,15 100
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
Berdasarkan Tabel 5.2. diketahui bahwa permintaan akhir sektor konstruksi sebesar Rp305 triliun atau 92,15 % dari total permintaan sektor konstruksi. Semuanya dialokasikan dalam pembentukan modal tetap bruto, dengan kata lain semua permintaan akhir sektor konstruksi berasal dari investasi sektor konstruksi sendiri. Sementara permintaan antara hanya sekitar 7,85 % dari keseluruhan alokasi output sektor konstruksi dengan nilai Rp 25 triliun. Hal ini menunjukkan bahwa permintaan sektor konstruksi untuk keperluan konsumsi lebih besar dibandingkan untuk keperluan produksi.
60
Tabel 5.3 Struktur Input Sektor Konstruksi di Indonesia Tahun 2003 (juta rupiah) Struktur Input Input Antara Impor Input Primer a) Upah dan gaji b) Surplus usaha c) Penyusutan d) Pajak tak langsung e) Subsidi Total
Nilai (juta rupiah) 219.164.305 0 111.930.541 53.999.216 43.079.940 9.776.945 5.074.440 0 331.094.846
Persen 66,2 16,31 13,01 2,95 1,53 100
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
Pada Tabel 5.3. diketahui bahwa sektor konstruksi membutuhkan input antara sebesar Rp 219 triliun. Sektor konstruksi memerlukan lebih sedikit input dalam bentuk input primer yaitu sebesar Rp 111 triliun seperti upah dan gaji sebesar Rp 53 triliun (16,31%) surplus usaha sebesar Rp 43 triliun (13,01%), penyusutan Rp 9 triliun (2,95 %) dan pajak tak langsung Rp 5 triliun (1,53 %). Data megenai besarnya keterkaitan sektor konstruksi terhadap berbagai sektor yang ada dalam perekonomian Indonesia dapat dilihat pada Tabel 5.4. Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa sektor penyedia bagi sektor konstruksi yang paling banyak digunakan adalah sektor industri pengolahan sebesar 51,37 %. Sementara itu sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki peringkat kedua terbesar sebagai sektor penyedia input bagi sektor konstruksi yaitu sebesar 14,60 %, sedangkan sektor pengilangan minyak bumi dan industri semen masingmasing menyediakan input bagi sektor konstruksi sebesar 7,17 %. Sektor yang menduduki peringkat pertama dalam menggunakan sektor konstruksi adalah sektor jasa-jasa yaitu sebesar 41,50 %, kemudian sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan usaha bangunan masing-
61
masing sebesar 12,18 %; 11,80 % dan 11,58 % menggunakan sektor konstruksi. Sementara sektor pertambangan menggunakan sektor konstruksi hanya sebesar 5,94 %.
Tabel 5.4. Keterkaitan Sektor Konstruksi di Indonesia Tahun 2003 (juta rupiah)
No. Sektor 1. Pertanian 2. Peternakan 3. Kehutanan 4. Perikanan 5. Pertambangan 6. Industri Pengolahan 7. Pengilangan Minyak Bumi 8. Industri Semen 9. Industri Dasar Besi dan Baja 10. Listrik, Gas dan Air Bersih 11. Bangunan 12. Perdagangan, Hotel dan Restoran 13. Angkutan 14. Komunikasi 15. Lembaga Keuangan 16. Usaha Bangunan 17. Jasa-jasa Total
Ke Belakang 0 0 4.862.597 0 10.234.518 112.603.499 15.720.895 14.274.875 5.299.271 158.998 135.846 32.112.480 4.787.868 929.028 5.957.468 8.889.745 3.197.217 219.164.305
Keterkaitan Nilai (%) Ke Depan Nilai (%) 0 571.264 2,19 0 11.853 0,05 2,21 271.631 1,05 0 52.331 0,20 4,66 1.546.095 5,94 51,37 1.327.865 5,10 7,17 284.806 1,10 6,51 17.335 0,06 2,41 2.842 0,01 0,07 360.438 1,38 0,06 135.846 0,52 14,60 2,18 0,42 2,71 4,05 1,45 100
3.166.494 3.067.619 1.063.842 315.494 3.010.808 10.784.380 25.990.943
12,18 11,80 4,10 1,21 11,58 41,50 100
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
5.2.
Analisis Dampak Penyebaran Analisis dampak penyebaran berguna untuk mengetahui manfaat dari
pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya, dalam penelitian ini analisis dampak penyebaran dibagi dua yang meliputi koefisien penyebaran dan kepekaan penyebaran. Indeks koefisien penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk meningkatkan pertumbuhan sektor industri hulunya atau mengetahui manfaat dari pengembangan suatu sektor terhadap sektor lainnya dalam pasar
62
input. Sementara itu, indeks kepekaan penyebaran menunjukkan kemampuan suatu sektor untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya yang menggunakan output sektor tersebut.
Tabel 5.5. Analisis Dampak Penyebaran Perekonomian Indonesia Tahun 2003 No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Sektor Koefisien Penyebaran Pertanian 0,722 Peternakan 1,147 Kehutanan 0,753 Perikanan 0,788 Pertambangan 0,737 Industri Pengolahan 1,302 Pengilangan minyak bumi 0,913 Industri semen 0,913 Industri dasar besi dan baja 1,287 Listrik, gas dan air bersih 1,222 Konstruksi 1,311 Perdagangan, hotel dan restoran 1,017 Angkutan 1,261 Komunikasi 0,814 Lembaga keuangan 0,818 Usaha bangunan 0,931 Jasa-jasa 1,066
Kepekaan Penyebaran 1,049 0,781 0,608 0,610 1,677 2,691 0,972 0,593 0,690 0,817 0,679 1,402 1,000 0,691 0,937 0,861 0,941
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
Pada Tabel 5.5. terlihat bahwa sektor yang memiliki nilai koefisien penyebaran terbesar adalah sektor konstruksi yaitu 1,311. Angka koefisien ini menunjukkan bahwa sektor konstruksi mempunyai kemampuan untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya sebesar nilai koefisien tersebut. Kemampuan yang besar untuk menarik sektor hulu yang ditandai dengan nilai koefisien lebih besar dari satu juga dihasilkan oleh sektor peternakan, sektor industri pengolahan, sektor industri dasar besi dan baja, sektor listrik, gas dan air bersih, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan sektor jasa-jasa. Sedangkan
63
sektor-sektor yang memiliki nilai koefisien kurang dari satu menunjukkan bahwa sektor tersebut kurang mampu untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya. Apabila dilihat dari nilai kepekaan penyebarannya, sektor yang memiliki kemampuan yang paling besar untuk mendorong pertumbuhan sektor hilir adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar 2,691. Angka ini menunjukkan bahwa sektor industri pengolahan memiliki kemampuan yang besar untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. Sektor lain yang memiliki nilai kepekaan lebih besar dari satu atau dengan kata lain mampu mendorong pertumbuhan sektor hilirnya adalah sektor pertanian, sektor pertambangan, sektor perdagangan, restoran dan hotel serta sektor angkutan. Sedangkan sektor konstruksi sendiri memiliki nilai kepekaan sebesar 0,679, ini berarti sektor konstruksi hanya mampu mendorong sektor hilirnya sebesar nilai tersebut.
5.3.
Analisis Multiplier Pada penelitian ini analisis multiplier yang dilakukan me;iputi multiplier
dari sisi output, pendapatan dan tenaga kerja, masing-masing tipe I dan tipe II. Multiplier tipe I dan tipe II digunakan untuk mengukur efek dari output, pendapatan maupun tenaga kerja masing-masing sektor perekonomian yang disebabkan karena adanya perubahan dalam jumlah output, pendapatan dan tenaga kerja yang ada di suatu negara atau wilayah.
5.3.1. Multiplier Output Multiplier output tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan
64
output di seluruh sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut, sedangkan nilai multplier output tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan output di seluruh perekonomian sebesar nilai multipliernya. Pada Tabel 5.6 terlihat bahwa nilai multiplier output terbesar baik tipe I maupun tipe II dimiliki oleh sektor konstruksi yang masing-masing bernilai 2,338 dan 2,823. Nilai multiplier output tipe I sektor konstruksi sebesar 2,338 hal ini menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor konstruksi sebesar satu satuan akan meningkatkan output di seluruh sektor perekonomian sebesar 2,388 satuan. Sementara itu, nilai multiplier output tipe II sektor konstruksi sebesar 2,823 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir sebesar satu satuan pada sektor konstruksi akan meningkatkan output di seluruh perekonomian sebesar 2,823 satuan.
5.3.2. Multiplier Pendapatan Multiplier pendapatan tipe I menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir di suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut, sedangkan nilai multplier pendapatan tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh perekonomian sebesar nilai multipliernya. Berdasarkan Tabel 5.6
65
diketahui nilai multiplier pendapatan terbesar diperoleh sektor industri dasar besi dan baja yaitu sebesar 3,163 untuk tipe I dan 3,675 untuk tipe II, sedangkan sektor konstruksi menghasilkan nilai multiplier pendapatan tipe I sebesar 2,054. Angka tersebut menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan permintaan akhir pada sektor konstruksi sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh perekonomian sebesar 2,054 satuan. Nilai multiplier pendapatan tipe II sebesar 2,447 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir
pada sektor konstruksi
sebesar satu satuan maka akan meningkatkan pendapatan di seluruh perekonomian sebesar 2,447 satuan.
5.3.3. Multiplier Tenaga Kerja Multiplier tenaga kerja tipe I dan tipe II menunjukkan perubahan tenaga kerja yang terjadi sebagai akibat adanya peningkatan permintaan akhir dan peningkatan konsumsi rumah tangga di suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebesar nilai multiplier tersebut, sedangkan nilai multplier pendapatan tipe II menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada suatu sektor sebesar satu satuan maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh perekonomian sebesar nilai multipliernya. Tabel 5.6 juga menyajikan nilai multiplier tenaga kerja, dimana sektor konstruksi memperoleh nilai multiplier tenaga kerja sebesar 2,936. Angka tersebut menunjukkan bahwa jika permintaan akhir sektor konstruksi meningkat sebesar satu satuan maka akan menciptakan lapangan kerja untuk
66
2,936 (3) orang pada seluruh sektor perekonomian. Nilai multiplier tenaga kerja sektor konstruksi tipe II sebesar 3,732 menunjukkan bahwa jika terjadi peningkatan konsumsi rumah tangga akibat adanya peningkatan permintaan akhir pada sektor konstruksi sebesar satu satuan maka akan meningkatkan penyerapan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sebanyak 3,732 (4) orang. Sektor yang memiliki nilai multiplier tenaga kerja terbesar adalah sektor industri pengolahan masing-masing 5,890 (6) dan 7,119 (7) orang untuk tipe I dan tipe II.
Tabel 5.6. Nilai Multiplier Output, Pendapatan dan Tenaga Keja di Indonesia Tahun 2003 Multiplier Output MultiplierPendapatan Sektor Tipe I Tipe II Tipe I Tipe II Pertanian 1,288 1,326 1,258 1,288 Peternakan 2,047 2,169 1,787 1,873 Kehutanan 1,343 1,443 1,447 1,541 Perikanan 1,405 1,450 1,391 1,432 Pertambangan 1,315 1,349 1,402 1,454 Industri Pengolahan 2,322 2,672 2,615 3,050 7. Pengilangan minyak bumi 1,629 1,701 1,916 2,034 8. Industri semen 1,628 1,781 1,442 1,557 9. Industri dasar besi dan baja 2,296 2,576 3,163 3,675 10. Listrik, gas dan air bersih 2,180 2,336 2,854 3,138 11. Konstruksi 2,338 2,823 2,054 2,447 12. Perdagangan, hotel dan restoran 1,814 2,105 1,614 1,834 13. Angkutan 2,250 2,608 2,634 3,116 14. Komunikasi 1,452 1,628 1,498 1,685 15. Lembaga keuangan 1,458 1,547 1,397 1,472 16. Usaha bangunan 1,660 1,924 2,320 2,768 17. Jasa-jasa 1,901 2,808 1,396 1,778 Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah). No 1. 2. 3. 4. 5. 6.
Multiplier Tenaga Kerja Tipe I Tipe II 1,139 1,148 1,414 1,444 1,133 1,159 1,197 1,210 2,086 2,299 5,890
7,119
1,917 1,509
2,098 1,680
5,265
6,482
4,894 2,936
5,769 3,732
1,592 2,322 1,324
1,800 2,760 1,466
1,944 4,568 1,717
2,198 6,127 2,446
67
5.4.
Analisis Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perekonomian Indonesia Struktur investasi dapat diketahui dengan menggunakan Tabel Input-
Output dimana nilai investasi merupakan penjumlahan antara pembentukan modal tetap bruto dengan perubahan stok. Total investasi untuk sektor produksi di Indonesia pada tahun 2003 adalah sebesar Rp 364 triliun. Jumlah tersebut terdiri atas pembentukan
modal bruto sebesar Rp 386 triliun dan perubahan stok
menurun sebesar 22 triliun. Nilai pembentukan modal terbesar terdapat pada sektor konstruksi sebesar Rp 305 triliun atau sekitar 78,99 % dari total pembentukan modal seluruh perekonomian di Indonesia. Berdasarkan Tabel Input-Output klasifikasi 17 sektor diketahui nilai investasi tertinggi terdapat pada sektor konstruksi yaitu sebesar Rp 305 triliun. Pada penelitian ini analisis investasi dilakukan dengan mengadakan shock sebesar 28,73 % dari nilai investasi sektor konstruksi yang terdapat pada tabel Input-Output tahun 2003 sehingga diperoleh nilai shock sebesar Rp 87.656.351 juta atau sekitar Rp 87,65 triliun.
5.4.1. Dampak Terhadap Output Dari Tabel 5.7 terlihat bahwa peningkatan investasi sektor konstruksi sekitar Rp 87,65 triliun akan meningkatkan output yang dihasilkan oleh seluruh output perekonomian sekitar Rp 204,94 triliun. Kenaikan permintaan akhir berupa peningkatan investasi sektor konstruksi ini, berdampak paling besar pada sektor konstruksi sendiri yaitu sebesar Rp 88,22 triliun atau sekitar 43,05 % dari total peningkatan output seluruh sektor perekonomian.
68
Sektor kedua yang paling berpengaruh terhadap peningkatan investasi ini adalah sektor industri pengolahan yaitu sebesar Rp 51,60 triliun atau sekitar 25,18 % sedangkan sektor yang menduduki posisi ketiga terbesar dalam perubahan output akibat peningkatan investasi sektor konstruksi ini adalah sektor perdagangan, restoran dan hotel sebesar Rp 15,11 triliun atau sekitar 7,37 %. Sedangkan sektor yang paling sedikit perubahan outputnya terhadap perubahan investasi sektor konstruksi ini adalah sektor perikanan yaitu sekitar Rp 0,49 triliun atau hanya 0,24 % dari total perubahan output seluruh perekonomian. Berikut disajikan secara lengkap tabel mengenai dampak investasi sektor konstruksi terhadap perubahan output di seluruh sektor yang terdapat dalam perekonomian.
Tabel 5.7. Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perubahan Output (juta rupiah) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Sektor Pertanian Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Pengolahan Pengilangan minyak bumi Industri semen Industri dasar besi dan baja Listrik, gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Angkutan Komunikasi Lembaga keuangan Usaha bangunan Jasa-jasa Total
Nilai 6.411.499 1.135.735 1.942.856 490.619 8.615.649 51.602.941 6.377.389 3.838.521 2.700.196 1.462.369 88.222.191 15.111.957 5.446.045 1.019.763 4.048.957 4.221.113 2.297.545 204.945.344
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
Persen 3,13 0,55 0,95 0,24 4,20 25,18 3,11 1,87 1,32 0,71 43,05 7,37 2,66 0,50 1,98 2,06 1,12 100,00
69
5.4.2. Dampak Terhadap Pendapatan Dari sisi pendapatan dampak kenaikan investasi sektor konstruksi akan meningkatkan pendapatan total perekonomian sekitar Rp 29,36 triliun. Sektor yang paling berpengaruh tingkat pendapatannya terhadap peningkatan investasi sektor konstruksi ini adalah sektor konstruksi yaitu sebesar Rp 14,38 triliun atau sekitar 49,00 %. Sektor kedua yang paling berpengaruh terhadap peningkatan investasi ini adalah sektor industri pengolahan sebesar Rp 5,53 triliun atau sekitar 18,83 % dari total perubahan pendapatan seluruh perekonomian. Sementara itu, sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki peringkat ketiga dengan peningkatan pendapatan sebesar Rp 2,80 triliun atau sekitar 9,56 % dari total perubahan pendapatan seluruh sektor.
Tabel 5.8. Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perubahan Pendapatan (juta rupiah) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Sektor Pertanian Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Pengolahan Pengilangan minyak bumi Industri semen Industri dasar besi dan baja Listrik, gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Angkutan Komunikasi Lembaga keuangan Usaha bangunan Jasa-jasa Total
Nilai 1.164.876 218.414 324.571 73.356 797.142 5.530.520 426.184 590.513 189.267 92.673 14.388.412 2.808.095 563.472 148.810 740.770 414.428 891.759 29.363.261
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
Persen 3,97 0,74 1,11 0,25 2,71 18,83 1,45 2,01 0,64 0,32 49,00 9,56 1,92 0,51 2,52 1,41 3,04 100,00
70
5.4.3. Dampak Terhadap Tenaga Kerja Dari sisi tenaga kerja, terjadi peningkatan tenaga kerja yang diserap sebanyak 3,1 juta orang. Sektor konstruksi menyerap tenaga kerja sebanyak 1,09 juta orang atau sekitar 34,28 % dari total perubahan tenaga kerja seluruh sektor. Sektor kedua terbesar yang menyerap tenaga kerja yaitu sektor pertanian sebanyak 0,59 juta orang atau sekitar 18,52 % dari total perubahan tenaga kerja seluruh perekonomian, sedangkan sektor perdagangan, hotel dan restoran menduduki posisi ketiga dengan peningkatan penyerapan tenaga kerja sebanyak 0,49 juta orang atau 15,55 % dari total perubahan tenaga kerja nasional. Tabel 5.9. Dampak Investasi Sektor Konstruksi Terhadap Perubahan Tenaga Kerja (orang) No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17.
Sektor Pertanian Peternakan Kehutanan Perikanan Pertambangan Industri Pengolahan Pengilangan minyak bumi Industri semen Industri dasar besi dan baja Listrik, gas dan air bersih Konstruksi Perdagangan, hotel dan restoran Angkutan Komunikasi Lembaga keuangan Usaha bangunan Jasa-jasa Total
Nilai 591.263 110.862 164.745 37.234 29.672 362.056 27.900 38.658 12.390 3.450 1.094.227 496.187 93.662 24.736 27.039 15.127 62.526 3.191.733
Persen 18,52 3,47 5,16 1,17 0,93 11,34 0,87 1,21 0,39 0,11 34,28 15,55 2,93 0,77 0,85 0,47 1,96 100,00
Sumber: Tabel I-O Indonesia 2003, Klasifikasi 17 sektor (diolah).
Dari analisis diperoleh hasil bahwa tiga sektor yang terbesar peningkatan output dan pendapatannya terhadap peningkatan investasi sektor konstruksi adalah
71
sektor konstruksi; sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran, sedangkan sektor yang paling sedikit pengaruhnya terhadap peningkatan investasi sektor konstruksi baik di sisi output dan pendapatan adalah sektor perikanan. Sementara dari sisi peningkatan penyerapan tenaga kerja, tiga sektor yang terbesar peningkatannya berturut-turut adalah sektor konstruksi; sektor pertanian dan sektor industri pengolahan, sementara sektor yang paling sedikit peningkatan penyerapan tenaga kerjanya adalah sektor listrik, gas dan air.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1.
Kesimpulan
1. Sektor konstruksi sangat bergantung pada sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri semen dan sektor pengilangan minyak bumi. Sementara sektor yang paling banyak memanfaatkan output sektor konstruksi adalah sektor jasa-jasa, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor angkutan dan sektor usaha bangunan. 2. Analisis dampak penyebaran menunjukkan bahwa sektor konstruksi lebih mampu untuk menarik pertumbuhan sektor hulunya dibandingkan untuk mendorong pertumbuhan sektor hilirnya. 3. Analisis multiplier menunjukkan bahwa kemampuan sektor konstruksi untuk mempengaruhi pembentukan output, pendapatan dan tenaga kerja di seluruh sektor perekonomian sangat kuat. Seluruh sektor yang ada di perekonomian memiliki multiplier output, pendapatan dan tenaga kerja yang kuat, sektor konstruksi merupakan sektor yang memiliki nilai multiplier yang paling besar di sisi output, sektor industri dasar besi dan baja memiliki nilai multiplier yang paling besar di sisi pendapatan, dan sektor industri pengolahan merupakan sektor yang memiliki nilai multiplier terbesar di sisi tenaga kerja. 4. Dari sisi analisis investasi, sektor yang paling peka terhadap peningkatan investasi sektor konstruksi adalah sektor konstruksi; sektor industri pengolahan; sektor perdagangan, hotel dan restoran; dan sektor pertanian.
73
6.2.
Saran Berdasarkan hasil analisis, maka pemerintah harus lebih memperhatikan
sektor konstruksi, karena dari hasil analisis menunjukkan bahwa peningkatan investasi di sektor konstruksi ternyata dapat meningkatkan penyerapan tenaga kerja yang cukup besar. Hal ini tentu saja akan menekan angka pengangguran di Indonesia. Selain
memperhatikan
sektor
konstruksi,
pemerintah
juga
harus
memperhatikan sektor-sektor yang terkait dengan sektor konstruksi itu sendiri. Di sektor hulu terdapat sektor industri pengolahan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, sektor industri semen dan sektor pengilangan minyak bumi, sedangkan di sektor hilir terdapat sektor jasa-jasa, sektor usaha bangunan dan sektor angkutan.
77
Lampiran 1. Tabel Klasifikasi 17 Sektor Tabel Input-Output Indonesia 2003 Kode Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Agregasi Tabel Input-Output 2003
Kode Sektor Padi 1 Tanaman kacang-kacangan 1 Jagung 1 Tanaman umbi-umbian 1 Sayur-sayuran dan buah-buahan 1 Tanaman bahan makanan lainnya 1 Karet 1 Tebu 1 Kelapa 1 Kelapa sawit 1 Tembakau 1 Kopi 1 Teh 1 Cengkeh 1 Hasil tanaman serat 1 Tanaman perkebunan lainnya 1 Tanaman lainnya 1 Peternakan 2 Pemotongan hewan 2 Unggas dan hasil-hasilnya 2 Kayu 3 Hasil hutan lainnya 3 Perikanan 4 Penambangan batubara dan bijih logam 5 Penambangan minyak, gas dan panas 5 bumi Penambangan dan penggalian lainnya 5 Industri pengolahan dan pengawetan 6 makanan Industri minyak dan lemak 6 Industri penggilingan padi 6 Industri tepung, segala jenis 6 Industri gula 6 Industri makanan lainnya 6 Industri minuman 6 Industri rokok 6 Industri pemintalan 6 Industri tekstil, pakaian dan kulit 6 Industri bambu, kayu dan rotan 6 Industri kertas, barang dari kertas dan 6 karton Industri pupuk dan pestisida 6 Industri kimia 6 Pengilangan minyak bumi 7 Industri barang karet dan plastik 6 Industri barang-barang dari mineral 6 bukan logam Industri semen 8 Industri dasar besi dan baja 9
Agregasi dalam Penelitian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Pertanian Peternakan Peternakan Peternakan Kehutanan Kehutanan Perikanan Pertambangan Pertambangan Pertambangan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan Pengilangan minyak bumi Industri pengolahan Industri pengolahan Industri semen Industri dasar besi dan baja
78
46 47 48
6
Industri pengolahan
51 52 53
Industri logam dasar bukan besi Industri barang dari logam Industri mesin, alat-alat dan perlengkapan listrik Industri alat pengangkutan dan perbaikannya Industri barang lain yang belum digolongkan dimanapun Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan
10 11 12
54
Restoran dan hotel
12
55 56 57 58 59 60 61 62
Angkutan kereta api Angkutan darat Angkutan air Angkutan udara Jasa penunjang angkutan Komunikasi Lembaga keuangan Usaha bangunan dan jasa perusahaan
13 13 13 13 13 14 15 16
63 64 65 66 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301
Pemerintahan umum dan pertahanan Jasa sosial kemasyarakatan Jasa lainnya Kegiatan yang tak jelas batasannya Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Input antara impor Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Subsidi Nilai tambah bruto Jumlah input Pengeluaran konsumsi rumah tangga
17 17 17 17 180 190 200 201 202 203 204 205 209 210 301
302
Pengeluaran konsumsi pemerintah
302
303 304 305 306 309 310
Pembentukan modal tetap bruto Perubahan stok Ekspor barang dagangan Ekspor jasa Jumlah permintaan akhir Jumlah permintaan
303 304 305 306 309 310
Listrik, Gas dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Restoran dan Hotel Perdagangan, Restoran dan Hotel Angkutan Angkutan Angkutan Angkutan Angkutan Komunikasi Lembaga keuangan Usaha bangunan dan jasa perusahaan Jasa Jasa Jasa Jasa Jumlah permintaan antara Jumlah input antara Input antara impor Upah dan gaji Surplus usaha Penyusutan Pajak tak langsung Subsidi Nilai tambah bruto Jumlah input Pengeluaran konsumsi rumah tangga Pengeluaran konsumsi pemerintah Pembentukan modal tetap bruto Perubahan stok Ekspor barang dagangan Ekspor jasa Jumlah permintaan akhir Jumlah permintaan
49 50
6 6 6
Industri pengolahan Industri pengolahan Industri pengolahan
6
Industri pengolahan
79
Lampiran 2. Tabel Transaksi Total Atas Dasar Harga Produsen 17 Sektor Tahun 2003 (juta rupiah) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
1 2 3 4 19.022.472 3.937.773 1.057.392 3.676.438 4.082.317 17.702.114 0 23.447 18.357 4.061 135.085 26.362 2.113 0 0 2.068.920 2 2.295 0 0 11.197.087 21.595.019 275.080 3.674.306 240.766 79.223 96.017 1.096.383 0 0 0 0 0 0 0 0 17.465 66.676 13.879 12.874 571.264 11.853 271.631 52.331 5.072.211 6.307.262 262.704 2.517.786 837.124 1.778.748 117.248 336.489 27.228 2.905 4.313 11.367 352.615 97.626 90.338 383.668 70.230 21.929 116.180 18.893 3.541.927 197.134 2.096.773 201.598 45.053.178 51.804.618 4.536.640 14.100.862 0 0 0 0 49.979.002 19.798.070 3.929.883 9.042.112 172.676.445 29.841.008 34.390.272 4.228.988 758.217 1.051.388 2.034.227 3.147.740 746.348 383.433 908.349.00 0 0 0 0 230.032.175 51.143.643 18.987.310 46.374.960 275.085.353 102.948.261 23.523.950 60.475.822 25.368.140 10.049.024 1.994.714 4.589.559
5
6 7 0 154.052.942 0 0 9.549.239 0 30.792 17.554.191 0 0 11.287.775 0 18.432.383 27.793.478 48.099.853 4.299.844 461.781.098 798.989 3.773.463 13.338.282 12.010.513 0 671.044 0 0 28.699.868 0 65.615 18.047.375 109.007 1.546.095 1.327.865 284.806 1.713.253 94.200.285 952.983 4.622.010 76.452.443 409.049 113.480 5.926.426 73.747 461.519 22.489.233 319.538 3.392.473 7.070.880 366.384 861.902 442.355 2.516 39.312.829 950.684.779 63.427.385 0 0 0 19.323.187 153.569.565 9.494.053 139.698.727 233.148.004 57.329.719 8.430.841 49.382.023 10.733.422 2.082.776 46.761.578 1.083.779 0 -653.380 0 169.535.531 482.207.790 78.640.973 208.848.360 1.432.892.569 142.068.358 719.266 10.053.447 621.529
80
Lanjutan (Lampiran 2.) Sektor 8 9 0 62 1 0 0 2 0 0 3 0 0 4 4.992.803 737.701 5 47.550 5.572.243 6 143.065 981.241 7 27.857 29.718 8 0 1.984.197 9 357.311 1.273.339 10 17.335 2.842 11 312.372 1.592.142 12 277.148 238.391 13 52.400 9.752 14 422.148 206.680 15 7.482 347.364 16 0 145.058 17 190 6.657.471 13.120.730 200 0 0 2.368.096 1.486.865 201 3.992.157 5.087.518 202 1.362.758 1.051.425 203 1.012.901 465.986 204 0 0 205 209 8.735.912 8.091.794 210 15.393.383 21.212.524 TK 155.028 97.338
10
11
0 0 15 0 30.082.067 1.938.533 5.137.814 0 0 10.054.258 360.438 2.595.370 496.797 82.755 286.307 884.516 44.147 51.963.017 0 4.463.355 8.412.986 9.296.734 1.035.266 -4.740.337 18.468.004 70.431.021 166.139
0 0 4.862.597 0 10.234.518 112.603.499 15.720.895 14.274.875 5.299.271 158.998 135.846 32.112.480 4.787.868 929.028 5.957.468 8.889.745 3.197.217 219.164.305 0 53.999.216 43.079.940 9.776.945 5.074.440 0 111.930.541 331.094.846 4.106.597
12 8.634.075 17.969.362 22.023 2.316.258 1.898 934.656 5.190.201 0 78.744 8.015.983 3.166.494 54.689.439 11.519.045 10.112.328 16.555.973 31.082.841 2.118.369 172.407.689 0 95.337.332 199.760.174 22.167.493 23.391.741 0 340.656.740 513.064.429 16.845.995
13 14 536.071 0 1.057.024 0 2.906 0 149.604 0 159.380 0 38.356.774 934.656 20.942.895 288.423 0 0 0 0 663.482 513.116 3.067.619 1.063.842 25.772.167 849.693 20.933.395 1.149.790 2.917.687 3.131.778 7.541.365 1.655.732 8.016.034 1.669.511 6.625.656 1.788.984 136.742.059 13.045.525 0 0 22.356.074 7.585.213 28.165.623 21.741.481 25.619.171 8.805.134 3.246.460 802.592 -54.418 0 79.332.910 38.934.420 216.074.969 51.979.945 3.716.092 1.260.836
81
Lanjutan (Lampiran 2.) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 190 200 201 202 203 204 205 209 210 TK
15
16 81 64.326 0 781 0 454 0 89.390 0 0 2.361.628 5.683.979 328.525 722.671 0 0 0 0 743.883 551.555 315.494 3.010.808 2.603.372 4.393.094 1.767.577 1.868.249 2.257.951 1.606.853 15.536.117 8.589.517 6.522.788 2.540.121 1.572.720 16.802.827 34.010.136 45.924.625 0 0 22.683.187 12.790.373 62.483.425 59.570.356 3.754.915 7.197.802 1.051.900 4.791.737 0 0 89.973.427 84.350.268 123.983.563 130.274.893 827.966 466.866
17 3.372.651 1.830.807 192.894 149.051 75.999 42.690.737 3.335.836 0 0 3.853.386 10.784.380 28.526.423 12.711.099 1.938.183 4.090.401 5.397.957 40.942.574 159.892.378 0 139.004.493 33.612.010 22.342.012 3.283.060 0 198.241.575 358.133.953 9.746.381
180 301 302 194.354.283 92.985.445 0 52.215.091 53.038.153 0 22.849.737 1.821.296 0 16.063.111 35.939.416 0 140.612.377 1.929.587 0 714.745.678 546.146.889 0 83.426.213 37.943.610 0 15.003.494 0 0 36.062.080 0 0 44.518.202 25.912.816 0 25.990.943 0 0 264.473.036 236.367.605 0 140.302.470 98.807.010 0 29.198.181 22.957.942 0 85.036.245 45.021.997 0 76.415.328 79.254.637 0 80.581.757 126.554.569 163.701.240 2.021.848.226 1.404.680.972 163.701.240 0 123.832.971 2.165.864 627.210.076 1.146.612.451 187.993.495 99.270.086 -5.448.135 2.055.637.973 4.077.486.199
82
Lanjutan (Lampiran 2.) Sektor 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
303 0 1.162.547 0 0 246.757 64.531.256 0 0 0 0 305.103.901 14.169.110 0 0 0 0 62.722.728 447.936.299 45.384.027
304 305 -723.592 0 -418.522 1.162.547 -914.903 0 -33.584 0 -2.052.488 246.757 -22.217.204 304.833.859 3.049.056 0 611 0 -1.071.918 0 0 0 0 305.103.901 2.279.194 14.169.110 0 0 0 0 0 0 0 0 163.701.240 1.005.463 141.597.890 626.521.637 15.978.938 0
306 309 310 -723.592 6.617.224 200.971.507 -418.522 1.284.047 53.499.138 -914.903 277.478 23.127.215 -33.584 8.822.742 24.885.853 -2.052.488 105.608.085 246.220.462 6.033.323 899.328.123 1.614.073.801 3.049.056 69.957.499 153.383.712 611 958.213 15.961.707 -1.071.918 7.140.370 43.202.450 0 0 44.518.202 0 0 25.990.943 2.279.194 62.712.823 327.185.859 0 0 140.302.470 0 0 29.198.181 0 0 85.036.245 0 0 76.415.328 0 0 80.581.757 6.147.177 1.162.706.604 3.184.554.830 0 187.361.800 503.924.895
83
Lampiran 3. Matriks Koefisien Input SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17
1 0,069 0,015 0,000 0,000 0,000 0,041 0,001 0,000 0,000 0,000 0,002 0,018 0,003 0,000 0,001 0,000 0,013
2 0,038 0,172 0,000 0,000 0,000 0,210 0,001 0,000 0,000 0,001 0,000 0,061 0,017 0,000 0,001 0,000 0,002
3 0,045 0,000 0,006 0,000 0,000 0,012 0,004 0,000 0,000 0,001 0,012 0,011 0,005 0,000 0,004 0,005 0,089
4 0,061 0,000 0,000 0,034 0,000 0,061 0,018 0,000 0,000 0,000 0,001 0,042 0,006 0,000 0,006 0,000 0,003
5 0,000 0,000 0,000 0,000 0,088 0,021 0,018 0,000 0,000 0,000 0,007 0,008 0,022 0,001 0,002 0,016 0,004
6 0,108 0,007 0,012 0,008 0,019 0,322 0,009 0,000 0,020 0,013 0,001 0,066 0,053 0,004 0,016 0,005 0,000
7 0,000 0,000 0,000 0,000 0,339 0,006 0,085 0,000 0,000 0,001 0,002 0,007 0,003 0,001 0,002 0,003 0,000
8 0,000 0,000 0,000 0,000 0,324 0,003 0,009 0,002 0,000 0,023 0,001 0,020 0,018 0,003 0,027 0,000 0,000
9 0,000 0,000 0,000 0,000 0,035 0,263 0,046 0,001 0,094 0,060 0,000 0,075 0,011 0,000 0,010 0,016 0,007
10 0,000 0,000 0,000 0,000 0,427 0,028 0,073 0,000 0,000 0,143 0,005 0,037 0,007 0,001 0,004 0,013 0,001
11 12 0,000 0,017 0,000 0,035 0,015 0,000 0,000 0,005 0,031 0,000 0,340 0,002 0,047 0,010 0,043 0,000 0,016 0,000 0,000 0,016 0,000 0,006 0,097 0,107 0,014 0,022 0,003 0,020 0,018 0,032 0,027 0,061 0,010 0,004
13 0,002 0,005 0,000 0,001 0,001 0,178 0,097 0,000 0,000 0,003 0,014 0,119 0,097 0,014 0,035 0,037 0,031
14 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,018 0,006 0,000 0,000 0,010 0,020 0,016 0,022 0,060 0,032 0,032 0,034
15 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000 0,019 0,003 0,000 0,000 0,006 0,003 0,021 0,014 0,018 0,125 0,053 0,013
16 0,000 0,000 0,000 0,001 0,000 0,044 0,006 0,000 0,000 0,004 0,023 0,034 0,014 0,012 0,066 0,019 0,129
17 0,009 0,005 0,001 0,000 0,000 0,119 0,009 0,000 0,000 0,011 0,030 0,080 0,035 0,005 0,011 0,015 0,114
83
Lampiran 4. Matriks Kebalikan Leontif Terbuka SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 TOTAL
1 1,086 0,022 0,001 0,001 0,005 0,088 0,004 0,000 0,002 0,002 0,003 0,034 0,011 0,002 0,005 0,004 0,017 1,288
2 0,103 1,218 0,005 0,004 0,020 0,431 0,015 0,000 0,010 0,011 0,003 0,127 0,054 0,006 0,017 0,013 0,010 2,047
3 4 0,057 0,083 0,003 0,005 1,007 0,002 0,001 1,037 0,008 0,014 0,060 0,121 0,010 0,025 0,001 0,000 0,002 0,003 0,004 0,004 0,016 0,002 0,032 0,063 0,015 0,016 0,002 0,003 0,010 0,013 0,011 0,006 0,105 0,008 1,343 1,405
5 0,007 0,002 0,001 0,001 1,110 0,057 0,027 0,000 0,001 0,002 0,010 0,022 0,032 0,002 0,008 0,022 0,010 1,315
6 7 0,187 0,005 0,022 0,001 0,020 0,001 0,014 0,000 0,062 0,412 1,574 0,036 0,035 1,104 0,001 0,000 0,035 0,001 0,029 0,002 0,006 0,006 0,143 0,019 0,102 0,017 0,012 0,002 0,041 0,007 0,025 0,012 0,015 0,005 2,322 1,629
8 9 0,006 0,061 0,002 0,011 0,001 0,006 0,001 0,005 0,381 0,125 0,041 0,499 0,025 0,079 1,002 0,002 0,001 1,114 0,029 0,089 0,006 0,006 0,038 0,148 0,034 0,053 0,006 0,008 0,037 0,033 0,013 0,037 0,006 0,020 1,628 2,296
10 0,013 0,004 0,002 0,001 0,593 0,102 0,111 0,001 0,003 1,170 0,013 0,070 0,033 0,005 0,016 0,032 0,011 2,180
11 12 0,073 0,051 0,013 0,046 0,022 0,003 0,006 0,007 0,098 0,026 0,589 0,264 0,073 0,023 0,044 0,001 0,031 0,006 0,017 0,024 1,006 0,010 0,172 1,141 0,062 0,046 0,012 0,025 0,046 0,051 0,048 0,070 0,026 0,020 2,338 1,814
13 14 0,052 0,010 0,018 0,003 0,005 0,001 0,005 0,001 0,067 0,016 0,379 0,075 0,132 0,015 0,001 0,001 0,009 0,002 0,015 0,016 0,022 0,026 0,195 0,041 1,142 0,036 0,024 1,068 0,066 0,048 0,063 0,044 0,054 0,051 2,250 1,452
15 0,009 0,003 0,001 0,001 0,010 0,063 0,010 0,000 0,002 0,011 0,007 0,042 0,026 0,025 1,153 0,067 0,029 1,458
16 0,020 0,005 0,002 0,002 0,017 0,141 0,017 0,001 0,004 0,012 0,031 0,075 0,036 0,019 0,088 1,035 0,155 1,660
17 0,047 0,016 0,005 0,003 0,029 0,280 0,028 0,002 0,007 0,022 0,038 0,140 0,068 0,013 0,031 0,033 1,140 1,901
84
Lampiran 5. Matriks Kebalikan Leontif Tertutup SEKTOR 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 TOTAL
1 1,090 0,022 0,002 0,001 0,007 0,101 0,006 0,000 0,003 0,003 0,004 0,039 0,014 0,002 0,007 0,005 0,020 1,326
2 0,116 1,221 0,007 0,005 0,027 0,478 0,019 0,001 0,012 0,013 0,005 0,142 0,063 0,008 0,022 0,018 0,013 2,169
3 4 0,064 0,087 0,005 0,007 1,008 0,002 0,001 1,037 0,012 0,017 0,093 0,137 0,013 0,027 0,001 0,000 0,003 0,003 0,006 0,005 0,019 0,003 0,047 0,069 0,022 0,020 0,004 0,003 0,014 0,015 0,014 0,008 0,116 0,009 1,443 1,450
5 0,010 0,002 0,001 0,001 1,112 0,068 0,029 0,001 0,002 0,003 0,010 0,027 0,035 0,003 0,010 0,024 0,012 1,349
6 7 0,230 0,007 0,029 0,002 0,024 0,001 0,017 0,001 0,081 0,446 1,715 0,046 0,046 1,113 0,001 0,000 0,043 0,001 0,037 0,003 0,009 0,007 0,183 0,023 0,128 0,020 0,017 0,002 0,054 0,009 0,034 0,014 0,022 0,006 2,672 1,701
8 9 0,009 0,084 0,003 0,016 0,001 0,009 0,001 0,007 0,454 0,149 0,060 0,603 0,032 0,092 1,003 0,002 0,002 1,127 0,036 0,101 0,007 0,008 0,049 0,181 0,043 0,070 0,008 0,011 0,046 0,043 0,018 0,046 0,009 0,027 1,781 2,576
10 0,019 0,006 0,002 0,002 0,646 0,131 0,123 0,001 0,004 1,185 0,015 0,084 0,040 0,006 0,020 0,037 0,014 2,336
11 12 0,110 0,073 0,020 0,058 0,029 0,005 0,008 0,009 0,134 0,039 0,785 0,362 0,095 0,032 0,053 0,001 0,041 0,010 0,026 0,032 1,010 0,015 0,234 1,186 0,090 0,064 0,017 0,032 0,065 0,067 0,066 0,089 0,039 0,030 2,823 2,105
13 14 0,078 0,018 0,025 0,005 0,007 0,002 0,007 0,002 0,089 0,024 0,496 0,120 0,157 0,022 0,002 0,002 0,013 0,004 0,022 0,021 0,029 0,033 0,245 0,061 1,174 0,049 0,031 1,082 0,084 0,061 0,079 0,055 0,071 0,068 2,608 1,628
15 0,013 0,004 0,001 0,001 0,014 0,087 0,012 0,000 0,002 0,013 0,009 0,053 0,032 0,028 1,166 0,074 0,036 1,547
16 0,035 0,010 0,004 0,004 0,027 0,220 0,026 0,002 0,006 0,018 0,039 0,110 0,053 0,024 0,106 1,047 0,192 1,924
17 0,103 0,033 0,010 0,008 0,065 0,573 0,058 0,004 0,016 0,044 0,070 0,275 0,135 0,026 0,065 0,068 1,256 2,808
85