ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA
OLEH APSARI DIANING BAWONO H14103060
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
ANALISIS KENAIKAN EKSPOR DI SEKTOR PERIKANAN TERHADAP PENDAPATAN SEKTOR-SEKTOR PEREKONOMIAN DAN DISTRIBUSI PENDAPATAN RUMAH TANGGA DI INDONESIA
Oleh APSARI DIANING BAWONO H14103060
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEM INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
APSARI DIANING BAWONO. Analisis Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia (di bawah bimbingan SAHARA).
Ekspor netto merupakan salah satu komponen penyusun Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia dari sisi pengeluaran. Salah satu sumberdaya nasional yang memiliki potensi yang besar sebagai komoditas ekspor adalah sumberdaya perikanan. Kondisi geografis Indonesia yang 62 persen terdiri atas lautan memberikan peluang yang besar untuk memanfaatkan sumberdaya perikanan untuk meningkatkan ekspor netto. Potensi perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, yaitu secara keseluruhan kapasitasnya mencapai 65 juta ton. Namun, hingga saat ini hanya sekitar enam juta ton atau sembilan persen dari keseluruhan potensi tersebut yang sudah dimanfaatkan. Padahal, kebutuhan ikan baik di pasar dunia maupun di pasar domestik terus meningkat. Potensi ekspor perikanan yang belum tergarap tersebut berpeluang untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan sektor-sektor perekonomian, yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan nasional. Adapun tujuan penelitian ini adalah : (1) menganalisis berapa besar dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan sektor perikanan dan pendapatan sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia, dan (2) menganalisis berapa besar dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga di Indonesia. Model yang digunakan dalam penelitian ini adalah model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE). Sumber data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel SNSE Indonesia tahun 2003 yang berupa matriks berukuran 102 x 102. Tabel tersebut kemudian diagregasi menjadi berukuran 53 x 53. Penelitian ini menggunakan alat bantu piranti lunak Microsoft Excel 2003 dan E-Views 4.1. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pengganda sektor perikanan yang terbesar adalah untuk rumah tangga pengusaha pertanian, yaitu 0.4676. Adapun untuk rumah tangga buruh pertanian hanya sebesar 0.1236, yang berarti bahwa jika pendapatan sektor perikanan meningkat sebesar satu juta rupiah, maka pendapatan rumah tangga buruh pertanian hanya akan menerima kenaikan pendapatan sebesar Rp 123 600. Pada dekomposisi pengganda diperoleh masing-masing nilai pengganda untuk pengganda transfer, open loop, dan close loop. Hasil dekomposisi pengganda transfer, menunjukkan bahwa pengganda yang terbesar adalah terhadap sektor perikanan itu sendiri, yaitu sebesar 1.0535, diikuti oleh sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan pergudangan (0.2783), sektor angkutan dan komunikasi (0.0850), sektor industri kimia, pupuk, industri dari tanah liat dan semen (0.706), sektor pertanian tanaman lainnya (0.0546), dan sektor industri makanan, minuman dan temabakau (0.0530). Selanjutnya, hasil dekomposisi pengganda open loop menunjukkan bahwa faktor produksi yang memperoleh pengaruh paling besar dari adanya injeksi di sektor
perikanan adalah tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di desa (0.0812). Adapun pengganda open loop sektor perikanan yang terbesar pada blok institusi adalah pengganda untuk institusi perusahaan (0.1657), diikuti dengan rumah tangga pengusaha pertanian (0.1456). Pada dekomposisi pengganda close loop hasil penelitian menunjukkan bahwa dari injeksi sektor perikanan yang terbesar diterima oleh sektor perikanan itu sendiri, yaitu sebesar 1.0431. Selain sektor perikanan itu sendiri, sektor industri makanan, minuman, dan tembakau memiliki nilai pengganda close loop yang paling besar dari injeksi sektor perikanan, yaitu sebesar 0.2891. Simulasi peningkatan ekspor sektor perikanan sebesar lima persen akan meningkatkan pendapatan seluruh sektor-sektor perekonomian. Pada blok faktor produksi, peningkatan pendapatan terbesar diterima oleh faktor produksi bukan tenaga kerja (Rp 644.32 milyar). Adapun pada blok institusi, peningkatan pendapatan yang terbesar diterima oleh institusi perusahaan (Rp 345.05), sedangkan institusi rumah tangga yang menerima peningkatan pendapatan yang paling besar adalah golongan rumah tangga pengusaha pertanian (Rp 313.94 milyar). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa selama ini rumah tangga miskin atau rumah tangga buruh perikanan belum menikmati distribusi pendapatan yang merata dari sektor perikanan. Berdasarkan hasil analisis di atas, maka beberapa saran yang dapat dikemukakan oleh penulis adalah : (1) ekspor netto di sektor perikanan harus terus ditingkatkan. Untuk meningkatkan ekspor netto di sektor perikanan maka produksi perikanan harus ditingkatkan dan disertai dengan mengurangi impor, baik impor barang konsumsi perikanan maupun impor input antara untuk sektor perikanan. Salah satu cara untuk mengurangi impor tersebut adalah dengan meningkatkan investasi, agar barang-barang impor tersebut dapat diproduksi di dalam negeri, dan (2) peningkatan distribusi pendapatan karena kenaikan ekspor di sektor perikanan harus lebih ditujukan kepada rumah tangga nelayan miskin. Salah satu caranya adalah dengan memperpendek saluran distribusi pemasaran produk perikanan, sehingga margin perdagangan yang tinggi bukan diterima oleh pengusaha tapi oleh nelayan. Saluran pemasaran produk perikanan dapat diperpendek apabila pemerintah menyediakan akses yang lebih mudah bagi nelayan miskin untuk memperoleh input dan untuk menjual output.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Apsari Dianing Bawono
Nomor Registrasi Pokok
: H14103060
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Sahara, SP, M.Si NIP.132 232 456
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, M.S. NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENARBENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor,
Februari 2007
Apsari Dianing Bawono H14103060
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Apsari Dianing Bawono dilahirkan pada tanggal 18 April 1985 di Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Penulis adalah anak terakhir dari dua bersaudara, dari pasangan Iskak dan Kam Giok Lien. Pendidikan dasar penulis ditempuh pada SD Masehi Temanggung, kemudian melanjutkan ke SLTP Masehi Temanggung dan lulus pada tahun 2000. Selanjutnya, penulis melanjutkan ke SMU Negeri 1 Temanggung dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun yang sama penulis diterima pada Departemen Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif pada beberapa organisasi, seperti IPB Debating Community (IDC), HIPOTESA, dan BEM-H. Penulis juga aktif menjadi asisten untuk mata kuliah Ekonomi Umum, Teori Mikroekonomi I, dan Teori Makroekonomi I. Selain itu, penulis juga aktif dalam kegiatan menulis dan debat bahasa Inggris. Beberapa prestasi yang sempat diraih oleh penulis selama menjadi mahasiswa IPB antara lain sebagai Juara III Lomba Karya Tulis HIPOTEX-R, finalis Lomba Karya Tulis Mahasiswa (LKTM) bidang Sosial tingkat IPB, peserta Indonesia Sampoerna Best Student 2006, dan sebagai perwakilan IPB dalam lomba debat Bahasa Inggris The 9th Indonesian Varsities English Debate (IVED), The 10th IVED, PIMNAS XVIII, dan PIMNAS XIX. Pada tahun 2006, penulis terpilih menjadi Juara 2 Mahasiswa Berprestasi IPB. Pada tahun yang sama, penulis juga terpilih untuk mewakili Indonesia dalam The 6th International Student Summit on Food, Agriculture, and Environment in The New Century, yang diadakan oleh Tokyo University of Agriculture di Tokyo, Jepang. Penulis juga mendapatkan beasiswa dari Yayasan Goodwill International mulai dari semester lima hingga tamat.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan ke hadirat Tuhan YME atas segala berkat dan pertolongan-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Skripsi ini mengambil judul “Analisis Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Sektor-sektor Perekonomian dan Distribusi Pendapatan Rumah Tangga di Indonesia”. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarnya dan setulusnya kepada Sahara, SP, M.Si yang telah memberikan bimbingan dalam penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. Ucapan terima kasih juga penulis ucapkan kepada Rina Oktaviani, Ph.D yang telah menguji hasil karya skripsi ini. Tak lupa penulis mengucapkan terima kasih kepada Tanti Novianti, SP, M.Si selaku penguji dari Komisi Pendidikan atas saran dan kritikannya terhadap skripsi ini. Penulis juga mengucapkan banyak terima kasih kepada rekan-rekan angkatan 40 Departemen Ilmu Ekonomi yang telah memberikan saran dan kritik pada saat seminar hasil penelitian skripsi ini. Saran dan kritikan tersebut telah membantu penulis untuk menghasilkan karya yang lebih baik. Akhirnya, penulis mengucapkan terima kasih kepada keluarga penulis, yaitu Bapak Iskak dan Ibu Kam Giok Lien serta kakak Aditya Sumirat dan kakak ipar Ida Agustine atas doa dan motivasi yang diberikan selama penulis menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan terima kasih kepada Hari Wijaya Haes yang telah menemani penulis melalui telepon selama proses pengetikan skripsi ini. Semoga karya ini dapat bermanfaat bagi penulis dan pihak lain yang membutuhkan.
Bogor, Februari 2007
Apsari Dianing Bawono H14103060
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xii DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xiii I. PENDAHULUAN ................................................................................................. 1 1.1 Latar Belakang.................................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah .......................................................................................... 6 1.3 Tujuan Penelitian .............................................................................................. 10 1.4 Manfaat Penelitian ............................................................................................ 10 1.5 Ruang Lingkup Penelitian ................................................................................ 11 II. TINJAUAN PUSTAKA ....................................................................................... 12 2.1 Peranan Ekspor dalam Pertumbuhan Ekonomi ................................................ 12 2.2 Konsep Pengganda (Multiplier)........................................................................ 16 2.3 Distribusi Pendapatan dalam Pembangunan Ekonomi ..................................... 18 2.4 Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE)................................................ 19 2.5 Kerangka Konseptual SNSE............................................................................. 20 2.6 Penelitian Terdahulu ......................................................................................... 23 2.7 Kerangka Pemikiran ......................................................................................... 27 III. METODOLOGI PENELITIAN ........................................................................ 30 3.1 Jenis dan Sumber Data...................................................................................... 30 3.2 Metode Analisis ................................................................................................ 30 3.3 Analisis Pengganda (Multiplier)....................................................................... 30 3.3.1 Pengganda Transfer ................................................................................. 32 3.3.2 Pengganda Open Loop ............................................................................ 33 3.3.3 Pengganda Close Loop............................................................................. 34 3.4 Neraca Endogen dan Eksogen dalam SNSE..................................................... 35 3.5 Analisis Simulasi Kenaikan Ekspor Sektor Perikanan ..................................... 39 3.6 Langkah-langkah Pengolahan Data .................................................................. 39
IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN................................................................ 41 4.1 Potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia ....................................................... 41 4.2 Produksi Sektor Perikanan Indonesia .............................................................. 44 4.3 Ekspor Hasil Perikanan Indonesia ................................................................... 46 4.4 Investasi di Sektor Perikanan di Indonesia ...................................................... 48 4.5 Rumah Tangga Perikanan di Indonesia ........................................................... 49 4.6 Saluran Pemasaran Komoditi Perikanan .......................................................... 50 V. HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................ 52 5.1 Input Antara dalam Kegiatan Produksi Sektor Perikanan ................................ 52 5.2 Keterkaitan Langsung Sektor Perikanan dengan Sektor-Sektor Perekonomian Lainnya ............................................................................................................. 54 5.1 Pengganda Total Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Rumah Tangga ....... 49 5.2 Dekomposisi Pengganda Sektor Perikanan ...................................................... 53 5.2.1 Pengganda Transfer Sektor Perikanan .................................................... 53 5.2.2 Pengganda Open Loop Sektor Perikanan ................................................ 54 5.2.3 Pengganda Close Loop Sektor Perikanan ............................................... 57 5.3 Dampak Peningkatan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Distribusi Pendapatan ........................................................................................................ 59 5.3.1 Perubahan Pendapatan Faktor Produksi ................................................. 60 5.3.2 Perubahan Pendapatan Institusi .............................................................. 62 5.3.3 Perubahan Pendapatan Sektor Produksi ................................................. 65 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan ....................................................................................................... 68 6.2 Saran ................................................................................................................ 69 DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 70
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1 Produk Domestik Bruto Indonesia dari Sisi Pengeluaran Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001-2005 (Rp. Milyar)................ 2 1.2 Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap Pembentukan PDB di Indonesia Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2000 – 2005 (Rp. Milyar).............. 5 1.3 Beberapa Komoditas Ekspor Indonesia, Tahun 2001 - 2005 (juta US $)......... 7 2.1 Kerangka Dasar SNSE...................................................................................... 18 4.1 Potensi Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut Indonesia (ribu ton) ........ 39 4.2 Lahan Potensial untuk Budidaya Tambak dan Marikultur di 26 Provinsi di Indonesia (ha), Tahun 2002 .............................................................................. 40 4.3 Produksi Perikanan Indonesia Menurut Sub Sektor Perikanan (ribu ton), Tahun 2000-2005.............................................................................................. 42 4.4 Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut Menurut Jenis (unit), 2003-2004.......... 43 4.5 Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditi, Berat, dan Nilai, Tahun 2002-2004.............................................................................................. 45 4.6 PMA dan PMDN Sub Sektor Perikanan, 2004-2005 ....................................... 46 4.7 Jumlah Rumah Tangga Perikanan di Indonesia Menurut Sub Sektor Perikanan, 2003-2004 ....................................................................................... 47 5.1 Pengganda Sektor Produksi terhadap Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Pengganda SNSE Indonesia Tahun 2003 .................................... 52 5.2 Pengganda Transfer Sektor Perikanan terhadap Blok Kegiatan Produksi........ 54
5.3 Pengganda Open Loop Sektor Perikanan terhadap Tenaga Kerja pada Blok Faktor Produksi................................................................................................. 55 5.4 Pengganda Open Loop Sektor Perikanan terhadap Blok Institusi .................... 56 5.5 Pengganda Close Loop Sektor Perikanan pada Blok Kegiatan Produksi ......... 58 5.6 Pengaruh Peningkatan Ekspor Sektor Perikanan terhadap Faktor Produksi di Indonesia (Rp. Milyar).................................................................................. 61 5.7 Pengaruh Peningkatan Ekspor Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Institusi di Indonesi (Rp. Milyar) ..................................................................... 63 5.8 Pengaruh Peningkatan Ekspor Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Sektor Produksi di Indonesia (Rp. Milyar)....................................................... 66
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1 Ekspor Netto Sektor Ikan Segar dan Udang Indonesia, Tahun 2001 – 2005 (juta US$).......................................................................................................... 4 2.1 Pembentukan Pendapatan Nasional Dengan Pendekatan Pengeluaran ............ 12 2.2 Kurva Teori Vent For Surplus .......................................................................... 13 2.3 Bagan Kerangka Pemikiran .............................................................................. 26 3.1 Alur Penelitian .................................................................................................. 37 4.1 Saluran Pemasaran Komoditi Perikanan Kecamatan Cisaat, Sukabumi .......... 48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Klasifikasi Sektor dalam SNSE Indonesia Tahun 2003 yang Telah Diagregasi ................................................................................................... 74 2. Tabel SNSE Indonesia Tahun 2003 yang Telah Diagregasi....................... 76 3. Pengganda Total SNSE Indonesia Tahun 2003.......................................... 79 4. Pengganda Transfer .................................................................................... 82 5. Pengganda Open Loop ................................................................................ 85 6. Pengganda Close Loop................................................................................ 88 7. Hasil Simulasi Kenaikan Ekspor Perikanan Sebesar Lima Persen............. 91
1
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Perkembangan perekonomian internasional dewasa ini menunjukkan bahwa arus perdagangan antar negara-negara di dunia semakin meningkat. Negara-negara yang menganut sistem perekonomian terbuka mengandalkan perdagangan luar negeri sebagai sumber pertumbuhan ekonomi mereka.
Hal ini disebabkan karena
perdagangan luar negeri mampu menghasilkan pendapatan nasional yang bersumber dari penciptaan lapangan pekerjaan, penerimaan devisa, dan lain sebagainya. Bagian dari perdagangan luar negeri yang mampu menghasilkan pendapatan tersebut adalah ekspor (Jhingan, 2000). Komponen ekspor memberikan kontribusi yang cukup besar dalam pembentukan pendapatan nasional Indonesia dari sisi pengeluaran. Berdasarkan Tabel 1.1, terlihat bahwa ekspor Indonesia secara umum mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Pada tahun 2001, ekspor Indonesia adalah sebesar Rp 573 164 milyar atau 39.39 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Jumlah tersebut menurun menjadi Rp 566 188 atau 37.62 persen dari PDB pada tahun 2002, namun meningkat kembali pada tahun-tahun selanjutnya, hingga menjadi Rp 739 007 atau 42.24 persen dari PDB Indonesia pada tahun 2005. Meski demikian, nilai impor barang dan jasa pada tahun 2003 hingga 2005 cenderung meningkat, sehingga ekspor netto Indonesia pada tahun 2003 hingga 2005 mengalami penurunan. Pada tahun 2001, 2002, dan 2003, kontribusi ekspor netto dalam pembentukan PDB Indonesia meningkat,berturut-turut dari 9.17 persen
2
menjadi 9.56 persen dan 10.82 persen dari total PDB Indonesia. Namun pada periode tahun 2004 dan 2005, kontribusi ekspor netto dalam pembentukan PDB Indonesia menurun menjadi 8.18 persen dan 7.24 persen dari total PDB Indonesia (Tabel 1.1). Tabel 1.1 Produk Domestik Bruto Indonesia dari Sisi Pengeluaran Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2001-2005 (Rp. Milyar)a\ Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga Konsumsi Pemerintah Investasi Tetap Bruto Perubahan Stok dan Diskrepansi Statistik Ekspor Barang dan Jasa Impor Barang dan Jasa Ekspor Netto Produk Domestik Bruto
2001 886736 (61.56) 97646 (6.78) 293793 (20.40) 30080 (2.09) 573164 (39.79) 441012 (30.62) 132152 (9.17) 1440406
2002 920749 (61.17) 110334 (7.33) 307585 (20.43) 22632 (1.50) 566188 (37.62) 422271 (28.05) 143917 (9.56) 1505216
2003 956593 (60.65) 121404 (7.70) 309431 (19.62) 19101 (1.21) 599516 (38.01) 428875 (27.19) 170641 (10.82) 1577171
2004* 1004110 (60.60) 126249 (7.62) 354561 (21.40) 36404 (2.20) 680466 (41.07) 544963 (32.89) 135503 (8.18) 1656827
2005* 1043805 (59.66) 136425 (7.80) 389757 (22.28) 52807 (3.02) 739007 (42.24) 612254 (35.00) 126753 (7.24) 1749547
Keterangan : * = Angka sementara a\ = Angka dalam kurung menyatakan persen dari PDB Sumber : BPS dalam Bank Dunia (2006) Kontribusi ekspor netto dalam pembentukan pendapatan nasional tersebut mendorong Indonesia untuk berusaha meningkatkan ekspor dan mengurangi impor agar dapat mendorong pertumbuhan ekonomi dalam negeri. Kemampuan mengekspor suatu negara dipengaruhi oleh sumber daya yang dimiliki oleh negara tersebut. Sumber daya tersebut dapat berupa sumber daya alam, sumber daya manusia, ataupun sumber daya modal (Lipsey, 1995). Ekspor Indonesia saat ini lebih bertumpu kepada sumber daya alam atau ekspor komoditi primer. Hal itu tidak lepas dari besarnya kekayaan alam yang dimiliki Indonesia.
3
Salah satu kekayaan alam terbesar Indonesia adalah sumber daya perikanan. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (2004), Negara Indonesia terdiri lebih dari tujuh belas ribu pulau dengan luas perairan laut sekitar 3.1 juta kilometer persegi dan panjang garis pantai mencapai 81 ribu kilometer, sedangkan luas daratan hanya sebesar 1.9 juta kilometer persegi. Hal ini berarti bahwa 62 persen wilayah Indonesia terdiri atas lautan, sehingga Indonesia menyimpan potensi sumber daya perikanan yang besar. Potensi sumber daya perikanan yang besar tersebut tidak hanya dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik, tetapi dapat juga dimanfaatkan untuk ekspor ke negara lain. Sektor perikanan merupakan sektor yang memberikan kontribusi ekspor netto yang cukup besar bagi perokonomian Indonesia. Pada tahun 2001 sampai 2005, ekspor netto sektor perikanan setiap tahunnya rata-rata sebesar US$ 1404.76 juta (Biro Pusat Statistik, 2006). Jumlah ekspor komoditi perikanan pada tahun 2001 sampai 2005 rata-rata sebesar US$ 1444.6 juta, sedangkan rata-rata impor komoditi perikanan pada periode tersebut hanya sebesar US$ 39.84 juta (Gambar 1.1). Berdasarkan Gambar 1.1, terlihat bahwa ekspor komoditi ikan segar dan udang Indonesia memiliki kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2001, ekspor ikan segar dan udang mencapai 1425 juta dollar, selanjutnya pada tahun 2002 turun 2.59 persen menjadi 1388 juta dollar. Penurunan ini diduga disebabkan karena pasar Eropa yang memperketat impor produk hewani terkait dengan timbulnya penyakit Sindrom Pernapasan Akut atau SARS (Severe Acut Respiratory Syndrom) di kawasan Asia dan menguatnya isu Ecolabelling di Eropa dan Amerika (Vitner, 2004). Selain itu, berdasarkan data pada Gambar 1.1 juga terlihat bahwa ekspor ikan segar dan
4
udang Indonesia secara keseluruhan mengalami penurunan pada tahun 2002. Namun, ekspor ikan segar dan udang Indoneseia meningkat kembali pada tahun 2003, 2004, dan 2005, berturut-turut 3.24 persen atau menjadi 1433 juta dollar, 1.74 persen atau menjadi 1458 juta dollar, dan 4.18 persen atau menjadi 1519 juta dollar. Komoditas sektor perikanan memang menjadi salah satu komoditas ekspor Indonesia yang cukup diunggulkan dan berpotensi untuk terus ditingkatkan nilai ekspor nettonya.
2005
Tahun
2004
2003
2002
2001 0
100
200
300
400
500
600
700
800
900 1000 1100 1200 1300 1400 1500 1600
Juta US$ Nilai Ekspor
Nilai Impor
Gambar 1.1 Ekspor Netto Sektor Ikan Segar dan Udang Indonesia, Tahun 2001 – 2005 (juta US$) Sumber : BPS dalam Bank Dunia, 2006 Menurut Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), potensi sumberdaya ikan laut Indonesia diperkirakan sebesar 6.26 juta ton per tahun, terdiri dari jenis ikan pelagis besar sebanyak 1.05 juta ton, pelagis kecil 3.24 juta ton, demersal 1.79 juta ton, udang 0.08 juta ton, cumi-cumi 0.03 juta ton, dan ikan karang 0.08 juta ton. Besarnya produksi ikan tersebut menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara
5
produsen ikan laut untuk konsumsi dunia yang terbesar. Indonesia menduduki peringkat ke-6 dunia dalam menghasilkan ikan (FAO, 2002). Potensi
sumber
daya
perikanan
tersebut
dapat
dimanfaatkan
dan
dikembangkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan mendorong pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini terkait dengan peranan sektor perikanan sebagai sumber mata pencaharian bagi sebagian masyarakat Indonesia. Pada kurun waktu tahun 2001 hingga 2003 jumlah nelayan di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2001 jumlah nelayan di Indonesia adalah sebanyak 3.2 juta orang, kemudian pada tahun 2003 telah meningkat menjadi 3.5 juta orang (Ditjen Perikanan Tangkap, 2004). Artinya, pada kurun waktu tersebut terjadi kenaikan jumlah nelayan sebesar rata-rata 2.86 persen per tahun. Selain kontribusinya sebagai komoditas ekspor, sektor perikanan juga berperan
dalam pembentukan pendapatan nasional yang dapat dilihat dari indikator Produk Domestik Bruto (PDB). Berdasarkan Tabel 1.2, PDB subsektor perikanan terus mengalami peningkatan, di mana PDB subsektor perikanan pada tahun 2000 hanya sebesar Rp. 30.9 milyar, kemudian pada tahun 2001 meningkat menjadi Rp. 32.4 milyar, dan pada tahun 2005 telah mencapai Rp. 38.6 milyar. Kontribusi subsektor pertanian terhadap PDB sektor pertanian di Indonesia pada tahun 2000 hingga 2005 juga mengalami peningkatan, dimana pada tahun 2000 kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB sektor pertanian hanya sebesar 14.27 persen dan kemudian meningkat menjadi 15.19 persen pada tahun 2005. Dalam kurun waktu tersebut, kontribusi subsektor perikanan terhadap PDB sektor pertanian rata-rata adalah sebesar 14.57
6
persen, sedangkan kontribusi subsektor perikanan terhadap total PDB Indonesia ratarata sebesar 2.22 persen (Tabel 1.2). Tabel 1.2 Kontribusi Subsektor Perikanan Terhadap Pembentukan PDB di Indonesia Berdasarkan Harga Konstan 2000, Tahun 2000 – 2005 (Rp. Milyar) PDB Total Indonesia Sektor Pertanian Subsektor Perikanan - Persentase terhadap PDB sektor pertanian - Persentase terhadap PDB Indonesia
2000 1389770 216831 30945
2001 1442985 225686 32441
2002 1505216 231614 33003
2003 1577171 240387 34668
2004 1656826 248223 37057
2005* 1749547 254391 38641
14.27
14.37
14.25
14.42
14.93
15.19
2.23
2.25
2.19
2.20
2.24
2.21
Keterangan : * = angka sementara Sumber : BPS dalam Bank Dunia (2006)
Berdasarkan deskripsi di atas, terlihat bahwa sektor perikanan memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan ekspor netto Indonesia dan mampu memberikan kontribusi yang besar terhadap perekonomian nasional. Kenyataan tersebut mengindikasikan bahwa sektor ini perlu untuk terus dikembangkan. Untuk itu diperlukan pemanfaatan potensi sumberdaya perikanan yang ada di seluruh wilayah Indonesia untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
1.2 Perumusan Masalah Saat ini Indonesia menduduki posisi ke-10 dalam jajaran eksportir produk perikanan dunia, yaitu setelah Thailand, Norwegia, AS, China, Denmark, Kanada, Taiwan, Chili dan Rusia (World Wide Fund, 2006). Padahal, potensi perikanan Indonesia adalah yang terbesar di dunia, yaitu secara keseluruhan kapasitasnya mencapai 65 juta ton, yang terdiri dari 7.3 juta ton pada sektor perikanan tangkap dan 57.7 juta ton pada sektor perikanan budidaya (Dahuri, 2004). Namun hingga saat ini
7
hanya sekitar enam juta ton dari keseluruhan potensi tersebut yang sudah dimanfaatkan atau sekitar sembilan persen dari keseluruhan potensi yang ada. Ekspor hasil perikanan Indonesia dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan, baik dari segi volume maupun nilai ekspor (Dahuri, 2004). Namun, kontribusi ekspor sektor perikanan terhadap total ekspor Indonesia masih relatif kecil. Menurut Windria (2005), kontribusi ekspor perikanan dalam ekspor non-migas baru sekitar 2.8 persen, meskipun potensi totalnya dapat mencapai US$ 82 milyar per tahun. Bahkan jika dilihat dari total ekspor Indonesia, kontribusi ekspor perikanan justru mengalami penurunan dari tahun ke tahun (Tabel 1.3). Tabel 1.3 Beberapa Komoditas Ekspor Indonesia, Tahun 2001 - 2005 (juta US $)a\ Komoditas Minyak Elektronika dan Komputer Gas Garmen Batu bara Bahan Kimia Kertas dan Pulp Karet Ikan segar dan udang Alas kaki Produk Makanan Lain-lain Total
2001 6904 (14.00) 7701 (15.61) 5732 (11.62) 4531 (9.18) 1625 (3.29) 2573 (5.22) 2573 (5.22) 808 (1.64) 1425 (2.89) 1506 (3.05) 663 (1.34) 13290 (26.94) 49331 (100.00)
2002 6535 (12.93) 7972 (15.77) 5578 (11.03) 3945 (7.80) 1771 (3.50) 2709 (5.36) 2784 (5.51) 1059 (2.09) 1388 (2.75) 1148 (2.27) 647 (1.28) 15015 (29.70) 50551 (100.00)
2003 7175 (13.20) 7657 (14.09) 6477 (11.92) 4105 (7.75) 2010 (3.70) 3057 (5.62) 2762 (5.08) 1520 (2.80) 1433 (2.64) 1182 (2.17) 697 (1.28) 16284 (29.96) 54359 (100.00)
Keterangan : a\ = angka dalam kurung menyatakan persen dari total Sumber : BPS dalam Bank Dunia (2006)
2004 7896 (12.34) 9001 (14.07) 7750 (12.12) 4454 (6.96) 2758 (4.31) 3854 (6.03) 2773 (4.34) 2213 (3.46) 1458 (2.28) 1320 (2.06) 934 (1.46) 19553 (30.57) 63964 (100.00)
2005 10078 (13.05) 10010 (12.97) 9154 (11.86) 5106 (6.61) 4354 (5.64) 4151 (5.38) 3212 (4.16) 2614 (3.39) 1519 (1.97) 1429 (1.85) 1059 (1.37) 24519 (31.76) 77205 (100.00)
8
Berdasarkan data pada Tabel 1.3, pada tahun 2001, kontribusi ekspor perikanan terhadap total ekspor masih sebesar 2.89 persen, menurun menjadi 2.75 persen pada tahun 2002. Pada tahun 2003, 2004, dan 2005, angka tersebut terus turun, menjadi berturut-turut 2.64 persen, 2.28 persen, dan 1.97 persen. Secara rata-rata, dari tahun 2001 hingga 2005, kontribusi ekspor sektor perikanan
Indonesia baru
mencapai 2.5 persen dari total ekspor. Jumlah ini masih relatif kecil, dibandingkan dengan potensi perikanan Indonesia yang sangat besar. Hal ini berarti bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan untuk meningkatkan ekspor netto Indonesia masih belum optimal. Melihat kondisi tersebut, tentunya ekspor sektor perikanan perlu untuk terus ditingkatkan. Menurut prediksi Food Agriculture Organization (FAO, 2005), tren permintaan ikan dunia akan terus meningkat dari tahun ke tahun dan hingga tahun 2010 diprediksikan bahwa konsumen dunia masih kekurangan pasokan ikan sebesar dua juta ton per tahun. Peningkatan permintaan ikan dunia memberikan peluang yang besar bagi Indonesia untuk meningkatkan ekspor subsektor perikanan. Nilai perdagangan ikan dunia diperkirakan sebesar US$ 100 milyar per tahun, dari jumlah tersebut pangsa pasar Indonesia baru sekitar 3.5 persen (Windria, 2005). Pangsa pasar tersebut dapat dikatakan masih relatif kecil jika dibandingkan dengan potensi yang ada. Hal ini menunjukkan bahwa terdapat potensi ekspor yang besar untuk sektor perikanan Indonesia, namun peluang tersebut belum digarap secara optimal. Apabila peluang tersebut telah dimanfaatkan dengan optimal, maka sektor perikanan berpeluang untuk mendorong peningkatan ekspor netto Indonesia, sehingga dapat meningkatkan pendapatan nasional.
9
Potensi ekspor perikanan yang belum tergarap tersebut berpeluang untuk dapat meningkatkan pendapatan masyarakat dan pendapatan nasional apabila dimanfaatkan secara optimal. Kenaikan ekspor di sektor perikanan diharapkan akan berpengaruh pada meningkatnya pendapatan masyarakat nelayan. Masyarakat nelayan di Indonesia saat ini masih termasuk kelompok masyarakat yang berpenghasilan rendah. Tujuh puluh persen dari 3.5 juta penduduk Indonesia yang berprofesi sebagai nelayan masih berada di bawah garis kemiskinan (Departemen Kelautan dan Perikanan, 2004). Masih rendahnya penghasilan yang diperoleh oleh masyarakat nelayan Indonesia disebabkan karena keterbatasan kurangnya fasilitas bagi nelayan, baik untuk memperoleh input produksi maupun untuk menjual hasil produksinya. Salah satu contohnya adalah belum tersedianya fasilitas penjualan bahan bakar di wilayah pantai, sehingga nelayan seringkali harus membeli bahan bakar untuk kapal dengan harga yang jauh lebih tinggi dari yang seharusnya. Hal tersebut mengakibatkan naiknya biaya melaut dan berkurangnya keuntungan. Selain itu, rumah tangga miskin cenderung tidak memiliki modal untuk meningkatkan usahanya. Di sisi lain, mereka kesulitan untuk mengajukan kredit mikro di institusi formal karena tidak memiliki agunan atau tidak dapat memenuhi syarat-syarat dan prosedur pengajuan kredit. Akibatnya, tidak jarang para nelayan miskin tersebut terjerat hutang kepada tengkulak atau rentenir. Dengan ketergantungan tersebut, hasil tangkapan yang mereka peroleh langsung diserahkan kepada tengkulak sehingga nelayan miskin tidak dapat memperoleh keuntungan yang besar dari penjualan hasil tangkapan mereka.
10
Berdasarkan uraian yang telah dipaparkan di atas, maka beberapa pertanyaan dalam penelitian ini yaitu : 1. Berapa besar dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan sektor perikanan dan sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia ? 2. Berapa besar dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga di Indonesia ?
1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Menganalisis besarnya dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan sektor perikanan dan pendapatan sektor-sektor perekonomian lainnya di Indonesia. 2. Menganalisis besarnya dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga di Indonesia.
1.4 Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pengambil kebijakan, khususnya di sektor perikanan, sebagai acuan dalam merumuskan kebijakan pembangunan sektor perikanan dan kebijakan dalam distribusi pendapatan. Selain itu diharapkan
penelitian
ini
dapat
berguna
bagi
pemerintah
untuk
dapat
memformulasikan kebijakan makroekonomi yang dapat membantu mengatasi masalah kesenjangan pendapatan dan kemiskinan di Indonesia.
11
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini akan membahas dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap sektor-sektor perekonomian lainnya dan distribusi pendapatan rumah tangga di Indonesia, dengan menggunakan Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) tahun 2003. Analisis pengaruh kenaikan ekspor di sektor perikanan dilakukan pada tiga blok dalam perekonomian sesuai dengan klasifikasi dalam SNSE. Ketiga blok tersebut, yaitu blok faktor produksi, blok institusi, dan blok kegiatan produksi.
12
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Peranan Ekspor dalam Pertumbuhan Ekonomi Negara berkembang umumnya memiliki pasar domestik yang kecil karena rendahnya pendapatan per kapita dan daya beli (Jhingan, 2000). Pasar domestik yang kecil ini tidak mampu menyerap seluruh output yang ada. Oleh sebab itu, perdagangan internasional dapat memberi manfaat untuk memperluas pasar. Dalam perdagangan internasional terdapat dua aktivitas, yaitu ekspor dan impor. Ekspor adalah kegiatan penjualan output domestik ke luar negeri, sedangkan impor adalah kegiatan mendatangkan atau membeli output dari negara lain untuk konsumsi domestik. Berdasarkan persamaan Keynes, kenaikan ekspor akan berpengaruh pada meningkatnya jumlah output atau pendapatan nasional, dan dengan demikian juga meningkatkan pertumbuhan ekonomi (Mankiw, 2000). Persamaan tersebut adalah sebagai berikut : Y = AE = C + I + G + NX di mana Y merupakan jumlah output, C adalah jumlah konsumsi, I adalah jumlah investasi, G adalah jumlah pengeluaran pemerintah, serta NX adalah ekspor netto atau nilai ekspor dikurangi dengan nilai impor. Oleh sebab itu, ekspor sering dikatakan sebagai motor penggerak pertumbuhan ekonomi atau engine of growth. Secara grafis, peranan ekspor netto dalam pembentukan pendapatan nasional dapat digambarkan pada Gambar 2.1.
13
Pengeluaran Agregat (AE)
Y = AE AE2 = C+I+G+NX2 AE1 = C+I+G+NX1 AE3 = C+I+G+NX3
ΔNX(∆EX>∆IM)
ΔNX(∆EX<∆IM)
Pendapatan Nasional Riil (Y)
45˚ Tingkat harga (P)
Y3
Y1
Y2 AS
P2 P1
AD2
P3 AD1 AD3 Y3
Y1
Y2
Pendapatan Nasional Riil (Y)
Gambar 2.1 Pembentukan Pendapatan Nasional Dengan Pendekatan Pengeluaran Sumber : Mankiw, 2000 Apabila ekspor meningkat lebih besar dari kenaikan impor, maka ekspor netto akan meningkat. Kenaikan ekspor netto selain akan menggeser Agregate Expenditure (AE) ke atas, juga akan mendorong naiknya permintaan agregat (Agregate Demand/AD), sehingga dengan naiknya permintaan agregat maka harga akan terdorong naik. Di sisi pendapatan nasional, pendapatan nasional (Y) akan mengalami peningkatan (expansionary) dari Y1 menjadi Y2.
14
Namun, jika peningkatan ekspor disertai dengan peningkatan impor yang lebih besar dari peningkatan ekspornya, maka pendapatan nasional justru akan turun menjadi lebih kecil dari kondisi semula. Jika peningkatan impor lebih besar, ekspor netto akan menjadi negatif sehingga kurva AE akan bergeser ke bawah, dari AE1 menjadi AE3. Pada keseimbangan di pasar barang, permintaan agregat akan turun. Pendapatan nasional juga akan turun menjadi Y3. Dengan demikian, maka untuk mendorong pertumbuhan ekonomi, selain dengan cara meningkatkan ekspor juga dengan mengurangi impor pada saat yang bersamaan. Salvatore (1997) menyatakan bahwa ekspor dapat mendorong pertumbuhan ekonomi karena delapan alasan, yaitu : 1.
Ekspor akan memperluas pasar industri dalam negeri sehingga terjadi skala ekonomis dan skala efisiensi. Efek efisiensi tersebut akan diteruskan ke sektor lain, yang akhirnya akan meningkatkan produktivitas seluruh perekonomian.
2.
Berdasarkan teori keunggulan komparatif, sebuah negara seharusnya berspesialisasi pada komoditi yang biaya produksinya relatif lebih murah untuk kemudian diekspor ke negara lain. Perdagangan akan menurunkan biaya untuk mengadakan komoditas yang dibutuhkan.
3.
Berdasarkan teori vent for surplus, suatu negara dapat memproduksi komoditi yang sebenarnya tidak diinginkan di dalam negeri untuk kemudian diekspor. Komoditi tersebut diproduksi dengan menggunakan kapasitas produksi yang sebelumnya tidak terpakai akibat persedian (supply) yang berlebihan. Secara skematis, teori vent for surplus dapat dijelaskan melalui gambar di bawah ini :
15
4. produk manufaktur Impor
Y’
Y
C
V
B Harga Relatif (Pa/Pm) KKP
0
X
X’
Ekspor produk primer
Gambar 2.2 Kurva Teori Vent For Surplus Sumber : Salvatore, 1997 Pada gambar di atas terlihat bahwa sebelum terjadi perdagangan internasional, produksi dan konsumsi berada pada titik V. Setelah terjadi perdagangan internasional, produk barang-barang primer bergeser dari titik V ke titik B. Pada rasio harga internasional Pa/Pm, produk primer sebesar XX’ dapat diekspor untuk mengimpor barang-barang industri sebesar YY’. Sehingga sesudah terjadi perdagangan internasional, konsumsi di negara tersebut akan berada di titik C dan jumlah produk promer yang dikonsumsi tidak berubah, yaitu sebesar 0X dengan jumlah produk industri yang tersedia bertambah sebanyak YY’. 4.
Perdagangan internasional mendorong investasi yang kemudian akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Investasi cenderung mengarah ke alokasi sumber daya yang efisien. Namun, apabila ditetapkan proteksi, maka harga dalam negeri akan meningkat sehingga sumber daya akan mengalir secara tidak efisien ke komoditi yang diproteksi.
16
5.
Ekspor akan mendorong masuknya perusahaan multinasional yang memiliki sumber daya modal yang besar. Hal ini akan mendorong peningkatan investasi dalam negeri.
6.
Melalui perdagangan internasional, suatu negara dapat menukarkan komoditi yang kurang potensial dengan komoditi yang lebih potensial. Misalnya saja komoditi primer dengan komoditi modal seperti mesin, dan sebagainya.
7.
Perdagangan internasional akan mendorong aliran transfer teknologi dan pengetahuan dari negara yang lebih maju ke negara yang sedang berkembang.
8.
Perdagangan internasional akan menciptakan persaingan yang sehat dan anti monopoli. Persaingan akan mendorong industri dalam negeri untuk berproduksi secara lebih efisien agar mampu berkompetisi dengan industri luar negeri.
2.2 Konsep Pengganda (Multiplier) Perubahan salah satu komponen autonomus dari pengeluaran agregat akan menyebabkan terjadinya perubahan pendapatan nasional dengan jumlah yang lebih besar. Rasio perubahan dalam pendapatan nasional terhadap perubahan awal dari pengeluaran agregat autonomus ini disebut dengan pengganda atau multiplier (Lipsey, 1995). Besarnya pengganda ditentukan oleh kemiringan atau kecenderungan pengeluaran marjinal (Marjinal Propensity to Spend/MPS) dari kurva AE. Semakin curam kurva AE, maka MPS akan semakin tinggi, dengan demikian, pengganda pendapatannya juga akan semakin besar. Demikian juga sebaliknya, apabila kurva AE memiliki kemiringan yang relatif lebih landai, maka MPS dan penggandanya
17
akan lebih kecil. Analisis secara
grafis dari
konsep pengganda disajikan pada
Gambar 2.3. Pengeluaran Agregat (AE)
AE=Y AE2
∆AE
AE1
∆N ∆Y 45
o
Y2
Y1
Pendapatan Nasional Riil (Y)
Gambar 2.3 Analisis Grafis Konsep Pengganda Sumber : Lipsey (1995) Pada umumnya, pengganda diberi simbol K. Secara matematis, perhitungan pengganda dapat dirumuskan (Lipsey, 1995) :
K=
ΔY ΔY = ΔAE ΔY − ΔN
Jika kedua ruas dibagi dengan ΔY, maka :
K=
ΔY / ΔY 1 1 = = ΔY / ΔY − ΔN / ΔY 1 − ΔN / ΔY 1 − MPSpend
dimana
∆Y = Perubahan pendapatan nasional ∆AE = Perubahan komponen autonomus pengeluaran agregat ΔN = Peningkatan awal dari pendapatan ∆N/∆Y = MPSpend = Kemiringan kurva AE
18
2.3 Distribusi Pendapatan dalam Pembangunan Ekonomi Selain memerlukan Produk Nasional Bruto (PNB) yang tinggi, pembangunan ekonomi juga menuntut dukungan pertumbuhan ekonomi yang cepat. Menurut Jhingan (2000), masalah dalam pertumbuhan PNB bukan hanya tentang bagaimana menumbuhkan PNB, tapi juga siapa yang menumbuhkan PNB. Jika pertumbuhan PNB digerakkan oleh orang-orang kaya yang persentasenya kecil dari jumlah keseluruhan penduduk, maka pertumbuhan ekonomi hanya akan dinikmati oleh mereka saja dan akan menimbulkan masalah ketimpangan pendapatan. Pembangunan ekonomi yang diharapkan adalah pertumbuhan yang bersumber dari orang banyak, sehingga pertumbuhan ekonomi akan terbagi secara lebih merata. Banyak negara berkembang yang ternyata pertumbuhan ekonominya kurang memberi manfaat dalam meningkatkan kesejahteraan rakyat karena pertumbuhan ekonomi tidak diimbangi dengan distribusi pendapatan yang merata. Dengan kata lain, hanya orang-orang berpendapatan tinggi saja yang menikmati hasil dari pertumbuhan ekonomi. Para ekonom umumnya membedakan dua ukuran pokok distribusi pendapatan, yaitu ukuran distribusi ukuran pendapatan dan distribusi fungsional atau distribusi kepemilikan faktor-faktor produksi (Todaro, 2003). Distribusi ukuran pendapatan menghitung secara langsung jumlah penghasilan oleh setiap individu atau rumah tangga. Distribusi fungsional lebih memfokuskan pada bagian dari pendapatan nasional total yang diterima oleh masing-masing faktor produksi. Teori distribusi fungsional pada dasarnya mempersoalkan persentase penghasilan tenaga kerja secara
19
keseluruhan, bukan sebagai unit-unit usaha atau faktor-faktor yang terpisah secara individual.
2.4 Model Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) Sistem Neraca Sosial Ekonomi (SNSE) atau Social Accounting Matrix (SAM) merupakan suatu kerangka data yang disusun dalam bentuk matriks yang merangkum berbagai variabel sosial dan ekonomi secara kompak dan terintegrasi sehingga dapat memberikan gambaran umum mengenai perekonomian suatu negara dan keterkaitan antar variabel-variabel ekonomi dan sosial pada waktu tertentu (Biro Pusat Statistik, 2003). SNSE adalah suatu sistem data yang komprehensif, terdisagregasi, konsisten, dan lengkap, yang melingkupi seluruh saling ketergantungan yang terdapat dalam suatu sistem sosial ekonomi (Thorbecke, 2000). Model SNSE menyajikan skema data yang terorganisir yang memudahkan analisis. SNSE menyatukan secara eksplisit berbagai hubungan penting antara variabel-variabel, misalnya pemetaan distribusi pendapatan faktor produksi dari struktur produksi dan pemetaan distribusi pendapatan rumah tangga dari pendapatan faktor produksi (Thorbecke, 2000). Menurut Hafizrianda (2005), SNSE memiliki kelebihan-kelebihan yaitu : 1.
Model SNSE mampu menggambarkan secara lengkap struktur perekonomian daerah, keterkaitan di antara aktivitas produksi, konsumsi barang dan jasa, tabungan dan investasi, perdagangan luar negeri, dan terutama distribusi pendapatan. Karena itu model SNSE dapat menjelaskan keterkaitan antara permintaan, produksi, dan pendapatan dalam suatu perekonomian wilayah.
20
2.
SNSE memberikan suatu kerangka kerja yang dapat menyatukan dan menyajikan seluruh data perekonomian wilayah. Hal ini penting karena datadata sosial ekonomi banyak dikeluarkan oleh instansi-instansi yang berbeda dan disimpan dengan format yang berbeda-beda pula.
3.
SNSE dapat menghitung multiplier perekonomian yang sangat berguna untuk mengukur dampak dari pembangunan suatu sektor terhadap produksi, distribusi pendapatan, dan permintaan yang menggambarkan struktur perekonomian secara menyeluruh. Di samping kelebihan-kelebihan yang dimilikinya, model SNSE juga
memiliki beberapa asumsi keterbatasan, yaitu asumsi bahwa sisi penawaran selalu dapat merespon perubahan sisi permintaan, sehingga interaksi permintaan dan penawaran tidak pernah menimbulkan kesenjangan antara keduanya. Harga-harga dianggap tetap (fixed prices), atau elastisitasnya dianggap tak terhingga, selain itu harga juga dianggap bersifat eksogen.
2.5 Kerangka Konseptual SNSE Kumpulan neraca dalam model SNSE dibagi menjadi dua kelompok, yaitu kelompok neraca-neraca endogen dan kelompok neraca-neraca eksogen. Dalam kelompok neraca-neraca endogen terdapat tiga blok, yaitu blok neraca-neraca faktor produksi atau blok faktor produksi, blok neraca-neraca institusi atau blok institusi, dan blok neraca-neraca kegiatan produksi atau blok kegiatan produksi. Neraca-neraca dalam kerangka SNSE disusun dalam bentuk baris dan kolom. Vektor baris
21
menunjukkan rincian penerimaan, sedangkan sektor kolom menunjukkan rincian pengeluaran. Susunan SNSE secara sederhana dapat dilihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Kerangka Dasar SNSE Pengeluaran Penerimaan N E R A C A E N D O G E N
Faktor Produksi
Institusi
Kegiatan Produksi
1
2
3
NERACA EKSOGEN TOTAL
NERACA ENDOGEN Faktor Produksi 1
4 5
Institusi 2
Kegiatan Produksi 3
NERACA EKSOGEN
TOTAL
4 X1 Pendapatan Eksogen Fakt. Prod.
5 Y1 Jumlah Pendapatan Fakt. Prod.
X2 Pendapatan Institusi dari Eksogen
Y2 Jumlah Pendapatan Institusi
T11 0
T12 0
T13 Distribusi Nilai Tambah
T21 Pendapatan Institusi dari Fakor Produksi
T22 Transfer Antar Institusi
T23
T32 Permintaan Akhir Domestik
T33 Transaksi Antar Keg. (I-O)
X3 Ekspor dan Investasi
Y3 Jumlah Output Kegiatan Produksi
L2
L3 Pajak tak Langsung Y3’ Jumlah Pengl. Keg. Prod.
R Transaksi Antar Eksogen Jumlah Pengeluaran Eksogen
Jumlah Pendapatan Eksogen
T31 0 L1 Peng. Ekspor Fakt. Prod Y1’ Jumlah Pengl. Fakt. Prod.
Tabungan Y2’ Jumlah Pengl. Institusi
0
Sumber : Thorbecke, 2000
Kolom 5 merupakan total penjumlahan kolom 1, 2, 3 dan 4 pada setiap baris. Misalnya, Y1 merupakan total penjumlahan dari T11, T12, T13, dan X1, demikian seterusnya untuk Y2 dan Y3. Baris 5 merupakan penjumlahan baris 1, 2, 3 dan 4 pada setiap kolom. Jumlah penerimaan adalah sama dengan pengeluaran, sehingga baris 5 merupakan transpose dari kolom 5. Tabel SNSE di atas terbagi menjadi beberapa matriks, yaitu : Matriks T, merupakan matriks transaksi antar blok dengan neraca endogen; Matriks X, menunjukkan pendapatan neraca endogen dan neraca eksogen; Matriks L, menunjukkan pengeluaran neraca endogen untuk neraca eksogen, disebut juga
22
leakages atau kebocoran; Matriks Y, yaitu pendapatan total dari neraca endogen; dan Matriks Y’ yang merupakan pengeluaran total dari neraca endogen. Distribusi pendapatan neraca endogen dibagi menjadi : Total Pendapatan Faktor Produksi
= Y1 = T13 + X1...................... (1)
Total Pendapatan Institusi
= Y2 = T21 + T22 + X2..............(2)
Total Pendapatan Kegiatan Produksi = Y3 = T32 + T33 + X3..............(3) Distribusi pengeluaran Neraca Endogen dapat dibagi menjadi : Total Pengeluaran Faktor Produksi
= Y1’ = T21 + L1......................(4)
Total Pengeluaran Institusi
= Y2’ = T22 + T32 + L2.............(5)
Total Pengeluaran Kegiatan Produksi = Y3’ = T13 + T33 + L3 ............(6) Matriks T sebagai matriks transaksi antar blok di dalam neraca endogen menggambarkan transaksi penerimaan dan pengeluaran dengan lingkup yang lebih sempit, yaitu di dalam neraca endogen. Matriks T dapat ditulis sebagai berikut : 0 ⎡0 ⎢ T = ⎢T21 T22 ⎢⎣ 0 T32
T13 ⎤ 0 ⎥⎥ T33 ⎥⎦
……………………………………..…………..(7)
Baris dalam matriks T menunjukkan penerimaan salah satu blok dari blok yang lain.
Pada baris satu, T13 menunjukkan penerimaan Faktor Produksi dari
Kegiatan Produksi.
Pada baris dua, T21 menunjukkan penerimaan Institusi dari
Faktor Produksi dan T22 menunjukkan penerimaan Institusi dari Institusi itu sendiri. Sedangkan T32 menunjukkan penerimaan Kegiatan Produksi dari Institusi dan T33 menunjukkan penerimaan Kegiatan Produksi dari Kegiatan Produksi itu sendiri.
23
Kolom pada matriks T menunjukkan pengeluaran salah satu blok untuk blok yang lain. Pada kolom satu, T21 menunjukkan pengeluaran Faktor Produksi untuk Institusi. Pada kolom dua, T22 menunjukkan pengeluaran Institusi untuk Institusi itu sendiri dan T32 menunjukkan pengeluaran Institusi untuk Kegiatan produksi. Pada kolom tiga, T13 menunjukkan pengeluaran Kegiatan Produksi untuk Faktor Produksi dan T33 menunjukkan pengeluaran Kegiatan Produksi untuk Kegiatan Produksi itu sendiri.
2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian Hafizrianda (2005) tentang sektor pertanian di provinsi Papua, dengan menggunakan model SNSE menyimpulkan bahwa subsektor perikanan di Provinsi Papua merupakan subsektor yang mampu memberi kontribusi net multiplier yang positif terhadap distribusi pendapatan relatif tenaga kerja, yaitu sebesar 0.15. Artinya apabila pendapatan subsektor perikanan naik sebesar satu unit, maka pendapatan tenaga kerja akan naik sebesar 1.15 unit. Selain itu, subsektor perikanan di Papua juga memiliki kemampuan untuk menciptakan pendapatan relatif dari nilai tambah sebesar 0.06. Artinya, bila terjadi kenaikan permintaan perikanan dalam neraca eksogen sebesar satu unit, akan meningkatkan pendapatan relatif nilai tambah dalam perekonomian Papua sebesar 1.06 unit. Susanti (2003) dengan model keseimbangan umum melakukan simulasi kenaikan investasi di sektor perikanan laut. Dari simulasi kenaikan investasi di sektor perikanan Indonesia yang dilakukan, diperoleh hasil bahwa peningkatan investasi di sektor perikanan sebesar 1.05 persen akan berimplikasi output sektor perikanan akan
24
tumbuh, yaitu output subsektor perikanan laut tumbuh sebesar 0.0027 persen, output subsektor perikanan darat tumbuh sebesar 0.0029 persen dan output subsektor pengolahan perikanan tumbuh 0.0021 persen. Peningkatan output sektor perikanan akibat peningkatan investasi akan mendorong peningkatan ekspor sektor perikanan sebesar 0.0039 persen. Sebaliknya dari sisi impor, terjadi penurunan untuk impor produk perikanan laut sebesar 0.1519 persen. Turunnya impor tersebut karena laju peningkatan output yang terjadi di sektor perikanan mampu memenuhi permintaan domestik sektor tersebut. Pengaruh peningkatan investasi sektor perikanan sebesar 1.05 persen secara keseluruhan terhadap kinerja sektor-sektor lain juga cenderung mengakibatkan terjadinya peningkatan output, kecuali yang terjadi pada sektor industri lain turun 0.0007 persen dan sektor transportasi turun 0.0005 persen. Penurunan output ini disebabkan karena pangsa sektor industri lain relatif kecil terhadap perikanan sehingga dampak dari peningkatan investasi tidak memberikan pengaruh langsung pada sektor tersebut. Penelitian Darmawan (2003) terhadap sektor-sektor perekonomian di Kabupaten Takalar, Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa sektor pertanian memberikan kontribusi sebesar 52.42 persen terhadap pembentukan PDRB Kabupaten Takalar, di mana 39.04 persen berasal dari subsektor perikanan. Meski demikian, penerimaan sektor pertanian belum optimal. Di mana penerimaan aktual sektor pertanian sebesar Rp. 252 milyar, terdapat selisih Rp. 32 milyar dengan nilai analisis optimal yang diperoleh melalui metode pemrograman linear, yaitu sebesar Rp. 284 milyar. Artinya, produksi sektor pertanian, yang di dalamnya terdapat subsektor perikanan, masih dapat terus ditingkatkan sampai nilai optimal tersebut.
25
Pada penelitian Ollivia (2002) dengan model persamaan struktural dan data time series 1989-2000 diteliti tentang keragaan ekspor cakalang (skipjack) beku dan madidihang (yellowfin) segar indonesia ke pasar jepang. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa simulasi penurunan tingkat suku bunga 40 persen akan meningkatkan volume tangkapan skipjack dan yellowfin sebesar dua persen. Dampak turunnya suku bunga yang cukup besar terjadi pada produksi skipjack beku yang meningkat sebesar 1.1 persen dan ekspor skipjack beku Indonesia ke pasar Jepang yang meningkat sebesar satu persen. Simulasi peningkatan kapasitas kapal sebesar 50 persen berakibat pada naiknya volume tangkapan skipjack dan yellowfin masingmasing sebesar 13.4 dan 11 persen. Simulasi depresiasi rupiah sebesar 30 persen mengakibatkan naiknya volume produksi skipjack beku sebesar 5620 ton atau 27 persen. Hal ini sesuai dengan logika ekonomi bahwa tingginya nilai dollar terhadap rupiah merupakan insentif bagi eksportir untuk meningkatkan produksinya. Hermawan (2001) dalam penelitiannya tentang peranan subsektor perikanan laut dalam perekonomian Jawa Barat, dengan menggunakan analisis input-output menemukan bahwa subsektor perikanan memiliki angka pengganda output sebesar 1.2125. Angka sebesar tersebut menunjukkan bahwa jika terdapat permintaan akhir atas sektor tersebut sebesar satu juta, maka produksi daerah total akan meningkat senilai 1.2125 juta. Selain itu, subsektor perikanan memiliki angka pengganda pendapatan sebesar 0.2536 menunjukkan jika terdapat permintaan akhir atas sektor perikanan laut sebesar satu unit maka pendapatan masyarakat nelayan akan meningkat sebesar 0.2536 unit. Angka ini menempati urutan ke-40 dari klasifikasi 76 sektor. Hal ini menunjukkan bahwa dari sisi pengganda pendapatan,sektor perikanan
26
laut belum cukup andal dalam menciptakan pendapatan masyarakat nelayan. Subsektor perikanan laut di Jawa Barat juga memiliki angka pengganda tenaga kerja sebesar 0.0510, yang berarti bahwa pengaruh kenaikan permintaan akhir sebesar 100 satuan akan meningkatkan tenaga kerja di sektor tersebut sebanyak lima orang. Berdasarkan penelitian ini, terlihat bahwa sektor perikanan belum menjadi sektor unggulan di Provinsi Jawa Barat. Soepanto (1999) meneliti tentang model ekonometrika perikanan Indonesia yang dibagi ke dalam tiga blok besar, yaitu udang (segar, beku, kaleng), tuna (segar, beku, kaleng), dan ikan lainnya. Soepanto telah memperhitungkan perbedaan ukuran kapal, alat tangkap, serta potensi lestari sumber daya ikan. Hasil penelitiannya menyimpulkan bahwa secara umum sumberdaya perikanan tuna dan udang Indonesia belum melampaui kapasitas potensi lestarinya. Selain itu, berhubungan dengan persaingan ekspor perikanan dunia, perlu diwaspadai pertumbuhan volume ekspor negara pesaing lebih besar daripada pertumbuhan ekspor Indonesia terutama pada kondisi liberalisasi multilateral. Negara tujuan ekspor tuna beku sesuai dengan urutan prioritas adalah Singapura, Jepang, Eropa, dan AS. Sedangkan urutan negara pesaingnya adalah Korea, Taiwan, dan Spanyol. Soepanto juga menunjukkan bahwa iInstrumen kebijakan menambah atau mengurangi alat tangkap tuna lebih efektif daripada menambah atau mengurangi jumlah kapal. Pada penelitiannya di Kotamadya Bitung, Runtukawe (1992) dengan model ekonomi basis menyimpulkan bahwa subsektor perikanan merupakan sektor basis dalam perekonomian Kotamadya Bitung. Nilai Location Quotient (LQ) subsektor perikanan di Kotamadya Bitung secara konsisten bernilai lebih dari satu, yaitu pada
27
tahun 1985 adalah sebesar 1.99, tahun 1986 sebesar 1.92, tahun 1987 sebesar 1.95, tahun 1988 sebesar 1.95, tahun 1989 sebesar 1.71 dan tahun 1990 sebesar 1.71. Selain itu, subsektor perikanan di Kotamadya Bitung memiliki pertumbuhan yang cukup tinggi selama kurun waktu 1985-1990, yaitu rata-rata sebesar 6.16 persen per tahun. Dengan demikian, subsektor perikanan di Bitung merupakan sektor yang layak untuk dikembangkan karena pertumbuhannya akan mendorong pertumbuhan sektor-sektor lain dalam perekonomian Kotamadya Bitung. Berdasarkan penelitian-penelitian terdahulu, dapat diketahui bahwa sektor perikanan memiliki potensi untuk menjadi sektor unggulan ekspor di Indonesia. Potensi tersebut dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan masyarakat. Selama ini, penelitian yang menganalisis secara kuantitatif dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan faktor produksi, institusi, dan sektor produksi masih sangat terbatas. Oleh sebab itu, penelitian ini akan menganalisis dampak dari kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan sektor perikanan itu sendiri maupun terhadap pendapatan faktor produksi, institusi, dan sektor sektor perekonomian lainnya di Indonesia. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah model SNSE.
2.7 Kerangka Pemikiran Potensi subsektor perikanan Indonesia berpeluang untuk dimanfaatkan dalam memenuhi kebutuhan domestik dan untuk tujuan ekspor. Potensi tersebut masih belum dimanfaatkan sepenuhnya. Hal ini terlihat dari pangsa pasar dunia untuk produk perikanan Indonesia yang masih relatif kecil dibandingkan produksinya.
28
Namun, tingginya permintaan ikan dunia memberikan kesempatan bagi peningkatan ekspor perikanan Indonesia. Melalui mekanisme keterkaitan, peningkatan ekspor perikanan memiliki dampak terhadap peningkatan pendapatan sektor-sektor produksi, baik sektor perikanan itu sendiri ataupun sektor-sektor lain. Peningkatan ekspor sektor perikanan akan mendorong kenaikan permintaan di sektor perikanan dan kenaikan permintaan di sektor-sektor lain yang berhubungan dengan sektor perikanan, misalnya saja sektor transportasi, sektor industri pengolahan makanan, dan sebagainya. Selain itu, peningkatan ekspor perikanan juga berpengaruh terhadap pendapatan pada blok institusi dan terhadap distribusi pendapatan pada blok faktor produksi. Hal ini disebabkan karena peningkatan ekspor sektor perikanan akan mendorong kenaikan harga komoditi perikanan. Dengan demikian, penerimaan rumah tangga dan tenaga kerja di sektor perikanan akan meningkat. Pengaruh tersebut dapat dianalisis dengan model SNSE. Pada blok institusi dalam model SNSE, rumah tangga dibagi menjadi beberapa golongan, yaitu rumah tangga pertanian dan rumah tangga bukan pertanian. Rumah tangga pertanian dibagi lagi menjadi rumah tangga buruh tani dan pengusaha pertanian. Rumah tangga bukan pertanian juga dibagi lagi menjadi rumah tangga bukan pertanian pedesaan dan rumah tangga bukan pertanian perkotaan. Selain rumah tangga, blok institusi dalam model SNSE juga mencakup institusi perusahaan dan pemerintah.
29
Skema konseptual pemikiran tersebut adalah sebagai berikut : Potensi Perikanan Indonesia Model SNSE (simulasi kenaikan ekspor 5 persen)
Ekspor
Pasar Domestik
Analisis pengganda total dan dekomposisi pengganda transfer, open loop, dan close loop.
Peningkatan Pendapatan melalui mekanisme pengganda
Blok Faktor Produksi
Tenaga Kerja
Bukan Tenaga Kerja
Blok Kegiatan Produksi
Blok Institusi
Rumah Tangga (8 gol.)
Perusahaan
Pemerintah
Peningkatan Pendapatan Nasional dan Perbaikan Distribusi Pendapatan
Gambar 2.4 Bagan Kerangka Pemikiran
Sektor-sektor Produksi (22 sektor)
30
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data Data utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah Tabel SNSE Indonesia tahun 2003. Tabel SNSE tersebut merupakan Tabel SNSE versi terbaru yang dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik Indonesia.
3.2 Metode Analisis Penelitian ini menggunakan model analisis SNSE untuk menjawab pertanyaan penelitian, karena pada model SNSE sektor-sektor perekonomian terbagi menjadi faktor produksi, institusi, dan kegiatan produksi. Dengan demikian, maka dapat dilakukan analisis untuk mengetahui distribusi pendapatan pada sektor-sektor perekonomian dan rumah tangga di Indonesia, akibat injeksi kenaikan ekspor disektor perikanan sebesar lima persen. Tabel SNSE tahun 2003 diolah dengan mengikuti prosedur operasi matriks seperti yang terdapat pada Model SNSE. Analisis dilakukan dengan menggunakan program Microsoft Excel 2003 dan E-Views 4.1.
3.3 Analisis Pengganda (Multiplier) Pada model SNSE, Matriks T merupakan matriks yang menunjukkan aliran penerimaan dan pengeluaran dalam neraca endogen yang dinyatakan dalam satuan moneter. Apabila setiap sel dalam matriks T dibagi dengan jumlah kolomnya, maka akan didapatkan matriks A, yaitu matriks baru yang menunjukkan besarnya kecenderungan pengeluaran rata-rata (average expenditure propensity) yang
31
dinyatakan dalam proporsi (perbandingan). Unsur-unsur dalam matriks A adalah Aij yang merupakan hasil pembagian nilai T pada baris ke i dan kolom ke j (Tij) oleh jumlah kolom ke j, yang dapat dirumuskan menjadi : −1 Aij = Tij Yˆ j …………………………………………………………(8)
di mana Yˆ j adalah matriks diagonal dari nilai-nilai jumlah kolom, sehingga : ⎡ 0 A = ⎢⎢ A21 ⎢⎣ 0
0 A22 A32
A13 ⎤ 0 ⎥⎥ A33 ⎥⎦ ……………………………………..………..(9)
Dengan demikian, total pendapatan dapat dirumuskan sebagai : Y = AY + X, atau Y = (I – A)-1X ..................................................................................(10) Jika Ma = (I – A)-1, maka : Y = Ma X ………………………………….........………………….(11) di mana : Ma = pengganda neraca total (accounting multiplier) Y = peningkatan pendapatan X = injeksi Matriks A berisi koefisien-koefisien yang menunjukkan pengaruh langsung dari perubahan yang terjadi pada sebuah sektor terhadap sektor yang lain. Sedangkan Ma merupakan pengganda yang menunjukkan pengaruh perubahan pada sebuah sektor terhadap sektor lainnya setelah melalui keseluruhan sistem SNSE.
32
Pengaruh total dari suatu sektor terhadap sektor yang lain sebenarnya terjadi melalui banyak tahapan, yaitu pengganda transfer, pengganda open loop, dan pengganda close loop. Pyat dan Round dalam Thorbecke (2000) telah melakukan dekomposisi pengganda sebagai berikut : Ma = Ma3 Ma2 Ma1…………………………………………………..(12) Ma = Injeksi + T + O + C …………………………………………(13) di mana : Ma1 = pengganda neraca transfer T
= kontribusi bersih atau efek pengganda transfer
Ma2 = pengganda neraca open loop O
= kontribusi bersih atau efek pengganda open loop
Ma3 = pengganda neraca close loop C
= kontribusi bersih atau efek pengganda close loop
Uraian dekomposisi pengganda transfer, open loop, dan close loop secara lebih jelas diuraikan pada sub bab 3.3.1, 3.3.2, dan 3.3.3.
3.3.1 Pengganda Transfer Pengganda transfer, yang dilambangkan dengan Ma1, menunjukkan pengaruh injeksi pada suatu sektor dalam satu blok terhadap sektor lain dalam blok itu sendiri setelah melalui keseluruhan sistem di dalam blok tersebut, namun sebelum berpengaruh terhadap blok yang lain. Rumus dari pengganda transfer adalah sebagai berikut : Ma1 = (I – A0)-1……………………………………………………..(14)
33
di mana A0 adalah matriks diagonal dari matriks A ⎡0 A = ⎢⎢0 ⎢⎣0 0
0 A22 0
0 ⎤ 0 ⎥⎥ A33 ⎥⎦ ……………………………………..………..(15)
Sehingga bentuk Ma1 dalam bentuk matriks adalah : 0 ⎡I ⎢ Ma1 = ⎢0 ( I − A22 ) −1 ⎢⎣0 0
⎤ ⎥ 0 ⎥ ( I − A33 ) −1 ⎥⎦ 0
…………………..………..(16)
Ma1 disebut sebagai pengganda transfer karena dalam Ma1 ini diasumsikan seolah-olah bahwa injeksi pada suatu sektor hanya berpengaruh terhadap sektorsektor lain dalam satu blok yang sama, dan tidak terhadap sektor-sektor yang berada pada blok yang lain. Efek atau bagian dari pengganda transfer dalam peningkatan pendapatan perekonomian saat dilakukan injeksi dapat dirumuskan sebagai : T = (Ma1 – I) ...................................................................................(17)
3.3.2 Pengganda Open Loop Pengganda open loop atau cross-effect, yang dilambangkan dengan Ma2, adalah pengganda yang memperlihatkan pengaruh injeksi pada salah satu sektor dalam sebuah blok tertentu terhadap sektor lain di blok yang lain setelah melalui keseluruhan sistem dalam blok yang lain tersebut. Pengganda open loop dapat dirumuskan sebagai berikut : Ma2 = (I + A* + A*2) ……………………………………………….(18) di mana A* = (I – A0)-1 (A – A0) Y ………………………………………....(19)
34
A* merupakan sebuah matriks dengan : A*13 = A13 …………………………………………………………(20) A*21 = (I – A22)-1 A21………………………………………………(21) A*32 = (I – A33)-1 A32 ……………………………………………...(22) Matriks A* dapat dituliskan sebagai :
⎡ 0 ⎢ * A = ⎢ A* 21 ⎢ 0 ⎣
0 0 A* 32
A*13 ⎤ ⎥ 0 ⎥ 0 ⎥⎦
.............………………..…..………..(23)
Sehingga, pengganda open loop adalah : ⎡ I ⎢ Ma2 = ⎢ A* 21 ⎢ A* 32 A* 21 ⎣
A* 13 A* 32 I A* 32
A*13 ⎤ ⎥ A* 21 A*13 ⎥ ⎥ .............…...…..………..(24) I ⎦
Kontribusi bersih pengganda open loop dalam peningkatan pendapatan sistem perekonomian dapat dirumuskan sebagai : O = (Ma2 – I)Ma1 ..............................................................................(25)
3.3.3 Pengganda Close Loop
Pengganda Close Loop atau Ma3 memperlihatkan pengaruh injeksi pada salah satu sektor dari suatu blok terhadap blok yang lain, untuk kemudian kembali pada blok semula. Rumus pengganda close loop adalah : Ma3 = (I – A*3)-1 ……………………………………………………(26) Ma3 merupakan matriks diagonal yang diagonal utamanya secara berurutan dari kiri atas ke kanan bawah berisi (I–A*13A*32A*21)-1, (I–A*21A*13A*32)-1 dan (I –
35
A*32A*21A*13)-1. Efek pengganda close loop dalam peningkatan pendapatan suatu sistem perekonomian dapat dirumuskan dengan : C = (Ma3 – I)Ma2Ma1 ........................................................................(27)
3.4 Neraca Endogen dan Eksogen dalam SNSE
Tabel SNSE Indonesia tahun 2003 terbagi menjadi blok neraca endogen dan blok neraca eksogen. Blok neraca endogen dalam tabel SNSE terdiri dari : 1. Blok Neraca Faktor Produksi. Blok ini dibagi menjadi faktor produksi tenaga kerja dan bukan tenaga kerja. Faktor produksi yang bukan termasuk tenaga kerja adalah lahan dan modal. Adapun tenaga kerja dibagi lagi menjadi beberapa golongan, yaitu : a. Tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota. b. Tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota. c. Tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota. d. Tenaga kerja produksi, operator alat angkutan, manual dan buruh kasar bukan penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota. e. Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota. f. Tenaga kerja tata usaha, penjualan, jasa-jasa bukan penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota.
36
g. Tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota. h. Tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi bukan penerima upah dan gaji, yang dibagi menjadi desa dan kota. 2. Blok Neraca Institusi. Blok ini dibagi menjadi institusi rumah tangga, perusahaan, dan pemerintah. Selanjutnya, institusi rumah tangga dibagi lagi menjadi : a. Rumah tangga buruh tani, yaitu rumah tangga dengan penerima pendapatan terbesar bekerja sebagai buruh tani. b. Rumah tangga pengusaha pertanian, yaitu rumah tangga dengan kepala rumah tangga atau penerima pendapatan terbesar memperoleh pendapatan hasil mengusahakan lahan pertanian. c. Rumah tangga golongan rendah adalah rumah tangga bukan pertanian dengan kepala rumah tangga atau penerima pendapatan terbesar
bekerja sebagai
tenaga tata usaha golongan rendah, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, dan buruh kasar. Golongan rumah tangga ini dirinci lagi menjadi mereka yang bertempat tinggal di pedesaan dan perkotaan. d. Rumah tangga golongan atas adalah golongan rumah tangga bukan pertanian dengan kepala rumah tangga atau penerima pendapatan terbesar bekerja sebagai pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja tata usaha dan penjualan golongan atas. Golongan rumah tangga ini dirinci lagi menjadi mereka yang bertempat tinggal di pedesaan dan perkotaan.
37
e. Rumah tangga bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas, yang dirinci menjadi mereka yang bertempat tinggal di pedesaan dan perkotaan. Dalam SNSE Indonesia tahun 2003, tidak terdapat klasifikasi khusus untuk rumah tangga nelayan. Meski demikian, sektor perikanan merupakan salah satu subsektor dari sektor pertanian, sehingga rumah tangga nelayan dapat dimasukkan dalam golongan rumah tangga pertanian, baik buruh dan pengusaha. Rumah tangga nelayan yang termasuk buruh pertanian misalnya adalah pekerja tambak, awak kapal penangkapan ikan, serta rumah tangga pekerja lain di sektor perikanan yang menerima upah dan gaji. Sedangkan rumah tangga nelayan yang dapat digolongkan dalam rumah tangga pengusaha pertanian misalnya adalah pemilik tambak, pemilik kapal penangkapan ikan, dan pengusaha perikanan lainnya. 3. Blok Neraca Sektor Produksi. Blok ini terdiri dari 22 sektor produksi. Sektor-sektor produksi tersebut adalah : a. Pertanian tanaman pangan b. Pertanian tanaman lainnya c. Peternakan dan hasil-hasilnya d. Kehutanan dan perburuan e. Perikanan f. Pertambangan batubara, biji logam dan minyak bumi g. Pertambangan dan penggalian lainnya h. Industri makanan, minuman dan tembakau i. Industri pemintalan, tekstil, pakaian, dan kulit
38
j. Industri kayu dan barang dari kayu k. Industri kertas, percetakan, alat angkutan, dan barang dari logam dari industri l. Industri kimia, pupuk, hasil dari tanah liat, dan semen m. Listrik, gas, dan air minum n. Konstruksi o. Perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan, dan pergudangan p. Restoran q. Perhotelan r. Angkutan dan komunikasi s. Bank dan asuransi t. Real Estate dan jasa perusahaan u. Pemerintahan dan pertahanan, pendidikan, kesehatan, dan jasa sosial lainnya v. Jasa perseorangan, rumah tangga, dan jasa lainnya Adapun blok neraca eksogen dalam SNSE terdiri dari : 1. Neraca Kapital 2. Pajak Tidak Langsung 3. Subsidi 4. Luar Negeri atau Ekspor (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 1). Variabel Eksogen dalam penelitian ini adalah ekspor sektor perikanan yang berasal dari neraca luar negeri, sedangkan variabel endogennya adalah pendapatan komponen-komponen faktor produksi, institusi, dan sektor-sektor produksi dalam perekonomian, seperti yang terdapat dalam blok neraca endogen tabel SNSE
39
Indonesia 2003. Pengaruh kenaikan ekspor sektor perikanan terhadap pendapatan sektor-sektor perekonomian dapat diketahui dari komponen sektor produksi. Sedangkan pengaruh terhadap distribusi pendapatan rumah tangga dapat diketahui dari komponen rumah tangga dalam blok institusi.
3.5 Analisis Simulasi Kenaikan Ekspor Sektor Perikanan
Untuk melihat pengaruh kenaikan ekspor sektor perikanan terhadap sektorsektor dalam perekonomian dan terhadap distribusi pendapatan rumah tangga, maka dilakukan simulasi kenaikan ekspor sektor perikanan sebesar lima persen. Angka lima persen tersebut dipilih karena berdasarkan data ekspor Indonesia, ekspor komoditi ikan segar dan udang dari tahun 2002 sampai dengan 2005 menunjukkan kecenderungan yang meningkat. Pada tahun 2005 ekspor ikan segar dan udang Indonesia mengalami kenaikan ekspor sebesar 4.18 persen, yang kemudian pada penelitian ini dibulatkan menjadi lima persen. Nilai ekspor yang digunakan untuk simulasi pada penelitian ini adalah nilai ekspor sektor perikanan yang terdapat dalam penerimaan sektor perikanan dari luar negeri dalam blok eksogen Tabel SNSE Indonesia 2003, yaitu sebesar Rp 13 427.88 milyar. Dengan demikian, simulasi yang dilakukan adalah sebesar lima persen dari jumlah tersebut, yaitu sebesar Rp 671.394 milyar.
3.6 Langkah-langkah Pengolahan Data
Tahapan-tahapan pengolahan data dalam penelitian ini adalah : 1. Agregasi Tabel SNSE Indonesia 2003 dari matriks berukuran 102 x 102, yang terdiri dari 6 blok neraca endogen menjadi matriks SNSE standard berukuran 53 x
40
53 yang terdiri dari 3 blok neraca endogen. Agregasi dilakukan dengan cara menggabungkan blok margin, blok komoditi domestik dan blok komoditi impor ke dalam blok sektor produksi. Proses agregasi dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2003 (Matriks SNSE yang telah diagregasi selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 2). 2. Memisahkan matriks T, yaitu seluruh blok neraca endogen yang berukuran 49 x 49. Selanjutnya dari matriks T ini dapat diperoleh matriks A. Langkah-langkah tersebut dilakukan dengan bantuan program Microsoft Excel 2003. 3. Melakukan pengolahan data dengan program E-Views 4.1 untuk mengetahui besarnya pengganda total sektor perikanan dalam model SNSE. 4. Melakukan dekomposisi pengganda sektor-sektor SNSE sehingga diperoleh pengganda transfer, pengganda open loop, dan pengganda close loop. 5. Melakukan simulasi kenaikan ekspor, dengan jumlah kenaikan adalah sebesar lima persen, untuk mengetahui peningkatan pendapatan total, serta peningkatan pendapatan dari masing-masing dekomposisi pengganda.
41
BAB IV. GAMBARAN UMUM PENELITIAN
4.1 Potensi Sumberdaya Perikanan Indonesia
Menurut Departemen Pertanian (2006), sub sektor perikanan mencakup semua kegiatan penangkapan, pembenihan dan budidaya segala jenis ikan dan biota air lainnya, baik yang berada di air tawar maupun di air asin. Komoditi hasil perikanan antara lain seperti ikan tuna dan jenis ikan laut lainnya; ikan mas dan jenis ikan darat lainnya; ikan bandeng dan jenis ikan payau lainnya; udang dan binatang berkulit keras lainnya; cumi-cumi dan binatang lunak lainnya; rumput laut serta tumbuhan laut lainnya. Dengan demikian, potensi sumberdaya perikanan dapat dibedakan menjadi perikanan tangkap (laut) dan perikanan budidaya. Pada perikanan tangkap, perairan laut Indonesia dibagi menjadi sembilan wilayah pengelolaan perikanan (Ditjen Perikanan Tangkap dalam Effendi, 2004). Wilayah-wilayah tersebut adalah : 1.
Selat Malaka
2.
Laut Cina Selatan
3.
Laut Jawa
4.
Selat Makasar dan Laut Flores
5.
Laut Banda
6.
Laut Seram dan Teluk Tomini
7.
Laut Sulawesi dan Samudra Pasifik
8.
Laut Arafura
9.
Samudra Hindia
42
Potensi produksi perikanan tangkap di Indonesia diperkirakan mencapai 6.41 juta ton per tahun (Ditjen Perikanan Tangkap dalam Effendi, 2004). Potensi tersebut terdiri dari jenis produksi ikan pelagis besar, ikan pelagis kecil, ikan demersal, ikan karang konsumsi, udang panneid, lobster, dan cumi-cumi. Dari total 6.41 juta ton potensi yang tersedia, baru 63.49 persen yang dimanfaatkan, atau sebesar 4.07 juta ton per tahun (Tabel 4.1). Hal ini menunjukkan bahwa pemanfaatan sumberdaya perikanan tangkap di Indonesia masih belum optimal. Tabel 4.1 Potensi Produksi Perikanan Tangkap Perairan Laut Indonesia (ribu ton) Sumberdaya
Potensi
Ikan Pelagis Besar 1165.36 Ikan Pelagis Kecil 3605.66 Ikan Demersal 1365.09 Ikan Karang Konsumsi 145.25 Udang Panneid 94.80 Lobster 4.80 Cumi-cumi 28.25 Total 6409.21 Sumber : Ditjen Perikanan Tangkap dalam Effendi (2004)
Produksi 736.13 1784.33 1058.50 156.89 259.94 4.08 42.51 4069.42
Pemanfaatan (%) 63.17 49.49 79.52 >100 >100 85.00 >100 63.49
Berdasarkan Tabel 4.1 terlihat bahwa pemanfaatan produksi sumberdaya perikanan tangkap masih dapat ditingkatkan. Total nilai ekonomi dari produksi tersebut diperkirakan mencapai Rp 18.46 triliun berdasarkan harga di tingkat nelayan (Effendi, 2004). Namun, di samping potensi yang besar tersebut, sektor perikanan Indonesia juga menghadapi masalah overfishing untuk beberapa komoditas seperti ikan karang konsumsi, udang panneid, dan cumi-cumi. Komoditas tersebut telah ditangkap melebihi kapasitas lestarinya atau maximum sustainable yield (MSY) sehingga kini sumberdaya tersebut sulit ditemukan.
43
Potensi perikanan budidaya Indonesia terletak pada potensi sumberdaya marikultur dan budidaya air payau atau tambak. Marikultur merupakan kegiatan perikanan budidaya yang dilakukan di perairan laut yang relatif terlindung dari ombak badai dan angin ribut (Effendi, 2004). Luas potensial untuk budidaya tambak di seluruh wilayah Indonesia mencapai 913 ribu hektar, sedangkan untuk budidaya marikultur mencapai 24,5 juta hektar lahan (Tabel 4.2). Tabel 4.2 Lahan Potensial untuk Budidaya Tambak dan Marikultur di 26 Provinsi di Indonesia (ha), Tahun 2002 No. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26
Provinsi Potensi Tambak NAD 34 800 Sumatera Utara 71 500 Riau 54 000 Jambi 3 300 Sumatera Selatan 13 000 Sumatera Barat 7 700 Lampung 13 100 Bengkulu 6 800 DKI Jakarta Jawa Barat 47 200 Jawa Tengah 26 000 DI Yogyakarta 1 900 Jawa Timur 35 000 Bali 4 600 Nusa Tenggara Barat 19 200 Nusa Tenggara Timur 2 500 Kalimantan Barat 91 600 Kalimantan Tengah 115 000 Kalimantan Selatan 28 600 Kalimantan Timur 82 900 Sulawesi Selatan 15 900 Sulawesi Tenggara 7 000 Sulawesi Tengah 5 500 Sulawesi Utara 16 500 Maluku 188 400 Papua 21 000 Total 913 000 Sumber : Ditjen Perikanan Budidaya dalam Effendi (2004)
Potensi Marikultur 203.35 734.00 1 595.00 30.00 2 785 300.00 128.00 596.8 203.00 26.40 743.70 677.70 18.80 640.50 39.20 152.80 37.50 15.52 3 708 500.00 2701.00 6.35 600.50 230.00 18.40 143.40 1 044 100.00 9 938 100.00 24 528 178.00
44
Gabungan produksi perikanan budidaya air payau dan marikultur pada tahun 2000 mencapai 627 131 juta ton atau sekitar dua persen dari produksi perikanan budidaya dunia (Ditjen Perikanan Budidaya dalam Effendi, 2004). Jumlah produksi tersebut menempatkan Indonesia pada urutan kelima negara produsen perikanan budidaya utama dunia setelah Cina, India, Jepang, dan Filipina. Dengan potensi sumberdaya alam yang tinggi, produksi perikanan budidaya Indonesia masih dapat terus ditingkatkan.
4.2 Produksi Sektor Perikanan Indonesia
Produksi sektor perikanan Indonesia dari tahun ke tahun secara umum terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2000 total produksi sektor perikanan Indonesia adalah sebesar 4.888 juta ton, angka tersebut meningkat menjadi 6.072 juta ton pada tahun 2005 (Tabel 4.3). Secara rata-rata, peningkatan produksi sektor perikanan setiap tahunnya adalah sebesar 4.44 persen. Kenaikan produksi yang paling besar terjadi pada tahun 2003, yaitu sebesar 7.12 persen. Peningkatan produksi perikanan tersebut terutama disebabkan oleh sub sektor perikanan laut, di mana sub sektor tersebut merupakan penghasil terbesar dalam produksi perikanan Indonesia. Produksi perikanan laut Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun 2005 meningkat dari 3.807 juta ton menjadi 4.653 juta ton. Dari segi pertumbuhannya, produksi perikanan laut setiap tahunnya tumbuh rata-rata sebesar 4.11 persen (Tabel 4.3). Sub sektor lain yang mengalami pertumbuhan yang cukup besar sepanjang tahun 2000 hingga 2005 adalah perikanan tambak, kolam dan karamba. Pada tahun
45
2005, produksi perikanan tambak tumbuh sebesar 15 persen, yaitu dari 560 ribu ton pada tahun 2004 menjadi 644 ribu ton pada tahun 2005. Perikanan karamba pada tahun yang sama tumbuh sebesar 22.22 persen, sedangkan perikanan kolam tumbuh sebesar 7.69 persen. Tabel 4.3 Produksi Perikanan Indonesia Menurut Sub Sektor Perikanan (ribu ton), Tahun 2000-2005a\ Subsektor Perikanan Laut
2000 3807
2001 2002 2003 2004 3966 4073 4383 4572 (4.18) (2.70) (7.61) (4.31) Perairan Umum 318 310 304 308 310 (-2.52) (-1.94) (1.32) (0.65) Tambak 430 455 473 502 560 (5.81) (3.96) (6.13) (11.55) Kolam 214 223 255 281 286 (4.31) (14.35) (10.20) (1.78) Karamba 26 39 41 40 54 (50.00) (5.13) (-2.44) (35.00) Sawah 93 98 87 94 86 (5.38) (-11.22) (8.05) (-8.51) Total 4888 5091 5233 5608 5867 (4.15) (2.79) (7.12) (4.62) Keterangan : a\ = angka dalam kurung menyatakan persentase pertumbuhan * = angka sementara Sumber : Biro Pusat Statistik (2006)
2005* 4653 (1.77) 312 (0.65) 644 (15.00) 308 (7.69) 66 (22.22) 90 (4.65) 6072 (3.49)
Peningkatan produksi sektor perikanan laut tersebut juga disertai oleh peningkatan jumlah perahu dan kapal motor. Berdasarkan Tabel 4.4, terlihat bahwa jumlah perahu motor tempel dan jumlah kapal motor di Indonesia mengalami peningkatan. Pada tahun 2003, jumlah perahu motor tempel adalah sebesar 158 411 unit, kemudian pada tahun 2004 jumlah tersebut meningkat menjadi 162 560 unit. Adapun jumlah kapal motor pada tahun 2003 adalah sebesar 119 837 unit, dan pada tahun 2004 naik menjadi 123 190 unit. Namun, jumlah perahu tanpa motor mengalami penurunan, yaitu dari 250 469 unit pada tahun 2003 menjadi 245 920 unit
46
pada tahun 2004. Secara total, pada tahun 2004 jumlah perahu dan kapal untuk perikanan laut di Indonesia, naik sebanyak 2953 unit. Tabel 4.4 Jumlah Perahu/Kapal Perikanan Laut Menurut Jenis (unit), 2003-2004a\ Jenis Perahu tanpa motor Perahu motor tempel Kapal motor Total Keterangan : a\ = persen dari total Sumber : Biro Pusat Statistik (2006)
2003
2004 250469 (47.37) 158411 (29.96) 119837 (22.67) 528717
245920 (46.25) 162560 (30.58) 123190 (23.17) 531670
Menurut Ditjen Perikanan Tangkap (2006), perahu tanpa motor dan perahu motor tempel dikategorikan sebagai pola penangkapan tradisional dan semi tradisional, sedangkan penggunaan kapal motor termasuk pola penangkapan semi modern atu modern. Pada Tabel 4.4 di atas terlihat bahwa penggunaan kapal motor meningkat dari 22.67 persen pada tahun 2003 menjadi 23.17 persen pada tahun 2004. Peningkatan jumlah kapal motor tersebut menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan pola penangkapan modern pada sektor perikanan di Indonesia. Adapun penurunan penggunaan perahu tanpa motor menunjukkan bahwa terjadi penurunan pola penangkapan tradisional.
4.3 Ekspor Hasil Perikanan Indonesia
Seperti yang telah dikemukakan pada bab terdahulu, sektor perikanan memiliki kontribusi yang besar dalam perdagangan internasional Indonesia. Berdasarkan data Departemen Kelautan dan Perikanan (2006), nilai total ekspor komoditi perikanan Indonesia pada tahun 2004 mencapai lebih dari 1.6 milyar dollar
47
AS. Komoditi ekspor perikanan tersebut berasal baik dari perikanan tangkap maupun perikanan budidaya, yang meliputi udang, kepiting, teri, rumput laut, ubur-ubur, kerupuk udang, tuna, kodok, koral dan kulit kerang, ikan hias, lemak minyak ikan, mutiara, siput, dan lain-lain (Tabel 4.5). Ekspor komoditi perikanan Indonesia mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, baik dari segi volume ekspor maupun nilai ekspor. Pada tahun 2002, jumlah total volume ekspor komoditi perikanan Indonesia hanya sebesar 565.7 juta kilogram, meningkat 51.96 persen menjadi 859.6 juta kilogram pada tahun 2003. Dari segi nilai ekspor, pada tahun 2003 terjadi peningkatan nilai ekspor sebesar 4.13 persen dari nilai ekspor pada tahun 2002, yaitu dari 1.57 milyar dolar AS pada tahun 2002 menjadi 1.64 milyar dolar AS pada tahun 2003 (Tabel 4.5). Komoditi perikanan yang memberikan kontribusi ekspor paling besar adalah udang, yang pada periode Januari hingga November 2004 memberikan kontribusi 50.3 persen dari total nilai ekspor komoditi perikanan (Tabel 4.5). Komoditi lain yang juga menjadi komoditi ekspor perikanan unggulan Indonesia adalah tuna. Nilai ekspor tuna pada periode Januari hingga November 2004 adalah sebesar 13.78 persen dari nilai total ekspor perikanan. Selain itu, komoditi seperti kepiting dan rumput laut, dari tahun ke tahun menunjukkan terjadinya peningkatan ekspor yang cukup besar, baik dari segi volume maupun nilainya. Peningkatan tersebut menunjukkan bahwa permintaan komoditi tersebut di pasar internasional yang terus meningkat, sehingga komoditi tersebut memiliki prospek yang menggembirakan untuk terus ditingkatkan produksinya.
48
Tabel 4.5 Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditi, Berat, dan Nilai, Tahun 2002-2004 2002 KOMODITI UDANG Udang tidak beku Udang beku Udang dalam kaleng KEPITING Kepiting beku Kepiting dalam kaleng Kepiting tidak beku RUMPUT LAUT TERI UBUR-UBUR KERUPUK UDANG TUNA Tuna segar Tuna beku Tuna dalam kaleng KODOK KORAL & KULIT KERANG IKAN HIAS MINYAK IKAN MUTIARA SIPUT LAINNYA TOTAL
2003
Januari - November 2004 Volume Nilai (Juta kg) (US$) 127.739 810 905 190 6.100 12 640 554 109.905 732 385 670
Volume (Juta kg) 124.765 8.987 112.539
Nilai (US$) 836 563 280 14 141 415 817 823 251
Volume (Juta kg) 137.636 8.795 125.684
Nilai (US$) 850 222 203 16 486 712 830 820 981
3.239 11.226 2.155
4 598 614 90 348 143 10 425 599
3.156 12.041 2.177
2 914 510 91 917 616 11 153 691
11.734 18.848 2.262
65 878 966 117 350 882 8 437 228
5.640
70 937 602
6.805
74 103 166
1.611
12 402 931
3.431 28.560 7.200 7.714
8 984 942 15 785 474 41 157 021 7 869 864
3.059 40.162 3.795 8.763
6 660 759 20 511 027 19 623 920 6 924 803
14.974 44.848 2.992 3.759
96 510 723 22 057 355 16 613 188 4 038 683
6.638 92.797 26.718 27.733
9 105 862 212 425 684 90 687 435 35 689 728
6.122 117.092 27.795 42.451
8 887 938 213 178 841 83 256 526 28 680 754
5.114 85.781 25.698 16.532
6 979 866 222 118 610 97 244 560 16 897 201
38.346 3.832
86 048 521 13 543 902
46.846 3.797
101 241 561 12 553 036
43.551 3.089
107 976 849 10 253 782
3.639 3.514 0.303 0.006 2.647 272.898 565.739
1 972 077 15 054 169 717 191 11 470 948 4 316 782 310 022 716 1 570 353 113
3.208 3.378 3.868 0.0003 2.930 516.895 859.687
1 529 773 15 808 992 2 026 816 3 172 880 4 814 960 383 995 045 1 635 167 850
2.752 2.987 0.781 0.0016 1.710 520.031 820.434
1 230 656 14 079 960 488 496 5 293 154 2 533 245 377 911 947 1 611 855 014
Sumber : Departemen Kelautan dan Perikanan (2006)
4.4 Investasi di Sektor Perikanan di Indonesia
Investasi di sub sektor perikanan, baik yang berupa Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) pada sektor perikanan masih relatif kecil dibandingkan dengan investasi PMA dan PMDN sektor pertanian
49
maupun terhadap total investasi di Indonesia. Bahkan, PMA sub sektor perikanan pada tahun 2005 turun drastis dibandingkan dengan tahun 2004. Pada Tabel 4.6 terlihat bahwa jumlah PMA sub sektor perikanan adalah sebesar 132.6 juta US dollar, turun menjadi hanya 15.4 juta US dollar pada tahun 2005. Jumlah tersebut hanya 0.11 persen dari total PMA yang disetujui pada tahun 2005. Investasi PMDN sub sektor perikanan pada tahun 2005 meningkat dari Rp 3 milyar pada tahun 2004, menjadi Rp 15 milyar. Meski demikian, jumlah tersebut masih relatif sangat kecil jika dibandingkan dengan investasi pada keseluruhan sektor perekonomian maupun pda sektor pertanian. PMDN pada sub sektor perikanan pada tahun 2005 hanya 0.33 persen dari total PMDN sektor pertanian, atau 0.03 persen dari total PMDN seluruh sektor (Tabel 4.6). Padahal, dengan potensi sumberdaya perikanan Indonesia yang sangat besar, terdapat peluang pemanfaatan yang besar dari sub sektor perikanan. Kecilnya investasi pada sub sektor perikanan ini menunjukkan bahwa peluang tersebut masih belum dimanfaatkan secara optimal. Tabel 4.6 PMA dan PMDN Sub Sektor Perikanan, 2004-2005a\ Sektor Total seluruh sektor Sektor Pertanian Sub sektor Perikanan Persentase dari sektor pertanian Persentase dari total seluruh sektor Sumber : Biro Pusat Statistik (2006)
PMA (juta US $) 2004 2005 10279.8 13579.3 329.7 606.0 132.6 15.4 40.22 2.54 1.29 0.11
PMDN (Rp. milyar) 2004 2005 37140.4 50577.4 1847.9 4494.1 3.0 15.0 0.16 0.33 0.008 0.03
4.5 Rumah Tangga Perikanan di Indonesia
Berdasarkan data Biro Pusat Statistik (2006), jumlah rumah tangga perikanan di Indonesia pada tahun 2003 hingga 2004 mengalami peningkatan sebesar 207 791
50
rumah tangga (Tabel 4.7). Peningkatan terbesar adalah pada rumah tangga sub sektor perikanan laut, di mana pada tahun 2003 jumlahnya adalah sebesar 559 791 rumah tangga, dan pada tahun 2004 bertambah 53 426 rumah tangga menjadi 631 217 rumah tangga. Secara umum, dari tahun 2003 hingga 2004 jumlah rumah tangga perikanan di Indonesia meningkat sebesar 9.69 persen. Tabel 4.7 Jumlah Rumah Tangga Perikanan di Indonesia Menurut Sub Sektor Perikanan, 2003-2004 Sub Sektor Perikanan Perikanan Laut Perairan Umum Tambak Kolam Keramba Sawah Total
2003 559791 349516 196443 746642 43010 249557 2144959
2004 613217 394229 230651 797429 41595 275679 2352750
Sumber : Biro Pusat Statistik (2006)
4.6 Saluran Pemasaran Komoditi Perikanan
Disparitas harga komoditi perikanan antara harga nelayan dengan harga konsumen ditentukan oleh panjang atau pendeknya saluran pemasaran komoditi perikanan tersebut. Saluran pemasaran yang panjang biasanya memperbesar marjin pemasaran, sehingga disparitas harga semakin besar. Hingga saat ini, harga yang diterima oleh nelayan jauh berada di bawah harga jual komoditi perikanan tersebut pada konsumen. Akibatnya, sebagian besar nelayan Indonesia masih berada pada kondisi miskin. Menurut Hanfiah dan Saefuddin (1983) ada beberapa golongan perantara yang terlibat dalam pemasaran hasil perikanan rakyat di Indonesia, yaitu :
51
1. Tengkulak desa, adalah pembeli yang aktif mendatangi nelayan untuk membeli ikan. 2. Pedagang pengumpul di pasar lokal atau tengkulak pasar, adalah pedagang yang membeli ikan dari tengkulak desa. 3. Pedagang besar atau grosir, adalah pedagang yang berada di pusat kota untuk menerima kiriman barang dari pedagang pengumpul di pasar lokal. 4. Agen, adalah pedagang yang aktif membeli ikan di unit-unit usaha perikanan untuk membeli komoditi perikanan yang akan diekspor seperti udang dan tuna. 5. Pedagang eceran, adalah pedagang yang membeli ikan dari grosir dan menjualnya ke konsumen. 6. Eksportir. Salah satu contoh
saluran pemasaran produk perikanan untuk konsumsi
domestik dapat digambarkan sebagai berikut : Nelayan Pedagang Eceran Tengkulak Desa
Tengkulak Pasar
Konsumen Domestik
Grosir Rumah makan
Kecamatan Cisaat
Bogor dan Jakarta
Gambar 4.1 Saluran Pemasaran Komoditi Perikanan Kecamatan Cisaat, Sukabumi Sumber : Hanafiah dan Saefuddin (1983)
52
BAB V. HASIL DAN PEMBAHASAN
Bab ini akan membahas mengenai pengganda total sektor perikanan menurut SNSE Indonesia tahun 2003 dan dampak kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan rumah tangga dan sektor-sektor perekonomian lainnya. Dampak kenaikan pendapatan tersebut selain kenaikan pendapatan secara total juga akan didekomposisi menjadi pengganda transfer, open loop, dan close loop. Namun, sebelumnya akan dibahas terlebih dahulu tentang input antara dalam kegiatan produksi sektor perikanan untuk mengetahui proporsi input impor dalam sektor perikanan. Selain itu juga akan dibahas terlebih dahulu tentang keterkaitan sektor perikanan dengan sektor-sektor perekonomian lainnya untuk mengetahui proporsi penggunaan input dan output sektor perikanan oleh sektor-sektor perekonomian lainnya.
5.1 Input Antara dalam Kegiatan Produksi Sektor Perikanan
Dalam kegiatan produksi, sektor perikanan menggunakan input-input antara baik yang berasal dari sektor perikanan itu sendiri maupun yang berasal dari sektorsektor produksi lainnya. Besarnya input antara dalam kegiatan produksi perikanan dapat diketahui dari vector besarnya pengeluaran sektor perikanan untuk sektorsektor kegiatan produksi lainnya pada blok kegiatan produksi SNSE. Input antara tersebut terdiri dari komoditi domestik dan komoditi impor. Peningkatan ekspor di sektor perikanan akan meningkatkan permintaan input antara tersebut, dan dengan demikian akan meningkatkan pendapatan sektor-sektor
53
perekonomian lainnya. Namun, dengan adanya input antara impor, maka kenaikan ekspor tersebut juga akan meningkatkan permintaan input impor. Untuk itu, perlu diketahui terlebih dahulu berapa besar bagian input antara yang merupakan komoditi domestik dan yang merupakan komoditi impor. Berdasarkan Tabel 5.1, terlihat bahwa input antara sektor perikanan yang berasal dari komoditi impor hanya sebesar 6.05 persen dari total input antara yang digunakan. Adapun komoditi domestik yang digunakan sebagai input antara dalam produksi sektor perikanan adalah sebesar 93.95 persen. Angka tersebut menunjukkan bahwa sektor perikanan merupakan sektor yang banyak menyerap produksi dalam negeri daripada produksi impor. Dengan demikian, maka kenaikan pendapatan sektor perikanan akan lebih banyak diterima oleh komoditi domestik daripada komoditi impor. Oleh karena itu, maka injeksi pada sektor perikanan akan memberikan dampak yang lebih besar pada sektor-sektor perekonomian domestik daripada impor. Dari 22 sektor produksi yang menyediakan input antara bagi sektor perikanan, sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan pergudang merupakan sektor terbesar yang menyediakan input antara bagi sektor perikanan. Dari sektor ini, 99.95 persen input antaranya merupakan komoditi domestik, dan hanya 0.05 persen yang merupakan komoditi impor. Sektor yang sebagian besar input antaranya merupakan komoditi impor adalah sektor industri kertas dan industri kimia, yaitu masing-masing persentase impornya adalah sebesar 84.15 dan 83.3 persen. Untuk sektor perikanan itu sendiri, input antara yang merupakan komoditi impor hanya 0.01 persen. Hasil ini menunjukkan bahwa pengaruh injeksi pada kenaikan
54
pendapatan sektor perikanan nantinya 99.99 persen akan jatuh ke sektor perikanan domestik itu sendiri (Tabel 5.1). Tabel 5.1 Input Antara dalam Kegiatan Produksi Perikanan (Rp. Milyar)
Sektor Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Restoran Perhotelan Angkutan dan Komunikasi Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya Total
Input Antara
Total Input Antara 118.08 3,592.76 32.05 31.18 4,112.64
Domestik 118.08 3,592.76 32.05 31.18 4,112.18
% 100.00 100.00 100.00 100.00 99.99
Impor 0.00 0.00 0.00 0.00 0.46
% 0.00 0.00 0.00 0.00 0.01
0.00 0.00 2,844.30 49.45 34.55
0.00 0.00 2,741.52 45.29 34.16
0.00 0.00 96.39 91.59 98.87
0.00 0.00 102.78 4.16 0.39
0.00 0.00 3.61 8.41 1.13
1,070.77
169.69
15.85
901.08
84.15
1,382.99 12.87 52.33
231.02 12.87 52.33
16.70 100.00 100.00
1,151.97 0.00 0.00
83.30 0.00 0.00
19,486.09 92.28 1.37 4,481.40 383.67 18.89
19,475.79 83.21 0.45 4,459.09 303.10 6.28
99.95 90.16 32.87 99.50 79.00 33.26
10.30 9.08 0.92 22.31 80.57 12.61
0.05 9.84 67.13 0.50 21.00 66.74
17.30
16.30
94.21
1.00
5.79
184.30 37,999.28
184.30 35,701.65
100.00 93.95
0.00 2,297.62
0.00 6.05
Sumber : BPS (2005), diolah
5.2 Keterkaitan Langsung Perekonomian Lainnya
Sektor
Perikanan
dengan
Sektor-Sektor
Sektor perikanan memiliki keterkaitan langsung dengan sektor-sektor perekonomian lainnya baik keterkaitan ke depan maupun ke belakang. Keterkaitan ke
55
depan adalah penggunaan output produk perikanan oleh sektor-sektor lain, sementara keterkaitan ke belakang adalah penggunaan output-output sektor produksi lainya oleh sektor perikanan. Sektor perikanan memiliki keterkaitan ke belakang yang lebih besar dibandingkan dengan keterkaitan ke depannya. Berdasarkan data pada Tabel 5.2, keterkaitan ke depan sektor perikanan adalah sebesar Rp 29 630.76 milyar, sedangkan keterkaitan ke belakangnya sebesar Rp 37 999.28 milyar. Sektor yang memiliki keterkaitan ke depan yang besar dengan sektor perikanan adalah industri makanan, minuman, dan tembakau, di mana sektor tersebut menyerap 69.21 persen dari output sektor perikanan. Selain itu, sektor restoran juga memiliki keterkaitan ke depan yang cukup tinggi, yaitu sebesar 12.63 persen. Hal ini disebabkan karena komoditi perikanan sebagian besar memang merupakan bahan pangan, sehingga output perikanan lebih banyak digunakan oleh industri makanan, minuman dan tembakau, dan sektor restoran. Adapun sektor perikanan memiliki keterkaitan ke belakang yang paling besar dengan sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan pergudangan, dimana 51.28 persen input sektor perikanan berasal dari sektor ini. Sektor lainnya yang memiliki keterkaitan ke belakang yang cukup besar dengan sektor perikanan adalah sektor angkutan dan komunikasi, yaitu sebesar 11.79 persen. Hal ini disebabkan oleh produksi perikanan Indonesia yang memiliki rantai pemasaran yang panjang sehingga memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor perdagangan dan sektor angkutan. (Tabel 5.2).
56
Tabel 5.2 Keterkaitan Langsung Sektor Perikanan dengan Sektor-sektor Produksi Lainnya dalam Perekonomian (Rp. Milyar)
Sektor Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam & Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Tanah Liat, & Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Restoran Perhotelan Angkutan dan Komunikasi Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya Total
Ke Depan 0.00 4.21 0.00 0.00 4112.64 0.00 0.00 20508.67 35.16 2.76
Keterkaitan % Ke Belakang 0.00 118.08 0.01 3,592.76 0.00 32.05 0.00 31.18 13.88 4,112.64 0.00 0.00 0.00 0.00 69.21 2,844.30 0.12 49.45 0.01 34.55
% 0.31 9.45 0.08 0.08 10.82 0.00 0.00 7.49 0.13 0.09
88.72 10.83 0.00 0.00
0.30 0.04 0.00 0.00
1,070.77 1,382.99 12.87 52.33
2.82 3.64 0.03 0.14
0.00 3741.35 402.89 261.49 0.00 180.18
0.00 12.63 1.36 0.88 0.00 0.61
19,486.09 92.28 1.37 4,481.40 383.67 18.89
51.28 0.24 0.00 11.79 1.01 0.05
281.87 0.00 29630.76
0.95 0.00 100.00
17.30 184.30 37,999.28
0.05 0.49 100.00
Sumber : BPS (2006), diolah
5.3 Pengganda Total Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Rumah Tangga
Dari hasil analisis pengganda, diketahui bahwa pengganda sektor perikanan untuk rumah tangga pengusaha pertanian adalah sebesar 0.4676 (Tabel 5.3). Dengan kata lain, apabila terjadi perubahan pendapatan pada sektor perikanan sebesar satu juta rupiah, maka pendapatan dari masyarakat pengusaha pertanian akan meningkat sebesar Rp 467 600. Nilai pengganda sektor perikanan untuk rumah tangga
57
pengusaha pertanian tersebut adalah yang terbesar dibandingkan dengan pengganda untuk golongan rumah tangga yang lain. Hal ini menunjukkan bahwa rumah tangga pengusaha pertanian menerima dampak yang paling besar dari perubahan pendapatan sektor pertanian bila dibandingkan dengan golongan rumah tangga yang lain. Urutan kedua penerima dampak terbesar dari perubahan sektor perikanan adalah rumah tangga pengusaha golongan atas perkotaan bukan pertanian. Nilai pengganda sektor perikanan untuk golongan rumah tangga ini adalah sebesar 0.4115. Sedangkan rumah tangga pengusaha golongan rendah perkotaan bukan pertanian menempati urutan ketiga dengan nilai pengganda sektor perikanan untuk golongan rumah tangga ini sebesar 0.2801. Kedua golongan rumah tangga tersebut dan golongan rumah tangga pengusaha pertanian adalah golongan yang cenderung memperoleh penghasilan tinggi (Tabel 5.3). Golongan rumah tangga buruh pertanian, di mana banyak terdapat rumah tangga miskin, justru hanya menerima dampak yang relatif kecil dari perubahan pendapatan pada sektor perikanan. Nilai pengganda sektor perikanan untuk golongan rumah tangga ini hanya sebesar 0.1236, yang berarti bahwa jika pendapatan sektor perikanan meningkat sebesar satu juta rupiah, maka pendapatan rumah tangga buruh pertanian hanya akan menerima kenaikan pendapatan sebesar Rp 123 600. Nilai pengganda tersebut berada di urutan keenam dari delapan golongan rumah tangga. Golongan rumah tangga yang memiliki nilai pengganda paling kecil adalah rumah tangga bukan angkatan kerja baik di pedesaan maupun di perkotaan, dengan nilai pengganda berturut-turut adalah sebesar 0.0799 dan 0.1130 (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 3).
58
Hasil analisis pengganda ini menunjukkan bahwa peningkatan pendapatan sektor perikanan justru akan dinikmati terutama oleh rumah tangga yang berpenghasilan
tinggi
daripada
yang
berpendapatan
rendah.
Temuan
ini
mengindikasikan bahwa selama ini golongan rumah tangga miskin masih kurang diuntungkan oleh kegiatan-kegiatan sektor perikanan. Kecilnya nilai pengganda sektor perikanan untuk golongan rumah tangga buruh pertanian menunjukkan bahwa dampak kenaikan pendapatan dari sektor perikanan belum banyak dirasakan oleh rumah tangga miskin dari pada rumah tangga berpenghasilan tinggi. Pada sektor-sektor produksi yang lain pun, golongan rumah tangga buruh pertanian memiliki nilai pengganda yang relatif kecil dibandingkan golongan rumah tangga pengusaha. Rata-rata nilai pengganda sektor produksi terhadap pendapatan rumah tangga buruh tani hanya sebesar 0.0955, jauh berada di bawah angka rata-rata pengganda sektor produksi untuk rumah tangga pengusaha golongan atas perkotaan bukan pertanian, yaitu sebesar 0.3898. Kondisi ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan di Indonesia masih belum merata. Rumah tangga buruh pertanian, yang sebagian besar terdiri dari rumah tangga miskin, belum memiliki posisi tawar yang cukup kuat dalam perekonomian. Akibatnya, rumah tangga buruh pertanian memperoleh distribusi pendapatan yang relatif kecil dan cenderung selalu mendapat tekanan dari institusi-institusi lainnya yang lebih kuat. Belum meratanya distribusi pendapatan ini mengindikasikan bahwa perekonomian selama ini cenderung hanya digerakkan oleh golongan tertentu saja. Tidak meratanya distribusi pendapatan ini dapat menimbulkan ketimpangan pendapatan yang semakin besar antara golongan kaya dan golongan miskin.
59
Tabel 5.3 Pengganda Sektor Produksi terhadap Pendapatan Rumah Tangga Berdasarkan Pengganda SNSE Indonesia tahun 2003 RT Pertanian
Sektor
Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam, & Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Restoran Perhotelan Angkutan dan Komunikasi Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lain
Buruh
Pengusaha
RT Bukan Pertanian Pedesaan Bukan Angkatan Kerja 0.1052 0.0953 0.0896 0.0828 0.0799
Pengusaha Golongan Atas 0.2075 0.1842 0.1780 0.1687 0.1654
Pengusaha Golongan Rendah 0.2707 0.2480 0.2777 0.2719 0.2801
Perkotaan Bukan Angkatan Kerja 0.1095 0.0968 0.1090 0.1078 0.1130
Pengusaha Golongan Atas 0.3861 0.3462 0.3969 0.3914 0.4115
0.1441 0.1337 0.1287 0.1186 0.1236
0.7853 0.6246 0.5333 0.4636 0.4676
Pengusaha Golongan Rendah 0.2003 0.1860 0.1967 0.1911 0.1861
0.0697 0.1105 0.1065 0.0888 0.1081
0.2748 0.3857 0.4646 0.3459 0.3995
0.1389 0.2254 0.1888 0.1709 0.2117
0.0567 0.0938 0.0801 0.0678 0.0859
0.1219 0.1641 0.1594 0.1348 0.1628
0.2389 0.3224 0.2912 0.3145 0.3203
0.0887 0.1057 0.1086 0.1073 0.1142
0.3155 0.3796 0.3912 0.3739 0.4134
0.0620
0.2407
0.1252
0.0478
0.0991
0.2235
0.0809
0.2885
0.0677 0.0809 0.0879
0.2635 0.3175 0.3279
0.1348 0.1601 0.1851
0.0536 0.0653 0.0690
0.1103 0.1391 0.1286
0.2291 0.2826 0.3046
0.0838 0.1039 0.1028
0.2999 0.3677 0.3644
0.0911 0.1050 0.0617 0.0837 0.0760 0.0677
0.3510 0.4440 0.2523 0.3198 0.2970 0.2654
0.2371 0.1993 0.1077 0.1583 0.1443 0.1261
0.0693 0.0763 0.0462 0.0655 0.0601 0.0536
0.1616 0.1673 0.1002 0.1319 0.1390 0.1184
0.3308 0.3077 0.1983 0.2878 0.2696 0.2412
0.1407 0.1287 0.0812 0.1017 0.1104 0.0953
0.5456 0.4676 0.2934 0.3686 0.3954 0.3575
0.0928 0.0930
0.3544 0.3500
0.1707 0.1787
0.0851 0.0706
0.2065 0.1500
0.3241 0.3503
0.1301 0.1277
0.5525 0.4695
60
5.4 Analisis Dekomposisi Dampak Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan
Pengaruh perubahan pendapatan dalam sektor perikanan terhadap peningkatan pendapatan sektor
produksi, faktor produksi, dan institusi dalam perekonomian
Indonesia terjadi melalui mekanisme keterkaitan yang terdapat dalam sistem neraca sosial ekonomi. Peningkatan tersebut dapat terjadi dalam satu blok, maupun melalui blok-blok neraca yang lainnya dalam keseluruhan sistem perekonomian. Tahapan dampak peningkatan pendapatan dari sektor perikanan terhadap komponenkomponen lain dalam SNSE dapat dilihat melalui dekomposisi pengganda, yaitu pengganda transfer, pengganda open loop, dan pengganda close loop. Pembahasan berikut akan membahas kenaikan pendapatan pada dekomposisi pengganda tersebut satu per satu.
5.4.1 Kenaikan Pendapatan pada Pengganda Transfer
Pengaruh injeksi pada sektor perikanan secara langsung terhadap pendapatan sektor produksi yang lain dalam blok kegiatan produksi dapat diketahui melalui analisis pengganda transfer.
Pada Tabel 5.4 terlihat bahwa dampak pengganda
transfer kenaikan ekspor di sektor perikanan yang terbesar adalah untuk sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan pergudangan. Hal ini berarti bahwa injeksi terhadap sektor perikanan sebesar lima persen (Rp 671.394 milyar), akan meningkatkan pendapatan sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan pergudangan sebesar Rp 186.865 milyar. Sektor produksi lain yang memiliki dampak pengganda transfer dari kenaikan ekspor di sektor perikanan yang cukup besar adalah sektor angkutan dan komunikasi sebesar Rp 57.097 milyar, sektor
61
industri kimia, pupuk, industri dari tanah liat dan semen sebesar Rp 47.403 milyar, dan sektor pertanian tanaman lainnya sebesar Rp 36.676 milyar. Adapun dampak kenaikan ekspor tersebut secara langsung terhadap sektor perikanan itu sendiri hanya sebesar Rp 35.941 milyar. Sektor-sektor yang terkena dampak kenaikan ekspor yang cukup tinggi tersebut memiliki keterkaitan yang kuat dengan sektor perikanan, baik sebagai sektor pemasok input maupun sebagai sektor penyerap output dari sektor perikanan, sehingga memiliki pengganda transfer yang cukup besar. Pengganda transfer selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Tabel 5.4 Dampak Pengganda Transfer Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Sektor-sektor Produksi (Rp. milyar) Sektor-sektor Kegiatan Produksi Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam, & Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Restoran Perhotelan Angkutan dan Komunikasi Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lain
Dampak Pengganda Transfer 9.577 36.676 3.479 0.916 35.941 8.476 0.299 35.560 6.864 1.530 30.366 47.403 5.862 4.275 186.865 3.802 1.344 57.097 17.344 18.502 3.830 9.489
62
5.4.2 Kenaikan Pendapatan pada Pengganda Open Loop
Dampak injeksi sektor perikanan secara silang (cross effects) terhadap komponen-komponen pada blok lain dapat diketahui melalui dekomposisi pengganda open loop. Pada Tabel 5.5 dapat dilihat dampak pengganda open loop dari kenaikan
ekspor pada sektor perikanan terhadap pendapatan faktor-faktor produksi. Faktor produksi yang memperoleh dampak kenaikan pendapatan paling besar dari adanya injeksi di sektor perikanan adalah faktor produksi bukan tenaga kerja, yaitu sebesar Rp 293.844 milyar. Adapun golongan tenaga kerja yang memiliki dampak open loop paling besar dari injeksi ekspor perikanan tersebut adalah tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji yang berdomisili di pedesaan, yaitu sebesar Rp 71.048 milyar. Tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji atau buruh tani pedesaan, hanya menerima distribusi pendapatan open loop sebesar Rp 54.990 milyar (Tabel 5.5). Hal ini disebabkan karena pada sektor perikanan, besar kecilnya pendapatan lebih dipengaruhi oleh modal daripada oleh tenaga kerja, sehingga pengusaha yang memiliki modal dapat memperoleh bagian distribusi pendapatan yang lebih besar. Apabila dilihat dari segi wilayah tempat tinggal, terlihat bahwa secara total kenaikan pendapatan yang diperoleh oleh tenaga kerja yang bertempat tinggal di pedesaan lebih besar dari perkotaan. Pada dampak open loop ini, pendapatan yang terdistribusi ke tenaga kerja pedesaan adalah sebesar Rp 170.022 milyar, sedangkan yang terdistribusi ke perkotaan adalah sebesar Rp 146.756 milyar. Hal ini mengindikasikan bahwa kenaikan ekspor di sektor perikanan dapat dimanfaatkan
63
untuk penyaluran distribusi pendapatan yang lebih merata secara spasial atau antar desa-kota. Tabel 5.5 Dampak Pengganda Open Loop Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Faktor Produksi (Rp. milyar) Faktor Produksi
Klasifikasi Tenaga Kerja Penerima Upah dan Gaji Pertanian Bukan Penerima Upah dan Gaji Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar
Penerima Upah dan Gaji
Tata Usaha, Penjualan, dan JasaJasa
Penerima Upah dan Gaji
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan, Militer, Profesional dan Teknisi Bukan Tenaga Kerja
Penerima Upah dan Gaji
Tenaga Kerja
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
Dampak Open Loop 54.990 29.984 71.048 18.644 6.674 15.154 3.995 3.951 7.110 32.573 23.810 39.464 1.511 5.749 0.884 1.237 293.844
Selain dampak injeksi terhadap pendapatan faktor produksi, dampak dekomposisi pengganda open loop juga dapat digunakan untuk mengetahui besarnya dampak cross effets kenaikan ekspor sektor perikanan terhadap pendapatan institusi. Seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5.6, institusi yang menerima kenaikan pendapatan cross effects paling tinggi adalah institusi perusahaan, yaitu sebesar Rp 157.359 milyar. Hal ini disebabkan karena ekspor komoditi perikanan Indonesia sebagian besar merupakan komoditi olahan, seperti udang beku, udang dalam kaleng, kepiting dalam kaleng, dan tuna dalam kaleng. Institusi rumah tangga yang menerima kenaikan pendapatan open loop paling besar adalah golongan pengusaha pertanian, yaitu sebesar Rp 137.149 milyar.
64
Adapun golongan rumah tangga buruh tani hanya menerima kenaikan pendapatan sebesar Rp 40.712 milyar. Hasil ini menunjukkan bahwa masih terdapat kesenjangan distribusi pendapatan yang cukup besar antara golongan rumah tangga pengusaha pertanian dengan buruh pertanian. Hal ini disebabkan oleh masalah kepemilikan modal, pengusaha pertanian yang memiliki modal mempunyai pengganda open loop yang lebih besar dari pada buruh pertanian. Besarnya pengganda open loop selengkapnya ditampilkan pada Lampiran 5. Tabel 5.6 Dampak Pengganda Open Loop Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Institusi (Rp. milyar) Institusi
Klasifikasi Rumah Tangga Pertanian
Buruh Pengusaha
Pedesaan Rumah tangga
Bukan Pertanian
Perkotaan
Dampak Open Loop 40.712 137.149
Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas
Perusahaan Pemerintahan
49.485 21.171 42.759
61.983 27.816
98.647 157.359 78.027
5.4.3 Kenaikan Pendapatan Rumah Tangga pada Pengganda Close Loop
Injeksi pada sektor perikanan, akan meningkatkan pendapatan blok kegiatan produksi, diikuti dengan peningkatan pendapatan blok neraca faktor produksi dan
65
blok institusi, dan akhirnya kembali meningkatkan pendapatan blok kegiatan produksi setelah melalui semua sistem perekonomian. Peningkatan pendapatan melalui beberapa blok neraca yang akhirnya kembali ke blok kegiatan produksi itu sendiri dapat dianalisis melalui dekomposisi pengganda close loop. Besarnya pengganda close loop selengkapnya disajikan pada Lampiran 6. Adapun dampak pengganda close loop kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan rumah tangga dapat dilihat pada Tabel 5.7. Tabel 5.7 Dampak Pengganda Close Loop Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Rumah Tangga (Rp. milyar) Rumah Tangga Buruh pertanian Pengusaha pertanian Pengusaha golongan rendah bukan pertanian pedesaan Bukan angkatan kerja pedesaan Pengusaha golongan atas bukan pertanian pedesaan Pengusaha golongan rendah bukan pertanian perkotaan Bukan angkatan kerja perkotaan Pengusaha golongan atas bukan pertanian perkotaan
Dampak Close Loop 42.251 176.787 75.469 32.487 68.267 126.057 48.078 177.647
Pada Tabel 5.7 terlihat bahwa kenaikan ekspor di sektor perikanan sebesar lima persen memiliki dampak tidak langsung yang paling besar terhadap pengusaha golongan atas bukan pertanian yang bertempat tinggal di perkotaan. Kenaikan pendapatan yang akan diterima oleh golongan rumah tangga ini dengan adanya injeksi di sektor perikanan sebesar Rp 671.394 milyar adalah sebesar Rp 177.647 milyar. Adapun golongan rumah tangga yang juga menerima dampak tidak langsung cukup besar adalah pengusaha pertanian, yaitu sebesar Rp 176.787 milyar. Hasil ini mengindikasikan bahwa kenaikan ekspor di sektor perikanan terutama akan dinikmati oleh pengusaha dan eksportir. Sementara, golongan rumah tangga buruh pertanian
66
hanya memperoleh kenaikan pendapatan dari pengganda close loop yang relatif kecil dibandingkan dengan golongan rumah tangga lain. Hasil ini menunjukkan bahwa distribusi pendapatan yang terjadi masih belum merata. Kecilnya pendapatan yang diterima oleh golongan buruh tani dikarenakan pada sektor perikanan diperlukan input kapital yang besar untuk memperoleh keuntungan yang besar. Terutama pada sektor perikanan di Indonesia, sub sektor yang memiliki kontribusi pendapatan paling besar adalah sub sektor perikanan laut. Pada sub sektor perikanan laut, hasil produksi akan lebih besar apabila tersedia kapal dan peralatan tangkap yang lebih modern. Dengan demikian, maka pengusaha yang mampu menyediakan modal untuk input kapital tersebutlah yang akan menerima keuntungan yang paling besar dari adanya injeksi di sektor perikanan.
5.5 Dampak Peningkatan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Distribusi Pendapatan
Pokok bahasan pada sub bab ini akan menganalisis hasil simulasi peningkatan ekspor sektor perikanan terhadap perekonomian Indonesia, yang dilihat melalui komponen-komponen dalam SNSE. Dampak total kenaikan ekspor tersebut akan dilihat melalui perubahan pendapatan yang diterima oleh faktor produksi, institusi, dan perubahan pendapatan sektor-sektor produksi. Besarnya dampak total tersebut merupakan penjumlahan dari dampak pengganda transfer, open loop, dan close loop yang telah dibahas sebelumnya (selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 7). Secara umum, kenaikan ekspor di sektor perikanan sebesar Rp 671.394 tersebut akan meningkat pendapatan seluruh sektor-sektor perekonomian. Hal ini sesuai dengan teori makroekonomi, di mana peningkatan ekspor akan menggeser
67
kurva pengeluaran agregat ke atas dan dengan demikian meningkatkan pendapatan nasional. Dari segi permintaan dan penawaran, kenaikan ekspor tersebut akan meningkatkan permintaan agregat, sehingga akan mengakibatkan peningkatan output yang disertai kenaikan tingkat harga. Dengan adanya kenaikan tingkat harga tersebut, pendapatan dari faktor-faktor produksi dan sektor-sektor produksi akan meningkat.
5.5.1 Perubahan Pendapatan Faktor Produksi
Besarnya pengaruh dari peningkatan nilai ekspor sektor perikanan sebesar Rp 671. 394 milyar terhadap neraca faktor produksi memberikan dampak yang positif bagi perekonomian Indonesia. Peningkatan nilai ekspor sektor perikanan mampu meningkatkan pendapatan semua faktor produksi (Tabel 5.8). Nominal peningkatan pendapatan yang terbesar diterima oleh faktor produksi bukan tenaga kerja. Faktor produksi bukan tenaga kerja ini terdiri dari modal swasta dalam negeri dan modal pemerintah dan asing. Modal di sini meliputi modal lahan, bangunan, dan kapital lain-lain. Peningkatan pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja ini yaitu sebesar Rp 644.32 milyar. Dengan nilai peningkatan tersebut, berarti pendapatan faktor produksi bukan tenaga kerja meningkat sebesar 0.075 persen dari kondisi awal, di mana pendapatan awal faktor produksi bukan tenaga kerja adalah sebesar Rp 857 257.5 milyar. Kenaikan ini adalah 42.84 persen bagian dari total kenaikan pendapatan faktor produksi. Hasil ini mengindikasikan bahwa sektor perikanan berperan dalam memberikan kontribusi bagi pertumbuhan kapital di Indonesia.
68
Sementara itu, faktor produksi tenaga kerja yang memperoleh peningkatan terbesar akibat peningkatan ekspor sektor perikanan sebesar Rp 671.394 milyar adalah tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di desa. Nilai kenaikan pendapatan faktor produksi ini adalah sebesar Rp 170.6 milyar. Nilai kenaikan tersebut merupakan 11.34 persen dari nilai total kenaikan pendapatan sektor produksi. Dibandingkan dengan kondisi awal pendapatan tenaga kerja pertanian bukan penerima upah dan gaji di desa, maka persentase peningkatan pendapatan yang dialami adalah sebesar 0.11 persen dari kondisi awal. Faktor tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji yang diharapkan memperoleh peningkatan pendapatan yang besar ternyata hanya memperoleh 6.37 persen bagian dari total kenaikan pendapatan faktor produksi atau sebesar Rp 95.87 milyar (Tabel 5.8). Tabel 5.8 Pengaruh Peningkatan Ekspor Sektor Perikanan terhadap Faktor Produksi di Indonesia (Rp. Milyar) Faktor Produksi
Klasifikasi Tenaga Kerja
Pertanian
Tenaga Kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, dan Jasa-Jasa
Kepemimpinan, Ketatalaksanaan , Militer, Profesional dan Teknisi Bukan Tenaga Kerja Total
Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji
Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji
Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
Kondisi Awal
Kenaikan Nilai %
65688.0 15896.9 153206.3 15341.6 83705.1 169860.3 48654.1
95.87 39.72 170.60 28.56 32.79 74.54 22.79
0.15 0.25 0.11 0.19 0.04 0.04 0.05
% dari Total Kenaikan 6.37 2.64 11.34 1.90 2.18 4.96 1.52
41204.5 38270.0 198957.3 57526.3 101458.3 29909.3 89430.7 4158.6
21.18 26.56 130.78 51.80 89.72 17.57 49.09 2.65
0.05 0.07 0.07 0.09 0.09 0.06 0.05 0.06
1.41 1.77 8.70 3.44 5.97 1.17 3.26 0.18
9233.6 857257.5 1979758.3
5.34 644.32 1503.92
0.06 0.08 1.50
0.36 42.84 100.00
69
Jika dilihat dari persentase kenaikannya, maka dari antara 17 faktor produksi, faktor produksi yang memiliki persentase kenaikan pendapatan paling besar adalah tenaga kerja pertanian penerima upah dan gaji di kota. Peningkatan pendapatan untuk faktor produksi tersebut sebesar 0.25 persen dari kondisi awal, atau senilai Rp 39.72 milyar. Jumlah kumulatif persentase peningkatan pendapatan dari komponenkomponen dalam neraca faktor produksi adalah sebesar 1.50 persen. Peningkatan pendapatan faktor produksi yang paling kecil dialami oleh faktor tenaga kerja kepemimpinan, ketatalaksanaan, militer, profesional dan teknisi bukan penerima upah dan gaji, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Tenaga kerja pedesaan yang termasuk golongan tersebut hanya memperoleh peningkatan pendapatan sebesar Rp 2.65 milyar jika ekspor sektor perikanan meningkat sebesar Rp 671.394 milyar. Nilai peningkatan pendapatan tersebut hanya 0.18 persen dari total peningkatan pendapatan yang diterima oleh faktor produksi. Jumlah ini adalah yang paling kecil dibandingkan dengan peningkatan pendapatan faktor produksi yang lain. Adapun tenaga kerja perkotaan yang termasuk golongan kepemimpinan, ketatatlaksanaan, militer, profesional, dan teknisi hanya akan menerima peningkatan pendapatan sebesar Rp 5.34 milyar saat terjadi peningkatan ekspor sektor perikanan sebesar lima persen.
5.5.2 Perubahan Pendapatan Institusi
Pengaruh peningkatan ekspor di sektor perikanan terhadap pendapatan rumah tangga dapat dilihat dari neraca institusi. Blok neraca institusi selain mencakup rumah tangga, juga meliputi institusi perusahaan dan pemerintah. Rumah tangga dalam blok
70
institusi pada tabel SNSE Indonesia tahun 2003 dibagi menjadi delapan golongan rumah tangga. Berdasarkan hasil simulasi kenaikan ekspor sektor perikanan sebesar lima persen, naiknya ekspor sektor perikanan tersebut membawa peningkatan pendapatan bagi seluruh komponen neraca institusi. Berdasarkan informasi pada Tabel 5.9, peningkatan pendapatan yang terbesar diterima oleh institusi perusahaan, yaitu sebesar Rp 345.05 milyar. Angka sebesar tersebut merupakan 19.77 persen dari total peningkatan pendapatan institusi akibat kenaikan ekspor sektor perikanan sebesar Rp 671.394. Dengan peningkatan sebesar tersebut, menunjukkan bahwa peningkatan ekspor sektor perikanan sebesar lima persen mampu meningkatkan pendapatan institusi perusahaan sebesar 0.07 persen dari kondisi pendapatan awalnya. Tabel 5.9 Pengaruh Peningkatan Ekspor Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Institusi di Indonesia (Rp. Milyar)
Institusi
Rumah tangga
Klasifikasi Buruh Pertanian Pengusaha Pengusaha bebas golongan rendah Bukan angkatan Pedesaan kerja Pengusaha bebas golongan atas Bukan Pertanian Pengusaha bebas golongan rendah Bukan angkatan Perkotaan kerja Pengusaha bebas golongan atas Perusahaan Pemerintahan Total
Kondisi Awal 94524.77 354160.57
Nilai 82.96 313.94
% 0.09 0.09
% dari Total Kenaikan 4.75 17.99
179967.87
124.95
0.07
7.16
71035.77
53.66
0.08
3.07
141480.40
111.03
0.08
6.36
302015.66
188.04
0.06
10.77
107791.78
75.89
0.07
4.35
387118.60 467566.60 378963.15 2484625.17
276.29 345.05 173.48 1745.29
0.07 0.07 0.05 0.72
15.83 19.77 9.94 100.00
Kenaikan
71
Pada Tabel 5.9 terlihat bahwa institusi rumah tangga yang menerima peningkatan pendapatan yang paling besar adalah golongan rumah tangga pengusaha pertanian, yaitu menerima 17.99 persen peningkatan pendapatan dari total peningkatan pendapatan institusi, atau sebesar Rp 313.94 milyar. Selanjutnya, rumah tangga yang juga mengalami peningkatan pendapatan yang cukup besar dari simulasi kenaikan ekspor sektor perikanan ini adalah rumah tangga bukan pertanian perkotaan yang termasuk dalam pengusaha bebas golongan atas. Golongan rumah tangga ini akan menerima peningkatan pendapatan sebesar Rp 276.29 milyar jika ekspor sektor perikanan meningkat sebesar Rp 671.394 milyar. Pengaruh kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap peningkatkan pendapatan rumah tangga buruh pertanian hanyalah sebesar 4.75 persen dari total peningkatan pendapatan pada neraca institusi, atau sebesar Rp 82.96 milyar. Meskipun demikian, jika dilihat dari persentase peningkatan pendapatan terhadap kondisi pendapatan awal, maka persentase peningkatan pendapatan rumah tangga buruh pertanian termasuk yang paling besar, yaitu 0.09 persen dari kondisi awal. Rumah tangga pengusaha pertanian juga memiliki angka persentase kenaikan sebesar 0.09 persen dari kondisi awal. Hasil ini menunjukkan bahwa kenaikan ekspor di sektor perikanan belum memberikan efek distribusi pendapatan yang lebih merata, di mana sebagian besar peningkatan pendapatan justru lebih dinikmati oleh golongan rumah tanga pengusaha. Seharusnya, peningkatan dalam pendapatan diikuti dengan pemerataan pendapatan. Namun, hal ini belum terjadi karena rantai distribusi komoditi perikanan yang masih didominasi oleh para pengusaha atau pemilik modal. Rumah tangga nelayan miskin
72
memiliki posisi tawar yang lemah, baik dalam memperoleh input ataupun menjual output. Rumah tangga nelayan miskin tersebut memiliki ketergantungan kepada pemilik modal untuk memperoleh pendapatan, sehingga pada saat terjadi peningkatan pendapatan, bagian yang mereka peroleh relatif kecil daripada yang diterima oleh pengusaha. Selain itu, secara umum rumah tangga bukan pertanian pedesaan menerima peningkatan pendapatan yang lebih rendah dari pada rumah tangga bukan pertanian perkotaan. Hal ini menunjukkan bahwa pembangunan ekonomi yang selama ini hanya berpusat di daerah perkotaan telah menimbulkan dampak kesenjangan spasial dalam distribusi pendapatan antara pedesaan dan perkotaan.
5.5.3 Perubahan Pendapatan Sektor Produksi
Peningkatan nilai ekspor sektor perikanan sebesar Rp 671.394 milyar mengakibatkan total sektor produksi meningkat sebesar Rp 3 416.72 milyar. Dari jumlah tersebut, bagian peningkatan pendapatan terbesar dialami oleh sektor perikanan itu sendiri, yaitu sebanyak 22.2 persen dari total peningkatan pendapatan pada blok sektor produksi, atau sebesar Rp 758.63 milyar (Tabel 5.10). Dengan peningkatan sebesar tersebut, berarti pendapatan sektor perikanan meningkat sebesar 0.896 persen dari kondisi pendapatan awal. Persentase peningkatan ini juga merupakan yang terbesar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya dalam neraca produksi. Pada sektor industri, peningkatan pendapatan yang paling besar diterima oleh industri makanan, minuman, dan tembakau. Pendapatan sektor makanan, minuman,
73
dan tembakau meningkat 0.074 persen dari kondisi awal, atau sebesar Rp 387.65 milyar. Peningkatan pendapatan tersebut merupakan 11.35 persen dari total peningkatan pendapatan sektor produksi. Hal ini sesuai dengan analisis keterkaitan, di mana sektor makanan, minuman dan tembakau memiliki keterkaitan ke depan yang paling besar dengan sektor perikanan. Tabel 5.10 Pengaruh Peningkatan Ekspor Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Sektor Produksi di Indonesia (Rp. Milyar)
Sektor Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Restoran Perhotelan Angkutan dan Komunikasi Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya Total
Kondisi Awal 242699.60 101299.72 128221.29 28255.66 84690.10
Nilai 176.26 90.18 91.31 6.78 758.63
% 0.073 0.089 0.071 0.024 0.896
% dari Total Kenaikan 5.16 2.64 2.67 0.20 22.20
217818.08 35565.51 525154.11 268533.25 87188.55
56.57 3.02 387.65 103.03 11.74
0.026 0.008 0.074 0.038 0.013
1.66 0.09 11.35 3.02 0.34
659178.77
229.05
0.035
6.70
742914.62 70431.02 331094.85
288.27 44.90 16.68
0.039 0.064 0.005
8.44 1.31 0.49
382993.05 135514.37 39869.40 281783.99 135344.35 156611.25
365.89 92.64 24.72 202.07 87.74 109.69
0.096 0.068 0.062 0.072 0.065 0.070
10.71 2.71 0.72 5.91 2.57 3.21
312752.75
180.00
0.058
5.27
152433.82 5120348.12
89.92 3416.72
0.059 2.004
2.63 100.00
Kenaikan
74
Pada Tabel 5.10 juga dapat diketahui bahwa sektor pertambangan dan penggalian memperoleh pengaruh peningkatan pendapatan yang paling kecil dengan adanya peningkatan ekspor sektor perikanan. Peningkatan pendapatan sektor pertambangan dan penggalian lainnya hanya sebesar Rp 3.02 milyar, atau hanya 0.09 persen dari total peningkatan pendapatan sektor produksi. Rendahnya pengaruh peningkatan pendapatan pada sektor ini sesuai dengan analisis keterkaitan sebelumnya yang menunjukkan bahwa tidak terdapat keterkaitan yang cukup kuat antara sektor perikanan dengan sektor pertambangan dan penggalian lainnya. Sektor jasa yang menerima peningkatan pendapatan yang terbesar adalah sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan pergudangan. Sektor perdagangan ini akan menerima peningkatan pendapatan sebesar Rp 365.89 milyar jika ekspor sektor perikanan meningkat sebesar Rp 671.394 milyar. Sektor jasa lain yang juga menerima peningkatan pendapatan yang relatif lebih tinggi dibandingkan sektor-sektor lainnya adalah sektor angkutan dan komunikasi. Dengan adanya peningkatan ekspor perikanan sebesar lima persen, pendapatan sektor angkutan dan komunikasi akan meningkat sebesar 0.072 persen dari kondisi awal, atau sebesar Rp 202.07 milyar. Hal ini disebabkan karena sektor perikanan memiliki keterkaitan ke belakang yang cukup kuat dengan sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan pergudangan dan sektor angkutan dan komunikasi. Hasil ini menunjukkan bahwa peningkatan ekspor sektor perikanan mampu memberikan dampak yang positif bagi seluruh sektor-sektor dalam perekonomian. Sektor-sektor yang memiliki keterkaitan erat dengan sektor perikanan seperti sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, sektor perdagangan, dan sektor angkutan
75
dan komunikasi menerima dampak peningkatan pendapatan yang relatif lebih tinggi dibandingkan dengan sektor-sektor lain yang kurang memiliki keterkaitan dengan sektor perikanan, seperti sektor pertambangan dan penggalian.
76
VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Kenaikan ekspor di sektor perikanan sebesar Rp 671.394 milyar memberikan dampak yang positif bagi seluruh sektor-sektor perekonomian di Indonesia. Peningkatan pendapatan sektor perikanan akibat peningkatan ekspor tersebut adalah sebesar Rp 758.63 milyar atau 22.2 persen dari total peningkatan pendapatan neraca sektor produksi. Selain sektor perikanan itu sendiri, sektor perekonomian yang menerima peningkatan pendapatan yang relatif besar dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya adalah sektor industri makanan, minuman, dan tembakau, dan sektor perdagangan besar, eceran, jasa penunjang angkutan dan komunikasi. 2. Institusi rumah tangga yang menerima peningkatan pendapatan yang paling besar akibat kenaikan ekspor sektor perikanan sebesar Rp 671.394 milyar adalah golongan rumah tangga pengusaha pertanian, yaitu sebesar Rp 313.94 milyar. Golongan rumah tangga yang juga mengalami peningkatan pendapatan yang cukup besar dari simulasi kenaikan ekspor sektor perikanan ini adalah rumah tangga bukan pertanian perkotaan yang termasuk dalam pengusaha bebas golongan atas, yang akan mengalami peningkatan pendapatan sebesar Rp 276.29 milyar. Pengaruh kenaikan ekspor di sektor perikanan terhadap peningkatkan pendapatan rumah tangga buruh pertanian hanyalah sebesar 4.75 persen dari total
77
peningkatan pendapatan pada neraca institusi, atau sebesar Rp 82.96 milyar. Dengan demikian, distribusi pendapatan akibat kenaikan ekspor sektor perikanan di Indonesia lebih banyak dinikmati oleh golongan rumah tangga pengusaha dari pada oleh rumah tangga miskin.
6.2 Saran
Berdasarkan deskripsi di atas, maka beberapa saran yang dapat diajukan antara lain : 1. Ekspor netto di sektor perikanan harus terus ditingkatkan. Untuk meningkatkan ekspor netto di sektor perikanan maka produksi perikanan harus ditingkatkan dan disertai dengan mengurangi impor, baik impor barang konsumsi perikanan maupun impor input antara untuk sektor perikanan.
Salah satu cara untuk
mengurangi impor tersebut adalah dengan meningkatkan investasi, agar barangbarang impor tersebut dapat diproduksi di dalam negeri. 2. Peningkatan distribusi pendapatan karena kenaikan ekspor di sektor perikanan
harus lebih ditujukan kepada rumah tangga nelayan miskin. Salah satu caranya adalah dengan memperpendek saluran distribusi pemasaran produk perikanan, sehingga margin perdagangan yang tinggi bukan diterima oleh pengusaha tapi oleh nelayan. Saluran pemasaran produk perikanan dapat diperpendek apabila pemerintah menyediakan akses yang lebih mudah bagi nelayan miskin untuk memperoleh input dan untuk menjual output.
78
DAFTAR PUSTAKA
Bank Dunia. 2006. Investing For Growth and Recovery. Jakarta : The World Bank Office Indonesia. Biro Pusat Statistik. 2005. Sistem Neraca Sosial Ekonomi Indonesia 2003. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Biro Pusat Statistik. 2006. Statistik Indonesia 2005/2006. Jakarta : Biro Pusat Statistik. Dahuri, Rohmin. 2004. ”Baru Sembilan Persen Potensi Perikanan yang Dimanfaatkan” [Tempo Online]. http://www.tempointeraktif.com/hg/nasional/ 2004/10/08/brk20041008-38id/html.htm [18 Oktober 2006]. Darmawansyah. 2003. ”Maksimisasi Hasil-hasil Sektor Ekonomi Unggulan Kabupaten Takalar Untuk Menunjang Peningkatan Penerimaan Daerah”. Analisis, 6 : 56-63. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. ”Nelayan Miskin Dapat Ditekan Hingga 15 Persen” [Tempo Online]. http://www.tempointeraktif.com/hg/ekbis/2004 /08/19/brk-20040819-17/id/html.htm [18 Oktober 2006]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2004. ”Potensi Perikanan Indonesia” [Pikiran Rakyat Online]. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak/0404/15/cakrawala lainnya07/htm.htm [18 Oktober 2006]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. “Perikanan Laut” [WWF Online]. http:// www.wwf.or.id/index/phptdtny/fuseaction/news/detail&id=NWS113471531 &language=i&print=1.htm [18 Oktober 2006]. Departemen Kelautan dan Perikanan. 2006. ”Tabel Ekspor Hasil Perikanan Indonesia Menurut Komoditi, Berat, dan Nilai, Tahun 2002-2004” [DKP Online]. http://www.dkp.go.id/content.php?c=2068 [9 Januari 2007]. Ditjen Perikanan Tangkap. 2003. ”Kemiskinan Nelayan : Permasalahan dan Upaya Penananggulangan” [DKP Online]. http://www.dkp.go.id/content.php?c=2083 [9 Januari 2007]. Ditjen Perikanan Tangkap. 2006. ”Babak Baru Pembangunan Perikanan Tangkap Indonesia” [Pikiran Rakyat Online]. http://www.pikiran-rakyat.com/cetak /0904/09/cakrawala/penelitian/htm.htm [18 Oktober 2006]
79
Effendi, Irzal. 2004. Pengantar Akuakultur. Jakarta : Penebar Swadaya. Food and Agriculture Organization. 2002. ”Indonesia Ditargetkan Jadi Kekuatan Maritim Dunia” [Tempo Online]. http://www.tempointeraktif.com/hg/ nasional/2004/07/26/brk20040726-20id/html.htm [18 Oktober 2006]. Food and Agriculture Organization. 2005. ”Berburu Yen dari Ikan Tuna” [BEI Online]. http://www.bexi.co.id/images_res/exim-Berburu%20Yen%20dari% 20Ikan%20Tuna.pdf [18 Oktober 2006]. Hafizrianda, Yusuf. 2005. ”Peranan Sektor Ekonomi Berbasis Pertanian Dalam Distribusi Pendapatan Regional Provinsi Papua”. Jurnal Ekonomi, 39 : 111121. Hanafiah, A.M dan A.M. Saefuddin. 1983. Tata Niaga Hasil Perikanan. Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia. Hermawan, Agus. 2001. Sektor Perikanan Laut dalam Perekonomian Jawa Barat (Kajian Tabel I/O dan Beberapa Indikator Lainnya) [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Jhingan, M.L. 2000. Ekonomi Perencanaan dan Pembangunan Wilayah. Jakarta : PT Raja Grafindo Press. Lipsey, R.G., P.N. Courant, D. Pervis, dan P. Steiner. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Edisi Kesepuluh Jilid Kesatu. Jakarta : Binarupa Aksara. Mankiw, G. 2000. Teori Makroekonomi. Edisi Keempat. Jakarta : Erlangga. Ollivia. 2002. Keragaan Ekspor Cakalang (Skipjack) Beku dan Madidihang (Yellowfin) Segar Indonesia Ke Pasar Jepang [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Runtukawe, Paulina J.A. 1992. Peranan Subsektor Perikanan dalam Pembangunan Wilayah Kotamadya Bitung [Tesis]. Program Pascasarjana KPK Institut Pertanian Bogor dan Universitas Sam Ratulangi, Bogor. Salvatore, D. 1997. Ekonomi Internasional. Jakarta : Erlangga. Soepanto. 1999. Model Ekonometrika Perikanan Indonesia : Analisis Simulasi Kebijakan pada Era Liberalisasi Perdagangan [Tesis]. Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor, Bogor. Susanti, Ervin Nora. 2003. Dampak Perubahan Investasi dan Produktivitas Sektor Perikanan Terhadap Kinerja Ekonomi Makro dan Sektoral Indonesia
80
(Aplikasi Model Ekonomi Keseimbangan Umum) [Tesis]. Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Thorbecke, Erick. 2000. ”The Use of Social Accounting Matrices in Modelling” [Cornell University Online]. http://www.econ.nyu.edu/dept/iariw [3 Desember 2005].
Todaro, Michael P., dan Stephen C. Smith. 2003. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Edisi Kedelapan Jilid Kesatu. Jakarta : Erlangga. Vitner,
Yon. 2004. ”Ekolabel Produk Perikanan” [Kompas Online]. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0403/31/bahari 943723htm.htm [17 Januari 2007].
Windria, Nur H. 2005. “Berburu Yen Dari Ikan Tuna” [BEI Online ]. http://www. bexi.co.id/images_res/exim-Berburu%20Yen%20%20dari%20Ikan%20Tuna. pdf [18 Oktober 2006]. World
Wide Fund. 2006. “Perikanan Laut” [WWF Online]. http:// www.wwf.or.id/index/phptdtny/fuseaction/news/detail&id=NWS113471531 &language=i&print=1.htm [18 Oktober 2006].
81
LAMPIRAN
82
Lampiran 1. Klasifikasi Sektor dalam SNSE Indonesia Tahun 2003 yang Telah Diagregasi Sektor Penerima Upah dan Gaji Pertanian
Faktor Produksi
Bukan Penerima Upah dan Gaji
Tenaga kerja
Produksi, Operator Alat Angkutan, Manual dan buruh kasar Tata Usaha, Penjualan, Jasa-Jasa Kepemimpinan Ketatalaksanaa n, Militer, Profesional dan Teknisi
Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji Penerima Upah dan Gaji Bukan Penerima Upah dan Gaji
Kode Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota Desa Kota
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16
Bukan tenaga kerja
Institusi
Pertanian
Rumah tangga
Bukan Pertanian
Buruh Pengusaha Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan Pedesaan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Pengusaha bebas golongan rendah, tenaga TU, pedagang keliling, pekerja bebas sektor angkutan, jasa perorangan, buruh kasar Bukan angkatan kerja dan golongan Perkotaan tidak jelas Pengusaha bebas golongan atas, pengusaha bukan pertanian, manajer, militer, profesional, teknisi, guru, pekerja TU dan penjualan golongan atas Perusahaan Pemerintahan
17 18 19
20 21
22
23 24
25 26 27
83
Lampiran 1. Lanjutan
Sektor Produksi
Neraca Kapital Pajak Tidak Langsung Subsidi Luar Negeri
Pertanian Tanaman Pangan Pertanian Tanaman Lainnya Peternakan dan Hasil-hasilnya Kehutanan dan Perburuan Perikanan Pertambangan Batubara, Biji Logam dan Minyak Bumi Pertambangan dan Penggalian Lainnya Industri Makanan, Minuman dan Tembakau Industri Pemintalan, Tekstil, Pakaian dan Kulit Industri Kayu & Barang Dari Kayu Industri Kertas, Percetakan, Alat Angkutan dan Barang Dari Logam dan Industri Industri Kimia, Pupuk, Hasil Dari Tanah Liat, Semen Listrik, Gas Dan Air Minum Konstruksi Perdagangan Besar, Eceran, Jasa Penunjang Angkutan, dan Pergudangan Restoran Perhotelan Angkutan dan Komunikasi Bank dan Asuransi Real Estate dan Jasa Perusahaan Pemerintahan dan Pertahanan, Pendidikan, Kesehatan, Film dan Jasa Sosial Lainnya Jasa Perseorangan, Rumah tangga dan Jasa Lainnya
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53
109
Lampiran 4. Pengganda Transfer Tabel SNSE Indonesia Tahun 2003
Lampiran 4. Lanjutan
Lampiran 4. Lanjutan
Lampiran 7. Dampak Total Kenaikan Ekspor di Sektor Perikanan terhadap Pendapatan Sektor-Sektor Perekonomian (Rp. Milyar)
Lampiran 7. Lanjutan
76
77
78
79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
71
72
73
74
75
76
77
78
79
80
81
81
82
89
83
90
84
91
85
52
86
87
88