Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional
PUSAT KEBIJAKAN PERDAGANGAN DALAM NEGERI BADAN PENGKAJIAN DAN PENGEMBANGAN KEBIJAKAN PERDAGANGAN KEMENTERIAN PERDAGANGAN 2013
RINGKASAN EKSEKUTIF
Menurut Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, salah satu kondisi logistik yang ingin dicapai adalah terwujudnya sistem logistik komoditas penggerak utama (key commodities) yang mampu meningkatkan daya saing produk nasional baik di pasar domestik, pasar regional maupun di pasar global. Salah satu key driver Cetak Biru Sistem Logistik Nasional adalah Komoditas Penggerak Utama; rencana aksi yang terkait dengan tupoksi Kementerian Perdagangan, adalah terbangunnya jaringan logistik penyangga komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi dan terbangunnya sistem manajemen rantai pasok untuk komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi. Menurut Cetak Biru Sistem Logistik Nasional, kriteria penempatan Pusat Distribusi Regional (PDR) adalah jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat pelabuhan utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Untuk itu big win yang hendak dicapai pada tahap I (2011-2015) adalah terwujudnya pusat distribusi regional komoditas pokok dan strategis pada setiap koridor ekonomi. Kementerian Perdagangan melalui dana Tugas Pembantuan pada tahun 2004 dan 2011 telah membangun PDR di Makassar dan pada tahun 2013 di Bitung (dalam proses pembangunan). Berdasarkan latar belakang di atas, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan melakukan kegiatan Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional dengan tujuan: (i) Mengidentifikasi dukungan daerah produsen terhadap keberadaan PDR di Bitung dan Makassar; (ii) Mengetahui potensi wilayah-wilayah yang dilayani PDR Bitung dan Makassar; (iii) Menganalisis penetapan lokasi PDR Bitung dan Makassar; (iv) Menganalisis dukungan infrastruktur transportasi PDR Bitung dan Makassar; dan (v) Memberikan masukan untuk penyusunan rekomendasi dalam rangka pelaksanaan bigwin Sistem Logistik Nasional Sektor Perdagangan yaitu terwujudnya PDR komoditas pokok dan Strategis di setiap koridor ekonomi. Dari hasil pengkajian ditarik kesimpulan sebagai berikut: 1. PDR Bitung dan Makassar diperlukan dalam mendukung pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi, khususnya dalam pengembangan Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, dan Perikanan. PDR Bitung dan Makassar juga berpotensi strategis dalam mendukung jalur perdagangan untuk wilayah Indonesia Timur maupun untuk berhubungan dengan pasar global. 2. Dukungan daerah produsen terhadap keberadaan PDR di Bitung dan Makassar.
a. Keberadaan PDR Makassar didukung oleh daerah-daerah produsen di sekitar wilayah PDR, terutama untuk komoditas unggulan Sulawesi Selatan antara lain beras, jagung, kakao, bawang merah, cabai, jeruk besar, kentang dan industri pengolahan buah-buahan.
i
b. Keberadaan PDR Bitung didukung oleh daerah-daerah produsen di sekitar wilayah PDR, yaitu Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah. Wilayah-wilayah produsen pendukung PDR Bitung berpotensi menghasilkan berbagai komoditas antara lain kentang, pala, minyak kelapa, kopra, ikan kaleng dan rumput laut. 3. Potensi wilayah-wilayah yang dilayani PDR Bitung dan Makassar a. PDR Makassar berpotensi melayani kebutuhan bahan pokok dan strategis untuk beberapa wilayah, yaitu: Kota Makassar dan sekitarnya. Bahkan, untuk komoditas beras, misalnya, distribusi dilakukan ke 21 provinsi lainnya. b. PDR Bitung berpotensi melayani kebutuhan bahan pokok dan strategis untuk beberapa wilayah, yaitu: Kota Bitung dan sekitarnya, Pulau-pulau kecil sekitar Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. 4. Penetapan lokasi PDR Bitung dan Makassar memenuhi kriteria-kriteria penempatan Pusat Distribusi Regional, mencakup jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat pelabuhan utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. 5. Dukungan infrastruktur transportasi di wilayah PDR: a. Infrastruktur transportasi PDR Makassar cukup memadai, baik infrastruktur transportasi laut (pelabuhan), maupun infrastruktur transportasi darat dengan tersedianya jalan tol. b. Infrastruktur transportasi PDR Bitung saat ini belum memadai secara keseluruhan, kecuali transportasi laut. Untuk transportasi darat telah direncanakan pembangunan jalan tol Manado-Minut-Bitung yang diharapkan dapat lebih mendukung kebutuhan transportasi darat tersebut. 6. PDR Makassar yang telah dibangun dalam dua tahap, yaitu pada tahun 2004 dan 2011, hingga saat ini belum dapat digunakan, karena belum ada pemindahtanganan PDR dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Adapun rekomendasi dari kajian ini adalah: 1. Pembangunan PDR di wilayah-wilayah lain hendaknya lebih memperhatikan ketersediaan infrastruktur transportasi laut dan transportasi darat, termasuk jalan raya sebagai penghubung ke/dari PDR. 2. Perlu perhatian dari para pihak terkait terhadap pemenuhan persyaratan teknis dan administratif yang diperlukan dalam perencanaan, pembangunan, dan pemindahtanganan PDR dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi terkait, sehingga penggunaan dan pemanfaatan PDR dapat dilakukan sesuai rencana. 3. Perlunya sosialisasi mengenai keberadaan dan fungsi Pusat Distribusi Regional kepada pihak-pihak terkait, khususnya kepada para pengguna potensial di masing-masing wilayah.
ii
KATA PENGANTAR Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional menyebutkan bahwa salah satu big win yang hendak dicapai pada tahap I (2011-2015) adalah terwujudnya pusat distribusi regional komoditas pokok dan strategis pada setiap koridor ekonomi. Peraturan Presiden tersebut juga menyebutkan salah satu rencana aksi yang terkait dengan tupoksi Kementerian Perdagangan, yaitu terbangunnya jaringan logistik penyangga komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi dan terbangunnya sistem manajemen rantai pasok untuk komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi. Berkaitan dengan hal tersebut, Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri, Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan, Kementerian Perdagangan melakukan kegiatan Analisis Pendirian Pusat Distribusi Regional pada tahun 2013. Kegiatan dilakukan dengan kunjungan ke Pusat Distribusi Regional di Bitung dan Makassar, serta penyelenggaraan diskusi terbatas di Kota Manado dan Makassar. Terima kasih disampaikan kepada Badan Penelitian dan Pengembangan Daerah Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan, Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara dan Provinsi Sulawesi Selatan, serta pihak-pihak lain yang berpartisipasi dalam pengkajian ini.
Jakarta, Desember 2013
Pusat Kebijakan Perdagangan Dalam Negeri Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Perdagangan Kementerian Perdagangan Republik Indonesia
iii
DAFTAR ISI RINGKASAN EKSEKUTIF................................................................................................. ......
i
KATA PENGANTAR .............................................................................................................
iii
DAFTAR ISI ...........................................................................................................................
iv
DAFTAR TABEL ...................................................................................................................
vii
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................................................
viii
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ...................................................................................................
1
1.2. Tujuan Penelitian ................................................................................................
2
1.3. Keluaran Penelitian ............................................................................................
3
1.4. Manfaat Penelitian ..............................................................................................
3
1.5. Ruang Lingkup Penelitian ...................................................................................
3
1.6. Sistematika Penelitian ........................................................................................
3
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Logistik ................................................................................................................
5
2.1.1. Persediaan ................................................................................................
6
2.1.2. Pergudangan .............................................................................................
7
2.1.3. Transportasi ..............................................................................................
8
2.1.4. Sistem Informasi ........................................................................................
8
2.1.5. Logistik Global ...........................................................................................
9
2.1.6. Supply Chain Management ........................................................................
10
2.2. Sistem Distribusi ..................................................................................................
10
2.2.1. Fasilitas Distribusi ......................................................................................
11
2.2.2. Infrastruktur ...............................................................................................
11
2.2.3. Dampak Bencana Alam terhadap Distribusi ...............................................
11
2.2.4. Sistem “Hub-and-Spoke”............................................................................
12
2.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI).. ..............................................................................................................
13
2.4. Pengembangan Sistem Logistik Nasional ............................................................
14
iv
2.5. Pusat Distribusi.. .................................................................................................
16
2.5.1. Peran Pusat Distribusi ...............................................................................
16
2.5.2. Manfaat Pusat Ditribusi..............................................................................
18
2.5.3. Aktivitas Bisnis dan Pelayanan Pusat Distribusi .........................................
19
2.5.4. Pelayanan Pusat Distribusi ........................................................................
22
2.6. Pusat Distribusi Regional.....................................................................................
23
2.6.1. Fungsi Pusat Distribusi Regional ...............................................................
23
2.6.2. Aktivitas Bisnis Pusat Distribusi Regional ..................................................
24
2.6.3. Sistem Layanan Pusat Distribusi Regional .................................................
25
BAB III. METODE PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran dan Metode Analisis ...........................................................
26
3.2. Metode Analisis ...................................................................................................
27
BAB IV. ANALISIS PUSAT DISTRIBUSI REGIONAL BITUNG 4.1. Data Sosial Ekonomi, Supply-Demand, Investasi dan Infrastruktur......................
28
4.2. Kebutuhan dan Dukungan terhadap Keberadaan PDR Bitung.............................
34
4.2.1. Rencana Pembangunan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ..............................................
34
4.2.2. Dukungan Daerah Produsen .....................................................................
35
4.2.3. Dukungan Pasokan-Permintaan untuk PDR Bitung ...................................
35
4.2.4. Dukungan Infrastruktur .............................................................................. 4.3. Pembangunan PDR Bitung..................................................................................
36 36
BAB V. ANALISIS PUSAT DISTRIBUSI REGIONAL MAKASSAR 5.1. Data Sosial Ekonomi, Supply-Demand, Investasi dan Infrastruktur......................
39
5.2. Kebutuhan dan Dukungan terhadap Keberadaan PDR Makassar .......................
41
5.2.1. Rencana Pembangunan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) ..............................................
41
5.2.2. Dukungan Daerah Produsen .....................................................................
42
5.2.3. Dukungan Infrastruktur ..............................................................................
43
5.3. Pembangunan PDR Makassar ............................................................................
43
5.4. Operasionalisasi PDR Makassar .........................................................................
44 v
BAB V. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN 6.1. Kesimpulan .........................................................................................................
47
6.1.1. PDR Bitung................................................................................................ 6.1.2. PDR Makassar ..........................................................................................
47 47
6.1. Rekomendasi ......................................................................................................
48
6.2.1. PDR Bitung................................................................................................ 6.2.2. PDR Makassar ..........................................................................................
48 49
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
vi
DAFTAR TABEL Tabel 4.1. Kondisi Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012 .............................
28
Tabel 4.2. Data Pasokan Bahan Pangan Pokok dan Barang Strategis Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013 ...................................................................
28
Tabel 4.3. Data Komoditas di Sulawesi ................................................................................
29
Tabel 4.4. Daftar Investasi di Sulawesi Utara .......................................................................
30
Tabel 4.5. Infrastruktur Transportasi Darat Sulawesi Utara Tahun 2012 ..............................
32
Tabel 5.1. Kondisi Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012 .............................
39
Tabel 5.2. Data Komoditas Unggulan Sulawesi Selatan .......................................................
39
Tabel 5.3. Infrastruktur Transportasi Darat Sulawesi Selatan Tahun 2012 ...........................
39
Tabel 5.4. Fasilitas Pelabuhan Soekarno-Hatta ...................................................................
40
Tabel 5.5. Potensi Hinterland Pelabuhan Soekarno-Hatta....................................................
41
vii
DAFTAR GAMBAR Gambar 1.1. Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis ............................
2
Gambar 2.1. Sistem Logistik ...................................................................................................
5
Gambar 2.2. Komponen-komponen Utama Pembentuk Sistem Logistik .................................
5
Gambar 2.3. Aliran Informasi Logistik .....................................................................................
9
Gambar 2.4. Saluran Pemasaran Pelanggan dan Saluran Pemasaran Bisnis .........................
11
Gambar 2.5. Perbandingan Sistem “Point-to-Point” dan Sistem “Hub-and-Spoke” ..................
12
Gambar 2.6. Enam Koridor Ekonomi Indonesia dalam MP3EI ................................................
13
Gambar 2.7. Skema Pemberdayaan Petani/Peternak/Nelayan ...............................................
17
Gambar 2.8. Fungsi Pusat Distribusi dan Infrastrukturnya.......................................................
20
Gambar 2.9. Area Bisnis pada Setiap Mata Rantai Pasokan ...................................................
21
Gambar 3.1. Metodologi Penelitian .........................................................................................
27
Gambar 4.1. Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung............................................................
34
Gambar 4.2. Koridor Ekonomi Sulawesi ..................................................................................
34
Gambar 5.1. Koridor Ekonomi Sulawesi dan Program Pembangunan MP3EI Di Sulawesi Selatan ..........................................................................................
41
Gambar 5.2. Bangunan PDR Makassar ..................................................................................
12
viii
BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Menurut Peraturan Presiden No. 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, salah satu kondisi logistik yang ingin dicapai adalah terwujudnya sistem logistik komoditas penggerak utama (key commodities) yang mampu meningkatkan daya saing produk nasional baik di pasar domestik, pasar regional maupun di pasar global. Selain itu, sistem logistik komoditas penggerak utama ini ditujukan untuk menjamin ketersediaan barang, kemudahan mendapatkan barang dengan harga yang terjangkau dan stabil, serta mempersempit disparitas harga antar wilayah di Indonesia. Adapun program yang direncanakan meliputi: (i) Pembangunan sistem logistik nasional melalui pengembangan jaringan distribusi penyangga baik ditingkat regional, provinsi maupun kabupaten/kota, penataan ulang dan revitalisasi sistem distribusi termasuk sistem distribusi antar pulau baik tata niaga, tata kelola, pelaku, dan sistem informasi, membangun dan merevitalisasi pasar tradisional baik prasarana, sarana, rantai pasok, maupun manajemen; (ii) Peningkatan ketersediaan pasokan nasional komoditas pokok dan strategis dan bahan baku yang masih diimpor; dan Peningkatan peran pemerintah daerah dalam penyediaan pasokan dan penyaluran komoditas pokok dan strategis; dan (iii) Penurunan disparitas harga komoditas pokok dan strategis baik antar waktu dan antar daerah melalui stabilisasi harga yang terjangkau secara merata dan pembangunan Terminal Agribisnis, Pusat Distribusi (distribution center), dan peningkatan pemanfaatan Sistem Resi Gudang. Yang dimaksud dengan komoditas penggerak utama dalam Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional selain komoditas unggulan ekspor adalah komoditas pokok dan strategis. Komoditas pokok adalah barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, rawan gejolak, penyumbang dominan inflasi, dan menentukan kesejahteraan masyarakat. Komoditas strategis adalah barang yang berperan penting dalam menentukan kelancaran pembangunan nasional. Oleh sebab itu, kelompok barang ini merupakan komoditas khusus dimana pemerintah dapat melakukan intervensi pasar untuk menjamin ketersediaan stok, menstabilkan harga agar terjangkau oleh semua lapisan masyarakat, dan menurunkan disparitas harga antar daerah di Indonesia. Untuk mencapai tujuan sistem logistik komoditas penggerak utama di atas, rencana aksi yang terkait dengan tupoksi Kemendag dalam hal meningkatkan kinerja Sistem Logistik Nasional, adalah: (i) terbangunnya jaringan logistik penyangga komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi; dan (ii) terbangunnya sistem manajemen rantai pasok untuk komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi. Berdasarkan rencana aksi Cetak Biru Sistem Logistik Nasional, yang dimaksud dengan jaringan logistik penyangga adalah Pusat Distribusi Regional (PDR). Untuk itu big win yang hendak dicapai pada tahap I (2011-2015) adalah terwujudnya PDR komoditas pokok dan strategis pada setiap koridor ekonomi.
1
Gambar 1.1. Penyebaran Pusat Distribusi Komoditas Pokok dan Strategis
Sumber: Sislognas (2012)
Pusat distribusi provinsi akan menjadi penyangga bagi jaringan distribusi kabupaten/kota. Untuk efisiensi, PDR akan ditempatkan dan dikelola oleh pusat distribusi provinsi yang ditugaskan sebagai pusat distribusi regional. Adapun kriteria penempatan PDR adalah jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat pelabuhan utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Berdasarkan pada kriteria tersebut di atas maka alternatif lokasi PDR adalah sebagai berikut: untuk Sumatera di Kuala Tanjung Padang, dan Palembang, Jawa di Jakarta, Semarang, dan Surabaya, Kalimantan di Banjarmasin, Sulawesi di Bitung dan Makassar, Nusa Tenggara di Larantuka, dan Papua di Sorong dan Jayapura. Sejauh ini, PDR sangat kental diasosiasikan hanya sebagai pusat distribusi, padahal pada prinsipnya fungsi tersebut tidak akan berjalan jika fungsi konsolidasi pasokan tidak berjalan dengan baik terlebih dahulu. Fungsi konsolidasi tersebut sangat erat terkait dengan aliran pasokan dari daerah produsen ke PDR. Untuk mengalirkan pasokan tersebut dengan baik ada beberapa hal yang harus dipenuhi, misalnya adanya kemungkinan produsen mau mendistribusikan barangnya ke lokasi PDR, adanya kemampuan untuk meyakinkan produsen jika mendistribusikan ke PDR akan mendapatkan insentif lebih besar dibandingkan pola distribusi sebelumnya, adanya kemampuan untuk mempengaruhi pola distribusi yang tidak efisien dari produsen ke pedagang yang sudah terbentuk sebelumnya, adanya aksesibilitas yang baik dari wilayah produsen ke tempat PDR yang terkait dengan jalan, jembatan, pungutan liar dan lain-lain, serta terpenuhinya skala ekonomi (kalkulasi keekonomian terkait dengan volume barang yang akan didistribusikan versus biaya transportasi). Dengan demikian, maka dalam membangun PDR diperlukan gambaran potensi dukungan daerah-daerah produsen terhadap keberadaan PDR.
1.2 Tujuan Penelitian Tujuan penelitian adalah sebagai berikut: a. Mengidentifikasi dukungan daerah produsen terhadap keberadaan PDR. b. Mengetahui potensi wilayah-wilayah yang dilayani PDR. c. Menganalisis penetapan lokasi PDR. 2
d. Menganalisis dukungan infrastruktur transportasi terhadap PDR. e. Memberikan masukan untuk penyusunan rekomendasi dalam rangka pelaksanaan bigwin Sistem Logistik Nasional Sektor Perdagangan yaitu terwujudnya PDR komoditas pokok dan Strategis di setiap koridor ekonomi.
1.3 Keluaran Penelitian Keluaran penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Gambaran dukungan daerah produsen terhadap keberadaan PDR. b. Gambaran potensi wilayah-wilayah yang dilayani PDR. c. Informasi ketepatan penetapan lokasi PDR. d. Informasi dukungan infrastruktur transportasi terhadap PDR. e. Masukan untuk penyusunan rekomendasi dalam rangka pelaksanaan bigwin Sistem Logistik Nasional Sektor Perdagangan yaitu terwujudnya PDR komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi.
1.4 Manfaat Penelitian Manfaat penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Mengetahui sejauh mana implementasi dari pelaksanaan PDR yang telah dilaksanakan sebelumnya. b. Mengetahui hal-hal yang perlu untuk diperbaiki dari hasil penelitian mengenai perencanaan, pembangunan, dan operasionalisasi PDR. c. Memberikan rekomendasi operasionalisasi PDR.
perbaikan
untuk
perencanaan,
pembangunan,
dan
1.5 Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Komoditas: bahan pokok dan strategis unggulan daerah. b. Produksi komoditas bahan pokok dan strategis unggulan daerah di sekitar daerah PDR. c. Supply dan demand di deerah produsen di sekitar daerah PDR.
1.6 Sistematika Penelitian Sistematika penelitian ini adalah: Bab I Pendahuluan. Pada Bab ini dibahas mengenai latar belakang penelitian, tujuan penelitian, keluaran penelitian, manfaat penelitian, ruang lingkup penelitian dan sistematika penelitian. Bab II Tinjauan Pustaka. Pada Bab ini dibahas tinjauan literatur mengenai logistik, sistem distribusi, pusat distribusi dan pusat distribusi regional. 3
Bab III Metodologi Penelitian. Pada Bab ini dibahas kerangka berpikir dan metode pengumpulan data: studi literatur, survei, dan diskusi terbatas. Bab IV Analisis Pusat Distribusi Regional Bitung. Bab ini menyajikan analisis mengenai Pusat Distribusi Regional Bitung. Bab V Analisis Pusat Distribusi Regional Makassar. Bab ini menyajikan analisis mengenai Pusat Distribusi Regional Makassar. Bab VI Kesimpulan dan Rekomendasi Kebijakan. Bab ini menyajikan kesimpulan dan rekomendasi tentang Pusat Distribusi Regional.
4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Logistik
Logistik atau manajemen logistik merupakan bagian dari proses supply chain yang merencanakan, mengimplementasikan, dan mengendalikan efisiensi dan efektivitas aliran dan penyimpanan barang, jasa, dan informasi terkait dari titik awal sampai ke titik konsumsi untuk memenuhi keperluan pelanggan (Council of Logistics Management (CLM), 1986). Gambar di bawah ini menunjukkan suatu sistem logistik secara sederhana. Gambar 2.1. Sistem Logistik
Pada prinsipnya, dalam suatu sistem logistik terdapat dua aliran utama. Aliran pertama adalah aliran barang dari pemasok, ke pabrik atau manufacturing, hingga ke pelanggan. Berlawanan dengan aliran barang, terdapat aliran informasi yang mengalir dari pelanggan, ke pabrik, hingga ke pemasok. Selain memperhatikan aliran barang, manajemen logistik juga memperhatikan proses penyimpanan barang tersebut. Sebagai sebuah sistem, logistik terdiri atas beberapa subsistem atau komponen-komponen utama, yaitu Persediaan, Pergudangan, Transportasi, dan Sistem Informasi (Setijadi, 2009). Gambar berikut ini menunjukkan keterkaitan di antara komponen-komponen utama pembentuk sistem logistik tersebut. Gambar 2.1. Komponen-komponen Utama Pembentuk Sistem Logistik
Sumber: Setijadi (2009) 5
2.1.1. Persediaan Persediaan (inventory) adalah stok atau item-item yang digunakan untuk mendukung produksi (bahan baku dan barang setengah jadi), kegiatan-kegiatan (perawatan, perbaikan, dan operating supplies), dan pelayanan pelanggan (barang jadi dan suku cadang. Item-item tersebut dibeli untuk dijual kembali, mencakup barang jadi, barang setengah jadi, dan bahan baku (APICS Dictionary, 10th ed.) Persediaan harus diadakan dengan beberapa alasan, yaitu: 1. Persiapan kegiatan produksi dan penjualan Perusahaan manufaktur membutuhkan bahan baku untuk kegiatan produksinya. Bahan baku ini disimpan oleh perusahaan sebagai persediaan yang siap digunakan ketika dibutuhkan untuk produksi. Untuk perusahaan dagang, persediaan berupa barang jadi yang disimpan untuk penjualan. 2. Dukungan kegiatan perawatan, perbaikan, dan operasional Perusahaan perlu menjaga supaya produksi dan operasional selalu berjalan dengan baik. Perusahaan perlu melakukan kegiatan perawatan dan perbaikan terhadap mesinmesin produksi, peralatan, dan bangunan. Untuk itu, perusahaan memerlukan persediaan yang siap untuk digunakan ketika dibutuhkan. 3. Pertimbangan ekonomi skala (economies of scale) Pengadaan akan bersifat ekonomis jika dilakukan pada jumlah tertentu, sehingga perusahaan seringkali melakukan pemesanan melebihi jumlah yang dibutuhkan untuk periode waktu tertentu. Kelebihan jumlah ini menjadi persediaan di perusahaan tersebut. 4. Melindungi dari ketidakpastian permintaan Jumlah permintaan terhadap suatu barang atau produk berubah-ubah. Perusahaan menggunakan persediaan untuk melindungi dari ketidakpastian permintaan ini sehingga dapat terhindar dari kondisi kekurangan persediaan (stockout). 5. Melindungi dari ketidakpastian pasokan Pengiriman barang dari pemasok (seperti bahan baku untuk perusahaan manufaktur) bisa mengalami gangguan. Hal ini terjadi, misalnya, karena ada kendala produksi di pemasok, masalah transportasi, dan sebagainya. Ketidakpastian ini diantisipasi oleh perusahaan dengan adanya persediaan, sehingga kegiatan perusahaan (produksi atau penjualan) tidak terganggu. Persediaan dapat dibedakan atas beberapa jenis atau tipe, yaitu: persediaan siklus (cycle stock), persediaan in-transit, persediaan pengaman atau penyangga (safety atau buffer stock), persediaan spekulatif (speculative stock), persediaan musiman (seasonal stock), dan dead stock. Konsekuensi dari adanya persediaan adalah munculnya biaya-biaya yang harus dikeluarkan. Biaya utama persediaan dapat dibedakan atas: inventory carrying costs, order/setup costs, expected stock-out costs, dan in-transit inventory carrying costs. Inventory carrying costs mencakup: biaya modal (capital cost), biaya ruang penyimpanan (storage space cost), biaya pelayanan persediaan (inventory service cost), dan biaya risiko persediaan (inventory risk cost). Jumlah persediaan harus dikelola pada suatu tingkat yang optimal. Jumlah persediaan yang terlalu tinggi atau terlalu rendah akan berdampak terhadap biaya atau risiko tertentu. 6
a. Jumlah atau tingkat persediaan yang tinggi memang memberikan beberapa keuntungan, seperti jaminan terpenuhinya pasokan untuk kegiatan produksi atau pemenuhan permintaan pelanggan. Namun, konsekuensi dari tingkat persediaan yang tinggi adalah biaya besar yang harus ditanggung, baik biaya modal maupun biaya risiko persediaan. Risiko persediaan mencakup risiko-risiko: kehilangan, kerusakan, dan keusangan (obsolescence). b. Dengan jumlah atau tingkat persediaan yang rendah, berarti biaya modal yang dikeluarkan juga rendah. Namun, jumlah atau tingkat persediaan yang rendah berdampak terhadap jaminan pasokan yang rendah untuk produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan. Apabila produksi dan pemenuhan permintaan pelanggan terganggu, maka terjadi kehilangan peluang penjualan (lost of sales) hingga kehilangan pelanggan (lost of customers).
2.1.2. Pergudangan Gudang merupakan fasilitas penting dalam sistem logistik yang mempunyai fungsi utama sebagai tempat penyimpanan barang atau produk. Barang atau produk disimpan sementara waktu sebelum digunakan atau dikirimkan ke tempat yang membutuhkan. Dalam sistem pergudangan terdapat tiga kegiatan utama penanganan barang, yaitu di bagian penerimaan, di dalam gudang, dan di bagian pengiriman. Penanganan barang tersebut membutuhkan berbagai metode dan peralatan. Fungsi gudang dapat dibedakan sebagai terminal konsolidasi, pusat distribusi, break-bulk operation, in-transit mixing, dan cross-dock operation. a. Terminal konsolidasi: gudang digunakan untuk mengumpulkan beberapa macam barang dari masing-masing sumber untuk selanjutnya dikirimkan ke tempat tujuan. b. Pusat distribusi: gudang digunakan untuk mengumpulkan beberapa macam barang dari masing-masing sumber untuk selanjutnya dikirimkan ke beberapa tempat tujuan. c. Break-bulk operation: gudang digunakan untuk menerima barang atau produk dalam jumlah atau volume besar, kemudian dipecah-pecah atau dibagi-bagi dalam jumlah atau volume yang lebih kecil dan selanjutnya dikirimkan ke beberapa tempat tujuan. d. In-transit mixing: gudang digunakan untuk menerima atau mengumpulkan beberapa macam barang dari masing-masing sumber, kemudian dibagi-bagi dan digabungkan atau dikombinasikan dengan variasi jenis dan jumlah yang sesuai dengan masing-masing permintaan, serta selanjutnya dikirimkan ke beberapa tempat tujuan (asal permintaan) masing-masing tersebut. e. Cross-dock operation: gudang digunakan untuk menerima barang atau produk dari masing-masing sumber untuk selanjutnya segera dikirimkan ke tempat tujuan masingmasing tanpa mengalami proses penyimpanan di gudang tersebut. Hal penting berkaitan dengan gudang adalah penentuan jumlah, lokasi, dan kapasitas. Jumlah gudang harus dipertimbangkan secara optimal. Selain akan mempengaruhi biaya operasional, jumlah gudang akan mempengaruhi pula pola, frekuensi, dan biaya transportasi. Lokasi dipertimbangkan dengan mempertimbangkan akses, baik akses dari tempat-tempat pasokan maupun akses ke tempat-tempat permintaan atau tujuan. Kapasitas gudang berkaitan dengan jumlah dan dimensi barang atau produk yang akan disimpan. 7
Semua hal yang dipertimbangkan tersebut akan mempengaruhi kinerja pergudangan maupun sistem logistik secara keseluruhan.
2.1.3. Transportasi Dalam sistem logistik, transportasi berperan dalam perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian aktivitas yang berkaitan dengan moda, vendor, dan pemindahan persediaan masuk dan keluar suatu organisasi. Pemilihan moda merupakan permasalahan yang penting.Pemilihan moda dilakukan dengan mempertimbangkan beberapa hal, seperti kondisi geografis, kapasitas, frekuensi, biaya (tarif), kapasitas, availabilitas, kualitas pelayanan dan reliabilitas (waktu pengiriman, variabilitas, reputasi, dll.). Secara umum, moda transportasi dibedakan atas kereta api, truk, transportasi air, transportasi udara, dan pipa. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam transportasi adalah mengenai local pickup and delivery serta long-haul movements. Perusahaan terkait biasanya memperhatikan perbedaan karakteristik jangkauan atau jarak ini dengan strategi transportasi yang berbeda. Untuk local pickup and delivery, perusahaan biasanya menggunakan armada sendiri. Untuk long-haul movements, biasanya menggunakan outsourching kepada penyedia jasa logistik (third-party logistics provider). Dalam transportasi, pertimbangan ekonomis mencakup jarak, volume berat, kepadatan (density), dan bentuk (stowability). Pertambahan jarak, misalnya, akan berakibat bertambahnya biaya. Namun, pertambahan jarak tidak berbanding lurus dengan pertambahan biaya. Pertambahan biaya ini cenderung akan berkurang ketika jarak terus bertambah. Volume berat barang atau produk akan mempengaruhi ekonomisasi transportasi, yaitu biaya per satuan berat barang. Semakin berat barang, maka biaya per satuan berat barang akan cenderung semakin murah. Tingkat kepadatan dan kemudahan bentuk barang atau produk untuk disusun dalam moda transportasi juga akan mempengaruhi ekonomisasi transportasi. Semakin mudah penyusunan barang atau produk tersebut berarti transportasi semakin ekonomis, karena barang atau produk tersebut akan semakin memaksimalkan penggunaan kapasitas moda.
2.1.4. Sistem Informasi Sistem informasi merupakan saling keterkaitan perangkat keras dan perangkat lunak komputer dengan orang dan proses yang dirancang untuk pengumpulan, pemrosesan, dan diseminasi informasi untuk perencanaan, pengambilan keputusan, dan pengendalian (APICS Dictionary, 10th ed.) Sistem informasi diperlukan untuk mengintegrasikan komponen-komponen dan kegiatan-kegiatan dalam sistem logistik. Efektivitas proses-proses dalam sistem logistik sangat dipengaruhi oleh kualitas informasi yang digunakan. Kualitas informasi dapat dilihat dari tiga aspek, yaitu: (1) ketersediaan informasi yang diperlukan untuk membuat keputusankeputusan terbaik, (2) keakuratan informasi, (3) efektivitas komunikasi.
8
Aliran informasi dalam sistem logistik dapat dijabarkan pada gambar berikut ini. Gambar 2.2 Aliran Informasi Logistik
Sumber: Coyle, et al (2003).
2.1.5. Logistik Global Distribusi dan logistik global memegang peranan penting dalam pertumbuhan dan perkembangan dunia perdagangan serta dalam integrasi manufaktur di seluruh dunia. Kegunaan jaringan distribusi yang ada di pasar internasional meningkatkan kesempatan untuk sukses secara cepat. Global logistics merupakan rancangan dan manajemen terhadap satu sistem yang mengatur dan mengendalikan aliran keluar masuk material dalam satu perusahaan melalui batas negara untuk mencapai tujuan perusahaan itu sendiri, dengan total biaya yang minimum. Manajemen Material lebih menekankan pada aliran masuk bahan baku, bahan cadangan dan perlengkapan ke perusahaan. Distribusi fisik lebih menekankan pada perpindahan produk jadi perusahaan ke pelanggan terdiri dari transportasi dan penyimpanan. Faktor-faktor dibawah ini mempengaruhi perkembangan kompleksitas dan biaya logistik global: a. Jarak b. Fluktuasi tingkat nilai tukar c. Perantara asing d. Regulasi e. Keamanan
9
2.1.6. Supply Chain Management Rantai pasok (supply chain) didefinisikan sebagai jaringan global yang digunakan untuk mengirimkan produk dan jasa dari bahan baku ke pelanggan akhir melalui aliran informasi, distribusi fisik, dan uang (APICS Dictionary, 11th ed.). Sementara itu, manajemen rantai pasok (supply chain management/SCM) didefinisikan sebagai perancangan, perencanaan, eksekusi, pengendalian, dan pemantauan aktivitas-aktivitas rantai pasok dengan tujuan untuk menciptakan net value, membangun infrastruktur yang bersaing, leveraging worlwide logistics, melakukan sinkronisasi pasokan dengan permintaan, dan mengukur kinerja secara global (APICS). Definisi SCM yang lain adalah “a network of organizations that are involved, through upstream and downstream linkages, in the different processes and activities that produce value in the form of products and services in the hands of the ultimate consumer” (Christopher, 1992). Salah satu fenomena penting dalam rantai pasok adalah masalah amplifikasi permintaan (demand amplification) atau bullwhip effect. Ke arah hulu dalam rantai pasok, amplifikasi permintaan akan semakin meningkat pada setiap tingkatnya. Amplifikasi ini disebabkan oleh adanya waktu tunda (delay time) dan ketidak-akuratan data dan informasi. Waktu tunda mencakup penundaan untuk operasi penciptaan nilai tambah (value-added) maupun penundaan karena idle. Amplifikasi dan distorsi permintaan mengakibatkan tingkat produksi pada matarantai pabrik seringkali berfluktuasi jauh lebih besar dibandingkan yang terjadi pada tingkat penjualan aktual. Dengan adanya amplifikasi permintaan, pengaturan tingkat produksi atau pasokan menjadi suatu masalah sulit. Pada kondisi ini, produksi dan persediaan mengalami kelebihan (overshoot) dan kekurangan (undershoot) dari tingkat yang seharusnya.
2.2
Sistem Distribusi
Distribusi adalah kegiatan yang berkaitan dengan pemindahan material, biasanya berupa barang (goods) atau suku cadang (parts), dari pabrik ke pelanggan, sedangkan transportasi berkaitan dengan fungsi perencanaan, penjadwalan, dan pengendalian aktivitas yang berkaitan dengan moda, vendor, dan pemindahan persediaan masuk dan keluar suatu organisasi (APICS). Dalam sistem distribusi, berbagai pihak yang interdependent terlibat dalam proses penyampaian barang sehingga barang tersebut pada akhirnya dapat digunakan atau dikonsumsi oleh pelanggan atau masyarakat. Berbagai pihak tersebut membentuk suatu saluran distribusi (distribution channel) atau saluran pemasaran (marketing channel). Saluran distribusi dapat dibedakan atas saluran pemasaran pelanggan (customer marketing channel) dan saluran pemasaran bisnis (business marketing channel), seperti ditunjukkan pada gambar berikut ini.
10
Gambar 2.3 Saluran Pemasaran Pelanggan dan Saluran Pemasaran Bisnis
2.2.1 Fasilitas Distribusi Kegiatan distribusi membutuhkan berbagai fasilitas, seperti depot, gudang (warehouse), pusat konsolidasi (consolidation centers), dan pusat distribusi (distribution centers). Suatu fasilitas distribusi bisa mempunyai beberapa fungsi. Gudang, misalnya, bisa sekaligus berfungsi sekaligus sebagai pusat konsolidasi dan pusat distribusi. Berkaitan dengan fasilitas distribusi, beberapa hal perlu menjadi pertimbangan, antara lain penentuan lokasi, kapasitas, peralatan, komoditas yang akan ditangani, wilayah yang akan dilayani, dan sebagainya.
2.2.2 Infrastruktur Kelancaran transportasi dan distribusi jalan memerlukan dukungan infrastruktur, seperti jalan raya, jembatan, pelabuhan, dan lain-lain. Pengangkutan barang sangat dipengaruhi oleh ketersediaan infrastruktur jalan raya yang memadai. Pemerintah perlu memperhatikan daya dukung jalan (panjang dan lebarnya) terhadap pertambahan volume kendaraan. Pemeliharaan infrastruktur perlu mendapatkan perhatian yang tidak kalah penting dengan pengembangan infrastruktur itu sendiri. Pemeliharaan infrastruktur jalan raya merupakan masalah kompleks karena terkait dengan berbagai pihak, baik antar departemen maupun antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah terkait.
2.2.3 Dampak Bencana Alam terhadap Distribusi Fungsi infrastruktur transportasi seringkali terganggu akibat bencana alam, seperti gempa bumi, tanah longsor, banjir, dsb. Dari beberapa bentuk bencana alam tersebut, banjir merupakan gangguan yang paling sering terjadi. Untuk proses transportasi atau pengiriman 11
barang ini, gangguan terjadi berupa banjir yang terjadi di jalur jalan yang akan dilalui atau tergenangnya lokasi tujuan pengiriman barang yang berakibat tidak dapat dilakukannya pembongkaran barang. Kelambatan pengiriman barang berakibat naiknya biaya pengiriman barang, terutama biaya operasional.Salah satu komponen biaya operasional yang paling terpengaruh adalah biaya pengemudi (supir). Bertambahnya waktu pengiriman barang berarti bertambahnya biaya pengemudi. Biaya pengemudi ini besarnya berkisar 10-15% dari biaya operasional. Apabila kendaraan harus menginap beberapa hari, maka biaya pengemudi akan bertambah sekian kali lipat. Akibat banjir ini, biaya pengiriman barang dapat bertambah 30-40% dari biaya normal. Akibat terhambatnya pengiriman barang tidak hanya diterima oleh transporter (sebagai perusahaan pengiriman barang), namun juga ditanggung oleh perusahaan prinsipal sebagai pemilik barang. Perusahaan prinsipal akan ikut menanggung kenaikan biaya pengiriman barang, sesuai kontrak yang disepakati dengan perusahaan transporter. Kenaikan biaya ini berupa biaya penyimpanan sementara apabila barang-barang tersebut disimpan dalam beberapa waktu di suatu gudang atau tambahan biaya karena truk menunggu proses bongkar muat sementara waktu. Selain penambahan biaya operasional, perusahaan transportasi (transporter) juga menghadapi risiko kerusakan kendaraan yang diakibatkan oleh banjir. Kerusakan yang umumnya terjadi adalah kerusakan suku cadang sampai perbaikan engine overhaul atau turun mesin. Masyarakat atau konsumen juga akan menanggung dampak keterlambatan pengiriman barang. Beberapa dampak ini adalah kenaikan harga barang, kerugian waktu dan “opportunitycost” (misalnya paket), kondisi barang (misalnya kerusakan sayur segar), kelangkaan barang, dan lain-lain.
2.2.4 Sistem ”Hub-and-Spoke” Sistem distribusi yang digunakan akan mempengaruhi efisiensi yang dapat dicapai. Sebelum tahun 1970-an, sistem distribusi yang banyak digunakan adalah sistem ”Point-toPoint”. Pada sistem ini, distribusi dilakukan dengan mengirimkan barang dari suatu titik ke titik yang lain tanpa terlalu memperhatikan aliran atau rute pengiriman barang secara keseluruhan. Dengan sistem ini, secara keseluruhan frekuensi pengiriman barang menjadi tinggi dan berdampak pada total biaya distribusi. Gambar 2.4. Perbandingan Sistem “Point-to-Point” dan Sistem “Hub-and-Spoke”
12
Pada tahun periode 1970-1980, distribusi mulai menggunakan sistem “Hub-andSpoke”.Sistem ini dikembangkan dengan memperhatikan keseluruhan titik asal dan titik tujuan pengiriman barang. Pengiriman barang dari suatu titik ke titik yang lain dilakukan dengan menggunakan suatu titik sebagai “hub”. Dengan sistem ini, efisiensi dapat dicapai melalui frekuensi pengiriman barang yang lebih rendah. Selain itu, tingkat penggunaan armada menjadi lebih baik pada rute jarak jauh. Pemilihan kapasitas armada pada suatu rute juga dapat disesuaikan dengan volumenya.
2.3. Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Presiden telah menetapkan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) tahun 2011-2025. MP3EI merupakan arahan strategis dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode 15 (lima belas) tahun terhitung sejak tahun 2011 sampai dengan tahun 2025 dalam rangka pelaksanaan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025 dan melengkapi dokumen perencanaan. MP3EI berfungsi sebagai acuan bagi menteri dan pimpinan lembaga pemerintah nonkementerian untuk menetapkan kebijakan sektoral dalam rangka pelaksanaan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia di bidang tugas masingmasing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah nonkementerian sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan dan acuan untuk penyusunan kebijakan percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia pada tingkat provinsi dan kabupaten/kota terkait. Implementasi MP3EI mencakup 8 program utama yang terdiri atas 22 kegiatan ekonomi utama. Salah satu elemen utama yang akan dikembangkan dalam strategi implementasi MP3EI adalah pengembangan potensi ekonomi regional di 6 koridor ekonomi, yaitu: Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Bali-Nusa Tenggara, dan Papua-Kepulauan Maluku (lihat gambar). Gambar 2.5. Enam Koridor Ekonomi Indonesia dalam MP3EI
Sumber: MP3EI (2012) 13
Suksesnya pelaksanaan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia tersebut sangat tergantung pada kuatnya derajat konektivitas ekonomi nasional (intra dan inter wilayah) maupun konektivitas ekonomi internasional Indonesia dengan pasar dunia. Dengan pertimbangan tersebut Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) menetapkan penguatan konektivitas nasional sebagai salah satu dari tiga strategi utama (pilar utama). Konektivitas Nasional merupakan pengintegrasian 4 (empat) elemen kebijakan nasional yang terdiri dari Sistem Logistik Nasional (Sislognas), Sistem Transportasi Nasional (Sistranas), Pengembangan wilayah (RPJMN/RTRWN), Teknologi Informasi dan Komunikasi (TIK/ICT). Upaya ini perlu dilakukan agar dapat diwujudkan konektivitas nasional yang efektif, efisien, dan terpadu. Sebagaimana diketahui, konektivitas nasional Indonesia merupakan bagian dari konektivitas global. Oleh karena itu, perwujudan penguatan konektivitas nasional perlu mempertimbangkan keterhubungan Indonesia dengan dengan pusat-pusat perekonomian regional dan dunia (global) dalam rangka meningkatkan daya saing nasional. Hal ini sangat penting dilakukan guna memaksimalkan keuntungan dari keterhubungan regional dan global/internasional.
2.4. Pengembangan Sistem Logistik Nasional Salah satu penunjang implementasi MP3EI adalah Sistem Logistik Nasional yang telah ditetapkan dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Cetak Biru tersebut berfungsi sebagai acuan bagi menteri, pimpinan lembaga non kementerian, gubernur, dan bupati/walikota dalam rangka penyusunan kebijakan dan rencana kerja yang terkait pengembangan Sistem Logistik Nasional di bidang tugas masingmasing, yang dituangkan dalam dokumen rencana strategis masing-masing kementerian/lembaga pemerintah non kementerian dan pemerintah daerah sebagai bagian dari dokumen perencanaan pembangunan. Dalam Cetak Biru telah diidentifikasikan perkembangan dan permasalahan logistik nasional. Permasalahan logistik nasional antara lain mencakup permasalahan komoditas, infrastruktur logistik, teknologi informasi dan komunikasi, pelaku dan penyedia jasa logistik, sumber daya manusia, regulasi dan kebijakan, serta kelembagaan. Adapun Visi, Misi, dan Tujuan Sistem Logistik Nasional adalah sebagai berikut: Visi Logistik Indonesia 2025: “Terwujudnya Sistem Logistik yang terintegrasi secara lokal, terhubung secara global untuk meningkatkan daya saing nasional dan kesejahteraan rakyat (locally integrated, globally connected for national competitiveness and social welfare)” Misi Adapun misi dari Sistem Logistik Nasional: a. Memperlancar arus barang secara efektif dan efisien untuk menjamin pemenuhan kebutuhan dasar masyarakat dan peningkatan daya saing produk nasional di pasar domestik, regional, dan global. 14
b. Membangun simpul-simpul logistik nasional dan konektivitasnya mulai dari pedesaan, perkotaan, antar wilayah dan antar pulau sampai dengan hub pelabuhan internasional melalui kolaborasi antar pemangku kepentingan. Tujuan Sesuai dengan visi dan misi di atas secara umum tujuan yang ingin dicapai dalam membangun dan mengembangkan Sistem Logistik Nasional adalah mewujudkan sistem logistik yang terintegrasi, efektif dan efisien untuk meningkatkan daya saing nasional di pasar regional dan global, dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Secara lebih spesifik tujuan tersebut adalah: a. Menurunkan biaya logistik, memperlancar arus barang, dan meningkatkan pelayanan logistik sehingga meningkatkan daya saing produk nasional di pasar global dan pasar domestik; b. Menjamin ketersediaan komoditas pokok dan strategis di seluruh wilayah Indonesia dengan harga yang terjangkau sehingga mendorong pencapaian masyarakat adil dan makmur, dan memperkokoh kedaulatan dan keutuhan NKRI; c. Mempersiapkan diri untuk menghadapi integrasi jasa logistik ASEAN pada tahun 2013 sebagai bagian dari pasar tunggal ASEAN tahun 2015 dan integrasi pasar global pada tahun 2020. Menurut Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional, komoditas penggerak utama difokuskan pada dua kelompok yaitu: (1) komoditas pokok dan strategis; dan (2) komoditas unggulan ekspor. Strategi bagi komoditas pokok dan strategis adalah menjamin pasokan dan kelancaran arus penyaluran kebutuhan konsumsi dan pembangunan dalam negeri. Sasaran strategis yang ingin dicapai adalah terjaminnya ketersediaan, kemudahan mendapatkan barang dari komoditas pokok dan strategis yang merupakan kebutuhan dasar masyarakat dengan harga yang relatif stabil dan terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat. Program yang direncanakan untuk komoditas pokok dan strategis meliputi: a. Pembangunan sistem logistik nasional melalui pengembangan jaringan distribusi penyangga baik ditingkat regional, provinsi maupun kabupaten/kota, penataan ulang dan revitalisasi sistem distribusi termasuk sistem distribusi antar pulau baik tata niaga, tata kelola, pelaku, dan sistem informasi, membangun dan merevitalisasi pasar tradisional baik prasarana, sarana, rantai pasok, maupun manajemen. b. Peningkatan ketersediaan pasokan nasional komoditas pokok dan strategis dan bahan baku yang masih diimpor; dan peningkatan peran pemerintah daerah dalam penyediaan pasokan dan penyaluran komoditas pokok dan strategis. c. Penurunan disparitas harga komoditas pokok dan strategis baik antar waktu dan antar daerah melalui stabilisasi harga yang terjangkau secara merata dan pembangunan terminal agribisnis, pusat distribusi (distribution center), dan peningkatan pemanfaatan sistem resi gudang.
15
Salah satu Rencana Aksi Komoditas Penggerak Utama dalam Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional adalah terbangunnya sistem manajemen rantai pasok untuk komoditas pokok dan strategis di setiap koridor ekonomi. Rencana Aksi itu ditargetkan untuk tahun 2012-2015 dengan Kementerian Perdagangan sebagai penanggung jawab.
2.5. Pusat Distribusi Pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia No. 48/M-DAG/PER/8/2013 BAB I Pasal 1 Nomor 3 disebutkan bahwa Pusat Distribusi adalah tempat yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama untuk menunjang kelancaran arus barang baik antar kabupaten/kota maupun antar provinsi untuk tujuan pasar dalam negeri dan/atau pasar luar negeri. Berikut ini adalah penjelasan mengenai Pusat Distribusi (Kementerian Perdagangan, 2012). 2.5.1. Peran Pusat Distribusi Pusat Distribusi (PD) berperan menjembatani antara kepentingan petani/peternak/nelayan dan pasar (konsumen RT, konsumen non RT, industri pengolahan dan ekspor). Di sini PD berperan juga sebagai penyeimbang dan penyangga dari sistem rantai pasok yang ada. Di sini PD bertujuan untuk melayani kepentingan petani/peternak/nelayan, konsumen dan pelaku sistem rantai pasok komoditas di wilayah rural dan juga perkotaan. Dalam rantai pasok dimana petani berposisi sebagai konsumen, PD berfungsi sebagai pemasok barang kebutuhan produksi pertanian/peternakan (saprotan, seperti benih, pupuk, pestisida) dan barang konsumsi masyarakat rural yang didapatkan langsung dari produsen pabrikan di dalam negeri maupun luar negeri (impor). Dengan demikian, di sini dapat dipangkas rantai distribusi barang kebutuhan bagi sektor rural yang akan berdampak pada keterjangkauan harga barang. Selain itu, Pusat Distribusi yang bekerja sama dengan bank dan badan asuransi juga menjalankan fungsi manajemen finansial bagi petani. Di sisi lain, PD juga berfungsi sebagai pusat konsolidasi hasil produksi yang dihasilkan petani/peternak/nelayan sehingga mudah diserap pasar. PD ini pun juga terhubung dengan pasar grosir (wholesaler market) yang merupakan salah satu mata rantai sistem rantai pasok komoditas. Dengan demikian, PD merupakan institusi pelayanan bisnis komoditas pokok dan strategis untuk memberdayakan masyarakat petani/peternak/nelayan, penunjang industri pengolahan nasional, dan memberikan kontribusi kepada stakeholder lainnya. Dengan demikian, PD juga berperan sebagai instrumen sistem ekonomi nasional dengan fokus perhatian pada produsen (petani/peternak/nelayan) dengan memberikan keuntungan (nilai tambah) pada konsumen dan industri pengolahan. PD berperan juga sebagai penyeimbang dari sistem rantai pasok yang ada saat ini sehingga diharapkan harga pembelian di tingkat produsen akan menjadi meningkat dan harga penjualan di tingkat konsumen lebih stabil. Di sisi lain, petani/peternak/nelayan akan mendapatkan barang keperluan konsumsi dan kebutuhan saprotan/sapronak dengan harga yang lebih murah. Dengan demikian diharapkan petani/peternak/nelayan menjadi sejahtera, dan konsumen mendapatkan jaminan pasokan komoditas pokok dan strategis dengan harga yang stabil. Dengan adanya Pusat Distribusi ini, petani/peternak/nelayan akan bebas memilih kepada siapa hasil produksinya akan dijual, apakah kepada sistem yang ada atau 16
kepada badan usaha yang baru ini. Badan usaha ini akan berfungsi untuk mengendalikan harga yang wajar bagi petani/peternak/nelayan sehingga secara tidak langsung akan membuat pengumpul dan pedagang barang konsumsi yang telah ada pun ikut memasang harga beli dan harga jual yang wajar. Gambar 2.6 Skema Pemberdayaan Petani/Peternak/Nelayan
Sumber: Kementerian Perdagangan (2012) Secara umum, kerangka pemberdayaan yang akan dilakukan melalui Pusat Distribusi adalah sebagai berikut: a. Memperpendek rantai pemasaran sehingga produksi petani/peternak/nelayan dapat dijual dengan tingkat harga yang memadai (lebih tinggi daripada harga yang ditawarkan oleh lainnya) untuk diolah dan dipasarkan kepada konsumen domestik maupun luar negeri; b. Memperpendek rantai penyediaan (supply chain) barang konsumsi dan sarana produksi petani/peternak/nelayan sehingga barang kebutuhan petani/peternak/nelayan tersebut dapat diperoleh dengan harga yang lebih murah melalui outlet pelayanan petani/peternak/nelayan atau outlet mitra; c. Memberikan bantuan, bimbingan dan pembinaan kepada petani/peternak/nelayan untuk meningkatkan kualitas dan produktivitas komoditas pokok dan strategis dengan sistem kemitraan yang didasarkan atas azas kemanfaatan bersama; d. Meningkatkan nilai tambah dengan mengolah komoditas pokok dan strategis dari petani/peternak/nelayan menjadi produk olahan komoditas dengan mendirikan pabrik pengolahan; e. Menyediakan fasilitas pergudangan sebagai cadangan pengaman (buffer stock) untuk kestabilan harga di tingkat petani/peternak/nelayan dan jaminan ketersediaan bahan baku komoditas bagi industri pengolahan; dan f. Menyediakan bantuan keuangan bagi petani/peternak/nelayan baik untuk permodalan maupun biaya hidup dengan menjadi penjamin kredit bagi bank atau lembaga keuangan lainnya.
17
2.5.2. Manfaat Pusat Distribusi Berdasarkan uraian di atas, maka PD ini tidak hanya bermanfaat bagi produsen, konsumen, dan industri pengolahan tetapi juga bagi para stakeholder terkait lainnya. Beberapa manfaat yang dapat diberikan di antaranya adalah: a. Bagi Produsen 1) Meningkatkan kemampuan budi daya dan mutu produk. 2) Meningkatkan kestabilan harga produk. 3) Meningkatkan daya beli, sehingga dapat mengembangkan usahanya. 4) Meningkatkan kesejahteraan hidup. b. Bagi Konsumen 1) Ketersediaan produk menjadi lebih terjamin. 2) Kualitas komoditas pokok dan strategis meningkat. 3) Harga komoditas pokok dan strategis yang stabil dan terjangkau. c. Bagi Usaha Pedesaan 1) Pasokan barang kebutuhan pokok dan strategis lebih terjamin dan murah. 2) Harga jual dan harga beli komoditas pokok dan startegis menjadi lebih stabil. 3) Bisnis yang dijalankan dapat terkelola dengan lebih baik. d. Bagi Pemerintah Daerah 1) Dapat menyerap tenaga kerja baru yang ada di daerah. 2) Peningkatan pendapatan asli daerah (PAD). 3) Produk unggulan dari daerah bersangkutan dapat terjamin rantai pasoknya. e. Bagi Pemerintah Pusat 1) Dapat meningkatkan ketahanan pangan nasional. 2) Dapat menjadi alat pengatur, pembinaan, dan pengawasan penyalurankomoditas pokok dan strategis. 3) Dapat menjadi badan yang sekaligus sebagai pusat ekspor dan impor bahan komoditas pokok dan startegis. Sebagaimana amanat dalam Sistem Logistik Nasional, maka Pusat Distribusi ini akan ditempatkan pada tingkat kabupaten/kota, provinsi dan regional, dan akan berada di bawah koordinasi pemerintah daerah setempat namun dijalankan oleh tenaga profesional di luar pemerintahan. Oleh karena itu akan ada Pusat Distribusi Daerah tingkat kabupaten/kota (PDD), dan Pusat Distribusi tingkat Provinsi (PDP), dan Pusat Distribusi Regional di tingkat Nasional (PDR).
18
2.5.3. Aktivitas Bisnis dan Pelayanan Pusat Distribusi Pada prinsipnya, Pusat Distribusi (PD) sebagai suatu lembaga atau badan penyangga yang dapat menangani sistem rantai pasok komoditas pokok dan strategis yang diperlukan, memiliki aktivitas sebagai berikut: a. Penampung (Collector) Membeli hasil produksi dari petani/peternak/nelayan dan mengolahnya (penanganan, penampungan, pemotongan dan pengepakan) menjadi produk yang siap dijual kepada konsumen. b. Pemasar (Marketer) Memasarkan komoditas pokok dan strategis baik keluar negeri (ekspor) maupun untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. c. Grosir (Wholesaler) Mengadakan barang konsumsi dan sarana produksi kebutuhan petani/peternak/nelayan dari pabrikan atau grosir dan menyalurkannya ke masyarakat petani/peternak/nelayan melalui outlet yang tersedia. d. Penyedia Jasa Logistik Menangani aktivitas logistik baik transportasi maupun pergudangan dan inventori. e. Pelayanan 1) Melayani kebutuhan petani/peternak/nelayan 2) Mengkoordinasikan dan menangani seluruh kegiatan bisnis komoditas pokok dan strategis mulai tingkat pedesaan (petani/peternak/nelayan) sampai ke perkotaan (konsumen), bahkan ekspor. f.
Pembinaan dan Kemitraan 1) Melakukan pembinaan masyarakat petani/peternak/nelayan baik yang terkait dengan budidaya, panen, pasca panen, pemasaran maupun kesejahteraannya. 2) Melakukan pembinaan manajemen bisnis bagi unit usaha pedesaan (Wardes, KUD, BUMDes) agar menjadi usaha bisnis yang modern dan profesional. 3) Menjalin kerjasama kemitraan dengan unit usaha pedesaan/Outlet Mitra (Wardes, KUD, BUMDes) dan Pemda, lembaga keuangan, dan para pihak terkait lainnya.
Jika dilihat pada mata rantai pasokan komoditas pokok dan strategis (lihat Gambar berikut ini), Pusat Distribusi (PD) dalam melakukan konsolidasi barang dari/ke petani/peternak/nelayan mutlak perlu melakukan kerjasama dengan outlet pengumpul dan Unit Distribusi Kecamatan (UDK). Hal ini dikarenakan keduaentitas bisnis tersebut merupakan perpanjangan tangan dari PD dalam rangka pemberdayaan masyarakat pedesaan. Sementara itu, untuk menjangkau konsumen akhir (RT, non RT dan industri pengolahan), PD mutlak perlu melakukan kerjasama dengan jaringan pengecer (pasar tradisional/modern) dan pedagang intermediare. Dengan demikian, PD harus selalu berkolaborasi dengan mitra strategis di setiap rantai. Secara lebih detil tentang fungsi PD di setiap mata rantai pasokan komoditas pokok dan strategis ditunjukkan pada gambar berikut.
19
Gambar 2.7 Fungsi Pusat Distribusi dan Infrastrukturnya
Sumber: Kementerian Perdagangan (2012) Di jaringan pemasok, outlet pengumpul sebagai perpanjangan tangan PD akan berfungsi sebagai kolektor/pengumpul hasil produksi petani/peternak/nelayan; melakukan sorting, grading dan packing; serta melakukan pelayanan termasuk di dalamnya pelayanan penyediaan kebutuhan pokok masyarakat pedesaan. Entitas Unit Distribusi Kecamatan (UDK) akan berfungsi sebagai tempat processing atau pengolahan komoditas hasil tani lebih lanjut (contohnya penggilingan); melakukan sorting, grading dan packing; dan pelayanan bisnis termasuk di dalamnya permodalan di tingkat petani/peternak/ nelayan. Sementara itu, Pusat Distribusi (PD) melakukan fungsi branding komoditas yang dialirkan melalui PD; melakukan re-grading & re-packing; serta melakukan layanan bisnis lainnya termasuk di dalamnya aktivitas ekspor impor dan penjaminan finansial untuk masyarakat pedesaan dan pedagang mikro (pasar tradisional). Untuk komoditas jenis fast moving, fungsi pusat distribusi lebih diutamakan sebagai terminal bukan sebagai public warehousing. Sifat komoditas fast moving yang cepat berubah kualitasnya serta margin harga yang tipis dikarenakan rata-rata produk tersebut merupakan produk segar tanpa pengolahan, menyebabkan komoditas tersebut harus sesegera mungkin sampai ke tangan pelanggan. Keterlambatan pengirimannya hanya akan membuat produk tersebut merosot harganya atau bahkan kadaluarsa sehingga tidak bisa dijual dan menjadi limbah. Sebagai terminal, fungsi utama pusat distribusi untuk barang fast moving adalah: a. Tempat penggantian moda transportasi dari yang bervolume besar menjadi yang bervolume lebih kecil. Pusat distribusi yang baik adalah terminal dengan sistem cross docking yang sangat efisien dan cepat. b. Tempat terjadinya pelelangan komoditas tertentu berpartai sangat besar untuk memastikan rantai nilai (value chain) yang optimal, tidak berjenjang, mengurangi perantara, bersifat transparan serta yang terpenting adalah proses tawar menawar antara pemasok dengan distributor dapat berlangsung cepat dan teratur sehingga sangat sesuai dengan sistem cross docking. c. Memberi kemudahan dengan sistem transaksi pembayaran voucher sehingga tidak ada waktu terbuang karena transaksi berbasis tunai. 20
d. Standardisasi operasi. Para anggota pengguna pusat distribusi diharuskan mematuhi dan beroperasi sesuai persyaratan yang telah ditentukan oleh pengelola pusat distribusi. Persyaratan Operasi (SOP) tersebut bertujuan selain untuk memperlancar dan mempermudah koordinasi dan penanganan sistem cross docking, juga berfungsi untuk memastikan standar kualitas dan cara pengemasan maupun transportasi dari komoditas tersebut. Misalkan proses sorting (pemilahan) dan grading (tingkat mutu) harus dilakukan sebelum tiba di pusat distribusi serta satuan unit terkecil (lot sizing) diseragamkan untuk memudahkan penanganannya. Dalam hal ini keberadaan Sub Pusat Distribusi di daerah pasokan akan sangat memudahkan proses sorting dan grading. e. Tempat penanganan daur ulang dan limbah. Komoditas yang belum terjual hingga tiba waktu menjelang kadaluarsanya dapat dipertahankan nilainya dengan dilakukan pemrosesan lebih lanjut yang bersifat daur ulang. Fasilitas pemrosesan dapat diadakan sendiri dalam kompleks pusat distribusi ataupun disalurkan pada para pelaku pemroses di luar pusat distribusi. Limbah yang masih tersisa akan ditangani secara khusus seperti dipadatkan untuk disalurkan pada tempat pembuangan sampah. Selain berfungsi sebagai terminal, pusat distribusi barang fast moving dapat pula berfungsi sebagai penyedia fasilitas penyimpanan khusus atau cold storage. Fungsi cold storage merubah sifat fast moving menjadi slow moving karena usia kedaluarsa menjadi diperlambat sehingga memastikan kesegarannyaterjaga. Seyogyanya fasilitas semacam ini hanya sesuai untuk komoditas organik yang relatif memiliki nilai tinggi di pasar, misalkan bunga anggrek untuk tujuan ekspor dan sebagainya. Fasilitas semacam ini akan mengarahkan pusat distribusi menjadi mitra industri pengolahan produk organik. Berikut ini ditunjukkan area bisnis pada setiap mata rantai pasokan. Gambar 2.8 Area Bisnis pada Setiap Mata Rantai Pasokan
Sumber: Kementerian Perdagangan (2012)
21
2.5.4. Pelayanan Pusat Disribusi Sistem pelayanan yang akan dikembangkan adalah sistem pelayanan satu atap yang akan dikelola oleh manajemen profesional. Berikut berbagai pelayanan yang mungkin diberikan oleh suatu pusat distribusi yaitu antara lain: a. Ekspor Impor 1) Administrasi 2) Pengurusan retribusi dan bea cukai 3) lnspeksi kualitas & sertifikasi b. Transportasi 1) Pengiriman ke dalam-ke luar 2) Load-Unload truk, kendaraan lain c. Pergudangan 1) Penerimaan 2) Cross docking d. Penyimpanan Khusus - Cold Storage 1) Order Picking/Kitting 2) Inspeksi 3) Konsolidasi 4) Pengemasan (packing/crating) 5) Pengiriman (shipping) e. Lelang: Tempat pelelangan cepat f. FasilitasKeuangan-Perbankan 1) Kredit (credit scheme) 2) Modal kerja 3) Penjaminan (surety bonds) 4) Sistem pembayaran g. Sistem lnformasi: 1) Lokasi gudang 2) Pencatatan (inventory records) 3) Keluar-masuk (inventory turns) 4) Pemilihan (picking information) 5) Informasi pasar
22
2.6. Pusat Distribusi Regional Pada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor : 48/MDAG/PER/8/2013 disebutkan bahwa Pusat Distribusi Regional adalah pusat distribusi yang berfungsi sebagai penyangga komoditas utama di beberapa kabupaten/kota yang memiliki jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen, yang dapat bersifat kolektor, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Berikut ini adalah penjelasan mengenai Pusat Distribusi Regional (Kementerian Perdagangan, 2012). Pusat Distribusi Regional (PDR) merupakan salah satu sub sistem jaringan yang pada dasarnya berfungsi sebagai penyokong bagi Pusat Distribusi Provinsi (PDP) yang berada di tiap propinsi dalam hal pemenuhan dan penyaluran kebutuhan maupun hasil produksi daerah. Pusat Distribusi Regional sendiri berada dalam naungan Kementerian Perdagangan. Dilihat dari hierarki antara tiap level pusat distribusi, Pusat Distribusi Regional memiliki hubungan langsung dengan Pusat Distribusi Provinsi yang berada di wilayah regionalnya. Hubungan antara kedua entitas tersebut bersifat independen, namun tidak dapat dipisahkan karena memiliki keterkaitan yang saling mendukung. Pusat Distribusi Regional pun dapat berhubungan langsung dengan Pusat Distribusi Regional di regional lain dalam rangka penyaluran kebutuhannya. Hubungan antara Pusat Distribusi Regional dengan entitas lain dalam sistem secara rinci dapat dijelaskan sebagai berikut : a. Pusat Distribusi Regional akan mengumpulkan data mengenai kebutuhan komoditas di tiap provinsi layanannya. b. Data persediaan komoditas pada Pusat Distribusi Provinsi di tiap propinsi dikumpulkan dan diagregatkan menjadi data persediaan regional untuk selanjutnya dilaporkan ke Kementerian Perdagangan. c. Pusat Distribusi Regional akan mencari pasokan untuk menutupi kekurangan pasokan di provinsi yang dinaunginya. d. Pusat Distribusi Regional menjadi pusat konsolidasi dalam hal pemesanan komoditas ketika kuota pemesanan di Pusat Distribusi Provinsi yang membutuhkan tidak mencukupi untuk melakukan pemesanan secara mandiri. Pada tiap regional pada dasarnya harus terdapat satu Pusat Distribusi Regional untuk melayani kebutuhan regional tersebut. Namun, tidak menutup kemungkinan dalam satu regional terdapat lebih dari satu Pusat Distribusi Regional.
2.6.1. Fungsi Pusat Distribusi Regional Pusat Distribusi Regional umumnya merupakan penyedia dan pengelola cadangan penyangga serta pusat konsolidasi komoditas yang dibutuhkan oleh masyarakat. Fungsi utama dari Pusat Distribusi Regional adalah: a. Sebagai pusat konsolidasi pengadaan komoditas untuk mencukupi kebutuhan di regionalnya. Aktivitas konsolidasi ini dilakukan ketika kuota kebutuhan komoditas di Pusat Distribusi Provinsi yang berada di propinsi tidak mencukupi untuk melakukan
23
pemesanan secara mandiri dan perlu dilakukan konsolidasi dengan kebutuhan provinsi lain sehingga dapat mencukupi kuota yang ditetapkan oleh produsen komoditas tersebut b. Sebagai penyangga persediaan komoditas untuk menanggulangi kekurangan, baik bagi regional layanannya maupun bagi kebutuhan nasional. c. Sebagai pelaksana pencatatan kebutuhan komoditas pada suatu wilayah regional berdasarkan data yang diserahkan oleh Pusat Distribusi Provinsi yang berada di bawahnya. d. Sebagai tempat dilakukannya kegiatan pencatatan, sorting, cross docking, packing dan storage untuk komoditas impor yang dipesan untuk selanjutnya disalurkan kepada PDP di provinsi di bawah wilayah layanannya yang membutuhkan dengan harga yang lebih terkendali dibandingkan jaringan distribusi umum (non Pusat Distribusi). e. Sebagai pelaksana standarisasi operasional dalam setiap aktivitas kegiatan yang diselenggarakan Pusat Distribusi Regional yang harus dipatuhi oleh semua anggota dari Pusat Distribusi Regional yang dimaksudkan untuk mempermudah koordinasi, pengawasan, dan pengambilan keputusan apabila terjadi keadaan yang luar biasa dari setiap aktivitas.
2.6.2. Aktivitas Bisnis Pusat Distribusi Regional Aktivitas pelayanan Pusat Distribusi Regional, di antaranya adalah : a. Layanan Logistik (Logistics Services) Layanan logistik pada Pusat Distribusi Regional terdiri dari layanan pergudangan (warehousing) termasuk didalamnya adalah kegiatan penyimpanan, penumpukan, pengaturan, penimbangan, dan penyewaan lantai gudang. Selain itu, layanan nilai tambah komoditas (value added services) juga menjadi bagian dari layanan logistik yang didalamnya terdapat aktivitas penanganan komoditas, sortasi, grading, packing, labeling, pelacakan dan keamanan sehingga diharapkan komoditas yang keluar dari Pusat Distribusi Regional memiliki mutu yang bersaing dengan produk sejenis. b. Layanan Transportasi (Transportation Services) Dalam layanan transportasi jasa yang disediakan Pusat Distribusi Regional antara lain layanan transportasi darat (land transportation) yang menghubungkan antara terminal satu dengan terminal yang lain, layanan transportasi pengumpan (feeder transportation) dari terminal langsung ke konsumen tujuan, layanan transportasi antar pulau (inter island transportation) dengan menggunakan moda transportasi laut maupun udara, dan layanan manajemen armada angkutan (fleet management) barang. c. Layanan Penunjang (Supporting Services) Pada kegiatan layanan penunjang dalam Pusat Distribusi Regional terdapat fasilitasfasilitas penunjang yaitu layanan perbankan, layanan asuransi, manajemen penjaminan, restauran, tempat istirahat, dan lain sebagainya.
24
2.6.3. Sistem Layanan Pusat Distribusi Regional Sistem pelayanan yang akan dikembangkan adalah sistem pelayanan satu atap yang akan dikelola oleh manajemen profesional dengan perincian sebagai berikut: a. Pembelian Komoditas 1) Pengadaan komoditas impor sebagai cadangan penyangga 2) Pembelian komoditas di daerah surplus sebagai cadangan penyangga 3) Administrasi 4) Pengurusan retribusi dan bea cukai 5) lnspeksi kualitas & sertifikasi b. Transportasi: 1) Pengiriman domestik ataupun internasional 2) Load Unload komoditas pada suatu kendaraan c. Pergudangan: 1) Penerimaan 2) Cross Docking 3) Konsolidasi 4) Pemilahan 5) Pengiriman (shipping) d. Penyimpanan Khusus - Cold Storage 1) Order Picking/Kitting 2) lnspeksi 3) Konsolidasi 4) Pengemasan (Packing/Crating) 5) Pengiriman (Shipping) e. Fasilitas Keuangan-Perbankan 1) Kredit (Credit Scheme) 2) Modal Kerja 3) Penjaminan (Surety bonds) 4) Sistem pembayaran f. Sistem lnformasi : 1) Lokasi Gudang 2) Pencatatan (Inventory Records) 3) Kebutuhan atau permintaan 4) Keluar-masuk (Inventory Turns) 5) Pemilihan (Picking Information) 6) Tracking and Tracing Cargo 7) lnformasi Pasar
25
BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1. Kerangka Pemikiran dan Metode Analisis Isu penting yang harus dikaji adalah perkembangan dan perubahan kebijakan dan situasi, baik yang bersifat nasional maupun internasional. Isu nasional yang utama adalah mengenai Sistem Logistik Nasional (Sislognas) dan Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. Isu nasional yang sangat terkait adalah Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 dan Integrasi Pasar Global 2020. Pengkajian dilakukan terhadap Pusat Distribusi Regional (PDR), mencakup fungsi, aktivitas, dan sistem layanan. Aspek fungsi meliputi PDR sebagai pusat konsolidasi, penyangga persediaan, pelaksana pencatatan kebutuhan komoditas, tempat kegiatan pencatatan, dan pelaksana standardisasi operasional. Aktivitas terdiri dari layanan logistik, layanan transportasi, dan layanan penunjang. Sistem layanan mencakup: pembelian komoditas, transportasi, pergudangan, penyimpanan khusus - cold storage, fasilitas keuangan - perbankan, dan sistem transportasi. Jika infrastruktur dan regulasi tidak memadai, maka tujuan pembangunan PDR tidak bisa tercapai secara optimal. a. Regulasi Pemerintah yang masih komplek dan tidak sinkron mewadahi seluruh kepentingan stakeholder (antar departemen/kementerian) antara Kementerian Perhubungan terkait dengan lalu-lintas transportasi dan adminitrasi pelabuhan, Kementerian Perdagangan terkait dengan distribusi eksport-import, Kementerian BUMN terkait dengan Dermaga/Pelabuhan dari PT PELINDO dan Bandara dari PT Angkasa Pura, Kementerian Perindustrian terkait dengan komoditas/produk dan Kementerian Keuangan terkait dengan bea-cukai serta Kementerian terkait dengan pengembangan wilayah daratan untuk infrastruktur transportasi. b. Kesulitan pemerintah dalam pengembangan infrastruktur transportasi darat, terutama terkait dengan pembebasan lahan untuk akses jalan ke pusat-pusat distribusi seperti ke arah pelabuhan dan ke arah bandara. c. Kedalaman pelabuhan Nasional yang masih dangkal (maksimal 14 MLWS), sehingga kapal-kapal dengan kapasitas muatan distribusi sebesar 12.000 Teus tidak dapat singgah di dermaga nasional yang membutuhkan kedalaman laut minimal 18 MLWS, sehingga kapal-kapal asing selalu memilih di dermaga atau pelabuhan Singapura dan Tanjung Pelepas di Malaysia. d. Teknologi peralatan utama di pelabuhan (crane dan forklift) yang terbatas, sehingga tidak mampu menyeimbangkan dan menangani kapasitas bongkar muat untuk distribusi logistik yang tinggi dan berakibat terjadinya overload atau kepadatan dan penumpukan komoditas perdagangan yang menyebabkan waktu tunggu, sehingga tidak mencapai kecepatan distribusi yang optimal. e. Keterbatasan kemampuan SDM dalam penggunaan teknologi informasi dan komunikasi untuk mendukung operasional kinerja di pusat-pusat distribusi, seperti di pelabuhan dan bandara. 26
3.2. Metode Analisis Analisis dilakukan dengan analisis teknis dan analisis regulasi. Analisis teknis dilakukan dengan menggunakan memperhatikan aspek-aspek: ekonomi makro, kewilayahan, logistik, supply chain, manajemen operasional, dan regulasi. Penelitian akan menggunakan metode studi dokumen dan survei. Secara keseluruhan, metodologi yang digunakan dalam penelitian digambarkan pada bagan berikut ini. Gambar 3.1 Metodologi Penelitian
27
BAB IV ANALISIS PUSAT DISTRIBUSI REGIONAL BITUNG
4.1. Data Sosial Ekonomi, Supply-Demand, Investasi dan Infrastruktur Data sosial ekonomi Provinsi Sulawesi Utara menunjukkan provinsi ini memiliki pertumbuhan ekonomi yang sangat baik dimana pada tahun 2012 tumbuh sebesar 7,5% lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi nasional. Tabel 4.1 Kondisi Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2012 Luas Wilayah (km2)
Jumlah Penduduk (jiwa)
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
Pertumbuhan Ekonomi (%)
13.851,64
2.270.596
1,28
164
7,5
Sumber : Badan Pusat Statistik (September 2012)
Pertumbuhan ekonomi yang tinggi tersebut tidak hanya bersumber dari kekuatan di dalam sendiri tetapi ada peran wilayah lain yang juga tidak sedikit berperan dalam ekonomi Provinsi Sulawesi Utara. Misalnya untuk kebutuhan semen masih harus dipenuhi dari wilayah lain seperti dari Provinsi Sulawesi Selatan, Kalimantan dan Jawa. Berikut ini adalah data pasokan bahan pokok dan strategis Provinsi Sulawesi Utara tahun 2013. Tabel 4.2 Data Pasokan Bahan Pangan Pokok dan Barang Strategis Provinsi Sulawesi Utara Tahun 2013 No.
Komoditas
Kebutuhan/
Kebutuhan/
Bulan
Tahun
Satuan
Daya Tahan (bulan)
Keterangan
1
Beras
Ton
23.000
276.000
2-6
Lokal, Makasar, Surabaya, Sulteng, dan Jabar
2
Gula
Ton
4.000
48.000
2-6
Makasar, Gorontalo dan Pulau Jawa
3
Minyak Goreng
Ton
3.000
36.000
2-6
Produksi Lokal 750800 ton/hari
4
Terigu
Ton
2.500
30.000
2-3
Makassar dan Pulau Jawa
5
Semen
Ton
48.000
456.000
1-2
Makassar, Kalsel dan Bogor
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Provinsi Sulawesi Utara
28
Tabel 4.3 Data Komoditas di Sulawesi
No.
Sektor Komoditas
Provinsi Sulawesi Barat
Sulawesi Tengah
Gorontalo
Sulawesi Selatan
Sulawesi Utara
Sulawesi Tenggara
1
Sektor Pertanian
Jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar
Jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar
Padi, jagung, ubi kayu, ubi jalar, kacang kedelai, kacang hijau, dan kacang tanah
Padi dan jagung
Kentang
2
Sektor Perkebunan
Kelapa, kelapa sawit, gambir, kakao, karet, cengkeh, jambu mete, kapuk, lada dan kopi
Kelapa, kakao, sawit dan kopi
Kakao dan kopi
Kakao, kelapa, kopi
Pala, minyak kelapa
Kakao, kelapa, kopi, lada, cengkeh, jambu mete dan sagu
3
Sektor Perikanan
Perikanan tangkap, budidaya laut, budidaya keramba, budidaya kolam, budidaya tambak, budidaya sawah
Perikanan tangkap, budidaya laut, budidaya kolam dan budidaya tambak
Perikanan tangkap, budidaya laut, dan pengolahan
Ikan kaleng, rumput laut
Perikanan tangkap, budidaya laut, dan pengolahan
4
Sektor Peternakan
Sapi, kerbau, babi dan kambing
Sapi, kerbau, babi, domba, kuda dan kambing
Sapi potong, sapi perah, kambing, babi, dan kuda
5
Sektor Jasa
Wisata alam dan wisata budaya
Wisata alam dan wisata budaya
Wisata alam dan wisata budaya
Wisata alam dan wisata budaya
Wisata alam dan wisata budaya
Wisata alam dan wisata budaya
Sumber:www.regionalinvestment.bkpm.go.id
29
Menurut BKPM (2013), data komoditas unggulan Sulawesi Utara relatif lebih sedikit dibandingkan provinsi-provinsi lain di Sulawesi. Sejalan dengan sumber daya yang ada, investasi di Provinsi Sulawesi Utara juga didominasi oleh industri pengolahan produk perikanan. Yang dapat dibanggakan adalah investasi di sektor tersebut tidak didominasi oleh peran investasi dalam negeri, walaupun nilai investasinya masih lebih rendah daripada investasi asing. Terlibatnya investasi asing diharapkan mampu meningkatkan penetrasi pasar produk perikanan di luar negeri. Tabel 4.4 Daftar Investasi di Sulawesi Utara No.
Nama Perusahaan
Status Perusahaan
Produk
Nilai Investasi
1
PT Delta Fasific Indotuna
PMDN Non Migas
Ikan Kaleng
2
PT Celebes Minapratama
PMA Non Migas
Ikan Kayu
3
PT Samudera Sentosa
PMA Non Migas
Ikan Kaleng
4
PT Deho Canning Company
PMA Non Migas
Ikan Kaleng
5
PT Agro Makmur Raya
PMDN Non Migas
CCO, RBD Coconut Oil, RBD Palm Oil, Copra
6
PT Marina Nusantara Selaras
PMDN Non Migas
Ikan Beku
7
PT Sinar Pure Foods International
PMA Non Migas
Ikan Kaleng
8
PT Rahayu Perdana Trans
PMDN Non Migas
Ekspedisi
9
PT Manadomina Citrataruna
PMDN Non Migas
Ikan Kayu
Rp12.250.000.000
10
PT Perikanan Nusantara (P) Cabang Bitung
PMDN Non Migas
Ikan Segar, Ikan Beku
Rp12.000.000.000
11
PT Bitung Mina Utama
PMA Non Migas
Ikan Beku, Ikan Segar
Rp5.000.000.000
12
PT Sari Malalugis
PMDN Non Migas
Ikan Beku, Ikan Kayu
13
PT Sari Tuna Makmur
PMDN Non Migas
Ikan Kayu
14
PT Thengo Karya Samudera
PMDN Non Migas
Ikan Beku, Ikan Kaleng
15
PT Sari Cakalang
PMDN Non Migas
Ikan Segar, Ikan Beku, Ikan Kayu
16
PT Etmieco Sarana Laut
PMDN Non Migas
Ikan Segar, Ikan Beku, Ikan Kayu
17
PT Carvinna Trijaya Makmur
PMDN Non Migas
Ikan Kaleng
Rp78.499.615.000 US$300,000 US$ 10,500,000
Rp57.542.000.000
US$11,550,000
Rp27.136.558.000
Rp25.600.000.000
Rp12.252.000.000
30
No.
Nama Perusahaan
Status Perusahaan
Produk
Nilai Investasi
18
PT Mapalus Makawanua Charcoal Industry
PMA Non Migas
Carbon Aktive
19
PT International Alliance Food Indonesia
PMA Non Migas
Ikan Beku, Ikan Kaleng
20
PT Tridara Putra Mandiri
PMA Non Migas
Ikan Segar, Ikan Beku
21
CV Multi Rempah Sulawesi
PMDN Non Migas
Pala, Fuli
22
PT Salim Ivomas
PMA Non Migas
CCO, RBD Palm Stearin, Tepung Kelapa, Copra
23
PT Multi Nabati Sulawesi
PMA Non Migas
CCO, CPO, RBD Coconut, Oil, RBD Palm Oil, Copra
24
King (King)
Minuman Beralkohol
Rp11,948,000,000
25
PD Padang
Minuman Beralkohol
Rp32,195,000,000
26
Tandu Rusa (Pinaraci Anak Rusa, Tandu Rusa)
Minuman Beralkohol
Rp22,320,000,000
27
Kabesaran (Pinaraci)
Minuman Beralkohol
Rp16,000,000,000
28
Sumber Air (Burung Sakti, Toddi, Cap Burung)
Minuman Beralkohol
Rp2,150,000,000
29
Serasa (Segaran Sari)
Minuman Beralkohol
Rp29,000,000,000
30
Sehat Sentosa (Kasegaran)
Minuman Beralkohol
Rp88,700,000,000
31
VIP (VIP, Casanova)
Minuman Beralkohol
Rp55,000,000,000
32
PT Indo Food Sukses Makmur
Industri Mie Instan
Rp30,041,300,000
33
PT Semen Tonasa
Industri Pengantong Semen
Rp30,942,777,000
34
PT Krisma Witikcko Makmur
Industri Seng
Rp10,059,000,000
35
PT Salim Invomas Pratama (Bimoli)
Industri Minyak Kelapa Sawit Kelapa Bungkil
Rp45.000.000.000
US$5,000,000
Rp274.802.025.260
US$33,442,675
Rp228,790,578,300
31
Walaupun masih banyak diperdebatkan apakah infrastruktur mendorong pertumbuhan atau apakah pertumbuhan mendorong infrastruktur, namun peran infrastruktur secara universal sudah disepakati sebagai salah satu elemen fundamental dalam menciptakan pembangunan yang berkelanjutan. Dalam konteks Provinsi Sulawesi Utara, kondisi infrastruktur terutama transportasi darat masih perlu menjadi perhatian karena sekitar 30% dari total panjang jalan yang ada dalam kondisi rusak. Data infrastruktur jalan di Provinsi Sulawesi Utara ditunjukkan pada tabel berikut ini. Tabel 4.5 Infrastruktur Transportasi Darat Sulawesi Utara Tahun 2012 Kondisi Jalan Panjang (km)
No.
Status
1
Jalan Nasional
1.319,304
2
Jalan Propinsi
858,88
Baik (km)
Sedang (km)
Rusak (km)
311,284
670,454
337,563
453,786
104,719
300,375
Total Panjang Jalan
Aksesibilitas (panjang jalan/ luas wilayah)
0,1572
2.178,184
Dampak lemahnya infrastruktur jalan di Provinsi Sulawesi Utara dapat diminimalisir dengan adanya Pelabuhan Bitung yang strategis. Pelabuhan Bitung secara geografis terletak di Selat Lembeh, sehingga pelabuhan aman dari gangguan angin dan gelombang, dengan berfungsinya Pulau Lembeh sebagai breakwater alam. Terletak di bagian utara Pulau Sulawesi yang sangat strategis di Wilayah Timur Indonesia sehingga dapat berperan sebagai pintu gerbang lalu-lintas barang di kawasan Asia-Pasifik. Pelabuhan Bitung memiliki peran sebagai berikut: a. Memberi kontribusi bagi akselerasi pertumbuhan ekonomi nasional pada umumnya dan Sulaweri Utara pada khususnya. b. Berperan aktif dalam hubungan antar daerah dan sentra-sentra produksi dalam rangka mengintensifkan aktivitas perdagangan melalui: 1) Keterkaitan jaringan transportasi perdagangan antar pulau dengan Perdagangan Internasional. 2) Peningkatan kapasitas pelayanan dan jaminan kualitas pelayanan jasa kepelabuhan. 3) Mendukung terwujudnya perkembangan sosial ekonomi yang merata. c. Mendukung Kawasan Ekonomi Khusus. d. Untuk mencapai terciptanya jaringan transportasi nasional yang handal. Pelabuhan Bitung memiliki beberapa fasilitas dan peralatan pelabuhan, yaitu: a. Dermaga No.
Nama Dermaga
Ukuran (M)
1)
Dermaga Samudera
748
2)
Dermaga Nusantara
600
3)
Dermaga Lokal
60
4)
Dermaga LCT
20
5)
Dermaga TPB
357
32
b. Kapal Pandu/Pilot Boats : 2 unit 1) MPS Siladen (2 X 130 HP) 2) MPI Sarena (2 x 300 HP) c. Kapal Tunda/Towing Boats : 2 unit 1) KT Selat Lembeh (1.160 HP) 2) KT Bunaken (2 X 750 HP) d. Terminal Konvensional 1) Dermaga/(Berth) 2) Lapangan Penumpukan (Container Yard) 3) Gudang (Warehouse) 4) Terminal Penumpang (Passenger Terminal) 5) Lapangan Parkir (Parking Area) 6) Mobil PMK (Fire Truck) 7) Mobil Crane Kap 25 Ton (Crane Mobile) 8) Reach stacker Kap 45 Ton 9) Forklift Kap 3 Ton 10) Workshop 11) Listrik (Electricity) 12) Sumber Air Bersih 13) Bunker BBM/Pertamina 14) Depo Konvensional 15) Jam Operasional
: 1.428 m : 42.767 m2 : 13.392 m2 : 2.554 m2 : 2.394 m2 : 1 Unit : 1 Unit : 1 Unit : 1 Unit : 1.045 m2 : 140 KVA : PDAM(Max 200 ton/jam) : 150 / jam : 9.298 & 11.000 M2 : 24 jam
e. Depo Peti Kemas: Terminal Konvensional Cabang Bitung 1) Ukuran Depo I : 9.298 M2 2) Ukuran Depo II : 11.711 M2 (Jam Operasional 24 jam dengan pelayanan administrasi secara komputerisasi) f. Terminal Peti Kemas Bitung 1) Kedalaman Kolam 2) Dermaga 3) Container Yard 4) Container Greight Station (CFS) 5) Reefer Plug 6) Workshop 7) Genset
: 11 m LWS : 357 m : 30.000 m2 : 1.260 m2 : 72 Plug : 6.083 m2 : 2 Unit (500 & 800 KVA)
g. Fasilitas Peralatan Bongkar Muat : Terminal Peti Kemas Bitung 1) Container Craine : 2 Unit 2) Rubber Tyred Gantries (RTG) : 4 Unit 3) Reach Stacker : 2 Unit 4) Chassis Ukuran 20’ : 4 Unit 5) Chassis Ukuran 40’ : 12 Unit 6) Head Truck : 11 Unit 7) Forklift 5 Ton : 3 Unit 8) Forklift Battery 2 Ton : 2 Unit
33
Untuk menangkap potensi geografis dan sumber daya yang dimiliki, Provinsi Sulawesi Utara, khususnya Kota Bitung mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung dengan kawasan seluas 512 Ha. Gambar 4.2 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Bitung
Sumber: Pemprov Sulawesi Utara
4.2. Kebutuhan dan Dukungan terhadap Keberadaan PDR Bitung 4.2.1. Rencana Pembangunan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Dalam MP3EI, Koridor Ekonomi Sulawesi mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan Pertambangan Nasional. Gambar 4.3 Koridor Ekonomi Sulawesi
Sumber: MP3EI (2012) 34
Koridor ini diharapkan menjadi garis depan ekonomi nasional terhadap pasar Asia Timur, Australia, dan Amerika. Koridor Ekonomi Sulawesi memiliki potensi tinggi di bidang ekonomi dan sosial dengan kegiatan-kegiatan unggulannya. Kegiatan pertanian pangan di Sulawesi mencakup padi, jagung, kedelai, dan ubi kayu. Kegiatan pertanian pangan, khususnya beras dan jagung, sangat penting, terutama untuk konsumsi domestik di Indonesia. Sulawesi merupakan produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10% produksi padi nasional dan 15% produksi jagung nasional. Pertanian pangan menyumbang 13% PDRB Sulawesi. Pembangunan dan pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi ini membutuhkan keberadaan dan peranan PDR. PDR di Bitung sangat diharapkan bisa berperan dalam pengelolaan dan pendistribusian hasil pertanian pangan, baik untuk wilayah Sulawesi Utara dan sekitarnya, maupun untuk beberapa pulau dan kepulauan di sekitarnya hingga Papua. Selain itu, dengan rencana pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional, PDR Bitung akan berperan penting untuk mendukung posisi Indonesia dalam berhubungan dengan pasar global, khususnya Asia Timur. 4.2.2. Dukungan Daerah Produsen Keberadaan PDR Bitung didukung oleh daerah-daerah produsen di sekitar wilayah PDR. Wilayah-wilayah tersebut adalah: a. Sulawesi Utara b. Maluku dan Maluku Utara c. Gorontalo d. Sulawesi Tengah Adapun potensi wilayah-wilayah tersebut adalah: a. Pertanian
: Kopra, cengkeh
b. Perikanan
: Ikan tuna, cakalang.
c. Peternakan
: Sapi
d. Kehutanan
: Kayu, rotan
e. Pertambangan
: Emas
f. Industri
: Pengalengan ikan, minyak goreng.
Selain itu, terdapat Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) Tanjung Merah sebagai kawasan industri yang berpotensi untuk memanfaatkan keberadaan PDR Bitung. 4.2.3. Dukungan Pasokan-Permintaan untuk PDR Bitung Pasokan barang atau komoditas ke PDR Bitung berasal dari wilayah-wilayah produsen sekitar PDR, maupun dari wilayah-wilayah luar. Sebagai contoh, pasokan gula berasal dari Sulawesi Selatan dan Pulau Jawa. Pasokan gula ini sebesar 4.000 ton/bulan (tahun 2013). Dari wilayah Sulawesi Utara sendiri dapat memasok perikanan dan CCO/kopra yang didukung oleh investasi untuk kedua komoditas tersebut. PDR Bitung berpotensi untuk dimanfaatkan untuk penyimpanan/penjualan kopra dari para petani. 35
Contoh komoditas strategis yang dapat didistribusikan melalui PDR Bitung adalah semen dengan kebutuhan pada tahun 2013 sebesar 48.000 ton/bulan. Semen ini berasal dari Kalimantan Selatan, Makassar, dan Bogor. Dengan posisinya yang strategis, PDR Bitung berpotensi melayani kebutuhan bahan pokok dan strategis untuk beberapa wilayah, yaitu: a. Kota Bitung dan sekitarnya b. Kepulauan-kepulauan kecil sekitar Sulawesi Utara, seperti Kepulauan Sangihe dan Kepulauan Talaud. c. Provinsi Papua Dengan demikian, PDR Bitung dapat digunakan sebagai pusat distribusi, baik untuk keperluan lokal di sekitar Bitung, maupun wilayah-wilayah lainnya. PDR Bitung diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menyeimbangkan volume pasokan dan permintaan komoditas pokok dan strategis, serta komoditas unggulan daerah di wilayah sekitar PDR.
4.2.4. Dukungan Infrastruktur Pelabuhan Bitung dilengkapi dengan fasilitas dan peralatan yang memadai untuk kegiatan bongkar muat barang. Bahkan, Pelabuhan Bitung telah mengembangkan Pelabuhan Peti Kemas, sehingga sangat mendukung volume bongkar muat barang yang tinggi. Aksesibilitas dari/ke lokasi PDR perlu didukung dengan infrastruktur transportasi darat (jalan raya) yang memadai dari aspek kelas jalan dan kondisinya. Pada saat ini, jalan raya Manado-Bitung adalah jalan kelas II dengan beban maksimum 8 ton. Jalan kelas II ini dapat dilalui pada umumnya oleh armada pengangkut barang, seperti mobil bak terbuka, truk, hingga kontainer 20 kaki. Jalan raya tersebut perlu ditingkatkan menjadi jalan kelas I, sehingga dapat dilalui oleh kontainer 40 kaki. Selain itu, pengembangan jalan tol Manado-Minut-Bitung sangat penting untuk mendukung transportasi darat di Sulawesi Utara, termasuk untuk transportasi barang dari/ke PDR Bitung.
4.3. Pembangunan PDR Bitung Menurut Cetak Biru Sistem Logistik Nasional, kriteria penempatan Pusat Distribusi Regional (PDR) adalah jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat pelabuhan utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Lokasi PDR Bitung memenuhi kriteria-kriteria tersebut: a. Menurut situs resmi Kota Bitung (http://www.bitungkota.go.id), jumlah penduduk Kota Bitung sampai pada 29 November 2012 berjumlah 214.932 jiwa dan setiap tahun ratarata pertumbuhan penduduk mencapai 3 persen. Selain itu, Kota Bitung terletak dekat dengan kota-kota lain, seperti Manado. Dengan demikian, kota Bitung dan sekitarnya berpotensi menjadi daerah konsumen yang membutuhkan keberadaan Pusat Distribusi Regional Bitung. 36
b. PDR Bitung terletak di daerah konsumen yang didukung oleh wilayah-wilayah produsen yang cukup lengkap untuk berbagai komoditas. c. Akses dari/ke PDR Bitung sangat mudah karena terletak di Kota Bitung yang mempunyai pelabuhan laut. Kondisi ini memudahkan akses dari luar ke PDR Bitung maupun sebaliknya. Transportasi darat juga sangat mudah karena Kota Bitung dihubungkan dengan jalan raya ke/dari Kota Manado maupun kota-kota lainnya di Sulawesi. d. PDR Bitung berada tidak jauh dari Pelabuhan Bitung yang akan dikembangkan menjadi pelabuhan hub internasional untuk wilayah timur Indonesia. e. PDR Bitung melayani berbagai wilayah, baik wilayah produsen maupun wilayah konsumen, sehingga berpotensi menjadi pusat perdagangan antar pulau. f. Pembangunan PDR Bitung perlu memperhatikan kriteria yang disyaratkan untuk suatu Pusat Distribusi Regional (sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik
Indonesia Nomor 48/M-DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan), yaitu: 1.
Luas lahan paling sedikit 15.000m2 (lima belas ribu meter persegi).
2.
Kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah.
3.
Peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruan Wilayah (RTRW) daerah setempat.
4.
Tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota.
5.
Berada pada lokasi dekat pelabuhan dan/atau terminal angkutan.
6.
Bangunan utama Pusat Distribusi Regional dan saran pendukung meliputi: i.
Kantor pengelola, kantor pelaku logistik, dan kantor fasilitasi pembiayaan.
ii.
Gudang tempat penyimpanan komoditas.
iii.
Ruang/tempat untuk pelelangan komoditas.
iv.
Etalase produk.
v.
Ruang sortir dan pengemasan produk.
vi.
Toilet/WC.
vii.
Tempat ibadah.
viii.
Area bongkar muat.
ix.
Area penimbunan peti kemas.
x.
Tempat parkir.
xi.
Pos kesehatan.
xii.
Pos keamanan.
xiii.
Tempat penampungan sampah sementara.
xiv.
Drainase (ditutup dengan grill).
xv.
Hidran.
xvi.
Instalasi air bersih dan instalasi listrik. 37
xvii.
Area penghijauan.
xviii.
Instalasi pengolahan air limbah.
xix.
Telekomunikasi.
7. Sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain). 8. Dikelola secara langsung oleh suatu manajemen Pusat Distribusi. 9. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktivitas perdagangan. 10. Peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi.
38
BAB V ANALISIS PUSAT DISTRIBUSI REGIONAL MAKASSAR 5.1. Data Sosial Ekonomi, Supply-Demand, dan Infrastruktur Provinsi Sulawesi Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang pembangunannya terus mengalami kemajuan. Pada tahun 2012, pertumbuhan ekonomi tumbuh jauh di atas pertumbuhan ekonomi nasional yaitu sebesar 8,58%. Semakin baiknya pembangunan di Sulawesi Selatan telah menarik bagi berkembangnya aktivitas ekonomi sehingga menciptakan akselerasi pembangunan yang semakin tinggi. Tabel 5.6 Kondisi Sosial Ekonomi Provinsi Sulawesi SelatanTahun 2012 Luas Wilayah (km2) 62.482,54 km2
Jumlah Penduduk (jiwa)
Laju Pertumbuhan Penduduk (%)
8.034.776
Kepadatan Penduduk (jiwa/km2)
0,96
Pertumbuhan Ekonomi (%)
136/km2
8,58
Sumber: Badan Pusat Statistik (2012) Dari sisi potensi ekonomi pun terlihat Provinsi Sulawesi Selatan memiliki keunggulan terutama dari sektor pertanian, perkebunan, perikanan, peternakan dan jasa. Sehingga dapat dimaklumi provinsi ini selain mampu mencukup kebutuhannya sendiri juga dapat memasok kebutuhan wilayah sekitarnya. Tabel 5.7 Data Komoditas Unggulan Sulawesi Selatan Provinsi Sulawesi Selatan Pertanian Jagung Kedelai Kentang Nanas Pisang Ubi Kayu Ubi Jalar
Perkebunan Kelapa Sawit Kakao Karet Tebu Kelapa Cengkeh Jambu Mete Kemiri Kenari Lada Sagu TehTembakau Vanili
Perikanan Ikan Cakalang Ikan tongkol Udang Ikan Tuna
Perternakan Sapi Babi Kerbau Domba Kuda Kambing
Jasa Wisata Alam Wisata Budaya
Sumber: Dinas Pertanian Provinsi Sulawesi Selatan Sejalan dengan kinerja ekonomi yang baik, kondisi infrastruktur di Sulawesi Selatan cukup memadai, apalagi jika dibandingkan dengan kondisi di Sulawesi Utara. Kondisi jalan yang rusak di Sulawesi Selatan tidak separah di Sulawesi Utara (< 30%). Tabel 5.8 Infrastruktur Transportasi Darat Sulawesi SelatanTahun 2012 Panjang (km)
Kondisi Jalan Sedang Baik (km) (km)
No.
Status
1
Jalan Nasional
1.556,13
927,76
586,82
41,155
2
Jalan Propinsi
1.209,40
456,67
432,96
25,828
Rusak (km)
Sumber: Dinas Pekerjaan Umum (2012) 39
Selain didukung oleh infrastruktur jalan yang baik, Sulawesi Selatan juga memiliki dukungan yang cukup kuat dari infrastruktur pelabuhan. Kinerja Pelabuhan Soekarno-Hatta merupakan pelabuhan yang sangat penting setelah pelabuhan-pelabuhan yang ada di Jawa, terutama untuk memasok kebutuhan Wilayah Timur Indonesia. Tabel 5.9 Fasilitas Pelabuhan Soekarno-Hatta No. 1
2 3
Fasilitas dan Peralatan Dermaga Pangkalan Soekarno Pangkalan Hatta Kawasan Paotere Gudang
4
Lapangan Penumpuk a. Lokasi Soekarno b. Lokasi Hatta c. Lokasi Paotere Terminal Penumpang
5
Gedung Kantor
6
Master Plan Pelabuhan Daerah Lingkungan Kerja Pelabuhan
Daerah Lingkungan Kepentingan Pelabuhan Ditetapkan dengan SK KM 85 7
Jalan Masuk Pelabuhan Jalan dari/ke sentra-sentra industri/perdagangan
Keterangan 6 dermaga 2 dermaga 11 dermaga 7 gudang 12 lapangan 3 lapangan 3 lapangan Luas : 4.000 M2 Kapasitas : 1.600 orang Luas : 2.171 M2 Perairan :2.978 Ha Daratan :1.192.933 M2 (dikuasai) Perairan :39.740 Ha
Tahun 1999, Tanggal 13/10/1999 Kelas Jalan : Tol Reformasi Lapisan Permukaan : Aspal
Jalan yang berada di lokasi pelabuhan
Kelas Jalan : Utama Akses ke jalan Tol Reformasi Lapisan Permukaan : Aspal
8
Listrik
PLN : 993 kW
9
Air
PAM : 175 T/jam
10
Peralatan Bongkar Muat
Crane 40 ton, 25 ton, 5 ton & 3 ton masing-masing 1 Unit Container Crane 2 Unit; Transtainer; Reach stacker; Top Laoder; Forklift; Head truck; Chasis; Reefer.
40
Fasilitas yang dimiliki oleh Pelabuhan Soekarno-Hatta menjadi daya tarik bagi munculnya industri-industri di sekitar pelabuhan apalagi kondisi biaya transportasi yang tinggi dari wilayah interior ke pelabuhan. Oleh karenanya Kawasan Industri Makassar berada tidak terlalu jauh dari Pelabuhan Soekarno-Hatta. Tabel 5.10 Potensi Hinterland Pelabuhan Soekarno-Hatta No.
Jenis Potensi
Keterangan
1
Kawasan Industri Makassar
12 km dari Pelabuhan
2
Zona Kawasan Berikat
12 km dari Pelabuhan
3
Pusat Pengolahan Kayu
Sungai Tallo
4
Cargo Terminal dan Pergudangan Kota
6
km dari Pelabuhan
5.2. Kebutuhan dan Dukungan terhadap Keberadaan PDR Makassar 5.2.1. Rencana Pembangunan dalam Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) Seperti disampaikan pada Bab sebelumnya, Koridor Ekonomi Sulawesi dalam MP3EI mempunyai tema Pusat Produksi dan Pengolahan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas, dan Pertambangan Nasional. Beberapa simpul yang dikembangkan dalam Koridor Ekonomi ini adalah simpul pertanian pangan, simpul perkebunan kakao, simpul perikanan, klaster industri, dan simpul pengolahan nikel (lihat gambar). Gambar 5.4 Koridor Ekonomi Sulawesi dan Program Pembangunan MP3EI di Sulawesi Selatan
Sumber: MP3EI (2012)
41
Berbagai program telah dimasukkan dalam MP3EI di Koridor Ekonomi Sulawesi pada umumnya, maupun di Sulawesi Selatan secara khusus. PDR di Makassar akan dapat dimanfaatkan untuk mendukung beberapa program MP3EI, khususnya di Sulawesi Selatan. Di antara program-program tersebut adalah pembangunan silo produk pertanian, pengembangan industri rumput laut, pengembangan pasar tradisional, pembekuan ikan dan cold storage, dan pembangunan industri tepung tapioka. Dengan mempertimbangkan peranan Sulawesi sebagai produsen pangan ketiga terbesar di Indonesia yang menyumbang 10% produksi padi nasional dan 15% produksi jagung nasional, maka PDR di Makassar berpotensi untuk berperan penting dalam pengelolaan dan pendistribusian hasil pertanian pangan untuk beberapa wilayah di Indonesia. Dengan posisinya yang strategis, PDR Makassar berpotensi melayani wilayah yang luas. Selain untuk wilayah Papua dan Nusa Tenggara, PDR Makassar berpotensi sangat besar melayani wilayah-wilayah lain hingga Pulau Jawa. Seperti halnya PDR Bitung, PDR Makassar juga akan berperan penting untuk mendukung posisi Indonesia dalam menghadapi pasar global. Dengan mempertimbangkan lokasinya, PDR Makassar berpotensi mendukung posisi Pelabuhan Makassar untuk berhubungan dengan pasar global, seperti Australia.
5.2.2. Dukungan Daerah Produsen Keberadaan PDR Makassar didukung oleh daerah-daerah produsen di sekitar wilayah PDR. Wilayah-wilayah tersebut adalah: a. Kab. Pangkep (jeruk besar) b. Kab. Selayar dan Kab. Luwu Utara (jeruk siam) c. Kab. Takalar dan Kab. Janeponto (mangga) d. Kab. Enrekang dan Kab. Bone (tomat) e. Kab. Luwu Utara, Kab. Bone, dan Kab. Janeponto (cabe rawit) f. Sinjai, Pinrang, Bone (cabe besar) g. Bantaeng dan Gowa (kentang) h. Enrekang (bawang merah) i. Pinrang, Sinjai, Bone, dan Bulukumba (pisang) Selain wilayah-wilayah di atas, beberapa wilayah memiliki potensi untuk memasok berbagai macam komoditas yaitu: a. Pertanian
:
Tanaman sayuran (tomat, cabe rawit, cabe besar, kentang, bawang merah); tanaman buah (jeruk besar, jeruk siam, mangga, pisang)
b. Perkebunan
:
Kelapa sawit, kakao, karet, tebu, kelapa, cengkeh, jambu mete, kemiri, kenari, lada, sagu, teh, tembakau, vanili
c. Perikanan
:
Ikan cakalang, ikan tongkol, udang, ikan tuna
d. Peternakan
:
Sapi, babi, domba, kuda, kambing
42
Dengan posisinya yang strategis, PDR Makassar berpotensi melayani kebutuhan bahan pokok dan strategis untuk beberapa wilayah, yaitu: a. Kota Makassar dan sekitarnya b. Kepulauan-kepulauan kecil sekitar Sulawesi Selatan c. Beberapa provinsi lainnya Dengan demikian, PDR Makassar dapat digunakan sebagai pusat distribusi, baik untuk keperluan lokal di sekitar Makassar, maupun wilayah-wilayah lainnya. PDR Makassar diharapkan dapat dimanfaatkan untuk menyeimbangkan volume pasokan dan permintaan komoditas pokok dan strategis, serta komoditas unggulan daerah di wilayah sekitar PDR.
5.2.3. Dukungan Infrastruktur Proses distribusi barang dari wilayah Makassar, termasuk dari PDR Makassar di Kawasan Industri Makassar (KIMA), didukung dengan infrastruktur transportasi, baik darat maupun laut. Infrastruktur transportasi darat yang penting adalah Jalan Tol Makassar Seksi IV dari Jembatan Tallo menuju KIMA dan berakhir di Mandai menuju Bandar Udara Hasanuddin. Ketersediaan jalan tol ini sangat mendukung pengiriman komoditas/ barang dari/ke PDR Makassar. Pengangkutan bisa menggunakan berbagai jenis armada, termasuk kontainer 40”. Pelabuhan Makassar dan Pelabuhan Peti Kemas Makassar berpotensi mendukung proses distribusi ke/dari PDR Makassar. Keberadaan kedua Pelabuhan laut ini penting karena komoditas-komoditas yang berpotensi untuk ditangani PDR Makassar berasal dari berbagai wilayah, termasuk dari luar Sulawesi. Selain itu, beberapa komoditas lainnya yang berpotensi ditangani di PDR Makassar juga akan dikirimkan keluar Sulawesi, seperti beras yang pada saat ini dikirimkan ke berbagai provinsi lainnya di Indonesia.
5.3
Pembangunan PDR Makassar
Pembangunan dan pengembangan Koridor Ekonomi Sulawesi ini membutuhkan keberadaan dan peranan PDR. PDR di Bitung sangat diharapkan bisa berperan dalam pengelolaan dan pendistribusian hasil pertanian pangan, baik untuk wilayah Sulawesi Utara dan sekitarnya, maupun untuk beberapa pulau dan kepulauan di sekitarnya hingga Papua. PDR Makassar terletak di Kawasan Industri Makassar (KIMA). Lokasi ini cukup strategis dilihat dari aksesibilitas ke/dari Pelabuhan Laut Soekarno Hatta dan Pelabuhan Udara Hasanuddin, maupun ke/dari Kota Makassar. Bangunan PDR terdiri atas gudang, cold storage, perkantoran, laboratorium, guest house, sarana ibadah, dan area parkir. PDR Makassar dibangun dalam dua tahap, yaitu pada tahun 2004 dan tahun 2011. Beberapa foto PDR Makassar ditunjukkan pada gambar-gambar di bawah ini.
43
Gambar 5.5 Bangunan PDR Makassar
Menurut Cetak Biru Sistem Logistik Nasional, kriteria penempatan Pusat Distribusi Regional adalah jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat Pelabuhan Utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. Lokasi PDR Makassar memenuhi kriteria-kriteria tersebut: a. PDR Makassar terletak di Kawasan Industri Makassar yang berlokasi dekat Kota Makassar. Lokasi PDR itu juga tidak jauh dari beberapa kota lainnya. Dengan demikian, kota Makassar dan sekitarnya berpotensi menjadi daerah konsumen yang membutuhkan keberadaan PDR Makassar. b. PDR Makassar terletak di daerah konsumen yang didukung oleh wilayah-wilayah produsen yang cukup lengkap untuk berbagai komoditas. c. Akses dari/ke PDR Makassar sangat mudah karena terletak di Kawasan Industri Makassar yang berdekatan dengan pelabuhan laut. Kondisi ini memudahkan akses dari luar ke PDR Makassar maupun sebaliknya. Transportasi darat juga sangat mudah karena telah tersedianya jaringan jalan tol. d. PDR Makassar melayani berbagai wilayah, baik wilayah produsen maupun wilayah konsumen, sehingga berpotensi menjadi pusat perdagangan antar pulau.
5.4
Operasionalisasi PDR Makassar
PDR Makassar yang dibangun dalam dua tahap, yaitu pada tahun 2004 dan 2011, adalah Barang Milik Negara (BMN) yang dibangun dengan menggunakan dana Tugas Pembantuan. Sesuai dengan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Dana
44
Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan sebelum Tahun Anggaran 2011, BMN adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. Setelah selesainya proses pembangunan, PDR diserahkan oleh Kementerian kepada Pemerintah Daerah melalui proses hibah yang merupakan salah satu bentuk pemindahtanganan. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah Selanjutnya, pengelolaan PDR dilakukan dengan berpedoman kepada Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 48/M-DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan. Menurut Peraturan tersebut, PDR merupakan salah satu bentuk Sarana Distribusi Perdagangan. Pembangunan PDR Bitung perlu memperhatikan kriteria yang disyaratkan untuk suatu Pusat Distribusi Regional (sesuai Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia
Nomor 48/M-DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan), yaitu: a. Luas lahan paling sedikit 15.000m2 (lima belas ribu meter persegi). b. Kepemilikan lahan dibuktikan dengan dokumen yang sah. c. Peruntukan lahan sesuai dengan Rencana Tata Ruan Wilayah (RTRW) daerah setempat. d. Tersedia akses transportasi antar provinsi dan antar kabupaten/kota. e. Berada pada lokasi dekat pelabuhan dan/atau terminal angkutan. f. Bangunan utama Pusat Distribusi Regional dan saran pendukung meliputi: i. Kantor pengelola, kantor pelaku logistik, dan kantor fasilitasi pembiayaan. ii. Gudang tempat penyimpanan komoditas. iii. Ruang/tempat untuk pelelangan komoditas. iv. Etalase produk. v. Ruang sortir dan pengemasan produk. vi. Toilet/WC. vii. Tempat ibadah. viii. Area bongkar muat. ix. Area penimbunan peti kemas. x. Tempat parkir. xi. Pos kesehatan. xii. Pos keamanan. xiii. Tempat penampungan sampah sementara. xiv. Drainase (ditutup dengan grill). xv. Hidran. xvi. Instalasi air bersih dan instalasi listrik. xvii. Area penghijauan. xviii. Instalasi pengolahan air limbah. xix. Telekomunikasi. g. Sistem informasi Pusat Distribusi yang dapat mendukung manajemen persediaan dan rantai pasok (supply chain).
45
h. Dikelola secara langsung oleh suatu manajemen Pusat Distribusi. i. CCTV yang terhubung secara online dengan Kementerian Perdagangan melalui internet untuk memantau aktivitas perdagangan. j. Peralatan yang menunjang kegiatan operasional Pusat Distribusi. Peraturan tersebut menjelaskan lebih lanjut bahwa Pemerintah Daerah menetapkan Pengelola Sarana Distribusi Perdagangan dengan struktur organisasi sesuai dengan kebutuhan. Biaya pemeliharaan dan operasional Sarana Distribusi Perdagangan yang telah selesai dibangun dengan pembiayaan yang bersumber dari APBN dibebankan pada APBD Pemerintah Daerah setempat. Hingga saat ini, penggunaan PDR belum dapat dilakukan karena proses pemindahtanganan belum selesai. Perlu dilakukan pengecekan terhadap persyaratan teknis dan administratif yang perlu dilengkapi, baik di Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah, agar proses pemindahtanganan dapat segera dilakukan. Menurut Rahayuningrum dkk. (2007), PDR tersebut pernah digunakan sebagai tempat penyimpanan beberapa komoditas. Gudang di PDR Makassar pernah digunakan sebagai tempat pengumpulan dan sortasi rumput laut kering, baik yang dikirimkan dari Gudang Bone, maupun rumput laut yang dikirim oleh para pemasok yang langsung mengirim ke gudang Makassar. Bagi rumput laut yang ditampung dari pemasok Makassar, kemudian dilakukan processing, sortasi serta pengarungan dan packing, tetapi bagi rumput laut yang dikirim dari gudang Bone sebagian besar hanya merupakan barang transit yang kemudian akan dikirim ke industri agar-agar di Tangerang dengan peti kemas melalui pelabuhan Makassar serta ekspor. Rahayuningrum (2007) juga menyebutkan bahwa kegiatan pemanfaatan gudang PDR untuk komoditas rumput laut dilakukan dengan tidak dipungut biaya, begitu pula rencana penggunaan untuk pengolahan ikan segar yang mulai dirancang. Hal yang sama juga diberlakukan bagi kegiatan penanganan prosesing tripang untuk ekspor. Dalam pemanfaatan PDR untuk kegiatan Ekspor Tripang kering, lebih banyak menggunakan lokasi perkantoran maupun laboratorium yang ada, mengingat masih bersifat rintisan juga. Upaya koperasi pengrajin Sulawesi Selatan memanfaatkan fasilitas PDR untuk pengolahan ikan segar dengan secara langsung memanfaatkan cold strorage masih dilakukan beberapa modifikasi, sesuai dengan kebutuhan pihak koperasi. Upaya modifikasi dan penyesuaian peralatan tersebut dilakukan sepenuhnya oleh pihak koperasi, dengan catatan pihak pengelola PDR memperhitungkan biaya yang sudah dikeluarkan untuk selanjutnya akan diganti. Kegiatan pemanfaatan PDR tersebut dilakukan sebagai upaya merintis penggunaan dan operasionalnya PDR. Namun demikian, kegiatan operasional PDR tersebut dihentikan hingga saat ini. Hal ini terjadi karena belum adanya pemindahtanganan secara resmi PDR tersebut dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan (Dinas Perindustrian dan Perdagangan). Bahkan, pada saat ini bangunan dalam kondisi terbengkalai tanpa ada penerangan (listrik) yang memadai, perawatan bangunan, maupun pengamanan. Tanpa ada surat pemindahtanganan, pihak Pemerintah Provinsi tidak dapat mengeluarkan biaya untuk hal-hal tersebut. Kondisi ini sangat merugikan. Selain tidak diperolehnya manfaat karena tidak berfungsinya PDR, kondisi bangunan juga akan semakin rusak karena tidak adanya perawatan.
46
BAB VI KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN
6.1. Kesimpulan 6.1.1. PDR Bitung a. Pusat Distribusi Regional Bitung diperlukan dalam mendukung pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi, khususnya dalam pengembangan pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan, dan perikanan. Selain itu, dengan rencana pengembangan Pelabuhan Bitung sebagai pelabuhan hub internasional, PDR Bitung akan berperan penting untuk mendukung posisi Indonesia dalam berhubungan dengan pasar global, khususnya Asia Timur.
b. Keberadaan PDR Bitung didukung oleh daerah-daerah produsen di sekitar wilayah PDR, yaitu Sulawesi Utara, Maluku dan Maluku Utara, Gorontalo, dan Sulawesi Tengah. Wilayah-wilayah produsen pendukung PDR Bitung berpotensi menghasilkan berbagai komoditas antara lain kentang, pala, minyak kelapa, kopra, ikan kaleng dan rumput laut. c. Dengan posisinya yang strategis, PDR Bitung berpotensi melayani kebutuhan bahan pokok dan strategis untuk beberapa wilayah, yaitu: Kota Bitung dan sekitarnya, Pulaupulau kecil sekitar Sulawesi Utara, dan Provinsi Papua. d. Penetapan lokasi PDR Bitung memenuhi kriteria-kriteria penempatan Pusat Distribusi Regional, mencakup jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat Pelabuhan Utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. e. PDR Bitung berpotensi Infrastruktur di wilayah PDR Bitung cukup memadai, baik infrastruktur transportasi laut (pelabuhan), maupun infrastruktur transportasi darat (jalan raya).
6.1.2. PDR Makassar a. PDR Makassar diperlukan dalam mendukung pembangunan Koridor Ekonomi Sulawesi, khususnya dalam pengembangan pusat produksi dan pengolahan hasil pertanian, perkebunan dan perikanan. Dengan lokasinya yang strategis, PDR Makassar berpotensi mendukung jalur perdagangan untuk wilayah Indonesia Timur maupun untuk berhubungan dengan pasar global, seperti Australia. b. Keberadaan PDR Makassar didukung oleh daerah-daerah produsen di sekitar
wilayah PDR, terutama untuk komoditas unggulan Sulawesi Selatan antara lain beras, jagung, kakao, bawang merah, cabai, jeruk besar, kentang dan industri pengolahan buah-buahan. c. PDR Makassar berpotensi melayani kebutuhan bahan pokok dan strategis untuk beberapa wilayah, yaitu: Kota Makassar dan sekitarnya. Bahkan, untuk komoditas beras, misalnya, distribusi dilakukan ke 21 provinsi lainnya. 47
d. Penetapan lokasi PDR Makassar memenuhi kriteria-kriteria penempatan Pusat Distribusi Regional, mencakup jumlah penduduk, aksesibilitas, daerah konsumen (bukan penghasil dan bukan daerah produsen), dapat berfungsi sebagai kolektor (pusat konsolidasi) dan distributor, berada pada wilayah dekat pelabuhan utama, dan berpotensi untuk dikembangkan menjadi pusat perdagangan antar pulau. e. Infrastruktur transportasi PDR Makassar cukup memadai, baik infrastruktur transportasi laut (pelabuhan), maupun infrastruktur transportasi darat dengan tersedianya jalan tol. f. Berdasarkan pengalaman pembangunan PDR di Makassar, pembangunan PDR di wilayah-wilayah lain hendaknya lebih memperhatikan ketersediaan infrastruktur jalan raya sebagai penghubung ke/dari PDR. g. PDR Makassar telah dibangun dalam dua tahap, yaitu pada tahun 2004 dan 2011. Namun, hingga saat ini operasionalisasi PDR tersebut belum dapat dilakukan, karena belum ada pemindahtanganan PDR dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan. Belum beroperasinya PDR Makassar dari tahun 2004 sampai sekarang mengakibatkan PDR tidak bisa dimanfaatkan sesuai dengan tujuannya, serta berdampak terhadap kerusakan fisik bangunan dan peralatan. Selain itu juga timbul pertanyaan dari masyarakat melalui LSM yang mengenai belum berfungsinya PDR tersebut.
6.2. Rekomendasi 6.2.1. PDR Bitung a. Penentuan lokasi PDR perlu dilakukan dengan mempertimbangkan volume pasokan dan permintaan komoditas pokok dan strategis, serta komoditas unggulan daerah di wilayah sekitar PDR. b. Penentuan lokasi PDR perlu dilakukan dengan mempertimbangkan pula keberadaan dan daya dukung pelabuhan laut di dekat lokasi PDR. c. Aksesibilitas dari/ke lokasi PDR perlu didukung dengan infrastruktur transportasi darat (jalan raya) yang memadai dari aspek kelas jalan dan kondisinya. d. Peningkatan kompetensi sumber daya manusia (SDM) perlu segera dilakukan dalam masa pembangunan PDR Bitung, sehingga dapat diharapkan PDR dapat segera beroperasi secara baik segera setelah pembangunan PDR tersebut selesai. e. Sosialisasi keberadaan PDR perlu segera dilakukan kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada para calon mitranya, yaitu para petani, peternak, dan nelayan, maupun kepada instansi-instansi di Pemerintah Daerah terkait. f. Proses bisnis dan operasional PDR perlu dipersiapkan dan dirancang secara baik, termasuk dengan mengembangkan manajemen rantai pasok (supply chain management/SCM) secara terintegrasi dengan pihak-pihak terkait. g. Pemerintah Pusat dan Pemerintah Provinsi perlu memperhatikan persyaratan teknis dan administratif yang harus dipenuhi agar pemindahtanganan PDR dapat dilakukan segera setelah pembangunan PDR selesai.
48
6.2.2. PDR Makassar a. Sosialisasi keberadaan PDR perlu segera dilakukan kepada pihak-pihak terkait, terutama kepada para calon mitranya, yaitu para petani, peternak, dan nelayan, maupun kepada instansi-instansi Pemerintah Daerah terkait. b. Proses bisnis dan operasional PDR perlu dipersiapkan dan dirancang secara baik, termasuk dengan mengembangkan manajemen rantai pasok (supply chain management/SCM) secara terintegrasi dengan pihak-pihak terkait. c. Kementerian Perdagangan perlu segera melakukan identifikasi untuk mengetahui kendala-kendala yang mengakibatkan belum dilakukannya pemindahtanganan PDR tersebut serta menindaklanjuti hasil identifikasi yang diperoleh. d. Berkaitan dengan masalah pemindahtanganan PDR, apabila belum dapat dilakukan pemindahtanganan PDR secara permanen, Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Sulawesi Selatan (Sulsel) meminta adanya surat pemindahtanganan sementara sehingga Disperindag dapat melakukan upaya-upaya agar PDR segera berfungsi sebagaimana mestinya. Apabila ada persyaratan teknis dan administratif yang belum dipenuhi, Disperindag Sulsel harus berupaya untuk memenuhinya sesuai dengan peraturan yang berlaku.
49
DAFTAR PUSTAKA
APICS Dictionary, 10th ed. Peraturan Presiden Nomor 32 Tahun 2011 tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia 2011-2025. Peraturan Presiden Nomor 26 Tahun 2012 tentang Cetak Biru Pengembangan Sistem Logistik Nasional. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 125/PMK.06/2011 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara yang Berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan sebelum Tahun Anggaran 2011. Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaaatan, Penghapusan, dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 86/M-DAG/PER/12/2012 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus (DAK) Bidang Sarana Perdagangan Tahun Anggaran 2013. Peraturan Menteri Perdagangan Republik Indonesia Nomor 48/M-DAG/PER/8/2013 tentang Pedoman Pembangunan dan Pengelolaan Sarana Distribusi Perdagangan. Kementerian Perdagangan Republik Indonesia (2012). Laporan Akhir Pembangunan dan Pengembangan Pusat Distribusi Regional (PDR).
Panduan
Coyle, J.L., Gibson, B.J., Novack, R.A., Bardi, E.J. (2003). Supply Chain Management: A Logistics Perspective. Cengage Learning. Christopher, M. (1992). Logistics & Supply Chain Management. Prentice-Hall. Rahayuningrum, N., Anugrah, I.S., Friyanto, S., Santoso, A.S., Hariyadi, Erlan, R., Sitepu, I.C., Acep. (2007). Kajian Pengembangan Pusat Distribusi Regional Produk Agro. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Badan Penelitian dan Pengembangan Perdagangan, Departemen Perdagangan. Setijadi (2009). Handout Sistem Logistik. Universitas Widyatama Bandung.
50
LAMPIRAN
51
PERATURAN MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 125/PMK.06/2011 TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN SEBELUM TAHUN ANGGARAN 2011 DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA, Menimbang
: a.
bahwa dalam rangka mewujudkan good governance dalam pengelolaan Barang Milik Negara, diperlukan tertib administrasi terhadap pengelolaan Barang Milik Negara yang diperoleh dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan;
b.
bahwa dalam rangka pelaksanaan pengelolaan Barang Milik Negara sebagaimana dimaksud dalam huruf a, diperlukan adanya suatu pedoman dalam pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan; bahwa Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang memiliki kewenangan untuk mengatur pengelolaan Barang Milik Negara yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan;
c.
d.
Mengingat
:
1.
2.
3.
4. 5.
6. 7.
bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, huruf b, dan huruf c, perlu menetapkan Peraturan Menteri Keuangan tentang Pengelolaan Barang Milik Negara Yang Berasal Dari Dana Dekonsentrasi Dan Dana Tugas Pembantuan Sebelum Tahun Anggaran 2011; Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4355); Peraturan Pemerintah Nomor 6 Tahun 2006 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4609) sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2008 (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 78, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4855); Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 tentang Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 20, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4816); Keputusan Presiden Nomor 56/P Tahun 2010; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 96/PMK.06/2007 tentang Tata Cara Pelaksanaan Penggunaan, Pemanfaatan, Penghapusan, Dan Pemindahtanganan Barang Milik Negara; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 120/PMK.06/2007 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara; Peraturan Menteri Keuangan Nomor 156/PMK.07/2008 tentang Pedoman Pengelolaan Dana Dekonsentrasi Dan Tugas Pembantuan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 248/PMK.07/2010;
www.djpp.depkumham.go.id
-2MEMUTUSKAN: Menetapkan
: PERATURAN MENTERI KEUANGAN TENTANG PENGELOLAAN BARANG MILIK NEGARA YANG BERASAL DARI DANA DEKONSENTRASI DAN DANA TUGAS PEMBANTUAN SEBELUM TAHUN ANGGARAN 2011. BAB I KETENTUAN UMUM Bagian Kesatu Pengertian Pasal 1 Dalam Peraturan Menteri Keuangan ini yang dimaksud dengan: 1. Barang Milik Negara, yang selanjutnya disingkat BMN, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh atas beban APBN atau berasal dari perolehan lainnya yang sah. 2. Barang Milik Negara yang berasal dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan sebelum Tahun Anggaran 2011, yang selanjutnya disingkat BMN DK/TP, adalah semua barang yang dibeli atau diperoleh dari Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan sebelum Tahun Anggaran 2011. 3. Dana Dekonsentrasi adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh gubernur sebagai wakil Pemerintah yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan dekonsentrasi, tidak termasuk dana yang dialokasikan untuk instansi vertikal pusat di daerah. 4. Dana Tugas Pembantuan adalah dana yang berasal dari APBN yang dilaksanakan oleh daerah dan desa yang mencakup semua penerimaan dan pengeluaran dalam rangka pelaksanaan tugas pembantuan. 5. Dekonsentrasi adalah pelimpahan wewenang dari Pemerintah kepada Gubernur sebagai wakil pemerintah. 6. Tugas Pembantuan adalah penugasan dari pemerintah kepada daerah dan/atau desa atau sebutan lain dengan kewajiban melaporkan dan mempertanggungjawabkan pelaksanaannya kepada yang menugaskan. 7. Kuasa Pengguna Barang adalah Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah atau pejabat yang ditunjuk oleh Pengguna Barang untuk menggunakan barang yang berada dalam penguasaannya dengan sebaik-baiknya. 8. Satuan Kerja Perangkat Daerah, yang selanjutnya disingkat SKPD, adalah organisasi/lembaga pada Pemerintah Daerah yang bertanggung jawab terhadap pelaksanaan dekonsentrasi/tugas pemerintahan di bidang tertentu di daerah Provinsi, Kabupaten, atau Kota. 9. Penggunaan adalah kegiatan yang dilakukan oleh Pengguna Barang dalam menggunakan dan menatausahakan BMN dalam menjalankan tugas dan fungsi instansi yang bersangkutan. 10. Pemindahtanganan adalah pengalihan kepemilikan BMN dengan cara dijual, dipertukarkan, dihibahkan atau disertakan sebagai modal pemerintah. 11. Penghapusan adalah tindakan menghapus BMN dari daftar barang dengan menerbitkan keputusan dari pejabat yang berwenang untuk membebaskan Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang dan/atau Pengelola Barang dari tanggung jawab administrasi dan fisik atas barang yang berada dalam penguasaannya. 12. Penatausahaan adalah rangkaian kegiatan yang meliputi pembukuan,
www.djpp.depkumham.go.id
-3inventarisasi dan pelaporan BMN sesuai ketentuan yang berlaku. 13. Pengelola Barang adalah pejabat yang berwenang dan bertanggung jawab menetapkan kebijakan dan pedoman serta melakukan pengelolaan BMN. 14. Pengguna Barang adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan BMN. Bagian Kedua Maksud dan Tujuan
(1) (2)
Pasal 2 Peraturan Menteri Keuangan ini dimaksudkan untuk memberikan pedoman bagi penyelenggara negara dalam pengelolaan BMN DK/TP. Peraturan Menteri Keuangan ini bertujuan untuk mewujudkan tertib administrasi, tertib hukum dan tertib fisik atas pengelolaan BMN DK/TP. Bagian Ketiga Ruang Lingkup
Pasal 3 Ruang lingkup pengelolaan BMN DK/TP yang diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini meliputi Penggunaan, Pemindahtanganan, Pemusnahan, Penghapusan, Penatausahaan, Pengawasan dan Pengendalian. BAB II KEWENANGAN DAN TANGGUNG JAWAB
(1) (2)
(3)
(4)
(5)
Pasal 4 Menteri Keuangan merupakan Pengelola Barang DK/TP. Direktur Jenderal Kekayaan Negara merupakan pelaksana fungsional atas kewenangan dan tanggung jawab Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang DK/TP. Dalam melaksanakan kewenangan dan tanggung jawab sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Direktur Jenderal Kekayaan Negara atas nama Menteri Keuangan dapat menunjuk pejabat pada instansi vertikal Direktorat Jenderal Kekayaan Negara untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab Pengelola Barang DK/TP. Menteri/pimpinan lembaga merupakan Pengguna Barang DK/TP, yang dalam menjalankan tugas dan wewenangnya secara fungsional dilaksanakan oleh unit eselon I yang membidangi kesekretariatan. Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah penerima Dana Dekonsentrasi dan Dana Tugas Pembantuan merupakan Kuasa Pengguna Barang DK/TP.
Pasal 5 Kewenangan Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang DK/TP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 ayat (2) meliputi: a. menetapkan status Penggunaan BMN DK/TP berupa: 1. tanah dan/atau bangunan; 2. selain tanah dan/atau bangunan, yang memiliki: a) bukti kepemilikan; atau b) nilai perolehan di atas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan; b. memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan Pemindahtanganan BMN
www.djpp.depkumham.go.id
-4DK/TP yang diajukan oleh Pengguna Barang; c. memberikan persetujuan atau penolakan atas usulan Penghapusan BMN DK/TP yang diajukan oleh Pengguna Barang; d. melakukan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN DK/TP. Pasal 6 Menteri Keuangan selaku Pengelola Barang bertanggung jawab atas pelaksanaan Penggunaan, Pemindahtanganan, Penghapusan, Penatausahaan, pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN DK/TP sesuai dengan batasan tanggung jawabnya sebagaimana diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang BMN.
(1)
(2)
Pasal 7 Pengguna Barang bersama-sama dengan Kuasa Pengguna Barang harus melakukan inventarisasi untuk menentukan rincian data atas BMN DK/TP, termasuk kondisi dan keberadaan BMN DK/TP. Hasil inventarisasi sebagaimana dimakud pada ayat (1) digunakan sebagai dasar dalam menentukan usulan pengelolaan atas BMN DK/TP. BAB III PENGGUNAAN BMN DK/TP
(1) (2)
(3)
(1)
(2)
Pasal 8 Status Penggunaan BMN DK/TP ditetapkan oleh Pengelola Barang atau Pengguna Barang. BMN DK/TP yang ditetapkan status penggunaannya oleh Pengelola Barang, meliputi: a. tanah dan/atau bangunan; b. selain tanah dan/atau bangunan, yang memiliki: 1) bukti kepemilikan; atau 2) nilai perolehan di atas Rp25.000.000,00 (dua puluh lima juta rupiah) per unit/satuan. BMN DK/TP selain dari sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan status penggunaannya oleh Pengguna Barang. Pasal 9 Penetapan status Penggunaan BMN DK/TP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 dilakukan atas BMN DK/TP yang sedang digunakan atau direncanakan untuk digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga. Penetapan status penggunaan BMN DK/TP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 tidak perlu dilakukan atas BMN DK/TP yang direncanakan untuk dilakukan Pemindahtanganan sampai dengan tanggal 31 Desember 2012 atau yang telah diserahkan kepada pihak ketiga.
Pasal 10 Tata cara penetapan status Penggunaan BMN DK/TP dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN.
www.djpp.depkumham.go.id
-5BAB IV PEMINDAHTANGANAN, PEMUSNAHAN DAN PENGHAPUSAN BMN DK/TP Bagian Kesatu Umum Pasal 11 BMN DK/TP yang tidak digunakan oleh Kementerian Negara/Lembaga, dilakukan pengelolaan melalui mekanisme: a. Pemindahtanganan; b. Pemusnahan; c. Penghapusan. (2) Pengelolaan BMN DK/TP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) harus didasarkan pada kebutuhan Kementerian Negara/Lembaga, fungsi, kondisi dan keberadaan BMN DK/TP bersangkutan. (1)
Bagian Kedua Pemindahtanganan Pasal 12 Pemindahtanganan BMN DK/TP dilakukan melalui: a. Hibah; b. Penjualan.
(1) (2)
(1) (2)
(1)
Pasal 13 Hibah BMN DK/TP dilakukan kepada Pemerintah Daerah. Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan atas BMN DK/TP yang: a. tidak digunakan untuk penyelenggaraan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga; b. telah ditatausahakan oleh Kementerian Negara/Lembaga; c. digunakan untuk penyelenggaraan pemerintahan daerah; d. keberadaan fisiknya jelas; dan e. dalam kondisi baik/layak untuk digunakan.
Pasal 14 Hibah dilaksanakan oleh Pengguna Barang setelah mendapat persetujuan Pengelola Barang. Dalam hal usulan hibah BMN berupa tanah dan/atau bangunan atau selain tanah dan/atau bangunan memiliki nilai di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), maka persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan oleh Pengelola Barang setelah mendapat persetujuan Presiden. Pasal 15 Usulan hibah BMN DK/TP berupa tanah dan/atau bangunan dari Pengguna Barang kepada Pengelola Barang, harus disertai dengan data pendukung berupa: a. rincian barang yang akan dihibahkan, termasuk bukti kepemilikan, tahun perolehan, luas, nilai buku, kondisi dan lokasi; b. surat pernyataan tanggung jawab penuh mutlak tak bersyarat dari
www.djpp.depkumham.go.id
-6Pengguna Barang atas kebenaran materiil mengenai BMN DK/TP; c. data calon penerima Hibah; d. surat pernyataan kesediaan menghibahkan BMN DK/TP dari Pengguna Barang; dan e. surat pernyataan kesediaan menerima Hibah BMN DK/TP dari Pemerintah Daerah dan/atau berita acara serah terima, dalam hal BMN DK/TP sudah diserahoperasikan kepada Pemerintah Daerah. (2) Dalam hal bukti kepemilikan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a tidak ada, maka dapat digantikan dengan bukti lainnya seperti dokumen kontrak, akte/perjanjian jual beli, dan dokumen setara lainnya yang dapat dipersamakan dengan itu.
(1)
(1) (2)
(3)
(1)
(2) (3)
Pasal 16 Usulan hibah BMN DK/TP berupa selain tanah dan/atau bangunan dari Pengguna Barang kepada Pengelola Barang, harus disertai dengan data pendukung berupa: a. rincian barang yang akan dihibahkan termasuk tahun perolehan, identititas/spesifikasi, nilai buku, lokasi, peruntukan barang; b. surat pernyataan tanggung jawab penuh mutlak tak bersyarat dari Pengguna Barang atas kebenaran materiil mengenai BMN DK/TP; c. data calon penerima hibah; d. surat pernyataan kesediaan menghibahkan BMN DK/TP dari Pengguna Barang; dan e. surat pernyataan kesediaan menerima hibah BMN DK/TP dari Pemerintah Daerah dan/atau berita acara serah terima barang, dalam hal BMN DK/TP sudah diserahoperasikan kepada Pemerintah Daerah. Pasal 17 Dalam hal usulan Hibah BMN DK/TP disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Hibah. Persetujuan Hibah sebagaimana dimaksud pada ayat (1), menjadi dasar bagi Pengguna Barang untuk melakukan serah terima barang dengan penerima Hibah paling lambat 3 (tiga) bulan sejak tanggal surat persetujuan Hibah diterbitkan, dan dituangkan dalam berita acara serah terima barang. Dalam hal usulan Hibah BMN DK/TP tidak disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasannya. Pasal 18 Penjualan BMN DK/TP dilakukan hanya terhadap BMN DK/TP yang: a. berada dalam kondisi rusak berat tetapi secara ekonomis lebih menguntungkan bagi negara apabila dijual; dan b. tidak digunakan untuk pelaksanaan tugas dan fungsi Pemerintah Daerah dan Kementerian Negara/Lembaga. Penjualan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan melalui lelang. Pelaksanaan penjualan atas BMN DK/TP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dilakukan mengikuti ketentuan peraturan perundang-perundangan di bidang BMN dan lelang.
www.djpp.depkumham.go.id
-7Bagian Ketiga Pemusnahan Pasal 19 Pelaksanaan pemusnahan atas BMN DK/TP dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. Bagian Keempat Penghapusan
(1)
(2)
(3) (4)
(1)
(2)
(3) (4) (5)
(6)
Pasal 20 Penghapusan BMN DK/TP dilakukan berdasarkan keputusan Penghapusan BMN yang diterbitkan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang atau Pengelola Barang. Penghapusan BMN DK/TP sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi: a. Penghapusan BMN dari Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Penguna pada Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang; b. Penghapusan BMN dari Daftar BMN pada Pengelola Barang. Penghapusan BMN DK/TP sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Pengelola Barang. Penghapusan BMN DK/TP sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dilakukan sebagai tindak lanjut dari: a. Pemindahtanganan; atau b. sebab-sebab lain yang secara normal dapat diperkirakan wajar menjadi penyebab Penghapusan, antara lain hilang, kecurian, terbakar, susut, menguap, mencair, atau terkena dampak dari terjadinya force majeure, kadaluwarsa, dan mati/cacat berat/tidak produktif untuk tanaman/hewan/ternak. Pasal 21 Penghapusan BMN DK/TP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) huruf b dilakukan setelah terlebih dahulu mendapat persetujuan Pengelola Barang. Permohonan persetujuan penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan Pengguna Barang kepada Pengelola Barang disertai dengan: a. surat pernyataan tanggung jawab dari Pengguna Barang atas kebenaran materiil jumlah dan jenis barang, dan penyebab Penghapusan tersebut; b. identitas dan kondisi barang; c. tempat/lokasi barang; dan d. nilai buku barang bersangkutan. Dalam hal usulan Penghapusan BMN DK/TP disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat persetujuan Penghapusan. Dalam hal usulan Penghapusan BMN DK/TP tidak disetujui, Pengelola Barang menerbitkan surat penolakan dengan disertai alasannya. Berdasarkan persetujuan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (3), Pengguna Barang menetapkan keputusan Penghapusan paling lambat 2 (dua) bulan sejak tanggal surat persetujuan Penghapusan diterbitkan. Keputusan Penghapusan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) menjadi dasar bagi Pengguna Barang untuk melakukan Penghapusan barang dari Daftar
www.djpp.depkumham.go.id
-8(7)
Barang Pengguna. Pengguna Barang wajib menyampaikan laporan pelaksanaan Penghapusan kepada Pengelola Barang paling lambat 1 (satu) bulan setelah tanggal penerbitan keputusan tersebut, dengan dilampiri keputusan Penghapusan barang dari Daftar Barang Pengguna.
Pasal 22 Nilai BMN DK/TP yang dihapuskan sebesar nilai yang tercantum dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna dan/atau Laporan Barang Pengguna/Laporan Barang Kuasa Pengguna dan/atau Daftar BMN dan/atau Laporan BMN.
(1) (2)
(3)
Pasal 23 Kebenaran materiil atas usulan Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) huruf b menjadi tanggung jawab Pengguna Barang. Persetujuan Pengelola Barang atas usulan Penghapusan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20 ayat (4) huruf b, tidak menghapus kewajiban hukum Pengguna Barang, Kuasa Pengguna Barang, pihak pengurus barang dan/atau penanggung jawab BMN DK/TP tersebut terhadap pelanggaran hukum yang telah dilakukan atas BMN DK/TP bersangkutan. Dalam hal di kemudian hari ditemukan dan terbukti adanya unsur kesengajaan atau kelalaian yang mengakibatkan hilangnya BMN DK/TP, maka para pihak yang menyebabkan, melakukan, dan/atau turut serta melakukan perbuatan tersebut dikenakan sanksi sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. BAB V PENATAUSAHAAN
(1) (2)
(1) (2)
(3)
(1)
Pasal 24 Penatausahaan BMN DK/TP meliputi kegiatan pembukuan, inventarisasi, dan pelaporan. Penatausahaan BMN DK/TP dilakukan oleh: a. Pengelola Barang; b. Pengguna Barang; dan c. Kuasa Pengguna Barang. Pasal 25 Pengelola Barang melakukan pembukuan berupa pendaftaran dan pencatatan BMN DK/TP dalam Daftar BMN dan/atau Laporan BMN. Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang melakukan pembukuan berupa pendaftaran dan pencatatan BMN DK/TP dalam Daftar Barang Pengguna/Daftar Barang Kuasa Pengguna dan/atau Laporan Barang Pengguna/Laporan Barang Kuasa Pengguna. Pencatatan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) merupakan prasyarat dalam Pemindahtanganan BMN DK/TP. Pasal 26 Pencatatan atas BMN DK/TP dilakukan terhadap kegiatan yang berkaitan dengan pengelolaan BMN meliputi: a. pengadaan dan penetapan status Penggunaan;
www.djpp.depkumham.go.id
-9-
(2)
(3)
(4)
(1)
(2)
b. Pemindahtanganan; c. pemusnahan; dan d. Penghapusan. BMN DK/TP yang sedang digunakan atau direncanakan untuk digunakan dalam pelaksanaan tugas dan fungsi Kementerian Negara/Lembaga dicatat sebagai Aset Tetap atau Persediaan, sesuai dengan substansinya. BMN DK/TP yang belum mendapat persetujuan Pemindahtanganan dari Pengelola Barang tetapi telah diserahkan kepada pihak ketiga, dicatat sebagai Aset Lainnya. Pengguna Barang wajib mencatat setiap perubahan data terkait dengan BMN DK/TP dan melaporkannya kepada Pengelola Barang sebagai mutasi dan dilaporkan pada periode pelaporan terkait. Pasal 27 Pengguna Barang menyusun laporan semesteran dan tahunan BMN DK/TP sebagai bagian dari pelaporan BMN sesuai ketentuan peraturan perundangundangan di bidang Penatausahaan BMN. Pelaporan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib disampaikan kepada Menteri Keuangan c.q. Direktur Jenderal Kekayaan Negara secara periodik. BAB VI PENGAWASAN DAN PENGENDALIAN
Pasal 28 Pelaksanaan pengawasan dan pengendalian atas pengelolaan BMN DK/TP dilakukan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang pengelolaan BMN. BAB VII BATAS WAKTU Pasal 29 Penyelesaian pengelolaan BMN DK/TP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan ini dilakukan paling lambat tanggal 31 Desember 2012. BAB VIII KETENTUAN PERALIHAN Pasal 30 Pada saat berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini: a. persetujuan pengelolaan BMN DK/TP yang telah diterbitkan oleh Pengelola Barang sebelum berlakunya Peraturan Menteri Keuangan ini, dinyatakan tetap berlaku; b. permohonan pengelolaan BMN DK/TP yang telah diajukan, namun belum diterbitkan persetujuannya, diproses menurut ketentuan Peraturan Menteri Keuangan ini.
www.djpp.depkumham.go.id
- 10 BAB IX KETENTUAN PENUTUP Pasal 31 Peraturan Menteri Keuangan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan. Agar setiap orang mengetahuinya, memerintahkan pengundangan Peraturan Menteri Keuangan ini dengan penempatannya dalam Berita Negara Republik Indonesia.
Ditetapkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2011 MENTERI KEUANGAN REPUBLIK INDONESIA,
AGUS D.W. MARTOWARDOJO Diundangkan di Jakarta pada tanggal 8 Agustus 2011 MENTERI HUKUM DAN HAK ASASI MANUSIA REPUBLIK INDONESIA,
PATRIALIS AKBAR BERITA NEGARA REPUBLIK INDONESIA TAHUN 2011 NOMOR 476
www.djpp.depkumham.go.id
LAMPIRAN IX PERATURAN MENTERI KEUANGAN NOMOR 96/PMK.06/2007 TENTANG TATA CARA PELAKSANAAN PENGGUNAAN, PEMANFAATAN, PENGHAPUSAN, DAN PEMINDAHTANGANAN BARANG MILIK NEGARA
TATA CARA PELAKSANAAN HIBAH BARANG MILIK NEGARA I.
Definisi
II.
Hibah adalah pengalihan kepemilikan Barang Milik Negara dari Pemerintah Pusat kepada Pemerintah Daerah atau kepada pihak lain tanpa memperoleh penggantian. Pertimbangan Hibah Barang Milik Negara dilakukan untuk: 1. kepentingan sosial, keagamaan, kemanusiaan; 2. penyelenggaraan Pemerintahan Daerah.
III.
Subjek Pelaksana Hibah dan Objek Hibah 1. Pihak yang dapat melaksanakan hibah Barang Milik Negara adalah: a. Pengelola Barang, untuk tanah dan/atau bangunan; b. Pengguna Barang, dengan persetujuan Pengelola Barang, untuk: 1) tanah dan/atau bangunan yang dari awal pengadaannya direncanakan untuk dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran; 2) tanah dan/atau bangunan yang diperoleh dari dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; 3) sebagian tanah yang berada pada Pengguna Barang; 4) selain tanah dan/atau bangunan. 2. Pihak yang dapat menerima hibah adalah:
IV.
a. lembaga sosial, lembaga keagamaan, dan organisasi kemanusiaan, yang mendapatkan pernyataan tertulis dari instansi teknis yang kompeten bahwa lembaga yang bersangkutan adalah sebagai lembaga termaksud; b. Pemerintah Daerah. Ketentuan dalam Pelaksanaan Hibah 1. Persyaratan Barang Milik Negara untuk dapat dihibahkan : a. Barang Milik Negara yang dari awal perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran; b. bukan merupakan barang rahasia negara, bukan merupakan barang yang menguasai hajat hidup orang banyak, dan tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan tugas pokok dan fungsi Pengguna Barang, serta tidak digunakan lagi dalam penyelenggaraan pemerintahan negara; c. Barang Milik Negara berasal dari hasil perolehan lain yang sah, dalam hal ini berdasarkan keputusan pengadilan yang telah memiliki kekuatan hukum tetap dan/atau berdasarkan ketentuan perundang-undangan, ditentukan untuk dihibahkan; d. Sebagian tanah pada pengguna dapat dihibahkan sepanjang dipergunakan untuk pembangunan fasilitas umum yang tidak mendapatkan penggantian kerugian sesuai ketentuan perundang-undangan, fasilitas sosial dan keagamaan. 2. Besaran nilai Barang Milik Negara yang dihibahkan: a. nilai Barang Milik Negara hasil dari pelaksanaan kegiatan anggaran, yang dari awal pengadaannya telah direncanakan untuk dihibahkan, didasarkan pada realisasi pelaksanaan kegiatan anggaran yang bersangkutan; 49
b. nilai Barang Milik Negara selain huruf a didasarkan pada hasil penilaian yang berpedoman pada Pasal 11, Pasal 12, dan Pasal 13 Peraturan Menteri Keuangan ini. 3. Hibah atas Barang Milik Negara, yang sejak perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan, tidak memerlukan persetujuan DPR dan pelaksanaannya dilakukan setelah terlebih dahulu diaudit oleh aparat pengawas fungsional. 4. Barang Milik Negara yang dihibahkan harus digunakan sebagaimana fungsinya pada saat dihibahkan, atau tidak diperbolehkan untuk dimanfaatkan oleh dan/atau dipindahtangankan kepada pihak lain. V. Tata Cara Pelaksanaan Hibah 1. Tata cara pelaksanaan hibah atas tanah dan/atau bangunan yang berada pada Pengelola Barang a. Permintaan hibah disampaikan kepada Pengelola Barang dengan disertai penjelasan dan data pendukung: 1) alasan permintaan hibah; 2) rincian peruntukan; 3) jenis/spesifikasi; 4) lokasi/data teknis; 5) hal lain yang dianggap perlu. b. Pengelola Barang membentuk Tim yang beranggotakan unsur Pengelola Barang, Pengguna Barang, serta dapat mengikutsertakan unsur instansi/lembaga teknis yang kompeten. c. Tim melakukan penelitian kelayakan alasan/pertimbangan permintaan hibah, dan data administrasi yang terdiri dari: 1)
data tanah, antara lain status dan bukti kepemilikan, gambar situasi termasuk lokasi tanah, luas, dan peruntukan; 2) data bangunan, antara lain tahun pembuatan, konstruksi, luas, dan status kepemilikan; 3) Apabila diperlukan, melakukan penelitian fisik atas tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan untuk mencocokkan data administratif yang ada. d. Pengelola Barang menugaskan penilai untuk melakukan penghitungan nilai tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan. e. Penilai melaporkan laporan penilaian kepada Pengelola Barang melalui Tim f. Tim menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tugas kepada Pengelola Barang, dilampiri berita acara penelitian termasuk laporan penilaian sebagaimana tersebut huruf e. g. Berdasarkan laporan Tim, Pengelola Barang mempertimbangkan untuk menentukan disetujui atau tidaknya usulan hibah. h. Dalam hal usulan hibah tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada pihak yang mengusulkan hibah, disertai dengan alasannya. i. Dalam hal usulan hibah disetujui, Pengelola Barang menetapkan keputusan pelaksanaan hibah, yang sekurang-kurangnya memuat:
1) penerima hibah; 2) objek hibah, yaitu mengenai detil tanah dan/atau bangunan; 3) nilai tanah dan/atau bangunan; 50
4) peruntukan tanah dan/atau bangunan. j. Dalam hal hibah tanah dan/atau bangunan tersebut memerlukan persetujuan DPR, Pengelola Barang mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada DPR. k. Dalam hal hibah tanah dan/atau bangunan tersebut tidak memerlukan persetujuan DPR tetapi hasil penilaiannya di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada Presiden. l. Berdasarkan keputusan pelaksanaan hibah tersebut, Pengelola Barang melakukan serah terima tanah dan/atau bangunan kepada penerima hibah, yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang dan naskah hibah. m. Berdasarkan berita acara serah terima barang dan naskah hibah, Pengelola Barang melaksanakan penghapusan Barang Milik Negara dari Daftar Barang Milik Negara dengan menerbitkan keputusan penghapusan barang. 2. Tata cara hibah atas tanah dan/atau bangunan yang dari sejak perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan sebagaimana tercantum dalam dokumen penganggaran. a. Pengguna Barang membentuk Tim internal untuk melakukan persiapan pengusulan hibah tanah dan/atau bangunan dengan tugas : 1) menyiapkan dokumen anggaran beserta kelengkapannya; 2) melakukan penelitian data administratif, yaitu: a) data tanah, antara lain status dan bukti kepemilikan, lokasi tanah, luas, nilai tanah; b) data bangunan, antara lain tahun pembuatan, konstruksi, luas, dan status kepemilikan serta nilai bangunan; 3) melakukan penelitian fisik atas tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan untuk mencocokkan data administratif yang ada; 4) menyampaikan laporan hasil penelitian data administratif dan fisik kepada Pengguna Barang. b. Pengguna Barang mengajukan permintaan persetujuan hibah tanah dan/atau bangunan kepada Pengelola Barang dengan disertai: 1) dokumen penganggaran yang menunjukkan bahwa barang yang diusulkan sejak perencanaan pengadaannya dimaksudkan untuk dihibahkan; 2) calon penerima hibah; 3) rincian peruntukan, jenis/spesifikasi, status dan bukti kepemilikan, dan lokasi; 4) hasil audit aparat pengawas fungsional; 5) hal lain yang dianggap perlu. c. Pengelola Barang melakukan penelitian atas kebenaran dokumen penganggaran dan data administrasi sebagaimana tersebut pada angka 2 huruf b. Apabila diperlukan, Pengelola Barang dapat melakukan penelitian fisik atas tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan. d. Berdasarkan penelitian di atas, Pengelola Barang menentukan disetujui atau tidaknya usulan hibah. e. Dalam hal usulan hibah tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada pihak yang mengusulkan hibah, disertai dengan alasannya. 51
f. Dalam hal usulan hibah disetujui, Pengelola Barang menetapkan surat persetujuan pelaksanaan hibah yang sekurang-kurangnya memuat:
1) 2) 3) 4) 5)
penerima hibah; objek hibah, yaitu mengenai rincian tanah dan/atau bangunan; nilai tanah dan/atau bangunan; peruntukan tanah dan/atau bangunan; kewajiban Pengguna Barang untuk menghapus tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan dari daftar barang pengguna; dan
6) kewajiban Pengguna Barang untuk melaporkan pelaksanaan hibah kepada Pengelola Barang. g. Dalam hal hibah tanah dan/atau bangunan tersebut nilainya di atas Rp10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan hibah kepada Presiden. h. Berdasarkan persetujuan hibah sebagaimana tersebut dalam huruf f, Pengguna Barang melakukan serah terima atas tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan dengan penerima hibah, yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang dan naskah hibah. i. Berdasarkan berita acara serah terima barang tersebut, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang melaksanakan penghapusan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Daftar Barang Kuasa Pengguna dengan menerbitkan keputusan penghapusan dan melaporkan kepada Pengelola Barang paling lama 1 (satu) bulan sejak diterbitkannya keputusan penghapusan. j. Tembusan keputusan penghapusan barang dan berita acara serah terima disampaikan kepada Pengelola Barang paling lama satu bulan setelah serah terima. k. Berdasarkan tembusan dokumen tersebut huruf j, Pengelola Barang menghapuskan barang dimaksud dari Daftar Barang Milik Negara dengan menerbitkan keputusan penghapusan barang. 3. Tata cara hibah atas tanah dan/atau bangunan yang diperoleh dari dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan mengikuti ketentuan sebagaimana tersebut pada romawi VI angka 2 dengan penyesuaian seperlunya dan memperhatikan ketentuan perundangundangan yang mengatur Dana Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan. 4. Tata cara hibah atas sebagian tanah yang berada pada Pengguna Barang mengikuti ketentuan sebagaimana tersebut pada romawi VI angka 2 dengan pengecualian persyaratan dan penelitian terkait dengan dokumen penganggarannya serta persyaratan hasil audit aparat pengawas fungsional. 5. Tata cara hibah Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan a. Pengguna Barang membentuk Tim internal untuk melakukan persiapan pengusulan hibah Barang Milik Negara dengan tugas : 1) melakukan penelitian data administratif Barang Milik Negara selain tanah dan bangunan yang akan dihibahkan, yaitu tentang tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, dan nilai perolehan; 2) melakukan penelitian fisik atas Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan untuk mencocokkan data administratif yang ada; 52
b.
c.
d. e. f.
g.
h.
i. j.
k.
3) menyampaikan laporan hasil penelitian data administratif dan fisik kepada Pengguna Barang. Pengguna Barang mengajukan permintaan persetujuan kepada Pengelola Barang untuk menghibahkan Barang Milik Negara dimaksud, dengan disertai : 1) alasan untuk menghibahkan; 2) calon penerima hibah; 3) data Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan yang akan dihibahkan, yaitu tahun perolehan, spesifikasi/identitas teknis, bukti kepemilikan, dan nilai perolehan. Pengelola Barang melakukan penelitian kelayakan hibah dan data administrasi sebagaimana tersebut pada angka 4 huruf a 1). Apabila diperlukan, Pengelola Barang dapat melakukan penelitian fisik. Berdasarkan hasil penelitian sebagaimana dimaksud dalam huruf c, Pengelola Barang menentukan disetujui atau tidaknya permohonan tersebut. Dalam hal usulan hibah tidak disetujui, Pengelola Barang memberitahukan kepada Pengguna Barang yang mengusulkan hibah, disertai dengan alasannya. Dalam hal usulan hibah disetujui, Pengelola Barang menetapkan surat persetujuan pelaksanaan hibah yang sekurang-kurangnya memuat: 1) Barang Milik Negara yang dihibahkan; 2) pihak yang menerima hibah; 3) peruntukan Barang Milik Negara yang dihibahkan; 4) kewajiban Pengguna Barang menetapkan jenis, jumlah, dan nilai Barang Milik Negara yang akan dihibahkan. Dalam hal nilai perolehan Barang Milik Negara selain tanah dan/atau bangunan tersebut di atas Rp 10.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah), Pengelola Barang terlebih dahulu mengajukan permohonan persetujuan kepada Presiden atau DPR sesuai batas kewenangannya. Berdasarkan persetujuan hibah sebagaimana tersebut dalam huruf f, Pengguna Barang melakukan serah terima Barang Milik Negara yang dihibahkan dengan penerima hibah, yang dituangkan dalam berita acara serah terima barang dan naskah hibah. Berdasarkan berita acara serah terima tersebut, Pengguna Barang menerbitkan keputusan penghapusan. Berdasarkan keputusan penghapusan, Pengguna Barang dan/atau Kuasa Pengguna Barang menghapuskan dari Daftar Barang Pengguna dan/atau Kuasa Pengguna, dan melaporkan penghapusan tersebut kepada pengelola barang paling lambat 1 (satu) bulan sejak serah terima disertai tembusan berita acara, naskah hibah, dan keputusan penghapusan. Berdasarkan laporan tersebut huruf j, Pengelola Barang menghapuskan dari Daftar Barang Milik Negara apabila barang tersebut ada dalam Daftar Barang Milik Negara. MENTERI KEUANGAN, ttd. SRI MULYANI INDRAWATI 53