ANALISIS KELAYAKAN ASPEK PEMASARAN PENDIRIAN PUSAT GRADING INDUSTRI BERAS (PGIB) PERUM BULOG - TAMBUN
OLEH : MOHAMAD MANSYUR F34102026
2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
ANALISIS KELAYAKAN ASPEK PEMASARAN PENDIRIAN PUSAT GRADING INDUSTRI BERAS (PGIB) PERUM BULOG - TAMBUN
OLEH : MOHAMAD MANSYUR F34102026
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat kelulusan dan memperoleh gelar SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN Pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor
2006 DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN DEPARTEMEN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN ANALISIS KELAYAKAN ASPEK PEMASARAN PENDIRIAN PUSAT GRADING INDUSTRI BERAS (PGIB) PERUM BULOG – TAMBUN
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh MOHAMAD MANSYUR F34102026 Dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1984 Tanggal lulus : 31 Agustus 2006 Disetujui, Bogor,
Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA Dosen Pembimbing I
September 2006
Dr.Ir. Jono M Munandar, MSc Dosen Pembimbing II
Mohamad Mansyur. F34102026. Analisis Kelayakan Aspek Pemasaran Pendirian Pusat Grading Industri Beras (PGIB) Perum Bulog, Tambun. Di bawah bimbingan Sapta Raharja dan Jono M Munandar RINGKASAN Dewasa ini ada kecenderungan perubahan preferensi konsumen ke arah beras dengan kualitas yang lebih baik dengan atribut produk yang lebih lengkap. Sebanyak 43,33 persen PNS di Dinas/Departemen Pendidikan Nasional Kecamatan Bogor Tengah dan 82 persen PNS di Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian tidak mengkonsumsi beras jatah dan mencari beras dengan kualitas yang lebih baik (Trestita, 2000 dan Pradesha, 2004). Perubahan preferensi tersebut akan menimbulkan unserved consumer yang merupakan peluang pasar bagi industri pengolahan beras berkualitas tinggi. Peluang tersebut coba dimanfaatkan oleh Perum Bulog untuk mengoptimalkan fasilitas-fasilitas yang dimiliki khususnya fasilitas pergudangan di Tambun, Bekasi dan memperluas usaha komersial Bulog, selain fungsi pelayanan publik. Hasil dari analisis aspek pemasaran kelayakan pendirian PGIB adalah seperti di bawah ini. Pola pemilihan sasaran yang tepat bagi PGIB adalah pola segmentasi spesialisasi produk yaitu PGIB berkonsentrasi dalam menghasilkan produk beras yang dijual kepada beberapa segmen. Target segmen pasar yang potensial untuk dilayani PGIB adalah konsumen yang mengkonsumsi beras kualitas baik, kemudian lebih dispesifikkan pada konsumen kelas ekonomi menengah dan atas termasuk unserved consumer baik yang membeli beras di pasar tradisional maupun di supermarket. Beras PGIB dapat diposisikan sebagai ”beras yang bersih, enak, berkualitas tinggi”. Dari enam kota yang berada di sekitar lokasi PGIB Tambun, wilayah pasar yang paling potensial adalah wilayah DKI Jakarta dengan nilai MPE tertinggi 9.056.575. Produk beras merupakan kebutuhan pokok yang bersifat inelastis (0<e<1) baik terhadap perubahan pendapatan dan harga. Pasar beras saat ini sedang dalam masa siklus hidup kedewasaan/kemapanan, ditandai dengan penurunan konsumsi per kapita sebesar 2,23 persen per tahun sejak tahun 2003 hingga 2005 (BPS, 2005). Namun, pertumbuhan permintaan masih positif sebesar 1,21 persen per tahun sebagai dampak pertumbuhan penduduk. Struktur pasar beras di pasar induk Cipinang dan pasar tradisional bersifat pasar persaingan monopolistis, sedangkan pasar beras supermarket bersifat oligopoli terdiferensiasi. Dari delapan jalur pemasaran beras di DKI Jakarta, jalur yang paling potensial dan efisien adalah melalui saluran pasar tradisional dan supermarket tanpa agen ataupun pasar induk Cipinang. Pedagang grosir Cipinang mengambil margin sebesar Rp.100-Rp.250/kg, pengecer pasar tradisional sebesar Rp.250Rp.400/kg beras, dan supermarket dapat mengambil margin yang sangat tinggi hingga Rp. 3500 - Rp. 4046/kg beras. Penduduk DKI Jakarta diperkirakan sebanyak 9.259.740 jiwa dengan potensi pasar sebesar 3.530 ton per hari atau 1.288.493 ton per tahun (asumsi ketersediaan beras 139,15kg/kapita/tahun, BPS 2006) dan pertumbuhan pasar 1,21 persen per tahun atau 15.591 ton beras per tahun. Pada tahun 2007 terdapat peluang akibat pertambahan permintaan sebesar 15.591 ton atau 51,97 ton per hari dan terus meningkat dari tahun ke tahun. Dengan kapasitas produksi 80 ton per hari atau sekitar 1,86 persen dari potensi pasar, pendirian PGIB Bulog
diperkirakan tidak akan merubah jumlah pasokan beras di Jakarta secara signifikan, karena produksi beras relatif tetap dan pasar terus berkembang. Di supermarket terdapat potensi pasar sebesar 551 ton per hari dengan peluang bagi PGIB sebesar mencapai 101 ton per hari. Dengan demikian total peluang PGIB sebesar 152,97 ton per hari kerja. PGIB Bulog akan menghadapi persaingan yang cukup ketat meliputi persaingan memperoleh bahan baku (pemasok), persaingan antar produsen / perusahaan / pedagang beras, persaingan terkait daya tawar menawar dengan konsumen, persaingan dari pendatang baru, dan persaingan dari produk substitusi. Dengan pengalaman, jaringan mitra yang luas, dan dukungan (political wiil) dari pemerintah diperkirakan Bulog akan mampu unggul dalam persaingan. Pada masa siklus hidup kedewasaan, strategi yang tepat bagi PGIB adalah melakukan pengembangan produk atau memproduksi beras berkualitas tinggi sesuai standar SNI dan persepsi konsumen untuk memperluas pasar. Strategi saluran pemasaran menggunakan saluran di pasar tradisional dan supermarket. Strategi produk PGIB adalah menghasilkan produk beras sesuai standar SNI, dikemas dalam satuan 5 kg, 10 kg, dan 20 kg dengan bahan kemasan plastik dan desain yang menarik. Info kemasan yang perlu dicantumkan antara lain merek produk, nama perusahaan, nomor ijin usaha, ijin Depkes, mutu produk, varietas beras, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, komposisi kandungan gizi dan cara memasak. PGIB dapat menerapkan strategi harga sesuai dengan harga pasar pada saluran pasar tradisional dan strategi harga sedikit lebih rendah pada saluran supermarket atau strategi bersaing kuadran II pada peta persaingan. Strategi promosi di pasar tradisional dengan memberikan harga khusus kepada distributor/pedagang di pasar tradisional baik pada waktu-waktu tertentu atau pada jumlah pembelian tertentu serta menjalin mitra dengan pedagang. Bentuk promosi yang utama di supermarket berupa diskon/potongan harga. PGIB juga dapat melakukan suatu terobosan baru dengan mengiklankan produk beras PGIB di televisi. Komposisi produksi optimal PGIB adalah menggunakan bahan baku seluruhnya dari beras asalan kualitas B sebanyak 101,46 ton per hari. Produksi beras kualitas I sebanyak 48,32 ton per hari dengan rincian 33,26 ton di pasarkan melalui pasar tradisional dan 15,05 ton di pasarkan melalui saluran supermarket. Produksi beras kualitas II sebanyak 31,68 ton per hari dengan rincian 16,63 ton di pasarkan melalui pasar tradisional dan 15,05 ton di pasarkan melalui saluran supermarket. Total keuntungan yang bisa diraih PGIB pada produksi optimum sebesar Rp. 81.936.880,- per hari. Dengan asumsi PGIB mampu memasarkan 95 persen produknya dan menjadikan 5 persen produksi sebagai stok maka akan memperoleh omset sebesar Rp. 363.915.930,- per hari dengan profit sebesar Rp. 76.010.910,- per hari dan memiliki pangsa pasar di wilayah DKI Jakarta sebesar 1,77 persen. Dengan demikian Pusat Grading Industri Perum Beras Bulog, Tambun dari aspek pemasaran layak untuk didirikan dan bersaing di pasaran.
Mohamad Mansyur. F34102026. Feasibility Studies on Marketing Aspect of The Establishment of Central Grading of Rice Industry (PGIB) Perum Bulog, Tambun. Supervised by Sapta Raharja and Jono M Munandar SUMMARY In the recent time, there is emerging in the changing of consumer’s preference to rice with better quality and more complete products attribute. About 43,33 percent government employee in the Department of National Education in Central Bogor and 82 percent government employee in Security Food Board in Department of Agriculture do not want to consume the government rice and they find better quality rice (Trestita, 2000 and Pradesha, 2004). The changing of consumer preference is going to effect an unserved consumer who is as market opportunity of industry which produce the high quality of rice. That opportunity is used by Bulog to optimalize facilities which are had, especially warehouse facility in Tambun, Bekasi and enlarge commercial function of Bulog, beside the function of public service. Base on that situation, it necessary to evaluate project feasibility studies of the establishment of The Central Grading of Rice Industry (PGIB) which located at Tambun, Bekasi. This research especially analyzes the necessary of establishment of PGIB which observed marketing aspect. The result of analyzing the marketing aspect of PGIB feasibility studies are as follows. The way of choosing the target which is suit for PGIB is specialized product segmentation design, which is sold to a few segments. The target of market which is potential to be serviced by PGIB is the consumer who consume the good quality rice, then specify excessively to the consumers which are in the middle and upper economic class involved unserved consumer who buy rice either at traditional and modern market. The PGIB products could be positioned as “the cleaned, delicious, and high quality rice”. From six towns which are in the surrounding of PGIB location in Tambun, the market area which is the most potential is DKI Jakarta with the highest MPE value about 9.056.575. The rice product is fundamental need which has inelastic character (0<e<1) to the changing of income and price. Recently, the rice market is in the maturity of product live cycles (PLC), which have been signed with the decrease of per capita consumption which was 2,23 percent per year since 2003 until 2005 (BPS, 2005). But, the growth of demand is still positive is 1,21 percent per year as an effect of the inhabitant growth. The rice market structure at Cipinang rice market and the traditional market is as a monopolistic competition market, even the rice at supermarket is as an differentiated oligopoly market. From the eight rice marketing lines in DKI Jakarta, the most potential and efficient lines is traditional market and supermarket lines with no agent or Cipinang rice market. The Cipinang whole seller take margin about Rp.100 – Rp.250/kg, retailers at traditional market take margin about Rp.250 – Rp.400/kg of rice, and supermarket can take margin very high aboutRp.3500 – Rp.4046/kg of rice. DKI Jakarta inhabitants are estimated about 9.255.740 people with market potency about 3530 ton per day or 1.288.493 to per year (assuming the demand of rice is 139,15 kg/capita/year, BPS 2006). And the market growth about 1,21 percent per year or 15.591 ton rice per year. At 2007 there is the market
opportunity which is about 15.591 ton or 51,97 ton per day and increase immediately from year to year. With production capacity is about 80 ton per day or about 1,86 percent from market potency, the establishment PGIB is estimated that is not going to change the total of rice supply at Jakarta significally, because the production of rice is stable relatively and market grow immediately. Supermarkets have market potency about 551 ton rice per day with market opportunity about 101 ton rice per day. Base on that data, the total of PGIB market opportunity is about 152,97 ton per day. In the maturity phase of product life cycles (PLC), PGIB can use product development strategy or PGIB produce high quality rice suit National Standard and consumer perception to develop market. Market lines strategy use traditional market and supermarket. Product strategy of PGIB is produce rice product suit National Standard, packaged in 5 kg, 10 kg, and 20 kg with plastic packaging material and good design. The packaging information are product merk, company name, commercial permit, Department of Healthy permit, quality of product, variety of rice, production date, expire date, nutrition facts, and cooking instructions. PGIB can use price strategy suit price market at traditional market line and lower price at supermarket line or quadrant II competition strategy at competition map. Promotion strategy at traditional market is give special price for retailer at the special time or at the special quota / purchasing number and PGIB should get relationship with retailer at traditional market. Promotion strategy at supermarket is discount price. PGIB also can do a new break-through with advertising PGIB rice product at television. Optimal production composition of PGIB is using raw material entirely from the B quality of the source rice which is 101,46 ton per day. The I quality of rice production is about 48,32 ton per day with detail is 33,26 ton which is marketed by traditional market and 15,05 ton which is marketed by supermarket line. The II quality of rice production is about 31,68 ton per day with the detail is 16,63 ton which is marketed by traditional market line and 15,05 ton which is marketed by supermarket line. Total of profit which can be gained by PGIB at optimal production is about Rp.81.936.880 per day. With assumption is PGIB can market 95 percent of their product and make 5 percent of production as stock, can receive profit as much Rp.76.010.910,- per day and have market share in DKI Jakarta as much 1,77 percent. Base on that result, PGIB Bulog, Tambun observed from marketing aspect is feasible to be established and compete at market.
RIWAYAT HIDUP Mohamad Mansyur, dilahirkan di Jakarta pada tanggal 18 Juli 1984 dar i ayah bernama Chairon dan ibu bernama Bestari (alm) sebagai anak ke enam dari tujuh bersaudara. Penulis menamatkan Sekolah Dasar di SDN Srengseng Sawah 02 Petang pada tahun 1996, kemudian melanjutkan studi di SMPN 254 Jakarta hingga tahun 1999. Pada tahun 2002 penulis menamatkan studi di SMUN 38 Jakarta, kemudian pada tahun yang sama melanjutkan studi di Departemen Teknologi Industri Pertanian IPB melalui jalur USMI. Sejak duduk di bangku SMP penulis sudah aktif mengikuti kegiatan ekstrakurikuler dan organisasi. Kegiatan ini terus berlanjut hingga menempuh studi di Fateta IPB. Selama kuliah penulis aktif di organisasi internal kampus antara lain sebagai pengurus BEM TPB 2002-2003, Ka.biro Sains dan Teknologi BEM Fateta 2003-2004, Badan Khusus Himalogin 2003-2004, Wakil Ketua sekaligus Koordinator PSDM BEM Fateta 2004-2005 dan terakhir menjabat sebagai Menteri Pertanian BEM KM IPB sekaligus Koordinator Gerakan Pertanian Mahasiswa IPB 2005-2006.
SURAT PERNYATAAN Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi yang berjudul “Analisis Kelayakan Aspek Pemasaran Pendirian Pusat Grading Industri Beras (PGIB) Perum Bulog – Tambun” adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan pembimbing dan tim studi kelayakan F-Techno Park Fateta IPB dan belum pernah dipublikasikan, kecuali yang jelas ditunjukkan rujukannya.
Bogor, September 2006 Yang membuat pernyataan,
Mohamad Mansyur F34102026
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada :. 1. Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA selaku pembimbing akademik yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis. 2. Dr. Ir. Jono M. Munandar, MSc selaku pembimbing skripsi yang telah memberikan bimbingannya kepada penulis. 3. Ir. Elisa Anggraeni, Msc selaku penguji yang telah memberikan banyak masukan kepada penulis demi perbaikan skripsi ini. 4. Tim studi kelayakan PGIB F-Techno Park Fateta IPB antara lain Dr. Ir. Tajuddin Bantacut, MSc, Dr. Ir Sutrisno, M.Agr, Dr. Ir Rokhani Hasbullah, M.Agr, Dr. Ir. Slamet Budijanto, M.Agr, Sugiyono, STP,M.Si dan Iin Yuliana, STP atas kesempatan, kerjasama serta pelajaran profesionalismenya. 5. Semua dosen dan staf Fakultas Teknologi Pertanian, khususnya Departemen Teknologi Industri Pertanian yang telah membimbing penulis selama menyelesaikan studi di Fateta IPB. 6. Ibu Nurul Shantiwardhani,SE selaku Kasi Perencanaan dan Monitoring PT Food Station Tjipinang Jaya yang telah membantu memberikan data-data yang diperlukan dalam penelitian. 7. Keluargaku yang tercinta-Ayahanda, kakak serta adikku- atas semua cinta, dukungan dan dorongan yang diberikan untuk kemajuan penulis. 8. Sahabat seperjuangan yang kucintai karena Allah, terima kasih atas ukhuwah yang terjalin indah, semangat yang terus dikobarkan dan nasihat-nasihat yang menyejukkan. Ketika azzam telah mengakar dalam, tidaklah layak untuk kembali mundur menanggalkan kesetiaan. Keep Fight 9. Semua rekan mahasiswa TIN khususnya angkatan 39 atas persahabatan, keceriaan dan kebersamaan menjalani berbagai tantangan dan ujian selama menempuh studi di TIN. 10. Jenal Abidin Presma IPB, Wapresma, dan rekan-rekan pengurus BEM KM IPB atas kerjasama dan pengertiannya selama penulis menjalani penelitian. Khususnya staf-stafku yang kucintai, kalian sedang melakukan sesuatu yang besar jadi teruslah bergerak karena diam itu mematikan. 11. Semua pihak yang telah membantu penulis selama menempuh studi di IPB.
KATA PENGANTAR Tiada kata yang lebih indah yang dapat penulis sampaikan selain puji serta syukur kehadirat Allah SWT atas berkat, rahmat, dan karunia-Nya kita masih dapat menikmati segala keindahan ciptaan-Nya. Tak lupa teriring shalawat dan salam senantiasa terhatur bagi junjungan umat Rasululah SAW yang telah membawa manusia dari kegelapan menuju pencerahan yang hakiki. Penelitian ini merupakan tugas akhir sebagai salah satu syarat kelulusan dan memperoleh gelar Sarjana Teknologi Pertanian pada Departemen Teknologi Industri Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tugas akhir ini berjudul Analisis Kelayakan Aspek Pemasaran Pendirian Pusat Grading Industri Beras Perum Bulog – Tambun. Pengambilan bahan penelitian ini didasarkan pada pemikiran bahwa saat ini terdapat banyak fasilitas Perum Bulog yang belum dimanfaatkan secara optimal. Fasilitas-fasilitas tersebut dapat digunakan untuk kegiatan usaha Perum Bulog yang dapat meningkatkan perolehan laba perusahaan dan memperkuat fungsi komersial Bulog selain fungsi pelayanan publik. Penulis berharap penelitian ini dapat memberi manfaat yang besar baik bagi penulis sendiri, Perum Bulog maupun bagi mahasiswa dan masyarakat umum.
Bogor, September 2006 Penulis
DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR …………………………………………………… xi DAFTAR ISI …………………………………………………………….. xii DAFTAR TABEL ……………………………………………………….. xiv DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………. xvi DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….. xvii I.
PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2 Tujuan Penelitian .......................................................................... 2 1.3 Ruang Lingkup .............................................................................. 2 1.4 Manfaat ......................................................................................... 3
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Studi Kelayakan ............................................................................ 4 2.1 Grading Beras ............................................................................... 4 2.3 Aspek Pemasaran .......................................................................... 5 2.4 Penelitian Terdahulu ...................................................................... 15 III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 17 3.2 Pendekatan Studi Kelayakan ......................................................... 19 3.3 Tata Laksana 3.3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .............................................. 22 3.3.2 Studi Literatur ..................................................................... 22 3.3.3 Pengumpulan Data .............................................................. 22 3.3.4 Metode Analisis Data a. Target Wilayah Pemasaran ............................................. 23 b. Ukuran Pasar dan Proyeksi Perkembangan Pasar ........... 25 c. Margin Tataniaga ............................................................. 26 d. Analisis Persaingan ......................................................... 27 e. Peluang Pasar dan Market Share ..................................... 27 f. Komposisi Produksi Optimum dan Total Profit ............... 28
IV. GAMBARAN UMUM 4.1 Potensi dan Karakteristik Bahan Baku .......................................... 31 4.2 Penetapan Level Teknologi ........................................................... 37 4.3 Lokasi Industri .............................................................................. 41 4.4 Aspek Hukum................................................................................. 44 4.5 Manajemen .................................................................................... 46 4.6 Aspek Finansial .............................................................................. 47 V. PEMBAHASAN ASPEK PEMASARAN 5.1 Perubahan Preferensi Konsumen .................................................. 49 5.2 Segmentasi .................................................................................... 52 5.3 Penentuan Wilayah Pemasaran ..................................................... 54 5.4 Sifat Produk .................................................................................. 57 5.5 Siklus Hidup Beras ....................................................................... 59 5.6 Struktur Pasar Beras ..................................................................... 62 5.7 Rantai Pemasaran dan Margin ...................................................... 69 5.8 Potensi Pasar dan Peluang Pasar .................................................. 73 5.9 Jalur Distribusi ............................................................................. 77 5.10 Analisa Persaingan ...................................................................... 78 5.11 Strategi Pemasaran ...................................................................... 89 5.12.1 Komposisi Produksi Optimum ................................................. 95 5.12.2 Analisis Sensitivitas ................................................................. 99 5.13 Proyeksi Penjualan dan Profit ..................................................... 101 5.14 Keputusan Kelayakan .................................................................. 101 VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan .................................................................................. 104 6.2 Saran ............................................................................................ 105 DAFTAR PUSTAKA ............................................................................... 106 LAMPIRAN .............................................................................................. 109
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1. Karakteristik masing-masing struktur pasar ............................... 8 Tabel 2. Alternatif kombinasi bahan baku, produk dan pasar .................. 30 Tabel 3. Luas panen dan produksi di beberapa kabupaten sekitar Tambun 32 Tabel 4. Sebaran masa panen pada beberapa kabupaten .......................... 33 Tabel 5. Pemasukan beras varietas IR 64 di pasar Induk Beras Cipinang. 34 Tabel 6. Klasifikasi mutu bahan baku di daerah Pantura Jawa Barat ...... 35 Tabel 7. Standar mutu nasional produk beras .......................................... 36 Tabel 8. Karakteristik bahan baku dan pemilihan teknologi .................... 39 Tabel 9. Tahapan proses pengolahan beras asalan berbagai kelas mutu .. 41 Tabel 10. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bentuk perusahaan ... 45 Tabel 11. Rekapitulasi kriteria kelayakan finansial PGIB ......................... 48 Tebel 12. Penentuan derajat kepentingan kriteria pemilihan wilayah pasar 56 Tabel 13. Rekapitulasi nilai MPE alternatif wilayah pemasaran PGIB ..... 57 Tabel 14. Konsumsi beras rata-rata per kaipta seminggu ........................... 61 Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan sikap bila berastidak tersedia .. 63 Tabel 16. Struktur pasar beras di wilayah DKI Jakarta .............................. 63 Tabel 17. Pemasukan beras ke PIBC berdasarkan daerah 2002-2006 ....... 64 Tabel 18. Pemasukan beras ke PIBC berdasarkan varietas 2004 ............... 65 Tabel 19. Pengeluaran beras ke PIBC berdasarkan daerah tujuan ............. 66 Tabel 20. Margin dalam rantai pemasaran ke DKI Jakarta ........................ 71 Tabel 21. Jumlah penduduk DKI Jakarta April 2006 ................................. 74 Tabel 22. Perkembangan produksi padi tahun 2001-2005 ......................... 74 Tabel 23. Neraca perdagangan beras .......................................................... 74 Tabel 24. Perkiraan pertumbuhan dan peluang pasar di DKI Jakarta ........ 75 Tabel 25. Perhitungan peluang pasar supermarket ..................................... 77 Tabel 26. Perkembangan harga terakhir (20-21 Juni 2006) ....................... 79 Tabel 27. Realisasi pengadaan dalam negeri Bulog ................................... 80 Tabel 28. Penetapan harga produk beras PGIB .......................................... 93 Tabel 29. Kombinasi produksi beras PGIB ................................................ 96
Tabel 30. Pembatas bahan baku untuk masing-masing produk ................. 97 Tabel 31. Komposisi produksi optimum .................................................... 98 Tabel 32. Kebutuhan bahan baku PGIB ..................................................... 99 Tabel 33. Analisis sensitivitas optimasi produksi beras basis koefisien .... 99 Tabel 34. Analisis sensitivitas optimasi produksi beras basis koefisien .... 100 Tabel 35. Proyeksi penjualan, omset, dan profit PGIB per hari ................. 101 Tebel 36. Kriteria pengambilan keputusan kelayakan aspek pemasaran PGIB Bulog ................................................................................ 102
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1. Siklus hidup penjualan dan laba ............................................. 10 Gambar 2. Lima faktor persaingan ........................................................... 13 Gambar 3. Kerangka pemikiran ................................................................ 18 Gambar 4. Tahapan studi kelayakan aspek pemasaran PGIB................... 21 Gambar 5. Peta persaingan produk beras ................................................. 27 Gambar 6. Bagan alir proses pengolahan beras ke beras .......................... 38 Gambar 7. Struktur organisasi PGIB ........................................................ 47 Gambar 8. Pengaruh perubahan penawaran dan permintaan .................... 59 Gambar 9. Grafik perkembangan produksi dan konsumsi nasional ......... 60 Gambar 10. Siklus hidup penjualan beras di Indonesia .............................. 62 Gambar 11. Grafik perkembangan harga beras tahun 2005-2006 .............. 65 Gambar 12. Pola pemasaran beras dari sentra produksi ke DKI Jakarta .... 70 Gambar 13. Profil
pendapatan
penduduk
DKI
Jakarta
berdasarkan
pendapatan bersih ................................................................... 76 Gambar 14. Peta persaingan varietas beras di PIBC .................................. 81 Gambar 15. Peta persaingan varietas Pandan Wangi di supermarket ........ 82 Gambar 16. Peta persaingan varietas Setra Ramos di supermarket ........... 83 Gambar 17. Peta persaingan varietas Cianjur di supermarket .................... 84 Gambar 18. Perbedaan desain kemasan beras kuadran I dan II .................. 85 Gambar 19. Peta persaingan varietas IR 46 di supermarket ....................... 85 Gambar 20. Peta persaingan varietas Rojolele di supermarket .................. 86 Gambar 21. Skema pemilihan target segmen pasar ..................................... 91
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lampiran 1. Standar mutu beras giling SNI No.01-6128-1999 ...............
107
Lampiran 2. Rancangan aliran proses sesuai kofigurasi mesin pada PGIB
110
Lampiran 3. Penilaian dan perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial 111 Lampiran 4. Perkembangan harga beras di PIBC tahun 2005-2006 .........
113
Lampiran 5. Alsin penggilingan padi di Indonesia ……………………...
114
Lampiran 6. Data merek dan varietas yang beredar di supermarket .........
115
Lampiran 7. Tabel kepentingan konsumen kelas menegah-atas terhadap atributatribut beras ..........................................................................
119
Lampiran 8. Bauran pemasaran produk beras PGIB .................................
120
Lampiran 9. Formulasi optimasi Linear Programming produksi PGIB....
121
Lampiran 10. Hasil optimasi Linear Programming ..................................
122
Lampiran 11. Hasil analisis sensitivitas ....................................................
124
Lampiran 12. Daftar responden wawancara ................................................
126
I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Pada tanggal 10 Mei 2003 melalui Peraturan Pemerintah No. 7 tahun 2003, Perum Bulog resmi berbadan hukum Perusahaan Umum (Perum). Sebagai Perusahaan Umum selain bertugas dalam pelayanan publik, Bulog dituntut untuk memperoleh keuntungan dari kegiatan usahanya. Perum Bulog mempunyai tiga misi utama, yakni : (i) tugas pelayanan publik, (ii) kegiatan ekonomi di bidang pangan dan usaha lain, (iii) usaha dalam bidang produksi, pemasaran, dan jasa di bidang komoditi pangan. Dalam konteks inilah Bulog mengembangkan dua kelompok besar strategi yaitu strategi kegiatan pelayanan publik kaitannya dengan optimasi aset dan implementasi usaha bisnis untuk mendukung penugasan publik dan corebusiness sejalan dengan perspektif jangka panjang menjadikan Bulog sebagai ”logistic service company”. Prasarana dan fasilitas Bulog masih banyak yang penggunaannya belum optimal. Hal ini adalah peluang yang segera dapat dimanfaatkan. Salah satu dari banyak fasilitas tersebut adalah fasilitas Balai Penelitian Teknologi Pangan (BPTP) Tambun. Pada areal tersebut terdapat dua bangunan gudang masingmasing berkapasitas 3500 ton yang dibiarkan kosong. Fasilitas lain seperti kantor, laboratorium, asrama, guest house, ruang pelatihan, kantin, musholla, dan lapangan olahraga juga tidak banyak digunakan karena aktivitas di BPTP yang sangat sedikit. Oleh karena itu, pemanfaatan aset BPTP Tambun perlu ditingkatkan terutama dalam kegiatan usaha untuk membangun sumber pendapatan. Pengkajian ini ditujukan untuk mengetahui kelayakan pemanfaatan fasilitas penggudangan di Tambun sebagai Pusat Grading Industri Beras (PGIB) sebagai satu langkah dalam upaya pengembangan usaha komersial Perum Bulog. Usaha komersial di bidang beras masih sangat berpeluang karena posisi beras sebagai pangan pokok utama sumber karbohidrat bagi penduduk Indonesia belum bisa tergantikan meskipun berbagai sumber bahan pangan, baik yang bersumber dari bahan pangan lokal maupun dari produk impor sudah berkembang. Makin pesatnya pertambahan penduduk Indonesia, tuntutan pemenuhan jumlah produksi beras juga terus meningkat. Di sisi lain, dengan semakin tingginya
tingkat pendidikan masyarakat serta dengan mudahnya penyebaran informasi seiring kemajuan teknologi, juga secara bertahap mengubah pola konsumsi dan cara pandang masyarakat terhadap mutu (kualitas) pangan yang dikonsumsi. Perbaikan daya beli masyarakat yang diharapkan meningkat setelah Indonesia keluar dari krisis ekonomi akan menggeser peta permintaan ke arah beras bermutu tinggi. Oleh karena itu diperlukan kajian / studi secara lebih mendalam mengenai struktur pasar, pangsa pasar, perkembangan permintaan, segman pasar, jalur distribusi, persaingan, peluang market share, proyeksi penjualan dan margin serta promosi dan advertising produk beras yang akan dihasilkan Pusat Grading Industri Beras Bulog. Kajian tersebut akan memberikan gambaran kelayakan pendirian Pusat Grading Industri Beras Bulog dari aspek pemasaran sekaligus menyajikan informasi yang menjadi dasar pengambilan keputusan kelayakan pendirian industri secara keseluruhan. 1.2 Tujuan Penelitian Tujuan dari pengkajian kelayakan ini adalah untuk mengetahui kelayakan pendirian Pusat Grading Industri Beras (PGIB) Bulog khususnya dari aspek pemasaran. Hasil studi yang diperoleh akan menunjukkan bahwa pendirian PGIB tersebut layak, layak bersyarat atau tidak layak. 1.3 Ruang Lingkup Kajian aspek pemasaran produk beras ini merupakan salah satu bagian dari studi kelayakan pendirian PGIB Bulog secara keseluruhan meliputi aspek teknis dan teknologi, produksi, manajemen, lingkungan dan aspek finansial. Ruang lingkup analisis kelayakan aspek pemasaran pendirian industri ini meliputi: 1. Pemilihan target wilayah pemasaran produk beras PGIB Bulog. 2. Menganalisa kondisi pasar beras yang meliputi struktur pasar, pangsa pasar, dan perkembangan permintaan produk beras. 3. Menganalisa rantai pemasaran, margin, saluran distribusi, persaingan, promosi dan advertising produk beras.
4. Memprediksi potensi pasar PGIB Bulog yang meliputi segmentasi pasar, peluang market share, kombinasi produksi optimum, proyeksi penjualan dan profit. Wilayah pasar yang dianalisis adalah wilayah pemasaran DKI Jakarta sebagai target utama pemasaran produk beras PGIB Bulog. 1.4 Manfaat Hasil dari pengkajian masalah khusus ini berupa kelayakan aspek pemasaran dan rekomendasi pemasaran beras hasil produksi PGIB Bulog. Hasil kajian akan menyajikan informasi penting sebagai bahan pertimbangan bagi industri (Bulog) untuk mengambil keputusan terkait re-investment fasilitas dan pendirian PGIB Bulog-Tambun. Kajian ini juga bermanfaat bagi pengguna umum untuk mengetahui garis besar pemasaran beras khususnya di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya.
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Studi Kelayakan Pengembangan dari proyek investasi industri mulai dari tahap penggagasan ide hingga industri beroperasi dapat digambarkan dalam bentuk siklus proyek investasi yang terdiri dari tiga fase yaitu fase pra-investasi (pre-investment), fase investasi (investment) dan fase operasi (operational phase). Fase pra-investasi meliputi identifikasi peluang atau kemungkinan investasi, analisis alternatif proyek, pemilihan proyek dan persiapan proyek (pra-studi kelayakan dan studi kelayakan). Selang penyimpangan yang dapat diterima untuk tahap kajian peluang investasi adalah + 30 persen, tahap pra-studi kelayakan sebesar + 20 persen, sedangkan pada tahap studi kelayakan penyimpangan yang masih dapat diterima sebesar + 10 persen. (Behrens, W dan Hawranek P.M, 1991). Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat atau tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan proyek investasi) dilaksanakan dengan berhasil (Husnan dan Suwarsono, 2000). Menurut Sofyan (2004) ruang lingkup studi kelayakan bisnis meliputi aspek pemasaran, aspek operasi, aspek manajemen organisasi, aspek finansial, dan aspek sosial-lingkungan. Khususnya studi kelayakan investasi industri, aspek operasi meliputi aspek teknis dan teknologi seperti proses produksi, peralatan dan mesin, layout pabrik, neraca massa, neraca energi dan lain-lain. 2.2 Grading Beras Setiap kota atau daerah pada umumnya mempunyai pusat industri beras, karena beras merupakan makanan pokok yang dibutuhkan di setiap daerah. Pusat industri beras merupakan daerah yang menjadi transaksi pembelian dan penjualan beras. Pembelian dilakukan setelah dilakukan pengiriman dari daerah-daerah untuk ditampung sementara. Sedangkan penjualan dilakukan setelah produk yang dibeli tersebut mengalami perubahan sebagai perwujudan nilai tambah melalui perbaikan kualitas dengan rekayasa teknologi, seperti pengemasan, pensortiran, grading dan lain-lain.
Grading merupakan proses memilah-milah produk menjadi terstruktur berdasarkan tingkatan kualitas tertentu. Dengan sistem grading maka produk seperti beras dapat dipisahkan menjadi beberapa tingkat kualitas yang berbeda. Kualitas produk yang berbeda akan berakibat pada harga yang berbeda pula, yang pada gilirannya akan dikonsumsi oleh jenis konsumen yang berbeda. Dengan kata lain, produk menjadi terdiferensiasi untuk berbagai konsumen yang sesuai. 2.3 Aspek Pemasaran Pemasaran adalah suatu proses sosial dan manajerial yang di dalamnya individu dan kelompok mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan mempertukarkan produk yang bernilai dengan pihak lain. Konsep inti pemasaran meliputi kebutuhan (needs), keinginan (wants), permintaan ; produk ; nilai , biaya dan kepuasan ; pertukaran dan transaksi ; hubungan dan jaringan ; pasar ; serta pemasar dan prospek. Kebutuhan adalah ketidakberadaan beberapa kepuasan dasar. Keinginan adalah hasrat akan pemuas kebutuhan yang spesifik. Permintaan adalah keinginan akan produk spesifik yang didukung oleh kemampuan dan ketersediaan untuk membelinya. Produk adalah segala sesuatu yang dapat ditawarkan untuk memuaskan suatu kebutuhan dan keinginan (Kotler, 1997). Kotler (1997) menambahkan bahwa ada lima konsep yang dapat dipilih organisasi untuk melaksanakan kegiatan pemasaran mereka antara lain konsep produksi, konsep produk, konsep penjualan, konsep pemasaran dan konsep pemasaran berkesetiakawanan sosial. Konsep produksi memusatkan perhatian pada usaha-usaha untuk mencapai efisiensi produksi yang tinggi dan distribusi yang jelas. Konsep produk memusatkan perhatian pada usaha untuk menghasilkan produk yang unggul dan terus menyempurnakannya. Konsep penjualan memusatkan pada usaha penjualan dan promosi yang agresif. Konsep pemasaran memusatkan perhatian pada kebutuhan pelanggan, memadukan semua kegiatan yang akan mempengaruhi pelanggan dan menghasilkan laba melalui pemuasan pelanggan. Konsep pemasaran berwawasan sosial menyatakan bahwa tugas organisasi adalah menentukan kebutuhan, keinginan, dan kepentingan pasar sasaran dan memberikan kepuasan yang diinginkan secara lebih efektif dan efisien
daripada pesaing dengan mempertahankan kesejahteraan konsumen dan masyarakat. Menurut Behrens, W dan Hawranek P.M (1991) studi kelayakan aspek pemasaran meliputi lingkungan bisnis, target pasar, segmentasi pasar, saluran distribusi, kompetisi, siklus hidup produk, permintaan dan penawaran, strategi pemasaran, pangsa pasar, harga proyeksi biaya, dan penjualan / pendapatan, implikasi terhadap kapasitas produksi dan kebutuhan bahan baku. 2.3.1 Segmentasi Menurut Kotler (1997) segmentasi adalah proses mengidentifikasi dan membentuk kelompok pembeli atau konsumen yang berbeda yang mungkin meminta produk dan/atau bauran pemasaran tersendiri. Proses pembentukan segmen tediri dari tiga langkah yaitu tahap survei, tahap analisa, dan tahap pembentukan. Segmentasi dapat dibentuk dengan berbagai cara. Beberapa dasar yang umum digunakan untuk melakukan segmentasi pelanggan antara lain segmentasi geografis, segmentasi demografis seperti usia, jenis kelamin, penghasilan, generasi, dan kelas sosial, segmentasi psikografis seperti gaya hidup dan kepribadian, dan segmentasi perilaku seperti manfaat, status pemakai, tingkat pemakaian, status kesetiaan, dan sikap. Persyaratan segmentasi yang efektif antara lain : •
Dapat diukur. Ukuran, daya beli, dan profil segmen dapat diukur.
•
Besar. Segmen cukup besar dan menguntungkan untuk dilayani.
•
Dapat diakses. Segmen dapat dijangkau dan dilayani secara efektif.
•
Dapat dibedakan. Segmen-segmen secara konseptual dapat dipisah-pisahkan dan memberikan tanggapan yang berbeda terhadap elemen dan program bauran pemasaran yang berbeda.
•
Dapat diambil tindakan. Program-program yang efektif dapat dirumuskan untuk menarik dan melayani segmen-segmen tersebut.
2.3.2 Targetting Setelah melakukan segmentasi, langkah berikut adalah memilih target yang tepat bagi produk yang akan dijual, atau sering disebut dengan Targetting. Terdapat lima pola pemilihan pasar sasaran antara lain (Kotler, 1997) :
•
Konsentrasi segmen tunggal. Perusahaan memilih sebuah segmen tunggal untuk dilayani dan tidak melayani segmen lainnya.
•
Spesialisasi selektif. Perusahaan memilih sejumlah segmen, masing-masing menarik secara objektif dan memadai, berdasarkan tujuan dan sumber daya perusahaan.
•
Spesialisasi produk. Perusahaan berkonsentrasi dalam menghasilkan produk tertentu yang dijualnya pada beberapa segmen. Produk yang dijual sejenis namun memiliki atribut yang berbeda-beda untuk masing-masing segmen.
•
Spesialisasi pasar. Perusahaan berkonsentrasi dalam melayani banyak kebutuhan dari suatu kelompok pelanggan tertentu.
•
Cakupan seluruh pasar. Perusahaan berusaha melayani seluruh kelompok pelanggan dengan semua produk yang mungkin mereka butuhkan.
2.3.3 Positioning Tahap
selanjutnya
dalam
perumusan
strategi
pemasaran
adalah
menetapkan citra yang ingin ditanamkan pada benak pelanggan. Positioning atau penentuan posisi adalah tindakan merancang penawaran dan citra perusahaan sehingga menempati suatu posisi kompetitif yang berarti dan berbeda dalam benak pelanggan sasarannya. Posisi sebuah produk merupakan seperangkat persepsi, kesan, serta produk yang bersangkutan dibandingkan dengan atau tanpa pemasar. Akan tetapi, pemasar tidak ingin membiarkan posisi produknya ditetapkan seenaknya saja. Dalam pemilihan pasar sasarannya, pemasar merencanakan posisi yang akan memberikan produk mereka keunggulan persaingan yang terbesar dan merancang marketing mix untuk memantapkan posisi yang telah direncanakan (Kotler dan Amstrong, 1994). Penetapan posisi melalui tiga langkah yaitu : (1) mengidentifikasi seperangkat keunggulan kompetitif yang mungkin sebagai dasar untuk membangun suatu posisi; (2) memilih keunggulan kompetitif yang tepat; (3) secara selektif mengkomunikasikan dan menyerahkan posisi yang dipilih kepada pasar. Penentuan posisi dapat menggunakan beberapa dasar antara lain (1) Penentuan atribut menurut atribut produk, (2) Penentuan atribut menurut manfaat, (3) Penentuan atribut menurut penggunaan atau penerapan, (4) Penentuan atribut menurut pemakai, (5) Penentuan atribut menurut pesaing, (6) Penentuan atribut
menurut kategori produk, (7) Penentuan atribut menurut kualitas / harga (Kotler, 1997). 2.3.4 Struktur Pasar Menurut Sukirno (2000) berdasarkan kepada (i) ciri-ciri jenis produk yang dihasilkan, (ii) banyaknya perusahaan dalam kegiatan menghasilkan produk tersebut, (iii) mudah tidaknya perusahaan baru menjalankan kegiatan untuk memproduksi produk tersebut, dan (iv) besarnya kekuasaan suatu perusahaan di dalam pasar, bentuk-bentuk pasar dalam perekonomian dibedakan kedalam empat jenis. Keempat bentuk atau struktur pasar tersebut adalah pasar persaingan sempurna, pasar monopoli, pasar persaingan monopolistis dan pasar oligopoli. Perbedaan karakteristik struktur pasar dapat dilihat pada Tabel 1 Tabel 1. Karakteristik masing-masing struktur pasar Karakteristik
Persaingan Sempurna
Monopoli Homogen (tidak ada
Persaingan Monopolistis
Oligopoli
Heterogen
Homogen/Heterogen
Satu
Banyak
Beberapa/sedikit
Mudah
Sangat sulit
Mudah
Sulit
Sangat kecil
Sangat besar
Kecil
Cukup besar
Sifat produk
Homogen
Jumlah perusahaan
Banyak
Barrier
produk pengganti)
Kekuasaan perusahaan dalam pasar
2.3.5 Permintaan dan Elastisitas Permintaan Permintaan pasar untuk suatu produk adalah volume total yang akan dibeli oleh kelompok pelanggan tertentu dalam wilayah geografis tertentu dalam periode tertentu dalam lingkungan pemasaran tertentu di bawah program pemasaran tertentu (Kotler,1997). Permintaan seseorang atau masyarakat terhadap suatu produk atau produk ditentukan oleh banyak faktor. Di antara faktor-faktor tersebut antara lain harga produk itu sendiri, harga produk-produk lain yang mempunyai kaitan erat dengan produk tersebut, pendapatan rumah tangga dan pendapatan rata-rata masyarakat, corak distribusi pendapatan dalam masyarakat, citarasa masyarakat, jumlah penduduk dan ramalan mengenai keadaan di masa yang akan datang (Sukirno, 2000).
Hukum permintaan merupakan hipotesa yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu produk, makin banyak permintaan terhadap produk tersebut. Berdasarkan sifat perubahan permintaan yang akan terjadi apabila pendapatan berubah, berbagai jenis produk dapat dibedakan menjadi empat golongan yaitu produk inferior, produk esensial, produk normal dan produk mewah. Produk inferior adalah jenis produk yang banyak diminta oleh orang-orang yang berpendapatan rendah. Peningkatan pendapatan akan mengurangi permintaan terhadap jenis produk inferior. Produk esensial adalah produk yang sangat penting artinya dalam kehigupan masyarakat. Produk normal adalah produk yang akan mengalami kenaikan permintaan sebagai akibat kenaikan pendapatan. Produk mewah adalah jenis produk yang dibeli oleh orang-orang berpendapatan tinggi. Biasanya produk-produk jenis ini baru dibeli masyarakat setelah dapat memenuhi kebutuhan pokok. Sukirno (2000) menambahkan bahwa elastisitas permintaan dapat dibedakan menjadi tiga macam yaitu elastisitas pemintaan harga, elastisitas permintaan pendapatan, dan elastisitas permintaan silang. Berdasarkan tingkat elastisitasnya, kurva elastisitas permintaan dibedakan menjadi kurva permintaan tidak elastis sempurna (e=0), elastis sempurna (e= ~ ), elastis uniter (e=1), tidak elastis (0<e<1) dan elastis (e>1). Menurut Kotler (1997) perencanaan dan pelaksanaan dari strategi pemasaran menuntut eksekutif pemasaran untuk mengestimasi potensi pasar, potensial pasar wilayah, dan penjualan industri dan pangsa pasar. Potensi pasar total adalah jumlah penjualan maksimum yang mungkin tersedia untuk seluruh perusahaan di dalam industri selama periode tertentu, di bawah suatu tingkat usaha pemasaran industri dan kondisi lingkungan tertentu. Cara yang umum untuk mengestimasi potensi pasar total adalah sebagai berikut : Q = nqp dengan :
Q = potensi pasar total n = jumlah pembeli produk/pasar spesifik dengan asumsi-asumsi yang telah ditentukan. q = kuantitas yang dibeli oleh pembeli rata-rata p = harga dari unit rata-rata
Penentuan potensi pasar wilayah dapat menggunakan dua metode yaitu Metode Pembentukan Pasar (Market Buildup Method) dan Metode Indeks Faktor (Multiple Factor Index Method). Metode pembentukan pasar ditujukan untuk mengidentifikasi seluruh pembeli potensial dalam setiap pasar dan mengestimasi pembelian potensial mereka. Metode indeks faktor menggunakan indeks tertentu yang representatif untuk mengestimasi potensi pasar di wilayah tertentu yang dibandingkan dengan potensi pasar total secara nasional. 2.3.6 Siklus Hidup Produk (PLC) Menurut Kotler (1997) sebagian besar pembahasan siklus hidup produk menggambarkan sejarah penjualan produk umum yang mengikuti kurva berbentuk bel (Gambar 1). Kurva bel umumnya dibagi menjadi empat tahap yaitu : •
Tahap perkenalan (introduction) : suatu periode pertumbuhan penjualan yang lambat saat produk itu diperkenalkan ke pasar. Pada tahap ini tidak ada laba karena besarnya biaya-biaya untuk memperkenalkan produk.
•
Tahap pertumbuhan (growth) : suatu periode penerimaan pasar yang cepat dan peningkatan laba yang besar.
•
Tahap kedewasaan (maturity): suatu periode penurunan dalam pertumbuhan penjualan karena produk itu telah diterima oleh sebagian besar pembeli potensial. Laba stabil atau menurun karena peningkatan pengeluaran pemasaran untuk mempertahankan produk terhadap persaingan.
•
Tahap penurunan (decline): periode saat penjualan menunjukkan arah menurun dan laba menipis.
Penjualan
Laba
Perkenalan Pertumbuhan
Kemapanan Waktu
Penurunan
Gambar 1. Siklus Hidup Penjualan dan Laba (Kotler, 1997) Strategi pemasaran merupakan usaha merumuskan formula mengenai bagaimana suatu bisnis akan berkompetisi, apa target yang seharusnya dicapai dan
kebijaksanaan apa yang dibutuhkan untuk mencapai target tersebut (Porter, 1990). Untuk memperluas pasar, perusahaan dapat memilih beberapa alternatif strategi berikut: (1) strategi penetrasi pasar yaitu strategi yang dilakukan oleh suatu organisasi untuk menguasai pangsa pasar yang lebih luas pada pasar yang telah dimasuki; (2) strategi pengembangan pasar yaitu strategi yang dilakukan oleh suatu organisasi dengan cara menawarkan produk yang sudah ada ke pasar yang berbeda dari yang selama ini ia layani; (3) strategi pengembangan produk yaitu strategi yang dilakukan dengan cara menawarkan produk baru ke dalam pasar yang telah ada; (4) diversifikasi yaitu menawarkan produk baru ke dalam pasar yang baru (Kotler, 1997). Strategi perluasan pasar ini memberikan alternatif pengembangan agar suatu produk mampu memperluas kemampuannya dalam berekspansi. Strategi yang dapat diterapkan berbeda pada masing-masing tahapan siklus hidup produk. Strategi pemasaran dalam tahap perkenalan antara lain : •
Strategi pelucuran cepat, merupakan peluncuran produk baru pada harga tinggi dengan tingkat promosi tinggi.
•
Strategi peluncuran lambat, merupakan peluncuran produk baru dengan harga tinggi dan sedikit promosi.
•
Strategi penetrasi cepat, merupakan peluncuran produk pada harga rendah dengan biaya promosi yang besar.
•
Strategi penetrasi lambat, merupakan peluncuran produk baru dengan harga rendah dan tingkat promosi rendah. Pada tahap pertumbuhan, perusahaan dapat menggunakan beberapa strategi
untuk mempertahankan pertumbuhan pasar yang pesat selama mungkin : •
Perusahaan meningkatkan kualitas produk serta menambahkan keistimewaan produk baru dan gaya yang lebih baik.
•
Perusahaan menambahkan model-model baru dan produk-produk penyerta.
•
Perusahaan memasuki segmen pasar baru.
•
Perusahaan meningkatkan cakupan distribusinya dan memasuki saluran distribusi baru.
•
Perusahaan beralih dari iklan yang membuat orang menyadari produk ke iklan yang membuat orang memilih produk.
•
Perusahaan menurunkan harga untuk menarik pembeli yang sensitif terhadap harga di lapisan berikutnya. Pada tahap dewasa, perusahaan dapat menerapkan strategi berikut :
•
Modifikasi pasar. Perusahaan dapat mencoba memperluas pasar untuk mereknya yang mapan dengan mengatur dua faktor yang membentuk volume penjualan yaitu jumlah pemakai dan tingkat pemakaian.
•
Modifikasi produk. Perusahaan berusaha mendorong penjualan dengan memodifikasi produk melalui peningkatan kualita, peningkatan keistimewaan, atau peningkatan gaya.
•
Modifikasi bauran pemasaran. Perusahaan dapat mencoba mendorong penjualan dengan memodifikasi berbagai elemen bauran pemasaran lain seperti harga, distribusi, periklanan, promosi penjualan, penjualan personal dan pelayanan. Pada tahap penurunan, perusahaan memiliki beberapa alternatif strategi
antara lain : •
Meningkatkan investasi perusahaan untuk mendominasi dan memperkuat posisi persaingan.
•
Mempertahankan tingkat investasi perusahaan sampai ketidakpastian tentang industri itu terselesaikan.
•
Mengurangi tingkat investasi perusahaan secara selektif, dengan melepas kelompok pelanggan yang tidak menguntungkan.
•
Menuai investasi perusahaan untuk memperoleh kas secepatnya.
•
Melepaskan bisnis itu secepatnya dengan menjual asetnya semenguntungkan mungkin.
2.3.7 Persaingan Berdasarkan tingkat substitusi produk, tingkat persaingan dapat dibedakan menjadi empat yaitu (1) persaingan merek, (2) persaingan industri, (3) persaingan bentuk, dan (4) persaingan generik. Persaingan merek terjadi apabila perusahaan menganggap para pesaingnya adalah perusahaan lain yang menawarkan produk dan jasa yang serupa pada pelanggan yang sama dengan harga yang sama. Pesaingan industri terjadi apabila perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang membuat produk atau kelas produk yang sama.
Persaingan bentuk terjadi apabila perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang memproduksi produk yang memberikan jasa yang sama. Persaingan generik terjadi apabila perusahaan menganggap para pesaingnya adalah semua perusahaan yang bersaing untuk memdapatkan konsumen yang sama (Kotler, 1997). Pesaing terdekat adalah perusahaan yang mengejar pasar sasaran yang sama dengan strategi yang sama. Menurut Porter (1985) keunggulan bersaing merupakan hasil dari kemampuan perusahaan dalam menanggulangi lima fakrot persaingan seperti tampak pada Gambar 2 , yakni (1) masuknya pendatang baru, (2) ancaman produk substitusi, (3) daya tawar menawar pembeli, (4) daya tawar menawar pemasok, dan (5) persaingan di antara peserta pesaing yang ada. Pendatang Baru
Pemasok
Daya tawar menawar pemasok
Ancaman pendatang baru Pesaing Industri Ancaman produk substitusi
Pembeli Daya tawar menawar pembeli
Produk Substitusi Gambar 2. Lima faktor persaingan (Porter, 1985) 2.3.8 Bauran Pemasaran Bauran pemasaran adalah suatu kesatuan alat-alat marketing yang digunakan oleh perusahaan / organisasi untuk mencapai tujuan-tujuan marketingnya pada pasar sasaran tertentu (Kotler, 2000). Dasar konsep marketing adalah marketing strategis, yang merupakan kombinasi dari variabel-variabel yang dapat dikontrol oleh organisasi/perusahaan. Unsur-unsur yang terdapat dalam bauran pemasaran populer dikenal dengan 4 P (product, price, place, dan promotion). Namun demikian, ada satu P yang cukup penting dalam pengembangan beras sebagai komoditas yang bersifat politis, yakni power.
Product (Produk/Jasa), meliputi unsur-unsur jenis-jenis produk, kualitas, desain, features (fasilitas dan kegunaannya), brand-name, kemasan, ukuran, pelayanan, garansi, dan penggantian jika terjadi kerusakan. Price (Harga), meliputi unsur-unsur daftar harga, potongan, bonus, jangka waktu pembayaran, aturan kredit. Harga biasanya digunakan oleh konsumen / pelanggan sebagai indikator kualitas. Artinya kalau harganya mahal seharusnya kualitasnya baik, dan sebaliknya. Dengan demikian strategi dan keputusan harga membutuhkan kecermatan dalam membaca dan menterjemahkan situasi yang sedang dan akan terjadi dalam competitive marketplace. Tetapi harga merupakan variabel yang relatif mudah berubah terlebih pada kondisi ekonomi yang tidak stabil. Promotion / Communication di dalamnya termasuk promosi penjualan, periklanan, tenaga penjualan, hubungan masyarakat (public relation), direct marketing, pembentukan Customer Data base, Dialog, dan Provision of Customer Service. Sangat langka barang/jasa yang bisa survive di pasaran tanpa didukung oleh promosi yang efektif. Promosi merupakan alat / cara dimana perusahaan berkomunikasi dengan target marketnya tentang karakteristik dan sejumlah manfaat serta keuntungan dari produk atau jasa yang dijualnya. Place meliputi unsur-unsur saluran distribusi, cakupan (coverage), lokasi, pergudangan, transportasi, dalam hubungan dengan kebutuhan masyarakat. Misi utama pemasaran
adalah
untuk
memuaskan
kebutuhan
setiap
orang
melalui
pendistribusian berbagai jenis produk dengan harga, waktu, jumlah, dan tempat yang tepat. Dari pernyataan tersebut jelas sekali bahwa kata kunci misi pemasaran adalah pendistribusian (delivery). Dalam konteks ini, pendistribusian merupakan aktivitas yang menciptakan time utility dan place utility. Power (kekuatan politik), seperti suara / pendapat / pernyataan para elit politik dalam upaya menggalang kekuatan atau dalam menanggapi suatu masalah dapat mempengaruhi, antara lain: opini massa, kondisi / sentimen pasar (melonjaknya harga-harga, melemahnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing, merosotnya harga saham, menurunnya minat investor, kecemasan dunia usaha), rasa aman, kepastian usaha, dan stabilitas. Selain itu, kemauan politik dari para aparat untuk mengelola dan mensukseskan suatu program sangat menentukan. Oleh karena itu, industri beras akan berhasil dikembangkan dengan
baik jika segenap aparat dan para penguasa turut mendukung dan memberi opini publik tentang pengembangan industri beras ini. Apalagi untuk mengarahkannya kepada kemampuan swasembada beras. Kemauan ini harus diwujudkan dalam kemudahan yang diberikan oleh aparat terhadap para pengusaha yang bergerak dalam memajukan industri beras tersebut, dan jaringan kelembagaan bisnis yang terkait dari hulu hingga hilir. 2.4 Penelitian Terdahulu. Trestita (2000) melakukan analisis mengenai pola konsumsi beras rumah tangga PNS dan dampak diberlakukannya perubahan kebijakan tunjangan beras. Penelitian ini membahas pola konsumsi beras rumah tangga PNS untuk melihat seberapa banyak rumah tangga PNS yang mengkonsumsi beras jatah, seberapa banyak rumah tangga PNS yang tidak mengkonsumsi beras jatah dan seberapa banyak rumah tangga PNS yang mengkonsumsi beras dengan kombinasi keduanya. Selain itu, peneliti juga membahas perubahan perilaku konsumsi rumah tangga konsumsi pasca kebijakan dihapuskannya tunjangan beras secara natura.. Penelitian ini mengambil studi kasus di Dinas/Departemen Pendidikan Nasional Kecamatan Bogor Tengah. Penelitian dengan topik yang sama dilakukan Pradesha (2003). Hanya saja Pradesha mengambil studi kasus pada lokasi yang berbeda yaitu pegawai negeri sipil Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian. Peneliti membahas perubahan pola konsumsi beras meliputi frekuensi konsumsi, jenis beras yang dikonsumsi, tempat pembelian beras, frekuensi pembelian, jumlah beras yang dibeli setiap pembelian, dan jumlah komsumsi beras. Peneliti menggunakan uji Chi-Square untuk menganalisis signifikansi perubahan pola konsumsi reponden dan analisis Regresi Logit untuk menjelaskan pengaruh berbagai faktor. Selamet (2003) melakukan analisis proses pengambilan keputusan konsumen dalam pembelian beras dan strategi pemasaran beras. Peneliti membagi konsumen ke dalam dua kelompok besar yaitu konsumen kelas bawah dan konsumen kelas atas. Penelitian ini membahas perbedaan proses pengambilan keputusan dan pertimbangan dalam pembelian beras antara konsumen kelas bawah dan kelas atas. Pola konsumsi dan pembelian meliputi motivasi konsumsi,
frekuensi makan per hari, mutu nasi, pencarian dan sumber informasi mengenai beras, dan jenis/varietas beras yang dikonsumsi, tempat pembelian. Peneliti juga membahas derajat kepentingan masing-masing kelas konsumen terhadap atribut produk seperti sifat beras, penampakan beras, keseragaman butir, kebersihan produk, identitas beras, harga, dan atribut lain seperti lokasi, kenyamanan tempat pembelian, dan promosi. Peneliti menggunakan penilaian bobot masing-masing atribut dengan pembanding angka Kaiser-Meyer-Olkin-Measure of Sampling Adequency (KMO-MSA) untuk menentukan derajat kepantingan atribut. Mardianto et al (2005) melakukan kajian mengenai dinamika pola pemasaran gabah dan beras di Indonesia. Peneliti membahas perkembangan sistem pemasaran beras dari masa ke masa disertai dengan pembahasan perubahan preferensi konsumen serta pola pemasaran gabah dan beras di beberapa daerah di Indonesia. Peneliti juga membahas peranan Bulog dan pemerintah dalam memperlancar dan menjaga kestabilan pemasaran gabah dan beras serta memberikan beberpa rekomendasi kebijakan kepada pemerintah terkait pemasaran beras. Suriyana (2005) melakukan analisis terhadap tataniaga beras baik di pasar tradisional dan modern di DKI Jakarta. Peneliti menggunakan sampel sebanyak 21 pasar tradisional dan 5 pasar modern di Jakarta. Aspek yang dibahas meliputi analisis struktur pasar, perilaku pasar, saluran tataniaga, margin tataniaga, proses penentuan dan pembentukan harga, praktek pembelian, penjualan dan pembayaran. Peneliti juga menggunakan model ekonometrika dan metode Kuadrat terkecil (OLS “Ordinary Least Squares”) untuk analisis pendugaan keterpaduan pasar dalam jangka pendek dan jangka panjang.
III. METODOLOGI 3.1 Kerangka Pemikiran Beras Bulog memiliki ciri khas yang menarik, karena berasal dari berbagai petani dan sebagian dari impor (dalam kondisi tidak normal). Petani sawah yang menanam padi memiliki keragaman cara dan sumberdaya. Dengan banyaknya variasi ini menghasilkan produk beras yang bervariasi pula, baik dari segi rasa, warna maupun aromanya. Begitu pula dengan industri pengolahan beras yang ada di Indonesia, sebagian besar tergolong Penggilingan Padi Sederhana (PPS) dan Penggilingan Padi Kecil (PPK) dimana beras yang dihasilkan umumnya masih berkualitas rendah, tidak konsisten atau asalan. Variasi ini membutuhkan sistem grading yang mampu memisahkan dan sekaligus meningkatkan kualitas beras asalan menjadi beras berkualitas tinggi. Peningkatan kualitas beras asalan menjadi beras berkualitas yang lebih tinggi merupakan salah satu upaya untuk memenuhi permintaan konsumen yang berubah. Cukup banyak penelitian dan teori yang menyatakan bahwa perubahan tingkat pendapatan dan pendidikan telah mendorong perubahan preferensi konsumen terhadap produk. Salah satunya kajian Mardianto et al,(2005) yang menyebutkan bahwa dewasa ini umumnya konsumen tidak lagi membeli beras sebagai komoditas melainkan sebagai produk. Konsumen tidak sekedar membeli beras (komoditas), melainkan beras dengan jenis tertentu, kualitas, dan kandungan nutrisi tertentu serta atribut produk lainnya. Perubahan preferensi ini merupakan peluang bagi PGIB Bulog untuk memenuhi permintaan konsumen dan meraih pasar, sekaligus mengoptimalkan fasilitas-fasilitas yang telah tersedia dengan beberapa re-investment. Pemenuhan kebutuhan konsumen akan beras dengan kualitas yang cukup baik perlu diikuti dengan perbaikan pengunaan teknologi yang lebih maju dan terintegrasi secara komprehensif. PGIB adalah pusat pengolahan lanjutan dari beras berkualitas rendah atau asalan yang diproduksi oleh PPS dan PPK bahkan sebagian PPM. PGIB melakukan proses sortasi, destoning, whitening dan grading mutu sesuai jumlah pasar yang membutuhkan. Kegiatan ini dapat menghasilkan nilai tambah produk akhir yang berarti pembentukan keuntungan bagi Bulog. Aplikasi
teknologi modern, juga diharapkan dapat meningkatkan nilai tambah yang dinikmati oleh petani maupun usaha penggilingan padi kecil melalui sistem kemitraan yang saling menguntungkan dalam perbaikan mutu. Untuk mengukur kelayakan pendirian PGIB Bulog maka diperlukan kajian secara mendalam mengenai berbagai aspek yang terkait khususnya pada penelitian ini adalah aspek pemasaran. Struktur pasar yang berkembang, perkembangan permintaan dan penawaran, rantai pemasaran, margin, persaingan dan barrier, peluang meraih pasar, hingga proyeksi keuntungan yang akan diraih merupakan parameter yang menjadi dasar pengambilan keputusan kelayakan industri dan investasi.
Kondisi Internal perusahaan
Kondisi Eksternal / Pasar
Kemungkinan pendirian PGIB
Analisis Pasar
Rantai Pemasaran & Margin
Potensi & Peluang Pasar
Komposisi Produksi Optimum
Kompetisi
Proyeksi Penjualan & Profit
Jalur Distribusi
Sifat Produk, PLC & Struktur Pasar
Strategi Pemasaran
Kelayakan
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Kelayakan Aspek Pemasaran pada PGIB Bulog
3.2 Pendekatan Studi Kelayakan Untuk memecahkan masalah dan kendala yang akan dihadapi dalam pendirian Pusat Grading Industri Beras (PGIB) ini dilakukan pendekatan studi kelayakan. Pendekatan studi kelayakan ini terdiri dari lima tahap, yaitu tahap identifikasi, tahap seleksi awal (preselection), tahap pengujian (appraisals feabilitiy studies), tahap evaluasi, dan tahap penyusunan laporan (reporting). Penelitian dimulai dengan tahap identifikasi yaitu mencari informasi tentang kemungkinan didirikannya suatu industri grading beras dengan konsep rice to rice processing yang menghasilkan produk beras dengan kualitas lebih baik dari kualitas sebelumnya. Pada tahap ini juga dilakukan proses pendefinisian ide-ide dan arahan dari pihak perusahaan mengenai gambaran umum PGIB yang akan didirikan. Hal ini penting untuk memberikan batasan penelitian sehingga kajian dapat lebih fokus dan spesifik. Berdasarkan gambaran tersebut dapat didaftar seluruh data yang dibutuhkan
dalam
pengambilan
keputusan kelayakan
industri. Sebelum
mengumpulkan data-data, terlebih dahulu dilakukan kajian terhadap penelitian terkait pemasaran beras yang telah dilakukan. Kajian ini bertujuan untuk menghindari penelitian berulang untuk hal yang sama sekaligus untuk efisiensi penelitian. Data-data yang belum pernah dikaji dalam penelitian terdahulu dikumpulkan baik secara primer maupun sekunder dari laporan instansi terkait. Tahap kedua atau tahap seleksi awal (preselection) meliputi kegiatan analisa data-data awal yang telah diperoleh untuk mengetahui kebutuhan konsumen yang belum atau kurang terpenuhi serta segmen pasar yang berpeluang untuk dimasuki produk PGIB. Pada tahap ini juga ditentukan wilayah target pasar yang paling berpotensi dan sesuai dengan target segmen pasar. Setelah diperoleh wilayah pasar terpilih, penelitian dilanjutkan pada tahap pengujian dengan menganalisa secara mendalam mengenai kondisi pemasaran beras di wilayah tersebut. Menurut Behrens, W dan PM Hawranek (1991) secara garis besar analisa pasar meliputi struktur pasar, rantai pemasaran dan margin, potensi dan peluang pasar, jalur distribusi, dan kompetisi. Hasil analisis tahap pengujian tersebut digunakan sebagai bahan evaluasi kelayakan aspek pemasaran pendirian PGIB secara kuantitatif yaitu penentuan
komposisi produksi optimum, proyeksi penjualan dan market share serta keuntungan yang bisa diraih. Pada tahap ini juga dilakukan perumusan rekomendasi strategi pemasaran terhadap target segmen pasar dari segi Product Life Cycle (PLC), diferensiasi produk, harga, saluran pemasaran, strategi promosi dan advertising. Pendirian PGIB dikatakan layak dari aspek pemasaran apabila memenuhi beberapa kriteria antara lain peluang yang tersedia lebih besar dari produksi PGIB, terdapat saluran pemasaran yang memadai untuk mencapai target konsumen, PGIB memiliki kemampuan memenuhi persyaratan pasar baik konsumen target maupun saluran pemasaran, dan usaha yang dilakukan menguntungkan. Apabila hasil kajian menunjukkan pendirian PGIB layak, maka tahapan penelitian selesai dan dilanjutkan dengan tahap penyusunan laporan. Namun, apabila hasil kajian menyimpulkan pendirian PGIB belum layak dari aspek pemasaran pada alternatif yang dipilih maka perlu dilakukan kajian lanjutan untuk memberikan rekomendasi penggunaan alternatif yang lain. Secara lebih jelasnya tahapan penelitian studi kelayakan aspek pemasaran pendirian PGIB Bulog dapat dilihat pada Gambar 4.
Mulai
Latar Belakang
Internal perusahaan Fungsi komersial Pemanfaatan fasilitas yang kurang optimal
Eksternal / Pasar Peningkatan pendapatan & pendidikan Perubahan preferensi Unserved consumer Identifikasi data yang diperlukan
Tahap Identifikasi
Kajian Terdahulu
Data Memadai
Ya
Tidak
Focus Group Discussion, MPE
Tahap Seleksi Awal
Pengumpulan Data Awal Pemilihan Segmen & Wilayah Pemasaran
Pengumpulan Data Lanjutan
Analisis Pasar
Rantai Pemasaran & Margin
Potensi & Peluang Pasar
Komposisi Produksi Optimum
Linear Programming
Tidak
Kompetisi
Proyeksi Penjualan & Profit
Peta Persaingan
Jalur Distribusi
Strategi Pemasaran
Tahap Pengujian
Sifat Produk, PLC & Struktur Pasar
Tahap Evaluasi
Kelayakan Ya
Penyusunan laporan
Tahap Penyusunan Laporan
Selesai
Gambar 4. Tahapan studi kelayakan aspek pemasaran pendirian PGIB Bulog
3.3 Tata Laksana 3.3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di wilayah DKI Jakarta dan sekitarnya. Pemilihan lokasi ini didasarkan atas hasil kajian awal dari data yang diperoleh dan hasil focus group discussion tim studi kelayakan PGIB yang menunjukkan DKI Jakarta sebagai wilayah target pasar produk beras PGIB yang potensial. Waktu pelaksanaan penelitian dilaksanakan pada bulan Mei – Juli 2006. 3.3.2 Studi Literatur Studi pustaka dilakukan untuk memperoleh teori-teori yang berkaitan dengan materi penelitian. Studi pustaka dilakukan dengan membaca dan mengumpulkan literatur baik buku, jurnal, artikel dan lain-lain di perpustakaan Institut
Pertanian
Bogor,
perpustakaan
Fakultas
Teknologi
Pertanian,
perpustakaan Departemen Teknologi Industri Pertanian, Perum Bulog dan Internet. Teori dan literatur yang diperoleh dikaitkan dengan data empiris yang diperoleh dari lapangan dan sebagai dasar atau referensi untuk penelitian ini. 3.3.3 Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan desain riset eksploratif dan deskriptif. Riset eksploratif bertujuan untuk memberikan pemahaman dan pengertian secara mendalam terhadap suatu objek dalam hal ini pasar beras. Hasil riset eksploratif bermanfaat untuk menyusun atau memformulasikan masalah pemasaran beras secara lebih tepat, memberikan gambaran yang jelas mengenai struktur dan kondisi pasar beras, persaingan dan barrier serta menentukan variabel pengujian atau penelitian dan prioritas lebih lanjut. Riset deskriptif memiliki tujuan untuk menjelaskan karakteristik produksi dan pasar yang ada. Desain riset deskriptif digunakan untuk membantu peneliti dalam menentukan, mengevaluasi, dan memilih alternatif terbaik dalam memecahkan
masalah
serta
memutuskan
status
kelayakan
aspek
pemasaran.pendirian PGIB Bulog. Riset meliputi pokok permasalahan antara lain rantai pemasaran dan margin, potensi pasar, peluang meraih pasar, optimasi komposisi produksi, serta proyeksi keuntungan yang akan diraih.
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui beberapa teknik antara lain (i) wawancara pihak terkait, (ii) focus group discussion dengan pihak terkait, dan (iii) observasi langsung yang dilakukan di wilayah pemasaran beras DKI Jakarta dan sekitarnya. Wawancara dilakukan terhadap pedagang beras di Pasar Induk Cipinang, pihak pengelola Pasar Induk Cipinang, dan pengelola supermarket. Wawancara dilakukan untuk memperoleh gambaran mengenai kondisi pasar beras, saluran pemasaran dan mekanisme pasar yang berlangsung. Data hasil wawancara merupakan data kualitatif sebagai penunjang pengambilan keputusan tanpa analisis statistik. Focus group discussion melibatkan tim studi kelayakan PGIB Bulog dan pihak Perum Bulog. Fungsi utama focus group discussion adalah untuk menentukan alternatif yang dipilih terkait dengan pendirian PGIB. Observasi dilakukan di saluran pemasaran beras wilayah DKI Jakarta meliputi Pasar Induk Beras Cipinang, Pasar Tradisional dan Supermarket. Observasi dilakukan untuk mengetahui varietas dan kualitas beras yang beredar di pasaran dan persaingan yang terjadi antar varietas, kualitas, dan perusahaan produsen beras. Data sekunder meliputi data kependudukan, produksi, dan pemasaran yang diperoleh dengan cara : (i) pengumpulan buku dan laporan dari dinas terkait seperti Perum Bulog dan PT. Food Station Tjipinang Jaya, (ii) Biro Pusat Statistik, (iii) laporan penelitian terdahulu, (iv) Browsing Internet dan (v) data-data lain yang menunjang penelitian. 3.3.4 Metode Analisis Data a. Target Wilayah Pemasaran Segmen pasar produk beras yang potensial merupakan salah satu acuan untuk menentukan wilayah pemasaran produk beras yang dihasilkan PGIB. Beberapa alternatif wilayah pemasaran beras yang sudah terjaring melalui proses studi literatur dan pendapat pakar menjadi acuan untuk penentuan wilayah pemasaran beras yang terbaik. Alternatif wilayah pemasaran yang dipilih secara kualitatif ditentukan melalui focus group discussion tim studi kelayakan PGIB dan
pihak Perum Bulog. Selain itu, pemilihan alternatif wilayah pasar juga ditunjang secara kuantitatif menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial (MPE). MPE merupakan salah satu metode untuk menentukan urutan prioritas alternatif keputusan dengan kriteria jamak. Teknik ini digunakan untuk membantu bagi individu pengambil keputusan untuk menggunakan rancang bangun model yang telah terdefinisi dengan baik pada tahapan proses. Keuntungan Metode Perbandingan Eksponensial adalah dapat mengurangi bias yang mungkin terjadi dalam analisis. Nilai skor yang menggambarkan urutan prioritas menjadi besar (fungsi eksponensial) sehingga menjadikan urutan prioritas alternatif keputusan lebih nyata. Tahapan analisa meliputi : 1. Menyusun alternatif-alternatif keputusan yang akan dipilih, 2. Menentukan kriteria atau perbandingan kriteria keputusan yang penting untuk dievaluasi, 3. Menentukan tingkat kepentingan dari setiap kriteria keputusan atau pertimbangan kriteria, 4. Menentukan penilaian terhadap semua alternatif pada setiap kriteria, 5. Menghitung skor atau nilai total pada setia alternatif, dan 6. Menentukan urutan prioritas keputusan didasarkan pada skor atau nilai total masing-masing alternatif. Formulasi perhitungan skor nilai untuk setiap alternatif dalam metode perbandingan eksponensial adalah sebagai berikut : m Total Nilai (TNi) = (RK ij)TKK j j=1
Dimana : TNi
= Total nilai alternatif ke -i
RK ij = derajat kepentingan relatif kriteria ke-j pada pilihan keputusan i TKK j = derajat kepentingan kritera keputusan ke-j; TKKj > 0; bulat n
= jumlah pilihan keputusan
m
= jumlah kriteria keputusan
Pada penelitian ini penentuan kriteria pemilihan wilayah pemasaran, derajat kepentingan kriteria dan penilaian alternatif wilayah pemasaran dilakukan oleh empat orang penilai antara lain dua orang praktisi / pedagang beras di pasar induk beras Cipinang Jakarta, satu orang akademisi / dosen pemasaran, dan peneliti sendiri. Kriteria yang digunakan dalam pemilihan wilayah pemasaran antara lain ukuran pasar, jumlah segmen yang sesuai, pertumbuhan pasar, persaingan, saluran pemasaran, biaya transportasi dan infrastruktur dan fasilitas penunjang. Ada enam alternatif wilayah pemasaran yang dinilai antara lain DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, dan Bandung. b. Ukuran Pasar dan Proyeksi Perkembangan Pasar Beras merupakan produk pangan pokok masyarakat Indonesia. Ukuran pasar atau jumlah permintaan beras di suatu wilayah dihitung berdasarkan estimasi standar BPS yaitu dengan mengalikan jumlah penduduk di wilayah tersebut dengan ketersediaan (konsumsi dan kebutuhan lain) beras per kapita. Potensi Pasar = Jumlah Penduduk x Ketersediaan per kapita Dimana : Ketersediaan = konsumsi individu dan penggunaan lain. Ketersediaan beras per kapita penduduk Indonesia tahun 2005 = 139,15 kg/th atau 0,381 kg/hari (BPS, 2006) Prediksi perkembangan pasar beras pada tahun mendatang dihitung berdasarkan perkembangan jumlah penduduk dan peningkatan rata-rata jumlah konsumsi per tahun yang diperoleh dari laporan badan terkait (BPS dan Departemen Pertanian RI). Ukuran pasar tahun ke-i dapat diprediksikan menggunakan rumus dengan koefisien yang mengikuti kaidah Segitiga Pascal berikut : Segitiga Pascal : Koefisien tahun ke-1
1
Koefisien tahun ke-2
1 2 1
Koefisien tahun ke-3 Koefisien tahun ke-4
1 3 1 4
3 1 6
4 1
,dst
Sehingga rumus ukuran pasar tahun ke-i sebagai berikut :
UP1 = UP0 + (UP0 x MK1) UP2 = UP0 + 2 (UP0 x MK1) + (UP0 x MK2) UP3 = UP0 + 3 (UP0 x MK1) + 3 (UP0 x MK2) + (UP0 x MK3) UPi = Cp1 UP0 + Cp2 (UP0 x MK1) + Cpn (UP0 x MK...) + Cp(i+1) (UP0 x MKi) UPi = UP0 { Cp1 + (Cp2 x MK1) + (Cp3 x MK2) + (Cpn x MK...) + (Cp(i+1) x MKi) } Dimana : UPi = Prediksi ukuran pasar tahun ke-i UP0 = Ukuran pasar tahun ini (ke-0) MK = Pertumbuhan rata-rata jumlah konsumsi per tahun i
= Tahun yang akan diprediksi
Cpn = Koefisien ke-n dalam Segitiga Pascal, 1
n
(i+1)
c. Margin Tataniaga Analisis margin tataniaga digunakan untuk melihat efisiensi jalur tataniaga beras. Marjin tataniaga dihitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian pada setiap tingkat lembaga tataniaga. Margin tataniaga pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya tataniaga dan keuntungan yang diperoleh dari lembaga pemasaran. Secara sistematis margin tataniaga dirumuskan sebagai berikut (Limbong dan Sitorus,1987) : Mi = Psi - Pbi ...................................................(1) Mi = Ci + µ i ...................................................(2) Dimana : Mi = Margin pemasaran pasar tingkat ke – i Psi = Harga jual pasar tingkat ke – i Pbi = Harga beli pasar tingkat ke – i Ci
= Biaya pemasaran tingkat ke – i
µi
= Keuntungan lembaga tataniaga pasar tingkat ke – i
Penyebaran margin tataniaga beras dapat pula dilihat berdasarkan persentase keuntungan terhadap biaya tataniaga pada masing-masing lembaga tataniaga. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan rumus : Rasio biaya-keuntungan (%) = µ i x 100...........................(3) Ci Dimana : µ i = Keuntungan tataniaga lembaga tingkat ke – i Ci = Biaya tataniaga lembaga ke – i
d. Analisis Persaingan Merek produk beras yang ada di pasar khususnya pasar modern (supermarket) didata melalui survey lapang. Persaingan merek beras yang bersaing di supermarket dianalisa menggunakan Peta Persaingan. Peta persaingan menunjukkan persaingan antar merek produk untuk masing-masing varietas dalam kuadran harga dan kualitas. Melalui peta tersebut dapat terlihat strategi perusahaan produsen dalam bersaing dari segi mutu dan harga. Terdapat empat kuadran antara lain kuadran I strategi harga tinggi kualitas tinggi, kuadran II harga rendah kualitas tinggi, kuadran III harga rendah kualitas rendah dan kuadran IV harga tinggi mutu rendah. Kuadran peta persaingan dapat dilihat pada Gambar 4.
Harga
I
IV
II
III
Kualitas Gambar 5. Peta Persaingan Produk Beras
e. Peluang Pasar dan Market Share Peluang pasar produk PGIB merupakan ukuran dari segmen pasar yang belum atau kurang terlayani dengan baik (unserved consumer) dan segmen yang sudah terlayani, namun PGIB memiliki keunggulan untuk merebut sebagian pasar. Peluang pasar dilihat dari posisi supply-demand beras untuk masing-masing segmen. Peluang pasar PGIB dapat dapat dirumuskan sebagai berikut : MOus = Dsi – Ssi MOe = %Id x D MOtotal = MOus + MOe
Dimana : MOtotal = Peluang pasar total yang bisa diraih. MOus = Peluang pasar untuk segmen yang tidak terlayani (unserved consumer) MOe
= Perkiraan peluang pasar akibat pertumbuhan permintaan.
Dsi
= Permintaan (demand) segmen i
Ssi
= Penawaran (supply) segmen i
%Id
= persen pertumbuhan permintaan Market share suatu perusahaan atau industri dihitung berdasarkan proporsi
pasar (konsumen) yang berhasil dilayani dari keseluruhan ukuran pasar (konsumen). Untuk menghitung market share digunakan data penjualan perusahaan atau dalam kasus ini prediksi penjualan PGIB dibandingkan dengan penjualan total dalam pasar beras, sebagai berikut : Market share = Proyeksi Penjualan x 100 % Ukuran Pasar f. Komposisi Produksi Optimum dan Total Profit Penentuan komposisi produksi optimum dilakukan untuk memperoleh profit optimum dengan batasan-batasan (constrain) bahan baku, kapasitas produksi, dan pasar. Variasi bahan baku yang bisa digunakan ada empat tingkatan mutu yaitu bahan baku grade A, B, C, dan D. Kualitas beras yang dapat diproduksi antara lain beras kualitas I, II, dan III. Saluran pemasaran yang mungkin digunakan untuk memasarkan produk beras adalah pasar tradisional dan supermarket. Ketiga variabel tersebut menghasilkan 24 kombinasi dengan profit yang berbeda-beda (Tabel 2). Kombinasi optimum dicari untuk memperoleh profit yang optimum dari kombinasi dan batasan yang ada. Jumlah masing-masing kombinasi bahan baku, produk dan pasar ditentukan menggunakan metode Linear Programming dengan bantuan software LINDO. Rumusan Linear Programming untuk penentuan komposisi produksi optimum adalah sebagai berikut : Fungsi Max Total Profit (Z) =
n i=1
( µ i x Qi )
Fungsi Pembatas : n (1) Kapasitas : Qi i=1
Qkap
(2) Bahan Baku : 6
i=1 12 i=7
Qi QA Qi QB
(3) Pasar :
18
Qi QC
i=13 24
Qi QD
i=19
Qgenap QS Qganjil QPT Dimana : Qi
= Jumlah produksi kombinasi ke-i
µi
= Profit untuk kombinasi ke-i
n
= Jumlah kombinasi
Qkap
= Kapasitas produksi beras
QA
= Jumlah batasan bahan baku grade A
QB
= Jumlah batasan bahan baku grade B
QC
= Jumlah batasan bahan baku grade C
QD
= Jumlah batasan bahan baku grade D
Qgenap = Jumlah total dari produksi kombinasi-kombinasi genap (saluran supermarket) Qganjil = Jumlah total dari produksi kombinasi-kombinasi ganjil (saluran pasar tradisional) QS
= Jumlah batasan produk beras yang dapat dipasarkan melalui supermarket
QPT
= Jumlah batasan produk beras yang dapat dipasarkan melalui pasar tradisional.
D II S D 2 M X D 3S P P T2 24 3X X D 3 S M 2 K eterangan:S P T::S P a sa Tra a stionalS up errm rd kie
Tabel 2. Alternatif kombinasi bahan baku, produk dan pasar: Mutu Bahan Baku
Mutu Produk I
A
II III I
B
II III I
C
II III I
Saluran Pemasaran PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT
Kombinasi (i)
Kode
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21
XA1P XA1S XA2P XA2S XA3P XA3S XB1P XB1S XB2P XB2S XB3P XB3S XC1P XC1S XC2P XC2S XC3P XC3S XD1P XD1S XD2P
IV. GAMBARAN UMUM Studi kelayakan merupakan sesuatu yang terintegrasi. Untuk memahami studi kelayakan PGIB Bulog secara menyeluruh dibutuhkan pengetahuan terhadap analisis kelayakan masing-masing aspek meliputi aspek bahan baku, produk, penetapan level teknologi, teknis teknologis, manajemen, lingkungan, hukum, pemasaran, dan finansial. Berdasarkan hasil kajian tim studi kelayakan PGIB FTechno Park, Bantacut et al (2006) dapat diberikan gambaran mengenai beberapa aspek kelayakan PGIB selain pemasaran. 4.1 Potensi Dan Karakteristik Bahan Baku 4.1.1 Potensi Bahan Baku Permasalahan utama yang dijumpai dalam proses pengolahan gabah/beras antara lain: (i) mutu gabah masih rendah karena sistem budidaya yang tidak menggunakan paket teknologi yang lengkap, serta penanganan panen dan pasca panen yang kurang baik, (ii) panen raya yang terjadi pada musim hujan dengan volume yang banyak dalam waktu yang bersamaan akan menyulitkan petani untuk melakukan pengeringan dan penyimpanan, (iii) sebagian besar penggilingan padi tidak dilengkapi dengan alat pengering mekanis (dryer) dan pengeringan dengan sinar matahari menggunakan lamporan kurang baik karena sangat tergantung pada cuaca yang sering hujan, (iv) umumnya teknologi dan alat / mesin pengolahan padi/beras yang digunakan sudah tua (ketinggalan) dan sifatnya tidak terpadu sehingga efisiensinya rendah, dan (v) limbah sekam dan dedak hasil pengolahan gabah/beras belum dikelola dan dimanfaatkan secara maksimal. Dalam suatu industri berbasis pertanian, ketersediaan dan kemudahan bahan baku merupakan faktor yang paling penting. Oleh karena itu, pengembangan
PGIB
di
daerah
Tambun
Kabupaten
Bekasi
perlu
mempertimbangkan kondisi wilayah secara umum, baik posisi geografis maupun kondisi lingkungan yang berpengaruh pada iklim. Daerah di sekitar Bekasi (Karawang, Indramayu, Subang dan Cirebon) dikenal sebagai daerah produsen beras utama Pantai Utara Jawa Barat.
Kondisi lahan sawah di daerah ini sangat subur dan sebagian besar beririgasi teknis sehingga produktivitas lahan sangat tinggi. Lahan persawahan dengan pengairan teknis mencapai sekitar 50 persen luasan kabupaten di sekitar pantura, sedangkan sisanya daerah permukiman, industri dan persawahan dengan pengairan semi teknis dan tadah hujan. Kabupaten Karawang memiliki lahan persawahan yang luas yaitu sekitar 75 persen daerah merupakan lahan persawahan dengan pengairan teknis. Daerah Indramayu memiliki sekitar 80 persen lahan persawahan. Tabel 3 menunjukkan luas panen dan produksi di beberapa kabupaten sekitar Tambun yang potensial sebagai daerah sentra padi. Sebaran masa panen diperlihatkan pada Tabel 4. Dengan demikian, dapat diperkirakan jumlah produksi bahan baku penggilingan beras terutama gabah sangat besar. Tabel 3. Luas panen dan produksi di beberapa kabupaten sekitar Tambun per tahun. Produksi Luas Panen No. Kabupaten (Ha) GKG setara beras (ton) 1. Daerah Pantura Cirebon 3,522 686 Kuningan 59,286 11,052 Majalengka 26,482 5,124 Indramayu 33,836 6,637 Karawang 68,680 13,430 Bekasi 22,571 4,401 Subang 72,034 13,774 Purwakarta 23,008 4.531 Jumlah Daerah Pantura 310,317 59,635 2. Daerah Lainnya Cianjur 183,076 32,178 Sukabumi 183,485 35,955 Bogor 57,979 11,391 Ciamis 95,213 18,410 Tasikmalaya 124,175 24,772 Garut 132,376 25,549 Bandung 80,703 15,486 Sumedang 35,121 6,775 Jumlah Daerah Lainnya 872,128 170,516 Jumlah Jawa Barat 1,182,445 230,151 Sumber : Divisi Regional Jawa Barat Seksi Gasar, 2006
Tabel 4. Sebaran masa panen diperlihatkan pada beberapa kabupaten (Ha) No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Bulan Jan Feb Mar Apr Mei Bekasi 3,342 15,558 16,364 8,046 Bogor 6,317 10,544 9,961 7,510 9,629 Majalengka 7,64 10,041 26,914 10,999 5,076 Karawang 6,6 11,320 27,812 29,500 13,622 Kuningan 2,241 3,774 14,082 10,237 3,327 Sukabumi 9,993 17,382 36,626 26,786 16,009 Indramayu 1,099 15,472 18,281 22,218 6,364 Cianjur 7,748 16,505 21,863 18,731 11,395 Bandung 2,811 21,624 23,825 13,157 5,260 Total 30,209 110,004 194,922 155,502 78,728 Sumber : Divisi Regional Jawa Barat Seksi Gasar, 2006 Kabupaten
Jun 7,569 4,899 7,254 7,444 4,078 12,233 345 1,064 6,285 51,171
Total 50,879 48,860 60,284 89,698 37,739 119,029 63,779 77,306 72,962 620,536
Tabel 4 memperlihatkan puncak musim panen terjadi selama enam bulan dari Januari sampai Juli sepanjang tahun. Produksi padi dari beras dalam kurun waktu ini sangat tinggi. Bila diperhatikan maka produksi masih terjadi hingga bulan Juli setiap tahunnya. Sebaran masa panen ini mengindikasikan bahwa pengadaan bahan baku mengharuskan strategi : (i) Normal, pengadaan berlaku mengikuti mekanisme pasar dalam bulan Februari hingga Juni dari penggilingan padi (ii) Khusus, pengadaan dilakukan dari pasar-pasar beras selama bulan Juli sampai Desember,dan (iii) Stok, pengadaan pada bulan Maret sampai dengan Juni tiga kali dari kebutuhan untuk memenuhi keperluan bulan Juli sampai dengan Desember. Potensi penggilingan padi di Indonesia sudah cukup besar, namun dilihat dari kualitasnya masih sangat rendah. Jumlah penggilingan padi di Indonesia pada saat ini sekitar 110.611 alsin penggilingan padi dan secara umum dikelompokkan menjadi perusahaan penggilingan padi sederhana (PPS), kecil (PPK), menengah (PPM) dan besar (PPB). Dari jumlah penggilingan tersebut, PPS, PPK dan PPM merupakan mayoritas perusahaan penggilingan yang ada di masyarakat. Untuk daerah-daerah Indonesia yang termasuk kategori non produsen padi seperti sebagian besar wilayah di luar Pulau Jawa jumlah PPS dan PPK juga sangat kecil. Karakteristik PPS dan PPK secara umum menghasilkan beras yang berkualitas rendah, skala ekonominya kecil dan jangkauan pemasaran lokal atau terbatas pada pasar tradisional bahkan hanya untuk konsumsi sendiri.
Tabel 5 memperlihatkan pasokan beras di pasar induk Cipinang selama empat tahun terakhir. Data tersebut menunjukkan bahwa pasokan beras mengalami peningkatan selama periode tahun 2002-2005. Dengan asumsi bahwa pasokan setara dengan permintaan, maka volume perdagangan beras di Jakarta akan terus meningkat di masa mendatang. Pemasukan beras selain di Pasar Induk juga sangat besar. Fakta di lapang menunjukkan bahwa pembelian beras langsung dari penggilingan padi oleh pedagang Jakarta sangat besar. Demikian juga dengan pembelian dari pasar lain, misalnya Pasar Johar Bekasi. Tabel 5. Pemasukan beras varietas IR di Pasar Induk Cipinang Jakarta. Jumlah pasokan (ton) 2002 2003 2004 Januari 53,071 60,647 55,506 Februari 59,041 70,009 47,849 Maret 53,604 77,208 57,550 April 49,309 53,318 55,924 Mei 58,180 55,255 56,821 Juni 53,199 64,785 65,604 Juli 60,540 56,136 72,572 Agustus 59,569 54,865 76,585 September 55,104 61,209 67,620 Oktober 56,318 57,008 70,537 November 51,709 29,494 41,887 Desember 33,496 52,317 69,028 Jumlah 643,140 692,251 737,483 Sumber : Perum Bulog Jakarta, 2006 Bulan
2005 62,804 61,896 80,183 83,492 74,837 75,284 60,148 69,754 78,334 60,831 45,403 53,201 806,167
4.1.2 Karakteristik Bahan Baku Selain melihat dari sisi ketersediaannya, dalam merancang pendirian PGIB perlu memperhatikan karakteristik bahan bakunya. Bahan baku dapat diperoleh dari penggilingan padi kecil dan menengah yang menghasilkan beras mutu rendah dan bervariasi karena diproduksi oleh penggilingan yang tingkat teknologinya beragam. Analisis kualitas perlu dilakukan untuk pengklasifikasian mutu bahan baku, meliputi derajat sosoh, kadar air, beras kepala, butir utuh, butir patah, butir menir, butir merah, butir kuning / rusak, butir mengapur, benda asing, butir gabah dan campuran varietas lain. Hasil analisis terhadap sampel yang diambil dari
penggilingan padi kecil di daerah pantura Jawa Barat secara acak diperoleh klasifikasi mutu bahan baku seperti diperlihatkan pada Tabel 6. Tabel 6. Klasifikasi mutu bahan baku beras di daerah Pantura Jawa Barat Kelas Mutu Kriteria A B C D Derajat sosoh 93.8 94.0 92.9 92.1 Kadar air (%) 13.6 13.0 13.8 14.4 Beras kepala (%) 86.2 81.0 69.6 53.4 Butir utuh (%) 79.8 70.0 56.2 40.3 Butir patah besar (%) 6.4 11.0 13.4 13.1 Butir patah (%) 9.1 11.8 17.4 27.2 Butir menir (%) 2.3 4.7 8.9 13.5 Butir mengapur (%) 1.9 2.4 3.1 3.3 Butir Kuning/rusak (%) 0.54 0.35 1.08 2.22 Butir gabah (%) 0.02 0.01 Butir merah (%) 0.01 0.18 Benda asing (%) 0.012 0.02 0.05 Varietas lain (%) 0.01 Persentase sampel 12.8 7.7 59.0 20.5 Kelas Mutu SNI III IV V Off grade Total sampel 39, diambil dari: Karawang, Subang, Indramayu, Cirebon, Bandung, Cianjur dan pasar induk Cipinang. Sumber : Bantacut et al (2006)
Karakterisitik bahan baku beras untuk industri pengolahan beras rice to rice penting diketahui terutama terkait dengan aspek teknis yaitu pemilihan level teknologi yang akan digunakan dan penghitungan rendemen. Dalam studi ini untuk mendapatkan gambaran karakterisitik bahan baku beras dilakukan didaerah Jawa Barat, terutama di daerah Pantura (Karawang, Subang, Indramayu, Pasar Induk Cipinang, Cirebon, Bandung dan Cianjur). Dari hasil analisa 39 sampel yang diambil dari pasar dan tempat penggilingan padi, bahan baku beras dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas mutu beras yaitu kelas mutu A, B, C dan D (Tabel 6) yang didasarkan pada persentase beras kepala. Jika mengacu pada standar mutu SNI maka kelas mutu A, B dan C berturut-turut adalah setara dengan kelas mutu SNI III, IV dan V, sedangkan kelas mutu D merupakan beras di bawah mutu standar SNI (out of grade). Dari hasil sampling di lapangan tersebut memperlihatkan bahwa sebagian besar beras asalan termasuk dalam kelas mutu V (59 %) dan beras mutu rendah (20.5 %).
4.1.3 Klasifikasi Mutu Beras Mutu beras yang ada di pasaran sangat bervariasi dan sebutan namanya beragam tergantung masing-masing daerah. Hal ini disebabkan adanya perbedaan cara penggolongannya. Beberapa cara penggolongan yang banyak diterapkan dan dipraktekkan, yaitu: (i) berdasarkan varietas padi, (ii) berdasarkan asal daerahnya, (iii) berdasarkan cara pengolahannya, (iv) berdasarkan tingkat penyosohannya, dan (v) berdasarkan gabungan antara varietas padi dengan tingkat penyosohannya. Perbedaan tingkat teknologi pengolahan sangat mempengaruhi mutu beras yang dihasilkan khususnya dalam komponen mutunya seperti derajat sosoh, kadar air, beras patah, menir dan sebagainya. Hal ini akan banyak pengaruhnya terhadap baku dan grading beras. Alat yang sederhana atau yang lebih modern serta umur alat pengolahan itu sendiri juga langsung berpengaruh terhadap mutu. Perbedaan alat pengolahan juga akan membedakan mutu beras yang dihasilkan. Klasifikasi mutu dilakukan melalui standarisasi untuk keseragaman acuan. Pada tahun 1999, pemerintah Indonesia menerbitkan SNI No.01-6128-1999 tentang standar mutu beras giling yang meliputi definisi, istilah, klasifikasi, syarat mutu, cara pengambilan contoh, cara uji, penandaan, pengemasan dan rekomendasi. Persyaratan mutu tersebut meliputi persyaratan kualitatif dan kuantitatif. Rincian standar mutu kualitatif dan kuantitatif beras SNI No.01-61281999 dapat dilihat pada Lampiran 1. Tabel 7. Standar mutu nasional produk beras. No.
Komponen Mutu
Mutu I II III*) IV**) 1 Derajat sosoh (% min) 100 100 95 95 2 Kadar air (% maks) 14 14 14 14 3 Beras kepala (% min) 100 95 84 78 4 Butir utuh (% min) 60 50 40 35 5 Butir patah (% maks) 0 5 15 20 6 Butir menir (% maks) 0 0 1 2 7 Butir merah (% maks) 0 0 1 3 8 Butir kuning/rusak (% maks) 0 0 1 3 9 Butir mengapur (% maks) 0 0 1 3 10 Benda asing (% maks) 0 0 0.02 0.02 11 Butir gabah (butir/100 g maks) 0 0 1 1 12 Campuran varietas lain (% maks) 5 5 5 5 *) Modifikasi SNI No.01-6128-1999 pada Derajat Sosoh dari100% menjadi 95%. **) Modifikasi SNI No.01-6128-1999 pada Butir Patah dari 25% menjadi 20%, penambahan komponen Beras Kepala 78%.
V 85 15 60 35 35 5 3 5 5 0.2 3 10
Berdasarkan syarat-syarat dan standar mutu beras yang harus dipenuhi diatas, ada dua pertimbangan penting. Pertama adalah pertimbangan yang erat kaitannya dengan penyimpanan. Beras sedapat mungkin memiliki daya simpan yang tinggi atau lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi daya simpan tersebut, yaitu : derajat sosoh, kadar air dan kebersihan beras dari dedak atau bekatul. Kedua adalah pertimbangan yang ada hubungannya dengan syarat-syarat mutu yang berlaku dalam perdagangan, seperti: persentase beras patah, menir, kepala, dan sebagainya. Dengan mempertimbangkan segmen pasar, mutu yang ingin dicapai oleh PGIB adalah mutu I, II dan III, dengan pertimbangan kombinasi optimal dari segi bahan baku, produk dan pasar. 4.2 Penetapan Level Teknologi 4.2.1 Teknologi Dasar Pengolahan Beras ke Beras Pengolahan beras ke beras (rice to rice processing) merupakan pusat grading beras dengan kegiatan utama pengolahan beras bermutu rendah menjadi beras bermutu tinggi. Bahan baku berupa beras pecah kulit (brown rice) maupun beras asalan yang diperoleh dari pengusaha penggilingan padi (PPS, PPK, PPM) diolah kembali menjadi beras kualitas super dengan menggunakan teknologi modern. Dalam pengembangan lebih lanjut, hasil samping berupa katul/dedak dan menir dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomis. Katul/dedak dapat diolah menjadi minyak dedak (rice bran oil) atau untuk pakan ternak berupa pellet, sedangkan menir dapat diolah menjadi tepung beras. Proses produksi beras rice to rice umumnya meliputi tahapan proses seperti diperlihatkan pada Gambar 6.
PENERIMAAN BAHAN BAKU PEMILAHAN Mutu Varietas SORTASI Pemisahan batu (destoner) Pemisahan gabah (paddy separator) PENYOSOHAN & PENGKILAPAN Penyosohan (Withening machine) Pengkilapan (Shinning machine)
PEMISAHAN BUTIRAN Pemisahan menir (Rotary sifter) Pemisahan beras kepala (length grader) Color sorter
Batu Gabah
Katul
Menir Butir pecah
PENGEMASAN (Packing machine)
PEMASARAN/DISTRIBUSI
Gambar 6. Bagan alir proses pengolahan beras ke beras (rice to rice processing). Sumber : Bantacut et al, 2006 Pemilihan level teknologi yang digunakan dalam pendirian PGIB didasarkan pada karakteristik bahan baku serta dengan memperhatikan kelas mutu yang ingin dicapai. Berdasarkan hasil survey bahan baku seperti disajikan pada Tabel 6 dapat diketahui karakteristik beras asalan. Karakteristik beras asalan tersebut menjadi dasar dalam pemilihan level teknologi seperti dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Karakteristik bahan baku dan kaitannya dengan pemilihan level teknologi Parameter mutu Keputusan dalam pemilihan level teknologi Derajat sosoh
Nilai derajat sosoh cukup rendah yaitu berkisar antara 92.1 – 94 %, sehingga diperlukan mesin penyosohan (withening machine) dan pengkilapan (shinning machine).
Kadar air
Kadar air berkisar antara 13.0 – 13.8, kecuali untuk kelas mutu D yaitu 14.4 %. Hal ini menunjukkan bahwa kadar air beras asalan cukup baik untuk bisa diproses langsung tanpa pengeringan tambahan. Disarankan PGIB tetap mensyaratkan mutu bahan baku tidak lebih dari 14.0%, dengan demikian PGIB tidak menerima kelas mutu D, kecuali memenuhi persyaratan kadar air.
Beras kepala, butir utuh dan butir patah
Kadar beras kepala bervariasi antara 56.2-79.8% sehingga untuk peningkatan menjadi mutu beras yang lebih tinggi diperlukan mesin length grader sebagai pemisah beras kepala dan butir patah. Persentase beras kepala ini dapat dijadikan sebagai dasar untuk menentukan rendemen sesuai kelas mutu beras yang akan dihasilkan.
Butir menir
Butir menir berkisar antara 2.3-13.5% sehingga diperlukan mesin rotary shifter untuk memisahkan menir. Pemisahan menir dilakukan sebelum pengkilapan (shinning) agar kerja mesin lebih efisien. Menir yang dihasilkan dapat dijual atau diolah menjadi tepung sebagai penghasilan tambahan (hasil samping).
Butir mengapur, butir kuning/rusak, dan butir merah
Beras asalan umumnya mengandung butir mengapur, butir kuning/rusak, dan butir merah sehingga diperlukan color sorter apabila ingin memproduksi beras mutu I dan II. Namun demikian jika dikehendaki untuk memproduksi beras mutu III dapat dilakukan by pass tanpa menggunakan color sorter.
Butir gabah dan benda asing.
Sebagian besar beras asalan umumnya mengandung butir gabah dan benda asing sehingga diperlukan paddy separator untuk memisahkan butir gabah dan destoner untuk memisahkan benda asing (batu).
4.2.2 Aliran Proses Produksi Secara keseluruhan konfigurasi alat/mesin yang diperlukan untuk PGIB secara garis besar dapat dikelompokkan menjadi 4 bagian, yaitu: (i) raw material handling part, (ii) milling part, (iii) packing part, dan (iv) dust collecting part dan alat pendukung lainnya.
Dalam merancang suatu aliran proses perlu memperhatikan kondisi bahan baku (mutu, varietas, dll), ruangan yang tersedia, level teknologi, kapasitas dan mutu produk yang ingin dicapai serta efisiensi. Dengan demikian seyogyanya aliran bahan dapat masuk pada sembarang tahapan proses sesuai kondisi bahan baku dan mutu produk yang akan dihasilkan. Setiap keluaran produk pada setiap tahapan proses dapat dilakukan monitoring mutu sehingga dihasilkan beras sesuai dengan klasifikasi mutu yang diinginkan. Proses produksi berjalan secara kontinyu dalam suatu sistem tertutup (closed system) dimana aliran bahan dikendalikan dengan menggunakan bucket elevator. Dengan memperhatikan halhal diatas maka rancangan aliran proses sesuai kofigurasi mesin pada PGIB ditetapkan seperti terlihat pada Lampiran 2. 4.2.3 Kapasitas Produksi Secara teoritis penentuan kapasitas produksi haruslah ditentukan berdasarkan kemampuan pengadaan bahan baku (beras asalan), distribusi beras (penyerapan pasar), kapasitas mesin pada setiap tahapan proses serta kelayakan secara finansial. Dalam kajian ini penentuan kapasitas berdasarkan kriteria tersebut ditempuh melalui survey ketersediaan bahan baku dan penyerapan pasar di daerah Pantura Jawa Barat, studi banding pada beberapa industri penggilingan padi dan industri alat / mesin penggilingan padi, serta identifikasi spesikasi mesinmesin pengolahan gabah/beras. Pada tahap awal, disesuaikan dengan kemampuan finansial dan penyerapan pasar, PGIB yang akan dibangun ditetapkan berkapasitas 5 ton/jam beras dan bersifat expandable. Dengan asumsi mesin beroperasi selama 16 jam/hari dan 25 hari/bulan, maka PGIB berkapasitas sekitar 80 ton/hari atau 2.000 ton/bulan. 4.2.4. Neraca Massa Selama proses pengolahan beras asalan menjadi produk akhir sesuai mutu yang diinginkan akan terjadi susut (losses). Besarnya susut bervariasi tergantung mutu beras asalan (kadar butiran gabah, benda asing/batu, butir mengapur, dsb) dan mutu beras akhir yang ingin dicapai. Semakin tinggi mutu beras akhir yang
ingin dicapai maka semakin besar terjadinya susut karena tahapan proses yang dilaluinya menjadi semakin panjang. Karakteristik mutu dan bahan baku akan menentukan potensi mutu produk yang dapat dihasilkan. Perkiraan mutu produk disusun berdasarkan keseimbangan bahan (mass balance) yang dikoreksi dengan koefisien susut dan kerusakan olah. Perhitungan neraca massa pengolahan beras dari rice to rice dilakukan dengan pendekatan analisis contoh beras asalan dari Jawa Barat khususnya Pantura dan efisiensi alat (asumsi). Ditinjau dari tahapan prosesnya, pengolahan beras asalan dari bahan baku mutu A, B, C, dan D untuk menghasilkan mutu I, II dan III adalah seperti diperlihatkan pada Tabel 9. Pada tabel tersebut juga disajikan rendemen / konversi bahan baku menjadi produk pada setiap tahapan proses. Tabel 9. Tahapan proses pengolahan beras asalan pada berbagai kelas mutu Mutu Bahan Baku
Tahapan Proses A
B
C
D
E
F
G
A
B
C
D
H
Mutu Produk
Produk Beras
I II III I II III I II III I II III
0.847 0.893 0.99 0.769 0.82 0.926 0.654 0.704 0.82 0.498 0.546 0.775
Menir
Lainlain*
0.152
0.001
0.098
0.009
0.0099
0.0001
0.177
0.054
0.148
0.032
0.065
0.009
0.222
0.124
0.211
0.085
0.156
0.024
0.249
0.253
0.246
0.208
0.17
0.055
Keterangan : a = destoner, b = paddy separator, c = whitening, d = rotary sifter, e = colour sorter, f = shining, g = length grader, h = packaging
* Lain-lain : gabah, katul, batu
4.3 Lokasi Industri Pemilihan lokasi PGIB merupakan bagian dari proses pengambilan keputusan jangka panjang. Idealnya lokasi PGIB harus dekat dengan bahan baku dan daerah pemasaran. Dengan kata lain, satuan biaya produksi dan distribusi
dapat ditekan pada tingkat minimum sehingga dapat menghasilkan keuntungan yang maksimum. Faktor-faktor yang mempengaruhi pemilihan lokasi PGIB antara lain sebagai berikut: (1)
Jarak dengan sumber bahan baku
(2)
Jarak dengan daerah pemasaran
(3)
Sarana transportasi
(4)
Tersedianya tenaga kerja
(5)
Tersedianya fasilitas tenaga listrik
(6)
Tersedianya fasilitas pembuangan limbah
(7)
Harga bahan bakar dan pelumas
(8)
Tersedianya tanah
(9)
Peraturan-peraturan yang berlaku
(10) Sikap dan ukuran komunitas (11) Fasilitas komunitas (12) Daerah industri (13) Kemungkinan perluasan pada masa yang akan datang Dalam implementasinya, penempatan PGIB harus mengacu pada berbagai pertimbangan diatas. Sebagai Pilot Project, pembangunan PGIB akan ditempatkan di Balai Penelitian Teknologi Pangan (BPTP) Puslitbang Tambun Bekasi. BPTP Tambun memiliki infrastruktur dan bangunan yang cukup memadai seperti bangunan gudang, kantor, laboratorium, asrama, guest house, workshop, kantin, musholla, lapangan tenis dan pos jaga. Saat ini beberapa fasilitas tidak termanfaatkan secara optimal, dua bangunan gudang masing-masing berkapasitas 3500 ton dibiarkan kosong. Aktivitas yang
ada saat ini adalah reprocessing beras dengan kapasitas 1.5
ton/jam. Oleh karena itu pemanfaatan aset BPTP Tambun perlu ditingkatkan terutama dalam kegiatan usaha untuk mendapatkan sumber pendapatan. Pemilihan lokasi BPTP Tambun dilakukan dengan pertimbangan sebagai berikut : (i)
Luas areal Luas areal BPTP Tambun cukup memadai yaitu 6.5 Ha didukung oleh infrastruktur dan bangunan yang sudah ada. Bangunan gudang A dan
gudang B masing-masing berukuran 30 x 96 m cukup memadai untuk dijadingan bangunan PGIB, stocking dan outlet pemasaran. (ii)
Jarak dengan sumber bahan baku Letak lokasi BPTP Tambun dekat dengan sumber bahan baku (beras asalan) karena daerah sekitar Tambun merupakan daerah produsen padi dengan jumlah penggilingan padi cukup banyak, antara lain meliputi Kabupaten Karawang, Indramayu, Subang dan Cirebon. Selain itu kebutuhan akan bahan pembantu seperti karung dan kemasan plastik sangat mudah didapatkan dari Jakarta dan sekitarnya.
(iii) Jarak dengan daerah pemasaran Lokasi BPTP Tambun dekat dengan daerah konsumen yang sangat besar yaitu Jakarta dan sekitarnya. Jakarta berpenduduk tidak kurang dari 10 juta dan mempunyai struktur pasar besar berkualitas tinggi yang sangat besar. Lokasi BPTP Tambun juga cukup dekat dengan Pelabuhan Tanjung Priok sebagai pintu ekspor/impor atau pengiriman beras antar pulau. (iv) Sarana transportasi Lokasi Tambun sangat mudah diakses kendaraan baik melalui jalan tol dan non tol yang menghubungkan daerah produsen padi (terutama Karawang, Indramayu dan Subang) dengan daerah konsumen baik konsumen antar daerah maupun antar pulau (Pelabuhan Tanjung Priok Jakarta dan Pelabuhan Cirebon). (v)
Fasilitas Umum dan Komunikasi BPTP cukup lengkap untuk menunjang kegiatan operasional PGIB yaitu sarana kantor, gudang, laboratorium dan pusat pelatihan dan pendidikan pascapanen terutama untuk komoditas beras/gabah. Di lokasi Tambun tersedia fasilitas sambungan telpon yang dapat dipergunakan untuk komunikasi lokal, interlokal dan internasional maupun faximile dan email.
(vi) Fasilitas Listrik dan ketersediaan Air Listrik yang tersedia saat ini berkekuatan 105 kVA dan dapat ditingkatkan untuk memenuhi kebutuhan tenaga penggerak untuk pengoperasian PGIB. Kebutuhan tenaga untuk alat/mesin PGIB berkisar sekitar 226.7 kW
sehingga perlu penambahan daya. Air cukup tersedia dari sumber air tanah yang dapat manfaatkan dngan bantuan pompa. (vii) Lingkungan dan masalah limbah Pabrik penggilingan rice to rice tidak menimbulkan bahan yang bersifat polutan yang mencemari lingkunan. Dedak dan menir sebagai hasil samping dapat dijual. Dalam pengembangan jangka panjang, hasil samping ini dapat diolah lebih lanjut sehingga mempunyai nilai ekonomis. Katul/dedak dapat diolah menjadi minyak dedak (rice bran oil) atau untuk pakan ternak berupa pellet, sedangkan menir dapat diolah menjadi tepung beras. Lokasi BPTP Tambun berhadapan dengan jalan raya di bagian depan (selatan) dan rel kereta api di bagian belakang (utara). Sedangkan di sebelah barat pabrik dan sebelah timur pemukiman. Pemilihan lokasi perlu dipertimbangkan sedemikian rupa sehingga masalah limbah terutama debu dan kebisingan tidak mengganggu pemukiman terutama di sebelah timur. (viii) Fasilitas Komunitas Fasilitas komunitas telah tersedia di BPTP Tambun seperti tempat ibadah, poliklinik, dan fasilitas olah raga / hiburan. Fasilitas yang memadai memungkinkan dilakukannya interaksi sosial yang positif. (ix) Kemungkinan ekspansi Lokasi yang dipilih masih memungkinkan dilakukannya ekspansi pada masa yang akan datang karena luas tanah yang cukup dan fasilitas lainnya tersedia. Pengkajian faktor-faktor tersebut diatas menunjukkan bahwa pemilihan lokasi Tambun sebagai pilot project pembangunan PGIB didasarkan pada pertimbangan-pertimbangan
yang
matang,
logis
dan
memperhitungkan
perkembangan yang akan datang. 4.4 Aspek Hukum 4.4.1 Badan Usaha Aspek hukum bagi suatu usaha berguna untuk keberlangsungan usaha yang bersangkutan, salah satunya untuk meyakinkan kreditur dan investor bahwa usaha yang akan di buat sesuai dengan aturan yang berlaku. Aspek hukum juga
mencakup ijin-ijin yang diperlukan untuk pendirian dan perluasan usaha, bentuk badan usaha dan besarnya pajak yang dibebankan. Organisasi perusahaan dapat dibedakan ke dalam empat macam bentuk organisasi, yaitu bentuk perusahaan perseroan, bentuk perusahaan firma dan persekutuan Comanditer (CV), bentuk perusahaan perseroan terbatas (PT) , dan koperasi. Pemilihan bentuk perusahaan tersebut dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain : (i) ukuran besar kecilnya perusahaan, (ii) jenis perusahaan, (iii) pembagian laba yang diinginkan oleh pemiliknya, (iv) resiko yang dapat ditanggung oleh para pemiliki, dan (v) pembagian pengawasan dan atau penguasaan perusahaan. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bentuk perusahaan ditunjukkan pada Tabel 10. Tabel 10. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap bentuk perusahaan Faktor Ukuran
Jenis
Pembagian Laba
Resiko
Pengawasan / Penguasaan
Perbedaan a. Besar b. Kecil a. Pertanian b. Ekstraktif c. Industri d. Lembaga Keuangan e. Jasa a. Untuk sendiri b. Untuk beberapa orang c. Untuk orang banyak a. Besar, tidak ditanggung sendiri b. Kecil, dapat ditanggung sendiri a. Tidak ingin orang ikut campur b. Orang lain boleh ikut campur
Kemungkinan Bentuk a. PT b. Perseorangan/Firma/CV a. PT/Firma b. PT/Firma c. PT/Firma/Perseorangan d. PT e. PT/Firma/Perseorangan a. Perseorangan b. Firma/CV c. PT/Koperasi a. PT/Koperasi b. Perseorangan a. Perseorangan b. Firma/PT/Koperasi
Berdasarkan pertimbangan di atas, maka bentuk perusahaan yang sesuai untuk pendirian PGIB di Tambun adalah Perusahaan Terbatas (PT) dengan pertimbangan : (i) Modal investasi besar (ii) Jenis industri termasuk industri yang mengelola bahan hasil pertanian (pengolahan beras)
(iii) Pembagian laba untuk orang banyak (iv) Resiko ditanggung oleh banyak orang. 4.4.2 Izin-izin yang Harus Dimiliki Untuk pendirian industri PGIB di Tambun minimal diperlukan izin-izin sebagai berikut : (i)
Izin penggunaan tanah
(ii)
Izin gangguan
(iii)
Izin bangunan
(iv)
Persetujuan prinsip mendirikan bangunan
(v)
Izin usaha perdagangan
4.4.3 Pajak Pajak penghasilan (Pph) dihitung berdasarkan SK Mentri Keuangan RI No.598/KMK.04/1994 Pasal 21 tentang Pajak Pendapatan Badan Usaha dan Perseroan, sehingga besarnya pajak yang harus dibayarkan sebagai berikut : (i) apabila perusahaan mengalami kerugian maka tidak dikenakan pajak, (ii) apabila pendapatan < Rp. 25.000.000,- maka dikenakan pajak sebesar 10%, (iii) bila pendapatan antara 25.000.000 sampai 50.000.000,- maka dikenakan pajak 10 % dari Rp. 25.000.000,- di tambah dengan 15% dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp. 25.000.000,- (iv) apabila pendapatan diatas Rp. 50.000.000,- maka ditetapkan pajak 10 % dari Rp. 25.000.000,- di tambah dengan 15% dari Rp. 25.000.000,- di tambah lagi dengan 30% dari pendapatan yang telah dikurangi dengan Rp. 50.000.000,4.5 Manajemen Dalam operasionalnya, struktur organisasi PGIB tetap terletak dalam manajemen BULOG namun diberi keleluasaan operasional karena keseluruhan aktivitas pembiayaan berbasis pada dana komersial dan dihadapkan pada situasi persaingan dengan usaha sejenis yang telah ada sebelumnya (Rice Milling Unit, Rice Processing Complex, serta pasar beras baik tradisional maupun moderen). Keleluasaan manajemen PGIB tetap akan dipimpin oleh seorang general manajer
yang bertanggung jawab pada keseluruhan aktivitas dan dibantu dengan manajer pemasaran, keuangan dan akuntansi serta beberapa kepala bagian baik untuk produksi, pengadaan bahan baku dan gudang serta penjualan. Meskipun secara operasional PGIB bersifat independen, tetapi diharapkan pengawasan Perum BULOG tetap berjalan dengan baik dan efisien sehingga kinerjanya dapat dievaluasi dan ditingkatkan. Dalam penyusunan organisasi didasarkan pada fungsional masing-masing komponen manajemen dengan menekankan pada keterampilan dan kemampuan individu dalam melaksanakan fungsi dan tanggung jawabnya. Secara keseluruhan jumlah tenaga kerja dibawah manajemen PGIB sebanyak 38 orang dan tenaga kerja lepas atau harian serta borongan yang diambil dari masyarakat sekitar pabrik dengan jumlah disesuaikan dengan kebutuhan. Struktur organisasi PGIB dapat dilihat pada Gambar 7. General Manajer
Manajer Akuntansi & Keuangan
Kabag Pabrik
Manajer Pemasaran
Bagian Umum & Personalia
Staf
Staf
Maintenance
Kasir
Kabag Penjualan
Kabag Quality Control
Staf
Keamanan
Gambar 7. Struktur organisasi PGIB (Bantacut et al, 2006) 4.6 Aspek Finansial Berdasarkan hasil kajian Tim Studi Kelayakan F-Techno Park dapat disimpulkan bahwa secara keseluruhan PGIB Bulog layak untuk didirikan termasuk dari aspek finansial. Rekapitulasi kriteria kelayakan finansial PGIB dapat dilihat pada tabel 11.
Staf
Tabel 11. Rekapitulasi Kelayakan Aspek Finansial Pendirian PGIB BulogTambun. No Kriteria Nilai 1 Modal Investasi (Rp) 15.266.893.775 2 Modal kerja 6 bulan (Rp) 53.108.243.485 3 Biaya pamasaran, umum, administrasi (Rp) 935.451.379 4 Total biaya operasional per bulan (Rp) 6.229.453.595 5 Biaya produksi per kg 220 6 Kriteria kelayakan finansial IRR (%) 119 NPV (Rp) 61.832.376.050 Net B/C 6,02 PBP (tahun) 3,08 BEP (tahun) 3,34 Kriteria Laba Rugi Gross Profit Margin (%) 9,84 Net Profit Margin (%) 3,94 Operating Income Margin (%) 8,71 HPP terhadap penjualan (%) 90,16 Biaya usaha terhadap penjualan (%) 1,13 Sumber : Bantacut et al, 2006
V. HASIL DAN PEMBAHASAN ASPEK PEMASARAN Pemasaran merupakan salah satu aspek yang harus dilalui dalam sistem bisnis perusahaan yang ingin berhasil. Keberhasilan akan sangat ditentukan oleh adanya manfaat yang akan diperoleh perusahaan, terutama perolehan atas keuntungan. Keuntungan perusahaan sangat dipengaruhi oleh proses pemasaran yang handal. Pemasaran menciptakan nilai dan membentuk mata rantai distribusi produk yang menghubungkan produsen dengan konsumen akhir. Hal ini terjadi untuk berbagai jenis komoditas tak terkecuali beras. Sistem pemasaran beras sangat mempengaruhi efektifitas pembelian produk oleh konsumen dan efisiensi tataniaga beras secara keseluruhan. Pemasaran merupakan fungsi dari biaya. Tingkat efisiensi pemasaran yang rendah akan menyebabkan tingginya biaya dan harga produk akhir, yang pada gilirannya akan mempengaruhi sistem bisnis suatu perusahaan. Inefisiensi pemasaran tidak hanya menekan keuntungan yang diraih produsen tetapi juga melemahkan daya beli konsumen. Hal ini tentu saja harus dihindarkan mengingat beras merupakan kebutuhan pokok masyarakat luas. Untuk membangun suatu industri beras yang layak, dibutuhkan berbagai informasi pemasaran yang bisa mendukung jalannya kegiatan bisnis suatu perusahaan. Informasi ini merupakan bagian dari desain pemasaran secara keseluruhan. Desain pemasaran memuat hal-hal penting mengenai data dan analisa yang terkait dengan pangsa pasar, perkiraan market share, karakteristik dan stratifikasi konsumen, persaingan, rantai pemasaran, margin, perkiraan penjualan dan profit serta strategi pemasaran. 5.1 Perubahan Preferensi Konsumen Kendala pemasaran beras dalam negeri dikarenakan beberapa faktor sebagai berikut : (i) mutu produk relatif rendah, (ii) tingkat efisiensi produksi rendah, dan (iii) kepercayaan konsumen terhadap beras dalam negeri yang menurun akibat baku mutu yang tidak jelas dan terkadang tidak konsisten. Disisi lain, pasar beras Indonesia terutama di daerah perkotaan dan kota besar (propinsi
dan ibukota) pada saat ini telah bergeser ke beras bermutu tinggi dengan atribut yang lebih rinci seperti kemasannya yang menarik, ukuran yang variatif, dan disertai dengan informasi produk lengkap. Dewasa ini, ada kecenderungan konsumen menilai dan membeli beras sebagai sebuah produk dengan kriteria tertentu, tidak lagi membeli beras sematamata sebagai komoditas. Atribut-atribut yang mencirikan preferensi konsumen dari yang semula hanya jenis, kenyamanan dan harga telah berkembang dengan tambahan atribut lain yang lebih rinci seperti kemasan, kualitas, kandungan nutrisi, keamanan pangan dan aspek lingkungan (organik) (Mardianto et al, 2005). Perubahan preferensi konsumen ke arah yang lebih banyak dan rinci menimbulkan dua implikasi penting terhadap agribisnis. Pertama, strategi pemasaran tradisional yang berdasarkan konsep manipulasi preferensi konsumen tidak efektif lagi dan harus diganti dengan yang baru yang disebut dengan pemenuhan preferensi konsumen (preference discovery). Kedua, penentuan atribut produk yang beragam dan rinci menuntut adanya konsistensi atau jaminan kualitas produk dari proses produksi pada seluruh tahapan kegiatan agribisnis mulai dari hulu (petani) hingga hilir (agroindustri-eksportir) (Simatupang, 1995). Hasil riset Trestita (2000) terhadap pegawai negeri sipil di Dinas / Departemen Pendidikan Nasional Kecamatan Bogor Tengah menunjukkan sebanyak 38% responden mengkonsumsi beras jatah, 43,33% responden tidak mengkonsumsi beras jatah dan 18,33% responden kadang-kadang mengkonsumsi beras jatah. Sedikitnya jumlah PNS yang mengkonsumsi beras jatah disebabkan oleh kualitas beras jatah yang relatif kurang baik dibandingkan kualitas beras di pasaran. Hal senada juga diperoleh dari hasil riset Pradesha (2004) terhadap pegawai negeri sipil (PNS) Badan Bimas Ketahanan Pangan Departemen Pertanian. Riset tersebut menunjukan bahwa sebagian besar (82%) responden PNS tidak mengkonsumsi beras jatah, 15% responden mencampur beras jatah dengan beras di pasaran agar rasa dan kualitas beras yang dikonsumsi menjadi lebih baik. Sisanya 3 % responden lebih memilih untuk langsung mengkonsumsi beras jatah dengan alasan lebih hemat dan praktis. Setelah terjadinya perubahan kebijakan tunjangan beras PNS dari bentuk natura (beras) menjadi bentuk uang seperti yang
disahkan dalam Keppres no 17 tahun 2000 pasal 28 dan 29, hampir semua responden (91%) menyatakan sikap setuju terhadap tunjangan dalam bentuk uang. Dengan perubahan kebijakan tersebut responden berharap dapat memperoleh kualitas beras yang lebih baik di pasaran. Hal ini semakin menegaskan terjadinya perubahan preferensi konsumen ke arah kualitas beras yang lebih baik. Berdasarkan hasil survey yang dilakukan di Pasar Induk Beras Cipinang dan enam supermarket yakni Carefour, Hipermart, Giant, Hero, Matahari dan Ramayana perubahan preferensi tersebut jelas terlihat. Namun, di Indonesia termasuk Jakarta gejala perubahan tersebut belum menjadi sebuah gejala yang menyeluruh. Hal ini dapat dilihat dari jenis dan mutu beras yang dibeli dan dikonsumsi masyarakat. Beras yang paling banyak terjual dan dicari konsumen di Pasar Induk Beras Cipinang adalah beras yang relatif lebih murah yaitu beras IR 64-II dan IR64-III dengan harga grosir Rp.3700-4000. Di supermarket, perubahan preferensi sangat terlihat pada kemasan dan informasi atribut produk beras. Beras yang biasanya hanya dikemas dalam karung goni/plastik dengan desain seadanya, di supermarket beras dikemas dalam plastik PP (Poly Propylene) dengan desain dan warna yang sangat menarik serta informasi produk yang memadai. Secara umum beras yang dijual memiliki kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan beras yang ada di pasar. Meskipun demikian, menurut pengelola supermarket yang di survei ternyata beras yang paling banyak dicari pun adalah beras dengan harga yang paling murah yaitu beras dengan merek khusus (positioning beras murah) atau dengan merek supermarket yang bersangkutan. Padahal dengan harga yang sama konsumen dapat memperoleh beras dengan kualitas yang jauh lebih baik di pasaran. Hal tersebut menunjukkan bahwa sebagian konsumen merasa belanja di supermarket termasuk beras memiliki sebuah nilai lebih dibandingkan belanja di pasar tradisional meskipun dengan kualitas yang sama konsumen harus membayar lebih tinggi. Kecenderungan perubahan preferensi konsumen terhadap atribut produk beras tidak boleh diabaikan. Dalam dunia persaingan bisnis yang semakin ketat, keunggulan dalam memberikan atribut produk yang lebih baik merupakan salah satu kunci untuk sukses dalam persaingan. Hal ini tentu berpengaruh cukup besar
terhadap pola pemasaran beras. Informasi produk dengan atribut tertentu harus dapat diketahui konsumen secara jelas khususnya melalui kemasan. Selain untuk menyampaikan informasi atribut produk, kemasan juga berperan untuk menarik konsumen. Produk yang sudah dikemas dengan atribut spesifik dikehendaki oleh konsumen tertentu terkait dengan tingkat pendapatan dan pendidikan. Pada umumnya produk tersebut akan dipasarkan di tempat-tempat tertentu pula misalnya supermarket. Baik secara langsung ataupun tidak, perubahan preferensi konsumen terhadap atribut produk beras turut mempengaruhi perubahan pola pemasaran produk. Perubahan preferensi konsumen beras ke arah kualitas yang lebih baik dengan atribut yang lebih rinci akan menyebabkan sebagian konsumen tidak terlayani dengan baik atau menimbulkan adanya unserved consumer. Hal ini dikarenakan sebagian besar produsen beras merupakan kelompok penggilingan padi sederhana (PPS), kecil (PPK), dan menengah (PPM) dengan kualitas produk beras yang relatif rendah dan atribut yang tidak lengkap. Perubahan preferensi konsumen dan munculnya unserved consumer merupakan peluang bagi PGIB BULOG untuk memenuhi permintaan konsumen khususnya konsumen yang tidak terlayani dengan baik tersebut dengan memproduksi produk beras yang berkualitas tinggi dan memiliki atribut yang lengkap. Hal ini juga menjadi tantangan / tuntutan bagi PGIB BULOG untuk dapat mengungkap secara rinci atribut dari produk beras yang dikehendaki oleh konsumen serta menjamin konsistensi kualitas beras yang dihasilkan dengan teknologi proses dan manajemen yang baik. Hanya dengan teknologi dan manajemen yang sederhana beras produksi PGIB akan sulit bersaing baik di pasaran lokal apalagi dunia. 5.2 Segmentasi Segmentasi konsumen beras merupakan salah satu upaya PGIB untuk meningkatkan ketepatan penetapan sasaran pemasaran. Dalam pemasaran beras terbentuk sebuah pola segmentasi preferensi terkelompok. Pasar menunjukkan kelompok-kelompok preferensi yang berbeda atau segmen pasar alami. Setiap
produk beras untuk target masing-masing segmen memiliki atribut tertentu sesuai dengan kehendak konsumen. Hasil riset Selamet (2003) memberikan kesimpulan bahwa terdapat perbedaan preferensi terhadap sifat beras pada konsumen kelas sosial yang berbeda. Perbedaan tersebut khususnya dilatarbelakangi oleh adanya perbedaan pendapatan konsumen. Semakin tinggi status ekonomi konsumen cenderung semakin banyak atribut penampakan beras yang dipertimbangkan dalam pembeliannya. Pada konsumen kelas atas, tercatat ada enam atribut yang dinilai sangat penting diantaranya bersih dari benda selain beras, keseragaman warna butir beras, warna alami beras, kepulenan nasi, kejernihan warna butir beras, dan keseragaman butir beras (beras tidak dicampur). Sedangkan pada konsumen kelas ekonomi bawah ada tiga atribut yang dinilai sangat penting yaitu harga beras, kepulenan nasi dan keutuhan butir beras. Atas dasar perbedaan latar belakang konsumen dan perbedaan permintaan terhadap atribut produk beras, maka pola pemasaran beras hasil PGIB harus disegmentasi secara jelas. Segmentasi pasar beras dapat dilakukan atas dasar beberapa hal seperti geografis, prilaku, dan demografis. Berdasarkan geografis pasar beras dapat dikelompokkan sesuai daerah tertentu misalnya kota, desa, provinsi dan lainnya. Aspek prilaku dapat digunakan untuk mengelompokkan pasar beras ke dalam segmen konsumen yang membeli beras di supermarket dan konsumen yang membeli beras di pasar tradisional. Sedangkan segmentasi pasar berdasarkan demografi khususnya ekonomi, konsumen beras dikelompokkan menjadi konsumen beras dengan pendapatan atas, menengah, dan bawah. Ketiga dasar segmentasi di atas dapat digunakan untuk meningkatkan ketepatan pemilihan sasaran pasar PGIB. Pada dasarnya segmentasi pasar beras bersumber pada perbedaan preferensi konsumen terhadap produk beras beserta atributnya. Hanya saja perbedaan preferensi tersebut dilatarbelakangi oleh kondisi ekonomi yang berbeda. Pendapatan konsumen juga membentuk pola perilaku konsumen dalam membeli beras terkait tempat atau saluran pemasaran yang digunakan. Sesuai dengan konsep pendirian PGIB Bulog yaitu rice to rice processing, industri yang mengolah beras asalan atau beras kualitas rendah menjadi produk beras dengan kualitas yang lebih tinggi, maka pola pemilihan
sasaran yang tepat bagi PGIB adalah pola segmentasi spesialisasi produk. Dengan pola ini berarti PGIB berkonsentrasi dalam menghasilkan produk beras yang dijual kepada beberapa segmen. Target segmen pasar yang potensial untuk dilayani PGIB adalah konsumen yang mengkonsumsi beras kualitas baik, kemudian lebih dispesifikkan pada konsumen kelas ekonomi menengah dan atas termasuk unserved consumer. Untuk menajamkan ketepatan sasaran pemasaran produk beras PGIB, maka perlu ditentukan target segmentasi geografis dan perilaku yaitu wilayah pasar dan saluran pemasaran yang berpotensial dan sesuai dengan target segmen PGIB (Pembahasan lebih lanjut pada sub bab 5.3 dan 5.9). Setelah penentuan target segmen secara rinci, maka perlu disusun strategi pemasaran beras sesuai dengan segmen tersebut. (Pembahasan lebih lanjut pada sub bab 5.11). Selain itu juga diperlukan kajian optimasi komposisi produk yang dihasilkan untuk memperoleh keuntungan optimal dengan batasan-batasan yang ada. (Pembahasan lebih lanjut pada sub bab 5.12). 5.3 Penentuan Wilayah Pemasaran Target wilayah pemasaran merupakan salah satu aspek yang sangat penting dan menentukan efektifitas dan efisiensi pemasaran produk. Pemilihan wilayah pemasaran diperlukan karena beberapa hal antara lain : •
Adanya keterbatasan PGIB untuk memasarkan produk beras ke seluruh wilayah.
•
Tidak semua wilayah memiliki permintaan yang sesuai dengan produk beras yang ditawarkan PGIB.
•
Tidak semua wilayah memberikan beban biaya yang cukup efisien serta
•
Tidak semua wilayah memberikan kontribusi yang memadai terhadap penjualan dan profit PGIB. Pemilihan target wilayah pemasaran produk beras PGIB tentunya
bertujuan untuk mengoptimalkan profit yang dapat diraih oleh PGIB. Perbedaan wilayah pemasaran akan menimbulkan perbedaan biaya transportasi, pangsa pasar yang dapat diraih, strategi persaingan, komposisi produk yang dihasilkan dan yang paling penting yaitu profit yang dapat diraih PGIB.
Penentuan wilayah pasar PGIB dilakukan melalui konsensus pakar. Pakar terdiri dari ahli teknik, proses, dan pemasaran yang tergabung dalam tim studi kelayakan
F-Techno Park. Hasil diskusi para pakar menyimpulkan bahwa
wilayah pasar yang paling berpotensial bagi PGIB adalah wilayah DKI Jakarta. Selain melalui konsensus pakar, penentuan wilayah didukung oleh penilaian metode MPE yang menggunakan beberapa kriteria dengan derajat kepentingan tertentu. Penilaian Metode Perbandingan Eksponensial baik bobot kriteria maupun alternatif wilayah pemasaran dilakukan oleh empat orang penilai yang terdiri dari dua orang praktisi (pedagang beras di pasar induk Cipinang), satu orang dosen pemasaran dan peneliti sendiri. Kriteria pemilihan antara lain ukuran pasar, jumlah segmen yang sesuai, pertumbuhan pasar, persaingan, saluran pemasaran, biaya transportasi dan infrastruktur dan fasilitas penunjang. Pemilihan kriteria tersebut didasarkan pada hasil rekomendasi penilai. Ukuran pasar menggambarkan jumlah konsumen yang berada dalam suatu wilayah dengan satuan jiwa orang. Jumlah segmen yang sesuai menggambarkan jumlah konsumen yang berada pada segmentasi target PGIB yaitu konsumen kelas menengah atas dengan pendapatan bersih di atas Rp. 1 juta per bulan. Satuan kuantitatif yang digunakan adalah persentase terhadap konsumen total. Pertumbuhan pasar menggambarkan tingkat pertambahan permintaan terhadap beras di suatu wilayah dengan satuan persen per tahun. Persaingan menunjukkan jumlah pelaku pasar yang bersaing pada suatu wilayah dan tingkat kemudahan memasuki pasar. Kriteria saluran pemasaran menunjukkan memadai atau tidaknya jumlah saluran untuk mendistribusikan beras kepada konsumen secara efektif. Biaya transportasi terkait dengan jarak antara industri dengan pasar dengan satuan kilometer (km). Kriteria infrastruktur menggambarkan memadai atau tidaknya fasilitas khususnya jalan dan fasilitas penunjang lain menuju lokasi pasar. Alternatif wilayah pasar ditentukan atas pertimbangan target segmen pasar PGIB yaitu konsumen yang mengkonsumsi beras kualitas baik dari kalangan ekonomi menengah ke atas. Fenomena perubahan preferensi konsumen ke arah beras kualitas yang lebih baik dan penilaian terhadap beras tidak hanya sebagai komoditas melainkan sebagai produk dengan berbagai atributnya, umumnya
terjadi di kota-kota besar. Atas pertimbangan tersebut dipilih enam kota besar yang berada di sekitar lokasi PGIB Tambun, Bekasi antara lain DKI Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan Bandung. Hasil penentuan derajat kepentingan masing-masing kriteria dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel
12. Penentuan derajat kepentingan kriteria pemilihan target wilayah pemasaran PGIB Bulog. Kriteria
Ukuran Pasar Pertumbuhan Pasar Jumlah Segmen Pasar yang Sesuai Biaya Transportasi Saluran Pemasaran Persaingan Infrastruktur dan Fasilitas Penunjang
Derajat Kepentingan Penilai I Penilai II Penilai III Penilai IV 9 9 9 8 7 7 8 9
Total Nilai 35 31
Urutan Derajat Prioritas Kepentingan 1 9 2 8
8
8
7
7
30
3
7
4 5 6
6 6 6
6 4 5
6 7 8
22 22 25
5 5 4
5 5 6
3
5
3
5
16
6
4
Berdasarkan data tersebut dapat disimpulkan bahwa kriteria penentuan wilayah pemasaran yang paling penting adalah ukuran pasar (DK=9) dan pertumbuhan pasar (DK=8). Urutan derajat kepentingan berturut-turut dari yang terpenting adalah ukuran pasar, pertumbuhan pasar, jumlah segmen pasar yang sesuai, persaingan, saluran pemasaran, biaya transportasi, dan infrastruktur dan fasilitas penunjang. Ukuran pasar menjadi kriteria yang paling penting karena menentukan daya serap pasar terhadap produk. Pertumbuhan pasar menjadi kriteria yang penting karena menentukan peluang pasar bagi PGIB sekaligus menentukan keberlanjutan dari industri. Jumlah segmen yang sesuai merupakan kriteria yang cukup penting karena menentukan efektifitas pemasaran produk PGIB. Biaya transportasi, saluran, persaingan, dan infrastruktur merupakan kriteria yang dapat diantisipasi dengan strategi tertentu. Antisipasi dapat dilakukan dengan pemilihan sarana transportasi yang efisien, menjalin mitra dengan distributor, dan stategi pemasaran yang tepat. Hal ini membuat kriteria tersebut menempati urutan derajat kepentingan yang relatif lebih rendah. Hasil rekapitulasi penentuan target wilayah pemasaran dengan Metode Perbandingan Eksponensial dapat dilihat pada Tabel 13.
Tabel 13. Rekapitulasi nilai MPE alternatif wilayah pemasaran PGIB Bulog Prioritas 1 2 3 4 5 6
Wilayah DKI Jakarta Bekasi Depok Bogor Bandung Tangerang
MPE 9.056.575 3.154.076 2.734.747 809.865 668.380 375.806
Berdasarkan hasil perhitungan menggunakan Metode Perbandingan Eksponensial di atas dapat disimpulkan bahwa wilayah pemasaran yang paling prospektif untuk produk beras PGIB adalah wilayah DKI Jakarta. Wilayah lain yang cukup prospektif antara lain Kota Bekasi dan Depok. Prioritas wilayah pemasaran lain secara berurutan yaitu Bogor, Bandung dan Tangerang. Hasil tersebut tidak berarti PGIB hanya memasarkan produknya ke wilayah DKI Jakarta. PGIB dapat melakukan penetrasi pasar ke wilayah lain setelah pemasaran di DKI Jakarta cukup matang atau ada pesanan khusus dari daerah lain. Khususnya konsumen wilayah Bekasi dapat dilayani sesuai dengan permintaan atau pesanan konsumen yang datang ke outlet PIGB, Tambun. Penilaian dan perhitungan rinci dalam penentuan wilayah pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 3. 5.4 Sifat Produk Beras merupakan bahan pangan utama masyarakat Indonesia. Sejak pasca kemerdekaan, tahun 1958 pemerintah telah menggencarkan program intensifikasi dan pembukaan lahan yang dikenal dengan Padi Setra. Melalui berbagai program, produksi beras di seluruh wilayah Indonesia ditingkatkan menuju swasembada beras. Areal lahan di berbagai daerah dikonversi menjadi sawah. Masyarakat daerah yang semula mengkonsumsi bahan pangan pokok non-beras seperti jagung, ubi, singkong dan sagu beralih mengkonsumsi beras. Saat ini, beras telah dikonsumsi kurang lebih 90% masyarakat Indonesia dan dianggap bahan pangan yang paling layak dikonsumsi. Kecenderungan masyarakat terhadap beras sangat tinggi. Berdasarkan kepada sifat perubahan permintaan yang terjadi apabila pendapatan berubah, beras
dapat dikategorikan sebagai barang esensial. Permintaan dan konsumsi beras relatif tidak berubah dalam jumlah yang besar meskipun terjadi perubahan pendapatan konsumen. Dengan kata lain, beras bersifat inelastis terhadap perubahan pendapatan. Apabila pendapatan konsumen naik, maka konsumsi beras tidak akan ikut naik secara signifikan. Begitupula jika pendapatan konsumen turun, maka jumlah konsumsi beras tidak akan turun secara signifikan mengingat beras merupakan kebutuhan yang harus dipenuhi. Permintaan beras juga bersifat inelastis (0<e<1) terhadap harga. Permintaan atau konsumsi beras relatif stabil pada saat terjadi perubahan harga. Meskipun tidak merubah jumlah konsumsi secara signifikan, namun perubahan pendapatan dan harga akan menjadi salah satu pertimbangan bagi konsumen untuk memilih jenis dan tingkat mutu beras yang dikonsumsi sesuai dengan kemampuan ekonominya. Peningkatan pendapatan dapat merubah preferensi konsumen untuk mengkonsumsi beras dengan kualitas yang lebih baik. Begitupula peningkatan harga secara signifikan akan menjadi pertimbangan sebagian konsumen untuk beralih mengkonsumsi beras kualitas yang lebih rendah dengan harga yang lebih rendah pula. Menurut Sukirno (2000) umumnya harga beras mengalami ketidakstabilan yang cukup besar. Ketidakstabilan harga beras disebabkan oleh dua hal yaitu (i) naik turunnya permintaan, dan (ii) naik turunnya penawaran. Penawaran atau produksi beras bukan ditentukan oleh harga beras yang berlaku, melainkan sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang sebagian di luar kemampuan petani / produsen untuk mengendalikannya khususnya cuaca, iklim, dan faktor alam lain seperti banjir, kemarau panjang, serangan hama dan lain-lain. Dengan sifat yang inelastis, perubahan penawaran dan permintaan akan merubah harga beras dalam jumlah yang besar. Fenomena tersebut dapat dijelaskan pada Gambar 8.
(a)
Harga
DP S
S1
EP
P
DP
SP
DP’
P1
P1
EP’ S Q
(b)
Harga
EP’ DP’ EP
P
S1 DP Q1
SP
DP Q
Jumlah barang
Jumlah barang
Q1
Gambar 8. Pengaruh perubahan penawaran (a) dan perubahan permintaan (b). Sumber : Sukirno, 2000
Kondisi ketidakstabilan tersebut merupakan tantangan bagi PGIB untuk bisa mengelola sumber daya, bahan baku, produksi dan pemasaran dengan baik sehingga kejadian-kejadian yang bisa menimbulkan ketidakstabilan harga bisa diantisipasi seperti masa panen raya, paceklik, hari raya ataupun kejadian lainnya. 5.5 Siklus Hidup (Product Life Cycle/PLC) Beras Siklus merupakan salah satu cara untuk memahami dinamika kompetitif produk
beras.
Dengan
memahami
siklus
produk,
maka
PGIB
dapat
mengembangkan strategi untuk meningkatkan nilai kompetitif produk beras yang dihasilkan. Siklus hidup beras terkait dengan sejarah perkembangan permintaan dan penawaran beras dari tahun ke tahun. Secara umum kurva siklus hidup produk dibagi jmenjadi empat tahap yaitu tahap perkenalan (introduction), pertumbuhan (growth), kedewasaan (maturity) dan penurunan (decline). (Kotler, 1997) Tidak banyak data mengenai perkembangan permintaan konsumen sejak tahun-tahun awal perkenalan beras sebagai bahan pangan pokok. Namun dapat diperkirakan bahwa sejak digulirkannya berbagai program perbaikan pangan nasional seperti Padi Sentra pada tahun 1958, dilanjutkan dengan program Komando Operasi Gerakan Makmur (KOGM) pada tahun 1959, program Organisasi Pelaksana Swa Sembada Beras (OPSSB) pada tahun 1969 hingga program Bimbingan Massal (Bimas) produksi dan konsumsi (permintaan) beras naik dalam jumlah yang besar. Hal ini dikarenakan tingkat pertumbuhan
penduduk yang tinggi dan perubahan pola konsumsi masyarakat daerah yang mengkonsumsi beras. Permintaan terhadap beras terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Pada Gambar 9 dapat terlihat bahwa peningkatan produksi beras yang relatif besar belum mampu memenuhi permintaan beras hingga saat ini. Tingkat produksi dan konsumsi beras nasional hanya berselisih sedikit namun cenderung defisit. Menurut Apriyantono, 2005 neraca mengalami defisit yang cenderung meningkat selama 2005-2009 sekitar 0,73-1,17% dari konsumsi. Jumlah konsumsi beras nasional akan meningkat dari 36,08 ton pada tahun 2005 menjadi 37,96 juta ton pada tahun 2009 atau rata-rata meningkat 1,21 persen per tahun.
Gambar 9. Grafik perkembangan produksi dan konsumsi beras nasional Sumber : Puspoyo W, 2004 Meskipun jumlah permintaan secara general terus meningkat, namun data BPS, 2005 mengenai konsumsi beras rata-rata perkapita menunjukkan perubahan tingkat konsumsi beras masyarakat Indonesia. Sejak tahun 2003 hingga 2005 konsumsi beras perkapita cenderung menurun dari 1,930 kg/minggu menjadi 1,844 kg/minggu dengan rata-rata penurunan sebesar 2,23% per tahun. Data konsumsi beras perkapita dapat dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Konsumsi beras rata-rata per kapita seminggu di Indonesia Tahun 2003 2004 2005
Konsumsi per kapita seminggu 1,930 1,899 1,844
Perubahan (%)
Sumber : BPS, 2005
-1,6 -2,9
Saat ini laju pertumbuhan permintaan beras masih positif (1,21% per tahun). Berdasarkan data di atas dapat disimpulkan bahwa terjadinya penurunan tingkat pertumbuhan permintaan beras nasional. Pertumbuhan permintaan disebabkan oleh pertumbuhan penduduk Indonesia sebesar 1,6 persen per tahun, sedangkan penurunan konsumsi per kapita menyebabkan pertumbuhan permintaan tersebut menjadi terhambat (marginal berkurang). Pertumbuhan penduduk 1,6 persen seharusnya meningkatkan permintaan 1,6 persen per tahun. Penurunan konsumsi beras perkapita sebesar 2,25 persen, menyebabkan peningkatan permintaan hanya naik 1,21 persen per tahun. Dengan kata lain penurunan konsumsi per kapita 2,25 persen hanya mempengaruhi penurunan laju permintaan sebesar 0,39 persen. Penurunan konsumsi perkapita tidak berpengaruh banyak terhadap jumlah permintaan karena fungsi permintaan tidak hanya dipengaruhi oleh tingkat konsumsi melainkan oleh beberapa faktor. Faktor tersebut antara lain permintaan beras sebagai cadangan pangan, permintaan untuk keperluan usaha, dan permintaan beras untuk keperluan non pangan dn kebutuhan lain. Faktanya pada tahun 2005, meskipun konsumsi beras perkapita relatif kecil yaitu 1,844 kg per minggu atau 0,263 kg per hari, jumlah permintaan terhadap beras per kapita tetap tinggi sebesar 0,381 kg per hari (BPS, 2005). Penurunan konsumsi per kapita beras menunjukkan ketergantungan konsumen terhadap beras sebagai bahan pangan pokok sumber energi mulai berkurang. Hal ini diperkuat oleh data impor gandum yang terus meningkat mencapai sekitar 4.333.107 ton per tahun (BPS, 2005). Gandum (tepung terigu) merupakan produk substitusi beras yang banyak digunakan untuk berbagai macam produk olahan seperti mie instan, roti, kue, biskuit dan produk lainnya. Meskipun belum bisa menggantikan beras secara besar-besaran, namun perkembangannya cukup pesat dilihat dari semakin memasyarakatnya produk mie instan dan roti.
Kondisi permintaan ini merupakan indikasi bahwa produk beras sedang manjalani tahap kedewasaan (maturity) dalam siklus hidup produk (Gambar 10). Pada tahap ini, tingkat pertumbuhan penjualan produk akan melambat. Khususnya pemasaran beras di Indonesia, tahap kedewasaan ini mendorong ketatnya persaingan namun belum mencapai tingkat kelebihan kapasitas industri dikarenakan neraca produksi-konsumsi beras Indonesia masih relatif defisit. Persaingan berat akan dihadapi PGIB dalam memperoleh bahan baku. Oleh karena itu, PGIB harus menyusun strategi yang tepat agar bisa unggul dalam persaingan pada tahap siklus hidup produk dewasa (maturity). Pembahasan lebih lanjut mengenai strategi pemasaran pada sub bab 5.11 Penjualan
Perkenalan Pertumbuhan
Kemapanan Waktu
Penurunan
Gambar 10. Siklus Hidup Penjualan Beras di Indonesia 5.6 Struktur Pasar Beras Sektor pertanian merupakan sektor yang sangat sering digunakan sebagai contoh untuk menggambarkan struktur pasar yang mendekati persaingan sempurna. Untuk komoditi pertanian yang sifatnya seragam, hal tersebut mungkin bisa sesuai. Berbeda dengan produk beras yang kini tidak hanya dipandang sekedar sebagai komoditi melainkan sebagai sebuah produk dengan berbagai atributnya. Produk beras tidaklah seragam. Beras bervariasi berdasarkan jenis atau varietas dan tingkat kualitas berasnya. Variasi tersebut merupakan acuan bagi konsumen untuk memilih produk beras yang sesuai dengan keinginannya. Dari sudut pandang konsumen, beras varietas yang satu tidak bisa disamakan (diseragamkan) dengan varietas yang lain. Jika beras varietas tertentu sedang tidak ada di pasar, tidak semua konsumen mau menerima beras varietas lain. Hasil riset Selamet, 2003 menyebutkan bahwa sikap konsumen ketika beras yang diinginkan
tidak tersedia di pasar, sekitar 76,7% responden kalangan bawah menyatakan akan membeli beras jenis lain di tempat yang sama, sedangkan 50% responden kalangan menengah-atas akan mencari beras yang diinginkan ke pasar yang lain (Tabel 15). Hal tersebut menunjukkan bahwa struktur pasar beras bukanlah struktur pasar persaingan sempurna. Tabel 15. Sebaran responden berdasarkan sikap responden bila beras tidak tersedia di tempat pembelian Kelas Bawah Kelas Atas Sikap bila beras tidak tersedia di tempat pembelian Jumlah Persentase Jumlah Persentase Mencari ke tempat lain
6
20
15
50
Membeli beras lain
23
76,7
14
46,7
Lainnya
1
3,3
1
3,3
Jumlah
30
100
30
100
Sumber : Selamet, 2003 Struktur pasar beras berbeda untuk masing-masing saluran pemasaran. Hal ini disebabkan antar saluran pemasaran beras memiliki jumlah penjual/produsen, jumlah konsumen serta perilaku konsumen yang berbeda sehingga terbentuk struktur pasar yang berbeda pula. Kondisi dan struktur pasar masing-masing saluran pemasaran beras di DKI Jakarta secara umum dapat dilihat pada Tabel 16. Tabel 16. Struktur pasar beras di wilayah DKI Jakarta tahun 2006 Karakteristik Jumlah penjual Jumlah pembeli Sifat produk Hambatan masuk pasar Pengetahuan informasi pasar Kemampuan mempengaruhi harga Struktur Pasar
PIBC Banyak Banyak Heterogen Mudah Besar Sedikit Persaingan Monopolistis
Jenis Pasar Tradisional Banyak Banyak Heterogen Mudah Besar Sedikit Persaingan Monopolistis
Modern Sedikit Banyak Heterogen Sulit Besar Lebih Besar Oligopoli
1. Pasar Induk Cipinang Pasar Induk Beras Cipinang merupakan pusat perdagangan beras di Jakarta. Lebih dari 60% kebutuhan beras penduduk DKI Jakarta masuk ke Jakarta melalui Pasar Induk Beras Cipinang. Terdapat sekitar 600 pedagang grosir yang beroperasi di pasar Cipinang. Pemasok beras ke pasar ini berasal dari berbagai
daerah produsen beras di Pulau Jawa seperti Karawang, Cianjur, Cirebon, Bandung, Solo, dan sentra produksi beras lainnya di Jawa Tengah dan Jawa Timur. Tabel 17. Pemasukan beras ke Pasar Induk Beras Cipinang berdasarkan daerah asal tahun 2002-2006 Tahun
Ex Dolog Ton
2002
%
Karawang, Cirebon, Pantura dsk
Bandung, Cianjur, dsk
Ton
Ton
%
%
1.390 0,22 341.586 53,07 87.732 13,63
Surabaya, Lumajang, Kediri dsk
Solo, Demak, Pati dsk Ton
%
Antar Pulau
Ton
%
5.685
0,88
105.272 16,36 713
Ton
%
Ex Impor Ton
%
Jumlah Ton
0,70 101.224 15,73 643.602
2003
-
-
353.794 51,19 84.430 12,22
6.035
0,87
112.428 16,27 4.237 3,25 130.205 18,84 691.129
2004
-
-
465.839 63,06 103.299 13,98 10.538
1,43
135.227 18,31 12.824 0,02 11.002 1,49
738.729
2005
-
-
464.465 58,26 108,503 13,61 64.815
8,13
143.103 17,95 16.343 2,05
-
-
797.229
2,13
60.301 18,14 4.421 1,33
-
-
332.419
2006* 220.593 66,36 40,023 12,04 Sumber : PT. Food Station Tjipinang Jaya, 2006 (* Data sampai bulan Mei 2006)
7.081
Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan para pedagang dan petugas di Pasar Induk Beras Cipinang nampak bahwa mekanisme pasar yang berlangsung adalah mekanisme pasar persaingan monopolistis, karena pasar terdiri dari banyak penjual dan pembeli dengan produk yang tidak seragam berupa diferensiasi mutu dan jenis produk beras yang dijual. Setiap produsen dan pembeli beras dari berbagai daerah dapat secara bebas menjual atau membeli beras ke/dari pasar induk. Setiap individu pedagang tidak dapat mempengaruhi harga pasar dan harga ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran. Mereka juga menyampaikan dukungannya terhadap pendirian PGIB Bulog selama mengikuti mekanisme yang berlaku. PGIB Bulog akan meningkatkan penyerapan gabah/beras dari petani dan meningkatkan jaminan ketersediaan pasokan beras secara kontinu. PGIB dapat memanfaatkan Pasar Induk Beras Cipinang sebagai jalur ditribusi beras baik untuk memperoleh pasokan beras maupun pemasaran beras seperti yang dilakukan pedagang dan perusahaan industri beras yang ada. Jenis beras yang dijual di Pasar Induk Cipinang sangat beragam antara lain beras Cianjur, Cianjur Slip, Setra Ramos, IR 42, IR 64 I, IR 64 II, IR 64 III, Muncul I, Muncul II dan Muncul III dengan porsi paling besar pada jenis IR 64 (Tabel 18). Pedagang memperoleh pasokan beras dari pemasok yang tidak selalu sama baik melalui pesanan maupun membeli dari pedagang daerah yang
membawa berasnya ke pasar induk. Begitupun beras yang dijual oleh pedagang di pasar induk tidak selalu dengan merek yang sama kecuali merek khusus pedagang yang bersangkutan. Alasan utama pedagang beralih merek beras yang dijual yaitu merek lain lebih enak atau kualitasnya lebih baik dan banyak konsumen yang mencari beras tersebut. Tabel 18. Pemasukan beras ke Pasar Induk Cipinang berdasarkan varietas 2004 Varietas Cianjur Kepala Cianjur Slyp Setra Ramos Saigon Bandung Muncul IR Ketan Eks Impor Total
Jumlah (Ton) 8.031 13.639 27.983 44.646 196.983 423.694 14.836 8.917 738.729
Persentase (%) 1,09 1,85 3,79 6,04 26,67 57,35 2,01 1,21 100
Sumber : PT Food Station Tjipinang Jaya, 2004
Persyaratan yang diterapkan pedagang di Pasar Induk Cipinang terhadap pemasok adalah kesesuaian antara kualitas beras dan harga yang ditawarkan serta pemasok mengikuti mekanisme pasar yang berlangsung di Pasar Induk Cipinang. Perkembangan harga beras di Pasar induk Beras Cipinang dapat dilihat pada Gambar 11. Perkembangan Harga Beras 2005-2006
6000
Cianjur Kepala
5000
Setra Ramos
Cianjur Slyp Saigon Bandung Muncul I
4000
Muncul II 3000
Muncul III IR 64 I
2000
IR 64 II IR 64 III
1000
IR 42
0 Ja nu Fe ari br 20 ua 05 r M i 20 ar et 05 20 0 Ap 5 M r-05 ei 2 Ju 00 ni 5 20 Ag Jul 05 i us 20 tu 05 s 20 05 O Se kt o b p-0 er 5 20 D es N 0 5 em ov b -0 Ja e r 2 5 nu 00 Fe ari 5 br 20 ua 06 r M i 20 ar et 06 20 0 A 6 pr M -06 ei 20 06
Harga per kg (Rp)
7000
Bulan
Gambar 11. Grafik Perkembangan Harga Beras 2005-2006
Beras di Pasar Induk Cipinang dipasarkan ke berbagai wilayah di DKI Jakarta (+65%), wilayah Bogor, Depok, Tangerang, Banten, Bekasi, Bandung, Serang, Cirebon, daerah Jawa Barat lainnya, Jawa Tengah, Jawa Timur hingga antar pulau (Tabel 19). Beras tersebut dipasarkan kepada pedagang besar/grosir, pedagang eceran dan konsumen akhir di sekitar Pasar Induk Cipinang. Tabel 19. Pengeluaran Beras ke Pasar Induk Beras Cipinang Berdasarkan Daerah Tujuan Tahun 2002-2006 Tahun
DKI Jakarta
Bogor dsk
Ton
%
Banten dsk
Bekasi dsk
Sukabumi, Jabar dsk
Jogya, Solo, Semarang
Ton
Ton
Ton
Ton
%
Ton
0,93
1.016
2003 456.136 65,93 15.234 2,20 162.399 23,47 18.076
2,61 25.385 3,67 8.042
1,16
945
2004 536.800 72,75 9.151
1,24 109.792 14,88
0,84
5.777 0,78 2.243
0,30
4.002
2005 521.336 67,34 8.671
1,12 133.005 17,18 12.155
1,57 16.490 2,13 6.581
0,85
1.935
0,25 74.012 9,56 774.184
2006* 233.773 69,83 8.369
2,50 40.608
1,64
0,41
837
0,25 38.064 11,37 334.774
12,13
6.170 5.490
%
6.260 1,87 1.373
%
Ton
Jumlah
2,29 30.669 4,75 6.010
%
%
Antar Pulau
2002 418.255 64,78 14.394 2,23 150.346 23,28 14.779
Ton
%
Surabaya, Kediri dsk
%
Ton
0,16 10.183 1,58 645.682 0,14
5.638 0,81 691.855
0,54 63.913 8,66 737.848
Sumber : PT. Food Station Tjipinang Jaya, 2006 (* Data sampai bulan Mei 2006)
2. Pasar Tradisional Tidak berbeda jauh dengan struktur pasar beras di Pasar Induk Cipinang, pasar tradisional juga memiliki karakteristik pasar persaingan monopolistis. Banyak pedagang dan pembeli yang terlibat dalam jual beli beras di pasar tradisional. Produk beras yang dijual beragam berdasarkan varietas dan mutu. Harga ditentukan oleh keseimbangan permintaan dan penawaran secara umum di wilayah DKI Jakarta. Setiap individu pedagang dan pembeli bertindak sebagai penerima harga khususnya harga hasil keseimbangan pasar pada level yang lebih tinggi (grosir/pasar induk Cipinang). Pedagang dan pembeli secara individu juga tidak dapat mempengaruhi harga pasar. Setiap pemasok bebas masuk dan bersaing di pasar. Namun umumnya pedagang di pasar tradisional memiliki pemasok langganan yang berasal dari Pasar Induk Cipinang. Perbedaan yang cukup nyata antara pasar tradisional dan Pasar Induk Cipinang adalah kapasitas pelaku pasar. Pedagang beras di Pasar Induk Cipinang merupakan pedagang besar/grosir dan konsumen utamanya adalah pedagang eceran di pasar tradisional dan supermarket, sedangkan pedagang di pasar trdisional adalah pedagang eceran yang langsung melayani konsumen akhir.
3. Supermarket Berbeda dengan struktur pasar beras di Pasar Induk Cipinang dan pasar tradisional, supermarket memiliki karakteristik pasar oligopoli terdiferensiasi. Diferensiasi terjadi dalam hal kualitas dan kelengkapan atribut. Tercatat ada enam perusahaan besar produsen beras yang bersaing di supermarket antara lain PT. Buyung Poetra Sembada, PT. Alam Makmur Sembada, Pertani, PT. Mitra Surya Mukti, PT. Prima Andalan Djaja Internusa, Lautan Mas. Selain itu terdapat beberapa perusahaan yang relatif lebih kecil yang turut bersaing antara lain PT. Mitra Meugah Bestari, Mahkota ABC, PD. LEE, AP Jakarta, 1001 Jakarta, Al Hijaz, dan PT Bangun Bumi Nusa. Sedikitnya perusahaan yang bersaing disebabkan segmentasi pasar di supermarket dan barier berupa persyaratanpersyaratan dari pihak pengelola supermarket. Daftar perusahaan, merek, dan harga beras yang bersaing di supermarket DKI Jakarta dapat dilihat pada Lampiran 4. Umumnya supermarket memiliki tiga hingga delapan perusahaan supplier tetap produk beras. Masing-masing perusahaan supplier menghasilkan beberapa merek produk dengan spesifikasi varietas dan kualitas tertentu. Alasan utama pihak supermarket beralih merek/perusahaan supplier adalah pihak supplier tidak mampu memenuhi persyaratan dan kesepakatan kedua belah pihak dalam hal kualitas, kuantitas, kontinuitas, dan pelayanan. Produk beras di supermarket dipasarkan kepada konsumen akhir dengan segmentasi konsumen golongan ekonomi menengah-atas. Media promosi yang sering digunakan adalah brosur produk dengan bentuk promosi utama berupa potongan harga/diskon. Pengelolaan supermarket dilakukan secara sentralistik. Kebijakan terkait produk yang dijual, ketersediaan/stok, harga, kerjasama dengan supplier, dan kebijakan lain dikelola oleh manajemen kantor pusat perusahaan supermarket. Supermarket cabang hanya bertindak sebagai supervisor dan penerima harga, produk, dan kebijakan lainnya. Pengelolaan secara sentralistik ini bertujuan untuk mengurangi biaya operasional dan mempermudah pengawasan terhadap penyelenggaraan usaha di supermarket cabang.
Supermarket dengan segmen pasar konsumen kelas menengah-atas menerapkan persyaratan tertentu bagi perusahaan supplier beras baik dalam hal produk, mekasnisme jual-beli, pelayanan, dan persyaratan lain sebagai berikut : a. Persyaratan
Umum.
Perusahaan
supplier
harus
mampu
memenuhi
permintaan/pemesanan supermarket dari segi kualitas, kuantitas dan kontinuitas dalam kondisi apapun. i) Kualitas produk harus sesuai dengan spesifikasi yang dipesan. ii) Jumlah produk harus sesuai baik pada masa panen maupun paceklik. iii) Pemasok harus mampu menjaga kesinambungan pasokan dalam kondisi apapun termasuk hari raya, serta iv) Pemasok harus menjaga komitmen terhadap tingkat pelayanan, harga dan margin secara kompetitif. b. Produk. i) Jenis Beras. Produk beras yang diterima pihak supermarket adalah produk beras dengan berbagai atributnya yang tidak umum dijual di pasaran (pasar tradisional). Jenis beras yang paling banyak dijual adalah beras Pandan Wangi. Jenis beras lain diantaranya Setra Ramos, IR 64, Cianjur, dan Rojolele. ii) Kualitas. Kualitas beras yang paling banyak dijual adalah kualitas Kepala dan Super, serta sebagian kecil Istimewa/Spesial, dan biasa (tanpa keterangan grade/kualitas). iii) Kemasan. Kemasan beras 100% berbahan plastik dan dijual dalam satuan ukuran 5 kg, 10 kg dan 20 kg. Beras dikemas dengan desain kemasan yang menarik dengan gambar dan warna yang beragam. Kemasan memuat informasi yang lengkap meliputi : Merek
Tanggal kadaluarsa
Nama perusahaan
Jenis varietas
Nomor ijin usaha
Mutu
Ijin Depkes
Komposisi kandungan dan
Tanggal produksi
Cara memasak
c. Mekanisme Jual-Beli i) Sistem Jual – Beli. Berdasarkan hasil wawancara dengan pengelola supermarket, umumnya supermarket menerapkan sistem jual beli ”beliputus”. Beras yang telah di beli supermarket dan diterima dengan baik di gudang supermarket sepenuhnya menjadi tanggung jawab pihak supermarket. ii) Retur. Untuk kerusakan yang terjadi pada beras akibat kelalaian supplier, pihak supermarket mensyaratkan kepada supplier untuk menerima dan mengganti produk yang rusak tersebut. iii) Pembayaran. Supermarket umumnya meminta jangka waktu pembayaran untuk produk yang dibeli. Jangka waktu pembayaran beragam dengan memperhatikan hasil negosiasi antara pihak supermarket dan supplier. Hasil negosiasi ini juga merupakan salah satu pertimbangan pihak supermarket untuk menentukan supplier yang dipilih dari beberapa supplier yang bersaing. d. Pelayanan. i) Pemesanan. Pemesanan oleh pihak supermarket dilakukan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan ketersediaan stok supermarket, umumnya sekitar dua minggu sekali. ii) Pengiriman. Pengiriman produk beras dari supplier dilakukan sesuai dengan pesanan supermarket baik waktu, kualitas maupun kuantitas. Umumnya supermarket mensyaratkan waktu pengiriman produk kurang lebih tiga hari kerja setelah pemesanan. iii) Transportasi. Serah-terima produk dilakukan di gudang supermarket. Biaya transportasi sebelum serah-terima ditanggung oleh pihak supplier. 5.7 Rantai Pemasaran dan Margin 5.7.1 Rantai Pemasaran Rantai pemasaran merupakan salah satu hal yang menentukan tingkat efisiensi pemasaran gabah/beras dari petani hingga ke tangan konsumen. Kinerja pemasaran memegang peranan sentral dalam pengembangan komoditas pertanian (termasuk beras). Perumusan strategi dan program pengembangan pemasaran
yang kondusif dan efisien akan memberikan kontribusi yang positif terhadap beberapa aspek antara lain (a) mendorong adopsi teknologi, peningkatan produktifitas dan efisiensi, serta daya saing komoditas pertanian, (b) meningkatknya kinerja dan efektifitas kebijakan pengembangan produksi, khususnya kebijakan yang terkait dengan program stabilisasi harga keluaran, dan (c) perbaikan perumusan kebijakan perdagangan domestik dan internasional secara lebih efektif dan efisien (Mardianto et al, 2005). Secara umum rantai pemasaran beras dari daerah produsen beras ke Jakarta tidak panjang. Petani padi menjual dalam bentuk gabah ke penggilingan baik dengan ataupun melalui pengumpul. Pedagang penggiling akan mengirim beras yang telah diproduksi ke Jakarta melalui Pasar Induk Cipinang. Kemudian pedagang grosir Pasar Induk Cipinang akan mendistribusikannya ke pengecer pasar tradisional dan supermarket di Jakarta (Gambar 12). Berdasarkan hasil riset Suriyana, 2005 terhadap 5 supermarket dan 21 pasar tradisional di DKI Jakarta, diketahui pola umum yang terjadi dalam pemasaran beras di DKI Jakarta dapat digambarkan dengan rantai pemasaran sebagai berikut :
Pedagang Daerah
Pasar Induk Beras Cipinang Pasar Non DKI Jakarta
Agen
Supermarket
Perumahan
Pasar Tradisional
Konsumen Akhir Gambar 12. Pola Pemasaran Beras dari Sentra Produksi ke Pasar DKI Jakarta
Dari gambar di atas dapat dilihat jalur pemasaran beras dari pedagang daerah hingga sampai ke tangan konsumen di wilayah DKI Jakarta. Konsumen wilayah DKI Jakarta memperoleh beras dari total delapan kombinasi saluran pemasaran yang melalui tiga saluran pengecer yaitu supermarket, pasar tradisional, dan pengecer perumahan. Pada supermarket terdapat dua saluran pemasaran yang terjadi yaitu : 1. Pedagang Daerah
Pasar Induk Cipinang
2. Pedagang Daerah
Supermarket
Supermarket
Konsumen
Konsumen
Pada pasar tradisional terdapat empat saluran pemasaran antara lain : 1. Pedagang Daerah
Pasar Induk Cipinang
2. Pedagang Daerah
Pasar Tradisional
Pasar Induk Cipinang
Agen
Konsumen
Pasar Tradisional
Konsumen 3. Pedagang Daerah
Agen
Pasar Tradisional
4. Pedagang Daerah
Pasar Tradisional
Konsumen
Konsumen
Sedangkan pada pengecer perumahan terdapat dua saluran pemasaran beras yaitu : 1. Pedagang Daerah
Pasar Induk Cipinang
2. Pedagang Daerah
Agen
Pengecer Perumahan
Pengecer Perumahan
5.7.2 Margin Pemasaran Setiap perlakuan terhadap produk dan transfer produk dari saluran pemasaran yang satu ke saluran pemasaran lainnya dalam rantai pemasaran akan menghasilkan nilai tambah/margin terhadap produk. Margin timbul akibat adanya peningkatan nilai / manfaat produk dan biaya tambahan dalam pengelolaan produk seperti biaya proses, transportasi, dan lain-lain. Rincian rata-rata margin setiap saluran pemasaran dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Margin dalam rantai pemasaran beras ke wilayah Jakarta. Pengecer di perumahan GKP GKG Eq.Beras (literan) IR 64 I 4000 4250 4500 5600 1800 2200 3481 IR 64 II 3800 4000 4350 5180 IR 64 III 3600 3700 4100 4620 Margin/kg 400 1281 119-519 100-250 250-400 520-1100 * Data diambil dan diolah dari berbagai sumber. Data per tanggal 1 Juni 2006. * Konversi GKG menjadi beras = 63,2 %
Jenis Beras
Tingkat Petani
Pedagang Pedagang Pasar Penggiling Cipinang Tradisional
Super market 8026 7500 3500-4046
Petani umumnya menjual hasil panennya berupa gabah baik Gabah Kering Panen (GKP) (mayoritas) maupun Gabah Kering Giling (GKG). Harga GKP tergantung dari kualitas gabah yang dihasilkan. GKP dengan kualitas standar pemerintah dibeli pemerintah dengan harga Rp.1730/kg. Namun, rata-rata petani menjual GKP kepada penggilingan swasta seharga Rp.1800/kg. Sebelum digiling, GKP diolah terlebih dahulu hingga memenuhi spesifikasi GKG yang siap giling. Proses pasca panen tersebut memberikan margin kepada pengolah baik petani maupun penggiling sebesar Rp.400/kg sehingga harga GKG yang diterima penggilingan menjadi Rp.2200/kg. Proses pengolahan GKG menjadi beras memberikan margin sebesar Rp.1400-Rp.1800/kg sehingga beras pedagang penggilingan seharga Rp.36004000/kg. Sekitar 80-90% dari margin tersebut merupakan konversi GKG menjadi beras dengan rendemen 63,2%, sedangkan selebihnya adalah biaya proses produksi dan profit.. Perbedaan harga tersebut disebabkan perbedaan kualitas beras dan biaya pengolahan untuk masing-masing kualitas. Beras dari pedagang penggiling di sentra produksi beras dipasarkan kepada padagang grosir Pasar Induk Cipinang Jakarta. Pedagang grosir Cipinang mengambil margin sebesar Rp.100-Rp.250/kg, kemudian dipasarkan kepada pengecer pasar tradisional dan sebagian ke supermarket setelah beras mendapat perlakuan lebih lanjut seperti sortasi, pengemasan,dll. Pengecer pasar tradisional umumnya mengambil margin sebesar Rp.250-Rp.400/kg beras, sedangkan supermarket dapat mengambil margin yang sangat tinggi hingga Rp. 3500 - Rp. 4046/kg beras. Margin yang sangat tinggi ini disebabkan beras yang dijual di supermarket adalah beras kualitas tinggi, pelanggan supermarket umumnya kalangan ekonomi menengah-atas, dan produk beras telah mengalami perlakuan lebih lanjut seperti sortasi, pengemasan dengan bahan dan desain kemasan yang sangat menarik disertai atribut produk yang lengkap. Margin yang cukup tinggi juga terlihat pada pedagang eceran di perumahan yaitu sebesar Rp.520-Rp.1100/kg. Pengecer di perumahan menjual beras dengan satuan liter seharga Rp.3300-Rp.4000/liter beras IR 64 atau Rp.4620-Rp5600/kg. Harga eceran tersebut jauh lebih tinggi dibandingkan harga pasar. Hal ini disebabkan pengecer di perumahan membeli beras dari pasar
tradisional dalam jumlah yang kecil (1-3 karung @20kg) sehingga biaya transportasi per kg berasnya tinggi. Saluran pemasaran ini dapat dinilai tidak efisien karena menghasilkan margin yang tinggi tanpa adaya penambahan nilai produk baik kualitas maupun atribut produk lainnya. 5.8 Potensi dan Peluang Pasar Beras merupakan bahan pangan utama masyarakat Indonesia termasuk Jakarta. Pangsa pasar beras wilayah DKI Jakarta dapat dilihat dari jumlah penduduk dan rata-rata ketersediaan per kapita. Permintaan terhadap beras tidak hanya menunjukkan jumlah konsumsi beras melainkan juga persediaan tetap dan penggunaan beras untuk kebutuhan lain yang secara keseluruhan diekspresikan sebagai ketersediaan beras. Berdasarkan data Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil Propinsi DKI Jakarta (2006), hingga bulan April 2006 penduduk DKI Jakarta yang terdata secara resmi berjumlah 7.519.480 jiwa dan sampai saat ini sedang dilakukan pendataan ulang. Namun pada kondisi riilnya, penduduk DKI Jakarta diperkirakan mencapai 11 juta orang pada malam hari dan lebih dari 12 juta orang pada siang hari (Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta, 2006). Dengan asumsi ketersediaan beras sebanyak 0,381 kg perkapita per hari atau 139,15 kg perkapita per tahun (BPS, 2006), maka potensi pasar produk beras DKI Jakarta mencapai 2.867 ton per hari (1.046.336 ton per tahun) hingga 4191 ton per hari (1.530.650 ton per tahun). Untuk konsistensi data dan mengurangi penyimpangan maka asumsi jumlah penduduk DKI Jakarta yang digunakan adalah nilai pertengahan antara jumlah penduduk tercatat dan jumlah perkiraan penduduk riil yaitu 9.259.740 jiwa. Dengan demikian potensi pasar beras DKI Jakarta sebesar 3.530 ton per hari (1.288.493 ton per tahun). Rincian data penduduk DKI Jakarta tercatat dapat dilihat pada Tabel 21.
Tabel 21. Jumlah Penduduk DKI Jakarta April 2006 Wilayah Jakarta Pusat Jakarta Utara Jakarta Barat Jakarta Selatan Jakarta Timur Kepulauan Seribu Total
LK WNI
PR WNI
442.031 603.826 797.379 902.029 1.132.969 9.872 3.888.106
437.977 575.119 779.089 821.346 1.003.598 9.763 3.626.892
Jumlah WNI 880.008 1.178.945 1.576.468 1.723.375 2.136.567 19.635 7.514.998
LK WNA 1.142 282 528 343 111 0 2.406
PR WNA 1.078 232 449 233 84 0 2.076
Jumlah WNA 2.22 514 977 576 195 0 4.482
Total 882.228 1.179.459 1.577.445 1.723.951 2.136.762 19.635 7.519.480
Saat ini kebutuhan tersebut dipenuhi oleh pasokan beras yang masuk Pasar Induk Cipinang sebanyak rata-rata 1.700 ton per hari, sisanya berasal dari pasokan beras perusahaan daerah yang langsung melakukan penetrasi ke target pasar Jakarta sebanyak kurang lebih 1.830 ton per hari. Jumlah permintaan dan penawaran beras saat ini relatif seimbang. Kekurangan dan kelebihan yang terjadi tidak bergerak jauh dari keseimbangan terkait dengan jumlah produksi beras yang sangat pas-pasan dengan kebutuhan. Perkembangan produksi padi dan neraca perdagangan beras dapat dilihat pada Tabel 22 dan 23. Tabel 22. Perkembangan Produksi Padi 2001-2005 Produksi Perkembangan Tahun (Ton-GKG) (Ton) (%) 2001 50.460.782 2002 51.489.694 1.028.912 2,039033 2003 52.137.604 647.910 1,258329 2004 54.088.468 1.950.864 3,74176 2005 53.984.590 -103.878 -0,19205 Sumber : BPS, 2006 Tabel 23. Neraca Perdagangan Beras (Juta US$) Tahun Ekspor Impor Neraca 1998 2,476 861,7 -859,224 1999 1,883 1327,536 -1325,65 2000 0,785 320,521 -319,736 2001 0,995 135,378 -134,383 2002 1,377 343,425 -342,048 2003 0,271 219,091 -218,82 2004* 61,75 -61,75 Sumber : BPS, 2004
Permintaan beras nasional pada tahun 2005 hingga tahun 2009 cenderung bertambah dari tahun ke tahun sebesar rata-rata 1,21% per tahun seiring dengan pertumbuhan penduduk. Rata-rata peningkatan permintaan / konsumsi tersebut sama dengan rata-rata peningkatan produksi beras. Neraca mengalami defisit yang cenderung meningkat selama 2005-2009 yaitu dari 311 ribu ton pada tahun 2005 menjadi 445 ribu ton pada tahun 2009. Defisit tersebut sangat tipis, yaitu sekitar 0,73 – 1,17 persen atau rata-rata 0,89 persen dari konsumsi (Apriyantono, 2005). Necara perdagangan yang cenderung defisit merupakan peluang bagi PGIB untuk mengisi pasar. Jika dipandang secara general, defisit sebesar rata-rata 0,89 persen dari konsumsi menunjukkan saat ini (tahun 2006) terjadi excess demand beras di wilayah DKI Jakarta sebesar 31,4 ton per hari atau 11.468 ton per tahun. Peningkatan permintaan sebesar 1,21% per tahun menunjukkan terjadinya peningkatan permintaan terhadap beras sebanyak 15.591 ton per tahun (1,21% dari 1.288.493 ton per tahun). Hal ini merupakan peluang yang cukup besar bagi Bulog untuk memenuhi permintaan beras masyarakat Jakarta. Perkiraan pertumbuhan permintaan beras dari tahun ke tahun di wilayah DKI Jakarta dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Perkiraan pertumbuhan permintaan dan peluang pasar di DKI Jakarta 2006-2010 Tahun 2006 2007 2008 2009 2010
Permintaan per tahun (ton) 1.288.493 1.304.084 1.319.863 1.335.834 1.351.997
Pertambahan Permintaan / Peluang Pasar 15.591 15.779 15.970 16.164
Kumulatif Peluang 15.591 31.370 47.341 63.504
* Pertumbuhan permintaan 1,21% per tahun (Apriyantono, 2005) PGIB Bulog akan beroperasi dengan kapasitas terpasang 80 ton beras per hari atau 24.000 ton per tahun. Jumlah tersebut sekitar 1,86 persen dari potensi pasar. Dengan mengambil pasar yang kurang dari 2 persen tersebut, pendirian PGIB Bulog diperkirakan tidak akan merubah jumlah pasokan beras di Jakarta secara signifikan, karena produksi beras relatif tetap. Dengan asumsi PGIB mulai beroperasi pada tahun 2007, maka pada tahun tersebut terdapat peluang pasar akibat pertumbuhan permintaan sebesar 15.591 ton atau 51,97 ton per hari kerja
(Tabel 24). Beras produksi PGIB dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kelebihan permintaan yang terjadi akibat peningkatan total konsumsi dari tahun ke tahun. Menurut Fellows et al, 1996, untuk kondisi persaingan dengan jumlah pesaing banyak dan ukuran pesaing yang cukup besar dengan jenis produk yang sama / hampir sama maka kisaran persentase pangsa pasar yang dapat diraih antara 0 – 2,5 persen dan untuk kondisi jumlah pesaing tidak ada sampai sebesar 100 persen. Saluran pemasaran supermarket juga membuka peluang yang cukup besar bagi PGIB. Hasil riset Selamet (2003) terhadap konsumen beras kalangan ekonomi menengah-atas dan bawah mengenai tempat pembelian beras menunjukkan bahwa 40 persen dari konsumen kalangan menengah-atas melakukan pembelian beras di supermarket, 46,7 persen membeli beras di pasar tradisional, 6,7 persen membeli beras di warung (perumahan) dan sisanya 6,7 persen melakukan pembelian di tempat lain. Pembagian segmen kalangan menengah-atas dan bawah dilakukan atas dasar pendapatan bersih konsumen. Kalangan menengah bawah adalah konsumen yang memiliki pendapatan bersih kurang dari satu juta rupiah per bulan (
Profil Penduduk DKI Jakarta Berdasarkan Pendapatan Bersih Rupiah / bulan 1%
6%
10%
<200000
39%
200000-399999 400000-599999 23% 21%
600000-799999 800000-999999 >1000000
Gambar 13. Profil pendapatan penduduk DKI Jakarta berdasarkan pendapatan bersih
Berdasarkan diagram di atas dapat diketahui bahwa kalangan menengahatas di wilayah DKI Jakarta sebanyak 39 persen. Dengan demikian, jumlah konsumen yang membeli produk beras di supermarket sebanyak 15,6 persen (39% x 40%) dari seluruh konsumen Jakarta. Potensi pasar beras melalui saluran pemasaran supermarket adalah sebanyak 551 ton per hari (15,6% x 3530 ton per hari). Saat ini jumlah pasokan beras yang melalui supermarket DKI Jakarta sebanyak 450 ton per hari (Suriyana, 2005). Dari data di atas, terlihat bahwa ada sebagian konsumen beras supermarket yang tidak terlayani dengan baik dan harus membeli beras melalui saluran lain yaitu sebesar 101 ton per hari. Jumlah tersebut merupakan peluang pasar bagi PGIB untuk memasok beras ke supermarket. Untuk lebih jelasnya, perhitungan peluang pasar di supermarket dapat dilihat pada Tabel 25. Dengan demikian, peluang pasar total bagi PGIB baik peluang yang timbul akibat peningkatan permintaan maupun peluang akibat adanya unserved consumer di supermarket adalah sebesar 152,97 ton per hari kerja (51,97 ton +101 ton). Tabel 25. Perhitungan peluang pasar supermarket Jumlah Keterangan (ton/hari) Potensi pasar (a) 3530 Segmen menengah-atas (b) 1377 39% 1) x (a) Konsumen beras supermarket (c) 551 40% 2) x (b) 2) Pasokan beras supermarket (d) 450 Peluang pasar supermarket 101 (c) – (d)
Sumber : 1) Dinas Kependudukan DKI Jakarta 2) Selamet,2003 3) Suriyana, 2005
5.9 Jalur Distribusi PGIB merupakan produsen beras yang berlokasi di luar wilayah DKI Jakarta (Tambun) dan dapat dikategorikan sebagai pedagang daerah. Untuk melayani konsumen DKI Jakarta dan sekitarnya, PGIB memiliki dua alternatif yaitu pemasaran langsung dan tidak langsung. Dengan pemasaran langsung, PGIB memasarkan produknya langsung ke tangan konsumen. Pemasaran langsung dapat dilakukan PGIB untuk melayani konsumen khusus seperti TNI, Pegawai Negeri Sipil, konsumen sekitar lokasi industri atau pesanan khusus lainnya. Pemasaran
tidak langsung menggunakan saluran pemasaran yang ada yaitu pasar tradisional dan supermarket. Untuk menjaga efisiensi pemasaran, sedapat mungkin saluran pemasaran yang digunakan PGIB tidak panjang, namun memiliki potensi yang besar. Dari delapan jalur pemasaran beras di DKI Jakarta, jalur yang paling potensial dan efisien adalah melalui saluran pasar tradisional dan supermarket tanpa agen ataupun pasar induk Cipinang. 1. Pedagang Daerah (PGIB)
Supermarket
Konsumen
2. Pedagang Daerah (PGIB)
Pasar Tradisional
Konsumen
Pemilihan kedua jalur tersebut berdasarkan pertimbangan beberapa hal antara lain : •
Lokasi PGIB tidak terlalu jauh dari Jakarta sehingga PGIB dapat langsung mendistribusikan produknya ke pasar tradisional di Jakarta.
•
Kedua jalur tersebut dapat memperpendek rantai pemasaran karena tidak melalui pasar induk Cipinang maupun agen sehingga harga di tingkat konsumen dapat bersaing dan terjangkau.
•
Sebagian besar target segmen konsumen menengah-atas menggunakan saluran pasar tradisional (46,7%) dan supermarket (40%) sehingga distribusi melalui saluran tersebut akan tepat sasaran. PGIB dapat menggunakan dua saluran tersebut untuk memasarkan produk
beras yang dihasilkan dengan tetap menjaga konsistensi terhadap segmentasi spesialisasi produk. Produk yang dihasilkan adalah beras kualitas baik (kualitas I dan II) yang dipasarkan kepada kalangan menengah-atas melalui supermarket dan pasar tradisional. 5.10 Analisa Persaingan PGIB Bulog akan menghadapi persaingan yang cukup ketat meliputi persaingan memperoleh bahan baku (pemasok), persaingan antar produsen / perusahaan / pedagang beras, persaingan terkait daya tawar menawar dengan konsumen, persaingan dari pendatang baru, dan persaingan dari produk substitusi.
5.10.1 Persaingan Memperoleh Bahan Baku Posisi permintaan dan penawaran beras di Indonesia saat ini berada pada posisi yang relatif seimbang. Produksi beras yang dihasilkan hanya mampu mencukupi kebutuhan dalam negeri, kalaupun terjadi surplus dan defisit tidak banyak. Pada tahun 2005 produksi beras pangan Indonesia defisit sebanyak 24.379 ton atau 0,08% dari kebutuhan 30.598.807 ton (BPS, 2006). Keterbatasan bahan baku membuat persaingan antar pelaku pasar beras semakin ketat. Apalagi sejak 2004 sebenarnya Indonesia sudah menetapkan kebijakan larangan impor beras kecuali dalam kondisi mendesak dan dengan rekomendasi Dewan Ketahanan Pangan Nasional. Bulog memperoleh dukungan (political will) dari pemerintah untuk mengatur stok aman nasional dan menyerap gabah/beras petani. Dukungan tersebut membuat Bulog memiliki posisi tawar yang cukup kuat untuk memperoleh bahan baku dibandingkan perusahaan lain. Pendirian PGIB akan mendukung peran Bulog sebagai pelayan publik dan fungsi komersial. Pada saat harga beras/gabah rendah, Bulog dapat membeli beras dengan harga pembelian pemerintah (HPP) sehingga akan membantu petani. Pada saat harga beras/gabah tinggi, Bulog dapat membeli beras dari PPS, PPK dan PPM dengan harga yang lebih tinggi dari harga pembelian pemerintah karena untuk keperluan komersial, Bulog/PGIB tidak dibatasi untuk membeli beras seharga HPP. Peran ini akan semakin memperkuat posisi tawar Bulog untuk memperoleh bahan baku. Data harga gabah dan beras terakhir dapat dilihat pada Tabel 26. Tabel 26. Perkembangan harga terakhir (20-21 Juni 2006) Komoditas
HPP (Rp/kg)
Kisaran harga (Rp/kg)
Gabah Kering Panen
1,730
1700 – 1900
Gabah Kering Giling
2,280
2200 – 2720
Beras Medium (Pasar Cipinang) 3,550 Sumber : Departemen Pertanian, 2006
3700 – 4250
Saat ini dengan pembatasan pembelian seharga HPP, Bulog mampu menyerap beras petani, PPS, PPK, dan sebagian PPM dari wilayah Pulau Jawa
sebanyak rata-rata 1.423.001 ton per tahun. Dengan hadirnya PGIB ini maka Bulog diperkirakan mampu menyerap beras dalam jumlah yang lebih besar. Kebutuhan bahan baku sekitar 90 – 100 ton per hari termasuk jumlah yang tidak terlalu besar dibandingkan kemampuan Bulog menyerap bahan baku. Data perkembangan pengadaan beras Bulog dari wilayah Pulau Jawa dapat dilihat pada Tabel 27. Tabel 27. Realisasi pengadaan dalam negeri Bulog wilayah Pulau Jawa Tahun 2001 2002 2003 2004 Rata-rata
Jumlah (Ton Setara Beras) 1.388.911 1.444.386 1.400.953 1.457.755 1.423.001
Sumber : Bulog, 2006
5.10.2. Persaingan Antar Produk/Merek/Perusahaan Berdasarkan
data
Bulog
2006,
tercatat
sebanyak
110.611
alsin
penggilingan dan pengolahan beras yang tersebar di Indonesia (Lampiran 5). Di Pasar Induk Beras Cipinang terdapat 600 pedagang besar yang masing-masing memiliki merek produk tersendiri untuk berbagai varietas, mutu beras dan target pasar. Ditambah lagi dengan sangat banyaknya pelaku pasar beras lain seperti pengumpul, pedagang daerah, pedagang grosir, pengecer dan supermarket yang memperketat persaingan. Persaingan antar produk beras dapat dijelaskan sebagai berikut : Dari sekitar 1700 ton beras yang dipasarkan pedagang Pasar Induk Cipinang setiap harinya, sebagian besar merupakan verietas IR 64. Jenis beras lain yang dijual yaitu Cianjur kepala, Cianjur Slyp, Setra Ramos, Saigon Bandung, Muncul dan IR 42 dengan kualitas I, II, dan III. Beras tersebut dikemas oleh pedagang dengan berbagai merek dan ukuran. Setiap pedagang memiliki merek dan kemasan tersendiri yang mencerminkan perusahaannya. Beras Cipinang dipasarkan dengan target yang beragam mulai masyarakat bawah dengan pembelian eceran per kg hingga masyarakat kelas atas. Peta persaingan varietas beras di Pasar Induk Cipinang dapat dilihat pada Gambar 14.
Peta Varietas Beras (Cipinang) 6500
Harga per kg (Rp)
Cianjur Cianjur
5500
Cianjur
Cianjur Slyp
Setra Ramos
Cianjur Slyp
Setra Ramos Saigon Bandung IR 42
Cianjur Slyp Setra Ramos Saigon Bandung Saigon Bandung
4500 IR 64 Muncul Muncul
IR 64 Muncul
IR 64 3500 0
1
2
3
4
5
Mutu
Gambar 14. Peta persaingan varietas beras di Pasar Induk Beras Cipinang Berdasarkan peta verietas beras di Cipinang, beras Cianjur Kepala menempati kuadran I sebagai beras dengan kualitas baik (medium-atas) dan harga yang mahal yaitu Rp 5600 per kg. Beras lain yang menempati kuadran I antara lain beras Cianjur Slyp I&II dan Setra Ramos I&II. Beras yang menempati kuadran kedua yaitu beras dengan kualitas baik (menengah-atas) dan harga yang murah antara lain Saigon Bandung I&II, IR 42, IR 64 I&II, dan Muncul I&II. Jenis beras di kuadran kedua inilah yang paling bersaing dipasaran dan banyak diminati masyarakat karena kualitasnya yang relatif baik namun harganya relatif rendah. Beras yang berada di kuadran ketiga antara lain Setra Ramos II, Saigon III, IR 64 III dan Muncul III. Harga beras ini relatif murah namun kualitasnya pun relatif rendah. Janis beras ini banyak diminati khususnya masyarakat Price Sensitive yang umumnya berasal dari kalangan ekonomi menengah-bawah. Di kuadran keempat terdapat jenis beras Cianjur III dan Cianjur Slyp III. Dari segi kualitas relatif rendah namun harganya diatas rata-rata. Hal ini disebabkan karakteristis khusus beras tersebut yang beraroma (wangi) sehingga masyarakat rela membayar lebih mahal meskipun kualitasnya relatif rendah.
Beras yang di pasarkan di supermarket lebih seragam dibandingkan beras di pasaran baik dari segi jenis maupun kualitas. Jenis beras yang paling banyak beredar adalah Pandan Wangi dan Setra Ramos. Beras lain antara lain Cianjur Slyp, Rojolele, dan IR 64 dengan jumlah yang sedikit. Mayoritas supermarket menjual beras dengan kualitas super dan kepala (menengah-atas) dan hanya sebagian kecil berkualitas biasa. Hal ini terkait dengan target pelanggan yang belanja di supermarket yaitu masyarakat menengah-atas. Peta Persaingan Merek Verietas Pandan Wangi di Supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 15.
Peta Merek Varietas Pandan Wangi 12000
11000
Si Pulen ABC
Harga (Rp)
10000
9000
Desa Cianjur ABC Topi Koki
Anggrek Plicata
Lautan Mas Al Hijaz LCO Budget Desa Cisadane
Ayam Jago 8000
Nona Holland
LCO Rojolele Kadipaten
7000
LCO
Hero
Cap Jempol
Maharani 6000
Brand 1
5000 0
1
2
Mutu
3
4
5
Gambar 15. Peta persaingan merek verietas Pandan Wangi di supermarket Jakarta Merek beras Pandan Wangi di kuadran pertama antara lain ABC, Si Pulen dan Desa Cianjur dengan kualitas baik dan harga relatif mahal. Kuadran kedua merupakan pusat persaingan varietas Pandan Wangi di Supermarket yaitu beras dengan kualitas baik namun dengan harga yang relatif rendah. Beras di kuadran ini merupakan merek beras yang kompetitif antara lain Anggrek Plicata, Ayam Jago, Nona Holland, Rojolele, Kadipaten, ABC, Topi Koki, Lautan Mas, Al Hijaz, LCO, LCO Budget, Desa Cisadane, Hero dan Maharani. Hanya ada sedikit merek yang menempati kuadran ketiga yaitu LCO, Cap jempol, dan Brand 1. Meskipun demikian berdasarkan wawancara dengan
supervisor di supermarket, jenis beras ini termasuk banyak diminati masyarakat karena harganya yang relatif murah namun dikemas dengan sangat menarik, terlepas dari kualitasnya yang relatif rendah. Pada kuadran keempat tidak ada merek yang bersaing karena kuadran tersebut sangat tidak kompetitif. Perusahaan yang hanya mampu menempati kuadran keempat tidak akan mampu bertahan dalam persaingan. Persaingan varietas Setra Ramos di supermarketpun terpusat pada beras kualitas kepala (2). Hanya saja untuk beras Setra Ramos persaingan di kuadran pertama cukup ketat terjadi diantaranya ada merek Desa Cianjur, Desa Cisadane, Lautan Mas, Topi Koki, Cap Gajah, LCO, Al Hijaz, Anggrek Plicata, dan Hero. Beras Setra Ramos kualitas I hanya disupply oleh merek Rumah Adat. Untuk varietas ini terdapat peluang untuk merebut pasar dengan menawarkan beras yang mampu mengisi ruang kuadran kedua yaitu dengan kualitas yang baik namun harganya bisa lebih murah. Di kuadran kedua hanya ada tiga merek yang bersaing yaitu Cap Kembang, Cap Kepala Kambing dan Value Plus. Di kuadran ketiga hanya ada dua merek yang bersaing yaitu Burung Cempala dengan kualitas spesial dan Brand 1 dengan kualitas biasa. Peta Persaingan Merek Verietas Setra Ramos di supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 16. Peta Merek Varietas Setra Ramos 8000
Desa Cianjur Desa Cisadane Lautan Mas Topi Koki Cap Gajah
Harga per kg (Rp)
Rumah Adat
7000
LCO Al Hijaz Anggrek Plicata Hero Cap Kembang Cap Kepala Kambing Value Plus
6000
Burung Cempala
Brand 1
5000
0
1
2
3
4
5
Mutu
Gambar 16. Peta persaingan merek verietas Setra Ramos di supermarket Jakarta
Sama halnya dengan varietas Setra Ramos, varietas Cianjur yang beredar di supermarket-supermarket juga di dominasi kualitas kepala yaitu sebanyak tujuh dari delapan merek yang bersaing. Pada kuadran I terdapat merek Anggrek Plicata, LCO Budget, Value Plus, Al Hijaz, dan LCO sedangkan pada kuadran II terdapat merek Hero yang hanya dijual di supermarket Hero dan Cap AP. Tidak ada merek beras yang menempati ruang persaingan kuadran III dan hanya ada satu merek di kuadran IV yaitu LCO Budget. Dari segi persaingan, masih terbuka ruang yang cukup lebar bagi pesaing baru termasuk Bulog untuk mengisi persaingan di kuadran II dan III. Peta persaingan variatas Cianjur di supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 17.
Peta Merek Varietas Cianjur 8000 Anggrek Plicata LCO Budget LCO Budget Value Plus Al Hijaz
Harga per kg (Rp)
7500
LCO
7000
6500
Hero Cap AP
6000 0
1
2
3
4
5
Mutu
Gambar 17. Peta persaingan merek verietas Cianjur di supermarket Jakarta Dari segi harga, merek yang berada di kuadran II lebih unggul daripada merek di kuadran I, hanya saja terlihat perbedaaan yang sangat jelas mengenai desain kemasan dan positioning merek beras kuadran I dan II. Merek beras kuadran I menggunakan desain kemasan yang lux sedangkan beras di kuadran II menggunakan desain kemasan yang sederhana. Desain kemasan beras kuadran I dan II dapat dilihat pada Gambar 18.
Kemasan Kuadran I : Harga : Rp.7200-7800/kg
Kemasan Kuadran II : Harga : Rp.6200-6500/kg
Gambar 18. Perbedaan desain kemasan beras kuadaran I dan II Varietas IR 64 sangat sedikit yang dipasarkan ke supermarket. Semua berkualitas menengah-atas yaitu super dan kepala. Hanya ada empat merek yang bersaing antara lain Istana Bangkok di kuadran I dan Ayam Jago, Topi Koki serta Value Plus di kuadran kedua. Sedikitnya pelaku pasar yang menawarkan jenis beras IR 64 merupakan peluang yang besar bagi pesaing baru untuk masuk ke dalam pasar. Peta Persaingan Merek Verietas IR 64 di supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 19.
Peta Merek Varietas IR 64 9000
Harga per kg (Rp)
8500 Istana Bangkok Ayam Jago
8000
Topi Koki Value Plus
7500
7000 0
1
2
Mutu
3
4
Gambar 19. Peta Persaingan Merek Verietas IR 64 di Supermarket Jakarta
5
Varietas terakhir yang umum di supermarket adalah Rojolele. Pada kuadran I terdapat merek Anggrek Plicata, Cap Bangau, Al Hijaz dan Lautan Mas. Pada kuadran II terdapat LCO dan LCO Budget. Pada kuadran ketiga terdapat Cap Lele, Cap AP dan Hero. Untuk kualitas super terdapat selisih harga yang cukup besar antara merek Anggrek Plicata dan Cap Bangau. Perbedaan ini kemungkinan besar disebabkan oleh kemasan dan target pasar. Kemasan Anggrek Plicata jauh lebih menarik dan lux dibandingkan Cap Bangau. Kemasan yang lux ini ditujukan untuk menarik pelanggan menengah-atas yang bersifat Price Oriented yaitu pelanggan yang memilih harga yang lebih mahal karena percaya produk tersebut labih baik dan lebih bergengsi. Untuk Di kuadran II dan III selisih harga antar merek tidak terlalu jauh dan persaingan terjadi antar dua merek yang bersaing. Peta Persaingan Merek Verietas Rojolele di Supermarket Jakarta dapat dilihat pada Gambar 20.
Peta Merek Varietas Rojolele 9000
Harga per kg (Rp)
Anggrek Plicata
8000
Cap Bangau Al Hijaz Lautan Mas LCO Budget LCO
7000
Cap AP Hero
Cap Lele
6000 0
1
2
Mutu
3
4
5
Gambar 20. Peta Persaingan Merek Verietas Rojolele di supermarket Jakarta
5.10.3. Daya Tawar Menawar Konsumen/Pembeli Daya tawar menawar konsumen dan produsen / pedagang ditentukan oleh struktur pasar yang berlaku. Struktur pasar beras di pasar tradisional bersifat persaingan monopolistis. Baik pembeli maupun pedagang secara individu tidak mampu
mempengaruhi
dan
menentukan
harga.
Harga
terbentuk
hasil
keseimbangan permintaan dan penawaran pasar sehingga daya tawar menawar antara pembeli/konsumen dan pedagang/produsen seimbang. Melalui mekanisme ini, pada kondisi tertentu salah satu pihak dapat lebih ditekan. Pada saat panen raya dengan jumlah produksi yang melimpah konsumen mampu menekan produsen sehingga harga produk menjadi rendah. Sebaliknya pada masa paceklik dimana produksi beras turun, produsen dan pedagang mampu menekan konsumen untuk membayar dengan harga yang tinggi. Melihat kondisi tawar menawar seperti di atas, maka PGIB harus mampu mengatur jumlah produk beras yang beredar di pasaran agar harga produk dapat stabil. Struktur pasar di supermarket bersifat persaingan oligopoli. Hanya ada beberapa perusahaan yang bertindak sebagai pelaku pasar. Di supermarket, ada kecenderungan produsen / pedagang memiliki daya tawar menawar yang lebih tinggi dibandingkan dengan konsumen. Hal ini terlihat dari harga produk beras yang ditawarkan jauh lebih tinggi daripada harga beras di pasar tradisional, tentunya dengan atribut produk yang lebih lengkap. Harga produk beras yang ditawarkan di supermarket bersifat harga pas sehingga konsumen juga tidak memiliki kemampuan untuk melakukan tawar menawar harga beras yang akan dibeli. 5.10.4. Persaingan Dari Pesaing Baru. Jumlah pelaku pemasaran beras sangat banyak baik dari pedagang penggilingan, pedagang daerah, pedagang pasar induk Cipinang, pedagang pasar tradisional, hingga pedagang supermarket. Pasar beras sangat terbuka bagi pesaing baru yang akan masuk. Secara struktural tidak ada barier yang besar yang menghambat pesaing baru. Meskipun demikian, pesaing baru harus memiliki kemampuan untuk bersaing di tengah persaingan ketat memperoleh bahan baku dan merebut pasar. Persaingan ketat merupakan hambatan alami bagi pesaing
baru. Kondisi ini merupakan sebuah kekuatan bagi PGIB yang memiliki daya serap bahan baku besar dan teknologi proses yang memadai sehingga PGIB akan kompetitif di pasaran. Pada saluran pemasaran supermarket terdapat barier yang cukup besar bagi pesaing baru yang akan masuk pasar. Pengelola supermarket menerapkan persyaratan yang ketat bagi pemasoknya. Hanya produsen / pemasok dengan produk yang berkualitas yang bisa masuk ke pasar supermarket sehingga persaingan dan ancaman dari pesaing baru relatif lebih kecil dibandingkan dengan saluran pasar tradisional. 5.10.5. Persaingan Dari Produk Substitusi Usaha penganekaragaman pangan sudah dicanangkan sejak dikeluarkan instruksi Presiden (Inpres) No. 14 Tahun1974 tentang perbaikan Menu Makanan Rakyat (PMMR) dan kemudian disempurnakan dengan Inpres No. 20 Tahun 1979. Maksud dari instruksi tersebut adalah untuk lebih menganekaragamkan jenis dan gizi makanan rakyat, baik kualitas maupun kuantitas sebagai usaha penting bagi pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan kesejahteraan rakyat (Departemen Pertanian RI, 2002). Program penganekaragaman pangan ini turut berpengaruh terhadap konsumsi beras masyarakat. Data BPS 2005 menunjukkan bahwa konsumsi beras per kapita masyarakat pada tahun 2003 hingga 2005 berkurang sebesar 2,23% per tahun. Penurunan ini menunjukkan ketergantungan masyarakat terhadap beras mulai berkurang walaupun belum terlalu signifikan. Sebagian masyarakat mulai mengkonsumsi produk substitusi beras untuk memenuhi kebutuhan kalori / energinya. Meskipun demikian, pertumbuhan jumlah permintaan terhadap beras masih positif (1,21% per tahun). Persaingan dari produk substitusi juga sudah mulai tampak. Salah satu produk substitusi beras yang paling berpengaruh adalah produk olahan gandum. Gandum (tepung terigu) merupakan bahan pangan yang banyak digunakan sebagai bahan dasar berbagai macam produk olahan seperti mie instan, roti, kue, biskuit dan produk lainnya. Data BPS tahun 2005 menunjukkan jumlah impor gandum Indonesia yang sangat besar mencapai sekitar 4.333.107 ton per tahun.
Meskipun belum bisa menggantikan beras secara besar-besaran, perkembangan konsumsi gandum cukup pesat dilihat dari semakin memasyarakatnya produk mie instan dan roti. Persaingan dari produk olahan gandum harus menjadi perhatian serius bagi PGIB terkait strategi dan kelangsungan industri ke depan. Konsumsi bahan pangan pokok khususnya beras merupakan kebiasaan sejak kecil dan telah mendarah daging bagi sebagian besar masyarakat Indonesia. Butuh waktu yang lama untuk mengubah kebiasaan masyarakat mengkonsumsi beras sebagai bahan pangan pokok. Paling tidak, diperkirakan perubahan pola konsumsi tersebut tidak akan terjadi secara besar-besaran dalam jangka waktu sepuluh tahun ke depan. Di Indonesia, perkembangan konsumsi produk olahan gandum pun memperoleh hambatan mengingat gandum bukan hasil tanam dalam negeri. Penelitian yang telah dilakukan oleh Departemen Pertanian RI dan perusahaan penggilingan gandum belum ada yang menunjukkan gandum bisa ditanam di Indonesia dalam jumlah massal / besar. Bahkan dalam salah satu tujuan rencana aksi program diversifikasi pangan pemerintah adalah mengurangi ketergantungan terhadap beras dan pangan impor (termasuk gandum) melalui peningkatan konsumsi pangan baik nabati maupun hewani dengan peningkatan produksi pangan lokal dan produk olahannya (Departemen Pertanian RI, 2002). Mengingat produk subsitusi beras dalam negeri seperti singkong, ubi, dan jagung belum ada yang memasyarakat secara luas maka diperkirakan dalam jangka waktu beberapa puluh tahun ke depan beras akan tetap menjadi bahan pangan utama masyarakat Indonesia. 5.11 Strategi Pemasaran Perum Bulog merupakan perusahaan yang telah lama bergelut dalan dunia perberasan. Cakupan pasar yang selama ini dilayani terdiri dari pegawai negeri sipil (PNS), beras Raskin, keluarga TNI, Lembaga Pemasyarakatan dan keperluan stok pemerintah. Untuk lebih meningkatkan fungsi komersial, Bulog harus melakukan terobosan dan perluasan pasar. Pendirian PGIB merupakan bentuk dari strategi pengembangan produk Bulog untuk memperluas pasar Bulog. Beras Bulog saat ini umumnya berkualitas relatif rendah. Dengan pendirian PGIB, maka
dapat diproduksi beras dengan kualitas tinggi dengan atribut produk yang lebih lengkap. Strategi pengembangan/modifikasi produk ini sesuai dengan kondisi pasar beras yang berada pada kurva kedewasaan. Beberapa tahun terakhir konsumsi beras per kapita mengalami penurunan dan pertumbuhan permintaan mengalami perlambatan. Dengan menghasilkan produk beras kualitas tinggi dengan atribut yang lebih lengkap, diharapkan PGIB dapat memenuhi kecenderungan preferensi konsumen ke arah kualitas produk yang lebih baik dengan atribut yang lebih lengkap. Konsep
yang
digunakan
PGIB
dalam
melaksanakan
kegiatan
pemasarannya adalah konsep pemasaran. Berbagai upaya dilakukan untuk memberikan kepuasan kepada konsumen. Produk yang dihasilkan, saluran pemasaran yang digunakan serta atribut lain dalam pemasaran produk beras PGIB disesuaikan dengan kebutuhan dan keinginan konsumen. Oleh karena itu, hal pertama yang penting dalam perumusan konsep dan strategi pemasaran PGIB adalah identifikasi konsumen secara rinci beserta kebutuhannya. Perumusan konsep pemasaran dimulai dengan melakukan segmentasi konsumen beras. Konsumen beras disegmentasi berdasarkan preferensi, geografis, demografi
ekonomi,
dan
perilaku.
Berdasarkan
preferensi,
konsumen
dikelompokkan menjadi konsumen yang mengkonsumsi beras kualitas tinggi/baik, medium dan rendah. Berdasarkan geografis, konsumen dikelompokkan menjadi konsumen yang tinggal pada masing-masing wilayah / kota. Berdasarkan demografi ekonomi, konsumen dikelompokkan menjadi konsumen kelas bawah, menengah, dan atas. Berdasarkan perilaku, konsumen dikelompokkan menjadi konsumen yang membeli beras di pasar tradisional dan supermarket. Target segmen pasar yang paling sesuai bagi PGIB adalah konsumen yang mengkonsumsi beras kualitas baik, tinggal di wilayah DKI Jakarta, dan memiliki kemampuan ekonomi menengah-atas baik yang membeli beras di pasar tradisional maupun yang membeli beras di supermarket. Skema pemilihan target segmen pasar PGIB dapat dilihat pada Gambar 21. Sesuai dengan preferensi target segmen tersebut yaitu beras kualitas baik, maka beras PGIB dapat diposisikan sebagai ”beras yang putih, pulen, tanpa butir pecah”. Dengan penetapan target segmen
secara jelas tersebut, PGIB dapat menerapkan strategi fokus / spesialisasi selektif. PGIB secara fokus memberikan pelayanan terbaik untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan target segmen yang telah ditetapkan. Konsumen Beras
Kualitas I
Bandung
Bogor
Ekonomi kelas bawah
Kualitas II
DKI Jakarta
Depok
Ekonomi kelas menengah
Pasar Tradisional
Kualitas III
Bekasi
Tangerang
Ekonomi kelas atas
Supermarket
Gambar 21. Skema pemilihan target segmen pasar PGIB Kepuasan konsumen akan tercipta apabila ada keselarasan antara atribut produk beras yang ditawarkan PGIB dengan atribut produk beras yang diharapkan konsumen. Untuk memberikan kepuasan bagi konsumen, PGIB tidak harus menawarkan produk dengan kualitas paling tinggi, atribut paling lengkap dan harga paling murah, melainkan cukup dengan menawarkan produk beras sesuai dengan keinginan dan persepsi konsumen. Efektifitas pelayanan dan kepuasan konsumen dapat ditingkatkan dengan menerapkan strategi yang tepat untuk masing-masing segmen meliputi strategi saluran pemasaran, strategi atribut produk, strategi harga, dan strategi promosi. a. Strategi saluran pemasaran Target segmen PGIB memiliki perilaku pembelian yang berbeda yaitu membeli produk beras di pasar tradisional dan supermarket. Untuk memenuhi kebutuhan kedua segmen tersebut, maka PGIB dapat menggunakan saluran pemasaran pasar tradisional dan supermarket sebagai saluran pemasaran utama. Konsumen ekonomi menengah-atas yang mengutamakan gaya hidup dan
kenyamanan dapat menemukan produk beras PGIB di supermarket, sedangkan konsumen menengah-atas yang lebih mengutamakan harga terjangkau dan jarak yang lebih dekat dibandingkan kenyamanan dan gaya hidup dapat membeli produk beras PGIB di pasar tradisional terdekat. b. Strategi atribut produk Berdasarkan hasil riset Selamet (2003) dapat disimpulkan bahwa diantara atribut produk yang dianggap sangat penting bagi konsumen kelas menengah-atas adalah kebersihan beras, keseragaman warna butir beras, warna alami beras, kepulenan nasi, kejernihan warna butir beras dan keseragaman butir beras (tidak dicampur). Strategi yang dapat diterapkan PGIB terkait produk adalah menghasilkan beras dengan kualitas yang sesuai dengan standar SNI kualitas I dan II serta memenuhi atribut beras yang berasal dari persepsi konsumen di atas. Bobot kepentingan kelas menengah-atas terhadap atribut beras dapat dilihat pada Lampiran 7. Terdapat perbedaan yang cukup nyata mengenai kemasan dan informasi kemasan antara produk beras yang dipasarkan melalui pasar tradisional dan supermarket. Produk beras yang dipasarkan di pasar tradisional PGIB dapat menggunakan kemasan berukuran 20 kg dan 50 kg dengan bahan kemasan terbuat dari plastik karung. Informasi standar yang harus dicantumkan dalam kemasan antara lain merek produk, jenis varietas beras, mutu produk, nama perusahaan, ijin Depkes, tanggal produksi dan tanggal kadaluarsa. Produk beras yang dipasarkan melalui supermarket selain memenuhi kualitas standar SNI dan persepsi konsumen, harus dilengkapi dengan atribut lain. Atribut-atribut tambahan khususnya terkait dengan positioning produk sebagai beras kualitas tinggi untuk kelas menengah-atas. Produk beras dapat dikemas dalam ukuran satuan 5 kg, 10 kg dan 20 kg. Bahan kemasan terbuat dari plastik PP (Poly Propylene) dengan desain dan warna yang menarik. Info kemasan yang harus dicantumkan antara lain merek produk, nama perusahaan, nomor ijin usaha, ijin Depkes, mutu produk, varietas beras, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, komposisi kandungan gizi dan cara memasak.
c. Strategi harga Pasar beras di pasar tradisional bersifat persaingan monopolistis. Harga terbentuk sebagai hasil keseimbangan permintaan dan penawaran pasar. Dengan demikian, harga ditingkat konsumen relatif akan seragam antar merek produk beras dengan kualitas dan varietas yang sama. Strategi harga yang sesuai bagi PGIB adalah penetapan harga sesuai dengan harga pasar. PGIB tidak akan mampu bersaing jika harga produk yang ditawarkan lebih tinggi dari harga pasar dan PGIB akan sangat kesulitan untuk menetapkan harga produk dibawah harga pasar mengingat margin pemasaran yang kecil. Pada saluran pemasaran supermarket yang bersifat oligopoli, harga menjadi salah satu hal yang cukup menentukan dalam persaingan. Secara umum harga beras di supermarket jauh lebih tinggi dibandingkan harga di pasar tradisional. Produsen / pedagang memiliki cukup kekuatan untuk menetapkan harga pasar. Di tengah barier yang ketat, PGIB dapat menerapkan strategi harga yang sedikit lebih rendah dibandingkan harga produk produsen lain. Penawaran harga yang lebih rendah kepada pengelola supermarket akan memberi peluang bagi pihak supermarket memperoleh keuntungan yang sedikit lebih besar. Hal ini akan menarik minat pengelola supermarket untuk menerima PGIB sebagai pemasok beras di supermarket yang dikelolanya. Dalam peta persaingan, PGIB dapat mengambil wilayah persaingan kuadran II. Kuadran II adalah wilayah persaingan yang paling kompetitif. Dengan menerapkan strategi kualitas tinggi dan harga rendah, PGIB akan mampu bersaing dan unggul merebut pasar. Penetapan harga produk PGIB dapat dilihat pada Tabel 28. Tabel 28. Penetapan harga produk beras PGIB Produk (IR 64) Mutu I Mutu II
Pasar Tradisional Harga Harga Distributor Konsumen (Rp/kg) (Rp/kg) 4250 4500 4000 4350
Supermarket Harga Harga Distributor Konsumen (Rp/kg) (Rp/kg) 8026 5888 7500 5750
d. Strategi Promosi. Promosi dan advertising merupakan salah satu ujung tombak dalam pemasaran. Di tengah persaingan yang ketat dan banyaknya merek beras di pasaran maka fungsi promosi dan advertising untuk menonjolkan produk PGIB di antara semua merek beras amatlah penting. Salah satu hal yang sangat terkait dengan promosi dan pembentukan image adalah merek produk. Mengingat bahwa kualitas beras Bulog selama ini relatif rendah, maka PGIB perlu menggunakan merek produk lain yang mampu membentuk image beras kualitas tinggi. Promosi dan advertising harus sesuai dengan target pasar dan saluran pemasaran. Masing-masing target dan saluran pemasaran memiliki karakteristik sendiri mengenai ketertarikan terhadap promosi dan advertising. Berdasarkan hasil survey dan wawancara dengan pedagang di Pasar Induk Cipinang, dapat disimpulkan bahwa dari segi pedagang umumnya tidak mengenal masalah promosi dan advertising. Jual beli dilakukan secara langsung tanpa ada upaya promosi dan advertising. Umumnya pemasok dan pembeli beras datang langsung ke lokasi untuk melakukan penawaran dan pemesanan. Hal yang menentukan terjadinya kesepakatan jual beli atau tidak adalah kesesuaian mutu dan harga. Apabila mutu dan harga sesuai maka jual beli bisa berlangsung, jika tidak sesuai akan terjadi proses tawar menawar hingga tercapai kesepakatan. Dengan demikian, PGIB tidak terlalu membutuhkan promosi dan iklan secara besar-besaran di pasar tradisional. Strategi promosi yang dapat diterapkan PGIB adalah memberikan harga khusus kepada distributor/pedagang di pasar tradisional baik pada waktu-waktu tertentu atau pada jumlah pembelian tertentu. Hal ini akan menarik minat pedagang di pasar tradisional untuk memasarkan produk beras PGIB. PGIB juga bisa menjalin jaringan atau mitra dengan pedagang pasar tradisional dan memberikan insentif. Semakin banyak pedagang yang bersedia memasarkan produk beras PGIB maka pemasaran beras PGIB akan semakin efektif. Beda halnya dengan supermarket, promosi dan advertising merupakan sesuatu yang penting. Tidak terjadi proses tawar menawar di supermarket sehingga perbedaaan harga bisa membuat pelanggan mencari alternatif supermarket yang lain. Media yang sering digunakan sebagai sarana promosi
adalah kemasan produk yang menarik dan brosur produk yang memuat gambar dan harga produk. Sedangkan bentuk promosi yang utama dilakukan berupa diskon/potongan harga. PGIB juga dapat melakukan suatu terobosan baru dengan mengiklankan produk beras PGIB di televisi. Sampai saat ini belum ada produk beras yang diiklankan melalui televisi. Terobosan ini akan membentuk image produk PGIB sesuai dengan positioning yang diharapkan dan PGIB sebagai pelaku / pesaing baru akan terkesan sebagai pionir produk beras modern berkualitas. Hal ini akan menarik konsumen kelas menengah-atas yang sangat peduli terhadap kualitas dan gaya hidup untuk mencoba mengkonsumsi produk beras PGIB. Rincian bauran pemasaran dapat dilihat pada Lampiran 8. 5.12.1 Komposisi Produksi Optimum Penentuan komposisi produksi optimum merupakan bahan pertimbangan penting bagi PGIB untuk menentukan jumlah masing-masing produk beras yang yang
akan
diproduksi.
Komposisi
produk
yang
dihasilkan
dioptimasi
menggunakan Linear Programming dengan bantuan software LINDO untuk memperoleh komposisi yang memberikan profit optimum. Kombinasi melibatkan variabel bahan baku, kualitas beras, dan saluran pemasaran dengan total terdapat 24 kombinasi. Masing-masing kombinasi memberikan profit yang berbeda-beda. Fungsi maksimasi profit dibatasi oleh batasan-batasan bahan baku, kapasitas produksi dan peluang pasar. Kombinasi dan profit masing-masing dapat dilihat pada Tabel 29. Rumusan Linear Programming optimasi komposisi produksi PGIB adalah sebagai berikut : Fungsi tujuan optimasi adalah memaksimumkan profit yang diraih. Max Profit Z = P1Xa1p+P2Xa1s+P3Xa2p+P4Xa2s+P5Xa3p+P6Xb1p+P7Xb1s+P8Xb2p+P9Xb2 s+P10Xc3p+P11Xc1p+P12Xc1s+P13Xc2p+P14Xc2s+P15Xc3p+P16Xd1p+P17X d1s+P18Xd2p+P19Xd2s+P20Xd3p
Tabel 29. Kombinasi produksi beras PGIB Mutu Bahan Baku
Mutu Produk I
A
II III I
B
II III I
C
II III I
D
II III
Saluran Pemasaran PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM PT SM
Profit 330 2051 150 1945 128 - *) 400 2121 306 2101 324 190 1911 190 1985 307 -729 992 -557 1238 286 -
Keterangan : PT = Pasar Tradisional SM = Supermarket *) = Jenis beras tidak dijual di supermarket Sumber : Bantacut et al, 2006 Fungsi tujuan : Max Profit Z = 330Xa1p+2025Xa1s+150Xa2p+1945Xa2s+128Xa3p+400Xb1p+2121Xb1s+306X b2p+2101Xb2s+324Xb3p+190Xc1p+1911Xc1s+190Xc2p+1985Xc2s+307Xc3p+ (-729)Xd1p+992Xd1s+ (-557)Xd2p+1238Xd2s+286Xd3p
Optimasi komposisi produksi PGIB dibatasi oleh tiga faktor yaitu faktor ketersediaan bahan baku, faktor kapasitas produksi, dan faktor peluang pasar. Rumusan fungsi pembatas adalah sebagai berikut ; (i) Pembatas Kapasitas (80 ton beras per hari) Xa1p+Xa1s+Xa2p+Xa2s+Xa3p+Xb1p+Xb1s+Xb2p+Xb2s+Xb3p+Xc1p+Xc1s+Xc2p+ Xc2s+Xc3p+Xd1p+Xd1s+Xd2p+Xd2s+Xd3p<=80
(ii) Pembatas Bahan Baku Tabel 30. Pembatas bahan baku untuk masing-masing produk. Mutu Bahan baku
A*
B*
C*
D*
x1
65,6
61,6
52,8
40,0
x2
71,2
65,6
56,0
44,0
x3
79,92
74,4
64,8
62,4
Mutu Produk
Keterangan : * = dalam ton setara beras per hari Sumber : Bantacut et al, 2006 (iii) Pembatas Pasar a. Peluang pasar supermarket sebesar 101 ton per hari. Dengan barrier supermarket yang cukup ketat, maka diasumsikan PGIB mampu meraih pasar 30 persen dari peluang tersebut atau sebesar 30,1 ton per hari. Dengan pertimbangan bahwa persaingan produk kualitas I dan II sebesar 50% : 50% maka produksi beras kualitas I dan II pasar supermarket sebesar 1 : 1. Rumusan Linear Programming-nya sebagai berikut : Xa1s+Xa2s+Xb1s+Xb2s+Xc1s+Xc2s+Xd1s+Xd2s<=30.1 Xa1s+Xb1s+Xc1s+Xd1s-Xa2s-Xb2s-Xc2s-Xd2s=0 b. Pada tahun 2007 terdapat peluang pasar sebesar 15.591 ton per tahun atau 51,97 ton per hari kerja PGIB. Batasan tersebut bersifat dinamis dan diperkirakan akan bertambah dari tahun ke tahun seiring peningkatan jumlah permintaan. Atas pertimbangan pemasaran khususnya segmen pasar menengah-atas, maka produksi beras PGIB yang akan di pasarkan ke pasar tradisional adalah kualitas I dan II dengan perbandingan 2 : 1. Rumusan Linear Programming-nya sebagai berikut : Xa1p+Xa2p+Xb1p+Xb2p+Xc1p+Xc2p+Xd1p+Xd2p<=51,97 Xa1p+Xb1p+Xc1p+Xd1p-2(Xa2p+Xb2p+Xc2p+Xd2p)=0 (iv) Inisiasi. Produksi PGIB selalu positif sehingga jumlah masing-masing komposisi harus positif. Xa1p,Xa1s,Xa2p,Xa2s,Xa3p,Xb1p,Xb1s,Xb2p,Xb2s,Xb3p,Xc1p,Xc1s,Xc2p,Xc2s, Xc3p,Xd1p,Xd1s,Xd2p,Xd2s,Xd3p>=0. Formula
rinci pada Lampiran 9.
Berdasarkan hasil optimasi Linear Programming di atas di peroleh komposisi produksi optimal PGIB antara lain : a. Keseluruhan bahan baku yang digunakan untuk produksi beras PGIB adalah beras asalan kualitas B. b. Produksi beras kualitas I sebanyak 48,32 ton per hari dengan rincian 33,26 ton di pasarkan melalui pasar tradisional dan 15,05 ton di pasarkan melalui saluran supermarket. c. Produksi beras kualitas II sebanyak 31,68 ton per hari dengan rincian 16,63 ton di pasarkan melalui pasar tradisional dan 15,05 ton di pasarkan melalui saluran supermarket. d. Total keuntungan yang bisa diraih PGIB pada produksi optimum sebesar Rp. 81.936.880,- per hari. e. Dibutuhkan bahan baku beras asalan kualitas B sebanyak 101,46 ton per hari. Komposisi produksi optimum dan kebutuhan bahan baku dapat dilihat pada Tabel 31 dan Tabel 32. Tabel 31. Komposisi produksi optimum PGIB Kombinasi XB1P XB1S XB2P XB2S Total
Jumlah Produksi (ton/hari) 33,27 15,05 16,63 15,05 80
Profit Rp. Per hari (dlm ribu) 13.308,00 30.671,90 5.088,78 30.942,80 80.011,48
Keterangan : XB1P : Produk beras kualitas I berbahan baku beras asalan kualitas B yang di pasarkan ke pasar tradisional. XB1S : Produk beras kualitas I berbahan baku beras asalan kualitas B yang di pasarkan ke supermarket. XB2P : Produk beras kualitas II berbahan baku beras asalan kualitas B yang di pasarkan ke pasar tradisional. XB2S : Produk beras kualitas II berbahan baku beras asalan kualitas B yang di pasarkan ke supermarket.
Tabel 32. Kebutuhan bahan baku PGIB Kualitas beras I II Total
Jumlah Produk (ton) 48.32 31.68 80
Koefisien Bahan Baku 1.3 1.22
Kebutuhan Bahan Baku (ton) 62.82 38.65 101.47
5.12.2 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas dilakukan untuk mengetahui seberapa besar konsistensi solusi optimal formula Linear Programming terhadap perubahan koefisien suatu variabel (basis koefisien) atau nilai sisi kanan dalam formula LP tersebut (basis sisi kanan). Berdasarkan optimasi komposisi produksi beras menggunakan software LINDO diperoleh nilai sensitivitas sebagai berikut : Tabel 33. Analisis sensitivitas optimasi produksi beras basis koefisien Variabel XB1P XB1S XB2P XB2S
Koefisien (profit) saat ini 400 2038 306 2056
Kenaikan yang diperkenankan 2517,50 INFINITY 5035 INFINITY
Penurunan yang diperkenankan 66,99 13,00 115,99 71,00
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas di atas dapat disimpulkan bahwa solusi komposisi optimal produksi beras PGIB tidak akan berubah (konsisten) sebagaimana Tabel 31 meskipun terjadi perubahan antara lain : Koefisien (profit) XB1P naik maksimum sebesar Rp.2517,5 atau menurun maksimum sebesar Rp.66,99 atau Koefisien XB1S naik hingga tak terbatas atau menurun maksimum sebesar Rp.13,00 atau Koefisien XB2P naik maksimum Rp.5035 atau menurun maksimum sebesar Rp.115,99 atau Koefisien XB2S naik hingga tak terbatas atau menurun maksimum sebesar Rp.71,00. Perubahan koefisien (profit) setiap variabel tidak akan merubah komposisi optimum selama perubahan tersebut masih dalam rentang perubahan yang diperkenankan. Apabila perubahan terjadi diluar rentang yang diperkenankan
maka hasil / solusi komposisi optimal produksi beras akan berubah. Berdasarkan hasil analisis sensitivitas di atas terlihat bahwa rentang kenaikan koefisien yang diperkenankan untuk keempat variabel jauh lebih tinggi daripada rentang penurunan koefisien yang diperkenankan. Hal ini menunjukkan solusi optimal lebih sensitif terhadap penurunan koefisien daripada kenaikan koefisien. Apabila koefisien (profit) turun sedikit, maka memungkinkan untuk memilih alternatif solusi optimal lain. Sensitivitas formula Linear Programming juga dapat diekspresikan oleh perubahan nilai sisi kanan / pembatas. Sensitivitas optimasi berbasis nilai sisi kanan dapat dilihat pada Tabel 34. Tabel 34. Analisis sensitivitas optimasi produksi beras basis nilai sisi kanan (RHS) Sisi kanan / pembatas Kapasitas Produksi Bahan baku A, beras I Bahan baku A, beras II Bahan baku A, beras III Bahan baku B, beras I Bahan baku B, beras II Bahan baku B, beras III Bahan baku C, beras I Bahan baku C, beras II Bahan baku C, beras III Bahan baku D, beras I Bahan baku D, beras II Bahan baku D, beras III Pasar Supermarket Pasar Supermarket Pasar Tradisional Pasar Tradisional
Nilai sisi kanan saat ini 80,00 65,60 71,20 79,92 61,60 65,60 74,40 52,80 56,00 64,80 40,00 44,00 62,40 30,10 0,00 51,97 0,00
Peningkatan yang diperkenankan 2,07 INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY 49,90 26,57 INFINITY 39,85
Penurunan yang diperkenankan 49,90 65,60 71,20 79,92 13,28 33,92 74,40 52,80 56,00 64,80 40,00 44,00 62,40 2,07 30,10 2,07 99,80
Berdasarkan hasil analisis sensitivitas basis nilai sisi kanan (RHS) di atas terlihat bahwa solusi optimal sangat sensitif terhadap peningkatan kapasitas produksi. Peningkatan kapasitas sebesar 2,07 dapat menyababkan perubahan solusi optimal. Solusi optimal kurang sensitif terhadap ketersediaan bahan baku. Peningkatan ketersediaan bahan baku hingga tak terbatas tidak akan merubah solusi optimal. Penurunan bahan baku A, C dan D tidak mempengaruhi solusi
optimal selama bahan baku B masih tersedia karena pada solusi optimal bahan baku yang digunakan seluruhnya berkualitas B. Solusi optimal sangat sensitif terhadap penurunan pembatas pasar tradisional dan supermarket. Penurunan nilai sisi kanan sebesar 2,07 dapat mengubah solusi optimal yang dihasilkan. Hasil analisis sensitivitas secara keseluruhan dapat di lihat pada Lampiran 11. 5.13
Proyeksi Penjualan dan Profit Berdasarkan hasil kajian yang telah dibahas sebelumnya, dapat
disimpulkan bahwa terdapat peluang yang cukup besar bagi PGIB untuk melakukan penetrasi pasar, memenuhi kelebihan permintaan, dan melayani unserved consumer. Dengan demikian maka dapat diprediksikan PGIB akan mampu memasarkan produk berasnya secara penuh bahkan dapat ditingkatkan dari tahun ke tahun sesuai pertumbuhan permintaan. Dengan asumsi PGIB mampu memasarkan 95 persen produknya dan menjadikan 5 persen produksi sebagai stok maka akan memperoleh omset sebesar Rp. 363.915.930,- per hari dengan profit sebesar Rp. 76.010.910,- per hari. Dengan demikian, PGIB akan memiliki pangsa pasar (market share) di wilayah DKI Jakarta sebesar 1,77 persen. Proyeksi penjualan, omset, dam profit PGIB dapat dilihat pada Tabel 35. Tabel 35. Proyeksi penjualan, omset, dan profit PGIB per hari Produk XB1P XB1S XB2P XB2S Total
Penjualan Produk (ton/hari)
31,61 14,30 15,80 14,30 76
Harga (Rp/kg)
4.250 5.888 4.000 5.750
Omset (Rp ribu/hari)
134.327,63 84.183,68 63.194,00 82.210,63 363.915,93
Profit/kg
400 2038 306 2056
Profit (Rp ribu/hari)
12.642,60 29.138,31 4.834,34 29.395,66 76.010,91
5.14 Keputusan Kelayakan Tahap akhir dalam studi kelayakan adalah pengambilan keputusan terkait layak atau tidaknya proyek investasi dalam hal ini re-investment PGIB BulogTambun. Pengambilan keputusan kelayakan re-investasment PGIB Bulog menggunakan beberapa kriteria. Setelah melakukan identifikasi, kajian awal, pengujian / analisis hingga tahap evaluasi, maka dapat dirumuskan kondisi aspek pemasaran PGIB Bulog dari sudut pandang beberapa kriteria sebagai berikut.
Tabel 36. Kriteria pengambilan keputusan kelayakan pemasaran PGIB Bulog Kriteria Ukuran pasar Peluang pasar Struktur pasar Segmentasi
Saluran pemasaran
Nilai 3530 ton per hari 152,97 ton per hari Persaingan monopolistis (pasar tradisional), oligopoli (supermarket) Dapat dibedakan secara jelas, konsumen kelas ekonomi bawah, menengah, atas ; konsumen yang membeli beras di pasar tradisional dan supermarket. Banyak (total > 200 saluran), baik tradisional maupun modern
Intepretasi Sangat besar (44 X kapasitas produksi) Peluang > produksi (80ton/hari) PGIB dapat masuk pasar dengan relatif mudah PGIB dapat menerapkan strategi yang efektif pada segmen yang dituju.
Memadai bagi PGIB untuk memasarkan ke seluruh wilayah DKI Jakarta Kemampuan PGIB Teknologi modern PGIB mampu PGIB akan mampu memasarkan memenuhi menghasilkan produk berkualitas produknya dan bersaing dipasaran persyaratan pasar tinggi, dan service level PGIB yang baik mampu memberikan pelayanan yang prima Jarak pasar dari 21,9 km – 42 km Jarak < 100 km, terjangkau dan PGIB efisien Hukum dan Mendukung (PP No. 7 th 2003) Bulog sah secara hukum untuk perundangan mendirikan PGIB Profit Rp. 76.010.910 /hari atau Rp.1000/kg Sangat menguntungkan Keputusan Layak
Dari tabel di atas dapat diketahui gambaran keseluruhan aspek pemasaran PGIB. Ukuran pasar produk beras di DKI Jakarta sangat besar mencapai 3530 ton per hari. Jumlah tersebut sangat memungkinkan untuk meyerap seluruh produksi beras PGIB. Di DKI Jakarta terdapat peluang pasar akibat pertumbuhan permintaan dan unserved consumer sebesar 152,97 ton per hari, sedangkan kapasitas produksi PGIB hanya 80 ton per hari. Kondisi ini membuka peluang bagi PGIB untuk berproduksi secara optimal bahkan menggandakan kapasitasnya. Struktur pasar yang berkembang di pasar tradisional adalah persaingan monopolistis. Setiap pedagang/produsen dengan mudah dapat keluar-masuk pasar sehingga kehadiran PGIB Bulog sebagai pesaing baru tidak akan mendapatkan hambatan yang ketat. Pada saluran pemasaran supermarket, terdapat hambatan (barrier) yang cukup ketat dengan struktur pasar persaingan oligopoli. Dengan teknologi modern dan service level yang baik, PGIB memiliki kemampuan yang besar untuk memenuhi persyaratan pengelola supermarket, memasarkan produknya dan bersaing di pasaran. Segmen pasar beras dapat dibedakan secara
jelas antara konsumen yang mengkonsumsi beras kualitas tinggi dan rendah, antara konsumen kelas ekonomi bawah, menengah dan atas, antara konsumen yang membeli beras di supermarket dan pasar tradisional. Hal ini memungkinkan PGIB dapat menerapkan strategi yang efektif kepada masing-masing target segmen. Di wilayah DKI Jakarta terdapat lebih dari 200 saluran pemasaran yang terdiri dari pasar tradisional dan supermarket. Jumlah tersebut memungkinkan PGIB untuk memasarkan dan mendistribusikan produknya ke seluruh wilayah DKI Jakarta. Jarak PGIB dengan lokasi pasar DKI Jakarta sangat dekat antara 21,9 km hingga 42 km. Jarak tersebut sangat terjangkau dan masih cukup efisien untuk dilayani tanpa terlalu membebani biaya transportasi. Pendirian PGIB juga didukung oleh Peraturan Pemerintah No.7 tahun 2003 tentang status badan hukum Perusahaan Umum Bulog dan fungsi Bulog dalam pelayanan publik dan usaha komersial. Dengan demikian Bulog sah secara hukum untuk mendirikan PGIB. Kriteria terakhir yang sangat penting adalah nilai profitabilitas PGIB. PGIB diperkirakan mampu meraih profit sebesar Rp. 76.010.910 per hari atau Rp.1000 per kg beras. Jumlah tersebut sangat besar dan menguntungkan bagi PGIB dan Bulog. Berdasarkan pada beberapa kriteria tersebut, maka dapat ditarik kesimpulan bahwa PGIB Bulog-Tambun dari aspek pemasaran layak untuk didirikan dan bersaing di pasaran.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan Dewasa ini ada kecenderungan perubahan preferensi konsumen ke arah beras dengan kualitas yang lebih baik dengan atribut produk yang lebih lengkap. Perubahan preferensi tersebut akan menimbulkan unserved consumer yag merupakan peluang pasar bagi PGIB. Target segmen pasar yang potensial untuk dilayani PGIB adalah konsumen yang mengkonsumsi beras kualitas baik, kemudian lebih dispesifikkan pada konsumen kelas ekonomi menengah dan atas termasuk unserved consumer baik yang membeli beras di pasar tradisional maupun di supermarket. Beras PGIB dapat diposisikan sebagai ”beras yang bersih, enak, berkualitas tinggi”. Dari enam kota yang berada di sekitar lokasi PGIB Tambun, wilayah pasar yang paling potensial adalah wilayah DKI Jakarta dengan nilai MPE tertinggi 9.056.575. Dari delapan jalur pemasaran beras di DKI Jakarta, jalur yang paling potensial dan efisien adalah melalui saluran pasar tradisional dan supermarket tanpa agen ataupun pasar induk Cipinang. Pedagang grosir Cipinang mengambil margin sebesar Rp.100-Rp.250/kg, pengecer pasar tradisional sebesar Rp.250Rp.400/kg beras, dan supermarket dapat mengambil margin yang sangat tinggi hingga Rp. 3500 - Rp. 4046/kg beras. Pada masa siklus hidup kedewasaan, strategi yang tepat bagi PGIB adalah melakukan pengembangan produk atau memproduksi beras berkualitas tinggi sesuai standar SNI dan persepsi konsumen untuk memperluas pasar. Strategi saluran pemasaran menggunakan saluran di pasar tradisional dan supermarket. Strategi produk PGIB adalah menghasilkan produk beras sesuai standar SNI, dikemas dalam satuan 5 kg, 10 kg, dan 20 kg dengan bahan kemasan plastik dan desain yang menarik. Info kemasan yang perlu dicantumkan antara lain merek produk, nama perusahaan, nomor ijin usaha, ijin Depkes, mutu produk, varietas beras, tanggal produksi, tanggal kadaluarsa, komposisi kandungan gizi dan cara memasak. PGIB dapat menerapkan strategi harga sesuai dengan harga pasar pada saluran pasar tradisional dan strategi harga sedikit lebih rendah pada saluran
supermarket. Strategi promosi di pasar tradisional dengan memberikan harga khusus kepada distributor/pedagang di pasar tradisional baik pada waktu-waktu tertentu atau pada jumlah pembelian tertentu serta menjalin mitra dengan pedagang. Bentuk promosi yang utama di supermarket berupa diskon/potongan harga. PGIB juga dapat melakukan suatu terobosan baru dengan mengiklankan produk beras PGIB di televisi. Komposisi produksi optimal PGIB adalah menggunakan bahan baku seluruhnya dari beras asalan kualitas B sebanyak 101,46 ton per hari. Produksi beras kualitas I sebanyak 48,32 ton per hari dengan rincian 33,26 ton di pasarkan melalui pasar tradisional dan 15,05 ton di pasarkan melalui saluran supermarket. Produksi beras kualitas II sebanyak 31,68 ton per hari dengan rincian 16,63 ton di pasarkan melalui pasar tradisional dan 15,05 ton di pasarkan melalui saluran supermarket. Total keuntungan yang bisa diraih PGIB pada produksi optimum sebesar Rp. 81.936.880,- per hari. Dengan asumsi PGIB mampu memasarkan 95 persen produknya dan menjadikan 5 persen produksi sebagai stok maka akan memperoleh omset sebesar Rp. 363.915.930,- per hari dengan profit sebesar Rp. 76.010.910,- per hari dan memiliki pangsa pasar di wilayah DKI Jakarta sebesar 1,77 persen. Dengan demikian Pusat Grading Industri Beras Bulog, Tambun dari aspek pemasaran layak untuk didirikan dan bersaing di pasaran. 6.2 Saran Analisis kelayakan pemasaran ini perlu ditindak lanjuti dengan melakukan uji kesukaan konsumen terhadap produk beras PGIB. Hal ini diperlukan untuk memperoleh masukan perbaikan produk sebelum produksi secara massal dan produk beras benar-benar dilempar ke pasaran. PGIB perlu memperkuat jaringan dengan mitra Bulog / pemasok bahan baku yang sudah ada dan memperluas jaringan dengan pedagang/pengecer pasar tradisional dan pengelola supermarket. Sesuai dengan fungsi usaha komersial Bulog untuk menunjang fungsi pelayanan publik, maka Perum Bulog harus melakukan manajemen dengan baik untuk menjalankan kedua fungsi tersebut. Jangan sampai karena usaha komersial ini lebih menguntungkan, fungsi pelayanan publik menjadi disisihkan.
DAFTAR PUSTAKA Apriyantono, A. 2005. Membangun Pertanian Industrial : Sosok Pertanian Indonesia Masa Depan. Dalam Membangun Indonesia : Kumpulan Pemikiran Penting Untuk Kemajuan Pertanian. BEM KM IPB-IPB Press. Bogor Bantacut, T.,Sutrisno.,R Hasbullah.,J Munandar.,S Budijanto.,Sugiyono.,dan I Yusliana . 2006. Laporan Studi Kelayakan Pendirian Pusat Grading Beras (PGIB) Bulog Tambun. F-TechnoPark IPB. Bogor Behrens, W & PM Hawranek. 1991. Manual for the Preparation of Industrial Feasibility Studies. Vienna : United Nation Industrial Development Organization BPS. 2006. Produksi dan Ketersediaan Beras Nasional. BPS. Jakarta BPS. 2005. Konsumsi Rata-Rata Per Kapita Seminggu Beberapa Macam Bahan Makanan Penting Di Indonesia. BPS. Jakarta BPS. 2005. Buletin Statistik Perdagangan Luar Negeri – Impor 2005. BPS. Jakarta BPS. 2004. Statistika Indonesia 2004. BPS. Jakarta BPS DKI Jakarta. 2004. Pekerja/Buruh/Karyawan Menurut Upah/Gaji Bersih Selama Sebulan dan Lapangan Pekerjaan Utama DKI Jakarta 2004. BPS DKI Jakarta. Jakarta BPS DKI Jakarta. 2004. Pekerja/Buruh/Karyawan Menurut Upah/Gaji Bersih Selama Sebulan dan Pendidikan Tertinggi Yang Ditamatkan 2004. BPS DKI Jakarta. Jakarta Bulog. 2006. Realisasi Pengadaan Dalam Negeri tahun 2001-2004. Perum Bulog. Jakarta Dinas Perindustrian dan Perdagangan DKI Jakarta. 2006. Harga Rata-rata Bahan Pokok Pangan di DKI Jakarta. Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Jakarta. www.jakarta.go.id Departemen Pertanian RI. 2006. Data Harian Harga Gabah / Beras di Sentra Produksi. Departemen Pertanian RI. http://www.deptan.go.id Departemen Pertanian RI. 2006. Data Harian Harga Gabah / Beras di Tingkat Penggilingan. Departemen Pertanian RI. http://www.deptan.go.id
Departemen Pertanian RI. 2002. Program Aksi Diversifikasi Pangan. Departemen Pertanian.http://www.iptek.apjii.or.id/artikel/pangan/DEPTAN/materipend ukung/Renaksi%20 DRAFT%20IV.htm Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta. 2006. Jumlah Penduduk DKI Jakarta April 2006. Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil DKI Jakarta. http:// www.kependudukancapil.go.id/index.php?stats:browse Fellows, P.,E. Franco dan R. Walter. 1996. Starting a Small Food Processing Enterprice. Intermediete Technology Publication, London. Dalam Ihsanur M, 2004. Studi Kelayakan Pendirian Industri Gelatin dari Kulit Split di PT. Samwoo Indonesia, Kabupaten Karawang Food Station Tjipinang Jaya, PT. 2004. Pemasukan Beras Ke Pasar Induk Beras Cipinang Menurut Jenis Bulan Januari s.d Desember 2004. PT. Food Station Tjipinang Jaya. Jakarta Husnan, S dan Suwarsono. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan Percetakan. Yogyakarta. Kottler, P. dan G. Amstrong. 1994. Dasar-dasar Pemasaran. Terjemahan. Intermedia, Jakarta. Kottler, P. 1997. Manajemen Pemasaran jilid 1. Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta. Kottler, P. 2002. Manajemen Pemasaran Jilid 2. Terjemahan. Prenhallindo, Jakarta. Krisnamurthi, B. 2006. Fakta dan Kebijakan Perberasan. Harian Republika edisi Selasa, 24 Januari 2006. Jakarta. http://www.republika.co.id Limbong, W.H dan P. Sitorus. 1987. Pengantar Tataniaga Pertanian. Jurusan Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Mardianto, S.,Yana S dan Nur K.A. 2005. Dinamika Pola Pemasaran Gabah dan Beras di Indonesia. Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian. Bogor. Porter, E. M. 1990. Strategi Bersaing Teknik Menganalisa Industri dan Pesaing, Terjemahan. Erlangga Jakarta. Porter, M.E. 1985. Competitie Advantage, Creating and Sustaining Superior Performance. Terjemahan. Dharma, A.,A Maulana, Jasjfi dan U.W.Suprapto. 1992. Keunggulan Bersaing, Menciptakan dan Mempertahankan Kinerja Unggul. Erlangga. Jakarta.
Pradesha, A. 2004. Analisis Perubahan Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga Pegawai Negeri Sipil Setelah Dihapuskannya Tunjangan Beras Secara Natura (Studi Kasus pada PNS Badan Bimas Ketahanan Panganb Departemen pertanian RI). Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekomoni Pertanian IPB. Bogor Puspoyo, W. 2004. Peran Bulog Dalam Ketahanan Pangan Nasional di Era Globalisasi. Makalah dalam Proceedings Agrotech National Summit 2004. BEM Fateta IPB. Bogor Rusastra, I.W., B.Rachman, dan Sumedi T.Sudaryanto. 2003. Struktur Pasar dan Pemasaran Gabah-Beras dan Komoditas Kompetitor Utama. Puslitbang Sosek Pertanian. Bogor. Selamet, R. 2003. Analisis Proses Keputusan Konsumen Dalam Pembelian Beras dan Strategi Pemsaran Beras. Skripsi. Program Studi Agribisnis Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor Simatupang, P. 1995. Industrialisasi Pertanian sebagai Strategi Agribisnis dan Pembangunan Pertanian dalam Era Globalisasi. Pidato Orasi Pengukuhan Ahli Peneliti Utama Pada Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian, Bogor. Sofyan, I. 2004. Studi Kelayakan Bisnis. Yogyakarta : Graha Ilmu Solahuddin, S. 2005. Program Integrated Farming System Dalam Rangka Pembangunan Pertanian Indonesia Menghadapi Era Globalisasi. Dalam Membangun Indonesia : Kumpulan Pemikiran Penting Untuk Kemajuan Pertanian. BEM KM IPB-IPB Press. Bogor Sukirno, S. 2000. Pengantar Teori Mikro Ekonomi. Raja Grafindo Persada. Jakarta Suriyana, N. 2005. Analisis Tataniaga Beras Di Pasar Tradisional dan Modern Di DKI Jakarta. Skripsi. Program Ekstensi Manajemen Agribisnis Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian IPB. Bogor] Trestita, M. 2000. Analisis Ekonomi Pola Konsumsi Beras Rumah Tangga Pegawai Negeri Sipil dan Dampak Diberlakukannya Perubahan Kebijakan Tunjangan Beras : Studi Kasus di Dinas/Departemen Pendidikan Nasional Kecamatan Bogor Tengah. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lampiran 1. Standar mutu beras giling SNI No.01-6128-1999 Persyaratan kualitatif antara lain: a. Bebas hama dan penyakit : ada/tidaknya kehadiran hama (serangga hama, ulat dan sebagainya) dan/atau penyakit (cendawan dan sebagainya) yang hidup dan terdapat pada contoh beras yang diperiksa (contoh primer). Bebas hama/penyakit berarti secara visual tidak ditemui hama/penyakit yang hidup dalam contoh beras yang diperiksa (contoh primer). Bangkai serangga hama dikategorikan sebagai benda asing. b. Bebas bau : menyangkut bau yang dapat ditangkap oleh indra penciuman (hidung) pada contah beras yang diperiksa. Bau yang ditolak adalah bau busuk, asam, apek atau bau-bau asing lainnya yang jelas berbeda dengan bau beras yang sehat. c. Bebas dedak dan katul : ada/tidaknya dedak/katul yang terlepas (bebas). Bersih dari campuran dedak dan katul. d. Bebas bahan kimia : sisa-sisa bahan kimia seperti pupuk, pestisida dan bahanbahan kimia lainnya yang membahayakan kesehatan/keselamatan manusia. Persyaratan kuantitatif meliputi: a. Beras giling : beras utuh atau patah yang diperoleh dari proses penggilingan gabah hasil tanaman padi (Oryzae sativa L) yang seluruh lapisan sekamnya terkelupas atau sebagian lembaga dan katul telah dipisahkan serta memenuhi persyaratan kuantitatif dan kualitatif seperti tercantum dalam persyaratan kualitas beras giling pengadaan dalam negeri. b. Derajat sosoh : tingkat terlepasnya lapisan katul (pericarp, testa dan aleuron) dan lembaga dari butir beras. (i) Derajat sosoh 100% (Full Slyp) : tingkat terlepasnya seluruh lapisan katul, lembaga, dan sedikit endosperm dari butir beras. (ii) Derajat sosoh 95% : tingkat terlepasnya sebagian besar lapisan katul, lembaga, dan sedikit endosperm dari butir beras sehingga sisi yang belum terlepas sebesar 5%. Penilaian dilakukan secara visual dengan atau tanpa
zat pewarna yang kemudian dibandingkan dengan contoh baku dari varietas yang bersangkutan. c. Kadar air : jumlah kandungan air di dalam butir gabah yang dinyatakan dalam satuan persen dari berat basah (wet basis). d. Ukuran butir beras : (ii) Beras kepala (Head Rice) : beras kepala merupakan penjumlahan butir utuh dan butir patah besar (Big Broken). (iii) Butir utuh (Whole Kernel) : butir beras baik, sehat maupun cacat, yang utuh (10/10) tanpa ada bagian yang patah. (iv) Butir patah besar (BPB/Big Broken) : butir beras patah, baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih besar atau sama dengan 6/10 (BPB>6/10) bagian dari ukuran panjang rata-rata butir beras utuh yang dapat melewati permukaan cekungan indented plate dengan persyaratan ukuran lubang 4.2 mm. (v) Butir patah : butir beras patah, baik sehat maupun cacat yang mempunyai ukuran lebih kecil dari 6/10 bagian tetapi lebih besar dari 2/10 bagian (2/10
Penggunaan
ayakan menir standar dengan lubang berukuran garis tengah minimal 1.8 mm dan maksimal 2.0 mm. e. Butir merah : butir beras utuh, patah besar, patah dan menir 25% atau lebih permukaannya diselaputi oleh kulit ari yang berwarna merah atau seluruh endospermnya berwarna merah. f. Butir kuning/rusak : (i) Butir kuning : butir beras utuh, patah besar, patah dan menir yang berwarna kuning, coklat atau kekuning-kuningan (kuning semu). (ii) Butir rusak : butir beras utuh, patah besar, patah dan menir yang rusak dan berubah warna karena air, hama/penyakit, panas dan sebab-sebab lain. Beras yang berbintik kecil tunggal yang tidak potensial (kemungkinan tidak menjadi rusak) tidak termasuk butir rusak.
g. Butir hijau/mengapur : (i) Butir hijau : butir beras yang berwarna kehijauan dan bertekstur lunak seperti kapur akibat dipanen terlalu muda (sebelum proses pemasakan buah sempurna), hal ini ditandai dengan patahnya butir-butir hijau tadi. Butir berwarna hijau yang utuh dan keras dikategorikan sebagai butir sehat. (ii) Butir mengapur : butir beras patah yang separuh bagiannya atau lebih berwarna putih seperti kapur (chalky) dan termasuk butir utuh yang bertekstur lunak. h. Butir ketan : butir beras yang berasal dari varietas Orizae sativa L glutinosa. Butir ketan yang berwarna putih, utuh yang bercampur dalam beras dikategorikan sebagai butir beras baik, sedangkan butir beras ketan putih yang tidak utuh dikategorikan sebagai butir kapur. Untuk butir beras ketan hitam dikategorikan sebagai benda asing. i. Campuran varietas lain : varietas yang bukan merupakan varietas dominan dari gabah/beras tersebut termasuk beras ketan (Orizae sativa L glutinosa). j. Benda asing : benda-benda asing yang tidak tergolong beras, misalnya butirbutir tanah, buti-butir pasir, batu-batu kerikil, jerami, malai, potongan logam, potongan kayu, tangkai padi, biji-biji lain, bangkai serangga hama dan lain sebagainya. k. Butir gabah : butir beras yang sekamnya belum terkelupas atau hanya terkelupas sebagian, termasuk dalam kategori butir beras patah yang masih bersekam.
Lampiran 2. Rancangan aliran proses sesuai kofigurasi mesin pada PGIB
Lampiran 3. Penilaian dan perhitungan Metode Perbandingan Eksponensial. A. Penentuan derajat kepentingan kriteria Penilai I
Kriteria
Prioritas
Ukuran Pasar Pertumbuhan Pasar Jumlah Segmen Pasar yang Sesuai Biaya Transportasi Saluran Pemasaran Persaingan Infrastruktur & Fasilitas Penunjang
Penilai II
Penilai III
DK I Prioritas DK II
Prioritas
Penilai IV
DK III Prioritas
Total DK IV Nilai
Urutan Derajat Prioritas Kepentingan
1
9
1
9
1
9
2
8
35
1
9
3
7
3
7
2
8
1
9
31
2
8
2
8
2
8
3
7
3
7
30
3
7
6
4
4
6
4
6
4
6
22
5
5
5
5
4
6
6
4
3
7
22
5
5
4
6
4
6
5
5
2
8
25
4
6
7
3
5
5
7
3
5
5
16
6
4
Keterangan : DK = derajat kepentingan
B. Penilaian alternatif wilayah pemasaran Kriteria
Ukuran Pasar
Pertumbuhan Pasar
Jumlah segmen yang sesuai
Persaingan
Saluran Pemasaran
Biaya Transportasi
Infrastruktur & Fasilitas Penunjang
Wilayah Pemasaran DKI Jakarta Bogor Depok Tangerang Bekasi
Bobot
Penilai
9
Penilai I
5
3
3
3
4
4
9
Penilai II
5
3
3
3
3
3
9
Penilai III
5
4
3
3
3
3
9
Penilai IV
5
4
5
4
5
4
8
Penilai I
4
4
4
3
5
2
8
Penilai II
4
3
4
3
5
2
8
Penilai III
5
4
5
3
3
3
8
Penilai IV
5
3
4
3
4
3
7
Penilai I
5
3
5
3
3
3
7
Penilai II
5
3
4
3
3
2
7
Penilai III
5
3
4
3
3
3
7
Penilai IV
5
5
3
3
4
5
6
Penilai I
3
3
4
4
3
3
6
Penilai II
3
4
3
4
3
3
6
Penilai III
3
3
4
4
3
3
6
Penilai IV
1
4
4
4
4
2
5
Penilai I
5
3
4
3
3
4
5
Penilai II
5
3
4
3
3
4
5
Penilai III
5
3
5
3
3
5
5
Penilai IV
5
5
3
3
5
2
5
Penilai I
4
3
4
3
5
2
5
Penilai II
4
4
4
3
5
2
5
Penilai III
4
4
4
3
5
2
5
Penilai IV
3
4
3
4
5
2
4
Penilai I
5
4
4
4
4
4
4
Penilai II
5
4
4
4
4
5
4
Penilai III
5
5
4
4
4
4
4
Penilai IV
4
5
4
4
5
3
Bandung
C. Perhitungan MPE alternatif wilayah pemasaran Kriteria
Ukuran Pasar
Pertumbuhan Pasar
Jumlah segmen yang sesuai
Persaingan
Saluran Pemasaran
Biaya Transportasi
Nilai Eksponensial
Bobot
Penilai
DKI Jakarta
Bogor
Depok
Tangerang
Bekasi
Bandung
9
Penilai I
1953125
19683
19683
19683
262144
262144
9
Penilai II
1953125
19683
19683
19683
19683
19683
9
Penilai III
1953125
262144
19683
19683
19683
19683
9
Penilai IV
1953125
262144
1953125
262144
1953125
262144
8
Penilai I
65536
65536
65536
6561
390625
256
8
Penilai II
65536
6561
65536
6561
390625
256
8
Penilai III
390625
65536
390625
6561
6561
6561
8
Penilai IV
390625
6561
65536
6561
65536
6561
7
Penilai I
78125
2187
78125
2187
2187
2187
7
Penilai II
78125
2187
16384
2187
2187
128
7
Penilai III
78125
2187
16384
2187
2187
2187
7
Penilai IV
78125
78125
2187
2187
16384
78125
6
Penilai I
729
729
4096
4096
729
729
6
Penilai II
729
4096
729
4096
729
729 729
6
Penilai III
729
729
4096
4096
729
6
Penilai IV
1
4096
4096
4096
4096
64
5
Penilai I
3125
243
1024
243
243
1024
5
Penilai II
3125
243
1024
243
243
1024
5
Penilai III
3125
243
3125
243
243
3125
5
Penilai IV
3125
3125
243
243
3125
32
5
Penilai I
1024
243
1024
243
3125
32
5
Penilai II
1024
1024
1024
243
3125
32
5
Penilai III
1024
1024
1024
243
3125
32
5
Penilai IV
243
1024
243
1024
3125
32
4
Penilai I
625
256
256
256
256
256
4
Penilai II
625
256
256
256
256
625
4
Penilai III
625
625
256
256
256
256
4
Penilai IV
256
625
256
256
625
81
Total MPE
9056575
809865
2734747
375806
3154076
668380
Prioritas
1
4
3
6
2
5
Infrastruktur & Fasilitas Penunjang
D. Data penunjang Kriteria
DKI Jakarta
Bogor
Depok
Tangerang
Bekasi
Bandung
Jumlah penduduk
9259740
922119
1424089
1541831
2286989
2193997
1.77
6.02
0.44
54.25
0
134.75
Pertumbuhan 2.1 3.96 3.37 Penduduk (%) Jarak dari 31.5 57.75 35 industri (km) Keterangan : data diolah dari berbagai sumber
Lampiran 4. Perkembangan harga beras di Pasar Induk Beras Cipinang 2005-2006 Perkembangan Harga Beras di Pasar Induk Cipinang 2005-2006 Varietas Cianjur Cianjur Setra Bulan Kepala Slyp Ramos Jan05 4700 4400 4200 Feb 05 4600 4200 4100 Mar 05 4500 3800 3700 Apr 05 4500 3700 3600 Mei 05 4500 3700 3600 Juni 05 4600 4000 3900 Juli 05 4600 4200 4000 Agus 05 4600 4100 4000 Sep 05 4700 3900 4000 Okt 05 4900 4200 4200 Nov 05 4950 4250 4200 Des2005 5050 4350 4550 Jan 06 5650 5200 5300 Feb 06 5800 5200 5400 Mar 06 5500 5100 5100 Apr 06 5500 5050 5100 Mei 06 5600 5150 5050
Saigon Bandung 3700 3400 3300 3300 3300 3500 3500 3500 3500 3800 4000 4300 5000 5100 4850 4700 4800
Muncul I 3300 3500 3300 3100 3100 3200 3200 3300 3400 3750 3700 4150 4850 4800 4300 4150 4150
Muncul II 3150 3200 3000 2800 2800 3000 3000 3150 3300 3550 3500 3950 4650 4500 4000 3950 3950
Muncul III 3000 3000 2800 2700 2700 2800 2800 3000 3100 3350 3300 3850 4350 4350 3700 3600 3700
Sumber : PT. Food Station Tjipinang Jakarta, Juni 2006 (diolah)
IR 64 I 3200 3250 2900 2800 2800 3100 3150 3200 3300 3500 3550 4050 4650 4450 4100 4150 4250
IR 64 II 3000 3000 2700 2600 2600 2900 2900 3000 3200 3300 3450 3900 4450 4100 3800 3850 4000
IR 64 III 2800 2850 2500 2450 2450 2700 2750 2900 3050 3200 3250 3850 4000 3700 3450 3700 3700
IR 42 3500 3700 3700 3700 3700 3600 3700 3800 3800 3900 3800 4200 4600 5000 4400 4850 4850
Lampiran 5. Alsin penggilingan padi di Indonesia
Lampiran 6. Data merek dan varietas yang beredar di supermarket Jakarta No
Merek
Perusahaan
1
Topi Koki
PT Buyung Poetra Sembada
2
Topi Koki
PT Buyung Poetra Sembada
3 4 5 6
Topi Koki Topi Koki Topi Koki Rumah Adat
PT Buyung Poetra Sembada PT Buyung Poetra Sembada PT Buyung Poetra Sembada PT Alam Makmur Sembada
7 8
Gn.Himalaya Istana Bangkok
PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada
9 10
Istana Bangkok Ayam Jago
PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada
11
Ayam Jago
PT Alam Makmur Sembada
12 13
Ayam Jago Desa Cianjur
PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada
14 15
Desa Cianjur Desa Cianjur
PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada
16
Rojolele Dumbo
PT Alam Makmur Sembada
17
Nona Holland
PT Alam Makmur Sembada
18 19 20
Nona Holland Value Plus Value Plus
PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada
21 22 23
Value Plus Value Plus Value Plus
PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada PT Alam Makmur Sembada
Varietas
Setra Ramos Pandan Wangi Pandan Wangi Setra Ramos IR 64 Setra Ramos Segon Bandung IR 64 Long Grain Kristal IR 64 Pandan Wangi (Jasmine Rice) Pandan Wangi (Jasmine Rice) Setra Ramos Pandan Wangi Setra Ramos Pandan Wangi Pandan Wangi Pandan Wangi IR 64 Rojolele Pandan Wangi Cianjur Slyp Delanggu
Kemasan Mutu
Ukuran (kg)
Bahan
Bentuk
Warna
Kepala
5
PP
segi 4
Kepala
5
PP
Kepala Kepala Kepala Super
10 10 5 5
Super Super
Harga per kg (Rp) Hiper mart Giant
Info
Carefour
Ramayana
Hijau&Transparan
L
7180
7200
segi 4
Hijau&Transparan
L
9000
8580
Plastik Plastik PP PP
segi 4 segi 4 segi 4 segi 4
Hijau&Putih Hijau&Putih Hijau&Transparan Kuning&Hijau
L L L L
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
Ungu Biru
L L
7724 8034
Spesial Super
10 5
Plastik PP
segi 4 segi 4
Putih Hijau&Biru
L L
8089
Super
5
PP
segi 4
Hijau
L
8448
8595
Super Kepala
10 5
Plastik PP
segi 4 segi 4
Kuning Hijau
L L
7958
8963 7830
8963 7894
Kepala Kepala
5 10
PP Plastik
segi 4 segi 4
Hijau Hijau
L L
9386 7911
9940
9663 7911
Super
5
PP
segi 4
Biru Tua
L
7454
Super
5
PP
segi 4
L
8730
Kepala Kepala
5 5 5
PP PP PP
segi 4 segi 4 segi 4
Merah&Hijau Biru&Transparan Biru&Transparan
L L L
Kepala Kepala Kepala
5 5 5
PP PP PP
segi 4 segi 4 segi 4
Biru&Transparan Biru&Transparan Biru&Transparan
L L L
Pink
Mata hari
Hero
7700
Rata2 7360
9800
9127
6990
6990
6990 7590 7630
6846 7620 8350
7380
7470 7300
8160
7590 7238
7556
7633 8192
8610
8026
8562
8535
7418
7436
7418
7873
7500
7300 7500
9300 7550
9300 7550
24 25 26
Value Plus LCO LCO
PT Alam Makmur Sembada Pertani Pertani
27 28
LCO LCO
Pertani Pertani
29 30 31 32
LCO LCO LCO LCO
Pertani Pertani Pertani Pertani
33 34
LCO LCO Budget
Pertani Pertani
35 36 37 38 39 40 41 42 43 44
LCO Budget LCO Budget LCO Budget LCO Budget Anggrek Plicata Anggrek Plicata Anggrek Plicata Anggrek Plicata Anggrek Plicata Anggrek Plicata
Pertani Pertani Pertani Pertani PT Mitra Surya Mukti PT Mitra Surya Mukti PT Mitra Surya Mukti PT Mitra Surya Mukti PT Mitra Surya Mukti PT Mitra Surya Mukti
45
Anggrek Plicata
PT Mitra Surya Mukti
46
Anggrek Plicata
PT Mitra Surya Mukti
47
PT Mitra Surya Mukti
48
Cap Bangau Burung Cempala
PT Mitra Meugah Bestari
49
Maharani
PT Mitra Meugah Bestari
50
Maharani
51 52
Si Pulen Si Pulen
PT Mitra Meugah Bestari PT Prima Andalan Djaja Internusa PT Prima Andalan Djaja
Setra Ramos Cianjur Setra Ramos Pandan Wangi Rojolele Pandan Wangi Rojolele Pandan wangi Cianjur Pandan Wangi Cianjur Slyp Pandan Wangi Rojolele Cianjur Cianjur Rojolele Rojolele Cianjur Slip Cianjur Slip Setra Ramos Setra Ramos Pandan Wangi Pandan Wangi Rojolele Muncul Setra Ramos Pandan Wangi Pandan Wangi Mutiara Medium Grain Mutiara
Kepala Kepala Kepala
5 10 10
PP Plastik Plastik
segi 4 segi 4 segi 4
L L L
7203 6922
6190 7203 6922
segi 4 segi 4
Biru&Transparan Merah&Transparan Merah&Transparan Kuning&Transpara n Ungu
Spesial Kepala
10 10
Plastik Plastik
Kepala Kepala Kepala Kepala
10 5 5 5
Spesial Kepala
6190
L L
7537 7176
7537 7176
Plastik PP PP PP
segi 4 segi 4 segi 4 segi 4
Pink Biru muda&Ungu Pink Pink
L L L L
7809 7025
7809 7025
6926
7395
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
Kuning
L L
6930
7700
Kepala Kepala Kepala Spesial Super Super Kepala Kepala Kepala Kepala
5 5 5 5 5 10 5 10 5 10
PP PP PP PP PP Plastik PP Plastik PP Plastik
segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4
Ungu Hijau&Putih Hijau Hijau&Putih Ungu Hijau&Putih
L L L L L L L L L L
Super
5
PP
segi 4
Merah
L
Super
10
Plastik
segi 4
Hijau&Putih
L
7850
Super
5
Plastik
segi 4
Transparan
L
7900
Istimewa
5
PP
segi 4
Biru
L
5960
5960
Kepala
5
PP
segi 4
Kuning
L
6966
6966
Kepala
10
Plastik
segi 4
Kuning&Putih
L
13174
13174
Kepala Kepala
5 10
PP Plastik
segi 4 segi 4
Merah Merah
L L
7664 8760
7664 8760
7161
7105 8120 7125 7750 7655 9338 8830
9686
7315 7105
7900 7800 6800 6570 6780 6630
8120 7125 7750 7655 8619 7800 7815 6570 6780 6630
8000
8843 7473
7661 7900
53
Si Pulen
54
Si Pulen
55
Si Pulen
Internusa PT Prima Andalan Djaja Internusa PT Prima Andalan Djaja Internusa PT Prima Andalan Djaja Internusa
56
ABC
Mahkota ABC
57
ABC
Mahkota ABC
58 59
Cap Walet Logam Emas
Lautan Mas PD LEE
60 61
Logam Emas Brand 1
PD LEE PD LEE
62 63
Brand 1 Brand 1
PD LEE Mahkota ABC
64
Brand 1
Mahkota ABC
65
Brand 1
Mahkota ABC
66 67
Mahkota ABC Quasindo (importer)
68 69
Brand 1 Taj Mahal Diet Rice Isidorus Cap AP
PT Rice Processing Complex AP Jakarta (Tidak tertera)
70 71
Cap AP Cap AP
AP Jakarta (Tidak tertera) AP Jakarta (Tidak tertera)
72
(tidak tertera)
73 74 75
Cap Jempol Cap Kepala Kambing Cap Lele Al Hijaz
76 77
Al Hijaz Al Hijaz
Al Hijaz Al Hijaz
1001 Jakarta (tidak tertera) Al Hijaz
Medium Grain Pandan Wangi Pandan Wangi Long Grain Pandan Wangi Pandan Wangi Pandan Wangi Long Grain Pandan Wangi Setra Ramos Pandan Wangi Setra Ramos Rojolele Delanggu Rojolele Delanggu Pandan Wangi Herbal Ponni Beras Kecambah Cianjur Cianjur Rojolele-Slyp Pandan Wangi Setra Ramos Rojolele Slyp Setra Ramos Pandan Wangi Rojolele
1094 0
Kepala
5
PP
segi 4
Ungu
L
9308
Kepala
10
Plastik
segi 4
Ungu
L
9990
Kepala
5
PP
segi 4
Kuning
L
Kepala
5
PP
segi 4
Hijau
L
9342
9342
Super
5
PP
segi 4
Hijau&Putih
L
10192
10192
Kepala Kepala
10 5
Plastik PP
segi 4 segi 4
Biru&Putih Ungu
L L
9339
Super biasa
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
Orange Orange
L L
5398
5398
biasa biasa
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
Hijau Muda Orange
L L
5798 5558
5798 5558
biasa
5
PP
segi 4
Ungu
L
5558
5558
biasa
5
PP
segi 4
Kuning
L
5798
5798
biasa
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
Hijau Biru
L L
5798 19183 10192
Kepala Slyp Super Spesial
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
Putih&Tansparan Transparan
L L
5 10
PP Plastik
segi 4 segi 4
Transparan Transparan
Biasa
10
Plastik
segi 4
Kepala Spesial Kepala
5 5 5
Plastik PP PP
Kepala Kepala
5 5
PP PP
9309
9852 9990
9460
9460
9339 7040
7040
20350
19184
5798 20315 19758
6220
10192 6220
L L
6100 6668
6100 6668
Transparan
L
6665
6665
segi 4 segi 4 segi 4
Transparan Transparan Biru&Transparan
L L L
6225 6670
segi 4 segi 4
Biru&Transparan Biru&Transparan
L L
6730
6995
6225 6670 6863
7590 7360
9200 8010
8395 7685
78 79
Al Hijaz Al Hijaz
Delanggu Slyp Cianjur
Kepala Kepala
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
Biru&Transparan Biru&Transparan
L L
80
Al Hijaz Al Hijaz Jasmine Bangkok
Lautan Mas
Super
5
PP
segi 4
Merah
L
1139 5
81
Lautan Mas
Lautan Mas
Kepala
5
PP
segi 4
Hijau
L
8195
82 83 84 85 86 87
Lautan Mas Lautan Mas Cap Gajah Cap Singa Cap Kembang Desa Cisadane
Lautan Mas Lautan Mas Lautan Mas Lautan Mas
Kepala Kepala Kepala Kepala Kepala Kepala
5 5 5 20 5 5
PP PP PP Plastik PP PP
segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4
88
Desa Cisadane
Kepala
5
PP
segi 4
89 90 91 92 93
Kadipaten Hero Hero Hero Hero
Super Kepala Kepala Kepala Spesial
5 5 5 5 5
PP PP PP PP PP
segi 4 segi 4 segi 4 segi 4 segi 4
94 95
Hero Cap Gunung
Long Grain Rojolele Delanggu Pandan Wangi Setra Ramos Setra Ramos Sentra Ramos Setra Ramos Setra Ramos Pandan Wangi Pandan Wangi Cianjur Slyp Cisadane Setra Ramos Rojolele Pandan Wangi Muncul
Kepala Kepala
5 5
PP PP
segi 4 segi 4
PT Bangun Bumi Nusa
7310 7470
7310 7470 9271
7310
10333
7335
7725
7641
L L L TL L L
7745 7508 7343 5600
9450
7555
8598 7508 7343 5600 6470 7555
L
8010
8010
Hijau Merah&transparan Merah&transparan Merah&transparan Merah&transparan
L L L L L
7160
Merah&transparan Hijau&transparan
L TL
6470
6450 6980 6640 6580
7160 6450 6980 6640 6580
7230 8405
7230 8405
Lampiran 7. Tabel Kepentingan Konsumen Kelas Menegah-Atas Terhadap Atribut-atribut Beras (Sumber : Selamet, 2003). No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
Atribut Beras Bersih dari benda selain beras Keseragaman warna butir beras (tidak ada butiran beras warna lain) Warna alami beras Kepulenan nasi Kejernihan warna beras Keseragaman butir beras (tidak dicampur) daya tahan beras untuk disimpan Merek Nama jenis/varietas beras Keutuhan butir beras Aroma Waktu/tanggal produksi beras Mengetahui cara memasak yang sesuai dengan sifat-sifatnya Harga beras Pemberian informasi/pengetahuan pedagang tentang beras yang dijual Kenyamanan tempat pembelian Daerah asal beras Tersedia beragam harga beras yang dijual Ukuran perhitungan beras yang dijual Tersedia beragam jenis/varietas beras yang dijual Lokasi dekat dengan rumah Kemasan beras Ukuran butir beras Kemekaran nasi Pedagang beras datang ke rumah-rumah Iklan beras Lokasi dekat dengan tempat kerja Dapat membeli dengan cara meminjam (utang)
Bobot Kepentingan Rata-rata 6,30 5,93 5,77 5,70 5,67 5,67 5,40 5,37 5,37 5,33 5,17 5,10 5,03 5,00
Arti Nilai Rata-rata
Sangat Penting
Penting
4,87 4,73 4,73 4,63 4,60 4,60 4,43 4,43 4,43 4,23 3,90 3,70 3,67 2,90
Netral
Tidak penting
Lampiran 8. Bauran pemasaran produk beras PGIB Bulog Strategi
Saluran Pemasaran Pasar Tradisional
Supermarket
Produk - Kualitas
- Atribut utama
I dan II I dan II Kebersihan beras Kebersihan beras Keseragaman warna butir Keseragaman warna butir beras beras Warna alami beras Kepulenan nasi, Kejernihan warna butir beras
Warna alami beras Kepulenan nasi,
Keseragaman butir beras
Keseragaman butir beras Plastik Poli Propylene, desain dan warna menarik
- Bahan kemasan Plastik karung - Ukuran kemasan 20kg, 50kg Merek produk Jenis varietas beras Mutu produk Nama perusahaan Nama perusahaan - Informasi Ijin Depkes Tanggal produksi Tanggal kadaluarsa
Harga Merek
Promosi
Sesuai harga pasar Merek baru selain Bulog Harga khusus pada pembelian ttt Menjalin mitra & memberikan Insentif
Kejernihan warna butir beras
5kg, 10kg, 20kg Merek produk Jenis varietas beras Mutu produk Nama perusahaan Nama perusahaan Ijin Depkes Tanggal produksi Tanggal kadaluarsa Kandungan gizi Cara memasak Kuadran II dalam peta persaingan Merek baru selain Bulog Kemasan menarik Brosur produk Diskon Iklan di televisi
Lampiran 9. Formulasi optimasi Linear Programming komposisi produksi PGIB Fungsi tujuan : Maksimumkan profit Max 330Xa1p+2025Xa1s+150Xa2p+1945Xa2s+128Xa3p+400Xb1p+2038Xb1s+306 Xb2p+2056Xb2s+324Xb3p+190Xc1p+1911Xc1s+190Xc2p+1985Xc2s+307Xc3 p+992Xd1s+1238Xd2s+286Xd3p Fungsi pembatas ST Pembatas kapasitas Xa1p+Xa1s+Xa2p+Xa2s+Xa3p+Xb1p+Xb1s+Xb2p+Xb2s+Xb3p+Xc1p+Xc1s+ Xc2p+Xc2s+Xc3p+Xd1p+Xd1s+Xd2p+Xd2s+Xd3p<=80 Pembatas bahan baku Xa1p+Xa1s<=65.6 Xa2p+Xa2s<=71.2 Xa3p<=79.92 Xb1p+Xb1s<=61.6 Xb2p+Xb2s<=65.6 Xb3p<=74.4 Xc1p+Xc1s<=52.8 Xc2p+Xc2s<=56 Xc3p<=64.8 Xd1p+Xd1s<=40 Xd2p+Xd2s<=44 Xd3p<=62.4 Pembatas pasar Xa1s+Xa2s+Xb1s+Xb2s+Xc1s+Xc2s+Xd1s+Xd2s<=30.1 Xa1s+Xb1s+Xc1s+Xd1s-Xa2s-Xb2s-Xc2s-Xd2s=0 Xa1p+Xa2p+Xb1p+Xb2p+Xc1p+Xc2p+Xd1p+Xd2p<=51.97 Xa1p+Xb1p+Xc1p+Xd1p-2Xa2p-2Xb2p-2Xc2p-2Xd2p=0 Inisiasi Xa1p>=0 Xa1s>=0 Xa2p>=0 Xa2s>=0 Xa3p>=0 Xb1p>=0 Xb1s>=0 Xb2p>=0 Xb2s>=0 Xb3p>=0
Xc1p>=0 Xc1s>=0 Xc2p>=0 Xc2s>=0 Xc3p>=0 Xd1p>=0 Xd1s>=0 Xd2p>=0 Xd2s>=0 Xd3p>=0
Lampiran 10. Hasil optimasi Linear Programming LP OPTIMUM FOUND AT STEP
7
OBJECTIVE FUNCTION VALUE 1)
80011.16
VARIABLE XA1P XA1S XA2P XA2S XA3P XB1P XB1S XB2P XB2S XB3P XC1P XC1S XC2P XC2S XC3P XD1S XD2S XD3P XD1P XD2P
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 33.266666 15.050000 16.633333 15.050000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
VALUE
REDUCED COST 70.000000 13.000000 156.000000 111.000000 240.666672 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 44.666668 210.000000 127.000000 116.000000 71.000000 61.666668 1046.000000 818.000000 82.666664 400.000000 306.000000
ROW SLACK OR SURPLUS 2) 0.000000 3) 65.599998 4) 71.199997 5) 79.919998 6) 13.283334 7) 33.916668 8) 74.400002 9) 52.799999 10) 56.000000 11) 64.800003 12) 40.000000 13) 44.000000 14) 62.400002 15) 0.000000 16) 0.000000 17) 2.070000 18) 0.000000 19) 0.000000 20) 0.000000 21) 0.000000 22) 0.000000 23) 0.000000 24) 33.266666 25) 15.050000
DUAL PRICES 368.666656 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 1678.333374 -9.000000 0.000000 31.333334 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
26) 27) 28) 29) 30) 31) 32) 33) 34) 35) 36) 37) 38)
16.633333 15.050000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
NO. ITERATIONS=
7
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
Lampiran 11. Hasil Analisis Sensitivitas RANGES IN WHICH THE BASIS IS UNCHANGED: VARIABLE XA1P XA1S XA2P XA2S XA3P XB1P XB1S XB2P XB2S XB3P XC1P XC1S XC2P XC2S XC3P XD1S XD2S XD3P XD1P XD2P ROW 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27
OBJ COEFFICIENT RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE COEF INCREASE DECREASE 330.000000 69.999992 INFINITY 2025.000000 13.000031 INFINITY 150.000000 155.999985 INFINITY 1945.000000 111.000031 INFINITY 128.000000 240.666656 INFINITY 400.000000 2517.500000 66.999985 2038.000000 INFINITY 13.000031 306.000000 5035.000000 115.999985 2056.000000 INFINITY 71.000031 324.000000 44.666656 INFINITY 190.000000 209.999985 INFINITY 1911.000000 127.000031 INFINITY 190.000000 115.999985 INFINITY 1985.000000 71.000031 INFINITY 307.000000 61.666656 INFINITY 992.000000 1046.000000 INFINITY 1238.000000 818.000000 INFINITY 286.000000 82.666656 INFINITY 0.000000 400.000000 INFINITY 0.000000 306.000000 INFINITY RIGHTHAND SIDE RANGES CURRENT ALLOWABLE ALLOWABLE RHS INCREASE DECREASE 80.000000 2.070000 49.899998 65.599998 INFINITY 65.599998 71.199997 INFINITY 71.199997 79.919998 INFINITY 79.919998 61.599998 INFINITY 13.283334 65.599998 INFINITY 33.916668 74.400002 INFINITY 74.400002 52.799999 INFINITY 52.799999 56.000000 INFINITY 56.000000 64.800003 INFINITY 64.800003 40.000000 INFINITY 40.000000 44.000000 INFINITY 44.000000 62.400002 INFINITY 62.400002 30.100000 49.899998 2.070000 0.000000 26.566668 30.100000 51.970001 INFINITY 2.070000 0.000000 39.849998 99.799995 0.000000 0.000000 INFINITY 0.000000 0.000000 INFINITY 0.000000 0.000000 INFINITY 0.000000 0.000000 INFINITY 0.000000 0.000000 INFINITY 0.000000 33.266666 INFINITY 0.000000 15.050000 INFINITY 0.000000 6.633333 INFINITY 0.000000 15.050000 INFINITY
28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000 0.000000
INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY INFINITY
Lampiran 12. Daftar responden wawancara dan lokasi observasi Responden Wawancara 1. Bpk. H Momon, pemilik CV Inti Murni Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC) 2. Bpk M. Basri, Pedagang PIBC 3. Bpk. Roesdi, pemilik PD Dian Jaya PIBC 4. Bpk. Suminta, Petugas PIBC 5. Ibu Nurul Santiwardhani, SE Kasi Perencanaan dan Monitoring PT. Food Station Tjipinang Jakarta 6. Bpk Untung, Kabag Research Hero&Giant Pusat 7. Bpk. Nunung, Supervisor Matahari Depok 8. Bpk. Aang, Supervisor Ramayana Depok Sampel Observasi 1. Pasar Induk Beras Cipinang Jakarta 2. Carefour Lebak Bulus Jakarta 3. Hipermart Gajah Mada Plaza Jakarta 4. Hipermart Depok 5. Giant Lebak Bulus 6. Giant Glodok Jakarta 7. Hero Jl.Gatot Subroto Jakarta 8. Ramayana Depok 9. Matahari Depok 10. Pasar Klender 11. Pasar Lenteng Agung 12. Pasar Minggu 13. Pasar Koja 14. Pasar Cikini