Analisis Penalti Biaya Bagi Kecelakaan Kerja Di Proyek Konstruksi Indonesia Dzikry Aulia, Mohammed Ali Berawi, Rosmariani Arifuddin Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok, 16424, Indonesia E-mail :
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan besarnya penalti biaya untuk kecelakaan kerja di proyek konstruksi dan juga bagaimana sistem penalti biaya tersebut diterapkan di Indonesia. Dalam peraturan perundang-undangan Negara Republik Indonesia, yang mencantumkan sanksi kepada perlindungan keselamatan pekerjanya hanya terdapat pada UU No. 1 tahun 1970 di pasal 15 berupa denda senilai Rp 100.000,- dan UU No. 13 tahun 2003 di pasal 86 dan 87 untuk kewajiban perlindungan pekerjanya dan sanksinya terdapat di pasal 190 hanya berupa sanksi administratif. Penelitian ini menggunakan metode analisa kualitatif dengan kuesioner wawancara mendalam yang dilakukan kepada pakar-pakar K3. Sistem penalti biaya mencakup pemberian penalti berupa biaya dari pemerintah kepada perusahaan kontraktor yang dalam proyek pekerjaannya terdapat kasus kecelakaan berupa kecelakaan berat tanpa kematian dan kecelakaan berupa kematian. Besarnya penalti untuk kecelakaan berat tanpa kematian adalah Rp 100-250 Juta dan besarnya penalti untuk kecelakaan berupa kematian adalah Rp 250-500 Juta. Penerapan sistem penalti biaya merujuk kepada sistem penalti yang sudah diterapkan di negara Amerika, Inggris, Kanada, Australia, dan Singapura. Penerapan sistem penalti biaya tersebut meliputi dilaksanakannya sistem reward dan punishment, melakukan penambahan tenaga pengawas di lokasi proyek, mekanisme pelaporan kecelakaan dan klaim korban kecelakaan, dan pembentukan lembaga independen dalam pemberian penalti biaya ke pemerintah.
Cost Penalty Analysis For Safety Accident In Indonesia Construction Project
Abstract
This study aimed to obtain the amount of penalty charges for occupational injuries in construction projects and also how the cost penalty system applied in Indonesia. In the legislation of the Republic of Indonesia, which includes sanctions against safety protection workers only found in Law. 1 in 1970 in Article 15, to a fine of Rp 100.000, - and the Law. 13 of 2003 in chapter 86 and 87 for the liability protection of workers and the sanctions contained in Article 190 only in the form of administrative sanction. This study uses qualitative analysis with questionnaires conducted in-depth interviews to experts K3. Penalty system costs include the cost of giving a penalty to the government contracting company in project work there is a serious accident accident cases with no deaths and accidents in the form of death. The amount of the penalty for severe accidents without death is USD 100-250 million and the amount of penalty to be death accident is USD 250-500 million. Application of the penalty system costs refer to the penalty system that has been implemented in the United states, Britain, Canada, Australia, and Singapore. Application of the penalty system costs include the implementation of reward and punishment system, conducted additional supervisory personnel at the project site, and accident reporting mechanisms accident victims' claims, and the establishment of independent agencies in awarding a penalty fee to the government. Keywords : Safety Accident, Cost Penalty, Cost Penalty System
1
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Pendahuluan Di Indonesia, masalah keselamatan dan kesehatan kerja masih sangat memprihatinkan. Hal ini ditunjukkan dengan masih tingginya angka kecelakaan kerja, terutama pada sektor usaha jasa konstruksi. Menurut Abduh, Rizky, dan Bobby (2010), dari laporan tahunan mengenai Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) tahun 2002 menunjukkan bahwa sektor usaha bangunan atau konstruksi menduduki peringkat ke-4 yang mempunyai kasus kecelakaan tertinggi (5,67%). Yang menjadi faktor utama secara umum dari masalah ini berasal dari faktor manusia, faktor peralatan, dan faktor lingkungan. Ketiga faktor tersebut saling berkaitan dan tidak dapat terpisahkan. Menurut Abduh, Rizky, dan Bobby (2010), kelalaian pada keseluruhan elemen ini dapat dianggap sebagai suatu kegagalan manajemen yang dapat mengakibatkan unsafe work methods, equipments, dan procedures sehingga menyebabkan kecelakaan kerja. Bagaimana pun bentuk kecelakaan kerjanya, saat itu terjadi sangatlah merugikan berbagai pihak. Baik dari pekerja yang mengalami langsung penderitaannya dan perusahaan yang mempekerjakannya. Kerugian tersebut lebih berkaitan dengan masalah biaya. Menurut data ILO pada tahun 2012, kerugian akibat kecelakaan kerja mencapai 4%
dari Pendapatan
Domestik Bruto (PDB) Indonesia atau sekitar Rp 280 Trilyun. Berbagai macam cara dilakukan untuk mengurangi angka kecelakaan kerja, bahkan sampai diberlakukannya berbagai macam sanksi, seperti peringatan verbal atau tertulis, sanksi administratif mengenakan denda uang, beban aturan yang mengikat dan juga melakukan penuntutan hukum sebagai cara yang terakhir (ILO, n.d.). Semua itu bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kepada para pekerja konstruksi dan jika terjadi kecelakaan yang sampai menimbulkan kematian, terdapat biaya yang pantas disanksikan kepada pengusaha jasa konstruksi yang lalai dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Dalam peraturan perundangundangan Negara Republik Indonesia, yang mencantumkan jelas sanksi kepada perlindungan keselamatan pekerjanya hanya terdapat pada UU No. 1 tahun 1970 di pasal 15 berupa denda senilai Rp 100.000,- dan UU No. 13 tahun 2003 di pasal 86 dan 87 untuk kewajiban perlindungan pekerjanya dan sanksinya terdapat di pasal 190 hanya berupa sanksi administratif. Bagaimanapun, sanksi tetaplah bagian penting dari penegakan hukum. Namun, sanksi bukanlah suatu akhir. Lebih penting untuk memastikan pengusaha bekerjasama dan pemberian insentif yang mendorong pada perilaku yang positif atas persyaratan undang-
2
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
undang. Peraturan dan perundangan adalah ketentuan yang mengikat agar terjadi keteraturan (Soetami, 1986). Denda administrasi biaya merupakan alat tambahan, dengan tujuan mendukung dan meningkatkan upaya-upaya untuk memastikan kepatuhan pada peraturan pemerintah (Financial Transactions and Reports Analysis Centre of Canada, 2011). Sebuah Sistem Penalti Administratif (SPA) mempromosikan tindakan perbaikan, pencegahan secara alami untuk mengatasi masalah kesehatan dan keselamatan dengan menegakkan kembali persyaratan peraturan (ON Landlord and Tenant Board Canada, 2011). Sistem sanksi administratif dimaksudkan untuk bertindak sebagai pencegah tambahan untuk mendorong kepatuhan akan kesehatan kerja yang ada dan undang-undang keselamatan (Human Resources Association of Nova Scotia Canada, 2009). Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan besaran penalti biaya pada proyek konstruksi dan mendapatkan rekomendasi sistem penalti untuk diterapkan di Indonesia. Teori Pendukung Pekerjaan konstruksi adalah pekerjaan berat, keras dan kasar disamping tempat dan lokasinya tidak mengenakkan, masih dituntut bekerja secara cermat dan teliti. Oleh karena itu pekerjaan konstruksi berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit akibat kerja (A2K4-I, 2009). Berdasarkan Undang-Undang (UU) No. 18/1999 tentang Jasa Konstruksi menyebutkan bahwa pekerjaan konstruksi merupakan keseluruhan atau sebagian rangkaian kegiatan perencanaan dan/atau pelaksanaan beserta pengawasan yang mencakup pekerjaan arsitektural, sipil, mekanikal, elektrikal, dan tata lingkungan masing-masing beserta kelengkapannya, untuk mewujudkan suatu bangunan atau bentuk fisik lain. Proyek adalah suatu pekerjaan yang mempunyai waktu pelaksanaan tertutup dengan selalu mempertimbangkan biaya dan mutu pelaksanaan. Terjadinya kecelakaan kerja konstruksi kemungkinan terbesar adalah akibat dari beberapa hal berikut : •
Tidak dilibatkannya tenaga ahli K3 konstruksi dan pengunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat
•
Lemahnya pengawasan K3
•
Kurang memadainya kualitas dan kuantitas ketersediaan peralatan pelindung diri
•
Kurang disiplinnya para tenaga kerja dalam mematuhi ketentuan mengenai K3 3
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Pekerja
Lingkungan Kerja
Kecelakaan Kerja
Non Personil Peralatan Kerja Gambar 1. Faktor-faktor yang menyebabkan kecelakaan kerja
Jenis-jenis kecelakaan kerja terbagi menjadi empat (4) jenis, yaitu : • Nearmiss : Adalah suatu kondisi atau situasi di tempat kerja dimana suatu kecelakaan hampir terjadi. Nearmiss pada dasarnya menunjukkan potensi kecelakaan yang akan terjadi. Menurut Frank Bird (1969), nearmiss merupakan akar dari semua kecelakaan yang ada di tempat kerja. •
Luka Ringan : Adalah luka yang memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari satu hari.
•
Luka Berat : Adalah luka yang mengakibatkan cacat tetap, yaitu kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan jiwa. Apabila memerlukan perawatan medis atau lebih dari dua hari dan tidak dapat melakukan pekerjaannya meskipun tidak ada akibat cacat tetap, termasuk dalam klasifikasi luka berat.
•
Kematian
Pada dasarnya, tujuan dari SMK3 di luar negeri tidak jauh berbeda dengan di Indonesia, yaitu untuk memberikan perlindungan terhadap Kesehatan, Keselamatan dan Kesejahteraan bagi tenaga kerja, serta melindungi keselamatan publik yang mungkin resiko dari aktivitas tertentu Hasil survey ILO (2003) menyebutkan bahwa daya saing suatu negara berhubungan dengan tingkat keselamatan. Negara dengan daya saing rendah memiliki tingkat keselamatan yang rendah pula. Indeks daya saing Indonesia berada pada peringkat kedua dari bawah di atas Rusia dengan nilai kurang lebih 11 dan index kecelakaan kerja fatal per 100.000 pekerja
4
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
sebesar 40. Pada Gambar 2 di bawah ini akan ditunjukkan hubungan daya saing suatu negara dengan tingkat kecelakaan kerja fatal per 100.000 pekerja.
Gambar 2. Hubungan Daya Saing Dengan Kecelakaan Kerja
Pada Tabel 1 di bawah ini akan ditampilkan perbandingan antara Pendapatan perkapita, Global Competitiveness Index (GCI), dan besarnya penalti biaya di beberapa negara. Terdapat hubungan antara pendapatan per kapita suatu negara dengan besarnya penalti biaya. Pada Gambar 3 akan ditampilkan grafik perbandingan antara pendapatan per kapita dengan besarnya penalti biaya, dari grafik tersebut terdapat hubungan linear, pendapatan per kapita sebagai representasi dari kemampuan setiap warga negara untuk berpenghasilan diperkirakan mampu membayar besarnya penalti biaya yang diterapkan di negaranya. Tabel 1. Perbandingan Pendapatan Per Kapita, Global Competitiveness Index (GCI), Penalti Biaya Penalti Biaya Maksimum untuk kecelakaan kerja kematian
Nama UU K3 khususnya pasal penalti
Pendapatan per kapita (2011) ($)
Peringkat Global Competitiveness Index (2012)
United States
OSH Act, OSHA Standards, Inspections, Citations, and Penalties
48.620
5
Rp 5 Milyar atau $ 500.000
United Kingdom
Health and Safety at Work etc Act 1974, schedule 3A
37.840
10
Rp 320 Juta atau £ 20.000
Negara
5
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Malaysia
OSH Act 1994 No. 514
8.770
21
Rp 200 Juta atau $ 20.000
Singapura
Workplace Safety and Health Act, Ministry of Manpower
42.930
2
Rp 5 Milyar atau $ 500.000
Australia
OSH Act 2004 section 15
49.130
20
Rp 5 Milyar atau $ 500.000
Kanada
Bill C45 Amendments
45.560
12
Rp 2,5 Milyar atau $ 250.000
600,000 500,000
Pendapatan per Kapita 2011 ($)
400,000 300,000
Besarnya PenalD Biaya Maks untuk Kasus K3 ($)
200,000 100,000
Linear (Pendapatan per Kapita 2011 ($))
-‐ (100,000)
Linear (Besarnya PenalD Biaya Maks untuk Kasus K3 ($))
Gambar 3. Grafik Perbandingan Pendapatan Per Kapita dan Penalti Biaya
6
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Metode Penelitian Mulai Masa perencanaan dan Persiapan awal penulisan
Studi Pustaka :
Identifikasi Masalah Penetapan Judul
• • •
Literatur Pembimbing Praktisi
Penetapan Tujuan Pengumpulan Data : Benchmarking sistem penalti biaya di beberapa negara Kuesioner Wawancara: Manajer K3 dari kontraktor, Asosiasi K3, KemenPU dan Kemenakertrans Analisa Data Masa pelaksanaan dan Penulisan setiap bagian secara bertahap
Kesimpulan & Saran Selesai Gambar 4. Alur Penelitian
7
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Analisis dan Pembahasan a.
Variabel 1 tentang seberapa besar pengaruh regulasi untuk mencegah kecelakaan kerja khususnya di bidang konstruksi Indonesia. Poin penting yang bisa diambil dari jawaban dari pertanyaan yang diuraikan di kuesioner dengan jawaban open answer masing-masing responden adalah sebagai berikut : 1. Terdapat 3 masalah utama yang menjadi penyebab lemahnya pengaruh regulasi di Indonesia, yaitu : •
Implementasi perangkat hukum terkait
•
Sosialisasi kepada pihak-pihak terkait
•
Pengawasan di lapangan
2. Pengaruh regulasi penting karena sebagai dasar ketegasan pelaksanaan SMK3 3. Kejelasan akan peran dan tanggung jawab dalam suatu regulasi menjadi faktor pengaruh di dalam suatu regulasi
Pengaruh Regulasi 7% 1 (3 Masalah) 27%
47%
2 (Pengaruh Reg.) 3 (Kejelasan)
20%
4 (Tidak Menjawab)
Gambar 5 Grafik Variabel 1
Sebanyak 47% atau sebanyak 7 orang dari 15 responden memberikan pendapat bahwa terdapat 3 masalah utama yang menjadi penyebab lemahnya pengaruh regulasi di bidang K3 di Indonesia. Menurut responden yang bersangkutan terhadap jawaban itu, ketiga hal itu jika dimaksimalkan akan menjadi krusial sebagai pencegahan kecelakaan kerja di bidang konstruksi, sehingga angka kecelakaan kerja bisa berkurang bahkan nol. Sebanyak 20% atau sebanyak 3 orang responden berpendapat bahwa pengaruh regulasi penting sebagai dasar ketegasan pelaksanaan SMK3, hal ini berarti SMK3 sebagai suatu sistem yang sudah menyeluruh harus bersifat tegas dengan ditegakkannya regulasi yang mengiringi sistem tersebut. Sebanyak 27% atau sebanyak 4 responden berpendapat bahwa 8
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
dalam suatu regulasi harus bersifat jelas akan peran-peran pihak yang terlibat dan tanggung jawab masing-masing pihak tersebut, berhubungan dengan pendapat yang sebanyak 47% bahwa dengan kejelasan tersebut implementasi dari regulasi tersebut di lapangan akan semakin mudah. Sebanyak 7% atau sebanyak 1 responden tidak memberikan jawaban terkait masalah bagaimana pengaruh regulasi K3 untuk mencegah kecelakaan kerja di bidang konstruksi. b.
Variabel 2 tentang cara efektif untuk mengurangi angka kecelakaan kerja konstruksi. Poin penting yang bisa diambil dari jawaban masing-masing responden adalah sebagai berikut : 1. Pelatihan kerja diperlukan namun memang selama ini kurang efektif dari segi peserta yang mengikuti dan tujuan peserta mengikuti pelatihan tersebut 2. Komunikasi 2 arah dengan semua pekerja di lokasi proyek 3. Induksi/briefing/pendidikan secara repetitif setiap hari saat akan mulai pekerjaan proyek 4. Penganggaran biaya K3 dimulai dari tahap Bill of Quantity
Cara Efek2f Mengurangi Kecelakaan Kerja Konstruksi 7% 7%
1 (PelaDhan) 33%
2 (Komunikasi) 3 (Induksi)
33%
4 (Penganggaran) 20%
5 (Tidak Menjawab)
Gambar 6 Grafik Variabel 2
Sebanyak 33% atau sebanyak 5 responden berpendapat bahwa pelatihan kerja diperlukan namun memang selama ini kurang efektif dari segi peserta yang mengikuti pelatihan tersebut dan juga tujuan peserta mengikuti pelatihan tersebut, menurut para responden yang berkaitan terhadap jawaban ini, tujuan peserta mengikuti pelatihan kerja umumnya untuk meningkatkan value dirinya sendiri dan setelah itu tidak banyak yang diaplikasikan hasil pelatihan kerjanya. Sebanyak 20% atau sebanyak 3 responden berpendapat bahwa 9
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
komunikasi 2 arah dengan semua pekerja di lokasi proyek bisa menjadi cara alternatif untuk pencegahan kecelakaan kerja di bidang konstruksi, saat ini yang sudah umum dilakukan adalah induksi K3 yang sebenarnya bersifat komunikasi 1 arah saja, sulit untuk melakukan komunikasi 2 arah berupa ujian tertulis atau praktek karena mayoritas pekerja konstruksi berpendidikan rendah, sehingga sulit untuk mengetahui bagaimana pengaruh dari induksi K3 yang sudah dilakukan secara terus menerus. Sebanyak 33% atau sebanyak 5 responden berpendapat bahwa induksi K3 secara terus menerus dan berulang-ulang bisa menjadi cara alternatif yang efektif untuk mengurangi angka kecelakaan kerja, hal ini sangat diperlukan karena di proyek konstruksi umumnya pekerjanya adalah pekerja harian dan “cabutan”, ketika ada orang yang baru di lokasi proyek setiap hari atau minggunya diperlukan induksi K3 berulang-ulang dan terus menerus. Sebanyak 7% atau sebanyak 1 responden berpendapat bahwa dengan membuat anggaran di dalam BQ (Bill of Quantity) untuk pelaksanaan K3 di lokasi proyek bisa menjadi cara efektif mencegah kecelakaan kerja, karena dianggapnya selama ini pelaksanaan K3 hanya tertuang secara teori di dalam kontrak saja, tidak ada penganggarannya di dalam BQ, untuk melakukan pencegahan kecelakaan kerja diperlukan perangkat/fasilitas pendukung dalam pelaksanaannya selama proyek konstruksi berjalan. Sebanyak 7% atau sebanyak 1 responden tidak memberikan jawaban terkait masalah cara efektif untuk mengurangi angka kecelakaan kerja di bidang konstruksi. c.
Variabel 3 tentang kebutuhan akan regulasi yang bisa memberikan efek jera agar menimbulkan kesadaran untuk mematuhinya. Poin penting yang bisa diambil dari jawaban masing-masing responden adalah sebagai berikut : 1. Efek jera berarti ketegasan dalam regulasi, bertujuan untuk menyadarkan orang pada intinya bukan untuk memberatkan 2. Pencegahan lebih penting selain ketegasan itu sendiri, perubahan budaya K3 hingga ke tingkat pekerja paling bawah 3. Akan ada 2 faktor yang mempengaruhi yaitu : •
Seberapa siap sistem/mekanisme dari perangkat yang ada agar pekerja yang menjadi korban mudah melakukan tuntutan
•
Sistem sosial/budaya di Indonesia yang bersifat kekeluargaan
10
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
4. Saat ada punishment, perlu adanya reward, tidak membeda-bedakan dalam memberikan reward dan punishment
Kebutuhan Akan Efek Jera Dari Regulasi 1 (Efek Jera)
7% 20%
40%
2 (Pencegahan) 3 (2 Faktor) 4 (Reward)
27%
5 (Tidak Menjawab) 7% Gambar 7 Grafik Variabel 3
Sebanyak 40% atau sebanyak 6 responden berpendapat bahwa regulasi yang berefek jera sangat diperlukan karena efek jera merupakan suatu ketegasan dalam regulasi, tapi yang perlu digaris bawahi adalah jangan sampai regulasi tersebut memberatkan pihak-pihak terkait dan yang terpenting adalah untuk menyadarkan pihak-pihak tersebut. Sebanyak 7% atau sebanyak 1 responden berpendapat bahwa selain ketegasan dari regulasi, diperlukan perubahan budaya K3 hingga ke tingkat pekerja paling bawah, melalui cara pendidikan kemudian tumbuh kesadaran kemudian kebiasaan hingga berubah menjadi suatu budaya K3. Sebanyak 27% atau sebanyak 4 responden berpendapat bahwa disaat regulasi yang bersifat tegas seperti itu diterapkan, akan ada 2 hal yang berpengaruh penting, yaitu seberapa siap perangkat pendukung dari sistem penalti yang akan baru diterapkan di Indonesia dan sistem sosial di dalam masyarakat Indonesia yang bersifat kekeluargaan. Untuk hal pertama tersebut memang perlu dipikirkan lebih jauh dan matang lagi, karena suatu sistem harus bersifat menyeluruh untuk segala aspek pendukung berjalannya sistem tersebut. Untuk mekanisme berjalannya sistem penalti tersebut bisa meniru sistem yang sudah berjalan di Negara Singapura, karena melihat dari angka kecelakaan kerja di Singapura yang semakin menurun dari tahun ke tahun, besarnya penalti biaya yang diterapkan di Singapura juga hampir sama dengan Amerika, latar belakang budaya masyarakat yang hampir sama dengan Indonesia, dan perkembangan pembangunan di Singapura yang dinilai bisa menjadi contoh baik bagi Indonesia. Untuk hal kedua 11
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
mengenai sistem sosial masyarakat Indonesia yang bersifat kekeluargaan memang jika dipikir kurang mendalam bisa menjadi suatu halangan dalam pelaksanaan sistem penalti biaya tersebut, tapi jika dipikir lebih dalam lagi, dasar dari sistem kekeluargaan itu seharusnya adalah kepercayaan dan sifat saling menghormati dan menghargai, dalam suatu keluarga juga diperlukan adanya peraturan-peraturan untuk bisa menjaga harmonisasi keluarga tersebut. Oleh karena itu, sistem penalti biaya ini harusnya tidak terhalangi akan hal itu tapi tersinergi dengan baik. Sebanyak 20% atau sebanyak 3 responden berpendapat bahwa disaat adanya punishment, perlu adanya reward untuk lebih mengapresiasi setiap usaha yang dilakukan pihak-pihak dalam pencegahan terjadinya kecelakaan kerja, reward dan punishment tersbeut harus menyeluruh bahkan hingga pekerja paling bawah pun harus diberikan reward jika memang dia terbukti taat untuk berbudaya K3. Sebanyak 7% atau sebanyak 1 responden tidak memberikan jawaban terkait kebutuhan regulasi yang bisa lebih memberikan efek jera untuk mengurangi angka kecelakaan kerja di bidang konstruksi. d.
Variabel 4 tentang penerapan sistem penalti biaya yang baru di Indonesia. Poin penting yang bisa diambil dari jawaban masing-masing responden adalah sebagai berikut : 1. Besarnya penalti harus realistis memerhatikan semua keadaan 2. Penerapan sistem harus menyeluruh secara nasional dan jelas dalam aplikasinya 3. Pengawasan tetap fokus utama dari penerapan sistem penalti biaya nantinya, perlu penambahan tenaga pengawas dan ahli K3 konstruksi 4. Perlu ada lembaga/organisasi yang mengurusi soal pelaporan dari korban kecelakaan, pemberian penalti kepada perusahaan, pengalokasian biaya penalti tersebut dengan mayoritas ditujukan kepada korban kecelakaan dan sisanya untuk penambahan tenaga pengawas lapangan dan pendidikan pekerja lapangan/buruh
12
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Penerapan Sistem Penal2 Biaya di Indonesia 7% 1 (Besarnya) 13%
27%
2 (Penerapan) 3 (Pengawasan)
20% 33%
4 (Lembaga) 5 (Tidak Menjawab)
Gambar 8 Grafik Variabel 4
Sebelum masuk pada pembahasan statistik, pada pertanyaan variabel ini juga bertujuan untuk mengetahui apakah mayoritas responden pakar menyetujui jika di Indonesia diterapkan sistem penalti berupa biaya untuk kecelakaan kerja di proyek konstruksi, dan mayoritas responden menjawab setuju untuk diterapkannya hal itu, responden yakin perusahaan konstruksi di Indonesia siap menjalankan sistem penalti tersebut. Pembahasan data statistik berikut akan membahas bagaimana pendapat responden setelah diterapkannya sistem penalti biaya di Indonesia. Sebanyak 27% atau sebanyak 4 responden berpendapat bahwa jika sistem penalti biaya tersebut telah dijalankan, besarnya penalti harus realistis dan relevan dengan keadaan sekarang, angka penalti biaya yang sudah ada sebelumnya yang tertuang dalam UU no.1 tahun 1970 memang dinilai sangat tidak relevan untuk diterapkan di jaman sekarang. Sebnayak 33% atau sebanyak 5 responden berpendapat bahwa penrapan sistem penalti biaya harus menyeluruh dan jelas dalam aplikasi di lapangannya, hal ini berkaitan dengan penjelasan di variabel-variabel sebelumnya. Sebanyak 20% atau sebanyak 3 responden berpendapat bahwa sangat diperlukan penambahan tenaga pengawas di setiap proyek konstruksi di Indonesia, karena saat ini jumlahnya sangat sedikit dan tidak ada regenerasi di dalamnya, pengawasan tetap fokus utama dari berjalannya suatu sistem. Sebanyak 13% atau sebanyak 2 responden berpendapat bahwa perlu adanya lembaga/organisasi yang bisa mengurusi masalah klaim dari korban kecelakaan dan pemberian penalti biaya kepada perusahaan terkait, lembaga/organisasi tersebut juga diharapkan bisa membuat pengalokasian dana penalti tersebut, membuat perhitungan yang adil agar korban kecelakaannya bisa merasa 13
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
ditanggung jawabi dan peningkatan pelaksanaan sistem tersebut di lapangannya, misal biaya untuk menambah tenaga pengawas di lokasi proyek konstruksi. Sebanyak 7% atau sebanyak 1 responden tidak memberikan jawaban terkait penerapan sistem penalti biaya di Indonesia. Secara garis besar, dari masing-masing jawaban responden terhadap variabel wawancara bisa dibuat garis-garis besarnya yang nantinya akan menjadi usulan kesimpulan baru terhadap permasalahan angka kecelakaan kerja konstruksi di Indonesia, diantaranya adalah sebagai berikut : •
Pendidikan bagi pekerja/buruh di lokasi proyek konstruksi, meliputi : 1. Sosialisasi dan induksi secara repetitif 2. Komunikasi 2 arah
•
Penambahan tenaga pengawas di lokasi proyek
•
Sistem penalti biaya, meliputi : 1. Reward dan Punishment 2. Mekanisme pelaporan kecelakaan, klaim korban kecelakaan 3. Lembaga independen yang mengurusi birokrasi korban kecelakaan kerja ke pemerintah hingga pemberian penalti biaya dari pemerintah ke perusahaan konstruksi
e.
Variabel 5 tentang pilihan besaran penalti biaya yang relevan diterapkan di Indonesia, mengganti angka Rp 100.000,- di UU no.1 tahun 1970. Untuk pilihan besaran penalti biaya dibagi menjadi 2 jenis kecelakaan, yaitu kecelakaan berat tanpa kematian dan kecelakaan hingga menyebabkan kematian. Kecelakaan berat tanpa kematian mempunyai ruang lingkup kecelakaan yang berupa luka berat hingga menyebabkan kecacatan/kehilangan anggota tubuh. Untuk pilihan jenis kecelakaan yang pertama, hasil pilihan tertera di Gambar 9 dan untuk pilihan jenis kecelakaan yang kedua, hasil pilihan tertera di Gambar 10.
14
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Besaran Penal2 Biaya Untuk Kecelakaan Berat Tanpa Kema2an 8%
100-‐250Jt
8%
250-‐500Jt
8%
500-‐750Jt 23%
54%
750Jt-‐1 M >1 M
Gambar 9 Grafik Hasil Pilihan Penalti Biaya Untuk Kecelakaan Berat Tanpa Kematian
Besaran Penal2 Biaya Untuk Kecelakaan Kema2an 250-‐500Jt
23% 46% 8% 8%
500-‐750Jt 750Jt-‐1 M
15%
1-‐2 M >2 M
Gambar 4.6 Grafik Hasil Pilihan Penalti Biaya Untuk Kecelakaan Kematian
Dari hasil pilihan penalti biaya bagi kecelakaan kerja berat tanpa kematian, didapatkan besaran yang menjadi dominan dipilih karena 7 dari 13 responden pakar memberikan pilihan di angka sebesar Rp 100-250 Juta, hasil pilihan tersebut bisa dianggap sebagai usulan baru jika terjadi kecelakaan kerja berat termasuk cacat tubuh tanpa menimbulkan kematian pada pekerja konstruksi, perusahaan konstruksi tersebut bisa dikenakan penalti sebesar maksimal Rp 250 Juta. Pilihan jawaban ini lebih didasarkan pada penalti biaya yang diterapkan di Negara Malaysia yaitu sebesar Rp 200 Juta untuk kecelakaan kerja hingga menimbulkan kematian. Indonesia dan Malaysia memang memiliki banyak
15
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
kesamaan dari segi budaya masyarakat dan tingkat pembangunan infrastrukturnya, minimal negara kita bisa meniru penerapan sistem penalti biaya di Malaysia. Dari hasil pilihan penalti biaya bagi kecelakaan kerja yang hingga menimbulkan kematian, didapatkan besaran yang menjadi dominan dipilih karena 6 dari 13 responden pakar memberikan pilihan di angka sebesar Rp 250-500 Juta, hasil pilihan tersebut bisa dianggap sebagai usulan baru jika terjadi kecelakaan kerja yang hingga menimbulkan ekmatian pada pekerja konstruksi, perusahaan konstruksi tersebut bisa dikenakan penalti sebesar maksimal Rp 500 Juta. Pilihan jawaban ini lebih didasarkan pada besaran penalti yang dipilih sebelumnya untuk kecelakaan kerja berat tanpa kematian, dilipat-gandakan karena besaran penalti biaya ini untuk kecelakaan kerja yang hingga menimbulkan kematian. Dari 15 responden pakar, hanya 13 responden pakar yang memberikan pilihannya secara langsung kepada pilihan besaran penalti biaya yang relevan diterapkan di Indonesia. Terdapat 2 responden pakar yang memberikan jawaban lain, pertama ialah besarnya penalti biaya yang relevan untuk kecelakaan berat tanpa kematian sebesar Rp 10-20 Juta dan untuk kecelakaan hingga menimbulkan kematian sebesar Rp 50 Juta. Jawaban ini lebih berdasarkan pada perhitungan asuransi kecelakaan yang memperhitungkan setiap peluang dan resiko yang teridentifikasi hingga menyebabkan kecelakaan. Kedua ialah besarnya penalti biaya yang relevan untuk kecelakaan berat tanpa dan dengan kematian didasarkan pada prosentase nilai proyek, hal ini dimaksudkan agar ada pengklasifikasian lebih lanjut terhadap nilai-nilai proyek, sehingga besarnya penalti biaya tersebut bisa berbeda-beda antar proyek. Semua usulan dari responden pakar ini dijadikan sebagai bahan penelitian lebih lanjut ke depannya agar sistem penalti biaya bisa benar diterapkan dan semua komponen pendukung sistem tersebut siap diterapkan juga. Dari studi kasus terhadap penerapan sistem penalti biaya di negara-negara seperti Amerika, Inggris, Kanada, Australia, dan Singapura didapatkan rekomendasi untuk sistem penalti biaya yang relevan diterapkan di Indonesia. Sistem tersebut mencakup mekanisme pelaporan dari saat terjadinya kecelakaan kerja, ke pihak mana melaporkan kecelakaan kerja, tindak lanjut setelah melapor seperti investigasi ke lokasi kecelakaan. Hasil investigasi ke lokasi kecelakaan kerja menentukan besarnya resiko terjadinya kecelakaan kerja di lokasi tersebut, besarnya bentuk pencegahan yang sudah dilakukan oleh perusahaan konstruksi, besarnya bentuk perencanaan 16
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
pencegahan kecelakaan kerja ke depannya, dan pemberian penalti kepada perusahaan konstruksi tersebut atas kelalaian yang terjadi yang mengakibatkan kecelakaan kerja. Secara keseluruhan, didapatkan benang merah berupa :
Gambar 11. Rekomendasi Sistem Penalti Biaya
Kesimpulan a.
Dari hasil penelitian seperti dijelaskan pada Bab 4 halaman 49, didapatkan besarnya penalti biaya yang relevan untuk diterapkan di Indonesia. •
Kecelakaan berat tanpa kematian, besarnya penalti biaya yang relevan diterapkan sebesar Rp 100-250 Juta
•
Kecelakaan yang hingga menimbulkan kematian, besarnya penalti biaya yang relevan diterapkan sebesar Rp 250-500 Juta.
17
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
b.
Bahwa penerapan sistem penalti biaya dapat dilakukan melalui : •
Penerapan sistem penalti biaya, meliputi : 1. Dilaksanakan sistem Reward dan Punishment bagi kecelakaan kerja 2. Melakukan penambahan tenaga pengawas di lokasi proyek 3. Adanya mekanisme pelaporan kecelakaan dan klaim korban kecelakaan 4. Pembentukan lembaga independen dalam pemberian penalti biaya ke pemerintah.
Daftar Pustaka Abduh, Sahputra, Boris. (Juni, 2010). Pengelolaan Faktor Non-Personil Untuk Pencegahan Kecelakaan Kerja Konstruksi. Jurnal dipresentasikan pada Konferensi Nasional Teknik Sipil ke-4. Bali. Endroyo, Bambang. 2009. Keselamatan Konstruksi : Konsepsi dan Regulasi. Jurnal dipublikasikan pada Jurnal Teknik Sipil dan Perencanaan Universitas Negeri Semarang, nomor 2, volume 11. Semarang. Health and Safety at Work etc Act 1974, schedule 3A. http://www.safetymanagementgroup.com http://www.safeworkaustralia.gov.au http://www.worksafebc.com http://www.ihsa.ca http://www.wshc.sg IHSA Board of Directors. 2011. IHSA Strategic Plan. Kanada Indecon. 2006. Report on Economic Impact of the Safety, Health and Welfare at Work Legislation. Irlandia International Labour Organization. N.d. Pengawasan Ketenagakerjaan : Apa dan Bagaimana (Panduan untuk Pengusaha). 18
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Kansil, Christine S. Kitab Undang – Undang Ketenagakerjaan. 2000. PT Pradnya Paramita Jakarta. p. 120. Kristiyanto, Ariawan. 2008. Aplikasi Program Kesehatan. FTUI. Lingard, Helen dan Rowlinson, Steve. 2005. Occupational Health and Safety in Construction Project Management. Spon Press. London and New York. Manalu, Ari Yusman dan Aprisal, Dhani. 2010. Penerapan Keselamatan Kerja pada Proyek Konstruksi. Departemen Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara. Occupational Safety and Health Act 1984 – Sect 3A. OSH Act, OSHA Standards, Inspections, Citations, and Penalties. Occupational Safety and Health Administration, Department of Labour. 2012. All About OSHA. US Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 09/Per/M/2008 tentang Pedoman Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja Konstruksi Bidang Pekerjaan Umum. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2000 tentang Penyelenggaraan Jasa Konstruksi. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Rounds, John M dan Shapiro, Sidney A. 1999. Occupational Safety and Health Regulation. Jurnal dipublikasikan di Universitas Kansas. Amerika. Safety in Numbers. 2003. International Labour Organization. Geneva. St. John Holt, Allan. 2001. Principles of ConstructionSafety. Blackwell Science. Inggris. Surat Keputusan Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Pengawasan Ketenagakerjaan Nomor Kep-84/BW/1998. The Global Competitiveness Index 2011-2012 Rankings. 2011. World Economic Forum. 19
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 1992 tentang Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi. Undang - Undang Republik Indonesia Nomor 76 Tahun 2007 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Sosial Tenaga Kerja. Wirahadikusumah, Reini D. N. D. Tantangan Masalah Keselamatan dan Kesehatan Kerja pada Proyek Konstruksi di Indonesia. Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan, Institut Teknologi Bandung. Workers Compensation Act R.S.P.E.I 1988, Cap. W-7.1, Chapter O-1.01. Workplace Safety and Health Act, Ministry of Manpower.
20
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
21
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013
22
Analisis Penalti..., Dzikry Aulia, FT UI, 2013