1
KONTRAK KERJA KONSTRUKSI DI INDONESIA oleh : Prof. Dr. Y. Sogar Simamora, S.H., M.Hum. (Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Airlangga)
Disampaikan dalam Sosialisasi Undang-Undnag dan Peraturan Bidang Perumahan dan Permukiman Tentang Hukum Kontrak Konstruksi, tanggal 27 Mei 2015, bertempat di Ruang Rapat Lt. IV, Dinas PU Cipta Karya dan Tata Ruang Provinsi Jawa Timur
2
1. PENGERTIAN Pengertian Kontrak Kerja Konstruksi menurut Pasal 1 angka 5 UU No. 18 Tahun 1999 adalah keseluruhan dokumen yang mengatur hubungan hukum antara pengguna jasa dan penyedia jasa dalam penyelenggaraan pekerjaan konstruksi.
YSS, FH UA, Mei, 2015
3
2. PRINSIP HUKUM KONTRAK Terhadap K3 berlaku prinsip hukum kontrak seperti kontrak pada umumnya. Prinsip-prinsip tersebut antara lain : a. Prinsip Kebebasan Berkontrak Para pihak mempunyai kebebasan dalam menentukan bentuk dan isi kontrak (klausula kontrak). Prinsip ini mengandung limitasi; tidak boleh melanggar perundang-undangan. b. Prinsip Konsensual (Kesepakatan) K3 lahir karena adanya kesepakatan antara pengguna jasa dengan penyedia jasa (perencana konstruksi, pelaksana konstruksi, dan pengawas konstruksi). Kesepakatan itu terbentuk dalam proses pelelangan (tender). YSS, FH UA, Mei, 2015
4
Prinsip hukum kontrak (lanjutan) c.
Prinsip Itikad Baik Para pihak wajib untuk bertindak secara jujur baik dalam tahap pembentukan kontrak (tender) maupun dalam tahap pelaksanaan kontrak.
d.
Pacta Sunt Servanda K3 yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi pengguna dan penyedia jasa. Artinya para pihak wajib untuk mentaati dan memenuhi kewajiban kontraktual masing-masing. Pelanggaran terhadap kontrak (K3) membawa akibat hukum wanprestasi. Pihak yang merasa dirugikan dapat mempertahankan haknya melalui gugatan perdata (wanprestasi).
e.
Privity of Contract Kontrak hanya mengikat bagi para pihak yang membuatnya (Pasal 1340 KUH Perdata). Prinsip ini juga berlaku dalam hal terjadi subkontrak.
YSS, FH UA, Mei, 2015
5
3. KEABSAHAN K3 •
Secara umum keabsahan kontrak diatur dalam Pasal 1320 KUH Perdata yakni : - Kesepakatan - Kecakapan - Obyek - Sebab yang sah
•
Dalam kaitan dengan K3 syarat kesepakatan terbentuk dalam pelelangan hal mana diatur dalam Pasal 17 ayat (1) UU No. 18 Tahun 1999.
YSS, FH UA, Mei, 2015
6
keabsahan K3 (lanjutan) •
Tender adalah tahapan yang sangat penting dalam pembentukan K3. Tahap ini menentukan sah tidaknya K3 yang terbentuk. Jika dalam proses tender terdapat kesalahan prosedur maka kesepakatan yang terbentuk cacat hukum.
YSS, FH UA, Mei, 2015
7
4. DOKUMEN LELANG •
Dokumen lelang pada dasarnya adalah aturan main dalam proses pelaksanaan lelang yang berlaku dan mengikat baik terhadap panitia (pengguna jasa maupun peserta tender (penyedia jasa))
•
Salah satu substansi yang dimuat dalam dokumen lelang adalah syarat-syarat kontrak yang pada akhirnya dituangkan dalam K3. Dalam proses tender (aanwijzing) peserta tender dapat mengajukan usulan perubahan syarat-syarat kontrak. Jika tidak terdapat usulan maka syarat-syarat kontrak yang ada dalam dokumen lelang menjadi syarat-syarat kontrak dalam K3. YSS, FH UA, Mei, 2015
8
dokumen lelang (lanjutan) •
Aanwijzing menjadi momen yang cukup penting dalam rangka terciptanya K3 yang seimbang. Namun demikian khusus untuk K3 dimana pemerintah terlibat sebagai pengguna jasa panitia, PPK, KPA, dan PA wajib mematuhi aturan dalam Perpres No. 54 Tahun 2010.
YSS, FH UA, Mei, 2015
9
5. ISI KONTRAK KERJA KONSTRUKSI Kontrak kerja konstruksi sekurang-kurangnya harus mencakup uraian mengenai : o Para pihak, yang memuat secara jelas identitas para pihak; o Rumusan pekerjaan, yang memuat uraian yang jelas dan rinci tentang lingkup kerja, nilai pekerjaan dan batasan waktu pelaksanaan; o Masa pertanggungan dan atau pemeliharaan, yang memuat tentang jangka waktu pertanggungan dan atau pemeliharaan yang menjadi tanggungjawab penyedia jasa; o Tenaga ahli, yang memuat ketentuan tentang jumlah, klasifikasi dan kualifikasi tenaga ahli untuk melaksanakan pekerjaan konstruksi; YSS, FH UA, Mei, 2015
10
Isi kontrak kerja konstruksi (lanjutan) o Hak dan kewajiban, yang memuat hak pengguna jasa untuk memperoleh hasil pekerjaan konstruksi serta kewajibannya untuk memenuhi ketentuan yang diperjanjikan serta hak penyedia jasa untuk memperoleh informasi dan imbalan jasa serta kewajibannya melaksanakan pekerjaan konstruksi; o Cara pembayaran, yang memuat ketentuan tentang kewajiban pengguna jasa dalam melaksanakan hasil pekerjaan konstruksi; o Cidera janji, yang memuat ketentuan tentang tanggungjawab dalam hal salah satu pihak tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana diperjanjikan; o Penyelesaian perselisihan, yang memuat ketentuan tentang tata cara penyelesaian perselisihan akibat ketidaksepakatan; o Pemutusan kontrak kerja konstruksi, yang memuat ketentuan tentang pemutusan kontrak kerja konstruksi yang timbul akibat tidak dipenuhinya kewajiban salah satu pihak; YSS, FH UA, Mei, 2015
11
Isi kontrak kerja konstruksi (lanjutan) o Keadaan memaksa (force majeour), yang memuat tentang kejadian yang timbul di luar keamanan dan kemampuan para pihak, yang menimbulkan kerugian bagi salah satu pihak; o Kegagalan bangunan, yang memuat tentang ketentuan tentang kewajiban penyedia jasa dan/atau pengguna jasa atas kegagalan bangunan; o Perlindungan pekerja, yang memuat ketentuan tentang kewajiban para pihak dalam pelaksanaan keselamatan dan kesehatan kerja serta jaminan sosial; o Aspek lingkungan, yang memuat kewajiban para pihak dalam pemenuhan ketentuan tentang lingkungan. YSS, FH UA, Mei, 2015
12
6. PENANDATANGANAN KONTRAK •
Untuk menghindari adanya dengan penyimpangan dalam proses pembentukan kontrak (tender) ada baiknya dimintakan pendapat hukum (legal opinion) atas draft kontrak yang akan ditandatangani.
•
Pendapat hukum itu pada intinya menganalisis keabsahan 3 faktor yakni : - Prosedur; - Kewenangan;dan - Substansi
YSS, FH UA, Mei, 2015
13
7. PELAKSANAAN KONTRAK •
Masing-masing pihak wajib melaksanakan kontrak dengan itikad baik (Pasal 1338 ayat (3) KUH Perdata).
•
Dalam K3 dengan pemerintah, pengguna jasa (PPK) wajib melakukan tindakan untuk mempertahankan kepentingan Pemerintah jika penyedia jasa dinilai melakukan penyimpangan kontrak. Hal ini perlu untuk menghindari dugaan adanya persekongkolan dalam pelaksanaan kontrak.
YSS, FH UA, Mei, 2015
14
pelaksanaan kontrak (lanjutan) •
Pengguna jasa wajib melakukan pembayaran sesuai dengan jumlah dan waktu sebagaimana diatur dalam K3.
•
Kelalaian dalam pembayaran memberi hak bagi penyedia jasa untuk mengajukan gugatan perdata melalui Pengadilan Negeri.
YSS, FH UA, Mei, 2015
15
8. PENGALIHAN KONTRAK Sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (3) Perpres 54 Tahun 2010 Penyedia Barang/Jasa dilarang mengalihkan pelaksanaan pekerjaan utama berdasarkan kontrak, dengan melakukan subkontrak kepada pihak lain, kecuali sebagian pekerjaan utama kepada Penyedia Barang/Jasa spesialis.
YSS, FH UA, Mei, 2015
16
9. PERUBAHAN KONTRAK Sesuai dengan ketentuan Pasal 87 ayat (1) Perpres 54 Tahun 2010, dalam hal terdapat perbedaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam Dokumen kontrak, PPK bersama Penyedia Barang/Jasa dapat melakukan perubahan pada kontrak yang meliputi: a. Menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak; b. Menambah dan/atau mengurangi jenis pekerjaan; c. Mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan; atau d. Mengubah jadwal pelaksanaan. YSS, FH UA, Mei, 2015
17
10. KEADAAN KAHAR Keadaan kahar diatur dalam ketentuan Pasal 91 Perpres 54 Tahun 2010 jo. Perpres 4 Tahun 2015. Ayat (1) Keadaan kahar adalah suatu keadaan yang terjadi diluar kehendak para pihak dan tidak dapat diperkirakan sebelumnya, sehingga kewajiban yang ditentukan dalam kontrak menjadi tidak dapat dipenuhi. Ayat (3) Dalam hal terjadi keadaan kahar, Penyedia Barang/Jasa memberitahukan tentang terjadinya keadaan kahar kepada PPK secara tertulis dalam waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kalender kerja sejak terjadinya keadaan kahar yang dikeluarkan oleh pihak/instansi yang berwenang sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. YSS, FH UA, Mei, 2015
18
Keadaan kahar (lanjutan) Ayat (4) Tidak termasuk keadaan kahar adalah hal-hal yang merugikan yang disebabkan oleh perbuatan atau kelalaian para pihak. Ayat (5) Keterlambatan pelaksanaan pekerjaan yang diakibatkan oleh terjadinya keadaaan kahar tidak dikenakan sanksi. Ayat (6) Setelah terjadinya keadaan kahar, para pihak dapat melakukan kesepakatan yang dituangkan dalam perubahan kontrak. YSS, FH UA, Mei, 2015
19
11. PENYESUAIAN HARGA Pasal 92 Perpres 54 Tahun 2010 Ayat (1) Penyesuaian harga dilakukan dengan ketentuan sebagai berikut: a. Penyesuaian harga diberlakukan terhadap kontrak tahun jamak berbentuk kontrak harga satuan berdasarkan ketentuan dan persyaratan yang telah tercantum dalam dokumen pengadaan dan/atau perubahan dokumen pengadaan; b. Tata cara perhitungan penyesuaian harga harus dicantumkan dengan jelas dalam dokumen pengadaan; c. Penyesuaian harga tidak diberlakukan terhadap kontrak tahun tunggal dan kontrak Lump Sum serta pekerjaan dengan harga satuan timpang. YSS, FH UA, Mei, 2015
20
Penyesuaian harga (lanjutan) Ayat (2) Persyaratan penggunaan rumusan penyesuaian harga adalah sebagai berikut: a. Penyesuaian harga diberlakukan pada kontrak tahun jamak yang masa pelaksanaannya lebih dari 12 (dua belas) bulan dan diberlakukan mulai bulan ke-13 (tiga belas) sejak pelaksanaan pekerjaan; b. Penyesuaian harga satuan berlaku bagi seluruh kegiatan/mata pembayaran, kecuali komponen keuntungan dan biaya overhead sebagaimana tercantum dalam penawaran; c. Penyesuaian harga satuan diberlakukan sesuai dengan jadwal pelaksanaan yang tercantum dalam kontrak awal/adendum kontrak; d. Penyesuain harga satuan bagi komponen pekerjaan yang berasal dari luar negeri, menggunakan indeks penyesuaian harga dari negara asal barang tersebut; e. Jenis pekerjaan baru dengan harga satuan baru sebagai akibat adanya adendum kontrak dapat diberikan penyesuain harga mulai bulan ke-13 sejak adendum kontrak tersebut ditandatangani;dan f. Kontrak yang terlambat pelaksanaannya disebabkan oleh kesalahan Penyedia Barang/Jasa diberlakukan penyesuaian harga berdasarkan indeks harga terendah antara jadwal awal dengan jadwal realisasi pekerjaan. YSS, FH UA, Mei, 2015
21
12. PEMUTUSAN KONTRAK Pemutusan kontrak diatur dalam ketentuan Pasal 93 Perpres 54 Tahun 2010 jo. Perpres 70 Tahun 2012 jo. Perpres 4 Tahun 2015. Ayat (1) PPK dapat memutuskan Kontrak secara sepihak, apabila: (1) kebutuhan barang/jasa tidak dapat ditunda melebihi batas berakhirnya kontrak; a. berdasarkan penelitian PPK, Penyedia Barang/Jasa tidak akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan walaupun diberikan kesempatan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan untuk menyelesaikan pekerjaan; b. setelah diberikan kesempatan menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan, Penyedia Barang/Jasa tidak dapat menyelesaikan pekerjaan; YSS, FH UA, Mei, 2015
22
Pemutusan kontrak (lanjutan) (2) Penyedia Barang/Jasa lalai/cidera janji dalam melaksanakan kewajibannya dan tidak memperbaiki kelalaiannya dalam jangka waktu yang telah ditetapkan; (3)Penyedia Barang/Jasa terbukti melakukan KKN, kecurangan dan/atau pemalsuan dalam proses Pengadaan yang diputuskan oleh instansi yang berwenang; dan/atau (4) pengaduan tentang penyimpangan prosedur, dugaan KKN dan/atau pelanggararan persaingan sehat dalam pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa dinyatakan benar oleh instansi yang berwenang. (1a) Pemberian kesempatan kepada Penyedia Barang/Jasa menyelesaikan pekerjaan sampai dengan 50 (lima puluh) hari kalender, sejak masa berakhirnya pelaksanaan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a.1. dan huruf a.2., dapat melampaui Tahun YSS, FH UA, Mei, 2015 Anggaran.
23
Pemutusan kontrak (lanjutan) Ayat (2) Dalam hal pemutusan Kontrak dilakukan karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa: ▫ Jaminan Pelaksanaan dicairkan; ▫ sisa Uang Muka harus dilunasi oleh Penyedia Barang/Jasa atau Jaminan Uang Muka dicairkan; ▫ Penyedia Barang/Jasa membayar denda keterlambatan; dan ▫ Penyedia Barang/Jasa dimasukkan dalam Daftar Hitam. Ayat (3) Dalam hal dilakukan pemutusan Kontrak secara sepihak oleh PPK karena kesalahan Penyedia Barang/Jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kelompok Kerja ULP dapat melakukan Penunjukan Langsung kepada pemenang cadangan berikutnya pada paket pekerjaan yang sama atau Penyedia Barang/Jasa yang mampu dan memenuhi syarat. YSS, FH UA, Mei, 2015
24
13. SERAH TERIMA PEKERJAAN Serah terima pekerjaan diatur dalam Pasal 95 Perpres 54 Tahun 2010. Ayat (1) Setelah pekerjaan selesai 100% (seratus perseratus) sesuai dengan ketentuan yang tertuang dalam Kontrak, Penyedia Barang/Jasa mengajukan permintaan secara tertulis kepada PA/KPA melalui PPK untuk penyerahan pekerjaan. Ayat (2) PA/KPA menunjuk Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan untuk melakukan penilaian terhadap hasil pekerjaan yang telah diselesaikan. Ayat (3) Apabila terdapat kekurangan dalam hasil pekerjaaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2), Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan melalui PPK memerintahkan Penyedia Barang/Jasa untuk memperbaiki dan/atau melengkapi kekurangan pekerjaan sebagaimana yang disyaratkan dalam Kontrak. Ayat (4) Panitia/Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan menerima penyerahan pekerjaan setelah seluruh hasil pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan Kontrak. YSS, FH UA, Mei, 2015
25
Serah terima pekerjaan (lanjutan) Ayat (5) • Khusus Pekerjaan Konstruksi/Jasa lainnya: ▫ Penyedia Pekerjaan Konstruksi/Jasa Lainnya melakukan pemeliharaan atas hasil pekerjaan selama masa yang ditetapkan dalam Kontrak, sehingga kondisinya tetap seperti pada saat penyerahan pekerjaan; ▫ masa pemeliharaan paling singkat untuk pekerjaan permanen selama 6 (enam) bulan, sedangkan untuk pekerjaan semi permanen selama 3 (tiga) bulan; dan ▫ masa pemeliharaan dapat melampaui Tahun Anggaran.
Ayat (6) Setelah masa pemeliharaan sebagaimana dimaksud pada ayat (5) berakhir, PPK mengembalikan Jaminan Pemeliharaan/uang retensi kepada Penyedia Barang/Jasa. YSS, FH UA, Mei, 2015
26
Serah terima pekerjaan (lanjutan) Ayat (7) Khusus Pengadaan Barang, masa garansi diberlakukan sesuai kesepakatan para pihak dalam Kontrak. Ayat (8) Penyedia Barang/Jasa menandatangani Berita Acara Serah Terima Akhir Pekerjaan pada saat proses serah terima akhir (Final Hand Over). Ayat (9) Penyedia Barang/Jasa yang tidak menandatangani Berita Acara Serah Terima Akhir Pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (8) dimasukkan dalam Daftar Hitam. YSS, FH UA, Mei, 2015
27
14. KEGAGALAN BANGUNAN Ayat (1) Pengguna jasa dan penyedia jasa wajib bertanggung jawab atas kegagalan bangunan. Ayat (2) Kegagalan bangunan yang menjadi tanggung jawab penyedia jasa sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditentukan terhitung sejak penyerahan akhir pekerjaan konstruksi dan paling lama 10 (sepuluh) tahun. Ayat (3) Kegagalan bangunan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditetapkan oleh pihak ketiga selaku penilai ahli. YSS, FH UA, Mei, 2015
28
15. PENEGAKAN HUKUM Terdapat 3 koridor dalam penegakan hukum, yaitu : Administrasi Perdata Pidana
YSS, FH UA, Mei, 2015
29
penegakan hukum (lanjutan)
Administrasi Sanksi administrasi sebagaimana yang dimuat pada Pasal 42 UU No. 18 Tahun 1999 yaitu : a. peringatan tertulis; b. penghentian sementara pekerjaan konstruksi; c. pembatasan kegiatan usaha dan/atau profesi; d. pembekuan izin usaha dan/atau profesi; e. pencabutan izin usaha dan/atau profesi;
Perdata YSS, FH UA, Mei, 2015
30
penegakan hukum (lanjutan)
Pidana Sanksi pidana sebagaimana yang dimuat pada Pasal 43 UU No. 18 Tahun 1999 yaitu : 1)
2)
3)
Barang siapa yang melakukan perencanaan pekerjaan konstruksi yang tidak memenuhi ketentuan keteknikan dan memenuhi ketentuan keteknikan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10 % (sepuluh perseratus) dari nilai kontrak. Barang siapa yang melakukan pelaksanaan pekerjaan konstruksi yang bertentangan atau tidak sesuai dengan ketentuan keteknikan yang telah ditetapkan dan mengakibatkan kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenakan pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 5 % (lima per seratus) dari nilai kontrak. Barang siapa yang melakukan pengawasan pelaksanaan pekerjaan konstruksi dengan sengaja memberikan kesempatan kepada orang lain yang melaksanakan pekerjaan konstruksi melakukan penyimpangan terhadap ketentuan keteknikan dan menyebabkan timbulnya kegagalan pekerjaan konstruksi atau kegagalan bangunan dikenai pidana paling lama 5 (lima) tahun penjara atau dikenakan denda paling banyak 10 % (sepuluh per seratus) dari nilai kontrak.
YSS, FH UA, Mei, 2015
31
Selamat berdiskusi Terima kasih
YSS, FH UA, Mei, 2015