Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
METODA PENGUKURAN POTENSI KECELAKAAN KERJA PADA PROYEK KONSTRUKSI TRI JOKO WAHYU ADI1 1
Jurusan Teknik Sipil ITS, email:
[email protected]
Abstrak—Accident Potential Measurement Method (APMM) merupakan metoda baru yang diusulkan untuk mengukur potensi resiko kecelakaan kerja pada proyek konstruksi. Berbeda dengan manajemen resiko yang terfokus untuk mengestimasi probabilitas dan dampak kecelakaan kerja, metoda ini bertujuan untuk mengkuantifikasi kesulitan/ kendala dalam melaksanakan aktivitas proyek terkait kompetensi dan perilaku pekerja yang berpotensi menyebabkan kecelakaan kerja. Arsitektur APMM dirancang dengan menggabungkan konsep Fault Tree Analysis (FTA) dan pendekatan teori ergonomi. Untuk mendemonstrasikan kemamputerapan APMM pada proyek konstruksi, aktivitas pemasangan atap sebuah bangunan bertingkat dijadikan contoh kasus. Hasilnya menunjukkan bahwa PAMM dapat diterapkan dan mampu merefleksikan potensi kecelakaan kerja pada proyek konstruksi. Kata Kunci—Potensi Kecelakaan kerja, Proyek Konstruksi, Fault Tree Analysis, Ergonomi 1. PENDAHULUAN Mendisain metoda kerja yang baik, dimana pada saat yang bersamaan mencapai produktivitas kerja yang tinggi dan memaksimalkan keselamatan kerja merupakan tantangan besar dalam dunia konstruksi. Banyak metoda yang ditawarkan untuk meningkatkan produktivitas pada saat operasi/ konstruksi, seperti teknik simulasi CYCLONE [1,2] and STROBOSCOPE [3]. Kedua teknik simulasi tersebut menekankan pada optimasi biaya dan waktu pelaksanaan, sedangkan pendekatan keselamatan kerja (safety) masih kurang mendapat perhatian. Sebagaimana kita ketahui, pendekatan manajemen resiko dalam keselamatan kerja lebih pada mengukur peluang dan dampak terjadinya kecelakaan kerja [4]. Dalam manajemen resiko penilaian peluang (probability) maupun dampak (impact) dapat dihitung secara kuantitatif; namun, banyak juga penilaian probabilitas maupun dampak resiko keselamatan kerja yang dinilai secara kualitatif berdasarkan pendapat para pakar [5]. Beberapa peneliti juga mengusulkan metoda penilaian untuk mengukur resiko kecelakaan kerja berdasarkan opini subjektif para pakar (expert), Manajemen Proyek Konstruksi
seperti: penggunaan Analytical Hierarchy Process untuk mengukur tekanan jadwal oleh klien terkait keamanan dan keselamatan kerja di proyek konstruksi [6] Lee dan Halpin mengembangkan Fuzzy logic system yang menggunakan input para pakar untuk perencanaan, pelatihan dan pengawasan keselamatan kerja para pekerja konstruksi [7]. Jannadi dan Almishari menggunakan skor yang didapat dari para pakar untuk mengukur probability, severity dan exposure kecelakaan kerja [8]. Yi dan Langford juga mengusulkan metoda penilaian resiko kecelakaan kerja berdasarkan 4 faktor, yaitu: resiko proses, faktor manusia, resiko teknologi dan resiko lingkungan yang semuanya dinilai secara kualitatif berdasarkan pendapat para pakar [9]. Adi mengusulkan sebuah metoda penilaian resiko menggunaan integrated FTA-FMEA [10]. Dengan metoda ini, sumber/ akar penyebab terjadinya resiko kecelakaan kerja dapat teridentifikasi secara sistematis. Selain itu, dampak tunggal maupun berantai dari resiko dapat terideteksi. Metoda ini memiliki kelebihan karena dapat menggabungkan penilaian kualitatif maupun kuantitatif menggunakan Bayesian updating.
E-127
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Selain pendekatan kualitatif dalam menilai resiko kecelakaan kerja, beberapa peneliti juga menggunakan pendekatan berbasis data statistik [11,12]. Mereka menggunakan data kecelakaan kerja yang bersumber dari berbagai proyek konstruksi (dipublikasikan oleh biro tenaga kerja). Pendekatan yang berbeda dilakukan oleh Everett dan Meshkati [13.14]. Everett menganalisa kecelakaan kerja menggunakan pendekatan ergonomi dan kognitif. Pendekatan ini berasumsi bahwa kecelakaan kerja lebih disebabkan oleh kompetensi (competence) dan prilaku (behavior) sumberdaya/ pekerja konstruksi. Sedangkan Meshkati menganalisis kecelakaan kerja dikaitkan dengan kondisi mental operator mesin yang bekerja mengoperasikan alat berat di proyek. Pada penelitian ini akan diusulkan sebuah metoda baru yang bernama Accident Potential Measurement Method (APMM). Metoda ini bertujuan untuk menilai “potensi resiko” pekerja yang dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja, bukan pada menghitung peluang dan dampak kecelakaan kerja seperti yang dilakukan pada pendekatan manajemen resiko. APMM mengaitkan karakteristik kegiatan proyek dengan pendekatan ergonomi, seperti: kompetensi (competence) dan prilaku (behavior) pekerja konstruksi. Model APMM menggabungkan konsep Fault Tree Analysis (FTA) dan pendekatan ergonomi/ kognitif untuk menilai “potensi resiko” kecelakaan kerja. 2. TINJAUAN PUSTAKA Pendekatan Ergonomi Pada awalnya, metoda ergonomi dikembangkan untuk mengevaluasi potensi terjadinya kelainan kondisi fisik (musculoskeletal disorders – MSDs) berdasarkan karakteristik aktivitas (kegiatan) yang mereka lakukan, seperti: mengangkat beban, bekerja di ketinggian dan sebagainya. Metoda ini tidak menghitung peluang (probability) terjadinya kecelakaan kerja akibat berbagai faktor yang mempengaruhi, namun lebih pada menilai potensi terjadinya Manajemen Proyek Konstruksi
kecelakaan kerja yang diakibatkan oleh kompetensi (competence) dan prilaku (behavior) pekerja. Penilaian ergonomi dapat dilaksanakan melalui tiga pendekatan: 1) penilaian diri sendiri, 2) pengukuran psikologi pekerja dan 3) observasi lapangan. Potensi kecelakaan kerja terkait dengan MSDs biasanya disebabkan oleh beban kerja (fisik), postur dan frekuensi kerja. Tetapi faktor lain seperti karakteristik aktivitas, lingkungan kerja, kondisi peralatan dan lamanya durasi aktivitas juga akan mempengaruhi kecelakaan kerja seperti diilustrasikan pada gambar 1 berikut ini. Fault Tree Analysis (FTA) Teknik lain yang digunakan untuk mengidentifikasi akar/sumber resiko adalah Fault Tree Anakysis (FTA) atau disebut Analisa Pohon Kegagalan. Metoda ini menggunakan metode analisis yang bersifat deduktif, dimulai dengan menetapkan kejadian puncak (top event) yang mungkin terjadi dalam sistem atau operasi. Selanjutnya semua kejadian yang dapat menimbulkan akibat dari keadian puncak tersebut diidentifikasikan dalam bentuk pohon logika ke arah bawah. Dengan mengetahui probabilitas dari penyebab kejadian tersebut, maka probabilitas dari puncak kejadian dapat dihitung [15,16]. Metoda ini memiliki banyak keunggulan, diantaranya: kemampuan mengidentifikasi sumber/ akar resiko secara detail dan sistematis. MOCUS (minimal cut-set) yang digunakan dalam metoda ini dapat digunakan untuk mengidentifikasi efek gabungan dari sumber resiko (basic event) yang menyebabkan terjadinya resiko puncak (top event). Probability kejadian top event pun dapat dikalkulasi secara kuantitatif dengan menggabungkan informasi kualitatif (yang berasal dari expert judgment), informasi historis maupun informasi yang berasal dari observasi langsung di lapangan. Gambar 2 berikut ini adalah contoh diagram FTA. 3. METODOLOGI Arsitektur Accident Measurement Method (APMM)
Potential dibentuk E-128
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
dengan menggabungkan teknik FTA dan konsep ergonomi. Untuk menggunakan PAMM, Potensi kecelakaan kerja untuk masing masing aktivitas harus didekomposisi (Breakdown) berdasarkan karakteristik aktivitas/ kegiatan proyek menggunakan FTA (lihat Error! Reference source not found.). Basic event dari FTA selanjutnya akan digunakan untuk menilai potensi terjadinya kecelakaan kerja selama durasi pelaksanaan aktivitas tersebut. Penilaian dapat dilakukan secara kualitatif menggunakan pendapat pakar (expert judgment). Agregasi dari penilaian semua basic event akan digunakan untuk menilai potensi kecelakaan kerja aktivitas yang bersangkutan (lihat Error! Reference source not found.). Perhitungan skor potensi kecelakaan kerja pada masing masing basic event dilakukan dengan cara sebagai berikut; sebagai contoh pada basic event 1, 60% dari keseluruhan waktu pelaksanaan kegiatan, potensi resiko kecelakaan kerja bernilai 1 dan 20% dari keseluruhan waktu pelaksanaan kegiatan, potensi resiko kecelakaan kerja bernilai 3 . Ini berarti skor potensi resiko kecelakaan kerja untuk basic event 1 adalah (60%x1) + (20%x3) = 1,2. Kalkulasi skor akhir dari agregasi basic event dapat dilakukan dengan cara yang sama. Garis kurva pada agregasi basic event menunjukkan trend potensi kecelakaan kerja selama masa pelaksanaan kegiatan.
4. STUDI KASUS Untuk menunjukkan aplikasi APMM, pemasangan atap pada bangunan gedung digunakan sebagai contoh kasus. FTA untuk kasus ini didekomposisi menggunakan bantuan praktisi manajemen konstruksi melalui wawancara dan diskusi (lihat Error! Reference source not found.Error! Reference source not found.) . Dari Error! Reference source not found. terlihat bahwa resiko jatuh dari ketinggian dipengaruhi oleh faktor manusia dan Manajemen Proyek Konstruksi
lingkungan. Faktor manusia lebih terfokus pada terjadinya kecelakaan akibat pergerakan pekerja (prilaku dan kompetensi) selama mengerjakan pemasangan atap; sedangkan faktor lingkungan terfokus pada kondisi cuaca/angin saat pengerjaan atap dan karakteristik kegiatan pemasangan atap seperti sudut kemiringan atap dan jarak pekerja dari tepi atap. Untuk proses penilaian potensi resiko kecelakaan kerja, keempat basic event ini diberi skala kualitatif (berdasarkan opini pakar) seperti terlihat pada Tabel 1 berikut ini. Hasil analisis potensi resiko pekerjaan atap terlihat seperti pada Error! Reference source not found.. Pada gambar tersebut terlihat bahwa kecepatan angin dianggap merata selama masa pengerjaan atap, demikian pula dengan kemiringan atap. Sedangkan pada basic event pergerakan pekerja dan jarak dari tepi atap terlihat bahwa di tengah dan di akhir pekerjaan terdapat peningkatan resiko terjadinya kecelakaan. Pemasangan atap bangunan biasanya dimulai dari bubungan atap menuju tepi atap. Pergerakan pekerja dengan pola seperti ini secara langsung akan menyebabkan jarak pekerja dari tepi atap semakin dekat, sehingga potensi terjadinya kecelakaan ‘terjatuh’ menjadi semakin besar. Nilai 2,2 (pada ‘jarak dari tepi atap’) menunjukkan besarnya potensi resiko terjadinya kecelakaan yang disebabkan oleh posisi pekerja terkait jarak dari tepi atap. Penilaian (measurement) potensi kecelakaan dilakukan oleh pakar maupun praktisi proyek, sedangkan penilaian potensi kecelakaan kerja dapat dilakukan secara sederhana dengan formulasi (Eq.1) berikut:
............. (Eq.1)
AP = Accident potential, % duration= prosentase dari total waktu pelaksanaan kegiatan, dan i,N = skala potensi resiko kecelakaan seperti pada tabel 1. Pada contoh kasus diatas, AP = (20% x 1) + (40% x 2) + (40% x 3) = 2,2. 20% x 1 menyatakan prosentase waktu (dari total waktu keseluruhan, E-129
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
100%) dimana potensi kecelakaan akan bernilai 1, begitu pula dengan 40% x 2 menyatakan prosentase waktu dimana potensi kecelakaan bernilai 2 dan seterusnya. Nilai 2,2 menyatakan besaran potensi kecelakaan kerja akibat posisi pekerja dikaitkan dengan jarak tepi atap. Pengukuran potensi kecelakaan kerja seperti ini juga harus dilakukan pada pekerjaan lainnya yang dianggap dapat menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Agregasi resiko kecelakaan kerja dilakukan dengan cara yang sama hanya bedanya, potensi resiko dari masing masing item di agregasi. Terlihat pada gambar 6, potensi kecelakaan terjatuh dari atap = 6,9. Semakin tinggi indeks potensi kecelakaan semakin besar potensi kecelakaan pada item tersebut. Dari perhitungan agregasi, ‘trend potensi resiko’ juga dapat dibuat (lihat kurva agregasi pada gambar 6). Pada kasus seperti ini, manajer K3 atau pengawas lapangan harus fokus pada periode dimana potensi kecelakaan cenderung tinggi.
5. KESIMPULAN 1. Dari contoh studi kasus dapat dilihat bahwa metoda APMM yang diusulkan oleh peneliti dapat diaplikasikan secara langsung pada proyek konstruksi untuk mengkuantifikasi potensi resiko kecelakaan kerja. 2. Trend potensi kecelakaan kerja yang dihasilkan dari proses agregasi, dapat digunakan oleh manager K3 ataupun pengawas lapangan untuk lebih fokus pada periode dimana potensi kecelakaan cenderung tinggi. Hal ini tentunya akan menghemat biaya/ sumberdaya pengawasan yang sebelumya harus dilakukan secara kontinyu sepanjang periode pelaksanaan pekerjaan. 3. Model ini masih perlu dikembangkan lagi mengingat model ini masih memiliki kelemahan; diantaranya penilaian yang masih bersifat subjektif dengan menggunakan opini pakar (expert judgment) sebagai dasar penilaian potensi kecelakaan kerja.
Manajemen Proyek Konstruksi
REFERENSI [1] Halpin, D. W., and Woodhead, R. W. (1976). Design of construction and process operations, Wiley, New York. [2] Ioannou, P. G. (1989). “UM-CYCLONE discrete event simulation system, reference manual.” Rep. No. UMCE-89-11, Dept. of Civil Engineering, Univ. of Michigan, Ann Arbor, Mich. [3] Martinez, J. C., and Ioannou, P. G. (1999). “General-purpose systems for effective construction simulation.” J. Constr. Eng. Manage., 125(4), 265–276. [4] Smith, N.J., Merna, T., Jobling, P., (2006). Managing risk in construction projects, Blackwell Publishing, USA [5] Brauer, R. L. (1994). “Risk management and assessment.” Safety and health for engineers, Van Nostrand Reinhold, New York, 543–572. [6] Sun, Y., Fang, D., Wang, S., Dai, M., and Lv, X. (2008). “Safety risk identification and assessment for Beijing Olympic venues construction.” J. Manage. Eng., 24(1), 40–47. [7] Lee, S., and Halpin, D. (2003). “Predictive tool for estimating accident risk.” J. Constr. Eng. Manage., 129_4_, 431–436. [8] Jannadi, O., and Almishari, S. (2003). “Risk assessment in construction.” J. Constr. Eng. Manage., 129(5), 492–500. [9] Yi, K., and Langford, D. (2006). “Scheduling-based risk estimation and safety planning for construction projects.” J. Constr. Eng. Manage., 132(6), 626–635. [10] Adi,T.J.W., (2011), Identifikasi dan analisis resiko menggunakan Integrated FTAFMEA, Seminar nasional teknik sipil ATPW 2011, Dipoma 3 Teknik Sipil ITS.
E-130
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
[11] Howell, G. A., Laufer, A., and Ballard, G. (1993). “Interaction between subcycles: One key to improved methods.” J. Constr. Eng. Manage., 119, 714. [12] Baradan, S., and Usmen, M. A. (2006). “Comparative injury and fatality risk analysis of building trades.” J. Constr. Eng. Manage., 132(5), 533–539. [13] Everett, J. (1999). “Overexertion injuries in construction.” J. Constr. Eng. Manage., 125(2), 109–114. [14] Meshkati, N., and Loewenthal, A. (1988). “An eclectic and critical review of four primary mental workload assessment methods: A guide for developing a comprehensive model.” Human mental workload, P. A. Hancock and N. Meshkati, eds., Elsevier, North-Holland, Amsterdam, The Netherlands, 251–267. [15] Ramli, (2010). Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3 OHS Risk Management. Jakarta: PT. Dian Rakyat. [16] Simmons, R.J., (2010). System Safety Analysis Techniques for Engineers, Managers, and Occupational Health and Safety professionals. Singapore: System safety society.
Manajemen Proyek Konstruksi
E-131
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Gambar 1. Konsep identifikasi potensi kecelakaan kerja
Gambar 1. Agregasi potensi kecelakaan kerja
Gambar 2. FTA resiko jatuh dari ketinggian pada aktivitas pemasangan Atap
Gambar 2. Diagram FTA
Gambar 3. Hasil analisis APMM
Gambar 3. Dekomposisi aktivitas menggunakan FTA Manajemen Proyek Konstruksi
E-132
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Tabel 1. Skala penilaian potensi kecelakaan
Manajemen Proyek Konstruksi
E-133
Prosiding Seminar Nasional Aplikasi Teknologi Prasarana Wilayah (ATPW) Surabaya, 11 Juli 2012, ISSN 2301-6752
Manajemen Proyek Konstruksi
E-134