ANALISIS PENALTI WAKTU BAGI KECELAKAAN KERJA DI PROYEK KONSTRUKSI 1) 1,2,3)
Siti Hardiyanti Rahma, 2)Mohammed Ali Berawi, 3)Rosmariani Arifuddin
Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Kampus UI Depok, Jawa Barat, 16424, Indonesia E-‐mail:
[email protected]
Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan lama waktu penalti yang akan diberikan kepada para pengusaha jasa konstruksi yang lalai dalam pelaksanaan SMK3 khususnya untuk kasus kecelakaan berupa kematian, serta untuk memberikan rekomendasi sistem kelembagaan pada kecelakaan kerja yang terkait dengan penalti waktu ditinjau dari beberapa negara untuk diterapkan di Indonesia. Penelitian ini menggunakan 2 pendekatan metode analisa statistik yaitu analisa statistik interferensial untuk mencari hubungan antara penerapan penalti waktu dengan menurunnya angka kecelakaan kerja di bidang konstruksi dan analisa deskriptif untuk mencari lama waktu penalti yang dapat diterapkan di Indonesia. Dari hasil penelitian yang akan menjadi usulan terhadap permasalahan angka kecelakaan kerja konstruksi di Indonesia yaitu ketegasan dalam regulasi dibutuhkan untuk menyadarkan orang atau perusahaan di bidang konstruksi, pendidikan bagi para pekerja di lokasi proyek (pemahaman, perubahan budaya, komunikasi 2 arah), dan sistem penalti waktu yang meliputi lembaga independen yang menginvestigasi kecelakaan kerja di lokasi proyek, reward, dan punishment. Lama waktupenalti yang dapat diterapkan di Indonesia berdasarkan hasil wawancara yaitu kecelakaan kerja tanpa menimbulkan kematian akan diberikan suspend selama 5 – 10 hari dan kecelakaan kerja hingga menimbulkan kematian akan diberikan suspend selama 10 – 20 hari. Penelusuran benchmarking terhadap lembaga-lembaga di beberapa negara, seperti: Amerika, Inggris, Kanada, Australia, dan Singapura didapatkan rekomendasi bagi lembaga independen yang dibutuhkan di Indonesia. Lembaga independen yang diusulkan untuk dibentuk di Indonesia memiliki kriteria yaitu memiliki tujuan; pembentuk lembaga independen; divisi lembaga; otoritas lembaga; dan memiliki mekanisme yang jelas.
TIME ANALYSIS FOR SAFETY ACCIDENT IN CONSTRUCTION PROJECTS Abstract This study aims to obtain period of time penalty that will be given to the construction service employers who are negligent in the execution of SMK3, especially for the case of a fatal accident that leads to death. It also aims to provide institutional system recommendations on time penalty for workplace accidents to be applied in Indonesia based on the observation in some countries.This study used two statistical analysis methods; interferential statistical analysis to find the relationship between the implementation of time penalty and the decreasing number of accidents in the construction field, and descriptive analysis to look for the period of time penalty that can be applied in Indonesia. From the results of the research that will be proposed as a solution to the problem of construction accidents in Indonesia, it is known that assertiveness in the regulation is needed to make the employers or companies in the field of construction aware, education for workers at the project site (understanding, cultural change, 2-way-communication), and time penalty system which includes an independent institution that investigates accidents at the project site, reward, and punishment are also considered necessary.The period of time penalty that can be applied in Indonesia based on interviews is 5-10 days of suspension for accidents that do not lead to death and 10-20 days of suspension for accidents that lead to death. Benchmarking towards institutions in some countries, such as USA, UK, Canada, Australia, and Singapore obtained a recommendation that an independent institution is needed in Indonesia. The independent institution proposed to be set up in Indonesia should have a clear purpose and mechanism, as well as founders, divisions, and authority. Keywords: Workplace accident, Time Penalty, Independent Institution
PENDAHULUAN Pada industri konstruksi, permasalahan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja merupakan hal yang penting. Jenis, sifat, kondisi dan lokasi pekerjaan dalam suatu proyek konstruksi yang sering cenderung berbahaya mengakibatkan tingkat kecelakaan kerja yang terjadi pada pekerjanya relatif lebih tinggi dibandingkan dengan industri lainnya. Hal yang ini membuat keselamatan dan kesehatan kerja di konstruksi berperan penting. Di Indonesia sendiri peraturan mengenai keselamatan kerja telah di atur dalam UU No.1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja. Namun, adanya UU ini tidak serta merta mengurangi angka kecelakaan kerja. Menurut Abduh, Rizky, dan Bobby (2010) bahwa laporan tahunan dari Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) pada tahun 2002 menunjukkan industri usaha bangunan atau konstruksi menduduki peringkat ke-4 dan mempunyai kecelakaan tertinggi (5,67%). Di samping itu, yang masih perlu menjadi catatan adalah standar keselamatan kerja di Indonesia ternyata paling buruk jika dibandingkan dengan negara-negara Asia Tenggara lainnya, termasuk dua negara lainnya, yakni Bangladesh dan Pakistan. Sebagai contoh, data terjadinya kecelakaan kerja yang berakibat fatal pada tahun 2001 di Indonesia sebanyak 16.931 kasus, sementara di Bangladesh 11.768 kasus (Reini, n.d.). Berbagai macam cara dilakukan untuk mengurangi angka kecelakaan kerja, bahkan sampai diberlakukannya berbagai macam sanksi, seperti peringatan verbal atau tertulis, sanksi administratif (denda uang), beban aturan, yang mengikat dan juga melakukan penuntutan hukum sebagai cara yang terakhir (ILO, n.d.). Sanksi-sanksi tersebut bertujuan untuk memberikan perlindungan kesehatan dan keselamatan kepada para pekerja konstruksi. Apabila terjadi kecelakaan kerja hingga menimbulkan kematian maka terdapat sanksi yang pantas berupa biaya atau waktu, seperti hukuman penjara atau suspend kepada para pengusaha jasa konstruksi yang lalai dalam Sistem Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja (SMK3). Sebuah Sistem Penalti Administratif (SPA) mempromosikan tindakan perbaikan, pencegahan secara alami untuk mengatasi masalah kesehatan dan keselamatan dengan menegakkan kembali persyaratan peraturan (ON Landlord and Tenant Board Canada, 2011). Sistem sanksi administratif dimaksudkan untuk bertindak sebagai pencegah tambahan untuk mendorong kepatuhan akan kesehatan kerja yang ada dan undang-undang keselamatan (Human Resources Association of Nova Scotia Canada, 2009). Di Singapura, pelanggaran terhadap perintah “pemberhentian/penundaan kerja” oleh pemerintah akibat kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian akan dikenakan denda $ 500,000. Akan tetapi, apabila
perusahaan tidak membayar denda maka proyek tersebut akan diberhentikan dan hal tersebut sudah terbukti ampuh menurunkan angka kecelakaan kerja di Singapura. Menurut Bambang (2009), banyak peraturan yang dapat diadopsi dari luar negeri maupun peraturan yang telah diberlakukan di Indonesia. Dengan berkaca pada sistem manajemen denda/sanksi terhadap pelanggaran peraturan keselamatan dan kesehatan kerja di luar negeri, di Negara Indonesia perlu untuk menerapkan sistem serupa untuk menaikkan jaminan keselamatan bagi pekerja di sektor manapun khususnya sektor konstruksi yang tertinggi dari segi jumlah pekerja dan tingkat kecelakaan kerjanya. Berdasarkan permasalahan di atas, maka rumusan masalah dalam penilitian ini, adalah sebagai berikut: •
Bagaimana penerapan sistem penalti yang seharusnya ada bagi kecelakaan kerja di Negara Indonesia khususnya pada proyek konstruksi ?
•
Berapa lama penalti waktu yang pantas dikenakan pada pengusaha jasa konstruksi yang lalai dalam pelaksanaan SMK3 khususnya untuk kasus kecelakaan berupa kematian ? Adapun tujuan penelitian yang ingin dicapai, yaitu sebagai berikut:
•
Untuk mendapatkan lama waktu penalti yang akan diberikan kepada para pengusaha jasa konstruksi yang lalai dalam pelaksanaan SMK3 khususnya untuk kasus kecelakaan berupa kematian.
•
Untuk memberikan rekomendasi sistem kelembagaan pada kecelakaan kerja yang terkait dengan penalti waktu ditinjau dari beberapa negara untuk diterapkan di Indonesia.
TINJAUAN TEORITIS Pekerjaan konstruksi adalah pekerjaan berat, keras dan kasar disamping tempat dan lokasinya tidak mengenakkan, masih dituntut bekerja secara cermat dan teliti. Oleh karena itu, pekerjaan konstruksi berpotensi menyebabkan terjadinya kecelakaan dan penyakit kerja (A2K4-I, 2009). Industri jasa konstruksi merupakan salah satu sektor industri yang memiliki risiko kecelakaan kerja yang cukup tinggi. Berbagai penyebab utama kecelakaan kerja pada proyek konstruksi adalah hal-hal yang berhubungan dengan karakteristik proyek konstruksi yang bersifat unik, lokasi kerja yang berbeda-beda, terbuka dan dipengaruhi cuaca, waktu pelaksanaan yang terbatas, dinamis dan menuntut ketahanan fisik yang tinggi, serta banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terlatih. Ditambah dengan manajemen keselamatan kerja yang sangat lemah, akibatnya para pekerja bekerja dengan metode pelaksanaan konstruksi yang berisiko tinggi.
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian yang tidak dikehendaki dan dapat menyebabkan kerugian baik jiwa maupun harta benda yang terjadi disebabkan oleh pekerjaan atau pada waktu melaksanakan pekerjaan. Sedangkan, kesehatan dan keselamatan kerja merupakan suatu sistem kerja yang baik dan bijaksana serta bagaimana seorang pekerja dapat memlihara suatu tempat kerja yang baik. Sistem kerja yang dimaksud meliputi pekerja, mesin, dan peraturan yang berlaku. Penyebab-penyebab kecelakaan kerja konstruksi kemungkinan terbesar adalah akibat dari beberapa hal berikut : •
Tidak melibatkan tenaga ahli K3 konstruksi dan pengunaan metode pelaksanaan yang kurang tepat
•
Pengawasan K3 yang lemah
•
Kualitas dan kuantitas dari alat pelindung diri yang tidak memadai
•
Para pekerja yang kurang disiplin dalam mematuhi peraturan mengenai K3 Akibat dari kecelakaan kerja tersebut pada manusia (tenaga kerja yang bersangkutan)
terdiri dari 4 jenis : •
Nearmiss : Adalah suatu kondisi atau situasi di tempat kerja dimana suatu kecelakaan hampir terjadi. Nearmiss pada dasarnya menunjukkan potensi kecelakaan yang akan terjadi. Menurut Frank Bird (1969), nearmiss merupakan akar dari semua kecelakaan yang ada di tempat kerja. Oleh karena itu, dalam nearmiss juga seharusnya diperhatikan dalam catatan kecelakaan kerja. Sebagai contoh adalah terdapat kabel di tempat kerja yang kondisi tempatnya banyak pergerakan di sekitar kabel tersebut sehingga dapat menyebabkan pekerja terjatuh. Tentunya pekerja akan sering hampir terjatuh, dan lama kelamaan pekerja tentunya ada yang terjatuh sehingga menyebabkan kecelakaan.
•
Luka Ringan : Adalah luka yang memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari satu hari.
•
Luka Berat : Adalah luka yang mengakibatkan cacat tetap, yaitu kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan jiwa. Apabila memerlukan perawatan medis atau lebih dari dua hari dan tidak dapat melakukan pekerjaannya meskipun tidak ada akibat cacat tetap, termasuk dalam klasifikasi luka berat.
•
Kematian
Selain dari 3 akibat di atas, tenaga kerja juga berpotensi untuk mengidap penyakit yang timbul karena hubungan kerja, yang disebabkan oleh pekerjaan atau lingkungan kerja. Setiap tenaga kerja yang menderita penyakit yang timbul karena hubungan kerja berhak mendapat jaminan kecelakaan kerja baik pada saat masih dalam hubungan kerja maupun setelah hubungan kerja berakhir. Pengenalan UU K3 dan sistem penalti waktu bagi kecelakaan kerja konstruksi di Negara Amerika, Inggris, Kanada, Australia, dan Singapura. Peraturan K3 yang berlaku di Negara Amerika Serikat adalah OSHA (Occupational Safety and Health Act) atau disebut Williams Steiger Act. Pada tanggal 29 September 1970, OSHA ditetapkan dalam kongres parlemen. Tujuan ditetapkannya OSHA ini adalah pengusaha harus dapat wajib memenuhi syarat-syarat keselamatan kerja di tempat kerja. Pelanggaran yang dilakukan oleh setiap perusahaan di berbagai sektor termasuk sektor konstruksi akan dikenakan sanksi berupa denda atau hukuman penjara sesuai dengan tipe pelanggarannya. Setiap tipe pelanggaran memiliki sanksi atau hukuman yang berbeda-beda, khusus untuk kecelakaan yang menimbulkan kematian akan diberikan hukuman penjara selama 6 bulan. Undang-undang K3 di negara Inggris adalah Health and Safety at Work etc. Act 1974. Di dalam UU tersebut diatur tentang sanksi berupa hukuman penjara bagi pelanggaran K3 yang dilakukan perseorangan atau perusahaan. Lama waktu hukuman penjara sama rata untuk masing-masing dampak kecelakaan kerja yang terjadi yaitu selama 1 tahun. Di Negara Kanada di dalam Workers Compensation Act R.S.P.E.I 1988, Cap. W-7.1, Chapter O-1.01 diatur tentang sanksi berupa kurungan penjara selama 1 tahun bagi pelanggaran K3 yang dilakukan perseorangan atau perusahaan. Selain itu, dalam UU tersebut diatur juga sistem penalti waktu berdasarkan derajat resiko kerugian, antara lain: •
Kematian/Fatal: ‘Stop Work’ atau ‘Stop Use’ mungkin dikeluarkan
•
Kecelakaan Berat: Mematuhi perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah
•
Kecelakaan Ringan: Diberikan sanksi administratif Undang-undang K3 di Negara Australia diatur dalam Occupational Safety and Health
Act 1984 – Sect 3A. Pelanggaran K3 yang menyebabkan kematian yang dilakukan perseorangan atau perusahaan akan diberikan sanksi berupa kurungan penjara selama 5 tahun. Di Negara Singapura di dalam Workplace Safety and Health Act diatur sanksi kurungan penjara selama 1 tahun bagi pelanggaran yang dilakukan oleh perseorangan atau perusahaan. Selain itu, diatur juga mengenai sistem penalti waktu. Di Singapura, jika terjadi kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian maka proyek tersebut akan ditunda selama proses
investigasi. Apabila hal tersebut diabaikan maka akan dikenakan denda sebesar $ 500,000 dan jika perusahaan tidak membayar dendanya maka proyeknya akan diberhentikan. Lembaga independen bidang k3 konstruksi di Negara Amerika Serikat, Inggris, Kanada, Australia, dan Singapura. Lembaga independen di Amerika dikenal dengan nama Safety Management Group didirikan oleh Kent Burger pada tahun 1997. Divisi dari lembaganya dibagi menjadi 6 bagian antara lain: construction, manufacturing, loss control, healthcare, dan transportation. Tujuan didirikannya lembaga Safety Management Group untuk memberikan pelayanan produk edukasi dan bimbingan dalam hal K3. Hubungannya dengan pemerintah yaitu lembaga Safety Management Group selalu bekerja sama dengan tim OHSA dalam hal ini meliputi: •
Investigasi kecelakaan di lokasi proyek
•
Memberikan program-program K3 pada perusahaan
•
Memberikan pemahaman K3 pada perusahaan
•
Evaluasi sistem K3 di perusahaan Lembaga Worksafe BC merupakan lembaga independen yang didirikan oleh pemerintah
Inggris (Ministry of Jobs, Tourism, and Skills Training and Responsible for Labour). Struktur organisasinya telah diatur dalam Workers Compensation Act [RSBC 1996] Chapter 492 dan dinamakan Board of Directors (BOD). Lembaga ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang bersih dari cedera, penyakit, dan kematian. Lembaga independen di Kanada dikenal dengan nama IHSA. Lembaga IHSA merupakan lembaga independen gabungan dari CSAO (Construction Safety Association of Ontario), E&USA (Electrical Safety Association of Ontario), dan THSAO (Transportation Health & Safety Association of Ontario). Lembaga IHSA (Infrastructure Health & Safety Association) didirikan pada tanggal 1 Januari tahun 2010. Lembaga ini berperan sebagai lembaga konsultansi untuk mencegah kecelakaan kerja dan bekerja sama dengan Ministry of Labour, Ministry of Transportation, Ministry of Training, Colleges & University, dan The Workplace Safety & Insurance Board. Selain itu, lembaga ini memiliki Komite Eksekutif dan memiliki 6 divisi antara lain: Transportation, Residential, General ICI, Heavy Civil & Aggregats, Mechanical, Electrical, dan Priority Rates. Tujuan didirikannya untuk menciptakan lingkungan kerja tanpa cedera, penyakit, dan kematian. Cara kerja dari lembaga ini tidak hanya sebagai lembaga konsultansi tetapi berperan juga dalam pengawasan dan pencegahan K3 termasuk bidang K3 konstruksi. Ketika terjadi kecelakaan kerja, IHSA menjadi tempat untuk melakukan pelaporan terjadinya kecelakaan kerja. Setelah itu, IHSA
melakukan investigasi di lokasi kecelakaan kerja dan hasil investigasinya dilaporkan ke Ministry of Labour Canada. Safe Work Australia merupakan lembaga independen yang dirikan oleh pemerintah Australia (Council of Australian Goverments) pada tanggal 1 November tahun 2009. Anggota lembaga ini terdiri dari perwakilan pemerintah dari masing-masing negara bagian Australia di bidang safety dan asosiasi-asosiasi perusahaan di berbagai bidang yang ada di Australia. Fungsi dari Safe Work Australia, antara lain: •
Mengkoordinasikan dan mengembangkan kebijakan strategi nasional
•
Membantu mengimplementasikan model kerja K3 dan membentuk kerangka legislatif
•
Bidang penelitian
•
Mengumpulkan, menganalisa, dan melaporkan data
Selain itu, cara kerja lembaga ini sebagai lembaga konsultansi dalam pengawasan, pencegahan kerja, dan sebagai tempat pelaporan jika terjadi kecelakaan kerja. Kemudian, lembaga ini melakukan investigasi dan hasil dari investigasi tersebut akan dilaporkan ke Ministry of Labour Australia. Workplace Safety & Health Council (WSH) merupakan lembaga independen yang didirikan pada tanggal 1 April tahun 2008 oleh 18 pimpinan dari sektor industri di Singapura, seperti konstruksi, manufaktur, kelautan, petrokimia, pemerintah, akademisi, dan kalangan ekonom. WSH ini bekerja sama dengan Ministry of Manpower Singapore, asosiasi professional, dan badan pemerintah lainnya, serta industri. Fungsi utama dari WSH, antara lain: •
Membangun kemampuan industry untuk mengatur WSH yang terbaik
•
Mempromosikan Safety and Health at Work di lingkungan kerja
•
Mengatur bentuk pelatihan K3 yang bersifat dapat diterima
Lembaga ini bertujuan untuk menciptakan lingkungan kerja yang aman dan sehat. Cara kerja dari WSH hampir sama dengan lembaga-lembaga yang ada di negara Amerika, Kanada, Inggris, Australia, dan Singapura yaitu sebagai lembaga konsultansi tetapi berperan juga dalam pengawasan dan pencegahan kecelakaan kerja. Ketika terjadi kecelakaan kerja, lembaga ini akan melakukan investigasi dan hasil dari investigasinya akan dilaporkan ke Ministry of Manpower Singapore.
METODE PENELITIAN Mulai
Identifikasi Masalah
Masa perencanaan dan Persiapan awal penulisan
Penetapan Judul
Survey : • Literatur •
Pembimbing
•
Praktisi
Penetapan Tujuan
Pengumpulan Data (Benchmarking sistem penalti waktu di beberapa negara) Kuesioner Wawancara: Owner, Manajer K3 dari kontraktor dan Bagian Akademisi
Analisis Data Masa pelaksanaan dan Penulisan setiap bagian secara bertahap
Kesimpulan & Saran
Selesai
Gambar 1. Alur Penelitian Analisi Penalti Waktu Bagi Kecelakaan Kerja Di Proyek Konstruksi Variabel Penelitian 1. Menurut Kansil (2000), akibat dari kecelakaan kerja tersebut pada pekerja terdiri dari 3 (tiga) jenis, yaitu : a.
Nearmiss : Adalah suatu kondisi atau situasi di tempat kerja dimana suatu kecelakaan hampir terjadi. Nearmiss pada dasarnya menunjukkan potensi kecelakaan yang akan terjadi
b. Luka Ringan :
Adalah luka yang memerlukan perawatan medis sehingga tidak dapat melakukan pekerjaan tidak lebih dari satu hari c. Luka Berat : Adalah luka yang mengakibatkan cacat tetap, yaitu kehilangan atau tidak berfungsinya salah satu atau beberapa organ tubuh atau gangguan jiwa. Apabila memerlukan perawatan medis atau lebih dari dua hari dan tidak dapat melakukan pekerjaannya meskipun tidak ada akibat cacat tetap, termasuk dalam klasifikasi luka berat d. Kematian 2. Menurut Bambang (2009), regulasi secara preventif dapat ikut meminimalisir kecelakaan konstruksi dan banyak peraturan yang dpat diadopsi dari luar negeri maupun peraturan yang telah diberlakukan di Indonesia. 3. Menurut Sidney dan John (2009), para pekerja akan menerima tambahan perlindungan jika pemerintah membuat peraturan yang meningkatkan insentif keuangan kepada para pengusaha konstruksi. 4. Di perundang-undangan Negara Indonesia belum diatur soal sistem penalti dari pemerintah kepada pengusaha konstruksi untuk setiap kecelakaan kerja yang terjadi di proyek konstruksi. Sampai saat ini, peraturan yang masih dipakai untuk menjatuhkan sanksi biaya dan waktu kepada pengusaha konstruksi yang lalai dalam penerapan K3 hingga menimbulkan kecelakaan kerja bahkan kematian yaitu UU No. 1 tahun 1970 pasal 15 ayat 2 dan 3, dimana berbunyi : a. Peraturan perundangan tersebut pada ayat (1) dapat memberikan ancaman pidana atas pelanggaran peraturannya dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan atau denda setinggi-tingginya Rp. 100.000,- (Seratus ribu rupiah) b. Tindak pidana tersebut adalah pelanggaran 5. Di Singapura, pelanggaran terhadap perintah “pemberhentian/penundaan kerja” oleh pemerintah akibat kecelakaan kerja yang menyebabkan kematian akan dikenakan denda $ 500,000. Akan tetapi, apabila perusahaan tidak membayar denda maka proyek tersebut akan diberhentikan. 6. Di Alberta, sebuah negara bagian di Kanada mempunyai sistem penalti berdasarkan derajat resiko kerugian, antara lain: -
Kematian/Fatal : ‘Stop Work’ atau ‘Stop Use’ mungkin dikeluarkan
-
Kecelakaan Berat : Mematuhi perintah yang dikeluarkan oleh Pemerintah
-
Kecelakaan Ringan : Diberikan sanksi administratif
7. Di Provinsi Hubei, RRC, proyek konstruksi ditunda selama 12 hari untuk identifikasi kecelakaan setelah 19 painters meninggal dunia akibat jatuh dari elevator dengan ketinggian 100 m. (Departement of Housing and the Urban Rural Construction Departement of Hubei Province)
HASIL PENELITIAN
Nama Reini D. Wirahadikusumah
Tabel 1. Hasil Wawancara Lama Waktu Penalti Lama Waktu Penalti Tidak 5 – 10 10 – 20 20 – 30 Menjawab (hari) (hari) (hari) ✔ (luka berat)
Toriq A. Ghuzdewan Puji Setyastuti
✔ (luka berat)
Hari Sutanto
✔ (luka berat)
✔ (meninggal dunia) ✔ (meninggal dunia) ✔ (meninggal dunia) ✔ (meninggal dunia) ✔ (luka berat & meninggal dunia)
Eko Sutrisno HP
Henki Wibowo
✔ (luka berat)
Dani Yadi Susanto
✔ (luka berat)
Yulianto Sulistyo Anondo Zulkifli Djunaedi
Tidak Dapat Ditentukan
✔
✔ (meninggal dunia) ✔ (meninggal dunia) ✔ ✔