ANALISIS PENGARUH KOMPETENSI SUPERVISOR PROYEK TERHADAP BIAYA, MUTU DAN WAKTU PELAKSANAAN PROYEK KONSTRUKSI DI KABUPATEN BADUNG
TUGAS AKHIR
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
JURUSAN TEKNIK SIPIL FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS UDAYANA 2016
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Pengertian Analisis Terdapat beberapa definisi mengenai analisis, yaitu: 1. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002:43) : Analisis adalah penguraian suatu pokok atas berbagai bagiannya dan penelaahan bagian itu sendiri serta hubungan antar bagian untuk memperoleh pengertian yang tepat dan pemahaman arti keseluruhan. 2. Menurut Komaruddin (2001:53) : Analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu keseluruhan menjadi komponen sehingga dapat mengenal tanda-tanda komponen, hubungannya satu sama lain dan fungsi masing-masing dalam satu keseluruhan yang terpandu. 3. Menurut Kamus Akuntansi (2000:48) : Analisis adalah melakukan evaluasi terhadap kondisi dari pos-pos atau ayatayat
yang
berkaitan
dengan
akuntansi
dan
alasan-alasan
yang
memungkinkan tentang perbedaan yang muncul. Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa analisis adalah kegiatan berfikir untuk menguraikan suatu pokok menjadi bagian-bagian atau komponen sehingga dapat diketahui ciri atau tanda tiap bagian, kemudian hubungan satu sama lain serta fungsi masing-masing bagian dari keseluruhan.
2.2
Pengaruh Pengaruh menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah daya yang
ada dan timbul dari sesuatu (orang, benda) yang ikut membentuk watak, kepercayaan atau perbuataan seseorang. Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa pengaruh adalah merupakan sesuatu daya yang dapat membentuk atau mengubah sesuatu yang lain. Pengaruh juga dapat diartikan suatu keadaan dimana ada hubungan timbal balik, atau hubungan sebab akibat antara apa yang mempengaruhi dengan apa yang di pengaruhi. Dua hal ini adalah yang akan dihubungkan dan dicari apa ada hal yang menghubungkannya. 5
2.3
Kompetensi Menurut Mitrani et all., (1995) kompetensi didefinisikan sebagai
karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektifitas kinerja individu merupakan sesuatu yang melekat dalam dirinya yang dapat digunakan untuk memprediksi tingkat kinerjanya. Sesuatu yang dimaksud bisa menyangkut motif, konsep diri, sifat, pengetahuan maupun kemampuan/keahlian. Kompetensi dapat dinyatakan sebagai bagian dari kepribadian individual yang bersifat permanen yang dapat menentukan atau memprediksi kinerja seseorang. Adapun jenis atau macam kompetensi yang diperlukan atau harus dimiliki oleh para pimpinan, telah disebutkan oleh banyak pakar. Tiap dari mereka menguraikan kompetensi yang relatif berbeda dari yang lain. Akan tetapi, secara substansial fokus mereka sama yakni karakteristik individu yang penting dimiliki oleh para pemimpin dalam rangka mencapai tujuan organisasi. Menurut Zwell (2007) kompetensi pemimpin dapat dikelompokkan kedalam lima kategori, yang meliputi: 1. Task achievement, yakni kompetensi-kompetensi yang berhubungan dengan pelaksanaan kerja secara baik, tentang apa yang perlu dilakukan untuk mencapai suatu tujuan, dengan cara apa, dan bagaimana melakukannya. 2. Relationship, kategori kompetensi ini berkaitan dengan komunikasi dan bekerja secara baik dengan orang lain serta memuaskan kebutuhan mereka. 3. Personal attributes, yakni kompetensi-kompetensi yang secara intrinsik dimiliki individu dan berhubungan dengan apa yang mereka percaya, bagaimana mereka berfikir, merasa, belajar, dan membangun. 4. Manageriali, yakni kompetensi yang secara khusus berhubungan dengan pengaturan, pengawasan, dan pengembangan pegawai. 5. Leadership, yakni kompetensi yang berkaitan dengan aktivitas memimpin organisasi dan orang-orang yang ada di dalamnya untuk mencapai tujuan, visi, dan sasaran, yang telah ditetapkan.
6
2.4
Supervisor Proyek Supervisor adalah orang yang berhubungan langsung dengan manajer.
Namun dalam konteks tanggung jawab, supervisor mempunyai tugas yang tidak kalah berat. Dalam banyak kasus, supervisor memiliki tugas yang strategis karena langsung terjun di lapangan melaksanakan semua rencana dari manajer. Hal ini menyebabkan supervisor mempunyai kedudukan istimewa didalam perusahaan. Bersama dengan para staf, supervisor menentukan selesai tidaknya pekerjaan (proyek) yang menjadi rencana strategis perusahaan. Supervisor mengetahui benar seluk beluk pekerjaan yang harus selesai sesuai jadwal beserta dinamika yang ada di lapangan (Agung, 2014). Dalam hal ini supervisor harus menangani dua hal langsung yaitu tugas-tugas dari manajernya sekaligus mengelola bawahannya supaya tetap dalam kondisi prima bekerja dan menjaga keutuhan tim. Dengan posisi di antara manajer dan staf, seorang supervisor harus mampu berperan optimal. Ibarat jembatan, supervisor harus mampu menjembatani kepentingan manajemen dan kepentingan staf sebagai pelaksana tugas di lapangan. Seorang supervisor juga dituntut untuk memiliki tiga keterampilan yaitu: 1. Keterampilan teknis Kemampuan untuk memahami dan mengerjakan aktifitas-aktifitas tertentu dengan baik, terutama memerlukan penguasaan mengenai cara, metode, proses, prosedur dan teknik tertentu. 2. Keterampilan manusiawi Kemampuan untuk bekerja dengan orang lain secara efektif sebagai anggota kelompok dan dapat membina kerjasama yang baik dalam kelompok yang dipimpinnya. 3. Keterampilan konseptual Kemampuan untuk melihat perusahaan secara keseluruhan, meliputi kemampuan
melihat
keterkaitan
antar
bagian,
dan
kemampuan
membayangkan hubungan antar perusahaan dengan industri dimana perusahaan terletak, serta hubungan perusahaan dengan masyarakat, keadaan politik, sosial dan ekonomi secara keseluruhan.
7
2.4.1
Tanggung Jawab Supervisor Proyek Tanggung jawab seorang supervisor secara umum memang sulit, seorang
supervisor harus memenuhi berbagai tanggung jawab kepada karyawan, kelompok kerja dan organisasi. Supervisor harus bertanggung jawab dalam memastikan semua pekerjaan dilaksanakan dengan baik sehingga tidak ada keamanan, keselamatan atau kesehatan yang terancam. Supervisor memiliki empat tanggung jawab yaitu (Rohmanah, 2013): 1. Planning, merencanakan kegiatan yang menjadi tugasnya. a. Menentukan tujuan/sasaran yang hendak dicapai (kuantitas, kualitas dan waktu). b. Mengembangkan beberapa alternatif/pilihan kegiatan serta menentukan sumber daya yang dibutuhkan untuk mencapai sasaran. c. Memilih alternatif kegiatan yang terbaik ditinjau dari sasaran yang ingin dicapai dan kebutuhan sumber dayanya. d. Menentukan/mempersiapkan
langkah-langkah
pencegahan
dan
pemecahan bila terjadi gangguan pada pelaksanaan rencana. 2. Coordinating, mengkoordianasikan kegiatan dan tugas agar berjalan lancar. a. Mengkoordinasikan tentang kebutuhan sumber daya yang diperlukan. b. Mengkoordinir kelompok kerja agar tetap berada pada jalur yang tepat. 3. Directing, mengarahkan dan mengatur bagaimana agar tugas dan pekerjaan tersebut dapat berjalan lancar. a. Mengatur penggunaan alat, mesin serta fasilitas dan sumber daya yang lain. b. Mengatur pelaksanaan tugas diantara anggota-anggota kelompok kerja (pembagian tugas). 4. Controlling, melakukan kontrol terhadap kegiatan dalam kelompok serta pekerjaan yang dilakukan oleh kelompok tersebut. a. Mengumpulkan informasi/data tentang kemajuan/hasil. b. Membandingkan pelaksanaan/hasil dengan sasaran yang telah ditentukan dalam rencana serta melihat apakah terjadi penyimpangan. c. Menganalisa penyimpangan yang terjadi serta mencari sebab-sebabnya.
8
d. Mengambil tindakan yang perlu untuk memperbaiki kesalahan, mencegah semakin meluasnya penyimpangan ataupun meningkatkan hasil pelaksanaan tugas.
2.4.2
Tugas Supervisor Proyek Konstruksi Supervisor diberi kepercayaan untuk memberikan instruksi kerja,
pengawasan, dan monitoring serta melakukan pekerjaan dalam suatu kelompok. Berikut ini adalah beberapa tugas dari seorang supervisor didalam sebuah pelaksanaan pembangunan proyek konstruksi: 1. Memahami gambar desain dan spesifikasi teknis sebagai pedoman dalam melaksanakan pekerjaan di lapangan. 2. Bersama
dengan
bagian
engineering
menyusun
kembali
metode
pelaksanaan konstruksi dan jadwal pelaksanaan perkerjaan. 3. Memimpin dan mengendalikan pelaksanaan pekerjaan di lapangan sesuai dengan persyaratan biaya, mutu dan waktu yang telah ditetapkan. 4. Membuat program kerja mingguan dan mengadakan pengarahan kegiatan harian kepada pelaksana pekerjaan. 5. Mengadakan evaluasi dan membuat laporan hasil pelaksanaan pekerjaan di lapangan. 6. Membuat program penyesuaian dan tindakan turun tangan, apabila terjadi keterlambatan dan penyimpangan pekerjaan di lapangan. 7. Melakukan pemeriksaan dan memproses berita acara kemajuan pekerjaan di lapangan. 8. Melaksanakan pekerjaan sesuai dengan program kerja mingguan, metode kerja, gambar kerja dan spesifikasi teknik. 9. Menyiapkan tenaga kerja sesuai dengan jadwal tenaga kerja dan mengatur pelaksanaan tenaga dan peralatan proyek. 10. Mengupayakan efisiensi dan efektifitas pemakaian bahan, tenaga dan alat di lapangan. 11. Membuat laporan harian tentang pelaksanaan dan pengukuran hasil pekerjaan di lapangan. 12. Mengadakan pemeriksaan dan pengukuran hasil pekerjaan di lapangan. 9
13. Membuat laporan harian tentang pelaksanaan pekerjaan, agar selalu sesuai dengan metode konstruksi dan instruksi kerja yang telah ditetapkan. 14. Menerapkan program keselamatan kerja dan kebersihan di lapangan. Supervisor dituntut memiliki wibawa sebagai seorang pemimpin yang siap berkorban serta menjalankan tugas yang diemban agar visi dan misi perusahaan dapat tercapai. Tugas dan tanggung jawab supervisor memang sangat luas, pada intinya adalah bagaimana ia memastikan bahwa semua pekerjaan dapat dilakukan dengan baik. Supervisor juga dituntut dapat memberikan motivasi kepada karyawan atau bawahannya agar kembali semangat kerja serta di jalur yang benar dalam melakukan pekerjaan.
2.4.3
Faktor-Faktor Kompetensi Supervisor Proyek Kompetensi seorang supervisor proyek dalam pekerjaan di suatu organisasi
atau perusahaan dipengaruhi beberapa faktor antara lain (Listiawati, 2004): 1. Faktor Perencanaan Faktor perencanaan merupakan salah satu faktor penting. Kejayaan atau keruntuhan seorang supervisor proyek ditentukan oleh rencana kerja. Karena masa depan yang tidak pasti dapat kita buat lebih baik dengan melakukan perencanaan dari pada hanya berupa kemungkinan. Perencanaan akan mempercepat proses penyelesaian suatu masalah. Memilih dan menghubungkan fakta-fakta dan membuat serta menggunakan asumsiasumsi mengenai masa depan yang akan datang dalam hal memvisualisasi serta merumuskan aktivitas-aktivitas yang diusulkan yang dianggap perlu untuk mencapai hasil-hasil yang diinginkan merupakan tindakan dari perencanaan. 2. Faktor Pengaturan Kegiatan ini bertujuan melakukan pengaturan dan pengelompokam kegiatan proyek konstruksi agar kinerja yang dihasilkan sesuai dengan harapan. Tahap ini menjadi sangat penting karena ketidaktepatan pengaturan dan pengelompokan kegiatan yang terjadi akan berakibat langsung terhadap tujuan proyek.
10
3. Faktor Pengontrolan Faktor pengontrolan dilakukan untuk mengetahui perkembangan pekerjaan apakah pekerjaan sesuai dengan jalur yang direncanakan ataukah ada penyimpangan. Supervisor proyek akan mengetahui dari laporan berkala yang diterima sehingga dia setiap waktu sadar akan hasil dari usahanya dalam merencana, mengorganisir, dan mengarahkan seluruh pekerjaan proyek. Supervisor proyek tidak hanya mengontrol dari laporan yang diterimanya tetapi harus mengecek langsung ke lapangan apakah laporan yang dibuat cocok dengan situasi sesungguhnya di lapangan. 4. Faktor Pengkoordinasian Koordinasi dapat dilakukan secara internal maupun eksternal. Koordinasi internal dilakukan untuk melakukan evaluasi diri terhadap kinerja yang telah dilakukan, terutama kinerja staf dalam organisasi itu sendiri, sedangkan koordinasi eksternal adalah proses evaluasi kinerja pihak-pihak yang terlibat dalam proyek konstruksi (kontraktor), konsultan dan owner.
2.5
Proyek Konstruksi Ada beberapa pengertaian mengenai proyek konstruksi yang dikemukakan
oleh beberapa pihak yaitu sebagai berikut: 1. Soeharto (1995) memberikan pengertian kegiatan proyek merupakan suatu aktivitas sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumber daya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas, yang sasaran atau tujuannya yang telah digariskan dengan jelas. 2. Proyek konstruksi adalah proyek yang berkaitan dengan upaya pembangunan suatu bangunan infrastruktur, yang umumnya mencakup pekerjaan pokok yang termasuk dalam bidang teknik sipil dan arsitektur. Meskipun tidak jarang melibatkan disiplin ilmu lain seperti teknik industri, mesin, elektro, geoteknik dan sebagainya (Listiawati, 2004). 3. Proyek konstruksi adalah suatu rangkaian kegiatan yang hanya satu kali dilaksanakan dan umumnya berjangka pendek. Dalam rangkaian kegiatan tersebut, ada suatu proses yang mengolah sumber daya proyek menjadi suatu hasil kegiatan yang berupa bangunan. Proses yang terjadi dalam 11
rangkaian kegiatan itu tentunya melibatkan pihak-pihak yang tekait, baik secara langsung maupun tidak langsung. Hubungan antara pihak-pihak yang terlibat dalam suatu proyek dibedakan atas hubungan fungsional dan hubungan kerja (Ervianto, 2003).
2.5.1 Karakteristik Proyek Konstruksi Proyek
konstruksi
mempunyai
tiga
karakteristik,
adapun
ketiga
karakteristik tersebut adalah sebagai berikut (Ervianto, 2003): 1. Bersifat unik Keunikan dari proyek konstruksi adalah tidak pernah terjadi rangkaian kegiatan yang sama persis (tidak ada proyek identik, yang ada adalah proyek sejenis), proyek bersifat sementara, dan selalu telibat grup pekerja yang berbeda-beda. 2. Dibutuhkan sumber daya (resources) Setiap proyek konstruksi membutuhkan sumber daya, yaitu pekerja dan βsesuatuβ (uang, mesin, metode, material). Pengorganisasian semua sumber daya dilakukan oleh manajer proyek. 3. Organisasi Setiap organisasi mempunyai keragaman tujuan dimana didalamnya terlibat sejumlah individu dengan keahlian yang bervariasi, perbedaan ketertarikan, kepribadian yang bervariasi, dan ketidakpastian. Langkah awal yang harus dilakukan oleh manajer proyek adalah menyatukan visi menjadi satu tujuan yang ditetapkan oleh organisasi. Sehingga suatu proyek konstruksi yang merupakan rangkaian kegiatan yang nantinya akan mewujudkan suatu hasil berupa bangunan, memiliki ciri-ciri pokok antara lain (Soeharto, 1995): 1. Memiliki tujuan yang khusus, produk akhir atau hasil kerja akhir. 2. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan.
12
3. Bersifat sementara, dalam artian umumnya dibatasi oleh selesainya tugas, titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. 4. Nonrutin, tidak berulang dan jenis serta identitas kegiatan berubah sepanjang proyek langsung.
2.5.2
Jenis-Jenis Proyek Konstruksi Proyek-proyek konstruksi yang umumnya dikerjakan dapat dibedakan
menjadi dua jenis kelompok bangunan, yaitu (Ervianto, 2003): 1. Bangunan gedung Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan gedung adalah rumah, kantor, pabrik, dan lain-lain. Adapun ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah: a. Proyek konstruksi menghasilkan tempat orang bekerja atau tinggal. b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang relatif sempit dan kondisi pondasi umumnya sudah diketahui. c. Dibutuhkan manajemen terutama untuk progressing pekerjaan. 2. Bangunan sipil Yang termasuk dalam proyek konstruksi kelompok bangunan sipil adalah jalan, jembatan, bendungan, dan infrastruktur lainnya. Adapun ciri-ciri dari kelompok bangunan ini adalah: a. Proyek konstruksi dilaksanakan untuk mengendalikan alam agar berguna bagi kepentingan manusia. b. Pekerjaan dilaksanakan pada lokasi yang luas atau panjang dan kondisi pondasi sangat berbeda satu sama lain dalam suatu proyek. c. Manajemen dibutuhkan untuk memecahkan permasalahan.
2.5.3 Tim Proyek Adapun yang dimaksud dengan tim proyek bila ditinjau secara lebih luas dapat diartikan sebagai semua pihak atau peserta yang berkepentingan dan terlibat dalam penyelenggaraan dan hasil proyek. Sering juga disebut sebagai stake holder. Pihak-pihak ini mempunyai peranan dan kepentingan tertentu atas keberhasilan proyek dan dapat dikelompokkan menjadi: 13
1. Pihak I
: Pemilik proyek, pemakai produk (end-user), penyandang dana.
2. Pihak II
: Organisasi atau perusahaan yang membangun proyek.
3. Pihak III
: Subkontraktor, supplier, konsultan dan lain-lain.
Masing-masing organisasi dan pihak diatas mempunyai tim tersendiri yang sesuai dengan peranan dan kepentingannya dalam proyek yang bersangkutan (Soeharto, 1995).
2.5.4
Organisasi Proyek Konstruksi Pada setiap proyek konstruksi terdapat organisasi lapangan, yang
pembentukannya ditujukan untuk kepentingan internal terkait dengan tujuan pengendalian oleh kantor pusat sebagai organisasi induk. Organisasi lapangan yang dibentuk dimulai dari unsur pelaksanaan yang paling bawah yakni kelompok tukang yang membawahi para pekerja, kemudian mandor, sub-kontraktor, kontraktor, dan konsultan. Adapun struktur organisasi satuan kerja proyek konstruksi, adalah sebagai berikut 1. Struktur Organisasi Mandor Gambar 2.1 Struktur Organisasi Mandor
Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)
14
2. Struktur Organisasi Kontraktor
Gambar 2.2 Struktur Organisasi Kontraktor Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)
3. Struktur Organisasi Sub-kontraktor
Gambar 2.3 Struktur Organisasi Sub-Kontraktor Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)
15
4.
Struktur Organisasi Konsultan
Gambar 2.4 Struktur Organisasi Konsultan Sumber: (Istimawan Dipohusodo, 1996)
2.6
Biaya Pelaksanaan Proyek Menurut Soeharto (1995), biaya adalah segala usaha dan pengeluaran yang
dilakukan dalam mengembangkan, memproduksi dan aplikasi produk, sedangkan biaya pelaksanaan proyek adalah biaya-biaya yang diperlukan untuk tiap pekerjaan dalam menyelesaikan suatu proyek. Secara garis besar biaya pelaksanaan proyek dapat dibagi menjadi dua yaitu: 1. Biaya Langsung (Direct cost) Biaya langsung (direct cost) adalah biaya yang langsung berhubungan dengan konstruksi / bangunan. Biaya langsung didapat dengan mengalikan volume / kwantitas suatu pos pekerjaan dengan harga satuan (unit cost) pekerjaan tersebut. Hal-hal yang mempengaruhi dan perlu diperhatikan pada perhitungan biaya langsung adalah sebagai berikut: a. Material b. Upah Buruh / Man Power c. Biaya Peralatan / Equipments d. Biaya Subkontraktor
16
2. Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) Biaya Tidak Langsung (Indirect Cost) adalah biaya yang tidak secara langsung berhubungan dengan konstruksi, tetapi harus ada dan tidak dapat dilepaskan dari proyek tersebut. Yang termasuk dalam biaya tak langsung adalah: a. Biaya Overhead b. Biaya tak terduga (Contigencies) c. Keuntungan profit d. Penalti / Bonus Dalam keadaan tertentu, penalti dan bonus dapat dianggap sebagai biaya tidak langsung yang dapat mempengaruhi biaya keseluruhan. Biaya langsung dan tidak langsung secara keseluruhan membentuk biaya proyek, sehingga pada pengendalian dan estimasi biaya, kedua jenis biaya ini perlu diperhatikan. Baik biaya langsung maupun biaya tak langsung akan berubah sesuai dengan waktu dan kemajuan proyek. Meskipun tidak diperhitungkan dengan rumus tertentu, tapi pada umumnya makin lama proyek berjalan maka makin tinggi kumulatif biaya tak langsung diperlukan (Soeharto, 1995).
2.7
Mutu Hasil Produksi Mutu merupakan suatu kondisi dinamis yang penilaiannya selalu berubah
dari waktu ke waktu. Dimana mutu hasil produksi yang baik merupakan syarat mutlak, sehingga proses produksi harus diarahkan pada upaya untuk memenuhi persyaratan dan segenap kebutuhan pemberi tugas akan standar mutu tadi. Proses produksi tersebut dinyatakan dalam bentuk perencanaan yang menjadi acuan dalam seluruh proses pelaksanaan. Penetapan mutu hasil produksi sendiri dilakukan melalui kegiatan pengawasan, pemeriksaan, pengukuran, dan pengujian laboratorium. Pelaksanaan kegiatan pengendalian mutu pada hakekatnya penentuan langkah demi langkah terhadap proses pelaksanaan suatu pekerjaan yang mencakup penilaian terhadap metode kerja, ketrampilan kerja, pengadaan material, pengadaan peralatan, pengadaan tenaga kerja, keamanan dan keselamatan kerja demi hasil yang sesuai dengan yang direncanakan.
17
Adapun hal-hal yang ditinjau sesuai dengan kriteria mutu yang diisyaratkan seperti : 1. Kinerja dan kehandalan mengenai prosentase ketepatan dalam prediksi analisis telah sesuai dengan rencana. 2. Upaya penambahan karakteristik pelengkap untuk menambah estetika dan kehandalan bangunan seperti pembangunan pagar, taman, tempat parkir, dan lainnya. 3. Upaya pengukuran penyimpangan terhadap standar yang telah disepakati. 4. Pelaksanaan konstruksi yang dilaksanakan telah sesuai dengan spesifikasi teknis dan dokumen kontrak. 5. Penetapan jenis material dan metode konstruksi yang dipakai telah memenuhi syarat peraturan bangunan. 6. Tenaga kerja yang terampil dan mempunyai komitmen yang taat dan bertanggung jawab akan memberikan kualitas yang lebih baik. 7. Pengkajian kualitas dan kuantitas personil serta peralatan akan memberikan hasil yang lebih baik. 8. Pengendalian kemajuan pelaksanaan proyek secara keseluruhan agar sesuai dengan rencana dalam pelaksanaannya di lapangan. 9. Penyusunan jadwal rencana telah memperhitungkan estimasi kebutuhan sumber daya dan penggunaannya. 10. Pengendalian distribusi material dan peralatan.
2.8
Waktu dan Penjadwalan Kerja Jadwal waktu proyek merupakan tulang punggung keseluruhan proses
konstruksi, sehingga harus dibuat berdasarkan pada sasaran dan pencapaian target yang jelas. Dengan memakai jadwal rencana kerja yang tepat, sumber daya yang memadai dapat tersedia pada saat yang tepat, setiap tahap proses mendapatkan alokasi waktu cukup dengan berbagai kegiatan dapat dimulai pada saat yang tepat pula. Dalam menyusun jadwal rencana kerja harus sudah mempertimbangkan dan mencakup estimasi kebutuhan sumber daya dan dana disertai dengan analisa penggunaannya yang tepat dan menentukan rambu-rambu marka pengukuran target kemajuan proyek. 18
Masalah-masalah yang berpengaruh terhadap waktu pelaksanaan proyek lebih banyak disebabkan oleh mekanisme penyelenggaraan, seperti keterlambatan pengadaan peralatan, material, keterlambatan jadwal perencanaan, perubahanperubahan pekerjaan selama berlangsungnya konstruksi, kelayakan jadwal konstruksi, peraturan-peraturan dari pemerintah mengenai keamanan perencanaan dan metode konstruksi, dampak lingkungan, kebijakan di bidang ketenagakerjaan dan sebagainya. Untuk menganalisis terjadinya penyimpangan dilakukan dengan membandingankan kurun waktu yang dipakai dengan waktu yang direncanakan. Pada Gambar 2.5 memperlihatkan kurun waktu kegiatan, grafik yang dibuat dengan sumbu vertikal sebagai nilai kumulatif penyelesaian pekerjaan dan sumbu horisontal sebagai waktu kalender dari periode pelaksanaan penyelesaian pekerjaan dari angka 0 sampai angka 100 ini, umumnya berbentuk menyerupai huruf βSβ. Jadwal rencana penyelesaian proyek memeliki tingkat kehandalan yang dinyatakan dalam suatu indeks kerja. Adapun besarnya indek kinerja (IKJ) atau produktifitas jadwal dapat ditentukan dengan rumus: π½π’πππβ πππππππππ π¦πππ π πππ¦ππ‘πππ¦π πππ ππππ πππππ πππππππππ ππππππ ππ’πππβ π€πππ‘π’ π¦πππ πππππππ’πππππ Indek Kinerja Jadwal = π½π’πππβ πππππππππ π¦πππ ππππππππππππ πππππππππ ππππππ ππππ‘π’ π¦πππ ππππππππππππ π’ππ‘π’π ππππππππ βππ ππ
% penyelesaian fisik
(2.1)
Akhir proyek
Awal proyek
Waktu (bulan)
Gambar 2.5 Grafik βSβ Waktu Penyelesaian Proyek
19
2.9
Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi Penggolongan kualifikasi usaha jasa perencana konstruksi dan usaha jasa
pengawas konstruksi didasarkan pada kriteria tingkat/kedalaman kompetensi dan potensi kemampuan usaha, serta kemampuan melakukan perencanaan dan pengawasan pekerjaan berdasarkan kriteria resiko atau kriteria penggunaan teknologi atau kriteria besaran biaya (nilai proyek/nilai pekerjaan). Dalam UU 18 tahun 1999 mengenai kualifikasi usaha jasa konstruksi dalam pasal 8 dan 9 disyaratkan para pelaku pekerjaan konstruksi harus memiliki sertifikat. 1. SKT (Sertifikat Keterampilan) adalah bukti kompetensi dan kemampuan profesi keterampilan kerja bidang Jasa Pelaksana Konstruksi (Kontraktor) yang harus dimiliki tenaga kerja/ahli perusahaan untuk dapat ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dalam permohonan Sertifikasi dan Registrasi Jasa Pelaksana Konstruksi. Kualifikasi tenaga terampil Jasa Pelaksana Konstruksi adalah; a. Tingkat I b. Tingkat II c. Tingkat III SKT adalah salah satu persyaratan utama untuk mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha Jasa Pelaksana Konstruksi kualifiaski kecil. SKT tersebut dikeluarkan oleh asosiasi profesi jasa konstruksi yang telah diakreditasi LPJK. SKT hanya untuk tenaga ahli perusahaan Jasa Pelaksana Konstruksi (kontraktor). Setiap perusahaan jasa pelaksana konstruksi yang ingin mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha untuk kualifikasi kecil harus memiliki tenaga kerja bersertifikat keterampilan (SKT) sebagai persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT). 2.
SKA (Sertifikat Keahlian) adalah bukti kompetensi dan kemampuan profesi keahlian kerja tenaga ahli bidang (Kontraktor), atau (Konsultan), dengan kualifikasi tenaga ahli sebagai berikut; Kualifikasi tenaga ahli Jasa Konstruksi adalah;
20
a. Ahli Utama: Berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman minimal 12 tahun atau S2 dengan pengalaman minimal 5 tahun. b. SKA Ahli Madya: Berpendidikan minimal S1 dengan pengalaman minimal 7 tahun atau S2 dengan pengalaman minimal 2 tahun. c. SKA Ahli Muda: Berpendidikan minimal DIII dengan pengalaman minimal 5 tahun atau S1 dengan pengalaman minimal 2 tahun atau S2 dengan pengalaman minimal 1 tahun. Salah satu persyaratan utama untuk mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha bidang Jasa Konstruksi adalah memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian (SKA) untuk ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) atau Penanggung Jawab Bidang (PJB). SKA tersebut dikeluarkan
oleh
asosiasi
profesi
jasa
konstruksi
yang
telah
diakreditasi Lembaga Pengembangan Jasa Konstruksi (LPJK). SKA untuk tenaga ahli perusahaan Jasa Perencana dan Jasa Pengawas Konstruksi (konsultan) Setiap perusahaan jasa perencana konstruksi dan jasa pengawas konstruksi yang ingin mengajukan permohonan Sertifikasi dan Registrasi Badan Usaha baik untuk kualifikasi Kecil, Menengah atau Besar harus memiliki tenaga ahli bersertifikat keahlian (SKA) sebagai persyaratan untuk dapat ditetapkan sebagai Penanggung Jawab Teknik (PJT) dan Penanggung Jawab Bidang (PJB). Kita dapat melihat pada konsep yang dipakai Permen PU 8/2011, tentang Pembagian Subklasifikasi dan Subkualifikasi Usaha Jasa Konstruksi lampiran 3 Kualifikasi Usaha Pelaksana Konstruksi, dalam menentukan subkualifikasi berdasarkan kompetensi penyedia pelaksana konstruksi (bisa juga dibandingkan dengan Lampiran 3 Peraturan Menteri Nomor 08/PRT/M/2011 Tanggal: 13 Juni 2011: Versi LPJK) yang terlampir pada Tabel 2.1 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi di bawah ini.
21
Tabel 2.1 Kualifikasi Jasa Pelaksana Konstruksi Kualifikasi
Nilai Proyek
Proyek Kecil
Badan Usaha
Tenaga Kerja K1
0
s.d
milyar
K2
K3
Menengah
Kualifikasi
Rp.
1 1 orang
Badan usaha dapat
bersertifikat tenaga
berbentuk PT, CV,
terampil (SKTK)
Firma atau
tingkat 3
Koperasi
0 s.d Rp. 1,75 1 orang
Badan usaha dapat
milyar
bersertifikat tenaga
berbentuk PT, CV,
terampil (SKTK)
Firma atau
tingkat 2
Koperasi
0 s.d Rp. 2,5 1 orang
Badan usaha dapat
milyar
bersertifikat tenaga
berbentuk PT, CV,
terampil (SKTK)
Firma atau
tingkat 1
Koperasi
M1 0 s.d Rp. 10 Minimal 2 orang Badan usaha harus milyar
bersertifikat
berbentuk PT atau
keahlian (SKA) ahli Koperasi muda M2 0 s.d Rp. 50 Minimal 2 orang Badan usaha harus milyar
bersertifikat
berbentuk PT atau
keahlian (SKA) ahli Koperasi madya Besar
B1
0 s.d Rp. 250 Minimal 2 orang Badan usaha harus milyar
bersertifikat
berbentuk PT
keahlian (SKA) ahli madya B2
0
s.d
terbatas
tidak Minimal 2 orang Permohonan bersertifikat
baru
hanya untuk badan
keahlian (SKA) ahli usaha PT-PMA madya
22
2.10
Kuesioner Kuesioner adalah sejumlah pertanyaan yang digunakan untuk memperoleh
data dari responden dalam arti laporan tentang pribadinya atau hal-hal lain yang perlu diketahui. Penggunaan kuesioner adalah cara pengumpulan data dengan menggunakan daftar pertanyaan (angket) atau daftar isian terhadap objek yang diteliti (populasi atau sampel) (Sugiyono, 2012).
2.11
Teknik Sampling Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi. Sedangkan pengertian dari populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2011). Teknik sampling sangatlah diperlukan dalam sebuah penelitian karena hal ini digunakan untuk menentukan siapa saja anggota dari populasi yang hendak dijadikan sampel. Untuk itu teknik sampling haruslah secara jelas tergambarkan dalam rencana penelitian sehingga jelas dan tidak membingungkann ketika terjun dilapangan. Menurut Sugiyono (2011) teknik sampling dapat dikelompokkan menjadi dua yaitu Probability Sampling dan Nonprobability Sampling. Berikut pemaparan masing-masing teknik sampling tersebut: 1. Probability Sampling Probability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang memberikan peluang yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011). Probability Sampling terdiri dari 4 macam yang akan dijelaskan sebagai berikut: a. Simple Random Sampling Dikatakan simple (sederhana) karena pengambilan anggota sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono, 2011). b. Proportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan bila populasi mempunyai anggota/unsur yang tidak homogen dan berstrata secara proporsional (Sugiyono, 2011). 23
c. Disproportionate Stratified Random Sampling Teknik ini digunakan untuk menentukan jumlah sampel, bila populasi berstrata tetapi kurang proporsional (Sugiyono, 2011). d. Cluster Sampling Teknik sampling daerah digunakan untuk menentukan sampel bila objek yang akan diteliti atau sumber data sangat luas (Sugiyono, 2011). Teknik sampel ini terdiri dari 2 tahap, yaitu pertama tahap penentuan sampel daerah, dan kedua tahap penentuan orang-orang yang ada di daerah itu. 2. Nonprobability Sampling Nonprobability Sampling yaitu teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan yang sama bagi setiap unsur (anggota) populasi untuk dipilih menjadi anggota sampel (Sugiyono, 2011). Nonprobability Sampling terdiri dari 6 macam yang akan dijabarkan sebagai berikut ini: a. Sampling Sistematis Sampling Sistematis adalah teknik pengambilan sampel berdasarkan urutan dari anggota populasi yang telah diberi nomor urut (Sugiyono, 2011). b. Sampling Kuota Sampling Kuota adalah teknik untuk menentukan sampel dari populasi yang mempunyai ciri-ciri tertentu sampai jumlah kuota yang diinginkan (Sugiyono, 2011) c. Sampling Insidential Sampling Insidential adalah teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidential bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2011). d. Sampling Purposive Sampling Purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu ( Sugiyono, 2011). Teknik ini paling cocok 24
digunakan untuk penelitian kualitatif yang tidak melakukan generalisasi. e. Sampling Jenuh Sampling Jenuh adalah teknik penentuan sampel bila semua anggota populasi digunakan sebagai sampel (Sugiyono, 2011). Hal ini sering digunakan untuk penelitian dengan jumlah sampel dibawah 30 orang, atau untuk penelitian yang ingin membuat generalisasi dengan tingkat kesalahan yang sedikit atau kecil. f. Snowball Sampling Snowball Sampling adalah teknik penentuan sampel yang mulamula jumlahnya kecil, kemudian membesar (Sugiyono, 2011).
2.12
Jenis Data Menurut Usman et al (1995) jenis data dapat digolongkan menjadi tiga,
yaitu data ordinal, data interval, dan data rasio. 1. Data Ordinal Data ordinal adalah data yang sudah diurutkan dari jenjang yang paling rendah sampai ke jenjang yang paling tinggi, atau sebaliknya tergantung peringkat selera pengukuran yang subjektif terhadap objek tertentu. Kita dapat menyatakan bahwa saya lebih suka jeruk A daripada jeruk B meskipun sama-sama tergolong jenis jeruk. Selanjutnya jeruk B kita bobot 1 dan jeruk A kita bobot 2, pembobotan biasanya merupakan urutannya. Oleh sebab itu, data ordinal disebut juga sebagai data berurutan, data berjenjang, data berpangkat, data tata jenjang, data ranks, dan data petala, data bertangga atau data bertingkat. Pemberian jenjang tersebut pada umumnya dapat dilakukan sebagai berikut : mula-mula kita urutkan data itu mulai dari yang terendah sampai yang tertinggi. Demikian juga sebaliknya, kemudian berilah angka 1 untuk yang tertinggi, angka 2 pada yang berada di bawahnya dan seterusnya. 2. Data Interval Data interval memiliki sifat-sifat nominal dari data ordinal. Disamping itu ada sifat tambahan lainnya pada data interval yaitu mempunyai nol mutlak. 25
Akibatnya ia mempunyai skala interval yang sama jaraknya. Pengukuran data interval tidak memberikan jumlah yang absolut dari objek yang diukur. Contohnya adalah sebagai berikut : dalam Indeks Prestasi Komulatif (IPK) mahasiswa dikenal standar-standar penilaian sebagai berikut: A = 4, B = 3, C = 2, D = 1 Interval antara A dengan B = 4 β 3 = 1 Interval antara B dengan C = 3 β 2 = 1 Interval antara C dengan D = 2 β 1 = 1 Interval antara A dengan C = 4 β 2 = 2 Interval antara B dengan D = 3 β 1 = 2 Interval antara A dengan D = 4 β 1 = 3 Interval antara A dengan D β Interval D dengan C = (A-C) + (C-D) = (4-2) + (2-1) = 3 Contoh-contoh lainnya dari data interval adalah : persepsi, tanggapan, dan sebagainya. Data interval bersifat ekskuisif, mempunyai urutan, mempunyai ukuran baru, tetapi tidak mempunyai nilai nol mutlak. 3. Data Rasio Data rasio mengandung sifat-sifat interval, dan selain itu ia sudah mempunyai nilai nol mutlak. Contoh dari data rasio diantaranya adalah berat badan, tinggi, panjang, atau jarak. Misalnya kita mempunyai data panjang A = 10 m, B = 20 m, C = 30 m, dan D = 40 m. Kita dapat menyimpulkan bahwa panjang D = 4 x A atau 2 x B. Panjang B dapat disebut sebagai 2 x A atau 1β2 x D dan seterusnya. Data rasio ini sering dipakai dalam penelitian keilmuan atau enginering. Karena data rasio, ordinal, dan interval merupakan hasil pengukuran, maka pada ketiga data tersebut ditemui adanya bilangan pecahan. Data rasio bersifat ekskuisif, mempunyai urutan, mempunyai ukuran baru, dan mempunyai nilai nol mutlak.
26
2.13
Tabulasi dan Pengolahan Data Tabulasi data dilakukan untuk mendapatkan hasil berupa data yang siap
digunakan pada tahap analisis berikutnya. Dalam tahap tabulasi dilakukan pengelompokkan data kedalam parameter-parameter dalam tahap analisis, dari data awal yang masih berupa kumpulan kuesioner hasil pengisian di lapangan, laporanlaporan pekerjaan dan time schedule. Tabulasi data dapat dikategorikan menjadi empat yaitu data kompetensi supervisor proyek, data biaya pelaksanaan proyek kontruksi, mutu hasil produksi proyek konstruksi dan data laporan pekerjaan proyek konstruksi serta time schedule . Data dari pengisian kuesioner mengenai kompetensi supervisor proyek dan mengenai biaya pelaksanaan proyek konstruksi serta mutu hasil produksi berupa lima pilihan jawaban yaitu SB, B, C, K dan SK kemudian diberi nilai atau bobot menggunakan Skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat dan persepsi seseorang atau kelompok tentang kejadian atau gejala sosial (Riduwan, 2006). 1. Jawaban sangat baik (SB) diberi nilai/bobot = 5 2. Jawaban baik (B) diberi nilai/bobot = 4 3. Jawaban cukup baik (C) diberi nilai/bobot = 3 4. Jawaban kurang baik (K) diberi nilai/bobot = 2 5. Jawaban sangat kurang baik (SK) diberi nilai/bobot = 1 Sedangkan untuk data dari laporan pekerjaan serta time schedule berupa perbandingan kurva S antara laporan pekerjaan yang telah dilaksanakan dalam proyek konstruksi yang bersangkutan dengan time schedule yang telah direncanakan sebelumnya. Data yang diperoleh dari perbandingan kurva S tersebut telah ditetapkan dengan skala ordinal kemudian diberi bobot dengan kriteria sebagai berikut: 1. 1,00 s.d <1,00 diberi nilai/bobot = 5 2. 0,80 s.d 0,99 diberi nilai/bobot = 4 3. 0,50 s.d 0,79 diberi nilai/bobot = 3 4. 0,20 s.d 0,49 diberi nilai/bobot = 2 5. 0,00 s.d 0,19 diberi nilai/bobot = 1
27
2.14
Pengujian Kuesioner Instrumen penelitian memegang peranan penting dalam penelitian, karena
kualitas data yang diperoleh dalam banyak hal ditentukan oleh kualitas instrumen yang digunakan. Jika instrumen yang digunakan dalam penelitian dapat dipertanggungjawabkan, maka data yang diperoleh nantinya juga dapat dipertanggungjawabkan. Artinya data yang bersangkutan dapat mewakili atau mencerminkan keadaan sesuatu yang diukur pada diri subjek penelitian atau sipemilik data (Nurgiyantoro et al., 2004). Sehingga instrumen-instrumen penelitian tadi harus memiliki kualifikasi secara ilmiah, yang mana persyaratan kualifikasi tersebut berupa aspek reliabilitas dan validitas.
2.14.1 Uji Reliabilitas Reliabilitas (reliability, kepercayaan) menunjuk pada pengertian apakah sebuah instrumen dapat mengukur sesuatu yang diukur secara konsisten dari waktu ke waktu (Nurgiyantoro et al., 2004). Salah satu metode pengujian reliabilitas adalah dengan menggunakan metode Alpha-Cronbach. Standar yang digunakan dalam menentukan relaibel dan tidaknya suatu instrumen penelitian umunya adalah perbandingan antara nilai r hitung dengan r tabel pada taraf signifikan 5%. Apabila dilakukan pengujian reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach, maka nilai r hitung diwakili oleh nilai Alpha (Triton, 2006). Menurut Santoso dalam Triton (2006) apabila Alpha hitung bernilai positif, maka suatu instrumen penelitian dapat disebut relaibel. Adapun rumus yang digunakan dalam metode ini adalah sebagai berikut: Οi = 2
(βππ)2 β
(βππ)2 π
(2.2)
π
Keterangan: Οi2
: varians butir pertanyaan ke-n (misal ke-1, ke-2, ke-3, dan seterusnya)
βXi2 : jumlah skor jawaban subjek untuk butir pertanyaan ke-n π
r = πβ1 (1 β
(βππ)2 (π)2
)
(2.3)
Keterangan: r
: koefisien reliabilitas
k
: jumlah butir pertanyaan (soal) 28
Οi2
: varians butir pertanyaan (soal)
Ο2
: varians skor test
Tingkat reliabilitas dengan metode Alpha-Cronbach diukur berdasarkan skala Alpha 0 sampai dengan 1. Apabila skala tersebut dikelompokkan dalam lima kelas dengan range yang sama, maka ukuran kemantapan Alpha dapat diinterpretasi seperti tabel berikut (Triton, 2006): Tabel 2.2 Tingkat Reliabilitas Berdasarkan Nilai Alpha Alpha
Tingkat Reliabilitas
0,00 s.d 0,20
Kurang reliabel
>0,20 s.d 0,40
Agak reliabel
>0,40 s.d 0,60
Cukup reliabel
>0,60 s.d 0,80
Reliabel
>0,80 s.d 1,00
Sangat reliabel
Sumber: Triton (2006)
2.14.2 Uji Validitas Validitas berkaitan dengan βapakah instrumen yang dimaksud untuk mengukur sesuatu itu memang dapat mengukur secara tepat sesuatu yang akan diukur tersebutβ. Validitas sendiri terdiri dari dua jenis kategori validitas yakni (Nurgiyantoro et al., 2004): 1. Validitas berdasarkan analisa rasional Validitas berdasarkan analisa rasional terdiri dari: a. Validitas konstruk (construct validity) merupakan validitas yang mempertanyakan, apakah butir-butir pertanyaan dalam instrumen tersebut telah sesuai dengan konsep keilmuan yang bersangkutan. Sehingga menyusun butir-butir pertanyaan didasarkan pada teori-teori yang terkait dengan permasalahan yang diangkat. b. Validitas
isi
(content
validity)
merupakan
validitas
yang
mempertanyakan bagaimana kesesuaian antara instrumen dengan tujuan dan deskripsi bahan yang diajarkan atau deskripsi masalah yang akan diteliti. Untuk mengetahui kesesuaian kedua hal tersebut, penyusunan instrumen haruslah berdasarkan pada kisi-kisi yang sengaja disiapkan. 29
Kisi-kisi tersebut memuat deskripsi bahan, indikator-indikator terhadap masalah yang diangkat tersebut. 2. Validitas yang bersifat empirik Validitas yang bersifat empirik memerlukan data-data di lapangan dari hasil penyebaran instrumen penelitian yang berupa data kuantitatif, jadi untuk keperluan analisa validitas ini memerlukan jasa statistik. Adapun bagianbagian dari analisa validitas yang bersifat empirik adalah sebagai berikut: a. Validitas
sejalan
(concuren
validity)
mempertanyakan
apakah
kemampuan atau karakteristik subjek penelitian dalam suatu bidang sesuai dengan kemampuan atau karakteristik lain yang dalam bidang yang sama. Analisa pengujian ini menggunakan teknik korelasi Product Moment : r=
πβππβ(βπ)(βπ) β(πβπ 2 )β(βπ)2 .(πβπ 2 )β(βπ)2 )
(2.4)
Keterangan: r
= koefisien korelasi
N
= jumlah sampel
Nilai r selalu terletak antara -1 dan +1 (-1 < r < +1) r = +1, berarti adanya korelasi positif sempurna r = -1, berarti adanya korelasi negatif sempurna r = 0, berarti tidak ada korelasi antara variabel Kriteria yang digunakan untuk menentukan derajat pengaruh antara dua variabel adalah sebagai berikut (Usman et al., 1995): 0,00
tidak ada korelasi
0,01-0,20 korelasi yang sangat rendah 0,21-0,40 korelasi yang rendah 0,41-0,60 korelasi yang agak rendah 0,61-0,80 korelasi yang cukup 0,81-0,99 korelasi yang tinggi 1,00
korelasi yang sangat tinggi
30
b. Validitas ramalan (predictive validity) mempertanyakan apakah penampilan atau unjuk kerja subjek penelitian yang sekarang dapat digunakan untuk meramalkan penampilan atau unjuk kerja di waktu datang.
2.15
Teknik Analisis Data Pada penulisan penelitian ini menggunakan teknik analisis data yang
dilakukan secara manual serta dengan bantuan program (software) computer yakni aplikasi analasis data SPSS (Statistical Product and Service Solution) versi 23. yaitu dengan metode analisis regresi linier berganda. Analisis regresi linier berganda digunakan apabila variabel prediktor lebih dari satu, banyaknya variabel prediktor ini tergantung pada banyaknya variabel prediktor yang dimiliki dalam penelitian. Adapun langkah-langkah dalam teknik analisis regresi linier berganda dengan variabel prediktor lebih dari satu adalah sebagai berikut: 1. Perhitungan Persamaan Garis Regresi Hubungan antara variabel prediktor dengan variabel kriterium biasanya dilukiskan dalam sebuah garis, yaitu yang disebut sebagai garis regresi. Adapun rumus umum persamaan garis regresi adalah sebagai berikut: ΕΆ = a + b1.X1 + b2.X2 + ..... + bn.Xn
(2.5)
Rumus persamaan regresi tersebut dapat disederhanakan kedalam metode skor deviasi, yaitu y (y = Y- αΏ©), x1 (x1= X1- XΜ
1), x2 (x2 = X2- XΜ
2),......., xn (xn = Xn- XΜ
n). Sehingga rumus (2.4) dapat ditulis sebagai berikut (Nurgiyantoro et al., 2004): y = b1.X1 + b2.X2 + ..... + bn.Xn
(2.6)
Keterangan: ΕΆ
= Y yang diprediksikan
Y
= variabel kriterium
X
= variabel prediktor
b
= koefisien prediktor
a
= bilangan konstan
XΜ
= rata-rata data variabel prediktor 31
YΜ
= rata-rata data variabel kriterium
Untuk menghitung nilai a, b1, b2,....., bn terlebih dahulu dilakukan perhitungan skor-skor deviasi dari data-data sampel yang diperoleh, berdasarkan rumus berikut (Nurgiyantoro et al, 2004): βX12 = βX12 βXn2 = βXn2 βY2 = βY2 -
(βπ1)2
(2.7)
π (βππ)2
(2.8)
π
(βπ)2
(2.9)
π
βX1Xn = βX1Xn -
(βX1)(βXn) π
βX1Y = βX1Y -
(βX1)(βY)
βXnY = βXnY -
(βXn)(βY)
π π
(2.10) (2.11) (2.12)
Keterangan: N = jumlah sampel Setelah perhitungan skor-skor deviasi di atas dilakukan perhitungan a, b1, b2, ......., bn dengan menggunakan rumus-rumus berdasarkan skor deviasi sebagai berikut, (Nurgiyantoro et al., 2004): βx1y = b1βx12 + b2βx1.x2 + ..... + bnβx1.xn
(2.13)
βx2y = b2βx2.x1 + b2βx22 + ..... + bnβx2.xn
(2.14)
βxny = bnβxn.x1 + b2βxn.x2 + ..... + bnβxn2
(2.15)
2. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg) Dalam analisis regresi berganda, salah satu cara untuk memperoleh nilai F Regresi (Freg) adalah melalui perhitungan dari koefisien korelasi berganda (R). Langkah-langkah dalam mencari nilai F regresi (Freg) melalui perhitungan dari koefisien korelasi berganda adalah sebagai berikut (Nurgiyantoro et al., 2004): a. Perhitungan Koefisien Korelasi Berganda (R) Perhitungan ini digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua atau lebih variabel prediktor (X1, X2, ...., Xn) secara serentak terhadap variabel kriterium (Y). Nilai R berkisar antara 0 sampai 1, nilai semakin mendekati 1 berarti hubungan yang terjadi semakin kuat, sebaliknya nilai semakin mendekati 0 maka hubungan yang terjadi semakin lemah. 32
Perhitungan koefisien korelasi berganda (R), menggunakan rumus sebagai berikut: b1βx1.y + b2βx2.y + .....+ bnβxn.y
Ry.1n = β
βπ 2
(2.16)
b. Analisis Determinasi (R2) Analisis determinasi dalam regresi linear berganda digunakan untuk mengetahui prosentase sumbangan pengaruh variabel prediktor (X1, X2, ....., Xn) secara serentak terhadap variabel kriterium (Y). Koefisien ini menunjukkan seberapa besar persentase variasi variabel kriterium. R2 = 0, maka tidak ada sedikitpun persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel prediktor terhadap variabel kriterium, atau variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model tidak menjelaskan sedikitpun variasi variabel kriterium. Sebaliknya R2 = 1, maka persentase sumbangan pengaruh yang diberikan variabel prediktor terhadap variabel kriterium adalah sempurna, atau variasi variabel prediktor yang digunakan dalam model menjelaskan 100% variasi variabel kriterium. Perhitungan determinasi (R2) menggunakan rumus: R2 = R x R x 100%
(2.17)
c. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Regresi (JKreg) Perhitungan jumlah kuadrat total regresi (JKreg), menggunakan rumus sebagai berikut: JKreg = R2.(βy2)
(2.18)
d. Perhitungan Jumlah Kuadrat Total Residu (JKres) Perhitungan jumlah kuadrat total residu (JKres), menggunakan rumus sebagai berikut: JKres = (1-R2).( βy2)
(2.19)
e. Perhitungan Rata-Rata Hitungan Kuadrat (RK) Perhitungan rata-rata hitungan kuadrat (RK), menggunakan rumus sebagai berikut: π½πΎπππ
RKreg = πππππ π½πΎπππ
RKres = πππππ
(2.20) (2.21) 33
Derajat kebebasan (db) untuk: RKreg = jumlah variabel prediktor RKres = jumlah sampel β jumlah variabel prediktor β 1 f. Perhitungan Nilai F Regresi (Freg) Perhitungan nilai F regresi (Freg), menggunakan rumus sebagai berikut: Freg =
π
πΎπππ π
πΎπππ
(2.22)
g. Konsultasi Tabel Nilai F Uji ini digunakan untuk mengetahui apakah variabel prediktor (X1, X2, ...., Xn) secara bersama-sama berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kriterium (Y). Atau untuk mengetahui apakah model regresi dapat digunakan untuk memprediksi variabel kriterium atau tidak. Konsultasi tabel nilai-nilai F, dilakukan dengan membandingkan nilai F yang diperoleh dari hasil perhitungan dengan tabel nilai-nilai kritis F pada taraf signifikan 5%. Apabila nilai F hitung > F tabel pada taraf signifikan 5% maka variabel prediktor berpengaruh secara signifikan terhadap variabel kriterium. 3. Perhitungan Sumbangan Relatif Setelah didapatkan persamaan regresi dan nilai F regresi, analisis data dapat dilanjutkan dengan perhitungan besarnya sumbangan relatif dari masingmasing prediktor terhadap proses prediksi. Adapun analisis tersebut adalah sebagai berikut: a. Sumbangan Relatif (SR%X) Sumbangan relatif dihitung dalam bilangan persentase, yang menunjukkan besarnya sumbangan (secara relatif) tiap prediktor untuk keperluan prediksi dengan rumus sebagai berikut (Nurgiyantoro et al., 2004): πβππ
SR%X = π½πΎπππ π₯ 100%
(2.23)
Sedangkan untuk perhitungan melalui program computer hanya perlu dimasukan rangkuman pengolahan data kuesioner lalu akan diproses melalui program SPSS (Statistical Product and Service Solution) ver. 23.
34
2.16
Tingkat Signifikan Tingkat signifikan merupakan suatu nilai kemungkinan tertentu yang
dilambangkan dengan πΌ. Nilai πΌ ini berkaitan dengan kemunculan harga tertentu dari tes statistik sama dengan atau lebih kecil dari πΌ. Tingkat yang dipilih dalam penentuan nilai πΌ ditetapkan berdasarkan perkiraan tentang pentingnya atau makna praktis yang mungkin terkandung dalam temuan. Dalam penelitian ini tingkat signifikan atau alpha (πΌ) yang digunakan adalah 5%.
2.17
Jumlah Responden Dalam penelitian ini jumlah responden ditentukan secara khusus
berdasarkan tujuan penelitian ini (Porpusive Sampling). Untuk meneliti pengaruh kompetensi supervisor proyek terhadap keberhasilan proyek dari segi biaya, mutu dan waktu pelaksanaan, maka yang dijadikan responden adalah orang-orang yang terlibat langsung di lapangan serta dapat menilai kompetensi dari supervisor di proyeknya. Karena keterbatasan sumber daya manusia di lapangan maka peneliti hanya mengambil lima responden yaitu: a. Responden 1 : Project Manager b. Responden 2 : Site Manager / Site Engineer c. Responden 3 : Surveyor / Quantity Surveyor d. Responden 4 : Logistik / Administrasi e. Responden 5 : Mekanik
35