ANALISIS MANAJEMEN PROGRAM PEMBERIAN MP-ASI BISKUIT PADA BADUTA YANG MENJADI KORBAN BANJIR DI KELURAHAN PETOGOGAN JAKARTA SELATAN TAHUN 2012
Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh : MIZNA SABILLA NIM: 108101000011
PEMINATAN GIZI PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1433 H / 2012 M
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT PEMINATAN GIZI Skripsi, Oktober 2012
Mizna Sabilla, NIM: 108101000011 Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012 xxi + 124 halaman, 9 tabel, 1 gambar, 3 bagan, 5 lampiran
ABSTRAK Program MP-ASI biskuit untuk korban bencana bertujuan untuk mengantisipasi agar baduta di daerah bencana tidak mengalami gizi kurang serta mempertahankan status gizi baduta yang sudah baik.Sasaran pemberian MP-ASI adalah anak usia 6-24 bulan di daerah rawan bencana. Akan tetapi, berdasarkan studi pendahuluan, MP-ASI tersebut diberikan kepada semua anak usia 0-5 tahun, sedangkan usia 0 – 6 bulan masih harus diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu pengawasan dan penilaian program ini juga belum dilaksanakan, sehingga penelitian ini dilakukan untuk mengetahui manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen. Penelitian ini dilakukan pada bulan JuniAgustus 2012 dengan sasaran objek yang diteliti yaitu Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI, Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan, Kader Kesehatan Puskesmas Kelurahan Petogogan dan ibu baduta korban bencana banjir yang mendapat MP-ASI. Dalam melaksanakan program MP-ASI buffer stock untuk bencana ini masih terdapat ketidaksesuaian dengan perencanaan dan pedoman pemberian MP-ASI serta ketentuan pemberian makan pada baduta. Hal ini terbukti dengan adanya pemberian MP-ASI pada usia di bawah 6 bulan dan di atas 2 tahun. Pengawasan, pelaporan hasil kegiatan dan penilaian program ini belum dilakukan oleh petugas pelaksana tingkat manapun. Kelemahan tersebut disebabkan belum adanya ketentuan konsumsi MP-ASI ii
biskuit serta belum adanya sosialisasi terhadap pedoman MP-ASI biskuit pada kondisi bencana ini. Agar program ini dapat mencapai tujuannya, maka dalam perencanaan perlu dilakukan pendataan sasaran terlebih dahulu. Perencanaan untuk melakukan pengawasan, penilaian dan pelaporan hasil kegiatan juga perlu dilakukan. Petunjuk teknis mengenai ketentuan konsumsi MP-ASI ini perlu ditambahkan dalam pedoman MP-ASI buffer stock yang telah dibuat. Selain itu, sosialisasi dan publikasi buku pedoman program ini perlu dilakukan kembali, salah satunya bisa melalui situs perpustakaan Kemenkes RI. Kata kunci: MP-ASI buffer stock, Bencana banjir, Manajemen
Daftar bacaan: 39 (1986-2012)
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES PUBLIC HEALTH DEPARTMENT SPECIALIZATION NUTRITION Undergraduate Thesis, October 2012
Mizna Sabilla, NIM: 108101000011 Analysis of Management of Providing Complementary Breastfeeding Program among Children Less than Two Years at the Flood Victims in Petogogan Village, South Jakarta in 2012 xxi + 124 pages, 9 tables, 1 picture, 3 charts, 5 attachments
ABSTRACT Complementary breastfeeding in disaster aims to anticipate that toddlers in the affected areas did not experience poor nutrition and maintaining nutritional status of children that have been good. The goal of providing a complementary breastfeeding is children aged 6-24 months in disaster prone areas, but the complementary breastfeeding is given to all children aged 0-5 years. Though the age of 0-6 months should still be breastfed exclusively. Besides monitoring and assessment program also has not been implemented. So, the research is done to make aware about the implementation of management include planning, organizing, actuating, monitoring and evaluation of complementary breastfeeding to under two years of age children victims of the floods in the village Petogogan, sub-district Kebayoran Baru, South Jakarta in 2012. This study used a qualitative approach with in-depth interviews, observation and document review. The research was conducted in June-August2012 with the object to be studied is Staff of Sub-Directorate Development Food Consumption of Indonesia Ministry of Health, Nutrition Coordinator of South Jakarta Health Department, Nutrition Staff of Kebayoran Baru District Health Center, Nutrition Staff of Petogogan Village Health Center, Health Cadre and mother toddler flood victims who received complementary breastfeeding biscuits. This study can be used as an evaluation of the complementary breastfeeding in South Jakarta, especially Petogogan Village. In the implementation of the program, there is still a discrepancy with the planning and provision of guidelines for complementary breastfeeding and feeding in children. This is proven by the provision of complementary breastfeeding at under 6 months of age and over 2 years. Monitoring, reporting and assessment of the results of the activities of this program has not been done by any level executive officers. So that the program can achieve its objectives, it is necessary to inventory planning goals first. Planning for monitoring, assessment and reporting of the results of iv
activities also need to be done. Technical guidelines on the provision of complementary breastfeeding consumption needs to be added to the guidelines that has been created. In addition, dissemination and publication of the manual it needs to be done again, one can go through the library website Indonesia Ministry of Health. Key word: Buffer Stock complementary breastfeeding, Flood Disaster, Management
References: 39 (1986-2012)
v
“Keberhasilan adalah kemampuan untuk melewati dan mengatasi dari satu kegagalan ke kegagalan berikutnya tanpa kehilangan semangat.” -Winston Churcill-
Skripsi ini kupersembahkan untuk Mama, Papa, dan Kakakku, kalian adalah semangatku untuk mencapai keberhasilan. I love you all.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Nama Lengkap
: Mizna Sabilla
Tempat, Tanggal Lahir
: Jakarta, 30 Juli 1990
Alamat
: Jln. Abdul Wahab No. 30 Rt. 04 Rw. 08 Kedaung, Sawangan Depok 16516
Jenis Kelamin
: Perempuan
Kewarganegaraan
: Indonesia
Agama
: Islam
Email
:
[email protected]
No. Ponsel
: 085715610600
Riwayat Pendidikan
:
1994 – 1996
TK Raudhatul Ilmiyah, Jakarta Selatan
1996 – 2002
SDN 04, Jakarta Selatan
2002 – 2005
SMPN 68 Jakarta
2005 – 2008
SMAN 34 Jakarta
2008 - sekarang
Peminatan Gizi - Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Riwayat Organisasi
:
2004 – 2006
Bendahara Ikatan Pemuda Musholla Kedaung, Depok
2006 – 2007
Bendahara Karang Taruna Kelurahan Kedaung, Depok
2006 – 2007
Anggota ROHIS SMAN 34 Jakarta
2009 – 2010
Anggota Divisi Kesenian dan Olahraga BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2010 – 2012
Sekretaris Divisi Kesenian dan Olahraga BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2012 – sekarang
Sekretaris Karang Taruna Kelurahan Kedaung, Depok ix
Pengalaman Kerja
:
1. Penyiar Radio komunitas Depok “Dapur Remaja Radio” tahun 2005 – 2006 2. Jurnalis majalah “Sehat Plus” tahun 2009 3. Magang di Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan tahun 2012
x
KATA PENGANTAR
Assalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh Puji syukur kehadirat Allah SWT yang Maha Pengasih dan Penyayang, atas limpahan rahmat-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan, Jakarta Selatan Tahun 2012” dengan baik, meskipun tidak terlepas dari kekurangan. Shalawat dan salam senantiasa tecurahkan kepada Rosul tercinta yang telah menjadi suri tauladan bagi umatnya. Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan dan motivasi dari berbagai pihak, untuk itu dengan ikhlas dan penuh kerendahan hati penulis ingin menghaturkan rasa syukur sebagai implementasi dari rasa terima kasih kepada: 1.
Orang tua penulis, Mama Tri Lestari dan Papa Zunawan, SH, MBA tercinta atas doa, kasih sayang dan dukungan yang tak terhingga.
2.
Kakanda Aby Maulana, SH atas dukungan dan doanya.
3.
Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof. Dr (HC). dr. M. K. Tadjudin, Sp.And beserta staf.
4.
Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat, dr. Yuli Prapanca Satar, MARS selaku dan Sekretaris Program Studi Kesehatan Masyarakat, Yuli Amran, MKM yang senantiasa mengorganisasi Prodi Kesehatan Masyarakat dengan baik.
5.
Ketua panitia skripsi, Riastuti Kusuma Wardhani, SKM, MKM.
xi
6. Dosen pembimbing skripsi, Ratri Ciptaningtyas, SKM, S.Sn.Kes dan Catur Rosidati, SKM, MKM yang telah dengan sabar memberikan arahan, nasihat, petunjuk serta motivasi kepada penulis selama penyusunan skripsi. 7. Dosen pembimbing akademik, Iting Shofwati, ST, MKKK, terima kasih atas bimbingannya selama perkuliahan. 8.
Penguji skripsi, Febrianti, M.Si, Riastuti Kusumawardhani, SKM, MKM dan Ir. Itje Aisah Ranida, M.Kes yang bersedia meluangkan waktunya untuk menguji serta memberi kritik serta saran guna perbaikan skripsi penulis.
9.
Seluruh informan penelitian yang telah bersedia menerima, membantu dan memberikan informasi kepada penulis seputar topik penelitian.
10. Staf Program Studi Kesehatan Masyarakat, Ahmad Ghozali yang telah membantu mengurus kelancaran administrasi selama proses perkuliahan dan penyusunan skripsi. 11. Seluruh teman-teman Kesehatan Masyarakat tahun 2008, terutama teman-teman seperjuangan Rovita, Novia dan Zumrotun yang telah saling membantu, memberi dukungan dan bersama-sama berbagi suka duka hingga penyusunan skripsi selesai. Peristiwa 1 Oktober 2012 sepertinya tidak akan terlupakan ya, Zum. 12. Sahabat terbaik, Meyta Fitriani yang senantiasa berbagi dan memberi dukungan dalam hidup penulis. 13. Para kakak kelas Kesmas, Kak Tika, Kak Hapsari, Kak Arbi, Kak Tamalia, Kak Pipit dan Kak Ayu Pradipta atas diskusi dan masukkannya. 14. Seseorang yang berinisial “SB”, terima kasih ya, kau adalah semangat baru bagiku. xii
15. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih sangat jauh dari sempurna. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun agar di masa mendatang penulis dapat menyusun karya ilmiah yang lebih baik lagi. Semoga skripsi ini akan memberikan manfaat bagi siapa saja yang membacanya. Wassalamu ‘Alaikum Warohmatullah Wabarokatuh
Jakarta, Oktober 2012
Penulis
xiii
DAFTAR ISI Halaman LEMBAR PERNYATAAN …………………………………………..….
i
ABSTRAK ………………………………………………………….........
ii
ABSTRACT ………………………………………………………..........
iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN ……………………………………...
vi
LEMBAR PENGESAHAN…………………………………………..….
vii
LEMBAR PERSEMBAHAN …………………………………………..
viii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP.....................................................
ix
KATA PENGANTAR…………………………………………………..
xi
DAFTAR ISI ……………………………………………………………..
xiv
DAFTAR TABEL ………………………………………………………..
xviii
DAFTAR BAGAN ……………………………………………………….
xix
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………….
xx
DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………….
xxi
BAB I PENDAHULUAN …………………………………………….
1
1.1 Latar Belakang ………………………………………………
1
1.2 Rumusan Masalah …………………………………………...
5
1.3 Pertanyaan Penelitian ………………………………………
6
1.4 Tujuan Penelitian …………………………………………….
7
1.4.1 Tujuan Umum…………………………………….....
7
1.4.2 Tujuan Khusus ………………………………………
7
1.5 Manfaat Penelitian ………………………………………..
8
1.5.1 Bagi Peneliti………………………………………….
8
1.5.2 Bagi Kader Posyandu di Kelurahan Petogogan……...
8
1.5.3 Bagi Puskesmas Kelurahan Petogogan dan Kecamatan Kebayoran Baru………………………..
9
1.5.4 Bagi Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan………………………………………………
xiv
9
Halaman 1.5.5 Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI…………………………………………………….
9
1.5.6 Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ………………………... 1.6 Ruang Lingkup Penelitian ………..……..………………..
9 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………......
11
2.1 Bencana………………………………….………………….
11
2.1.1 Pengertian Bencana ……..…………………………
11
2.1.2 Jenis-jenis Bencana…………………………………
11
2.1.3 Tanggap Darurat Bencana…………………………..
12
2.1.4 Prinsip dan Tujuan Penanggulangan Bencana.........
12
2.2 Pengertian MP-ASI………………………………………….
13
2.3 Pemberian Makan Anak dalam Situasi Darurat …………......
15
2.4 Program MP-ASI Buffer Stock …………………………….
16
2.4.1 Buffer Stock MP-ASI untuk Daerah Bencana..............
16
2.4.2 Tujuan Pemberian MP-ASI …………………………
17
2.4.3 Spesifikasi MP-ASI Biskuit ……………………….
18
2.4.4 Cara Menghidangkan MP-ASI Biskuit ……………
20
2.4.5 Langkah Kegiatan Pemberian MP-ASI di Lokasi Bencana ……………………………………………..
21
2.5 Manajemen Kesehatan ………………………………………
27
2.5.1 Pengertian Manajemen Kesehatan …………………..
27
2.5.2 Fungsi Manajemen Kesehatan ……………………..
28
2.6 Kerangka Teori ………………………………………………
34
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH …………....
36
3.1 Kerangka Pikir …………….…………………………………
36
3.2 Definisi Istilah ……………………………………………….
37
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................
40
4.1 Jenis Penelitian ........................................................................
40
xv
Halaman 4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian ...................................................
40
4.3 Informan Penelitian ………………..………………………...
41
4.4 Pengumpulan Data …………………………………………..
44
4.5 Instrumen Penelitian …………………………………………
44
4.6 Sumber Data …………………………………………………
45
4.7 Validasi Data ………………………………………………..
45
4.8 Pengolahan dan Analisis Data ……………………………..
46
4.9 Penyajian Data ……………………………………………...
47
BAB V HASIL ……………………………………………………………
48
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian……………………….
48
5.1.1 Keadaan Geografis…………………………………..
49
5.1.2 Visi dan Misi Puskesmas Kelurahan Petogogan……..
50
5.1.3 Ketenagaan Puskesmas Kelurahan Petogogan………
50
5.1.4 Sarana Pelayanan Kesehatan………………………..
53
5.1.5 Keadaan Sosial Ekonomi……………………………
54
5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian…………………….. 5.2.1 Karakteristik Informan Penelitian……………………
54 54
5.3 Gambaran Umum Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban
Bencana
di
Puskesmas
Kelurahan
59
Petogogan………………………………………... 5.4 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana…………………………………….
61
5.5 Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana…………………………………….
68
5.6 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana……………………………………
72
5.7 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana……………………………………
xvi
82
Halaman 5.8 Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana……………………………………………..
84
BAB VI PEMBAHASAN ………………………………………………..
87
6.1 Keterbatasan Penelitian……………………………………
87
6.2 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana ……………………………………
87
6.3 Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana…………………………………….
97
6.4 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana…………………………………….
100
6.5 Gambaran Pengawasan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana……………………………………..
111
6.6 Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana……………………………………………..
113
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN …………………………………...
117
7.1 Simpulan ……………………………………………………..
117
7.2 Saran …………………………………………………………
118
7.2.1 Bagi Kader Posyandu………………………………..
118
7.2.2 Bagi TPG Puskemas Kelurahan Petogogan………….
119
7.2.3 Bagi TPG Puskemas Kecamatan Kebayoran Baru…..
120
7.2.4 Bagi Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan……
120
7.2.5 Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI..
121
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………
122
LAMPIRAN
xvii
DAFTAR TABEL
No. Tabel
Halaman
2.1
Komposisi Gizi dalam 100 gram MP-ASI Biskuit
19
4.1
Informan Penelitian
42
5.1
Daerah Rawan Banjir di Wilayah Kelurahan Petogogan
49
5.2
Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan Puskesmas
51
Kelurahan Petogogan Tahun 2011 5.3
Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah Kelurahan
53
Petogogan 5.4
Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan
54
5.5
Karakteristik Informan Pendukung Program MP-ASI
55
Bencana 5.6
Karakteristik Kader Posyandu RW 01, 02 dan 03
57
5.7
Karakteristik Informan Ibu Baduta yang Mendapat MP-
58
ASI biskuit
xviii
DAFTAR BAGAN
No. Bagan
Halaman
2.1
Kerangka Teori
35
3.1
Kerangka Pikir Program MP-ASI Biskuit pada Korban
37
Bencana 4.1
Pengolahan dsn Analisis Data
xix
46
DAFTAR GAMBAR
No. Gambar 5.1
Halaman Kemasan MP-ASI Biskuit
xx
80
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1
Surat Persetujuan Penelitian
Lampiran 2
Pedoman Wawancara Mendalam
Lampiran 3
Lembar Observasi
Lampiran 4
Lembar Telaah Dokumen
Lampiran 5
Matriks Hasil Wawancara
xxi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bertambahnya umur bayi, bertambah pula kebutuhan gizinya, sebab itu sejak usia 6 bulan bayi mulai diberi makanan pendamping ASI (MP-ASI). Pemberian MPASI yang tepat merupakan bekal terbaik bagi seorang bayi untuk menjamin proses tumbuh kembang yang optimal. Diperkirakan lebih dari satu juta anak meninggal setiap tahun akibat diare, infeksi saluran pernafasan, dan infeksi lainnya karena berbagai sebab yang salah satunya akibat pemberian MP-ASI yang tidak tepat. Hal ini terutama terjadi pada korban bencana (Depkes, 2007a). Salah satu indikator keluaran Pembinaan Gizi Masyarakat yang berkaitan dengan pemberian MP-ASI dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014 adalah penyediaan buffer stock MP-ASI untuk daerah bencana sebesar 100 %. Hal ini disebabkan Indonesia merupakan daerah rawan bencana alam. Bencana merupakan keadaan darurat kesehatan yang akan mengakibatkan dampak yang luas, tidak saja pada kehidupan masyarakat di daerah bencana, namun juga pada kehidupan bangsa dan negara. Dalam kondisi tersebut anak-anak seringkali lebih banyak yang menjadi korban (Kemenkes, 2010b). Dalam keadaan darurat (bencana dan pasca bencana) banyak masalah yang timbul berkaitan dengan anak di bawah dua tahun (baduta). Kondisi tersebut dapat meningkatkan angka kesakitan pada bayi dan anak. Mereka merupakan kelompok yang paling rawan dan memerlukan penanganan khusus agar terhindar dari sakit dan 1
2
kematian. Pengalaman di pengungsian di Asia dan Afrika menunjukkan bahwa angka kematian tinggi terutama terjadi pada kelompok rawan tersebut (Depkes, 2001). Penelitian lain menunjukkan bahwa kematian anak baduta 2-3 kali lebih besar dibandingkan kematian pada semua kelompok umur (WHO-UNICEF, 2001 dalam Depkes, 2007a). Risiko kematian lebih tinggi pada anak-anak yang menderita kekurangan gizi. Bayi yang kekurangan gizi lebih mudah meninggal dibandingkan dengan bayi yang berstatus gizi baik (cukup makan). Pemberian makanan yang tidak tepat pada usia ini meningkatkan risiko terhadap penyakit dan kematian. Data WHO 2001 menyebutkan bahwa 51 % angka kematian anak baduta disebabkan oleh pneumonia, diare, campak, dan malaria. Lebih dari separuh kematian baduta yang menjadi pengungsi tersebut (54%) berkaitan erat dengan buruknya status gizi (Depkes, 2001 dan Depkes, 2007a). Selama ini bantuan pangan yang diberikan pada korban bencana lebih banyak ditujukan untuk usia dewasa, seperti mie instan. Mie instan memiliki kandungan gizi yang rendah serta masih memerlukan pengolahan lebih lanjut, sedangkan di daerah bencana ditemukan kondisi seperti kekurangan pangan dan air bersih, padatnya penghuni, serta sanitasi yang buruk. Akan tetapi korban bencana usia baduta membutuhkan asupan gizi yang lebih baik. Terlebih lagi dua tahun pertama pasca kelahiran merupakan masa yang kritis dalam upaya menciptakan sumberdaya manusia yang berkualitas. Masa tersebut disebut juga masa emas dimana sel-sel otak sedang mengalami pertumbuhan dan perkembangan yang optimal (Hadi, 2005). Oleh karena itu prioritas penanganan utama pada baduta
3
ditekankan pada upaya pencegahan dan pengobatan, yakni dengan memperbaiki pemberian makan kepada bayi dan anak. Pemenuhan gizi baduta ini didapatkan dari MP-ASI (Depkes, 2007a).Upaya pemenuhan gizi di tempat pengungsian seperti pemberian makanan tambahan tersebut belum optimal karena adanya keterbatasan seperti tenaga, sarana, tata laksana pemberian makanan tambahan dan sistem surveilans (Depkes, 2001). Banjir merupakan bencana alam yang rutin terjadi di DKI Jakarta setiap tahunnya. Menurut salah seorang Anggota Komisi IX DPR, mayoritas lokasi banjir berada di Jakarta Selatan (Fitriadi, 2012). Di Jakarta Selatan, Kecamatan Kebayoran Baru merupakan wilayah yang memiliki beberapa daerah rawan banjir. Di Kecamatan Kebayoran Baru, daerah rawan banjir terbanyak terdapat di Kelurahan Petogogan (Sudinkes Jakarta Selatan, 2011). Kelurahan Petogogan sejak dahulu memang dikenal sebagai daerah banjir. Jika dilihat secara geografis, keberadaan daerah ini persis cekungan yang melintang serta dialiri air Sungai Krukut. Letak wilayah yang berbentuk seperti wajan atau penggorengan semakin memperbesar kemungkinan timbulnya genangan air ketika hujan turun (Sumandoyo, 2012). Lintasan air Sungai Krukut di Kelurahan Petogogan memang menjadi masalah besar, karena setiap meluap maka seluruh pemukiman yang berada di tiga RW, yaitu RW 01, 02 dan 03 akan tergenang air setinggi 2 hingga 3 meter (Husaini, 2012). Berdasarkan penelitian Tunjiah (2005) dalam Ningrum (2008) tentang evaluasi kegiatan Pemberian Makanan Tambahan Pemulihan Makanan Pendamping ASI Blended Food (PMT-P MP-ASI) dalam keadaan tidak darurat menunjukkan hasil bahwa penyelenggaraan fungsi-fungsi proses perencanaan (P1), pelaksanaan
4
dan penggerakan (P2) dan monitoring evaluasi (P3) belum efektif karena penyelenggaraannya belum sesuai dengan yang telah digariskan, hal ini terjadi sebagai akibat dari aspek kinerja para pengelola program yang belum produktif. Program pemberian MP-ASI untuk baduta dalam keadaan tidak darurat belum efektif karena pelaksanaan pemberian MP-ASI secara gratis tidak tepat sasaran, ditolak (tidak disukai) oleh masyarakat dan akhirnya tidak sedikit yang menumpuk di gudang serta tempat penyimpanan lainnya. Nilai efektif dari program MP-ASI tersebut hanya kurang lebih 12,4% (Sofia et al., 2004 dalam Hadi, 2005). Program bantuan pangan seperti MP-ASI ini untuk baduta dalam keadaan normal (bukan darurat) umumnya tidak efektif, kecuali jika diberikan dalam keadaan darurat seperti bencana tsunami di Aceh, perang, gejolak politik, banjir dan sebagainya (Hadi, 2005). Pemberian MP-ASI tersebut bertujuan untuk mengantisipasi agar baduta di daerah bencana tidak mengalami gizi kurang serta mempertahankan status gizi baduta yang sudah baik (Kemenkes, 2011). Sehingga baduta korban banjir di kelurahan Petogogan diberikan bantuan pangan berupa MP-ASI biskuit. Berdasarkan studi pendahuluan terhadap koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan, Tenaga Pelaksana Gizi (TPG) Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru dan Kelurahan Petogogan, diketahui bahwa pada saat banjir di wilayah Petogogan tahun 2012 sudah dilaksanakan pemberian MP-ASI biskuit. Pemberian MP-ASI pada baduta yang menjadi korban banjir tersebut bertujuan untuk memberi bantuan pangan dan mencegah terjadinya gizi buruk. Apalagi para korban banjir bukanlah keluarga yang tergolong ekonomi menengah atas. Dalam program
tersebut,
perencanaan belum dilakukan secara optimal, yakni belum melakukan perencanaan
5
kebutuhan MP-ASI berdasarkan dengan jumlah baduta yang ada. Selain itu dalam pelaksanaannya, MP-ASI tersebut diberikan kepada semua anak usia 0-5 tahun. Sedangkan sasaran pemberian MP-ASI buffer stock tersebut adalah anak usia 6-24 bulan di daerah rawan bencana (Kemenkes, 2011). Kemudian dalam Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat tahun 2007, usia 0 – 6 bulan masih harus diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu, pengawasan dan penilaian program ini juga belum dilakukan, sedangkan menurut Kemenkes (2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian MP-ASI buffer stock adalah setiap saat dan menurut Kemenkes (2011), penilaian dilakukan secara berjenjang sebanyak 2 kali dalam setahun. Dari fakta tersebut, maka peneliti bermaksud melakukan kajian lebih mendalam tentang manajemen program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian .
1.2 Rumusan Masalah Pemberian MP-ASI biskuit di Kelurahan Petogogan dilakukan di 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir, yaitu RW 01, 02 dan 03 untuk menanggulangi bencana dan mencegah terjadinya gizi buruk. Apalagi para korban banjir bukanlah keluarga yang tergolong ekonomi menengah atas.Dalam program
tersebut,
perencanaan belum dilakukan secara optimal, yakni belum melakukan perencanaan kebutuhan MP-ASI berdasarkan dengan jumlah baduta yang ada, sedangkan menurut Kemenkes (2011), permintaaan MP-ASI dilakukan sesuai kebutuhan untuk
6
baduta usia 6-24 bulan. Kemudian dalam pelaksanaannya, MP-ASI tersebut juga diberikan kepada bayi berusia di bawah 6 bulan. Sedangkan dalam Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat tahun 2007, usia 0 – 6 bulan masih harus diberikan ASI secara eksklusif. Selain itu, pengawasan dan penilaian program ini juga belum dilakukan, sedangkan menurut Kemenkes (2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian MP-ASI ini adalah setiap saat dan menurut Kemenkes (2011), penilaian dilakukan secara berjenjang sebanyak 2 kali dalam setahun. Berdasarkan hal tersebut, terjadoi perbedaan antara pelaksanaan dengan ketentuan program yang belum diketahui penyebabnya. Oleh sebab itu, peneliti bermaksud melakukan analisis tentang fungsi manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.
1.3 Pertanyaan Penelitian a. Bagaimana
gambaran
pengorganisasian,
manajemen
penggerakan,
yang
pengawasan,
meliputi dan
perencanaan,
penilaianprogram
pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012? b. Mengapa program MP-ASI biskuit pada baduta di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan belum berjalan sesuai ketentuan program?
7
1.4 Tujuan Penelitian 1.4.1 Tujuan Umum Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012 serta mengetahui penyebab belum terlaksanaanya program tersebut sesuai ketentuan yang telah dibuat Kemenkes.
1.4.2 Tujuan Khusus a. Diketahuinya gambaran perencanaan serta penyebab masalah dalam perencanaan program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. b. Diketahuinya gambaran pengorganisasian serta penyebab masalah dalam pengorganisasian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. c. Diketahuinya gambaran penggerakan serta penyebab masalah dalam penggerakan program pemberian MP-ASI biskuit pada
8
baduta yang menjadi korban bencana banjir di
Kelurahan
Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. d. Diketahuinya gambaran pengawasan
serta penyebab masalah
dalampengawasan program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di
Kelurahan
Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. e. Diketahuinya gambaran penilaian serta penyebab masalah dalampenilaian program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012.
1.5 Manfaat Penelitian 1.5.1 Bagi Peneliti 1. Melatih pola berpikir sistematis dalam menghadapi masalah-masalah khususnya dalam bidang gizi. 2. Sebagai aplikasi nyata dari keilmuan yang diperoleh selama perkuliahan 1.5.2
Bagi Kader Posyandu di Kelurahan Petogogan Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan program pemberian MP-ASI Kemenkes sebagai salah satu model intervensi gizi buruk pada baduta di lokasi bencana.
9
1.5.3
Bagi Puskesmas Kelurahan Petogogan dan Kecamatan Kebayoran Baru 1. Sebagai masukan dalam menindaklanjuti pengembangan program pemberian MP-ASI Kemenkes sebagai salah satu model intervensi gizi buruk pada baduta di lokasi bencana. 2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI Kemenkes di lokasi bencana banjir di Kelurahan Petogogan.
1.5.4
Bagi Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan 1. Sebagai masukan dalam meningkatkan upaya manajemen yang baik guna meningkatkan efektifitas program MP-ASI. 2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI Kemenkes di salah satu lokasi bencana banjir di Jakarta Selatan, yaitu Kelurahan Petogogan.
1.5.5
Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI 1. Sebagai masukan dalam meningkatkan upaya manajemen yang baik guna meningkatkan efektifitas program MP-ASI bencana. 2. Sebagai sebuah studi efektivitas program pemberian MP-ASI Kemenkes di salah satu lokasi bencana banjir di Provinsi DKI Jakarta, yaitu Kota Administrasi Jakarta Selatan.
1.5.6
Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta 1. Sebagai referensi keilmuan mengenai gizi, khususnya gambaran manajemen program pemberian MP-ASI Kemenkes.
10
2. Sebagai informasi dan dokumentasi data penelitian serta dapat menjadi referensi tambahan bagi penelitian serupa. 3. Sebagai wujud peran akademisi dalam penerapan keilmuan di bidang gizi.
1.6 Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswa semester akhir Program Studi Kesehatan Masyarakat untuk mengetahui gambaran manajemen yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan, dan penilaianprogram pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. Pelaksanaan penelitian ini dilakukan pada bulan Juni-Agustus 2012 dengan sasaran objek yang diteliti yaitu Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI, Koordinator Gizi Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan, Kader Kesehatan Puskesmas Kelurahan Petogogan dan ibu baduta korban bencana banjir yang mendapat MP-ASI. Penelitian ini dapat dijadikan bahan evaluasi terhadap program pemberian MP-ASI Kemenkes di wilayah Jakarta Selatan, khususnya Kelurahan Petogogan. Penelitian ini dilakukan menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode wawancara mendalam, observasidan telaah dokumen.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Bencana 2.1.1
Pengertian Bencana Dalam UU No. 24 tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non-alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2.1.2
Jenis-jenis Bencana Bencana terdiri dari berbagai bentuk. Undang-Undang No. 24 tahun 2007 mengelompokan bencana ke dalam 3 kategori yaitu: a. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. b. Bencana non-alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non-alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. 11
12
c. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.
2.1.3
Tanggap Darurat Bencana Dalam UU No. 24 tahun 2007, tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan prasarana dan sarana. Lebih lanjut didefinisikan pula bantuan darurat bencana, yaitu upaya memberikan bantuan untuk memenuhi kebutuhan dasar pada saat
keadaan darurat. Sedangkan korban bencana adalah orang atau
sekelompok orang yang menderita atau meninggal dunia akibat bencana.
2.1.4
Prinsip dan Tujuan Penanggulangan Bencana Dalam pasal 3 UU No. 24 tahun 2007, prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana, yaitu: a. cepat dan tepat; b. prioritas; c. koordinasi dan keterpaduan;
13
d. berdaya guna dan berhasil guna; e. transparansi dan akuntabilitas; f. kemitraan; g. pemberdayaan; h. nondiskriminatif; dan i. nonproletisi. Sedangkan dalam pasal 4 UU No. 24 tahun 2007, penanggulangan bencana bertujuan untuk: a. memberikan
perlindungan
kepada masyarakat dari
ancaman
bencana; b. menyelaraskan peraturan perundang-undangan yang sudah ada; c. menjamin
terselenggaranya
penanggulangan
bencana
secara
terencana, terpadu, terkoordinasi, dan menyeluruh; d. menghargai budaya lokal; e. membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta; f. mendorong
semangat
gotong
royong,
kesetiakawanan,
dan
kedermawanan; dan g. menciptakan
perdamaian
dalam
kehidupan
bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara.
2.2 Pengertian MP-ASI Makanan bayi dan anak usia 6-24 bulan adalah terdiri dari Air Susu Ibu dan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (Depkes, 2006).
14
Memasuki usia 4-6 bulan, bayi telah siap menerima makanan bukan cair, karena gigi telah tumbuh dan lidah tidak lagi menolak makanan setengah padat. Di samping itu, lambung juga telah baik mencerna zat tepung. Menjelang usia 9 bulan bayi telah pandai menggunakan tangan untuk memasuki benda ke dalam mulut. Jelaslah bahwa pada saat itu bayi siap mengonsumsi makanan (setengah) padat. Akan tetapi, bukan berarti karena bayi telah siap menerima makanan selain ASI, tetapi juga karena kebutuhan gizi bayi tidak lagi cukup dipasok hanya oleh ASI. Yang perlu diingat ialah bahwa makanan yang diberikan bukan untuk menggantikan melainkan mendampingi ASI (Arisman, 2004). MP-ASI adalah makanan atau minuman yang mengandung zat gizi, diberikan kepada bayi atau anak usia 6-24 bulan guna memenuhi kebutuhan gizi selain dari ASI (Depkes, 2006). MP-ASI dapat berbentuk bubur, nasi tim dan biskuit yang dapat dibuat dari campuran beras, dan atau beras merah, kacang-kacangan, sumber protein hewani/nabati, terigu, margarine, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat dan diperkaya dengan vitamin dan mineral (Depkes, 2004). Sedangkan MP-ASI pabrikan berupa bubur instan untuk bayi usia 6-11 bulan dan biskuit untuk anak usia 12-24 bulan (Depkes, 2008). Akan tetapi, kini Kemenkes RI mengadakan MP-ASI dalam bentuk biskuit sebagai buffer stock (cadangan) dengan sasaran balita usia 6-24 bulan di daerah rawan bencana (Kemenkes, 2011).
15
2.3 Pemberian Makan Anak dalam Situasi Darurat Setelah umur 6 bulan, setiap bayi membutuhkan makanan lunak yang bergizi yang sering disebut MP-ASI. MP-ASI merupakan makanan peralihan dari ASI ke makanan keluarga. Pengenalan dan pemberian MP-ASI harus dilakukan secara bertahap baik bentuk maupun jumlahnya, sesuai dengan kemampuan pencernaan bayi/anak. Dalam keadaan darurat, bayi dan balita seharusnya mendapat MP-ASI untuk mencegah kekurangan gizi (Depkes, 2007a). Intervensi Gizi untuk bayi dan baduta dalam situasai darurat adalah: a. Bayi 1) Bayi tetap diberi ASI. 2) Bila bayi piatu, bayi terpisah dari ibunya atau ibu tidak dapat memberikan ASI, upayakan bayi mendapat bantuan ibu susu/donor. 3) Bila tidak memungkinkan bayi mendapat ibu susu/donor, bayi diberikan susu formula dengan pengawasan atau didampingi oleh petugas kesehatan. b. Baduta 1) Baduta tetap diberi ASI. 2) Pemberian MP-ASI yang difortifikasi dengan zat gizi mikro, pabrikan atau makanan lokal pada anak usia 6-23 bulan. 3) Pemberian makanan olahan yang berasal dari bantuan ransum umum yang mempunyai nilai gizi tinggi.
16
4) Pemberian kapsul vitamin A warna biru pada bayi usia 6-11 bulan dan kapsul vitamin A warna merah pada anak usia 12-59 bulan, bila kejadian bencana terjadi pada bulan Februari dan Agustus. 5) Dapur umum wajib menyediakan makanan untuk anak usia 6-24 bulan 6) Air minum dalam kemasan di upayakan selalu tersedia di tempat pengungsian. Dalam keadaan darurat MP-ASI yang diberikan adalah makanan buatan. Hal ini disebabkan beberapa hal seperti: a. Tidak adanya air bersih b. Sanitasi buruk c. Alat masak tidak memadai d. Kurangnya bahan bakar e. Ketersediaan bahan pangan lokal yang terbatas (Depkes, 2007a).
2.4 Program MP-ASI Buffer Stock 2.4.1
Buffer Stock MP-ASI untuk Daerah Bencana Buffer stock MP-ASI adalah MP-ASI yang disediakan
untuk
mengantisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya (Kemenkes, 2012a). MP-ASI buffer stock bertujuan untuk mengantisipasi agar balita di daerah bencana tidak mengalami gizi kurang serta mempertahankan status gizi balita yang sudah baik. MP-ASI dibuat
17
dalam bentuk biskuit yang dapat dikonsumsi langsung atau dengan ditambahkan air matang (Kemenkes, 2011). Persentase penyediaan buffer stock MP-ASI adalah jumlah MPASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MP-ASI yang diperlukan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya. Target yang ditetapkan Kemenkes adalah sebesar 100%. Kinerja dinilai baik jika pengadaan buffer stock MP-ASI sesuai dengan target. Sumber data yang digunakan adalah laporan pendistribusian MP-ASI dengan frekuensi pengamatan setiap saat dan pelaporan setiap bulan (Kemenkes, 2012a).
2.4.2
Tujuan Pemberian MP-ASI Pemberian MP-ASI bertujuan untuk menanggulangi dan mencegah terjadinya gizi buruk dan gizi kurang sekaligus mempertahankan status gizi baik pada bayi dan anak 6-24 bulan (Depkes, 2005). Sebagai pelengkap ASI, pemberian MP-ASI sangat membantu bayi dalam proses belajar makan dan kesempatan untuk menanamkan kebiasaan makan yang baik (Husaini, 1999 dalam Simanjuntak, 2007). Sedangkan menurut Persagi (1994) dalam Ramadhan (2011) tujuan pemberian Makanan Pendamping ASI adalah: a. Melengkapi zat gizi yang kurang terdapat dalam ASI b. Mengembangkan kemampuan bayi untuk menerima bermacammacam makanan dengan berbagai tekstur dan rasa
18
c. Mengembangkan kemampuan bayi untuk mengunyah dan menelan d. Melakukan adaptasi terhadap makanan yang mengandung energi yang tinggi.
2.4.3
Spesifikasi MP-ASI Biskuit Menurut Depkes (2007b), spesifikasi MP-ASI biskuit yang diberikan Kemenkes adalah sebagai berikut: a. Bahan 1) MP-ASI biskuit terbuat dari campuran terigu, margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, dan diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). 2) Gula yang digunakan dalam bentuk sukrosa dan atau fruktosa dan atau sirup glukosa dan atau madu. Jika menggunakan fruktosa, jumlahnya tidak boleh lebih dari 15 gr/100 gr.
19
b. Komposisi Gizi dalam 100 gram Tabel 2.1 Komposisi Gizi dalam 100 gram MP-ASI Biskuit No.
Zat Gizi
Kadar
Satuan
1
Energi
Min 400
kkal
2
8 – 12
gram
10 - 15
gram
5
Protein (kualitas protein tidak kurang dari 70 % kasein) Lemak (kadar asam linoleat mim. 300 mg per 100 kkal atau 1,4 gr per 100 gr produk) Karbohidrat Serat Gula Vitamin A (accetate)
Maks. 5 15 – 20 350
gram gram mcg
6
Vitamin D
5 – 12
mcg
7
Vitamin E
5
mg
8
Vitamin B1 (Thiamin)
0,6
mg
9
Vitamin B2 (Riboflavin)
0,6
mg
10
Vitamin B6 (Pyridoksin)
0,8
mcg
11
Vitamin B12
1
mcg
12
Niasin
8
mg
13
Folic acid
40
mcg
14
Iron (Fumarate)
6
mg
15
Iodine
70
mcg
16
Zinc
3
mg
17
Kalsium
200
mg
18
Selenium
13 – 15
mcg
19
Air
Maks. 5
%
3
4
Sumber: Depkes (2007b)
20
c. Karakteristik Produk 1) Bentuk MP-ASI biskuit berbentuk keping bundar berdiameter 5-6 cm, berat 10 gram per keping. Pada permukaan atas biskuit tercantum tulisan “MP-ASI”. 2) Tekstur MP-ASI biskuit bertekstur renyah yang bila dicampur air menjadi lembut. 3) Rasa MP-ASI biskuit mempunyai rasa manis gurih yang disukai anak. 4) Kedaluarsa MP-ASI biskuit aman dikonsumsi dalam waktu 24 bulan setelah tanggal produksi (Depkes, 2007b).
2.4.4
Cara Menghidangkan MP-ASI Biskuit Setiap anak 12-24 bulan akan mendapat MP-ASI biskuit sebanyak 120 gr/hari. Makanan dapat diberikan 3-4 kali sehari (Depkes dan Kesos RI, t.t). Cara menghidangkan MP-ASI biskuit adalah sebagai berikut: a. Cuci tangan dengan sabun terlebih dahulu b. Biskuit dapat langsung dikonsumsi atau terlebih dahulu ditambah air dalam mangkok bersih sehingga dikonsumsi dengan menggunakan sendok
21
c. Setiap 120 gr biskuit harus dihabiskan dalam sehari, jumlah dan waktu pemberian pada setiap kali makan disesuaikan dengan kondisi dan kemampuan anak d. Selama pemberian MP-ASI biskuit, ASI dan makanan lainnya tetap diberikan (Depkes, 2005).
2.4.5
Langkah Kegiatan Pemberian MP-ASI di Lokasi Bencana a. Pendataan Sasaran 1) Petugas di lokasi pengungsian melakukan registrasi sasaran baduta
dan
kelompok
balita
lainnya
yang
mungkin
membutuhkan. 2) Menghitung kebutuhan MP-ASI: Anak usia 12-24 bulan = 120 gr/hari/anak, 3) Mengajukan usulan kebutuhan MP-ASI kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota (Dekpes dan Kesos RI, t.t.). b. Pengajuan Rencana Kebutuhan MP-ASI Khusus
di
daerah
pengungsian,
ketua
kelompok
mengajukan rencana kebutuhan MP-ASI kepada petugas di pengungsian. Petugas
pengungsian meneliti
dan merekap
kebutuhan MP-ASI kemudian mengajukan ke Dinas kesehatan Kabupaten/Kota (Dekpes dan Kesos RI, t.t.).
22
c. Sosialisasi Dinas
kesehatan
Provinsi/Kabupaten/Kota
bersam
apemerintah daerah mensosialisasikan ketersediaan MP-ASI buffer stock pada lintas program dan lintas sektor terkait di daerah rawan bencana (Kemenkes, 2011). Koordinator Gizi Kabupaten/Kota melakukan sosialisasi kepada TPG setiap Puskesmas. TPG Puskesmas atau petugas di pengungsian langsung melakukan penjelasan ke tempat bencana. 1) Penjelasan Koordinator Gizi Kabupaten/Kota ke TPG a) Model penyelenggaraan MP-ASI ke sasaran b) Komposisi dan kemasan MP-ASI c) Cara penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian d) Lama pemberian e) Cara menghitung kebutuhan dan mengusulkan permintaan MP-ASI f) Cara penyimpanan g) Pengisian register MP-ASI h) Cara pencatatan MP-ASI i) Cara melakukan rujukan j) Tanda-tanda MP-ASI tidak layak konsumsi 2) Penjelasan petugas di pengungsian kepada ketua kelompok dan ibu sasaran adalah mengenai: a) Sasaran
23
b) Cara penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian c) Cara penyimpanan d) Tanda-tanda MP-ASI tidak layak konsumsi e) Anjuran melapor ke petugas kesehatan/puskesmas jika ada tanda-tanda gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi MP-ASI (Dekpes dan Kesos RI, t.t.). d. Penyimpanan MP-ASI Syarat dan cara penyimpanan MP-ASI di tingkat Puskesmas antara lain: 1) Tempat penyimpanan MP-ASI harus selalu bersih dan higienis 2) MP-ASI diletakkan di atas alas dan usahakan tidak menempel di dinding 3) Atap
tidak
bocor,
mempunyai
ventilasi
dan
pencahayaan yang baik serta tidak lembab 4) Tempat penyimpanan harus bebas dari tikus, kecoa dan binatang pengerat lainnya 5) Tumpukan maksimum adalah 12 karton dan tidak boleh diinjak 6) Penyimpanan dikelompokkan sesuai dengan jenis dan rasa MP-ASI 7) MP-ASI yang masuk ke tempat penyimpanan lebih awal dikeluarkan terlebih dahulu (First In First Out)
24
8) Penyimpanan MP-ASI tidak boleh dicampur dengan bahan berbahaya 9) MP-ASI biskuit dinyatakan rusak apabila bungkus berlubang, sobek, pecah atau biskuit tidak renyah (Depkes, 2005). e. Distribusi sampai ke sasaran Khusus untuk lokasi pengungsian, MP-ASI dari Pusat dikirimkan
langsung
ke
propinsi,
kemudian
ke
gudang
kabupaten/kota, puskesmas dan sasaran tempat kejadian bencana (Depkes dan kesos RI, t.t.). Selama pengangkutan diupayakan agar MP-ASI tidak mengalami penurunan mutu. Untuk itu hal yang dapat dilakukan antara lain : 1) Alat angkut yang digunakan hanya untuk mengangkut bahan pangan. 2) Selama pengangkutan tidak dicampur dengan barangbarang non pangan. 3) Selama pengangkutan kondisi barang harus terlindung sedemikian rupa agar terhindar dari kotoran atau kerusakan yang menyebabkan kontaminasi selama dalam perjalanan (Depkes, 2005).
25
f. Model penyelenggaraan di tempat bencana Model penyelenggaraan di lokasi pengungsian adalah: 1) Masing-masing ketua kelompok menerima MP-ASI sesuai dengan rencana kebutuhan. 2) Ketua kelompok diberikan informasi cara penyiapan dan pemberian MP-ASI. 3) Ketua kelompok dibantu oleh beberapa ibu menyiapkan dan menghidangkan MP-ASI, kemudian membagikan kepada anggota sesuai dengan jumlah sasaran. 4) Ketua kelompok mencatat semua pemberian MP-ASI ke dalam register pemberian MP-ASI 5) Ketua
kelompok
dibantu
oleh
petugas
di
lokasi
pengungsian melakukan penimbangan bayi setiap bulan dan mencatat hasil penimbangan pada register pemberian MP-ASI 6) Ketua
kelompok
dibantu
oleh
petugas
di
lokasi
pengungsian untuk memberikan penyuluhan mengenai: manfaat MP-ASI, cara pengolahan dan penyimpanan, nasihat agar pemberian ASI diteruskan, pemberian MPASI yang tepat, serta informasi mengenai tanda-tanda MPASI yang tidak layak dikonsumsi (kadaluarsa, warna, aroma dan bentuk makanan berubah, tercemar bahan berbahaya) (Dekpes dan Kesos RI, t.t.).
26
g. Pemantauan dan evaluasi Pengawasan merupakan komponen penting dalam kegiatan pemberian
MP-ASI.
Mekanisme
pemantauan
di
tingkat
Puskesmas adalah: 1) Pemantauan penyimpanan MP-ASI buffer stock Pemantauan dilaksanakan oleh petugas kabupaten/kota dengan melakukan pengamatan terhadap kondisi fisik tempat penyimpanan, cara penyimpanan, pencatatan dan pelaporan maupun administrasi tempat penyimpanan. 2) Pemantauan pendistribusian MP-ASI buffer stock Pemantauan dilaksanakan oleh petugas kabupaten/kota dengan melakukan pengamatan terhadap rencana distribusi (Rensi) dan pelaksanaan pendistribusian MPASI buffer stock (Kemenkes, 2011). Sedangkan TPG dan petugas di lokasi pengungsian secara periodik memantau unit pelaksana MP-ASI seperti ketua kelompok pengungsi (Depkes dan Kesos RI, t.t). 3) Evaluasi Evaluasi pelaksanaan pendistribusian MP-ASI buffer stock dilakukan 2 kali dalam setahun yang dilaksanakan secara
berjenjang
dengan
mempertimbangkan
ketersediaan sumber daya yang ada. Data yang dicatat dan dilaporkan adalah:
27
a) Data dan informasi jumlah baduta 6-24 bulan yang mendapat MP-ASI b) Data dan informasi jumlah MP-ASI yang dibagikan ke sasaran
2.5 Manajemen Kesehatan 2.5.1
Pengertian Manajemen Kesehatan Menurut Terry (1986), manajemen adalah suatu proses yang khas, yang terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pelaksanaan, dan pengendalian yang dilakukan untuk menentukan serta mencapai sasaran yang telah ditentukan dengan memanfaatkan sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. Menurut Muninjaya (2004), secara klasik manajemen adalah ilmu atau seni tentang bagaimana menggunakan sumber daya secara efisien, efektif dan rasional untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Berdasarkan batasan tersebut, manajemen mengandung tiga prinsip pokok yang menjadi ciri utama penerapannya yaitu efisien dalam pemanfaatan sumber daya, efektif dalam memilih alternatif kegiatan untuk mencapai tujuan organisasi, rasional dalam pengambilan keputusan manajerial. Dari beberapa pengertian tersebut dapat diambil suatu kesimpulan umum bahwa manajemen adalah suatu kegiatan untuk mengatur orang lain guna mencapai tujuan atau menyelesaikan pekerjaan. Bila diterapkan dalam bidang kesehatan masyarakat, maka dapat dikatakan bahwa manajemen
28
kesehatan adalah suatu kegiatan atau seni untuk mengatur para petugas kesehatan
dan
nonpetugas
kesehatan
guna
meningkatkan
kesehatan
masyarakat melalui program kesehatan. Dengan kata lain manajemen kesehatan masyarakat adalah penerapan manajemen umum dalam sistem pelayanan kesehatan masyarakat sehingga yang menjadi objek dan sasaran manajemen adalah sistem pelayanan kesehatan masyarakat (Notoatmodjo, 2007).
2.5.2
Fungsi Manajemen Kesehatan Menurut Muninjaya (2004), yang dimaksud fungsi manajemen adalah langkah-langkah penting yang wajib dilaksanakan oleh manajer untuk mencapai tujuan organisasi. Banyak pakar manajemen yang mengemukakan teorinya tentang fungsi manajemen, tergantung dari fungsi mana yang lebih disorotinya. Tetapi dalam proses pencapaian tujuan organisasi, semua fungsi manajemen mempunyai peranan yang sama pentingnya. Fungsi manajemen yang digunakan oleh Depkes RI diambil dari fungsi manajemen yang dikemukakan oleh Goerge Terry. Fungsi tersebut terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC). a. Perencanaan Menurut Muninjaya (2004), perencanaan adalah proses yang dimulai dengan merumuskan tujuan organisasi sampai dengan menetapkan alternatif kegiatan untuk mencapainya. Terry (1986) mengatakan perencanaan adalah memilih dan menghubungkan
29
fakta-fakta, membuat dan menggunakan asumsi-asumsi berdasar masa yang akan datang, dalam gambaran dan perumusan kegiatankegiatan yang diusulkan yang diperlukan guna mencapai hasil yang diinginkan. Sedangkan menurut Siagian (2012), perencanaan merupakan usaha sadar dan pengambilan keputusan yang telah diperhitungkan secara matang tetang hal-hal yang akan dikerjakan di masa depan dalam dan oleh suatu organisasi dalam rangka pencapaian tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa definisi tersebut, dapat disimpulkan bahwa perencanaan adalah upaya untuk menentukan tujuan, sasaran, target dan kegiatan dalam suatu program yang akan dilaksanakan oleh organisasi. Perencanaan merupakan fungsi manajemen yang pertama karena fungsi-fungsi manajemen lainnya baru berperan apabila perencanaan telah selesai dilaksanakan. Perencanaan menjadi landasan pokok fungsi manajemen lainnya. Selain itu, perencanaan juga dijadikan standar untuk mengukur hasil pencapaian kegiatan. Jika tidak ada perencanaan, tidak akan ada kejelasan kegiatan yang dilaksanakan untuk mencapai tujuan. b. Pengorganisasian Pengorganisasian adalah rangkaian kegiatan manajemen untuk menghimpun semua sumber daya (potensi) yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi (Muninjaya, 2004). Menurut Azwar (1996),
30
pengorganisasian adalah pengelompokkan berbagai kegiatan yang diperlukan untuk melaksanakan suatu rencana sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan.
Pengorganisasian
juga
merupakan
pengaturan
sejumlah personil yang dimiliki untuk memungkinkan tercapainya suatu tujuan yang telah disepakati dengan jalan mengalokasikan masing-masing fungsi dan tanggung jawabnya. Terry (1986) mengatakan pengorganisasian adalah tindakan mengusahakan hubungan-hubungan perilaku yang efektif antara masing-masing orang, sehingga mereka dapat bekerja sama secara efisien dan memperoleh kepuasan diri dalam melaksanakan tugastugas terpilih di dalam kondisi lingkungan yang ada, untuk mencapai tujuan dan sasaran. Dari
beberapa
pengertian
tersebut
pengorganisasian
merupakan pembagian tugas dan wewenang kepada para pekerja sesuai potensi yang dimiliki untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan organisasi. c. Penggerakan Fungsi penggerakan adalah proses bimbingan kepada staf agar mereka mampu bekerja secara optimal menjalankan tugastugas pokoknya sesuai dengan keterampilan yang telah dimiliki, dan dukungan sumber daya yang tersedia. Penggerakan dimaksudkan sebagai rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan aktivitas
31
mempengaruhi orang lain agar mereka suka melaksanakan usahausaha ke arah pencapaian sasaran atau tujuan administrasi. Fungsi manajemen ini merupakan fungsi penggerak semua kegiatan program (ditetapkan pada fungsi pengorganisasian) untuk mencapai tujuan
program
(dirumuskan
dalam
fungsi
perencanaan) (Muninjaya, 2004). Terry (1986) menyatakan penggerakan adalah membuat semua anggota kelompok agar mau bekerja sama dan bekerja secara ikhlas serta bergairah untuk mencapai tujuan sesuai dengan perencanaan dan usaha-usaha pengorganisasian. Sedangkan Siagian (2012) mendefinisikan penggerakan sebagai keseluruhan cara, teknik dan metode untuk mendorong para anggota organisasi agar mau dan ikhlas bekerja dengan sebaik mungkin demi tercapainya tujuan organisasi. Pekerjaan
pelaksanaan
atau
penggerakan
bukanlah
merupakan pekerjaan yang mudah, karena dalam melaksanakan suatu rencana terkandung berbagai aktivitas yang bukan saja satu sama lain saling berhubungan, melainkan juga bersifat komplek dan majemuk. Kesemua aktivitas ini harus dipadukan sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan memuaskan. Memadukan berbagai aktivitas yang seperti ini dan apalagi menugaskan semua orang yang terlibat dalam organisasi
32
untuk melaksanakan
aktivitas
yang dimaksud, memerlukan
keterampilan khusus (Azwar, 1996). Untuk dapat melaksanakan suatu rencana, seorang manajer perlu menguasai berbagai pengetahuan dan keterampilan. Menurut Muninjaya (2004), berdasarkan tingkatan manajer, ada tiga jenis keterampilan yang harus dimiliki oleh manajer, yaitu keterampilan yang bersifat teknis (Technical Skill), hubungan antar manusia (Human Relation Skill), dan konseptual (Conseptual Skill). Technical Skill adalah kemampuan untuk menggunakan pengetahuan, metode, teknik atau peralatan yang diperlukan untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi. Kemampuan tersebut sangat perlu dimiliki oleh manajer tingkat bawah. Human Relation Skill meliputi kemampuan bekerjasama dengan orang lain, termasuk memotivasi orang lain. Conseptual Skill membutuhkan pengetahuan tentang seluruh aspek organisasi yang dipimpinnya. Semakin tinggi kedudukan seorang manajer, ia semakin tidak memerlukan keterampilan yang bersifat teknis, tetapi semakin tinggi tuntutan untuk mengembangkan keterampilan yang bersifat konseptual. Akan
tetapi,
yang
penting
semua
manajer
membutuhkan
kemampuan untuk mengembangkan Human Relation Skill karena manusia adalah sumber daya utama sebuah organisasi (Muninjaya, 2004).
33
d.
Pengawasan Pengawasan ialah suatu proses untuk mengukur penampilan suatu program yang kemudian dilanjutkan dengan mengarahkannya sedemikian rupa sehingga tujuan yang telah ditetapkan dapat tercapai
(Azwar,
1996).
Terry (1986)
menyatakan
bahwa
pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan, mengoreksi penyimpangan-penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas-aktivitas yang direncanakan. Koontz dan Donnell mengatakan bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan “dua sisi satu mata uang” karena perencanaan tanpa pengawasan akan timbul penyimpangan. Sebaliknya pengawasan tanpa perencanaan tidak akan mungkin terlaksana karena tidak ada pedoman untuk mengawasi (Siagian, 2012). e. Penilaian Menurut Siagian (2012), berbagai penelitian tentang fungsi manajerial pada umumnya mengakhiri dengan pengawasan. Akan tetapi, Siagian berpendapat lain, bahwa masih ada satu lagi fungsi organik manajerial yang dapat dipertanggungjawabkan dan dengan mudah dapat dibuktikan dalam praktik manajemen, yaitu penilaian. Penilaian adalah suatu proses yang teratur dan sistematis dalam membandingkan hasil yang dicapai dengan tolak ukur atau kriteria yang telah ditetapkan, dilanjutkan dengan pengambilan
34
kesimpulan serta penyusunan saran-saran, yang dapat dilakukan pada setiap tahap dari pelaksanaan program (The International Clearing House and Adolescent Fertility Control for Population Option dalam Azwar, 1996). Menurut Siagian (2012) penilaian adalah pengukuran dan pembandingan hasil-hasil yang nyatanya dicapai dengan hasil-hasil yang seharusnya dicapai.
2.6 Kerangka Teori Fungsi manajemen yang digunakan oleh Depkes RI diambil dari fungsi manajemen yang dikemukakan oleh Goerge Terry. Fungsi tersebut terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC). Akan tetapi, Siagian (2012) berpendapat lain, bahwa masih ada satu lagi fungsi manajerial yang dapat dipertanggungjawabkan
dan
dengan
mudah
dibuktikan
dalam
praktik
manajemen, yaitu penilaian. Dengan demikian, fungsi manajemen terdiri dari perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian. Perencanaan merupakan awal dari suatu program yang kemudian diikuti pengorganisasian untuk menghimpun semua sumber daya yang dimiliki oleh organisasi dan memanfaatkannya secara efisien untuk mencapai tujuan organisasi. Kemudian dilakukan penggerakan kepada para staf agar mau melaksanakan pelaksanaan program sesuai apa yang telah direncanakan. Fungsi pengawasan dilakukan di semua fungsi manajemen, mulai dari perencanaan hingga penilaian. Sedangkan fungsi penilaian merupakan akhir dari siklus fungsi manajemen dimana hasil dari fungsi tersebut dipergunakan kembali pada fungsi
35
perencanaan guna memperbaiki perencanaan program di masa yang akan datang. Kerangka teori manajemen menurut Terry (1986) dan Siagian (2012) digambarkan pada bagan 2.1.
Bagan 2.1 Kerangka Teori Perencanaan Pengorganisasian
Pengawasan
Penggerakan Penilaian
Sumber: Terry (1986), Siagian (2012)
BAB III KERANGKA PIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
3.1 Kerangka Pikir Fungsi manajemen yang digunakan oleh Depkes RI diambil dari fungsi manajemen yang dikemukakan oleh Goerge Terry. Fungsi tersebut terdiri dari Planning, Organizing, Actuating, dan Controlling (POAC). Akan tetapi, Siagian (2012) berpendapat lain, bahwa masih ada satu lagi fungsi manajerial yang dapat dipertanggungjawabkan dan dengan mudah dibuktikan dalam praktik manajemen, yaitu penilaian. Berdasarkan teori yang telah diuraikan pada studi kepustakaan, maka fokus penelitian yang peneliti ingin kaji lebih dalam adalah manajemen dalam program pemberian
MP-ASI
biskuit
pada
korban
bencana
mulai
dari
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian sesuai dengan yang telah ditetapkan sebelumnya. Kerangka pikir manajemen program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta yang menjadi korban bencana ini dimulai dengan fungsi perencanaan, kemudian setealah dilakukan perencanaan maka dilakukanlah pengorganisasian sesuai kemampuan dan potensi petugas. Setelah itu dilakukan penggerakan kepada para petugas dan pelaksanaan program sesuai perencanaan. Fungsi pengawasan dilakukan pada setiap fungsi manajemen, mulai dari perencanaan hingga penilaian. Sedangkan fungsi penilaian merupakan akhir dari siklus fungsi manajemen dimana hasil dari fungsi tersebut dipergunakan kembali pada fungsi perencanaan guna memperbaiki perencanaan 36
37
program di masa yang akan datang. Oleh sebab itu, kerangka pikir dari penelitian ini dapat digambarkan pada bagan 3.1. Bagan 3.1 Kerangka Pikir Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Korban Bencana Perencanaan Pengorganisasian
Pengawasan
Penggerakan Penilaian
3.2 Definisi Istilah 1. Perencanaan
Definisi
:
Proses untuk merumuskan tujuan, target, sasaran, anggaran dan kegiatan dalam program pemberian MP-ASI biskuit pada baduta di lokasi bencana.
Metode
:
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen : Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
38
2. Pengorganisasian
Definisi
:
Proses untuk membagi tugas dan wewenang kepada para petugas sesuai potensi yang dimiliki dalam program MP-ASI biskuit pada baduta korban bencana.
Metode
:
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen : Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
3. Penggerakan
Definisi
:
Proses untuk melaksanakan program sesuai rencana dan memotivasi petugas agar mau melaksanakan program MP-ASI biskuit pada baduta korban bencana sesuai rencana.
Metode
:
Wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen
Instrumen : Pedoman wawancara mendalam, observasi dan pedoman telaah dokumen
39
4. Pengawasan
Definisi Proses
: untuk
menemukan
dan
mengoreksi
penyimpangan-
penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI biskuit pada baduta di lokasi bencana.
Metode
:
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen : Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
5. Penilaian
Definisi
:
Proses untuk membandingkan hasil kegiatan yang telah dicapai dalam pemberian MP-ASI biskuit pada baduta korban bencana dengan target yang telah ditentukan.
Metode
:
Wawancara mendalam dan telaah dokumen
Instrumen : Pedoman wawancara mendalam dan pedoman telaah dokumen
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN
4.1 Jenis Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan metode kualitatif mengenai manajemen program MP-ASI pada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Kelurahan Petogogan, Kecamatan Kebayoran Baru, Jakarta Selatan tahun 2012. Menurut Bogdan dan Taylor (1975) dalam Moleong (2007), penelitian kualitatif merupakan prosedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang diamati. Penggunaan metode kualitatif pada penelitian ini untuk memperoleh informasi yang mendalam sehingga dapat memberikan pemahaman yang lebih baik mengenai pelaksanaan program pemberian MP-ASI biskuit dari Kemenkes kepada baduta korban banjir tersebut.
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Petogogan pada bulan Juni-Agustus tahun 2012.
Kelurahan Petogogan dijadikan tempat penelitian karena memiliki
daerah rawan banjir terbanyak di Kecamatan Kebayoran Baru dan sudah dilakukan pemberian MP-ASI biskuit untuk mencegah gizi buruk baduta yang menjadi korban banjir tersebut.
40
41
4.3 Informan Penelitian Informan adalah orang yang dimanfaatkan untuk memberikan informasi tentang
kondisi latar penelitian, sehingga informan harus mempunyai banyak
pengalaman tentang latar penelitian (Moleong, 2007). Pemilihan informan dalam penelitian ini tidak dilakukan secara acak, tetapi dengan menggunakan metode purposive
sampling (informan bertujuan),
yaitu
penentuan
informan
yang
dilakukan secara langsung melalui pertimbangan-pertimbangan yang ditentukan oleh peneliti sesuai dengan tujuan dan masalah penelitian untuk memperoleh informasi
yang
lengkap
dan mencukupi
dengan
prinsip
kesesuaian
(appropriatness) dan kecukupan (adequency). Informan dalam penelitian ini dikelompokkan menjadi tiga, yaitu informan utama, pendukung dan informan kunci. Informan utama adalah objek utama dalam penelitian, yaitu TPG yang melaksanakan program pemberian MP-ASI di Puskesmas Kelurahan Petogogan. Informan pendukung yaitu Koordinator program gizi Sudinkes Jakarta Selatan, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, Kader dan ibu baduta yang mendapat MP-ASI biskuit. Informan Kunci adalah Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI. Dalam lingkup penelitian perencanaan, dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan dan telaah dokumen perencanaan kebutuhan dan pendistribusian MP-ASI. Dalam lingkup pengorganisasian, dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan dan telaah dokumen profil ketenagaan Puskesmas. Dalam lingkup penggerakan, dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan, obserrvasi terhadap produk MP-ASI dan telaah dokumen tanda terima pendistribusian MP-ASI. Dalam lingkup
42
pengawasan dan penilaian, dilakukan wawancara mendalam terhadap para informan. Kriteria informan penelitian berikut teknik yang digunakan dalam penelitian tertera pada tabel 4.1. Tabel 4.1 Informan Penelitian No. 1
Lingkup penelitian Perencanaan
Kriteria Informan -
-
2
Pengorganisasian
-
-
3
Penggerakan
-
-
Koordinator gizi Sudinkes Jaksel TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan Kader Kasie bimbingan dan evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI Koordinator gizi Sudinkes Jaksel TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan Kader Kasie bimbingan dan evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI Koordinator gizi Sudinkes Jaksel TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru TPG Puskesmas
Teknik
Unsur yang diteliti - Wawancara - Pembuatan mendalam perencanaan - Telaah dokumen
- Wawancara mendalam - Telaah dokumen
- Pembagian tugas dan wewenang sesuai tupoksi dalam organisasi
- Wawancara mendalam - Observasi produk MPASI biskuit - Telaah
- Pelaksanaan pemberian MP-ASI dari perencanaan yang telah dibuat
43
-
4
Pengawasan
-
-
5
Penilaian
-
-
Kelurahan Petogogan Kader Ibu baduta yang mendapat MP-ASI biskuit Kasie bimbingan dan evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI Koordinator gizi Sudinkes Jaksel TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan Kader Ibu baduta yang mendapat MP-ASI biskuit Kasie bimbingan dan evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI Koordinator gizi Sudinkes Jaksel TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan Kader Kasie bimbingan dan evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI
dokumen
- Upaya menggerkan petugas pelaksana - Observasi produk MPASI
- Wawancara mendalam - Telaah dokumen
Upaya yang dilakukan dalam pengawasan terhadap pelaksanaan program MPASI
- Wawancara mendalam - Telaah Dokumen
Pelaporan dan Penilaian terhadap hasil kegiatan pemberian MP-ASI
44
4.4 Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan wawancara mendalam, oservasi dan telaah dokumen. Wawancara mendalam dilakukan tatap muka terhadap informan dengan menggunakan pedoman wawancara mendalam yang telah disiapkan peneliti terlebih dahulu. Hasil wawancara mendalam direkam dengan alat perekam dan ditulis oleh peneliti. Observasi dilakukan dengan mengamati produk MP-ASI yang diberikan Kemenkes. Telaah dokumen dilakukan untuk memperoleh data yang berkaitan dengan permasalahan penelitian melalui laporan dan dokumen lain yang berkaitan dengan program pemberian MP-ASI. Beberapa contoh dokumen yang dapat dianalisis adalah laporan tahunan Puskesmas, tanda terima distribusi MP-ASI, buku pedoman MP-ASI, data baduta di Posyandu dan lain-lain.
4.5 Instrumen Penelitian Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini antara lain: a. Pedoman wawancara mendalam b. Pedoman observasi c. Pedoman telaah dokumen d. Perekam suara e. Kamera f. Buku tulis dan alat pencatat
45
4.6 Sumber Data a. Data Primer Data primer merupakan data yang dikumpulkan langsung oleh peneliti dari informan. Sumber data primer penelitian ini adalah hasil wawancara mendalam langsung dengan informan tentang manajemen program pemberian MP-ASI dan data hasil observasi terhadap produk MPASI yang diberikan. b. Data Sekunder Data sekunder merupakan data yang tidak langsung diperoleh peneliti dari informan. Sumber data sekunder adalah dokumen-dokumen yang berkaitan dengan topik penelitian seperti laporan tahunan Puskesmas, tanda terima distribusi MP-ASI, buku pedoman pelaksanaan program MP-ASI dan lain-lain.
4.7 Validasi Data Dalam penelitian ini, untuk memperoleh data yang valid maka dilakukan triangulasi. Triangulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan data yang memanfaatkan sesuatu yang lain (Moleong, 2007). Triangulasi yang dilakukan dalam penelitian ini adalah triangulasi sumber dan metode. a.
Triangulasi sumber dilakukan dengan mengecek data dari sumber yang berbeda, yaitu TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, Koordinator gizi Sudinkes Jaksel, Kader,
46
Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI serta ibu baduta yang mendapat MP-ASI. b.
Triangulasi metode dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama melalui metode pengumpulan data yang berbeda. Data diperoleh dengan wawancara mendalam, lalu dicek dengan observasi dan telaah dokumen, seperti melalui laporan tahunan Puskesmas, tanda terima distribusi MP-ASI, buku pedoman MP-ASI buffer stock serta artikel berita terkait topik penelitian.
4.8 Pengolahan dan Analisis Data Pengolahan dan analisis data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah model Miles dan Hubberman. Menurut Miles dan Huberman, analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif, sehingga disebut juga model interaktif. Aktivitas dalam analisis data kualitatif, yaitu data reduction (Reduksi Data), data display (penyajian data), dan conclusion drawing/verification (kesimpulan/verifikasi). Analisis data model interaktif tergambar pada bagan 4.1. Bagan 4.1 Pengolahan dan Analisis Data Pengumpulan Data
Reduksi Data
Penyajian Data Kesimpulan/Verifikasi
47
Setelah data mengenai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan pengawasan dan penilaian terkumpul dari hasil wawancara mendalam, observasi dan telaah dokumen, kemudian data direduksi. Data direduksi dengan cara merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting dan dicari pola sesuai unsur penelitian. Data yang sudah direduksi kemudian disajikan dalam bentuk tulisan berdasarkan unsur-unsur yang diteliti sesuai kerangka pikir penelitian. Namun demikian, setelah merangkum hasil penelitian dapat juga sudah diketahui kesimpulannya. Hasil penelitian yang telah terkumpul dan terangkum kemudian diulang kembali dengan mencocokkan pada reduksi data dan penyajian data agar kesimpulan yang telah dikaji dapat ditulis sebagai laporan yang memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi.
4.9 Penyajian Data Hasil penelitian disajikan dalam bentuk narasi berdasarkan unsur-unsur yang diteliti sesuai kerangka pikir penelitian.
BAB V HASIL
5.1 Gambaran Umum Tempat Penelitian 5.1.1
Keadaan Geografis a. Batas Wilayah Kelurahan
Petogogan
merupakan
bagian
dari
wilayah
administrasi Kecamatan Kebayoran Baru. Luas wilayah Kelurahan Petogogan adalah 86,46 km2. Wilayah Kelurahan Petogogan terdiri dari 6 RW yang meliputi 80 RT dengan jumlah penduduk sebesar 10.814 jiwa. Adapun batas-batas wilayah Kelurahan Petogogan adalah sebagai berikut : Sebelah Utara
: Jl. Wolter Monginsidi, Kelurahan Rawa Barat
Sebelah Selatan : Jl. Prapanca Raya, Kelurahan Pulo Sebelah Barat
: Jl. Prof. Joko Sutono, Kelurahan Melawai
Sebelah Timur : Sungai Krukut, Kelurahan Pela Mampang b. Daerah Rawan Banjir Wilayah Kelurahan Petogogan sejak dahulu memang dikenal sebagai daerah banjir. Terjadinya banjir di wilayah Kelurahan Petogogan selain diakibatkan oleh hujan yang terus menerus juga akibat luapan air dari Sungai Krukut yang melalui wilayah ini. Meskipun frekuensi banjir dalam setahun tidak dapat dipastikan, namun terkadang jika hujan tidak turun pun air Sungai Krukut kerap 48
49
meluap membanjiri seluruh wilayah tersebut. Apalagi jika hujan terus menerus dalam 2-3 jam sudah dapat terjadi banjir. Daerah di tengah Kota Administrasi Jakarta Selatan itu tidak pernah sepi dari berita banjir. Adapun daerah rawan banjir yang ada di wilayah Kelurahan Petogogan tertera pada tabel 5.1. Tabel 5.1 Daerah Rawan Banjir di Wilayah Kelurahan Petogogan No.
RW
Jumlah
Jumlah
Jumlah
RT
KK
Jiwa
1
01
5
739
2901
2
02
15
833
3079
3
03
15
1121
3063
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Petogogan Tahun 2011 Berdasarkan tabel 5.1, dapat diketahui bahwa di kelurahan Petogogan terdapat 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir. Untuk jumlah KK dan penduduk terendah dimiliki oleh RW 01, yaitu sebanyak 739 KK dan 2901 jiwa. Sedangkan RW 02 memiliki jumlah penduduk tertinggi sebanyak 3079 jiwa dan RW 03 memiliki jumlah KK tertinggi sebanyak 1121 KK. Selain menjadi daerah rawan banjir, RW 02 dan 03 juga merupakan daerah kumuh di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru.
50
5.1.2
Visi dan Misi Puskesmas Kelurahan Petogogan a. Visi Menjadi Puskesmas Mandiri yang berkualitas b. Misi 1) Mengembangkan pelayanan kesehatan yang berkualitas dan paripurna 2) Memberdayakan SDM dan masyarakat 3) Menggalang keikutsertaan Lintas Program dan Lintas Sektoral serta fasilitas kesehatan yang lain 4) Mengembangkan manajemen Puskesmas
5.1.3
Ketenagaan Puskesmas Kelurahan Petogogan Pada tahun 2011 Puskesmas Kelurahan Petogogan memiliki 7 orang pegawai yang terdiri dari : - Dokter Umum
: 1 orang
- Dokter Gigi
: 1 orang
- Bidan
: 2 orang
- Perawat
: 1 orang
- Petugas kebersihan
: 1 orang
- Petugas jaga malam
: 1 orang
Dari 7 orang pegawai, terdapat 5 tenaga kesehatan yang masingmasing memiliki fungsi dan tugas pokok untuk melaksanakan program
51
Puskesmas. Tugas pokok dan fungsi dari tenaga kesehatan tersebut tertera pada tabel 5.2. Tabel 5.2 Tugas Pokok dan Fungsi Tenaga Kesehatan Puskesmas Kelurahan Petogogan Tahun 2011 No 1.
Jenis Tenaga Kesehatan Dokter Gigi
Tugas Pokok - Ka. Puskesmas
Fungsi -
- BP Gigi
kepemimpinan -
- UKGS - UKGM
Menjalankan tugas
Melaksanakan pemeriksaan dan pengobatan gigi di BPG
-
Pembinaan Kesehatan Gigi di SD
-
Pembinaan Kesehatan Gigi di Posyandu & TK
2.
3.
Dokter
- Keuangan
-
Pelaporan keuangan
Umum
- BP Umum
-
Pemeriksaan & pengobatan
- Askes
-
Penanggung jawab Askes
- Alkes
-
Penanggung jawab Alkes
- Jiwa
-
Pelayanan Jiwa
- MTBS
-
Pelayanan MTBS
- KIA
-
Pemeriksaan Ibu Hamil
-
Pembinaan APRAS ( TK )
-
Pelayanan Imunisasi
-
BIAS anak Sekolah
- Obat
-
Pelayanan resep obat
- UKS
-
Pembinaan Anak Sekolah
- SP2TP & SIK
-
Pelaporan SP2TP & SIK
- Gizi
-
Pembinaan & pelayanan
Bidan
- Imunisasi
4.
Bidan
Posyandu
52
- KB
-
Pelayanan KB
- Lansia
-
Pelayanan Kesehatan Lansia
- Promkes
-
Penyuluhan Promkes
- Laboratorium
-
Pelayanan Laboratorium
- Gakin
-
Pelayanan Gakin
- DBD
-
Melaksanakan PE DBD dan
- PSM 5.
Perawat
kegiatan Fogging Fokus -
Pelaksanaan Kegiatan
-
PSN 30 menit
- Kesling
-
Kesehatan Lingkungan
- TBC Paru
-
Penjaringan Kasus & Pelayanan
- Surveilans
Pasien
- Perkesmas
-
Pelaksanaan PE penyakit menular
- Tata Usaha
-
Perawatan Kesehatan keluarga binaan
-
Pelaporan Tata Usaha
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Petogogan Tahun 2011 Berdasarkan tabel 5.2, dapat diketahui bahwa Puskesmas Kelurahan Petogogan memiliki 5 orang tenaga kesehatan. Setiap tenaga kesehatan tersebut memiliki lebih dari satu tugas pokok dan fungsi (Tupoksi). Salah satu contohnya, untuk program gizi dilaksanakan oleh seorang bidan yang merangkap juga sebagai pelaksana program KB, lansia, promkes dan petugas laboratorium. Hal ini disebabkan minimnya sumber daya manusia di puskesmas tersebut. Kendati demikian, Puskesmas Kelurahan Petogogan masih tetap dapat melaksanakan tugas dan fungsinya dengan cukup baik karena senantiasa melakukan
53
peningkatan kualitas SDM dengan mengikuti pelatihan yang diadakan oleh Suku Dinas Kesehatan Jakarta Selatan.
5.1.4
Sarana Pelayanan Kesehatan Dalam wilayah kelurahan Petogogan terdapat beberapa sarana pelayanan kesehatan, sebagaimana tertera pada tabel 5.3. Tabel 5.3 Sarana Pelayanan Kesehatan di wilayah Kelurahan Petogogan No.
Sarana Kesehatan
Jumlah
1
Puskesmas
1
2
Klinik Swasta
3
3
Praktek Dokter Umum
14
4
Apotek
3
5
Posyandu
9
5
Lain-lain
3
Jumlah
31
Sumber: Laporan Kegiatan program Gizi Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru Tahun 2011 Berdasarkan tabel 5.3 dapat diketahui bahwa sarana pelayanan kesehatan terbanyak di wilayah kelurahan Petogogan adalah Praktek Dokter Umum sebanyak 14 unit. Sedangkan Puskesmas hanya terdapat 1 unit di Jalan Pulo Raya VIII No.3 RT 002 RW 01.
54
5.1.5
Keadaan Sosial Ekonomi Tabel 5.4 Distribusi Penduduk berdasarkan Jenis Pekerjaan No.
Jenis Pekerjaan
Jumlah (Jiwa)
1
PNS
189
2
Swasta
2088
3
ABRI
75
4
Buruh
2203
5
Dagang
1546
6
Usia produktif & tidak bekerja
1753
Sumber: Laporan Tahunan Puskesmas Kelurahan Petogogan Tahun 2011 Berdasarkan tabel 5.4 dapat diketahui bahwa sebagian besar warga kelurahan Petogogan bermata pencaharian sebagai buruh, yaitu sebanyak 2203 jiwa. Usia produktif dan tidak bekerja pun memiliki angka yang cukup tinggi, yaitu sebesar 1753 jiwa. Namun juga terdapat 2088 penduduk yang menjadi pegawai swasta. Dengan demikian terlihat bahwa keadaan sosial ekonomi di kelurahan Petogogan beragam dari golongan ekonomi bawah hingga atas.
5.2 Gambaran Umum Informan Penelitian 5.2.1
Karakteristik Informan Penelitian Informan dalam penelitian ini terdiri dari informan utama, informan
pendukung dan informan kunci. Berikut adalah gambaran dari masingmasing informan:
55
a. Informan Utama Informan utama dalam penelitian ini ialah TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan. Beliau berusia 25 tahun dan berpendidikan terakhir D3 kebidanan. Beliau telah bekerja di bidang gizi selama 2 tahun, yaitu mulai tahun 2010. Dalam program pemberian MP-ASI pada balita korban banjir ini, beliau memberikan informasi mengenai perencanaan,
pengorganisasian,
penggerakan,
pengawasan
dan
penilaian. b. Informan Pendukung Informan pendukung dalam penelitian ini ialah 1 orang Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan, 1 orang TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, 6 orang kader (1 orang dari RW 01, 2 orang dari RW 02 dan 3 orang dari RW 03), serta 18 orang ibu balita (3 orang ibu balita dari RW 01, 6 orang ibu balita dari RW 02 dan 9 orang ibu balita dari RW 03). Kriteria informan pendukung dalam penelitian ini yang merupakan tenaga pelaksana program gizi tertera dalam tabel 5.5. Tabel 5.5 Karakteristik Informan pendukung Program MP-ASI Bencana No.
Inisial
Usia
1
LH
39 tahun
2
SD
42 tahun
Keterangan Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan TPG PKM Kecamatan Kebayoran Baru
56
1) Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan berusia 39 tahun dan berpendidikan terakhir S1 gizi. Beliau bekerja di bidang gizi sejak tahun 2001. Kemudian menjabat sebagai koordinator program gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan pada awal tahun 2012. Kendati demikian, beliau mampu memberikan
informasi
mengenai
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian program pemberian MP-ASI pada balita korban banjir dengan baik. 2) TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru berusia 42 tahun dan berpendidikan terakhir D3 gizi. Beliau telah bekerja di bidang gizi selama 18 tahun, yaitu sejak tahun 1994. Dalam program pemberian MP-ASI pada balita korban banjir ini, beliau memberikan informasi mengenai perencanaan, pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian. Sedangkan untuk karakteristik kader Posyandu yang mendistribusikan kepada ibu balita tertera dalam tabel 5.6.
57
Tabel 5.6 Karakteristik Kader Posyandu RW 01, 02 dan 03 Pendidikan
No.
Nama
Usia
1
ET
51 tahun
D3
Dahlia / 01
2
A
54 tahun
SD
Melati / 02
3
TH
44 tahun
SMA
Kuntum Mekar / 02
4
SU
55 tahun
SMA
Anggrek / 03
5
MT
42 tahun
SMA
Seruni / 03
6
NR
46 tahun
SMA
Kenanga / 03
Terakhir
Posyandu / RW
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa kader Posyandu yang melaksanakan pendistribusian MP-ASI biskuit kepada ibu balita berusia antara 42 sampai dengan 54 tahun. Para kader mayoritas berpendidikan terakhir SMA, namun ada juga yang berpendidikan terakhir D3 dan SD. Meskpiun demikian, kader dapat memberikan informasi terkait pelaksanaan program ini dengan baik. Setelah terjadi banjir, para kader mengaku telah mendistribusikan MP-ASI untuk para balita di Posyandu. Dalam wawancara yang dilakukan dengan mereka, dapat digali informasi mengenai pelaksanaan, pengawasan dan pencatatan serta pelaporan data guna penilaian program MP-ASI tersebut. Sedangkan untuk karakteristik informan ibu balita yang mendapat MP-ASI tertera dalam tabel 5.7.
58
Tabel 5.7 Karakteristik Informan Ibu Baduta yang Mendapat MP-ASI No.
Inisial
Usia
Posyandu / RW
1
RY
40 tahun
Dahlia / 01
2
N
24 tahun
Dahlia / 01
3
AN
30 tahun
Dahlia / 01
4
YJ
44 tahun
Melati / 02
5
YN
34 tahun
Melati / 02
6
YL
37 tahun
Melati / 02
7
E
38 tahun
Kuntum Mekar / 02
8
J
44 tahun
Kuntum Mekar / 02
9
M
27 tahun
Kuntum Mekar / 02
10
R
39 tahun
Anggrek / 03
11
RN
45 tahun
Anggrek / 03
12
W
30 tahun
Anggrek / 03
13
S
30 tahun
Seruni / 03
14
K
35 tahun
Seruni / 03
15
D
28 tahun
Seruni / 03
16
W
25 tahun
Kenanga / 03
17
AR
29 tahun
Kenanga / 03
18
U
35 tahun
Kenanga / 03
Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa ibu baduta yang mendapat MP-ASI biskuit berusia antara 25 sampai dengan 45 tahun. Setelah terjadi banjir, para ibu balita mengaku telah mendapat MP-ASI untuk balitanya di Posyandu. Dalam wawancara yang dilakukan dengan mereka, dapat digali informasi mengenai pelaksanaan dan pengawasan program pemberian MP-ASI tersebut.
59
c. Informan Kunci Informan kunci dalam penelitian ini ialah Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI. Beliau berusia 49 tahun dan berpendidkan terakhir S2 Kesehatan Masyarakat. Dalam program pemberian MP-ASI pada balita korban banjir ini, beliau
memberikan
informasi
mengenai
perencanaan,
pengorganisasian, penggerakan, pengawasan dan penilaian di tingkat pusat.
5.3 Gambaran Umum Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana di Puskesmas Kelurahan Petogogan Program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana merupakan salah satu program gizi yang dilaksanakan oleh Puskesmas Kelurahan Petogogan pada tahun 2012. MP-ASI tersebut merupakan dropping dari Kemenkes yang ditujukan bagi baduta korban bencana. Hal ini disesuaikan dengan indikator gizi yang tercantum dalam Rencana Strategis Kementerian Kesehatan tahun 2010 – 2014, yaitu 100 % buffer stock MP-ASI bencana. Selain itu, karena pengadaan program MP-ASI reguler sudah dapat diselenggarakan secara mandiri oleh Puskesmas melalui dana Bantuan Opersional Kesehatan (BOK). MP-ASI yang diberikan adalah MP-ASI biskuit untuk usia 6-24 bulan. Tujuannya untuk mencegah terjadinya gizi buruk dan mempertahankan gizi yang sudah baik agar tidak jatuh ke gizi kurang atau buruk. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
60
“MP-ASI untuk bencana memang diperlukan untuk situasi bencana, tidak untuk situasi program yang normal. Sekarang ini MP-ASI reguler untuk balita gizi kurang yang ada di masyarakat sudah ditolong oleh dana BOK, itu salah satunya untuk melakukan pembelian atau penyelenggaraan MPASI. Seharusnya MP-ASI kita kan 100 persen mutlak untuk diberikan kepada balita-balita yang mengalami bencana, misal di kabupaten/kotamadya tertentu mengalami bencana, banjir, gempa dan sebagainya, kemudian dia ke tempat pengungsian, nah itu kita berikan MP-ASI kepada baduta-baduta supaya kalau memang dia gizi baik kalau MP-ASI-nya cukup tetap diberikan, tetap kita berikan karena enggak ada makanan kan, jadi makanan itu makanan terbaik supaya dia tidak jatuh ke gizi kurang dan yang gizi kurang supaya tidak jatuh ke gizi buruk. Tujuan utamanya itu.” (Informan MS) Hal yang sama juga disampaikan oleh petugas gizi di Sudinkes jakarta Selatan hingga Puskesmas kelurahan bahwa program MP-ASI biskuit pada baduta korban bencana sudah dilaksanakan pada tahun 2012 ini. Di Puskesmas Kelurahan Petogogan, program MP-ASI ini disebut juga MP-ASI Gawat Darurat Bencana (Gadarben). Pemberian makanan tambahan berupa MP-ASI biskuit tersebut dilaksanakan untuk penanggulangan bencana dan kemiskinan serta mencegah kekurangan pangan dan gizi kurang. Sasarannya adalah baduta yang menjadi korban banjir. Berikut beberapa kutipan mengenai gambaran umum program MP-ASI di Puskesmas Kelurahan Petogogan: “MP-ASI biskuit tahun 2012 ini adalah dropping dari Kementerian Kesehatan. MP-ASI itu diperuntukkan korban bencana. Diberikan kepada baduta korban banjir, bisa melalui kader atau langsung dari petugas. Saya baru dikasih tahu bahwa itu jangan diperuntukkan yang lain dulu, hanya untuk bencana (banjir) saja. Tujuannya untuk penanggulangan bencana dan kemiskinan.” (Informan LH) “MP-ASI biskuit yang khusus untuk korban banjir, baru 2012 ini. Disebut juga MP-ASI Gadarben. Sasarannya baduta juga, sebagai bantuan pangan dan untuk mencegah gizi kurang.“ (Informan YAP)
61
5.4 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Berdasarkan wawancara dengan koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan dan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI, MP-ASI biskuit yang diajukan untuk bencana kepada Kemenkes untuk Jakarta Selatan sebanyak 1 ton. Pengajuan ini dilakukan untuk mengantisipasi kejadian banjir 5 tahunan di wilayah DKI Jakarta, termasuk Jakarta Selatan pada tahun 2012. Jumlah tersebut disamaratakan untuk setiap Kota Administrasi di Provinsi DKI Jakarta. Tidak ada perencanaan anggaran di tingkat Kota karena pengadaan MP-ASI bencana ini dilakukan oleh Kemenkes. Berikut kutipan pernyataannya: “Di Jakarta, kita diminta 1 ton untuk antisipasi terjadi bencana. Kira-kira di Jakarta ini bulan-bulan banjir kan sudah tahu kapan, nah makanya mereka minta ditujukan untuk korban banjir.” (Informan MS) “MP-ASI tahun 2012 ini sebanyak 1 ton untuk antisipasi bencana banjir tahun ini.” (Informan LH) Kemudian koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan melakukan perencanaan distribusi MP-ASI kepada semua Puskesmas Kecamatan di wilayah Kota Administrasi Jakarta Selatan. Perencanaan ini dilakukan berdasarkan data geografi, yaitu dengan melihat daerah rawan banjir di wilayah Jakarta Selatan. Karena rata-rata semua wilayah di Jakarta Selatan memiliki daerah rawan banjir, maka perencanaan pembagian MP-ASI dilakukan secara merata. Perencaanaan anggaran tidak dilakukan karena MP-ASI ini merupakan dropping dari Kemenkes, biaya pengiriman dari Kemenkes hingga kotamadya ditanggung oleh Kemenkes, sedangkan untuk distribusi dari Sudinkes Jakarta Selatan ke kecamatan, koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan merencanakan agar MP-ASI tersebut
62
diambil oleh pihak Puskesmas Kecamatan sesegera mungkin. Selain itu juga tidak terdapat perencanaan untuk melakukan pengawasan dan penilaian, sedangkan untuk pelaporan hasil kegiatan akan dilakukan jika ada permintaan laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi atau Kemenkes. Berikut kutipan pernyataannya: “Rencana disribusinya merata aja, kita kan didrop 1 ton atau 143 dus, jadi setiap Puskesmas dapat 14 dus – 18 dus. Harusnya kan ada alokasi, proporsi, cuma karena kita belum ada penentuan lokasi banjir, jadi disamakan saja. Di laptah (laporan tahunan) kan ada keterangan daerah rawan banjir ya, dan setiap kecamatan itu pasti ada, rata-rata hampir sama wilayah banjirnya, jadi disamaratakan saja alokasinya. Kita juga rencananya minta mereka (pihak Puskesmas Kecamatan) yang ambil, karena enggak ada anggaran transportasinya ya, atau biasa disebut juga „handling cost‟. Untuk pengawasan dan evaluasi juga enggak ada perencanaan karena enggak ditekankan untuk itu dan kita percaya aja sama kadernya. Kalau untuk pelaporan baru kita lakukan kalau ada permintaan dari Dinas (Dinkes Provinsi DKI Jakarta) atau Kemenkes.” (Informan LH) Berdasarkan hasil telaah dokumen, diperoleh hasil bahwa Sudinkes Jakarta Selatan memang menerima 1 ton atau sebanyak 143 dus MP-ASI biskuit, kemudian dari 143 dus tersebut Puskesmas Kecamatan diberi sebanyak 14 dus. Selain itu juga ditemukan bahwa memang tidak ada perencanaan anggaran dalam program MPASI biskuit untuk baduta korban bencana ini. Begitu pula perencanaan yang dilakukan di tingkat Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru dan Kelurahan Petogogan. Perencanaan ini tidak dilakukan secara khusus dalam rapat koordinasi tetapi sesegera mungkin setelah mendapat informasi bahwa ada pemberian MP-ASI dari Sudinkes Jakarta Selatan untuk dibagikan kepada baduta korban banjir. Perencanan yang dilakukan di tingkat kecamatan dilakukan oleh TPG. Perencanaan distribusi ini dilakukan berdasarkan fakta pengalaman kejadian banjir sebelumnya dan data geografi, yaitu data daerah
63
rawan banjir yang terdapat di kelurahan Petogogan. Selain menggunakan fakta dan data geografi, juga menggunakan asumsi bahwa wilayah yang luas memiliki balita yang banyak. Untuk pendistribusian, TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru berencana segera mendistribusikannya setelah mengambil MP-ASI dari Sudinkes Jakarta Selatan. Perencanaan untuk pengawasan tidak dilakukan karena merasa tidak perlu ada pengawasan jika pemberiannya hanya sedikit, selain itu mempercayakan saja kepada kader. Perencanaan metode penilaian juga belum dilakukan. Sedangkan perencanaan pelaporan hasil kegiatan akan dilakukan jika ada permintaan laporan data hasil kegiatan dari Sudinkes Jakarta Selatan. Berikut kutipan pernyataannya: “Mungkin kalau perencanaan itu alokasi tempatnya yang mau dikasih di mana dan berapa dikasihnya. Enggak ada penghitungan khusus, enggak ada pengajuan juga. Langsung aja sesuai droppingan. Kita ngerencanain mulai ngambil dari Sudin sampai pendistribusian ke puskesmas kelurahan. Kan kemarin kita dapet dari Sudin 14 dus untuk banjir, itu saya harus cari lokasi yang ada bencana banjir. Kita „mapping‟ dulu kan wilayah mana yang banyak, jadi udah ada ancer-ancer wilayah mana yang mau dikasih. Nah, dari 10 kelurahan di kecamatan ini, kita ada 3 daerah rawan banjir, ada Rawa Barat, Petogogan, dan Cipete Utara. Wilayah yang daerah rawan banjir terbanyak dapetnya ya lebih banyak, Petogogan kan banyak ya, ada 3 RW, jadi dapet 5 dus. Cipete Utara juga balitanya banyak kan, jadi dapet 5 dus juga. Kemudian 2 dus untuk Rawa Barat dan 2 dus lagi untuk stok di kecamatan, karena untuk antisipasi banjir di wilayah lain. Biasanya awalnya kita memang pendataan dulu, yang wilayah banjir mana aja, tapi memang kebetulan yang wilayahnya luas ya banyak juga balitanya. Kemudian ditambah berita banjir di Petogogan ini sampai masuk TV (televisi) juga, karena cukup besar. Kalau perencanaan pengawasan enggak ada ya, dan sepertinya juga tidak perlu pengawasan karena dapetnya hanya sedikit sekali. Kalaupun ada nanti yang mengawasi adalah TPG kelurahan dan dibantu kader, dipercayakan saja kepada mereka. Pelaporan juga nanti saja kalau ada permintaan dari Sudin, tapi selama ini belum ada.” (Informan SD) Berdasarkan hasil telaah dokumen, hal yang disampaikan oleh telah sesuai dengan dokumen yang ada, bahwa Puskesmas Kecamatan menerima 14 dus MP-ASI
64
biskuit yang direncanakan untuk didistribusikan pada Puskesmas Kelurahan Petogogan dan Cipete Utara masing-masing sebanyak 5 dus, sedangkan Puskesmas Kelurahan Rawa Barat mendapat 2 dus, dan 2 dus lagi menjadi stok cadangan di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru. Perencanaan pendistribusian kepada baduta yang berada di wilayah rawan banjir juga dilakukan oleh TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan. Perencanaan distribusi juga dilakukan berdasarkan fakta pengalaman sebelumnya dan data geografi, yaitu wilayah yang memiliki daerah rawan banjir. Dari data tersebut diketahui bahwa terdapat 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir dan alokasinya disamaratakan saja untuk setiap Posyandu di ketiga RW tersebut. TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan juga merencanakan untuk membuat stok MP-ASI di Puskesmas sebagai antisipasi kejadian banjir di waktu atau tempat yang lain. Untuk distribusi, direncanakan melalui kader Posyandu di wilayah banjir. Perencanaan pengawasan tidak dilakukan karena MP-ASI yang diberikan hanya sedikit sehingga tidak memerlukan pengawasan yang intensif. Perencanaan penilaian juga tidak dilakukan karena tidak ada instruksi untuk melakukan penilaian. Sedangkan untuk pelaporan hasil kegiatan akan dilakukan jika ada permintaan dari Puskesmas Kecamatan. Berikut kutipan pernyataannya: “Kita enggak ada perencanaan khusus, paling cuma pas didrop kita siapin buat daerah yang rawan banjir. Dari data dan fakta yang ada kan di sini ada 3 wilayah nih, RW 01, 02 dan 03. Itu juga instruksi dari Kecamatan juga, kan Bu SD (TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru) udah tahu kalau di sana wilayah rawan banjir dan MP-ASI nya diperuntukkan ke mereka. Tapi kalau untuk jumlahnya saya bagi rata aja ke RW yang banjir sesuai yang kita terima. Kita akan kasih ke kader di tiap Posyandu yang terkena banjir untuk membagikan langsung ke ibu balita. Tahun 2012 ini saya terima 5 dus MP-ASI biskuit. Saya bagi rata ke setiap Posyandu di RW 01, 02 dan 03 sebanyak 28 rol (bungkus). Sisa 2 dus untuk antisipasi kalau
65
ada banjir lagi. Pengawasan dan pelaporan enggak ada perencanaannya sih, karena ini kan cuma sedikit ya, enggak seperti MP-ASI yang untuk baduta gizi kurang yang 90 hari, mungkin baru dibagi juga mereka bisa kangsung habis di tempat. Perencanaan evaluasi juga enggak ada, karena enggak diminta. Kalau pelaporan nanti kita lakukan kalau ada permintaan saja.” (Informan YAP) Berdasarkan hasil telaah dokumen, hal yang disampaikan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru dan TPG Puskesmas Kelurahan telah sesuai dengan dokumen yang ada, bahwa Puskesmas Kelurahan Petogogan mendapat 5 dus MPASI biskuit. Setelah itu, TPG Puskesmas Kelurahan merencanakan pembagian ke posyandu secara merata. Perencanaan pendistribusian langsung kepada sasaran dilakukan oleh kader di ketiga RW di Kelurahan Petogogan yang mendapat bantuan MP-ASI. Perencanaan ini tidak dilakukan secara khusus, tetapi melalui kesepakatan antar kader saja di masing-masing posyandu. Perencanaan tersebut sangat memudahkan kader dalam menentukan sasaran dan metode pendistribusian MP-ASI tersebut. Ada yang menggunakan data jumlah balita sebagai dasar pendistribusian dan menyesuaikan dengan MP-ASI yang diterima sehingga setiap anak mendapat jumlah yang sama dengan harapan pembagiannya dilakukan secara adil. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Kita lihat jumlah balitanya. Kebetulan di posyandu Dahlia ini ada 28. Sesuai ya dengan jumlah MP-ASI yang kita dapat, jadi rencananya langsung dibagi rata semua aja. Tiap anak dapet 1 bungkus.” (Informan ET) “Balitanya ada 68, tapi kita dapat MP-ASI-nya cuma 4 pak. Kita siapinnya tiap 2 bungkus untuk 3 anak. Jadi tiap anak dapetnya 8 biji. Yang penting rata, adil pembagiannya.” (Informan A)
66
Selain itu, karena MP-ASI yang diperoleh tidak sesuai dengan jumlah balitanya, ada juga kader yang berencana menambahkan makanan lain dengan menggunakan dana swadaya masyarakat. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Karena kita (para kader) dapetnya sedikit tapi balitanya banyak, jadi ya gimana caranya semua harus dapet, makanya setiap anak enggak mungkin dapet 1 bungkus. Tapi biar dapat banyakan, kita tambahin biskuit lain pakai uang kaleng (swadaya masyarakat) aja.” (Informan NR) Akan tetapi ada juga yang berencana hanya membagi kepada baduta dan balita BGM berdasarkan data di Posyandu, berikut kutipan hasil wawancaranya: “Kita (para kader) enggak ngerencanain gimana-gimana, pas abis dikasih ya kita lihat aja yang kurus sama yang BGM-BGM. Karena kita utamain ke mereka, ya udah kita kasih ke mereka.” (Informan SU) “Perencanaan, enggak ada sih, tapi abis dapet MP-ASI, terus pas ditimbang dia BGM, ya kita kasih. Karena kan kadang bisa berubah ya.” (Informan MT) Berdasarkan telaah dokumen, diketahui bahwa perencanaan pendistribusian yang dilakukan kader tersebut telah sesuai dengan pernyataan kader, bahwa pembagiannya berbeda-beda karena jumlah balita dan baduta di setiap posyandu berbeda-beda. Perbedaan dalam perencanaan pendistribusian tersebut dikarenakan kader diberi kebebebasan dalam membagikan MP-ASI biskuit tersebut, selain itu pemberitahunnya adalah agar diberikan kepada balita, bukan hanya baduta. Berikut hasil wawancaranya: “Tolong dikasih aja sesuai nama-nama (balita) yang pernah ibu (kader) kasih waktu itu.” (Informan YAP) “Model bagiiinya beda-beda ya, terserah kita (kader) yang penting habis dibagikan.” (Informan MT)
67
Dalam melakukan perencanaan tersebut terdapat hambatan. Hambatan yang ditemui di tingkat Kota adalah dalam menentukan jumlah konsumsi per hari, lama pemberian dan tempat penyimpanan MP-ASI. Hal ini disebabkan tidak adanya ketentuan konsumsi dan anggaran daerah untuk biaya penyimpanan serta distribusi. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Hambatannya itu menentukan berapa lama dikasihnya, berapa banyak per hari dan tempat penyimpanan. Karena tidak ada ketentuan konsumsi di panduannya ya. Yang saya ketahui dari Dinas (Dinkes Provinsi DKI Jakarta) hanya kalau lebih dari 14 hari harus sudah didirikan dapur umum. Jadi pemberiannya perkiraan saja. Kemudian tempat penyimpanan, harusnya ada tempatnya lah untuk nyimpen, karena yang didrop kan lumayan banyak ya, tapi di Puskesmas kecamatan dan kelurahan kan tidak ada tempat penyimpanan khusus. Sedangkan kalau disimpan di gudang sudin yang di Jl. Pejaten itu tidak bisa karena tidak ada handling cost (biaya transportasi, ongkos angkut).” (Informan LH) Pernyataan tersebut dibuktikan dengan tidak adanya dokumen perencanaan anggaran dari Sudinkes Jakarta Selatan serta tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI biskuit dalam pedoman MP-ASI buffer stock yang telah dibuat oleh Kemenkes. Sedangkan hambatan yang dirasakan di tingkat kecamatan adalah belum adanya pemberitahuan pengalihan MP-ASI jika tidak terjadi banjir di wilayahwilayah yang sudah diberikan MP-ASI. Selain itu, dikhawatirkan pula tanggal kadaluarsanya sudah mau habis, sehingga MP-ASI tersebut tidak terpakai. Berikut kutipan pernyataannya: “Hambatannya itu kalau sudah dikasih tapi enggak ada banjir, terus barang mau diapakan? Gitu aja, karena kadaluarsanya ternyata juga kan enggak lama. Dan belum ada instruksi jelas juga terkait itu.”(Informan SD)
68
Hambatan ini diperkuat oleh pernyataan Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan bahwa MP-ASI biskuit tersebut hanya untuk bencana banjir, belum diperbolehkan untuk yang lain. Berikut kutipan pernyataannya: “Saya dikasih tahu bahwa itu jangan diperuntukkan yang lain dulu, hanya untuk bencana (banjir) saja.” (Informan LH) Sedangkan menurut staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes, jika MP-ASI yang ditujukan untuk bencana namun tidak terjadi bencana hingga MP-ASI tersebut hampir kadaluarsa, MP-ASI dapat diberikan kepada baduta yang membutuhkan sebagai program penganggulangan gizi buruk. Kebijakan tersebut dapat dibuat oleh kotamadya setempat. Berdasarkan hasil wawancara dengan Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan, pada akhirnya, para pelaksana program di tingkat kecamatan dan kelurahan ada juga yang melakukan pengalihan MP-ASI bencana ini kepada baduta 2T atau BGM. Sehingga MP-ASI masih dapat dimanfaatkan dan tidak mubazir.
5.5
Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Berdasarkan wawancara mendalam dengan koordinator Gizi Sudinkes Jakarta
Selatan,
setelah
perencanaan
dilakukanlah
pengorganisasian.
Pengorganisasian yang dilakukan adalah pemberian tugas kepada para pelaksana program, yaitu TPG Puskesmas Kecamatan, TPG Puskesmas Kelurahan hingga kader. Di tingkat Kota, penugasan dilakukan oleh Koordinator Gizi kepada TPG Puskesmas Kecamatan, tugas tersebut diberikan kepada TPG sebab mereka adalah
69
tenaga yang bertanggung jawab melaksanakan program gizi di wilayah mereka. Hal ini disesuaikan dengan tupoksi para pelaksana gizi di Puskesmas masingmasing. Setiap Puskesmas Kecamatan memiliki TPG yang bertugas untuk mengelola dan melaksanakan program gizi. Tupoksi tersebut juga telah disesuaikan dengan bidang pendidikan mereka, yaitu gizi. Dalam program MP-ASI bencana ini, tugas yang diberikan kepada para TPG tidak dibuat secara tertulis tetapi secara lisan. Di tingkat Kota, penugasan dilakukan dalam rapat koordinasi yang diadakan oleh Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan. Tugas tersebut adalah mengambil MP-ASI di Sudinkes Jaksel dan mendistribusikan MP-ASI tersebut. Selanjutnya, TPG diberikan wewenang untuk mengatur pendistribusiannya, yaitu dapat dilakukan melalui para TPG kelurahan atau langsung kepada sasaran. Berikut kutipan pernyataannya: “Di puskesmas yang bertanggung jawab adalah TPG, sesuai dengan tupoksinya sebagai pengelola dan pelaksana program gizi, juga sesuai dengan bidangnya kan, yaitu lulusan gizi. Pembagian tugasnya adalah ketika saya terima barang, nanti saya tinggal ngomong ke TPG-TPG untuk ngambil, terus didistribusikan. Nanti terserah mereka mau melalui Puskesmas Kelurahan atau langsung ke lokasi, tapi teman-teman (TPG Puskesmas Kecamatan) kebanyakan membagikan ke Kelurahan.” (Informan LH) Pengorganisasian ini memang tidak dilakukan secara tertulis, namun berdasarkan hasil telaah dokumen dari profil Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, juga diperoleh hasil bahwa pengorganisasian dilakukan kepada TPG Puskesmas Kecamatan yang memiliki tupoksi sebagai penanggung jawab program gizi yang juga merupakan lulusan bidang gizi. Berdasarkan hasil
wawancara mendalam dengan TPG
Puskesmas
Kecamatan Kebayoran Baru, pengorganisasian yang dilakukan dari tingkat Kota
70
ke kecamatan sudah sesuai dengan pernyataan Koordintor gizi Sudinkes Jakarta Selatan. Setelah tugas dari koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan diterima TPG Puskesmas Kecamatan kebayoran Baru, tugas tersebut selanjutnya diberikan kepada TPG Puskesmas kelurahan, salah satunya Puskesmas Kelurahan Petogogan. Penugasan dan pemberian wewenang yang sama juga dilakukan secara lisan melalui telepon. Berikut kutipan pernyataannya: “Habis itu saya juga menugaskan TPG Kelurahan yang dapet MP-ASI ini. Kan sesuai sama jabatannya, penanggung jawab program gizi. Jadi yang bertanggung jawab dalam pemberian MP-ASI ini TPG kelurahan langsung, begitu banjir di situ langsung dibagikan ke keluarga tersebut. Bisa lewat kader atau langsung ya, tapi pasti dibantu kader. Saya juga minta nanti dibuat pencatatan jumlah MP-ASI yang diberikan.” (Informan SD) Menurut TPG Puskesmas Kelurahan, pengorganisasian yang dilakukan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru telah sesuai dengan pernyataaanya. Sedangkan pembagian tugas yang dilakukan oleh TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan kepada para kader dilakukan secara lisan dengan mengumpulkan mereka di puskesmas sekaligus langsung membagikan MP-ASI tersebut. TPG juga memberikan wewenang kepada kader untuk mengatur pembagian MP-ASI tersebut kepada balita di wilayahnya. Berikut kutipan pernyataannya: “Kan ada 6 posyandu, saya minta mereka (kader) datang ke puskesmas. Saya bilang ke kader, ini ada MP-ASI biskuit untuk yang kena banjir. Tolong dikasih aja sesuai nama-nama (balita) yang pernah ibu kasih waktu itu.” (Informan YAP) Berdasarkan hasil wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi makanan Kemenkes RI, diketahui bahwa pengorganisasian di tingkat Kemenkes tertera dalam panduan pengelolaan MP-ASI buffer stock tahun 2010 dan 2011. Pengelolaan MP-ASI buffer stock saat ini dilakukan oleh
71
pusat. Provinsi, kotamadya dan sebagainya bertugas melakukan pengajuan MPASI sesuai kebutuhan mereka, mendistribusikan, melakukan pemantauan serta pencatatan dan pelaporan. Sosialisasi, termasuk pembagian buku panduan telah dilakukan oleh Kemenkes kepada Dinas Kesehatan Provinsi pada tahun 2010. Akan tetapi, penugasan dari Kemenkes terkait pemantauan dan pelaporan hasil kegiatan luput dilakukan. Sehingga penugasan untuk melakukan pengawasan dan pelaporan hasil kegiatan juga tidak dilakukan hingga tingkat kelurahan. Selain karena belum adanya penekanan untuk melakukan pemantauan dan pelaporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI ini, hambatan lain yang ditemui dalam melakukan pembagian tugas kepada para tenaga pelaksana ialah kordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan belum menerima petunjuk pelaksanaan dan teknis (juklak juknis) Kemenkes terkait program ini, sehingga beliau merasa belum begitu jelas ketentuan pengorganisasiannya. Hal ini dikarenakan beliau baru menjabat sebagai koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan awal tahun 2012, sedangkan sosialisasi program MP-ASI buffer stock oleh Kemenkes sudah dilakukan pada tahun 2010, sehingga yang mendapat sosialisasi program tersebut dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta adalah koordinator gizi yang sebelumnya. Oleh sebab itu, tugas yang ia berikan kepada TPG Kecamatan tidak mengacu pada juklak juknis tetapi disesuaikan dengan tujuan program yaitu memberikan MP-ASI kepada baduta yang menjadi korban bencana banjir di Jakarta Selatan. Sedangkan pembagian tugas di tingkat kecamatan dan kelurahan mengikuti tugas dari tingkat Kota. Kemudian berdasarkan telaah dokumen, pedoman MP-ASI buffer stock tersebut tidak ditemukan di tingkat Kota hingga
72
kelurahan, sehingga ketentuan-ketentuan terkait program ini tidak dapat diketahui secara lengkap.
5.6
Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Berdasarkan wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi makanan Kemenkes RI, setelah permintaan MP-ASI diterima oleh pusat kemudian disesuaikan dengan stok MP-ASI yang ada. Melihat stok MP-ASI masih cukup, maka dikeluarkanlah MP-ASI sebanyak 1 ton untuk Jakarta Selatan sesuai permintaan yang diajukan. MP-ASI tersebut langsung disitribusikan ke tingkat kota karena prinsip pendistribusian dapat dilakukan hingga tingkat kota dan untuk wilayah DKI Jakarta pendistribusian memang bisa dilakukan hingga tingkat kota agar lebih efisien. Berikut kutipan pernyataannya: “Kita terima permintaan MP-ASI untuk Jakarta Selatan, setelah ada persetujuan kemudian kita drop. Sebenarnya prinsipnya kita bisa ngirim sampai lokasi paling jauh itu sampai tingkat kota, selama kita ada anggaran distribusinya. Untuk wilayah DKI Jakarta bisa langsung ke kotamadya, enggak masalah, karena pertimbangan biaya dan agar lebih efisien juga ya. Tapi kalau distribusi ke sasaran itu wewenang pemerintah daerah, silakan bikin kebijakan sendiri.” (Informan MS) Pendistribusian tersebut sesuai dengan hasil wawancara mendalam dengan Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan bahwa distribusi memang dilakukan oleh Kemenkes. Kemenkes, melalui rekanannya dan dengan berkoordinasi dengan Dinas Provinsi DKI Jakarta, langsung mendistribusikan MP-ASI ke kantor Sudinkes Jakarta Selatan. Hal ini karena tidak ada anggaran untuk penyimpanan di
73
gudang serta agar memudahkan pendistribusian kepada Puskesmas Kecamatan. Berikut kutipan pernyataannya: “Jadi dari kementerian lewat rekanannya, terus dikoordinasikan ke dinas provinsi untuk langsung didrop ke sudin, nah nanti dinas provinsi hubungi kita, terus langsung dianter ke kita. Kalau yang 1 ton sekarang ini karena enggak ada anggaran penyimpanan dan distribusi, jadi langsung didrop ke kantor aja. Kalau di gudang kan nanti kalau Puskesmas mau ambil susah kan, karena gudangnya enggak jadi satu dengan Sudin.” (Informan LH) Pelaksanaan pendistribusian di tingkat Kota telah sesuai perencanaan singkat yang disusun, yaitu membagikan secara merata dan sesegera mungkin setelah menerima barang. Berdasarkan telaah dokumen melalui tanda terima dan surat pengiriman MP-ASI, dari 1 ton atau sebanyak 143 dus MP-ASI biskuit yang diterima, dibagikan secara merata kepada semua Puskesmas Kecamatan, yaitu sebanyak 14-18 dus MP-ASI. Pendistribusian tidak dilakukan oleh Sudinkes Jakarta Selatan, tetapi pihak Puskesmas Kecamatan yang mengambil MP-ASI tersebut. Begitu pula dengan pelaksanaan pendistribusian MP-ASI di tingkat kecamatan, bahwa telah sesuai dengan perencanaan teknis yang dilakukan dan telah sesuai dengan dokumen tanda terima distribusi MP-ASI biskuit. Pendistribusiannya dilakukan langsung kepada puskesmas-puskesmas kelurahan yang memiliki daerah rawan banjir. Di Puskesmas Kelurahan, TPG yang bertanggung jawab dalam pemberian kepada keluarga balita. Berikut kutipan pernyataannya: “Kita ambil barang (MP-ASI) sebanyak 14 dus ke Sudin pakai ambulans, terus langsung dibagikan ke 3 Puskesmas Kelurahan yang rawan banjir, karena kita juga enggak ada tempat buat nyimpen. Instruksinya hanya via telepon ke TPG. Sasarannya ya baduta di wilayah banjir itu. Diberikannya hanya saat banjir dan harusnya pas banjir ya. Nanti Bu YAP (TPG
74
Puskesmas Kelurahan Petogogan) yang kasih ke keluarga balita, bisa juga dibantu kader ya. Satu anak dapet 1 pak yang isinya 7 bungkus. Itu untuk 1 minggu, jadi 1 bungkus untuk makan 1 hari. Kalau pun nimbul banjir lagi, ya dikasih lagi kalau stok masih ada, dan kalau kurang di sini masih ada kok, tapi biasanya sebelum diminta, saya udah tau, nanti kita kasih dari stok kita, atau misal dari Cipete Utara kan belum dipakai, ini bisa kita alihkan ke sana.” (Informan SD) Pendistribusian di tingkat kelurahan juga telah sesuai dengan perencanaan yang dibuat, yaitu membagi rata MP-ASI yang diterima kepada seluruh kader di wilayah rawan banjir. MP-ASI yang diberikan pun sesuai dengan pernyataan TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan dan kader, serta sesuai dengan dokumen tanda terima distribusi MP-ASI. MP-ASI yang diberikan kepada setiap kader sebanyak 4 pak atau sebanyak 28 bungkus. Sedangkan sisa 2 buah dus MP-ASI yang direncanakan untuk antisipasi banjir lagi, kemudian diberikan kepada Posyandu lain karena banjir tidak terjadi lagi dan dengan pertimbangan tanggal kadaluarsa yang tidak lama lagi dan agar MP-ASI tersebut tidak mubazir. Setelah dibagikan kepada para kader, mereka yang menentukan pembagiannya kepada para ibu balita. Berikut kutipan pernyataannya: “Dari 5 dus yang saya dapet, 3 dus dikasih ke 3 RW yang kena banjir. Aku bagiinnya itu samain aja sih, kan ada 6 posyandu, jadi setiap posyandu aku kasih 28 roll (4 pak). Nah terus kan sisa 2 dus, aku bagiin ke tempat lain yang enggak kena banjir tapi disana ada juga balita BGM-nya, habis saya rasa perlu juga, dan dari pada expired numpuk disini. Setelah diberikan, nanti terserah kader ngebagiin ke balitanya.”(Informan YAP) Hambatan yang ditemukan dalam pelaksanaan pemberian MP-ASI ini adalah belum adanya ketentuan konsumsi, sehingga pelaksanaannya di lapangan bisa dilakukan ketika banjir atau bahkan lain waktu. Sasaran yang diberikan pun bisa terjadi bukan hanya yang usia 6-24 bulan, melainkan semua balita. Begitu pula porsi pemberian MP-ASI, ada yang membagikan rata kepada seluruh balita sesuai
75
MP-ASI yang diterima dan ada juga yang membagikannya kepada baduta BGM sebanyak 7 bungkus untuk konsumsi 7 hari. Hal ini dikarenakan bencana tidak bisa diprediksi. Selain itu, anak usia di bawah 6 bulan juga diberikan MP-ASI biskuit ini. Hal ini terjadi karena petugas tidak ingin para ibu balita saling iri. Pertimbangan lainnya adalah karena mereka termasuk kelompok rentan yang perlu diberikan bantuan pangan juga. Berdasarkan wawancara dengan para kader, diketahui bahwa pelaksanaan pemberian MP-ASI dilakukan di Posyandu setelah banjir surut, sebab banjir yang terjadi cukup besar sehingga ketika banjir mereka tidak bisa dan tidak berani keluar rumah. Model pembagian MP-ASI di setiap posyandu berbeda-beda, ada yang membagi rata kepada semua balita yang menimbang di posyandu dengan pertimbangan agar semuanya mendapat tambahan makanan yang sama, selain itu juga para ibu balita tidak saling iri dan karena di wilayah mereka tidak ada balita BGM. Pembagian secara merata ini dilakukan di Posyandu Kenanga, Dahlia, Kuntum Mekar dan Melati. Berikut kutipan pernyataannya: “Kita dikasih Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) di Puskesmas, sama semua dapetnya, dapet 4 pak. Model bagiiinya beda-beda ya, terserah kita. Di sini (Posyandu Kenanga) semua balita usia 0-5 tahun yang nimbang dapet biskuit itu. Balitanya kan ada 83 balita, saya bagi rata semua. MP-ASI itu saya bukain, terus saya bungkusin kecil, isinya 3 atau 4 keping. Nanti 3 atau 4 keping itu dimasukin ke plastik, trus kita tambah susu biar banyakan dapetnya. Pokoknya kita kasih aja semuanya. Biar enggak pada ngiri. Saya bilangin ke ibunya supaya dimakan anaknya.” (Informan NR) “Saya bagiinya di Posyandu setelah banjir surut, soalnya pas banjir enggak bisa keluar rumah. Banjirnya cukup besar ya sampe hampir sedada. MPASI-nya dikasih ke anak usia yang sesuai tulisan di bungkusnya itu. Di sini ada 28 balita, sesuai dengan yang kita terima, ada 28 bungkus. Jadi semua dapat.” (Informan ET)
76
“Ngasihnya pas udah selesai banjir, gimana mau bagiin ya, takut hanyut kita. Kita kasih di posyandu aja pas besokannya. Bagiinnya rata, kan dapetnya 4 pak yang gede, 28 bungkus kan enggak cukup, jadi, 2 bungkus dibagi buat 3 orang. Tapi 68 balita di sini dapet semua. Pokoknya dibagi rata lah. Nah pas ngasih mereka mah enggak pakai kita bilangin lagi ya, soalnya udah pernah dapet, terutama buat yang BGM.” (Informan A) “Dari 4 pak yang kita dapet, kita bukain, kita masukin ke plastik kiloan, 1 plastik 5 biji biskuit isinya. Nanti kita tambahin susu sama pisang. Karena di sini kan banyak balitanya ada 115 balita. Tapi kita enggak ada yang BGM, jadi kita bagiin semua rata, semua dikasih. Semua umur 0- 5 tahun dapet. Aku lupa Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) bilangnya apa, pokoknya dibagiin habis itu aja. Pas ngasih saya bilang: Abisin ya bu. Tapi rata-rata pada langsung dimakan sih, apalagi dapetnya dikit, bisa langsung habis.” (Informan TH) Berdasarkan wawancara mendalam dengan para ibu baduta di masing-masing Posyandu, pelaksanaan pemberian MP-ASI tersebut telah sesuai dengan yang disampaikan oleh para kader. Jumlah yang mereka terima pun sesuai dengan pernyataan tersebut. Sedangkan di Posyandu Anggrek dan Seruni, MP-ASI tersebut diberikan kepada anak usia 12-24 bulan dan baduta BGM. Dengan pertimbangan bahwa mereka lebih membutuhkan dibanding baduta yang bergizi baik. Di Posyandu Anggrek, jika baduta BGM tidak hadir ketika penimbangan di posyandu, maka MP-ASI diantar langsung kerumah baduta tersebut. Sedangkan di Posyandu Seruni dibagikan di Posyandu. Berikut kutipan pernyataannya: “Dapat dari Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) 4 pak gede. Saya bagiiinya di posyandu. Kalau dia enggak datang ke posyandu saya kasih kerumahnya. Saya kasih ke anak usia sesuai tulisan di bungkusnya aja. Karena dapetnya sedikit, cuma berapa pak, jadi kita pilihin, pokoknya diutamakan yang BGM dan kurus. Saya kasih ke Bu R (Ibu dari balita kurus) 2 pak, 2 nya lagi dibagiinya ke Bu RN dan Bu W (Ibu dari balita BGM). Tapi pas kita kasih, kita bilangin harus dihabisin dan dimakan anaknya.” (Informan SU)
77
“Kita utamain umur 2 tahun itu, kalau sisa, kita kasih yang BGM, jadi dia dapet banyakan. Kalau ngasih, semua pengennya kita kasih, tapi ini kan untuk 12-24 bulan, jadi kita kasih ke mereka aja, yang di atas enggak dikasih, mereka dapetnya biskuit yang kita beli sendiri pakai duit kaleng (swadaya). Kalau kata Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) kan harus habis 1 bungkus 1 hari, cuma kita enggak mendetil bilang ke ortunya itu.” (Informan MT) Dengan model pembagian seperti itu, para kader mengaku tidak mengalami hambatan. Bagi mereka yang terpenting mereka dapat menjalankan tugas dengan membagi habis semua MP-ASI kepada balita di wilayah mereka. Ibu Balita yang mendapat MP-ASI juga merasa senang bisa mendapat bantuan tambahan makanan untuk balitanya yang sudah terjamin kandungan gizinya. Berikut kutipan pernyataannya: “Aku dapat dari Bu SU (kader Posyandu Anggrek Dapatnya 2 bungkus gede. Dia bilang ke saya harus dihabisin, jangan emaknya yang makan. Anak saya mau sih makannya. Dicampur air, kan enak tuh jadi empuk, lagian itu kan rasa susu juga ya. Ini mah pasti bagus gizinya, lumayan mbak buat tambahan makanan, buat ngemil si adik (balitanya) juga. Soalnya saya mah tetep ngasih nasi juga.” (Informan R) Perbedaan pendistribusian tersebut disebabkan kader diberi kebebasan oleh TPG kelurahan untuk membagikan kepada balita di wilayahnya sesuai MP-ASI yang diberikan. Selain itu juga disebabkan oleh belum adanya ketentuan konsumsi MP-ASI biskuit bagi korban bencana. Berdasarkan wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi makanan Kemenkes RI, diketahui bahwa buku panduan pengelolaan program MP-ASI buffer stock telah dibuat dan dikeluarkan pada tahun 2010. Pedoman tersebut juga sudah disebarkan kepada Dinas Kesehatan Provinsi ketika rapat koordinasi pada tahun 2010. Hingga saat ini, belum dilakukan sosialisasi kembali terhadap buku pedoman yang terbaru, yaitu tahun 2011. Hal ini disebabkan hampir semua dari isi buku panduan tersebut
78
sama, hanya ditambahkan bagan alur distibusi MP-ASI. Akan tetapi, berdaasrkan telaah dokumen, pedoman MP-ASI tersebut belum merinci hingga ketentuan konsumsi MP-ASI yang meliputi porsi konsumsi per hari dan lama waktu pemberian. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Sosialisasi secara lisan sudah ya. Panduan MP-ASI buffer stock kita juga punya dan sudah kita sebarkan ke dinas provinsi ketika rapat koordinasi tahun 2010. Buku pedoman ini juga sudah ada yang baru, yaitu tahun 2011, tapi belum ada sosialisasi lagi karena tidak ada perubahan. Untuk ketentuan konsumsi tidak ada di sini (buku pan duan pengelolaan MP-ASI buffer stock)ya, sebenarnya kan itu ada di pedoman MP-ASI yg reguler (MP-ASI untuk baduta gakin) dan kita masih menggunakan pedoman MP-ASI yang lama untuk itu. Kita belum ada rencana untuk melakukan sosialisasi lagi, karena sudah dilakukan pada waktu itu. Kita juga belum ada rencana untuk melakukan publikasi pedoman MP-ASI buffer stock ini ke perpustakaan, sedangkan ini mendesak saja buatnya waktu itu, yang penting untuk buffer stock ini kita ada dasarnya, petunjuk teknisnya ini lho, jadi ada aturannya, enggak sembarangan saja.” (Informan MS) Berdasarkan hasil observasi, produk biskuit MP-ASI yang diberikan oleh Kemenkes telah sesuai dengan produk MP-ASI yang direncanakan. Produk tersebut adalah produk MP-ASI biskuit dengan model pelabelan kemasan yang telah sesuai dengan ketentuan pelabelan menurut Kemenkes. Pendistribusian produk dikemas dalam dus, dimana 1 dus berisi 4 pak, dan setiap pak berisi 7 bungkus MP-ASI biskuit. MP-ASI biskuit tersebut dikemas dengan metalized plastic berwarna silver yang bertuliskan MP-ASI. Pada kemasan metalized plastic tersebut bertuliskan: a. Nama Produk: “MP-ASI biskuit” disertai lambang Kemenkes dan logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) b. Keterangan berat bersih sebesar 120 gram c. Nama dan alamat produsen
79
d. Daftar bahan (Komposisi): Tepung terigu, gula, minyak nabati, susu bubuk, bahan pengembang (Natrium bikarbonat, Amonium bikarbonat), pengemulsi (lesitin kedelai), garam, perisa susu, premix vitamin dan mineral. e. Kandungan gizi per 100 gram = energi total 180 kkal f. Informasi gizi: -
Ukuran takaran saji = 4 keping
-
Jumlah sajian perkemasan = 3
-
persentase AKG per takaran saji
g. Petunjuk penyimpanan sebelum dan sesudah kemasan dibuka Setelah digunakan, tutup rapat dan masukkan ke dalam wadah kering, bersih dan tertutup. Simpan di tempat sejuk dan kering. Jangan dimakan bila biskuit telah berubah warna, bau dan rasanya secara mencolok. h. Tanggal kadaluwarsa: “Baik digunakan sebelum tanggal … bulan … tahun …” i. Kode produksi j. Nomor pendaftaran pangan (registrasi) BPOM … k. Pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan” l. Tulisan “GRATIS” Kemasan tersebut telah sesuai dengan ketentuan kemasan dan pelabelan dalam
Keputusan
Menteri
Kesehatan
Republik
Indonesia
Nomor
224/Menkes/SK/II/2007 tentang Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air
80
Susu Ibu (MP-ASI) Biskuit untuk Anak 12 – 24 Bulan. Kemasan MP-ASI biskuit tersebut tergambar pada gambar 5.1. Gambar 5.1 Kemasan MP-ASI Biskuit
Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan mendapat informasi seputar program MP-ASI ini secara lisan ketika rapat koordinasi di Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta. MP-ASI ini diberikan kepada baduta di daerah bencana. Ketentuan konsumsi MP-ASI ini adalah 1 bungkus untuk 1 hari dan dapat diberikan sampai paling lama 14 hari jika cukup, karena setelah itu harus dibuat dapur umum. Instruksi yang diberikan koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan kepada para TPG juga secara lisan ketika rapat program gizi di Sudin. Informasi yang diberikan pun sama, yaitu sasarannya adalah baduta dan diberikan selama banjir dengan ketentuan konsumsi 1 bungkus per hari. Akan tetapi, berdasarkan informasi yang diperoleh dari para informan, sosialisasi dari pelabelan kemasan tersebut tidak dilakukan, sedangkan informasi tersebut dapat dijadikan petunjuk dalam melaksanakan pemberian porsi makan. Oleh sebab itu, hanya ada beberapa kader yang memperhatikan tulisan tersebut sebagai petunjuk pemberian kepada sasaran. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Saya bagiinya ke anak 12-24 bulan doang, kan ada tulisannya di bungkusnya.” (Informan SU)
81
“Pas saya lihat ada tulisan hanya untuk anak 12-24 bulan di bungkusnya, ya saya kasihnya ke mereka aja.” (Informan MT) Penggerakan yang dilakukan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru kepada TPG Puskemas Kelurahan Petogogan telah sesuai dengan pernyataan TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru saat wawancara mendalam, yaitu bahwa penggerakan hanya dilakukan secara lisan melalui telepon. Penggerakan secara lisan juga dilakukan TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan kepada Kader Posyandu. Beliau selalu mengingatkan kader agar selalu membuat catatan dalam setiap kegiatan posyandu. Menurut para kader posyandu, penggerakan yang dilakukan oleh TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan kepada para kader telah sesuai dengan pernyataannya, bahwa penggerakan hanya dilakukan secara lisan dengan meminta para kader datang ke Puskesmas. Berdasarkan wawancara dengan TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan, dalam menggerakan kader juga terdapat sedikit kendala, karena setiap kader memiliki kepribadian dan tingkat pendidikan yang berbeda-beda. Akan tetapi, sejauh ini TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan masih bisa mengatasi dan menjaga hubungan baik dengan para kader tersebut agar mereka tetap dapat membantu pelaksanaan program Puskesmas dengan baik juga. Berikut kutipan pernyataannya: “Sebenarnya enggak ada masalah yang terlalu gimana sih sampai sekarang, karena hubungan ke kader juga masih bagus. Tapi yang namanya kader kan beda-beda orang, ada yang mudah dibilangin ada yang enggak. Jadi sebisanya kita aja menjaga hubungan baik dengan mereka. Misalnya untuk MP-ASI ini, makanya saya bagi rata aja, biar enggak ada iri-irian, karena dulu pernah ada yang enggak saya kasih, terus minta, akhirnya untuk sekarang ini saya bagi rata aja, yang penting berdasarkan nama balitanya dan ada datanya.” (Informan YAP)
82
5.7
Gambaran Pengawasan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Berdasarkan wawancara mendalam dengan TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan, pengawasan belum dilaksanakan. Pengawasan tidak dilakukan karena selain MP-ASI yang terlalu sedikit juga karena berlandaskan rasa kepercayaan kepada para kader. Berikut kutipan pernyataannya: “Enggak ada pengawasan karena sangat sedikit sekali, begitu dikasih bias langsung habis di tempat ya. Dan saya azas kepercayaan aja sih ya ke mereka (kader).” (Informan YAP) Begitu pula di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, pengawasan belum dilaksanakan karena TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru memberikan kepercayaan yang tinggi terhadap TPG Puskesmas Kelurahan dan kader dalam melaksanakan program ini. Demikian juga pengawasan kepada ibu baduta dan badutanya baik dari TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan maupun kader, pengawasan tidak dilakukan karena tidak ada instruksi untuk melakukan pengawasan dan selain itu setiap baduta mendapat MP-ASI biskuit yang sedikit sehingga setelah mendapat biskuit tersebut bahkan dapat segera habis dimakan saat itu juga. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Pengawasan dari saya (TPG) dan kader ke ibu balita untuk banjir ini enggak ada ya, karena instruksinya juga enggak jelas. Pokoknya setelah dibagikan, mereka terima, ya sudah. Enggak ada pemantuan seperti MP-ASI yang untuk 90 hari itu ya.” (Informan YAP) “Enggak ada. Karena kita cuma disuruh bagiin.” (Informan ET) “Kita cuma kasih aja, enggak ngawasin ke rumah. Orang Cuma dikit dapatnya.” (Informan TH)
83
“Enggak ada. Cuma sedikit mba dapatnya. Malah bisa langsung dimakan di Posyandu sama mereka.” (Informan NR) Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu baduta yang mendapat MP-ASI, mereka juga mengaku bahwa tidak ada pengawasan dari kader dan TPG Puskesmas. Berikut kutipan hasil wawancaranya: “Enggak ada pengawasan.” (Informan RY) “Pengawasannya enggak ada. Habis dikasih ya udah.” (Informan R) Berdasarkan wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi makanan Kemenkes RI, diketahui bahwa pengawasan seharusnya dilakukan oleh petugas kesehatan di tingkat kabupaten hingga bawah. Pengawasan tersebut perlu dilakukan agar pelaksanaan konsumsi MP-ASI sesuai prosedur sehingga
dapat
memberikan
manfaat
kepada
sasaran.
Berikut
kutipan
pernyataannya: “Seharusnya petugas kesehatan di tingkat kabupaten ke bawah yang awasin untuk melihat ke sasaran.” Sedangkan berdasarkan wawancara mendalam dengan koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan, sejauh ini belum dilakukan pengawasan kepada TPG Puskesmas Kecamatan terkait program MP-ASI biskuit untuk bencana, termasuk salah satunya pada saat pelaksanaan program tersebut di Kelurahan Petogogan. Pengawasan belum dilakukan karena belum ada rencana untuk melakukan pengawasan. Hal ini juga diperkuat dengan tidak adanya pedoman untuk melakukan pengawasan. Selain itu dikarenakan tidak semua wilayah terkena bencana pada waktu yang dan adanya rasa kepercayaan yang tinggi pada petugas di Puskesmas dan kader. Berikut kutipan hasil wawancaranya:
84
“Sejauh ini kita memang agak lemahnya di situ ya. Sampai sekarang belum ada pengawasan untuk pemberian MP-ASI bencana ini. Pertama karena kejadian bencana ini kan beda-beda, ada yang di sini banjir, di sana enggak kita juga enggak ditekankan untuk itu, kemudian karena kita percaya aja sih sama TPG dan kadernya untuk bertanggung jawab dalam memberikan MPASI ke ibu balita. Karena yang bagiin kan TPG kelurahan langsung dan mungkin dibantu kadernya juga. Tapi seharusnya ada pengawasan dari Sudin ke Kecamatan, nanya sudah sampai belum, dikasihnya ke kelurahan mana, cuma sejauh ini belum dilaksanakan. Tapi kalau untuk di lokasi, seharusnya ada pengawasan dari TPG puskesmasnya ya.” (Informan LH) Tidak adanya pengawasan ini diperkuat dengan hasil telaah dokumen bahwa tidak ditemukannya dokumen yang digunakan dalam melakukan pengawasan seperti lembar pengecekan tempat penyimpanan MP-ASI, pendistribusian MP-ASI dan konsumsi MP-ASI.
5.8
Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Berdasarkan wawancara di tingkat kecamatan dan kelurahan, pencatatan sudah dilakukan melalui tanda terima, namun pelaporan dan evaluasi belum dilaksanakan karena belum ada instruksi untuk melaporkan hasil kegiatan pemberian ini. Berikut kutipan pernyataannya: “Kalau untuk bencana ini cuma dari tanda terima aja. Evaluasinya belum, saya belum ngecek karena memang belum ada laporan yang jelas ya. Kebetulan juga dari Sudin belum ada review. Tapi biasanya kalau ada rapat atau pertemuan baru diminta. Sekarang belum diminta, jadi saya juga belum tau barang (MP-ASI) di sana (Petogogan) gimana karena memang belum ada pelaporan ya. Cuma setahu saya di sana sudah terpakai semua.” (Informan SD) “Penilaian dan pelaporan belum ya. Karena enggak ada instruksi kalau harus melapor. Saya juga enggak diminta sama Bu SD (TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru), yang penting udah dikasih ya sudah. Paling tahunya udah nyampe itu ya dari tanda terima aja.” (Informan YAP)
85
Sedangkan pencatatan di kader tidak lengkap. Selain karena kader merasa tidak mendapat instruksi untuk melapor, juga karena beberapa kekurangan, seperti hilangnya catatan ketika banjir dan tercampurnya catatan dengan catatan yang lain. Berikut kutipan pernyataannya: “Enggak pernah lapor. Bu YAP (TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan) juga enggak minta, kalau habis dikasih ya udah, di posyandu juga enggak minta. Dia juga kalau di posyandu ribet, banyak kerjaannya. Lagian catatan saya hilang. Kalau banjir udah kebingungan, maen bruk-bruk ja. Kemarenan kan enggak lama ini banjir tuh, saya berbenah sendirian, jadi enggak tahu dah catatannya kemana.” (Informan SU) “Tapi kalau data MP-ASI ini, belum ya. Kita juga enggak diminta ngelapor. Kalau catatan, hambatannya paling itu karena banjir, jadi kadang suka kecampur, keselip, gitu. Karena kan kita kader juga ngerjain Dasa Wisma, RW siaga, PKK, PAUD, jadi kader keder dah.” (Informan MT) Di tingkat kota, hambatan yang ditemukan yaitu sulitnya melakukan permintaan laporan. Hal ini disebabkan tidak semua wilayah terkena bencana banjir pada waktu yang sama. Selain itu juga karena pada saat memberikan instruksi, koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan tidak menekankan kepada petugas di Puskesmas untuk membuat tanda terima dan laporan hasil kegiatan, sehingga mereka tidak melakukannya. Tidak dilakukannya evaluasi program ini diperkuat dengan hasil telaah dokumen bahwa tidak ada dokumen yang dipergunakan sebagai alat untuk melakukan evaluasi program, tidak ada dokumen yang telah dilaporkan dan dokumen yang menyatakan hasil pembandingan anatara hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit ini dengan ketentuan dan target program. Pernyataan-pernyataan dari tingkat bawah tersebut sama dengan hasil wawancara dengan Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi
86
makanan Kemenkes RI, yaitu diketahui bahwa sejauh ini penilaian program ini belum dilakukan karena belum ada pelaporan dari tingkat bawah. Hal ini disebabkan oleh kurangnya penekanan kepada petugas pelaksana untuk mengirimkan laporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI bencana ini. Berdasarkan wawancara dengan koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan, penilaian belum dilakukan. Pencatatan dilakukan melalui tanda terima yang telah dibuat pada saat pembagian MP-ASI kepada para petugas Puskesmas kecamatan. Sedangkan untuk pelaporan belum dilakukan karena belum ada permintaan dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta untuk melaporkan hasil program MP-ASI bencana ini. Berikut kutipan pernyataannya: “Evaluasinya belum, paling pencatatan dan pelaporan aja. Pencatatan sih ada dari tanda terima. Sudin buat tanda terima untuk bukti dari Sudin ke Kecamatan, nanti Kecamatan buat sendiri untuk ke Kelurahan, nanti Kelurahan buat sendiri untuk ke lokasi kejadian atau untuk RT/RW setempat. Kalau pelaporannya seharusnya berjenjang aja, kelurahan lapor ke kecamatan, kecamatan lapor ke saya, nanti saya ke Dinas. Yang dilaporin jumlah yang diberikan aja, ke kelurahan mana aja, tidak sampai berapa balita dan 1 balita dapet berapa. Nah, sampai sekarang saya belum minta laporan dari bawah, karena belum ada permintaan dari Dinas. Jadi, kalau Dinas minta karena Kementrian minta, baru kita bikin pelaporannya.” (Informan LH)
BAB VI PEMBAHASAN
6.1 Keterbatasan Penelitian Dalam penelitian ini terdapat keterbatasan, yaitu tidak adanya pembedaan pertanyaan wawancara mendalam di tingkat Kemenkes dan organisasi pelaksana tingkat bawah, sehingga infomasi yang diperoleh kurang mendalam, khususnya di tingkat kemenkes sebagai perencana strategis program ini.
6.2 Gambaran Perencanaan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Dalam penelitian ini, perencanaan adalah upaya untuk merumuskan tujuan, target, sasaran dan kegiatan dalam program pemberian MP-ASI di lokasi bencana. Dari hasil wawancara mendalam terhadap para informan, perencanaan dilakukan dari tingkat Kemenkes hingga Posyandu. Perencanaan yang dilakukan oleh Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI adalah penyusunan tujuan, sasaran, target, hingga prosedur pelaksanaan program. Menurut Muninjaya (2004) dan Siagian (2012), rencana yang baik dapat menjawab pertanyaan Apa, Dimana, Siapa, Kapan, Bagaimana dan Mengapa. Rencana yang dibuat dalam program ini telah dapat menjawab keenam pertanyaan tersebut, yaitu: a. Apa – program ini adalah program MP-ASI biskuit diberikan kepada baduta usia 6-24 bulan di daerah rawan gizi atau bencana untuk mengantisipasi agar balita tersebut tidak mengalami gizi kurang serta 87
88
mempertahankan status gizi balita yang sudah baik. Target persentase MP-ASI buffer stock di daerah bencana ialah sebesar 100 %. Persentase ini dijabarkan dengan penghitungan jumlah MP-ASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MP-ASI yang diperlukan untuk antisipasi situasi darurat akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya. b. Dimana – dilaksanakan di seluruh daerah rawan gizi dan bencana di seluruh Indonesia, jika ada permintaan dari daerah tersebut. c. Siapa – MP-ASI diberikan kepada anak usia 6-24 bulan gizi kurang di daerah rawan gizi/keadaan darurat/bencana. d. Kapan – program MP-ASI buffer stock dilaksanakan tahun 2010 hingga 2014. MP-ASI dikeluarkan jika ada permintaan dari stakeholder tempat kejadian bencana. e. Bagaimana – MP-ASI didistribusikan secara berjenjang dari pusat ke provinsi atau bisa langsung ke tingkat kota sesuai permintaan. f. Mengapa – karena Indonesia merupakan wilayah rawan bencana alam. Bencana tersebut mengakibatkan permasalahan kesehatan dan gizi. Bayi dan anak merupakan kelompok rentan yang perlu mendapat perhatian saat terjadi bencana. Selain itu karena program MP-ASI reguler untuk baduta gakin dan gizi kurang sudah dikelola sendiri oleh Puskesmas dengan menggunakan dana BOK. Menurut Siagian (2012), rencana yang baik harus disertai oleh suatu rincian yang cermat. Dengan kata lain, suatu rencana tidak hanya merupakan
89
keputusan tentang apa yang akan dikerjakan di masa depan, tetapi juga merupakan petunjuk operasionalisasinya. Sedangkan Kemenkes belum membuat petunjuk teknis pelaksanaan yang lengkap yang memuat ketentuan konsumsi dan teknis pemantauan kepada sasaran. Muninjaya (2004) berpendapat bahwa tanpa ada perencanaan yang tersusun lengkap, maka tidak lengkap pula kejelasan kegiatan yang akan dilaksanakan dan akan berakibat pada pelaksanaan fungsi manajemen lainnya. Tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI ini membuat para pelaksana program di tingkat bawah berusaha melaksanakannya sebaik mungkin dengan cara mereka sendiri. Ada yang berencana membagikan secara merata, sehingga setiap anak hanya mendapat sedikit MP-ASI, namun ada pula yang berencana membagikan seorang balita untuk konsumsi selama 7 hari. Meskipun program tersebut merupakan program Kemenkes dan belum mendapat petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknisnya, sebaiknya Dinas Kesehatan Provinsi/Kota lebih aktif dan kritis untuk meminta petunjuk tersebut. Jika memang Kemenkes belum menyusunnya, seyogyanya berdasarkan UU No. 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, asas desentralisasi yang sudah diterapkan dapat dijadikan dasar untuk membuat prosedur teknis pemberian MP-ASI sesuai kondisi di wilayah DKI Jakarta, termasuk Jakarta Selatan. Sedangkan perencanaan yang dilakukan dari tingkat Kota hingga Posyandu adalah perencanaan dalam menentukan lokasi rawan bencana banjir yang akan diberikan MP-ASI, jumlah MP-ASI yang akan diberikan dan pendistribusiannya. Perencanaan yang dilakukan oleh Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan ialah
90
perencanaan distribusi yang meliputi pengalokasian tempat dan jumlah MP-ASI yang akan diberikan. Berdasarkan data geografi dalam profil Sudinkes Jakarta Selatan, semua Kecamatan di wilayah Jakarta Selatan memiliki jumlah daerah rawan banjir yang hampir sama. Oleh sebab itu, pembagian MP-ASI tersebut disamakan saja untuk setiap Puskesmas Kecamatan. Perencanaan yang dilakukan tersebut
tidak
berdasarkan
data
jumlah
balita,
sehingga
dapat
terjadi
ketidaksesuaian antara jumlah balita dengan jumlah alokasi MP-ASI yang diberikan. Begitu pula perencanaan yang dilakukan di Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru. Perencanaan yang dilakukan ialah pengalokasian tempat yang akan diberikan MP-ASI dan jumlah MP-ASI yang akan diberikan. Pengalokasian tempat yang akan mendapat MP-ASI dilakukan dengan pemetaan terhadap daerah rawan banjir terlebih yang diperoleh dari data geografi Kecamatan Kebayoran Baru. Dari 10 Kelurahan yang ada di wilayah Kecamatan Kebayoran Baru, ada 3 kelurahan yang memiliki daerah rawan banjir. Setelah itu dilakukan penentuan jumlah MP-ASI yang akan diberikan berdasarkan banyaknya daerah rawan banjir tersebut. Penentuan jumlah MP-ASI tersebut juga menggunakan asumsi bahwa wilayah rawan banjir yang luas juga memiliki balita yang banyak. Akan tetapi asumsi tersebut tidak berdasarkan data jumlah balita, sehingga bisa terjadi ketidaksesuaian antara MP-ASI yang diberikan dengan jumlah balita yang ada. Menurut Muninjaya (2004), perencanaan kesehatan akan menjadi efektif jika perumusannya dilakukan berdasarkan fakta dan data. Akan tetapi, perencanaan distribusi yang dilakukan di tingkat kota dan kecamatan tersebut
91
hanya melihat dari fakta yang terjadi bahwa daerah yang menjadi daerah rawan banjir memang seringkali dilanda banjir dan data geografi saja, tidak sampai melihat data demografi berupa jumlah balita, status gizi dan data sosial ekonomi. Dengan perencanaan tersebut, dapat menyebabkan ketidaksesuaian antara jumlah balita dengan jumlah alokasi MP-ASI yang diberikan. Dampak yang dapat terjadi adalah kurangnya makanan di wilayah yang jumlah balitanya melebihi MP-ASI yang diberikan. Menurut UNICEF (1998) dalam Azwar (2004), tidak cukupnya asupan gizi secara kuantitas maupun kualitas secara langsung mempengaruhi masalah gizi balita. Sebaliknya, kelebihan bantuan pangan dapat terjadi di wilayah yang jumlah balitanya lebih sedikit dari MP-ASI yang diberikan. Hambatan yang dirasakan oleh Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan adalah dalam penentuan lama hari pemberian MP-ASI dan tempat penyimpanan MP-ASI. Hal ini disebabkan belum adanya petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis dari Kemenkes terkait hal tersebut tersebut dan terbatasnya jumlah MP-ASI yang diberikan, sehingga bisa terjadi ketidaksesuaian dengan jumlah balita dan lamanya kejadian banjir. Jika banjir yang terjadi melebihi stok MP-ASI yang diberikan dapat mengakibatkan kekurangan pangan dan kelaparan. Sebaliknya, jika lamanya kejadian banjir hanya beberapa hari, sedangkan MP-ASI yang diberikan melebihi lamanya kejadian banjir, maka makanan tersebut akan berlebih dan mubazir. Berdasarkan wawancara dengan para informan, masalah terbatasnya stok tersebut dapat diatasi dengan pengalihan MP-ASI dari lokasi lain yang belum terpakai dan pengadaan makanan tambahan serupa, yaitu biskuit produk lain dengan menggunakan dana swadaya masyarakat.
92
Sedangkan untuk tempat penyimpanan, karena tidak ada dana khusus untuk penyimpanan, maka MP-ASI tersebut tidak disimpan dahulu di gudang khusus yang berada di Jl. Pejaten, Pasar Minggu, Jakarta Selatan tetapi langsung dibawa ke gedung Sudinkes Jakarta Selatan untuk segera didistribusikan ke seluruh Puskesmas kecamatan. Selain itu, juga karena keterbatasan gedung Puskesmas untuk menyimpan barang, dikhawatirkan MP-ASI yang diberikan terlalu banyak sehingga tidak ada tempat yang memadai untuk menyimpannya. Dengan tidak adanya tempat khusus penyimpanan ini, MP-ASI dapat diletakkan di mana saja. Jika
tempat tersebut tidak aman, baik dari manusia maupun hewan dapat
mengakibatkan rusak dan hilangnya MP-ASI biskuit tersebut. Akan tetapi, berdasarkan wawancara dengan TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, hal ini dapat diatasi dengan dilakukannya pendistribusian langsung ke Puskesmas kelurahan sehingga MP-ASI tidak menumpuk di Puskesmas kecamatan. Selain itu, perencanaan yang dibuat oleh petugas pelaksana juga belum memperhitungkan risiko. Hal ini terlihat pada hasil penelitian yang menunjukkan belum adanya rencana alternatif jika suatu wilayah yang sudah mendapat alokasi MP-ASI ternyata tidak mengalami banjir tetapi tidak lama lagi akan mengalami kadaluarsa. Sedangkan menurut Siagian (2012), rencana yang baik harus memperhitungkan risiko, sehingga faktor ketidakpastian dalam menghadapi masa depan dapat dikurangi sampai tingkat yang minimal. Berdasarkan wawancara dengan TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, risiko itu sebenarnya sudah dipikirkan, akan tetapi masih belum ditentukan alternatif untuk mengatasinya sebab belum ada instruksi terkait hal tersebut. Jika penentuan alternatif risiko ini
93
belum direncanakan, maka stok MP-ASI tersebut dapat tidak terpakai dan mubazir. Oleh sebab itu, sebaiknya dilakukan perencanaan yang memperhitungkan risiko mubazirnya MP-ASI ini, seperti pengalihan MP-ASI kepada balita gizi kurang dari keluarga miskin yang membutuhkan bantuan pangan. Hal ini perlu dilakukan sebab bencana merupakan sesuatu yang tidak pasti. Perencanaan yang dilakukan di Puskesmas Kelurahan Petogogan ialah perencanaan distribusi, yaitu pengalokasian tempat dan jumlah MP-ASI yang akan diberikan. Penentuan lokasi yang berhak mendapat MP-ASI dilakukan berdasarkan data demografi Kelurahan Petogogan. Dari 6 RW di kelurahan Petogogan, terdapat 3 RW yang merupakan daerah rawan banjir. Kemudian ketiga RW tersebut mendapat alokasi MP-ASI secara merata. Sedangkan berdasarkan hasil telaah dokumen data geografi dan demografi di daerah tersebut, luasnya daerah rawan banjir dan jumlah balita di ketiga RW tersebut tidaklah sama. RW 01 hanya memiliki 5 RT yang menjadi daerah rawan banjir. Sedangkan RW 02 dan 03 memiliki 15 RT yang menjadi daerah rawan banjir. RW 01 terdapat 28 balita. Sedangkan RW 02 terdapat 217 balita dan RW 03 terdapat 248 balita. Dari data tersebut, dapat diketahui bahwa jumlah balita yang berada di wilayah RW 02 dan 03 lebih banyak dari RW 01. Pemerataan distribusi jumlah MP-ASI tersebut tidaklah sesuai dengan data yang ada di lapangan. Akibatnya, balita di RW 02 dan 03 berpeluang mendapat MP-ASI yang lebih sedikit. Sedangkan jika melihat data jumlah baduta, di RW 02 terdapat 4 orang baduta, di RW 02 terdapat 44 orang baduta dan di RW 03 terdapat 44 orang baduta. Dengan menggunakan data jumlah baduta tersebut, sebaiknya dapat
94
dilakukan pembagian MP-ASI sesuai dengan jumlah baduta yang ada dengan perhitungan 120 gr/hari/anak (Depkes dan kesos RI, t.t). Dengan demikian dapat diketahui bahwa dari sejumlah MP-ASI yang diterima setiap anak berhak mendapat berapa banyak MP-ASI. Sehingga dapat mengurangi risiko terjadinya kekurangan ataupun kelebihan MP-ASI. Atau jika terbentur dengan ketersediaan MP-ASI, maka dapat diprioritaskan mana yang sebaiknya diberikan MP-ASI, yaitu baduta BGM dan 2T. Sebab pemberian MP-ASI dapat diprioritaskan untuk kasus gizi kurang di masyarakat (Kemenkes, 2011). Selain itu, dua hal lagi yang menjadi kelemahan dalam perencanaan baik di tingkat kota maupun kelurahan adalah tidak adanya perencanaan pengawasan serta penilaian termasuk pelaporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI. Dengan tidak adanya perencanaan pengawasan kegiatan pemberian MP-ASI maka petugas tidak akan melakukan pengawasan jalannya program ini. Seperti apa yang dikatakan Koontz dan Donnell bahwa tanpa perencanaan, pengawasan tidak akan mungkin terlaksana karena tidak ada pedoman untuk mengawasi (Siagian, 2012). Tidak adanya pengawasan akan mengakibatkan tidak diketahuinya penyimpangan dan kesenjangan dalam pelaksanaan program. Sehingga tidak dapat diketahui apakah program tersebut sudah berjalan dengan baik atau belum. Hal ini seperti teori Muninjaya (2004), yaitu fungsi pengawasan sangat erat kaitannya dengan fungsi perencanaan. Sebab dengan adanya pengawasan, maka kesenjangan dan penyimpangan dari suatu program dapat dideteksi, yang kemudian harus dikendalikan atau dikurangi. Hal ini bertujuan agar penggunaan sumber daya dapat
95
lebih diefisienkan dan tugas-tugas staf untuk mencapai tujuan program dapat lebih diefektifkan. Sedangkan untuk pelaporan hasil kegiatan pemberian MP-ASI, mereka menunggu adanya instruksi untuk melapor terlebih dahulu. Jika tidak ada permintaan untuk melaporkan hasil kegiatan pemberian MP-ASI ini, maka pelaporan tidak dilakukan. Dengan perencanaan yang seperti ini, maka pelaporan belum tentu dilakukan, sebab tidak jelas unsur perencanaannya, seperti data apa saja yang dilaporkan dan setiap kapan harus melaporkannya. Hal ini juga berdampak pada tidak jelasnya hasil program dan berakibat pada tidak adanya masukan dan perbaikan untuk pelaksanaan program di waktu mendatang. Perencanaan yang telah dilakukan oleh para pelaksana program tersebut pada dasarnya telah sesuai dengan pedoman yang dibuat Kemenkes mengenai pengelolaan MP-ASI buffer stock, yaitu Dinkes Kota, lintas program dan sektor, serta stakeholder menyusun rencana distribusi (Rensi) sampai ke sasaran (Kemenkes, 2011). Meskipun masih terdapat kekurangan, perencanaan tersebut telah memenuhi beberapa ciri rencana yang baik menurut Siagian (2012), antara lain mempermudah tercapainya tujuan, keterkaitan rencana dengan pelaksanaan, kesederhanaan, dan fleksibilitas. Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan yang melakukan perencanaan, secara garis besar perencanaan yang dilakukan telah memenuhi ciri-ciri tersebut, antara lain: a. mempermudah tercapainya tujuan Tujuan dari program MP-ASI bencana ini adalah mengantisipasi kejadian luar biasa yang berdampak pada status gizi dan kesehatan
96
masyarakat dalam mencegah terjadinya gizi kurang dan gizi buruk pada balita (Kemenkes, 2012b). Rencana yang disusun para petugas untuk mendistribusikan MP-ASI sesegera mungkin setelah menerimanya telah sesuai dengan tujuan yang ditetapkan tersebut. Selain itu, juga sesuai dengan prinsip dan tujuan penanggulangan bencana, yaitu cepat. Selain itu, perencanaan untuk diberikan kepada semua balita dan metode distribusi yang melibatkan kader sebagai pelaksana kegiatan pemberian MP-ASI tersebut sesuai dengan prinsip dan tujuan penanggulangan bencana, yaitu pemberdayaan, nondiskriminatif, membangun partisipasi dan kemitraan publik, mendorong semangat gotong royong dan kedermawanan. b. keterkaitan rencana dengan pelaksanaan Menurut Siagian (2012), untuk mempermudah pelaksanaan diperlukan data, saran dan informasi dari dalam organisasi. Dalam perencanaan yang telah dilakukan oleh petugas program gizi tersebut telah berdasarkan data geografi, namun masih belum baik karena tidak menggunakan data jumlah balita. Sehingga terjadi ketidaksesuaian antara MP-ASI yang dialokasikan dengan jumlah balita yang ada. c. kesederhanaan Menurut Siagian (2012), kesederhanaan menyangkut berbagai hal seperti teknik penyusunan, bahasa yang digunakan, format, dan sebagainya. Rencana yang dibuat oleh para petugas program gizi dibuat begitu sederhana yaitu dengan membagi habis MP-ASI yang ada kepada
97
sasaran, sehingga mudah dipahami oleh para pelaksana kegiatan, terutama kader sebagai perpanjangan tangan Puskesmas dalam melaksanakan kegiatan di masyarakat. d. fleksibilitas Fleksibilitas berarti memperhitungkan apa yang mungkin dilaksanakan, tergantung pada kenyataan yang dihadapi (Siagian, 2012). Fleksibilitas ini ditunjukkan dengan adanya perencanaan pengalihan MP-ASI yang ada di wilayah lain jika di suatu wilayah mengalami kekurangan MP-ASI untuk balita yang ada di sana. Selain itu rencana pengalihan MP-ASI ke Puskesmas lain jika Puskesmas yang akan diberikan tersebut menolak diberikan sebanyak yang direncanakan karena masih memiliki stok yang banyak.
6.3 Gambaran Pengorganisasian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Dalam penelitian ini, pengorganisasian merupakan upaya untuk membagi tugas dan wewenang kepada para petugas sesuai potensi yang dimiliki. Di setiap organisasi pelaksana sudah terdapat struktur organisasi. Dalam setiap organisasi pelaksana tersebut terdapat tenaga kesehatan yang bertanggung jawab mengelola dan melaksanakan program gizi di wilayahnya. Berdasarkan hasil penelitan, pengorganisasian telah dilakukan dengan baik berdasarkan kapasitas dan spesialisasi bidang yang disesuaikan dengan bidang pendidikan para tenaga
98
pelaksananya, sehingga sebagai pelaksana program MP-ASI yang merupakan bagian dari program gizi diberikan kepada lulusan bidang gizi. Berdasarkan hasil penelitian, program gizi di Puskesmas Kelurahan Petogogan masih dipegang oleh lulusan kebidanan. Hal ini disebabkan minimnya sumber daya manusia yang dimiliki Puskesmas tersebut sehingga 1 orang pegawai dapat bertanggung jawab terhadap beberapa tupoksi. Akan tetapi hal tersebut tidak menjadi masalah sebab bidang kebidanan juga masih berkaitan dengan kesehatan anak balita. Selain itu TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan juga senantiasa mengikuti peningkatan wawasan dan pengetahuan tentang gizi yang diadakan Sudinkes Jakarta Selatan agar ia dapat memahami program gizi dengan baik sehingga dapat melaksanakannya dengan baik pula. Pendelegasian wewenang dari Sudinkes Jakarta Selatan kepada TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru, kemudian TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru kepada TPG Puskesmas Puskesmas
Kelurahan Petogogan dan
TPG
Kelurahan Petogogan kepada kader terbilang baik. Sebab
pendelegasian wewenang ini seimbang dengan tanggung jawab yang mereka emban. Tanggung jawab untuk mendistribusikan MP-ASI kepada baduta yang menjadi korban banjir dan wewenang untuk meminta agar petugas pelaksana di organisasi tingkat bawahnya melaksanakan tugas yang diberikan ini tidak berat sebelah. Hal ini sesuai dengan pendapat Muninjaya (2004) yang menyatakan bahwa dalam pembagian tugas harus ada keseimbangan antara wewenang dan tanggung jawab staf. Sebab wewenang yang terlalu besar akan mendorong terjadinya korupsi jika pengawasannya lemah. Sebaiknya, tanggung jawab yang
99
terlalu besar akan mengakibatkan staf sangat berhati-hati dan sering ragu dalam melaksanakan tugasnya sehingga dapat menghambat produktivitas. Kelemahan
dalam
pengorganisasian
program
ini
yaitu
belum
dilakukannya penugasan terkait pengawasan dan pelaporan hasil kegiatan. Hal ini disebabkan belum adanya penugasan dari tingkat pusat, sehingga penekanan tentang pengawasan dan pelaporan juga tidak dilakukan hingga tingkat kelurahan. Padahal menurut Muninjaya (2004), hal yang paling pokok dalam fungsi pengorganisasian adalah pembagian tugas. Jika pembagian tugas dilakukan dengan jelas, kelompok kerja akan mempunyai spesialisasi tugas yang terarah, sehingga staf akan berusaha mengembangkan pengetahuan dan keterampilannya untuk melaksanakan tugasnya mencapai tujuan program yang telah ditetapkan. Jika penugasan tidak dilakukan dengan jelas, seperti penugasan mengenai pengawasan dan pelaporan ini, maka tidak akan jelas juga dalam pelaksanaannya. Bahkan pengawasan dan penilaian program ini bias saja tidak dilakukan oleh petugas pelaksana program. Selain itu, di tingkat kota, koordinator gizi juga mengalami kesulitan dalam pembagian tugas karena beliau kurang memperoleh informasi seputar program tersebut. Hal ini disebabkan sosialisasi program dari Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta kepada seluruh petugas gizi se-Jakarta Selatan terkait program tersebut sudah dilakukan sebelum beliau menjabat sebagai koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan. Tugas yang diterima dari tingkat provinsi adalah untuk mendistribusikannya kepada sasaran sesuai stok yang ada. Oleh sebab itu, penugasan yang dilakukan kepada petugas pelaksana tingkat kecamatan dan
100
seterusnya disesuaikan dengan penugasan yang diterima, yaitu memberikan MPASI kepada baduta korban banjir. Lemahnya pengorganisasian ini sebaiknya diatasi dengan meningkatkan pemahaman terhadap program tersebut, serta berperilaku aktif dan kritis mengenai prosedur pelaksanaan program MP-ASI ini, sehingga gambaran pelaksanaan program dapat diketahui dengan jelas dan pembagian tugas dapat dilakukan dengan baik. Dengan pengorganisasian yang baik, maka akan jelas setiap kegiatan yang harus dilakukan oleh petugas pelaksana,
sehingga
petugas
pelaksana
dapat
melakukannya
serta
mengembangkanny asesuai kemampuan yang dimiliki.
6.4 Gambaran Penggerakan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Dalam penelitian ini, penggerakan adalah upaya untuk melaksanakan program sesuai rencana dan memotivasi petugas agar mau melaksanakan program MP-ASI sesuai rencana. Pendistribusian dilakukan secara berjenjang. Setelah Sudinkes Jakarta Selatan menerima dari Pusat (Kemenkes) yang juga melalui koordinasi
dengan
Dinas
Kesehatan
Provinsi
DKI
Jakarta,
kemudian
didistribusikan sesegera mungkin ke Puskesmas Kecamatan, kemudian ke Puskesmas Kelurahan kemudian kepada kader di tempat kejadian bencana banjir. Pendistribusian tersebut sesuai dengan perencanaan distribusi yang dibuat Kemenkes yaitu bahwa Kemenkes dapat mendistribusikan paling jauh hingga kota. Hal ini juga sesuai ketentuan pendistribusian MP-ASI bencana menurut Depkes
101
dan Kesos RI (t.t.) bahwa MP-ASI dari Pusat dikirimkan ke provinsi, ke kota, kemudian ke puskesmas dan sasaran tempat kejadian bencana. Pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI di Sudinkes Jakarta Selatan telah sesuai dengan perencanaan yang dibuat yaitu membagi habis 143 dus MP-ASI kepada seluruh Puskesmas kecamatan di Jakarta Selatan. Pada perencanaan, setiap Puskesmas berhak mendapat 14-18 dus MP-ASI. Ketika pembagian dilakukan, ada Puskesmas yang mendapat sebanyak 14 dus dengan alasan masih memiliki stok MP-ASI yang cukup banyak. Ada pula yang meminta lebih karena stok MP-ASI yang dimiliki sudah mau habis, sehingga puskesmas tersebut bisa mendapat sampai 18 dus MP-ASI. Hal ini tidak menjadi masalah karena ketentuan yang dibuat berarti bersifat fleksibel seperti yang telah dikemukakan pada sub pembahasan mengenai perencanaan. Begitu juga pelaksanaan yang dilakukan di tingkat Kecamatan, kegiatan pelaksanaan pemberian MP-ASI kepada puskesmas-puskesmas kelurahan yang memiliki daerah rawan banjir telah sesuai dengan perencanaan yang dibuat. Dari 3 puskesmas kelurahan yang direncanakan mendapat MP-ASI, semua dapat menerima dengan baik karena MP-ASI tersebut merupakan droppingan, bukan atas permintaan mereka. Sehingga, nanti mereka yang mengatur pembagiannya kepada sasaran sesuai jumlah MP-ASI yang diterima. Hambatan yang dirasakan di tingkat Sudinkes Jakarta Selatan dalam melaksanakan pendistribusian MP-ASI tersebut adalah transportasi dan tempat penyimpanan, karena tidak ada rencana handling cost yang meliputi anggaran biaya transportasi dan penyimpanan di gudang. Beliau juga khawatir kalau
102
Puskesmas kecamatan mengalami kendala yang sama, sebab Puskesmas tidak selalu tersedia alat transportasi yang cukup untuk mengangkut dan tempat penyimpanan untuk menyimpan MP-ASI. Akan tetapi, hambatan tersebut tidak dirasakan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru. Beliau bisa mengatasinya dengan mengupayakan penggunaan alat transportasi berupa mobil ambulans dan pendistribusiannya dilakukan secara langsung ke kelurahankelurahan yang berhak mendapat MP-ASI tersebut, sehingga tidak perlu disimpan dahulu di Puskesmas Kecamatan. Dengan demikian dapat mencegah rusaknya atau hilangnya MP-ASI tersebut sebelum sampai ke sasaran. Untuk pelaksanaan di Puskesmas Kelurahan Petogogan sudah sesuai dengan perencanaan yang dibuat di tingkat Kecamatan, bahwa MP-ASI tersebut diberikan kepada 3 RW yang menjadi daerah rawan banjir. Sedangkan untuk sisa stok MPASI yang disimpan di puskesmas, pada akhirnya diberikan kepada posyandu lain yang cukup banyak terdapat balita BGM dan 2T. Pemberian MP-ASI kepada balita BGM tersebut tidak bermasalah sebab pemberian MP-ASI dapat diprioritaskan untuk: 1) kejadian bencana alam, kebakaran, KLB kelaparan, 2) kasus gizi kurang di masyarakat atas permintaan Posyandu 3) cadangan MP-ASI buffer stock regional untuk Pusat Krisis Kesehatan (Kemenkes, 2011). Melihat poin ke-dua di atas, maka apa yang telah dilakukan petugas pelaksana, khususnya di tingkat kelurahan ini masih sesuai dengan ketentuan yang dibuat
103
oleh Kemenkes RI. Hal ini juga baik dilakukan karena dapat memanfaatkan sesuatu agar tidak mubazir tetapi masih tepat pada sasaran. Ketidaksesuaian terjadi antara pelaksanaan pendistribusian di masyarakat yang menjadi korban banjir dengan ketentuan program yang telah ditetapkan Kemenkes. Hal ini dikarenakan perencanaan yang kurang baik terutama dalam menentukan usia sasaran, sehingga berakibat pada kurang tepatnya sasaran yang mendapat bantuan MP-ASI ini. Masalah ini juga ditemukan Kemenkes dalam tinjauan penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana tahun 2009, bahwa pemberian bantuan MP-ASI kurang tepat sasaran (Kemenkes, 2010c). Kurang tepatnya sasaran ini ditunjukkan dengan hasil bahwa MP-ASI juga diberikan kepada bayi berusia di bawah 6 bulan, sedangkan sasaran dalam perencanaan ialah baduta usia 6-24 bulan. Akan tetapi, jika melihat tulisan dalam kemasan produk MP-ASI tersebut terdapat pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan”. Pesan tersebut tidak sesuai dengan ketentuan sasaran pemberian MP-ASI biskuit dalam program ini yaitu anak usia 6-24 bulan. Pesan tersebut juga menjadi salah satu penyebab tidak tepatnya sasaran dalam pelaksanaan program ini. Kurangnya sosialisasi menyebabkan ada beberapa kader yang memberikan biskuit MP-ASI tersebut kepada korban yang berusia 12-24 bulan saja karena mereka mematuhi pesan dalam kemasan, sehingga ddi Posyandu tersebut anak usia 6-11 bulan tidak mendapat MP-ASI biskuit tersebut. Dengan melihat terganggunya pelaksanaan program tersebut oleh karena pesan dalam kemasan produk MP-ASI biskuit, maka sebaiknya pesan dalam kemasan MP-ASI biskuit tersebut disesuaikan dengan ketentuan program bahwa sasarannya adalah anak usia 6-24 bulan.
104
Bukan hanya tidak sesuai dengan perencanaan saja, pelaksanaan progam ini juga tidak sesuai dengan kebijakan Kemenkes tentang pemberian makanan bayi, yaitu kebijakan tentang pemberian ASI saja atau ASI eksklusif sejak bayi lahir sampai umur 6 bulan, pemberian MP-ASI pada bayi mulai umur 6 bulan dan tetap dilakukan pemberian ASI sampai anak umur 2 tahun (Kemenkes, 2010a). Bahkan Allah juga telah mengatur tentang pemberian ASI hingga usia 2 tahun dalam surat Al-Baqarah ayat 233 yang berbunyi:
“Dan ibu-ibu hendaklah menyusui anak-anaknya selama dua tahun penuh, bagi yang ingin menyusui dengan sempurna....”(QS. AlBaqarah: 233). Menurut Shihab (2000), ayat tersebut menjelaskan tentang petunjuk AlQuran mengenai pemberian ASI serta menetapkan masa penyusuan yang ideal selama 2 tahun tersebut termasuk proposional, dalam arti sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih dan tidak berkurang. Aspek proposional ini termasuk ke dalam makanan thayyib. Dengan memakan makanan yang thayyib maka akan membawa dampak yang baik bagi tubuh. Pemberian ASI hingga 2 tahun memiliki pertimbangan bahwa pemberian ASI merupakan metode pemberian makan bayi yang terbaik, terutama pada bayi umur kurang dari 6 bulan, selain itu juga bermanfaat bagi ibu. ASI mengandung semua zat gizi dan cairan yang dibutuhkan untuk memenuhi seluruh gizi bayi pada 6 bulan pertama kehidupannya. Pada umur 6 sampai 12 bulan, ASI masih merupakan makanan utama bayi, karena mengandung lebih dari 60 % kebutuhan
105
bayi. Guna memenuhi semua kebutuhan bayi, perlu ditambah dengan MP-ASI. Setelah umur 1 tahun, meskipun ASI hanya bisa memenuhi 30 % dari kebutuhan bayi, akan tetapi pemberian ASI tetap dianjurkan karena masih memberikan manfaat (Kemenkes, 2010a). Manfaat pemberian ASI eksklusif bagi bayi antara lain meningkatkan daya tahan tubuh bayi, meningkatkan jalinan kasih sayang antara ibu dan bayi dan meningkatkan kecerdasan bayi (Emilia, 2009). Menurut Pudjiadi (2000) dan Syarief (1993) dalam Simanjuntak (2009), apabila MP-ASI diberikan belum pada waktunya, maka terdapat risiko jangka pendek dan jangka panjang, yaitu: a. risiko jangka pendek 1) gangguan menyusui Jika makanan selain ASI diberikan secara dini akan menurunkan frekuensi dan intensitas pengisapan bayi, sehingga semakin besar risiko terjadinya penurunan volume ASI. 2) penyakit diare b. risiko jangka panjang 1) obesitas Bayi yang mendapat ASI dapat mengatur asupannya sehingga dapat disesuaikan dengan kebutuhannya. 2) beban ginjal yang berlebihan dan hiperosmolaris Kandungan NaCl yang tinggi dalam makanan padat akan menambah beban kerja ginjal.
106
3) aterosklerosis Diet yang mengandung tinggi energi dan kalori merupakan faktor nutrisi yang berperan sebagai penyebab penyakit jantung iskemik. 4) alergi terhadap makanan Belum matangnya sistem kekebalan usus pada umur yang dini, dapat menyebabkan terjadinya alergi terhadap makanan pada masa kanak-kanak. Pemberian MP-ASI secara dini menambah terjadinya alergi bayi terhadap makanan. Selain itu, hampir di semua posyandu, MP-ASI juga diberikan kepada anak usia di atas 2 tahun, sehingga stok MP-ASI tidak dapat mencukupi sasaran. Sehingga setiap anak hanya mendapat beberapa keping MP-ASI biskuit. Hal ini terjadi di Posyandu Dahlia, Melati, Kuntum Mekar dan Kenanga. Balita-balita di sana hanya mendapat 3-8 keping biskuit MP-ASI. Hal ini tidak sesuai dengan hasil wawancara dengan staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes dan Depkes (2005), bahwa setiap anak 12-24 bulan akan mendapat MP-ASI biskuit sebanyak 120 gr/hari selama 90 hari. Tidak tepatnya porsi pemberian ini berakibat pada tidak efektifnya pemberian bantuan pangan MP-ASI ini kepada sasaran, karena berdasarkan wawancara dengan para informan pemberian bantuan pangan bencana ini tidak efektif dikarenakan pemberiannya terlalu sedikit, sehingga tidak dapat meningkatkan status gizi sasaran. Dalam penelitian Hazwin dan Sudrago (2008) pemberian MP-ASI selama 90 hari kepada anak baduta saja tidak berhasil meningkatkan status gizi anak baduta dari gizi buruk ke gizi baik. Oleh sebab itu,
107
akan semakin tidak efektif jika tidak diberikan selama 90 hari dan bahkan belum mencukupi ketentuan konsumsi per hari. Ketidaksesuaian pelaksanaan program ini dikarenakan belum adanya sosialisasi atau instruksi secara tertulis baik dari Kemenkes maupun Sudinkes Jakarta Selatan serta belum dimuatnya ketentuan konsumsi ini dalam buku pedoman MP-ASI buffer stock, sehingga para petugas pelaksana program di tingkat kecamatan dan kelurahan juga belum melakukan sosialisasi kepada sasaran program. Tidak adanya sosialisasi tersebut mengakibatkan rendahnya kinerja petugas pelaksana dan rendahnya tingkat efektivitas program. Hal ini juga ditemukan dalam penelitian Hazwin dan Sudrago (2008) bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi ketidakefektifan program MP-ASI adalah rendahnya kinerja TPG yang ditunjukkan dengan rendahnya sosialisasi MP-ASI kepada sasaran. Oleh sebab itu, untuk mengatasinya sebaiknya Kemenkes selaku penyusun kebijakan, termasuk penyusun ketentuan dan petunjuk pelaksanaan program senantiasa melakukan sosialisasi terkait ketentuan konsumsi MP-ASI bencana ini. Kemudian ditekankan agar Dinas Kesehatan Provinsi mensosialisasikannya lagi ke organisasi tingkat bawahnya, yaitu Dinas Kesehatan Kota, dan begitu seterusnya hingga tingkat masayarakat. Sehingga, para pelaksana program dapat memahami program dengan baik, dan program MP-ASI buffer stock yang terbilang baru ini dapat terlaksana dengan baik pula di semua tingkat organisasi pelaksana program. Dengan terlaksananya program dengan baik, maka program ini akan berhasil mencapai tujuannya dan memberi manfaat bagi sasarannya.
108
Menurut
Kemenkes
(2011),
sosialisasi
dilakukan
oleh
Dinkes
Provinsi/Kota bersama pemerintah daerah kepada lintas program dan lintas sektor terkait di daerah rawan gizi/bencana. Selain itu, menurut Depkes dan Kesos RI (t.t.), sosialisasi dilakukan oleh Koordinator Gizi Kota dan TPG Puskesmas atau petugas di lokasi bencana. Penjelasan Koordinator Gizi Kota ke TPG antara lain: model penyelenggaraan MP-ASI ke sasaran, komposisi dan kemasan MP-ASI cara penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian, lama pemberian, cara menghitung kebutuhan dan mengusulkan permintaan MP-ASI, cara penyimpanan, pengisian register MP-ASI, cara pencatatan MP-ASI, cara melakukan rujukandan tandatanda MP-ASI tidak layak konsumsi. Sedangkan penjelasan petugas di pengungsian kepada ketua kelompok dan ibu sasaran adalah mengenai: a. Sasaran b. Cara penyiapan, jumlah dan frekuensi pemberian c. Cara penyimpanan d. Tanda-tanda MP-ASI tidak layak konsumsi e. Anjuran melapor ke petugas kesehatan/puskesmas jika ada tanda-tanda gangguan kesehatan setelah mengkonsumsi MP-ASI. Jika memang belum juga ada sosialisasi terkait ketentuan konsumsi MPASI buffer stock ini, tidak ada salahnya jika Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan dapat lebih aktif untuk menanyakan juklak dan juknis serta berbagai hal tentang program tersebut kepada Dinas Kesehatan Provinsi DKI Jakarta ketika rapat koordinasi atau pertemuan lainnya agar Dinas Kesehatan Provinsi juga melakukan hal yang sama kepada pihak Kemenkes. Begitu pula yang dapat
109
dilakukan oleh TPG Puskesmas Kecamatan atau Kelurahan kepada pelaksana program di organisasi tingkat atasnya. Jika juklak dan juknis tersebut belum juga dipublikasikan, maka dapat dilakukan sosialisasi menggunakan tulisan yang terdapat pada kemasan MP-ASI tersebut, seperti sasaran pemberian dan takaran saji. Pada kemasan tertulis hanya untuk anak usia 12-24 bulan dan ada keterangan takaran saji, yaitu dengan ukuran takaran saji sebanyak 4 keping dan jumlah sajian per kemasan sebanyak 3 kali. Dari informasi tersebut dapat diketahui bahwa tiap kemasan MP-ASI biskuit tersebut adalah untuk konsumsi 1 hari yang dapat disajikan sebanyak 3 kali, dan setiap sajian sebanyak 4 keping. Jadi pemberian MP-ASI ini dapat diberikan dalam 3 kali, pada saat makan pagi, siang dan malam atau sore dengan jumlah biskuit sebanyak 4 keping setiap kali makan. Jadi, 1 bungkus MP-ASI tersebut dapat habis dalam 1 hari. Kemudian karena Kemenkes tidak memiliki rencana untuk melakukan sosialisasi kembali, maka Subdit Bina Konsumsi Makanan yang bertanggung jawab dalam pembuatan prosedur pelaksanaan program ini dapat melengkapi pedoman MP-ASI buffer stock yang telah dibuat sebelumnya dengan menambahkan ketentuan konsumsi MP-ASI yang meliputi porsi per hari dan lama pemberian. Setelah itu dapat mempublikasikannya melalui situs perpustakaan Kemenkes. Dengan demikian, pedoman program MP-ASI buffer stock ini dapat diakses oleh semua orang, khususnya petugas pelaksana program di semua tingkat. Untuk menggerakan para petugas pelaksana program agar mau melaksanakan program dengan baik, selama ini dilakukan secara lisan. Penggerakan dari Koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan kepada TPG
110
Puskesmas kecamatan dilakukan ketika rapat bulanan di Sudin. Sedangkan penggerakan dari TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru kepada TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan melalui telepon ketika MP-ASI didistribusikan. Sedangkan penggerakan yang dilakukan kepada kader Posyandu juga melalui lisan dengan mengadakan pertemuan kecil di Puskesmas Kelurahan Petogogan sekaligus pembagian MP-ASI kepada para kader. Menurut Muninjaya (2004), upaya penggerakan tersebut termasuk dalam penerapan komunikasi secara formal dan informal. Penerapan komunikasi formal dilakukan oleh Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan ketika rapat bulanan. Sedangkan penerapan komunikasi informal dilakukan oleh TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru kepada TPG Puskesmas kelurahan melalui telepon. Komunikasi sangat perlu diterapkan dengan baik dalam manajemen organisasi, sebab komunikasi merupakan unsur yang sangat menentukan suksesnya sebuah organisasi. Dengan adanya komunikasi yang baik, maka dapat mengefektifkan kepemimpinan manajer organisasi, terutama dalam menjalin hubungan antar pribadi (human relation). Keterampilan berkomunikasi ini termasuk dalam keterampilan hubungan antar manusia (Human Relation Skill), dan Human Relation Skill ini sangat penting dimiliki oleh semua manajer karena manusia adalah sumber daya utama sebuah organisasi (Muninjaya, 2004). Dalam upaya penggerakan terhadap TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru dan Kelurahan Petogogan tidak ada hambatan, sebab para petugas kesehatan memiliki tingkat kesadaran dan tanggung jawab yang tinggi terhadap pekerjaannya. Para petugas kesehatan tersebut tidak menjadikan pekerjaannya
111
sebagai sebuah beban tetapi menikmatinya sebagai suatu pekerjaan yang menyenangkan karena dapat melayani dan membantu orang lain. Hal ini juga diperkuat oleh penggerakan yang telah dilakukan oleh pelaksana tingkat kota dan kecamatan secara formal maupun informal. Sehingga, kendati program MP-ASI bencana ini belum ada ketentuan baku dan petunjuk pelaksanaannya, namun mereka berupaya melaksanakannya semaksimal mungkin.
6.5 Gambaran Pengawasan Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Dalam penelitian ini, yang dimaksud dengan pengawasan adalah upaya untuk
menemukan
dan
mengoreksi
penyimpangan-penyimpangan
dalam
pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI di lokasi bencana. Berdasarkan hasil penelitian, pengawasan di semua tingkat organisasi pelaksana belum dilaksanakan. Tidak adanya pengawasan dalam penelitian ini dikarenakan memang belum adanya perencanaan untuk melakukan pengawasan program ini. Hal ini sesuai dengan pendapat Koontz dan Donnell dalam Siagian (2012) yang mengatakan bahwa tanpa adanya perencanaan tentang pengawasan, maka pengawasan tidak akan mungkin terlaksana karena tidak ada pedoman untuk mengawasi. Selain itu juga karena tidak semua daerah terkena bencana sehingga sulit untuk melakukan pengawasan dan tidak adanya instruksi terkait pengawasan program ini sehingga petugas pelaksana tidak melakukannya. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian, pengawasan dipercayakan kepada pelaksana di tingkat bawah, yaitu TPG dan kader. Meskipun sudah terdapat
112
penanggung jawab kegiatan operasional di lapangan, namun pengawasan juga perlu dilakukan oleh koordinator gizi Sudinkes Jakarta Selatan kepada TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru yang bertugas mendistribusikan MP-ASI di wilayahnya. Begitu pula pengawasan dari TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru kepada TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan. Menurut Kemenkes (2011), pengawasan tidak hanya dilakukan terhadap pelaksanaan pendistribusian MP-ASI buffer stock, tetapi dapat dilakukan terhadap tempat penyimpanan, cara penyimpanan, pencatatan dan pelaporan tempat penyimpanan. Bahkan menurut Kemenkes (2012a), frekuensi pengamatan kegiatan pemberian MP-ASI buffer stock adalah setiap saat. Sebab tanpa pengawasan, berakibat pada terjadinya penyimpangan-penyimpangan pada pelaksanaan program seperti yang telah dikemukakan pada sub-pembahasan penggerakan. Hal ini sesuai dengan pendapat Muninjaya (2004) yang menyatakan bahwa tanpa pengawasan atau pengawasan yang lemah, berbagai penyalahgunaan wewenang dapat dengan mudah terjadi. Begitu pula apa yang dikemukakan Koontz dan Donnell dalam Siagian (2012) yang mengatakan bahwa perencanaan dan pengawasan merupakan “dua sisi satu mata uang” karena perencanaan tanpa pengawasan akan timbul penyimpangan. Hal ini terbukti dengan perbedaan pelaksanaan di Posyandu dan kurang tepatnya sasaran yang mendapat MP-ASI. Mengingat mudah dan canggihnya teknologi di era globalisasi ini, seharusnya pengawasan semakin mudah untuk dilakukan. Jika para petugas pelaksana tingkat atas tidak bisa mengawasi petugas pelaksana tingkat bawah dengan cara observasi langsung, maka sebaiknya dilakukan melalui telepon atau
113
melalui laporan khusus program MP-ASI. Sebagaimana metode pengawasan yang dikemukakan Azwar (1996) bahwa pengawasan dapat dilakukan dengan beberapa metode, diantaranya adalah melalui laporan khusus, observasi personal dan alat elektronik. Selain itu, sebaiknya dibuat pula instruksi untuk melakukan pengawasan program MP-ASI ini, paling tidak ketika melakukan pendistribusian MP-ASI. Sehingga para pelaksana program MP-ASI di seluruh tingkat organisasi pelaksana dapat mengetahui bahwa terdapat ketentuan pengawasan program ini yang juga sangat perlu untuk dilakukan.
6.6 Gambaran Penilaian Program MP-ASI Biskuit untuk Baduta Korban Bencana Dalam penelitian ini, yang dimaksud penilaian adalah upaya untuk membandingkan hasil yang dicapai dengan target yang telah ditentukan. Akan tetapi, dalam pelaksanaan program ini, penilaian belum dilakukan. Hal ini disebabkan belum adanya perencanaan dan sosialisasi untuk melakukan penilaian terhadap hasil pelaksanaan program ini. Sedangkan menurut Kemenkes (2011), penilaian dilakukan 2 kali dalam setahun yang dilaksanakan secara berjenjang. Menurut Muninjaya (2004), dengan adanya penilaian dapat memperbaiki kebijaksanaan perencanaan dan pelaksanaan program yang akan datang. Selain itu juga berguna sebagai alat untuk memperbaiki efisiensi dan efektivitas program. Jika tidak dilakukan, maka tidak akan diketahui keefektifan dan keefisiensian
114
program. Sehingga kelemahan yang terjadi dapat terjadi kembali pada pelaksanaan program di waktu mendatang. Sedangkan untuk pencatatan di Sudinkes Jakarta Selatan hingga Puskesmas Kelurahan sudah dapat dilakukan dengan baik, karena tertib membuat tanda terima keluar-masuknya barang. Sedangkan pencatatan di tingkat Posyandu belum dilakukan dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan tidak lengkapnya data penerima MP-ASI. Sehingga penggunaanya tidak jelas diberikan kepada siapa saja. Dalam arti, apakah sudah tepat sasaran atau belum. Berdasarkan informasi para kader, pencatatan tersebut tidak lengkap karena ada beberapa buku catatan yang hilang dikarenakan daerah mereka kerap terkena banjir. Banjir yang melanda kawasan mereka secara tiba-tiba mengakibatkan kader tidak ingat akan catatan tersebut ketika membereskan barang-barangnya atau bahkan mungkin catatan tersebut hilang terbawa arus sungai. Pencatatan yang tidak baik ini juga disebabkan lemahnya tuntutan melakukan pelaporan data kepada organisasi pelaksana yang lebih tinggi. Bukan hanya di tingkat Posyandu saja, lemahnya pelaporan ini juga terjadi hingga tingkat Kota. Tidak adanya instruksi terkait pelaporan dan penilaian program ini memberikan pengaruh yang sangat besar terhadap lemahnya pelaporan yang berakibat pada belum adanya penilaian terhadap pelaksanaan program MP-ASI buffer stock ini. Sedangkan menurut Kemenkes (2012a), sumber data berupa laporan pendistribusian MP-ASI dengan frekuensi pengamatan setiap saat dan pelaporan setiap bulan. Berdasarkan informasi baik dari pihak Kemenkes maupun Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan, mereka mengaku memang luput dalam
115
hal pencatatan dan pelaporan guna dilakukan penilaian. Beliau mengaku belum menekankan tentang pencatatan dan pelaporan data hasil kegiatan pemberian MPASI tersebut. Sedangkan menurut Kemenkes (2011), terdapat 2 data yang dilaporkan, yaitu data dan informasi jumlah baduta 6-24 bulan yang mendapat MP-ASI dan jumlah MP-ASI yang dibagikan kepada sasaran tersebut. Sehingga, dengan adanya data tersebut, dapat diketahui apakah MP-ASI buffer stock tersebut benar-benar tepat sasaran sesuai kriteria yang ditetapkan dan apakah MP-ASI yang diberikan mencukupi jumlah sasaran yang ada. Sebab menurut Kemenkes (2012a), target persentase MP-ASI buffer stock di daerah bencana ialah sebesar 100%. Persentase ini dijabarkan dengan penghitungan jumlah MP-ASI yang diadakan dibagi dengan jumlah buffer stock MP-ASI yang diperlukan untuk antisipasi situasi
darurat
akibat bencana, KLB gizi dan situasi sulit lainnya. Rumus
perhitungan persentase tersebut dapat digambarkan sebagai berikut:
Dari rumus tersebut dapat dilihat hasil kinerja program. Kinerja dinilai baik jika pengadaan buffer stock MP-ASI sesuai dengan target. Akan tetapi, dengan tidak adanya pelaporan secara berjenjang dari tingkat Posyandu hingga Dinas kesehatan, maka hingga saat ini belum dapat dilakukan penilaian. Sehingga belum dapat diketahui apakah MP-ASI yang mereka berikan tepat pada sasaran, mencukupi kebutuhan atau bahkan sebaliknya. Jika penilaian dilakukan, faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan dari program MP-ASI ini dapat dicari, dianalisis dan diberikan pemecahan masalah tertentu sehingga
116
sumber-sumber dari faktor-faktor penyebab tersebut dapat dihilangkan secara mendasar. Dengan demikian, maka dalam penyelenggaraan berbagai kegiatan organisasi faktor-faktor penyebab ketidakberhasilan tersebut tidak timbul lagi, meskipun faktor-faktor negatif mungkin saja timbul di masa yang akan datang (Siagian, 2012). Oleh sebab itu, agar program MP-ASI buffer stock ini efektif dan efisien, yang dapat diketahui melalui fungsi penilaian, maka sangat diperlukan sosialisasi secara resmi dari Kemenkes kepada Dinas Kesehatan Provinsi yang kemudian diteruskan secara berjenjang hingga masyarakat. Selain itu dapat juga dilakukan dengan mempublikasikan pedoman MP-ASI buffer stock yang telah direvisi ke dalam situs perpustakaan Kemenkes. Dengan demikian, para pelaksana program di semua tingkat dapat memahami program dengan baik termasuk memahami tugasnya untuk melakukan pelaporan dengan baik yang berguna untuk fungsi penilaian program tersebut.
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN
7.1 Simpulan Berdasarkan hasil dan pembahasan data penelitian yang telah dilakukan pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan : 1. Perencanaan yang telah dilakukan oleh para pelaksana program masih terdapat kekurangan dalam menentukan jumlah MP-ASI yang diberikan dan ketentuan konsumsinya, menentukan handling cost serta tidak adanya perencanaan untuk melakukan pengawsaan dan penilaian. Sehingga MP-ASI yang diberikan belum seluruhnya tepat pada sasaran. Hal ini disebabkan kurangnya sosialisasi serta belum adanya ketentuan konsumsi dalam buku pedoman MP-ASI buffer stock. 2. Pengorganisasian oleh para pelaksana program sudah berjalan dengan baik karena sudah sesuai dengan jabatan, tugas pokok dan fungsi para pelaksana program di masing-masing organisasi. Kelemahan dalam pembagian tugas adalah belum adanya penekanan pentingnya pencatatan, pengawasan dan pelaporan. Hal ini disebabkan belum adanya instruksi terkait hal tersebut dari tingkat Sudinkes Kota, sehingga berakibat pada kurangnya penekanan akan pencatatan dan pelaporan data MP-ASI ini di tingkat Posyandu. 3. Dalam melaksanakan program MP-ASI buffer stock untuk bencana ini masih terdapat ketidaksesuaian dengan perencanaan dan pedoman pemberian MPASI serta pemberian makan pada anak, yaitu anak usia kurang dari 6 bulan 117
118
dan di atas 2 tahun juga mendapat MP-ASI tersebut. Sehingga balita di lokasi sasaran hanya mendapat MP-ASI biskuit yang sangat sedikit, tidak sampai 1 bungkus untuk 1 hari. Hal ini disebabkan belum adanya sosialisasi serta ketentuan konsumsi MP-ASI ini dalam buku pedoman MP-ASI buffer stock ini serta tidak sesuainya pesan dalam kemasan MP-ASI biskuit dengan sasarn program yaitu anak usia 6-24 bulan. 4. Pengawasan program ini belum dilakukan oleh petugas pelaksana tingkat manapun karena belum adanya perencanaan untuk melakukan pengawasan dan instruksi yang menekankan bahwa pengawasan perlu dilakukan untuk melihat apakah program sudah berjalan sesuai rencana atau belum. 5. Penilaian program ini juga belum dilakukan. Hal ini disebabkan tidak adanya perencanaan untuk melakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit ini. Selain itu dikarenakan belum adanya instruksi terkait pelaporan data program MP-ASI ini sehingga sejauh ini belum juga dilakukan pelaporan.
7.2 Saran 7.2.1
Bagi Kader Posyandu a. Melakukan pendataan sasaran baduta yang membutuhkan MP-ASI terlebih dahulu sebelum melakukan pendistribusian MP-ASI. Hal ini dilakukan agar MP-ASI yang jumlahnya terbatas tersebut dapat diberikan kepada sasaran yang tepat sehingga bermanfaat bagi mereka.
119
b. Lebih memperhatikan pencatatan sebagai bukti otentik terhadap pelaksanaan program MP-ASI bencana ini. c. Data hasil kegiatan pemberian MP-ASI tersebut sebaiknya tetap dilaporkan kepada TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan meskipun belum diminta sebab data ini sangat berguna untuk penilaian program MP-ASI tersebut.
Jika
sewaktu-waktu
ada
permintaan
dari
Puskesmas Kecamatan, maka dapat dilaporkan dengan mudah.
7.2.2
Bagi TPG Puskemas Kelurahan Petogogan a. Menggunakan data jumlah baduta dan status gizi baduta dari kader sebagai dasar perencanaan pendistribusian MP-ASI. Hal ini dilakukan agar MP-ASI yang jumlahnya terbatas tersebut dapat diberikan kepada sasaran yang tepat sehingga bermanfaat bagi mereka. b. Membuat metode pengawasan program dan melakukan pengawasan. Pengawasan dapat dilakukan melalui observasi langsung, telepon atau melalui laporan khusus program MP-ASI. c. Membuat metode penilaian dan pelaporan hasil kegiatan serta melaporkannya kepada TPG Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru sesegera mungkin setelah pelaksanaan program agar dapat diketahui hasil kegiatan tersebut. Selain itu agar data yang diberikan juga dapat dilaporkan kepada Sudinkes Jakarta Selatan hingga Kemenkes.
120
7.2.3
Bagi TPG Puskemas Kecamatan Kebayoran Baru a. Menggunakan data jumlah baduta dan status gizi baduta dari TPG Kelurahan sebagai dasar perencanaan pendistribusian MP-ASI. Hal ini dilakukan agar MP-ASI yang jumlahnya terbatas tersebut dapat diberikan kepada sasaran yang tepat sehingga bermanfaat bagi mereka. b. Membuat
metode
pengawasan.
pengawasan
Pengawasan
dapat
program
ini
dilakukan
dan melalui
melakukan observasi
langsung, telepon atau melalui laporan khusus program MP-ASI. c. Membuat teknis penilaian dan pelaporan hasil kegiatan serta melaporkannya kepada Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan sesegera mungkin setelah mendapat laporan dari Puskesmas Kelurahan agar dapat diketahui hasil kegiatan tersebut. Selain itu agar data yang diberikan dapat dilaporkan juga kepada Dinkes Provinsi DKI Jakarta hingga Kemenkes.
7.2.4
Bagi Koordinator Gizi Sudinkes Jakarta Selatan a. Menigkatkan keaktifan untuk menanyakan petunjuk pelaksanaan dan teknis (juklak juknis) program MP-ASI yang dibuat Kemenkes kepada Dinas Kesehatan provinsi DKI Jakarta. Jika memang juklak juknis tersebut belum ada, dengan berdasarkan asas desentralisasi dapat dibuat mekanisme pelaksanaan program tersebut sesuai kondisi wilayah DKI Jakarta, khususnya Jakarta Selatan.
121
b. Membuat perencanaan handling cost untuk biaya pendistribusian MP-ASI, metode pengawasan program dan melakukan pengawasan. Pengawasan dapat dilakukan melalui observasi langsung, telepon atau melalui laporan khusus program MP-ASI. c. Membuat teknis penilaian dan pelaporan hasil kegiatan serta melaporkannya kepada Seksi Gizi Dinkes Provinsi DKI Jakarta sesegera mungkin setelah mendapat laporan dari Puskesmas Kelurahan agar dapat diketahui hasil kegiatan tersebut. Selain itu agar data yang diberikan juga dapat dilaporkan kepada Kemenkes. d. Lebih menekanakan dan mengingatkan para TPG Puskesmas Kecamatan akan pentingnya pencatatan dan pelaporan data hasil kegiatan pemberian MP-ASI ini.
7.2.5
Bagi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI a. Melengkapi pedoman MP-ASI buffer stock dengan menambahkan ketentuan konsumsi MP-ASI dan mempublikasikannya. Jika memang tidak bisa menyebarkan pedoman kepada seluruh Dinas kesehatan Provinsi di Indonesia, dapat dimuat di situs perpustakaan Kemenkes, sehingga para petugas pelaksana program MP-ASI ini dapat dengan mudah mendapatkannya. b. Memperbaiki pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan” pada kemasan MP-ASI biskuit dengan menyesuaikan sasaran program, yaitu anak usia 6-24 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an dan terjemahannya Arisman, MB. 2004. Gizi dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC Azwar, Azrul. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Binarupa Aksara _________. 2004. Kecenderungan Masalah Gizi dan Tantangan di Masa Datang. Disampaikan pada Pertemuan Advokasi Program Perbaikan Gizi Menuju Keluarga Sadar Gizi, di Hotel Sahid Jaya. Jakarta: Bappenas. 2011. Rencana Aksi Pangan dan Gizi tahun 2011-2015 Depkes dan Kesos RI. Tanpa tahun. Pedoman Pengelolaan Makanan Pendamping ASI (MP-ASI). Depkes RI. 2001. Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan Darurat. Jakarta: Depkes RI ___________. 2004. Standar Pelayanan Minimal Bidang Kesehatan. ___________. 2005. Pedoman Pelaksanaan Pendistribusian dan Pengelolaan Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Tahun 2005. Jakarta: Depkes RI ___________. 2006. Pedoman Umum Pemberian Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MP-ASI) Lokal Tahun 2006. Jakarta: Depkes RI ___________. 2007 a. Pedoman Pemberian Makanan Bayi dan Anak dalam Situasi Darurat. Jakarta: Depkes RI ___________. 2007 b. Spesifikasi Teknis Makanan Pendamping Air Susu Ibu (MPASI). Jakarta: Depkes RI ___________. 2008. Petunjuk Teknis Bantuan Sosial (Bansos) Program Perbaikan Gizi Masyarakat. Jakarta: Depkes RI Emilia, Rika Chandra. 2009. Pengaruh penyuluhan ASI eksklusif terhadap pengetahuan dan sikap ibu hamil di mukim Laura-E kecamatan Simeulue Tengah Kabupaten Simeulue (NAD) Tahun 2008. Skripsi. Medan: FKM Universitas Sumatera Utara 122
123
Fitriadi. 2012. Sebagian Besar Banjir di Jakarta Selatan. Tersedia di http://bangka.tribunnews.com Diakses pada 20 April 2012 pkl. 08.00 WIB Hadi, Hamam. 2005. Beban Ganda Masalah Gizi dan Implikasinya terhadap Kebijakan Pembangunan Kesehatan Nasional. Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada Hazwin, dan Sudrago, Toto. 2008. Kinerja TPG Puskesmas Hubungannya Dengan Efektivitas Program MP-ASI pada Anak Bawah Dua Tahun dengan Gizi Buruk Di Kabupaten Karimun, Kepulauan Riau. Yogyakarta: Jurnal Manajemen Pelayanan Kesehatan. No.03 September 2008. Vol.11 UGM Husaini, Nazar. 2012. Kelurahan Petogogan yang Dikenal sebagai Daerah Banjir. Tersedia di http://www.pelita.or.id Diakses pada 1 Juli 2012 pkl. 20.00 WIB. Kemenkes RI. 2010a. Pedoman Penanggulangan Masalah Gizi dalam Keadaan Darurat. Jakarta: Kemenkes RI ___________. 2010b. Rencana Strategis Kementerian Kesehatan Tahun 2010-2014. ___________. 2010c. Tinjauan Penanggulangan Krisis Kesehatan Akibat Bencana Tahun 2009. Jakarta: Kemenkes RI ___________. 2011. Panduan Pengelolaan MP-ASI Buffer Stock. Jakarta: Kemenkes RI ___________. 2012a. Petunjuk Pelaksanaan Surveilans Gizi. Jakarta: Kemenkes RI ___________. 2012b. Rencana Kerja Pembinaan Gizi Masyarakat 2012. Jakarta: Kemenkes RI Moleong, Lexy. 2007. Metode Penelitian Kualitatif. Edisi Revisi. Bandung: Remaja Rosdakarya Muninjaya, A.A Gde. 2004. Manajemen Kesehatan. Jakarta: EGC Ningrum, Setya Fatma. 2008. Analisis Hubungan Fungsi Manajemen Oleh Tenaga Pelaksana Gizi Dengan Tingkat Keberhasilan Program Pemberian Makanan Tambahan Pada Balita Gizi Buruk di Puskesmas Kabupaten Tegal Tahun 2006. Tesis. Semarang: Universitas Diponegoro
124
Notoatmodjo, Soekidjo. 2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan Seni. Jakarta: Rineka Cipta Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru. 2012. Laporan Kegiatan Gizi Tahun 2011. Puskesmas Kelurahan Petogogan. 2012. Laporan Tahunan Tahun 2011. Ramadhan, M. Arbi. 2011. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Berat Badan Tidak Naik (2T) pada Baduta Gakin setelah Pemberian Program MP-ASI Kemenkes
di Kecamatan Pancoran, Jakarta Selatan Tahun 2011.
Skripsi. Jakarta: FKIK UIN Shihab, M. Quraish. 2000. Wawasan Al-Quran: Tafsir Maudhu’I atas Pelbagai Persoalan Umat. Bandung: Penerbit Mizan Siagian. Sondang P. 2012. Fungsi-fungsi Manajerial. Edisi Revisi. Cetakan ketiga. Jakarta: Bumi Akasara Simanjuntak, Elvi N. 2007. Gambaran Pengetahuan Ibu tentang Pola Pemberian ASI, MP-ASI dan Pola Penyakit pada Bayi Usia 0-12 Bulan di Dusun III Desa Limau Manis Kecamatan Tanjung Morawa Kabupaten Deli Serdang Tahun 2007. Skripsi. Medan: USU Sugiyono. 2009. Metodologi Penelitian Kuantitaif Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabet Suku Dinas Kesehatan Kota Administrasi Jakarta Selatan. 2011. Laporan Tahunan Tahun 2010. Sumandoyo, Arbi. 2012. Tiga Wilayah yang Jadi Langganan Banjir karena Kali Krukut. Tersedia di http://www.merdeka.com Diakses pada 20 April 2012 pkl. 08.00 WIB Terry, George R. 1986. Asas-asas Menejemen. Penerjemah: Winardi. Cetakan ke-4. Edisi ke-8. Bandung: Penerbit Alumni Undang-Undang
Republik
Indonesia
Penanggulangan Bencana
Nomor
24
Tahun
2007
tentang
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Kelurahan Petogogan “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal
:
Nama Pewawancara
:
Karakteristik Informan 1. Nama Informan
:
2. Tempat, Tanggal lahir
:
3. Pendidikan terakhir
:
4. Lama bekerja sebagai pelaksana program MP-ASI : 5. Nomor Ponsel
:
Pertanyaan 1. Bagaimana cara Bapak/Ibu merencanakan kegiatan pemberian MP-ASI di lokasi banjir? 2. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan? 3. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MPASI ini? 4. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam pengorganisasian? 5. Bagaimana cara Bapak/Ibu mensosialisasikan program pemberian MP-ASI kepada kader yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI?
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggerakan kader dalam pelaksanaan program MPASI ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah dibuat? 7. Apa sajakah kesulitan Bapak/Ibu dalam menggerakan kader tersebut? 8. Bagaimana cara Bapak/Ibu melakukan pengawasan terhadap kinerja
kader
dalam pelaksanaan program pemberian MP-ASI? 9. Apa sajakah kesulitan dan hambatan yang dialami dalam melaksanakan pengawasan program pemberian MP-ASI? 10. Seperti apa evaluasi yang dilakukan terhadap pelaksanaan program MP-ASI di tingkat masyarakat? 11. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Tenaga Pelaksana Gizi Puskesmas Kebayoran Baru “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal
:
Nama Pewawancara
:
Karakteristik Informan 1. Nama Informan
:
2. Tempat, Tanggal lahir
:
3. Pendidikan terakhir
:
4. Lama bekerja sebagai pelaksana program MP-ASI : 5. Nomor Ponsel
:
Pertanyaan 1. Dengan pihak mana saja Bapak/Ibu berkoordinasi dalam penyusunan rencana pelaksanaan
kegiatan
pemberian
MP-ASI
ini?
Hal
apa
saja
yang
dikoordinasikan? 2. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan? 3. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MPASI ini? 4. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam pengorganisasian? 5. Bagaimana cara Bapak/Ibu mensosialisasikan program pemberian MP-ASI kepada TPG kelurahan yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI?
6. Bagaimana cara Bapak/Ibu menggerakan TPG kelurahan dalam pelaksanaan program MP-ASI ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah dibuat? 7. Apa sajakah kesulitan Bapak/Ibu dalam menggerakan TPG kelurahan tersebut? 8. Bagaimana metode pengawasan untuk pelaksanaan program pemberian MPASI ini? 9. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI ini? 10. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal
:
Nama Pewawancara
:
Karakteristik Informan 1. Nama Informan
:
2. Tempat, Tanggal lahir
:
3. Pendidikan terakhir
:
4. Nomor Ponsel
:
Pertanyaan 1. Bagaimana cara Ibu menyusun kebutuhan tenaga, logistik, tempat, anggaran dan sasaran program MP-ASI? 2. Dengan pihak mana saja Ibu berkoordinasi dalam penyusunan rencana pelaksanaan
kegiatan
pemberian
MP-ASI
ini?
Hal
apa
saja
yang
dikoordinasikan? 3. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan? 4. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MPASI ini? 5. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam pengorganisasian?
6. Bagaimana cara Ibu mensosialisasikan program pemberian MP-ASI kepada TPG yang melaksanakan kegiatan pemberian MP-ASI? 7. Bagaimana cara Ibu menggerakan kader dalam pelaksanaan program MP-ASI ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah dibuat? 8. Bagaimana cara Ibu menggerakan TPG dalam pelaksanaan program pemberian MP-ASI ini? Bagaimana kesesuaian dengan perencanaan yang telah dibuat? 9. Apa sajakah kesulitan Ibu dalam menggerakan TPG tersebut? 10. Bagaimana metode pengawasan untuk pelaksanaan program pemberian MPASI ini? 11. Bagaimana cara pemantauan terhadap gudang penyimpanan MP-ASI di Puskesmas? 12. Bagaimana cara Ibu melakukan pengawasan terhadap kinerja
TPG dalam
pelaksanaan program pemberian MP-ASI? 13. Apa sajakah kesulitan dan hambatan yang dialami dalam melaksanakan pengawasan program pemberian MP-ASI? 14. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI ini? 15. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Kader Posyandu “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal
:
Nama Pewawancara
:
Karakteristik Informan 1. Nama Informan
:
2. Tempat, Tanggal lahir
:
3. Pendidikan terakhir
:
4. Nomor Ponsel
:
Pertanyaan 1. Bagaimana cara Ibu merencanakan kegiatan pemberian MP-ASI di lokasi banjir? Apa saja rencana yang disusun? 2. Hambatan apa sajakah yang biasanya muncul dalam perencanaan? 3. Bagaimana pelaksanaan kegiatan pemberian MP-ASI ini, sesuaikah dengan rencana yang telah dibuat? 4. Bagaimana cara pengawasan program pemberian MP-ASI ini? 5. Apa sajakah kesulitan dan hambatan yang dialami dalam melaksanakan pengawasan pemberian MP-ASI? 6. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI ini? 7. Apa saja hambatan dalam penilaian/evaluasi pelaksanaan program MP-ASI?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Ibu Baduta “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal
:
Nama Pewawancara
:
Karakteristik Informan 1. Nama Informan
:
2. Tempat, Tanggal lahir
:
3. Pendidikan terakhir
:
4. Nomor Ponsel
:
Pertanyaan 1. Berapa banyak MP-ASI biskuit yang ibu terima? 2. Siapa yang memberikannya dan bagaimana cara memberikannya? 3. Bagaimana cara kader dalam melakukan sosialisasi program MP-ASI ini? 4. Siapa saja yang mengonsumsi biskuit tersebut? 5. Bagaimana cara ibu menghidangkan MP-ASI biskuit tersebut? 6. Bagaimana pengawasan yang dilakukan kader atau TPG terhadap ibu saat memberikan MP-ASI pada badutanya? Hal apa saja yang dipantau? 7. Apa saja hambatan yang ditemui dalam memperoleh MP-ASI biskuit tersebut?
Pedoman Wawancara Mendalam untuk Staf Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
Tanggal
:
Nama Pewawancara
:
Karakteristik Informan 1. Nama Informan
:
2. Tempat, Tanggal lahir
:
3. Pendidikan terakhir
:
4. Nomor Ponsel
:
Pertanyaan 1. Bagaimana cara Bapak/Ibu menyusun tujuan, sasaran
serta prosedur
pelaksanaan program MP-ASI bencana? 2. Bagaimana cara menentukan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MPASI ini? 3. Bagaimana cara Bapak/Ibu mensosialisasikan program MP-ASI bencana ini? 4. Bagaimana metode pengawasan untuk pelaksanaan program MP-ASI ini? 5. Bagaimana metode penilaian/evaluasi terhadap pelaksanaan program MP-ASI ini?
Lembar Observasi Karakteristik Produk MP-ASI “Gambaran Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
Spesifikasi Teknis Produk MP-ASI Biskuit No.
Hal yang diamati
Ya
1
MP-ASI biskuit terbuat dari campuran terigu,
√
margarin, gula, susu, lesitin kedelai, garam bikarbonat, dan diperkaya dengan vitamin dan mineral serta ditambah dengan penyedap rasa dan aroma (flavour). 2
MP-ASI biskuit berbentuk keping bundar
√
berdiameter 5-6 cm, berat 10 gram per keping. Pada permukaan atas biskuit tercantum tulisan “MP-ASI”. 3
Nama Produk: “MP-ASI biskuit” disertai
√
lambang Kemenkes dan logo halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) 4
Keterangan berat bersih sebesar 120 gram
√
5
Nama dan alamat produsen
√
6
Informasi dan kandungan gizi per 100 gram
√
7
Petunjuk penyimpanan sebelum dan sesudah
√
kemasan dibuka 8
Kode produksi
√
9
Nomor pendaftaran pangan (registrasi) BPOM
√
10
Tanggal kadaluarsa (bulan dan tahun)
√
11
Pesan “Hanya untuk anak 12 – 24 bulan”
√
12
Tulisan “GRATIS”
√
Tidak
Keterangan
Lembar Telaah Dokumen “Analisis Manajemen Program Pemberian MP-ASI Biskuit pada Baduta yang Menjadi Korban Banjir di Kelurahan Petogogan Jakarta Selatan Tahun 2012”
No. 1 2
3
4
5 6 7 9
10
11
12 13 14 15
Dokumen yang ditelaah Tanda terima distribusi MPASI dari Kemenkes Tanda terima distribusi MPASI Sudinkes Jakarta Selatan
Ya √
Tanda terima distribusi MPASI Puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru Tanda terima distribusi MPASI Puskesmas Kelurahan Petogogan Data balita di Posyandu Profil ketenagaan puskesmas Kecamatan Kebayoran Baru Profil ketenagaan puskesmas Kelurahan Petogogan Buku Pedoman Pengelolaan MP-ASI buffer stock (di tingkat kemenkes) Buku Pedoman Pengelolaan MP-ASI buffer stock (di tingkat Sudinkes Jaksel) Buku Pedoman Pengelolaan MP-ASI buffer stock (di tingkat Puskesmas Kecamatan dan Kelurahan) Lembar pengecekan tempat penyimpanan MP Lembar pengecekan pendistribusian MP Lembar pengawasan konsumsi MP Lembar evaluasi program pemberian MP
√
Tidak
√
Keterangan
Perencanaan distribusi dibuat langsung di tanda terima Perencanaan distribusi dibuat langsung di tanda terima Perencanaan distribusi dibuat langsung di tanda terima
√ √ √ √ √ √
Tidak terdapat buku pedoman tersebut
√
Tidak terdapat buku pedoman tersebut
√
Tidak terdapat lembar pengecekan tersebut Tidak terdapat lembar pengecekan tersebut Tidak terdapat lembar pengawasan tersebut Tidak terdapat lembar evaluasi tersebut
√ √ √
Matriks Wawancara Mendalam pada Kader Posyandu No.
Aspek Dahlia
1.
Perencanaan Penyusunan rencana kegiatan pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Hambatan dalam penyusunan perencanaan kegiatan pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana
Melati
Keterangan Kader Posyandu Kuntum Mekar Anggrek
Seruni
Kenanga
Perencanaan dibuat oleh kader posyandu yang meliputi perencanaan sasaran dan jumlah MP-ASI biskuit yang akan diberikan. Tidak ada perencanaan pengawasan dan penilaian hasil kegiatan.
Tidak ada hambatan, yang penting membagi habis MP-ASI yang ada sebab kebetulan jumlah MP-ASI yang diberikan sesuai dengan jumlah balitanya, sehingga 1 orang mendapat 1 bungkus MPASI.
MP-ASI yang diberikan sedikit, sehingga perlu mensiasatinya dengan membagi 2 bungkus MPASI biskuit untuk 3 orang anak. Serta menambahkan biskuit produk lain. Sehingga 1 orang mendapat 8 keping biskuit MP-ASI dan produk lain.
MP-ASI yang diberikan sedikit, sehingga 1 orang mendapat 3-4 keping biskuit dan kader menambahkan biskuit produk lain dengan menggunakan dana swadaya mayarakat.
MP-ASI yang diberikan memang sedikit, sehingga pemberiannya diutamakan kepada baduta BGM. Setiap baduta mendapat 1 pak besar yang berisi 7 bungkus MP-ASI.
MP-ASI yang diberikan memang sedikit, sehingga pemberiannya diutamakan kepada baduta BGM. Setiap baduta mendapat 1 pak besar yang berisi 7 bungkus MPASI.
MP-ASI yang diberikan sedikit, sehingga 1 orang mendapat 5 keping biskuit dan kader menambahkan makanan lain dengan menggunakan dana swadaya mayarakat.
2.
3.
4.
Pengorganisasian Pembagian Tugas diberikan oleh TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan untuk mendistribusi-kan MP-ASI ketika banjir. tugas dalam program MPASI biskuit untuk baduta korban bencana Penggerakan Pelaksanaan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan Kegiatan kegiatan sesuai dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan dilaksanakan rencana sesuai rencana, sesuai rencana, sesuai rencana, sesuai rencana, sesuai rencana, sesuai rencana, yaitu membagi yaitu membagi yaitu membagi yaitu membagi yaitu membagi yaitu membagi MP-ASI kepada MP-ASI kepada MP-ASI kepada MP-ASI kepada MP-ASI kepada MP-ASI kepada semua ibu balita semua ibu balita semua ibu balita baduta BGM. baduta BGM. semua ibu balita secara merata. secara merata. secara merata secara merata Kesulitan Tidak terdapat Tidak terdapat Tidak terdapat Tidak terdapat Tidak terdapat Tidak terdapat dalam kesulitan karena kesulitan karena kesulitan karena kesulitan karena kesulitan karena kesulitan karena melaksanakan dapat membagi dapat membagi dapat membagi dapat memberi dapat memberi dapat membagi kegiatan sesuai secara adil. secara adil secara adil pengertian pengertian secara adil rencana meskipun meskipun kepada ibu kepada ibu meskipun sedikit. sedikit. balita yang lain balita yang lain sedikit. yang tidak yang tidak mendapat MPmendapat MPASI. ASI. Pengawasan Cara Tidak ada pengawasan karena tidak ada perencanaan dan isnstruksi untuk melakukan pengawasan. melakukan pengawasan program pemberian MP-ASI biskuit untuk
5.
baduta korban bencana Hambatan dalam melaksanakan pengawasan program pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Penilaian Cara penialian program MPASI biskuit untuk baduta korban bencana Hambatan dalam penilaian/evalu asi program MPASI biskuit untuk baduta korban bencana
Tidak adanya instruksi untuk melakukan pengawasan dan karena MP-ASI yang diberikan hanya sedikit, sehingga bisa langsung habis setelah dibagikan.
Penilaian belum dilakukan karena tidak ada perencanaan untuk melakukan penilaian yang disebabkan tidak adanya instruksi untuk melapor dan malakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit bencana ini.
Tidak adanya instruksi untuk melapor dan malakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit bencana ini.
Matriks Wawancara Mendalam pada Ibu Baduta yang Mendapat MP-ASI No.
Aspek Dahlia
1.
Penggerakan MP-ASI yang diperoleh
Sosialisasi dari kader Cara memperoleh MP-ASI biskuit
Siapa dan cara mengonsumsi MP-ASI biskuit
2.
Pengawasan Pengawasan dari kader
Melati
Keterangan Kader Posyandu Kuntum Mekar Anggrek
Seruni
Tiap 1 anak mendapat 1 bungkus MPASI.
Kenanga
Tiap 1 anak Tiap 1 anak Tiap 1 anak Tiap 1 anak mendapat 8 mendapat 3 mendapat 1 pak mendapat 1 pak keping biskuit keping biskuit besar yang berisi besar yang berisi MP-ASI dan MP-ASI dan 7 bungkus MP7 bungkus MPditambah ditambah ASI. ASI. produk lain. produk lain. MP-ASI yang diberikan harus dihabiskan dan hanya boleh dikonsumsi oleh baduta.
Tiap 1 anak mendapat 5 keping biskuit MP-ASI dan ditambah makanan lain.
Dibagikan di Posyandu setelah banjir surut.
Dibagikan di Posyandu setelah banjir surut.
Dibagikan di Posyandu setelah banjir surut.
Dibagikan di Posyandu setelah banjir surut.
Dikonsumsi hanya oleh balita dengan dimakan langsung dan dicelup air.
Dikonsumsi hanya oleh balita karena hanya mendapat sedikit, caranya dengan dimakan langsung.
Dikonsumsi hanya oleh balita karena hanya mendapat sedikit, caranya dengan dimakan langsung.
Dibagikan di Posyandu setelah banjir surut dan diantar kerumah bagi yang tidak hadir di Posyandu. Dikonsumsi hanya oleh balita dengan dimakan langsung dan dicelup air.
Tidak ada pengawasan, kader hanya membagikan biskuit.
Dibagikan di Posyandu setelah banjir surut dan diantar kerumah bagi yang tidak hadir di Posyandu. Dikonsumsi hanya oleh balita dengan dimakan langsung dan dicelup air.
Dikonsumsi hanya oleh balita karena hanya mendapat sedikit, caranya dengan dimakan langsung.
Matriks Wawancara Mendalam pada Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan Aspek No. 1. Perencanaan Penyusunan rencana kegiatan pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana
2.
Hambatan dalam penyusunan perencanaan kegiatan pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Pengorganisasian Penentuan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Hambatan dalam melakukan pengorganisasian
3.
Penggerakan Cara menggerakan petugas program pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Kesulitan dalam menggerakan TPG Puskesmas Kelurahan Petogogan
4.
Pengawasan Cara
Keterangan Perencanaan dibuat oleh Koordinator Gizi Sudinkes Kota Jakarta Selatan yang meliputi perencanaan jumlah MP-ASI biskuit dan wilayah yang akan diberikan serta penanggung jawab kegiatan pemberian di tingkat kecamatan. Tidak ada perencanaan anggaran distribusi (handling cost). Tidak ada perencanaan untuk melakukan pengawasan dan penilaian. Tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI biskuit tersebut, tidak adanya ketentuan anggaran untuk distribusi (handling cost).
Penugasan diberikan kepada TPG Puskesmas Kecamatan yang disesuaikan dengan kapasitasnya sebagai penanggung jawab program gizi di Puskesmas Kecamatan. Belum adanya ketentuan pengorganisasian program ini, sehingga penugasan disesuaikan dengan tujuan program untuk memberikan MP-ASI tersebut. Tugas yang diberikan kepada TPG Puskesmas Kecamatan adalah untuk mendistribusikan MP-ASI biskuit tersebut pada wilayah rawan banjir. Penggerakan dilakukan melalui rapat koordinasi antar TPG Puskesmas Kecamatan. Pembagian MP-ASI dilakukan sesuai dengan perencanaan yang telah dibuat. Tidak terdapat kesulitan karena dapat menjaga hubungan baik melalui komunikasi yang baik dengan TPG Puskesmas Kecamatan. Tidak ada pengawasan karena tidak ada
melakukan pengawasan program pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana
5.
Hambatan dalam melaksanakan pengawasan program pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Penilaian Cara penialian program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana
Hambatan dalam penilaian/evaluasi program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana
perencanaan untuk melakukan pengawasan yang disebabkan tidak adanya instruksi untuk mengawasinya dan adanya asumsi untuk mempercayakan kepada TPG dan kader dalam melakukan pengawasan. Tidak adanya instruksi untuk melakukan pengawasan dan karena tidak semua wilayah terjadi bencana pada waktu yang sama, sehingga sulit mengawasi jalannya program ini. Penilaian belum dilakukan karena tidak ada perencanaan untuk melakukan penilaian yang disebabkan tidak adanya instruksi untuk melapor dan malakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit bencana ini. Tidak adanya instruksi untuk melapor dan malakukan penilaian hasil kegiatan pemberian MP-ASI biskuit bencana ini.
Matriks Wawancara Mendalam pada Kasie Bimbingan dan Evaluasi Subdit Bina Konsumsi Makanan Kemenkes RI Aspek No. 1. Perencanaan Penyusunan rencana program pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Hambatan dalam penyusunan perencanaan kegiatan pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana 2.
3.
4.
5.
Pengorganisasian Penentuan kegiatan dan pembagian tugas dalam program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Penggerakan Cara mensosialisasikan program
Pengawasan Metode pengawasan program pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Hambatan dalam melaksanakan pengawasan program pemberian MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana Penilaian Metode penialian program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana
Keterangan Perencanaan yang dibuat adalah mengenai tujuan, sasaran, target da prosedur pelaksanaan program, tetapi masih belum dilengkapi dengan ketentuan konsumsi MPASI. Tidak adanya ketentuan konsumsi MP-ASI biskuit tersebut karena pembuatan pedoman dilakukan secara cepat untuk memenuhi kebutuhan mendesak, yang penting program ini memiliki petunjuk pelaksanaannya. Pengorganisasian program terdapat dalam pedoman MP-ASI yang telah dibuat yang disesuaikan dengan kapasaitas pelaksana di tiap tingkat organisasi pelaksana. Sosialisasi dilakukan satu kali pada tahun 2010 melalui pertemuan regional antar pelaksana program gizi tingkat provinsi. Tidak ada rencana untuk mensosialisasikan program ini kembali. Seharusnya pengawasan dilakukan secara berjenjang, untuk di lapangan yang mengawasi adalah petugas gizi dan dibantu kader. Namun sejauh ini belum ada pengawasan. Belum adanya pelaporan dari tingkat bawah.
Seharusnya penilaian dilakukan secara berjenjang setelah kegiatan pemberian MPASI, minimal 2 kali dalam setahun, dengan melihat apakah MP-ASI yang diberikan sesuai dengan jumlah baduta yang ada, namun
Hambatan dalam penilaian program MP-ASI biskuit untuk baduta korban bencana
sejauh ini belum dilakukan. Belum adanya pelaporan hasil kegiatan dari tingkat bawah.