MANAJEMEN RISIKO KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA PADA AKTIVITAS PEMBUATAN PRODUK DI BENGKEL LAS AW JAKARTA SELATAN TAHUN 2012
Aprilia Widiyani* Sarjana Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Depok L. Meily Kurniawdijaja** Dosen Program Studi Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia, Depok
ABSTRAK Penelitian ini membahas risiko keselamatan dan kesehatan kerja pada aktivitas pekerjaan di Bengkel Las AW Jakarta Selatan Tahun 2012. Penelitian ini adalah deskriptif observasional yang bertujuan untuk manajemen risiko. Penelitian ini menggunakan metode identifikasi bahaya dan dampak menggunakan JHA (Job Hazard Analysis) dan analisis penilaian risiko ukuran semi kuantitatif menurut AS/NZS 4360 dengan mengalikan consequences, exposure, dan probability. Hasil penelitian mendapatkam rekomendasi pengendalian risiko, komunikasi dan pemantauan berdasarkan penilaian tingkat risiko yang meliputi very high, priority 1, substancial, priority 3, dan acceptable. Kata kunci: Bengkel las, Manajemen risiko, Penilaian AS/NZS 4360
ABSTRACT This research describes risk management of safety and health occupational for production activity task at Bengkel Las AW South Jakarta 2012. Design for this research was descriptive observational study that objective to manage of risk. The research were used JHA (Job Hazard Analysis) for hazards and effects identification, then for analysis of assessment risk rating used AS/NZS 4360 standard by multiplied of consequences, exposure, and probability. The results of the research were recommendations control, communication, and monitoring of risk based on risk assessment of the risk rating in each activity that includes very high, priority 1, substantial, priority 3, and acceptable. Keywords: Informal workshop, Risk assessment AS/NZS 4360, Risk management
Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
keracunan uap logam, (Suma’mur, 1976:144).
PENDAHULUAN Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
Usaha bengkel las yang memiliki aktivitas
dewasa ini telah menjadi suatu hal yang harus
gerinda, mengandung berbagai jenis energi
dilaksanakan di tempat kerja. Upaya K3
seperti energi mekanis, fisik, dan listrik.
dimaksudkan
pekerja,
Energi-energi tersebut dapat menimbulkan
munculnya
cedera, suara dan getaran yang keras, serta
aktivitas
energi panas dan percikan bunga api yang
untuk
melindungi
mencegah
kecelakaan
gangguan
kesehatan
dan terhadap
pekerjaan, seperti tertuang dalam Undang-
dapat
Undang (UU) No 1 tahun 1970. Peraturan
kerusakan, (Ramli, 2011:64).
Pemerintah (PP) No 50 tahun 2012 pasal 7, menyebutkan
bahwa
Prasurvei
kecelakaan
yang
dilakukan
dan
pada
kebijakan
Oktober 2012, didapati bahwa Bengkel Las
mengenai tinjauan awal terkait kondisi K3,
AW memiliki potensi risiko kecelakaan,
salah
mengidentifikasi
gangguan kesehatan, dan kebakaran. Aktivitas
potensi bahaya, penilaian dan pengendalian
pekerjaan yang berpotensi terhadap risiko
risiko.
tersebut terdapat dalam aktivitas pemotongan,
satunya
Upaya
perlunya
menimbulkan
dengan
mengidentifikasi
potensi
bahaya, menilai, dan mengendalikan potensi
pengelasan,
risiko
Berdasarkan temuan tersebut, diperlukan
bahaya
merupakan
konsep
dari
manajemen risiko.
gerinda,
dan
pengecatan.
manajemen risiko untuk mengidentifikasi
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat
bahaya, menganalisis risiko guna mengetahui
pada Februari 2012 jumlah tenaga kerja
peluang, konsekuensi dan besar pajanan,
sebanyak 112,8 juta orang, dengan 42,1 juta
mengevaluasi tingkat risiko, menentukan
orang bekerja pada sektor kegiatan formal dan
upaya pengendalian risiko, komunikasi dan
70,7 juta orang bekerja pada sektor kegiatan
konsultasi bahaya, serta pemantauan dan
informal. Melihat banyaknya jumlah tenaga
tinjauan ulang risiko.
kerja di sektor kegiatan informal, maka manajemen risiko perlu dilakukan terutama untuk aktivitas pekerjaan yang memiliki potensi risiko di sektor usaha tersebut. Terlebih sektor kegiatan informal seperti usaha bengkel las yang memiliki aktivitas pengelasan berpotensi menimbulkan risiko
TINJAUAN TEORITIS Manajemen Risiko Manajemen mengevaluasi
dan
mengendalikan (exposure)
risiko
adalah
(jika
diperlukan)
sumber-sumber
dan
risiko.
proses
pajanan
Pelaksanaan
manajemen risiko memerlukan pengumpulan
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 1
informasi ilmiah yakni dengan melakukan
berhubungan
risk assessment (penilaian risiko). Penilaian
memperbaiki kebijakan perusahaan. Elemen-
risiko merupakan proses untuk mengestimasi
elemen dari AS/NZS 4360 (2004) terdiri dari
kemungkinan terjadinya suatu kejadian dan
7 elemen berikut.
besaran efeknya pada keselamatan, kesehatan, ekologi, dan keuangan selama masa periode tertentu, (Kalluru et all, 1996:10). Menurut Australian and New Zealand Standards (AS/NZS) 4360 tahun 2004, manajemen risiko merupakan penentuan suatu kelayakan infrastruktur dan budaya yang diaplikasikan dengan logika serta metode sistematis dari menetapkan ruang lingkup, mengidentifikasi, mengevaluasi,
menganalisis,
menafsirkan, memonitoring
dan mengomunikasikan risiko-risiko yang berhubungan dengan segala aktivitas, fungsi, atau proses yang memungkinkan organisasi meminimalkan kerugian dan memaksimalkan keuntungan. Tujuan dari manajemen risiko adalah memberikan dasar terpercaya dan tepat untuk pembuatan keputusan dan perencanaan, mengidentifikasi
peluang-peluang
dan
memperoleh
nilai
hambatan-hambatan, ketidakpastian
dan
keragaman,
memproaktifkan manajemen, meningkatkan efektivitas
alokasi
memperbaharui mengurangi
sumber
manajemen
kerugian
insiden
serta biaya
daya, dan risiko
termasuk biaya asuransi, memperbaharui kepercayaan stakeholder, pemenuhan yang
dengan
legislasi,
dan
1. Komunikasi dan konsultasi Komunikasi
dan
konsultasi
dengan
internal dan eksternal stakeholder yang terlibat dalam masing-masing tahapan dari proses
manajemen
memperhatikan
risiko
selama
dan proses
berlangsung. 2. Menentukan ruang lingkup (context) Menetapkan ruang lingkup eksternal, internal, dan manajemen risiko. Penetapan ruang lingkup memungkinkan risiko dapat dievaluasi dan dianalisis. 3. Identifikasi risiko Mengidentifikasi dimana, kapan, kenapa, dan bagaimana kejadian tertentu dapat dicegah, dikurangi, dihindari, maupun ditingkatkan sesuai dengan tujuan. 4. Analisis risiko Melakukan identifikasi dan evaluasi dari pengendalian
yang
telah
dilakukan,
menentukan konsekuensi, kemungkinan, dan level risiko. Elemen analisis harus mendapatkan jarak potensial konsekuensi dan bagaimana hal tersebut dapat terjadi. 5. Evaluasi risiko Membandingkan estimasi level risiko dan menentukan
keseimbangan
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
potensi Page 2
keuntungan dan dampak yang muncul.
bahaya
Pada
langkah
elemen
ini
memungkinkan
yang
tidak
dapat
selanjutnya
dikendalikan,
yakni
dengan
terbentuknya keputusan untuk mengatasi
mengeliminasi atau mengurangi risiko dari
hambatan/ ancaman yang timbul dan
bahaya tersebut agar berada pada tingkat
prioritas pelaksanaan.
risiko yang dapat diterima, (OSHA, 2002).
6. Pengendalian risiko Mengembangkan
dan
mengimplementasikan
efektivitas
berdasarkan strategi biaya efektif dan action plans untuk meningkatkan potensi keuntungan
dan
mengurangi
potensi
kerugian.
Kegiatan memonitoring efektivitas dari seluruh tahapan proses manajemen yang telah dilakukan. Hal ini penting untuk kelanjutan perbaikan. Monitoring risiko efektivitas
memastikan
tidak
dibutuhkan terjadi
untuk
perubahan
prioritas. Teknik
mencakup
dua
menganalisis
(risk assessment)
tahapan
risiko
(risk
proses
yakni
analysis)
dan
mengevaluasi risiko (risk evaluation). Teknik analisis risiko semi kuantitatif digunakan jika data-data yang tersedia cukup lengkap dan kondisi operasi lebih kompleks. Menurut Fine
7. Monitoring dan tinjauan ulang
dan
Penilaian risiko
(1971:4),
risiko
ditentukan
oleh
nilai
consequences, exposure, dan probability. Formula
dari
risiko
didapatkan
dengan
mengalikan ketiga nilai tersebut. Hasil dari perkalian ketiga nilai yang dikemukakan oleh Fine, menurut Cross (2004) dalam Alfiah (2012:31)
memunculkan
tingkat
risiko.
Evaluasi risiko dilakukan untuk menentukan aktif
metode
prioritas risiko berdasarkan hasil peringkat
terbaik untuk mengidentifikasi bahaya yakni
risiko. Penentuan prioritas dikaitkan dengan
dengan
konsep ALARP (As Low As Reasonably
mencari
merupakan
bahaya
sebelum
menimbulkan dampak. Salah satu contoh teknik ini dengan Job Hazard Analysis (JHA). JHA adalah suatu teknik yang fokus terhadap tugas-tugas
pekerjaan
sebagai
langkah
identifikasi bahaya sebelum menimbulkan sesuatu yang merugikan. Teknik ini melihat hubungan antara pekerja, tugas, peralatan, dan
Practicable), (Ramli, 2011:105). Pengendalian
risiko
dilakukan
berdasarkan hasil identifikasi dan penilaian risiko dengan memberikan pedoman melalui pendekatan seperti berikut, (OHSAS 18001 dalam Ramli (2011:104-107).
lingkungan kerja. Setelah mengidentifikasi Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 3
a. Eliminasi,
menghindari
risiko
dari
sumbernya.
dengan metode MMA (manual metal arc) yakni
b. Subtitusi, mengganti bahan, alat, dan cara kerja yang mengurangi risiko kecelakaan. c. Pengendalian
rekayasa
teknik
menggunakan
stick
welding
intensitas kebisingan adalah 85 dBA - 95 dBA. Metode MMA merupakan teknik pengelasan
yang
paling
banyak
(engineering control), memberi barrier
menghasilkan uap las. Peralatan gerinda
pada sumber bahaya dan mengendalikan
memiliki intensitas bising yakni 95 dBA -
jarak antara sumber
105 dBA,
bahaya dengan
(www.hse.gov.uk/welding/noise-
penerima. d. Pengendalian (administrative
administratif control),
mengurangi
kontak antara penerima dengan sumber
vibration.htm). Kebisingan Berdasarkan Bangunan (Sumber: Permenakertrans No. 13 Tahun 2011)
bahaya melalui pengendalian proses kerja dan
pengaturan
waktu
terhadap
pemajanan bahaya. e. Alat pelindung diri (personal protective equipment), membatasi jumlah pemajanan bahaya
oleh
penerima
dengan
menggunakan alat pelindung diri. Bahaya Aktivitas di Bengkel
Waktu pemaparan per hari 8 4 2 1 30 15 7.5 3.75 1.88 0.94
Intensitas Kebisingan dB (A) 85 88 Jam 91 94 97 100 103 Menit 106 109 112
1. Kebisingan Kebisingan dapat menyebabkan gangguan
2. Getaran
fisiologis, psikologis, komunikasi, dan
Getaran pada tangan dapat memiliki efek
ketulian. Kebisingan juga digolongkan
berupa berbagai gejala yang disebut
dapat menyebabkan gangguan auditori
sindrom getar seperti pada gangguan
misalnya
dan
sistem vascular, saraf perifer, dan saraf
gangguan non-auditori seperti komunikasi
skletomuskular (white finger), (Anizar,
terganggu, ancaman bahaya keselamatan,
2009:107).
gangguan
menurunnya
pendengaran
performance
kerja,
kelelahan, dan stress. Pada pengelasan
3. Pencahayaan Silau berpengaruh terhadap mata yaitu menyebabkan
ketidakmampuan
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
mata Page 4
merespon cahaya dengan baik (disability glare)
atau
tidak
nyaman
Faktor risiko ergonomi seperti postur
Pajanan
berulang
janggal, force/ beban, repetition, kontak
dalam waktu lama dapat menimbulkan
bertekanan dan durasi postur statis dapat
conjungtivitis (kebutaan), (HSE, 2010).
menyebabkan CTDs (cumulative trauma
Menurut Prasetyawan (2012:12), selain
disorders), (Kurniawidjaja, 2010:185).
(discomfort
perasaan
5. Ergonomi
glare).
cahaya silau, dari pengelasan timbul
6. Listrik
cahaya tampak, infra merah, dan sinar
Bahaya listrik menyebabkan kejadian fatal
ultra violet (UV). Cahaya tampak dapat
dan luka (terbakar) yang dikarenakan
menimbulkan lelah dan sakit mata bersifat
hubungan singkat (electricity shock) dan
sementara.
Sinar
infra
merah
kebakaran,
menimbulkan
pembengkakan
kelopak
mata,
penyakit
pada
kornea,
dan
kerabunan. Sinar UV jika melebihi batas ambang tertentu menimbulkan sakit pada mata.
uap
logam
terjadi
dapat
mengakibatkan gangguan kesehatan yang disebut demam uap logam. Gejala yang ditimbulkan
yakni
sakit
kepala
dan
demam secara mendadak, menggigil, mual, muntah, sakit pada otot-otot dan merasa kelelahan. Partikel uap yang berhubungan dengan proses pengelasan dapat
menyebabkan
pneumoconiosis
berbagai
diantaranya
jenis adalah
partikel karbon. Partikel karbon yang menumpuk
m). METODE PENELITIAN Desain penelitian ini adalah deskriptif observasional, menggunakan pendekatan semi
4. Uap Logam Potensi
(www.hse.gov.uk/welding/electrocution.ht
dapat
menyebabkan
pigmentasi hitam pada paru-paru yang disebut Anthracosis.
kuantitatif
untuk
mengestimasi
risiko
keselamatan dan kesehatan pada aktivitas pekerjaan
di
Bengkel
Las
AW
pada
November 2012 Jakarta Selatan. Identifikasi bahaya dan risiko dilakukan dengan membuat tabel JHA. Analisis dan evaluasi risiko menggunakan
standar
nilai
probability,
consequences, exposure, dan level risiko dari AS/NZS
4360.
identifikasi
Hasil
bahaya
penelitian
dan
analisis
berupa risiko
dijabarkan dalam bentuk tabel horisontal. Pembahasan
mengenai
penilaian
risiko
dijabarkan dalam bentuk narasi. Instrumen yang digunakan adalah lembar wawancara untuk
mengetahui
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
proses
dan
tahapan Page 5
pekerjaan, lembar JHA, kamera, matriks
kimia, kontak bahan kimia, tertelan bahan
analisis semi kuantitatif AS/NZS 4360 dan
kimia, uap besi, uap elektroda, material kimia
formula perhitungan risiko dari perangkat
mudah
lunak.
dempul.
HASIL
PENELITIAN
DAN
(flammable)
dan
debu
1. Percik api Percik api berasal dari gesekan
PEMBAHASAN
benda berputar dengan besi yang terdapat
Keterbatasan Penelitian 1. Keterbatasan waktu dan dana membuat observasi terbatas pada aktivitas yang dilakukan saat penelitian berlangsung. 2. Keterbatasan pengalaman peneliti terkait pekerjaan di bengkel las, disiasati dengan wawancara pada pekerja dan literatur terkait kegiatan pengelasan. 3. Keterbatasan lembar data keselamatan (SDS) terkait beberapa bahan kimia produksi dalam negeri seperti dempul dan hardener. Hal ini diantisipasi dengan mencari SDS produk sejenis dari produsen berbeda. 4. Keterbatasan waktu dan SDM untuk berdiskusi
terbakar
dengan
ahli
yang
dapat
memberikan masukan terkait rekomendasi teknik (engineering control).
pada aktivitas pemotongan menggunakan mesin cutting dan alat gerinda pada aktivitas penghalusan. Percik api juga dihasilkan saat kegiatan pengelasan akibat kontak elektroda dengan besi yang di las. Percik api dapat menimbulkan sengatan rasa panas di anggota tubuh terbuka dari pekerja hingga kebakaran. Risiko awal (basic risk) dari bahaya percik api berada pada tingkat risiko very high baik saat pengelasan maupun saat pemotongan. Rekomendasi diberikan pengelasan
pengendalian
adalah
penyuluhan
yang terkait
yang aman, menyediakan
APAR CO2/ Dry chemical dan first aid kit (administratif) dan menggunakan gloves kulit, apron dan goggles transparan tahan api (APD).
Risiko dari Aktivitas Pekerjaan di Bengkel
2. Uap kimia
Las AW
Bahaya uap bahan kimia terdapat
Bahaya kimia di Bengkel Las AW
pada
aktivitas
pendempulan
dan
hampir terdapat di setiap tahap aktivitas
pewarnaan. Saat mendempul terdapat
pekerjaan.
yang
faktor risiko terhirupnya uap dempul dan
teridentifikasi berupa percik api, uap bahan
hardener yang dioleskan ke sambungan
Faktor
bahaya
kimia
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 6
besi. Uap tersebut dapat menyebabkan
tiner, dan clear jika terhirup dapat
iritasi pernapasan (seperti gejala sengau,
menyebabkan iritasi hidung dan mata
nausea, pening dan sakit kepala), iritasi
(pusing,
mata
jangka
kebingungan, nausea, kerusakan mata)
exposure lama dapat membuat kerusakan
dan kerusakan paru. Dampak dari bahan
saluran pernapasan, pandangan kabur, dan
tersebut
pada pajanan berlebih dapat menyebabkan
keselamatan produsen cat dan tiner yang
kerusakan permanen pada sistem saraf dan
digunakan di bengkel yakni SDS dari
otak (lembar data keselamatan polyester
Valent dan ICI Paint Indonesia. Tingkat
putty 3M, 2012). Uap dempul/ hardener
risiko dari uap cat adalah very high,
memiliki nilai risiko dasar (basic risk)
sehingga memerlukan pengendalian untuk
pada tingkat risiko priority 1. Evaluasi
mengurangi
bahaya ini secara umum adalah toleransi,
pengendalian
yakni mengurangi risiko bahaya hingga
pencampuran dilakukan di ruang terbuka
batas yang dapat diterima. Rekomendasi
(ventilasi cukup), mengontrol jarak kerja
pengendalian dengan melakukan kegiatan
aman
mendempul dengan pertukaran udara baik,
penyuluhan terkait cara pencampuran
menempatkan posisi hidung tidak dekat
yang
dengan
sedang
komunikasi bahaya bahan campuran cat,
(pekerja
menempelkan poster cara mencuci tangan
(kemerahan).
bahan
dioleskan,
Dalam
dempul
rotasi
yang
kerja
gangguan
diperoleh
saat
aman
koordinasi,
dari
lembar
risiko. yang
Rekomendasi
diberikan
pencampuran
dan
data
dengan
bahan
personal
cat,
hygiene,
bergantian), jadwal kerja dan istirahat
yang
(membuat pembagian tugas dan jadwal
mengalir dan sabun, dan menggunakan
kerja), dan komunikasi bahaya mengenai
masker gas/ uap dan goggles transparan.
penanganan dan penggunaan material
bersih
mengoleskan
dempul
dan
(pengecatan)
pencampuran bahan pengecatan. Kontak
terdapat faktor risiko terhirupnya uap dari
dempul dengan kulit saat mendempul
cat,
ketika
dapat menyebabkan iritasi dengan gejala
mencampur bahan tersebut maupun ketika
seperti rasa panas pada jari tangan,
menyemprotkan cat ke besi. Uap dari cat,
kemerahan, kering dan pecah (SDS
tiner,
mewarnai
air
Kontak dengan bahan kimia terjadi saat
Saat
tersedianya
3. Kontak bahan kimia
dempul, serta menggunakan masker uap/ gas.
benar,
dan
clear
baik
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 7
polyester
putty
3M,
2012).
Tingkat
substantial berada pada kategori evaluasi toleransi,
yakni
membutuhkan
dan sabun, dan menggunakan gloves PVC serta pakaian kerja lengan panjang. 4. Tertelan bahan kimia
pengendalian untuk mengurangi risiko.
Tertelan
yakni
sisa
material
Penggunaan scrub membantu pekerja
dempul yang menempel di jari tangan
menghindari
langsung
tanpa dibersihkan masuk ke dalam mulut
dengan material dempul. Scrub dinilai
pekerja ketika makan atau minum. Faktor
dapat mengurangi probability menjadi 1,
risiko tertelan terdapat pada aktivitas
yakni
mengoleskan dempul dan mencampur cat.
suatu
secara
kontak
kejadian
kemungkinan
yang
terjadinya.
kecil Scrub
Tertelan
material
mengurangi risiko hingga mencapai 67%.
menyebabkan
Penggunaan
dapat
muntah
hingga
pencernaan,
(SDS
mual,
sudah
mampu
kerusakan
pada
kategori
Valent, 2007 dan ICI Paints, 2012).
evaluasi yang secara umum dapat diterima
Tingkat risiko awal (basic risk) pada
(generally acceptable).
bahaya ini adalah priority 3. Tingkat
menempatkan
scrub
dempul
risiko
Kontak kulit dengan cat, tiner, dan
saluran
risiko tersebut berada pada tingkat risiko
clear dapat menyebabkan iritasi kontak
yang
dermatitis (kulit kering dan pecah-pecah),
(generally acceptable) meskipun tidak ada
(SDS Valent, 2007 dan ICI Paints, 2012).
pengendalian yang dilakukan di bengkel.
Nilai basic risk berada pada tingkat risiko
Rekomendasi
priority 1 yang memerlukan pengendalian.
diberikan adalah mempertahankan cara
Rekomendasi
kerja yang telah dilakukan dan tetap fokus
pengendalian
yang
diberikan adalah menggunakan alat bantu
secara
umum
dapat
diterima
pengendalian
yang
dalam bekerja.
(selang/ sejenis gayung) agar tangan tidak
Saat
mencampur
cat
terdapat
langsung kontak dengan cat, menjaga
bahaya tertelan. Tertelan memungkinkan
jarak aman saat mencampur bahan cat,
apabila
penyuluhan terkait cara pencampuran cat
menempel di jari tangan dan masuk mulut
yang
hygiene,
saat makan atau minum. Dampak dari
komunikasi bahaya bahan campuran cat,
adalah mual, muntah, kerusakan paru dan
menempelkan poster cara mencuci tangan
saluran cerna. Tingkat basic risk pada
yang benar, tersedia air bersih mengalir
bahaya ini adalah priority 1, sehingga
aman
dan
personal
terdapat
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
bahan
kimia
yang
Page 8
membutuhkan
upaya
pengendalian.
Rekomendasi
pengendalian
yang
diberikan adalah menggunakan alat bantu
welding shield (mencegah uap mengenai mata dan wajah). 6. Uap elektroda
(selang/ sejenis gayung) agar tangan tidak
Uap
menyentuh bahan cat, penyuluhan terkait
pembakaran
cara
energi listrik. Elektroda yang digunakan
pencampuran
yang
aman
dan
elektroda
muncul
elektroda
akibat
menggunakan
personal hygiene, komunikasi bahaya
yakni
bahan campuran cat, menempelkan poster
terhirup menyebabkan gejala demam uap
cara
benar,
logam seperti sakit kepala dan sesak
tersedianya air bersih mengalir dan sabun,
nafas, (SDS Nikko Steel). Dalam jangka
dan menggunakan gloves PVC.
panjang
mencuci
tangan
yang
5. Uap logam
carbon-manganese.
uap
mangan
menyebabkan
Uap logam adalah uap dari besi
Uap
yang
karbondioksida
gangguan
pernapasan
berupa pigmentasi hitam paru (penyakit
yang sedang dikerjakan baik dalam tahap
Anthracosis).
pemotongan maupun penghalusan. Uap
mangane oxide fume adalah 1 mg/m3
besi timbul dari kontak antara putaran
untuk 8 jam kerja (TWA) atau 3 mg/m3
mata pisau mesin cutting/ mata gerinda
untuk 15 menit (STEL), (HSE information
dengan besi. Uap besi yang terhirup
sheet). Tingkat basic risk bahaya ini
menyebabkan gejala demam uap logam
adalah very high, sehingga memerlukan
seperti pusing, sakit kepala, dan sesak
upaya
nafas.
pengendalian
Uap
besi
yang
terhirup
Batas
pemajanan
pengendalian. yang
dari
Rekomendasi
diberikan
adalah
menyebabkan gejala demam uap logam
melakukan pengelasan dengan pertukaran
seperti pusing, sakit kepala, dan sesak
udara
nafas. Rekomendasi pengendalian yang
pengaturan posisi wajah saat pengelasan
diberikan adalah pengaturan posisi kerja
tidak tepat di atas terbentuknya uap, rotasi
agar area pernapasan (hidung) tidak tepat
kerja,
diatas uap besi yang keluar, rotasi pekerja,
penyuluhan/ pelatihan terkait kegiatan
penyuluhan/ pelatihan mengenai aktivitas
pengelasan yang aman, training pekerja
pemotongan
yang
aman,
dan
pengelasan,
menggunakan
masker
uap/gas
dan
pengelasan menggunakan elektroda, serta
baik,
menyalakan
jadwal
dan
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
kerja
fan,
dan
komunikasi
dan
istirahat,
bahaya
Page 9
menggunakan
masker
(gas/uap)
dan
welding shield dan lensa radiasi.
ini
adalah
priority
pengendalian
7. Material flammable
yang
1.
Rekomendasi
diberikan
adalah
menggunakan teknik mengamplas dengan
Material yang mudah terbakar di
metode basah (memercikan sedikit air ke
Bengkel Las AW adalah cat dan tiner.
area dempul agar debu tidak berterbangan
Bahan ini dapat membentuk uap yang
saat
dapat menimbulkan kebakaran. Tingkat
penyuluhan terkait teknik mengamplas
basic risk bahaya ini adalah very high,
yang aman, komunikasi bahaya material
sehingga
dempul, rotasi pekerja, jadwal kerja dan
memerlukan
upaya
mengampals
dengan
gerinda),
pengendalian. Rekomendasi pengendalian
istirahat,
yang diberikan adalah mencampur bahan
debu.Bahaya
di tempat aman (jauh dari panas/ sumber
diseluruh kegiatan di Bengkel Las AW.
api) dan cukup sirkulasi udara serta cat disimpan
di
tempat
aman,
serta
penyuluhan terkait cara pencampuran yang aman, komunikasi bahaya bahan campuran
cat,
housekeeping,
dan
menyediakan APAR CO2/ dry chemical dan first aid kit.
dempul
terdapat
pada
aktivitas pendempulan yang berasal dari material dempul yang mengering. Debu yang timbul menimbulkan faktor risiko bahaya terhirup dan kontak mata. Debu yang
menggunakan fisik
terdapat
masker hampir
Debu yang kontak dengan mata menyebabkan iritasi mata (kemerahan). Nilai konsekuensi yang dianalisis adalah 5,
karena
dampak
dari
kontak
ini
membutuhkan perawatan medis (obat mata). Tingkat basic risk bahaya ini adalah priority 1, sehingga memerlukan
8. Debu Debu
serta
terhirup
menyebabkan
iritasi
pernapasan (seperti batuk) dan gangguan organ pernapasan, (SDS Polyester Putty
upaya
pengendalian.
Rekomendasi
pengendalian yang diberikan adalah posisi mengamplas yang tepat (tidak di tempat berangin),
pelatihan
terkait
teknik
mengamplas, komunikasi bahaya material dempul, rotasi pekerja, jadwal kerja dan istirahat,
serta
menggunakan
goggles
transparan.
3M, 2012). Debu yang kontak dengan
Faktor bahaya fisik yang teridentifikasi adalah
mata
kebisingan, getaran, mekanis, glare, dan
menyebabkan
iritasi
mata
(kemerahan). Tingkat basic risk bahaya
panas.
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 10
kencang, peralatan yang bising harus
1. Kebisingan Kebisingan berasal dari putaran
selalu pada kondisi baik, maintenance alat
mata pisau mesin cutting dalam tahap
secara rutin, rotasi pekerja, pengaturan
pemotongan, putaran mata gerinda saat
jam kerja, penyuluhan terkait bahaya
penghalusan dan pengamplasan, kontak
bising, dan menggunakan earplug.
elektroda dengan besi pada pengelasan,
9. Getaran Getaran berasal dari putaran mata
dan bising dari kompresor. Bising dari putaran mata pisau mesin cutting memiliki
pisau
intensitas 95 - 105 dBA. Tingkat bising
pemotongan dan putaran mata gerinda
pada teknik pengelasan menggunakan
saat
eletroda berkisar 85 dBA- 95 dBA.
Getaran
Intensitas bising pada alat gerinda sebesar
menimbulkan getar pada tangan (hand
95 - 105 dBA (HSE, 2010). Intesitas dari
arm
peralatan tersebut rata-rata diatas nilai
kesemutan dan gangguan syaraf tepi
ambang batas sebesar 85 dB untuk 8 jam
(white finger). Hasil analisis berada pada
kerja pemaparan (Permenaker No 13
tingkat risiko very high untuk basic risk.
tahun
Rekomendasi
2011).
Kebisingan
dapat
mesin
cutting
penghalusan
dan
dari
dalam
pengamplasan.
peralatan
vibration)
tahap
yang
tersebut
menyebabkan
pengendalian
yang
menimbulkan dampak berupa gangguan
diberikan adalah menggunakan bantalan/
komunikasi, rasa tidak nyaman, gangguan
anti vibrasi, memasang komponen dengan
dan penurunan fungsi pendengaran serta
kencang, mengganti mata pisau yang
kecelakaan
dapat
sudah kecil/ rusak, dan mengecek putaran
menimbulkan dampak berupa gangguan
mata pisau, menjaga ketajaman dan
komunikasi, rasa tidak nyaman, gangguan
kondisi alat gerinda tetap baik, tidak
dan penurunan fungsi pendengaran serta
menggenggam peralatan terlalu keras
kecelakaan kerja. Hasil analisis bahaya ini
(genggam kuat namun tidak ketat agar
berada pada tingkat risiko very high untuk
getaran
basic risk. Rekomendasi pengendalian
mesin secara rutin, rotasi pekerja, jadwal
yang
kerja
kerja.
diberikan
Kebisingan
adalah
mengganti
tidak
&
merambat),
istirahat,
serta
aintenance
penyuluhan
peralatan/ metode mempergunakan alat
mengenai bahaya getar dan penggunaan
yang memiliki pemajanan bising rendah,
alat dengan benar.
memasang
komponen
alat
dengan
10. Bahaya Mekanis
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 11
Bahaya mekanis adalah bahaya yang dihasilkan oleh benda bergerak seperti putaran mata pisau mesin cutting dalam tahap pemotongan dan putaran mata
gerinda
saat
penghalusan
dan
pengamplasan, holder yang digerakan pada tahap pengelasan, scrub yang tajam, kabel dari peralatan listrik yang terjulur, dan pijakan rapuh. Faktor risiko yang ada berupa
tersayat,
terkelupas,
terjepit,
tersandung, terlilit, dan terjatuh. Faktor tersebut dapat menyebabkan luka pada tangan, jari tangan, dan memar pada anggota tubuh tertentu). Untuk faktor risiko terjepit, terlilit, dan tersayat tidak
yang
terulur
menggantung,
dan
menyediakan first aid kit. Untuk faktor risiko terjatuh dari pijakan rapuh berada pada tingkat risiko sangat tinggi. Rekomendasi pengendalian yang diberikan adalah memilih posisi pengecatan yang aman (tidak didekat selokan dengan pijakan rapuh), menutup bagian berlubang yang dekat dengan proses pengecatan dengan pijakan kuat, menyediakan first aid kit dan pengingatan sebelum bekerja terkait bahaya pijakan rapuh di tempat biasa mengecat. 11. Pencahayaan
ada upaya pengendalian namun sudah
Pencahayaan yang timbul saat
berada pada tingkat risiko dapat diterima
pengelasan berupa glare (silau), cahaya
sehingga rekomendasi yang diberikan
tampak, sinar UV, dan infra merah dari
adalah mempertahankan pekerjaan dengan
elektroda
aman (fokus saat bekerja). Faktor risiko
Bahaya tersebut menyebabkan perasaan
tersandung
risiko
tidak nyaman (discomfort glare), lelah
memerlukan
mata, ketidakmampuan mata merespon
substantial
memiliki
tingkat
sehingga
yang kontak dengan besi.
untuk
silau (disability glare) hingga kebutaan.
Rekomendasi
Basic risk pada bahaya ini masuk dalam
pengendalian yang diberikan adalah tidak
tingkat risiko very high. Penggunaan
menempatkan kabel dijalur lalu lalang
kacamata
(menempelkan kabel di pojok/dinding
pengendalian yang telah dilakukan. Upaya
agar
tidak
tersebut dapat mengurangi tingkat risiko
mengulur kabel terlalu panjang hingga
sebesar 80%. Rekomendasi pengendalian
menggulung, dan tidak membuat kabel
yang diberikan adalah rotasi pekerja,
rekomendasi mengurangi
tidak
pengendalian risikonya.
terulur
ke
jalan),
las
merupakan
upaya
jadwal kerja dan istirahat, pelatihan terkait Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 12
kegiatan pengelasan yang aman dan
proses kerja mengamplas, mendempul,
bahaya dari cahaya yang muncul, serta
dan
menggunakan goggles berlensa (untuk
berulang
melindungi dari bahaya radiasi sinar) dan
menyebabkan lelah pada otot tangan
welding shield.
dan CTDs.
pengecatan.
2. Postur
12. Panas
dan
kerja
Gerakan
tangan
berlebih
dapat
janggal
adalah
Bahaya panas yang terdapat dalam
membungkuk, menunduk, dan melipat
aktivitas di Bengkel Las AW berada pada
kaki. Postur tersebut terdapat pada
tahap pengelasan. Panas berasal dari
seluruh aktivitas pekerjaan. Postur
elektroda
Elektroda
janggal dapat menyebabkan lelah otot
tersebut jika kontak dengan tangan dapat
kaki dan tulang belakang tubuh serta
menimbulkan luka bakar/ sengatan rasa
gangguan otot/ tulang belakang.
panas
yang
di
pengendalian
menyala.
tangan.
diberikan
14. Listrik
adalah
Bahaya listrik yang terdapat dalam
mematikan alat las setelah digunakan dan
aktivitas pekerjaan di Bengkel Las AW
mencabut elektroda jika tidak digunakan,
adalah shock electric. Shock electric
maintenance alat secara rutin, jadwal
timbul dari hubungan arus singkat yang
kerja
terjadi
dan
yang
Rekomendasi
rotasi
pekerja
(untuk
pada
kabel
peralatan
yang
menghindari kelelahan dan kelalaian),
terhubung dengan arus listrik seperti pada
komunikasi
kebel gerinda, mesin cutting, dan holder
bahaya
pengelasan,
menggunakan gloves kulit atau gauntlets
pengelasan.
(melindungi jari, pergelangan, dan lengan
menyebabkan tersengat listrik (tersetrum),
bagian bawah).
percik api, hingga kebakaran/ ledakan.
13. Ergonomi
Shock
Rekomendasi
electric
pengendalian
dapat
yang
Bahaya ergonomi yang terdapat
diberikan adalah memastikan steker dan
dalam aktivitas pekerjaan di Bengkel Las
kabel dalam keadaan baik (tidak rusak,
AW
terkelupas, dan basah), mengganti segera
berupa
faktor
risiko
aktivitas
penggunaan tangan dan postur janggal.
kabel
yang
1. Aktivitas penggunaan tangan terdapat
peralatan listrik secara rutin, menyimpan
pada pengoperasian peralatan tangan
peralatan
yakni mesin cutting, gerinda tangan,
penyuluhan
terbuka,
listrik
di
terkait
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
maintenance
tempat
kering,
bahaya
listrik, Page 13
menyediakan APAR CO2/ dry chemical
terjadinya kecelakaan dan sakit, stres dan
dan first aid kit, serta memakai gloves
kebosanan bagi pekerja.
kulit. Perbandingan jumlah faktor bahaya
Bahaya berhubungan dengan pekerjaan
8%
Bahaya terkait aktivitas pekerjaan
Bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan
adalah
bahaya
yang
tidak
Bahaya berhubungan dengan pekerjaan
92%
diakibatkan dari proses kegiatan namun berhubungan dengan aktivitas pekerjaan. bahaya
Diagram di atas menunjukan jumlah
perilaku dan pengorganisasian pekerjaan dan
bahaya terbanyak terkait dengan aktivitas
budaya kerja. Risiko ini dikendalikan dengan
pekerjaan yakni 92% dengan jumlah faktor
promosi/ penyuluhan dan edukasi (pelatihan).
bahaya adalah 59. Bahaya terkait aktivitas
Terdapat 5 faktor bahaya teridentifikasi:
pekerjaan
Bahaya
yang
dimaksud
adalah
adalah
bahaya
dari
proses,
peralatan, dan material yang digunakan dalam 1. Kebiasaan pekerja yang merokok dapat menyebabkan kebakaran.
ujung
Bahaya
berhubungan
dengan
pekerjaan adalah bahaya yang berasal dari
2. Kebiasaan pekerja mengambil menggunakan
pekerjaan.
uang
beram kertas
merupakan perilaku berbahaya. Hal ini dapat menyebabakan luka pada mata dan
eksternal seperti
pekerjaan bahaya
namun
perilaku
berhubungan pekerja
dan
pengorganisasian pekerjaan dan budaya kerja dengan jumlah faktor bahaya adalah 5.
kebutaan. 3. Perilaku pekerja yang menggunakan APD tidak
sesuai
(masker
sapu
tangan)
menyebabkan pekerja terpajan bahaya di tempat kerja, luka dan sakit. 4. Malas menggunakan APD menyebabkan
Jumlah bahaya pada proses pekerjaan 15 10 5 0
pekerja terpajan bahaya di tempat kerja, luka dan sakit. 5. Pembagian peran dalam pekerjaan (tugas)
Digram di atas menunjukan jumlah
yang belum jelas dapat menyebabkan
bahaya yang terdapat pada setiap proses aktivitas
pekerjaan
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
di
bengkel.
Bahaya Page 14
terbanyak terdapat di aktivitas pewarnaan
dapat terjadi mengingat pengendalian yang
yang berjumlah 13 faktor bahaya.
ada masih sangat terbatas.
Basic Risk Level 25 20 15 10 5 0
Predictive Risk Level Very High Priority 1 Subtancial Priority 3 Acceptable
35 30 25 20 15 10 5 0
Very High Priority 1 Subtancial Priority 3 Acceptable
Predictive risk level adalah tingkat
Basic risk level adalah tingkat bahaya yang belum dilakukan pengendalian apapun.
risiko
Gambar di atas menunjukan tingkat risiko
rekomendasi pengendalian. Pada gambar
bahaya terbanyak berada di very high baik di
menunjukan tingkat risiko telah menurun/
risiko pada aktivitas pekerjaan maupun risiko
terbanyak berada di priority 3. Setelah
yang berhubungan dengen pekerjaan.
mendapat rekomendasi pengendalian tingkat
yang
didapat
setelah
diberikan
risiko secara umum dapat diterima (generally Existing Risk Level
acceptable), Very High Priority 1 Subtancial Priority 3 Acceptable
20 15 10 5 0
meskipun
beberapa
faktor
bahaya lain masih berada pada tingkat risiko yang memerlukan pengendalian lebih lanjut (substantial). Hasil diharapkan
penelitian dapat
yang
diperoleh,
dilaksanakan
dan
ditindaklanjuti oleh otoritas keselamatan kerja (Subdinakertrans) dan kesehatan kerja di Existing risk level adalah tingkat risiko hasil dari pengurangan risiko dasar dengan pengendalian yang ada di Bengkel AW. Pada gambar
terlihat
bahwa
tingkat
risiko
terbanyak tetap berada di very high. Hal ini
ranah publik (Puskesmas Wilayah Pondok Labu Jakarta Selatan). Pelaksanaan hasil penelitian berupa komunikasi dan konsultasi serta
pemantauan
dan
tinjauan
ulang.
Komunikasi dan konsultasi dari Otoritas K3
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 15
adalah mengomunikasikan hasil manajemen
2. Risiko-risiko yang diidentifikasi berasal
risiko kepada pemilik dan pekerja di Bengkel
dari bahaya lingkungan (fisik dan kimia),
Las AW, menentukan prioritas pengendalian
ergonomi, elektrik (listrik), perilaku, dan
risiko, serta membuat dan melaksanakan
pengorganisasian pekerjaan dan budaya
pelatihan
kerja.
berdasarkan
prioritas
risiko.
Subdinakertrans dapat melakukan kerja sama
3. Pada aktivitas pemotongan, pengelasan,
dengan pemilik usaha bengkel las informal
dan penghalusan risiko tertinggi adalah
dalam
bahaya dari percik api.
melaksanakan
pelatihan
kerja,
penyuluhan, dan komunikasi bahaya di bidang
pengelasan
informal.
Puskesmas
Wilayah dapat melakukan kerja sama dengan bengkel las dalam penyuluhan mengenai
4. Pada
aktivitas
pendempulan
risiko
tertinggi adalah bahaya dari postur janggal dan uap dempul. 5. Pada
aktivitas
pengamplasan
risiko
personal hygiene dan bantuan terhadap luka/
tertinggi adalah bahaya dari kebisingan
kejadian
dan getaran dari gerinda tangan.
kecelakaan
yang
terjadi
(ahli
membantu mengeluarkan beram yang masuk mata).
6. Pada aktivitas pewarnaan risiko tertinggi adalah bahaya dari uap cat yang terhirup
Subdinakertrans
melaksanakan
pemantauan dan tinjauan ulang dengan memantau pelaksanaan serta mengkaji ulang pengendalian risiko yang telah dilaksanakan di Bengkel Las AW. Memantau pelaksanaan berupa penilaian risiko lanjutan mengenai bahaya yang memerlukan pengukuran seperti bahaya kebisingan, getar, uap kimia, dan ergonomi serta mengkaji pengendalian risiko yang dilakukan.
7. Pada bahaya yang berhubungan dengan pekerjaan risiko tertinggi adalah perilaku merokok. 8. Tingkat risiko terbanyak pada basic risk level dan existing risk level adalah very high, sedangkan pada predictive risk level adalah priority 3. SARAN 1. Untuk otoritas terkait keselamatan kerja (Subdinakertrans) dan kesehatan kerja di
SIMPULAN 1. Bahaya terbagi menjadi bahaya dari aktivitas
saat mencampur dan mengecat.
kerja
dan
bahaya
yang
ranah publik (Puskesmas wilayah): a. Penilaian risiko lanjutan.
berhubungan dengan pekerjaan. Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 16
b. Pelatihan kerja mengenai pengelasan,
d. Mengingatkan
pekerja
untuk
penyuluhan dan komunikasi terkait
menghubungi ahli di dekat bengkel
SDS serta personal hygiene.
untuk mengambil beram yang masuk
c. Edukasi dan kerja sama dengan ahli di dekat
usaha
bengkel
las
untuk
membantu kejadian luka/ kecelakaan (kejadian beram masuk mata).
pengendalian
risiko
e. Melakukan housekeeping sebelum dan setelah bekerja f. Menyediakan
d. Memantau pelaksanaan dan mengkaji ulang
mata.
yang
dilakukan di Bengkel Las AW. 2. Untuk Bengkel Las AW: a. Memberikan bantalan pada mesin cutting dan gerinda. b. Memberi pelumas/ oli dan mengganti mengganti mata gerinda yang sudah tidak tajam atau rusak. c. Melakukan pengecekan alat (alat las,
APAR
(fire
extinguisher) CO2/ dry chemical dan first aid kit di bengkel. g. Membuat tabungan, arisan, atau usaha bersama (patungan) untuk membeli alat pelindung diri tambahan agar setiap pekerja dapat menggunakan APD. h. Mengganti pijakan rapuh yang sering digunakan pekerja untuk
menjadi
pijakan saat pengecatan.
cutting, dan gerinda) sebelum, setelah digunakan, dan ketika akan disimpan. KEPUSTAKAAN 1. Suma’mur. 1976. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja. Cetakan kedua. Jakarta: Gunung Agung. 2. Ramli, Soehatman. 2011. Pedoman Praktis Manajemen Risiko dalam Perspektif K3. Cetakan kedua. Jakart: Dian Rakyat. 3. Kolluru, Rao V. et al. Risk Assessment and Management Handbook for Environmental, Health, and Safety Proffesionals. 1996. New York: McGrawHill. 4. Joint Techincal Committee OB-007 Risk Management. 2004. Risk Management
AS/NZS 4360. Third Edition. Sydney: Standards Australia International dan Wellington: Standards New Zealand. 5. Fine, William T. 1971. Mathematical Evaluations For Controlling Hazards. White Oak, Maryland: Naval Ordnance Laboratory. 6. Health and Safety Executive (HSE). - . Hearing Loss and Vibration White Finger. http://www.hse.gov.uk/welding/noisevibration.htm. (Diakses pada 18 November 2012).
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 17
7. Anizar. 2009. Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri. Edisi pertama. Yogyakarta: Graha Ilmu. 8. Health and Safety Executive (HSE). 2010. Health and Safety in Engineering Workshops. Reprinted 2004. London: The National Archives. 9. Prasetyawan, Lukas Okta. 2012. Ringkasan Materi Sub Bidang Pengelasan SMAW/ Las Busur Manual. Dikdas Teknologi Mekanik. Serang: Balai Besar Latihan Kerja Industri. 10. Kurniawidjaja, L. Meily. 2010. Teori dan Aplikasi Kesehatan Kerja. Jakarta: UI Press.
Manajemen Risiko K3 di Bengkel Las AW, FKMUI Manajemen risiko..., Aprilia Widiyani, FKM UI, 2013
Page 18