Jibria Ratna Yasir, Yusman Syaukat, Meti Ekayani
Analisis Manajemen Kelembagaan untuk Penerapan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air Bersih di Hulu DAS Latuppa Kota Palopo
JAM 14, 1 Diterima, Februari 2015 Direvisi, April 2015 September 2015 Januari 2016 Disetujui, Februari 2016
Jibria Ratna Yasir Ekonomi Sumberdaya dan lingkungan Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB Yusman Syaukat Meti Ekayani Institut Pertanian Bogor
Abstract: The massive number deforestation and forest conversion in headwaters of Latuppa stream for providing agricultural lands and housings make the forests loss its functions as a prop of downstream and as a regulator of water cycle. It also prevents flood, landslide, and dryness. Both activities significantly affect on clean water consumers and production of PDAM from which Latuppa stream is a primary source of water supply. Therefore, Forestry Department supported by some stakeholders initiate a program concerning to the payment of environmental service for clean water as an alternative to solve the problem related to exploitation of forest area in Latuppa. The purpose of this research is to identify individuals who involve in organizational mechanism payment of environmental service and operational management in organization using stakeholders’ analysis. The finding shows that the primary organizer in environmental services mechanism is PDAM Palopo as a facilitator in providing clean water supply supported by local people at headstream of Latuppa, especially the group of To’Buangin and Se’pon, Wallacea Palopo, DAS Paremang forum, Forestry Department of Palopo, Agriculture Department of Palopo, PSDH, BLH Palopo, and BPDAS Saddang as a secondary stakeholder and organizer representatives who facilitate an initiative of payment to environmental service. Keywords: payment of environmental service, stakeholders’ analysis, organization
Jurnal Aplikasi Manajemen (JAM) Vol 14 No 1, 2016 Terindeks dalam Google Scholar
Alamat Korespondensi: Jibria Ratna, Departemen Ekonomi Sumberdaya dan Lingkungan, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, IPB;
[email protected]
22
Abstrak: Maraknya penebangan hutan dan alih fungsi lahan hutan di hulu DAS Latuppa menjadi areal pertanian dan pemukiman menyebabkan hilangnya fungsi-fungsi hutan sebagai penyangga daerah bagian hilir dan pengatur sistem tata air, menjaga daerah hilir dari banjir dan longsor serta kekeringan. Dampak yang paling signifikan dirasakan oleh pemanfaat jasa air bersih yaitu PDAM Kota Palopo yang menjadikan sungai Latuppa satu-satunya sumber mata air untuk produksi mereka. Untuk itu Dinas Kehutanan Kota Palopo bekerjasama dengan berbagai pihak yang terkait (stakeholder) menginisiasi program pembayaran jasa lingkungan air bersih sebagai upaya penanggulangan masalah yang terjadi di kawasan hulu DAS Latuppa. Penelitian ini ingin mengetahui pihak-pihak mana saja yang terlibat dalam kelembagaan mekanisme pembayaran jasa lingkungan dan manajemen pengelolaan dalam struktur kelembagaan tersebut dengan menggunakan analisis para pihak (stakeholder). Hasil penelitian menunjukkan yang berperan sebagai pihak primer dalam mekanisme PJL adalah PDAM Kota Palopo sebagai pemanfaat jasa lingkungan air bersih dan masyarakat hulu DAS Latuppa khususnya kelompok tani To’buangin dan Se’pon sebagai penyedia jasa serta wallacea Kota Palopo, forum DAS Paremang, Dishut Kota Palopo, Dinas Pertanian Kota Palopo, PSDH, BLH
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME22 14 | NOMOR 1 | MARET 2016
Analisis Manajemen Kelembagaan untuk Penerapan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air Bersih
Kota Palopo, dan BPDAS Saddang sebagai pihak yang memfasilitasi proses inisiasi PJL sekaligus merupakan dewan pengelola PJL. Kata Kunci: pembayaran jasa lingkungan, analisis stakeholder, kelembagaan
Daerah aliran sungai (DAS) Latuppa merupakan sumber air yang penting bagi masyarakat di Kota Palopo dan sekitarnya yang dimanfaatkan untuk berbagai keperluan seperti keperluan rumah tangga, pertanian, peternakan, perikanan, industri, dan lainlain. Pemanfaatan yang terus-menerus oleh penduduk, baik untuk kayu bakar, pemukiman maupun untuk budidaya tanaman palawija dan sayuran pada kawasan hutannya menyebabkan perubahan pada kondisi bio-fisik DAS Latuppa yang kemudian berakibat pada hilangnya fungsi hutan sebagai pengatur dan pengendali sisitem tata air (Arsyad, 2010). Akibatnya dalam satu dekade terakhir kerap terjadi berbagai kasus seperti banjir dan longsor pada musim hujan serta kekeringan pada musim kemarau (Kemenhut, 2012). Dampak yang paling signifikan dari rusaknya water catchment area di hulu, adalah kejadian banjir yang terus menerus terjadi dengan intesitas yang cenderung meningkat (Kemenhut, 2012). Banjir dimusim hujan dan kekeringan dimusim kemarau yang melanda Kota Palopo menyebabkan fluktuasi dan penurunan debit yang terjadi di sungai Latuppa dan mengkibatkan terganggunya distribusi air bersih kepada pengguna jasa air bersih oleh PDAM, karena pada saat musim hujan pasokan air melimpah, namun disertai dengan tingkat kekeruhan yang tinggi, sedangkan pada saat musim kemarau jumlah pasokan air tidak mampu mencukupi kapasitas intake dari PDAM. Pentingnya pelestarian kawasan hutan di hulu DAS Latuppa bagi kelangsungan hidup masyarakat dan sebagai daerah tangkapan air, mengontrol aliran air, menjaga wilayah hilir dari banjir serta fungsi lainnya (CI Indonesia) menciptakan adanya suatu ide reward atau penghargaan yang diberikan kepada masyarakat hulu terhadap upaya mereka dalam merehabilitasi kawasan hutan yang selanjutnya diwujudkan dalam kerangka pembayaran jasa lingkungan (PJL) Peyment for Environmental Services (PES) Fauzi dan Anna (2013) Meti, et al. (2014). Selanjutnya untuk mengetahui bagaimana mekanisme pembayaran jasa
lingkungan yang terjadi antara penyedia dan pemanfaat jasa lingkungan serta kelembagaan yang mengatur mekanisme transaksi antara pemanfaat dan penyedia jasa lingkungan dan keterlibatan para aktor dalam mekanisme pembayaran jasa tersebut. Oleh sebab itu, dilakukan penelitian analisis manajemen kelembagaan untuk penerapan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih di Kota Palopo sebagai acuan dalam manajemen tata kelola kelembagaan pembayaran jasa lingkungan air bersih di hulu DAS Latuppa Kota Palopo.
METODE Penelitian ini menggunakan metode analisis para pihak (stakeholder). Analisis terhadap keterlibatan para pihak dilakukan untuk mengetahui peran dan fungsi dari masing-masing pihak. Keterlibatan para pihak dianalisis melalui pendekatan yang dikemukakan oleh Groenendjik (2003). Proses identifikasi para pihak merupakan proses awal dalam metode ini. Selanjutnya, dilakukan pengklasifikasian para pihak menjadi pihak primer dan sekunder. Pembagian ini dilakukan berdasarkan tingkat keterkaitan para pihak dengan mekanisme yang ada. Atribut kunci dari masing-masing pihak kemudian diidentifikasi dan dianalisis. Atribut kunci yang dimaksud adalah kepentingan (interest). Selain itu, dimasukkan pula atribut lainnya yaitu pengaruh (influence) dan tingkat kepentingan (importance). Masing-masing pihak memiliki atribut yang berbeda dan dianalisis tergantung pada situasi dan tujuan analisis. Kepentingan (interest) terhadap tujuan mekanisme merupakan atribut yang penting untuk dianalisis dari para pihak. Kepentingan ini mendukung tujuan (apakah para pihak juga menginginkan apa yang coba dicapai oleh mekanisme PJL) atau kebalikannya. Pengaruh (influence) adalah kewenangan para pihak untuk mengontrol keputusan apa yang dibuat, untuk memfasilitasi penerapan mekanisme PJL atau untuk menggunakan tekanan yang mempengaruhi mekanisme secara negatif.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
23
Jibria Ratna Yasir, Yusman Syaukat, Meti Ekayani
Pengaruh mungkin saja diartikan sebagai tingkatan orang, kelompok, atau organisasi yang dapat membujuk atau memaksa pihak lain dalam membuat keputusan dan mengikuti beberapa tindakan. Tingkat kepentingan (importance) mengindikasikan prioritas yang diberikan untuk memuaskan kebutuhan dan kepentingan para pihak pada mekanisme. Oleh karena itu, tingkat kepentingan merujuk pada masalah, kebutuhan, dan kepentingan para pihak yang merupakan prioritas dari mekanisme. Keberhasilan suatu mekanisme juga tergantung pada kebenaran asumsi yang dibuat oleh masingmasing pihak serta resiko yang dihadapi oleh mekanisme tersebut. Resiko-resiko tersebut dapat menimbulkan konflik kepentingan. Kombinasi pengaruh dan kepentingan masing-masing pihak akan menghasilkan identifikasi asumsi dan resiko masing-masing pihak. Kombinasi tersebut dibuat pada satu diagram matriks (Gambar 1). Posisi masing-masing pihak pada suatu kuadran tertentu akan mengindikasikan resiko relatif yang mungkin ditimbulkan. Selain itu, posisi tersebut juga dapat mengindikasikan peluang kerjasama antar pihak untuk mendukung mekanisme yang ada.
Gambar 1. Diagram matriks kepentingan (interest) dan pengaruh (influence) dari masing-masing pihak
Berdasarkan matriks tersebut, kotak A, B, dan C merupakan pihak kunci yang dapat mempengaruhi mekanisme secara signifikan. Implikasi dari masingmasing kotak adalah sebagai berikut: (a) Para pihak dengan tingkat kepentingan tinggi terhadap mekanisme tetapi memiliki pengaruh yang rendah. Hal tersebut mengimplikasikan pihak-pihak tersebut memerlukan inisiatif khusus untuk melindungi kepentingan mereka. (b) Para pihak dengan tingkat pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap keberhasilan mekanisme. Untuk membentuk kerjasama efektif dalam mendukung mekanisme, sebaiknya pihak yang terlibat langsung dengan mekanisme membangun hubungan 24
kerja dengan pihak-pihak ini. (c) Para pihak yang memiliki pengaruh tinggi tetapi tidak memiliki kepentingan terhadap mekanisme. Pihak-pihak ini dapat menjadi sumber resiko yang signifikan. Selain itu, dibutuhkan monitoring dan manajemen dengan hatihati. Pihak-pihak ini dapat menghentikan mekanisme dan perlu diperhatikan. Para pihak pada kuadran ini memiliki pengaruh dan kepentingan yang rendah terhadap mekanisme. Pihak-pihak tersebut mungkin memerlukan monitoring dan evaluasi namun dengan prioritas yang rendah. Pihak-pihak pada kuadran ini bukanlah subyek dari mekanisme yang berlangsung. Analisis ini juga mendeskripsikan kelembagaan pengelolaan DAS yang berjalan di hulu DAS Latuppa khususnya di Kecamatan Mungkajang dan Sendana, identifikasi kelemahan dan kekurangan dalam kelembagaan tersebut untuk menyempurnakan kelembagaan melalui mekanisme pembayaran jasa lingkungan.
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengelolaan DAS Latuppa selama ini ditangani oleh berbagai lembaga pemerintah, swasta maupun masyarakat secara masing-masing dengan berbagai bentuk kepentingan terhadap DAS Latuppa. Tidak adanya koordinasi dan kerjasama yang saling mendukung antara lembaga-lembaga tersebut pada akhirnya tidak berhasil menuntaskan kompleksitas permasalahan yang terjadi di DAS Latuppa. Pada tahun 2012, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palopo menyusun sebuah kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Latuppa dan pada tahun 2014, program tersebut dilanjutkan dengan memasukkan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih dalam salah satu program sosial ekonomi. Program ini kembali melibatkan berbagai pihak yang telah terlibat pada kegiatan Penyusunan Rencana Pengelolaan DAS Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Latuppa.
Indentifikasi para pihak Menurut Groenandijk (2003), para pihak (stakeholder) adalah keseluruhan aktor atau kelompok yang mempengaruhi dan atau dipengaruhi oleh kebijakan, keputusan, dan penerapan sebuah proyek. Pihak yang dipengaruhi selanjutnya dikategorikan sebagai pihak
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016
Analisis Manajemen Kelembagaan untuk Penerapan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air Bersih
yang terpengaruh secara langsung (pihak yang mendapatkan keuntungan atau kerugian) yang dapat disebut sebagai pihak primer dan pihak yang secara tidak langsung terpengaruh seperti perantara atau perwakilan organisasi yang dapat disebut sebagai pihak sekunder. Pada mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan ini yang termasuk dalam pihak primer adalah pihak pembeli jasa lingkungan dan pihak penyedia jasa lingkungan sesuai dengan kriteria yang dikemukakan Wunder (2005). Untuk itu, PDAM Kota Palopo sebagai pembeli/penerima jasa lingkungan dan masyarakat hulu DAS Latuppa khususnya kelompok tani To’buangin dan kelompok tani Se’pon yang mewakili penyedia jasa lingkungan merupakan pihak primer dalam mekanisme ini. Dalam membentuk sebuah mekanisme inisiatif pembayaran jasa lingkungan di DAS Latuppa, memerlukan pihak perantara yang memfasilitasi pihak pembeli dengan penyedia jasa lingkungan. Pihak perantara yang memfasilitasi dalam proses penerapan mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih di DAS Latuppa antara lain Forum DAS Paremang, Wallacea, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palopo, Dinas Pertanian Kota Palopo, serta Badan Lingkungan Hidup Kota Palopo. Pihak-pihak tersebut tergolong ke dalam pihak sekunder. Selain pihak perantara terdapat beberapa pihak yang dianggap memiliki kewenangan terhadap DAS Latuppa yang turut mendukung inisiatif mekanisme pembayaran jasa lingkungan di DAS Latuppa walaupun belum memberikan kontribusi seaktif pihak perantara. Pihak tersebut antara lain PSDA Kota Palopo, BPDAS Saddang, dan Pemerintah Kota Palopo. Pihak-pihak tersebut juga tergolong ke dalam pihak sekunder.
Menurut Wunder (2005), terdapat dua peran yang merupakan karateristik utama mekanisme ini, yaitu pembeli jasa lingkungan dan penyedia jasa lingkungan. PDAM Kota Palopo merupakan pihak yang berperan sebagai pembeli jasa lingkungan. PDAM Kota Palopo sendiri merupakan perusahaan milik pemerintah Kota Palopo yang bergerak dalam pengelolaan air bersih di wilayah Kota Palopo yang memanfaatkan air baku dari aliran sungai Latuppa. Kelompok tani To’buangin dan kelompok tani Se’pon merupakan organisasi petani di hulu DAS Latuppa yang berlokasi di Kecamatan Mungkajang dan Kecamatan Sendana, Desa Kambo dan Desa Peta. Kelompok tani ini bersedia untuk melakukan upaya rehabilitasi lahan dan air dengan melakukan penanaman dengan sistem tanaman multistrata di lahan milik mereka (dengan luasan yang disepakati) yang awalnya digunakan sebagai lahan untuk menanam sayur dan jagung. Selain dua peran yang merupakan karateristik utama dari mekanisme pembayaran jasa lingkungan di atas, ada pihak-pihak lain yang memegang peranan penting dalam proses implementasi mekanisme ini. Forum DAS Paremang dan Wallacea yang merupakan lembaga swadaya masyarakat berperan sebagai perantara/fasilitator yang menjembatani antara pihak pembeli dan penyedia jasa lingkungan dalam melakukan proses inisiasi termasuk yang akan memfasilitasi bagaimana mengelola dana yang diterima masyarakat dan bagaimana membantu masyarakat melakukan kontrak-kontrak dalam transaksi ini. Dinas Kehutanan dan Perkebunan serta Badan Lingkungan Hidup Kota Palopo merupakan lembaga pemerintah yang memiliki peranan hampir sama dengan Forum DAS Paremang juga Wallacea yaitu perantara/fasilitator antara pihak pembeli dan penyedia jasa lingkungan, serta mengumpulkan pihak-pihak yang berpotensi sebagai pembeli dan penyedia jasa lingkungan. Selain itu Dinas Kehutanan dan Perkebunan dan Badan Lingkungan Hidup juga berperan dalam pengembangan kapasitas dan penguatan kelompok tani.
Gambar 2. Klasifikasi pihak-pihak yang terlibat
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
25
Jibria Ratna Yasir, Yusman Syaukat, Meti Ekayani
Kepentingan, Tingkat Kepentingan, dan Pengaruh Para Pihak Pihak-pihak yang terkait dengan mekanisme pembayaran jasa lingkungan tentunya memiliki atribut tersendiri berdasarkan tujuan yang ingin dicapai dari mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih di Hulu DAS Latupa. Atribut tersebut antara lain adalah kepentingan (interest), pengaruh (influence), dan tingkat kepentingan (importance). Pada gambar 3, kuadran B merupakan “Key player” yang harus diperhatikan karena memiliki pengaruh dan kepentingan yang tinggi terhadap implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan (Reed, et al., 2009). Masyarakat hulu (Kelompok tani To’buangin dan Kelompok tani Se’pon) penyedia jasa lingkungan memiliki kepentingan yang tinggi terhadap mekanisme pembayaran jasa lingkungan terkait dengan tujuan mekanisme yang cukup mengakomodir kepentingan pihak ini. Untuk pengaruh tertinggi juga ada pada masyarakat hulu (Kelompok Tani To’buangin dan Se’pon) karena dalam proyek ini aktivitas perubahan penggunaan lahan ada pada lahan milik masyarakat tersebut dan keputusan penggunaan lahan tersebut tentunya ada pada mereka. PDAM Kota Palopo juga memiliki kepentingan yang sama tingginya dengan masyarakat hulu penyedia jasa lingkungan terkait dari tujuan mekanisme pembayaran jasa lingkungan ini. Namun, dari sisi pengaruh pihak ini lebih rendah pengaruhnya dibandingkan masyarakat hulu penyedia jasa lingkungan karena PDAM Kota Palopo hanya dapat mempengaruhi dari segi jumlah kompensasi yang ingin dibayarkan kepada penyedia jasa lingkungan. Pihak BPDAS Saddang, Dinas Kehutanan dan perkebunan Kota Palopo, dan pemerintah Kota Palopo memiliki pengaruh dan kepentingan yang lebih rendah disbanding dengan pihak lain dalam kuadran B dikarenakan mekanisme pembayaran jasa lingkungan belum memiliki aturan yang mengikat dan pihak ini baru berpengaruh dalam proses inisiasi untuk implementasi pembayaran jasa lingkungan air bersih terkait dengan wewenangnya dalam pengelolaan DAS. Dari sisi kepentingan pihak ini memiliki kepentingan yang tergolong sedang karena mekanisme PJL ini bukan merupakan prioritas utama program mereka namun efek dari mekanisme ini dapat mendukung program mereka.
26
Kuadran A merupakan pihak dengan kepentingan yang sedang terhadap mekanisme tapi memiliki pengaruh yang rendah, hal tersebut mengimplikasikan bahwa mereka membutuhkan inisiatif khusus jika kepentingan mereka ingin dilindungi (Groenendijk 2003). Pihak yang masuk dalam kuadran ini adalah Forum DAS Paremang, Wallacea, dan Dinas Pertanian Kota Palopo. Pihak Forum DAS Paremang, Wallacea, dan Dinas Pertanian Kota Palopo memiliki kepentingan yang sama dengan pihak BPDAS Saddang, Dishut Kota Palopo, BLH Kota Palopo, PSDA Kota Palopo, dan Pemkot Palopo, yaitu dalam hal terimplementasinya mekanisme PJL, meskipun dari sisi pengaruh lebih rendah. Hal itu dikarenakan untuk mempengaruhi pihak lain, mereka membutuhkan pihak lainnya yang memiliki pengaruh lebih tinggi (misalnya Dishut dan Pemkot Palopo). Menurut Reed et al. (2009), walaupun mereka mendukung implementasi PJL, mereka kekurangan kapasitas untuk mempengaruhi, meskipun mereka menjadi berpengaruh dengan membentuk aliansi dengan pihak lain. Pada analisis yang telah dilakukan, tidak ditemukan pihak yang masuk ke dalam kuadran D dan C.
Gambar 3. Matriks Pengaruh dan Tingkat Kepentingan Para Pihak Dalam Program Pembayaran Jasa Lingkungan Air Bersih
Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan di DAS Latuppa Berdasarkan kategori mekanisme pembayaran jasa Lingkungan DAS yang dikemukakan oleh Landell-Mills & Porras (2002), mekanisme yang akan dilaksanakan antara PDAM Kota Palopo dengan masyarakat hulu DAS Latuppa khususnya kelompok
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016
Analisis Manajemen Kelembagaan untuk Penerapan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air Bersih
tani To’buangin dan Se’pon termasuk ke dalam mekanisme intermediary-based transaction. Kategori mekanisme tersebut menggunakan perantara untuk mengontrol biaya transaksi dan resiko, dan paling sering dibangun dan dijalankan oleh LSM, organisasi masyarakat, dan instansi pemerintah. Hal tersebut terlihat dari keterlibatan Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palopo, Dinas Pertanian Kota Palopo, serta Badan Lingkungan Hidup Kota Palopo yang merupakan instansi pemerintah sebagai pihak perantara yang memfasilitasi dan mendorong proses kesepakatan pembayaran jasa lingkungan ini. Kesepakatan mengenai skema mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih di hulu DAS Latuppa adalah mekanisme pembayaran jasa lingkungan secara tidak langsung (indirect payment) dengan pihak forum DAS Paremang dan Wallacea Kota Palopo sebagai pihak perantara (intermediary). Mekanisme pembayaran jasa lingkungan di hulu DAS tunjukkan pada Gambar 4.
Gambar 4. Skema Pembayaran Jasa Ligkungan Air Bersih di Kota Palopo
Gambar 4 merupakan aliran mekanisme PJL air bersih di Kota Palopo, sebagai outcome yang dihasilkan pada saat Focus Group Discussion (FGD). Pemanfaat jasa lingkungan air bersih yaitu PDAM Kota Palopo bersedia memberikan 5% dari keuntungan bersih yang diperoleh perusahaan untuk mengkompensasi masyarakat di hulu DAS Latuppa dalam hal ini diwakili oleh KT. To’buangin dan KT.Se’pon dalam upaya mereka merehabilitasi lahan dan air di hulu DAS Latuppa. Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih berperan sebagai intermediary dari proses hubungan hulu-hilir DAS Latuppa. Kurun waktu kesepakatan antara PDAM Kota
Palopo dengan petani selama 5 tahun. Setelah berakhirnya periode kontrak selama 5 tahun kesepakatan tersebut akan diperbaharui kembali dengan terlebih dahulu melakukan evaluasi atas program yang telah dijalankan sebelumnya. Indikator pelaksanaan dari pencapaian proyek ini adalah naskah kesepahaman antara petani di daerah hulu dan pemanfaat dari jasa DAS terhadap rehabilitasi air dan tanah di hulu DAS Latuppa. Selanjutnya agar lebih memudahkan proses koordinasi dan hubungan para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih di DAS Latuppa Hulu dibentuk kelembagaan Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih Kota Palopo sebagaimana diagram yang disajikan pada lampiran 1. Hal-hal yang diatur dalam kelembagaan Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih Kota Palopo yaitu: (A) Karateristik Dewan Pengelola Jasa lingkungan air bersih Kota Palopo: (a) Legalitas berdasarkan perundangan yang berlaku: Peraturan Walikota. (b) Legitimasi dan perwakilan para pihak/ berbasis konstituen para pihak. (B) Tujuan Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih Kota Palopo: (a) Mengkoordinasikan pengeloaan dan pelestarian potensi jasa lingkungan air bersih di Kota Palopo. (b) Mendukung rehabilitasi jasa lingkungan air bersih di Kota Palopo serta peningkatan SDM sekitar objek jasa lingkungan. (C) Fungsi Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih Kota Palopo: (a) Menghimpun dana untuk menunjang rehabilitasi lahan dan air serta peningkatan SDM masyarakat hulu secara transparan dan partisipatif. (b) Mengorganisir kegiatan pelestarian, pemeliharaan, kebersihan, dan keamanan, serta peningkatan SDM masyarakat hulu yang bersumber dari dana kompensasi yang terkumpul. (c) Memfasilitasi dan atau menyelenggarakan rapat-rapat Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih dalam rangka komunikasi, konsultasi, sosialisasi, dan koordinasi pengelolaan jasa lingkungan. (D)Tanggung Jawab Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih Di Kota Palopo: (a) Menyusun dan menetapkan program kerja Dewan Pengelola Jasa Ligkungan Air Bersih, serta melaporkan kepada Walikota Palopo dan Publik. (b) Merancang dan mengkoordinir pelaksanaan program rehabilitasi lahan dan air dan kegiatan peningkatan SDM di hulu DAS Latuppa. (c) Mengkoordinasikan program jasa lingkungan dengan instansi
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
27
Jibria Ratna Yasir, Yusman Syaukat, Meti Ekayani
pemerintah terkait, wakil masyarakat setempat, LSM, dan akademisi untuk bekerja sama memperkuat pengelolaan jasa lingkungan air bersih di Kota Palopo sehingga dapat memberikan manfaat secara berkelanjutan, baik untuk saat ini maupun masa yang akan datang: (a) Mengawasi kegiatan program pengelolaan jasa lingkungan di Kota Palopo. (b) Menyelenggarakan rapat regular, rapat umum anggota, rapat tahunan anggota, dan rapat luar biasa. (c) Mengevaluasi pelaksanaan program pengelolaan jasa lingkungan di Kota Palopo (d) Memberikan laporan secara berkala kepada: 1) Pemerintah pusat secara konsultatif. 2) Gubernur dan Bupati secara teknis operasional. 3) Publik secara akuntabilitas. (E) Kewenangan Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih Di Kota Palopo (a) Mengawasi mekanisme keuangan untuk pendanaan rehabilitasi lahan dan air serta untuk peningkatan SDM masyarakat hulu. (b) Mengadakan rapat untuk menyelesaikan konflik. Seperti halnya Dewan Pengelola Jasa Lingkungan Air Bersih, Badan Pengurus Jasa Lingkungan air Bersih di Kota Palopo merupakan unit kerja yang menjalankan kegiatan pelestarian, pemeliharaan, kebersihan, serta peningkatan sumberdaya manusia (SDM) sekitar objek jasa lingkungan yang bersumber dari dana kompensasi yang terkumpul. Badan Pengurus terdiri dari divisi-divisi sebagai berikut:
Divisi Sumberdaya Lahan dan Air Divisi sumberdaya lahan dan air adalah unit kerja yang mendistribusikan dana kompensasi kepada kelompok tani sesuai dengan luas lahan milik mereka yang diperjanjikan dan melaksanakan kegaitan rehabilitasi lahan dan air sesuai dengan yang telah diprogramkan.
Divisi Penguatan Masyarakat hulu DAS Latuppa Divisi penguatan masyarakat hulu DAS Latuppa adalah unit kerja yang melaksanakan kegiatankegiatan yang telah diprogramkan, kegiatan tersebut berhubungan dengan peningkatan kualitas masyarakat hulu DAS Latuppa yang merupakan daerah untuk penerapan pembayaran jasa lingkungan.
28
KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Pihak yang terlibat dalam manajemen pengelolaan PJL di hulu DAS Latuppa merupakan pihak yang berperan sebagai penyedia jasa lingkungan yaitu KT. To’buangin dan KT. Se’pon, pembeli jasa lingkungan yaitu PDAM Kota Palopo, dan pihak yang memfasilitasi terjadinya mekanisme PJL yaitu forum DAS Paremang, Wallacea Kota Kota Palopo, Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kota Palopo, Dinas Pertanian Kota Palopo, Badan Lingkungan Hidup Kota Palopo, BPDAS Saddang, serta PSDA Kota Palopo.
Saran Perlunya keterlibatan yang signifikan dari pihak Pemerintah Kota Palopo sebagai pemegang kebijakan untuk segera menetapkan aturan mengenai pembayaran jasa lingkungan air bersih di Kota Palopo. Perlunya koordinasi dalam bentuk forum pembayaran jasa lingkungan DAS Latuppa yang terdiri dari semua pihak terkait baik dari institusi pemerintahan, swasta, LSM, dan masyarakat yang secara sinergi mengelola, memfasilitasi, dan memonitoring implementasi mekanisme pembayaran jasa lingkungan air bersih di Kota Palopo.
DAFTAR RUJUKAN Arsyad, S. 2010. Konservasi Tanah dan Air.Bogor (ID): IPB Press. Groenendijk, L. 2003. Planning and Management Tools, A Reference Book.Netherlands. ITC. Enschede. Landell-Mills N, Porras IT. 2002. Silver Bullet or Fools’ Gold? A Global Review of Markets for Forest Environmental Services and Their Impact on The Poor. London: International Institute for Environmental and Development. Reed, M.S., Graves, A., Dandy, N., Posthumus, H., Hubacek, K., Morris, J., Prell, C., Quinn, C.H., Stringer, L.C. 2009. Who’s in and Why? A Typhology of Stakeholder Analysis Methods for Natural Reseources Management. Wunder, S. 2005. Payments For Environmental Services: Some Nuts And Bolts. Bogor (ID): Center For International Forestry Research (CIFOR).
JURNAL APLIKASI Nama Orang MANAJEMEN | VOLUME 14 | NOMOR 1 | MARET 2016
Analisis Manajemen Kelembagaan untuk Penerapan Mekanisme Pembayaran Jasa Lingkungan Air Bersih
Groenendijk, L. 2003. Planning and Management Tools, A Reference Book.Netherlands. ITC. Enschede. Fauzi, A., Anna, Z. 2013. The complexity of the institution of payment for environmental services: A case study of two Indonesian PES schemes. Elsevier B.V. [CI Indonesia] Convervation International Indonesia. 2009. Promoting Ecosystem Services Value from Hydrological Processes in the Gedepahala Biodiversity Corridor: “Understanding the Hydrological Processes to Build
a Payment for Environmental Services (PES) Schame”. Jakarta (ID): CI Indonesia. [KEMENHUT] Kementrian Kehutaan Direktorat Jendral Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan Sosial Balai Pengelolaan DAS SADDANG. 2012. Penyusunan rencana Pengelolaan DAS Terpadu Daerah Aliran Sungai (DAS) Latuppa. Buku 1. Sulawesi Selatan (ID): Kementrian Kehutanan.
TERAKREDITASI SK DIRJEN DIKTI NO. 66b/DIKTI/KEP/2011
ISSN: 1693-5241
29