ANALISIS KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA PERSERO UNIT CIOMAS, BOGOR
Oleh RISSA AYASHA I34060326
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
ANALISIS KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA PERSERO UNIT CIOMAS, BOGOR
Oleh
Rissa Ayasha I34060326
SKRIPSI Sebagai Bagian Persyaratan untuk Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010
DEPARTEMEN SAINS KOMUNIKASI DAN PENGEMBANGAN MASYARAKAT FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi yang disusun oleh: Nama Mahasiswa : Rissa Ayasha NRP
: I34060326
Program Studi
: Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat
Judul Skripsi
: Analisis Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sebagai Upaya Pemerintah dalam Memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) di PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Unit Ciomas, Bogor
dapat diterima sebagai syarat kelulusan pada untuk memperoleh gelar Sarjana Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor. Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Murdianto, MSi NIP.19630729 199203 1 001 Mengetahui, Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat Ketua
Dr.Ir. Soeryo Adiwibowo, MS. NIP. 19550630 198103 1 003 Tanggal Lulus : _____________
i
ABSTRACT RISSA AYASHA. ANALYZE PEOPLE’S BUSINESS CREDIT (KUR) AS A GOVERMENT EFFORT IN EMPOWERED SMEs AT PT.BRI PERSERO UNIT CIOMAS, BOGOR. (Under the Guidance MURDIANTO). The purpose of this study is to see and analyze the People's Business Credit programs (KUR) at Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas, Bogor. Target in this research is the dealer and customer officer of BRI Unit Ciomas, who access the program KUR. This research used purposive sampling to determine the informant and the respondent. This study uses a quantitative approach, which supported the qualitative data, to see the implementation of the People's Business Credit at BRI Ciomas and analyze it based on community development. In implementing the program People's Business Credit (KUR), BRI has focused on aspects of community development especially in the empowerment, such as the supervision of activities whose goal is to empower SMEs. In this study, participation has not been visible, but the efforts have been implemented although empowerment is not perfect.
Keywords : People’s Bussines Credit (KUR), Community Development, Supervision Of KUR, BRI Unit Ciomas.
ii
ABSTRAK RISSA AYASHA. ANALISIS KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMBERDAYAKAN UMKM DI PT.BRI PERSERO UNIT CIOMAS, BOGOR. (Di bawah Bimbingan MURDIANTO). Penelitian ini dilakukan untuk melihat dan menganalisis program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas, Bogor. Sasaran dalam penelitian ini adalah petugas penyalur KUR dan juga nasabah BRI Unit Ciomas yang mengakses program KUR. Penelitian ini menggunakan purposive sampling (disengaja) untuk menentukan informan dan responden. Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung data kualitatif, dimana penelitian ini juga dilakukan untuk melihat pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat di BRI Unit Ciomas dan menganalisisnya berdasarkan pengembangan masyarakat. Dalam menjalankan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini BRI telah menitikberatkan pada aspek pengembangan masyarakat terlebih dalam hal pemberdayaan, salah satunya adalah dengan kegiatan supervisi yang tujuannya adalah untuk memberdayakan UMKM, walaupun dalam penelitian , partisipasi belum nampak, namun upaya pemberdayaan telah berjalan walaupun tidak sempurna.
Kata kunci: Kredit Usaha Rakyat (KUR), Pengembangan Masyarakat, Supervisi KUR, partisipasi Arnstein, BRI Unit Ciomas.
iii
RINGKASAN RISSA AYASHA. ANALISIS KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMBERDAYAKAN UMKM DI PT.BRI PERSERO UNIT CIOMAS, BOGOR. (Di bawah Bimbingan MURDIANTO). Sepanjang tahun 2007 hingga saat ini, perekonomian bangsa Indonesia mengalami krisis global yang juga dialami oleh banyak negara di dunia. Salah satu upaya untuk menanggulangi masalah tersebut adalah dengan memberdayakan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM). Beberapa studi mengenai UKM yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada masa krisis, Selain berperan sebagai penyangga perekonomian nasional, UKM berperan positif dalam membuka lapangan kerja maupun mengatasi kemiskinan, terutama di saat banyak usaha besar berguguran (Bustomi,2003). Tanggal 5 November 2007, Presiden R.I Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit atau pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif. Kusmuljono (2009) dalam bukunya mengatakan bahwa Bank BRI merupakan penyalur terbesar KUR mikro sampai bulan Maret 2009. Adapun tujuan dari penelitian adalah Mengetahui mekanisme penyaluran kredit usaha rakyat (KUR), peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam memberdayakan UMKM terkait dengan pelaksanaan supervisi, dan partisipasi yang dilakukan oleh UMKM dalam pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) di BRI Unit Ciomas. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dimana penelitian ini dilakukan untuk melihat bagaimana penyaluran KUR di BRI, supervisi yang dilakuka pihak perbankan, dan juga pemberdayaan yang terdapat di dalamnya. Metode pengumpulan data yang diterapkan peneliti adalah dengan menggunakan alat ukur kuesioner, melakukan wawancara terhadap informan, dan juga pengumpulan data di BRI.
iv
Hasil dari penelitian, dalam skema penyaluran KUR BRI Unit Ciomas, terdapat upaya supervisi, yaitu dengan cara pemberian saran dan masukan terhadap nasabah. Selain upaya supervisi, terdapat juga mekanisme penyaluran KUR, seperti syarat-syarat dalam mengakses KUR dan sosialisasi KUR yang sesuai
dengan
prinsip
pengembangan
masyarakat.
Dilihat
dari
aspek
pengembangan masyarakat KUR mengandung prinsip pemberdayaan yaitu upaya memandirikan nasabah, dimana salah satunya adalah dengan cara supervisi. Dengan adanya supervisi, nasabah dapat memiliki usahanya sendiri. Selain dilihat dari aspek pemberdayaan, dalam penelitian juga dilihat dari aspek partisipasi khususnya partisipasi menurut Arnstein (1969). Tingkatan partisipasi nasabah KUR terlihat dari penelitian hanya mencapai tahap therapy dan informing. Namun, selain berdasarkan Arnstein (1969), jika melihat partisipasi dari sudut lain, maka sosialisasi KUR dari nasabah satu terhadap nasabah lain dapat dikatakan sebagai partisipasi, walaupun hal tersebut dilakukan secara tidak sadar. Hasil penelitian dalam hal penyaluran KUR memiliki nilai baik, sedangkan dalam hal supervisi dan pemberdayaan masyarakat memiliki nilai sedang. Uji RankSpearman, maka terdapat hubungan antara tingkat supervisi dengan tingkat pemberdayaan masyarakat, sehingga dapat diartikan bahwa supervisi memiliki pengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat.
v
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL ” ANALISIS KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) SEBAGAI UPAYA PEMERINTAH DALAM MEMBERDAYAKAN USAHA MIKRO, KECIL, DAN MENENGAH (UMKM) DI PT. BANK RAKYAT INDONESIA PERSSERO UNIT CIOMAS, BOGOR” BELUM PERNAH DIAJUKAN DAN DITULIS
PADA
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA
LAIN
MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. MERUPAKAN
SAYA
JUGA
HASIL
MENYATAKAN
KARYA
SAYA
BAHWA SENDIRI
SKRIPSI DAN
INI
TIDAK
MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK/ LEMBAGA LAIN KECUALI SEBAGAI BAHAN RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor, Juni 2010
Rissa Ayasha I34060326
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Tanjung Pinang, Provinsi Riau, pada tanggal 23 Oktober 1988. Penulis merupakan anak pertama dari pasangan Mahmud dan Ida Widaningsih. Penulis memiliki adik laki-laki yang bernama Irfan Rinaldi yang masih duduk di kelas 3 SMA di sebuah pesantren di kota Bandung. Semenjak lahir, sekolah, dan sampai saat ini penulis tinggal di kawasan Cimahi. Penulis menamatkan pendidikan di SDN 2 Cimahi tahun 2000, kelas 1 dan 2 di SLTPN 1 Cimahi dan kelas 3 di SLTPN 3 Tanjung Pinang hingga tahun 2003. SMA ditamatkan di SMAN 2 Cimahi tahun 2006. Setelah itu pada Juli 2006 diterima di Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Penulis mengambil Departemen Sains Komunikasi dan Pengembangan Masyarakat pada Fakultas Ekologi Manusia. Selama berada di IPB penulis aktif mengikuti berbagai keorganisasian seperti HIMASIERA sebagai anggota Divisi Public Relation, Commnex 2008, dan berbagai kegiatan kemahasiswaan seperti Masa Pekenalan Departemen, Masa Perkenalan Fakultas. Selain mengikuti pendidikan formal, penulis pernah mengikuti berbagai pendidikan informal yaitu pada tahun 2003 mengikuti kursus Bahasa Inggris di Raffles Tanjung Pinang, dan pada tahun 2005 mengikuti kusus Bahasa Inggris di PQEC Cimahi. Selain itu penulis pun pernah mengikuti berbagai macam kegiatan ekstrakurikuler, diantaranya adalah, Perguruan Pencak Silat JURUS sebagai Ketua II, Sanggar Seni Budaya SMAN 2 CIMAHI.
vii
KATA PENGANTAR Segala puji dan syukur senantiasa kita panjatkan kehadirat tuhan Yang Maha Esa atas izin-Nya serta kemudahan dalam menyelesaikan Skripsi ini. Dalam skripsi ini penulis menganalisis Kredit Usaha Rakyat (KUR) sebagai salah satu program pemerintah dalam memberdayakan UMKM. Penulis berharap dengan adanya skripsi ini, bisa bermanfaat bagi siapa saja khususnya pada civitas akademika Institut Pertanian Bogor atau umumnya pada para peneliti di luar civitas akademika yang akan melakukan riset atau penelitian mengenai Kredit Usaha Rakyat (KUR). Selesainya penyusunan Skripsi ini atas masukan, arahan dan bimbingan dari Bapak Ir. Murdianto, MSi sebagai Dosen Pembimbing, untuk itu penulis mengucapkan banyak terima kasih. Juga kepada seluruh keluarga atas segala doa dan kasih sayangnya, teman-teman atas dukungannya, dan pihak-pihak lain yang telah membantu terselesaikannya Skripsi ini. Penulis sadar bahwa penyusunan Skripsi ini belum dapat disusun secara sempurna, semoga Skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor,Juni 2010
Rissa Ayasha
viii
UCAPAN TERIMA KASIH Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Skripsi dengan judul “Analisis Kredit Usaha Rakyat (KUR) Sebagai Program Pemerintah dalam Mengembangkan Usaha Mikro, Kecil, Menengah (UMKM) di PT. Bank Rakyat Indonesia Persero Unit Ciomas, Bogor” ini berhasil diselesaikan. Dalam penulisan dkripsi ini penulis telah memperoleh bantuan, dorongan, semangat dan dukungan dari beberapa pihak baik secara langsung atau secara tidak langsung sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan baik. Selanjutnya pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada: 1. ALLAH SWT karena atas Rahmat dan Ridho-Nya juga curahan kemudahanNya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir. Murdianto, MSi, atas kesabarannya membimbing, berdiskusi, dan memotivasi penulis untuk segera menyelesaikan skripsi ini. 3. Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS. Selaku dosen penguji utama skripsi atas saran dan kritiknya 4. Ir. Nuraini W Prasodjo, MS, sebagai dosen penguji skripsi wakil Departemen atas saran dan kritik terhadap penulisan skripsi ini. 5. Keluarga tercinta, Ibu, nenek, kakek, om, tante dan Adik tercinta yang tiada henti memberikan kasih sayang, doa, dukungan dan semangat kepada penulis. 6. Sahabat-sahabatku Indri, Annisa, yuni, Ega, Adji, Riky, Seluruh KPM 43 atas perhatian dan kebersamaannya sampai saat ini. Semoga selalu kompak. 7. Seluruh staf dan karyawan BRI Unit Ciomas terutama Pak Yudho, Pak Kokoch, Pak Johan, Bu Diana yang telah membantu penulis dalam pencarian data Bogor, Juni 2010
Rissa Ayasha
ix
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI .................................................................................................................. xi DAFTAR TABEL ......................................................................................................... xii DAFTAR GAMBAR.................................................................................................... xiii BAB I. PENDAHULUAN............................................................................................... 1 1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1 1.2 Perumusan Masalah ................................................................................................ 4 1.3 Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 5 1.4 Kegunaan Penulisan ................................................................................................ 5 BAB II. PENDEKATAN TEORITIS ............................................................................ 7 2.1 Tinjauan Pustaka ..................................................................................................... 7 2.1.1 Kredit Usaha Rakyat (KUR) ........................................................................... 7 2.1.1.1 Definisi Kredit Usaha Rakyat (KUR) ................................................. 7 2.1.1.2 Skema Penyaluran KUR .................................................................... 10 2.1.1.2 Pengertian Supervisi .......................................................................... 12 2.1.2 Pengembangan Masyarakat ........................................................................... 14 2.1.2.1 Definisi Pengembangan Masyarakat ................................................. 14 2.1.2.2 Asas dan Prinsip Pengembangan Masyarakat ................................... 15 2.1.2.3 Definisi Pemberdayaan Masyarakat .................................................. 16 2.1.2.4 Pengertian Partisipasi ........................................................................ 18 2.1.3 Pengertian UMKM ....................................................................................... 22 2.1.4 Kerangka Pemikiran ...................................................................................... 24 2.1.5 Hipotesa ......................................................................................................... 27 2.1.5.1 Hipotesa Pengarah ............................................................................. 27 2.1.5.2 Hipotesa Uji ....................................................................................... 27 2.1.6 Definisi Konseptual ....................................................................................... 27 2.1.7 Definisi Operasional ...................................................................................... 28 BAB III. METODOLOGI PENELITIAN .................................................................. 32 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian................................................................................. 32 3.2 Pendekatan Penelitian ........................................................................................... 32 3.3 Teknik Pemilihan Informan .................................................................................. 33 x
3.4 Jenis Data dan Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 33 3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis Data .................................................................. 33 BAB IV. MEKANISME PENYALURAN KUR DI BRI UNIT CIOMAS .............. 35 4.1 Profile BRI ............................................................................................................ 35 4.2. KUR di BRI Unit Ciomas .................................................................................... 39 4.2.1 Pengertian KUR .......................................................................................... 39 4.2.2 Skema Penyaluran KUR .............................................................................. 41 4.2.2.1 Mekanisme Penyaluran KUR ......................................................... 41 4.2.2.2 Sosialisasi KUR .............................................................................. 47 4.3 KUR sebagai program Pengembangan Masyarakat ............................................ 50 BAB V. Pemberdayaan UMKM Melalui Supervisi KUR ......................................... 53 5.1 Supervisi KUR BRI Ciomas ................................................................................. 53 5.2 Pemberdayaan UMKM Melalui supervisi KUR ................................................... 58 5.3 Hubungan antara supervisi dan pemberdayaan masyarakat ................................ 64 BAB VI. PARTISIPASI YANG DILAKUKAN UMKM DALAM PELAKSANAAN PROGRAM KUR .......................................................... 67 6.1 Peran Masyarakat dalam Penyaluran KUR ........................................................... 67 6.2 Partisipasi dalam pemberdayaan UMKM ............................................................. 72 BAB VII. PENUTUP .................................................................................................... 75 7.1 Kesimpulan............................................................................................................ 75 7.2 Saran ..................................................................................................................... 77 DAFTAR PUSTAKA .................................................................................................... 78 LAMPIRAN .................................................................................................................. 80
xi
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
Text Tabel 1
Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha tahun 2002 – 2005
..............................................
2
Tabel 2 Peran dan Fungsi pihak pelaksana KUR menurut Inpres No.6 tanggal 8 Juni 2007
................................
Tabel 3. Persyaratan pengajuan KUR s/d Rp.500 juta
.........................
Tabel 4. Persyaratan pengajuan KUR Mikro s/d Rp. 5 juta Tabel 5. Matriks Tingkatakan Partisipasi Arnstein
11
...................
11
............................
21
Tabel 6. Definisi Konseptual Tingkatan Partisipasi Arnstein Tabel 7. Daftar Wilayah Pemasaran BRI Unit Ciomas
9
................
30
.........................
39
Tabel 8. Sebaran Responden Berdasarkan Kredit yang Didapat Tabel 9. Sebaran Responden Berdasarkan Sosialisasi KUR
............
46
..................
51
Tabel 10. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Penyaluran KUR Tabel 11. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Supervisi
.....
53
................
57
Tabel 12. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pemberdayaan
.......
60
.....
66
Tabel 14. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat partisipasi ................
69
Tabel 13. Hasil Rank Spearman antara Supervisi dan Pemberdayaan
xii
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman Teks
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
.........................................................................
Gambar 2. Struktur Organisasi BRI Unit Ciomas
...............................................
Gambar 3. Sebaran Responden berdasarkan penghasilan Gambar 4. Pendapatan responden berdasarkan jenis usaha
38
.................................
45
...............................
46
Gambar 5. Sebaran responden terkait peningkatan pendapatan
..........................
Gambar 6. Jumlah responden berdasarkan perekonomian keluarga Gambar 7. Jumlah responden berdasarkan lapangan kerja
26
63
...................
63
............................
64
Gambar 8. Jumlah responden terkait perluasan usaha .......................................
65
Gambar 9. Tingkatan partisipasi Arnstein (1969)
68
...........................................
Gambar 10. Sebaran Responden dalam Sosialisasi KUR
................................
Gambar 11. Sebaran responden berdasarkan pembuatan usaha sendiri
.................
71 71
xiii
PENDAHULUAN 1.1
Latar Belakang Sepanjang tahun 2007 hingga saat ini, perekonomian bangsa Indonesia
mengalami krisis global yang juga dialami oleh banyak negara di dunia. Krisis global tersebut diakibatkan oleh krisis keuangan yang melanda negara Amerika Serikat dan terjadinya peningkatan harga minyak mentah di dunia. Dampak langsung di Indonesia adalah ditariknya investasi hot money di beberapa perusahaan di Indonesia yang menyebabkan beberapa perusahaan colaps, selain itu juga menurunnya ekspor Indonesia yang mencapai 20-30% akibat turunnya tingkat konsumsi di negara-negara importir yang terkena dampak krisis tersebut.1 Bahkan, Wood dalam Wahyudi (2008) memprediksikan bahwa kondisi perekonomian Indonesia akan memburuk pada tahun 2009, yaitu dengan adanya penurunan drastis dari pertumbuhan ekonomi hingga ke 3,7 persen. Semakin jelas terlihat bahwa, tidak ada satu negara pun yang kebal krisis keuangan global yang melanda dunia. Pemerintah
Indonesia
telah
melakukan
berbagai
macam
cara
untuk
menanggulangi dampak-dampak perekonomian yang merupakan akibat dari krisis global tersebut, salah satunya adalah dengan menggunakan sistem ekonomi kerakyatan. Sistem ekonomi kerakyatan adalah tatalaksana ekonomi yang bersifat kerakyatan yaitu penyelenggaraan ekonomi yang memberi dampak kepada kesejahteraan rakyat kecil dan kemajuan ekonomi rakyat, keseluruhan aktivitas perekonomian yang dilakukan oleh rakyat kecil.2 Oleh karena itu, tema pembangunan masyarakat Indonesia yang ditetapkan sejak tahun 2009 hingga saat ini adalah percepatan pertumbuhan ekonomi untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran. Pelaksanaan aktivitas perekonomian dengan tema pembangunan tersebut dilakukan pemerintah Indonesia melalui penetapan sasaran dengan indikator-indikator terukur yaitu laju pertumbuhan ekonomi sebesar 6,6% - 7,0%, tingkat pengangguran menjadi 8% - 9% dan tingkat kemiskinan menjadi 15,0% - 16,8%. Berdasarkan penetapan indikator-indikator tersebut, maka aktivitas perekonomian bangsa Indonesia 1
Forum kastrat UGM.2009.Pengangguran Akibat Krisis Global.http://forumkastratugm.blogspot.com/2009/02/pengangguran-akibat-krisis-global.html waktu akses 3 Januari 2010 pukul 10.26
2
Anonim. http://www.ekonomikerakyatan.ugm.ac.id/My%20Web/sanafri.htm. waktu akses: 7 September 2009 pukul 20.00
1
dalam dua tahun mendatang antara lain pengembangan
investasi, ekspor, dan
kesempatan kerja, revitalisasi pertanian, perikanan dan kehutanan, dan pembangunan pedesaan, percepatan pembangunan infrastruktur dan peningkatan pengelolaan energi, peningkatan akses dan kualitas pendidikan dan kesehatan, peningkatan efektivitas penanggulangan kemiskinan, pemberantasan korupsi dan percepatan pelaksanaan reformasi birokrasi, penguatan kemampuan pertahanan dan pemantapan keamanan dalam negeri, penanganan bencana, pengurangan
risiko bencana, dan peningkatan
pemberantasan penyakit menular.3 Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan salah satu bentuk kegiatan dari sistem ekonomi yang memperhatikan rakyat kecil dan juga merupakan salah satu wujud dari inisiatif pemerintah dalam menanggulangi krisis global. Hal ini disebabkan UMKM memiliki potensi untuk menanggulangi masalah kemiskinan di Indonesia. Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) merupakan sektor ekonomi nasional yang paling strategis dan menyangkut kebutuhan hidup masyarakat lokal, sehingga dapat dijadikan sebagai tulang punggung perekonomian nasional. Beberapa studi mengenai UKM yang telah dilakukan menunjukkan bahwa pada masa krisis, usaha skala kecil mempunyai ketahanan relatif lebih baik dibanding usaha besar. Selain berperan sebagai penyangga perekonomian nasional, UKM berperan positif dalam membuka lapangan kerja maupun mengatasi kemiskinan, terutama di saat banyak usaha besar berguguran (Bustomi,2003). Hal tersebut dapat dilihat dalam tabel 1 yaitu mengenai penyerapan jumlah tenaga kerja menurut skala usaha. Tabel 1 Penyerapan Jumlah Tenaga Kerja Menurut Skala Usaha tahun 2002 - 2005 Tahun
Usaha mikro
Usaha kecil
Usaha
Usaha
menengah
besar
Jumlah
2002
67.203.479
73.278.434
6.074.955
2.540.907
149.097.775
2003
70.522.413
76.887.307
6.364.894
2.617.868
156.392.482
2004
69.166.801
75.490.523
6.323.722
2.646.775
153.627.821
2005
71.187.153
77.678.498
6.491.343
2.590.275
157.947.269
Sumber : Menegkop dan UKM dan BPS, 2005.
3
Anonim.2008.Kencederungan Positif Perekonomian Indonesia. http://indonesiafile.com/content/view/250/37/. Waktu akses 7 September 2009 pukul 20.35
2
Tabel 1 diatas, menunjukkan bahwa UMKM memiliki peran yang cukup besar dalam hal penyerapan tenaga kerja dibandingkan dengan usaha besar. Melihat hal tersebut, pemerintah mengeluarkan suatu program perkreditan yang mampu membantu UMKM untuk lebih meningkatkan usahanya. Sehingga, pada tanggal 8 Juni 2007 dikeluarkanlah inpres no.6 mengenai Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM, yang diikuti dengan adanya Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007 dengan ditandai peluncuran Penjaminan Kredit atau Pembiayaan kepada UMKM. Tanggal 5 November 2007, Presiden R.I Susilo Bambang Yudhoyono meresmikan kredit bagi UMKM dengan pola penjaminan tersebut dengan nama Kredit Usaha Rakyat (KUR). Kredit Usaha Rakyat, yang selanjutnya disingkat KUR, adalah kredit atau pembiayaan kepada Usaha Mikro Kecil Menengah Koperasi (UMKM-K) dalam bentuk pemberian modal kerja dan investasi yang didukung fasilitas penjaminan untuk usaha produktif.4 Tujuan diluncurkannya KUR menurut Retnadi (2008) adalah (i) untuk mempercepat pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKM; (ii) untuk meningkatkan akses pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi; (iii) untuk penanggulangan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. Menurut Retnadi (2008), meskipun sebelum tahun 2007, cukup banyak program pemerintah yang ditujukan untuk mempercepat perkembangan UMKM melalui berbagai jenis kredit perbankan, namun perkembangan berbagai program tersebut tampaknya belum menarik minat perbankan sehingga dampaknya belum dirasakan secara signifikan oleh para pelaku UMKM di tingkat akar rumput (grass root). Sebelum adanya program KUR, pemerintah telah mengeluarkan beberapa program pekreditan bagi UMKM, seperti KKP-E (kredit ketahanan pangan dan energi), KKPA (Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya) , dan KUMK (kredit usaha mikro kecil). Namun, terdapat perbedaan yang mendasar diantara KUR dengan kredit tersebut, yaitu dalam hal agunan, KUR merupakan kredit tanpa agunan namun dijamin oleh pemerintah, sedangkan kredit tersebut merupakan kredit yang mememrlukan agunan untuk mengakses. KUR kemudian disalurkan kepada 6 bank, dimana salah satunya adalah BRI. BRI adalah salah satu bank terbesar milik negara yang didirikan pada tanggal 16 Desember 1895. Sejak awal berdirinya BRI sudah dekat dengan masyarakat karena BRI 4
Anonim.http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DDE3BFBD-3879-45FD-A30E30E4E5AD5B11/18235/Suplemen4.pdf. waktu akses 3 Februari 2010 pukul 12.03
3
merupakan bank yang berkonsentrasi di bidang pertanian, koperasi, dan nelayan. Pencapaian tersebut membuat BRI hingga saat ini dipercaya sebagai bank yang memfasilitasi dunia usaha kecil dan menengah. Selain itu, BRI merupakan bank yang paling mudah diakses oleh masyarakat karena memiliki cabang atau unit yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. Kusmuljono (2009) dalam bukunya mengatakan bahwa Bank BRI merupakan penyalur terbesar KUR mikro sampai bulan Maret 2009. Hingga Februari 2009 dari total KUR mikro yang tersalur sebesar Rp. 12 triliun, sebanyak 80% disalurkan oleh bank BRI. Selain itu, sampai Januari 2009, BRI telah merekrut sekitar 3000 sarjana untuk menjadi pendamping usaha mikro yang ditempatkan di daerah, hal ini dilakukan untuk menurunkan resiko kredit macet. Penelitian sebelumnya mengenai KUR dilakukan oleh Bank Indonesia, yang menyatakan bahwa dalam pelaksanaan kredit usaha rakyat, terdapat beberapa kendala yang timbul dalam penyaluran KUR, diantaranya adalah pertama, adanya persepsi yang salah dari masyarakat bahwa KUR ini dijamin sepenuhnya oleh pemerintah dan merupakan program bantuan dari pemerintah, kedua, menurut aturan bahwa penerima KUR adalah calon debitur yang belum pernah mendapatkan kredit, padahal kenyataannya banyak calon debitur yang telah mendapatkan kredit sehingga tidak dapat mengakses KUR, dan ketiga, juga banyak calon debitur yang belum mampu memenuhi kriteria atau persyaratan seperti identitas diri atau usaha yang belum layak.5 Alasan-alasan tersebutlah kemudian yang memotivasi penulis untuk meneliti mengenai
Kredit
Usaha
Rakyat
(KUR)
sebagai
usaha
pemerintah
dalam
memberdayakan UMKM. Selama ini KUR dikenal sebagai kredit tanpa agunan, hal inilah kemudian yang ingin penulis lihat lebih lanjut, yaitu mengapa lembaga perbankan khususnya BRI Unit Ciomas tetap menyalurkan KUR, walaupun diperuntukan pada usaha mikro yang belum tentu memiliki agunan dan menjadikan KUR ini sebagai kredit dengan resiko tinggi.
1.2
Perumusan Masalah Merujuk pada latar belakang, maka diketahui bahawa Kredit Usaha Rakyat
(KUR) adalah program pemerintah dalam upaya memberdayakan UMKM. Sampai Maret 2009, penyalur terbesar KUR adalah Bank Rakyat Indonesia (Kusmuljono,2009). 5
Bank Indonseia.Serba-Serbi Kredit Usaha Rakyat. http://www.bi.go.id/NR/rdonlyres/DDE3BFBD3879-45FD-A30E-30E4E5AD5B11/18235/Suplemen4.pdf. waktu akses 3 februari pukul 10.00
4
Dalam penyaluran KUR terdapat beberapa kendala seperti, Pertama, permasalahan yang ada di masyarakat adalah kurang tersosialisasikannya KUR sehingga banyaknya masyarakat yang menganggap KUR tersebut sama dengan program bantuan pemerintah. Kedua, jika dilihat dari sudut perbankan, saat ini dalam pelaksanaan program KUR masih belum menunjukkan sifat pemberdayaan, melainkan dalam penyaluran tersebut masih bersifat konvensional. Berdasarkan Hal tersebut, maka perumusan masalah yang akan dikaji dalam penelitian ini antara lain: 1. Bagaimanakah mekanisme penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas? 2. Bagaimanakah peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro dalam memberdayakan UMKM terkait dengan pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas? 3. Sejauh manakah partisipasi yang dilakukan oleh UMKM dalam pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro?
1.3
Tujuan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah yang telah dikemukakan sebelumnya, maka
penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk: 1. Mengetahui mekanisme penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro di Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas 2. Mengetahui peranan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro dalam memberdayakan UMKM terkait dengan pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas 3. Mengetahui sejauh manakah partisipasi yang dilakukan oleh UMKM dalam pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro
1.4
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi pembaca khususnya untuk:
1.
Kalangan akademisi, dalam mengkaji permasalahan mengenai Analisis Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Memberdayakan UMKM
2.
Perbankan khususnya PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. sebagai bahan evaluasi terhadap pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat dan untuk bahan masukan bagi pelaksanaan program selanjutnya. 5
3.
Pemerintah, dalam menjalankan pengawasan terkait dengan pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
4.
Kalangan non-akademisi dan masyarakat luas, dapat menjadi sumber pengetahuan dan bisa bermanfaat dalam penerapan Kredit Usaha Rakyat sebagai salah satu upaya pemerintah dalam memberdayakan masyarakat khususnya UMKM.
6
BAB II PENDEKATAN TEORITIS 2.1
Tinjauan Pustaka
2.1.1
Kredit Usaha Rakyat (KUR)
2.1.1.1 Definisi Kredit Usaha Rakyat KUR menurut Kusmuljono (2009) adalah Kredit Modal Kerja (KMK) dan atau Kredit Investasi (KI) dengan plafon kredit sampai dengan Rp500 juta yang diberikan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi (UMKM-K) yang memiliki usaha produktif yang akan mendapat penjaminan dari Perusahaan Penjamin. UMK & K harus merupakan usaha produktif yang layak (feasible), namun belum bankable. KUR mensyaratkan bahwa agunan pokok kredit adalah proyek yang dibiayai. Namun karena agunan tambahan yang dimiliki oleh UMKM-K pada umumnya kurang, maka sebagian di-cover dengan program penjaminan. Besarnya coverage penjaminan maksimal 70 % dari plafond kredit. Dimana sumber dana KUR sepenuhnya berasal dari dana komersial Bank. KUR Mikro adalah kredit dari perbankan dengan plafond maksimum 5 juta yang mendapatkan jamian sebesar 70% dari PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (JAMKRINDO), dana yang disalurkan melalui KUR Mikro ini sepenuhnya menggunakan dana perbankan serta pelaksanaannya mengacu pada UU perbankan. Dari definisi-definisi KUR dapat disimpulkan bahwa Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah bagian dari program pemerintah yang ditujukan untuk mendukung pengembangan koperasi dan usaha kecil dan menengah yang layak usahanya untuk mendapatkan fasilitas kredit atau pembiayaan dari kreditur, namun kurang memiliki jaminan yang dipersyaratkan oleh kreditur. Sasaran KUR adalah koperasi dan UKM yang membutuhkan pendanaan dan dinyatakan layak oleh lembaga keuangan, namun belum memiliki agunan cukup sesuai dengan ketentuan persyaratan pembiayaan. KUR terbagi dua yaitu KUR ritel yaitu KUR yang memiliki plafond maksimal Rp.500 juta dan KUR mikro yaitu KUR yang memiliki plafond maksimal 5 juta Tujuan akhir diluncurkan program KUR adalah meningkatkan perekonomian, pengentasan kemiskinan dan penyerapan tenaga kerja. Ada enam bank yang menjadi penyalur KUR
7
termasuk Mikro yaitu bank BRI, Mandiri, BNI, BTN, Bank Syariah Mandiri serta Bank Bukopin. Adapun aturan yang terkait KUR adalah: 1. Peraturan presiden No. 2 Tahun 2008 tentang lembaga penjamin (Kusmuljono,2009) 2. Keputusan Menko Bidang Perekonomian N0.KEP-05/M.Ekon/01/2008 tanggal 31 Januri 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit atau pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi. (Kusmuljono,2009) Terdapat beberapa cara pemerintah dalam mengkoordinasi kebijakan KUR menurut departemen kementrian dan UMKM (2007) yaitu : 1. Dalam rangka mengkoordinasikan program KUR, pemerintah membentuk Komite Kebijakan. 2. Kementrian Koordinator Bidang Perekonomian bersama dengan instansi pembina mengkoordinasikan kebijakan penjamin kredit. 3. Hal-hal yang dikoordinasikan: a. Penyiapan UMKM dan Koperasi sesuai dengan kewenangan instansi pembina. b. Kebijakan dan prioritas bidang usaha. c. Pembinaan dan pendampingan UMKM dan Koperasi. d. Koordinasi penyaluran KUR dengan perbankan dan Perusahaan Penjamin. e. Sosialisasi program dan koordinasi dengan daerah Kebijakan Penjamin Kredit 3. Landasan operasional KUR menurut Retnadi (2008) adalah Inpres No.6 tanggal 8 Juni 2007 tentang Kebijakan Percepatan Pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKM dan Nota Kesepahaman Bersama antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007 sebagai berikut:
8
Tabel 2 Peran dan Fungsi dari pihak-pihak pelaksana KUR menurut Inpres No.6 tanggal 8 Juni 2007 Para Pihak
Fungsi
Pemerintah (6 Menteri) Departemen Keuangan a. Membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian kredit/pembiayaan berikut penjaminan Departemen Pertanian kredit/pembiayaannya kepada UMKM dan Koperasi. b. Mempersiapkan UMKM dan Koperasi yang Departemen Kehutanan melakukan usaha produktif yang bersifat individu, kelompok, kemitraan dan/atau cluster untuk dapat Departemen Kelautan dan dibiayai dengan kredit/pembiayaan. Perikanan c. Menetapkan kebijakan dan prioritas bidang usaha yang akan menerima penjaminan kredit/pembiayaan. Departemen Perindustrian d. Melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit/pembiayaan. Kementerian Negara KUKM e. Memfasilitasi hubungan antara UMKM dan Koperasi dengan pihak lainnya seperti perusahaan inti/off taker yang memberikan kontribusi dan dukungan kelancaran usaha. Perbankan (6 bank) penilaian kelayakan usaha dan Bank BRI, Bank Mandiri, BNI, Melakukan Bank BTN, Bukopin, Bank memutuskan pemberian kredit/pembiayaan sesuai ketentuan yang berlaku Syariah Mandiri Perusahaan Penjaminan Kredit PT ASKRINDO dan Perum Memberikan persetujuan penjaminan atas Sarana Pengembangan Usaha kredit/pembiayaan yang diberikan perbankan sesuai ketentuan asuransi.
Sedangkan kebijakan terkait KUR lainnya adalah6 : 4. Surat Edaran Direksi no.S.36-DIR/ADK/11/2007 tanggal 2 November 2007 tentang kredit bagi usaha mikro, kecil dan koperasi dengan pola penjaminan (KUMKP). 5. Surat Edaran Bank Indonesia No 11/1/DPNP mengenai penurunan perhitungan Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR) Kredit yang mulai diberlakukan 31 Januari 2009, ditetapkan bobot resiko untuk KUR sebesar 20% , dimana sebelumnya bobot resiko KUR sebesar 50%. 6
Anonim.2009.Peranan Acount Officer dalam KUR. http://wwwmickeyblue.blogspot.com/2009/05/peranan-account-officer-dalam-kur.html. diakses 11 februari 2010 pukul 06.30
9
6. Pengertian KUR sesuai dengan SE Direksi No.S.36-/DIR/ADK/11/2007 tanggal 02/11/2007 adalah kredit bagi usaha mikro, kecil dan koperasi dengan pola penjaminan
bertujuan
untuk
mempercepat
pergerakkan
sektor
rill
dan
pemberdayaan UMKM. Sedangkan, peran BI dalam KUR adalah7: 1. Counterpart dari Komite Kebijakan a. Penetapan kebijakan/ketentuan untuk mendukung pelaksanaan penjaminan b. Melakukan evaluasi terhadap ketentuan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) bagi kredit yang memperoleh penjaminan tersebut; c. Memfasilitasi komunikasi antara Perbankan dengan Komite Kebijakan 2. Membantu melakukan monitoring perkreditan melalui Sistem Informasi Debitur (SID). 3. Memfasilitasi perbankan dan instansi terkait antara lain berupa pertemuan/koordinasi dalam hal adanya permasalahan/kendala khususnya terkait ketentuan perkreditan oleh perbankan.
2.1.1.2 Skema Penyaluran Kredit Usaha Rakyat Secara umum menurut departemen koperasi (2007) Skema KUR yang telah disepakati Bank Pelaksana dengan Perusahaan Penjamin dan Pemerintah sebagai berikut: 1. nilai kredit maksimum RP. 500 juta per debitur 2. bunga maksimal 16% pertahun (efektif) 3. pembagian resiko penjaminan : perusahaan penjaminan 70% dan bank pelaksana 30% 4. penilaian kelayakan terhadap usaha debitur sepenuhnya menjadi kewenangan bank pelaksana 5. UMKM dan koperasi tidak dikenakan imbal jasa penjaminan (IJP) Pada awal diluncurkan pada tanggal 5 November 2007, skim KUR hanya satu jenis yaitu kredit untuk UMKM dengan plafon kredit sampai dengan Rp.500 juta. Namun setelah berjalan beberapa waktu, Presiden R.I mengarahkan agar penyaluran KUR lebih banyak untuk nasabah mikro dengan plafon kredit maksimal Rp. 5 juta. 7
Anonim.2008. http://www.d‐bes.net/images/makalah/Draft%20Pointer%20KUR.pdf. Diakses 9 februari 2010 pukul 10.30
10
Akhirnya pada tanggal 7 Mei 2008, dalam acara Rapat Koordinasi Terbatas yang dipimpin oleh Menko Perekonomian berhasil dikeluarkan Addendum I Nota Kesepahaman Bersama tentang pelaksanaan KUR Mikro dan KUR Linkage Program. Ketiga jenis KUR tersebut diterjemahkan oleh salah satu bank pemberi KUR sebagaimana tabel 5, tabel 6, dan tabel 7. (Retnadi,2008) Tabel 3 Persyaratan pengajuan KUR s/d Rp.500 juta Penjelasan Persyaratan Individu (Perorangan atau badan hukum), kelompok, koperasi yang Calon Debitur melakukan usaha produktif yang layak Lama Usaha Minimal 6 bulan Besar Kredit Maksimal Rp. 500 juta KMK Menurun - maksimal 3 tahun Bentuk Kredit KI - maksimal 5 tahun Suku Bunga Efektif maksimal 16% pa s/d Rp 100 juta : SIUP, TDP & SITU atau Surat Penjelasan dari Perijinan Lurah atau Kepala Desa > Rp. 100 juta : minimal SIUP atau sesuai ketentuan yang berlaku Individu : KTP & KK Kelompok : Surat pengukuhan dari instansi terkait atau surat Legalitas penjelasan dari Kepala Desa atau Kelurahan Koperasi atau Badan Usaha lain : sesuai ketentuan yang berlaku Pokok : baik untuk KUR Modal Kerja maupun KUR Investasi adalah usaha atau tempat usaha yang dibiayai, Agunan Proyek yang dibiayai cashflownya mampu memenuhi seluruh kewajiban kepada bank (layak) Tambahan : tidak wajib dipenuhi Tabel 4 Persyaratan pengajuan KUR Mikro s/d Rp.5 juta Penjelasan
Persyaratan
Calon Debitur
Individu yang melakukan usaha produktif yang layak
Lama Usaha
Minimal 6 bulan
Besar Kredit
Maksimal Rp. 5 juta
Bentuk Kredit
KMK atau KI menurun maksimal 3 tahun
Suku Bunga
Efektif maksimal 1,125% flate rate per bulan
Prov & adm
Tidak dipungut
Legalitas
KTP & KK
Agunan
Pokok : baik untuk KUR Modal Kerja maupun KUR Investasi adalah usaha atau tempat usaha yang dibiayai, Proyek yang dibiayai cashflownya mampu memenuhi seluruh kewajiban kepada bank (layak) Tambahan : tidak wajib dipenuhi
11
Untuk mengakses KUR ditetapkan beberapa tahapan menurut Retnadi (2008) sebagai berikut : 1. UMKM dan koperasi yang membutuhkan kredit dapat menghubungi kantor cabang atau kantor cabang pembantu Bank pelaksana terdekat 2. Memenuhi persyaratan dokumentasi sesuai dengan yang ditetapkan bank pelaksana 3. Mengajukan surat permohonan kredit atau pembiayaan 4. Bank pelaksana akan melakukan penilaian kelayakan 5. Bank pelaksana berwenang memberikan persetujuan atau menolak permohonan kredit
2.1.1.3 Pengertian Supervisi Supervisi atau pengawasan atau pengendalian kredit menurut Firdaus (2003) pada dasarnya ialah upaya pengamanan kredit yang telah diberikan oleh pihak bank dengan jalan terus memantau atau memonitor dan mengikuti jalannya perusahaan baik secara langsung maupun tidak langsung, serta memberikan saran atau nasihat dan konsultasi agar debitur berjalan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit akan berjalan dengan baik pula. Adapun fungsi dan tujuan supervisi menurut Firdaus (2003) adalah sebagai berikut : 1.
Fungsi supervisi adalah memonitor jalannya usaha nasabah dengan jalan antara lain: a. Membina hubungan yang terbuka dan terus menerus dengan nasabah tersebut b. Menerima, mencatat, mengklasifikasi dan menganalisis laporan-laporan dari nasabah serta membuat laporan perkembangannya c. Menganalisis sebab-sebab terjadinya suatu masalah atas usaha nasabah dan membuat rekomendasi tentang saran-saran perbaikan atau penyelamatan d. Memberikan saran dan konsultasi kepada debitur dalam segala aspek yang diperlukan antara lain pembinaan administrasi, perencanaan produksi, pengawasan mutu bahan baku, petunjuk instansi atau badan yang dapat dihubungi dalam rangka pengembangan usaha
2.
Tujuan dari supervisi adalah : a. Agar pembiayaan atau pemberian kredit atas usaha dilaksanakan sesuai dengan ketentuan-ketentuan atau syarat-syarat yang tertuang dalam perjanjian kredit dan dalam jadwal waktu yang telah ditetapkan
12
b. Agar terciptanya iklim saling mempercayai dan terbina hubungan timbal balik yang baik antara bank dan debitur c. Agar usaha yang dibayai kredit bank berkembang dengan baik sesuai dengan tujuan semula d. Agar terlaksana administrasi yang memadai kepentingan perusahaan sendiri, bank, pemerintah dan pihak-pihak lain Dalam melaksanakan supervisi kredit dan pembinaan debitur hendaknya diperhatikan beberapa prinsip seperrti dikemukakan Firdaus (2003) sebagai berikut : 1. Bank tidak mencampuri urusan sehari-hari nasabah yang mendapat bantuan kreditnya. Oleh karena itu hubungan tersebut harus bersifat dan berdasarkan partnership (kemitraan) yang bekerjasama secara saling menguntungkan 2. Bank harus selalu merahasiakan semua informasi tentang debiturnya dan memelihara informasi tersebut untuk kepentingan debitur 3. Bank harus menyadari bahwa dalam penyaluran dananya kepada debitur hanya bersifat suplemen atau penunjang terhadap dana nasabah sendiri
2.1.2
Pengembangan Masyarakat
2.1.2.1 Definisi Pengembangan Masyarakat Pengembangan
masyarakat
menurut Suharto (2005) adalah satu
model
pekerjaan sosial yang tujuan utamanya untuk memperbaiki kualitas hidup masyarakat melalui pendayagunaan sumber-sumber yang ada pada mereka serta menekankan pada prinsip partisipasi sosial. Sebagai sebuah
metode pekerjaan sosial, pengembangan
masyarakat merujuk pada interaksi aktif antara pekerja sosial dan masyarakat terlibat dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi suatu program pembangunan kesejahteraan sosial atau usaha kesejahteraan sosial. Pengembangan memungkinkan
orang
masyarakat dapat
dapat
didefinisikan
meningkatkan
kualitas
sebagai hidupnya
metode serta
yang mampu
memperbesar pengaruhnya terhadap proses-proses yang mempengaruhi hidupnya (AMA, 1993 dalam Suharto 2005).secara khusus Pengembangan masyarakat berkenaan dengan upaya pemenuhan kebutuhan orang-orang yang tidak beruntung atau tertindas, baik yang disebabkan oleh kemiskinan ataupun oleh diskriminasi berdasarkan kelas sosial, suku, jenis kelamin, usia, dan kecacatan. Pengembangan masyarakat memiliki fokus terhadap upaya menolong anggota masyarakat yang memiliki kesamaan minat untuk bekerja sama, mengidentifikasi 13
kebutuhan bersama dan kemudian melakukan kegiatan bersama untuk memenuhi kebutuhan tersebut. Pengembangan masyarakat seringkali diimplementasikan dalam bentuk: a) proyek-proyek Program Kesejahteraan Sosial yang memungkinkan anggota masyarakat memperoleh dukungan dalam memenuhi kebutuhannya melalui b) kampanye dan aksi sosial yang memungkinkan kebutuhan-kebutuhan tersebut dapat dipenuhi oleh pihak-pihak lain yang bertanggung jawab. (Payne, 1995 dalam Suharto, 2005). Dunham (1958) dalam Adi (2003) mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai upaya yang terorganisir yang dilakukan guna menigkatkan kondisi kehidupan masyarakat, terutama melalui usaha yang kooperatif dan mengembangkan kemandirian dari masyarakat pedesaan, tetapi hal tersebut dilakukan dengan bantuan teknis dari pemerintah ataupun lembaga-lembaga sosial. Pada beberapa negara yang sedang berkembang, istilah pengembangan masyarakat dapat dilihat dari susut mikro ataupun makro. Dari perspektif makro, istilah pengembangan masyarakat digunakan sebagai pembangunan seluruh bangsa.
2.1.2.2 Asas dan Prinsip Pengembangan Masyarakat Menurut Ife (1995) dalam Nasdian (2006), pengembangan masyarakat sebagai perencanaan sosial perlu berlandaskan pada asas-asas, yaitu: responden dilibatkan dalam setiap proses pengambilan keputusan, mensinergikan strategi komprehensif pemerintah, pihak-pihak terkait dan partisipasi warga, membuka akses warga atas bantuan profesional, teknis, fasilitas, serta insentif lainnya agar meningkatkan partisipasi warga, dan mengubah perilaku profesional agar lebih peka pada kebutuhan, perhatian dan gagasan warga Responden. Ife (2002 : 200-225) dalam Nasdian (2006) membagi prinsip-prinsip Community Development dalam tiga bagian penting, yaitu ekologi, keadilan sosial, nilai-nilai lokal, proses, serta global-lokal, secara rinci dikemukakan sebagai berikut : a. Prinsip ekologis, ada beberapa prinsip dalam kaitannya dengan masalah ekologi, yaitu: holistik, keberlanjutan, keanekaragaman, pembangunan organis, dan keseimbangan. b. Prinsip keadilan sosial, yaitu:
menghilangkan
ketimpangan
struktural,
memusatkan perhatian pada wacana yang merugikan (Addressing discourses of
14
disadvantage), pemberdayaan, mendefiniskan kebutuhan, dan menjunjung tinggi hak asasi manusia. c. Menghargai nilai-nilai lokal, yaitu:
pengetahuan
lokal,
budaya
lokal,
sumberdaya lokal, keterampilan lokal, dan menghargai proses lokal. d. Proses, yaitu: proses, hasil, dan visi, keterpaduan proses, peningkatan kesadaran, partisipasi, kooperasi dan konsensus, tahapan pembangunan, perdamaian dan anti kekerasan, inklusif, dan membangun Responden. e. Prinsip global dan lokal, yaitu: hubungan antara global dan lokal dan praktik Anti Penjajah (Anti-colonialist practice), Dunham (1958) dalam Adi (2003) menyatakan lima prinsip dasar yang amat penting bagi mereka yang berminat pada pengorganisasian masyarakat atau pengembangan masyarakat, yaitu: 1. Penekanan pada pentingnya kesatuan kehidupan masyarakat 2. Perlu adanya pendekatan antar tim dalam pengembangan masyarakat 3. Kebutuhan akan adanya community worker yang serba bisa pada wilayah pedesaan 4. Pentingnya pemahaman akan pola budaya masyarakat lokal 5. Adanya prinsip kemandirian yang menjadi prinsip utama dalam pengembangan masyarkat
2.1.2.3 Definisi pemberdayaan masyarakat Dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, banyak pakar yang membahas hal ini. Salah satunya adalah Payne (1997) dalam Adi, pada intinya, ditujukan guna: “membantu klien memperoleh daya untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan ia lakukan yang terkait dengan diri mereka, termasuk mengurangi efek hambatan pribadi dan sosial dalam melakukan tindakan. Hal ini dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan daya yang ia miliki, antara lain melalui transfer daya dari lingkungannya.” Menurut Adi (2008) upaya pemberdayaan masyarakat juga dapat dilihat dari sisi keberadaannya sebagai suatu program atau proses. Pemberdayaan sebagai suatu program, dimana pemberdayaan dilihat dari tahapan-tahapan kegiatan guna mencapai suatu tujuan, yang biasanya waktunya sudah ditentukan. Sementara itu pemberdayaan masyarakat juga merupakan sebuah proses yaitu pemberdayaan merupakan proses yang berkesinambungan (on going procces). Untuk melihat yang dimaksud dengan 15
pemberdayaan sebagai on going procces dapat melihat apa yang dikemukakan Hogan (2000) yang mengutip pandangan Rotter (1966), Selignan (1975), Hopson dan Scally (1995) yang melihat pemberdayaan sebagai suatu proses yang relatif terus berjalan sepanjang usia manusia yang diperoleh dari pengalaman individu tersebut dan bukannya suatu proses yang berhenti pada suatu masa saja. Pemberdayaan dalam Suharto (2005) adalah sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam
masyarakat termasuk individu-individu yang
mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya baik yang bersifat fisik, ekonomi, maupun sosial. Pemberdayaan masyarakat menurut Komalasari (1996) menyiratkan empat hal yaitu: 1.
Program yang direncanakan dengan fokus pada kebutuhan masyarakat
2.
Bantuan teknis
3.
Integrasi berbagai keahlian untuk membantu masyarakat
4.
Ditekankan pada gotong royong dan partisipasi dari masyarakat Kartasasmita dalam Dwi (2006) mengemukakan bahwa upaya memberdayakan
masyarakat harus dilakukan dalam tiga cara yaitu : 1.
Menciptakan iklim atau suasana yang memungkinkan potensi masyarakat untuk berkembang. Pemberdayaan masyarakat nantinya diharapkan dapat membuat masyarakat yang menjadi kelompok sasaran mandiri dan berdaya.
2.
Memperkuat potensi dan daya yang dimiliki oleh masyarakat dengan menetapkan langkah nyata, menampung masukan, menyediakan sarana dan prasarana yang dapat diakses oleh masyarakat lapisan bawah
3.
Pemberdayaan masyarakat bertujuan untuk melindungi dan membela kepentingan masyarakat lemah, jangan samapai yang lemah tambah lemah dan terpinggirkan oleh yang kuat. Sumodiningrat (1999) merumuskan indikator keberhasilan yang dipakai untuk
mengukur pelaksaaan program- program pemberdayaan masyarakat yang mencakup: 1. Berkurangnya jumlah penduduk miskin; 2. Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin dengan memanfaatkan sumber daya yang tesedia; 16
3. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraaan keluarga miskin di lingkungannya; 4. Meningkatnya kemandirian kelompok yang ditandai dengan makin berkembangnya usaha produktif anggota dan kelompok, makun kuatnya permodalan kelompok, makin rapinya sistem administrasi kelompok,
serta makin luasnya interaksi
kelompok dengan kelompok lain di dalam masyarakat; serta 5. Meningkatnya kapasitas masyarakat dan pemerataan pendapatan yang ditandai oleh peningkatan pendapatan keluarga miskin yang mampu memenuhi kebutuhan pokok dan kebutuhan sosial dasarnya. Tujuan dari pembinaan UMKM menurut Soedjono, Abd. Rachman dan Tiktik Sartika Pratomo (2004) adalah : 1.
Meningkatkan akses pasar dan memperbesar pangsa pasar
2.
Meningkatkan akses terhadap sumber-sumber modal dan memperkuat struktur modal
3.
Meningkatkan kemampuan organisasi dan manajemen
4.
Meningkatkan akses dan penguasaan teknologi Tugas Badan Pemberdayaan Masyarakat meliputi penguatan kelembagaan dan
pengembangan sumber daya manusia. Dalam melaksanakan tugasnya, Badan Pemberdayaan Masyarakat mempunyai fungsi8: 1. Penyiapan pedoman pemberdayaann kelembagaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM); 2. Pelaksanaan
koordinasi
dan
fasilitasi
kegiatan
penataan
pengembangan
kelembagaan masyarakat dan pengembangan SDM; 3. Pelaksanaan pembinaan dan supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan pengembangan kelembagaan dan pengembangan peningkatan SDM; 4. Peningkatan kerjasama dengan stakeholders (Perguruan Tinggi, Lembaga Swadaya Masyarakat, Dunia Usaha, dan Lembaga Kemasyarakatan) dalam rangka pengembangan penanggulangan
kelembagaan kemiskinan,
dan
pengembangan
pemberdayaan
peningkatan
kesejahteraan
SDM
dan
keluarga
dan
pemberdayaan perempuan;
8
Anonim.2010. Gambaran Umum Badan Pemberdayaan Masyarakat Mojokerto. http://mojokertokab.go.id/mjk/sub/BAPEMAS/?page=profil. Diakses 3 Juni 2010 pukul 20.02
17
5. Melakukan koordinasi, fasilitasi, pembinaan, supervisi, monitoring, evaluasi dan pelaporan kegiatan pengembangan profil desa/kelurahan dan Sistem Manajemen Pembanunan Partisipatif (SMPP); 6. Pelaksanaan evaluasi dan penyusunan laporan; 7. Pelaksanaan tugas-tugas kedinasan lain yang diberikan Kepala Badan. Dapat disimpulkan bahwa dalam rangka memberdayakan masyarakat, salah satu upaya yang dilakukan adalah dengan supervisi. Dimana, dalam dunia perbankan setiap akhir siklus kredit dan tahapan yang paling kritis dalam menghadapi situasi kredit terdapat suatu kegiatan supervisi. Supervisi menurut Van Dersal (1978) merupakan proses pengawasan yang dilakukan oleh supervisor terhadap anggotanya. Pekerjaan seorang supervisi adalah membangkitkan kemauan, semangat kerja diantara anggotanya dan membuat anggotanya menyadari bahwa apa yang mereka kerjakan adalah pekerjaan mereka, dan tanggung jawab mereka.
2.1.2.4 Pengertian partisipasi Partisipasi masyarakat seringkali dianggap sebagai bagian yang tidak lepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Supriatna (2000) dalam Dwi (2006) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat adalah tingkat pendidikan dan partisipasi. Menurut Talizuduhu Ndraha dalam Ismuningrum (2000) dikutip oleh Dwi (2006) partisipasi adalah suatu tanda permulaan tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk mampu berkembang secara mandiri, mampu berprakarsa dan anggotanya berpartisipasi secara seksama, baik dalam melakukan usaha atau kegiatan dengan pihak lain. Istilah partisipasi dan partisipatoris menurut Mikkelsen (2005) dalam Adi (2008) adalah sebagai berikut : 1.
Pasrtisipasi adalah kontribusi sukarela dari masyarakat dalam suatu proyek, tapi tanpa mereka ikut dalam pengembilan keputusan
2.
Partisipasi adalah proses membuat masyarakat menjadi lebih peka dalam menerima dan merespons berbagai proyek pembangunan.
3.
Partisipasi adalah suatu proses aktif, yang bermakna bahwa orang ataupun kelompok yang sedang dinyatakan mengambil inisiatif dan mempunyai otonomi untuk melakukan hal itu.
4.
Partisipasi adalah proses menjembatani dialog antara Responden lokal dan pihak penyelenggara proyek dalam rangka persiapan, pengimplementasian, pemantauan, 18
dan pengevaluasian staf agar dapat memperoleh informasi tentang konteks sosial ataupun dampak sosial proyek terhadap masyarakat. 5.
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat secara sukarela dalam perubahan yang ditentukan sendiri oleh masyrakat
6.
Partisipasi adalah keterlibatan masyarakat dalam upaya pembangunan lingkungan, kehidupan, dan dirri mereka sendiri. Nasdian (2006) menjelaskan bahwa partisipasi adalah proses aktif, inisiatif
diambil oleh warga Responden sendiri, dibimbing oleh cara berfikir mereka sendiri, dengan menggunakan sarana dan proses (lembaga dan mekanisme) dimana mereka dapat menegaskan kontrol secara efektif. Dalam Muryaningrum (2010) Partisipasi masyarakat juga dapat dikatakan sebagai proses yang melibatkan masyarakat umum dalam pengambilan keputusan, perumusan,
pelaksanaan,
dan
pengawasan
kebijakan
dalam
penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan, serta pembinaan masyarakat. Partisipasi adalah proses aktif dan inisiatif yang muncul dari masyarakat serta akan terwujud sebagai suatu kegiatan nyata apabila terpenuhi oleh tiga faktor pendukungnya yaitu: (1) adanya kemauan, (2) adanya kemampuan, dan (3) adanya kesempatan untuk berpartisipasi. Cohen dan Uphoff (1977) dalam Makmur (2005) membagi partisipasi ke dalam beberapa tahapan, yaitu sebagai berikut: 1. Tahap pengambilan keputusan, yang diwujudkan dengan keikutsertaan rapatrapat. Tahap pengambilan keputusan yang dimaksud di sini adalah pada perencanaan suatu kegiatan. 2. Tahap pelaksanaan yang merupakan tahap terpenting dalam pembangunan, sebab tahapan ini adalah pelaksanaannya. Wujud nyata partisipasi pada tahap ini digolongkan menjadi tiga, yaitu partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. 3. Tahap evaluasi, dianggap penting sebab partisipasi masyarakat pada tahap ini dianggap sebagai umpan balik yang dapat memberi masukan demi perbaikan program selanjutnya. 4. Tahap menikmati hasil, yang dapat dijadikan indikator keberhasilan partisipasi masyarakat pada tahap perencanaan dan pelaksanaan proyek. Selain itu, dengan melihat posisi masyarakat sebagai subyek pembangunan, maka semakin besar manfaat proyek dirasakan, berarti proyek tersebut berhasil mengenai sasaran. 19
Terdapat matriks tipologi yang dikenal dengan delapan tangga peran serta masyarakat (Eight ranks on the ladder of citizen partisipation) menurut Arstein (1969) yang dikutip Setiawan yang menjabarkan peran serta masyarakat yang didasarkan pada kekuatan masyarakat untuk menentukan suatu produk akhir. Kedelapan tingkatan partisipasi masyarakat dipaparkan sebagai berikut: Berdasarkan tabel di atas, penjelasan setiap tingkatan menurut Arnstein (1969) adalah: 1. Manipulasi (manipulation). Pada tangga partisipasi ini bisa diartikan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau ”menyembuhkan” partisipan (masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum). 2. Terapi (therapy). Pada level ini telah ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah. 3. Pemberitahuan (information). Pada jenjang ini komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tangapan balik (feed back). 4. Konsultasi (consultation). Pada tangga partisipasi ini komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi. 5. Penentraman (placation). Pada level ini komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut. 6. Kemitraan (partnership). Pada tangga partisipasi ini, pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasiai dan melakukan kesepakatan.
20
7. Pendelegasian kekuasaan (delegated power). Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program. 8. Pengendalian warga (citizen control). Dalam tangga partisipasi ini, masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah. Tabel 5 Matriks Tingkatan Partisipasi Masyarakat Menurut Arsntein (1969) Tangga atau tingkatan
Hakekat kesertaan
Partisipasi
kekuasaan
1. Manipulasi
Permainan oleh pemerintah
2. Terapi
Sekedar
agar
masyarakat
tidak marah atau mengobati 3. Pemberitahuan
Tingkatan pembagian
Sekedar
Nonparticipation (Tidak Partisipatif)
pemberitahuan
searah atau sosialisasi 4. Konsultasi
Masyarakat didengar, tapi tidak selalu dipakai sarannya
5. Penentraman
Degrees of Tokenisme (Semu)
Saran masyarakat diterima tapi tidak selalu dilaksanakan
6. Kemitraan
Timbal-balik dinegosiasikan
7. Pendelegasian
Masyarakat diberi kekuasaan
Kekuasaan
(sebagian atau seluruh Progra)
8. Kontrol masyarakat
Degrees of Citizen Power (Kekuasaan Mayarakat)
Sepenuhnya dikuasai oleh Masyarakat
Sumber: Arsntein, 1969: 217 yang dikutip oleh Setiawan9
Terdapat hubungan antara ketiga variabel yaitu supervisi, partisipasi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini dilihat dari Tugas Badan Pemberdayaan Masyarakat meliputi penguatan kelembagaan yang diantaranya adalah melakukan supervisi. Jika melihat KUR sebagai suatu program pemberdayaan masyarakat, maka, supervisi yang 9
Disampaikan pada Seminar Nasional dengan tema "Hak Suara Masyarakat dalam Proses Penyusunan dan Implementasi Kebijakan Tata Ruang"diselenggarakan oleh Pusat Studi Planologi, Fakultas Teknik, Universitas Unissula, Semarang Kamis, 27 Februari 2003.
21
terdapat di dalam skema KUR, merupakan salah satu program pemberdayaan masyarakat. Selain hal tersebut, partisipasi dikatakan sebagai variabel yang tidak bisa dilepaskan dari pemberdayaan masyrakat. Supriatna (2000) dalam Dwi (2006) menyatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan program pemberdayaan masyarakat adalah tingkat pendidikan dan partisipasi. Dari pengertian tersebut dapat dikatakan partisipasi mempunyai pengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat. Sehingga, untuk mencapai suatu pemberdayaan dari program KUR, maka haruslah dilaksanakan supervisi, dimana dalam supervisi tersebut, partisipasi masyarakat juga ikut mempengaruhi keberhasilan program tersebut.
2.1.3
Pengertian UMKM Pengertian tentang UMKM tidaklah selalu sama, tergantung pada konsep yang
digunakan oleh setiap negara. Kusmuljono (2009) mengatakan dalam bukunya bahwa dalam UMKM sedikitnya mencakup dua aspek yaitu aspek penyerapan tenaga kerja dan aspek pengelompokkan perusahaan ditinjau dari jumlah tenaga kerja yang diserap dalam kelompok tersebut. Misalnya, di United Kingdom mengelompokkan usaha dalan kriteria usaha kecil jika mempunyai karyawan 1 sampai dengan 200 orang; di Jepang antara 1 sampai dengan 300 orang; di USA antara 1 sampai dengan 500 orang. Pengertian Usaha Kecil dan Menengah menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2008 Tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah adalah : 1. Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang, perorangan dan atau atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Adapun kriteria dari usaha mikro adalah a. Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah). 2. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Menengah atau Usaha Besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Kriteria dari usaha kecil adalah 22
a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 300.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah). 3. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang, perorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari Usaha Kecil atau Usaha Besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur Undang-Undang ini. Kriteria dari usaha menengah adalah a. Memiliki kekayaan bersih lebih dari Rp. 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah) sampai dengan paling banyak Rp. 10.000.000.000,00 (sepuluh milyar rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha. b. Memiliki hasil penjualan tahunan lebih dari Rp. 2.500.000.000,00 (dua milyar lima ratus juta rupiah) sampai dengan Rp. 50.000.000.000,00 (lima puluh milyar rupiah). Adapun ciri-ciri dari usaha mikro, kecil, dan menengah adalah sebagai berikut : 1. Ciri-ciri usaha mikro a. Jenis barang atau komoditi usahanya tidak selalu tetap, sewaktu-waktu dapat berganti; b. Tempat usahanya tidak selalu menetap, sewaktu-waktu dapat pindah tempat; c. Belum melakukan administrasi keuangan yang sederhana sekalipun, dan tidak memisahkan keuangan keluarga dengan keuangan usaha; d. Sumber daya manusianya (pengusahanya) belum memiliki jiwa wirausaha yang memadai; e. Tingkat pendidikan rata-rata relatif sangat rendah; f. Umumnya belum akses kepada perbankan, namun sebagian dari mereka sudah akses ke lembaga keuangan non bank; g. Umumnya tidak memiliki izin usaha atau persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP. 2. Ciri-ciri usaha kecil a. Jenis barang atau komoditi yang diusahakan umumnya sudah tetap tidak gampang berubah; 23
b. Lokasi atau tempat usaha umumnya sudah menetap tidak berpindah-pindah; c. Pada umumnya sudah melakukan administrasi keuangan walau masih sederhana, keuangan perusahaan sudah mulai dipisahkan dengan keuangan keluarga, sudah membuat neraca usaha; d. Sudah memiliki izin usaha dan persyaratan legalitas lainnya termasuk NPWP; e. Sumberdaya manusia (pengusaha) memiliki pengalaman dalam berwira usaha; f. Sebagian sudah akses ke perbankan dalam hal keperluan modal; g. Sebagian besar belum dapat membuat manajemen usaha dengan baik seperti business planning. 3. Ciri-ciri usaha menengah a. Pada umumnya telah memiliki manajemen dan organisasi yang lebih baik, lebih teratur bahkan lebih modern, dengan pembagian tugas yang jelas antara lain, bagian keuangan, bagian pemasaran dan bagian produksi; b. Telah melakukan manajemen keuangan dengan menerapkan sistem akuntansi dengan teratur, sehingga memudahkan untuk auditing dan penilaian atau pemeriksaan termasuk oleh perbankan; c. Telah melakukan aturan atau pengelolaan dan organisasi perburuhan, telah ada Jamsostek, pemeliharaan kesehatan dll; d. Sudah memiliki segala persyaratan legalitas antara lain izin tetangga, izin usaha, izin tempat, NPWP, upaya pengelolaan lingkungan dll; e. Sudah akses kepada sumber-sumber pendanaan perbankan; f. Pada umumnya telah memiliki sumber daya manusia yang terlatih dan terdidik.
2.2
Kerangka Pemikiran Pemerintah Indonesia telah mengeluarkan beberapa kebijakan yang terkait
dengan upaya pemberdayaan UMKM sebagai
suatu bentuk tindaklanjut atas
pelaksanaan beberapa program perkreditan yang telah ada seperti Kredit Usaha Tani (KUT) dan Kredit Ketahanan Pangan (KKP). Kebijakan tersebut diantaranya adalah Inpres No. 6 Tahun 2007 tentang kebijakan percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan
UMKM,
Keputusan
Menko
Bidang
Perekonomian
N0.KEP-
05/M.Ekon/01/2008 tanggal 31 Januri 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit atau pembiayaan kepada UMKM dan Koperasi, dan Peraturan presiden No. 2 Tahun 2008 tentang lembaga penjamin. Pengimplementasian kebijakan-kebijakan tersebut dilakukan mulai sejak bulan November tahun 2007, yakni melalui pengesahan 24
program Kredit Usaha Rakyat (KUR). Menurut Departemen Koperasi dan UMKM, KUR adalah suatu program kredit dengan batas maksimal pendanaan mencapai Rp.500.000.000,- , namun Kusmuljono (2009) membuat suatu bentuk lain dari program KUR yang dinamakan KUR Mikro, dimana memiliki batas maksimal pendanaan Rp 5.000.000,-. Pemerintah menyalurkan pelaksanaan program KUR kepada enam bank yang ada di Indonesia diantaranya adalah Bank Rakyat Indonesia (BRI). Dalam hal ini, bank penyalur KUR bekerjasama dengan perusahaan penjamin seperti ASKRINDO dan JAMKRINDO, dimana perusahaan tersebut menjamin 70% dari dana KUR. Pelaksanaan penyaluran dana KUR dilakukan dengan membuat skema penyaluran KUR yang disesuaikan dengan kebijakan masing-masing bank tersebut. Penelitian dilakukan di BRI Unit Ciomas, karenanya program KUR yang dilihat adalah KUR Mikro. Penyaluran dana KUR yang dilakukan oleh BRI Unit Ciomas terbagi menjadi dua kegiatan, yakni mekanisme penyaluran dan tingkatan supervisi. Mekanisme penyaluran KUR merupakan proses penyaluran dan pengaksesan terhadap KUR serta sosialisasi yang dilakukan oleh BRI terhadap nasabah pengakses KUR, sedangkan tingkat supervisi dalam pelaksanaan KUR untuk melihat sejauh mana kegiatan pemantauan atau dan pendampingan yang dilakukan oleh pihak perbankan terhadap nasabahnya agar dana yang diperoleh UMKM dari program KUR dapat terealisasikan secara maksimal. Pelaksanaan Skema KUR ini dilakukan atas dasar prinsip pengembangan masyarakat. Hal ini relevan dengan tujuan pelaksanaan program KUR tersebut, yakni untuk menyejahterakan kehidupan masyarakat. Supervisi adalah salah satu bentuk kegiatan dari suatu program pemberdayaan masyarakat. Karena itu, supervisi dalam skema KUR dilakukan untuk mencapai suatu tujuan yaitu mengetahui tingkat pemberdayaan UMKM yang dilakukan oleh pihak bank BRI. Hal ini didasarkan pada tujuan pelaksanaan kegiatan-kegiatan tersebut, yakni agar nasabah atau UMKM dapat mengembangkan dana KUR yang diperoleh dan mampu melunasi seluruh pinjaman dengan lancar agar tingkat NPL (Non performing loan) dapat diminimalisir, sehingga terciptalah UMKM yang berkembang dengan baik dan menjadi solusi atas permasahan ekonomi yang dialami oleh masayarakat kecil. Selain Supervisi, tingkat partisipasi UMKM juga ikut berperan serta dalam memberdayakan UMKM, karena partisipasi merupakan kegiatan yang tidak dapat dilepaskan dalam suatu program pemberdayaan masyarakat. 25
Gambar 1 Kerangka pemikiran Kebijakan pemerintah: 1. Inpres No. 6 Tahun 2007 2. Keputusan Menko Bidang Perekonomian N0.KEP05/M.Ekon/01/2008 tanggal 31 Januri 2008 3. Peraturan presiden No. 2 Tahun 2008
Kredit usaha rakyat • KUR ritel • KUR mikro
Kebijakan KUR
Perusahaan penjamin KUR
Skema KUR: • Mekanisme Penyaluran • Tingkat Supervisi Tingkat Partisipasi Arnstein
Tingkat Pemberdayaan UMKM
Penjelasan: : mempengaruhi : disalurkan melalui : fokus penelitian : kerja sama
26
2.3 Hipotesa 2.3.1 Hipotesa Pengarah 1. Kredit usaha rakyat (KUR) berdasarkan pada prinsip pengembangan masyarakat 2. Dalam skema penyaluran KUR, supervisi dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan UMKM. 3. UMKM ikut berpartisipasi dalam kegiatan penyaluran KUR
2.3.2 Hipotesa Uji 1. Terdapat hubungan yang signifikan antara tingkat supervisi yang dilakukan dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat, dengan tingkat pemberdayaan UMKM. 2. Terdapat hubungan yang signifikan antara mekanisme penyaluran Kredit Usaha Rakyat, dengan tingkat pemberdayaan UMKM yang dilakukan oleh BRI Unit Ciomas
2.4 Definisi Konseptual 1. Bank Rakyat Indonesia adalah salah satu Bank terbesar di Indonesia. BRI merupakan bank yang dekat dengan masyarakat karena berkonsentrasi di bidang pertanian, koperasi, dan nelayan. Karena itulah hingga saat ini BRI dipercaya sebagai bank yang memfasilitasi dunia usaha kecil dan menengah. Selain itu pula BRI merupakan bank yang paling mudah diakses oleh masyarakat karena memiliki cabang atau unit yang tersebar di seluruh pelosok Indonesia. 2. Perusahaan penjamin yaitu ASKRINDO dan JAMKRINDO adalah perusahaan asuransi milik negara yang merupakan rekanan perbankan dalam menanggulangi permasalahn kredit macet. Jika terdapat kredit macet maka 70% dari dana tersebut akan ditanggung oleh ASKRINDO maupun JAMKRINDO 3. Prinsip pengembangan masyarakat menurut Ife (2002 : 200-225) dalam Nasdian (2006) membagi prinsip-prinsip Community Development dalam tiga bagian penting, yaitu ekologi, keadilan sosial, nilai-nilai lokal, proses, serta globallokal. Prinsip-prinsip tersebut adalah integrated development (pembangunan tearpadu), confronting Struktural Disadvantage (konfrontasi dan kebatilan struktural), Human Right (Hak Asasi Manusia) dimana prinsip ini sangat mendasar dan penting bagi community workers, Sustainability (keberlanjutan), 27
(pemberdayaan)
Empowerment
merupakan
tujuan
dari
pengembangan
masyarakat, The Personal dan The Political (pribadi dan politik), Community Ownership
(kepemilikan
Responden),
Self
reliance
(kemandirian),
Independence from the state (Ketidaktergantungan pada Pemerintah), Immediate Goals and Ultimate Vision (tujuan dan visi), Organic Development (Pembangunan bersifat organik), The Pace of Development (Kecepatan gerak pembangunan), External Experties (keahlian pihak luar), Community building (pembangunan Responden), Process and Outcome (proses dan hasilnya), the integrity of the process (keterpaduan proses), Non-violence (tanpa kekerasan), inclusiveness (inklusif), Consensus (konsensus), Co-operation (kerjasama), participation, defining need (mendefinisikan kebutuhan). 4. Kebijakan perbankan adalah peraturan yang dikeluarkan oleh pihak bank terkait dengan skema penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) baik ritel maupun mikro.
2.5 Definisi Operasional 1. Skema KUR adalah tata cara dalam pelaksanaan program KUR. Skema KUR ini sendiri terbagi lagi menjadi : a. Mekanisme penyaluran KUR adalah: a.1 pola penyaluran Kredit Usaha Rakyat yang mengatur penyaluran KUR terhadap UMKM. Berisi langkah-langkah pengaksesan kredit dan ketentuan pengajuan kredit. Dalam pola penyaluran KUR dibagi dalam tiga kategori yaitu : a. baik
: memiliki jumlah skor indikator > 13
b. sedang
: memiliki jumlah skor indikator 7-13
c. buruk
: memiliki jumlah skor indikator <7
a.2 sosialisasi program KUR yakni proses penyampaian informasi mengenai pelaksanaan program KUR dari pihak pelaksana terhadap masyarakat melalui sumber informasi. a. televisi
: skor nilai 1
b. koran
: skor nilai 2
c. radio
: skor nilai 3
d. teman/keluarga
: skor nilai 4
e. petugas bank
: skor nilai 5
28
b. Supervisi
adalah
kegiatan
pemantauan
atau
pengembangan
dan
pendampingan yang dilakukan oleh pihak perbankan terhadap nasabahnya dalam hal ini UMKM, agar UMKM dapat mempergunakan dana yang mereka peroleh dari program kredit usaha rakyat (KUR) terealisasikan secara maksimal. Dalam penelitian ini supervisi yang dilakukan BRI terbagi atas tiga tingkatan yaitu : a. tinggi
: memiliki jumlah skor indikator >10
b. sedang
: jumlah skor antara 6 - 10
c. rendah
: jumlah skor indikator ≤ 5
2. Partisipasi UMKM adalah keterlibatan UMKM dalam pelaksanaan program KUR khususnya dalam hal supervisi. Adapaun indikator pada partisipasi tersebut adalah dengan menggunakan tingkatan partisipasi Arnstein yaitu : manipulasi, terapi, pemberitahuan, konsultasi, penentraman, kemitraan, pendelegasian kekuasaan, kontrol masyarakat. a. Tinggi dalam
: tingkatan kekuasaan ada di masyarakat (partisipasi berada kemitraan,
tingkatan
pendelegasian
kekuasaan
dan
kontrol
masyarakat) b. Sedang
: tingkatan kekuasaan di masyarakat bersifat semu atau
tokenism (apabila partisipasi berada dalam tingkatan pemberitahuan, konsultasi, dan penetraman) c. Rendah
: tidak ada partisipasi dalam tingkat kekuasaan (apabila
partisipasi berada dalam tingkatan manipulasi dan terapi)
29
Tabel 6 Definisi konseptual tingkatan partisipasi Arnstein Kode 1
Tingkatan Manipulasi
2
Terapi
3
Pemberitahuan
4
Konsultasi
5
Penentraman
6
Kemitraan
7
Pendelegasian kekuasaan
8
Kontrol masyarakat
Penjelasan relatif tidak ada komunikasi apalagi dialog; tujuan sebenarnya bukan untuk melibatkan masyarakat dalam perencanaan dan pelaksanaan program tapi untuk mendidik atau ”menyembuhkan” partisipan (masyarakat tidak tahu sama sekali terhadap tujuan, tapi hadir dalam forum). ada komunikasi namun bersifat terbatas. Inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Informasi telah diberikan kepada masyarakat tetapi masyarakat tidak diberikan kesempatan melakukan tangapan balik (feed back) komunikasi telah bersifat dua arah, tapi masih bersifat partisipasi yang ritual. Sudah ada penjaringan aspirasi, telah ada aturan pengajuan usulan, telah ada harapan bahwa aspirasi masyarakat akan didengarkan, tapi belum ada jaminan apakah aspirasi tersebut akan dilaksanakan ataupun perubahan akan terjadi komunikasi telah berjalan baik dan sudah ada negosiasi antara masyarakat dan pemerintah. Masyarakat dipersilahkan untuk memberikan saran atau merencanakan usulan kegiatan. Namun pemerintah tetap menahan kewenangan untuk menilai kelayakan dan keberadaan usulan tersebut pemerintah dan masyarakat merupakan mitra sejajar. Kekuasaan telah diberikan dan telah ada negosiasi antara masyarakat dan pemegang kekuasaan, baik dalam hal perencanaan, pelaksanaan, maupun monitoring dan evaluasi. Kepada masyarakat yang selama ini tidak memiliki akses untuk proses pengambilan keputusan diberikan kesempatan untuk bernegosiasiai dan melakukan kesepakatan Ini berarti bahwa pemerintah memberikan kewenangan kepada masyarakat untuk mengurus sendiri beberapa kepentingannya, mulai dari proses perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi, sehingga masyarakat memiliki kekuasaan yang jelas dan bertanggung jawab sepenuhnya terhadap keberhasilan program masyarakat sepenuhnya mengelola berbagai kegiatan untuk kepentingannya sendiri, yang disepakati bersama, dan tanpa campur tangan pemerintah
Untuk mengetahui responden termasuk dalam tingkatan mana, terdapat beberapa langkah yang dilakukan peneliti yaitu : 1.
Mempertanyakan apakah komunikasi telah terjalin dua arah, seperti misalkan diskusi ataupun hanya obrolan terkait KUR. 30
2.
jika komunikasi telah terjalin dua arah maka responden akan ditempatkan pada tingkatan konsultasi pada awalnya. Namun jika belum terjadi maka responden akan ditempatkan pada tingkatan pemberitahuan.
3.
pertanyaan selanjutnya disesuaikan dengan definisi konseptual dimana tingkatan responden disesuaikan dengan jawaban dari respoden tersebut, saat responden menjawab “tidak” maka proses pertanyaan mengenai partisipasi terhenti, dan responden dinyatakan berada dalam tingkatan sampai sejauh mana menjawab “ya”.
3. Pemberdayaan UMKM adalah suatu keadaan dimana UMKM dapat memajukan usahanya dan menjadi mandiri. Dalam hal ini kemandirian UMKM dinilai dari tiga hal sesuai tujuan dari pembinaan UMKM menurut Soedjono, Abd. Rachman dan Tiktik Sartika Pratomo (2004) adalah: a. meningkatkan aksesnya terhadap pasar, b. memiliki kemampuan organisasi dan manajemen, c. memiliki kemampuan dalam mengakses teknologi, Dalam penelitian ini pemberdayaan UMKM dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu: a. tinggi
: jika UMKM memenuhi skor indikator >13
b. sedang
: jika UMKM memenuhi skor indikator antara 7 - 13
c. rendah
: jika UMKM memiliki skor indikator ≤ 6
Dalam definisi operasional, nilai skor diperoleh dengan cara : 1. Mengelompokkan skor dimana setuju memiliki nilai 2, tidak setuju 1, dan biasa saja 0 2. Menjumlahkan nilai skor terbesar (setuju=2) dengan banyaknya pertanyaan 3. Membagi jumlah skor menjadi tiga rataan yaitu tinggi, sedang, rendah. Misalkan jumlah pertanyaan 10, maka 10 x 2 = 20/3 = 7, maka penggamabarannya yaitu: 0
7
Rendah
13
Sedang
20
Tinggi
31
BAB III METODE PENELITIAN 3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (Bank BRI) ) Unit Ciomas yang beralamat di Jalan Raden Saleh Bustaman, Empang, Bogor pada bulan Februari sampai bulan April tahun 2010. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan hasil penelusuran informasi dari berbagai sumber pustaka dan narasumber yang menyatakan bahwa Bank BRI merupakan bank penyalu KUR terbesar di Indonesia. Kusmuljono (2009) dalam bukunya Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha mengatakan bahwa Bank BRI merupakan penyalur terbesar KUR mikro sampai bulan Maret 2009, dimana Bank BRI telah menyalurkan sebanyak 80% dari total KUR mikro tersalur sebesar Rp 12 trilyun per Februari 2009. Selain itu, apabila dikaitkan dengan UMKM (Usaha mikro, kecil dan menengah) Bank BRI merupakan bank yang dinilai sebagai bank yang paling dekat dengan masyarakat dan memiliki citra sebagai bank pertanian. Hal ini didukung oleh kemudahan akses yang dirasakan masyarakat Indonesia karena kantor-kantor cabang Bank BRI tersebar hingga ke pelosok negeri ini.
3.2 Pendekatan Penelitian Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan pendekatan kuantitatif yang didukung dengan data kualitatif. Pendekatan kuanitatif dilakukan dengan menggunakan metode survey melalui pengisian kuesioner sebagai alat untuk mengumpulkan data penelitian dari sejumlah sampel dalam sebuah populasi (Singarimbun, 2006). Pendekatan penelitian ini dilakukan secara kuantitatif untuk menganalisis hubungan antar variable penelitian, yakni program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro dengan kegiatan pengembangan masyarakat dan kegiatan supervisi dengan partispasi masyarakat dalam penyaluran KUR. Data-data kualitatif dalam penelitian ini diperoleh dengan melakukan wawancara mendalam dengan informan terkait untuk memahami proses pelaksanaan KUR dan bentuk pelaksanaan supervisi oleh Bank Rakyat Indonesia (BRI) Unit Ciomas.
32
3.3 Teknik Pemilihan Informan dan Responden Subyek dalam penelitian ini akan dibedakan menjadi responden dan informan. Responden dalam penelitian ini adalah Usaha Mikro yang memiliki akses terhadap program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro dari Bank Rakyat Indonesia unit Ciomas. Informan adalah pihak yang terkait dengan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Mikro seperti Acount Officer Bank Rakyat Indonesia. Jumlah responden yang akan diambil dalam penelitian ini berjumlah 37 orang dari 130 orang nasabah usaha mikro BRI Unit Ciomas yang memiliki akses terhadap KUR, dimana 37 atau 28,5% nasabah dianggap telah mewakili nasabah secara keseluruhan. Penetapan sample tersebut dilakukan dengan cara sengaja (purposive) hal ini dikarenakan usaha mikro merupakan usaha yang dinilai paling tidak berdaya dibandingkan dengan usaha kecil ataupun menengah. Sedangkan jumlah informan tidak dibatasi guna menambah gambaran yang lebih mendalam. Informan dalam penelitian ini dipilih secara secara sengaja (purposive) dengan teknik bola salju (snowball sampling).
3.4 Jenis dan Metode Pengumpulan Data Data yang dikumpulkan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer dilakukan dengan pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Instrumen pengumpulan data yang dipakai adalah wawancara mendalam dan kuesioner. Data sekunder yang dikumpulkan merupakan dokumen-dokumen yang terkait dengan Kredit Usaha Rakyat (KUR) oleh Bank Rakyat Indonesia.
3.5 Teknik Pengolahan dan Analisis data Data yang telah didapatkan (kualitatif dan kuantitatif) diolah dengan beberapa metode. Untuk data kuantitatif atau data primer yang didapatkan dari kuesioner berupa data ordinal akan dianalisis dengan menggunakan uji statistik rank-sperman dengan taraf signifikasi (α = 5%) untuk melihat hubungan antara variabel supervisi dalam KUR dengan pemberdayaan UMKM. Dimana jika menghasilkan angka positif (+) berarti hubungan kedua variabel bersifat searah, jika satu variabel meningkat maka variabel lainnya ikut meningkat, dan angka negatif, berarti hubungan kedua variabel tidak searah, peningkatan variabel satu tidak meningkatkan variabel lainnya. Hasil dari uji rank-spearman ini juga menghasilkan nilai probabilitas atau p-value, dimana jika pvalue < 0,05, maka Ho ditolak, dimana :
33
Ho
: tidak terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara variabelvariabel teruji
H1
: terdapat hubungan atau pengaruh yang signifikan antara variabel-variabel yang diuji Dalam rank-spearman terdapat suatu kriteria uji yaitu10 :
•
Pada correlations table, spearman’s rho, untuk uji dua sisi: tolak Ho jika Sig.(2tailed) lebih kecil dari 0,05α.
•
Setelah melalui pengujian hipotesis dan hasilnya signifikan, (Ho ditolak), maka untuk menentukan keeratan hubungan bisa digunakan Kriteria Guilford (1956), yaitu : 1. kurang dari 0,20 : Hubungan yang sangat kecil dan bisa diabaikan 2. 0,20 - < 0,40
: Hubungan yang kecil (tidak erat)
3. 0,40 - < 0,70
: Hubungan yang cukup erat
4. 0,70 - < 0,90
: Hubungan yang erat (reliabel)
5. 0,90 - < 1,00
: Hubungan yang sangat erat (sangat reliabel)
Uji statistik ini akan dilakukan dengan menggunakan
program SPSS for
Windows versi 16.0 agar lebih cepat, tepat, dan hasil pemrosesan data pun lebih terpercaya. Setelah itu, hasil analisis tersebut diinterpretasikan untuk memperoleh suatu kesimpulan sesuai dengan pokok penelitian. Data yang diperoleh dari pendekatan kualitatif akan dioleh melalui tiga tahap analisis data kualitatif, yakni reduksi data, penyajian data dan penarikan kesimpulan. Sugiyono (2008) mendefinisikan tahap-tahap analisis data sebagai berikut: (1) reduksi data: merangkum, memilih hal-hal pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dan mencari tema serta pola data yang diperoleh. (2) penyajian data: menyajikan data dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart, dan lain-lain; untk mempermudah peneliti dalam mengorganisir data, meyusun pola dan memahami data yang diperoleh. (3) penarikan kesimpulan yang menghasilkan temuan baru atas obyek penelitian.
10
Anonim. 2009.Teori Korelasi Rank Spearman. http://globalstatistik.com/index.php?view=article&catid=1:latest‐news&id=47:teori‐korelasi‐rank‐ spearman&format=pdf diakses 11 April 2010 pukul 08.46
34
BAB IV Mekanisme Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas
IV.1 Profil PT. Bank Rakyat Indonesia Tbk PT Bank Rakyat Indonesia didirikan pada tanggal 16 Desember 1895 di Purwokerto, Jawa Tengah. Perusahaan ini didirikan oleh Raden Aria Wirjaatmadja dengan nama Hulp-en Spaarbank der Inlandsche Bestuurs Ambtenaren atau Bank Bantuan dan Simpanan Milik Kaum Priyayi yang berkebangsaan Indonesia (pribumi). Melalui Peraturan Pemerintah No. 1 tahun 1946 Pasal 1, Bank BRI ditetapkan sebagai bank Pemerintah yang pertama di Republik Indonesia. Setelah diresmikan menjadi bank Pemerintah,
kegiatan Bank BRI sempat terhenti karena adanya situasi perang
mempertahankan kemerdekaan RI pada tahun 1948. Bank BRI baru mulai aktif kembali setelah adanya perjanjian Renville pada tahun 1949 dan mengalami perubahan nama menjadi Bank Rakyat Serikat Indonesia. Pada waktu itu melalui PERPU No. 41 tahun 1960 dibentuk Bank Koperasi Tani dan Nelayan (BKTN) yang merupakan gabungan dari BRI, Bank Tani Nelayan dan Nederlandsche Maatschappij (NHM). Kemudian berdasarkan Penetapan Presiden (Penpres) No. 9 tahun 1965, BKTN diintergrasikan ke dalam Bank Indonesia dengan nama Bank Indonesia Urusan Koperasi Tani dan Nelayan. Setelah berjalan selama satu bulan keluar Perpres No. 17 tahun 1965 tentang pembentukan Bank tunggal dengan nama Bank Negara Indonesia. Dalam ketentuan baru itu, Bank Indonesia Urusan Koperasi, Tani dan Nelayan (eks BKTN) diintegrasikan dengan nama Bank Negara Indonesia unit II bidang Rural, sedangkan NHM menjadi Bank Negara Indonesia unit II bidang Ekspor Impor (Exim). Berdasarkan Undang-Undang No. 14 tahun 1967 tentang Undang-undang Pokok Perbankan dan Undang-undang No. 13 tahun 1968 tentang Undang-undang Bank Sentral, yang intinya mengembalikan fungsi Bank Indonesia sebagai Bank Sentral dan Bank Negara Indonesia Unit II Bidang Rular dan Ekspor Impor dipisahkan masingmasing menjadi dua Bank yaitu Bank Rakyat Indonesia dan Bank Ekspor Impor Indonesia. Selanjutnya berdasarkan Undang-undang No. 21 tahun 1968 menetapkan kembali tugas-tugas pokok BRI sebagai Bank Umum.
35
Sejak 1 Agustus 1992 berdasarkan Undang-undang perbankan No. 7 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah RI No. 21 tahun 1992 status BRI berubah menjadi PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) yang kepemilikannya masih 100% ditangan Pemerintah. Seiring dengan perkembangan dunia perbankan yang semakin pesat maka sampai saat ini Bank Rakyat Indonesia mempunyai Unit Kerja yang berjumlah 4.447 buah, yang terdiri dari 1 Kantor Pusat BRI, 12 Kantor Wilayah, 12 Kantor Inspeksi /SPI, 170 Kantor Cabang(Dalam Negeri), 145 Kantor Cabang Pembantu, 1 Kantor Cabang Khusus, 1 New York Agency, 1 Caymand Island Agency, 1 Kantor Perwakilan Hongkong, 40 Kantor Kas Bayar, 6 Kantor Mobil Bank, 193 P.POINT,3.705 BRI UNIT dan 357 Pos Pelayanan Desa. Salah satunya adalah Bank Rakyat Indonesia Unit Ciomas. BRI Unit Ciomas ini sendiri berada di Jalan Raden Saleh Bustaman, Empang, Bogor. BRI Unit Ciomas memiliki pengembangan atau sayap kantor yang berada di Pasar Bogor dan disebut Teras. Teras merupakan upaya yang dilakukan BRI Unit Ciomas untuk memfasilitasi nasabahnya agar menjadi lebih mudah dalam mengakses jasa perbankan. Bank BRI memiliki visi dan misi yang selalu dijadikan landasan dalam setiap pelaksanaan kegitan operasional perusahaan. Visi Bank Bri adalah menjadi bank komersial terkemuka yang selalu mengutamakan kepuasan nasabah. Sementara itu, misi dari Bank BRI adalah: 1.
Melakukan kegiatan perbankan yang terbaik dengan mengutamakan pelayanan kepada usaha mikro, kecil dan menengah untuk menunjang peningkatan ekonomi masyarakat.
2.
Memberikan pelayanan prima kepada nasabah melalui jaringan kerja yang tersebar luas dan didukung oleh sumber daya manusia yang profesional dengan melaksanakan praktek good corporate governance.
3.
Memberikan keuntungan dan manfaat yang optimal kepada pihak - pihak yang berkepentingan. Sedangkan visi dan misi dari BRI Unit11 adalah :
1. Berperan aktif dalam pembangunan ekonomi nasional dengan menyediakan jasa layanan perbankan, utamanya untuk masyarakat golongan menengah ke bawah, dengan pelayanan yang prima dan didukung SDM (Sumber Daya Manusia) dan teknologi yang handal 11
Mahadi.2001.Strategi BRI Unit sebagai Lembaga Perantara Keuangan Mikro. http://eprints.undip.ac.id/8809/1/2001MM712.pdf. diakses tanggal 9 Juni 2010 pukul 15.47
36
2. BRI
Unit
sebagai
lembaga
perantara
keuangan
yang
mandiri
dan
berkesinambungan bagi masyarakat golongan menengah ke bawah, dikelola secara profesional dan menguntungkan tanpa meninggalkan fungsinya sebagai agent of development. BRI Unit Ciomas ini dipimpin oleh seorang Kepala cabang, 3 orang Account Officer (AO), 1 orang asisten AO, 2 orang Cutemer Service, 3 orang Teller, 3 Orang pramubakti, dan 1 orang satpam. Seperti terlihat pada gambar berikut : Gambar 2. Struktur organisasi BRI Unit Ciomas Kepala Unit
BRI Unit Ciomas
Account Officer
Assisten AO
Custemer Service
Satpam
Teras BRI Pasar Bogor
Teller
Account Officer
Custemer Service
Teller
Pramubakti
Gambar tersebut merefleksikan struktur organisasi di BRI Unit Ciomas. Dimana, setiap divisi memiliki job deskription masing-masing diantaranya adalah : 1. Kepala Unit; bertugas untuk memimpin dan mengkoordinasikan seluruh komponen yang ada di bawahnya. Selain itu tentu saja bertanggung jawab terhadap segala macam pengambilan keputusan dalam operasional perusahaan. 2. Account Officer (AO); bertugas sebagai tenaga pemasaran atau marketing segala macam produk tabungan dan pinjaman yang dimiliki oleh Bank BRI. Selain itu, AO juga bertugas sebagai surveyor calon nasabah yang akan mengajukan pinjaman. Survei dilakukan untuk menilai kelayakan bisnis atau usaha yang dimiliki oleh nasabah. Hal ini dilakukan sebagai bahan pertimbangan sebelum diputuskan apakah calon nasabah akan diberikan pinjaman dana atau
37
tidak. Selain bertugas sebagai surveyor, AO juga bertugas sebagai penagih pinjaman kepada nasabah dan pelaksana supervisi. 3. Asisten Account Officer (AO); memiliki tugas yang sama dengan Account Officer (AO) hanya saja asisten AO ini menangani kredit yang spesifik, misalakan jika AO menangani berbagai macam perkreditan yang ada, asisten hanya menangani satu jenis kredit saja misalkan KUR. 4. Teller; bertugas melayani nasabah yang ingin menabung dan membayar pinjaman. 5. Customer Service; bertugas melayani nasabah maupun calon nasabah. Biasanya akan banyak berhubungan dengan pemberian informasi tentang prosedur cara pengajuan kredit, pembuatan akun rekening tabungan, dan pembuatan kartu ATM (Automatic Teller Machine). Selain itu pula tugas dari CS ini adalah melakukan realisasi kredit dengan nasabah. 6. Pramubakti; bertugas sebagai pembantu umum yang bertanggung jawab atas semua penyajian konsumsi dan urusan kebersihan. 7. Satuan Pengamanan (Satpam); bertugas sebagai tenaga pengamanan dan penjagaan. Tabel 7 Daftar wilayah pemasaran BRI Unit Ciomas No.
Kecamatan
Kelurahan / Desa
1
Taman Sari
Sirnagalih,
Sukamantri,Pasir
Eurih,
Taman
Sari,
Sukaresmi, Sukaluyu, Sukajadi, Sukajaya 2
Ciomas
Parakan, Kota Batu, Ciomas, Padasuka, Pagelaran, Suka Makmur, Ciapus, Mekarjaya
3
Bogor Selatan
Cikaret,
Mulyaharja,
Bondongan,
Batu
Empang,
Tulis, Lawang
Pamoyanan,
Rangga
Gintung, Mekar,
Genteng, Cipaku, Rancamaya, Bojong Kerta, Kertamaya 4
Cijeruk
Sukaharja
5
Bogor Timur
Sukasari, Baranang Siang, Tegal Gundil
6
Bogor Tengah
Tegal Lega, Gudang, Babakan Pasar, Paledang, Panaragan, Kebon kelapa, Ciwaringin
7
Bogor Barat
Pasir Kuda, Pasir Mulya, Pasir Jaya
Sumber : BRI Unit Ciomas, tahun 2010
38
Responden dalam penelitian kali ini adalah nasabah pengakses KUR Mikro di BRI Unit Ciomas. Dimana nasabah tersebut memiliki jenis pekerjaan yang berbeda-beda, namun secara keseluruhan melihat dari ciri-cirinya dapat dikategorikan dalam usaha Mikro dan tersebar di wilayah pemasaran BRI Unit Ciomas. (lampiran 2 halaman 82 dan lampiran 4 halaman 89)
IV.2 Kredit Usaha Rakyat (KUR) di PT Bank Rakyat Indonesia Tbk Unit Ciomas IV.2.1 Pengertian Kredit Usaha Rakyat (KUR) Berdasarkan Surat Edaran BRI NOSE.S.8 – DIR/ADK/02/2008 Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kupedes adalah Kredit Modal Kerja (KMK) atau Kredit Investasi (KI) dengan plafond kredit secara total sampai dengan Rp.5.000.000,- yang diberikan kepada usaha mikro perorangan yang memiliki usaha produktif yang dilayani oleh unit-unit Bank BRI yang dimintakan penjaminan kepada penjamin dalam hal ini adalah PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (JAMKRINDO). Dimana, Persentase maksimal penjaminan atas kredit yang disalurkan oleh BRI yang dapoat dilakukan oleh ASKRINDO dan JAMKRINDO adalah sebesar 70% dari plafond kredit.. Bagian dari jumlah kerugian BRI sebesar 30% atau yang tidak diganti oleh penjamin yang merupakan risiko BRI, dimana sumber dana KUR Mikro sepenuhnya berasal dari dana BRI. Tujuan KUR menurut NOSE : S.4DIR/ADK/01/2008 adalah untuk memberikan kemudahan kepada UMKM dan koperasi untuk memperoleh fasilitas kredit dari Bank. Untuk kemudian menurut SE No.B.275DIR/ADK/05/2009 KUR Mikro diganti namanya menjadi KUR Mikro. Pelaksanaan KUR memiliki perbedaan dengan pelaksanaan kredit lainnya. Berikut ini merupakan beberapa perrbedaan antara KUR dengan kredit lainnya: 1. KUR merupakan kredit tanpa pendapatan Pendapatan atau hak PBTW (Pembayaran Bunga Tepat Waktu) adalah jika nasabah membayar tepat setiap waktunya, maka terdapat sejumlah bunga yang dikembalikan kepada nasabah tersebut 2. KUR merupakan kredit tanpa biaya administrasi 3. KUR merupakan kredit tanpa asuransi 4. KUR merupakan kredit tanpa agunan Dalam KUR, terdapat istilah NPL (Non Performing Loan) atau kredit macet, yakni kredit yang tidak dapat dilunasi oleh debitur, baik berupa pokok maupun bunganya. Sampai bulan Desember 2008 penyaluran KUR di BRI Unit Ciomas, NPL 39
nya mencapai lebih dari 30%, sehingga dari bulan Januari hingga September 2009 untuk kredit sejenis KUR tidak dilakukan realisasi atau pemutusan kredit. Oleh karena itu, selama kurang lebih sembilan bulan KUR BRI Unit Empang bisa dikatakan vakum untuk sementara. Hal ini disebabkan acuan BRI pada salah satu Surat Edaran yang meneybutkan bahwa nilai maksimal NPL untuk KUR adalah sebesar 5%. Kegiatan KUr baru mulai aktif kembalisejak bulan Oktober 2009 hingga saat ini berdasarkan SE revisi No.B.30/MKR/KPPP/004/2009 yang menyebutkan bahwa untuk penyaluran KUR dapat mengabaikan NPL dan SE No.B.501-DIR/MKR/08/2009 yang menyatakan bahwa pencabutan ketentuan pembatasana NPL < 5% untuk penyaluran KUR Mikro. SE Revisi ini diharapkan dapat membuat kinerja KUR kembali membaik dan target penyaluran KUR dapat tercapai, yakni sebesar Rp.5,6 Triliun dari total KUR sebesar 8 Triliun pada tahun 2009 serta target-target pada tahun selanjutnya dapat diperbaharui. Setelah diterapkannya SE yang baru, maka saat ini NPL BRI Unit Ciomas untuk KUR Mikro bulan Desember adalah 29,62%, bulan Januari 24,05%, bulan Februari 13,76%, dan bulan Maret sekitar 6,23%. Sebenarnya, NPL tersebut masihlah tergolong tinggi, hal ini dikarenakan oleh anggapan masyarakat yang menganggap KUR adalah dana bantuan pemerintah. Hingga Bulan Desember 2009, nilai NPL untuk BRI Unit Ciomas masih tinggi, karena bulan tersebut merupaka bulan kedua sejak pengaktifan kembali KUR di unit tersebut. Namun, dengan berjalannya waktu, NPL ini semakin menurun, dibuktikan sampai Maret 2010 NPL mencapai 6,23%. Hal ini dibuktikan dengan hanya 21,6% responden yang pernah mengalami keterlambatan membayar kredit. Hal ini dapat membuktikan bahwa kinerja penyaluran KUR semakin baik, terbukti dengan menurunnya jumlah NPL. Berdasarkan ketentuan pemerintah yang disebutkan dalam Inpres No. 6 tanggal 8 Juni 2007 mengenai peran dan fungsi dari pihak-pihak terkait pelaksanaan KUR, maka dapat diketahui bahwa pemerintah memiliki andil dalam tingginya tingkat NPL, terutama departemen pemerintahan yang terkait dengan pelaksanaan KUR yaitu
departemen koperasi yang membawahi
departemen usaha mikro, kecil dan menengah. Dalam Inpres tersebut disebutkan bahwa peran dari departemen terkait KUR yaitu Departemen Pertanian, Kehutanan, Kelautan dan lain sebagainya, salah satunya adalah membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian KUR, Mempersiapkan UMKM dan Koperasi dan Melakukan pembinaan dan pendampingan selama masa kredit atau pembiayaan. Namun, pada kenyataannya, satusatunya pihak yang berhubungan dengan usaha mikro berupa KUR ini adalah pihak perbankan saja. Berdasakan hasil penelitian dapat diketahui bahwa 100% responden (37 40
orang) mengatakan bahwa Departemen Koperasi dan UMKM tidak pernah melakukan pendampingan dalam proses pelaksanaan KUR. Hal ini meperlihatkan bahwa lembaga pemerintahan tersebut belum menjalankan fungsinya dengan baik sebagai lembaga yang mendukung pelaksanaan usaha mikro, khususnya di wilayah VRI unit Ciomas.
IV.2.2 Skema Penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) IV.2.2.1 Mekanisme penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR) Berdasarkan SE BRI NOSE. S. 8 – DIR/ADK/02/2008, ketentuan umum dari pengajuan Kredit Usaha Rakyat (KUR) adalah sebagai berikut: 1. Persyaratan calon debitur atau terjamin : merupakan individu yang melakukan usaha prosuktif pada semua sektor usaha yang feasible namun belum bankable 2. Jenis kredit dan jangka waktu ; KUR ini dapat diberikan untuk keperluan modal kerja atau modal investasi dengan jangka waktu maksimal 3 tahun 3. Besar kredit : untuk kredit mikro maksimal RP.5 juta 4. Suku bunga : a. Suku bunga yang dikenakan atas kredit ini adalah 1,125% flat rate perbulan tanpa ada hak PBTW (Pembayaran Bunga Tepat Waktu) b. Apabila terdapat perubahan suku
bunga akan disampaikan dengan surat
tambahan sendiri 5. Bentuk kredit a. Bentuk kreditnya adalah persekot non annuity (flat rate) b. Khusus untuk usaha musiman (pertanian, perkebunan) dengan jangka waktu kredit maksimal satu tahun, bentuk kredit dapat dilakukan tanpa angsuran atau sekaligus (pokok+bunga) 6. Denda / penalty : tidak dikenakan atas tunggakan pokok atau bunga 7. Biaya administrasi dan provisi kredit tidak dipungut 8. Asuransi jiwa : tidak diasuransikan jiwa 9. Pola angsuran : pola angsuran sesuai ketentuan yang berlaku, namun apabila debitur menghendaki angsuran secara harian, mingguan atau sesuai hari pasaran atau lainnya, angsuran debitur tetap dapat diterima. 10. Pelayanan KUR Mikro harus tetap didasarkan pada prinsip kehati-hatian dan asasasas pemberian kredit yang sehat, yaitu berdasarkan pada kelayakan usaha dan kemampuan calon debitur
41
Berdasarkan SE BRI NOSE. S. 8 – DIR/ADK/02/2008, dapat diketahui beberapa kebijakan prosedur kredit menyangkut penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), anatar lain: 1. Pemasaran KUR Mikro Untuk menjamin agar pemasaran KUR Mikro lebih fokus serta untuk lebih mengoptimalkan fungsi pemasaran Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) ataupun Manajer Bisnis Mikro (MBM), target pemsaran KUR menjadi tangung jawab Asisten Manajer Bisnis Mikro (AMBM) ataupun Manajer Bisnis Mikro (MBM). Namun demikian, kepala unit atau mantri tetap dimungkinkan untuk melakukan pemasaran KUR Mikro. 2. Persyaratan administratif bagi calon debitur adalah • Menyerahkan fotokopi KTP atau kartu identitas lainnya dan fotokopi Kartu Keluarga (KK) yang masih berlaku dan harus dicocokan dengan aslinya • Pejabat kredit lini (PKL) juga harus memastikan kebenaran calon debitur • Fotocopy KTP atau kartu identitas lainnya tersebut harus diberi paraf oleh Account Officer (AO) atau Kepala Unit sebagai bukti bahwa alamat calon nasabah dan fotocopy KTP tersebut benar dan cocok dengan aslinya • Mengingat karakteristik yang beragam di berbagai wilayah, maka perlu ditegaskan kembali bahwa persyaratan di atas adalah syarat minimal, artinya dengan memenuhi syarat tersebut di atas kepada calon debitur sudah dapat dilayani KUR Mikro • Terhadap dokumen kredit cukup dilakukan di bawah tangan, tidak perlu dilegalisasi 3. Permohonan dan Pemrakarsa kredit • Pengajuan permohonan kredit dilakukan oleh debitur atau terjamin • Bagi usaha baru, minimal usaha telah berjalan 6 bulan, berdasarkan atas hasil pemeriksaan yang dilakukan acount officer (AO) • Pada dasarnya pelayanan KUR Mikro ini berdasarkan asas domisili tempat tinggal. Namun demikian, apabila calon nasabah tidak berdomisili di wilayah BRI unit, maka nasabah tersebut diperbolehkan namun harus memperhatikan : o Kepastian domisili yang dibuktikan dengan menyerahkan fotocopi KTP atau kartu identitas lainnya tempat asal yang masih berlaku dan dicocokan dengan aslinya 42
o Petugas harus melakukan konfirmasi dengan BRI unit yang berada di wilayah kerja tempat tinggal nasabah, misal mengenai informasi pinjaman maupun kepastian alamat domisili tempat tinggal calon debitur • Proses pendaftaran dan pengisian formulir pada dasarnya dilakukan oleh deskman atau petugas yang ditunjuk. Namun demikian untuk mempermudah atau mempercepat pelayanan, mantri dapat membantu pendaftaran atau pengisian formulir tersebut. Pada saat melakukan kunjungan lapangan. Formulir yang telah diisi tersebut selanjutnya tetap diserahkan di deskman atau petugas yang ditunjuk untuk dimulai proses kelengkapan administrasi • Pada prinsipnya pelaksanaan pelayanan KUR tetap mengacu kepada skim Kupedes umum, tetapi dengan beberapa ketentuan dan persyaratan yang lebih ringan yang disesuaikan dengan kondisi atau pola Usaha mikro dalam rangka memberikan kemudahan dan kecepatan pelayanan 4. Analisa kredit Analisa kredit dilakukan untuk mengetahui tingkat kemampuan dan kemauan debitur atau terjamin membayar kembali kreditnya kepada bank 5. Agunan • Agunan pokok Agunan kredit dapat hanya berupa agunan pokok berupa obyek yang dibiayai • Agunan tambahan Agunan tambahan tidak wajib dipenuhi, apabila debitur dapat menyediakan agunan tambahan maka nilainya tidak harus mengcover pinjamannya 6. Type, struktur dan syarat kredit disesuaikan dengan jenis kredit Dalam penyaluran kredit, di lapangan terlihat bahwa, sebagian besar usaha kecil datang sendiri ke kantor BRI Unit Empang, biasanya mereka sudah membawa serta surat-surat yang dibutuhkan untuk dapat mengakses KUR. Namun, ada juga usaha kecil yang datang ke Bank hanya sekedar untuk bertanya apakah mereka dapat mengakses kredit di BRI. Biasanya petugas yang menangani hal ini bertanya mengenai agunan terlebih dahulu kepada nasabah yang belum mengetahui mengenai kredit. Jika calon nasabah tersebut telah memiliki agunan, maka petugas Bank akan mengarakannya kepada kredit selain KUR seperti KUPEDES, namun bila calon nasabah tidak memiliki agunan, makan petugas akan menawarkan KUR dan menginformasikan syarat-syarat yang dibutuhkan dalam mengakses KUR. Jika syarat-syarat tersebut sudah terpenuhi, 43
biasanya petugas melakukan survey lapang, hal ini dimaksudkan untuk memantau usaha nasabah yang akan mengakses KUR. Dalam proses penetapan pemberian KUR, besarnya dana yang diberikan kepada nasabah biasanya disesuaikan dengan kondisi nasabah, misalkan pada saat kunjungan lapang ditanyakan pendapatan perhari, pengeluaran rutin yang dilakukan tiap bulannya, hal ini guna melihat besarnya kemampuan nasabah untuk membayar KUR tiap bulannya. Sebelum adanya keputusan penetapan pembarian KUR, biasanya nasabah diberitahukan terlebih dahulu besarnya kredit yang didapatkan dan angsuran perbulannya, sehingga nasabah bisa mempersiapkan dana sejak dini dan tidak meberatkan nasabah tersebut, sehingga tiap bulannya nasabah bisa menyisihkan sejumlah uang sesuai besarnya kredit mereka terhadap BRI. Dalam hal pendapatan, biasanya usaha mikro ini memperoleh paling besar adalah 1,5 juta perhari, dimana yang dimaksud dengan pendapatan ini adalah hasil dari penjualan usaha mereka dalam sehari, seperti terlihat dalam gambar berikut: Gambar 3 Sebaran responden berdasarkan penghasilan perhari
Dari gambar di atas dapat dideskripsikan bahwa sebanyak 10 orang nasabah memiliki pendapatan Rp.500.000,- perhari , 14 orang nasabah memiliki penghasilan antara Rp. 500.000 – Rp. 1000.000 perhari dan sebanyak 13 orang nasabah memiliki penghasilan > Rp. 1000.000 perhari. Penghasilan yang beragam ini pun didapat dari nasabah dengan usaha yang beragam pula. Untuk usaha seperti perdagangan sembako, 4 orang memiliiki pendapatan < 500.000, untuk usaha berjenis perdagangan makanan dan minuman 4 orang memiliki penghasilan <500.000, 7 orang berpenghasilan antara 500.000 - 1.000.000 dan 4 orang berpenghasilan > 1.000.000, untuk pedagang sayur dan buah 1 memiliki penghasilan < 500.000, 1 orang berpenghasilan antara 500.000 44
1.000.000 dan 2 orang berpenghasilan > 1.000.000, untuk usaha konter HP 2 orang berpenghasilan antara 500.000 - 1.000.000 dan 2 orang berpenghasilan > 1.000.000 dan untuk usaha lain-lain seperti ternak, pedagang pakaian, penyewaan sound sistem, dan salon 1 orang memiliki penghasilan <500.000, 4 orang berpenghasilan antara 500.000 1.000.000 dan 5 orang berpenghasilan > 1.000.000. Seperti terlihat pada gambar berikut ini : Gambar 4 Pendapatan responden berdasarkan jenis usaha
Dilihat dari penghasilan nasabah berdasarkan jenis usahanya tersebut, kemudian petugas lapangan seperti Acount Officer barulah dapat memutuskan jumlah dana kredit yang dapat diberikan kepada nasabah tersebut, sehingga dari 37 sample nasabah, besarnya kredit yang didapatkan terbagi sebagai berikut : Tabel 8 Sebaran responden berdasarkan kredit yang didapatkan Besarnya Kredit yang
Jumlah Nasabah
No.
Didapatkan
(orang)
%
1
< Rp. 1.000.000
0
0
2
Rp. 1.000.000 - Rp. 2.500.000
7
19%
3
Rp. 2.500.001 - Rp. 5.000.000
30
81%
Jumlah
37
100% 45
Dalam
penyaluran KUR ini pun biasanya dalam mengakses KUR tidaklah
diperlukan waktu yang lama, sekitar 13 nasabah (35,1%) mengaku hanya memerlukan waktu 3 – 4 hari atau kurang dari 1 minggu dalam mengakses KUR, dan sekitar 24 (64,9%) nasabah mengaku membutuhkan waktu sekitar 10 hari sampai 2 minggu atau masuk dalam kategori 1-4 minggu dalam mengakses KUR. Pemberian KUR tidak bisa dilakukan secara sembarangan oleh petugas Account Officer, meskipun KUR Mikro memiliki persyaratan yang mudah. Dalam menganalisis keadaan calon nasabahnya, AO menggunakan prinsip 5C sesuai dengan syarat pemberian kredit. Prinsip 5C ini antara lain: 1.
Character; yaitu adanya keyakinan dari pihak bank bahwa si peminjam mempunyai moral, watak, ataupun sifat-sifat pribadi yang positif dan kooperatif, serta mempunyai rasa tanggung jawab baik dalam kehidupan sebagai manusia, sebagai anggota masyarakat, ataupun dalam menjalankan kegiatan usahanya.
2.
Capacity; yaitu suatu penilaian kepada calon debitur mengenai kemampuan melunasi kewajiban-kewajibannya dari kegiatan usaha yang dilakukannya atau kegiatan usaha yang akan dilakukannya akan dibiayai dengan kredit dari bank.
3.
Capital; yaitu jumlah dana/modal sendiri yang dimiliki oleh calon debitur.
4.
Collateral; yaitu barang-barang jaminan yang diserahkan oleh peminjam sebagai jaminan atas kredit yang diterimanya.
5.
Condition of Economy; yaitu situasi dan kondisi politik, sosial, ekonomi, budaya, dan lain-lain yang mempengaruhi keadaan perekonomian pada suatu saat maupun untuk suatu kurun waktu tertentu yang kemungkinan akan dapat mempengaruhi kelancaran usaha dari perusahaan yang memperoleh kredit. Prinsip 5C inilah kemudian yang selalu diterapkan oleh para Acount Oficcer
dalam menganalisis kredit, baik itu KUR Mikro, maupun kredit selain KUR. Untuk KUR sendiri, yang terlihat di lapangan adalah pada saat melakukan survei lapangan para Account Oficer ini juga bertanya mengenai hal yang paling penting dalam prinsip 5 C yaitu karakteristik calon nasabah, biasanya selain bertanya pada tetangga rumah ataupun tempat usaha, para petugas ini pun bertanya pada nasabah lain yang memiliki usaha yang berdekatan dengan calon nasabah tersebut atau minimalh mengetahui mengenai nasabah tersebut. Namun dalam KUR Mikro, tidak semua prinsip 5 C dapat diterapkan, biasanya pada C yang keempat yaitu Collateral (jaminan) ini tidak dilihat. Dalam menganalisis 46
KUR Mikro ini petugas biasanya menitikberatkan pada karakter calon nasabah tersebut, kondisi usaha dan kemampuan calon nasabah tersebut dalam membayar kredit tersebut nantinya jika permintaan mengenai KUR tersebut dikabulkan.
IV.2.2.2 Sosialisasi yang dilakukan BRI Unit Ciomas dalam memasarkan Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertama kali dikeluarkan pada tahun 2007, dimana KUR ini merupakan program langsung dari SBY, karena itulah pada awal dipasarkannya KUR ini dirasakan memberikan banyak kesulitan bagi acount officer (AO) yang bertugas untuk menangani kredit tersebut. Beberapa hal yang dirasakan adalah tingginya tingkat kredit macet sehingga mencapai NPL lebih dari 30%, selain itu juga makin maraknya kredit macet, sehingga diprediksikan jika terdapat 100 orang nasabah pengakses KUR maka sekitar 70-80% diantaranya menunggak. Banyak hal yang mempengaruhi terjadinya kredit macet tersebut, diantaranya anggapan nasabah yang salah mengenai KUR. Nasabah pada umumnya menganggap bahwa KUR ini adalah bantuan pemerintah karena pembuat kebijakannya adalah SBY yang menjabat sebagai presiden, padahal dana yang digunakan dalam KUR ini adalah 100% milik bank. Walaupun kredit macet yang terjadi terhadap dana KUR ini mendapatkan jaminan sebesar 70% dari PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) yang merupakan perusahaan asuransi yang bekerjasama dengan BRI, namun 30% sisanya merupakan kerugian yang dialami BRI. Selama ini masyarakat selalu beranggapan KUR merupakan bantuan pemerintah, padahal pada prakteknya dana KUR tersebut sepenuhnya berasal dari bank, selain itu kebijakan pemerintah hanya menentukan target penyaluran KUR seperti misalnya 14 M. Selain itu juga bank kliling menjadi salah satu hambatan dalam menyalurkan KUR, pada saat waktu pembayaran, banyak nasabah yang menunggak karena mengaku uang hasil mereka telah mereka bayarkan terhadap bank keliling, sehingga saat akan membayar kepada BRI, mereka merasa lebih kesulitan dan persoalan lainnya yang dihadapi dalam penyaluran KUR adalah penyalahgunaan KUR, dimana banyak partai politik yang mengatasnamakan warga melakukan permintaan terhadap KUR. Dalam penyalahgunaan KUR ini sebenarnya merupakan kendala yang dikarenakan oleh kedua belah pihak, baik bank maupun nasabah. Untuk pihak bank, bisa saja karena adanya ketidaktelitian petugas dalam menganalisa nasabah salah satunya adalah ketidaktelitian dalam memasukkan data ke dalam SID (sistem informasi debitur) dimana kesalahan menulis satu kata saja dapat menyebabkan perbedaan 47
informasi, hal inilah yang kemudian menjadi kekurangan pengguanaan SID, sehingga dalam Surat Edaran terbaru, SID dapat diabaikan. Dari pihak nasabah sendiri, terkadang terdapat nasabah “nakal”, dimana menurut pengawas BRI, terkadang ditemukan. Nasabah tersebut misalkan saja mengganti nama dalam KTP barunya. Penyalahgunaan KUR inilah yang kemudian menjadi salah satu faktor terjadinya kredit macet, dimana terkadang dalam mengatasi maabalah kredit macet ini petugas tidak dapat melakukan usaha yang maksimal. Petugas hanya bisa melakukan penagiha, berbeda dengan tindak lanjut dari kredit yang memiliki agunan, petugas dapat saja langsung melelang agunan tersebut bila nasabah memang tidak memiliki itikad baik untuk membayar kredit. Agunan inilah kemudian yang menjadi salah satu kendala terjadinya kredit macet dalam pelaksanaan KUR. Salah satu upaya untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan melakukan sosialisasi sejak dini. Dengan kata lain, pada saat awal pengajuan KUR, petugas yang menangani KUR mejelaskan dengan lebih lanjut dan jelas mengenai KUR, dimana KUR itu bukan program pemerintah, dan hal lain yang dilakukan adalah dengan menerima sejumlah agunan tambahan sesuai dengan SE BRI NOSE. S. 8 – DIR/ADK/02/2008. Namun, agunan tambahan ini hanya diminta terhadap usaha yang mempunyai agunan, dan bersifat tidak dipaksakan. Sosialisasi dalam KUR ini berdasar pada SE BRI NOSE. S. 8 – DIR/ADK/02/2008 sebenarnya merupakan tugas dari AMDM, namun tidak menutup kemungkinan untuk Kepala Unit dan Acount Officer (AO) untuk ikut memasarkan ataupun mensosialisasikan KUR. Untuk BRI Unit Ciomas ini, dalam mensosialisasikan KUR, Acount Oficcer ataupun Kepala Unit lebih mengandalkan sistem mulut ke mulut ataupun pintu ke pintu. Terdapat beberapa cara petugas dalam memasarkan produknya dengan cara : 1. Petugas menjelaskan keunggulan produk KUR Mikro yaitu suku bunga yang rendah, memiliki kemudahan syarat pengajuan KUR, fleksibilitas, dan pembayaran yang disesuaikan dengan cash flow nasabah 2. Melayani jemputan setoran apabila debitur tidak dapat meninggalkan usahanya 3. Mampu bersaing sehat dengan para pelepas uang 4. Mencari info produk kompetitor Di BRI Ciomas sendiri untuk sosialisasi KUR, dilakukan dengan sistem door to door dan dari mulut ke mulut, dimana sebagian besar nasabah KUR lebih banyak mengetahui mengenai program ini dari nasabah lain yang telah lebih dahulu mengakses 48
KUR. Biasanya petugas BRI memasarkan terlebih dahulu terhadap nasabah inti BRI, dari nasabah inti inilah kemudian Usaha Mikro lainnya mengetahui mengenai KUR, dan mengajukan pinjaman KUR. Selain dengan sistem mulut ke mulut, menurut pengawas BRI Unit Ciomas, pada awal dikeluarkannya KUR, terkadang pihak BRI pun mengadakan sosialisasi ke desa-desa, namun biasanya hal itu diminta oleh pihak desa. Biasanya terdapat program sosialisasi kredit yang memang mearupakan agenda desa, dalam rangka itulah biasanya terkadang petugas Bri diundang untuk menjadi pembicara guna mensosialisasikan KUR. Selain itu juga dalam hal sosialisasi ini para petugasnya turun ke pasar-pasar dan menyebarkan famplet mengenai KUR. Untuk lebih meningkatkan penyaluran KUR, maka dlam Surat Edaran terbaru, KUR dapat diakses oleh usaha kecil yang telah memiliki kredit sebelumnya, namun jenis kredit tersebut adalah kredit konsumsi, seperti kredit motor dan lain-lain. Sosialisasi ini sebenarnya bisa dilakukan kapan saja, yang paling terlihat adalah saat nasabah datang ke kantor BRI Unit Ciomas, baik untuk bertanya mengenai kredit yang dapat mereka peroleh ataupun untuk mengakses kredit tersebut, disinilah kemudian para petugas seperti Acount Officer menjelaskan kepada calon nasabah tersebut mengenai KUR. Dari mulai persyaratan, pengertian KUR, kelebihan KUR, bunga KUR, dan juga perhitungan pembayaran perbulannya yang dilihat dari pendapatan nasabah tersebut. Namun, pada saat sosialisasi tersebut biasanya pihak bank tidak menyebutkan mengenai ASKRINDO yang menjadi lembaga penjamin KUR. Hal ini dengan pertimbangan bahwa, jika petugas memberitahukan mengenai KUR yang memiliki lembaga penjamin, akan mengurangi tingkat tanggung jawab nasabah dalam membayar kredit tersebut. Inilah sebenarnya salah satu alasan mengapa pada awal dikeluarkannya KUR terjadi banyak kredit macet, hal ini dikaitkan dengan persepsi masyarakat yaitu KUR sebagai program bantuan pemerintah yang ditandai dengan adanya lembaga penjamin KUR, sehingga walaupun nasabah tersebut tidak membayar, maka lembaga penjamin inilah kemudian yang akan mengganti uang bank. Seperti terlihat dalam kuesione, dikatakan bahwa 100% responden tidak mengetahui mengenai ASKRINDO. Untuk sosialisasi mengenai KUR,
hampir semua nasabah mendapatkan
informasi tentang KUR tersebut dari teman atau keluarga dan juga dari petugas KUR, dimana biasanya dari teman atau keluarga nasabah hanya mengetahui bahwa terdapat kredit tanpa agunan dari BRI, namun untuk penjelasan lebih lanjutnya seperti cara 49
mengakses, nasabah tersebut tetap mendapatkan informasi dari petugas BRI. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut ini : Tabel 9 Jumlah responden berdasarkan sosialisasi KUR Jenis Media
Jumlah Nasabah
Informasi
(Orang)
Televisi
0
0
Koran
0
0
Radio
0
0
27
73
Petugas Bank
10
27
jumlah
37
100
Teman atau Keluarga
%
IV.3 Kredit Usaha Rakyat dilihat dari sudut pengembangan masyarakat Dilihat dari pengertian Kredit Usaha Rakyat (KUR) yaitu Kredit Modal Kerja (KMK) atau Kredit Investasi (KI) dengan plafond kredit secara total sampai dengan Rp.5.000.000,- yang diberikan kepada usaha mikro perorangan yang memiliki usaha produktif yang dilayani oleh BRI unit yang dimintakan penjaminan kepada penjamin dalam hal ini adalah PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO) dan Perum Jaminan Kredit Indonesia (JAMKRINDO) dan tujuan dari KUR tersebut yaitu memberikan kemudahan kepada koperasi dan UMKM untuk mengakses dana perbankan. Sesuai dengan pengertian dan tujuan KUR diatas maka kita dapat melihat KUR sebagai sebuah program pengembangan masyarakat. Hal ini dapat diketahui jika membandingkan pengertian KUR dengan pengertian pengembangan masyarakat dimana menurut Dunham (1958) dalam Adi (2003) mendefinisikan pengembangan masyarakat sebagai upaya yang terorganisir yang dilakukan guna menigkatkan kondisi kehidupan masyarakat, terutama melalui usaha yang kooperatif dan mengembangkan kemandirian dari masyarakat pedesaan, tetapi hal tersebut dilakukan dengan bantuan teknis dari pemerintah ataupun lembaga-lembaga sosial. Program KUR ini merupakan upaya yang dilakukan pemerintah dalam meningkatkan kondisi masyarakat, terutama dalam hal ini adalah usaha mikro dan mengembangkan kemandirian mereka dengan bantuan dari lembaga perbankan dalam 50
hal ini BRI. BRI Unit Empang sendiri dalam upayanya menyalurkan KUR beranggapan bahwa KUR tersebut merupakan upaya lain untuk menjaring nasabah dan mengubah nasabah tersebut menjadi nasabah inti. Dalam hal ini nasabah yang mengakses KUR diharapkan dapat lebih mandiri setelah mendapatkan KUR dan selanjutnya dapat mengakses kredit yang lebih besar terhadap BRI. Adapun jika menilik pada prinsip pengembangan masyarakat menurut Ife (2002) dalam Nasdian (2006), maka Kredit Usaha Rakyat ini, jika dilihat dari mekanisme penyaluran
kreditnya
maka
termasuk
dalam
prinsip
pemberdayaan
dimana
pemberdayaan ini mempunyai pengertian membangkitkan sumberdaya, kesempatan, pengetahuan, dan keterampilan mereka untuk meningkatkan kapasitas dalam menentukan kapasitas dalam menentukan masa depan mereka. Dimana konsep utama yang terkandung didalamnya adalah bagaimana memberikan kesempatan yang luas bagi masyarakat untuk menentukan sendiri arah kehidupan dalam Responden. Mengarah pada prinsip tersebut KUR merupakan program kredit yang dapat dikatakan
mampu
meningkatkan
sumberdaya,
kesempatan,
pengetahuan
dan
keterampilan Usaha kecil. Dengan adanya KUR masyarakat memiliki pengetahuan mengenai pengaksesan kredit perbankan, memiliki kesempatan untuk mengakses kredit tersebut guna meningkatkan sumberdaya dan keterampilan yang mereka miliki. Biasanya setiap usaha kecil, tidak dapat mandiri ataupun berkembang karena adanya kendala yaitu kekurangan modal untuk melakukan hal tersebut, namun semenjak adanya KUR, usaha kecil yang belum bankable dapat mengakses kredit. Bankable adalah kondisi dimana usaha yang layak menerima kredit tapi tidak mempunyai cukup persyaratan untuk mengakses dana perbankan, karena itulah adanya KUR membantu mereka untuk dapat mengakses dana tersebut, dan membuat para usaha kecil ini dapat mandiri, minimal mendapatkan sejumlah tambahan dana untuk modal mereka dalam menjalankan usahanya. Sebenarnya prinsip ini juga mengacu pada tujuan BRI sendiri dalam menyalurkan KUR, yaitu KUR sebagai kredit awalan yang bisa memandirikan masyarakat sehingga akhirnya masyarakat tersebut dapat mengakses kredit yang lebih besar kepada BRI dan menjadikan nasabah tersebut nasabah tetap BRI. Stelah diberikan dana KUR, biasanya masyarakat diberikan kesempatan sepenuhnya untuk menggunakan dana tersebut sesuai dengan kebutuhannya, asalkan tidak menyimpang pada tujuan utamanya yang telah dikatakan pada bank. Dari dana tersebutlah kemudian usaha kecil dapat mengembangkan usahanya menuju suatu usaha yang mandiri. 51
Mengacu pada prinsip pengembangan masyarakat inilah kemudian penyaluran KUR akhirnya dapat dilakukan dengan baik. Dengan tujuan untuk memberdayakan masyarakat, maka dalam penyaluran KUR pihak perbankan terkesan tidak mempersulit, hal ini merrupakan akibat dari adanya jaminan sebesar 70% dari ASKRINDO, karena dengan adanya jaminan tersebut, pihak bank tidak terlalu terberatkan dengan syarat pengaksesan kredit yang dapat dibilang mudah. Untuk penyaluran KUR sendiri, termasuk dalam kategori baik seperti terlihat dalam tabel dibawah ini. Tabel 10 Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Penyaluran KUR Jumlah responden
No.
Tingkatan
1.
Baik (>13)
37
100%
2.
Sedang (7-13)
0
0%
3.
Buruk (<7)
0
0%
37
100%
Jumlah
(orang)
persentase
Terlihat dalam tabel bahwa`dari sejumlah pertanyaan yang diajukan dalam kuesioner, 100 % responden memiliki skor nilai > 13. Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa tingkatan penyaluran KUR berada pada nilai baik yang memiliki arti bahwa dalam penyaluran KUR, telah mengikuti semua persyaratan yang dibutuhkan untuk mengakses KUR seperti bunga 13,5%, KUR merupakan kredit tanpa agunan, dan lain sebagainya. Penyaluran KUR yang termasuk dalam tingkatan baik ini membuktikan bahwa dalam melaksanakan penyaluran KUR ini, petugas BRI telah menetapkan persyaratan yang sesuai dengan aturan yang diberikan, dimana dalam penyaluran ini berlandaskan pada kebijakan perbankan yang mengatur masalah penyaluran KUR.
52
BAB V Pemberdayaan UMKM Melalui Supervisi KUR BRI Unit Ciomas
V.1 Supervisi KUR BRI Unit CIOMAS Supervisi adalah kegiatan pemantauan dan pengembangan terhadap nasabah yang dilakukan oleh petugas bank. BRI Unit Ciomas. Kegiatan supervisi dibagi menjadi dua yaitu pemantauan usaha dan pemberian saran untuk pengembangan usaha. Dalam pemantauan usaha, dilakukan terhadap semua nasabah KUR, dimana dengan mengandalkan sistem kekeluargaan, biasanya petugas menanyakan kondisi usaha nasabah saat nasabah melakukan pembayaran rutin tiap bulannya. Namun untuk pemberian saran dalam menjalankan usaha, biasanya diprioritaskan terhadap nasabah yang termasuk kolektibilitas 2, 3 dan 4. Karena adanya kredit macet tersebut, maka petugas pun berusaha untuk menanggulangi masalah tersebut, hal tersebut selain karena untuk membantu nasabah agar tidak bermasalah dan masuk daftar hitam, juga untuk mengurangi NPL dari BRI Unit Ciomas. Sebanyak 70% dana dari kredit macet tersebut ditanggung oleh PT Asuransi Kredit Indonesia (ASKRINDO),. Dalam hal ini, BRI telah memiliki kerjasama dengan pihak ASKRINDO. Gejala dini yang dapat dikenali dari nasabah yangkemungkina akan menjadi nasabah kredit macet, antara lain : 1. Keterlambatan pembayaran angsuran sesuai janji 2. Omset penjualan yang cenderung menurun 3. Penyimpangan dari tujuan semula atau ketidakjujuran debitur 4. Kehilangan satu atau lebih pelanggan utama 5. Kecenderungan untuk berganti usaha Gejala dini tersebut dapat diketahui setelah petugas melakukan suatu kunjungan lapang terhadap nasabahnya. Jika seorang nasabah terindikasi gejala-gejala tersebut, maka pihak perbankan melakukan pembinaan nasabah dengan cara : 1. Penetapan kriteria tunggakan • Lancar atau kolektibilitas 1, dimana nasabah membayar angsuran kredit tepat waktu tiap bulannya. • Diperhatikan perhatian khusus (DPK) atau kolektibilitas 2 terdapat tunggakan pokok dan atau pokok bunga sampai dengan 90 hari • Kurang Lancar (KL) atau kolektibilitas 3 terdapat tunggakan pokok dan atau bunga di atas 90 hari sampai dengan 120 hari 53
• Diragukan (D) atau kolektibilitas 4 terdapat tunggakan pokok dan atau bunga di atas 120-180 hari • Macet (M) kolektibilitas 5 terdapat tunggakan pokok dan atau bunga di atas 180270 hari 2. Ketika nasabah telah diketahui tingkatan kolektibilitasnya maka, nasabah tersebut selanjutnya diberikan pembinaan berupa masukan saran-saran yang dapat mengembangkan usaha mereka. Para petugas biasanya memberikan solusi pembayaran hingga nasabah tersebut tidak naik ke tingkatan kolektibilitas selanjutnya dan lebih baik lagi jika nasabah tersebut menjadi nasabah lancar. 3. Namun, ketika pembinaan tersebut tidak dapat menyelamatkan nasabah dari klasifikasi kredit macet maka nasabah tersebut akan di klaim terhadap PT. Akrindo. Adapun persyaratan penyerahan klaim adalah : • Debitur masuk kolektibilitas diragukan (kolektibilitas 4) • Hak klaim kadaluarsa apabila pengajuan kredit lewat 90 hari • Sebelum pengajuan klaim, pada saat mulai bermasalah wajib melakukan upaya penagihan yang dibuktikan dengan laporan kunjungan nasabah (LKN) Menurut SE No.B.1565 KW-XIV-/MKR/II/2009 dalam pengajuan klaim pada ASKRINDO selain membuat surat permintaan pencairan penjaminan (dokumen pengajuan klaim) dilengkapi dengan : • Copy akad kredit atau pembiayaan atau akad yang dilegalisir • Copy rekening koran 6 bulan terakhir saat pengajuan pencairan pinjaman • Copy identitas dan legalitas terjamin atau persyaratan kredit • Copy laporan kunjungan nasabah • Surat keterangan atau pernyataan dari yang berwajib atau berwenang apabila terjamin melarikan diri, meninggal dan pindah alamat • BI checking Dalam melakukan kegiatan supervisi ini terkadang nasabah sendiri tidak menyadari bahwa petugas memberikan saran membangun untuk usahanya. Hal ini dikarenakan image negatif yang tercipta sejak awal datangnya petugas, karena biasanya apalagi untuk nasabah menunggak, ketakutan tersebut dikarenakan para petugas ini datang karena tujuan utamanya adalah untuk penagihan. Beberapa saran yang selama ini dilakukan adalah cara pembayaran agar nasabah tidak terlalu berat dalam hal pelunasan dan agar nasabah tidak masuk dalam daftar hitam. seperti salah satu pernyataan nasabah 54
ibu Lena saat ditanya mengenai apakah pihak bank pernah memberikan saran bagi usahanya, beliau menjawab: “ seinget ibu sih ga pernah neng, biasanya kalau bapak (AO) kesini paling cuman ngobrol-ngobrol aja, sambil nagih.” Untuk pemantauan usaha sendiri dilakukan dengan bantuan register, yaitu catatan berisi data nasabah dan tanggal jatuh tempo dalam pembayaran KUR, dari data register inilah kemudian terlihat siapa saja nasabah yang menunggak, jika sudah terlihat hal tersebut, biasanya petugas mendatangi baik usaha maupun tempat tinggal nasabah untuk kemudian awalnya memberitahukan bahwa nasabah tersebut telah jatuh tempo pembayarannya. Biasanya seperti yang sudah pernah terlihat di lapangan, bahwa nasabah tersebut biasanya jika sedang tidak memiliki uang akan meminta waktu, maka petugas pun akan kembali jika nasabah tersebut tidak membayar sesuai waktu yang diitentukan. Jika melewati batas waktu akhir bulan, maka biasanya barulah petugas memberikan masukan agar nasabah tersebut tidak berpindah ke kolektifitas selanjutnya, minimal petugas tersebut memberikan saran mengenai bagaimana pembayaran yang lebih meringankan, misalkan dengan cara dicicil hingga mencukupi limit perbulannya. Biasanya keterlambatan nasabah tersebut dalam membayar juga disebabkan tidak cukupnya uang mereka untuk membayar dan anggapan mereka jika membayar haruslah utuh atau sesuai jumlah yang ditentukan, maka biasanya nasabah tersebut lebih memilih menyimpan uang tersebut di rumah, dan kendalanya adalah uang tersebut terambil untuk membayar hutang mereka yang lain ataupun pembelian kebutuhan rumah tangga yang kurang, hal inilah yang membuat nasabah menunggak, padahal lebih aman jika berapapun uang yang dimiliki segera disetorkan ke bank dan sisanya tinggal dibayar sebelum tanggal jatuh tempo. Biasanya saran seperti inilah yang diberikan oleh petugas bank terhadap nasabahnya. Seperti diungkapkan oleh Bapak Yudho Asisten AO BRI Unit Ciomas, dimana beliau mengatakan bahwa : “biasanya kita ngasih saran gak secara formal, tapi biasanya diselingin sama ngobrol-ngobrol. Karena kalau formal segi kekeluargaannya gak dapet dan nasabah malah jadi pada takut, bukannya berusaha buat bayar. Dengan saran dan rasa kekeluargaan ini diharapkan nasabah memiliki itikad baik untuk berusaha membayar tunggakan mereka”
55
Dari 37 responden yang mengakses KUR, maka 16 orang mengatakan bahwa terdapat pendampingan dari pihak bank, dan 21 sisanya mengatakan tidak ada pendampingan dari pihak bank. Pendampingan ini adalah pemberian sara-saran atau masukan guna meningkatkan pendapatan nasabah, agar dalam pengaksesan KUR dapat dibayar tepat pada waktunya. Namun, terkadang saran ini juga sulit diberikan kepada nasabah yang mengalami kemunduran usaha dikarenakan cuaca yang buruk. Seperti akhir-akhir ini Bogor hampir setiap hari dilanda hujan, hal inilah yang membuat sebagian nasabah yang memiliki usaha seperti pedagang buah, sayur, dan pedagang kaki lima mengalami kemunduran usaha. Dalam hal ini pun pihak bank tidak dapat berbuat apa-apa, namun biasanya minimal petugas tetap memantau jalannya usaha nasabah untuk dapat menghindarkan nasabah tersebut dari keterlambatan pembayaran kredit. Salah satu penyebab kredit macet lainnya adalah dimana perbankan masih menanamkan sikap konvensionalnya, hal tersebut ditandai dengan : 1. Selain kondisi usaha, ketiadaan agunan juga menjadi salah satu penyebab petugas ragu untuk menyalurkan KUR, karena alasan bahwa banyaknya kredit macet adalah dikarenakan ketiadaan agunan, maka menyebabkan kurangnya tanggung jawab nasabah dalam membayar hutangnya, berbeda jika kredit dengan agunan dimana jika terjadi kredit macet, bank tinggal melakukan pelelangan terhadap jaminan tersebut. Hal ini juga kemudian yang menjadikan KUR dianggap sebagai redit dengan resiko yang besar, karena walaupun dijamin sebanyak 70%, namun tetap saja 30% diantaranya adalah kerugian perbankan. Maka dari penjelasan tersebut masihlah terlihat bahwa petugas masih memikirkan sisi konvensional yaitu keuntungan dan kerugian bank. 2. Kurangnya intensitas mengunjungi lokasi usaha, dimana biasanya petugas mengadakan kunjungan hanya pada nasabah bermasalah saja, disamping kunjungan lapang pada awal mengaksesan kredit. Selanjutnya petugas jarang mendatangi usahausaha yang lancar, kecuali jika memang dibutuhkan. Karenanya pihak perbankan kadang tidak mengetahui perkembangan dari usaha nasabah tersebut. Hal inilah yang menunjukan kekurang pedulian terhadap nasabah, sehingga ada anggapan bahwa yang penting nasabah bayar tepat waktu. Terkait hal tersebut berdasarkan hasil penelitian, maka didapatkan bahwa ternyata tingkat supervisi yang dilakukan BRI Unit Ciomas dapat terlihat sebagai berikut :
56
Tabel 11 sebaran responden berdasarkan Tingkatan supervisi No
Kategori
Jumlah responden
Persentase
1
Rendah (<7)
0
0
2
Sedang (7-13)
37
100%
3
Tinggi (>13)
0
0
37
100%
Jumlah
Dari tabel dapat dikatakan bahwa supervisi yang dilakukan Bri Unit Empang berada dalam kategori sedang, maksudnya adalah dimana BRI Unit Empang telah melakukan supervisi sesuai dengan apa yang tercantum dalam Firdaus (2003) yaitu secara garis besar supervisi adalah proses pemantauan, pemberian saran, dan menyediakan waktu untuk para nasabahnya yang ingin berkonsultasi mengenai masalah yang mereka hadapi, seperti dapat dilihat pada penelitian , bahwa dilihat dari segi fungsi maka BRI Unit Empang telah membina hubungan terbuka dan terus menerus dengan debitur, dalam hal ini BRI Empang menerapkan sistem kekeluargaan terhadap seluruh nasabahnya, sehingga terdapat hubungan yang terjalin cukup baik antara petugas dan nasabah dan juga menganalisa sebab terjadinya masalah terhadap nasabah, dimana salah satunya adalah inkonsistensi nasabah dalam melakukan usaha, namun, sayangnya belum terdapat upaya nyata yang dilakukan pihak perbankan untuk mengatasi masalah ini. Sehingga, supervisi tersebut belum sepenuhnya dirasakan oleh nasabah yang mengakses KUR. Terbukti dari sebaran jumlah skor yaitu dimana sebanyak 1 orang responden memilki skor nilai 7, 3 responden memiliki skor nilai 8, 10 orang responden memiliki jumlah skor nilai 9, 6 orang responden memiliki jumlah skor nilai 10, dan 8 orang memiliki jumlah skor nilai 11, 9 orang memiliki jumlah skor nilai 12. Dari sebaran tersebut terlihat bahwa BRI Unit Empang belum melaksanakan supervisi dengan baik. Hal ini bisa dikarenakan berbagai kendala, pertama, kurangnya perhatian dari petugas bank terhadap nasabah KUR karena menganggap KUR ini tidak menguntungkan, kedua, kurangnya waktu yang dimiliki petugas bank untuk melakukan supervisi, karena di BRI sendiri tugas seorang Acount Officer sangatlah banyak, dimulai dari pencarian nasabah, survey lapang, analisis kredit, sampai penagihan kredit, Belum lagi dengan adanya target bulanan yang harus mereka penuhi. Namun, disamping itu semua, dengan berada dalam tingkatan sedang, maka supervisi ini terbukti memang sudah dilakukan, salah satunya adalah pemberian saran dalam hal pembayaran, jika anggapan nasabah bahwa pembayaran haruslah utuh, 57
petugas menyarankan untuk mencicilnya, agar kemudian uang tersebut tidak terpakai dan menjadi kredit macet. Selain itu pula supervisi tersebut dapat dilakukan saat kunjungan lapang kredit bermasalah, terbukti dengan laporan kunjungan penunggak dimana petugas diminta untuk melihat sumber atau hasil pinjaman untuk membayar tunggakan, keadaan usaha nasabaha, dan analisis kesimpulan mengenai kondisi nasabah tersebut. Karena itu sebenarnya membenarkan hipotesis yaitu supervisi dilakukan untuk meningkatkan pemberdayaan UMKM.
IV.2.3 Pemberdayaan UMKM Melalui Supervisi KUR Adi (2008) mengatakan bahwa pemberdayaan ini bisa dikatakan sebagai suatu proses dan tujuan, suatu proses adalah dimana jika suatu pemberdayaan ini dilihat dari segi perbankan. Dalam hal ini kegiatan supervisi dapat dikatakan sebagai suatu proses pemberdayaan. Hal ini dikarenakan supervisi inilah yang kemudian membantu usaha kecil dalam mengembangkan usahanya, dan pemberdayaan sebagai suatu tujuan adalah merujuk apada keadaan ataupun hasil yang ingin dicapai dari suatu kegiatan. Dalam hal ini, supervisi dilakukan oleh pihak perbankan dalam rangka pemantauan dan pemberian saran usaha, sehingga pada akhirnya supervisi inilah sebagai salah satu faktor dari suatu masyarakat yang berdaya atau mandiri. sesuai dengan tujuan BRI menyalurkan KUR yaitu dimana dengan adanya bantuan dana KUR nasabah dapat lebih mandiri dalam menjalankan dan mengembangkan usahanya, sehingga dapat menjadi nasabah inti BRI. Dari hasil penelitian, untuk supervisi berupa pendampingan terhadap usaha nasabah, dimana 16 orang mengatakan terdapat pendampingan dari pihak perbankan, dan 21 orang sisanya mengatakan bahwa tidak ada pendampingan. Jika melihat dari hal ini maka dapat dikatakan bahwa sebenarnya pemberdayaan yang dilakukan oleh perbankan melalui supervisi belum mencapai hasil yang maksimal. Hal ini dikarenakan sebagian besar responden tidak menyadari bahwa telah dilakukan pendampingan oleh pihak perbankan.
58
Tabel 12 sebaran responden berdasarkan tingkatan pemberdayaan No
Kategori
Jumlah responden
Persentase
1
Rendah (<7)
2
6%
2
Sedang (7-13)
26
70 %
3
Tinggi (>13)
9
24 %
37
100%
Jumlah
Jika melihat dari tingkatan pemberdayaan berdasarkan hasil penelitian yang dituangkan pada tabel di atas, maka, dapat dikatakan bahwa pemberdayaan yang terjadi dalam program KUR berada pada tingkatan sedang dengan persentase 70 %. Hal ini dikarenakan dari 3 indikator yang dilihat dalam pemberdayaan yaitu, memperluas pasar, penggunaan teknologi yang lebih maju, dan memperluas lapangan kerja tidak semua dapat dipenuhi. Hal ini bisa juga akibat dari kaitannya dengan plafond atau jumlah dana maksimal yang dapat diakses oleh pengguna KUR yaitu maksimal Rp.5.000.000,-. Jika ditinjau lebih jauh, dana maksimal Rp.5.000.000,- ini dapat dianggap sebagai salah satu akibat dari kurangnya upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak perbankan. Terdapat faktor yang mempengaruhi yaitu jumlah dana yang dapat diakses oleh usaha mikro sangatlah minim, yaitu dengan jumlah maksimal Rp.5.000.000,- terdapat nasabah yang mengaku bahwa dana tersebut hanyalah cukup untuk tambahan modal saja, jika nasabah yang meminjam dana tersebut merupakan nasabah yang mengalami kemunduran usaha, karenanya, saat mendapat pinjaman KUR, tidak memiliki pengaruh besar terhadap usahanya. Apalagi jumlah KUR yang diberikan disesuaikan dengan usaha dari nasabah, misalkan saja loper koran, dari hasil penelitian mereka hanya dapat mengakses
Rp.1000.000,-
dan
ternyata
kemudian
mengalami
keterlambatan
pembayaran karena dana tersebut digunakan untuk mencukupi kebutuhan pokok. Apalagi ditambah dengan kondisi usaha yang sekarang ini sedang sulit maka dana tersebut untuk beberapa orang hanya membantu dalam hal perputaran modal. Maka dapat disimpulkan bahwa jika melihat jumlah dana maksimal yang dapat diakses, maka wajar jika responden tidak dapat memenuhi semua indikator pemberdayaan. Walaupun tidak
dapat
dipungkiri
juga
terdapat
beberapa
responden
yang
mengalami
pemberdayaan yang tinggi yaitu 24%. Hal ini membuktikan bahwa bagi beberapa responden dana tersebut mencukupi untuk pemberdayaan usahanya.
59
Merujuk pada Komalasari (1996) pemberdayaan masyarakat menyiratkan empat hal, Jika mengacu pada hal tersebut maka dapatlah dikatakan bahwa KUR merupakan suatu program pemberdayaan masyarakat, hal ini dikarenakan : 1.
KUR merupakan suatu program yang direncanakan dan memiliki fokus pada kebutuhan masyarakat. Hal ini berarti awal mula terdapat program KUR adalah karena melihat potensi usaha kecil dalam meningkatkan perekonomian negara, namun, saat ini banyak usaha yang telah layak untuk mendapatkan kredit perbankan namun tidak memiliki persyaratan yang cukup dalam mengakses dana perbankan, padahal, usaha kecil tersebut sangatlah memerlukan bantuan dana untuk dapat ikut bersaing di pasarnya, karena itulah dikeluarkan KUR.
2.
Lembaga perbankan yang dalam hal ini mempunyai fungsi menyediakan bantuan teknis dalam hal pengaksesan kredit tersebut
3.
Petugas bank ataupun acount oficcer merupakan pemilik keahlian yang membantu masyarakat dalam mengakses dana perbankan
4.
Eksistensi masyarakat dalam hal partisipasi dan gotong royong dalam pelaksanaan program KUR yang belum terlihat. Hal ini dikarenakan masyarakat yang masih belum berani untuk memberikan masukan ataupun saran terhadap pihak perbankan, dan komunikasi yang belum terjalin kuat yang membuat masyarakat berasumsi bahwa petugas bank memiliki “derajat” lebih tinggi dibandingkan mereka. KUR juga dapat dianalisis menggunakan indikator keberhasilan menurut
Sumodiningrat (1999) yang mengukur pemberdayaan rakyat miskin, namun tidak semua indikator dapat diukur, hal ini dikarenakan untuk beberapa indikator hanya dapat diukur dengan menggunakan
pendekatan kelompok, sedangkan penelitian ini
menggunakan pendekatan individu. Dalam penelitian , yang dimaksud dengan rakyat miskin adalah mereka yang terdaftar dalam pendataan program perlindungan sosial (PPLS), dimana data tersebut digunakan dalam penentuan penerima BLT (bantuan langsung tunai) dan PKH (program keluarga harapan). Menurut salah satu sumber dari BPS, menyatakan bahwa indikator rakyat miskin dapat dilihat dari 14 aspek yaitu : 1.
Luas lantai bangunan tempat tinggal kurang dari 8 meter persegi
2.
Jenis lantai bangunan tempat tinggal terbuat dari tanah, bambu, kayu berkualitas rendah.
60
3.
Jenis dinding bangunan tempat tinggal terbuat dari bambu, rumbia, kayu berkualitas rendah.
4.
Fasilitas jamban tidak ada, atau ada tetapi dimiliki secara bersama-sama.
5.
Sumber air untuk minum atau memasak berasal dari sumur atau mata air tak terlindung, air sungai, danau, atau air hujan.
6.
Sumber penerangan di rumah bukan listrik.
7.
Bahan bakar yang digunakan memasak berasal dari kayu bakar, arang, atau minyak tanah.
8.
Dalam seminggu tidak pernah mengonsumsi daging, susu, atau hanya sekali dalam seminggu.
9.
Dalam setahun paling tidak hanya mampu membeli pakaian baru satu stel.
10. Makan dalam sehari hanya satu kali atau dua kali. 11. Tidak mampu membayar anggota keluarga berobat ke puskesmas atau poliklinik. 12. Pekerjaan utama kepala rumah tangga adalah petani dengan luas lahan setengah hektare, buruh tani, kuli bangunan, tukang batu, tukang becak, pemulung, atau pekerja informal lainnya dengan pendapatan maksimal Rp 600 ribu per bulan. 13. Pendidikan tertinggi yang ditamatkan kepala rumah tangga bersangkutan tidak lebih dari SD. 14. Tidak memiliki harta senilai Rp500 ribu seperti tabungan, perhiasan emas, TV berwarna, ternak, sepeda motor [kredit/non-kredit], tanah, atau barang modal lainnya. Melihat 14 aspek tersebutlah kemudian teori ini dianalisis dan dikaitkan dengan KUR sebagai upaya pemberdayaan masyarakat, dimana dapat dilihat sebagai berikut : 1. Dengan adanya KUR maka penduduk miskin berkurang Jika melihat persyaratan atau 14 aspek diatas, dapat terlihat bahwa KUR merupakan salah satu upaya dalam mengurangi penduduk miskin, diantaranya adalah pertama, sesuai dengan poin 12 dimana pendapatan maksimal dari keluarga miskin adalah < Rp.600.000 perbulan, jika dibandingkan dengan gambar 2 mengenai pendapatan responden, maka dapat terlihat bahwa KUR mengurangi penduduk miskin, hal ini dikarenakan dalam gambar 2 dijelaskan bahwa 10 orang nasabah memiliki pendapatan
Rp. 1000.000 perhari. Dari rataan pendapatan
61
tersebut didapat bahwa 100% responden memiliki pendapatan ≥ Rp.600.000 perbulan, hal ini didapatkan setelah mereka mendapatkan KUR. Dalam hal ini terkait dengan pengurangan rakyat miskin dan KUR, maka sebenarnya usaha mikro dapat terbantu dalam hal pengadaan modal untuk usahanya, dimana, dengan adanya tambahan modal ini, usaha kecil dapat meningkatkan pendapatannya dan perekonomian keluarganya. Walaupun terdapat responden yang mengatakan bahwa jumlah dana KUR hanya memenuhi kebutuhan sehari-hari dan hanya membantu dalam perputaran modal, namun secara garis besar KUR ini tetap ikut membantu dalam meningkatkan pendapatan nasabah tersebut Dari hasil penelitian diketahui bahwa sekitar 89% responden mengatakan setuju, 8% mengatakan biasa saja dan 3% menjawab tidak setuju bahwa program KUR meningkatkan pendapatannya. Sedangkan untuk pernyataan bahwa program KUR meningkatkan perekonomian kelurganya 27% berpendapat biasa saja, dan 73% berpendapat setuju. Seperti dapat terlihat dalam gambar berikut: Gambar 5 sebaran responden terkait pendapatan
Gambar 6 sebaran responden berdasarkan perekonomian keluarga Keterangan : Biasa saja 27%
Setuju
73%
62
Selain dalam hal pendapatan dilihat pada poin 14 dikatakan bahawa rakyat miskin tidak memiliki tabungan, kredit kendaraan bermotor dan lain sebagainya. Jika kita kembali kepada tujuan dari penyaluran KUR dari BRI Unit Ciomas, yaitu untuk mengembangkan usaha nasabah KUR, sehingga nasabah tersebut memiliki agunan guna mengakses KUR yang lebih besar. Karena itulah dapat dikatakan bahwa KUR membantu dalam mengurangi rakyat miskin, hal ini sejalan dengan tujuan penyaluran KUR, dimana ketika seorang nasabah memiliki agunan misalkan kendaraan, maka nasabah tersebut sudah tidak tergolong miskin lagi. 2.
Berkembangnya usaha peningkatan pendapatan yang dilakukan oleh penduduk miskin Dalam hal ini KUR memiliki peranan dalam memperluas pasar dan meningkatkan lapangan kerja. dari hasil penelitian didapat bahwa sebanyak 32% responden menyatakan tidak setuju bahwa KUR meningkatkan lapangan kerja, 38% menyatakan biasa saja, dan 30% menyatakan setuju. Sedangkan untuk pernyataan bahwa KUR memperluas pasar usaha didapat bahwa 14% menyatakan tidak setuju, 16% menyatakan biasa saja, dan 70% menyatakan setuju. Hal ini dapat dilihat dari gambar berikut ini : Gambar 7 sebaran responden berdasarkan lapangan kerja
63
Gambar 8 sebaran responden berdasarkan perluasan usaha
3. Meningkatnya kepedulian masyarakat terhadap upaya peningkatan kesejahteraaan keluarga miskin di lingkungannya; Dari hasil di lapangan, hal ini dapat dikaitkan dengan cara nasabah tersebut mendapatkan informasi tentang KUR, dimana dapat dilihat sebanyak 73% responden pengakses KUR mengetahui mengenai adanya program KUR ini dari teman atau keluarga, dan 27% sisanya mengetahui KUR dari petugas perbankan. Dari hal ini terlihat walaupun secara tidak langsung, namun dapat dikategorikan bahwa masyarakat memiliki kepedulian terhadap peningkatan kesejahteraan keluarga miskin di lingkungannya. Karena dengan memberitahukan mengenai KUR terhadap minimal tetangga dekatnya, maka tetangga tersebut menjadi tahu dan berkesempatan untuk mengakses KUR guna meningkatkan pendapatannya, dan memperluas usahanya, seperti yang telah dilakukan oleh orang yang telah mendapatkan akses KUR sebelumnya. Pemberitahuan informasi tentang KUR inilah kemudian dapat dikatakan bahwa kepedulian masyarakat mengenai lingkungannya meningkat.
IV.2.4 Hubungan antara supervisi dan pemberdayaan Masyarakat Supervisi menurut Firdaus (2003) pada dasarnya ialah upaya pemantauan atau monitoring yang dilakukan pihak bank, serta memberikan saran dan konsultasi agar debitur berjalan baik sesuai dengan rencana, sehingga pengembalian kredit
akan
berjalan dengan baik pula. Sedangkan pemberdayaan masyarakat dalam Suharto (2005) merupakan sebuah proses dan tujuan. Sebagai proses, pemberdayaan adalah serangkaian 64
kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan. Sebagai tujuan, pemberdayaan merujuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat yang berdaya, memiliki kekuasaan, atau mempunyai pengetahuan dan kemampuan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Dilihat dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa supervisi merupakan suatu kegiatan atau proses pemberdayaan dari suatu kegiatan dalam hal ini perkreditan (KUR). Oleh karena itu berhasil atau tidaknya pemberdayaan masyarakat sebagai salah satu tujuan dari KUR dapat dilihat dari sejauh mana supervisi yang dilakukan oleh perbankan dan dirasakan oleh nasabahnya. Untuk melihat supervisi sebagai suatu pemberdayaan masyarakat, maka dari penelitian ini dapat dilihat hubungan antara supervisi dan pengembangan masyarakat dengan menggunakan rank-spearman. rank-spearman ini digunakan untuk melihat ada tidaknya hubungan antara kedua variabel tersebut dan nilai signifikasinya. Jika nilai signifikasi < dari 0,05α maka tolak Ho, dalam artian bahwa terdapat hubungan antara supervisi dan pengembangan masyarakat. Hasil perhitungan dari rank-spearman tersebut dapat terlihat dari tabel-tabel berikut ini : Tabel 13 Hasil rank spearman antara Supervisi dan Pemberdayaan masyarakat Pemberdayaan Masyarakat No.
Variabel
Koefisien Korelasi
p-value
Keterangan
1.
Supervisi
0,344*
0,035
signifikan
2.
Penyaluran KUR
0,057
0,739
Tidak signifikan
Dari tabel diatas dapat diketahui bahwa terdapat hubungan nyata antara Supervisi dan Pemberdayaan Masyarakat. Dapat dilihat dari hasil perhitungan rankspearman yang memiliki nilai korelasi 0,344* dengan p-value sebesar 0,035. Jika mengacu pada kriteria Guilford maka hasil tersebut memiliki artian bahwa Supervisi memiliki hubungan yang cukup erat dan signifikan terhadap pemberdayaan masyarakan. Hal ini membuktikan bahwa supervisi merupakan salah satu variabel yang 65
memiliki pengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat, tingginya tingkat supervisi akan menjadikan tingkat pemberdayaan yang tinggi pula. Dalam hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang membuktikan bahwa Supervisi yang dilakukan oleh BRI Unit Ciomas berada dalam tingkatan sedang, seperti dapat dilihat pada gambar 9 dan tabel 13 dan untuk pemberdayaan masyarakat 70% responden berada dalam tingkatan sedang pula. Hal inilah kemudian yang menguatkan hasil dari perhitungan rank-Spearman, dimana terdapat hubungan antara supervisi dan pemberdayaan masyarakat. Hal ini menjawab hipotesis yaitu Semakin baik supervisi yang dilakukan dalam penyaluran Kredit Usaha Rakyat, maka semakin baik upaya pemberdayaan UMKM yang dilakukan oleh BRI Unit Ciomas. berdasarkan Tabel 16, dapat dilihar bahwa hubungan antara kegitan penyaluran KUR dengan pemberdayaan masyarakat tidak memiliki siginifikansi. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa hal, antara lain skema penyaluran KUR yang digunakan sebagai acuan dalam penelitian ini merupakan ketetapan dari BRI Pusat yang dirasakan tidak tidak mepengaruhi upaya pemberdayaan yang dilakukan oleh perbankan ataupun tidak berpengaruh terhadap pemberdayaan masyarakat, jawaban responden yang konsisten menyebabkan tidak adanya variasi jawaban sehingga pengolahan data dengan menggunakan SPSS pun mengalami kendala. Oelh karena itu, hipotetsi penelitian yang menyebutkan bahwa semakin baik mekanisme penyaluran Kredit Usaha Rakyat, maka semakin baik upaya pemberdayaan UMKM yang dilakukan oleh BRI Unit Ciomas ditolak
66
BAB VI Partisipasi yang dilakukan oleh UMKM dalam pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) VI.1 Peran masyarakat dalam penyaluran KUR berdasarkan partisipasi Arnstein Partisipasi masyarakat seringkali dianggap sebagai bagian yang tidak lepas dalam upaya pemberdayaan masyarakat. Supriatna (2000) dalam Dwi (2006) menyatakan bahwa salah satu faktor utama yang mempengaruhi keberhasilan dalam pelaksanaan
program
pemberdayaan
masyarakat
partisipasi.
Arnstein
(1969)
menyatakan bahwa dalam partisipasi terdapat delapan tingkatan yaitu Gambar 9 Tingkatan partisipasi Arnstein (1969)
Tangga partisipasi menurut Arnstein (1969) Dalam penelitian ,
menunjukkan bahwa sekitar 20 orang termasuk dalam
kategori therapi, dan 17 orang termasuk dalam kategori informing. Seperti dapat dilihat dalam tabel berikut ini :
67
Tabel 14 sebaran responden berdasarkan tingkat partisipasi Tangga atau No.
tingkatan
Jumlah responden
persentase
Partisipasi 1
Manipulasi
0
0%
2
Terapi
20
54 %
3
Pemberitahuan
17
46 %
4
Konsultasi
0
0%
5
Penentraman
0
0%
6
Kemitraan
0
0%
0
0%
0
0%
37
100%
7 8
Pendelegasian Kekuasaan Kontrol masyarakat Jumlah
Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa tingkatan partisipasi responden berada dalam tingkatan terapi dan tingkatan pemberitahuan. Dimana, tingkatan terapi memiliki persentase yakni sebanyak 54% dan tingkatan pemberitahuan memiliki persentase sebanyak 46%. Pada tahapan terapi Arnstein (1969) telah ada komunikasi namun bersifat terbatas, inisiatif datang dari pemerintah dan hanya satu arah, sedangkan pada tingkat pemberitahuan, komunikasi sudah mulai banyak terjadi tapi masih bersifat satu arah dan tidak ada sarana timbal balik. Hasil tersebut dibuktikan dengan pernyataan beberapa responden yang menyatakan bahwa tingkatan partisipasi ini masih berada pada tingkat terapi, seperti salah satunya yang diceritakan oleh bapak Aep berikut ini : “biasanya sih neng, kalau untuk kredit ini mah ga pernah diskusi apa-apa, Cuma ngasih tau aja syarat-syarat apa, berapa setiap bulannya harus bayar. Namanya kepepet neng, makanya ngutang ke bank. Jadi ikut-ikut aja lah apa-apa kata bank juga, yang penting bisa buat nambah-nambah modal.” Terdapat juga beberapa responden yang masuk dalam tahapan pemberitahuan, salah satunya adalah bapak Aan, beliau mengatakan bahwa : “ kalau diskusi mah neng ga pernah, tapi kadang suka ngobrol-ngobrol aja. Tapi bukan tentang kreditnya, paling tentang usaha. Bapak (AO) suka ngejelasin tentang KUR, terus ngingetin jangan lupa bayar, soalnya kalau telat susah di saya nya nanti, kalau mau ngajuin lagi. Yah saya mah terima-terima aja, buat informasi.”
68
Jika dilihat dari hasil penelitan, sebenarnya bisa dikatakan bahwa dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) ini berada pada tingkatan terapi menuju pemberitahuan, karena pada dasarnya jika di analisis lebih lanjut, kedua tingkatan ini memiliki kesamaan dimana komunikasi yang terjadi masihlah satu arah dan tidak ada timbal balik dari nasabah pengakses KUR. KUR dapat termasuk dalam terapi karena KUR ini merupakan program yang merupakan inisiatif dari pemerintah, sehingga program ini sebenarnya bersifat bottom up, dimana masyarakat hanya menerima apa yang sudah pemerintah sediakan, tanpa ada partisipasi sama sekali. Tapi dalam pelaksanaannya KUR ini juga dapat dimasukkan dalam tingkatan informasi, hal ini karena dalam tingkatan komunikasi yang terjadi walaupun bersifat satu arah namun banyak terjadi. Hal ini dapat dilihat pada saat supervisi dan skema KUR, baik itu mekanisme penyaluran KUR maupun sosialisasi KUR. Jika dilihat dari tiga pembagian kekuasaan Arnstein, secara garis besar dapat dikatakan bahwa dalam program KUR ini belum terdapat partisipasi. Dilihat dari kebijakan mengenai KUR sendiri yang terdapat di BRI Unit Ciomas, belum ditemukan kebijakan yang menyebutkan mengenai partisipasi masyarakat dalam program KUR, ataupun kebijakan dimana petugas KUR dititik beratkan untuk memfasilitasi partisipasi dari masyarakat. Dari data yang didapat, banyaknya kebijakan adalah langkah-langkah untuk mengembangkan KUR yaitu dengan menyediakan pedoman bagi petugas untuk menyalurkan KUR, namun belum ada terlihat upaya untuk mendorong masyarakat untuk berpartisipasi. Sebenarnya jika dilihat lebih lanjut terdapat suatu bentuk partisipasi yang dilakukan nasabah KUR sebagai suatu timbal balik yaitu dalam penyaluran KUR, namun secara tidak disadari, baik itu oleh nasabah sendiri maupun oleh petugas bank. Merujuk pada tabel 11 mengenai jumlah responden berdasarkan tingkatan partisipasi, maka dapat dilihat sebanyak 73% responden pengakses KUR mengetahui mengenai adanya program KUR ini dari teman atau keluarga. Disinilah kemudian dapat dikatakan telah terjadi partisipasi. Secara tidak sadar, nasabah yang sudah mengakses KUR terlebih dahulu ikut membantu dalam mensosialisasikan ataupun menyebarkan program KUR, minimal ke tetangga sekitarnya. Selain itu pula terdapat beberapa nasabah yang rutin mengunjungi kantor BRI setiap bulannya, baik itu sekedar mampir ataupun sambil melakukan pembayaran KUR. Dalam kunjungannya itulah kemudian biasanya nasabah tersebut menceritakan kondisi usahanya kepada petugas. Dalam hal inilah kemudian partisipasi terjadi dimana dengan mendengar kondisi usaha terbaru itulah kemudian 69
petugas dapat memberikan saran ataupun masukan yang berguna bagi nasabahnya, hal inilah kemudaian yang membantu petugas dalam menjalankan supervisi terhadap nasabahnya. Hal ini membuktikan hipotesis bahwa UMKM berpartisipasi dalam penyaluran KUR. Hal ini dapat dilihat pada gambar berikut ini Gambar 11 Sebaran responden dalam sosialisasi KUR Keterangan : Teman / keluarga
27%
Petugas bank 73%
Jika melihat partisipasi dari sudut pengembangan masyarakat, maka dapat diuraikan bahwa, menurut Nasdian (2006) pemberdayaan menitik beratkan pada kemandirian dan partisipasi. Dalam program KUR sendiri kemandirian ditandai dengan responden yang memiliki usaha sendiri, seperti terlihat dari gambar berikut : Gambar 12 Sebaran responden pembuatan usaha sendiri Keterangan : Setuju 10,9%
Biasa saja
81,1%
Terlihat pada gambar bahwa sekitar 7 orang responden menjawab biasa saja pada pernyataan tersebut dan sebanyak 30 orang menjawab setuju dalam pernyataan tersebut. Dari hasil tersebut dapatlah disimpulkan bahwa mayoritas responden dapat 70
membuat usaha sendiri setelah adanya KUR. Dengan demikian penjelasan tersebut menjadi salah satu bukti bahwa kemandirian responden dapat terwujud. Selain kemandirian titik pokok dalam pemberdayaan juga adalah partisipasi. Seperti diketahui bahwa partisipasi yang terjadi dalam program KUR ini masih sangat minim, berdasarkan Arnstein ( 1969) sebaran partisipasi responden KUR hanya mencapai tingkatan therapy menuju informing. Dalam hal ini, walaupun ada partisipasi namun, hal tersebut bersifat tidak langsung yaitu dalam hal penyaluran KUR. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, maka sebenarnya jika melihat dari sudut pemberdayaan masyarakat, aspek partisipasi belum cukup terpenuhi, bahkan cenderung belum terlihat aplikasinya di lapangan. Banyak kendala yang menyebabkan partisipasi ini tidak terlihat eksistensinya terhadap responden pengakses KUR diantaranya adalah belum adanya kesadaran baik itu dari pihak perbankan ataupun nasabah untuk berpartisipasi ataupun mengajak untuk berpartisipasi. Hal ini bisa saja terjadi karena petugas perbankan tidak diarahkan untuk mengajak nasabah untuk berpartisipasi, karenanya jika melihat latar belakang nasabah yang merupakan usaha kecil, mereka tidak akan memiliki keberanian untuk berpartisipasi karena adanya anggapan mengenai “status” pihak perbankan yang lebih tinggi. Karenanya sebaiknya tidak hanya pihak perbankan yang mendorong masyarakat untuk berpartisipasi namun haruslah ada kerjasama baik itu dari pemerintah maupun dari pihak responden sendiri. Dilihat dari sudut pandang partisipasi berdasarkan Cohen dan Uphoff (1977) dalam Makmur (2005), maka dalam pelaksanaan program Kredit Usaha Rakyat belum terdapat partisipasi. Dilihat dari tingkatan partisipasi Uphof (1977) yaitu : 1.
Pengambilan keputusan, di dalam pelaksanaan KUR ini tidak termasuk pada tingkatan ini. Hal ini dikarenakan, terdapat partisipasi dalam pelaksanaan KUR, namun, masih bersifat tidak sadar, yaitu dalam hal sosialisasi, sehingga dalam hal pengambilan keputusan masih belum adanya partisipasi.
2.
Untuk tingkatan kedua yaitu dalam hal pelaksanaan, diantaranya terdapat partisipasi dalam bentuk sumbangan pemikiran, bentuk sumbangan materi, dan bentuk tindakan sebagai anggota proyek. Dalam hal sumbangan pemikiran, belum terdapat partisipasi dari responden. Hal ini dikarenakan banyaknya anggapan bahwa KUR bukanlah program bersama, namun, hanyalah sebuah produk yang diberikan kepada UMKM dari perbankan. Namun, pada tahapan ini, dalam hal sumbangan materi dan tindakan sebagai anggota proyek, maka responden telah melakukan 71
partisipasi. Dibuktikan dengan mengakses KUR, maka UMKM juga berpartisipasi dalam hal materi dan juga menjadi anggota proyek. 3.
Dalam tahapan ketiga yaitu evaluasi, belum terdapat partisipasi, hal ini dikarenakan untuk program KUR ini sendiri masih berlanjut dan belum selesai, sehingga belum terjadi suatu evaluasi terhadap program KUR ini.
4.
Dalam tahapan penikmatan hasil, dikatakan bahwa semakin besar manfaat program dirasakan, berarti program tersebut berhasil mengenai sasaran. Dilihat dari hasil penelitian mengenai pemberdayaan, maka bisa dikatakan UMKM mendapatkan banyak manfaat dengan adanya KUR. Dimulai dengan adanya KUR terdapat 89% responden mengatakan setuju dengan pernyataan KUR meningkatkan kesejahteraan keluarga, responden juga mengakui bahwa setelah adanya KUR 73% responden mengatakn pendapatan mereka meningkat. Dari penjelasan mengenai tingkatan partisipasi Uphof (1977), maka dapat
dikatakan bahwa dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) terdapat partisipasi, yaitu dalam hal pelaksanaan, dan penikmatan hasil.
VI.2 Partisipasi dalam Pemberdayaan UMKM Pemberdayaan masyarakat tidak akan pernah lepas dari partisipasi. Hal ini dikarenakan partisipasi adalah salah satu faktor penting yang ada dalam pemberdayaan. Dari hasil penelitian didapat bahwa dalam skema KUR belum tampak partisipasi aktif dari usaha mikro. Walaupun ada itu terjadi secara tidak sadar dimana, usaha mikro tidaklah bermaksud untuk ikut dalam sosialisasi ataupun pemasaran KUR, namun hanya bermaksud memberikan informasi kepada teman atapun keluargannya. Jika dilihat lebih lanjut, pemberdayaan KUR berada dalam tingkatan sedang, hal ini bisa jadi diakibatkan salah satunya karena usaha mikro yang belum mau berpartisipasi. Program pemberdayaan dari sebuah kredit adalah supervisi, karena memiliki tujuan yang sama yaitu kemandirian. Sehingga apabila usaha mikro ingin berdaya maka, mereka perlu untuk membantu petugas dalam melaksanakan supervisi ini. Salah satunya adalah dengan partisipasi dalam hal memberi informasi sejujurnya kepada petugas mengenai kondisi usaha mereka. Sehingga dalam melaksanakan supervisi ini pun petugas terbantu. Namun, lain halnya jika supervisi ini tidak dapat dijalankan sebagaimana mestinya, pastilah akan marak timbul permasalahan seperti kredit macet. Sebenarnya jika dilihat lebih lanjut, perbankan sudah mulai mengupayakan partisipasi walaupun 72
belum maksimal, salah satunya adalah, saat petugas mengisi laporan kunjungan nasabah, salah satu
poin yang wajib diketahui adalah kondisi usaha saat ini. Hal
tersebut bisa saja menjadi pemicu bagi petugas untuk mengajak usaha mikro untuk bekerjasama dengan petugas, dengan cara menceritakan kondisi usahanya saat ini. Dari situlah kemudian, petugas dapat melakukan analisis dan memberikan masukan ataupun konsultasi pada usaha mikro, mengenai cara penyelesaian masalah mereka. Lebih lanjut lagi, jika upaya ini berjalan lancar maka, selain akan mengurangi tingkat NPL atau kredit macet, juga dapat menjalin kerjasama antara petugas dan usaha mikro. Namun
kenyataannya
sekarang
adalah
terkadang
usaha
mikro
tidak
menceritakan secara jujur mengenai kondisi usaha mereka. Seperti dikatakan oleh bapak Aep saat ditanya perihal kondisi usahanya saat ini, beliau menjawab : “ yah, usaha mah semua juga sekarang mah sama, lagi sepi, soalnya musim ujan, pasti rata neng, semua usaha ngalamin sepi. Makanya pendapatan menurun. Mau gimana lagi, daripada gak usaha.” Lain halnya ketika ditanyakan pada petugas perbankan mengenai keadaan usaha responden, petugas menyimpulakn dari penemuannya selama ini adalah terjadinya ketidak konsistenan usaha. Seperti dinyatakan oleh salah satu petugas KUR yaitu Pak Yudhi: “ sebenarnya perihal kredit macet, bukan hanya karena usaha mikro mengalami penurunan pendapatan, namun, terdapat beberapa nasabah, yang menggunakan dana KUR untuk usaha lain. Misalkan saat sudah meminjam, lalu usahanya terlihat maju, maka nasabah tersebut membuka usaha baru, dengan pikiran agar penghasilannya lebih besar, padahal dengan begitu, nanti modalnya malah kebagi-bagi. Yang ada yang satu kurang, yang satu gak jalan.” Dari beberapa penjelasan-penjelasan tersebut, maka diketahuilah bahwa sebenarnya, usaha mikro belum cukup jujur dalam memberikan informasi mengenai kondisi usahanya kepada petugas perbankan. Dari sinilah kemudian tampak bahwa partisipasi yang dilakukan oleh masyarakat pun memang kurang. Kurangnya partisipasi ini pula akan mengakibatkan pemberdayaan yang terjadi berkurang, jika dalam suatu upaya pemberdayaan, proses pemberdayaannya saja sudah terhambat, maka dalam pencapaian tujuannya yaitu menjadikan masyarakat lebih berdaya juga pasti akan terhambat. Seperti diketahui menurut Suharto (2005) pemberdayaan masyarakat itu adalah suatu proses dan tujuan. 73
BAB VII PENUTUP VII.1 Kesimpulan Berdasarkan perumusan masalah dan hasil penelitian yang didapat, maka dapat disimpulkan bahwa: •
Kredit Usaha Rakyat (KUR) Kupedes adalah Kredit Modal Kerja (KMK) atau Kredit Investasi (KI) dengan plafond kredit secara total sampai dengan Rp.5.000.000,- yang diberikan kepada usaha mikro yang memiliki usaha produktif dan mendapatkan jaminan dari ASKRINDO sebesar 70%. Kelebihan KUR sendiri dibandingkan program Kredit pemerintah lainnya adalah adanya perusahaan penjamin itu sendiri.
•
Dalam mekanisme penyaluran KUR terdiri dari dua bagian yaitu penyaluran KUR berupa syarat-syarat yang dibutuhkan guna mendapatkan KUR, dan juga sosialisasi yang lebih mengandalkan sistem dari mulut ke mulut. Dalam mekanisme penyaluran KUR sendiri terkadang terdapat penyimpangan, baik itu petugas yang tidak teliti dalam menganalisa, ataupun nasabah nakal, yang memiliki KTP ganda agar tidak tercantum dalam SID (sistem informasi debitur). Dalam sosialisasi BRI secara turun temurun menggunakan sistem dari mulut ke mulut karena dipercaya efektif untuk memasarkan produknya di kalangan masyarakat mikro, dibanding dengan sarana sosialisasi lain seperti media. Dari sinilah kemudian sistem kekeluargaan yang menjadi ciri khas BRI terbentuk. Karena secara tidak langsung sosialisasi dari mulut ke mulut tersebut akan membuar nasabah BRI adalah merupakan suatu Responden dimana anggotanya saling berinteraksi.
•
Di BRI Unit Ciomas, Kegiatan supervisi dibagi menjadi dua yaitu pemantauan usaha dan pemberian saran untuk pengembangan usaha. Pemantauan usaha dilakukan tiap bulan dengan menggunakan data register, dari situlah kemudian terlihat berapa banyak nasabah yang menunggak. Setelah diketahui biasanya petugas akan mendatangi usaha tersebut untuk kemudian melakukan penagihan. Saat melakukan penagihan inlah kemudian terkadang petugas memberikan saran. Sebenarnya jika dilihat lebih cermat pemberian saran ini bisa menyangkut dua kepentingan, pertama kepentingan usaha mikro agar dikemudian hari lebih mudah dalam mengakses kredit kembali, kedua bagi petugas bank, agar nasabah tersebut minimal memiliki itikad baik untuk membayar, karena jika terjadi kerdit macet akan berdampak pada penilaian petugas tersebut. Sebenarnya dalam melaksanakan 74
tugas supervisi ini tidaklah mudah jika bersangkutan dalam masalah kredit. Beban yang dipikul petugas tidak sesuai dengan waktu yang ada, petugas harus mencari nasabah, melakukan penilaian usaha, penagihan, survey, sampai supervisi hanya dalam waktu satu bulan. Karena di BRI target petugas bank dihitung perbulanya, jika tidak memenuhi target maka petugas tersebut harus siap-siap untuk kehilangan kontrak kerjanya. •
Alasan-alasan tersebutlah kemudian yang menjadikan tingkat supervisi di BRI Unit Ciomas berada pada tingkatan sedang, dimana hal ini juga berimbas dalam hal pemberdayaan masyarakat. Upaya perbankan untuk memberdayakan usaha mikro adalah dengan jalur supervisi, namun, jika supervisi tersebut tidak dijalankan dengan baik, maka pemberdayaan pun tidak akan berjalan baik pula. Karenanya sangatlah wajar, jika perbankan memiliki image konvensional dimana masyarakat. Karena usaha-usaha pemberdayaan yang dilakukan oleh perbankan belum terlihat eksistensinya.
•
Selain dari sudut supervisi, hal yang tidak lepas dari pemberdayaan adalah partisipasi. Dalam penelitian belum nampak terjadi partisipasi yang dilakukan usaha mikro dalam program KUR, adapun sosialisasi penyaluran KUR, hal tersebut tidaklah cukup untuk memberdayakan usaha mikro tersebut. Untuk mendapatkan masyarakat yang berdaya, maka partisipasi tersebut haruslah dalam hal supervisi. Hal tersebut dikarenakan, supervisilah kemudian yang merupakan usaha pemberdayaan dari perbankan. Namun, nyatanya sekarang, bukan hanya kegiatan supervisi yang masih berada dalam tingkatan sedang, bahkan partisipasi dari usaha mikro pun belum nampak.
•
Dari penjelasan-penjelasan sebelumnya, maka dapat kita simpulakn bahwa sebenarnya, pemberdayaan masyarakat dalam program KUR, masih belum terlihat eksistensinya. Hal ini terkait dengan belum nampaknya partisipasi yang dilakukan oleh usaha mikro, selain itu pula kegitaan supervisi yang masih menyentuh level sedang, dimana usaha mikro tidak menyadari adanya supervisi tersebut.
75
VII.6 Saran Berdasarkan pembahasan pada bab-bab sebelumnya dan berdasarkan paparan kesimpulan diatas, maka saran yang dapat diberikan terhadap pelaksanaan KUR di BRI Unit Ciomas adalah :
1. Perlunya pemerintah mengeluarkan kebijakan agar departemen pemerintahan terkait pelaksanaan KUR ikut bekerjasama sama dengan pihak perbankan dalam menyalurkan KUR dan mengawasi dana tersebut
2. Pemerintah hendaknya meningkatkan limit dana pinjaman KUR mikro, karena dilapangan ternyata cukup banyak nasabah yang merasa bahwa jumlah maksimal dari KUR mikro tersebut dirasakan belum mencukupi untuk kemudian memberdayakan nasabah
3. Adanya supervisi yang lebih mendalam yang dilakukan oleh petugas BRI Unit Ciomas, salah satunya adalah dengan menambah jumlah frekwensi kunjungan nasabah, agar petugas dapat melihat sendiri perkembangan usaha nasabah, bukan hanya nasabah bermasalah.
4. BRI sekiranya memberikan pelatihan agar petugas kredit memiliki tanggung jawab dalam hal pemberdayaan nasabah, bukan hanya mengejar target keberhasilan konvensional perbankan.
5. Hendaknya masyarakat ikut membantu petugas baik itu berpartisipasi aktif dalam penyaluran
KUR
ataupun
meningkatkan
rasa
kepercayaannya
dengan
memberitahukan hal yang sebenarnya mengenai kondisi usaha kepada petugas. Hal ini diperlukan agar petugas dan nasabah dapat saling bahu membahu dalam mengatasi kredit macet untuk kepentingan bersama.
76
DAFTAR PUSTAKA Adi, Isbandi Rukminto. 2006. Intervensi Responden: Pengembangan Masyarakat Sebagai Upaya Pemberdayaan Masyarakat. Jakarta : Rajagrafindo Persada Adi, Isbandi Rukminto. 2003. Pemberdayaan, Pengembangan Masyarakat dan Intervensi Responden. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Arief, Sritua. 2002 . Ekonomi Kerakyatan Indonesia Mengenang Bung Hatta. Surakarta : Lembaga Penerbit Universitas Muhammadiyah. Arnstein, Sherry R.1969. A leadder of citizen participation.JAIP, vol.35, No.4, July 1969, pp.216-224. http://lithgow-schmidt.dk/sherry-arnstein/ladder-ofcitizen-participation.html Deputi bidang pengembangan dan restrukturisasi usaha. 2007 . Kredit Usaha Rakyat. Jakarta : Kementrian Negara Koperasi dan BUMN. Dwi,Andina.2006.Pelaksanaan Program Pemberdayaan Masyarakat.skripsi (Jakarta :Universitas Indonesia) Wahyuni, Eka Sri.2004. Pedoman Teknis Menulis Skripsi. Bogor: Bagian Ilmu-Ilmu Sosial, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Departeman Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian IPB Firdaus, Rachmat dan Maya Ariyanti.2003. Manajemen Perkreditan Bank Umum. Bandung: ALFABETA Hutagaol, Pangihutan Ikhtisar Edinho . 2009. Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi pencairan pinjaman kredit usaha rakyat . skripsi (Bogor : Institut Pertanian Bogor) Kartasasmita, Ginanjar.1997. pemberdayaan masyarakat : konsep pemberdayaan yang berakar pada masyarakat. Dalam http://www.ginandjar.com/public/09PemberdayaanMasyarakat.pdf Komalasari.1996.Pengembangan Masyarakat Sebagai Salah Satu Upaya Mengentaskan Kemiskinan. Skripsi (Jakarta ;Universitas Indonesia) Kusmuljono, B.S. 2009. Menciptakan Kesempatan Rakyat Berusaha. Bogor : IPB Press. Makmur, Setia. 2005. “Partisipasi Masyarakat dalam Program Pengembangan Prasarana Pedesaan (P2D)”. Skripsi. Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Mulyarto, Putro Eko. 2009. faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi kredit usaha rakyat . skripsi sarjana (Bogor : Institut Pertanian Bogor)
77
Muryaningrum, Yuni.2010. Analisis Program Corporate Social Responsibility (CSR) PT INDOCEMENT TUNGGAL PRAKARSA Tbk dalam Upaya Pengembangan Masyarakat. Skripsi (Bogor:Institut Pertanian Bogor) Nasdian, Fredian Tonny. 2003. Pengembangan Masyarakat. Bogor: Bagian Ilmu-Ilmu Sosial, Komunikasi dan Ekologi Manusia. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi. Fakultas Pertanian IPB. Retnadi, Djoko.2008. Kredit Usaha Rakyat (KUR), Harapan dan Tantangan dalam Singarimbun, Masri dan Sofian Effendi. 1989. Metode Penelitian Survai. Jakarta: LP3ES. Soedjono, Abd. Rachman dan Tiktik Sartika Pratomo.2004. Ekonomi Skala Kecil/Menengah Dan Koperasi:Jakarta Suharto, Edi. 2005. Membangun Masyarakat Memberdayakan Rakyat. Bandung: Refika Aditama. Sumodiningrat, Gunawan. 1999. Pemberdayaan dan jaring pengaman sosial . Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama. Van Dersal,William.1978.Prinsip dan Teknik Supervisi ddalam Pemerintah dan perusahaan.Jakarta : Bhratara Karya Aksara Wahyudi, Mochammad.2008. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia 2009 Diprediksi Jatuh ke 3,7%.http://economy.okezone.com/index.php/ReadStory/2008/11/12/277/163 367/pertumbuhan-ekonomi-indonesia-2009-diprediksi-jatuh-ke-3-7.waktu akses 3 Januari 2010 pukul 10.03
78
LAMPIRAN
79
LAMPIRAN 1.
DAFTAR ISTILAH DAN SINGKATAN AO
: Account Officer
ASKRINDO
: PT. Asuransi Kredit Indonesia
BI
: Bank Indonesia
BLT
: Bantuan Langsung Tunai
BNI
: Bank Negara Indonesia
BRI
: Bank Rakyat Indonesia
BTN
: Bank Tabungan Negara
JAMKRINDO
: Perum Jaminan Kredit Indonesia
KI
: Kredit Investasi
KK
: Kartu Keluarga
KKPA
: Kredit kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya
KKP-E
:Kredit Ketahanan Pangan dan Energi
KMK
: Kredit Modal Kerja
KTP
: Kartu Tanda Pengenal
KUMK
:Kredit Usaha Mikro Kecil
KUR
: Kredit Usaha Rakyat
NPL
: Non Perfoaming Loan
NPWP
: Nomor Pokok Wajib Pajak
PKH
: Program Keluarga Harapan
PPLS
: Pendataan Program Perlindungan Sosial
SE
: Surat Edaran
SID
: Sistem Informasi Debitur
SITU
: Surat Izin Tempat Usaha
SIUP
: Surat Izin Usaha Perdagangan
TDP
: Tanda Daftar Perusahaan
UMKM
: Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah
80
LAMPIRAN 2 Tabel 18. Deskripsi Responden berdasarkan jenis usaha, lama usaha, dan daerah tempat tinggal No.
Nama
Jenis Usaha
Lama
Daerah
Usaha
Tinggal
Tempat
1
LN
warung sembako
2 tahun
Batu Tulis
2
AS
Pedagang makanan
8 tahun
Babakan Pasar
3
PD
Pedagang sayur dan buah
6 tahun
Rancamaya
4
PH
Pedagang makanan
12 tahun
Empang
5
NN
warung sembako
7 tahun
Tega Lega
6
SN
Pedagang makanan
8 tahun
Lawang Gintung
7
KJ
Pedagang makanan
9 tahun
Empang
8
MN
Pedagang sayur dan buah
6 tahun
Pamoyanan
9
ML
Penyewaan sound sistem
2 tahun
Rancamaya
10
UB
warung sembako
8 tahun
Pamoyanan
11
KML
warung sembako
2 tahun
Empang
12
MLN
Konter HP
2 tahun
Empang
13
EDS
Pedagang kambing
4 tahun
Empang
14
ENN
Pedagang makanan
6 tahun
Sukamantri
15
LKN
Konter HP
3 tahun
Taman Sari
16
JMW
Konter HP
2 tahun
Sukamantri
17
AMR
Pedagang makanan
3 tahun
Panaragan
18
YN
Pedagang ayam
10 tahun
Taman Sari
19
KSJ
Pedagang makanan
5 tahun
Taman Sari
20
AD
Service elektronik
3 tahun
Baranangsiang
21
AS
Pedagang makanan
3 tahun
Empang
22
RT
Penjual pakaian
6 tahun
Lawang Gintung
23
MD
Pedagang sayur dan buah
6 tahun
Panaragan
24
SP
Pedagang sendal
7 tahun
Mulyaharja
25
EDS
Pedagang sendal
8 tahun
Sukaharja
26
WF
Pedagang makanan
5 tahun
Taman Sari
27
HSN
Pedagang sendal
9 tahun
Mulyaharja
81
28
BSW
Pedagang makanan
8 tahun
Taman Sari
29
LH
Pedagang makanan
6 tahun
Rancamaya
30
SJB
Pedagang tanaman hias
2 tahun
Babakan Pasar
31
NDN
Pedagang makanan
2 tahun
Baranangsiang
32
TTK
Pedagang makanan
5 tahun
Pamoyanan
33
UA
Pedagang makanan
5 tahun
Sukamantri
34
ED
Konter HP
2 tahun
Taman Sari
35
TSN
Pedagang koran
8 tahun
Mulyaharja
36
DS
Pedagang makanan
4 tahun
Rancamaya
37
RD
Pedagang sayur dan buah
3 tahun
Pamoyanan
82
LAMPIRAN 3. RESPONDEN KUR BRI UNIT CIOMAS 1. Pedagang Sembako
83
2. Pedagang Makanan
84
3. Konter HP
85
4. Lain – Lain
86
LAMPIRAN 4. Peta Sosial Sebaran Responden Berdasarkan Wilayah Pemasaran BRI Unit Ciomas
14%
8%
BRI Unit Ciomas 5%
8% 11%
16% 3%
8%
11% 16%
87