IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PROGRAM KREDIT USAHA RAKYAT (KUR) DALAM PENGEMBANGAN USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH DI KECAMATAN WARUNGGUNUNG KABUPATEN LEBAK
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ilmu Sosial Pada Program Studi Ilmu Administrasi Negara
Oleh : AKBAR AGUNG MAESYA NIM 6661102108
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA 2015
ABSTRAK AKBAR AGUNG MAESYA, 6661102108. Skripsi. Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) Dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak. Program Studi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. Pembimbing I DR. Suwaib Amirudin, M.Si., Pembimbing II Riny Handayani, S.Si., M.Si. Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat Dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak. Identifikasi masalah : Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha; Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank Pelaksana; Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak Bank. Metode penelitian adalah Kualitatif. Subjek penelitian: Warga Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak baik yang menerima KUR ataupun tidak. Teori Merilee S. Grindle (2003), isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan. Sedangkan konteks implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat); (ii) Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa); serta (iii) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Hasil Penelitian: implementasi kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak belum optimal. Saran: 1) Mengoptimalkan sosialisasi mengenai program KUR baik oleh bank pelaksana maupun oleh pemerintah daerah; 2) Penguatan kerjasama antara Bank pelaksana dengan pemerintah daerah agar terciptanya sinergitas; 3) Memperketat pengawasan dari pemerintah terkait penyaluran KUR; 4) Mengoptimalkan tenaga pendampingan dari pemerintah daerah melalui instansi terkait terhadap usaha-usaha mikro kecil dan menengah didaerahnya; 5)Mengkaji kembali persyaratan pengajuan KUR sehingga lebih meringankan pelaku usaha kecil dalam memperoleh bantuan usaha dari pemerintah.
Kata Kunci: Implementasi Kebijakan, Kebijakan Publik
ABSTRACT AKBAR AGUNG MAESYA, 6661102108. Thesis. Implementation Policy Loan Program (KUR) in the Development of Micro, Small and Medium Enterprises In District Warunggunung Lebak. Study Program of Public Administration, Faculty of Social and Political Sciences, University of Sultan Ageng Tirtayasa. Supervisor I DR. Suwaib Amirudin, M.Sc., Advisor II Riny Hand, S.Si., M.Sc.
Policy Implementation People's Business Credit Program Under Development, Micro, Small and Medium Enterprises In District Warunggunung Lebak. Identification of the problem: the lack of proper KUR program is targeted because it is also enjoyed by people who do not have a business; The lack of socialization of the government and Bank Executive; The low participation of communities due to fear of dealing with the Bank. The research method is qualitative. Subject of research: Citizens Subdistrict Lebak Warunggunung both receiving KUR or not. Theory Merilee S. Grindle (2003), the contents policies include: (i) interests are affected by the policy; (ii) types of benefits to be generated; (iii) The degree of desired change; (iv) The position of policy makers; (v) (Who) implementing the program; and (vi) Resources are deployed. While the context of the implementation include: (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved (power, interests and strategies of the actors involved); (ii) Institution and Regime Characteristic (characteristics of the institution and the ruling regime); and (iii) Compliance and Responsiveness (level of compliance and the response from the executor). Results: The implementation of the policy program People's Business Credit (KUR) in the development of micro small and medium enterprises in the district of Lebak Warunggunung not optimal. Suggestions: 1) Optimizing the socialization of the KUR program either by a bank executive and by local governments; 2) The strengthening of cooperation between the Bank executive with local governments in order to create synergy; 3) Tightening the supervision of the relevant government KUR; 4) Optimizing the power assistance of the local government through relevant agencies to the efforts of small and medium micro its region; 5) Assess return filing requirements KUR so much ease small businesses in obtaining assistance from the government's efforts.
Keywords: Policy Implementation, Public Policy
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan syukur Alhamdulillahirobbil’alamin peneliti panjatkan kehadirat ALLAH SWT, serta shalawat serta salam selalu tercurahkan untuk Nabi Muhammad SAW, sahabat beserta keluarganya, karena dengan ridho, rahmat, karunia dan kasih sayang-Nya yang berlimpah sehingga akhirnya peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak”. Dengan selesainya Skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bimbingan, bantuan dan dorongan dari berbagai pihak yang senantiasa selalu mendukung peneliti dalam upaya menyelesaikan penelitian ini. Maka peneliti ingin mengucapkan terima kasih kepada : 1. Prof. Dr. Sholeh Hidayat, M.Pd, Rektor Universitas Sultan Ageng Tirtayasa 2. DR. Agus Sjafari, S.Sos. M.Si., Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 3. Kandung Sapto Nugroho, S.Sos., M.Si, Wakil Dekan I Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 4. Mia Dwianna W., M.I.Kom., Wakil Dekan II Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa.
i
5. Gandung Ismanto S.Sos., MM, Wakil Dekan III Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 6. Rahmawati, S.Sos., M.Si., Ketua Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 7. Ipah Ema Jumiati, S.IP., M.Si., Sekretaris Prodi Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa. 8. DR. Suwaib Amirudin, M.Si Selaku Dosen Pembimbing I yang membimbing dan membantu peneliti dalam penyusunan proposal penelitian, terima kasih atas arahan dan pembelajarannya. 9. Riny Handayani, S.Si., M.Si Selaku Dosen Pembimbing II yang membimbing dan membantu peneliti dalam penyusunan proposal penelitian, terima kasih atas arahan dan pembelajarannya. 10. Semua Dosen dan Staf Program Studi Ilmu Administrasi Negara Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sultan Ageng Tirtayasa yang telah membekali ilmu dan pengetahuan selama perkuliahan. 11. Agung Kristianto Selaku Kepala BRI Cabang Rangkasbitung, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 12. Tisep Sumedi Selaku Kepala Unit Sampay BRI Cabang Rangkasbitung, yang telah memberikan izin kepada peneliti untuk melakukan penelitian. 13. Seluruh Pegawai BRI Cabang Rangkasbitung yang telah membantu peneliti dalam penelitian ini. 14. Warga masyarakat Kecamatan Warunggunung yang telah membantu peneliti dalam penelitian ini. ii
15. Kedua Orang tua tercinta yang telah memberikan dorongan semangat dan nasehatnya, keluarga peneliti tercinta terima kasih atas segenap perhatian dan motivasinya, canda tawa serta dukungannya untuk peneliti. Kakak dan Kakak Ipar. Semoga Allah selalu melindungi dan memberkahi keluargaku dan terjaga keharmonisannya. 16. Teman-teman seperjuanganku Jurusan Ilmu Administrasi Negara NR angkatan 2010, terima kasih semuanya atas bantuan, motivasi dan dukungannya untuk teman-temanku yang tak bisa kusebutkan satu persatu. 17. Kekasih tercinta yaitu Juwita sari Haerul yang selalu mendoakan dan memotivasi agar saya tetap semangat mengerjakan penelitian ini. Akhir kata peneliti berharap dan berdoa kepada pihak-pihak yang telah banyak membantu peneliti dalam menyusun skripsi ini mendapat imbalan dari Allah SWT serta peneliti menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam Skripsi ini sehingga peneliti dengan rendah hati menerima masukan dari semua pihak agar dapat menghasilkan karya yang lebih baik lagi dan peneliti berharap agar skripsi ini dapat bermanfaat dan menambah pengetahuan kepada pembaca umumnya. Serang,
Agustus 2015
Peneliti
iii
DAFTAR ISI Halaman
HALAMAN JUDUL ABSTRAK ABSTRACT PERNYATAAN ORIGINALITAS LEMBAR PERSETUJUAN LEMBAR PERSEMBAHAN DAN MOTTO KATA PENGANTAR .................................................................................... i DAFTAR ISI................................................................................................... iv DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vii DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang .............................................................................. 1 1.2. Identifikasi Masalah ...................................................................... 10 1.3. Pembatasan Masalah ..................................................................... 11 iv
1.4. Perumusan Masalah ...................................................................... 11 1.5. Tujuan Penelitian .......................................................................... 11 1.6. Manfaat Penelitian ........................................................................ 12 1.7. Sistematika Penulisan ................................................................... 12 BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN 2.1. Deskripsi Teori .............................................................................. 14 2.2. Penelitian Terdahulu ..................................................................... 36 2.3. Kerangka Berfikir ......................................................................... 39 2.4. Asumsi Dasar Penelitian ............................................................... 42 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Metode Penelitian ......................................................................... 43 3.2. Instrumen Penelitian ..................................................................... 44 3.3. Informan Penelitian ....................................................................... 45 3.4. Teknik Pengumpulan Data ............................................................ 46 3.5. Teknik Analisis Data ..................................................................... 51 3.6. Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data ..................................... 54 3.7. Tempat dan Waktu Penelitian ....................................................... 56 BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1. Deskripsi Objek Penelitian ........................................................... 58 4.2. Deskripsi Data .............................................................................. 69 4.3. Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian ................................... 71 v
BAB V PENUTUP 5.1. Kesimpulan ................................................................................... 107 5.2. Saran ............................................................................................. 109 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN DAFTAR RIWAYAT HIDUP
vi
DAFTAR GAMBAR Halaman
Gambar 2.1. Siklus Skematik Dalam Pembuatan Kebijakan Publik ............... 28 Gambar 2.2. Skema Kerangka Berfikir ............................................................ 41 Gambar 3.1. Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model) ................ 53
vii
DAFTAR TABEL Halaman
Tabel 1.1. Jumlah UMKM di Kecamatan Warunggunung .............................. 7 Tabel 3.1. Tabel Infroman Penelitian............................................................... 46 Tabel 3.2. Kisi-kisi Pedoman Wawancara ....................................................... 48 Tabel 3.3. Jadwal Penelitian ............................................................................ 57 Tabel 4.1. Kecamatan dan Luas Wilayah ........................................................ 60 Tabel 4.2. Daftar Informan .............................................................................. 70 Tabel 4.3. Temuan Lapangan ........................................................................... 103
viii
1
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang Kemiskinan dan pengangguran merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan
dari masalah yang ada di Indonesia. Sumber daya manusia yang masih minim sehingga sulit mendapatkan sumber penghasilan serta kebutuhan ekonomi yang mendesak menjadikan perekonomian masyarakat menjadi sangat lemah. Ini merupakan hal yang selalu menjadi pekerjaan rumah bagi pemerintah dari masa ke masa. Setiap tahun anggaran selalu digelontorkan oleh pemerintah untuk membangun
perekonomian
masyarakat.
Dalam
merealisasikan
tujuan
pembangunan, maka segenap potensi alam harus digali, dikembangkan, dan dimanfaatkan sebaik-baiknya. Begitu pula dengan potensi manusianya yang harus ditingkatkan dari segi pengetahuan serta keterampilannya sehingga mampu menggali, mengembangkan dan memanfaatkan potensi alam secara maksimal, dan pelaksanaan program pembangunan dapat terealisasi. Pada hakekatnya tujuan pembangunan suatu negara dilaksanakan adalah untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat, demikian halnya dengan tujuan dibentuknya negara Indonesia. Dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 dinyatakan bahwa tujuan Pembangunan Nasional Bangsa Indonesia adalah melindungi segenap bangsa dan seluruh tumpah darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut melaksanakan
1
2
ketertiban dunia. Untuk mewujudkan tujuan tersebut dilaksanakan pembangunan nasional, yaitu pembangunan manusia Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat seluruhnya. Berbagai rencana dan program-program pembangunan sebagai wujud pelaksanaan pemerintahan telah dibuat dan diimplementasikan di daerah -daerah, baik yang dilaksanakan oleh pemerintah pusat pemerintah daerah itu sendiri. Salah satu program pemerintah yaitu pembangunan perekonomian masyarakat yang didorong adanya program pro masyarakat. Dalam mewujudkan tujuan program
pembangunan perekonomian
masyarakat maka perlu adanya managerial dari pemerintah, agar program yang diluncurkan kepada masyarakat dapat berjalan dengan baik. Selain itu juga perlu adanya sarana pengontrol yang berbasis kemajuan perekonomian masyarakat. Partisipasi masyarakat merupakan modal utama dalam upaya mencapai sasaran program pemerintah di seluruh wilayah Republik Indonesia. Keberhasilan dalam pencapaian sasaran pelaksanaan program pembangunan perekonomian bukan semata-mata didasarkan pada kemampuan aparatur pemerintah, tetapi juga berkaitan dengan upaya mewujudkan kemampuan dan keamanan masyarakat untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan program pembangunan perekonomian masyarakat. keterbatasan.
Adanya Berbagai
partisipasi upaya
masyarakat yang
akan
dilakukan
mampu
oleh
mengimbangi
pemerintah
untuk
mensejahterakan masyarakatnya telah dilakukan, namun upaya tersebut selalu mendapatkan hasil yang kurang memuaskan. Pemerintahpun mengeluarkan kebijakan kembali yang kegunaannya yaitu untuk mengembangkan perekonomian
3
masyarakat kecil yang memiliki usaha kecil menengah (UKM). Program peningkatan perekonomian masyarakat ini melibatkan beberapa instansi pemerintahan. Dalam rangka pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah dan Koperasi
(UMKMK),
kemiskinan,
Pemerintah
meningkatkan
Sektor
penciptaan
lapangan
menerbitkan Riil
dan
Paket
kerja,
dan
Kebijakan
memberdayakan
penanggulangan yang
bertujuan
UMKMK. Kebijakan
pengembangan dan pemberdayaan UMKMK mencakup (Komite Kredit Usaha Rakyat): 1.
Peningkatan akses pada sumber pembiayaan
2.
Pengembangan kewirausaha
3.
Peningkatan pasar produk UMKMK
4.
Reformasi regulasi UMKMK
Upaya peningkatan akses pada sumber pembiayaan antara lain dilakukan dengan memberikan penjaminan kredit bagi UMKMK melalui Kredit Usaha Rakyat (KUR). Pada tanggal 5 November 2007, Presiden meluncurkan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dengan fasilitas penjaminan kredit dari Pemerintah melalui PT Askrindo dan Perum Jamkrindo. Adapun Bank Pelaksana yang menyalurkan KUR ini adalah Bank BRI, Bank Mandiri, Bank BNI, Bank BTN, Bank Syariah Mandiri, dan Bank Bukopin ( Komite Kredit Usaha Rakyat ). Ada beberapa peraturan yang menjadi landasan hukum Kredit Usaha Rakyat, yaitu: 1.
Peraturan Presiden nomor 2 tahun 2008 tentang Lembaga Penjaminan,
4
2.
Inpres 6 tahun 2007 tanggal 8 Maret 2007 tentang Kebijakan Percepatan Sektor Riil dan Pemberdayaan UMKMK guna meningkatkan pertumbuhan ekonomi Indonesia, 3. MoU antara Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 9 Oktober 2007, 4. Addendum I MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 14 Februari 2008, 5. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian nomor 5 tahun 2008 tentang Komite Kebijakan Penjaminan Kredit/Pembiayaan bagi UMKMK, 6. Perjanjian Kerja Sama antara Bank Pelaksana dengan Lembaga Penjaminan, 7. Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan KUR, 8. Addendum II MoU Departemen Teknis, Perbankan, dan Perusahaan Penjaminan yang ditandatangani pada tanggal 12 Januari 2010, 9. Keputusan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-07/M.EKON/01/2010 Tentang Penambahan Bank Pelaksana Kredit Usaha Rakyat, 10. Keputusan Deputi Bidang Koordinasi Ekonomi Makro dan Keuangan, Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Nomor : KEP-01/D.I.M.EKON/01/2010 tentang Standar Operasional dan Prosedur Pelaksanaan Kredit Usaha Rakyat.
Kredit usaha rakyat adalah kredit atau pembiayaan yang diberikan kepada UMKM yang feasible tapi belum bankable. Maksud dari feasible dan bankable adalah usaha tersebut memiliki prospek bisnis yang baik dan memiliki kemampuan untuk mengembalikan meski belum masuk dalam kategori memenuhi persyaratan bank. Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM diperoleh pengertian bahwa: Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini. Usaha Kecil adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perorangan
5
atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau bukan cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dari usaha menengah atau usaha besar yang memenuhi kriteria Usaha Kecil sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang ini. Usaha Menengah adalah usaha ekonomi produktif yang berdiri sendiri, yang dilakukan oleh orang perseorangan atau badan usaha yang bukan merupakan anak perusahaan atau cabang perusahaan yang dimiliki, dikuasai, atau menjadi bagian baik langsung maupun tidak langsung dengan Usaha Kecil atau usaha besar dengan jumlah kekayaan bersih atau hasil penjualan tahunan sebagaimana diatur dalam UndangUndang ini. Berikut peneliti lampirkan kriteriannya: Tabel 1.1 Kriteria UMKM Berdasarkan Undang-undang No. 20 Tahun 2008 tentang UMKM
No.
Uraian
Kriteria Asset
Omzet
1
Usaha Mikro
Maks 50 Juta
Maks 300 Juta
2
Usaha Kecil
>50 Juta – 500 Juta
>300 Juta – 2,5 Miliar
3
Usaha Menengah
>500 Juta – 10 Miliar
>2,5 Miliar – 50 Miliar
UMKM dan koperasi yang diharapkan dapat mengakses KUR adalah yang bergerak di sektor usaha produktif antara lain: pertanian, perikanan , kelautan, dan perindustrian, kehutana dan jasa keuangan simpan pinjam. Penyaluran KUR dapat dilakukan secara langsung. Maksudnya UMKM dan koperasi dapat langsung mengakses KUR di kantor cabang atau kantor cabang pembantu Bank pelaksana. Dapat juga di lakukan secara tidak langsung, maksudnya usaha mikro dapat
6
mengakses KUR melalui lembaga keuangan mikro dan KSP/USP koperasi, atau melaui kegiatan linkage program lainnya yang bekerjasama dengan Bank pelaksana. Sejak dimulainya program KUR pada November 2007 sampai pada Juli 2014, diketahui bahwa total realisasi kredit dari program KUR secara nasional yang dikelola oleh Komite KUR telah mencapai sekitar kurang lebih Rp. 147 Triliun dengan total debitur mencapai 11.309.283 jiwa. Dari angka tersebut, diketahui bahwa Bank BRI memiliki plafon kredit terbesar yaitu mencapai Rp. 105 Triliun (Sumber: Komite KUR, 2014). Pada tahun 2005, Kementerian Negara Pembangunan Daerah Tertinggal Republik Indonesia telah menetapkan Kabupaten Lebak sebagai salah satu daerah tertinggal dari 199 Kabupaten tertinggal yang ada di Indonesia. (Sumber: http://www.lebakkab.go.id/)
Ketertinggalan
Kabupaten
Lebak
diliat
dari
minimnya infrastruktur, rendahnya tingkat perekonomian serta kesenjangan sosial yang terjadi di wilayah tersebut. Kecamatan Warunggunung merupakan daerah administrasi yang berada di Kabupaten Lebak, dengan luas wilayah 4.366,72 Ha. Jarak dari Kecamatan Warunggunung ke Ibu Kota Kabupaten hanya sekitar 10 Km. Kecamatan Warunggunung merupakan jalur penghubung antara Kabupaten Lebak dengan Kabupaten Pandeglang dan merupakan akses jalan menuju Ibu Kota Provinsi Banten (Kota Serang). Perekonomian di Kecamatan Warunggunung ditopang oleh usaha-usaha kecil yang dimiliki oleh warganya. Mayoritas penduduk bertahan hidup dengan berdagang baik sembako atau usaha kecil lain seperti makanan-
7
makanan khas Lebak dan Banten. Sentra-sentra usaha kecil ini tumbuh dan berkembang dan menopang kehidupan masyarakat di wilayah tersebut. Di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak, program KUR sangat diminati warga masyarakat. Ditambah lagi karena di daerah ini mayoritas merupakan tempat sentra usaha-usaha kecil mikro dan menengah di Kabupaten Lebak. Berdasarkan data yang peneliti peroleh dari Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten
Lebak,
sampai
pada
periode
Januari
2014
di
Kecamatan
Warunggunung terdapat 219 usaha yang terdata yang masuk kedalam kategori usaha mikro kecil dan menengah sedangkan jumlah koperasi yang terdata adalah 112 koperasi.
Tabel 1.2 Jumlah Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak Periode 2011-2014 Periode
UMKM
Koperasi
2011
1492
102
2012
1541
106
2013
1573
109
2014
1613
112
Data Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak, 2014
Dari tabel di atas, jumlah UMKM yang terdata di wilayah Kecamatan Warunggunung berjumlah 1613 UMKM dan 112 diantaranya berbadan hukum Koperasi sisanya belum berbadan hukum Koperasi. Data yang diperoleh dari
8
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak ini belum termasuk usaha warungan dan sembako. Diketahui bahwa total realisasi kredit sejak November 2007 dari program KUR khusus wilayah Kecamatan Warunggunung yang dikelola oleh Komite KUR mencapai sekitar kurang lebih Rp. 780 miliar dengan total debitur mencapai 1124 jiwa. (Sumber: Komite KUR, 2014). Jumlah ini merupakan jumlah terbesar untuk wilayah Kabupaten Lebak dan berdasarkan data yang diperoleh angka penyaluran KUR ini di dominasi oleh Bank BRI. Inilah alas an peneliti melakukan penelitian ini. Program KUR, membantu masyarakat dari segi akses permodalan serta dari segi pembiayaan. Dari observasi awal yang peneliti lakukan, dilihat bahwa program KUR diapresiasi tinggi oleh masyarakat di Kecamatan Warunggunung. Dari wawancara dengan Ibu Ida (Pemilik Warung sembako di wilayah Warunggunung), sejak adanya KUR, dirinya terbantu dalam hal permodalan. Ditambah lagi karena suku bunga dari program KUR masih bisa terjangkau oleh dirinya. Selain itu, persyaratan yang dibutuhkan untuk pengajuan kredit baginya juga tidak memberatkan (wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2014 Pukul 13.20 Wib). Pendapat yang sama juga diungkapkan oleh Bapak Asep (Pemilik usaha warung makan di sekitaran Jalan Raya Pandeglang) bahwa setelah adanya KUR, dirinya sudah terbantu dan menjauh dari jeratan rentenir karena sebelumnya untuk menambah modal atau menutup kerugian dilakukan dengan meminjam uang dari rentenir. (wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2014 Pukul 14.10 Wib).
9
Sedangkan menurut Pak Ujang (Pemilik usaha Emping dan oleh-oleh khas Lebak), meski banyak kekurangan tetapi program KUR memang membantu dirinya selaku pengusaha kecil dalam memperoleh modal dengan suku bunga yang rendah dan persyaratan yang mudah. (wawancara dilakukan pada 19 Agustus 2014 Pukul 15.47 Wib). Dari observasi awal peneliti juga menemukan bahwa program KUR banyak yang tidak tepat sasaran. Program KUR yang merupakan program pemerintah yang dikhususkan bagi pelaku usaha kecil dan mikro justru dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha atau dinikmati oleh mereka yang ternyata mampu melakukan pinjaman tanpa perlu jaminan dari pemerintah (Hasil observasi peneliti dari wawancara dengan Bapak Sutarman nasabah KUR yang berstatus PNS pada tanggal 15 Oktober 2014 Pukul 11.25 WIB). Hal ini peneliti dapatkan ketika melakukan observasi di wilayah Kecamatan Warunggung. Dari data nasabah KUR BRI yang peneliti dapatkan, ternyata juga banyak nasabah KUR BRI menggunakan dana yang didapatkan bukan diperuntukkan untuk kegiatan usaha produktif (wawancara dengan Bapak Mahdi nasabah KUR yang berstatus sebagai Tukang Ojek pada tanggal 15 Oktober 2014 Pukul 12.50 WIB). Dari hasil audit yang dilakukan oleh internal perbankan, diketahui bahwa pada periode 2014, dari 457 nasabah KUR di Kecamatan Warunggunung terdapat 15 nasabah yang diketahui tidak layak menerima program KUR dan diketahui menggunakan dana dari program KUR untuk kegiatan yang bukan usaha produktif (Sumber: Audit internal BRI atau disebut Kanins). Dalam hal ini
10
peneliti melihat bahwa minimnya sosialisasi dari pihak yang berwenang dalam pengelolaan KUR. Faktor lain yang sekiranya dapat menghambat pelaksanaan program KUR di Kecamatan Warunggunung, yaitu rendahnya tingkat partisipasi masyarakat yang memanfaatkan program tersebut. Adanya kekhawatiran terhadap suku bunga yang ada di bank, serta ada anggapan dari masyarakat bahwa jika berurusan dengan bank pasti melibatkan jaminan sementara mayoritas warga tidak memiliki jaminan selain usaha yang dijalankan (wawancara dengan Bapak H. Jamal pelaku usaha mikro emping melinjo yang bukan nasabah KUR pada tanggal 15 Oktober 2014 Pukul 13.25 WIB). Berdasarkan penjelasan tersebut, maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak”.
1.2
Identifikasi Masalah Berdasarkan
latar
belakang
masalah
di
atas,
maka
peneliti
mengidentifikasi masalah yaitu: 1. Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha. 2. Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank Pelaksanan.
11
3. Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak Bank.
1.3
Pembatasan Masalah Peneliti hanya membatasi penelitian ini pada bagaimana Implementasi
Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung dengan Bank BRI sebagai objek penelitiannya dikarenakan di wilayah tersebut, hanya Bank BRI yang ada satu-satunya.
1.4
Perumusan Masalah Berdasarkan pada latar belakang yang peneliti paparkan dan dengan
memperhatikan pada fokus penelitian yang telah disebutkan dalam batasan masalah, maka hal yang menjadi kajian peneliti, adalah: Bagaimana Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan UMKM di Kecamatan Warunggunung?
1.5
Tujuan Penelitian Tanpa adanya tujuan penelitian, maka seorang peneliti tentunya akan
mengalami kesulitan dalam melakukan penelitian. Sesuai dengan latar belakang dan rumusan masalah yang ada, maka tujuan penelitian yaitu untuk mengetahui bagaimana
Kebijakan
Warunggunung.
Program
Kredit
Usaha
Rakyat
di
Kecamatan
12
1.6
Manfaat Penelitian Manfaat yang ingin diperoleh dari penelitian ini antara lain sebagai
berikut: 1. Secara Teoritis Secara teoritis penelitian ini bermanfaat bagi pengembangan keilmuan dan pengetahuan karena akan memperkaya khasanah ilmu pengetahuan dalam dunia akademis khususnya
Ilmu Administrasi Negara, terutama yang
berkaitan dengan implementasi kebijakan pemerintah. Selain itu, penelitian ini juga dapat bermanfaat untuk pengembangan studi administrasi negara. 2. Secara Praktis Bagi
peneliti,
diharapkan
penelitian
ini
dapat
mengembangkan
kemampuan dan penguasaan ilmu-ilmu yang pernah diperoleh peneliti selama mengikuti pendidikan di Program Studi Ilmu Administrasi Negara Universitas Sultan Ageng Tirtayasa hingga saat ini. Selain itu, karya peneliti dapat dijadikan bahan informasi dan referensi bagi pembaca dan peneliti selanjutnya.
1.7
Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini dijelaskan mengenai; Judul Penelitian, Latar Belakang Penelitian, Batasan Masalah, Rumusan Masalah, Tujuan Penelitian, Manfaat Penelitian, Pendekatan Masalah dan Sistematika Penulisan.
13
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN Pada
bab
ini
dijelaskan
mengenai;
Deskripsi
Teori,
Deskripsi
Implementasi Kebijakan, Kerangka Berfikir Penelitian dan Asumsi Dasar Penelitian. BAB III METODOLOGI PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai; Metode Penelitian, Instrumen Penelitian, Populasi dan Sampel Penelitian, Teknik Pengolahan dan Analisis Data, Lokasi dan Waktu Penelitian. BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab ini dijelaskan mengenai; Deskripsi Obyek Penelitian, Gambaran Kecamatan Warunggunung, Deskripsi Data, Informan Penelitian dan Pembahasan Hasil Penelitian. BAB V PENUTUP Pada bab ini peneliti menjelaskan mengenai; kesimpulan dari hasil penelitian yang telah dilakukan, kemudian memberikan saran-saran yang bersifat konstruktif pada pihak-pihak yang terkait dalam penelitian ini.
14
BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN ASUMSI DASAR PENELITIAN
2.1
Tinjauan Pustaka 2.1.1
Pengertian Kebijakan Sebelum kita membahas lebih jauh tentang implementasi kebijakan
publik, alangkah baiknya apabila kita mengetahui dulu pengertian dari kebijakan. Kebijakan dapat diartikan sebagai berikut: ”Sebagai rangkaian konsep pokok dan asas yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan atau suatu konsep dasar yang menjadi pedoman dalam pelaksanaan suatu kepemimpinan dan cara bertindak.” (Fazri 2003:55) Menurut Dunn (2003:51) secara etimologis, istilah policy atau kebijakan berasal dari bahasa Yunani, Sanksekerta dan Latin, akar kata dalam bahasa Yunani dan Sanksekerta yaitu polis (Negara- Kota) dan pur (Kota). Sedangkan menurut Edi Suharto (2005:7), kebijakan dapat diartikan sebagai prinsip atau cara bertindak yang dipilih untuk mengarahkan pengambilan keputusan. Lain dengan Eulau & Prewitt (dalam Suharto 2005:7) yang mengatakan bahwa kebijakan sebagai sebuah ketetapan yang berlaku yang dicirikan oleh prilaku yang konsisten dan berulang, baik dari yang membuatnya maupun yang mentaatinya (yang terkena kebijakan). Titmus (dalam Suharto 2005:7) mendefinisikan kebijakan sebagai: ”Prinsip-prinsip yang mengatur tindakan yang diarahkan kepada tujuantujuan tertentu yang senantiasa berorientasi kepada masalah dan tindakan.”
14
15
Winarno (2002:31) mengartikan istilah kebijakan sebagai arah tindakan yang mempunyai tujuan yang diambil oleh seorang aktor dalam mengatasi suatu masalah atau persoalan. Sedangkan Ricard (dalam Winarno 2002:15) mendefinisikan kebijakan sebagai, serangkaian tindakan yang sedikit banyak berhubungan
dengan
konsekuensi-konsekuensi
bagi
mereka
yang
bersangkutan sebagai suatu keputusan tersendiri. Sedangkan menurut Carl J. Frederick (dalam Winarno 2002:16), istilah kebijakan dapat diartikan sebagai: ”Suatu arah tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu yang memberikan hambatan-hambatan dan kesempatan-kesempatan terhadap kebijakan yang diusulkan untuk menggunakan dan mengatasi dalam rangka mencapai suatu tujuan atau merealisasikan suatu sasaran atau maksud tertentu”. Harold D. Laswell & Abraham Kaplam (dalam Islamy 1991:15) mengemukakan bahwa kebijakan merupakan suatu program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktek-praktek yang terarah. Sedangkan Amara Raksasataya (dalam Islamy 1991:16) merumuskan bahwa: ”Kebijakan sebagai suatu taktik dan strategi yang diarahkan untuk mencapai suatu tujuan. Oleh karena itu, suatu kebijakan harus memuat tiga elemen yaitu: identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai, taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk tujuan yang diinginkan, dan penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik dan strategi.” Hogwood dan Gunn dalam Wicaksono (2006:53) menyebutkan sepuluh penggunaan istilah kebijakan dalam pengertian modern, diantaranya: a. Sebagai label untuk sebuah bidang aktivitas (as a label for a field of activity) Contohnya: statemen umum pemerintah tentang kebijakan
16
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.
j.
ekonomi, kebijakan industry, atau kebijakan hukum dan ketertiban. Sebagai ekspresi tujuan umum atau aktivitas negara yang diharapkan (as expression of general purpose or desired state of affairs) Contohnya: untuk menciptakan lapangan kerja seluas mungkin atau pegembangan demokrasi melalui desentralisasi. Sebagai proposal spesifik (as specific proposal) Contohnya: membatasi pemegang lahan pertanian hingga 10 hektar atau menggratiskan pendidikan dasar. Sebagai keputusan pemerintah (as decesions of government) Contohnya: keputusan kebijakan sebagaimana yang diumumkan Dewan Perwakilan Rakyat atau Presiden. Sebagai otorisasi formal (as formal authorization) Contohnya: tindakan-tindakan yang diambil oleh parlemen atau lembaga-lembaga pembuat kebiijakan lainnya. Sebagai sebuah program (as a programe) Contohnya: sebagai ruang aktivitas pemerintah yang sudah didefinisikan, seperti program reformasi agrarian atau program peningkatan kesehatan perempuan. Sebagai output (as output) Contohnya: apa yang secara aktual telah disediakan, seperti sejumlah lahan yang diredistribusikan dalam program reformasi agraria dan jumlah penyewa yang terkena dampaknya. Sebagai hasil (as outcome) Contohnya: apa yang secara aktual tercapai, seperti dampak terhadap pendapatan petani dan standar hidup dan output agricultural dari program reformasi agararia. Sebagai teori atau model (as a theory or model) Contohnya apabila kamu melakukan x maka akan terjadi y, misalnya apabila kita meningkatkan insentif kepada industry manufaktur, maka output industry akan berkembang. Sebagai sebuah proses (as a process) Sebagai sebuah proses yang panjang yang dimulai dengan issues lalu bergerak melalui tujuan yang sudah di (setting), pengambilan keputusan untuk implementasi dan evaluasi.
Kebijakan dan politik menjadi istilah yang sama sekali berbeda. Bahasan serta retorika kebijakan menjadi instrumen utama rasionalitas publik. Hal ini seperti yang dikemukakan oleh Laswell dalam Wicaksono
17
(2006:53) sebagai berikut: "The word policy commonly use to designate the most important choices made either in organized or in private life... policy is free for many undesirable connotation clustered about the word political, which is often beleived to imply partisanship or corruption" (kata "kebijakan" pada umumnya dipakai untuk menunjukan pilihan terpenting yang diambil baik dalam kehidupan organisasi atau privat... "kebijakan" bebas dari konotasi yang dicakup dalam kata politis yang diyakini mengandung makna "keberpihakan" dan "korupsi"). Dari beberapa definisi kebijakan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan adalah suatu rangkaian konsep pokok dan asas yang menjadi garis besar dalam pelaksanaan suatu pekerjaan yang mengandung program pencapaian tujuan, nilai-nilai dan praktik-praktik yang terarah dengan dicirikan oleh konsistensi dan pengulangan tingkah laku dari mereka yang membuat dan mereka yang mematuhi keputusan tersebut.
2.1.2
Pengertian Publik Setelah mengetahui tentang pengertian kebijakan menurut beberapa
tokoh, maka pada bagian ini peneliti akan membahas mengenai pengertian publik. Tujuannya agar mengetahui apa itu publik sebelum membahas tentang kebijakan publik. Dalam kehidupan sehari-hari sering kali mendengar kata publik, sehingga sering timbul pertanyaan tentang apa itu publik? Dan siapakah publik tersebut. Publik memiliki beberapa pengertian. Poerwadaminta (dalam kamus Bahasa Indonesia) dengan mengadaptasi dari kata public dalam Bahasa
18
Inggris kedalam Bahasa Indonesia yaitu publik yang diartikan sebagai masyarakat umum, rakyat umum, orang banyak. Adapun dalam Bahasa Inggris kata public sendiri diartikan sebagai umum, masyarakat atau negara. Dalam bahasa Yunani, istilah public seringkali dipadankan pula dengan istilah Koinon atau dalam Bahasa Inggris dikenal dengan kata common
yang bermakna hubungan antar individu. Oleh karenanya public
seringkali dikonsepkan sebagai sebuah ruang yang berisi aktivitas manusia yang dipandang perlu untuk diatur atau diintervensi oleh pemerintah atau aturan sosial atau setidaknya oleh tindakan bersama. (Wicaksono, 2006:30) W.F.
Baber
sebagaimana
telah
dikutip
oleh
Massey
dalam
bukunya Managing Public Sector : A Comparative Analysis of the United Kingdom and the United State berpendapat bahwa sektor publik memiliki 10 ciri yang membedakan dengan sektor swasta (Wicaksono, 2006:30), diantaranya adalah: a. Sektor publik lebih kompleks dan mengemban tugas-tugas yang lebih ambigu, b. Sektor publik lebih banyak menghadapi problem dalam mengimplementasikan keputusan-keputusannya, c. Sektor publik lebih memanfaatkan lebih banyak orang yang memiliki motivasi yang sangat beragam, d. Sektor publik lebih banyak memperhatikan usaha mempertahankan peuang dan kapasitas. e. Sektor publik lebih banyak memperhatikan kompensasi atas keegagalan pasar, f. Sektor publik lebih banyak melakukan aktivitas yang memiliki signifikasi simbolik, g. Sektor publik lebih ketat dalam menjaga standar komitmen dan legalitas, h. Sektor publik mempunyai peluang yang lebih besar dalam merspon isu- isu keadilan dan kejujuran, i. Sektor publik harus beroperasi demi kepentingan publik, dan j. Sektor publik harus mempertahankan level dukungan publik minimal
19
di atas level yang dibutuhkan dalam industri swasta.
Setelah kita pahami apa dan siapa yang dimaksud dengan publik, selanjutnya kita akan memahami publik dalam berbagai perspektif. Menurut Carl J. Frederick (dalam Winarno 2002:16) terdapat lima model formal yang berkaitan dengan kedudukan konsep publik yang umum digunakan dalam ilmu-ilmu sosial yang dikaji dalam rangka revitalisasi. Kelima perspektif tersebut adalah sebagai berikut: 1.
2.
3.
4.
5.
Perspektif pluralis, di mana dalam perspektif ini publik dipandang sebagai konfigurasi dari berbagai kelompok-kelompok kepentingan. Setiap orang yang mempunyai kepentingan yang sama akan bergabung satu sama lain dan membentuk satu kelompok yang nantinya kelompok kepentingan tersebut berinteraksi dan berkompetisi untuk memperjuangkan kepentingan-kepentingan individu yang mereka wakili, khususnya dalam konteks pemerintahan. Perspektif pilihan publik, di mana perspektif ini berakar pada tradisi pemikiran utilitarian yang sangat menekankan pada soal kebahagiaan dan kepentingan individu, yang memandang bahwa publik seolah-olah sebagai konsumen dan pasar. Perspektif legislatif, di mana sifat pemerintah yang demokratis tidak selalu menggunakan sistem perwakilan secara langsung karena pada kenyataannya banyak pemerintahan yang demokratis, namun menggunakan sistem perwakilan secara tidak langsung. Asumsi perspektif ini adalah setiap pejabat yang diangkat untuk mewakili kepentingan publik, sehingga memiliki legitimasi mewujudkan perspektif publik dalam administrasi publik. Perspektif penyedia layanan, di mana perspektif ini memandang bahwa publik sebagai pelanggan yang harus dilayani. Dan pemerintah mempunyai tugas untuk melayani publik yang terdiri dari individu-individu dan kelompok-kelompok. Perspektif kewarganegaraan, di mana reformasi administrasi publik di Indonesia khususnya dan diberbagai dunia pada umumnya ditandai dengan tuntutan penting yakni tuntutan adanya pelayananpelayanan publik yang lebih terdidik dan terseleksi dasar miristrokasi, dan tuntutan agar setiap warga negara diberi informasi yang cukup agar dapat aktif dalam berbagai kegiatan publik dan dapat memahami konstitusi secara baik.
20
Mayor Polak (dalam Sunarjo 1984:19) memberikan definisi atau pengertian publik adalah: “sejumlah orang yang mempunyai minat sama terhadap suatu persoalan tertentu. Mempunyai minat yang sama tidak berarti mempunyai pendapat yang sama. Dengan demikian, publik adalah sejumlah orang yang berminat dan merasa tertarik terhadap suatu masalah dan berhasrat mencari suatu jalan keluar dengan mewujudkan tindakan yang konkret.”
Sedangkan definisi atau pengertian publik menurut Soekamto (dalam Sunarjo 1984:19) adalah kelompok yang tidak merupakan kesatuan. Interaksi terjadi secara tidak langsung melalui media komunikasi baik media komunikasi secara umum misalnya pembicaraan secara pribadi, desas-desus, melalui media komunikasi massa misalnya surat kabar, radio, televisi, dan sebagainya. Bogadus (dalam Sumarno 1990:24) mengatakan bahwa publik itu adalah sejumlah besar orang antara yang satu dengan yang lain tidak saling mengenal, akan tetapi semuanya mempunyai perhatian dan minat yang sama terhadap suatu masalah. Herbert Blumer (dalam Sastropoetro, 1990:108) mengemukakan ciri-ciri publik sebagai berikut: 1) Dikonfrontasikan atau dihadapkan pada suatu isu; 2) Terlibat dalam diskusi mengenai isu tersebut; 3) Memiliki perbedaan pendapat tentang cara mengatur isu. Sedangkan dalam perspektif peneliti sendiri, publik adalah masyarakat umum yang memiliki keinginan sama tapi dengan cara pandang berbeda dengan tujuan yang sama. Masyarakat merupakan sejumlah manusia dalam arti yang seluasluasnya dan terikat oleh suatu kebudayaan yang mereka anggap sama dan terpelajar. Masyarakat adalah keseluruhan antara hubungan-hubungan antar
21
manusia, Robert M. Maclver dalam Budiardjo (2008:46) mengatakan: “Masyarakat adalah suatu sistem hubungan-hubungan yang ditata (Society means a system of ordered relation).” Semua ilmu sosial mempelajari manusia sebagai anggota kelompok. Timbulnya kelompok-kelompok itu ialah karena dua sifat manusia yang bertentangan satu sama lain, di satu pihak dia ingin kerjasama, di pihak lain dia cenderung untuk bersaing dengan sesama manusia di dalam kehidupan berkelompok dan dalam hubungannya dengan manusia yang lain. Sedangkan menurut Harold Laswell dalam Budiardjo (2008:47), dalam mengamati masyarakat disekelilingnya yaitu masyarakat barat, merinci delapan nilai adalah kekuasaan (power), kekayaan (wealth), penghormatan (respect), kesehatan (well-being), kejujuran (rectitude), keterampilan (skill), pendidikan/penerangan (enlightenment), kasih-sayang (affection). Korten dalam Muluk (2005:43) menjelaskan istilah masyarakat yang secara populer merujuk pada sekelompok orang yang memiliki kepentingan bersama. Namun demikian, Ia justru lebih memilih pengertian yang berasal dari dunia ekologi dengan menerjemahkan masyarakat sebagai ”an interacting population of organisms (individuals) living in a common location”.
2.1.3
Kebijakan Publik Setelah mengetahi definisi tentang kebijakan dan publik, maka pada
bagian ini peneliti membahas tentang definisi kebijakan publik. Kebijakan publik menurut Thomas R. Dye (dalam Nugroho 2003:4) sering dirumuskan kedalam definisi yang sederhana yaitu sebagai segala sesuatu yang dikerjakan
22
dan tidak dikerjakan oleh pemerintah. Kebijakan publik merupakan suatu proses yang mencakup pula tahap implementasi dan evaluasi, sehingga definisi kebijakan publik diatas yang hanya menekankan pada apa yang diusulkan atau yang dilakukan menjadi kurang memadai atau kurang tepat. Untuk itu pengertian kebijakan publik akan ditinjau lebih lanjut oleh beberapa ahli. Menurut George C. Edward III & Ira Sharkansky (dalam Islamy 1991:22) kebijakan publik adalah apa yang dinyatakan dan dilakukan atau tidak dilakukan oleh pemerintah, kebijakan publik itu berupa sasaran atau tujuan program-program pemerintah. Sedangkan Edi Suharto (2005:44) merumuskan beberapa definisi dari kebijakan publik yaitu: 1.
2.
3.
4.
5.
Sebagai tindakan yang dibuat dan diimplementasikan oleh badan pemerintah yang memiliki kewenangan hukum, politis dan finansial untuk melakukannya. Sebuah reaksi terhadap kebutuhan dan masalah dunia nyata, dimana kebijakan publik berupaya merespon masalah atau kebutuhan konkrit yang berkembang di masyarakat. Seperangkat tindakan yang berorientasi pada tujuan, dimana kebijakan publik biasanya bukanlah sebuah keputusan tunggal melainkan terdiri dari beberapa pilihan tindakan atau strategi yang dibuat untuk mencapai tujuan tertentu demi kepentingan orang banyak. Sebuah keputusan untuk melakukan atau tidak melakukan sesuatu, dimana kebijakan publik pada umumnya merupakan tindakan kolektif untuk memecahkan masalah sosial. Namun, kebijakan publik bisa juga dirumuskan berdasarkan keyakinan bahwa masalah sosial akan dapat dipecahkan oleh kerangka kebijakan yang sudah ada dan karenanya tidak memerlukan tindakan tertentu. Sebuah justifikasi yang dibuat oleh seseorang atau beberapa orang aktor, dimana kebijakan publik berisi sebuah pernyataan atau justifikasi terhadap langkah-langkah atau rencana tindakan yang telah dirumuskan, bukan sebuah maksud atau janji yang belum dirumuskan. Keputusan yang telah dirumuskan dalam kebijakan publik bisa dibuat oleh sebuah badan pemerintah, maupun oleh beberapa perwakilan lembaga pemerintah.
23
Carl J. Frederick (dalam Nugroho 2003:4) menjelaskan bahwa kebijakan publik sebagai: ”Serangkaian tindakan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada, dimana kebijakan yang diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan tertentu”. Menurut Nugroho (2003:4) kebijakan publik yang terbaik adalah kebijakan yang mendorong setiap warga masyarakat untuk membangun daya saingnya masing-masing, dan bukan semakin menjerumuskan ke dalam pola ketergantungan. Dimana kebijakan publik hadir dengan tujuan tertentu yaitu untuk mengatur kehidupan bersama untuk mencapai tujuan, visi dan misi bersama yang telah disepakati. Dengan kata lain, kebijakan publik adalah jalan mencapai tujuan bersama yang dicita-citakan. David Easton (dalam Nugroho 2003:50) menggambarkan kebijakan publik sebagai pengaruh (impact) dari aktivitas pemerintah. Easton juga menambahkan bahwa ciri khusus yang melekat dari kebijakan publik bersumber pada kenyataan bahwa kebijakan itu dirumuskan oleh orang-orang yang memiliki wewenang dalam sistem politik, yakni para ketua adat, para ketua suku, para eksekutif, para legislator, para hakim, para administrator, para monarki dan lain sebagainya. Penjelasan ini membawa implikasi tertentu terhadap kebijakan publik yaitu: 1.
2.
Kebijakan publik lebih merupakan tindakan yang mengarah pada tujuan daripada sebagai perilaku atau tidakan yang serba acak dan kebetulan; Kebijakan pada hakikatnya terdiri atas tindakan-tindakan yang saling berkait dan berpola yang mengarah pada tujuan tertentu yang
24
3. 4.
dilakukan oleh pejabat-pejabat pemerintah dan bukan merupakan keputusan-keputusan yang berdiri sendiri; Kebijakan bersangkut paut dengan apa yang senyatanya dilakukan oleh pemerintah dalam bidang-bidang tertentu; Kebijakan publik mungkin berbentuk positif (mencakup beberapa bentuk tindakan pemerintah yang dimaksudkan untuk mempengaruhi masalah tertentu), dan mungkin berbentuk negatif (mencakup keputusan-keputusan pejabat pemerintah untuk tidak bertindak atau tidak melakukan tindakan apapun dalam masalahmasalah dimana campur tangan pemerintah diperlukan. (Nugroho 2003:50)
Hakikat kebijakan publik sebagai jenis tindakan yang mengarah pada tujuan tersebut diatas dapat kita pahami lebih baik lagi apabila kebijakan itu kita perinci lebih lanjut kedalam beberapa kategori sebagai berikut: 1.
2.
3. 4.
5.
Policy Demands (tuntutan kebijakan), yaitu tuntutan atau desakan yang ditujukan pada pejabat-pejabat pemerintah yang dilakukan oleh aktor-aktor lain, baik swasta ataupun kalangan pemerintah sendiri, dalam sistem politik untuk melakukan tindakan tertentu atau sebaliknya untuk tidak berbuat sesuatu terhadap masalah tertentu. Policy Decision (keputusan kebijakan), yaitu keputusan-keputusan yang dibuat oleh pejabat pemerintah yang dimaksudkan untuk memberikan keabsahan, kewenangan atau memberikan arah terhadap pelaksanaan kebijakan publik. Policy Statement (pernyataan kebijakan), yaitu pernyataan resmi atau artikulasi (penjelasan) mengenai kebijakan publik tertentu. Policy Output (keluaran kebijakan), yaitu merupakan wujud kebijakan publik yang paling dapat dilihat dan dirasakan karena menyangkut hal-hal yang senyatanya dilakukan guna merealisasikan apa yang telah digariskan dalam keputusankeputusan dan pernyataan-pernyataan kebijakan. Policy Outcomes (hasil akhir kebijakan), yaitu akibat-akibat atau dampak yang benar-benar dirasakan oleh masyarakat baik yang diharapkan maupun yang tidak diharapkan sebagai konsekuensi dari adanya tindakan pemerintah dalam bidang-bidang atau masalahmasalah tertentu yang ada dalam masyarakat. (Solichin 2005:5-7)
Definisi kebijakan publik menurut Eystone (1971:18) (dalam Wahab 2012:13) ialah “the relationship of governmental unit to its environment” (antar hubungan yang berlangsung di antara unit/satuan pemerintahan dengan
25
lingkungannya). Demikian pula definisi menurut Wilson (2006:154) (dalam Wahab 2012:13) yang merumuskan kebijakan publik sebagai berikut: “The actions, objectives and pronouncements of governments on particular matters, the steps they take (or fail to take) to implement them,and the explanations they give for what happens (or does not happen)” (tindakan-tindakan, tujuan-tujuan dan pernyataan-pernyataan pemerintah mengenai masalah-masalah tertentu, langkah-langkah yang telah/sedang diambil (atau gagal diambil) untuk diimplementasikan dan penjelasan-penjelasan yang diberikan oleh mereka mengenai apa yang telah terjadi (atau tidak terjadi). Definisi lain, yang tak kalah luasnya, dikemukakan oleh Dye (dalam Wahab 2012:14) yang menyatakan bahwa kebijakan publik ialah “whatever governments choose to do or not to do” (pilihan tindakan apa pun yang dilakukan atau tidak ingin dilakukan oleh pemerintah). Sedangkan, pakar Inggris, W.I. Jenkins (1978:15) (dalam Wahab 2012:15) merumuskan kebijakan publik adalah sebagai berikut: “A set of interrelated decisions taken by a political actor or group of actors concerning the selection of goals and the means of achieving them within a specified situation where these decisions should, in principle, be within the power of these actors to achieve” (serangkaian keputusan yang saling berkaitan yang diambil oleh seorang aktor politik atau sekelompok aktor, berkenaan dengan tujuan yang telah dipilih beserta cara-cara untuk mencapainya dalam suatu situasi. Keputusankeputusan itu pada prinsipnya masih berada dalam batas-batas kewenangan kekuasaan dari para aktor tersebut). Chief J. O. Udoji, seorang pakar dari Nigeria (1981) (dalam Wahab 2012:15), telah mendefinisikan kebijakan publik sebagai “an santioned course of action addressed to a particular problem or group of related problems that affect society at large” (suatu tindakan bersanksi yang mengarah pada suatu
26
tujuan tertentu yang saling berkaitan dan memengaruhi sebagian besar warga masyarakat). Pakar Perancis, Lemieux (dalam Wahab 2012:15) merumuskan kebijakan publik sebagai berikut: “The product of activities aimed at the resolution of public problems in the environment by political actors whose relationship are structured. The entire process evolves over time” (produk aktivitas-aktivitas yang dimaksudkan untuk memecahkan masalah-masalah publik yang terjadi di lingkungan tertentu yang dilakukan oleh aktor-aktor politik yang hubungannya terstruktur. Keseluruhan proses aktivitas itu berlangsung sepanjang waktu). Definisi lain mengenai kebijakan publik menurut Friedrich (1969:79) dalam Agustino (2008:7) adalah sebagai berikut: “Serangkaian tindakan/kegiatan yang diusulkan oleh seseorang, kelompok atau pemerintah dalam suatu lingkungan tertentu dimana terdapat hambatan-hambatan (kesulitan-kesulitan) dan kemungkinankemungkinan (kesempatan-kesempatan) dimana kebijakan tersebut diusulkan agar berguna dalam mengatasinya untuk mencapai tujuan yang dimaksud”. Sedangkan, Anderson (1984:3) dalam Agustino (2008:7) memberikan pengertian atas definisi kebijakan publik, dalam bukunya Public Policy Making, adalah serangkaian tindakan yang mempunyai maksud/tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seorang aktor atau sekelompok aktor yang berhubungan dengan suatu permasalahan atau suatu hal yang diperhatikan. Laswell dan Kaplan dalam Subarsono (2011:3) berpendapat bahwa kebijakan publik hendaknya berisi tujuan, nilai-nilai, dan praktika-praktika sosial yang ada dalam masyarakat.
27
Menurut Agustino (2008:8) beberapa karakteristik utama dari suatu kebijakan publik adalah sebagai berikut: 1)
2)
3)
4)
5)
Pada umumnya kebijakan publik perhatiannya ditujukan pada tindakan yang mempunyai maksud atau tujuan tertentu daripada perilaku yang berubah atau acak. Kebijakan publik pada dasarnya mengandung bagian atau pola kegiatan yang dilakukan oleh pejabat pemerintah daripada keputusan yang terpisah-pisah. Kebijakan publik merupakan apa yang sesungguhnya dikerjakan oleh pemerintah dalam mengatur perdagangan, mengontrol inflasi, atau menawarkan perumahan rakyat. Kebijakan publik dapat berbentuk positif maupun negatif. Secara positif, kebijakan melibatkan beberapa tindakan pemerintah yang jelas dalam menangani suatu permasalahan; secara negatif, kebijakan publik dapat melibatkan suatu keputusan pejabat pemerintah untuk tidak melakukan suatu tindakan atau tidak mengerjakan apapun, padahal dalam konteks tersebut keterlibatan pemerintah amat diperlukan. Kebijakan publik, paling tidak secara positif didasarkan pada hukum dan merupakan tindakan yang bersifat memerintah.
Michael Howlet dan M. Ramesh (1995:11) (dalam Subarsono 2011:13) menyatakan bahwa proses kebijakan publik terdiri dari lima tahapan sebagai berikut: a.
b.
c.
d.
e.
Penyusunan Agenda (Agenda Setting) Penyusunan agenda yakni suatu proses agar suatu masalah bisa mendapat perhatian dari pemerintah. Formulasi Kebijakan (Policy Formulation) Formulasi kebijakan yakni proses perumusan pilihan-pilihan kebijakan oleh pemerintah. Pembuatan Kebijakan (Decision Making) Pembuatan kebijakan yakni proses ketika pemerintah memilih untuk melakukan suatu tindakan atau tidak melakukan sesuatu tindakan. Implementasi Kebijakan (Policy Implementation) Implementasi kebijakan yaitu proses untuk melaksanakan kebijakan supaya mencapai hasil. Penilaian/Evaluasi Kebijakan (Policy Evalution) Evaluasi kebijakan yakni proses untuk memonitor dan menilai hasil atau kinerja kebijakan.dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional, artinya evaluasi kebijakan.
28
Dengan demikian, dari beberapa pengertian kebijakan publik diatas dan dengan mengikuti paham bahwa kebijakan publik itu harus berorientasi kepada kepentingan masyarakat, maka dapat disimpulkan bahwa kebijakan publik itu adalah rangkaian tindakkan yang ditetapkan dan dilaksanakan atau tidak dilaksanakan oleh pemerintah yang berorientasi pada tujuan tertentu demi kepentingan seluruh masyarakat. 2.1.4
Implementasi Kebijakan Dalam hal membuat kebijakan publik memang tidak semudah membalik
telapak tangan, perlu dilakukan sebuah analisis yang komprehensif. Adapun siklus skematik dalam pembuatan kebijakan publik menurut Riant Nugroho adalah sebagai berikut : Gambar 2.1 Siklus Skematik Dalam Pembuatan Kebijakan Publik (Nugroho 2003:73)
Dari gambar tersebut dapat dijelaskan dalam sekuensi sebagai berikut: 1.
Terdapat isu atau masalah publik. Disebut isu apabila masalahnya bersifat strategis yakni bersifat mendasar, menyangkut banyak orang atau bahkan keselamatan bersama, biasanya berjangka panjang, tidak bisa diselesaikan oleh perorangan, dan memang
29
2.
3.
4.
5.
harus diselesaikan. Isu ini diangkat sebagai agenda politik untuk diselesaikan. Isu ini yang kemudian akan menggerakkan pemerintah untuk merumuskan kebijakan publik dalam rangka menyelesaikan permasalahan tersebut. Rumusan kebijakan ini akan menjadi hukum bagi seluruh warga negara termasuk pimpinan negara. Setelah kebijakan publik tersebut dirumuskan, kemudian kebijakan publik tersebut dilaksanakan baik oleh pemerintah, masyarakat, ataupun pemerintah bersama-sama masyarakat. Namun di dalam proses perumusan, pelaksanaan dan setelah pelaksanaan, diperlukan tindakan evaluasi sebagai sebuah siklus baru sebagai penilaian apakah kebijakan tersebut sudah dirumuskan dengan baik dan benar, dan diimplementasikan dengan baik dan benar pula. Implementasi kebijakan harus bermuara pada output yang dapat berupa kebijakan itu sendiri maupun berupa manfaat langsung yang dapat dirasakan oleh pemanfaat.
Dengan melihat skema tersebut diatas maka peneliti menilai bahwa terdapat tiga kegiatan pokok dalam kebijakan publik, yaitu: (i) perumusan kebijakan; (ii) implementasi kebijakan; dan (iii) evaluasi kebijakan. Menurut Sidney (dalam Fischer, Miller and Sidney, 2007:79) perumusan kebijakan adalah tahapan untuk menjawab terhadap sejumlah pertanyaan “apa”, yakni: apa rencana untuk menyelesaikan masalah? Apa yang menjadi tujuan dan prioritas? Pilihan apa yang tersedia untuk mencapai tujuan tersebut? Apa terkait dengan setiap alternatif? Evaluasi kebijakan adalah kegiatan yang menyangkut estimasi atau penilaian kebijakan yang mencakup substansi, implementasi dan dampak (Anderson 1975:57). Evaluasi kebijakan dipandang sebagai suatu kegiatan fungsional. Artinya, evaluasi kebijakan tidak hanya dilakukan pada tahap akhir saja melainkan kepada seluruh proses kebijakan.Evaluasi mencakup kesimpulan, klarifikasi, kritik, penyesuaian dan perumusan masalah kembali.
30
Implementasi kebijakan pada dasarnya adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya, tidak lebih dan tidak kurang. Untuk mengimplementasikan kebijakan publik, maka terdapat dua pilihan langkah yang ada yaitu langsung mengimplementasikan dalam bentuk programprogram, dan melalui formulasi kebijakan derivat atau turunan dari kebijakan publik tersebut. Implementasi kebijakan sesungguhnya bukanlah sekedar mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik kedalam prosedurprosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi, melainkan lebih dari itu, yakni menyangkut masalah konflik, keputusan dan siapa yang memperoleh apa dari suatu kebijakan. Winarno (2002:101) mendefinisikan implementasi kebijakan sebagai ”alat administrasi hukum dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur dan teknik yang bekerja bersama-sama untuk menjalankan kebijakan guna meraih dampak atau tujuan yang diinginkan.” Sedangkan Nugroho (2003:153) menjelaskan bahwa implementasi kebijakan adalah cara agar sebuah kebijakan dapat mencapai tujuannya. Masih menurut Nugroho, bahwa terdapat beberapa model dari implementasi kebijakan. Model-model tersebut dipaparkan oleh beberapa tokoh yang berpengaruh dalam disiplin ilmu kebijakan publik. Berikut model-model tersebut yang dipaparkan oleh Nugroho (2003:167-177): 1.
Model yang paling klasik yakni model yang diperkenalkan oleh Donal Van Meter dan Carl Van Horn pada tahun 1975, dimana model ini mengandaikan bahwa implementasi kebijakan berjalan secara linier dari kebijakan publik, implementator, dan kinerja kebijakan publik. Menurut mereka terdapat empat variabel yang mempengaruhi kebijakan publik, yaitu: (i) aktivitas implementasi dan komunikasi antar organisasi; (ii) karakteristik dari agen
31
pelaksana atau implementator; (iii) kondisi ekonomi, sosial dan politik; serta (iv) kecenderungan dari pelaksana atau implementator. 2. Model ”Kerangka Analisis Implementasi” yang dipaparkan oleh Daniel Mazmanian dan Paul A. Sabatier pada tahun 1983, yang mengklasifikasikan proses implementasi kebijakan kedalam tiga variabel yaitu : i. Variabel independen, yakni mudah tidaknya masalah dikendalikan yang berkenaan dengan indikator masalah teori dan teknis pelaksanaan, keragaman obyek, dan perubahan seperti apa yang dikehendaki. ii. Variabel dependen, yakni tahapan dalam proses implementasi dengan lima tahapan. Tahapan tersebut adalah pemahaman dari lembaga/badan pelaksana dalam bentuk disusunnya kebijakan pelaksana, kepatuhan obyek, hasil nyata tersebut, dan akhirnya mengarah kepada revisi atas kebijakan yang dibuat dan dilaksanakan tersebut ataupun keseluruhan kebijakan yang bersifat mendasar. iii. Variabel intervening, yakni variabel kemampuan kebijakan untuk menstrukturkan proses implementasi dengan indikator kejelasan dan konsistensi tujuan, dipergunakanya teori kausal, ketepatan alokasi sumberdana, keterpaduan hirarkis diantara lembaga pelaksana, aturan pelaksana dari lembaga pelaksana, dan perekrutan pejabat pelaksana dan keterbukaan terhadap pihak luar, dan variabel yang ada diluar kebijakan yang mempengaruhi proses implementasi yang berkaitan dengan kondisi sosio ekonomi dan teknologi, dukungan publik, sikap dan risorsis dari konstituen, dukungan pejabat yang lebih tinggi, dan komitmen serta kualitas kepemimpinan dari pejabat pelaksana. 3. Model Brian W. Hoogwood dan Lewis A. Gun tahun 1978, yang mendasarkan pada konsep manajemen strategis yang mengarah kepada praktek manajemen yang sistematis dan tidak meninggalkan kaidah-kaidah pokok kebijakan publik, sehingga konsep ini tidak secara tegas menjelaskan mana yang bersifat politis, strategis, dan teknis atau operasional. Menurut kedua pakar ini, untuk melakukan implementasi kebijakan diperlukan beberapa syarat yaitu : (i) Berkenaan dengan jaminan bahwa kondisi eksternal yang dihadapi oleh lembaga/badan pelaksana tidak akan menimbulkan masalah yang besar; (ii) Apakah untuk melaksanakannya tersedia sumber daya yang memadai, termasuk sumber daya waktu; (iii) Apakah perpaduan sumber-sumber yang diperlukan benar-benar ada; (iv) Apakah kebijakan yang akan diimplementasikan didasari hubungan kausal yang handal; (v) Ada berapa banyak hubungan kausalitas yang terjadi; (vi) Apakah hubungan saling ketergantungan kecil; (vii) Pemahaman yang mendalam dan kesepakata terhadap tujuan; (viii) Tugas-tugas telah dirinci dan ditempatkan dalam urutan yang
32
4.
5.
6.
2.1.5
benar; (ix) Komunikasi dan koordinasi yang sempurna; serta (x) Pihak-pihak yang memiliki wewenang kekuasaan dapat menuntut dan mendapatkan kepatuhan yang sempurna. Model Merilee S. Grindle tahun 1980. Model ini ditentukan oleh isi kebijakan dan konteks implementasinya, dimana ide dasarnya adalah bahwa setelah kebijakan ditransformasikan, maka implementasi kebijakan dilakukan sehingga keberhasilannya ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Adapun isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan. Sementara itu, konteks implementasinya adalah kekuasaan (kepentingan dan strategi aktor yang terlibat), karakteristik lembaga dan penguasa, kepatuhan dan daya tanggap. Model yang disusun oleh Richard Elmore (1979), Michael Lipsky (1971), dan Benny Hjern & David O’Porter (1981). Dimana model ini dimulai dari mengidentifikasi jaringan aktor yang terlibat didalam proses pelayanan dan menanyakan kepada mereka: tujuan, strategi, aktivitas, dan kontak-kontak yang mereka miliki. Model implementasi ini didasarkan pada jenis kebijakan publik yang mendorong masyarakat untuk mengerjakan sendiri implementasi kebijakannya atau masih melibatkan pejabat pemerintah, namun hanya ditataran bawah. Model yang dikembangkan oleh George C. Edward III yang disebut dengan model ”Direct and Indirect Impact on Implementation”. Dalam pendekatan ini, terdapat empat variabel yang sangat menentukan keberhasilan implementasi suatu kebijakan, yaitu : (i) Variabel komunikasi; (ii) Variabel sumber daya; (iii) Variabel disposisi; dan (iv) Variabel struktur birokrasi.
Implementasi Kebijakan Model Merille S. Grindle Pendekatan implementasi kebijakan yang dikembangkan oleh
Grindle
dikenal
Administrative
dengan Process.
Implementation Menurutnya
as
A
keberhasilan
Political
and
implementasi
kebijakan dapat dilihat dari dua hal, yaitu: 1)
Dilihat
dari
prosesnya,
dengan
mempertanyakan
apakah
pelaksanaan kebijakan sesuai dengan yang ditentu kan (design)
33
dengan merujuk pada aksi kebijakannya. 2)
Apakah tujuan kebijakan tercapai. Dimensi ini diukur dengan melihat dua faktor, yaitu: a.
Efeknya pada masyarakat secara individu dan kelompok.
b.
Tingkat perubahan yang terjadi serta penerimaan kelompok sasaran dan perubahan yang terjadi.
Keberhasilan implementasi kebijakan juga sangat ditentukan oleh tingkat implementability kebijakan itu sendiri, yaitu yang terdiri dari Content of Poliy dan Context of Policy. 1) Content of Policy menurut Grindle dalam Nugroho (2003:176) adalah: a. Interest Affected (kepentingan-kepentingan yang mempengaruhi). Berkaitan dengan berbagai kepentingan yang mempengaruhi suatu implementasi kebijakan. Ind ikator ini berargumen bahwa suatu kebijakan dalam pelaksanaannya pasti melibatkan banyak kepentingan, dan sejauh mana kepentingan-kepentingan tersebut membawa pengaruh terhadap implementasinya. b. Type of Benefit (tipe manfaat). Pada poin ini Content of Policy berupaya untuk menunjukan atau menjelaskan bahwa dalam suatu kebijakan harus terdapat beberapa jenis manfaat yang menunjukan dampak positif yang dihasilkan oleh pengimplementasian kebijakan yang hendak dilaksanakan. c. Extent of Change Envision (derajat perubahan yang ingin dicapai). Setiap kebijakan mempunyai target yang hendak dan ingin dicapai. Adapun yang ingin dijelaskan pada poin ini adalah bahwa seberapa besar perubahan yang hendak atau ingin dicapai melalui suatu implementasi kebijakan harus mempunyai skala yang jelas. d. Site of Decision Making (letak pengambilan keputusan). Pengambilan keputusan dalam suatu kebijakan mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan suatu keb ijakan, maka pada bagian ini harus dijelaskan dimana letak pengambilan keputusan dari suatu kebijakan yang hendak di implementasikan. e. Program Implementer (pelaksana program). Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus di
34
dukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Hal ini harus terdata atau terpapar dengan baik pada bagian ini. f. Resources Commited (sumber-sumber daya yang digunakan). Pelaksanaan suatu kebijakan juga harus didukung oleh sumbersumber daya yang mendukung agar pelaksanaannya berjalan dengan baik. 2) Context of Policy menurut Grindle dalam Nugroho (2003:177) adalah: a. Power, Interest and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingn dan strategi dari aktor yang terlibat). Dalam suatu kebijakan perlu diperhitungkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan-kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para aktor guna memperlancar jalanya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh, seperti panggang jauh dari api. b. Institution and Regime Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa). Lingkungan dimana suatu kebijakan dilaksanakan juga berpengaruh terhadap keberhasilannya, maka pada bagian ini ingin dijelaskan karakteristik dari lembaga yang akan turut mempengaruhi suatu kebijakan. c. Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana). Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para pelaksana, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauh mana kepatuhan dan respon dari pelaksana dalam menanggapi suatu kebijakan. Setelah pelaksanaan kebijakan yang dipengaruhi oleh isi atau konten dan lingkungan atau konteks yang diterapkan, maka akan dapat diketahui apakah para pelaksana kebijakan dalam membuat sebuah kebijakan sesuai dengan apa yang diharapkan, juga dapat diketahui apakah suatu kebijakan dipengaruhi oleh suatu lingkungan, sehingga tingkat perubahan yang diharapkan terjadi.
35
2.1.6
Kredit Usaha Rakyat KUR adalah skema kredit/pembiayaan modal kerja dan atau investasi
yang khusus diperuntukkan bagi Usaha Mikro Kecil Menengah dan koperasi (UMKMK) di bidang usaha produktif yang usahanya layak (feasible) namun mempunyai keterbatasan dalam pemenuhan persyaratan yang ditetapkan Perbankan
(belum bankable).
KUR
merupakan
program
pemberian
kredit/pembiayaan dengan nilai dibawah 5 (lima) juta rupiah dengan pola penjaminan oleh Pemerintah dengan besarnya coverage penjaminan maksimal 70% dari plafon kredit Lembaga penjaminnya adalah PT Jamkrindo dan PT Askrindo. Tujuan program KUR adalah mengakselerasi pengembangan kegiatan perekonomian di sektor riil dalam rangka penanggulangan dan pengentasan kemiskinan serta perluasan kesempatan kerja. Secara lebih rinci, tujuan program KUR adalah sebagai berikut: a. b. c.
Mempercepat pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, danKoperasi (UMKMK). Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM & Koperasi kepada Lembaga Keuangan. Sebagai upaya penanggulangan / pengentasan kemiskinandan perluasan kesempatan kerja.
Penyaluran KUR diatur oleh pemerintah melalui Peraturan Menteri Keuangan No. 135/PMK.05/2008 tentang Fasilitas Penjaminan Kredit Usaha Rakyat yang telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan No. 10/PMK.05/2009. Beberapa ketentuan yang dipersyaratkan oleh pemerintah dalam penyaluran KUR adalah sebagai berikut :
36
a. UMKM-K yang dapat menerima fasilitas penjaminan adalah usaha produktif yang feasible namun belum bankable dengan ketentuan: 1. merupakan debitur baru yang belum pernah mendapat kredit/ pembiayaan dari perbankan yang dibuktikan dengan melalui Sistem Informasi Debitur (SID) pada saat Permohonan Kredit/Pembiayaan diajukan dan/ atau belum pernah memperoleh fasilitas Kredit Program dari Pemerintah; 2. khusus untuk penutupan pembiayaan KUR antara tanggal Nota Kesepakatan Bersama (MoU) Penjaminan KUR dan sebelum addendum I (tanggal 9 Oktober 2007 s.d. 14 Mei 2008), maka fasilitas penjaminan dapat diberikan kepada debitur yang belum pernah mendapatkan pembiayaan kredit program lainnya; 3. KUR yang diperjanjikan antara Bank Pelaksana dengan UMKM-K yang bersangkutan b. KUR disalurkan kepada UMKM-K untuk modal kerja dan investasi dengan ketentuan: 1. Untuk kredit sampai dengan Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah), tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/setara 24% (dua puluh empat persen) efektif per tahun 2. Untuk kredit diatas Rp. 5.000.000 (lima juta rupiah) sampai dengan Rp. 500.000.000 (lima ratus juta rupiah), tingkat bunga kredit/margin pembiayaan yang dikenakan maksimal sebesar/setara 16% (enam belas persen) efektif per tahun. c. Bank pelaksana memutuskan pemberian KUR berdasarkan penilaian terhadap kelayakan usaha sesuai dengan asas-asas perkreditan yang sehat, serta dengan memperhatikan ketentuan yang berlaku.
2.2
Penelitian Terdahulu Sebagai bahan pertimbangan dalam penelitian ini akan di cantumkan
beberapa hasil penelitian terdahulu oleh beberapa peneliti yang pernah peneliti baca diantaranya : 1.
Tesis dengan judul Analisis Implementasi Kebijakan Sekolah Gratis (Kasus di SD Negeri Cileungsi 06 dan SD Negeri Cinyosog 02 Bogor) oleh Supriyatno Paskasarjana Prodi Ilmu Administrasi FISIP Universitas Indonesia pada tahun 2010. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui permasalahan berkaitan dengan implementasi kebijakan sekolah gratis yang
37
dirumuskan pemerintah di tinjau dari empat aspek implemantasi kebijakan yakni faktor komunikasi, sumber daya, disposisi dan struktur birokrasi di Cileungsi Kabupaten Bogor. Hasil penelitian dan temuan adalah sebagai berikut : Implementasi kebijakan sekolah gratis dilihat dari : 1) Faktor-faktor komunikasi, adalah: a) Banyaknya pihak yang terlibat memadai dilihat dari kemampuan bekerja; b) Media efektif dilihat dari sampainya pesan-pesan sekolah gratis pada masyarakat; dan c) Waktu sosialisasi efektif; 2) Faktor sumber daya, manusia kurang efektif dilihat dari keterbatasan wewenang pengelola dalam memanfaatkan dana sekolah gratis melalui BOS;3) Faktor sikap (disposisi), respon masyarakat positif begitu juga komitmen para pengelola sekolah gratis; dan 4) Faktor Struktur Birokrasi,:a) Mekanisme penyaluran dana mengalami hambatan dalam waktu penerimaan; b) Mekanisme pelaporan sesuai dengan pedoman sekolah gratis. 2.
Skripsi dengan judul Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah di Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang oleh Novayanti Sopia Rukmana S. Jurusan Ilmu Administrasi Prodi Administrasi Negara FISIP Universitas Hasanuddin pada tahun 2013. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah di Puskesmas Sumbang Enrekang. Masalah yang diteliti adalah sejauh mana sasaran dari program jaminan kesehatan gratis daerah. Pendekatan penelitian yang digunakan adalah kualitatif deskriptif dan didukung dengan data sekunder. Jenis data yang digunakan adalah data primer diperoleh dari hasil wawancara dan data sekunder diperoleh dari data pengolahan data dan
38
observasi. Teknik analisis data dimulai dari pengumpulan informasi melalui wawancara dan pada tahap akhir dengan menarik kesimpulan. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa pelaksanaan Implementasi Program Jaminan Kesehatan Gratis Daerah yang diterapkan di Puskesmas Sumbang Kecamatan Curio Enrekang belum maksimal dan banyak kekurangan dari segi pelaksanaanya ,misalnya dari segi sumberdaya manusia yang masih belum memadai dibanding dengan luasnya wilayah kerja dari Puskesmas Sumbang itu sendiri dan jumlah pasien yang setiap tahunnya meningkat, juga dari segi komunikasi antar pelaksana yang masih kurang, sehingga masyarakat belum mengetahui sepenuhnya tentang program dari Jamkesda. 3.
Skripsi dengan judul Implementasi Program Jaminan Kesehatan Masyarakat (JAMKESMAS) di Puskesmas Jagir Surabaya oleh Norman Andika Prodi Ilmu Administrasi Negara FISIP Universitas Pembangunan Nasional “Veteran” Jawa Timur pada tahun 2010. Hasil dari penelitian ini, pelaksanaan program Jamkesmas di Puskesmas Jagir sesuai dengan tujuan yaitu biaya pelayanan, cakupan pelayanan, kualitas pelayanansudah dilaksanakan dengan cukup baik, kendala dalam proses pelayanan yaitu kurangnya petugas, dan kurangnya kebersihan fasilitas di Puskesmas jagir. Kesimpulan hasil penelitian ini secara keseluruhan adalah pelaksanaan Program Jamkesmas di Puskesmas Jagir sudah terimplementasi sesuai dengan tujuan yang terdapat pada keputusan Menteri Kesehatan No 125/MENKES/SK/II/2008 tentang pedoman penyelenggaran Program Jaminan Kesehatan Masyarakat yaitu meningkatnya akses dan mutu
39
pelayanan kesehatan terhadap seluruh masyarakat miskin dan tidak mampu agar tercapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal secara efektif sehingga tercipta masyarakat miskin yang sehat dan produktif untuk menunjang program pengentasan kemiskinan.
2.3
Kerangka Berfikir Kerangka berpikir dalam penelitian ini menggambarkan alur pemikiran
peneliti mengenai fokus penelitian. Berdasarkan observasi awal yang peneliti lakukan, peneliti menemukan beberapa masalah yang dapat menghambat pelaksanaan program KUR. Seperti : 1) Kebijakan program KUR tidak tepat sasaran, program KUR yang merupakan program pemerintah yang dikhususkan bagi pelaku usaha kecil dan mikro justru dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha atau dinikmati oleh mereka yang ternyata mampu melakukan pinjaman tanpa perlu jaminan dari pemerintah; 2) Minimnya sosialisasi yang dilakukan baik oleh pemerintah maupun oleh Bank pelaksana; 3) Rendahnya partisipasi dalam program KUR, karena adanya ketakutan akan suku bunga yang ada di bank, serta ada anggapan dari masyarakat bahwa jika berurusan dengan bank pasti melibatkan jaminan sementara mayoritas warga tidak memiliki jaminan selain usaha yang dijalankan. Teori implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model teori implementasi yang dipaparkan oleh Merilee S. Griendle (1980). Model ini memaparkan bahwa, implementasi kebijakan ditentukan oleh 2 faktor yaitu: isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasinya (context of policy). Ide
40
dasarnya dari teori ini adalah bahwa setelah kebijakan dilaksanakan, maka kebijakan
bisa
dilihat
keberhasilannya
yang
ditentukan
oleh
derajat
implementability dari kebijakan tersebut. Adapun isi kebijakannya mencakup: (i) Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya
yang dikerahkan. Sedangkan konteks
implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and Strategy of Actor Involved (kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan strategi dari aktor yang terlibat); (ii) Institution
and
Regime Characteristic
(karakteristik lembaga dan
rezim yang berkuasa); serta (iii) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan
adanya respon dari pelaksana). Berdasarkan teori Merilee S.
Grindle ini, kita dapat mengetahui apakah implementasi Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung sudah berjalan optimal atau belum. Maka
untuk
mempermudah
memahami
menggambarkan kerangka berfikirnya sebagai berikut:
Gambar 2.2. Skema Kerangka Berpikir
alur
berfikir
peneliti
41
Identifikasi Masalah : 1. 2. 3.
Program KUR yang kurang tepat sasaran karena juga dinikmati oleh masyarakat yang tidak memiliki usaha. Minimnya sosialisasi yang dilakukan dari pihak pemerintah maupun Bank Pelaksanan. Rendahnya partisipasi masyarakat yang dikarenakan ketakutan berurusan dengan pihak Bank.
Model Implementasi Kebijakan Merilee S. Griendle (1980): Keberhasilan implementasi dipengaruhi oleh dua variabel besar, yakni : Content of policy mencakup: 1.
2. 3. 4. 5.
6.
Sejauh mana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan. Jenis manfaat yang diterima oleh target group. Sejauh mana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Apakah letak sebuah program sudah tepat. Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci, dan Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai.
Context of policy mencakup: 1.
2. 3.
Seberapa besar kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa. Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran.
implementasi Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung berjalan optimal
Sumber : Hasil analisis Konsep Peneliti 2014
2.4
Asumsi Dasar Penelitian Berdasarkan observasi pendahuluan yang peneliti lakukan serta merujuk
kepada konsep kerangka berfikir di atas, maka peneliti berasumsi bahwa
42
Implementasi Program Kredit Usaha Rakyat di Kecamatan Warunggunung dalam realitanya ternyata masih belum optimal.
43
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.1
Metodologi Penelitian Metode penelitian pada dasarnya merupakan cara ilmiah untuk
mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu. Cara ilmiah berarti kegiatan penelitian itu didasarkan pada ciri-ciri keilmuan, yaitu rasional, empiris, dan sistematis. Rasional berarti kegiatan penelitian itu dilakukan dengan cara-cara yang masuk akal, sehingga terjangkau oleh penalaran manusia. Empiris berarti cara-cara yang dilakukan itu dapat diamati oleh indera manusia, sehingga orang lain dapat mengenali dan mengetahui cara-cara yang digunakan. Sistematis artinya proses yang digunakan dalam penelitian itu menggunakan langkah-langkah tertentu yang bersifat logis. Data yang diperoleh melalui penelitian ini adalah data empiris (teramati) yang mempunyai kriteria tertentu yaitu valid. Valid menunjukkan derajat ketepatan antara data yang sesungguhnya terjadi pada obyek dengan data yang dapat dikumpulkan oleh peneliti. Penelitian ini merupakan merupakan penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Metode penelitian kualitatif digunakan untuk mendapatkan data yang mendalam, suatu data yang mengandung makna atau data yang sebenarnya. Penelitian kualitatif ini juga tidak semata-mata mencari kebenaran, tetapi pada pemahaman peneliti terhadap apa yang di teliti. Menurut Burgess dalam Nasution (1988:17), metode penelitian kualitatif bukan satu metode khusus melainkan meliputi berbagai metode yang digunakan
43
44
untuk mengumpulkan data kualitatif. Dalam penelitian kualitatif, data yang dihasilkan berbentuk kata, kalimat dan gambar untuk mengeksplorasi bagaimana fenomena sosial yang terjadi.
3.2
Instrumen Penelitian Dalam penelitian ini instrument penelitian yang digunakan ialah peneliti
sendiri, kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif adalah sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, analis, dan pelapor hasil penelitiannya. Menurut Irawan (2006:17) satu-satunya instrumen terpenting dalam penelitian kualitatif adalah peneliti itu sendiri. Nasution dalam Sugiyono (2008:223) menyebutkan alasan manusia sebagai instrumen penelitian utama: “Dalam penelitian kualitatif, tidak ada pilihan lain daripada menjadikan manusia sebagai instrumen penelitian utama. Alasannya ialah bahwa, segala sesuatunya belum mempunyai bentuk yang pasti. Masalah, fokus penelitian, prosedur penelitian, hipotesis yang digunakan, bahkan hasil yang diharapkan, itu semuanya tidak dapat ditentukan secara pasti dan jelas sebelumnya. Segala sesuatu masih perlu dikembangkan sepanjang penelitian itu. Dalam keadaan yang serba tidak pasti dan tidak jelas itu, tidak ada pilihan lain dan hanya peneliti itu sendiri sebagai alat satusatunya yang dapat mencapainya.” Instrumen penelitian dalam penelitian ini adalah peneliti itu sendiri, sehingga dalam penelitian ini, peneliti harus bersifat netral agar penelitian yang dihasilkan tidak bersifat subjektif. Dengan demikian, posisi peneliti sangat penting karena sebagai instrumen penelitian. Jenis data yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer adalah data yang diperoleh dari sumbernya secara langsung, seperti wawancara dan observasi. Sedangkan, data sekunder adalah data
45
yang telah tersedia dan diperoleh secara tidak langsung. Data sekunder ini dijadikan sebagai data tambahan untuk memperkuat penelitian, seperti dokumen, peraturan daerah, gambar, rekaman, dan lain-lain. Adapun alat-alat tambahan yang digunakan peneliti dalam mengumpullkan data berupa panduan wawancara, buku catatan, dan handphone untuk mengambil gambar atau foto dan untuk merekam hasil wawancara.
3.3
Informan Penelitian Penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha
Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan
Warunggunung
Kabupaten
menggunakan teknik purposive penentuan
informan
Lebak”,
penentuan
informannya
(bertujuan), Teknik purposive adalah teknik
berdasarkan
pada
pertimbangan
tertentu.
Adapun
pertimbangan tersebut didasarkan pada informan yang mengetahui secara jelas dan tepat informasi mengenai masalah dalam penelitian ini. Menurut Bungin (2007:53), penentuan informan yang terpenting dalam penelitian kualitatif adalah bagaimana menentukan key informan (informan kunci) atau situasi sosial tertentu yang sarat informasi sesuai dengan fokus penelitian.
46
Tabel 3.1 Tabel Informan Penelitian No.
Informan
Kode Informan
Jumlah
Keterangan
1
Kepala Unit BRI Unit Sampai
i.1
1
Key Informan
2
Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak
i.2
1
Key Informan
3
Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung
i.3
1
Key Informan
4
Mantri KUR BRI Unit Sampai
i.4, i.5
2
Key Informan
5
Pelaku UMKM Penerima KUR i.6, i.7, i.8, i.9
4
Key Informan
6
Pelaku UMKM Bukan Penerima KUR
3
Key Informan
i.10, i.11, i.12
Sumber : Hasil Analisis Konsep Peneliti
3.4
Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam Penelitian yang berjudul
“Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak” adalah kombinasi dari beberapa teknik, yaitu: 1.
Wawancara Mendalam Wawancara atau interview adalah sebuah proses memperoleh keterangan
untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara
47
pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Wawancara dalam penelitian kualitatif bersifat mendalam (indept interview) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan yang tidak dimengerti responden, peneliti dapat mengajukan pertanyaan, informan cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan, dan informan dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa mendatang. Menurut Denzin dalam Alwasilah (2006:154), wawancara adalah pertukaran percakapan dengan tatap muka dimana seseorang memperoleh informasi dari yang lain. Melalui wawancara peneliti bisa mendapatkan informasi yang mendalam (indepth interviev) karena peneliti dapat menjelaskan pertanyaan yang tidak dimengerti responden, peneliti dapat mengajukan pertanyaan, informan cenderung menjawab apabila diberi pertanyaan, dan informan dapat menceritakan sesuatu yang terjadi di masa silam dan masa mendatang. Adapun jenis wawancara yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara tidak terstruktur. Menurut Sugiyono (2008:160) wawancara tidak terstruktur ialah wawancara yang bebas dimana peneliti tidak menggunakan pedoman wawancara yang telah tersusun secara sistematis dan lengkap untuk pengumpulan datanya. Hal ini dimaksudkan agar proses wawancara berlangsung secara alami dan mendalam seperti yang diharapkan dalam penelitian kualitatif.
48
Adapun kisi-kisi pedoman wawancara dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel 3.2 berikut: Tabel 3.2 Kisi-kisi Pedoman Wawancara
Untuk Pelaksana Kebijakan Indikator
Kisi-Kisi Wawancara
Informan
Content Of Policy Bagaimana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.
1) Apakah kebijakan KUR sudah tepat sasaran? 2) Seperti apa kebijakan KUR mempengaruhi tingkat kesejahteraan target sasaran?
i.1, i.2, i.3
Jenis manfaat yang diterima oleh target group
1) Seperti apa manfaat kebijakan KUR terhadap target sasaran?
i.1, i.3
Bagaimana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan. Apakah letak sebuah program sudah tepat.
1) Perubahan apa yang diharapkan setelah pelaksanaan KUR?
i.1, i.2, dan i.3
1) Apakah program KUR sudah tepat sebagai bagian dari upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan? 2) Seberapa besar pengaruh program KUR terhadap peningkatan perekonomian di suatu daerah?
i.1, i.2, dan i.3
Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai
1) Bagaimana peran pelaksana program dalam sosialisasi KUR? 2) Seperti apa pelaksana program melaksanakan program KUR?
i.1
1) Sebagai pelaksana kebijakan apakah sumberdaya yang dimiliki sudah memadai untuk pelaksanaan program KUR?
i.1
49
2) Bekal apa yang diberikan kepada bawahan dalam pelaksanaan program KUR?
Context Of Policy Bagaimana kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan. Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa.
1) Bagaimana peran pemerintah daerah dalam sosialisasi program KUR? 2) Program KUR berdampak positif bagi daerah?
1)
2)
Seperti apa peran Kecamatan dalam pelaksanaan program KUR Sejauhmana peran partisipasi pemerintah daerah agar program KUR tepat sasaran
i.2, dan i.3
i.3
i,2 dan i,3
Untuk Mantri KUR Indikator
Kisi-Kisi Wawancara
Informan
Content Of Policy Bagaimana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan.
3) Apakah kebijakan KUR sudah tepat sasaran? 4) Seperti apa kebijakan KUR mempengaruhi tingkat kesejahteraan target sasaran?
i.4 dan i.5
Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai
3) Bagaimana peran pelaksana program dalam sosialisasi KUR? 4) Seperti apa pelaksana program melaksanakan program KUR?
i.4, dan i.5
3) Sebagai regulator kebijakan apakah sumberdaya yang dimiliki sudah memadai untuk pelaksanaan program KUR?
i.4, dan i.5
50
4) Bekal apa yang diberikan kepada bawahan dalam pelaksanaan program KUR?
Untuk Masyarakat (Penerima atau Bukan Penerima KUR) Indikator
Kisi-Kisi Wawancara
Informan
Content Of Policy Jenis manfaat yang diterima oleh target group Context Of Policy
2) Seperti apa manfaat kebijakan KUR terhadap target sasaran?
Tingkat kepatuhan dan 1) responsivitas kelompok sasaran. 2)
3)
Bagaimana menurut anda kebijakan KUR yang diimplementasikan oleh pemerintah? Apakah kebijakan KUR cukup membantu anda dalam menjalankan usaha? Alasan apa yang membuat anda memutuskan untuk tidak mengajukan pinjaman KUR?
i.6, i.7, i.8, i.9, i.10, i.11, dan i.12
i.6, i.7, i.8, i.9, i.10, i.11, dan i.12
i.6, i.7, i.8, dan i.9
i.10, i.11, dan i.12
Sumber: Peneliti,2014
2. Observasi Observasi, menurut Hadi dalam Sugiyono (2008:166) mengemukakan bahwa observasi merupakan suatu proses yang kompleks, suatu proses yang tersusun dari berbagai proses biologis dan psikologis. Dua diantaranya yang terpenting adalah proses-proses pengamatan dan ingatan.
51
Dalam penelitian ini, teknik observasi/pengamatan yang digunakan adalah observasi partisipasi, dimana menitikberatkan pada keterlibatan peneliti. Peneliti terlibat dengan kegiatan sehari-hari orang-orang yang digunakan sebagai sumber data penelitian. Menurut Soehartono (2002:70), dalam observasi partisipan, pengamat ikut serta dalam kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh subjek yang diteliti atau yang diamati, seolah-olah merupakan bagian dari mereka. 3. Studi Dokumentasi Dalam penelitian ini menggunakan studi dokumentasi sebagai salah satu teknik pengumpulan data sekunder. Dokumen ialah setiap bahan tertulis ataupun film, lain dari record, yang tidak dipersiapkan karena adanya permintaan seorang penyidik. Dokumen digunakan dalam penelitian sebagai sumber data karena dalam banyak hal dokumen sebagai sumber data dimanfaatkan untuk menguji, menafsirkan, bahkan untuk meramalkan. Adapun studi dokumentasi dapat diartikan sebagai teknik pengumpulan data melalui bahan-bahan tertulis yang diterbitkan oleh lembaga-lembaga yang menjadi obyek penelitian, baik berupa prosedur, peraturan-peraturan, gambar, laporan hasil pekerjaan serta berupa foto ataupun dokumen elektronik (rekaman).
3.5
Teknik Analisis Data Analisis data adalah proses mencari dan meyusun secara sistematis data
yang diperoleh dari hasil wawancara, catatan lapangan, dan dokumentasi, dengan cara mengorganisasikan data ke dalam kategori, menjabarkan ke dalam unit-unit,
52
melakukan sintesa, menyusun ke dalam pola, memilih mana yang penting dan yang akan dipelajari, dan membuat kesimpulan yang dapat diceriterakan kepada orang lain. Analisis data kualitatif menurut Bogdan dan Biklen dalam Moleong (2010:248), yaitu: “Analisis data adalah proses mencari dan mengatur secara sistematis transkip interview, catatan di lapangan dan bahan-bahan lain yang anda di dapatkan, yang kesemuanya itu anda kumpulkan untuk meningkatkan pemahaman anda (terhadap suatu fenomena) dan membantu anda untuk mempresentasikan penemuan anda kepada orang lain.” Analisis data dalam penelitian kualitatif dilakukan sejak sebelum memasuki lapangan, selama di lapangan, dan setelah selesai di lapangan. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik analisa data model Milles dan Huberman, dimana terdapat tiga aktivitas dalam analisis data, yaitu reduksi data (data
reduction),
penyajian
data
(data
display),
dan
penarikan
kesimpulan/verifikasi (conclusion drawing/verification). Menurut Milles dan Huberman, aktifitas dalam analisis data kualitatif dilakukan secara interaktif dan berlangsung secara terus-menerus sampai tuntas, sehingga datanya sudah jenuh. Model interaktif dalam analisis data menurut kedua tokoh tersebut dapat dilihat pada gambar berikut:
Data Collection
Data Display
Data Reduction Conclusions: drawing/verifying
53
Gambar 3.1 Komponen Dalam Analisis Data (Interactive Model) Sumber: Miles dan Huberman, (2009:20)
1. Reduksi Data (Data Reduction) Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan, perhatian pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Mereduksi data berarti merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal yang penting, dicari tema dan polanya. Data yang telah direduksi akan memberikan gambaran yang lebih jelas, dan mempermudah peneliti untuk melakukan pengumpulan data selanjutnya dan mencarinya bila diperlukan. Reduksi data membantu memberikan kode pada aspek-aspek tertentu. 2. Penyajian Data (Data Display) Dalam sebuah penelitian kualitatif, penyajian data dapat dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flowchart dan sejenisnya. Namun pada peneltian ini, penyajian data yang peneliti lakukan dalam penelitian ini adalah bentuk teks narasi, hal ini seperti yang dikatakan oleh Miles & Huberman (2009:17) :
54
”the most frequent form display data for qualitative research data ini the past has been narrative text” (yang paling sering digunakan untuk penyajian data kualitatif pada masa yang lalu adalah bentuk teks naratif).
3. Penarikan Kesimpulan/Verifikasi (Conclusion Drawing/Verification) Langkah ketiga dalam tahapan analisis interaktif menurut Miles & Huberman (2009:18-21) adalah penarikan kesimpulan dan verifikasi, yaitu menyimpulkan dari temuan-temuan penelitian untuk dijadikan suatu kesimpulan penelitian. Kesimpulan awal yang dikemukakan masih bersifat sementara dan akan berubah bila tidak ditemukan bukti-bukti yang kuat yang mendukung pada tahap
pengumpulan
data
berikutnya.
Tetapi
apabila
kesimpulan
yang
dikemukakan pada tahap awal didukung oleh bukti-bukti yang valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan mengumpulkan data, maka kesimpulan yang dikemukakan merupakan kesimpulan yang kredibel.
3.6
Pengujian Validitas dan Reliabilitas Data Menurut Sugiyono (2008:267), validitas adalah derajat ketepatan antara
data yang terjadi pada obyek penelitian dengan daya yang dapat dilaporkan oleh peneliti. Dengan demikian data yang valid adalah data yang tidak berbeda antara data yang dilaporkan oleh peneliti dengan yang sesungguhnya terjadi pada obyek penelitian. Reliabilitas dalam penelitian kualitatif sangat berbeda dengan yang terdapat
pada
penelitian
kuantitatif.
Bila
dalam
penelitian
kuantitatif
reliabilitas berkenaan dengan konsistensi data, di mana bila terdapat peneliti yang melakukan penelitian pada obyek yang sama, maka akan mendapatkan
55
data yang sama. Maka dalam penelitian kualitatif tidak demikian, suatu realitas (social situation) bersifat majemuk dan dinamis, sehingga tidak ada data yang bersifat konsisten dan berulang seperti semula. Adapun untuk pengujian keabsahan datanya, pada penelitian ini dilakukan dengan dua cara, yaitu triangulasi dan membercheck. Menurut Irawan (2006:76), secara sederhananya triangulasi adalah proses check dan recheck antara satu sumber data dengan sumber data lainnya. Dalam proses ini beberapa kemungkinan bisa terjadi. Pertama, satu sumber cocok (senada, koheren) dengan sumber lain. Kedua, satu sumber data berbeda dari sumber lain, tetapi tidak harus berarti bertentangan. Ketiga, satu sumber 180o bertolak belakang dengan sumber lain. Menurut Sugiyono (2008:252) terdapat tiga jenis triangulasi, yaitu triangulasi sumber, triangulasi teknik, dan triangulasi waktu. Triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh dari informan yang berbeda. Triangulasi teknik dilakukan dengan cara mengecek data kepada sumber yang sama dengan teknik yang berbeda. Pengecekan dilakukan dengan mengunakan teknik wawancara, observasi dan dokumentasi. Sedangkan, triangulasi waktu dilakukan dengan cara melakukan pengecekan dengan wawancara, observasi, atau teknik lain dalam waktu atau situasi yang berbeda. Dalam penelitian ini, triangulasi yang dilakukan adalah triangulasi sumber dan triangulasi teknik. Dalam melakukan triangulasi sumber, peneliti melakukan membercheck, yaitu proses pengecekan data atau informasi dari pemberi data atau informasi.
56
Tujuan membercheck tersebut adalah untuk mengetahui kesesuaian antara data yang diperoleh dengan apa yang diberikan oleh pemberi data. Setelah membercheck, pemberi data diberikan bukti otentik membercheck dengan cara menandatangani dan mencap stempel membercheck yang diberikan oleh peneliti.
3.7
Tempat dan Waktu Penelitian Tempat atau lokus Penelitian yang berjudul “Implementasi Kebijakan
Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak” ialah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak. Adapun waktu pelaksanaan penelitian yaitu dari bulan Februari 2015-Agustus 2015.
Tabel 3.3 Jadwal Penelitian Waktu Pelaksanaan No
Kegiatan
2015 Mei
1
Pengajuan Proposal
2
Seminar Proposal
3
Revisi Proposal
4
Wawancara
5
Pengolahan dan Analisa Data
6
Sidang Skripsi
7
Revisi Skripsi
Jun
Juli
Ags
Sep
Okt
Nov
Des
57
58
BAB IV HASIL PENELITIAN
4.1 Deskripsi Objek Penelitian 4.1.1 Deskripsi Kabupaten Lebak Secara geografis Kabupaten Lebak terdiri pada koordinat 105º25’106º30’ bujur timur dan 6º18’-7º00’ lintang selatan, Luas wilayah Kabupaten Lebak 304.472 Ha (3.044,72 Km²) dengan Batas-Batas administratif. a) b) c) d)
Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Serang dan Tanggerang. Sebelah Selatan berbatasan dengan Samudra Hindia. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Pandeglang Sebelah Timur berbatasab dengan Kabupaten Bogor dan Kabupaten Sukabumi Provinsi Jawa Barat. Luas Wilayah Kabupaten Lebak secara administratif tercatat 3.044.72
Km² atau 304.472 ha dan Luas Laut yang menjadi kewenangan Kabupaten Lebak seluas 555.6 Km² merupakan Kabupaten Terluas di Provinsi Banten Wilayah Kabupaten Lebak terdiri dari 28 Kecamatan, 5 Kelurahan dan 340 Desa. Wilayah ini memiliki iklim tropis dengan temperature udara sekitar antara 24,5ºC sampai 29ºC. Secara umum bentuk morfologi wilayah Kabupaten Lebak dapat dibagi menjadi dataran pantai sepanjang pantai selatan, dataran yang terletak disebelah utara dan barat, perbukitan yang terbesar mulai dari utara sampai kebarat dan pergunungan, yang terletak disebelah timur sebagai daerah tertinggi di wilayah Kabupaten Lebak dengan
58
59
puncak Gunung Halimun ±1.929 M, Gunung Endut ±1.281 M dan Gunung Kendeng. Jarak Kebupaten Lebak dengan kabupaten lainnya khususnya dalam pengaruh konstelasi regional tidak begitu jauh, Selain itu ditunjang dengan kondisi jalan baik, antara lain : a) b) c) d)
Jarak dengan Kabupaten Serang 41 Km. Jarak dengan Kabupaten Pandeglang 20 Km. Jarak dengan Kabupaten Tanggerang 106 Km. Jarak dengan Ibu Kota Negara DKI Jakarta 131 Km. Jumlah penduduk Kabupaten Lebak tahun 2012 berdasarkan Dinas
kependudukan dan catatan sipil sebanyak 1.235.237 Jiwa terdiri dari 663.404 laki-laki dan 619.454 Jiwa perempuan, laju pertumbuhan penduduk nasional adalah 1.49%, bila dibandingkan dengan pertumbuhan provinsi banten pada tahun 2012 adalah 2.80% relatif dibawah angka provinsi banten. Tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Lebak sebesar 380 jiwa/km² dengan penyebaran penduduk yang tidak merata. Konsentrasi terbesar berada di lebak Utara 32,90% dan lebak Selatan 32,15%, kemudian lebak timur 22,42%. Berdasarkan kelompok umur, penduduk kabupaten lebak sebagian besar berada dalam kelompok umur 15-64 tahun, yang menggambarkan bahwa sebagian besar penduduk berusia produktif dan merupakan angkatan kerja.
Tabel 4.1 Kecamatan dan Luas Wilayah
60
No.
Kecamatan
1 Malingping
Luas Wilayah No. Kecamatan (Ha) 9.490,51 15 Cipanas
Luas Wilayah (Ha) 6.014,75
2 Wanasalam
10.445,84
16 Sajira
9.649,82
3 Panggarangan
16.378,05
17 Cimarga
17.289,26
4 Bayah
13.236,86
18 Cikulur
5.700,50
5 Cilograng
8.870,33
19 Warunggunung
4.366,72
6 Cibeber
36.967,24
20 Cibadak
3.349,13
7 Cijaku
10.560,42
21 Rangkasbitung
6.795,61
8 Banjarsari
13.587,65
22 Maja
7.256,44
9 Cileles
15.264,36
23 Curugbitung
8.540,63
10 Gunungkencana
12.742,46
24 Cihara
11.452,12
11 Bojongmanik
8.908,45
25 Cigemblong
14.123,46
12 Leuwidamar
12.944,49
26 Cirinten
11.232,71
13 Muncang
8.038,72
27 Lebakgedong
8.446,20
14 Sobang
10.257,55
28 Kalanganyar
2.579,71
Sumber : BAPPEDA Kabupaten Lebak, 2015
4.1.2 Deskripsi Kecamatan Warunggunung Kecamatan Warunggunung memiliki luas wilayah 4.366,72 Ha. Kecamatan Warunggunung terletak di sebelah utara Kabupaten Lebak dengan jarak ± 9 Km dari Ibu kota Kabupaten Lebak dengan ketinggian 350 mdpl. Dalam segi geografis letak Kecamatan Warunggunung sangat strategis selaian dekat dengan kota Rangkasbitung sebagai pusat pemerintahan Kabupaten Lebak, Kabupaten Pandeglang yang berjarak ± 12 Km, dan serang sebagai Ibu kota Provinsi Banten dengan jarak ± 24 Km telah pula ditunjang dengan sarana jalan yang cukup memadai sehingga memudahkan akses transportasi. Secara administrasi, wilayah Kecamatan Warunggunung terbagi menjadi 12 Desa. Penduduk Kecamatan Warunggunung hingga tahun 2011
61
sebanyak 14,926 KK dan 53,036 jiwa dengan rincian 27,306 jiwa laki-laki 25,730 jiwa perempuan, yang terdata di 240 Rt dan 58 Rw. Penduduk Kecamatan Warunggunung rata-rata beragama Islam.
4.1.3 Profil Kantor Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak 1.
Struktur
dan
Susunan
Organisasi
Kantor
Kecamatan
Warunggunung Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2003 tentang Pedoman Organisasi Perangkat Daerah, Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 15 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan serta Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak, Susunan Organisasi Kantor Kecamatan Warunggunung terdiri dari : 1.
Camat;
2.
Sekretaris Kecamatan;
3.
Seksi Pemerintahan dan Pertanahan;
4.
Seksi Ketrentaman dan Ketertiban Umum;
5.
Seksi Ekonomi dan Pembangunan;
6.
Seksi Kesejahteraan Sosial;
7.
Sub Bagian Umum;
8.
Sub Bagian Keuangan;
9.
Sub Bagian Kepegawaian;
10. Kelompok Jabatan Fungsional.
62
2.
Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Kecamatan Warunggunung Pengaturan
penyelenggaraan
kecamatan
baik
dari
sisi
pembentukan, kedudukan, tugas dan fungsinya secara legalistik diatur dengan
Peraturan
Pemerintah.
Kecamatan
mengemban
pula
penyelenggaraan tugas-tugas umum pemerintahan yang dilimpahkan Kepala Daerah untuk menangani sebagian urusan Otonomi Daerah. Sebagaimana
dalam
Penyelenggaraannya
Kecamatan
melaksanakan tugas dan fungsinya dituangkan dalam Peraturan Daerah Kabupaten Lebak Nomor 15 tahun 2007 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kecamatan serta Kelurahan di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak adalah sebagai berikut : 1. Camat Camat
mempunyai
tugas
memimpin
penyelenggaraan
pemerintahan, ketentraman dan ketertiban umum, ekonomi dan pembangunan, kesejahteraan sosial serta koordinasi dengan instansi vertikal di wilayahnya. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Camat mempunyai fungsi : 1.
Memimpin
pelaksanaan
kebijakan
Pemerintah
Daerah
Kabupaten di wilayah Kecamatan; 2.
Penyelenggaraan
tugas-tugas
pemerintahan
umum
dan
pembinaan keagrariaan serta pembinaan politik dalam negeri;
63
3.
Membantu Sekretaris Daerah dalam penyiapan informasi mengenai wilayah Kecamatan yang dibutuhkan dalam perumusan kebijakan Bupati;
4.
Pembinaan Pemerintahan Desa/Kelurahan;
5.
Pembinaan
ketentraman
mengkoordinasikan
dan
ketertiban
kegiatan-kegiatan
wilayah
dan
penyelenggaraan
pelayanan lintas Kelurahan dan Desa; 6.
Pembinaan
pembangunan
yang
meliputi
pembinaan
perekonomian, produksi dan distribusi serta pembinaan sosial; 7.
Penyusunan program pembinaan administrasi, ketatausahaan dan rumah tangga;
8.
Pertanggungjawaban tugas Camat secara teknis administratif kepada Bupati melalui Sekretaris Daerah.
2. Sekretaris Kecamatan Sekretaris Kecamatan dipimpin oleh seorang Sekretaris Kecamatan yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Camat
serta
melaksanakan
mempunyai tugas
tugas
pembantu
penyelenggaraan
Camat
pemerintahan
dalam dan
memberikan pelayanan adminitsrasi kepada seluruh perangkat atau aparatur Kecamatan. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Sekretaris Kecamatan mempunyai fungsi :
64
1.
Penyusunan rencana dan pengendalian serta pengevaluasian kegiatan Kecamatan;
2.
Pelaksanaan urusan administrasi Keuangan;
3.
Pelaksanaan
tata
usaha,
administrasi
kepegawaian,
perlengkapan dan rumah tangga. Sekretaris Kecamatan, membawahi : 1.
Sub Bagian Umum: Sub Bagian Umum mempunyai tugas melaksanakan pengelolaan administrasi umum, kearsipan, surat menyurat, rumah tangga, perlengkapan dan pengadaan serta pendistribusian dan inventarisasi Kecamatan.
2.
Sub Bagian Keuangan: Sub Bagian Keuangan mempunyai tugas melaksanakan penyiapan bahan rencana penyusunan Anggaran
Pendapatan
dan
Belanja
Kecamatan
serta
pengelolaan administrasi keuangan. 3.
Sub
Bagian
Kepegawaian:
Sub
Bagian
Kepegawaian
Mempunyai tugas mengelola administrasi kepegawaian dan tatalaksana. 3. Seksi Pemerintahan dan Pertanahan Seksi Pemerintahan dan Pertanahan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Camat serta mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan evaluasi serta pelaporan urusan pemerintahan dan pertanahan.
65
Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Seksi Pemerintahan dan Pertanahan mempunyai fungsi : 1.
Penyusunan
program
dan
pembinaan
penyelenggaraan
pemerintahan umum dan Desa/Kelurahan; 2.
Penyusunan program dan pembinaan pendaftaran penduduk, mutasi penduduk, pembuatan Kartu Tanda Penduduk dan Kartu Keluarga;
3.
Penyusunan program dan pembinaan keagrariaan.
4. Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Camat serta mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan evaluasi serta pelaporan urusan ketentraman dan ketertiban umum. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Seksi Ketentraman dan Ketertiban Umum mempunyai fungsi : 1.
Penyusunan
program
dan
penyelenggaraan
pembinaan
ketentraman dan ketertiban umum; 2.
Penyusunan program dan penyelenggaraan pembinaan Polisi Pamong Praja.
5. Seksi Ekonomi dan Pembangunan
66
Seksi Ekonomi dan Pembangunan dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Camat serta mempunyai tugas membantu Camat dalam menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi serta pelaporan urusan perekonomian dan pembangunan. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Seksi Ekonomi dan Pembangunan mempunyai fungsi : 1.
Penyusunan program dan pembinaan perekonomian dan pembangunan;
2.
Penyusunan program dan pembinaan yang berwawasan lingkungan hidup.
6. Seksi Kesejahteraan Sosial Seksi Kesejahteraan Sosial dipimpin oleh seorang Kepala Seksi yang berada di bawah dan bertanggungjawab langsung kepada Camat
serta
mempunyai
tugas
membantu
Camat
dalam
menyiapkan bahan perumusan kebijakan, pelaksanaan dan evaluasi serta pelaporan urusan kesejahteraan sosial. Untuk menyelenggarakan tugas sebagaimana dimaksud diatas, Seksi Kesejahteraan Sosial mempunyai fungsi : 1.
Penyusunan program dan pembinaan pelayanan dan bantuan sosial, pembinaan kepemudaan, peranan wanita dan olahraga;
2.
Penyusunan program dan pembinaan kehidupan keagamaan, pendidikan, kebudayaan dan kesehatan masyarakat.
67
7. Kelompok Jabatan Fungsional 1.
Kelompok
Jabatan
Fungsional
mempunyai
tugas
melaksanakan sebagian tugas dan fungsi Kecamatan sesuai keahlian dan kebutuhan. 2.
Kelompok Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (1) Pasal ini, terdiri dari sejumlah tenaga dalam jenjang jabatan fungsional yang terbagi dalam berbagai kelompok sesuai dengan bidang keahliannya.
3.
Setiap kelompok tersebut pada ayat (1) Pasal ini, dipimpin oleh seorang tenaga fungsional senior yang ditunjuk oleh Camat dan bertanggungjawab langsung kepada Camat.
4.
Jumlah Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini, ditentukan menurut sifat, jenis, kebutuhan dan beban kerja.
5.
Jenis dan jenjang Jabatan Fungsional sebagaimana dimaksud pada ayat (3) Pasal ini, diatur sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
3.
Visi dan Misi Kecamatan Warunggunung A. Visi Kecamatan Warunggunung Terwujudnya masyarakat
Kecamatan Warunggunung
sejahtera dalam meningkatkan Pelayanan Masyarakat. B. Misi Kecamatan Warunggunung
yang
68
Sejalan dan untuk menunjang Visi Kecamatan Warunggunung, Misi Kecamatan Warunggunung adalah sebagai berikut : 1. Melaksanakan Pembinaan Kelurahan 2. Melaksankan Pembinaan Ketentraman dan Ketertiban Umum 3. Melaksanakan Pembinaan Kesejahteraan Sosial 4. Melaksanakan Pelayanan Umum Pemerintahan 5. Melaksanakan Pembinaan Pemberdayaan Masyarakat
4.2 Deskripsi Data 4.2.1 Deskripsi Data Penelitian Deskripsi data penelitian merupakan penjelasan mengenai data yang telah di dapatkan dari hasil observasi penelitian. Dalam penelitian mengenai Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak ini, peneliti mencoba mendapatkan datadata valid dan reliabel untuk digunakan sebagai bahan atau informasi dalam menjawab perumusan masalah yang telah dirumuskan pada bab sebelumnya. Data-data yang didapatkan dari lapangan lebih banyak merupakan data atau informasi berupa hasil wawancara dengan informan penelitian yang kemudian peneliti analisa dan peneliti deskripsikan. Adapun data-data lain berupa dokumen-dokumen peneliti jadikan sebagai data penunjang dalam menjawab rumusan masalah penelitian. Data-data
69
tersebut didapatkan dengan media wawancara, catatan lapangan dan wawancara mendalam yang telah dilakukan dengan informan. Pencarian data, peneliti lakukan secara investigasi dimana peneliti mengumpulkan data-data dengan melakukan wawancara mendalam kepada sejumlah informan yang memiliki informasi tentang masalah yang sedang peneliti teliti. Data-data tersebut merupakan data-data yang berkaitan dengan penelitian yang peneliti lakukan. Data-data yang telah di dapatkan kemudian di analisa sehingga dapat menghasilkan suatu pemahaman baru dari data yang di dapatkan. Penelitian kualitatif merupakan penelitian investigasi sehingga data yang didapatkan harus dikonfirmasi ulang tidak hanya dari satu sumber data atau informan tetapi dari sumber lain yang masih memang memiliki informasi yang sesuai dengan fokus penelitian. Data yang didapatkan kemudian di uji kembali dengan metode triangulasi.
4.2.2 Deskripsi Informan Penelitian Dalam
penelitian
ini,
informan
penelitian
dipilih
dengan
menggunakan teknik Purposive (bertujuan). Adapun informan-informan yang peneliti tentukan, merupakan orang-orang yang peneliti anggap memiliki informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini, karena mereka (informan)
dalam
kesehariannya
permasalahan yang sedang di teliti.
senantiasa
berurusan
dengan
70
Adapun informan dalam penelitian ini adalah informan yang dianggap mempunyai sumber data atau informasi yang dapat menjawab permasalahan yang diteliti. Beberapa informan pada penelitian ini antara lain sebagai berikut: Tabel 4.2 Daftar Informan No.
Informan
Kode Informan
Usia
Jenis Kelamin
1
Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Unit Sampai Restu Cheryadi Kepala Bidang UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak Ineu Feni Nopiantini, S.Pd Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung Dedi Suhendi Mantri KUR BRI Unit Sampai Mida Mantri KUR BRI Unit Sampai Rahmat Jaya Pelaku UMKM Penerima KUR/Usaha Emping Rudi Pelaku UMKM Penerima KUR/Pengrajin Sepatu Kulit Hadi Saputra Pelaku UMKM Penerima KUR/Usaha Jahe Merah Kemasan Hj. Iroh Pelaku UMKM Penerima KUR/Usaha Kerajinan Pahatan Kayu H. Jarkasih Pelaku UMKM Bukan Penerima KUR Ibu Zaenab Pelaku UMKM Bukan Penerima KUR Identitas disembunyikan Tidak memiliki usaha tapi menerima KUR
i.1
48
L
i.2
52
L
i.3
54
P
i.4
26
L
i.5
24
P
i.6
47
L
i.7
42
L
i.8
29
L
i.9
44
P
i.10
53
L
i.11
47
P
i.12
42
L
2
3
4 5 6 7 8
9
10 11 12
Informan di atas merupakan informan utama dalam penelitian ini. Adapun data-data lain yang merupakan sebagai informasi-informasi pelengkap dari informasi yang telah diberikan oleh informan utama.
71
4.3 Pembahasan dan Analisis Hasil Penelitian Pembahasan dan analisis hasil penelitian merupakan pemaparan data dan informasi yang peneliti dapatkan dari lapangan yang kemudian disesuaikan dengan grand theory yang peneliti gunakan dalam penelitian ini. Teori implementasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah model teori implementasi yang dipaparkan oleh Merilee S. Griendle (1980). Model ini memaparkan bahwa, implementasi kebijakan ditentukan oleh 2 faktor yaitu: isi kebijakan (content of policy) dan konteks implementasinya (context of policy). Ide dasarnya dari teori ini adalah bahwa setelah kebijakan dilaksanakan, maka kebijakan bisa dilihat keberhasilannya yang ditentukan oleh derajat implementability dari kebijakan tersebut. Adapun
isi
kebijakannya
mencakup:
(i)
Kepentingan
yang
terpengaruhi oleh kebijakan; (ii) Jenis manfaat yang akan dihasilkan; (iii) Derajat perubahan yang diinginkan; (iv) Kedudukan pembuat kebijakan; (v) (Siapa) pelaksana program; serta (vi) Sumberdaya yang dikerahkan. Sedangkan konteks implementasinya mencakup : (i) Power, Interest and Strategy of Actor
Involved
(kekuasaan, kepentingan-kepentingan dan
strategi dari aktor yang terlibat); (ii) Institution
and
Regime
Characteristic (karakteristik lembaga dan rezim yang berkuasa); serta (iii) Compliance and Responsiveness (tingkat kepatuhan dan adanya respon dari pelaksana).
72
4.3.1
Content of Policy
Dalam variabel content of policy, terdapat 6 (enam) dimensi yang menjadi sebuah indikator sejauh mana implementasi kebijakan berjalan. Indikator tersebut adalah sebagai berikut: 4.3.1.1 Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan Bagaimana kepentingan kelompok sasaran atau target groups termuat dalam isi kebijakan serta mempengaruhi isi kebijakan. Bahwa kebijakan KUR dibuat oleh pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan memberikan kemudahan pelaku usaha kecil mengakses pembiayaan permodalan. 1.
Kebijakan Program KUR tepat sasaran Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid
UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa program KUR sudah bisa dinikmati oleh kelompok sasaran atau target grup. “Dari beberapa laporan yang masuk, dari tim pendamping UKM yang ada di Kabupaten Lebak diketahui bahwa para pelaku UKM sebagian besar sudah mendapatkan manfaat dari kebijakan KUR Pemerintah” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 10:32 WIB). Wawancara tersebut juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Ineu Feni Nopiantini,
S.Pd
(Kasie
Kesejahteraan
Sosial
Kantor
Kecamatan
Warunggunung) yang menyatakan bahwa: “Untuk Kecamatan Warunggunung sendiri, program KUR sangat membantu pelaku usaha kecil dalam pengembangan usahanya. Hal ini saya ketahui ketika meninjau langsung sentra-sentra usaha yang ada di Kecamatan Warunggunung. Akses pembiayaan yang diperoleh sangat mudah dan cepat.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni
73
Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:50 WIB).
Selanjutnya berdasarkan wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, diketahui bahwa selama ini program KUR berjalan tepat sasaran dan sudah sesuai dengan mekanisme yang diatur oleh undangundang. Berikut wawancara yang peneliti lakukan: “Penyaluran KUR sudah sesuai dengan peraturan perundangundangan yang ada, oleh karena itu bisa dipastikan bahwa penyaluran KUR sudah tepat sasaran dan diperuntukkan bagi sektor usaha kecil yang belum bankable. Audit rutin juga sering dilakukan baik dari Pusat maupun Cabang sehingga jika tidak tepat sasaran maka pasti akan segera diketahui.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 11:50 WIB). Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida, menurutnya: “Penyaluran KUR sudah sesuai dengan aturan yang ada jadi sebisa mungkin tidak boleh melanggar aturan agar penyaluran tepat sasaran kepada yg membutuhkan. Selain itu, audit juga sering dilakukan oleh pusat maupun oleh cabang sehingga meminimalisir kemungkinan jauh dari sasaran yang ditentukan.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:20 WIB). “Biasanya verifikasi yang saya lakukan cukup ketat, selain observasi lokasi usaha, saya juga cek lingkungan tempat tinggal calon nasabah. Pokoknya sebelum penyaluran, tidak boleh ada SOP yang dilanggar karena seringkali auditor turun langsung ke lapangan. Jadi bisa dipastikan penyaluran dana KUR sudah sesuai dengan program pemerintah artinya tepat sasaran diperuntukkan bagi usaha-usaha kecil.” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:50 WIB).
74
Berdasarkan wawancara tersebut diatas, diketahui bahwa berdasarkan data yang ada, penyaluran pembiayaan KUR sudah tepat sasaran karena didasarkan pada penegakkan aturan dan SOP yang sudah ditetapkan. Akan tetapi dari hasil observasi yang peneliti lakukan, peneliti menemukan bahwa penyaluran dana KUR belum sepenuhnya tepat sasaran. Pada periode 2014 saja hasil audit internal BRI atau yang biasa disebut Kannins mencatat bahwa ada sekitar 15 penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran (Sumber: Audit Internal BRI). Sementara dari hasil observasi lapangan yang peneliti lakukan, penyaluran KUR banyak dinikmati justru bukan oleh pelaku usaha kecil. Penyaluran KUR banyak diserap bukan untuk membiayai sektor usaha produktif. Pengawasan yang dilakukan baik dari Unit maupun dari Cabang Bank Penyalur KUR sangat kurang. Sehingga banyak pelanggaran-pelanggaran yang terjadi yang menyebabkan penyaluran KUR tidak tepat sasaran. Selain itu peran pemerintah daerah juga minim dalam pengawasan penyaluran KUR ini padahal program KUR merupakan program pemerintah pusat dalam rangka menyediakan akses permodalan bagi usaha-usaha kecil yang belum bankable. 2.
Kebijakan Program KUR berpengaruh terhadap kesejahteraan target sasaran Berdasarkan wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI
Sampai, program KUR jika dipergunakan untuk sektor usaha-usaha produktif maka akan sangat bermanfaat bagi masyarakat luas. Berikut wawancara yang peneliti lakukan:
75
“Jika penggunaan KUR sesuai dengan anjuran pemerintah, artinya dana yang diperoleh diperuntukkan bagi sektor usaha produktif, maka manfaat dari program KUR akan sangat terasa. Karena dengan program KUR, pemilik usaha kecil bisa mengembangkan usahanya paling tidak menambah modal usaha sehingga berdampak pada usaha itu sendiri” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:10 WIB). Sementara itu, dari hasil wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa: “Program KUR merupakan program pemerintah yang bertujuan untuk pengentasan kemiskinan serta peningkatan kesejahteraan masyarakat jika sudah tepat sasaran serta diperuntukkan untuk pelaku-pelaku usaha produktif.” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 10:32 WIB). Wawancara tersebut juga diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Ineu Feni Nopiantini,
S.Pd
(Kasie
Kesejahteraan
Sosial
Kantor
Kecamatan
Warunggunung) yang menyatakan bahwa: “Kecamatan Warunggunung merupakan wilayah dengan sentra-sentra usaha produktif di Kabupaten Lebak, dengan adanya program KUR maka sangat membantu pelaku usaha kecil untuk dapat mengembangkan usahanya. Hal inilah yang bisa memicu peningkatan kesejahteraan masyarakat jika penyaluran KUR sesuai dengan mekanisme yang sudah diatur sebelumnya.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:50 WIB). Menurut peneliti, jika mengacu pada aturan yang sudah ditentukan serta penyaluran program yang tepat sasaran, maka program KUR sesungguhnya bermanfaat bagi target sasaran untuk perbaikkan taraf kesejahteraannya. Bagi pelaku UMKMK, manfaat KUR adalah untuk membantu pembiayaan yang dibutuhkan untuk mengembangkan usahanya.
76
Sementara bagi pemerintah, manfaat KUR adalah tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKMK dalam rangka penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi.
4.3.1.2 Jenis manfaat yang akan dihasilkan Dalam implementasi kebijakan, manfaat yang dihasilkan oleh target sasaran (target groups) harus diperhatikan. KUR sendiri diperuntukkan untuk membantu
pembiayaan
yang
dibutuhkan
oleh
UMKMK
untuk
mengembangkan kegiatan usahanya. Sedangkan bagi pemerintah, manfaat KUR
adalah tercapainya
pemberdayaan
UMKMK
percepatan dalam
pengembangan
rangka
sektor
riil
dan
penanggulangan/pengentasan
kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi. Program
KUR
diperuntukan
untuk
masyarakat
yang
ingin
berwirausaha dari usaha kecil dan menengah. Pemerintah bekerja sama dengan dengan beberapa jumlah bank di Indonesia dengan tingkat suku bunga yang berbeda di tiap banknya. Namun tidak semua bank di Indonesia yang dapat
menyalurkan
kredit
usaha
rakyat.
Peranan
UMKMK
dalam
perekonomian Indonesia adalah sentral, namun kebijakan pemerintah maupun pengaturan yang mendukungnya sampai sekarang dirasa belum maksimal. Demikian juga kebijakan yang diambil yang cenderung berlebihan namun tidak efektif, hinga kebijakan menjadi kurang komprehensif, kurang terarah,
77
serta bersifat tambal-sulam. Dengan program KUR ini diharapkan masalah akses permodalan yang dihadapi pelaku UMKMK bisa teratasi. 1. Manfaat kebijakan Program KUR terhadap target sasaran Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, program KUR dirasakan cukup membantu para pelaku UMKMK di Kecamatan Warunggunung. Sebagai sentra usaha UMKMK di Kabupaten Lebak,
Kecamatan
Warunggunung
mulai
menggeliat
dengan
mulai
berkembangnya usaha-usaha kecilnya. Berikut wawancara yang peneliti rangkum: “dari data yang kami himpun, serta dari banyaknya para nasabah KUR yang mengajukkan kembali kredit disini maka kami berkesimpulan bahwa manfaat program KUR sudah mulai dirasakan untuk sector UMKMK di wilayah Kecamatan Warunggunung” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:30 WIB). Pernyataan diatas tersebut diperkuat oleh pernyataan dari Ibu Ineu Feni Nopiantini,
S.Pd
(Kasie
Kesejahteraan
Sosial
Kantor
Kecamatan
Warunggunung) yang menyatakan bahwa: “Sebagai wilayah dengan sentra-sentra usaha produktif di Kabupaten Lebak, secara langsung maupun tidak langsung, program KUR memberikan manfaat bagi peningkatan kesejahteraan di Kecamatan Warunggunung. Para pelaku UMKMK memiliki akses untuk menambahkan permodalan sehingga dapat mengembangkan usaha yang sedang dijalankannya. Ke depan saya berharap semoga semakin banyak usaha-usaha baru bermunculan sehingga lebih bisa meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat serta mengentaskan kemiskinan dan pengangguran.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:50 WIB).
78
Sementara dalam wawancara dengan Bapak Rahmat Jaya yang merupakan pengrajin/penjual emping melinjo menyatakan bahwa: “Manfaat KUR sangat terasa bagi saya selaku orang yang memiliki usaha kecil, dengan adanya pembiayaan dari KUR saya bisa mengembangkan usaha yang sudah ada. Dengan modal yang didapatkan dari KUR saya bisa meningkatkan produksi emping melinjo dan otomatis menambah keuntungan saya” (Wawancara dengan (I.6) Rahmat Jaya (47) Pengrajin/Penjual Emping melinjo. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 13:50 WIB). Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Bapak Rudi yang merupakan pengrajin sepatu kulit serta Bapak Hadi Saputra pengusaha jahe merah kemasan yang menyatakan bahwa: “KUR sangat membantu ketika saya membutuhkan tambahan modal dalam usaha saya. Usaha saya masih terus berjalan karena sedikit banyak mendapatkan permodalan dari KUR. Sehingga sekarang produksi sepatu meningkat pesat dan menambah omzet.” (Wawancara dengan (I.7) Rudi (42) Pengrajin Sepatu Kulit. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 16:05 WIB). “Adanya KUR memberikan gairah baru dalam usaha. Yang tadinya harus pinjam rentenir sekarang bisa pengajuan ke Bank. Manfaatnya banyak bisa meningkatkan produksi jahe merah saya. ” (Wawancara dengan (I.8) Hadi Saputra (29) Usaha Jahe merah kemasan. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 14:33 WIB). Bagi yang membutuhkan, KUR mungkin memiliki manfaat lebih dalam upaya mengembangkan usaha, lain lagi dengan yang tidak membutuhkan. Bahkan ada yang tidak mau berurusan dengan pihak Bank, berikut wawancara dengan H. Jarkasih, pemilik usaha kerajinan khas Banten yang tidak mengajukan pinjaman KUR: “Bagi yang membutuhkan KUR mungkin bermanfaat, tapi bagi saya berurusan dengan pihak Bank itu sangat ribet. Selain itu juga saya tidak mau berurusan dengan pihak seperti bank atau leasing karena pasti urusannya rumit.” (Wawancara dengan (I.10) H. Jarkasih (53)
79
Usaha Kerajinan Khas Banten. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 15:22 WIB). Menurut peneliti, harus ada upaya sosialisasi agar Program KUR bisa dipahami oleh semua pihak dan tidak menganggap program KUR sebagai sesuatu yang nantinya bakal rumit seperti pinjaman Bank lain. Program KUR diperuntukan bagi masyarakat yang ingin berwirausaha atau mengembangkan usahanya. Manfaat program KUR sendiri yang diperuntukkan untuk membantu pembiayaan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha sektor UMKMK telah dirasakan oleh warga masyarakat Kecamatan Warunggunung yang memiliki usaha-usaha produktif UMKMK. Kecamatan Warunggunung sebagai sentra usaha-usaha
kecil
telah
terdorong
perkembangan
perekonomiannya.
Sementara tujuan program KUR sendiri adalah tercapainya percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKMK dalam rangka penanggulangan/pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja serta pertumbuhan ekonomi.
4.3.1.3 Bagaimana perubahan yang diinginkan dari sebuah kebijakan Dalam penerapan suatu kebijakan, ada sebuah perubahan yang diinginkan dari pembuat kebijakan tersebut. Dari penerapan program KUR yang dilakukan pemerintah ada suatu tujuan (goal point) yang ingin dicapai. Berikut tujuan-tujuan yang ingin dicapai dalam pelaksanaan Program KUR: 1. Mempercepat pengembangan Sektor Riil dan Pemberdayaan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, dan Koperasi (UMKMK);
80
2. Meningkatkan akses pembiayaan dan mengembangkan UMKM & Koperasi kepada Lembaga Keuangan; 3. Sebagai upaya penanggulangan / pengentasan kemiskinan dan perluasan kesempatan kerja. 1. Bentuk perubahan yang dihasilkan setelah pelaksanaan Program KUR Dalam setiap pelaksanaan program, tentunya memiliki target atau tujuan yang ingin dicapai untuk mengukur tingkat keberhasilan dari suatu program. Program KUR juga memiliki target yang ingin dicapai (goal point) untuk mengukur berhasil tidaknya penerapan program KUR tersebut. Penerapan program KUR di wilayah Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak juga diharapkan memberikan perubahan yang lebih baik, baik dari segi perekonomian, tingkat kesejahteraan serta pengurangan angka pengangguran. Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, peneliti mendapatkan informasi bahwa sejak diluncurkan pada tahun 2007, program KUR belum memberikan dampak perubahan yang signifikan, artinya perubahan yang ada baru sebatas berkembangnya usaha-usaha kecil di wilayah warunggunung, belum pada tahap meningkatnya perekonomian dan baru menyerap sedikit tenaga kerja dari berkembangnya suatu usaha. Berikut hasil wawancara yang peneliti rangkum: “Manfaat program KUR sudah mulai dirasakan untuk sector UMKMK di wilayah Kecamatan Warunggunung meskipun perubahan yang diharapkan dari program ini masih belum tercapai. Perubahan seperti meningkatnya taraf perekonomian, pengentasan kemiskinan, serta berkurangnya angka kemiskinan masih belum signifikan terjadi mengingat program ini baru efektif sekitar tahun 2007 serta masih
81
banyak kekurangan-kekurangan dari segi regulasi dan pemanfaatannya.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:40 WIB). Dari hasil wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa: “Perubahan yang diinginkan pemerintah dari pelaksanaan program KUR adalah berkembangnya sector UMKMK sehingga meningkatkan perekonomian masyarakat, selain itu perubahan yang diinginkan adalah dengan adanya program KUR, pelaku UMKMK dimudahkan dalam mengakses permodalan dalam peningkatan usahanya. Selama ini, program KUR sudah berjalan baik meskipun tujuan utama serta manfaat yang diinginkan pemerintah masih jauh dari harapan. Perlu perbaikan dari segala sector, baik itu regulasi, aturan serta memperketat pengawasan untuk mencegah penyimpangan.” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 10:50 WIB). Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan bahwa: “Sebagai abdi Negara di wilayah Warunggunung, saya mengharapkan bahwa program KUR memberikan manfaat banyak bagi masyarakat. Selain itu diharapkan ada perubahan yang signifikan bagi perekonomian serta pengentasan kemiskinan dan pengangguran di wilayah Warunggunung.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 08:55 WIB). Penerapan program KUR diharapkan memberikan perubahan yang lebih baik, baik dari segi perekonomian, tingkat kesejahteraan serta pengurangan angka pengangguran. Akan tetapi, sejak diterapkannya Program KUR pada 2007, perubahan yang menjadi harapan pemerintah belum terwujud.
82
Menurut peneliti, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti kurang tepatnya sasaran penyaluran KUR. Ke depan diharapkan bahwa program KUR membawa perubahan signifikan bagi kelangsungan usaha-usaha kecil dan mikro serta membawa manfaat bagi masyarakat.
4.3.1.4 Apakah letak sebuah program sudah tepat Dalam penerapan sebuah kebijakan seringkali ada sebuah pertanyaan “apakah letak sebuah program/kebijakan sudah tepat?”. Dalam program Kredit Usaha Rakyat (KUR) tepat atau tidaknya program ini dilaksanakan adalah dengan melihat sejauh mana manfaat, tujuan serta perubahan yang diharapkan terlaksana. 1. Program KUR bagian dari upaya pemerintah meningkatkan kesejahteraan Penerapan program KUR diharapkan memberikan perubahan yang lebih baik bagi masyarakat khususnya pelaku UMKMK, baik dari segi perekonomian, tingkat kesejahteraan serta pengurangan angka pengangguran. Akan tetapi dalam prakteknya, peneliti melihat ada hal-hal yang akan menghambat pencapaian tujuan tersebut. Seperti penyaluran kredit yang tidak tepat sasaran, atau penyaluran kredit pada sector non produktif. Peningkatan pengawasan, serta memperketat aturan merupakan solusi agar berjalannya program KUR ke depan akan lebih baik. Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, peneliti mendapatkan sebuah fakta sebagai berikut:
83
“Tahun 2007 ketika program ini mulai dilaksanakan, besar harapan pemerintah bahwa program KUR merupakan sebuah solusi dari pemerintah untuk mengembangkan UMKMK yang merupakan sektor rill yang membutuhkan perhatian lebih. Berkaca pada krisis moneter 1998 bahwa sektor UMKMK tidak ikut kollaps kendati badai krisis sangat dahsyat ketika itu. Oleh karena itu program KUR dianggap sebagai sebuah solusi dari pemerintah untuk mengembangkan usahausaha produktif dan kreatif yang bersifat UMKMK dengan tujuan peningkatan kesejahteraan masyarakat serta minimal mengurangi angka pengangguran.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 12:55 WIB). Sementara wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa: “Menurut saya program KUR merupakan program yang ditunggutunggu oleh pelaku UMKMK, karena ini bentuk perhatian pemerintah terhadap pelaku usaha kecil. Semakin banyak usaha-usaha kecil maju, otomatis meningkatkan kesejahteraan dari pemiliknya.” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 11:10 WIB). Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan bahwa: “Program KUR adalah usaha pemerintah dalam meningkatkan kesejahteraan rakyatnya. Program yang sangat baik jika di dorong oleg regulasi yang ketat sehingga tepat sasaran dan betul-betul diperuntukkan bagi mereka pelaku UMKMK.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 09:15 WIB). Program KUR merupakan program yang diharapkan dan ditunggu oleh para pelaku UMKMK, yang selama ini kesulitan dalam mengakses permodalan karena usaha mereka belum bankable. Pemerintah mencanangkan program KUR untuk dapat dijangkau oleh seluruh pelaku UMKMK dengan
84
persyaratan yang mudah dan suku bunga yang rendah. Tujuannya jelas agar program KUR ini bisa memajukan usaha-usaha sektor rill, meningkatkan taraf hidup pelaku usahanya serta meminimalkan angka pengangguran. Menurut peneliti, program KUR merupakan upaya yang baik dari pemerintah sebagai bagian dari usaha pemerintah meningkatkan taraf perekonomian masyarakat dalam hal ini masyarakat menengah kebawah. Oleh karena itu sebaiknya pengawasan terhadap program KUR diperketat karena dikhawatirkan malah dimanfaatkan oleh pihak-pihak yang sebenarnya tidak membutuhkan. 2. Seberapa besar pengaruh program KUR terhadap peningkatan perekonomian di suatu daerah? Program penyaluran KUR untuk pengembangan usaha rakyat oleh pemerintah bekerjasama dengan perbankan merupakan langkah yang positif dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi kerakyatan sebagai pondasi perekonomian daerah. Program KUR ini sekaligus menunjukkan masih cukup besarnya komitmen pemerintah terhadap kehidupan masyarakat bawah yang umumnya menggantungkan hidup dari usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) atau juga dapat disebut usaha rakyat. Usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) biasanya tumbuh di daerah-daerah dengan mengedepankan budaya lokalnya dan ciri khas adat daerahnya. Oleh karena itu, penyaluran KUR secara langsung berdampak pada pertumbuhan ekonomi disuatu daerah.
85
Usaha kecil ini tersebar hampir di segala bidang kehidupan masyarakat, seperti bidang pertanian, penggalian, industri pengolahan, penyaluran gas dan air minum, kontruksi, perdagangan eceran, akomodasi makanan dan minuman, tranportasi dan komunikasi, perantara keuangan, persewaan, kesehatan serta kegiatan sosial. Untuk membangun dan mengembangkan usaha kecil ini sangat diperlukan berbagai kebijakan, mengingat banyaknya permasalahan yang dihadapinya dalam melakukan kegiatan usaha. Penyediaan modal dengan biaya dan persyaratan yang mudah, jelas merupakan suatu kebijakan yang akan memberikan dampak positif bagi usaha kecil dalam melakukan berbagai kegiatan usaha. Dari wawancara dengan Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, peneliti mendapatkan pernyataan sebagai berikut: “Saat ini bidang-bidang usaha produksi yang potensial untuk berkembang adalah bidang usaha peternakan, perikanan, pertanian, kerajinan, serta aneka makanan dan minuman. Peningkatan kegiatan usaha oleh usaha kecil ini akan meningkatkan jumlah barang dan jasa yang dihasilkan dalam berbagai sektor perekonomian. Sehingga akan dapat mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi disuatu daerah. Untuk mengembangkan usaha, biasanya pelaku usaha kecil ini membutuhkan modal, nah melalui KUR ini kita fasilitasi akses permodalannya. Disinilah peran KUR dalam upaya memajukan perekonomian disuatu daerah. Lebak khususnya Warunggunung dengan segala potensinya akan berkembang secara perekonomian jika pelaku usaha kecilnya terus di support baik oleh pemerintah pusat maupun daerah dengan bantuan pihak bank.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 13:02 WIB). Hal yang sama juga diungkapkan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) serta Ibu Ineu Feni
86
Nopiantini,
S.Pd
(Kasie
Kesejahteraan
Sosial
Kantor
Kecamatan
Warunggunung): “Dengan modal yang diperoleh maka pelaku usaha akan memanfaatkan berbagai peluang usaha di lingkungannya. Sebisa mungkin menggunakan bahan baku lokal yang tersedia, juga memanfaatkan tenaga kerja untuk menghasilkan produk yang menjadi kebutuhan pasar. Dengan sendirinya daerah akan mengalami pertumbuhan secara ekonomi.” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 11:10 WIB). “Program KUR meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah, karena biasanya daerah merupakan sentra usaha-usaha kecil dan merupakan basis perekonomian rakyat.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 09:30 WIB). Pembangunan ekonomi daerah adalah sebuah proses, proses yang mencakup pembentukan-pembentukan institusi baru, pembangunan industriindustri alternatif, pengembangan industri kreatif dengan ke khasan daerah yang akan berimbas pada perbaikan kapasitas tenaga kerja yang ada untuk menghasilkan produk dan jasa yang lebih baik. Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harusnya bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Dengan adanya program KUR hendaknya pemerintah daerah ikut mendorong pengembangan usaha-usaha daerah dengan turut memfasilitasi usaha-usaha kecil yang ada agar mendapatkan fasilitas pembiayaan dari KUR.
87
4.3.1.5 Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci Dalam menjalankan suatu kebijakan atau program harus didukung dengan adanya pelaksana kebijakan yang kompeten dan kapabel demi keberhasilan suatu kebijakan. Dan ini sudah harus terpapar atau terdata dengan baik. Ketika sebuah program berjalan, seharusnya sudah jelas siapa yang akan menjalankan program tersebut dan siapa yang akan secara langsung turun ke lapangan untuk memastikan program tersebut berjalan dengan baik. 1. Bagaimana peran pelaksana program dalam sosialisasi KUR? Tahun 2007, ketika program KUR mulai berjalan, pemerintah sudah menunjuk langsung Bank pelaksana yang akan melaksanakan program yang di cetuskan pemerintah tersebut. Program penyaluran KUR untuk pengembangan usaha rakyat oleh pemerintah bekerjasama dengan perbankan merupakan langkah yang positif dalam upaya mempercepat pembangunan ekonomi kerakyatan sebagai pondasi perekonomian daerah. Keberhasilan suatu program dapat diukur dari seberapa jauh tingkat sosialisasi yang dilaksanakan. Sebagai Bank pelaksana, selain bertugas menyalurkan kredit juga memiliki tugas untuk sosialisasi tentang program KUR. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, peneliti mendapatkan pernyataan sebagai berikut: “Sebagai Bank pelaksana program KUR, Bank kami juga memiliki tugas untuk melaksanakan sosialisasi tentang program KUR. Sosialisasi mencakup seberapa besar suku bunga, persyaratan pengajuan kredit, hingga kelebihan dari KUR itu sendiri. Selain sosialisasi rutin, sosialisasi juga dilaksanakan oleh mantra KUR
88
kami.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 13:10 WIB). Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida, menurutnya: “Sosialisasi penyaluran KUR sudah sering dilaksanakan baik oleh pihak Bank ataupun pihak Bank yang bekerja sama dengan pemerintah daerah. Selain itu sosialisasi juga sering dilakukan oleh para mantra karena kita dibekali dengan pengetahuan mengenai KUR.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:30 WIB). “Sosialisasi terus kami lakukan kepada masyarakat mengenai kemudahan mengakses KUR dan kelebihannya” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:59 WIB). Dalam setiap implementasi sebuah program, sosialisasi merupakan faktor yang penting yang menjadi penentu berhasil tidaknya suatu program. Oleh karena itu hendaknya sosialisasi mengenai program KUR terus dilakukan agar pengetahuan masyarakat mengenai program KUR semakin bertambah dan menjadi penentu keberhasilan sebuah program. 2. Seperti apa pelaksana program melaksanakan program KUR? Dalam pelaksanaan program KUR ini ada tiga pilar penting: 1) pemerintah, yaitu Bank Indonesia (BI) dan Departemen Teknis (Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kehutanan, Departemen Kelautan dan Perikanan, Departemen Perindustrian, dan Kementerian Koperasi dan UKM). Pemerintah berfungsi membantu dan mendukung pelaksanaan pemberian berikut penjaminan kredit; 2) Lembaga penjaminan yang berfungsi sebagai penjamin atas kredit dan pembiayaan yang disalurkan
89
oleh perbankan; 3) Perbankan sebagai penerima jaminan berfungsi menyalurkan kredit kepada UMKMK. Pihak-pihak yang terkait dengan penyaluran KUR di tingkat daerah disesuaikan dengan keberadaan masing-masing bank di daerahnya. Tujuh bank umum selaku penyalur secara umum berlaku di seluruh wilayah Indonesia. Untuk bank pembangunan daerah selaku bank penyalur tergantung daerah masing-masing sesuai dengan tugas penyaluran KUR sebagaimana disebutkan sebelumnya. Sebagai Bank pelaksana, BRI bertugas dalam penyaluran KUR di daerah. Seperti yang diungkapkan oleh Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, peneliti mendapatkan pernyataan sebagai berikut: “Sebagai Bank yang ditunjuk melaksanakan program KUR, kami berkomitmen untuk melaksanakan program ini sebaik mungkin serta menaati aturan yang sudah ditetapkan.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 13:18 WIB). Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida, menurutnya: “dalam melaksanakan program KUR, saya selaku karyawan dari Bank pelaksana harus bekerja sesuai dengan SOP yang ditetapkan juga harus sesuai dengan aturan-aturan yang ada agar program KUR tepat sasaran.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:30 WIB). “Tugas sebagai mantri KUR adalah memberikan pengetahuan dan meyakinkan para pelaku usaha kecil bahwa kredit KUR lebih baik dari berhutang kepada lintah darat.” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:59 WIB).
90
Pelaksanaan Program KUR sudah berjalan dengan baik di wilayah Kecamatan Warunggunung. Karena bank pelaksana dituntut untuk dapat melaksanakan program dengan baik.
4.3.1.6 Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai Dalam suatu implementasi kebijakan perlu dukungan sumberdaya, baik
sumberdaya
manusia (human
resources) maupun
sumberdaya
materi (matrial resources) dan sumberdaya metoda (method resources). Dari ketiga sumberdaya tersebut, yang paling penting adalah sumberdaya manusia, karena disamping sebagai subjek implementasi kebijakan juga termasuk objek kebijakan publik. 1. Sebagai pelaksana kebijakan apakah sumberdaya yang dimiliki sudah memadai untuk pelaksanaan program KUR? Sebagai salah satu bank pelaksana, BRI seperti di ungkapkan oleh Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, peneliti mendapatkan pernyataan sebagai berikut: “Dari Sumberdaya yang ada, kami sebagai bank pelaksana sudah siap dalam pelaksanaan program KUR. Sumberdaya manusia yang ada pun sudah memadai untuk menjalankan program pemerintah ini dan ikut membantu membangun perekonomian di daerah.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 13:22 WIB). Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida, menurutnya:
91
“dari segi SDM saya rasa kita sudah siap dan sudah memadai untuk menjalankan program ini.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:40 WIB). “kalo menurut saya, secara kapasitas kita sudah memadai dalam melaksanakan kebijakan program KUR.” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 16:15 WIB). Dari wawancara tersebut diatas, bisa diketahui bahwa sebagai bank pelaksana, BRI sudah siap menjalankan program KUR tersebut. Dari segi sumberdaya manusia dan sumberdaya lainnya. 2. Bekal apa yang diberikan kepada bawahan dalam pelaksanaan program KUR? Peningkatan sumberdaya mutlak dilakukan oleh bank pelaksana, hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan KUR selalu berjalan baik. Seperti di ungkapkan oleh Bapak Tisep Sumedi Kepala Unit BRI Sampai, bahwa di tempatnya selalu mengedepankan perbaikan dari segala sumber daya yang ada. Berikut pernyataannya : “Sebagai Bank pelaksana program KUR, sebisa mungkin selalu ada perbaikan dari segala seumber daya yang ada. Yang selalu diutamakan adalah perbaikan dari segi sumber daya manusaianya. SDM yang ada selalu di upgrade atau dinaikkan levelnya dengan berbagai pendidikan yang dilakukan.” (Wawancara dengan (I.1) Tisep Sumedi (48) Kepala Unit BRI Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 13:57 WIB). Hal ini diperkuat oleh pernyataan mantri yang membidangi penyaluran KUR pada Bank BRI Unit Sampai Bapak Dedi Suhendi dengan Ibu Mida, menurutnya: “Sering ada pelatihan, saya sering ikut dalam pelatihan tersebut. Dan Alhamdulillah dari pelatihan tersebut menambah pengetahuan dan
92
ilmu saya yang berguna dalam pekerjaan saya di bidang KUR.” (Wawancara dengan (I.4) Bapak Dedi Suhendi (26) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 15:55 WIB). “pelatihan-pelatihan, bimbingan teknis sampai pada diklat. Itu usahausaha yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan SDM pegawai.” (Wawancara dengan (I.5) Ibu Mida (24) Mantri KUR BRI Unit Sampai. Rabu, 17 Juni 2015 Pukul 16:15 WIB). Bisa diliat bahwa upaya-upaya dilaksanakan untuk meningkatkan sumberdaya-sumberdaya yang ada. Termasuk sumberdaya manusianya.
4.3.2
Context of Policy
Dalam variabel context of policy, terdapat 2 (dua) dimensi yang menjadi sebuah indikator sejauh mana implementasi kebijakan berjalan. Indikator tersebut adalah sebagai berikut: 4.3.2.1 Bagaimana kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan Dalam suatu kebijakan perlu dipertimbangkan pula kekuatan atau kekuasaan, kepentingan serta strategi yang digunakan oleh para actor yang terlibat guna memperlancar jalannya pelaksanaan suatu implementasi kebijakan. Bila hal ini tidak diperhitungkan dengan matang, sangat besar kemungkinan program yang hendak diimplementasikan akan jauh hasilnya dari yang diharapkan. 1. Bagaimana peran pemerintah daerah dalam sosialisasi program KUR? Dalam penyaluran KUR, peran pemerintah daerah melalui instansi terkait sangat diperlukan seperti sosialisasi. Dalam hal ini, pemerintah daerah
93
melalui instansi terkait harus berperan serta dalam sosialisasi penyaluran KUR bagi usaha-usaha kecil. Wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa: “Peran pemerintah daerah tentu sangat signifikan ya, selain mengawasi penyaluran KUR melalui instansi terkait, juga memiliki peran dalam hal sosialisasi juga kepada pelaku usaha. Sementara untuk instansi saya, memiliki peran sebagai fasilitator antara pelaku usaha dengan pihak bank pelaksana” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 11:50 WIB). Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan bahwa: “Kalau kecamatan, berperan dari segi sosialisasi dan verifikasi data saja. Jadi jika ada pengajuan kredit KUR, pihak bank pelaksana bisa memverifikasi data dengan pihak kecamatan. Selain itu, pihak kecamatan juga bertugas sebagai pendampingan UMKMK yang ada untuk dapat difasilitasi instansi terkait” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 09:35 WIB). Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak berfungsi sebagai fasilitator masyarakat/pelaku usaha kepada Bank. Hal ini merupakan tugas yang diemban oleh daerah dalam ikut berperan serta mensukseskan program KUR. Menurut peneliti, pentingnya KUR dalam mendorong kesejahteraan masyarakat membutuhkan peran berbagai pihak, baik pihak Bank pelaksana sebagai penyalur dana kredit, Pemerintah daerah sebagai fasilitator, maupun masyarakat sebagai subyek dari program KUR itu sendiri.
94
2. Program KUR berdampak positif bagi daerah? Semangat Program KUR adalah semangat untuk memajukan perekonomian dari daerah. Dalam era otonomi daerah maka setiap program yang sifatnya Nasional seyogyanya dilaksakan secara terkordinasi dengan pemerintah daerah sebagai bagian dari Negara Kesatuan Rebublik Indonesia, begitu juga dengan program nasional Kredit Usaha Rakyat. Dengan adanya Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) usaha kecil dan menengah diharapkan mampu bertahan menguat dan memulihkan perekonomian nasional, disamping bisa lebih berdaya yang menuju kepada kesejahteraan. Program KUR bertujuan memberikan bantuan secara materil terhadap usaha kecil dan menengah, dimana modal merupakan permasalahan utama usaha kecil dan menengah. Program Kredit Usaha Rakyat merupakan program nasional yang bertujuan untuk memberdayakan usaha kecil dan menegah. Wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa: “Pelaksanaan Program KUR yang sesuai dengan tujuan pemerintah akan berdampak pada semakin pesatnya laju pertumbuhan ekonomi di daerah. Karena semakin banyaknya usaha-usaha berbasis kerakyatan di daerah, maka pertumbuhan ekonomi di daerah tersebut akan maju dan secara signifikan berdampak pada bertumbuhnya lapangan kerja baru sehingga mengurangi angka pengangguran. Oleh karena itu, program KUR harus di dukung dan di support daerah dengan sungguh-sungguh karena juga untuk kemajuan daerahnya.” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 12:30 WIB).
95
Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) yang menyatakan bahwa: “Seperti yang saya bilang dari awal, program KUR akan sangat menguntungkan daerah. Karena biasanya daerah merupakan sentra usaha-usaha kecil dan merupakan basis perekonomian rakyat sehingga akan menciptakan pertumbuhan ekonomi.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 10:15 WIB).
Menurut peneliti, dampak positif dari adanya program KUR di daerah adalah, meningkatnya sector-sektor usaha produktif di daerah, memajukan usahaa-usaha khas daerah serta mengurangi angka pengangguran dengan meningkatnya produksi yang ada. Maka dengan adanya KUR, diharapkan perekonomian di daerah semakin terangkat.
4.3.2.2 Karakteristik institusi dan rejim yang sedang berkuasa Lingkungan dimana suatu kebijakan/program tersebut dilaksanakan juga berpengaruh terhadap tingkat keberhasilannya. Maka pada bagian ini akan dijelaskan tentang karakteristik dari suatu lembaga (institusi) yang akan turut mempengaruhi jalannya Program KUR. 1. Seperti apa peran Kecamatan dalam pelaksanaan program KUR? Dari hasil wawancara dengan Ibu Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung) diketahui bahwa kecamatan memiliki peran dalam tahapan membantu sosialisasi program KUR
96
serta pendampingan bagi usaha-usaha kecil di wilayahnya untuk dapat di fasilitasi dengan instansi terkait. Berikut pernyataannya: “Seperti yang saya bilang di awal, secara spesifik kecamatan hanya berperan dari segi sosialisasi dan verifikasi data saja. Selain itu, pihak kecamatan juga bertugas sebagai pendampingan UMKMK yang ada di wilayah tersebut untuk dapat difasilitasi dalam mengakses permodalan dan berhubungan dengan instansi terkait” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 10:25 WIB). Dari pantauan peneliti selama melakukan penelitian, kecamatan hanya berperan dari segi sosialisasi program serta melakukan verifikasi data terhadap usaha-usaha kecil yang mengajukan program KUR. Seharusnya, peran kecamatan lebih dari itu, peran pemerintah daerah harusnya lebih signifikan seperti berupa pendampingan terhadap usaha yanga ada.
2. Sejauhmana peran partisipasi pemerintah daerah agar program KUR tepat sasaran? Dalam hal peran pemerintah daerah adalah sebagai fasilitator antara pelaku
usaha
dengan
bank
pelaksana.
Fungsinya
sebagai
tenaga
pendampingan melalui instansi yang terkait yang berhubungan dengan bidang usaha dari UMKMK yang ada. Seperti hasil wawancara dengan Bapak Restu Cheryadi (Kabid UMKM Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak) diketahui bahwa: “Seperti yang saya bilang, selain mengawasi penyaluran KUR melalui instansi terkait agar tepat sasaran, pemerintah daerah juga memiliki peran dalam hal sosialisasi kepada pelaku usaha. Sementara untuk instansi-instansi teknis, memiliki peran sebagai fasilitator teknis antara pelaku usaha dengan pihak bank pelaksana” (Wawancara dengan (I.2) Bapak Restu Cheryadi (52), sebagai Kabid UMKM
97
Dinas Koperasi dan UKM Kabupaten Lebak. Senin, 15 Juni 2015 Pukul 12:45 WIB). “Partisipasi pemerintah berupa verifikasi data UMKMK yang akan menerima pembiayaan KUR, selain itu pemerintah daerah melalui instansi teknis melakukan pendampingan dengan bantuan kecamatan.” (Wawancara dengan (I.3) Ineu Feni Nopiantini, S.Pd (54) Kasie Kesejahteraan Sosial Kantor Kecamatan Warunggunung. Selasa, 16 Juni 2015 Pukul 10:25 WIB).
4.3.2.3 Tingkat kepatuhan dan responsivitas kelompok sasaran. Hal lain yang dirasa penting dalam proses pelaksanaan suatu kebijakan adalah kepatuhan dan respon dari para target sasaran, maka yang hendak dijelaskan pada poin ini adalah sejauhmana kepatuhan dan respon dari sasaran dalam menanggapi suatu kebijakan. 1. Bagaimana menurut anda kebijakan KUR yang diimplementasikan oleh pemerintah? Bagi pelaku usaha seperti Bapak Rahmat Jaya, adanya kebijakan program KUR merupakan suatu angin segar dalam kehidupan usahanya. Dengan KUR, beliau terbantu untuk menambah modal dengan bunga ringan dan mudah diakses oleh siapapun. Berikut wawancara dengan Bapak Rahmat Jaya yang merupakan pengrajin/penjual emping melinjo: “Program KUR sangat terasa bagi saya selaku orang yang memiliki usaha kecil, kebijakan KUR pemerintah ini sudah baik karena mendorong usaha-usaha kecil untuk maju. Hanya saja dari segi persyaratan masih terlalu berbelit-belit, kemudian harusnya ditiadakan jaminan karena ga semua punya jaminan.” (Wawancara dengan (I.6) Rahmat Jaya (47) Pengrajin/Penjual Emping melinjo. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 14:04 WIB).
98
Hal ini diperkuat oleh hasil wawancara dengan Bapak Rudi yang merupakan pengrajin sepatu kulit serta Bapak Hadi Saputra pengusaha jahe merah kemasan yang juga menyatakan bahwa: “KUR merupakan program yang sangat membantu bagi usaha kecil yang saya jalani. Program ini sangat bagus dan semoga pemerintah memperbaiki program ini agar lebih bisa dirasakan pengusahapengusaha kecil macam saya. Selain itu semoga ke depan pinjaman KUR tidak perlu ada jaminan.” (Wawancara dengan (I.7) Rudi (42) Pengrajin Sepatu Kulit. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 16:05 WIB). “Program KUR memberikan angin segar bagi sector UKM. Yang tadinya harus pinjam rentenir sekarang bisa pengajuan ke Bank. Ini merupakan sebuah kemajuan dari pemerintah. Kedepan semoga akses permodalan untuk UKM yang ada semakin dipermudah.” (Wawancara dengan (I.8) Hadi Saputra (29) Usaha Jahe merah kemasan. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 14:33 WIB). “Program KUR dari pemerintah merupakan program yang pro rakyat. Cocok untuk usaha-usaha kecil seperti usaha yg saya jalani. Semoga nantinya akses pembiayaan lebih banyak dinikmati oleh yang benarbenar usaha.” (Wawancara dengan (I.9) H. Iroh (44) Usaha Kerajinan Pahatan Kayu. Jumat, 19 Juni 2015 Pukul 15:20 WIB). Berikut wawancara dengan H. Jarkasih, pemilik usaha kerajinan khas Banten yang tidak mengajukan pinjaman KUR: “Program KUR adalah upaya pemerintah dalam membantu usahausaha kecil yang ada. Itu bagus dan harus diberikan acungan jempol. Hanya saja bagi saya, persyaratan pengajuannya masih rumit. Selain itu harus ada jaminan dalam prosesnya. Itu yang membuat saya mengurungkan niat mengakses KUR.” (Wawancara dengan (I.10) H. Jarkasih (53) Usaha Kerajinan Khas Banten. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 15:20 WIB). “Program KUR hanya bisa dimanfaatkan jika memiliki jaminan. Sedangkan saya tidak punya apa-apa untuk dijaminkan. Selain itu, berurusan dengan pihak bank biasanya ribet. Mudah-mudahan ke depan tidak akan dibuat ribet jadi saya bisa meminjam dana KUR.” (Wawancara dengan (I.11) Ibu Zaenab (47) Usaha Kripik Pisang. Sabtu, 20 Juni 2015 Pukul 11:00 WIB).
99
“Program KUR ini cukup baik, hanya saja pengawasan dari pemerintah kurang sehingga sasaran dari program ini tidak jelas. Beberapa yang saya tau, banyak usaha fiktif yang diajukan tapi malah di setujui oleh pihak bank. Padahal seharusnya dana KUR turun untuk usaha-usaha yang produktif.” (Wawancara dengan (I.12) Tidak Mau di Sebutkan Namanya. Sabtu, 20 Juni 2015 Pukul 13:20 WIB). Tanggapan dari para pelaku usaha kecil sangat beragam. Ada juga yang menanggapi bahwa program KUR masih tidak jelas sasarannya kemana karena masih banyak yang memperoleh dana KUR tapi tidak jelas usahanya bahkan ada yang dipergunakan bukan untuk usaha produktif. 2. Apakah kebijakan KUR cukup membantu anda dalam menjalankan usaha? Kebijakan program KUR merupakan suatu angin segar dalam iklim ekonomi yang tidak menentu. Dengan adanya KUR, pelaku usaha terdorong untuk mengembangkan usahanya tanpa dipusingkan bunga bank yang tinggi. Berikut wawancara dengan Bapak Rahmat Jaya yang terbantu karena pinjaman KUR: “Bagi saya, pengusaha kecil ini adanya KUR ibaratkan sebuah berkah. Ini bukti pemerintah masih peduli terhadapa usaha kecil di Negara ini dan ini merupakan kebijakan yang pro rakyat” (Wawancara dengan (I.6) Rahmat Jaya (47) Pengrajin/Penjual Emping melinjo. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 14:15 WIB). Hal yang sama juga diakui oleh Bapak Rudi dan Bapak Hadi, berikut hasil wawancara dengan Bapak Rudi yang merupakan pengrajin sepatu kulit serta Bapak Hadi Saputra pengusaha jahe merah kemasan yang juga menyatakan bahwa: “Ya, dana dari KUR saya pergunakan untuk menambah modal pembelian bahan baku kulit sehingga produksi sepatu kulit saya
100
bertambah.” (Wawancara dengan (I.7) Rudi (42) Pengrajin Sepatu Kulit. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 16:05 WIB). “Iya sangat membantu, kemaren sempat kesulitan modal tapi bisa ditanggulangi oleh pinjaman dari KUR” (Wawancara dengan (I.8) Hadi Saputra (29) Usaha Jahe merah kemasan. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 14:33 WIB). Dari jawaban tersebut, kita melihat bahwa Program KUR sangat membantu pengusaha kecil untuk mengembangkan usahanya dan menambah aspek permodalan dalam usahanya. 3. Alasan
apa yang membuat anda memutuskan
untuk tidak
mengajukan pinjaman KUR? Kebijakan program KUR merupakan suatu angin segar bagi pengusaha yang usahanya masih kategori usaha kecil atau mikro. Hanya saja masih ada sebagian pengusaha yang belum tertarik dengan pembiayaan KUR dengan berbagai alasan. Berikut hasil wawancara dengan H. Jarkasih yang tidak menggunakan pinjaman KUR: “persyaratan pengajuannya masih rumit. Selain itu harus ada jaminan dalam prosesnya. Sementara saya sendiri tidak punya sesuatu untuk dijaminkan” (Wawancara dengan (I.10) H. Jarkasih (53) Usaha Kerajinan Khas Banten. Kamis, 18 Juni 2015 Pukul 15:30 WIB). “pengalaman berurusan dengan pihak bank yang ribet dan berbelitbelit. Selain itu masalah jaminan yang saya tidak bisa sanggupi.” (Wawancara dengan (I.11) Ibu Zaenab (47) Usaha Kripik Pisang. Sabtu, 20 Juni 2015 Pukul 11:12 WIB).
4.4
Pembahasan Dalam penelitian ini, ditemukan bahwa penyaluran KUR belum
sepenuhnya tepat sasaran. Periode 2014 hasil audit internal BRI mencatat bahwa ada 15 penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran (Sumber: Audit Internal BRI).
101
Sementara dari temuan di lapangan, penyaluran KUR banyak diserap bukan untuk sektor usaha produktif. Jika mengacu pada aturan yang sudah ditentukan serta penyaluran program yang tepat sasaran, program KUR sesungguhnya bermanfaat bagi target sasaran untuk perbaikkan taraf kesejahteraannya. Berdasarkan temuan di lapangan terdapat beberapa kasus mengenai dana KUR turun pada yang bukan semestinya atau yang bukan pada usaha produktif seperti yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Temuan dilapangan, ada beberapa kasus dana KUR dipergunakan bukan sebagai tambahan modal usaha produktif. Hal ini sebenarnya yang membuat program KUR kurang begitu optimal dirasakan oleh pelaku usaha. Sebenarnya, tujuan dari program KUR adalah memajukan usaha-usaha sektor rill, meningkatkan taraf hidup pelaku usahanya serta meminimalkan angka pengangguran Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harusnya bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Dengan adanya
program
KUR
hendaknya
pemerintah
daerah
ikut
mendorong
pengembangan usaha-usaha daerah dengan turut memfasilitasi usaha-usaha kecil yang ada agar mendapatkan fasilitas pembiayaan dari KUR. Keberhasilan suatu program dapat diukur dari seberapa jauh tingkat sosialisasi yang dilaksanakan. Sosialisasi merupakan faktor yang penting yang menjadi penentu berhasil tidaknya suatu program. Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sosialisasi program KUR tidak hanya menjadi peran dari bank pelaksana, tetapi juga merupakan peran dari pemerintah daerah
102
selaku kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Minimnya peran pemerintah daerah ini, menghambat kemajuan program KUR itu sendiri sehingga tujuan dari penerapan program KUR tidak pernah terlaksana.
Tabel 4.3 Temuan Lapangan
No
Kriteria
Content of Policy 1 Kepentingan yang terpengaruhi oleh kebijakan
Pembahasan
a. Kebijakan Program KUR tepat sasaran b. Kebijakan Program KUR berpengaruh terhadap kesejahteraan target sasaran
Temuan di lapangan a. Dari
hasil
penelitian, peneliti menemukan memang bahwa penyaluran KUR tidak tepat sasaran.
b. Program
KUR sesungguhnya bermanfaat bagi target sasaran untuk perbaikkan taraf kesejahteraannya jika penyalurannya tepat sasaran
2
Jenis manfaat a. Manfaat yang akan Program dihasilkan terhadap sasaran
3
Bagaimana a. Bentuk perubahan a. Sejak diterapkannya pada perubahan yang yang dihasilkan 2007, perubahan yang diinginkan dari setelah pelaksanaan menjadi harapan pemerintah sebuah Program KUR belum terwujud. Menurut kebijakan peneliti, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti kurang tepatnya sasaran penyaluran KUR.
kebijakan KUR target
a. Program KUR sendiri memiliki manfaat yaitu: membantu pembiayaan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha sektor UMKMK serta usaha-usaha produktif lainnya.
103
4
Apakah letak a. Program KUR a. Tujuan program KUR ini sebuah program bagian dari upaya adalah agar bisa memajukan sudah tepat pemerintah usaha-usaha sektor rill, meningkatkan meningkatkan taraf hidup kesejahteraan pelaku usahanya serta meminimalkan angka b. Seberapa besar pengangguran pengaruh program KUR terhadap b. Setiap upaya pembangunan peningkatan ekonomi daerah mempunyai perekonomian di tujuan utama untuk suatu daerah? meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah.
5
Apakah sebuah kebijakan telah menyebutkan implementornya dengan rinci
a. Bagaimana peran a. Keberhasilan suatu program pelaksana program dapat diukur dari seberapa dalam sosialisasi jauh tingkat sosialisasi yang KUR dilaksanakan. Sosialisasi merupakan faktor yang b. Seperti apa penting yang menjadi pelaksana program penentu berhasil tidaknya melaksanakan suatu program. program KUR b. Pelaksanaan Program KUR sudah berjalan dengan baik di wilayah Kecamatan Warunggunung. Karena bank pelaksana dituntut untuk dapat melaksanakan program dengan baik.
6
Apakah sebuah program didukung oleh sumberdaya yang memadai
a. Sebagai pelaksana a. Dari hasil wawancara kebijakan apakah diperoleh hasil bahwa, sumberdaya yang sebagai bank pelaksana, dimiliki sudah BRI sudah siap menjalankan memadai untuk program KUR tersebut. Dari pelaksanaan segi sumberdaya manusia program KUR dan sumberdaya lainnya.
104
b. Bekal apa yang b. Perbaikan dari segala diberikan kepada sumber daya yang ada. Hal bawahan dalam ini diperkuat oleh pelaksanaan pernyataan mantri yang program KUR membidangi penyaluran KUR pada Bank BRI Unit Sampai bahwa sering dilaksanakan pelatihanpelatihan, bimbingan teknis sampai pada diklat. Seperti itulah saha-usaha yang dilakukan perusahaan untuk meningkatkan SDM pegawai. Context of Policy 1 Bagaimana kekuasaan, kepentingan, dan strategi yang dimiliki oleh para aktor yang terlibat dalam implementasi kebijakan
a. Bagaimana peran a. Dinas Koperasi dan UKM pemerintah daerah Kabupaten Lebak berfungsi dalam sosialisasi sebagai fasilitator program KUR masyarakat/pelaku usaha kepada Bank. Hal ini b. Program KUR merupakan tugas yang berdampak positif diemban oleh daerah dalam bagi daerah? ikut berperan serta mensukseskan program KUR. b. Dampak positif dari adanya program KUR di daerah adalah, meningkatnya sector-sektor usaha produktif di daerah, memajukan usahaa-usaha khas daerah serta mengurangi angka pengangguran dengan meningkatnya produksi yang ada. Maka dengan adanya KUR, diharapkan
105
perekonomian di semakin terangkat.
daerah
2
Karakteristik a. Seperti apa peran a. Kecamatan memiliki peran institusi dan Kecamatan dalam dalam tahapan membantu rejim yang pelaksanaan sosialisasi program KUR sedang berkuasa program KUR serta pendampingan bagi UMKMK di wilayahnya b. Sejauhmana peran untuk dapat di fasilitasi partisipasi dengan instansi terkait. pemerintah daerah agar program KUR b. Peran pemerintah daerah tepat sasaran adalah sebagai fasilitator antara pelaku usaha dengan bank pelaksana. Fungsinya sebagai tenaga pendampingan melalui instansi yang terkait yang berhubungan dengan bidang usaha dari UMKMK yang ada. Selain itu, tugas pemerintah daerah juga mengontrol penerima KUR dan melakukan verifikasi agar program ini jatuh kepada yang memang berhak mendapatkannya.
3
Tingkat a. Bagaimana menurut a. Kebijakan program KUR kepatuhan dan anda kebijakan merupakan suatu angin responsivitas KUR yang segar dalam kehidupan kelompok diimplementasikan usahanya. Dengan KUR, sasaran. oleh pemerintah banyak pihak terbantu untuk menambah modal dengan b. Apakah kebijakan bunga ringan dan mudah KUR cukup diakses oleh siapapun. membantu anda dalam menjalankan b. Kebijakan program KUR usaha merupakan suatu angin segar dalam iklim ekonomi
106
c. Alasan apa yang membuat anda memutuskan untuk tidak mengajukan pinjaman KUR
yang tidak menentu. Dengan adanya KUR, pelaku usaha terdorong untuk mengembangkan usahanya tanpa dipusingkan bunga bank yang tinggi. c. Kebijakan program KUR merupakan suatu angin segar bagi pengusaha yang usahanya masih kategori usaha kecil atau mikro. Hanya saja masih ada sebagian pengusaha yang belum tertarik dengan pembiayaan KUR dengan berbagai alasan.
107
BAB V PENUTUP
5.1
Kesimpulan Berdasarkan hasil pemaparan dan pembahasan pada bab sebelumnya
tentang masalah dan
temuan-temuan di
lapangan mengenai penelitian
“Implementasi Kebijakan Program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam Pengembangan Usaha Mikro Kecil dan Menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak” peneliti mendapatkan kesimpulan akhir bahwa implementasi kebijakan program Kredit Usaha Rakyat (KUR) dalam pengembangan usaha mikro kecil dan menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak belum optimal. Dari hasil penelitian, peneliti menemukan bahwa penyaluran KUR belum sepenuhnya tepat sasaran. Periode 2014 hasil audit internal BRI mencatat bahwa ada 15 penyaluran KUR yang tidak tepat sasaran (Sumber: Audit Internal BRI). Sementara dari temuan di lapangan, penyaluran KUR banyak diserap bukan untuk sektor usaha produktif. Jika mengacu pada aturan yang sudah ditentukan serta penyaluran program yang tepat sasaran, program KUR sesungguhnya bermanfaat bagi target sasaran untuk perbaikkan taraf kesejahteraannya. Berdasarkan temuan di lapangan terdapat beberapa kasus mengenai dana KUR turun pada yang bukan semestinya atau yang bukan pada usaha produktif seperti yang sudah ditentukan oleh pemerintah. Temuan dilapangan, ada beberapa kasus dana KUR
107
108
dipergunakan bukan sebagai tambahan modal usaha produktif. Hal ini sebenarnya yang membuat program KUR kurang begitu optimal dirasakan oleh pelaku usaha. Program KUR sendiri memiliki manfaat yaitu: membantu pembiayaan yang dibutuhkan oleh pelaku usaha sektor UMKMK serta usaha-usaha produktif lainnya. Penerapan KUR sendiri diharapkan terjadi percepatan pengembangan sektor riil dan pemberdayaan UMKMK dalam rangka penanggulangan/ pengentasan kemiskinan. Sejak diterapkannya pada 2007, perubahan yang menjadi harapan pemerintah belum terwujud. Menurut peneliti, hal ini dikarenakan beberapa faktor seperti kurang tepatnya sasaran penyaluran KUR. Ke depan diharapkan bahwa program KUR membawa perubahan signifikan bagi kelangsungan usaha-usaha kecil dan mikro serta membawa manfaat bagi masyarakat. Tujuan dari program KUR ini bisa memajukan usaha-usaha sektor rill, meningkatkan taraf hidup pelaku usahanya serta meminimalkan angka pengangguran Setiap upaya pembangunan ekonomi daerah mempunyai tujuan utama untuk meningkatkan jumlah dan jenis peluang kerja untuk masyarakat daerah. Untuk mencapai tujuan tesebut, pemerintah daerah dan masyarakat harusnya bersama-sama mengambil inisiatif pembangunan daerah. Dengan adanya
program
KUR
hendaknya
pemerintah
daerah
ikut
mendorong
pengembangan usaha-usaha daerah dengan turut memfasilitasi usaha-usaha kecil yang ada agar mendapatkan fasilitas pembiayaan dari KUR. Keberhasilan suatu program dapat diukur dari seberapa jauh tingkat sosialisasi yang dilaksanakan. Sosialisasi merupakan faktor yang penting yang
109
menjadi penentu berhasil tidaknya suatu program. Minimnya sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah. Sosialisasi program KUR tidak hanya menjadi peran dari bank pelaksana, tetapi juga merupakan peran dari pemerintah daerah selaku kepanjangan tangan dari pemerintah pusat. Sosialisasi yang dilakukan oleh pemerintah daerah baik ditingkat kecamatan maupun pada instansi terkait sebenarnya bisa lebih mengoptimalkan program KUR yang sedang berjalan. Hanya saja hal ini tidak dilaksanakan dengan baik oleh pemerintah daerah. Minimnya peran pemerintah daearah dalam pelaksanaan Program KUR. Seringkali nasabah KUR khususnya pelaku usaha mengajukan pinjaman tanpa diketahui pihak pemerintah daerah. Padahal berdasarkan tujuan dilaknakannya program KUR salah satunya adalah untuk meningkatkan perekonomian di daerah dengan cara pemberdayaan usaha-usaha mikro kecil serta menengah yang dalam usahanya mengedepankan potensi daerah masing-masing.
5.2
Saran Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, peneliti memberikan
saran agar impelemntasi program KUR berjalan optimal sehingga membantu dalam perkembangan usaha mikro kecil dan menengah di Kecamatan Warunggunung Kabupaten Lebak. Saran tersebut sebagai berikut : 1. Mengoptimalkan sosialisasi mengenai program KUR baik oleh bank pelaksana maupun oleh pemerintah daerah yang merupakan fasilitator masyarakat dalam pengajuan pembiayaan KUR. Sosialisasi yang
110
dilakukan harus menyeluruh agar masyarakat memahami keseluruhan maksud dan tujuan program KUR. 2. Penguatan kerjasama antara Bank pelaksana dengan pemerintah daerah agar terciptanya sinergitas pengelolaan program KUR sehingga meminimalisir penyelewengan dan tidak tepat sasaran dari program KUR itu sendiri. 3. Memperketat pengawasan dari pemerintah terkait penyaluran KUR sehingga tidak ada lagi dana KUR yang turun kepada yang tidak berhak menerimanya. 4. Mengoptimalkan tenaga pendampingan dari pemerintah daerah melalui instansi terkait terhadap usaha-usaha mikro kecil dan menengah didaerahnya sehingga nantinya terdata siapa-siapa yang telah menerima dana KUR. 5. Mengkaji kembali persyaratan pengajuan KUR sehingga lebih meringankan pelaku usaha kecil dalam memperoleh bantuan usaha dari pemerintah.
111
DAFTAR PUSTAKA
Budiardjo, Miriam. 2008.Dasar-dasar Ilmu Politik. Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utaman Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. 1997. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka Fasli Djalal & Dedi Supriadi (eds). 2001. Reformasi Pendidikan dalam Konteks Otonomi Daerah. Yogyakarta: Adicita Karya Nusa. H.A.R Tilaar (2009). Kekuasaan dan Pendidikan: Manajemen Pendidikan Nasional dalam Pusaran Kekuasaan. Jakarta: Rineka Cipta. Mikkelsen, Britha. 2003. Metode Penelitian Partisipatoris dan Upaya-Upaya Pemberdayaan Sebuah Buku Pegangan bagi Para Praktisi Lapangan. (Terjemahan : Matheos Nalle). Jakarta: Yayasan Obor Indonesia Muluk, Khairul. 2005. Desentralisasi dan Pemerintahan Daerah. Bayumedia Ndraha,
Taliziduhu. 1990. Pembangunan Masyarakat Masyarakat Tinggal Landas. Jakarta : Rineka Cipta
Malang:
Mempersiapkan
Nugroho, D. Riant. 2003. Kebijakan Publik, Formulasi, Implementasi dan Evaluasi. Jakarta: PT. Elex Media Komputindo Sastropoetro, Santoso. 1988. Partisipasi, Komunikasi Persuasi dan Disiplin dalam Pembangunan Nasional.. Bandung : Alumni IKAPI SJ. Soemarto, Hertifah. 2004. Inovasi, Partisipasi, dan good governance; 20 prakarsa inovatif dan partisipatif di Indonesia. Jakarta : Yayasan Obor Indonesia Sumaryadi, I Nyoman. 2010. Efektifitas Implementasi Otonomi Daerah. Jakarta: Citra Utama
112
Syani, Abdul, 1987, Sosiologi Kelompok dan Masalah Sosial, Jakarta: Fajar Agung Agustino, Leo. 2012. Dasar-dasar kebijakan publik , Bandung : CV Alfabeta Tjokroamidjojo, Bintoro. 1984. Perencanaan Pembangunan. Jakarta : PT Gunung Agung Tangkilisan & Hessel Nogi.2005.Manajemen Publik. Jakarta: PT Grasindo Winarno, Budi. 2002. Teori dan Proses Kebijakan Publik. Yogyakarta: Media Presindo Zul Fazri, EM. 2003. Kamus Lengkap Bahasa Indonesia.Jakarta : Difa Publisher.
Sumber Lain Gumilar, Gugum. 2008. http://www.gumilarcenter.com/sosiologi/materi1.pdf