ANALISIS KEMAMPUAN KEUANGAN DAERAH DALAM MEMBIAYAI BELANJA DAERAH DI KOTA GORONTALO (Studi Kasus DPPKAD Kota Gorontalo) MERI IMELDA YUSUF 921 409 130 PROGRAM STUDI SRATA 1 AKUNTANSI JURUSAN AKUNTANSI FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO 2013
ABSTRAK Meri Imelda Yusuf. Analisis Kemampuan Keuangan Daerah Dalam Membiayai Belanja Daerah Di Kota Gorontalo. Skripsi. Gorontalo. Program Studi S1 Akuntansi, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi Dan Bisnis, Universitas Negeri Gorontalo. 2013, dibawah bimbingan Ibu Nilawaty Yusuf SE, Ak. M.Si dan Bapak Lukman Pakaya, S.Pd, MSA masing-masing sebagai pembimbing I dan II. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis tingkat kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanja daerah. Data yang digunakan berupa laporan keuangan yang diperoleh dari DPPKAD Kota Gorontalo periode 2007-2011. Tehnik analisis data yang digunakan adalah data kuantitatif deskriptif yang selanjutnya dianalisis menggunakan beberapa rasio yaitu Rasio Kemandirian, Rasio Desentralisasi Fiskal, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Debt service Coverage Ratio, Rasio Keserasian dan Rasio Pertumbuhan. Hasil penelitian menunjukkan kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanja daerah di Kota Gorontalo ditinjau dari : a) Rasio kemandirian keuangan daerah masih memiliki kemandirian yang rendah dan tergolong pada pola hubungan instruktif karena peranan pemerintah pusat atau bantuan dari pihak eksteren lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah. b) Rasio derajat desentralisasi fiskal menunjukkan tingkat desentralisasi masih kurang dalam menyelenggarakan desentralisasi karena sumber PAD terhadap total penerimaan yang berupa pajak daerah dan retribusi daerah belum dioptimalkan bagi daerah. c) Rasio ketergantungan keuangan daerah menunjukkan persentase tiap tahunnya semakin menurun yang artinya pemerintah daerah semakin baik dalam mengelola kemampuan keuangannya. d) Debt service coverage ratio menunjukan bahwa nilai kemampuan keuangannya layak untuk mengadakan pinjaman karena pemerintah daerah tersebut masih memiliki kemampuan yang cukup dalam mengembalikan pinjaman. e) Rasio keserasian menunjukkan adanya ketidakserasian antara belanja operasi dan belanja modal karena belanja operasi lebih besar diperuntukkan untuk pembayaran gaji pegawai dan honorarium 6. Rasio pertumbuhan menunjukkan pertumbuhan yang positif
1
karena pertumbuhan PAD, pendapatan, pertumbuhan belanja operasi dan belanja modal mengalami peningkatan pada tiap tahun anggaran. Kata Kunci : pemerintah daerah, kemampuan keuangan daerah. PENDAHULUAN Implementasi kebijakan otonomi daerah memberikan kewenangan kepada daerah untuk dapat mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri. Hal tersebut dimaksudkan agar daerah dapat meningkatkan efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan dalam rangka pemberian pelayanan kepada masyarakat dan pelaksanaan pembangunan. Pelaksanaan otonomi daerah identik dengan adanya tuntutan good governance dalam rangka efektifitas dan efisiensi pembangunan daerah dalam kerangka otonomi memerlukan prasyarat berupa tata pemerintahan yang baik dan bersih. Dengan adanya implementasi otonomi daerah, hal yang pasti adalah bertambahnya anggaran pembangunan di daerah baik dari PAD, DAU maupun DAK (Halim, 2004: 241). Salah satu ciri utama daerah mampu melaksanakan otonomi daerah adalah pada kemampuan keuangan daerah untuk membiayai penyelenggaraan pemerintah daerahnya dengan tingkat proporsi ketergantungan kepada pemerintah pusat yang semakin mengecil dan diharapkan bahwa pendapatan asli daerah harus menjadi alat utama dalam dana pembangunan daerah. Tujuan otonomi daerah serta Undang-Undang No.32 Tahun 2004 tentang kemandirian daerah, dalam membiayai belanja pembangunan dan pemerataan daerah dapat diukur dengan adanya pendapatan asli daerah yang mencakup hasil Pajak daerah, hasil retribusi daerah dan hasil perusahaan milik daerah dan hasil pengelolaan kekayaan daerah dan lain-lain pendapatan asli daerah yang sah. Dinas Pendapatan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kota Gorontalo adalah salah satu instansi pemerintahan daerah yang bertugas melaksanakan urusan rumah tangga daerah dibidang keuangan yang meliputi, pendapatan, pengeluaran, pengelolaan kas daerah dan pengendalian yang menjadi tanggung jawabnya. Salah satu masalah yang dihadapi pada pemerintah daerah Kota Gorontalo adalah pemerintah Kota Gorontalo belum
2
secara maksimal mampu membiayai keuangan suatu daerah yang disebabkan oleh adanya anggaran belanja daerah lebih besar dari anggaran pendapatan daerah. KAJIAN TEORI A. Akuntansi Pemerintahan
Menurut Hafiz, (2008:35) bahwa akuntansi pemerintahan adalah proses pencatatan, penggolongan dan pengikhtisaran dengan cara tertentu dalam ukuran moneter, transaksi dan kejadian-kejadian yang umumnya bersifat keuangan dan termasuk pelaporan hasilhasilnya dalam penyelenggaraan urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip ekonomi seluas-luasnya dalam sistim dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia. B. Kemampuan Keuangan Daerah Kemampuan daerah dimaksud dalam arti seberapa jauh daerah dapat menggali sumber-sumber keuangan sendiri guna membiayai kebutuhannya tanpa harus selalu menggantungkan diri pada bantuan pemerintah pusat. Kemampuan daerah untuk dapat membiayai keuangan daerahnya antara lain dapat dilihat dari besarnya pendapatan asli daerah yang meningkat, dibandingkan dana perimbangan, semakin besar PAD maka ketergantungan terhadap pusat akan semakin kecil dan penggunaan surplus angggaran kepada alokasi belanja (terutama belanja untuk pengembangan infrastruktur umum) dari pada pengeluaran pembiayaan untuk rekening pemegang kas daerah. Pemerintah di daerah dapat terselenggara karena adanya dukungan berbagai faktor sumber daya yang mampu menggerakkan jalannya roda organisasi pemerintahan dalam rangka pencapaian tujuan. C. Penerimaan Daerah Sumber-sumber pendapatan daerah dapat dikelompokkan sebagai berikut: 1.1 Pendapatan Asli Daerah PAD merupakan semua penerimaan daerah yang berasal dari sumber ekonomi asli daerah.
3
1.2 Pendapatan Transfer Menurut Deddi (2007:181) pendapatan transfer merupakan pendapatan yang bersumber dari transfer pemerintahan pusat dalam rangka pelaksanaan otonomi daerah. Dalam pendapatan jenis ini adalah dana peribangan yang terdiri dari : Dana Bagi Hasil Pajak dan Dana Bagi Hasil SDA, Dana Alokasi Umum dan Dana Alokasi Khusus. 1.3 Lain-lain Pendapatan Yang Sah Menurut Deddi (2007:181) lain-lain pendapatan yang sah merupakan pendapatan yang tidak dapat diklasifikasikan kedalam pendapatan asli daerah dan pendapatan transfer. Termasuk pendapatan jenis ini adalah hibah, dana darurat dari pemerintah dalam rangka penanggulangan bencana, bagi hasil pajak dari pemerintah provinsi, dana penyesuaian dan dana otonomi khusus yang ditetapkan pemerintah, dan bantuan keungan dari provinsi atau Pemda lainnya. D. Belanja Daerah Belanja daerah terbagi menjadi dua yaitu : 1.1 Belanja Rutin Belanja rutin adalah pengeluaran yang manfaatnya hanya untuk satu tahun anggaran dan tidak menambah aset kekayaan daerah. Belanja rutin terdiri dari : belanja pegawai, belanja barang, belanja perjalanan dinas, belanja pemeliharaan dan belanja operasi dan prasarana umum. 1.2 Belanja Pembangunan Menurut Baswir (2002:45) belanja pembangunan adalah belanja pemerintahan yang bersifat investasi dan ditujukkan untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan sebagai salah satu pelaku pembangunan. E. Anggaran Pendapatan Dan Belanja Daerah Menurut Syamsudin (2006:12) Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah yang selanjutnya disebut APBD adalah rencana keuangan tahunan pemerintah daerah yang ditetapkan dengan peraturan daerah. Proses penyusunan APBD diawali dengan penetapan
4
tujuan, target dan kebijakan, kesamaan dan persepsi antar berbagai pihak tentang apa yang akan dicapai dan keterkaitan tujuan dengan berbagai program yang akan dilakukan, sangat krusial bagi kesuksesan anggaran. F.
Analasis Rasio Keuangan Yang Digunakan Untuk Mengukur Kemampuan
Pendapatan Daerah Berdasarkan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah Beberapa rasio yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan pendapatan daerah berdasarkan APBD diuraikan berikut ini: 1. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Rasio kemandirian =
Pendapatan Asli Daerah x 100 % Sumber Pendapatan Dari Pihak Eksteren
Rasio kemandirian menggambarkan ketergantungan daerah terhadap sumber dana eksteren, semakin tinggi resiko kemandirian , bahwa tingkat ketergantungan daerah terhadap bantuan pihak eksteren semakin rendah, begitu pula sebaliknya. Rasio kemandirian juga menggambarkan tingkat partisipasi masyarakat dalam membayar pajak dan retribusi daerah yang merupakan komponen utama pendapatan asli daerah. 2. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal xbnxbcdbc Rasio ini mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam rangka meningkatkan pendapatan asli daerah guna membiayai pembangunan. Mahmudi (2010 : 142) rasio keuangan daerah dihitung dengan cara memandingkan jumlah penerimaan pendapatan asli daerah dibagi dengan total pendapatan daerah. Semakin tinggi kontribusi PAD, maka semakin tinggi kemampuan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan desentralisasi DDF =
Pendapatan Asli Daerah ( PAD) x 100 % Total Penerimaan Derah ( TPD )
3. Rasio ketergantungan Keuangan Daerah Menurut Mahmudi (2010 : 142) rasio ketergantungan keuangan daerah dihitung dengan cara membandingkan jumlah pendapatan transfer yang diterima oleh penerimaan daerah dengan total penerimaan daerah. Semakin tinggi rasio ini maka semakin besar tingkat
5
ketergantungan pemerintah daerah terhadap pemerintah pusat dan / atau pemerintah provinsi. Rasio ini dirumuskan sebagai berikut : Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah =
Pendapatan Transfer x 100 % Total Penerimaan Derah ( TPD )
4. Debt Service Coverage Ratio DSCR merupakan rasio untuk mengukur kemampuan pemerintah daerah dalam membayar kembali pinjaman daerah (Mahmudi, 2010 : 145) DSCR =
( PAD + (DBH − DBHR) + DAU )– Belanja Wajib x 100 % Angsuran Pokok Pinjaman + Bunga + Biaya Lain
5. Rasio Keserasian Rasio ini menggambarkan kemampuan bagaimana pemerintah daerah memprioritaskan alokasi dananya pada belanja rutin dan pembangunan secara optimal. Semakin tinggi persentase dana yang dialokasikan untuk belanja rutin berarti persentase belanja pembangunan yang digunakan untuk menyediakan sarana dan prasarana ekonomi masyarakat cenderung semakin kecil. Berikut adalah rumus rasio keserasian menurut Mahmudi (2010 : 164) Rasio Belanja Operasi thd Total Belanja =
Rasio Belanja Modal thd Total Belanja =
Realisasi Belanja Operasi Total Belanja Daerah
Realisasi Belanja Modal Total Belanja Daerah
6. Rasio Pertumbuhan Menurut Halim (2007:241) rasio pertumbuhan mengukur seberapa besar kemampuan pemerintah dalam mempertahankan dan meningkatkan keberhasilan yang telah dicapainya dari periode ke periode berikutnya. Adapun rumus yang digunakan untuk menghitung rasio pertumbuhan adalah : r=
−
x 100 %
6
G.
Kerangka Berpikir Alat analisis yang digunakan berdasarkan teori dan penelitian terdahulu yang
mempengaruhi keuangan suatu daerah berikut merupakan kerangka berpikir untuk Kota Gorontalo. Gambar 1 Kerangka Berpikir
Teori Menurut Darise (2008 : 133-134) APBD merupakan satu kesatuan yang terdiri dari pendapatan daerah, belanja daerah, dan pembiayaan daerah. Selisish antara anggaran pendapatan dengan anggaran belanja daerah mengakibatkan terjadinya surplus atau defisit APBD. Surplus anggaran, terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih besar dari angggarann belanja daerah. Defisit anggaran terjadi apabila anggaran pendapatan daerah diperkirakan lebih kecil dari anggaran belanja daerah.
1.
2.
3.
Penelitian terdahulu Analisis kemampuan keuangan daerah sebelum dan dan sesudah otonomi daerah pada kabupaten/kota di Propinsi Lampung (Charles Djohan P : 2011) Analisis Kinerja Anggaran Pemerintah Daerah Mohamad Adhim : 2008), Analisis kemampuan pendapatan asli daerah terhadap belanja daerah Di Kabupaten Maros
Laporan Keuangan Realisasi APBD Kota Gorontalo
Analisis Kemampuan Keuangan Daerah ditinjau dari : 1. Rasio kemandirian 2. Derajat desentralisasi fiskal 3. Ketergantungan keuangan daerah 4. Debt service coverage ratio 5. Rasio keserasian 6. Rasio pertumbuhan
METODE PENELITIAN A. Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
7
Lokasi penelitian dalam penulisan ini adalah pada pemerintah daerah Kota Gorontalo tepatnya di Dinas Pendapatan dan Pengelolaan Keuangan Aset Daerah Kota Gorontalo. Sedangkan waktu penelitian yang direncanakan selama 4 bulan dari bulan Maret 2013 sampai dengan juli 2013. B. Teknik Pengumpulan Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yakni laporan keuangan yang berupa laporan realisasi anggaran pendapatan dan belanja daerah di Kota Gorontalo diperoleh dari DPPKAD kota Gorontalo untuk 5 tahun terakhir yakni periode 2007-2011. C. Teknik Analisis Data Tehnik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yang selanjutnya di analisis dengan menggunakan beberapa rasio yaitu
Rasio Kemandirian Keuangan Daerah
, Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal, Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah, Debt Service Coverage Ratio, Rasio Keserasian dan Rasio Pertumbuhan. Berikut uraian dari masing-masing rasio yang digunakan dalam penelitian ini adalah HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN 1. Hasil Analisis Data a. Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Hasil perhitungan analisis terhadap rasio kemandirian selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut : Tabel 6 Perhitungan Rasio Kemandirian Keuangan Daerah Kota Gorontalo Periode 2007 – 2011
2007
35,053,377,209
Sumber Pendapatan Dari Pihak Eksteren 290,282,943,573
2008
43,125,193,544
330,882,250,641
Sumber PAD Tahun
8
Rasio Kemandirian
%
Keterangan
0,120755896
12,07%
Instruktif
0,130333958
13,03%
Instruktif
2009
53,590,516,884
363,975,280,809
0.147236694
14,72%
Instruktif
2010
25,284,859,751
357,458,301,137
0.070735131
7,07%
Instruktif
2011
74,646,796,347
419,015,201,977
0.178148182
17,81%
Instruktif
Sumber : Olahan Data, 2013
Berdasarkan penjelasan di atas dapat dibuat kesimpulan bahwa struktur APBD Kota Gorontalo lebih didominasi oleh penerimaan pendapatan transfer pemerintah pusat atau provinsi sedangkan kontribusi dari PAD masih sangat rendah. Hal ini menunjukkan bahwa pelaksanaan pembangunan masih sangat tergantung pada pihak eksteren atau pemerintah pusat maupun provinsi. Hal ini dapat dilihat dari rasio kemandirian keuangan daerah Kota Gorontalo masih sangat rendah dari tahun 2007-2010. b. Rasio Derajat Desentralisasi Fiskal Perhitungan analisis terhadap rasio derajat desentralisasi fiskal selama periode 20072011 adalah sebagai berikut Kontribusi PAD terhadap Total Pendapatan Daerah Kota Gorontalo Periode 2007 – 2011 Tahun
PAD
TPD
%
2007
35,053,377,209
325,336,320,782
10,77%
Kemampuan Keuangan Kurang
2008
43,125,193,544
387,947,444,185
11,11%
Kurang
2009
53,590,516,884
417,715,697,693
12,82%
Kurang
2010
25,284,859,751
466,532,321,745
5,41%
Sangat Kurang
2011 74,646,796,347 Sumber :Olahan, 2013
573,532,321,745
13,01%
Kurang
Tabel di atas memperlihatkan bahwa kontribusi pendapatan asli daerah terhadap total pendapatan daerah Kota Gorontalo mengalami penurunan dan kenaikan walaupun relatif kecil. Tahun 2007 rasio derajat desentralisasii fiskal adalah mencapai 10.77% dan tahun 2008 naik mencapai 11,11% dan tahun 2009 meningkat lagi menjadi 12,82%, kemudian
9
pada tahun 2010 turun menjadi 5,41%. Dan tahun 2011 kembali mengalami peningkatan 13,01%,sehingga rata-rata derajat desentralisasi fiskal hanya dibawah 15% dengan kemampuan keuangan daerah yang masih kurang. c. Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Berikut hasil perhitungan terhadap rasio ketergantungan keuangan daerah selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut Perhitungan Rasio Ketergantungan Keuangan Daerah Kota Gorontalo Periode 2007 – 2011 Tahun
Pendapatan Transfer
TPD
%
2007
290,282,943,573
325,336,320,782
89,22%
2008
330,882,250,641
387,947,444,185
85,29%
2009
363,975,280,809
417,715,697,693
87,13%
2010
357,458,301,137
466,532,321,745
76,62%
2011
419,015,201,977
573,532,321,745
73,05%
Sumber : Olahan, 2013 Berdasarkan tabel di atas terlihat bahwa Penerimaan Pendapatan Transfer dari Pemerintah Pusat atau Provinsi terhadap Total Pendapatan Daerah mengalami penurunan dari tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Tahun 2007 mencapai 89,22% menurun menjadi 85,29% pada tahun 2008, kemudian tahun 2009 naik menjadi 87,13%, dan tahun 2010 menurun menjadi 76,62% sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan menjadi 73,05% dari tahun 2010. Sehingga dapat dikatakan bahwa persentase ketergantungan keuangan daerah dari tahun 2007-2011 mengalami penurunan, dengan
menunjukkan
ketergantungan terhadap pemerintah pusat semakin rendah. d. Debt Service Coverage Ratio Hasil perhitungan terhadap rasio Debt Service Coverage Ratio selama periode 2007-2011 adalah sebagai berikut :
10
DSCR 2007 =
(35,053,377,209 + 17,183,488,285 + 230,813,000,000) − 155,661,478,451 x 100 % 307,280,168 =
283,049,865,494 − 155,661,478,451 x 100 % 307,280,168 ,
= DSCR 2008 =
=
=
,
,
,
x 100 % = 414.5675521 = 414%
,
(43,125,193,544 + 21,690,603,867 + 256,963,926,000) − 219,821,167,7031 x 100 % 33,385,625,427 321,779,723,411 − 219,821,167,7031 x 100 % 33,385,625,427 ,
,
,
DSCR 2009 =
=
= DSCR 2010 =
,
,
x 100 % = 3,05%
,
(53,590,516,884 + 20,809,967,277 + 261,090,002,000) − 250,802,929,160 x 100 % 23,220,100,992 335,490,486,161 − 250,802,929,160 x 100 % 23,220,100,992 ,
,
,
,
,
,
x 100 % = 3,64%
(25,284,859,7514 + 21,670,160,342 + 264,392,757,000) − 283,954,145,237 x 100 % 15,445,876,511 =
DSCR 2011 = =
311,347,777,093 − 283,954,145,237 27,393,631,856 x 100 % = x 100 % = 1,77% 15,445,876,511 15,445,876,511
(74,646,796,347 + 19,773,258,791 + 296,472,833,000) − 344,223,072,795 x 100 % 604,413,700 ,
,
,
, ,
,
,
,
x 100 % =
,
, ,
, ,
x 100 % = 77,21%
Perhitungan menunjukkan bahwa rasio DSCR untuk Kota Gorontalo selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan. Berdasarkan hasil perhitungannya diperoleh nilai DSCR tahun 2007 sebesar 414% yang berarti bahwa pemerintah daerah dilihat dari kemampuan keuangannya layak untuk mengadakan pinjaman karena pemerintah daerah tersebut masih memiliki kemampuan yang cukup. e. Rasio Keserasian
11
Perbandingan antara rasio belanja opearasi dan belanja modal untuk Kota Gorontalo tahun 2007-2011 dapat dilihat dalam gambar sebagai berikut : Gambar Grafik Perbandingan Rasio Belanja Operasi dengan Rasio Belanja Modal Kota Gorontalo Periode 2007-2011 100 50
81
18
79
19
72 25
80
19
78 Rasio Belanja Operasi
22
Rasio Belanja Modal
0 2007 2008 2009 2010 2011
Grafik di atas menunjukkan bahwa rasio belanja operasi lebih besar dibandingkan dengan belanja modal, sebab pada kenyataanya alokasi belanja daerah untuk Kota gorontalo diperuntukkan untuk membiayai belanja operasi, dimana belanja operasi ini sebagian besar berupa pembayaran gaji dan honorarium pegawai. e. Rasio Pertumbuhan Berikut adalah hasil perhitungan rasio pertumbuhan PAD Kota Gorontalo tahun 20072011 adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan PAD Kota Gorontalo Periode 2007 – 2011 Tahun
Realisasi PAD
Rasio Pertumbuhan
2007
35,053,377,209
33.63%
2008
43,125,193,544
23.02%
2009
53,590,516,884
24.26%
2010
25,284,859,751
-52.81%
2011
74,646,796,347
195.22%
Sumber : Olahan, 2013
12
Tabel di atas menunjukkan bahwa rasio pertumbuhan PAD Kota Gorontalo mengalami peningatan setiap tahunnya.Untuk menghitung rasio pertumbuhan pendapatan melalui perbandingan selisih antara pendapatan yang berhasil diterima pada tahun tertentu dan tahun sebelumnya dengan nilai pendapatan tahun sebelumnya adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Pendapatan Kota Gorontalo Periode 2007 – 2011 Tahun
Realisasi Pendapatan
Rasio Pertumbuhan
2007
325,336,320,782
17.47%
2008
387,947,444,185
19.24%
2009
417,715,697,693
7.67%
2010
466,532,321,745
11.68
2011
573,569,646,515
22.94%
Sumber : Olahan, 2013 Tabel hasil analisis terhadap rasio pertumbuhan pendapatan Kota Gorontalo untuk tahun sebesar 17.47% begituun sebalinya. Kemudian untuk menghitung rasio pertumbuhan untuk belanja operasi dapat dilihat dari perbandingan selisih antara belanja operasi yang berhasil diterima pada tahun tertentu dan tahun sebelumnya dengan nilai belanja operasi tahun sebelumnya adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Belanja Operasi Kota Gorontalo Periode 2007 – 2011 Tahun
Realisasi Belanja Operasi
Rasio Pertumbuhan
2007
239,526,837,917
21.37%
2008
324,859,400,078
35.62%
2009
328,996,477,827
1.27%
2010
362,618,894,755
10.21%
2011
451,148,230,482
24.41%
Sumber : Olahan, 2013 Tabel di atas menunjukkan rasio pertumbuhan belanja operasi Kota Gorontalo untuk tahun 2007 sebesar 21.37%
mengalami peningatan tiap tahunnya. Begitupun
13
sebalinya.Selanjutnya rasio pertumbuhan belanja modal Kota Gorontalo dapat dihitung dengan membandingkan selisih antara belanja modal yang berhasil diterima pada tahun tertentu dan tahun sebelumnya dengan nilai belanja modal tahun sebelumnya adalah sebagai berikut : Rasio Pertumbuhan Belanja Modal Kota Gorontalo Periode 2007 – 2011 Tahun
Realisasi Belanja Modal
Rasio Pertumbuhan
2007
53,834,700,334
-21.72%
2008
81,204,142,262
50.83%
2009
111,013,078,790
36.70%
2010
87,677,567,236
-21.02%
2011
117,149,692,686
33.61%
Sumber : Olahan, 2013 Hasil analisis terhadap rasio pertumbuhan belanja modal Kota Gorontalo tahun 2007 sebesar -21.72% dan tahun 2008 mengalami peningkatan mencapai 50,83%, begitupun sebalinya pada tahun tahun beriutnya. Berdasarkan perhitungan rasio pertumbuhan PAD, rasio pertumbuhan pendapatan, rasio pertumbuhan belanja operasi dan rasio pertumbuhan belanja modal dapat disimpulkan bahwa selama periode 2008-2011 Kota Gorontalo menunjukkan pertumbuhan yang positif, meskipun pertumbuhannya semakin berkurang. 2. Pembahasan Berdasarkan hasilnya dapat disimpulkan bahwa rasio kemandirian Kota Gorontalo selama perode 2007-2011 masih memiliki kemandirian yang rendah dalam kategori kemampuan keuangan kurang. Untuk rasio derajat desentralisasi fiskal yaitu selama periode tahun 2007-2011 rasio derajat desentralisasi fiskal menunjukkan bahwa Kota Gorontalo dengan tingkat desentralisasi masih rendah atau sangat kurang hanya dibawah 15% dengan kriteria derajat desentralisasi fiskal 10-20. Perhitungan dilakukan dengan menggunakan indikator rasio ketergantungan keuangan dapat disimpulkan bahwa selama lima tahun pada
14
pemerintah Kota Gorontalo yaitu dengan menunjukkan tingkat ketergantungan dari pemerintah pusat selalu menurun yaitu tahun 2007 sampai dengan tahun 2011. Untuk analisis Rasio DSCR menunjukkan bahwa rasio DSCR untuk Kota Gorontalo selama periode tahun 2007 sampai dengan tahun 2011 mengalami penurunan sekitar 414% yang berarti bahwa pemerintah daerah dilihat dari kemampuan keuangannya layak untuk mengadakan pinjaman karena pemerintah daerah tersebut masih memiliki kemampuan yang cukup. Untuk hasil analisis kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah yang dilakukan dengan menggunakan indikator rasio keserasian yaitu dengan menunjukkan perbandingan antara rasio belanja operasi dengan belanja modal. Untuk hasil analisis kinerja/kemampuan keuangan pemerintah daerah yang dilakukan dengan menggunakan indikator Rasio Pertumbuhan yaitu rasio pertumbuhan pada APBD Kota Gorontalo dapat diambil kesimpulan bahwa rasio pertumbuhan ini menunjukkan pertumbuhan yang baik walapun kecenderungan pertumbuhannya masih kurang.
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dapat diperoleh kesimpulan bahwa tingkat kemampuan keuangan daerah dalam membiayai belanja daerah di Kota Gorontalo dilihat dari rasio kemandirian menunjukkan bahwa keuangan daerah masih memiliki kemandirian yang rendah dan tergolong pada pola hubungan instruktif karena peranan pemerintah pusat atau bantuan dari pihak eksteren lebih dominan dari pada kemandirian pemerintah daerah. Sedangkan untuk rasio ketergantungan keuangan daerah menunjukkan persentase tiap tahunnya semakin menurun yang artinya bahwa pemerintah daerah semakin baik dalam mengelola kemampuan keuangannya. b. Saran
15
Berdasarkan hasil dan kesimpulan di atas, penulis memberikan beberapa saran sebagai berikut : 1. Bagi Pemerintah Kota Gorontalo untuk dapat meningkatkan kemandiriannya yaitu dilakukan dengan cara meningkatkan sumber PAD yang berupa pemungutan pajak dan pembayaran retribusi sehingga dapat membiayai belanja daerah serta dapat mengurangi ketergantungan terhadap pemerintah pusat. 2. Peneliti ini hanya menganalisis beberapa komponennya saja untuk itu peneliti diharapkan dapat menganalisis seluruh komponen yang terdapat dalam APBD sehingga akan lebih lengkap. Referensi Bahtiar Arif. 2002. Akuntansi Pemerintahan Daerah, Jakarta : Salemba Empat. Baswir Revrisond. 2002. Akuntansi Pemerintahan Daerah, BPFE Yogyakarta. Darise Nurlan, 2008. Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarta : PT Indeks. Deddi Nordiawan, 2007.Akuntansi Sektor Publik, Salemba Empat Hafiz Tanjung. Abdul, 2008. Akuntansi Pemerintahan Daerah, Bandung : Alfabeta bandung Halim Abdul. (2001). “Bunga Rampai Manajemen Keuangan Daerah”. Jogyakaarta : UPP AMP YKPN. Halim Abdul . 2007. Akuntansi Keuangan Daerah, Jakarata : Salemba Empat. Halim, Abdul. Damayanti Thersia, 2002. Pengelolaan Keuangan Daerah, Mahmudi, 2010. Analisis Laporan Keuangan Pemerintah Daerah. Yogyakarta: UPP STIM YKPN Mursyidi, 2009, Akuntansi Pemerintahan di Indonesia. Bandung: Refika Aditama. Sekaran Uma. 2011. Research Methods For Business. Salemba Empat. Sugiyono , 2013. Metodologi Penelitian Bisinis, Bandung : Alfabeta. Syamsudin Syamsiar.2006. Manajemen Keuangan Daerah dan Anggaran Kepemerintahan Daerah, Malang : Universitas Brawijaya. Syamsuri Rahim. 2004. Analisis Kemampuan Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Daerah di Kabupaten Maros. Thesaurianto Kuncoro . 2007. Analisis Pengelolaan Keuangan Daerah Terhadap Kemandirian Daerah. Tipani O.A 2011. Pengaruh Pendapatan Asli Daerah Terhadap Belanja Modal. Bandung UU RI. 2004 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 33 Tahun 2004 Tentang Perimbangan antara Pusat Dan Daerah.
16