ANALISIS KELAYAKAN USAHA ROSELA ORGANIK (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor)
SKRIPSI
YOGASWARA PRAWIRAKUSUMA A 14105626
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
RINGKASAN YOGASWARA PRAWIRAKUSUMA. Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor). Skripsi. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).
Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam bidang usahatani rosela organik sebagai komoditi utamanya. Proyek yang akan direncanakan adalah dengan peningkatan produksi dalam pengembangan usahanya. Kemudian target yang ingin dicapai adalah ceruk-ceruk pasar yang selama ini tidak terjangkau, dan segmen pasar yang akan dibidik adalah golongan menengah ke bawah. Tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial (2) menganalis kriteria kelayakan berdasarkan aspek finansial dan (3) menganalis switching value terhadap perubahan harga biaya variabel dan harga jual rosela organik. Penelitian ini dilakukan di Wahana Farm yang berada di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor. Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai April 2009. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada pengelola kebun dan pengamatan langsung di tempat penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan data-data penunjang lain yang diajukan sebagai bahan rujukan seperti buku, skripsi dan internet. Analisa kualitatif digunakan untuk mengetahui daya dukung dan kelayakan proyek dari aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial. Sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menilai kelayakan proyek dari segi aspek finansial. Kriteria kelayakan investasi yang akan diperhitungkan antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period. Daya dukung aspek pasar terlihat dari kemampuan pasar untuk menyerap produk rosela organik yang habis terjual di pasar. Daya dukung aspek teknis terlihat dari adanya ketersediaan sarana produksi, ketersediaan tenaga kerja dan layout lahan yang dinilai layak. Daya dukung aspek manajemen mempunyai tanggung jawab masing-masing, sehingga proyek berjalan dengan lancar. Daya dukung aspek sosial dalam proyek ini mempuyai nilai positif. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha rosela organik di Wahana Farm dengan penilaian parameter kelayakan pada tingkat suku bunga 7,75 persen, diperoleh nilai NPV sebesar Rp. 1.469.772,29. Hal ini menunjukkan bahwa usaha ini dikatakan tidak layak, sehingga untuk menilai kelayakan proyek dari parameter-parameter lain pun tidak akan diperoleh hasil yang valid dan tidak bisa ditolerir dengan adanya analisis Switching Value dalam penelitian ini, karena mengingat kerugiannya yang sangat besar. Net Present Value (NPV) sebesar Rp. 1.469.772,29; Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) sebesar 1,17; Internal Rate of Return (IRR) sebesar 13,72 persen dan payback period sebesar 1,93. Hasil ini menunjukkan pengusahaan rosela organik layak jika dilihat dari nilai besaran NPV dan Net B/C, IRR dan payback period.
Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa pengusahaan rosela organik tetap layak untuk dilaksanakan sampai terjadi penurunan harga jual rosela organik sebesar dua persen, kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen dan kenaikan biaya variabel pestisida organik sebesar 82 persen. Rekomendasi yang dapat diajukan pada Wahana Farm dalam mengembangkan usahanya, antara lain (1) melakukan peningkatan produktivitas produksi rosela dan meningkatkan jumlah produksi dengan cara memperluas lahan, (2) perusahaan disarankan untuk lebih memperluas kerjasama dengan petani dengan sistem kerjasama inti plasma, yang bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan rosela organik, dan (3) melakukan efisiensi biaya, pengembangan strategi outflow agar tidak terjadi pengeluaran yang melebihi nilai penjualan.
ANALISIS KELAYAKAN USAHA ROSELA ORGANIK (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor)
Yogaswara Prawirakusuma A 14105626
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011
Judul Skripsi
:
Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor)
Nama
:
Yogaswara Prawirakusuma
NRP
:
A14105626
Disetujui, Pembimbing
Dra. Yusalina, M.Si. NIP. 196501151990032001
Diketahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP 195712221982031002
Tanggal Lulus Ujian :
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor) adalah karya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, Januari 2011
Yogaswara Prawirakusuma A 14105626
RIWAYAT HIDUP PENULIS Penulis dilahirkan pada tanggal 26 Juli 1984 di Bogor, Jawa Barat sebagai anak tunggal dari pasangan Bapak Kurnia Susangka dan Ibu Yoyoh Rogayah. Penulis mengawali pendidikan dengan memasuki Taman Kanak-kanak PGRI 1 Rangkasbitung pada tahun 1989-1990 dan melanjutkan ke Sekolah Dasar Negeri Panaragan 2 Bogor dan lulus pada tahun 1996. Kemudian penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama Negeri 3 Bogor dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Atas Negeri 9 Bogor dan lulus pada tahun 2002. Penulis diterima sebagai mahasiswa Program Studi Teknologi dan Industri Pakan, Jurusan Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor pada tahun 2002 dan pernah mengikuti kegiatan organisasi seperti Keluarga Besar Teknologi dan Industri Pakan pada tahun periode 2002-2003. Setelah lulus pada tahun 2005, penulis kemudian melanjutkan studi di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada tahun yang sama.
KATA PENGANTAR Bismillahirrahmaanirrahim Alhamdulillah, segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor), disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan pada Program Sarjana (S1) Ekstensi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Tujuan penelitian ini adalah menganalisis daya dukung aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial terhadap kelayakan usaha rosela organik serta menganalisis kelayakan finansialnya. Rekomendasi yang dihasilkan setelah dilakukan analisis pada penelitian ini, diharapkan dapat menjadi bahan referensi pihak pengelola dalam mengambil kebijakan dalam penyusunan biaya produksi, sehingga tercapainya target penjualan yang signifikan dan menguntungkan. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca, Amin.
Bogor, Januari 2011
Yogaswara Prawirakusuma A 14105626
UCAPAN TERIMA KASIH Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini. Penulis ingin mengucapkan rasa terimakasih kepada : 1.
Dra. Yusalina, M.Si selaku dosen pembimbing yang dengan sabar, dan bijaksana meluangkan waktu, dan pikiran dalam memberikan bimbingan, motivasi, serta arahan sejak penulisan proposal, pelaksanaan penelitian hingga penulisan skripsi ini.
2.
Dr.Ir. Anna Fariyanti, MS selaku dosen penguji utama atas evaluasi, saran, dan motivasi yang sangat berharga selama penulis menyelesaikan studi hingga skripsi ini diselesaikan.
3.
Rahmat Yanuar, S.P, M.Si selaku dosen penguji komdik yang sudah memberikan masukan serta evaluasi dalam penyempurnaan skripsi ini sehingga penulis bisa menyelesaikannya.
4.
Seluruh staf Program Ekstensi Manajemen Agribisnis atas kerjasamanya selama penulis menyelesaikan studi hingga skripsi ini diselesaikan.
5.
Kedua orang tuaku yang telah banyak membantu dan membimbing baik moril maupun materi serta kasih sayangnya yang telah diberikan tiada henti. Khusus untuk ibu, inilah kado istimewa yang sempat tertunda untukmu. Maafkan anakmu ini, karena belum bisa mewujudkannya di waktu engkau masih ada. Semoga dengan terselesaikannya skripsi ini akan membuatmu lebih tenang di alam sana, Amin.
6.
Tri Agung Junarto dan Hervina Wiranansyah atas waktu, kesempatan dan kerjasamanya baik moril maupun materi dalam memberikan informasi serta masukan selama penulis menyelesaikan skripsi.
7.
Ika Yulianti atas motivasi, kesabaran dan kasih sayangnya baik moril maupun materi selama penulis menyelesaikan skripsi ini.
8.
Sahabat-sahabatku Alfan Hardiyansyah, Asep Hidayatullah, Aminudin, Nuryafinanto, atas dukungannya selama ini sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini.
9.
Teman-teman seperjuangan Ekstensi MAB, Wawan, Solihin, Ruslan, Siska, Dizy, N’dhe, Nova, Rudy, Tovan, Uut, Zaky, serta teman-teman angkatan Pashing Out lain yang tidak bisa disebutkan satu persatu, terimakasih banyak atas masukan dan dukungannya selama ini.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL …………………………......................................……….
iii
DAFTAR GAMBAR ……………………………………………………….
iv
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………
v
I.
II.
III.
IV.
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………………………………………………… 1.2. Perumusan Masalah ………………………………………….. 1.3. Tujuan Penelitian ……………………………………………... 1.4. Kegunaan Penelitian ………………………………………….
1 3 4 5
TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pertanian Organik …………………………………... 2.2. Botani Tanaman Rosela ………………………………………. 2.3. Budidaya Rosela ………………………..................................... 2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit ………………………….. 2.5. Panen dan Pascapanen ……………………………………...... 2.6. Penelitian Terdahulu ………………………………………….. 2.6.1. Pertanian Organik dan Kelayakan Investasi ……….. 2.6.2. Studi Terdahulu Tentang Rosela ………………….… 2.7. Ruang Lingkup Penelitian .........................................................
6 7 8 9 9 9 9 13 16
KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ………………………………… 3.1.1. Definisi Proyek ………………………………………... 3.1.2. Analisis Kelayakan Investasi ……………………….... 3.1.3. Kriteria dan Aspek-aspek Kelayakan ………………. 3.1.4. Analisis Switching Value ……………………..……….. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ……………………………
17 17 17 19 22 23
METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………………………………… 4.2. Jenis dan Sumber Data ……………………………………..…. 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………... 4.3.1. Analisis Aspek Pasar …………………………………. 4.3.2. Analisis Aspek Teknis ………………………………... 4.3.3. Analsis Aspek Manajemen ……………………….….. 4.3.4. Analisis Aspek Sosial ……………………………….… 4.3.5. Analisis Aspek Finansial ………………………….….. 4.3.6. Analisis Switching Value …………………………….... 4.4. Asumsi Dasar …………………………………………………..
25 25 25 25 26 26 26 26 29 29
V.
GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm ……………………………….. 5.2. Struktur Organisasi …………………………………………… 5.3. Kegiatan Usahatani Rosela ………………………………..….. 5.3.1. Subsistem Pengadaan Input Rosela ………………… 5.3.2. Subsistem Budidaya Rosela ……………………….…. 5.3.2.1. Perencanaan Produksi ……………………… 5.3.2.2. Proses Produksi …………………………….. 5.3.3. Subsistem Pemasaran Rosela …………………………
30 30 31 31 33 33 33 36
KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA ROSELA 6.1. Aspek Pasar ………………………………………….……..…... 6.2. Aspek Teknis ……………………………………………..……. 6.2.1. Ketersediaan Sarana Produksi ……………………...... 6.2.2. Ketersediaan Tenaga Kerja ………………………..…. 6.2.3. Layout Lahan ……………………………..…………… 6.3. Aspek Manajemen ………………………………..….………… 6.4. Aspek Sosial ………………………………………………….…
38 40 40 41 44 44 45
VII. KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial …………………………………….... 7.1.1. Arus Penerimaan Proyek ………………………….…. 7.1.2. Arus Biaya Proyek Usaha Rosela ……………………. 7.1.2.1. Biaya Investasi …………………………….… 7.1.2.2. Biaya Operasional ……………………….….. 7.1.3. Kelayakan Finansial Proyek …………………….…… 7.2. Analisis Switching Value …………………………………...…..
46 46 46 47 49 50 52
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan ……………………………………………….……. 8.2. Saran ………………………………………………………..……
54 54
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………
56
LAMPIRAN ………………………………………………………………..…
58
VI.
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1.
Kandungan Gizi Rosela ………………………………….………...
2
2.
Perkembangan Produksi Rosela Organik di Wahana Farm Bulan Juli - Oktober Tahun 2008…………………………………..
3
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13 .
14.
Jumlah Penggunaan Input Usahatani Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 dengan Luas Lahan 7500 m2.............................
32
Penjualan Rosela Organik Produksi Wahana Farm Tahun 2009…………………………..………...............................…..
37
Permintaan Rosela Organik Langganan Wahana Farm Tahun 2009………..............................................................................
38
Biaya Penggunaan Input Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009 ......................................................................................…
40
Biaya Investasi Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2008 ............................................................................ …….…
47
Biaya Reinvestasi Tahun Keempat Proyek Rosela Organik Wahana Farm .....................................................................................
48
Nilai Sisa Aset Usaha Rosela Wahana Farm di Akhir Tahun Proyek …………………………………………………….………….
48
Biaya Tetap Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009 …………………………………………….…………………….
49
Biaya Variabel Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009 …………………………………………………………..……….
49
Analisis Finansial Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009 ……………………………………………………………
50
Analisis Switching Value Usaha Rosela Organik di Wahana Farm …………………………………………………………….…….
53
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. Tanaman Rosela …………………………………………….………
7
2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Finansial Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor) …………………...….……...............................................…...
24
3. Struktur Organisasi Wahana Farm Tahun 2009 …………..…….
31
4. Metode Penanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 …….
34
5. Benih Rosela yang Digunakan Wahana Farm Tahun 2009 …….
34
6. Bunga Tanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 …………
35
7. Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ………………
35
8. Saluran Pemasaran Rosela Organik Wahana Farm Tahun 2009 .........................................................................................
36
9. Proses Pencolokkan Biji Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ......................................................................................................
42
10. Proses Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 ....……
42
11. Proses Pengemasan Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 .……..
43
12. Pengepresan Plastik Kemasan Rosela di Wahana Farm Tahun 2009 .………..........................................................................................
43
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia ............
59
2. Cashflow Kelayakan Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009 ………………………………………………………….
62
3. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya tetap Transportasi di Wahana Farm ……………………………………………………….
63
4. Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pestisida Organik di Wahana Farm ………………………………………….
64
5. Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Rosela di Wahana Farm ……………………………………………………….
65
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Indonesia merupakan negara yang subur terhadap perkembangan usaha di bidang pertanian, karena mempunyai iklim tropis sehingga termasuk negara agraris. Potensi yang ada telah menghasilkan berbagai komoditas tanaman dan hasil bumi lainnya. Salah satu tanaman yang dibudidayakan di Indonesia adalah rosela. Rosela termasuk salah satu tanaman perkebunan yang berada dibawah binaan Direktorat Jenderal Perkebunan (Lampiran 1). Penelitian tentang rosela penting untuk dikaji, karena selama dua tahun terakhir tren rosela semakin meningkat di kalangan masyarakat. Hal ini dipengaruhi oleh permintaan konsumsi yang berfluktuasi dan semakin terkenalnya khasiat tanaman tersebut. Menurut Soekartawi (2002), permintaan suatu komoditi pertanian adalah banyaknya komoditi pertanian yang dibutuhkan dan dibeli oleh konsumen. Karena itu besar kecilnya komoditi pertanian umumnya dipengaruhi oleh harga, harga substitusi atau harga komplemennya, selera dan keinginan, jumlah konsumen dan pendapatan konsumen yang bersangkutan. Salah satu faktor penyebab adanya fluktuasi jumlah konsumsi tanaman perkebunan yaitu dengan adanya sistem pertanian konvensional, yang ternyata membawa dampak cukup serius bagi kesehatan manusia seperti pemberian pupuk yang mengandung bahan kimia secara berlebihan. Untuk itu, sangatlah penting melakukan kegiatan usahatani dengan cara organik dan dalam rangka pencapaian target program pemerintah Go Organic 2010, yang akan memberi peluang bagi Indonesia untuk menjadi negara pengekspor terbesar tanaman pangan organik. Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar, dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan
luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar dua tahun.1 Salah satu komoditi pertanian yang dapat ditanam secara organik dan mulai populer selama dua tahun terakhir ini adalah tanaman rosela. Harga rosela pada tahun 2007 mencapai Rp 300.000/kg. Kondisi ini akan mendorong semakin banyak petani maupun pengusaha melirik budidaya rosela. Budidaya rosela pada awalnya ditujukan untuk memperoleh serat batangnya dalam pembuatan tali dan karung goni. Karena sudah banyak produk yang terbuat dari plastik (kresek), saat ini tanaman rosela sudah populer sebagai penghasil bahan makanan dan minuman. Secara garis besar, rosela mempunyai kandungan yang kaya akan gizi. Tabel 2 menunjukkan kandungan gizi rosela. Tabel 2. Kandungan Gizi Rosela. Kandungan Kalori Air Protein Lemak Karbohidrat Serat Abu Kalsium Fosfor Besi Betakaroten Vitamin C Tiamin Riboflavin Niasin Sulfida Nitrogen
100 g buah segar 49 kal 84,5 % 1,9 g 0,1 g 12,3 g 2,3 g 1,2 g 1,72 mg 57 mg 2,9 mg 300 ìg 14 mg -
100 g daun segar 43 kal 85,6 % 3,3 g 0,3 g 9,2 g 1,6 g 1,6 g 213 mg 93 mg 4,8 mg 4135 ìg 54 mg 0,17 mg 0,45 mg 1,2 mg -
100 g kelopak segar 44 kal 86,2 % 1,6 g 0,1 g 11,1 g 2,5 g 1,0 g 160 mg 60 mg 3,8 mg 285 ìg 14 mg 0,004 mg 0,6 mg 0,5 mg -
100 g biji 7,6 % 24,0 % 22,3 % 15,3 % 7,0 % 0,3 % 0,6 % 0,4 % 23,8 %
Sumber : Maryani & Kristiana, 2008. Mengacu pada Syamsuhidayat, Sri Sugiarti dan Johny Ria Hutapea, Inventaris Tanaman Obat Indonesia (I), Jakarta: Departemen Kesehatan RI, Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, 1991. 1
www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30 Januari 2009.
Kabupaten Bogor merupakan daerah yang cocok untuk kegiatan budidaya tanaman perkebunan, termasuk budidaya rosela. Salah satu unit usaha yang membudidayakan rosela adalah Wahana Farm. Usaha budidaya rosela tersebut mendapat perhatian banyak konsumen, sehingga timbul motivasi untuk merencanakan produksi rosela secara berkesinambungan. 1.2. Perumusan Masalah Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.2 Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha alternatif milik Agroteko (kebun bibit University Farm IPB). Pemilik Agroteko menyewa lahan seluas 7500 m2 sebagai lahan alternatif jika masa kontrak Agroteko di lahan IPB tidak diperpanjang. Lahan seluas 7500 m2 tersebut dikontrak selama lima tahun sejak tahun 2007, sehingga lahan alternatif yang terlanjur disewa harus diberdayakan. Wahana Farm memberanikan diri untuk tetap mengelola lahan tersebut dengan kondisi kas yang telah kosong. Operasional didanai dari keuangan pribadi secara bertahap dengan jumlah yang sangat terbatas sehingga produksi tidak terlaksana secara efisien. Pada tahun pertama, perkembangan produksi rosela organik di Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Perkembangan Produksi Rosela Organik di Wahana Farm dengan Luas Lahan 7500 m2 Bulan Juli – Oktober Tahun 2008. Bulan Juli Agustus September Oktober Total
Berat Kering (Kg) 20,87 13,51 11,5 7,9 53,78
Sumber : Wahana Farm, 2008.
2
www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30 Januari 2009.
Hasil yang diperoleh dari Tabel 3 menunjukkan jumlah produksi rosela organik di Wahana Farm pada tahun pertama, yakni sebesar 53,78 kg. Tetapi, berdasarkan pengalaman percobaan budidaya rosela organik selama satu tahun, diketahui bahwa persediaan (hasil panen) selalu habis terjual dan belum ditemukan pesaing produk rosela organik khususnya di Bogor. Kasus ini mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan kapasitas produksinya dengan melakukan kerjasama bagi hasil, sehingga target pasar yang ingin dicapai adalah ceruk-ceruk pasar yang selama ini belum terjangkau oleh produsen/pelaku bisnis rosela. Kelayakan dari proyek ini cenderung mengalami perubahan. Perubahan tersebut berupa kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen, kenaikan biaya variabel pupuk organik sebesar 82 persen dan penurunan harga jual rosela sebesar dua persen. Metode analisis yang dihasilkan akan mengetahui perubahan pada variabel yang bisa diterima agar usaha rosela tetap layak untuk dilaksanakan. Variabel-variabel yang digunakan adalah kenaikan harga pada beberapa komponen biaya tetap, biaya variabel, dan penurunan harga jual rosela. Berdasarkan uraian di atas, perumusan masalah yang akan diidentifikasi dalam penelitian ini adalah : 1. Bagaimana daya dukung aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial terhadap kelayakan usaha rosela organik? 2. Apakah investasi usaha rosela organik layak secara finansial? 3. Bagaimana perubahan harga pada beberapa komponen biaya tetap, biaya variabel, dan penurunan harga jual rosela. 1.3. Tujuan Berdasarkan perumusan masalah yang telah diuraikan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Analisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial. 2. Analisis kriteria kelayakan berdasarkan aspek finansial. 3. Analisis switching value terhadap perubahan harga pada beberapa komponen biaya tetap, biaya variabel, dan penurunan harga jual rosela.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat berguna bagi : 1. Wahana Farm, sebagai bahan pertimbangan dan informasi dalam melakukan pengembangan usahatani rosela organik. 2. Masyarakat Indonesia pada umumnya, untuk lebih mengenal rosela sebagai jenis tanaman alternatif yang dapat dikomersilkan. 3. Pembaca, untuk memperluas wawasan dan sebagai referensi untuk melakukan penelitian berikutnya.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Definisi Pertanian Organik Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes).3 Sutanto (2002), mengemukakan bahwa pertanian organik ditakrifkan sebagai suatu sistem produksi pertanaman yang berdasarkan daur ulang secara hayati. Daur ulang hara dapat melalui sarana limbah tanaman dan ternak, serta limbah lainnya yang mampu memperbaiki status kesuburan dan struktur tanah. Daur ulang hara merupakan teknologi tradisional yang sudah cukup lama dikenal sejalan dengan berkembang peradaban manusia. Filosofi yang melandasi pertanian organik adalahmengembangkan prinsip-prinsip memberi makanan pada tanah yang selanjutnya tanah menyediakan makanan langsung kepada tanaman (feeding the soil that feeds the plants), dan bukan member makanan langsung kepada tanaman. Strategi pertanian organik adalah memindahkan hara secepatnya dari sisa tanaman, kompos dan pupuk kandang menjadi biomassa tanah yang selanjutnya setelah mengalami proses mineralisasi akan menjadi hara dalam larutan tanah. Dengan kata lain, unsur hara didaur ulang melalui satu atau lebih tahapan bentuk senyawa organik sebelum diserap tanaman. Hal ini berbeda sama sekali dengan pertanian konvensional yang memberikan unsur hara secara cepat dan langsung dalam bentuk larutan sehingga segera diserap dengan takaran dan waktu pemberian yang sesuai dengan kebutuhan tanaman (Sutanto, 2002). 3
www.litbang.deptan.go.id. Prospek Pertanian Organik di Indonesia. Diunduh tanggal 30 Januari 2009.
2.2. Botani Tanaman Rosela Rosela merupakan herba tahunan yang bisa mencapai ketinggian 0,5–3 meter. Batangnya bulat, tegak, berkayu dan berwarna merah. Daunnya tunggal, berbentuk bulat telur, pertulangan menjari, ujung tumpul, tepi bergerigi dan pangkal berlekuk. Panjang daun 6–15 cm dan lebarnya 5–8 cm. Tangkai daun bulat berwarna hijau, dengan panjang 4–7 cm. Bunga rosela yang keluar dari ketiak daun merupakan bunga tunggal, artinya pada setiap tangkai hanya terdapat satu bunga. Bunga ini mempunyai 8–11 helai kelopak yang berbulu, panjangnya 1 cm, pangkalnya saling berdekatan dan berwarna merah. Kelopak bunga ini sering dianggap sebagai bunga oleh masyarakat. Bagian inilah yang sering dimanfaatkan sebagai bahan makanan dan minuman (Maryani & Kristiana, 2008). Mahkota bunga berbentuk corong, terdiri dari lima helaian, panjangnya 3–5 cm. Tangkai sari yang merupakan tempat melekatnya kumpulan benang sari berukuran pendek dan tebal, panjangnya sekitar 5 mm dan lebar sekitar 5mm. Putiknya berbentuk tabung, berwarna kuning atau merah. Buahnya berbentuk kotak kerucut, berambut, terbagi menjadi lima ruang, berwarna merah. Bentuk biji menyerupai ginjal, berbulu, dengan panjang 5 mm dan lebar 4 mm. Saat masih muda, biji berwarna putih dan setelah tua berubah menjadi abu-abu. Gambar 1 merupakan jenis tanaman rosela.
Gambar 1. Tanaman Rosela.
Di Inggris dan di negara berbahasa inggris lainnya, tanaman ini dikenal dengan nama roselle, rozelle, sorrel, red sorrel, white sorrel, jamaica sorrel, indian sorrel, guinea sorrel, sour-sour, queensland jelly plant, jelly okra, lemon bush dan florida cranberry. Di Perancis, rosela juga disebut dengan nama oseille rouge atau oseille de guineé. Di Spanyol dikenal dengan nama quimbombó chino, sereni, rosa de jamaica, flor de jamaica, jamaica, agria, agrio de guinea, quetmia ácida, viňa, dan viňuela. Sementara itu, di Portugis dikenal sebagai vinagreira, azeda de guiné, cururú azédo dan quiabeiro azédo (Maryani & Kristiana, 2008). Di Malaysia, rosela dikenal sebagai asam susur dan di Thailand disebut kachieb priew. Zuring merupakan nama rosela di Belanda dan bisap merupakan sebutan rosela di Senegal. Di Afrika Utara, dikenal sebagai karkadé atau carcadé. Nama terakhir inilah yang dipakai sebagai nama dagang rosela, baik dalam dunia pengobatan maupun sebagai bahan makanan di Benua Eropa. Sementara itu, nama flor de jamaica (bunga jamaica) dan hibiscus flores (bunga hibiscus) yang dipopulerkan oleh pedagang makanan kesehatan merupakan nama yang salah kaprah. Hal itu karena yang dimanfaatkan adalah kelopaknya, bukan mahkota bunganya (Maryani & Kristiana, 2008). 2.3. Budidaya Rosela Menurut Maryani & Kristiana (2008), tanaman ini tidak ditanam sebagai tanaman utama, tetapi hanya sebagai tanaman tambahan. Rosela bisa ditumpangsarikan dengan tanaman apa saja, yang penting tetap mendapatkan sinar matahari cukup. Namun bila ditanam sebagai tanaman utama, sebaiknya ditanam sendiri, karena tanaman ini membutuhkan sinar matahari langsung. Rosela juga mudah tumbuh di tanah yang mendapat pengairan cukup. Meskipun kondisi tanah kurang subur, asal airnya cukup rosela tetap bisa tumbuh. Pada 4 - 5 bulan setelah tanam, tanaman ini memerlukan banyak sinar matahari untuk mencegah munculnya bunga prematur. Biasanya bunga yang muncul sebelum waktunya mempunyai kualitas yang rendah. Selain itu, pada awal pertumbuhannya rosela juga memerlukan curah hujan yang tinggi. Curah hujan yang diperlukan selama pertumbuhannya sekitar 182 cm. Jika curah hujan tidak mencukupi, bisa diatasi dengan pengairan yang baik.
Seiring dengan berkurangnya curah hujan, rosela akan mulai berbunga dan siap dipanen pada 4 – 5 bulan setelah penanaman. Mulai muncul bunga sampai siap panen, membutuhkan waktu sekitar setengah bulan. 2.4. Pengendalian Hama dan Penyakit Pada umumnya, kegiatan usahatani selalu mendapat serangan dari hama dan penyakit tanaman. Akibatnya, akan memberi dampak yang negatif bagi hasil usahatani. Begitu juga tanaman rosela, salah satu komoditi pertanian ini tidak luput dari serangan hama. Hama utama yang menyerang tanaman rosela adalah nematoda Heterodera rudicicola yang menyerang bagian batang dan akar. Untuk mengurangi serangan hama ini, perlu dilakukan pengairan secara terus-menerus. Akan tetapi, samapai saat ini hama yang diketahui banyak menyerang rosela di Indonesia adalah belalang. Hama ini bisa dikendalikan dengan pestisida. Penyakit yang umum menyerang adalah busuk akar. Untuk mengatasinya, tanaman yang terserang harus segera dicabut dan dibakar supaya tidak menular ke tanaman lain (Maryani & Kristiana, 2008). 2.5. Panen dan Pascapanen Pemanenan rosela dilakukan 4 – 5 bulan setelah tanam. Tetapi rosela masih dapat berbunga, jika temperatur pada malam hari tidak kurang 21ºC. Karena itu, pemanenan dapat terus dilakukan hingga tanaman tidak menghasilkan bunga, yakni sekitar 4 – 8 bulan berikutnya. Pemanenan rata-rata dilakukan setiap 10 hari sekali. Setelah dipanen, ada dua penyajian yang bisa dilakukan. Rosela bisa disajikan dalam bentuk segar maupun kering. Jika menginginkan bentuk kering, maka media pengeringan harus mempunyai aliran udara yang baik agar kualitasnya terjaga. Rasio pengerigan rosela umumnya sekitar 10:1, artinya setiap 10 kg kelopak segar akan menghasilkan 1 kg bahan kering. 2.6. Penelitian Terdahulu 2.6.1. Pertanian Organik dan Kelayakan Investasi Penelitian terdahulu dalam konteks yang sama, yaitu pertanian organik telah banyak banyak dilakukan. Siregar (2008), meneliti tentang Analisis
Usahatani Cabai Merah Organik (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Kabupaten Bogor). Hasil analisis pendapatan usahatani menunjukkan bahwa petani dengan sistem organik memperoleh pendapatan atas biaya tunai dan biaya total lebih besar dibandingkan dengan yang diperoleh petani non organik. Untuk pertanian organik mendapatkan R/C rasio sebesar 6,56. Artinya petani tersebut menghasilkan penerimaan sebesar Rp 6,56 untuk setiap Rp 1 yang dikeluarkan. Sedangkan untuk petani anorganik diperoleh R/C rasio sebesar 4,14. Artinya petani tersebut menghasilkan penerimaan sebesar 4,14 setiap Rp 1 yang dikeluarkan. Ridhawati (2008), melakukan penelitian yang berjudul Kelayakan Finansial
Investasi
Usahatani
Asparagus
(Asparagus
officionalis)
Ramah
Lingkungan, PT. Agro Lestari Bogor. Penelitiannya bertujuan menganalisis aspek-aspek kelayakan, diantaranya aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial, diperoleh nilai NPV sebesar Rp 7.124.166,90 yang menunjukkan bahwa usahatani asparagus ramah lingkungan, akan memberikan manfaat kepada perusahaan sebesar Rp 7.124.166,90 selama umur proyek. Nilai Net B/C diperoleh sebesar 1,04, artinya bahwa setiap satuan biaya yang dikeluarkan oleh perusahaan menghasilkan manfaat sebesar 1,04 kali. Nilai ini menunjukkan kelayakan karena hasilnya > 1. Nilai IRR diperoleh sebesar 10,04 persen. Hal ini menunjukkan layak karena posisi nilai yang berada lebih besar dari tingkat suku bunga deposito yang berlaku, yakni 5,25 persen. Payback period diperoleh akan kembali dalam waktu tiga tahun enam bulan, termasuk kriteria layak karena pengembalian investasi terjadi sebelum proyek usahatani berakhir. Berdasarkan analisis switching value, proyek usahatani asparagus ramah lingkungan tetap layak untuk dilaksanakan sampai kenaikan harga pupuk kandang sebesar 45,51 persen, pupuk organik cair sebesar 170,66 persen, harga paket kemasan sebesar 45, 51 persen, penurunan volume produksi mencapai 42,7 persen per tahun dan terjadi penurunan harga jual sebesar 3,87 persen dari Rp 35.000.
Abriyanti (2007), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengusahaan Sayuran Organik (Kasus di Matahari Farm Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Tujuannya yaitu mengkaji kelayakan investasi pengusahaan sayuran organik dari aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial serta menganalisis tingkat kepekaan kondisi kelayakannya jika terjadi perubahan dalam komponen dan manfaat. Kriteria uji kelayakan finansial dilakukan melalui tiga skenario, dan diambil salah satu yang terbaik. Skenario I yang menggunakan modal sendiri merupakan skenario yang paling menguntungkan, karena memperoleh nilai NPV yang lebih besar dari skenario II dan III, yaitu sebesar Rp 430.587.215. Artinya pengusahaan sayuran organik yang dilakukan Matahari Farm memberikan manfaat positif selama umur proyek dengan suku bunga 9,75 sehingga mempunyai kriteria layak untuk dilaksanakan. Hasil analisis switching value diperoleh dari tiga skenario yang dilakukan. Skenario II merupakan skenario yang sensitif / peka terhadap perubahan yang terjadi baik pada parameter penurunan penjualan sebesar 12,94 persen walaupun peningkatan biaya variabel sebesar 171,20 persen. Nugraha (2009), meneliti tentang Analisis Kelayakan Pengusahaan Stroberi Organik (Kasus di PT. Anugrah Bumi Persada, Kabupaten Cianjur). Tujuannya adalah menganalis aspek pasar, aspek teknis, dan aspek manajemen pengusahaan stroberi organic di PT. Anugrah Bumi Persada; menganalisis kelayakan aspek finansial pengusahaan stroberi organik di PT. Anugrah Bumi Persada dan menganalisis sensitivitas kelayakannya. Berdasarkan hasil analisis aspek pasar, teknis dan manajemen, menunjukkan kelayakan terhadap pengusahaan stroberi organik di PT. Anugrah Bumi Persada. Hasil dari analaisis finansial pengusahaan stroberi organik yaitu nilai Net Present Value (NPV) yang dihasilkan adalah Rp 204.052.541,00; Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) yang dihasilkan adalah 2,12; Internal Rate of Return (IRR) menunjukkan 49 persen dan Payback Period sebesar 1,6. Hasil ini menunjukkan bahwa pengusahaan stroberi organik layak secara finansial. Hasil
analisis
sensitivitas
switching
value
menunjukkan
bahwa
pengusahaan stroberi organik tetap layak untuk dilaksanakan sampai terjadi penurunan harga jual sebesar 39,80 persen, penurunan jumlah produksi stroberi
organik sebesar 39,88 persen, kenaikan biaya tetap tenaga kerja sebesar 101,20 persen dan kenaikan biaya variabel sebesar 524,09 persen. Dhikawara (2010), melakukan
penelitian
yang berjudul
Analisis
Kelayakan fianansial Usahatani Jambu Biji Melalui Penerapan Irigasi Tetes Di Desa Ragajaya Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Tujuannya adalah menganalisis karakteristik usatani jambu biji yang dilakukan petani di desa Ragajaya dan membandingkan analisis kelayakan finansial dan sensitivitas usahatani jambu biji yang dilakukan petani di Desa Ragajaya dengan pengairan hujan dan irigasi tetes (blubber iirigation). Berdasarkan analisis karakteristik usahatani jambu biji di Desa Ragajaya diketahui bahwa dari jumlah populasi petani jambu biji, luas lahan yang dimiliki petani dengan status sewa adalah 47,2 persen menyewa lahan kurang dari 0,5 hektar; 44,5 persen menyewa lahan antara 0,5 sampai satu hektar, dan 8,40 persen menyewa lahan dengan luas lebih dari satu hektar. Nilai NPV yang diperoleh petani yang menggunakan irigasi tetes dengan penurunan harga output hingga 15 persen pada tingkat suku bunga diskonto 11 persen adalah lebih besar Rp 358.838.843,- atau 165,72 persen dibandingkan dengan nilai NPV pada kondisi yang sama dengan pengairan tadah hujan. Begitu pula dengan rasio Net B/C, pada irigasi tetes rasio Net B/C lebih besar 2,8 satuan atau 62,22 persen dan IRR lebih 12,28 persen dibandingkan usahatani jambu biji dengan tadah hujan. Akibat dari pemanfaatan teknologi irigasi tetes tersebut, waktu pengembalian investasi lebih cepat satu tahun sembilan bulan. Dengan hasil uji kelayakan dan sensitivitas dimana petani dengan irigasi tetes lebih menguntungkan daripada petani dengan tadah hujan memeberikan suatu kesimpulan bahwa penerapan irigasi tetes layak untuk dilaksanakan untuk petani pemilik terlebih lagi petani penyakap di Desa Ragajaya. Seftiana (2010), meneliti tentang Analisis Kelayakan Usahatani Pepaya Di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Tujuannya adalah menganalis kelayakan usahatani pepaya di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang, dilihat dari aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial ekonomi dan aspek pasar serta menganalisis kelayakan finansial usahatani pepaya di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang apabila usaha ini dilakukan dalam dua pola, yaitu pola I adalah usahatani
pepaya yang menggunakan 50 kilogram pupuk dasar organik, dan pola II adalah usahatani pepaya yang menggunakan 15 kilogram pupuk dasar organik. Berdasarkan hasil analisis kelayakan non finansial, usahatani pepaya untuk kedua pola pemupukan di awal tanam yang dijalankan oleh petani pepaya di Desa Blendung layak untuk dilaksanakan. Sedangkan aspek manajemen petani pepaya di Desa Blendung masih belum layak karena belum adanya struktur yang jelas untuk usahatani pepaya tersebut. Kedua usahatani dengan pola I dan II dapat mendatangkan keuntungan sehingga layak untuk dijalankan jika dilihat dari aspek finansialnya. Dari kedua pola usaha yang layak pola usahatani I merupakan pola usaha yang paling layak untuk dijalankan. Hal ini dilihat dari hasil analisis finansial yang menunjukkan bahwa NPV pola usahatani I > NPV pola usahatani II, masing-masing Rp 31.225.228,79 dan Rp 6.897.368,24. Begitu pula dengan nilai Net B/C dan IRR nya. Sama halnya dengan payback period, pola usahatani I lebih cepat dalam hal pengembalian biaya investasi dibandingkan dengan pola usahatani II. 2.6.2. Studi Terdahulu Tentang Rosela Assyaukani (2008), dalam karya tulisnya meneliti tentang potensi produk minuman rosela terhadap pemberdayaan ekonomi masyarakat. Salah satu dari tujuan penelitian ini adalah mengetahui potensi ekonomi bagi komersialisasi produk minuman rosela. Hasil uji kelayakan bisnis (NPV dan IRR) dengan rentang tiga tahun dan tingkat bunga 14 persen didapat nilai NPV sebesar Rp 67.668.263 yang artinya akan ada penambahan keuntungan bersih sebesar angka tersebut selama tiga tahun. Hasil perhitungan IRR sebesar 54,37 persen yang artinya diproyeksikan nilai investasi akan bertambah sebesar angka tersebut selama tiga tahun dari nilai investasi awal. Hasil-hasil tersebut menyimpulkan bahwa bisnis ini akan menguntungkan dan layak untuk dijalankan. Kurniasari
(2009),
melakukan
penelitian
yang
berjudul
Analisis
Permintaan Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) Sebagai Bahan Minuman di Kota Bogor. Tujuannya adalah menganalisis karakteristik konsumen rumah tangga rosela
di Kota Bogor,
menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi
permintaan rosela di Kota Bogor, dan menganalisis permintaan rosela di Kota Bogor terhadap harga dan pendapatan. Hasil analisis menyimpulkan bahwa konsumen rosela di Kota Bogor sebagian besar berjenis kelamin wanita pada rentang usia 41-51 tahun dengan tingkat pendidikan formal terakhir yaitu SMA dan pekerjaannya adalah ibu rumah tangga. Konsumen kebanyakan mendapatkan sumber informasi mengenai rosela dari penjual, tidak mengeluarkan waktu khusus menentukan kualitas rosela karena mereka hanya mengenal rosela yang mereka konsumsi. Model permintaan rosela di Kota Bogor adalah sebagai berikut : Y = 113 – 0,0901 X1 – 0,20 X2 – 0,258 X3 + 30,8 X4 – 1,64 X5 + 0,325 X6 – 51,0 D1 + 52,7 D2 + 10,8 D3. Hasil analisis menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata dalam menjelaskan keragaman permintaan rosela di Kota Bogor pada selang kepercayaan 95 persen yaitu harga rosela (X1), jumlah orang yang mengkonsumsi rosela dalam satu keluarga (X4), jenis kelamin (D1), dan preferensi (D2). Dari keempatnya, variable jenis kelamin yang tidak sesuai dengan hipotesis awal. Elastisitas permintaan rosela terhadap harga menghasilkan -0,243. Nilai ini menunjukkan sifat permintaan yang inelastis, artinya kenaikan harga menyebabkan penurunan kuantitas dengan proporsi lebih kecil. Hal ini menunjukkan rosela belum menjadi kebutuhan pokok konsumen. Selain itu, karena terkait dengan posisi produk rosela di tahap perkenalan, informasi mengenai rosela masih kurang terutama mengenai harga sehingga terjadinya perubahan harga rosela di pasar belum diketahui oleh konsumen. Aji (2009), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pemangkasan Dengan Jumlah Cabang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela
(Hibiscus
sabdariffa
L.).
Tujuannya
adalah
mempelajari
respon
pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela yang mengalami pemangkasan dengan berbagai jumlah cabang yang berbeda. Hasil penelitian yang dilakukan berdasarkan metode acak langkap dengan satu faktor yaitu pemangkasan dengan jumlah cabang berbeda memberikan pengaruh terhadap penurunan pada beberapa pertumbuhan vegetatif dan generatif tanaman rosela. Tanaman yang mengalami pemangkasan dengan 15 cabang tidak menunjukkan perbedaan yang nyata pada jumlah
cabang primer, jumlah cabang sekunder, jumlah daun, bobot basah dan bobot kering tajuk, bobot basah dan bobot kering akar, jumlah bunga, jumlah kaliks yang dipanen, bobot basah dan bobot kering kaliks, serta bobot basah dan bobot kering buah. Tanaman yang mengalami pemangkasan cenderung memiliki luas daun dan kandungan antosianin yang lebih tinggi disbanding tanaman yang tidak dipangkas. Secara umum, tanaman dengan 15 cabang primer memberikan pengaruh terbaik pada pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Radja (2010), melakukan penelitian yang berjudul Pengaruh Pupuk Fosfor Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Tujuan penelitiannya adalah mempelajari pengaruh pupuk fosfor terhadap pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Berdasarkan metode faktor tunggal dengan susunan rancangan acak langkap (RAL), diketahui bahwa perlakuan pupuk fosfor dengan dosis 0, 10, 20, 30 dan 40 g SP-18/polibag tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap peubah pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela. Status hara fosfor di media tanam sangat tinggi yaitu 283 ppm, sehingga penambahan pupuk fosfor sampai dengan 40 g SP-18/polibag tidak mempengaruhi pertumbuhan vegetatif dan generatif rosela dengan kandungan antosianin berkisar 0,31 – 0,39 mmol/g bobot basah kaliks. Penelitian tentang analisis kelayakan finansial usahatani rosela organik belum pernah dilakukan. Hal ini mendorong penulis untuk mengkajinya, apalagi Wahana Farm belum lama berdiri, sehingga sangat menarik untuk dianalisis kelayakannya. Persamaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya yaitu mengacu pada topik yang sama, yaitu kelayakan finansial usaha di bidang pertanian organik dan alat analisis yang digunakan. Perbedaan dari penelitian sebelumnya adalah jenis komoditi dan alat analisis yang digunakan. Jenis komoditi dan alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis finansial usaha rosela organik di Wahana Farm.
2.7. Ruang Lingkup Penelitian Studi kelayakan proyek adalah studi atau penelitian dalam rangka untuk menilai layak tidaknya proyek investasi yang akan dilakukan dengan berhasil dan menguntungkan secara ekonomis. Tujuan utama dilakukan studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari keterlanjuran investasi yang memakan dana relatif besar yang ternyata justru tidak memberikan keuntungan secara ekonomi. Apapun bentuk investasi yang akan dilakukan diperlukan studi kelayakan meskipun
intensitasnya
berbeda.
Hal
ini
mengingat
masa
mendatang
mengandung penuh ketidakpastian (Suratman, 2002). Secara umum, aspek-aspek yang akan dikaji dalam studi kelayakan meliputi aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen, aspek sosial dan aspek finansial. Kajian aspek pasar berkaitan dengan ada tidaknya potensi pasar dan peluang pasar atas suatu produk yang akan diluncurkan di masa yang akan datang. Kajian aspek teknis menitikberatkan pada penilaian atas kelayakan proyek dari sisi teknis seperti penentuan lokasi proyek, pemilihan mesin dan peralatan lainnya. Kajian aspek manajemen mengacu pada sistem koordinasi dalam struktur organisasi. Kajian aspek sosial menjelaskan tentang dampak positif yang timbul karena adanya proyek. Kajian aspek finansial berkaitan dengan bagaimana menentukan kebutuhan jumlah dana dan sekaligus pengalokasiannya serta mencari sumber dana yang bersangkutan secara efisien.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Definisi Proyek Kegiatan proyek dapat diartikan sebagai satu kegiatan sementara yang berlangsung dalam jangka waktu terbatas, dengan alokasi sumberdaya tertentu dan dimaksudkan untuk melaksanakan tugas yang sasarannya telah digariskan dengan jelas. Tugas tersebut dapat berupa membangun pabrik, membuat produk baru, atau melakukan penelitian dan pengembangan (Soeharto, 1997). Berdasarkan pengertian di atas, terlihat bahwa ciri-ciri proyek adalah : a. Memiliki tujuan yang jelas, produk akhir/hasil kerja akhir. b. Jumlah biaya, sasaran jadwal serta kriteria mutu dalam proses mencapai tujuan di atas telah ditentukan. c. Bersifat sementara, dalam arti umurnya dibatasi oleh selesainya tugas. Titik awal dan akhir ditentukan dengan jelas. d. Non rutin, tidak berulang-ulang, jenis dan intensitas kegiatan berubah sepanjang proyek berlangsung. Menurut Casley (1991), ada dua tujuan proyek yakni jangka pendek dan jangka panjang. Tujuan jangka pendek secara khusus menentukan apa yang akan dicapai oleh proyek, misalnya pelayanan masukan yang lebih baik, hasil per unit yang lebih tinggi, produksi yang lebih tinggi, atau kesempatan kerja yang lebih besar. Tujuan-tujuan jangka panjang ditentukan oleh konteks sektor, sektor ganda, atau kebijaksanaan nasional yang lebih luas. Tujuan-tujuan tersebut adalah untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan, konsisten dengan kebijaksanaan nasional melalui pencapaian tujuan-tujuan jangka pendek. 3.1.2. Analisis Kelayakan Investasi Studi kelayakan mempunyai arti penting bagi perkembangan dunia usaha. Beberapa proyek yang gagal di tengah jalan, bisnis yang berhenti beroperasi, dan kredit yang macet di dunia perbankan, serta kegagalan investasi lainnya merupakan bagian dari tidak diterapkannya studi kelayakan secara konsisten. Secara teoritis, jika tiap investasi didahului studi kelayakan yang
benar, resiko kegagalan dan kerugian dapat dikendalikan dan diminimalkan sekecil mungkin. Studi kelayakan yang dilakukan secara benar akan menghasilkan laporan yang komprehensif tentang kelayakan proyek/bisnis yang akan dihadapi/terjadi (Subagyo, 2007). Subagyo (2007) menyatakan bahwa kerugian atau kegagalan suatu proyek dapat disebabkan oleh beberapa faktor, yang juga merupakan aspekaspek studi kelayakan itu sendiri, antara lain: 1.
Produk yang ditawarkan ternyata tidak diminati konsumen.
2.
Produk tidak sesuai dengan kebutuhan dan keinginan konsumen.
3.
Produk yang ditawarkan laku, tetapi pangsa pasarnya sangat kecil dan volume penjualannya rendah sehingga tidak dapat menutup biaya yang dikeluarkan.
4.
Permintaan terhadap produk perusahaan tinggi, tetapi skala produksi yang rendah karena kapasitas mesin yang rendah membuat opportunity cost juga tinggi.
5.
Lokasi perusahaan terlalu jauh dari pasar (konsumen). Akibatnya, biaya transportasi bertambah sehingga profit margin menjadi rendah.
6.
Waktu produksi terlalu lama. Proses produksi yang dipilih tidak tepat sehingga mengakibatkan keterlambatan pengiriman kepada pelanggan dan kehilangan pasar.
7.
Terjadinya penyimpangan dan pelanggaran terhadap peraturan perusahaan oleh karyawan (moral hazard) karena sistem pengendalian internal yang lemah. Soeharto (1997), mengemukakan bahwa pengkajian yang bersifat
menyeluruh dan mencoba menyoroti segala aspek kelayakan proyek atau investasi dikenal sebagai studi kelayakan. Disamping sifatnya yang menyeluruh, studi kelayakan harus dapat menyuguhkan hasil analisis secara kuantitatif tentang manfaat yang akan diperoleh dibandingkan dengan sumberdaya yang diperlukan. Ada enam tujuan utama analisa finansial untuk proyek-proyek pertanian yang dikemukakan oleh Gittinger (1986) :
1. Penilaian pengaruh finansial Penelitian ini didasarkan atas analisa keadaan finansial setiap peserta pada saat tersebut, dan suatu proyeksi keadaan finansial pada masa yang akan datang sejalan dengan pelaksanaan proyek. 2. Penilaian penggunaan sumberdaya terbatas Jumlah pengembalian (hasil) proyek dan pembayaran pinjaman-pinjaman yang meningkat pada perusahaan perseorangan, merupakan indikator yang penting dari penggunaan sumberdaya secara efisien. 3. Penilaian insentif (penarik) Pengamatan secara finansial sangat dibutuhkan dalam penilaian insentif pada para petani, manajer, dan pemilik (termasuk pemerintah) yang ikut dalam proyek. Untuk perusahaan-perusahaan semi umum, apakah hasil yang diperoleh cukup untuk mempertahankan kebutuhan finansial sendiri dan memenuhi tujuan-tujuan finansial yang telah ditetapkan oleh masyarakat. 4. Ketetapan suatu rencana pembelanjaan Rencana
finansial
adalah
dasar
penentuan
jumlah
dan
waktu
pembelanjaan dari luar – apakah dari lembaga-lembaga keuangan atau sumber dari dalam – dan untuk penetapan bagaimana pembayaran pinjaman cepat dilakukan. Perkiraan pengaruh inflasi baik pada pendapatan dan biaya akan diperhitungkan dalam melakukan penilaian. 5. Koordinasi kontribusi finansial Rencana finansial mengikuti kontribusi finansial dari berbagai peserta proyek. Koordinasi tersebut dibuat pada dasar dari proyeksi seluruh finansial untuk proyek sebagai suatu keseluruhan. 6. Penilaian kecakapan mengelola keuangan Atas dasar proyeksi neraca finansial, khususnya untuk perusahaanperusahaan besar dan kesatuan (entity) proyek, analis dapat membuat penilaian tentang kerumitan pengelolaan finansial proyek dan kemampuan pimpinan dalam mengelola proyek. 3.1.3. Kriteria dan Aspek-aspek Kelayakan Kriteria kelayakan menurut Soeharto (1997), mempunyai hubungan yang erat dengan keberhasilan, dan hal ini akan berbeda dari satu dan lain sudut
pandang dan kepentingan. Misalnya masyarakat akan memandang keberhasilan proyek
pembangunan
pabrik,
dari
sudut
berapa
jauh
mereka
dapat
berpartisipasi mengisi lapangan kerja dan kegiatan usaha. Bagi pemilik proyek swasta, titik berat keberhasilan diletakkan pada aspek finansial dan ekonomi. Sedangkan bagi pemerintah mempunyai kriteria yang lebih luas lagi, seperti pertumbuhan ekonomi, kesejahteraan masyarakat dan juga mendorong prakarsa swasta. Aspek-aspek dalam studi kelayakan adalah bidang kajian dalam studi kelayakan tentang keadaan objek tertentu dari fungsi-fungsi bisnis (marketing, operasi, manajemen/SDM, hukum, lingkungan dan keuangan). Pelaksanaan studi dan penelitian atas fungsi-fungsi bisnis tersebut terkadang disesuaikan dengan kebutuhan dari analis ataupun stakeholder (Subagyo, 2007). Beberapa aspek yang sering dikaitkan dalam studi kelayakan diantaranya aspek pasar, teknis, manajemen, sosial dan finansial. 1. Aspek pasar Menurut Soeharto (1997), aspek pasar berfungsi untuk menghubungkan manajemen suatu organisasi dengan pasar yang bersangkutan melalui informasi. Selanjutnya informasi ini digunakan untuk mengidentifikasi kesempatan dan permasalahan yang berkaitan dengan pasar dan pemasaran. Aspek pasar dalam studi kelayakan suatu usulan proyek bertujuan untuk menghasilkan produk tertentu umumnya membatasi penekanan kepada analisis masalah prakiraan penawaran dan permintaan, pangsa pasa, dan strategi pemasaran. Kajian aspek pasar dan pemasaran bertujuan untuk mengetahui keadaan objek di masa lalu dan saat ini, sedangkan tujuan pemasaran dalam ilmu marketing adalah untuk mengendalikan pasar di waktu yang akan datang (Subagyo, 2007). 2. Aspek teknis Menurut Subagyo (2007), aspek teknis bertujuan untuk mengetahui, memahami, dan mengevaluasi produk yang akan dihasilkan objek studi. Untuk menghasilkan produk diperlukan langkah-langkah pra operasional, seperti desain, pemilihan perangkat teknologi, mesin dan peralatan yang akan digunakan, proses produksi, pemilihan dan penentuan lokasi pabrik/tempat usaha, serta layout pabrik/ruang.
Analisa secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang
dan jasa. Hal-hal itu sangat
penting, dan kerangka kerja proyek harus dibuat secara jelas agar supaya analisa secara teknis dapat dilakukan dengan teliti (Gittinger, 1986). 3. Aspek manajemen Menurut Gittinger (1986), masalah-masalah dalam persiapan proyek berkisar diantara askpek-aspek institusional, organisasional dan manajerial yang tumpang tindih (overlaping), yang secara jelas mempunyai pengaruh penting terhadap pelaksanaan proyek. Masalah-masalah manajerial merupakan hal yang menentukan untuk rancangan dan pelaksanaan proyek yang baik. 4. Aspek sosial Analisis proyek akan selalu ingin mempertimbangkan secara teliti pengaruh yang akan merugikan suatu proyek pada golongan-golongan tertentu dalam daerah-daerah tertentu. Untuk itu, pertimbangan-pertimbangan sosial lain harus dipikirkan secara cermat agar dapat menentukan apakah suatu proyek yang diusulkan tanggap (responsive) terhadap keadaan sosial tersebut (Gittinger, 1986). 5. Aspek finansial Aspek-aspek finansial dari persiapan dan analisa proyek menerangkan pengaruh-pengaruh finansial dari suatu proyek yang diusulkan terhadap para peserta yang tergabung di dalamnya (Gittinger, 1986). Ada kriteria kelayakan investasi yang diperoleh dalam aspek finansial yang dikemukakan oleh Soeharto (1997), antara lain Net Present Value (NPV), Internal Rate of Return (IRR), Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan Payback Period. A. Net Present Value (NPV) NPV didasarkan pada konsep mendiskonto seluruh aliran kas ke nilai sekarang. Dengan mendiskonto semua aliran kas masuk dan keluar selama umur proyek (investasi) ke nilai sekarang, kemudian menghitung dasar yang sama, yaitu harga (pasar) saat ini. Mengkaji usulan proyek dengan NPV memberikan petunjuk sebagai berikut : NPV = positif, usulan proyek diterima, semakin tinggi semakin baik. NPV = negatif, usulan proyek ditolak. NPV = 0, berarti netral.
B. Internal Rate of Return (IRR) IRR adalah arus pengembalian yang menghasilkan NPV aliran kas masuk sama dengan NPV aliran kas keluar. Untuk IRR ditentukan dulu NPV = 0, kemudian dicari berapa besar arus pengembalian (diskonto) (i) agar hal tersebut terjadi. Menganalisis usulan IRR memberi kita petunjuk sebagai berikut : IRR > arus pengembalian (i), proyek diterima. IRR < arus pengembalian (i), proyek ditolak. C. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) Penekanannya ditujukan kepada manfaat (benefit) bagi kepentingan umum dan bukan keuntungan finansial perusahaan. Kriteria B/C akan memberikan petunjuk sebagai berikut : B/C > 1, usulan proyek diterima. B/C < 1, usulan proyek ditolak. B/C = 0, netral. D. Payback Period Payback
Period
adalah
jangka
waktu
yang
diperlukan
untuk
mengembalikan modal suatu investasi, dihitung dari aliran kas bersih (net). Kriteria ini meberikan indikasi atau petunjuk bahwa proyek dengan periode pengembalian lebih cepat akan lebih disukai. 3.1.4. Analisis Switching Value Analisis switching value (nilai pengganti) merupakan suatu variasi pada analisis sensitivitas. Dalam analisa sensitivitas, secara langsung kita memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut kita melakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisa proyek dan kemudian kita dapat menentukan pengaruh perubahan tersebut terhadap daya tarik proyek. Sebaliknya, bila kita ingin menghitung suatu nilai pengganti maka kita harus menanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisa proyek yang akan diganti supaya proyek dapat memenuhi tingkat minimum diterimanya proyek sebagaimana ditunjukkan kemanfaatan proyek (Gittinger, 1986).
oleh
salah
satu ukuran
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Wahana Farm merupakan salah satu unit usaha yang bergerak dalam bidang usahatani rosela organik sebagai komoditi utamanya. Proyek yang akan direncanakan adalah dengan peningkatan produksi dalam pengembangan usahanya. Mengingat harga jual rosela organik masih tinggi, Wahana Farm berupaya menyeimbangkan pangsa pasar dalam penjualan rosela organik, sehingga bisa dijangkau oleh masyarakat golongan menengah ke bawah. Dari segi aspek pasar, proyek tersebut akan menyoroti pasar yang akan dituju, sedangkan dari aspek teknis, akan menyoroti hal yang berkaitan dengan lokasi seperti ketersediaan input, pengelolaan lahan, sistem pengairan, dan jumlah tenaga kerja. Aspek manajemen memperlihatkan faktor-faktor internal pada Wahana Farm dalam menjalankan proyeknya, sedangkan aspek sosial melingkupi manfaat (benefit) terhadap kehidupan sosial dengan adanya proyek rosela organik ini. Aspek finansial merupakan aspek yang penting untuk dikaji, karena merupakan prioritas utama dalam menentukan keuntungan suatu perusahaan. Sehingga untuk menilai kelayakan proyek ini, aspek finansial akan mengacu pada beberapa parameter kriteria kelayakan investasi, yaitu : 1. Net Present Value (NPV) 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) 4. Payback Period Selain kajian yang akan dilakukan terhadap aspek-aspek kelayakan, maka akan dilakukan analisis switching value untuk mengetahui sejauh mana perubahan-perubahan pada variabel agar tidak mengubah kelayakan. Variabel yang digunakan adalah perubahan biaya variabel produksi rosela organik. Setelah diketahui hasil dari analisis tersebut, maka akan diketahui nilainya apakah layak atau tidak. Selain itu, diperlukan rekomendasi untuk penilaian kelayakan usaha rosela organik di Wahana Farm guna tercapainya suatu usaha yang berkesinambungan. Bagan kerangka operasional yang akan dijalankan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
Modal awal usaha berasal dari keuangan pribadi secara bertahap dan sangat terbatas, sehingga produksi belum optimal.
Hasil panen yang selalu habis terjual mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan produksi rosela organik dan mengembangkan usahanya.
Analisis kelayakan non finansial (pasar, teknis, manajemen, sosial)
Kriteria kelayakan : 1. Net Present Value (NPV) 2. Internal Rate of Return (IRR) 3. Net Benfit-Cost (Net B/C)
Analisis kelayakan finansial
Analisis
Switching Value
4. Payback Period
LAYAK
TIDAK LAYAK
Rekomendasi
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Kelayakan Usaha Rosela Organik (Studi Kasus di “Wahana Farm” Darmaga Bogor).
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Wahana Farm yang berada di Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi ini dilakukan secara sengaja (purposive). Kegiatan pengumpulan data dilakukan pada bulan Februari sampai April 2009. 4.2. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dari hasil wawancara kepada pengelola kebun dan pengamatan langsung di tempat penelitian. Data sekunder diperoleh dari instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan data-data penunjang lain yang diajukan sebagai bahan rujukan seperti buku, skripsi dan internet. 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang digunakan adalah data kuantitatif dan kualitatif. Analisa kualitatif digunakan untuk mengetahui daya dukung dan kelayakan proyek dari aspek pasar, teknis, manajemen dan sosial. Sedangkan analisa kuantitatif digunakan untuk menilai kelayakan proyek dari segi aspek finansial. Data kuantitatif diolah dengan menggunakan Microsoft Excel 2007. 4.3.1. Analisis Aspek Pasar Pengkajian terhadap aspek pasar akan menguraikan bagaimana Wahana Farm akan memasarkan produknya melalui bauran pemasaran (Marketing Mix) yang mencakup product, price, place, dan promotion. Pengkajian aspek pasar juga terkait dengan kondisi permintaan atau konsumsi. Bauran produk meliputi jenis dan jumlah kemasan rosela organik yang diproduksi, bauran harga mencakup jumlah harga rosela organik yang dijual tergantung dari berat kemasannya, bauran tempat meliputi pelanggan rosela organik produksi Wahana Farm yang terdiri dari beberapa swalayan, toko buah dan individu, sedangkan bauran promosi meliputi pembuatan media promosi seperti spanduk, brosur, dan lainlain.
4.3.2. Analisis Aspek Teknis Pengkajian aspek teknis meliputi masalah-masalah proses produksi seperti lokasi produksi, keberadaan lahan, sumber dan pemasaran hasil produksi, ketersediaan benih, pupuk organik dan fasilitas lainnya yang berhubungan secara teknis. Lahan yang dijadikan untuk produksi rosela organik mempunyai luas sebesar 7500 m2, berada di Jl. Darmaga Bogor. Ketersediaan produksi dan fasilitas lainnya berasal dari kepemilikan modal sendiri. Pemasaran kepada konsumen dilakukan secara langsung dan tidak langsung. 4.3.3. Analisis Aspek Manajemen Pengkajian aspek manajemen terkait dengan sistem koordinasi yang ada dalam proyek, dan mengetahui kondisi manajemen internal Wahana Farm, masa rencana kegiatan proyek dan manajemen dalam operasi. Sistem koordinasi terbentuk dari struktur organisasi. Setiap bagian organisasi mempunyai tugas dan tanggung jawab masing-masing. Hubungan koordinasi dengan penyewa lahan merupakan sistem bagi hasil, yang didapat dari hasil produksi rosela. Selain itu, perencanaan produksi rosela organik tidak menutup kemungkinan diadakannya tumpang sari dengan komoditas lain. 4.3.4. Analisis Aspek Sosial Pengkajian aspek sosial meliputi manfaat yang ada terhadap pengaruh kegiatan proyek, kemungkinan adanya kesempatan kerja, kehidupan sosial di lokasi sekitar proyek dan lingkungan proyek. Adanya proyek ini memberikan dampak positif, karena dapat mengurangi tingkat pengangguran khususnya di daerah setempat dan ikut menyukseskan program pemerintah Go Organic 2010. 4.3.5. Analisis Aspek Finansial Pengkajian aspek kelayakan finansial meliputi analisis biaya dan manfaat, rugi/laba dan kriteria kelayakan investasi. Tujuan analisis biaya manfaat adalah untuk mengetahui dan mengidentifikasi biaya-biaya yang ada serta manfaat yang diterima selama diadakannya proyek. Analisis rugi/laba digunakan untuk mengetahui jumlah pendapatan yang diterima apakah dalam keadaan untung atau rugi, serta menghasilkan komponen pajak yang digunakan dalam cashflow,
sedangkan analisis kriteria investasi digunakan untuk menyimpulkan layak atau tidaknya suatu usaha secara finansial. Kriteria kelayakan investasi yang akan diperhitungkan antara lain : 1.
Net Present Value (NPV),
2.
Internal Rate of Return (IRR),
3.
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), dan
4.
Payback Period. Berikut ini adalah perumusan fungsi masing-masing kriteria kelayakan
investasi yang dilakuakan dalam penelitian ini : 1.
Net Present Value (NPV) n
NPV t 1
CFt
1 K t
I0
Keterangan : CFt I0 K
= arus kas per tahun pada periode t = investasi awal pada tahun 0 = suku bunga (discount rate)
Sumber : Umar (2001).
Kriteria : NPV positif, maka usulan proyek diterima NPV negatif, maka usulan proyek ditolak NPV = 0, maka usulan proyek dapat diterima tetapi tidak ada keuntungan finansial 2.
Internal Rate of Return (IRR) Perkiraan IRR dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
n
I0 t 1
CFt (1 IRR ) t
Keterangan : t n I0 CF IRR
= tahun ke = Jumlah tahun = nilai investasi awal = arus kas bersih = tingkat bunga yang dicari harganya
Sumber : Umar (2001).
Kriteria :
3.
IRR ≥ i
= Usulan proyek dapat diterima
IRR ≤ i
= Usulan proyek ditolak
Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C)
Net B/C =
PV kas masuk PV kas keluar
Sumber : Umar (2001).
Kriteria ini erat hubungannya dengan kriteria NPV, dimana jika NPV suatu proyek dikatakan layak (NPV > 0) maka menurut kriteria Net B/C juga layak (Net B/C > 1) karena keduanya menggunakan variabel yang sama. 4.
Payback Period
Payback Period =
Nilai Investasi 1 tahun Kas Masuk Bersih
Sumber : Umar (2001).
Hasil yang diperoleh dari perhitungan payback period menyimpulkan bahwa usulan proyek dapat diterima jika masa pengembalian lebih cepat dari
umur
proyek.
Sebaliknya,
usulan
proyek
ditolak
jika
masa
pengembalian lebih lama dari umur proyek, artinya proyek tidak mampu mngembalikian biaya yang telah dikeluarkan.
4.3.6. Analisis Switching Value Analisis switching value digunakan untuk mengetahui perubahan variabel-variabel yang bisa ditolerir agar proyek tetap layak untuk dijalankan. Selain itu, analisis switching value dapat membantu perusahaan untuk mengantisipasi perubahan-perubahan yang bisa terjadi di masa mendatang. Variabel-variabel yang digunakan dalam switching value adalah komponen biaya tetap, biaya variabel dan penurunan harga jual rosela organik. Hasil yang diperoleh dari analisis switching value yaitu : Jumlah NPV = 0, Net B/C = 1, dan IRR sama dengan tingkat suku bunga. 4.4. Asumsi Dasar 1.
Modal yang digunakan oleh Wahana Farm berasal dari kepemilikan sendiri.
2.
Umur proyek lima tahun, hal ini disesuaikan dengan masa kontrak lahan.
3.
Usaha ini merupakan industri rumah tangga, dan tidak adanya beban pajak.
4.
Lahan yang digunakan adalah lahan sewa dengan biaya Rp 7.000.000 selama usaha.
5.
Jenis rosela yang dijual adalah rosela merah dalam bentuk kering.
6.
Semua rosela organik yang dihasilkan habis terjual di pasar.
7.
Harga jual rosela organik kemasan 35 gram Rp 6.000,00; kemasan 50 gram Rp 10.000,00 dan 1000 gram (curah) Rp 90.000,00.
8.
Satuan usaha yang dianalisis merupakan hasil produksi dari lahan seluas 7500 m2.
9.
Suku bunga yang digunakan berdasarkan tingkat suku bunga Bank Indonesia dalam kisaran 7,75 persen.
10. Panen dilakukan selama empat bulan, per 10 hari dalam sebulan. Sehingga dalam waktu satu tahun dihasilkan 16 kali produksi. 11. Analisis switching value yang dilakukan bertujuan untuk mencari perubahan biaya tetap transportasi, perubahan biaya variabel pestisida organik dan penurunan harga jual rosela organik.
BAB V GAMBARAN UMUM WAHANA FARM 5.1. Sejarah Singkat Wahana Farm Wahana Farm didirikan pada tahun 2007 di Darmaga, Bogor. Wahana Farm bergerak di bidang pertanian organik dengan komoditas utama rosela. Pada tahun 2007, ketika itu masih bernama Tifa Farm berhasil mendapatkan dana investor senilai 25 juta untuk budidaya rosela organik di lahan seluas 5000 m2 di belakang hotel duta berlian dan mendapatkan garapan di lahan 7500 m2 di Jl. Raya Darmaga Bogor. Pada bulan november 2008 terjadi konflik internal dan terbongkarnya beberapa penyalahgunaan dana yang mengakibatkan keuangan perusahaan defisit. Atas dasar tersebut, pendiri yang berjumlah dua orang memutuskan untuk berpisah. Satu orang tetap menggunakan nama Tifa Farm dengan areal produksi di Ciampea. Satu orang lagi menggunakan nama Wahana Farm. Demi menjaga nama baik dan kepercayaan investor, Wahana Farm memberanikan diri untuk tetap mengelola kedua kebun tersebut di atas dengan kondisi kas yang telah kosong. Operasional didanai dari keuangan pribadi secara bertahap dengan jumlah yang sangat terbatas sehingga produksi tidak terlaksana secara efisien. Keterbatasan budget mendorong Wahana Farm melakukan manuver bisnis dengan melakukan kerjasama bagi hasil. Wahana Farm menargetkan keuntungan minimal senilai 10 juta sampai akhir Desember 2009 dari lahan ini. Nilai minimal 10 juta merupakan penawaran yang diajukan oleh Wahana Farm sebagai pengembalian modal kepada investor, 15 juta sisanya merupakan tanggung jawab Tifa Farm. 5.2. Struktur Organisasi Struktur organisasi di Wahana Farm terdiri dari tiga bagian, yaitu : 1. Penyewa lahan, yang menyediakan sarana untuk kegiatan usahatani. 2. Pengelola atau bagian produksi, yang bertugas dalam rangkaian proses budidaya
dari
mulai
pemberdayaan
lahan,
pembibitan,
pengendalian hama dan penyakit sampai pemanenan.
penanaman,
3. Bagian keuangan dan pemasaran, yang bertugas dalam pencatatan arus kas serta memperluas jaringan pemasaran ke konsumen. Berikut ini adalah bagan struktur organisasi Wahana Farm yang ditunjukkan pada Gambar 3.
Penyewa Lahan
Pengelola / Bagian Produksi
Administrasi dan Pemasaran Gambar 3. Struktur Organisasi Wahana Farm Tahun 2009. Keterangan : : Hubungan koordinasi : Hubungan fungsional Gambar 3 menerangkan adanya suatu hubungan koordinasi dan fungsional di setiap bagian organisasi. Hubungan koordinasi terjadi sesuai dengan urutan prosedur kegiatan usahatani, sedangkan hubungan fungsional terjadi selama proses kegiatan usahatani. Keterlibatan tenaga kerja tidak dimasukkan kedalam struktur organisasi karena sifatnya borongan (bukan pegawai tetap). Sebagian besar tenaga kerja di Wahana Farm berasal dari kalangan ibu-ibu rumah tangga yang berada di sekitar tempat tinggal pengelola. 5.3. Kegiatan Usahatani Rosela Wahana Farm mempunyai tiga subsistem usaha, yaitu usaha pengadaan input, kegiatan budidaya dan kegiatan pemasaran. Masing-masing subsistem tersebut berpengaruh terhadap keberhasilan dalam kegiatan usahatani rosela. 5.3.1. Subsistem Pengadaan Input Rosela Beberapa input yang dibutuhkan dalam pembudidayaan rosela adalah sebagai berikut :
1. Lahan untuk budidaya. 2. Bahan-bahan produksi,seperti bibit rosela, pupuk organik yang berasal dari kotoran kambing, kerbau, ayam dan berbagai ramuan pestisida nabati serta kompos yang dibuat sendiri. Jumlah penggunaan input usahatani rosela organik di Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jumlah Penggunaan Input Usahatani Rosela di Wahana Farm dengan Luas Lahan 7500 m2 Tahun 2009. No. 1. 2. 3.
Jenis Input
Satuan Ons Kg Kg
Benih Pupuk kandang Pestisida
Jumlah 1 1500 50
Sumber : Wahana Farm, 2009.
Tabel 4 menunjukkan jumlah penggunaan input yang dibutuhkan dalam kegiatan usahatani rosela organik. Jumlah input yang paling banyak dibutuhkan adalah pupuk kandang, karena dalam melakukan kegiatan pertanian orgnik, perlu penanganan yang intensif untuk mendapatkan hasil yang bermutu. Kebutuhan pupuk kandang ini merupakan biaya yang paling besar dalam penggunaan input rosela organik. 3. Peralatan, seperti cangkul, kored, ember plastik, sarung tangan, ember plastik (untuk mencuci rosela), gunting/pisau panen, nyiru (untuk jemur rosela), karung, caping (cetok) dan alat pengemas plastik (sealer). 4. Tenaga kerja yang dibutuhkan
dalam proses pemberdayaan lahan,
penanaman, pemeliharaan, panen sampai pascapanen. Lahan yang digunakan untuk proyek ini berada di Desa Darmaga Kecamatan Darmaga Kabupaten Bogor. Lahan yang akan digunakan adalah lahan sewa seluas 7500 m2 dengan biaya sebesar Rp 7.000.000 selama lima tahun. Wahana Farm juga memiliki lahan sewa seluas sekitar 1000 m2 di Desa Neglasari yang saat ini sedang ditanami jagung manis dan sebagian lagi sedang ditanam rosela.
Biaya sewanya Rp 500.000/tahun. Selain itu masih di wilayah Desa
Neglasari, Wahana Farm memiliki lahan garapan seluas 1200 m2 yang belum sempat diberdayakan.
5.3.2. Subsistem Budidaya Rosela 5.3.2.1. Perencanaan Produksi Perencanaan produksi dilakukan untuk memperkirakan berapa jumlah benih rosela yang akan ditanam, kebutuhan akan sarana produksi seperti pupuk organik, pestisida organik, dan teknik budidaya yang akan diterapkan. Selain itu, perencaan produksi juga akan memperkirakan adanya tanaman lain yang ditanam secara bergilir (tumpang sari). Tumpang sari dilakukan setelah masa panen rosela dengan komoditi lain yaitu pepaya dan ubi. Luas lahan yang digunakan untuk tumpang sari sebesar 1500 m2 untuk pepaya dan 2000 m2 untuk ubi dan rosela. 5.3.2.2. Proses Produksi Kegiatan usahatani rosela diawali dengan pemberdayaan lahan, kemudian dilakukan penanaman, pemeliharaan sampai dengan masa panen. Wahana Farm melakukan produksi untuk memenuhi permintaan yang belum terpenuhi oleh konsumen. 1. Pemberdayaan lahan Lahan yang ada sebelum ditanam rosela sangat tidak baik. Hal ini membutuhkan dana yang cukup besar untuk menjadikan tanah dalam keadaan subur atau layak untuk ditanam rosela. 2. Penanaman Bogor memiliki curah hujan yang tinggi, sedangkan rosela rawan penyakit ketika musim hujan, sehingga perlu pertimbangan waktu penanaman yang tepat. Kegiatan penanaman rosela dimulai dengan memasukkan benih ke dalam tanah yang sudah dilubangi sedalam 10 cm. Tata cara penanaman benih dibatasi dengan jarak 1 x 1,5 m dan satu batang per lubang agar penerimaan sinar matahari cukup dan memudahkan dalam pemanenan. Metode penanaman rosela dapat dilihat pada Gambar 4.
Gambar 4. Metode Penanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009. Gambar 4 menjelaskan metode penanaman rosela organik di Wahana Farm. Lingkaran yang ada dalam gambar tersebut adalah lubang tanam, sedangkan garis putus-putus merupakan saluran air. Benih rosela yang dinilai baik yaitu berwana coklat kehitaman. Di bawah ini merupakan contoh benih rosela yang siap tanam dapat ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Benih Rosela yang Ditanam di Wahana Farm Tahun 2009. Ketika dua bulan setelah tanam, matahari cukup bersinar karena saatnya untuk berbunga dan berbuah. Gambar 6 menunjukkan keadaan tanaman rosela yang sedang berbunga.
Gambar 6. Bunga Tanaman Rosela di Wahana Farm Tahun 2009. Pada Gambar 6, tampak bunga rosela yang berwarna merah muda dan mulai berbuah. Kemudian selama empat bulan selanjutnya dipastikan tidak musim hujan agar memudahkan dalam pengeringan. Proses pengeringan rosela dilakukan dengan menjemurnya. Gambar 7 memperlihatkan proses penjemuran rosela.
Gambar 7. Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009.
3. Pemeliharaan Salah satu kendala yang menghambat pertumbuhan rosela adalah keberadaan hama, terutama belalang. Untuk itu, pemeliharaan dilakukan dengan cara fogging dengan menggunakan pestisida organik, yang juga diproduksi oleh Wahana Farm. Selain itu, pemupukan juga dilakukan secara rutin, guna mempertahankan kesuburan tanah. Pupuk yang diberikan berupa pupuk kandang dan pupuk organik lain yang juga diproduksi oleh Wahana Farm. Tetapi dalam penanganannya masih terdapat beberapa kendala yang menyebabkan produksi belum optimal, yaitu waktu yang cukup lama dalam pengolahan pupuk hingga bisa digunakan, untuk itu perlu pengaturan waktu yang tepat. 4. Panen Pada umur 3-4 bulan setelah penanaman, maka terjadi bias panen yang memungkinkan untuk dilakukan proses pemanenan. Masa panen rosela berlangsung selama satu setengah bulan, dilihat dari kelopak yang sudah berbuah yang siap dipanen. Pemanenan dilakukan dengan cara menggunting kelopak rosela yang sudah berbuah. Setelah proses panen selesai, maka dilakukan pengambilan biji rosela untuk dicuci dan dikeringkan. Proses pengeringan rosela membutuhkan penyinaran matahari yang cukup, sehingga diharapkan hasil produksi yang optimal. Hasil produksi yang dihasilkan pada tahun pertama hanya mencapai 53,78 kg. Sedangkan target produksi yang ingin dicapai adalah sebesar 100 kg. 5.3.3. Subsistem Pemasaran Rosela Langganan Wahana Farm diantaranya adalah Agrimart IPB, Al-Amin, Fortune, Shangrilla Swalayan, Pandu Swalayan, Sarana Tani, beberapa toko buah dan individu. Saluran pemasaran rosela organik produksi Wahana Farm dapat dilihat pada Gambar 8.
Wahana Farm
Agen / Toko
Konsumen
Gambar 8. Saluran Pemasaran Rosela Organik Wahana Farm Tahun 2009.
Gambar 8 menjelaskan terjadinya saluran pemasaran rosela organik produksi Wahana Farm. Proses pemasaran tersebut berlangsung dari Wahana Farm ke toko / agen dan dari Wahana Farm langsung kepada konsumen. Ekspansi pasar ke luar Bogor belum menjadi prioritas, karena masih banyak ceruk pasar di Bogor yang belum dijangkau oleh pemain rosela (misal : minimarket, kios-kios). Harga jual rosela yang dipasarkan tergantung dari berat kemasannya. Harga jual rosela organik untuk kemasan 35 dan 50 gr masing-masing sebesar Rp 6000 dan Rp 10.000/pak, sedangkan untuk curah sebesar Rp 90.000/kg. Tabel 5 adalah data penjualan rosela organik produksi Wahana Farm yang telah diolah dari beberapa pelanggan Wahana Farm tahun 2009. Tabel 5. Penjualan Rosela Organik Produksi Wahana Farm Tahun 2009. Bulan Januari Februari Maret April November Desember Jumlah
Kemasan 35 gram 16 8 28 11 29 64 156
Penjualan Kemasan 50 gram 54 19 92 45 130 320 660
Kemasan 1000 gram 14 3 2 1 3 23
Sumber : Wahana Farm, 2009.
Tabel 5 menunjukkan jumlah penjualan rosela organik yang telah dipasarkan kepada langganan Wahana Farm pada tahun 2009. Besarnya hasil penjualan tersebut dipengaruhi oleh peningkatan hasil produksi dari tahun sebelumnya. Apresiasi pelanggan lebih meningkat karena semakin terkenalnya rosela di lingkungan masyarakat dan sudah banyak yang mengetahui manfaat dan khasiat rosela, apalagi rosela yang diproduksi Wahana Farm ditangani secara organik, sehingga aman bagi kesehatan. Berdasarkan pengamatan, rosela organik yang beredar di wilayah Bogor hanya produksi Wahana Farm dan Tifa Farm. Dukungan dari media promosi (brosur, spanduk, banner, dll) dan sistem manajemen yang lebih baik diyakini dapat menjadi Wahana Farm sebagai market leader produsen dan distributor rosela organik dan produk olahannya.
BAB VI KELAYAKAN USAHA BUDIDAYA ROSELA Beberapa aspek yang akan dianalisis dalam kelayakan non finansial ini diantaranya aspek pasar, aspek teknis, aspek manajemen dan aspek sosial. Aspek pasar menguraikan bagaimana Wahana Farm akan memasarkan produknya melalui bauran pemasaran, aspek teknis meliputi masalah-masalah proses produksi, aspek manaemen terkait dengan sistem koordinasi yang ada dalam proyek, dan aspek sosial meliputi manfaat yang ada terhadap pengaruh kegiatan proyek. 6.1. Aspek Pasar Saat ini rosela sudah populer di Indonesia, termasuk di kota Bogor. Keunggulan rosela organik produksi Wahana Farm dinilai memiliki peluang baik, karena menerapkan sistem pertanian organik secara alami, sehingga aman untuk
dikonsumsi.
Kemudian
permintaan
yang
semakin
meningkat
menyebabkan perusahaan belum mampu untuk memenuhinya, hal ini disebabkan kurangnya stok yang belum mencukupi untuk mensuplai tokotoko/agen. Berikut ini adalah data permintaan rosela organik produksi Wahana Farm tahun 2009 yang ditunjukkan pada Tabel 6. Tabel 6. Permintaan Rosela Organik Kering Dalam Kemasan Langganan Wahana Farm Tahun 2009. Bulan Januari Februari Maret April November Desember Total
Permintaan (Kg)
Produksi (Kg) 20 10 15 10 15 30 100
17,260 4,230 7,580 2,635 8,515 21,250 61,470
Sumber : Wahana Farm, 2009.
Tabel 6 menunjukkan jumlah permintaan rosela organik langganan Wahana Farm. Jumlah permintaan (dalam bentuk fisik) sebanyak 100 kg, sedangkan hasil produksi hanya mencapai 61,47 kg. Sehingga jumlah tersebut
masih belum mencukupi permintaan konsumen jika dibandingkan dengan hasil produksi yakni kekurangan sebesar 38,53 persen. Melihat permasalahan aspek pasar yang dihadapi, maka tindakan yang akan diambil oleh Wahana Farm adalah perkembangan kerjasama dengan petani plasma. Saat ini suplai rosela organik berasal dari petani binaan yang berjumlah lima orang dan dari beberapa pemasok yang sudah dipercaya. Bauran pemasaran yang dilakukan oleh Wahana Farm meliputi produk, harga, tempat dan promosi. 1. Produk Wahana Farm menjual rosela varietas merah dan hitam dalam bentuk kering maupun basah. Bentuk kering dijual dalam kemasan 35 gr, 50 gr maupun curah (per kg). Kriteria rosela yang dijual meliputi sifat organik, besar dan mulus secara fisik, tidak busuk atau jamuran serta kemasan yang menarik dan rapi. Pada bagian kemasan terdapat beberapa keterangan untuk meyakinkan konsumen, bahwa rosela yang dihasilkan diolah secara organik. Hal ini merupakan salah satu cara dalam meningkatkan kualitas produk dan peduli akan kesehatan lingkungan dan konsumen, sehingga kegiatan usahatani rosela organik layak untuk dikembangkan. 2. Harga Wahana Farm menetapkan harga jual rosela sesuai dengan berat pak yang dikemas. Perincian harga jual meliputi jenis rosela yang dihasilkan. Berikut ini adalah harga jual untuk rosela merah : kemasan 35 gr Rp 6000/pak, kemasan 50 gr Rp 10.000/pak dan untuk curah sebesar Rp 90.000/kg. Sedangkan harga jual untuk rosela hitam adalah : kemasan 35 gr Rp. 8.000/pak, dan untuk curah sebesar Rp 120.000/kg. Alasan dibedakannya harga jual tersebut karena jenis yang berbeda dan ketersediaan rosela hitam yang cukup langka. Penetapan harga jual rosela tersebut tidak menutup kemungkinan adanya perubahan harga karena disebabkan oleh biaya-biaya variabel. Biaya-biaya variabel tersebut meliputi kebutuhan pupuk, pestisida, label dan plastik. Sistem pembayaran yang dilakukan dengan menggunakan faktur. Selain itu, pembayaran juga bisa dilakukan secara kasbon dengan mengakumulasikan sisa harga yang belum
dibayar. Sebagian besar rosela dijual ke agen secara konsinyiasi, dan biasanya lunas dalam 20 hari. Namun ada pula agen yang membayar cash. 3. Tempat Wahana Farm menggunakan dua saluran pemasaran, yaitu memasarkan produknya langsung kepada konsumen dan memasarkan kepada agen terlebih dahulu, kemudian pihak agen memasarkan langsung kepada konsumen. Pemasaran langsung kepada konsumen dilakukan setelah proses panen selesai, dijual dalam bentuk basah maupun kering. Beberapa toko atau tempat langganan Wahana Farm antara lain Sarana Tani, Agrimart IPB, AlAmin Swalayan, Shangrilla Swalayan dan beberapa toko buah. 6.2. Aspek Teknis Aspek teknis merupakan penggambaran taksiran biaya investasi yang dibutuhkan. Beberapa hal yang akan disoroti dalam kelayakan aspek teknis meliputi ketersediaan sarana produksi, ketersediaan tenaga kerja dan layout lahan. 6.2.1.
Ketersediaan Sarana Produksi Wahana Farm menyediakan sarana produksi sendiri seperti benih, pupuk
organik dan pestisida organik. Sedangkan ketersediaan sarana produksi lain yang mendukung meliputi cangkul, sabit, gunting stek, ember, karung, sekop, tali rafia, dan lain-lain. Sistem pengairan yang diterapkan berasal dari parit dan kolam buatan. Wahana Farm menyediakan lahan seluas 7500 m2 dalam menjalankan usahanya. Kegiatan produksi meliputi pemberdayaan lahan, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan. Jumlah biaya penggunaan input per satuan luas lahan di Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Biaya Pengguanaan Input Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No. 1. 2. 3.
Jenis Input Pupuk Kandang Pestisida Organik Benih
Jumlah 1500 Kg 50 Kg 1 ons
Jumlah Sumber : Wahana Farm, 2009.
Biaya yang Dikeluarkan (Rp) 1.500.00 350.000 40.000 1.890.000
Tabel 7 menjelaskan penggunaan input untuk kegiatan usahatani rosela organik di Wahana Farm. Jenis input tersebut meliputi pupuk kandang, pestisida organik dan benih. Jenis input yang paling besar kebutuhannya adalah penggunaan pupuk kandang sebesar 1500 kg. Biaya yang dikeluarkan untuk pupuk kandang masih terasa memberatkan bagi Wahana Farm. Untuk mendukung kegiatan pemasaran, Wahana Farm mempunyai satu buah mobil pick up yang digunakan untuk mengangkut rosela yang sudah dipanen, serta alat komunikasi. Keperluan biaya administrasi dan umum juga dibutuhkan dalam mendukung kegiatan pemasaran seperti pembuatan brosur, spanduk dan media promosi lainnya. 6.2.2. Ketersediaan Tenaga Kerja Ketersediaan tenaga kerja di Wahana Farm mengacu pada sistem upah borongan. Hal ini dilakukan karena biaya yang dikeluarkan cukup besar, dan hanya dibutuhkan ketika pengolahan lahan, perawatan sampai pemanenan dalam satu periode tanam. Biaya upah tenaga kerja diperlukan tidak kurang dari Rp 1.500.000 dalam satu tahun, sesuai dengan perencanaan kegiatan produksi. Jumlah biaya tenaga kerja yang dikeluarkan untuk usahatani rosela organik di Wahana Farm adalah sebagai berikut : (1) Biaya pengolahan lahan sebesar Rp 400.000. (2) Biaya pemupukan sebesar Rp 350.000. (3) Biaya obat-obatan sebesar Rp 50.000. (4) Biaya perawatan sebesar Rp 400.000. (5) Biaya ongkos pemetikan rosela sebesar Rp 700/kg. (6) Biaya pencolokkan rosela sebesar Rp 600/kg. (7) Biaya cuci dan jemur rosela sebesar Rp 5.000/kg. Rincian biaya tenaga kerja yang dikeluarkan masih terasa memberatkan bagi Wahana Farm, mengingat biayanya mahal. Alasan lain yang menjadi bahan pertimbangan yaitu masalah keseriusan tenaga kerja yang menyebabkan hasil produksi kurang optimal. Untuk mengantisipasi lonjakkan biaya tenaga kerja yang semakin besar, maka pengelola Wahana Farm mengikutsertakan keluarganya untuk membantu proses pemanenan. Berikut ini adalah para tenaga kerja yang melakukan proses pemanenan, dari proses pencolokkan biji rosela
sampai proses packaging di Wahana Farm ditunjukkan pada Gambar 9, 10, 11 dan 12.
Gambar 9. Proses Pencolokkan Biji Rosela di Wahana Farm Tahun 2009. Gambar 9 memperlihatkan proses pencolokkan rosela yang dilakukan setelah pemanenan. Tujuannya adalah membuang biji rosela untuk diambil kelopaknya. Kemudian rosela dijemur di lapangan terbuka untuk mendapatkan sinar matahari yang cukup seperti pada Gambar 10.
Gambar 10. Proses Penjemuran Rosela di Wahana Farm Tahun 2009.
Setelah proses pencolokkan rosela untuk dibuang bijinya, maka dilakukan proses penjemuran rosela seperti yang ditunjukkan Gambar 10. Proses penjemuran ini bertujuan untuk memperoleh berat kering dari kelopak bunga rosela, sehingga rosela siap untuk dikemas. Gambar 11 memperlihatkan proses pengemasan rosela di Wahana Farm.
Gambar 11. Proses Pengemasan Rosela di Wahana Farm Tahun 2009. Proses pengemasan rosela dilakukan melalui dua bagian, yaitu dalam bentuk kemasan 35 gram dan 50 gram. Ada juga dalam bentuk curah sebesar 1.000 gram yang siap jual. Setelah proses pengemasan selesai, maka dilakukan pengepresan plastik kemasan rosela seperti terlihat pada Gambar 12.
Gambar 12. Pengepresan Plastik Kemasan Rosela di Wahana Farm Tahun 2009.
Gambar 12 memperlihatkan proses pengepresan plastik kemasan rosela yang terdiri dari kemasan 35 dan 50 gram. Sebelum dilakukan pengepresan, kemasan diberi label perusahaan terlebih dahulu yang menandakan produk tersebut adalah produksi Wahana Farm. 6.2.3. Layout Lahan Lahan yang direncanakan untuk usaha rosela organik merupakan lahan sewa seluas 7500 m2, berbatasan dengan kebun lainnya dan pemukiman warga. Pertimbangan dalam pemilihan lahan tersebut dikarenakan masa kontrak yang belum habis. Wahana Farm juga memiliki lahan yang letaknya dekat dengan tempat tinggal. Selama masa percobaan tanam dan budidaya, lahan yang dimiliki Wahana Farm merupakan lahan yang tepat untuk budidaya rosela, karena meminimumkan penyakit dan residu bahan kimia. Berdasarkan kriteria yang dimiliki, lahan-lahan tersebut mendukung untuk dijadikan lokasi budidaya rosela organik. 6.3. Aspek Manajemen Penyewaan lahan yang dilakukan Wahana Farm bertujuan untuk melakukan suatu proyek pertanian, khususnya budidaya rosela organik. Proyek direncanakan selama lima tahun, hal ini berdasarkan masa habis sewa lahan tersebut. Selain itu, Wahana Farm juga memiliki lahan yang juga digunakan untuk budidaya rosela organik. Selama proses produksi, permintaan akan rosela organik masih belum terpenuhi. Hal ini disebabkan karena banyaknya konsumen yang melebihi kapasitas produksi yang dihasilkan, sehingga mendorong Wahana Farm untuk meningkatkan kapasitas produksi. Dalam menjalankan usahanya, Wahana Farm mempunyai struktur organisasi yang terdiri dari tiga bagian, yaitu pihak penyewa lahan, bagian pengelola atau produksi, serta bagian administrasi keuangan dan pemasaran. Setiap bagian mempunyai tanggung jawab masing-masing. Bagian produksi bertanggung jawab terhadap pemeliharaan sampai masa panen. Sedangkan bagian administrasi dan pemasaran bertugas untuk pencatatan arus kas serta memperluas jaringan pemasaran ke konsumen. Hubungan koordinasi
dengan penyewa lahan merupakan sistem bagi hasil, yang didapat dari hasil produksi rosela. Tersedianya upaya manajemen yang baik agar proyek berjalan dengan lancar, memungkinkan Wahana Farm memiliki daya dukung aspek manajemen untuk melakukan usaha rosela organik. 6.4. Aspek Sosial Daya dukung aspek sosial dalam proyek ini mempuyai nilai positif, baik di lingkup nasional maupun daerah yang menjadi lokasi proyek usaha rosela organik. Untuk lingkup nasional, adanya proyek pertanian dengan cara organik secara langsung telah mendukung program pemerintah, yang merencanakan Go Organic 2010. Budidaya rosela dengan cara organik yang diterapkan Wahana Farm dapat memperkecil semua bentuk polusi dari kegiatan proyek tersebut, sehingga secara tidak langsung ikut mensukseskan kesehatan bangsa. Sedangkan untuk lingkup daerah terutama masyarakat sekitar, adanya proyek ini akan menghasilkan pembukaan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran. Disamping itu, terdapat juga koordinasi yang baik dengan petani plasma serta berbagai pemasok dari luar daerah yang telah dipercaya. Proyek yang dijalankan secara organik atau ramah lingkungan, diharapkan dapat menjaga kondisi alami lahan dan wilayah sekitarnya. Sehingga dengan adanya proyek ini, baik dalam cakupan nasional dan daerah tertentu, maka Wahana Farm memiliki daya dukung aspek sosial untuk melakukan usaha rosela organik.
BAB VII KELAYAKAN ASPEK FINANSIAL 7.1. Analisis Aspek Finansial Aspek finansial adalah aspek yang mengkaji dari sisi keuangan perusahaan. Kelayakan pada aspek financial dapat diukur melalui perhitungan beberapa kriteria kelayakan diantaranya NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Perhitungan tersebut didasarkan atas cashflow perusahaan. 7.1.1. Arus Penerimaan Proyek Penerimaan proyek dalam penelitian ini berasal dari hasil penjualan rosela dan nilai sisa. Nilai sisa didapatkan dari aset yang belum habis nilainya pada saat proyek berakhir, sedangkan nilai penjualan didapatkan dari hasil perkalian antara harga jual rosela per kilogram dengan volume rosela yang dihasilkan per tahun. Nilai penjualan ini didapatkan setiap harinya dengan volume produksi yang berbeda setiap tahun. Perbedaan ini didasarkan pada kegiatan usaha perusahaan berlangsung setiap hari dan produktivitas tanaman yang tidak selalu konstan. Dengan luas lahan 7500 m2, produksi rosela kering hanya mencapai 53,78 kg pada tahun pertama, 61,47 kg pada tahun kedua, 68,06 kg pada tahun ketiga, 74,53 kg pada tahun keempat, dan 81,48 kg pada tahun kelima. Dengan harga jual masing-masing rosela organik kemasan 35 gram sebesar Rp 6.000 per pak, kemasan 50 gram sebesar Rp 10.000 per pak dan bentuk curah 1.000 gram sebesar Rp 90.000 per per curahnya, maka arus penerimaan penjualan adalah adalah Rp 7.098.960 pada tahun pertama, Rp. 9.607.714 pada tahun kedua, Rp 11.686.000 pada tahun ketiga, Rp 12.830.000 pada tahun keempat dan Rp 14.068.000 pada tahun kelima. 7.1.2. Arus Biaya Proyek Usaha Rosela Dalam suatu kelayakan proyek terdapat beberapa komponen biaya seperti biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dikeluarkan saat pertama kali proyek belum berjalan, sedangkan biaya operasional dikeluarkan
setiap tahun selama proyek berjalan. Biaya operasional terbagi menjadi dua, yaitu biaya tetap dan biaya variabel. 7.1.2.1 Biaya Investasi Biaya investasi dikeluarkan pada tahun pertama. Wahana Farm menyiapkan segala fasilitas yang diperlukan untuk kelangsungan usahatani rosela organik. Fasilitas-fasilitas yang dipersiapkan pada tahun pertama dapat dilihat pada tabel berikut : Tabel 8. Biaya Investasi Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2008. No
Uraian
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14
Lahan Sealer/pengepres plastik Nyiru Timbangan 25 kg Timbangan duduk Cangkul Stempel Golok Benih Cengkrong Ember besar Gunting Stek Sabit Cap tanggal
Umur Teknis (tahun) 5 5 3 10 5 3 5 3 3 3 5 3 5 Total
Satuan
Jumlah
m2 Buah Buah Buah Buah Buah Buah Buah ons Buah Buah Buah Buah Buah
7500 1 40 1 1 1 1 1 1 2 1 1 1 1
Harga (Rp) 7.000.000 350.000 6.000 125.000 100.000 45.000 50.000 30.000 40.000 15.000 30.000 30.000 17.000 16.000
Total (Rp) 7.000.000 350.000 240.000 125.000 100.000 45.000 50.000 30.000 40.000 30.000 30.000 30.000 17.000 16.000 8.103.000
Pada Tabel 8, terlihat ada biaya sewa lahan dalam biaya investasi. Biaya ini merupakan jumlah investasi terbesar dalam memulai proyek. Lahan tersebut digunakan untuk usaha rosela organik, tetapi tidak menutup kemungkinan diadakannya pergantian penanaman komoditi lain (tumpang sari). Ada perbandingan antara umur ekonomis proyek dan umur ekonomis aset investasi, sehingga terdapat biaya reinvestasi. Biaya reinvestasi ini merupakan biaya pengeluaran kembali untuk keperluan aset yang sudah habis umur teknisnya sebelum proyek berakhir. Pada tahun pertama tidak ada reinvestasi karena umur teknis aset belum habis. Setelah umur proyek tiga tahun, maka terjadi reinvestasi aset pada tahun keempat. Hal ini terjadi karena ada beberapa aset yang umur teknisnya sudah
habis, sehingga aset-aset tersebut harus diganti. Tabel 9 merupakan rincian asetaset yang mengalami reinvestasi. Tabel 9. Biaya Reinvestasi Tahun Keempat Proyek Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No
Umur Teknis (tahun) 3
Uraian
Satuan
Jumlah
Harga (Rp)
Total (Rp)
1
Cangkul
Buah
1
45.000
45.000
2
Cengkrong
3
Buah
2
15.000
30.000
3
Ember besar
3
Buah
1
30.000
30.000
4
Golok
3
Buah
1
30.000
30.000
5
Nyiru
3
Buah
10
6.000
60.000
6
Sabit
3
Buah
1
17.000
17.000
Total
212.000
Tabel 9 menjelaskan tentang adanya reinvestasi aset yang umur teknisnya sudah habis. Setelah dihitung berdasarkan jumlah dan harganya, maka besar biaya reinvestasi tersebut adalah Rp 212.000. Selain adanya biaya reinvestasi yang telah diuraikan diatas, terdapat juga aset-aset yang memiliki nilai sisa di akhir tahun proyek. Di bawah ini adalah perincian nilai aset yang memiliki nilai sisa yang ditunjukkan tabel 10. Tabel 10. Nilai Sisa Aset Usaha Rosela Wahana Farm di Akhir Tahun Proyek. No
Uraian
Penyusutan per tahun (Rp) 15.000
Nilai Sisa (Rp) 15.000
1
Cangkul
2
Cengkrong
10.000
10.000
3
Ember besar
10.000
10.000
4
Golok
10.000
10.000
5
Nyiru
20.000
20.000
6
Sabit
7
Timbangan 25 kg Total
5.667
5.667
12.500
62.500 133.167
Tabel di atas menunjukkan jumlah nilai sisa aset yang terjadi di akhir tahun proyek sebesar Rp 133.167. Nilai sisa diperoleh dari aset-aset yang masih mempunyai nilai ekonomis setelah proyek berakhir, baik sebelum dan sesudah mengalami reinvestasi.
7.1.2.2 Biaya Operasional Biaya operasional dikeluarkan oleh Wahana Farm selama satu tahun proyek berjalan dan digunakan untuk kebutuhan proyek. Biaya operasional ini terdiri dari biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap adalah biaya yang jumlah pengeluarannya tidak dipengaruhi oleh volume produksi. Sedangkan biaya variabel adalah biaya yang jumlah pengeluarannya dipengaruhi oleh volume produksi. Komponen biaya tetap dapat dilihat pada tabel 11. Tabel 11. Biaya Tetap Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No 1 2 3
Uraian Transportasi Administrasi dan umum Komunikasi Total
Per Bulan (Rp) 200.000 100.000 100.000
Per Tahun (Rp) 2.400.000 1.200.000 1.200.000 4.800.000
Tabel 11 menguraikan jumlah biaya tetap yang harus dikeluarkan oleh Wahana Farm dengan total Rp 4.800.000. Biaya-biaya tersebut meliputi biaya transportasi yang merupakan komponen biaya paling besar, biaya administrasi dan umum serta biaya komunikasi. Jumlah biaya tetap ini terasa memberatkan bagi Wahana Farm. Selain biaya tetap, Wahana Farm juga mempunyai komponen biaya variabel, yang meliputi sejumlah bahan pendukung dalam kegiatan usaha rosela organik. Biaya-biaya variabel tersebut diperlukan untuk satuan lahan seluas 7.500 m2. Perincian biaya variabel Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Biaya Variabel Usaha Rosela Organik di Wahana Farm Tahun 2009. No. 1. 2. 3. 4.
Uraian Pupuk kandang Pestisida organik Label Plastik kemasan
Kebutuhan 1500 kg 50 kg 839 buah 839 buah
Harga per Satuan (Rp) 1.000 7.000 250 50
Total (Rp) 1.500.000 350.000 209.750 41.950
Hasil yang ditunjukkan pada Tabel 12 memperlihatkan bahwa pupuk kandang adalah biaya variabel yang paling besar karena penggunaan pupuk kandang memiliki peranan penting dalam budidaya rosela organik. Kebutuhan pupuk kandang dalam sekali tanam adalah 1500 kg. Harga pupuk kandang Rp 1000/kg, sehingga jumlah biaya yang harus dikeluarkan sebesar Rp 1.500.000.
Selain pupuk kandang, penggunaan pestisida juga mempunyai peranan penting untuk menghindari adanya gangguan hama. Jumlah biaya yang dikeluarkan untuk penggunaan pestisida adalah Rp 350.000 per sekali tanam. Penggunaan label dan plastik kemasan dihitung berdasarkan jumlah kenaikan produksi. 7.1.3. Kelayakan Finansial Proyek Beberapa kriteria yang digunakan untuk menilai kelayakan dalam penelitian ini adalah NPV, IRR, Net B/C, dan Payback Period. Pengukuran kriteria-kriteria tersebut diukur kelayakannya pada tingkat suku bunga 7,75 persen. Tingkat suku bunga tersebut adalah tingkat suku bunga deposito. Penggunaan tingkat suku bunga tersebut merupakan pertimbangan dari penggunaan modal sendiri. Untuk mengetahui hasil analisis finansial rosela organik Wahana Farm dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13. Analisis Finansial Usaha Rosela Organik di Wahana Farm. No. 1. 2. 3. 4.
Kriteria Investasi NPV Net B/C IRR Payback Period
Satuan Rp % Tahun
Nilai Kriteria Investasi 1.469.772,29 1,17 13,72 1,93
Tabel 13 menunjukkan hasil analis finansial rosela organik di Wahana Farm. Hasil tersebut merupakan jumlah riil yang ada sesuai dengan kondisi di lapangan yang diperoleh dari lahan seluas 7.500 m2. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha rosela organik di Wahana Farm, dengan penilaian parameter kelayakan pada tingkat suku bunga 7,75 persen diperoleh besaran nilai NPV diatas nol sebesar Rp 1.469.772,29. Hal ini juga dapat dibuktikan dengan besaran nilai pendapatan setelah pajak pada tahun pertama sebesar Rp -9.331.754,00; pada tahun kedua sebesar Rp 1.121.777,29; pada tahun ketiga sebesar Rp 3.077.921,00; pada tahun keempat sebesar Rp 3.953.713,00; dan pada tahun kelima sebesar Rp 5.476.363,67. Sehingga jika dilihat dari besaran nilai pendapatan setelah pajak tersebut, usaha ini mendapatkan keuntungan selama proyek berjalan dan dikatakan layak. Nilai parameter kedua adalah Net B/C sebesar 1,17. Nilai ini menunjukkan kelayakan karena memberikan nilai rasio lebih besar dari satu.
Nilai Net B/C sebesar 1,17 menunjukkan bahwa setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan oleh Wahana Farm menghasilkan manfaat sebesar 1,17 kali. Nilai parameter ketiga adalah IRR sebesar 13,72 persen. Nilai ini berada di atas tingkat diskonto sebesar 7,75 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat pengembalian bunga yang dapat dibayar proyek atas sumber-sumber yang digunakan untuk menutupi pengeluaran investasi dan operasional sebesar 13,72 persen. Artinya bahwa investasi pengusahaan rosela organik memberikan keuntungan, maka dikatakan layak. Nilai parameter keempat adalah payback period sebesar 1,93. Nilai ini berarti bahwa seluruh modal yang digunakan untuk pengusahaan rosela organik akan kembali dalam waktu hampir dua tahun. Hal ini menunjukkan pengembalian investasi terjadi sebelum proyek berakhir, sehingga usaha ini dikatakan layak. Berdasarkan hasil analisis finansial, usaha ini dikatakan layak karena nilai NPV dan Net B/C lebih besar dari satu, hasil penerimaan IRR yang melebihi tingkat suku bunga dan payback period sebelum proyek berakhir. Jika dilihat dari aspek kelayakan usaha khususnya aspek pasar, usaha ini dapat dinilai layak. Hal ini berkaitan dengan kemampuan pasar untuk menyerap produk rosela organik dari Wahana Farm dimana semua rosela yang diproduksi habis terjual di pasar, bahkan Wahana Farm tidak mampu memenuhi permintaan pasar terhadap rosela. Kendala-kendala yang ada dalam proyek ini karena dipengaruhi oleh beberapa faktor biaya, diantaranya biaya investasi dan biaya operasional. Biaya investasi dalam memulai proyek ini sangat besar, karena status lahan yang bersifat sewaan sebesar Rp 7.000.000. Kemudian kondisi lahan tersebut sangat tidak layak, dan harus diberdayakan dahulu. Wahana Farm memberanikan diri untuk tetap mengelola lahan tersebut dengan kondisi kas yang telah kosong. Biaya operasional didanai dari keuangan pribadi secara bertahap dengan jumlah yang sangat terbatas sehingga produksi tidak terlaksana secara efisien. Kegiatan usahatani rosela diawali dengan pemberdayaan lahan, kemudian dilakukan penanaman, pemeliharaan sampai dengan masa panen. Wahana Farm melakukan produksi untuk memenuhi permintaan yang belum terpenuhi oleh konsumen. Biaya operasional yang ikut mempengaruhi meliputi
biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap merupakan biaya rutin dan tidak berubah setiap tahunnya. Jumlah penggunaan biaya tetap terdiri dari biaya transportasi yang merupakan komponen biaya tetap terbesar, biaya administrasi dan umum, serta biaya komunikasi. Disamping itu, penggunaan biaya variabel juga ikut mempengaruhi kerugian yang dialami Wahana Farm. Biaya variabel tersebut meliputi biaya tenaga kerja, biaya pemupukan, pestisida, label dan plastik. Dalam hal ini, jumlah yang yang paling memberatkan adalah biaya tenaga kerja dan biaya pemupukan. Setelah
diketahui
bahwa
usaha
rosela
organik
ini
mempunyai
keuntungkan, maka pihak pengelola melakukan alternatif lain, yaitu dengan tumpangsari tanaman lain seperti pepaya bangkok, jagung manis dan ubi-ubian. Hal ini mendorong Wahana Farm melakukan manuver bisnis dengan melakukan kerjasama bagi hasil. Saat ini pengelola mempercayakan usaha rosela organik kepada pihak keluarga. Setelah dilakukannya perubahan sistem budidaya dan adanya kerjasama dengan petani plasma, maka diharapkan usaha rosela organik produksi Wahana Farm akan terus berkembang dan bisa menghasilkan keuntungan yang layak. 7.2. Analisis Switching Value Analisis switching value yang dilakukan adalah dengan menghitung perubahan maksimum yang boleh terjadi akibat adanya perubahan beberapa parameter. Parameter yang digunakan yaitu kenaikan biaya tetap transportasi, kenaikan biaya variabel pestisida organik dan penurunan harga jual rosela organik. Analisis switching value digunakan untuk mengetahui tingkat perubahan harga jual rosela organik, kenaikan biaya tetap transportasi dan kenaikan biaya variabel pestisida organik. Sehingga keuntungan dari hasil NPV lebih atau sama dengan nol. Kemudian bisa juga menggunakan parameter Net B/C yang mempunyai nilai lebih atau sama dengan nol. Hasil analisis switching value bisa dilihat pada Tabel 14.
Tabel 14. Analisis Switching Value Usaha Rosela Organik di Wahana Farm. No. 1. 2. 3.
Variabel Yang Berubah Kenaikan Biaya Tetap Transportasi Kenaikan Biaya Variabel Pestisida Organik Penurunan Harga Jual Rosela Organik
Nilai (%) 14 82 2
Tabel 14 memperlihatkan adanya kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen, kenaikan biaya variabel pestisida organik sebesar 82 persen dan penurunan harga jual rosela organik sebesar 2 persen. Persentase perubahan terhadap parameter tersebut merupakan persentase maksimal yang dapat ditolerir oleh Wahana Farm. Apabila persentase kenaikan biaya tetap transportasi, kenaikan biaya variabel pestisida organik dan penurunan harga jual rosela organik lebih besar dari persentase yang ditolerir, maka pengusahaan rosela organik Wahana Farm tidak layak untuk dijalankan. Variabel yang mempunyai sesitivitas yang tinggi adalah variabel harga jual.
BAB VIII KESIMPULAN DAN SARAN 8.1. Kesimpulan 1.
Daya dukung aspek pasar terlihat dari kemampuan pasar untuk menyerap produk rosela organik yang habis terjual di pasar. Daya dukung aspek teknis terlihat dari adanya ketersediaan sarana produksi, ketersediaan tenaga kerja dan layout lahan yang dinilai layak. Daya dukung aspek manajemen mempunyai tanggung jawab masing-masing, sehingga proyek berjalan dengan lancar. Daya dukung aspek sosial dalam proyek ini mempuyai nilai positif. Untuk lingkup nasional secara tidak langsung telah mendukung program pemerintah, yang merencanakan Go Organic 2010. Sedangkan untuk lingkup daerah, adanya proyek ini akan menghasilkan pembukaan lapangan kerja dan mengurangi pengangguran.
2.
Kelayakan aspek finansial didasarkan pada nilai kriteria kelayakan yaitu NPV, IRR, Net B/C dan Payback Period. Berdasarkan hasil analisis finansial usaha rosela organik di Wahana Farm dengan penilaian parameter kelayakan pada tingkat suku bunga 7,75 persen, diperoleh nilai Net Present Value (NPV) sebesar Rp 1.469.772,29; Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C) sebesar 1,17; Internal Rate of Return (IRR) sebesar 13,72 persen dan payback period sebesar 1,93. Hasil ini menunjukkan pengusahaan rosela organik layak jika dilihat dari nilai besaran NPV dan Net B/C, IRR dan payback period.
3.
Hasil analisis switching value menunjukkan bahwa pengusahaan rosela organik tetap layak untuk dilaksanakan sampai terjadi penurunan harga jual rosela organik sebesar dua persen, kenaikan biaya tetap transportasi sebesar 14 persen dan kenaikan biaya variabel pestisida organik sebesar 82 persen.
8.2 Saran Setelah dilakukan penelitian mengenai kelayakan finansial usaha, maka ada beberapa saran yang dapat diajukan pada Wahana Farm dalam mengembangkan usahanya, antara lain : 1.
Melakukan peningkatan produktivitas produksi rosela dan meningkatkan jumlah produksi dengan cara memperluas lahan.
2.
Perusahaan disarankan untuk lebih memperluas kerjasama dengan petani dengan sistem kerjasama inti plasma, yang bertujuan untuk meningkatkan volume penjualan rosela organik.
3.
Melakukan efisiensi biaya, pengembangan strategi outflow agar tidak terjadi pengeluaran yang melebihi nilai penjualan.
DAFTAR PUSTAKA Abriyanti, Dedeh Suryani. 2007. Analisis Kelayakan Pengusahaan Sayuran Organik (Kasus di Matahari Farm, Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor). Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Aji, Titistyas Gusti. 2009. Pengaruh Pemangkasan dengan Jumlah Cabang Berbeda Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Assyaukani, M.T. 2008. Karya Tulis Mahasiswa. Potensi Produk Minuman Rosela (Hibiscus sabdariffa) Terhadap Pemberdayaan Ekonomi Masyarakat. Departemen Ilmu danTeknologi Pangan. Fakultas Teknologi Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Casley, Dennis J dan Kumar, Krishna. 1991. Pemantauan dan Evaluasi Proyek Pertanian. Penerjemah, Basilius Bengo Teku, Raldi Hendro Koestoer. Cet.1. Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta. Direktorat Jenderal Perkebunan. 2009. Keputusan Menteri Pertanian No. 3599/kpts/PD.310/10/2009. Daftar Komoditi Tanaman Bianaan Direktorat Jenderal Perkebunan. Dhikawara, Fadil. 2010. Analisis Kelayakan Finansial Usahatani Jambu Biji Melalui Penerapan Irigasi Tetes Di Desa Ragajaya Kecamatan Bojong Gede Kabupaten Bogor. Program Sarjana Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Gittinger, J. Price. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Penerjemah, Komet Mangiri, Slamet Sutomo. Penerbit Universitas Indonesia (UIPress). Jakarta. Kurniasari, Neina Ayu. 2009. Analisis Permintaan Rosela (Hibiscus sabdariffa Linn) Sebagai Bahan Minuman di Kota Bogor. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Maryani dan Kristiana. 2008. Khasiat dan Manfaat Rosela (revisi). PT. AgroMedia Pustaka. Jakarta. Nugraha, Widi. 2009. Analisis Kelayakan Pengusahaan Stroberi Organik (Kasus di PT. Anugrah Bumi Persada, Kabupaten Cianjur). Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor.
Radja, Ria Derita Dibata. 2010. Pengaruh Pupuk Fosfor Terhadap Pertumbuhan Vegetatif dan Generatif Rosela (Hibiscus sabdariffa L.). Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Ridhawati, Herliana. 2008. Kelayakan Finansial Investasi Usahatani Asparagus (Asparagus officionalis) Ramah Lingkungan, PT. Agro Lestari, Bogor. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Seftiana, Lizna. 2010. Analisis Kelayakan Usahatani Pepaya Di Desa Blendung, Kecamatan Purwadadi, Kabupaten Subang. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Soeharto, Iman. 1997. Manajemen Proyek : Dari Konseptual Sampai Operasional. Editor, Yati Sumiharti. Cet.3. Penerbit Erlangga. Jakarta. Siregar, F.M. 2008. Analisis Usahatani Cabai Merah Organik (Studi Kasus Kelompok Tani “Kaliwung Kalimuncar” Desa Tugu Utara Kecamatan Cisarua Bogor. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian . Institut Pertanian Bogor. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian : Teori dan Aplikasi. Ed.2, Cet.4. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Subagyo, Ahmad. 2007. Studi Kelayakan (Teori dan Aplikasi). PT. Elex Media Komputindo Kelompok Gramedia. Jakarta. Suratman, Drs. Msi. 2002. Studi Kelayakan Proyek. Proyek Peningkatan Penelitian Pendidikan Tinggi Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional. Sutanto, Rachman. 2002. Penerapan Pertanian Organik (Pemasyarakatan dan Pengembangannya). Penerbit Kanisius (Anggota IKAPI). Yogyakarta. Umar, Husein. Dr. 2001. Studi Kelayakan Bisnis Edisi – 3. Penerbit PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Surat Keputusan Menteri Pertanian Republik Indonesia
Cashflow Kelayakan Usaha Rosela Organik Wahana Farm Uraian
Tahun (Rp)
3
4
5
1
2
Kemasan 35 gram
645,360
937,714
2,316,000
2,550,000
2,808,000
Kemasan 50 gram
3,549,480
6,600,000
8,110,000
8,930,000
9,820,000
Kemasan 1.000 gram
2,904,120
2,070,000
1,260,000
1,350,000
1,440,000
0
0
0
0
133,166.67
7,098,960.00
9,607,714.29
11,686,000.00
12,830,000.00
14,201,166.67
A. Inflow 1. Penjualan
2. Nilai Sisa Total Inflow B. Outflow 1. Biaya Investasi
212,000.00
8,103,000.00
2. Biaya Operasional a. Biaya Tetap - Transportasi
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
- Administrasi dan Umum
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
- Komunikasi
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
- Tenaga Kerja
1,538,814.00
1,584,237.00
1,598,979.00
1,618,887.00
1,639,803.00
- Pupuk Kandang
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
- Pestisida
350,000.00
350,000.00
350,000.00
350,000.00
350,000.00
- Label
115,750.00
209,750.00
299,250.00
329,500.00
362,500.00
23,150.00
41,950.00
59,850.00
65,900.00
72,500.00
Total Biaya Variabel
3,527,714.00
3,685,937.00
3,808,079.00
3,864,287.00
3,924,803.00
Total Biaya Operasional
8,327,714.00
8,485,937.00
8,608,079.00
8,664,287.00
8,724,803.00
Total Outflow
16,430,714.00
8,485,937.00
8,608,079.00
8,876,287.00
8,724,803.00
C. Net Benefit Sebelum Pajak
-9,331,754.00
1,121,777.29
3,077,921.00
3,953,713.00
5,476,363.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-9,331,754.00
1,121,777.29
3,077,921.00
3,953,713.00
5,476,363.67
Diskon Faktor (7.75 %)
0.928074246
0.861321806
0.799370586
0.741875253
0.688515316
Diskon Faktor (13.8 %)
0.878734622
0.772174536
0.678536499
0.596253514
0.523948607
PV (7.75 %)
-8,660,560.56
966,211.24
2,460,399.51
2,933,161.83
3,770,560.26
PV (13.8 %)
-8,200,135.33
866,207.86
2,088,481.74
2,357,415.27
2,869,333.11
Total Biaya Tetap b. Biaya Variabel
- Plastik Kemasan
D. Pajak E. Net Benefit Setelah Pajak
NPV
1,469,772.29
PV Positif
10,130,332.85
PV Negatif
-8,660,560.56
Net B/C
1.17
IRR (%)
13.72
PP
1.93
Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Tetap Transportasi Uraian
Tahun (Rp) 1
2
3
4
5
A. Inflow 1. Penjualan Kemasan 35 gram
645,360
Kemasan 50 gram
3,549,480
Kemasan 1.000 gram
2,904,120
2. Nilai Sisa Total Inflow
937,714 6,600,000 2,070,000
2,316,000
2,550,000
2,808,000
8,110,000
8,930,000
9,820,000
1,260,000
1,350,000
1,440,000
0
0
0
0
133,166.67
7,098,960.00
9,607,714.29
11,686,000.00
12,830,000.00
14,201,166.67
B. Outflow 1. Biaya Investasi
8,103,000.00
212,000.00
2. Biaya Operasional a. Biaya Tetap - Transportasi
2,736,000.00
2,736,000.00
2,736,000.00
2,736,000.00
2,736,000.00
- Administrasi dan Umum
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
- Komunikasi
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
5,136,000.00
5,136,000.00
5,136,000.00
5,136,000.00
5,136,000.00
- Tenaga Kerja
1,538,814.00
1,584,237.00
1,598,979.00
1,618,887.00
1,639,803.00
- Pupuk Kandang
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
- Pestisida
350,000.00
350,000.00
350,000.00
350,000.00
350,000.00
- Label
115,750.00
209,750.00
299,250.00
329,500.00
362,500.00
23,150.00
41,950.00
59,850.00
65,900.00
72,500.00
Total Biaya Variabel
3,527,714.00
3,685,937.00
3,808,079.00
3,864,287.00
3,924,803.00
Total Biaya Operasional
8,663,714.00
8,821,937.00
8,944,079.00
9,000,287.00
9,060,803.00
Total Outflow
16,766,714.00
8,821,937.00
8,944,079.00
9,212,287.00
9,060,803.00
C. Net Benefit Sebelum Pajak
-9,667,754.00
785,777.29
2,741,921.00
3,617,713.00
5,140,363.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-9,667,754.00
785,777.29
2,741,921.00
3,617,713.00
5,140,363.67
Diskon Faktor (7.75 %)
0.928074246
0.861321806
0.799370586
0.741875253
0.688515316
Diskon Faktor (8.3 %)
0.923361034
0.852595599
0.787253554
0.726919256
0.671208916
PV (7.75 %)
-8,972,393.50
676,807.11
2,191,811.00
2,683,891.75
3,539,219.12
PV (8.3 %)
-8,926,827.33
669,950.26
2,158,587.05
2,629,785.24
3,450,257.93
Total Biaya Tetap b. Biaya Variabel
- Plastik Kemasan
D. Pajak E. Net Benefit Setelah Pajak
NPV
119,335.47
PV Positif
9,091,728.97
PV Negatif
-8,972,393.50
Net B/C
1.01
IRR (%)
8.23
PP
3.18
Analisis Switching Value Kenaikan Biaya Variabel Pestisida Organik Uraian
Tahun (Rp) 1
2
3
4
5
Kemasan 35 gram
645,360
937,714
2,316,000
2,550,000
2,808,000
Kemasan 50 gram
3,549,480
6,600,000
8,110,000
8,930,000
9,820,000
Kemasan 1.000 gram
2,904,120
2,070,000
1,260,000
1,350,000
1,440,000
0
0
0
0
133,166.67
7,098,960.00
9,607,714.29
11,686,000.00
12,830,000.00
14,201,166.67
A. Inflow 1. Penjualan
2. Nilai Sisa Total Inflow B. Outflow 1. Biaya Investasi
8,103,000.00
212,000.00
2. Biaya Operasional a. Biaya Tetap - Transportasi
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
- Administrasi dan Umum
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
- Komunikasi
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
- Tenaga Kerja
1,538,814.00
1,584,237.00
1,598,979.00
1,618,887.00
1,639,803.00
- Pupuk Kandang
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
- Pestisida
637,000.00
637,000.00
637,000.00
637,000.00
637,000.00
- Label
115,750.00
209,750.00
299,250.00
329,500.00
362,500.00
23,150.00
41,950.00
59,850.00
65,900.00
72,500.00
Total Biaya Variabel
3,814,714.00
3,972,937.00
4,095,079.00
4,151,287.00
4,211,803.00
Total Biaya Operasional
8,614,714.00
8,772,937.00
8,895,079.00
8,951,287.00
9,011,803.00
Total Outflow
16,717,714.00
8,772,937.00
8,895,079.00
9,163,287.00
9,011,803.00
C. Net Benefit Sebelum Pajak
-9,618,754.00
834,777.29
2,790,921.00
3,666,713.00
5,189,363.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-9,618,754.00
834,777.29
2,790,921.00
3,666,713.00
5,189,363.67
Diskon Faktor (7.75 %)
0.928074246
0.861321806
0.799370586
0.741875253
0.688515316
Diskon Faktor (9.1 %)
0.916590284
0.840137749
0.770062098
0.705831437
0.646958238
PV (7.75 %)
-8,926,917.87
719,011.88
2,230,980.15
2,720,243.64
3,572,956.37
PV (9.1 %)
-8,816,456.46
701,327.91
2,149,182.48
2,588,081.31
3,357,301.57
Total Biaya Tetap b. Biaya Variabel
- Plastik Kemasan
D. Pajak E. Net Benefit Setelah Pajak
NPV
316,274.17
PV Positif
9,243,192.04
PV Negatif
-8,926,917.87
Net B/C
1.04
IRR (%)
9.02
PP
2.90
Analisis Switching Value Penurunan Harga Jual Rosela Organik Uraian
Tahun (Rp) 1
2
3
4
5
A. Inflow 1. Penjualan Kemasan 35 gram
632,453
Kemasan 50 gram
3,478,490
Kemasan 1.000 gram
2,846,038
2. Nilai Sisa Total Inflow
918,960 6,468,000 2,028,600
2,269,680
2,499,000
2,751,840
7,947,800
8,751,400
9,623,600
1,234,800
1,323,000
1,411,200
0
0
0
0
133,166.67
6,956,980.80
9,415,560.00
11,452,280.00
12,573,400.00
13,919,806.67
B. Outflow 1. Biaya Investasi
8,103,000.00
212,000.00
2. Biaya Operasional a. Biaya Tetap - Transportasi
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
2,400,000.00
- Administrasi dan Umum
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
- Komunikasi
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
1,200,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
4,800,000.00
- Tenaga Kerja
1,538,814.00
1,584,237.00
1,598,979.00
1,618,887.00
1,639,803.00
- Pupuk Kandang
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
1,500,000.00
- Pestisida
350,000.00
350,000.00
350,000.00
350,000.00
350,000.00
- Label
115,750.00
209,750.00
299,250.00
329,500.00
362,500.00
23,150.00
41,950.00
59,850.00
65,900.00
72,500.00
Total Biaya Variabel
3,527,714.00
3,685,937.00
3,808,079.00
3,864,287.00
3,924,803.00
Total Biaya Operasional
8,327,714.00
8,485,937.00
8,608,079.00
8,664,287.00
8,724,803.00
Total Outflow
16,430,714.00
8,485,937.00
8,608,079.00
8,876,287.00
8,724,803.00
C. Net Benefit Sebelum Pajak
-9,473,733.20
929,623.00
2,844,201.00
3,697,113.00
5,195,003.67
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
-9,473,733.20
929,623.00
2,844,201.00
3,697,113.00
5,195,003.67
Diskon Faktor (7.75 %)
0.928074246
0.861321806
0.799370586
0.741875253
0.688515316
Diskon Faktor (10.2 %)
0.907441016
0.823449198
0.747231577
0.678068582
0.615307243
PV (7.75 %)
-8,792,327.80
800,704.56
2,273,570.62
2,742,796.64
3,576,839.59
PV (10.2 %)
-8,596,854.08
765,497.31
2,125,276.80
2,506,896.17
3,196,523.38
Total Biaya Tetap b. Biaya Variabel
- Plastik Kemasan
D. Pajak E. Net Benefit Setelah Pajak
NPV
601,583.62
PV Positif
9,393,911.42
PV Negatif
-8,792,327.80
Net B/C
1.07
IRR (%)
10.19
PP
2.60