ANALISIS IMPLEMENTASI UNDANG-UNDANG KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK OLEH DINAS PENDIDIKAN DKI JAKARTA Asri Pancari, Kusnar Budi Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Indonesia Email:
[email protected],
[email protected]
Abstrak Hak untuk memperoleh informasi semakin terjamin setelah diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik tersebut merupakan sebuah mandat nasional yang harus dipatuhi oleh semua badan publik untuk dapat menyediakan informasi yang diminta oleh masyarakat. Di Provinsi DKI Jakarta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta merupakan salah satu Badan Publik yang memiliki permohonan informasi terbanyak. Berdasarkan hal tersebut, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hal-hal apa saja yang sudah berhasil dan hal-hal apa saja yang belum berhasil dalam implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan teknik pengumpulan data dengan studi lapangan, studi kepustakaan, dan wawancara mendalam. Hasil penelitian implementasi UU KIP oleh Dinas Pendidikan menunjukkan bahwa terdapat hal yang belum berhasil dilihat dari faktor komunikasi, kecukupan sumber daya, dan kepemilikan SOP, sedangkan implementasi yang sudah berhasil dapat dilihat dari tersedianya fasilitas untuk mendukung pelayanan informasi publik. Kata Kunci: Implementasi, Kebijakan, Keterbukaan Informasi Publik
Abstract The right to access information is progressively well guaranteed after the enactment of Law 14 of 2008 on the Openness of Public Information. The Law is a national mandate which must be obeyed by all public bodies to be able to provide information that is requested by the society. In Jakarta, Department of Education is one of public bodies that has the most information application. Therefore, researcher aims to find out what are the things that have or have not succeeded in implementation of Openness of Public Information Law at Education Department of DKI Jakarta. This research uses qualitative approach by collecting datas with field and literature studies, as well as interviews. The result of this research shows that there are some factors that have not yet sucsesfully implemented, which are communication, resource adequacy, and SOP ownership; whereas the implementation that has succeeded can be seen from the availability of facility to support public information service. Key Words: Implementation, Policy, Openness of Public Information
Pendahuluan A. Latar Belakang Masalah Dalam kehidupan masyarakat, keberadaan sebuah informasi adalah kebutuhan pokok yang semakin meningkat urgensinya seiring perkembangan zaman. Menurut Foskett (1996), informasi adalah pengetahuan yang menjadi milik bersama karena dikomunikasikan. Sebuah informasi dapat dimiliki oleh setiap orang tanpa terkecuali sebagai perwujudan dari hak asasi
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
manusia. Hak atas informasi tersebut tercantum dalam berbagai dokumen hak asasi manusia internasional yaitu Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia (DUHAM) 1948 Pasal 19 yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas kebebasan berpendapat dan menyatakan pendapat, dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas. Selain itu tercantum pula pada pasal 19 ayat (2) Kovenan Internasional Hak-Hak Sipil dan Politik. Hak atas informasi harus diterima oleh masyarakat sebagai warga negara. David Banisar (2011:6) menjelaskan bahwa hak untuk mengakses informasi penyelenggaraan pemerintah harus dapat disediakan karena setiap individu memiliki hak dasar untuk mengetahui informasi yang berasal dari pemerintah. Hak atas informasi publik telah berkembang dan menjadi isu utama di berbagai negara. Indonesia sebagai salah satu negara dengan sistem demokrasi yang semakin baik, juga telah turut mengakui pentingnya hak atas informasi publik tersebut dengan pengesahan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (UU KIP) (Gatra News, 2013). UU KIP di Indonesia yang efektif dilaksanakan pada 30 April 2010, menuntut semua badan publik bersiap diri untuk menyediakan dan membuka informasi seluas-luasnya kepada masyarakat yang membutuhkan serta berbenah diri untuk menghasilkan pelayanan pemberian informasi yang sebaik-baiknya sehingga masyarakat dipermudah dalam mengakses informasi. Diberlakukannya UU KIP ini telah dimaknai secara mendalam oleh badan publik di Indonesia. Hal tersebut dapat diketahui berdasarkan pemeringkatan yang dilakukan oleh Komisi Informasi Pusat pada tahun 2012 dan 2013 terhadap badan publik provinsi, badan publik pemerintahan, badan publik badan usaha milik negara (BUMN), dan badan publik partai politik. Salah satu Badan Publik yang menarik untuk dikaji terkait implementasi UU KIP adalah Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Pemilihan Dinas Pendidikan DKI Jakarta didasari dua hal, yang pertama adalah karena dinas ini memiliki bidang kerja yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup masyarakat luas dan tidak jarang masyarakat rela mengeluarkan biaya tak terbatas untuk mengakses pelayanan publik pada bidang pendidikan sehingga keterbukaan informasi sangat dibutuhkan, sedangkan alasan kedua adalah karena menurut data Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta bahwa pada tahun 2013 Dinas Pendidikan memiliki jumlah kasus sengketa informasi tertinggi dibandingkan dengan dinas-dinas lainnya. Hal tersebut dapat terlihat dalam tabel 1.2 berikut
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
Tabel 1.2 Jumlah Sengketa Informasi Tahun 2013 No.
Jenis
Total
%
1.
Pendidikan (Sekolah, Dinas Pendidikan)
341
73.5
2
29
6.3
3
Pemerintahan (Camat, Lurah, Gubernur, Sekda, Kepegawaian, Catatan Sipil) Ekonomi (Keuangan, Pajak, KPPU)
7
1.5
4
Perumahan
2
0.4
5
Penertiban dan Perizinan
16
3.4
6
Komunikasi dan Informasi
5
1.1
7
Perhubungan
5
1.1
8
Tenaga Kerja dan Industri
5
1.1
9
PU, Tata Air, Tata Ruang, Pertanahan, Jalan
16
3.4
10
Pertanian, Kehutanan
2
0.4
11
Olahraga dan Pemuda
15
3.2
12
Peternakan dan Perikanan
2
0.4
13
Pertamanan dan Pemakaman
5
1.1
14
Kesehatan
1
0.2
15
Pemadam Kebakaran
4
0.9
16
Pariwisata dan Budaya
2
0.4
17
Perpustakaan dan Arsip
2
0.4
18
Kebersihan
1
0.2
19
Polres, KPU dan Lain-lain
4
0.9
464
100
Jumlah
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2014 Berdasarkan tabel diatas, kasus sengketa informasi di DKI Jakarta didominasi oleh Dinas Pendidikan dengan jumlah sengketa informasi sebesar 341 dan persentase sebesar 73.5%. Alasan pengajuan sengketa informasi di bidang pendidikan sebagian besar dikarenakan tidak ditanggapinya permintaan informasi publik dan informasi ditanggapi tidak sebagaimana di mohonkan (Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta, 2014) B. Permasalahan Rezim
keterbukaan
dan
demokrasi
Indonesia
semakin
terjamin
setelah
diberlakukannya Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik. UU KIP. Permasalahan dalam implementasi UU KIP dilihat dari masih banyaknya
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
sengketa informasi yang diajukan pemohon informasi terhadap Badan Publik. Salah satu Badan Publik di Provinsi DKI Jakarta yang masih memiliki jumlah kasus sengketa informasi tertinggi adalah Dinas Pendidikan. Berdasarkan data Komisi Informasi DKI Jakarta kasus sengketa informasi di Dinas Pendidikan selalu lebih tinggi dibandingkan dengan dinas-dinas lainnya. Di sisi lain, seharusnya Dinas Pendidikan dapat memiliki tingkat keterbukaan informasi yang lebih baik jika dibandingkan dengan dinas lainnya, karena Dinas Pendidikan merupakan bidang kerja yang langsung bersentuhan dengan hajat hidup masyarakat luas dan tidak jarang masyarakat rela mengeluarkan biaya tak terbatas untuk mengakses pelayanan publik pada bidang pendidikan. Berdasarkan hal tersebut menilai hal-hal apa saja yang sudah berhasil atau belum berhasil dalam implementasi UU KIP di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta menjadi hal yang menarik. Atas dasar hal tersebut, maka permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah bagaimana Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta? C. Tujuan Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah yang telah dipaparkan sebelumnya, maka tujuan penelitian ini adalah untuk menggambarkan Implementasi UU Keterbukaan Informasi Publik oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta Tinjauan Teoritis Pemerintah tidak terlepas dari berbagai macam persoalan kompleks yang membutuhkan penyelesaian dan perhatian yang besar. Sebagai upaya menjawab permasalahan tersebut, pemerintah mengeluarkan kebijakan-kebijakan yang digunakan sebagai dasar tindakan pemerintah dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Hal ini senada dengan pendapat Anderson (2003:6) yang mendefinisikan kebijakan publik adalah “purposive course of action followed by an actor or set of actors in dealing with a problem or matter of concern”. Kebijakan merupakan langkah tindakan yang secara sengaja dilakukan oleh seorang aktor atau sejumlah aktor berkenaan dengan adanya masalah atau persoalan tertentu yang dihadapi. Proses penyusunan kebijakan publik dibagi dalam beberapa tahap yang bersifat berkesinambungan antara tahap satu dengan tahap yang lainnya. Tahapan kebijakan publik menurut Dunn (2003:25) meliputi tahap penyusunan agenda, tahap formulasi kebijakan,
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
tahap adopsi kebijakan, tahap implementasi kebijakan, dan tahap evaluasi kebijakan. Tahap mplementasi kebijakan publik merupakan salah satu aktivitas yang paling penting dan juga merupakan tahapan yang paling sulit karena pada tahap ini akan ditemukan berbagai kepentingan yang terlibat. Menurut Edwards III (1980) terdapat empat faktor yang merupakan syarat utama keberhasilan proses implementasi, keempat faktor ini berfungsi secara berkesinambungan dan terkait satu sama lain untuk membantu dan menghambat implementasi kebijakan, sehingga pendekatan yang ideal adalah dengan cara merefleksikan kompleksitas ini dengan membahas semua faktor tersebut sekaligus. Empat faktor tersebut antara lain: a.
Komunikasi. Dalam menghasilkan implementasi kebijakan yang efektif,
pihak-pihak yang pelaksana harus mengetahui apa yang akan mereka lakukan, sedangkan bagi pihak yang berwenang memberikan arahan harus dapat mengarahkan secara informasi secara jelas, akurat, dan konsisten sehingga tidak menimbulkan ambiguitas implementasi. b.
Sumber daya. Sumber daya meliputi empat komponen yaitu staf yang cukup
(jumlah dan mutu), informasi yang dibutuhkan guna pengambilan keputusan, kewenangan yang cukup guna melaksanakan tugas atau tanggung jawab, dan fasilitas yang dibutuhkan dalam pelaksanaan. Sumber daya yang tidak dapat memenuhi kebutuhan akan berdampak pada hukum yang sulit ditegakkan, pelayanan yang tidak akan tersedia, serta kebijakan yang ada sulit untuk dikembangkan. c.
Disposisi atau sikap pelaksana merupakan komitmen pelaksana terhadap
program. Karena seringkali diskresi yang dimiliki pelaksana menjadi kendala dalam implementasi kebijakan yang efektif. d.
Struktur birokrasi didasarkan pada standard operating procedures (SOP)
yang mengatur tata aliran kerja. Organisasi yang memiliki prosedur perancanaan dan pengawasan program yang lebih fleksibel, akan lebih mudah beradaptasi dengan tanggung jawabnya yang baru, dibandingkan dengan organisasi yang tidak memiliki karakteristik tersebut D. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan post positivis. Berdasarkan pada tujuan penelitian, jenis penelitian ini tergolong pada penelitian deskriptif karena merupakan penelitian yang dilakukan dalam rangka pembuatan gambaran mengenai
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
situasi ataupun kejadian tertentu. Berdasarkan manfaat penelitian, penelitian ini termasuk penelitian murni. Berdasarkan dimensi waktu penelitian, penelitian tergolong pada jenis penelitian cross sectional, dimana penelitian ini dilakukan pada periode waktu tertentu yaitu pada bulan September 2013 hingga Juni 2014. Berdasarkan teknik pengumpulan data, penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data kualitatif. Pengumpulan data primer pada penelitian ini menggunakan teknik wawancara mendalam dan observasi, dimana kemudian data primer tersebut akan dipadukan dengan data sekunder yang diperoleh melalui studi kepustakaan. Adapun keterbatasan dalam penelitian ini, peneliti sulit untuk mendapatkan informasi dari Ketua PPID Dinas Pendidikan DKI Jakarta dikarenakan adanya pergantian pejabat dan pejabat baru tidak memahami secara detail pelaksanaan UU KIP di Dinas Pendidikan DKI Jakarta pada waktu sebelumnya. E. Hasil Penelitian dan Pembahasan UU Keterbukaan Informasi Publik telah mengatur mengenai kewajibankewajiban Badan Publik dalam melaksanakan Keterbukaan Informasi Publik. Dinas Pendidikan DKI Jakarta telah berupaya melaksanakan amanat UU KIP tersebut dilihat dari yang pertama adalah pembentukan regulasi terkait. Regulasi dan kebijakan tersebut antara lain: 1. Instruksi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 698 Tahun 2010 Tentang Penyerahan dan Pengumpulan Data Pendidikan di Lingkungan Dinas Pendidikan 2. Keputusan Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 611/2011 Tentang Penetapan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi Pembantu (PPIDP) Dan Tim Sekretariat Di Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta 3. Instruksi Kepala Dinas Pendidikan Provinsi DKI Jakarta Nomor 1358 Tahun 2013 Tentang Verifikasi dan Pengelolaan Data Pendidikan Tahunan TK, SD, SMP, SMA, dan SMK Negeri/Swasta di Lingkungan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Secara Online Sesuai Instruksi Keputusan Kepala Dinas Pendidikan tentang Pembentukan Pejabat Pengelola Informasi dan Dokumentasi (PPID), struktur PPID di Dinas Pendidikan DKI
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
Jakarta secara fungsional melekat pada jabatan Sekretaris Dinas sebagai Ketua PPID, Kepala Bidang Standikti sebagai Sekretaris PPID, sedangkan yang menjadi anggota PPID adalah Kepala Bidang di setiap Bidang Kerja. PPID di Badan Publik menjadi salah satu ukuran bahwa Badan Publik tersebut telah siap untuk melaksanakan pelayanan informasi publik, karena PPID adalah satu aktor yang sangat strategis untuk melaksanakan Keterbukaan Informasi Publik. Dalam pasal 1 ayat 9 UU KIP, yang dimaksud dengan PPID adalah pejabat yang bertanggungjawab di bidang layanan Informasi Publik yang meliputi proses penyimpanan, pendokumentasian, penyediaan dan pelayanan informasi. Tugas dan wewenang PPID Dinas Pendidikan DKI Jakarta dipahami oleh Staff Kasubbag Umum hanya memberikan pelayanan ketika ada permohonan informasi publik, adapun untuk tugas dan wewenang PPID lainnya dilaksanakan oleh bidang kerja lain. Amanat kedua dilihat dari kepatuhan melaksanakan pelayanan informasi publik. Pelayanan informasi publik dilakukan ketika adanya permohonan informasi publik. Mekanisme memperoleh informasi yang ada di Dinas Pendidikan DKI Jakarta dapat dilihat dari gambar 4.2 berikut ini:
Sumber: Data Olahan Peneliti, 2014 Gambar 4.2 Prosedur Memperoleh Informasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta Dalam menanggapi permohonan informasi, hal yang sangat diperhatikan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta adalah mengenai latar belakang pemohon informasi publik. Latar
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
belakang pemohon informasi publik tersebut diketahui berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh petugas PPID terhadap pemohon informasi publik. Bagi pemohon informasi yang mengatasnamakan LSM ataupun instansi, Dinas Pendidikan DKI Jakarta harus secara jelas mengetahui legalitas instansi tersebut yang dilihat dari pengakuan dari lembaga lain dan dari company profile, sedangkan bagi pemohon informasi perseorangan yang dilihat adalah keterkaitan antara kebutuhan atas informasi dengan jenis informasi yang diminta beserta alasan penggunaan informasi tersebut. Lembaga Swadaya Masyarakat Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah melakukan permohonan informasi publik kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta sebanyak dua kali yaitu pada tahun 2009 dan tahun 2013. Kedua permohonan informasi publik ini ditanggapi dengan respon yang sangat berbeda. Menurut ICW, dalam memberikan informasi publik yang diminta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta didasarkan pada jenis informasi yang diminta. Jika informasi yang diminta terkait penggunaan anggaran dan penggunaan dana, Dinas Pendidikan DKI Jakarta cenderung memiliki resistensi untuk memberikannya, tetapi untuk informasi yang terkait data pendidikan tidak ada ketertutupan bagi Dinas Pendidikan DKI Jakarta untuk memberikannya. Ketiga dilihat dari penanganan sengketa informasi publik yang dilakukan oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Berdasarkan Pasal 1 UU KIP yang dimaksud Sengketa Informasi Publik adalah sengketa yang terjadi antara Badan Publik dan Pengguna Informasi Publik yang berkaitan dengan hak memperoleh dan menggunakan informasi berdasarkan perundangundangan. Dalam menghadapi sidang sengketa informasi di Komisi Informasi Provinsi DKI Jakarta, Dinas Pendidikan DKI Jakarta diwakili oleh Kasubbag Umum atau Sekretaris Dinas beserta staf. Selama menempuh sidang sengketa informasi, Dinas Pendidikan DKI Jakarta belum pernah melanjutkan kasusnya hingga ke pengadilan. Menurut penjelasan Staf Kasubbag Umum, seringkali sidang sengketa informasi yang dilalui oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta sudah mendapatkan kesepakatan di tahap mediasi. Tahap ajudikasi seringkali ditempuh oleh pihak Dinas Pendidikan DKI Jakarta apabila adanya permintaan informasi yang tidak berada di bawah kewenangannya. Dalam menganalisis implementasi Undang-Undang Keterbukaan Informasi Publik oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta berdasarkan pada empat faktor yang berpengaruh terhadap implementasi kebijakan publik menurut Edwards III (1980).
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
1. Faktor Komunikasi Komunikasi dilakukan agar perintah dan arahan kebijakan dapat tersampaikan dengan baik. Komunikasi biasanya dilaksanakan oleh atasan yang telah memahami sebuah kebijakan kepada bawahan atau implementer yang akan melaksanakan kebijakan tersebut. Alur komunikasi di Dinas Pendiidkan DKI Jakarta dapat dilihat pada gambar berikut.
Pemerintah Pemprov DKI Jakarta Dinas Pendidikan DKI Jakarta PPID Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sekolah dan Unit Kerja
Dari gambar 5.1 tersebut terlihat alur untuk mengkomunikasikan kebijakan Keterbukaan Informasi Publik melalui jenjang hirarki yang cukup berlapis. Pihak yang secara langsung berhubungan dengan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam mengkomunikasikan kebijakan KIP adalah Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Bentuk komunikasi yang terjalin antara Pemprov DKI Jakarta dengan setiap SKPD adalah melalui kegiatan sosialisasi aplikasi UU KIP, tetapi kegiatan sosialisasi yang dilaksanakan tersebut dinilai belum dapat memberikan pemahaman yang menyeluruh mengenai pelaksanaan UU KIP, sehingga disini Dinas Pendidikan DKI Jakarta perlu melakukan pengembangan dengan cara berinisiatif untuk memahami secara langsung peraturan pelaksana yang berada di atasnya. Komunikasi mengenai kebijakan Keterbukaan Informasi Publik di internal Dinas Pendidikan DKI Jakarta seharusnya dilaksanakan oleh Kepala Dinas kepada PPID sebagai pihak yang bertanggung jawab menjalankan Keterbukaan Informasi Publik di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, tetapi sesuai pengakuan Sekretaris Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang merangkap tugas sebagai Ketua PPID bahwa ia belum pernah mendapatkan arahan dan perintah mengenai tugas dan fungsinya sebagai PPID dari Kepala Dinas. Komunikasi yang belum terjalin tersebut juga ditunjukkan dengan istilah PPID yang masih terdengar asing di beberapa pegawai, sedangkan pembentukan PPID merupakan amanat UU KIP yang seharusnya telah dilaksanakan sejak tahun 2010. Ketidakpahaman mengenai fungsi dan tugas PPID ini dikarenakan tidak adanya sosialisasi yang dilakukan mengenai pembentukan PPID
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
di Dinas Pendidikan DKI Jakarta serta disebabkan karena fungsi PPID yang hanya melekat pada beberapa pejabat saja dan tidak tercantum dalam struktur organisasi Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Adanya pergantian pejabat juga sebagai salah satu faktor yang menyebabkan tugas dan fungsi PPID di Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak berjalan. Selain kepada lingkungan internal, Dinas Pendidikan DKI Jakarta juga memiliki kewajiban mengkomunikasikan pelaksanaan UU KIP kepada Unit Kerja yang berada di bawahnya sesuai dengan gambar alur komunikasi di atas. Komunikasi dilakukan untuk memberikan pemahaman bagi Unit Kerja di lingkungan Dinas Pendidikan DKI Jakarta tentang bagaimana memberikan pelayanan informasi publik dan mendokumentasikan informasi publik. Tetapi dalam praktiknya bentuk komunikasi kepada Unit Kerja tersebut baru dilaksanakan satu kali melalui kegiatan sosialisasi pada tahun 2012. Minimnya sosialisasi tersebut dapat menjadi penyebab minimnya pengetahuan sekolah-sekolah terhadap kewajibannya dalam memberikan pelayanan informasi publik. 2. Faktor Sumber-Sumber Kebijakan Dalam menjelaskan sumber-sumber kebijakan yang berpengaruh dalam implementasi dilakukan analisis terhadap indikator-indikator yang mendukung sumber-sumber antara lain Staf, Informasi, Kewenangan, dan Fasilitas. Implementasi UU KIP di Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak terlepas dari peran PPID sebagai penanggung jawab pelayanan informasi publik. Dalam menjalankan fungsi pelayanan informasi publik tidak dapat dilakukan oleh Ketua PPID sendiri karena mempunyai tugas dan fungsi lain sesuai dengan struktur organisasi di Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Berdasarkan hal tersebut dalam UU KIP dijelaskan bahwa PPID dapat menunjuk petugas informasi untuk membantu pelaksanaan tugas PPID. Petugas informasi yang menjalankan tugas PPID inilah yang akan lebih sering menjalankan fungsi pelayanan informasi publik dibandingkan dengan pejabat yang berada dalam struktur PPID. Di Dinas Pendidikan DKI Jakarta fungsi sebagai petugas informasi mulai dari bertatap muka dengan pemohon informasi publik hingga memberikan informasi publik yang tersedia dilaksanakan oleh salah satu Staf Kasubag Umum. Dalam hal ini, Staf tersebut dalam menjalankan tugas PPID tidak ditunjuk secara resmi sebagai petugas informasi, hanya didasarkan pada kebiasaan terlibat dalam kegiatan-kegiatan PPID. Sesuai hasil temuan bahwa jumlah petugas informasi di Dinas Pendidikan DKI Jakarta sangat minim sehingga dapat menghambat pemberian pelayanan informasi publik. Berdasarkan hal tersebut bahwa Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak memperhitungkan
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
secara matang kebutuhan masyarakat atas informasi publik dengan jumlah petugas PPID yang melayani permohonan informasi publik, sedangkan sebagai salah satu Dinas yang memiliki permohonan informasi terbanyak seharusnya sudah dapat mempersiapkan sumber daya manusia yang memadai. Kekurangan staf dari segi jumlah menurut Edwards III juga akan menimbulkan persoalan yang krusial terkait implementasi kebijakan. Sebagai kebijakan baru yang memiliki pengaruh yang besar untuk merubah kebiasaan ketertutupan birokrasi, amanat dan aturan dalam UU KIP masih harus dipahami lebih lanjut oleh para pelaksana kebijakan tersebut. Dalam hal ini dibutuhkan adanya sharing information dari pihak yang lebih memahami UU KIP tersebut. Sesuai dengan yang dijelaskan oleh Edwards III, bahwa fungsi pemberian informasi ini seharusnya dilaksanakan oleh atasan kepada pelaksana, tetapi di Dinas Pendidikan DKI Jakarta pihak yang seringkali memberikan informasi mengenai pelaksanaan UU KIP adalah pihak dari Komisi Informasi DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan, Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta sebagai atasan belum memiliki pemahaman yang cukup mengenai implementasi UU KIP tersebut, sehingga dalam melaksanakan pelayanan informasi publik, petugas informasi perlu mencari informasi dari sumber-sumber lain yang lebih memahami pelaksanaan UU KIP. Hal lain yang juga dibutuhkan dalam implementasi kebijakan adalah fasilitas pendukung (sarana dan prasarana). Fasilitas untuk mendukung implementasi Keterbukaan Informasi Publik dilihat dari ketersediaan peralatan kerja. Daftar rincian peralatan kerja di Dinas Pendidikan DKI Jakarta dapat dilihat pada tabel 5.1 dibawah ini: Tabel 5.1 Daftar Rincian Peralatan Kerja di Dinas Pendidikan DKI Jakarta No.
Rincian Peralatan Kerja sesuai
Kepemilikan
UU KIP 1.
Formulir Permohonan Permintaan Informasi; Formulir Tanda Bukti Penyerahan Informasi;
Sudah dimiliki
3
Akses Internet
Sudah dimiliki
4.
Papan Pengumuman
Sudah dimiliki
5.
Desk layanan informasi publik;
Belum dimiliki
6.
Daftar informasi publik
Belum Dimiliki
2.
Sudah dimiliki
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
7.
Komputer/laptop/notebook
Belum dimiliki
8.
Filling kabinet
Belum Dimiliki
Beberapa peralatan kerja yang belum dipenuhi Dinas Pendidikan DKI Jakarta disebabkan karena belum tersedianya anggaran. Ketidak lengkapan peralatan kerja yang dimiliki Dinas Pendidikan DKI Jakarta dapat dilihat oleh pihak luar sebagai tidak berjalannya fungsi petugas PPID. Selain dari peralatan kerja, fasilitas juga dapat dilihat dari sarana untuk menyediakan informasi publik. Dalam hal ini sarana elektronik yang digunakan Dinas Pendidikan DKI Jakarta dalam menyediakan informasi publik adalah website resmi www.disdik.jakarta.go.id. Berdasarkan pendapat pihak yang pernah mengkases website Dinas Pendidikan DKI Jakarta bahwa website tersebut telah sudah dapat dimanfaatkan oleh pengguna informasi untuk memenuhi kebutuhannya atas sebuah informasi, walaupun masih terdapat beberapa informasi yang belum tersedia seperti informasi mengenai profil Dinas Pendidikan DKI Jakarta dan informasi mengenai ringkasan laporan akses informasi publik.
Gambar 5.4 Website Dinas Pendidikan DKI Jakarta
Selain melalui media elektronik, informasi publik mengenai pendidikan juga dipublikasikan secara non-elektronik yang berbentuk buku saku, koran informasi, pamflet, dan poster. Informasi yang dicetak merupakan informasi yang banyak dibutuhkan oleh
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
masyarakat luas, seperti informasi penerimaan peserta didik baru (PPDB), informasi mengenai data pendidikan, dan informasi mengenai Ujian Nasional (UN). Informasi cetak tersebut pada dasarnya dapat dimiliki oleh semua orang yang membutuhkan, tetapi karena keterbatasan anggaran yang dimiliki sehingga informasi cetak tersebut hanya diberikan kepada sekolah-sekolah dan unit kerja lainnya. 3. Faktor Kecenderungan-Kecenderungan Dalam melaksanakan sebuah kebijakan, sikap pelaksana sangat menentukan apakah sebuah kebijakan dijalankan sesuai dengan tujuan awal ataukan kebijakan tersebut dijalankan tidak sesuai arahan. Ketika sebuah kebijakan tidak dijalankan sesuai dengan arahan dalam hal ini terdapat suatu bentuk penolakan dari pelaksana untuk menjalankan kebijakan. Sebagai salah satu pelaksana yang terlibat aktif dalam implementasi UU KIP di Dinas Pendidikan DKI Jakarta, petugas informasi memandang positif dengan adanya UU KIP ini, hal tersebut ditunjukkan dengan menggunakan inisiatifnya sendiri berusaha mendapatkan pemahaman dan informasi lebih dalam mengenai pelaksanaan UU KIP yang seharusnya. Tetapi seiring waktu, pemanfaatan UU KIP ini tidak tepat sasaran karena dalam beberapa kasus informasi yang diterima disalahgunakan oleh pemohon informasi untuk memenuhi kepentingan pribadinya. Hal inilah kemudian yang membuat petugas informasi mulai berbeda perspektif terhadap implementasi UU KIP dari yang awalnya melihat sebagai suatu yang positif menjadi munculnya keengganan dalam melaksanakannya, hal tersebut didasari karena dalam pelaksanaannya lebih banyak menghasilkan dampak negatif dibandingkan dampak positif. Menurut Edward III salah satu upaya agar pelaksana menjalankan kebijakan sesuai arahan awal adalah dengan memanipulasi insentif-insentif. Di Dinas Pendidikan DKI Jakarta penambahan insentif bagi pejabat yang menjadi PPID tidak dilakukan, sehingga menjadikan tugas dan wewenang sebagai PPID dapat dikesampingkan, karena ketika memiliki fungsi dan tugas tambahan tetapi tidak diikuti dengan penambahan insentif menjadikan tugas dan wewenang tambahan tersebut tidak dijadikan prioritas. Hal ini lah yang pada akhirnya membuat kinerja PPID di Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak terlihat, karena para pejabat tersebut mengutamakan untuk menjalankan tugas dan wewenang utama mereka. Berdasarkan hal tersebut upaya untuk memberikan insentif diharapkan dapat mempengaruhi tindakantindakan para pelaksana dalam menjalankan sebuah kebijakan sehingga dapat melaksanakan perintah dan arahan dengan lebih baik.
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
4. Faktor Struktur Birokrasi Struktur birokrasi didilihat dari dua karakteristik utamanya yaitu Standar Operational Procedures (SOP) yang dibutuhkan internal untuk menyeragamkan dalam bekerja serta fragmentasi yaitu tekanan-tekanan dari eksternal yang dapat mempengaruhi organisasi birokrasi-birokrasi pemerintah. Dalam menjalankan Keterbukaan Informasi Publik, pembentukan SOP merupakan salah satu aspek untuk melihat kepatuhan Badan Publik terhadap UU KIP. Sesuai hasil penelitian yang ditemukan di Dinas Pendidikan DKI Jakarta bahwa dalam memberikan pelayanan informasi tidak ada aturan teknis yang ditetapkan secara khusus. Ketiadaan SOP dalam pelayanan informasi publik tersebut dijelaskan oleh Staf Kasubbag Umum bahwa hal itu seharusnya menjadi tanggung jawab Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk menyediakan sehingga SKPD yang berada di bawah nya memiliki keseragaman dalam pelayanan informasi publik. Mekanisme memperoleh informasi sebetulnya telah diatur didalam pasal 22 UU KIP yang berisi tahapan yang harus dilalui pemohon informasi untuk mendapatkan informasi publik. Tetapi dalam hal ini masing-masing Badan Publik tetap harus membuat prosedur pelayanan informasi publik yang disesuaikan dengan kebutuhan dan fasilitas yang mendukung, sehingga menurut Alamsyah Saragih, Mantan Ketua Komisi Informasi Pusat bahwa pembentukan SOP tidak dapat dibentuk secara memusat. Penetapan SOP dalam pelayanan informasi publik juga terkait dengan tenggat waktu yang harus dipenuhi untuk menyediakan informasi yang diminta. Sesuai yang diatur dalam Peraturan Komisi Informasi Nomor 1 Tahun 2010 bahwa tenggat waktu yang diberikan Badan Publik untuk menjawab permintaan informasi adalah 10 hari sejak diterimanya permintaan dengan perpanjangan waktu 7 (tujuh) hari apabila informasi yang diminta belum dikuasai oleh Badan Publik. Di Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak juga menetapkan SOP dalam pemenuhan informasi publik, tetapi PPID Dinas Pendidikan DKI Jakarta sangat memperhitungkan tenggat waktu dalam menyediakan informasi yang diminta. Berdasarkan hasil temuan, Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak menetapkan SOP khusus dalam pemberian pelayanan informasi publik, sedangkan dengan adanya SOP dapat memaksimalkan pelayanan yang diberikan oleh petugas PPID karena prosedur pelayanan sudah terarah dengan jelas di dalam SOP tersebut, selain itu dengan ditetapkannya SOP dapat digunakan masyarakat untuk membandingkan pelayanan yang diberikan oleh petugas dengan
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
standar pelayanan yang seharusnya diberikan, hal ini dapat berfungsi pula sebagai bentuk pengawasan masyarakat. Berdasarkan hasil data di lapangan, implementasi UU KIP oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal tersebut dapat terlihat dari analisis terhadap faktor-faktor impelemntasi kebijakan yang dikemukakan oleh Edward III yaitu komunikasi, sumber-sumber, kecenderungan-kecenderungan, dan struktur birokrasi. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi implementasi UU KIP oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta berasal dari Pemprov DKI Jakarta yang mana Dinas Pendidikan DKI Jakarta memiliki ketergantungan dari segi anggaran, faktor eksternal lain adalah dari permasalahan-permasalahan yang muncul dalam UU KIP itu sendiri.
F. Kesimpulan Komunikasi yang berasal dari eksternal yaitu dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta masih sangat minim dan belum memenuhi indikator kejelasan, sedangkan komunikasi internal antara Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta dengan PPID belum terjalin. Salah satu sumber kebijakan yang sudah mendukung implementasi UU KIP di Dinas Pendidikan DKI Jakarta adalah ketersediaan fasilitas. Sumber kebijakan lainnya yaitu staf masih sangat kurang dari segi jumlah, sedangkan sumber kebijakan informasi dan kewenangan justru dijalankan oleh pihak eksternal yaitu Komisi Informasi DKI Jakarta. Sikap pelaksana implementasi UU KIP di Dinas Pendidikan DKI Jakarta menunjukkan adanya perubahan dari adanya respon positif menjadi timbulnya keengganan dalam mengimplementasikan UU KIP, hal tersebut dikarenakan munculnya berbagai permasalahan dalam UU KIP yang dapat merugikan Badan Publik SOP dalam memberikan pelayanan informasi publik tidak dimiliki oleh Dinas Pendidikan DKI Jakarta yang menyebabkan pelayanan informasi publik tidak terstruktur, sedangkan masih terdapat fragmentasi yang salah satunya dari ketergantungan Dinas Pendidikan DKI Jakarta terhadap Pemprov DKI Jakarta
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
Saran 1.
Dalam menjalankan Keterbukaan Informasi Publik, Dinas Pendidikan DKI Jakarta tidak dapat berdiri sendiri dibutuhkan adanya arahan dan sharing resources dari Pemprov DKI Jakarta sebagai pihak yang menurunkan peraturan pelaksana kepada Dinas Pendidikan DKI Jakarta. Sehingga berdasarkan hal tersebut, dibutuhkan political will dari Kepala Daerah dalam hal ini Gubernur untuk memiliki prioritas terhadap implementasi UU KIP
2.
Selain dari Gubernur, political will untuk menjalankan UU KIP tersebut harus dapat muncul di dalam diri Pemimpin yang lebih terdekat, dalam hal ini Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta, karena dengan adanya kewenangan dari Kepala Dinas hal tersebut lah menjadi kekuatan untuk dapat menggerakkan para staf dalam menjalankan Keterbukaan Informasi Publik
3.
Pemprov DKI harus dapat menjalankan fungsi pengawasan terhadap pelayanan informasi publik di setiap SKPD seperti yang telah diatur dalam Peraturan Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 48 Tahun 2013 yakni pengawasan dilakukan melalui melaporkan hasil pelayanan informasi publik secara berkala sebulan sekali kepada Sekretaris Daerah. Jika hal ini dapat dilaksanakan secara optimal, dapat memacu setiap SKPD untuk menghasilkan pelayanan informasi publik yang terbaik
4.
Pemerintah perlu memperhatikan dan meninjau kembali celah didalam UU KIP yang dapat disalah gunakan oleh banyak pihak. Adanya kelemahan ini pada akhirnya dapat membuat Badan Publik ataupun masyarakat tidak percaya terhadap kekuatan hukum UU KIP serta dampak yang lebih buruk adalah meninggalkan pelaksanaan UU KIP karena hanya dapat menghasilkan praktik-praktik negatif
5.
Terkait rekomendasi sebelumnya, meminimalisir praktik-praktik penyalahgunaan UU KIP, Pemerintah harus dapat mengoptimalkan sosialisasi dan mendorong peran serta masyarakat untuk dapat menggunakan UU KIP tersebut sehingga permohonan informasi publik yang diajukan benar-benar didasarkan pada adanya kepentingan masyarakat yang sesuai dengan kebutuhan
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014
Kepustakaan Buku Anderson, J. E. 2003. Public policymaking: An Introduction. Boston: Houghton, 5th ed. Dunn, William N. 2003. Pengantar Analisis Kebijakan Publik. Edisi Kedua. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press Edward III, George C. 1980. Implementing Public Policy. Washington D.C: Congressional Quarterly Press Jurnal Online Foskett, A.C. 1996. The Subject Approach of Information. London: Library Association Publishing Banisar, David. 2011. The Right to Information and Privacy: Balancing Rights and Managing Conflict. The World Bank. 2011. http://papers.ssrn.com/sol3/papers.cfm?abstract_id=1786473 Website Gatra News, 2013, Indonesia Bangkit Melalui Keterbukaan Infomasi (Info KIP), [Online], Available: http://www.gatra.com/suplemen/kebangkitan-nasional/31162-indonesia-bangkit-melalui-keterbukaan-informasiinfo-kip Peraturan Perundangan-undangan Undang-Undang No. 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik Peraturan Gubernur Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Nomor 48 Tahun 2013 tentang Layanan Informasi Publik Peraturan Komisi Informasi Pusat Nomor 1 Tahun 2010 tentang Standar Layanan Informasi Publik Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 61 Tahun 2010 Tentang Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 Tentang Keterbukaan Informasi Publik
Analisis Implementasi..., Asri Pancari, FISIP UI, 2014