ANALISIS IMPLEMENTASI PEER REVIEW PADA UNIT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH (STUDI PADA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN KEUANGAN)
SKRIPSI Program Studi Akuntansi
N a m a : Nugroho Setyo Utomo NIM
: 43206120124
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
ANALISIS IMPLEMENTASI PEER REVIEW PADA UNIT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH (STUDI PADA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN KEUANGAN)
SKRIPSI Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar SARJANA EKONOMI Program Studi Akuntansi
N a m a : Nugroho Setyo Utomo NIM
: 43206120124
FAKULTAS EKONOMI UNIVERSITAS MERCU BUANA JAKARTA 2008
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Nama
: NUGROHO SETYO UTOMO
NIM
: 43206120124
Program Studi
: AKUNTANSI
Judul Skripsi
: ANALISIS IMPLEMENTASI PEER REVIEW PADA UNIT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH (STUDI PADA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN KEUANGAN)
Tanggal Ujian Skripsi : 27 AGUSTUS 2008
Disahkan Oleh: Pembimbang,
Drs. Suharmadi, Ak., M.M., M.Si. Tanggal:
Dekan Fakultas Ekonomi,
Ketua Jurusan Akuntnasi,
Hadri Mulya, SE. M.Si. Tanggal:
H. Sabarurudin Muslim, SE. M.Si. Tanggal:
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, baik berupa nikmat iman, Islam, maupun kemudahan sehingga penulis dapat menyelesaikan Skripsi ini dengan lancar tanpa hambatan yang berarti. Tak lupa shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada junjungan Rasulullah Muhammad SAW—rasul akhir zaman, para keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang senantiasa istiqamah di jalan-Nya. Adapun maksud penulisan Skripsi ini adalah untuk memenuhi persyaratan guna memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Universitas Mercu Buana, Jakarta. Ucapan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada pihak-pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini, antara lain: 1. Bapak dan Ibunda tercinta yang senantiasa mendoakan dan mendukung setiap kegiatan penulis; 2. Bapak Dr. Ir. Suharyadi, M.S., selaku Rektor Universitas Mercu Buana; 3. Bapak Hadri Mulya, S.E., M.Si., selaku Dekan Fakultas Ekonomi, Universitas Mercu Buana; 4. Bapak H. Sabarudin Muslim, S.E., M.Si., selaku Ketua Jurusan Akuntansi, Universitas Mercu Buana; 5. Bapak Drs. Suharmadi, Ak., M.M., M.Si., selaku dosen pembimbing;
iii
6. Bapak Firman Siregar, Inspektur Bidang II Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan; 7. Bapak Hoedojo Hening Prihadi, Kasubbag TU Inspektorat Bidang II Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan; 8. Seluruh dosen dosen dan karyawan Universitas Mercu Buana yang telah memberikan pelayanan selama masa kuliah; 9. Mbak Naning, Mbak Tyas, dan Dik Arif yang selalu memberikan keceriaan dan kebahagiaan dalam hidup ini; 10. Seluruh teman PKSM-X kelas Menteng Universitas Mercu Buana. Sepenuhnya penulis sadar bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna karena segala keterbatasan yang penulis miliki. Oleh karena itu, segala ide, saran, dan kritik sangat penulis, harapkan agar lebih baik lagi di kemudian hari. “Semoga skripsi dapat bermanfaat bagi seluruh pembaca” adalah kalimat terakhir yang dapat penulis sampaikan dalam kesempatan ini.
Jakarta, 14 Agustus 2008 Penulis,
Nugroho Setyo Utomo
iv
DAFTAR ISI
Halaman Judul.............................................................................................................. i Halaman Pengesahan ................................................................................................... ii Kata Pengantar ............................................................................................................. iii Daftar Isi ...................................................................................................................... v BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Penelitian ........................................................................ 1 B. Perumusan Masalah.................................................................................. 5 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................. 5 BAB II LANDASAN TEORI A. Konsep Peer Review................................................................................. 7 1. Pengertian Peer Review....................................................................... 7 2. Tujuan Peer Review ............................................................................ 7 3. Manfaat Peer Review .......................................................................... 7 4. Klasifikasi Peer Review ...................................................................... 8 B. Standar Pengendalian Mutu...................................................................... 9 C. Pengendalian Mutu pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan .. 11 BAB III METODOLOGI PENELITIAN A. Gambaran Umum Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan............... 15 1. Sejarah Singkat Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan ............ 15 2. Profil Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan ............................ 17 3. Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan ...... 18
v
B. Metode Penelitian..................................................................................... 20 C. Metode Pengumpulan Data ...................................................................... 21 D. Metode Analisis Data .............................................................................. 21 BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN A. Implementasi Peer Review pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan................................................................................................... 22 1. Reviu atas Perencanaan Audit ............................................................ 25 2. Reviu atas Pelaksanaan Audit............................................................. 32 3. Reviu atas Pelaporan Audit................................................................. 35 B. Analisis Implementasi Peer Review pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan .............................................................................. 36 BAB V SIMPULAN DAN SARAN A. Simpulan .................................................................................................. 42 B. Saran ......................................................................................................... 43 Daftar Pustaka .............................................................................................................. 45
vi
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian Reformasi pada tahun 1998 menjadi awal didengungkannya tuntutan masyarakat untuk terciptanya kepemerintahan yang baik (Good Governance) di tubuh pemerintah. Korupsi, Kolusi, dan Nepotisme (KKN) telah menjadi budaya kotor yang menghambat kepemerintahan yang baik. Kebijakan dan program yang digulirkan pemerintah sering salah sasaran yang disebabkan budaya kotor tersebut. Perencanaan yang kurang baik, pelaksanaan yang tidak terkoordinasikan, pengendalian yang lemah, dan pelaporan yang terbatas pada pemenuhan formalitas merupakan faktor-faktor yang menyebabkan salahnya sasaran kebijakan dan program pemerintah. Komitmen pemerintah untuk memberantas KKN pada berbagai aspek dalam pelaksanaan tugas umum pemerintahan dan pembangunan yang diamanatkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dalam Ketetapan No. IX/MPR/1998 dan Undang-Undang No. 28 Tahun 1999 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN sudah menjadi agenda yang harus dilaksanakan guna tercapainya transparansi dan akuntabilitas publik. Hal tersebut merupakan tantangan berat tugas pengawasan di masa depan yang harus dihadapi dengan komitmen dan profesionalisme Aparat Pengawasan Fungsional Pemerintah (APFP).
1
2
Presiden dibantu para menteri yang membawahi departemen menyusun dan merumuskan kebijakan dan program untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat. Usulan dan kegiatan departemen disampaikan oleh menteri kepada Presiden dalam memenuhi tugasnya sebagai pembantu Presiden. Informasi yang dilaporkan harus mengandung unsur kepastian dan kebenaran. Unsur tersebut diperoleh setelah informasi yang ada telah diaudit oleh unit/aparat pengawasan fungsional pemerintah. Melalui kegiatan audit, unit pengawasan fungsional pemerintah memberikan informasi yang berkualitas dan bernilai guna kepada menteri. Audit internal adalah sebuah penilaian yang sistematis dan objektif yang dilakukan auditor internal terhadap operasi dan kontrol yang berbeda-beda dalam organisasi untuk menentukan apakah: (1) informasi keuangan dan opearsi telah akurat dan dapat diandalkan; (2) risiko yang dihadapi perusahaan (organisasi) telah diidentifikasi dan diminimalisasi; (3) peraturan eksternal serta kebijakan dan prosedur internal yang bisa diterima telah dipenuhi; (4) kriteria operasi (kegiatan) yang memuaskan telah dipenuhi; (5) sumber daya telah digunakan secara efisien dan ekonomis; dan (6) tujuan organisasi telah dicapai secara efektif—semua dilakukan dengan tujuan untuk dikonsultasikan dengan manajemen dan membantu organisasi dalam menjalankan tanggung jawabnya secara efektif. Dalam audit dikenal 4 (empat) jenis audit, yaitu audit keuangan, audit ketaatan, audit operasional, dan audit investigatif. Dari keempat jenis audit tersebut, hanya audit keuangan yang tidak dilakukan oleh unit/aparat pengawasan funsional pemerintah. Pratiknya, audit operasional-lah yang menjadi alat utama
3
yang diterapkan untuk mendapatkan informasi yang akan dilaporkan kepada menteri/Presiden. Namun, dalam kasus tertentu audit investigatif tidak jarang pula dilaksanakan. Audit operasional bertujuan untuk menilai apakah sumber daya ekonomi yang tersedia telah dikelola secara ekonomis, efisien dan efektif. Efektif, yaitu tercapainya tujuan atau manfaat. Tujuan auditnya (audit objective) antara lain: (1) output yang dihasilkan sesuai dengan yang direncanakan; (2) output yang dihasilkan dapat atau telah dimanfaatkan; dan (3) output yang dihasilkan telah digunakan sesuai rencana. Efisien, yaitu hubungan antara input dengan output. Tujuan auditnya antara lain: (1) kuantitas output tertentu telah menggunkan kuantitas input yang lebih kecil dari standar; (2) kuantitas input tertentu telah menghasilkan kuantitas output yang lebih besar dari standar; dan (3) input telah digunakan untuk menghasilkan output yang direncanakan atau tidak terdapat pemborosan sumber daya. Ekonomis, yaitu bila harga/nilai input menjadi lebih rendah/murah/hemat. Tujuan audit operasional ialah untuk menghasilkan rekomendasi ke arah perbaikan terhadap pengelolaan aktivitas/kegiatan organisasi tentang cara pengelolaan yang lebih hemat, efisien, dan efektif serta untuk menghindari terjadinya kesalahan, kelemahan, dan kecurangan di masa mendatang. Rekomendasi yang diberikan harus dirancang guna memperbaiki kelemahan dan meminimalisasi akibat dari kelemahan yang ada. Informasi yang dihasilkan oleh unit pengawasan fungsional pemerintah dari hasil audit akan berkualitas dan bernilai guna bila kegiatan audit yang
4
dilakukannya telah sesuai dengan standar. Tim audit harus melakukan audit atas kegiatan yang terkait dengan tugas pokok dan fungsi departemen—yang diatur dalam peraturan pemerintah dan isu-isu yang berkembang dan beredar di lingkungan departemen dan negara sesuai standar. Standar audit merupakan prinsip-prinsip dasar dan persyaratan yang diperlukan tim audit yang ditugaskan untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi unit pengawasan fungsional pemerintah. Standar tersebut disusun untuk menjamin kualitas koordinasi, perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Selain itu, juga bertujuan untuk mendorong efektivitas tindak lanjut temuan hasil audit serta konsistensi penyajian laporan hasil audit yang bermanfaat bagi pemakainya. Standar tidak dapat menjamin sepenuhnya bahwa hasil audit yang dihasilkan akan baik akan tetapi standar memberikan arah (guidance) bagi tim audit untuk dapat menghasilkan standar minimal hasil audit yang baik. Untuk memperkuat peran standar audit, mekanisme lain yang dapat menjamin kualitas hasil audit adalah melalui kegiatan peer review. Kegiatan ini dapat dilakukan, baik oleh rekan sejawat intern organisasi, maupun dari unit pengawasan fungsional pemerintah lainnya. Berdasarkan latar belakang di atas dan urgensi peranan hasil audit unit pengawasan fungsional pemerintah dalam mendukung
program
dan
kebijakan
pemerintah
untuk
meningkatkan
kesejahteraan rakyat, dalam penelitian ini penulis tertarik untuk membahas dan mengkaji hal tersebut dengan judul “ANALISIS IMPLEMENTASI PEER REVIEW PADA UNIT PENGAWASAN FUNGSIONAL PEMERINTAH (STUDI PADA INSPEKTORAT JENDERAL DEPARTEMEN KEUANGAN)”.
5
B. Perumusan Masalah Penelitian ini diharapkan akan dapat menjawab pertanyaan tentang peer review yang dilakukan oleh aparat pengawasan fungsional pemerintah sebagai berikut: Apakah peer review (reviu kualitas audit) yang telah dilakukan oleh Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan telah sesuai dengan Pedoman Reviu Kualitas Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk melakukan analisis atas implementasi peer review pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dibandingkan dengan Pedoman Reviu Kualitas Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan. Manfaat yang diharapkan dapat diperoleh dari kegiatan penelitian ini dapat antara lain; 1. Bagi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan Penelitian ini diharapkan dapat memberikan rekomendasi dan masukan kepada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, hal-hal yang berkaitan dengan implementasi peer review pada unit pengawasan fungsional pemerintah 2. Bagi Penulis Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan untuk melatih diri untuk mengidentifikasi, menganalisis, dan memecahkan masalah yang ada secara ilmiah berdasarkan metode penelitian yang ada dan dipakai sebagai
6
wahana untuk menerapkan teori-teori yang diperoleh dari perkuliahan, serta menambah wawasan dan pengalaman dari Penulis sendiri untuk mengenal lebih jauh bagaimana sesungguhnya aplikasi teori yang diperoleh dengan yang diterapkan dalam organisasi dan kehidupan yang sesungguhnya. 3. Bagi Pembaca Penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan referensi pada kajian dan penelitian untuk konsentrasi yang sama yang dilakukan selanjutnya.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Konsep Peer Review 1. Pengertian Peer Review Peer review adalah “review (penelaahan) yang dilakukan akuntan publik terhadap ketaatan KAP pada sistim pengendalian mutu” (Arens dkk. 2006). Peer review menurut Sukrisno Agoes (2004:15) adalah sebagai berikut: Peer review adalah suatu penelaahan yang dilakukan oleh Kantor Akuntan Publik untuk menilai apakah Kantor Akuntan Publik tersebut telah mengembangkan secara memadai kebijakan dan prosedur pengendalian mutu sebagaimana yang disyaratkan dalam Pernyataan Standar Auditing (PSA) No. 20 yang ditetapkan Ikatan Akuntan Indonesia. 2. Tujuan Peer Review Tujuan peer review adalah untuk menentukan dan melaporkan apakah KAP yang telah ditelaah telah mengembangkan prosedur dan kebijakan yang cukup atas kelima elemen pengendalian mutu dan menerapkannya dalam praktik. 3. Manfaat Peer Review Peer revierw sangat bermanfaat bagi profesi akuntan publik dan KAP. Dengan membantu KAP memenuhi standar pengendalian mutu, profesi akuntan publik memperoleh keuntungan dari peningkatan kinerja dan mutu auditnya. KAP yang telah menjalani peer review juga memperoleh manfaat jika ia dapat meningkatkan mutu praktik auditnya dan sekaligus dapat meningkatkan reputasinya dan mengurangi kemungkinan timbulnya tuntutan hukum.
7
8
4. Klasifikasi Peer Review Sekarang ini peer review dilakukan oleh: a. Pusat Pembinaan Akuntan dan Jasa Penilai, Departemen Keuangan RI yang melakukan Compliance Review; b. Tim Peer Review (sekarang Dewan Review Mutu) IAI-KAP yang melakukan Quality Review. Ferdinan D. Purba dari Departemen Keuangan, dalam Seminar IAI-Depkeu, tanggal 4 April 2002, menjelaskan beberapa hal tentang Compliance Review: a. Compliance review adalah suatu proses pengujian untuk menilai ketaatan Akuntan Publik (AP) dan Kantor Akuntan Publik (KAP) terhadap peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku. b. Tujuan compliance review adalah (1) menilai ketaatan AP dan KAP terhadap peraturan perundang-undangan dan standar yang berlaku; (2) memberikan rekomendasi perbaikan; dan (3) menetapkan tindak lanjut (sanksi). c. Jenis compliance review: i. Reguler review: berdasarkan review tahunan; ii. Investigative review: (1) berdasarkan pengaduan masyarakat; (2) berdasarkan hasil reguler review; dan (3) berdasarkan informasi yang layak ditindaklanjuti. Tb. Ch. Amachi Zandjani, Ketua Tim Peer Revioew IAI-KAP, dalam seminar IAI-Depkeu tanggal 4 April 2002, menjelaskan beberapa hal tentang Quality Review: a.
Jenis Quality Review:
9
i. Reguler review: KAP dan Anggota wajib ikut dan mengganti biaya review yang sudah disepakati sebelumnya. ii. Voluntary review: KAP dan Anggota meminta untuk di-review dan mengganti biaya review b. Ruang lingkup review: (1) review mutu atas KAP; (2) atas pelaksanaan jasa yang telah diatur dalam Standar Profesional Akuntan Publik (SPAP); dan (3) atas pelaksanaan jasa yang tidak diatur dalam SPAP B. Standar Pengendalian Mutu Pengendalian mutu KAP harus diterapkan oleh setiap KAP pada semua jasa audit, atestasi, akuntansi dan reviu, dan konsultansi yang standarnya telah ditetapkan oleh IAI (IAI, 2001:16000,1). Sistem pengendalian mutu KAP mencakup kebijakan dan prosedur pengendalian mutu, penetapan tanggung jawab, komunikasi dan pemantauan (IAI, 2001:17000,1). Unsur-unsur pengendalian mutu antara lain: 1. Independensi KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan memadai bahwa, pada tingkat organisasi, semua personil mempertahankan independensi. 2. Penugasan Personel KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai penugasan personel untuk memberikan keyakinan memadai bahwa perikatan akan dilaksanakan oleh staf profesional yang memiliki tingkat pelatihan dan keahlian teknis untuk perikatan tersebut.
10
3. Konsultasi KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai konsultasi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel akan memperoleh informasi memadai sesuai yang dibutuhkan dari orang yang memiliki tingkat pengetahuan, kompetensi, pertimbangan (judgement), dan wewenang memadai. 4. Supervisi KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pelaksanaan dan supervisi perikatan untuk memberikan keyakinan yang memadai bahwa pelaksanaan perikatan memenuhi standar mutu yang ditetapkan oleh KAP. 5. Pemekerjaan (Hiring) KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai pemekerjaan yang memberikan keyakinan memadai bahwa semua orang yang dipekerjakan memiliki karakteristik semestinya, sehingga memungkinkan mereka melakukan penugasan secara kompeten. 6. Pengembangan Profesional KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu profesional untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel memiliki pengetahuan memadai sehingga memungkinkan mereka memenuhi tanggung jawabnya. 7. Promosi (Advancement)
11
KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu profesional untuk memberikan keyakinan memadai bahwa personel yang terseleksi untuk promosi memiliki kualifikasi seperti yang disyaratkan untuk tingkat tanggung jawab yang lebih tinggi. 8. Penerimaan dan Keberlanjutan Klien KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu untuk menentukan apakah perikatan dari klien akan diterima atau dilanjutkan untuk meminimumkan kemungkinan terjadinya hubungan dengan klien yang manajemennya tidak memiliki integritas. 9. Inspeksi KAP harus merumuskan kebijakan dan prosedur pengendalian mutu mengenai inspeksi untuk memberikan keyakinan memadai bahwa prosedur yang berhubungan dengan unsur-unsur lain pengendalian mutu telah diterapkan dengan efektif. C. Pengendalian Mutu pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan Dalam Standar Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan (SAINS) (2004:11)
dijelaskan
bahwa
Inspektorat
Jenderal
mengembangkan
dan
memelihara program penjaminan dan pengembangan mutu yang mencakup seluruh aspek kegiatan audit internal di lingkungan Inspektorat Jenderal dan memantau keefektifannya secara berkelanjutan. Program tersebut harus didisain untuk mendukung kegiatan audit internal, memberikan nilai tambah dan meningkatkan kegiatan operasi organisasi Departemen, dan memberikan jaminan bahwa kegiatan audit internal dilaksanakan sejalan dengan standar dan kode etik.
12
Proses pemantauan dan penilaian seluruh efektivitas program mutu harus mencakup, baik penilaian internal maupun penilaian eksternal. Penilaian internal harus meliputi: (1) reviu secara terus menerus atas kinerja kegiatan audit internal di lingkungan Inspektorat Jenderal; dan (2) reviu periodik yang dilakukan penilaian oleh diri sendiri atau oleh orang lain dalam Inspektorat Jenderal (peer review), yang memiliki pengetahuan tentang praktik audit internal dan standar. Penilaian eksternal harus dilaksanakan serkurang-kurangnya sekali dalam lima tahun oleh seorang atau satu tim reviu independen dan berkualifikasi dari luar Inspektorat Jenderal. Ruang lingkup reviu kualitas audit pada Inspektorat Jenderal digunakan adalah reviu atas pelaksanaan SAINS dan Standar Kualitas Investigasi, kebijakan dan prosedur mulai dari kegiatan perencanaan, pelaksanaan, sampai dengan pelaporan atas seluruh jenis pelaksanaan audit di Itjen. Pelaksanaan reviu kualitas audit tidak ditujukan untuk menjamin mutu hasil penugasan yang sedang atau telah direviu namun untuk meningkatkan kualitas hasil audit di masa datang. Tanggung jawab mutu audit dan investigasi tetap berada pada Inspektur dari masing-masing bidang terkait. Unsur standar, kebijakan, dan prosedur yang direviu meliputi independensi, penugasan
personil,
konsultasi,
supervisi,
kompetensi,
pemenuhan
metodologi/pedoman, dan umpan balik yang akan diterapkan dalam 3 (tiga) tahapan audit, yaitu: 1. Perencanaan dimulai dari kegiatan penentuan usulan auditan, pelaksanaan strategi atau arah sasaran audit sampai dengan persetujuan Program Kerja
13
Audit oleh Inspektur Bidang dengan memperhatikan efektivitas, efisiensi biaya dan waktu; 2. Pelaksanaan adalah kegiatan pelaksanaan audit yang dimulai sejak usulan pembentukan Tim sampai dengan berakhirnya audit lapangan (berakhirnya Surat Tugas); 3. Pelaporan adalah kegiatan yang dimulai sejak draft laporan audit disusun sampai terbitnya Surat Hasil Audit (SHA). Audit yang telah dilaksanakan baik pada tahap perencanaan, pelaksanaan maupun pelaporan, harus dapat memenuhi tujuan pengawasan. Unsur-unsur yang dinilai/direview pada 3 (tiga) tahapan di atas adalah: 1. Independensi: Pada setiap penugasan audit, Tim Audit termasuk Inspektur Bidang, Pengendali Teknis diharuskan mempertahankan independensi. Yang dimaksud dengan independensi adalah tidak terpengaruh dan bersikap netral dalam melaksanakan tugas. Tidak terpengaruh dalam arti bebas dari pengaruh pihak-pihak yang berkepentingan sehingga menghasilkan pendapat atau kesimpulan yang objektif. 2. Penugasan Personil: Tim Audit harus terdiri dari orang-orang yang telah memiliki sertifikasi kelulusan jabatan fungsional auditor sesuai dengan perannya serta memiliki keahlian teknis lainnya yang diperlukan untuk menyelesaikan audit. 3. Konsultasi: Tim Audit harus melakukan konsultasi untuk memperoleh informasi yang memadai sesuai kebutuhan dari orang/pihak yang memiliki
14
tingkat pengetahuan dan kompetensi yang memadai dari dalam maupun luar Irbid untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan. 4. Supervisi: Pelaksanaan Audit harus dilakukan dengan memadai berupa pengarahan, pengawasan dan penelaahan pada semua tingkatan untuk memperoleh keyakinan atas kualitas pekerjaan yang dilakukan. 5. Kemampuan/kompetensi: Setiap personil Tim Audit harus dievaluasi sesuai dengan tingkatannya oleh atasannya dan diberikan umpan balik atas kinerjanya serta diberikan pengembangan untuk meningkatkan kompetensi dan kemampuannya. 6. Metodologi/Pedoman Audit: Tim Audit diharuskan menjalankan audit sesuai dengan metodologi/pedoman yang telah ditetapkan, sehingga mutu pekerjaan dapat dipertanggungjawabkan. 7. Umpan Balik pihak-pihak yang berkepentingan: Umpan balik diperlukan untuk mendapatkan pendapat objektif mengenai audit yang telah dilaksanakan. Tim reviu kualitas audit dapat melakukan komunikasi dengan Auditan berupa konfirmasi, survey, wawancara, atau media lainnya dalam menilai kinerja Tim Audit. Penilaian atas 7 (tujuh) unsur pada 3 (tiga) tahapan di atas disesuaikan dengan situasi dan kondisi Irbid yang direviu dengan menggunakan alat bantu (tool kits) berupa check list, questionnaire, dan media lainnya.
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Gambaran Umum Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan 1. Sejarah Singkat Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan Dalam rangka pembenahan aparatur pemerintah pada awal berdiri Orde Baru tahun 1966, berdasarkan Keputusan Presidium Kabinet Ampera Nomor 15/U/Kep/8/1966 tanggal 31 Agustus 1966 ditetapkan antara lain kedudukan, tugas pokok, dan fungsi Inspektorat Jenderal Departemen. Pembentukan Institusi Inspektorat Jenderal pada suatu Departemen pada saat itu dilakukan sesuai kebutuhan.
Dengan
Keputusan
Presidium
Kabinet
Ampera
Nomor
38/U/Kep/9/1966 tanggal 21 September 1966 dibentuk Inspektorat Jenderal pada delapan departemen, termasuk Departemen Keuangan dan sekaligus mengangkat H.A.Pandelaki sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan. Masih dalam Kabinet Ampera, dengan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 133/Men.Keu/1967 tanggal 20 Juli 1967 ditetapkan (sambil menunggu pengesahan dari Presidium Kabinet Ampera), pembentukan Badan Alat Pelaksana Utama Pengawasan Departemen Keuangan yaitu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan dan mengangkat Drs. Gandhi sebagai Pejabat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan. Memasuki masa Kabinet Pembangunan dengan Rencana Pembangunan Lima Tahun-nya (Repelita), upaya penyempurnaan aparatur pemerintah, baik tingkat pusat maupun di tingkat daerah terus dilanjutkan. Pada awal pelaksanaan
15
16
Repelita II, tepatnya tanggal 26 Agustus 1974, terbit Keputusan Presiden Nomor 44 Tahun 1974 tentang Susunan Organisasi Departemen. Sebagai pelaksanaan Keputusan Presiden Nomor 44 dan 45 Tahun 1974 tersebut, diterbitkanlah Keputusan Menteri Keuangan Nomor 405/KMK/6/1975 tanggal 16 April 1975 tentang Susunan Orgasnisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan. Salah satu peristiwa penting yang ikut mewarnai sejarah perkembangan Inspektorat
Jenderal
Departemen
Keuangan
adalah
dibentuknya
Badan
Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) berdasarkan Keputusan Presiden Nomor 31 Tahun 1983. Perangkat/aparat BPKP pada umumnya berasal dari Direktorat Jenderal Pengawasan Keuangan Negara (DJPKN) yang merupakan salah satu unit/aparat pengawasan fungsional pemerintah di bawah Departemen Keuangan. Dengan dileburnya DJPKN menjadi BPKP sebagai aparat pengawasan fungsional pemerintah di luar departemen, maka sebagaimana departemen lainnya Departemen Keuangan hanya memiliki satu aparat pengawasan fungsional, yaitu Inspektorat Jenderal. Mengingat beban tugas semakin berat, dirasakan perlu adanya peninjauan kembali susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, dan berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor Kep800/KMK.01/1985 tanggal 28 September 1985 maka susunan organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan disempurnakan kembali. Berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 2/KMK.01/2001 tanggal 3 Januari 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, struktur organisasi Inspektorat berubah secara menyeluruh, yaitu menjadi fungsi organisasi
17
fungsional, dengan susunan Sekretariat Inspektorat Jenderal dan Inspektorat Bidang I sampai dengan Inspektorat Bidang VII. Sejalan dengan adanya reorganisasi Departemen Keuangan, berdasarkan Keputusan Menteri Keuangan Nomor 302/KMK.01/2004 tanggal 23 Juni 2004 tentang Organisasi dan Tata Kerja Departemen Keuangan, Inspektorat Jenderal membentuk sebuah unit investigasi yang disebut sebagai Inspektorat Bidang Investigasi sebagai pengganti Inspektorat Bidang VII. Reorganisasi Departemen Keuangan yang terus bergulir semakin menambah berat beban kerja Inspektorat Jenderal. Oleh karena itu, diterbitkanlah Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 131/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tatakerja Departemen Keuangan, Inspektorat Jenderal menambah satu unit Eselon II, yaitu Inspektorat Bidang VII 2. Profil Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, yang selanjutnya disebut Inspektorat Jenderal merupakan unit pengawasan fungsional Departemen Keuangan yang berlokasi di Gedung A Departemen Keuangan Lantai VII-XII Jalan DR.Wahidin No.1 Jakarta Pusat 10710, Telp. +62 21-3865430, Fax. +62 213440907, Kotak Pos 3132. Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan pengawasan terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan Departemen Keuangan sesuai dengan kebijakan yang ditetapkan Menteri, dan berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dalam melaksanakan tugasnya, Inspektorat Jenderal menyelenggarakan fungsi:
18
a. penyiapan perumusan kebijakan pengawasan; b. pelaksanaan pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu atas petunjuk Menteri; c. pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat Jenderal; d. penyusunan laporan hasil pengawasan. Sesuai dengan tugas dan fungsi di atas, maka Inspektorat Jenderal menyusun visi dan misi yang digunakan sebagai pedoman dalam menjalankan tugas dan mencapai tujuan. Visi Inspektorat Jenderal adalah “Menjadi pengawas intern Departemen Keuangan yang profesional dan bertaraf internasional atas pengelolaan keuangan dan kekayaan negara, yang hasil kerjanya diperlukan pimpinan untuk pengambilan keputusan”. Untuk mencapai visi tersebut, Inspektorat
Jenderal
mempunyai
misi
“Melakukan
pengawasan
untuk
mengamankan penerimaan, pengeluaran, kekayaan, dan hutang negara dalam rangka mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance) serta bebas dari praktik-praktik kolusi, korupsi, dan nepotisme”. 3. Struktur Organisasi Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Republik Indonesia Nomor: 131/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tatakerja Departemen Keuangan, struktur organisasi Inspektorat Jenderal terdiri dari: a. Sekretariat Inspektorat Jenderal Sekretariat Inspektorat Jenderal mempunyai tugas melaksanakan penyusunan kebijakan pengawasan dan urusan administratif Inspektorat Jenderal. b. Inspektorat Bidang I
19
Inspektorat Bidang I mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu pada unit yang menangani bidang pajak, bidang pendidikan dan pelatihan keuangan, serta penyusunan laporan hasil pengawasan. c. Inspektorat Bidang II Inspektorat Bidang II mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu pada unit yang menangani bidang pajak, bidang kebijakan fiskal, dan penyusunan laporan hasil pengawasan. d. Inspektorat Bidang III Inspektorat Bidang III mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu pada unit yang menangani bidang pajak bumi dan bangunan, bidang pengawas pasar modal dan lembaga keuangan, serta penyusunan laporan hasil pengawasan. e. Inspektorat Bidang IV Inspektorat Bidang IV mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu pada unit yang menangani bidang pabean dan cukai serta bidang pengawasan, dan penyusunan laporan hasil pengawasan. f. Inspektorat Bidang V Inspektorat Bidang V mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk
20
tujuan tertentu pada unit yang menangani bidang perbendaharaan, bidang anggaran, dan penyusunan laporan hasil pengawasan. g. Inspektorat Bidang VI Inspektorat Bidang VI mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu pada unit yang menangani bidang perbendaharaan, bidang pembinaan dan pemberian dukungan administrasi, serta bidang pengelolaan utang, dan penyusunan laporan hasil pengawasan. h. Inspektorat Bidang VII Inspektorat Bidang VII mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, pengawasan kinerja, keuangan, dan pengawasan untuk tujuan tertentu pada unit yang menangani bidang perimbangan keuangan, serta bidang kekayaan negara, dan penyusunan laporan hasil pengawasan. i. Inspektorat Bidang Investigasi Inspektorat Bidang Investigasi mempunyai tugas melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan pengawasan, melaksanakan kegiatan investigasi berdasarkan kebijakan dan aturan hukum yang berlaku atas dugaan penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang yang berkaitan dengan tugas dan fungsi unsur Departemen, serta penyusunan laporan hasil pengawasan. B. Metode Penelitian Metode penelitian yang digunakan dalam penulisan Skripsi ini adalah penelitian deskriptif, yaitu penelitian yang dilakukan terhadap implementasi peer review pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan yang bertujuan untuk
21
membuat deskripsi secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat dari Inspektorat Jenderal. C. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan untuk memperoleh dan menganalisis data dalam penulisan Skripsi ini adalah sebagai berikut: 1. Penelitian Kepustakaan Penelitian kepustakaan ini dilakukan untuk memperoleh informasi dan data melalui literatur-literatur yang berkaitan dengan masalah yang diteliti yang dapat berupa buku, jurnal, halaman web, ataupun informasi lainnya. Dengan studi terhadap literatur diharapkan analisis dalam penelitian ini menjadi lebih sistematis dan lebih kritis. 2. Penelitian Lapangan Penelitian lapangan merupakan teknik pengumpulan dimana data langsung dikumpulkan dari lokasi penelitian (Inspektorat Jenderal) dan lokasi lain tempat data yang akurat dapat diperoleh. Dengan studi lapangan ini dihasilkan data primer berupa Laporan Hasil Reviu Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan beserta data pendukung yang relevan, dan data sekunder berupa sejarah singkat, profil, dan struktur organisasi Inspektorat Jenderal. Penelitian ini mempermudah dalam pengumpulan data yang berhubungan dengan permasalahan pokok. D. Metode Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode analisis deskriptif kualitatif. Analisis deskriptif kualitatif adalah analisis yang didasarkan pada pernyataan keadaan dan ukuran kualitas.
BAB IV ANALISIS HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Implementasi Peer Review pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan Peer review pada Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan (selanjutnya disebut Itjen) dilaksanakan oleh Komite Pengawas Kualitas Audit (KPKA) untuk reviu tahun 2006 dan Tim Pengawas Kualitas Audit (Tim PKA) untuk reviu tahun 2007 yang dibentuk berdasarkan Keputusan Inspektur Jenderal. KPKA terdiri dari Ketua, Anggota, dan Sekretariat. Sedangkan Tim PKA terdiri dari Penanggung Jawab, Ketua, Anggota, dan Sekretariat. KPKA/Tim PKA mempunyai tugas : 1.
Memantau pelaksanaan standar audit dan standar investigasi;
2.
Menyiapkan pedoman, tolok ukur, dan perangkat kerja KPKA/Tim PKA;
3.
Melakukan reviu/revisi atas standar audit dan investigasi, pedoman, dan peraturan yang terkait dengan audit dan investigasi secara periodik;
4.
Melakukan reviu atas hasil audit dan membuat laporan reviu kendali mutu kepada Inspektur Jenderal;
5.
Memberikan rekomendasi/saran perbaikan atas hasil reviu kendali mutu;
6.
Menyusun
rencana
kerja
dan
laporan
kegiatan
sebagai
laporan
pertanggungjawaban Komite; 7.
Menjaga kerahasiaan segala sesuatu yang berhubungan dengan reviu kendali mutu yang telah dilakukan.
Dalam melaksanakan tugasnya KPKA/Tim PKA berwenang untuk:
22
23
1.
Mendapatkan dan melakukan reviu atas LHA, SHA, KKA, dan bukti lainnya;
2.
Memanggil auditor untuk dimintakan keterangan;
3.
Melakukan konfirmasi kepada obyek yang diperiksa (auditan).
Dalam melaksanakan tugas dan wewenangnya, KPKA/Tim PKA bertanggung jawab atas: 1.
Reviu Kualitas Audit dan atas rekomendasi/saran yang telah dikeluarkan;
2.
Dokumentasi kertas kerja dan laporan hasil reviu kualitas audit untuk jangka waktu 5 tahun;
3.
Monitoring pelaksanaan Standar Audit dan Standar Kualitas Investigasi Inspektorat Jenderal;
4.
Kerahasiaan segala sesuatu yang berhubungan dengan reviu kendali mutu yang telah dilakukan. Dalam rangka reviu kualitas audit, dibentuk 6 (enam) tim reviu untuk mereviu
kegiatan dan atau hasil pengawasan Inpektorat Bidang (Itbid) I sampai dengan Itbid VI yang mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan pelaporan audit. Tim reviu ini didukung oleh sekretariat KPKA/Tim PKA selama melaksanakan tugasnya. Kegiatan dan atau hasil pengawasan Itbid VII tidak direviu karena baru terbentuk pada tanggal 22 Desember 2006—berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 131/PMK.01/2006 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tatakerja Departemen Keuangan—sehingga kegiatan pengawasan secara efektif baru dimulai pada tahun 2007. Sedangkan kegiatan dan atau hasil pengawasan Inspektorat Bidang Investagi (IBI) tidak direviu karena belum
24
diperolehnya kesepakatan antara Tim PKA dengan Inspektur Bidang Investigasi terkait kerahasiaan data-data hasil investigasi. Reviu dimaksudkan untuk menentukan apakah penugasan pada Itbid telah memenuhi SAINS dan kebijakan/ketentuan berkenaan dengan pengawasan. Oleh karena jumlah audit yang dilakukan Itbid banyak dan jumlah pereviu terbatas, maka atas beberapa poin penilaian dilakukan secara sampling pada 10 auditan. Perencanaan reviu tahun 2007 dimulai dengan menentukan Laporan Hasil Audit (LHA) terpilih. 10 (sepuluh) LHA terpilih ditentukan berdasarkan pendekatan ketua tim, artinya LHA terpilih harus berisi ketua tim yang berbedabeda. Dalam hal jumlah ketua tim Itbid kurang dari 10, maka penentuan LHA terpilih menggunakan penilaian profesional anggota tim PKA. Penilaian ini dilakukan dengan mempertimbangkan susunan tim audit dan kualitas ketua tim. Sedangkan perencanaan reviu tahun 2006 dimulai dengan menentukan daftar auditan terpilih. Daftar ini dipilih berdasarkan 10 nilai terendah dari hasil analisis Laporan Hasil Audit yang dilakukan oleh Bagian Analisis Hasil Pengawasan I dan Bagian Analisis Hasil Pengawasan II atas audit yang direncanakan, dilaksanakan, dan dilaporkan pada tahun 2005. Tim reviu disusun dan diusulkan kepada Inspektur Jenderal (Irjen) untuk ditugaskan melaksanakan reviu atas kegiatan pengawasan yang dilaksankan Itbid I sampai dengan Itbid VI. Berdasarkan usulan tersebut Irjen menerbitkan Surat Tugas Inspektur Jenderal Nomor: ST-475/IJ/2006 tanggal 2 Oktober 2006 untuk melaksanakan reviu tahun 2006 dan Surat Tugas Nomor: 658/IJ/2007 untuk melaksanakan reviu tahun 2007.
25
1. Reviu atas Perencanaan Audit Tim PKA telah melakukan reviu atas perencanaan audit Itbid yang meliputi prioritas sasaran dan strategi audit, penentuan auditan, penugasan personil dalam tim audit, independensi, kompetensi, perencanaan kegiatan lain, dan persiapan audit. a. Prioritas sasaran dan strategi audit menjadi unsur pertama yang menjadi perhatian tim PKA dalam mereviu perencanaan audit. Bahan atau data yang diperlukan adalah Program Kerja Audit (Audit Program—AP) terpilih, Road Map Departemen Keuangan, Renstra, Kebijakan Pengawasan, Laporan Hasil Audit (LHA) terpilih, dan Surat Hasil Audit (SHA) terpilih. Langkah kerja yang dilakukan adalah membandingkan kesesuaian sasaran dan strategi audit dengan kebijakan organisasi Itjen seperti Road Map Departemen Keuangan, Rencana Stratejik (Renstra), dan Kebijakan Pengawasan. Sararan dan strategi audit didapatkan dari AP. Langkah ini untuk memastikan bahwa sasaran dan strategi audit yang diuaraikan di AP telah sesuai dengan kebijakan organisasi Itjen. Hal ini penting mengingat program dan kegiatan unit organisasi tidak boleh bertentangan dengan kebijakan yang telah ditetapkan oleh top management. Langkah selanjutnya adalah meneliti apakah sasaran audit telah dijabarkan dalam AP. Penjabaran tersebut adalah penjabaran sasaran audit menjadi langkah-langkah audit yang harus dilakukan auditor saat pelaksanaan audit. Langkah ini sangat penting untuk memastikan bahwa langkah-langkah kerja audit dapat mencapai sasaran audit. Langkah kerja terakhir terakhir adalah meneliti kesesuaian hasil audit dengan sasaran dalam AP. Langkah ini
26
bertujuan untuk memastikan bahwa informasi-informasi yang tertuang dalam LHA dan SHA telah sesuai dengan sasaran-sasaran audit yang ingin dicapai. Ketiga langkah kerja di atas diselesaikan dengan memberikan questionare kepada Inspektur Bidang (Inspektur) melalui LO yang selanjutnya mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. b. Unsur kedua dalam mereviu perencanaan audit adalah penentuan auditan. Bahan atau data yang digunakan adalah UPKPT dan PKPT. Langkah kerja pertama yang dilakukan adalah meneliti penggunaaan metodologi/pendekatan risk-based audit dalam menentukan auditan. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa auditan yang ditentukan benar-benar memiliki risiko tinggi sehingga perlu dilakukan audit terhadapnya. Kedua, meneliti penuangan auditan yang terpilih dalam Rencana Pengawasan Tahunan dilihat dari Segi Obyek Pengawasan (KM.2). Langkah ini untuk memastikan bahwa auditan ditentukan tersebut telah dituangkan dalam PKTP. Terakhir, meneliti pertimbangan materialitas, lamanya auditan tidak diaudit, analisis biaya dan manfaat, current issue, dan atensi Menteri dalam menyusun KM.2. Faktorfaktor tersebut diharapkan diperoleh dari UPKPT karena selain berisi auditan ditentukan, seharusnya menjelaskan alasan ditentukannya auditan tersebut untuk dituangkan dalam PKPT. Langkah ini untuk memastikan bahwa auditan yang ditentukan mempunyai dasar atau alasan yang memadai untuk dilakukan audit terhadapnya. Pertimbangan tersebut penting mengingat berkaitan dengan jumlah auditor yang harus disiapkan dan biaya yang dianggarkan untuk kegiatan audit yang akan dilakukan dalam satu tahun ke depan. Langkah kerja
27
pertama dan ketiga diselesaikan dengan memberikan questionare kepada Inspektur melalui LO yang selanjutnya mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. c. Unsur ketiga dalam mereviu perencanaan audit adalah penugasan personil dalam tim audit. Bahan atau data untuk mendukung kegiatan ini adalah rekapitulasi sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA), daftar pegawai Itbid, dan buku register penugasan audit Itbid. Langkah pertama yang dilakukan tim PKA adalah meneliti kesesuaian sertifikasi Jabatan Fungsional Auditor (JFA) dengan perannya dalam tim. Penelitian dilakukan pada data-data rekapitulasi sertifikasi JFA dan buku register penugasan audit Itbid. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa auditor berperan sesuai dengan sertifkat JFA yang dimiliknya dalam penugasan audit. Langkah kerja kedua adalah meneliti ketidakberadaan personil yang bukan Pejabat Fungsional Auditor (PFA) dalam tim. Artinya bahwa pegawai yang ditugaskan untuk melaksanakan adalah auditor (PFA), bukan pegawai Sub Bagian Tata Usaha Itbid. Sumber data yang diperlukan antara lain daftar pegawai Itbid dan buku register penugasan audit Itbid. Langkah kerja ketiga adalah meneliti rotasi keanggotaan tim, untuk tetap menjaga objektivitas auditor yang setiap penugasan audit. Penelitian tersebut dilakukan terhadap buku register penugasan audit Itbid. Langkah keempat adalah meneliti tim audit yang sama tidak melakukan audit pada auditan yang sama selama 2 (dua) kali berturutturut. Hal ini juga bertujuan menjaga independensi dan objektivitas auditor sehingga kualitas audit yang dihasilkan tetap terjaga. Penelitian dilakukan
28
terhadap buku register penugasan audit Itbid periode yang direviu dan periode sebelumnya. Langkah kerja terakhir adalah meneliti pertimbangan keahlian khusus tertentu mengenai auditan dan kualitas tim audit yang memadai. Tujuan yang diharapkan adalah untuk auditan yang spesifik, tim audit yang ditugaskan mempunyai kualifikasi keahlian tertentu sehingga tujuan audit tercapai. Penilaian terhadap unsur penugasan personil dalam tim audit ini didukung dengan pengiriman questionare kepada Inspektur melalui LO yang selanjutnya mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. Hasilnya akan dicocokkan data-data yang diperoleh dari penelitian tim PKA. d. Unsur keempat dalam perencanaan audit yang direviu adalah independensi. Langkah kerja pertama yang dilakukan tim PKA adalah meneliti ketidakberadaan hubungan istimewa antara Inspektur dan tim audit dengan pejabat/pegawai pada auditan yang dapat mempengaruhi hasil audit. Langkah kerja yang kedua adalah meneliti tidak adanya campur tangan dari pihak luar yang tidak berwenang dalam penunjukan tim audit, ruang lingkup, dan jangka waktu audit. Langkah kerja ketiga adalah meneliti apakah Inspektur dan tim audit tidak memiliki aktivitas dan menerima honor yang terkait dengan auditan. Dan langkah kerja terakhir adalah meneliti apakah Inspektur dan tim audit tidak menerima imbalan jasa dan fasilitas dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan audit kecuali menerima tanda jasa dari pemerintah dan honorarium resmi. Keempat langkah kerja tersebut bertujuan untuk memastikan bahwa Inspektur dan tim audit mempunyai independensi
29
yang memadai dalam pelaksanaan audit sehingga tujuan audit dapat tercapai. Penilaian terhadap unsur independensi ini dilakukan dengan pengiriman questionare kepada Inspektur melalui LO yang selanjutnya mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. Namun demikian, tidak semua data yang dicantumkan dalam questionare digunakan. Tim juga mempertimbangkan beberapa informasi yang diperoleh dari pihak lain terkait dengan independensi Inspektur dan tim audit. e. Kompetensi merupakan unsur kelima dalam reviu atas perencanaaan audit. Data-data yang diperlukan untuk melakukan penilaian adalah daftar pelaksanaan Pelatihan di Kantor Sendiri (PKS), berikut daftar hadir dan notulensinya, usulan penugasan keikutsertaan pada berbagai kursus, program seminar dan konferensi, dan rekapitulasi keikutsertaan auditor dalam program pengembangan profesi. Pertama, langkah kerja tim PKA adalah meneliti apakah tim audit telah memberikan evaluasi yang meliputi pengetahuan, kemampuan, disiplin, dan ketaatan pada aturan yang berlaku sesuai dengan tingkatannya setelah pelaksanaan audit. Langkah kerja kedua adalah meneliti apakah tim audit telah mengikuti program pengembangan profesionalisme berupa PKS, pelatihan eksternal kantor yang meliputi pelatihan berbagai kursus, program seminar dan konferensi. Langkah ini bertujuan untuk memastikan bahwa auditor telah mengikuti program pengembangan profesi dengan memadai sehingga kemampuan dalam melaksanakan audit menjadi meningkat. Penilaian atas unsur kompentensi ini didukung dengan pengiriman
30
questionare kepada Inspektur melalui LO yang selanjutnya mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. f. Unsur keenam dari perencanaan audit yang direviu adalah perencanaan kegiatan lain. Data yang diperlukan untuk melakukan penilaian adalah kajian current issue yang disusun dan daftar pelaksanaan PKS, berikut daftar hadir dan notulensinya. Penelitian terhadap penyusunan kajian mengenai current issue yang sesuai dengan ruang lingkup tugas pokok dan fungsinya menjadi langkah pertama yang dilakukan. Selain melakukan audit, auditor juga harus menyusun kajian current issue sehingga diperoleh informasi yang mutakhir berikut analisis risiko yang dimiliki yang dapat mengganggu kelancaran tugas pokok dan fungsi auditan. Hasil kajian cuurent issue dibandingkan dengan ruang lingkup auditan yang telah diatur dalam peraturan Menteri Keuangan. Langkah kedua adalah meneliti pendidikan profesional berkelanjutan, seperti PKS. Frekuensi pelaksanaan PKS menjadi perhatian tim dalam melakukan reviu. Langkah terakhir adalah meneliti kepemimpinan penyusunan kajian dan atau PKS tersebut oleh Ketua Kelompok Jabfung/Pengendali Teknis. Penelitian ditujukan untuk memastikan bahwa kegiatan penyusunan kajian dan pelaksanakan PKS berada di bawah kepemimpinan Ketua Kelompok Jabatan Fungsional/Pengendali Teknis sehingga auditor mendapatkan supervisi yang memadai dan hasil kajian berkualitas serta materi PKS tersampaikan dengan baik. Penilaian atas unsur perencanaan kegiatan lain ini didukung dengan pengiriman questionnaire kepada Inspektur melalui LO yang selanjutnya
31
mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. g. Unsur terakhir yang direviu dari perencanaan audit adalah persiapan audit. AP merupakan data yang diperlukan untuk melakukan penilaian atas unsur ini. Langkah kerja pertama yang dilakukan tim PKA adalah meneliti pengumpulan data dan informasi dari pihak internal dan eksternal dalam penyusunan program kerja audit oleh setiap auditor. Langkah kerja yang kedua adalah meneliti apakah Inspektur telah mereviu AP yang disusun tim audit. Dan langkah kerja terakhir adalah meneliti apakah Pengendali Teknis telah mereviu program kerja audit yang disusun tim audit. Reviu oleh Inspektur dan Pengendali Teknis menjadi perhatian karena reviu tersebut penting untuk diperolehnya keyakinan bahwa AP yang disusun oleh tim audit dapat mencapai tujuan audit. Reviu diindikasikan dengan adanya tanda tangan dalam AP. Sedangkan pengumpulan data dan informasi dari pihak internal dan eksternal diindikasikan dengan adanya buril. Selain itu, untuk langkah kerja pertama juga didukung dengan pengiriman questionnaire kepada Inspektur melalui LO yang selanjutnya mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. Pengiriman questionnaire kepada Inspektur melalui LO mempunyai jangka waktu 2 (dua) untuk diisi dan dikembalikan kepada tim reviu sehingga dapat dilakukan penilaian dengan segera.
32
2. Reviu atas Pelaksanaan Audit Reviu atas pelaksanaan audit Itbid meliputi realisasi tim dalam surat tugas (ST), pelaksanaan program kerja audit, konsultasi, dan kesesuaian daftar temuan audit. a. Komparasi realisasi tim dalam ST dengan Rencana Pengawasan Dilihat dari Segi Auditor (KM.1) adalah unsur pertama yang direviu dalam tahapan pelaksanaan audit. Data-data yang dibutuhkan oleh tim PKA adalah buku register penugasan audit, KM.1, dan KM.2 yang diperoleh dari masing-masing Itbid. Langkah kerja yang dilakukan adalah meneliti apakah realisasi penerbitan ST telah sesuai dengan KM.1 dan meneliti apakah realisasi penerbitan ST telah sesuai dengan KM.2. Kedua langkah tersebut untuk memastikan pelaksanaan audit mengacu pada rencana pengawasan Itbid, baik berdasarkan objek pengawasan maupun auditor yang ditugaskan. b. Unsur kedua dalam mereviu pelaksanaan audit adalah pelaksanaan program kerja audit (AP). Beberapa data yang diperlukan untuk menilai unsur ini adalah ST, AP dari LHA terpilih, Kertas Kerja Audit (KKA) dari LHA terpilih, dan Laporan Supervisi Pelaksanaan Pemeriksaan. Pertama, langkah yang harus dilakukan adalah meneliti kesesuaian realisasi dengan pelaksanaan AP yang meliputi kegiatan, nama auditor yang melaksanakan, dan jangka waktu. Kegiatan yang tercantum dalam ST dibandingkan dengan AP yang disusun. Nama auditor yang melaksanakan dibandingkan dengan AP yang disusun. Demikian halnya dengan jangka waktu dibandingkan dengan AP yang disusun. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa realisasi audit
33
mengacu pada AP yang disusun dan telah direviu secara berjenjang. Langkah kerja yang kedua adalah meneliti format dan kelengkapan pembuatan KKA. KKA yang dibuat harus dapat menjelaskan kondisi yang ditemukan di lapangan dengan baik. Selain itu, penelitian juga dilakukan terhadap keberadaan format standar pembuatan KKA, misalnya nama auditan, tahun anggaran yang diaudit, masalah yang diaudit, langkah kerja audit, tujuan audit, penyusun KKA, pereviu KKA, dan simpulan. Tujuannya adalah untuk memastikan bahwa auditor dalam pembuatan KKA mengacu kepada praktik terbaik (best practice). Langkah kerja yang ketiga adalah meneliti keberadaan supervisi ketua tim dalam KKA. Keberadaan supervisi dibuktikan dalam bentuk tanda tangan, persetujuan, komentar atau kesimpulan ketua tim dalam KKA. Langkah kerja selanjutnya adalah meneliti keberadaan supervisi Pengendali Teknis (Dalnis) dalam KKA. Keberadaan supervisi juga dibuktikan dengan adanya tanda tangan, persetujuan, komentar atau kesimpulan Dalnis dalam KKA. Langkah kerja ketiga dan keempat bertujuan untuk memastikan bahwa supervisi berjenjang telah dilakukan sehingga kualitas audit yang dihasilkan menjadi baik. Selain itu, juga untuk memastikan bahwa langkah-langkah kerja minimal yang tercantum dalam AP telah dilakukan. Sedangkan langkah kerja terakhir adalah meneliti pelaksanaan supervisi oleh Dalnis. Penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk menilai ketepatan
waktu
dan
memadainya
Laporan
Supervisi
Pelaksanaan
Pemeriksaan sesuai dengan ketentuan. Laporan dibuat sesuai dengan format
34
KM.8. Penilain terhadap unsur pelaksanaan AP dilakukan terbatas hanya pada LHA terpilih. c. Unsur ketiga dalam mereviu pelaksanaan audit adalah konsultasi. Langkah kerja yang dilakukan adalah meneliti apakah tim telah melakukan konsultasi kepada Dalnis dan Inspektur untuk menyelesaikan permasalahan dan meneliti apakah tim audit telah berkonsultasi dengan pihak tertentu atau menggunakan sumber informasi yang dinilai memiliki pengalaman atau keahlian khusus berkaitan dengan permasalahan (temuan) yang bersifat kontroversi atau tidak pasti. Penelitian tersebut dilakukan terhadap hasil questionnaire yang diajukan kepada Inspektur melalui LO yang selanjutnya mengisinya sesuai dengan kondisi yang terjadi dengan penjelasan yang memadai. Penilaian diberikan tidak terbatas pada LHA terpilih saja, tetapi terhadap kondisi Itbid secara keseluruhan. d. Unsur selanjutnya yang direviu dalam pelaksanaan audit adalah Daftar Temuan Audit (DTA). Data yang diperlukan antara lain AP, KKA, DTA, dan Daftar Temuan Audit Sementara (DTAS). Penelitian terhadap kesesuaian AP dan KKA merupakan langkah pertama yang dikerjakan. Tujuan dari langkah ini adalah memastikan bahwa setiap langkah dalam AP telah dituangkan dalam KKA. Tim meneliti KKA satu per satu dan selanjutnya mencocokkan dengan langkah kerja yang disusun dalam AP. Setiap langkah kerja audit harus ada KKA-nya. Kesesuaian antara DTA dengan KKA dibuktikan dengan meneliti adanya simpulan audit DTAS dan kemudian meneliti apakah DTAS telah dituangkan dalam DTA.
35
e. Unsur terakhir dalam pelaksanaan audit yang direviu adalah keberadaan tanggapan dari auditan atas DTA. Tim PKA meneliti apakah pihak auditan telah diberikan hak jawab/kesempatan dan waktu yang cukup untuk memberikan
tanggapan
atas
DTA.
Tim
audit
harus
memberikan
kesempatan/waktu yang cukup kepada auditan sehingga temuan audit benarbenar mencerminkan keadaan yang terjadi dan selanjutnya auditan akan dapat melaknasakan tindak lanjut untuk perbaikan kinerjanya. Penelitian sangat penting mengingat dalam keterbatasan waktu, auditan kadang hanya diberikan waktu yang singkat untuk memberikan tanggapan. 3. Reviu atas Pelaporan Audit Reviu atas pelaporan audit Itbid meliputi ketepatan penyelesaian LHA, kesesuaian formulasi LHA dan SHA, perbaikan atas feed back yang diperoleh dari hasil analisis Bagian AHP tentang temun hasil audit, dan kesesuaian penyusunan dan dokumentasi KKA. Dokumen-dokumen yang diperlukan adalah ST, LHA, SHA, KKA, dan Laporan Analisis dan Evaluasi Laporan Hasil Audit. a. Penilaian pertama dilakukan terhadap hasil penelitian apakah LHA telah diselesaikan 10 hari kerja setelah ST berakhir. Batas waktu ini bertujuan untuk menjaga nilai waktu dari hasil audit. LHA harus diselesaikan dalam waktu yang tidak terlalu lama sehingga kualitas informasi yang disajikan terjaga, tidak basi, dan dapat segera dilakukan tindak lanjutnya.
Berdasarkan
informasi tanngal selesai audit yang ada dalam ST, Tim membandingkan dengan tanggal LHA yang merupakan tanggal selesainya penyusunan LHA.
36
b. Kedua,
dilakukan
penelitian
terhadap
ketepatan
tim
audit
dalam
memformulasikan temuan dalam LHA dan SHA meliputi unsur kondisi, kriteria, sebab, akibat, rekomendasi, tanggapan atas tanggapan. Enam unsur tersebut harus terdapat dalam setiap LHA yang dijelaskan dengan tepat dan tidak mengandung multitafsir. Penilain diberikan berdasarkan hasil analisis LHA yang dilakukan oleh Bagian AHP yang disusun dalam Laporan Analisis dan Evaluasi Laporan Hasil Audit. c. Laporan tersebut disusun setiap semester dan dilaporkan kepada Inspektur Bidang terkait. Tim PKA meneliti adanya tindakan perbaikan Itbid atas feed back yang diperoleh dari hasil analisis AHP tentang temun hasil audit untuk memastikan bahwa Itbid telah merespon hasil analisis sehingga kualitas LHA pada penugasan audit berikutnya dapat semakin meningkat. Feed back tersebut dapat berbentuk dilakukannya PKS dengan topik hasil analisis LHA. Diharapkan dengan PKS tersebut auditor semakin menyadari untuk menyusun LHA lengkap dengan unsur-unsur yang diharuskan. d. Langkah kerja terakhir untuk mereviu pelaporan audit adalah meneliti apakah KKA sudah disusun dan didokumentasikan sesuai dengan Surat Edara Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Nomor: SE-01/IJ/2005 tanggal 19 Juli 2005 tentang Pengelolaan KKA. Surat edaran tersebut menjelaskan bahwa KKA harus memuat ST, AP, data umum auditan, KKA pendukung temuan hasil audit, DTAS, dan DTA. Keberadan DTAS menjadi sangat penting untuk mengetahui temuan-temuan apa saja yang dituntaskan karena tanggapan auditan yang membantah temuan-temuan tersebut. Sedangkan DTA berisi
37
temuan-temuan yang sudah menjadi kesepatakan antara tim audit dengan auditan. Kesepakatan ini berarti bahwa auditan menerima kondisi yang ditemukan oleh tim audit. Kelengkapan unsur KKA tersebut menunjukkan ketertiban pelaksanaan audit. B. Analisis
Implementasi
Peer
Review
pada
Inspektorat
Jenderal
Departemen Keuangan Implementasi reviu atas perencanaan audit telah sesuai dengan pedoman reviu yang meliputi penilaian terhadap unsur prioritas sasaran dan strategi audit, penentuan auditan, penugasan personil dalam tim audit, independensi, kompetensi, perencanaan kegiatan lain, dan persiapan audit. Implementasi ini menggunakan media tool kits dan questionnaire yang telah disusun untuk mempermudah pengendalian atas unsur dan langkah kerja sehingga terkendali dengan baik. Implementasi reviu atas pelaksanaan audit telah sesuai dengan pedoman reviu yang mecakup penilaian terhadap realisasi tim dalam ST, pelaksanaan program kerja audit, konsultasi, dan kesesuaian DTA. Sama halnya dengan implementasi reviu atas perencanaan audit, implementasi juga menggunakan media tool kits dan quetionare yang telah disusun untuk mempermudah pengendalian atas unsur dan langkah kerja sehingga terkendali dengan baik. Implementasi reviu atas pelaporan audit telah sesuai dengan pedoman reviu yang meliputi ketepatan penyelesaian LHA, kesesuaian formulasi LHA dan SHA, perbaikan atas feed back yang diperoleh dari hasil analisis Bagian AHP tentang temun hasil audit, dan kesesuaian penyusunan dan dokumentasi KKA.
38
implementasi menggunakan media tool kits yang telah disusun untuk mempermudah pengendalian atas unsur dan langkah kerja sehingga terkendali dengan baik. Pedoman Reviu Kualitas Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan yang disusun oleh Tim PKA dilengkapi dengan alat bantu (tool kits) dan quetionare yang membantu dalam melaksanakan kegiatan reviu. Tool kits disusun dengan sistematis sehingga hampir seluruh unsur yang menjadi sasaran reviu yang meliputi independensi, penugasan personil, konsultasi, supervisi, kompetensi, pemenuhan metodologi/pedoman, dan umpan balik tertuang di dalamnya. Demikian halnya dengan quetionare yang menjadi lampiran pedoman reviu, disusun dengan terstruktur sehingga unsur-unsur yang dinilai dengan dasar jawabannya tertuang di dalamnya. Berdasarkan penjelasan tentang implementasi peer reviu di atas, pelaksanaan reviu menjadi lebih mudah dengan adanya tool kits dan questionnaire sehingga masing-masing sasaran reviu dapat dinilai dengan akurat. Pelaksanaan reviu kualitas audit Itbid I sampai dengan Itbid VI oleh seluruh anggota tim PKA yang terbagi dalam 6 (enam) tim kecil. Masing-masing tim kecil melakukan reviu terhadap Itbid tertentu yang ditentukan dalam surat tugas Irjen. Anggota tim PKA dipilih dari masing-masing Itbid dengan mempertimbangkan kompetensi dan pengalaman audit di Itjen. Artinya, anggota tim adalah auditorauditor terpilih yang berkompeten di bidang audit. Perbedaan kompentensi dan pengalaman audit akan mengakibatkan perbedaan dalam memberikan penilaian. Banyak hal-hal yang bersifat kualitatif yang ditemukan dalam pelaksanaan reviu
39
kulaitas audit sehingga penilaian profesional anggota tim akan sangat menentukan dalam memberikan nilai. Menyadari akan ditemukannya akibat tersebut, nilainilai yang akan diberikan dalam reviu disepakati oleh seluruh anggota tim reviu sebelum pelaksanaan reviu. Dengan demikian masalah kualitatif yang seragam atau sama akan diberikan nilai yang sama. Kesepakatan tersebut dituangkan dalam butir-butir kesepakatan penilaian yang menjadi dasar utama tim reviu memberikan nilai dalam pelaksanaan reviu. Sebagaimana dijelaskan di atas bahwa terjadi perubahan yang mendasar dalam penentuan LHA terpilih, penentuan 10 LHA terpilih pada reviu tahun 2007 berdasarkan pendekatan ketua tim, artinya LHA terpilih harus berisi ketua tim yang berbeda-beda. Sedangkan penetuan daftar auditan terpilih pada reviu tahun 2007 berdasarkan 10 nilai terendah dari hasil analisis LHA yang dilakukan oleh Bagian Analisis Hasil Pengawasan I dan Bagian Analisis Hasil Pengawasan II atas audit yang direncanakan, dilaksanakan, dan dilaporkan pada tahun 2005. Dalam pedoman reviu disebutkan bahwa penentuan LHA terpilih berdasarkan pertimbangan risiko, tanpa ada penjelasan teknis yang mengatur lebih lanjut sehingga pertimbangan risiko sangat tergantung dari tim PKA yang ditunjuk. Sebagai informasi tambahan, KPKA tahun 2006 dan tim PKA mempunyai formasi yang berbeda. Perbedaan formasi inilah yang menjadikan perubahan pendekatan/penilaian dalam penentuan LHA terpilih. Kedua pendekatan tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan masingmasing. Pendekatan ketua tim mempunyai kelebihan tingginya variasi dalam perencanaan sampai pelaporan audit yang dapat ditemukan dalam pelaksanaan
40
reviu karena masing-masing ketua tim mempunyai metodologi, teknik audit, dan gaya kepemimpinan yang berbeda sesuai dengan kompetensi dan pengalaman yang dimiliki. Kelebihan pendekatan hasil analisis LHA adalah diperolehnya variasi kualitas hasil audit yang dilakukan Itbid. Sementara itu, kelemahan pendekatan ketua tim adalah adanya kemungkinan keseragaman kualitas hasil audit Itbid sehingga tidak dapat menggambarkan dengan jelas kualitas hasil audit Itbid secara keseluruhan. Sedangkan pendekatan kedua mempunyai kelemahan tidak semua personil (auditor) dinilai kinerjanya dalam audit sehingga kualitas hasil audit Itbid secara komprehensif tidak tergambarkan dengan jelas. Berdasarkan 6 (enam) Laporan Hasil Reviu (LHR) atas Inspektorat Bidang I sampai dengan Inspektorat Bidang VI Tahun 2006, didapatkan informasi bahwa unsur independensi dalam perencanan audit dan konsultasi dalam pelaksanaan audit tidak dilakukan karena belum dapat melakukan penilaian secara komperhensif/menyeluruh mengenai independensi dan konsultasi sehingga seluruh Itbid mendapatkan nilai yang sama untuk kedua unsur tersebut. Sementara itu, kertas kerja reviu tahun 2007 menunjukkan adanya variasi nilai untuk kedua unsur tersebut. Artinya, pada tahun 2007 kedua unsur dilakukan penilaian sesuai dengan langkah kerja yang dilakukan dan butir-butir kesepatakan yang disusun. Padahal selama tahun 2007 Tim PKA tidak pernah menyusun semacam pedoman atau kriteria yang baku untuk menilai independensi auditor atau Itbid terhadap auditan. Demikian halnya dengan konsultasi, Tim PKA tidak pernah menyusun atau mengatur bagaimana pelaksanaan konsultasi dalam media tertulis. Selama ini konsultasi oleh tim audit dilakukan secara lisan sehingga pembuktian pelaksanaan
41
konsultasi cukup sulit. Reviu tahun 2007 dilakukan terhadap kegiatan audit tahun 2006 dan keputusan KPKA memberikan nilai yang sama kepada seluruh Itbid dilakukan pada tahun 2006 dengan mempertimbangkan kondisi yang terjadi pada tahun tersebut sehingga tidak seharusnya terjadi variasi nilai pada unsur indepensi dan konsultasi pada reviu tahun 2007. Surat Tugas Irjen Nomor: ST-658/IJ/2007 tanggal 19 September 2007 menugaskan Tim PKA untuk melakukan reviu tahun 2007 selama 20 hari kerja mulai tanggal 24 September 2007 sampai dengan 22 Oktober 2007. Berdasarkan pedoman reviu, LHR selambat-lambatnya dalam jangka waktu 30 hari setelah surat tugas reviu berakhir ditandatangani dan diserahkan tim PKA kepada Irjen dengan tembusan Irbid yang direviu. Artinya, paling lambat tanggal 22 Nopember 2007 LHR harus sudah diterbitkan. Namun, LHR tahun 2007 atas Itbid I sampai dengan Itbid VI diterbitkan tanggal 28 Juli 2007. Sehingga terjadi keterlambatan penerbitan LHR selama 8 (delapan) bulan.
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan Berdasarkan analisis dan penjelasan pada BAB IV, maka dapat ditarik beberapa simpulan sebagai berikut: 1. Tim Pengawas Kualitas Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan telah melakukan reviu atas kegiatan audit Inspektorat Bidang I sampai dengan VI yang meliputi perencanaan audit, pelaksanaan audit, dan pelaporan audit sesuai dengan Pedoman Reviu Kualitas Audit. 2. Tool kits dan quetionare sebagai pelengkap pedoman reviu kualitas audit mempermudah kerja Tim PKA dalam pelaksanaan reviu karena dapat mengendalikan dan memastikan seluruh langkah kerja dan unsur yang direviu telah terpenuhi. 3. Butir-butir kesepakatan penilaian menjembatani adanya perbedaan dalam pemberian nilai oleh Tim PKA yang mempunya komptensi dan pengalaman audit yang berbeda-beda. 4. Terjadi perubahan pendekatan yang mendasar dalam penentuan LHA terpilih, tahun 2006 digunakan pendekatan hasil analisi LHA oleh Bagian AHP sedangkan tahun 2007 digunakan pendekatan ketua tim. 5. Terdapat standar ganda dalam penilaian atas unsur independensi dan konsultasi untuk periode reviu yang berbeda. Pada reviu tahun 2006 diberikan nila yang sama kepada seluruh Itbid sedangkan reviu tahun 2007 diberikan
42
43
penilaian yang sesuai dengan hasil reviu. Padahal keputusan untuk memberikan
nilai
yang
sama
pada
reviu
tahun
2006
dengan
mempertimbangkan kondisi yang terjadi tahun 2006—periode yang direviu pada tahun 2007. 6. Tim PKA yang terdiri dari auditor-auditor terpilih karena kompetensi di bidang audit intern dan pengalaman audit, selaku pelaksana peer review di Itjen bersifat AdHoc, bukan murni peer review sebagimana dalam teori. 7. Terjadi keterlambatan penerbitan Laporan Hasil Reviu Tahun 2007 selama 8 (delapan) bulan, yang seharusnya paling lambat diterbitkan tanggal 22 Nopember 2007. B. Saran Berdasarkan simpulan-simpulan di atas, maka ada beberapa saran yang dapat diberikan kepada Inspektorat Jenderal untuk perbaikan implementasi peer review di masa mendatang, yaitu: 1. Inspektur Jenderal sebaiknya merencanakan batas waktu implementasi reviu kualitas audit oleh Tim yang bersifat AdHoc, memantau kesiapan sumber daya Itbid untuk melakukan reviu, dan mempersiapkan teknik dan metodologi reviu yang tepat dan akurat sehingga peer review dapat diimplemntasikan secara murni, yaitu kualitas hasil audit Itbid yang satu direviu oleh Itbid yang lain. 2. Tim PKA sebaiknya merumuskan kebijakan dan prosedur untuk memberikan keyakinan memadai bahwa, pada tingkat organisasi dan pada setiap penugasan audit, tim audit termasuk Inspektur dan Dalnis mempertahankan independensi. Kebijakan yang dihasilkan nantinya dapat memberikan ukuran atau batasan
44
yang jelas indepensi tim audit sehingga pada kesempatan berikutnya unsur independensi dapat dinilai secara objektif. 3. Tim PKA sebaiknya merumuskan kebijakan dan prosedur untuk pelaksanaan konsultasi dengan media tertulis sehingga pada kesempatan berikutnya unsur konsultasi dapat dinilai secara objektif. Kebijakan ini untuk memastikan bahwa tim audit dapat melakukan konsultasi untuk memperoleh informasi yang memadai sesuai kebutuhan dari orang/pihak yang memiliki tingkat pengetahuan dan kompetensi yang memadai dari dalam maupun luar Itbid untuk mendapatkan keahlian yang diperlukan 4. Tim PKA sebaiknya merumuskan kebijakan dan prosedur dalam penentuan LHA terpilih sehingga pendekatan yang digunakan dalam setiap kesempatan pelaksanaan reviu sama. Disarankan pula agar prosedur yang dihasilkan nanti dapat mengakomodasikan pertimbangan-pertimbangan yang digunakan dalam menentukan LHA terpilih.
DAFTAR PUSTAKA
Arens, Alvin A., Randal J.Elder dan Mark S.Beasley. 2006. Auditing: An Integrated Approach, Edisi ke-11, Prentice Hall Inc, New Jersey Boynton, William C., Raymond N. Johnson dan Walter G. Kell. 2003. Modern Auditing. Penerjemah: Drs. Paul A. Rajoe MM, Gina Gania MBA dan Ichsan Setiyo Budi MSi., Ak, Edisi ke-7, Erlangga, Jakarta Guy, Dan M., C. Wayne Alderman dan Alan J. Winters. 2002. Auditing. Penerjemah: Sugiyarto, Edisi ke-5, Erlangga, Jakarta Hubbard, Thomas D. Dan Johnny R. Johnson. 1992. Auditing, Edisi ke-5, Dame Publication, Houston Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Profesional Akuntan Publik, Penerbit Salemba, Jakarta Mulyadi. 2002. Auditing, Edisi ke-6, Salemba Empat, Jakarta Sukrisno Agoes. 2004. Auditing (Pemeriksaan Akuntan) oleh Kantor Akuntan Publik, Edisi Ketiga, Jilid I, Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta . 2004. Keputusan Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Nomor: KEP-20/IJ/2004 tanggal 23 September 2004 tentang Standar Audit Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan (SAINS) . 2006. Pedoman Reviu Kualitas Audit, Inspektorat Jenderal Departemen Keuangan, Jakarta . 2007. Peraturan Menteri Keuangan Nomor: 131/PMK.01/2007 tanggal 22 Desember 2006 tentang Organisasi dan Tatakerja Departemen Keuangan
45
Lampiran I
TOOL KITS PENILAIAN REVIU KUALITAS AUDIT 1. Tahap Perencanaan (Bobot 30 %) No
1.
Uraian
Prioritas sasaran audit dan strategi audit (Bobot 15 %) a. Apakah Inspektorat Bidang dalam menyusun sasaran dan pola audit telah memperhatikan Kebijakan Pimpinan (Renstra dan Road Map) b. Apakah Inspektorat Bidang telah menjabarkan sasaran audit dalam Audit Program c. Apakah hasil audit telah sesuai dengan sasaran dalam Audit Program Sub Jumlah
2.
Penentuan Auditan (Bobot 15%) a. Apakah dalam menentukan auditan, Inspektorat Bidang telah menggunakan metodologi / pendekatan Risk Based Audit b. Apakah auditan yang terpilih telah dituangkan dalam Rencana Pengawasan Tahunan dilihat dari Segi Obyek Pengawasan (KM2) c. Apakah KM2 telah disusun dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: - Materialitas dalam tugas pokok auditan (misalnya dari segi penerimaan/ pengeluaran)
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
100
80
60
50
30
10
Nilai setelah pembobotan
- Lamanya auditan tidak diaudit - Analisis Biaya dan manfaat - Current issue yang sedang berkembang di masyarakat - Atensi Menkeu Sub Jumlah 3.
Penugasan Personil dalam Tim Audit (Bobot 15 %) a. Apakah dalam susunan tim audit, auditor yang ditugaskan sudah lulus sertifikasi JFA sesuai peran masing-masing, yaitu: - pengendali mutu - pengendali teknis - ketua tim - anggota tim b. Apakah dalam susunan tim audit, tidak terdapat personil yang bukan pejabat fungsional auditor c. Apakah penugasan personil telah mempertimbangkan rotasi keanggotaan Tim Audit d. Apakah penugasan audit mempertimbangkan bahwa Tim Audit yang sama tidak melakukan audit pada auditan yang sama selama 2 (dua) kali berturut-turut e. Apakah pelaksanaan audit telah mempertimbangkan keahlian khusus tertentu mengenai auditan dan kualitas tim audit yang memadai. Sub Jumlah
4
Independensi (Bobot 15 %) a. Apakah Inspektur Bidang dan Tim Audit tidak mempunyai hubungan istimewa dengan
pejabat/pegawai pada auditan yang dapat mempengaruhi hasil audit b. Apakah tidak ada campur tangan dari pihak luar yang tidak berwenang dalam penunjukan tim audit, ruang lingkup, dan jangka waktu audit c. Apakah Inspektur Bidang dan Tim Audit tidak memiliki aktivitas dan menerima honor yang terkait dengan auditan d. Apakah Inspektur Bidang dan Tim Audit tidak menerima imbalan jasa dan fasilitas dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan audit kecuali menerima tanda jasa dari pemerintah dan honorarium resmi. Sub Jumlah 5.
Kompetensi (Bobot 15 %) a. Apakah Tim Audit memberikan evaluasi yang meliputi pengetahuan, kemampuan, disiplin, dan ketaatan pada aturan yang berlaku sesuai dengan tingkatannya setelah pelaksanaan audit b. Apakah Tim Audit telah mengikuti program pengembangan profesionalisme berupa: - PKS - Pelatihan eksternal kantor yang meliputi pelatihan berbagai kursus, program seminar dan konferensi. Sub Jumlah
6.
Perencanaan Kegiatan Lain (Bobot 10 %)
Apakah dalam menyusun Kegiatan Lain, Inspektorat Bidang telah menyusun kegiatan berupa: a. Kajian mengenai current issue yang sesuai dengan ruang lingkup tugas pokok dan fungsinya b. Pendidikan profesional berkelanjutan seperti Pelatihan di Kantor Sendiri c. Apakah kajian dan atau PKS tersebut di atas dipimpin oleh Ketua Kelompok Jabfung/ Pengendali Teknis Sub Jumlah 7.
Persiapan Audit (Bobot 15 %) a. Apakah dalam menyusun program kerja audit setiap auditor telah mengumpulkan data dan informasi dari pihak internal dan eksternal b. Apakah Inspektur Bidang telah mereviu program kerja audit yang disusun tim audit c. Apakah Pengendali Teknis telah mereviu program kerja audit yang disusun tim audit Sub Jumlah
2. Tahap Pelaksanaan (Bobot 50 %) No
1
Uraian
Realisasi Tim dalam ST dibanding KM1 (Bobot 25 %) a. Apakah realisasi penerbitan ST telah sesuai dengan KM1 b. Apakah realisasi penerbitan ST telah sesuai dengan KM2 Sub Jumlah
2
Pelaksanaan Program Kerja Audit (KM4) (Bobot 25 %) Apakah dalam pelaksanaan Program Kerja Audit telah mencakup hal-hal sebagai berikut: a. Realisasi telah sesuai dengan Program Kerja Audit (KM4) yang meliputi : - Kegiatan nama auditor yang melaksanakan - jangka waktu b. Format dan kelengkapan pembuatan Kertas Kerja Audit (KKA) untuk memastikan bahwa auditor dalam pembuatan KKA mengacu kepada praktik terbaik (best practice) c. Apakah dalam KKA terlihat Ketua Tim Melakukan Supervisi (dalam bentuk tanda tangan, peretujuan, komentar atau kesimpulan) d. Apakah dalam KKA terlihat Pengendali Teknis Melakukan Supervisi (dalam bentuk tanda tangan, persetujuan, komentar atau kesimpulan)
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
100
80
60
50
30
10
Nilai setelah pembobotan
e. Apakah pelaksanaan Laporan Supervisi Pelaksanaan Pemeriksaan’ terlihat cukup memadai dan tepat waktu sesuai dengan ketentuan (Pelaksanaan KM8) Sub Jumlah 3
Konsultasi (Bobot 15 %) a. Apakah tim telah melakukan konsultasi kepada Pengendali Teknis dan Inspektur untuk menyelesaikan permasalahan b. Apakah tim audit telah berkonsultasi dengan pihak tertentu atau menggunakan sumber informasi yang dinilai memiliki pengalaman atau keahlian khusus berkaitan dengan permasalahan (temuan) yang bersifat kontroversi atau tidak pasti. Sub Jumlah
4
Daftar Temuan Audit (Bobot 35 %) a. Kesesuaian antara PKA dan KKA Apakah setiap langkah dalam PKA telah dituangkan dalam KKA b. Kesesuaian antara Daftar Temuan Audit dengan KKA - Apakah simpulan audit dalam KKA telah dituangkan dalam DTAS - Apakah DTAS telah dituangkan dalam DTA c. Adanya tanggapan dari auditan atas Daftar Temuan Audit
Apakah pihak Auditan telah diberikan hak jawab / kesempatan dan waktu yang cukup untuk memberikan tanggapan atas Daftar Temuan Audit Sub Jumlah
3. Tahap Pelaporan (Bobot 20 %) No
Uraian
1
Apakah penyelesaian LHA telah diselesaikan 10 hari setelah surat tugas berakhir. (Bobot 20 %)
2
Apakah Inspektorat Bidang telah tepat dalam memformulasikan temuan dalam LHA dan SHA meliputi unsur: (Bobot 50 %) - kondisi - criteria
Ya
Ya
Ya
Tidak
Tidak
Tidak
100
80
60
50
30
10
- sebab - akibat - rekomendasi - tanggapan atas tangapan 3
Apakah Inspektorat Bidang telah melakukan tindakan perbaikan atas feed back yang diperoleh dari hasil analisis AHP tentang temun hasil audit (Bobot 15 %)
4
Apakah KKA sudah disusun dan didokumentasikan sesuai dengan Surat Inspektur Jenderal Departemen Keuangan Nomor :SE-01/IJ/2005 tanggal 19 Juli 2005 tentang Pengelolaan KKA. (Bobot 15 %)
Keterangan: A. Hasil penilaian masing-masing unsur pada 3 tahapan reviu mengacu pada tolok ukur sebagai berikut: 1. Nilai 100 berarti seluruhnya dilaksanakan 2. Nilai 80 berarti hampir seluruhnya dilaksanakan 3. Nilai 60 berarti lebih banyak dilaksanakan 4. Nilai 50 berarti lebih banyak tidak dilaksanakan 5. Nilai 30 berarti sebagian besar tidak dilaksanakan 6. Nilai 10 berarti seluruhnya tidak dilaksanakan
Nilai setelah pembobotan
B. Hasil penilaian setiap tahapan diperoleh dengan: 1. Nilai setiap unsur dalam setiap tahapan dikalikan dengan bobot masingmasing unsur; 2. Nilai yang diperoleh dari butir B.1. dijumlah kemudian dikali bobot masingmasing tahapan C. Hasil penilaian akhir yang diperoleh secara kauntitatif pada butir B.2. kemudian dikonversikan secara kualitatif dengan berpedoman pada rentang sebagai berikut:
Nilai Kuantitatif
Nilai Kualitatif
0 - 29
Kurang sekali
30 - 49
Kurang
50 - 69
Cukup
70 - 89
Baik
90 - 100
Baik sekali
Lampiran II
Questionnaire REVIU KUALITAS AUDIT 1. Tahap Perencanaan No 1.
2.
3.
Uraian Prioritas sasaran audit dan strategi audit a. Apakah Inspektorat Bidang dalam menyusun sasaran dan pola audit telah memperhatikan Kebijakan Pimpinan (Renstra dan Road Map)? b. Apakah Inspektorat Bidang telah menjabarkan sasaran audit dalam Audit Program? c. Apakah hasil audit telah sesuai dengan sasaran dalam Audit Program? Penentuan Auditan a. Apakah dalam menentukan auditan, Inspektorat Bidang telah menggunakan metodologi / pendekatan Risk Based Audit? b. Apakah auditan yang terpilih telah dituangkan dalam Rencana Pengawasan Tahunan dilihat dari Segi Obyek Pengawasan (KM2)? c. Apakah KM2 telah disusun dengan mempertimbangkan faktor-faktor berikut ini: • Materialitas dalam tugas pokok auditan (misalnya dari segi penerimaan/pengeluaran) • Lamanya auditan tidak diaudit • Analisis Biaya dan manfaat • Current issue yang sedang berkembang di masyarakat • Atensi Menkeu Penugasan Personil dalam Tim Audit a. Apakah dalam susunan tim audit, auditor yang ditugaskan sudah lulus sertifikasi JFA sesuai peran masingmasing, yaitu: - pengendali mutu - pengendali teknis - ketua tim - anggota tim b. Apakah dalam susunan tim audit, tidak terdapat personil yang bukan
Ya
Tidak
Ya/Tidak*)
Penjelasan Jawaban
4
5.
6.
pejabat fungsional auditor? c. Apakah penugasan personil telah mempertimbangkan rotasi keanggotaan Tim Audit? d. Apakah penugasan audit mempertimbangkan bahwa Tim Audit yang sama tidak melakukan audit pada auditan yang sama selama 2 (dua) kali berturut-turut? Independensi a. Apakah Inspektur Bidang dan Tim Audit tidak mempunyai hubungan istimewa dengan pejabat/pegawai pada auditan yang dapat mempengaruhi hasil audit? b. Apakah tidak ada campur tangan dari pihak luar yang tidak berwenang dalam penunjukan tim audit, ruang lingkup, dan jangka waktu audit? c. Apakah Inspektur Bidang dan Tim Audit tidak memiliki aktivitas dan menerima honor yang terkait dengan auditan? d. Apakah Inspektur Bidang dan Tim Audit tidak menerima imbalan jasa dan fasilitas dalam bentuk apapun sehubungan dengan pelaksanaan audit kecuali menerima tanda jasa dari pemerintah dan honorarium resmi? Kompetensi a. Apakah Tim Audit memberikan evaluasi yang meliputi pengetahuan, kemampuan, disiplin, dan ketaatan pada aturan yang berlaku atas Ketua Tim Audit dengan tepat sesuai dengan tingkatannya setelah pelaksanaan audit? b. Apakah Tim Audit telah mengikuti program pengembangan profesionalisme berupa: - PKS - Pelatihan eksternal kantor yang meliputi pelatihan berbagai kursus, program seminar dan konferensi. Perencanaan Kegiatan Lain Apakah dalam menyusun Kegiatan Lain, Inspektorat Bidang telah menyusun kegiatan berupa: a. Kajian mengenai current issue yang sesuai dengan ruang lingkup tugas pokok dan fungsinya
b. Pendidikan profesional berkelanjutan seperti Pelatihan di Kantor Sendiri c. Apakah kajian dan atau PKS tersebut di atas dipimpin oleh Ketua Kelompok Jabfung/ Pengendali Teknis Persiapan Audit
7.
Apakah dalam menyusun program kerja audit setiap auditor telah mengumpulkan data dan informasi dari pihak internal dan eksternal 2.
Tahap Pelaksanaan
No 1
Uraian Realisasi Tim dalam ST dibanding KM1
Ya
Tidak
Ya/Tidak *)
Penjelasan Jawaban
Ya
Tidak
Ya/Tidak *)
Penjelasan Jawaban
Apakah realisasi penerbitan ST telah sesuai dengan KM1 Konsultasi
2
Apakah tim telah melakukan konsultasi kepada Pengendali Teknis dan Inspektur untuk menyelesaikan permasalahan 3.
Tahap Pelaporan
No 1
Uraian Apakah Inspektorat Bidang telah melakukan tindakan perbaikan atas feed back yang diperoleh dari hasil analisis AHP tentang temun hasil audit
Jakarta,
September 2007
Liaison Officer
Inspektur Bidang …..
…………………….. NIP
…………………….. NIP
Catatan: -
Jawaban dapat ditulis tangan;
-
Diharapkan dalam waktu 2 (dua) hari, jawaban sudah diterima Tim PKA melalui Sub Bagian Tata Usaha Inspektorat Bidang V
Lampiran III
BUTIR PENILAIAN TOOL KITS Tahap Perencanaan Butir 1.1
No
1.1.a
1 2 3 4
Kondisi Prioritas sasaran audit dan strategi audit Inspektorat Bidang menyusun sasaran dan pola audit telah memperhatikan Kebijakan Pimpinan (Renstra dan Road Map) Inspektorat Bidang menyusun sasaran dan pola audit sebagian besar memperhatikan Kebijakan Pimpinan (Renstra dan Road Map) Inspektorat Bidang menyusun sasaran dan pola audit kurang memperhatikan Kebijakan Pimpinan (Renstra dan Road Map) Inspektorat Bidang menyusun sasaran dan pola audit tidak memperhatikan Kebijakan Pimpinan (Renstra dan Road Map)
Skor 100 80 50 30
1.1.b
1 2 3 4
Inspektorat Bidang telah menjabarkan sasaran audit dalam PKA Inspektorat Bidang sebagian besar menjabarkan sasaran audit dalam PKA Inspektorat Bidang kurang menjabarkan sasaran audit dalam PKA Inspektorat Bidang tidak menjabarkan sasaran audit dalam PKA
100 80 50 30
1.1.c
1 2 3 4
Hasil audit telah sesuai dengan sasaran dalam PKA Hasil audit sebagian besar sesuai dengan sasaran dalam PKA Hasil audit kurang sesuai dengan sasaran dalam PKA Hasil audit tidak sesuai dengan sasaran dalam PKA
100 80 50 30
1.2 1.2.a
1 2 3 4
1.2.b
1.2.c
1 2
1 2
Penentuan Auditan Inspektorat Bidang telah menggunakan metodologi / pendekatan Risk Based Audit Inspektorat Bidang sebagian besar menggunakan metodologi / pendekatan Risk Based Audit Inspektorat Bidang kurang menggunakan metodologi / pendekatan Risk Based Audit Inspektorat Bidang telah menggunakan metodologi / pendekatan Risk Based Audit UPKPT sesuai format KM 2 UPKPT tidak sesuai format KM 2 KM 2 / UPKPT telah disusun dengan mempertimbangkan materialitas, lamanya auditan tidak diaudit, cost and benefit, current issue, dan atensi Menkeu (jika ada) KM 2 / UPKPT sebagian besar disusun dengan mempertimbangkan
100 80 50 30 100 50
100 80
3 4
1.3 1.3a
1 2 3
1.3b
1
materialitas, lamanya auditan tidak diaudit, cost and benefit, current issue, dan atensi Menkeu (jika ada) KM 2 /UPKPT telah disusun dengan kurang mempertimbangkan materialitas, lamanya auditan tidak diaudit, cost and benefit, current issue, dan atensi Menkeu (jika ada) KM 2 telah disusun tanpa mempertimbangkan materialitas, lamanya auditan tidak diaudit, cost and benefit, current issue, dan atensi Menkeu (jika ada) Penugasan Personil dalam Tim Audit Seluruh auditor telah lulus sertifikasi Terdapat seorang auditor yang ditugaskan yang belum lulus sertifikasi Terdapat lebih dari seorang auditor yang ditugaskan yang belum lulus sertifikasi
50 30
100 60 30 100
4
Dalam penugasan audit seluruhnya merupakan PFA Dalam penugasan audit ada auditor yang bukan PFA ( <10%) Dalam penugasan audit ada auditor yang bukan PFA (>10% s.d 30%) Dalam penugasan audit ada auditor yang bukan PFA (>30%)
1.3c
1 2 3
Tidak ada tim tetap dalam penugasan 1 kali adanya tim tetap > 1 kali adanya tim tetap
100 60 30
1.3d
1
2 3
2 3 1.4 1.4.a
Selama 2 kali penugasan berturut-turut tidak ada Katim yang memeriksa OP yang sama Selama 2 kali penugasan berturut-turut ada 1 Katim yang memeriksa OP yang sama Selama 2 kali penugasan berturut-turut ada > 1 Katim yang memeriksa OP yang sama
80 60 30
100 60 30
1 2
Independensi Tidak ada hubungan istimewa antara tim audit dan auditan Terdapat hubungan istimewa antara tim audit dan auditan
100 10
1.4.b
1 2
Tidak ada campur tangan dari pihak luar Terdapat campur tangan dari pihak luar
100 10
1.4.c
1 2
Tim Audit tidak memiliki aktivitas dan menerima honor yang terkait dengan auditan Ada sebagian kecil Tim Audit memiliki aktivitas dan menerima honor yang
100 80
3 1.4.d
terkait dengan auditan Ada sebagian besar Tim Audit memiliki aktivitas dan menerima honor yang terkait dengan auditan
50
1 2
Tim Audit tidak menerima imbalan jasa dan fasilitas dari auditan Tim Audit menerima imbalan jasa dan fasilitas dari auditan
100 10
1 2
Kompetensi Tim Audit memberikan evaluasi berjenjang (KM 7) Tim Audit tidak memberikan evaluasi berjenjang (KM 7)
100 50
1 2 3 4
Tim Audit telah melakukan pelatihan internal dan eksternal secara optimal Tim Audit hanya melakukan pelatihan internal kurang dari empat kali Tim Audit hanya melakukan pelatihan kurang dari tiga kali Tim Audit hanya melakukan pelatihan kurang dari dua kali
100 80 60 50
1 2 3 4 5
Perencanaan Kegiatan Lain Ada kajian current issue (4 buah) Ada kajian current issue (3 buah) Ada kajian current issue (2 buah) Ada kajian current issue (1 buah) Tidak ada kajian current issue
100 80 60 50 10
1.6.b
1 2
Ada rencana kegiatan PKS Tidak ada rencana kegiatan PKS
100 50
1.6.c
1 2
PKS dan atau Kajian dipimpin oleh ketua kelompok/dalnis PKS dan atau Kajian tidak dipimpin oleh ketua kelompok/dalnis
100 50
1 2
Persiapan Audit Ada buril Tidak ada buril
100 50
1.7.b
1 2 3
PKA dan lembar reviu ditandatangani Inspektur PKA ditandatangani Inspektur tanpa lembar reviu PKA dan lembar reviu tidak ditandatangani Inspektur
100 80 30
1.7.c
1 2 3
PKA dan lembar reviu ditandatangani Dalnis PKA ditandatangani Dalnis tanpa lembar reviu PKA dan lembar reviu tidak ditandatangani Dalnis
100 80 30
1.5 1.5.a
1.5.b
1.6 1.6.a
1.7 1.7.a
Tahap Pelaksanaan Butir No 2.1.a 1. KM 1 ada, sesuai 2. KM 1 ada, tidak sesuai 3. KM 1 tidak ada
Kondisi
Skor 100 80 50
2.1.b
1. 2. 3. 4.
KM 2 ada, sesuai 100% KM 2 ada, tidak sesuai (0 – 5%) KM 2 ada, tidak sesuai (6 – 10%) KM 2 ada, tidak sesuai (>10%)
100 80 60 50
2.2.a
1. 2. 3.
Realisasi PKA seluruhnya telah dimuat dalam KKA Realisasi PKA sebagian besar telah dimuat dalam KKA Realisasi PKA hanya sebagian kecil dimuat dalam KKA
100 60 30
2.2.b
1. 2. 3.
Format KKA sesuai seluruhnya Format KKA sebagian besar telah sesuai Format KKA hanya sebagian kecil telah sesuai
100 60 30
2.2.c
1. Supervisi Katim ada seluruhnya 2. Supervisi Katim ada sebagian besar 3. Supervisi Katim hanya ada sebagian kecil Kalau ada paraf Katim dianggap ada supervisi 1. Supervisi Dalnis ada seluruhnya 2. Supervisi Dalnis ada sebagian besar 3. Supervisi Dalnis hanya ada sebagian kecil
100 60 30
2.2.e
1. 2.
Laporan supervisi Dalnis (KM 8) ada Laporan supervisi Dalnis (KM 8) tidak ada
100 10
2.4.a
1. 2. 3.
PKA dan KKA sesuai PKA dan KKA tidak sesuai PKA tidak ada
100 30 - 50 10
2.4.b
1. 2. 3.
KKA temuan dituangkan dalam DTAS dan DTA KKA temuan dituangkan dalam DTA tanpa DTAS KKA tanpa DTA
100 60 10
2.2.d
100 60 30
Tahap Pelaporan Butir No 3.1 Penyelesaian LHA 1. Penyelesaian LHA 2. Penyelesaian LHA 3. Penyelesaian LHA 4. Penyelesaian LHA 5. Penyelesaian LHA 6. Penyelesaian LHA 3.2
3.3
3.4
Kondisi < 10 hari 11 – 20 hari 21 – 30 hari 31 - 40 hari 41 - 50 hari > 50 hari
Skor 100 80 60 50 30 10
Mengadopsi dari hasil analisis AHP I/II 1. Baik 2. Cukup 3. Kurang
100 80 60
Adanya Feed back atas analisis AHP 1. Adanya respon dengan PKS yang melibatkan AHP 2. Adanya respon dengan PKS tanpa melibatkan AHP 3. Adanya respon dengan bentuk lain 4. Tidak ada respon
100 80 60 30
KKA sesuai dengan SE Itjen 1. Kelengkapan Berkas KKA meliputi 6 unsur (ST, Audit Program, DTAS & DTA, Data Umum, KKA Pendukung Temuan Hasil Audit) 2. Kelengkapan Berkas KKA hanya 5 3. Kelengkapan Berkas KKA hanya 4 4. Kelengkapan Berkas KKA hanya 3 5. Kelengkapan Berkas KKA hanya 2 6. Kelengkapan Berkas KKA hanya 1
100 80 60 50 30 10