ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA
OLEH HANY LARASSATI H14103088
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
HANY LARASSATI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Komoditas Keramik di Indonesia. (Dibawah bimbingan YETI LIS PURNAMADEWI).
Keramik merupakan komoditas yang selalu akan dibutuhkan dan digunakan oleh manusia, karena merupakan komponen penyusun suatu bangunan dan peralatan rumah tangga. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan kedua hal tersebut juga akan terus bertambah. Industri keramik di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan sektor properti. Perkembangan sektor properti di Indonesia saat ini dan pertambahan jumlah penduduk menjadi peluang pasar yang besar bagi produk keramik. Dari produksi keramik di Indonesia secara keseluruhan, hanya akan dianalisis tiga jenis produk yaitu keramik lantai/ubin, keramik saniter, dan keramik pecah-belah/peralatan rumah tangga (tableware). Maraknya serbuan produk keramik impor dipasar domestik dapat mengancam industri keramik nasional. Besarnya volume impor sejak tahun 1999 menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat antar sesama produsen di dalam negeri sehingga merugikan produsen keramik di dalam negeri. Meskipun tarif Bea Masuk (BM) dan pengamanan perdagangan (Safeguard) sudah diberlakukan namun masih banyak produk keramik yang masuk baik secara legal maupun ilegal ke pasar domestik. Dengan melihat kondisi industri keramik Indonesia saat ini, penelititan ini bertujuan untuk (1) Mempelajari keragaan kegiatan impor komoditas keramik di Indonesia dan (2) Menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi volume impor komoditas keramik di Indonesia. Data yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor keramik adalah data sekunder berupa data deret waktu (time series). Meliputi data tahunan selama periode 1990-2004. Jenis data yang digunakan meliputi data volume impor keramik (lantai, tableware, dan saniter), volume produksi keramik (lantai, tableware, dan saniter), harga keramik domestik dan keramik impor, nilai tukar rupiah terhadap dolar (kurs), dan PDB/GDP nasional. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor keramik digunakan analisis regresi linier berganda dengan model Double Log, metode Ordinary Least Square (OLS), dan software E-Views 4.1. Hasil penelitian dari keragaan kegiatan impor komoditas keramik menunjukan : (1) Negara yang paling besar pasokan keramiknya ke Indonesia adalah China dan keramik yang paling banyak diimpor adalah keramik tableware; (2) Dari aspek pasar, bahwa produk keramik impor dapat menguasai pasar domestik dan menyebabkan terjadinya persaingan tidak sehat antar produsen keramik domestik; (3) Untuk mengantisipasi maraknya impor keramik, pemerintah memberlakukan kebijakan tarif Bea Masuk (BM) mulai 1 Januari
2005; (4) Adanya kebijakan pemerintah menaikan tarif impor justru memicu peningkatan jumlah keramik impor di dalam negeri; dan (5) Masih ada beberapa jenis bahan baku keramik yang harus diimpor dari luar negeri, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), dan peraturan upah tenaga kerja telah menurunkan daya saing produk keramik dalam negeri dan menyebabkan maraknya produk keramik impor di Indonesia. Variabel produksi keramik, harga keramik domestik, dan kurs berpengaruh negatif terhadap volume impor keramik lantai, sedangkan variabel harga keramik impor dan GDP berpengaruh positif terhadap volume impor keramik lantai. Variabel harga keramik domestik, harga keramik impor, dan kurs berpengaruh negatif terhadap volume impor keramik tableware, sedangkan variabel GDP berpengaruh positif terhadap volume impor keramik tableware. Variabel produksi keramik tidak berpengaruh terhadap volume impor keramik tableware pada taraf nyata 10 persen.
Variabel produksi keramik, harga keramik domestik, dan kurs berpengaruh negatif terhadap volume impor keramik saniter, sedangkan variabel dummy krisis berpengaruh positif terhadap volume impor keramik saniter. Variabel harga keramik impor dan GDP tidak berpengaruh terhadap volume impor keramik saniter pada taraf nyata 10 persen. Secara keseluruhan, semua variabel yang digunakan dalam model memiliki pengaruh terhadap peningkatan volume impor keramik di Indonesia. Meskipun untuk variabel produksi, harga keramik impor, dan GDP untuk jenis keramik tertentu tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan volume impor. Perilaku komoditas keramik yang tidak sesuai dengan teori adalah harga keramik domestik dan harga keramik impor. Perlu adanya peninjauan ulang mengenai kebijakan tarif, sehingga adanya tarif dapat membatasi volume impor keramik di Indonesia. Adanya faktor selera konsumen, desain dan motif keramik dapat dijadikan kekuatan bagi produsen keramik lantai untuk meningkatkan daya saing produk keramik lantai dalam negeri. Kemudian untuk meningkatkan daya saing produk keramik tableware Indonesia diperlukan dukungan pemerintah baik berupa regulasi, teknologi maupun dana. Sementara masih besarnya kebutuhan akan produk saniter bagi masyarakat kalangan menengah bawah, menjadi peluang pasar yang harus dimanfaatkan oleh produsen keramik saniter Indonesia.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI VOLUME IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA
Oleh HANY LARASSATI H14103088
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007 INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Hany Larassati
Nomor Registrasi Pokok
: H14103088
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Komoditas Keramik di Indonesia.
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc NIP.131 967 243 Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Ir. Rina Oktaviani, MS., Ph.D NIP. 131 846 872 Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Hany Larassati H14103088
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Hany Larassati lahir pada tanggal 20 Maret 1985 di kota Jakarta. Penulis adalah anak pertama dari dua bersaudara, dari pasangan Sumarno dan Hasanah. Penulis menamatkan sekolah dasar pada SDN 01 Mampang Depok I, kemudian melanjutkan ke SLTPN 2 Depok dan lulus pada tahun 1999. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 2 Depok dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan studinya ke jenjang yang lebih tinggi di Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan harapan besar agar dapat memperoleh ilmu dan mengembangkan pola pikir, sehingga menjadi sumberdaya yang berguna bagi pembangunan bangsa ini. Penulis masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis mengikuti kegiatan organisasi seperti HIPOTESA, juga kepanitiaan dalam acara PESTA IPB 2004 dan IPB ART 2003. Penulis menjalani masa Kuliah Kerja Profesi (KKP) di Kota Brebes, dimana penulis dapat mempelajari banyak hal tentang keadaan perekonomian dan pertanian di pedesaan.
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Komoditas Keramik di Indonesia”. Impor keramik menjadi topik yang menarik untuk dianalisis dalam penelitian ini karena diharapkan dapat memberikan gambaran mengenai permasalahan yang dihadapi oleh industri keramik Indonesia saat ini, mengingat bahwa industri keramik Indonesia merupakan industri yang sangat potensial untuk dikembangkan dan sedang menghadapi maraknya produk keramik impor di pasar dalam negeri. Disamping hal tersebut, skripsi ini juga merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis sendiri dan semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Agustus 2007
Hany Larassati H14103088
UCAPAN TERIMA KASIH
Penulis mengucapkan terima kasih kepada : 1. Allah SWT, atas ridha dan rahmat yang Dia berikan sehingga penulis mendapatkan kemudahan dalam menyelesaikan skripsi ini. 2. Ir.Yeti Lis Purnamadewi, M.Sc, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah banyak memberikan bimbingan, arahan, motivasi, serta perhatian yang sangat bermanfaat dalam penyelesaian skripsi ini. 3. Sahara, SP, M.Si, selaku dosen penguji utama, dan Henny Reinhardt, M.Sc, selaku dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberi masukan, saran dan kritik demi perbaikan penulisan skripsi ini. 4. Bapak Achmad Widjaya, selaku Ketua ASAKI yang telah memberikan arahan, saran, serta informasi mengenai keadaan industri keramik Indonesia dan komoditas keramik. Maya Damayanti, selaku sekretaris ASAKI yang telah membantu dalam menyediakan data serta informasi yang berguna bagi penyelesaian skripsi ini. 5. Bapak Alvin (Departemen Perindustrian, Bag. Industri Kimia Hulu), Bapak Wesley, Bapak Bukhari dan Ibu Dyah (Departemen Perindustrian, Bag. Industri Kimia Hilir), Bapak Agus (BPS), dan Staf Departemen Perdagangan yang telah membantu penulis dalam memperoleh data-data yang berguna bagi penyelesaian skripsi ini. 6. Mama, Papa, serta Dirga (adik) yang telah memberikan motivasi, semangat, tenaga, serta dukungan dan juga perhatiannya. Semua hal itu membuat penulis lebih semangat dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini. 7. Rina, Dewi, Imas atas bantuanya baik berupa data-data, informasi, saran dan kritik serta motivasi yang sangat berarti dalam meyelesaikan skripsi ini. Bety dan Diyan atas bantuannya dalam kelancaran ujian akhir skripsi ini. Aji dan Lea atas saran serta informasi tentang pengolahan data dalam menyelesaikan skripsi.
8. Pritta, Diyan Timor, dan Tuti, atas motivasi dan bantuan yang kalian berikan sehingga penulis semangat kembali dan mendapat kelancaran dalam menyelesaikan skripsi ini.
DAFTAR ISI Halaman
DAFTAR TABEL ….. …………………………………………………….........xii DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………..xiii DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………....................xiv I. PENDAHULUAN ……………………………………………………………..1 1.1. Latar Belakang …………………………………………...…….………..1 1.2. Perumusan Masalah ……………………………………………………..6 1.3. Tujuan …………………………………………………...…….………...8 1.4. Manfaat ………………………………...……………………….……….9 1.5. Ruang Lingkup ……………………………...………………….………..9 II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………………….11 2.1. Tinjauan Komoditas Keramik ………………………………………….11 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu ……………………………………………..12 2.3. Ordinary Least Square (OLS) …………………………………………..18 III. KERANGKA PEMIKIRAN ………………………………………………..21 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ……………………...……………………21 3.1.1. Teori Perdagangan Internasional ………………………………….21 3.1.2. Teori Permintaan …………………………………………………25 3.1.3. Teori Impor dan Hambatan Perdagangan : Tarif Impor ………….28 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ……………………………...……….31 3.3. Hipotesis ………………………………………………………………..34 3.4. Batasan Operasional Variabel …………………………………………..35 IV. METODE PENELITIAN …………………………………………………...37 4.1. Jenis dan Sumber Data …………………………………………………37 4.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data ……………………………...…37 4.2.1. Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi Volume Impor Keramik Indonesia………………………………………………...38 4.2.2. Pengujian Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Indonesia………………………………..40
V. KERAGAAN KEGIATAN IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA ……………………………………………………………..45 5.1. Kegiatan Impor Komoditas Keramik ………………………………….. 45 5.2. Negara Pemasok Keramik Impor dan Komoditas Keramik Impor Utama …………………………………………………..……… 47 5.3. Perkembangan Impor Komoditas Keramik dari Beberapa Aspek ……………………………………………………………….......52 5.3.1. Aspek Pasar ………………………………………………………52 5.3.2. Aspek Harga ……………………………………………………..54 5.3.3. Aspek Persaingan …………………………………………………55 5.3.4. Aspek Bahan Baku ……………………………………………….58 5.3.5. Aspek Produksi …………………………………………………...59 VI. HASIL DAN PEMBAHASAN……………………………………………...62 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Lantai…………………………………………………………..62 6.1.1. Estimasi Parameter Model………………………………………...63 6.1.2. Estimasi Model ……………………………………………………64 6.2. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Tableware ……………………………………………………..68 6.2.1. Estimasi Parameter Model ………………………………………..68 6.2.2. Estimasi Model…………………………………………………….70 6.3. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Saniter ………………………………………………………..73 6.3.1. Estimasi Parameter Model ……………………………………….74 6.3.2. Estimasi Model ……………………………………………………75 VII. KESIMPULAN DAN SARAN……………………………………………..82 7.1. Kesimpulan ……………………………………………………………..82 7.2. Saran ……………………………………………………………………83 DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...86 LAMPIRAN……………………………………………………………………...89
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.
Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2001-2004 ……………………………………………...1
2.
Perkembangan Sektor Properti dan Perumahan Serta Anggota REI ………………………………………………………..3
3.
Ekspor-Impor Produk Keramik (HS 2 Digit), 2001-2006………………...5
4.
Keunggulan Absolut ……………………………………………………..24
5.
Keunggulan Komparatif………………………………………………….24
6
Volume Ekspor, Impor dan Produksi Industri Keramik Indonesia………90
7.
Perbedaan Data Ekspor China ke Indonesia dan Data Impor Indonesia dari China. ……………………………………………………48
8.
Negara Pemasok Utama Keramik Lantai 1999-2004…………………….49
9.
Negara Pemasok Utama Keramik Tableware 1999-2004 ……………….50
10.
Negara Pemasok Utama Keramik Saniter 1999-2004 …………………..51
11.
Persentase Total Impor Nasional Terhadap Kebutuhan Domestik ……………………………………………………53
12.
Besar Tarif (%) Yang Dikenakan Produk Keramik Impor………………56
13.
Produksi Keramik Lantai ……………………………………………….59
14.
Produksi Keramik Tableware …………………………………………...60
15.
Produksi Keramik Saniter ……………………………………………….60
16.
Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Lantai ……………..63
17.
Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen ……………………………... 64
18.
Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Tableware ………...68
19.
Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen ……………………………...69
20.
Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Saniter …………….73
21.
Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen ……………………………...74
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional ……………………..22
2.
Pergeseran dan Pergerakan Kurva Permintaan ………………………….27
3.
Mekanisme Impor dan Pemberlakuan Tarif …………………………….30
4.
Kerangka Pemikiran Operasional ……………………………………….33
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1.
Volume Ekspor, Impor dan Produksi Industri Keramik Indonesia ………………………………………………………………...90
2.
Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Lantai …………………...92
3.
Model Regresi Impor Keramik Lantai HS 6907 dan 6908 Indonesia ………………………………………………………………...92
4.
Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Tableware………………..93
5.
Model Regresi Impor Keramik Tableware HS 6911 dan 6912 Indonesia ………………………………………………………………...94
6.
Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Saniter…………………...95
7. 8.
Model Regresi Impor Keramik Saniter HS 6910 Indonesia ………………………………………………………………...95 Gambar 1. Produk Keramik Tableware.....................................................97
9.
Gambar 2. Produk Keramik Saniter……………………………...………97
10.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (1)………………...…98
11.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (2)…………………...99
12.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (3)………………….100
13.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (4)………………….101
14.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (5)………………….102
15.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (1)……………..103
16.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (2)……………..104
17.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (3)…………......105
18.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (4)…………......106
19.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (1)…………………107
20.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (2)…………………108
21.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (3)………...……….109
22.
Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (4)…………………110
xii
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2001-2004 ……………………………………
1
Perkembangan Sektor Properti dan Perumahan Serta Anggota REI ………………………………………………
3
3.
Ekspor-Impor Produk Keramik (HS 2 Digit), 2001-2006……….
5
4.
Keunggulan Absolut ……………………………………………
24
5.
Keunggulan Komparatif…………………………………………
24
6
Volume Ekspor, Impor dan Produksi Industri Keramik Indonesia…
90
7.
Perbedaan Data Ekspor China ke Indonesia dan Data Impor Indonesia dari China. ……………………………………………
48
8.
Negara Pemasok Utama Keramik Lantai 1999-2004……………
49
9.
Negara Pemasok Utama Keramik Tableware 1999-2004 ……
50
10.
Negara Pemasok Utama Keramik Saniter 1999-2004 ………
51
11.
Persentase Total Impor Nasional Terhadap Kebutuhan Domestik …………………………………………
53
12.
Besar Tarif (%) Yang Dikenakan Produk Keramik Impor ……..
56
13.
Produksi Keramik Lantai ……………………………………….
59
14.
Produksi Keramik Tableware ……………………………………
60
15.
Produksi Keramik Saniter ……………………………………….
60
16.
Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Lantai ………
63
17.
Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen ……………………….
64
18.
Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Tableware ….
68
19.
Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen ……………………….
69
20.
Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Saniter ………
73
21.
Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen ………………………
74
2.
xiii
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.
Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional …………
22
2.
Pergeseran dan Pergerakan Kurva Permintaan ………………
27
3.
Dampak Pemberlakuan Tarif ……………………………….
30
4.
Kerangka Pemikiran Operasional ……………………………
33
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman Volume Ekspor, Impor dan Produksi Industri Keramik Indonesia …………………………………………………………
90
2.
Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Lantai …………….
92
3.
Model Regresi Impor Keramik Lantai HS 6907 dan 6908 Indonesia ………………………………………………………..
92
4.
Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Tableware………..
93
5.
Model Regresi Impor Keramik Tableware HS 6911 dan 6912 Indonesia ………………………………………………………..
94
6.
Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Saniter……………
95
7.
Model Regresi Impor Keramik Saniter HS 6910 Indonesia ………………………………………………………..
95
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Struktur perekonomian Indonesia telah mengalami perubahan sejak dilaksanakannya pembangunan ekonomi pada tahun 1969. Perubahan struktur ekonomi tersebut ditandai dengan menurunnya kontribusi sektor pertanian dalam Produk Domestik Bruto (PDB), (Ramelan, 1999). Nilai kontribusi sektor pertanian, kehutanan, dan perikanan menurun dari 49.3 persen ditahun 1969 menjadi 17.2 persen ditahun 1995. Sedangkan sektor yang mengalami perkembangan pesat sejak tahun 1969 adalah sektor manufaktur. Kontribusi sektor manufaktur yang besar dalam PDB terjadi karena meningkatnya permintaan akan barang jadi maupun barang setengah jadi baik dari pasar domestik maupun internasional. Tabel 1. Distribusi Persentase PDB Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha, 2001-2004. No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
Lapangan Usaha Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan/Manufaktur Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Pengangkutan dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Lainnya PDB Tanpa Migas
Sumber : BPS, 2004. Catatan : * : Angka Sementara, ** : Angka Sangat Sementara.
2001 15.63
Tahun 2002 2003* 2004** 16.04 15.93 15.38
10.81 30.07 0.64 5.30 15.90 4.59 8.02 9.04 89.38
8.64 29.73 0.83 5.45 16.87 5.26 8.29 8.89 91.26
8.28 28.83 0.95 5.50 16.55 5.77 8.51 9.68 91.53
8.55 28.34 0.99 5.84 16.19 6.09 8.44 10.18 90.98
2
Dalam Tabel 1 terlihat bahwa peranan industri pengolahan terhadap PDB lebih besar daripada sektor pertanian, meskipun mengalami penurunan. Pada tahun 2001 peranan industri pengolahan terhadap PDB sebesar 30.07 persen sedangkan pada tahun 2004 peranannya sebesar 28.34 persen. Salah satu kebutuhan mendasar manusia selain sandang dan pangan adalah tempat tinggal (papan). Kebutuhan ini harus terpenuhi agar kehidupan manusia bisa terus berlangsung dan berkembang. Seiring dengan peningkatan jumlah penduduk, maka kebutuhan akan tempat tinggal (papan) juga akan terus bertambah. Keramik merupakan suatu komoditas yang akan selalu dibutuhkan dan digunakan oleh manusia, karena merupakan komponen penyusun tempat tinggal atau suatu bangunan juga peralatan rumah tangga. Komoditas keramik juga digunakan oleh manusia dalam menunjang aktivitas serta kehidupan sehari-hari. Secara sederhana, berawal dari kamar mandi, peralatan rumah tangga hingga komponen bangunan rumah adalah produk keramik, seperti halnya wastafel, mug/cangkir minum, dan lantai rumah. Produksi keramik di Indonesia secara garis besar dibagi kedalam empat jenis produk yaitu keramik lantai/ubin dan dinding (tile), keramik genteng (roof), keramik saniter (sanitary), dan keramik pecahbelah/peralatan rumah tangga (tableware). Industri keramik di Indonesia berkembang seiring dengan perkembangan sektor properti. Industri keramik dengan sektor properti dan perumahan saling menunjang satu sama lain. Setiap proyek pembangunan properti baik perumahan, rumah toko (ruko), pusat perbelanjaan, pusat perdagangan, dan apartemen akan membutuhkan
produk-produk
keramik.
Dalam
empat
tahun
terakhir
3
perkembangan sektor properti dan perumahan mengalami pertumbuhan, hal tersebut dapat dilihat dari meningkatnya jumlah pengembang yang tergabung menjadi anggota REI-Real Estate Indonesia. Pada tahun 2003 jumlah pengembang hanya 1205 pengembang akan tetapi pada tahun 2006 jumlah pengembang menjadi sebesar 2200 pengembang (DPP REI dalam Rakernas, 2006). Selain itu, perkembangan sektor properti dan perumahan juga terlihat dari meningkatnya nilai bisnis sektor properti dan perumahan, meskipun pada tahun 2006 angka tersebut menurun. Berbeda halnya dengan nilai bisnis, nilai kredit properti dan perumahan terus mengalami peningkatan pesat dari tahun 2003 hingga 2006. Tabel 2. Perkembangan Sektor Properti dan Perumahan Serta Anggota REI. Tahun
2003 2004 2005 2006
Nilai Kapitalisasi Bisnis (Triliun Rp) 50.6 67.8 95.3 87.3
Nilai Kredit Properti (Triliun Rp) 47.0 67.3 87.8 114.8
Anggota REI (Pengembang) 1205 1602 2059 2200
Sumber : DPP REI dalam Rakernas REI 14 Desember 2006 dalam Media Indonesia.
Dengan berkembangnya sektor properti dan pertumbuhan penduduk, serta dalam rangka untuk memenuhi kebutuhan tempat tinggal (papan) dan peralatan rumah tangga, industri keramik memiliki peluang yang cukup besar untuk terus berkembang dan memiliki pasar yang cukup besar, sehingga pada akhirnya akan menyerap tenaga kerja di Indonesia. Beberapa proyek pembangunan rumah susun (rusun) dan rumah murah yang sedang maupun akan berlangsung juga mempengaruhi perkembangan pasar industri keramik di dalam negeri. Oleh karena itu industri keramik menjadi suatu industri yang potensial untuk
4
dikembangkan, sehingga industri keramik di masa yang akan datang dapat mencukupi kebutuhan manusia yang semakin besar akan produk keramik. Industri keramik mengalami pertumbuhan yang pesat sebelum krisis ekonomi terjadi, bahkan pada tahun 1993 pertumbuhan industri ini mencapai 20 persen bersamaan dengan pertumbuhan bisnis properti yang meningkat. Pada masa krisis 1997-1998 industri keramik masih mengalami pertumbuhan sebesar 56 persen (www.kompas.com). Kemudian para pengusaha di industri ini mulai mengalihkan penjualannya ke pasar ekspor ketika nilai tukar rupiah terhadap dolar melemah, meskipun pasar dalam negeri tetap menjadi andalan. Oleh karena itu sejak tahun 2002 nilai ekspor keramik meningkat secara signifikan, jika pada tahun 2002 nilai ekspor hanya sebesar 198.8 juta US$, maka pada tahun 2003 naik sebesar 234.5 juta US$ dan pada tahun 2004 mencapai 278.2 juta US$ (Dept. Perdagangan, 2006). Dilihat dari sisi impor, perkembangan impor produk keramik selalu meningkat setiap tahunnya. Impor meningkat dari tahun 2001 yang hanya sebesar US$ 63.9 menjadi sebesar US$ 136.3 pada tahun 2004, kemudian mengalami penurunan sebesar US$ 25.5 pada tahun 2005 akibat pengenaan tarif impor keramik. Akan tetapi penurunan itu tidak bertahan lama karena pada tahun 2006 kembali mengalami peningkatan. Fluktuasi nilai impor ini merupakan akibat berbagai permasalahan yang terjadi di industri keramik dalam negeri. Meskipun nilai impor tidak melampaui nilai ekspor akan tetapi permasalahan impor di industri keramik perlu untuk dianalisis karena maraknya
5
produk impor keramik dipasar dalam negeri telah merugikan para produsen keramik domestik. Tabel 3. Ekspor-Impor Produk Keramik (HS 2 Digit), 2001-2006. Tahun 2001 2002 2003 2004 2005 2006
Nilai Ekspor (Juta US$) 193.3 198.8 234.5 278.2 274.0 288.0
Volume Ekspor (Kg) 449715806 461205183 540721967 632873285 557717645 557840108
Nilai Impor (Juta US$) 63.9 71.0 98.7 136.3 110.8 124.1
Volume Impor (Kg) 92911182 72467711 112752338 222609908 223991990 199150752*
Sumber : BPS, diolah Departemen Perdagangan dan Departemen Perindustrian. Catatan : HS (Harmonized System) atau Nomor Pos Tarif. * : 2002 s/d November 2006.
Nilai ekspor keramik cukup tinggi, juga disebabkan karena beberapa produsen keramik domestik lebih mengutamakan untuk menjual hasil produksinya ke pasar luar negeri, seperti para produsen keramik saniter yang mengekspor sebagian besar dari hasil produksinya. Maraknya serbuan produk keramik impor di pasar domestik dapat mengancam industri keramik nasional. Besarnya volume impor sejak tahun 1999 menyebabkan terjadinya persaingan usaha yang tidak sehat antar sesama produsen di dalam negeri untuk mengimbangi harga produk impor yang lebih murah. Akibat maraknya produk keramik impor, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan untuk mengantisipasi kondisi tersebut. Pada Januari 2005, pemerintah menaikan tarif impor keramik dari 5 persen menjadi 20-30 persen1. Bahkan pada Januari 2006 pemerintah kembali mengeluarkan kebijakan berupa tindakan
1
SK Menteri Keuangan No.591/PMK.010/2004 Tentang Program Harmonisasi Tarif Bea Masuk Tahun 2005-2010 Untuk Produk-produk Pertanian, Perikanan, Pertambangan, Farmasi, Keramik, dan Besi Baja.
6
pengamanan perdagangan (safeguard meassure) bagi produk keramik pecah-belah (tableware) selama tiga tahun berturut-turut (Peraturan Menteri Keuangan No.012006). Namun adanya dua kebijakan tersebut menurut pengamatan ASAKI (Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia) belum optimal dalam mengatasi maraknya produk keramik impor, meskipun pemberlakuan kedua kebijakan tersebut dapat meningkatkan volume produksi. Peningkatan impor produk keramik dapat mengurangi devisa, menjadikan masyarakat lebih konsumtif dan dapat menyebabkan semakin sempitnya pasar bagi produk keramik dalam negeri. Hal inilah yang mendasari diperlukannya suatu analisis untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor keramik di Indonesia. Mengingat bahwa impor keramik dapat merugikan produsen di dalam negeri serta adanya faktor-faktor lain yang mempengaruhi peningkatan volume impor keramik di Indonesia. 1.2. Perumusan Masalah Peluang besar industri keramik nasional untuk berkembang dalam memenuhi kebutuhan masyarakat dimasa yang akan datang menjadi suatu tantangan bagi para produsen keramik. Akan tetapi, meskipun memiliki prospek yang cerah, industri keramik dihadapkan pada maraknya produk keramik impor baik legal maupun yang ilegal di pasar dalam negeri. Terjadinya peningkatan impor selama beberapa tahun ini, semakin mengancam produsen keramik dalam negeri dan mempersempit pasar produk keramik lokal. Industri keramik nasional harus bersaing dengan produk impor yang harganya lebih rendah daripada harga produk keramik domestik. Hal ini
7
terjadi karena biaya produksi keramik di Indonesia masih relatif besar daripada biaya produksi di negara lain seperti China. Struktur biaya produksi yang besar tersebut disebabkan oleh tidak stabilnya pasokan gas alam sebagai bahan baku utama pembuatan keramik, kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang terjadi beberapa waktu lalu, peraturan upah tenaga kerja yang tidak menguntungkan produsen keramik dalam negeri dan masih adanya beberapa jenis bahan baku yang harus diimpor dari negara lain. Dimana besarnya biaya produksi ini, dapat menurunkan daya saing produkproduk keramik dalam negeri dari segi harga. Oleh karena itu, pada saat produkproduk keramik impor masuk ke pasar keramik dalam negeri, produsen mulai merasakan dampak perbedaan biaya produksi yang membuat terjadinya perbedaan harga antara produk impor dengan produk lokal. Meskipun tarif Bea Masuk (BM) dan tarif pengamanan perdagangan sudah diberlakukan namun masih banyak produk keramik yang masuk baik secara legal maupun ilegal ke pasar domestik dan mengancam keberadaan produk lokal. Sehingga guna meminimalisasi keadaan tersebut, beberapa pihak yang berkompeten dalam industri keramik mengusulkan agar kegiatan impor komoditas keramik dikenai kewajiban verifikasi dinegara asal muat barang. Kewajiban verifikasi ini tertuang dalam Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No.06/M-Dag/Per/1/2007 tentang Verifikasi Impor Keramik yang ditetapkan pada Januari 2007. Adanya beberapa instrumen pemerintah guna membatasi lonjakan impor, telah menunjukan bahwa kebijakan demi kebijakan memiliki kelemahan dalam mengatasi permasalahan impor keramik.
8
Berdasarkan teori ekonomi, bahwa dengan pemberlakuan tarif impor bagi suatu komoditi akan mengurangi volume impor. Hal ini disebabkan adanya tarif akan menyebabkan kenaikan harga produk keramik impor yang secara tidak langsung akan menguarangi keuntungan bagi para produsen keramik luar negeri. Begitu juga halnya dengan konsumen yang akan mengurangi konsumsinya karena adanya peningkatan harga tersebut (Salvatore, 1997). Akan tetapi bagi kasus impor keramik di Indonesia, pemberlakuan tarif impor tidak memberikan dampak yang besar dalam mengurangi maraknya produk impor di pasar keramik dalam negeri. Besarnya peluang pasar dan permintaan komoditas keramik di Indonesia dimanfaatkan oleh negara-negara produsen keramik lainnya untuk memasarkan keramiknya di pasar Indonesia. Sehingga ditengah kondisi industri keramik dalam negeri yang mengalami tidak stabilnya pasokan gas dan tingginya biaya produksi, industri keramik domestik juga harus bersaing dengan produk-produk keramik impor. Berdasarkan latar belakang dan gambaran permasalahan diatas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini dapat dirumuskan sebagai berikut : 1. Bagaimana keragaan kegiatan impor komoditas keramik di Indonesia ? 2. Faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi volume impor komoditas keramik di Indonesia ? 1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan dalam perumusan masalah diatas maka tujuan dari penelitian ini adalah :
9
1. Mempelajari keragaan kegiatan impor komoditas keramik di Indonesia. 2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi volume impor komoditas keramik di Indonesia. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah diharapkan hasil dari penelitian ini dapat menjawab permasalahan dan juga dapat bermanfaat bagi : 1. Pihak-pihak yang terkait dengan permasalahan yang dianalisis dalam penelitian ini seperti para pelaku usaha dan pembuat kebijakan yang berkaitan dengan industri keramik domestik. 2. Penulis dan juga mahasiswa pada umumnya dalam memahami permintaan impor suatu komoditi, serta aspek-aspek yang terdapat dalam kegiatan impor suatu komoditi. 1.5. Ruang Lingkup Guna membatasi penelitian ini sehingga menjadi lebih terfokus dan dapat melihat gambaran faktor-faktor yang mempengaruhi impor, maka dalam penelitian ini hanya akan dianalisis tiga jenis keramik dari keseluruhan produk keramik yang ada. Tiga jenis produk keramik tersebut antara lain adalah keramik lantai, keramik saniter, dan keramik pecah-belah/ peralatan rumah tangga (tableware). Penelitian ini menganalisis industri keramik dari sisi permintaan impor, oleh karena itu produk keramik yang diamati adalah keramik yang digolongkan berdasarkan HS (Harmonized System) yaitu sistem klasifikasi
10
barang-barang yang diperdagangkan secara internasional dengan tujuan kepabeanan dan tujuan lain seperti kompilasi statistical. Untuk keramik lantai (tile) bernomor HS 6907 dan 6908, sedangkan untuk keramik saniter dengan kode HS 6910, dan untuk keramik tableware dengan kode HS 6911 dan 6912. Penyederhanaan ini dilakukan berdasarkan pertimbangan tiga jenis produk keramik tersebut memiliki kontribusi yang cukup besar bagi industri keramik nasional, serta dikarenakan keterbatasan data dan untuk membatasi objek penelitian yang sangat luas. Penelitian ini mengambil observasi (data-data) dari kurun waktu 1990 sampai 2004 karena untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi impor keramik diperlukan data-data beberapa tahun kebelakang sebelum volume impor keramik mengalami peningkatan (1999-2004). Dalam penelitian ini tidak dianalisis bagaimana dampak tarif impor terhadap industri keramik dalam negeri, karena beberapa data setelah tarif impor mengalami peningkatan yaitu pada tahun 2005-2006 belum tersedia. Sehingga penelitian ini belum dapat melihat dampak peningkatan tarif impor terhadap volume impor keramik. Penelitian ini belum bisa merepresentasikan semua jenis keramik yang ada diindustri keramik, namun penelitian ini hanya ingin memberikan gambaran secara umum mengenai kondisi impor keramik di Indonesia saat ini.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Tinjauan Komoditas Keramik Keramik merupakan suatu komoditas yang dibutuhkan dan harus dipenuhi oleh manusia untuk melengkapi kebutuhan papan (tempat tinggal) mulai dari penggunaan untuk lantai dan dinding, genteng/atap, saniter, hingga peralatan rumah tangga. Keramik memiliki peranan yang penting dalam kehidupan manusia sehari-hari selain dibutuhkan sebagai perlengkapan dan peralatan/perkakas rumah tangga keramik juga berperan sebagai aktivitas ekonomi. Keramik lantai/ubin dan dinding terdiri dari lima jenis mulai dari yang paling sederhana dan banyak digunakan hingga yang rumit proses pembuatannya. Lima jenis keramik tersebut antara lain adalah : 1. Keramik ubin dan dinding putih polos ukuran 30 cm x 30 cm. 2. Keramik ubin dan dinding dengan motif. Kedua jenis keramik itu melewati proses pengglazuran atau merupakan jenis keramik glazur. 3. Granito yaitu jenis keramik yang tidak diglazur atau bertekstur kasar. 4. Marmer. 5. Batu Granit. Dimana marmer dan batu granit berasal dari potongan-potongan batu yang terdapat di pegunungan (ASAKI, 2007).
12
Keramik dinding diproduksi karena didasarkan pada sifat durabilitas yaitu kemampuan keramik untuk melapisi dinding dari bahaya lumut karena terkena air terus-menerus (di kamar mandi), sehingga dengan dilapisi oleh keramik dinding maka dinding akan lebih tahan lama dan mudah dibersihkan (ASAKI, 2007). Keramik saniter diproduksi karena memiliki sifat untuk mengontrol proses pembilasan. Dengan produk saniter dari keramik manusia dapat menghemat penggunaan air, contohnya untuk kloset duduk yang disertai dengan alat pembilasan yang jauh lebih menghemat air daripada kloset dari semen biasa yang lebih banyak menggunakan air dalam pembilasan (ASAKI, 2007). Produk-produk keramik saniter antara lain yaitu : bak cuci keramik; baskom cuci; alas baskom cuci; bak mandi; bidet; bejana; kloset; bak pembilasan; tempat buang air kecil (urinals); dan perlengkapan sanitasi lainnya (Buku Tarif Bea Masuk Indonesia). Keramik pecah-belah/peralatan rumah tangga (tableware) yaitu peralatan rumah tangga yang terbuat dari keramik. Terdiri dari bermacam-macam jenis mulai dari gelas/mug; piring; mangkok hingga gabungan dari ketiganya seperti satu set peralatan makan (ASAKI, 2007). 2.2. Hasil Penelitian Terdahulu Hapsari
(2007),
melakukan
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi volume impor gula Indonesia. Dalam menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor, peneliti menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan analisis regresi linear berganda dan model Double Log. Variabel yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor gula adalah produksi gula domestik, populasi, harga gula domestik, nilai tukar,
13
dummy tarif impor. Dari hasil penelitiannya menunjukan bahwa populasi dan harga gula domestik mempunyai hubungan positif dengan volume impor gula, sedangkan variabel produksi gula domestik, nilai tukar, dan dummy tarif impor berpengaruh negatif terhadap volume impor gula. Penelitian tentang impor yang dilakukan oleh Komarudin (2005), yaitu menganalisis permintaan impor buah apel di Indonesia. Selain menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor buah apel, Komarudin juga menganalisis tentang trend/pola impor, harga impor, dan nilai tukar rupiah dari beberapa negara yang diamati. Pemilihan negara-negara tersebut didasarkan pada negara terbesar yang mengekspor apel ke Indonesia. Dalam menguji faktor-faktor yang mempengaruhi impor apel Indonesia, variabel-variabel yang diduga mempengaruhi impornya adalah harga impor buah apel, nilai tukar rupiah, PDB Indonesia, serta volume impor buah apel dari beberapa negara yang diamati. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi impor digunakan analisis regresi data panel model cross sectionally correlated and time wise autoregressive. Dari hasil penelitiannya menunjukan bahwa faktor-faktor yang berpengaruh nyata terhadap permintaan impor yaitu harga impor, lag permintaan impor (dalam selang kepercayaan 95 persen) sedangkan PDB dan nilai tukar rupiah tidak berpengaruh nyata terhadap volume impor apel. Rahmawati (2005), melakukan penelitian tentang bagaimana dampak kebijakan tarif impor gula serta variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor gula. Dalam menganalisis variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor digunakan model Regresi Linier Berganda dengan metode Ordinary Least
14
Square (OLS). Variabel-variabel yang diduga mempengaruhi impor gula adalah produksi gula domestik, konsumsi gula domestik, tarif impor gula, harga gula domestik, harga gula luar negeri, kurs/nilai tukar rupiah terhadap dolar, dan pendapatan nasional/GNP (Gross National Product). Hasil penelitiannya menunjukan bahwa variabel produksi dan kurs mempunyai hubungan yang negatif dengan volume impor gula, sedangkan variabel konsumsi dan tarif memiliki hubungan yang positif dengan volume impor gula. Akan tetapi variabel harga domestik, harga luar negeri, pendapatan nasional tidak berpengaruh terhadap volume impor gula dalam taraf nyata 5 persen. Situmorang (2005), melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras Indonesia. Dimana model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dan impor beras terdiri dari lima persamaan struktural yaitu, luas areal panen tanaman padi, produktivitas padi, harga gabah ditingkat petani, impor beras Indonesia dan harga impor beras Indonesia. Analisisnya menggunakan model persamaan simultan dengan metode Two Stages Least Squares (2SLS). Hasil penelitiannya menunjukan bahwa dari variabel- variabel harga impor beras, produksi beras, jumlah penduduk, nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika, dan lag impor beras, hanya variabel harga impor beras yang berpengaruh nyata terhadap impor beras Indonesia. Sedangkan penelitian tentang komoditas keramik pernah dilakukan oleh Samosir (2000), mengenai Analisis Faktor-faktor Penghambat UKM Produsen
15
Eksportir (PE) dan UKM Indirect Eksportir (IE) di Subsektor Industri Keramik Dalam Melakukan Ekspor dengan studi kasus Sentra Industri Kasongan, Kabupaten Bantul, Propinsi D.I. Yogyakarta. Dalam penelitiannya Samosir menganalisis tiga permasalahan yaitu (1) bagaimana gambaran dari kegiatan ekspor yang dilaksanakan oleh UKM PE dan UKM IE, (2) aspek-aspek apa saja yang terkandung dalam gambaran kegiatan tersebut, misalnya komoditi yang dominan, negara tujuan ekspor, sistem pembayaran yang diterima dan lain sebagainya, dan (3) faktor-faktor apa saja yang menjadi permasalahan bagi UKM PE dan UKM IE dalam melakukan kegiatan ekspor. Sehingga dengan diidentifikasinya faktor-faktor penghambat tersebut, maka dapat dirumuskan kebijakan pemerintah yang dapat membantu UKM PE dan UKM IE dalam melakukan ekspor. Dari hasil penelitian bahwa kinerja ekspor UKM PE dan UKM IE dipengaruhi oleh dua faktor penghambat yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal yang cukup mempengaruhi kinerja ekspor UKM antara lain: (1) manajemen yang bersifat tradisional atau manajemen keluarga, (2) likuiditas atau modal kerja yang cenderung menurun akibat krisis ekonomi, dan (3) upah tenaga kerja yang didominasi adanya kenaikan inflasi dan kenaikan harga-harga kebutuhan pokok. Sedangkan faktor eksternal yang sangat mempengaruhi kinerja ekspor UKM adalah : (1) kenaikan suku bunga perbankan yang cukup tinggi
mengakibatkan
kelangkaan
modal tambahan
untuk
memproduksi barang, (2) kenaikan harga baku lebih dipengaruhi adanya sebagian bahan baku terutama dalam finishing masih diimpor, (3) kurangnya informasi pasar baik itu negara-negara yang menjadi orientasi pasar produk UKM maupun
16
desain produk yang belum mengikuti keinginan pasar (up to date), dan (4) kurangnya dukungan Pemerintah Daerah dan rendahnya koordinasi antar instansi terkait dalam melakukan pembinaan UKM setempat. Suhalis (1991), dalam penelitiannya yang berjudul Analisis Penawaran Ekspor Teh Hitam Indonesia dan Permintaan Impor Teh Hitam Dunia menganalisis tentang (1) penawaran ekspor teh hitam dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, (2) permintaan impor teh hitam dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, dan (3) integrasi pasar teh hitam antara pasar London dan pasar Jakarta. Dimana dalam penelitiannya untuk menganalisis permintaan impor teh hitam dan faktor-faktor yang mempengaruhinya, digunakan model regresi linear berganda dengan model Double Log. Variabel–variabel yang digunakan untuk menduga permintaan impor teh hitam adalah permintaan impor teh hitam dunia satu tahun sebelumnya dan permintaan impor teh hitam dua tahun sebelumnya, harga riil teh hitam di London yang telah dideflasi dengan domestic absorption prices, dan GNP total perkapita lima negara pengimpor utama teh hitam. Hasil penelitiannya menunjukan bahwa permintaan impor teh hitam dunia dipengaruhi oleh permintaan impor teh hitam satu tahun sebelumnya dan permintaan impor teh hitam dua tahun sebelumnya, sedangkan pengaruh faktor harga dan GNP perkapita bersifat inelastis. Bahwa dari hasil elastisitas pendapatan, kebijakan yang berkaitan dengan usaha-usaha untuk merangsang perubahan pengaruh konsumsi tidak akan efektif dalam meningkatkan volume impor teh hitam dunia.
17
Surifanni (2004), mengadakan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor kedelai dari Amerika Serikat (AS) dan aliran impor kedelai ke Indonesia serta faktor-faktor yang diduga berpengaruh terhadap aliran impor tersebut. Data yang digunakan dalam penelitiannya adalah data time series pertahun dari tahun 1983 sampai tahun 2002 dan data cross section tahun 2001. Sedangkan untuk mengolah data digunakan software Minitab13.20. Model yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan impor adalah model impor sedangkan model yang digunakan untuk menjawab permasalahan aliran impor kedelai adalah model gravity. Dimana kedua model tersebut diselesaikan dengan metode Ordinary Least Square (OLS). Perbedaan penelitian ini dengan penelitian-penelitian sebelumnya adalah komoditi yang digunakan dalam penelitian sebelumnya adalah komoditi pangan, sedangkan komoditi yang dianalisis dalam penelitian ini adalah komoditi papan (tempat tinggal) yang terbagi menjadi tiga jenis yaitu keramik lantai, keramik tableware, dan keramik saniter. Selain itu analisis impor yang dilakukan dalam penelitian ini secara umum tidak terspesifikasi untuk beberapa negara saja, melainkan untuk semua negara yang terlibat dalam perdagangan komoditas keramik. Dalam penelitian ini juga akan dicantumkan hasil percobaan kombinasi berbagai macam variabel yang digunakan untuk menduga model permintaan volume impor masing-masing jenis keramik. Akan tetapi dalam penelitian ini tetap digunakan metode OLS, hal ini karena metode tersebut mudah digunakan dan diinterpretasikan hasil regresinya serta sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan adanya penelitian ini.
18
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu ini, bahwa secara umum variabel yang digunakan untuk menduga model permintaan impor antara lain adalah produksi, harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi, nilai tukar, pendapatan baik GDP nasional maupun GDP perkapita, jumlah peduduk, dan tarif. Sedangkan untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi impor suatu komoditi digunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dengan analisis regresi linier berganda. 2.3. Ordinary Least Square (OLS) Analisis regresi adalah suatu metode yang mempelajari ketergantungan suatu variabel yang disebut sebagai variabel tak bebas (dependen)/terikat pada satu atau lebih variabel lain yaitu variabel yang menjelaskan/bebas (independen), dengan tujuan untuk memperkirakan nilai rata-rata hitung (mean) dari variabel dependen bila nilai variabel independen sudah diketahui. Dari persamaan regresi yang telah diperoleh terlebih dahulu harus dilakukan pengujian sebelumnya, untuk mengetahui apakah persamaan tersebut memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Sehingga tidak terjadi penyimpangan yang cukup besar dari asumsi-asumsi yang harus dipenuhi dalam analisis regresi. Asumsiasumsi yang harus diuji terlebih dahulu analisis regresi adalah kenormalan, multikolinearitas, heteroskedastisitas, dan autokorelasi. Gujarati (2003), menyatakan bila asumsi-asumsi tersebut dapat dipenuhi maka dengan metode OLS akan menghasilkan koefisien regresi yang memenuhi sifat-sifat BLUE, yaitu :
19
•
Best
: efisien yang berarti ragam/variannya minimum dan konsisten
yang berarti walaupun menambah jumlah sampel maka nilai estimasi yang diperoleh tidak akan berbeda jauh dari parameternya. •
Linier
•
Unbiased : tidak bias, nilai estimasi dari sampel akan mendekati nilai
: koefisien regresinya linier.
populasi. •
Estimator : penduga parameter. Untuk dapat melihat hubungan antara variabel-variabel yang akan diduga
diperlukan suatu model. Model adalah gambaran atau yang mewakili keadaan yang sebenarnya, karena model bisa digunakan untuk menyederhanakan realitas. Suatu model dikatakan baik jika dapat memenuhi kriteria yang ditetapkan, kriteria tersebut antara lain : 1. Kriteria Ekonomi Kriteria ini dilihat dari tanda-tanda koefisien yang sesuai dengan teori-teori ekonomi dan besarnya parameter. 2. Kriteria Statistik Kriteria ini menyangkut uji secara statistik (uji F, uji t, dan nilai R2) untuk mengetahui apakah nilai-nilai uji tersebut menunjukan ada tidaknya pengaruh yang signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen. 3. Kriteria Ekonometrika Kriteria ini digunakan untuk melihat apakah model menyimpang dari asumsi-asumsi seperti autokorelasi, multikolinearitas, dan heteroskedastisitas.
20
Kriteria ekonometrika didasarkan pada asumsi-asumsi dari OLS sebagai berikut (Gujarati, 2003) : a). Nilai rata-rata dari unsur gangguan sama dengan nol, yaitu E(ui) = 0 untuk i = 1,2,3,…,n. b). Varian dari ui adalah konstan/homoskedastisitas, yaitu E(u2i) = σ2. c). Tidak ada autokorelasi dalam gangguan. d). Variabel yang menjelaskan adalah nonstokastik yaitu tetap dalam sampel yang terulang, atau jika stokastik maka didistribusikan secara independen dari gangguan ui. e). Tidak ada multikolinearitas diantara variabel yang menjelaskan. f). Unsur gangguan didistribusikan secara normal dengan rata-rata nol dan varian σ2. Dengan dipenuhinya asumsi-asumsi tersebut maka koefisien yang diperoleh merupakan penduga linier terbaik yang memiliki sifat BLUE.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Teori Perdagangan Internasional Ekonomi internasional adalah ilmu yang mempelajari dan menganalisis tentang transaksi dan permasalahan ekonomi internasional baik ekspor maupun impor, perdagangan dan keuangan/moneter, serta organisasi (baik swasta maupun pemerintah) dan kerjasama ekonomi antar negara. Permasalahan pokok yang dipelajari dan dianalisis dalam ekonomi internasional yaitu masalah kelangkaan komoditi dan masalah pilihan komoditi. Komoditi/produk yang dimaksud adalah barang dan jasa serta ide yang dibutuhkan dan dihasilkan atau diolah oleh manusia. Masalah tersebut muncul karena adanya permintaan akan kebutuhan dan keinginan manusia yang sifatnya tidak terbatas dan penawaran dari sumberdaya yang sifatnya terbatas (Hady, 2004). Permasalahan tersebut menjadi bersifat internasional jika ada permintaan dari dalam maupun luar negeri begitu juga halnya dengan penawaran. Ekonomi internasional menjadi semakin penting saat ini karena persaingan antar negara semakin ketat dalam meningkatkan produktivitas, efisiensi, serta efektivitas yang optimal. Pengertian perdagangan internasional secara sederhana menurut kamus ekonomi yaitu perdagangan yang terjadi antara dua negara atau lebih. Perdagangan luar negeri merupakan aspek penting bagi perekonomian suatu negara. Perdagangan internasional menjadi semakin penting tidak hanya dalam
22
pembangunan negara yang berorientasi keluar akan tetapi juga dalam mencari pasar di negara lain bagi hasil-hasil produksi di dalam negeri serta pengadaan barang-barang modal guna mendukung perkembangan industri di dalam negeri. Teori perdagangan internasional mulai muncul sejak abad ke 17 dan 18 dimana pada saat itu dikenal sebagai era merkantilisme. Setelah itu muncul pemikiran Adam Smith yang menyatakan bahwa perdagangan dua negara didasarkan pada keunggulan absolut. Dimana kedua negara tersebut dapat memperoleh keuntungan dengan cara setiap negara melakukan spesialisasi dalam memproduksi komoditi yang memiliki keunggulan absolut, dan menukarkan komoditi lain yang mempunyai kerugian absolut sehingga setiap negara dapat memperoleh keuntungan. Setelah teori Adam Smith lahirlah hukum keunggulan komparatif David Ricardo. Hukum keunggulan komparatif menyatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan yang menguntungkan dua negara (Salvatore, 1997). Hukum keunggulan komparatif inilah yang menjadi dasar bagi suatu negara untuk saling menukarkan komoditi melalui ekspor dan impor. Perdagangan luar negeri juga dilatarbelakangi karena adanya perbedaan antar negara. Setiap negara memiliki perbedaan dengan negara lainnya, perbedaan tersebut meliputi SDA, iklim, letak geografis, penduduk, keahlian penduduk dan tenaga kerja (SDM), tingkat harga, keadaan ekonomi serta keadaan sosial (Amir, 1984). Selain itu faktor teknologi dan modal juga melatarbelakangi terjadinya perdagangan luar negeri. Sehingga dari perbedaan tersebut suatu negara dapat
23
memiliki keunggulan dalam menghasilkan suatu komoditi tertentu dibandingkan dengan negara lain. Keunggulan suatu negara dalam memproduksi suatu komoditi karena faktor alam maka negara tersebut memiliki keunggulan mutlak (absolute advantage). Akan tetapi jika suatu negara dapat memproduksi suatu jenis barang dengan kualitas yang lebih baik serta biaya yang lebih murah karena ketepatan dalam mengkombinasikan berbagai macam faktor produksi yang tersedia (alam, tenaga kerja, dan modal) maka negara tersebut memiliki keunggulan dalam perbandingan biaya (memiliki produktivitas tinggi) (comparative advantage), (Amir, 1984). Tabel 4. Keunggulan Absolut. Komoditi Gandum (ton/ha) Padi (ton/ha)
Negara A 6 4
Negara B 1 5
Sumber : Salvatore, 1997.
Dari tabel diatas menunjukan bahwa negara A memiliki keunggulan absolut dalam menghasilkan gandum, sedangkan negara B memilki keunggulan absolut dalam menghasilkan padi. Sehingga adanya perdagangan akan menyebabkan negara A berspesialisasi dalam menghasilkan gandum, sedangkan negara B akan berspesialisasi dalam menghasilkan padi. Salvatore (1997), menuliskan bahwa hukum keunggulan komparatif, David Ricardo menyatakan bahwa meskipun salah satu negara kurang efisien dibanding negara lain dalam memproduksi kedua komoditi, masih terdapat dasar dilakukannya perdagangan yang menguntungkan kedua negara (sepanjang proporsi kerugian absolut pada kedua komoditi tersebut tidak sama). Tabel 5 dibawah menggambarkan cara kerja keunggulan komparatif.
24
Tabel 5. Keunggulan Komparatif. Komoditi Gandum (ton/ha) Padi (ton/ha)
Negara A 6 4
Negara B 1 2
Sumber : Salvatore, 1997.
Negara A memiliki keunggulan absolut lebih besar baik untuk gandum maupun padi dibandingkan negara B. akan tetapi masih memungkinkan terjadinya perdagangan, dimana negara A dan B sama-sama memperoleh keuntungan. Jika negara A ingin menukarkan 1 ton gandum dengan negara B, maka negara A harus mengorbankan 0.6 ton padi. Sedangkan jika negara A ingin menukarkan 1 ton padi dengan negara B, maka maka negara A harus mengorbankan 1.5 ton padi. Jika negara B ingin menukarkan 1 ton gandum dengan negara A, maka negara B harus mengorbankan 2 ton padi. Sedangkan jika negara B ingin menukarkan 1 ton padi dengan negara A, maka maka negara A harus mengorbankan 0.5 ton gandum. Maka, dari adanya perdagangan negara A akan menukarkan gandum untuk mendapatkan padi dan berspesialisasi dalam menghasilkan gandum. Sedangkan negara B akan menukarkan padi untuk mendapatkan gandum dan berspesialisasi dalam menghasilkan padi. Dalam hal ini perdagangan dapat tetap terjadi dengan mempertimbangkan opportunity cost (biaya yang harus dikorbankan). Panel A pada Gambar 1 dibawah ini, menggambarkan penawaran dan permintaan komoditi X di negara A. Tanpa adanya perdagangan, pada harga PA negara A akan produksi dan konsumsi di QA. Panel C menggambarkan penawaran dan permintaan komoditi X di negara B. Tanpa adanya perdagangan, pada harga PB negara B akan produksi dan konsumsi di QB. Sedangkan panel B
25
menggambarkan perdagangan internasional komoditi X, dimana negara A akan mengekspor komoditi X ke negara B bila harga domestik (sebelum perdagangan) komoditi X di negara B lebih tinggi daripada harga domestik (sebelum perdagangan) komoditi X di negara A. PX
Negara A
PX SA
Perdagangan Internasional PX
PB ’
PC Ekspor
PD
PA
PA ’
S
Negara B
SB
PB PC
D
Impor
DB
DA 0
QA
QX
A
0
QD
QX
B
0
QB
QX
C
Sumber : Salvatore, 1997.
Gambar 1. Mekanisme Terjadinya Perdagangan Internasional. Pada PA negara A tidak akan mengekspor komoditi X, sehingga pada panel B menghasilkan titik PA’. Begitu juga halnya dengan negara B yang tidak akan mengimpor komoditi X pada PB sehingga menghasilkan titik PB’ pada panel B. Andaikan terjadi suatu harga tertentu yaitu PC maka negara A akan meningkatkan produksi, sementara konsumsi menurun akibat peningkatan harga. Hal ini menyebabkan terjadinya Excess Supply (ES) di negara A, yang pada akhirnya ES tersebut akan diekspor ke negara yang mengalami Excess Demand (ED), yaitu negara B. Sementara di negara B pada harga PC, negara B akan mengurangi produksi, sedangkan konsumsi akan meningkat karena penurunan harga. Sehingga menyebabkan ED di negara B yang akan dipenuhi dengan mengimpor dari negara A. Pertemuan antara ES negara A dengan ED di negara B akan menghasilkan harga keseimbangan di pasar internasional untuk komoditi X, yaitu PD. Harga
26
inilah yang akan menjadi dasar bagi negara A dan negara B untuk saling menukarkan komoditi. 3.1.2. Teori Permintaan Permintaan adalah jumlah barang ekonomi yang akan dibeli pada harga tertentu, pada saat tertentu, dipasar tertentu. Jadwal permintaan menunjukan jumlah barang ekonomi yang akan dibeli pada semua harga yang mungkin terjadi disaat tertentu di pasar. Permintaan dalam perekonomian sangat dipengaruhi oleh preferensi konsumen/pilihan masing-masing pembeli yang bebas, berdasarkan persepsi mereka mengenai harga (Ismanthono, 2006). Permintaan selalu didasari kemauan dan kemampuan untuk membeli suatu produk tidak semata-mata karena keinginan/kebutuhan atas produk tersebut (Pass dan Lowes, 1994). Jumlah yang diminta untuk suatu komoditi adalah jumlah komoditi total yang ingin dibeli oleh semua rumah tangga (RT) (Lipsey, 1995). Terdapat tiga hal penting dalam konsep kuantitas yang diminta pertama, jumlah yang diminta merupakan kuantitas yang dinginkan. Dalam hal ini, menunjukan berapa banyak jumlah yang ingin dibeli oleh RT berdasarkan harga komoditi itu, harga komoditi lainnya, penghasilan masing-masing RT, selera, dan sebagainya. Kedua adalah bahwa apa yang dinginkan merupakan permintaan efektif yang berarti menunjukan berapa banyak orang yang bersedia untuk membelinya pada harga yang harus mereka bayar untuk komoditi tersebut. Terakhir adalah kuantitas yang diminta merupakan arus pembelian yang terjadi secara terus menerus. Dalam Lipsey (1995), faktor-faktor yang menentukan jumlah kuantitas yang diminta adalah harga komoditi itu sendiri, harga komoditi substitusi dan
27
komplementernya, rata-rata penghasilan RT, distribusi pendapatan, selera, dan populasi. Permintaan pada dasarnya merupakan hubungan menyeluruh antara kuantitas/jumlah komoditi tertentu yang akan dibeli konsumen selama periode waktu tertentu, dengan harga komoditi tersebut. Dalam permintaan terjadi hubungan multivariate yaitu hubungan antara beberapa variabel (harga, pendapatan, distribusi pendapatan, selera, dan populasi) yang mempengaruhi satu variabel tunggal (misalkan jumlah yang diminta). Untuk mengetahui pengaruh variabel tersebut satu persatu pada saat tertentu, kita harus mempertahankan semua variabel konstan (cateris paribus), kecuali satu variabel yang ingin kita ketahui pengaruhnya terhadap jumlah yang diminta. Fungsi permintaan suatu komoditi terdiri dari variabel jumlah komoditi yang diminta, harga komoditi tersebut, harga komoditi lain (substitusi), pendapatan, dan selera konsumen. Harga komoditi itu sendiri dan harga barang komplementernya memiliki hubungan yang negatif dengan jumlah komoditi yang ingin diminta (cateris paribus), artinya semakin tinggi harga komoditi itu sendiri dan harga barang komplementernya akan semakin sedikit jumlah komoditi yang akan diminta. Sedangkan pendapatan, harga komoditi substitusinya, jumlah penduduk, dan selera memiliki hubungan yang positif dengan jumlah komoditi yang akan diminta (cateris paribus), artinya semakin tinggi variabel-variabel tersebut akan semakin banyak jumlah komoditi yang akan diminta (Lipsey, 1995). Panel A pada Gambar 2 dibawah ini, menggambarkan pergeseran kurva permintaan yaitu perubahan permintaan karena adanya perubahan faktor lain
28
selain harga (misalnya jumlah penduduk) cateris paribus, sehingga akibat adanya peningkatan jumlah penduduk pada harga P1 akan meningkatkan jumlah komoditi yang akan diminta dari Q0 ke Q1 dan menyebabkan pergeseran kurva permintaan dari D0 ke D1. Harga
Harga
P1 P1
B
P0
A
D0 D1 Q0
Q1
A
D Kuantitas
Q0
Q1
Kuantitas
B
Sumber : Lipsey, 1995.
Gambar 2. Pergeseran dan Pergerakan Kurva Permintaan Panel B menggambarkan pergerakan di sepanjang kurva permintaan yaitu perubahan jumlah komoditi yang diminta disebabkan karena terjadinya perubahan pada harga komoditi itu sendiri. Akibat kenaikan harga pada suatu komoditi dari P0 ke P1 akan menyebabkan penurunan jumlah komoditi yang diminta dari Q0 ke Q1. Sehingga perpindahan dari titik A ke B dinamakan pergerakan disepanjang kurva permintaan. 3.1.3. Teori Impor dan Hambatan Perdagangan : Tarif Impor Impor adalah arus masuk dari sejumlah barang dan jasa ke dalam pasar sebuah negara baik untuk keperluan konsumsi ataupun sebagai barang modal atau bahan baku produksi dalam negeri. Semakin besar impor, disatu sisi baik karena menyediakan kebutuhan rakyat negara itu akan produk atau jasa tersebut, namun sisi lainnya bisa mematikan produk dan jasa sejenis dalam negeri, dan yang paling
29
mendasar menguras devisa negara yang bersangkutan (Kunarjo, 2003). Produkproduk yang akan diimpor adalah produk yang biaya produksinya di dalam negeri terlalu tinggi atau produk yang sama sekali belum dapat diproduksi didalam negeri (Amir, 1984). Perdagangan luar negeri menjadi suatu aktivitas ekonomi yang semakin penting saat ini bagi perekonomian suatu negara. Selain memproduksi sendiri, suatu negara akan memenuhi konsumsi dalam negerinya dengan cara impor. Impor dilakukan apabila suatu komoditi tidak diproduksi di dalam negeri atau terjadi kelebihan permintaan akan komoditi tersebut di dalam negeri. Harga suatu komoditi sangat mempengaruhi kebijaksanaan suatu negara untuk mengimpor atau mengekspor suatu komoditi. Negara-negara mengimpor komoditi yang harga dunianya lebih rendah daripada harga yang berlaku di dalam negeri (jika tidak terdapat perdagangan luar negeri). Dalam perdagangan internasional, perdagangan yang terjadi antar negaranegara yang terlibat tidak bebas begitu saja, akan tetapi memiliki hambatanhambatan terhadap berlangsungnya perdagangan internasional secara bebas. Hambatan-hambatan tersebut berkaitan dengan praktek dan kepentingan perdagangan dari masing-masing negara, sehingga terkadang disebut sebagai kebijakan perdagangan (trade policy). Bentuk hambatan perdagangan yang paling penting adalah tarif (tariff). Tarif adalah pajak atau cukai yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diperdagangkan lintas-batas teritorial (Salvatore, 1997). Tarif merupakan bentuk kebijakan yang sudah lama digunakan sebagai sumber penerimaan bagi pemerintah. Tarif digunakan untuk memproteksi produsen dalam
30
negeri dari persaingan dengan produsen luar negeri dan meningkatkan penerimaan pemerintah. Ditinjau dari aspek asal komoditi, tarif dibedakan menjadi tarif impor dan tarif ekspor. Tarif impor adalah pajak yang dikenakan untuk setiap komoditi yang diimpor dari negara lain. Sedangkan tarif ekspor adalah pajak yang dikenakan untuk suatu komoditi yang diekspor. Ditinjau dari mekanisme penghitungannya, tarif dibedakan menjadi tarif spesifik, tarif ad-valorem, dan tarif gabungan. Tarif spesifik adalah pajak yang dikenakan sebagai beban tetap bagi setiap unit barang yang akan diimpor (misalkan tarif yang dikenakan sebesar Rp 1200 untuk setiap Kg produk keramik tableware). Tarif ad-valorem adalah pajak yang dikenakan berdasarkan angka persentase tertentu dari nilai barang-barang yang diimpor (negara mengenakan tarif sebesar 20 persen atas harga dari setiap unit keramik yang diimpor). Sedangkan tarif campuran adalah pengenaan pajak yang diperoleh dari penggabungan tarif spesifik dan tarif ad-valorem, artinya setiap harga produk keramik dikenakan 20 persen juga untuk setiap volume dikenakan lagi tarif sebesar Rp 1200 (Salvatore, 1997).
SX
PX I
P1 P2 K PW A
H F B
G C
D
E DX
0
Q2
Q4 Q1
Sumber : Salvatore, 1997.
Q5
Q3
QX
Gambar 3. Mekanisme Impor dan Pemberlakuan Tarif.
31
Gambar diatas merupakan kurva permintaan dan penawaran terhadap komoditi X di suatu negara. Tanpa perdagangan bebas harga komoditi X adalah P1 dengan produksi dan konsumsi di Q1. Sementara itu pada perdagangan internasional dengan harga PW yang lebih rendah dari pada harga di daldam negeri. Maka konsumsi meningkat dari Q1 ke Q3 karena harga yang lebih murah, sedangkan produksi menurun menjadi Q2 akibat berkurangnya insentif produsen karena harga yang rendah. Sehingga jarak dari Q3 ke Q2 menggambarkan adanya excess demand di negara tersebut, yang harus dipenuhi dari impor komoditi X dari negara lain. Kemudian untuk membatasi impor, pemerintah negara tersebut mengenakan tarif untuk komoditi X sebesar α persen. Sehingga menyebabkan harga komoditi X menjadi lebih mahal yaitu dari PW ke P2 (P1 + tarif α persen) dan menurunkan konsumsi dari Q3 ke Q5. Namun adanya tarif justru meningkatkan produksi di dalam negeri dari Q2 ke Q4. Dari gambar diatas kita dapat menyimpulkan bahwa dampak tarif terhadap produsen yaitu adanya keuntungan yang diterima produsen dalam negeri sebesar KFHI pada saat menghadapi persaingan impor. Hal ini karena tarif merupakan pajak yang dikenakan terhadap barang-barang produksi luar negeri. Semakin besar tarif yang dikenakan pada produk impor akan semakin tinggi harga yang harus dibayar oleh konsumen. Pada akhirnya konsumen akan beralih untuk membeli produk-produk dalam negeri. Dampak tarif terhadap konsumen yaitu adanya dua pilihan bagi konsumen, yaitu harus membayar dengan harga yang lebih tinggi atau membeli barang
32
dengan jumlah yang lebih sedikit (Lindert dan Kindleberger, 1995). Akibat pengenaan tarif impor yang meningkatkan harga komoditi sehingga surplus konsumen berkurang menjadi ABFK. Lalu dampak tarif bagi pemerintah yaitu bertambahnya penerimaan pemerintah untuk membiayai proyek-proyek pembangunan dan proyek-proyek sosial yang bermanfaat (Lindert dan Kindleberger, 1995) sebesar CDGF. Akan tetapi diberlakukannya tarif impor juga menimbulkan kerugian bagi negara yaitu hilangnya surplus atau keuntungan yang seharusnya kita peroleh dari adanya perdagangan yaitu sebesar segitiga CBF dan DEG. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Perdagangan komoditas keramik di Indonesia terdiri dari produk keramik yang dihasilkan di dalam negeri (domestik) dan produk keramik yang diimpor dari negara lain. Pada penelitian ini hanya akan dianalisis tiga jenis keramik, yaitu keramik lantai, keramik saniter, dan keramik tableware. Hal yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah permasalahan yang saat ini dihadapi industri keramik Indonesia yaitu serbuan keramik impor baik yang legal maupun yang ilegal. Dari permasalahan impor keramik yang semakin meningkat tersebut akan dianalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap peningkatan volume impor tersebut dan keragaan
(aspek-aspek) yang terdapat dalam kegiatan impor
komoditas keramik di Indonesia untuk masing-masing jenis keramik. Dua hal tersebut perlu untuk dianalisis karena faktor-faktor yang mempengaruhi impor dan aspek-aspek impor merupakan suatu hal yang penting jika kita ingin melakukan analisis tentang impor suatu komoditi.
33
Faktor-faktor yang diduga dapat mempengaruhi impor diantaranya adalah produksi masing-masing jenis keramik domestik, harga domestik masing-masing jenis keramik, harga impor masing-masing jenis keramik, nilai tukar, Produk Domestik Bruto (PDB/GDP), dan dummy yaitu kondisi sebelum dan pada saat terjadinya krisis ekonomi. Dimana untuk menduga model volume impor digunakan analisis regresi linear berganda. Sementara keragaan kegiatan impor komoditas keramik meliputi negaranegara yang memasok keramik ke Indonesia; komoditi keramik impor yang paling besar; penguasaan pasar produk keramik impor; harga produk keramik impor; persaingan antar produsen keramik domestik dan produsen luar negeri; dan juga bahan baku keramik di Indonesia serta produksi industri keramik dalam negeri. Diharapkan dengan hasil analisis tersebut kita dapat mengungkapkan hal-hal yang lebih dalam mengenai impor komoditas keramik serta dapat dijadikan masukan bagi pemerintah maupun memberikan gambaran mengenai kondisi industri keramik Indonesia dimasa yang akan datang khususnya dalam menghadapi persaingan global. Selain itu dengan penelitian ini dapat diketahui apakah perilaku komoditas keramik Indonesia sesuai dengan teori ekonomi.
34
Perdagangan Komoditas Keramik di Indonesia (Keramik Lantai, Keramik Tableware, dan Keramik Saniter
Impor
Produksi Domestik
Keragaan Kegiatan Impor Komoditas Keramik di Indonesia 1. Kegiatan impor komoditas keramik. 2. Negara-negara pemasok keramik. 3. Perkembangan impor komoditas keramik dari beberapa aspek, yaitu aspek pasar, harga, persaingan, bahan baku, dan produksi.
Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor 1. Produksi keramik domestik 2. Harga keramik domestik 3. Harga keramik impor 4. Nilai tukar rupiah 5. Produk Domestik Bruto (PDB) 6. Dummy (sebelum krisis dan pada saat krisis)
Implikasi Kebijakan Industri Keramik Indonesia Gambar 4. Kerangka Pemikiran Operasional
Keterangan :
: tidak termasuk ruang lingkup analisis penelitian.
35
3.3. Hipotesis Hipotesis sementara yang digunakan dalam menentukan variabel-variabel yang mempengaruhi volume impor komoditas keramik Indonesia, adalah : 1. Produksi keramik domestik memiliki hubungan negatif dengan volume impor yang berarti semakin besar produksi keramik (cateris paribus) didalam negeri maka akan semakin kecil volume impor. 2. Harga keramik domestik memiliki hubungan positif dengan volume impor, artinya meningkatnya harga keramik didalam negeri akan meningkatkan volume impor keramik. Hal ini disebabkan ketika harga keramik didalam negeri meningkat (cateris paribus) konsumen akan beralih membeli produk keramik impor yang harganya lebih murah. 3. Harga keramik luar negeri memiliki hubungan negatif dengan volume impor, artinya meningkatnya harga keramik diluar negeri (impor) maka akan semakin kecil volume impor. Hal ini disebabkan ketika harga keramik diluar negeri meningkat (cateris paribus) konsumen akan beralih membeli produk keramik buatan dalam negeri yang harganya lebih murah. 4. Kurs (nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing) memiliki hubungan negatif dengan volume impor. Semakin tinggi nilai tukar rupiah terhadap mata uang asing maka volume impor akan semakin kecil. Terdepresiasinya mata uang domestik terhadap mata uang asing akan menyebabkan naiknya harga produk keramik diluar negeri terkait dengan nilai tukar domestik, sehingga konsumen akan beralih membeli produk keramik buatan dalam negeri.
36
5. PDB (Produk Domestik Bruto) Indonesia memiliki hubungan positif dengan volume impor, artinya semakin besar nilai pendapatan nasional Indonesia akan semakin besar volume impor. 6. Variabel dummy (sebelum dan pada saat krisis ekonomi) memiliki hubungan negatif dengan volume impor. Dummy bernilai 0 berarti sebelum krisis, sedangkan dummy bernilai 1 berarti pada saat terjadinya krisis. Pada saat dummy bernilai 1 (pada masa krisis) dari sisi konsumen (permintaan impor) maka volume impor akan menurun. Hal ini disebabkan pada masa krisis ekonomi, daya beli konsumen dalam negeri menurun. Akan tetapi dari sisi produsen keramik, munculnya beberapa permasalahan yang pada krisis ekonomi telah memicu masuknya produk keramik impor dari berbagai negara produsen keramik didunia ke pasar keramik dalam negeri. 3.4. Batasan Operasional Variabel 1. Komoditas keramik terdiri dari tiga jenis yaitu keramik lantai, keramik tableware, dan keramik saniter. 2. Volume Impor (VI) adalah jumlah kuantitas masing-masing jenis keramik (dalam satuan Kg) yang berasal dari negara lain untuk diperjualbelikan di Indonesia. 3. Produksi keramik (Q) adalah jumlah kuantitas masing-masing jenis keramik (dalam satuan M2 untuk keramik lantai dan dalam satuan Kg untuk keramik tableware dan saniter) yang diproduksi atau dihasilkan oleh industri keramik Indonesia.
37
4. Harga keramik domestik (PD) adalah harga jual masing-masing jenis keramik dipasar Indonesia (dalam satuan Rp/M2 untuk keramik lantai dan dalam satuan Rp/Kg untuk keramik tableware dan saniter). 5. Harga keramik impor (PI) adalah harga masing-masing jenis keramik yang didatangkan dari luar negeri untuk diperjualbelikan di pasar Indonesia (dalam satuan Rp/Kg untuk ketiga jenis keramik). 6. Kurs riil/nilai tukar rupiah terhadap dolar (ER) yang mewakili mata uang asing (negara lain) dengan tahun dasar 1993=100 (dalam satuan Rp/US$). 7. GDP atau PDB (Produk Domestik Bruto) riil adalah pendapatan nasional yang mewakili pendapatan masyarakat Indonesia sebagai negara pengimpor berdasarkan harga konstan tahun 1993 (dalam satuan miliar rupiah). 8. Dummy merupakan variabel pembeda antara periode sebelum terjadinya krisis ekonomi yaitu sebelum tahun 1998 dan periode pada saat krisis ekonomi mulai dan sedang terjadi (tahun 1998) hingga tahun 2004.
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder deret waktu (time series) yang berasal dari beberapa lembaga diantaranya Badan Pusat Statistik (BPS), Departemen Perindustrian, Departemen Perdagangan, Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia (ASAKI), Bank Indonesia (BI), serta literaturliteratur dari Perpustakaan LSI-IPB, media elektronik maupun media cetak yang relevan dengan permasalahan penelitian ini. Data sekunder time series yang digunakan adalah data periode tahunan dalam kurun waktu tahun 1990-2004. Data-data tersebut meliputi data impor keramik baik volume maupun nilai impor (Depdag dan ASAKI); produksi keramik (BPS dan ASAKI); harga domestik dan harga luar negeri keramik; PDB dan nilai tukar (BI); serta variabel dummy yaitu kondisi sebelum krisis ekonomi dan pada saat terjadi krisis ekonomi. 4.2. Metode Pengolahan dan Analisis Data Analisis data dilakukan secara deskriptif yaitu analisis kuantitatif dengan melihat pengaruh variabel-variabel yang saling berhubungan serta analisis kualitatif dengan memberikan gambaran dari hasil penelitian. Metode yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi impor keramik adalah metode Ordinary Least Square (OLS) dengan alat analisis Regresi Linear Berganda.
Model
yang
digunakan
untuk
menduga
faktor-faktor
yang
39
mempengaruhi volume impor adalah model dengan fungsi Double Log. Penggunaan model dengan fungsi Double Log didasarkan karena beragamnya satuan dari masing-masing variabel yang digunakan untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor keramik. Sehingga dengan model Double Log diasumsikan elastisitas setiap variabel konstan (Ananta, 1987). Untuk mendapatkan hasil estimasi digunakan software E-Views 4.1 . 4.2.1. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Indonesia. Setelah
mempelajari
bagaimana
proses
terjadinya
perdagangan
internasional, teori permintaan serta teori impor, maka dapat diketahui faktorfaktor apa saja yang dapat mempengaruhi volume impor suatu komoditi serta mekanisme impor tersebut. Dimana untuk melihat faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap volume impor keramik digunakan analisis regresi berganda dengan metode OLS. Metode OLS dipilih untuk meramalkan model karena mudah digunakan dan dideskripsikan hasil regresinya serta sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini. Metode ini juga lebih sederhana jika dibandingkan dengan metode lain. Variabel dependen (tak bebas/endogen) dalam model ini adalah volume impor keramik Indonesia (VI). Sedangkan variabel independen (bebas/eksogen) dalam model ini adalah produksi domestik (Q), harga domestik (PD), harga luar negeri (PI), kurs (ER), Produk Domestik Bruto (PDB/GDP) Indonesia, dan dummy untuk membedakan periode sebelum dan pada saat terjadinya krisis ekonomi. Penelitian ini menggunakan model yang pernah digunakan oleh
40
Rahmawati (2006) dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor gula. Dimana dalam menduga faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor gula Rahmawati menggunakan variabel produksi gula domestik (ribu ton); konsumsi gula domestik (ribu ton); tarif impor gula (%); harga gula domestik (Rp/kg); harga gula luar negeri (US$/ton); kurs/nilai tukar rupiah terhadap dolar (Rp/US$); pendapatan nasional/GNP (milyar rupiah); Dalam penelitian ini variabel GNP digantikan dengan PDB (GDP) Indonesia dan ditambah variabel dummy karena ingin mengetahui bagaimana dampak krisis ekonomi terhadap volume impor. Berdasarkan penjelasan sebelumnya maka model yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah persamaan 4.1 atau VI t = β0 Qt β1 PDt β2 PIt β3 ERt β4 GDPt β5 β6 dummy ut Jika diubah kedalam bentuk logaritma, persamaan tersebut dapat ditulis menjadi : LnVIt = Lnβ0 + β1LnQ t + β2LnPD t + β3LnPI t + β4LnER t + β5LnGDP t +
β6Dummy + ut ………………………………………………… …………(4.1) Dimana : LnVI t
=
Volume impor keramik untuk semua jenis keramik (%).
LnQ t
=
Produksi keramik domestik (%) : keramik lantai; keramik tableware; dan keramik saniter.
LnPD t =
Harga keramik domestik (%) : keramik lantai; keramik tableware; dan keramik saniter.
LnPI t
=
Harga keramik luar negeri/impor untuk semua jenis keramik (%).
LnER t
=
Kurs/nilai tukar rupiah terhadap dolar (%).
LnGDPt =
Pendapatan nasional/PDB (%).
41
Dummy
= Variabel pembeda sebelum dan pada saat krisis. Hanya dalam persamaan keramik saniter. = Unsur gangguan/error.
ut
β0 , β1, β2 , β3 , β4 , β5 , dan β6 = Koefisien yang menunjukan respon volume impor terhadap perubahan variabel-variabel bebas. Dengan nilai yang diharapkan : β1, β3 , β4 dan β6 < 0 ; β2 dan β5 > 0. 4.2.2. Pengujian Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Indonesia. Agar hasil regresi dapat menjadi suatu model yang baik, dilakukan pengujian-pengujian terlebih dahulu. Pengujian tersebut adalah pengujian secara statistik dan ekonometrika. Uji Statistik 1. Uji F Uji F digunakan untuk melihat pengaruh variabel bebas terhadap variabel tak bebas secara keseluruhan atau uji hipotesis bagi koefisien regresi secara serentak. Atau uji ini menunjukan apakah sekelompok variabel secara bersamaan berpengaruh terhadap variabel terikat. Jika nilai F yang diperoleh (F-hitung) signifikan berarti semua variabel yang digunakan dalam menduga model secara bersamaan mempunyai pengaruh terhadap variabel terikat (Ananta, 1987). Hipotesis : H0 : β1 = β2 = β3 = β4 = β5 = β6 = 0 H1 : minimal ada satu βi ≠ 0
42
Kriteria pengujiannya sebagi berikut : Probability F-statistic > taraf nyata (α) : Tolak H0 Probability F-statistic < taraf nyata (α) : Terima H0 Jika H0 ditolak (nilai F yang diperoleh signifikan) maka variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas begitu juga sebaliknya jika H0 diterima maka variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. 2. Uji Koefisien Determinasi (R2) Untuk melihat apakah model baik untuk digunakan ukuran ‘kebaikan suai’ (goodness of fit = R2). Koefisien R2 menyatakan seberapa besar keragaman yang dapat diterangkan oleh variabel bebas dalam model terhadap variabel tak bebas dan mengukur seberapa kuat variabel dalam model dapat menjelaskan model. Nilai besaran R2 memiliki batas antara 0 dan 1 (Gujarati, 2003). Jika R2 besar maka model yang digunakan cukup baik, jika R2 kecil bukan berarti model tidak baik tetapi ada variabel lain diluar persamaan yang berpengaruh terhadap variabel tak bebas. 3. Uji t Uji ini digunakan untuk suatu hipotesis yang telah dijelaskan sebelumnya dan untuk mengetahui apakah koefisien yang digunakan setiap variabel berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas. Statistik t menunjukan peran tiap variabel secara sendirian, dikontrol oleh variabel bebas lainnya dalam persamaan yang bersangkutan dalam menerangkan variasi variabel terikat (Ananta, 1987).
43
Hipotesis : H0 : βi = 0 H1 : βi ≠ 0 Kriteria pengujiannya sebagai berikut : Probability t-statistic > taraf nyata (α) : Tolak H0 Probability t-statistic < taraf nyata (α) : Terima H0 Jika H0 ditolak maka variabel bebas yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas . Maka tanda dan besarnya koefisien mempunyai makna. Bila H0 diterima maka variabel bebas yang digunakan tidak berpengaruh nyata. Tidak ada gunanya melihat tanda dan besarnya koefisien karena sesungguhnya nilai tersebut sama dengan nol (Ananta, 1987). 4. Uji Normalitas Uji normalitas pada penelitian ini digunakan karena jumlah observasi pada penelitian ini kurang dari 30 observasi. Uji ini digunakan untuk melihat apakah error term mendekati distribusi normal. Dalam E-views 4.1 uji ini dilakukan dengan melihat nilai probabilitas Jarque-Bera. Jika nilai probabilitas tersebut lebih besar dari taraf nyata (α=10%) yang digunakan maka model OLS tidak memiliki masalah normalitas atau error term terdistribusi dengan normal. Uji Ekonometrika 1. Uji Multikolinearitas Multikolinearitas menunjukan adanya hubungan linear diantara masingmasing variabel bebas yaitu adanya korelasi yang kuat pada sesama variabel bebas (Gujarati, 2003). Uji multikolinearitas dapat juga dilakukan dengan melihat
44
koefisien korelasi antar variabel bebas yang terdapat pada matriks korelasi. Suatu model tidak mengandung gejala multikolinearitas jika nilai mutlak koefisien korelasi antar variabel bebas lebih kecil dari ⎜0,8⎜. Jika multikolinearitas terjadi sempurna akan berakibat tidak dapat ditentukannya koefisien dari variabel bebas dan standar deviasi dari koefisien dan varian akan sangat besar. Jika dari hasil uji didapatkan nilai R2 besar, F-hitung besar, dan t-hitung juga besar maka multikolinearitas tidak terjadi, atau terjadi multikolinearitas dengan derajat yang rendah. Uji
Klein
dilakukan
jika
hasil
pada
matriks
korelasi pada
uji
multikolinearitas masih terdapat nilai korelasi yang lebih tinggi dari ⏐0,8⏐. Dengan menggunakan uji Klein apabila nilai korelasi antar variabel bebas (r2) tersebut tidak melebihi nilai R-Squared (R2), maka multikolinearitasnya dapat diabaikan. Menurut Klein, multikolinearitas terjadi apabila : r2 xi, xj ≥ R2 y, x1, x2, …, xk 2. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas terjadi jika nilai varian dari variabel bebas/eksogen memiliki nilai yang berbeda (Gujarati, 2003). Untuk mengetahui terjadinya heteroskedastisitas dengan melihat nilai probability Obs*R-Square pada uji White Heteroscedasticity, jika nilainya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka persamaan atau model tidak memiliki heteroskedastisitas. Akan tetapi meskipun ada heteroskedastisitas, nilai dugaan berdasarkan OLS akan tetap unbiased dan konsisten tapi tidak efisien, yang berarti nilai varian lebih besar dari varian yang minimum.
45
Kiteria Pengujiannya : probability Obs*R-Square < taraf nyata (α) : Tolak H0 probability Obs*R-Square > taraf nyata (α) : Terima H0 Jika H0 ditolak maka terdapat gejala heteroskedastisitas pada model, jika H0 diterima maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas pada model. 3. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi bertujuan untuk menguji apakah hasil regresi model tidak mengandung korelasi serial diantara disturbance term. Autokorelasi adalah adanya korelasi antara error/gangguan anggota observasi (Ananta, 1987). Munculnya autokorelasi disebabkan oleh kesalahan spesifikasi misalkan terabaikanya suatu variabel penting atau bentuk persamaan/fungsi yang tidak tepat atau adanya lag (keterlambatan). Akibatnya varian yang diperoleh under estimated. Autokorelasi juga dapat dilihat dari Obs*R-Square pada BreuschGodfrey Serial Correlation LM jika nilainya lebih besar dari taraf nyata yang digunakan maka persamaan atau model tidak memiliki autokorelasi. Kriteria Pengujiannya : probability Obs*R-Square < taraf nyata (α) : Tolak H0 probability Obs*R-Square > taraf nyata (α) : Terima H0 Jika H0 ditolak maka terjadi autokorelasi (positif atau negatif) pada model, jika H0 diterima maka tidak terdapat autokorelasi pada model.
V. KERAGAAN KEGIATAN IMPOR KOMODITAS KERAMIK DI INDONESIA
5.1. Kegiatan Impor Komoditas Keramik Beberapa permasalahan yang dialami oleh para produsen dan pelaku bisnis di industri keramik Indonesia, menjadi alasan bagi para produsen untuk menjadi importir keramik daripada memproduksi keramik di dalam negeri. Permasalahan tersebut diawali dari kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) dan gas alam, rencana kenaikan tarif listrik, ancaman demonstrasi buruh, maraknya keramik ilegal dari China dengan harga yang lebih murah, hingga kebijakan pemerintah yang kurang mendukung. Permasalahan tersebut membuat para produsen memiliki
anggapan
lebih
menguntungkan
menjadi
importir
daripada
memproduksi keramik di dalam negeri. Biaya produksi keramik di Indonesia lebih besar dibandingkan dengan negara lain 1. Dari segi bahan baku, selain mengimpor produk keramik (barang jadi), Indonesia juga mengimpor bahan baku keramik meskipun beberapa jenis bahan baku tersedia didalam negeri. Produsen keramik tableware (TW) (keramik pecahbelah/peralatan rumah tangga) mengimpor bahan baku keramik dan produk keramik setengah jadi yang sudah siap pakai untuk kemudian diselesaikan (finishing) di Indonesia dan diekspor kembali (Hasil Kajian Dirjen IKAH, Dept.Perindustrian, 2003).
2
http://www.wartaekonomi.com. ”Jejak Langkah Si Penjual Keramik”. Selasa, 6 Juni 2006.
47
Dari segi harga dan pasar, maraknya produk keramik impor dalam beberapa tahun terakhir ini dinilai oleh para produsen keramik Indonesia sangat merugikan. Hal ini terjadi karena produk-produk keramik impor tersebut sudah menguasai pasar keramik domestik dengan strategi harga yang lebih murah dibandingkan produk keramik domestik. Umumnya negara-negara pemasok keramik dapat menjual dengan harga yang lebih murah karena biaya produksi di negara pemasok tersebut lebih rendah. Berdasarkan Tabel 6 (lampiran 1) menunjukan bahwa dari semua jenis produk yang dihasilkan oleh industri keramik Indonesia, ketiga jenis produk keramik yang dianalisis dalam penelitian ini merupakan produk keramik yang paling banyak diimpor. Oleh karena itu ketiga jenis produk keramik ini dijadikan objek penelitian yang diharapkan dapat mewakili industri keramik secara keseluruhan. Selain dilihat dari sisi ekspor, ketiga jenis produk keramik yang dianalisis dalam penelitian ini juga lebih banyak diekspor dibandingkan produk keramik lainnya. Maraknya produk keramik impor (keramik lantai, tableware, dan saniter) di pasar keramik dalam negeri bukan berarti ketiga jenis produk keramik tersebut tidak dapat diproduksi di dalam negeri. Dilihat dari jumlah yang diproduksi dan diekspor menunjukan bahwa maraknya impor bukan ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri. Dari ketiga jenis keramik yang dianalisis dalam penelitian ini, jenis keramik tableware (TW) adalah produk keramik yang paling banyak diimpor. Volume impor keramik TW yang lebih besar tersebut disebabkan karena produk keramik
48
TW lebih banyak jenis atau macamnya dan memiliki perbedaan harga yang cukup besar dengan produk keramik impor. Dari segi persaingan, lonjakan impor keramik ini membuat pemerintah menetapkan beberapa kebijakan untuk melindungi produsen domestik dan membatasi impor. Kebijakan pemerintah itu antara lain adalah peningkatan tarif Bea Masuk (BM), pengenaan tarif Safeguard, dan juga rencana verifikasi impor keramik di negara asal. Peningkatan impor juga dapat mengindikasikan bahwa dari segi produksi didalam negeri belum efisien, sehingga aspek produksi di industri keramik dalam negeri perlu diperbaiki. 5.2. Negara Pemasok Keramik Impor dan Komoditas Keramik Impor Utama Selain Indonesia yang memiliki industri keramik dan telah menghasilkan berbagai produk keramik berkualitas, terdapat juga beberapa negara sebagai penghasil keramik bahkan telah mengekspor keramik tersebut ke beberapa negara termasuk Indonesia. Dari beberapa negara pemasok keramik ke Indonesia, diantaranya adalah negara berkembang. Hal ini terjadi karena pendirian pabrikpabrik pembuatan keramik akan menyebabkan polusi udara sebagai sisa dalam proses produksi, dan negara maju tidak menginginkan adanya polusi udara tersebut. Hal inilah yang menjadi penyebab mayoritas pabrik keramik didirikan di negara-negara berkembang. Begitu juga halnya dengan Indonesia, untuk keramik saniter di pasar domestik terdapat 8 produsen besar (PT Surya Toto Indonesia, PT Indo American Ceramic/American Standard Indonesia, PT Inti Furin Keramindo, PT Radian Ceramika, PT Phoenix Sanitair, PT Inax Internasional, PT Pearl, PT Sarana Purna Cipta) dengan kapasitas keseluruhan mencapai 4.36 juta unit,
49
dimana kedelapan produsen tersebut berstatus PMA (Penanaman Modal Asing) (www.republika.co.id). Besarnya peluang pasar produk keramik (baik keramik lantai/ubin, TW, maupun saniter) di Indonesia, membuat Indonesia menjadi salah satu negara tujuan ekspor produk keramik dari negara-negara produsen lainnya. Pada akhirnya selain produksi lokal, terdapat juga produk-produk keramik dari negara lain yang juga mengisi pasar domestik. Secara keseluruhan untuk ketiga jenis produk keramik, China merupakan negara pemasok utama produk-produk keramik impor ke Indonesia. Dimana serbuan keramik impor China khususnya yang ilegal telah merugikan produsen dan industri keramik domestik. Berdasarkan hasil penelitian Dept. Perindustrian, bahwa produk keramik impor yang masuk ke Indonesia 90 persennya berasal dari China. Produk keramik ilegal yang masuk ke Indonesia sangat merugikan negara, karena produk-produk tersebut tidak membayar pajak yang telah ditetapkan. Berdasarkan data Bea dan Cukai China terjadi perbedaan nilai yang signifikan antara data ekspor keramik China ke Indonesia dengan data impor keramik Indonesia dari China (versi BPS). Tabel 7. Perbedaan Data Ekspor China ke Indonesia dan Data Impor Indonesia dari China. Tahun
Satuan
2003 2004 2005
US$ US$ US$
Sumber : Dept. Perindustrian, 2002.
Bea Cukai China 62500 80000 91500
BPS Indonesia 39400 55900 41300
Selisih 23100 24100 50200
50
Membanjirnya produk keramik impor mengancam industri keramik dalam negeri, karena harga beberapa produk impor lebih rendah sehingga persaingan dilihat dari segi harga bukan kualitas. Daya saing keramik domestik lemah dari segi harga, karena struktur biaya di Indonesia yang masih tinggi. Tabel 8. Negara Pemasok Utama Keramik Lantai HS 6907 dan 6908. NEGARA PEMASOK UTAMA REP.RAKYAT CINA THAILAND SPANYOL ITALIA TAIWAN HONGKONG SINGAPURA AUSTRALIA
VOLUME (Kg) 1999 65192 738476 104890 106722 6497 1267 8305 23022
2000
2001
854183 4048695 1181808 597020 276330 5280 512324 3390
7423828 1625643 1167850 668587 1443559 656593 98352 133926
2002 18134039 751205 3676763 706058 64893 325608 6285 266553
2003
2004
49671479 136189215 868591 1854918 1572337 1078025 549164 504024 12029 1540931 447003 1287110 71624 994033 134479 109405
Sumber : ASAKI, diolah.
Kondisi keramik lantai jauh lebih aman jika dibandingkan dengan keramik tableware (TW) dan keramik saniter. Dari segi kualitas produk keramik lantai lebih unggul dan tidak kalah bersaing dengan produk impor serupa. Selain itu supply dalam negeri juga tetap terjaga. Untuk keramik lantai, China masih menjadi negara pemasok terbesar diantara negara lainnya. Sama halnya dengan keramik saniter, negara-negara pemasok keramik lantai juga tidak hanya berasal dari benua Asia saja, tetapi juga dari Eropa. Meskipun impor keramik lantai dari China cukup besar, akan tetapi harga produk impor dari China masih diatas harga domestik sehingga produsen keramik lantai masih aman. Persaingan terjadi dari segi kualitas bukan harga.
51
Untuk keramik TW selain dari China, impor juga berasal dari Amerika Serikat, Australia, Hong Kong, India, Inggris, Italia, Jepang, Jerman, Malaysia, Perancis, Republik Korea, Singapura, Taiwan, dan Thailand. Tabel 9. Negara Pemasok Utama Keramik Tableware HS 6911dan 6912 . NEGARA PEMASOK UTAMA REP.RAKYAT CINA HONGKONG JEPANG SINGAPURA THAILAND
VOLUME (Kg) 1999 11664970 25436 1740 37525 3952
2000 22802445 532821 34144 257674 72546
2001 18517869 370388 34147 272936 17845
2002 35795621 354140 286146 38249 110181
2003 40522773 1174323 78817 170366 10575
2004 55818652 627377 31747 132062 46244
Sumber : ASAKI, diolah.
Dari tabel tersebut menunjukan bahwa negara yang pasokannya paling besar adalah China. Bahkan pada tahun 2002, produk impor China mencapai 97 persen dari total impor pada tahun itu dengan harga rata-rata impor US$ 400 per ton (Dept. Perindustrian, 2003). China memiliki daya saing dengan negara lain karena tersedianya bahan baku keramik dengan kualitas baik serta rendahnya tarif BM Indonesia untuk keramik TW baik untuk HS 6911 maupun HS 6912 yaitu sebesar 5 persen. Selain itu dari tabel diatas terlihat bahwa negara-negara pemasok keramik TW utama semuanya berasal dari Asia. Besarnya volume impor China disebabkan produksi keramik TW di China telah melampaui kebutuhan nasionalnya, oleh karena itu China mengekspor produk-produk keramik tersebut ke berbagai negara di dunia termasuk Indonesia. China juga membanjiri pasar dunia dengan harga yang murah. Berbeda dengan keramik lantai yang permintaannya masih cukup tinggi di negaranya (China), sehingga ekspor keramik lantai tergolong rendah.
52
Keramik TW adalah jenis keramik yang paling besar terkena dampak lonjakan impor. Berdasarkan hasil penelitian KPPI (Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia) dalam kurun waktu dari tahun 1999 sampai 2004, industri keramik TW dalam negeri menerima kerugian serius yang disebabkan kenaikan impor secara signifikan. Keramik saniter pun terkena lonjakan impor, karena prospek pasar produk saniter yang bagus di Indonesia. Tingkat konsumsi bagi masyarakat kelas atas yang masih tinggi juga masih banyaknya kebutuhan akan produk saniter bagi masyarakat kelas menengah bawah membuat industri keramik saniter menarik bagi produsen dari luar negeri untuk mengisi pasar lokal. Sama halnya dengan keramik tableware (TW), China pun menempati urutan pertama sebagai negara pemasok produk saniter ke Indonesia. China mengisi segmen pasar bagi kelas menengah bawah dan lebih mementingkan volume daripada kualitas dan nilai produk. Keramik impor China tersebut banyak yang ilegal yang berarti tidak membayar pajak, sehingga harganya lebih rendah dari produk dalam negeri yang sejenis. Komoditi utamanya yaitu keramik kloset jongkok. Tabel 10. Negara Pemasok Utama Keramik Saniter HS 6910. NEGARA PEMASOK UTAMA REP.RAKYAT CINA SINGAPURA AMERIKA SERIKAT ITALIA SPANYOL TAIWAN JEPANG
VOLUME (Kg) 1999
Sumber : ASAKI, diolah.
2000
2001
2002
2003
2004
9398 16613
137815 23389
371612 24631
977699 7790
2120717 16959
6859604 106421
8820 41147 111 6149 3311
7129 143 0 30265 2285
50312 8511 2599 3457 149
19881 10355 2557 7973 348
14168 18777 7462 8285 1626
41167 19653 57889 787 3802
53
Dilihat dari perkembangan negara pemasok keramik saniter ke Indonesia dari tahun 1999 sampai 2004, bahwa untuk keramik saniter negara pemasoknya lebih bervariasi tidak hanya dari Asia saja tetapi juga dari Eropa. Amerika serikat turut berperan karena salah satu pabrik keramik saniter di Indonesia merupakan kerjasama dengan Amerika (PMA dari Amerika), dimana merek keramik saniter perusahaan itu sudah terkenal dikalangan konsumen produk saniter. Meskipun harganya relatif mahal tapi tetap memiliki segmen pasar sendiri yaitu masyarakat kelas atas, perusahaan, dan hotel-hotel berbintang. Dilihat secara keseluruhan, bahwa negara China memang mendominasi pasar domestik dengan berbagai jenis keramik. China memang memiliki bahan baku yang berkualitas dan memiliki struktur biaya produksi yang lebih rendah dibandingkan dengan Indonesia dan juga negara lainnya. Sedangkan keramik impor paling banyak adalah keramik tableware (TW). Meskipun volume impor keramik lantai lebih besar dari keramik TW, akan tetapi dilihat dari volume produksi keramik TW domestik yang jauh lebih kecil dari keramik lantai, dengan volume impor sebesar itu, keramik TW jauh lebih besar terkena dampak impor keramik. Keramik TW juga memiliki bermacam-macam jenis dan bentuk sehingga lebih bervariasi dan banyak produk impornya. 5.3. Perkembangan Impor komoditas Keramik dari Beberapa Aspek 5.3.1. Aspek Pasar Penguasaan pasar produk keramik impor tidak bisa dianggap sesuatu hal yang kecil. Dalam kurun waktu tahun 1999 hingga 2004, industri keramik nasional dihadapkan pada maraknya produk keramik impor dengan harga yang
54
lebih murah. Dengan strategi harga tersebut produk keramik impor mendapat posisi yang cukup kuat dipasar dalam negeri. Hal itulah yang dianggap para produsen sangat merugikan mereka, karena mempengaruhi sistem perdagangan didalam negeri dan menyebabkan persaingan yang tidak sehat antar sesama produsen lokal dalam mengimbangi harga produk keramik impor. Bagi keramik tableware (TW) yang lebih terkena dampak lonjakan impor ini, adanya produk keramik impor sangat merugikan. Pada tahun 1999 nilai persentase impor dalam menyerap pasar domestik hanya sebesar 46.9 persen kemudian meningkat pada tahun 2000 menjadi sebesar 65.7 persen. Kemudian pada tahun 2001 persentase tersebut menurun menjadi sebesar 48.3 persen akan tetapi pada tahun 2003 meningkat tajam menjadi sebesar 70.7 persen. Hal tersebut juga terjadi pada keramik saniter dan keramik lantai. Tabel 11. Persentase Total Impor Nasional Terhadap Kebutuhan Domestik. Tahun
Keramik Lantai
2000 2001 2002 2003 2004 2005 (November)
0.5 0.6 1.3 2.9 5.8 5.3
Keramik Tableware 65.7 48.3 72.4 73.9 81.0 68.5
Keramik Saniter 20.0 4.7 3.3 6.5 15.6 13.8
Sumber : ASAKI (2000-2005).
Dari persentase tersebut menunjukan bahwa keramik impor tersebut mampu menyerap kebutuhan domestik. Hal ini terjadi karena dari keseluruhan keramik impor yang masuk ke Indonesia terdapat beberapa keramik yang masuk ke Indonesia dengan cara yang ilegal. Selain itu beberapa produk keramik impor memiliki harga lebih murah dibandingkan dengan harga keramik domestik. Bagi
55
konsumen menengah bawah, dalam memilih produk keramik pertimbangan utamanya adalah masalah harga kemudian kualitas. Selama peluang pasar dalam negeri tetap terbuka, masih ada harapan bagi produsen dan industri keramik Indonesia untuk bisa menjadi ‘tuan rumah’ di negaranya sendiri. 5.3.2. Aspek Harga Produk-produk keramik impor khususnya dari China memiliki daya saing dari segi harga, sehingga produsen lokal harus bersaing untuk mengimbangi harga keramik impor tersebut. Untuk keramik tableware (TW) dan keramik saniter terjadi perbedaan harga yang cukup besar antara keramik buatan lokal dengan keramik impor sehingga daya saing produk lokal dari segi harga cukup lemah. Produk keramik impor yang merugikan ini terutama berasal dari impor ilegal. Pada tahun 2000 impor keramik TW masih dapat diimbangi oleh produk lokal karena dikategorikan sebagai barang mewah sehingga dikenai Pajak Penjualan Barang Mewah (PPn-BM) sebesar 40 persen. Akan tetapi setelah pajak tersebut tidak diberlakukan terjadi peningkatan volume impor keramik TW. Sedangkan untuk keramik lantai, harga keramik lantai dari China sebagai pesaing utama diatas Rp 50000/meter. Dimana harga tersebut berada diatas harga keramik lantai domestik, sehingga posisi keramik lantai Indonesia masih aman. Penentuan harga dalam industri keramik lantai dapat ditentukan oleh masing-masing pabrik dengan melihat biaya produksi yang telah dikeluarkan. Harga keramik lantai paling murah di dalam negeri yaitu sekitar Rp 20000 untuk jenis keramik polos dengan ukuran 30 X 30 cm, sedangkan untuk harga atas (harga tertinggi) tidak dibatasi. Penentuan harga di ASAKI dilakukan satu bulan
56
sekali pada saat rapat bulanan. Harga keramik lantai mengikuti hukum penawaran dan permintaan yaitu harga akan turun jika permintaan sedang sedikit begitu juga sebaliknya. Seperti pada Desember 2004 hingga Februari 2005 dimana harga keramik lantai saat itu naik hingga 20 persen. Harga produk lokal yang lebih mahal dibandingkan dengan produk impor (dari China) disebabkan karena struktur biaya di Indonesia masih tinggi dibanding dengan negara lain. Struktur biaya yang tinggi disebabkan oleh biaya produksi yang masih relatif besar. Pemicunya adalah kenaikan harga BBM yang diikuti oleh kenaikan biaya transportasi dan upah tenaga kerja. Besarnya biaya produksi juga disebabkan masih banyaknya bahan baku yang harus diimpor dari negara lain. Peraturan jam kerja lembur (tenaga kerja) juga memicu besarnya biaya produksi. 5.3.3. Aspek Persaingan Dengan masuknya produk keramik impor dipasar domestik, berarti semakin ketat persaingan bagi para produsen, terlebih lagi dalam mengimbangi harga beberapa produk impor yang relatif lebih rendah. Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi terjadinya persaingan yang tidak sehat yaitu dengan menetapkan kebijakan Tarif Bea Masuk Indonesia (TBMI). Pada awalnya sebelum tahun 2005, tarif BM Indonesia untuk semua jenis keramik adalah 5 persen sedangkan negaranegara lainnya seperti China tarifnya sebesar 18 persen, Malaysia 30 persen, Filipina 30 persen, Vietnam 45 persen, Kamboja 7 persen, Laos 5 persen, Myanmar 3 persen dan Singapura sebesar 0 persen (Dept. Perindustrian, 2003).
57
Perbedaan itu menunjukan bahwa tarif yang berlaku di Indonesia masih rendah dibandingkan negara-negara Asia lainnya. TBMI yang rendah tersebut memicu besarnya nilai impor yang masuk ke Indonesia baik secara legal maupun ilegal. Sehingga semakin lama produsen domestik tidak bisa bersaing dengan produsen asing dan menyempitnya pasar produk keramik dalam negeri. Terlebih lagi untuk produk-produk TW setelah dibebaskannya tambahan tarif penjualan barang mewah untuk keramik TW impor maupun lokal sejak tahun 2000. Pada akhirnya, dibebaskannya PPn-BM sebesar 40 persen dari tarif BM 5 persen mengakibatkan produsen lokal semakin sulit bersaing
dengan
produk
impor
khususnya
China
(SK
Menkeu
No.381/KMK.03/2001, 25 Juni 2001 - Dept. Perindustrian, 2003). Sehingga untuk mengatasi terjadinya persaingan tidak sehat antara sesama produsen, maka pemerintah mengeluarkan kebijakan yang tertuang dalam SK Menteri Keuangan No.591/PMK.010/2004 tentang program harmonisasi Tarif BM tahun 2005-2010 untuk produk-produk Pertanian, Perikanan, Pertambangan, Farmasi, Keramik dan Besi baja. Tabel 12. Besar Tarif (%) Yang Dikenakan Produk Keramik Impor. Jenis Keramik Tile Saniter Tableware
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
5 5 5
20 20 30
20 20 30
20 20 30
20 20 30
15 15 15
5 5 5
Sumber : Dept. Perindustrian, 2006.
Namun meskipun tarif BM keramik sudah cukup tinggi, akan tetapi volume impor keramik masih tidak terbendung khususnya keramik impor ilegal. Kenaikan tarif memicu adanya produk keramik impor ilegal. Berdasarkan data, nilai impor
58
keramik dari China mencapai 97 persen dari total impor nasional dan menyebabkan kenaikan volume rata-rata pertumbuhan sejak tahun 1999-2002 sebesar 53.6 persen yang berakibat pada kerugian serius (serious injury) bagi para produsen dalam negeri. Maka untuk melindungi produsen domestik dari lonjakan impor, pemerintah memberlakukan Safeguard atau tarif pengamanan selama 3 tahun berturut-turut (Peraturan Menkeu No.01- 2006) sejak 1 Februari 2006 untuk keramik TW. Pada tahun pertama impor keramik TW akan dikenakan biaya Rp 1600/Kg, tahun kedua sebesar Rp 1400/Kg, dan tahun ketiganya sebesar Rp 1200/Kg. Untuk meminimalisasi serta mengantisipasi impor keramik ilegal yang mengganggu pasar domestik, pemerintah juga telah mempersiapkan rencana pengenaan verifikasi impor keramik di negara asal barang impor tersebut. Diharapkan rencana tersebut bisa direalisasikan dan dapat menekan praktek penyelundupan administratif. Beberapa kebijakan diatas memang diperuntukan untuk meningkatkan daya saing industri keramik nasional terhadap produk impor serta merupakan upaya pemerintah untuk melindungi produsen lokal dari serbuan keramik impor dan meminimalkan terjadinya persaingan yang tidak sehat antar sesama produsen. Dari pengenaan tarif tersebut impor produk keramik secara keseluruhan sempat menurun pada tahun 2005 menjadi 110.8 juta US$ dari tahun 2004 yang bernilai136.3 juta US$ akan tetapi meningkat kembali pada tahun 2006 menjadi 124.1 juta US$. Hal ini disebabkan pengimplementasian kebijakan yang tidak serius dan sungguh-sungguh. Indonesia merupakan pasar yang besar bagi produk
59
keramik impor, sehingga sangatlah sulit membendung praktek impor ilegal secara drastis. Penurunan lonjakan impor harus dilakukan secara bertahap dan kontinu. 5.3.4. Aspek Bahan Baku Persediaan bahan baku didalam negeri menjadi alasan bagi para produsen untuk tetap melakukan impor bahan baku, meskipun industri keramik Indonesia menggunakan 70 persen bahan baku domestik. Pada dasarnya bahan baku keramik seperti pasir kuarsa, tanah liat, silika, feldspar, dan bahan pelapis melimpah didalam negeri. Indonesia juga memiliki jumlah energi yang mendukung perkembangan industri keramik yaitu bahan bakar gas, minyak, dan batu bara. Dimana tersedianya bahan baku yang melimpah didalam negeri ini merupakan kekuatan bagi industri keramik Indonesia. Akan tetapi infrastruktur dan usaha pengolahan bahan baku untuk menjadi bahan siap pakai bagi proses pembuatan keramik tidak berkembang di Indonesia, sehingga sebagian bahan baku industri keramik masih harus diimpor. Seperti bahan baku yang digunakan untuk pembuatan keramik TW, bahan baku/bahan penolong yang digunakan seperti feldspar, clay, kaolin, frits, pigmen, zirconium dan glazur sebagian masih harus diimpor. Akan tetapi masih ada juga bahan-bahan yang diproduksi didalam negeri seperti tanah liat, pasir kuarsa, dolomite, dan sebagian kaolin. Menurut Ketua ASAKI Achmad Widjaya (2007), faktor yang menyebabkan Indonesia masih harus mengimpor bahan baku adalah karena bahan baku yang tersedia didalam negeri belum cukup umur yang berarti belum dapat dimanfaatkan langsung untuk proses pembuatan keramik. Belum adanya fasilitas penyiapan (pemurnian dan pencampuran bahan baku) juga menyebabkan industri keramik
60
domestik masih harus mengimpor bahan baku. Bahan glazur dan pigmen yang mempunyai nilai tinggi masih diimpor. Indonesia juga bersaing dengan China dan Thailand yang membangun kawasan industri keramik dengan segala penunjang termasuk usaha pengadaan bahan baku, jaminan pipanisasi gas, dan pengangkutan secara terpadu (kluster industri). 5.3.5. Aspek Produksi Saat ini anggota ASAKI (Asosiasi Aneka Industri Keramik Indonesia) berjumlah 54 perusahaan, 35 perusahaan diantaranya adalah perusahaan yang memproduksi keramk lantai, 16 perusahaan lain adalah perusahaan yang memproduksi keramik tableware (TW), dan sisanya 3 perusahaan memproduksi keramik saniter. Bagi keramik lantai secara keseluruhan perusahaan memiliki kapasitas produksi sebesar 3.8 juta ton, dengan utilitas produksi rata-rata dari tahun 20002005 (November) adalah sebesar 56-80 persen. Sekitar 80 persen keramik lantai diserap pasar domestik. Tabel 13. Produksi Keramik Lantai. Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 (Nov)
Kapasitas Produksi (Ton) 3885000 3885000 3885000 3885000 3885000 3885000
Sumber : ASAKI (2000-2005).
Produksi (Ton) 2158800 2536590 2359260 2359260 2913750 3108000
Permintaan (Ton)
Uttilisasi Produksi (Ton) 56 65 61 61 75 80
1853827 2188578 1985918 1970184 2503817 2820585
61
Sedangkan keenam belas perusahaan keramik TW memiliki kapasitas produksi sebesar 268 juta buah yang setara dengan 76571 ton, dengan utilisasi produksi rata-rata dari tahun 1999-2005 (Nov) adalah 55-56 persen. Tabel 14. Produksi Keramik Tableware. Tahun
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 (Nov)
Kapasitas Produksi (Ton) 76571 76571 76571 76571 76571 76571 76571
Produksi (Ton)
Uttilisasi Produksi (Ton)
40350 42576 47587 49771 51000 42114 45943
Permintaan (Ton) 53 56 63 65 67 55 60
24736 32677 38408 51182 57676 70612 59911
Sumber : ASAKI (1999-2005).
Dari 30 persen hasil produksi TW digunakan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri sedangkan 70 persennya diekspor dengan negara tujuan ekspor dominan yaitu Amerika Serikat, Inggris, dan Turki. Kebutuhan rata-rata pertahun sekitar 36379 ton yang sebagian besar telah dapat diproduksi didalam negeri. Dalam kurun waktu 2000-2005 (Nov) realisasi produksi keramik TW relatif meningkat. Tabel 15. Produksi Keramik Saniter. Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005 (Nov)
Kapasitas Produksi (Ton) 47619 50100 58450 66800 66800 66800
Sumber : ASAKI (2000-2005).
Produksi (Ton) 33333 37575 46760 50100 56780 53470
Uttilisasi Produksi (Ton)
Permintaan (Ton) 20 75 80 75 85 80
1923 11739 33745 35417 47024 42992
62
Sedangkan untuk keramik saniter sebagian besar hasil produksinya untuk diekspor. Secara keseluruhan kapasitas produksi perusahaan keramik saniter adalah 3000-4000 buah dengan utilisasi produksi rata-rata 70-80 persen selama tahun 2000-2005 (Nov). Beberapa permasalahan yang dihadapi oleh para produsen keramik domestik menyebabkan produksi keramik di Indonesia tidak maksimal. Adanya kekurangan pasokan gas dalam 5 tahun terakhir ini sangat mengganggu berlangsungnya produksi. Pasokan gas bumi tidak stabil (sampai tahun 2006) dan harga jual dalam US$ 2.8 per MMBTU menjadi kendala produksi keramik. Pasokan gas sangat mendukung proses pembuatan keramik, diperlukan pasokan gas dalam jumlah yang cukup dan kualitas yang baik sehingga produk keramik yang dihasilkan tidak cacat. Kebijakan pemerintah dalam hal ketenagakerjaan yang mengatur tentang jam kerja lembur, sehingga jika pabrik keramik ingin mempekerjakan karyawan lebih lama maka perusahaan harus membayar uang tambahan (uang lembur) yang juga membuat biaya produksi semakin besar. Padahal SDM yang terlatih dan terdidik di Indonesia jumlahnya sedikit. Peningkatan biaya produksi juga terjadi sejak harga BBM meningkat, peningkatan harga BBM tersebut memicu peningkatan biaya transportasi dan upah. Pada akhirnya ketidakefisienan dan peningkatan biaya produksi yang dialami oleh para produsen diindustri keramik Indonesia telah membuat produk keramik lokal kalah bersaing dari segi harga dengan produk-produk impor negara lain khususnya China.
63
Dari gambaran kondisi produksi masing-masing jenis keramik, menunjukan bahwa aspek produksi berpengaruh terhadap permintaan impor produk-produk keramik sejenis di Indonesia. Hal ini dikarenakan jika produksi keramik didalam negeri efisien dan memiliki struktur biaya yang rendah maka Indonesia dapat bersaing dengan negara-negara produsen lainnya dari segi harga maupun kualitas.
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan penjelasan pada bab-bab sebelumnya, bahwa untuk menduga model volume impor keramik digunakan variabel produksi, harga keramik domestik, harga keramik impor, kurs, pendapatan nasional, dan dummy krisis (keramik saniter). Variabel dummy hanya digunakan pada model volume impor keramik saniter karena variabel dummy pada model volume impor keramik lantai dan tableware memiliki gejala multikolinearitas dengan variabel bebas lainnya pada masing-masing model. Hasil estimasi model yang dibahas dalam penelitian ini merupakan hasil terbaik dari beberapa percobaan dalam mengkombinasikan berbagai macam variabel yang dianggap berpengaruh terhadap peningkatan volume impor keramik. Sesuai dengan metode OLS dan teori analisis regresi linear berganda yang telah dijelaskan sebelumnya, maka hasil estimasi model akan diuji secara ekonomi, statistik, maupun ekonometrika. Dalam pembahasan ini akan dijelaskan hasil uji model serta alasan-alasan ekonomi yang mendukung dalam menjelaskan hasil estimasi model, baik yang sesuai dengan teori maupun yang tidak sesuai dengan teori ekonomi. 6.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Lantai Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor (VI) keramik lantai/ubin pada penelitian ini menggunakan variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi volume impor keramik lantai, diantaranya adalah (Q) produksi
65
keramik ubin/lantai di Indonesia (m2); (PD) harga keramik lantai domestik (Rp/ m2); (PI) harga keramik lantai impor (Rp/Kg); (ER) kurs atau nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing (Rp/US$); dan (GDP) yaitu Produk Domestik Bruto Indonesia/pendapatan nasional Indonesia (miliar rupiah). Hasil estimasi model dan uji ekonometrika dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 16. Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Lantai. Variabel Koefisisen Prob. (t-statistic) -4.260582 0.7525 Lnβ0 Konstanta LnQ Produksi -2.397617 0.0076 LnPD Harga Domestik -2.150092 0.0183 LnPI Harga Impor 1.149520 0.0421 LnER Kurs -2.769155 0.0624 LnGDP Pendapatan 8.590384 0.0045 0.765641 Prob. (F-statistic) 0.010989 R-Squared 0.535271 Uji Breusch-Godfrey Correlation LM Prob. Obs*Squared 0.797609 Uji White Heteroskedasticity Prob. Obs*Squared Catatan : Menggunakan taraf nyata 10 %.
6.1.1. Estimasi Parameter Model Pada model volume impor keramik lantai, nilai F-hitung sebesar 5.88 dengan probabilitas sebesar 0.01 yang signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukan bahwa variabel bebas dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat. Pengujian autokorelasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.53 yang nilainya melebihi taraf nyata yaitu 10 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil regresi pada penelitian ini tidak mengandung autokorelasi.
66
Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa probabilitas Obs*RSquared adalah sebesar 0.79 yang nilainya melebihi taraf nyata 10 persen. Dengan demikian hasil regresi pada penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas. Tabel 17. Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen Lnβ0 LnPD LnPI LnER LnGDP
Lnβ0 1.000000 -0.634454 0.024629 -0.051931 0.583999
LnPD -0.634454 1.000000 -0.061489 0.555281 0.189627
LnPI 0.024629 -0.061489 1.000000 0.446148 -0.271865
LnER -0.051931 0.555281 0.446148 1.000000 0.316059
LnGDP 0.583999 0.189627 -0.271865 0.316059 1.000000
Dari hasil perhitungan, model dalam penelitian ini tidak memiliki gejala multikolinearitas. Seperti terlihat pada tabel diatas bahwa tidak ada korelasi antara variabel eksogen yang nilainya lebih besar dari ⎜0.8⎜. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terdapat multikolinearitas pada regresi model volume impor. Hasil pengujian normalitas menunjukan nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata (α=10%) yaitu 0.62. Berarti model OLS tidak memiliki masalah normalitas atau error term terdistribusi dengan normal. 6.1.2. Estimasi Model Hasil analisis regresi menunjukan bahwa persamaan ini memiliki daya penjelas yang cukup tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (R-Squared) yang telah didapat yaitu sebesar 0.76. Artinya bahwa persamaan volume impor keramik lantai dapat dijelaskan oleh variabel-variabel
67
yang terdapat didalam model tersebut sebesar 76 persen, sedangkan sisanya sebesar 23 persen dijelaskan oleh variabel lain didalam model. Pada persamaan volume impor, semua variabel bebas berpengaruh nyata pada taraf nyata sebesar 10 persen (α=10%). Dengan penjelasan sebagai berikut : (1) Variabel produksi (Q) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar -2.39. Hal ini menunjukan bahwa bila produksi meningkat sebesar 1 persen, maka akan menurunkan volume impor sebesar 2.39 persen. Hubungan ini sesuai dengan hipotesis awal yang mengatakan bahwa produksi memiliki hubungan yang negatif dengan volume impor. Perubahan pada produksi suatu komoditi dapat menyebabkan perubahan pada impor komoditi tersebut. Peningkatan produksi keramik lantai di Indonesia dapat mengurangi permintaan konsumen akan produk keramik lantai impor. Peningkatan produksi selain untuk tetap menjaga tersedianya stok/kebutuhan dalam negeri juga dapat meningkatkan ekspor keramik lantai ke pasar luar negeri. (2) Harga keramik lantai domestik (PD) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar -2.15. Hal ini menunjukan bahwa bila harga keramik lantai domestik meningkat sebesar 1 persen, maka akan menurunkan volume impor sebesar 2.15 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dan teori yang mengatakan bahwa kenaikan harga keramik lantai domestik akan meningkatkan volume impor, karena para pembeli dari
68
luar maupun dalam negeri akan beralih ke barang-barang luar negeri (impor) yang harganya lebih murah dibandingkan barang-barang domestik. Penelitian ini memang belum dapat menjelaskan bahwa harga keramik lantai domestik berpengaruh negatif terhadap volume impor. Namun penelitian ini akan memberi gambaran tentang hubungan tersebut. Meskipun harga keramik lantai domestik mengalami kenaikan tetapi kualitas keramik lantai domestik tetap dapat bersaing dengan keramik lantai impor, sehingga tidak membuat konsumen meninggalkan keramik lantai domestik. Pada akhirnya konsumen mempunyai banyak pilihan untuk membeli produk keramik lantai baik dari dalam maupun luar negeri. (3) Variabel (PI) harga keramik lantai impor berpengaruh positif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar 1.14. Artinya peningkatan harga keramik lantai impor sebesar 1 persen akan menaikan volume impor sebesar 1.14 persen. Hasil ini berbeda dengan hipotesis awal dan juga teori ekonomi yang mengatakan bahwa harga impor memiliki hubungan yang negatif terhadap volume impor. Penelitian ini memang belum dapat menjelaskan bahwa harga keramik lantai impor berpengaruh positif terhadap volume impor. Namun penelitian ini akan memberi gambaran tentang hubungan tersebut.
Bagi beberapa konsumen
yang mengutamakan sebuah desain dan motif keramik, harga menjadi pertimbangan kedua dalam memilih produk keramik lantai. Hal ini seperti yang diungkapkan oleh Ketua ASAKI Achmad Widjaya, bahwa alasan utama bagi konsumen tertentu dalam membeli sebuah produk keramik karena adanya
69
keterlibatan emosional, baru kemudian mempertimbangkan harga. Sehingga kenaikan harga keramik lantai impor, belum tentu menurunkan permintaan konsumen terhadap produk tersebut (4) Variabel kurs/nilai tukar (ER) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar -2.76. Artinya peningkatan nilai tukar sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor sebesar 2.76 persen. Sesuai dengan hipotesis awal dan teori ekonomi, hal ini terjadi karena tingginya nilai tukar rupiah (terdepresiasinya rupiah) terhadap mata uang asing akan menyebabkan naiknya harga keramik lantai luar negeri (impor) dan menurunkan harga keramik domestik. Perubahan harga ini akan menyebabkan konsumen lebih banyak membeli keramik domestik sehingga volume impor akan menurun. (5) Variabel PDB Nasional (GDP) berpengaruh positif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar 8.59. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan GDP sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor sebesar 8.59 persen. Hubungan ini sesuai dengan hipotesis awal yang mengatakan bahwa GDP memiliki hubungan yang positif dengan volume impor. Semakin besar pendapatan masyarakat dinegara pengimpor (Indonesia) maka akan semakin besar permintaan konsumen akan produk keramik lantai impor. Dari hasil pendugaan seluruh variabel eksogen yang mempengaruhi volume impor keramik lantai, maka penelitian ini menunjukan bahwa beberapa perilaku impor keramik lantai tidak sesuai dengan teori ekonomi karena terdapat faktorfaktor lain yang mempengaruhi preferensi konsumen untuk membeli produk
70
keramik lantai. Adapun faktor-faktor eksternal tersebut adalah motif dan desain serta kualitas keramik lantai yang dapat mempengaruhi perasaan emosional konsumen dalam memilih produk keramik lantai. Dalam kondisi membanjirnya produk keramik impor, produksi keramik lantai Indonesia harus efisien sehingga dapat menghasilkan produk keramik lantai yang berkualitas dengan harga yang dapat bersaing dengan produk keramik impor. Loyalitas konsumen juga sangat berpengaruh dalam menghadapi persaingan dengan keramik lantai impor. 6.2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Tableware Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor (VI) keramik tableware (TW) pada penelitian ini menggunakan variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi volume impor keramik tersebut, diantaranya adalah (Q) produksi keramik TW di Indonesia (Kg); (PD) harga keramik TW domestik (Rp/ Kg); (PI) harga keramik TW impor (Rp/Kg); (ER) kurs atau nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing (Rp/US$); dan (GDP) yaitu Produk Domestik Bruto Indonesia/pendapatan nasional Indonesia (miliar rupiah). Hasil estimasi model dan uji ekonometrika dapat dilihat pada tabel dibawah ini. Tabel 18. Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Tableware. Variabel Koefisisen Prob. (t-statistic) -7.253959 0.2666 Lnβ0 Konstanta LnQ Produksi -0.188581 0.2123 LnPD Harga Domestik -0.344439 0.0430 LnPI Harga Impor -0.555299 0.0110 LnER Kurs -0.828979 0.0235 LnGDP Pendapatan 3.437677 0.0000 0.975325 Prob. (F-statistic) 0.000001 R-Squared 0.331996 Uji Breusch-Godfrey Correlation LM Prob. Obs*Squared 0.724282 Uji White Heteroskedasticity Prob. Obs*Squared Catatan : Menggunakan taraf nyata 10 %.
71
6.2.1. Estimasi Parameter Model Pada model volume impor keramik TW, nilai F-hitung sebesar 71.14 dengan probabilitas sebesar 0.000001 yang signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukan bahwa variabel bebas dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat. Pengujian autokorelasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.33 yang nilainya melebihi taraf nyata yaitu 10 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil regresi pada penelitian ini tidak mengandung autokorelasi. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa probabilitas Obs*RSquared adalah sebesar 0.72 yang nilainya melebihi taraf nyata 10 persen. Dengan demikian hasil regresi pada penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas. Tabel 19. Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen Lnβ0 LnPD LnPI LnER LnGDP
Lnβ0 1.000000 -0.827186 -0.484965 0.239190 0.671616
LnPD -0.827186 1.000000 0.161248 0.049004 -0.416247
LnPI -0.484965 0.161248 1.000000 -0.273326 -0.762891
LnER 0.239190 0.049004 -0.273326 1.000000 0.316059
LnGDP 0.671616 -0.416247 -0.762891 0.316059 1.000000
Dari hasil perhitungan model, dalam penelitian ini memiliki gejala multikolinearitas. Seperti terlihat pada tabel diatas bahwa ada korelasi antara variabel eksogen yang nilainya lebih besar dari ⎜0.8⎜, yaitu korelasi antar variabel harga domestik dengan variabel produksi dengan nilai sebesar –0.82. Masalah
72
multikolinearitas dapat diatasi dengan menggunakan uji Klein. Apabila nilai korelasi antar variabel eksogen tersebut tidak lebih besar dari nilai R-Squared model maka gejala multikolinearitas dapat diabaikan. Pada model ini nilai RSquared yang diperoleh sebesar 0.97, sedangkan nilai korelasi terbesar antar variabel eksogen sebesar
–0.82. Sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak
terdapat multikolinearitas pada regresi model volume impor. Hasil pengujian normalitas menunjukan nilai probabilitas Jarque-Bera lebih besar dari taraf nyata (α=10%) yaitu 0.86. Berarti model OLS tidak memiliki masalah normalitas atau error term terdistribusi dengan normal. 6.2.2. Estimasi Model Hasil analisis regresi menunjukan bahwa persamaan ini memiliki daya penjelas yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (RSquared) yang telah didapat yaitu sebesar 0.97. Artinya bahwa persamaan volume impor keramik TW dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat didalam model tersebut sebesar 97 persen, sedangkan sisanya sebesar 2.46 persen dijelaskan oleh variabel lain didalam model. Pada persamaan volume impor semua variabel bebas berpengaruh nyata pada taraf nyata sebesar 10 persen (α=10%), kecuali produksi keramik TW Indonesia (Q). Hasil pendugaan parameter volume impor menunjukan : (1) Variabel produksi (Q) tidak signifikan pada taraf nyata sebesar 10 persen, menunjukan bahwa produksi diduga tidak berpengaruh terhadap volume impor (VI). Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dan teori ekonomi. Hal ini disebabkan karena meskipun dalam beberapa tahun terakhir ini
73
keramik TW terkena lonjakan impor, tetapi produksi keramik TW tetap meningkat. Dalam hal ini, volume impor yang semakin besar tidak dipengaruhi oleh produksi keramik TW domestik, peningkatan impor juga terjadi bukan untuk memenuhi kebutuhan keramik tableware domestik. (2) Harga keramik TW domestik (PD) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI), dengan nilai koefisien sebesar -0.34. Artinya peningkatan harga keramik TW domestik sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor sebesar 0.34 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dan teori yang mengatakan
bahwa
kenaikan
harga
barang-barang
domestik
akan
meningkatkan volume impor, karena para pembeli dari luar maupun dalam negeri akan beralih ke barang-barang luar negeri (impor) yang harganya lebih murah dibandingkan barang-barang domestik. Penelitian ini akan memberi gambaran tentang hubungan negatif antara harga keramik TW domestik (PD) dengan volume impor (VI). Dalam hipotesis ekonomi dasar disebutkan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta akan berhubungan secara negatif dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Berdasarkan teori tersebut, kenaikan harga keramik TW domestik menyebabkan permintaan keramik TW didalam negeri menurun, sehingga berakibat lesunya pasar keramik dalam negeri dan membuat para produsen luar negeri/importir mengurangi impor, karena tidak ingin menanggung kerugian akibat daya beli masyarakat yang sedang menurun. Hal ini juga didukung oleh literatur yang menyatakan bahwa pada
74
masa krisis ekonomi terjadi penurunan daya beli masyarakat maupun pergeseran kualitas produk keramik yang diminta oleh konsumen. (3) Variabel harga keramik TW impor (PI) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI), dengan nilai koefisien sebesar -0.55. Artinya peningkatan harga keramik TW impor sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor sebesar 0.55 persen. Hasil ini sesuai dengan hipotesis awal dan teori ekonomi bahwa kenaikan harga impor mengakibatkan konsumen dari dalam dan luar negeri akan beralih ke produk keramik dalam negeri yang lebih murah dibandingkan produk keramik impor, sehingga kenaikan harga impor akan menurunkan volume impor keramik TW ke Indonesia. (4) Variabel kurs/nilai tukar (ER) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar -0.82. Artinya peningkatan nilai tukar sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor sebesar 0.82 persen. Sesuai dengan hipotesis awal dan teori ekonomi, hal ini terjadi karena tingginya nilai tukar rupiah (terdepresiasinya rupiah) terhadap mata uang asing akan menyebabkan naiknya harga keramik TW luar negeri (impor) dan menurunkan harga keramik domestik. Perubahan harga ini akan menyebabkan konsumen lebih banyak membeli keramik domestik sehingga volume impor akan menurun. (5) Variabel PDB Nasional (GDP) berpengaruh positif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar 3.43. Hal ini menunjukan bahwa peningkatan GDP sebesar 1 persen akan meningkatkan volume impor sebesar 3.43 persen. Hubungan ini sesuai dengan hipotesis awal yang mengatakan
75
bahwa GDP memiliki hubungan yang positif dengan volume impor. Semakin besar pendapatan masyarakat di negara pengimpor (Indonesia) maka akan semakin besar permintaan konsumen akan produk keramik tableware impor. Dari hasil pendugaan seluruh variabel eksogen yang mempengaruhi impor keramik tableware, maka penelitian ini menunjukan bahwa untuk mengatasi peningkatan impor keramik diperlukan suatu instrumen kebijakan yang dapat membebani para produsen luar negeri dalam memasok keramik ke Indonesia. Peningkatan impor yang merugikan para produsen keramik TW, khususnya produk keramik dari China lebih mengutamakan kuantitas bukan kualitas sehingga keramik TW impor membanjiri pasar domestik dengan harga yang lebih murah. 6.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Keramik Saniter Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor (VI) keramik saniter pada penelitian ini menggunakan variabel-variabel bebas yang diduga mempengaruhi volume impor keramik tersebut, diantaranya adalah (Q) produksi keramik saniter di Indonesia (Kg); (PD) harga keramik saniter domestik (Rp/ Kg); (PI) harga keramik saniter impor (Rp/Kg); (ER) kurs atau nilai tukar mata uang rupiah terhadap mata uang asing (Rp/US$); (GDP) yaitu Produk Domestik Bruto Indonesia/pendapatan nasional Indonesia (miliar rupiah); dan Dummy (0) sebelum dan (1) pada saat krisis ekonomi. Hasil estimasi model dan uji ekonometrika dapat dilihat pada tabel dibawah ini.
76
Tabel 20. Hasil Estimasi Persamaan Volume Impor Keramik Saniter. Variabel Koefisisen Prob. (t-statistic) 34.90837 0.0428 Lnβ0 Konstanta LnQ Produksi -0.729208 0.0327 LnPD Harga Domestik -1.435115 0.0083 LnPI Harga Impor 0.295524 0.5110 LnER Kurs -3.274900 0.0033 LnGDP Pendapatan 2.103576 0.1039 Dummy Dummy Krisis 1.970443 0.0143 R-Squared 0.910775 Prob. (F-statistik) 0.000820 0.247615 Uji Breusch-Godfrey Correlation LM Prob. Obs*Squared 0.231586 Uji White Heteroskedasticity Prob. Obs*Squared Catatan : Menggunakan taraf nyata 10 %.
6.3.1. Estimasi Parameter Model Pada model volume impor keramik saniter, nilai F-hitung sebesar 13.61 dengan probabilitas sebesar 0.000820 yang signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukan bahwa variabel bebas dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel terikat. Pengujian autokorelasi pada penelitian ini dilakukan dengan menggunakan uji Breusch-Godfrey Serial Correlation LM. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.24 yang nilainya melebihi taraf nyata yaitu 10 persen. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa hasil regresi pada penelitian ini tidak mengandung autokorelasi. Pengujian heteroskedastisitas dilakukan dengan menggunakan uji White Heteroscedasticity. Dari hasil estimasi menunjukan bahwa probabilitas Obs*RSquared adalah sebesar 0.23 yang nilainya melebihi taraf nyata 10 persen. Dengan demikian hasil regresi pada penelitian ini tidak mengandung heteroskedastisitas.
77
Tabel 21. Matriks Korelasi Antar Variabel Eksogen Lnβ0 LnPD LnPI LnER LnGDP Dummy
Lnβ0 1.000000 -0.780433 -0.047922 0.037105 0.239485 -0.098989
LnPD -0.780433 1.000000 -0.211428 0.170731 0.114736 0.431827
LnPI LnER -0.047922 0.037105 -0.211428 0.170731 1.000000 -0.045115 -0.045115 1.000000 -0.845563 0.316059 -0.778265 0.498627
LnGDP 0.239485 0.114736 -0.845563 0.316059 1.000000 0.820522
Dummy -0.098989 0.431827 -0.778265 0.498627 0.820522 1.000000
Dari hasil perhitungan model, dalam penelitian ini terdapat gejala multikolinearitas. Seperti terlihat pada tabel diatas bahwa ada korelasi antar variabel eksogen yang nilainya lebih besar dari ⎜0.8⎜, yaitu korelasi antara variabel dummy dengan variabel GDP dengan nilai sebesar 0.82 dan korelasi antara variabel GDP dengan variabel harga impor dengan nilai sebesar –0.84. Masalah multikolinearitas dapat diatasi dengan menggunakan uji Klein. Apabila nilai korelasi antar variabel eksogen tersebut tidak lebih besar dari nilai RSquared model maka gejala multikolinearitas dapat diabaikan. Pada model ini nilai R-Squared yang diperoleh sebesar 0.91, sedangkan nilai korelasi terbesar antar variabel eksogen sebesar 0.82 dan –0.84 maka dapat disimpulkan bahwa dalam hasil regresi pada penelitian ini tidak terdapat gejala multikolinearitas. Hasil pengujian normalitas pada model regresi volume impor keramik saniter memperlihatkan bahwa nilai probabilitas Jarque-Bera yang diperoleh melebihi taraf nyata (α=10%) yaitu sebesar 0.22. Dengan demikian model ini tidak memiliki masalah normalitas atau error term terdistribusi dengan normal.
78
6.3.2. Estimasi Model Hasil analisis regresi menunjukan bahwa persamaan ini memiliki daya penjelas yang tinggi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai koefisien determinasi (RSquared) yang telah didapat yaitu sebesar 0.91. Artinya bahwa persamaan volume impor keramik saniter dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat didalam model tersebut sebesar 91 persen, sedangkan sisanya sebesar 8.99 persen dijelaskan oleh variabel lain didalam model. Pada persamaan volume impor semua variabel bebas berpengaruh nyata pada taraf nyata sebesar 10 persen (α=10%), kecuali harga keramik saniter impor (PI) dan PDB Nasional (GDP). Dengan penjelasan sebagai berikut : (1) Variabel produksi (Q) berpengaruh negatif terhadap volume impor keramik saniter (VI) dengan nilai koefisien sebesar -0.72. Hal ini menunjukan bahwa bila produksi meningkat sebesar 1 persen, maka akan menurunkan volume impor sebesar 0.72 persen. Hubungan ini sesuai dengan hipotesis awal yang mengatakan produksi memiliki hubungan yang negatif dengan volume impor. Perubahan pada produksi suatu komoditi dapat menyebabkan perubahan pada impor komoditi tersebut. Peningkatan produksi keramik saniter di Indonesia dapat mengurangi permintaan konsumen akan produk keramik saniter impor. Peningkatan produksi selain untuk tetap menjaga tersedianya stok/kebutuhan nasional juga dapat meningkatkan volume ekspor keramik saniter ke pasar luar negeri. (2) Harga keramik saniter domestik (PD) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI), dengan nilai koefisien sebesar -1.43. Artinya peningkatan harga
79
keramik saniter domestik sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor sebesar 1.43 persen. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dan teori yang mengatakan bahwa kenaikan harga-harga barang-barang domestik akan meningkatkan volume impor karena para pembeli dari luar maupun dalam negeri akan beralih ke barang-barang luar negeri (impor) yang harganya lebih murah dibandingkan barang-barang domestik. Penelitian ini akan memberi gambaran tentang hubungan negatif antara harga keramik saniter domestik dengan volume impor. Dalam hipotesis ekonomi dasar disebutkan bahwa harga suatu komoditi dan kuantitas yang akan diminta akan berhubungan secara negatif dengan faktor lain dianggap tetap (cateris paribus). Berdasarkan teori tersebut, kenaikan harga keramik saniter domestik menyebabkan permintaan keramik saniter di dalam negeri menurun, sehingga berakibat lesunya pasar keramik dalam negeri dan membuat para produsen luar negeri/importir mengurangi impor, karena tidak ingin menanggung kerugian akibat daya beli masyarakat yang sedang menurun. Hal ini juga didukung oleh literatur yang menyatakan bahwa pada masa krisis ekonomi terjadi penurunan daya beli masyarakat maupun pergeseran kualitas produk keramik yang diminta oleh konsumen. (3) Variabel (PI) harga keramik saniter impor tidak signifikan pada taraf nyata 10 persen. Hal ini menunjukan bahwa harga keramik saniter impor diduga tidak memiliki pengaruh terhadap volume impor (VI). Hasil ini berbeda dengan hipotesis awal dan juga teori ekonomi yang mengatakan bahwa harga impor memiliki hubungan yang negatif terhadap volume impor.
80
Penelitian ini memang belum dapat menjelaskan bahwa harga keramik saniter impor tidak berpengaruh terhadap volume impor. Namun penelitian ini akan memberi gambaran tentang hubungan tersebut. Hal ini terjadi karena selama ini keramik saniter yang ada di pasar domestik sebagian besar merupakan hasil produksi perusahaan PMA. Merek-merek yang beredar dipasaran pun merupakan merek-merek terkenal kelas internasional. Terlebih lagi konsumen pengguna keramik saniter umumnya berasal dari kalangan menengah atas yang cukup loyal (setia) terhadap produk-produk keramik saniter yang mewah dan harganya ekslusif. Sehingga harga keramik saniter impor baik tinggi maupun rendah tidak mempengaruhi permintaan konsumen yang lebih mengutamakan kualitas daripada harga. (4) Variabel kurs/nilai tukar (ER) berpengaruh negatif terhadap volume impor (VI) dengan nilai koefisien sebesar -3.27. Artinya peningkatan nilai tukar sebesar 1 persen akan menurunkan volume impor sebesar 3.27 persen. Sesuai dengan hipotesis awal dan teori ekonomi, hal ini terjadi karena tingginya nilai tukar rupiah (terdepresiasinya rupiah) terhadap mata uang asing akan menyebabkan naiknya harga keramik saniter luar negeri (impor) dan menurunkan harga keramik domestik. Perubahan harga ini akan menyebabkan konsumen lebih banyak membeli keramik domestik sehingga volume impor akan menurun. (5) Variabel (GDP) tidak signifikan pada taraf nyata sebesar 10 persen, menunjukan bahwa GDP diduga tidak berpengaruh terhadap volume impor (VI). Hasil ini tidak sesuai dengan hipotesis awal dan teori ekonomi, karena
81
pendapatan masyarakat tidak mempengaruhi permintaan impor keramik saniter. Hal ini disebabkan karena konsumen pengguna keramik saniter mayoritas adalah masyarakat menengah atas karena produk keramik saniter yang ada di Indonesia saat ini masih diperuntukan bagi konsumen kalangan menengah atas seperti untuk perumahan mewah, perkantoran dan hotel berbintang, sehingga pendapatan tidak terlalu berpengaruh. (6) Variabel dummy yang signifikan pada taraf nyata 10 persen dengan nilai koefisien sebesar 1.97, menunjukan bahwa krisis ekonomi memiliki hubungan yang positif dengan volume impor keramik saniter. Hal ini disebabkan oleh karena pada masa krisis terjadi kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memicu kenaikan harga sembako, biaya transportasi dan upah. Dimana kenaikan harga tersebut
meningkatkan biaya produksi keramik, sehingga
untuk memproduksi keramik diperlukan biaya yang sangat besar. Sehingga dari sisi produsen, adanya krisis ekonomi yang memicu kenaikan biaya produksi justru membuka peluang pasar bagi produk-produk keramik impor. Akan tetapi jika melihat dari sisi konsumen, daya beli masyarakat pada saat krisis justru menurun seharusnya menurunkan volume impor keramik. Akan tetapi masuknya produk keramik impor dengan harga murah dapat memnuhi kebutuhan masyarakat akan produk keramik dengan harga yang terjangkau. Selain itu masalah pasokan gas alam yang tidak stabil sehingga menyebabkan beberapa pabrik-pabrik keramik Indonesia terancam berhenti memproduksi keramik. Beberapa masalah yang menimpa industri keramik domestik tersebut yang memicu impor keramik meningkat selama krisis ekonomi terjadi.
82
Dari hasil pendugaan seluruh variabel eksogen yang mempengaruhi impor keramik saniter, maka penelitian ini menunjukan bahwa untuk jenis keramik saniter di Indonesia dimana sebagian besar konsumennya berasal dari kalangan menengah atas, memiliki sikap loyalitas yang cukup besar terhadap merek-merek tertentu. Hal ini tentunya dapat dijadikan strategi bagi para produsen domestik dalam menghadapi persaingan dengan produsen luar negeri dalam menguasai pangsa pasar keramik saniter. Untuk masa yang akan datang perlu dipertimbangkan konsumen yang berasal dari kalangan menengah bawah, karena sebagai masyarakat yang memiliki tempat tinggal pasti akan membutuhkan produk keramik saniter yang sesuai dengan anggaran biaya yang tidak besar. Secara keseluruhan dari hasil pendugaan seluruh variabel eksogen dari masing-masing model volume impor keramik baik keramik lantai, tableware, maupun saniter maka dapat disimpulkan bahwa ketidaksesuaian variabel-variabel eksogen dengan teori dan hipotesis awal disebabkan karena suatu teori belum tentu sesuai dengan keadaan nyata di lapangan. Banyak faktor yang saling mempengaruhi satu sama lain yang dapat membuat suatu teori menjadi tidak berlaku. Seperti halnya hubungan antara produksi Q dengan volume impor VI, hubungan antara harga domestik PD dengan VI, hubungan antara harga impor PI dengan VI dan juga hubungan antara GDP dengan VI. Pada akhirnya dari hasil penelitian ini menunjukan bahwa beberapa perilaku komoditas keramik sesuai dengan teori ekonomi dan sementara perilaku lainnya menyimpang dari teori ekonomi. Hal ini dapat disebabkan karena data-data yang digunakan dalam perhitungan belum dapat merepsentasikan keadaan yang sebenarnya dan
83
banyaknya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi permintaan produk keramik impor dari konsumen di Indonesia. Faktor-faktor eksternal itu antara lain adalah selera, motif keramik, kesetiaan konsumen akan suatu merek produk keramik tertentu, dan fungsi/kegunaan produk keramik serta kualitasnya. Dari adanya penyimpangan perilaku komoditas keramik tersebut diperlukan kebijakan pemerintah yang fleksibel sesuai dengan kondisi pasar keramik baik didalam maupun diluar negeri dan kebijakan yang mampu mengatasi permasalahan diindustri keramik diawali dengan mencari sumber permasalahan tersebut, sehingga kebijakan tersebut benar-benar dapat membangkitkan industri keramik nasional. Sumber permasalahannya yaitu pada aspek produksi dan bahan baku. Kebijakan tersebut dapat berupa peraturan pemerintah yang lebih konsisten dalam mengatur pasokan gas bagi industri keramik maupun kebijakan upah tenaga kerja. Model volume impor keramik pada penelitian ini hanya dapat memberikan gambaran yang menunjukan bagaimana impor keramik bisa terjadi dan faktorfaktor yang mempengaruhinya serta seberapa besar pengaruhnya secara umum.
VII. KESIMPULAN DAN SARAN
7.1. Kesimpulan 1. Setelah mempelajari keragaan kegiatan impor komoditas keramik di Indonesia dapat disimpulkan : (1) Negara yang paling besar pasokan keramiknya ke Indonesia adalah China dan komoditi impor yang paling banyak adalah keramik tableware; (2) Produk keramik impor dapat menguasai pasar domestik dan menyebabkan terjadinya persaingan tidak sehat antar produsen domestik; (3) Untuk mengantisipasi maraknya impor keramik, pemerintah memberlakukan kebijakan tarif Bea Masuk (BM) mulai 1 Januari 2005 sebesar 20 persen untuk keramik lantai dan saniter, sedangkan untuk keramik tableware dikenakan tarif BM sebesar 30 persen juga tarif safeguard selama 3 tahun berturut-turut dari tahun 2006; (4) Adanya kebijakan pemerintah menaikan tarif impor justru memicu peningkatan jumlah keramik impor di dalam negeri; (5) Masih ada beberapa jenis bahan baku keramik yang harus diimpor dari luar negeri, karena belum tersedianya infrastruktur dan pengolahan bahan baku yang memadai di Indonesia, terjadinya kenaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM), peraturan upah tenaga kerja yang tidak menguntungkan serta pasokan bahan baku yang terhambat mengakibatkan besarnya biaya produksi keramik di Indonesia. Sehingga menurunkan daya saing produk keramik dalam negeri dan menyebabkan maraknya produk keramik impor di Indonesia.
85
2. - Faktor-faktor yang mempengaruhi volume impor keramik lantai adalah produksi keramik lantai Indonesia (Q), harga keramik lantai domestik (PD) dan impor (PI), nilai tukar rupiah (ER), dan GDP. - Faktor-faktor yang memepengaruhi volume impor keramik tableware (TW) adalah harga keramik TW domestik (PD) dan impor (PI), nilai tukar rupiah (ER), dan GDP. - Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi volume keramik saniter adalah produksi keramik saniter Indonesia (Q), harga keramik saniter domestik(PD), nilai tukar rupiah (ER), dan dummy krisis. Secara keseluruhan, semua variabel yang digunakan dalam model memiliki pengaruh terhadap peningkatan volume impor keramik di Indonesia. Meskipun untuk variabel produksi, harga keramik impor, dan GDP untuk jenis keramik tertentu tidak memiliki pengaruh terhadap peningkatan volume impor. 3. Dari hasil perhitungan model volume impor keramik menunjukan bahwa beberapa perilaku komoditas keramik sesuai dengan teori ekonomi dan sementara perilaku lainnya menyimpang dari teori ekonomi. Seperti halnya variabel harga keramik domestik dan harga keramik impor yang tidak sesuai dengan hipotesis awal dan teori, untuk ketiga jenis keramik. Sementara variabel/perilaku keramik lainnya sesuai dengan teori seperti produksi, nilai tukar, dan GDP serta dummy. Hal ini dapat disebabkan karena data-data yang digunakan dalam perhitungan belum dapat merepsentasikan keadaan yang sebenarnya dan banyaknya faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi permintaan konsumen terhadap komoditas keramik impor di Indonesia.
86
Faktor-faktor tersebut antara lain selera, motif keramik, kesetiaan konsumen akan suatu merek produk keramik tertentu, dan fungsi/kegunaan
produk
keramik serta kualitasnya. 7.2. Saran 1. Perbedaan harga yang terjadi antara produk keramik buatan dalam negeri dengan produk keramik impor menyebabkan industri keramik dalam negeri merasa dirugikan dan terancam. Hal ini membuktikan bahwa industri keramik dalam negeri belum dapat bersaing dari segi harga. Diperlukan upaya pemerintah baik berupa kebijakan impor maupun kebijakan dari sisi produksi sehingga industri keramik dalam negeri dapat menekan biaya produksi. Selain itu perlu adanya peninjauan ulang mengenai kebijakan tarif, sehingga adanya tarif dapat membatasi volume impor keramik di Indonesia. 2. Industri keramik lantai : Produk keramik lantai Indonesia memiliki keunggulan dari segi kualitas. Hal inilah yang seharusnya dijadikan kekuatan bagi para produsen keramik lantai domestik. Bahwa faktor selera konsumen, motif dan desain keramik lantai dapat dijadikan motivasi untuk selalu menghasilkan keramik lantai yang tidak kalah kualitasnya dibandingkan dengan negara produsen keramik lantai lainnya khususnya Italia, yang sudah terkenal dengan produk keramik lantai yang memiliki desain dan kualitas yang bagus. 2. Industri keramik tableware : Umumnya produsen keramik tableware adalah dari industri kecil dan menengah. Meskipun kualitas keramik hasil industri kecil dan menengah
87
tersebut tidak kalah bersaing dengan produk sejenis buatan luar negeri, akan tetapi industri ini sangat rentan terhadap serangn produk impor dan masalah persaingan harga. Diperlukan dukungan dari berbagai pihak khususnya pemerintah baik dari segi regulasi, teknologi maupun dana. Mengingat tidak sedikit hasil produk keramik tableware yang dihasilkan oleh industri ini beredar di beberapa negara di dunia seperti Amerika, Meksiko, Hawwai, dan lainnya. 4. Industri keramik saniter : Selama ini produsen keramik saniter dalam negeri masih terfokus dalam memenuhi kebutuhan produk saniter bagi kalangan menengah atas yang sudah tidak asing lagi dengan produk-produk saniter merek terkenal di dunia seperti Toto dan American Standard. Pada kenyataannya, seperti diketahui bahwa seiring dengan kemajuan jaman dan teknologi, serta keterbatasan sumberdaya air dan lahan pemukiman, masyarakat kelas menengah bawah pun membutuhkan produk-produk saniter yang dapat menghemat penggunaan air dan efisien. Sehingga peluang pasar produk saniter di Indonesia masih cukup besar. Oleh karena itu, diharapkan para produsen keramik saniter dalam negeri mulai mempertimbangkan untuk memproduksi produk-produk saniter yang diperuntukkan bagi kalangan menengah bawah yang terjangkau dari segi harga. Hal ini untuk menjaga agar peluang pasar yang besar ini tidak dimanfaatkan oleh produsen keramik saniter negara lain.
DAFTAR PUSTAKA
[Anonim]. 2003. “Industri Keramik Saniter Pasar Terus Meningkat” [Republika Online]. http://www.republika.co.id/koran. [16 April 2003]. [Anonim]. 2005. “Keramik Impor Terbukti Rugikan Industri Lokal” [Asaki Online]. http://www.asaki.or.id/properti/artikel.php?aid=181. [11 Mei 2005]. [Anonim]. 2006. “Jejak Langkah Si Penjual Keramik” [Warta Ekonomi Online]. http://www.wartaekonomi.com/detail.asp. [6 Juni 2006]. Amir. M. S. 1984. Seluk Beluk dan Teknik Perdagangan Luar Negeri. Pustaka Binaman Pressindo, Jakarta. Ananta, Aris. 1987. Landasan Ekonometrika. Gramedia, Jakarta. Departemen Perindustrian, Direktorat Jenderal Industri Kimia, Agro dan Hasil Hutan. 2003. Kajian Industri Keramik Tableware. 1-7. Departemen Perindustrian. 2006. Kebijakan Industri Keramik Nasional. Departemen Perindustrian Republik Indonesia, Jakarta. Fer. 2005. “Pasokan Gas Terhenti, Produksi Keramik Turun 30 Persen” [Kompas Online].http://www.kompas.com/kompascetak/0505/20/ekonomi/ 1762567.htm. [20 Mei 2005]. Gujarati, D. N. 2003. Ekonometrika Dasar. Zain dan Sumarno [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Hady, Hamdy. 2004. Ekonomi Internasional (Teori dan Kebijakan Perdagangan Internasional). Ghalia Indonesia, Jakarta. Hapsari, N. T. 2007. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Volume Impor Gula Indonesia Periode 1983-2006 [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Hidayati, Nur. 2005. “Industri Keramik Menyiasati Kerunyaman Pasokan Gas” [Kompas Online].http://www.kompas.com/kompas-cetak/0508/27/fokus/ 2003423.htm . [27 Agustus 2005]. Ismanthono, Henricus. 2006. Kamus Istilah Ekonomi Populer. Penerbit buku Kompas, Jakarta.
89
Jar. 2005. “Harga Keramik Diawasi Agar Produsen Tak Saling Menjatuhkan” [Republika Online]. http://www.republika.co.id/koran [22 Juli 2005]. Komarudin, Aan. 2005. Analisis Permintaan Impor Buah Apel di Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Kunarjo. 2003. Glosarium Ekonomi, Keuangan dan Pembangunan. UI Press, Jakarta. Lindert, P. H, dan C. P. Kindleberger. 1995. Ekonomi Internasional. Burhanuddin Abdullah [alih bahasa]. Erlangga, Jakarta. Lipsey, R. G, P. N. Courant, D. D. Purvis, P. O. Steiner. Pengantar Mikroekonomi. 1995. Wasana dan Kirbrandoko [penerjemah]. Binarupa Aksara, Jakarta. Pass, Christopher dan Bryan Lowes. 1994. Kamus Lengkap Ekonomi Collins. Rumapea dan Haloho [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Rdn dan Oki. 15 Desember 2006. “Rumah Susun 10 Ribu ‘Tower’ Segera Dibangun”. Media Indonesia : 1. Rahmawati, Desi. 2005. Analisis Dampak Kebijakan Tarif Impor dan VariabelVariabel yang Mempengaruhi Volume Impor Gula [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Ramelan, Rahadi. 1999. Peningkatan Produktivitas Nasional (Melalui Penguasaan Iptek dan Pengembangan SDM). Penerbit UI Press, Jakarta. Salvatore, Dominick. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Samosir, Agunan. P. 2000. “Analisis Faktor-faktor Penghambat UKM Produsen Eksportir dan UKM Indirect Eksportir di Subsektor Industri Keramik Dalam Melakukan Ekspor”. Biro Pengkajian Ekonomi dan Keuangan, Badan Analisa Keuangan dan Moneter, Departemen Keuangan. 1-5. Siagian, Naomi. 2005. “Susahnya Menetapkan ‘Safeguard’ Keramik” [Sinar Harapan Online].http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/industri/2005/ 0824/ind1.html. [24 Agustus 2005]. Situmorang, M. T. 2005. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi dan Impor Beras Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
90
Suhalis, Adenan. 1991. Analisis Penawaran Ekspor Teh Hitam Indonesia dan Permintaan Impor Teh Hitam Dunia [Tesis]. Fakultas Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Surifanni, D. M. 2004. Permintaan Impor Kedelai Indonesia dari Amerika Serikat dan Aliran Impor Kedelai ke Indonesia [skripsi]. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
LAMPIRAN
94
Lampiran 2. Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Lantai.
Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Volume Impor (Kg) VI 38710448 53953708 46432409 21977731 21204540 39234157 54091876 41957753 13027591 2473979 8404872 13603732 25714005 56697774 146455942
Harga Volume Produksi Domestik (Rp/M2) (M2) Q PD 11323352 16892.37 25526998 10900.47 20690000 11896.26 47170374 10665.46 67114261 10086.43 54736744 10674.73 508314490 1580.94 769346578 1371.99 86079204 16192.94 93392052 16557.99 111996678 19017.15 80414437 23926.20 102072006 28700.51 83180786 21059.00 96025601 19672.93
Harga GDP Riil Impor Kurs Riil (Rp/Kg) (Rp/US$) (Miliar Rp) PI GDP ER 797.69 2352.25 67098.40 566.97 2261.57 72322.77 588.86 2239.47 77784.96 708.98 2089.33 82444.25 632.24 1973.97 87157.30 726.74 1885.37 95098.21 675.56 1852.64 105086.82 751.93 2112.05 112283.39 3432.34 3961.96 96250.63 463.03 3085.94 108270.69 684.27 3084.88 125587.98 607.27 3296.92 135230.88 668.47 2703.30 135970.98 503.66 2380.78 141407.66 330.01 2345.69 149834.57
Lampiran 3. Model Regresi Impor Keramik Lantai HS 6907 Indonesia. Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 07/02/07 Time: 15:01 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C -4.260582 13.10427 -0.325129 LNQ -2.397617 0.700448 -3.422978 LNPD -2.150092 0.747719 -2.875534 LNPI 1.149520 0.485533 2.367543 LNER -2.769155 1.302202 -2.126518 LNGDP 8.590384 2.283268 3.762320 R-squared 0.765641 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.635441 S.D. dependent var S.E. of regression 0.588658 Akaike info criterion Sum squared resid 3.118667 Schwarz criterion Log likelihood -9.504243 F-statistic Durbin-Watson stat 2.190860 Prob(F-statistic)
dan 6908
Prob. 0.7525 0.0076 0.0183 0.0421 0.0624 0.0045 17.11597 0.974943 2.067232 2.350452 5.880517 0.010989
95
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.318172 Probability Obs*R-squared 1.249966 Probability
0.737469 0.535271
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0.282337 Probability Obs*R-squared 6.206695 Probability
0.952317 0.797609
Uji Multikolinearitas LNQ LNQ 1.000000 LNPD -0.634454 LNPI 0.024629 LNER -0.051931 LNGDP 0.583999
LNPD -0.634454 1.000000 -0.061489 0.555281 0.189627
LNPI 0.024629 -0.061489 1.000000 0.446148 -0.271865
LNER -0.051931 0.555281 0.446148 1.000000 0.316059
LNGDP 0.583999 0.189627 -0.271865 0.316059 1.000000
Lampiran 4. Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Tableware.
Tahun 1990 1991 1992 1993 1994 1995 1996 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004
Volume Impor (Kg) VI 1865526 3217680 4086914 2497480 4324039 10746601 13780861 14234724 3047127 11910888 24039578 19285212 37048733 42598881 56843865
Volume Harga Produksi Domestik (Kg) (Rp/Kg) Q PD 8262619 2121.37 40653308 2177.13 109824545 580.35 28908601 3207.17 37633618 3005.27 9115020 6491.91 106462496 861.09 17734240 4604.71 22700385 6255.56 45831022 4326.77 149016000 1700.72 167499500 857.23 174198500 581.05 178500000 642.89 147399000 670.29
Harga Impor Kurs Riil GDP Riil (Rp/Kg) (Rp/US$) (Miliar Rp) PI ER GDP 2538.25 2352.25 67098.40 1920.96 2261.57 72322.77 2007.28 2239.47 77784.96 2630.60 2089.33 82444.25 1516.00 1973.97 87157.30 892.86 1885.37 95098.21 913.8 1852.64 105086.82 1115.74 2112.05 112283.39 1993.74 3961.96 96250.63 465.93 3085.94 108270.69 484.23 3084.88 125587.98 687.58 3296.92 135230.88 904.34 2703.30 135970.98 1006.82 2380.78 141407.66 790.76 2345.69 149834.57
96
Lampiran 5. Model Regresi Impor Keramik Tableware HS 6911 dan 6912 Indonesia. Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 07/02/07 Time: 16:46 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. C -7.253959 6.124633 -1.184391 0.2666 LNQ -0.188581 0.140452 -1.342673 0.2123 LNPD -0.344439 0.146308 -2.354206 0.0430 LNPI -0.555299 0.174139 -3.188829 0.0110 LNER -0.828979 0.304318 -2.724053 0.0235 LNGDP 3.437677 0.418870 8.207025 0.0000 R-squared 0.975325 Mean dependent var 16.10672 Adjusted R-squared 0.961616 S.D. dependent var 1.109780 S.E. of regression 0.217427 Akaike info criterion 0.075264 Sum squared resid 0.425469 Schwarz criterion 0.358484 Log likelihood 5.435521 F-statistic 71.14686 Durbin-Watson stat 2.398463 Prob(F-statistic) 0.000001 Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.603250 Probability Obs*R-squared 2.205264 Probability
0.573179 0.331996
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0.351156 Probability Obs*R-squared 7.012310 Probability
0.918222 0.724282
Uji Multikolinearitas LNQ LNQ 1.000000 LNPD -0.827186 LNPI -0.484965 LNER 0.239190 LNGDP 0.671616
LNPD -0.827186 1.000000 0.161248 0.049004 -0.416247
LNPI -0.484965 0.161248 1.000000 -0.273326 -0.762891
LNER 0.239190 0.049004 -0.273326 1.000000 0.316059
LNGDP 0.671616 -0.416247 -0.762891 0.316059 1.000000
97
Lampiran 6. Data Dugaan Model Volume Impor Keramik Saniter. Volume Impor (Kg) VI Tahun 241155 1990 267328 1991 299730 1992 298738 1993 235738 1994 528997 1995 747531 1996 269536 1997 94974 1998 305460 1999 384271 2000 551286 2001 1103536 2002 2303435 2003 7335984 2004
Harga Harga Volume Kurs Riil GDP Riil Dummy Impor Produksi Domestik (Rp/US$) (Miliar Rp) Krisis (Rp/Kg) (Rp/Kg) (Kg) Dummy GDP ER PI PD Q 20049239 2138.63 7194.24 2352.25 67098.40 0 23018000 2072.82 4402.04 2261.57 72322.77 0 42748914 1622.03 11978.29 2239.47 77784.96 0 52060949 1807.91 4991.83 2089.33 82444.25 0 32029698 1852.78 3719.19 1973.97 87157.30 0 54679599 2039.89 3264.99 1885.37 95098.21 0 419192358 412.03 2591.08 1852.64 105086.82 0 66727159 2173.19 3518.73 2112.05 112283.39 0 165617691 754.16 9056.26 3961.96 96250.63 0 100102001 2537.97 2554.45 3085.94 108270.69 1 33333000 2734.38 2119.65 3084.88 125587.98 1 37575000 2902.51 1628.41 3296.92 135230.88 1 46760000 2718.00 1611.01 2703.30 135970.98 1 50100000 2444.71 1971.36 2380.78 141407.66 1 56780000 1183.90 1096.57 2345.69 149834.57 1
Lampiran 7. Model Regresi Impor Keramik Saniter HS 6910 Indonesia. Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 07/02/07 Time: 21:05 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 34.90837 14.51506 2.404975 LNQ -0.729208 0.282819 -2.578353 LNPD -1.435115 0.411771 -3.485231 LNPI 0.295524 0.429640 0.687842 LNER -3.274900 0.791731 -4.136379 LNGDP 2.103576 1.146618 1.834592 DUMMY 1.970443 0.632603 3.114816 R-squared 0.910775 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.843857 S.D. dependent var S.E. of regression 0.419695 Akaike info criterion Sum squared resid 1.409152 Schwarz criterion Log likelihood -3.546115 F-statistic Durbin-Watson stat 2.398326 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0428 0.0327 0.0083 0.5110 0.0033 0.1039 0.0143 13.08186 1.062118 1.406149 1.736572 13.61024 0.000820
98
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.686035 Probability Obs*R-squared 2.791762 Probability
0.539120 0.247615
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
3.925189 Probability 14.02549 Probability
0.143633 0.231586
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDP DUMMY
LNQ LNPD LNPI LNER LNGDP 1.000000 -0.780433 -0.047922 0.037105 0.239485 -0.780433 1.000000 -0.211428 0.170731 0.114736 -0.047922 -0.211428 1.000000 -0.045115 -0.845563 0.037105 0.170731 -0.045115 1.000000 0.316059 0.239485 0.114736 -0.845563 0.316059 1.000000 -0.098989 0.431827 -0.778265 0.498627 0.820522
DUMMY -0.098989 0.431827 -0.778265 0.498627 0.820522 1.000000
99
Sumber : Koleksi Pribadi
Gambar 1. Produk Keramik Tableware.
Sumber : PT. Claytan Indonesia
Sumber : PT. Claytan Indonesia
Gambar 2. Produk Keramik Saniter.
92
Lampiran 1. Tabel 6. Volume Ekspor, Impor dan Produksi Industri Keramik Indonesia (dalam Kg). Komoditi
2002 Ekspor Impor 339054758 25714005
2003 Ekspor Impor 471341366 56697774
2004 Ekspor Impor 556388376 146455942
Ubin Keramik Barang 999688 6028903 882993 5590920 955936 Keramik Tahan Panas Alat Makan 35637287 37048733 35920775 42598881 28795257 Keramik (Tableware) Sanitary 13015365 1103536 16389315 2303435 17091573 Barang 9801454 1774347 9947437 1689414 9515370 Keramik Lainnya Atap 1295090 373805 4293923 1329213 18419810 Genteng, Cerobong, Hiasan, dan Barang Bangunan Keramik Pipa 101302 91908 216815 165300 30429 Keramik Batubara 1300239 332474 1729343 2377401 1676534 Keramik Sumber : BPS, Pusdatin diolah Industri Agro dan Kimia, Dept. Perindustrian, 2006. Keterangan : * Januari-November 2006.
2005 Ekspor Impor 477573309 157364294
2006 Ekspor Impor* 477178446 151750847
8750184
460626
9692366
831120
6835171
56843865
30338547
45034316
28505425
30138015
7335984 1544146
17901850 7264589
6405457 3347439
19374296 7841840
6723389 2515459
957265
21853917
1093760
22208168
914954
21268
626
61211
137
31766
701254
2324181
993147
1900676
241151
93
Lanjutan Tabel 6. Volume Ekspor, Impor dan Produksi Industri Keramik Indonesia (dalam Kg). Komoditi 2003 3454959 53332
Produksi (dalam Ton) 2004 2005 3709030 3385408 53600 54672
Ubin Keramik Alat Makan Keramik (Tableware) Sanitary 51840 52100 53142 Barang Keramik Lainnya 20895 21000 21105 Atap Genteng, Cerobong dan 24346 24469 24968 Bangunan Keramik Lainnya Pipa Keramik 402 404 406 Sumber : BPS, Pusdatin diolah Industri Agro dan Kimia, Dept. Perindustrian, 2006. Keterangan : * Januari-November 2006.
2006* 3662709 55765 54205 21527 25467 414
100
Lampiran 10 Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (1) Hasil Estimasi Method: Least Squares Date: 08/18/07 Time: 20:56 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 277.8183 427.2404 0.650262 LNQ -1.773875 0.921147 -1.925724 LNPD -2.265122 1.112378 -2.036289 LNPI 1.008986 0.603002 1.673270 LNER -6.465492 2.958366 -2.185494 LNGDPK -4.245356 4.043690 -1.049872 LNJP -8.584916 29.48078 -0.291204 R-squared 0.684074 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.447130 S.D. dependent var S.E. of regression 0.724921 Akaike info criterion Sum squared resid 4.204087 Schwarz criterion Log likelihood -11.74413 F-statistic Durbin-Watson stat 1.991078 Prob(F-statistic)
Prob. 0.5337 0.0903 0.0761 0.1328 0.0603 0.3245 0.7783 17.11597 0.974943 2.499217 2.829641 2.887070 0.083838
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.386563 Obs*R-squared 4.741398
Probability Probability
0.319883 0.093415
Probability Probability
0.025896 0.195977
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
14.02244 14.71383
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNJP LNGDPK
LNQ 1.000000 -0.852090 0.024629 -0.051931 0.542265 -0.236645
LNPD -0.852090 1.000000 -0.007223 0.407607 -0.081239 -0.258796
LNPI 0.024629 -0.007223 1.000000 0.446148 -0.144594 0.068432
Keterangan : C : Konstanta Q : Produksi GDPK : Pendapatan Nasional Perkapita. GDP : Pendapatan Nasional
PD PI ER JP
LNER -0.051931 0.407607 0.446148 1.000000 0.449869 -0.687085
LNJP 0.542265 -0.081239 -0.144594 0.449869 1.000000 -0.922769
: Harga Domestik : Harga Impor : Kurs : Jumlah Penduduk
LNGDPK -0.236645 -0.258796 0.068432 -0.687085 -0.922769 1.000000
101
Lampiran 11 Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (2) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/18/07 Time: 21:54 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 244.1033 46.81271 5.214467 LNQ -2.159037 0.624979 -3.454574 LNPD -2.404876 0.816039 -2.947010 LNPI 0.736676 0.432953 1.701513 LNER -0.705367 2.358814 -0.299035 LNGDPK -11.52937 3.307624 -3.485695 DUMMY -9.909444 3.769569 -2.628800 R-squared 0.828699 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.700224 S.D. dependent var S.E. of regression 0.533799 Akaike info criterion Sum squared resid 2.279534 Schwarz criterion Log likelihood -7.153485 F-statistic Durbin-Watson stat 2.412340 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0008 0.0086 0.0185 0.1273 0.7725 0.0083 0.0302 17.11597 0.974943 1.887131 2.217555 6.450249 0.009629
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.091222 Obs*R-squared 6.161257
Probability Probability
0.204596 0.045930
Probability Probability
0.765316 0.499651
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.606084 10.34495
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDPK DUMMY
LNQ 1.000000 -0.852090 0.024629 -0.051931 -0.236645 0.156315
LNPD -0.852090 1.000000 -0.007223 0.407607 -0.258796 0.331452
LNPI 0.024629 -0.007223 1.000000 0.446148 0.068432 0.017655
LNER -0.051931 0.407607 0.446148 1.000000 -0.687085 0.788516
LNGDPK -0.236645 -0.258796 0.068432 -0.687085 1.000000 -0.984602
DUMMY 0.156315 0.331452 0.017655 0.788516 -0.984602 1.000000
102
Lampiran 12 Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (3) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/18/07 Time: 22:29 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 567.9045 276.5560 2.053488 LNQ -1.944037 0.558714 -3.479486 LNPD -2.537470 0.605069 -4.193683 LNPI 0.758243 0.349650 2.168580 LNER -1.984188 2.051286 -0.967290 LNGDPK -13.92352 4.237052 -3.286133 LNJP -23.25799 18.53598 -1.254748 DUMMY -10.72540 3.230673 -3.319864 R-squared 0.904938 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.809876 S.D. dependent var S.E. of regression 0.425107 Akaike info criterion Sum squared resid 1.265013 Schwarz criterion Log likelihood -2.736818 F-statistic Durbin-Watson stat 2.846060 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0791 0.0103 0.0041 0.0668 0.3656 0.0134 0.2498 0.0128 17.11597 0.974943 1.431576 1.809202 9.519424 0.004074
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 7.817463 Probability Obs*R-squared 11.36539 Probability
0.028901 0.003404
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.810850 Probability 12.44250 Probability
0.674240 0.410827
Uji Multikolinearitas LNQ LNQ 1.000000 LNPD -0.960812 LNPI 0.024629 LNER -0.051931 LNGDPK -0.236645 LNJP 0.542265 DUMMY 0.156315
LNPD -0.960812 1.000000 -0.002146 0.174881 0.081507 -0.401038 -0.001066
LNPI 0.024629 -0.002146 1.000000 0.446148 0.068432 -0.144594 0.017655
LNER -0.051931 0.174881 0.446148 1.000000 -0.687085 0.449869 0.788516
LNGDPK -0.236645 0.081507 0.068432 -0.687085 1.000000 -0.922769 -0.984602
LNJP 0.542265 -0.401038 -0.144594 0.449869 -0.922769 1.000000 0.857046
DUMMY 0.156315 -0.001066 0.017655 0.788516 -0.984602 0.857046 1.000000
103
Lampiran 13 Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (4) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/18/07 Time: 22:57 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error C 188.0454 43.26153 LNPD -2.467310 0.881649 LNQ -1.965475 0.637411 LNPI 0.979142 0.489046 LNER -6.475254 1.583074 LNGDPK -4.888539 1.402246 R-squared 0.743469 Mean dependent var Adjusted R0.600951 S.D. dependent var squared S.E. of regression 0.615875 Akaike info criterion Sum squared resid 3.413717 Schwarz criterion Log likelihood -10.18222 F-statistic Durbin-Watson 2.168879 Prob(F-statistic) stat
t-Statistic 4.346713 -2.798518 -3.083528 2.002146 -4.090305 -3.486221
Prob. 0.0019 0.0208 0.0131 0.0763 0.0027 0.0069 17.11597 0.974943 2.157629 2.440849 5.216682 0.015955
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 1.710839 Probability Obs*R-squared 4.924847 Probability
0.248348 0.085228
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 2.457320 Probability Obs*R-squared 12.90013 Probability
0.200254 0.229309
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDPK
LNQ 1.000000 -0.634454 0.024629 -0.051931 -0.236645
LNPD -0.634454 1.000000 -0.061489 0.555281 -0.571855
LNPI 0.024629 -0.061489 1.000000 0.446148 0.068432
LNER -0.051931 0.555281 0.446148 1.000000 -0.687085
LNGDPK -0.236645 -0.571855 0.068432 -0.687085 1.000000
104
Lampiran 14 Model Percobaan Volume Impor Keramik Lantai (5) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 07/23/07 Time: 19:41 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 92.18269 193.9631 0.475259 LNQ -2.200500 0.877233 -2.508456 LNPD -2.030040 1.005931 -2.018070 LNPI 1.163129 0.598307 1.944034 LNER -3.221071 1.535465 -2.097782 LNGDP 7.513838 5.262239 1.427879 LNJP -7.018179 21.22094 -0.330719 R-squared 0.713550 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.498712 S.D. dependent var S.E. of regression 0.690276 Akaike info criterion Sum squared resid 3.811853 Schwarz criterion Log likelihood -11.00957 F-statistic Durbin-Watson stat 1.914112 Prob(F-statistic)
Prob. 0.6473 0.0365 0.0783 0.0878 0.0692 0.1912 0.7494 17.11597 0.974943 2.401276 2.731699 3.321343 0.060230
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.093406 Probability Obs*R-squared 0.452928 Probability
0.912122 0.797348
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.538398 Probability 9.956500 Probability
0.804756 0.534304
Uji multikolinearitas LNP LNQ LNPD LNER LNGDP LNJP
LNPI 1.000000 0.024629 -0.007223 0.446148 -0.271865 -0.144594
LNQ 0.024629 1.000000 -0.852090 -0.051931 0.583999 0.542265
LNPD -0.007223 -0.852090 1.000000 0.407607 -0.155008 -0.081239
LNER 0.446148 -0.051931 0.407607 1.000000 0.316059 0.449869
LNGDP -0.271865 0.583999 -0.155008 0.316059 1.000000 0.977632
LNJP -0.144594 0.542265 -0.081239 0.449869 0.977632 1.000000
105
Lampiran 15 Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (1) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI
Method: Least Squares Date: 08/18/07 Time: 23:29 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 53.49940 102.1954 0.523501 LNQ -0.171642 0.178979 -0.959003 LNPD -0.323526 0.211545 -1.529351 LNPI -0.847756 0.209253 -4.051344 LNER -0.761465 0.978191 -0.778442 LNGDPK -4.671727 2.479242 -1.884337 LNJP 3.819828 6.118342 0.624324 DUMMY -3.759678 2.292513 -1.639981 R-squared 0.974043 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.948086 S.D. dependent var S.E. of regression 0.252859 Akaike info criterion Sum squared resid 0.447563 Schwarz criterion Log likelihood 5.055837 F-statistic Durbin-Watson stat 2.485643 Prob(F-statistic)
Prob. 0.6168 0.3695 0.1700 0.0049 0.4618 0.1015 0.5522 0.1450 16.10672 1.109780 0.392555 0.770182 37.52549 0.000050
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.551430 Probability Obs*R-squared 2.710679 Probability
0.607563 0.257860
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.570360 Probability 11.60799 Probability
0.785219 0.477653
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDPK LNJP DUMMY
LNQ LNPD LNPI LNER 1.000000 -0.656702 -0.247060 0.097823 -0.656702 1.000000 -0.276629 0.329789 -0.247060 -0.276629 1.000000 -0.273326 0.097823 0.329789 -0.273326 1.000000 -0.209930 -0.306962 0.640168 -0.687085 0.230662 0.310223 -0.732039 0.449869 0.205110 0.323496 -0.606926 0.788516
LNGDPK -0.209930 -0.306962 0.640168 -0.687085 1.000000 -0.922769 -0.984602
LNJP 0.230662 0.310223 -0.732039 0.449869 -0.922769 1.000000 0.857046
DUMMY 0.205110 0.323496 -0.606926 0.788516 -0.984602 0.857046 1.000000
106
Lampiran 16 Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (2) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/19/07 Time: 00:44 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient C 95.22339 LNQ -0.013539 LNPD -0.163191 LNPI -0.824118 LNER -0.767140 LNGDPK -5.608811 LNJP 1.157899 DUMMY -4.493616 R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood Durbin-Watson stat
Std. Error t-Statistic 98.87654 0.963053 0.161339 -0.083917 0.201010 -0.811854 0.226561 -3.637512 1.040761 -0.737095 2.465228 -2.275170 5.790341 0.199971 2.306639 -1.948123 0.970662 Mean dependent var 0.941325 S.D. dependent var 0.268822 Akaike info criterion 0.505856 Schwarz criterion 4.137566 F-statistic 2.249068 Prob(F-statistic)
Prob. 0.3676 0.9355 0.4436 0.0083 0.4850 0.0570 0.8472 0.0924 16.10672 1.109780 0.514991 0.892618 33.08590 0.000076
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.173124 Probability Obs*R-squared 0.971472 Probability
0.845867 0.615244
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.171419 Probability 7.605424 Probability
0.983010 0.815155
Uji Multikolinearitas LNQ2 LNPD LNPI LNER LNGDPK LNQ 1.000000 -0.394072 -0.484965 0.239190 -0.634139 LNPD -0.394072 1.000000 -0.276629 0.329789 -0.306962 LNPI -0.484965 -0.276629 1.000000 -0.273326 0.640168 LNER 0.239190 0.329789 -0.273326 1.000000 -0.687085 LNGDPK -0.634139 -0.306962 0.640168 -0.687085 1.000000 LNJP 0.635642 0.310223 -0.732039 0.449869 -0.922769 DUMMY 0.583374 0.323496 -0.606926 0.788516 -0.984602
LNJP 0.635642 0.310223 -0.732039 0.449869 -0.922769 1.000000 0.857046
DUMMY 0.583374 0.323496 -0.606926 0.788516 -0.984602 0.857046 1.000000
107
Lampiran 17 Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (3) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/19/07 Time: 00:52 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C -3.161912 99.92372 -0.031643 LNQ -0.173523 0.162010 -1.071064 LNPD -0.355041 0.188028 -1.888231 LNPI -0.820364 0.189409 -4.331183 LNER -0.679032 0.887776 -0.764869 LNGDPK -3.214309 2.415696 -1.330594 LNJP 6.727494 5.894252 1.141365 DUMMY -2.787336 2.155566 -1.293088 R-squared 0.978732 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.957465 S.D. dependent var S.E. of regression 0.228881 Akaike info criterion Sum squared resid 0.366707 Schwarz criterion Log likelihood 6.550246 F-statistic Durbin-Watson stat 2.548887 Prob(F-statistic)
Prob. 0.9756 0.3197 0.1009 0.0034 0.4693 0.2250 0.2913 0.2370 16.10672 1.109780 0.193300 0.570927 46.02007 0.000025
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.654273 Probability Obs*R-squared 3.111363 Probability
0.559245 0.211045
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.689860 Probability 13.65340 Probability
0.431282 0.323387
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDPK LNJP DUMMY
LNQ2 1.000000 -0.827186 -0.484965 0.239190 -0.634139 0.635642 0.583374
LNPD -0.827186 1.000000 0.161248 0.049004 0.350180 -0.331689 -0.280149
LNPI -0.484965 0.161248 1.000000 -0.273326 0.640168 -0.732039 -0.606926
LNER 0.239190 0.049004 -0.273326 1.000000 -0.687085 0.449869 0.788516
LNGDPK -0.634139 0.350180 0.640168 -0.687085 1.000000 -0.922769 -0.984602
LNJP 0.635642 -0.331689 -0.732039 0.449869 -0.922769 1.000000 0.857046
DUMMY 0.583374 -0.280149 -0.606926 0.788516 -0.984602 0.857046 1.000000
108
Lampiran 18 Model Percobaan Volume Impor Keramik Tableware (4) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/19/07 Time: 01:08 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C -55.46988 65.65659 -0.844849 LNQ -0.217327 0.149322 -1.455423 LNPD -0.398243 0.166933 -2.385653 LNPI -0.610046 0.193516 -3.152428 LNER -1.029077 0.413658 -2.487750 LNGDP 2.085449 1.882637 1.107728 LNJP 5.463435 7.405496 0.737754 R-squared 0.976896 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.959569 S.D. dependent var S.E. of regression 0.223150 Akaike info criterion Sum squared resid 0.398366 Schwarz criterion Log likelihood 5.929176 F-statistic Durbin-Watson stat 2.595521 Prob(F-statistic)
Prob. 0.4227 0.1836 0.0442 0.0135 0.0377 0.3002 0.4817 16.10672 1.109780 0.142776 0.473200 56.37764 0.000004
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 0.789564 Probability Obs*R-squared 3.125284 Probability
0.496130 0.209582
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.883793 11.46274
Probability Probability
0.621301 0.405349
Uji Multikolinearitas LNQ
LNPD
LNPI
LNQ
1
LNPD
-0.827185883962
LNPI
-0.484964616571 0.161248323307
LNER
0.239189630844 0.0490044685784 -0.27332580501
LNGDP LNJP
LNER
LNJP
-0.827185883962 -0.484964616571 0.23918963084 0.67161574825 0.63564179587 1
0.161248323307 0.04900446857 -0.4162467404 -0.3316887911 1
-0.2733258050 -0.7628907633 -0.7320393964 1
0.671615748251 -0.416246740457 -0.762890763332 0.31605856189 0.635641795879
LNGDP
-0.33168879115
0.31605856189 0.44986851372 1
-0.732039396466 0.44986851372 0.97763247267
0.97763247267 1
109
Lampiran 19 Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (1) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/20/07 Time: 23:11 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 58.61293 19.05533 3.075934 LNQ -0.617976 0.223672 -2.762863 LNPD -0.793092 0.305291 -2.597825 LNPI -0.140120 0.347705 -0.402985 LNER -5.170549 1.306237 -3.958354 LNGDP 1.023766 1.205654 0.849137 DUMMY 2.452149 0.766901 3.197477 R-squared 0.925634 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.869860 S.D. dependent var S.E. of regression 0.383158 Akaike info criterion Sum squared resid 1.174480 Schwarz criterion Log likelihood -2.179894 F-statistic Durbin-Watson stat 1.891522 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0152 0.0246 0.0317 0.6975 0.0042 0.4205 0.0127 13.08186 1.062118 1.223986 1.554409 16.59611 0.000406
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 2.936243 Probability Obs*R-squared 7.419448 Probability
0.129071 0.024484
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.774676 0.507405
0.589837 Probability 10.25727 Probability
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDP DUMMY
LNQ 1.000000 -0.648502 -0.142104 0.173605 0.347657 0.240724
LNPD -0.648502 1.000000 -0.211428 0.170731 0.114736 0.203213
LNPI -0.142104 -0.211428 1.000000 -0.045115 -0.845563 -0.556906
LNER 0.173605 0.170731 -0.045115 1.000000 0.316059 0.788516
LNGDP 0.347657 0.114736 -0.845563 0.316059 1.000000 0.769264
DUMMY 0.240724 0.203213 -0.556906 0.788516 0.769264 1.000000
110
Lampiran 20 Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (2) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI
Method: Least Squares Date: 08/20/07 Time: 23:24 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 280.0347 218.5941 1.281072 LNQ -0.257838 0.367185 -0.702203 LNPD -0.602413 0.346497 -1.738581 LNPI -0.223033 0.337582 -0.660676 LNER -4.853371 1.558025 -3.115078 LNGDPK -5.305849 5.163676 -1.027533 LNJP -11.76735 13.12191 -0.896771 DUMMY -1.502693 4.296708 -0.349731 R-squared 0.929583 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.859166 S.D. dependent var S.E. of regression 0.398591 Akaike info criterion Sum squared resid 1.112123 Schwarz criterion Log likelihood -1.770730 F-statistic Durbin-Watson stat 2.068982 Prob(F-statistic)
Prob. 0.2410 0.5052 0.1257 0.5300 0.0170 0.3384 0.3996 0.7368 13.08186 1.062118 1.302764 1.680391 13.20107 0.001500
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 5.562739 Probability Obs*R-squared 10.34898 Probability
0.053536 0.005659
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.757300 0.458057
0.626191 Probability 11.84685 Probability
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDPK LNQ 1.000000 -0.648502 -0.142104 0.173605 -0.232672 LNPD -0.648502 1.000000 -0.211428 0.170731 -0.202840 LNPI -0.142104 -0.211428 1.000000 -0.045115 0.659833 LNER 0.173605 0.170731 -0.045115 1.000000 -0.687085 LNGDPK -0.232672 -0.202840 0.659833 -0.687085 1.000000 LNJP 0.390396 0.076747 -0.773264 0.449869 -0.922769 DUMMY 0.240724 0.203213 -0.556906 0.788516 -0.984602
LNJP 0.390396 0.076747 -0.773264 0.449869 -0.922769 1.000000 0.857046
DUMMY 0.240724 0.203213 -0.556906 0.788516 -0.984602 0.857046 1.000000
111
Lampiran 21 Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (3) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/20/07 Time: 23:32 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 85.39384 25.64736 3.329537 LNQ -0.524442 0.212849 -2.463915 LNPD -0.729739 0.312180 -2.337560 LNPI -0.224403 0.333422 -0.673030 LNER -5.164025 1.500322 -3.441945 LNGDPK -1.155892 2.262700 -0.510846 DUMMY 1.590060 2.531200 0.628184 R-squared 0.921493 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.862613 S.D. dependent var S.E. of regression 0.393683 Akaike info criterion Sum squared resid 1.239889 Schwarz criterion Log likelihood -2.586368 F-statistic Durbin-Watson stat 1.910239 Prob(F-statistic)
Prob. 0.0104 0.0391 0.0476 0.5199 0.0088 0.6233 0.5474 13.08186 1.062118 1.278182 1.608606 15.65026 0.000501
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 5.474965 Probability Obs*R-squared 9.690244 Probability
0.044356 0.007867
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic 0.297413 Probability Obs*R-squared 7.824736 Probability
0.941261 0.728912
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNGDPK DUMMY
LNQ 1.000000 -0.648502 -0.142104 0.173605 -0.232672 0.240724
LNPD -0.648502 1.000000 -0.211428 0.170731 -0.202840 0.203213
LNPI -0.142104 -0.211428 1.000000 -0.045115 0.659833 -0.556906
LNER 0.173605 0.170731 -0.045115 1.000000 -0.687085 0.788516
LNGDPK -0.232672 -0.202840 0.659833 -0.687085 1.000000 -0.984602
DUMMY 0.240724 0.203213 -0.556906 0.788516 -0.984602 1.000000
112
Lampiran 22 Model Percobaan Volume Impor Keramik Saniter (4) Hasil Estimasi Dependent Variable: LNVI Method: Least Squares Date: 08/20/07 Time: 23:35 Sample: 1990 2004 Included observations: 15 Variable Coefficient Std. Error t-Statistic C 69.03825 75.21276 0.917906 LNQ -0.546859 0.236848 -2.308905 LNPD -0.752133 0.315466 -2.384193 LNPI -0.282829 0.333687 -0.847588 LNER -5.562519 1.401698 -3.968415 LNJP 0.316237 5.841925 0.054132 DUMMY 2.804598 0.946621 2.962748 R-squared 0.918962 Mean dependent var Adjusted R-squared 0.858183 S.D. dependent var S.E. of regression 0.399979 Akaike info criterion Sum squared resid 1.279866 Schwarz criterion Log likelihood -2.824370 F-statistic Durbin-Watson stat 1.961704 Prob(F-statistic)
Prob. 0.3855 0.0498 0.0443 0.4213 0.0041 0.9582 0.0181 13.08186 1.062118 1.309916 1.640339 15.11977 0.000566
Uji Autokorelasi Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: F-statistic 6.219928 Probability Obs*R-squared 10.11927 Probability
0.034449 0.006348
Uji Heteroskedastisitas White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.992639 0.941031
0.152253 Probability 4.135423 Probability
Uji Multikolinearitas LNQ LNPD LNPI LNER LNJP DUMMY
LNQ 1.000000 -0.648502 -0.142104 0.173605 0.390396 0.240724
LNPD -0.648502 1.000000 -0.211428 0.170731 0.076747 0.203213
LNPI -0.142104 -0.211428 1.000000 -0.045115 -0.773264 -0.556906
LNER 0.173605 0.170731 -0.045115 1.000000 0.449869 0.788516
LNJP 0.390396 0.076747 -0.773264 0.449869 1.000000 0.857046
DUMMY 0.240724 0.203213 -0.556906 0.788516 0.857046 1.000000