ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA (STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)
Oleh : HAPTO STATO A14103020
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN HAPTO STATO. Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah dan Peramalannya, Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. Di Bawah Bimbingan Ir.ANITA RISTIANINGRUM, Msi. Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Komoditas ini memiliki banyak kegunaan terutama dalam sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi terhadap bawang merah cenderung mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk, meningkatnya ragam masakan yang menggunakan bawang merah, meningkatnya kesadaran masyarakat terhadap nilai gizi, dan berkembangnya industri pengolahan. Meskipun demikian komoditas ini mempunyai masalah dalam fluktuasi harga yang cukup besar. Harga bawang merah umumnya berfluktuasi secara musiman. Dengan semakin besarnya fluktuasi harga bawang merah yang diakibatkan oleh berbagai faktor, maka sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang berkepentingan seperti petani dan konsumen. Selain melakukan peramalan terhadap harga bawang merah, diperlukan juga analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ beserta upaya untuk memperkecil fluktuasi harganya. Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berfluktuasi secara acak disekitar garis trend. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola musiman tertentu, yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan Mei hingga bulan September, dan trend peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei yang berulang tiap tahunnya.. Trend penurunan dan peningkatan harga bawang merah tersebut berkaitan dengan pola produksi bawang merah yang mengalami panen puncak pada selang periode bulan Juni hingga bulan September, dan mengalami masa kosong panen pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei. Dari metode peramalan time series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ. Penerapan metode ARIMA terbaik dengan panjang musiman 10 (L = 10) adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 . Metode Single Exponential Smoothing merupakan pilihan yang terbaik bagi para peramal yang mengutamakan kemudahan dan kesederhanaan penerapan tetapi tetap menuntut tingkat keakuratan yang tinggi. Berdasarkan hasil uji regresi, faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor dan harga impor bawang merah, serta harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang memberikan
pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu harga impor bawang merah, ditunjukkan dengan nilai korelasinya sebesar 0,693. Usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar wilayah sentra produksi utama bawang merah di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang mempunyai pola musim panen yang cenderung bersamaan yaitu pada bulan Juni – September, memberikan bimbingan pelatihan kepada petani guna meningkatkan produksinya misalnya melalui program intensifikasi pertanian mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih sangat rendah dibandingkan produktivitas bawang merah impor dimana produktivitas bawang merah Indonesia mencapai 8,5 – 10 ton/ha sedangkan produktivitas bawang merah impor rata-rata mencapai 20 ton/ha. Usaha lainnya adalah melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh Lembaga Dinas Pertanian misalnya oleh Departemen Sarana Produksi Petanian. Usaha yang harus dilakukan oleh petani ialah petani bawang merah dapat melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok tani.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA (STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)
Oleh : HAPTO STATO A14103020
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi
: Analisis Faktor – Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah dan Peramalannya (Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta).
Nama Mahasiswa : HAPTO STATO NRP
: A14103020
Program Studi
: Manajemen Agribisnis
Menyetujui Dosen Pembimbing Skripsi
Ir. Anita Ristianingrum, Msi NIP. 132 046 437
Mengetahui, Dekan Fakultas Pertanian IPB
Prof. Dr. Ir. H. Didy Sopandie, M. Agr NIP.131 124 019
Tanggal Lulus :
PERNYATAAN
DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL : “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI FLUKTUASI HARGA BAWANG MERAH DAN PERAMALANNYA (STUDI KASUS PASAR INDUK KRAMAT JATI, DKI JAKARTA)” ADALAH KAR YA SENDIRI DAN BELUM DIAJUKAN DALAM BENTUK APAPUN
KEPADA
PERGURUAN
TINGGI
MANAPUN.
SUMBER
INFORMASI YANG BERASAL ATAU DIKUTIP DARI KARYA YANG DITERBITKAN MAUPUN TIDAK DITERBITKAN DARI PENULIS LAIN TELAH DISEBUTKAN DALAM TEKS DAN DICANTUMKAN DALAM DAFTAR PUSTAKA DI BAGIAN AKHIR SKRIPSI INI.
Bogor, Mei 2007
HAPTO STATO A14103020
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji syukur kepada Allah swt dan Nabi Muhammad SAW, pada kesempatan ini dengan segala kerendahan hati penulis ingin mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada semua pihak yang telah membantu selama masa perkuliahan dan juga dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu : 1. Keluarga, yang telah memberikan motivasi kepada penulis selama pembuatan skripsi. 2. Ir. Anita Ristianingrum, MSi selaku dosen pembimbing skripsi, atas bimbingan dan kesabarannya membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. 3. Ir. Harmini, MS selaku dosen penguji utama, yang telah bersedia menguji penulis pada saat sidang skripsi. 4. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji komdik, yang telah bersedia menguji penulis pada saat sidang skripsi. 5. Staf Sekretariat Departemen Agribisnis (Mbak Dian), yang telah membantu penulis dalam pembuatan surat izin penelitian. 6. Karyawan PIKJ, yang telah membantu penulis selama pembuatan skripsi. 7. Ir. Budi Purwanto, MS selaku dosen pembimbing akademik, yang telah memberikan bimbingan kepada penulis selama penulis kuliah. 8. Rahmatia Hardhani selaku pembahas, yang telah bersedia menjadi pembahas pada saat seminar. 9. Jujung, teman seperjuangan di Pontianak, yang telah banyak memberikan masukan kepada penulis selama pembuatan skripsi. 10. Teman – teman AGB 40 (Jujung, Panda, Rina, Riza, Nini, Widi, Mbe, Welly, Vedy, Yoga, Ulum, Oky, Santi, Anti, dan Meta) yang telah membantu dan menemani penulis selama seminar dan sidang skripsi. 11. Seluruh teman-teman AGB 40, atas persahabatannya selama menjalani perkuliahan. 12. Semua pihak yang telah membantu penulis selama pembuatan skripsi.
Penulis berusaha mewujudkan kesempurnaan dalam menyajikan skripsi ini. Namun, penulis menyadari bahwa sebagai manusia pasti memiliki kekurangan dan keterbatasan. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan skripsi ini. Penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.
Bogor, Mei 2007
HAPTO STATO A14103020
vii
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 21 September 1985, dari pasangan Wahono dan Mugiati. Penulis merupakan anak kedua dari tiga bersaudara. Penulis mengawali pendidikan pada tahun 1991 di Sekolah Dasar 08 Jakarta Timur dan lulus pada tahun 1997. Penulis melanjutkan ke Sekolah Menengah Pertama 232 Jakarta Timur pada tahun 1997 hingga tahun 2000. Penulis kemudian melanjutkan pendidikan ke Sekolah Menengah Atas 22 Jakarta Timur dari tahun 2000 dan lulus pada tahun 2003. Penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur USMI pada tahun 2003 hingga sekarang. Selama kuliah penulis aktif dalam kegiatan Organisasi Departemen Sosial Ekonomi Pertanian (MISETA) periode 2005 – 2006, dengan jabatan sebagai staf Pengembangan Sumber Daya Manusia. Selama diperkuliahan penulis juga aktif mengikuti berbagai lomba karya tulis. Pada tahun 2006 penulis berhasil menjadi juara II Presentasi Pemikiran Kritis Mahasiswa Tingkat Nasional.
KATA PENGANTAR
Penulis mengucapkan puji dan syukur kepada Allah swt dan Nabi Muhammad
SAW,
karena
berkat
rahmatnya
penulis
akhirnya
dapat
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada pihakpihak yang telah membantu penulis dalam pembuatan skripsi ini. Tujuan dibuatnya skripsi ini adalah untuk memenuhi tugas akhir dan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana. Penelitian ini berusaha mengidentifikasi pola fluktuasi harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta karena fluktuasi harga yang dialami oleh komoditas ini umumnya relatif cukup besar. Selain itu penelitian ini juga mencoba merekomendasikan metode peramalan yang tepat untuk meramalkan fluktuasi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ dan menganalisis faktor- faktor yang
menyebabkan
diketahuinya
terjadinya
faktor-faktor
fluktuasi
harga
yang berpengaruh
bawang tersebut,
merah. penulis
Dengan mencoba
merekomendasikan upaya-upaya untuk memperkecil fluktuasi harganya. Skripsi ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas bawang merah terutama Pemerintah. Penulis sadar bahwa masih banyak terdapat kekurangan pada skripsi ini. Mudah- mudahan kekurangan tersebut tidak mengurangi manfaat dari skripsi ini.
Bogor, Mei 2007
HAPTO STATO A14103020
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL.................................................................................................. x DAFTAR GAMBAR............................................................................................. xi DAFTAR LAMPIRAN......................................................................................... xii I. PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang.............................................................................................. 1 1.2 Perumusan Masalah...................................................................................... 7 1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................ 10 1.4 Manfaat Penelitian...................................................................................... 11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Aspek Produksi Bawang Merah............................................................... 12 2.1.1 Syarat Tumbuh Bawang Merah..................................................... 12 2.1.2 Budidaya Bawang Merah............................................................... 12 2.1.3 Pemeliharan Bawang Merah.......................................................... 13 2.1.4 Panen dan Pasca Panen.................................................................. 14 2.2 Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah........................................... 15 2.3 Penelitian Terdahulu................................................................................ 16
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Permintaan, Penawaran, dan Harga.......................................................... 18 3.1.1 Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran......................... 18 3.1.2 Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga............................... 20 3.1.3 Kecenderungan Harga dan Penerimaan Produsen.......................... 21 3.2 Definisi Peramalan................................................................................... 22 3.2.1 Jenis-Jenis Peramalan..................................................................... 23 3.2.2 Teknik Peramalan........................................................................... 23 3.2.3 Pemilihan Teknik Peramalan......................................................... 33 3.3 Analisis Regresi Berganda....................................................................... 35 3.4 Analisis Korelasi Sederhana.................................................................... 35 3.5 Kerangka Pemikiran Operasional............................................................ 37
IV. METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitia n.................................................................. 41 4.2 Jenis dan Sumber Data............................................................................ 41 4.3 Pengolahan dan Analisis Data................................................................. 42 4.4 Identifikasi Pola Data Harga Bawang Merah.......................................... 43 4.5 Menerapkan Metode Peramalan Time Series......................................... 44
4.6 4.7 4.8 4.9
A. Metode Rata-Rata Bergerak Sederhana............................................. 44 B. Single Exponential Smoothing............................................................ 45 C. Double Exponential Smoothing (Brown)............................................ 45 D. Double Exponential Smoothing (Holt).............................................. 46 E. Winter Multiplikatif............................................................................ 46 F. Dekomposisi Multiplikatif.................................................................. 46 G. Dekomposisi Aditif............................................................................ 47 H. ARIMA.............................................................................................. 48 I. SARIMA.............................................................................................. 51 Pemilihan Teknik Peramalan.................................................................. 51 Analisis Regresi Berganda...................................................................... 52 Analisis Korelasi terhadap Variabel Bebas yang Signifikan.................. 56 Definisi Operasional................................................................................ 56
V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1 Gambaran Umum Pasar Induk Kramat Jati............................................. 58 5.2 Identifikasi Pola Fluktuasi Harga Bawang Merah.............................. 64 5.2.1 Identifikasi Unsur Trend dan Pola Musiman................................ 71 5.3 Penerapan Metode Peramalan Time Series.............................................. 73 5.3.1 Rata-rata Bergerak Sederhana ...................................................... 74 5.3.2 Metode Single Exponential Smoothing......................................... 75 5.3.3 Double Exponential Smoothing Brown......................................... 76 5.3.4 Double Exponential Smoothing Holt............................................ 77 5.3.5 Metode Winters Multiplikatif....................................................... 78 5.3.6 Metode Dekomposisi.................................................................... 80 5.3.7 Metode Box Jenkins...................................................................... 82 5.4 Pemilihan Metode Peramalan Time Series............................................... 88 5.5 Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ............................................................................ 89 5.6 Upaya-upaya untuk Memperkecil Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ.......................................................................................... 94
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1 Kesimpulan……………………………………………………………. 98 6.2 Saran…………………………………………………………..……… 100
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………… 102
ix
DAFTAR TABEL
Nomor
Teks
Halaman
1. Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Bawang Merah Periode Tahun 2000 – 2005......................................................... 1 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Benih Bawang Merah Tahun 2002 – 2005.................................................................................. 2 3. Volume (Ton) dan Nilai Ekspor (US$) Bawang Merah Periode 2001 -2005...............................................................................................3 4. Perbandingan Pola Harga Bawang Merah di Tingkat Grosir (PIKJ) dengan Harga Impor Bawang Merah Tahun 2006...................... 4 5. Produksi Bawang Merah di Indonesia Berdasarkan Propinsi Tahun 2002-2005 (Ton)............................................................................ 6 6. Jumlah Pasokan Bawang Merah (Ton) yang Masuk ke PIKJ periode Tahun 2003 – 2005....................................................... 63 7. Hasil Peramalan Metode Simple Moving Average berdasarkan nilai MAD dan MSE............................................................................... 75 8. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Brown......... 77 9. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Holt.............. 77 10. Hasil Metode Peramalan Winters Multiplikatif berdasarkan nilai MSE......................................................................................................... 78 11. Hasil peramalan harga Metode Dekomposisi (L = 10)............................ 82 12. Nilai Akurasi Kesalahan Hasil Penerapan Metode ARIMA.................... 85 13. Ramalan Harga Bawang Merah Model ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 ........... 87 14. Hasil Penerapan Metode Time Series Terhadap Harga Bawang Merah....................................................................................................... 89 15. Hasil Pengujian Masing - Masing Parameter terhadap Harga Bawang Merah di PIKJ................................................................ 90 16. Produksi Bulanan Bawang Merah pada Periode Tahun 2000 – 2003 (Kuintal).......................................................................................... 96
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Teks
Halaman
1. Harga rata-rata Bawang Merah di PIKJ Periode Janua ri - Desember Tahun 2006........................................................................... 8 2. Saluran Pemasaran Bawang Merah dari Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes................................................................................... 15 2. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran................................. 19 3. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga....................................... 20 4. Kerangka Operasional Penelitian ........................................................... 40 6. Alur Masuk Keluar Bawang Merah di PIKJ........................................... 60 7. Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003 - Februari 2007........................................................................................ 65 8. Fluktuasi Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003 - Februari 2007........................................................................................ 67
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Daftar Perkembangan Harga Rata –Rata Mingguan dan Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Januari 2003 – Februari 2007........................................................................................ 105 2. Data Bulanan Harga dan Pasokan Bawang Merah di PIKJ, Harga dan Pasokan Impor Bawang Merah Nasional, Harga Pupuk Urea Periode Januari 2003 – September 2006........................... 110 3. Hasil Analisis Regresi Uji Trend Harga Bawang Merah...................... 111 4. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah......................................... 112 5. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah setelah Pembedaan Pertama (Diff 1).................................................................................... 113 6. Hasil Penerapan Metode Winter Multiplikatif (L = 10)........................ 114 7. Hasil Penerapan Metode Dekomposisi Multiplikatif............................ 115 8. Hasil Penerapan Metode Dekomposisi Aditif....................................... 116 9. Plot ACF dan PACF Harga Bawang Merah setelah Pembedaan Pertama dan Pembedaan Musiman (Diff 1 Diff 20)............................. 117 10. Hasil Penerapan Model ARIMA (0,1,1) (0,1,1)20 ................................ 118 11. Hasil Penerapan Model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 ................................ 119 12. Plot ACF dan PACF Residual Model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 .......... 120 13. Hasil Uji Regresi Berganda Harga Bawang Merah terhadap Pasokan Bawang Merah di PIKJ, Harga dan Pasokan Impor Bawang Merah Nasional dan Harga Pupuk.......................................... 121 14. Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Tengah dan Jawa Timur Periode Tahun 2000 - 2003 (Kuintal)............................... 122
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran yang penting bagi masyarakat Indonesia. Komoditas ini memiliki banyak kegunaan terutama dalam sektor konsumsi rumah tangga antara lain sebagai bumbu masakan guna menambah cita rasa masakan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan penyakit tertentu, sehingga komoditas ini sudah dapat digolongkan sebagai salah satu kebutuhan pokok utama mengingat perannya tersebut. Pada saat ini konsumsi terhadap bawang merah cenderung mengalami peningkatan seiring dengan bertambahnya
jumlah
penduduk,
meningkatnya
ragam
masakan
yang
menggunakan bawang merah, dan berkembangnya industri pengolahan serta kebutuhan terhadap benih bawang merah yang berkualitas.
Tabel 1.
Perkembangan Produksi dan Konsumsi Per Kapita Bawang Merah Periode Tahun 2000 – 2005
Tahun
Produksi (ton)
Penduduk (x 1000 orang)
1
Konsumsi per kapita (kg/ th)
2
3
Total/ th (ton) 4=2x3
2001
861.150
209.214
2,19
458.178,66
2002
766.572
212.206
2,20
466.853,20
2003
762.795
215.276
2,22
477.912,72
2004
757.368
216.382
4,56
986.701,92
Sumber : BPS dan Dirjen Hortikultura, 2005 (diolah) Dari Tabel 1 dapat dilihat bahwa produksi bawang merah dari tahun 2001 ke tahun 2004 mengalami trend penurunan sebesar 12,05 % sementara itu
2
konsumsi per kapitanya terus mengalami peningkatan, terutama dari tahun 2003 hingga tahun 2004 peningkatannya sangat besar hingga melebihi jumlah produksinya yaitu meningkat sebesar
106,46 %. Faktor yang menyebabkan
meningkatnya kebutuhan bawang merah dari tahun ke tahun salah satunya akibat meningkatnya kebutuhan terhadap benih. Permintaan benih bawang merah, khususnya yang setara kualitas impor menunjukkan peningkatan setiap tahun. Peningkatan permintaan benih tersebut terjadi sebagai akibat dari adanya permintaan konsumen dalam negeri terhadap bawang konsumsi kualitas impor yang meningkat tajam. Sementara itu petani menyukai benih varietas impor karena selain kualitas produknya sesuai permintaan konsumen, daya hasilnya juga lebih tinggi dibandingkan dengan varietas lokal. Tabel 2 dapat dilihat perbandingan antara kebutuhan dan ketersediaan benih bawang merah pada tahun 2002 – 2005.
Tabel 2. Ketersediaan dan Kebutuhan Benih Bawang Merah Tahun 2002 - 2005 Tahun 2002 2003 2004 2005
Ketersediaan (Kg) 60.000 152.500 784.232 1.378.125
Kebutuhan (Kg) 103.021.400 110.021.400 117.021.400 124.081.800
Sumber :Direktorat Perbenihan dan Sarana Produksi (2006) Pada Tabel 2 terlihat bahwa dari tahun 2002 hingga tahun 2005 terjadi defisit kebutuhan benih dimana ketersediaan benih selalu lebih kecil dibandingkan dengan kebutuhannya. Tingginya permintaan bawang merah terutama untuk kebutuhan benih tercermin dari meningkatnya jumlah impor bawang merah yaitu dari 60.910 ton pada tahun 2001 meningkat menjadi 75.205 ton pada tahun 2005, seperti terlihat pada Tabel 3. Observasi lapang mengindikasikan bahwa 40 % dari
3
volume impor bawang merah digunakan untuk memenuhi kebutuhan benih. Pada tahun 2010 kebutuhan benih bawang merah berkualitas setara impor diperkirakan mencapai 29 ribu ton (Direktorat Perbenihan, 2006). Indonesia adalah net importir bawang merah. Impor bawang merah Indonesia terutama berasal dari Thailand, Philipina, Myanmar, dan Malaysia. Sedangkan negara tujuan ekspornya adalah Philipina, Belanda, Hongkong, Vietnam, dan Amerika Serikat (Dirjen Hortikultura, 2005).
Tabel 3. Volume (ton) dan Nilai Ekspor (US$) Bawang Merah Periode 2001 2005 Tahun 2001 2002 2003 2004 2005
Volume (kg) Ekspor Impor 6.000.052 60.910.152 6.945.819 45.841.856 5.423.924 54.350.627 4.700.017 66.312.460 4.494.496 75.204.606
Nilai (US$) Ekspor Impor 1.675.495 15.982.821 2.219.830 12.754.301 2.478.487 16.065.302 1.952.233 19.297.975 1.620.977 22.162.921
Sumber : COMTRADE (2006) Peran komoditas bawang merah yang cukup penting dan penggunaannya yang luas membuat komoditas ini memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Meskipun demikian komoditas ini mempunyai masalah dalam fluktuasi harga yang cukup besar. Harga bawang merah umumnya berfluktuasi secara musiman. Perbandingan pola harga bawang merah di tingkat grosir (PIKJ) dengan harga impor bawang merah pada tahun 2006 diperlihatkan pada Tabel 4. Pada tingkat nasional, harga impor bawang merah terendah terjadi pada bulan September yaitu sebesar Rp 1.934,00/ kg sedangkan harga bawang merah pada tingkat grosir (PIKJ) sebesar Rp 3.698,00/ kg. Harga impor bawang merah tertinggi terjadi pada bulan Februari yaitu sebesar Rp 3.761,00/ kg sedangkan harga bawang merah
4
yang terjadi pada tingkat grosir sebesar Rp 9.322/ kg. Hal ini mengindikasikan bahwa harga impor bawang merah
mempunyai pengaruh yang cukup besar
terhadap perubahan harga bawang merah yang terjadi di PIKJ. Hal ini dibuktikan dengan terjadinya peningkatan harga bawang merah di PIKJ yang cukup tajam yaitu sebesar Rp 5.561,00/ kg ketika harga impor bawang merah mengalami peningkatan sebesar Rp 1.827,00/ kg.
Tabel 4. Perbandingan Pola Harga Bawang Merah di Tingkat Grosir (PIKJ) dengan Harga Impor Bawang Merah Tahun 2006 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg) Grosir 8.786 9.322 8.943 9.011 8.500 8.500 7.625 5.097 3.698
Rata-rata Harga Bulanan (Rp/ Kg) Impor 3.422 3.761 3.470 3.461 3.403 3.105 3.070 3.095 1.934
Sumber : Pasar Induk Kramat Jati dan Departemen Pertanian (2006)
Namun demikian harga impor belum dapat dijadikan satu-satunya faktor sebagai penentu fluktuasi harga yang terjadi di PIKJ, karena masih banyak faktor lainnya yang turut dalam mempengaruhi harga yang terjadi di PIKJ. Dalam teori ekonomi ada dua kekuatan utama yang mempengaruhi harga yaitu permintaan dan penawaran (Lipsey,1995). Apabila dilihat dari sisi permintaan, maka konsumsi terhadap bawang merah terus mengalami peningkatan seperti terlihat pada Tabel 1, sedangkan dari sisi penawaran, dapat dilihat dari besarnya pasokan yang mampu disediakan oleh petani bawang selaku produsen. Masalah yang dihadapi
5
dari sisi penawaran bawang merah umumnya adalah fluktuasi pasokan akibat perbedaan waktu panen antar propinsi penghasil bawang. Periode panen di empat propinsi penghasil utama bawang merah (Jatim, Jateng, Jabar dan Sulsel) menunjukkan bahwa bulan panen cukup bervariasi. Pengamatan lebih lanjut memberikan gambaran bahwa puncak panen terkonsentrasi antara bulan JuniDesember-Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari sampai Mei dan November. Tabel 5 menunjukkan produksi bawang merah berdasarkan propinsi di Indonesia dari tahun 2002 sampai dengan tahun 2005. Berdasarkan Tabel 5 dapat dilihat bahwa selama periode 2002-2005 produksi bawang merah tertinggi terjadi pada tahun 2002 sebesar 766.572 ton, sedangkan produksi terendah terjadi pada tahun 2005 sebesar 732.609 ton atau mengalami penurunan produksi sebesar 3,27 %. Propinsi Jawa memberikan kontrib usi produksi bawang merah terbesar kemudian diikuti oleh Pulau Bali dan Nusa Tenggara. Dengan semakin besarnya fluktuasi harga bawang merah
yang
diakibatkan oleh berbagai faktor, maka sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang berkepentingan
seperti
petani
dan
konsumen.
Petani
selaku
produsen
membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya
6
konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan baku mereka dalam proses produksi.
Tabel 5. Produksi Bawang Merah di Indonesia Berdasarkan Propinsi Tahun 20022005 (Ton) Provinsi 1. NAD 2. Sumut 3. Sumbar 4. Riau 5. Jambi 6. Sumsel 7. Bengkulu 8. Lampung 9. Bangka Belitung SUMATERA 10. DKI. Jakarta 11. Jabar 12. Jateng 13. DI. Yogyakarta 14. Jatim 15. Banten JAWA 16. Bali 17. NTB 18. NTT BALI dan NT 19. Kalbar 20. Kalteng 21. Kalsel 22. Kaltim KALIMANTAN 23.Sulut 24. Sulteng 25. Sulsel 26. Sul. Tenggara 27. Gorontalo SULAWESI 28. Maluku 29. Maluku Utara 30. Papua 31. Irian Jaya Barat Maluku dan IRJA INDONESIA
2002 3.995 25.144 10.736 0 1.780 26 652 1.364 0 43.697 0 96.619 215.601 27.038 223.147 357 562.762 12.502 91.151 6.524 110.177 0 0 120 114 234 1.506 4.911 41.053 972 147 48.589 272 117 724
2003 6.325 25.431 8.157 0 1.466 18 2.089 715 0 44.201 0 120.219 231.052 24.810 213.818 211 590.110 12.614 82.838 5.367 100.819 0 0 0 208 208 2.243 4.430 18.304 158 332 25.467 524 630 836
1.113 766.572
1.990 762.795
Sumber : Badan Pusat Statistik (diolah)
2004 7.885 19.710 13.837 0 1.180 82 352 610 0 43.656 0 121.194 230.976 18.818 224.971 222 596.181 12.697 77.237 5.739 95.673 0 0 0 223 223 2.332 5.041 11.056 309 192 18.930 1.097 198 1.163 247 2.705 757.368
2005 7.856 9.226 19.118 0 1.212 84 290 605 7 38.398 0 118.795 202.692 21.444 233.098 218 576.247 11.294 81.369 3.837 96.500 0 0 0 64 64 2.587 2.285 12.081 418 374 17.745 2.079 209 946 421 3.655 732.609
Pertumbuhan 2002-2005 (%) - 0,37 - 53,20 38,17 0 2,71 2,44 - 17,61 - 0,82 ~ - 12,04 0 - 1,98 - 12,25 13,96 3,61 - 1,80 - 3,34 - 11,05 5,35 - 33,14 0,86 0 0 0 - 71,30 - 71.30 10,93 - 54,67 9,27 35,28 94,79 - 6,26 89,52 5,56 - 18,66 70,44 35,12 - 3,27
7
1.2 Perumusan Masalah Pembentukan harga ekuilibrium suatu komoditas terjadi ketika permintaan sama dengan penawaran dari komoditas tersebut. Dengan asumsi faktor- faktor lain yang mempengaruhi harga tidak mengalami perubahan (ceteris paribus), maka harga akan naik apabila penawaran berkurang sementara permintaan tetap (Lipsey et al 1995). Komoditas pertanian (termasuk bawang merah) umumnya memiliki elastisitas permintaan yang inelastis dalam jangka pendek, sehingga peningkatan produksi yang melebihi permintaan pada waktu tertentu akan mengakibatkan harga turun sebaliknya produksi yang tidak dapat memenuhi permintaan akan meningkatkan harga secara drastis. PIKJ memiliki peranan sangat besar dalam memasok sayur-sayuran dan buah-buahan bagi sebagian besar wilayah Indonesia dan menjadi parameter pembentukan harga di pasar-pasar yang lain. Daerah pasokan bawang merah umumya berasal dari propinsi Jawa Timur dan Jawa Tengah, yang menjangkau wilayah distribusi yang sangat luas meliputi DKI Jakarta, Batam, Bangka Belitung hingga wilayah Kalimantan dan Sumatera. Pada Gambar 1
terlihat fluktuasi harga rata-rata bawang merah yang
terjadi di PIKJ periode Januari - Desember Tahun 2006. Dari gambar tersebut terlihat bahwa fluktuasi harga rata-rata bawang merah tertinggi terjadi pada bulan Januari 2006 tepatnya pada minggu keempat, yaitu mencapai Rp 10.357,00/ kg, sedangkan harga rata-rata bawang merah terendah terjadi pada bulan Oktober 2006 tepatnya pada minggu kesatu, yaitu mencapai Rp 2.971,00/ kg. Fluktuasi harga bawang merah yang besar atau mempunyai fluktuasi harga terbesar kedua setelah harga cabai merah di PIKJ, dimana perbandingan antara harga tertinggi
8
dengan harga terendah yang mencapai 348,6 % tentunya akan dapat menimbulkan kerugian bagi pihak-pihak yang berkepentingan terhadap komoditas bawang merah ini. Petani selaku produsen membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual, agar keuntungan yang diperoleh petani dapat menutupi biaya produksi. Biaya produksi total yang harus dikeluarkan dari suatu usahatani bawang merah yang menghasilkan panen sebesar 10 ton (15 % afkir) bawang merah ialah sebesar Rp 26.214.000 (Litbang Pertanian, 2006). Keuntungan yang diperoleh petani ketika harga bawang merah sebesar Rp 10.357,00/ kg adalah sebesar Rp 61.820.500, sedangkan kerugian yang diperoleh petani ketika harga bawang merah sebesar Rp 2.971,00/ kg sebesar Rp 960.500. Gambar 1. Harga rata-rata bawang merah di PIKJ Fluktuasi Harga Bawang Merah Januari - Desember Tahun 2006
Harga(Rp/Kg)
12000 10000 8000 6000
Harga
4000 2000 0 1
6
11 16 21 26 31 36 41 46 51 Minggu
Sumber : Kantor PIKJ, DKI Jakarta Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan
9
baku mereka dalam proses produksi, sehingga peramalan terhadap harga bawang merah menjadi sangat diperlukan. Terdapat beberapa metode peramalan yang dapat digunakan untuk memperkirakan harga bawang merah dimasa depan. Dari beberapa metode tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik dan sesuai berdasarkan beberapa hal antara lain akurasi kesalahan peramalan, kemudahan dalam pemakaian, ketersediaan data yang diperlukan dan kesesuaian metode dengan keperluan atau tujuan peramalan. Selain melakukan peramalan terhadap harga bawang merah, juga diperlukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ. Faktor-faktor seperti harga impor bawang merah, jumlah pasokan bawang di PIKJ, jumlah pasokan bawang merah impor, dan harga input produksi seperti harga pupuk serta faktor lainnya dapat juga mempengaruhi harga bawang merah di PIKJ, walaupun pengaruh masing- masing faktor belum diketahui secara pasti. Analisis terhadap masing- masing faktor sangat diperlukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah. Dengan diketahuinya faktor - faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah, diharapkan Pemerintah selaku pembuat kebijakan dapat mengendalikan faktor - faktor tersebut, sehingga fluktuasi harga dapat diperkecil. Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi harga bawang merah.
10
Dari uraian di atas, maka rumusan masalah dari penelitian ini adalah : 1. Bagaimana pola atau perilaku harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta ? 2. Metode peramalan apa yang terbaik dan sesua i untuk meramalkan harga bawang merah serta hasil peramalannya di Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta saat ini ? 3. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ ? 4. Upaya – upaya apa yang dapat dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah ?
1.3
Tujuan Penelitian Tujuan dari penelitian ini adalah : 1. Mengidentifikasi pola atau perilaku harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. 2. Membandingkan metode peramalan sehingga diperoleh metode yang terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta saat ini. 3. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ. 4. Merekomendasikan upaya-upaya untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah.
11
1.4
Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah : 1. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti petani dan Pemerintah terutama unt uk mengidentifikasi pola harga bawang merah. 2. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti petani dan Pemerintah tentang prediksi harga bawang merah di masa yang akan datang dengan teknik peramalan yang tepat. 3. Memberikan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan seperti Pemerintah tentang faktor – faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ, agar Pemerintah selaku pembuat kebijakan dapat mengendalikan faktor-faktor tersebut guna memperkecil fluktuasi harga bawang merah. 4. Memberikan informasi kepada Pemerintah dan petani mengenai upayaupaya yang harus dilakukan guna memperkecil fluktuasi harga bawang merah. 5. Sebagai bahan acuan bagi kalangan akademis dan intelektual yang tertarik dengan komoditas bawang merah dan ilmu peramalan bisnis dan ekonomi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Aspek Produksi Bawang Merah
2.1.1
Syarat Tumbuh Bawang Merah Tanaman bawang merah dapat ditanam di dataran rendah maupun dataran tinggi,
yaitu pada ketinggian 0 - 1.000 m dari permukaan laut. Meskipun demikian ketinggian optimalnya adalah 0 - 400 m dari permukaan laut. Secara umum tanah yang tepat ditanami bawang merah ialah tanah yang bertekstur remah, sedang sampai liat, berdrainase baik, memiliki bahan organik yang cukup, dan pH-nya antara 5,6 - 6,5. Syarat lain, penyinaran matahari minimum 70%, suhu udara harian 25 - 32°C, dan kelembapan nisbi sedang yaitu 50 - 70%.
2.1.2
Budidaya Bawang Merah Bibit Bawang merah diperbanyak dengan umbi. Umbi diambil dari tanaman
yang sudah cukup tua. Usianya sekitar 70 hari setelah tanam. Pada umur tersebut pertumbuhan calon tunas dalam umbi sudah penuh. Umbi sebaiknya tidak terlalu besar dan juga tidak terlalu kecil. Penampilan umbi harus segar, sehat, dan tidak kisut. Umbi yang masih baik warnanya mengkilap. Sebaiknya umbi ini sudah melewati masa penyimpanan 2,5 - 4 bulan. Untuk satu hektar lahan membut uhkan sekitar 600-800 kg bibit. Penanaman bawang merah paling baik ditanam saat musim kemarau dengan syarat air cukup untuk irigasi. Awal tanam bisa pada bulan April atau Mei setelah musim panen padi atau pada bulan Juli atau Agustus. Biasanya petani di Brebes melakukan penanaman di sawah yang telah ditanami padi. Pada lahan dibuat bedengan-
13
bedengan dengan lebar antara 1,2-1,8 m. Di sela-sela bedengan dibuat parit yang lebarnya 40-50 cm, kedalaman parit antara 50-60 cm. Parit nantinya berfungsi sebagai pemasukan air ataupun pengeluaran air yang berlebihan. Sebelum penanaman sawah dikeringkan, kemudian tanah diolah dan dihaluskan. Bedengan tanam yang belum baik diperbaiki. Pengolahan manual perlu 2-3 kali. Bila pH lahan kurang 5,5, tambahkan kapur dolomit atau kaptan sebanyak 1-1,5 ton/ ha. Kapur ini sebaiknya diberikan jauh sebelum tanam, minimum 2 minggu, Pengapuran bisa bersamaan dengan pengolahan tanah. Selesai pengolahan tanah dilanjutkan dengan penanaman. Jarak tanam 20 x 15 cm atau 15 x 15 cm. Bibit yang hendak ditanam dirompes ujungnya. Perompesan ujung bibit berfungsi untuk memecahkan masa dormansi bibit.
2.1.3
Pemeliharaan Bawang Merah
Penyiraman Penyiraman perlu diperhatikan dalam budi daya bawang merah. Tanaman ini tidak menyukai banyak hujan, tetapi kebutuhan airnya banyak. Pada saat musim kemarau kita harus bisa menyiram tanaman setiap hari sejak ditanam hingga satu minggu sebelum panen. Penyiraman dilakukan pagi dan sore. Kalau sulit pelaksanaannya paling tidak dilakukan pada pagi hari saja. Sejak awal tanam hingga tanaman bawang merah berumur 2 minggu, gulma tumbuh dengan cepat sehingga mengganggu pertumbuhan bawang merah. Untuk itu perlu dilakukan tindakan penyiangan. Petani di Brebes biasanya melakukan penyiangan secara manual, baik dengan mencabut langsung atau memakai kored.
14
Pemupukan Tanaman bawang merah membutuhkan pupuk organik dan pupuk anorganik. Pupuk organik yang diberikan ialah pupuk kandang. Dosisnya ialah 10-20 ton/ ha, diberikan sebelum tanam yakni saat melakukan pengolahan. Pupuk organik yang dibutuhkan adalah TSP sebanyak 150-200 kg/ ha. Pupuk ini dicampur dengan pupuk kandang dalam aplikasinya . Selain itu kita berikan pupuk tambahan berupa 300 kg Urea dan 200 kg KCl/ ha. Pupuk ini diberikan dengan cara larikan atau barisan saat tanaman berumur 10-15 hari.
2.1.4
Panen dan Pasca Panen Bawang merah di dataran rendah lebih cepat memasuki masa panen
dibandingkan dengan yang di dataran tinggi. Ciri tanaman siap panen ialah leher batang mengeras dan daun menguning. Bila ciri tersebut sudah mencapai 70 - 80% dari jumlah tanaman maka panen bisa dilaksanakan. Panen dilakukan saat cuaca cerah dan tanah kering. Panen dilakukan dengan cara mencabut tanaman. Tindakan penjemuran diperlukan untuk mendapatkan kadar air umbi 80%. Jangan dijemur langsung menghadap cahaya matahari terik, melainkan cukup di tempat terlindung. Bila memiliki alat pengering maka bisa dikeringkan sebentar. Setelah itu umbi disimpan di gudang dengan cara menggantungkan ikatan-ikatan tadi. Suhu ruang penyimpanan sebaiknya 25 - 30° C dengan kelembaban nisbi 60 - 70%. Perlu diingat bahwa gudang yang dingin dan lembab dapat menurunkan kualitas bawang merah yang disimpan.
15
2.2
Aspek Pemasaran Tanaman Bawang Merah Aspek yang sangat berpengaruh agar bawang merah yang telah diproduksi
secepatnya sampai ke tangan konsumen ialah aspek pemasaran. Banyak saluran pemasaran yang dapat digunakan untuk mendistribusikan bawang merah ke pasar, Rosatiningrum (2004) dalam penelitiannya menjelaskan saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar, Brebes. Dalam penelitiannya tersebut dijelaskan bahwa saluran pemasaran bawang merah yang terjadi di Desa Banjaranyar terdiri dari 3 pola pemasaran, yang dapat dilihat pada Gambar 2. Pola I P. Besar
P. Pengecer
Konsumen Non Lokal
Pola II Petani
P.Pengumpul
*
P. Besar/ Grosir
P. Pengecer
Konsumen Non Lokal
Pola III P. Pengecer
Konsumen Lokal
Gambar 2. Saluran Pemasaran Bawang Merah dari Desa Banjaranyar, Kabupaten Brebes Keterangan: * Calo Desa
Dijelaskan pula bahwa pola saluran pemasaran yang paling banyak digunakan oleh petani disana adalah pola II. Hal ini terjadi karena adanya ketergantungan atau keterikatan antara petani dengan calo desa yang merupakan perantara antara petani
16
dengan pedagang pengumpul dan karena rendahnya modal yang dimiliki petani sehingga tidak ada modal transportasi untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar, selain itu petani hanya mengusahakan bawang merah pada lahan sempit sedangkan untuk menjual bawang merah langsung ke pedagang besar harus dalam jumlah besar agar menguntungkan. Sedangkan pada pola I, petani langsung menjual ke pedagang besar dalam hal ini adalah Pasar Induk Kramat Jati Jakarta, petani tersebut biasanya mempunyai kendaraan sendiri dan memiliki modal yang besar. Pada pola III, karena hasil panennya cenderung sedikit, hasil panen tersebut ditujukan langsung untuk konsumen lokal.
2.3
Penelitian Terdahulu Sugiharta (2002) dalam penelitiannya tentang peramalan harga cabai merah di
Pasar Induk Kramat Jati, Jakarta, menjelaskan bahwa deret data harga cabai merah memiliki pola data yang tidak stasioner, mengikuti pola trend yang menurun secara signifikan dan tidak memiliki pola musiman tertentu. Hal ini dibuktikan setelah dilakukannya berbagai serangkaian analisa secara visual pada plot data harga terhadap waktu, analisa statistik menggunakan plot ACF dan uji signifikansi trend melalui uji regresi. Dari berbagai me tode peramalan yang digunakan, disimpulkan bahwa metode terbaik untuk meramalkan harga cabai merah di PIKJ adalah metode Box Jenkins di mana model ARIMA (2,1,2) merupakan model terbaik bagi harga cabai merah besar dan model ARIMA (1,1,1) merupakan model ya ng paling baik untuk harga cabai merah keriting karena nilai MSE nya lebih kecil dibandingkan model lainnya. Bagi peramal yang mengutamakan kemudahan tetapi tetap menuntut keakuratan peramalan ya ng tinggi maka model alternatif yang dapat digunakan untuk me ramalkan harga cabai
17
merah besar dan harga cabai merah keriting masing- masing ialah metode Pelicinan Eksponensial Tunggal dan metode Naive. Rosatiningrum (2004) dalam penelitiannya tentang analisis efisiensi produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes, menjelaskan bahwa terdapat lima faktor yang mempengaruhi produksi bawang merah yaitu luas lahan, jumlah bibit, jumlah tenaga kerja, pupuk dan pestisida. Dari kelima faktor produksi tersebut yang berpengaruh besar terhadap peningkatan produksi bawang ialah luas lahan yang ditunjukkan dengan nilai elastisitasnya yang lebih besar dibandingkan variabel lainnya. Sedangkan faktor produksi yang pengaruhnya relatif kecil ialah pestisida. Ariningsih dan Tentamia (2004) dalam penelitiannya tentang analisis faktorfaktor yang mempengaruhi penawaran dan permintaan bawang merah di Indonesia dengan menggunakan metode two stages least squares menyimpulkan bahwa produksi bawang merah di Jawa Tengah responsif terhadap perubahan harga pupuk, tetapi tidak responsif terhadap perubahan harga bawang merah, harga cabe, dan upah tenaga kerja. Di sisi lain permintaan bawang merah responsif terhadap perubahan jumlah penduduk, tetapi tidak responsif terhadap harga bawang merah dan pendapatan per kapita. Ba ik dalam jangka pendek maupun jangka panjang volume ekspor bawang merah responsif terhadap perubahan produksi bawang merah. Juga disimpulkan bahwa dalam jangka panjang harga bawang merah di Indonesia bersifat responsif terhadap perubahan penawaran. Untuk meningkatkan produksi bawang merah Indonesia perlu diupayakan perbaikan teknologi budidaya, sedangkan untuk me ngurangi fluktuasi harga diperlukan pengaturan pola tanam antar wilayah melalui perbaikan manajemen irigasi.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1
Permintaan, Penawaran, dan Harga
3.1.1
Penentuan harga oleh permintaan dan penawaran Dalam teori ekonomi mikro, harga terbentuk oleh keseimbangan antara
kurva permintaan dan kurva penawaran. Menurut Lipsey (1995), hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang diminta mengikuti suatu hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa semakin tinggi harga suatu komoditas, maka semakin sedikit jumlah komoditas yang diminta, apabila variabel lain konstan (ceteris paribus), sedangkan hubungan antara harga suatu komoditas dengan jumlah yang ditawarkan mengikuti hipotesis dasar ekonomi yang menyatakan bahwa secara umum, semakin rendah harganya maka semakin rendah jumlah yang ditawarkan, apabila variabel lain konstan (ceteris paribus). Lipsey (1995) juga menerangkan bahwa kedua kekuatan, permintaan dan penawaran, berinteraksi dalam menentukan harga dalam suatu pasar yang bersaing. Kondisi keseimbangan akan tercapai jika jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Pada kondisi ini, kedua pihak baik produsen maupun
konsumen
sama-sama
diuntungkan.
Proses
terjadinya
kondisi
keseimbangan dapat dijelaskan melalui Gambar 3. Pada kondisi harga di titik Pd, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih kecil dibanding jumlah yang diminta konsumen, terjadi kelebihan permintaan terhadap penawaran(excess demand). Dalam hal ini konsumen akan bersaing untuk mendapatkan komoditas tersebut dan berani membayar dengan harga yang lebih tinggi. Produsen juga akan
19
memanfaatkan kesempatan ini untuk meningkatkan harga. Jadi, dalam kondisi seperti ini akan ada tekanan ke atas terhadap harga.
Harga
Penawaran
Pu Pe Pd Permintaan Jumlah Gambar 3. Penentuan Harga oleh Permintaan dan Penawaran
Selanjutnya jika harga berada pada Pu, ketika jumlah yang ditawarkan produsen lebih besar dibanding jumlah yang diminta konsumen, dalam hal ini terjadi kelebihan penawaran atas permintaan (excess supply). Melihat kondisi ini para produsen akan berusaha menurunkan harga agar kelebihan penawaran tersebut bisa terjual. Jadi, dalam keadaan excess supply akan ada suatu tekanan ke bawah terhadap harga. Akhirnya kedua kondisi tersebut akan mengarahkan harga pada Pe, dimana jumlah yang diminta sama dengan jumlah yang ditawarkan. Kedua pihak, baik konsumen maupun produsen akan sama-sama diuntungkan. Kondisi inilah yang disebut sebagai kondisi keseimbangan, dimana jumlah dan harga yang terjadi sama-sama disetujui oleh kedua pihak.
20
3.1.2
Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga Fluktuasi produksi akan menyebabkan pergeseran kurva penawaran. Jika
produksi turun, maka kurva penawaran akan bergeser ke kiri atas. Sebaliknya jika produksi naik, maka kurva penawaran akan bergeser ke kanan bawah. Berdasarkan hukum permintaan dan penawaran, pergeseran kurva penawaran akan mengakibatkan perubahan harga keseimbangan dan jumlah yang diminta. Kemudian perubahan ini akan mengakibatkan perubahan penerimaan produsen (Lipsey, 1995). Harga
S1
S0
P1 S2
P0 P2
Q1
Q0
Jumlah
Q2
Gambar 4. Fluktuasi Produksi dan Kecenderungan Harga Pada Gambar 4 dapat dilihat bahwa bila produksi seperti yang direncanakan (Q 0 ) maka harga yang akan diterima produsen juga akan seperti yang direncanakan (P0 ). Tetapi pada kenyataannya, seringkali produksi tidak sesuai
dengan
yang
direncanakan
akibat
perubahan
faktor- faktor yang
mempengaruhi proses produksi. Dalam bidang pertanian, misalnya faktor cuaca yang buruk, serangan ha ma penyakit yang dapat menyebabkan produksi turun, jauh di bawah produksi yang direncanakan sehingga menggeser kurva penawaran ke kiri (S1 ). Akibatnya, harga keseimbangan akan naik ke P1 dan jumlah
21
keseimbangan turun ke Q1 . Tetapi dapat juga terjadi keadaan yang sebaliknya di mana cuaca sangat menguntungkan sehingga produksi jauh di atas yang direncanakan. Hal ini akan menggeser kurva penawaran ke kanan (S2 ) yang pada akhirnya menyebabkan harga keseimbangan turun ke P2 dan jumlah keseimbangan naik ke Q2 . Selain permintaan dan penawaran, masih banyak faktor yang dapat mempengaruhi fluktuasi harga suatu komoditas. Antara lain faktor harga, misalnya harga input produksi seperti harga pupuk. Ketika terjadi kecenderungan peningkatan harga pupuk maka akan berimp likasi terhadap jumlah produksi yang dihasilkan yaitu jumlah produksi akan cenderung mengalami penurunan. Jumlah produksi yang turun tersebut akan berimplikasi terhadap harga komoditas di pasar yaitu harga akan cenderung meningkat akibat penurunan pasokan, sehingga dalam hal ini faktor harga input produksi dapat memberikan pengaruh secara tidak langsung terhadap perubahan harga komoditas.
3.1.3
Kecenderungan Harga dan Penerimaan Produsen Lipsey (1995) menjelaskan bahwa perubahan harga akibat fluktuasi
produksi pada akhirnya akan berpengaruh terhadap penerimaan produsen. Besarnya perubahan harga yang terjadi sangat tergantung dari elastisitas kurva permintaan. Apabila kurva permintaan elastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif kecil. Sebaliknya, apabila kurva permintaan inelastis, maka perubahan harga yang terjadi relatif besar. Sebagian besar produk pertanian, mempunyai permintaan inelastis. Hal ini menyebabkan variasi harga produk pertanian yang relatif besar. Saat produksi
22
meningkat akibat panen yang baik, harga cenderung merosot tajam. Sebaliknya saat panen gagal, produksi merosot dan mengakibatkan harga naik dengan tajam. Hal ini mengakibatkan, penerimaan petani cenderung berubah berlawanan arah dengan perubahan hasil panen. Bila hasil panen baik, produksi melimpah, penerimaan petani cenderung turun. Demikian sebaliknya, jika panen kurang berhasil, penerimaan petani akan cenderung meningkat. Dalam kasus ini, terlihat bahwa kepentingan petani berlawanan dengan kepentingan konsumen. Hal ini semakin terasa pada saat terjadi kegagalan panen dimana harga bahan makanan melonjak dan penerimaan petani meningkat tetapi konsumen dirugikan.Bila panen berhasil, harga akan merosot tajam dan konsumen diuntungkan, sedangkan petani dirugikan karena penerimaannya turun.
3.2
Definisi Peramalan Peramalan adalah suatu kegiatan untuk memprediksi tentang kejadian
atau kondisi di masa depan (Bowerman dan O’Connell, 1993). Assauri (1984) dalam Susanti (2006) menjelaskan bahwa ada 3 langkah peramalan yang dianggap penting : 1) Menganalisa data yang lalu, dengan cara membuat tabulasi untuk dapat menemukan pola dari data. 2) Menentukan metode peramalan yang akan digunakan, yang akan memberikan hasil yang tidak jauh berbeda dengan kenyataan yang terjadi. 3) Memproyeksikan data yang lalu dengan menggunakan metode peramalan yang dipergunakan dengan mempertimbangkan beberapa faktor perubahan.
23
3.2.1
Jenis-jenis Peramalan Menurut Assauri (1984) dalam Susanti (2006) pada umumnya peramalan
dapat dibedakan dari beberapa segi. Apabila dilihat dari sifat penyusunannya maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : a) Peramalan
Subyektif,
perasaan/intuisi
dari
yaitu orang
peramalan yang
yang
menyusunnya.
didasarkan Dalam
atas
hal
ini
pandangan/judgement dari orang yang menyusunnya sangat menentukan baik tid aknya hasil ramalan. b) Peramalan Obyektif, yaitu peramalan yang didasarkan atas data relevan pada masa lalu, dengan menggunakan teknik-teknik dan metode- metode dalam penganalisaan tersebut. Jika dilihat dari jangka waktu ramalan, maka peramalan dapat dibedakan atas 2 macam yaitu : a) Peramalan jangka pendek, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu kurang dari 1 1/2 tahun atau 3 semester. b) Peramalan jangka panjang, yaitu peramalan yang dilakukan untuk penyusunan hasil ramalan dengan jangka waktu lebih dari 1 1/2 tahun atau 3 semester.
3.2.2
Teknik Peramalan Teknik peramalan dibagi menjadi 2 (Bowerman dan O’Connell, 1993):
1. Metode Peramalan Kualitatif : Teknik peramalan ini lebih mengandalkan judgement dan intuisi manusia dibanding penggunaan data historis, dapat
24
digunakan jika data historis maupun empiris dari variabel yang diramal tidak ada, tidak cukup, atau kurang dapat dipercaya. 2. Metode Peramalan Kuantitatif : metode yang didasarkan atas data kuantitatif pada masa lalu. Hasil peramalan yang dibuat sangat tergantung pada metode yang dipergunakan dalam peramalan tersebut. Metode peramalan kuantitatif digunakan jika terdapat 3 kondisi : a) Adanya data historis b) Data bersifat numerik c) Dapat diasumsikan bahwa pola data masa lalu akan berkelanjutan pada masa yang akan datang. Secara garis besar metode peramalan kuantitatif dapat dibedakan menjadi 2 kelompok, yaitu: 1. Metode Peramalan Model Kausal Menurut Bowerman (1993), metode peramalan kausal didasarkan atas penggunaan analisis pola hubungan antar variabel yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya. Metode ini juga disebut model regresi. Model regresi adalah suatu penyederhanaan pola hubungan suatu variabel dengan satu atau variabel lain. Variabel yang nilainya tergantung atau ditentukan oleh variabel lain disebut variabel terikat (dependent variabel), sedangkan variabel yang nilainya mempengaruhi variabel terikat disebut variabel bebas (independent variabel). Dalam analisis regresi, pola hubungan antar va riabel diekspresikan dalam sebuah persamaan regresi yang diduga berdasarkan data sampel. Setelah parameter-parameter diuji secara statistik dan memenuhi syarat sebagai model
25
yang baik, maka model siap digunakan untuk peramalan jika variabel bebasnya dapat diketahui nilainya. Model kausal membutuhkan pengetahuan awal untuk menentukan variabel- variabel yang akan dimasukkan sebagai variabel independen dan dependen. Pengaruh dari variabel- variabel tersebut dianalisis satu per satu dimana satu variabel dibiarkan berubah sementara variabel lainnya dianggap konstan. Menurut Makridakis et al (1999), bahwa peramalan kausal mengasumsikan adanya hubungan sebab akibat antara variabel independen dan variabel dependent dari suatu sistem. Metode ini terdiri atas model regresi dan permodelan ekonometrik. Metode regresi terdiri atas regresi sederhana (hanya terdapat satu variabel independen) dan regresi berganda (terdapat lebih dari satu variabel independen). Permodelan ekonometrik menunjukkan suatu sistem persamaan regresi yang diestimasikan secara simultan. Baik untuk peramalan jangka panjang maupun jangka pendek, ketepatan peramalan dengan metode ini cukup baik. Metode ini dipergunakan untuk peramalan penjualan menurut kelas produk, atau keadaan ekonomi masyarakat seperti permintaan, harga dan penawaran.
2. Metode Peramalan Time Series Pada metode peramalan time series, pendugaan masa depan dilakukan berdasarkan nilai masa lalu dari suatu variabel (Bowerman dan O’Coneell, 1999). Sasaran model time series adalah mengident ifikasi pola data historis dan mengekstrapolasi pola ini untuk masa mendatang. Dalam model time series nilai suatu variabel di masa mendatang mengikuti pola data variabel tersebut pada waktu sebelumnya. Model ini terdiri dari model trend, model naive, model ratarata, model eksponensial, model dekomposisi, dan model ARIMA.
26
1. Model Trend Model trend menggambarkan pergerakan data yang meningkat atau menurun dalam jangka waktu yang panjang. Model ini menggambarkan hubungan antara periode waktu dan variabel yang diramal dengan menggunakan analisis regresi. Model ini cocok untuk peramalan satu periode ke depan.
2.Model Naive Model ini cocok digunakan untuk deret berkala yang memiliki pola data horizontal atau stasioner. Model ini menggunakan informasi terakhir tentang nilai aktual sebagai ramalan. Jika sebuah ramalan disiapkan untuk horison waktu satu periode, maka nilai aktual yang terakhir akan dipergunakan sebagai ramalan untuk periode berikutnya (Hanke,2003). Kelemahan utama dari model ini adalah diabaikannya segala sesuatu yang terjadi sejak tahun lalu termasuk unsur trend.
3. Model Rata-rata Model ini memberikan pembobotan yang sama untuk semua nilai pengamatan dan cocok untuk data yang berpola stasioner, yaitu data dengan nilai yang berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan, dengan kata lain tidak menunjukkan adanya trend dan musiman.Metode ini terdiri dari (Makridakis et al, 1999) : (1) Metode rata-rata sederhana (Simple Average) Cara kerja dari metode ini adalah dengan merata – ratakan seluruh data yang
ada
untuk
menghasilkan
ramalan
periode
berikutnya.
Hasil
27
peramalannya tidak terlalu memperhatikan fluktuasi dari data deret waktu. Metode ini cocok untuk data time series dengan pola stasioner.
(2) Model rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average) Dalam model ini setiap muncul nilai pengamatan baru maka nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling lama dan memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. Dengan kata lain model ini hanya mengikuti beberapa data terakhir untuk dicari nilai tengahnya sebagai ramalan periode berikutnya. Banyaknya data yang diikutsertakan disebut ordo. Kelemahan dari metode ini, yaitu : 1. Metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend atau musiman walaupun metode ini lebih baik dibanding rata-rata sederhana. 2. Metode ini memerlukan penyimpanan yang lebih banyak karena semua pengamatan terakhir harus disimpan, tidak hanya nilai tengahnya.
4. Model Pemulusan Eksponensial Model ini memberikan bobot yang berbeda pada setiap data, pembobotan menurun secara eksponensial terhadap nilai pengamatan yang lebih lama. Dengan metode ini, data yang paling lama memiliki bobot terendah sehingga tidak terlalu berpengaruh terhadap data yang baru. Model ini terdiri dari (Makridakis et al, 1999): (1) Pemulusan Eksponensial Tunggal (Single Exponential Smoothing) Metode ini banyak mengurangi masalah penyimpangan data, karena biasanya hanya menyimpan data terakhir, yaitu ramalan terakhir dan pembobot smoothing (a). Model ini cocok untuk data dengan pola horizontal
28
atau stasioner dan hanya mampu memberikan ramalan untuk satu periode ke depan. Metode ini tidak cukup baik diterapkan jika datanya bersifat tidak stasioner, karena persamaan yang digunakan dalam metode eksponensial tunggal tidak terdapat prosedur pemulusan trend yang mengakibatkan data tidak stasioner menjadi tetap tidak stasioner, tetapi metode ini merupakan dasar bagi metode- metode pemulusan eksponensial lainnya. Pembobot smothing yang diberikan pada data akan semakin kecil dengan semakin lamanya data. (Bowerman dan O’Connell, 1993).
(2) Pemulusan Eksponensial Ganda Brown Metode ini memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi masa lalu. Model ini cocok untuk data yang berpola trend linier. Pada metode ini dilakukan dua kali pemulusan ya itu pemulusan tahap 1 untuk update intercept, tujuannya untuk menghilangkan komponen error. Pemulusan tahap 2 untuk update slope tujuannya untuk menghilangkan komponen trend.
(3) Pemulusan Eksponensial Ganda Holt Pada prinsipnya metode ini sama dengan Metode Ganda Brown, kecuali metode ini menggunakan rumus pemulusan berganda secara langsung. Sebagai gantinya, Holt memuluskan nilai trend dengan parameter yang berbeda dari parameter yang digunakan pada data asli. Pemulusan eksponensial Holt menggunakan dua konstanta pemulusan (a dan ß) yang bernilai antara 0 dan 1 serta memiliki tiga persamaan. Pola data yang sesuai adalah stasioner, dan pola trend konsisten.
29
(4) Pemulusan Eksponensial Triple Winters Metode ini dapat digunakan untuk data time series yang mempunyai pola stasioner, pola trend konsisten, serta faktor musiman. Kelebihan metode ini adalah kemudahannya dalam update peramalan ketika data baru dihasilkan. Kelemahan dari metode ini adalah tidak memperhitungkan komponen siklus sehingga jika ada pengaruh siklus hasil ramalannya menjadi tidak baik. Model Winters memiliki dua bentuk (Bowerman dan O’Connell,1993), yaitu : 1. Winters Aditif Digunakan untuk data yang fluktuasi musiman relatif konstan atau stasioner. 2. Winters Multiplikatif Digunakan untuk pola data yang memiliki fluktuasi musiman cenderung semakin besar.
5. Model Dekomposisi Model Dekomposisi adalah salah satu pendekatan analisis deret waktu yang berupaya mengidentifikasi faktor- faktor komponen ya ng mempengaruhi setiap nilai pada deret (Hanke, 2003). Metode tersebut pada dasarnya bekerja dengan memecah pola deret waktu menjadi unsur trend, siklus, musiman, dan acak serta mengidentifikasi masing- masing unsur tersebut secara terpisah. Kelemahan dari metode ini adalah tidak memiliki prosedur formal yang dapat digunakan untuk meramalkan gerakan komponen siklus di masa mendatang. Gerakan siklus biasanya ditaksir dengan menggunakan metode peramalan subjektif (kualitatif) atau pikiran manusia saja. Metode ini cukup efektif dalam
30
mengidentifikasi dan memisahkan unsur musiman dari deret waktu. Penjelasan dari masing- masing komponen tersebut adalah sebagai berikut (Bowerman and O’Connell, 1993) : 1. Trend, merupakan komponen yang mencerminkan pertumbuhan atau penurunan suatu deret waktu. 2. Siklis, merupakan deret dengan bentuk seperti fluktuasi gelombang atau siklis yang kejadiannya lebih dari satu tahun. Perubahan kondisi ekonomi umumnya menghasilkan siklis. Mempunyai jangka periode yang panjang antara dua hingga sepuluh tahun. 3. Musiman, fluktuasi musiman umumnya terjadi triwulan, bulanan, atau mingguan. Variasi musiman mengacu pada suatu pola perubahan yang muncul setiap tahun dan berulang dengan sendirinya di tahun-tahun berikutnya. Umumnya diakibatkan oleh perubahan cuaca dan kebiasaan. 4. Ketidakteraturan, komponen acak terdiri dari fluktuasi tak terduga atau acak. Model dekomposisi tersebut terdiri dari : (1)
Model Dekomposisi Aditif, yaitu model yang digunakan untuk deret waktu yang keragamannya kurang lebih sama sepanjang deret data. Jadi, semua nilai deret berada pada lebar yang konstan berpusat pada trend.
(2)
Model Dekomposisi Multiplikatif, yaitu model yang digunakan untuk deret waktu yang keragamannya menaik dengan tingkat tertentu. Jadi, nilai deret tersebar mengikuti trend yang meningkat.
31
6. Metode Box-Jenkins (ARIMA) ARIMA adalah teknik untuk mencari pola data yang paling cocok dari sekelompok data. Dengan demikian metode ARIMA memanfaatkan sepenuhnya data masa lalu dan data sekarang untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Model ARIMA mensyaratkan pola data yang stasioner. Apabila data tidak stasioner maka dapat dilakukan diferensiasi yaitu untuk mentransformasi data asli menjadi data stasioner. Proses diferensiasi ini dapat dijelaskan sebagai berikut. Misalkan Yt non stasioner, setelah dilakukan diferensiasi tingkat 1 (d=1), Zt = ? Yt = Yt – Yt-1 , jika ternyata diperoleh nilai Zt stasioner, maka Zt dikatakan first order homogeneous dan Yt dikatakan non stasioner tingkat satu. Estimasi model peramalan dengan metodologi Box-Jenkins diterapkan dengan asumsi data sudah stasioner. Suatu data time series Zt dikatakan stasioner apabila (Firdaus,2006) : 1. Rataan series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan sebagai : E (Zt ) = µ untuk setiap t 2. Varians atau ragam series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan sebagai : Var (Zt ) = E [(Zt - µ)2 = s
x
2
untuk setiap t
3. Kovarians atau koragam dua series konstan untuk setiap periode pengamatan. Hal ini dapat dituliskan sebagai : Cov (Zt , Zt-k ) = E [(Zt - µ)(Zt-k- µ)] = ?k untuk setiap t Data stasioner dapat juga dikatakan sebagai data yang tidak mengandung unsur trend.
32
Metode ARIMA dapat dilakukan melalui empat tahap yaitu identifikasi, estimasi dan pengujian serta penerapan model (Hanke,2003). (1) Identifikasi Model, pada tahap ini dilakukan identifikasi terhadap 3 hal, yaitu terhadap pola data, apakah terdapat unsur musiman atau tidak. Kedua, identifikasi terhadap kestasioneran data dan yang ketiga identifikasi terhadap pola ACF dan PACF. (2) Estimasi Model, pada tahap ini, pertama menghitung nilai estimasi awal untuk
parameter-parameter
dari
model
tentatif,
kemudian
dengan
menggunakan program komputer melalui proses iterasi diperoleh nilai estimasi akhir. Pemilihan model ARIMA yang digunakan didasarkan pada nilai MSE terkecil. (3) Evaluasi Model, setelah diperoleh persamaan untuk model tentatif, dilakukan uji diagnostik untuk menguji kedekatan model dengan data. Uji ini dilakukan dengan menguji nilai residual dan signifikansi serta hubunganhubungan antara parameter. Secara umum model sudah memadai apabila plot residualnya bersifat acak. Jika ada hasil uji yang tidak dapat diterima atau tidak memenuhi syarat, maka model harus diperbaiki. (4) Peramalan, setelah didapat model yang memadai, ramalan satu atau beberapa periode dapat dikerjakan. Model ARIMA dibangun berdasarkan 2 batasan berikut : a. Peramalan bersifat linier untuk observasi yang diamati. b. Seleksi model didasarkan pada prinsip parsimonious. Artinya model yang dipilih adalah model dengan parameter yang paling efisien.
33
3.2.3
Pemilihan Teknik Peramalan Faktor utama yang mempengaruhi pemilihan teknik-teknik peramalan
adalah identifikasi dan pemahaman akan pola data historis. Jika pola trend, siklus atau musiman yang tampak, maka teknik-teknik yang mampu digunakan secara efektif bisa dipilih, teknik-teknik tersebut, yaitu (Hanke, 2003) : 1. Teknik Peramalan untuk Data Stasioner Data Stasioner adalah data yang nilai meannya tidak berubah sepanjang waktu. Teknik yang cocok digunakan pada peramalan data stasioner terdiri dari metode Naive, metode rata-rata sederhana, metode rata-rata bergerak sederhana, pemulusan eksponensial ganda Holt, dan model ARIMA. 2. Teknik Peramalan untuk Data Trend Data trend didefinisikan sebagai suatu series yang mengandung komponen jangka panjang yang menunjukkan pertumbuhan atau penurunan dalam data tersebut sepanjang suatu periode waktu. Teknik peramalan yang digunakan untuk data trend adalah metode rata-rata bergerak sederhana, pemulusan eksponensial ganda Holt, regresi linier sederhana, kurva pertumbuhan, pemulusan eksponensial ganda Brown, dan ARIMA. 3. Teknik Peramalan untuk Data Musiman Data musiman didefinisikan sebagai suatu data time series yang mempunyai pola perubahan yang berulang secara tahunan. Teknik peramalan yang dapat digunakan adalah metode dekomposisi, Sensus X-12, regresi berganda deret waktu, pemulusan eksponensial Winters dan metode Box-Jenkins. 4. Teknik Peramalan untuk Data Siklus
34
Pengaruh siklus didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang di sekitar garis trend. Pola siklus cenderung berulang setiap dua, tiga tahun atau lebih. Pola siklus sulit dibuat modelnya karena polanya tidak stabil. Teknik-teknik peramalan yang dapat dipertimbangkan adalah metode dekomposisi, indikator ekonomi, model ekonometrik, regresi berganda, dan metode Box-Jenkins. Pemilihan teknik peramalan juga didasarkan pada faktor- faktor tertentu. Bowerman dan O’Connell (1993) menyebutkan bahwa ada tujuh faktor utama yang harus diperhatikan dalam memilih metode peramalan, yaitu : 1. Bentuk hasil ramalan yang diinginkan, apakah berbentuk ramalan interval atau titik. Karena nantinya hasil ramalan dapat mempengaruhi metode peramalan yang nantinya digunakan. 2. Horizon waktu, metode peramalan berhubungan denga n dua aspek horison waktu, yaitu : cakupan waktu di masa yang akan datang dan jumlah periode ramalan yang diinginkan. Beberapa teknik dan metode hanya dapat sesuai untuk peramalan satu atau dua periode dimuka, sedangkan teknik dan metode lain dapat dipergunakan untuk peramalan beberapa periode di masa depan. 3. Pola data, dasar utama dari metode peramalan adalah mengasumsikan jenis pola yang terdapat di dalam data yang diramal akan berkelanjutan. Akan tetapi kemampuan metode peramalan untuk mengidentifikasi pola data berbeda, sehingga perlu adanya usaha penyesuaian antara pola data yang telah diperkirakan dengan metode peramalan yang akan digunakan. 4. Biaya, umumnya ada empat unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur ramalan, yaitu : biaya-biaya pengembangan, penyimpanan
35
data, operasi pelaksanaan dan kesempatan dalam penggunaan teknik-teknik lainnya. 5. Ketepatan, menunjukkan kemampuan metode untuk meramal suatu variabel yang dilihat dari besarnya selisih antara hasil ramalan dengan kenyataan. Ketepatan tersebut dapat diukur dengan memperhatikan nilai MSE. Semakin kecil nilai MSE maka metode tersebut makin baik. 6. Kemudahan memperoleh data, terutama ketika menggunakan metode kuantitatif. 7. Memahami dalam mengoperasikan masing- masing- masing tehnik peramalan agar nantinya hasil ramalan yang didapat akurat.
3.3
Analisis Regresi Berganda Analisis regresi berganda adalah suatu alat yang digunakan untuk melihat
pengaruh berbagai macam variabel (independent variabel) terhadap suatu variabel (dependent variabel) (Ramanathan,1998). Pengaruh dari setiap variabel bebas dalam mempengaruhi variabel tak bebas berbeda-beda, dapat dilihat dari nilai p value atau t hitung masing- masing variabel. Baik tidaknya suatu model regresi berganda dapat dilihat dari nilai R Sq, Semakin besar nilai dari R Sq model (mendekati 100 %), maka semakin baik model tersebut, karena semakin besar variabel model yang dapat dijelaskan oleh variabel bebasnya.
3.4
Analisis Korelasi Sederhana Korelasi merupakan istilah yang digunakan untuk mengukur kekuatan
antar variabel. Analisis korelasi adalah cara untuk mengetahui ada atau tidak
36
adanya hubungan antar variabel misalnya hubungan dua variabel (Hasan, 2003). Apabila terdapat hubungan antar variabel maka perubahan – perubahan yang terjadi pada salah satu variabel akan mengakibatkan terjadinya perubahan pada variabel lainnya. Korelasi yang terjadi antara dua variabel dapat berupa korelasi positif, negatif, tidak ada korelasi, atau korelasi sempurna (Hasan, 2003). 1) Korelasi positif, nilai koefisien korelasinya antara 0 < x < 1, perubahan yang terjadi pada salah satu variabel mengakibatkan variabel lainnya berubah dengan arah yang sama. Misalkan jika variabel x meningkat maka variabel y juga ikut meningkat. 2) Korelasi negatif, nilai koefisien korelasinya antara -1 < x < 0, perubahan yang terjadi pada salah satu variabel mengakibatkan variabel lainnya berubah dengan arah yang berlawanan. 3) Tidak ada korelasi, terjadi jika nilai koefisien korelasinya 0. 4) Korelasi sempurna, terjadi jika nilai koefisien korelasinya 1. Koefisien korelasi merupakan indeks atau bilangan yang digunakan untuk mengukur keeratan (kuat, lemah, atau tidak ada) hubungan antar variabel. Untuk menentukan keeratan hubungan atau korelasi antar variabel tersebut berikut diberikan nilai- nilai dari koefisien korelasi (KK) sebagai patokan (Hasan, 2003) : 1. KK = 0 , tak ada korelasi 2. 0 < KK = 0,2 , korelasi sangat rendah / lemah sekali 3. 0,2 < KK = 0,4 , korelasi rendah / lemah tapi pasti 4. 0,4 < KK = 0,65 , korelasi cukup berarti 5. 0,65 < KK = 0,9 , korelasi yang tinggi, kuat
37
6. 0,9 < KK = 1 , korelasi sangat tinggi, kuat sekali 7. KK = 1 , korelasi sempurna Jenis – jenis dari koefisien korelasi antara lain adalah (Hasan, 2003) : 1. Pearson : digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara 2 variabel yang datanya berbentuk data interval / rasio. 2. Rank Spearman : digunakan untuk mengukur keeratan hubungan antara 2 variabel yang datanya berbentuk data ordinal (data ranking). 3. Rank Kendall : pengembangan dari koefisien korelasi Spearman 4. Koefisien Korelasi Bersyarat : digunakan untuk data kualitatif
3.5
Kerangka Pemikiran Operasional Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) merupakan salah satu pasar terbesar di
DKI Jakarta yang memasok komoditas sayuran dan buah-buahan bagi DKI Jakarta maupun daerah-daerah lain di Indonesia. Jumlah pasokan rata-rata per hari terdiri dari sayur-sayuran 1.200 ton, buah-buahan 1.500 ton dan umbi sebanyak 120 ton. Pasar ini memiliki wilayah distribusi mencakup sebagian besar wilayah DKI Jakarta (70%), Botabek (25%) dan daerah lain (5%). Sesuai dengan perannya, PIKJ selama ini menjadi parameter harga. Naik dan turunnya harga di PIKJ memiliki pengaruh yang besar pada pembentukan harga di pasar lainnya (Susanti, 2006). Sayuran yang diperdagangkan berasal dari daerah-daerah di pulau Jawa dan sebagian dari pulau Sumatera dan Nusa Tenggara. Khusus untuk komoditas bawang merah umumnya dipasok dari Brebes dan Kuningan. Komoditas bawang merah merupakan komoditas yang mengalami fluktuasi harga yang besar di PIKJ.
38
Dengan semakin besarnya fluktuasi harganya, maka sangat diperlukan suatu peramalan terhadap harga bawang merah. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat fluktuasi harga jual bawang merah yang besar. Fluktuasi harga bawang merah yang besar tersebut, dapat merugikan berbagai pihak yang berkepentingan
seperti
petani
dan
konsumen.
Petani
selaku
produsen
membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memutuskan untuk menanam bawang atau tidak. Hal ini dilakukan untuk mengurangi resiko kerugian akibat jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, khususnya konsumen industri. Mereka memerlukan kepastian harga untuk mengendalikan biaya bahan baku mereka dalam proses produksi. Untuk melakukan peramalan dilakukan identifikasi terhadap pola data harga bawang merah di PIKJ melalui plot data harga dan autokorelasinya. Deret data dari harga bawang merah akan dibuat dalam bentuk tabel, diplot pada kurva dengan menggunakan program Excel. Dari hasil plo t data tersebut, maka data harga bawang merah dapat diketahui pola datanya untuk sementara, apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklus atau musiman. Hasil tersebut digunakan untuk menduga sementara metode apa yang akan digunakan dalam penelitian. Terdapat beberapa metode peramalan yang dapat digunakan untuk memperkirakan pasokan bawang merah dimasa depan. Beberapa metode yang dapat digunakan antara lain metode naif (Naive), metode rata-rata sederhana (Simple Average), metode rata-rata bergerak sederhana (Simple Moving Average), metode pemulusan eksponensial tunggal (Single Exponential Smoothing), metode pemulusan eksponensial ganda Holt (Double Exponential Smoothing-Holt), metode pemulusan ekponensial ganda Brown (Double Exponential Smoothing-
39
Brown), metode Winter, metode dekomposisi, dan metode Box-Jenkins (ARIMA). Dari beberapa metode tersebut akan dipilih satu metode yang terbaik dan sesuai berdasarkan beberapa hal antara lain akurasi kesalahan peramalan, yaitu dilihat dari nilai MSE. Semakin kecil nilai MSE maka semakin baik metodenya karena hasil peramalan semakin mendekati nilai aktualnya. Analisis terhadap faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah sangat diperlukan untuk mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah. Dengan diketahuinya faktor - faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah, diharapkan Pemerintah selaku pembuat kebijakan dan petani sebagai produsen dapat mengendalikan faktor - faktor tersebut, sehingga fluktuasi harga dapat diperkecil. Pada akhirnya konsumen dan petani akan diuntungkan akibat kecilnya fluktuasi harga bawang merah. Alur kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 5.
40
Produksi Bawang Merah: - Cuaca - Input Produksi: Pupuk - Hama Penyakit
Konsumsi Bawang Merah: -Konsumsi Rumah Tangga - Bibit - Industri Olahan
Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ
Analisis pola harga berdasarkan data masa lalu : - plot data - plot Autokorelasi
Analisis faktor- faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ: - Pasokan bawang merah PIKJ - Harga impor bawang merah - Pasokan impor bawang merah - Harga pupuk
Metode peramalan Time Series Model Regresi Berganda Pemilihan metode peramalan time series terakurat berdasarkan MSE
Upaya untuk mengendalikan fluktuasi harga bawang merah
Gambar 5. Kerangka Operasional
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Pasar Induk Kramat Jati yang berlokasi di Jalan
Raya Bogor Km. 17, Jakarta Timur. Lokasi penelitian dipilih secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan pusat perdagangan sayuran terbesar di DKI Jakarta serta menjadi barometer harga dalam pembentukan harga di pasar-pasar lainnya. Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari-Februari 2007.
4.2
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian terdiri dari data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer dikumpulkan dengan menggunakan teknik wawancara kepada beberapa pedagang grosir bawang merah dan karyawan di Kantor Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. Data primer bermanfaat untuk memberikan informasi tambahan dalam menginterpretasikan hasil model kuantitatif. Data sekunder meliputi data perkembangan pasokan (dalam satuan ton), harga rata-rata (dalam satuan Rp/kg) bawang merah, kedua data berasal dari kantor PIKJ. Data perkembangan pasokan dan harga rata-rata bawang merah yang digunakan adalah data mingguan yang diambil dari minggu pertama bulan Januari 2003 hingga minggu ketiga bulan Februari 2007. Jumlah data historis yang digunakan dalam penelitian ini adalah 214 data. Data tersebut akan dijadikan
42
input untuk meramalkan perkembangan harga bawang merah pada masa yang akan datang. Data sekunder lainnya yaitu data perkembangan pasokan impor bawang merah nasional, harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea. Data - data tersebut adalah data bulanan yang diambil mulai dari bulan Januari 2003 hingga September 2006. Jumlah data historis yang digunakan adalah 45 data. Data tersebut akan digunakan dalam model regresi berganda dengan variabel tak bebasnya adalah harga bawang merah PIKJ dengan mengkonversinya terlebih dahulu menjadi data bulanan, sedangkan variabel bebasnya adalah pasokan bawang PIKJ, pasokan impor bawang merah nasional, harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea. Tidak dimasukkan faktor- faktor lainnya, karena keterbatasan data penelitian. Data perkembangan pasokan impor bawang merah dan harga impor bawang merah diperoleh dari Badan Pusat Statistik dan Departemen Pertanian. Data harga pupuk Urea diperoleh dari Departemen Sarana Produksi Pangan. Datadata lainnya diperoleh melalui studi literatur berupa skripsi, internet dan bukubuku yang berkaitan dengan materi penelitian.
4.3
Pengolahan dan Analisis Data Data harga bawang merah PIKJ mingguan yang digunakan untuk
peramalan, akan diolah dengan menggunakan program Microsoft Excel, Minitab dan QSB (Quantitative System for Business). Data harga bawang merah PIKJ bulanan, pasokan bawang PIKJ bulanan, pasokan impor bawang merah nasional,
43
harga impor bawang merah, dan harga pupuk Urea yang digunakan dalam model regresi berganda akan diolah dengan menggunakan program Minitab.
4.4
Identifikasi Pola Data Harga Bawang Merah Pola data harga bawang merah di PIKJ diidentifikasi melalui plot data
harga dan autokorelasinya. Deret data dari harga bawang merah akan dibuat dalam bentuk tabel, diplot pada kurva dengan menggunakan program Excel. Dari hasil plo t data tersebut, maka data harga bawang merah dapat diketahui pola datanya untuk sementara, apakah data tersebut memiliki unsur trend, siklus maupun unsur musiman. Hasil tersebut digunakan untuk menduga sementara metode apa yang akan digunakan dalam penelitian. Selanjutnya, plot autokorelasi (ACF) dan plot autokorelasi parsial (PACF) dari deret data akan menggunakan program Minitab. Identifikasi pola data melalui koefisien autokorelasi memiliki pedoman sebagai berikut : 1. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada time lag dua atau tiga periode tidak berbeda nyata dari nol, maka data tersebut sudah stasioner. 2. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag pertama secara beruntun berbeda nyata dari nol atau mempunyai pola dying down, maka data tersebut menunjukkan adanya pola trend. 3. Apabila nilai koefisien autokorelasi pada beberapa time lag mempunyai jarak yang sistematis berbeda nyata dari nol, maka data tersebut menunjukkan pola musiman.
44
4.5
Menerapkan Metode Peramalan Time Series Setelah pola data harga bawang merah diidentifikasi, kemudian dilakukan
peramalan dengan menggunakan metode yang telah ditetapkan. Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah metode peramalan time series. Hal ini didasarkan pada pertimbangan bahwa data harga bawang merah adalah data deret waktu, artinya data tersebut disajikan berdasarkan waktu terjadinya tanpa menunjukkan faktor- faktor yang mempengaruhinya. Metode peramalan time series yang akan diuji dan digunakan dalam penelitian ini adalah metode rata-rata bergerak sederhana, metode pemulusan eksponensial tunggal (Single Exponential Smoothing), metode pemulusan eksponensial ganda Brown ( Double Exponential Smoothing Brown), metode pemulusan eksponensial ganda Holt, dan metode Winters multiplikatif. Selain metode tersebut, digunakan juga metode dekomposisi mulplikatif dan aditif, serta metode Box-Jenkins (ARIMA). Penggunaan metode tersebut disesuaikan dengan bentuk pola data, dan juga didasarkan pada asumsi-asumsi yang dimiliki oleh masing- masing metode. Berikut formulasi masing- masing metode :
A. Metode rata-rata bergerak sederhana t
Yt+1= ? Yi i = t-N+1
N Keterangan :
Yt+1= nilai ramalan untuk 1 periode ke depan setelah t Yt = nilai aktual pada periode ke t N = ordo
45
B. Single Exponential Smoothing Yt+1 = a Yt + (1- a)Yt Keterangan : Yt+1= nilai ramalan untuk 1 periode ke depan setelah t Yt = nilai aktual pada periode ke t a = pembobot smoothing (0< a <1)
C. Double Exponential Smoothing (Brown) Yt+m= at + b t(m) St = aYt + (1- a) S t-1
Smoothing tahap 1
St(2) = aSt+ (1- a) S (2)t-1
Smoothing tahap 2
at = 2St - St(2) bt=
Update Intercept
(St - St(2) )
a
Update Slope
1- a Untuk mencari nilai awalnya digunakan rumus sebagai berikut : S0= a0 – 1- a
b0
a S0(2) = a0 –2 1- a
b0
a a0 dan b0 didapat dari koefisien regresi model trend linier Keterangan :
Yt+m = Prediksi Y pada m periode ke depan St = Smoothing tahap 1 St(2) = Smoothing tahap 2 at = Intercept bt= Slope m = jumlah periode ramalan ke depan
46
D. Double Exponential Smoothing (Holt) Yt+m= a t-1 +(m-1) bt-1+ bt-1 a at= aYt + (1- a) at-1
Update Intercept
bt= ß(at - at-1) + (1- ß) bt-1
Update Slope
Keterangan : Yt+m= Prediksi Y pada m periode ke depan a dan ß = Pembobot Smoothing
E. Winter Multiplikatif Yt+m= (at + bt(m)) Sn t-L+m at= a
Yt + (1- a) (at-1+ bt-1) Sn t-L
Update Intercept
bt= ß(at - at-1) + (1- ß) bt-1
Update Slope
Sn t=d
Update Season
Yt at
+ (1- d) Sn t-L
Keterangan : Yt+m= Prediksi Y pada m periode ke depan a ,ß,dan d = Pembobot Smoothing Sn = Season L = Banyaknya periode dalam 1 putaran musim
F. Dekomposisi Multiplikatif Langkah-langkahnya : 1. Untuk menghilangkan komponen Snt dan et dari data time series, hitung Centre Moving Average (CMA t) dengan panjang L ( L = banyaknya periode dalam 1 tahun), sehingga: CMA t = Trt * Clt
47
2. Dapatkan komponen ( Snt * et ), yakni : Yt / ( Trt * Clt ) 3. Hilangkan error dari ( Snt
*
et ), dengan menghitung rata-rata untuk setiap
musim, sehingga diperoleh: Sn1 , Sn2 ,....., SnL . 4. Seharusnya nilai( Sn1 + Sn2 +...+SnL ) = L, jika tidak normalisasikan agar = L, yakni dengan cara mengalikan masing- masing rataan musim dengan faktor korelasi (FK). Sehingga diperoleh indeks musiman, yang berlaku umum yakni: Sn1 = Sn1 * FK, Sn2 = Sn2 * FK ,...., SnL =SnL * FK, dengan FK =
L ? Snt
5. Hitung deseasonalized data, yakni d t =
Yt Snt
6. Gunakan analisis regresi pada deseasonalized data untuk mendapatkan model trend yang sesuai (linier, kuadratik, eksponensial, semi- log, double- log, dan lainnya), dengan dt sebagai dependent variable dan periode (t) sebagai independent variable, dan dari model yang sesuai tersebut, dugalah nilai trend untuk setiap periode (Trt ). 7. Ramalkan nilai Yt untuk setiap periode, yakni dengan mengalikan berbagai komponen yang diperoleh tersebut. Yt = Trt * Snt* Clt , jika Clt dianggap tidak ada maka Clt =1, sehingga menjadi Yt = Trt * Snt* 1 atau Yt = Trt * Snt.
G. Dekomposisi Aditif Langkah-langkahnya : 1. Untuk menghilangkan komponen Snt dan et dari data time series, hitung CentreMoving Average (CMA t) dengan panjang L ( L = banyaknya periode dalam 1 tahun), sehingga: CMA t = Trt + Clt
48
2. Dapatkan komponen ( Snt + et ), yakni : Yt - ( Trt + Clt ) = Yt - CMA t 3. Hilangkan error dari ( Snt + et ), dengan menghitung rata-rata untuk setiap musim, sehingga diperoleh: Sn1 , Sn2 ,....., SnL . 4. Seharusnya nilai( Sn1 + Sn2 +...+SnL ) = 0, jika tidak normalisasikan agar = 0, yakni dengan cara mengurangkan masing- masing rataan musim dengan faktor korelasi (FK), sehingga diperoleh indeks musiman, yang berlaku umum yakni: Sn1 = Sn1 - FK, Sn2 = Sn2 - FK ,...., SnL =SnL - FK, dengan FK =
? Snt L
5. Hitung deseasonalized data, yakni d t =Yt - Snt . 6. Gunakan analisis regresi pada deseasonalized data untuk mendapatkan model trend yang sesuai (linier, kuadratik, eksponensial, semi- log, double- log, dan lainnya), dengan dt sebagai dependent variable dan periode (t) sebagai independent variable, dan dari model yang sesuai tersebut, dugalah nilai trend untuk setiap periode (Trt ). 7. Ramalkan nilai Yt untuk setiap periode, yakni dengan menambahkan berbagai komponen yang diperoleh tersebut. Yt = Trt + Snt+Clt , jika Clt dianggap tidak ada maka Clt = 0, sehingga menjadi Yt = Trt + Snt +0 atau Yt = Trt + Snt.
H. ARIMA 1. Model Autoregressive (AR) Model AR murni dipilih bila ACF menunjukkan pola dying down dan PACF menunjukkan pola yang cut off. Pada model ini Yt adalah fungsi linier dari
49
observasi deret stasioner sebelumnya (Yt-1, Yt-2,...). Dalam bentuk persamaan: Yt = d + ? 1 Yt-1+ ? 2 Yt-2+...+et dimana : Yt = observasi deret stasioner saat ini Yt-1, Yt-2 = observasi sebelumnya d, ? 1, ? 2 = parameter-parameter yaitu konstanta dan koefisien et = residual peramalan acak untuk periode saat ini yang diharapkan nilainya sama dengan nol Jumlah observasi masa lalu yang digunakan dalam model AR dikenal dengan orde p. Model ini harus memenuhi kond isi stasioneritas (stasionerity condition), yaitu jumlah semua koefisien ? dalam model autoregresif harus kurang dari 1 atau ? 1+? 2 +? p < 1 Persamaan AR di atas dapat ditulis dalam bentuk Back-shift operator notation. B didefinisikan sebagai berikut: Bj Yt = Yt-j untuk j > 0 Model AR orde p dapat ditulis dalam notasi sebagai berikut: Yt = d + ? 1 BYt +? 2B2 Yt +? 3 B3 Yt +......+ ? p Bp Yt +et
2. Model Moving Average (MA) Model MA murni dipilih bila ACF menunjukkan pola yang cut off dan PACF menunjukkan pola dying down. Pada model ini Yt adalah fungsi linier dari residual-residual saat ini dan sebelumnya. Bentuk persamaannya ialah: Yt = f + et – ?1 et-1 – ?2 et-2 – .... – ?qet-q+et Dimana : Yt = observasi deret stasioner saat ini
50
et = residual peramalan acak untuk periode saat ini et-1, et-2 = residual peramalan periode sebelumnya f, ? 1 , ?2 = konstanta dan koefisien moving average Jumlah residual masa lalu yang digunakan dalam model MA dikenal sebagai orde q. Model ini harus memenuhi kondisi invertibilitas (invertibility condition), artinya semua koefisien dalam model moving average harus kurang dari 1, yaitu ?1 + ?2 + .... + ?q < 1 Model MA orde q dapat ditulis dalam notasi Back-shift sebagai berikut : (1 – ?1 B – ?2 B2 – ?3 B3 – ...... – ?qBq) et = Yt + f
3. Mode l Gabungan – Autoregresive Moving Average (ARIMA) Model gabungan ini dipilih bila ACF dan PACF kedua-duanya menunjukkan pola dying down. Pada model ini Yt adalah kombinasi model autoregresive dan moving average. Dalam bentuk persamaan dapat ditulis sebaga i berikut: Yt = d + ? 1 Yt-1+ ? 2 Yt-2+...+et – ?1 et-1 – ?2 et-2 – .... – ?qet-q +et Dimana : Yt = observasi deret stasioner saat ini Yt-1, Yt-2,..., et-1, et-2,... = obsevasi dan residual peramalan periode sebelumnya dari deret stasioner et = residual peramalan acak untuk periode saat ini d, ? 1, ? 2,..., ?1 , ?2 ,... = konstanta dan koefisien-koefisien model
51
I. SARIMA Penentuan model tentatif dapat diperoleh dari identifikasi terhadap perilaku ACF dan PACF. Dalam hal ini cut off atau dying down dilihat pada beberapa beda kala pertama dan juga pada beda kala musimannya (biasanya pada lag L atau 2L). Dalam menguji signifikansi koefisien tersebut, nilai t- hitung yang dipergunakan bukan 2 tetapi 1,25. Secara umum model SARIMA dapat ditulis dalam bentuk: (ARIMA (p,d,q) (P,D,Q)L ) dimana p,q, dan P,Q adalah orde parameter-parameter non musiman dan musiman; sedangkan d dan D mewakili orde pembedaan non musiman dan musiman. 1. Model Seasonal ARIMA Yt = d + ? 1L Yt-L-1+ ? 2L Yt-2L-2+...+et – ?1Let-L-1 – ?2Let-2L-2 – .... – ?qLet-qL-q +et Dimana : Yt = observasi deret stasioner saat ini Yt-L-1, Yt-2L-2,..., et-L-1, et-2L-2,... = obsevasi dan residual peramalan periode musiman sebelumnya dari deret stasioner et = residual peramalan acak untuk periode saat ini d, ? 1, ? 2,..., ?1 , ?2 ,... = konstanta dan koefisien-koefisien model
4.6
Pemilihan teknik peramalan Setelah dilakukan aplikasi terhadap model- model peramalan tersebut maka
langkah selanjutnya ialah mene ntukan model peramalan terbaik. Salah satu faktor utama yang harus diperhatikan ialah melihat nilai Mean Square Error (MSE).
52
Metode peramalan yang memiliki nilai MSE terkecil, menunjukkan bahwa model tersebut memiliki kesalahan atau error terkecil dibanding model lainnya, sehingga dapat dijadikan model terbaik dalam melakukan peramalan. MSE = ? et 2 N
4.7
Analisis Regresi Berganda Dalam model regresi berganda terdapat hubungan antara satu variabel tak
bebas (dependent variabel) dengan beberapa variabel bebas (independent variabel). Formulasi dari model regresi berganda adalah : Yt = ß0 + ß1 X 1 + ß2 X 2 + ß3 X 3 + ß4 X4 + µ t Dimana : Yt = Harga bawang merah di PIKJ ß0 = Konstanta ß1 = Koefisien (X1 ) pasokan bawang merah di PIKJ (Ton) ß2 = Koefisien (X2 ) pasokan impor bawang merah nasional (Kg) ß3 = Koefisien (X3 ) harga impor bawang merah nasional (Rp/ Kg) ß4 = Koefisien (X4 ) harga pupuk Urea (Rp / Kg) Hipotesis : 1. Pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ mempunyai hubungan yang negatif dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ meningkat maka harga bawang merah di PIKJ akan menurun. 2. Pasokan impor bawang merah nasional mempunyai hubungan yang positif dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika pasokan impor bawang
53
merah nasional meningkat maka harga bawang merah di PIKJ akan cenderung meningkat. Hal ini disebabkan karena pasokan impor masuk ke dalam negeri ketika musim paceklik panen dimana pada saat bersamaan harga bawang merah cenderung mengalami peningkatan akibat pasokan lokal yang sedikit. 3. Harga impor bawang merah nasional mempunyai hubungan yang positif dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika harga impor bawang merah turun maka harga bawang merah di PIKJ akan menyesua ikan yaitu akan cenderung turun. Jika tidak menyesuaikan maka bawang merah lokal tidak akan laku di pasar. 4. Harga pupuk mempunyai hubungan yang positif dengan harga bawang merah di PIKJ, yaitu ketika harga pupuk meningkat maka harga bawang merah di PIKJ akan meningkat, karena harga bawang merah di tingkat petani cenderung meningkat akibat meningkatnya biaya produksi. Keterbatasan Penelitian : Penelitian ini hanya membahas faktor – faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah dari sisi penawaran sedangkan sisi permintaannya tidak dibahas mengingat keterbatasan data. Data produksi bulanan bawang merah tidak dimasukan ke dalam salah satu faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah akibat keterbatasan data namun sudah dapat diwakili oleh faktor lainnya yaitu pasokan impor bawang merah. Model regresi yang sudah terbentuk, harus dilakukan pengujian :
1. Pengujian Terhadap Model Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menjelaskan variabel tak bebasnya yaitu harga
54
bawang merah. Uji ini berguna untuk menguji kelayakan model regresi secara menyeluruh. Uji statistik yang digunakan adalah Uji F. F hitung = (ESSR – ESSU) / (DF R – DFU) ESSU / DFU Dimana : ESSR = Jumlah kuadrat error (restricted model) ESSU = Jumlah kuadrat error (unrestricted model) DFR = Derajat bebas (restricted model) DFU = Derajat bebas (unrestricted model) Dengan hipotesis : H0 : ßi = 0 H1 : Sekurang – kurangnya ada satu ßi yang tidak sama dengan nol ( i = 1,2,3,4,..., k) Kriteria uji yang digunakan adalah : F hitung < F tabel , terima H0 F hitung > F tabel , tolak H0 Apabila F
hitung
lebih besar dari F
tabel
maka ada salah satu dari variabel pasokan
bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah, dan harga pupuk, yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah di PIKJ, dan sebaliknya apabila F
hitung
lebih kecil dari F
tabel,
maka semua variabel
bebasnya tersebut tidak ada yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah di PIKJ.
55
2. Pengukuran Tingkat Akurasi Model Tingkat akurasi model dapat dilihat dari besarnya nilai koefisien determinasi (R2 ), yang bertujuan untuk mengetahui seberapa jauh keragaman variabel harga bawang merah di PIKJ dapat diterangkan oleh variabel pasokan bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah, dan harga pupuk. Secara matematis rumus untuk menghitung nilai R2 adalah sebagai berikut (Ramanathan, 1998) : R2 = RSS TSS Dimana : RSS = Jumlah kuadrat regresi TSS = Jumlah kuadrat total
3. Pengujian masing -masing parameter Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui variabel-variabel bebas mana saja yang berpengaruh nyata secara parsial terhadap variabel tidak bebas. Indikator yang digunakan ialah nilai p value setiap variabel bebas. Dengan hipotesis : H0 : ßi = 0 H1 : ßi ? 0 Kriteria uji yang digunakan adalah : p value < taraf nyata ( 5 %), tolak H0 p value > taraf nyata ( 5 %), terima H0 Jika p value lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) maka variabel independen (variabel pasokan bawang merah PIKJ, pasokan impor bawang merah nasional,
56
harga impor bawang merah, dan harga pupuk) berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah di PIKJ. Sebaliknya apabila p value lebih besar dari taraf nyatanya (5%), maka variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah di PIKJ.
4.8
Analisis Korelasi terhadap Variabel Bebas yang signifikan Setelah didapat variabel bebas yang berpengaruh nyata terhadap harga
bawang merah di PIKJ, maka langkah selanjutnya adalah menganalisis hubungan antara variabel bebas dengan variabel tak bebasnya. Tujuannya adalah untuk mengukur berapa besar korelasi diantara kedua variabel tersebut. Secara matematis rumus untuk menghitung nilai korelasi adalah sebagai berikut (Ramanathan, 1998) : ? xy = s
xy
sx sy
=
Cov (X,Y) [ Var (X) Var (Y) ] 1/2
Dimana : ? xy
= Nilai korelasi antara variabel X dan Y
Cov (X,Y) = Covarian antara variabel X dan Y Var (X)
= Varian variabel X ( Pasokan bawang merah PIKJ, Pasokan Impor bawang merah, Harga Impor bawang merah, Harga pupuk).
Var (Y)
4.9
= Varian variabel ha rga bawang merah di PIKJ
Definisi Operasional
Beberapa istilah yang digunakan dalam penelitian ini adalah : (a)
Autokorelasi adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai lampaunya, dapat dengan tenggang (lag) satu atau lebih. Koefisien
57
autokorelasi berkisar antara -1 dan +1, angka 0 menunjukkan tidak ada autokorelasi. (b)
Autokorelasi parsial adalah hubungan antara nilai suatu variabel dengan nilai yang lebih awal dari variabel itu, jika pengaruh nilai- nilai diantara keduanya dihilangkan. Koefisien autokorelasi parsial berkisar antara-1 dan +1, angka 0 menunjukkan tidak ada autokorelasi.
(c)
Data stasioner adalah data yang nilai- nilai dalam deret datanya memiliki rata-rata dan varian yang tetap (relatif konstan).
(d)
Data Time Series adalah data yang dikump ulkan dari beberapa tahapan secara kronologis yang didapat dalam interval waktu tertentu misalnya mingguan, bulanan dan tahunan.
(e)
Harga adalah harga nominal rata-rata bawang merah selama satu minggu dari pedagang grosir ke pedagang pengecer dalam satuan Rp/kg.
(f)
Pasokan adalah total volume bawang merah aktual yang dipasok ke PIKJ dari berbagai daerah produksi selama satu minggu dalam satuan ton.
(g)
Pengelola PIKJ adalah semua pihak yang secara organisasi dan administrasi merupakan bagian dari PD. Pasar Jaya. Yang termasuk di dalamnya para karyawan, analis pemasaran serta dinas-dinas terkait seperti Dinas Pertanian.
(h)
Pola musiman adalah gerakan naik atau turun dari pola data yang akan berulang secara teratur dalam kurun waktu kurang dari satu tahun.
(i)
Pola trend adalah pola data observasi yang terlihat meningkat atau menurun dalam periode waktu yang lebih panjang.
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1
Gambaran Umum Pasar Induk Kramat Jati Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) terletak di Jalan Raya Bogor Km. 17,
Jakarta Timur. PIKJ dibentuk berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Daerah Khusus Ibukota Republik Indonesia No. D-V-a. 18/1/17/1973 tanggal 28 Desember 1973 tentang pendirian Pasar Induk sayur mayur dan buah-buahan Kramat Jati, Jakarta Timur dan ketentuan pengurusannya. Mulai beroperasi pada tahun 1974 dengan menempati areal seluas 14,7 hektar dan mengalami peremajaan yang dimulai pada tanggal 28 Februari 2002. Latar belakang didirikannya PIKJ adalah sebagai pusat perdagangan besar sayur mayur dan buahbuahan untuk menjamin kelancaran distribusi dan juga sebagai terminal pengadaan dan penyaluran bahan makanan sayur mayur dan buah-buahan yang berpengaruh kepada kegiatan perekonomian, baik lokal maupun regional. Jumlah tempat usaha yang terdapat di PIKJ sebanyak 3.573 kios yang dikelola oleh 2.000 orang sebagai pedagang tetap dan 250 orang sebagai pedagang tidak tetap. Ukuran kios bervariasi, untuk grosir dengan luas sebesar 8,4 m2 dan 12,6 m2 , sedangkan subgrosir luasnya sebesar 4 m2 . Pasar dengan luas areal sekitar 14,7 hektar ini terbagi dalam blok-blok perdagangan yang disebut dengan Los. Ada delapan Los di PIKJ yang menjual komoditas yang berbeda-beda. Khusus untuk komoditas bawang merah terdapat pada Los G yang menampung sekitar 20 pedagang grosir. Pasar ini beroperasi selama 24 jam penuh dengan rata-
59
rata pengunjung per hari sebanyak 20.000 orang, yang melakukan berbagai aktivitas, baik sebagai pedagang, buruh, sopir, pemulung dan lain sebagainya. Pasar ini memiliki fasilitas pelayanan umum yang lengkap bagi para pelaku yang melakukan aktivitas di pasar tersebut. Fasilitas pelayanan umum yang disediakan terdiri dari Bank di 3 lokasi, 3 lokasi areal parkir dengan daya tampung lebih dari 3.000 mobil, 1 pusat telekomunikasi, dan toilet di 14 lokasi, bahkan fasilitas penitipan anak pun tersedia. Pasar ini juga menyediakan fasilitas ibadah berupa 1 mesjid dan tiga musholla. Layana n keamanan di PIKJ dikelola oleh perusahaan swasta yaitu PT. Metro 11, sedangkan layanan kebersihan dikelola oleh PT. Garda Transmos Mandiri. Pasar ini dapat menampung sampah dengan volume sekitar 300 m3 /hari. Untuk layanan angkutan dikelola oleh armada “KABAPIN” dengan jumlah angkutan resmi sebanyak 174 unit dan angkutan omprengan sebanyak 1.026 unit. Badan yang mencatat berapa banyak barang yang dibongkar dan dimuat serta memfasilitasi terhadap pelayanan bongkar dan muat barang di pasar dipercayakan kepada “BAPENGKAR” (Badan Pengelola Pekerja Bongkar Muat). Para pedagang sayuran dan buah-buahan melakukan usaha dalam bentuk grosir dan eceran. Usaha dalam bentuk grosir berjumlah 1.835 tempat dan eceran berjumlah 1.818 tempat. Jumlah pedagang tetap di PIKJ berjumlah lebih dari 2.000 orang yang menempati lebih dari 3.500 kios. Tingkat pendidikan yang mereka miliki bervariasi dari hanya tingkat sekolah dasar hingga tingkat sarjana. Berdasarkan informasi yang diperoleh dari kantor PIKJ, modal yang mereka miliki bervariasi dari minimal 10 juta rupiah hingga mencapai milyaran rupiah.
60
Hal itu juga terkait dengan omzet harian mereka yang juga bervariasi dari sekitar 10 juta rupiah hingga milyaran rupiah. Produk yang dipasarkan di PIKJ terdiri dari 37 jenis sayuran, 32 jenis buah-buahan dan 3 jenis umbi. Kegiatan-kegiatan yang ada di PIKJ meliputi kegiatan penjualan grosir sayur mayur dan buah-buahan, pengaturan angkut dan bongkar muat barang. Selain itu juga mengatur usaha sortasi dan seleksi (khusus untuk buah-buahan) serta mengadakan pencatatan barang keluar masuk (tonase) dan harga sebagai laporan bulanan. Skema alur masuk keluar bawang merah yang berlangsung di PIKJ melibatkan beberapa pihak, hal ini dapat dilihat pada Gambar 7.
Petani Produsen
Pedagang antar daerah
Pedagang Pengumpul
Pedagang Grosir Kegiatan di PIKJ
Pedagang Pengecer
Gambar 6. Alur Masuk Keluar Bawang Merah di PIKJ
61
Para pedagang-pedagang besar yang dalam istilahnya disebut Lapak memiliki akses yang kuat terhadap informasi pasar karena mereka memiliki anak buah atau orang suruhan yang bertugas mencari informasi harga dan kondisi perdagangan di tempat lain. Pada umumnya para lapak sudah memiliki jaringan distributor di berbagai tempat yang akan memasok komoditas yang mereka perdagangkan. Pada Gambar 6 terlihat bahwa para pedagang grosir selain memiliki hubungan langsung dengan pedagang pengumpul dan pedagang antar daerah namun mereka juga dapat berhubungan langsung dengan petani produsen di daerah. Pada awalnya pedagang grosir di PIKJ melakukan transaksi perdagangan, baik melalui perantara perdagangan maupun berhubungan langsung dengan petani produsen di daerah. Setelah mencapai kesepakatan harga, kemudian sejumlah barang yang telah dipesan dikirimkan dengan armada pengangkut. Komoditas yang masuk ke PIKJ kemudian dibongkar muat oleh suatu badan yang disebut “BAPENGKAR”. Selain bongkar muat barang, BAPENGKAR juga mempunyai tugas untuk melakukan penimbangan yang kemudian akan dicatat sebagai laporan barang masuk (tonase) bulanan yang akan dilaporkan ke kantor PIKJ. Kegiatan sortasi dan seleksi terhadap barang yang masuk hanya diperuntukkan untuk komoditas buah-buahan, sedangkan untuk sayur-sayuran termasuk bawang merah belum dilakukan. Komoditas yang telah mengalami proses tersebut kemudian siap diperdagangkan. Pada umumnya, pembeli di PIKJ merupakan pedagang pengecer yang membeli dalam jumlah besar yang kemudian akan dijual kembali ke pasarpasar tradisional seperti Pasar Tanah Abang, Pasar Jatinegara, Pasar Minggu dan
62
pasar-pasar lainnya. Pembeli yang datang tidak hanya berasal dari Jakarta tetapi juga dari luar kota, bahkan juga dari luar Pulau Jawa. Pendistribusian komoditas dari PIKJ ke konsumen untuk wilayah Jabotabek umumnya menggunakan jasa angkutan yang dibawa sendiri oleh konsumen atau pedagang pengecer, sedangkan untuk pendistribusian ke luar Jabotabek, konsumen atau pedagang pengecer umumnya menggunakan truk dan yang keluar Pulau Jawa (Medan, Bangka, Batam dan daerah lainnya) menggunakan kontainer atau penerbangan dengan kargo. Kegiatan lain yang terdapat di PIKJ selain melakukan pendistribusian sayur-sayuran dan buah-buahan ialah layanan kepada para pelaku bisnis dan konsumen, dengan dibantu oleh 6 seksi, yaitu Seksi Umum, Seksi Usaha dan Pengembangan, Seksi Keuangan, Seksi Perawatan, Seksi Akuntansi dan Seksi Keamanan Pasar. Tugas sehari- hari pengelola adalah memungut jasa atau iuran pengelolaan pasar, menerbitkan surat izin tempat, balik nama, penanganan kebersihan pasar , pemantauan dan pencatatan harga serta menjaga keamanan dan ketertiban pasar. Perkembangan tingkat harga di PIKJ khususnya untuk bawang merah mengala mi fluktuasi beberapa kali dalam sehari yang disebabkan antara lain karena supply dan demand yang tidak seimbang, daya beli masyarakat yang menurun,adanya permintaan dari luar daerah yang tidak signifikan dan petani dari daerah Jawa Tengah yang memasok ke pasar eceran tidak melalui PIKJ khususnya menjelang hari raya. Pasokan bawang merah yang terdapat di PIKJ berlimpah ketika memasuki bulan Agustus, sedangkan pasokan terendah terjadi pada bulan Maret. Ketika pasokan rendah umumnya pedagang mengimpornya dari luar. Negara yang menjadi pemasok bawang merah antara lain adalah Thailand dan
63
Philipina. Sedangkan pasokan bawang lokal umumnya berasal dari daerah Brebes, Losari, dan Patrol. Menurut salah satu pedagang grosir permintaan bawang merah per harinya bisa mencapai 15 ton / pedagang besar. Di PIKJ terdapat 8 pedagang besar sehingga total permintaan per hari jika bawang merah terjual semua mencapai 120 ton/ harinya atau permintaan rata-rata per bulannya mencapai 3600 ton. Jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ per bulannya dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Jumlah Pasokan Bawang Merah (Ton) yang Masuk ke PIKJ periode Tahun 2003 - 2005 Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember
2003
2004 1.942 2.173 2.036 2.711 3.120 2.719 2.802 3.445 2.769 3.832 1.858 2.607
2005 3.342 3.158 3.946 4.581 3.091 2.760 3.630 2.601 3.104 4.082 3.564 3.680
2.960 3.033 3.252 4.129 3.136 2.859 3.627 2.470 3.725 3.253 1.986 3.357
Pada Tabel 6 terlihat bahwa pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ berfluktuasi cukup besar. Hal ini disebabkan karena fluktuasi produksi bawang merah pada berbagai daerah sentra produksi yang banyak dipengaruhi oleh iklim, mengingat bawang merah merupakan komoditas pertanian yang membutuhkan cukup air untuk berproduksi secara optimal. Jika dibandingkan dengan permintaan rata-ratanya yang sebesar 3.600 ton maka terdapat kemungkinan bahwa pada bulan – bulan tertentu akan terjadi defisit jumlah pasokan bawang merah di PIKJ
64
misalnya pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei dimana bawang merah memasuki masa kosong panen. Hal ini membuat para pedagang besar terpaksa mengimpor bawang merah dari luar untuk menutupi defisit tersebut.
5.2
Identifikasi Pola Fluktuasi Harga Bawang Merah Mengetahui pola data yang akan diramal sangat diperlukan sebelum
menentukan metode peramalan yang akan digunakan. Beberapa metode peramalan memiliki asumsi yang berbeda-beda untuk pola data tertentu. Ada metode peramalan yang hanya cocok untuk data ya ng memiliki pola stasioner, dan metode peramalan yang cocok untuk pola data yang mengandung trend, serta juga metode peramalan yang dapat digunakan pada kedua pola data di atas. Data yang akan dianalisa dalam penelitian ini adalah data harga rata-rata mingguan bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati dari minggu pertama bulan Januari 2003 sampai dengan minggu ketiga bulan Februari 2007 (Lampiran 1). Identifikasi terhadap pola data harga bawang merah sangat penting untuk mencari metode peramalan yang sesuai. Dari Gambar 7 tersebut dapat dilihat bahwa pola data harga bawang merah mengalami fluktuasi yang bersifat acak, sehingga pola data harga bawang merah tersebut belum bisa dikatakan mengikuti trend atau pola tertentu. Faktor yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga yang cukup tajam tersebut dapat disebabkan oleh beberapa faktor. Dalam teori ekonomi mikro terdapat dua faktor utama yang dapat mempengaruhi terbentuknya harga yaitu penawaran dan permintaan. Dari kedua faktor tersebut dapat diuraikan menjadi berbagai macam faktor lainnya yang mempengaruhi terbentuknya harga. Dari sisi penawaran
65
terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga bawang merah secara langsung maupun tidak langsung, seperti jumlah produksi bawang merah, jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, pasokan bawang merah impor, harga impor bawang merah, dan harga input produksi seperti harga pupuk serta faktor- faktor lainnya. Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ
Harga (Rp / Kg)
12000 10000 8000 6000 4000 2000 0 1
13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205 Minggu Harga
Gambar 7. Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Periode Bulan Januari Tahun 2003 – Februari Tahun 2007 Dari sisi permintaan terdapat beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga bawang merah, seperti permintaan konsumsi rumah tangga, permintaan industri olahan, dan faktor lainnya. Untuk melihat lebih jauh penyebab terjadinya fluktuasi harga bawang merah yang cukup tajam, maka akan dilakukan identifikasi
pola
data
harga
bawang
merah
di
PIKJ
dengan
cara
membandingkannya dengan beberapa faktor yaitu pola pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, harga impor dan pasokan impor bawang merah, harga pupuk, dan produksi bawang merah. Perbandingan ini dilakukan untuk melihat berapa besar pengaruh yang diberikan oleh masing- masing faktor tersebut dalam mempengaruhi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ.
66
Pada Gambar 7 terlihat bahwa harga bawang merah pada selang periode tertentu mengalami peningkatan dan penurunan harga yang cukup tajam. Pada tahun 2003 tepatnya pada minggu ke 2 dan 3 bulan Januari 2003 terjadi penurunan harga yang cukup tajam dari Rp 6.286,00/ kg, menjadi Rp 4.357,00/ kg hal ini diduga karena terjadinya peningkatan jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ dari 367 ton menjadi 582 ton (Lampiran 1). Pada tahun yang sama tepatnya antara bulan Mei minggu ke 4 hingga September minggu ke 4 terlihat pula terjadinya trend penurunan harga bawang merah dari Rp 6.286,00/ kg hingga Rp 2.800,00/ kg, sementara itu jumlah pasokan yang masuk cenderung konstan (Lampiran 1). Hal ini mengindikasikan bahwa terdapat faktor lain yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga bawang merah di PIKJ. Faktor – faktor tersebut dapat diduga antara lain ialah harga impor bawang merah, yang pada periode yang sama juga mengalami trend penurunan dari Rp 2.532,00/ kg menjadi Rp 2.056,00/ kg (Lampiran 2). Seperti diketahui bahwa jika harga impor bawang merah yang masuk mengalami penurunan maka dampaknya terhadap harga bawang di dalam negeri khususnya di PIKJ juga akan mengalami penurunan atau berkorelasi positif, menyesuaikan dengan harga impor bawang merah yang masuk. Selain faktor harga impor bawang merah, faktor lain yang diduga mempengaruhi harga bawang merah di PIKJ adalah jumlah produksi bawang merah. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa penurunan harga bawang merah terjadi pada periode bulan Mei hingga September, hal ini dapat disebabkan karena telah terjadi peningkatan produksi bawang merah pada selang periode tersebut, mengingat pada selang periode tersebut komoditas bawang merah telah memasuki musim panen, hal ini dapat ditunjukkan dengan terjadinya penurunan
67
jumlah impor bawang merah yang masuk, dimana pada bulan Mei jumlah impor bawang merah sebesar 3.358 ton, turun menjadi 231 ton pada bulan September (Lampiran 2).
Pasokan (Ton)
Fluktuasi Pasokan Bawang Merah di PIKJ 1400 1200 1000 800 600 400 200 0 1
13 25 37 49 61 73 85 97 109 121 133 145 157 169 181 193 205 Minggu Pasokan
Gambar 8. Fluktuasi Pasokan Bawang Merah di PIKJ Periode Bulan Januari Tahun 2003 – Februari Tahun 2007 Pada Gambar 8 terlihat bahwa pada selang periode tertentu jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ mengalami penurunan secara drastis. Penurunan jumlah pasokan bawang tersebut terjadi pada saat minggu di sekitar hari raya Lebaran tetapi harga tidak terpengaruh untuk naik secara tajam. Hal ini dapat disebabkan meskipun jumlah pasokan turun tetapi permintaan pedagang pengecer di PIKJ juga turun. Perlu dicermati bahwa pada minggu saat Hari Raya berlangsung banyak petani dan pedagang pengumpul yang langsung mengirim bawang merah ke pasar eceran atau tradisional untuk mengambil marjin keuntungan yang lebih besar. Hal ini berarti bahwa jumlah pedagang pengecer yang membeli bawang merah di PIKJ menjadi berkurang karena kebutuhannya telah dipasok langsung dari petani dan pedagang pengumpul. Hal ini membuat
68
permintaan bawang merah di PIKJ menurun karena mayoritas pembeli di PIKJ merupakan para pedagang pengecer di pasar-pasar tradisional. Sehingga dalam hal ini jumlah pasokan tidak punya pengaruh yang besar terhadap fluktuasi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ. Pada tahun 2004 harga bawang merah mengalami trend penurunan harga tepatnya pada bulan Mei minggu ke 1 hingga bulan September minggu ke 4, dari Rp 6.000,00/ kg menjadi Rp 3.429,00/ kg (Lampiran 1). Trend harga bawang merah yang menurun pada selang periode bulan Mei hingga September, mempunyai pola yang sama seperti pada tahun 2003, dimana harga bawang merah juga mengalami trend yang menurun. Faktor yang menyebabkan penurunan harga tersebut, dapat diduga sama seperti pada tahun 2003 yaitu akibat peningkatan produksi bawang merah, mengingat pada selang periode tersebut, komoditas bawang merah telah memasuki masa musim panen. Hal ini dapat dibuktikan dengan terjadinya penurunan impor bawang merah pada periode tersebut, dimana pada bulan Mei jumlah impor bawang me rah mencapai 6.593 ton, turun menjadi 306 ton pada bulan September (Lampiran 2). Pada tahun 2005 harga bawang merah cenderung mengalami trend peningkatan harga tepatnya pada bulan Februari minggu ke 2 hingga bulan Mei minggu ke 2 dari Rp 3.500,00/ kg menj adi Rp 6.400,00/ kg. Faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan harga tersebut dapat disebabkan karena terjadinya penurunan produksi bawang merah, karena pada selang periode tersebut komoditas bawang merah memasuki masa kosong atau paceklik panen. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah impor bawang pada periode
69
tersebut, dimana pada bulan Februari impor bawang merah mencapai 1.752 ton, meningkat tajam menjadi 19.982 ton pada bulan Mei (Lampiran 2). Pada tahun 2006 terjadi peningkatan harga bawang merah yang cukup tajam tepatnya pada bulan Januari minggu ke 1 hingga minggu ke 3, dari Rp 6.714,00/ kg menjadi Rp10.143,00/ kg. Faktor yang menyebabkan terjadinya peningkatan harga yang cukup tajam tersebut diduga karena terjadinya penurunan pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, dimana pada minggu ke 1 pasokan sebesar 792 ton turun menjadi 518 ton pada minggu ke 3. Pada tahun 2006 harga bawang merah relatif tinggi dengan kisaran harga antara Rp 9.714,00/ kg pada bulan Februari hingga Rp 8.214,00/ kg pada bulan Juni (Lampiran 1). Faktor yang menyebabkan tingginya harga bawang merah pada periode Februari hingga Juni dapat diduga karena sedikitnya jumlah produksi bawang merah yang dihasilkan, karena bertepatan dengan musim paceklik atau kosong panen. Hal ini dibuktikan dengan meningkatnya jumlah impor bawang merah selama periode tersebut, dimana pada bulan Februari impor bawang merah mencapai 1.752 ton, meningkat tajam menjadi 22.432 ton pada bulan Juni (Lampiran 2). Selain faktor jumlah produksi, terdapat juga faktor lainnya yang menyebabkan tingginya harga bawang merah selama periode tersebut yaitu terjadinya peningkatan harga impor bawang pada tahun 2006 dibandingkan dengan tahun sebelumnya dengan kisaran harga antara Rp 3.105,38/ kg hingga Rp 3.761,47/ kg dan juga terjadinya peningkatan harga pupuk dibandingkan tahun sebelumnya, dimana pada tahun 2006 Pemerintah menetapkan harga eceran tertinggi untuk pupuk Urea sebesar Rp 1.200/ kg, lebih tinggi dibandingkan tahun sebelumnya yang hanya sebesar Rp 1.050,00/ kg (Lampiran 2). Pada tahun 2006 juga terdapat pola yang sama seperti
70
pada tahun 2003 dan tahun 2004 yaitu terjadi trend penurunan harga bawang merah dari bulan Mei minggu ke 2 hingga bulan Oktober minggu ke 1, dari harga Rp 8.786,00/ kg menjadi Rp 2.971,00/ kg, diduga faktor penyebab penurunan harga ini sama seperti yang terjadi pada tahun 2003 dan 2004 yaitu terjadinya peningkatan produksi nasional bawang merah karena bertepatan dengan masa panen. Kesimpulan awal terhadap identifikasi fluktuasi harga bawang merah yaitu terdapat banyak faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di PIKJ. Faktor- faktor tersebut antara lain jumlah produksi bawang merah, jumlah pasokan impor bawang merah , harga impor bawang merah, dan harga pupuk. Faktor lainnya seperti jumlah pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ, pengaruhnya belum dapat terlihat secara jelas, karena pada beberapa periode tertentu seperti pada saat Hari Raya Keagamaan pengaruhnya tidak signifikan dalam mempengaruhi harga, namun
pada beberapa periode tertentu, jumlah
pasokan juga mempunyai pengaruh yang cukup berarti dalam mempengaruhi harga. Namun demikian semua faktor- faktor tersebut belum dapat dikatakan berpengaruh nyata atau tidak pada harga bawang merah di PIKJ. Untuk memastikan nyata atau tidaknya masing- masing faktor dalam mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah maka akan dilakukan uji regresi pada faktor- faktor tersebut. Sedangkan pola harga bawang merah yang dapat diidentifikasi ialah terdapatnya trend penurunan harga bawang merah pada beberapa periode tertentu tepatnya pada bulan Mei hingga bulan September pada tahun 2003, 2004, dan 2006. Hal ini mengindikasikan terdapatnya unsur musiman pada data harga
71
bawang merah, sedangkan unsur trend keseluruhan belum terlihat secara jelas. Untuk memastikan trend keseluruhan harga bawang merah apakah menaik atau menurun maka akan dilakukan uji trend, dan untuk memastikan ada tidaknya unsur musiman akan dilakukan plot ACF dan PACF pada data harga bawang merah.
5.2.1
Identifikasi unsur trend dan pola musiman Untuk melihat ada tidaknya unsur trend maka dilakukan uji regresi antara
harga bawang merah terhadap waktu (Lampiran 3). Yt = 4297 + 11.3 t Yt = Harga bawang merah (Rp/kg) t = Periode (Minggu) Dengan mengambil taraf nyata, a = 5 % persamaan regresi tersebut dapat dipastikan memiliki trend yang signifikan. Hal ini ditunjukkan oleh nilai probabilitas dari konstanta dan koefisien regresi yang lebih kecil dari dua kali taraf nyatanya. Dari persamaan regresi tersebut terlihat kecenderungan trend harga bawang merah yang meningkat, ketika t naik satu satuan waktu maka akan meningkatkan harga sebesar Rp 11,3 atau setiap 1 minggu harga bawang merah mengalami peningkatan sebesar Rp 11,3/ kg. Untuk melihat ada tidaknya unsur musiman pada pola data harga, dapat dilakukan dengan cara identifikasi pola data secara statistik dengan mengamati plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Dari plot tersebut terlihat bahwa ACF memiliki pola dying down atau spike menurun secara lambat, sedangkan pola PACF nya terlihat mengalami cut off hal ini ditunjukkan pada lag ke 2 dimana spike langsung mengalami penurunan drastis dibandingkan lag sebelumnya.
72
Unsur musiman tidak terlihat jelas dari plot ACF dan PACF karena tidak adanya spike yang signifikan pada beberapa time lag tertentu tidak mempunyai jarak yang sistematis misalnya 4,8,12. Identifikasi ada tidaknya unsur musiman pada data dapat terlihat secara jelas apabila data telah distasionerkan. Dari hasil penstasioneran data, kemudian dilihat kembali pola dari ACF dan PACF nya (Lampiran 5). Hasil dari pola ACF dan PACF dari data yang telah stasioner tersebut, pola musiman pada data tidak terlihat secara jelas, hal ini ditunjukkan dengan tidak terdapatnya beberapa paku yang signifikan pada beberapa lag tertentu, namun demikian pengamatan awal terhadap pola ACF dan PACF tersebut belum cukup untuk mengatakan bahwa data tidak mempunyai unsur musiman, karena dari identifikasi awal pola data dijelaskan bahwa harga bawang merah mempunyai pola tertentu yaitu mempunyai trend harga yang menurun tepatnya antara bulan Mei hingga bulan September terutama pada tahun 2003, 2004, dan 2006. Dugaan awal dari penyebab trend menurunnya harga bawang merah pada periode tersebut ialah karena peningkatan jumlah produksi nasional bawang merah, karena bertepatan dengan masa panen bawang merah, hal ini dapat ditunjukkan dengan jumlah impor bawang merah yang cukup kecil pada selang periode tersebut. Adanya pola musiman pada data harga bawang merah tentunya sangat sesuai dengan asumsi umum yang sering digunakan dalam komoditas pertanian yang mengatakan bahwa harga komoditas pertanian sangat dipengaruhi oleh musim. Namun demikian dari identifikasi awal terlihat bahwa jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ, nampaknya tidak terlalu dipengaruhi oleh jumlah produksi bawang merah nasional, hal ini dibuktikan dengan konstannya jumlah pasokan yang masuk ke PIKJ pada saat musim kosong
73
panen yaitu pada bulan Mei hingga September. Hal ini disebabkan karena selain menerima pasokan bawang merah dari daerah-daerah, PIKJ juga mengimpor bawang merah dari luar, sehingga ketika pasokan bawang yang masuk dari daerah – daerah sedang sedikit, maka PIKJ akan mengimpornya dari luar, sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ tidak mempunyai pengaruh yang besar terhadap fluktuasi harga bawang merah yang masuk ke PIKJ. Kesimpulan akhir yang dapat dihasilkan dari identifikasi pola data harga bawang merah yaitu harga bawang merah mengandung unsur trend meningkat secara keseluruhan dan mempunyai unsur musiman.
5.3
Penerapan Metode Peramalan Time Series Setelah pola fluktuasi harga bawang merah dapat diidentifikasi maka
penerapan metode peramalan dapat dilakukan secara lebih mudah. Metode peramalan yang akan digunakan nanti akan disesuaikan dengan pola fluktuasi harganya, karena tiap-tiap metode peramalan mempunyai asumsi yang berbeda dalam meramalkan berbagai pola data. Metode peramalan yang dipilih di dalam penelitian adalah metode peramalan time series karena metode ini dianggap paling tepat dalam kasus harga bawang merah di PIKJ. Seperti yang sudah diterangkan dalam bab-bab sebelumnya, metode ini tepat digunakan untuk mengetahui apa yang akan terjadi pada masa depan bukan untuk mengetahui mengapa hal itu terjadi. Sebelumnya telah dijelaskan bahwa faktor- faktor yang mempengaruhi pergerakan harga bawang merah tidak dapat diidentifikasi secara mudah, mengingat juga keterbatasan akan data.
74
Dari identifikasi pola data yang telah dilakukan menunjukkan bahwa data memiliki pola yang tidak stasioner, mengikuti suatu trend yang meningkat, dan mempunyai pola musiman tertentu. Dengan didasarkan pada asumsi-asumsi yang dimiliki oleh masing- masing metode peramalan maka metode peramalan yang perlu dipertimbangkan untuk digunakan adalah model rata-rata bergerak sederhana, Single Exponential Smoothing, Double Exponential Smoothing Holt, DES Brown, Metode Winters Multiplikatif, Dekomposisi Multiplikatif dan Aditif serta metode Box Jenkins (ARIMA). Digunakannya beberapa metode peramalan tersebut dimaksudkan untuk memperoleh perbandingan efektivitas yang lebih baik antara berbagai metode peramalan time series.
5.3.1
Rata-rata Bergerak Sederhana (Simple Moving Average) Metode ini hanya menggunakan beberapa data terakhir untuk dicari nilai
tengahnya sebagai nilai ramalan periode berikutnya. Banyaknya data yang diikutsertakan disebut sebagai ordo. Penentuan ordo yang sesuai dan memberikan nilai MSE terkecil dilakukan dengan coba-coba. Terdapat beberapa ordo yang dapat dicoba antara lain ordo dua untuk mengantisipasi pola data 2 mingguan, ordo empat untuk pola bulanan,ordo delapan untuk pola dua bulanan, ordo duabelas untuk pola tiga bulanan,ordo enam belas untuk pola empat bulanan, ordo dua puluh empat untuk pola enam bulanan, dan ordo empat puluh delapan serta lima puluh dua untuk pola tahunan. Metode ini cocok untuk peramalan satu periode ke depan. Peramal dapat menentukan berapa jumlah data yang akan diikutkan dalam menghitung nilai tengah sejak awal. Jika terdapat data aktual terbaru maka nilai rata-rata baru dapat dihitung dengan membuang data tertua dan memasukkan data terbaru. Metode ini cocok untuk meramalkan data yang
75
mempunyai perubahan besar terutama pada data akhirnya dan metode ini hanya mampu untuk meramalkan data satu periode ke depan. Pada jumlah pasokan bawang merah, MSE terkecil terdapat pada ordoordo yang relatif kecil seperti pada ordo dua dan empat. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan cara kerja dari metode ini yang hanya meramalkan data terakhir dari data. Karena denga n semakin kecil ordo yang digunakan maka dalam hal ini semakin besar pula bobot yang diberikan pada data historis terkini sehingga ramalan yang dihasilkan pun nantinya akan tidak berbeda jauh dari data sebelumnya. Penggunaan ordo yang besar hanya cocok digunakan apabila terdapat fluktuasi yang lebar dan jarang pada deret waktu. Pada Tabel 7 dapat dilihat hasil peramalan masing- masing ordo. MSE terkecil terdapat pada ordo dua yaitu 481814 yang menghasilkan ramalan sebesar Rp 4.322,00/ kg.
Tabel 7. Hasil Peramalan Metode Simple Moving Average berdasarkan nilai MAD dan MSE M 2 4 8 12 16 24 48 52
5.3.2
MAD 498 613 701 854 939 1078 1354 1385
MSE 481814 705896 887151 1268917 1578300 2120755 2934202 3021938
Nilai Ramalan 4.322 4.318 4.850 4.942 4.816 4.387 6.066 6.304
Metode Single Exponential Smoothing Dalam menggunakan metode peramalan ini diperlukan suatu nilai a yang
sesuai agar hasil ramalan akurat dengan menghasilkan nilai MAD dan MSE terkecil. Penggunaan program Minitab akan mempermudah proses peramalan karena mampu mencari nilai a yang optimal. Metode ini menggunakan bobot
76
yang berbeda untuk tiap data yang diikutkan dalam deret data, yaitu memberikan bobot terbesar pada observasi terbaru, bobot menurun secara eksponensial dengan semakin lamanya observasi. Metode ini umumnya lebih baik dibandingkan ratarata bergerak sederhana yang memberikan bobot yang sama bagi seluruh data. Metode ini hanya mampu memberikan ramalan satu periode ke depan dan cocok untuk pola data horizontal atau stasioner. Penerapan metode ini cukup sederhana yaitu hanya dengan menyimpan nilai a, data dan ramalan terakhir untuk menghasilkan ramalan berikutnya. Hasil penerapan metode ini menghasilkan nilai MAD dan MSE sebesar 419 dan 357595 dengan hasil ramalan sebesar Rp 4.535,00/ kg, yaitu dalam 1 minggu ke depan diperkirakan harga bawang merah berada pada kisaran Rp 4.535,00/ kg. Penerapan metode ini menghasilkan a optimal sebesar 1,082.
5.3.3
Double Exponential Smoothing Brown Metode DES Brown memberikan bobot yang makin menurun pada
observasi masa lalu. Metode ini melakukan dua kali tahap smoothing dimana pada tahap pertama dilakukan untuk menghilangkan komponen error dan smoothing tahap kedua digunakan untuk menghilangkan komponen trend. Penggunaan program QSB akan mempermudah proses peramalan karena mampu mencari pembobot smoothing yang optimal. Metode ini dapat digunakan untuk meramalkan beberapa periode ke depan. Hasil penerapan metode ini menghasilkan nilai MAD dan MSE sebesar 421 dan 360655 dengan nilai a sebesar 0,9 dan nilai ß sebesar 0,9. Hasil peramalan untuk empat periode ke depan dapat dilihat pada Tabel 8. Nilai ramalan bawang merah dalam 1 bulan ke depan cenderung relatif stabil.
77
Tabel 8. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Brown Periode
Bulan
Minggu
Nilai Ramalan Harga
(Tahun 2007)
(Rp / Kg)
215
Februari
216
Maret
I
217
Maret
II
218
Maret
III
5.3.4
4.514 4.536 4.557 4.579
IV
Double Exponential Smoothing Holt Metode DES Holt memberikan bobot yang semakin menurun pada
observasi masa lalu. Metode ini cukup akurat jika diterapkan untuk deret data yang mengandung trend. Metode ini berusaha mengekstrapolasi atas dasar trend terakhir pada data, sehingga ramalan akan memperlihatkan kecenderungan ke satu arah, yaitu sesuai dengan arah trend terakhir pada data. Metode ini juga dapat menghasilkan ramalan untuk beberapa periode ke depan. Namun penggunaan metode ini juga memiliki kelemahan yaitu tingkat kerumitan dan kompleksitas yang cukup tinggi dimana harus menemukan dua parameter a dan ß yang optimal. Penemuan a dan ß dilakukan dengan coba-coba. Program Minitab membantu menemukan dua parameter yang optimal. Penggunaan metode ini menghasilkan nilai MAD dan MSE masing- masing sebesar 440 dan 382465.
Tabel 9. Hasil Peramalan Metode Double Exponential Smoothing Holt Periode 215 216 217
Bulan (Tahun 2007) Februari Maret Maret
218
Maret
Minggu IV I II
Nilai Ramalan Harga (Rp / Kg) 4.647 4.630 4.614
III
4.598
78
Pada Tabel 9 dapat dilihat hasil ramalan dengan menggunakan metode ini. Dari Tabel 9 terlihat bahwa nilai ramalan harga cenderung menurun dengan semakin panjangnya periode ramalan. Ini menunjukkan bahwa metode ini memang mengikuti arah trend terakhir data yang cenderung menurun. Nilai a (level) dan nilai ß (trend) yang dihasilkan masing- masing sebesar
1,251 dan
0,014.
5.3.5
Metode Winters Multiplikatif Metode ini relatif komplek dan rumit, diperlukan 3 parameter yaitu a, ß,
dan ? sehingga dibutuhkan perhitungan dan waktu yang cukup lama untuk menemukan 3 parameter yang optimal. Meskipun demikian, metode ini memiliki kelebihan yaitu dapat mengantisipasi adanya pola musiman pada deret data. Metode ini dapat digunakan untuk meramalkan beberapa periode ke depan. Metode ini cocok untuk meramalkan data dengan pola fluktuasi musiman yang cenderung makin membesar.
Tabel 10. Hasil Metode Peramalan Winters Multiplikatif berdasarkan nilai MSE L 3 4 6 8 10 12 16 20
24
MSE 1050028 1105849 1034403 1009605 989636 1013256 1048986 1025534 1304200
1 5.073 5.314 5.293 6.055 4.754 5.030 5.916 5.413 5.566
Ramalan Harga (Rp/ Kg) Periode 2 3 4 5.171 4.809 5.089 5.179 4.932 5.035 5.225 4.879 5.034 5.664 5.508 5.264 4.917 5.730 5.628 4.946 4.775 4.980 5.620 5.366 5.313 5.521 5.910 6.311 5.205 4.757 4.976
5 5.187 5.355 5.278 5.048 5.669 5.563 5.298 6.558 5.181
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa panjang musim (L) yang menghasilkan nilai MSE terkecil dihasilkan pada L = 10 atau pola tiga bulanan. Hal ini
79
mengindikasikan bahwa terdapat pola musiman yang bersifat dua hingga tiga bulanan pada data harga bawang merah di PIKJ. Hal ini tentunya sangat sesuai dengan identifikasi pola data pada pembahasan di awal, yaitu terjadinya kecenderungan trend penurunan harga bawang merah antara periode bula n Mei hingga bulan September, yang cenderung berulang tiap tahunnya, walaupun dari plot data tidak terlihat jelas pola musimannya (Gambar 7). Tidak terlihatnya pola musiman pada data dapat disebabkan karena pola musiman dari data harga bawang merah berupa trend bukan berupa titik, tidak seperti halnya plot data pasokan bawang merah (Gambar 8) yang pola musimannya berupa titik, dimana jumlah pasokan mengalami penurunan yang drastis pada satu periode tertentu, dan berulang tiap tahunnya. Terdapatnya pola mus iman pada harga bawang merah dapat disebabkan oleh banyak faktor, antara lain yaitu jumlah pasokan impor bawang merah, mengingat PIKJ juga mengimpor bawang merah dari luar, ketika produksi dari berbagai daerah sentra produksi sedang sedikit. Dalam hal ini pasokan impor bawang merah yang masuk ke dalam negeri umumnya memiliki pola tertentu yaitu pasokan impor bawang merah umumnya meningkat pada periode bulan Februari hingga bulan Mei, bertepatan dengan masa kosong panen bawang merah. Pasokan impor bawang merah umumnya menurun drastis memasuki bulan Juni hingga Bulan September, bertepatan dengan masa panen bawang merah (Lampiran 2). Disamping jumlah pasokan impor bawang merah, harga impor bawang merah juga mempengaruhi harga bawang merah yang terjadi di PIKJ. Umumnya ketika harga impor bawang merah meningkat maka harga bawang merah di PIKJ akan cenderung meningkat (Lampiran 2).
80
MSE yang dihasilkan masing- masing sebesar 989636. Parameter a, ß, dan ? yang dihasilkan sama masing- masing sebesar 0,2; 0,2; dan 0,2 (Lampiran 6). Nilai MSE yang dihasilkan metode Winters lebih besar dibandingkan dengan metode- metode sebelumnya, hal ini dapat disebabkan karena belum optimalnya nilai pembobot masing- masing parameter. Dari hasil ramalan pada Tabel 9 terihat bahwa terdapat trend harga bawang yang meningkat, hal ini sesuai dengan awal pembahasan yang mengatakan bahwa trend harga bawang merah cenderung mengalami peningkatan (Lampiran 3).
5.3.6
Metode Dekomposisi Metode dekomposisi berusaha mengidentifikasi berbagai komponen yang
mempengaruhi pola perilaku deret data (Lampiran 7). Pemisahan (dekomposisi) ini bertujuan untuk membantu pemahaman atas perilaku deret data sehingga dapat dicapai keakuratan peramalan yang baik. Komponen yang mempengaruhi deret data dapat dikelompokkan menjadi empat macam yaitu trend, musiman, siklus, dan error atau faktor acak. Apabila terdapat komponen-komponen tersebut dalam suatu deret data maka penggunaan metode dekomposisi akan memberikan hasil peramalan
yang
cukup
akurat.
Kelemahan
dari
metode
ini
adalah
ketidakmampuan untuk mengidentifikasi unsur siklis pada data dan kadang kala dianggap sebagai bagian dari trend dan metode ini dalam melakukan peramalan umumnya didasarkan pada trend keseluruhan yang terjadi pada data sehingga nantinya hasil peramalan akan berbeda cukup jauh dari data terakhirnya.. Metode ini dapat memberikan ramalan untuk beberapa periode ke depan. Jika metode ini diterapkan dengan menggunakan program Minitab maka diperlukan nilai L (panjang musim) yang lebih besar dari satu. Hal ini karena dari
81
hasil identifikasi di awal pembahasan, menjelaskan bahwa deret data memiliki pola musiman dan berdasarkan metode Winters juga didapatkan MSE terkecil pada L = 10. Untuk tetap dapat menerapkan metode ini, maka nilai L yang digunakan didasarkan pada hasil penerapan metode Winters yaitu dipilih nilai L yang lebih besar dari satu yang menghasilkan nilai MSE terkecil dan untuk itu L yang digunakan pada deret data harga bawang merah yaitu L = 10. Model yang digunakan
adalah
model
dekomposisi multiplikatif
yaitu
model
yang
memperlakukan nilai- nilai deret waktu sebagai hasil perkalian komponenkomponen trend, siklus,musiman dan error serta model dekomposisi aditif yaitu model yang memperlakukan nilai- nilai deret waktu sebagai hasil penjumlahan komponen-komponen trend, siklus, musiman, dan error. Nilai MSE dari metode dekomposisi multiplikatif yaitu 2556858 (Lampiran 7), sedangkan nilai MSE dari metode dekomposisi aditif yaitu 2557356 (Lampiran 8). Penerapan metode ini justru memberikan nilai MSE yang sangat besar dibandingkan dengan beberapa metode sebelumnya. Faktor yang menyebabkan MSE hasil peramalannya besar ialah karena pola musiman harga bawang merah tidak terlihat begitu jelas, seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pola musiman yang terdapat pada data harga bawang merah berupa trend, yaitu harga bawang merah mengalami peningkatan atau penurunan secara perlahan, tidak serta merta meningkat atau menurun secara drastis. Metode dekomposisi dapat memberikan nilai MSE yang relatif kecil apabila pola musiman pada data terlihat secara jelas seperti pola pasokan bawang merah (Gambar 8), dimana pasokan menurun secara drastis pada satu periode tertentu dengan jarak yang sistematis. Dari hasil peramalan pada Tabel 11 terlihat bahwa harga cenderung mengalami
82
peningkatan yang cukup tajam jika dibanding periode sebelumnya hal ini terkait dengan trend harga keseluruhan yang terjadi pada deret data yang mengalami peningkatan.
Tabel 11. Hasil peramalan harga Metode Dekomposisi (L = 10) Periode
215 216 217 218 219
5.3.7
Bulan (Tahun 2007) Februari Maret Maret Maret Maret
Minggu
Nilai Ramalan Harga (Rp / Kg)
IV I II III IV
Multiplikatif 6.557 6.491 6.689 6.732 6.950
Aditif 6.593 6.536 6.674 6.743 6.905
Metode Box Jenkins Dalam melakukan peramalan, metode Box Jenkins mensyaratkan agar data
sudah stasioner. Jika data belum stasioner maka data harus distasionerkan terlebih dahulu dengan cara pembedaan (differencing) data hingga stasioner. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa deret data memiliki pola musiman sehingga dalam hal ini diperlukan dua kali penstasioneran apabila nantinya data belum stasioner, yaitu penstasioneran data bagian non musiman dan bagian musimannya. Untuk mengetahui data pasokan bawang merah sudah stasioner atau belum maka dilakukan plot ACF dan PACF (Lampiran 4). Dari hasil plot ACF dan PACF tersebut terlihat bahwa pola paku-paku pada plot ACF mengalami penurunan secara lambat (dying down) dan hal ini mengindikasikan bahwa data mengandung trend atau belum stasioner, sedangkan pola paku-paku pada PACF mengalami cut off pada lag ke dua. Data yang belum stasioner tersebut harus di differencing, hasil pembedaan tahap pertama
reguler (Diff 1)
tersebut kemudian diplot kembali untuk
83
mengetahui pola ACF dan PACFnya. Hasil plot ACF dan PACF (Diff 1) (Lampiran 5) memperlihatkan bahwa spike atau paku sudah berada dalam garis autokorelasi atau nilai dari korelasi dan t hitungnya sudah tidak berbeda nyata dari nol. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa bagian non musiman dari deret data telah stasioner. Implikasi dari digunakannya data dengan pembedaan pertama adalah model yang digunakan harus mengandung nilai d = 1 menjadi ARIMA (p,1,q). Tahap selanjutnya adalah melakukan pembedaan musiman pada data harga bawang merah. Tahap pertama yang perlu dilakukan untuk menstasionerkan bagian musiman dari data ialah melakukan pembedaan musiman pada data, dengan menggunakan panjang musim
(L = 20). Panjang musim yang digunakan
merupakan kecenderungan terjadinya trend yang berulang untuk setiap tahunnya, dimana harga bawang merah cenderung mengalami penurunan antara periode bulan Mei hingga bulan September, dengan panjang periode 20 minggu. Pembedaan musiman dengan panjang musim 20 dilakukan hingga data menyebar secara merata sepanjang rentang waktu. Implikasi pembedaan musiman dan pembedaan pertama pada bagian non musiman
ini adalah model yang
digunakan harus mengandung nilai d = 1, D = 1 dan L = 20 sehingga model menjadi ARIMA (p,1,q) (P,1,Q)20 . Hasil pembedaan pertama dan pembedaan musiman dapat dilihat pada Lampiran 9. Dari hasil pengamatan plot deret waktu pasokan yang telah dilakukan pembedaan pertama dan pembedaan musiman (Diff1Diff20 Harga bawang merah) tampak data telah stasioner dan varian penyebarannya normal sepanjang waktu.
84
Hal selanjutnya yang perlu dilakukan adalah mengidentifikasi model yang sesuai. Analisa pengidentifikasian model dilakukan terhadap plot ACF dan plot PACF data yang telah dilakukan pembedaan pertama dan pembedaan musiman. Identifikasi plot ACF dan plot PACF bertujuan untuk menentukan nilai p dan q untuk bagian non musiman dan nilai P dan Q untuk bagian musiman, sedangkan nilai L (panjang musim) menunjukkan periode musiman data yang nilainya sudah didapat sebelumnya. Plot data ACF dan PACF deret data pasokan setelah dilakukan pembedaan pertama dan pembedaan musiman (Diff1Diff20 Harga bawang merah) dapat dilihat secara jelas bahwa paku-paku ACF terpotong pada lag ke satu dan mengalami cut off, sedangkan paku-paku PACF mengalami dying down atau menurun secara lambat dengan pola eksponensial yang disertai fluktuasi positif dan negatif (Damped exponential – oscilation). Dengan demikian, berdasarkan teori yang telah dijelaskan pada bab sebelumnya dapat disimpulkan bahwa terdapat unsur MA (1) atau q = 1 pada deret data non musiman. Pada deret data musimannya terlihat paku- paku ACF mengalami cut off hal ini terlihat dari t hitung lag ke 20 pada pola ACF sebesar – 4,83 dan pada lag ke 40 t hitungnya sudah tidak signifikan yaitu sebesar – 1,11. Sedangkan pada pola PACF nya terlihat bahwa paku-pakunya mengalami dying down atau menurun secara lambat dari lag 20 ke lag 40, yang terlihat dari nilai t hitungnya yaitu pada lag 20 sebesar – 4,61dan pada lag ke 40 masih signifikan yaitu sebesar – 4,14. Dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa terdapat unsur MA (1) atau Q = 1 pada deret data musimannya. Model ARIMA hasil identifikasi awal adalah ARIMA (0,1,1) (0,1,1)20 . Akan tetapi, untuk meyakinkan bahwa hasil identifikasi tersebut adalah
85
yang terbaik, maka perlu ditentukan model alternatif yang mendekati model yang telah diidentifikasi. Dalam menentukan beberapa alternatif model yang akan digunakan dan menghasilkan MSE dan MAD terkecil dibutuhkan judgement dari peramal. Model alternatif tersebut antara lain ARIMA (0,1,2) (0,1,1)20 , ARIMA (1,1,2) (0,1,1)20 , ARIMA (0,1,2) (0,1,1)10 , ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 , ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 . Nilai MSE dari beberapa alternatif model ARIMA dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Nilai Akurasi Kesalahan Hasil Penerapan Metode ARIMA Model Alternatif ARIMA (0,1,1) (0,1,1)20 ARIMA (0,1,2) (0,1,1)20 ARIMA (1,1,2) (0,1,1)20 ARIMA (0,1,2) (0,1,1)10 ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10
MSE 358142 359818 359328 357578 354140 356734
Berdasarkan hasil penerapan beberapa metode ARIMA baik musiman maupun non musiman, nilai MSE terkecil dihasilkan oleh model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 . Model-model ARIMA yang telah diestimasi harus dievaluasi untuk melihat apakah model telah layak atau tidak. Dalam tahapan evaluasi (diagnostic checking) kriteria-kriteria yang digunakan antara lain : (a) Iterasi harus konvergen, model tersebut telah memenuhi syarat ini, hal ini ditunjukkan dari terdapatnya pernyataan relative change in each estimate less than 0,001 pada session (Lampiran 11). (b) Kondisi invertibilitas dan stasioneritas, ditunjukkan oleh nilai koefisien AR dan MA yang kurang dari 1 (Lampiran 11).
86
(c) Jumlah parameter yang signifikan, semua parameter yang terdapat pada model telah signifikan yang ditunjukkan oleh nilai p- value nya yaitu sebesar 0,000 (Lampiran 11). (d) Prinsip parsimoni (kesederhanaan model), model sudah cukup sederhana dibandingkan model lainnya. (e) MSE terkecil, nilai MSE dari model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 relatif lebih kecil dibandingkan model lainnya (Tabel 12). (f) Residual peramalan harus bersifat acak atau random. Analisis residual yang telah menyebar random dapat dilihat dari plot ACF dan PACF residual (Lampiran 12) atau dengan uji kelayakan dari Box Pierce Q statistik. Pada Lampiran 12 terlihat bahwa paku-paku pada ACF dan PACF residual tidak ada yang keluar dari garis, hal ini menunjukkan bahwa residual sudah menyebar acak. Untuk memastikan bahwa residual benar-benar sudah acak dapat juga dilihat dari nilai p - value indikator Box – Ljung Statistic. Dari hasil output (Lampiran 11) dapat dilihat bahwa nilai p - value untuk uji statistik ini sudah lebih besar dari taraf nyatanya yaitu 0,05, hal ini menunjukkan bahwa residual memang sudah acak. Berdasarkan tahap evaluasi dari beberapa kriteria di atas, model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 telah
memenuhi semua syarat kelayakan sehingga layak
digunakan untuk peramalan. Hasil dari pengolahan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 dapat dilihat pada Lampiran 11. Penerapan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10
menghasilkan nilai MSE
sebesar 354140. Persamaan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 , yaitu :
87
Yt = d + (1+F 1 ) Yt-1 + F 2 Yt-2 + (1 + F 10 ) Yt-10 – (1- F 1 F 10 )Yt-11 +F 2 F 10 Yt-12 – ?1 e t-1 – ?10 e t-10 + ?1 ?10 e t-11 + µ t Keterangan : Yt
= Harga aktual bawang merah pada periode t ( Rp / kg )
F
= parameter AR non musiman (1)
F2
= parameter AR non musiman (2)
F 10 = parameter AR musiman (L = 10) ?1
= parameter MA non musiman (1)
?10
= parameter MA musiman (L = 10)
d
= nilai konstanta
Yt-n = Harga aktual bawang merah pada n periode sebelum t (Rp/kg) e t-n = selisih nilai aktual dengan ramalan pada periode t µt
= error
Pada Lampiran 11 menunjukkan hasil perhitungan berupa nilai- nilai parameter untuk serial data harga bawang merah, yaitu : d = - 0,3880, F 1 = 0,8515, F2 = - 0,1671, F10 = - 0,1193, ?1 = 0,7553, ?10 = 0,9491. Nilai – nilai tersebut dimasukkan ke dalam persamaan diatas sehingga diperoleh persamaan : Yt = - 0,3880 + 1,8515 Yt - 1 – 0,1671Yt - 2 + 0,8807Yt - 10 – 1,1016 Yt - 11 + 0,0199 Yt - 12 – 0,7553 e t - 1 – 0,9491 e t - 10 + 0,7169 e t - 11 + µ t Tabel 13. Ramalan Harga Bawang Merah Model ARIMA (2,1,2) (1,1,1)10 Periode 215 216 217 218 219
Bulan (Tahun 2007) Februari Maret Maret Maret Maret
Minggu
Nilai Ramalan (Rp / Kg) IV I II III IV
4.530 4.446 4.478 4.553 4.752
88
Persamaan ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 tersebut dapat digunakan untuk peramalan harga bawang merah untuk beberapa periode mendatang. Nilai ramalan harga bawang merah untuk lima periode ke depan dengan menggunakan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 dapat dilihat pada Tabel 13.
5.4
Pemilihan Metode Peramalan Time Series Setelah menerapkan berbagai metode time series untuk meramalkan harga
bawang merah di PIKJ, langkah selanjutnya adalah memilih metode yang dianggap paling sesuai. Pemilihan metode peramalan yang paling sesuai didasarkan pada dua hal utama yaitu nilai kesalahan berdasarkan MSE dan MAD terkecil (memberikan keakuratan peramalan yang tinggi) dan kedua adalah tingkat kemudahan dalam penerapan metode tersebut. Dalam Tabel 14 dapat dilihat perbandingan atau ranking nilai kesalahan model berdasarkan MSE dan MAD dari yang terkecil hingga terbesar dari masing- masing metode. Berdasarkan penerapan beberapa model yang disajikan pada Tabel 14, maka metode yang dianggap cocok untuk menjelaskan pola data yang ada adalah metode ARIMA. Hal ini didasari bahwa metode ARIMA memberikan hasil peramalan dengan tingkat kesalahan terkecil sebagai ukuran keakuratan model. Penerapan metode ARIMA terbaik dengan panjang musim 10 ( L = 10) adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 dengan nilai MSE 354140. Nilai ramalan harga untuk lima periode ke depan telah disajikan pada Tabel 13. Meskipun metode ARIMA mampu memberikan keakuratan yang tinggi dan sesuai dengan pola data yang ada, namun kelemahannya adalah banyak peramal yang tidak dapat menggunakannya karena faktor kerumitan dan pengetahuan akan program
89
komputer yang cukup sulit. Apabila dikerjakan secara manual, metode ini membutuhkan waktu yang lama dan proses yang cukup rumit.
Tabel 14. Hasil Penerapan Metode Time Series Terhadap Harga Bawang Merah No. 1 2 3 4 5 6 7 8
Metode Time Series ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 Single Exponential Smoothing DES - Brown DES - Holt Simple Moving Average Winters Multiplikatif Dekomposisi Aditif Dekomposisi Multiplikatif
L/M 10
2 10 10 10
MSE 354140 357595 360655 382465 481814 989636 2556858 2557356
Keterangan : L = panjang musim M = ordo Model alternatif terbaik yang dapat digunakan oleh para peramal yang mengutamakan kemudahan tetapi menuntut tingkat keakuratan yang tinggi selain metode Box-Jenkins ialah metode Single Exponential Smoothing. Kelebihan dari metode SES adalah jumlah titik data dalam setiap rata-rata tidak berubah dengan berjalannya waktu. Kelemahan metode ini adalah memerlukan penyimpanan data yang lebih banyak dan metode ini tidak dapat menanggulangi dengan baik adanya trend ataupun musiman. Hasil penerapan metode SES menghasilkan nilai MSE sebesar 357595, dengan nilai ramalan untuk satu periode ke depan yaitu Februari minggu ke empat sebesar Rp 4.535,00/ kg.
5.5
Analisis Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Dalam teori ekonomi mikro, harga suatu komoditas terbentuk karena dua
kekuatan utama yaitu permintaan dan penawaran. Dari kedua faktor tersebut dapat
90
diuraikan menjadi berbagai faktor lainnya yang dapat mempengaruhi harga, baik secara langsung maupun tidak langsung. Harga bawang merah di PIKJ memiliki fluktuasi yang cukup besar pada beberapa selang periode tertentu. Banyak faktor yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harga yang besar pada komoditas bawang merah. Di awal pembahasan telah dijelaskan beberapa faktor yang dapat mempengaruhi harga bawang merah, antara lain yaitu harga impor bawang merah, pasokan impor bawang merah, pasokan bawang yang masuk ke PIKJ, dan harga pupuk. Data faktor- faktor yang digunakan dalam analisis adalah data bulanan yaitu dari bulan Januari 2003 hingga bulan September 2006, dengan demikian jumlah data yang digunakan adalah sebanyak 45 (Lampiran 2). Model yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah di PIKJ yaitu model regresi berganda. Model yang dihasilkan (Lampiran 13), yaitu : Y = - 9935 – 0,35 X1 + 0,000092 X2 + 2,21 X3 + 9,11 X4 Tabel 15. Hasil Pengujian Masing - Masing Parameter terhadap Harga Bawang Merah di PIKJ Variabel
Koefisien Regresi Konstanta -9935 Pasokan bawang di PIKJ (X1) -0,350 Pasokan impor bawang (X2) 0,000092 Harga impor bawang (X3) 2,21 Harga pupuk (X4) 9,11 2 Koefisien Determinasi (R ) : 76,1 % F hitung : 31,88 Tingkat kepercayaan 95 % : F tabel = 2,37 s/d 2,45
Nilai t hitung -4,13 -1,67 5,63 5,46 3,43
p value 0,000 0,103 0,000 0,000 0,001
VIF 1,1 1,0 1,4 1,5
Hasil dari uji regresi menunjukkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2 ) yang dihasilkan sebesar 76,1 %, yang artinya keempat variabel bebas diatas
91
mampu menerangkan keragaman harga bawang merah sebesar 76,1 %, sedangkan sisanya diterangkan oleh variabel lainnya yang tidak dapat diidentifikasi akibat keterbatasan data. Nilai VIF dari keempat variabel bebas lebih kecil dari 5 yang mengindikasikan bahwa tidak terdapat multikoloniearitas pada model atau tidak ada hubungan yang kuat antara masing- masing variabel bebas yang diduga. Nilai F hitung (31,88) lebih besar dari F tabel (2,37 s/d 2,45) yang artinya ada salah satu dari variabel yang diestimasi yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah.
1. Pasokan bawang merah di PIKJ (X1 ) Hasil analisis regresi menunjukkan bahwa pasokan bawang merah yang masuk ke PIKJ tidak mempunyai pengaruh yang nyata terhadap perubahan harga bawang merah yang terjadi di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p value nya yang lebih besar dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,103. Faktor yang menyebabkan tidak signifikannya variabel pasokan bawang yang masuk ke PIKJ diduga karena terdapatnya pasokan bawang impor yang masuk ke PIKJ. Pada bulan-bulan tertentu ketika pasokan bawang merah yang dipasok ke PIKJ sedikit, maka pedagang di PIKJ mengimpor bawang merah dari luar, untuk menjaga jumlah pasokan tetap kontinyu. Dengan jumlah pasokan yang relatif kontinyu tetapi harga bawang merah tetap berfluktuasi, hal ini mengindikasikan bahwa variabel pasokan bukanlah faktor yang mempengaruhi secara nyata fluktuasi harga bawang di PIKJ. 2. Pasokan impor bawang merah (X2 ) Pasokan impor bawang merah dalam penelitian ini adalah pasokan impor nasional. Berdasarkan hasil analisis regresi, pasokan impor bawang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p
92
value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,000. Tanda dari koefisiennya bernilai positif atau berhubungan positif, sesuai dengan pembahasan awal yang menjelaskan bahwa ketika harga bawang merah mengalami trend penurunan harga pada periode bulan Mei hingga bulan September tahun 2003, 2004, dan 2006 maka impor bawang yang masuk ke dalam negeri juga akan relatif turun, karena bertepatan dengan masa panen bawang merah, dimana jumlah produksi bawang merah dalam negeri menjadi berlimpah pada periode tersebut sehingga jumlah bawang merah impor yang masuk menjadi dikurangi. Begitu juga sebaliknya ketika harga bawang merah mengalami trend peningkatan pada perode bulan Februari hingga Juni, maka impor bawang yang masuk ke dalam negeri pun menjadi meningkat karena bertepatan dengan masa kosong panen bawang merah, dimana produksi bawang dalam negeri merosot pada periode tersebut, sehingga diperlukan impor bawang merah dari luar untuk menutupi kekurangan produksi (Lampiran 2). Nilai korelasi antara pasokan impor bawang merah dengan harga bawang sebesar 0,516. Nilai tersebut tidak terlalu besar atau dapat dikatakan bahwa pengaruh pasokan impor terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ relatif kecil, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien regresinya sebesar 0,000092 artinya yaitu peningkatan jumlah impor bawang sebesar 1 satuan hanya meningkatkan harga bawang sebesar 0,000092 satuan.
3. Harga impor bawang merah (X3 ) Berdasarkan hasil analisis regresi, harga impor bawang merah berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu 0,000. Tanda dari koefisiennya bernilai positif atau berhubungan positif, sesuai dengan pembahasan
93
awal yang menjelaskan bahwa ketika harga impor bawang merah meningkat maka harga bawang merah yang terjadi di PIKJ juga akan cenderung meningkat, hal ini dapat ditunjukkan Lampiran 2, dimana pada tahun 2006 harga impor bawang merah cenderung meningkat dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, misalnya saja pada bulan Mei tahun 2005 dimana harga bawang merah di PIKJ sebesar Rp 5.939,00/ kg dengan harga impor bawang merah sebesar Rp 2.601,65/ kg dan pada bulan Mei tahun 2006 ketika harga impor bawang merah meningkat menjadi Rp 3.402,75/ kg maka harga bawang merah di PIKJ pun ikut meningkat menjadi Rp 8.500,00/ kg. Harga impor bawang merah mempunyai nilai korelasi yang positif hal ini dikarenakan ketika harga impor bawang merah yang masuk mengalami penurunan maka harga bawang merah lokalpun akan ikut menyesuaikan turun tujuannya ialah agar bawang merah lokal dapat bersaing dengan bawang merah impor dari segi harga jual. Nilai korelasi antara harga impor bawang merah dengan harga bawang merah di PIKJ sebesar 0,693. Nilai tersebut menurut (Hasan,2003) cukup tinggi atau dapat dikatakan bahwa pengaruh harga impor bawang merah terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ relatif besar, hal ini dapat ditunjukkan dengan nilai koefisien regresinya sebesar 2,21 artinya yaitu peningkatan harga impor bawang sebesar 1 satuan akan meningkatkan harga bawang merah sebesar 2,21 satuan.
4. Harga Pupuk (X4 ) Harga pupuk dalam penelitian ini adalah Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk Urea yang ditetapkan Pemerintah. Berdasarkan hasil analisis regresi, harga pupuk berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, ditunjukkan dengan nilai p value yang lebih kecil dari taraf nyatanya (5%) yaitu
94
0,000. Harga pupuk mempunyai nilai korelasi yang positif hal ini dikarenakan ketika harga pupuk meningkat maka biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani ikut meningkat mengingat pupuk merupakan salah satu input produksi. Ketika biaya produksi petani meningkat maka harga jual bawang merah di tingkat petani pun juga kan ikut meningkat, hal ini dilakukan agar petani tidak mengalami kerugian akibat peningkatan biaya produksi. Nilai korelasi antara harga pupuk dengan harga bawang merah di PIKJ sebesar 0,621. Nilai tersebut artinya korelasi diantara kedua variabel cukup berarti. Nilai koefisien regresinya sebesar 9,11 artinya yaitu peningkatan harga pupuk sebesar 1 satuan akan meningkatkan harga bawang merah sebesar 9,11 satuan. Kesimpulan dari analisis regresi tersebut adalah faktor- faktor yang memiliki pengaruh yang nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ adalah jumlah pasokan impor, harga impor bawang, dan harga pupuk, sedangkan yang tidak berpengaruh nyata ialah pasokan bawang yang masuk ke PIKJ. Dari ketiga faktor yang berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah, faktor yang pengaruhnya paling besar adalah harga impor bawang merah, yang ditunjukkan dengan nilai korelasinya sebesar 0,693, paling besar dibandingkan faktor lainnya.
5.6
Upaya-Upaya untuk Memperkecil Fluktuasi Harga Bawang Merah di PIKJ Diperlukan upaya- upaya untuk memperkecil fluktuasi harga bawang
merah di PIKJ, dari hasil regresi tersebut terlihat bahwa faktor yang berpengaruh besar terhadap fluktuasi harga bawang merah adalah harga impor bawang merah, oleh karena itu diperlukan usaha-usaha tertentu untuk mengendalikan faktor
95
tersebut. Salah satu usaha yang dapat dilakukan ialah melakukan pengaturan pola tanam bawang merah pada daerah-daerah sentra produksi, melalui perbaikan sistem irigasi, mengingat bawang merah merupakan komoditas pertanian yang butuh cukup air untuk berproduksi secara optimal. Pengaturan pola tanam ini bertujuan untuk menjaga agar pasokan bawang merah tetap kontinyu dari bulan ke bulan, karena selama ini pola produksi bawang merah selalu fluktuatif, dimana pada saat musim panen jumlah produksi yang dihasilkan melimpah, dan pada saat musim kosong panen, produksinya sedikit. Dengan kontinyunya pasokan bawang merah dari bulan ke bulan maka impor bawang merah dari luar pun dapat dikurangi jumlahnya, dengan semakin kecilnya impor bawang merah diharapkan pengaruh dari harga impor bawang pun akan semakin kecil, sehingga fluktuasi harga bawang merah dapat diperkecil. Pada Tabel 16 dapat dilihat pola produksi bawang merah dari bulan ke bulan dalam periode tahun 2000 hingga 2003. Dari Tabel 16 dapat disimpulkan bahwa pola produksi bawang merah dalam 4 tahun terakhir mencapai puncak panen pada selang periode bulan Juni hingga September, dan Januari, dengan ratarata produksi antara 600 – 900 ribu kuintal, sedangkan musim paceklik panen terjadi pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei, dan Nopember, dengan rata-rata produksi 200 – 400 ribu kuintal. Produksi bawang merah optimal terjadi pada bulan-bulan memasuki
awal dan akhir musim hujan, sedangkan
produksinya akan turun pada saat musim kemarau dan musim hujan.
96
Tabel 16. Produksi Bulanan Bawang Merah pada Periode Tahun 2000 - 2003 (Kuintal) Bulan
2000
Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
896.131 414.587 311.313 425.853 383.250 929.914 705.646 974.109 589.039 609.934 490.117 998.267 7.728.160
2001
2002
2003
664.021 696.268 1.150.548 521.359 699.454 920.555 778.735 953.674 966.042 643.026 262.584 355.235 8.611.501
667.073 419.286 586.290 595.811 570.191 948.372 941.548 870.772 930.454 489.645 362.226 284.052 7.665.120
706.355 553.012 314.403 602.572 805.518 856.635 722.507 882.854 876.455 276.252 474.615 556.771 7.627.949
Sumber : Dirjen Hortikultura (2004) Pengaturan pola tanam terutama ditujukan pada daerah – daerah sentra produksi bawang merah antara lain Jawa Tengah dan Jawa Timur, dimana kedua propinsi itu memberikan kontribusi sebesar 58,32 % produksi bawang merah nasional pada tahun 2003. Pada Lampiran 14 dapat dilihat pola produksi bawang merah kedua propinsi tersebut. Pola produksi bawang merah pada kedua propinsi tersebut relatif sama yaitu puncak panen dicapai pada selang periode bulan Juni hingga bulan September, dan Januari, sedangkan bulan kosong panen terjadi pada bulan Februari hingga bulan Mei, dan November. Dengan cenderung samanya pola produksi antara kedua propinsi sentra bawang merah tersebut maka diperlukan suatu pengaturan pola tanam dengan mengubah musim panen di antara kedua propinsi tersebut, salah satunya melalui perbaikan sistem irigasi. Tujuannya adalah menjaga kontinuitas pasokan bawang merah dalam negeri dan mengurangi jumlah impor bawang merah, sehingga dengan semakin kecilnya jumlah impor
97
bawang, maka pengaruh harga impor bawang pun akan semakin kecil. Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa harga impor bawang merupakan faktor yang berpengaruh cukup besar terhadap fluktuasi harga bawang merah di PIKJ, diharapkan dengan semakin kecilnya pengaruh harga impor bawang maka fluktuasi harga bawang di dalam negeri khususnya di PIKJ juga dapat diperkecil. Selain pengaturan pola tanam, upaya yang harus dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah antara lain memberikan bimbingan pelatihan kepada petani bawang merah guna meningkatkan hasil produksinya misalnya melalui PPL, tujuannya adalah untuk meningkatkan produksi bawang merah, mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih sangat rendah, dimana pada selang periode tahun 2001-2005 produktivitasnya berkisar antara 8,5-10,5 ton/ha atau lebih rendah dibandingkan dengan produktivitas bawang merah impor yang produktivitasnya rata-rata mencapai 20 ton/ha. Tujuan dari peningkatan produktivitas lahan ialah agar jumlah bawang merah impor yang masuk dapat dikurangi. Usaha lainnya adalah melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh Dinas Pertanian seperti Departemen Sarana Produksi Pertanian. Jika hal tersebut tidak dapat dilakukan, maka petani bawang merah dapat melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok tani.
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN
6.1
Kesimpulan Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan sebelumnya, maka dapat
disimpulkan bahwa : 1. Dalam periode waktu Januari 2003 hingga Februari 2007, pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu trend yang meningkat. Harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berfluktuasi secara acak di sekitar garis trend tersebut. Pola fluktuasi harga bawang merah mengikuti suatu pola musiman tertentu, yaitu terjadinya trend penurunan harga bawang merah dalam selang periode bulan Mei hingga bulan September, dan trend peningkatan harga bawang merah pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei yang berulang tiap tahunnya.. Trend penurunan dan peningkatan harga bawang merah tersebut berkaitan dengan pola produksi bawang merah yang mengalami panen puncak pada selang periode bulan Juni hingga bulan September, dan mengalami masa kosong panen pada selang periode bulan Februari hingga bulan Mei. 2. Metode peramalan yang paling sesuai unt uk memperkirakan harga bawang merah di masa depan adalah metode time series. Dari metode peramalan time series yang diuji, metode Box-Jenkins merupakan metode yang terbaik dan sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di PIKJ. Penerapan metode ARIMA terbaik dengan panjang musiman 10 (L = 10) adalah ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 . Nilai ramalan harga bawang merah lima periode ke depan dengan
99
menggunakan model ARIMA (2,1,1) (1,1,1)10 berfluktuasi antara Rp 4.466,00/ kg hingga Rp 4.752,00/ kg. Sela in metode Box-Jenkins, metode Single Exponential Smoothing merupakan pilihan yang terbaik bagi para peramal yang mengutamakan kemudahan dan kesederhanaan penerapan tetapi tetap menuntut tingkat keakuratan yang tinggi. Nilai ramalan harga bawang merah dengan menggunakan metode Single Exponential Smoothing adalah Rp 4.535,00/ kg 3. Berdasarkan hasil uji regresi, faktor- faktor yang berpengaruh nyata terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu pasokan impor bawang merah dan harga impor bawang merah, serta harga pupuk. Dari ketiga faktor tersebut yang memberikan pengaruh paling besar terhadap fluktuasi harga bawang merah yaitu harga impor bawang merah, ditunjukkan dengan nilai korelasinya sebesar 0,693. 4. Usaha-usaha yang harus dilakukan untuk memperkecil fluktuasi harga bawang merah khususnya di PIKJ ialah dengan mengatur pola tanam antar wilayah sentra produksi di Jawa Tengah dan Jawa Timur yang musim panennya cenderung bersamaan yaitu pada periode Juni - September, memberikan bimbingan pelatihan kepada petani guna meningkatan produksinya misalnya melalui PPL, dan melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan oleh Pemerintah, pengawasan ini dapat dilakukan oleh Lembaga Dinas Pertanian misalnya oleh Departemen Sarana Produksi Pertania n. Usaha lainnya antara lain petani bawang merah dapat melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat
100
lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok tani. 6.2
Saran Berdasarkan kesimpulan yang telah diambil, maka saran yang dapat
diberikan adalah : 1. Model ARIMA yang digunakan dalam penelitian ini dapat dijadikan masukan dan pertimbangan untuk meramalkan harga bawang merah pada periode yang akan datang. Model ARIMA yang diperoleh sebaiknya perlu diperbaharui (up date) setiap tahunnya dengan memasukkan data periode terakhir. Hal ini untuk menjaga keakuratan peramalan dalam meramalkan harga bawang merah pada periode berikutnya. 2. Pemerintah selaku pembuat kebijakan hendaknya dapat bekerjasama dengan petani dalam mengatur pola tanam antar wilayah penghasil bawang merah agar pasokan bawang merah yang dipasok ke pasar selalu kontinyu dan stabil dari bulan ke bulan, dengan stabilnya jumlah produksi bawang merah diharapkan fluktuasi harga bawang merah dapat diperkecil. Selain itu Pemerintah juga harus memberikan bimbingan pelatihan kepada petani bawang merah guna meningkatkan hasil produksinya terutama dalam hal intensifikasi lahan mengingat produktivitas bawang merah Indonesia masih lebih rendah dibandingkan produktivitas bawang merah impor dimana produktivitas bawang merah Indonesia mencapai 8,5-10 ton/ha, sedangkan produktivitas bawang merah impor mencapai 20 ton/ha, misalnya bimbingan melalui PPL. Tujuannya adalah untuk meningkatkan
101
produksi bawang merah agar jumlah bawang merah impor yang masuk dapat dikurangi. 3. Pemerintah hendaknya dapat melakukan pengawasan terhadap harga pupuk agar harga pupuk yang sampai ke petani sesuai dengan Harga Eceran Tertinggi (HET) pupuk. Dari sisi petani, petani hendaknya dapat melakukan pembelian pupuk secara bersama agar harga pupuk yang mereka terima dapat lebih rendah, dengan membentuk suatu lembaga tertentu misalnya kelompok tani.
DAFTAR PUSTAKA
Bowerman, Bruce L. dan Richard T. O’ Connell. 1993. Forecasting and Time Series an Applied Approach (Third Edition). California : Duxbury Press. BPS. 2006. Statistik Impor Indonesia. BPS. Jakarta. Direktorat Jendral Bina Produksi Hortikultura. 2004. Departemen Pertanian. Jakarta. Direktorat Jendral Sarana Produksi Pangan. 2006. Departemen Petanian. Jakarta Firdaus, Muhammad. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam, Arima, Sarima, Arch-Garch. Bogor: IPB Press. Franses, P. H. 1998.Time Series Models for Business and Economic Forecasting. Cambridge : University Press. Hanke, John E. Dan Arthur W. Wichern. 2003. Peramalan Bisnis (Edisi ke Tujuh). Jakarta : PT. Prehalindo. Hasan, M. Iqbal . 2003. Pokok-pokok materi Statistik 1 (Statistik Deskriptif) Edisi kedua. Jakarta : PT. Bumi Aksara. Lipsey, Richard G dkk. 1995. Pengantar Mikroekonomi Edisi Kesepuluh. Jakarta : Binarupa Aksara. Makridakis et al, 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid 1. Ed ke 2. Terjemahan Hari Sumito. PT Interaksara, Jakarta. Ramanathan, R. 1998. Introductory Econometrics With A Applications. Fourth Edition. The Dryden Press Harcourt Brace College Publisher. Orlando. Rosatiningrum, Ratna. 2004. Analisis efisiensi produksi dan pemasaran usahatani bawang merah di Desa Banjaranyar, Brebes. Skripsi. Program Sarjana (Ekstensi) Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Sugiharta, Febrian. 2002. Aplikasi Metode Peramalan terhadap Harga Komoditas Cabai Merah sebagai Dasar Pengambilan Keputusan Para Pelaku Perdagangan (Studi Kasus di Pasar Induk Kramat Jati DKI Jakarta). Skripsi. Program Sarjana Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor.
103
Sukmawati, Gina. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi The Hitam serta Peramalan Harga Jenis BOPF, PF dan DUST pada PTPN VIII Perebunan Goalpara. Skripsi. Program Sarjana Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Susanti, Nila. 2006. Peramalan Permintaan Cabai Merah : Studi Kasus Pasar Induk Kramat Jati, DKI Jakarta. Skripsi. Program Sarjana Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. Tentamia, Mari K. Dan Ening Ariningsih. 2004. Faktor- faktor yang mempengaruhi Penawaran dan Permintaan Bawang Merah di Indonesia. Tesis. Program Pasca Sarjana. Fakultas Pertanian. Bogor : Institut Pertanian Bogor. United
Nations. Commodity Trade Statistics http://unstats.un.org/unsd/comtrade/
Database
(COMTRADE).
LAMPIRAN
105
Lampiran 1 TAHUN 2003
BULAN
MINGGU
JANUARI
I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
PERIODE 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
PASOKAN (TON) 367 541 582 452 511 594 538 530 488 513 530 505 506 553 766 886 729 826 734 831 825 540 637 717 685 693 712 712 705 677 708 685 670 724 731 663 651 731 707 792 853 749 732 546 441
HARGA BAWANG MERAH (Rp/Kg) 6.286 6.000 4.357 4.500 4.529 4.929 5.500 5.571 6.357 6.500 5.571 5.786 6.500 6.000 5.700 5.057 5.143 5.086 5.357 6.286 6.714 6.943 5.971 5.000 4.571 4.500 4.229 4.000 3.500 3.214 3.286 3.229 3.143 3.000 3.000 3.086 2.800 2.957 3.471 3.586 4.000 4.086 4.286 4.186 4.129
106
DESEMBER
2004
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
NOVEMBER
IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I
46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 71 72 73 74 75 76 77 78 79 80 81 82 83 84 85 86 87 88 89 90 91 92 93 94 95
139 607 771 559 670 638 795 562 639 708 730 834 727 867 1049 804 1156 937 939 939 975 768 960 717 763 785 754 726 677 700 657 676 762 820 663 709 749 606 642 604 756 749 753 846 942 897 826 712 705 781
3.860 3.957 3.757 4.086 3.829 3.686 3.757 3.357 3.486 3.943 3.714 3.500 3.886 4.400 4.614 5.000 5.000 5.000 4.143 4.729 5.357 5.886 4.286 6.000 5.929 5.357 5.429 5.000 5.086 5.114 4.614 4.943 4.186 4.143 2.829 2.800 3.500 3.686 3.000 3.043 3.529 3.500 3.743 3.429 3.914 4.557 4.429 3.957 3.971 4.471
107
DESEMBER
2005
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III
96 97 98 99 100 101 102 103 104 105 106 107 108 109 110 111 112 113 114 115 116 117 118 119 120 121 122 123 124 125 126 127 128 129 130 131 132 133 134 135 136 137 138 139 140 141 142 143 144 145
435 174 649 674 681 784 842 699 725 732 747 756 811 699 732 791 683 875 853 841 904 868 784 885 688 747 810 755 824 724 717 662 756 791 698 651 662 825 682 479 625 684 738 698 656 743 890 818 640 926
4.500 4.333 4.000 5.143 5.500 6.571 7.000 6.357 7.000 6.571 5.571 4.214 4.171 3.500 3.929 5.143 6.314 6.571 6.643 6.500 6.429 6.643 6.357 5.929 6.086 6.214 6.400 6.071 5.071 4.857 5.943 6.929 7.471 7.586 6.571 6.643 6.057 6.043 6.000 6.129 6.000 6.288 6.129 6.214 6.857 6.400 6.286 6.329 6.000 5.971
108
NOVEMBER
DESEMBER
2006
JANUARI
FEBRUARI
MARET
APRIL
MEI
JUNI
JULI
AGUSTUS
SEPTEMBER
OKTOBER
IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV V I II III IV I
146 147 148 149 150 151 152 153 154 155 156 157 158 159 160 161 162 163 164 165 166 167 168 169 170 171 172 173 174 175 176 177 178 179 180 181 182 183 184 185 186 187 188 189 190 191 192 193 194 195
869 99 411 823 653 856 565 522 629 785 792 714 518 585 695 725 720 775 994 819 809 846 982 870 897 765 925 979 852 890 760 982 845 908 817 812 714 751 817 820 807 590 875 785 711 790 919 923 933 858
6.043 6.620 6.957 7.500 7.286 7.357 7.143 5.714 6.214 6.286 6.714 7.929 10.143 10.357 9.714 9.357 8.929 9.286 9.429 9.429 8.500 8.571 8.786 9.143 9.214 9.000 8.686 8.357 8.786 8.500 8.357 8.429 8.500 8.571 8.643 8.357 8.214 8.786 7.071 6.429 6.071 6.357 4.571 4.100 4.386 3.886 3.957 3.593 3.357 2.971
109
NOVEMBER
DESEMBER
2007
JANUARI
FEBRUARI
II III IV I II III IV V I II III IV I II III IV I II III
196 197 198 199 200 201 202 203 204 205 206 207 208 209 210 211 212 213 214
906 434 265 576 695 694 854 836 793 758 789 831 608 878 692 843 846 913 871
3.029 3.386 4.060 4.443 4.357 4.457 4.500 4.786 4.571 3.757 4.086 6.857 6.143 6.357 5.471 3.786 4.843 4.143 4.500
110
Lampiran 2
Bulan (Tahun) Januari (2003) Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari (2004) Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari (2005) Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Januari (2006) Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September
Periode 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45
Harga PIKJ (Rp/ Kg) 5.286 5.132 6.054 5.814 5.468 6.157 4.325 3.274 2.972 3.620 4.115 3.907 3.646 3.875 4.904 4.880 5.679 4.954 3.780 3.307 3.550 4.166 4.326 6.114 5.839 4.186 6.507 6.289 5.939 6.300 6.580 6.104 6.377 6.086 7.091 6.543 8.786 9.322 8.943 9.011 8.500 8.500 7.625 5.097 3.698
Pasokan PIKJ (Ton) 1.942 2.173 2.036 2.711 3.120 2.719 2.802 3.445 2.769 3.832 1.858 2.607 3.342 3.158 3.946 4.581 3.091 2.760 3.630 2.601 3.104 4.082 3.564 3.680 2.960 3.033 3.252 4.129 3.136 2.859 3.627 2.470 3.725 3.253 1.986 3.357 2.609 2.915 4.450 3.457 3.481 4.364 3.102 3.768 3.565
Pasokan impor (Kg) 2.040.643 5.762.343 17.645.972 10.334.339 3.358.277 1.380.798 306.000 174.570 231.078 131.089 82.311 95.643 1.327.897 7.781.583 15.132.036 11.108.593 6.592.689 1.793.270 849.049 407.526 305.907 218.146 156.432 102.465 4.766.067 1.751.551 19.094.021 15.292.962 19.982.274 22.432.858 23.427.374 24.496.976 24.496.976 231.709 311.069 2.072.082 5.989.937 13.597.341 21.317.842 20.976.360 7.326.787 4.202.325 7.252.152 7.664.317 935.219
Harga impor bawang (Rp/ Kg) 2.702, 06 2.699, 56 2.684, 36 2.532, 48 2.583, 09 2.671, 12 2.397, 41 2.056, 21 2.684, 83 2.356, 21 2.498, 12 2.345, 21 2.710, 80 2.650, 98 2.643, 39 2.596, 21 2.521, 83 2.567, 13 2.748, 05 2.777, 92 2.632, 45 3.072, 76 3.165, 23 3.365, 24 2.585, 93 2.611, 22 2.559, 29 2.601, 40 2.601, 65 2.578, 63 2.580, 62 2.583, 91 2.583, 91 2.938, 11 3.098, 61 3.428, 01 3.422, 10 3.761, 47 3.469, 52 3.460, 83 3.402, 75 3.105, 38 3.070, 21 3.095, 36 1.933, 56
Harga pupuk (Rp/Kg) 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.050 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200 1.200
111
Lampiran 3 Regression Analysis: Harga versus t The regression equation is Harga = 4297 + 11.3 t Predictor Constant t S = 1614
Coef 4297.1 11.269
SE Coef 221.5 1.787
R-Sq = 15.8%
T 19.40 6.31
P 0.000 0.000
R-Sq(adj) = 15.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 1 212 213
SS 103711776 552599461 656311237
Unusual Observations Obs t Harga 158 158 10143 159 159 10357 160 160 9714 161 161 9357 164 164 9429 165 165 9429 195 195 2971 196 196 3029
MS 103711776 2606601
Fit 6078 6089 6100 6111 6145 6156 6495 6506
SE Fit 143 144 145 146 150 151 191 193
F 39.79
P 0.000
Residual 4065 4268 3614 3246 3284 3273 -3524 -3477
R denotes an observation with a large standardized residual
St Resid 2.53R 2.65R 2.25R 2.02R 2.04R 2.04R -2.20R -2.17R
112
Lampiran 4
Autocorrelation Function for Harga A utoc orrelation
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
2 Lag Corr 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
T
LBQ
0.94 13.75 191.79 0.87 7.66 357.14 0.81 5.71 500.29 0.75 4.65 624.85 0.71 4.02 737.20 0.68 3.58 839.95 0.66 3.26 936.02 0.64 3.021027.03 0.61 2.791111.83 0.58 2.551187.97 0.55 2.341256.58 0.51 2.131316.73
12 Lag Corr 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0.47 0.43 0.40 0.37 0.34 0.31 0.28 0.27 0.25 0.23 0.21 0.19
T
22 LBQ
1.93 1368.23 1.73 1411.48 1.56 1447.89 1.44 1479.63 1.30 1506.25 1.18 1528.35 1.06 1546.77 1.01 1563.67 0.94 1578.39 0.87 1591.30 0.78 1601.86 0.70 1610.52
32
Lag Corr 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.17 0.16 0.14 0.12 0.11 0.09 0.07 0.06 0.04 0.04 0.04 0.04
T
LBQ
0.65 1617.92 0.58 1623.84 0.52 1628.75 0.46 1632.58 0.42 1635.80 0.34 1637.95 0.27 1639.27 0.22 1640.19 0.17 1640.70 0.15 1641.12 0.16 1641.58 0.14 1641.97
42
Lag Corr 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
0.03 0.04 0.04 0.04 0.05 0.06 0.08 0.09 0.09 0.09 0.09 0.08
T
LBQ
52 Lag Corr
0.13 1642.29 0.15 1642.69 0.16 1643.17 0.17 1643.70 0.19 1644.43 0.23 1645.47 0.28 1647.07 0.32 1649.06 0.34 1651.45 0.34 1653.84 0.33 1656.00 0.30 1657.81
49 50 51 52 53
0.08 0.07 0.06 0.05 0.04
T
LBQ
0.28 1659.41 0.25 1660.73 0.21 1661.62 0.18 1662.34 0.15 1662.82
Partial Autocorrelation
Partial Autocorrelation Function for Harga 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
2
12
22
32
42
52
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.94 -0.11 0.03 0.01 0.11 0.02 0.07 0.03 -0.03 -0.08 0.04 -0.07
13.75 -1.63 0.40 0.18 1.57 0.27 0.96 0.48 -0.42 -1.11 0.57 -0.97
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
-0.04 -0.05 0.01 0.03 -0.08 -0.00 0.00 0.12 -0.08 0.04 -0.07 0.04
-0.61 -0.72 0.13 0.38 -1.18 -0.03 0.07 1.70 -1.18 0.62 -0.99 0.62
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.02 -0.02 0.01 -0.04 0.04 -0.10 0.01 0.03 -0.05 0.09 0.05 -0.07
0.25 -0.27 0.14 -0.64 0.58 -1.50 0.14 0.43 -0.67 1.25 0.68 -1.03
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
0.01 0.09 0.03 -0.03 0.08 0.02 0.05 -0.04 0.01 -0.06 -0.05 -0.01
0.16 1.39 0.39 -0.41 1.14 0.29 0.76 -0.58 0.20 -0.90 -0.69 -0.13
49 50 51 52 53
-0.01 -0.05 -0.09 0.05 -0.02
-0.14 -0.78 -1.32 0.79 -0.28
113
Lampiran 5
Autocorrelation
Autocorrelation Function for Diff 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
2 Lag Corr
T
LBQ
12 Lag Corr
22
T
LBQ
32
Lag Corr
T
LBQ
42
Lag Corr
T
LBQ
1 2 3 4 5
0.08 -0.03 -0.07 -0.12 -0.05
1.13 -0.46 -1.02 -1.72 -0.71
1.30 1.51 2.59 5.70 6.25
13 14 15 16 17
0.01 -0.03 -0.07 0.03 -0.02
0.20 -0.46 -1.01 0.47 -0.27
10.06 10.31 11.52 11.79 11.87
25 26 27 28 29
0.03 -0.03 0.04 -0.05 0.09
0.42 -0.37 0.61 -0.64 1.25
18.92 19.11 19.60 20.16 22.31
37 38 39 40 41
-0.08 0.01 0.00 -0.05 -0.02
-1.07 0.16 0.05 -0.60 -0.26
27.46 27.50 27.50 28.06 28.17
6 7 8 9 10 11 12
-0.08 -0.03 -0.01 0.08 -0.00 0.05 0.02
-1.18 7.77 -0.48 8.02 -0.08 8.03 1.11 9.43 -0.06 9.44 0.66 9.95 0.23 10.01
18 19 20 21 22 23 24
-0.04 -0.14 0.05 -0.02 0.07 -0.01 -0.04
-0.50 -1.90 0.69 -0.21 0.90 -0.13 -0.51
12.18 16.62 17.23 17.28 18.32 18.35 18.69
30 31 32 33 34 35 36
0.00 -0.04 0.02 -0.09 -0.05 0.04 0.01
0.01 -0.54 0.21 -1.16 -0.64 0.54 0.16
22.31 22.72 22.78 24.70 25.29 25.72 25.76
42 43 44 45 46 47 48
-0.04 0.06 0.01 0.07 0.04 0.02 -0.03
-0.57 0.77 0.15 0.91 0.48 0.30 -0.35
28.67 29.60 29.63 30.95 31.32 31.47 31.67
52 Lag Corr 49 50 51 52 53
0.03 0.05 -0.06 0.03 -0.02
T
LBQ
0.43 0.61 -0.76 0.36 -0.32
31.98 32.60 33.57 33.79 33.96
Partial Autocorrelation
Partial Autocorrelation Function for Diff 1 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
2
12
22
32
42
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.08 -0.04 -0.07 -0.11 -0.04 -0.09 -0.04 -0.03 0.06 -0.04 0.04 0.00
1.13 -0.55 -0.95 -1.62 -0.55 -1.33 -0.61 -0.41 0.85 -0.62 0.58 0.06
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0.02 -0.03 -0.05 0.05 -0.02 -0.05 -0.14 0.06 -0.06 0.05 -0.05 -0.03
0.35 -0.51 -0.70 0.72 -0.33 -0.68 -2.09 0.89 -0.85 0.70 -0.79 -0.42
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.00 -0.02 0.04 -0.04 0.09 -0.01 -0.03 0.03 -0.09 -0.05 0.07 -0.03
0.02 -0.28 0.61 -0.60 1.38 -0.13 -0.45 0.37 -1.31 -0.80 1.01 -0.40
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
-0.10 -0.03 0.01 -0.09 -0.02 -0.06 0.05 -0.01 0.05 0.04 0.01 0.00
-1.53 -0.50 0.20 -1.30 -0.36 -0.87 0.67 -0.15 0.77 0.63 0.14 0.01
52 Lag
PAC
T
49 0.06 50 0.09 51 -0.07 52 0.01 53 0.02
0.85 1.25 -1.01 0.11 0.25
114
Lampiran 6 Winters' multiplicative model Data Length NMissing
Harga 214.000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 0.2 Gamma (trend): 0.2 Delta (seasonal): 0.2 Accuracy Measures MAPE: 16 MAD: 788 MSD: 989636
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5
215 216 217 218 219
4753.50 4917.18 5730.69 5627.66 5669.30
2823.64 2947.11 3717.33 3568.09 3560.82
6683.35 6887.24 7744.06 7687.23 7777.78
Winters' Multiplicative Model for Harga
Actual
10000
Predicted Forecast Actual Predicted
8000
Harga
Forecast
6000
Smoothing Constants Alpha (level): 0.200 Gamma (trend): 0.200 Delta (season): 0.200
4000
MAPE: MAD: MSD:
2000 0
100
Time
200
16 788 989636
115
Lampiran 7 Time Series Decomposition Data Length NMissing
Harga 214.000 0
Trend Line Equation Yt = 4297.06 + 11.2691*t Seasonal Indices Period Index 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
1.02670 1.03037 1.00296 0.952444 0.975827 0.964387 0.992004 0.996796 1.02731 1.03120
Accuracy of Model MAPE: MAD: MSD:
26 1314 2556858
Forecasts Row Period 1 2 3 4 5
215 216 217 218 219
Forecast 6557.47 6491.46 6688.54 6732.08 6949.73
Decomposition Fit for Harga
Actual
10000
Predicted Forecast
9000
Actual Predicted
8000
Harga
Forecast
7000 6000 5000 4000 MAPE: MAD: MSD:
3000 0
100
Time
200
26 1314 2556858
116
Lampiran 8 Time Series Decomposition Data Length NMissing
Harga 214.000 0
Trend Line Equation Yt = 4297.06 + 11.2691*t Seasonal Indices Period Index 1 189.387 2 143.963 3 14.0125 4 -261.312 5 -126.463 6 -194.937 7 -68.1375 8 -10.7375 9 140.312 10 173.912 Accuracy of Model MAPE: 26 MAD: 1314 MSD: 2557356 Forecasts Row Period 1 2 3 4 5
215 216 217 218 219
Forecast 6593.45 6536.24 6674.31 6742.98 6905.30
Decomposition Fit for Harga
Actual
10000
Predicted Forecast
9000
Actual Predicted Forecast
Harga
8000 7000 6000 5000 4000 MAPE: MAD: MSD:
3000 0
100
Time
200
26 1314 2557356
117
Lampiran 9
A utocorrelation
Autocorrelation Function for Diff1 Diff20 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
5
15
Lag
Corr
T
LBQ
Lag
1 2 3 4 5
0.20 -0.05 -0.06 -0.08 -0.05
2.76 -0.62 -0.84 -1.01 -0.62
7.72 8.14 8.92 10.08 10.51
6 -0.04 7 -0.06 8 -0.02 9 0.02 10 0.01 11 0.03 12 0.04
-0.55 -0.84 -0.21 0.25 0.12 0.42 0.57
10.87 11.69 11.74 11.82 11.84 12.05 12.45
Corr
25
35
45
T
LBQ
Lag
Corr
T
LBQ
Lag
13 14 15 16 17
0.08 1.05 0.04 0.50 -0.05 -0.70 0.06 0.79 0.07 0.85
13.79 14.11 14.73 15.51 16.42
25 26 27 28 29
0.04 -0.04 0.04 0.00 0.02
0.42 -0.40 0.42 0.01 0.21
61.62 61.91 62.24 62.24 62.32
18 19 20 21 22 23 24
-0.02 -0.19 -0.39 -0.07 0.10 -0.01 -0.06
16.56 24.74 57.41 58.38 60.61 60.62 61.30
30 31 32 33 34 35 36
-0.05 -0.03 -0.02 -0.11 -0.04 0.11 -0.03
-0.50 -0.29 -0.18 -1.17 -0.42 1.21 -0.32
62.79 62.96 63.02 65.67 66.02 68.94 69.15
-0.32 -2.50 -4.83 -0.74 1.12 -0.09 -0.61
Corr
T
LBQ
37 38 39 40 41
-0.14 -1.55 0.00 0.01 0.04 0.40 -0.10 -1.11 -0.00 -0.00
74.06 74.06 74.40 77.03 77.03
42 43 44 45 46 47 48
-0.07 -0.76 0.08 0.81 0.07 0.69 0.06 0.67 0.11 1.14 0.07 0.72 -0.05 -0.53
78.30 79.77 80.86 81.88 84.90 86.13 86.80
Partial A utocorrelation
Partial Autocorrelation Function for Diff1 Diff20 1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0
5
15
25
35
45
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
Lag
PAC
T
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
0.20 -0.09 -0.04 -0.06 -0.03 -0.04 -0.06 -0.00 0.01 -0.01 0.02 0.03
2.76 -1.24 -0.51 -0.86 -0.36 -0.56 -0.85 -0.05 0.10 -0.13 0.33 0.40
13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24
0.07 0.01 -0.05 0.11 0.04 -0.03 -0.18 -0.33 0.05 0.05 -0.10 -0.11
0.98 0.19 -0.71 1.49 0.62 -0.43 -2.49 -4.61 0.73 0.76 -1.33 -1.55
25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36
0.02 -0.09 0.02 -0.03 0.04 -0.08 0.02 0.04 -0.09 -0.02 0.11 -0.01
0.27 -1.31 0.31 -0.39 0.57 -1.17 0.30 0.49 -1.21 -0.30 1.49 -0.21
37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48
-0.12 -0.03 -0.10 -0.30 0.05 -0.06 -0.00 -0.09 0.08 0.08 0.07 -0.08
-1.73 -0.38 -1.37 -4.14 0.64 -0.90 -0.03 -1.27 1.10 1.11 0.93 -1.12
118
Lampiran 10 ARIMA Model: Harga ARIMA model for Harga Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 120084898 0.100 0.100 1 104663775 0.030 0.250 2 93829530 -0.022 0.400 3 85933970 -0.060 0.550 4 79995206 -0.086 0.700 5 75549429 -0.100 0.850 6 75344512 -0.106 0.870 7 75340344 -0.106 0.871 8 75340239 -0.105 0.872 9 75340239 -0.105 0.872
3.805 -0.916 -2.537 -2.140 -0.685 0.869 -1.118 -2.455 -2.589 -2.591
Relative change in each estimate less than
0.0010
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef MA 1 -0.1054 0.0723 SMA 20 0.8717 0.0626 Constant -2.59 10.86
P 0.147 0.000 0.812
T -1.46 13.94 -0.24
Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 20 Number of observations: Original series 214, after differencing 193 Residuals: SS = 68046976 (backforecasts excluded) MS = 358142 DF = 190 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 6.0 15.3 24.5 39.7 DF 9 21 33 45 P-Value 0.742 0.809 0.858 0.696 Forecasts from period 214 Period 215 216 217 218 219
Forecast 4482.39 4385.36 4596.28 4835.37 5064.88
95 Percent Limits Lower Upper 3309.19 5655.59 2636.60 6134.12 2419.15 6773.42 2301.26 7369.48 2218.22 7911.55
Actual
119
Lampiran 11 ARIMA Model: Harga ARIMA model for Harga Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 137312410 0.100 0.100 1 123990560 -0.032 0.083 2 120199959 -0.087 0.081 3 115125339 -0.156 0.078 4 108173311 -0.239 0.073 5 98351376 -0.328 0.065 6 84885210 -0.378 0.050 7 78551682 -0.374 0.036 8 74677822 -0.296 0.011 9 74050562 -0.152 -0.014 10 73976762 -0.002 -0.035 11 73914858 0.148 -0.055 12 73835191 0.298 -0.075 13 73717965 0.448 -0.095 14 73531159 0.596 -0.114 15 73251280 0.744 -0.135 16 73055418 0.889 -0.162 17 73019442 0.852 -0.167 18 73019268 0.852 -0.167 19 73019268 0.852 -0.167 20 73019267 0.852 -0.167 21 73019267 0.852 -0.167
0.100 0.044 0.158 0.256 0.330 0.357 0.285 0.135 -0.015 -0.089 -0.100 -0.105 -0.109 -0.111 -0.114 -0.117 -0.118 -0.120 -0.119 -0.119 -0.119 -0.119
Relative change in each estimate less than
0.0010
Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef AR 1 0.8515 0.2180 AR 2 -0.1671 0.0724 SAR 10 -0.1193 0.0835 MA 1 0.7553 0.2175 SMA 10 0.9491 0.0413 Constant -0.3880 0.9223
P 0.000 0.022 0.154 0.001 0.000 0.674
T 3.91 -2.31 -1.43 3.47 22.99 -0.42
0.100 -0.050 -0.107 -0.179 -0.266 -0.360 -0.422 -0.432 -0.375 -0.250 -0.105 0.043 0.193 0.343 0.493 0.643 0.793 0.756 0.755 0.755 0.755 0.755
0.100 0.156 0.306 0.456 0.606 0.756 0.906 0.919 0.945 0.949 0.951 0.952 0.952 0.952 0.951 0.950 0.949 0.949 0.949 0.949 0.949 0.949
Differencing: 1 regular, 1 seasonal of order 10 Number of observations: Original series 214, after differencing 203 Residuals: SS = 69765537 (backforecasts excluded) MS = 354140 DF = 197 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 5.3 13.4 24.2 35.1 DF 6 18 30 42 P-Value 0.501 0.765 0.765 0.767 Forecasts from period 214 Period 215 216 217 218 219
Forecast 4530.29 4445.71 4478.06 4552.58 4751.63
95 Percent Limits Lower Upper 3363.67 5696.91 2714.70 6176.73 2383.45 6572.67 2197.77 6907.39 2191.51 7311.74
Actual
2.356 4.031 3.541 2.941 2.256 1.620 1.420 0.958 0.605 0.581 0.501 0.376 0.226 0.071 -0.076 -0.202 -0.319 -0.358 -0.385 -0.387 -0.388 -0.388
120
Lampiran 12
ACF of Residuals for Harga (with 95% confidence limits for the autocorrelations)
1.0 0.8
Autocorrelation
0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 5
10
15
20
25
30
35
40
45
50
40
45
50
Lag
PACF of Residuals for Harga (with 95% confidence limits for the partial autocorrelations)
Partial Autocorrelation
1.0 0.8 0.6 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8 -1.0 5
10
15
20
25
Lag
30
35
121
Lampiran 13 Regression Analysis: Harga PIKJ versus Pasokan PIKJ, Pasokan impor, ...
The regression equation is Harga PIKJ = - 9935 - 0.350 Pasokan PIKJ +0.000092 Pasokan impor + 2.21 Harga impor bawang + 9.11 h pupuk Predictor Constant Pasokan Pasokan Harga im h pupuk
Coef -9935 -0.3498 0.00009207 2.2055 9.114
S = 879.2
SE Coef 2403 0.2095 0.00001636 0.4038 2.657
R-Sq = 76.1%
T -4.13 -1.67 5.63 5.46 3.43
P 0.000 0.103 0.000 0.000 0.001
VIF 1.1 1.0 1.4 1.5
R-Sq(adj) = 73.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total Source Pasokan Pasokan Harga im h pupuk
DF 1 1 1 1
DF 4 40 44
SS 98573532 30916726 129490258
MS 24643383 772918
F 31.88
P 0.000
Seq SS 1415673 33119641 54946948 9091270
Unusual Observations Obs Pasokan Harga PI 42 4364 8500 44 3768 5097 45 3565 3698
Fit 6711 7216 4105
SE Fit 363 303 603
Residual 1789 -2119 -407
R denotes an observation with a large standardized residual X denotes an observation whose X value gives it large influence. Durbin-Watson statistic = 1.29
Correlations: Harga PIKJ, Pasokan impor Pearson correlation of Harga PIKJ and Pasokan impor = 0.516 P-Value = 0.000
Correlations: Harga PIKJ, Harga impor bawang Pearson correlation of Harga PIKJ and Harga impor bawang = 0.693 P-Value = 0.000
Correlations: Harga PIKJ, h pupuk Pearson correlation of Harga PIKJ and h pupuk = 0.621 P-Value = 0.000
St Resid 2.23R -2.57R -0.64 X
122
Lampiran 14 Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Tengah Periode Tahun 2000 2003 (Kuintal) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
2000
2001
2002
2003
328.266 97.195 52.730 88.621 110.295 559.335 216.299 203.003 162.417 68.741 111.096 380.497 2.387.495
257.917 103.667 86.378 187.833 221.882 280.484 178.414 279.320 282.396 42.761 88.425 40.733 1.950.210
189.274 100.087 49.064 90.929 126.099 399.043 367.888 201.068 350.893 43.486 72.602 165.575 2.156.008
409.134 137.311 66.032 152.412 108.912 338.016 217.461 217.461 283.599 41.497 99.227 239.458 2.310.520
Sumber : Dirjen Hortikultura (2004)
Produksi Bulanan Bawang Merah Propinsi Jawa Timur Periode Tahun 2000 2003 (Kuintal) Bulan Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Nopember Desember Total
2000
2001
2002
2003
164.485 97.632 81.007 102.456 100.698 204.158 268.203 501.707 181.194 278.435 136.505 103.032 2.219.582
122.608 371.754 916.670 174.154 186.570 215.641 339.604 318.020 334.277 236.531 80.840 149.748 3.446.417
140.961 85.970 320.207 286.513 99.827 174.831 316.584 352.882 116.937 130.772 140.271 65.716 2.231.471
101.111 94.735 55.866 186.462 213.687 147.761 289.997 351.551 249.912 109.295 266.814 70.988 2.138.179
Sumber : Dirjen Hortikultura (2004)