PERAMALAN DAN FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH ENAM KOTA BESAR DI INDONESIA (Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI)
Oleh : RONI INDRA KURNIAWAN A14103699
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN RONI INDRA KURNIAWAN. Peramalan dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah Enam Kota Besar di Indonesia Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI. (Dibawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS). Salah satu produk sayuran yang dihasilkan petani di Indonesia adalah bawang merah. Secara umum bawang merah sebagai salah satu komoditas pertanian juga mempunyai masalah fluktuasi harga. Fluktuasi harga bawang merah dapat memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi produsen dan konsumen. Untuk mengurangi risiko ketidakpastian harga bawang merah tersebut diperlukan suatu peramalan. Peramalan berguna untuk mengantisipasi ketidakpastian pada periode mendatang, dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga. Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan pergerakan harga bawang merah enam kota besar di Indonesia, menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia dan mendapatkan metode peramalan mana yang terbaik untuk meramalkan harga bawang merah enam kota besar di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder tentang data harga bulanan bawang merah selama kurun waktu 58 Bulan (Januari 2002 – Oktober 2006) di enam kota besar di Indonesia yang merupakan data median (nilai tengah). Kota– kota tersebut adalah DKI–Jakarta, Bandung, Semarang, Yoyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Data diperoleh dari Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI. Data sekunder yang diperoleh diolah dengan menggunakan program microsoft excel dan Minitab 14. Model yang digunakan adalah model time series terdiri dari metode trend, single exponential smoothing, double exponential smoothing, dekomposisi aditif dekomposisi multiplikatif, winters aditif, winters multiplikatif dan SARIMA. Hasil pengolahan dari metode-metode tersebut, metode yang sesuai untuk meramalkan harga bawang merah di masing-masing kota besar di Indonesia adalah DKI Jakarta dengan metode SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13, Bandung dengan metode winters multiplikatif, Semarang dengan metode winters multiplikatif, Yogyakarta dengan metode winters aditif, Surabaya dengan metode SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 dan Denpasar dengan metode winters multiplikatif. Faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah DKI Jakarta yaitu harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), lag harga bawang merah dan dummy hari besar keagamaan. Untuk kota Bandung, Semarang, Yokyakarta, dan Denpasar dipengaruhi oleh harga bawang merah di PIKJ dan lag harga bawang merah. Sedangkan kota Surabaya dipengaruhi oleh harga produsen, harga bawang merah di PIKJ dan lag harga bawang merah. Jadi secara umum Badan Ketahanan Pangan dapat menggunakan harga di PIKJ sebagai barometer harga bawang merah untuk kota-kota lainnya selain DKI Jakarta di Indonesia.
PERAMALAN DAN FAKTOR–FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH ENAM KOTA BESAR DI INDONESIA (Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI)
Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian Pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
RONI INDRA KURNIAWAN A14103699
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
Judul Skripsi
: Peramalan dan Faktor–Faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah Enam Kota Besar di Indonesia (Kasus Pengendalian Harga Bawang Merah pada Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan Nasional – DEPTAN RI)
Nama
: Roni Indra Kurniawan
NRP
: A14103699
Menyetujui Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus, PhD NIP. 132 158 758
Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. H. Supiandi Sabiham, MAgr NIP. 130 422 698
Tanggal Lulus : 31 Januari 2007
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI SAYA YANG BERJUDUL
PERAMALAN
DAN
FAKTOR–FAKTOR
YANG
MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH ENAM KOTA BESAR DI INDONESIA (KASUS PENGENDALIAN HARGA BAWANG MERAH PADA BAGIAN ANALISIS HARGA, BADAN KETAHANAN PANGAN NASIONAL – DEPTAN RI) BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH
PADA
SUATU
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA
MANAPUN.
Bogor,
Januari 2007
RONI INDRA KURNIAWAN (A14103699)
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Solok, Sumatera Barat pada tanggal 5 Desember 1981. Penulis merupakan anak Pertama dari enam bersaudara pasangan H. Suhardi dan Yusnelly. Tahun 2000 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Solok dan pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan ke Program Diploma III Agribisnis Peternakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor, lulus pada tahun 2003. Tahun 2004 penulis melanjutkan pendidikan ke Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Institut Pertanian Bogor.
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi syarat untuk memperoleh gelar sarjana pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan metode peramalan terbaik dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna. Namun demikian penulis berharap agar hasil yang tertuang dalam skripsi ini dapat bermanfaat.
Bogor,
Januari 2007
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Dalam penulisan skripsi ini, penulis telah mendapatkan sumbangan pikiran, bimbingan, dukungan dan dorongan dari berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan kepada: 1. Kedua orang tua yang senantiasa memberikan kasih sayang, do’a dan dukungan materi tanpa henti-hentinya. Adikku Neri, Novi, Rahmi, Melisa, Lidia terima kasih atas semua dukungan yang diberikan selama ini. 2. Bpk. Muhammad Firdaus, PhD selaku dosen pembimbing yang telah meluangkan waktu, menuntun, mengarahkan dan membimbing penulis dengan sabar sejak awal hingga selesainya penulisan skripsi ini. 3. Bpk. Amzul Rifin SP, MA selaku dosen penguji sidang yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis. 4. Bpk. Ir. Joko Purwono, MS selaku dosen penguji sidang dari komisi pendidikan dan selaku dosen evaluator pada waktu kolokium yang telah memberikan koreksi, masukan dan saran bagi penulis. 5. Hani Yulianti yang bersedia menjadi pembahas seminar. 6. Pihak Badan Ketahanan Pangan, Departemen Pertanian-Republik Indonesia: Bu Inti dan Pak Edi, terima kasih atas informasi dan datadatanya. 7. Rekan-rekan seperjuangan di DEPTAN-RI: Ipur, Alex M, Rika, Zaky. Terima kasih atas bantuan dan kerjasama selama proses pengumpulan data.
8. Pak Etek Al, Te’Adek, Akhdan, Alghifari. Terima kasih atas bantuan, perhatian, bimbingan dan dorongan semangat kepada penulis. 9. Keluarga besar AA Crew: Novit, At, Af, Mbah Dukun, Fandra, Novel, Bobi, Razy, Edo dan Hadi atas kebersamaannya. 10. Special To Kik4 (FK UI). Thank’s for Support and Attention. 11. Irene (FK UKI) and Eva Satriana Gumay (FH UII) terima kasih atas persahabatannya. 12. Rikola Fedri (Statistik’40) thank’s tuk bantuan pengolahan data-nya. 13. Teman-teman Ekstensi MAB: Habrianto, Ajo, Q-tiang, Erwin, Suci M, Desi SM, Vici, Ade”SuraD”Irawadi, Sutip, Aniz,
Eva
atas
persahabatannya. 14. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
DAFTAR ISI Daftar Tabel ....................................................................................................
i
Daftar Gambar ...............................................................................................
iii
Daftar Lampiran ............................................................................................
iv
I. Pendahuluan ............................................................................................. 1.1. Latar Belakang ................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah ........................................................................... 1.3. Tujuan ................................................................................................ 1.4. Ruang Lingkup Penelitian ................................................................. 1.5. Manfaat Penelitian .............................................................................
1 1 3 5 6 6
II. Tinjauan Pustaka ..................................................................................... 2.1. Bawang Merah ................................................................................... 2.2. Tinjauan Terdahulu ............................................................................ 2.2.1. Studi Tentang Bawang Merah ................................................. 2.2.2. Studi Tentang Peramalan.........................................................
7 7 8 8 10
III.Kerangka Pemikiran ................................................................................ 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis ............................................................. 3.1.1. Harga ....................................................................................... 3.1.2. Peramalan ................................................................................ 3.1.3. Metode Peramalan ................................................................... 3.1.3.1. Metode Peramalan Model Time Series .................... 3.1.3.2. Metode Peramalan Model Kausal ............................ 3.1.4. Pemilihan Metode Peramalan .................................................. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................
12 12 12 12 14 15 20 21 25
IV. Metode Penelitian ..................................................................................... 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ............................................................. 4.2. Jenis dan Sumber Data ....................................................................... 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data .............................................. 4.4. Peramalan Harga Bawang Merah Di Indonesia ................................. 4.4.1. Metode Peramalan Time Series ............................................... 4.4.1.1. Pemilihan Model Time Series Terakurat.................. 4.4.2. Metode Peramalan Kausal ....................................................... 4.4.2.1. Pengujian Model Penduga .......................................
30 30 30 30 31 31 42 44 45
V. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah ........................................................................................................ 5.1. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di DKI Jakarta......................................................................... 5.1.1. Plot Data ................................................................................. 5.1.2. Pemilihan Metode Peramalan ................................................ 5.1.3. Analisis Regresi .....................................................................
51 51 51 52 55
5.2. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Bandung ..................................................................... 5.2.1. Plot Data ................................................................................. 5.2.2. Pemilihan Metode Peramalan ................................................ 5.2.3. Analisis Regresi ..................................................................... 5.3. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Semarang ................................................................... 5.3.1. Plot Data ................................................................................. 5.3.2. Pemilihan Metode Peramalan ................................................ 5.3.3. Analisis Regresi ..................................................................... 5.4. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta................................................................. 5.4.1. Plot Data ................................................................................. 5.4.2. Pemilihan Metode Peramalan ................................................ 5.4.3. Analisis Regresi ..................................................................... 5.5. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Surabaya .................................................................... 5.5.1. Plot Data ................................................................................. 5.5.2. Pemilihan Metode Peramalan ................................................ 5.5.3. Analisis Regresi ..................................................................... 5.6. Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di Kota Denpasar .................................................................... 5.6.1. Plot Data ................................................................................. 5.6.2. Pemilihan Metode Peramalan ................................................ 5.6.3. Analisis Regresi ..................................................................... 5.7. Implikasi Hasil Ramalan ....................................................................
57 57 58 59 61 61 62 63 65 65 66 67 69 69 70 73 75 75 76 77 79
VI. Kesimpulan dan Saran ............................................................................. 6.1. Kesimpulan ........................................................................................ 6.2. Saran ..................................................................................................
82 82 83
Daftar Pustaka................................................................................................
84
DAFTAR TABEL No.
Halaman
1. Tingkat Produksi Beberapa Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2005 (Ton)............................................................................................................. 2 2. Perkembangan Harga Bawang Merah di Enam Kota Besar di Indonesia Bulan Januari 2005 – Oktober 2006 (Rp/kg) ............................................... 2 3. Pola ACF dan PACF Model Seasona ARIMA ............................................ 38 4. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di DKI Jakarta .............................................................................................. 54 5. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di DKI Jakarta .............................................................................................. 55 6. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Bandung .......................................................................................... 59 7. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Bandung .......................................................................................... 60 8. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Semarang ......................................................................................... 63 9. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Semarang ......................................................................................... 64 10. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta ...................................................................................... 67 11. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta ...................................................................................... 68 12. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Surabaya .......................................................................................... 72 13. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Surabaya .......................................................................................... 73 14. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Denpasar .......................................................................................... 77 15. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Denpasar .......................................................................................... 77
16. Hasil Peramalan Harga Bawang Merah Terakurat Menggunakan Metode Time Series ................................................................................................... 79
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1. Grafik Fluktuasi Harga Bawang Merah di Beberapa Propinsi di Indonesia (Januari 2005 – Oktober 2006). ................................................................... 4 2. Skema Pendekatan metode Box–Jenkins ..................................................... 19 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional ..................................................... 29 4. Aturan Membandingkan Uji Durbin-Watson dengan Tabel DurbinWatson ......................................................................................................... 46 5. Plot Data Harga Bawang Merah di DKI Jakarta (Januari 2002 – Oktober 2006) .............................................................................................. 51 6. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Bandung (Januari 2002 – Oktober 2006) .............................................................................................. 57 7. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Semarang (Januari 2002 – Oktober 2006) .............................................................................................. 61 8. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta (Januari 2002 – Oktober 2006) .............................................................................................. 65 9. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Surabaya (Januari 2002 – Oktober 2006) .............................................................................................. 69 10. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Denpasar (Januari 2002 – Oktober 2006) .............................................................................................. 75
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1. Trend Analysis Quadratik Enam Kota Besar di Indonesia .......................... 87 2. Single Exponential Smoothing Enam Kota Besar di Indonesia ................... 90 3. Double Exponential Smoothing Enam Kota Besar di Indonesia ................. 93 4. Winters' Additive Enam Kota Besar Di Indonesia....................................... 96 5. Winters' Multiplicative Enam Kota Besar Di Indonesia .............................. 99 6. Decomposition Additive Enam Kota Besar Di Indonesia............................ 102 7. Decomposition Multiplikatif Enam Kota Besar Di Indonesia ..................... 105 8. Output Analisis SARIMA (0,1,1) (0,0,1)13 untuk Harga Bawang Merah di DKI Jakarta .............................................................................................. 108 9. Output Analisis SARIMA (1,1,0) (1,0,0)16 untuk Harga Bawang Merah di Bandung ................................................................................................... 101 10. Output Analisis SARIMA (0,1,0) (0,0,1)2 untuk Harga Bawang Merah di Semarang .................................................................................................. 113 11. Output Analisis SARIMA (0,1,1) (0,0,1)21 untuk Harga Bawang Merah di Yogyakarta ............................................................................................... 115 12. Output Analisis SARIMA (1,1,1) (0,0,1)24 untuk Harga Bawang Merah di Surabaya ................................................................................................... 117 13. Output Analisis SARIMA (0,1,0) (1,0,0)8 untuk Harga Bawang Merah di Denpasar .................................................................................................. 120 14. Hasil Regresi Harga Bawang Merah di DKI Jakarta ................................... 122 15. Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Bandung ........................................ 124 16. Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Semarang ....................................... 126 17. Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Yogyakarta .................................... 128 18. Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Surabaya ........................................ 130 19. Hasil Regresi Harga Bawang Merah di Denpasar........................................ 132
20. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah di Enam Kota Besar di Indonesia Indonesia Tahun 2001-2005 .......................................... 134
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Indonesia adalah negara agraris yang mayoritas penduduknya bermata pencaharian sebagai petani. Salah satu hasil pertaniannya adalah tanaman hortikultura. Tanaman hortikultura meliputi sayuran, buah-buahan, tanaman hias dan tanaman obat (Rahayu E, 1994). Salah satu produk sayuran yang banyak dihasilkan petani Indonesia adalah bawang merah. Bawang merah merupakan komoditas sayuran yang mempunyai arti penting bagi masyarakat, baik dilihat dari segi ekonomisnya yang tinggi maupun dari kandungan gizinya. Meskipun disadari bahwa bawang merah bukan merupakan kebutuhan pokok, akan tetapi kebutuhannya hampir tidak dapat dihindari oleh konsumen khususnya konsumen rumah tangga. Hal tersebut disebabkan oleh penggunaan bawang merah yang cukup luas terutama sebagai bumbu masakan guna menambah citarasa makanan, bahan pelengkap untuk makanan dan obat-obatan penyakit tertentu. Karena banyaknya penggunaan, tentunya harus diimbangi dengan peningkatan total produksi. Dalam hal ini tingkat produksi bawang merah secara umum masih berada di bawah tingkat produksi kol/kubis dan kentang (Tabel 1).
Tabel 1.Tingkat Produksi Beberapa Sayuran di Indonesia Tahun 2001-2005 (Ton) Keterangan
2001 2002 Bawang merah 861150 766572 Buncis 227862 230020 Cabe merah besar Cabe Rawit Kacang Panjang 317408 310297 Kentang 831140 893824 Ketimun 431921 406141 Kol/kubis 1205404 1232843 Tomat 483991 573517 wortel 300648 282248 Sumber: www.deptan.go.id (16 Juli 2006)
Tahun 2003 762795 247782 432365 1009979 514210 1348433 657459 355802
2004 757399 267619 714705 385809 454999 1072040 477716 1432814 626872 423722
2005 732609 283649 661730 396293 466387 1009619 552891 1292984 647020 440001
Peran komoditas bawang merah yang cukup penting dan penggunaannya yang luas membuat bawang merah memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Meskipun demikian, komoditas ini mempunyai masalah fluktuasi harga, hal ini dapat dilihat dari Tabel 2. Tabel 2. Perkembangan Harga Bawang Merah di Enam Kota Besar di Indonesia Bulan Januari 2005 – Oktober 2006 (Rp/kg) DKI Bandung Semarang Jakarta Januari 8184 7917 6708 Februari 7807 6729 5717 Maret 8531 7417 6850 April 8449 7900 6903 Mei 8070 8000 6246 Juni 8658 8000 6977 2005 Juli 9382 7958 6648 Agustus 8521 7360 6437 September 7825 7000 6789 Oktober 8337 7929 6853 November 8971 8175 7601 Desember 8573 8467 7060 Januari 10180 8960 8972 Februari 11188 10750 9275* Maret 11200 10842 9203 April 10846 8758 11246* 2006 Mei 10650 10479 8308 Juni 10774 8778 10944* Juli 10315 10731 8842 Agustus 9478 7741 6007 September 8135 5923 4700 Oktober 5368** 4605** 7205** Keterangan: * : Harga tertinggi ** : Harga terendah Sumber: Badan Ketahanan Pangan, 2006 (diolah) Tahun
Bulan
Yogyakarta
Surabaya
Denpasar
7958 6813 7123 7140 7417 7892 7275 6468 6550 6533 8757 8338 10280 9729 9967 9808 10479* 9981 8135 5111 4327 3961**
8000 6438 7230 7662 7000 7467 7133 6825 7115 7813 8517 9133 9120 9208 10342 10346* 10104 10259 8731 6537 5077 5000**
8519 7271 7887 8000 8854 8633 8417 7200 7000 7000 8067 9733 11320 10750 11433 11731 13125* 12593 11346 9611 6423 5842**
Harga yang cenderung berfluktuasi menyebabkan risiko kerugian produsen menjadi besar, meskipun di sisi lain peluang untuk memperoleh keuntungan juga menjadi lebih besar. Produsen membutuhkan kepastian harga jual sebelum mereka memproduksi bawang merah atau tidak, hal ini dilakukan untuk mengurangi risiko kerugian akibat jatuhnya harga jual. Hal yang sama juga dialami oleh konsumen, mereka memerlukan kepastian harga bawang merah agar biaya yang dikeluarkan untuk melakukan pembelian bawang merah dapat dikendalikan. Fluktuasi harga bawang merah mempunyai pengaruh yang besar terhadap produsen dan konsumen. Oleh karenanya para produsen dan konsumen perlu untuk mengetahui pola fluktuasi harga bawang merah agar dapat mengurangi risiko kerugian akibat ketidakpastian harga. Disamping itu dengan adanya informasi peramalan dan faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia maka diharapkan Departemen Pertanian khususnya Badan Ketahanan Pangan dapat menjadikannya sebagai bahan rujukan dalam pengambilan keputusan tentang stabilitas harga harga bawang merah di masa yang akan datang. Pemilihan enam kota besar ini karena ketersediaan data yang lengkap pada Bagian Analisis Harga Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian Republik Indonesia.
1.2. Perumusan Masalah Secara umum komoditas pertanian mempunyai masalah fluktuasi harga tidak terkecuali bawang merah sebagai bagian dari pangan strategis. Hal ini disebabkan oleh berbagai faktor, disamping itu harga di pasar terbentuk oleh mekanisme penawaran dan permintaan. Fluktuasi harga bawang merah dapat
memberikan dampak positif dan dampak negatif bagi produsen dan konsumen. Di satu sisi dampak positif yang ditimbulkan akibat adanya fluktuasi harga adalah dapat meningkatkan pendapatan produsen jika harganya meningkat secara tajam, tetapi di sisi lain akan merugikan konsumen begitu sebaliknya. Pada Gambar 1 dapat dilihat secara umum harga tertinggi terjadi pada bulan April – Juni 2006 kecuali untuk semarang terjadi pada bulan Februari 2006. Harga tertingginya yaitu sebesar Rp 13125/kg di Denpasar. Sedangkan harga terendah terjadi pada bulan Oktober 2006 dimana harga yang paling rendah yaitu di Yogyakarta sebesar Rp 3961/kg. 14000 DKI Jakarta
Harga (Rp/kg)
12000
Bandung
10000
Semarang
8000
Yogyakarta
6000
Surabaya Denpasar
4000 2000 0 1
2
3
4
5
6
7
2005
8
9 10 11 12 1
2
3
4
5
6
7
8
9 10
2006
Gambar 1. Grafik Fluktuasi Harga Bawang Merah di Beberapa Propinsi di Indonesia (Januari 2005 – Oktober 2006) Harga bawang merah yang cenderung berfluktuasi membuat harga menjadi tidak pasti dan sulit untuk diperkirakan, yang pada akhirnya menimbulkan risiko yang lebih besar baik bagi produsen maupun konsumen. Untuk mengurangi risiko ketidakpastian harga bawang merah tersebut, diperlukan suatu peramalan. Peramalan berguna untuk mengantisipasi ketidakpastian pada periode mendatang, dengan memperhitungkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga. Peramalan yang dimaskud disini adalah upaya untuk memperkirakan harga bawang merah pada waktu tertentu di masa depan dengan harapan nilainya dapat mendekati atau sama dengan harga sebenarnya yang terjadi pada waktu tersebut.
Hal ini dapat dilakukan dan akan memberikan hasil yang memuaskan (cukup akurat) jika pola fluktuasi harga sudah dapat dipahami. Dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian sebagai pengendali harga bawang merah perlu untuk mengetahui hasil peramalan yang akurat dimana dengan adanya hasil tersebut pihak Badan Ketahanan Pangan dapat mengambil suatu kebijakan masalah fluktuasi harga bawang merah, sehingga fluktuasi harga di masa datang dapat diatasi. Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan diatas, beberapa permasalahan yang perlu dikaji dalam penelitian ini, antara lain: 1. Bagaimana pola data fluktuasi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia? 2. Faktor–faktor apa saja yang mempengaruhi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia? 3. Metode peramalan mana yang terbaik untuk meramalkan harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia?
1.3. Tujuan Dengan memperhatikan perumusan masalah di atas, maka yang menjadi tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Membandingkan pergerakan harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia. 2. Menganalisis faktor–faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia.
3. Mendapatkan metode peramalan mana yang terbaik untuk meramalkan harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia.
1.4. Ruang Lingkup Penelitian Data harga bawang merah yang digunakan hanya mencakup enam kota besar di Indonesia, dengan asumsi bahwa telah mewakili gambaran harga bawang merah di Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah dalam penelitian ini hanya didasarkan pada ketersediaan data yang lengkap dan valid.
1.5. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi: 1. Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI, hasil penelitian
ini
bisa
dijadikan
rujukan
atau
pertimbangan
dalam
pengambilan keputusan atau kebijakan terutama mengenai stabilisasi harga bawang merah. 2. Penulis, penelitian ini berguna untuk mengaplikasikan ilmu–ilmu yang telah diterima selama masa perkuliahan dan untuk meningkatkan kemampuan menganalisis suatu data.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Bawang Merah Tanaman bawang merah merupakan salah satu jenis komoditas sayuran yang banyak dikenal di dunia, kalangan international menyebutnya shallot. Bawang merah merupakan tanaman satu marga dengan tanaman bawang daun, bawang putih dan bawang bombay yang termasuk dalam famili Liliaceae (Rukmana, 1994). Bawang merah banyak dibudidayakan di dataran rendah yang beriklim kering dengan suhu yang agak panas dan cuaca cerah, tanaman ini juga tidak menyukai tempat – tempat yang tergenang air (Rahayu dan Berlian, 1994). Tanaman ini dapat dibudidayakan dengan syarat pertumbuhan antara lain: tanah subur, banyak mengandung humus, tidak tergenang air, aerasi (pertukaran udara dalam tanah) baik, pH antara 5,5 – 6,5. Jika pH terlalu rendah (kurang dari 5,5) maka garam – garam Alumunium (Al) yang terlarut akan bersifat racun terhadap bawang merah yang menyebabkan tanaman tumbuh kerdil. Demikian juga dengan pH yang lebih besar dari 6,5 maka unsur mikro Mangan (Mn) tidak dapat digunakan, sehingga umbi kecil – kecil dan hasil produksi rendah. Bawang merah dapat tumbuh dan berproduksi dengan baik di dataran rendah sampai dengan dataran tinggi, yakni pada ketinggian kurang lebih 1.100 meter di atas permukaan laut (dpl). Akan tetapi, ketinggian ideal yang memungkinkan bawang merah untuk berproduksi secara optimal adalah pada ketinggian 0 – 800 meter dpl.
Bawang merah mampu menghasilkan produksi terbaik di dataran rendah dengan suhu 25 oC – 32 oC dan iklim kering. Tanaman ini sangat menyukai areal yang terbuka dan mendapat sinar matahari kurang lebih 70 persen, karena bawang merah termasuk tanaman yang memerlukan sinar matahari cukup (long day plan). Tiupan angin yang sepoi-sepoi akan berpengaruh baik terhadap laju proses fotosintesis, sehingga akan meningkatkan produksi umbi (Rukmana, 1994). Menurut Samadi dan Cahyono (1996), tanaman bawang merah masih dapat ditanam di dataran tinggi, tetapi hasilnya tidak sebaik jika ditanam di dataran rendah. Tanaman bawang merah yang ditanam di dataran tinggi, menghasilkan umbi yang kecil–kecil dan umur panennya panjang, yaitu 80 – 90 hari. Sedangkan bawang merah yang ditanam di dataran rendah biasanya akan menghasilkan umbi yang besar-besar dan umur panennya sekitar 60 – 70 hari bahkan bisa kurang tergantung varietas yang digunakan. Hasil bawang merah sangat dipengaruhi oleh lamanya tanaman menerima sinar matahari. Lama penyinaran sinar matahari tergantung varietasnya, berkisar antara 11 – 16 jam. Oleh karena itu, tanaman ini paling baik ditanam pada awal musim kemarau, yaitu pada bulan Maret atau April sampai bulan Oktober.
2.2.
Tinjauan Terdahulu
2.2.1. Studi Tentang Bawang Merah Purba (2001) dalam penelitiannya menjelaskan bahwa analisis pendapatan bawang merah di Desa Lumajang untuk musim tanam Februari–April 2002 tidak menguntungkan, hal ini disebabkan karena hujan yang turun secara terus–menerus menyebabkan banyak tanaman bawang merah kualitasnya rendah. Dari analisis
keunggulan komparatif dan kompetitif pada musim tanam Februari–April 2002 maupun pada kondisi normal terlihat bahwa nilai koefisien BSD (KBSD) usahatani bawang merah pada keunggulan komparatif lebih kecil dari nilai KBSD* pada keunggulan kompetitif. Dengan demikian usahatani bawang merah akan lebih memiliki keunggulan komparatif atau dengan kata lain bahwa meskipun ada campur tangan pemerintah maka usahatani bawang merah belum tentu efisien dalam penggunaan sumberdaya domestik. Faridah (2001) menjelaskan pada pola tanam optimal yang akan menghasilkan pendapatan maksimal bagi Kecamatan Wanasari adalah padi– bawang merah–bawang merah–bawang merah. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa harga output memiliki selang kepekaan yang lebih pendek jika dibandingkan dengan kenaikan harga output, kenaikan harga input maupun penurunan harga input. Harga bawang merah pada musim tanam kedua hanya diijinkan turun hingga 3,4 persen dari harga awal, sedangkan penjualan bawang merah untuk musim tanam ketiga dan keempat berturut–turut boleh turun hingga 1,9 persen dari 38 persen dari harga awal. Analisis sensitivitas RHS kendala menunjukkan secara umum input benih, pupuk dan pestisida memiliki batas atas yang mendekati nilai optimalnya sedangkan batas awalnya mempunyai nilai negatif. Apabila model dianggap tidak terbatas atau kendala model dihilangkan maka seluruh areal yang ada ditanami baik untuk tanaman padi atau bawang merah pada tiap musimnya. Soetiarso dan Ameriana (1995) menyatakan bahwa bawang merah dari petani di Kabupaten Brebes umumnya dipasarkan ke pedagang pengumpul lalu ke pedagang besar, dan dari pedagang besar sekitar 90 persen dipasarkan ke pengecer
untuk selanjutnya ke konsumen akhir. Dari ketiga lembaga pemasaran tersebut, ternyata marjin terbesar terdapat di tingkat pedagang besar yaitu sekitar 45 persen dari marjin total. Hal ini disebabkan jumlah kegiatan yang dilakukan oleh lembaga ini lebih banyak dibandingkan dengan lembaga pemasaran lainnya. Dibandingkan dengan harga bawang merah yang dibayar konsumen, marjin total pemasaran ini cukup rendah yaitu sekitar 32 persen. Sementara, bagian harga yang diterima petani (farmer’s share) dapat dikatakan cukup besar, yaitu sekitar 68 persen dari harga yang dibayar konsumen. Sehingga dapat disimpulkan bahwa pemasaran bawang merah secara teknis cukup efisien.
2.2.2. Studi Tentang Peramalan Penelitian yang bertujuan untuk mendapatkan metode peramalan kuantitatif yang terbaik untuk pergerakan basis kopi robusta dalam perdagangan berjangka dilakukan oleh Rusli (2000). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa penerpan sembilan metode peramalan time series menunjukkan metode ARIMA menghasilkan ramalan terbaik atau paling mendekati pola pergerakan basis kopi robusta, sehingga merupakan metode yang paling sesuai bagi hedger untuk meramalkan pergerakan basis mingguan kopi robusta. Ningsih
(2004),
melakukan
penelitian
yang
bertujuan
untuk
mengidentifikasi pola permintaan brokoli, kedelai Jepang, lectude head, tomat ceri, tomat rianto (beef) di PT Saung Mirwan dan mendapatkan metode peramalan yang paling sesuai dalam permintaan tersebut dengan menggunakan metode kuantitatif yang terdiri atas metode time series dan kausal (regresi). Berdasarkan hasil penelitian tersebut diperoleh bahwa pola data permintaan pada kelima
komoditi tidak stasioner dimana terdapat unsur trend dan musiman. Metode terbaik berdasarkan nilai MSE terkecil adalah ARIMA, kecuali pada komoditi kedelai Jepang, menggunakan dekomposisi aplikatif. Penelitian dengan judul Aplikasi Metode Peramalan Time Series dalam Pendugaan Harga Saham pada Perusahaan Agribisnis di PT Bursa Efek Jakarta (BEJ) dilakukan oleh Hartono (2001). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui perkembangan perusahaan agribisnis yang terdaftar di BEJ, menerapkan dan menentukan metode permalan time series untuk menduga harga saham perusahaan agribisnis di PT BEJ dan mempelajari prospek pengembangan investasi saham yang dikaitkan dengan pengembangan agribisnis di Indonesia. Data sekunder yang digunakan terdiri dari serial data harga saham penutupan perusahaan yang terdaftar pada tanggal 1 Januari – 30 Juni 2001. Fluktuasi harga saham pada perdagangan saham harian merupakan cerminan dari kekuatan permintaan dan penawaran transaksi jual beli di lantai bursa. Peramalan harga saham perusahaan PT Astra Agrolestari Tbk, PT Cipendawa Farm Enterprises Tbk, PT Multi Breeder Adirama Indonesia, PT Adindo Forestry, PT BAT Indonesia Tbk, PT Goodyear Indonesia Tbk, PT Indofood Sukses Makmur Tbk, PT Ultra Jaya Milk Tbk, menggunakan metode weighted moving average. Saham-saham PT Bakrie Sumatera Plantation Tbk dan PT HM Sampoerna Tbk menggunakan metode simple average. PT Gudang Garam menggunakan metode double exponential smoothing. Sedangkan untuk PT London Sumatera Tbk dan PT Bahtera Adirama Samudera Tbk masing-masing menggunakan metode simple exponential smoothing dan Winter.
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Harga Harga suatu komoditas biasanya dikaitkan kepada sejumlah uang yang harus dikeluarkan untuk memperoleh satu unit komoditas tersebut (Lipsey et al, 1995). Dalam teori harga, perubahan harga suatu komoditas adalah perubahan dari jumlah uang yang harus dikorbankan untuk memperoleh komoditas tersebut bagi konsumen dan perubahan jumlah uang yang diterima sebagai konpensasi dari komoditas yang dikorbankan bagi produsen. Harga suatu barang dan jasa ditentukan oleh interaksi dari kekuatan penawaran dan permintaan. Kekurangan produk yang ditawarkan akan mendorong terjadinya kelebihan permintaan (excess demand) sehingga menyebabkan turunnya harga, sedangkan kelebihan penawaran (excess supply) terjadi bila jumlah produk yang ditawarkan mengalami surplus sehingga mendorong peningkatan harga. Pada saat jumlah yang diminta dan jumlah yang ditawarkan untuk sebuah komoditas dalam kondisi keseimbangan pada satu harga tertentu, pasar untuk komoditas tersebut berada dalam keseimbangan atau disebut juga ekuilibrium (Lipsey et al, 1995). Harga untuk komoditas juga berfluktuasi dengan adanya perubahan permintaan dan penawaran.
3.1.2. Peramalan Peramalan menjadi salah satu hal yang penting dalam pengambilan keputusan manajemen. Peramalan sebagai suatu proses memperkirakan secara
sistematis tentang apa yang paling mungkin terjadi di masa depan berdasarkan informasi masa lalu dan sekarang yang dimiliki agar kesalahan dapat diperkecil (Assauri, 1984). Pengenalan terhadap operasi teknik peramalan pada data menghasilkan kejadian historis mengarah ke identifikasi lima tahapan proses peramalan adalah pengumpulan data, pemadatan dan pengurangan data, penyusunan model dan evaluasi, ekstrapolasi model (peramalan aktual), serta evaluasi peramalan (Hanke, 1999). Tahap mengumpulkan data yang baik dan dapat diandalkan merupakan bagian yang tersulit dan cukup memakan waktu. Salah satu faktor yang mempengaruhi keakuratan suatu ramalan adalah data yang digunakan. Data yang baik memenuhi kriteria sebagai berikut (Hanke,1999) : 1. Data hendaknya dapat diandalkan (reliable) dan akurat. Penanganan yang sesuai harus dilakukan pada data yang dikumpulkan dari sumber-andal dengan memperhatikan keakuratannya. 2. Data hendaknya relevan. Data harus mewakili keadaan dimana data tersebut digunakan. 3. Data hendaknya konsisten. Ketika data yang berkaitan dengan definisi berubah, penyesuaian perlu dilakukan untuk memepertahankan konsistensi pola historis. 4. Data hendaknya tepat waktu. Data yang dikumpulkan, dirangkum, dan dipublikasikan berdasarkan ketepatan waktu akan memberikan nilai tertinggi bagi forecaster. Umumnya, ada dua jenis data yang digunakan dalam peramalan. Pertama adalah data yang dikumpulkan dari satu titik waktu (jam, hari, minggu, bulan, dan
triwulan) yaitu data cross section. Data ini dikumpulkan dari periode yang sama. Tujuannya adalah untuk menelaah suatu data dan mengekstrapolasi atau memperluas hubungan yang ada pada populasi yang besar. Kedua adalah data yang dikumpulkan, dicatat, atau diamati dari rangkaian waktu tahapan waktu yaitu data time series (deret waktu).
3.1.3. Metode Peramalan Peramalan merupakan pendugaan terhadap kegiatan masa depan. Metode peramalan dapat berdasarkan pada pengalaman, penilaian, dan opini ahli. Secara umum terdapat dua macam metode peramalan, yaitu metode peramalan kualitatif dan metode peramalan kuantitatif. Metode peramalan kualitatif didasarkan pada intuisi atau pengalaman empiris dari perencana atau pengambil keputusan, sehingga relatif lebih bersifat subjektif. Makridarkis Weelwright dan McGee (1999) menyatakan bahwa metode peramalan kualitatif membutuhkan input yang tergantung pada metode tertentu dan biasanya dari hasil pemikiran intuitif, pertimbangan dan pengetahuan yang telah didapat. Pendekatan dengan metode ini seringkali memerlukan input dari sejumlah orang yang telah terlatih secara khusus. Metode peramalan kuantitatif memiliki sifat yang lebih objektif berdasarkan pada keadaan aktual (data) yang diolah dengan menggunakan metode–metode tertentu. Penggunaan suatu metode juga harus didasarkan pada fenomena manajemen atau bisnis apa yang diramalkan dan tujuan yang ingin dicapai melalui peramalan. Peramalan kuantitatif dapat diterapkan bila terdapat tiga kondisi sebagai berikut (Makridakis Weelwright dan McGee, 1999) :
1. Tersedia informasi masa lalu 2. Informasi tersebut dapat dikuantitatifkan dalam bentuk data numerik 3. Dapat diasumsikan bahwa pola masa lalu akan terus berlanjut di masa yang akan datang
3.1.3.1. Metode Peramalan Model Time Series. Metode peramalan time series merupakan bagian dari metode peramalan dengan pendekatan kuantitatif. Metode peramalan time series merupakan metode yang sering digunakan dalam ekonomi dan bisnis, dimana sejumlah observasi diambil selama beberapa periode dan digunakan sebagai dasar dalam menyusun suatu ramalan untuk beberapa periode di masa depan (Assauri, 1984). Metode ini terdiri dari : 1. Metode Naive Metode ini merupakan metode sederhana yang menyatakan bahwa nilai suatu variabel saat ini merupakan perkiraan terbaik untuk nilai berikutnya atau nilai variabel di masa depan akan tetap sama. Metode ini hanya cocok untuk meramal variabel yang gerakannya cenderung konstan. 2. Metode Rata-Rata a) Metode rata-rata sederhana (simple average) Metode ini menggunakan pendekatan dimana ramalan merupakan perhitungan kumulatif dari seluruh nilai masa lalu yang dimiliki. Kelebihan metode ini adalah hasil peramalannya tidak terlalu memperhatikan fluktuasi dari deret data. Metode ini cocok untuk data stasioner (Makridakis Weelwright dan McGee, 1999).
b) Metode rata-rata bergerak sederhana (simple moving average) Metode ini menggunakan rata-rata sebagai ramalan untuk periode mendatang. Pada setiap nilai, muncul nilai pengamatan baru, nilai ratarata baru dapat dihitung dengan membuang nilai observasi yang paling lama dan memasukkan nilai pengamatan yang terbaru. c) Metode rata-rata bergerak ganda (double moving average) Salah satu cara untuk meramalkan data time series yang memiliki trend linier adalah dengan menggunakan metode ini. Metode ini menghitung rata-rata bergerak sebelumnya. 3. Metode Pemulusan Eksponensional (exponential smoothing) Metode ini dipakai untuk memperkecil atau mengurangi ketidakteraturan musiman dari data, yaitu dengan membuat rata-rata tertimbang dari sederetan data yang lalu. Ketepatan dari penggunaan metode ini terdapat pada peramalan jangka pendek. Ada beberapa metode pemulusan, yakni : a) Single Exponential Smoothing. Metode ini dapat mengatasi kesulitan nilai-nilai historis dari variabel yang harus dilakukan pada metode rata-rata bergerak sederhana. Metode ini digunakan untuk peramalan data time series tanpa trend atau pola stasioner. b) Double Exponential Smoothing Metode ini didapat dengan melakukan pemulusan kembali hasil dari pemulusan single exponential smoothing. Pendekatan metode ini lebih memberikan bobot yang semakin menurun pada observasi masa lalu dibandingkan single exponential smoothing.
c) Triple Exponential Smoothing (Winters) Metode ini disesuaikan untuk trend dan variasi musiman, merupakan pengembangan dari metode eksponensial. Metode winters merevisi estimasi berdasarkan pengalaman terkini, trend (slope) dan musiman. 4. Metode Dekomposisi Makridakis Weelwright dan McGee (1999), menjelaskan bahwa metode ini didasari asumsi bahwa deret data historis merupakan gabungan atau komposisi dari faktor musiman (St), komponen trend (Tt), komponen siklus (Ct) serta komponen acak (Et). Metode dekomposisi memisahkan komponen-komponen dari time series data, kajian terhadap komponen yang telah terpisah tersebut dapat dipakai sebagai dasar untuk menyusun kebijakan (jangka pendek dan jangka panjang), dan komponen tersebut dapat diekstrapolasi untuk tujuan peramalan. Model dekomposisi dapat ditulis dalam persamaan matematis sebagai berikut: Yt = f(St, Tt, Ct, Et) Hubungan fungsional antar keempat komponen diatas dapat bersifat aditif (St + Tt + Ct + Et) atau multiplikatif (St x Tt x Ct x Et). Model dekomposisi aditif dipilih bila gelombang-gelombang kecil (swing) dari variasi musiman bersifat konstan sepanjang waktu. Sebaliknya dekompisisi multiplikatif dipilih bila swing dari variasi musiman meningkat secara proporsional dengan bertambahnya waktu (Firdaus, M. 2006)
5. Metode Box Jenkins (ARIMA) Menurut Assauri (1984), menyebutkan bahwa metode peramalan dari Box dan Jenkins merupakan teknik uji linier yang istimewa. Metode ini sama sekali tidak menggunakan variabel independen, melainkan menggunakan nilai sekarang dan nilai lampau dari variabel dependen untuk menghasilkan peramalan jangka pendek yang akurat. Metode Box-Jenkins adalah suatu metode yang tepat untuk mengatasi terlalu rumitnya data deret waktu (terdapat variasi dari pola data) dan situasi peramalan lainnya. Mulyono (2000) menyebutkan bahwa ada dua model dari metode Box-Jenkins yaitu: 1) Model ARMA (Autoregressive – Moving Average) yang dipakai untuk deret data yang stasioner 2) Model ARIMA (Autoregressive Integrated Moving Average) yang dipakai untuk deret data yang tidak stasioner Model ARMA adalah gabungan dari model AR dan MA. Pada model ini series stasioner adalah fungsi dari nilai lampaunya dan nilai sekarang serta kesalahan lampaunya. Dalam model ini, p menunjukkan tingkat model AR dan q menunjukkan tingkat model MA, sehingga jika model menggunakan satu nilai lampau dan dua kesalahan masa lalu, model tersebut dilambangkan sebagai ARMA (1,2). Dalam prakteknya, banyak data deret Yt merupakan data tidak stasioner. Data tersebut dapat dijadikan stasioner dengan melakukan proses pembedaan (differencing). Jumlah berapa kali dilakukan proses differencing (d) menunjukkan
tingkat diferensiasi model. Jadi model ARMA (p,q) dapat dideferensiasi sebanyak d kali menjadi arima (p,d,q) untuk mengatasi deret data yang tidak stasioner. Proses diferensiasi dapat diuraikan sebagai berikut, misalkan Yt tidak stasioner, kemudian dibuat diferensiasi tingkat satu, Zt = Yt – Yt–1, ternyata diperoleh nilai Zt stasioner. Dalam model ini dapat digunakan suatu simbol alternatif yang dinamakan backward shift operator (B). Operator B yang dilekatkan pada suatu variabel berarti menggeser nilai variabel tersebut satu periode ke belakang. Penggunaan metode ARIMA untuk meramalkan dapat dilakukan melalui tiga tahap yaitu identifikasi, penaksiran dan pengujian serta penerapan model, seperti pada Gambar 2 berikut ini: Tahap 1. Identifikasi model
Rumuskan kelompok umum model-model ARIMA Identifikasi model yang secara tentatif memadai
Tahap 2. Estimasi dan pengujian model
Perkiraan parameter dalam model yang secara tentatif memadai tersebut Pengujian pemeriksaan apakah model ini memadai
Tahap 3. Penerapan model
Tidak
Ya Gunakan model untuk menghasilkan peramalan
Gambar 2. Skema Pendekatan metode Box–Jenkins Sumber : Makridakis, Weelwright dan McGee, 1999 6. Metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) Model SARIMA (Seasonal ARIMA) hampir sama dengan Model ARIMA tidak mensyaratkan suatu pola data trend tertentu supaya model dapat bekerja
dengan baik. Sugiato dan Harjono (2000) menyebutkan bahwa metode Box Jenkins menggunakan pendekatan iteratif dalam mengidentifikasi suatu model yang paling tepat dari berbagai alternatif model yang ada. Model yang terpilih dilakukan pengujian kembali. Model dianggap sudah memadai apabila residual terdistribusi secara random, kecil dan independen satu sama lain. Model SARIMA secara umum dinotasikan sebagai berikut: SARIMA (p, d, q) (P, D, Q)L Di mana: p, P = orde autoregressive (AR) non musiman dan musiman d, D = orde pembedaan non musiman dan musiman q, Q = orde moving average (MA) non musiman dan musiman L
= beda kala musiman
Model AR menggambarkan bahwa variabel dependen yang dipengaruhi oleh variabel dependen itu sendiri pada periode-periode sebelumnya. Pembedaan dengan model MA adalah pada jenis variabel independennya. Variabel independen pada model AR adalah nilai sebelumnya (lag) dari variabel dependen (Yt) itu sendiri. Sedangkan, pada model MA adalah nilai residual pada periode sebelumnya.
3.1.3.2. Metode Peramalan Model Kausal (Regresi) Metode peramalan kausal didasarkan atas penggunaan analisa pola hubungan antara variable yang akan diperkirakan dengan variabel lain yang mempengaruhinya, yang bukan waktu yang disebut model korelasi atau sebab akibat (Assauri, 1984). Model ini sering disebut sebagai model regresi. Model regresi adalah salah satu penyederhanaan pola hubungan suatu variabel dengan
satu atau lebih variabel lain. Variabel yang nilainya tergantung atau ditentukan oleh variabel lain dinamakan dependent variabel (variabel terikat), sementara variabel yang nilainya tidak dipengaruhi apapun, tapi justru menerangkan perubahan nilai variabel terikat disebut sebagai independent variabel (variabel bebas). Metode kausal membutuhkan pengetahuan awal untuk menentukan variabel-variabel yang akan dimasukkan sebagai variabel independen dan dependen. Pengaruh dari variabel-variabel tersebut dianalisis satu-persatu dimana satu variabel dibiarkan berubah sementara variabel lainnya dianggap konstan atau tetap (cateris paribus). Dalam analisis regresi, pola hubungan antar variabel diekspresikan dalam sebuah persamaan regresi yang diduga berdasarkan data sampel. Setelah parameter-parameter model diuji secara statistik dan mempunyai ciri-ciri sebagai model yang baik, maka model siap digunakan untuk peramalan jika variabel bebasnya dapat diketahui nilainya. Dengan demikian model ini dapat menjawab pertanyaan “apa yang akan terjadi jika” (Mulyono, 2000).
3.1.4. Pemilihan Metode Peramalan Makridakis, Wheelwright dan McGee (1999), mengemukakan enam faktor utama yang menggambarkan kemampuan dan kesesuaian dalam memilih metode peramalan enam faktor tersebut adalah horizon waktu, pola data, daya tarik metode itu sendiri, ketepatan, biaya dan waktu, serta ketersediaan perangkat lunak komputer.
1.
Horison Waktu Metode peramalan berhubungan dengan dua aspek horizon waktu, yaitu: cakupan waktu di masa yang akan datang dan jumlah periode ramalan yang diinginkan. Beberapa teknik metode peramalan hanya dapat sesuai untuk peramalan satu periode ke depan, sedangkan teknik lainnya dapat dipergunakan untuk meramalkan beberapa periode ke depan.
2.
Pola Data Setiap metode peramalan memiliki perbedaan kemampuan dalam mengidentifikasi pola atau karakteristik data secara umum serial data dapat dikelompokkan dalam empat pola. Pola pertama adalah pola stasioner, yaitu jika pola data berfluktuasi di sekitar nilai rata-rata yang konstan. Pola kedua adalah pola musiman, yaitu jika data membentuk fluktuasi konstan dan proporsional dalam jangka pendek (kurang dari satu tahun) yang disebabkan oleh faktor musiman, pola ketiga adalah pola siklis, yaitu jika data yang dipengaruhi oleh fluktuasi tersebut disebabkan oleh pengaruh ekonomi jangka panjang. Pola keempat adalah pola trend, yaitu jika data menunjukkan kenaikan atau penurunan secara sekuler dalam jangka panjang. Perbedaan dari keempat pola data itu memerlukan penyesuaian antara pola data dengan metode analisis yang akan digunakan. Usaha penyesuaian itu biasanya dilakukan dengan membuat sebuah asumsi bahwa ada satu bentuk pola data dalam serial data yang terus berkelanjutan, kemudian dipilih metode yang sesuai dengan pola tersebut.
Berdasarkan keempat tipe pola data diatas, menurut Hanke (1999) ada empat teknik peramalan yang umum digunakan: a) Teknik peramalan untuk data stasioner Data stasioner didefinisikan sebagai sesuatu yang nilai meannya tidak berubah sepanjang waktu. Situasi seperti ini muncul ketika pola data yang mempengaruhi deret relatif stabil. Teknik peramalan yang perlu dipertimbangkan pada peramalan deret stasioner adalah metode naive, simple average, moving average, single exponential smoothing, dan autoregressive integrated moving average (ARIMA). b) Teknik peramalan untuk data musiman Deret bermusim didefinisikan sebagai deret waktu dengan pola perubahan yang berulang dengan sendirinya dari tahun ke tahun. Metode peramalan yang bisa dipilih adalah dekomposisi, pemulusan eksponensial winter, regresi berganda, dan ARIMA c) Teknik peramalan untuk data ber-siklis Siklis didefinisikan sebagai fluktuasi seperti gelombang disekitar trend. Pola siklis cenderung berulang pada data setiap dua tahun, tiga tahun atau lebih. Teknik-teknik yang perlu dipertimbangkan adalah dekomposisi indikator ekonomi, regresi berganda dan model ARIMA. d) Teknik peramalan untuk data dengan trend Deret data ber-trend didefinisikan sebagai deret waktu yang mempunyai komponen jangka panjang yang mewakili pertumbuhan atau penurunan dalam deret di sepanjang periode waktu. Teknik peramalan yang perlu dipertimbangkan pada peramalan deret stasioner adalah
metode naive, linier regression, growth curve, moving average, single exponential smoothing, dan ARIMA. 3.
Daya Tarik Metode Peramalan Daya tarik yang dimiliki oleh sebuah metode peramalan akan menjadi aspek penting yang perlu dipertimbangkan oleh peramal untuk memilihnya. Secara umum, kesederhanaan dan kemudahan untuk diaplikasikan, serta daya tarik intuitif yang dirasakan oleh peramal.
4.
Ketepatan Metode Peramalan Kuantitatif Ketepatan menunjukkan kemampuan metode untuk meramal suatu variabel yang dilihat dari besarnya selisih antara hasil ramalan dengan kenyataan. Untuk mengukur ketepatan tersebut biasanya oleh peramal digunakan nilai Mean Square Error (MSE). Semakin kecil nilai MSE maka metode tersebut semakin baik. Pengukuran ketepatan metode peramalan ini pada akhirnya memang dipakai sebagai kriteria dalam memilih metode peramalan.
5.
Biaya dan Waktu Pemilihan metode peramalan juga dipengaruhi oleh biaya yang harus dikeluarkan berkaitan dengan metode yang dipilih. Ada empat unsur biaya yang tercakup dalam penggunaan suatu prosedur ramalan, yaitu biaya pengembangan,
biaya
penyimpanan
data,
operasi
pelaksanaan
dan
kesempatan untuk menggunakan teknik-teknik lainnya. 6.
Ketersediaan Perangkat Lunak Komputer Ketersediaan perangkat lunak komputer sangat penting untuk membantu menyusun metode peramalan kuantitatif. Perangkat lunak komputer tersebut
harus mudah dipergunakan disertai dokumentasi yang lengkap dan bebas dari kesalahan besar, sehingga mudah untuk digunakan, dipahami dan diinterpretasikan hasilnya. Akurasi peramalan tidak selalu berhubungan dengan kecanggihan atau kerumitan teknik yang dipakai. Teknik yang dipilih sebagai yang terbaik saat ini pun tidak dapat memberikan jaminan hasil terbaik di masa depan karena masih menghadapi ketidakpastian. Hal ini yang perlu untuk diperhatikan adalah kebaikan suatu model tidak ditentukan oleh seberapa jauh teknik tersebut dapat menirukan kenyataan pada masa lalu. Jika kita menghadapi beberapa teknik yang memberikan kemampuan sama dalam menirukan kenyataan maka kita hendaknya memilih teknik atau model yang paling sederhana (Mulyono, 2000).
3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Tingkat produksi bawang merah yang tidak merata sepanjang tahun, seperti pada bulan Juni–Oktober merupakan bulan panen raya sebaliknya bulan November–Mei dimana tingkat produksi sedikit, disamping itu komoditas bawang merah ini mempunyai sifat yang mudah rusak. Akibat peristiwa tersebut menyebabkan terjadinya fluktuasi harga. Fluktuasi harga yang ditimbulkan mengakibatkan terjadinya resiko kerugian akibat ketidakpastian harga, sehingga menyulitkan dalam hal pengambilan keputusan bagi produsen dan konsumen. Untuk mengurangi resiko kerugian tersebut maka dilakukan suatu peramalan. Peramalan merupakan upaya memperkirakan hal-hal yang menjadi perhatian di masa depan. Peramalan dilakukan dengan menggunakan metode time series dan metode kausal.
Metode time series yang digunakan terdiri dari metode trend, single exponential smoothing, double exponential smoothing, dekomposisi (aditif dan multiplikatif), winters (aditif dan multiplikatif) dan Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA). Kemudian dari metode time series yang digunakan, dipilih metode time series yang terbaik dengan menggunakan kriteria nilai MSE terkecil. Metode kausal (Regresi) digunakan untuk menganalisis faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi harga rata-rata bawang merah di Indonesia (enam kota besar di Indonesia). Menurut Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI bahwa pemilihan ke-enam kota besar ini karena kota–kota tersebut cukup dapat mewakili perilaku harga bawang merah yang terjadi di Indonesia. Faktor-faktor tersebut adalah: a) Harga bawang merah di tingkat produsen Harga bawang merah di tingkat produsen diduga berpengaruh positif dengan harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z (masingmasing kota di enam kota besar di Indonesia). Berpengaruh positif artinya, apabila terjadi kenaikan harga bawang merah di tingkat produsen sebesar satu satuan maka akan menyebabkan meningkatnya harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z, cateris paribus. b) Harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Penggunaan tingkat harga bawang merah di PIKJ sebagai faktor yang mempengaruhi harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di enam kota besar di Indonesia dengan asumsi bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan Pasar Induk yang terbesar di Indonesia dan hampir semua jenis komoditas
pertanian khususnya sayuran dari daerah dikirim atau dijual ke PIKJ, jadi harga di daerah juga akan terpengaruh oleh harga yang terbentuk oleh mekanisme pasar di PIKJ. Harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) diduga berpengaruh positif dengan harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di Kota Z. Berpengaruh positif artinya, apabila terjadi kenaikan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) sebesar satu satuan maka diduga akan menyebabkan meningkatnya harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di Kota Z, cateris paribus. c) Jumlah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Penggunaan jumlah pasokan bawang merah ke PIKJ sebagai faktor yang mempengaruhi harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di enam kota besar di Indonesia dengan asumsi bahwa Pasar Induk Kramat Jati merupakan Pasar Induk yang terbesar di Indonesia dan hampir semua jenis komoditas pertanian khususnya sayuran dari daerah dikirim atau dijual ke PIKJ, jadi harga di daerah juga akan terpengaruh oleh harga yang terbentuk oleh mekanisme pasar di PIKJ. Jumlah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) berpengaruh negatif dengan harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di Kota Z. Berpengaruh negatif artinya, apabila Jumlah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) meningkat maka diduga akan menyebabkan menurunnya harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di Kota Z, cateris paribus.
d) Lag harga bawang merah Lag harga bawang merah adalah harga bawang merah sebelumnya, hal ini untuk melihat pengaruh adanya ekspektasi harga pada masa yang akan datang dari tingkat harga yang dilakukan pada waktu yang lalu, cateris paribus. e) Dummy hari besar keagamaan Penggunaan dummy hari besar keagamaan untuk menggambarkan bagaimana perubahan harga. Harga diduga mengalami peningkatan menjelang dan saat lebaran sebaliknya diluar periode tersebut harga kembali stabil atau justru mengalami penurunan. Setelah dilakukan pemilihan terhadap metode time series terakurat dan memperoleh hasil regresi dari faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah, maka dapat direkomendasikan berupa informasi kepada pihak/lembaga terkait (Badan Ketahanan Pangan Departemen Pertanian-RI) tentang metode, teknik peramalan terakurat dan hasil peramalan harga bawang merah untuk beberapa periode kedepan.
Jumlah Produksi Nasional (Pasokan) yang tergantung musim dan bersifat mudah rusak Fluktuasi Harga Bawang Merah
Resiko Kerugian Akibat Ketidakpastian Harga Kesulitan Dalam Pengambilan Keputusan (Produsen dan Konsumen)
Peramalan Harga Bawang Merah
Metode Kausal
Metode Time Series
• • • • • • • •
Pemilihan Metode Time Series Terakurat Metode trend quadratik Single exponential smoothing Double exponential smoothing Dekomposisi aditif Dekomposisi multiplikatif Winter’s aditif Winter’s multiplikatif SARIMA
Analisis Regresi Untuk Faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah • Harga di Tingkat Produsen (Rp/kg) • Harga di Pasar Induk Kramat Jati (Rp/kg) • Jumlah pasokan ke Pasar Induk Karamat Jati (Kg/Bulan) • Lag Harga Bawang Merah (Rp/kg) • Dummy Hari Besar Keagamaan Rekomendasi Informasi
Gambar 3. Bagan Kerangka Pemikiran Operasional
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian dilakukan di Departemen Pertanian (DEPTAN) yang berlokasi di Jakarta Selatan. Departemen Pertanian diperlukan sebagai tempat sumber pengambilan data sekunder. Pengambilan data dilakukan pada bulan OktoberNovember 2006. 4.2. Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan data sekunder tentang data harga bulanan bawang merah di enam kota besar di Indonesia yang merupakan data median (nilai tengah). Kota–kota tersebut adalah DKI–Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Data diperoleh dari Bagian Analisis Harga, Badan Ketahanan Pangan (BKP) Departemen Pertanian–RI. Sebagai bahan referensi data diperoleh dari Badan Pusat Statistik, Pusat Studi Ekonomi (PSE), Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) Jakarta, penelitian terdahulu, internet dan literatur-literatur yang relevan dengan topik penelitian. 4.3. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data sekunder yang diperoleh khususnya data perkembangan harga bawang merah merupakan data kuantitatif, yaitu data bulanan selama kurun waktu 58 Bulan (Januari 2002 – Oktober 2006). Data diolah dengan menggunakan program microsoft excel dan Minitab 14. Program microsoft excel digunakan untuk menganalisis plot data harga bawang merah di Indonesia dan program Minitab 14 digunakan untuk pengolahan data dengan metode time series dan metode kausal (regresi). Pemilihan program tersebut berdasarkan alasan bahwa
program telah banyak dikenal dan mudah digunakan. Karena hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan oleh pihak terkait, maka perlu diutamakan untuk memakai program yang mudah didapat dan mudah digunakan. Sementara untuk data kualitatif yang diperoleh, diolah, dan disajikan dalam bentuk narasi. 4.4. Peramalan Harga Bawang Merah di Indonesia Untuk meramalkan harga bawang merah di Indonesia digunakan metode peramalan kuantitatif yang terdiri dari metode peramalan time series dan metode kausal (regresi). Proses peramalan dengan metode kuantitatif diawali dengan proses identifikasi pola data. Identifikasi pola data dilakukan dengan memplot data pada grafik, dari plot data tersebut dapat diduga pola data untuk sementara unsur apa yang dimiliki oleh data, berdasarkan pola tersebut dapat diduga metode peramalan apa yang baik digunakan dalam meramalkan harga bawang merah di Indonesia. 4.4.1. Metode Peramalan Time Series Metode peramalan time series yang digunakan dalam penelitian ini antara lain metode trend, single exponential smoothing, double exponential smoothing, dekomposisi aditif, dekomposisi multiplikatif, winters aditif, winters multiplikatif, dan Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA). Dasar penerapan metode peramalan tersebut adalah ekstrapolasi data dari data time series yang sesuai untuk jangka menengah dan jangka panjang 1. Metode Trend Ŷt+1= a + b.t Dimana : Ŷt+1 = Ramalan pada masing-masing komoditi bawang merah pada satu periode ke depan b
= Slope kenaikan atau penurunan
2. Metode Single Exponential Smoothing Ŷt+1 = α Yt + (1 – α ) Ŷt Dengan nilai awal Ŷt = a = So = (Y1 + Y2 + ... + Yn-1 + Yn) / n Dimana : a = intersep So = pemulusan tahap satu Ŷt = a 3. Metode Double Exponential Smoothing St = αXt + (1- α ) (St-1 + bt-1) Bt = γ (St – St-1) + (1-γ ) bt-1 Ft+m = St + bt Dimana : St bt
= pemulusan data aktual = pemulusan trend
Ft+m = peramalan harga bawang merah pada period ke t + m 4. Metode Dekomposisi a) Dekomposisi Aditif Yt = Tt + Ct + St + ε Dimana: Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t ε = komponen galat pada periode t b) Dekomposisi Multiplikatif Yt = Tt x Ct x St x εt Dimana: Tt = komponen trend pada periode t Ct = komponen siklus pada periode t St = komponen musiman pada periode t ε = komponen galat pada periode t
5. Metode Winters a) Metode Winters aditif Yt = Tt + St + εt dengan Tt = a - b(t) Deret pemulusan eksponensial
Estimasi musiman:
Lt = α (Yt – St-1) + (1 - α)(Lt-1 + Tt-1)
St = γ (Yt - Lt) + (1 - γ) (St-s)
Estimasi trend:
Peramalan :
Tt = β (Lt – Lt-1) + (1 - β) (Tt-1)
Ŷt+p = [ Lt + Tt (p)] + St-s+p
b) Metode Winters multipilikatif: Yt = Tt x St x εt dengan Tt = a - b(t) Deret pemulusan eksponensial:
Lt = α
Yt + (1 − α )(Lt −1 + Tt −1 ) St −s
Estimasi musiman:
St = γ
Yt + (1 − γ )St − s Lt
Estimasi trend:
Ramalan Periode ke depan:
Tt = β (Lt − Lt −1 ) + (1 − β )Tt −1
Y t + p = (Lt + pTt )S t − s + p
Dimana: Lt
= nilai pemulusan baru atau level estimasi saat ini
α
= konstanta pemulusan untuk level (0≤ α ≤1)
Yt = pengamatan baru atau nilai ektual periode t β
= konstanta pemulusan untuk estimasi trend (0≤ β ≤1)
Tt
= estimasi trend
γ
= konstanta pemulusan untuk estimasi musiman (0≤ γ ≤1)
St
= estimasi musiman
P
= periode yang diramalkan
s
= panjangnya musim
Ŷt+p = ramalan p periode ke depan
6. Metode Seasonal Autoregressive Integrated Moving Average (SARIMA) SARIMA terbagi atas model SMA (seasonal moving average), SAR (seasonal autoregressive), SARMA (seasonal autoregressive moving average), dan SARIMA (seasonal autoregressive integrated moving average). Persamaan model tersebut adalah sebagai berikut: a) Model SAR Yt = δ + θ1L Yt-L + θ2L Yt-2L +.....+ θPL Yt-PL + εt Dimana :
Yt
= nilai series yang stasioner
Yt-1L,Yt-2L
= nilai sebelumnya
δ dan θ1L, θ2 = konstanta dan koefisien model εt
= kesalahan peramalan Model AR
b) Model SMA Yt = μ - Φ1L εt-L - Φ 2L εt-L -......- Φ QL εt-QL+ εt Dimana :
Yt
= nilai series yang stasioner
εt
= kesalahan peramalan
εt-1L, εt-2L
= kesalahan pada masa lalu
μ, Φ 1L dan Φ 2L = konstanta dan koefisien model c) Model SARMA Yt = δ + θ1L Yt-L + θ2L Yt-2L +....+ θPL Yt-PL - Φ1L εt-L - Φ 2L εt-L -....- Φ QL εtQL+
Dimana :
εt Yt
= nilai series yang stasioner
Yt-1L,Yt-2L
= nilai sebelumnya
εt-1L, εt-QL
= kesalahan pada masa lalu
δ dan θ1, θP, Φ 1, Φ Q = konstanta dan koefisien model εt
= kesalahan peramalan
d) Model SARIMA (p, d , q) (P, D, Q)L θp (B) ΦP (BL) (1-B)d (1-BL)D Yt = μ + θq (B) ΦQ (BL) εt
θp (B) = 1 - θ1B - θ2B2 - ….θpBp ΦP (BL)
= 1 - Φ1BL – Φ2B2L - ..... ΦPBPL
θq (B) = 1 - θ1B - θ2B2 - ….θqBq ΦQ (BL)
= 1 - Φ1BL – Φ2B2L - ..... ΦQBQL
Di mana : B =Backward shift operator (BYt = Yt-1, B2Yt= Yt-2 dan seterusnya) Langkah-langkah dalam metode Box-Jenkins (SARIMA) adalah sebagai berikut: 1) Penstasioneran Data Model Seasonal ARIMA digunakan apabila data yang digunakan sebagai input model terdapat unsur musiman. Menentukan unsur musiman dapat dilakukan dengan melihat plot data. Identik dengan model ARIMA, apabila data belum stasioner baik trend maupun musiman maka perlu dilakukan pembedaan. Penstasioneran data dilakukan dengan melakukan pembedaan regular dan pembedaan musiman. Pembedaan regular
: Zt = Yt – Yt-1
Pembedaan musiman : Zt = Yt-L- Yt-L-1 Dimana: L = jumlah periode musiman dalam setahun Analisis ACF dan PACF dilakukan dengan menggunakan program Minitab 14. Autokorelasi adalah korelasi di antara variabel itu sendiri dengan selang satu atau beberapa periode ke belakang. Koefisien autokorelasi dapat dihitung dengan menggunakan formula sebagai berikut:
)(
(
n ∑ Z t − Z Z t −k − Z r = t =k +1 k n 2 ∑ Zt − Z t =1
(
)
)
Dimana: rk = nilai koefisien autokorelasi
Zt = series stasioner
n = jumlah obeservasi
Z = rata-rata series data stasioner
2) Identifikasi Model Menurut Gaynor dan Kirkpatrick (1994) bahwa model Box-Jenkins terdiri dari: a) Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dying down), maka diperoleh model non seasonal MA (q=1 atau 2) b) Jika ACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan dan PACF perlahan-lahan menghilang (dying down), maka diperoleh model seasonal MA (Q=1) c) Jika ACF terpotong setelah lag musiman L; lag non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 dan 2, maka diperoleh model non seasonal MA (q= 1 atau 2; Q = 1) d) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dying down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2; lag musiman tidak signifikan, maka diperoleh model non seasonal AR (p=1 atau 2) e) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dying down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1) f) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dying down) dan PACF terpotong (cut off) seteah lag musiman L; lag non musiman tidak signifikan, maka diperoleh model seasonal AR (P=1)
g) Jika ACF perlahan-lahan menghilang (dying down) dan PACF terpotong (cut off) setelah lag musiman L; dan non musiman terpotong (cut off) setelah lag 1 atau 2, maka diperoleh model non seasonal dan seasonal AR (p=1 atau 2 dan P=1) h) Jika ACF dan PACF perlahan-lahan menghilang (dying down) maka diperoleh mixed (ARMA atau ARIMA) model 3) Estimasi Paramater dari Model Sementara Setelah model ditemukan, maka parameter dari model harus diestimasi. Terdapat dua cara yang mendasar dapat digunakan untuk pendugaan terhadap parameter-parameter tersebut, yaitu: a) Trial and error yaitu dengan menguji beberapa nilai yang berbeda dan memilih diantaranya dengan syarat yang meminimumkan jumlah kuadrat nilai galat (Mean Square Error) b) Perbaikan secara iteratif yaitu dengan memilih taksiran awal dan kemudian membiarkan program komputer untuk memperhalus panaksiran tersebut secara iteratif. Metode ini lebih disukai dan telah tersedia suatu logaritma (proses komputer).
Tabel 3. Pola ACF dan PACF Model Seasonal ARIMA ACF
PACF
Cut off setelah lag 1
Dying down
Model MA non musiman (q=1 atau 2)
atau 2; koefisien
Zt = μ - θ1 εt-1+ εt
korelasi tidak
Zt = μ - θ1 εt-1 - θ2 εt-2+ εt
signifikan pada lag-lag musiman Cut off setelah
lag
Dying down
MA terdapat musiman (Q=1) Zt = μ - θ1Lεt-L+ εt
musiman L; korelasi tidak signifikan pada lag-lag non musiman Cut off setelah lag
Dying down
Non Musiman-musiman MA
musiman L; terdapat
Zt = μ - θ1 εt-1 - θ1L εt-L+ θ1θ1 Lεt-L-1+εt
koefisien korelasi yang
Zt = μ - θ1 εt-1 - θ2 εt-2 - θ1L εt-L + θ1θ1
signifikan pada lag non
Lεt-L+θ2θ1 Lεt-L -2+εt
musiman ke 1 atau 2 Dying down
Cut off setelah lag 1 atau 2;
AR non musiman (p=1 atau 2)
koefisien korelasi tidak
Zt = δ + θ1Zt-1 + εt
signifikan pada lag-lag
Zt = δ + θ1Zt-1 + θ2Zt-2 + εt
musiman Dying down
Cut off setelah lag
AR terdapat musiman (P=1)
musiman L; korelasi tidak
Zt = δ + θ1LZt-L + εt
signifikan pada lag-lag non musiman Dying down
Cut off setelah lag
Non musiman-musiman AR (p=1
musiman L; terdapat
atau 2; P=1)
koefisien korelasi yang
Zt = δ + θ1Zt-1 + θ1LZt-L +θ1θ1LZt-L-1
signifikan pada lag non musiman ke 1 atau 2
+ε Zt = δ + θ1Zt-1 +θ2Zt-2 θ1LZt-L +θ1θ1LZt-L-1 + θ2θ1LZt-L-2 +εt
Dying down
Dying down
Campuran (AR; MA) Non musiman : Zt = δ + θ1Zt-1 - θ1εt-1 + εt Musiman : Zt = δ + θ1Zt-L - θ1Lεt-L + εt
Sumber : Gaynor dan Kirkpatirick, 1994
4) Diagnosa Untuk pengujian kelayakan model dapat dilakukan dengan dua cara : a) Secara mendasar, model sudah memadai apabila residualnya tidak dapat dipergunakan untuk memperbaiki ramalan atau dengan ada nilai autokorelasi yang signifikan dan tidak ada nilai autokorelasi persial yang signifikan. b) Mempelajari statistik sampling dari pemecahan optimum untuk melihat apakah model tersebut masih dapat disederhanakan. Nilai-nilai dugaan terhadap parameter model SARIMA yang telah diukur akan memberikan informasi nilai lain selain nilai dugaan parameter, yaitu nilai standart error dari dugaan tersebut. Dari informasi ini maka akan diperoleh matriks interkorelasi antar parameter yang diduga, sehingga dapat diukur dengan derajat hubungan satu dengan yang lainnya. Model dikatakan sudah memadai apabila nilai korelasi antar dugaan parameter tersebut tidak signifikan. Model yang baik harus memenuhi syarat : • Proses interasi harus convergence Prosesnya harus berhenti ketika telah menghasilkan nilai parameter yang memberikan MSE terkecil. • Kondisi invertibilitas dan stasioneritas harus terpenuhi Zt adalah fungsi linear dari data stasioner yang lampau
(Z
t −1
, Z t − 2 ....) .. Dengan mengaplikasi analisa regresi pada nilai lag
deret stasioner maka dapat diperoleh autoregresi karena komponen
trend nya sudah dihilangkan. Data stasioner Zt saat ini adalah fungsi linear dari error masa kini dan masa lampau. Zt = μ + εt - Θ1 εt – 1 - Θ2 εt – 2 - ..... - Θq εt – q Jumlah koefisiensi MA harus kurang dari 1 Θ1 + Θ2 + ..... + Θ4 < 1 ⇒ Invertibility conditions Ζt = δ + Θ1 Ζt – 1 + Θ2 Ζt – 2 + ..... + εt
Jumlah koefisien AR harus kurang dari 1 Φ1 + Φ2 + ..... + Φp < 1 ⇒ Stasionarity conditions • Residual hendaknya bersifat acak, dan terdistribusi normal
Jika residual error bersifat acak, ACF dan PACF dari residual secara statistik harus sama dengan nol. Jika hal ini mengindikasikan bahwa model yang digunakan belum sesuai dengan data. Untuk menguji autokorelasi residual digunakan uji statistik Ljung-Box (Q). Η0 : ρ1 = ρ2 = ..... = ρm = 0 Η1 : ρ1 ≠ ρ2 ≠ ..... ≠ ρm ≠ 0
Statistik Uji :
2 m r Q = n(n + 2) ∑ k k =1n − k
Dimana : n = jumlah observasi k = selang waktu m = jumlah selang waktu yang diuji rk = fungsi autokorelasi sampel dari residual berselang k
Kesimpulan : 2 Bila Q > χ a(m − p − q) ⇒ simpulkan tolak H0. atau bila nilai p
(p-value) terkait dengan statistik Q kecil (misalkan p<0,05), maka tolak H0 dan model dipertimbangkan tidak memadai. • Semua parameter estiminasi harus berbeda nyata dari nol.
Dengan mengunakan t-rasio Uji t → Uji Signifikansi Parsial (rk) Hipotesis : H0 : Tidak terdapat autokorelasi pada deret waktu (H0 : ρk = 0). H1 : Terdapat autokorelasi yang nyata pada selang ke-k (H1 : ρk ≠ 0). Statistik uji : t=
r r −ρ k k k , atau sama dengan t = SE r variance k
( )
Dimana : k = lag atau selang n = jumlah observasi j = 1....., k-1, dan j < k Kriteria Uji : Dibawah H0 statistik t menyebar dengan derajat bebas (n-1). Untuk α tertentu dari tabel-t didapat tα/2(n-1) atau pada tingkat signifikasi 0,05
atau 5 persen. Berdasarkan pengalaman dapat mengunakan nilai t-tabel = 2 sebagai nilai kritis untuk menguji autokorelasi (ρk), (Gaynor dan Kirkpatrick,1994).
Kesimpulan: Bila t-hitung > tα/2 (n-1) berarti dapt diambil kesimpulan untuk menolak H0 atau jika nilai absolut dari t-hitung < 2, berarti tidak ada autokorelasi • Berlaku prinsip parsimony
Model yang dipilih adalah model yang memiliki jumlah parameter terkecil • Nilai MSE terkecil
5) Peramalan Model terbaik telah diperoleh, maka dapat dilakukan peramalan untuk beberapa waktu ke depan. Evaluasi ulang terhadap model perlu dilakukan karena kemungkinan pola data berubah. 4.4.1.1. Pemilihan Metode Time Series Terakurat
Tahap terakhir dari model time series ini adalah membandingkan beberapa metode yang telah diterapkan agar dapat menentukan salah satu metode yang paling baik untuk meramalkan harga bawang merah. Menurut Sugiarto dan Harijono (2000), terdapat beberapa kriteria yang dapat dijadikan sebagai pedoman dalam memilih teknik peramalan yang sesuai bagi data yang ingin diramal. Beberapa kriteria yang biasa dipakai adalah akurasi, jangkauan peramalan, biaya dan kemudahan dalam penerapan. Walaupun terdapat banyak ukuran akurasi peramalan tetapi tidak ada sebuah ukuran yang diakui umum sebagai ukuran yang paling baik karena setiap ukuran memiliki kelebihan dan kekurangan. Ukuran akurasi yang sering digunakan adalah nilai Mean Square Error (MSE). Metode peramalan yang memiliki nilai MSE paling kecil, mengandung
pengertian bahwa semakin kecil nilai MSE suatu peramalan, maka hasil ramalan tersebut akan semakin mendekati nilai aktualnya (Makridakis, Wheelwright dan McGee, 1999). Nilai MSE dirumuskan sebagai berikut: n
MSE =
∑( y t =1
t
− yˆ t ) n
2
Dimana: yt = nilai observasi ke –t yˆ t = nilai ramalan ke- t n = jumlah observasi
Namun, ukuran ini mempunyai dua kelemahan (Makridakis Weelwright dan McGee, 1999). Pertama, ukuran ini menunjukkan fitting suatu model terhadap data historis. Pencocokan seperti ini tidak perlu mengimplikasikan peramalan yang baik. Perbandingan dengan menggunakan nilai MSE yang terjadi selama proses fitting peramalan mungkin memberikan sedikit indikasi keakuratan model dalam peramalan. Kelemahan yang kedua adalah berhubungan dengan kenyataan bahwa metode yang berbeda akan menggunakan persentase yang berbeda pula dalam proses fitting. Jadi pembandingan metode atas suatu kriteria tunggal seperti MSE mempunyai nilai yang terbatas. Lagi pula, interpretasinya tidak bersifat intuitif karena MSE menyangkut penguadratan sederetan nilai. Karena itu, digunakan pengukuran akurasi yang menggunakan galat persentase, salah satunya adalah Mean Absolute Percentage Error (MAPE) dengan rumus sebagai berikut: n
MAPE =
∑ t =1
yt − yˆt yt n
Dimana: yt = nilai observasi ke –t yˆ t = nilai ramalan ke- t n = jumlah observasi
4.4.2. Metode Peramalan Kausal (Regresi)
Metode kausal merupakan peramalan dengan menggunakan analisis yang mendasarkan hasil ramalan yang disusun atas pola hubungan antara variabel yang diramalkan dengan variabel-variabel yang mempengaruhinya. Metode kausal mengasumsikan bahwa faktor yang diramalkan menunjukkan suatu hubungan sebab akibat dengan satu atau lebih variabel independen, menemukan bentuk hubungan tersebut dan menggunakannya untuk meramalkan nilai mendatang dari variabel dependen. Dalam penelitian ini metode kausal yang digunakan adalah metode regresi dengan variabel dependen adalah harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z, sedangkan variabel independen adalah harga bawang merah ditingkat produsen, harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), jumlah pasokan bawang merah ke PIKJ, lag harga bawang merah dan dummy yang digunakan adalah hari besar keagamaan. Peubah harga dan volume di PIKJ digunakan untuk setiap kota karena tingkat permintaan (demand) dan penawaran (suply) di masing-masing pasar di kota-kota besar tersebut diasumsikan sama dengan tingkat permintaan (demand) dan penawaran (suply) di PIKJ. Model regresi untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah dapat ditulis sebagai berikut: Yt = bo + b1X1t + b2X2t + b3X3t + b4X4t + b5D + et Dimana: Yt = harga rata-rata bawang merah di tingkat pasar di kota Z (Rp/kg) bo = intersep bi = parameter atau koefisien regresi variabel Xi (i= 1,2,3,.....6)
X1 = harga bawang merah di tingkat produsen di kota Z (Rp/kg) X2 = harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati (Rp/kg) X3 = jumlah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati (kg/bulan) X4 = lag harga bawang merah (Rp/kg) D = dummy hari besar keagamaan D = 1 (menjelang dan saat hari besar keagamaan) D = 0 (diluar hari besar keagamaan) et = error-term (galat) Persamaan regresi diestimasi secara terpisah untuk enam kota besar. Kotakota yang diamati adalah DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Surabaya, dan Denpasar. Untuk kota DKI Jakarta, variabel harga bawang merah ditingkat produsen tidak digunakan karena di DKI Jakarta tidak ada produksi bawang merah, jadi harga produsen diasumsi kan sama dengan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati. Sedangkan untuk kota yang lainnya menggunakan harga produsen sebagai variabel independennya.
4.4.2.1. Pengujian Model Penduga
Pengujian terhadap model penduga harga bawang merah dilakukan untuk mendapatkan model terbaik dan apakah model yang diduga terpenuhi secara teori dan statistik. Pengujian yang dilakukan antara lain, yaitu sebagai berikut: A. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi digunakan untuk melihat apakah ada hubungan linier antara error serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu (data time
series). Uji autokorelasi perlu dilakukan apabila data yang dianalisa merupakan data time series (Gujarati, 1997).
(
∑ ei − ei−1 d= ∑ ei
Keterangan: d
)2
= nilai Durbin Watson
∑ei = jumlah kuadrat sisa
Nilai Durbin Watson kemudian dibandingkan dengan nilai dtabel. Hasil perbandingan akan menghasilkan kesimpulan (Gambar 4) seperti kriteria sebagai berikut: 1. Jika d* < dl, berarti terdapat autokorelasi positif 2. Jika d* > (4-dl), berarti terdapat autokorelasi negatif 3. Jika dl < d* < du atau (4-du) < d* < (4-dl), berarti tidak dapat disimpulkan 4. Jika du < d* < (4-du), berarti tidak terdapat autokorelasi Tidak dapat Disimpulkan
Tidak dapat Disimpulkan
Autokorelasi Positif
0
Tidak ada Autokorelasi
dl
du
Autokorelasi Negatif
4-du
4-dl
4
Gambar 4. Aturan Membandingkan Uji Durbin-Watson dengan Tabel Durbin-Watson (Nachrowi dan Usman, 2006) B. Uji Multikolinearitas Masalah multikolinearitas dalam model dapat diketahui dengan melihat nilai Varians Inflation Facktor (VIF) pada masing-masing variabel bebasnya.
VIF =
1
(1 − R ) 2
i
Dimana: R2 = koefisien determinasi
Apabila nilai VIF kurang dari 10, maka dapat disimpulkan bahwa dalam model tidak terdapat masalah multikolinearitas. Selain itu, untuk melihat korelasi antar peubah bebas dalam model dapat digunakan uji korelasi pearson, dimana nilai yang semakin mendekati satu berarti korelasi peubah bebas semakin kuat.
C. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas yang menyatakan bahwa variasi dari setiap unsur residual model adalah sama (konstan). Asumsi ini bila dilanggar akan menyebabkan model yang dihasilkan menjadi tidak bias, konsisten, terbaik dan linier tetapi tidak efisien (Gujarati, 1997). Untuk menguji ada tidaknya masalah heteroskedastisitas dalam model, dapat dilakukan uji Breusch-Pagan yaitu dengan cara meregresikan kembali nilai residual yang telah dikuadratkan dengan variabel-variabel bebas dalam model. Hipotesis: H0 : Homoskedastisitas H1 : Heterokedastisitas Statistik Uji : LM = nR2 Dimana : n = jumlah pengamatan R2 = koefisien determinasi dari auxiliary regression Kriteria Uji : p-value < α = 0,05 : maka
tolak
H0
yang
berarti
terjadi
masalah
heteroskedastisitas atau jika LM > χ 2 p −1 (α ) dimana
α = 0,05.
p-value > α = 0,05 : maka terima H0 yang berarti tidak terjadi masalah heteroskedastisitas atau jika LM < χ 2 p −1 (α ) dimana
α = 0,05. D. Uji Normalitas Asumsi normalitas mengharuskan nilai residual dalam model menyebar atau terdistribusi secara normal. Untuk mengetahuinya dapat dilakukan uji Kolmogorov-Smirnov dengan memplotkan nilai standar residual dengan probabilitinya pada tes normalitas. Apabila pada grafik titik-titik residual yang ada tergambar segaris dan p-value lebih besar dari α = 0,05, maka dapat disimpulkan bahwa residual model terdistribusi dengan normal. E. Uji model penduga (uji F) Tujuan dari pengujian ini adalah untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan layak untuk menduga parameter dari fungsi harga bawang merah. Hipotesis: H0 : β1 = β2 =….= βi = 0, variabel bebas (Xi) secara serentak tidak berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah. H1 : paling tidak salah satu βi ≠ 0, i = 1, 2, 3,….,, variabel bebas (Xi) secara serentak berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah. Uji statistik yang digunakan adalah uji F:
F-hitung =
⎛ R2 ⎞ ⎜ ⎟ ⎜ k − 1⎟ ⎝ ⎠
(
⎛ 1− R 2 ⎜ ⎜ n−k ⎝
)⎞⎟ ⎟ ⎠
F-tabel = Fα(k-1,n-k) Dimana: R2 = koefisien determinasi K = jumlah parameter termasuk intersep N = jumlah observasi Kriteria uji: F-hitung > Fα(k-1,n-k), maka tolak H0 F-hitung < Fα(k-1,n-k), maka terima H0 Jika H0 ditolak maka seluruh variabel bebas secara bersama-sama mempengaruhi varabel tidak bebasnya pada tingkat signifikasi tertentu dan derajat bebas tertentu. Jika H0 diterima maka seluruh variabel bebas secara bersama-sama tidak mempengaruhi variabel tak bebas pada tingkat signifikasi tertentu dan derajat bebas tertentu. F. Uji untuk masing-masing parameter Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui variabel bebas yang berpengaruh secara parsial terhadap variabel tak bebas. Hipotesis: H0 : βij = 0 H1 : βi ≠ 0 Uji statistik yang digunakan adalah uji-t
t-hitung =
⎛ bi − β i ⎜⎜ ⎝ S (bi )
⎞ ⎟⎟ ⎠
t-tabel = tα/2(n-k) Dimana: bi
= koefisien k-i yang diduga
S (bi) = standar deviasi parameter bi βi
= parameter ke-i yang diduga
k
= jumlah parameter termasuk intersep
n
= jumlah observasi
Kriteria uji: t-hitung > tα/2(n-k), maka tolak H0 t-hitung < tα/2(n-k), maka terima H0 Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel (α, n-k) maka tolak H0 artinya peubah bebas berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model pada taraf nyata α persen dan sebaliknya apabila t-hitung lebih kecil dari pada t-tabel (α, n-k), maka terima H0, artinya peubah bebas tidak berpengaruh nyata terhadap peubah tidak bebas dalam model pada taraf nyata α persen.
V. PERAMALAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI HARGA BAWANG MERAH
5.1.
Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Harga Bawang Merah di DKI Jakarta
5.1.1. Plot data
DKI Jakarta merupakan salah satu kota besar di Indonesia dimana bawang merah merupakan salah satu komoditas pangan strategis yang dibutuhkan oleh masyarakatnya. Selama bulan Januari 2002 sampai Oktober 2006, harga bawang merah di Jakarta menunjukkan trend yang meningkat dan memiliki unsur musiman (Gambar 5). Pada bulan Januari 2002 harga bawang merah di DKI Jakarta sebesar Rp 6357/kg. Harga ini kemudian menurun ke titik terendah pada bulan September 2002 menjadi Rp 4665/kg. Harga (Rp/kg)
12000 10000 8000 6000
DKI Jakarta
4000 2000 Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Oktober
Juli
April
Januari
0
Bulan
Gambar 5. Plot Data Harga Bawang Merah di DKI Jakarta (Januari 2002 – Oktober 2006)
Pada masing-masing tahunnya, harga bawang merah tertinggi di DKI Jakarta terjadi pada bulan Desember 2002, Maret 2003, Desember 2004, Juli 2005 dan April 2006. Pada bulan Desember 2002, harga bawang merah di DKI Jakarta adalah sebesar Rp 8008/kg. Pada bulan Maret 2003, harga bawang merah di DKI Jakarta adalah sebesar Rp 7887/kg. Pada bulan Desember 2004, Juli 2005 dan
April 2006, harga bawang merah di DKI Jakarta masing-masing adalah sebesar Rp 8356/kg, Rp 9382/kg, Rp 11246/kg. Harga terendah bawang merah di DKI Jakarta setiap tahunnya terjadi pada bulan September 2003, September 2004, Februari 2005 dan Oktober 2006. Pada bulan September 2003 harga bawang merah di DKI Jakarta sebesar Rp 5156/kg. Pada bulan September 2004, Februari 2005 dan Oktober 2006 masing-masing harga bawang merah adalah Rp 5252/kg, Rp 7807/kg, Rp 7205/kg.
5.1.2. Pemilihan Model Peramalan
Berdasarkan plot ACF (Lampiran 8) diketahui cut off yang menurun secara lambat menuju nilai 0 dari beberapa lag pertama sehingga data belum stasioner. Untuk itu perlu dilakukan differencing terhadap data awal. Dari time series plot data differencing 1 dapat diketahui bahwa data sudah stasioner dalam nilai tengah dan ragam. Dan dari plot ACF dan PACF diketahui terdapatnya unsur musiman dari data. Sehingga identifikasi model awal adalah SARIMA (0,1,1)(0,0,1)13, kemudian dilakukan overfitting, yaitu penambahan atau pengurangan parameter model. Dari Tabel kemungkinan model SARIMA (Lampiran 8) dapat dilihat model SARIMA dengan nilai MSE yang paling kecil yaitu SARIMA (0,1,1)(0,0,1)13. Penambahan parameter MA tidak nyata maka yang digunakan adalah model SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13 karena setelah dilakukan evaluasi model (uji diagnostik) menggunakan kriteria evaluasi Box-Jenkins maka didapatkan model SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13 merupakan model yang paling baik dan
memenuhi kriteria evaluasi Box-Jenkins dibandingkan dengan model lainnya (Lampiran 8). Setelah dilakukan estimasi parameter model, selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan apakah model yang diestimasi sudah baik atau belum. Kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu: a) Proses iterasi harus convergence. Bila ini terpenuhi maka pada session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. Pada output dipenuhi oleh model (Lampiran 8). b) Residual (forecast errors) random. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini, dapat digunakan indikator modified BoxPierce statistic. Dari session diketahui bahwa nilai P-value untuk uji statistik ini lebih besar dari 0,05 yang menunjukkan bahwa residual sudah random. c) Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Apakah hal ini terpenuhi oleh model atau tidak dapat ditunjukkan dengan mengamati jumlah koefisien MA atau AR yang harus kurang dari 1. Dalam output model di atas terlihat koefisien SMA=-0.7773. Hal ini berarti kondisi invertibilitas terpenuhi. d) Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Ini dapat dilihat dari nilai P-value koefisien yang harus kurang dari 0,05. Terlihat pada output di atas bahwa P-value koefisien = 0,000. e) Model harus parsimonious. Dengan model yang diperoleh dapat ditulis sebagai SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13 menunjukkan bahwa model relatif sudah dalam bentuk yang paling sederhana (parsimonious).
f) Model harus memiliki mean square error (MSE) yang kecil. Pada model sudah terpenuhi dimana nilai MSE = 287887 yang relatif lebih kecil dibandingkan model yang lainnya. Maka dapat disimpulkan model SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13 adalah model peramalan terbaik dengan menggunakan prosedur Box-Jenkins. Tabel 4. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di DKI Jakarta No
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode
MAPE
MAE
MSE
Trend Quadratik 11,8447 850,677 1148360 Single Exponential Smoothing 8 564 525210 Double Exponential Smoothing 8 576 553568 Winters Aditif 6 443 343375 Winter Multiplikatif 6 433 358937 Dekomposisi Aditif 11 780 854056 Dekomposisi Multiplikatif 11 812 879477 13 SARIMA (0,1,0)(0,0,1) 287887
MSE Terkecil 8 4 5 2 3 6 7 1
Berdasarkan hasil peramalan harga bawang merah dengan menggunakan Metode SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13 di DKI Jakarta secara umum mengalami peningkatan dari periode sebelumnya. Untuk periode November 2006 sampai Agustus 2007 menunjukkan bahwa harga bawang merah masih di atas rata-rata harga selama periode peramalan sebesar Rp 7740,94 sedangkan untuk periode September-Oktober 2007 di bawah harga rata-rata. Harga bawang merah terendah di DKI Jakarta terjadi pada periode ke 70 (Oktober 2007) yaitu sebesar Rp 6055,06/kg, sedangkan puncak harga tertinggi terjadi pada periode ke 64 (April 2007) yaitu sebesar Rp 8514, 32/kg (Lampiran 8).
5.1.3. Analisis Regresi
Harga bawang merah di DKI Jakarta diduga dipengaruhi oleh harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati, lag harga bawang merah dan dummy hari besar keagamaan. Sedangkan harga produsen tidak digunakan dalam variabel yang mempengaruhi harga bawang merah di DKI Jakarta karena tidak ada produksi bawang merah, jadi harga produsen diasumsikan sama dengan harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati. Untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah dipilih model regresi linier berganda (Tabel 5/output komputer ditampilkan di Lampiran 14). Tabel 5. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di DKI Jakarta Variabel
Koefisien
SE Koefisien 388,2 0,05606 0,09958 0,05600 175,3
T Hitung
P-Value
Konstanta 292,2 0,75 0,455 Harga di PIKJ 0,47696 8,51 0,000* Pasokan ke PIKJ 0,11704 1,18 0,245 Lag Harga 0,56224 10,04 0,000* 440,0 2,51 0,015* Dummy R-Sq = 92,3 % R-Sq (adj) = 91,7 % F Hitung = 155,37 P-Value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1,95
VIF
2,1 1,1 2,1 1,1
Keterangan: * = Signifikan pada taraf nyata 5 %
Berdasarkan hipotesis penelitian, variabel yang mempengaruhi harga bawang merah di DKI Jakarta pada taraf nyata 5 persen adalah harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1/kg di PIKJ maka harga bawang merah di DKI Jakarta akan naik sebesar Rp 0,47696/kg. Hal ini dipengaruhi karena tingkat permintaan yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati, dimana faktor lain cateris paribus. Lag harga bawang merah, dimana harga bulan sekarang lebih besar dibandingkan harga bulan lalu
sebesar Rp 0,56224/kg. Jadi secara umum harga bulan lalu sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga bulan sekarang. Dummy hari besar keagamaan, pada waktu menjelang dan saat hari besar keagamaan harga bawang merah lebih besar Rp 440,0/kg dibandingkan di luar hari besar keagamaan karena pada saat hari besar keagamaan permintaan komoditi pertanian termasuk bawang merah cenderung bergerak ke atas. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ). Hal ini diduga PKIJ bukan satu-satunya pasar sebagai tempat penampungan distribusi bawang merah dalam skala besar, bisa jadi pasar-pasar lain di sekitar daerah DKI Jakarta. Ada beberapa evaluasi model regresi linier berganda harga bawang merah di DKI Jakarta. Pertama, uji autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai DurbinWatson sebesar 1,95 berada pada selang du < d* < (4-du) (du= 1,73), maka berdasarkan hipotesis penelitian tidak terdapat autokorelasi. Kedua, uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada Tabel 5. Ternyata semua variabel menghasilkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga
tidak
terjadi
masalah
multikolinearitas.
Ketiga,
asumsi
heteroskedastisitas diperiksa dengan menggunakan uji Breusch-Pagan. Dari hasil output (Lampiran 14) dapat dilihat bahwa nilai P-Value yaitu sebesar 0,345 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Serta nilai LM test sebesar 4,62 lebih kecil dari nilai chi square (λ2) pada taraf nyata 5 persen yaitu 9,49. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual dari model regresi harga bawang merah di DKI Jakarta tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Keempat, untuk mengetahui uji kenormalan dapat dilihat dari grafik Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 14). Titik residual yang
tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-Value sebesar 0,068 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang berarti residual model harga bawang merah di DKI Jakarta terdistribusi normal. Nilai R-Sq sebesar 92,3 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman harga bawang merah di DKI Jakarta sebesar 92,3 persen. Sisanya yaitu 7,7 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-Value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen. Sehingga model yang dihasilkan cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa secara serentak variabel bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap harga bawang merah di DKI Jakarta.
5.2.
Peramalan dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bawang Merah di Kota Bandung
5.2.1. Plot data
Harga bawang merah di kota Bandung menunjukkan pola musiman. Fluktuasi harga bawang merah mengalami peningkatan atau penurunan sepanjang tahun (Gambar 6). 10000 8000 Bandung
6000 4000 2000 Juli
Oktober
April
Januari
Oktober
Juli
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Oktober
Juli
April
0 Januari
Harga (Rp/kg)
12000
Bulan
Gambar 6. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Bandung (Januari 2002 – Oktober 2006)
Harga bawang merah tertinggi di kota Bandung pada masing-masing tahun terjadi pada bulan Desember 2002, Maret-Juni 2003, Desember 2004, Desember 2005 dan Juni 2006. Pada bulan Desember 2002, harga bawang merah di kota Bandung adalah sebesar Rp 7906/kg. Sedangkan pada bulan Maret - Juni 2003, harga bawang merah di kota Bandung adalah sebesar Rp 7000/kg. Harga bawang merah di kota Bandung pada bulan Desember 2004, Desember 2005, dan Juni 2006 masing-masing adalah sebesar Rp 7800/kg, Rp 8467/kg, Rp 10944/kg. Harga terendah bawang merah di kota Bandung setiap tahunnya terjadi pada bulan Januari 2002, Agustus-September 2003, Januari 2004, Februari 2005, dan Oktober 2006. Pada bulan Januari 2002, harga bawang merah di kota Bandung sebesar Rp 6057/kg. Pada bulan Agustus-September 2003 harga bawang merah di kota Bandung sebesar Rp 6000/kg. Pada bulan September 2004, Februari 2005, dan Oktober 2006 masing-masing harga bawang merah adalah Rp 5833/kg, Rp 6729/kg, Rp 5368/kg.
5.2.2. Pemilihan Model Peramalan
Berdasarkan hasil pengolahan pada Tabel 6, hasil pengolahan terbaik diperoleh melalui metode winter multiplikatif. Hasil pengolahan data harga bawang merah di kota Bandung menghasilkan nilai MSE terkecil sebesar 309745. Metode ini optimal pada nilai pemulusan level sebesar 1,00. Untuk nilai pemulusan trend sebesar 0,01 sedangkan untuk seasonal-nya sebesar 0,01 (Lampiran 5).
Tabel 6. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Bandung No
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode
MAPE
MAE
MSE
Trend Quadratik 9.62757 709.369 1177370 Single Exponential Smoothing 6 434 407334 Double Exponential Smoothing 6 450 439134 Winters Aditif 6 412 342050 Winter Multiplikatif 5 394 309745 Dekomposisi Aditif 11 814 1123491 Dekomposisi Multiplikatif 11 807 1104035 SARIMA (1,1,0)(1,0,0)16 390071
MSE Terkecil 8 4 5 2 1 7 6 3
Hasil pengolahan dengan metode winter multiplikatif (Lampiran 5) menunjukkan bahwa peramalan harga bawang merah di kota Bandung berfluktuatif, pada periode November 2006 sampai Juni 2007 menunjukkan adanya peningkatan sedangkan pada bulan Juli 2007 sampai Oktober 2007 mengalami penurunan. Harga bawang merah terendah di kota Bandung terjadi pada periode ke 69 (September 2007) yaitu sebesar Rp 5331,80/kg, sedangkan puncak harga tertinggi terjadi pada periode ke 66 (Juni 2007) yaitu sebesar Rp 6744,52/kg.
5.2.3. Analisis Regresi
Berdasarkan Tabel 7 atau output komputer pada Lampiran 15, bahwa variabel yang mempengaruhi harga bawang merah secara nyata pada taraf nyata 5 persen di kota Bandung adalah harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1/kg di PIKJ maka harga bawang merah di kota Bandung akan naik sebesar Rp 0,44351/kg. Hal ini dipengaruhi karena tingkat permintaan yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati dimana faktor lain cateris paribus. Lag harga bawang merah, dimana harga bulan
sekarang lebih besar dibandingkan harga bulan lalu sebesar Rp 0,51091/kg. Secara umum harga bulan lalu sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga di masa datang. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah harga bawang merah di tingkat produsen, pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati dan dummy hari besar keagamaan. Tabel 7. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Bandung Variabel
Koefisien
SE Koefisien 591,1 0,08394 0,04919 0,08752 0,05630 155,3
T Hitung
P-Value
Konstanta 1270,0 2,15 0,036 Harga Produsen 0,00220 0,03 0,979 Harga di PIKJ 0,44351 9,02 0,000* Pasokan ke PIKJ -0,02017 -0,23 0,819 Lag Harga 0,51091 9,07 0,000* 96,4 0,62 0,538 Dummy R-Sq = 91,3 % R-Sq (adj) = 90,4 % F Hitung = 106,61 P-Value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1.49
VIF
1,4 2,2 1,1 1,8 1,1
Keterangan: * = Signifikan pada taraf nyata 5 %
Evaluasi model regresi harga bawang merah di kota Bandung dapat dilihat pada Lampiran15. Pertama, untuk mengetahui uji autokorelasi dapat dilihat dari nilai Durbin-Watson sebesar 1,49 berada pada selang dl < d* < du atau 4-du < d* < 4-dl (du1,41; dl=1,77), berdasarkan hipotesis penelitian hal ini tidak dapat disimpulkan. Kedua, uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada Tabel 7, dimana semua variabel menghasilkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas. Ketiga, asumsi heteroskedastisitas diperiksa dengan menggunakan uji BreuschPagan. Dari hasil output (Lampiran 15) dapat dilihat bahwa nilai P-Value yaitu sebesar 0,488 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Serta nilai LM test sebesar 4,62 lebih kecil dari nilai chi square (λ2) pada taraf nyata 5 persen yaitu 11,07. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual dari model regresi harga bawang merah
di kota Bandung tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Keempat, untuk mengetahui uji kenormalan dapat dilihat dari grafik
Kolmogorov-Smirnov
(Lampiran 15). Titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-Value sebesar 0,15 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang berarti residual model harga bawang merah di kota Bandung terdistribusi normal. Nilai R-Sq sebesar 91,3 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman harga bawang merah di Kota Bandung sebesar 91,3 persen. Sisanya yaitu 8,7 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-Value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen. Sehingga model yang dihasilkan cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa secara serentak variabel bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Bandung.
5.3.
Harga dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bawang Merah di Kota Semarang
5.3.1. Plot data
Pola data harga bawang merah di kota Semarang menunjukkan pola musiman dan memiliki unsur trend, dimana kenaikan dan penurunan harga bawang merah pada periode yang tidak tetap (Gambar 7). 10000 8000 Sem arang
6000 4000 2000 Oktober
Juli
April
Januari
Oktober
Juli
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
0 Januari
Harga (Rp/kg)
12000
Bulan
Gambar 7. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Semarang (Januari 2002 – Oktober 2006)
Puncak harga bawang merah di kota Semarang pada masing-masing tahun terjadi pada bulan Desember 2002, April 2003, Desember 2004, November 2005, dan Februari 2006. Harga bawang merah di kota Semarang pada bulan Desember 2002 adalah sebesar Rp 8473/kg. Bulan April 2003, harga bawang merah di kota Semarang adalah sebesar Rp 7041/kg. Harga bawang merah di kota Semarang pada bulan Desember 2004, November 2005, dan Februari 2006 masing-masing adalah sebesar Rp 6608/kg, Rp 7601/kg, Rp 9275/kg. Harga terendah bawang merah di kota Semarang setiap tahunnya terjadi pada bulan Oktober 2002, September 2003, Januari 2004, Februari 2005, dan Oktober 2006. Pada bulan Oktober 2002, harga bawang merah di kota Semarang sebesar Rp 5758/kg. Pada bulan September 2003 harga bawang merah di kota Semarang sebesar Rp 3965/kg. Pada bulan Januari 2004, Februari 2005, dan Oktober 2006 masing-masing harga bawang merah adalah Rp 4083/kg, Rp 5715/kg, Rp 4605/kg.
5.3.2. Pemilihan Model Peramalan
Metode time series terbaik yang diperoleh (Tabel 8) adalah metode winter multiplikatif. Hasil pengolahan data harga bawang merah di kota Semarang menghasilkan nilai MSE terkecil sebesar 557415. Metode ini optimal pada nilai pemulusan level sebesar 0,47. Untuk nilai pemulusan trend sebesar 0,01 dan untuk seasonal nya sebesar 0,01. Hasil pengolahan dengan metode winter multiplikatif dapat dilihat pada Lampiran 5, bahwa peramalan harga bawang merah di kota Semarang pada periode November 2006 sampai Maret 2007 menunjukkan adanya peningkatan
sedangkan pada bulan April – Oktober 2007 mengalami penurunan harga. Harga bawang merah terendah di kota Bandung terjadi pada periode ke 69 (September 2007) yaitu sebesar Rp 5154,93/kg, sedangkan puncak harga tertinggi terjadi pada periode ke 63 (Maret 2007) yaitu sebesar Rp 7025,86/kg. Tabel 8. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Semarang No
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode
MAPE
MAE
MSE
Trend Quadratik 14,7776 877,704 1370631 Single Exponential Smoothing 11 639 825940 Double Exponential Smoothing 11 634 860425 Winters Aditif 10 570 590140 Winter Multiplikatif 9 562 557415 Dekomposisi Aditif 16 985 1363631 Dekomposisi Multiplikatif 16 987 1353393 SARIMA (0,1,0)(0,0,1)2 801664
MSE Terkecil 8 4 5 2 1 7 6 3
5.3.3. Analisis Regresi
Faktor-faktor yang yang berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Semarang secara nyata pada taraf nyata 5 persen adalah harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1/kg di PIKJ maka harga bawang merah di kota Semarang akan naik sebesar Rp 0,49196/kg. Hal ini dipengaruhi karena tingkat permintaan yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati, dimana faktor lain cateris paribus. Lag harga bawang merah, dimana harga bulan sekarang lebih besar dibandingkan harga bulan lalu sebesar Rp 0,32854/kg. Secara umum harga bulan lalu sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga di masa datang. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah harga bawang merah di tingkat produsen, pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati dan dummy hari besar keagamaan. (Tabel 9/output komputer ditampilkan pada Lampiran 16).
Tabel 9. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Semarang Variabel
Koefisien
SE Koefisien 723,7 0,1298 0,07206 0,1210 0,08049 213,3
T Hitung
P-Value
Konstanta 463,7 0,64 0,525 Harga Produsen 0,2491 1,92 0,061 Harga di PIKJ 0,49196 6,83 0,000* Pasokan ke PIKJ -0,0666 -0,55 0,584 Lag Harga 0,32854 4,08 0,000* 279,2 1,31 0,196 Dummy R-Sq = 84,2 % R-Sq (adj) = 82,6 % F Hitung = 54,28 P-Value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1.47
VIF
1,6 2,4 1,1 2,0 1,1
Keterangan: * = Signifikan pada taraf nyata 5 %
Pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson sebesar 1,47 berada pada selang dl < d* < du atau 4-du < d* < 4-dl (dl= 1,41; du=1,77), maka berdasarkan hipotesis penelitian hal ini berarti tidak dapat disimpulkan. Untuk uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF), dimana semua variabel menghasilkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas. Kemudian asumsi heteroskedastisitas diperiksa dengan menggunakan uji Breusch-Pagan. Dari hasil output (Lampiran 16) dapat dilihat bahwa nilai P-Value yaitu sebesar 0,083 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Serta nilai LM test sebesar 9,69 lebih kecil dari nilai chi square (λ2) pada taraf nyata 5 persen yaitu 11,07. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual dari model regresi harga bawang merah di kota Semarang tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Selanjutnya untuk mengetahui uji kenormalan dapat dilihat dari grafik Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 16). Titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-Value sebesar 0,15 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang berarti residual model harga bawang merah di kota Semarang terdistribusi normal. Nilai R-Sq sebesar 84,2 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel
bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman harga bawang merah di kota Semarang sebesar 84,2 persen. Sisanya yaitu 15,8 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-Value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen. Sehingga model yang dihasilkan cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa secara serentak variabel bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Semarang.
5.4.
Harga dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bawang Merah di Yogyakarta
5.4.1. Plot data
Harga (Rp/kg)
12000 10000 8000 6000
Yogyakarta
4000 2000 Oktober
Juli
April
Januari
Oktober
Juli
April
Januari
Oktober
Juli
April
Januari
Oktober
Juli
April
Januari
Oktober
Juli
April
Januari
0
Bulan
Gambar 8. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta (Januari 2002 – Oktober 2006)
Secara visual dapat dilihat bahwa pola data harga bawang merah di kota Yogyakarta mengandung pola trend yang meningkat dan unsur musiman, dimana kenaikan dan penurunan harga bawang merah pada periode yang tidak tetap (Gambar 8). Harga bawang merah tertinggi di kota Yogyakarta pada masingmasing tahun terjadi pada bulan Desember 2002, Mei 2003, Desember 2004, November 2005, dan Mei 2006. Pada bulan Desember 2002, harga bawang merah di kota Yogyakarta adalah sebesar Rp 7325/kg. Pada bulan Mei 2003, harga
bawang merah di kota Yogyakarta adalah sebesar Rp 7870/kg. Harga bawang merah di kota Yogyakarta pada bulan Desember 2004, November 2005, dan Mei 2006 masing-masing adalah sebesar Rp 7960/kg, Rp 8757/kg, Rp 1049/kg. Harga bawang merah terendah di kota Yogyakarta setiap tahunnya terjadi pada bulan September 2002, September 2003, September 2004, Agustus 2005, dan Oktober 2006. Pada bulan September 2002, harga bawang merah di kota Yogyakarta sebesar Rp 3792/kg. Pada bulan September 2003 harga bawang merah di kota Yogyakarta sebesar Rp 4326/kg. Pada bulan September 2004, Agustus 2005, dan Oktober 2006 masing-masing harga bawang merah adalah Rp 4000/kg, Rp 6468/kg, Rp 3961/kg. 5.4.2. Pemilihan Model Peramalan
Berdasarkan Tabel 10, metode peramalan time series terbaik untuk harga bawang merah di kota Yogyakarta adalah metode winters aditif. Hasil pengolahan data harga bawang merah di kota Yogyakarta menghasilkan nilai MSE terkecil sebesar 402558. Metode ini optimal pada nilai pemulusan level sebesar 0,80. Untuk nilai pemulusan trend sebesar 0,01 dan untuk seasonal nya sebesar 0,01. Hasil pengolahan dengan metode Winter Aditif dapat dilihat pada Lampiran 4, bahwa peramalan harga bawang merah berfluktuatif di kota Yogyakarta. Untuk periode November 2006 sampai Januari 2007 menunjukkan adanya peningkatan dan pada bulan Februari – April 2007 mengalami penurunan harga, kemudian bulan Mei harga kembali naik dan Juni sampai Oktober harga turun kembali. Harga bawang merah terendah di kota Yogyakarta terjadi pada periode ke 69 (September 2007) yaitu sebesar Rp 3235,38/kg, sedangkan puncak
harga tertinggi terjadi pada periode ke 61 (Januari 2007) yaitu sebesar Rp 6850,57/kg. Tabel 10. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta No
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode
MAPE
MAE
MSE
Trend Quadratik 21,5116 1254,97 2454897 Single Exponential Smoothing 11 675 879485 Double Exponential Smoothing 11 721 978919 Winters Aditif 8 475 402558 Winter Multiplikatif 8 504 433096 Dekomposisi Aditif 14 881 1092662 Dekomposisi Multiplikatif 14 871 1043670 21 SARIMA (0,1,1)(0,0,1) 770449
MSE Terkecil 8 4 5 1 2 7 6 3
5.4.3. Analisis Regresi
Berdasarkan hipotesis penelitian, faktor yang mempengaruhi secara nyata harga bawang merah di kota Yogyakarta pada taraf nyata 5 persen adalah harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1/kg di PIKJ maka harga bawang merah di kota Yogyakarta akan naik sebesar Rp 0,74909/kg. Hal ini dipengaruhi karena tingkat permintaan yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati, dimana faktor lain cateris paribus. Lag harga bawang merah, dimana harga bulan sekarang lebih besar dibandingkan harga bulan lalu sebesar Rp 0,25819/kg. Secara umum harga bulan lalu sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga di masa yang akan datang. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah harga bawang merah di tingkat produsen, pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati dan dummy hari besar keagamaan. (Tabel 11/output komputer ditampilkan pada Lampiran 17).
Tabel 11. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta Variabel
Koefisien
SE Koefisien 608,0 0,1106 0,08902 0,1272 0,09328 252,2
T Hitung
P-Value
Konstanta 860,3 1,41 0,163 Harga Produsen 0,0595 0,54 0,593 Harga di PIKJ 0,74909 8,42 0,000* Pasokan ke PIKJ -0,1066 -0,84 0,406 Lag Harga 0,25819 2,77 0,008* 14,8 0,06 0,954 Dummy R-Sq = 88,4 % R-Sq (adj) = 87,3 % F Hitung = 77,69 P-Value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1.54 Keterangan: * = Signifikan pada taraf nyata 5 %
VIF
1,3 3,2 1,1 3,7 1,3
Berdasarkan Tabel 10 diatas pengujian autokorelasi dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson sebesar 1,54 berada pada selang dl < d* < du atau 4-du < d* < 4-dl (dl= 1,41; du=1,77), maka berdasarkan hipotesis penelitian hal ini berarti tidak dapat disimpulkan. Sedangkan uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF). Semua variabel menghasilkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas. Masalah asumsi heteroskedastisitas diperiksa dengan menggunakan uji Breusch-Pagan. Dari hasil output (Lampiran 17) dapat dilihat bahwa nilai P-Value yaitu sebesar 0,969 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Serta nilai LM test sebesar 0,97 lebih kecil dari nilai chi square (λ2) pada taraf nyata 5 persen yaitu 11,07. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual dari model regresi harga bawang merah di kota Yogyakarta tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Selanjutnya untuk mengetahui uji kenormalan dapat dilihat dari grafik Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 17). Titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-Value sebesar 0,15 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang berarti residual model harga bawang merah di kota Yogyakarta terdistribusi normal.
Nilai R-Sq sebesar 88,4 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman harga bawang merah di kota Yogyakarta sebesar 88,4 persen. Sisanya yaitu 11,6 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-Value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen. Sehingga model yang dihasilkan cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa secara serentak variabel bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Yogyakarta.
5.5.
Harga dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bawang Merah di Surabaya
5.5.1. Plot data
Pola data harga bawang merah di kota Surabaya juga dapat dilihat secara visual bahwa pola data mengandung pola musiman, dimana kenaikan dan penurunan harga bawang merah pada periode yang tidak tetap (Gambar 9).
Gambar 9. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Surabaya (Januari 2002 – Oktober 2006)
Harga bawang merah tertinggi di kota Surabaya pada masing-masing tahun terjadi pada bulan Februari 2002, Januari 2003, Desember 2004, Desember 2005, dan April 2006. Pada bulan Februari 2002, harga bawang merah di kota Surabaya adalah sebesar Rp 9638/kg. Pada bulan Januari 2003, harga bawang
merah di kota Surabaya adalah sebesar Rp 8630/kg. Harga bawang merah di kota Surabaya pada bulan Desember 2004, Desember 2005, dan April 2006 masingmasing adalah sebesar Rp 7880/kg, Rp 9133/kg, Rp 10346/kg. Harga terendah bawang merah di kota Surabaya setiap tahunnya terjadi pada bulan September 2002, September 2003, Oktober 2004, Februari 2005 dan Oktober 2006. Pada bulan September 2002, harga bawang merah di kota Surabaya sebesar Rp 6767/kg. Pada bulan September 2003 harga bawang merah di kota Surabaya sebesar Rp 3674/kg. Pada bulan Oktober 2004, Februari 2005 dan Oktober 2006 masing-masing harga bawang merah adalah Rp 4531/kg, Rp 6438/kg, Rp 5000/kg.
5.5.2. Pemilihan Model Peramalan
Berdasarkan plot ACF (Lampiran 12) diketahui cut off yang menurun secara lambat menuju nilai 0 dari beberapa lag pertama sehingga data belum stasioner. Untuk itu perlu dilakukan differencing terhadap data awal. Dari time series plot data differencing 1 dapat diketahui bahwa data sudah stasioner dalam nilai tengah dan ragam. Dan dari plot ACF dan PACF diketahui terdapatnya unsur musiman dari data. Sehingga identifikasi model awal adalah SARIMA (1,1,1)(0,0,1)24, kemudian dilakukan overfitting, yaitu penambahan atau pengurangan parameter model untuk mencari model terbaik, dibandingkan dengan model hasil identifikasi awal. Dari tabel kemungkinan model SARIMA (Lampiran 12) dapat dilihat model SARIMA dengan nilai MSE yang paling kecil yaitu SARIMA (1,1,1)(0,0,1)24. Penambahan parameter AR tidak nyata maka yang digunakan
adalah model SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 karena setelah dilakukan evaluasi model (uji diagnostik) menggunakan kriteria evaluasi Box-Jenkins maka didapatkan model SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 merupakan model yang paling baik dan memenuhi kriteria evaluasi Box-Jenkins dibandingkan dengan model lainnya (Lampiran 12). Setelah dilakukan estimasi parameter model, selanjutnya dilakukan evaluasi untuk memastikan apakah model yang diestimasi sudah baik atau belum. Kriteria dalam evaluasi model Box-Jenkins, yaitu: a) Proses iterasi harus convergence. Bila ini terpenuhi maka pada session terdapat pernyataan relative change in each estimate less than 0,0010. Pada output dipenuhi oleh model (Lampiran 12). b) Residual (forecast errors) random. Untuk memastikan apakah model sudah memenuhi syarat ini, dapat digunakan indikator modified BoxPierce statistic. Dari session diketahui bahwa nilai P-value untuk uji statistik ini lebih besar dari 0,05 yang menunjukkan bahwa residual sudah random. c) Kondisi invertibilitas ataupun stasioneritas harus terpenuhi. Apakah hal ini terpenuhi oleh model atau tidak dapat ditunjukkan dengan mengamati jumlah koefisien MA atau AR yang harus kurang dari 1. Dalam output model di atas terlihat koefisien MA=-0,3309 dan koefisien SMA=-0.7099. Hal ini berarti kondisi invertibilitas terpenuhi. d) Parameter yang diestimasi berbeda nyata dengan nol. Ini dapat dilihat dari nilai P-value koefisien yang harus kurang dari 0,05. Terlihat pada output di atas bahwa P-value koefisien = 0,016 untuk MA dan 0,002 untuk SMA.
e) Model harus parsimonious. Dengan model yang diperoleh yang dapat ditulis sebagai SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 menunjukkan bahwa model relatif sudah dalam bentuk yang paling sederhana (parsimonious). f) Model harus memiliki mean square error (MSE) yang kecil. Pada model sudah terpenuhi dimana nilai MSE = 422186 yang relatif lebih kecil dibandingkan model yang lainnya. Maka dapat disimpulkan model SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 adalah model peramalan terbaik dengan menggunakan prosedur Box-Jenkins. Tabel 12. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Surabaya No
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode
MAPE
MAE
MSE
Trend Quadratik 17,5893 1118,18 2019897 Single Exponential Smoothing 9 630 671472 Double Exponential Smoothing 10 685 813032 Winters Aditif 8 514 433063 Winter Multiplikatif 7 510 446591 Dekomposisi Aditif 20 1284 2145326 Dekomposisi Multiplikatif 20 1286 2123095 SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 422186
MSE Terkecil 6 4 5 2 3 8 7 1
Hasil pengolahan dengan metode SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 dapat dilihat pada Lampiran 12, bahwa peramalan harga bawang merah di kota Surabaya mengalami peningkatan, secara umum hal ini dapat dilihat dari banyaknya harga yang masih diatas harga rata-rata selama periode peramalan yaitu Rp 7121,35/kg. Harga bawang merah terendah di kota Surabaya terjadi pada periode ke 59 (November 2006) yaitu sebesar Rp 5225,59/kg, sedangkan puncak harga tertinggi terjadi pada periode ke 63 (Oktober 2007) yaitu sebesar Rp 8183,02/kg.
5.5.3. Analisis Regresi
Secara keseluruhan variabel yang diduga mempengaruhi harga bawang merah di kota Surabaya pada taraf nyata 5 persen adalah harga bawang merah di tingkat produsen, apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1/kg di tingkat produsen maka harga bawang merah di kota Surabaya akan naik sebesar Rp 0,5293/kg. Hal ini disebabkan oleh tingkat produksi bawang merah di Surabaya (Jawa Timur) lebih besar dibandingkan dengan kota lainnya (Lampiran 20). Harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1/kg di PIKJ maka harga bawang merah di kota Surabaya akan naik sebesar Rp 0,36381/kg. Hal ini dipengaruhi karena tingkat permintaan yang terjadi di Pasar Induk Kramat Jati dimana faktor lain cateris paribus. Lag harga bawang merah, dimana harga bulan sekarang lebih besar dibandingkan harga bulan lalu sebesar Rp 0,44451/kg. Secara umum harga bulan lalu sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga diamasa datang. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati dan dummy hari besar keagamaan (Tabel 13/output komputer ditampilkan pada Lampiran 18). Tabel 13. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Surabaya Variabel
Koefisien
SE Koefisien 648,8 0,1180 0,06591 0,1247 0,07028 218,0
T Hitung
P-Value
Konstanta -258,8 -0,40 0,692 Harga Produsen 0,5293 4,48 0,000* Harga di PIKJ 0,36381 5,52 0,000* Pasokan ke PIKJ -0,1735 -1,39 0,170 Lag Harga 0,44451 6,33 0,000* -141,9 -0,65 0,518 Dummy R-Sq = 90,5 % R-Sq (adj) = 89,6% F Hitung = 97,29 P-Value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1.47 Keterangan: * = Signifikan pada taraf nyata 5 %
VIF
2,2 2,1 1,3 2,6 1,2
Untuk melakukan evaluasi model regresi linier berganda harga bawang merah di kota Surabaya digunakan beberapa uji/asumsi. Pertama, uji autokorelasi diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,47 berada pada selang dl < d* < du atau 4-du < d* < 4-dl (dl= 1,41; du=1,77),, maka berdasarkan hipotesis penelitian hal ini berarti tidak dapat disimpulkan. Kedua, uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada Tabel 13. Semua variabel menghasilkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas.
Ketiga,
asumsi
heteroskedastisitas
diperiksa
dengan
menggunakan uji Breusch-Pagan. Dari hasil output (Lampiran 18) dapat dilihat bahwa nilai P-Value yaitu sebesar 0,765 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Serta nilai LM test sebesar 2,74 lebih kecil dari nilai chi square (λ2) pada taraf nyata 5 persen yaitu 11,07. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual dari model regresi harga bawang merah di kota Surabaya tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Keempat, untuk mengetahui uji kenormalan dapat dilihat dari grafik Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 18). Titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-Value sebesar 0,15 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang berarti residual model harga bawang merah di kota Surabaya terdistribusi normal. Nilai R-Sq sebesar 90,5 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam model dapat menerangkan keragaman harga bawang merah di kota Surabaya sebesar 90,5 persen. Sisanya yaitu 9,5 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-Value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen. Sehingga model yang dihasilkan cukup baik,
hal ini menunjukkan bahwa secara serentak variabel bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Surabaya.
5.6.
Harga dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Bawang Merah di Denpasar
5.6.1. Plot data Harga (Rp/kg)
14000 12000 10000 8000
Denpasar
6000 4000 2000 Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
Juli
Oktober
April
Januari
0
Bulan
Gambar 10. Plot Data Harga Bawang Merah di Kota Denpasar (Januari 2002 – Oktober 2006)
Harga bawang merah di kota Denpasar memiliki unsur musiman dan menunjukkan kecenderungan trend yang meningkat, meskipun ada penurunan di bulan-bulan tertentu (Gambar 10). Harga bawang merah tertinggi di kota Denpasar pada masing-masing tahun terjadi pada bulan Desember 2002, Januari 2003, Desember 2004, Desember 2005, dan Mei 2006. Pada bulan Desember 2002, harga bawang merah di kota Denpasar adalah sebesar Rp 8000/kg. Pada bulan Januari 2003, harga bawang merah di kota Denpasar adalah sebesar Rp 8852/kg. Harga bawang merah di kota Denpasar pada bulan Desember 2004, Desember 2005, dan April 2006 masing-masing adalah sebesar Rp 9080/kg, Rp 9733/kg, Rp 13125/kg. Harga terendah bawang merah di kota Denpasar setiap tahunnya terjadi pada bulan Oktober 2002, Agustus 2003, Februari 2004, September-Oktober 2005
dan Oktober 2006. Pada bulan Oktober 2002, harga bawang merah di kota Denpasar sebesar Rp 5125/kg. Pada bulan Agustus 2003 harga bawang merah di kota Denpasar sebesar Rp 4650/kg. Pada bulan Februari 2004, September-Oktober 2005, dan Oktober 2006 masing-masing harga bawang merah adalah Rp 5050/kg, Rp 7000/kg, Rp 5842/kg.
5.6.2. Pemilihan Model Peramalan
Pada Tabel 14, metode peramalan time series terbaik untuk harga bawang merah di kota Denpasar adalah metode winters multiplikatif. Hasil pengolahan data harga bawang merah di kota Denpasar menghasilkan nilai MSE terkecil sebesar 599831. Metode ini optimal pada nilai pemulusan level sebesar 0,72. Untuk nilai pemulusan trend sebesar 0,01 dan untuk seasonal nya sebesar 0,01. Hasil pengolahan dengan metode Winter Aditif dapat dilihat pada Lampiran 5, bahwa peramalan harga bawang merah berfluktuatif di kota Denpasar, pada periode November 2006 sampai Mei 2007 menunjukkan adanya peningkatan dan pada bulan Juni – Oktober 2007 mengalami penurunan harga. Harga bawang merah terendah di kota Denpasar terjadi pada periode ke 70 (Oktober 2007) yaitu sebesar Rp 6131,33/kg. Puncak harga tertinggi terjadi pada periode ke 65 (Mei 2007) yaitu sebesar Rp 9281,68/kg.
Tabel 14. Nilai MSE Metode Peramalan Times Series Pada Harga Bawang Merah di Kota Denpasar No
1 2 3 4 5 6 7 8
Metode
MAPE
MAE
MSE
Trend Quadratik 16,4419 1193,44 2273900 Single Exponential Smoothing 10 784 1153704 Double Exponential Smoothing 11 806 1204459 Winters Aditif 9 640 656823 Winter Multiplikatif 8 608 599831 Dekomposisi Aditif 13 941 1400442 Dekomposisi Multiplikatif 12 919 1349296 SARIMA (0,1,0)(1,0,0)8 1007554
MSE Terkecil 8 4 5 2 1 7 6 3
5.6.3. Analisis Regresi
Alat analisis yang digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah di kota Denpasar adalah model regresi linier berganda (Tabel 15/output komputer ditampilkan pada Lampiran 19). Tabel 15. Hasil Analisis Model Regresi Linier Berganda Harga Bawang Merah di Kota Denpasar Variabel
Koefisien
SE Koefisien 790,8 0,1081 0,09277 0,1587 0,07524 284,3
T Hitung
P-Value
Konstanta 672,4 0,85 0,399 Harga Produsen 0,0560 0,52 0,607 Harga di PIKJ 0,60855 6,56 0,000* Pasokan ke PIKJ -0,1231 -0,78 0,442 Lag Harga 0,48973 6,51 0,000* -8,6 -0,03 0,976 Dummy R-Sq = 86,1 % R-Sq (adj) = 84,7 % F Hitung = 62,99 P-Value = 0,000 Durbin-Watson statistic = 1,81 Keterangan: * = Signifikan pada taraf nyata 5 %
VIF
1,2 2,3 1,1 2,1 1,1
Berdasarkan hipotesis penelitian, variabel yang mempengaruhi harga bawang merah di Kota Denpasar pada taraf nyata 5 persen adalah harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ), apabila terjadi kenaikan harga bawang merah sebesar Rp 1/kg di PIKJ maka harga bawang merah di kota Denpasar akan naik sebesar Rp 0,60855/kg. Hal ini dipengaruhi karena tingkat permintaan yang terjadi di
Pasar Induk Kramat Jati dimana faktor lain cateris paribus. Lag harga bawang merah, dimana harga bulan sekarang lebih besar dibandingkan harga bulan lalu sebesar 0,48973/kg. Secara umum harga bulan lalu sangat berpengaruh terhadap pembentukan harga diamasa datang. Sedangkan variabel yang tidak berpengaruh secara nyata adalah harga bawang merah di tingkat produsen, pasokan bawang merah ke Pasar Induk Kramat Jati dan dummy hari besar keagamaan. Beberapa evaluasi model regresi linier berganda harga bawang merah di Kota Denpasar. Pertama, uji autokorelasi diperoleh nilai Durbin-Watson sebesar 1,81 berada pada selang du < d* < 4-du (du=1,77), maka berdasarkan hipotesis penelitian tidak terdapat autokorelasi. Kedua, uji multikolinearitas dapat dilihat dari nilai Variance Inflation Factors (VIF) pada Tabel 14. Semua variabel menghasilkan nilai VIF yang lebih kecil dari 10, sehingga tidak terjadi masalah multikolinearitas.
Ketiga,
asumsi
heteroskedastisitas
diperiksa
dengan
menggunakan uji Breusch-Pagan. Dari hasil output (Lampiran 19) dapat dilihat bahwa nilai P-Value yaitu sebesar 0,717 lebih besar dari taraf nyata 5 persen. Serta nilai LM test sebesar 3,08 lebih kecil dari nilai chi square (λ2) pada taraf nyata 5 persen yaitu 11,07. Hal ini menunjukkan bahwa nilai residual dari model regresi harga bawang merah di kota Denpasar tidak terjadi masalah heteroskedastisitas. Keempat, untuk mengetahui uji kenormalan dapat dilihat dari grafik Kolmogorov-Smirnov (Lampiran 19). Titik residual yang tergambar dalam grafik tersebut segaris dan P-Value sebesar 0,053 lebih besar dari taraf nyata 5 persen, yang berarti residual model harga bawang merah di kota Denpasar terdistribusi normal. Nilai R-Sq sebesar 86,1 persen menunjukkan nilai koefisien determinasi yang berarti bahwa variabel-variabel bebas yang digunakan dalam
model dapat menerangkan keragaman harga bawang merah di kota Denpasar sebesar 86,1 persen. Sisanya yaitu 13,9 persen dijelaskan oleh variabel-variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Nilai P-Value pada uji F sebesar 0,000 lebih kecil dari taraf nyata yaitu 5 persen. Sehingga model yang dihasilkan cukup baik, hal ini menunjukkan bahwa secara serentak variabel bebas dalam model secara signifikan berpengaruh terhadap harga bawang merah di kota Denpasar. 5.7.
Implikasi Hasil Peramalan
Berdasarkan hasil peramalan dengan menggunakan metode time series terakurat menunjukkan bahwa secara umum harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia mempunyai fluktuasi yang beragam di masing-masing kotanya, dimana peningkatan atau penurunan harga tidak menentu sepanjang tahun (Tabel 16). Tabel 16. Hasil Peramalan Harga Bawang Merah Terakurat Menggunakan Metode Time Series Periode Peramalan
1
2
3
4
Nov 2006 7700,56 6095,05 6198,72 6016,04 Des 2006 7852,79 6417,73 6630,55 6466,79 Jan 2007 7500,89 5947,48 6105,46 6850,57a Feb 2007 7829,49 6264,72 6448,86 6665,97 Mar 2007 8454,24 6530,44 7025,86a 6669,95 Apr 2007 8514,32a 6604,18 7001,65 6408,38 Mei 2007 8447,65 6673,14 6744,58 6840,55 Jun 2007 7893,18 6744,52a 6869,86 6551,11 Jul 2007 8184,12 6539,49 6483,35 5186,67 Agust 2007 7748,22 5698,94 5493,55 3635,40 Sept 2007 6710,71 5331,80b 5154,93b 3235,38b Okt 2007 6055,06b 5413,61 5627,09 3336,53 1 = DKI Jakarta; SARIMA (0,1,0)(0,0,1)13 a = Harga Tertinggi 2 = Bandung; Winter’ Multiplikatif b = Harga Terendah 3 = Semarang; Winter’ Multiplikatif 4 = Yogyakarta; Winter’s Aditif 5 = Surabaya; SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 6 = Denpasar; Winter’s Multiplikatif
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70 Ket:
Bulan
5
6 b
5225,59 7204,40 7257,09 6365,41 6829,93 7168,87 6987,13 7314,92 7565,77 7486,35 7867,72 8183,02a
7524,65 8715,81 8726,91 7965,69 8984,51 9143,32 9281,68a 9108,65 7839,86 7204,83 6319,78 6131,33b
Hasil peramalan 12 bulan ke depan (Tabel 16) dapat dilihat harga tertinggi di masing-masing kota yaitu: (1) DKI Jakarta sebesar Rp 8514,32/kg pada bulan April 2007, (2) Bandung sebesar Rp 6744,52/Kg pada bulan Juni 2007, (3) Semarang sebesar Rp 7025,86/kg pada bulan Maret 2007, (4) Yogyakarta sebesar Rp 6850,57/kg pada bulan Januari 2007, (5) Surabaya sebesar Rp 8183,02/kg pada bulan Oktober 2007, (6) Denpasar sebesar Rp 9281,68/kg pada bulan Mei 2007. Sebaliknya hasil ramalan tersebut juga memperlihatkan kemungkinan harga terendah di masing-masing kota yaitu: (1) DKI Jakarta sebesar Rp 6055,06/kg pada bulan Oktober 2007, (2) Bandung sebesar Rp 5331,80/kg pada bulan September 2007, (3) Semarang sebesar Rp 5154,93/kg pada bulan September 2007, (4) Yogyakarta sebesar Rp 3235,38/kg pada bulan September 2007, (5) Surabaya sebesar Rp 5225,59/kg pada bulan November 2006, (6) Denpasar sebesar Rp 6131,33/kg pada bulan Oktober 2007. Dalam rangka menciptakan stabilisasi harga, pemerintah dalam hal ini Badan Ketahanan Pangan dapat mengeluarkan suatu kebijakan untuk mengatur pemerataan ditribusi bawang merah untuk enam kota besar. Misalnya, pada bulan April 2007 harga bawang merah mencapai puncak tertingginya sebesar Rp 8514,32 di DKI Jakarta, sedangkan di kota-kota lainnya harga bawang merah cenderung lebih murah. Hal ini berarti pasokan bawang merah di DKI Jakarta relatif kecil dan tingkat permintaan cukup tinggi. Saat itu di kota lain, misalnya Bandung, harga bawang merah yang rendah mencerminkan terjadi kelebihan suplai atau jumlah permintaan lebih rendah. Untuk menurunkan tingkat harga bawang merah di DKI Jakarta, maka instansi pemerintah terkait seharusnya mendatangkan pasokan bawang merah dari Bandung ke DKI Jakarta.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia lebih dipengaruhi oleh faktor harga di Pasar Induk Kramat Jati (PIKJ) dan lag harga bawang merah. Kecuali untuk DKI Jakarta juga dipengaruhi dummy hari besar keagamaan dan kota Surabaya dipengaruhi oleh harga produsen. Untuk DKI Jakarta dengan faktor dummy dan Surabaya dengan faktor harga produsen juga dapat dijadikan sebagai acuan oleh Badan Ketahanan Pangan dalam membuat suatu kebijakan pengendalian harga bawang merah. Secara keseluruhan perumusan kebijakan dalam stabilisasi harga bawang merah oleh Departemen Pertanian (Badan Ketahanan Pangan) dan instansi pemerintah yang terkait dapat melihat kondisi aktual di PKIJ karena dari enam model yang dirumuskan, faktor harga bawang merah di PIKJ berpengaruh nyata terhadap harga bawang merah di masing-masing kota tersebut. Dalam hal ini berarti harga di PIKJ dapat dijadikan barometer harga oleh Badan Ketahanan Pangan untuk kota-kota lainnya selain DKI Jakarta di Indonesia. Disamping itu Departemen Pertanian (Badan Ketahanan Pangan) perlu melakukan upaya kebijakan pengendalian harga untuk mengurangi fluktuasi harga sehingga pada saat produksi tinggi harga tidak jatuh dan sebaliknya pada saat tingkat produksi yang sedikit harga bawang merah tidak terlalu tinggi.
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan
Berdasarkan uraian yang telah disajikan sebelumnya, maka dapat dirumuskan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pola data harga bawang merah di enam kota besar di Indonesia (DKI Jakarta, Bandung, Semarang, Yokyakarta, Surabaya, dan Denpasar) Secara umum menunjukkan suatu pola trend yang meningkat dan memiliki unsur musiman tertentu. 2. Faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi harga bawang merah di DKI Jakarta yaitu harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati, lag harga bawang merah dan dummy hari besar keagamaan. Untuk kota Bandung, Semarang, Yogyakarta, dan Denpasar dipengaruhi oleh harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati dan lag harga bawang merah. Sedangkan untuk Surabaya dipengaruhi oleh harga bawang merah di tingkat produsen, harga bawang merah di Pasar Induk Kramat Jati dan lag harga bawang merah. 3. Metode peramalan time series terbaik yang diperoleh berdasarkan nilai MSE terkecil untuk DKI Jakarta SARIMA adalah (0,1,0)(0,0,1)13 dan Surabaya adalah SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24. Untuk Yogyakarta adalah metode winters aditif. Sedangkan untuk Bandung, Semarang, dan Denpasar adalah metode winters multiplikatif.
6.2. Saran
Berdasarkan hasil penelitian maka hal yang dapat di sarankan yaitu 1. Badan Ketahanan Pangan dapat menggunakan harga di PIKJ sebagai barometer harga untuk kota-kota lainnya selain DKI Jakarta di Indonesia. 2. Badan Ketahanan Pangan dengan kebijakannya dapat merekomendasikan kepada pihak terkait untuk mendistribusikan kelebihan produksi bawang merah di suatu daerah ke daerah lain yang mengalami kekurangan pasokan sehingga gap harga yang terjadi dapat diperkecil.
DAFTAR PUSTAKA
Assauri, S. 1984. Teknik dan Metode Peramalan: Penerapan dalam Ekonomi dan Dunia Usaha. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Faridah, Syarifah Santi. 2001. Optimalisasi Pola Tanam di Daerah Sentra Produksi Bawang Merah Studi Kasus di Kecamatan Wanasari Kabupaten Brebes. Skripsi. Jurusan Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Firdaus, M. 2006. Analisis Deret Waktu Satu Ragam; Arima, Sarima, ArchGarch. IPB Press. Bogor. Gaynor. P. E. dan Kirkpatrick. R. C. 1994. Introduction to Time Series Modelling and Forcasting in Business and Economics. Singapore: Mc. Graw Hill. Hanke, J.E.; reitsch, A.G dan Wichen, D.W. 2003. Peramalan Bisnis. Edisi Ketiga. PT Prenhallindo. Jakarta. Hartono. 2001. Aplikasi Metode Peramalan Time Series dalam Penduga Harga Saham Pada Perusahaan Agribisnis di PT Bursa Efek Jakarta. Skripsi. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Lipsey, et all. 1995. Pengantar Mikroekonomi (terjemahan). Erlangga. Jakarta. Makridakis,S., S.C. Wheelwright and V.E. McGee. 1999. Metode dan Aplikasi Peramalan. Jilid 1. Edisi ke-2. Binarupa Aksara. Jakarta. Mulyono, S. 2000. Peramalan Bisnis dan Ekonometrika. Edisi Ke-1. Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Yogyakarta. Yogyakarta. Nachrowi, N.D dan Usman, H. 2006. Pendekatan Populer dan Praktis Ekonometrika untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta. Ningsih, A. R. 2004. Peramalan Permintaan Beberapa Komoditi Sayuran Pada Saung Mirwan. Skripsi. Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Purba, A. P. 2002. Analisis Keunggulan Komparatif dan Kompetitif Usahatani Bawang Merah di Desa Lamajang Kecamatan Pangalengan Kabupaten Bandung, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Rahayu, E dan N, Berlian. 1994. Bawang Merah. Penebar Swadaya. Jakarta. Rukmana, R. 1994. Bawang Merah: Budidaya dan Pengolahan Pasca Panen. Kanisius. Yokyakarta. Rusli, Ellis. 2000. Aplikasi Peramalan Pergerakan basis Kopi Robusta dalam Perdagangan Berjangka-Penerapan Metode Time Series, Skripsi S1. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Samadi, B dan Cahyono. 1996. Intensifikasi Budidaya Bawang Merah Kanisius. Yokyakarta. Soetiarso, T. dan Ameriana, M. 1995. Analisis Usahatani dan Pemasaran Bawang Merah. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Jakarta. Sugiharto dan Harijono. 2000. Peramalan Bisnis. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Trend Analysis Quadratik Enam Kota Besar di Indonesia. Data Length NMissing
DKI Jakarta 58.0000 0
Fitted Trend Equation Yt = 6734.82 - 58.7853*t
+ 2.16026*t**2
Accuracy Measures MAPE: 11.8447 MAD: 850.677 MSD: 1148360 Period
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Data Length NMissing
Quadratic Trend Model Yt = 6734.82 - 58.7853*t + 2.16026*t**2
10786.4 10984.6 11187.2 11394.2 11605.4 11821.0 12040.9 12265.1 12493.6 12726.5 12963.6 13205.1
Actual
13000
Forecast
DKI Jakarta
Row
Trend Analysis for DKI Jakarta
Fits
12000
Forecasts
11000
Actual Fits Forecasts
10000 9000 8000 7000 6000
MAPE: MAD: MSD:
5000 0
10
20
30
40
50
60
12 851 1148360
70
Time
Bandung 58.0000 0
Fitted Trend Equation Yt = 7446.36 - 73.0530*t
+ 1.86768*t**2
TrendAnalysis for Bandung
Accuracy Measures MAPE: 9.62757 MAD: 709.369 MSD: 1177370
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Period 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
12000
Forecast 9637.6 9786.8 9939.7 10096.4 10256.8 10421.0 10588.8 10760.5 10935.8 11114.9 11297.7 11484.3
Actual Fits
11000
Forecasts Actual Fits Forecasts
10000
Bandung
Row
Quadratic Trend Model Yt = 7446.36 - 73.0530*t + 1.86768*t**2
9000 8000 7000 6000
MAPE: MAD: MSD:
5000 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
10 709 1177370
Lampiran 1. (Lanjutan) Data Length NMissing
Semarang 58.0000 0
Fitted Trend Equation Yt = 7246.03 - 129.209*t
+ 2.52544*t**2 Trend Analysis for Semarang
Accuracy Measures MAPE: 14.7776 MAD: 877.704 MSD: 1370631 Period
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Data Length NMissing
11000
8413.7 8585.1 8761.4 8942.9 9129.3 9320.8 9517.4 9719.0 9925.7 10137.4 10354.2 10576.0
Actual Fits
10000
Forecast
Forecasts Actual Fits Forecasts
9000
Semarang
Row
Quadratic Trend Model Yt = 7246.03 - 129.209*t + 2.52544*t**2
8000 7000 6000 5000
MAPE: MAD: MSD:
4000 0
10
20
30
40
50
60
15 878 1370631
70
Time
Yogyakarta 58.0000 0
Fitted Trend Equation Yt = 6155.44 - 31.4233*t
+ 1.18765*t**2
Accuracy Measures MAPE: 21.5116 MAD: 1254.97 MSD: 2454897
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Period 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Quadratic Trend Model Yt = 6155.44 - 31.4233*t + 1.18765*t**2 11000
Forecast 8435.67 8545.57 8657.86 8772.51 8889.55 9008.95 9130.74 9254.89 9381.43 9510.34 9641.62 9775.28
Actual Fits
10000
Forecasts Actual Fits Forecasts
9000
Yogyakarta
Row
Trend Analysis for Yogyakarta
8000 7000 6000 5000 MAPE: MAD: MSD:
4000 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
22 1255 2454897
Lampiran 1. (Lanjutan) Data Length NMissing
Surabaya 58.0000 0
Fitted Trend Equation Yt = 9370.16 - 226.626*t
+ 3.90882*t**2
Accuracy Measures MAPE: MAD: MSD:
Trend Analysis for Surabaya Quadratic Trend Model
17.5893 1118.18 2019897
Yt = 9370.16 - 226.626*t + 3.90882*t**2 13000
Actual Fits
Period
Forecast
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
9605.8 9844.4 10090.7 10344.9 10606.8 10876.6 11154.2 11439.7 11732.9 12034.0 12342.9 12659.6
Data Length NMissing
Forecasts
11000
Surabaya
Row
Actual Fits Forecasts
9000
7000
5000
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
50
60
18 1118 2019897
70
Time
Denpasar 58.0000 0
Fitted Trend Equation Yt = 6962.57 - 62.2248*t
+ 2.16765*t**2
Accuracy Measures
Row 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Quadratic TrendModel
16.4419 1193.44 2273900 Period 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Yt = 6962.57 - 62.2248*t + 2.16765*t**2
Forecast 10836.9 11032.6 11232.7 11437.1 11645.8 11858.9 12076.3 12298.0 12524.1 12754.5 12989.3 13228.3
Actual
13000
Denpasar
MAPE: MAD: MSD:
TrendAnalysis for Denpasar
Fits
12000
Forecasts
11000
Actual Fits Forecasts
10000 9000 8000 7000 6000
MAPE: MAD: MSD:
5000 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
16 1193 2273900
Lampiran 2. Single Exponential Smoothing Enam Kota Besar di Indonesia. Single Exponential Smoothing
Data Length NMissing
DKI Jakarta 58.0000 0
11500
Actual Predicted
10500
Forecast Actual Predicted Forecast
DKI Jakarta
9500
Smoothing Constant Alpha: 1.25816 Accuracy Measures MAPE: 8 MAD: 564 MSD: 525210
8500 7500 Smoothing Constant
6500
Alpha:
5500
MAPE:
4500 0
10
20
40
50
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38 7042.38
5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74 5661.74
8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02 8423.02
564
MSD:
525210
60
Single Exponential Smoothing
Bandung 58.0000 0
Actual
11000
Predicted
10000
Forecast Actual Predicted Forecast
Accuracy Measures MAPE: 6 MAD: 434 MSD: 407334
Bandung
9000
Smoothing Constant Alpha: 1.46160
8
MAD:
Time
Row
Data Length NMissing
30
1.258
8000 7000
Smoothing Constant
6000
Alpha:
5000
MAPE:
4000 0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46 5229.46
4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95 4166.95
6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96 6291.96
50
60
70
1.462 6
MAD:
434
MSD:
407334
Lampiran 2. (Lanjutan) Single Exponential Smoothing
Semarang 58.0000 0
Smoothing Constant Alpha: 0.926337
Actual
9000
Predicted Forecast
8000
Semarang
Data Length NMissing
Actual Predicted Forecast
7000 6000
Smoothing Constant
5000
Alpha:
4000
Accuracy Measures MAPE: 11 MAD: 639 MSD: 825940
0.926 11
MAPE:
3000 0
10
20
30
40
50
60
MAD:
639
MSD:
825940
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22 4620.22
3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48 3053.48
6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96 6186.96
Single Exponential Smoothing Actual
Yogyakarta 58.0000 0
Smoothing Constant Alpha: 1.25205
10000
Predicted Forecast
9000
Actual Predicted Forecast
8000
Yogyakarta
Data Length NMissing
7000 6000 Smoothing Constant
5000
Alpha:
1.252
4000
Accuracy Measures MAPE: 11 MAD: 675 MSD: 879485
MAPE:
3000 2000 0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89 3876.89
2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50 2223.50
5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28 5530.28
50
60
70
11
MAD:
675
MSD:
879485
Lampiran 2. (Lanjutan) Single Exponential Smoothing
Surabaya 58.0000 0
Smoothing Constant Alpha: 1.36603
10500
Actual Predicted
Surabaya
Data Length NMissing
Accuracy Measures MAPE: 9 MAD: 630 MSD: 671472
9500
Forecast
8500
Actual Predicted Forecast
7500 6500 Smoothing Constant
5500
Alpha:
4500
MAPE:
3500 0
10
20
30
40
50
60
1.366 9
MAD:
630
MSD:
671472
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52 5088.52
3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35 3544.35
6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68 6632.68
Single Exponential Smoothing
Denpasar 58.0000 0
Smoothing Constant Alpha: 1.12621 Accuracy Measures MAPE: 10 MAD: 784 MSD: 1153704
Actual Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
11000
Denpasar
Data Length NMissing
13000
9000 Smoothing Constant
7000
Alpha: MAPE:
5000
0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26 5816.26
3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33 3894.33
7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19 7738.19
50
60
70
1.126 10
MAD:
784
MSD:
1153704
Lampiran 3. Double Exponential Smoothing Enam Kota Besar di Indonesia. Double Exponential Smoothing for DKI Jakarta
DKI Jakarta 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 1.27300 Gamma (trend): 0.03139
Actual
20000
Predicted Forecast
DKI Jakarta
Data Length NMissing
Accuracy Measures MAPE: 8 MAD: 576 MSD: 553568
Actual Predicted Forecast
10000
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend):
0
0
10
20
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
6999.96 6955.98 6912.00 6868.02 6824.03 6780.05 6736.07 6692.09 6648.10 6604.12 6560.14 6516.16
5587.80 4360.91 3105.20 1841.47 574.41 -694.34 -1964.07 -3234.41 -4505.17 -5776.21 -7047.47 -8318.89
8412.1 9551.1 10718.8 11894.6 13073.7 14254.4 15436.2 16618.6 17801.4 18984.5 20167.7 21351.2
Data Length NMissing
8 576 553568
MAPE: MAD: MSD:
Row
Bandung 58.0000 0
30
40
50
60
1.273 0.031
70
Time
Double Exponential Smoothing for Bandung Actual Predicted Forecast
Accuracy Measures MAPE: 6 MAD: 450 MSD: 439134
Actual Predicted Forecast
10000
Bandung
Smoothing Constants Alpha (level): 1.43432 Gamma (trend): 0.05271
0
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): MAPE: MAD: MSD:
-10000 0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5130.09 4982.52 4834.96 4687.39 4539.83 4392.26 4244.70 4097.13 3949.57 3802.00 3654.43 3506.87
4027.82 2721.57 1399.33 73.29 -1254.22 -2582.46 -3911.1 -5240.0 -6569.1 -7898.3 -9227.6 -10556.9
6232.4 7243.5 8270.6 9301.5 10333.9 11367.0 12400.5 13434.3 14468.2 15502.3 16536.5 17570.7
50
60
70
1.434 0.053 6 450 439134
Lampiran 3. (Lanjutan) Data Length NMissing
Double Exponential Smoothing for Semarang
Semarang 58.0000 0
Actual
15000
Predicted Forecast
10000
Semarang
Smoothing Constants Alpha (level): 1.01732 Gamma (trend): 0.05080 Accuracy Measures MAPE: 11 MAD: 634 MSD: 860425
Actual Predicted Forecast
5000
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend):
0
-5000
11 634 860425
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
50
60
1.017 0.051
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
4485.97 4366.12 4246.26 4126.40 4006.54 3886.69 3766.83 3646.97 3527.11 3407.25 3287.40 3167.54
2932.62 1965.73 957.75 -65.28 -1095.37 -2129.32 -3165.61 -4203.41 -5242.25 -6281.83 -7321.96 -8362.52
6039.33 6766.50 7534.77 8318.08 9108.46 9902.69 10699.3 11497.3 12296.5 13096.3 13896.8 14697.6
Double Exponential Smoothing for Yogyakarta
Yogyakarta 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 1.24041 Gamma (trend): 0.04830 Accuracy Measures MAPE: 11 MAD: 721 MSD: 978919
Actual Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
10000
Yogyakarta
Data Length NMissing
20000
0 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend):
1.240 0.048
-10000 MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
3742.78 3575.05 3407.32 3239.59 3071.87 2904.14 2736.41 2568.68 2400.95 2233.23 2065.50 1897.77
1975.65 399.02 -1215.56 -2841.05 -4471.14 -6103.57 -7737.4 -9372.1 -11007.3 -12643.0 -14278.9 -15915.1
5509.9 6751.1 8030.2 9320.2 10614.9 11911.9 13210.2 14509.4 15809.2 17109.4 18409.9 19710.6
50
60
70
11 721 978919
Lampiran 3. (Lanjutan) Double Exponential Smoothing for Surabaya
Surabaya 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 1.35634 Gamma (trend): 0.04321
Actual Predicted
20000
Surabaya
Data Length NMissing
Accuracy Measures MAPE: 10 MAD: 685 MSD: 813032
Forecast Actual Predicted Forecast
10000
0
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend):
-10000
10 685 813032
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
50
60
1.356 0.043
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5002.92 4881.83 4760.73 4639.63 4518.54 4397.44 4276.35 4155.25 4034.15 3913.06 3791.96 3670.86
3325.37 1618.77 -117.10 -1860.46 -3606.83 -5354.70 -7103.4 -8852.7 -10602.3 -12352.2 -14102.3 -15852.4
6680.5 8144.9 9638.6 11139.7 12643.9 14149.6 15656.1 17163.2 18670.6 20178.3 21686.2 23194.2
Double Exponential Smoothing for Denpasar
Denpasar 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 1.12187 Gamma (trend): 0.03811 Accuracy Measures MAPE: 11 MAD: 806 MSD: 1204459
Actual
20000
Predicted Forecast
Denpasar
Data Length NMissing
Actual Predicted Forecast
10000
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend):
0
MAPE: MAD: MSD:
-10000
0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5719.30 5609.98 5500.66 5391.34 5282.02 5172.70 5063.38 4954.06 4844.74 4735.42 4626.10 4516.79
3743.69 2334.30 876.09 -598.05 -2079.26 -3564.21 -5051.4 -6540.0 -8029.5 -9519.7 -11010.5 -12501.6
7694.9 8885.7 10125.2 11380.7 12643.3 13909.6 15178.1 16448.1 17719.0 18990.6 20262.7 21535.1
50
60
70
1.122 0.038 11 806 1204459
Lampiran 4. Winters' Additive Enam Kota Besar Di Indonesia. Data Length NMissing
DKI Jakarta 58.0000 0
Winters' Additive Model for DKI Jakarta 13000
Actual Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
DKI Jakarta
Smoothing Constants Alpha (level): 0.68 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
8000 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
Accuracy Measures MAPE: 6 MAD: 443 MSD: 343375
MAPE: MAD: MSD:
3000 0
10
20
30
40
50
60
0.680 0.010 0.010
6 443 343375
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
8630.41 9212.01 9179.60 9493.64 9858.39 9744.19 9567.95 9521.51 9116.41 8241.27 7481.15 7685.83
7544.16 7856.54 7530.91 7538.52 7588.94 7155.42 6656.48 6285.01 5553.15 4349.97 3260.83 3135.73
9716.7 10567.5 10828.3 11448.8 12127.8 12333.0 12479.4 12758.0 12679.7 12132.6 11701.5 12235.9
Winters' Additive Model for Bandung
Bandung 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 1.00 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01 Accuracy Measures MAPE: 6 MAD: 412 MSD: 342050
Actual Predicted Forecast
10000
Bandung
Data Length NMissing
Actual Predicted Forecast
5000
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
0
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
6403.46 6766.53 6360.65 6713.77 7005.89 7069.81 7123.74 7185.46 6914.18 5864.51 5386.23 5457.55
5393.28 5223.46 4257.79 4041.09 3758.62 3245.34 2720.47 2202.37 1350.55 -280.17 -1339.87 -1850.26
7413.6 8309.6 8463.5 9386.5 10253.2 10894.3 11527.0 12168.6 12477.8 12009.2 12112.3 12765.4
50
60
70
1.000 0.010 0.010
6 412 342050
Lampiran 4. (Lanjutan) Data Length NMissing
Semarang 58.0000 0
Winters' Additive Model for Semarang Actual
10000
Predicted Forecast
Accuracy Measures MAPE: 10 MAD: 570 MSD: 590140
Actual Predicted Forecast
8000
Semarang
Smoothing Constants Alpha (level): 0.53 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
6000 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
4000
2000
10
20
30
40
50
60
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
6185.86 6608.81 6164.88 6492.25 7055.49 7011.35 6733.54 6846.10 6448.50 5443.32 5095.53 5546.71
4789.83 5002.60 4326.89 4408.09 4715.30 4408.19 3862.36 3703.16 3030.94 1748.92 1122.53 1293.70
7581.88 8215.03 8002.88 8576.41 9395.67 9614.51 9604.71 9989.04 9866.06 9137.73 9068.53 9799.72
Data Length NMissing
10 570 590140
MAPE: MAD: MSD:
0
0.530 0.010 0.010
Winters' Additive Model for Yogyakarta
Yogyakarta 58.0000 0
Actual Predicted
10000
Accuracy Measures MAPE: 8 MAD: 504 MSD: 433096
Yogyakarta
Forecast
Smoothing Constants Alpha (level): 0.80 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
Actual Predicted Forecast
5000 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
0
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
6016.04 6466.79 6850.57 6665.97 6669.95 6408.38 6840.55 6551.11 5186.67 3635.40 3235.38 3336.53
4781.46 4810.42 4740.91 4088.08 3615.76 2873.07 2821.03 2045.29 193.08 -1847.05 -2736.74 -3125.91
7250.63 8123.16 8960.22 9243.86 9724.15 9943.70 10860.1 11056.9 10180.3 9117.8 9207.5 9799.0
30
40
Time
50
60
70
0.800 0.010 0.010
8 504 433096
Lampiran 4. (Lanjutan) Data Length NMissing
Surabaya 58.0000 0
Winters' Additive Model for Surabaya Actual Predicted
10000
Forecast Actual Predicted Forecast
Surabaya
Smoothing Constants Alpha (level): 0.90 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
5000 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
0
Accuracy Measures MAPE: 8 MAD: 514 MSD: 433063
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
50
60
0.900 0.010 0.010
8 514 433063
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5901.18 6730.67 6842.85 6591.27 6947.98 6694.50 6430.40 6556.11 5391.61 4208.91 3661.21 3924.72
4642.88 4931.17 4468.47 3627.85 3388.38 2534.66 1667.78 1189.04 -581.08 -2370.25 -3525.04 -3869.12
7159.5 8530.2 9217.2 9554.7 10507.6 10854.3 11193.0 11923.2 11364.3 10788.1 10847.5 11718.6
Winters' Additive Model for Denpasar
Denpasar 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 0.86 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01 Accuracy Measures MAPE: 9 MAD: 640 MSD: 656823
Actual
15000
Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
10000
Denpasar
Data Length NMissing
5000
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
0
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
7534.87 8618.11 8902.55 8132.30 9035.78 9132.49 9233.40 9010.47 7771.37 7103.25 6187.14 5952.05
5966.46 6432.36 6057.96 4610.58 4827.48 4232.11 3637.48 2716.71 778.16 -590.60 -2208.22 -3145.50
9103.3 10803.9 11747.1 11654.0 13244.1 14032.9 14829.3 15304.2 14764.6 14797.1 14582.5 15049.6
50
60
70
0.860 0.010 0.010
9 640 656823
Lampiran 5. Winters' Multiplicative Enam Kota Besar Di Indonesia. Data Length NMissing
DKI Jakarta 58.0000 0
Winters' Multiplicative Model for DKI Jakarta 13000
Actual Predicted Forecast
Smoothing Constants Alpha (level): 0.62 Gamma (trend): 0.02 Delta (seasonal): 0.01
DKI Jakarta
11000
Accuracy Measures MAPE: 6 MAD: 433 MSD: 358937
Actual Predicted Forecast
9000 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
7000
5000
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
40
50
60
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
8668.6 9462.8 9075.0 9543.2 10085.6 10023.4 9903.3 9919.8 9489.3 8490.0 7644.3 8002.5
7607.85 8183.31 7555.86 7772.09 8054.60 7727.40 7338.78 7084.15 6380.74 5107.01 3985.74 4067.58
9729.4 10742.3 10594.1 11314.3 12116.5 12319.3 12467.8 12755.4 12597.9 11873.0 11302.8 11937.4
70
Winters' Multiplicative Model for Bandung
Bandung 58.0000 0
Actual Predicted Forecast
Accuracy Measures MAPE: 5 MAD: 394 MSD: 309745 Row 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Period 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Forecast 6095.05 6417.73 5947.48 6264.72 6530.44 6604.18 6673.14 6744.52 6539.49 5698.94 5331.80 5413.61
Bandung
10000
Smoothing Constants Alpha (level): 1.00 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
6 433 358937
Time
Row
Data Length NMissing
30
0.620 0.020 0.010
Actual Predicted Forecast
5000
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
0
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
Time
Lower 5128.61 4941.47 3935.68 3707.76 3423.78 2945.30 2460.53 1977.19 1216.76 -179.67 -1103.07 -1577.78
Upper 7061.5 7894.0 7959.3 8821.7 9637.1 10263.1 10885.7 11511.9 11862.2 11577.6 11766.7 12405.0
50
60
70
1.000 0.010 0.010
5 394 309745
Lampiran 5. (Lanjutan) Semarang 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 0.47 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
Winters' Multiplicative Model for Semarang 10000
Semarang
Data Length NMissing
Actual
9000
Predicted
8000
Actual Predicted Forecast
Forecast
7000 6000
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
5000 4000
Accuracy Measures MAPE: 9 MAD: 562 MSD: 557415
0.470 0.010 0.010
3000 MAPE: MAD: MSD:
2000 0
10
20
30
40
50
60
9 562 557415
70
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
6198.72 6630.55 6105.46 6448.86 7025.86 7001.65 6744.58 6869.86 6483.35 5493.55 5154.93 5627.09
4820.91 5089.92 4384.88 4536.04 4911.84 4679.81 4209.93 4118.56 3512.41 2300.59 1738.03 1984.69
7576.52 8171.18 7826.03 8361.68 9139.88 9323.49 9279.23 9621.15 9454.29 8686.51 8571.82 9269.48
Winters' Multiplicative Model for Yogyakarta
Yogyakarta 58.0000 0
Smoothing Constants Alpha (level): 0.81 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01 Accuracy Measures MAPE: 8 MAD: 475 MSD: 402558
Actual
10000
Predicted Forecast
Yogyakarta
Data Length NMissing
Actual Predicted Forecast
5000 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
0
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5573.17 5961.91 6123.59 5982.62 5983.14 5770.65 6109.70 5878.78 4828.56 3676.34 3402.63 3504.64
4409.26 4390.54 4114.84 3522.48 3064.08 2388.22 2261.03 1561.95 42.22 -1580.52 -2325.49 -2695.32
6737.08 7533.27 8132.33 8442.76 8902.20 9153.09 9958.4 10195.6 9614.9 8933.2 9130.7 9704.6
50
60
70
0.810 0.010 0.010
8 475 402558
Lampiran 5. (Lanjutan) Data Length NMissing
Surabaya 58.0000 0
Winters' Multiplicative Model for Surabaya Actual Predicted
10000
Forecast Actual Predicted Forecast
Surabaya
Smoothing Constants Alpha (level): 0.91 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
5000 Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
0
Accuracy Measures MAPE: 7 MAD: 510 MSD: 446591
MAPE: MAD: MSD:
0
10
20
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
5758.14 6445.93 6501.95 6271.52 6531.58 6298.97 6063.16 6128.11 5222.62 4333.19 3929.77 4112.61
4509.47 4648.55 4122.36 3295.81 2952.79 2113.15 1267.86 721.69 -796.03 -2298.51 -3315.59 -3746.88
7006.8 8243.3 8881.6 9247.2 10110.4 10484.8 10858.5 11534.5 11241.3 10964.9 11175.1 11972.1
Data Length NMissing
30
40
50
60
0.910 0.010 0.010
7 510 446591
70
Time
Winters' Multiplicative Model for Denpasar
Denpasar 58.0000 0
Actual Predicted Forecast
Accuracy Measures MAPE: 8 MAD: 608 MSD: 599831
Actual Predicted Forecast
10000
Denpasar
Smoothing Constants Alpha (level): 0.72 Gamma (trend): 0.01 Delta (seasonal): 0.01
Smoothing Constants Alpha (level): Gamma (trend): Delta (season):
5000
MAPE: MAD: MSD:
0 0
10
20
30
40
Time
Row
Period
Forecast
Lower
Upper
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
7524.65 8715.81 8726.91 7965.69 8984.51 9143.32 9281.68 9108.65 7839.86 7204.83 6319.78 6131.33
6035.76 6813.63 6376.53 5148.81 5690.60 5365.84 5016.30 4352.39 2590.56 1460.89 79.99 -605.27
9013.6 10618.0 11077.3 10782.6 12278.4 12920.8 13547.1 13864.9 13089.2 12948.8 12559.6 12867.9
50
60
70
0.720 0.010 0.010
8 608 599831
Lampiran 6. Decomposition Additive Enam Kota Besar Di Indonesia. Data Length NMissing
DKI Jakarta 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for DKI Jakarta 11500
Yt = 5460.27 + 68.6701*t
Forecasts Row Period
Predicted
DKI Jakarta
Accuracy of Model MAPE: 11 MAD: 780 MSD: 854056
Actual
Forecast
10500
Forecast
9500
Actual Predicted Forecast
8500 7500 6500 5500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Data Length NMissing
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
9217.5 10132.4 9845.8 10024.7 10640.8 10519.9 10523.0 10470.1 9976.2 9286.4 8788.2 9248.7
MAPE: MAD: MSD:
4500 0
10
20
30
40
50
60
11 780 854056
70
Time
Bandung 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Bandung 11200
Yt = 6344.43 + 37.1398*t
Actual
Forecasts Row Period
Bandung
Predicted
Accuracy of Model MAPE: 11 MAD: 814 MSD: 1123491
10200
Forecast
9200
Actual Predicted Forecast
8200 7200
Forecast 6200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
8698.18 9126.05 8468.53 8369.21 8794.95 9043.55 9177.63 9135.43 8935.89 8370.23 8398.00 8361.70
MAPE: MAD: MSD:
5200 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
11 814 1123491
Lampiran 6. (Lanjutan) Data Length NMissing
Semarang 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Semarang Actual
Yt = 5756.02 + 19.7919*t
Forecasts Row Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Data Length NMissing
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
8000
Semarang
Accuracy of Model MAPE: 16 MAD: 985 MSD: 1363631
9000
Forecast
7000 6000 5000
6900.17 7375.96 6944.90 6892.03 7743.15 7793.74 7414.42 7339.63 6923.95 6341.70 6062.18 6659.32
MAPE: MAD: MSD:
4000 0
10
20
30
40
50
60
16 985 1363631
70
Time
Yogyakarta 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Yogyakarta
Yt = 5454.73 + 38.6479*t
Actual
10500
Predicted
Forecasts Row Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Forecast
9500
Actual Predicted Forecast
8500
Yogyakarta
Accuracy of Model MAPE: 14 MAD: 881 MSD: 1092662
7500 6500
Forecast
5500
7789.97 8135.70 9088.26 8449.51 8623.39 8681.12 9131.44 8530.08 7568.40 6560.84 6349.17 6462.36
4500
MAPE: MAD: MSD:
3500 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
14 881 1092662
Lampiran 6. (Lanjutan) Data Length NMissing
Surabaya 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Surabaya
Yt = 7063.95 + 3.99452*t
10500
Actual
Forecasts Row Period
Surabaya
Predicted
Accuracy of Model MAPE: 20 MAD: 1284 MSD: 2145326
9500
Forecast
8500
Actual Predicted Forecast
7500 6500 5500
Forecast
4500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Data Length NMissing
7243.98 7844.16 7933.95 7493.95 8065.34 8226.52 7593.22 7880.76 7045.77 6143.64 5943.97 6443.96
MAPE: MAD: MSD:
3500 0
10
20
30
40
50
60
20 1284 2145326
70
Time
Denpasar 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Denpasar
Yt = 5683.66 + 65.6667*t
Actual
13000
Forecasts Row
Period
Forecast
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
9221.0 10091.0 10780.7 9775.1 10898.6 11032.6 10832.7 10598.8 9374.6 8955.6 8815.0 8654.1
Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
11000
Denpasar
Accuracy of Model MAPE: 13 MAD: 941 MSD: 1400442
9000
7000 MAPE: MAD: MSD:
5000 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
13 941 1400442
Lampiran 7. Decomposition Multiplikatif Enam Kota Besar Di Indonesia. Data Length NMissing
DKI Jakarta 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for DKI Jakarta
Yt = 5460.27 + 68.6701*t
Forecasts Row Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Data Length NMissing
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Forecast
Actual Predicted
DKI Jakarta
Accuracy of Model MAPE: 11 MAD: 812 MSD: 879477
11500
9212.9 10350.1 9878.0 10195.9 10850.2 10808.8 10773.3 10770.9 9935.4 8837.7 8034.9 8844.5
10500
Forecast
9500
Actual Predicted Forecast
8500 7500 6500 5500
MAPE: MAD: MSD:
4500 0
10
30
40
50
60
70
Time
Bandung 58.0000 0
Decomposition Fit for Bandung
Trend Line Equation 11200
Yt = 6344.43 + 37.1398*t
Forecasts Row Period 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Forecast 8730.82 9268.87 8486.15 8277.55 8820.30 9104.98 9246.98 9193.82 8964.63 8237.83 8218.26 8282.71
Actual Predicted
Bandung
Accuracy of Model MAPE: 11 MAD: 807 MSD: 1104035
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
20
11 812 879477
10200
Forecast
9200
Actual Predicted Forecast
8200 7200 6200 MAPE: MAD: MSD:
5200 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
11 807 1104035
Lampiran 7. (Lanjutan) Data Length NMissing
Semarang 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Semarang Yt = 5756.02 + 19.7919*t
Actual
9000
Forecasts Row Period
Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
8000
Semarang
Accuracy of Model MAPE: 16 MAD: 987 MSD: 1353393
7000 6000
Forecast 5000
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Data Length NMissing
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
6912.53 7480.36 6837.22 6915.45 7953.22 7863.41 7487.23 7367.18 6906.06 6175.69 5836.21 6613.94
MAPE: MAD: MSD:
4000 0
10
20
30
40
50
60
16 987 1353393
70
Time
Yogyakarta 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Yogyakarta
Yt = 5454.73 + 38.6479*t
Actual
10500
Predicted
Forecasts Row Period 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Forecast 7764.25 8290.82 9187.91 8497.93 8812.25 8901.52 9682.53 8630.37 7431.16 6090.69 5702.17 6190.20
Forecast
9500
Actual Predicted Forecast
8500
Yogyakarta
Accuracy of Model MAPE: 14 MAD: 871 MSD: 1043670
7500 6500 5500 4500
MAPE: MAD: MSD:
3500 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
14 871 1043670
Lampiran 7. (Lanjutan) Data Length NMissing
Surabaya 58.0000 0
Decomposition Fit for Surabaya
Trend Line Equation 10500
Yt = 7063.95 + 3.99452*t
Forecasts Row Period
Predicted
Surabaya
Accuracy of Model MAPE: 20 MAD: 1286 MSD: 2123095
Actual
9500
Forecast
8500
Actual Predicted Forecast
7500 6500 5500
Forecast 4500
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Data Length NMissing
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
7228.84 7797.46 7905.17 7508.98 8173.17 8291.22 7631.89 7978.56 7052.39 6100.99 5871.06 6307.29
MAPE: MAD: MSD:
3500 0
10
20
30
40
50
60
20 1286 2123095
70
Time
Denpasar 58.0000 0
Trend Line Equation
Decomposition Fit for Denpasar
Yt = 5683.66 + 65.6667*t Accuracy of Model MAPE: 12 MAD: 919 MSD: 1349296
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Forecast 9177.5 10355.0 10976.2 9783.0 11148.1 11262.7 11100.2 10792.2 9107.6 8620.6 8266.1 8215.7
Predicted Forecast Actual Predicted Forecast
11000
Denpasar
Forecasts Row Period
Actual
13000
9000
7000 MAPE: MAD: MSD:
5000 0
10
20
30
40
Time
50
60
70
12 919 1349296
Lampiran 8. Output Analisis SARIMA untuk Harga Bawang Merah di DKI Jakarta ARIMA Model: DKI Jakarta (0,1,1)(0,0,1)13 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 35630081 0.100 0.100 1 30971656 -0.009 -0.050 2 27964523 -0.092 -0.200 3 25780728 -0.152 -0.350 4 24015607 -0.189 -0.500 5 22510720 -0.206 -0.650 6 21849756 -0.195 -0.743 7 21762618 -0.173 -0.766 8 21749856 -0.159 -0.773 9 21747864 -0.154 -0.775 10 21747558 -0.151 -0.776 11 21747513 -0.150 -0.776 12 21747506 -0.150 -0.776 13 21747506 -0.150 -0.776 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T MA 1 -0.1498 0.1322 -1.13 SMA 13 -0.7764 0.1319 -5.89
P 0.262 0.000
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 15588414 (backforecasts excluded) MS = 283426 DF = 55 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 9.6 19.1 36.5 48.5 DF 10 22 34 46 P-Value 0.474 0.639 0.354 0.372
Tabel Kemungkinan Model SARIMA hasil overfitting : No. 1 2 3 4
Kemungkinan Model SARIMA (0,1,1)(0,0,1)13 (0,1,0)(0,0,1)13 (1,1,0)(0,0,1)13 (1,1,1)(0,0,1)13
MSE 283426 287887 286512 289111
Lampiran 8. (Lanjutan) ARIMA Model: DKI Jakarta (0,1,0)(0,0,1)13 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 34028762 0.100 1 31068191 -0.050 2 28636448 -0.200 3 26542137 -0.350 4 24652179 -0.500 5 22958977 -0.650 6 22166322 -0.759 7 22141992 -0.774 8 22141297 -0.777 9 22141276 -0.777 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T SMA 13 -0.7773 0.1331 -5.84
P 0.000
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 16121687 (backforecasts excluded) MS = 287887 DF = 56 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 9.6 20.9 37.9 51.2 DF 11 23 35 47 P-Value 0.566 0.588 0.339 0.312
Tabel Hasil Forecasting 12 bulan ke depan Periode
Bulan
Tahun
Forecast
59
November
2006
7700.56
60
Desember
2006
7852.79
61
Januari
2007
7500.89
62
Februari
2007
7829.49
63
Maret
2007
8454.24
64
April
2007
8514.32
65
Mei
2007
8447.65
66
Juni
2007
7893.18
67
Juli
2007
8184.12
68
Agustus
2007
7748.22
69
September
2007
6710.71
70
Oktober
2007
6055.06
Rata-rata
7740,94
Lampiran 8. (Lanjutan)
Autocorrelation Function for DKI Jakarta
Partial Autocorrelation Function for DKI Jakarta (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
2
4
6
8
10
Lag
14
16
18
20
22
24
Lag
A u to c o r r e l a ti o n F u n c ti o n f o r d = 1
P a r ti a l A uto c o r r e l a ti o n F unc ti o n f o r d = 1
( w ith 5 % s ig n ific a n c e lim its fo r th e a u to c o r r e la tio n s )
(w ith 5 % s ig n ific a n ce lim its fo r the p a rtia l a u to c o rr e la tio ns ) 1 .0
0 .8
0 .8
0 .6
0 .6
Partial Autocorrelation
1 .0
0 .4 0 .2 0 .0 - 0 .2 - 0 .4 - 0 .6 - 0 .8
0 .4 0 .2 0 .0 - 0 .2 - 0 .4 - 0 .6 - 0 .8
- 1 .0
- 1 .0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
2
4
6
8
10
La g
12
14 La g
Time Series Plot of d=1 2000
1000
d=1
Autocorrelation
12
0
-1000
-2000 1
6
12
18
24
30 Index
36
42
48
54
16
18
20
22
24
Lampiran 9. Output Analisis SARIMA untuk Harga Bawang Merah di Bandung ARIMA Model: Bandung (1,1,0)(1,0,0)16 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 27401274 0.100 0.100 1 25088215 0.202 -0.050 2 23730786 0.281 -0.200 3 22998675 0.333 -0.350 4 22737574 0.341 -0.447 5 22637074 0.337 -0.505 6 22592319 0.332 -0.542 7 22570796 0.329 -0.567 8 22559833 0.326 -0.585 9 22553997 0.325 -0.597 10 22550783 0.323 -0.607 11 22548967 0.322 -0.614 12 22547921 0.322 -0.619 13 22547309 0.321 -0.623 14 22546947 0.321 -0.626 15 22546731 0.320 -0.629 16 22546602 0.320 -0.631 17 22546524 0.320 -0.632 18 22546478 0.320 -0.633 19 22546450 0.320 -0.634 20 22546433 0.320 -0.635 21 22546423 0.320 -0.635 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T AR 1 0.3195 0.1283 2.49 SAR 16 -0.6354 0.1791 -3.55
P 0.016 0.001
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 21453909 (backforecasts excluded) MS = 390071 DF = 55 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 8.2 22.3 35.6 46.5 DF 10 22 34 46 P-Value 0.607 0.444 0.395 0.453
Lampiran 9. (Lanjutan) Tabel Hasil Forecasting 12 bulan ke depan Periode 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Bulan
Tahun 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober
Forecast 5217.36 5540.66 5751.30 5155.23 4997.08 4810.95 4497.51 3360.09 3301.62 3299.07 3532.26 3236.80 4391,66
Rata-rata
A uto c o r r e la tio n F unc tio n f o r B a ndung
P a r tia l A uto c or r e la tio n F unc tio n f or B a ndung (w ith 5 % sign ifica nce lim its fo r the p a rtia l a uto co r re la tio ns ) 1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(w ith 5% s ignifica nce lim its fo r the a uto co rr e la tio ns ) 1.0
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
2
La g
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
22
24
La g
A u to c o r r e l a ti o n F u n c ti o n f o r d = 1
P a r ti a l A utoc o r r e la tio n F unc tio n f o r d= 1
(w ith 5 % s ig n ific a n c e lim its fo r th e a u to c o r r e la tio n s )
(w ith 5 % sign ifica nce lim its fo r the p a rtia l a uto co r re la tio ns ) 1.0
0 .8
0.8
0 .6
0.6
Partial Autocorrelation
1 .0
0 .4 0 .2 0 .0 - 0 .2 - 0 .4 - 0 .6 - 0 .8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
- 1 .0
-1.0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
2
4
6
8
10
La g
12
14 La g
Time Series Plot of d=1 2000
1000
0 d=1
Autocorrelation
4
-1000
-2000
-3000 1
6
12
18
24
30 Index
36
42
48
54
16
18
20
Lampiran 10. Output Analisis SARIMA untuk Harga Bawang Merah di Semarang ARIMA Model: Semarang (0,1,0)(0,0,1)2 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 46153762 0.100 1 44947043 0.250 2 44933557 0.267 3 44933551 0.267 4 44933551 0.267 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T SMA 2 0.2672 0.1350 1.98
P 0.053
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 44893167 (backforecasts excluded) MS = 801664 DF = 56 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 5.6 11 0.900
24 12.6 23 0.961
36 25.4 35 0.882
48 43.9 47 0.604
Tabel Hasil Forecasting 12 bulan ke depan Periode 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Bulan
Tahun 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Rata-rata
Forecast 4955.72 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5176.60 5158,19
Lampiran 10. (Lanjutan) A uto c o r r e l a tio n F unc tio n fo r S e ma r a ng
P a r ti a l A uto c o r r e l a tio n F unc tio n f o r S e m a r a ng (w ith 5 % s ig nific a nc e lim its fo r th e p a r tia l a u to c o r re la tio ns ) 1 .0
0 .8
0 .8
0 .6
0 .6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(w ith 5 % s ig nifica nce lim its fo r the a uto co rr e la tions ) 1 .0
0 .4 0 .2 0 .0 -0 .2 -0 .4
A uto c o r r e la tio n F unc ti o n f o r d = 1
-0 .6
(w ith 5 % s ig nifica nce lim its fo r the a uto co r r e la tions )
-0 .8 1 .0 -1 .0 0 .8
0 .2 0 .0 -0 .2 -0 .4
P a r ti a l A uto c o r r e l a ti o n F unc ti o n f o r d = 1
-0 .6
(w ith 5 % s ig nific a nc e lim its fo r th e p a r tia l a u to c o r re la tio ns )
-0 1 .8 .0 -1 0 .0 .8
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Partial Autocorrelation
2
La g
0 .4 0 .2 0 .0 -0 .2 -0 .4 -0 .6 -0 .8
0 .6
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
14
16
18
20
22
24
La g
0 .4 0 .2 0 .0 -0 .2 -0 .4 -0 .6 -0 .8
-1 .0
-1 .0 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
2
4
6
8
10
La g
12 La g
Time Series Plot of d=1 2000 1000 0 d=1
Autocorrelation
0 .6
0 .4
-1000 -2000 -3000 -4000 1
6
12
18
24
30 Index
36
42
48
54
Lampiran 11. Output Analisis SARIMA untuk Harga Bawang Merah di Yogyakarta ARIMA Model: Yogyakarta SARIMA (0,1,1)(0,0,1)21 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 56220866 0.100 0.100 1 48349927 -0.041 0.250 2 44479258 -0.161 0.400 3 43436617 -0.237 0.543 4 43412874 -0.223 0.561 5 43412405 -0.224 0.565 6 43412396 -0.224 0.565 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T MA 1 -0.2239 0.1319 -1.70 SMA 21 0.5649 0.1599 3.53
P 0.095 0.001
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 42374709 (backforecasts excluded) MS = 770449 DF = 55 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 15.1 24.9 42.9 56.1 DF 10 22 34 46 P-Value 0.127 0.301 0.140 0.146
Periode 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Bulan
Tahun 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Rata-rata
Forecast 4405.96 4465.07 4768.79 4724.65 4566.48 4732.91 4997.08 5007.37 5026.46 3542.38 3674.00 2909.97 4401,76
Lampiran 11. (Lanjutan) Autocorrelation Function for Y ogyakarta
Partial Autocorrelation Function for Y ogyakarta (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
4
6
8
10
12
14
16
18
0.0 -0.4 -0.6
20
Partial Autocorrelation Function for d=1
-1.0 22
24
1.0
Lag
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
0.8 0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
14
16
18
20
22
24
Lag
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0
2
4
6
8
10
12
3000
14
16
18
20
Time S eries P lot of d=1
22
24
2
4
6
8
10
Lag
12 Lag
2000 1000 d=1
Autocorrelation
1.0
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 2
0.2 -0.2
-0.8
Autocorrelation Function for d=1
-1.0
0.4
0 -1000 -2000 -3000 1
6
12
18
24
30 Inde x
36
42
48
54
Lampiran 12. Output Analisis SARIMA untuk Harga Bawang Merah di Surabaya ARIMA Model: Surabaya (1,1,1)(0,0,1)24 Estimates at each iteration Iteration 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13
SSE 45001137 40100013 39161150 38063711 36677896 34584277 32454941 31020291 30468177 30389533 30382327 30381719 30381668 30381664
Parameters 0.100 0.100 0.100 0.146 0.053 -0.050 0.012 -0.097 -0.080 -0.118 -0.247 -0.117 -0.241 -0.397 -0.169 -0.344 -0.547 -0.267 -0.336 -0.592 -0.417 -0.306 -0.586 -0.567 -0.293 -0.581 -0.665 -0.292 -0.585 -0.699 -0.293 -0.587 -0.709 -0.294 -0.589 -0.712 -0.294 -0.589 -0.713 -0.295 -0.589 -0.713
Relative change in each estimate less than 0.0010
Final Estimates of Parameters Type AR 1 MA 1 SMA 24
Coef -0.2946 -0.5893 -0.7133
SE Coef 0.3810 0.3433 0.2166
T -0.77 -1.72 -3.29
P 0.443 0.092 0.002
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 22626160 (backforecasts excluded) MS = 419003 DF = 54
Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 6.2 9 0.723
24 17.6 21 0.675
36 27.7 33 0.730
48 34.6 45 0.868
Tabel Kemungkinan Model SARIMA hasil overfitting : No. 1 2
Kemungkinan Model SARIMA SARIMA (0,1,1)(0,0,1)24 SARIMA (1,1,1)(0,0,1)24
MSE 422186 419003
Lampiran 12. (Lanjutan) ARIMA Model: Surabaya (0,1,1)(0,0,1)24 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 47598141 0.100 0.100 1 41166332 -0.019 -0.050 2 36900325 -0.117 -0.200 3 34000683 -0.195 -0.350 4 32026878 -0.255 -0.500 5 30906555 -0.301 -0.642 6 30741681 -0.319 -0.692 7 30727737 -0.327 -0.705 8 30726582 -0.330 -0.709 9 30726480 -0.331 -0.710 10 30726470 -0.331 -0.710 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type Coef SE Coef T MA 1 -0.3309 0.1333 -2.48 SMA 24 -0.7099 0.2185 -3.25
P 0.016 0.002
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 23220205 (backforecasts excluded) MS = 422186 DF = 55 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag 12 24 36 48 Chi-Square 9.0 21.2 31.3 37.5 DF 10 22 34 46 P-Value 0.536 0.511 0.602 0.810
Tabel Hasil Forecasting 12 bulan ke depan Periode 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Bulan
Tahun 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Rata-rata
Forecast 5225.59 7204.40 7257.09 6365.41 6829.93 7168.87 6987.13 7314.92 7565.77 7486.35 7867.72 8183.02 7121,35
Lampiran 12. (Lanjutan) Autocorrelation Function for Surabaya
Partial Autocorrelation Function for Surabaya (with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations) 1.0
0.4 0.2 0.0 -0.2
Autocorrelation Function for d=1
-0.4
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
-0.6
0.0
Partial Autocorrelation Function for d=1
-0.4
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
-0.6
0.8 -1.0
-1.0 0.8 4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
Partial Autocorrelation
2
Lag
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6
0.6
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
12 14 Lag
16
18
20
22
24
Lag
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6
Time Series Plot-0.8 of d=1
-0.8
-1.0
-1.0 2
4
6
8
10
3000
12 14 Lag
16
18
20
22
2
24
4
6
8
10
2000
1000 d=1
Autocorrelation
0.2 -0.2
1.0 -0.8
1.0 -0.8 0.6
0.4
0
-1000
-2000 1
6
12
18
24
30 Index
36
42
48
54
Lampiran 13. Output Analisis SARIMA untuk Harga Bawang Merah di Denpasar ARIMA Model: Denpasar (0,1,0)(1,0,0)8 Estimates at each iteration Iteration SSE Parameters 0 73377184 0.100 1 65906581 -0.050 2 60635409 -0.200 3 57563666 -0.350 4 56690165 -0.470 5 56679741 -0.483 6 56679601 -0.484 7 56679599 -0.484 Relative change in each estimate less than 0.0010 Final Estimates of Parameters Type SAR 8
Coef -0.4845
SE Coef 0.1411
T -3.43
P 0.001
Differencing: 1 regular difference Number of observations: Original series 58, after differencing 57 Residuals: SS = 56423013 (backforecasts excluded) MS = 1007554 DF = 56 Modified Box-Pierce (Ljung-Box) Chi-Square statistic Lag Chi-Square DF P-Value
12 16.3 11 0.129
24 28.4 23 0.201
36 36.3 35 0.409
48 50.0 47 0.354
Tabel Hasil Forecasting 12 bulan ke depan Periode 59 60 61 62 63 64 65 66 67 68 69 70
Bulan
Tahun 2006 2006 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007 2007
November Desember Januari Februari Maret April Mei Juni Juli Agustus September Oktober Rata-rata
Forecast 5511.11 5366.73 4691.38 4949.12 5553.26 6393.81 7938.30 8219.78 8380.09 8450.03 8777.22 8652.35 6906,93
Lampiran 13. (Lanjutan) Autocorrelation Function for Denpasar
Partial Autocorrelation Function for Denpasar (with 5% significance limits for the partial autocorrelations)
1.0
1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
Autocorrelation
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
22
24
2
4
6
8
10
12 14 Lag
16
18
20
Autocorrelation Function for d=1
Partial Autocorrelation Function for d=1
(with 5% significance limits for the autocorrelations)
(with 5% significance limits for the partial autocorrelations) 1.0
0.8
0.8
0.6
0.6
Partial Autocorrelation
1.0
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
22
24
22
24
0.4 0.2 0.0 -0.2 -0.4 -0.6 -0.8
-1.0
-1.0 2
4
6
8
10
12 14 Lag
16
18
20
22
24
2
4
6
8
10
12 14 Lag
Time Series Plot of d=1 3000 2000 1000
d=1
Autocorrelation
Lag
0 -1000 -2000 -3000 -4000 1
6
12
18
24
30 Index
36
42
48
54
16
18
20
Lampiran 14. Hasil Regresi Harga Bawang Merah DKI Jakarta Regression Analysis: Yt versus X2, X3, X4, D The regression equation is Yt = 292 + 0.477 X2 + 0.117 X3 + 0.562 X4 + 440 D Predictor Constant X2 X3 X4 D
Coef 292.2 0.47696 0.11704 0.56224 440.0
S = 485.8
SE Coef 388.2 0.05606 0.09958 0.05600 175.3
R-Sq = 92.3%
T 0.75 8.51 1.18 10.04 2.51
P 0.455 0.000 0.245 0.000 0.015
VIF 2.1 1.1 2.1 1.1
R-Sq(adj) = 91.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 4 52 56
SS 146676142 12272678 158948820
MS 36669036 236013
F 155.37
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.95
Normal Probality Harga Bawang Merah di DKI Jakarta .999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -1500
Average: -0.0000000 StDev: 468.140 N: 57
-1000
-500
0
RESI1
500
1000
1500
Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.109 D-: 0.123 D : 0.123 Approximate P-Value: > 0.068
Lampiran 14. (Lanjutan) Uji Breusch-Pagan Regression Analysis: RESI1_1 versus X1,X2, X3, X4, D The regression equation is RESI1_1 = 353944 - 70.1 X2 - 93.8 X3 + 73.1 X4 - 193696 D Predictor Constant X2 X3 X4 D
Coef 353944 -70.09 -93.82 73.06 -193696
S = 421032
SE Coef 336396 48.58 86.30 48.53 151950
R-Sq = 8.1%
T 1.05 -1.44 -1.09 1.51 -1.27
P 0.298 0.155 0.282 0.138 0.208
VIF 2.1 1.1 2.1 1.1
R-Sq(adj) = 1.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF SS MS 4 8.13614E+11 2.03404E+11 52 9.21793E+12 1.77268E+11 56 1.00315E+13
F 1.15
P 0.345
Nilai LM = nR2 = 57 (8,1%) = 4,62 Nilai Chi-Square (λ2) untuk df 4 dan taraf nyata 5 persen adalah 9,49
Lampiran 15. Hasil Regresi Harga Bawang Merah Kota Bandung Regression Analysis: Yt versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is Yt = 1270 + 0.0022 X1 + 0.444 X2 - 0.0202 X3 + 0.511 X4 + 96 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 1270.0 0.00220 0.44351 -0.02017 0.51091 96.4
S = 416.8
SE Coef 591.1 0.08394 0.04919 0.08752 0.05630 155.3
R-Sq = 91.3%
T 2.15 0.03 9.02 -0.23 9.07 0.62
P 0.036 0.979 0.000 0.819 0.000 0.538
VIF 1.4 2.2 1.1 1.8 1.1
R-Sq(adj) = 90.4%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 51 56
SS 92602424 8860208 101462632
MS 18520485 173730
F 106.61
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.49
Normal Probality Harga Bawang Merah di Kota Bandung
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -500
0
500
RESI1 Average: -0.0000000 StDev: 397.766 N: 57
Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.054 D-: 0.081 D : 0.081 Approximate P-Value > 0.15
Lampiran 15. (Lanjutan) Uji Breusch-Pagan Regression Analysis: RESI1_1 versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is RESI1_1 = 271877 - 45.4 X1 + 2.4 X2 - 22.7 X3 + 22.0 X4 + 113907 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 271877 -45.44 2.36 -22.67 22.01 113907
S = 183775
SE Coef 260629 37.01 21.69 38.59 24.82 68455
R-Sq = 8.1%
T 1.04 -1.23 0.11 -0.59 0.89 1.66
P 0.302 0.225 0.914 0.559 0.379 0.102
VIF 1.4 2.2 1.1 1.8 1.1
R-Sq(adj) = 0.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF SS MS 5 1.52201E+11 30440103450 51 1.72244E+12 33773429949 56 1.87465E+12
F 0.90
P 0.488
Nilai LM = nR2 = 57 (8,1%) = 4,62 Nilai Chi-Square (λ2) untuk df 5 dan taraf nyata 5 persen adalah 11,07
Lampiran 16. Hasil Regresi Harga Bawang Merah Kota Semarang Regression Analysis: Yt versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is Yt = 464 + 0.249 X1 + 0.492 X2 - 0.067 X3 + 0.329 X4 + 279 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 463.7 0.2491 0.49196 -0.0666 0.32854 279.2
S = 581.5
SE Coef 723.7 0.1298 0.07206 0.1210 0.08049 213.3
R-Sq = 84.2%
T 0.64 1.92 6.83 -0.55 4.08 1.31
P 0.525 0.061 0.000 0.584 0.000 0.196
VIF 1.6 2.4 1.1 2.0 1.1
R-Sq(adj) = 82.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 51 56
SS 91782610 17247319 109029929
MS 18356522 338183
F 54.28
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.47
Normal Probality Harga Bawang Merah di Kota Semarang
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -1000
0
1000
RESI1 Average: 0.0000000 StDev: 554.967 N: 57
Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.092 D-: 0.092 D : 0.092 Approximate P-Value > 0.15
Lampiran 16. (Lanjutan) Uji Breusch-Pagan Regression Analysis: RESI1_1 versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is RESI1_1 = 584474 - 70 X1 - 68.0 X2 - 162 X3 + 140 X4 + 124118 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 584474 -70.1 -68.01 -162.47 139.99 124118
S = 456667
SE Coef 568303 101.9 56.59 94.99 63.21 167474
R-Sq = 17.0%
T 1.03 -0.69 -1.20 -1.71 2.21 0.74
P 0.309 0.495 0.235 0.093 0.031 0.462
VIF 1.6 2.4 1.1 2.0 1.1
R-Sq(adj) = 8.8%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF SS MS 5 2.17286E+12 4.34572E+11 51 1.06358E+13 2.08544E+11 56 1.28086E+13
F 2.08
P 0.083
Nilai LM = nR2 = 57 (17,0%) = 9,69 Nilai Chi-Square (λ2) untuk df 5 dan taraf nyata 5 persen adalah 11,07
Lampiran 17. Hasil Regresi Harga Bawang Merah Yogyakarta Regression Analysis: Yt versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is Yt = 860 + 0.059 X1 + 0.749 X2 - 0.107 X3 + 0.258 X4 + 15 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 860.3 0.0595 0.74909 -0.1066 0.25819 14.8
S = 624.7
SE Coef 608.0 0.1106 0.08902 0.1272 0.09328 252.2
R-Sq = 88.4%
T 1.41 0.54 8.42 -0.84 2.77 0.06
P 0.163 0.593 0.000 0.406 0.008 0.954
VIF 1.3 3.2 1.1 3.7 1.3
R-Sq(adj) = 87.3%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 51 56
SS 151588660 19902050 171490710
MS 30317732 390236
F 77.69
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.54
Normal Probality Harga Bawang Merah di Kota Yogyakarta .999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -1000
0
1000
RESI1 Average: 0.0000000 StDev: 596.149 N: 57
Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.096 D-: 0.101 D : 0.101 Approximate P-Value > 0.15
Lampiran 17. (Lanjutan) Uji Breusch-Pagan Regression Analysis: RESI1_1 versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is RESI1_1 = 197035 + 38.8 X1 + 26.0 X2 - 1.2 X3 - 25.0 X4 + 7006 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 197035 38.78 26.00 -1.25 -25.00 7006
S = 337091
SE Coef 328066 59.69 48.04 68.62 50.33 136102
R-Sq = 1.7%
T 0.60 0.65 0.54 -0.02 -0.50 0.05
P 0.551 0.519 0.591 0.986 0.622 0.959
VIF 1.3 3.2 1.1 3.7 1.3
R-Sq(adj) = 0.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF SS MS 5 1.02646E+11 20529214396 51 5.79515E+12 1.13630E+11 56 5.89779E+12
F 0.18
P 0.969
Nilai LM = nR2 = 57 (1,7%) = 0,97 Nilai Chi-Square (λ2) untuk df 5 dan taraf nyata 5 persen adalah 11,07
Lampiran 18. Hasil Regresi Harga Bawang Merah Kota Surabaya Regression Analysis: Yt versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is Yt = - 259 + 0.529 X1 + 0.364 X2 - 0.174 X3 + 0.445 X4 - 142 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef -258.8 0.5293 0.36381 -0.1735 0.44451 -141.9
S = 565.2
SE Coef 648.8 0.1180 0.06591 0.1247 0.07028 218.0
R-Sq = 90.5%
T -0.40 4.48 5.52 -1.39 6.33 -0.65
P 0.692 0.000 0.000 0.170 0.000 0.518
VIF 2.2 2.1 1.3 2.6 1.2
R-Sq(adj) = 89.6%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 51 56
SS 155426633 16294330 171720963
MS 31085327 319497
F 97.29
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.47
Normal Probality Harga Bawang Merah di Surabaya
.999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -1000
0
1000
RESI1 Average: -0.0000000 StDev: 539.417 N: 57
Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.069 D-: 0.070 D : 0.070 Approximate P-Value > 0.15
Lampiran 18. (Lanjutan) Uji Breusch-Pagan Regression Analysis: RESI1_1 versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is RESI1_1 = 403710 + 107 X1 + 19.9 X2 - 67 X3 - 76.2 X4 - 231148 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 403710 106.9 19.88 -66.8 -76.23 -231148
S = 515904
SE Coef 592209 107.7 60.16 113.9 64.14 198952
R-Sq = 4.8%
T 0.68 0.99 0.33 -0.59 -1.19 -1.16
P 0.499 0.326 0.742 0.560 0.240 0.251
VIF 2.2 2.1 1.3 2.6 1.2
R-Sq(adj) = 0.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF SS MS 5 6.83607E+11 1.36721E+11 51 1.35740E+13 2.66157E+11 56 1.42576E+13
F 0.51
P 0.765
Nilai LM = nR2 = 57 (4,8%) = 2,74 Nilai Chi-Square (λ2) untuk df 5 dan taraf nyata 5 persen adalah 11,07
Lampiran 19. Hasil Regresi Harga Bawang Merah Kota Denpasar Regression Analysis: Yt versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is Yt = 672 + 0.056 X1 + 0.609 X2 - 0.123 X3 + 0.490 X4 - 9 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 672.4 0.0560 0.60855 -0.1231 0.48973 -8.6
S = 770.8
SE Coef 790.8 0.1081 0.09277 0.1587 0.07524 284.3
R-Sq = 86.1%
T 0.85 0.52 6.56 -0.78 6.51 -0.03
P 0.399 0.607 0.000 0.442 0.000 0.976
VIF 1.2 2.3 1.1 2.1 1.1
R-Sq(adj) = 84.7%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 5 51 56
SS 187138020 30301658 217439679
MS 37427604 594150
F 62.99
P 0.000
Durbin-Watson statistic = 1.81
Normal Probality Harga Bawang Merah di Denpasar .999 .99
Probability
.95 .80 .50 .20 .05 .01 .001 -2000
-1000
0
1000
RESI1 Average: 0.0000000 StDev: 735.596 N: 57
Kolmogorov-Smirnov Normality Test D+: 0.126 D-: 0.071 D : 0.126 Approximate P-Value: > 0.053
Lampiran 19. (Lanjutan) Uji Breusch-Pagan Regression Analysis: RESI1_1 versus X1, X2, X3, X4, D The regression equation is RESI1_1 = 1169262 - 45 X1 - 27 X2 - 226 X3 + 57.7 X4 - 301964 D Predictor Constant X1 X2 X3 X4 D
Coef 1169262 -45.0 -26.6 -225.8 57.72 -301964
S = 848737
SE Coef 870765 119.0 102.1 174.8 82.85 313015
R-Sq = 5.4%
T 1.34 -0.38 -0.26 -1.29 0.70 -0.96
P 0.185 0.707 0.796 0.202 0.489 0.339
VIF 1.2 2.3 1.1 2.1 1.1
R-Sq(adj) = 0.0%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF SS MS 5 2.08183E+12 4.16366E+11 51 3.67381E+13 7.20355E+11 56 3.88199E+13
F 0.58
P 0.717
Nilai LM = nR2 = 57 (5,4%) = 3,08 Nilai Chi-Square (λ2) untuk df 5 dan taraf nyata 5 persen adalah 11,07
Lampiran 20. Produksi, Luas Panen dan Produktivitas Bawang Merah di Enam Kota Besar di Indonesia Indonesia Tahun 2001-2005 Kota di Indonesia DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
Yogyakarta
Jawa Timur
Denpasar
Keterangan
Tahun 2001
2002
2003
2004
2005
P
-
-
-
-
-
LP
-
-
-
-
-
Pr
-
-
-
-
-
P
103326
96619
120219
121194
118795
LP
12699
10483
13353
12170
12653
Pr
81,4
92,2
90,0
99,6
93,8
P
195021
215601
231052
230976
202692
LP
23467
24408
27457
27958
22036
Pr
83,1
88,3
84,2
82,6
92,0
P
21514
27038
24810
18818
21444
LP
1705
2220
2383
2006
2219
Pr
126,2
121,8
104,1
93,8
96,6
P
344642
223147
213818
224971
224971
LP
24546
21201
23394
25068
25531
Pr
140,41
105,25
91,4
89,7
88,1
P
11593
12502
12614
12697
11294
LP
824
1072
1199
1319
1328
Pr
140,7
116,6
105,2
96,3
85,0
Ket: P: Produksi (Ton); LP: Luas Panen (Ha); Pr: Produktivitas (Ton/Ha) Sumber: www.deptan.go.id (16 Juli 2006)