ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)
DITA FIDIANI H14104050
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
2
RINGKASAN DITA FIDIANI. Analisis Perkembangan Pasar Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus DKI Jakarta) (Dibimbing oleh TANTI NOVIANTI).
DKI Jakarta merupakan daerah dengan tingkat migrasi yang tinggi, hal tersebut menyebabkan tingginya populasi dan terus bertambahnya angkatan kerja di DKI Jakarta. Untuk mengantisipasi bertambahnya angkatan kerja tersebut maka dibutuhkan lapangan kerja baru yang bersifat padat karya. Industri TPT merupakan salah satu industri padat karya yang mampu menyerap banyak tenaga kerja. Industri TPT di kawasan DKI Jakarta memberikan kontribusi sebesar 17 persen dari total industri TPT nasional yang merupakan kawasan industri TPT terbesar nomor dua setelah Jawa Barat dengan persentase sebesar 57 persen. Industri TPT DKI Jakarta menduduki posisi ketiga dalam pembentukan PDRB industri pengolahan bagi DKI Jakarta dan merupakan salah satu komoditi andalan ekspor DKI Jakarta. Setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan disepakatinya otonomi daerah, telah terjadi perubahan-perubahan kebijakan struktural baik secara nasional maupun secara regional, salah satunya yaitu kenaikan upah minimum provinsi. DKI Jakarta merupakan salah satu daerah yang mengalami kenaikan upah minimum provinsi dengan tingkat kenaikan upah yang cukup signifikan setiap tahunnya ditambah dengan masih tingginya laju pertumbuhan populasi dan arus urbanisasi, data menunjukkan bahwa telah terjadi penurunan jumlah tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta. Penurunan jumlah tenaga kerja dan bertambahnya jumlah angkatan kerja tersebut telah menyebabkan perubahan pasar tenaga kerja. Selain faktor-faktor tersebut, masih adakah faktor lain yang mempengaruhi pasar tenaga kerja. Oleh sebab itu, tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu menganalisis perkembangan dan faktor-faktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT di DKI Jakarta. Data yang digunakan pada penelitian ini adalah data sekunder time series dari tahun 1986 hingga 2006. Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini yaitu metode analisis deskriptif untuk melihat perkembangan pasar tenaga kerja industri TPT dan metode kuantitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT. Analisis kuantitatif menggunakan model persamaan simultan dengan alat analisis Two Stage Least Squares (TSLS). Penelitian ini menganalisis enam persamaan yaitu jumlah tenaga kerja yang diminta, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, tingkat upah, PDRB, investasi, dan jumlah unit perusahaan. Tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta didominasi oleh tenaga kerja perempuan. Pekerja domestik yang bekerja di industri TPT banyak menduduki posisi sebagai buruh. Perkembangan tenaga kerja industri TPT terus mengalami penurunan setelah tahun 1993 sampai tahun 2006. Pengeluaran untuk upah tenaga
3
kerja dan produktivitas tenaga kerja industri TPT cenderung mengalami kenaikan selama tahun analisis. Hasil analisis kuantitatif menunjukkan bahwa jumlah tenaga kerja yang diminta dipengaruhi oleh jumlah unit perusahaan, PDRB, dan PDRB tahun sebelumnya. Investasi tahun sebelumnya, upah, dan dummy krisis tidak berpengaruh terhadap jumlah tenaga kerja yang diminta. Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan dipengaruhi oleh jumlah migrasi, jumlah populasi, dan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan tahun sebelumnya. Hasil penelitian menunjukkan tingkat upah dan dummy krisis tidak memberikan hasil yang signifikan terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Tingkat upah dipengaruhi oleh nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) dan jumlah tenaga kerja yang diminta tahun sebelumnya sedangkan tingkat inflasi tidak memberikan hasil yang signifikan. PDRB dipengaruhi oleh ekspor, impor dan dummy krisis sedangkan investasi tidak berpengaruh signifikan. Investasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga dan investasi tahun sebelumnya. Nilai tukar, upah, dan dummy krisis tidak berpengaruh terhadap investasi. Jumlah unit perusahaan dipengaruhi oleh tingkat upah, PDRB, dan jumlah tenaga kerja yang diminta sedangkan nilai investasi tidak memberikan hasil yang signifikan. Pekerja harus meningkatkan produktivitasnya jika upah mengalami kenaikan agar terjadi penambahan output, sehingga biaya input yang dikeluarkan untuk upah dapat tertutupi dengan pertambahan keuntungan yang diperoleh. Agar terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja, pemerintah harus menghilangkan ekonomi biaya tinggi dalam proses pembuatan izin usaha.
4
ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)
DITA FIDIANI H 14104050
SKRIPSI Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
5
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang ditulis oleh : Nama
: Dita Fidiani
NRP
: H 14104050
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul skrpsi
: Analisis Perkembangan Pasar Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya (Studi Kasus DKI Jakarta)
Dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Tanti Novianti, M.Si NIP. 132206249
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131846872
Tanggal Kelulusan :
6
PERNYATAAN DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI YANG BERJUDUL “ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA)” BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA SUATU PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Dita Fidiani H 14104050
7
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 26 Oktober 1985 sebagai anak ke empat dari lima bersaudara putri dari pasangan Bapak D. Sudradjat dan Ibu Emma Suhaemah. Penulis menempuh pendidikan dasar di SDN Menes 3 (tahun 1992 sampai tahun 1998), pendidikan menengah pertama di SLTP Negeri 1 Menes (tahun 1998 sampai tahun 2001) dan pendidikan menengah atas di SMU Negeri 1 Pandeglang (tahun 2001 sampai 2004). Pada tahun 2004 penulis diterima di IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Program Studi Ilmu Ekonomi Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, Penulis aktif sebagai anggota KOPMA IPB.
8
KATA PENGANTAR Tiada kata yang paling indah untuk diucapkan selain puji dan syukur atas kehadirat Allah SWT karena atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul: ANALISIS PERKEMBANGAN PASAR TENAGA KERJA INDUSTRI TEKSTIL DAN PRODUK TEKSTIL (TPT) DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA (STUDI KASUS DKI JAKARTA). Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Sebagai salah satu wujud rasa syukur kehadirat Allah SWT, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian skripsi ini, yaitu: 1. Bapak dan Ibu tercinta yang senantiasa memberikan kasih sayang, perhatian, doa, dan dukungan kepada penulis, kakak-kakak saya A Andri, A Gema, Teh Dina dan adik saya Riris yang selalu memberikan bantuan, motivasi, dan keceriaan kepada penulis. 2. Ir. Tanti Novianti, M.Si dan Prof. Dr. Ir Isang Gonarsjah sebagai dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, ilmu, masukan, dan perhatian yang sangat membantu penulis dalam penyusunan skripsi ini. 3. Dr. Ir. Sri Mulatsih, M.sc. Agr sebagai dosen penguji utama dalam ujian sidang yang telah memberikan saran dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 4. Widyastutik, M.Si sebagai dosen penguji dari komisi pendidikan yang telah memberikan koreksi dan masukan demi kesempurnaan skripsi ini. 5. Dosen, Staf, dan seluruh civitas akademika Departemen Ilmu Ekonomi FEM-IPB yang telah banyak memberikan ilmu kepada penulis selama menyelesaikan studi di Departemen Ilmu Ekonomi. 6. Para sahabat IE 41 (Popy, Manda, Fatin, Dyah, Dwie, dan Tika) yang telah memberikan keceriaan, kebersamaan, dan motivasi kepada penulis. Kepada Yuliana Mufarohah, SE. yang telah memberikan masukan dan motivasi kepada penulis. Teman-teman satu bimbingan skripsi (Maya, Kak
9
Nova, Kak Wirawan, Teh Rusniar, Rian, Abi, dan Tyo), terima kasih atas kerjasama yang dibangun selama penyusunan skripsi dan motivasinya. Teman-teman kost NA GALZ, teman-teman KKP, teman-teman KOPMA IPB, dan teman-teman asrama TPB yang telah memberikan suasana kekeluargaan dan motivasi kepada penulis. Serta teman-teman lainnya yang tidak dapat disebutkan satu per satu. 7. Semua pihak yang telah membantu dan memperlancar penyusunan skripsi ini. Penulis berharap skripsi ini bermanfaat bagi para pembaca. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.
Bogor, Agustus 2008
Dita Fidiani H14104040
10
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL.............................................................................................. 13 DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... 14 DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................................... 15 I. PENDAHULUAN........................................................................................ 16 1.1. Latar Belakang ....................................................................................... 16 1.2. Perumusan Masalah ............................................................................... 19 1.3. Tujuan Penelitian ................................................................................... 22 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................. 23 1.5. Ruang Lingkup Penelitian...................................................................... 23 II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PENELITIAN .................. 24 2.1. Tinjauan Teori........................................................................................ 24 2.1.1. Teori Permintaan Tenaga Kerja ................................................... 24 2.1.1.1. Menentukan Kurva Permintaan Tenaga Kerja................ 25 2.1.2. Teori Penawaran Tenaga Kerja.................................................... 26 2.1.2.1. Menentukan Kurva Penawaran Tenaga Kerja................. 27 2.1.3. Pasar Tenaga Kerja ...................................................................... 29 2.1.4. Hubungan Output dan Tenaga Kerja............................................ 30 2.1.5. Hubungan Investasi, Suku Bunga, dan Upah............................... 31 2.1.6. Hubungan Upah dan Tenaga Kerja .............................................. 33 2.1.7. Hubungan Investasi, PDRB, dan Permintaan Tenaga Kerja........ 34 2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu ............................................................... 35 2.3. Kerangka Pemikiran............................................................................... 40 III. METODE PENELITIAN .......................................................................... 41 3.1. Jenis dan Sumber Data........................................................................... 41 3.2. Metode Analisis Data............................................................................. 41 3.2.1. Identifikasi Model ........................................................................ 45 3.2.2. Metode Estimasi........................................................................... 47 3.2.2.1. Uji Kriteria Statistik ....................................................... 47
11
3.2.2.2. Uji Kriteria Ekonometrik ............................................... 48 3.2.2.2.1. Pengujian Autokorelasi .................................. 48 3.2.2.2.2. Pengujian Heteroskedastisitas........................ 49 3.2.2.2.3. Pengujian Normalitas ..................................... 50 3.2.2.2.4. Pengujian Multikolinearitas ........................... 51 3.2.2.3. Uji Kriteria Ekonomi...................................................... 51 3.2.3. Definisi Operasional..................................................................... 54 IV. GAMBARAN UMUM DKI JAKARTA ................................................... 54 4.1. Keadaan Penduduk................................................................................. 55 4.2. Keadaan Tenaga Kerja ........................................................................... 56 4.3. Keadaan Ekonomi.................................................................................. 56 4.3.1. Pertumbuhan Ekonomi................................................................. 58 4.3.2. Sektor Industri Pengolahan .......................................................... 60 4.3.3. Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil .................................. 60 4.3.3.1. PDRB Industri Tekstil dan Produk Tekstil ..................... 60 4.3.3.2. Jumlah Unit Perusahaan Industri Tekstil dan Produk Tekstil.............................................................................. 61 4.4.3.3. Nilai Input, Nilai Output, dan Value added Industri Tekstil dan Produk Tekstil .............................................. 63 V. HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................................... 63 5.1. Pasar Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta ...................................... 63 5.1.1. Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta ...................................... 64 5.1.2. Upah Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta ............................ 65 5.1.3. Produktivitas Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta................ 66 5.1.4. Kebijakan-Kebijakan yang Terkait dengan TPT.......................... 66 5.1.4.1. Kebijakan Ekspor TPT................................................... 67 5.1.4.2. Kebijakan Manajemen Kuota TPT................................. 67 5.1.5. TPT dalam Perjanjian Internasional............................................. 69 5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasar Tenaga Kerja Industri TPT . 69 5.2.1. Estimasi Parameter Mode ............................................................ 69 5.2.1.1. Uji F-Statistik ................................................................. 70 5.2.1.2. Uji Autokorelasi............................................................. 70
12
5.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas................................................... 71 5.2.1.4. Uji Normalitas................................................................ 72 5.2.1.5. Uji Multikolinearitas ...................................................... 72 5.2.2. Estimasi Model.............................................................................. 72 5.2.2.1. Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta............................... 72 5.2.2.2. Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan ......................... 75 5.2.2 3. Tingkat Upah Rii............................................................ 77 5.2.2.4. Tingkat PDRB Riil......................................................... 79 5.2.2.5. Investasi Riil................................................................... 80 5.2.2.6. Jumlah Unit Perusahaan................................................. 83 VI. KESIMPULAN DAN SARAN................................................................... 85 6.1. Kesimpulan ............................................................................................ 85 6.2. Saran....................................................................................................... 86 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 87 LAMPIRAN....................................................................................................... 89
13
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Perkembangan Nilai UMP DKI Jakarta........................................................ 20 2. Hasil Identifikasi Model Berdasarkan Order Condition............................... 46 3. Perkembangan Jumlah Penduduk DKI Jakarta............................................. 54 4. Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta............................................................ 55 5. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi.............................................................. 56 6. Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB DKI Jakarta .................................... 57 7. Laju Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Pengolahan................................... 59 8. Jumlah Perusahaan Industri TPT DKI Jakarta.............................................. 61 9. Nilai Input, Nilai Output, dan Value Added Industri Tekstil ........................ 62 10. Hasil Estimasi Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta .................................... 74 11. Hasil Estimasi Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan................................ 76 12. Hasil Estimasi Tingkat Upah ........................................................................ 78 13. Hasil Estimasi PDRB .................................................................................... 80 14. Hasil Estimasi Investasi ................................................................................ 82 15. Hasil Estimasi Jumlah Unit Perusahaan........................................................ 84
14
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1. PDRB Industri Tekstil DKI Jakarta .............................................................. 17 2. Ekspor Tekstil DKI Jakarta........................................................................... 18 3. Jumlah Perusahaan Tekstil Besar dan Sedang DKI Jakarta.......................... 21 4. Jumlah Tenaga Kerja Industri Tekstil DKI Jakarta....................................... 21 5. Menentukan Kurva Permintaan Tenaga Kerja.............................................. 26 6. Menentukan Kurva Penawaran Tenaga Kerja............................................... 28 7. Kenaikan Upah Pada Pasar Tenaga Kerja..................................................... 30 8. Hubungan Output dan Permintaan Tenaga Kerja ......................................... 31 9. Kurva Keseimbangan Uang Riil, Fungsi Produksi, Perpotongan Keynesian 33 10. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun........................... 34 11. Kerangka Pemikiran Analisis........................................................................ 40 12. Hubungan Antar Variabel ............................................................................. 44 13. Pertumbuhan PDRB TPT DKI Jakarta ......................................................... 60 14. Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta................................. 64 15. Pengeluaran untuk Upah Industri TPT DKI Jakarta ..................................... 65 16. Produktivitas Tenaga Kerja Industri Tekstil DKI Jakarta............................. 66
15
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1. Data ............................................................................................................... 90 2. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta................... 92 3. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan .............. 92 4. Hasil Uji Estimasi Model Tingkat Upah....................................................... 93 5. Hasil Uji Estimasi Model PDRB................................................................... 93 6. Hasil Uji Estimasi Model Investasi............................................................... 94 7. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Unit Perusahaan...................................... 95 8. Hasil Uji Multikolinearitas............................................................................ 95 9. Hasil Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta ......................... 96 10. Hasil Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan .................... 96 11. Hasil Estimasi Model Tingkat Upah ............................................................. 97 12. Hasil Estimasi Model PDRB......................................................................... 97 13. Hasil Estimasi Model Investasi..................................................................... 98 14. Hasil Estimasi Model Jumlah Unit Perusahaan ............................................ 98
16
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Wilayah DKI Jakarta merupakan Ibukota Negara Indonesia dimana kegiatan perekonomiannya berpengaruh besar terhadap perekonomian nasional. Perekonomian DKI Jakarta memberikan kontribusi terbesar yakni mencapai 17 persen dari total perekonomian nasional, diikuti oleh Jawa Timur dan Jawa Barat yang masing-masing memberikan kontribusi sebesar 15 persen dan 14 persen (BPS, 2006). Kegiatan ekonomi DKI Jakarta didominasi oleh sektor jasa, perdagangan, dan industri pengolahan. Industri pengolahan merupakan salah satu sektor industri yang memberikan kontribusi terbesar bagi perekonomian DKI Jakarta. Pada tahun 2006, kontribusi sektor industri pengolahan mencapai 15,59 persen dari seluruh PDRB DKI Jakarta setelah sektor jasa dan sektor perdagangan yang masing-masing berkontribusi sebesar 29,80 persen dan 20,07 persen (BPS DKI Jakarta, 2006). Salah satu subsektor industri pengolahan yang berperan cukup besar adalah industri tekstil dan produk tekstil (TPT). Industri ini selain menghasilkan kebutuhan pokok berupa sandang dan salah satu komoditi ekspor yang penting, juga menyediakan lapangan kerja yang sangat besar. Walaupun persaingan begitu keras, tetapi ada satu kepastian bahwa pasar akan tumbuh sejalan dengan pertambahan jumlah penduduk dan pertambahan pendapatan masyarakat (Djafri, 2003). Industri TPT di kawasan DKI Jakarta memiliki persentase 17 persen dari total industri TPT nasional yang merupakan kawasan industri TPT terbesar nomor
17
dua setelah Jawa Barat dengan persentase sebesar 57 persen (Asosiasi Pertekstilan Indonesia). Industri TPT telah memberikan kontribusi yang cukup besar bagi pendapatan daerah DKI Jakarta. Peran Industri TPT menduduki posisi ketiga dalam pembentukan PDRB industri pengolahan bagi DKI Jakarta setelah industri alat angkut dan mesin serta industri pupuk dan kimia. Kontribusi industri TPT sebesar 17 persen sedangkan dua industri diatasnya yakni industri alat angkut dan mesin serta industri pupuk dan kimia masing-masing berkontribusi sebesar 24 persen dan 19 persen (BPS DKI Jakarta, 2006).
2003
5,200,000
2004
5,100,000 2005
juta rupiah
5,000,000
2002
4,900,000
2006
4,800,000 4,700,000
2001
4,600,000 4,500,000 4,400,000 tahun
Sumber : BPS DKI Jakarta, 2006 Gambar 1. PDRB Industri Tekstil DKI Jakarta Dalam kurun waktu 2001 hingga 2006, besarnya PDRB industri TPT berdasarkan harga konstan tahun 2000 sempat mengalami kenaikan dan penurunan (Gambar 1). Pada tahun 2001, PDRB industri TPT sebesar 4,648,661 juta. Mengalami kenaikan di tahun 2002 dan 2003 masing-masing sebesar 4,873,032 juta dan 5,136,795 juta. Mulai tahun 2004 hingga tahun 2006 telah terjadi penurunan. PDRB Industri TPT tahun 2004 turun mencapai 5,119,895 juta, terus mengalami penurunan pada tahun 2005 menjadi sebesar 4,935,579 juta, dan
18
pada tahun 2006 PDRB industri TPT DKI Jakarta kembali mengalami penurunan menjadi 4,776,653 juta. Penurunan PDRB tersebut dikarenakan semakin menurunnya jumlah perusahaan Industri TPT sehingga kegiatan produksi berkurang dan hal tersebut menyebabkan terjadinya penurunan output. Industri TPT dapat dikatakan primadona komoditi ekspor Indonesia, karena ekspor industri TPT Indonesia mencapai hampir US$ 8 milyar dan berkontribusi rata-rata 15.5 persen per tahun dalam pembentukan ekspor pada sektor industri. Selama periode 2002 hingga september tahun 2007 nilai ekspor industri tekstil DKI Jakarta terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2002 nilai ekspor industri tekstil DKI Jakarta mencapai US$ 5,262,605 dan mengalami kenaikan hingga tahun 2006 sebesar US$ 7,534,779. Perkembangan ekspor industri tekstil DKI Jakarta dapat dilihat pada Gambar 2.
8,000,000 US Dollar
2004 6,000,000
2005
2006 2007*
2002 2003
4,000,000 2,000,000 0 Tahun
*Sampai September 2007 Sumber : Bank Indonesia, 2008 Gambar 2. Ekspor Tekstil DKI Jakarta Industri TPT merupakan salah satu industri yang membutuhkan sumber daya manusia yang besar karena industri ini bersifat padat karya dan pekerja yang dibutuhkan merupakan unskill labour. Sesuai dengan angkatan kerja yang banyak tersedia di kawasan DKI Jakarta, dimana 44.23 persen dari seluruh jumlah
19
pengangguran di DKI Jakarta merupakan unskill labour (Jakarta Dalam Angka, 2006). Jika melihat peran penting industri TPT terhadap perekonomian, pengembangan dan peningkatan kualitas industri TPT ke arah yang lebih baik merupakan salah satu agenda yang harus dilakukan bersama.
1.2. Rumusan Masalah Setelah krisis ekonomi yang melanda Indonesia dan disepakatinya otonomi daerah, telah terjadi perubahan-perubahan kebijakan struktural baik secara regional maupun secara nasional. Mulai dari kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), kenaikan tarif dasar listrik (TDL), serta kenaikan upah minimum regional. Kenaikan-kenaikan yang merupakan komponen input industri TPT tersebut tentu saja mempengaruhi keadaan industri TPT yang masih mengalami proses pemulihan pasca krisis ekonomi. Kenaikan komponen input yang telah terjadi mengingkari program pemerintah yang ingin meningkatkan kinerja industri tekstil. Industri akan semakin menurun karena saat ini tidak memungkinkan untuk melakukan efisiensi biaya. Hal ini terjadi karena industri tekstil sangat membutuhkan dana untuk memaksimalkan kinerja produksinya. Selain faktor internal, upaya peningkatan dan pertumbuhan industri TPT masih dihadapkan pada faktor eksternal seperti terbentuknya blok-blok perdagangan maupun perdagangan antar kawasan atau regional baru, khususnya dinegara-negara tujuan ekspor TPT, dengan segala preferensi yang diterapkan baik langsung maupun tidak langsung dapat menghambat kinerja industri TPT. DKI Jakarta merupakan salah satu daerah yang mengalami kenaikan upah minimum provinsi dengan tingkat kenaikan upah yang cukup signifikan setiap
20
tahunnya (Tabel 1). Persentase kenaikan nilai UMP DKI Jakarta pada tahun 2006 mencapai 15.07 persen, berbeda dengan kenaikan UMP provinsi lain yang persentase kenaikannya tidak lebih dari 14 persen. Tabel 1. Perkembangan Nilai UMP DKI Jakarta Tahun
Nilai UMP (Rp)
Persentase Kenaikan (%)
2000
344,257
20.36
2001
426,250
23.81
2002
591,266
38.71
2003
631,000
6.72
2004
671,550
6.42
2005
711,843
6.00
2006
819,100
15.07
Sumber: Peraturan Daerah DKI Jakarta, 2000-2005 Sepanjang tahun 2000 hingga 2005, jumlah perusahaan tekstil yang ada di DKI Jakarta cenderung mengalami fluktuasi (Gambar 3). Pada tahun 2000, perusahaan tekstil yang ada di DKI Jakarta berjumlah 146 unit, mengalami penurunan perusahaan di tahun 2002 menjadi 121 unit. Penurunan tersebut disebabkan oleh kenaikan UMP DKI Jakarta yang cukup tinggi dan rendahnya investasi di sektor riil karena iklim ekonomi yang tidak kondusif. Jumlah perusahaan mengalami kenaikan pada tahun 2003 menjadi 142 unit perusahaan dan mengalami penurunan kembali hingga tahun 2005 menjadi 138 unit perusahaan. Jika terjadi pengurangan jumlah perusahaan dalam industri TPT, maka akan terjadi penurunan dalam jumlah tenaga kerja industri TPT.
21
200 2000 2001
unit
150
2003 2002
2005 2004
100 50 0 Tahun
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2006 Gambar 3. Jumlah Perusahaan Tekstil Besar dan Sedang DKI Jakarta Jumlah tenaga kerja industri tekstil yang ada di DKI Jakarta juga mengalami fluktuasi sepanjang tahun 2000 hingga 2005 (Gambar 4). Pada tahun 2002 jumlah tenaga kerja industri tekstil mengalami penurunan menjadi 19,401 orang, hal tersebut dikarenakan telah berkurangnya jumlah perusahaan industri tekstil karena tingginya biaya produksi, untuk mengurangi biaya input maka dilakukan PHK terhadap tenaga kerja. Pada tahun 2005, jumlah tenaga kerja industri tekstil menjadi 18,468 orang. 35,000
2000
2001
30,000 orang
25,000 20,000
2003 2002
2004
2005
15,000 10,000 5,000 0 Tahun
Sumber : BPS DKI Jakarta, 2006 Gambar 4. Jumlah Tenaga Kerja Industri Tekstil DKI Jakarta
22
Berdasarkan data tersebut, telah terjadi penurunan jumlah tenaga kerja industri tekstil DKI Jakarta. Kondisi ini akan menambah masalah ketenagakerjaan di DKI Jakarta dan secara langsung akan mempengaruhi jumlah pengangguran di DKI Jakarta, hingga tahun 2006 jumlah pengangguran di DKI Jakarta telah mencapai 637 ribu orang, sedangkan jumlah kesempatan kerja yang ada di berbagai instansi dan perusahaan hanya tersedia untuk 18,678 orang (Jakarta dalam angka, 2007). Hal tersebut belum ditambah dengan tingkat pertumbuhan penduduk DKI Jakarta yang masih tinggi yakni mencapai 1.21 persen per tahun dan masih banyaknya para pendatang baru dari luar daerah yang masuk ke Jakarta untuk mencari perkerjaan, sehingga menyebabkan jumlah angkatan kerja dari tahun ke tahun terus mengalami peningkatan. Perubahan jumlah perusahaan industri tekstil yang terjadi akan mempengaruhi pasar tenaga kerja, karena industri tekstil dapat menyerap jumlah tenaga kerja yang sangat besar, terjadinya penurunan jumlah perusahaan akan semakin memperpanjang daftar jumlah pengangguran yang ada di DKI Jakarta yang menyebabkan terjadinya perubahan dalam pasar tenaga kerja. Apakah masih ada faktor lain yang dapat mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta selain jumlah perusahaan. Oleh sebab itu, faktor-faktor apa sajakah yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT di DKI Jakarta?
1.3. Tujuan Penelitian Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini yaitu : 1. Menganalisis perkembangan pasar tenaga kerja industri TPT di DKI Jakarta.
23
2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT di DKI Jakarta.
1.4. Manfaat Penelitian Manfaat yang dapat diperoleh dari penelitian ini diantaranya adalah : 1. Mendapatkan gambaran dan pemahaman yang lebih jelas mengenai perkembangan pasar tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta. 2. Mendapatkan gambaran dan pemahaman yang lebih jelas mengenai faktorfaktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT di DKI Jakarta.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini menganalisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri tekstil dan produk tekstil yang dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Studi kasus penelitian ini di seluruh kawasan DKI Jakarta. Industri tekstil yang dimaksud mencakup industri tekstil dan produk tekstil menurut kode harmonize system (HS) 6 digit yang meliputi pembuatan benang atau industri pemintalan (spinning), pembuatan tekstil lembaran atau pertenunan dan perajutan (weaving dan knitting), penyempurnaan tekstil lembaran (finishing dan printing), dan pakaian jadi (clothing).
24
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1. Tinjauan Teori 2.1.1. Teori Permintaan Tenaga Kerja Permintaan tenaga kerja merupakan jumlah tenaga kerja yang terserap pada suatu sektor dalam waktu tertentu (Rahardja dan Mandala, 2000). Permintaan tenaga kerja diturunkan dari fungsi produksi suatu barang dan jasa. Fungsi produksi merupakan hubungan antara input dengan output. Jika diasumsikan bahwa suatu proses produksi hanya menggunakan dua jenis faktor produksi yaitu tenaga kerja (L) dan modal (K) maka fungsi produksinya adalah: Q = f(K, L)
................................................................................................... (2.1)
menurut model Neoklasik, persamaan keuntungan dari perusahaan adalah: π = TR-TC
................................................................................................... (2.2)
dimana: TR = p.Q
........................................................................................ (2.3)
dalam menganalisis penentuan penyerapan tenaga kerja, diasumsikan bahwa hanya ada dua input yang digunakan, yaitu kapital (K) dan tenaga kerja (L). Tenaga kerja diukur dengan tingkat upah yang diberikan kepada pekerja (w) sedangkan kapital diukur dengan tingkat suku bunga (r). TC = rK + wL
............................................................................................... (2.4)
Dengan mensubstitusikan persamaan (2.1), (2.3), dan (2.4) ke persamaan (2.2) diperoleh: π = p.f(K, L) – rK – wL
............................................................................... (2.5)
untuk mendapatkan keuntungan maksimum, maka turunan pertama fungsi keuntungan diatas harus sama dengan nol (π1 = 0). Oleh karena itu didapatkan:
25
wL = p.f(K, L) – rK
..................................................................................... (2.6)
L = p.F(K, L) – rK w
....................................................................................... (2.7)
dari persamaan diatas dapat diketahui bahwa permintaan tenaga kerja (LD) merupakan fungsi dari kapital (investasi), output (pendapatan), suku bunga (r), dan upah (w).
2.1.1.1. Menentukan Kurva Permintaan Tenaga Kerja Pada Gambar 5a ditunjukkan bahwa semakin banyak tenaga kerja yang digunakan, semakin sedikit produksi marjinal yang diciptakan oleh setiap tambahan pekerja, dengan asumsi bahwa faktor produksi lain konstan. Pekerja keL0 dapat menghasilkan produksi tambahan sebanyak MP0 sedangkan pekerja keL1 hanya dapat menghasilkan produksi tambahan sebanyak MP1. Terlihat bahwa MP0 > MP1, hal tersebut disebabkan L1 > L0 sehingga perbandingan alat-alat produksi untuk setiap pekerja menjadi lebih kecil dan tambahan hasil marjinal juga menjadi lebih kecil pula, inilah yang dinamakan hukum diminishing returns dan dilukiskan dengan kurva DL (Gambar 5b) kurva DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (value marginal product/VMPL) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dengan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titiktitik A, B, C, dengan menarik garis melalui titik-titik tersebut maka diperoleh kurva permintaan tenaga kerja.
26
Sumber : Sukirno, 2004 Gambar 5. Menentukan Kurva Permintaan Tenaga Kerja
2.1.2. Teori Penawaran Tenaga Kerja Penawaran tenaga kerja merupakan hubungan antara tingkat upah dengan jumlah tenaga kerja yang siap disediakan oleh pemilik tenaga kerja (rumah tangga). Jumlah tenaga kerja yang disediakan dalam suatu perekonomian tergantung kepada jumlah penduduk, persentase jumlah penduduk yang memilih masuk dalam angkatan kerja, jumlah jam kerja yang ditawarkan oleh angkatan kerja, dan upah pasar tenaga kerja (Bellante dan Jackson, 2003). Penawaran tenaga kerja sebagai fungsi dari tingkat upah dapat diturunkan dari fungsi utilitas (kepuasan). Utilitas tergantung pada kegiatan konsumsi (C) dan kegiatan menganggur (H). Dengan demikian, dapat ditulis fungsi utilitas seseorang sebagai berikut: Utilitas = U(C, H)
........................................................................................ (2.8)
27
Kegiatan konsumsi memerlukan uang, sedangkan uang yang tersedia sangat tergantung pada lamanya bekerja (L) dan tingkat upah (w) per jam. Waktu yang tersedia untuk bekerja dan menganggur adalah 24 jam sehari. Oleh karena itu, kendala-kendala tersebut dapat ditulis sebagai berikut: L + H = 24
.................................................................................................
C = wL = w(24 – H)
(2.9)
.................................................................................. (2.10)
Seseorang menghadapi persoalan memaksimumkan kepuasan dengan kendala yang ada, persoalan tersebut dapat dipecahkan dengan membentuk fungsi Lagrangean: £ = U(C, H) + λ(24w – C – wH)
................................................................ (2.11)
kondisi-kondisi syarat pertama untuk maksimum adalah ∂£/∂C = ∂U/∂C – λ = 0 ∂£/∂H= ∂U/∂H – wλ = 0
............................................................................... (2.12) ............................................................................ (2.13)
bagi persamaan (2.13) dengan persamaan (2.12) maka diperoleh: ∂U/∂H= w = MRS (H terhadap C) ∂U/∂C
............................................................ (2.14)
dengan demikian, diperoleh prinsip keputusan penawaran tenaga kerja yang memaksimumkan kepuasan, yaitu dengan tingkat upah tertentu (w), maka untuk memperoleh kepuasan maksimum, jam kerja haruslah sedemikian rupa sehingga tingkat subtitusi marginal konsumsi terhadap menganggur sama dengan upah.
2.1.2.1. Menentukan Kurva Penawaran Tenaga Kerja Ahli ekonomi klasik melihat pekerja sebagai seseorang yang rasional yang membuat pilihan diantara bekerja dan menikmati masa istirahatnya. Utilitas yang diterima pekerja dapat diterangkan dengan menggunakan kurva indiferen
28
(Gambar 6). Pada Gambar 6 terlihat bahwa sumbu datar menunjukkan jam kerja dan istirahat yang dapat dinikmati seseorang dalam satu hari, yang mempunyai jumlah waktu sebanyak 24 jam. Garis lurus W0, W1, W2 menunjukkan tiga alternatif tingkat upah pekerja, yaitu nilai upah yang dibayarkan untuk setiap jam kerja. Garis upah yang semakin tinggi menggambarkan tingkat upah yang semakin tinggi pula (W2 > W1 > W0). Kurva U0, U1, U2 menggambarkan tingkat kepuasan yang dinikmati seorang pekerja dan memilih berbagai kombinasi masa bekerja dan istirahat, terlihat bahwa tingkat kepuasan yang paling tinggi pada U2 > U1 > U0.
Sumber : Sukirno, 2006 Gambar 6. Menentukan Kurva Penawaran Tenaga Kerja Kepuasan maksimum dari mengkonsumsi dua barang (dalam hal ini kedua barang tersebut adalah istirahat dan uang yang diterima dari bekerja) akan tercapai apabila kurva kepuasan akan menyinggung garis anggaran. Pada Gambar 6b titik A, B, dan C masing-masing menunjukkan hubungan diantara tingkat upah tertentu
29
(W0 atau W1 atau W2) dengan jumlah jam kerja yang ditawarkan seorang pekerja. Apabila dibuat suatu kurva melalui titik-titik tersebut akan diperoleh kurva penawaran tenaga kerja yang akan diberikan oleh seorang pekerja. Besarnya waktu yang diberikan atau dialokasikan untuk bekerja merupakan fungsi dari tingkat upah tertentu, penyediaan waktu kerja akan bertambah bila tingkat upah bertambah. Setelah mencapai tingkat upah tertentu, pertambahan upah justru akan mengakibatkan berkurangnya waktu yang disediakan untuk bekerja. Hal ini disebut backward bending supply curve atau kurva penawaran yang berbelok.
2.1.3. Pasar Tenaga Kerja Hubungan antara tingkat upah dengan utilitas dapat dicerminkan oleh dua keadaan. Keadaan yang pertama adalah kenaikan tingkat upah berarti pertambahan pendapatan, dengan status ekonomi yang lebih tinggi, seseorang cenderung untuk meningkatkan konsumsi dan menikmati waktu senggang lebih banyak dan berarti mengurangi jam kerja. Keadaan yang kedua adalah kenaikan tingkat upah yang berarti harga waktu menjadi lebih mahal. Nilai waktu yang lebih tinggi mendorong keluarga mensubstitusikan waktu senggangnya untuk lebih banyak bekerja menambah konsumsi barang. Penambahan waktu bekerja tersebut dinamakan substitution effect dari kenaikan tingkat upah (Simanjuntak, 2004). Kenaikan upah akan menyebabkan berkurangnya permintaan tenaga kerja dan terjadi surplus tenaga kerja, hal ini akan meningkatkan penawaran tenaga kerja (Gambar 7). Pada Gambar 7, terlihat bahwa keseimbangan pasar tenaga kerja berada pada titik keseimbangan E1 dengan tingkat upah w1 dan tingkat penggunaan
30
tenaga kerja NTK1 yang ditentukan oleh interaksi permintaan LD dan penawaran LS tenaga kerja. Adanya kenaikan nilai upah akan meningkatkan tingkat upah menjadi w2 sehingga keseimbangan akan bergeser menjadi E2 dan permintaan tenaga kerja akan menurun sebesar NTK2. Kenaikan nilai upah mengakibatkan penawaran tenaga kerja yang lebih tinggi (E3) dibandingkan dengan permintaan tenaga kerja oleh perusahaan (E2) sehingga akan terjadi pengangguran (NTK3 – NTK2). Upah (w)
E2
E3
LSTK
w2 w1
Upah minimum
E1
LDTK Tenaga kerja NTK2
NTK1
NTK3
Sumber: Bellante dan Jackson, 2003 Gambar 7. Kenaikan Upah pada Pasar Tenaga Kerja
2.1.4. Hubungan Output dan Tenaga Kerja Permintaan terhadap tenaga kerja adalah permintaan turunan (derived demand) yaitu pertambahan permintaan terhadap tenaga kerja tergantung dari pertambahan permintaan konsumen terhadap barang yang diproduksinya. Dengan membayar input yang dalam hal ini tenaga kerja, perusahaan mampu untuk menghasilkan penerimaan bagi perusahaan. Oleh sebab itu, jika terjadi kenaikan output maka akan terjadi kenaikan permintaan tenaga kerja (Gambar 8).
31
Sumber : Sukirno, 2004 Gambar 8. Hubungan Output dan Permintaan Tenaga Kerja
2.1.5. Hubungan Investasi, Suku Bunga, dan Upah Teori Keynes menyatakan bahwa “adanya kenaikan tingkat upah dapat mengakibatkan permintaan uang dengan motif transaksi atau motif spekulasi akan naik, maka suku bunga juga akan naik”. Oleh sebab itu, dapat disimpulkan kenaikan upah akan menyebabkan kenaikan tingkat bunga dengan asumsi supply uang tetap stabil (Stoiner dan Haque, 1994).
32
Dalam ekonomi tertutup, investasi yang direncanakan (I) tergantung pada tingkat suku bunga (r). Suku bunga adalah biaya utang untuk mendanai proyekproyek investasi. Kenaikan dalam tingkat suku bunga karena adanya kenaikan upah akan mengurangi investasi yang direncanakan, akibatnya fungsi investasi miring kebawah. Hubungan antara tingkat suku bunga (r) dan investasi yang direncanakan (I), dapat dirumuskan sebagai berikut : I = I(r)
........................................................................................................ (2.15)
Investasi berhubungan terbalik dengan suku bunga. Kenaikan dalam tingkat suku bunga dari r1 ke r2 akan mengurangi jumlah investasi dari I(r1) ke I(r2). Pengurangan dalam investasi yang direncanakan akan menggeser pengeluaran yang direncanakan kebawah, sebagaimana dalam Gambar 9c, pergeseran dalam fungsi pengeluaran yang direncanakan menyebabkan tingkat pendapatan turun dari Y1 ke Y2. Dengan demikian, kenaikan dalam tingkat suku bunga akan mengurangi pendapatan. Berdasarkan Gambar 9, maka kenaikan tingkat upah akan berpengaruh negatif terhadap investasi, dengan naiknya tingkat upah, maka akan meningkatkan tingkat konsumsi uang dari pekerja sehingga permintaan uang akan naik. Permintaan uang yang meningkat akan menaikkan tingkat suku bunga sehingga menyebabkan tingkat investasi akan turun. Jika dilihat dari pengusaha, upah merupakan biaya produksi bagi perusahaan, tingginya nilai upah menyebabkan perusahaan-perusahaan yang akan melakukan investasi tidak tertarik untuk menanamkan modalnya dikarenakan biaya produksi mereka tinggi.
33
Suku Bunga (r)
Suku Bunga (r) MS
r2 r1 MD2
I(r)
MD1 Investasi (I)
Money Supply (MS) (a) Kurva Keseimbangan Uang Riil
(b) Fungsi Investasi
Pengeluaran (AE) Pengeluaran Aktual AE1 AE2
Y2
Y1
Output (Y)
(c) Perpotongan Keynesian
Sumber: Mankiw, 2000 Gambar 9. Kurva Keseimbangan Uang Riil, Fungsi Investasi, Perpotongan Keynesian
2.1.6. Hubungan Upah dan Tenaga Kerja Suatu perusahaan melakukan penyesuaian penggunaan tenaga kerja tergantung dari tingkat upahnya. Jika w mengalami penurunan maka perusahaan akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan. Pada Gambar 10, kurva DL melukiskan besarnya nilai hasil marjinal tenaga kerja (VMP L) untuk setiap penggunaan tenaga kerja. Dengan kata lain, menggambarkan hubungan antara tingkat upah (W) dan penggunaan tenaga kerja yang ditunjukkan oleh titik L1 dan
34
L*. Pada Gambar 10, terlihat pada kondisi awal tingkat upah berada pada W1 dan tenaga kerja yang digunakan adalah L1. Jika tingkat upah di suatu perusahaan menjadi W*, maka jumlah tenaga kerja yang diminta meningkat menjadi L*. upah (W)
W1 W*
DL = VMPL (MPL . P) L1
L*
Tenaga kerja (L)
Sumber: Bellante dan M. Jackson, 2003 Gambar 10. Permintaan Tenaga Kerja dengan Tingkat Upah Menurun
2.1.7. Hubungan Investasi, PDRB, dan Permintaan Tenaga Kerja Pertumbuhan ekonomi di suatu daerah dapat dilihat dari laju pertumbuhan PDRB. Laju pertumbuhan PDRB yang merupakan tingkat output diturunkan dari fungsi produksi suatu barang dan jasa, dimana fungsi produksi merupakan hubungan antara tingkat output (Y) dengan tingkat input (capital dan labour). Turunan pertama fungsi produksi dirumuskan sebagai berikut : Y = f (K, L)
................................................................................................ (2.16)
berdasarkan hal tersebut, maka nilai PDRB secara langsung dipengaruhi oleh tingkat investasi yang merupakan ∆K (∆ capital) dan angkatan kerja yang merupakan labour (L) dalam fungsi produksi. Jumlah perusahaan industri menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja. Hal ini dapat dilihat ketika setiap terjadi peningkatan
35
jumlah perusahaan yang bergerak dibidang industri akan menyebabkan terjadinya peningkatan penyerapan tenaga kerja di sektor tersebut (Fudjaja, 2002).
2.2. Tinjauan Penelitian Terdahulu Malau
(2007)
melakukan
penelitian
tentang
faktor-faktor
yang
mempengaruhi pasar kerja, investasi, dan pendapatan sektor tersier, serta meramal dampak kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi, dan pendapatan sektor tersier di Propinsi DKI Jakarta. Penelitian ini menggunakan model persamaan silmultan dengan menggunakan data time series mulai tahun 1985 hingga 2004. Parameter diduga dengan menggunakan metode Two Stage Least Squares/2SLS. Peramalan dilakukan untuk mengetahui kebijakan ekonomi pada tahun 2007 hingga 2010. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi terhadap pasar kerja, investasi, dan pendapatan Propinsi DKI Jakarta belum mengalami perubahan. Faktor-faktor yang mempengaruhi pasar kerja sektor tersier adalah angkatan kerja, penyerapan tenaga kerja, investasi dan pendapatan. Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi angkatan kerja adalah UMR, jumlah penduduk produktif, jumlah penduduk tidak produktif, dan dummy krisis. Penyerapan tenaga kerja sektor tersier dipengaruhi oleh upah sektoral, investasi, PDRB, dan tren. Upah sektor tersier dipengaruhi oleh UMR, penyerapan tenaga kerja, dan angkatan kerja. Investasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga kredit perbankan, dan pajak daerah. Sedangkan PDRB DKI Jakarta dipengaruhi oleh penyerapan tenaga kerja, investasi dan pengeluaran pembangunan di sektor tersier.
36
Kusumaningrum (2007) dalam skripsinya melakukan penelitian tentang faktor-faktor
yang
mempengaruhi
investasi
di
propinsi
DKI
Jakarta.
Menggunakan data sekunder kuartalan dari tahun 1996:1 sampai 2005:4. Hasil penelitian dengan menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) menunjukkan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi investasi yaitu suku bunga, inflasi, lag PDRB, tingkat upah dan nilai tukar. Variabel suku bunga, inflasi, tingkat upah dan nilai tukar berpengaruh negatif secara signifikan terhadap investasi, sedangkan variabel lag PDRB memiliki pengaruh yang positif signifikan. Prihatini (2007) melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri di Kota Bogor. Penelitian menggunakan data sekunder dari tahun 1994 hingga 2005. Variabel yang digunakan adalah upah, investasi, PDRB, jumlah perusahaan industri, serta dummy krisis dengan menggunakan model analisis regresi linier berganda (Ordinary Least Square/OLS). Hasil penelitian menyatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi penyerapan tenaga kerja sektor industri pada taraf nyata 5 persen adalah upah, investasi, PDRB, jumlah unit usaha, dan dummy krisis. Oktavianingsih (2006) dalam skripsinya menganalisis pengaruh yang ditimbulkan dari penetapan UMK terhadap investasi, penyerapan tenaga kerja, dan mengidentifikasi pengaruh yang ditimbulkan dari investasi dan penyerapan tenaga kerja terhadap PDRB Kabupaten Bogor. Penelitian menggunakan model persamaan simultan dengan menggunakan lima persamaan yaitu persamaan PDRB, investasi dalam negeri, investasi asing, penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur, dan penyerapan tenaga kerja sektor non manufaktur.
37
Hasil penelitian menunjukkan bahwa PDRB dipengaruhi secara positif signifikan oleh penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur dan non manufaktur, investasi dalam negeri, dan investasi asing. Investasi dalam negeri dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh nilai tukar, sedangkan variabel suku bunga, UMK, PDRB dan lag investasi tidak berpengaruh secara signifikan. Investasi asing dipengaruhi secara negatif signifikan oleh UMK dan suku bunga, dan dipengaruhi positif oleh nilai tukar dan PDRB. Penyerapan tenaga kerja sektor manufaktur dipengaruhi secara negatif signifikan oleh UMK, dipengaruhi positif signifikan oleh PDRB, sedangkan nilai investasi dan lag penyerapan tenaga kerja tidak memberikan pengaruh yang signifikan. Penyerapan tenaga kerja sektor non manufaktur dipengaruhi secara positif signifikan oleh investasi dan lag penyerapan tenaga kerja, sedangkan UMK dan PDRB tidak berpengaruh signifikan. Agustineu (2004) melakukan penelitian tentang pengaruh faktor-faktor produksi yaitu tenaga kerja, modal bahan baku dan bahan bakar terhadap output serta menganalisis elastisitas, skala usaha, nilai tambah bruto, dan efisiensi ekonomi industri tekstil di Jawa Barat. Penelitian dilakukan dengan pendekatan fungsi Cobb-douglas dengan menggunakan metode regresi linier berganda (Ordinary Least Square/OLS). Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor produksi modal, bahan baku, dan bahan bakar berpengaruh positif terhadap peningkatan output industri tekstil di Jawa Barat. Tenaga kerja memberikan pengaruh negatif terhadap peningkatan output dan pengaruhnya tersebut tidak nyata. Industri tekstil di Jawa Barat berada pada kondisi increasing return to scale yang berarti laju pertumbuhan output
38
kurang dari laju pertumbuhan input, sedangkan nilai tambah bruto pada perusahaan tekstil Jawa Barat selama tahun 1980 hingga 2001 terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Ibrahim (2008) melakukan penelitian tentang pengaruh liberalisasi perdagangan terhadap produktifitas tenaga kerja TPT di Indonesia setelah adanya penghapusan kuota impor tekstil. Hasil penelitian dengan menggunakan data panel (pooled data) menunjukkan bahwa liberalisasi perdagangan berpengaruh secara negatif terhadap produktivitas tenaga kerja TPT Indonesia. Selain itu, faktor-faktor lain seperti perubahan intensitas ekspor, perubahan permintaan internal, pertumbuhan output, indeks skala, dan rasio konsentrasi juga berpengaruh terhadap pertumbuhan produktivitas TPT di Indonesia. Penelitian ini akan menganalisis secara lebih sempit dan lebih spesifik tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri tekstil dan produk tekstil. Dengan studi kasus di seluruh daerah DKI Jakarta, sehingga diharapkan akan menunjukan hasil penelitian yang lebih spesifik dan lebih fokus.
2.3. Kerangka Pemikiran Analisis Faktor-faktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta dapat di dilihat dari dua sisi yaitu dari sisi permintaan dan dari sisi penawaran. Untuk itu, pada penelitian kali ini menggunakan dua persamaan utama yaitu persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta dan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Dalam analisis, variabel-variabel yang digunakan dalam persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta antara lain lag investasi, tingkat upah, jumlah unit perusahaan, PDRB, lag PDRB dan dummy krisis. Persamaan jumlah tenaga
39
kerja yang ditawarkan menggunkan variabel jumlah migrasi, jumlah populasi penduduk, tingkat upah, lag jumlah tenaga kerja yang ditawarkan dan dummy krisis. Penelitian ini juga menganalisis variabel-variabel eksogen yang terdapat dalam variabel utama karena variabel-variabel tersebut dianggap punya hubungan atau saling mempengaruhi. Variabel-variabel eksogen yang dibuat menjadi persamaan adalah persamaan tingkat upah, persamaan PDRB, persamaan investasi, dan persamaan jumlah unit perusahaan. Variabel eksogen dalam persamaan tingkat upah adalah tingkat inflasi, nilai UMP, dan lag jumlah tenaga kerja yang diminta. Variabel eksogen dalam persamaan PDRB adalah nilai investasi, nilai ekspor, nilai impor dan dummy krisis. Variabel yang digunakan dalam persamaan investasi adalah tingkat suku bunga, nilai tukar, tingkat upah, lag investasi dan dummy krisis. Persamaan jumlah unit perusahaan terdiri dari variabel investasi, upah, PDRB, dan permintaan tenaga kerja. Kerangka pemikiran analisis penelitian dapat dilihat pada Gambar 11.
40
Tingginya Angkatan Kerja
Otonomi Daerah
Dibutuhkan Lapangan Kerja
Kenaikan UMP
Industri TPT
Jumlah Perusahaan
Perubahan Pasar Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta
Faktor-faktor yang mempengaruhi Permintaan Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta
Kenaikan Upah
Faktor-faktor yang mempengaruhi Penawaran Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta
Lag Penawaran
Investasi
Populasi
PDRB
Lag PDRB
Dummy krisis
Migrasi
Gambar 11. Kerangka Pemikiran Analisis
41
III. METODE PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berupa data time series dari tahun 1986 hingga 2006. data bersumber dari Badan Pusat Statistik (BPS), Badan Pusat Statistik DKI Jakarta, Dinas Perindustrian dan Perdagangan provinsi DKI Jakarta, Dinas Tenaga Kerja Provinsi DKI Jakarta, Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil provinsi DKI Jakarta, Departemen Perindustrian, Bank Indonesia, dan Asosiasi Pertekstilan Indonesia.
3.2. Metode Analisis Data Metode analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif untuk melihat perkembangan pasar tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta dan metode kuantitatif untuk menganalisis faktor-faktor yang berpengaruh terhadap pasar tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta. Metode kuantitatif dalam penelitian ini menggunakan model persamaan simultan, karena variabel-variabel eksogen yang menjadi faktor-faktor yang mempengaruhi pasar tenaga kerja industri TPT tersebut diduga saling mempengaruhi. Sistem Persamaan Simultan adalah suatu himpunan persamaan dimana variabel eksogen dalam satu model atau lebih juga merupakan variabel eksogen dalam beberapa persamaan lainnya atau keadaan dimana didalam sistem persamaan suatu variabel sekaligus mempunyai dua peranan, yaitu sebagai variabel endogen dan variabel eksogen (Gujarati, 1991).
42
Berdasarkan teori, variabel-variabel yang mempengaruhi pasar tenaga kerja terdiri dari sisi permintaan dan sisi penawaran tenaga kerja dengan persamaan sebagai berikut: LOG_LDt
= a0 + a1LOG_It-1 + a2LOG_Wt + a3LOG_UPt + a4LOG_Yt + a5LOG_Yt-1 + a6DKt + Et
LOG_LSt
= b0 + b1LOG_MIGt + b2LOG_POPt + b3LOG_Wt + b4LSt-1 + b5DKt + Et
LDt = LSt
............................(3.1)
..........................................................(3.2)
.......................................................................................................(3.3)
Persamaan ekonomi dari variabel-variabel eksogen yang diduga saling memberikan pengaruh pada variabel endogen maupun variabel eksogen adalah sebagai berikut: LOG_Wt
= c0 + c1INFLSt + c2LOG_UMPt + c3LOG_LDt-1 + Et
LOG_It
.............................................................(3.4)
= d0 + d1Rt + d2LOG_NTKt + d3LOG_Wt + d4LOG_It-1 + d5DKt + Et
LOG_Yt
= e0 + e1LOG_It + e2LOG_Xt + e3LOG_Mt + e4DKt + Et
LOG_UPt
...................................................(3.5)
........................................................................(3.6)
= f0 + f1LOG_It + f2LOG_Wt + f3LOG_Yt + f4LOG_LDt + Et
..............................................................(3.7)
Dimana: LDt
: jumlah tenaga kerja yang diminta pada tahun t (ribu orang)
LSt
: jumlah tenaga kerja yang ditawarkan pada tahun t (ribu orang)
43
It
: nilai investasi riil ( milyar rupiah)
Wt
: nilai upah riil (milyar rupiah)
Yt
: nilai PDRB riil (milyar rupiah)
UPt
: jumlah unit perusahaan (ribu unit)
DKt
: Dummy krisis ekonomi
UMPt
: nilai Upah Minimum Provinsi ( juta rupiah)
INFLSt
: nilai inflasi (persen)
Rt
: nilai suku bunga riil (persen)
NTKt
: nilai tukar riil (rupiah/dollar AS)
Xt
: ekspor (milyar rupiah)
Mt
: impor (milyar rupiah)
POPt
: jumlah populasi DKI Jakarta (ribu orang)
MIGt
: jumlah migrasi DKI Jakarta(ribu orang)
It-1
: lag investasi riil
Yt-1
: lag PDRB riil
LDt-1
: lag jumlah tenaga kerja yang diminta
LSt-1
: lag jumlah tenaga kerja yang ditawarkan
an, bn, cn, dn, en, fn
: intersep
t
: tahun
Et
: faktor gangguan
Diduga
: a1 > 0, a2 < 0, a3 > 0, a4 > 0, a5 > 0 b1 > 0, b2 > 0, b3 > 0, b4 > 0 c1 < 0, c2 > 0, c3 > 0 d1 < 0, d2 > 0, d3 > 0, d4 > 0
44
e1 > 0, e2 < 0, e3 < 0 f1 > 0, f2 < 0, f3 > 0, f4 > 0 Krisis ekonomi diduga dapat mempengaruhi setiap variabel yang dianalisis, oleh sebab itu nilai dummy krisis bernilai satu setelah terjadinya krisis ekonomi (DK = 1) dan dummy krisis bernilai nol (DK = 0) sebelum terjadinya krisis ekonomi. NTK
R
UMP
INFLS
LDt-1
I W MIG
UP
LD
It-1
Yt-1
LS
DK
Y
X
Ket :
M
mempengaruhi saling mempengaruhi variabel endogen variabel eksogen
Gambar 12. Hubungan Antar Variabel
POP
LSt-1
45
3.2.1. Identifikasi Model Model persamaan simultan yang telah diformulasikan perlu dilakukan identifikasi untuk menentukan metode pendugaan model yang dapat digunakan dalam persamaan tersebut. Identifikasi model struktural merupakan syarat keharusan dalam suatu model persamaan simultan, identifikasi model dilakukan dengan metode order condition. Rumusan identifikasi model berdasarkan order condition adalah sebagai berikut: (K-M) > (G-1)
................................................................................................(3.8)
dimana: K = total variabel dalam model (variabel endogen dan eksogen) M = total variabel endogen dan eksogen dalam satu persamaan G = total persamaan Beberapa kriteria dalam order condition: • Jika (K-M) = (G-1) maka persamaan dalam model dikatakan exactly identified • Jika (K-M) < (G-1) maka persamaan dalam model dikatakan unidentified • Jika (K-M) > (G-1) maka persamaan dalam model dikatakan over identified Berdasarkan identifikasi model dengan menggunakan metode order condition terhadap seluruh persamaan, diperoleh hasil bahwa persamaan tersebut adalah over identified (Tabel 2). Karena persamaan tersebut termasuk kedalam kategori over identified, maka pendugaan parameternya dapat dilakukan dengan metode Two Stage Least Squares (2SLS). Metode 2SLS diterima sebagai pendekatan persamaan tunggal
46
yang paling penting untuk menduga model yang bersifat over identified dan menggambarkan pemakaian yang bersifat lebih umum. Tabel 2. Hasil Identifikasi Model Berdasarkan Order Condition Nama persamaan Jumlah tenaga kerja yang diminta Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan Upah riil PDRB riil investasi riil Jumlah unit perusahaan
K M G 19 7 7
K-M 12
G-1 6
Kategori Over identified
19
6
7
13
6
Over identified
19 19 19 19
4 5 6 5
7 7 7 7
15 14 13 14
6 6 6 6
Over identified Over identified Over identified Over identified
Terdapat beberapa sifat 2SLS yang khas (Gujarati, 1991): 1. Metode ini dapat diterapkan pada kasus identifikasi berlebih yang akan memberikan satu nilai estimasi untuk setiap parameter 2. Mempunyai sifat mudah diterapkan karena hanya perlu mengetahui jumlah variabel eksogen total tanpa mengetahui jumlah variabel manapun dalam sistem. 3. Menyebabkan nilai estimasi akan menjadi sangat dekat, jika nilai R2 dari regresi tahap satu sangat tinggi. Namun, jika nilai R2 sangat rendah maka nilai estimasi menjadi tidak berarti. Pada tahap pertama 2SLS adalah pembentukan variabel instrumen 4. Memungkinkan
untuk
menyatakan
kesalahan
standar
koefisien
yang
diestimasi. Nilai estimasi koefisien struktural secara langsung diperoleh dari tahap kedua, dimana pada tahap ini adalah menentukan varian estimasi variabel instrumen.
47
Analisis data metode Two Stage Least Squares (2SLS) menggunakan program Microsoft Excel dan program Eviews 4.1.
3.2.2. Metode Estimasi Untuk melihat korelasi antar variabel dalam persamaan, maka diperlukan beberapa pengujian. 3.2.2.1. Uji Kriteria Statistik (uji t, F, R2) Pengujian pertama menggunakan uji t atau parsial, untuk melihat signifikansi variabel eksogen. Secara umum, terdapat dua hipotesis yaitu: Hipotesis nol (H0 = β0 = 0) artinya nilai koefisien sama dengan nol, Hipotesis alternatif (H1 = β0 ≠ 0) artinya nilai koefisien berbeda dengan nol Daerah penolakan ditentukan dengan membandingkan nilai t-statistik terhadap nilai t-tabel atau dengan membandingkan nilai p-value terhadap taraf nyata (α). Jika nilai t-statistik lebih besar dari nilai t-tabel berarti variabel eksogen berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Jika berlaku sebaliknya, maka variabel eksogen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Pengujian kedua menggunakan uji F, untuk melihat pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen secara keseluruhan dan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam fungsi. Secara umum, terdapat dua hipotesis yaitu: Hipotesis nol (H0 = β1 = β2 =0) artinya nilai koefisien sama dengan nol Hipotesis alternatif (H1 ≠ β1 ≠ β2 ≠ 0) artinya nilai koefisien berbeda dengan nol Daerah penolakan ditentukan dengan membandingkan nilai F-statistik dengan F-tabel atau membandingkan nilai p-value terhadap taraf nyata (α). Jika
48
nilai F-statistik lebih besar dari nilai F-tabel berarti minimal ada satu variabel eksogen yang berpengaruh nyata terhadap variabel endogen dan model layak untuk digunakan. Jika berlaku sebaliknya, maka variabel eksogen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel endogen. Pengujian ketiga dengan melihat koefisien determinasi R2, untuk menunjukan kemampuan garis regresi menjelaskan variabel terikat sebagai proporsi dalam persen (variasi variabel terikat yang dapat dijelaskan oleh variabel bebas). Nilai R2 berkisar dari 0 sampai 1 (0 ≤ R2 ≤ 1), jika bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel eksogen dengan variabel endogen. Sebaliknya, apabila nilainya mendekati 1 berarti terdapat hubungan yang erat antara variabel eksogen dengan variabel endogen.
3.2.2.2. Uji Kriteria Ekonometrika Pengujian ini dilakukan dengan beberapa uji antara lain: 3.2.2.2.1. Pengujian Autokorelasi Suatu model dikatakan baik jika telah memenuhi asumsi tidak terdapat gejala autokorelasi. Autokorelasi adalah korelasi sosial yang terjadi antara anggota serangkaian observasi yang diurut menurut waktu (time series) atau ruang (cross section) dan berpotensi menimbulkan masalah serius yang menyebabkan varians residual yang diperoleh lebih rendah, sehingga nilai R2 terlalu tinggi dan pengujian hipotesis t-statistik dan F-statistik menjadi tidak meyakinkan. Salah satu cara untuk mendeteksi Autokorelasi adalah dengan uji Durbin h. Uji Durbin h dilakukan dengan melihat nilai first order autocorrelation. Hipotesis nol (H0 = ρ = 0) artinya nilai koefisien sama dengan nol
49
Hipotesis alternatif (H1 ≠ ρ ≠ 0) artinya nilai koefisien berbeda dengan nol Jika first order autocorrelation > titik kritis berarti hipotesis nol ditolak dan hipotesis alternatifnya diterima sehingga terjadi autokorelasi (positif atau negatif) dalam model. Tetapi jika first order autocorrelation < titik kritis berarti hipotesis nol diterima dan hipotesis alternatifnya ditolak sehingga tidak ada autokorelasi dalam model.
3.2.2.2.2. Pengujian Heteroskedastisitas Suatu fungsi dikatakan baik apabila memenuhi asumsi homoskedastisitas (tidak terjadi heterokedastisitas) atau memiliki ragam error yang sama. Dengan adanya heterokedastisitas akan menyebabkan tidak efisiennya proses estimasi, sementara hasil estimasinya sendiri masih konsisten dan tak bias. Adanya masalah dalam heterokedastisitas akan mengakibatkan uji t dan uji f menjadi tidak berarti. Gejala adanya heteroskedastisitas dapat ditunjukkan oleh Probability Obs*Rsquared pada uji White Heteroscedasticity. Hipotesis : H0 : ρ = 0 H1 : ρ ≠ 0 Kriteria uji : Probability Obs*R-squared < taraf nyata (ά) maka tolak H0 Probability Obs*R-squared > taraf nyata (ά) maka terima H0 Jika H0 ditolak, maka terdapat gejala heteroskedastisitas dalam model, tetapi jika H0 diterima maka tidak terdapat gejala heteroskedastisitas.
50
3.2.2.2.3. Pengujian Normalitas Uji ini dilakukan untuk melihat apakah error term mendekati distribusi normal dengan menggunakan descriptive statistic test. Uji ini disebut uji JarqueBera Test. Hipotesa : H0 : error term terdistribusi normal H1 : error term tidak terdistribusi normal Kriteria uji : Probability t-statistic < taraf nyata (ά) maka tolak H0 Probability t-statistic > taraf nyata (ά) maka terima H0
3.2.2.2.4. Pengujian Multikolinearitas Multikolinearitas adalah terjadinya hubungan linier yang sempurna atau pasti antara peubah-peubah bebas. Multikolinearitas dapat dideteksi dengan melihat koefisien korelasi antar variabel bebas (independent variable) yang terdapat pada matriks korelasi. Jika terdapat koefisien korelasi yang lebih besar dari [0,8] maka terdapat gejala multikolinearitas (Gujarati, 1999). Cara lain untuk mendeteksi multikolinearitas adalah dengan melakukan uji Klein, selama nilai korelasi-korelasi antar variabel bebas (r²) tersebut tidak melebihi nilai R-squared (R²), maka dapat dikatakan multikolinearitas bisa diabaikan. Menurut Klein, terdapat multikolinearitas apabila: r² xi,xj ≥ R² y,x1,x2,...,xk
51
3.2.2.3. Uji Kriteria Ekonomi Uji kriteria ekonomi dilakukan untuk melihat kecocokkan antara persamaan hasil penelitian dengan teori ekonomi. Uji ekonometrika dan uji statistik dilakukan untuk melihat apakah persamaan tersebut telah sesuai dengan prinsip ekonometrika dan statistika sehingga model persamaan dapat dikatakan sahih dan digunakan dalam penelitian.
3.2.3. Definisi Operasional Definisi operasional dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Jumlah tenaga kerja yang diminta (LD) Definisi dari variabel tersebut adalah banyaknya tenaga kerja yang bekerja pada sektor industri TPT di DKI Jakarta yang dihitung dalam ribu orang.
2.
Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan (LS) Definisi dari variabel tersebut adalah banyaknya jumlah pencari kerja di DKI Jakarta yang dihitung dalam ribu orang.
3.
Investasi (I) Definisi dari variabel tersebut adalah banyaknya jumlah penanaman modal yang masuk pada industri TPT DKI Jakarta yang dihitung dalam milyar rupiah.
4.
Tingkat upah (W) Definisi dari variabel tersebut adalah besarnya biaya pengeluaran untuk upah yang dikeluarkan industri TPT DKI Jakarta yang dihitung dalam milyar rupiah.
52
5.
Pendapatan Daerah Regional Bruto (Y) Definisi dari variabel tersebut adalah besarnya nilai pendapatan daerah regional bruto yang diterima dari sektor industri TPT DKI Jakarta yang dihitung dalam milyar rupiah.
6.
Jumlah Unit Usaha (UP) Definisi dari variabel tersebut adalah banyaknya jumlah perusahaan TPT yang ada di DKI Jakarta yang dihitung dalam ribu unit.
7.
Upah Minimum Provinsi (UMP) Definisi dari variabel tersebut adalah besarnya nilai upah minimum provinsi DKI Jakarta yang dihitung dalam juta rupiah.
8.
Inflasi (INFLS) Definisi dari variabel tersebut adalah nilai inflasi tahunan rata-rata yang terjadi di DKI Jakarta yang dihitung dalam persentase.
9.
Suku bunga (R) Definisi dari variabel tersebut adalah tingkat suku bunga Bank Indonesia riil tahunan yang dihitung dalam persentase.
10. Nilai tukar (NTK) Definisi dari variabel tersebut adalah besarnya nilai tukar rupiah terhadap mata uang Amerika Serikat yang berlaku di DKI Jakarta yang dihitung dalam satuan rupiah per dollar AS. 11. Ekspor (X) Definisi dari variabel tersebut adalah besarnya nilai ekspor industri TPT DKI Jakarta yang dihitung dalam milyar rupiah.
53
12. Impor (M) Definisi dari variabel tersebut adalah besarnya nilai impor industri TPT DKI Jakarta yang dihitung dalam milyar rupiah. 13. Populasi (POP) Definisi dari variabel tersebut adalah banyaknya jumlah penduduk DKI Jakarta rata-rata tahunan yang dihitung dalam ribu orang. 14. Migrasi (MIG) Definisi dari variabel tersebut adalah banyaknya jumlah migrasi penduduk DKI Jakarta yang dihitung dalam ribu orang.
54
IV. GAMBARAN UMUM DKI JAKARTA
4.1. Keadaan Penduduk DKI Jakarta sebagai provinsi yang seluruh wilayahnya memiliki tipologi urban memiliki masalah kependudukan yang sangat spesifik dibandingkan dengan provinsi lainnya. Sebagai pusat pemerintahan dan perekonomian nasional DKI Jakarta memiliki daya tarik tersendiri, sehingga menyebabkan banyak penduduk luar Jakarta datang untuk mencoba keberuntungan di Jakarta. Berdasarkan hasil sensus penduduk 2000 jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 2000 mencapai 8.39 juta jiwa, mengalami kenaikan sekitar 200,000 jiwa selama kurun waktu 10 tahun atau naik sebesar 0.16 persen per tahun. Walaupun jumlah pertumbuhan penduduk DKI Jakarta cukup rendah, jumlah penduduk DKI Jakarta terus mengalami kenaikan. Pada tahun 2006, berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (SUSENAS) diperkirakan bahwa jumlah penduduk DKI Jakarta mencapai 8.96 juta jiwa (Tabel 3). Tabel 3. Perkembangan Jumlah Penduduk DKI Jakarta Kotamadya/ kabupaten Jakarta selatan Jakarta timur Jakarta pusat Jakarta barat Jakarta utara Jumlah
Jumlah Penduduk (orang) 1961 466,422
1971 1,050,859
1980 1,582,194
1990 1,913,084
2000 1,789,006
2006 2,053,684
496,686 1,002,059 469,543 469,823 2,904,533
802,133 1,260,297 820,756 612,447 5,446,492
1,460,068 1,245,030 1,234,885 981,272 6,503,449
1,067,213 1,086,568 1,822,762 1,369,630 7,259,257
2,353,023 893,198 1,906,385 1,444,027 8,385,639
2,413,875 891,778 2,130,696 1,452,285 8,961,680
Sumber: SUSENAS, 2006 Jumlah penduduk DKI Jakarta pada tahun 1971 meningkat dua kali lipat dibandingkan kondisi tahun 1961, yaitu dari sekitar 2.9 juta menjadi sekitar 4.5 juta. Sepuluh tahun berikutnya pertambahan penduduk DKI Jakarta meningkat
55
yaitu menjadi 6.5 juta jiwa. Pada tahun 1990, walaupun penduduk terus bertambah namun pertumbuhan semakin mengecil, bahkan pada tahun 2000 pertambahan penduduk DKI Jakarta relatif kecil. Tabel 4. Laju Pertumbuhan Penduduk DKI Jakarta Kotamadya/ Laju pertumbuhan penduduk (%/tahun) 1961-1971 1971-1980 1980-1990 1990-2000 2000-2006 kabupaten 8.55 4.60 1.92 -0.70 2.33 Jakarta selatan 4.92 6.80 3.54 1.34 0.43 Jakarta timur 2.34 -0.13 -1.35 -1.98 -0.03 Jakarta pusat 5.80 4.59 3.97 0.47 1.87 Jakarta barat 2.71 5.32 3.39 0.54 0.32 Jakarta utara 4.62 4.01 2.42 0.16 1.11 DKI Jakarta Sumber: BPS, 2007 Laju pertumbuhan penduduk DKI Jakarta selama 4 dekade terakhir terus mengalami penurunan. Rata-rata pertumbuhan penduduk DKI Jakarta per tahun selama periode 1990-2000 hanya sebesar 0.16 persen. Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan dengan keadaan pada dekade sebelumnya (1980-1990) yang mencapai 2.42 persen per tahun, namun laju pertumbuhan penduduk kembali meningkat pada periode 2000 sampai 2006 menjadi 1.11 persen (Tabel 4).
4.2.
Keadaan Tenaga Kerja Pada tahun 2006 jumlah angkatan kerja DKI Jakarta sebesar 4.56 juta
orang dan bukan angkatan kerja sebesar 2.93 juta orang. Dari angkatan kerja tersebut terdiri dari penduduk bekerja sebanyak 3.92 juta orang dan yang mencari pekerjaan sebanyak 637 ribu orang. Kebanyakan dari angkatan kerja yang bekerja masuk pada sektor perdagangan/hotel dan restoran, jasa dan industri pengolahan. Masing-masing sektor tersebut menyerap 36.84 persen, 23.80 persen, dan 18.18 persen. Jika diamati berdasarkan status pekerjaannya ada sekitar 63.50 persen
56
sebagai buruh, 25.03 persen berprofesi sebagai pengusaha, dan sebagai pekerja keluarga sebesar 3.49 persen. Jumlah pencari kerja yang terdaftar di Dinas Tenaga Kerja pada tahun 2006 sebanyak 637 ribu orang sedangkan kesempatan kerja yang terdaftar sebesar 18.8 ribu orang, sehingga telah terjadi surplus tenaga kerja di DKI Jakarta.
4.3.
Keadaan Ekonomi
4.3.1. Pertumbuhan Ekonomi Selama periode tahun 2002 sampai 2006, perekonomian DKI Jakarta berjalan semakin stabil dengan rata-rata pertumbuhan sebesar 5.6 persen per tahun. Tumbuh sebesar 4,89 persen pada tahun 2002 dan pada akhir tahun 2006 pertumbuhan Ekonomi DKI Jakarta menunjukkan kenaikan hingga 5,90 persen. Tabel 5. Laju Pertumbuhan Sektor Ekonomi Atas Dasar Harga Konstan (Persen) No Lapangan usaha 2003 2004 2005 2006* -15.71 -1.27 1.05 0.65 1 Pertanian -14.08 -6.81 -7.24 1.87 2 Pertambangan dan Penggalian 5.05 5.74 5.07 4.82 3 Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih 5.07 5.66 6.95 4.99 4 4.04 4.42 5.89 7.12 5 Bangunan 6.60 6.96 7.89 6.60 6 Perdagangan, Hotel, dan Restoran 12.57 12.63 13.26 14.25 7 Pengangkutan dan Komunikasi 3.97 4.17 4.10 3.75 8 Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto
9
5.24 5.31
4.65 5.65
5.06 6.01
5.42 5.90
*Angka sementara Sumber: BPS DKI Jakarta, 2007 Sektor angkutan dan komunikasi merupakan sektor dengan pertumbuhan tertinggi yaitu 14,25 persen. Setelah itu diikuti oleh sektor bangunan yang tumbuh 7,12 persen, sektor perdagangan, hotel dan restoran tumbuh 6,6 persen, dan sektor jasa-jasa yang tumbuh 5,42 persen. Sektor ekonomi lainnya juga menunjukkan
57
pertumbuhan positif. Sektor listrik, gas dan air bersih tumbuh 4,99 persen, sektor industri pengolahan tumbuh 4,82 persen, sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan tumbuh 3,75 persen, sektor pertambangan dan penggalian tumbuh 1,87 persen, dan sektor pertanian tumbuh 0,65 persen (Tabel 5). PDRB menurut lapangan usaha merupakan penjumlahan dari seluruh nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi disuatu wilayah pada suatu kurun waktu tertentu. Semakin besar nilai tambah yang diciptakan maka semakin dominan posisi suatu sektor dalam perekonomian suatu wilayah. Selama periode tahun 2002 hingga 2006, sektor yang berkontribusi dengan nilai tambah terbesar dalam pembentukan PDRB DKI Jakarta adalah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, sektor perdagangan, hotel dan restoran, dan sektor industri pengolahan. Tabel 6. Peranan Sektor Ekonomi dalam PDRB Atas Dasar Harga Berlaku (Persen) No Lapangan usaha 2002 2003 2004 2005 2006* 1 2 3 4 5 6
Pertanian Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, gas, dan air bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran 7 Pengangkutan dan Komunikasi 8 Keuanagan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan 9 Jasa-jasa Produk Domestik Regional Bruto Produk Domestik Regional Bruto non migas
0.15 0.39 16.89 0.83 9.97 19.89
0.11 0.32 16.29 0.99 9.82 20.08
0.11 0.36 15.95 1.13 10.15 20.07
0.10 0.45 15.97 1.11 10.50 20.21
0.10 0.48 15.93 1.06 11.18 20.07
6.79 32.71
7.24 32.45
7.54 31.84
8.18 30.71
8.80 29.80
12.39 100.0 99.48
12.70 100.0 99.61
12.86 100.0 99.68
12.77 100.0 99.64
12.58 100.0 99.55
*Angka sementara Sumber : BPS DKI Jakarta, 2007 Sektor keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan menyumbang sebesar 30.5 persen per tahun. Selama periode 2002 hingga 2006 kontribusi yang
58
diberikan oleh sektor ini cenderung menurun. Pada tahun 2002 sektor ini memberi kontribusi sebesar 32.71 persen dan pada tahun 2006 kontribusinya turun menjadi 29.80 persen. Sektor perdagangan, hotel dan restoran memberikan kontribusi yang relatif stabil setiap tahunnya yakni sekitar 20 persen per tahun. Meskipun ada kecenderungan menurun tiap tahunnya, besarnya kontribusi yang diberikan sektor industri pengolahan masih berkisar pada nilai 16 persen (Tabel 6).
4.3.2. Sektor Industri Pengolahan Secara perlahan relokasi industri di DKI Jakarta membuat kontribusi nilai tambah yang diberikan oleh sektor industri pengolahan mengalami penurunan. Jika pada tahun 2002 sektor ini masih menyumbang nilai tambah sebesar 16.89 persen dalam pembentukan PDRB DKI Jakarta, pada tahun-tahun berikutnya kontribusinya bertahan pada kisaran 15.9 persen. Meskipun demikian, sektor industri pengolahan masih menjadi salah satu primadona yang mendukung perekonomian DKI Jakarta setelah sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Dari sisi perkembangan volume riil produksi, laju pertumbuhan sektor industri pengolahan cukup fluktuatif setiap tahunnya. Pada tahun 2002, sektor ini tumbuh sekitar 4.59 persen, tahun 2004 pertumbuhannya meningkat hingga 5.74 persen, dan tahun 2006 pertumbuhan sektor ini hanya mencapai 4.82 persen. Petumbuhan yang dicapai oleh setiap subsektor industri pengolahan menunjukan nilai yang cukup fluktuatif. Subsektor alat angkutan, mesin dan peralatannya mengalami pertumbuhan tercepat selama periode tahun 2002 hingga 2006. Setelah tumbuh 6.03 persen pada tahun 2002 subsektor ini terus mengalami
59
kenaikan hingga tahun 2004 mencapai 8.81 persen, dan pada tahun 2006 subsektor ini hanya tumbuh sebesar 7.85 persen. Subsektor industri kertas dan barang cetakan mengalami pertumbuhan tertinggi pada tahun 2002 yakni mencapai 18.66 persen. Pada tahun-tahun berikutnya pertumbuhan yang dicapai oleh subsektor ini tidak secepat pada tahun tersebut, yakni sebesar 5.70 persen pada tahun 2004 dan 4.48 persen pada tahun 2006. Kinerja sektor yang baik justru dicapai oleh subsektor industri barang dari kayu dan hasil hutan lainnya. Tumbuh negatif pada tahun 2002 dan 2004, tetapi pada tahun 2006 subsektor ini mampu tumbuh positif sebesar 3.36 persen (Tabel 7). Tabel 7. Laju Pertumbuhan Nilai Tambah Sektor Industri Pengolahan Menurut Subsektor No Subsektor Laju Pertumbuhan (%/tahun) 2002 2004 2006* 1 Makanan, minuman dan tembakau 2.75 3.30 0.59 2 Tekstil, barang kulit dan alas kaki 4.83 0.33 3.22 3 Barang kayu dan hasil hutan lainnya 2.02 0.67 3.36 4 Kertas dan barang cetakan 18.66 5.70 4.48 5 Pupuk, kimia dan barang dari karet 0.44 2.89 1.56 6 Semen dan barang galian bukan logam 5.44 5.03 2.57 7 Logam dasar besi dan baja 2.52 0.91 1.61 8 Alat angkutan, mesin dan peralatannya 6.03 8.81 7.89 9 Barang lainnya 2.81 5.06 6.91 Industri pengolahan 4.59 5.74 4.82 *Angka sementara sumber : BPS DKI Jakarta, 2007 Tinjauan terhadap struktur nilai tambah sektor industri pengolahan menunjukan sekitar 60 persen yang tercipta di sektor industri pengolahan berasal dari subsektor industri alat angkutan, mesin dan peralatannya. Setelah itu diikuti oleh subsektor industri kimia dan barang karet, dan subsektor industri tekstil dan barang dari kulit dengan besar kontribusi masing-masing sebesar 24 persen, 19 persen, dan 17 persen terhadap total nilai tambah sektor industri pengolahan.
60
4.3.3. Sektor Industri Tekstil dan Produk Tekstil 4.3.3.1. PDRB Industri TPT Industri TPT terus memberikan kontribusi terhadap PDRB DKI Jakarta. Sumbangan industri TPT sejak tahun 1986 hingga tahun 2003 terus mengalami kenaikan walaupun pada tahun 1993 hingga tahun 1995 dan tahun 1997 hingga 1999 cenderung flat dengan tingkat pertumbuhan bervariasi rata-rata mencapai 13 persen pertahun. Setelah periode tersebut hingga tahun 2006, kontribusi industri TPT terus mengalami penurunan dengan pertumbuhan negatif rata-rata sebesar 3 persen pertahun. Penurunan tersebut diduga dihapuskannya perjanjian kuota ekspor TPT, sehigga industri TPT DKI tidak bisa bersaing diluar negeri yang mengakibatkan terjadinya penurunan output TPT (Gambar 15 ).
6000000 (juta rupiah)
5000000 4000000
PDRB konstan 2000
3000000 2000000 1000000 2006
2004
2002
2000
1998
1996
1994
1992
1990
1988
1986
0
tahun
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2007 (Data diolah) Gambar 13. Pertumbuhan PDRB TPT DKI Jakarta Atas Dasar Harga Konstan 2000
4.4.3.2. Jumlah Unit Perusahaan Industri TPT Perusahaan-perusahaan yang bergerak dalam Industri TPT DKI Jakarta, tersebar diseluruh bagian kawasan, mulai dari perusahaan yang bergerak di
61
subsektor tekstil dan garmen. Perusahaan subsektor tekstil banyak terdapat di daerah Jakarta Barat dan Jakarta Timur, sedangkan untuk subsektor garmen terdapat di daerah Jakarta Utara, Jakarta Barat, dan Jakarta Timur (Asosiasi Pertekstilan Indonesia, 2005). Tabel 8. Jumlah Perusahaan Industri TPT DKI Jakarta Tahun Jumlah Perusahaan Persentase Perubahan (%) 1993 898 -6.07 1994 932 3.79 1995 985 5.69 1996 1015 3.05 1997 892 -12.12 1998 822 -7.85 1999 820 -0.24 2000 808 -1.46 2001 717 -11.26 2002 614 -14.37 2003 594 -3.26 2004 566 -4.71 2005 625 10.42 2006 625 0.00 Sumber: BPS DKI Jakarta, 2007 (Data diolah) Jumlah perusahaan industri TPT DKI Jakarta mencapai jumlah tertinggi pada tahun 1990 dan 1996 yakni mencapai lebih dari seribu unit. Setelah tahun 1996, jumlah perusahaan TPT terus mengalami penurunan hingga tahun 2006 yakni hanya sebesar 625 unit. Penurunan yang terjadi disebabkan adanya kebijakan relokasi industri TPT yakni ke daerah penyangga DKI Jakarta seperti Bogor, Tanggerang, dan Bekasi (Tabel 8).
4.4.3.3. Nilai Input, Nilai Output, dan Value Added Industri TPT Pertumbuhan input industri tekstil DKI Jakarta pada tahun 2000 sebesar 5.74 persen, mengalami fluktuasi hingga tahun 2004 dengan penurunan sebesar
62
58.84 persen. Tetapi mengalami peningkatan tajam pada tahun 2005 dengan tingkat pertumbuhan sebesar 268.63 persen (Tabel 9). Tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan input, pertumbuhan output juga mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000 tingkat pertumbuhannya sebesar 5.69 persen. Pada tahun 2004, tingkat pertumbuhan output turun sampai 58.84 persen dan kembali mengalami kenaikan pada tahun 2005 sebesar 186.25 persen. Begitu pula dengan tingkat pertumbuhan value added industri TPT DKI Jakarta sama-sama mengalami fluktuasi. Pada tahun 2000, tingkat pertumbuhan value added sebesar 5.60 persen mengalami fluktuasi sepanjang tahun tersebut. Hingga tahun 2004, pertumbuhan value added mengalami penurunan sampai 58.84 persen. Pada tahun 2005, pertumbuhannya naik kembali hingga 90.59 persen. Meskipun keadaan industri TPT sempat mengalami penurunan yang diindikasikan dengan tingkat pertumbuhan yang negatif, namun industri tersebut mampu bangkit dari keadaan yang tidak menguntungkan (Tabel 9). Tabel 9. Nilai Input, Nilai Output dan Value Added Industri Tekstil Tahun
2000 2001 2002 2003 2004 2005
Nilai input (milyar rupiah) 1,399 1,337 894 2,224 915 3,373
Perubahan input (%) 5.74 -4.43 -33.13 148.77 -58.84 268.63
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2006
Nilai Output (milyar rupiah) 2,379 2,478 1,774 4,134 1,702 4,872
Perubahan output (%) 5.69 4.16 -28.41 133.03 -58.84 186.25
Value added (milyar rupiah) 980 1,141 880 1,910 786 1,498
Perubahan value added (%) 5.60 16.43 -22.87 117.05 -58.84 90.59
63
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Pasar Tenaga Kerja Industri Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) 5.1.1. Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta Tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta hingga tahun 2004 didominasi oleh pekerja wanita dengan persentase sebesar 81.54 persen pada industri garmen dan 54.57 persen pada industri tekstil. Tenaga kerja yang berasal dari Indonesia sebagian besar menempati posisi sebagai buruh, sedangkan posisi supervisor, technician, dan manager diduduki oleh tenaga kerja asing. Banyaknya tenaga kerja asing yang bekerja dalam sektor industri TPT DKI Jakarta sebesar 39.10 persen terhadap keseluruhan tenaga kerja asing yang bekerja di industri pengolahan. Perkembangan jumlah tenaga kerja industri TPT dari tahun 1986 hingga tahun 1993 terus mengalami kenaikan yakni dari 54,326 orang menjadi 164,627 orang. Jumlah tenaga kerja mengalami penurunan pada tahun 1994 hingga 1995, hal ini dikarenakan berakhirnya perjanjian putaran Uruguay tahap pertama yakni dicabutnya penetapan kuota impor industri TPT. Pencabutan kuota tersebut mengakibatkan banyaknya produk TPT luar negeri yang masuk ke Indonesia dan para pengusaha TPT belum bisa bersaing di dalam negeri. Tenaga kerja industri TPT mengalami kenaikan pada tahun 1996, namun kembali turun pada tahun 1997. Penurunan tersebut dikarenakan terjadinya krisis ekonomi di Indonesia yang menyebabkan terpuruknya berbagai sektor termasuk industri TPT. Setelah mengalami kenaikan pada tahun 2000 yakni sebesar 154,896 orang, tenaga kerja
64
industri TPT mengalami penurunan kembali hingga tahun 2006 yakni menjadi
04
02
00
98
96
94
92
90
88
06 20
20
20
20
19
19
19
19
19
19
86
180000 160000 140000 120000 100000 80000 60000 40000 20000 0
19
Orang
sebesar 123,825 orang (Gambar 14).
Ta hun
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2007 (Data diolah) Gambar 14. Pertumbuhan Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta
5.1.2. Upah Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta Industri TPT merupakan industri padat karya yang banyak menyerap tenaga kerja, oleh sebab itu dibutuhkan pengeluaran untuk upah tenaga kerja yang tidak sedikit pula. Perkembangan pengeluaran untuk upah industri TPT dari tahun 1986 hingga 2006 cukup fluktuatif. Pengeluaran untuk upah terus mengalami kenaikan dari tahun 1986 hingga tahun 1992, yakni dari Rp. 56,712 juta menjadi Rp. 533,423 juta, namun mengalami penurunan pada tahun 1993 hingga Rp. 364,049 juta, penurunan ini diakibatkan karena menghadapi penghapusan kuota impor TPT, penghapusan tersebut mengakibatkan banyaknya produk TPT masuk ke dalam negeri menyebabkan persaingan menjadi meningkat, agar dapat bersaing para pengusaha menurunkan biaya produksi dengan memberhentikan para pekerja yang dianggap tidak produktif. upah cenderung flat hingga tahun 1996 dan Kenaikan terjadi kembali pada tahun 1997 serta fluktuatif hingga tahun 2001.
65
Pada tahun 2002, pengeluaran untuk upah mengalami kenaikan yang cukup signifikan, hal ini dikarenakan terjadinya peningkatan UMP yang cukup tinggi sehingga para pengusaha lebih banyak mengalokasikan dana untuk pengeluaran upah. Pada tahun 2005 pengeluaran untuk upah mencapai Rp. 1,749,155 juta (Gambar 15).
2000000 1800000
Juta Rupiah
1600000 1400000 1200000 1000000 800000 600000 400000 200000 2006
2005
2004
2003
2002
2001
2000
1999
1998
1997
1996
1995
1994
1993
1992
1991
1990
1989
1988
1987
1986
0
Tahun
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2007 (Data diolah) Gambar 15. Pengeluaran Untuk Upah Industri TPT
5.1.3. Produktivitas Tenaga Kerja Industri TPT DKI Jakarta Tingkat produktivitas tenaga kerja industri tekstil DKI Jakarta terus mengalami kenaikan dari tahun 1986 hingga 2003 walaupun sempat terjadi penurunan pada tahun 1994 yakni sebesar 30.96 persen, namun selama kurun waktu tersebut produktivitas tenaga kerja industri tekstil mengalami tingkat pertumbuhan rata-rata 40.89 persen. Pertumbuhan produktivitas tenaga kerja pada tahun 2000 sebesar 8.38 persen dan terus mengalami kenaikan hingga tahun 2003 yakni mencapai 89.83 persen, namun pada tahun 2004 tingkat pertumbuhan produktivitas mengalami penurunan hingga 42.49 persen, hal ini dikarenakan adanya isu negatif terhadap pencabutan kuota ekspor TPT sehingga dan membanjirnya produk TPT ilegal. Pada tahun 2005 produktivitas tenaga kerja
66
mengalami kenaikan kembali, bahkan dengan tingkat pertumbuhan sangat tinggi yakni mencapai 164.26 persen (Gambar 18).
300 .00
nilai (%)
250 .00 200 .00 150 .00 100 .00 5 0.00
20 04
20 02
20 00
19 98
19 96
19 94
19 92
19 90
19 88
19 86
0.00
Tahun
Sumber: BPS DKI Jakarta, 2007 (Data diolah) Gambar 16. Produktifitas Tenaga Kerja Industri Tekstil DKI Jakarta
5.1.4. Kebijakan-Kebijakan yang Terkait dengan TPT 5.1.4.1. Kebijakan Ekspor TPT Sesuai dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 558/MPP/Kep/12/1998 tentang ketentuan umum di bidang ekspor yang telah dilakukan perubahan dengan Surat Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No.575/MPP/Kep/VIII/2002. Kebijakan ekspor Indonesia dalam pelaksanaannya hampir seluruh barang sudah tidak memiliki pembatasan (barang bebas) kecuali beberapa komoditi yang pengaturannya dapat dibedakan dalam tiga kelompok yaitu: 1. Barang yang dilarang di ekspor 2. Barang yang diawasi ekpornya 3. Barang yang diatur ekspornya Industri TPT merupakan termasuk kedalam barang yang diatur ekspornya.
67
5.1.4.2. Kebijakan Manajemen Kuota TPT Manajemen kuota TPT dilaksanakan berdasarkan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan No. 311/MPP.Kep/10/2001 tanggal 30 Oktober 2001 tentang Ketentuan Ekspor Tekstil dan Produk Tekstil dan Keputusan Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri No. 11/DJPLN/KP/XI/2001 tanggal 13 Nopember 2001 dan 03/DJPLN/KP/II/2002 sebagai petunjuk pelaksanaannya. Perusahaan yang dapat melakukan ekspor TPT kuota adalah perusahaan yang telah mendapatkan pengakuan sebagai Ekspor Terdaftar Tekstil dan Produk Tekstil (ETTPT). Pengakuan ETTPT perusahaan kecil dan koperasi dilakukan oleh pejabat IPSKET setempat dan untuk ETTPT Perusahaan menengah besar dilakukan oleh Direktur Jendral Perdagangan Luar Negeri. Kuota TPT dialokasikan dalam enam jenis kuota, yaitu kuota tetap, kuota pertumbuhan, kuota sementara murni, kuota fleksibilitas, kuota pinjaman, dan kuota pergeseran khusus (special Shift). Jenis kuota yang tidak dapat direalisasikan sendiri dapat dilakukan dengan cara kemitraan, kuota atas nama (under name), dan penitipan kuota tetap.
5.1.5. TPT dalam Perjanjian Internasional Pada tahun 1961 disepakati persetujuan Short Term Arrangement (STA) yakni tentang proteksi perdagangan melalui sistem kuota komoditi TPT dilanjutkan dengan Long Term Arrangement (LTA) pada tahun 1962 hingga 1974, dan perjanjian diteruskan dengan Multi-fibre Arrangement (MFA). Negara-negara yang mengenakan kuota adalah Amerika Serikat (AS), Uni Eropa/UE (15 negara), Kanada, negara-negara Nordik, dan Turki. MFA berlangsung sampai 31
68
Desember 1994 dan dilanjutkan dengan berlakunya Agreement on Textiles and Clothing (ATC) di bawah Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) tahun 1995. ATC-WTO pengganti MFA adalah persetujuan hasil Putaran Uruguay yang didirikan untuk meliberalisasikan perdagangan TPT. Persetujuan tersebut diatur masa transisi pembebasan kuota dalam waktu 10 tahun dari tahun 1995 sampai tahun 2004. Disepakatinya hasil Putaran Uruguay pada tanggal 15 April 1994, maka perjanjian di sektor komoditi TPT telah sesuai dengan kesepakatan General Agreement on Tariff and Trade (GATT) dan segera diimplementasikan bersamaan dengan pembentukan Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Disepakatinya persetujuan tersebut, pengaturan TPT dilakukan dengan proses integrasi yaitu memasukkan TPT terikat ke dalam kelompok Multilateral Trade in Goods yaitu dalam Agreement on Textiile and Clothing (ATC). Prinsip utama dari isi perjanjian TPT adalah bahwa perdagangan TPT dunia yang selama ini diatur dalam MFA yang memperkenankan adanya pembatasan impor melalui sistem kuota akan dikembalikan ke dalam aturan GATT dengan masa peralihan selama 10 tahun sejak tahun 1994 dan terbagi dalam empat tahap: 1. Tahap I: 16 persen dari total daftar TPT sejak 1 Januari 1995 untuk masa satu tahun. 2. Tahap II: 17 persen dari total daftar TPT (menjadi 33 persen) sejak 1 januari 1998 untuk masa tiga tahun. 3. Tahap III: 18 persen dari total daftar TPT (menjadi 51 persen) sejak 1 januari 2002 untuk masa tujuh tahun.
69
4. Tahap IV: selebihnya 49 persen dari total daftar TPT (100 persen) berakhir 1 januari 2005 untuk masa sepuluh tahun.
5.2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pasar Tenaga Kerja Industri TPT 5.2.1. Estimasi Parameter Model 5.2.1.1. Uji F-Statistik Uji F-statistik digunakan untuk melihat pengaruh variabel eksogen terhadap variabel endogen secara keseluruhan dan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter yang ada dalam persamaan. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta, nilai Fstatistik sebesar 36.49 dengan probabilitas sebesar 0.000000. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, nilai F-statistik sebesar 17.03 dengan probabilitas sebesar 0.000016. Pada persamaan upah, nilai F-statistik sebesar 24.33 dengan probabilitas sebesar 0.000003. Pada persamaan PDRB, nilai Fstatistik sebesar 10.81 dengan probabilitas sebesar 0.000250. Pada persamaan investasi, nilai F-statistik sebesar 23.52 dengan probabilitas sebesar 0.000002. Pada persamaan jumlah unit perusahaan, nilai F-statistik sebesar 18.94 dengan probabilitas sebesar 0.000010. Semua persamaan tersebut nyata pada taraf 5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa variabel eksogen dalam model secara bersama-sama memiliki pengaruh yang nyata terhadap variabel endogen. Dengan demikian, persamaan tersebut layak untuk digunakan pada pembahasan selanjutnya (Lampiran 9-14).
70
5.2.1.2. Uji Autokorelasi Uji autokorelasi dapat dilakukan dengan menggunakan uji BreuschGodfrey Serial Correlation LM Test. Suatu model terbebas dari masalah autokorelasi jika nilai probabilitas Obs*R-S-quared dari Breusch-Godfrey Serial Correlation LM-Test lebih besar dari taraf nyata yang digunakan pada model. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta, nilai probabilitas Obs*RSquared dari uji ini adalah 0.380545. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, nilai probabilitas Obs*R-Squared dari uji ini adalah 0.185869. Pada persamaan upah, nilai probabilitas Obs*R-Squared dari uji ini adalah 0.744083. Pada persamaan PDRB, nilai probabilitas Obs*R-Squared dari uji ini adalah 0.412670. Pada persamaan investasi, nilai probabilitas Obs*R-Squared dari uji ini adalah 0.300580. Pada persamaan jumlah unit perusahaan, nilai probabilitas Obs*R-Squared dari uji ini adalah 0.189019. Nilai-nilai probabilitas Obs*RSquared pada setiap persamaan tersebut lebih besar dari tingkat signifikansinya yaitu pada taraf nyata 5 persen. Maka dapat disimpulkan bahwa pada persamaan ini tidak terdapat gejala autokorelasi (Lampiran 2-7).
5.2.1.3. Uji Heteroskedastisitas Pengujian yang dilakukan untuk menangani masalah heteroskedastisitas yaitu dengan menggunakan uji white Heteroskedasticity Test. Persamaan regresi yang ada pada model tidak terdapat gejala heteroskedastisitas, karena probabilitas Obs*R-Squared memiliki nilai yang lebih tinggi dari tingkat signifikansinya. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta, nilai probabilitas Obs*R-Squared adalah 0.186997. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, nilai
71
probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.106414. Pada persamaan upah, nilai probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.868784. Pada persamaan PDRB, nilai probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.515903. Pada persamaan investasi, nilai probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.316196. Pada persamaan jumlah unit perusahaan, nilai probabilitas Obs*R-Squared adalah sebesar 0.771146. Nilai-nilai probabilitas Obs*R-Squared pada setiap persamaan tersebut lebih besar dari tingkat signifikansinya yaitu pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi persamaan tidak mengandung heteroskedastisitas (Lampiran 2-7).
5.2.1.4. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan jika sample yang digunakan kurang dari 30. Oleh karena sampel dalam penelitian ini berjumlah 21, maka pada error term perlu dilakukan uji kenormalan dengan Jarque-Bera Test. Jika nilai probabilitas (PValue) lebih besar dari taraf nyata yang digunakan dalam persamaan yakni sebesar 0.05 (α = 5%) maka error term terdistribusi secara normal. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta, nilai probabilitas (P-Value) sebesar 0.60234. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, nilai probabilitas (P-Value) sebesar 0.839842. Pada persamaan upah, nilai probabilitas (P-Value) sebesar 0.454675. Pada persamaan PDRB, nilai probabilitas (P-Value) sebesar 0.636134. Pada persamaan investasi, nilai probabilitas (P-Value) sebesar 0.346781. Pada persamaan jumlah unit perusahaan, nilai probabilitas (P-Value) sebesar 0.568994. Hasil uji normalitas dari setiap persamaan menunjukkan nilai probabiltas (P-
72
Value) lebih besar dari taraf nyata 5 persen, maka error term dinyatakan terdistribusi normal dimasing-masing persamaan (Lampiran 2-7).
5.2.1.5. Uji Multikolinearitas Pengujian multikolinearitas dilakukan untuk melihat korelasi antar variabel bebas dalam persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Variabel bebas yang diuji korelasinya adalah variabel populasi dan variabel migrasi, hal ini dikarenakan kedua variabel tersebut tidak menjadi varibel endogen dalam persamaan yang diteliti. Hasil uji menunjukkan bahwa nilai korelasi antara variabel populasi dan migrasi sebesar 0.816 (Lampiran 8). Berdasarkan uji Klein, hasil uji tersebut telah dinyatakan terbebas dari multikolinearitas karena nilainya berada dibawah nilai koefisien determinasi (R2) persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan yang bernilai 0.85.
5.2.2. Estimasi Model 5.2.2.1. Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0.9439, nilai tersebut menunjukkan bahwa keragaman persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta 94.39 persen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat pada persamaan tersebut, sedangkan sisanya yakni sebesar 5.61 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar model (Tabel 10). Uji t-statistik bertujuan untuk menguji tingkat signifikansi hubungan tiap masing-masing variabel eksogen. Uji ini dilakukan dengan melihat nilai
73
probabilitas dari masing-masing variabel eksogen tersebut. Dalam persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta, variabel-variabel yang signifikan pada taraf nyata 5 persen yakni upah riil, jumlah perusahaan, PDRB dan lag PDRB. Variabel yang tidak signifikan yakni lag investasi dan dummy krisis (Tabel 10). Hasil pendugaan parameter persamaan jumlah tenaga kerja yang diminta menunjukkan bahwa nilai lag investasi berpengaruh positif namun tidak signifikan pada taraf nyata 5 persen. Probabilitas yang tidak signifikan dikarenakan variabel investasi tahun sebelumnya belum dapat menyesuaikan terhadap keseimbangan jangka panjang. Investasi tahun sebelumnya lebih banyak digunakan
untuk
keperluan
teknologi
seperti
peremajaan
mesin-mesin,
memberikan pelatihan-pelatihan pada tenaga kerja dengan mempertahankan jumlah tenaga kerja tetap (Tabel 10). Dugaan parameter untuk tingkat upah riil positif sebesar 0.221 dan nyata pada taraf 5 persen. Hasil uji parameter tersebut tidak sesuai dengan hipotesis. Berdasarkan hasil uji ekonomi hal ini menunjukkan bahwa adanya peningkatan upah riil sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar 0.221 persen. Perbedaan tanda ini menunjukkan bahwa kenaikan tingkat upah akan meningkatkan produktivitas tenaga kerja yang selanjutnya akan meningkatkan output. Kenaikan tingkat upah juga menyebabkan peningkatan daya beli pekerja sehingga permintaan terhadap output juga meningkat, peningkatan terhadap output dapat membuka kesempatan kerja baru untuk mengantisipasi kenaikan permintaan akan output tersebut (Tabel 10). Jumlah tenaga kerja yang diminta dipengaruhi oleh jumlah perusahaan dengan nilai dugaan parameter sebesar 0.543 dan signifikan pada taraf nyata 10
74
persen. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan jumlah perusahaan sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar 0.543 persen. Hasil estimasi tersebut telah sesuai dengan hipotesis, dimana jika semakin banyak jumlah perusahaan baru, maka akan membuka lapangan kerja baru (Tabel 10). Tabel 10. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta (LD) Variabel Parameter Prob > |t| Dugaan Intersep (C) Lag Investasi Riil (It-1) Upah Riil (W) Jumlah perusahaan (UP) PDRB Riil (Y) Lag PDRB Riil (Yt-1) Dummy Krisis (DK) R2 = 0.943964 Adjusted R2 = 0.918101 F-Statistik = 36.4989 Durbin-Watson Stat = 1.501670 *Signifikan pada taraf nyata (α) 5%
3.396053 0.012645 0.221419 0.543669 0.607158 0.911949 -0.022078 Prob (F-statistik)
0.0004 0.6846 0.0011* 0.0029* 0.0370* 0.0042* 0.7197 = 0.000000
Nilai PDRB dan lag PDRB berpengaruh signifikan dan positif terhadap jumlah tenaga kerja yang diminta dengan nilai dugaan parameter masing-masing sebesar 0.607 dan 0.911 keduanya signifikan pada taraf nyata 5 persen. Artinya bahwa setiap ada peningkatan sebesar 1 persen terhadap PDRB dan lag PDRB maka akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang diminta sebesar 0.607 persen dan 0.911 persen. Hasil regresi tersebut telah sesuai dengan hipotesis, dengan semakin meningkatnya pendapatan maka akan terjadi peningkatan daya beli masyarakat dan akan meningkatkan output, sehingga dibutuhkan penambahan tenaga kerja untuk mengantisipasi peningkatan output tersebut (Tabel 10). Peubah dummy krisis menggambarkan dummy terjadinya krisis ekonomi pada tahun 1997. Sehingga D = 0 (sebelum terjadinya krisis ekonomi) dan D = 1
75
(setelah terjadinya krisis ekonomi). Koefisien dummy krisis sebesar -0.022 yang berarti bahwa krisis ekonomi menyebabkan jumlah tenaga kerja yang diminta mengalami penurunan. Krisis ekonomi yang terjadi menyebabkan penurunan produksi di subsektor industri TPT karena bahan input industri TPT berasal dari impor yang menyebabkan biaya produksi meningkat, sehingga untuk menutupi biaya produksi perusahaan-perusahaan dalam industri TPT melakukan PHK. Hal ini menyebabkan terjadinya penurunan jumlah tenaga kerja. Peubah dummy krisis tidak memberikan nilai yang signifikan pada taraf nyata 5 persen (Tabel 10).
5.2.2.2. Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan Hasil regresi persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0.857, hal tersebut menunjukkan bahwa keragaman persamaan tersebut 85.7 persen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam persamaan, sedangkan sisanya yakni sebesar 14.3 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan (Tabel 11). Uji t-statistik dapat dilihat dari nilai probabilitas dari masing-masing variabel eksogen. Pada persamaan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, variabelvariabel yang signifikan pada taraf nyata 10 persen yakni migrasi penduduk, jumlah populasi, dan lag jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, sedangkan variabel yang tidak signifikan yakni tingkat upah riil dan dummy krisis (Tabel 11). Variabel migrasi secara signifikan berpengaruh positif terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Berdasarkan hasil analisis regresi, peningkatan migrasi sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan sebesar 0.6 persen. Tingginya migrasi yang terjadi di DKI Jakarta akan menambah
76
daftar pencari kerja. Kaum urban di Jakarta merupakan unskill labour, sehingga pekerjaan yang mereka cari adalah sebagian besar menjadi buruh (Tabel 11). Tabel 11. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan (LS) Variabel Parameter Prob > |t| Dugaan Intersep (C) Migrasi (MIG) Populasi (POP) Upah Riil (W) Lag jumlah TK yang ditawarkan (LSt-1) Dummy Krisis (DK) R2 = 0.857287 Adjusted R2 = 0.806318 F-Statistik = 17.03658 Durbin-Watson Stat = 1.459409 *Signifikan pada taraf nyata (α) 10%
15.87859 0.60590 0.90022 0.02701 0.64027 0.02223 Prob (F-statistik)
0.0038 0.0020* 0.0365* 0.6882 0.0671* 0.6861 = 0.000016
Jumlah populasi menunjukkan pengaruh yang positif secara signifikan terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan, dengan parameter sebesar 0.9 dan memiliki tingkat signifikansi di bawah taraf nyata 10 persen. Berdasarkan analisis ekonomi, peningkatan populasi sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan sebesar 0.9 persen. Banyaknya jumlah populasi DKI Jakarta merupakan masalah klasik yang setiap tahun terus mengalami peningkatan, sehingga memperburuk jumlah angkatan kerja DKI Jakarta (Tabel 11). Nilai parameter upah sebesar 0.02, artinya jika terjadi peningkatan upah 1 persen akan meningkatkan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan sebesar 0.02 persen. Dugaan parameter upah riil tidak berpengaruh signifikan terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan pada taraf nyata 10 persen, hal ini dikarenakan tingkat persaingan yang tinggi antar pencari kerja yang disebabkan oleh tingginya
77
populasi mengakibatkan pekerja akan bersedia menerima upah lebih rendah (Tabel 11). Sesuai dengan hipotesis, lag tenaga kerja yang ditawarkan memberikan pengaruh signifikan secara positif terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan pada taraf nyata 10 persen dan memiliki nilai parameter 0.64. Artinya bahwa setiap tejadi peningkatan 1 persen terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan pada tahun sebelumnya maka akan terjadi peningkatan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan sebesar 0.64 persen (Tabel 11). Koefisien peubah dummy krisis terhadap jumlah tenaga kerja yang ditawarkan sebesar 0.022, hal ini menunjukkan bahwa krisis ekonomi yang terjadi dapat menyebabkan peningkatan jumlah tenaga kerja yang ditawarkan. Biaya produksi yang tinggi karena krisis ekonomi, menyebabkan industri melakukan efisiensi produksi dengan melakukan PHK. Hal ini mengindikasikan terjadinya peningkatan dalam penawaran tenaga kerja. Peubah dummy krisis tidak signifikan pada taraf nyata 10 persen (Tabel 11).
5.2.2.3. Tingkat Upah Riil Hasil analisis menunjukkan bahwa persamaan upah memiliki koefisien determinasi (R2) sebesar 0.8202, artinya bahwa persamaan upah 82.02 persen dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam persamaan tersebut, sedangkan sisanya yakni sebesar 17.98 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan (Tabel 12). Hasil uji t-statistik dari masing-masing variabel eksogen terhadap variabel dalam persamaan tingkat upah riil menunjukkan variabel-variabel yang signifikan
78
pada taraf nyata 5 persen adalah nilai UMP (upah Minimum Provinsi) dan lag jumlah tenaga kerja yang diminta, sedangkan variabel yang tidak signifikan adalah nilai inflasi (Tabel 12). Nilai parameter inflasi sebesar -0.000848, artinya setiap kenaikan 1 persen tingkat inflasi maka akan menurunkan upah riil sebesar 0.000848 persen. Tingkat inflasi di DKI Jakarta tidak berpengaruh signifikan terhadap upah riil pada taraf 5 persen, hal ini disebabkan karena setiap terjadi inflasi tidak selalu diikuti dengan kenaikan upah, perusahaan hanya memberikan insentif seperti dengan menaikkan biaya transport atau dengan menambah uang makan, sehingga upah pokok pekerja tidak mengalami kenaikan (Tabel 12). Tabel 12. Hasil Estimasi Persamaan Tingkat Upah Riil (W) Variabel
Parameter Dugaan
Prob > |t|
Intersep (C) Tingkat Inflasi (INFLS) Upah Minimum Regional (UMP) Lag jumlah tenaga kerja yang diminta (LDt-1) R2 = 0.820213 Adjusted R2 = 0.786503 F-Statistik = 24.33139 Durbin-Watson Stat = 2.156014 *Signifikan pada taraf nyata (α) 5%
-2.470188 -0.000848 0.310710 1.025972
0.0313 0.8277 0.0011* 0.0001*
Prob (F-statistik)
= 0.000003
Upah riil industri TPT dipengaruhi secara positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen oleh nilai UMP dengan parameter sebesar 0.31. Artinya setiap kenaikan 1 persen nilai UMP akan menaikan upah sebesar 0.31 persen. Nilai UMP DKI Jakarta mengalami kenaikan setiap tahunnya dengan persentase ± 6 persen. Persentase ini lebih tinggi dari kenaikan UMP di propinsi lain (Tabel 12). Upah riil dipengaruhi oleh lag jumlah tenaga kerja yang diminta. Hasil estimasi menunjukkan nilai parameter positif sebesar 1.02 dan signifikan pada
79
taraf 5 persen. Hal ini berarti bahwa kenaikan 1 persen jumlah tenaga kerja yang diminta tahun sebelumnya, akan meningkatkan upah sebesar 1.02 persen. Sesuai dengan teori permintaan tenaga kerja, jika terjadi kenaikan dalam jumlah tenaga kerja yang diminta akan meningkatkan harga tenaga kerja tersebut (Tabel 12).
5.2.2.4. Tingkat PDRB Riil Nilai koefisien determinasi persamaan PDRB sebesar 0.742, hal ini berarti bahwa persamaan PDRB dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat didalam persamaan sebesar 74.2 persen, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan yakni sebesar 25.8 persen (Tabel 13). Hasil uji t-statistik dengan melihat nilai probabilitas dari masing-masing variabel eksogen, variabel-variabel yang signifikan pada taraf nyata 10 persen pada persamaan PDRB yaitu nilai ekspor rill, nilai impor riil dan dummy krisis ekonomi. Variabel yang tidak signifikan yakni variabel investasi riil (Tabel 13). Variabel investasi riil memiliki nilai parameter sebesar 0.03, hal ini berarti bahwa setiap kenaikan investasi 1 persen akan menaikan PDRB sebesar 0.03 persen. Nilai investasi riil tidak berpengaruh signifikan terhadap PDRB pada taraf nyata 10 persen, hal ini karena kontribusi tingkat pengembalian dari investasi relatif kecil, sehingga tidak memberikan share yang berarti terhadap PDRB DKI Jakarta (Tabel 13). Nilai PDRB dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh nilai ekspor riil dengan nilai parameter sebesar 0.183 dan nyata pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan ekspor 1 persen akan meningkatkan PDRB sebesar 0.183 persen. Hasil estimasi telah sesuai dengan hipotesis (Tabel 13).
80
Tabel 13. Hasil Estimasi Persamaan Pendapatan Domestik Regional Bruto (Y) Variabel Parameter Prob > |t| Dugaan Intersep (C) Investasi Riil (I) Ekspor Riil (X) Impor Riil (M) Dummy Krisis (DK) R2 = 0.742499 Adjusted R2 = 0.673832 F-Statistik = 17.03658 Durbin-Watson Stat = 1.244217 *Signifikan pada taraf nyata (α) 10%
3.201868 0.038884 0.183443 -0.054289 -0.139908 Prob (F-statistik)
0.0000 0.3241 0.0036* 0.0608* 0.0225* = 0.000250
Variabel impor riil memiliki nilai parameter negatif 0.054 dan signifikan secara negatif pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa nilai impor berpengaruh negatif terhadap PDRB. Artinya, setiap kenaikan impor sebesar 1 persen akan menurunkan PDRB sebesar 0.054 persen (Tabel 13). Peubah dummy krisis memberikan pengaruh negatif dan signifikan pada taraf 10 persen dengan nilai parameter negatif 0.13, sehingga dummy krisis yang terjadi menyebabkan penurunan PDRB di subsektor industri TPT. Mahalnya biaya input yang dikarenakan nilai mata uang rupiah yang terdepresiasi menyebabkan menurunnya jumlah barang yang diproduksi sehingga output industri TPT pun mengalami penurunan (Tabel 13).
5.2.2.5. Tingkat Investasi Riil Hasil analisis regresi persamaan investasi diperoleh nilai koefisien determinasi sebesar 0.893, hal ini menunjukkan bahwa persamaan tersebut dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam persamaan sebesar 89.3 persen, sedangkan sisanya yakni sebesar 10.7 persen dijelaskan oleh variabel lain diluar persamaan (Tabel 14).
81
Hasil uji t-statistik persamaan investasi, variabel-variabel yang signifikan pada taraf nyata 10 persen yakni tingkat suku bunga, upah riil, dan lag investasi, sedangkan variabel yang tidak signifikan yakni variabel nilai tukar dan dummy krisis (Tabel 14). Tingkat suku bunga merupakan salah satu variabel yang berpengaruh negatif secara signifikan terhadap investasi, tingkat suku bunga memiliki parameter negatif 0.056 dan signifikan pada taraf 10 persen. Hal ini menunjukkan bahwa setiap kenaikan 1 persen terhadap suku bunga, maka akan menurunkan investasi sebesar 0.056 persen. Semakin tinggi tingkat suku bunga maka biaya pinjaman akan semakin tinggi, sehingga para investor tidak meminjam dana ke bank karena resiko yang harus ditanggung juga menjadi besar. Oleh karena itu, peningkatan suku bunga akan meningkatkan biaya sehingga dapat menurunkan investasi (Tabel 14). Hasil estimasi persamaan investasi menunjukkan besarnya parameter nilai tukar 0.094, artinya setiap kenaikan 1 persen pada nilai tukar, akan menaikan investasi sebesar 0.094 persen. Variabel nilai tukar tidak signifikan pada taraf 10 persen terhadap persamaan investasi, hal ini disebabkan terjadinya perjanjian perdagangan melalui sistem kuota menyebabkan transaksi perdagangan yang terjadi tersebut tidak terpengaruh oleh pergerakan nilai tukar dan para investor lebih terpengaruh pada peluang pasar industri TPT yang semakin meningkat seiring dengan peningkatan jumlah penduduk dan perkembangan pasar sehingga tidak begitu terpengaruh dengan pergerakan nilai tukar (Tabel 14). Nilai upah riil berpengaruh positif dan signifikan pada taraf nyata 10 persen dengan nilai parameter 0.32, hal ini berarti bahwa setiap kenaikan upah 1
82
persen akan meningkatkan investasi sebesar 0.32 persen. Parameter hasil analisis tidak sesuai dengan hipotesis, hal ini disebabkan karena kenaikan upah yang terjadi
akan
meningkatkan
produktivitas
tenaga
kerja,
sehingga
akan
menghasilkan output lebih banyak yang akan menambah keuntungan bagi perusahaan. Keuntungan tersebut dapat menarik investor untuk berinvestasi di subsktor industri TPT (Tabel 14). Tabel 14. Hasil Estimasi Persamaan Investasi Riil (I) Variabel Intersep (C) Tingkat Suku Bunga (R) Nilai Tukar (NTK) Upah Riil (W) Lag investasi Riil (It-1) Dummy Krisis (DK) R2 = 0.893619 Adjusted R2 = 0.655626 F-Statistik = 23.52064 Durbin-Watson Stat = 1.877386 *Signifikan pada taraf nyata (α) 10%
Parameter Dugaan
Prob > |t|
0.475935 -0.056578 0.094272 0.329978 0.494651 -0.032318 Prob (F-statistik)
0.8485 0.0000* 0.7786 0.0735* 0.0009* 0.9473 = 0.000000
Lag investasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi pada taraf nyata 10 persen dengan nilai dugaan parameter sebesar 0.49, hal ini berarti peningkatan nilai investasi tahun sebelumnya sebesar 1 persen akan meningkatkan investasi sebesar 0.49 persen. Variabel lag investasi telah sesuai dengan hipotesis yang diharapkan (Tabel 14). Nilai parameter peubah dummy krisis terhadap investasi sebesar negatif 0.032, artinya bahwa terjadinya krisis ekonomi menyebabkan tingginya tingkat suku bunga dan tingginya resiko, serta harga aset menjadi rendah sehingga investor menarik diri untuk berinvestasi. Peubah dummy krisis tidak signifikan pada taraf nyata 10 persen (Tabel 14).
83
5.2.2.6. Jumlah Unit Perusahaan Nilai koefisien determinasi (R2) pada persamaan jumlah perusahaan TPT sebesar 0.834, hal ini berarti bahwa persamaan jumlah unit perusahaan dapat dijelaskan oleh variabel-variabel yang terdapat dalam persamaan sebesar 83.4 persen, sedangkan sisanya dapat dijelaskan oleh variabel lain di luar persamaan yakni sebesar 16.6 persen (Tabel 15). Hasil uji t-statistik dari masing-masing variabel bebas dalam persamaan jumlah perusahaan, menunjukkan bahwa variabel-variabel yang signifikan pada taraf nyata 5 persen yakni upah riil, PDRB riil, dan jumlah tenaga kerja yang diminta. Variabel yang tidak signifikan yakni investasi riil (Tabel 15). Dugaan parameter investasi sebesar 0.029 menunjukkan bahwa kenaikan investasi sebesar 1 persen akan meningkatkan jumlah perusahaan sebesar 0.029 persen. Hasil estimasi menunjukkan bahwa nilai investasi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah perusahaan industri TPT, hal ini disebabkan karena investasi yang tersedia digunakan untuk perbaikan teknologi perusahaan seperti perbaikan mesin-mesin industri dan perangkatnya, tidak untuk melakukan ekspansi perusahaan (Tabel 15). Nilai parameter upah riil negatif 0.25 dan signifikan pada taraf 5 persen, menandakan bahwa perubahan upah berpengaruh negatif secara signifikan terhadap jumlah perusahaan. Jika terjadi kenaikan upah 1 persen maka akan menurunkan jumlah perusahaan sebesar 0.25 persen. Sesuai hipotesis, kenaikan upah membuat perusahaan tidak melakukan ekspansi dengan menambah jumlah perusahaan, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi kenaikan upah (Tabel 15).
84
Nilai PDRB berpengaruh positif secara signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap jumlah perusahaan, dengan nilai parameter 0.512. Setiap kenaikan PDRB sebesar 1 persen maka akan menaikan jumlah perusahaan sebesar 0.512 persen. Hal tersebut sesuai dengan hipotesis, setiap terjadi kenaikan pendapatan maka akan menaikan permintaan terhadap output, sehingga pengusaha melakukan ekspansi usaha dengan menambah jumlah perusahaan untuk mengantisipasi kenaikan permintaan output tersebut (Tabel 15). Jumlah perusahaan dipengaruhi secara positif dan signifikan oleh jumlah tenaga kerja yang diminta. Jumlah tenaga kerja yang diminta memberikan nilai parameter 0.7 dan nyata pada taraf 5 persen. Artinya bahwa setiap kenaikan jumlah tenaga kerja 1 persen akan menaikan jumlah perusahaan sebesar 0.7 persen. Untuk mengantisipasi pemintaan jumlah tenaga kerja yang meningkat, pengusaha melakukan penambahan sejumlah unit perusahaan (Tabel 15). Tabel 15. Hasil Estimasi Persamaan Jumlah Unit Perusahaan (UP) Variabel
Parameter Dugaan
Intersep (C) -5.167114 Investasi Riil (I) 0.029456 Upah Riil (W) -0.259259 PDRB Riil (Y) 0.512292 Jumlah Tenaga Kerja Yang Diminta 0.700741 (LD) R2 = 0.834794 Prob (F-statistik) Adjusted R2 = 0.790739 F-Statistik = 23.52064 Durbin-Watson Stat = 1.521998 *Signifikan pada taraf nyata (α) 5%
Prob > |t| 0.0000 0.4642 0.0021* 0.0263* 0.0034* = 0.000010
85
VI. KESIMPULAN DAN SARAN 6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1. Tenaga kerja industri TPT DKI Jakarta didominasi oleh tenaga kerja perempuan. Pekerja domestik yang bekerja di industri TPT banyak menduduki posisi sebagai buruh. Perkembangan tenaga kerja industri TPT terus mengalami penurunan setelah tahun 1993 sampai tahun 2006. Pengeluaran untuk upah tenaga kerja dan produktifitas tenaga kerja industri TPT cenderung mengalami kenaikan selama tahun analisis. 2. Jumlah tenaga kerja yang diminta dipengaruhi oleh investasi tahun sebelumnya, jumlah unit perusahaan, PDRB, PDRB tahun sebelumnya dan dummy krisis. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat upah tidak memiliki pengaruh terhadap jumlah tenaga kerja yang diminta, investasi tahun sebelumnya dan dummy krisis tidak memberikan hasil yang signifikan. 3. Jumlah tenaga kerja yang ditawarkan dipengaruhi oleh jumlah migrasi, jumlah populasi, tingkat upah, jumlah tenaga kerja yang ditawarkan tahun sebelumnya, dan dummy krisis. Pada penelitian ini Tingkat upah dan dummy krisis tidak memberikan hasil yang signifikan. 4. Tingkat upah dipengaruhi oleh tingkat inflasi, nilai Upah Minimum Provinsi (UMP) dan jumlah tenaga kerja yang diminta tahun sebelumnya. Tingkat inflasi tidak memberikan hasil yang signifikan pada penelitian ini. 5. PDRB dipengaruhi oleh investasi, ekspor, impor dan dummy krisis tetapi investasi tidak berpengaruh signifikan.
86
6. Investasi dipengaruhi oleh tingkat suku bunga, nilai tukar rupiah terhadap dollar AS, tingkat upah, investasi tahun sebelumnya dan dummy krisis. Nilai tukar dan dummy krisis berpengaruh tidak signifikan. 7. Jumlah unit perusahaan dipengaruhi oleh investasi, tingkat upah, PDRB, dan jumlah tenaga kerja yang diminta. Nilai investasi tidak memberikan hasil yang signifikan.
6.2. Saran 1.
Pemerintah diharapkan menghilangkan ekonomi biaya tinggi dalam proses pembuatan izin usaha dengan mempercepat proses birokrasi, sehingga terjadinya pertumbuhan lapangan kerja baru yang mampu menyerap tenaga kerja.
2.
Jika terjadi peningkatan upah, juga harus dibarengi dengan peningkatan produktivitas tenaga kerja sehingga biaya input yang dikeluarkan oleh perusahaan dapat ditutupi dengan peningkatan keuntungan yang diperoleh.
3.
Rekomendasi untuk penelitian selanjutnya yakni dalam menganalisis pasar tenaga kerja sebaiknya menggunakan variabel produktivitas tenaga kerja dan memisahkan antara tenaga kerja pria dan tenaga kerja wanita agar hasil yang didapat lebih spesifik dan lebih dalam.
87
DAFTAR PUSTAKA Agustineu, S.D. 2004. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Output Industri Tekstil di Jawa barat. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Badan Pusat Statistik. 1986-2006. Statistik Industri Besar dan Sedang DKI Jakarta. Jakarta: BPS. _________. 2000-2006. Produk Domestik Regional Bruto DKI Jakarta. Jakarta. BPS. _________. 1985-2007. Jakarta Dalam Angka. Jakarta. BPS. Bank Indonesia. 1988-2006. Laporan keuangan DKI Indonesia
Jakarta. Jakarta. Bank
Bellante, D dan M. Jackson. 2003. Ekonomi Ketenagakerjaan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Djafri, C. 2003. Gagasan Seputar Pengembangan Industri dan Perdagangan TPT (Tekstil dan Produk Tekstil). Jakarta: Asosiasi Pertekstilan Indonesia dan Cidesindo. Dumairy. 2000. Perekonomian Indonesia. Jakarta: Erlangga. Fudjaja, L. 2002. Dinamika Kesempatan Kerja Sektor Pertanian dan Industri di Sulawesi Selatan. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Gujarati, D. 1991. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Ibrahim, P.W. 2008. Pengaruh Liberalisasi Perdagangan terhadap Produktivitas tenaga kerja Industri TPT di Indonesia 1991-2005. Skripsi. Fakultas Ekonomi. Universitas Indonesia. Kusumaningrum, A. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Investasi di Provinsi DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Mankiw, N.G. 2000. Teori Makroekonomi edisi ke empat. Jakarta: Erlangga. Malau, A.G. 2007. Dampak Kebijakan Ekonomi terhadap Pasar Kerja, Investasi, dan Pendapatan Sektor Tersier di Provinsi DKI Jakarta. Tesis. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. Nicholson, W. 1999. Teori Mikroekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
88
Oktavianingsih, A.R. 2006. Analisis Pengaruh Nilai Upah Minimum Kabupaten Terhadap Investasi, Penyerapan Tenaga Kerja dan PDRB di Kabupaten Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut pertanian Bogor. Prihatini, E.D. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi penyerapan Tenaga Kerja Sektor Industri di Kota Bogor. Skripsi. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Rahardja, P dan M. Mandala. 2000. Teori Ekonomi Mikro Suatu Pengantar. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Simanjuntak, P. 1996. Pengantar Teori Ekonomi Sumberdaya Manusia. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI Squire, L. 1986. Kebijaksanaan Kesempatan Kerja di Negara-Negara Berkembang. Jakarta: Lembaga Penerbit FEUI. Sukirno, S. 1999. Pengantar Teori Makroekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sukirno, S. 2004. Pengantar teori Mikroekonomi. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
89
LAMPIRAN
90
91
92
Lampiran 2. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta (LD) •
Uji Normalitas 6 Series: Residuals Sample 1987 2006 Observations 20
5 4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3 2 1 0 -0.15
•
Jarque-Bera Probability -0.10
-0.05
0.00
0.05
3.47E-15 0.002319 0.079131 -0.134432 0.058965 -0.481553 2.462351 1.013867 0.602340
0.10
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
•
1.932303
Probability
0.380545
Uji Heteroskedatisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
2.126264 14.90266
Probability Probability
0.146847 0.186997
Lampiran 3. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan (LS) •
Uji Normalitas 5 Series: Residuals Sample 1987 2006 Observations 20
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
2.01E-15 -0.000271 0.140916 -0.125324 0.058664 0.061433 3.635455
1 Jarque-Bera Probability
0 -0.1
•
0.0
0.349082 0.839842
0.1
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
3.365425
Probability
0.185869
93
•
Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
2.910765 14.47466
Probability Probability
0.055678 0.106414
Lampiran 4. Hasil Uji Estimasi Model Upah Riil (W) •
Uji Normalitas 5 Series: Residuals Sample 1987 2006 Observations 20
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
1
Jarque-Bera Probability
0 -0.4
•
-0.2
0.0
0.2
0.4
-6.01E-16 -0.006392 0.610275 -0.424398 0.231797 0.589624 3.707804 1.576343 0.454675
0.6
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
•
0.591204
Probability
0.744083
Probability Probability
0.921013 0.868784
Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.309124 2.497175
Lampiran 5. Hasil Uji Estimasi Model PDRB (Y) •
Uji Normalitas 12 Series: Residuals Sample 1987 2006 Observations 20
10 8
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
6 4 2
Jarque-Bera Probability
0 -0.2
-0.1
0.0
0.1
0.2
1.51E-15 0.010729 0.188164 -0.189499 0.083258 -0.237407 3.927460 0.904692 0.636134
94
•
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
•
1.770216
Probability
0.412670
Probability Probability
0.622232 0.515903
Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.771282 6.206086
Lampiran 6. Hasil Uji Estimasi Model Investasi Riil (I) •
Uji Normalitas 8 Series: Residuals Sample 1987 2006 Observations 20
7 6
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
5 4 3 2 1
Jarque-Bera Probability
0 -0.2
•
0.0
0.2
4.47E-16 -0.058115 0.462728 -0.228479 0.211083 0.774583 2.623391 2.118125 0.346781
0.4
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
•
2.404080
Probability
0.300580
Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
1.212926 10.43810
Probability Probability
0.381636 0.316196
95
Lampiran 7. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Unit Perusahaan (UP) •
Uji Normalitas 5 Series: Residuals Sample 1987 2006 Observations 20
4
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
3
2
1
Jarque-Bera Probability
0 -0.1
•
0.0
-2.49E-15 -0.000107 0.170546 -0.120199 0.088056 0.110337 1.857798 1.127770 0.568994
0.1
Uji Autokorelasi
Breusch-Godfrey Serial Correlation LM Test: Obs*R-squared
•
3.331815
Probability
0.189019
Probability Probability
0.871376 0.771146
Uji Heteroskedastisitas
White Heteroskedasticity Test: F-statistic Obs*R-squared
0.442843 4.872182
Lampiran 8. Hasil Uji Multikolinearitas Correlation Matrix Log_LS
Log_MIG
Log_POP
Log_LS
1.000000
0.901832
0.632488
Log_MIG
0.901832
1.000000
0.816163
Log_POP
0.632488
0.816163
1.000000
96
Lampiran 9. Hasil Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Diminta (LD) Dependent Variable: LOG_LD Method: Two-Stage Least Squares Date: 06/23/08 Time: 05:25 Sample(adjusted): 1987 2006 Included observations: 19 after adjusting endpoints Instrument list: LOG_I LOG_LD LOG_LS LOG_M LOG_MIG LOG_NTK LOG_POP LOG_UMP LOG_UP LOG_W LOG_X LOG_Y C DK LOG_Y(-1) LOG_LD(-1) LS(-1) LOG_I(-1) R INFLS Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG_I(-1) LOG_W LOG_UP LOG_Y LOG_Y(-1) DK
3.396053 0.012645 0.221419 0.543669 0.607158 0.911949 -0.022078
0.729383 0.030440 0.053074 0.148568 0.261264 0.263386 0.060200
4.656066 0.415391 4.171932 3.659407 -2.323928 3.462397 -0.366738
0.0004 0.6846 0.0011 0.0029 0.0370 0.0042 0.7197
R-squared Adjusted R-squared Mean dependent var F-statistic Durbin-Watson stat
0.943964 0.918101 4.879846 36.49895 1.501670
S.E. of regression S.D. dependent var Sum squared resid Prob(F-statistic)
0.071285 0.249091 0.066060 0.000000
Lampiran 10. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Tenaga Kerja yang Ditawarkan (LS) Dependent Variable: LOG_LS Method: Two-Stage Least Squares Date: 06/23/08 Time: 16:34 Sample(adjusted): 1987 2006 Included observations: 19 after adjusting endpoints Instrument list: LOG_I LOG_LD LOG_LS LOG_MIG LOG_M LOG_NTK LOG_POP LOG_UMP LOG_UP LOG_W LOG_Y INFLS R DK C Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG_MIG LOG_POP LOG_W LOG_LS(-1) DK
15.87859 0.605901 0.900221 0.027017 0.640275 0.022235
4.577917 0.159748 0.389315 0.065936 0.322555 0.053872
3.468520 3.792864 -2.312322 0.409747 -1.985013 0.412733
0.0038 0.0020 0.0365 0.6882 0.0671 0.6861
0.857287 0.806318 6.222585 17.03658 1.459409
S.E. of regression S.D. dependent var Sum squared resid Prob(F-statistic)
R-squared Adjusted R-squared Mean dependent var F-statistic Durbin-Watson stat
0.068341 0.155288 0.065387 0.000016
97
Lampiran 11. Hasil Uji Estimasi Model Upah Riil (W) Dependent Variable: LOG_W Method: Two-Stage Least Squares Date: 06/23/08 Time: 22:15 Sample(adjusted): 1987 2006 Included observations: 19 after adjusting endpoints Instrument list: LOG_I LOG_LD LOG_LS LOG_M LOG_MIG LOG_NTK LOG_POP LOG_UMP LOG_UP LOG_W LOG_X LOG_Y C DK LOG_Y(-1) LOG_LD(-1) LS(-1) LOG_I(-1) R INFLS Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C INFLS LOG_UMP LOG_LD(-1)
-2.470188 -0.000848 0.310710 1.025972
1.046590 0.003832 0.078571 0.204705
-2.360225 -0.221239 3.954508 5.011961
0.0313 0.8277 0.0011 0.0001
R-squared Sum squared resid Mean dependent var F-statistic Durbin-Watson stat
0.820213 1.020863 2.012146 24.33139 2.156014
Adjusted R-squared S.E. of regression S.D. dependent var Prob (F-statistic)
0.786503 0.252594 0.546673 0.000003
Lampiran 12. Hasil Uji Estimasi Model PDRB Riil (Y) Dependent Variable: LOG_Y Method: Two-Stage Least Squares Date: 06/23/08 Time: 22:34 Sample(adjusted): 1987 2006 Included observations: 19 after adjusting endpoints Instrument list: LOG_I LOG_LD LOG_LS LOG_M LOG_MIG LOG_NTK LOG_POP LOG_UMP LOG_UP LOG_W LOG_X LOG_Y C DK LOG_Y(-1) LOG_LD(-1) LS(-1) LOG_I(-1) R INFLS Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG_I LOG_X LOG_M DK
3.201868 0.038884 0.183443 -0.054289 -0.139908
0.335562 0.038141 0.053256 0.026775 0.055029
9.541805 1.019495 3.444516 -2.027612 -2.542444
0.0000 0.3241 0.0036 0.0608 0.0225
R-squared Adjusted R-squared Mean dependent var F-statistic Durbin-Watson stat
0.742499 0.673832 3.869199 10.81306 1.244217
S.E. of regression S.D. dependent var Sum squared resid Prob (F-statistic)
0.093704 0.164073 0.131706 0.000250
98
Lampiran 13. Hasil Uji Estimasi Model Investasi Riil (I) Dependent Variable: LOG_I Method: Two-Stage Least Squares Date: 06/25/08 Time: 23:17 Sample(adjusted): 1987 2006 Included observations: 19 after adjusting endpoints Instrument list: LOG_I LOG_LD LOG_LS LOG_MIG LOG_M LOG_POP LOG_UMP LOG_UP LOG_W LOG_Y INFLS R DK C LOG_LD( -1) LOG_LS(-1) LOG LOG_I(-1) LOG_Y(-1) LOG_NTK Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C R LOG_NTK LOG_W LOG_I(-1) DK
0.475935 -0.056578 0.094272 0.329978 0.494651 -0.032318
2.445343 0.007088 0.328945 0.170591 0.117805 0.480636
0.194629 7.982093 -0.286590 1.934328 4.198907 -0.067240
0.8485 0.0000 0.7786 0.0735 0.0009 0.9473
R-squared Adjusted R-squared Mean dependent var F-statistic Durbin-Watson stat
0.893619 0.855626 1.040958 23.52046 1.877386
S.E. of regression S.D. dependent var Sum squared resid Prob (F-statistic)
0.245904 0.647172 0.846561 0.000002
Lampiran 14. Hasil Uji Estimasi Model Jumlah Unit Perusahaan (UP) Dependent Variable: LOG_UP Method: Two-Stage Least Squares Date: 06/25/08 Time: 23:35 Sample(adjusted): 1987 2006 Included observations: 19 after adjusting endpoints Instrument list: LOG_I LOG_LD LOG_LS LOG_MIG LOG_M LOG_POP LOG_UMP LOG_UP LOG_W LOG_Y INFLS R DK C LOG_LD(-1) LOG_LS(-1) LOG_I(-1) LOG_Y(-1) LOG_NTK Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
C LOG_I LOG_W LOG_Y LOG_LD
-5.167114 0.029456 -0.259259 0.512292 0.700741
0.640264 0.039216 0.070109 0.207827 0.201609
-8.070281 0.751117 -3.697927 2.464988 3.475751
0.0000 0.4642 0.0021 0.0263 0.0034
0.834794 0.790739 -0.256449 18.94896 1.521998
S.E. of regression S.D. dependent var Sum squared resid Prob(F-statistic)
R-squared Adjusted R-squared Mean dependent var F-statistic Durbin-Watson stat
0.099104 0.216644 0.147323 0.000010