ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL
OLEH DEVI NURMALASARI H14103018
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
RINGKASAN
DEVI NURMALASARI. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional (dibimbing oleh IDQAN FAHMI). Dalam beberapa tahun, retail moderen dapat terus meningkatkan pangsa pasarnya, tidak hanya di daerah perkotaan tapi juga sudah sampai ke pelosokpelosok daerah. Menurut AC Nielsen seperti yang dikutip dalam KPPU (2004), kontribusi pasar tradisional terhadap pertumbuhan pasar nasional masih paling besar/cukup dominan sebesar 79,8 persen pada tahun 2000 namun laju pertumbuhannya terus mengalami penurunan, sedangkan pertumbuhan pasar moderen terus mengalami peningkatan. Penurunan ini dapat diduga sebagai salah satu konsekuensi langsung dari pesatnya pertumbuhan pasar moderen yang pangsa pasarnya mengalami peningkatan yang pesat. Kondisi pasar tradisional yang identik dengan kumuh, becek, semrawut, bau dan sebagainya menambah keterpurukan pasar tersebut. Sebagai implikasinya adalah terjadi penurunan daya saing pasar tradisional. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa potensi dan kondisi faktorfaktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional, menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional dan merumuskan rekomendasi strategi yang dapat dilakukan pasar tradisional untuk meningkatkan daya saingnya. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan porter’s diamond untuk menganalisa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional dan dan analisis statistik Regresi Binary dengan menggunakan model Probit untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional. Dalam penelitian ini, pengolahan data dengan menggunakan software SPSS 12, Microsoft Excel dan Eviews 4.1. Berdasarkan hasil analisis porter’s diamond didapatkan bahwa kondisi faktor: pasar tradisional merupakan wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok dan citra pasar tradisional buruk dimata konsumen baik dari bangunan maupun infrastrukturnya, kondisi permintaan: produk yang berkualitas terutama produk-produk segar dan pasar tradisional belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga seperti kenyamanan, dan pelayanan, strategi perusahaan, struktur dan persaingan: konsep tawar menawar dan belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti peraturan presiden mengenai lokasi, komoditi, waktu operasi. dan jarak antara pasar moderen dan pasar tradisional, industri pendukung dan terkait: rantai distribusi barang masih panjang namun pasar tradisional mampu menyediakan barang dengan siklus harian sehingga barang lebih segar. Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional adalah variabel pendapatan, intensitas belanja, kualitas barang, kebersihan dan kenyamanan pasar. Semua variabel tersebut signifikan pada taraf
nyata 10 persen dan berpengaruh positif sehingga semakin besar pengaruh dari variabel-variabel tersebut semakin besar pula peluang masyarakat dalam hal ini IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Walaupun untuk variabel pendapatan perlu didalami lebih lanjut karena hasilnya berbeda dengan hipotesis. Strategi yang dapat direkomendasikan adalah pembenahan fisik dan melakukan peningkatan fungsi dan daya tarik pasar tradisional dalam bentuk lain yang menciptakan sesuatu yang khas dan keunikan namun tingkat kenyamanan, keamanan, kebersihan, ketertiban menjadi terpelihara dengan baik. Pemerintah pusat maupun daerah harus bersinergi dan mendukung pemberdayaan pasar tradisional . Pemerintah pusat maupun daerah harus bersinergi dan mendukung pemberdayaan pasar tradisional dengan menegakkan dan mematuhi peraturan yang telah dibuat. Berdasarkan hasil penelitian, maka saran yang dapat diajukan adalah pasar tradisional harus dapat menciptakan dan membudayakan suasana pasar yang bersih, aman, tertib dan lebih menarik. Dengan berfokus pada konsumen, melalui usaha untuk memahami kebutuhan, keinginan, dan harapan konsumen maka pelayanan kepada konsumen sebaik-baiknya merupakan kunci untuk memenangkan persaingan yang semakin ketat. Dukungan dari Pemerintah Pusat dan Daerah baik berupa alokasi dana bantuan maupun kebijakan yang adil dan tidak tumpang tindih diharapkan dapat membantu perbaikan daya saing pasar tradisional.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI DAYA SAING DAN PREFERENSI MASYARAKAT DALAM BERBELANJA DI PASAR TRADISIONAL
Oleh Devi Nurmalasari H14103018
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2007
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN ILMU EKONOMI Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh, Nama Mahasiswa
: Devi Nurmalasari
Nomor Registrasi Pokok
: H14103018
Program Studi
: Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi
: Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. NIP. 131 803 657
Mengetahui, Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS. NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIGUNAKAN
SEBAGAI
SKRIPSI
ATAU
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2007
Devi Nurmalasari H14103018
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Devi Nurmalasari lahir pada tanggal 1 Desember 1986 di Jakarta. Penulis anak kedua dari lima bersaudara, dari pasangan Suyatna dan Musrifah. Jenjang pendidikan yang dilalui penulis diantaranya menamatkan sekolah dasar pada SDN 06 PT Tebet Timur, kemudian melanjutkan ke SLTPN 73 Jakarta dan lulus pada tahun 2000. Pada tahun yang sama penulis diterima di SMUN 26 Jakarta dan lulus pada tahun 2003. Pada tahun 2003 penulis melanjutkan pendidikannya ke perguruan tinggi yaitu Institut Pertanian Bogor (IPB). Penulis masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi dan Studi Pembangunan pada Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif di beberapa organisasi internal dan eksternal kampus. Organisasi internal kampus seperti BEM FEM, Hipotesa dan BEM KM IPB. Penulis aktif di organisasi luar kampus yaitu pada LP3M2Yayasan Panggilan Ilahi (YPI) Jakarta. Selain itu, penulis juga pernah aktif sebagai asisten dosen mata kuliah ekonomi umum selama satu tahun.
i
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr.Wb. Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan karunia-Nya hingga akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Selawat serta salam tak lupa penulis haturkan kepada Nabi besar yaitu Nabi Muhammad SAW, para sahabat, keluarga dan para pengikutnya yang setia hingga akhir zaman. Judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Daya Saing dan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja di Pasar Tradisional”. Penulis sangat berharap hasil dari penelitian ini dapat bermanfaat bagi pihak-pihak terkait yang membutuhkan. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Ir. Idqan Fahmi, M.Ec. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan banyak ilmu bagi penulis yang tak hanya sekedar bimbingan skripsi namun pengetahuan yang lain yang mudah-mudahan menambah pemahaman serta pengetahuan penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan diantaranya kepada: 1. Orangtua tercinta yang telah memberikan dukungan moril maupun materiil. Terima kasih atas semangat dan doanya selama ini. 2. Kakak (Mas Opi) dan adik-adik tersayang (Aan, Syakila dan Jilan) yang memberikan semangat yang luar biasa bagi penulis. 3. Sahabat-sahabat (Ka Ami, Lida, Esi, Citra, Rico dan Inun) yang sangat setia memberikan semangat dan dukungan untuk penulis menyelesaikan skripsi. 4. Keluarga besar LP3M2-YPI, terima kasih atas kebersamaan dan semangatnya selama ini. 5. Andin dan Lea, teman satu perjuangan menyelesaikan skripsi ini, terima kasih atas bantuan dan semangat yang luar biasa untuk penulis.
ii
6. Asih, Tyas, Yusuf Harry, Wawan, Aji, Giri, Aga, Weni, Nadia, Eka, Aci dan teman-teman IE 40 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan kebersamaannya selama ini. 7. Habib, Aan, Riska, Robby, Mba Leli, Mba May, Yana, Rien, Wati dan Kokom atas semangat dan bantuannya dalam penyelesaian skripsi ini. Penulis sangat menyadari bahwa tak ada yang sempurna di dunia termasuk dalam penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, penulis memohon maaf atas segala kekurangan dalam penyusunan skripsi ini dan sangat berharap masukanmasukannya agar skripsi ini dapat menjadi lebih baik. Semoga karya ini bisa mengawali langkah penulis selanjutnya dalam menggapai cita-cita dan harapan yang diinginkan. Wassalamu’alaikum Wr.Wb.
Bogor, Agustus 2007
Devi Nurmalasari H14103018
iii
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR .................................................................................
i
DAFTAR ISI................................................................................................
iii
DAFTAR TABEL........................................................................................
v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................
vi
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................
vii
I.
II.
PENDAHULUAN .............................................................................
1
1.1.
Latar Belakang ........................................................................
1
1.2.
Perumusan Masalah ................................................................
5
1.3.
Tujuan Penelitian....................................................................
7
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian ......................................................
8
1.5.
Manfaat Penelitian..................................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN.............
9
2.1.
Konsep Pasar dan Klasifikasinya ...........................................
9
2.2.
Perilaku Konsumen.................................................................
12
2.2.1
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen .................................................................
13
Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ..............
15
2.3.
Preferensi Konsumen ..............................................................
17
2.4.
Konsep Daya Saing Porter’s Diamond...................................
18
2.5.
Keterkaitan antara Daya Saing dan Preferensi Masyarakat ....
20
2.6.
Model Probit ...........................................................................
21
2.7.
Penelitian Terdahulu ...............................................................
22
2.8.
Kerangka Pemikiran................................................................
25
2.9.
Hipotesis..................................................................................
27
METODE PENELITIAN ...................................................................
29
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ..................................................
29
3.2.
Jenis dan Sumber Data ............................................................
29
3.3.
Metode Penarikan Contoh.......................................................
29
2.2.2
III.
iv
3.4. IV.
Metode Pengolahan dan Analisis Data ...................................
30
GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL .............................
34
4.1.
34
Gambaran Umum Pasar Tradisional di Indonesia .................. 4.1.1.
Perkembangan Kebijakan untuk Pengembangan Pasar Tradisional.......................................................
34
Kondisi Umum Pasar Tradisional.............................
40
Gambaran Umum Pasar Tradisional di Kota dan Kabupaten Bogor ....................................................................
43
HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................
45
4.1.2. 4.2. V.
5.1.
Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Pasar Tradisional ..........................................................
45
Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-hari ...............................................................................
58
5.2.1.
Karakteristik responden ............................................
58
5.2.2.
Hubungan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja dengan Fakror Pribadi, Pola dan Perilaku Belanja...
59
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-hari di Pasar Tradisional ................................
66
Rekomendasi Strategi untuk Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional...............................................................................
69
KESIMPULAN DAN SARAN ..........................................................
78
6.1.
Kesimpulan .............................................................................
78
6.2.
Saran........................................................................................
79
6.3.
Keterbatasan Penelitian ...........................................................
80
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................
81
LAMPIRAN .................................................................................................
84
5.2.
5.2.3.
5.3. VI.
v
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
1.1. Kontribusi Penjualan Retail Moderen Terhadap Pasar Nasional Periode April 2000-Maret 2003 (persen)..........................................
2
1.2. Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional dan Pasar Moderen di Indonesia Periode 1995-2005 ........................................................
4
2.1
Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Pasar Moderen....................................................................................
13
5.1. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pekerjaan ....................
60
5.2. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pendapatan .................
61
5.3. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pola Belanja ...............
62
5.4. Hubungan antara Preferensi dengan Kendaraan yang Digunakan ....
63
5.5
63
Berbelanja di luar Rencana atau Tidak Terduga (Impuls buying) ...
5.6. Hubungan Preferensi ke-1 dan Preferensi ke-2 Masyarakat dalam Berbelanja..........................................................................................
64
5.7. Hasil Estimasi Model Binary (Probit) ...............................................
67
vi
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
2.1. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian ........................................
15
2.2. Porter’s Diamond Model....................................................................
19
2.3. Alur Kerangka Pemikiran...................................................................
26
5.1. Analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan porter’s diamond ...............................................................................
46
5.2. Usia Responden ..................................................................................
58
5.3. Pendidikan Responden .......................................................................
58
5.4. Pekerjaan Responden..........................................................................
59
5.5. Pendapatan Rata-Rata Keluarga Perbulan ..........................................
59
5.6. Alasan Konsumen Kurang Menyukai Belanja di Pasar Tradisional ..
65
5.7. Rekomendasi Strategi Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional .....
77
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Data yang Digunakan dalam Estimasi ................................................
85
2. Hasil Olahan ........................................................................................
87
3. Kuesioner Penelitian............................................................................
88
1
I. PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Era globalisasi telah merubah tatanan kehidupan masyarakat dunia ke arah
liberalisasi. Dampak liberalisasi tersebut tak hanya di satu bidang saja tetapi berbagai bidang yang ada termasuk ekonomi. Liberalisasi ekonomi yang terjadi merupakan konsekuensi logis dari fenomena globalisasi yang harus dihadapi oleh negara Indonesia sebagai salah satu negara di dunia yang menganut sistem perekonomian terbuka. Liberalisasi ekonomi yang terjadi juga berarti adanya liberalisasi perdagangan. Secara otomatis, hal ini tentu berpengaruh terhadap sektor perdagangan, dimana kepemilikan asing telah memasuki subsektor perdagangan eceran. Sektor perdagangan merupakan sektor yang berperan penting dalam perekonomian negara. Hal ini ditunjukkan dari kontribusinya yang cukup positif terhadap pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB). Pertumbuhan sektor perdagangan termasuk hotel dan restoran sebelum krisis dari tahun 1990 s/d 1997 tercatat selalu di atas 5 persen, yaitu pada kisaran 5,43 persen pada tahun 1991, dan 8,16 persen pada tahun 1996. Setelah krisis khususnya dalam tiga tahun terakhir pertumbuhan sektor perdagangan berdasarkan harga konstan tahun 2000 menurun menjadi 4,38 persen pada tahun 2001, yang selanjutnya meningkat kembali menjadi 5,80 persen pada tahun 2004, dan 8,59 persen di tahun 2005. Sementara itu, pertumbuhan subsektor perdagangan besar dan eceran cenderung meningkat dari 4,09 persen pada tahun 2001 menjadi 5,51 persen pada tahun
2
2004. Berdasarkan data tersebut dan nilai transaksi dari sektor perdagangan, sinyal positif dari pertumbuhan sektor perdagangan lebih didorong oleh subsektor perdagangan eceran yang mencapai 82,20 persen dari total nilai transaksi dibandingkan perdagangan besar yang hanya sebesar 17,80 persen (Departemen Perdagangan, 2006). Peranan
dari
pertumbuhan
subsektor
perdagangan
eceran
telah
menunjukkan bahwa industri ritel nasional telah memberikan kontribusi yang cukup signifikan bagi pertumbuhan sektor perdagangan. Namun, terdapat indikasi bahwa berkembangnya industri ritel nasional lebih didorong oleh pemain baru dalam industri tersebut yaitu ritel moderen dibandingkan ritel tradisional yang merupakan pemain lama. Dalam beberapa tahun saja, retail moderen dapat terus meningkatkan pangsa pasarnya, tidak hanya di daerah perkotaan tapi juga sudah sampai ke pelosok-pelosok daerah. Berdasarkan Tabel 1.1, meskipun kontribusi pasar tradisional terhadap pertumbuhan pasar nasional masih paling besar/cukup dominan sebesar 79,80 persen pada tahun 2000 namun laju pertumbuhannya terus mengalami penurunan. Menurut AC Nielsen seperti yang dikutip dalam KPPU (2004) penurunan ini dapat diduga sebagai salah satu konsekuensi langsung dari pesatnya pertumbuhan pasar moderen yang pangsa pasarnya mengalami peningkatan yang pesat. Tabel 1.1. Kontribusi Penjualan Retail Moderen Terhadap Pasar Nasional Periode April 2000-Maret 2003 (persen) Jenis Retail 2000 2001 2002 2003 16,70 20,50 20,20 21,20 Supermarket/hyper Minimarket 3,40 4,60 4,90 5,10 79,80 74,90 74,90 73,80 Pasar Tradisional Sumber : AC Nielsen dalam KPPU, 2004
3
Tabel 1.2 menunjukkan jumlah perkembangan pasar moderen yang semakin meningkat selama periode 1995-2005 hingga 1277 unit sedangkan jumlah pasar tradisional secara rata-rata mengalami penurunan. Ekspansi dari pasar moderen inilah yang turut mendorong jumlah omset penjualan pasar moderen semakin meningkat. Ekspansi ini pun dipermudah oleh Pemerintah Daerah dalam proses perizinan dan pendiriannya sejak diberikannya wewenang kekuasaan pada daerah atau dengan kata lain sejak otonomi daerah dilakukan. Hal ini dilakukan Pemerintah Daerah dalam rangka ingin mengejar dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerahnya (PAD) yang sekarang ini menjadi tujuan utama otonomi daerah. Tabel 1.2. Perkembangan Jumlah Pasar Tradisional dan Pasar Modern di Indonesia Periode 1994-2005 (unit) Tahun Pasar Tradisional Pasar Modern 1995 9140 925 2000 8309 1119 2005 7394 1277 Sumber : Departemen Perdagangan dalam Hartati, 2006
Perkembangan pasar modern yang begitu pesat memberikan dampak yang secara langsung maupun tidak langsung terhadap pasar tradisional selaku pemain lama dalam industri ritel nasional. Kondisi pasar tradisional yang identik dengan kumuh, becek, semrawut, bau dan sebagainya menambah keterpurukan pasar tersebut. Harga yang murah saja tak menjadi jaminan bagi pasar tradisional untuk dapat kembali merebut pangsa pasarnya yang sudah hilang, karena dibalik itu ada pasar modern yang mampu menawarkan harga yang sama bahkan lebih murah dari pasar tradisional. Selain itu, secara fisik pasar moderen juga memberikan fasilitas dan keunggulan tersendiri dalam berbelanja seperti tempat yang lebih
4
nyaman, tidak bau, ber-AC, dan bersih. Bahkan dalam perkembangannya, pasar moderen juga menyediakan tempat hiburan, arena bermain untuk anak-anak, restoran dan lain sebagainya. Istilah “Siapa yang kuat/unggul dialah yang menang” mungkin bisa saja terjadi dalam konteks ini, apabila pasar tradisional tidak segera memperkuat posisinya untuk meningkatkan daya saingnya. Perlahan tapi pasti, pergeseran minat masyarakat dalam berbelanja akan cenderung beralih dari pasar tradisional ke pasar moderen, meskipun hal ini mungkin tidak akan terjadi hingga 100 persen karena pasar tradisional masih memiliki langganannya terutama masyarakat kelas bawah. Seandainya pasar tradisional dapat lebih memanfaatkan kesempatan dan peluang ini untuk berusaha lebih kreatif dalam meningkatkan daya saingnya, pergeseran belanja konsumen dari pasar tradisional ke pasar moderen setidaknya dapat diminimalisir. Dalam artian pangsa pasar untuk pasar tradisional minimal dapat dipertahankan sampai periode-periode berikutnya. Pasar tradisional merupakan tulang punggung perekonomian yang tak bisa dibiarkan tergerus oleh pasar moderen yang semakin menjamur, karena pasar ini melibatkan jutaan pedagang yang relatif
berskala kecil. Menurut Dharma,
Direktur Eksekutif Dewan Pimpinan Pusat Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (DPP APPSI) bahwa APPSI mempunyai anggota 24.000 pasar, yang mencakup 12,60 juta pedagang tersebar di 26 provinsi. Pasar tersebut bervariasi, dari yang kecil, terdiri dari sekitar 200-500 pedagang, hingga yang besar seperti Tanah Abang dan Senen, yang memiliki anggota 10.000 sampai 20.000 pedagang (Republika, 2005). Dapat dibayangkan, jika separuh dari jumlah pedagang ini
5
gulung tikar karena dagangannya selalu rugi dan tidak dapat bertahan di tengah derasnya persaingan usaha yang semakin ketat dengan pasar moderen, hasilnya adalah jumlah pengangguran Indonesia yang akan meningkat. Selain itu, pasar tradisional juga dianggap sebagai pusat jalur pemasaran hasil produksi kalangan pengusaha kecil maupun sumber pasokan bahan baku yang dibutuhkan industri yang dinilai sangat strategis bagi pengembangan ekonomi masyarakat. Persaingan
diantara
pasar
tradisional
dan
moderen
memberikan
keuntungan bagi konsumen karena konsumen memiliki pilihan tempat berbelanja yang lebih banyak. Konsumen yang rasional akan berusaha memilih tempat berbelanja yang dapat memberikan tingkat kepuasaan kepadanya. Oleh
karena
itu,
penting
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja terutama pasar tradisional yang menjadi fokus penelitian. Informasi ini tentunya sangat bermanfaat untuk pengembangan pasar tradisional dalam rangka meningkatkan daya saingnya. 1.2.
Perumusan Masalah Pergeseran dominasi dalam ritel nasional memang telah nampak ketika
arus globalisasi tak bisa lagi dibendung apalagi dilarang. Hingga tahun 2006 ini pangsa pasar tradisional terus mengalami penurunan, sebagian besar pangsa pasarnya telah beralih ke pasar moderen. Bila pada tahun 2002, dominasi penjualan di segmen pasar tradisional mencapai 75 persen maka pada tahun 2003 turun menjadi hanya 70 persen (Republika, 2005). Masih berdasarkan penelitian AC Nielsen terbaru, hypermarket, supermarket, hingga minimarket, setiap
6
tahunnya tumbuh 31,40 persen, dengan penetrasi hingga ke daerah-daerah kecil. Sedangkan pertumbuhan pasar tradisional minus 8 persen (Pikiran Rakyat, 2006). Booming pasar moderen di era tahun 90-an telah menyedot perhatian para konsumen Indonesia. Agresifitasnya untuk memperluas pangsa pasar telah menimbulkan kekhawatiran di pihak lain dalam dunia ritel nasional yaitu pasar tradisional. Dalam beberapa tahun saja, gerai-gerai pasar moderen di Indonesia sampai akhir 2002 telah mencapai 2.408 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia, yang terdiri dari Minimarket 972 gerai, Supermarket 683 gerai, Departemen Store 376 gerai dan Hypermarket sebesar 17 gerai (Visdatin, 2003). Perkembangan pasar moderen yang telah mencapai kategori tak terkendali memang telah menyisakan kekhawatiran bahkan fobia pasar tradisional. Kondisi pasar tradisional yang terkenal dengan ketidaknyamanannya, becek, kotor, tidak teratur, dan sebagainya telah menjadi salah satu faktor menurunnya daya saing pasar tersebut. Hanya terdapat dua pilihan bagi pasar tradisional menghadapi persaingan usaha yang ketat dengan pasar moderen yaitu dibiarkan mati atau ada strategi yang dapat digunakan untuk mensiasati persaingan tersebut dengan mencari potensi dari pasar tradisional yang bisa dikembangkan. Salah satu cara untuk mensiasatinya adalah dengan mengetahui dan mempelajari apa yang diinginkan konsumen. Konsumen menjadi unsur yang sangat penting bagi pengembangan sebuah pasar karena konsumen merupakan salah satu pelaku yang menjadi syarat terlaksananya sebuah transaksi perdagangan. Dalam hal ini pasar tradisional berusaha untuk memenuhi tuntutan konsumen. Cara mengetahuinya dapat
7
menggunakan pendekatan preferensi masyarakat dalam berbelanja. Preferensi konsumen (masyarakat) menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai alternatif pilihan tempat berbelanja dalam rangka memenuhi kebutuhan sehari-harinya. Dari pemahaman tersebut, perlu diketahui alasan dan motivasi masyarakat dalam memilih
tempat
berbelanja.
Hal
ini
dapat
dijadikan
pedoman
dalam
mengembangkan pasar tradisional yang bisa jadi selama ini belum digarap dengan baik dan optimal. Secara sistematis, masalah yang akan diajukan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional? 2. Faktor-faktor apa yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional? 3. Strategi apa yang dapat direkomendasikan untuk peningkatan daya saing pasar tradisional? 1.3.
Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah yang akan diajukan, ada beberapa tujuan
dalam penelitian ini yaitu sebagai berikut : 1. Menganalisa potensi dan kondisi faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional. 2. Menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional. 3. Merumuskan strategi yang dapat dilakukan pasar tradisional untuk meningkatkan daya saingnya.
8
1.4.
Ruang Lingkup Penelitian Dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari, masyarakat dapat memilih
berbagai alternatif pilihan tempat berbelanja. Penelitian ini diasumsikan bahwa masyarakat berbelanja di pasar tradisional atau selain pasar tradisional (pasar moderen dan warung). Objek penelitian untuk mengetahui preferensi masyarakat dalam berbelanja dibatasi dan difokuskan kepada ibu rumah tangga. Hal ini dikarenakan ibu rumah tangga lebih memahami dan kompeten untuk mengurus kebutuhan sehari-hari dalam rumah tangganya. Penelitian ini untuk mengetahui preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional hanya dilakukan di Bogor. Ada kemungkinan pengambilan wilayah ini tidak dapat merepresentasikan preferensi masyarakat secara nasional. Hal ini dikarenakan preferensi masyarakat di tiap wilayah memiliki perbedaan baik dari kondisi demografis, faktor budaya hingga kebijakan pemerintah daerahnya masing-masing. Meskipun dalam hal ini, untuk pasar tradisional hampir sebagian besar di Indonesia memiliki karakteristik dan kondisi yang tak jauh berbeda. 1.5.
Manfaat Penelitian Adanya identifikasi dan analisis dari perumusan masalah yang diajukan,
diharapkan penelitian ini dapat memberikan manfaat bagi
pengelola pasar
tradisional, asosiasi yang bersangkutan, Pemerintah Provinsi dan daerah sebagai bahan masukan dan referensi dalam pengembangan pasar tradisional. Selain itu, penulis sendiri dalam menambah pengetahuan, wawasan dan mengaplikasikan ilmu yang telah dimiliki meskipun dengan segala keterbatasan yang ada.
9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1.
Konsep Pasar dan Klasifikasinya Menurut Mariana dan Paskarina (2006), pasar memiliki berbagai definisi
yang berkembang. Dari definisi yang ada, pasar dapat didefinisikan sebagai suatu kelompok penjual dan pembeli yang mempertukarkan barang yang dapat disubstitusikan. Konsep dan pemaknaan pasar sesungguhnya sangat luas, mencakup dimensi ekonomi dan sosial-budaya. Dalam perspektif ekonomi pasar secara fisik diartikan sebagai tempat berlangsungnya transaksi barang dan jasa dalam tempat tertentu. Sedangkan secara ekonomi, pasar merupakan tempat bertemunya permintaan dan penawaran, yaitu ada yang menawarkan barang dan ada yang menginginkannya dengan harga yang disepakati kedua belah pihak. Dalam perspektif sosial-budaya, pasar merupakan tempat berlangsungnya interaksi sosial lintas strata. Dikotomi tradisional dan moderen yang dikenakan terhadap jenis pasar bersumber dari pergeseran pemaknaan terhadap pasar, yang semula menjadi ruang bagi berlangsungnya interaksi sosial, budaya, dan ekonomi kemudian tereduksi menjadi ruang bagi berlangsungnya transaksi ekonomi dan pencitraan terhadap modernisasi yang berlangsung dalam masyarakat (Mariana dan Paskarina, 2006). Bagi sektor perdagangan, pasar merupakan tempat pedagang berusaha, sebagai sarana distribusi barang bagi produsen dan petani, tempat memonitor perkembangan harga dan stok barang beserta lapangan kerja bagi masyarakat luas (Sukesih, 1994). Sukesih (1994) menyatakan bahwa citra pasar dalam arti fisik telah mengalami banyak pembenahan dan peningkatan menjadi hal yang menarik
10
seiring dengan kemajuan pembangunan ekonomi. Menariknya sarana tempat berdagang tersebut baik yang dikelola oleh pemerintah maupun swasta, ditentukan oleh pengelola pasar/tempat perdagangan dan tidak kalah pentingnya yang dilakukan/peranan pedagang itu sendiri. Pengelola hanya menyediakan fasilitas dan kemudahan untuk keperluan pedagang dan pengunjung, sedangkan para pedagang perlu memperhatikan: 1. Kelengkapan Barang Barang-barang harus lengkap agar pembeli tidak perlu mencari-cari ke toko lain atau ke pasar lain. Pengertian lengkap ini bukan hanya barangnya saja tetapi yang perlu diperhatikan adalah keterkaitan antara satu barang dengan barang lainnya, sehingga barang itu dapat dipakai atau digunakan dan saling melengkapi. 2. Display Penataan barang atau pengaturannya (display) selain dapat menarik pembeli, cara ini dapat memberi kesan serba rapi dan teratur artinya mudah dicari dan mudah mengontrolnya. 3. Kualitas Barang Kualitas barang banyak berpengaruh terhadap mengapa orang datang pada suatu toko. Adakalanya pembeli lebih senang dengan harga yang lebih mahal dengan kualitas terjamin, kecuali utnuk barang-barang yang diketahui harganya secara umum.
11
4. Harga Barang Harga bersaing, artinya jangan ada kesan barang yang sama lebih mahal dibandingkan di pasar lainnya. Bila terpaksa dan tidak bisa dielakkan lagi maka perlu diberi alasan yang kuat mengapa barang tersebut menjadi lebih mahal. Mungkin karena faktor kualitas, pelayanan atau ada hal-hal lainnya yang menyebabkan barang berbeda harganya. 5. Kemudahan Berbelanja Berbelanja ingin praktis, ia tidak mau direpotkan harus membawa tempat berbelanjaan
dari
rumah.
Dengan
tersedianya
kantong-kantong
plastik/kertas yang menarik sudah merupakan keharusan dalam pelayanan. 6. Ketepatan Ukuran Adanya jaminan yang sesuai dengan timbangan, takaran dan ukuran dapat membuat kepuasan pembeli. Bila pedagang memberi harga murah tetapi kuantitasnya dikurangi, cara ini dapat membahayakan dan dapat membuat orang jera untuk berbelanja di toko tersebut. Menurut
Keputusan
Menteri
Perindustrian
dan
Perdagangan
No.23/MPP/Kep/1/1998 tentang Lembaga-Lembaga Usaha Perdagangan, pasar didefinisikan sebagai tempat bertemunya pihak penjual dan pihak pembeli untuk melakukan transaksi dimana proses jual beli terbentuk, yang menurut kelas mutu pelayanan, dapat digolongkan menjadi pasar tradisional dan pasar modern (Departemen Perdagangan, 2006) : 1. Pasar Modern merupakan pasar yang dibangun oleh pemerintah, swasta atau koperasi dalam bentuk berupa mall, supermarket, department store
12
dan shopping center dimana pengelolaannya dilaksanakan secara modern dan mengutamakan pelayanan kenyamanan berbelanja dengan manajemen berada di satu tangan, bermodal relatif kuat dan dilengkapi dengan label harga yang pasti. 2. Pasar Tradisional merupakan pasar yang bentuk bangunannya relatif sederhana, dengan suasana yang relatif kurang menyenangkan (ruang usaha sempit, sarana parkir kurang memadai, kurang menjaga kebersihan pasar dan penerangan yang kurang baik). Barang yang diperdagangkan adalah kebutuhan sehari-hari, harga barang relatif murah dengan mutu yang kurang diperhatikan dan cara pembeliannya dilakukan dengan tawar menawar. Untuk dapat lebih memahami mengenai pasar tradisional dan pasar modern, perlu diketahui dahulu perbedaan karakteristik antara kedua pasar tersebut. Perbedaan karakteristik tersebut dapat dilihat di Tabel 2.1. 2.2.
Perilaku Konsumen Menurut Setiadi (2003), perilaku konsumen adalah tindakan yang
langsung terlibat dalam mendapatkan, mengkonsumsi, dan menghabiskan produk atau jasa, termasuk proses keputusan yang mendahului dan menyusuli tindakan ini. Untuk memahami konsumen dan mengembangkan strategi pemasaran yang tepat pemasar harus memahami apa yang mereka pikirkan (kognisi) dan mereka rasakan (pengaruh), apa yang mereka lakukan (perilaku), dan apa serta dimana (kejadian di sekitar) yang mempengaruhi serta dipengaruhi oleh apa yang dipikirkan, dirasa, dan dilakukan konsumen.
13
Tabel 2.1. Perbedaan Karakteristik antara Pasar Tradisional dengan Pasar Moderen No. Aspek Pasar Tradisional Pasar Modern 1 Histori Evolusi panjang Fenomena baru 2 Fisik Kurang baik, sebagian baik Baik dan mewah 3 Pemilikan/ Milik masyarakat/desa, Umumnya kelembagaan Pemda, sedikit swasta perorangan/swasta Modal kuat/digerakkan 4 Modal Modal oleh swasta lemah/subsidi/swadaya masyarakat/Inpres 5 Konsumen Golongan menengah ke Umumnya golongan bawah menengah ke atas 6 Metode Ciri dilayani, tawar Ada ciri swalayan, pasti pembayaran menawar 7 Status tanah Tanah negara, sedikit Tanah sekali swasta swasta/perorangan 8 Pembiayaan Kadang-kadang ada subsidi Tidak ada subsidi fisik 9 Pembangunan Umumnya pembangunan Pembangunan dilakukan oleh umumnya oleh swasta Pemda/desa/masyarakat 10 Pedagang yang Beragam, masal, dari Pemilik modal juga masuk sektor informal sampai pedagangnya (tunggal) pedagang menengah dan atau beberapa pedagang formal skala menengah besar dan besar umumnya 11 Peluang Bersifat masal (pedagang Terbatas masuk/partisipasi kecil, menengah dan pedagang tunggal, dan menengah ke atas bahkan besar) 12 Jaringan Pasar regional, pasar kota, Sistem rantai korporasi pasar kawasan nasional atau bahkan terkait denga modal luar negeri (manajemen tersentralisasi) Sumber: CESS (1998) dalam KPPU, 2004
2.2.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Konsumen Menurut Setiadi (2003), keputusan pembelian dari pembeli sangat dipengaruhi oleh faktor kebudayaan, sosial, pribadi dan psikologi dari pembeli. Sebagian besar adalah faktor-faktor yang tidak dapat dikendalikan oleh pemasar, tetapi harus benar-benar diperhitungkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku konsumen adalah sebagai berikut :
14
1. Faktor-faktor kebudayaan, diantaranya adalah: kebudayaan merupakan faktor penentu yang paling dasar dari keinginan dan perilaku seseorang. Setiap kebudayaan terdiri dari sub-budaya – sub-budaya yang lebih kecil yang memberikan identifikasi dan sosialisasi yang lebih spesifik untuk para anggotanya, kelas sosial adalah kelompok-kelompok yang relatif homogen dan bertahan lama dalam suatu masyarakat, yang tersusun secara hierarki dan keanggotaannya mempunyai nilai, minat dan perilaku yang serupa. 2. Faktor-faktor Sosial diantaranya adalah kelompok referensi seseorang terdiri dari seluruh kelompok yang mempunyai pengaruh langsung maupun tidak langsung terhadap sikap atau perilaku seseorang. Para pemasar berusaha mengidentifikasi kelompok-kelompok referensi dari konsumen sasaran mereka. Orang umumnya sangat dipengaruhi oleh kelompok referensi mereka. Keluarga, dalam kehidupan pembeli dapat dibedakan antara dua keluarga, yang pertama adalah: keluarga orientasi, yang merupakan orang tua seseorang. Dari orang tualah seseorang mendapatkan pandangan tentang agama, politik, ekonomi, dan merasakan ambisi pribadi nilai atau harga diri dan cinta. Keluarga prokreasi, yaitu pasangan hidup anak-anak seseorang keluarga merupakan organisasi pembeli dan konsumen yang paling penting dalam suatu masyarakat dan telah diteliti secara intensif. Peran dan Status, seseorang umumnya berpartisipasi dalam kelompok selama hidupnya –keluarga, klub,
15
organisasi. Posisi seseorang dalam setiap kelompok dapat diidentifikasikan dalam peran dan status. 3. Faktor Pribadi diantaranya adalah umur, pekerjaan, keadaan ekonomi, gaya hidup, kepribadian dan konsep diri. 4. Faktor-faktor Psikologi diantaranya adalah motivasi, persepsi, proses belajar, kepercayaan dan sikap. 2.2.2. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian Proses pembelian yang spesifik terdiri dari urutan kejadian berikut : pengenalan masalah kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi alternatif, keputusan pembelian, dan perilaku pasca pembelian. Urutan kejadian tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.1. Pengenalan Kebutuhan
Pencarian informasi
Evaluasi Alternatif
Keputusan membeli
Perilaku pasca pembelian
Gambar 2.1. Proses Pengambilan Keputusan Pembelian (Setiadi, 2003) Gambar 2.1. menyiratkan bahwa konsumen melewati kelima tahap seluruhnya dalam setiap pembelian. Secara terinci tahap-tahap tersebut dapat diuraikan sebagai berikut : 1.
Pengenalan masalah. Proses membeli diawali saat pembeli menyadari adanya masalah kebutuhan. Pembeli menyadari terdapat perbedaan antara kondisi sesungguhnya dengan kondisi yang diinginkan. Kebutuhan ini dapat disebabkan oleh ransangan internal dalam kasus pertama dari kebutuhan normal seseorang, yaitu rasa lapar dan dahaga yang meningkat
16
sehingga suatu tingkat tertentu dan berubah menjadi dorongan. Atau suatu kebutuhan dapat timbul karena disebabkan rangsangan eksternal. 2.
Pencarian Informasi. Seorang konsumen yang mulai timbul minatnya akan terdorong untuk mencari informasi lebih banyak. Salah satu faktor kunci bagi pemasar adalah sumber-sumber informasi utama yang dipertimbangkan oleh konsumen dan pengaruh relatif dari masingmasing sumber terhadap keputusan-keputusan membeli.
3.
Evaluasi Alternatif. Ada beberapa proses evaluasi keputusan. Kebanyakan model dari proses evaluasi konsumen sekarang bersifat kognitif, yaitu mereka memandang konsumen sebagai pembentuk penilaian tehadap produk terutama berdasarkan pertimbangan yang sadar dan rasional.
4.
Keputusan Membeli. Ada dua faktor yang mempengaruhi tujuan membeli dan keputusan membeli. Faktor yang pertama adalah sikap orang lain, sejauh mana sikap orang lain akan mngurangi alternatif pilihan seseorang akan tergantung pada dua hal (1) Intensitas sikap negatif orang lain terhadap alternatif pilihan konsumen dan (2) Motivasi konsumen untuk menuruti keinginan orang lain tersebut. Faktor yang kedua adalah keadaan yang tidak terduga.
5.
Perilaku Pasca Pembelian. Sesudah pembelian terhadap suatu produk yang dilakukan konsumen akan mengalami beberapa tingkatan kepuasaan atau ketidakpuasaan. Konsumen tersebut juga akan terlihat
17
dalam tindakan-tindakan sesudah pembelian dan penggunaan produk yang akan menarik minat pemasar. 2.3.
Preferensi Konsumen Kotler (1997) mendefinisikan preferensi konsumen sebagai suatu pilihan
suka atau tidak suka oleh seseorang terhadap produk (barang atau jasa) yang dikonsumsi. Preferensi konsumen menunjukkan kesukaan konsumen dari berbagai pilihan produk yang ada. Teori preferensi digunakan untuk menganalisis tingkat kepuasan bagi konsumen. Dalam ilmu ekonomi teori pilihan dimulai dengan menjelaskan preferensi (pilihan) seseorang. Preferensi ini meliputi pilihan dari yang sederhana sampai kompleks, untuk menunjukkan bagaimana seseorang dapat merasakan atau menikmati segala sesuatu yang ia lakukan. Setiap orang tidak bebas untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan karena terkendala oleh waktu, pendapatan dan banyak faktor lain dalam menentukan pilihannya. Terdapat banyak aksioma yang digunakan untuk menerangkan tingkah laku individu dalam masalah penetapan pilihan. Menurut Nicholson (2001), terdapat tiga sifat dasar preferensi, yaitu : 1. Kelengkapan (Completeness) Jika A dan B merupakan dua kondisi, maka tiap orang selalu harus bisa menspesifikasikan apakah : a. A lebih disukai daripada B b. B lebih disukai daripada A c. A dan B sama-sama disukai
18
Dengan proposisi ini tiap orang diasumsikan selalu dapat menentukan pilihan diantara dua alternatif yang ditawarkan. 2. Transitivitas (Transitivity) Jika seseorang mengatakan bahwa ia lebih menyukai A daripada B, dan lebih menyukai B daripada C, maka ia harus lebih menyukai A daripada C. 3. Kontinuitas (Continuity) Jika seseorang mengatakan “A lebih disukai daripada B” maka situasi yang mirip dengan A harus lebih disukai daripada B. Dengan proposisi ini tiap orang harus konsisten dalam setiap penetapan pilihan yang diambilnya. Ketiga proposisi diatas diasumsikan tiap orang dapat membuat atau menyusun rangking semua kondisi atau situasi mulai dari yang paling disukai hingga yang paling tidak disukai. Pada sejumlah alternatif yang ada, orang lebih cenderung memaksimumkan kepuasannya. 2.3. Konsep Daya Saing Porter’s Diamond Daya saing usaha dapat didefinisikan sebagai kemampuan usaha suatu perusahaan dalam suatu industri untuk menghadapi berbagai lingkungan yang dihadapi (Porter, 1995). Dalam ilmu ekonomi, daya saing merupakan konsep yang bersifat relatif (Relative Concept). Dalam pemahaman tersebut, konsep daya saing identik dengan konsep efisiensi. Dengan menggunakan kriteria atau melihat indikator tertentu sebagai acuan, maka dapat diukur tingkat kuat lemahnya daya saing. Porter menganalisis daya saing sebuah industri dengan pendekatan diamond model. Adapun elemen dari diamond model tersebut dapat dilihat pada Gambar 2.2.
19
Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan
Kondisi Permintaan
Kondisi Faktor
Industri Pemasok dan Terkait Gambar 2.2. Porter’s Diamond Model a. Kondisi Faktor Kondisi faktor dalam analisis Porter adalah variabel-variabel yang sudah ada dan dimiliki oleh suatu industri seperti sumber daya manusia (human resource), modal (capital resource), infrastruktur fisik (physical infrastructure), infrastruktur informasi (information infrastructure), infrastruktur administrasi (administrative infrastructure), serta sumber daya alam. Semakin tinggi kualitas faktor input ini, maka semakin besar peluang industri untuk meningkatkan daya saing dan produktivitas. b. Kondisi Permintaan Kondisi
permintaan
menurut
diamond
model
dikaitkan
dengan
sophisticated and demanding local customer. Kondisi permintaan merupakan sifat dari permintaan asal untuk barang dan jasa. Semakin maju suatu masyarakat dan semakin demanding pelanggan dalam negeri, maka industri akan selalu berupaya untuk meningkatkan kualitas produk atau melakukan inovasi guna memenuhi keinginan pelanggan lokal yang tinggi.
20
Namun dengan adanya globalisasi, kondisi permintaan tidak hanya berasal dari lokal tetapi juga bersumber dari luar negeri. c. Industri Pemasok dan Terkait Adanya industri pemasok dan terkait akan meningkatkan efisiensi dan sinergi dalam suatu industri. Sinergi dan efisiensi dapat tercipta terutama transaction cost, sharing teknologi, informasi maupun skill tertentu yang dapat dimanfaatkan oleh industri atau perusahaan lainnya. Manfaat lain industri pemasok dan terkait adalah akan terciptanya daya saing dan produktivitas yang meningkat. d. Strategi Perusahaan, Struktur dan Persaingan Strategi perusahaan dan pesaing dalam diamond model juga penting karena kondisi ini akan memotivasi perusahaan atau industri untuk meningkatkan kualitas produk yang dihasilkan dan selalu mencari inovasi baru. Dengan adanya persaingan yang sehat, perusahaan akan selalu mencari strategi baru yang cocok dan berupaya untuk selalu meningkatkan efisiensi. 2.5.
Keterkaitan antara Daya Saing Dengan Preferensi Masyarakat Tweeten dalam Saragih (2000) lebih lanjut mendefinisikan keunggulan
bersaing sebagai kemampuan suatu perusahaan dalam mempertahankan dan meningkatkan pangsa pasar secara menguntungkan dan berkelanjutan melalui pemanfaatan keunggulan komparatifnya. Konsep keunggulan bersaing dengan deskripsi tersebut secara eksplisit menyertakan preferensi atau selera konsumen sebagai syarat keharusan (necessary condition) dalam upaya peningkatan daya
21
saing. Harga yang murah dan kompetitif sebagai implikasi dari orientasi biaya produksi minimum (efisiensi) di pasar bukanlah suatu determinan tunggal dalam keunggulan bersaing. Preferensi konsumen merupakan sebuah cetak biru (blue print) yang harus digarap secara serius. Terlebih pada struktur pasar yang mengarah pada mekanisme liberalisasi perdagangan tanpa distorsi. 2.6.
Model Probit Menurut Arief (1993), model Probit didasarkan atas asumsi bahwa
variabel dependen yang diteliti mengikuti fungsi distribusi kumulatif yang berbentuk normal. Oleh karena didasarkan atas normal cumulative distribution function, maka model ini disebut juga sebagai model normit (normit model). Menurut Gujarati (1997), penggunaan model Probit yaitu untuk menjelaskan perilaku suatu variabel tak bebas (dependen) yang dummy atau dichotomous. Variabel dependennya bernilai 0 atau 1. Modelnya secara sederhana sebagai berikut : Yi = α + β Xi + Ui...............................................................................................(2.1) Yi bersifat dikotomi sebagai fungsi linear dari variabel yang menjelaskan Xi € (Yi/ Xi) merupakan harapan bersyarat dari Yi untuk Xi tertentu. Sedangkan menurut Koop (2003), model Probit digunakan ketika variabel dependennya berupa data kualitatif sebagai dummy yang bernilai 0 dan 1. Ketika individu membuat sebuah pilihan diantara dua pilihan, secara ekonomi akan dirumuskan dengan fungsi utilitas. Jika utilitas dari individu i dan Uji (Untuk J = 0,1). Individu akan memilih 1 jika U1i > U0i dan sebaliknya jika pilihannya 0. Dengan demikian pilihan tergantung dari perbedaan utilitas. Model Probit
22
mengasumsikan perbedaan utilitas ini mengikuti regresi linear normal yang dinyatakan sebagai berikut : Yi* = Xi’ β + ε i ..................................................................................................(2.2) Ahli ekonomi tidak meninjau Yi* secara langsung, tetapi hanya pilihan yang sebenarnya dibuat oleh individu i. Menurut Maddala (1994) dalam prakteknya Yi* tidak dapat diobservasi. Sedangkan yang dapat kita observasi adalah variabel dummy Y yang didefinisikan sebagai berikut : Y = 1 jika Yi* > 0 Y = 0 jika sebaliknya Prob (Yi = 1) = Prob (Ui > - β’ Xi) = 1 – F (- β’ Xi).............................................................................(2.3) Nilai pengamatan dari Y dalam model Probit ini hanya dapat direalisasikan sebagai sebuah proses binomial dengan probabilitas seperti diatas. Oleh karena itu kemungkinan fungsinya adalah : L = П yi = 0 F(- β’ Xi) Пyi = 1 [ 1 - F(- β’ Xi) ].......................................................(2.4) 2.7.
Penelitian Terdahulu Sukesih (1994) dalam penelitiannya yang berjudul “Pasar Swalayan dan
Prospeknya” menyatakan bahwa di kota-kota besar (khususnya Jakarta) telah terjadi gejala pergeseran yang cepat dalam pola berbelanja masyarakat. Pendapatan masyarakat yang meningkat menyebabkan jumlah barang dan jenis barang yang dikonsumsi masyarakat semakin bertambah, dan tingkat pendidikan masyarakat menyebabkan kecenderungan untuk memilih sendiri barang yang
23
dibeli sesuai dengan seleranya. Wanita yang bekerja semakin banyak menyebabkan pola belanja yang berubah. Pola hidup masyarakat kelompok atas, negara maju semakin mempengaruhi pola hidup kelompok masyarakat atas di kota-kota besar yang pada gilirannya akan dicontoh oleh lapisan menengah sampai golongan bawah. Semua perubahan ini mempengaruhi pertumbuhan pasar swalayan yang pesat. KPPU (2004) dalam penelitiannya yang berjudul “Kajian Bidang Industri dan Perdagangan Sektor Ritel” menyatakan bahwa ketika taraf hidup masyarakat meningkat, disamping membutuhkan ketersediaan berbagai macam barang yang lengkap dari kebutuhan primer hingga kebutuhan tersier, masyarakat juga membutuhkan fasilitas-fasilitas pendukung seperti kenyamanan, kebebasan ataupun jaminan harga murah dan kualitas baik. Kenyamanan menjadi alasan utama untuk beralihnya tempat berbelanja bagi masyarakat dari pasar tradisional ke pasar moderen, meskipun masyarakat tidak mungkin meninggalkan pasar tradisional 100 persen. Berdasarkan survey yang dilakukan, untuk pakaian jadi, 67,5 persen orang membeli di pasar moderen, tetapi untuk sayur mayur 92,5 persen orang masih membeli di pasar tradisional. Hartati
(2006)
dalam
penelitiannya
yang
berjudul
“Pergeseran
Perdagangan Eceran Dari Sektor Tradisional Ke Moderen” menunjukkan bahwa telah terjadi pergeseran perdagangan eceran baik di tingkat nasional maupun propinsi dengan indikator jumlah pasar pada kurun waktu 1995 dan 2000 serta 2000 dan 2005 dimana jumlah pasar tradisional selam periode tersebut terus mengalami penurunan sedangkan jumlah pasar moderen mengalami peningkatan
24
pada periode yang sama. Selain itu, laju pertumbuhan omset juga mengalami hal yang sama, laju pertumbuhan omset pasar tradisional mengalami hal sebaliknya. Hal ini mengindikasikan konsumen lebih tertarik untuk berbelanja di pasar moderen daripada pasar tradisional. Sridawati (2006) dalam penelitiannya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Terhadap Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik” dengan menggunakan alat analisis regresi logistik menyatakan bahwa ada delapan variabel yang nyata mempengaruhi preferensi masyarakat dalam menggunakan kartu pembayaran elektronik, diantaranya: jenis kelamin, umur, pendidikan, pendapatan rata-rata per bulan, pengeluaran, lokasi, teknologi dan motivasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi ketiga kartu bervariasi, pada kartu kredit yang mempengaruhi penggunaannya adalah pendidikan, pengeluaran, dan teknologi. Pada kartu debet yang mempengaruhi penggunaannya adalah jenis kelamin, pendapatan dan motivasi. Sedangkan pada kartu ATM yang mempengaruhi penggunaannya adalah umur, pendidikan, pendapatan dan lokasi. Pada penelitian ini, faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja yang akan membentuk preferensi masyarakat dan selanjutnya membentuk persepsi konsumen terhadap pasar tradisional yang dapat dijadikan acuan/rekomendasi untuk meningkatkan daya saing sebuah pasar. Analisis yang dilakukan dalam penelitian ini menggunakan metode analisis probit. Sedangkan
untuk
menganalisa
potensi
dan
kondisi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi daya saing pasar tradisional dengan menggunakan analisis porter’s diamond.
25
2.8.
Kerangka Pemikiran Penurunan pertumbuhan jumlah maupun omset penjualan pasar tradisional
dari tahun ke tahun telah menunjukkan gejala pergeseran pola belanja masyarakat Indonesia. Hal ini mengindikasikan bahwa preferensi masyarakat dalam berbelanja lebih cenderung ke pasar moderen dibandingkan ke pasar tradisional. Dengan kata lain pasar tradisional sudah mulai ditinggalkan oleh masyarakat yang lebih memilih berbelanja di pasar moderen. Padahal seperti diketahui pasar tradisional merupakan sarana pengembangan ekonomi rakyat yang menjadi salah satu
saluran
distribusi
yang
cukup
efektif
untuk
menyalurkan
dan
mendistribusikan barang dari produsen ke konsumen. Adanya
gejala
pergeseran
pola
berbelanja
masyarakat
tentunya
menguntungkan bagi pasar moderen sedangkan bagi pasar tradisional ini merupakan sebuah ancaman. Referensi dalam meningkatkan daya saing sebuah pasar khususnya pasar tradisional dapat dilihat dari sisi konsumen dengan menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional.
Faktor-faktor ini akan membentuk preferensi
masyarakat (dalam hal ini preferensi masyarakat adalah preferensi IRT), selanjutnya membentuk persepsi konsumen terhadap pasar tradisional. Informasi dari persepsi konsumen terhadap pasar tradisional diharapkan dapat menghasilkan informasi yang bermanfaat untuk pengembangan pasar tradisional yang selama ini belum digarap dengan baik dan optimal. Metode analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif dan analisis statistik Regresi Binary dengan menggunakan model Probit, dimana variabel
26
dependennya
berskala
biner.
Potensi
dan
kondisi
faktor-faktor
yang
mempengaruhi daya saing pasar tradisional dianalisa dengan menggunakan analisis daya saing porter’s diamond. Hasil analisis deskriptif dan probit tersebut dirumuskan untuk menyusun rekomendasi strategi dalam peningkatan daya saing pasar tradisional. Alur kerangka pemikiran konseptual penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.3. Terjadi gejala pergeseran masyarakat berbelanja dari pasar tradisional ke pasar moderen
Pasar Tradisional
Potensi dan kondisi faktorfaktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional
Faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat berbelanja di pasar tradisional
Preferensi IRT
Persepsi konsumen terhadap pasar tradisional
Strategi peningkatan daya saing pasar tradisional Gambar 2.3. Alur Kerangka Pemikiran
27
2.9.
Hipotesis Hipotesis yang akan diajukan dalam penelitian ini untuk menganalisa
faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional adalah 1.
Umur berpengaruh positif artinya semakin tua umur seseorang semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
2.
Pendidikan berpengaruh negatif artinya semakin tinggi pendidikan seseorang semakin kecil peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
3.
Dummy pekerjaan artinya peluang bagi IRT yang bekerja lebih kecil yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional dibandingkan dengan IRT yang tidak bekerja.
4.
Pendapatan rata-rata keluarga perbulan berpengaruh negatif artinya semakin tinggi pendapatan seseorang semakin kecil peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
5.
Intensitas belanja berpengaruh positif artinya semakin tinggi intensitas belanja seseorang di pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
6.
Harga barang artinya semakin murah harga barang di pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
28
7.
Kualitas barang artinya semakin baik kualitas barang di pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
8.
Kelengkapan barang artinya semakin lengkap barang di pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
9.
Kebersihan pasar artinya semakin bersih pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
10.
Kenyamanan pasar artinya semakin nyaman pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
11.
Keamanan pasar artinya semakin aman pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional.
12.
Dummy tempat tinggal artinya peluang bagi IRT yang tinggal di Kota Bogor yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional lebih kecil dibandingkan IRT yang tinggal di Kabupaten Bogor.
29
III. METODE PENELITIAN
3.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kota dan Kabupaten Bogor. Pemilihan lokasi
dilakukan secara purposive karena Bogor merupakan salah satu wilayah dari Jawa Barat. Jawa Barat merupakan salah satu daerah yang mengalami penurunan jumlah pasar tradisional yang cukup signifikan. Sedikitnya 100 pasar dari sekitar 800 pasar tradisional yang tersebar di Jawa Barat kolaps (Murwanto, 2006). Selain itu, lokasinya terjangkau oleh peneliti dan efisien dalam waktu, biaya dan tenaga. Waktu penelitian ini dimulai dari Juni 2007 sampai Juli 2007. 3.2.
Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data
sekunder, baik yang bersifat kualitatif maupun kuantitatif. Data primer diperoleh melalui metode survei dengan menggunakan instrumen kuesioner dan wawancara. Kuisioner yang disebarkan berupa daftar pertanyaan yang telah disusun dengan rapi. Data sekunder berupa studi literatur dan data-data lain yang berkaitan dengan topik penelitian ini diperoleh dari berbagai dokumen yang tersedia antara lain majalah, buku, surat kabar, artikel di internet, Departemen Perdagangan, Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) serta instansi terkait lainnya. 3.3.
Metode Penarikan Contoh Penelitian ini menggunakan metode penarikan contoh yang disesuaikan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Metode penarikan contoh untuk menganalisa faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat dalam berbelanja di pasar tradisional dengan menggunakan accidental sampling. Penarikan contohnya
30
dilakukan di tempat-tempat umum seperti rumah sakit, stasiun, masjid, pemukiman, dan kampus yang ada di wilayah Bogor. Penarikan contoh tidak diambil di pasar tradisional maupun selain pasar tradisional (pasar moderen dan warung). Hal ini dilakukan dalam rangka menghindarkan bias yang akan terjadi jika penarikan contoh diambil dari masing-masing tempat belanja tersebut. Responden yang diambil sebagai sampel adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) karena umumnya IRTlah yang melakukan aktivitas belanja kebutuhan sehari-hari sehingga IRT dianggap lebih memahami dan kompeten dalam urusan ini. Jumlah sampel yang dijadikan responden sebanyak 97 orang, yang terdiri dari IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional sebanyak 42 orang sedangkan IRT yang preferensi belanjanya selain ke pasar tradisional sebanyak 55 orang. 3.4.
Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis deskriptif dan analisis statistik Regresi Binary dengan menggunakan model Probit. Dalam penelitian ini, pengolahan data dengan menggunakan software SPSS 12, Microsoft Excel dan Eviews 4.1. Penelitian ini mengikuti beberapa tahapan yang disesuaikan dengan tujuan penelitian, yaitu : 1. Deskriptif data Tahapan ini dilakukan untuk melihat karakteristik seluruh data yang diperoleh. Sebelum dilakukan pengolahan data dilakukan pengkodean data kualitatif dan mengklasifikasikan kategori jawaban untuk disesuaikan dengan tujuan penelitian.
31
2. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dengan menggunakan pendekatan porter’s diamond, metode frekuensi dan crosstabs. Analisis dengan pendekatan porter’s diamond digunakan untuk menganalisa kondisi dan potensi daya saing pasar tradisional. Analisis dengan menggunakan metode frekuensi digunakan untuk menjelaskan berbagai variabel yang berkaitan dengan jumlah dan persentase karakteristik responden. Sedangkan metode crosstabs digunakan untuk membandingkan antara IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional dan selain pasar tradisional dengan kategori yang ditentukan. 3. Model Probit Model
Probit
digunakan
untuk
mengetahui
faktor-faktor
yang
mempengaruhi preferensi masyarakat berbelanja di pasar tradisional. Variabel dependen yang digunakan untuk model Probit dalam penelitian ini adalah preferensi IRT yang berbelanja ke pasar tradisional. Model Persamaan regresinya dapat ditulis sebagai berikut: Y = β1 + β2X1 + β3X2 + β4D1 + β5X3 + β6X4 + β7X5 + β8X6 + β9X7 + β10X8 + β11X9 + β12X10 + β13D2 + ui………………….......................................................(3.1) Keterangan : Y
= 1 jika IRT preferensi belanjanya ke pasar tradisional 0 jika IRT preferensi belanjanya selain ke pasar tradisional
X1
= Umur (tahun)
X2
= Pendidikan (tahun)
D1
= Dummy pekerjaan, 1 jika IRT bekerja dan 0 jika IRT tidak bekerja
32
X3
= Pendapatan rata-rata keluarga per bulan (Rupiah)
X4
= Intensitas belanja (kali/bulan)
X5
= Harga barang Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga 5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju terhadap pernyataan “harga barang di pasar tradisional murah”.
X6
= Kualitas barang Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga 5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju terhadap pernyataan “kualitas barang di pasar tradisional baik”.
X7
= Kelengkapan barang Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga 5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju terhadap pernyataan “barang yang dijual dipasar tradisional lengkap”.
X8
= Kebersihan pasar Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga 5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju terhadap pernyataan “kondisi pasar tradisional bersih”.
33
X9
= Kenyamanan pasar Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga 5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju terhadap pernyataan “berbelanja di pasar tradisional merasa nyaman”.
X10
= Keamanan pasar Penilaian terhadap variabel ini yaitu skala ordinal yang bernilai 1 hingga 5. Nilai 1 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat tidak setuju dan nilai 5 adalah untuk pendapat masyarakat yang sangat setuju terhadap pernyataan “berbelanja di pasar tradisional merasa aman”.
D2
= Dummy tempat tinggal 1 jika IRT tinggal di Kota Bogor 0 jika IRT tinggal di Kabupaten Bogor
i
= Responden ke-i
ui
= error
β1
= Intersep
β2 ...β13 = Koefisien-koefisien estimasi
34
IV. GAMBARAN UMUM PASAR TRADISIONAL
4.1.
Gambaran Umum Pasar Tradisional di Indonesia Kegiatan pemasaran merupakan salah satu kegiatan yang penting bagi
produsen untuk menyampaikan produk yang dihasilkannya kepada masyarakat luas. Salah satu sarana pemasaran tersebut adalah melalui pasar. Pasar merupakan sarana bagi pengecer/peritel dalam melakukan seluruh aktivitasnya yang berhubungan antara lain dengan penawaran, penjualan barang dan jasanya kepada konsumen akhir. Istilah aktivitas digunakan oleh karena di dalam perdagangan eceran/ritel tersebut kegiatan yang lebih daripada sekedar menjual. Aktivitas tersebut meliputi kegiatan antara lain menangani pemasaran, manajemen personalia, manajemen operasional, manajemen keuangan, sistem dan prosedur arus barang dan sebagainya. Kegiatan uasaha perpasaran/ritel baik yang berskala kecil, menengah maupun besar merupakan bagian dari kegiatan perdagangan jasa yang memiliki nilai strategis bagi pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini karena perannya yang dapat mendorong pertumbuhan produksi, distribusi, pemenuhan kebutuhan konsumen serta penciptaan lapangan kerja (Direktorat Bina Pasar dan Distribusi, 2005). 4.1.1. Perkembangan Kebijakan untuk Pengembangan Pasar Tradisional Pasar tradisional merupakan sebuah perwujudan eksistensi kegiatan ekonomi yang telah melembaga lama. Sejak awal kehadiran pasar tradisional merupakan sarana tempat penjualan barang yang dilaksanakan oleh pedagang kecil dan menengah dan koperasi dengan konsumen melalui tawar menawar. Interaksi sosial dan ekonomi yang terjadi turut mendorong perkembangan pasar
35
ini. Di era 70an hingga 80an, pasar tradisional masih memegang peranan yang dominan dalam formasi pasar nasional yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari bagi masyarakat Indonesia. Upaya pengembangan pasar terus dilakukan oleh pihak pemerintah dengan mengeluarkan kebijakan yang mendukung pengembangan tersebut. Hal ini terbukti, pada tahun 1976, pemerintah mengeluarkan kebijakan dengan menyediakan sarana usaha perdagangan berupa tempat usaha yang dituangkan untuk pertama kalinya dalam Instruksi Presiden RI No. 7 Tahun 1976 tentang Bantuan Pembangunan dan Pemugaran Pasar, yang dikenal sebagai Program Inpres Pasar. Program Inpres Pasar tersebut diharapkan dapat mewujudkan pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya atau dengan kata lain distribuasi pendapatan dari kegiatan usaha perdagangan tersebut dapat lebih merata secara proporsional terutama dalam pemerataan kesempatan berusaha. Selain itu, Pemerintah juga menyediakan dana untuk membangun Pusat Pertokoan melalui Inpres Nomor 8 Tahun 1979 tentang Program Bantuan Kredit Kontruksi Pembangunan dan Pemugaran Pusat Pertokoan/Perbelanjaan/Perdagangann
dan/atau Pertokoan. Tujuan Inpres Pertokoan tersebut adalah untuk membantu Pemerintah Daerah Tingkat II dan Pemerintah DKI Jakarta menyediakan dana bagi pembangunan dan pemugaran Pusat Pertokoan, Perbelanjaan, Perdagangan dan atau Pertokoan yang akan diperuntukkan 60 persen bagi perdagangan golongan ekonomi lemah dan di kompensasi pula dengan Kredit Investasi Kecil (KIK) sedangkan 40 persen untuk golongan ekonomi kuat yang akan dibayar tunai.
36
Adanya kebijakan pemerintah untuk mendirikan atau memugar pasar dan pertokoan melalui Inpres ini ternyata memberikan dampak yang positif bagi berkembangnya jumlah pasar tradisional dan pasar swalayan di berbagai ibukota propinsi dan ibukota kabupaten. Seiring berjalannya waktu, ternyata Program Inpres ini sudah kurang kondusif bagi pendorong perkembangan pasar khususnya pasar tradisional. Hal ini karena telah tejadi perubahan tren lingkungan akibat dari adanya globalisasi. Pasar tradisional kurang cukup antisipatif dalam melihat perubahan lingkungan yang terjadi sedangkan pasar moderen sendiri dapat menyesuaikan dengan perubahan lingkungan yang terjadi. Hingga pada perkembangannya, pasar moderen dapat memperluas usahanya dan menarik perhatian konsumen Indonesia untuk beralih memenuhi kebutuhannya di pasar tersebut. Booming pasar moderen terjadi pada tahun 90an, kehadiran pasar ini telah memberikan alternatif masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya. Pada awalnya target dari pasar ini adalah hanya kalangan menengah ke atas. Pasar modern kemudian terus berkembang di Indonesia dengan melihat potensi pasar yang masih sangat besar dalam bisnis ritel ini. Namun, pada tahun 1997, saat krisis ekonomi terjadi pasar moderen sempat mengalami sedikit guncangan. Tindakan penjarahan dan pembakaran pusat perbelanjaan saat itu, membuat bisnis ini mengalami ketidakstabilan. Pada tahun yang sama, pasar tradisional terbukti masih tetap bertahan dengan kondisi ekonomi yang tidak stabil. Hingga beberapa tahun setelah krisis terjadi, pasar moderen mulai bangkit kembali dengan konsepkonsep baru seperti hypermarket, minimarket, dan lain-lain. Target pasarnya pun
37
tak terbatas hanya pada kalangan menengah ke atas saja namun sudah berkembang ke kalangan menengah ke bawah. Contoh pasar moderen ini adalah Ramayana dan Robinson. Liberalisasi perdagangan juga turut mendorong perkembangan pasar moderen di Indonesia. Pemerintah melalui Keppres No. 118 Tahun 2000 telah membuka sebagian sektor perdagangan untuk Penanaman Modal Asing (PMA) seperti
perdagangan
eceran
skala
besar
(Mall,
perdagangan
besar,
distributor/wholesaler, perdagangan ekspor dan impor). Sumber daya manusia yang baik dan manajemen yang profesional mengakibatkan pasar moderen asing dapat cepat tumbuh dan berkembang. Contohnya adalah Carrefour yang berasal dari Perancis, Giant dari Malaysia, dan lain-lain. Semakin banyak pemain dalam bisnis eceran ini menunjukkan persaingan yang semakin ketat baik bagi pasar moderen lokal maupun pasar tradisional. Penciptaan sinergi antara pengusaha pasar moderen dengan pedagang kecil dan menengah, koperasi serta pasar tradisional, maka ditetapkan Keputusan Bersama Menteri Dalam Negeri No. 145/MPP/Kep/5/97 dan No. 57 Tahun 1997 Tanggal 12 Mei 1997 mengenai Penataan dan Pembinaan Pasar dan Pertokoan. Tujuan Keputusan Bersama ini adalah untuk menciptakan sinergi antara pasar moderen dengan pedagang kecil dan menengah, koperasi serta pasar tradisional dengan kejelasan kewewenangan dalam pengaturan, pembinaan, pengembangan dan pengendalian pasar moderen. Pada pelaksanaannya, kebijakan ini dirasakan kurang efektif dalam mengendalikan pasar moderen, bahkan semakin berkembang
38
pesat. Hal ini diduga terdapat indikasi terjadinya pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan pasar moderen terhadap peraturan tersebut. Selain itu, kebijakan otonomi daerah yang memberikan kewenangan pada Pemerintah Daerah menyebabkan kemudahan akses perizinan pasar moderen yang tidak lagi harus meminta perizinan kepada Pemerintah Pusat kecuali pada daerah dan jenis pasar moderen tertentu. Kemudahan akses ini dipergunakan pasar moderen untuk melebarkan usahanya ke berbagai daerah hingga ke pelosok. Motivasi Pemerintah Daerah yang besar terhadap upaya peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD) terkadang melupakan pengembangan pasar tradisional yang telah ada di daerahnya dan menyuburkan pendirian pasar moderen. Berdasarkan fasilitas yang dimiliki serta luas areal yang dipakai untuk aktivitas perdagangan eceran, pasar moderen dapat dibedakan menjadi : 1.
Hypermarket Hypermarket adalah toko moderen yang memiliki luas areal diatas 5000
m2 per outletnya dengan variasi jenis barang yang lebih banyak dan pilihan merek yang lebih luas. Hypermarket dapat menempati Pusat-pusat perdagangan/Pusat Pasar/Pusat Pertokoan atau gedung yang dibangun sendiri di lokasi khusus. Konsep yang ditawarkan oleh hypermarket adalah konsep one stop shopping atau pusat pertokoan yang lengkap yang menyediakan berbagai macam kebutuhan rumah tangga sehari-hari dimulai dari kebutuhan pokok hingga kebutuhan sandang. Kepemilikan hypermarket umumnya adalah join venture antara swasta lokal dengan swasta asing atau kepemilikin asing seperti kepemilikan Giant dan Carrefour.
39
2.
Supermarket Supermarket adalah toko moderen yang memiliki rata-rata luas antara 600-
1000 m2 yang biasanya berada di mall, pusat perbelanjaan, atau gedung milik sendiri. Komoditi utama yang biasa dijual umumnya adalah barang-barang/bahan pangan dan peralatan dapur. Model kepemilikan dari supermarket umumnya adalah milik swasta baik lokal maupun asing. Milik swasta lokal biasanya berasal dari kepemilikan kelompok atau group perusahaan yang mendirikan cabang perusahaan di berbagai daerah seperti Matahari Supermarket, Ramayana Supermarket, dan lain-lain. Berdasarkan data dari Data Consult (2000) menunjukkan bahwa supermarkat yang terbanyak dan terluas dibandingkan dengan supermarket lainnya yang ada di Indonesia adalah Hero yang mempunyai 71 gerai. 3.
Department Store Department store merupakan toko moderen dengan luas area yang
bervariasi, biasanya berhubungan dengan proses retailing, penyortiran barang konsumsi yang dikelompokkan berdasarkan jenis kelamin, usia atau gaya hidup, self service atau pelayanan penjualan biasanya dibawah satu manajemen umum. Barang yang dijual di department store umumnya adalah barang-barang sandang seperti pakaian, sepatu, dan lain-lain. Kepemilikan dari department store biasanya milik swasta asing dan lokal. Target pasar antara department store asing umumnya berbeda dengan lokal. Department store asing lebih membidik masyarakat kalangan menengah ke atas sedangkan department store lokal umumnya membidik pasar dari masyarakat menengah ke bawah.
40
4.
Minimarket Minimarket adalah pasar swalayan yang berukuran kecil, umumnya
dengan luas antara 100-300 m2 per outlet. Minimarket dapat menempati pertokoan, perkantoran, mall atau pun gedung sendiri. Minimarket menerapkan sistem waralaba (franchising) bagi masyarakat yang ingin membuka gerai minimarket tersebut pada lokasi pilihan. Sistem waralaba (franchising) adalah perjanjian kontrak dimana perusahaan induk (franchisor) memberi hak kepada anak perusahaan atau perorangan (franchisee) di bawah kondisi khusus. Minimarket lebih mudah untuk berekspansi ke berbagai daerah yang ada hingga ke daerah pemukiman dengan menerapkan sistem ini. Berdasarkan jenis pasar moderen yang ada, minimarketlah yang pertumbuhan jumlahnya cukup pesat karena didukung oleh sistem ekspansi yang mudah dan lahan yang tidak terlalu luas. Contoh minimarket berskala nasional yang mempunyai outlet yang menyebar hingga ke daerah-daerah pemukiman yaitu Indomaret dan Alfamart. 4.1.2. Kondisi Umum Pasar Tradisional Dampak dari perkembangan pasar moderen semakin dirasakan pasar tradisional dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini. Peranan pasar tradisional sebagai basis ekonomi rakyat semakin tergeser keberadaannya. Kondisi pasar tradisional saat ini semakin mengalami penurunan baik segi fisik maupun dari pola pengelolaannya. Dilihat dari jumlah pasar tradisional di Indonesia, dalam periode 1995-2005 menunjukkan keadaan yang fluktuatif, dimana jumlah pasar tradisional memiliki kecenderungan menurun (Tabel 4.1). Laju pertumbuhan
41
jumlah pasar tradisional meningkat dari tahun 1995 ke 2000 sebesar 1,89 persen sedangkan dari tahun 2000 ke 2005 mengalami penurunan sebesar 29,70 persen. Kenyataan ini menunjukkan adanya kecenderungan penurunan pertumbuhan pasar tradisional secara nasional selama jangka waktu 10 tahun terakhir dan juga menunjukkan bahwa pasar tradisional semakin ditinggalkan oleh konsumennya (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006). Sedangkan menurut hasil survey lembaga riset AC Nielsen terhadap pasar moderen dan tradisional di Indonesia menunjukkan tingkat pertumbuhan ritel tradisional mengalami penurunan dengan nilai pertumbuhan minus 8,10 persen. Pada tahun 2001 jumlah ritel tradisional berjumlah 1.899.736 kios, namun pada tahun 2003 mengalami penurunan dengan 1.745.589 kios (Munadiya, 2007). Tabel 4.1. Jumlah Pasar Tradisional di Indonesia Tahun Jumlah (unit) Laju Pertumbuhan (persen) 1995 7377 2000 7517 1,89 2005 7294 -2,97 Sumber : Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006
Ditinjau dari kondisi fisik, pada umumnya kondisi fisik pasar tradisional sangat jauh tertinggal bila dibandingkan dengan fisik pasar moderen. Hal ini disebabkan karena umur fisik pasar tradisional (bangunan dan infrastruktur) relatif tua yang umumnya berdiri sekitar tahun 1976-1979. APPSI (2005) menyatakan bahwa sekitar 75 persen dari 13.650 pasar tradisional kondisinya dinilai sudah tidak layak untuk berdagang. Sedangkan jumlah pasar tradisional yang saat ini masih layak untuk berdagang maupun dari sisi kenyamanan pengunjung tidak lebih dari 25 persen. Selain itu, kurangnya perhatian baik dari pemerintah daerah
42
dan pengelola pasar untuk memelihara fisik pasar tradisional. Pemeliharaan yang kurang serta umur bangunan yang tua menimbulkan kesan pasar tidak terawat, kumuh, tidak aman dan nyaman. Kondisi tersebut diperparah dengan pola pengelolaan pasar tradisional masih belum profesional dan transparan. Meskipun demikian, tidak seluruh pasar tradisional memiliki kondisi fisik yang demikian, terdapat diantaranya yang masih rapih, bersih dan aman, tetapi masih dengan pola pengelolaan yang tradisional (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006). Jumlah pedagang pasar tradisional di Indonesia saat ini berjumlah 12.650.000. Jumlah pedagang di setiap pasar tradisional pastinya berbeda-beda tergantung dari masing-masing daya tampung pasar tradisional. Barang yang diperdagangkan di dalam pasar tradisional umumnya barang-barang kebutuhan utama rumah tangga yang cepat laku terjual seperti bahan makanan dan minuman berupa sayur mayur, daging dan ikan, makanan jadi seperti panganan, kue, rokok, minuman dan barang-barang kebutuhan sehari-hari lainnya. Di samping kebutuhan rumah tangga, barang dagangan yang dijual di pasar tradisional adalah barang yang dijual dengan kecepatan sedang seperti, alat perlengkapan dapur, sedangkan barang lainnya adalah barang yang terjual dengan lamban seperti tekstil, elektronika, emas dan lain-lain. Waktu operasi pasar tradisional umumnya dari pagi hingga siang hari (pukul 06.00-12.00), namun ada beberapa pasar tradisional yang sudah beroperasi dari pukul 00.00.
43
Tabel 4.2. Pangsa Penjualan Barang Kebutuhan Sehari-hari (persen) Tahun Pasar Moderen Pasar Tradisional 2001 24,80 75,20 2002 25,10 74,80 2003 26,30 73,70 2004 30,40 69,60 2005 32,40 67,60 Sumber : AC Nielsen dalam www.bisnis.com, 2006
Berdasarkan Tabel 4.2, sumbangan penjualan barang kebutuhan seharihari di pasar tradisional dari tahun ke tahun cenderung mengalami penurunan. Jika pada tahun 2001 penjualan barang kebutuhan sehari-hari yang dimiliki pasar tradisional masih menguasai pangsa 75,2 persen dari total penjualan di dalam negeri, namun pada tahun 2005 pangsanya tinggal 67,6 persen. Menurut AC Nielsen (2006), penurunan pangsa pasar tradisional ini dipicu oleh beberapa faktor, antara lain pertumbuhan pasar moderen, perubahan perilaku belanja konsumen serta stagnasi pasar tradisional sendiri. 4.2.
Gambaran Umum Pasar Tradisional di Kota dan Kabupaten Bogor Kota dan Kabupaten Bogor merupakan bagian dari wilayah Jawa Barat.
Berdasarkan hasil penelitian dari Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, Jawa Barat merupakan daerah yang memiliki pasar tradisional yang cenderung menurun secara fluktuatif, semula pada tahun 1995 berjumlah 557 unit kemudian mengalami penurunan jumlah masing-masing menjadi 541 unit dan 539 unit pada tahun 2000 dan 2005. Data dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat menyatakan bahwa pasar tradisional di daerah Kabupaten Bogor dari tahun 2001 hingga 2004 mengalami stagnasi sedangkan Kota Bogor mengalami fluktuasi yang kurang signifikan. Wilayah Kota Bogor memiliki 11 unit pasar tradisional kemudian mengalami peningkatan
44
menjadi 12 unit pada tahun 2002 dan 13 unit pada tahun 2003. Pada tahun 2004 mengalami penurunan dengan jumlah 11 unit. Wilayah Kabupaten Bogor dari tahun 2001 hingga 2004 memiliki 23 pasar tradisional. Data terakhir dari Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor pada tahun 2007 menyatakan jumlah pasar tradisional di Kota Bogor berjumlah 7 unit, yaitu Pasar Kebon Kembang (Pasar Anyar), Pasar Baru Bogor, Pasar Jambu Dua, Pasar Merdeka, Pasar Padasuka, Pasar Sukasari, dan Pasar Gunung Batu. Kondisi fisik dari pasar-pasar yang ada di Kota maupun Kabupaten Bogor tak jauh berbeda dengan di daerah-daerah lain di Indonesia yaitu masih terkesan becek, kotor, bau, semrawut, belum ada pembagian zona komoditi yang jelas, dan sebagainya. Meskipun ada beberapa pasar yang telah memiliki bangunan baru seperti Pasar Anyar yang telah beberapa kali mengalami musibah kebakaran namun tidak merubah pola dan cara perangkat-perangkat internal bekerja. Salah satu contohnya adalah para pengelola pasar yang belum memperhatikan kenyamanan pasar bagi pengunjung yang terlihat dari kebersihan pasar yang kurang diperhatikan dan infrastruktur yang kurang memadai. Selain itu, para pedagangnya pun masih kurang memperhatikan sistem pelayanan yang baik, kurang disiplin serta memperhatikan kebersihan di tempatnya berdagang.
45
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1.
Potensi dan Kondisi Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Daya Saing Pasar Tradisional Era tahun 70-an pasar tradisional masih memegang peranan yang besar
bagi masyarakat dalam menyediakan berbagai macam kebutuhan. Keberadaan pasar tradisional di tanah air sebenarnya memiliki potensi yang sangat strategis dalam memperkuat perekonomian bangsa. Dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini, pasar tradisional menunjukkan perkembangan yang kurang menggembirakan terutama kontribusinya terhadap penjualan barang kebutuhan sehari-hari yang semakin menurun. Hal ini bersamaan makin maraknya pasar moderen yang berkembang di wilayah Indonesia. Implikasinya adalah adanya indikasi penurunan daya saing pasar tradisional. Pendekatan porter’s diamond dapat digunakan untuk menganalisa faktorfaktor yang mempengaruhi daya saing pasar tradisional. Ilustrasi ringkas dari analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan porter’s diamond dapat dilihat pada Gambar 5.1. Beberapa faktor penentu dari pendekatan porter’s diamond untuk melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing dari pasar tradisional adalah sebagai berikut : a.
Kondisi Faktor Kondisi faktor adalah melihat posisi suatu industri dalam faktor produksi
seperti tenaga kerja yang terampil, infrastruktur, modal, teknologi serta faktorfaktor alam. Faktor-faktor alam seperti letak strategis wilayah, besarnya jumlah penduduk, potensi sumber daya alam dan sumber daya manusia.
46
¾ ¾ ¾ ¾ ¾
¾ ¾ ¾
Brand image bahwa pasar tradisional menjual barang dengan harga yang murah (+) Konsep tawar menawar (+) Masih mengabaikan sistem pelayanan yang baik untuk para pembelinya (-) Struktur dari bisnis eceran ini lebih mendekati pasar persaingan sempurna (+) Belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti peraturan presiden mengenai lokasi, komoditi, waktu operasi. dan jarak antara pasar moderen dan pasar tradisional (-) Kebijakan yang tidak sinergis dan koordinatif antara pemerintah pusat dan daerah tentang perizinan pasar moderen (-) Belum tersosialisasinya bantuan kredit untuk para pedagang kecil baik yang berasal dari pemerintah maupun lembaga keuangan yang lain (-) Pasar tradisional kurang dapat bersaing dengan pasar moderen (-)
¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Jumlah penduduk yang besar sekitar 220 juta jiwa (+) Pendapatan perkapita masyarakat yang meningkat (+) Hari-hari besar seperti Idul Fitri, dll (+) Produk yang berkualitas terutama produk-produk segar (+) Masih beredarnya produkproduk yang mengandung bahan kimia berbahaya (-) Belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga seperti kenyamanan, pelayanan, dll (-)
Strategi perusahaan dan pesaing Kondisi faktor
Kondisi permintaan
Industri pendukung dan terkait ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾ ¾
Indikator nasional dalam melihat pergerakan tingkat kestabilan harga atau inflasi domestik (+) Wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok (+) Jumlah pasar tradisional yang menyebar ke berbagai daerah (+) Wadah bagi para entrepreneur yang memulai usahanya dengan modal sendiri (+) Jumlah pedagang pasar tradisional yang mencapai 12,6 juta (+) Kualitas SDM (pedagang dan pengelola pasar) masih kurang baik dan profesional (-) Umumnya pedagang memiliki modal yang relatif kecil (-) Citra buruk seperti bau, becek, kotor, dll dimata konsumen (-) Bangunan pasar sebagian besar sudah relatif tua, terkesan kumuh, semrawut dan banyak bagian bangunan yang sudah rusak (-) Infrasruktur yang masih kurang baik dan memadai (-)
¾
¾
Gambar 5.1. Analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan porter’s diamond
Rantai distribusi barang masih panjang untuk beberapa jenis barang (-) Menyediakan barang dengan siklus harian sehingga barang lebih segar (+)
47
Hingga saat ini pasar tradisional masih menjadi indikator nasional dalam melihat pergerakan tingkat kestabilan harga atau inflasi domestik (Departemen Perdagangan, 2006). Informasi tingkat inflasi domestik ini tentunya sangat bermanfaat bagi pemerintah dan para pelaku ekonomi lainnya dalam menentukan tindakan maupun kebijakan ekonomi yang akan diambil. Salah satu contohnya adalah dalam mengendalikan tingkat harga akibat terjadinya kenaikan harga barang-barang kebutuhan pokok seperti beras, minyak goreng, dan lain-lain biasanya pemerintah sebagai fasilitator memanfaatkan pasar tradisional dalam melaksanakan operasi pasar. Pasar tradisional masih merupakan wadah utama penjualan produk-produk kebutuhan pokok yang dihasilkan oleh para pelaku ekonomi berskala kecil serta mikro yang tidak memungut beban pemasokan barang. Mereka adalah para petani, nelayan, pengrajin dan home industry. Jumlah mereka adalah puluhan juta dan sangat
menyandarkan
hidupnya
kepada
pasar
tradisional
(Departemen
Perdagangan, 2006). Hal ini mengisyaratkan bahwa pasar tradisional masih berperan penting bagi para produsen kecil dalam menyalurkan barangnya kepada masyarakat. Dengan kata lain, pasar tradisional merupakan tempat nafkah bagi produsen kecil untuk dapat tetap menghidupi diri dan keluarganya. Jumlah pasar tradisional yang menyebar ke berbagai daerah baik di desa maupun di kota, memberikan peluang yang besar bagi masyarakat untuk berkunjung dan berbelanja memenuhi kebutuhan rumah tangganya di pasar tersebut. Lokasi pasar ini umumnya berdekatan dengan pemukiman warga sehingga memudahkan akses warga untuk berbelanja di pasar tersebut. Selain itu,
48
beragamnya barang yang dijual di pasar tradisional memberikan manfaat tersendiri bagi konsumen karena segala keperluan rumah tangga dan kebutuhan sehari-harinya dapat dipenuhi di pasar tersebut tanpa harus mencari di tempat/pasar yang lain. Pasar tradisional merupakan kumpulan para entrepreneur dan calon entrepreneur yang pada umumnya menggunakan modal sendiri dalam memulai usahanya (Departemen Perdagangan, 2006). Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa terdapat bibit-bibit entrepreneur yang tumbuh di pasar tradisional sehingga hal ini akan mendorong upaya penciptaan perekonomian yang tangguh dan mandiri. Para entrepreneur ini pada dasarnya telah memiliki jiwa-jiwa entrepreneur yang dapat dilihat dari salah satunya adalah keberanian mereka untuk memulai usaha dan menanggung resiko dari usahanya. Jiwa entrepreneur yang telah terbentuk ini seyogyanya terus bisa diberdayakan dan dikembangkan sehingga para entrepreneur tersebut semakin handal dalam bidangnya. Bangunan pasar tradisional yang ada di Indonesia sebagian besar sudah relatif tua, terkesan kumuh, semrawut dan banyak bagian bangunan yang sudah rusak. Padahal kondisi bangunan yang baik, bagus dan kuat akan memberikan kesan yang nyaman dan enak dipandang sehingga konsumen bisa merasa betah dan nyaman. Kondisi bangunan yang kurang baik di sebagian pasar tradisional tentunya akan memberikan efek kekurangnyamanan pengunjung. Kondisi infrastruktur yang jauh dari memadai memberikan implikasi bagi persepsi konsumen yang akan merasakan ketidaknyamanan dalam berbelanja di pasar tradisional. Padahal jika pasar tradisional memiliki infrastruktur yang baik,
49
maka konsumen pun akan merasa senang dan berminat untuk kembali berbelanja di pasar ini. Infrastruktur yang kurang baik di pasar tradisional umumnya adalah lahan parkir yang masih sempit, pencahayaan, sirkulasi udara dan sistem drainase yang kurang baik, saluran air bersih dan kotor yang tidak terawat dan kurang memadai, fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti ATM, toilet dan tempat ibadah kurang memadai. Perbaikan terhadap infrastruktur di pasar tradisional ini dapat mendorong kenyamanan masyarakat dalam berbelanja di pasar tersebut. Citra yang baik di mata konsumen tentang sebuah pasar merupakan salah satu pertimbangan konsumen dalam memutuskan tempat belanjanya. Kebanyakan konsumen Indonesia telah memiliki persepsi yang kurang baik terhadap citra pasar tradisional. Ketika berbicara mengenai pasar tradisional yang ada dibenak para konsumen adalah becek, kotor, bau, semrawut, terlalu ramai, tidak aman, panas dan lain-lain. Pola pikir yang telah terbentuk tersebut menyebabkan pasar tradisional sulit untuk menarik konsumen kalangan menengah ke atas dan sulit berhadapan langsung dengan pasar moderen yang memberikan kenyamanan jauh dari pasar tradisional. Perubahan citra terhadap pasar tradisional perlu dilakukan secara bertahap agar pasar tradisional tidak kehilangan konsumennya. Sumber daya manusia yang tangguh dan berkualitas merupakan modal yang baik untuk dapat mengembangkan sebuah pasar. Hal ini tak hanya dilihat dari manajemen pengelola pasar tetapi juga dari sisi pedagang sebagai pelaku yang langsung berhubungan dengan konsumen akhir. Jumlah pedagang pasar tradisional yang mencapai 12,60 juta merupakan aset yang cukup besar bagi kontribusi peningkatan penerimaan negara. Jika pedagang yang banyak ini
50
memiliki kualitas yang baik, maka akan berpengaruh pada peningkatan perdagangan eceran melalui pasar tradisional. Pasar tradisional pun akan memiliki peran yang semakin strategis dalam pemberdayaan masyarakat dan perkembangan ekonomi suatu wilayah. Namun, kenyataannya para pedagang di pasar tradisional masih kurang profesional dalam mengelola barang dagangannya, diantaranya adalah pedagang pasar masih kurang apik dalam menjaga kebersihan barang dagangannya dan penampilan dari pedagang sendiri, pedagang belum cukup pandai dalam melihat perubahan tuntutan konsumen yang terjadi dan kurangnya pengetahuan mengenai peraturan perlindungan konsumen, kebanyakan pedagang belum memenuhi standar mutu dari produk yang dijualnya dan terkadang kurang transparan mengenai kondisi mutu produknya dan keakuratan timbangan, kesadaran yang rendah terhadap kedisiplinan, kebersihan dan ketertiban. Pihak pengelola pasar pun kurang memiliki keahlian dan keprofesionalan dalam mengelola sebuah pasar. Banyak pengelola pasar belum berfungsi dan bertugas secara efektif. Hal ini dapat dilihat dari pengelola pasar yang belum memikirkan kenyamanan dan kepentingan pedagang dan pengunjung pasar terutama dalam hal ketidakmampuan pengelola dalam merawat sarana fisik, fasilitas umum, penyediaan fasilitas dan infrastruktur yang baik, kurang transparan dan profesional dalam pengelolaan dana terutama dana retribusi yang dipungut dari para pedagang, belum memiliki wawasan yang memadai dalam mengembangkan pasar yang dikelolanya dan kreatif dalam melihat perubahan tren perdagangan eceran yang terjadi saat ini, belum cukup tegas dalam menegakkan peraturan yang berlaku dan mengakomodir kepentingan pedagang informal
51
disekitar pasar. dan infrastruktur pasar, serta penataan kios/lapak yang tidak beraturan (Departemen Perdagangan, 2006). Padahal terkait masalah fasillitas, sarana dan prasarana merupakan tanggung jawab pengelola pasar dalam memberikan keamanan, kenyamanan, kebersihan, keindahan sebuah pasar kepada para pengunjungnya terutama konsumen pasar tradisional. Modal merupakan faktor yang besar yang mempengaruhi seorang pedagang untuk mengembangkan usahanya. Para pedagang yang terdapat di pasar tradisional umumnya memiliki modal yang relatif kecil dan hanya sebagian kecil yang mempunyai modal yang cukup besar. Keterbatasan dalam permodalan ini dapat menjadi salah satu penyebab seorang pedagang tidak dapat mengembangkan usahanya. Akses informasi dan pengetahuan yang kurang memadai bagi pengelola pasar maupun pedagang menyulitkan pasar tersebut untuk tumbuh dan berkembang di era persaingan yang ketat dalam perdagangan eceran ini. Kurangnya
pemahaman
mengenai
peraturan
perlindungan
konsumen
menyebabkan pedagang kurang teliti dalam melihat kualitas barang yang dijualnya, apakah barang yang dijualnya aman dari berbagai kandungan zat kimia yang berbahaya atau apakah memang barangnya sudah layak untuk dijual. Kurangnya informasi dan pengetahuan pengelola dalam mengembangkan dan mengelola pasar dengan baik menyebabkan ketidakmampuan pasar tradisional menangkap perubahan tren lingkungan yang terjadi.
52
b.
Kondisi Permintaan Kondisi permintaan merupakan sifat dari permintaan pasar asal untuk
barang dan jasa industri. Jumlah penduduk yang besar merupakan peluang yang baik bagi perkembangan bisnis eceran terutama pasar tradisional. Bagi pasar tradisional, jumlah penduduk yang besar sekitar 220 juta jiwa dapat menjadi target yang potensial dalam rangka meningkatkan volume penjualan di pasar tersebut. Semakin besar jumlah penduduk berarti juga semakin besar kebutuhannya dalam memenuhi keperluan hidupnya sehari-hari yang dapat dipenuhi dengan berbelanja di pasar tersebut. Pendapatan
perkapita
masyarakat
yang
semakin
meningkat
mengindikasikan semakin besarnya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehari-harinya, sehingga dengan kondisi ini akan memberikan dampak positif bagi pasar tradisional sebagai saluran distribusi yang menyediakan barangbarang kebutuhan sehari-hari. Hal ini tentunya diasumsikan jika masyarakat lebih memilih pasar tradisional dalam memenuhi kebutuhannya. Hari-hari besar juga turut mendukung meningkatnya permintaan terhadap suatu produk sehingga meningkatkan peran pasar tradisional sebagai penyedia produk yang diinginkan masyarakat. Fenomena yang terjadi ketika hari-hari besar tiba seperti hari raya Idul Fitri, Idul Adha dan lain-lain akan meningkatkan volume barang yang dibutuhkan terutama barang-barang pangan. Dalam memenuhi kebutuhannya tersebut, umumnya masyarakat berbelanja di pasar tradisional.
53
Semakin globalnya kehidupan dan semakin besarnya dinamika kehidupan menyebabkan perubahan perilaku konsumen dalam berbelanja yang sekarang ini lebih menuntut produk yang berkualitas, aman dari bahan kimia yang berbahaya, dan lain-lain. Pasar tradisional dituntut untuk dapat menjual produk seperti yang mereka inginkan. Pasar tradisional masih dapat memenuhi tuntutan masyarakat dengan menyediakan produk yang berkualitas terutama produk-produk segar seperti sayur mayur, daging, ikan dan ayam. Saat ini pasar tradisional masih bermasalah dengan beredarnya produk-produk yang mengandung bahan kimia berbahaya seperti mie basah dan tahu yang mengandung formalin. Jika pasar tradisional dapat memenuhi permintaan konsumen dan dapat memberikan harga yang cukup bersaing maka hal ini tentu sangat baik dalam mendorong peningkatan daya saing pasar tersebut Perubahan selera dan atmosfer lingkungan akibat globalisasi menyebabkan konsumen semakin menuntut sebuah pasar atau tempat berbelanja yang tidak hanya sekedar memenuhi barang kebutuhan sehari-harinya tetapi juga dari sisi lain seperti kenyamanan, kebersihan, pelayanan dan lain-lain. Pada umumnya sebagian besar pasar tradisional belum dapat memenuhi tuntutan ini. Hal ini karena terbatasnya perhatian pengelola pasar untuk memelihara bangunan pasar dan kurang pedulinya pengelola dan pedagang sendiri dalam memberikan kenyamanan bagi konsumen. c.
Strategi Perusahaan, Struktur, dan Persaingan Strategi yang masih dimiliki pasar tradisional saat ini adalah brand image
bahwa pasar tradisional menjual barang dengan harga yang murah. Brand image
54
bahwa pasar tradisional menjual barang dengan harga murah dimata masyarakat diantaranya terbentuk dari pembelian barang dalam jumlah fleksibel dan bisa ditawar. Hal ini juga didukung oleh hasil survei AC Nielsen di beberapa kota besar di Indonesia bahwa pasar tradisional masih memiliki keunggulan dalam hal harga. Alasan konsumen untuk tetap mengunjungi pasar tradisional adalah 80% responden menyatakan bahwa pasar tradisional masih menawarkan harga yang lebih murah. Strategi harga ini seyogyanya dapat terus dipertahankan agar pasar tradisional dapat tetap eksis dan tidak ditinggalkan oleh konsumennya. Konsep tradisional seperti tawar menawar merupakan salah satu strategi yang juga dimiliki oleh pasar tradisional. Adanya interaksi dan hubungan dialogis antara pembeli dan penjual akan menciptakan keakraban dan kepuasaan tersendiri bagi konsumen yang menyukai konsep tawar menawar sehingga istilah ”langganan” bisa terbentuk. Para pelaku pasar tersebut tidak hanya berkomunikasi masalah barang yang diperdagangkan tetapi juga menyangkut hal yang lain. Hal ini dapat memberikan pengaruh positif untuk mendorong konsumennya kembali lagi berbelanja ke pasar tradisional. Strategi dari pedagang pasar tradisional sendiri masih mengabaikan sistem pelayanan yang baik untuk para pembelinya. Terkadang ada pedagang yang tidak ramah dan tidak memperhatikan etika atau tata krama dalam interaksinya dengan pembeli. Padahal jika strategi pelayanan yang baik diberikan kepada konsumennya, hal ini akan memberikan kesan dan citra yang baik. Kesan yang baik akan mendorong konsumen untuk berbelanja kembali ke pasar tradisional.
55
Strategi yang dilakukan oleh pesaing seperti pasar moderen lebih aktif, kreatif dan terpadu untuk dapat menarik perhatian konsumen Indonesia. Dimulai dari promosi di iklan, media elektronik, spanduk, brosur, sampai potongan harga/diskon telah dilakukan oleh pasar moderen. Dana yang dikeluarkan untuk pemasaran pun tak sedikit untuk bisa menghasilkan sesuatu yang lebih banyak dalam hal ini agar semakin banyak konsumen yang tertarik berbelanja di pasar moderen. Strategi dari sisi Pemerintah dalam menangani persaingan antara pasar tradisional dan moderen belum cukup membantu bagi perkembangan pasar tradisional. Sampai saat ini belum ada aturan yang jelas dan tegas seperti peraturan presiden mengenai lokasi, komoditi, waktu operasi. dan jarak antara pasar moderen dan pasar tradisional. Peraturan yang ada hanya sebatas tingkat keputusan menteri yang belum cukup efektif untuk dapat ditaati terutama Pemerintah Daerah. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Daerah menganggap bahwa kekuatan peraturan dari keputusan menteri yang ada setara dengan peraturan daerah yang acapkali diabaikan demi kepentingan pengembangan daerahnya. Sebagai salah satu contoh, dalam perizinan pembangunan pasar moderen di wilayah tingkat II, pemerintah daerah terkadang mengizinkan pasar moderen untuk berdiri di daerahnya tanpa ada izin khusus dari Menteri Perdagangan. Padahal dalam Keputusan Menteri Nomor 145/MPP/Kep/5/97 dan Nomor 57 tahun 1997 pasal 4 ayat 1 menyatakan penetapan lokasi pasar moderen di daerah tingkat II harus memperoleh izin secara khusus dari Menteri Perdagangan.
56
Kebijakan yang tidak sinergis dan koordinatif antara pemerintah pusat dan daerah dalam hal perizinan pertokoan moderen sehingga terkesan tumpang tindih juga turut mendorong posisi pasar tradisional semakin terjepit. Selain itu, belum tersosialisasinya bantuan kredit untuk para pedagang kecil baik yang berasal dari pemerintah maupun lembaga keuangan yang lain menyumbangkan kestagnanan para pedagang untuk dapat mengembangkan usahanya (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006). Struktur dari bisnis eceran ini lebih mendekati pasar persaingan sempurna. Hal ini dapat ditunjukkan dengan mudahnya perusahaan/pedagang untuk memasuki pasar bisnis eceran, barang yang diperjualbelikan bersifat homogen baik di pasar tradisional maupun di pasar moderen, banyaknya penjual dan pembeli (tidak ada batasan berapa banyak pedagang yang harus ada di bisnis ini dan pembeli merupakan pelaku yang memang membutuhkan barang yang dijual pasar tradisional maupun moderen), dan sebagainya. Persaingan yang terjadi dalam bisnis ini sangat dirasakan antara pasar tradisional dengan pasar moderen. Saat ini, pasar moderen seperti hypermarket sangat memberikan nuansa dan konsep yang berbeda yaitu konsep one stop shoppingnya yang dalam kurun waktu terakhir ini dapat menyedot konsumen dari berbagai kalangan. Pesaing dari pasar moderen ini semakin ekspansif dalam mengembangkan usahanya dan semakin kreatif dalam menarik minat konsumen untuk berbelanja di pasar tersebut. Persaingan yang terjadi terutama dalam hal harga dan komoditi yang diperjualbelikan.
57
Sisi positifnya adalah masing-masing pasar akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada konsumennya dan menawarkan harga yang murah bagi konsumen. Hal ini tentu dapat memicu pasar tradisional untuk dapat meningkatkaa daya saingnya jika ingin tetap bertahan dalam persaingan di bisnis eceran ini. Keuntungan bagi konsumen lainnya dari adanya persaingan ini adalah konsumen dapat memilih berbagai alternatif tempat berbelanja sesuai dengan keinginannya. Sedangkan sisi negatifnya bagi pasar tradisional adalah jika pasar tradisional tidak tanggap dan masih berdiam diri tanpa melakukan perubahan untuk meningkatkan daya saingnya, maka pasar tradisional dapat keluar dari persaingan. Artinya adalah pasar tradisional tidak dapat eksis dalam persaingan ini. d.
Indutri Pemasok dan terkait Pemasok merupakan salah satu pihak pendukung yang penting bagi bisnis
eceran dalam menyediakan pasokan barang-barang yang akan dijual di pasar tradisional. Rantai distribusi pasar tradisional untuk saat ini masih panjang untuk beberapa jenis barang sehingga menyebabkan inefisiensi. Hal ini tentu berdampak pada mahalnya harga jual pada beberapa barang dan terkadang kualitas barang tidak terjaga dengan baik. Sedangkan pasar moderen, rantai distribusinya hanya melalui dua tahap dari produsen langsung ke distribution centre masing-masing pasar moderen sehingga biaya transportasi, tenaga, waktu bisa lebih efisien dan harga jual pun relatif lebih murah. Namun, umumnya pemasok barang-barang di pasar tradisional menyediakan barang dalam siklus harian sehingga barang-barang yang dijual dapat lebih segar.
58
5.2.
Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-hari
5.2.1. Karekteristik Responden Responden dalam penelitian ini adalah Ibu Rumah Tangga (IRT) yang tinggal di kota dan kabupaten Bogor. Berdasarkan Gambar 5.2., usia IRT yang menjadi responden sebagian besar berusia 31-40 tahun (51 persen) dan yang paling kecil adalah berusia 61-70 tahun (1 persen).
8% 1% 27% 13%
21-30 tahun 31-40 tahun 41-50 tahun 51-60 tahun 61-70 tahun 51%
Gambar 5.2. Usia Responden Pada Gambar 5.3., sebagian besar tingkat pendidikan dari responden adalah tamatan SMU (32 persen) sedangkan tingkat pendidikan yang paling kecil respondennya adalah tamatan S2 (2,1 persen). Hal ini terkait dengan tamatan S2 yang jarang ditemui di lokasi pengambilan contoh yaitu tempat-tempat umum.
35 30 25 20
Persen
15 10 5 0 Tamat SD
Tamat SLTP
Tamat SMU
Tamat Tamat S1 Tamat S2 Diploma
Gambar 5.3. Pendidikan Responden
59
Pekerjaan responden sebagian besar adalah IRT yang tidak bekerja (51 persen). Sedangkan IRT yang bekerja sebagai pegawai negeri, buruh, guru, karyawan honorer, wiraswasta, dan sebagainya sebanyak 48 persen (Gambar 5.4.).
51.5 51 50.5 50 49.5 49 48.5 48 47.5 47 46.5
Persen
IRT tidak bekerja
IRT yang bekerja
Gambar 5.4. Pekerjaan Responden Pendapatan rata-rata keluarga perbulan responden sebagian besar berjumlah kurang dari satu juta sebanyak 41 persen. Sedangkan responden yang pendapatan rata-rata keluarganya perbulan lebih dari lima juta mempunyai persentase peling kecil sebesar 2 persen (Gambar 5.5.).
7%
2%
4%
< 1 juta 41%
16%
1-2 juta 2-3 juta 3-4 juta 4-5 juta > 5 juta
30%
Gambar 5.5. Pendapatan Rata-Rata Keluarga Perbulan 5.2.2. Hubungan Preferensi Masyarakat dalam Berbelanja dengan Faktor Pribadi, Pola dan Perilaku Belanja
Preferensi masyarakat dalam berbelanja kebutuhan sehari-hari dipengaruhi oleh berbagai faktor baik yang sifatnya internal maupun eksternal. Setiap Ibu
60
Rumah Tangga (IRT) tidak bebas untuk melakukan segala sesuatu yang diinginkan karena terkendala oleh waktu, pendapatan, pekerjaan yang merupakan bagian dari faktor pribadi dan banyak faktor lain dalam menentukan pilihannya berbelanja. Penjelasan mengenai hubungan antara preferensi belanja dengan kategori tertentu dengan mengelompokkan preferensi masyarakat yang belanjanya ke pasar tradisional, pasar moderen dan lainnya (dalam artian selain pasar tradisional dan pasar moderen, contohnya warung). Hal ini dilakukan agar dapat melihat karakteristik yang lebih spesifik dari masing-masing preferensi masyarakat dalam berbelanja. Tabel 5.1. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pekerjaan Preferensi masyarakat dalam berbelanja Pasar Moderen Pasar Tradisional Lainnya
Pekerjaan (persen) IRT yang tidak bekerja IRT yang bekerja 41.40 58.60 45.20 54.80 73.10 26.90
Berdasarkan Tabel 5.1, baik IRT yang preferensi belanjanya ke pasar moderen maupun pasar tradisional sebagian besar merupakan IRT yang bekerja (58,60 persen). Sedangkan IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) umumnya IRT yang tidak bekerja (73,10 persen). Hal ini dikarenakan IRT yang tidak bekerja biasanya terkendala dalam masalah jarak yang jauh dari tempat tinggalnya ke kedua pasar tersebut, keefisienan waktu dan biaya terutama biaya transportasi serta ada kaitannya dengan motivasi IRT dalam berbelanja. Kaitannya dengan motivasi berbelanja dibuktikan dari hasil survei bahwa IRT yang preferensi belanjanya ke pasar moderen dan pasar tradisional sebagian besar mempunyai motivasi berbelanja
61
yaitu belanja barang sekaligus jalan-jalan (53 persen) sedangkan IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) mempunyai motivasi hanya belanja barang tertentu saja (73,10 persen). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IRT yang preferensi belanjanya ke pasar moderen didominasi oleh IRT yang pendapatannya kurang dari satu juta hingga tiga juta masing-masing sebesar 27,60 persen. Hal ini dapat menunjukkan bahwa pasar moderen telah dapat menggarap konsumen dari berbagai kalangan termasuk kalangan berpendapatan rendah seperti IRT yang berpendapatan kurang dari satu juta. IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional didominasi oleh IRT yang memiliki pendapatan kurang dari satu juta sebesar 42,90 persen. Dominasi kalangan IRT yang berpendapatan di bawah satu juta ini menunjukkan bahwa pasar tradisional masih memiliki brand image harga lebih murah sehingga terjangkau bagi kalangan tersebut. Brand image ini diduga bisa disebabkan karena faktor pembelian barang dalam jumlah fleksibel dan bisa ditawar di pasar tradisional. Tabel 5.2. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pendapatan Preferensi masyarakat dalam berbelanja Pasar Moderen Pasar Tradisional Lainnya
Pendapatan (persen) < 1 juta
1-2 juta
2-3 juta
3-4 juta
4-5 juta
> 5 juta
27.60 42.90 53.80
27.60 23.80 38.50
27.60 16.70 3.80
3.40 4.80 3.80
13.80 7.10 .00
.00 4.80 .00
Bagi IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) didominasi oleh IRT yang berpendapatan di bawah satu juta sebesar 53,80 persen yang dapat dilihat pada Tabel 5.2, upah/gaji yang diperoleh pada umumnya adalah gaji harian dan biasanya mereka terkendala
62
dalam masalah biaya transportasi yang akan menjadi beban pengeluaran sehingga seperti warunglah yang menjadi tempat pilihan belanja relevan bagi mereka. Berdasarkan Tabel 5.3, IRT yang preferensi belanjanya ke pasar moderen sebagian besar
mempunyai pola belanja bulanan (58,60 persen). IRT ini
umumnya adalah wanita yang bekerja sehingga mempunyai waktu luang yang sempit untuk melakukan aktivitas belanja dibandingkan dengan IRT yang tidak bekerja dan biasanya barang kebutuhan yang dibeli adalah barang atau produk yang tahan lama. Tabel 5.3. Hubungan antara Preferensi Belanja dengan Pola Belanja Preferensi masyarakat dalam berbelanja Pasar Moderen Pasar Tradisional Lainnya
Belanja harian 3.40 35.70 92.30
Pola belanja Belanja mingguan 37.90 45.20 .00
Belanja bulanan 58.60 19.00 7.70
IRT yang preferensi belanja ke pasar tradisional sebagian besar mempunyai pola belanja mingguan (45,20 persen). IRT ini biasanya membeli kebutuhannya dalam jumlah relatif banyak terutama bahan pangan seperti sayur mayur, buah-buahan, daging dan ikan yang dapat disimpan dalam lemari es. Selain karena IRT ini mempunyai waktu yang relatif sempit, pola belanja mingguan dapat menghemat biaya transportasi dan tenaga. IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) sebagian besar mempunyai pola belanja harian (92,30 persen). Hal ini terkait dengan upah atau gaji yang didapat keluarga biasanya adalah gaji harian sehingga IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) lebih memilih belanja dengan siklus harian. Selain itu, dengan melakukan pola belanja harian, mereka tak perlu
63
lagi mengeluarkan biaya transportasi ke pasar karena cukup hanya berjalan kaki ke warung yang dituju. Umumnya biaya ini memang bisa memberatkan karena setiap hari harus dikeluarkan. Berdasarkan hasil survei, bagi IRT yang preferensi belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) memang sebagian besar berjalan kaki ke warung yang dituju (96,20 persen). Sedangkan untuk IRT yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional maupun moderen sebagian besar menggunakan kendaraan umum yang dapat dilihat pada Tabel 5.4. Tabel 5.4. Hubungan antara Preferensi dengan Kendaraan yang Digunakan Kendaraan yang Digunakan (persen) Preferensi Masyarakat Dalam Berbelanja Pasar moderen Pasar tradisional Lainnya
Jalan Kaki 13.80 26.20 96.20
Motor
Mobil
34.50 11.90 3.80
10.30 11.90 .00
Kendaraan Umum 41.40 50 .00
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IRT yang preferensi belanjanya baik di pasar moderen, pasar tradisional maupun lainnya seperti warung sebagian besar jarang membeli barang yang diluar rencana ketika berbelanja (Tabel 5.5). Hal ini menunjukkan impuls buying atau rangsangan karena melihat display dari berbagai produk yang dijual di masing-masing tempat kurang berpengaruh bagi IRT untuk belanja diluar rencana. Salah satu penyebabnya adalah adanya kendala dalam budget yang dikeluarkan. IRT dituntut untuk lebih arif dan hemat dalam mengeluarkan uang untuk keperluan kebutuhan rumah tangganya. Tabel 5.5. Berbelanja di luar Rencana atau Tidak Terduga (Impuls buying) Impuls Jumlah Persen
Tidak ada pilihan 3 3.10
Selalu 9 9.30
Sering 27 27.80
Jarang 55 56.70
Tidak Pernah 3 3.10
64
Baik responden yang tinggal di Kota maupun Kabupaten Bogor khususnya untuk IRT yang preferensi belanjanya ke pasar moderen, dari sepuluh nama pasar moderen IRT paling banyak memilih Yogya sebagai tempat berbelanja yang mereka datangi dengan persentase sebesar 20,70 persen. Urutan selanjutnya adalah Ramayana Supermarket (17,20 persen), Indomaret (13,80 persen), AlAmien Swalayan
(13,80 persen), Giant (6,90 persen), Superindo (6,90 persen),
Carrefour (3,40 persen), Ngesti (3,40 persen) dan Amanah Swalayan (3,40 persen). Tabel 5.6. Hubungan Preferensi ke-1 dan Preferensi ke-2 Masyarakat dalam Berbelanja Preferensi ke-1 masyarakat dalam berbelanja
Preferensi ke-2 (persen) Warung
Pasar Tradisional
Pasar Moderen
Grosiran
36.70
13.30
3.30
Tidak ada Preferensi
Pasar moderen
43.30
Pasar Tradisional
21.40
4.80
71.4
2.40
0
4.00
48.00
44.00
.00
4.00
Lainnya
3.30
Berdasarkan Tabel 5.6 IRT yang preferensi pertama belanjanya ke pasar moderen, sebagian besar preferensi keduanya adalah selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) sebesar 43,40 persen. IRT yang preferensinya ke pasar moderen umumnya wanita yang bekerja yang mempunyai waktu luang yang relatif sempit sehingga warung merupakan preferensi kedua yang cukup relevan untuk memenuhi kebutuhannya. Waktu yang diperlukan pun untuk belanja di selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) relatif singkat, jarak pun terjangkau karena biasanya dekat dengan tempat tinggal dan tidak membutuhkan banyak tenaga serta biaya transportasi untuk dikeluarkan. IRT yang preferensi pertama belanjanya ke pasar tradisional sebagian besar preferensi keduanya adalah pasar moderen (71,40 persen). Pelayanan,
65
kenyamanan dan fasilitas pendukung yang ada di tempat tersebut cukup menarik perhatian IRT untuk memilihnya sebagai tempat yang relevan memenuhi kebutuhannya. Sedangkan IRT yang preferensi pertama belanjanya ke selain pasar tradisional dan pasar moderen (seperti warung) sebagian besar preferensi keduanya adalah pasar tradisional (48 persen). Pasar tradisional merupakan preferensi kedua dalam berbelanja karena IRT ini menilai harga yang relatif murah, terjangkau, pembelian fleksibel dan harga bisa ditawar merupakan alasan bagi mereka untuk memilih pasar tradisional sebagai tempat belanja yang cukup relevan dengan kondisi keuangan mereka. 65.45
70 60 50 40 30 20 10 0
31.03
36.21
32.76
persen
tid P ro du k
H ar ga
tid ak
pa st i
ak S ul te it rja m m en in em uk B ec an ek ki ,k os ot or ,b au ,d ll K ur an g am an
18.97
Gambar 5.6. Alasan Konsumen Kurang Menyukai Belanja di Pasar Tradisional
Pada Gambar 5.6 alasan konsumen kurang menyukai belanja di pasar tradisional yang pertama seperti becek, kotor, dan bau dengan persentasenya sebesar 65,45 persen. Kondisi tersebut membuat enggan sebagian besar konsumen untuk berkunjung ke pasar tradisional dan memilih tempat lain yang lebih nyaman dalam berbelanja. Berdasarkan uraian diatas, pasar tradisional masih mempunyai peluang untuk dapat menggarap konsumennya dari berbagai segmen pendapatan keluarga
66
IRT. Hal ini terlihat pada Tabel 5.2 yang menunjukkan bahwa hampir setiap segmen pendapatan mempunyai preferensi belanja ke pasar tradisional. Selain itu, anggapan bahwa pasar tradisional lebih disukai oleh kalangan IRT yang tidak bekerja tak selamanya benar. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa IRT yang bekerja ternyata juga mempunyai preferensi belanja ke pasar tradisional dan persentasenya lebih besar dibandingkan dengan IRT yang tidak bekerja. Berdasarkan Tabel 5.1 preferensi IRT yang belanjanya ke pasar tradisional memiliki perbedaan persentase yang kecil antara IRT yang bekerja dan tidak bekerja sebesar 9,80 persen. Hal ini merupakan peluang bagi pasar tradisional dimana penggarapan konsumennya dapat lebih ditingkatkan untuk menarik konsumen dari kalangan IRT yang bekerja. Selain itu, pasar tradisional masih mempunyai peluang untuk memperbaiki pasar agar paradigma becek, bau, kotor, dll dimata masyarakat dapat berubah. 5.2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Dalam Berbelanja Kebutuhan Sehari-Hari di Pasar Tradisional
Berdasarkan hasil pengolahan data dengan menggunakan software EViews 4.1 dengan menggunakan model Binary (Probit) didapatkan hasil seperti
pada Tabel 5.7. Nilai Probability LR stat sebesar 0,00000413 atau 4,13 x 10-6. Nilai ini lebih kecil dari taraf nyata yang digunakan (α = 10 persen), jika H0 = variabel-variabel independen tidak berpengaruh nyata terhadap variabel dependen dan H1 = variabel-variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen, karena 0,00000413 < 0,10 maka tolak H0. Hal ini berarti secara bersama-sama variabel-variabel independen berpengaruh nyata terhadap variabel dependen.
67
Tabel 5.7. Hasil Estimasi Model Binary (Probit) Variable PENDAPATAN INTENSITAS_BELANJA KUALITAS KEBERSIHAN KENYAMANAN C LR statistic (5 df) Probability(LR stat)
Coefficient 1.92E-07 0.064666 0.305387 0.263759 0.285387 -3.184963
Prob. 0.0967 0.0002 0.0950 0.0892 0.0679 0.0001 32.79892 4.13E-06
Keterangan : * taraf nyata α = 10 persen Variabel pendapatan berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar 1,92 x 10-7 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf nyata 10 persen artinya semakin tinggi pendapatan semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Hal ini tidak sesuai dengan hipotesis awal yang menyatakan bahwa semakin rendah pendapatan semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Penyebab ini diduga karena dalam pengambilan sample tidak dirancang untuk melihat preferensi masyarakat berbelanja dari perkelompok pendapatan sehingga tidak dapat dilihat bagaimana perilaku dari masing-masing kelompok pendapatan. Oleh karena itu, perlu ada penelitian lebih lanjut untuk mengetahui keterkaitan preferensi masyarakat dalam berbelanja dengan masingmasing kelompok pendapatan. Variabel intensitas berbelanja berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar 0,064666 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf nyata 10 persen. Semakin banyak intensitas IRT belanja di pasar tradisional semakin besar peluang IRT preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Hal ini terkait dengan kebiasaan dan rutinitas yang dilakukan IRT karena
68
umumnya seseorang yang sering melakukan aktivitas yang sama pada tempat yang sama akan mempunyai kecenderungan untuk lebih menyukai terhadap kegiatan yang sering dilakukan tersebut termasuk tempatnya dalam hal ini tempat berbelanja. Variabel kualitas berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar 0,305387 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf nyata 10 persen. Barang berkualitas yang diperdagangkan merupakan barang yang diperlukan masyarakat dalam meningkatkan asupan gizi dan kualitas kesehatan. Hal ini tentu akan berpengaruh pada semakin besarnya peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional dengan semakin berkualitasnya barang yang diperdagangkan di pasar tradisional. Variabel kebersihan berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar 0,263759 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf nyata 10 persen. Secara alamiah, setiap orang menyukai kebersihan sama halnya dengan kebersihan pasar. Pasar yang bersih tentu akan memberikan rasa nyaman bagi konsumen yang berbelanja di pasar tersebut sehingga kebersihan pasar akan menjadi salah satu pertimbangan konsumen dalam memilih tempat berbelanja. Oleh karena itu, semakin bersih kondisi pasar tradisional maka semakin besar pula peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Variabel kenyamanan berpengaruh positif dengan nilai koefisien sebesar 0,285387 dan signifikan terhadap preferensi belanja di pasar tradisional pada taraf nyata 10 persen. Semakin nyaman pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat untuk preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Kenyamanan
69
pengunjung dan konsumen pasar menjadi faktor penting yang perlu diperhatikan dan segera dibenahi. Alasannya adalah orang yang tidak merasa nyaman dengan suatu tempat dalam hal ini pasar maka ia akan berusaha mencari alternatif tempat lain yang membuat dirinya merasa nyaman. Ukuran kenyamanan dapat dilihat diantaranya dari sarana dan prasarana yang mendukung, kondisi pasar dan lingkungan pasar baik dari segi fisik, pelayanan dari pedagang, dan lain-lain. 5.3.
Strategi Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional
Pasar tradisional merupakan sebuah perwujudan eksisitensi kegiatan ekonomi yang telah melembaga lama. Bila ditinjau dari kepentingan produsen maka pasar merupakan sarana untuk memasarkan barang yang diproduksinya. Bagi kepentingan konsumen, maka pasar merupakan penyedia barang dengan harga wajar untuk memenuhi kebutuhannya sehari-hari (Direktorat Bina Pasar dan Distribusi, 2005). Telah lamanya pasar tradisional melembaga dalam kehidupan masyarakat Indonesia dan terjangkaunya harga barang yang dijual di pasar tradisional tidak menjadikan pasar ini tetap eksis menguasai semua pangsa penjualan kebutuhan sehari-hari masyarakat Indonesia. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pasar tradisional masih mempunyai potensi dan peluang yang cukup besar untuk bisa dikembangkan, diantaranya
pasar
tradisional
dapat
lebih
meningkatkan
penggarapan
konsumennya dari berbagai segmen pendapatan keluarga IRT dan kalangan IRT yang bekerja. Berdasarkan hasil survey, 100 persen responden baik yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional maupun selain pasar tradisional (pasar moderen dan warung) menyatakan bahwa pasar tradisional masih tetap
70
dibutuhkan oleh masyarakat di zaman sekarang maupun yang akan datang dengan berbagai alasan diantaranya karena harganya terjangkau, produk-produk seperti ayam, sayur mayur, daging, ikan lebih segar di pasar tradisional, masih ada kalangan bawah yang memerlukan pasar tradisional, barangnya lengkap, dan sebagainya. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pasar tradisional tetap dibutuhkan oleh berbagai kalangan masyarakat dan harus tetap dipertahankan. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi peningkatan daya saing pasar tradisional. Berdasarkan hasil analisis daya saing pasar tradisional dengan pendekatan porter’s diamond dan faktor-faktor yang mempengaruhi preferensi masyarakat
dalam berbelanja dirumuskanlah suatu strategi yang diharapkan dapat dijadikan pertimbangan pihak-pihak terkait. Strategi peningkatan daya saing ini akan lebih terintegrasi apabila dalam pelaksanaannya memperhatikan skala prioritas yang dapat dilihat dari sudut pandang situasi dan kondisi pasar tradisional saat ini, tahap-tahapannya diantaranya adalah sebagai berikut : 1.
Pembenahan fisik pasar khususnya pada bangunan pasar beserta
pembagian zona komoditinya: pembenahan disini maksudnya tidak mengharuskan kondisi pasar yang baru sama sekali atau sesuai dengan keinginan konsumen secara instan, tetapi bisa dilakukan secara perlahan sehingga anggaran yang dibutuhkan dapat disesuaikan dengan kemampuan pemerintah pusat maupun daerah dan pola pembiayaan menggunakan sistem kemitraan antara pemerintah dan swasta (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006) atau pemerintah daerah dapat memberikan alokasi dana yang cukup memadai bagi pasar tradisional terutama dana untuk pemeliharaan bangunan,
71
sarana dan prasarana pasar tradisional (alokasi dana dapat berasal dari pajak dan retribusi pasar yang dipungut), perbaikan infrastruktur dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti tempat parkir yang memadai, arena bermain anak-anak, dan sebagainya. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond diketahui bahwa pasar tradisional belum dapat memenuhi tuntutan
konsumen diluar sisi harga seperti kenyamanan, bangunan pasar sebagian besar relatif tua dan terkesan kumuh, kondisi infrastruktur yang kurang baik dan memadai di pasar tradisional umumnya adalah lahan parkir yang masih sempit, pencahayaan, sirkulasi udara dan sistem drainase yang kurang baik, saluran air bersih dan kotor yang tidak terawat dan kurang memadai, fasilitas umum dan fasilitas sosial seperti ATM, toilet dan tempat ibadah kurang memadai, bangunan fisik yang sudah tua, terkesan kumuh, dan sebagainya. Hasil analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi IRT berbelanja di pasar tradisional adalah kenyamanan yang berpengaruh positif artinya semakin nyaman pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat untuk preferensi belanjanya ke pasar tradisional. 2.
Pemeliharaan secara rutin dan teratur kondisi fisik bangunan, sarana dan
prasarana penunjang lainnya serta pemberian reward bagi pasar tradisional terbersih. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond diketahui bahwa kebanyakan konsumen Indonesia telah memiliki persepsi yang kurang baik terhadap citra pasar tradisional. Ketika berbicara mengenai pasar tradisional yang ada dibenak para konsumen seperti becek, kotor, bau, semrawut, terlalu ramai, tidak aman, dan panas. Hasil analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor
72
yang mempengaruhi preferensi IRT dalam berbelanja di pasar tradisional adalah kebersihan pasar yang berpengaruh positif artinya semakin bersih pasar tradisional semakin besar peluang masyarakat untuk preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Selain itu, dari analisis hubungan preferensi IRT didapatkan bahwa alasan konsumen kurang menyukai belanja di pasar tradisional sebagian besar karena faktor kondisi pasar yang becek, bau, kotor, dll (65,45) persen. 3.
Pasar tradisional harus tetap mempertahankan dan meningkatkan kualitas
barang yang diperjualbelikan terutama untuk produk-produk segar dengan memperhatikan sistem pengepakan yang baik dalam pengiriman barang dari produsen ke pasar tradisional, sistem penyortiran barang, penginformasian bahan kandungan produk yang bebas dari bahan kimia yang berbahaya dan kandungan gizi dari barang-barang yang dijual di pasar tradisional, pengawasan mutu barang yang akan dijual di pasar tradisional untuk beberapa barang tertentu seperti tahu, mie basah, daging, dan barang yang tidak tahan lama lainnya, serta pembuatan standarisasi barang yang diperjualbelikan di pasar tradisional terutama barang yang tidak tahan lama. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond diketahui bahwa sampai saat ini pasar tradisional masih dapat memberikan barang yang berkualitas terutama untuk produk-produk segar seperti ayam, sayur mayur, daging, dan ikan namun konsumen terkadang masih khawatir dengan beredarnya produk-produk yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti formalin. Analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi IRT berbelanja di pasar tradisional adalah kualitas barang yang baik yang dijual di pasar tradisional berpengaruh positif, artinya semakin besarnya peluang
73
masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional dengan semakin berkualitasnya barang yang diperdagangkan di pasar tradisional. 4.
Pertahankan konsep tawar menawar dan pembuatan standarisasi pelayanan
di masing-masing pasar tradisional. Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond diketahui bahwa konsep tradisional seperti tawar menawar merupakan
salah satu strategi yang juga dimiliki oleh pasar tradisional. Adanya interaksi dan hubungan dialogis antara pembeli dan penjual akan menciptakan keakraban dan kepuasaan tersendiri bagi konsumen yang menyukai konsep tawar menawar sehingga istilah ”langganan” bisa terbentuk. Para pelaku pasar tersebut tidak hanya berkomunikasi masalah barang yang diperdagangkan tetapi juga menyangkut hal yang lain. Hal ini dapat memberikan pengaruh positif untuk mendorong konsumennya kembali lagi berbelanja ke pasar tradisional. Analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi IRT berbelanja di pasar tradisional adalah intensitas belanja yang berpengaruh positif artinya semakin meningkat intensitas masyarakat belanja semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. 5.
Melakukan acara promosi-promosi atau kegiatan peluncuran produk-
produk baru yang dapat bekerjasama dengan pihak produsen terkait dan menyelenggarakan event-event khusus seperti ”satu hari full diskon” atau ”hari pelanggan” di seluruh pasar tradisional yang ada di Indonesia, dimana dalam satu waktu tertentu para pedagang melakukan kegiatan yang unik seperti berpakaian seragam daerah dalam upaya menciptakan daya tarik pasar dan menarik para konsumen agar senang belanja di pasar tradisional (Departemen Perdagangan,
74
2006). Hal ini dikarenakan dari hasil analisis porter’s diamond diketahui bahwa pendapatan perkapita masyarakat yang semakin meningkat mengindikasikan semakin besarnya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhan sehariharinya, sehingga dengan kondisi ini akan memberikan dampak positif bagi pasar tradisional sebagai saluran distribusi yang menyediakan barang-barang kebutuhan sehari-hari. Analisis probit didapatkan bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi preferensi IRT berbelanja di pasar tradisional adalah pendapatan yang berpengaruh positif artinya semakin meningkatnya pendapatan semakin besar peluang masyarakat yang preferensi belanjanya ke pasar tradisional. Selain dari hasil analisis probit dan porter’s diamond untuk merumuskan strategi peningkatan daya saing pasar tradisional, kebijakan yang mendukung dari pihak pemerintah sangat diperlukan, rekomendasi kebijakan yang dapat dipertimbangkan adalah sebagai berikut: 1.
Perlu adanya harmonisasi dan konsistensi kebijakan pemerintah lebih
diarahkan untuk menumbuhkan profesionalitas pasar tradisional (Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri, 2006). 2.
Pengawasan
yang
lebih
ketat
terhadap
implementasi
kebijakan
administrasi untuk perizinan pasar moderen dan sanksi yang tegas terhadap pihak yang melanggarnya. Selama ini pemerintah belum cukup tegas dalam menegakkan peraturan yang telah dibuat terbukti dengan masih banyaknya pasar moderen yang belum mempunyai izin usaha dari pemerintah pusat. 3.
Percepatan pembuatan peraturan presiden yang mengatur masalah jarak,
komoditi, waktu, zonasi, dan sebagainya. Butir-butir penting yang dapat
75
dipertimbangkan untuk peraturan presiden, yaitu zonasi dan persyaratan pendirian (Pemda wajib menetapkan rencana detail RTRW agar sesuai dengan jumlah konsumen dan jumlah pasar yang dibutuhkan masyarakat di daerahnya), penetapan waktu untuk pasar moderen 10.00-22.00, melakukan kemitraan dengan UKM sebagai pemasok barang dagangan pasar tradisional (Departemen Komunikasi dan Informasi, 2007). 4.
Pemberian bantuan kredit kepada para pedagang yang dapat diambil dari
anggaran pemerintah atau pemerintah bekerjasama dengan lembaga keuangan seperti bank, BPR, dan BMT untuk penyediaan dana pinjaman 5.
Pengawasan dan pemberian saran dari asosiasi pedagang pasar terhadap
kebijakan-kebijakan pemerintah yang kurang mendukung terhadap kelangsungan pasar tradisional. Adanya kerjasama dan koordinasi pihak eksternal (Pemerintah) pengelola dan pedagang), diharapkan peningkatan daya saing pasar tradisional dapat diwujudkan. Gambar 5.7. mengilustrasikan strategi peningkatan daya saing pasar tradisional. Strategi peningkatan daya saing pasar tradisional secara makro tersebut dan kebijakan pendukung dari pihak pemerintah tidak akan terwujud jika di tingkat mikro yaitu pengelola dan pedagang pasar tidak melakukan peningkatan terhadap kualitas dan kepedulian mereka terhadap pasar tradisional. Oleh karena itu, diperlukan perbaikan-perbaikan dari perangkat internal pasar (pengelola dan pedagang pasar) seperti: 1.
Upaya penyadaran para pedagang dan pengelola pasar akan pentingnya
membuat rasa nyaman, bersih dan tertib untuk konsumen pasar tradisional.
76
Melakukan pembinaan terhadap pedagang yang dapat dilakukan oleh Pemerintah Daerah/Kota (misalnya Dinas Pengelola Pasar, Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah, Dinas Industri dan Perdagangan) dengan koperasi pasar dan asosiasi pedagang pasar dalam rangka perbaikan BPSP (Behaviour, Performance, Service and Profesionalism).
3.
Efisiensi jumlah pengelola pasar dan pemilihan secara seletif pengelola
pasar yang mempunyai skill (bertanggangjawab, kreatif, totalitas dan loyal terhadap pekerjaan). 4.
Pemberian insentif yang wajar dan layak kepada para pengelola.
5.
Pembinaan terhadap pengelola pasar mengenai pentingnya melayani dan
membuat nyaman pengunjung dengan melakukan pemeliharaan terhadap infrastruktur, kebersihan, keamanan dan ketertiban pasar, pengaturan tata letak kios baik dilihat dari segi arsitektur hingga teknis pengelompokkan zona barang yang diperdagangkan. Misalnya seperti pembersihan tempat dilakukan secara terus menerus, tidak berdasarkan jadwal, tetapi situasional berdasar keadaan di tempat, setiap blok kios terdapat petugas keamanan yang bertanggungjawab melakukan pengawasan secara reguler, melakukan pengecekan secara rutin terhadap sarana dan prasarana pasar, dan lain-lain. 6.
Pengelola pasar harus melakukan pengawasan yang ketat dan bersikap
tegas dalam menegakkan aturan tata tertib berdagang yang telah ditetapkan baik kepada Pedagang Kaki Lima maupun pedagang yang tidak taat peraturan. 7.
Pengelola dan pedagang pasar bekerjasama dalam menciptakan suasana
pasar yang diinginkan bersama dan hubungan yang harmonis diantara keduanya.
77
Analisis porter’s diamond:belum dapat memenuhi tuntutan diluar sisi harga seperti kenyamanan, bangunan pasar sudah relatif tua dan terkesan kumuh, kondisi infrastruktur yang kurang baik dan memadai Analisis probit adalah variabel kenyamanan pasar Analisis porter’s diamond : persepsi yang kurang baik terhadap citra pasar tradisional seperti becek, kotor, bau, semrawut, terlalu ramai, tidak aman, panas dan lain-lain. Analisis probit adalah variabel kebersihan pasar Analisis porter’s diamond: barang yang berkualitas terutama untuk produkproduk segar seperti ayam, sayur mayur, daging, dan ikan namun konsumen terkadang masih khawatir dengan beredarnya produk-produk yang mengandung bahan-bahan kimia berbahaya seperti formalin. Analisis probit adalah variabel kualitas barang Analisis porter’s diamond: masih mengabaikan sistem pelayanan, konsep tawar menawar Analisis probit adalah variabel intensitas belanja Analisis porter’s diamond: pendapatan perkapita masyarakat yang semakin meningkat mengindikasikan semakin besarnya daya beli masyarakat dalam memenuhi kebutuhannya Analisis probit adalah variabel pendapatan
Strategi: Pembenahan fisik pasar khususnya pada bangunan pasar beserta pembagian zona komoditinya, perbaikan infrastruktur dan penyediaan sarana dan prasarana penunjang lainnya seperti tempat parkir yang memadai dan arena bermain anak-anak.
Strategi : Pemeliharaan secara rutin dan teratur kondisi fisik bangunan, sarana dan prasarana penunjang lainnya serta pemberian reward bagi pasar tradisional terbersih. Strategi:Pasar tradisional memperhatikan sistem pengepakan yang baik dalam pengiriman barang dari produsen ke pasar tradisional, sistem penyortiran barang, penginformasian bahan kandungan produk yang bebas dari bahan kimia yang berbahaya dan informasi kandungan gizi dari barang yang dijual, pengawasan mutu barang yang akan dijual di pasar tradisional untuk beberapa barang tertentu, pembuatan standarisasi produk yang diperjualbelikan di pasar tradisional terutama barang yang tidak tahan lama. Strategi : Pembuatan standarisasi pelayanan di masing-masing pasar tradisional dan konsep tawar menawar tetap dipertahankan di pasar tradisional Strategi : Pasar tradisional melakukan acara promosi-promosi atau kegiatan peluncuran produk-produk baru yang dapat bekerjasama dengan pihak produsen terkait dan menyelenggarakan event-event khusus
Gambar 5.7. Rekomendasi Strategi Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional
81
DAFTAR PUSTAKA
APPSI. 2007. “Konsepsi Pasar Ideal Transformasi Nilai-Nilai Moderen ke Pasar Tradisional”. Jakarta. Arief, S. 1993. Metodologi Penelitian Ekonomi. UI Press, Jakarta. Bisnis Indonesia. 2005. “75% Pasar Tradisional Tak Layak untuk Berdagang”.[13 Juli 2005] Capricorn Indonesia Consult. 2000. “Studi Perkembangan Ritel di Indonesia”. PT. Cappricorn Indonesia Consult, Jakarta. CESS. 1998. “Dampak Krisis Ekonomi dan Liberalisasi Perdagangan Terhadap Strategi dan Arah Pengembangan Pedagang Eceran Kecil-Menengah di Indonesia”. TAF dan USAID, Jakarta. Danang. 2006.”Hasil Riset AC Nielsen Pasar Modern Terus Geser Peran Pasar Tradisional”.http://www.sinarharapan.co.id/ekonomi/promarketing/200 4/0622/prom1.html.[21 Juni 2006] Departemen Komunikasi dan Informasi. 2007. “Kebijakan untuk Peningkatan Daya Saing Pasar Tradisional”. Jakarta. http://www.depkominfo.go.id/?act=detail&mod=berita&view=1&id=B RT070523085001.[22 Mei 2007] Departemen Perdagangan. 2006.”Pusat Distribusi”.http://www.depdag.go.id.[5 Juli 2006] Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jawa Barat. 2007. “Sarana Pasar di Jawa Barat”. http://www.disperindag-jabar.go.id/?pilih=hal&id=15. [18 Agustus 2007] Dinas Perindustrian, Perdagangan dan Koperasi Kota Bogor. 2007. “Daftar Pasar Tradisional Wilayah Kota Bogor”. Direktorat Bina Pasar dan Distribusi. 2005. Pedoman Pengelolaan Pasar. Departemen Perdagangan, Jakarta. Direktorat Bina Pasar dan Distribusi. 2006. “Pasar Tradisional yang Moderen”. Departemen Perdagangan, Jakarta. Fitriadi,
Y. 2006. “Tak Bisa Berdampingan”. http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/062006/12/teropong/wawanc ara.htm. [10 Juni 2006]
Gujarati, D. 1997. Basic Econometric. Edition Mc.Graw-Hill, Singapura.
82
Hartati, W. 2006. Pergeseran Subsektor Perdagangan Eceran dari Tradisional ke Moderen di Indonesia [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Koop, G. 2003. Bayesian Econometrics. John Wiky and Sans Ltd, West Sussex. Kotler, P. 1997. Manajemen Pemasaran. Jilid 1. Edisi Bahasa Indonesia. Salemba Empat, Jakarta. KPPU. 2004. “Kajian Bidang Industri dan Perdagangan Sektor Ritel”. Jakarta Maddala, G, S. 1994. Limited Dependent and Qualitative Variabels in Econometrics. Cambridge University Press, USA. Mahdi dan Esther. 2006. “Strategi Pengembangan Industri Indonesia: Diamond Cluster Model”, Jurnal Ekonomi:Usahawan, No.10:Hal 37-38 [Oktober 2006] Mariana dan Paskarina. 2006.”Menggagas Model Revitalisasi Pasar Tradisional: Studi Terhadap Implementasi Perda No.19 Tahun 2001 Tentang Pengelolaan Pasar Kota Bandung”. Puslit KP2W Lemlit UNPAD, Bandung. Munadiya, R. 2007. “Bisnis Ritel, Kebutuhan atau http://www.kppu.go.id/new/index.php.[4 April 2007]
Ancaman?”.
Murwanto, E. 2006. “Lebih dari 100 Pasar Tradisional Kolaps”. http://www.gacerindo.com/index.php?view=_deperindag_detail&id=80. [22 Juni 2006] Nicholson, W. 2001. Teori Ekonomi Mikro I. PT. Raja Grafindo, Jakarta. Nielsen, 2007. The Market:a Sizzling Retail Landscape. PT.AC Nielsen Indonesia, Jakarta.[25 Januari 2007] Porter, M.E. 1995. Strategi Bersaing: Teknik Menganalisis Industri dan Pesaing. Agus Mulyana [penerjemah]. Erlangga, Jakarta. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perdagangan Dalam Negeri. 2006. “Model Pengembangan Pasar Tradisional”. Departemen Perdagangan, Jakarta. Republika. 2005. “Pasar Tradisional Makin Terdesak”. http://www.republika.co.id/koral_detail.asp?id=213873&kat_id=152 Saragih, B. 2000. “Agribisnis Berbasis Peternakan: Kumpulan Pemikiran”. USESE Foundation dan Pusat Studi Pembangunan IPB. Bogor.
83
Setiadi, J. 2003. Perilaku Konsumen: Konsep dan Implikasi untuk Strategi dan Penelitian Pemasaran. Kencana, Jakarta Sihaloho, T. 2005. ”Fenomena Pasar Moderen/Swalayan dan Pasar Tradisional”. Buletin Ilmiah Litbang Perdagangan.09.1.05.67. Silitonga dan Fatkhul. 2005. “Menyimak Persaingan di Sektor Ritel”. http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=2686_dad=portal30&_sch ema=PORTAL30&p_ared_id=368335&p_ared_id=013 [15 Juni 2005] Silitonga, L.T. 2005. ”Pasar Tradisional Bisa Jadi Tempat Belanja Favorit”. http://www.unisoderm.org/ekpol_detail.php?aid=5402&coid=2&caid=2 [8 Desember 2005] Silitonga, L.T. 2006. “Pemain Modern Tekan Pangsa Pasar Tradisional”. http://www.bisnis.com/servlet/page?_pageid=267&_dad=Portal30&_sc hema=PORTAL.[6 Februari 2006] Silitonga, L.T. 2006.”Pasar Tradisional Berpeluang Saat Daya Beli Tertekan”. http://www.detikinet.com/index.php/detik.read/tahun/2006/bulan/02/tg l/11/time/070558/idnews/537064/idkanal/83.[11 Juni 2006] Sridawati. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Preferensi Masyarakat Terhadap Penggunaan Kartu Pembayaran Elektronik [Skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukesih, H. 1994.”Pasar Swalayan dan Prospeknya”. Jurnal Ekonomi dan Pembangunan No.2:63-68. Visdatin. 2003. “Studi Pengembangan Bisnis Ritel Moderen di Indonesia”. PT Visdatin Riset, Jakarta.
85
Lampiran 1. Data yang Digunakan dalam Estimasi Y 0 1 0 0 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0
X1 25 33 46 30 55 54 26 51 38 54 23 27 26 22 23 29 35 50 57 34 33 39 25 42 47 56 38 35 34 21 25 25 32 52 36 40 33 32 32 38 30 32 34 28 40 44 43 24 36 23 39 31 44
X2 12 6 6 12 15 16 16 16 16 9 12 6 6 12 12 12 6 12 9 12 12 16 15 9 9 9 6 9 12 9 15 16 16 16 6 12 9 12 9 9 16 12 16 16 12 12 9 9 12 12 6 15 15
X3
X4 1 1 0 0 1 1 0 1 1 1 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 1 1
X5 1 1 1 3 6 4 1 3 1 2 1 1 1 2 1 1 1 6 1 2 1 3 3 3 2 1 2 2 1 1 2 2 3 3 1 5 1 2 1 1 3 1 1 2 2 2 1 1 2 1 2 5 2
0 30 12 1 8 4 8 30 4 1 30 30 8 1 2 3 1 4 30 30 30 30 0 30 4 4 30 0 4 1 0 1 2 0 1 1 0 0 4 1 4 30 4 1 4 12 0 1 30 30 4 12 4
X6
X7 5 5 4 3 5 4 4 5 4 5 4 5 5 4 5 5 4 5 4 4 4 4 2 4 5 4 5 4 5 4 3 4 3 3 5 3 4 5 5 5 3 5 3 4 3 5 3 3 5 3 4 5 4
X8 3 4 3 2 3 4 3 5 3 5 3 5 3 4 5 4 4 3 3 2 4 3 3 3 3 4 4 3 3 3 3 4 2 3 4 3 3 3 3 5 3 3 3 3 3 4 3 4 3 3 3 3 4
X9 1 4 4 5 3 3 4 5 4 5 5 3 5 4 5 4 4 4 4 2 4 4 1 4 5 4 4 4 5 4 2 5 4 4 5 5 4 5 4 4 2 4 2 4 4 1 3 5 4 4 2 3 5
X10 1 3 2 1 3 1 3 1 1 1 4 1 1 3 5 4 3 4 2 1 2 2 1 1 1 2 1 1 1 2 1 2 1 2 3 1 1 1 1 2 3 2 4 2 2 1 3 2 3 1 1 2 2
X11 1 3 2 1 2 4 3 2 3 1 4 3 4 3 5 5 3 3 3 2 2 2 1 2 1 2 1 3 4 2 1 2 2 2 2 1 2 2 4 4 3 3 3 2 3 5 3 2 2 3 1 3 2
X12 1 3 3 2 1 4 3 1 1 1 3 4 2 3 5 5 2 4 4 2 2 2 1 2 2 3 2 2 2 2 1 2 1 1 2 2 1 1 3 4 3 2 3 2 2 1 4 3 2 2 1 2 2
0 1 1 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 1 1 0 0 0 1 0 1 0 0 0 0 1 0 1
85
1 0 1 0 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1 0 1 1 0 0 1 0 0 0
31 47 34 35 32 31 35 34 46 43 36 39 32 33 22 27 40 40 36 41 65 39 37 32 38 27 26 38 44 33 26 35 27 36 38 40 54 35 30 28 45 26 39 37
16 18 12 16 18 12 16 12 9 12 15 12 15 16 9 15 9 12 12 16 12 12 15 16 15 12 9 16 12 15 6 9 12 12 9 12 6 6 6 16 16 9 6 9
1 1 1 0 0 0 1 1 1 0 1 0 1 0 0 1 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1 1 0 1 0
3 5 2 4 2 3 5 3 5 2 1 2 4 2 1 1 2 4 2 2 3 3 2 2 3 1 1 3 3 5 1 1 1 1 1 1 2 1 1 2 5 2 2 1
4 1 4 1 4 1 4 3 3 8 8 4 4 2 1 2 1 1 1 12 12 4 0 0 4 1 4 4 4 4 2 1 4 0 2 4 4 4 1 4 5 1 0 0
2 3 5 5 3 3 3 2 4 5 3 3 2 4 4 3 3 2 5 5 5 4 3 4 3 3 4 5 3 5 4 4 4 4 4 4 5 4 4 5 5 4 3 4
3 2 5 0 4 3 2 3 4 2 3 4 1 3 3 3 5 2 2 4 5 3 2 3 3 4 4 4 3 3 3 4 3 3 3 3 3 3 3 3 4 3 2 4
4 2 5 5 3 2 2 4 3 2 4 4 3 4 4 3 4 4 3 4 4 5 3 4 3 5 3 4 3 4 4 4 4 4 4 4 4 4 4 3 5 4 4 4
2 1 4 1 3 1 3 2 3 1 1 3 4 1 2 1 2 1 5 1 1 2 1 2 2 3 1 4 1 1 2 2 2 1 2 3 1 2 2 1 2 2 2
2 1 4 1 3 1 3 2 3 3 3 4 3 1 3 2 3 1 5 5 2 1 2 2 2 2 3 3 1 4 3 3 2 3 4 2 3 3 2 2 2 3 3 2
2 1 4 1 3 2 3 2 3 2 2 4 2 1 2 2 2 4 5 5 3 2 2 2 3 3 1 3 1 3 3 3 2 2 3 1 3 3 2 1 2 4 2 2
1 1 0 0 0 0 0 1 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 1 1 1 1 1
87 Lampiran 2. Hasil Olahan Dependent Variable: PREFERENSI Method: ML - Binary Probit (Quadratic hill climbing) Date: 08/16/07 Time: 07:26 Sample: 1 97 Included observations: 97 Convergence achieved after 11 iterations Covariance matrix computed using second derivatives Variable Coefficient Std. Error z-Statistic Prob. PENDAPATAN 1.92E-07 1.16E-07 1.660842 0.0967 INTENSITAS_BELANJA 0.064666 0.017574 3.679597 0.0002 X7KUAL 0.305387 0.182927 1.669442 0.0950 X9KKD 0.263759 0.155178 1.699716 0.0892 X10KTDKNY 0.285387 0.156335 1.825484 0.0679 C -3.184963 0.787749 -4.043119 0.0001 Mean dependent var 0.432990 S.D. dependent var 0.498063 S.E. of regression 0.429279 Akaike info criterion 1.153857 Sum squared resid 16.76951 Schwarz criterion 1.313117 Log likelihood -49.96205 Hannan-Quinn criter. 1.218254 Restr. log likelihood -66.36152 Avg. log likelihood -0.515073 LR statistic (5 df) 32.79892 McFadden R-squared 0.247123 Probability(LR stat) 4.13E-06 Obs with Dep=0 55 Total obs 97 Obs with Dep=1 42
88
Lampiran 3. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN Mohon kesediaan Saudara untuk mengisi kuesioner ini. Hasil kuesioner ini akan digunakan untuk tugas akhir (skripsi) Devi Nurmalasari NRP H14103018 Mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) Fakultas Ekonomi dan Manajemen Departemen Ilmu Ekonomi. Atas bantuan dan kerjasamanya saya ucapkan terima kasih. No.kuisioner :…………………………………………………… Nama responden :…………………………………………………… Alamat sekarang :…………………………………………………... A. Data Responden A1. Usia Anda saat ini………tahun A2. Apa pekerjaan Anda saat ini? a. Pegawai negeri d. Buruh b. Pegawai swasta e. Wiraswasta c. Ibu rumah tangga f. Lainnya, sebutkan......................... A3. Apakah status pendidikan terakhir Anda? a. Tamat SD atau kurang c. Tamat SMU e. Tamat S1 b. Tamat SLTP d. Tamat Diploma f. Tamat S2 atau lebih A4. Berapa jumlah anggota keluarga Anda?................................................ A5. Berapa pendapatan rata-rata keluarga Anda sebulan? a. < Rp 1 juta d. Rp 3-4 juta b. Rp 1-2 juta e. Rp 4-5 juta c. Rp 2-3 juta f. Rp > Rp 5 juta A6. Berapa pengeluaran rata-rata keluarga Anda sebulan? a. < Rp 1 juta d. Rp 3-4 juta b. Rp 1-2 juta e. Rp 4-5 juta c. Rp 2-3 juta f. Rp > Rp 5 juta B. Preferensi Konsumen B1. Dimana Anda lebih suka berbelanja kebutuhan sehari-hari?(silahkan pilih salah satu) a. Pasar Tradisional (contoh: pasar anyar, pasar bogor, dll) b. Pasar Moderen (hypermarket, supermarket, minimarket) c. Warung d. Lainnya, sebutkan...................................................................................... B2. Jika jawabannya a, sebutkan pasar tradisional tempat Anda berbelanja........ B3. Jika jawabannya b, sebutkan nama pasar moderen tersebut.......................... B4. Setelah pilihan pada no.1, dimana lagi Anda lebih suka berbelanja kebutuhan sehari-hari? a. Pasar moderen, sebutkan nama pasar moderennya.......................... b. Pasar tradisional c. Warung d. Lainnya, sebutkan.............................................................................
89
C. Pola Belanja Konsumen C1. Bagaimana pola belanja Anda?(sesuaikan dengan pilihan pertama tempat Anda berbelanja/jawaban B.1) a. Belanja harian b. Belanja mingguan c. Belanja bulanan C2. Produk apa yang biasa dibeli sesuai dengan pilihan pertama tempat Anda berbelanja/jawaban B.1?(pilihan produk boleh lebih dari satu) a. produk segar (contoh: buah-buahan, sayur-sayuran, ikan, ayam, daging) b. produk toileters (contoh: sabun mandi, deterjen, shampo, pasta gigi) c. kebutuhan pokok (contoh: beras, gula, telur, minyak goreng) d. produk bahan makanan (contoh: mie instant, makanan kaleng, biskuit) e. elektronik (contoh: tv, radio, kulkas, dvd, vcd) f. produk lainnya, sebutkan…………………………………………… C3. Berapa jarak dari rumah Anda ke tempat pilihan pertama Anda berbelanja?................................................................................................ C4. Dengan kendaraan apa Anda pergi ke tempat belanja tersebut tersebut?.. C5. Berapa uang yang biasa Anda keluarkan setiap kali berbelanja di tempat tersebut? a. Kurang dari Rp. 50.000 b. Antara Rp. 50.000 – Rp 100.000 c. Antara Rp. 100.001 – Rp. 200.000 d. Antara Rp. 200.001 – Rp. 300.000 e. Antara Rp. 300.001 – Rp. 400.000 f. Antara Rp. 400.001 – Rp. 500.000 g. Lebih dari Rp. 500.000 D. Perilaku Konsumen D1. Dimana Anda paling sering berbelanja kebutuhan sehari-hari? a. Superindo h. Matahari Supermarket b. Hero Supermarket i. Hypermart c. Indomaret j. Indomart d. Alfa Gudang Rabat k. Alfamart e. Giant l. Pasar Tradisional f. Ramayana Supermarket m.Warung g. Carrefour n. Lainnya,……………………… D2. Jika Anda berbelanja kebutuhan sehari-hari, apakah Anda pernah membeli barang yang diluar rencana? a. Selalu c. Jarang b. Sering d. Tidak pernah E. Motivasi Konsumen E1. Apa motivasi Anda dalam berbelanja? a. jalan-jalan b. belanja barang tertentu c. kedua-duanya
90
E2. Jika Anda Lebih suka berbelanja di pasar tradisional, silahkan berikan urutan dari keterangan yang ada di tabel bawah ini, alasan Anda tetap mengunjungi dan berbelanja pasar tradisional! No. Keterangan Urutan 1. Lokasi dekat dengan rumah 2. Pembelian dalam jumlah yang fleksibel 3. Harga bisa ditawar 4. Harga lebih murah 5. Menyediakan produk segar Ket: nilai 1 berarti prioritas utama yang paling disukai dan nilai selanjutnya lebih rendah prioritas kesukaannya E3. Jika Anda Lebih suka berbelanja selain di pasar tradisional, silahkan berikan urutan dari keterangan yang ada di tabel bawah ini, alasan Anda kurang menyukai berbelanja di pasar tradisional! No. Keterangan Urutan 1. Harga tidak pasti 2. Kehigienisan produk tidak terjamin 3. Sulit menemukan kios 4. Becek, kotor, bau, sempit, panas 5. Kurang aman (copet) Ket: nilai 1 berarti prioritas utama yang paling tidak disukai dan nilai selanjutnya lebih rendah prioritas ketidaksukaannya F. Pendapat Konsumen F1. Baik responden yang lebih suka berbelanja di pasar tradisional maupun selain pasar tradisional, Silahkan checklist (√ ) pada kolom penilaian Anda ketika berbelanja di pasar tradisional!! No. Variabel 1 2 3 4 5 1. Harga Barang Murah 2. Kualitas Barang Baik 3. Menawarkan beragam produk (kelengkapan barang) 4. Kebersihan diperhatikan 5. Nyaman dalam berbelanja 6. Aman dalam berbelanja 7. Intensitas ...........................kali per hari/minggu/bulan* berbelanja 8. Uang yang Rp................................................................................ dikeluarkan
91
ketika berbelanja di pasar tradisional 9. Jarak dari rumah .................................................................................... ke pasar . tradisional Keterangan :*)coret yang tidak perlu Nilai 1 = sangat tidak setuju Nilai 5 = sangat setuju F2. Menurut Anda, apakah pasar tradisional masih dibutuhkan oleh masyarakat di zaman sekarang maupun akan datang?berikan alasannya!!.....................................
F3. Apa saran Anda untuk pengembangan pasar tradisional?..................................................................................................... ........................................................................................................................ ........................................................................................................................ . =====Terima Kasih=====