ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI NILAI REALISASI PENANAMAN MODAL ASING DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
Oleh: SUSI METINARA H14094020
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
RINGKASAN
SUSI METINARA. Analisis Faktor – Faktor yang Memengaruhi Nilai Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta (dibimbing oleh WIDYASTUTIK).
Penanaman modal asing merupakan salah satu sumber dana dalam melaksanakan pembangunan di negara sedang berkembang seperti Indonesia. Kebijakan-kebijakan pemerintah baik deregulasi di sektor riil maupun di sektor moneter mendorong adanya peningkatan investasi baik dari dalam maupun luar negeri. Meningkatnya penanaman modal asing ini tidak terlepas dari pengaruh berbagai faktor baik faktor ekonomi maupun non ekonomi. Pada tahun 2006, laju pertumbuhan investasi di Provinsi D.I. Yogyakarta mencapai titik paling rendah selama periode 1999 – 2008 yaitu mencapai -1,71 persen. Sedangkan laju peertumbuhan investasi asing mencapai titik terendahnya pada tahun 2002 yaitu mencapai – 14, 98 persen. Berdasarkan latar belakang tersebut diatas maka dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: ) Faktor-faktor apa yang memengaruhi nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta? 2) Rekomendasi kebijakan apa yang dapat diberikan untuk memacu terjadinya peningkatan nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta? Tujuan dalam penelitian ini adalah: 1) Menganalisis faktor–faktor yang memengaruhi nilai realisasi investasi khususnya penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. 2) Memberikan rekomendasi kebijakan bagi pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta, sehingga dapat memacu terjadinya peningkatan nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. Dalam penelitian ini akan diamati sejauhmana pengaruh faktor makro ekonomi yang meliputi fasilitas (prasarana) dari pemerintah yang diwakili oleh jumlah listrik yang terjual, jumlah penduduk yang bekerja, dan penetapan upah minimum provinsi terhadap nilai realisasi penanaman modal asing di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta selama periode 1999 – 2008. Sumber data diperoleh dari instansi pemerintah baik itu BPS Provinsi D.I. Yogyakarta dan BKPMD Provinsi D.I. Yogyakarta. Adapun alat analisis yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah metode estimasi Generalized Least Square dengan menggunakan data panel yang bersifat time series dan cross section. Berdasarkan analisis estimasi parameter dengan bantuan software Eviews 6.1 dan menggunakan metode Generalized Least Square, diperoleh hasil estimasi parameter yang memperlihatkan bahwa faktor-faktor yang secara bersama-sama signifikan memengaruhi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah jumlah penduduk yang bekerja, penyediaan sarana infrastruktur yaitu jumlah listrik yang terjual, dan upah minimum provinsi. Berdasarkan hasil estimasi yang diperoleh maka dapat diambil beberapa
kesimpulan sebagai berikut: 1) Jumlah penduduk yang bekerja dan prasarana infrastruktur yg diwakili oleh jumlah listrik yang terjual ternyata berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta pada taraf nyata 5 persen. 2) Sedangkan upah minimum provinsi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. Adapun saran yang dapat diberikan sebagai berikut: 1) Meningkatkan pembangunan infrastruktur yang ada atau memperbaiki infrastruktur yang sudah ada, seperti memperluas jaringan listrik serta memperbaiki sarana fasilitas umum lain. 2) Mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja dengan mengembangkan sistem kerterpaduan antara pendidikan dan ketrampilan yang sepadan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, sehingga mampu meningkatkan posisi tawar pekerja. 3) Meningkatkan intermediasi pemerintah antara serikat pekerja dan para pengusaha sehingga tercapai kesepakatan besarnya nilai upah minimum propinsi yang dapat menguntungkan baik pihak pekerja maupun pengusaha, sehingga investor tidak lagi khawatir dengan modal yang telah ditanamkannya akibat kurang lancarnya produksi yang diakibatkan demontrasi pekerja.
ANALISIS FAKTOR – FAKTOR YANG MEMENGARUHI NILAI REALISASI PENANAMAN MODAL ASING DI PROVINSI D.I. YOGYAKARTA
Oleh: SUSI METINARA H14094020
SKRIPSI Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2009
Judul
:
Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Nilai Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta
Nama
:
Susi Metinara
NRP
:
H14094020
Departemen
:
Ilmu Ekonomi
Dapat diterima sebagai syarat kelulusan untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing
Widyastutik, M.Si NIP. 19751105 200501 2 001
Mengetahui, Ketua Departemen
Dedi Budiman Hakim, Ph. D NIP. 19641022 198903 1 003
Tanggal lulus:
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENARBENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI
KARYA
ILMIAH
PADA
PERGURUAN
TINGGI
ATAU
LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Oktober 2009
Susi Metinara H14094020
RIWAYAT HIDUP
Penulis bernama Susi Metinara lahir di Bogor Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat pada tanggal 13 Oktober 1978. Penulis merupakan anak bungsu dari lima bersaudara dari pasangan Marsono dan Sukarsih. Pada tahun 1984 penulis terdaftar sebagai siswa SDN 02 Wironatan Kabupaten Purworejo dan tamat pada tahun 1990. Se-tamat dari SD, penulis melanjutkan sekolah di SMP N 2 Kutoarjo Kabupaten Purworejo. Pada tahun 1993 penulis meneruskan pendidikannya ke SMU Negeri I Purworejo Kabupaten Purworejo, Provinsi Jawa Tengah. Setelah tamat SMU pada tahun 1996, penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu di Akademi Ilmu Statistik (AIS) Jakarta, yang dijalani selama tiga tahun. Setamat kuliah di AIS pada tahun 1999, penulis bekerja di Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. Setelah bekerja kurang lebih 2 tahun, pada tahun 2001, penulis memperoleh kesempatan tugas belajar Diploma IV di Sekolah Tinggi Ilmu Statistik (STIS) Jakarta. Pendidikan tersebut diselesaikan pada tahun 2002. Selesai menempuh pendidikan Diploma IV , penulis bekerja kembali di Badan Pusat Statistik Provinsi Kalimantan Barat. Pada April 2004, penulis diperkenankan pindah tugas ke BPS Prov. D.I. Yogyakarta dikarenakan mengikuti tempat tinggal suami dan tempat pekerjaan suami. Pada tahun 2009, penulis diberi kesempatan untuk mengikuti seleksi penerimaan tugas belajar program S2 di
Institut Pertanian Bogor (IPB) dan diterima untuk mengikuti program alih jenjang di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Bogor.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah saya ucapkan, atas segala rahmat dan anugerah-Nya yang dinyatakan bagi penulis, sehingga dapat menyelesaikan skripsi dengan judul “Analisis Faktor – Faktor yang Memengaruhi Nilai Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta”. Skripsi ini merupakan syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian skripsi ini. Akhir kata, penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat dan tambahan wawasan bagi pembaca sekalian.
Bogor, Oktober 2009
Susi Metinara H14094020
UCAPAN TERIMA KASIH
Puji Syukur kepada Allah swt atas segala rahmat dan anugerah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih dengan tulus kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materiil kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya kepada: 1. Dr. Rusman Heriawan, Kepala Badan Pusat Statistik yang telah membuka kesempatan bagi pegawai BPS untuk meningkatkan kemampuan dan pengetahuan melalui program tugas belajar pasca sarjana. 2. Drs. Suharno, M.Sc, Kepala BPS Provinsi D.I. Yogyakarta yang telah mengijinkan saya mengikuti seleksi tugas belajar di Institut Pertanian Bogor. 3. Drs. Nyoto Widodo, ME, Kepala Pusdiklat BPS. Terima kasih untuk waktu dan pelayanan dari semua pihak di Pusdiklat. 4. Widyastutik, MSi, sebagai dosen pembimbing yang telah sabar memberikan bimbingan dan saran kepada penulis hingga selesainya penulisan skripsi ini. Terima kasih untuk semua bimbingannya. 5. Bapak Parulian, Pak Alla, Pak Tony, Pak Firdaus, Ibu Widyastutik, Pak Syamsul, Ibu Rina, Ibu Tanti, Pak Fahmi, Ibu Wiwiek, Mbak Fifi, Pak Findi dan staf sekretariat Ilmu Ekonomi yang telah berjerih lelah dan berkomitmen tinggi untuk meluangkan waktu berdiskusi supaya kami menjadi manusia yang lebih berkualitas. Terima kasih untuk kerjasama dan pengetahuan barunya. 6. Suami tercinta Transpiosa Riomandha, anak-anakku Kalinda Almaxaviera dan Selma Zora Guryanika yang sangat Bunda sayangi dengan sepenuh hati dan jiwa. Terimakasih untuk segala sesuatu yang yang membuat hidup ini lebih bermakna dan berwarna, khususnya dalam menyelesaikan skripsi ini. 7. Orang tua dan saudara-saudaraku yang selalu memberikan dukungan luar biasa. 8. Mbak Atiek, Mbak Tituk, Mas Budi, Mas Adji, Mbak Amik, Mbak Eltri, teman dan sahabatku tersayang Meitri, terimakasih untuk segala bantuan,
persahabatan, semangat, dan doanya. Kalian teman-teman terbaik yang kumiliki. 9. Teman-teman seperjuangan penulis dari Badan Pusat Statistik di Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Terima kasih untuk persaudaraan dan kekompakan yang terjalin. 10. Semua pihak yang belum penulis sebutkan dan punya andil besar dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga Allah membalas semua kebaikan kalian.
xii
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ....................................................................................
xiv
DARTAR GAMBAR ...............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................
xvi
PENDAHULUAN ...........................................................................
1
1.1. Latar Belakang .........................................................................
1
1.2. Perumusan Masalah .................................................................
5
1.3. Tujuan Penelitian .....................................................................
7
1.4. Manfaat Penelitian ...................................................................
7
1.5. Ruang Lingkup Penelitian.........................................................
8
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................
9
2.1. Landasan Teori Investasi...........................................................
9
2.1.1. Arti Pentingnya Penanaman Modal Asing .....................
12
2.1.2. Penanaman Modal Asing................................................
13
2.1.3. Variabel-variabel yang digunakan dalam Penelitian......
15
2.1.3.1. Infrastruktur ...........................................................
16
2.1.3.2. Jumlah Penduduk yang Bekerja .............................
17
2.1.3.3. Upah Minimum Provinsi ........................................
17
2.2. Keuntungan Menggunakan Data Panel .....................................
18
2.3. Penelitian Terdahulu .................................................................
19
2.4. Kerangka Pemikiran...................................................................
21
2.5. Hipotesis Penelitian ...................................................................
24
III. METODOLOGI PENELITIAN ...................................................
25
3.1. Jenis dan Sumber Data ............................................................
25
3.2. Metode Analisis .......................................................................
25
3.3. Uji Statistik ...............................................................................
29
3.3.1. Uji Statistik t ..................................................................
29
3.3.2. Uji Statistik F .................................................................
30
I.
II.
2
3.3.3. Koefisien Determinasi (R ) ...........................................
31
xiii
3.4. Evaluasi Model .........................................................................
32
3.4.1. Autokorelasi ....................................................................
32
3.4.2. Uji Multikolinearitas .......................................................
33
3.4.3. Uji Heteroskedasitas .......................................................
33
IV. GAMBARAN UMUM ..................................................................
35
4.1. Struktur Perekonomian Provinsi D.I. Yogyakarta ...................
35
4.2. Perkembangan Penanaman Modal Asing ................................
36
4.3. Perkembangan Penyediaan Infrastruktur Listrik .....................
40
4.4. Perkembangan Upah Minimum Provinsi .................................
42
4.5. Perkembangan Tenaga Kerja ...................................................
44
PEMBAHASAN .............................................................................
46
5.1. Estimasi Persamaan Model.......................................................
46
5.2. Pengujian Statistik ....................................................................
47
5.2.1. Uji Statistik t ..................................................................
47
5.2.2. Uji statistik F...................................................................
49
5.2.3. Koefisien Determinasi (R2).............................................
49
5.3. Evaluasi Model ........................................................................
50
5.3.1. Heteroskedastisitas .........................................................
50
5.3.2. Autokorelasi ...................................................................
51
5.3.3. Multikolinearitas ............................................................
51
5.4. Interpretasi Model ....................................................................
52
5.5. Implikasi Kebijakan .................................................................
55
VI. PENUTUP .......................................................................................
58
6.1. Kesimpulan ..............................................................................
58
6.2. Saran .........................................................................................
59
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................
60
LAMPIRAN .............................................................................................
62
V.
xiv
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
3.1. Daerah Uji Statistik Durbin Watson d..................................................
33
4.1. Struktur Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2008 (persentase)…………………………………………….... 36 4.2. Nilai Rencana dan Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 1999 – 2008 ................................................... 39 4.3. Jumlah Listrik yang Terjual di Provinsi D.I. Yogyakarta Menurut Kabupaten/Kota, Tahun 1999 – 2008 ................................................. 41 4.4. Besaran Upah Minimum Regional di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 1999 – 2008 .............................................................................. 44 5.1. Hasil Estimasi Model dengan Menggunakan Metode Fixed Effect.....
47
5.2. Hasil Uji Statistik – t untuk Masing-masing Variabel Independen .....
48
5.3. Matrik Hasil Uji Multikolinearitas ......................................................
52
xv
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1.1. Perbandingan Nilai Realisasi PMA dan PMDN di Provinsi D.I. Yogyakarta, 1999 – 2008 ..................................................................
3
1.2. Laju Pertumbuhan Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 1999 – 2008 .......................................................
4
2.1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi ..............................
9
2.2. Bagan Alur Pemikiran .......................................................................
23
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor 1.
Halaman
Model Estimasi Parameter dengan menggunakan Metode Pooled Least Square .....................................................................................
63
Model Estimasi Parameter dengan menggunakan Metode Fixed Effect (sebelum dilakukan metode White) ..........................................
64
Model Estimasi Parameter dengan Metode Fixed Effect (setelah dilakukan metode White) .....................................................................
65
4.
Hasil Pengujian Chow Test …………...………………………......…
66
5.
Model Estimasi Parameter dengan menggunakan Metode Random Effect ....................................................................................................
67
6.
Hasil Pengujian Hausman Test ........................................................
68
7.
Matrix Correlation Hasil Pengujian Multikolinearitas .....................
69
2.
3.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Pusat Statistik. Daerah Dalam Angka Provinsi D.I. Yogyakarta. Berbagai Edisi 1998 – 2008. BPS Prov. D.I. Yogyakarta, Yogyakarta. . Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Kulon Progo. Berbagai Edisi . 1998 – 2008. BPS Prov. D.I. Yogyakarta, Yogyakarta. . Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Bantul. Berbagai Edisi . 1998 – 2008. BPS Prov. D.I. Yogyakarta, Yogyakarta. . Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Gunungkidul. Berbagai Edisi . 1998 – 2008. BPS Prov. D.I. Yogyakarta, Yogyakarta. . Indikator Kesejahteraan Rakyat Kabupaten Sleman. Berbagai Edisi . 1998 – 2008. BPS Prov. D.I. Yogyakarta, Yogyakarta. . Indikator Kesejahteraan Rakyat Kota Yogyakarta. Berbagai Edisi . 1998 – 2008. BPS Prov. D.I. Yogyakarta, Yogyakarta. Bank Indonesia. Laporan Perekonomian Provinsi D.I. Yogyakarta. Berbagai Edisi. 2005 – 2006. BI Yogyakarta, Yogyakarta. Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah. Laporan Rekapitulasi Data Investasi PMA/PMDN Provinsi D.I. Yogyakarta. Berbagai Edisi. 1999 – 2008. BKPMD Yogyakarta, Yogyakarta. Boediono. 2009. Pertumbuhan Ekonomi 7 persen pada 2010. [www.bisnis.com] [10 Agustus 2009] Firmansyah, D. 2008. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Investasi di Indonesia Periode Tahun 1985 – 2004 [Skripsi]. Program Studi Ekonomi, Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta. Firdaus, M dan T. Irawan. 2009. Panel Data Analysis. [Modul]. IPB, Bogor. Jhingan, M.L. 2007. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. D. Guritno, S.H [Penerjemah]. PT Raja Grafindo Persada, Jakarta. Mankiw, G. N. 2007. Makroekonomi. Edisi Keenam. Fitria Liza, S.E dan Imam Nurmawan, S.E. [Penerjemah]. Penerbit Erlangga, Jakarta.
61
Mulyani,
S. 2009. Investasi Pendorong Pertumbuhan Ekonomi. [www.okezone.com]http://economy.okezone.com/read/2009/09/20/2557 61/investasi-pendorong-pertumbuhan-ekonomi. [20 September 2009].
Mulyani, S. 2009. Menkeu Investasi Belum Dorong Pertumbuhan Ekonomi. [www.antaranews.com]http://www.antaranews.com/berita/1251104406/ menkeu-investasi-belum-dorong-pertumbuhan-ekonomi. [Antara News] Nachrowi D Nachrowi dan H. Usman. 2006. Ekonometrika Untuk Analisis Ekonomi dan Keuangan. LPFE Universitas Indonesia, Jakarta. Pangestu, M.E. 2008. Simalakama Upah Buruh. http://www.inilah.com/berita/ekonomi/2008/03/26/19735/simalakamaupah-buruh/Ekonomi [ 26 Maret 2008] Pambudhi, A. 2009. Kondisi Infrastruktur Hambat investasi. [www. Okezone.com]http://economy.okezone.com/read/2009/08/06/320/24561 2/320/kondisi-infrastruktur-hambat-investasi. [6 Agustus 2009] Purnamasari, H.R. 2009. Analisis Perbandingan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier [Skripsi]. Departemen Ilmu Ekonom, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Sukirno, S. 1996. Ekonomi Pembangunan. Fakultas Ekonomi, Universitas Indonesia, Jakarta. Tambunan, T. T.H. 2009. Perekonomian Indonesia. Penerbit Galia Indonesia, Anggota IKAPI. Jakarta. Todaro dan Smith, 2006. Pembangunan Ekonomi. Edisi Kesembilan. Jilid 2. Andri Yelvi,S.E.[Penerjemah]. Penerbit Erlangga. Jakarta. Widarjono, A. 2005. Ekonometrika. Teori dan Aplikasi untuk Bisnis dan Ekonomi. Ekonosia Fakultas Ekonomi UII, Yogyakarta. Winarno, W. W. 2009. Analisis Ekonometrika dan Statistika dengan Eviews. Edisi Kedua. UPP STIM YKPN, Yogyakarta.
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pertumbuhan
ekonomi
suatu
daerah,
tentunya
dipengaruhi
oleh
ketersediaan modal yang ada di daerah tersebut. Langkah yang dapat dilakukan oleh suatu daerah dalam memacu pertumbuhan ekonomi, salah satu caranya adalah melalui peningkatan investasi ataupun penanaman modal. Selain itu, investasi merupakan salah satu komponen pembentukan pendapatan daerah, sehingga pertumbuhan investasi juga berdampak pada pertumbuhan pendapatan daerah. Secara umum, investasi atau penanaman modal dapat berupa dalam bentuk investasi dalam negeri atau Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun berasal dari luar negeri atau Penanaman Modal Asing (PMA). Adapun penanaman modal asing, dalam analisis teori neoklasik tradisional dan teori pertumbuhan yang baru, mempunyai peran yang positif bagi negara berkembang. Dengan adanya investasi asing, maka diharapkan dapat mengisi kesenjangan
antara
persediaan
tabungan,
cadangan
devisa,
penerimaan
pemerintah, dan keahlian manajerial yang terdapat di negara penerimanya dengan tingkat persediaan yang dibutuhkan untuk dapat mencapai target pertumbuhan dan pembangunan. Model Harrod–Domar mengungkapkan adanya hubungan langsung antara tingkat tabungan netto (s), dengan tingkat pertumbuhan output (g) melalui persamaan g=s/k, dimana k adalah rasio modal–output. Misalkan target
2
pertumbuhan output adalah 7 persen per tahun dan rasio modal–output sama dengan 3 persen, maka tingkat tabungan yang diperlukan negara tersebut adalah 21 persen. Apabila tabungan domestik yang dapat dimobilisasi hanya mencapai 16 persen dari pendapatan nasional, maka terdapat ‘kesenjangan tabungan’ (saving gap) sebesar 5 persen. Seandainya kesenjangan tersebut dapat dipenuhi dari investasi asing, maka negara tersebut berpeluang untuk mencapai target pertumbuhannya(Todaro dan Smith, 2006). Investasi merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial yang ada menjadi kekuatan ekonomi riil. Sumber daya alam yang ada di masing–masing
daerah
dikelola
dan
dimanfaatkan
untuk
meningkatkan
kemakmuran seluruh rakyat secara adil dan merata. Namun dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada perlu juga memperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup bagi pembangunan ekonomi yang berkelanjutan. Selain itu, investasi merupakan salah satu faktor yang krusial bagi proses kemajuan pembangunan ekonomi atau pertumbuhan ekonomi jangka panjang yang melibatkan kegiatan–kegiatan produksi di semua sektor ekonomi. Pada dasarnya kesempatan berinvestasi di Provinsi D.I. Yogyakarta dan Indonesia pada umumnya semakin terbuka, terutama bagi investor asing. Disamping dalam rangka menarik investasi langsung, keterbukaan ini sejalan pula dengan era perdagangan bebas yang dihadapi oleh Provinsi D.I. Yogyakarta dan Indonesia secara umum. Semenjak diberlakukannya Undang–undang No. 1/Tahun 1967 jo No. 11/Tahun 1970 tentang PMA, investasi di Provinsi D.I. Yogyakarta
3
mengalami periode pasang surut dalam penerimaan arus modal investasi. Hal ini dikarenakan sukses tidaknya suatu negara dalam menarik investor tidak terlepas
Juta Rupiah
dari berbagai faktor, baik ekonomi maupun non ekonomi.
4.500.000 4.000.000 3.500.000 3.000.000 2.500.000 2.000.000 1.500.000 1.000.000 500.000 0
PMDN
PMA
1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 Tahun
Sumber : BKPMD Provinsi D.I. Yogyakarta, 2008 (diolah).
Gambar 1.1. Perbandingan Nilai Realisasi PMDN dan PMA di Provinsi D.I. Yogakarta, 1999 – 2008 Pada Gambar 1.1. memperlihatkan bahwa selama periode 1999–2008, aliran dana penanaman modal asing yang masuk ke Provinsi D.I. Yogyakarta masih mempunyai bagian yang kecil dari investasi total yang ada, dimana sebagian besar masih berasal dari penanaman modal dalam negeri. Selama periode tersebut terlihat bahwa kondisi perkembangan nilai realisasi penanaman modal asing yang masuk ke Provinsi D.I. Yogyakarta cenderung mengalami peningkatan dari tahun ke tahun. Akan tetapi dapat dilihat bahwa selama tahun 2001–2002, aliran masuk penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu dari 38,36 persen menjadi 32,85 persen. Pada tahun 2008, aliran dana penanaman modal asing yang masuk ke
4
Provinsi D.I. Yogyakarta mencapai 57,21 persen. Hal ini memperlihatkan bahwa kontribusi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta dalam menggerakkan kegiatan perekonomian wilayah tersebut semakin besar. Investor
yang
pada
umumnya
profit
oriented
tentunya
akan
mempertimbangkan seberapa besar keuntungan yang diperolehnya apabila menanamkan modalnya di suatu daerah. Apabila keuntungan yang mungkin diperoleh investor semakin besar maka investor akan meningkatkan minatnya dalam menanamkan modalnya.
Laju Pertumbuhan (%)
70,00 60,00
58,30
50,00 40,00 30,00
21,35
21,19
20,00 10,00
0,00
2,96
6,03 0,00
0,00
0,00 -10,00 -20,00
1999
2000
2001
2002
1,96
2003
2004
2005
2006
2007
2008
-14,98
Tahun
Sumber : BKPMD Provinsi D.I. Yogyakarta, 2008 (diolah) Gambar 1.2. Laju Pertumbuhan Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 1999 – 2008
Adapun laju pertumbuhan penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta selama periode 1998–2008 mengalami pertumbuhan yang sangat fluktuatif. Laju pertumbuhan penanaman modal asing Provinsi D.I. Yogyakarta berada pada puncaknya di tahun 2003 yaitu mencapai 58,30 persen. Sedangkan pada tahun 2002 merupakan pencapaian pertumbuhan penanaman modal asing
5
terendah selama periode 1999–2008 yaitu sebesar –14,98 persen. Hal ini dikarenakan pada tahun 2002, penanaman modal asing yang terealisasi di Kota Yogyakarta mengalami penurunan sehingga memengaruhi laju pertumbuhan modal asing secara keseluruhan di Provinsi D.I. Yogyakarta (Gambar 1.2). Berdasarkan uraian diatas dan fenomena yang terjadi di Provinsi D.I. Yogyakarta, dimana perkembangan nilai realisasi penanaman modal asing di masing–masing Kabupaten/Kota yang ada belum optimal, maka relevan dilakukan penelitian dengan judul ”Analisis Faktor–Faktor yang Memengaruhi Nilai Realisasi Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta”. Hal ini mengingat karena investasi mempunyai peranan penting bagi pertumbuhan ekonomi suatu daerah, sehingga faktor–faktor yang menentukan nilai realisasi investasi penting untuk diperhitungkan oleh pemerintah. Dengan demikian, diharapkan pembangunan ekonomi suatu daerah akan mengalami kemajuan yang berarti dan terjadi pemerataan pembangunan di masing – masing kabupaten/kota.
1.2. Perumusan Masalah Meskipun dalam dua tahun terakhir pasca gempa bumi pada akhir Mei 2006 yang mengguncang Provinsi D.I. Yogyakarta, laju pertumbuhan ekonomi Provinsi D.I. Yogyakarta sudah mengalami peningkatan kembali. Salah satu penyebabnya mungkin diakibatkan mulai intensifnya kegiatan investasi yang dilakukan oleh pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta yang dapat dilihat dari semakin meningkatnya nilai realisasi investasi.
6
Investasi memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi perekonomian suatu daerah. Apabila suatu daerah mempunyai iklim yang kondustif, berarti faktor–faktor yang memengaruhi nilai realisasi investasi, seperti suku bunga riil, laju inflasi, jumlah penduduk, total jalan yang diaspal, pendapatan riil, penerimaan pajak serta tenaga kerja berada pada tingkat yang memungkinkan suatu proyek investasi menghasilkan keuntungan maka hal tersebut akan mendorong tumbuhnya nilai total investasi yang dapat terealisasi di berbagai sektor perekonomian di suatu daerah. Pertumbuhan nilai realisasi investasi di suatu daerah akan menjadi salah satu dasar bagi pertumbuhan dan pembangunan ekonomi jangka panjang di daerah tersebut. Mengingat
sangat
pentingnya
iklim investasi
bagi
pertumbuhan
perekonomian dan pembangunan ekonomi suatu daerah, maka faktor–faktor yang memengaruhi peningkatan nilai realisasi investasi tersebut sangat penting untuk diperhitungkan oleh pemerintah daerah. Hal ini dikarenakan ketidakpastian akan stabilitas faktor–faktor yang memengaruhi nilai realisasi investasi akan berakibat pada tingkat keuntungan yang didapat oleh investor. Berdasarkan uraian diatas maka dapat dirumuskan beberapa permasalahan yaitu sebagai berikut : 1. Faktor–faktor apa yang memengaruhi nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta? 2. Rekomendasi kebijakan apa yang dapat diberikan untuk memacu terjadinya peningkatan nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta?
7
1.3. Tujuan Penelitian Berdasarkan dari perumusan masalah di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Menganalisis faktor–faktor yang memengaruhi nilai realisasi investasi khususnya penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. 2. Memberikan
rekomendasi
kebijakan
bagi
pemerintah
Provinsi
D.I.
Yogyakarta, sehingga dapat memacu terjadinya peningkatan nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi penulis, pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta, maupun masyarakat. Manfaat–manfaat tersebut diantaranya : 1. Menjadi masukan bagi pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta di dalam merumuskan kebijakan yang tepat agar dapat meningkatkan nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. 2. Penulis dapat menambah pemahaman dan mengaplikasikan ilmu yang didapat selama mengikuti matrikulasi penyetaraan S-1 di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. 3. Masyarakat dapat lebih memahami permasalahan investasi khususnya penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta.
8
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai realisasi investasi khususnya Penanaman Modal Asing di Provinsi D.I. Yogyakarta (masing–masing kabupaten/kota), jumlah penduduk yang bekerja atau tenaga kerja (masing–masing kabupaten/kota), jumlah listrik yang terjual (masing–masing kabupaten/kota), dan upah minimum provinsi. Seluruh variabel data yang digunakan merupakan data series dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2008.
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Landasan Teori Investasi Pengeluaran konsumsi barang bertujuan untuk menyediakan kebutuhan rumah tangga pada saat ini, sedangkan pengeluaran barang–barang investasi bertujuan meningkatkan standar hidup untuk tahun–tahun mendatang. Investasi merupakan salah satu komponen Produk Domestik Bruto (PDB) yang mengaitkan masa kini dan masa depan. Belanja investasi mempunyai peranan penting tidak hanya pada pertumbuhan jangka panjang namun juga pada siklus bisnis jangka pendek karena investasi merupakan unsur PDB yang sering berubah–ubah. Investasi ( I )
I1
I0 Pendapatan ( Y ) Y0
Y1
Sumber : Mankiw, 2007 Gambar 2.1. Hubungan Pertumbuhan Ekonomi dan Investasi Dengan investasi akan mendorong adanya peningkatan kapital per tenaga kerja (perkapita) sehingga meningkatkan pendapatan nasional. Hubungan ini dapat dijelaskan dalam Gambar 2.1. yang menunjukkan bahwa apabila terdapat peningkatan investasi maka akan meningkatkan jumlah kapital per tenaga kerja
10
(perkapita) sehingga pendapatan nasional akan semakin meningkat. Ada tiga jenis pengeluaran investasi. Investasi tetap bisnis (business fixed investment) mencakup peralatan dan struktur yang dibeli perusahaan untuk proses produksi. Investasi residensial (residential investment) mencakup rumah baru yang dibeli orang untuk tempat tinggal dan yang dibeli tuan tanah untuk disewakan. Investasi persediaan (inventory investment) mencakup barang–barang yang disimpan perusahaan digudang (Mankiw, 2007). Menurut Harrod–Domar pengeluaran investasi tidak hanya mempunyai pengaruh terhadap permintaan agregat, tetapi juga terhadap penawaran agregat melalui pengaruhnya terhadap kapasitas produksi. Model Harrod–Domar didasarkan pada konsep pokok : fungsi tabungan, investasi autonomus vs induced, dan produktivitas modal. Model ini memungkinkan kita untuk menunjukkan seberapa cepat perekonomian harus melaju apabila diinginkan agar perekonomian dapat menggunakan secara penuh kapasitas yang timbul dari investasi baru, tetapi sebaliknya, memungkinkan kita untuk menunjukkan rasio tabungan dan rasio modal-output jika dikehendaki agar pendapatan dapat mencapai tingkat pertumbuhan tertentu sesuai target. Dalam hal ini, rasio modal–output biasanya diasumsikan bernilai antara 2,5 dan 5; terkadang dilakukan beberapa proyeksi alternatif; dengan laju pertumbuhan tertentu, keseluruhan atau perkapita, dan dengan proyeksi penduduk tertentu, sehingga perencanaan kebutuhan akan modal untuk lima atau sepuluh tahun kemudian dapat dengan mudah diperoleh (Jhingan, 2007).
11
Investasi yang biasa disebut dengan istilah penanaman modal merupakan komponen kedua yang menentukan tingkat pengeluaran agregat. Oleh karenanya, istilah investasi dapat diartikan sebagai pengeluaran atau pembelanjaan penanaman–penanaman modal atau perusahaan untuk membeli barang–barang modal
dan
perlengkapan–perlengkapan
untuk
menambah
kemampuan
memproduksi barang dan jasa yang tersedia dalam perekonomian. Dengan bertambahnya jumlah barang modal ini, akan memungkinkan perekonomian tersebut menghasilkan lebih banyak barang dan jasa di masa yang akan datang. Investasi merupakan pengeluaran dari perusahaan atau penanam modal yang ditujukan untuk meningkatkan atau mempertahankan stok barang–barang modal yang terdiri dari mesin–mesin, pabrik, kantor dan produk–produk tahan lama lainnya yang digunakan dalam proses produksi. Beberapa jenis pengeluaran yang dapat digolongkan sebagai investasi meliputi : 1.
Pembelian bermacam–macam barang modal yang meliputi mesin–mesin dan peralatan produksi untuk mendirikan berbagai macam industri dan perusahaan.
2.
Pengeluaran untuk mendirikan rumah tempat tinggal, bangunan kantor, banguan pabrik, dan bangunan lainnya.
3.
Penambahan nilai stok barang yang belum terjual, bahan mentah, dan barang yang masih dalam proses produksi pada akhir tahun penghitungan pendapatan nasional.
12
2.1.1. Arti Pentingnya Penanaman Modal Asing Untuk mendorong pertumbuhan ekonomi nasional, pemerintah perlu membangun infrastruktur. Infrastruktur memberikan kontribusi besar terhadap akses ekonomi masyarakat dan juga dapat mengundang masuknya investor asing. Oleh karenanya, langkah awal pemerintah dalam mendorong pertumbuhan ekonomi adalah dengan membangun infrastruktur seperti jalan, jaringan listrik, telekomunikasi dan air. Selanjutnya membangun infrastruktur kesehatan dan pendidikan. Pembangunan kesehatan dan pendidikan sangat penting untuk meningkatkan sumber daya manusia (SDM) dan indeks pembangunan manusia (IPM). Dengan pembangunan infrastruktur ini diharapkan pemerintah dapat menggairahkan ekonomi masyarakat. Adanya investasi yang menarik mampu mendorong investor asing maupun dalam negeri sehingga investasi tumbuh kembali sehubungan dengan membaiknya krisis global dan pada akhirnya dapat menggerakan ekonomi masyarakat (Boediono, 2009). Pada setiap waktu, persediaan modal adalah determinan output perekonomian yang penting, karena persediaan modal bisa berubah sepanjang waktu, dan perubahan itu bisa mengarah ke pertumbuhan ekonomi. Terdapat dua kekuatan yang memengaruhi persediaan modal yaitu investasi dan depresiasi. Investasi mengacu pada pengeluaran untuk perluasan usaha dan peralatan baru, dan hal itu menyebabkan persedian modal berkurang (Mankiw, 2007). Ciri–ciri negara terbelakang adalah ”modal kurang” atau ”tabungan rendah” dan investasi rendah. Bukan hanya persediaan modal yang sangat rendah
13
tetapi juga laju pembentukan modal uang sangat rendah. Rata–rata, investasi kotornya hanya 5–6 persen dari pendapatan nasional kotor, sedangkan di negara maju berkisar antara 15–20 persen. Laju tabungan yang rendah tersebut tentunya tidak cukup untuk menghadapi pertumbuhan penduduk yang cepat dengan laju pertumbuhan 2–21 persen per tahun, apalagi menginvestasi di proyek–proyek modal baru. Selain itu, tabungan–rendah dan investasi–rendah mencerminkan kurangnya modal, dan bersama dengan itu negara terbelakang mengalami keterbelangkangan teknologi. Penggunaan modal asing tidak hanya mengatasi kekurangan modal tetapi juga keterbelakangan teknologi. Sehingga, masuknya modal asing sangat diperlukan untuk mempercepat pembangunan ekonomi. Dengan adanya modal asing, maka akan membantu dalam industrialisasi suatu daerah dalam rangka membangun modal overhead ekonomi dan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja yang lebih luas. Masuknya modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin saja, tetapi juga memberikan ketrampilan teknik yang baru dan menggarap sumber–sumber baru yang belum dimanfaatkan. Sehingga dengan masuknya modal asing ke suatu daerah diharapkan mampu meningkatkan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi daerah tersebut (Jhingan, 2007).
2.1.2. Penanaman Modal Asing Dalam Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, yang dimaksud dengan Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal
14
untuk melakukan usaha di wilayah negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Adapun pengertian Modal Asing menurut Undang-undang No. 25 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat 8 adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan/atau badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing. Modal asing dapat memasuki suatu Negara dalam bentuk modal swasta dan atau modal Negara. Modal asing swasta dibedakan menjadi dua jenis yaitu investasi langsung dan investasi tidak langsung. Investasi langsung berarti perusahaan dari negara penanam modal secara de facto dan de jure melakukan pengawasan atas asset yang dimilikinya di negara penerima modal. Sedangkan investasi tidak langsung, yang lebih dikenal dengan investasi portofolio, sebagian besar terdiri dari penguasaan atas saham atau surat utang negara yang dapat dipindahtangankan. Penguasaan saham tersebut tidaklah sama dengan hak untuk mengendalikan perusahaan (Jhingan, 2007). Untuk membangun suatu perekonomian harus memiliki Social Overhead Capital yaitu proyek–proyek raksasa yang diperlukan untuk memperlancar bisnis dan perdagangan seperti jalan raya, proyek irigasi dan bendungan, serta sarana kesehatan umum yang diperlukan dalam pembangunan. Semua ini tentunya memerlukan investasi modal yang sangat besar dan mempunyai masa persiapan yang lama. Tidak ada seorang pun atau perusahaan besar maupun kecil yang
15
mampu membangun sendiri suatu sistem infrastruktur, sehingga mereka tidak bisa berharap untuk mendapatkan keuntungan. Disinilah manfaat proyek investasi berskala besar yang berasal dari luar negeri yang dapat menyebar ke seluruh daerah dalam rangka pembangunan ekonomi.
2.1.3. Variabel–variabel yang digunakan dalam Penelitian Pada dasarnya investor mempunyai sifat profit oriented, tentunya akan mempertimbangkan seberapa besar keuntungan yang diperolehnya sebelum menanamkan modalnya. Apabila keuntungan yang diperoleh investor semakin besar maka investor akan meningkatkan minatnya dalam menanamkan modalnya. Dalam usaha meningkatkan penanaman modal asing, tentunya tidak terlepas dari berbagai faktor baik ekonomi maupun non ekonomi. Adapun variabel–variabel makro ekonomi yang dapat memengaruhi penanaman modal asing salah satunya seperti jumlah penduduk yang bekerja, pendapatan riil, suku bunga, inflasi, penerimaan pajak daerah, jumlah penduduk, upah minimum provinsi dan infrastruktur seperti panjang jalan diaspal, jumlah listrik terjual, jumlah rumahtangga pengguna listrik. Adapun variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah variabel jumlah listrik yang terjual untuk mewakili variabel infrastruktur, jumlah penduduk yang bekerja dan upah minimum provinsi. Variabel–variabel tersebut untuk melihat apakah berpengaruh terhadap nilai realisasi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta.
16
2.1.3.1. Infrastruktur Realisasi investasi kadang terkendala oleh persoalan izin usaha, penegakan hukum, pungutan ilegal, dan peraturan–peraturan daerah (PERDA). Infrastruktur fisik terkait dengan tanah dan tata ruang. Sampai sekarang, sebagian besar Perda tata ruang belum dibuat karena rumit dan memerlukan konsolidasi. Pada dasarnya pembangunan infrastruktur juga menyangkut pembiayaan, sebenarnya pemerintah pusat dan daerah bisa saling berkoordinasi dengan berbagai instansi untuk mencari jalan keluar dari persoalan pengembangan infrastruktur (Pambudhi, 2009). Secara
umum,
infrastruktur
berfungsi
sebagai
katalisator
dalam
mendukung pertumbuhan ekonomi suatu daerah melalui kelancaran kegiatan perekonomian di daerah tersebut. Infrastruktur merupakan hal yang sangat menentukan terealisasinya atau tidak suatu proyek investasi. Penyediaan fasilitas (prasarana) PMA di suatu daerah adalah merupakan salah satu usaha yang sering dilakukan oleh suatu daerah untuk menarik masuknya investor asing. Penyediaan fasilitas PMA antara lain berupa jalan diaspal, pembangkit tenaga listrik, telekomunikasi, bandara, perkeretaapian, dan sarana transportasi. Percepatan pembangunan infrastruktur merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Kurangnya pasokan energi listrik, terbatasnya jaringan telekomunikasi, memburuknya kualitas jalan raya dan kepadatan lalu lintas, dapat menghambat kemajuan suatu usaha dan selanjutnya dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Ketersediaan pasokan
17
listrik yang merupakan salah satu dari pembangunan infrastruktur akan memberikan pengaruh positif terhadap nilai realisasi penanaman modal asing. Semakin cukupnya pasokan listrik maka akan memperlancar proses produksi, sehingga akan meningkatkan produksi yang pada akhirnya akan meningkatkan keuntungan investor.
2.1.3.2. Jumlah Penduduk yang Bekerja Jumlah penduduk yang bekerja di sektor perekonomian berpengaruh positif terhadap nilai realisasi investasi daerah. Semakin banyaknya penduduk bekerja yang terserap dalam suatu perekonomian daerah maka akan mendorong terjadinya penurunan tingkat upah, sehingga menurunkan total biaya produksi yang harus dikeluarkan oleh investor dalam menjalankan usahanya. Penurunan dari total biaya produksi tersebut akan meningkatkan keuntungan yang diperoleh investor, dimana sinyal peningkatan keuntungan ini akan menstimulus investasi, yang pada akhirnya akan meningkatkan realisasi investasi di daerah tersebut (Sukirno, 1996).
2.1.3.3. Upah Minimum Provinsi Yang dimaksud dengan upah minimum provinsi adalah standar upah yang ditetapkan oleh pemerintah daerah setempat dalam rangka melindungi kepentingan kaum buruh dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Akan tetapi kadang kala penetapan upah minimum provinsi tidak
18
melibatkan kepentingan para pelaku ekonomi khususnya investor, sehingga investor terjebak dalam keadaan yang mengharuskan memenuhi upah minimum provinsi yang telah ditetapkan. Keadaan tersebut terkadang membuat investor menarik kembali modal yang telah ditanamkannya. Tentunya keadaan ini tidak menguntungkan baik bagi pemerintah maupun masyarakat, sehingga pada akhirnya akan menghambat laju pembangunan ekonomi. Secara makro pengenaan upah minimum provinsi jelas akan meningkatkan pendapatan yang siap dibelanjakan, tingkat konsumsi masyarakat dan tingkat tabungan masyrakat. Selain itu upah minimum provinsi mempunyai pengaruh yang signifikan secara negatif terhadap pertumbuhan ekonomi, semakin tinggi upah minimum provinsi maka investasi yang ditanamkan semakin menurun.
2.2. Keuntungan Menggunakan Data Panel Dalam penelitian ini, jenis data yang digunakan adalah data panel. Adapun data panel itu sendiri merupakan gabungan data yang bersifat time series dan cross section, sehingga dapat meningkatkan jumlah observasi. Regresi dengan menggunakan data panel akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar dan dapat mengatasi masalah yang timbul yaitu masalah penghilangan variabel (omitted-variabel) (Widarjono, 2005). Dalam menggunakan model data panel terdapat dua keuntungan dibandingkan menggunakan data time series dan data cross section saja (Verbeek, 2004 dalam Firdaus dan Irawan, 2009). Keuntungan tersebut adalah :
19
1.
Dengan mengkombinasikan data time series dan data cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi yaitu dimensi waktu dan dimensi individu, sehingga estimasi yang didapat akan lebih akurat. Data panel juga dapat memberikan data yang lebih informatif sehingga mampu mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang berarti akan meningkatkan efisiensi (Hsiao, 2004 dalam Firdaus dan Irawan, 2009).
2.
Keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah mengurangi
masalah
identifikasi.
Data
panel
lebih
baik
dalam
mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau data time series saja. Selain itu, data panel mampu mengontrol adanya heterogenitas individu.
2.3. Penelitian Terdahulu Purnamasari (2009), melakukan penelitian dengan judul mengenai Analisis Perbandingan Faktor–Faktor yang Memengaruhi Realisasi Investasi Nasional di Sektor Primer, Sekunder dan Tersier. Data yang digunakan adalah data sekunder yang merupakan data time series (kuartalan) periode 1998 sampai dengan 2008, serta menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) dan Regresi Komponen Utama (Principal Component Analysis) sebagai alat analisis untuk menghadapi permasalahan bagaimana perbandingan faktor–faktor yang
20
memengaruhi nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier serta rekomendasi kebijakan investasi apa yang bisa diambil pemerintah untuk memacu terjadinya peningkatan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. Hasil analisis mengenai perbandingan faktor–faktor yang memengaruhi nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier menunjukkan bahwa variabel pendapatan riil tahun sebelumnya, jumlah tenaga kerja, inflasi, jumlah penduduk Indonesia tahun sebelumnya, total jalan yang diaspal di Indonesia dan suku bunga riil di Indonesia secara signifikan berpengaruh terhadap perkembangan nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier pada taraf nyata 5 persen. Ke enam variabel eksogen tersebut dalam model regresi mempunyai tanda sesuai dengan teori. Selain suku bunga riil Indonesia dan inflasi semua variabel berpengaruh secara positif, sedangkan suku bunga riil Indonesia dan inflasi berpengaruh negatif pada taraf nyata 5 persen terhadap nilai total realisasi investasi nasional di sektor primer, sekunder dan tersier. Firmansyah (2008), melakukan penelitian dengan judul mengenai Faktor–Faktor yang Memengaruhi Investasi di Indonesia. Data yang digunakan adalah data sekunder dan merupakan data yang bersifat time series selama periode 1985 sampai dengan 2004, serta menggunakan metode Ordinary Least Square (OLS) sebagai alat analisis untuk menghadapi permasalahan mengenai faktor– faktor yang memengaruhi investasi di Indonesia.
21
Hasil analisis mengenai faktor–faktor yang memengaruhi investasi di Indonesia menunjukkan bahwa variabel produk domestik bruto, jumlah tenaga kerja, infrastruktur dan variabel dummy terhadap krisis ekonomi secara bersama–sama mempunyai pengaruh yang signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap penanaman modal dalam negeri di Indonesia. Ke empat variabel eksogen tersebut dalam model regresi mempunyai tanda sesuai dengan teori. Akan tetapi, hasil pengujian secara individual terhadap faktor–faktor yang memengaruhi investasi di Indonesia menyatakan bahwa variabel produk domestik bruto dan infastruktur yang diwakili oleh panjang jalan tidak signifikan berpengaruh pada taraf nyata 5 persen. Sedangkan variabel tenaga kerja dan variabel dummy krisis ekonomi mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap investasi di Indonesia pada taraf nyata 5 persen.
2.4. Kerangka Pemikiran Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan salah satu Provinsi yang terletak dibagian tengah dari Pulau Jawa dan berbatasan dengan wilayah Provinsi Jawa Tengah. Selain itu Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan provinsi dengan luas wilayah yang terkecil di Pulau Jawa setelah Provinsi DKI. Jakarta. Dengan kondisi geografis ini, menyebabkan Provinsi D.I. Yogyakarta sepertinya kurang diminati oleh investor, walaupun Provinsi D.I. Yogyakarta mempunyai banyak sebutan seperti sebagai kota pariwisata, kota seni dan budaya, kota santri serta terkenal juga sebagai kota pendidikan.
22
Provinsi D.I. Yogyakarta yang secara fisiografis terdiri dari daerah pegunungan dan dataran sebetulnya merupakan daerah yang cukup potensial untuk dikembangkan. Hal ini dapat dijadikan sebagai modal utama untuk melakukan berbagai kegiatan ekonomi yang memberikan keuntungan sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Akan tetapi potensi yang sudah ada tidak dapat berkembang apabila masih kurangnya investasi yang masuk ke Provinsi D.I. Yogyakarta untuk mendanai kegiatan perekonomian tersebut, sehingga pada akhirnya pembangunan ekonomi tidak dapat berjalan dengan baik. Dalam penelitian ini, sejumlah variabel digunakan untuk melakukan analisis faktor–faktor yang memengaruhi nilai realisasi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. Berdasarkan tujuan serta untuk menjawab permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya, variabel–variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah data nilai realisasi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta (masing–masing kabupaten/kota), jumlah penduduk yang bekerja (masing–masing kabupaten/kota), jumlah listrik yang terjual (masing–masing kabupaten/kota) dan upah minimum provinsi. Data yang digunakan adalah data dari tahun 1998 sampai dengan tahun 2008. Apabila faktor–faktor tersebut diatas cukup kondusif, maka diharapkan dapat menarik minat investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi D.I. Yogyakarta. Sehingga akan meningkatkan nilai realisasi penanaman modal asing, yang pada akhirnya diharapkan dapat menggerakan kegiatan perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta sehingga kesejahteraan masyarakat juga meningkat.
23
Oleh karenanya, penelitian ini diharapkan dapat memberikan gambaran bagaimana faktor–faktor tersebut memengaruhi nilai realisasi penanaman modal asing Provinsi D.I. Yogyakarta serta dapat memberikan rekomendasi kebijakan investasi yang mampu mendorong nilai realisasi penanaman modal asing Provinsi D.I. Yogyakarta. Nilai realisasi investasi di Provinsi D.I. Yogyakarta
Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
Penanaman Modal Asing (PMA)
Analisis faktor – faktor yang memengaruhi nilai realisasi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta
Infrastruktur (jumlah listrik yang terjual)
Upah minimum provinsi (UMP)
Rekomendasi kebijakan
Keterangan : : dianalisis : tidak dianalisis
Terciptanya iklim investasi asing yang kondusif di Provinsi D.I. Yogyakarta
Peningkatan nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta Gambar 2.2. Bagan Alur pemikiran
Tenaga kerja
24
2.5. Hipotesis Penelitian Dalam penelitian ini yang variabel nilai realisasi penanaman modal asing merupakan variabel yang dipengaruhi atau kita sebut sebagai variabel dependen. Sedangkan variabel–variabel jumlah listrik yang terjual, jumlah penduduk yang bekerja dan upah minimum provinsi merupakan variabel–variabel yang memengaruhi (variabel independen). Adapun hipotesis penelitian mengenai analisis faktor–faktor yang memengaruhi nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah sebagai berikut : 1.
Jumlah penduduk yang bekerja berpengaruh positif terhadap nilai realisasi investasi Provinsi D.I. Yogyakarta. Semakin banyak penduduk yang bekerja di suatu daerah maka akan mendorong terjadinya penurunan tingkat upah, sehingga akan meningkatkan investasi di daerah tersebut.
2.
Jumlah listrik terjual berpengaruh positif terhadap nilai realisasi investasi Provinsi D.I. Yogyakarta. Semakin tinggi jumlah listrik yang terjual memperlihatkan bahwa pasokan listrik yang ada mampu memenuhi kebutuhan sehingga dapat menarik minat investor.
3.
Upah minimum provinsi akan berpengaruh negatif terhadap nilai realisasi investasi Provinsi D.I. Yogyakarta. Semakin tinggi upah minimum provinsi yang ditetapkan di suatu daerah maka akan semakin menurunkan minat investor, sehingga akan berakibat terhadap penurunan nilai realisasi investasi.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dan merupakan data panel. Data panel yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup masing–masing kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta yaitu Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, Kabupaten Gunungkidul, Kabupaten Sleman dan Kota Yogyakarta, masing–masing selama periode 1999–2008. Adapun data sekunder yang dikumpulkan adalah data nilai realisasi Penanaman Modal Asing, jumlah penduduk yang bekerja (tenaga kerja), jumlah listrik terjual, dan upah minimum provinsi. Untuk variabel upah minimum provinsi merupakan data Provinsi D.I. Yogyakarta yang berlaku diseluruh kabupaten/kota yang ada. Sumber data sekunder tersebut berasal dari Badan Koordinasi Penanaman Modal Daerah (BKPMD) dan Badan Pusat Statistik (BPS) di Provinsi D.I. Yogyakarta.
3.2. Metode Analisis Metode yang digunakan dalam usaha menjawab permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya dalam penulisan ini adalah dengan menggunakan metode estimasi Generalized Least Square (GLS). Adapun yang dimaksud dengan Generalized Least Square (GLS) pada intinya memberikan pembobotan kepada variasi data yang digunakan dengan kuadrat varians dari model. Dalam penelitian ini telah mengalami beberapa respesifikasi model dalam
26
memilih model terbaik. Adapun variabel yang digunakan pada awal pemilihan model adalah nilai realisasi investasi di provinsi D.I. Yogyakarta, pendapatan riil (PDRB atas dasar harga konstan), jumlah listrik terjual, penerimaan pajak daerah, jumlah tenaga kerja, panjang jalan diaspal, jumlah penduduk, jumlah rumah tangga pengguna listrik, suku bunga indonesia dan upah minimum provinsi. Adapun variabel lain selain jumlah listrik terjual, jumlah tenaga kerja dan upah minimum provinsi ternyata mempunyai saling keterkaitan yang besar dengan variabel nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta, sehingga dikeluarkan dari model. Analisis data yang dilakukan dengan mengunakan metode Generalized Least Square, dengan fungsi Investasi = f (Jumlah listrik terjual, jumlah tenaga kerja, upah minimum provinsi). Adapun persamaan regresi liniernya adalah: INVit = β 0 + β1 LSJUALit + β 2TK it + β 3UMPit + ε it Dimana : β0
= intersep
β1 – β3
= Slope atau koefisien kemiringan parsial
INV
= Nilai Realisasi Penanaman Modal Asing (juta rupiah)
LSJUAL = Jumlah Listrik terjual (Kwh) TK
= Jumlah Yang Bekerja (orang)
UMP
= Upah minimum provinsi (rupiah)
ε
= Error term
i
= Kabupaten/kota
t
= waktu
27
Langkah berikutnya adalah mengubah data yang diperoleh kedalam bentuk logaritma karena akan mempermudah dalam melihat respon dari setiap variabel independen yang digunakan terhadap variabel dependennya. Selain itu agar data yang diperoleh dapat dibandingkan dan konsisten sepanjang waktu. Adapun model persamaan regresi log liniernya adalah sebagai berikut : ln INVit = β 0 + β1 ln LSJUALit + β 2 ln TK it + β 3 ln UMPit + ε it
Dimana : INV
= Nilai Realisasi Penanaman Modal Asing
LSJUAL = Jumlah listrik terjual TK
= Jumlah yang bekerja
UMP
= Upah minimum provinsi
ε
= Error term
i
= Kabupaten/kota
t
= waktu
Ada dua pendekatan mendasar yang digunakan dalam menganalisis data panel, yaitu pendekatan Fixed Effect dan pendekatan Random Effect. Perbedaan pada kedua pendekatan tersebut didasarkan pada asumsi ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Sebelum model diestimasi dengan model yang tepat, terlebih dahulu dilakukan uji spesifikasi apakah Pooled Leasr Square, Fixed Effect atau Random Effect atau ketiganya memberikan hasil yang sama. Pilihan antara Pooled Least Square dan Fixed Effect ditentukan dengan menggunakan Chow Test. Sedangkan
28
pilihan antara Fixed Effect dan Random Effect ditentukan dengan menggunakan Hausman’s test atau masing-masing model dilakukan uji signifikansi. Untuk pengujian Chow Test digunakan pendekatan uji F statistik dalam pengambilan keputusannya. Uji F statistik disini digunakan untuk mengetahui tekhnik regresi data panel mana yang lebih baik antara model regresi data panel Poooled Least Square dengan model regresi data panel Fixed Effect. Adapun uji F test yang dilakukan adalah sebagai berikut:
F (n − 1, nT − n − k ) =
( RSS R − RSSUR ) (n − 1) RSSUR (nT − n − k )
Dimana : RSSR
= mengacu pada residual sum of square restricted
RSSUR = mengacu pada residual sum of square unrestricted n
= jumlah unit cross section
T
= jumlah unit waktu
k
= jumlah parameter yang akan diestimasi
Apabila hasil penghitungan uji F statistik ≥ F (n – 1, nT – n – k) maka berarti Ho ditolak, artinya bahwa intersep untuk semua unit cross section tidak sama. Dalam hal ini model Fixed`Effect lebih baik digunakan untuk mengestimasi persamaan regresi. Sedangkan untuk menguji model mana yang lebih baik antara Fixed Effect dan Random Effect dilakukan Uji Hausman’s test, seperti yang telah dikemukan
29
sebelumnya. Adapun uji Hausman’s test adalah m = qˆ ′ − Var ( qˆ ) − 1 qˆ
[
dimana; qˆ = βˆ − βˆGLS
] dan Var(qˆ) = Var(βˆ ) − Var(βˆ
GLS
)
Statistik uji Hausman ini mengikuti distribusi chi-squares dengan degree of freedom sebanyak k dimana k adalah jumlah variabel independen. Apabila nilai statistik Hausman lebih besar dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Fixed Effect dan sebaliknya bila nilai statistik Hausman lebih kecil dari nilai kritisnya maka model yang tepat adalah model Random Effect.
3.3. Uji Statistik Pengujian statistik dimaksudkan untuk mengetahui apakah model yang digunakan merupakan model yang tepat untuk menggambarkan hubungan antar variabel. Selain itu untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan diantara variabel-variabel dependen dengan variabel independen.
3.3.1. Uji Statistik t Uji statistik t menunjukkan seberapa jauh pengaruh satu variabel independen secara induvidual terhadap variabel dependen. Untuk itu kita dapat membandingkan nilai t statistiknya dengan nilai t tabel. Apabila t-stat ≥ t-tabel maka Ho ditolak, berarti ada pengaruh secara signifikan dari variabel independen terhadap variabel dependen, demikian berlaku sebaliknya. Adapun hipotesis yang digunakan adalah:
30
a. Uji hipotesis positif satu sisi Ho : β1 ≤ 0 Ha : β1 > 0 b. Uji hipotesis negatif satu sisi Ho : β1 ≥ 0 Ha : β1 < 0 c. Uji hipotesis dua sisi Ho : β1 = 0 Ha : β1 ≠ 0 Setelah diperoleh nilai t-statistik kemudian kita membandingkan nilai tstatistik dengan t-tabel untuk mengambil keputusan menolak atau menerima hipetesis nul. Untuk pengujian satu sisi, apabila t-statistik < t-tabel maka kita akan menerima Ho sedangkan apabila t-statistik > t-tabel maka menolak Ho.
3.3.2. Uji Statistik F Uji statistik F memperlihatkan adanya hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Adapun langkah – langkah untuk melakukan uji F adalah sebagai berikut : 1. Membuat hipotesis Ho : β1 = β2 = ......= β8 = 0 Ha : β1 ≠ β2 ≠ .....≠ β8 ≠ 0
31
2. Mencari nilai F hitung : F( n −1,nT − n − k ) =
R 2 (n − 1) (1 − R 2 ) (nT − n − k )
Dimana : R2
= Koefisien determinasi
k
= Jumlah variabel
n
= Jumlah sampel
T
= Jumlah unit waktu
3. Kriteria pengujian : Setelah diperoleh nilai F–statistik dan F–tabel maka kita ambil keputusan dengan kriteria sebagai berikut : Ho akan diterima dan Ha akan ditolak apabila F–statistik < F–tabel Ho akan ditolak dan Ha akan diterima apabila F–statistik > F–tabel
3.3.3. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi menjelaskan seberapa besar persentase total variasi variabel dependen yang dijelaskan oleh model, semakin besar nilai adjusted R2 maka semakin besar pengaruh model dalam menjelaskan variabel dependennya. Nilai koefisien determinasi berkisar antara 0 sampai 1, suatu nilai adjusted R2 sebesar 1 berarti ada hubungan sempurna antara variabel dependen dengan variabel independennya, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel independen dengan variabel yang menjelaskan.
32
3.4. Evaluasi Model Dalam pengujian asumsi klasik bertujuan untuk mengetahui apakah model yang diteliti mengalami penyimpangan asumsi klasik atau tidak, maka pemeriksaan terhadap penyimpangan asumsi klasik tersebut perlu dilakukan. Adapun uji asumsi klasik tersebut adalah melihat ada tidaknya autokorelasi, heteroskedastisitas, dan multikoliniaritas dalam model yang digunakan.
3.4.1. Autokorelasi Autokorelasi adalah keadaan dimana faktor–faktor pengganggu yang satu dengan yang lain saling berhubungan. Uji autokorelasi yang paling sederhana adalah menggunakan uji Durbin–Watson (DW). Sebagai aturan kasar (rule of thumb) apabila nilai d adalah 2, maka kita bisa menyimpulkan bahwa tidak terdapat autokorelasi baik positif maupun negatif (Widarjono,2005). Adapun langkah pengujian adalah a. Hipotesis : Ho : ρ1 = ρ 2 = ..... = ρ p = 0 , non autokorelasi (faktor pengganggu periode tertentu tidak berkorelasi dengan faktor pengganggu pada periode lain). Ha : ρ1 = ρ 2 = ..... = ρ p ≠ 0 , autokorelasi (faktor pengganggu periode tertentu berkorelasi dengan faktor pengganggu pada periode lain). b. Adapun kriteria pengujian seperti yang dijelaskan pada tabel 3.1 yaitu :
33
Tabel 3.1. Daerah Uji Statistik Durbin–Watson d Nilai statistik d
Hasil
0 < d < dL
Menolak Ho ; ada autokorelasi positif
dL ≤ d ≤ dU
Daerah keragu-raguan ; tidak ada keputusan
dU ≤ d ≤ 4 - dU
Menerima Ho ; tidak ada autokorelasi positif/negatif
4 – dU ≤ d ≤ 4 - dL
Daerah keragu-raguan ; tidak ada keputusan
4 – dL ≤ d ≤ 4
Menolak Ho ; ada autokorelasi negatif
Sumber : Ekonometrika (Widarjono, 2005).
3.4.2. Uji Multikolinearitas Adanya hubungan linier antara variabel independen dalam suatu regresi disebut dengan multikolinearitas. Pengujian terhadap gejala multikolinearitas dapat dilakukan dengan membandingkan nilai R2 dan signifikansi dari variabel yang digunakan. Sebagai rule of thumb, apabila koefisien korelasi cukup tinggi sementara terdapat sebagian besar atau semua yang secara parsial tidak signifikan, maka diduga terjadi multikolinearitas pada model regresi (Widarjono, 2005). Lebih dari itu, gejala multikolineritas biasanya timbul pada data time series dimana korelasi antar variabel independen cukup tinggi. Sehingga dengan mengkombinasikan data yang ada dengan data cross section mengakibatkan masalah multikolineritas secara tekhnis dapat dikurangi.
3.4.3. Uji Heteroskedastisitas Heteroskedastisitas adalah keadaan dimana faktor gangguan tidak memiliki varian yang sama. Dalam suatu model apabila dijumpai adanya masalah
34
heteroskedastisitas maka model akan menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Gejala adanya heteroskedasitas dapat dideteksi dengan melakukan uji White test. Sedangkan hipotesis yang digunakan adalah sebagai berikut: 1. Uji hipotesis untuk menentukan ada tidaknya heteroskedastisitas.
H 0 : ρ1 = ρ 2 = ..... = ρ q = 0 , tidak ada heteroskedastisitas Ha : ρ1 ≠ ρ 2 ≠ ..... ≠ ρ q ≠ 0 , ada heteroskedastisitas 2. Kriteria pengujian : Apabila nilai χ2 – hitung lebih kecil dari nilai χ2–tabel, maka Ho diterima yang berati tidak ada heteroskedastisitas. Sebaliknya, apabila nilai χ2 – hitung lebih besar dari nilai χ2–tabel, maka Ho ditolak, berarti ada heteroskedastisitas. Untuk menyembuhkan pelanggaran heteroskedastisitas maka kita dapat mengestimasi model dengan metode Generalized Least Square dan weights crosssection atau melakukan white heteroscedasticity - consistence variance (Nachrowi dan Usman, 2006).
IV. GAMBARAN UMUM
4.1. Struktur Perekonomian Provinsi D.I. Yogyakarta Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan sebuah daerah tujuan wisata yang penting di Indonesia setelah Provinsi Bali. Kota ini dikenal sebagai pusat seni dan budaya dengan Kerajaan bersejarahnya serta terkenal pula dengan sebutan kota pendidikan. Selain itu Provinsi D.I. Yogyakarta merupakan tujuan wisata yang terkenal yang didukung dengan perkembangan pertaniannya yang kuat dan mampu berproduksi yang berorientasi ekspor. Struktur ekonomi masing–masing kabupaten di Provinsi D.I. Yogyakarta sebagian besar masih didukung oleh sektor pertanian, sedangkan Kota Yogyakarta struktur perekonomiannya lebih didukung dari sektor perdagangan, hotel dan restoran. Secara keseluruhan struktur perekonomian di Provinsi D.I. Yogyakarta masih didukung oleh sektor pertanian dan sektor perdagangan, hotel dan restoran. Akan tetapi pada tahun 2008, sektor industri pengolahan mulai memberikan kontribusi yang cukup besar di masing–masing kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta. Pada Tabel 4.1. terlihat bahwa pada tahun 2008, sektor perdagangan, hotel dan restoran merupakan sektor terbesar yang mendukung struktur perekonomian Provinsi D.I. Yogyakarta yaitu sebesar 20,64 persen. Kemudian diikuti oleh sektor pertanian sebesar 18,32 persen, sektor jasa–jasa sebesar 16,71 persen dan industri yang memberikan kontribusi sebesar 13,36 persen. Keadaan ini memperlihatkan
36
bahwa perekonomian Provinsi D.I. Yogyakarta mulai mengalami pergeseran dari perekonomian agraris menuju perekonomian yang berbasis niaga dan jasa. Hal ini mungkin juga terkait dengan sebutan Provinsi D.I. Yogykarta yang disebut dengan Kota Pariwisata. Tabel 4.1. Struktur Perekonomian Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 2008 (persentase) Persentase PDRB Kabupaten/Kota Sektor Kulonprogo Pertanian
Bantul
Gunung Kidul
Sleman
Yogyakarta
Prov. DIY
27,35
24,33
39,12
16,91
0,36
18,32
1,02
0,99
1,81
0,52
0,01
0,75
15,36
16,48
10,98
15,49
10,82
13,36
Listrik, Gas & Air Bersih
0,62
0,88
0,52
0,90
1,30
0,91
Bangunan
4,94
12,08
8,16
11,01
8,22
9,57
16,93
19,41
14,59
21,87
24,95
20,64
10,31
6,88
6,98
5,81
19,61
10,41
6,11
5,88
4,62
10,25
13,88
9,32
17,36
13,07
13,22
17,24
20,84
16,71
Pertambangan Industri
Perdagangan, Hotel & Restoran Pengangkutan & Komunikasi Keuangan, Persewaan & Jasa Perusahaan Jasa-jasa
Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, 2000 – 2008
4.2. Perkembangan Penanaman Modal Asing Kegiatan investasi merupakan kegiatan dalam rangka usaha untuk mentransformasikan sumber daya potensial yang dimiliki menjadi kekuatan yang mendorong pembangunan ekonomi riil. Sumber daya yang dimiliki oleh masing– masing daerah diolah dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat secara
37
adil dan merata. Namun, dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada perlu diperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup demi kepentingan dimasa datang. Peranan investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan banyaknya dana yang diperlukan dalam melakukan pembangunan ekonomi. Karenanya investasi merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan proses pembangunan jangka panjang. Pada dasarnya yang terpenting dalam kegiatan investasi bukanlah besarnya nilai investasi yang ditanamkan melainkan seberapa efisienkah investasi yang telah ditanamkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi suatu daerah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteran masyarakat didaerah tersebut secara adil dan merata. Pada Tabel 4.2. terlihat bahwa secara umum perkembangan nilai rencana investasi asing yang disetujui oleh pemerintah Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, tetapi nilai realisasi investasi asingnya mengalami perkembangan yang cukup fluktuatif. Terlihat pula bahwa, para investor asing selama periode 1999–2008 lebih menyukai untuk menanamkan modalnya di Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman dibandingkan dengan kabupaten lainnya. Hal ini diperlihatkan dengan lebih besarnya porsi yang ditanamkan di kedua wilayah tersebut. Pada tahun 1999, Kota Yogyakarta mempunyai nilai rencana investasi asing yang telah disetujui terbesar dibandingkan dengan kabupaten lainnya, tetapi
38
nilai investasi asing yang terealisasi hanya mencapai 29,62 persen. Keadaan ini berbeda dengan Kabupaten Sleman, pada tahun yang sama dari nilai rencana investasi asing yang disetujui, ternyata terealisasi sebesar 74,46 persen. Secara umum nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta pada tahun 2002 mengalami penurunan dibandingkan dengan nilai rencana investasi asing yang telah disetujui. Hal ini disebabkan karena nilai investasi asing yang terealisasi di Kota Yogyakarta mengalami penurunan dibandingkan tahun sebelumnya yaitu hanya mencapai 55,31 persen dari nilai rencana investasi asing yang disetujui. Akan tetapi untuk Kabupaten Sleman, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Kulonprogo justru mengalami peningkatan nilai realisasi investasi asing. Keadaan ini menyebabkan penurunan nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta secara keseluruhan yaitu hanya sebesar 45,38 persen, tetapi kemudian mengalami peningkatan menjadi 63,27 persen pada tahun 2003. Selama periode 1999–2008 di Kabupaten Kulonprogo, jumlah nilai rencana investasi asing yang disetujui dan nilai investasi asing yang terealisasi cukup berfluktuatif. Hal ini terlihat bahwa dari nilai rencana investasi asing yang disetujui hanya sebagian kecil saja yang terealisasi. Bahkan pada tahun 2003– 2005, nilai rencana investasi asing yang disetujui tidak ada sama sekali. Namun tahun 2006–2007 di Kabupaten Kulonprogo dari nilai rencana investasi asing yang telah disetujui ternyata tidak ada yang terealisasi sama sekali. Tetapi pada tahun 2008, dari nilai investasi asing yang terencana di Kabupaten Kulonprogo ternyata hanya terealisasi sebesar 1,82 persen.
Kabupaten /Kota
Jenis PMA
1999 11,153
2000 12,869
2001 12,869
2002 12,869
0
302
302
0.00
2.35
156,764
Realisasi Persentase Realisasi Rencana Realisasi Persentase Realisasi Rencana
Rencana Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
Prov. D.I. Yogyakarta
Penanaman Modal Asing (juta rupiah)
Realisasi Persentase Realisasi Rencana
Realisasi Persentase Realisasi Rencana Realisasi Persentase Realisasi Rencana Realisasi Persentase Realisasi
0
0
0
2006 69,291
2007 69,291
2008 69,291
451
0
0
0
0
0
1,260
2.35
3.50
0.00
0.00
0.00
0.00
0.00
1.82
53,580
70,185
82,762
73,782
78,482
80,732
98,057
123,077
141,752
24,544
35,860
35,860
69,896
59,898
59,898
59,898
75,076
77,953
96,909
15.66
66.93
51.09
84.45
81.18
76.32
74.19
76.56
63.34
68.37
2,340
81,849
97,329
97,329
97,329
97,329
106,817
106,817
146,593
131,065
0
0
0
0
31,265
31,265
40,753
24,861
57,937
57,937
0.00
0.00
0.00
0.00
32.12
32.12
38.15
23.27
39.52
44.20
435,890
487,534
565,244
544,598
591,398
591,398
1,230,522
1,612,947
1,645,667
1,689,474
324,579
123,511
123,511
127,629
151,976
151,976
448,986
484,283
825,955
921,767
74.46
25.33
21.85
23.44
25.70
25.70
36.49
30.02
50.19
54.56
2,522,997
1,235,951
1,259,031
1,377,340
1,638,891
1,646,281
1,651,167
1,684,198
1,705,594
1,707,787
747,376
969,248
969,248
761,789
1,276,131
1,276,131
1,294,038
1,295,568
1,316,322
1,337,589
29.62
78.42
76.98
55.31
77.87
77.52
78.37
76.92
77.18
78.32
3,129,144
1,871,783
2,004,658
2,114,898
2,401,400
2,413,490
3,069,238
3,571,310
3,690,222
3,739,369
1,096,499
1,128,921
1,128,921
959,765
1,519,270
1,519,270
1,843,675
1,879,788
2,278,167
2,415,462
35.04
60.31
56.31
45.38
63.27
62.95
60.07
52.64
61.74
64.60
Sumber : BKPMD Prov. D.I. Yogyakarta, 1999 - 2008 (data diolah)
2003
2004
2005
40
Adapun untuk Kabupaten Gunungkidul dan Kabupaten Sleman, jumlah nilai penanaman modal asing yang terencana maupun terealisasi cenderung stabil mengalami peningkatan selama periode 1999 – 2008 dan jumlah nilai penanaman modal asing yang terealisasi tidak terlalu jauh dari yang direncanakan. Sedangkan di Kabupaten Gunungkidul, dari jumlah nilai penanaman modal asing yang telah direncanakan mulai terealisasi pada tahun 2003 yaitu sebesar 32,12 persen dan terus mengalami peningkatan yang cukup berarti, walaupun pada tahun 2006 sempat mengalami penurunan menjadi 23,27 persen. Pada periode 1999 – 2008 di Kabupaten Bantul, nilai rencana penamanan modal asing yang disetujui mengalami perkembangan yang berfluktuatif dari tahun ke tahun. Akan tetapi nilai penanaman modal asing yang terealisasi mengalami peningkatan dari tahun ke tahun selama periode tersebut. Sedangkan pada tahun 2006, seperti yang telah diuraikan sebelumnya bahwa gempa bumi telah melanda Provinsi D.I. Yogyakarta, akan tetapi nilai realisasi penanaman modal asing secara keseluruhan di semua kabupaten/kota justru mengalami peningkatan.
4.3. Perkembangan Penyediaan Infrastruktur Listrik Pemerintah menyadari pentingnya infrastruktur untuk mendukung investasi, oleh karenanya pemerintah mempunyai komitmen untuk membuat infrastruktur yang baik seperti sarana transportasi, kelistrikan, komunikasi dan air sampai kepada mekanisme yang dapat menarik modal swasta. Fasilitas prasarana
41
umum tersebut merupakan syarat utama bagi perindustrian dan meluasnya produksi ekspor. Oleh karenanya, fasilitas prasarana umum penting bagi pembanguan ekonomi suatu daerah dan merupakan dasar bagi perkembangan sektor ekonomi lain. Secara absolut jumlah listrik yang terjual di kabupaten/kota yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami peningkatan yang cukup berarti dari tahun ke tahun. Hal ini secara tidak langsung menandakan bahwa jumlah rumah tangga yang menggunakan listrik mengalami peningkatan dari tahun ke tahun, selain itu pasokan sumber tenaga listrik yang ada masih mencukupi bagi berlangsungnya aktivitas masyarakat dan kegiatan proses produksi perusahaan di Provinsi D.I. Yogyakarta (Tabel 4.3). Tabel. 4.3. Jumlah Listrik yang Terjual di Provinsi D.I. Yogyakarta Menurut Kabupaten Kota, Tahun 1999 – 2008 Jumlah Listrik yang Terjual (kWh)
Tahun Kulonprogo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
1999
50.498.796
113.714.592
64.748.159
311.133.341
322.090.869
2000
54.902.115
90.024.747
73.333.593
321.538.618
405.389.573
2001
56.942.618
92.805.063
77.662.055
327.291.351
411.808.213
2002
63.691.404
106.149.160
84.686.166
375.782.712
468.299.620
2003
64.049.396
110.345.578
86.131.462
384.707.970
485.593.439
2004
68.405.830
122.618.134
110.518.734
417.840.747
525.026.093
2005
72.851.931
136.075.927
113.214.456
444.575.812
576.601.596
2006
77.432.642
114.456.150
120.357.462
456.230.998
587.109.468
2007
80.974.631
132.952.152
130.966.733
492.091.338
644.588.195
2008
85.071.640
151.427.098
146.735.902
524.391.446
670.826.932
Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, 1999–2008
42
Adapun laju pertumbuhan jumlah listrik yang terjual di masing-masing kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta selama periode 1999–2008, yang mengalami laju pertumbuhan terendah adalah kabupaten Bantul pada tahun 2006 yaitu sebesar -15,89 persen. Pada tahun 2006, Kabupaten Bantul mengalami kerusakan terparah akibat gempa bumi dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya. Keadaan ini mengakibatkan banyaknya jaringan listrik yang belum terpasang secara menyeluruh di Kabupaten Bantul akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh gempa bumi Mei 2006. Sedangan laju pertumbuhan jumlah listrik yang terjual tertinggi selama periode penelitian tahun 1999–2008 dialami oleh Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 28,31 persen pada tahun 2004.
4.4. Perkembangan Upah Minimum Provinsi Investor mulai melirik untuk merelokasi usahanya ke wilayah dengan ketentuan upah buruh yang rendah. Daerah yang terlanjur mematok upah buruh tinggi terancam kehilangan penghasilan. Hal itu sebagai konsekuensi logis bagi daerah-daerah yang telah terlanjur menetapkan patokan upah yang tinggi. Pada dasarnya para praktisi ekonomi tidak dapat dipaksakan untuk tetap bertahan di tengah kondisi usaha yang makin tidak kondusif. Upah buruh yang tinggi, tidak selalu memberikan dampak positif bagi pertumbuhan ekonomi. Untuk daerah dengan potensi sumber daya ekonomi yang tinggi, wajar apabila mematok upah tinggi untuk tenaga kerjanya. Akan tetapi keadaan ini hendaknya tidak diikuti oleh daerah yang memiliki potensi sumber daya ekonomi yang rendah. Karena, pada
43
dasarnya pengusaha tidak menginginkan kehilangan tenaga kerja, sebab untuk mendidik tenaga kerja menjadi terampil, diperlukan investasi yang tidak sedikit (Supit, 2008). Pangestu (2008), menyatakan bahwa kalangan investor di masa mendatang sudah mulai mempertimbangkan wilayah-wilayah dengan patokan upah yang rendah. Masalah upah buruh masih menjadi magnet bagi investor asing untuk masuk ke Indonesia. Dalam regional ASEAN, nama Indonesia bersaing ketat dengan Vietnam. Sedangkan regional ASIA, Negara India dan Banglasdesh merupakan pesaing terberat bagi Indonesia. Keuntungan lain bagi Indonesia juga bersumber dari makin ketatnya penerapan aturan perburuhan yang diterapkan oleh China. Sehingga, masih ada peluang besar relokasi pabrik raksasa ekonomi Asia tersebut ke Indonesia. Fenomena ini menjadi renungan bagi pemerintah daerah, bagaimana semestinya meningkatkan investasi asing tanpa mengabaikan kepentingan buruh. Bukan berarti harus mengorbankan kepentingan buruh, akan tetapi upah minimum harus ditinjau dari perspektif kaum buruh dan para pelaku ekonomi yang ada, sehingga investasi dapat meningkatkan kesempatan kerja yang pada akhir akan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Selama periode tahun 1999 – 2008, besaran upah minimum provinsi di Provinsi D.I. Yogyakarta terus mengalami peningkatan dari tahun ke tahun menyesuaikan tingkat inflasi pada tahun bersangkutan. Upah minimum provinsi terendah terjadi pada tahun 1999 yaitu sebesar Rp. 130.000,00 sedangkan kondisi
44
tertinggi terjadi pada tahun 2008 yaitu sebesar Rp. 586.000,00. Besaran upah minimum provinsi ini berlaku di semua kabupaten/kota yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta. Sehingga UMP tersebut menjadi patokan bagi pengusaha untuk menetapkan upah yang berlaku di perusahaannya. Selain itu juga sebagai patokan untuk para investor baru dalam rangka penjajagan untuk menanamkan modalnya di Provinsi D.I. Yogyakarta (Tabel 4.4). Tabel. 4.4. Besaran Upah Minimum Regional di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 1999 – 2008 (dalam Rupiah) Tahun
Upah Minimum Provinsi
1999 130.000 2000 194.500 2001 237.500 2002 321.750 2003 360.000 Sumber : BPS, 1999 – 2008.
Tahun
Upah Minimum Provinsi
2004 2005 2006 2007 2008
365.000 400.000 460.000 500.000 586.000
4.5. Perkembangan Tenaga Kerja Peningkatan kualitas tenaga kerja terdidik sangatlah menentukan dalam laju pembangunan ekonomi. Semakin meningkatnya kualitas tenaga kerja maka akan mampu meningkatkan produktivitas, dengan demikian mampu menaikkan upah pekerja. Dengan meningkatnya upah pekerja maka akan meningkatkan pula pendapatannya sehingga kesejahteraan masyarakat juga meningkat. Apabila kesejahteraan meningkat maka diharapkan investasi juga meningkat. Secara absolut jumlah penduduk yang bekerja menurut kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta mengalami peningkatan yang fluktuatif dari tahun ke
45
tahun. Adapun laju pertumbuhan penduduk yang bekerja masing-masing kabupaten/kota di Provinsi D.I. Yogyakarta sangat berfluktuatif selama periode 1999–2008. Laju pertumbuhan penduduk yang bekerja terendah terjadi di Kabupaten Kulonprogo pada tahun 2006 yaitu sebesar -13,97 persen. Sedangkan kabupaten yang laju pertumbuhannya tinggi adalah Kabupaten Gunungkidul yaitu sebesar 31,93 persen dan Kabupaten Kulonprogo sebesar 25,77 persen, yang mana terjadi pada tahun 2000. Laju pertumbuhan yang fluktuatif terjadi pada beberapa kabupaten yaitu Kabupaten Kulonprogo, Kabupaten Bantul, dan Kabupaten Gunungkidul. Adapun Kabupaten Sleman dan kota Yogyakarta cenderung mengalami laju pertumbuhan yang cenderung stabil (Tabel 4.5). Tabel. 4.5. Jumlah Penduduk yang Bekerja Menurut Kabupaten/Kota di Provinsi D.I. Yogyakarta, Tahun 1999–2008. Tahun 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008
Kulonprogo 168.744 212.222 189.051 195.803 195.270 184.708 197.714 170.088 211.872 200.041
Jumlah Penduduk yang Bekerja (jiwa) Bantul Gunungkidul Sleman 378.815 325.023 412.167 401.587 428.802 413.476 389.638 406.638 426.512 390.542 394.369 418.111 400.163 393.363 420.794 405.262 402.898 399.861 389.208 391.736 469.175 393.606 400.784 452.404 436.458 430.707 508.701 486.675 409.066 520.166
Sumber : BPS Provinsi D.I. Yogyakarta, 1999–2008
Yogyakarta 185.535 158.156 174.870 171.004 165.175 169.932 188.309 196.909 228.340 211.946
V. PEMBAHASAN
5.1. Estimasi Persamaan Model Dalam mendapatkan model regresi yang terbaik, penelitian ini menggunakan alat bantu program komputer yaitu sofware Eviews 6.1. Model persamaan yang digunakan dalam analisis merupakan model terbaik setelah dilakukan beberapa uji model lain. Untuk menentukan hasil akhir model mana yang akan digunakan, apakah menggunakan model dengan metode Pooled Least Square, Fixed Effect ataupun Random Effect maka dilakukan uji Chow dan uji Hausman. Uji Chow digunakan dalam memilih antara model dengan metode Pooled Least Square atau Fixed Effect, disamping itu digunakan pendekatan uji F statistik dalam mengambil keputusan. Sedangkan uji Hausman digunakan untuk memilih antara model dengan metode Fixed effect atau Random Effect, dan dalam mengambil keputusan menggunakan pendekatan nilai chi–squares. Berdasarkan langkah–langkah pengujian dalam melakukan pemilihan model mana yang baik untuk digunakan dalam melakukan analisis, maka dapat disimpulkan bahwa hasil estimasi model yang terbaik adalah menggunakan model dengan metode Fixed Effect dibandingkan model dengan metode Pooled Least Square maupun Random Effect. Adapun hasil estimasi parameter model terbaik adalah dengan menggunakan metode Fixed Effect terlihat seperti pada Tabel 5.1.
47
Tabel 5.1. Hasil Estimasi Model dengan Menggunakan Metode Fixed Effect Dependent Variable: Investasi Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Variable Independent
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
Constanta Jumlah Penduduk yang Bekerja Jumlah Listrik yang Terjual Upah Minimum Provinsi Fixed Effects (Cross) _Kulonprogo--C _Bantul--C _Gunungkidul--C _Sleman--C _Yogyakarta--C R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
-85.31405 3.649437 2.947518 -0.582535
8.862055 1.404200 1.061226 0.226561
-9.626892 2.598944 2.777467 -2.571210
0.0000 0.0128* 0.0082* 0.0138*
-2.316270 1.776349 -2.224831 -0.588390 3.353142 0.841000 0.814500 2.041883 31.73587 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
21.92385 18.95141 175.1101 0.878449
Keterangan : * signifikan pada tingkat α = 5 %
5.2. Pengujian Statistik 5.2.1. Uji Statistik - t Untuk menguji hubungan regresi secara individual antara variabel independen terhadap variabel dependen maka dilakukan uji t. Pengujian t–statistik dilakukan dengan cara membandingkan antara t–hitung dengan t–tabel. Uji t statistik yang dilakukan dengan menggunakan uji satu sisi dimana level of significance (α) adalah 5 persen dengan derajat bebas sebesar n – k dimana n adalah jumlah observasi dan k adalah jumlah variabel independen termasuk konstanta. Apabila t–tabel < t–hitung berarti menolak Ho atau variabel Xi berpengaruh secara signifikan terhadap variabel dependen, tetapi apabila t–tabel ≥ t–hitung berarti menerima Ho atau variabel Xi tidak berpengaruh terhadap variabel dependen.
48
Tabel 5.2. Hasil Uji Statistik – t untuk Masing-masing Variabel Independen Variabel
Koefisien
t-hitung
t-tabel (t (5%; 50-4))
Keterangan
Jumlah Penduduk yang Bekerja
2,713655
2,598944
1,684
signifikan
Jumlah Listrik yang Terjual
4,147778
2,777467
1,684
signifikan
Upah Minimum Provinsi
-0,341952
-2,571210
1,684
signifikan
Dengan melihat nilai hasil uji t – statistik dan nilai t – tabel sebesar 1,684 pada Tabel 5.2 maka dapat diambil kesimpulan sebagai berikut : a. Uji – t terhadap parameter jumlah penduduk yang bekerja Pada tingkat kepercayaan sebesar 5 persen dan derajat bebas 46 didapat nilai t–tabel sebesar 1,684 sedangkan nilai t–statistik sebesar 2,599. Oleh karena pengujian satu sisi berarti kita menolak Ho karena t–statistik > t–tabel. Sehingga secara statistik jumlah penduduk yang bekerja berpengaruh secara positif dan signifikan terhadap nilai investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. b. Uji – t terhadap parameter jumlah listrik yang terjual Dengan menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 5 persen dan derajat bebas 46, maka didapat nilai t–tabel sebesar 1,684 sedangkan nilai t–statistik sebesar 2,777. Oleh karena pengujian satu sisi berarti Ho ditolak, dimana t–statistik lebih besar dari t–tabel sehingga secara statistik jumlah listrik yang terjual menjadi signifikan dan mempunyai pengaruh yang positif terhadap nilai investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta. c. Uji – t terhadap parameter upah minimum provinsi Tidak berbeda jauh dengan uji–t terhadap parameter yang lain, uji–t parameter
49
upah minimum provinsi dimana menggunakan tingkat kepercayaan sebesar 5 persen dan derajat bebas 46, didapat nilai t-tabel sebesar 1,684 sedangkan nilai t statistik sebesar |-2,571|. Oleh karena pengujian satu sisi berarti Ho ditolak (t-stat ≥ t-tabel) sehingga secara statistik upah minimum provinsi berpengaruh secara signifikan dan mempunyai pengaruh yang negatif terhadap nilai investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta.
5.2.2. Uji Statistik F Untuk mengetahui hubungan antara variabel independen berpengaruh secara bersama-sama terhadap variabel dependen maka dilakukan uji statistik F. Pengujian ini dilakukan dengan membandingkan nilai F-hitung dengan nilai F-tabel dengan derajat bebas sebesar (n – 1) untuk numeratornya dan sebesar (nT – n – k) untuk denumeratornya. Berdasarkan tabel distribusi F, diperoleh F–tabel dengan (α;df (n-1,nT-n-k)) atau F–tabel (5 persen;(4,42)) sebesar 2,61. Sedangkan dari hasil perhitungan didapat F–hitung sebesar 31,735. Dengan demikian diperoleh kesimpulan bahwa variabel independen secara bersama-sama berpengaruh secara siginifikan terhadap variabel dependen, karena nilai F– hitung lebih besar dari F–tabel sehingga kita menolak hipotesis nul. Hal ini diperkuat pula dengan nilai prob (F–statistik) sebesar 0,000.
5.2.3. Koefisien Determinasi (R2) Pengujian ini dilakukan untuk mendeteksi seberapa besar keragaman yang dapat dijelaskan oleh variabel independen terhadap variabel dependen.
50
Berdasarkan hasil estimasi yang didapat, bahwa R2 sebesar 0,8410 atau 84,10 persen menunjukkan bahwa variabel–variabel jumlah penduduk yang bekerja, jumlah listrik yang terjual dan upah minimum provinsi mampu menjelaskan pengaruhnya terhadap nilai realisasi penanaman modal asing di kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta. Sementara sisanya sebesar 15,90 persen dipengaruhi oleh variabel lain diluar variabel tersebut diatas.
5.3. Evaluasi Model 5.3.1. Heteroskedastisitas Dalam suatu model apabila dijumpai adanya masalah heteroskedastisitas maka model menjadi tidak efisien meskipun sudah tidak bias dan konsisten. Pada saat melakukan estimasi dengan model Fixed Effect, ternyata didapat nilai R2 yang besar akan tetapi ada variabel independen yang tidak signifikan. Mengingat data yang digunakan juga merupakan data cross section, maka ada dugaan terjadinya
heteroskedastisitas.
Untuk
menyembuhkan
model
dari
heteroskedastisitas maka kita dapat mengestimasi model Fixed Effect dengan menggunakan metode Generalized Least Square-cross section weights dan White cross-section. Setelah dilakukan penyembuhan heteroskedastisitas dapat diperoleh model yang lebih baik dari sebelumnya, dimana semua variabel menjadi siginifikan. Perubahan yang terjadi akibat dikonsistensikannya varian error menunjukkan bahwa pada model awal memang terdapat heteroskedastisitas (Nachrowi dan Usman, 2006)(Lampiran 2 dan 3).
51
5.3.2. Autokorelasi Untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi, uji yang paling sederhana adalah menggunakan uji Durbin Watson. Terlebih dahulu kita menentukan nilai dL dan dU dengan derajat kebebasan n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel independen tidak termasuk konstanta. Pada tabel Durbin Watson dengan jumlah observasi sebanyak 50 dan jumlah variabel independen sebanyak 3 diperoleh nilai dL = 1,421 dan dU = 1,674. Sedangkan nilai durbin watson yang diperoleh dari hasil estimasi model sebesar 0,878449 maka dapat disimpulkan adanya autokorelasi positif dikarenakan nilai durbin watson yang diperoleh berada diantara 0 < 0,878 < 1,421. Mengingat model Fixed Effect tidak membutuhkan asumsi terbebasnya model dari serial korelasi, maka uji tentang autokorelasi dapat diabaikan (Nachrowi dan Usman, 2006).
5.3.3. Multikolinearitas Sedangkan untuk mendeteksi multikolinearitas dengan memperhatikan nilai R square dan hasil probabilitas t–statistik regresi, dimana semua variabel memperlihatkan hasil yang signifikan pada taraf nyata 5 persen. Selain itu, data yang
digunakan
adalah
data
panel
sehingga
secara
teknis
masalah
multikoliniaritas dapat dikurangi. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat korelasi antar variabel eksogen pada correlation matrix. Pada Tabel 5.3 memperlihatkan bahwa dari hasil uji multikolinearitas ternyata tidak ditemukan adanya multikoleniearitas pada model.
52
Tabel. 5. 3. Matrik Hasil Uji Multikolineritas Investasi
Jml Penduduk yang Bekerja
Jml Listrik yang Terjual
Upah Minimum Provinsi
Investasi
1,000
0,199
0,789
0,205
Jml Penduduk yang Bekerja
0,199
1,000
-0,001
0,118
Jml Listrik yang Terjual
0,789
-0,001
1,000
0,215
Upah Minimum Provinsi
0,205
0,118
0,215
1,000
Variabel
Sumber: Lampiran
5.4. Interpretasi Model Hasil regresi data panel dengan menggunakan model Fixed effect dan metode GLS-White Cross section maka diperoleh persamaan estimasi sebagai berikut : ln INVit = β0 + β1 lnTKit + β2 ln LSJUAL it + β3 lnUMP it + ε it
INV = - 85,31405 + 3,649437*TK + 2,947518*LSJUAL – 0,582535*UMP Hasil analisis regresi panel menunjukkan variabel jumlah penduduk yang bekerja mempunyai koefisien yang positif dan signifikan, dimana setiap kenaikan 1 persen jumlah penduduk yang bekerja maka akan menaikkan jumlah investasi asing sebesar 3,649437 persen (ceteris paribus). Untuk variabel jumlah listrik yang terjual juga mempunyai koefisien yang positif dan signifikan, sehingga setiap kenaikan 1 persen jumlah listrik yang terjual akan menaikkan jumlah investasi asing sebesar 2,947518 persen (ceteris paribus). Sedangkan variabel upah minimum provinsi mempunyai pengaruh yang signifikan serta mempunyai koefisien yang negatif, hal ini berarti menunjukkan setiap penurunan 1 persen
53
upah minimum provinsi maka akan menaikkan jumlah investasi asing sebesar 0,582535 persen (ceteris paribus). Ketiga variabel independen yang digunakan untuk menganalisis faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta ternyata mempunyai tanda yang sesuai dengan teori dan hipotesis yang diajukan serta berpengaruh secara signifikan pada taraf nyata 5 persen. Berdasarkan variabel – variabel yang signifikan tersebut, yang mempunyai pengaruh terbesar terhadap nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta adalah jumlah penduduk yang bekerja dengan tingkat elastisitas sebesar 3,65. Hal ini menunjukkan bahwa jumlah penduduk bekerja yang tersedia ternyata berpengaruh secara positif terhadap nilai realisasi investasi asing yang ditanamkan. Selain itu juga menunjukkan bahwa semakin tersedianya jumlah penduduk yang bekerja, akan mampu mendorong terjadinya penurunan upah yang akan menyebabkan penurunan biaya total produksi secara keseluruhan. Penurunan dari biaya total produksi tersebut akan mampu meningkatkan keuntungan yang diperoleh investor, sehingga sinyal keuntungan ini akan menstimulus investasi– investasi lainnya. Dengan adanya sinyal keuntungan tersebut, maka investor akan semakin berminat untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut. Jumlah listrik yang terjual mempunyai pengaruh secara positif terhadap nilai realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta dengan elastisitas 2,95. Infrastruktur berfungsi sebagai katalisator dalam mendukung pembangunan ekonomi, sehingga ketersediaan infrastruktur yang memadai sangat diperlukan untuk mendukung terealisasinya suatu proyek. Dalam penelitian ini, infrastruktur diwakili dengan jumlah listrik terjual, dengan terjaminnya pasokan listrik maka
54
kegiatan produksi juga akan menjadi lebih terjamin sehingga produksi dapat lebih ditingkatkan. Dengan meningkatnya produksi maka keuntungan pengusaha akan meningkat, sehingga akan menarik minat investor lain. Variabel upah minimum provinsi mempunyai pengaruh yang paling rendah dan mempunyai tanda negatif dengan elastisitas sebesar 0,58. Keadaan ini menunjukkan bahwa besaran upah buruh di Provinsi D.I. Yogyakarta masih tergolong murah, sehingga investor masih berminat untuk menanamkan modalnya. Hal ini juga menunjukkan bahwa masih rendahnya standar biaya hidup di Provinsi D.I. Yogyakarta. Masih rendahnya upah buruh tentunya akan menekan biaya produksi sehingga keuntungan maksimal dapat tercapai. Hasil estimasi parameter variabel-variabel yang mempengaruhi nilai investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta berdasarkan metode fixed effect menunjukkan bahwa Kota Yogyakarta mempunyai pengaruh yang terbesar bagi investasi asing dibandingkan dengan kabupaten lain, dimana nilai konstanta kota Yogyakarta paling tinggi yaitu sebesar 3,353142. Hal ini didukung dengan fakta empiris bahwa investasi asing yang ditanamkan di Kota Yogyakarta terbesar diantara kabupaten lainnya. Sedangkan yang mempunyai pengaruh terendah bagi investor asing untuk menanamkan modalnya adalah Kabupaten Kulonprogo, dimana nilai konstanta yang dimiliki sebesar -2,316270. Hasil estimasi ini didukung oleh fakta empriris yang ada bahwa nilai rencana maupun nilai realisasi investasi asing yang ditanamkan oleh investor di Kabupaten Kulonprogo menduduki peringkat terakhir dibandingkan dengan kabupaten/kota lainnya di Provinsi D.I. Yogyakarta. Keadaan ini mungkin juga disebabkan oleh belum
55
tersosialisasinya kondisi potensial yang dimiliki oleh Kabupaten Kulonprogo secara maksimal kepada investor asing. Sebenarnya, Kabupaten Kulonprogo memiliki pontensi alam yang lebih dibandingkan kabupaten/kota lain, seperti wisata pantai, kerajinan serat alam dan bebatuan yang dapat diolah menjadi marmer yang berkualitas, namun potensi alam tersebut belum didayagunakan secara optimal.
5.5. Implikasi Kebijakan Terbatasnya sumber daya modal merupakan salah satu masalah yang dihadapi oleh negara berkembang dalam pembangunan ekonominya. Rendahnya modal yang dimiliki berakibat pada rendahnya produktivitas, sehingga mengakibatkan rendahnya pendapatan yang akan berakibat pada rendahnya tabungan dan investasi. Keadaan ini akan terus berlangsung sampai adanya upaya untuk
meningkatkan
ditingkatkan.
Proyek
investasi jalan
sehingga
kereta
api,
pembangunan jalan
raya,
ekonomi
perluasan
dapat jaringan
telekomunikasi dan listrik serta sumber tenaga merupakan infrastruktur yang diperlukan bagi pembangunan ekonomi suatu daerah. Berdasarkan hasil estimasi model yang diperoleh, dimana jumlah penduduk yang bekerja mempunyai keterkaitan yang paling besar diantara variabel lain, maka perlu lebih ditingkatkannya kualitas sumber daya manusia yang ada di Provinsi D.I. Yogyakarta. Misalkan dengan memberikan ketrampilan yang memadai untuk bersaing dengan tenaga kerja dari daerah lain, sehingga tenaga kerja yang dimiliki dapat bersaing dengan tenaga kerja yang berasal dari
56
daerah lain. Dengan membuka kesempatan kerja yang luas maka sektor-sektor riil dapat bergairah dan mampu memberikan peluang untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sehingga akan mendukung gairah investor untuk menanamkan modalnya dan menjaganya agar tetap bertahan dan tidak mengalami kerugian. Untuk mengurangi ketimpangan realisasi investasi asing di Provinsi D.I. Yogyakarta, maka hal yang dapat dilakukan adalah memperluas jaringan listrik serta sarana fasilitas lain yang akan mendukung peningkatan nilai realisasi investasi asing. Selain itu pemerintah daerah harus mampu menjamin kecukupan pasokan listrik untuk keberlangsungan proses produksi. Hal ini didasarkan pada hasil penelitian bahwa jumlah listrik yang terjual mempunyai keterkaitan yang positif terhadap penanaman modal asing. Dengan memperluas jaringan listrik serta mampu menjamin kecukupan pasokan listrik di kabupaten/kota Provinsi D.I. Yogyakarta
maka
dapat
meningkatkan
keyakinan
para
investor
untuk
menanamkan modalnya. Dengan demikian diharapkan terjadi pemerataan pembangunan ekonomi di seluruh wilayah Provinsi D.I. Yogyakarta. Mengoptimumkan fungsi intermediasi pemerintah antara serikat buruh pekerja dengan para pengusaha, sehingga dapat tercapai kesepakatan upah pekerja diantara buruh dan pengusaha yang mana diharapkan tidak merugikan kepentingan diantara keduanya. Masih tingginya minat investor asing untuk menanamkan modalnya di Provinsi D.I. Yogyakarta, ternyata didukung dengan masih rendahnya tingkat upah minimum provinsi di Provinsi D.I. Yogyakarta dibandingkan dengan provinsi lain. Fakta ini sejalan dengan hasil empiris yang
57
didapat dari penelitian serta sesuai dengan hipotesis yang diajukan, bahwa semakin rendah tingkat upah maka investasi meningkat. Akan tetapi untuk mengatasi ketimpangan penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta juga perlu diciptakannya iklim investasi yang kondusif di seluruh kabupaten/kota dan mulai
memperkenalkan
potensi
yang
dimiliki
oleh
masing-masing
kabupaten/kota, sehingga mampu meningkatkan minat investor asing untuk menanamkan modalnya. Selain itu juga perlu dijaganya iklim investasi yang sudah tercipta agar para investor tetap yakin dengan keuntungan yang didapat sehingga keberlangsungan investasi tetap tercipta dan pengusaha juga tidak mengalami kerugian yang besar atau berada dalam kondisi mati suri.
VI. PENUTUP
6.1. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian yang telah diperoleh maka dari penelitian ini dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut : 1.
Berdasarkan hasil pengujian statistik terhadap model persamaan regresi nilai realisasi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta, dari variabel–variabel yang digunakan berupa jumlah penduduk yang bekerja, jumlah listrik yang terjual, dan upah minimum provinsi secara bersamasama signifikan memengaruhi perkembangan nilai realisasi penanaman modal asing di Provinsi D.I. Yogyakarta pada taraf kepercayaan 5 persen (α = 5 persen). Ketiga variabel eksogen dalam model regresi mempunyai arah yang sesuai dengan teori. Adapun variabel jumlah listrik yang terjual dan jumlah penduduk yang bekerja berpengaruh secara positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap nilai realisasi penanaman modal asing. Sedangkan variabel upah minimum provinsi mempunyai pengaruh yang negatif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap nilai realisasi penanaman modal asing.
2.
Berdasarkan hasil estimasi output yang diperoleh, maka kebijakan yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah Provinsi D.I. Yogyakarta sebagai bahan pertimbangan adalah meningkatkan kemampuan pendanaan pemerintah dengan cara meningkatkan proporsi dana untuk pembangunan infrastruktur
dan
fasilitas
penanaman
modal
asing,
sehingga
59
mempermudah investor dalam menanamkan modalnya, terutama bagi investor asing.
6.2. Saran Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh maka upaya yang dilakukan oleh pemerintah daerah dalam mengatasi masalah perkembangan nilai realisasi penanaman modal asing, sebaiknya mendapatkan dukungan dari semua pihak, baik dari pemerintah sendiri, pihak swasta maupun masyarakat. Adapun saran-saran berupa rekomendasi kebijakan sebagai bahan pertimbangan adalah sebagai berikut : 1.
Meningkatkan pembangunan infrastruktur yang ada atau memperbaiki infrastruktur yang sudah ada, seperti memperluas jaringan listrik serta memperbaiki sarana fasilitas umum lain.
2.
Mendorong peningkatan kualitas tenaga kerja dengan mengembangkan sistem kerterpaduan antara pendidikan dan ketrampilan yang sepadan dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, sehingga mampu meningkatkan posisi tawar pekerja.
3.
Meningkatkan intermediasi pemerintah antara serikat pekerja dan para pengusaha sehingga tercapai kesepakatan besarnya nilai upah minimum propinsi yang dapat menguntungkan baik pihak pekerja maupun pengusaha, sehingga investor tidak lagi khawatir dengan modal yang telah ditanamkannya akibat kurang lancarnya produksi yang diakibatkan demontrasi pekerja.
LAMPIRAN
63
Lampiran 1. Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Metode Pooled Least Square
Dependent Variable: INVESTASI Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Sample: 1999 2008 Included observations: 10 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 50 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Constanta Tenaga Kerja Jml Listrik Terjual Upah Minimum provinsi
Coefficient Std. Error t-Statistic -74.57578 0.925022 4.441163 -0.943044
13.64994 0.702074 0.420463 0.693904
Prob.
-5.463449 1.317557 10.56255 -1.359041
0.0000 0.1942 0.0000 0.1808
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
13.29889 10.31926 350.5122 0.482493
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.715927 0.697401 2.760404 38.64346 0.000000
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.629470 469.0959
Mean dependent var Durbin-Watson stat
9.231482 0.545615
64
Lampiran 2. Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Metode Fixed Effect (sebelum dilakukan metode white)
Dependent Variable: INVESTASI Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Sample: 1999 2008 Included observations: 10 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 50 Linear estimation after one-step weighting matrix Variable Constanta Tenaga Kerja Jml Listrik Terjual Upah minimum provinsi Fixed Effects (Cross) _Kulonprogo--C _Bantul--C _Gunungkidul--C _Sleman--C _Kota Yogyakarta--C
Coefficient Std. Error t-Statistic -85.31405 3.649437 2.947518 -0.582535
26.17922 2.070556 1.795016 0.661887
Prob.
-3.258846 1.762540 1.642057 -0.880111
0.0022 0.0853 0.1080 0.3838
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
21.92385 18.95141 175.1101 0.878449
-2.316270 1.776349 -2.224831 -0.588390 3.353142 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.841000 0.814500 2.041883 31.73587 0.000000
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.750399 315.9980
Mean dependent var 9.231482 Durbin-Watson stat 0.794412
65
Lampiran 3. Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Metode Fixed Effect (setelah dilakukan metode white)
Dependent Variable: INVESTASI Method: Pooled EGLS (Cross-section weights) Sample: 1999 2008 Included observations: 10 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 50 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Constanta Tenaga Kerja Jml Listrik Terjual Upah minimum provinsi Fixed Effects (Cross) _Kulonprogo--C _Bantul--C _Gunungkidul--C _Sleman--C _Kota Yogyakarta--C
Coefficient Std. Error t-Statistic -85.31405 3.649437 2.947518 -0.582535
8.862055 1.404200 1.061226 0.226561
Prob.
-9.626892 2.598944 2.777467 -2.571210
0.0000 0.0128 0.0082 0.0138
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
21.92385 18.95141 175.1101 0.878449
-2.316270 1.776349 -2.224831 -0.588390 3.353142 Effects Specification
Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.841000 0.814500 2.041883 31.73587 0.000000
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.750399 315.9980
Mean dependent var 9.231482 Durbin-Watson stat 0.794412
66
Lampiran 4. Hasil Pengujian Chow Test
Redundant Fixed Effects Tests Pool: INF Test cross-section fixed effects Statistic Effects Test Cross-section F
19.615790
d.f.
Prob.
(4,42)
0.0000
Cross-section fixed effects test equation: Dependent Variable: INVESTASI Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Sample: 1999 2008 Included observations: 10 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 50 Use pre-specified GLS weights White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Constanta Tenaga Kerja Jml Listrik Terjual Upah minimum provinsi
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. -40.61384 0.254364 2.513753 0.025069
5.249637 0.329868 0.192978 0.308504
-7.736505 0.771108 13.02614 0.081260
0.0000 0.4446 0.0000 0.9356
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
21.92385 18.95141 502.2455 0.332633
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.543961 0.514220 3.304297 18.28954 0.000000
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.417673 737.2340
Mean dependent var 9.231482 Durbin-Watson stat 0.337622
67
Lampiran 5. Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Metode Random Effect
Dependent Variable: INVESTASI Method: Pooled EGLS (Cross-section random effects) Sample: 1999 2008 Included observations: 10 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 50 Swamy and Arora estimator of component variances Variable Constanta Tenaga Kerja Jml Listrik Terjual Upah minimum provinsi Random Effects (Cross) _Kulonprogo--C _Bantul--C _Gunungkidul--C _Sleman--C _Kota Yogyakarta--C
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. -117.2317 2.214543 5.189887 0.008665
36.42397 2.596675 1.372688 1.043026
-3.218531 0.852838 3.780821 0.008307
0.0024 0.3982 0.0004 0.9934
-0.758854 2.781898 -0.507629 -1.743097 0.227682 Effects Specification
Cross-section random Idiosyncratic random
S.D.
Rho
2.476180 2.594651
0.4766 0.5234
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.337275 0.294054 2.567929 7.803454 0.000258
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
2.903663 3.056308 303.3358 0.826783
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.658164 432.7685
Mean dependent var 9.231482 Durbin-Watson stat 0.579508
68
Lampiran 6. Hasil Pengujian Hausman Test Correlated Random Effects - Hausman Test Pool: INF Test cross-section random effects
Test Summary
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f.
Prob.
Cross-section random
44.177262
0.0000
3
Cross-section random effects test comparisons: Variable Tenaga Kerja Jml Listrik Terjual Upah minimum provinsi
Fixed
Random
0.266863 9.208023 -1.413275
2.214543 5.189887 0.008665
Var(Diff.) 17.257759 13.819303 2.358721
Prob. 0.6392 0.2797 0.3545
Cross-section random effects test equation: Dependent Variable: INV? Method: Panel Least Squares Sample: 1999 2008 Included observations: 10 Cross-sections included: 5 Total pool (balanced) observations: 50 White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable Constanta Tenaga Kerja Jml Listrik Terjual Upah minimum provinsi
Coefficient Std. Error t-Statistic Prob. -150.7917 0.266863 9.208023 -1.413275
53.62500 5.024987 3.815795 1.632887
-2.811966 0.053107 2.413133 -0.865507
0.0075 0.9579 0.0203 0.3917
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression Sum squared resid Log likelihood F-statistic Prob(F-statistic)
0.776659 0.739435
Mean dependent var S.D. dependent var Akaike info 2.594651 criterion 282.7529 Schwarz criterion Hannan-Quinn -114.2607 criter. 20.86474 Durbin-Watson stat 0.000000
9.231482 5.083013 4.890428 5.196351 5.006925 0.972229
69
Lampiran 7. Matrix Correlations Hasil Pengujian Multikolinearitas
Investasi
Jumlah Penduduk yang Bekerja
Jml Listrik yang Terjual
Upah Minimum Provinsi
Investasi
1,000
0,199
0,789
0,205
Jumlah Penduduk yang Bekerja
0,199
1,000
-0,001
0,118
Jml Listrik yang Terjual
0,789
-0,001
1,000
0,215
Upah Minimum Provinsi
0,205
0,118
0,215
1,000
Variabel