ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INVESTASI ASING LANGSUNG (FDI)) DI PULAU JAWA
FAUZI MAULUDIN FAHMI
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Faktor-Faktor yang Memengaruhi Investasi Asing Langsung (FDI) di Pulau Jawa adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor. Bogor, Juni 2013 Fauzi Mauludin Fahmi H14090075
ABSTRAK FAUZI MAULUDIN FAHMI. Faktor-Faktor yang Memengaruhi Investasi Asing Langsung (FDI) di Pulau Jawa. Dibimbing oleh Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM. M.Ec. Investasi asing langsung merupakan kunci utama dalam mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi karena dapat mendorong industrialisasi dan memperluas kesempatan kerja. Pulau Jawa mempunyai letak yang starategis karena merupakan pusat perekonomian dan mempunyai infrastruktur yang cukup baik, sehingga menjadi faktor penting bagi para investor untuk meningkatkan efisiensi dalam berinvestasi. Penelitian ini menggunakan metode Data Panel mencakup enam Provinsi di Pulau Jawa tahun 2001-2011. Variabel bebas yang digunakan antara lain adalah tingkat inflasi (IFL), produk domestik regional bruto (PDRB), infrastruktur panjang jalan (IPJ), dan upah minimum provinsi (UMP), sedangkan variabel dependen yang digunakan adalah investasi asing (PMA). Hasil analisis metode data panel menunjukkan tingkat inflasi, produk domestik regional bruto dan infrastruktur panjang jalan berpengaruh positif terhadap investasi asing langsung, sedangkan upah minimum provinsi tidak berpengaruh secara nyata terhadap investasi asing langsung. Kata Kunci : Investasi Asing, Pulau Jawa, Data Panel.
ABSTRACT FAUZI MAULUDIN FAHMI. Determinants of Affecting Foreign Direct Investment in Java Island. Supervised by Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.Ec. Foreign direct investment is a key element to achieve economic growth because it can encourage industrialization and expand employment opportunities. Java island has a strategic location because it is central to the economy and a good infrastructure, that become an important factor for investors to improve the investment efficiency of investing. This study uses panel data covering six provinces in Java Island in 2001-2011. Independent variables used include the rate of inflation (IFL), gross regional domestic product (GRDP), density of road infrastructure (GDI), and the provincial minimum wage (UMP), while the dependent variable used is foreign direct investment (FDI). Analysis of panel data showed the rate of inflation, gross regional domestic product and the density of road infrastructure had a positive effect on foreign direct investment, while the provincial minimum wage has no significant impact on foreign direct investment. Keywords: Foreign Direct Investment, Java Island, Data Panel.
ABSTRACT FAUZI MAULUDIN FAHMI. Determinants of Affecting Foreign Investment in Java Island. Guided by Dr. Ir. DEDI BUDIMAN HAKIM, M.Ec. Foreign investment is a key element in achieving economic growth because it can encourage industrialization and expanding employment opportunities. Java has a strategic location because it is central to the economy and have a fairly good infrastructure, thus becoming an important factor for investors to improve the efficiency of investing. This study uses panel data covering six provinces in Java Island in 2001-2011. Independent variables used include the rate of inflation (IFL), gross regional domestic product (GRDP), length of road infrastructure (GDI), and the provincial minimum wage (UMP), while the dependent variable used is foreign direct investment (FDI). Results of analysis of panel data method shows the rate of inflation, gross regional domestic product and the long road infrastructure has a positive effect on foreign investment, while the provincial minimum wage does not influence on foreign investment. Keywords: Foreign Investment, Java Island, Data Panel.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI INVESTASI ASING (PMA) DI PULAU JAWA
FAUZI MAULUDIN FAHMI
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2013
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Memengaruhi Investasi Asing di Pulau Jawa Nama : Fauzi Mauludin Fahmi NIM : H14090075
Disetujui oleh
Dr.Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec Pembimbing I
Diketahui oleh
Dr.Ir.Dedi Budiman Hakim, M.Ec Ketua Departemen
Tanggal Lulus:
PRAKATA Assalamu’alaikum Wr.Wb Puji syukur kehadirat Allah SWT Sang Maha Tak Terhingga yang berkat kasih dan sayang-Nya lah penulis dapat menyelesaikan penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam selalu tercurahkan kepada Nabi besar kita Muhammad SAW, yang telah membimbing dan mengajarkan kepada kita sebagai jalan hidup sehingga membawa hidayah bagi umat manusia. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB. Adapun judul skripsi ini adalah “Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Investasi Asing (PMA) di Pulau Jawa”. Penulis ingin mengucapkan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada orang-orang yang telah banyak memberikan bantuan, semangat, dan selamat bagi penulis yaitu : 1. Dr. Ir. Dedi Budiman Hakim, M.Ec selaku dosen pembimbing skripsi yang telah memberikan ilmu dan membimbing penulis dengan sabar dalam proses penyusunan skripsi ini sehingga dapat diselesaikan dengan baik. 2. Keluarga besar yakni H.Suhendar Anwar, SE (ayah) dan Hj.Tini Mulyatingsih, SE (ibu), kedua adik saya Fakhri Isnan dan Heni Fauziah Ramadhanti yang telah memberikan sangat banyak ilmu hidup, semangat, doa, dukungan moral dan spiritual hingga akhir penulisan skripsi ini. 3. Dosen, staf penunjang dan seluruh civitas Departemen Ilmu Ekonomi atas ilmu dan bantuan yang diberikan selama masa perkuliahan. 4. Kepada rekan sebimbingan yaitu Eva, Ika, Indri, dan Risma yang selama ini sudah banyak memberikan semangat dan membantu penulis dalam melakukan penelitian. 5. Sahabat-sahabat Pakuan Regency B, pelatih serta anak-anak Timnas futsal dan bola Ilmu Ekonomi46 nanang andrian,S.E , adrian, jajang, bagas, bram, fuad, rheza, kuns adi, taufik, aim, kokom, raga, qiqi, adly, gibran, lintang, bronson marpaung, ardhi harri. 6. Meiyora, farhana, puspita piin, melli, icha, eswe, farrah, kalian bukan sekedar teman tetapi juga melainkan saudara yang selalu membuat penulis semangat, dan telah memberikan motivasi selama masa perkuliahan. Dan seluruh IE’46 yang tidak bisa disebutkan satu per satu. Penulis mengucapkan terima kasih atas semua hari terindah yang telah kita lewati bersama. 7. Semua pihak yang telah membantu penulis dalam penyelesaian skripsi ini namun tidak bisa penulis sebutkan satu persatu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Juni 2013 Fauzi Mauludin Fahmi
DAFTAR ISI DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR GAMBAR
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
Latar Belakang
1
Perumusan Masalah
3
Tujuan Penelitian
7
Manfaat Penelitian
7
Ruang Lingkup Penelitian
7
TINJAUAN PUSTAKA
8
Investasi Asing
8
Hubungan Produk Domestik Regional dengan PMA
9
Hubungan Tingkat Inflasi dengan PMA
10
Hubungan Upah dengan PMA
10
Hubungan Infrastruktur dengan PMA
11
Penelitian Terdahulu
12
Kerangka Pemikiran
13
Hipotesis
15
METODOLOGI PENELITIAN
16
Jenis dan Sumber Data
16
Metode Analisis
16
Analisis Panel Data
17
Uji Statistik
19
Uji Statistik t
19
Uji Statistik F
20
Koefisien Determinasi (R2)
20
Evaluasi Model
21
Normalitas
21
Multikoliniearitas
21
Heteroskedastisitas
22
Autokorelasi HASIL DAN PEMBAHASAN
22 23
Perkembangan FDI di Pulau Jawa
23
Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik
27
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika
27
Uji Normalitas
28
Uji Multikoliniearitas
28
Uji Heteroskedastisitas
28
Uji Autokorelasi
28
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Statistika
29
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonomi
31
Variabel Perubahan Inflasi
31
Variabel Perubahan Produk Domestik Regional Bruto
31
Variabel Perubahan Infrastruktur Panjang Jalan
32
Implikasi Kebijakan Investasi Asing
32
KESIMPULAN DAN SARAN
33
Kesimpulan
33
Saran
34
DAFTAR PUSTAKA
34
LAMPIRAN
35
RIWAYAT HIDUP
45
DAFTAR TABEL 1. 2. 3. 4.
Perkembangan antara nilai persetujuan dengan realisasi FDI di Pulau Jawa 6 Persentase Perbandingan PMA di Jawa terhadap PMA di Indonesia 24 Nilai Statistik Model Penanaman Modal Asing di Pulau Jawa 29 Hasil Estimasi Model Penanaman Modal Asing di Pulau Jawa 30
DAFTAR GAMBAR 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Investasi di Indonesia tahun1995-2011 Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1995-2011 Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2001-2011 Perkembangan Realisasi Investasi Asing Tahun 1997-2011 Kerangka Pemikiran Perbandingan Laju FDI dengan Laju Inflasi Perbandingan Laju FDI dengan Laju Infrastruktur
2 3 4 5 15 25 26
DAFTAR LAMPIRAN 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8.
Korelasi antar Variabel Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model PLS Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model Fixed Effect Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model Random Effect Hasil Pengujian Chow Test Hasil Pengujian Hausman Test Hasil Uji Normalitas Grafik Standardized Residuals
37 38 39 40 41 42 43 44
1
PENDAHULUAN Latar Belakang Indonesia sebagai negara berkembang memiliki masalah modal untuk melakukan pembangunan, sehingga sangat membutuhkan modal investasi asing baik langsung maupun tidak langsung. Apabila hanya mengandalkan modal dari dalam negeri saja, hal ini dirasakan belum cukup karena terbatasnya modal untuk membiayai program pembangunan di Indonesia. Awalnya negara sedang berkembang membiayai pembangunan melalui utang ke negara lain. Utang bukanlah menjadi solusi utama melakukan pembangunan di negara sedang berkembang, tetapi negara sedang berkembang membutuhkan investasi untuk melakukan pembangunan. Pembangunan ekonomi yang dilakukan di suatu daerah dapat dicapai jika sumber-sumber pembiayaan pembangunan dari dalam negeri (internal) dan luar negeri (eksternal) mampu memberikan kontribusi yang produktif. Pentingnya investasi selain membawa dana masuk akan membawa teknologi produksi, manajemen dan akses ke pasar dunia. Selain itu investasi juga menggerakkan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan serta kebijaksanaan yang memberikan kesempatan luas kepada sektor swasta, baik domestik maupun asing untuk ikut berpartisipasi dalam memperkuat tumbuhnya perencanaan ekonomi, seperti kebijaksanaan tingkat suku bunga, pembangunan sarana dan prasarana serta memberi fasilitas-fasilitas yang tujuannya untuk meningkatkan para investor dalam negeri maupun luar negeri agar mau menanamkan modalnya di Indonesia. Salah satu upaya untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi adalah investasi dalam bentuk investasi asing. Jhingan (2003) menyampaikan bahwa investasi asing dianggap sebagai pembangunan ekonomi yang penting. Investasi asing sebagian besar didefinisikan sebagai arus modal yang dihasilkan dari perusahaan multinasional. Perusahaan multinasional memperluas kegiatan mereka ke luar negeri untuk mengeksploitasi ekonomi dan mencari keuntungan. Investasi asing merupakan kunci utama dalam mencapai peningkatan pertumbuhan ekonomi karena dapat memperluas kesempatan kerja, mendorong kemajuan teknologi dan spesialiasi produksi. Namun juga perlu diwaspadai investor asing di Indonesia sebaiknya tidak hanya ingin berusaha untuk memperoleh keuntungan yang besar saja, tetapi juga harus memberikan jaminan keselamatan dan kesehatan kerja bagi para pegawai tenaga kerja. Kontribusi investasi terhadap produk domestik bruto Indonesia masih relatif kecil, tetapi pertumbuhannya makin meningkat dari waktu ke waktu. Peran pemerintah dalam menciptakan iklim yang dapat meningkatkan investasi yaitu memberlakukan berbagai aturan mengenai investasi diantaranya adalah UndangUndang No 1 tahun 1967, jo No 11 tahun 1970, tentang Investasi Asing dan Undang-Undang No 6 tahun 1968, jo No 12 tahun 1970 tentang Investasi Dalam Negeri. Kemudian lewat Peraturan Pemerintah No 30 tahun 1994, pemerintah memperbolehkan investasi dikuasai oleh 95% FDI. Menurut Undang-Undang Investasi No 25 tahun 2007 menyebutkan bahwa tujuan dari penyelenggaraan
2
investasi baik investasi investasi dalam negeri maupun investasi asing adalah untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Menurut Mankiw (2000) terdapat 4 faktor penggerak pertumbuhan ekonomi yaitu belanja pemerintah (G), konsumsi (C) , investasi (I), dan ekspor bersih (NX). Pemerintah tidak bisa mengandalkan pembelanjaan pemerintah sebagai penggerak pertumbuhan ekonomi karena dianggap akan akan menambah beban hutang pemerintah, dan juga pemerintah tidak bisa mengandalkan konsumsi secara terus menerus karena dikhawatirkan akan membuat masyarakat menjadi konsumtif. Pemerintah bisa mengoptimalkan pertumbuhan ekonomi melalui kegiatan perdagangan dan investasi. Investasi merupakan salah satu komponen dari pembentukan pendapatan nasional, sehingga pertumbuhan investasi akan berdampak pada pertumbuhan pendapatan nasional (BKPM,2004).
Sumber : World Bank, 2013
Gambar 1 Investasi di Indonesia tahun1995-2011 (Juta Rupiah) Pada Gambar 1 kita dapat melihat bahwa investasi di Indonesia setiap tahun terus berfluktuasi dimana pada periode tahun 1997-1999 investasi Indonesia menurun karena Indonesia mengalami krisis moneter, sedangkan pada tahun 2004 terjadi peningkatan kenaikan harga BBM yang menyebabkan beberapa negara sedang berkembang terkena dampak krisis. Data dari BKPM (2012) menyebutkan pada tahun 2011 Indonesia mendapat akreditas investasi dari lembaga rating internasional yaitu Fitch yang meningkatkan peringkat investasi Indonesia dari BB+ menjadi BBB, sehingga menandakan bahwa iklim investasi di Indonesia pada tahun setelah krisis moneter semakin membaik walaupun terjadi fluktuasi investasi.
3
Sumber : World Bank, 2013
Gambar 2 Produk Domestik Bruto Indonesia Tahun 1995-2011 (Miliar$) Berdasarkan data Produk Domestik Bruto (PDB) diatas kita dapat melihat bahwa dari tahun 1997-1999 Indonesia mengalami penurunan yang dikarenakan Negara Indonesia mengalami krisis moneter. Ketidakstabilan ekonomi yaitu pengaruh inflasi dan ketidakstabilan politik telah memicu terjadinya pelarian modal keluar yang mengakibatkan para investor meninggalkan Indonesia, terputusnya pembiayaan luar negeri dan sulitnya jaringan distribusi nasional. Setelah pasca krisis PDB Indonesia selanjutnya dari tahun 1999 sampai tahun berikutnya meningkat secara stabil itu dikarenakan Indonesia sebagai negara berkembang berusaha untuk bangkit dari keterpurukan dan menjadi negara tujuan investasi. Selain itu Indonesia memiliki sumber daya alam dan sumberdaya manusia yang cukup untuk meningkatkan perekonomian di Indonesia.
Rumusan Masalah Kondisi yang terjadi di Pulau Jawa berdasarkan program pengembangan Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang merencanakan Pulau Jawa untuk menjadi pendorong industri dan jasa nasional merupakan pusat tujuan investasi asing maupun investasi dalam negeri. Letaknya yang sangat strategis karena mempunyai infrastruktur yang cukup baik dibandingkan pulau-pulau lain yang berada di Indonesia sehingga membuat Pulau Jawa sebagai tempat yang efisien untuk berinvestasi. Provinsi DKI Jakarta, Jawa Timur, Jawa Tengah, dan Jawa Barat adalah provinsi yang menghasilkan PDRB tertinggi di Indonesia yang mengakibatkan menjadi daya tarik bagi para investor asing.
4
Sumber : Badan Pusat Statistik (BPS), 2012
Gambar 3 Produk Domestik Regional Bruto Tahun 2001-2011 (Juta Rupiah) Pertumbuhan nilai investasi asing akan menjadi salah satu dasar bagi pembangunan ekonomi jangka panjang di suatu wilayah. Mengingat sangat pentingnya iklim investasi bagi pembangunan perekonomian suatu wilayah, maka faktor-faktor yang memengaruhi peningkatan investasi asing tersebut sangat penting untuk diperhitungkan oleh pemerintah masing-masing provinsi. Eiotman dalam Sodik dan Nuryadin (2008) menyatakan bahwa motif yang mendasari kegiatan investasi asing adalah motif strategis, motif perilaku, dan motif ekonomi. Beberapa hal yang termasuk dalam motif strategis adalah usaha mencari pasar, mencari bahan baku dan mencari efisiensi produksi. Dalam usaha mencari pasar, potensial market adalah motivasi paling utama dibelakang keputusan investasi untuk memilih suatu lokasi, semakin besar potensial market suatu daerah/provinsi memberikan harapan kepada investor atas besarnya permintaan atas barang dan jasa yang dihasilkan. Market size ditunjukkan oleh tingkat pendapatan domestik regional bruto, semakin tinggi nilai pendapatan domestik suatu daerah berarti tingkat pendapatan masyarakat juga tinggi, daya beli masyarakat yang tinggi berarti permintaan barang dan jasa yang dihasilkan akan tinggi pula. Gambar 4 menjelaskan Pulau Jawa memiliki aliran modal asing terbesar dibandingkan dengan pulau-pulau lainnya. Pulau Jawa yang menjadi pusat perekonomian di Indonesia serta memiliki infrastruktur yang lengkap dan cukup baik menjadi faktor penting menarik para investor karena adanya infrastruktur yang baik akan meningkatkan efisiensi dalam investasi. Jumlah penduduk di Pulau Jawa cukup tinggi yang mengakibatkan supply tenaga kerja lebih tinggi dari demand tenaga kerja yang akan mengakibatkan upah tenaga kerja semakin rendah. Upah tenaga kerja yang rendah akan menarik investor untuk menanamkan modal atau membangun perusahaan multinasional karena akan mengurangi biaya produksi.
5
Sumber : Badan Koordinasi Investasi (BKPM), 2012
Gambar 4 Perkembangan Realisasi Investasi Asing Tahun 1997-2011 (US$. Ribu) Berdasarkan klasifikasi United Nation Conference on Trade and Development (1998) determinan investasi asing (Foreign Direct Investment) yaitu pengaruh ekonomi dan non ekonomi. Pengaruh ekonomi yang menentukan arus masuknya investasi asing antara lain yang pertama yaitu faktor yang berhubungan dengan pasar (besar kecilnya pangsa pasar dan struktur pasar), kedua, faktor yang berhubungan dengan sumberdaya ekonomi yaitu sumberdaya alam dan biaya tenaga kerja. Ketiga, faktor yang berhubungan dengan efisiensi yaitu biaya transportasi, komunikasi dan produktivitas tenaga kerja di negara tujuan. Sedangkan pengaruh non ekonomi antara lain variabel kebijakan yaitu kebijakan pajak, kebijakan perdagangan, privatisasi dan stabilitas politik. Selain itu insentif untuk investasi juga memengaruhi keputusan investor untuk melakukan investasi di suatu daerah/provinsi. Jadi, apabila suatu daerah mempunyai iklim yang kondusif, berarti faktor-faktor yang memengaruhi nilai investasi, seperti pangsa pasar yang besar, nilai tukar rupiah, tersedianya fasilitas infrastruktur jalan, pelabuhan dan alat transportasi lainnya yang memadai serta aliran listrik yang mencukupi untuk proses produksi, angkatan kerja dan keterbukaan ekonomi berada pada kondisi yang memungkinkan untuk investasi yang menghasilkan keuntungan maka hal tersebut akan menarik investor menanamkan modalnya dan pada akhirnya diharapkan akan mendorong pertumbuhan dan pembangunan ekonomi jangka panjang di antara provinsi Pulau Jawa. Pada Tabel 1 kita dapat melihat gap antara nilai persetujuan dengan nilai realisasi investasi asing di Pulau Jawa. Berdasarkan kesimpulan pada Gambar 4 sebelumnya Pulau Jawa memiliki nilai realisasi investasi asing tertinggi di antara pulau-pulau lainnya di Indonesia, maka dari hal tersebut kita bisa memberikan gambaran perkembangan selanjutnya dari nilai persetujuan dengan realisasi investasi asing. Tercatat adanya gap yang cukup besar antara nilai persetujuan
6
dengan nilai realisasinya, bahwa rata-rata dari nilai persetujuan memberikan nilai yang lebih besar dibandingkan dengan nilai realisasi investasi asing. Tabel 1 Perkembangan antara nilai persetujuan dengan realisasi FDI di Pulau Jawa
Tahun 2005
2006
2007
Jumlah
Provinsi DI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten DI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten DI Jakarta Jawa Barat Jawa Tengah DI Yogyakarta Jawa Timur Banten
Nilai Persetujuan FDI (US$.Ribu) 5,197,000 1,497,800 627,300 59,400 534,300 2,774,100 2,641,900 1,606,600 163,700 49,700 1,153,500 1,363,600 6,051,000 3,763,700 329,200 21,200 876,100 1,322,800 30,032,900
Nilai Realisasi FDI (US$.Ribu) 3,265,282 2,554,048 23,881 17,345 686,719 667,965 1,460,553 1,621,799 380,242 48,800 367,831 504,271 4,658,456 1,275,604 98,781 8,400 1,664,746 678,734 19,983,457
Gap (PersetujuanRealisasi) (US$.Ribu) 1,931,718.10 (1,056,247.70) 603,419.40 42,055.30 (152,419.10) 2,106,134.70 1,181,346.80 (15,199.40) (216,541.80) 899.70 785,668.90 859,329.50 1,392,544.40 2,488,095.90 230,419.00 12,800.00 (788,646.40) 644,065.70 10,049,443.00
Sumber : Badan Koordinasi Penanaman Modal, 2012 (diolah)
Pada periode 2005-2007, selisih (gap) nilai persetujuan dengan nilai realisasi investasi asing di wilayah Pulau Jawa sebesar 10.049.443 juta rupiah. Nilai persetujuan FDI periode 2005-2007 sebesar 30.032.900 juta rupiah, sedangkan nilai realisasi FDI periode yang sama sebesar 19.983.457 juta rupiah. Kesenjangan antara nilai persetujuan dengan nilai realisasi investasi asing terjadi dikarenakan investor tidak memberikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Setiap proyek yang telah mendapatkan persetujuan pemerintah dalam rangka penanaman modal baik dalam negeri maupun penanaman modal asing diwajibkan menyampaikan LKPM tersebut. Selain itu, kesenjangan yang terjadi juga disebabkan oleh banyaknya masalah dan hambatan yang bersifat internal maupun eksternal. Hambatan yang bersifat internal disebabkan banyaknya perusahaan mengalami kesulitan mendapatkan lahan yang sesuai dan kesulitan memperoleh bahan baku, kesulitan pemasaran. Sedangkan hambatan yang bersifat eksternal disebabkan faktor lingkungan bisnis baik nasional, regional maupun global yang tidak mendukung
7
serta kurang menarik insentif atau fasilitas penanaman modal yang diberikan pemerintah. Berdasarkan uraian diatas, dapat dirumuskan bahwa permasalahanpermasalahan yang akan dibahas pada penelitian ini adalah: 1. Bagaimana perkembangan investasi asing langsung di Pulau Jawa? 2. Faktor-faktor apa saja yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa? 3. Bagaimana implikasi kebijakan untuk meningkatkan investasi asing langsung di Pulau Jawa? Tujuan Penelitian Berdasarkan latar belakang dan permasalahan yang ada maka penelitian ini bertujuan untuk: 1. Menggambarkan perkembangan investasi asing langsung di Pulau Jawa. 2. Menganalisis faktor-faktor apa saja yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa. 3. Menganalisis implikasi kebijakan untuk meningkatkan investasi asing langsung di Pulau Jawa.
Manfaat Penelitian Sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak diantaranya adalah: 1. Bagi pemerintah sebagai pembuat kebijakan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan bahan pertimbangan dalam pengambilan keputusan khususnya yang berkaitan dengan investasi. 2. Memberikan informasi bagi pihak lainnya sebagai bahan referensi untuk penelitian lebih jauh atau sebagai pelengkap penelitian lain. 3. Bagi penulis, penelitian ini sebagai sarana pembelajaran dalam memahami perkembangan dan faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing di Pulau Jawa secara mendalam.
Ruang Lingkup Penelitian Penelitian ini membahas tentang perkembangan investasi asing di seluruh provinsi Pulau Jawa. Selanjutnya juga membahas faktor-faktor yang memengaruhi Investasi Asing Langsung (FDI) di Pulau Jawa dan juga dampak investasi asing langsung terhadap perekonomian di Pulau Jawa. Data yang digunakan adalah data sekunder berupa tahunan yang bersumber dari Badan Pusat Statistik, Badan Koordinasi Investasi, World Bank dan buku terbitan lain yang menunjang penelitian ini. Variabel endogen dalam penelitian ini adalah Investasi Asing langsung, sedangkan yang menjadi variabel eksogen adalah Produk Domestik Regional Bruto, Inflasi, Infrastruktur panjang jalan dan Upah minimum provinsi dari periode 2001 hingga 2011. Penelitian ini menggunakan metode panel data.
8
TINJAUAN PUSTAKA
Investasi Asing Undang-Undang No.25 Tahun 2007 tentang Investasi Asing adalah kegiatan menanam modal untuk masukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri. Adapun pengertian modal asing menurut Undang-Undang No 25 Tahun 2007 dalam pasal 1 ayat 8 adalah modal yang dimiliki oleh negara asing, perseorangan warga negara asing, badan usaha asing, badan hukum asing, dan badan hukum Indonesia yang sebagian atau seluruh modalnya dimiliki oleh pihak asing Sukirno (1985) nmenjelaskan modal asing dapat memasuki suatu negara dalam bentuk modal swasta dan modal negara. Modal asing swasta dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu investasi langsung, investasi tidak langsung dan pinjaman ekspor. Investasi langsung berarti merupakan aliran modal swasta dari negaranegara maju ke negara-negara berkembang dan melakukan pengawasan atas asset yang dimilikinya di negara penerima modal. Sedangkan investasi tidak langsung yang lebih dikenal dengan investasi portofolio merupakan penanaman modal dalam bentuk pemilikan surat-surat pinjaman jangka panjang (bond) dan sahamsaham dari perusahaan-perusahaan yang terdapat di negara-negara berkembang serta jenis modal pinjaman ekspor diartikan pinjaman jangka pendek, yaitu memberikan kesempatan kepada pengusaha-pengusaha atau pemerintah untuk membeli alat-alat modal dan peralatan dalam bentuk kredit yang harus dibayarkan dalam jangka waktu lima tahun. Menurut Salvatore (1997), penanam modal asing langsung yaitu investasi dalam aset-aset misalnya berupa pembangunan pabrik-pabrik, pengadaan berbagai macam barang modal, pembelian tanah untuk keperluan produksi, pembelanjaan berbagai peralatan inventaris dan sebagainya. Pengadaan modal asing itu biasanya diikuti dengan penyelenggaraan fungsi-fungsi manajemen dan pihak investor sendiri tetap mempertahankan kontrol terhadap dana-dana yang telah ditanamkan. Di negara-negara berkembang kegiatan ekonomi yang dapat diusahakan oleh pihak swasta masih mempunyai kemungkinan untuk lebih laju lagi apabila tersedia lebih banyak modal dan terdapat kemampuan untuk menggunakan tambahan modal itu secara lebih efektif. Dengan adanya modal asing, maka akan membantu dalam industrialisasi suatu daerah dalam rangka membangun modal ekonomi dalam skala besar seperti proyek-proyek raksasa yang diperlukan untuk memperlancar bisnis dan perdagangan seperti, jalan raya, proyek jembatan, serta sarana kesehatan umum yang diperlukan dalam pembangunan. Masuknya modal asing tidak hanya membawa uang dan mesin saja, tetapi juga memberikan keterampilan teknik yang baru dan menggarap sumber-sumber baru yang belum dimanfaatkan. Sehingga dengan masuknya modal asing ke suatu daerah diharapkan mampu meningkatkan kesempatan kerja yang pada akhirnya akan mempercepat pembangunan ekonomi daerah tersebut (Jhingan, 2003).
9
Hubungan Produk Domestik Regional Bruto dengan FDI Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) mencerminkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Menurut Todaro (2000) pertumbuhan ekonomi adalah kenaikan kapasitas dalam jangka panjang dari negara yang bersangkutan untuk menyediakan berbagai barang ekonomi kepada penduduknya. Kenaikan kapasitas ini sendiri ditentukan atau dimungkinkan oleh adanya kemajuan atau penyesuaianpenyesuaian teknologi, kelembagaan dan ideologis terhadap berbagai tuntutan yang ada. Todaro juga mengartikan pembangunan sebagai suatu proses multidimensional yang menyangkut perubahan-perubahan besar dalam struktur sosial, sikap masyarakat, kelembagaan nasional maupun percepatan pertumbuhan ekonomi, pengurangan ketidakmerataan dan penghapusan kemiskinan. Menurut para ahli ekonomi proses pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh dua macam faktor yaitu pertama, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor ekonomi seperti sumber daya alam, akumulasi modal, kemajuan teknologi, pembagian kerja dan skala produksi. Kedua, pertumbuhan ekonomi dipengaruhi oleh faktor non ekonomi seperti faktor sosial, faktor SDM, faktor politik, dan birokrasi. Salah satu faktor yang mendorong investor melakukan investasi di suatu daerah adalah karena faktor ekonomi di daerah yang ingin ditanamkan modalnya, seperti potensi pasar dan sumber daya alam. Potensi pasar digambarkan dengan besarnya pendapatan daerah tersebut yang dicerminkan oleh nilai PDRB. Peranan pendapatan (PDRB) terhadap investasi sangat penting, karena pendapatan daerah yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi akan memperbesar permintaan terhadap barang dan jasa. Keuntungan perusahaan menjadi bertambah tinggi dan akan mendorong dilakukannya lebih banyak investasi. Dengan kata lain, apabila PDRB bertambah tinggi maka investasi akan bertambah tinggi juga. Dengan demikian investasi mendapat pengaruh dari pendapatan daerah. Selain itu, jika pendapatan masyarakat tinggi, maka bagian dari pendapatan masyarakat tersebut yang dapat dipergunakan untuk investasi meningkat, sehingga investasi ini berhubungan positif dengan pendapatan. Berkaitan dengan pendapatan, menurut Deliarnov (1995), membedakan investasi menjadi dua, yaitu: 1. Investasi otonom (autonomous investment) yaitu investasi yang jumlahnya ditentukan dari dalam perekonomian itu sendiri (seperti nilai tukar, inflasi, upah, pajak, infrastruktur, teknologi, tingkat bunga). 2. Investasi terpengaruh (induced investment) investasi yang jumlahnya dipengaruhi oleh tinggi rendahnya pendapatan nasional. Jumlah investasi otonom biasanya konstan, artinya tidak tergantung pada besar kecilnya pendapatan nasional. Peningkatan dalam investasi otonom ini bukan disebabkan oleh adanya peningkatan pendapatan melainkan karena adanya perubahan faktor lain seperti; nilai tukar, inflasi, upah, pajak, infrastruktur, dam teknologi. Sebaliknya investasi yang terpengaruh akan naik turun sesuai dengan pendapatan nasional.
10
Hubungan Tingkat Inflasi dengan FDI Inflasi adalah keadaan dimana terjadi peningkatan harga umum secara terus-menerus. Sedangkan tingkat inflasi menggambarkan perubahan harga-harga dalam suatu tahun tertentu. Indikator yang biasanya digunakan untuk mengukur tingkat inflasi adalah Indeks Harga Konsumen. Perhitungan inflasi dapat dinyatakan sebagai berikut : INFt = (IHKt-IHKt-1/IHKt-1) x 100% Dimana : INFt : Tingkat inflasi pada periode t IHKt : Indeks Harga Konsumen pada periode t IHKt-1 : Indeks harga konsumen sebelum periode t Inflasi merupakan gejala ekonomi yang sangat menarik untuk diperhatikan, karena setiap kali ada gejolak sosial politik dan ekonomi di dalam maupun di luar negeri, masyarakat selalu mengaitkan dengan masalah inflasi. Inflasi bisa menunjukkan kerentanan perekonomian suatu negara sehingga hal ini sangat berpengaruh terhadap kepercayaan investasi asing akan prospek pendapatan yang akan diperolehnya di negara tersebut. Hyper inflation dalam jangka panjang akan memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan hal ini akan berakibat menurunnya sektor investasi yang produktif. Inflasi yang tinggi membuat harga barang dan jasa menjadi mahal, biaya input produksi tentunya akan meningkat. Kondisi ini menyebabkan pelaku usaha mengharuskan meningkatkan harga outputnya sehingga daya saingnya rendah. Inflasi menyebabkan daya beli masyarakat menjadi rendah, akibatnya kegiatan perdagangan lesu dan investor sulit untuk mendapatkan return dan keuntungan. Selain itu juga inflasi dapat menyebabkan ekspor turun dan cenderung menaikkan impor karena masyarakat dan para pelaku usaha lebih memilih untuk membeli barang-barang luar negeri yang harganya lebih murah. Ketika terjadi inflasi, pihak otoritas moneter akan menaikkan tingkat bunga guna menghindari kemerosotan nilai modal yang dipinjamkan. Makin tinggi inflasi maka makin tinggi pula tingkat bunga. Tingkat bunga yang tinggi menyebabkan kreditur turun dan mengurangi minat investor untuk mengembangkan sektor-sektor produktif.
Hubungan Upah Minimum Provinsi dengan FDI Upah minimum provinsi adalah standar upah yang telah ditetapkan oleh pemerintah provinsi dalam rangka melindungi kepentingan kaum buruh dengan tujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Tingkat upah minimum suatu daerah sangat dipengaruhi oleh perkembangan perekonomian pada darah tersebut. Perbedaan tingkat upah minimum antar daerah antara lain disebabkan oleh kesepakatan antara organisasi sektoral pekerja, sehingga untuk daerah-daerah kawasan industri tingkat upah minimumnya lebih tinggi dibandingkan dengan daerah yang bukan kawasan industri.
11
Ketika terjadi kenaikan upah maka biaya faktor produksi perusahaan semakin meningkat, jika tidak diimbangi oleh kenaikan produktivitas buruh kerja maka keuntungan investor berkurang dan investasi akan menurun. Dalam beberapa kasus investor justru lebih berani membayar upah pekerja dengan asumsi pekerja memiliki SDM yang baik, mempunyai spesifikasi ketrampilan dan menguasai teknologi. Selama upah tersebut masih berada di titik keseimbangan produksi maka kenaikan upah tidak menjadi suatu masalah dan justru bisa meningkatkan produktivitas para pekerja karena kesejahteraan meningkat. Peningkatan biaya melakukan bisnis salah satunya adalah upah buruh yang semakin mahal. Penerapan kebijakan upah minimum mengakibatkan upah semakin meningkat. Undang-Undang upah minimum menetapkan tingkat upah minimal yang harus dibayar perusahaan kepada karyawannya. Teori upah efisiensi menyatakan bahwa upah yang tinggi membuat para pekerja lebih produktif. Para pekerja yang dibayar dengan upah yang memadai bisa membeli lebih banyak nutrisi dan para pekerja yang sehat akan lebih produktif. Perusahaan akan lebih efisien jika membayar pekerja dengan upah yang tinggi karena dapat meningkatkan produktivitas para pekerja. Namun hasil dari upah yang tinggi menyebabkan pengangguran terbuka yang lebih besar.
Hubungan Infrastruktur dengan FDI Jordaan (2004) dalam Shahmoradi dan Baghbanyan (2011) menyatakan bahwa kualitas yang baik dan berkembang dengan baik di bidang infrastruktur meningkatkan potensi produktivitas investasi di suatu negara dan karena itu merangsang arus investasi asing menuju suatu negara. Infrastruktur merupakan hal yang sangat menentukan terealisasinya atau tidak suatu proyek investasi karena mendukung proses pembangunan ekonomi melalui kelancaran kegiatan perekonomian di daerah tersebut. Penyediaan fasilitas (prasarana) FDI di suatu daerah adalah merupakan salah satu usaha yang sering dilakukan oleh suatu daerah untuk menariknya minat investor asing. Penyediaan fasilitas FDI antara lain berupa jalan diaspal, telekomunikasi, perluasan bandara dan sarana transportasi. Percepatan pembangunan infrastruktur merupakan salah satu syarat untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi yang tinggi dan berkelanjutan. Meningkatnya ketersediaan jalan raya yang diaspal merupakan salah satu upaya dari pembangunan infrastruktur akan memberikan pengaruh positif terhadap minatnya investor asing untuk menanamkan modalnya di daerah tersebut. Semakin membaiknya kualitas jalan raya akan dapat memperlancar arus kegiatan distribusi perekonomian, sehingga akan meningkatkan keuntungan investor. Sementara nemburuknya kualitas jalan raya, kepadatan lalu lintas dan terbatasnya jaringan telekomunikasi dapat menghambat suatu usaha dan selanjutnya dapat menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah.
12
Penelitian Terdahulu Investasi asing langsung sangat diminati oleh pemerintah negara-negara berkembang yang masih sangat membutuhkan dana asing bagi proses pembangunan karena mereka percaya bahwa pengaruh investasi asing bisa berpengaruh positif terhadap ekonomi negara-negara tersebut. Perkembangan investasi asing khususnya di Pulau Jawa belakangan ini cukup baik karena belakangan ini dan ke depan pulau tersebut menjadi pusat industri dan jasa nasional serta juga lokasi geografis yang strategis. Studi empiris yang dilakukan oleh beberapa peneliti telah memperkuat argumen bahwa peranan modal asing relatif besar dalam pembangunan suatu negara. Kusumaningrum (2007) dalam skripsinya mengenai faktor-faktor yang memengaruhi investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan seluruh variabel eksogennya (lag PDRB, inflasi, suku bunga, nilai tukar dan tingkat upah) mempunyai tanda yang sesuai teori. Variabel suku bunga berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kegiatan investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal itu mengimplikasikan bahwa suatu peningkatan tingkat bunga akan menambah biaya modal, sehingga menyebabkan suatu penurunan dalam investasi. Variabel inflasi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini dikarenakan tingkat inflasi yang tinggi memicu biaya operasional perusahaan mengalami peningkatan sehingga tingkat keuntungan yang dialami perusahaan mengalami penurunan. Penurunan keuntungan perusahaan tersebut mengakibatkan terjadinya penurunan jumlah investasi yang dilakukan perusahaan. Variabel PDRB periode sebelumnya menunjukkan ke arah yang membaik maka akan meningkatkan kepercayaan investor untuk menanamkan modalnya di Provinsi DKI Jakarta. Variabel upah minimum provinsi berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta. Jika tingkat upah yang dibayarkan mengalami peningkatan, maka share keuntungan yang diterima perusahaan akan menurun. Dengan share keuntungan yang menurun tersebut maka kecendrungan perusahaan untuk berinvestasi pun mengalami penurunan. Variabel nilai tukar berpengaruh negatif yang signifikan terhadap tingkat investasi di Provinsi DKI Jakarta. Hal ini disebabkan karena ketika terjadi depresiasi nilai tukar rupiah maka nilai riil keuntungan yang diperoleh akan berkurang sehingga dapat menurunkan tingkat investasi. Skripsi Khasanah (2009) mengenai analisis faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing di Batam menyimpulkan bahwa faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing di Batam yaitu PDRB, upah, pajak, dan Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) memiliki hubungan yang positif terhadap investasi asing, sedangkan inflasi dan nilai tukar mempunyai pengaruh negatif terhadap investasi asing. Selanjutnya dari hasil penelitian juga diketahui bahwa karakteristik Kawasan Ekonomi Khusus yang berhasil adalah keseimbangan ekonomi makro, lokasi geografis yang strategis, insentif yang ditawarkan, manajemen kawasan yang efektif dan efisien, jaringan infrastruktur yang memadai, keterkaitan dengan ekonomi domestik dan penguasaan teknologi. Sedangkan kendala-kendala pemerintah Batam dalam mengembangkan Kawasan Ekonomi Khusus terkendala pada aspek legal dan aspek ekonomi, aspek kapasitas pemerintah daerah, aspek
13
infrasruktur fisik dan aspek keterkaitan kegiatan investasi kawasan industri dengan perekonomian Batam. Penelitian yang dilakukan oleh Demirhan dan Masca (2008) mengenai faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung untuk negara berkembang yang menggunakan analisis cross section. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan bahwa variabel PDB per kapita, infrastruktur telekomunikasi, keterbukaan ekonomi memiliki tanda yang positif dan signifikan terhadap FDI. Sedangkan variabel inflasi dan pajak memiliki tanda yang negatif dan signifikan, serta variabel risiko politik memiliki tanda negatif dan tidak signifikan dan variabel upah pekerja memiliki tanda positif dan tidak signifikan. Hasil dari variabel upah menyimpulkan bahwa upah yang rendah belum menjadi faktor penentu dalam menarik FDI ke negara-negara berkembang. Ketika tingkat upah bervariasi sedikit dari satu negara ke negara, ketrampilan angkatan kerja diharapkan memiliki dampak pada keputusan tentang lokasi FDI. Penelitian yang dilakukan oleh Shahmoradi dan Baghbanyan tahun 2011 mengenai faktor-faktor dari investasi asing langsung di negara berkembang yang menggunakan analisis data panel. Variabel yang digunakan dalam penelitian ini yaitu arus masuk FDI, keterbukaan ekonomi, PDB per kapita, Balanced of Payment (BOP),ketersediaan tenaga kerja, populasi, inflasi dan juga ODA, selain itu ponsel, teknologi dan internet sebagai ukuran infrastruktur. Hasil menunjukkan bahwa keterbukaan ekonomi, PDB per kapita, ketersediaan tenaga kerja, infrastruktur, dan juga Official Development Aid (ODA) memiliki efek positif dan signifikan. Variabel tingkat populasi memiliki efek negatif yang signifikan. Ini mencerminkan bahwa tingkat populasi yang tinggi dapat menjadi kendala bagi pengembangan di negara-negara berkembang karena biaya yang membebankan pada pemerintah khususnya sementara kualitas dari populasi di negara-negara berkembang yang rendah. Sedangkan variabel inflasi dan BOP memiliki efek yang negatif dan tidak signifikan.
Kerangka Pemikiran Indonesia sebagai negara berkembang, tidak bisa hanya mengandalkan dari tabungan dalam negeri, penerimaan pajak, hasil ekspor migas dan non migas, dan bantuan luar negeri guna mencapai pertumbuhan dan pembangunan ekonomi berkelanjutan, tetapi juga dibutuhkan modal utama untuk membiayai programprogram pembangunan. Bukan hanya modal dalam negeri saja yang dapat 1menggerakkan program pemerintah melainkan juga dibutuhkan modal asing. Modal asing ini diharapkan sebagai salah satu sumber pembiayaan dalam pembangunan yang dapat digunakan untuk membangun pabrik-pabrik baja, alatalat mesin, pabrik elektronik, industri kimia dasar, jaringan telekomunikasi, pelabuhan, jalan, perhubungan udara, air bersih, listrik, rel kereta api, pelabuhan. Ditinjau dari aspek geografis Pulau Jawa merupakan daerah yang memiliki jumlah populasi terbesar dibandingkan dengan pulau-pulau lain yang ada di Indonesia dan mempunyai letak yang strategis karena berdekatan dengan pulaupulau lainnya pada saat melakukan aktivitas perekonomian. Dengan melihat beberapa potensi, Pulau Jawa menjadi tempat tujuan investasi yang menarik bagi investor asing meskipun belum kondusifnya iklim investasi. Jumlah penduduk
14
yang besar yang umumnya damai dan adaptif secara dinamis pada kemajuan di kawasan Pulau Jawa ini merupakan salah satu potensi yang menjadi daya tarik investor asing. Jumlah penduduk yang cukup tinggi mengakibatkan supply tenaga kerja lebih tinggi dari demand tenaga kerja yang akan mengakibatkan upah tenaga kerja semakin rendah. Upah tenaga kerja yang rendah akan menarik investor untuk menanamkan modal atau membangun perusahaan multinasional karena akan mengurangi biaya produksi. Namun adanya kesenjangan yang cukup besar antara nilai persetujuan dengan nilai realisasi investasi asing di Pulau Jawa menjadi permasalahan yang tidak dapat dihindarkan. Terjadi kesenjangan antara nilai persetujuan dengan nilai realisasi investasi asing disebabkan oleh investor asing masih khawatir untuk melakukan bisnis. Sebab lainnya adalah ketidakpastian kebijakan, korupsi (oleh pemerintah daerah maupun pemerintah pusat), perizinan usaha, dan regulasi pasar tenaga kerja. Masih rendahnya pelayanan publik, kurangnya kepastian hukum, dan berbagai peraturan daerah (perda) yang tidak probisnis diidentifikasi sebagai bukti iklim bisnis yang tidak kondusif. Pelayanan publik yang dikeluhkan terutama terkait dengan ketidakpastian biaya dan lamanya waktu berurusan dengan perizinan dan birokrasi. Berdasarkan beberapa aspek penentu investasi asing, maka dalam penelitian ini dilakukan analisis terhadap faktor-faktor apa saja yang memengaruhi Investasi Asing Langsung di Pulau Jawa yang terdiri dari Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Daerah Istimewa Yogyakarta, Jawa Timur dan Banten. Penelitian ini dilakukan untuk melihat gambaran perkembangan dan pengaruh faktor-faktor tersebut terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa serta mengetahui dampak kebijakan untuk meningkatkan perekonomian Pulau Jawa dari investasi asing. Sedangkan variabel-variabel yang digunakan berdasarkan tujuan serta untuk menjawab dalam penelitian ini yaitu inflasi (masing-masing provinsi), produk domestik regional bruto (masing-masing provinsi), infrastruktur panjang jalan (masing-masing provinsi),dan upah minimum provinsi. Beranjak dari hal inilah, maka diharapkan terbentuk suatu implikasi kebijakan yang mampu mendorong peningkatan kegiatan investasi asing langsung dalam upaya pembangunan sekaligus menjadikan iklim investasi di Pulau Jawa lebih tinggi dan kondusif.
15
Pembangunan ekonomi di Pulau Jawa
hvhpPProvinsi Pulau Jawa Potensi daya tarik investasi dalam negeri
Potensi daya tarik investasi
asing langsung
Kesenjangan (gap) nilai persetujuan dengan nilai realisasi FDI Analisis faktor-faktor yang memengaruhi FDI di Pulau Jawa
PDRB
Inflasi inflasi
Infrastruktur (Panjang Jalan)
Upah Minimum Provinsi (UMP)
Rekomendasi Kebijakan Mendorong peningkatan nilai FDI dan terciptanya iklim investasi asing yang lebih tinggi dan kondusif di Provinsi Pulau Jawa Gambar 5. Kerangka Pemikiran
Hipotesis Berdasarkan teori dan konsep yang relevan serta hasil penelitian terdahulu mengenai faktor-faktor yang memengaruhi aliran FDI di Indonesia, maka dapat diberikan jawaban sementara atas permasalahan yang ada. Hipotesis tersebut adalah: 1. PDRB berpengaruh positif terhadap FDI, PDRB selain menunjukkan ukuran pasar (market size) juga bisa menunjukkan profit yang akan didapat dari FDI tersebut. PDRB berpengaruh positif terhadap FDI, dimana peningkatan PDRB akan meningkatkan FDI. Masuknya FDI akan meningkatkan jumlah dana yang akan digunakan untuk membiayai produksi, sehingga jumlah output yang diproduksi juga akan meningkat. Meningkatnya jumlah output akan meningkatkan PDRB.
16
2. Inflasi mempunyai pengaruh negatif terhadap FDI, tingkat inflasi yang tinggi akan mengakibatkan harga faktor produksi meningkat sehingga biaya produksi pun ikut meningkat. Selain itu juga dengan tingkat inflasi yang tinggi dapat menurunkan daya beli masyarakat, sehingga semakin tinggi tingkat inflasi akan menurunkan minat dan harapan investor untuk berinvestasi. Hal ini dapat dikatakan inflasi berpengaruh negatif terhadap FDI. 3. Upah berpengaruh negatif terhadap FDI, upah yang tinggi menyebabkan biaya produksi tinggi, akibatnya harga outputnya tinggi dan daya saingnya rendah. Sebaliknya apabila upah rendah tetapi masih berada pada kondisi standar hidup yang layak, maka biaya produksinya pun bisa ditekan. Akibatnya harga outputnya memiliki daya saing yang tinggi dan diminati oleh konsumen dalam negeri maupun di luar negeri. Jadi upah berpengaruh negatif terhadap FDI. 4. Infrastruktur berhubungan positif dengan FDI, infrastruktur bisa memudahkan akses terhadap profit economy di dalam pelaksanaannya dari apa yang akan di dapat FDI. Semakin membaiknya kualitas jalan raya akan dapat memperlancar arus kegiatan distribusi perekonomian, sehingga akan meningkatkan keuntungan investor. Infrastruktur berpengaruh positif terhadap FDI, dimana peningkatan infrastruktur meningkatkan FDI.
METODOLOGI PENELITIAN Jenis dan Sumber Data Penelitian ini menggunakan jenis data sekunder, berbentuk data panel. Data panel yang dimaksud dalam penelitian ini mencakup masing-masing Provinsi di Pulau Jawa yaitu Provinsi DKI Jakarta, Provinsi Jawa Barat, Provinsi Jawa Tengah, Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta, Provinsi Jawa Timur, dan Provinsi Banten, masing-masing selama periode 2001-2011. Data yang digunakan meliputi nilai realisasi investasi asing, produk domestik regional bruto, tingkat inflasi, infrastruktur panjang jalan dan upah minimum provinsi. Untuk variabel produk domestik regional bruto berdasarkan atas dasar harga konstan dan untuk variabel upah minimum provinsi menggunakan data upah riil masing-masing provinsi. Data tersebut diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS) dan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Bahan-bahan lain yang menunjang penelitian didapat dari berbagai literatur dan jurnal dari berbagai perpustakaan, yaitu perpustakaan IPB. Alat analisis yang digunakan untuk melakukan pengolahan data menggunakan bantuan software EViews 6 dan Microsoft Excel 2007.
Metode Analisis Metode yang digunakan dalam menjawab permasalahan yang telah dikemukakan sebelumnya dalam penelitian adalah dengan menggunakan metode
17
estimasi Generalized Least Square (GLS) pada intinya memberikan pembobotan kepada variasi data yang digunakan dengan kuadrat varians dari model. Analisis data yang dilakukan dengan menggunakan metode Generalized Least Square, dengan fungsi nilai investasi asing = f (Nilai produk domestik regional bruto atas dasar harga konstan, tingkat inflasi, infrastruktur panjang jalan dan upah minimum provinsi). Adapun persamaan regresi liniernya yaitu : FDIit = β0 + β1PDRBit + β2IFLit + β3IPJit + β4UMPit + εit Keterangan: β0 = Intersep β1…β4 = Parameter yang diduga FDI = Nilai investasi asing (juta rupiah) PDRB = Nilai produk domestik regional bruto (rupiah) IFL = Tingkat inflasi (%) IPJ = Infrastruktur Panjang jalan (KM) UMP = Upah Minimum Provinsi (rupiah) = Error term ε i = Provinsi t = Tahun Langkah selanjutnya yaitu mengubah data yang diperoleh kedalam bentuk logaritma karena akan mempermudah dalam melihat respon dari setiap variabel independen yang digunakan terhadap variabel dependennya. Selain itu agar data yang diperoleh dapat dibandingkan dan konsisten sepanjang waktu. Adapun model persamaan regresi log liniernya adalah sebagai berikut: lnFDIit = β0 + β1 lnPDRBit + β2 IFLit + β3 lnIPJit + β4 lnUMPit + εit Keterangan : β0 = Intersep β1…β4 = Parameter yang diduga lnFDI = Logaritma natural dari nilai investasi asing lnPDRB = Logaritma natural nilai produk domestik regional bruto IFL = Tingkat inflasi lnIPJ = Logaritma natural dari Infrastruktur Panjang jalan lnUMP = Logaritma natural dari upah Minimum Provinsi ε = Error term i = Provinsi t = Tahun
Analisis Panel Data Data panel merupakan gabungan data yang bersifat time series dan cross section, sehingga dapat meningkatkan jumlah observasi. Regresi dengan menggunakan data panel akan menghasilkan degree of freedom yang lebih besar dan dapat mengatasi masalah yang timbul yaitu masalah penghilangan variabel (Firdaus,2011). Dalam menggunakan model data panel terdapat dua keuntungan dibandingkan menggunakan data time series dan data cross section saja (Verbeek, 2004 dalam Firdaus 2011). Keuntungan tersebut adalah:
18
Dengan mengombinasikan data time series dan data cross section dalam data panel membuat jumlah observasi menjadi lebih besar. Dengan menggunakan model data panel marginal effect dari peubah penjelas dilihat dari dua dimensi yaitu dimensi waktu dan dimensi individu, sehingga estimasi yang didapat akan lebih akurat. Data panel juga dapat memberikan data yang lebih informatif sehingga mampu mengurangi kolinearitas antar peubah serta meningkatkan derajat kebebasan yang berarti akan meningkatkan efisiensi. 2. Keuntungan yang lebih penting dari penggunaan data panel adalah mengurangi masalah identifikasi. Data panel lebih baik dalam mengidentifikasi dan mengukur efek yang secara sederhana tidak dapat diatasi dalam data cross section saja atau time series saja. Selain itu, data panel mampu mengontrol adanya heterogenitas individu. Dalam menganalisis data panel ada tiga pendekatan dalam perhitungan model yang digunakan yaitu pendekatan Pooled Least Square, pendekatan Fixed Effect dan pendekatan Random Effect. Pendekatan PLS merupakan metode yang paling sederhana. Dalam estimasinya diasumsikan bahwa setiap unit individu memiliki intersep dan slope yang sama (tidak ada perbedaan pada dimensi kerat waktu). N adalah jumlah unit cross section, T adalah jumlah periode waktunya dan K adalah jumlah variabel penjelas. Dengan mengasumsikan komponen error dalam pengolahan kuadrat terkecil biasa, kita dapat melakukan proses estimasi secara terpisah untuk setiap cross section. Kelemahan pooled least square model ini adalah dugaan parameter β akan bias karena tidak dapat membedakan observasi yang sama pada periode yang berbeda. Pada metode FEM, intersep pada regresi dapat dibedakan antar individu karena setiap individu dianggap mempunyai karakteristik tersendiri. Generalisasi secara umum sering dilakukan adalah dengan memasukkan dummy variabel untuk mengetahui terjadinya perbedaan nilai parameter yang berbeda-beda baik lintas unit cross section maupun antar waktu. Perbedaan pada kedua pendekatan tersebut didasarkan pada asumsi ada atau tidaknya korelasi antara komponen error dengan peubah bebas. Pertimbangan pemilihan pendekatan yang digunakan ini menggunakan statistik F yang berusaha memperbandingkan antara nilai jumlah kuadrat dari error dari proses pendugaan dengan menggunakan metode kuadrat terkecil dan efek tetap yang telah memasukkan variabel. Dalam menggunakan metode REM digunakan untuk mengatasi masalah yang terjadi pada FEM yaitu penggunaan pada REM dapat menghemat derajat kebebasan dan tidak mengurangi jumlahnya. Hal ini mengarah pada parameter hasil estimasi akan menjadi efisien. Semakin efisien maka model akan semakin baik. Dalam model efek acak, parameter-parameter yang berbeda antar daerah maupun antar waktu dimasukkan ke dalam error, karena hal ini model efek acak sering juga disebut model komponen error. Di samping dengan menggunakan tes statistika, terdapat beberapa pertimbangan dalam memilih apakah akan menggunakan fixed effect atau random effect. Menurut Judge (1985) beberapa pertimbangan yang dapat dijadikan panduan untuk memilih antara fixed effect atau random effect adalah : 1. Bila T (banyaknya unit time series) besar sedangkan N (jumlah unit cross section) kecil, maka hasil fixed effect dan random effect tidak jauh berbeda sehingga dapat dipilih pendekatan yang lebih mudah untuk dihitung yaitu fixed effect. 1.
19
2. Bila N besar dan T kecil, maka hasil estimasi kedua pendekatan akan berbeda jauh. Jadi, apabila diyakini bahwa unit cross section yang kita pilih dalam penelitian diambil secara acak (random) maka random effect harus digunakan. Sebaliknya, apabila diyakini bahwa unit cross section yang dipilih dalam penelitian tidak diambil secara acak maka harus menggunakan fixed effect. 3. Apabila komponen error individual (εi) berkorelasi dengan variabel bebas x maka parameter yang diperoleh dengan random effect akan bias sementara parameter yang diperoleh dengan fixed effect tidak bias. 4. Apabila N besar dan T kecil dan apabila asumsi yang mendasari random effect dapat terpenuhi, maka random effect lebih efisien dibandingkan fixed effect. Sebelum model diestimasi dengan model yang tepat, terlebih dahulu dilakukan uji spesifikasi apakah Pooled Least Square, Fixed Effect atau Random Effect atau ketiganya memberikan hasil yang sama. Pilihan antara Pooled Least Square dan Fixed Effect ditentukan dengan menggunakan Chow Test. Sedangkan pilihan antara Fixed Effect dan Random Effect ditentukan dengan menggunakan Hausman’s test. Pemilihan model yang digunakan dalam sebuah penelitian perlu dilakukan untuk memperoleh dugaan yang efisien. Uji Statistik Uji statistik digunakan untuk memperoleh apakah model yang diterapkan merupakan model yang tepat untuk menggambarkan hubungan antar variabel. Selain itu untuk mengetahui apakah ada hubungan yang signifikan diantara variabel-variabel endogen dengan variabel eksogen. Uji statistik t Uji statistik t digunakan untuk mengetahui apakah masing-masing variabel bebas (variabel eksogen) secara parsial berpengaruh pada variabel tak bebasnya (variabel endogen). Selain itu untuk melihat keabsahan dari hipotesis dan membuktikan bahwa koefisien regresi dalam model secara statistik signifikan diantara variabel-variabel dependen dengan variabel independen. Hipotesis yang digunakan yaitu: Hipotesis : H0 : β0 = 0 H1 : β1 ≠ 0 = 1,2,3,…..,n Statistik uji yang dilakukan dalam uji t adalah sebagai berikut: t-hitung = Hasil t-hitung dibandingkan dengan t-tabel = tα/2(n-k) , Dimana: b : Koefisien regresi parsial sederhana B : Koefisien regresi parsial populasi Sb : Simpangan baku koefisien dugaan Kriteria uji yang digunakan dalam melakukan uji-t adalah sebagai berikut :
20
1. Apabila nilai t-hitung lebih besar dari nilai tα/2(n-k) , maka tolak H0, Hal ini berarti bahwa variabel yang digunakan berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (variabel endogen). 2. Apabila nilai t-hitung lebih kecil dari nilai tα/2(n-k) , maka terima H0. Hal ini berarti variabel yang digunakan tidak berpengaruh nyata terhadap variabel tak bebas (variabel endogen). Uji statistik F Uji statistik F untuk menunjukkan adanya hubungan atau pengaruh antara variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel dependen. Apabila nilai prob(F-stat) lebih kecil dari taraf nyata α artinya H0 ditolak, hal ini menandakan bahwa ada minimal satu variabel yang berpengaruh secara signifikan atau berpengaruh nyata pada keragaman variabel berikutnya. Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: Hipotesis: H0 : β1=β2=...=βk=0 H1 : minimal ada salah satu βi ≠ 0 Untuk i = 1,2,3,….,k β = dugaan parameter Kriteria uji yang digunakan adalah sebagai berikut : 1. Apabila nilai F-hitung lebih besar dari Fα(k-1,n-k), maka tolak H0. Maksudnya adalah terdapat minimal parameter dugaan yang tidak nol dan berpengaruh nyata terhadap keragaman variabel tak bebas. 2. Apabila nilai F hitung lebih kecil dari Fα(k-1,n-k), maka terima H0. Hal ini berarti secara bersamaan variabel yang digunakan tidak bisa menjelaskan secara nyata keragaman dari variabel tak bebas. Koefisien Determinasi (R2) Koefisien determinasi mengartikan seberapa besar persentase total variasi dependen yang dijelaskan oleh model. Apabila nilai adjusted R2 semakin besar maka pengaruh modelnya terhadap variabel dependennya juga semakin besar. Menurut Gujarati (1993) terdapat dua sifat R2 yaitu: 1. Merupakan besaran non negatif. 2. Batasnya adalah antara 0 dan 1. Jika R2 bernilai 1 berarti ada hubungan sempurna antara variabel dependen dengan variabel independennya, sedangkan yang bernilai 0 berarti tidak ada hubungan antara variabel dependen dengan variabel independennya. Salah satu masalah jika menggunakan ukuran R-squared untuk menilai baik buruknya suatu model adalah mendapatkan nilai yang terus naik seiring dengan pertambahan variabel bebas ke dalam model sehingga adjusted R-squared secara umum memberikan hukuman terhadap penambahan variabel bebas yang tidak mampu menambah daya prediksi suatu model. Nilai adjusted R-squared tidak akan pernah melebihi R-squared bahkan bisa turun jika ditambahkan variabel bebas yang tidak perlu.
21
Evaluasi Model Model estimasi regresi linear yang ideal dan optimal harus menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Linear Unbiased Estimator (BLUE), antara lain sebagai berikut: 1. Estimator linear artinya estimator merupakan sebuah fungsi linear atas sebuah variabel dependen yang stokastik. 2. Estimator tidak bias artinya nilai ekspektasi sesuai dengan nilai yang sebenarnya. 3. Estimator harus memiliki varians yang minimum. Estimator yang tidak bias dan memiliki varians yang minimum disebut dengan estimator yang efisien. Terdapat beberapa permasalahan yang dapat menyebabkan sebuah estimator dikatakan tidak memenuhi kriteria BLUE jika melanggar beberapa asumsi ada tidaknya normalitas, multikoliniearitas, heteroskedastisitas dan autokorelasi. Normalitas Uji asumsi normalitas dilakukan untuk melihat apakah error term mengikuti distribusi normal atau tidak. Jika asumsi normalitas ini tidak dipenuhi maka prosedur pengujian dengan menggunakan uji t-statistic menjadi tidak sah. Pengujian asumsi normalitas dilakukan dengan Jarque Bera Test atau dengan melihat plot dari sisaan. Hipotesis dalam pengujian normalitas adalah: H0 : Residual berdistribusi normal H1 : Residual tidak berdistribusi normal Dasar penolakan H0 dilakukan dengan membandingkan nilai Jarque Bera dengan taraf nyata α sebesar 0.05, dimana jika nilai Jarque Bera Test lebih besar dari taraf nyata α 0.05 menandakan H0 tidak ditolak dan residual berdistribusi normal. Mulltikoliniearitas Multikoliniearitas yaitu adanya hubungan linier antara variabel independen dalam suatu regresi. Dalam pengujiannya sering dihadapkan dengan masalah peubah-peubah bebas yang tingkat multikoliniearitasnya tidak sempurna tetapi tinggi. Jika dihadapkan dengan adanya peubah-peubah bebas yang seperti ini, maka dugaan parameter koefisien regresi masih mungkin diperoleh, tetapi interpretasinya akan menjadi sulit. Gujarati (2003) menyatakan indikasi terjadinya multikoliniearitas dapat terlihat melalui: 1. Nilai R2 yang tinggi tetapi sedikit rasio yang signifikan. 2. Korelasi berpasangan yang tinggi antara variabel-variabel independennya. 3. Melakukan regresi tambahan dengan memberlakukan variabel independen sebagai salah satu variabel dependen dan variabel independen lainnya tetap diberlakukan sebagai variabel independen. Salah satu cara yang paling mudah untuk mengatasi masalah multikoliniearitas adalah dengan menghilangkan salah satu variabel yang tidak signifikan. Hal ini sering tidak dilakukan karena dapat menyebabkan bias parameter spesifikasi pada model. Kemudian cara lain adalah dengan mencari variabel instrumental yang berkorelasi dengan variabel terikat tetapi tidak
22
berkorelasi dengan variabel bebas lainnya. Hal ini agak sulit dilakukan mengingat tidak adanya informasi tentang tipe variabel tersebut. Ada beberapa cara untuk mendeteksi ada tidaknya multikoliniearitas, salah satunya yaitu melalui correlation matric, dimana batas terjadinya korelasi antar sesama variabel bebas adalah tidak lebih dari | 0.80 |. Selain correlation matric dapat juga dengan Uji Khen, apabila terdapat nilai korelasi yang lebih tinggi dari | 0.80 |, maka menurut Uji Khen multikoliniearitas dapat diabaikan selama nilai korelasi tersebut tidak melebihi Adjusted R-squared. Heteroskedastisitas Salah satu asumsi dasar dari metode regresi linier adalah varians tiap unsur error adalah suatu angka konstan yang sama dengan δ2. Heteroskedastisitas terjadi ketika varians tiap unsur error tidak konstan. Gujarati (2003) menyatakan heteroskedastisitas memiliki beberapa konsekuensi, diantaranya: 1. Dugaan parameter koefisien regresi tetap tidak bias dan masih konsisten, tetapi standar error nya dapat bias ke bawah. 2. Perhitungan standar error tidak lagi dapat dipercaya kebenarannya karena varians tidak minimum sehingga dapat menghasilkan estimasi regresi yang tidak efisien. 3. Uji hipotesis yang didasarkan pada uji F-statistic dan t-statistic tidak dipercaya. Cara mendeteksi adanya pelanggaran asumsi heteroskedastisitas dalam metode data panel dapat dilakukan dengan menggunakan grafik standardized residual, apabila secara grafis menunjukkan bahwa ragam sisaan menyebar normal maka dapat dinyatakan tidak terjadi pelanggaran asumsi heterokedastisitas. Sedangkan untuk mengatasi masalah heteroskedastisitas ada beberapa tehnik, diantaranya dengan metode Generalized Least Square (GLS) dan transformasi dengan logaritma. Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antar anggota serangkaian observasi yang diurutkan menurut waktu seperti dalam data time series atau diurutkan menurut ruang seperti dalam data cross section. Suatu model dikatakan memiliki autokorelasi jika error dari periode waktu yang berbeda saling berkorelasi. Masalah autokorelasi dapat menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun tidak bias dan konsisten. Untuk mendeteksi masalah autokorelasi yang paling umum dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson statistic pada model dibandingkan dengan nilai DW-Tabel. Sebuah model dapat dikatakan terbebas dari autokorelasi jika nilai Durbin-Watson statistic terletak di area nonautokorelasi. Penentuan area tersebut dibantu dengan nilai tabel DL dan DU. Jumlah observasi (N) dan jumlah variabel independen (K). Dengan menggunakan hipotesis pengujian sebagai berikut: Ho : Tidak terdapat autokorelasi H1 : Terdapat autokorelasi Maka aturan pengujiannya adalah sebagai berikut: 0 < d < DL : tolak Ho, ada autokorelasi positif
23
D L ≤ d ≤ DU DU < d < 4-Du DU < d < 4-DU 4-DU ≤ d ≤ 4-DL 4-DL < D < 4
: daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan : terima Ho, tidak ada autokorelasi : terima Ho, tidak ada autokorelasi : daerah ragu-ragu, tidak ada keputusan : tolak Ho, ada autokorelasi negatif
HASIL DAN PEMBAHASAN Perkembangan Investasi Asing di Pulau Jawa Kegiatan investasi merupakan kegiatan dalam rangka usaha untuk mentransformasikan sumber daya potensial yang dimiliki menjadi kekuatan yang mendorong pembangunan ekonomi riil. Sumber daya yang dimiliki oleh masing– masing daerah diolah dan dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat secara adil dan merata. Namun, dalam memanfaatkan sumber daya alam yang ada perlu diperhatikan kelestarian dan keseimbangan lingkungan hidup demi kepentingan dimasa mendatang. Peranan investasi asing langsung di Pulau Jawa cenderung mengalami peningkatan sejalan dengan banyaknya dana yang diperlukan dalam melakukan pembangunan ekonomi. Karenanya investasi merupakan faktor yang penting bagi kelangsungan proses pembangunan jangka panjang. Pada dasarnya yang terpenting dalam kegiatan investasi bukanlah besarnya nilai investasi yang ditanamkan melainkan seberapa efisienkah investasi yang telah ditanamkan mampu mendorong pertumbuhan ekonomi serta mendukung keberlanjutan pembangunan ekonomi suatu daerah, yang pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteran masyarakat di daerah tersebut secara adil dan merata. Persentase perbandingan Investasi asing langsung di Pulau Jawa terhadap Indonesia dapat dilihat di Tabel 2. Investasi asing merupakan salah satu ciri sistem ekonomi yang kian mengglobal. Investasi asing di Indonesia kian membaik semenjak terjadinya krisis periode 1997-1998. Pulau Jawa merupakan pulau yang paling besar investasi asingnya diantara pulau-pulau yang lain. Persentase investasi asing langsung di Pulau Jawa turun sekitar 50 persen pada tahun 1999. Penurunan investasi asing tersebut diakibatkan karena krisis ekonomi yang melanda Asia Tenggara. Pada tahun 2004, investasi asing langsung di Pulau Jawa dan Indonesia mengalami penurunan yang diakibatkan dari naiknya harga minyak dunia. Investasi asing langsung di Pulau Jawa dan investasi asing Indonesia sangat sensitif terhadap guncangan ekonomi. Sedangkan pada periode 2009-2011, Indonesia sebenarnya tidak terkena dampak besar dari krisis keuangan yang berawal dari Negara Amerika, akan tetapi negara-negara yang terkena impact dari Negara Amerika dan sekitarnya yang dilanda krisis keuangan tersebut menjadikan para investor asing sulit untuk berinvestasi di negara-negara tujuan mereka khususnya di negara berkembang seperti Indonesia.
24
Tabel 2 Persentase perbandingan FDI di Jawa terhadap FDI di Indonesia Tahun 1997 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Jawa 2,909,239 3,581,907 3,956,337 8,168,140 2,481,583 2,702,389 4,515,351 3,040,241 7,215,239 4,383,496 8,377,161 13,285,696 8,953,125 11,498,774 12,324,542
Indonesia Persentase Perbandingan FDI Jawa/Indonesia 3,405,526 85.43 4,721,124 75.87 7,831,457 50.52 11,123,190 73.43 3,392,875 73.14 3,041,201 88.86 5,446,345 82.91 4,399,892 69.10 8,832,790 81.69 5,960,509 73.54 10,180,600 82.29 14,572,415 91.17 10,117,963 88.49 16,214,772 70.92 19,474,532 63.29
Sumber : Badan Koordinasi Investasi (diolah).
Hal ini bisa dikatakan bahwa apabila ada sebuah krisis ekonomi arus masuk modal investasi jangka pendek yang pertama bereaksi, menunjukkan reaksi yang berlebihan. Sedangkan investasi jangka panjang (FDI) yang sifatnya tidak mudah bergerak dibandingkan investasi jangka pendek biasanya kurang peka terhadap suatu krisis ekonomi yang pada waktu itu dianggap oleh pelaku usaha sebagai suatu fenomena jangka pendek atau suatu gejala normal dalam suatu siklus bisnis ekonomi. Bahkan bila sektor-sektor tujuan FDI terpuruk akibat sebuah krisis ekonomi (misalnya permintaan pasar domestik menurun terhadap output, dari atau bahan baku tidak tersedia bagi produksi di sektor-sektor itu), arus masuk modal investasi jangka panjang hanya akan melambat, selama gangguan tersebut hanya bersifat sementara. Dalam kata lain, krisis global tersbut tidak harus berdampak sangat buruk pada investasi asing. Jadi ini mengindikasikan bahwa meskipun pada periode krisis tersebut FDI di Pulau Jawa persentasenya menurun terhadap FDI di Indonesia akan tetapi nilai realisasi FDI di Pulau Jawanya tidak mengalami penurunan. Inflasi membawa pengaruh yang buruk bagi perekonomian, antara lain yaitu dapat menurunkan kesejahteraan riil masyarakat yang berpenghasilan tetap dan juga dapat menurunkan minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di suatu negara. Inflasi yang terlampau tinggi akan mengakibatkan terjadinya overheating economy yang mengarah pada situasi resesi. Pada masa resesi pengusaha swasta akan mengadakan rasionalisasi melalui pembatalan investasi yang telah disetujui karena beban bunga yang terlampau tinggi disertai prospek usaha yang menurun drastis. Wimanda (2006) mengatakan bahwa inflasi di suatu region memiliki keterkaitan dengan region lainnya. Meskipun inflasi merupakan salah satu persoalan ekonomi yang cukup rumit, bukan berarti inflasi tidak dapat dikendalikan. Pada negara berkembang seperti Indonesia, inflasi bukan semata-
25
mata dipengaruhi oleh fenomena moneter saja, tetapi juga fenomena struktural juga memberikan pengaruh. Hal ini lebih disebabkan oleh struktur perekonomian regionalnya yang berbeda satu sama lain.
Gambar 6 Perbandingan Laju Inflasi dengan Laju FDI Berdasarkan gambar di atas, selama periode 2001-2011 di wilayah Pulau Jawa, tercatat inflasi tertinggi dan terendah terjadi di Provinsi Jawa Barat, yaitu sebesar 19,58 persen pada tahun 2005 dan 2,11 pada tahun 2009. Bila dilihat dari struktur, pada Provinsi Jawa Barat didominasi oleh sektor industri, disusul oleh sektor perdagangan kemudian sektor pertanian. Hal tersebut berimplikasi kepada meningkatnya harga output barang dan jasa pada tahun 2005 yang mengakibatkan tingkat investor asing yang ingin menanamkan modalnya menjadi turun. Inflasi dapat memiliki dampak positif atau negatif tergantung seberapa tingginya tingkat inflasi yang terjadi. Inflasi yang ringan atau moderat akan membuat perekonomian menjadi meningkat karena dapat mendorong laju investasi asing yang kemudian membuka lapangan pekerjaan sehingga dapat meningkatkan kesempatan kerja dan pada akhirnya akan mendorong pertumbuhan ekonomi. Sebaliknya, inflasi yang tinggi dan tidak stabil akan menciptakan
26
ketidakpastian bagi para pelaku ekonomi dalam mengambil keputusan untuk melakukan konsumsi, investasi dan produksi yang pada akhirnya akan menurunkan pertumbuhan ekonomi. Kondisi infrastruktur mempunyai peranan penting di dalam aliran distribusi produk. Semakin membaik kondisi infrastruktur tentunya akan semakin memperlancar aliran distribusi produk dan penghematan dalam waktu perjalanan. Penghematan biaya ini tentunya akan memberikan keuntungan bagi pihak investor dalam mengefektifkan kelancaran distribusi barang dan jasa.
Gambar 7 Perbandingan Laju FDI dengan Laju Infrastruktur Gambar 7 memberikan gambaran mengenai hubungan antara investasi asing dengan persentase panjang jalan di Pulau Jawa. Dapat dilihat bahwa saat terjadi kenaikan panjang jalan, hal tersebut kemudian akan disusul oleh kenaikan penanaman modal asing di setiap provinsi di Pulau Jawa. Peningkatan kondisi infrastruktur, selain akan menurunkan biaya transportasi terkait dengan lancarnya arus barang ke dalam atau ke luar suatu wilayah, disamping itu juga akan meningkatkan volume ekspor dan impor antar wilayah sehingga akan menarik investor asing untuk menanamkan modalnya di wilayah yang memiliki kualitas infrastruktur yang baik.
27
Tahapan Pemilihan Pendekatan Model Terbaik Estimasi model untuk mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa yang menggunakan analisis data panel, dapat dilakukan melalui tiga pendekatan estimasi model yaitu Pooled Least Square (PLS), Fixed Effect Model (FEM) dan Random Effect Model (REM). Tahap pertama, dilakukan estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa dengan pendekatan PLS menghasilkan estimasi model dengan nilai R2 sebesar 0,793810. Dengan melihat nilai Prob (F-statistic) sebesar 0.000000 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata α sebesar 1 persen, hal ini berarti model PLS menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara inflasi, infrastruktur, PDRB dan upah minimum provinsi yang secara signifikan memengaruhi investasi asing dengan tingkat kepercayaan 99 persen. Selanjutnya, estimasi model regresi data panel faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa dilakukan dengan metode FEM menghasilkan estimasi model dengan R2 sebesar 0,892745. Secara sekilas estimasi model dengan pendekatan FEM menunjukkan hasil yang lebih baik bila dibandingkan dengan PLS, namun Chow Test tetap harus dilakukan untuk memilih pendekatan model terbaik antara PLS dan FEM. Hasil Chow Test menunjukkan nilai statistik dengan probability sebesar 0.0000 yang lebih kecil dibandingkan taraf nyata α 1 persen. Hal tersebut menyatakan bahwa pendekatan FEM lebih baik daripada pendekatan PLS. Langkah berikutnya adalah mengestimasi model regresi data panel faktorfaktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa melalui pendekatan REM menghasilkan estimasi model dengan R2 sebesar 0.433912. Jika dilihat dari perbandingan diatas, pendekatan FEM masih menunjukkan hasil yang lebih baik daripada pendekatan REM, namun Hausman Test harus dilakukan untuk memilih pendekatan terbaik diantara FEM dan REM. Hasil Hausman Test menunjukkan nilai statistik dengan probability sebesar 0.0022 yang lebih kecil bila dibandingkan dengan taraf nyata α 5 persen. Hal tersebut membuktikan bahwa pendekatan FEM lebih baik daripada pendekatan REM, sehingga berdasarkan Chow Test dan Hausman Test dinyatakan bahwa pendekatan terbaik untuk mengestimasi model pada penelitian ini adalah FEM.
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonometrika Tahapan pemilihan pendekatan model terbaik berdasarkan Chow Test dan Hausman Test menunjukkan bahwa FEM merupakan pendekatan terbaik untuk mengestimasi model penelitian. Langkah berikutnya adalah melakukan pengujian asumsi klasik terhadap model estimasi data panel FEM. Pengujian asumsi klasik harus tetap dilakukan agar model dapat menghasilkan estimator yang memenuhi kriteria Best Liniear Unbiased Estimator (BLUE). Pengujian asumsi klasik meliputi uji normalitas, uji multikoliniearitas, uji heteroskedastisitas dan uji autokorelasi.
28
Uji Normalitas Pengujian normalitas dilakukan dengan Jarque-Bera Test yang terdapat dalam software Eviews 6. Hasil perhitungan dengan menggunakan software Eviews 6 menghasilkan output pada Lampiran 7. Dari hasil tersebut diperoleh nilai probability p-value sebesar 0.290312. Hal tersebut menandakan bahwa nilai p-value lebih besar dibandingkan dengan taraf nyata α 5 persen, dimana jika nilai p-value lebih besar menandakan H0 tidak ditolak dan menandakan bahwa residual berdistribusi normal. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kriteria model estimasi telah terpenuhi. Uji Multikoliniearitas Multikoliniearitas menandakan terdapat hubungan linier antar variabel independennya. Uji multikoliniearitas dilakukan dengan melihat nilai perhitungan koefisien korelasi sederhana (Pearson correlation coefficient) antar peubah bebasnya. Persyaratan kecukupan (sufficient condition) yang perlu dipenuhi apabila syarat cukup tidak terpenuhi adalah nilai dari Variance Inflation Factor (VIF) yang tidak boleh melebihi 5 atau 10. Selain itu data yang digunakan adalah data panel sehingga secara teknis masalah multikoliniearitas dapat dikurangi. Hasil perhitungan nilai koefisien korelasi dengan menggunakan software Eviews 6 menghasilkan output pada Lampiran 1. Dengan melihat hasil output tersebut, tidak terdapat nilai koefisien korelasi yang melebihi nilai R2 sebesar 0.89 pada peubah bebas dalam model, dengan demikian persyaratan kecukupan telah terpenuhi sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi pelanggaran asumsi multikoliniearitas dalam estimasi model penelitian. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan melihat Lampiran 3 terdapat nilai Sum square resid Weighted Statistic yang lebih besar daripada nilai Sum square resid Unweighted statistics pada model fixed effect. Di samping hal tersebut, heteroskedastisitas juga dapat diketahui dengan melakukan plotting pada sebaran standardized residualnya. Apabila secara grafis terlihat bahwa residual dari model terdistribusi normal maka dapat dikatakan tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas. Lampiran 8 menunjukkan uji heteroskedastisitas berdasarkan grafik. Berdasarkan grafik tersebut dapat disimpulkan tidak terjadi pelanggaran asumsi heteroskedastisitas. Hasil tersebut pada penelitian ini dapat dikatakan telah terbebas dari masalah heteroskedastisitas. Uji Autokorelasi Autokorelasi adalah korelasi antar anggota serangkaian yang diurutkan menurut waktu atau diurutkan menurut ruang. Autokorelasi menyebabkan model menjadi tidak efisien meskipun masih tidak bias dan konsisten. Pengujian untuk mendeteksi permasalahan autokorelasi dapat dilakukan dengan melihat nilai Durbin-Watson Statistic pada model dan membandingkannya dengan nilai DWTabel. Terlebih dahulu kita menentukan nilai dL dan dU dengan derajat kebebasan n = jumlah observasi dan k = jumlah variabel independen tidak termasuk konstanta. Pada tabel Durbin Watson dengan jumlah observasi sebanyak 66 dan jumlah variabel independen sebanyak 4 diperoleh nilai dL = 1,4758 dan dU =
29
1,733. Sedangkan nilai Durbin Watson yang diperoleh berada diantara 2,268 < 2.335 < 2.524 maka dapat disimpulkan tidak ada keputusan ada atau tidak autokorelasinya. Namun, karena model sudah diestimasi dengan menggunakan metode pembobotan GLS Weights Cross section SUR maka masalah tersebut langsung dapat terkoreksi. Metode GLS Weights Cross section SUR dapat digunakan untuk mengoreksi masalah autokorelasi. Dengan demikian, model estimasi regresi data panel pada penelitian ini telah terbebas dari masalah autokorelasi.
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Statistika Setelah dilakukan tahapan pengujian asumsi klasik maka dapat ditentukan bahwa model estimasi analisis data panel yang terbaik pada penelitian ini menggunakan pendekatan Fixed Effect dengan pembobotan GLS Weights cross section SUR. Dengan nilai R2 model sebesar 0.892745 menandakan bahwa variabel inflasi, infrastruktur panjang jalan, produk domestik regional bruto dan upah minimum provinsi mampu menjelaskan keragaman dalam investasi asing langsung di Pulau Jawa sebesar 89,27 persen dan sisanya sebesar 10,73 persen keragaman dalam investasi asing langsung di Pulau Jawa dijelaskan oleh variabel lain di luar model. Kriteria statistik lainnya dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3 Nilai Statistik Model Investasi Asing langsung di Pulau Jawa Kriteria Statistik
Nilai
R2
0.892745
Adjusted R2
0.875508
S.E of regression
1.043072
F-statistic
51.79109
Prob(F-statistic)
0.000000
Mean dependent var
35.05777
S.D. dependent var
16.81750
Sum square resid
60.92795
Durbin-Watson statistic
2.335685
Dengan melihat nilai Prob(F-statistic) sebesar 0.000000 yang lebih kecil jika dibandingkan taraf nyata α sebesar 1 persen, hal ini menyatakan bahwa secara keseluruhan minimal ada satu variabel diantara inflasi, infrastruktur panjang jalan, produk domestik regional bruto dan upah minimum provinsi yang secara
30
signifikan memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa dengan tingkat kepercayaan 99 persen. Kemudian, secara parsial dengan melihat nilai t-statistic dari masingmasing variabel yang lebih kecil dari taraf nyata α sebesar 10 persen (variabel infrastruktur panjang jalan) serta beberapa signifikan pada taraf nyata α 5 persen (kondisi inflasi dan produk domestik regional bruto), maka dapat disimpulkan bahwa infrastruktur panjang jalan, inflasi, dan produk domestik regional bruto berpengaruh secara signifikan terhadap investasi asing di Pulau Jawa, sementara variabel upah minimum provinsi tidak berpengaruh secara signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Selanjutnya, dengan melihat koefisien dari masing-masing variabel dapat diketahui bahwa semua variabel yang signifikan memiliki pengaruh positif terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Tabel 4 menyajikan hasil estimasi untuk masing-masing variabel dalam model investasi asing langsung di Pulau Jawa. Tabel 4 Hasil Estimasi Model Investasi Asing Langsung di Pulau Jawa Variabel
Koefisien
Standar Error
t-Statistic
Prob
C
-42.31284
10.16624
-4.162094
0.0001**
IFL
0.036594
0.008686
4.212945
0.0001**
IPJ
0.040845
0.020656
1.977346
0.0529*
PDRB
3.392451
0.799198
4.244818
0.0001**
UMP -0.508293 0.407694 -1.246751 0.2177 Keterangan : ** signifikan pada taraf nyata 5 persen; * signifikan pada taraf nyata 10 persen Hasil estimasi parameter variabel-variabel yang memengaruhi nilai investasi asing di Pulau Jawa berdasarkan metode fixed effect menunjukkan bahwa Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mempunyai pengaruh yang terbesar bagi investasi asing dibandingkan dengan provinsi lain, dimana nilai konstanta Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta paling tinggi yaitu sebesar 3,047259. Sedangkan yang mempunyai pengaruh terendah bagi investor asing untuk menanamkan modalnya adalah Provinsi Jawa Timur dimana nilai konstanta yang dimiliki sebesar -2,410212. Hasil estimasi ini mungkin disebabkan oleh belum tersosialisainya kondisi potensial yang dimiliki oleh Provinsi Jawa Timur secara maksimal kepada investor asing.
31
Tahapan Evaluasi Model Berdasarkan Kriteria Ekonomi Estimasi yang diberikan oleh pendekatan FEM menunjukkan hasil cukup baik karena telah melampaui berbagai syarat-syarat pengujian model. Tahap selanjutnya perlu diperiksa kembali tanda dari koefisien regresi, apakah sudah sesuai dengan nilai parameter yang diharapkan. Berdasarkan empat penduga koefisien yang diperoleh melalui metode FEM, satu diantaranya yaitu upah minimum provinsi memiliki pengaruh yang tidak signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Anomali dari dampak upah minimum provinsi memiliki pengaruh yang sesuai dengan teori namun tidak signifikan terhadap investasi asing, diduga bahwa permintaan tenaga kerja tidak berpengaruh terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Hal ini berarti berapapun perubahan permintaan tenaga kerja di Pulau Jawa sebenarnya tidak masalah bagi perusahaan untuk berinvestasi. Banyak faktor diantaranya perusahaan menilai keuntungan investasi lebih besar daripada perubahan permintaan tenaga kerja (naiknya upah minimum provinsi) dan perusahaan lebih mementingkan faktor lain yang memengaruhi investasi selain upah minimum provinsi, contohnya suku bunga, pengaruh inflasi, pengaruh infrastruktur, dan keadaan politik. Selanjutnya variabel-variabel yang signifikan memengaruhi investasi asing dijelaskan pada subbab berikut: Variabel Inflasi Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel inflasi (IFL) sebesar 0.036594. Hal ini menandakan bahwa inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Peningkatan persentase inflasi sebesar 1 persen akan menyebabkan kenaikan investasi asing langsung di Pulau Jawa sebesar 0.037 persen. Pada kenyataannya hasil penelitian ini berbanding terbalik dengan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya. Ketika inflasi meningkat tapi tidak terlalu tinggi menggambarkan pertumbuhan ekonomi sedang meningkat sehingga investor tertarik untuk menginvestasikan modalnya ke Pulau Jawa. Tetapi ketika inflasi meningkat terlalu tinggi (hyper inflation) berarti di wilayah tersebut sedang mengalami krisis, daya beli masyarakat turun sehingga investor sulit untuk mendapatkan keuntungan atau return dari keadaan hyper inflation tersebut. Investor tidak berminat untuk menginvestasikan modalnya ketika terjadi hyper inflation. Variabel Produk Domestik Regional Bruto Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel produk domestik regional bruto (PDRB) sebesar 3.392451. Hal ini menandakan bahwa perubahan PDRB berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Peningkatan persentase PDRB sebesar 1 persen, akan meningkatkan investasi asing langsung di Pulau Jawa sebesar 3,392 persen. Pada kenyataannya hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya. Peningkatan pada produk domestik regional bruto tentunya akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. PDRB yang tinggi akan memperbesar pendapatan masyarakat dan selanjutnya pendapatan masyarakat yang tinggi akan meningkatkan permintaan terhadap barang dan jasa. Investor
32
asing tertarik untuk menanamkan modalnya di suatu wilayah yang memiliki pendapatan yang tinggi karena adanya kemajuan teknologi di wilayah tersebut. Dengan masuknya investasi asing akan meningkatkan jumlah dana yang akan digunakan untuk membiayai proses produksi, sehingga jumlah output yang dihasilkan juga akan meningkat. Meningkatnya jumlah output akan meningkatkan PDRB suatu wilayah.
Variabel Infrastruktur Panjang Jalan Hasil analisis regresi diperoleh hasil koefisien untuk variabel infrastruktur panjang jalan (IPJ) sebesar 0.040845. Hal ini menandakan bahwa infrastruktur panjang jalan memiliki pengaruh yang positif dan signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Peningkatan persentase kondisi infrastruktur sebesar 1 persen, akan meningkatkan investasi asing langsung di Pulau Jawa sebesar 0.041 persen. Pada kenyataannya hasil penelitian ini sesuai dengan hipotesis yang telah diajukan sebelumnya. Dampak dari peningkatan kualitas infrastruktur panjang jalan dapat memperlancar arus distribusi kegiatan perekonomian dan akan memberikan pengaruh yang positif terhadap minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di suatu wilayah, sehingga akan memberikan keuntungan kepada investor. Sebaliknya apabila kualitas panjang jalan memburuk, maka akan menghambat laju pendistribusian barang yang tentunya akan menurunkan minat para investor asing untuk menanamkan modalnya di suatu wilayah dan akan menurunkan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Implikasi Kebijakan Investasi Asing Inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah tetap harus menjaga kestabilan inflasi meskipun inflasi berpengaruh positif. Inflasi yang terlalu tinggi tidak baik untuk perekonomian karena akan meningkatkan hargaharga barang dan jasa sehingga barang dan jasa tidak mempunyai daya saing. Daerah yang tidak mempunyai inflasi terlalu tinggi sulit bagi para investor untuk mencari keuntungan dari investasi sehingga investor tidak mau menanamkan modalnya. Pemerintah harus menjaga kestabilan inflasi di setiap daerahnya masing-masing. Ketika inflasi naik di luar dari target pemerintah sebaiknya pemerintah melakukan kebijakan dengan menaikan suku bunga. Infrastruktur berpengaruh positif terhadap peningkatan investasi asing di Pulau Jawa. Infrastruktur yang baik akan mengurangi biaya produksi dan meningkatkan efisiensi perekonomian. Kondisi jalan baik akan memberikan kemudahan untuk mendistribusikan produk, mempercepat akses, meningkatkan perekonomian dan meningkatkan pendapatan. Infrastruktur yang baik akan memberikan keuntungan bagi para investor sehingga akan tertarik untuk menanamkan modalnya di Pulau Jawa. PDRB dapat memengaruhi aliran masuk modal asing langsung. Pemerintah pusat dan daerah harus menjaga iklim perekonomian agar tetap
33
kondusif termasuk meningkatkan produktivitas barang dan jasa dan juga mengurangi hambatan-hambatan dalam perekonomian agar PDRB terus meningkat. PDRB yang tinggi menggambarkan bahwa di daerah tersebut sedang mengalami peningkatan sehingga menjadi daya tarik bagi para investor untuk mencari keuntungan. Disamping itu, pemerintah pusat dan daerah harus memberikan kemudahan kepada investor asing dalam hal pemberian fasilitas, pelayanan izin dan informasi, jaminan kepastian hukum, promosi dan insentif investasi serta mengarahkannya untuk melakukan investasi yang berwawasan lingkungan dan mendorong persebaran investasi asing.
SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Berdasarkan perumusan masalah dan tujuan dalam penulisan skripsi ini, maka hasil penelitian faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa dapat disimpulkan sebagai berikut: 1. Investasi asing merupakan kegiatan untuk mentransformasikan sumber daya potensial yang ada menjadi kekuatan ekonomi. Perkembangan investasi asing langsung di Indonesia dan di Pulau Jawa secara umum terus meningkat, akan tetapi sangat sensitif terhadap faktor eksternal seperti terkena dampak krisis ekonomi, kenaikan harga minyak dunia dan krisis global. 2. Pengujian variabel pada estimasi faktor-faktor yang memengaruhi investasi asing di Pulau Jawa dilakukan dengan menggunakan data panel Fixed Effect Model (FEM). Secara keseluruhan dapat dikemukakan bahwa signifikansi pengaruh variabel-variabel seperti inflasi dan produk domestik regional bruto secara bersama-sama signifikan pada taraf kepercayaan 5 persen (α = 5 persen) serta variabel infrastruktur panjang jalan signifikan pada taraf kepercayaan 10 persen (α = 10 persen) memengaruhi investasi asing di Pulau Jawa. Dari ketiga variabel eksogen diatas, dua diantaranya yaitu variabel produk domestik regional bruto dan infrastruktur panjang jalan mempunyai arah yang sesuai dengan teori dimana berpengaruh secara positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen dan 10 persen terhadap investasi asing di Pulau Jawa, tetapi untuk variabel inflasi mempunyai arah yang tidak sesuai dengan teori dimana berpengaruh secara positif dan signifikan pada taraf nyata 5 persen terhadap investasi asing langsung di Pulau Jawa. Sedangkan variabel upah minimum provinsi tidak signifikan memengaruhi investasi asing langsung di Pulau Jawa. 3. Implikasi kebijakan yang harus dilakukan agar para investor asing meningkatkan investasinya di Pulau Jawa, maka berdasarkan hasil analisis regresi pemerintah pusat maupun daerah harus menjaga kestabilan inflasi di setiap daerahnya masing-masing, menjaga ketersediaan infrastruktur yang memadai dan menjaga iklim perekonomian daerah.
34
SARAN Berdasarkan pada hasil penelitian yang telah diperoleh, dapat diberikan rekomendasi berupa saran dalam upaya peningkatan investasi asing langsung di Pulau Jawa, diantaranya berdasarkan hasil estimasi output disarankan kepada pemerintah dan otoritas moneter untuk menjaga kestabilan inflasi meskipun hasil output berbanding positif dengan FDI tetapi inflasi yang terlalu tinggi tidak baik untuk stabilitas ekonomi yang akan mengurangi investasi asing. Selain itu, pemerintah juga meningkatkan kondisi infrastruktur yang pada hasil estimasi ouput berbanding positif dengan investasi asing langsung. Pemerintah lebih memperhatikan infrastruktur yang baik karena infrastruktur yang baik akan meningkatkan efisiensi ekonomi dan mengurangi biaya produksi. Investor akan tertarik untuk berinvestasi di daerah yang infrastrukturnya baik serta disarankan kepada pemerintah untuk menciptakan iklim ekonomi yang baik sehingga PDRB semakin meningkat. Peningkatan PDRB akan meningkatkan pendapatan masyarat, sehingga juga akan meningkatkan daya beli masyarakat. Daya beli masyarakat yang tinggi akan menarik investor asing untuk berinvestasi, sehingga investor mendapatkan keuntungan yang tinggi. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah hanya membahas investasi asing langsung di wilayah Pulau Jawa saja, maka diharapkan pada penelitian selanjutnya merubah cakupan provinsi-provinsi selain di Pulau Jawa dan memasukkan variabel lain yang diperkirakan akan berpengaruh pada perkembangan investasi asing langsung di Pulau Jawa maupun di provinsiprovinsi lainnya di Indonesia, yaitu stabilitas politik.
DAFTAR PUSTAKA
[BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2004. Penyebab Rendahnya Realisasi Investasi di Berbagai Daerah dan Sektor yang Potensial. Jakarta (ID): BKPM. [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2012. Kebijakan dan Perkembangan Penanaman Modal di Indonesia. Jakarta (ID): BKPM. [BKPM] Badan Koordinasi Penanaman Modal. 2012. Perkembangan Realisasi Investasi Asing Berdasarkan Lokasi. Jakarta (ID): BKPM. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. DKI Jakarta Dalam Angka. Berbagai Edisi. Jakarta (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik . 2012. Jawa Barat Dalam Angka. Berbagai Edisi. Jawa Barat (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Timur Dalam Angka. Berbagai Edisi. Jawa Timur (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Banten Dalam Angka. Berbagai Edisi. Banten (ID): BPS. [BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. DI Yogyakarta Dalam Angka. Berbagai Edisi. DI Yogyakarta (ID): BPS.
35
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2012. Jawa Tengah Dalam Angka. Berbagai Edisi. Jawa Tengah (ID): BPS. Demirhan E. Masca M. 2008. Determinants Of Foreign Direct Investment Flows : A Cross-Sectional Analysis. Prague Economic Paper. 4: 356-369. Deliarnov. 1995. Pengantar Ekonomi Makro. Jakarta (ID): Universitas Indonesia Pr. Firdaus M. 2011. Aplikasi Ekonometrika untuk Data Panel dan Time Series. Bogor (ID): IPB Pr. Gujarati DN. 2003. Dasar-Dasar Ekonometrika Jilid 2. Jakarta (ID): Erlangga. Jhingan ML. 2003. Ekonomi Pembangunan dan Perencanaan. D. Guritno, S.H [Penerjemah]. Jakarta (ID): PT Raja Grafindo Persada.. Khasanah, M. 2009. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Investasi Asing di Batam [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Kusumaningrum, A. 2007. Analisis Faktor-Faktor yang Memengaruhi Investasi di Provinsi DKI Jakarta [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Mankiw G. 2000. Teori Makroekonomi Edisi Keempat. Imam Nurmawan [Penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Salvatore. 1997. Ekonomi Internasional. Munandar dan Sumiharti [penerjemah]. Jakarta (ID): Erlangga. Shahmoradi B. Baghbanyan M. 2011. Determinants of Foreign Direct Investment in Developing Countries: A Panel Data Analysis. Asian Economic and Financial Review, 1(2):49-56. Sodik. Nuryadin. 2008. Determinan Investasi di Daerah Studi Kasus Provinsi di Indonesia. Jurnal Ekonomi Pembangunan. 13(1):15-31. Sukirno S. 1985. Ekonomi Pembangunan. Jakarta (ID): Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Todaro PL. 2000. Pembangunan Ekonomi di Dunia Ketiga. Jakarta (ID): Erlangga. UNCTAD, 1998. World Investment Report1998: Trends and Determinants. New York and Geneva. Wimanda RE. 2006. Regional Inflation in Indonesia: Characteristic, Convergence, and Determinants. Bank Indonesia Working Papers. WP/13/2006. Worldbank. 2013. World Bank Economic Database. www.worldbank.org. [Januari 2013].
36
LAMPIRAN
37
Lampiran 1. Korelasi Antar Variabel LNFDI LNFDI INFLASI LNPDRB LNINFRA LNUPAH
1 -0.07031 0.784422 0.081782 0.352444
INFLASI LNPDRB LNINFRA LNUPAH -0.07031 0.784422 0.081782 0.352444 1 -0.14151 -0.1108 -0.40123 -0.14151 1 0.40734 0.187448 -0.1108 0.40734 1 -0.00293 -0.40123 0.187448 -0.00293 1
38
Lampiran 2. Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model PLS Dependent Variable: LNFDI Method: Panel EGLS (Cross-section weights) Date: 04/05/13 Time: 10:12 Sample: 2001 2011 Periods included: 11 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 66 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
Std. Error
t-Statistic
Prob.
INFLASI LNINFRA LNPDRB LNUPAH C
0.065728 -0.255385 1.601032 1.365450 -30.97308
0.012463 0.050186 0.130777 0.119719 2.407851
5.273799 -5.088744 12.24242 11.40545 -12.86337
0.0000 0.0000 0.0000 0.0000 0.0000
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.793810 0.780289 1.121432 58.71086 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
22.55143 14.32924 76.71420 1.234092
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.724243 79.65009
Mean dependent var Durbin-Watson stat
14.92202 1.035225
39
Lampiran 3. Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model Fixed Effect Dependent Variable: LNFDI Method: Panel EGLS (Cross-section SUR) Date: 04/05/13 Time: 10:23 Sample: 2001 2011 Periods included: 11 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 66 Linear estimation after one-step weighting matrix White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
INFLASI LNINFRA LNPDRB LNUPAH C
0.036594 0.040845 3.392451 -0.508293 -42.31284
Std. Error
t-Statistic
0.008686 4.212945 0.020656 1.977346 0.799198 4.244818 0.407694 -1.246751 10.16624 -4.162094
Prob. 0.0001 0.0529 0.0001 0.2177 0.0001
Effects Specification Cross-section fixed (dummy variables) Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.892745 0.875508 1.043072 51.79109 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
35.05777 16.81750 60.92795 2.335685
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
1 2 3 4 5 6
0.873654 36.49398
Mean dependent var Durbin-Watson stat
CROSSID Effect Jakarta -0.673444 Jawa Barat -0.996200 Jawa Tengah -1.986078 DI Yogyakarta 3.047259 Jawa Timur -2.410212 Banten 3.018675
14.92202 2.261807
40
Lampiran 4. Model Estimasi Parameter dengan Menggunakan Model Random Effect Dependent Variable: LNFDI Method: Panel EGLS (Cross-section random effects) Date: 04/05/13 Time: 10:25 Sample: 2001 2011 Periods included: 11 Cross-sections included: 6 Total panel (balanced) observations: 66 Swamy and Arora estimator of component variances White cross-section standard errors & covariance (d.f. corrected) Variable
Coefficient
INFLASI LNINFRA LNPDRB LNUPAH C
0.047549 -0.045678 1.568640 0.544390 -21.43253
Std. Error
t-Statistic
0.014854 3.200992 0.026693 -1.711258 0.382125 4.105040 0.208246 2.614164 7.029190 -3.049075
Prob. 0.0022 0.0921 0.0001 0.0113 0.0034
Effects Specification S.D. Cross-section random Idiosyncratic random
0.563893 0.800721
Rho 0.3315 0.6685
Weighted Statistics R-squared Adjusted R-squared S.E. of regression F-statistic Prob(F-statistic)
0.433912 0.396791 0.879969 11.68927 0.000000
Mean dependent var S.D. dependent var Sum squared resid Durbin-Watson stat
5.873093 1.133009 47.23503 1.702890
Unweighted Statistics R-squared Sum squared resid
0.673335 94.35454
Mean dependent var Durbin-Watson stat
14.92202 0.852487
41
Lampiran 5. Hasil Pengujian Chow Test Uji-F (Chow test) H0 : PLS H1 : Fixed/LSDV Redundant Fixed Effects Tests Equation: EQ01 Test cross-section fixed effects Effects Test Cross-section F
Statistic 12.670346
d.f.
Prob.
(5,49)
0.0000
42
Lampiran 6. Hasil Pengujian Hausman Test H0 : REM H1 : Fixed/LSDV Correlated Random Effects - Hausman Test Equation: EQ01 Test cross-section random effects Test Summary Cross-section random
Chi-Sq. Statistic Chi-Sq. d.f. 16.671891
4
Prob. 0.0022
43
Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas 9
Series: Standardized Residuals Sample 2001 2011 Observations 66
8 7 6 5 4 3
Mean Median Maximum Minimum Std. Dev. Skewness Kurtosis
-6.73e-18 0.126927 2.003863 -2.239082 0.968170 -0.439135 2.642042
Jarque-Bera Probability
2.473600 0.290312
2 1 0 -2
-1
0
1
2
44
Lampiran 8.Grafik Standardized Residuals 3
2
1
0
-1
-2
-3 5
10
15
20
25
30
35
40
45
Standardized Residuals
50
55
60
65
45
RIWAYAT HIDUP. Penulis bernama Fauzi Mauludin Fahmi lahir di Jakarta pada tanggal 20 September 1991. Penulis merupakan anak pertama dari dari tiga bersaudara dari pasangan Suhendar Anwar dan Tini Mulyatiningsih. Pada tahun 1998 penulis terdaftar sebagai siswa SDN 09 Penggilingan Jakarta Timur dan tamat pada tahun 2003. Se-tamat dari SD, penulis melanjutkan sekolah di SMP N 138 Jakarta Timur. Pada tahun 2006 penulis meneruskan pendidikannya ke SMA Negeri 3 Teladan Jakarta Selatan. Setelah tamat SMA pada tahun 2006, penulis menempuh pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi yaitu kuliah di Institut Pertanian Bogor (IPB) lewat jalur PMDK dan diterima untuk mengikuti program strata-1 di Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Bogor. Penulis selama di IPB banyak meraih prestasi olahraga diantaranya pada tahun 2011 Juara 1 sportakuler di cabang futsal dan estafet putra, selanjutnya pada tahun 2012 Juara 2 di cabang futsal dan estafet putra, serta meraih Juara 1 berturut-turut di cabang futsal Ilmu Ekonomi Cup pada tahun 2012 dan 2013. Sebuah kebanggaan tersendiri ketika bisa melatih Timnas futsal putri Ilmu Ekonomi 46 dan berhasil meraih juara 1 di kejuaraan Ilmu Ekonomi Cup. Penulis juga mengikuti organisasi kepecintaalaman di Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang bernama KAREMATA (Keluarga Ekonomi dan Manajemen Pecinta Alam). Kenikmatan yang tak terlupakan ketika penulis berhasil menapakkan diri di Gunung tertinggi di Pulau Jawa yaitu Puncak Mahameru.